18
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi Umum Waduk Cirata Waduk Cirata merupakan salah satu waduk dari kaskade tiga waduk Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum.
Waduk Cirata terletak diantara dua waduk
lainnya, yaitu Waduk Saguling di bagian hulu dan Waduk Jatiluhur di bagian hilir. Secara geografis, Waduk Cirata terletak pada koordinat 107o14’15” LS – 107o22’03” LS dan 06o41’30” BT – 06o48’07” BT. Secara administratif Waduk Cirata termasuk ke dalam tiga kabupaten di wilayah Jawa Barat, yaitu Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Purwakarta, dan Kabupaten Cianjur. Waduk Cirata dibangun pada tahun 1987 yang diawali dengan proses penggenangan selama satu tahun. Sumber masukan air berasal dari outlet Waduk Saguling (Sungai Citarum) dan 14 sungai lainnya seperti Cisokan, Cibalagung, Cikundul, Gado Bangkong, Cilagkap, Cicendo, Cilandak, Cibakom, Cinangsi, Cimareuwah, Cimeta, Cihujang, Cihea, dan Cibodas. Waduk Cirata memiliki luas area sebesar 7.111 ha dengan luas genangan 6.200 ha dan daya tampung sebesar 2.165 juta m3 air dengan elevasi maksimum pada ketinggian 221 m dpl (BPWC 2011). Beberapa data morfometri Waduk Cirata dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Data morfometri Waduk Cirata No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Dimensi Tinggi Bendungan Panjang Bendungan Elevasi muka air normal Luas Permukaan Panjang Maksimum Lebar Rata-rata Kedalaman Maksimum Kedalaman rata-rata Keliling garis Pantai Volume air maksimum
Nilai 125 m 453,5 m 220 m 6.200 ha 14,3 km 4,3 km 106 m 34,9 m 181 km 2,165 x 106 m3
Sumber : Unit Pembangkitan Cirata (UP Cirata)
Waduk Cirata termasuk ke dalam jenis waduk serbaguna. Tujuan utama pembangunan Waduk Cirata adalah sebagai Pembagkit Listrik Tenaga Air
19 (PLTA) untuk memenuhi kebutuhan energi listrik di pulau Jawa dan Bali dengan kapasitas pembangkit daya terpasang sebesar 1.008 MW.
Namun saat ini
pemanfaatan waduk terus berkembang mulai dari kegiatan perikanan budidaya, perikanan tangkap, restoran apung, dan pariwisata. Perkembangan perikanan budidaya dengan sistem Keramba Jaring Apung (KJA) di Waduk Cirata mengalami peningkatan jumlah setiap tahunnya. Berdasarkan sensus yang dilakukan BPWC tahun 2011 jumlah KJA adalah 53.031 petak. Sementara batas maksimal yang diperbolehkan adalah sebanyak 12.000 petak sesuai SK Gub. Jawa Barat No. 41 Tahun 2002. Grafik perkembangan jumlah KJA dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Grafik perkembangan jumlah KJA tahun 1988-2011 (Sumber: Gunawan et al. 2007) Berdasarkan Gambar 4 terlihat adanya penambahan jumlah KJA dari tahun 1988 hingga tahun 2011. Pada tahun 1988 hingga tahun 1995, jumlah KJA masih di bawah jumlah maksimum yaitu hanya berkisar antara 74-7.690 petak, namun pada tahun 1996 hingga tahun 2011 tercatat bahwa jumlah KJA yang ada di Waduk Cirata telah melebihi angka maksimum yang di perbolehkan. Jumlah KJA berkurang dari tahun 1997 sebanyak 25.558 petak menjadi 17.447 petak pada
20 tahun 1998, hal ini disebabkan oleh adanya krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1998. Anggaran belanja negara tahun 1998/1999 terdapat defisit anggaran yang besar, kondisi ini disebabkan oleh terpuruknya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (Tarmidi 1999).
Peristiwa ini berdampak kepada
pengusaha-pengusaha KJA yang ada di Waduk Cirata selama krisis moneter terjadi, namun dari pada itu setelah situasi ekonomi mulai membaik pada tahun 2001 hingga 2007 terjadi peningkatan jumlah KJA yang sangat pesat dari 30.429 petak menjadi 51.418 petak.
Sementara itu pada tahun 2007 hingga 2011
peningkatan jumlah KJA tidak terlalu signifikan. Semakin bertambahnya jumlah petak KJA ternyata tidak selalu berbanding lurus dengan produksi ikan budidaya yang dihasilkan. Pada tahun 1988-1996 terlihat adanya peningkatan volume produksi seiring dengan bertambahnya petak KJA, namun pada tahun 1997-2000 terlihat adanya penurunan volume produksi yang disertai penambahan jumlah KJA. Menurut Komarwidjaja et al. (2005) pertumbuhan ikan budidaya di Waduk Cirata di kategorikan allometrik negatif yang artinya ikan lebih cepat panjang di bandingkan beratnya. Kondisi seperti ini kurang menguntukan apabila digunakan untuk tujuan budidaya. Pertumbuhan ikan terhambat karena fisiologis ikan terganggu, nafsu makan turun, dan sakit. Kondisi ini diduga timbul dari lingkungan yang tercemar bahan organik. Bahkan apabila pencemaran yang terjadi lebih berat dan toksik tidak menutup kemungkinan terjadinya kematian masal ikan. Jumlah KJA yang semakin meningkat akan memberikan pencemaran terhadap lingkungan perairan yang ada di sekitarnya. Pencemaran dari budidaya ikan dapat meningkatkan jumlah dan konsentrasi fosfor sebagai akibatnya akan menyebabkan eutrofikasi perairan (Kibria et al. 1996). 4.1.2. Status mutu air tiap stasiun berdasarkan Indek STORET Indeks STORET dapat menggambarkan secara menyeluruh tentang kondisi umum kualitas air pada setiap stasiun. Data yang digunakan untuk menentukan nilai indeks STORET adalah data parameter fisika dan kimia dari tahun 20072012. Data parameter kualitas air hasil pengamatan dibandingkan dengan baku mutu peruntukan perikanan dan peruntukan PLTA.
Baik buruknya kualitas
21 perairan dapat diketahui dengan melihat parameter-parameter apa saja yang tidak memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan. Beberapa parameter kualitas air seperti fecal coliform dan total coliform tidak diikutsertakan dalam perhitungan karena data yang diperoleh kurang lengkap. Evaluasi kualitas air menggunakan indeks STORET setiap stasiunnya sebagai berikut. a.
Stasiun 1A (Muara Sungai Citarum) Stasiun 1A terletak pada koordinat 107o 17’47,6” LS dan 06o 47’16,8” BT
di Muara Sungai Citarum.
