4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisika dan Kimia Perairan Kondisi parameter fiskia-kimia perairan secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi segala bentuk kehidupan organisme perairan. Karakteristik fisika-kimia pada suatu habitat akan mendukung suatu struktur komunitas biota yang hidup di dalamnya. Demikian juga halnya dengan komunitas lamun dan perifiton. Berdasarkan hal tersebut, pengukuran parameter fisika-kimia perairan yang erat kaitannya dengan komunitas lamun dan perifiton tersebut perlu dilakukan. Nilai-nilai parameter ini diharapkan dapat mencerminkan kualitas perairan yang mendukung keberadaan lamun sebagai tempat menempelnya perifiton-perifiton. Hasil pengukuran parameter fisika dan kimia kolom air di Pulau Pari disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Nilai pengamatan parameter fisika-kimia menurut stasiun pengamatan T Sub DO Sal N P Arus Stasiun St (mg/l) (‰) (mg/l) (mg/l) pH (⁰C) (m/s) I 1(1) 1,3 26 0,920 0,057 8,0 36,0 0,12 2(1) 2,9 29 0,920 0,057 7,5 32,7 0,12 3(1) 3,8 32 0,920 0,057 8,0 33,5 0,12 II 1(2) 3,2 31 0,530 0,026 8,5 33,1 0,02 2(2) 4,2 29 0,530 0,026 8,0 33,1 0,02 3(2) 2,4 30 0,530 0,026 8,5 33,1 0,02 III 1(3) 4,6 30 0,740 0,041 8,0 31,4 0,07 2(3) 2,9 30 0,740 0,041 8,0 31,2 0,07 3(3) 3,8 31 0,740 0,041 8,0 20,6 0,07
4.1.1 Hubungan antara Suhu dengan kerapatan lamun Suhu perairan selama penelitian berkisar antara 20,6⁰C-36⁰C, terdapat fluktuasi suhu yang besar yang terjadi dalam lokasi penelitian. Hubungan antara suhu dengan kerapatan lamun dapat dilihat pada Gambar 5. Suhu semakin tinggi pada kerapatan lamun yang tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh intensitas cahaya
matahari yang masuk ke perairan terhalang oleh daun-daun lamun yang menutupi kolom air tersebut dalam kaitannya dengan fotosintesis lamun. Kecepatan arus dapat mempengaruhi suhu secara langsung dengan mengontrol pembilasan dari padang lamun. Perlambatan air oleh kerapatan lamun, terutama di daerah yang memiliki kerapatan lamun tinggi, daerah dangkal, menghambat pertukaran sinar matahari dengan air kolom. Dan secara umum lamun menghendaki suhu perairan yang berkisar antara 20⁰C-36⁰C dengan suhu optimal bagi fotosintesa pada kisaran antara 28⁰C-30⁰C (Phillips dan Menez, 1988). Jadi kisaran suhu perairan selama penelitian berada pada kisaran yang optimum bagi fotosintesis.
Gambar 5. Hubungan antara kerapatan lamun (tegakan m¯²) dengan suhu (⁰C) di Pulau Pari 4.1.2. Hubungan antara arus dengan kerapatan lamun Padang lamun umumnya ditemukan pada perairan dangkal sepanjang pesisir dan estuari yang memiliki dinamika secara fisik dan terkena arus pasang surut dan gelombang (Koch dan Gust, 1999). Hasil penelitian menunjukkan bahwa arus pada semua stasiun penelitian berkisar 0,02–0,12 m s¯¹. Kondisi arus yang demikian mengindikasikan bahwa padang lamun ini berada pada lokasi relatif terlindung. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan jenis lamun memerlukan kondisi yang relatif terlindung untuk tumbuh subur, misalnya di
bagian antara pantai dan terumbu karang (Fonseca, 1996; Fonseca dan Bell, 1998).