Stasiun ini merupakan inlet waduk dari Sungai
Citarum yang bermuara di Waduk Cirata dengan kedalaman 30 meter. Lokasi titik sampling Stasiun 1A dapat dilihat pada Lampiran 1. Hasil perhitungan indeks STORET di Stasiun 1A menunjukan bahwa status mutu air untuk kegiatan perikanan berada pada kondisi tercemar buruk. Untuk kegiatan PLTA berada pada kondisi tercemar ringan (Tabel 5 dan Gambar 5). Tercemarnya perairan di Stasiun 1A diduga berasal dari aktivitas dan pemanfaatan DAS Citarum di bagian hulu. Tabel 5. Nilai indeks STORET Stasiun 1A secara temporal Tahun
Lapisan
2007 (n=4)
permukaan 5 meter dasar permukaan 5 meter dasar permukaan 5 meter dasar permukaan 5 meter dasar permukaan 5 meter dasar
2008 (n=4) 2009 (n=4) 2010 (n=4) 2011-2012 (n=5)
C* -34 -48 -50 -36 -62 -62 -38 -56 -66 -28 -50 -46 -50 -62 -60
Golongan/Kelas D* III** -10 -34 -8 -42 -10 -52 -4 -32 -4 -56 -4 -58 -2 -30 -4 -52 -2 -58 -2 -20 -2 -50 -2 -44 -10 -36 -6 -48 -4 -54
Keterangan : * Baku mutu menurut Perda Prov. Jawa Barat No.39 tahun 2000 ** Baku mutu menurut PPRI No. 82 tahun 2001 0 Baik sekali (memenuhi baku mutu) -1 s.d. -10 Baik (cemar ringan) -11 s.d. -30 Sedang (cemar sedang) -31 Buruk (cemar berat)
IV** -10 -8 -10 -4 -4 -4 -2 -4 -2 -2 -2 -2 -10 -12 -4
22
cemar ringan cemar sedang
cemar berat
(a)
cemar ringan cemar sedang
cemar berat
(b)
cemar ringan cemar sedang
cemar berat
(c) Gambar 5. Grafik nilai indeks STORET Stasiun 1A secara temporal (a) permukaan, (b) 5 meter, (c) dasar (Gol. D berhimpit dengan Kelas IV)
23 Berdasarkan Tabel 5 dan Gambar 5 terlihat bahwa grafik nilai indeks STORET di Stasiun 1A (Muara Sungai Citarum) memiliki pola yang berbeda pada setiap lapisan.
Lapisan permukaan cenderung lebih baik dibandingkan
dengan lapisan pada kedalaman 5 meter dan dekat dasar. Nilai indeks STORET tertinggi terdapat pada lapisan permukaan tahun 2010, sedangkan nilai terendah terdapat pada lapisan dekat dasar tahun 2009. Kondisi saat ini pada tahun 2012 di Stasiun 1A cenderung mengalami peningkatan pencemaran berdasarkan hasil nilai indeks STORET dibandingkan dengan kondisi kualitas air pada lima tahun terakhir dan berada pada stastus mutu air cemar berat. Parameter-parameter kualitas air yang melampaui baku di Stasiun 1A disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Parameter kualitas air yang melampaui baku mutu di Stasiun 1A Tahun 2007
2008
2009
2010
2011-2012
Lapisan permukaan 5 meter dasar permukaan 5 meter dasar permukaan 5 meter dasar permukaan 5 meter dasar permukaan 5 meter dasar
H2S ● ● ●
NH3
● ●
● ● ● ● ● ● ● ● ●
NO2-N
● ● ● ●
● ● ●
Cl2
● ●
● ● ● ● ●
● ●
● ●
● ● ● ●
● ● ● ● ●
Parameter DO BOD ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
COD ● ●
Cu ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Zn ● ● ● ● ● ● ● ● ●
● ● ● ●
Cd ●
Pb
● ● ● ● ● ●
● ● ● ● ● ●
● ● ●
● ● ●
Hg
● Parameter yang melebihi baku mutu
Berdasarkan Tabel 6 terlihat beberapa parameter kualitas air yang melampaui baku mutu pada Stasiun 1A selama tahun 2007-2012 adalah sulfida, amonia, nitrit, klorin bebas, oksigen terlarut (DO), BOD,
tembaga, seng,
kadmium, dan timbal. Tingginya nilai konsentrasi parameter-parameter tersebut sehingga menimbulkan pencemaran di Stasiun 1A diduga bersumber dari pencemran Sungai Citarum bagian hulu, aktivitas rumah tangga, pertanian di sekitar muara, dan industri. DAS Citarum terdapat sekitar 394 industri yang sebagian besar belum memiliki instalasi pengolahan air limbah (Garno 2001).
24 b.
Stasiun 1B (Muara Sungai Cisokan) Stasiun 1B terletak pada koordinat 107o 16’11,1” LS dan 06o 46’03,1” BT
di Muara Sungai Cisokan. Stasiun ini merupakan inlet waduk dari Sungai Cisokan atau Teluk Coklat yang bermuara di Waduk Cirata dengan kedalaman 22 meter. Lokasi titik Sampling 1B dapat dilihat pada Lampiran 1. Terdapat trashboom (penahan sampah) yang fungsinya untuk menahan sampah apung seperti kayu, busa, plastik, dan eceng gondok yang berasal dari hulu Sungai Cisokan. Hasil perhitungan indeks STORET di Stasiun 1B menunjukan bahwa status mutu air untuk kegiatan perikanan berada pada kondisi tercemar buruk sedangkan untuk kegiatan PLTA berada pada kondisi tercemar ringan. Tercemarnya perairan di Stasiun 1B diduga berasal dari aktivitas dan pemanfaatan DAS Cisokan di bagian hulu. Menurut Bappeda (2003) sepanjang DAS Cisokan selama sepuluh tahun terakhir ini terdapat peralihan fungsi lahan dari hutan, pertanian, dan perkebunan menjadi pemukiman (Lampiran 6). Nilai indeks STORET di Stasiun 1B secara temporal disajikan pada Tabel 7 dan Gambar 6. Tabel 7. Nilai indeks STORET Stasiun 1B secara temporal Tahun
Lapisan
2007 (n=4)
permukaan 5 meter dasar permukaan 5 meter dasar permukaan 5 meter dasar permukaan 5 meter dasar permukaan 5 meter dasar
2008 (n=4) 2009 (n=4) 2010 (n=4) 2011-2012 (n=5)
C* -30 -38 -40 -40 -46 -62 -40 -56 -54 -38 -44 -46 -42 -42 -52
Golongan/Kelas D* III** IV** 0 -32 0 -8 -40 -8 -4 -40 -4 -2 -32 -2 0 -42 0 -4 -58 -4 -2 -32 -2 -4 -48 -4 -2 -46 -2 -2 -30 -2 -2 -42 -2 -8 -46 -8 -2 -34 -2 -4 -36 -4 -4 -46 -4
Keterangan : * Baku mutu menurut Perda Prov. Jawa Barat No.39 Tahun 2000 ** Baku mutu menurut PPRI No. 82 Tahun 2001 0 Baik sekali (memenuhi baku mutu) -1 s.d. -10 Baik (cemar ringan) -11 s.d. -30 Sedang (cemar sedang) -31 Buruk (cemar berat)
25
cemar ringan cemar sedang
cemar berat
(a)
cemar ringan cemar sedang
cemar berat
(b)
cemar ringan cemar sedang
cemar berat
(c)
Gambar 6. Grafik nilai indeks STORET Stasiun 1B secara temporal (a) permukaan, (b) 5 meter, (c) dasar (Gol. D berhimpit dengan Kelas IV)
26 Berdasarkan Tabel 7 dan Gambar 6 terlihat bahwa grafik nilai indeks STORET di Stasiun 1B memiliki pola yang berbeda pada setiap lapisan. Lapisan permukaan cenderung lebih baik dibandingkan dengan lapisan pada kedalaman 5 meter dan dekat dasar. Nilai indeks STORET tertinggi terdapat pada lapisan permukaan tahun 2007, sedangkan nilai terendah terdapat pada lapisan dekat dasar tahun 2008.
Kondisi saat ini pada tahun 2012 di Stasiun 1B cenderung
mengalami penurunan pencemaran berdasarkan hasil nilai indeks STORET dibandingkan dengan kondisi kualitas air pada tahun 2008 dan 2009, namun masih berada pada status mutu air cemar sedang hingga berat.
Parameter-
parameter kualitas air yang melampaui baku di Stasiun 1B disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Parameter kualitas air yang melampaui baku mutu di stasiun 1B Tahun
2007
Parameter
Lapisan permukaan
H2S ●
5 meter
●
dasar
●
2009
2010
20112012
NO2-N
●
Cl2 ● ●
DO
BOD ●
●
●
●
●
permukaan 2008
NH3
5 meter
●
●
dasar
●
●
permukaan
●
●
5 meter
●
●
●
dasar
●
●
●
permukaan
●
●
5 meter
●
●
dasar
●
5 meter
●
dasar
●
●
Cu ●
Zn ●
Cd
Pb
●
●
● ●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
Hg ●
● ●
●
permukaan
●
COD
●
● Parameter yang melebihi baku mutu
Berdasarkan Tabel 8 terlihat beberapa parameter kualitas air yang melampaui baku mutu pada Stasiun 1B selama tahun 2007-2012 adalah sulfida, amonia, nitrit, klorin bebas, oksigen terlarut (DO), BOD, tembaga, seng, kadmium, timbal dan merkuri. Tingginya nilai konsentrasi parameter-parameter tersebut diduga bersumber dari pencemran Sungai Cisokan bagian hulu, aktivitas rumah tangga, pertanian di sekitar muara, dan pemukiman. Lahan di sekitar Sungai Cisokan saat ini telah berubah fungsi dari pertanian menjadi pemukiman.
27
c.
Stasiun 1C (Muara Sungai Cibalagung) Stasiun 1C terletak pada koordinat 107o 15’33,4” LS dan 06o 44’42,6” BT
di Muara Sungai Cibalagung. Stasiun ini merupakan inlet waduk dari Sungai Cibalagung yang bermuara di Waduk Cirata dengan kedalaman 10 meter. Terdapat beberapa aktivitas di sekitar Muara Sungai Cibalagung, diantaranya pemukiman, pertanian, rumah makan, dan daerah wisata perahu air. Lokasi titik sampling 1C dapat dilihat pada Lampiran 1. Pemantauan kualitas air di stasiun 1C baru dilakukan satu kali pada bulan Februari 2012. Oleh karena itu pada stasiun ini tidak dapat dihitung nilai indeks STORET. Berdasarkan hasil pemantauan pertama di Stasiun 1C, terdapat beberapa parameter yang melebihi baku mutu menurut Perda Prov. Jawa Barat No.39 tahun 2000 untuk golongan C, D dan Peraturan Pemerintah RI No.82 tahun 2001 untuk kelas III, IV. Parameter yang melebihi baku mutu untuk kegiatan perikanan adalah sulfida, amonia, oksigen terlarut, dan BOD, sedangkan untuk kegiatan PLTA tidak terdapat parameter yang melebihi nilai baku mutu.
d.
Stasiun 1D (Muara Sungai Cikundul) Stasiun 1D terletak pada koordinat 107o 14’73,7” LS dan 06o 44’23,2” BT
di muara Sungai Cikundul. Kondisi stasiun ini merupakan inlet waduk dari Sungai Cikundul yang bermuara di Waduk Cirata memiliki kedalaman 3 meter. Terdapat beberapa aktivitas di sekitar muara sungai Cikundul, diantaranya pemukiman, pertanian, dan pertambangan pasir. Lokasi titik sampling 1D dapat dilihat pada Lampiran 1. Pemantauan kualitas air di stasiun 1D baru dilakukan satu kali pada bulan Februari 2012. Oleh karena itu pada stasiun ini tidak dapat dihitung nilai indeks STORET. Berdasarkan hasil pemantauan pertama di Stasiun 1D, terdapat beberapa parameter yang melebihi baku mutu menurut Perda Prov. Jawa Barat No.39 tahun 2000 untuk golongan C, D dan Peraturan Pemerintah RI No.82 tahun 2001 untuk kelas III, IV. Parameter yang melebihi baku mutu untuk kegiatan perikanan adalah amonia dan klorin bebas, sedangkan untuk kegiatan PLTA tidak terdapat parameter yang melebihi nilai baku mutu.
28
e.
Stasiun 2 (Tengah Waduk Cirata) Stasiun 2 terletak pada koordinat 107o 16’61,7” LS dan 06o 43’70,2” BT di
tengah Waduk Cirata. Stasiun ini merupakan zona pemanfaatan untuk aktivitas KJA, perikanan tangkap, lalu lintas wisata perahu, dan lain-lain. Jumlah KJA pada stasiun ini termasuk kedalam kategori cukup padat. Lokasi stasiun 2 dapat dilihat pada Lampiran 1. Hasil perhitungan indeks STORET di Stasiun 2 menunjukan bahwa status mutu air untuk kegiatan perikanan berada pada kondisi tercemar tercemar buruk sedangkan untuk kegiatan PLTA berada pada kondisi tercemar ringan. Tercemarnya perairan di Stasiun 2 diduga berasal dari aktivitas pemanfaatan KJA dan rumah tangga. Aktivitas KJA menghasilkan limbah organik dari pakan ikan yang tidak termakan dan feses ikan sisa metabolisme, sedangkan aktivitas rumah tangga berasal dari sisa-sisa makanan dan sampah rumah tangga lainnya dari para pekerja KJA yang berada di rumah apung. Nilai indeks STORET di Stasiun 2 secara temporal disajikan pada Tabel 9 dan Gambar 7. Tabel 9. Nilai indeks STORET Stasiun 2 secara temporal Tahun 2007 (n=4) 2008 (n=4) 2009 (n=4) 2010 (n=4) 2011-2012 (n=5)
Lapisan permukaan 5 meter dasar permukaan 5 meter dasar permukaan 5 meter dasar permukaan 5 meter dasar permukaan 5 meter dasar
C* -44 -48 -54 -42 -44 -60 -38 -50 -66 -32 -38 -46 -56 -50 -66
Golongan/Kelas D* III** -4 -46 0 -48 -2 -56 -2 -44 -2 -38 -2 -56 -4 -36 -4 -46 -4 -64 0 -32 -2 -38 -2 -46 -4 -48 -4 -58 -4 -64
Keterangan : * Baku mutu menurut Perda Prov. Jawa Barat No.39 Tahun 2000 ** Baku mutu menurut PPRI No. 82 Tahun 2001 0 Baik sekali (memenuhi baku mutu) -1 s.d. -10 Baik (cemar ringan) -11 s.d. -30 Sedang (cemar sedang) -31 Buruk (cemar berat)
IV** -4 0 -2 -2 -2 -2 -4 -4 -4 0 -2 -2 -4 -6 -4
29
cemar ringan cemar sedang
cemar berat
(a)
cemar ringan cemar sedang
cemar berat
(b)
cemar ringan cemar sedang
cemar berat
(c)
Gambar 7. Grafik nilai indeks STORET Stasiun 2 secara temporal (a) permukaan, (b) 5 meter, (c) dasar (Gol. D berhimpit dengan Kelas IV)
30 Berdasarkan Tabel 9 dan Gambar 7 terlihat bahwa grafik nilai indeks STORET di Stasiun 2 memiliki pola yang berbeda pada setiap lapisan. Lapisan permukaan cenderung lebih baik dibandingkan dengan lapisan pada kedalaman 5 meter dan dekat dasar. Nilai indeks STORET tertinggi terdapat pada lapisan permukaan tahun 2010, sedangkan nilai terendah terdapat pada lapisan dekat dasar tahun 2009.
Tahun 2012 di Stasiun 2 mengalami peningkatan pencemaran
berdasarkan hasil nilai indeks STORET dibandingkan dengan kondisi kualitas air pada tahun 2010 dan berada pada status mutu air cemar berat.