Gambar 6. Hubungan antara arus (m s¯¹) dengan kerapatan lamun (tegakan m¯²) di Pulau Pari Keterkaitan antara arus dengan kerapatan lamun dapat dilihat pada Gambar 6. Kerapatan lamun yang semakin tinggi, mengakibatkan kecepatan arus semakin kecil. Zulkifli (2003) menegaskan dangkalnya perairan dan keberadaan komunitas lamun juga mempunyai pengaruh yang besar dalam memperlambat gerak arus. Perairan yang dangkal dan kerapatan lamun yang tinggi akan memperkecil arus. Koch (2001) dalam Tuhumury (2010) mengemukakan bahwa untuk mendukung pertumbuhan dan distribusi padang lamun yang sehat diperlukan kecepatan arus yang sedang (di antara 0,05 dan 1,00 m s¯¹). Walau demikian, pergerakan air yang akan diperlukan untuk kelangsungan pertumbuhan lamun, di antaranya berkaitan dalam peningkatan laju pengambilan ammonium dan nitrat (Thomas dan Cornilisen, 2003) dan transport karbon serta nutrien dari kolom air ke permukaan daun (Koch, 1994 dalam Koch dan Gust, 1999) . Pada kondisi arus dan gelombang yang terlalu lemah bisa menganggu keberadaan lamun, karena mengakibatkan penumpukan bahan organik (Roblee et al., 1991) dan peningkatan konsentrasi sulfida dalam sedimen (Koch, 2001). Konsentrasi bahan organik dan sulfida yang terlalu berlebihan dalam sedimen meningkatkan kebutuhan oksigen
oleh akar karena kondisi sedimen yang anoksik dan apabila tidak tercukupi karena ketersediaan cahaya yang rendah, maka akan menyebabkan kematian tumbuhan (Roblee et al., 1991). Sebaliknya, pada daerah dengan arus dan gelombang kuat, akan mengakibatkan kerusakan disebabkan transport sedimen yang berlebihan sehingga memungkinkan anakan untuk tumbuh atau menutupi tegakan pada lamun (Koch, 2001). Sebagai akibatnya, daerah yang terkena arus atau gelombang kuat dan cenderung memiliki bidang lamun yang kecil atau tanpa vegetasi (Fonseca dan Bell, 1998). 4.1.3 Hubungan antara kepadatan perifiton dengan kerapatan lamun Keberadaan dan kepadatan perifiton sangat dipengaruhi oleh kerapatan dan penutupan lamun, karena erat dengan kestabilan substrat (daun lamun) dari pengaruh pencucian dan sirkulasi air serta kebebasan perifiton dalam memperoleh cahaya matahari untuk kebutuhan fotosintesis. West (1990) dalam Kiswara dan Winardi (1994) menyatakan bahwa panjang daun dan kerapatan lamun dapat mempengaruhi sebaran dan kelimpahan biota yang berasosiasi dengan lamun, sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan padang lamun sangat menentukan distribusi dan kelimpahan biotanya.
Gambar 7. Hubungan antara kerapatan lamun (tegakan m¯²) dengan kepadatan perifiton (ind cm¯²) di ekosistem lamun Pulau Pari
Gambar 7. Memperlihatkan kecenderungan antara kerapatan lamun dengan kepadatan perifiton. Kepadatan perifiton akan meningkat seiring dengan peningkatan kerapatan lamun di suatu perairan. Semakin tinggi kerapatan, semakin banyak tegakan lamun yang tumbuh maka semakin luas permukaan daun lamun yang tersedia untuk ditempeli oleh perifiton. Komposisi perifiton pada daun lamun sangat dipengaruhi oleh morfologi, umur dan letak atau hidup lamunnya. Lamun dengan tipe daun yang besar mampu menampung lebih banyak perifiton, misalnya perifiton lebih banyak ditemukan pada daun lamun Enhalus acoroides daripada daun lamun Halophila ovalis, karena lamun E. acoroides memiliki morfologi daun yang lebih besar dan kuat akan mempunyai kondisi substrat yang lebih stabil. Keterkaitan antara kerapatan lamun dengan kepadatan perifiton dipengaruhi oleh kemampuan perifiton beradaptasi, berkompetisi, dan pengaruh lingkungan di sekitarnya. Kemampuan adaptasi perifiton dihubungkan dengan kemampuan masing-masing jenis untuk menempel dan berkembang. Spesies perifiton yang mudah beradaptasi pada lamun dan karakteristik kimia perairan yang berbeda akan mendukung kelimpahan jenisnya di perairan. Kompetisi antar spesies perifiton dalam memperebutkan ruang, cahaya, dan makanan, juga menentukan eksistensi perifiton yang menempel pada daun lamun, dimana spesies yang kuat akan memiliki kelimpahan yang tinggi. Selain itu, kondisi fisika-kimia yang cocok untuk pertumbuhan lamun dan perifiton di ekosistem lamun yang berbeda kerapatan akan meningkatkan kelimpahan beberapa spesies perifiton. Perkembangan
perifiton
menuju
kemantapan
komunitasnya
sangat
ditentukan oleh kemantapan keberadaan substrat. Substrat dari benda hidup sering bersifat sementara karena adanya proses pertumbuhan dan kematian. Umur lamun juga mempengaruhi penempelan perifiton. Pada lamun yang lebih tua komposisi dan kelimpahan perifiton akan berbeda dengan lamun yang lebih muda karena proses penempelan dan pembentukan koloni perifiton memerlukan waktu yang cukup lama (Borowitzka dan Lethbridge, 1989; Russel, 1990 dalam Zulkifli (2000)). Kerapatan yang tinggi akan didukung dengan tumbuhnya lamun yang saling berdekatan, kokoh, dan memiliki perakaran yang kuat. Kondisi tersebut
tentu menguntungkan perifiton yang menempel karena lebih mudah dalam memperoleh cahaya untuk kebutuhan fotosintesis serta terhindar dari pengaruh pencucian arus di sekitarnya. Fakto-faktor yang demikian diduga akan semakin meningkatkan kelimpahan perifiton yang menempel pada daun lamun. 4.1.4 Hubungan antara nitrat dengan kepadatan perifiton Nutrien sangat penting bagi seluruh rantai kehidupan di pesisir dan laut. Nitrat sebagai nutrien di perairan merupakan salah satu faktor yang dapat menggerakkan pertumbuhan perifiton yang menempel pada daun lamun. Nitrat merupakan parameter kimia yang dapat dikonsumsi langsung di perairan oleh organisme akuatik termasuk perifiton. Nilai nitrat yang diperoleh di perairan ini adalah 0,53-0,92 mg/l, menurut Parson dan Takahashi (1977) dalam Nuraeni (1996) kisaran nitrat di lautan yang baik bagi kehidupan organisme nabati termasuk perifiton adalah 0,01-5 mg/l, berarti di perairan Pulau Pari kisaran nitrat yang dihasilkan tergolong normal.