Parameter-
parameter kualitas air yang melampaui baku di Stasiun 2 disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Parameter kualitas air yang melampaui baku mutu di Stasiun 2 Tahun
2007
2008
2009
2010
20112012
Parameter
Lapisan permukaan
H2S ●
NH3
NO2-N ●
Cl2 ●
DO
BOD ●
5 meter
●
●
●
●
●
●
●
●
dasar
●
●
●
●
●
●
●
●
permukaan
●
5 meter
●
dasar
●
permukaan
●
●
5 meter
●
●
●
●
dasar
●
●
●
●
permukaan
●
5 meter
●
dasar
●
permukaan
●
5 meter
●
dasar
●
●
● ● ●
Cu ●
Zn ●
Cd ●
●
Pb
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
COD
Hg
● ●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
● Parameter yang melebihi baku mutu
Berdasarkan Tabel 10 terlihat beberapa parameter kualitas air yang melampaui baku mutu pada Stasiun 2 selama tahun 2007-2012 adalah sulfida, amonia, nitrit, klorin bebas, oksigen terlarut (DO), BOD,
tembaga, seng,
kadmium, timbal dan merkuri. Tingginya nilai konsentrasi parameter-parameter tersebut sehingga menimbulkan pencemaran di Stasiun 2 diduga bersumber dari pencemaran aktivitas KJA. Waduk Cirata mendapatkan beban pencemaran organik dari aktivitas KJA sebesar 425 ton organik/hari (Garno 2001).
31 f.
Stasiun 3 (Batas zona KJA) Stasiun 3 terletak pada koordinat 107o 19’70,7” LS dan 06o 42’40,4” BT di
batas zona pemanfaatan KJA Waduk Cirata. Stasiun ini merupakan ujung zona pemanfaatan yang ada di Waduk Cirata dari aktivitas KJA, perikanan tangkap, lalu lintas wisata perahu, dan pemanfaatan lainnya. Terdapat trashboom yang memisahkan antara zona pemanfaatan dan zona bahaya untuk kegiata PLTA Cirata. Lokasi titik sampling Stasiun 3 dapat dilihat pada Lampiran 1. Hasil perhitungan indeks STORET di Stasiun 3 menunjukan bahwa status mutu air untuk kegiatan perikanan berada pada kondisi tercemar sedang sampai tercemar buruk. Untuk kegiatan PLTA berada pada kondisi tercemar ringan. Tercemarnya perairan di Stasiun 3 diduga berasal dari akumulasi pencemaran aktivitas pemanfaatan KJA dan masukan dari sungai. Nilai indeks STORET di Stasiun 3 secara temporal disajikan pada Tabel 11 dan Gambar 8. Tabel 11. Nilai indeks STORET Stasiun 3 secara temporal Tahun
Lapisan
2007 (n=4)
permukaan 5 meter dasar permukaan 5 meter dasar permukaan 5 meter dasar permukaan 5 meter dasar permukaan 5 meter dasar
2008 (n=4) 2009 (n=4) 2010 (n=4) 2011-2012 (n=4)
C* -38 -40 -52 -36 -54 -66 -32 -44 -56 -30 -52 -48 -38 -46 -54
Golongan/Kelas D* III** -10 -38 -2 -40 -2 -54 -4 -32 -8 -48 -8 -62 -2 -32 -2 -38 -2 -48 0 -30 -2 -52 -2 -48 -4 -32 -2 -40 -2 -46
IV**
Keterangan : * Baku mutu menurut Perda Prov. Jawa Barat No.39 Tahun 2000 ** Baku mutu menurut PPRI No. 82 Tahun 2001 0 Baik sekali (memenuhi baku mutu) -1 s.d. -10 Baik (cemar ringan) -11 s.d. -30 Sedang (cemar sedang) -31 Buruk (cemar berat)
-10 -2 -2 -4 -8 -8 -2 -2 -2 0 -2 -2 -4 -2 -2
32
cemar ringan cemar sedang
cemar berat
(a)
cemar ringan cemar sedang
cemar berat
(b)
cemar ringan cemar sedang
cemar berat
(c)
Gambar 8. Grafik nilai indeks STORET Stasiun 3 secara temporal (a) permukaan, (b) 5 meter, (c) dasar (Gol. D berhimpit dengan Kelas IV)
33 Berdasarkan Tabel 11 dan Gambar 8 terlihat bahwa grafik nilai indeks STORET di Stasiun 3 memiliki pola yang berbeda pada setiap lapisan. Lapisan permukaan cenderung lebih baik di bandingkan dengan lapisan pada kedalaman 5 meter dan dekat dasar. Nilai indeks STORET tertinggi terdapat pada lapisan permukaan tahun 2010, sedangkan nilai terendah terdapat pada lapisan dekat dasar tahun 2008. Kondisi saat ini pada tahun 2012 di Stasiun 3 berada pada status mutu air cemar berat dan cenderung mengalami peningkatan pencemaran dibandingkan dengan kondisi kualitas air pada tahun 2010. Parameter kualitas air yang melampaui baku di Stasiun 3 disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Parameter kualitas air yang melampaui baku mutu di stasiun 3 Tahun
Parameter
Lapisan H2S
NH3
permukaan 2007
NO2-N ●
●
●
5 meter
●
●
dasar
●
●
permukaan 2009
2010
20112012
●
●
●
permukaan 2008
DO ●
●
5 meter dasar
Cl2 ●
●
●
●
BOD ●
COD ●
Cu ●
Zn ●
Cd ●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
● ●
● ●
●
●
●
●
●
●
●
●
Pb
● ● ●
●
●
●
●
5 meter
●
●
●
●
●
●
●
●
●
dasar
●
●
●
●
●
●
●
●
●
permukaan
●
●
●
●
5 meter
●
●
●
●
●
●
●
dasar
●
●
●
●
●
●
permukaan
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
5 meter dasar
●
●
●
●
●
●
●
●
●
Hg ●
● Parameter yang melebihi baku mutu
Berdasarkan Tabel 12 terlihat beberapa parameter kualitas air yang melampaui baku mutu pada Stasiun 3 selama tahun 2007-2012 adalah sulfida, amonia, nitrit, klorin bebas, oksigen terlarut (DO), BOD, COD, tembaga, seng, kadmium, timbal dan merkuri. Tingginya nilai konsentrasi parameter-parameter tersebut sehingga menimbulkan pencemaran di Stasiun 3 diduga bersumber dari pencemaran aktivitas KJA serta akumulasi pencemaran dari berbagai sungai yang menjadi inlet waduk Cirata.
34 g.
Stasiun 4 (Outlet) Stasiun 4 terletak pada koordinat 107o 20’72,7” LS dan 06o 41’50,1” BT di
daerah intake DAM atau daerah pengeluaran air untuk produksi PLTA (outlet). Kondisi stasiun ini bebas dari aktivitas KJA dan aktivitas-aktivitas pemanfaatan waduk lainnya. Jarak dari trashboom sekitar 2 km dari zona pemanfaatan KJA. Lokasi titik sampling 4 dapat dilihat pada Lampiran 1. Hasil perhitungan indeks STORET di Stasiun 4 menunjukan bahwa status mutu air untuk kegiatan perikanan berada pada kondisi tercemar sedang sampai tercemar buruk. Sedangkan untuk kegiatan PLTA berada pada kondisi tercemar ringan. Tercemarnya perairan di Stasiun 4 diduga berasal dari limpasan pencemaran aktivitas pemanfaatan KJA dan sungai-sungai yang menjadi inlet Waduk Cirata. Hal ini disebabkan tidak adanya aktifitas pemanfaatan apapun yang memiliki dampak menimbulkan pencemaran di Stasiun 4. Nilai indeks STORET pada Stasiun 4 secara temporal disajikan pada Tabel 13 dan Gambar 9. Tabel 13. Nilai indeks STORET Stasiun 4 secara temporal Tahun 2007 (n=4) 2008 (n=4) 2009 (n=4) 2010 (n=4) 2011-2012 (n=5)
Lapisan permukaan 5 meter dasar permukaan 5 meter dasar permukaan 5 meter dasar permukaan 5 meter dasar permukaan 5 meter dasar
C* -38 -42 -62 -58 -48 -64 -46 -50 -40 -42 -38 -58 -42 -46 -62
Golongan/Kelas D* III** -4 -32 -2 -42 -8 -62 -10 -52 -10 -50 -2 -58 -4 -40 -2 -42 -2 -38 -2 -34 0 -38 -2 -56 -2 -40 -2 -40 -4 -56
Keterangan : * Baku mutu menurut Perda Prov. Jawa Barat No.39 Tahun 2000 ** Baku mutu menurut PPRI No. 82 Tahun 2001 0 Baik sekali (memenuhi baku mutu) -1 s.d. -10 Baik (cemar ringan) -11 s.d. -30 Sedang (cemar sedang) -31 Buruk (cemar berat)
IV** -4 -2 -8 -10 -10 -2 -4 -2 -2 -2 0 -2 -2 -2 -4
35
cemar ringan cemar sedang
cemar berat
(a)
cemar ringan cemar sedang
cemar berat
(b)
cemar ringan cemar sedang
cemar berat
(c)
Gambar 9. Grafik nilai indeks STORET Stasiun 4 secara temporal (a) permukaan, (b) 5 meter, (c) dasar (Gol. D berhimpit dengan Kelas IV)
36 Berdasarkan Tabel 13 dan Gambar 9 terlihat bahwa grafik nilai indeks STORET di Stasiun 4 memiliki pola yang berbeda pada setiap lapisan. Lapisan permukaan cenderung lebih baik di bandingkan dengan lapisan pada kedalaman 5 meter dan dekat dasar. Nilai indeks STORET tertinggi terdapat pada lapisan permukaan tahun 2007, sedangkan nilai terendah terdapat pada lapisan dekat dasar tahun 2008. Kondisi saat ini pada tahun 2012 di Stasiun 4 berada pada status mutu air cemar berat dan cenderung mengalami peningkatan pencemaran dibandingkan dengan kondisi kualitas air pada tahun 2009 dan 2010. Parameter kualitas air yang melampaui baku di Stasiun 4 disajikan pada Tabel 14. Tabel 14. Parameter kualitas air yang melampaui baku mutu di Stasiun 4 Tahun
Parameter
Lapisan H2S
NH3 ●
NO2-N
Cl2 ●
DO ●
BOD ●
Cu ●
Zn ●
5 meter
●
●
●
●
●
●
●
●
dasar
●
●
●
●
●
●
●
●
●
permukaan
●
●
5 meter
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
dasar
●
●
●
●
●
●
●
permukaan
●
●
●
●
●
●
●
5 meter
●
●
●
●
●
●
●
●
dasar
●
●
●
●
●
●
●
●
permukaan
●
●
●
●
●
●
●
5 meter
●
●
●
●
●
●
dasar
●
●
●
●
●
●
permukaan
●
●
●
●
●
●
5 meter
●
●
●
●
●
●
dasar
●
●
●
●
●
●
permukaan 2007
2008
2009
2010
20112012
●
● ●
● ● ●
●
COD
●
Cd ●
Pb
Hg ●
●
● Parameter yang melebihi baku mutu
Berdasarkan Tabel 14 terlihat beberapa parameter kualitas air yang melampaui baku mutu pada Stasiun 4 selama tahun 2007-2012 adalah sulfida, amonia, nitrit, klorin bebas, oksigen terlarut (DO), BOD,
tembaga, seng,
kadmium, timbal dan merkuri. Tingginya nilai konsentrasi parameter-parameter tersebut sehingga menimbulkan pencemaran di Stasiun 4 diduga bersumber dari pencemaran aktivitas KJA serta akumulasi pencemaran dari berbagai sungai yang menjadi inlet waduk Cirata.
37 4.1.3. Parameter kualitas air yang melebihi baku mutu periode 2007-2012 Kualitas air Waduk Cirata yang tercemar disebabkan oleh beberpa parameter yang melebihi baku mutu. Setiap parameter yang mencemari perairan memiliki sumber yang berbeda-beda. Berikut adalah parameter-paremeter yang menyebabkan tercemarnya perairan Waduk Cirata.
a.
Sulfida (H2S) Secara parsial rata-rata konsentrasi sulfida di perairan Waduk Cirata dari 5
stasiun pengamatan adalah sebesar 0,069 mg/l. Nilai tertinggi terdapat pada Stasiun 3 sebesar 0,144 mg/l dan nilai terendah terdapat pada Stasiun 1A sebesar 0,005 mg/l.
Gambar 10. Grafik sulfida rata-rata secara spasial dari tahun 2007-2011 (– baku mutu, I rentang) Berdasarkan Gambar 10 telihat bahwa rentang nilai konsentrasi tertinggi terdapat pada Stasiun 2 dan Stasiun 3. Tingginya rata-rata konsentrasi sulfida pada stasiun tersebut disebabkan konsentrasi sulfida yang berada pada lapisan dasar. Sumber pencemaran sulfida diduga berasal dari limbah rumah tangga, sisa pakan, dan kotoran ikan dari KJA yang terurai menjadi H2S.
b.
Amonia (NH3-N) Secara parsial rata-rata konsentrasi amonia di perairan Waduk Cirata dari 5
stasiun pengamatan adalah sebesar 0,014 mg/l.
Nilai tertinggi terdapat pada
Stasiun 1B sebesar 0,018 mg/l dan nilai terendah terdapat pada Stasiun 2 sebesar 0,008 mg/l.
38
Gambar 11. Grafik amonia rata-rata secara spasial (– baku mutu, I rentang) Berdasarkan Gambar 11 terlihat bahwa ada penurunan konsentrasi NH3-N baik muara Sungai Citarum maupun Sungai Cisokan ke arah tengah waduk, namun terjadi peningkatan kembali pada stasiun outlet waduk.
c.
Nitrit (NO2-N) Secara parsial rata-rata konsentrasi nitrit di perairan Waduk Cirata dari 5
stasiun pengamatan adalah sebesar 0,052 mg/l.
Nilai tertinggi terdapat pada
Stasiun 3 sebesar 0,082 mg/l dan nilai terendah terdapat pada Stasiun 1A sebesar 0,035 mg/l.
Gambar 12. Grafik nitrit rata-rata secara spasial (– baku mutu, I rentang) Berdasarkan Gambar 12 terlihat bahwa rentang nilai konsentrasi pada seluruh stasiun telah melebihi baku mutu. Tingginya nilai konsentrasi nitrit pada Stasiun 1A dan 1B diduga berasal dari limbah pertanian, pemukiman, dan industri di DAS. Sumber nitrit yang terdapat dalam waduk biasanya berasal dari sungai (Goldman dan Horne 1983).
39 d.
Klorin Bebas (Cl2) Secara parsial rata-rata konsentrasi klorin bebas di perairan Waduk Cirata
dari 5 Stasiun pengamatan adalah sebesar 0,308 mg/l. Nilai tertinggi terdapat pada stasiun A1 sebesar 0,576 mg/l dan nilai terendah terdapat pada Stasiun 1B sebesar 0,131 mg/l.
Gambar 13. Grafik klorin bebas rata-rata secara spasial (– baku mutu, I rentang) Berdasarkan Gambar 13 terlihat bahwa rentang nilai konsentrasi klorin bebas tertinggi pada stasiun 1A, hal ini diduga berasal dari limbah pabrik yang ada di bagian hulu Sungai Citarum. Terdapat sekitar 394 industri yang membuang limbah langsung ke badan air Sungai Citarum (Garno 2001). Klorin bebas digunakan untuk membunuh bakteri pada pengolahan air limbah, apabila terdapat dalam konsentrasi yang tinggi di perairan akan membunuh alga, plankton, dan larva (Goldman dan Horne 1983).
e.