Gamba r 8. Hubungan antara nitrat dengan kepadatan perifiton (ind cm¯²) di ekosistem lamun Pulau Pari. Dari Gambar 8 terlihat ada hubungan negatif antara nitrat dengan kepadatan perifiton. Hal ini diduga disebabkan oleh nilai nitrat di lokasi penelitian sudah melewati nilai maksimum secara alami sehingga ada pergantian fungsi antara nitrat dan kepadatan perifiton. Gambar 8 menunjukkan keterkaitan kepadatan
perifiton dengan nitrat. Keterkaitan tersebut menunjukkan kecenderungan dimana peningkatan kelimpahan perifiton diikuti dengan penurunan nitrat di perairan. Perifiton membutuhkan lebih banyak nitrat, tidak tertutup kemungkinan bahwa kadar nitrat semakin menurun di perairan. Terdapat suatu kondisi dimana nitrat akan semakin sedikit karena habis dikonsumsi oleh perifiton, dan dalam hal ini keberadaan perifiton mempengaruhi persediaan nitrat di perairan tersebut. 4.1.4 Hubungan antara fosfat dengan kepadatan perifiton Alaerts dan Santika (1984) dalam Hertanto (2008) mengelompokkan fosfat sebagai fosfat anorganik (dalam tubuh organisme melayang atau seston dan senyawa organik). Senyawa fosfat dalam perairan dapat berasal dari sumber alami seperti erosi tanah, buangan dari hewan dan pelapukan dari tumbuhan atau dari laut itu sendiri (Susana, 1996).
Gambar 9. Hubungan antara fosfat (mg/l) dengan kepadatan perifiton (ind cm¯²) di ekosistem lamun Pulau Pari. Fosfat digunakan oleh perifiton untuk berfotosintesis dan metabolisme. Nilai kadar fosfat yang diperoleh adalah berkisar 0,026-0,057 mg/l. Gambar 9 menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai fosfat maka kelimpahan perifiton semakin besar. Sama halnya dengan nitrat, secara umum terdapat hubungan negatif dengan kelimpahan perifiton. Hal ini diduga bahwa nilai fosfat di lokasi penelitian sudah melewati nilai maksimum secara alami sehingga ada pergantian
fungsi antara fosfat dan kelimpahan. Dapat diinterpretasikan bahwa semakin tinggi kelimpahan perifiton di perairan maka kadar fosfat akan semakin menurun. Hal ini disebabkan persediaan fosfat di perairan digunakan untuk konsumsi secara terus menerus oleh perifiton untuk pertumbuhannya. Kadar fosfat yang tinggi dapat disebabkan oleh konsentrasi fosfat yang tidak banyak digunakan oleh perifiton karena berhubungan dengan kemampuan perifiton dalam menyimpan cadangan fosfat dalam tubuhnya. Kadar fosfat yang tinggi kemungkinan juga berasal dari proses dekomposisi senyawa bakteri dan dari sedimen. Proses pemulihan fosfat dilakukan oleh kegiatan bakteri, dan pada perairan yang dangkal seperti danau, estuari, dan paparan benua, sedimen dapat berperan penting dalam proses pemulihan kembali fosfat. 4.1.5. Hubungan antara arus dengan kepadatan perifiton Arus permukaan berperan penting dalam penyebaran spesies perifiton di perairan. Sifat perifiton yang cenderung lebih suka menempel pada substrat hidup yaitu lamun, tetap dipengaruhi oleh arus karena kembali pada sifat dasarnya sebagai fitoplankton dan zooplankton dimana memiliki ukuran yang sangat kecil sehingga pergerakannya sangat tergantung pada arus di suatu perairan. Kecepatan arus selama penelitian berkisar antara 0,02-0,12 m s¯¹.