Oksigen terlarut/Dissolved Oxygen (DO) Secara parsial rata-rata konsentrasi oksigen terlarut (DO) di perairan Waduk
Cirata dari 5 stasiun pengamatan adalah sebesar 3,29 mg/l. Nilai tertinggi terdapat pada Stasiun 1B sebesar 3,59 mg/l dan nilai terendah terdapat pada Stasiun 3 sebesar 2,81 mg/l. Berdasarkan Gambar 14 terlihat bahwa konsentrasi DO secara rata-rata masih berada dalam batas baku mutu, tetapi berdasarkan selang nilai konsentrasi terlihat pada Stasiun 3 memiliki nilai DO di bawah baku mutu.
40
Gambar 14. Grafik DO rata-rata secara spasial (– baku mutu, I rentang) Berdasarkan hasil penelitian pada tahun 2000-2004, konsentrasi DO di Waduk Cirata berkisar antara 4,4-5,7 mg/L. Berikut perkembangan nilai konsentrasi DO dari tahun 2000-2011 disajikan pada Gambar 15. Berdasarkan Gambar 16 terlihat adanya penurunan nilai rata-rata konsentrasi DO dari tahun 2000-2011.
Gambar 15. Grafik DO rata-rata secara temporal (– baku mutu)
g.
Biological Oxygen Demand (BOD) Secara parsial rata-rata konsentrasi Biological Oxygen Demand (BOD) di
perairan Waduk Cirata dari 5 stasiun pengamatan adalah sebesar 10,104 mg/l. Konsentrasi pada stasiun 3 sebesar 11,049 mg/l dan nilai terendah terdapat pada stasiun 4 sebesar 8,769mg/l.
41
Gambar 16. Grafik BOD rata-rata secara spasial (– baku mutu, I rentang) Berdasarkan Gambar 16 terlihat adanya perbedaan selang nilai konsentrasi BOD antara Stasiun 3 dengan stasiun lainnya. Tingginya konsentrasi BOD di stasiun 3 diduga berasal dari limbah organik aktivitas KJA. Limbah organik yang dihasilkan oleh budidaya ikan KJA sekitar 148.782 ton/tahun atau 425 ton/hari (Garno 2001). Tingginya rata-rata konsentrasi BOD di Stasiun 3 disebabkan konsentrasi BOD yang berada pada lapisan dasar.
h.
Tembaga (Cu) Secara parsial rata-rata konsentrasi tembaga (Cu) di perairan Waduk Cirata
dari 5 stasiun pengamatan adalah sebesar 0,033 mg/l. Nilai tertinggi terdapat pada stasiun 4 sebesar 0,038 mg/l dan nilai terendah terdapat pada stasiun 1A sebesar 0,030 mg/l. Berdasarkan Gambar 17 terlihat adanya peningkatan nilai tembaga
baik dari muara Sungai Citarum maupaun Sungai Cisokan ke arah tegah dan terus meningkat pada outlet waduk.
Gambar 17. Grafik tembaga rata-rata secara spasial (– baku mutu, I rentang)
42 i.
Seng (Zn) Secara parsial rata-rata konsentrasi seng (Zn) di perairan Waduk Cirata dari
5 stasiun pengamatan adalah sebesar 0,034 mg/l. Nilai tertinggi terdapat pada stasiun 1B sebesar 0,022 mg/l dan nilai terendah terdapat pada stasiun 2 sebesar 0,045 mg/l. Berdasarkan Gambar 18 terlihat adanya sedikit peningkatan
konsentrasi seng dari muara Sungai Citarum, sedangkan dari muara Sungai Cisokan terlihat peningkatan konsentrasi seng yang cukup signifikan ke arah tengah, namun kembali menurun ke arah outlet waduk. Tingginya konsentrasi seng di Stasiun 1A diduga berasal dari limbah industri yang berada di hulu Sungai Citarum.
Gambar 18. Grafik seng rata-rata secara spasial (– baku mutu, I rentang)
j.
Timbal (Pb) Secara parsial rata-rata konsentrasi timbal (Pb) di perairan Waduk Cirata
dari 5 stasiun pengamatan adalah sebesar 0,021 mg/l. Nilai tertinggi terdapat pada stasiun 1B sebesar 0,033 mg/l dan nilai terendah terdapat pada stasiun 2 sebesar 0,018 mg/l. Berdasarkan Gambar 19 terlihat nilai konsentrasi timbal dari muara
Sungai Citarum hingga outlet terjadi fluktuasi namun tidak terlalu besar. Sedangkan dari muara Sungai Cisokan terlihat penurunan konsentrasi hingga tengah dan kembali sedikit meningkat ke arah outlet waduk.
43
Gambar 19. Grafik timbal rata-rata secara spasial (– baku mutu, I rentang)
4.1.4. Status mutu air dengan dan tanpa parameter mikrobiologi Pada perhitungan nilai indeks STORET sebelumnya tidak disertakan parameter-paremeter mikrobiologi seperti fecal colifom dan total coliform. Hal ini kurang sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 tentang pengolahan kualitas air dan pengendalian limbah perairan. Menurut peraturan tersebut, parameter mikrobiologi memiliki bobot nilai indeks STORET yang lebih besar dari pada parameter fisika dan kimia. Alasan tidak disertakannya parameter biologi dalam perhitungan sebelumnya karena parameter mikrobiologi tidak tersedianya data parameter mikrobiologi pada setiap kedalaman. Data parameter mikrobiologi hanya ada pada lapisan permukaan. Perhitungan nilai indeks STORET pada setiap lapisan kedalaman tidak disertakan parameter mikrobiologi. Apabila parameter mikrobiologi disertakan dalam perhitungan, maka hasil nilai indeks STORET pada lapisan permukaan akan memiliki nilai yang lebih rendah disebabkan jumlah parameter yang disertakan dalam perhitungan lebih banyak. Berdasarkan informasi tersebut maka lapisan permukaan tidak bisa dibandingkan dengan lapisan kedalaman 5 meter dan kedalaman dekat dasar. Tabel 15 ditampilkan perbedaan hasil perhitungan nilai indeks STORET dengan dan tanpa parameter mikrobiologi.
44 Tabel 15. Nilai indeks STORET dengan dan tanpa parameter mikrobiologi Stasiun 1A 1B 2 3 4
Baku Mutu Dengan PM* Tanpa PM* C** D** C** D** -166 -52 -116 -20 -140 -52 -120 -8 -132 -52 -112 -8 -136 -52 -120 -8 -140 -10 -124 -8
Keterangan : * Parameter Mikrobiologi ** Baku mutu menurut Perda Prov. Jawa Barat No.39 tahun 2000 0 Baik sekali (memenuhi baku mutu) -1 s.d. -10 Baik (cemar ringan) -11 s.d. -30 Sedang (cemar sedang) -31 Buruk (cemar berat)
Berdasarkan Tabel 15 terlihat adanya perbedaan antara perhitungan nilai indeks STORET yang menggunakan dan tanpa parameter biologi. Nilai indeks STORET golongan D yang tidak menggunakan parameter biologi memiliki status cemar ringan, tetapi apabila ditambahkan parameter biologi dalam perhitungan nilai indeks STORET, statusnya berubah menjadi cemar berat. Perbedaan nilai ini dikarenakan oleh bobot nilai parameter biologi lebih tinggi dibandingkan dengan parameter fisika dan kimia (PPRI 2001). Selain itu jumlah pengamatan terhadap stasiun pengamatan juga mempengaruhi nilai indeks STORET. Pada perhitungan Tabel 15 digunakan data dari tahun 2007-2012 sebanyak 21 data sehingga nilainya dua kali lipat lebih besar dalam perhitungan-perhitungan sebelumnya. Bobot nilai tiap parameter dapat dilihat pada Tabel 3.
4.2. Pembahasan Waduk Cirata merupakan salah satu dari waduk kaskade Sungai Citarum, dengan kualitas air yang secara eksternal sangat dipengaruhi oleh kualitas air sungai-sungai yang bermuara di Waduk Citara. Di sisi lain, secara internal kualitas air sangat ditentukan oleh besar kecilnya aktivitas budidaya ikan dalam Keramba Jaring Apung (KJA) (Purnamaningtyas dan Tjahjo 2008). Kegiatan utama yang ada di Waduk Cirata saat ini adalah Pembangkit Listrik Tenaga Air
45 (PLTA) untuk memenuhi kebutuhan listrik Jawa-Bali dan Budidaya ikan menggunakan sistem KJA. Hasil analisis data kualitas air tampak bahwa kondisi perairan Waduk Cirata telah tercemar sedang hingga tercemar berat untuk kegiatan perikanan serta tercemar ringan untuk kegiatan PLTA. Berdasarkan kedalamannya, kualitas air pada permukaan lebih baik dibandingkan dengan kedalaman 5 meter maupun pada kedalaman dekat dasar (p<0.05). Secara temporal dari tahun 2007-2011 dengan data setiap 3 bulan tampak bahwa ada fluktuasi nilai indeks STORET. Nilai indeks STORET tertinggi secara umum terdapat pada tahun 2010.
Gambar 20. Nilai indeks STORET tahun 2007-2011 Berdasarkan Gambar 20 terlihat bahwa adanya fluktuasi nilai indeks STORET untuk kegiatan perikanan maupun untuk kegiatan PLTA. Fluktuasi tersebut lebih disebabkan oleh periode pengambilan sampel pada tiap tahunnya. Terlihat bahwa adanya pola yang hampir sama setiap tahunnya yaitu nilai indeks STORET terendah terdapat pada periode 3. Rendahnya nilai indeks STORET pada periode 3 diduga disebabkan karena pada periode 3 merupakan musim hujan. Pada saat musim hujan akan terjadi pencampuran massa air pada kolom perairan (upwelling), selain itu Waduk Cirata akan menerima beban pencemaran yang lebih banyak pada musim hujan seperti air sungai yang lebih keruh, erosi, dan limpasan air dari tata guna lahan disekitar waduk. Adapun untuk melihat perbandingan nilai indeks STORET pada tahun 2007-2011 dengan tahun-tahun sebelumnya disajikan pada Gambar 21.
46
cemar ringan cemar sedang
cemar berat
Gambar 21. Nilai indeks STORET tahun 2000-2011 ( (Sumber: Feriningtyas 2005)
Gol. C)
Berdasarkan Gambar 21 terlihat bahwa nilai indeks STORET pada tahun 2007-2011 cenderung lebih stabil berada pada kisaran -36 hingga -31, sedangkan pada tahun 2000-2004 terjadi fluktuasi yang cukup signifikan dengan kisaran -52 hingga -28. Kondisi kualitas air pada tahun 2011 lebih baik dibandingkan dengan tahun 2004. Hal ini diduga karena jumlah KJA pada periode 2000-2004 terjadi peningkatan yang sangat pesat, sedangkan jumlah KJA pada periode 2007-2011 tidak terlalu meningkat (BPWC 2011). Perbedaan nilai indeks STORET pada periode 2000-2004 dengan 2007-2011 juga disebabkan adanya perbedaan jumlah parameter yang dianalisis. Secara spasial kondisi kualitas air Waduk Cirata berada pada kisaran tercemar sedang hingga tercemar berat untuk kegiatan perikanan, sedangkan kondisi kualitas air Waduk Cirata berada pada kisaran tercemar ringan untuk kegiatan PLTA. Stasiun yang memiliki nilai indeks STORET tertinggi terdapat di stasiun 1B (muara Sungai Cisokan) sedangkan stasiun yang memiliki nilai indeks STORET terendah terdapat di Stasiun 3 (batas zona pemanfaatan Waduk Cirata). Nilai indeks STORET untuk setiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 22.
47
Gambar 22. Nilai indeks STORET secara spasial di Waduk Cirata
Berdasarkan Gambar 22 terlihat fluktuasi nilai indeks STORET. Adanya peningkatan nilai indeks STORET dari Muara Sungai Citarum menuju daerah tengah waduk, hal ini disebabkan oleh terjadinya pengenceran konsentrasi pencemaran yang berasal dari Sungai Citarum dengan sungai-sungai lainnya di daerah tengah, sehingga konsentrasi setiap parameter pencemaran yang ada di muara Sungai Citarum mengalami penurunan konsentrasi di tengah waduk. Berbeda dengan kondisi Muara Sungai Citarum, hasil pengamatan di Muara Sungai Cisokan menuju tengah waduk mengalami penurunan indeks STORET. Setelah melewati zona pemanfaatan waduk mengalami penurunan nilai indeks STORET di Stasiun 3 batas zona pemanfaatan Waduk Cirata. Hal ini disebabkan oleh aktivitas pemanfaatan yanag ada di dalam Waduk Cirata seperti KJA, sehingga konsentrasi parameter pencemaran meningkat dibanding di tengah waduk. Namun terjadi peningkatan kembali nilai indeks STORET pada outlet Waduk Cirata setelah melewati batas zona pemanfaatan. Hal ini disebabkan tidak adanya aktivitas apapun dari batas zona pemanfaatan hingga outlet. Kondisi tersebut diduga bahwa terjadi pengendapan bahan-bahan pencemar sehingga pencemaran Stasiun outlet berkurang. Berdasarkan nilai indeks STORET dan parameter-parameter kualitas air yang melebihi baku mutu di setiap stasiun, terdapat dua sumber pencemaran berbeda yang mencemari perairan Waduk Cirata. Sumber pencemaran secara umum dapat dikategorikan menjadi point source dan non-point source (Effendi
48 2003). Pengaruh secara eksternal dapat diidentifikasi di Stasiun 1A dan Stasiun 1B yang terdapat di muara sungai, sedangkan secara internal dapat diidentifikasi di Stasiun 3 yang merupakan daerah padat KJA. Rendahnya nilai indeks STORET pada Stasiun 1A (Muara Sungai Citarum) diduga berasal dari pencemaran yang ada di bagian hulunya. Bagian hulu Sungai Citarum terdapat beberapa tata guna lahan seperti pertanian, pemukiman, dan industri. Berdasarkan citra satelit tahun 1994 dan 2001, membuktikan perubahan tata guna lahan yang cukup signifikan.
Luasan sawah dan hutan semakin
menurun digantikan dengan pemukiman dan industri (Rohmat 2010). Semakin kecil tutupan hutan dalam sub DAS maka kondisi kualitas air sungai semakin buruk, terutama akibat adanya pertanian dan pemukiman (Supangat 2008). Sumber pencemaran utama pada Sungai Citarum hulu berasal dari limbah domestik dan industri. Buangan limbah industri menurunkan kualitas air Sungai Citarum mulai dari Majalaya sampai muara Waduk Saguling, sehingga kualitas air tidak sesuai peruntukannya.
Beban pencemaran Citarum hulu merupakan
beban bagi Waduk Saguling, Cirata, dan Juanda (Bukit 2001). Waduk Cirata menerima masukan air melalui Sungai Citarum dari Waduk Saguling. Kematian masal ikan terjadi di Waduk Saguling akibat tercemarnya perairan oleh limbah industri dan pemukiman (Garno 2001). Buruknya kualitas air yang ada di Waduk Saguling akan terbawa ke Waduk Cirata melalui aliran Sungai Citarum. Kandungan yang terdapat di dalam air seperti logam berat akan terendapkan atau terbawa oleh aliran arus secara gravitasi ke arah yang lebih rendah (Sudarwin 2008). Perubahan keadaan DAS Citarum hulu akan memperngaruhi kondisi dan terkonsentrasi di Waduk Cirata (Poerbandono et al. 2006). Sepanjang DAS Citarum terdapat sekitar 394 industri yang besar industriindustri tersebut membuang limbahnya langsung ke badan air Sungai Citarum (Lampiran 6).
Berdasarkan hasil penelitian, tingginya konsentrasi tembaga,
kadmium, timbal, seng, nitrit, serta klorin bebas yang melebihi baku mutu pada stasiun 1A, dapat diduga bahwa Sungai Citarum merupakan salah satu sumber pencemaran di Waduk Cirata. Sungai Citarum memiliki kandungan beberapa logam berat seperti Hg, Cd, Pb, dan Zn yang jauh berada di atas baku mutu yang telah ditetapkan, demikian pula dengan parameter kualitas air lainnya seperti H 2S,
49 nitrit, dan klorin bebas (Garno 2001). Tingginya nilai nitrit di stasiun 1A lebih dipengaruhi oleh aktivitas rumah tangga di sekitar stasiun pengamatan. Konsentrasi nitrit dipengaruhi oleh aktivitas masyarakat di daerah aliran sungai, hal itu akan menyebabkan penurunan kualitas air (Mustapha 2008). Berdasarkan hasil tersebut, Sungai Citarum memberikan pengaruh pencemaran logam berat dan beberapa parameter kualitas air lainnya terhadap perairan Waduk Cirata. Stasiun yang memiliki pengaruh dari sungai lainnya yaitu stasiun 1B (Muara Sungai Cisokan). Stasiun ini memiliki nilai indeks STORET yang lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun pengamatan yang lainnya. Kondisi status air di stasiun ini berada pada kisaran tercemar sedang. Tingginya kualitas air dari pada stasiun yang lainnya disebabkan oleh tata guna lahan di sekitar DAS Cisokan masih baik. Walaupun demikian, berdasarkan hasil pengamatan pada stasiun ini memiliki kandungan konsentrasi timbal tertinggi diantara stasiun lainnya. Stasiun lain yang diduga terdapat sumber pencemaran bagi Waduk Cirata yaitu Stasiun 3 (batas zona KJA). Rendahnya nilai indeks STORET pada Stasiun 3 diduga karena adanya pencemaran dari berbagai sumber karena stasiun ini merupakan akhir dari zona pemanfaatan Waduk Cirata. Pada lokasi ini terdapat beberapa pemanfaatan yang menyebabkan tercemarnya Waduk Cirata seperti aktivitas KJA, lalu lintas wisata perahu, dan restoran apung.
Waduk Cirata
tercemat berat oleh limbah organik, yang utamanya dari KJA (Garno 2001). Waduk Cirata mendapatkan masukan limbah organik langsung yang sangat besar dari pembesaran ikan di KJA yakni sekitar 148.782 ton organik/tahun atau 425 ton organik/perhari (Garno 2001). Tingginya kandungan rata-rata konsentrasi BOD 11,36 mg/L dan rendahnya kandungan DO 2,81 mg/L dibandingkan dengan stasiun pengamatan yang lain, fenomena ini dapat menjelaskan bahwa penurunan kualitas air di stasiun 3 disebabkan oleh pencemaran organik dari kegiatan pembesaran ikan di KJA. Menurut (BPWC 2011), jumlah KJA di Waduk Cirata adalah 51.030 petak, sedangkan yang aktif beroperasi sebanyak 48.591 petak. Jumlah tersebut sudah jauh melebihi batas yang ditetapkan oleh SK Gub. Jawa Barat No. 41 Tahun 2002. Klasifikasi tingkat kesuburan perairan Waduk Cirata berdasarkan konsentrasi fosfat berada pada kisaran eutrofik hingga hipereutrofik (Purnamaningtyas dan Tjahjo 2008). Hal tersebut, berarti usaha pengembangan
50 ikan dalam KJA telah melebihi daya dukung perairan dan cenderung telah mencemari perairan. Pada peta pengamatan (Gambar 3) dapat dilihat bahwa stasiun 3 terletak pada daerah penyempitan waduk yang akan menuju outlet sehingga besar kemungkinan terjadinya akumulasi pencemaran dari beberapa sumber pencemaran lainnya seperti sungai. Sehingga berdasarkan hasil penelitian ini, kegiatan KJA memberikan pengaruh pencemaran bahan organik tehadap perairan Waduk Cirata. Status mutu air Waduk Cirata secara temporal maupun spasial berada pada kisaran cemar sedang hingga cemar berat untuk kegiatan perikanan dan berada pada kisaran cemar ringan untuk kegiatan PLTA. Perkembangan kondisi kualitas air dari tahun 2000-2011 terlihat masih berada pada kisaran yang sama, tidak terlihat adanya penurunan ataupun peningkatan yang signifikan. Secara eksternal kualitas perairan sangat dipengaruhi oleh kualitas air Sungai Citarum dan Cisokan sedangkan secara internal kualitas air dipengaruhi oleh kegiatan KJA. Pengaruh pencemaran yang berasal dari Sungai Citarum yaitu pencemaran logam berat dan parameter kualitas air lainnya seperti Cu, Cd, Zn, NO2-N, dan Cl bebas. Pencemaran yang dapat diidentifikasi berasal dari Sungai Cisokan adalah Pb. Pencemaran tersebut diduga karena pada stasiun 1A terdapat nilai konsentrasi parameter-parameter tersebut yang tidak sesuai peruntukannya.
Pengaruh
pencemaran lain yang berasal dari kegiatan di dalam waduk dapat diidentifikasi bersumber dari aktivitas KJA. Hal ini hal ini disebabkan rendahnya konsentrasi DO dan tingginya konsentrasi parameter organik seperti H2S, DO, BOD, dan COD di Stasiun 3 dibandingakan dengan stasiun lainnya. DAS Citarum hulu telah tercemar. Beban pencemaran organik dari industri di hulu Citarum telah melampaui daya tampung sungai sehingga kualitas air pada musim kemarau tidak memenuhi baku mutu air yang telah ditetapkan. Sumber pencemaran utama pada Citarum hulu berasal dari limbah domestik dan industri (Bukit 2001). Buruknya kualitas air DAS Citarum hulu terendapkan di Waduk Saguling sebelum mengalir ke Waduk Cirata. Namun, sedikit banyaknya pencemaran yang ada di Waduk Saguling akan berdampak terhadap kondisi kualitas air yang ada di Waduk Cirata, begitu pun dengan dampak yang akan diterima oleh waduk Ir. H Djuanda. Perlu adanya pengelolaan Waduk Cirata
51 untuk menjaga kelestariannya. Pengelolaan waduk kaskade seperti Waduk Cirata ini tidak bisa terpisahkan dari pengelolaan waduk-waduk lainnya dalam satu kesatuan. Peranan dari setiap stakeholder sangat berpengaruh dalam melakukan pengelolaan waduk secara terpadu seperti intansi pemerintah, badan pengelola, tokoh masyarakat, dan pelaku kegiatan. Waduk-waduk yang berada di DAS Citarum ini memiliki badan pengelolaan yang berbeda-beda sehingga perlu adanya forum yang menjadi penghubung baik badan pengelola Waduk Saguling, Waduk Cirata, Waduk Ir.H. Djuanda maupun pengelola DAS Citarum.