Gambar 10. Hubungan antara kecepatan arus (m s¯¹) dengan kepadatan perifiton (ind cm¯²) di ekosistem lamun Pulau Pari.
Kecepatan arus cenderung relatif rendah dengan fluktuasi yang lebih dipengaruhi oleh dangkalnya perairan serta keberadaan komunitas lamun yang berperan dalam meredam atau memperlambat gerak arus di perairan. Perairan yang dangkal dan kerapatan lamun yang tinggi akan memperkecil arus. Hal ini tidak lepas dari pengaruh waktu dilaksanakannya penelitian, yaitu pada bulan April, dimana pada bulan tersebut masuk dalam musim peralihan dengan arah angin yang tidak menentu. Pada musim peralihan, kekuatan angin jauh berkurang sehingga menghasilkan arus yang tenang (Arinardi et al., 1997). Arus yang tenang ke arah barat akan membatasi pergerakan perifiton dan mencegah penyebaran yang lebih jauh. Dengan adanya arus tenang tersebut maka juga akan memperkecil transpor sedimen di dalam ekosistem lamun. Gambar 10 menunjukkan keterkaitan kecepatan arus dan kepadatan perifiton. Diperoleh kecenderungan di antara keduanya, dimana dengan semakin rendah kecepatan arus, maka semakin besar kesempatan perifiton untuk menempel dan berkembang biak di daun lamun sehingga kepadatan perifiton di daun lamun semakin tinggi. Diduga kerapatan lamun yang tinggi menyebabkan kecepatan arus berkurang. Keberadaan dan kepadatan perifiton sangat dipengaruhi oleh kerapatan dan penutupan lamun, karena berhubungan erat dengan kestabilan substrat (daun lamun) dari pencucian dan sirkulasi air. Akar-akar lamun akan meredam pergerakan arus yang kencang sekaligus menangkap sedimen di sekitarnya sehingga perifiton yang menempel pada daun lamun akan terhindar dari pencucian oleh arus dan berlanjut pada kelimpahan yang meningkat. 4.2. Keterkaitan Faktor Lingkungan dengan Lamun dan perifiton menggunakan PCA Berdasarkan analisis deskriptif antar stasiun diperoleh bahwa kepadatan perifiton lebih tinggi di daerah padang lamun bervegetasi heterogen dengan emapat jenis lamun dibandingkan dengan daerah padang lamun bervegetasi heterogen dengan dua jenis lamun dan padang lamun bervegetasi homogen. Sementara untuk melihat keterkaitan antara kepadatan perifiton, kerapatan lamun, dan faktor fisika-kimia dalam substasiun (stasiun I, II dan III) digunakan analisis PCA. Setiap stasiun terdiri atas tiga substasiun (transek). Stasiun I (padang lamun
homogen) terdiri atas substasiun (transek) 1(1), 2(1) dan 3(1), stasiun II (padang lamun heterogen dengan empat jenis lamun) terdiri atas substasiun (transek) 1(2), 2(2), 3(2), dan stasiun III (padang lamun heterogen dengan dua jenis lamun) terdiri atas substasiun (transek) 1(3), 2(3), 3(3). Parameter yang digunakan dalam analisis PCA adalah kepadatan perifiton, kerapatan lamun, DO, salinitas, fosfat (P), nitrat (N), suhu (T), arus. Parameterparameter tersebut diintegrasikan, sehingga akan diperoleh nilai matriks hubungan antar parameter, akar ciri, dan nilai kumulatif ragam. Berdasarkan hasil PCA, diperoleh total informasi yang diberikan sebesar 68,55%. Komponen utama pertama (F1) dengan nilai akar ciri (eigenvalue) sebesar 4,3174 dapat menjelaskan informasi yang ada sebesar 48,300%. Komponen utama kedua (F2) sebesar 1,822 dapat menjelaskan informasi yang ada sebesar 20,246%. Komponen utama pertama (F1) terdiri atas kerapatan lamun, pH, nitrat (N), fosfat (P), arus. Komponen utama kedua (F2) terdiri atas DO, salinitas (sal), suhu (T). Analisis komponen utama korelasi antara lamun, perifiton dan faktor fisikakimia (Gambar 11) bila ditampilkan dengan sebaran substasiun (Gambar 12) maka diperoleh 3 bagian, yang menjelaskan kedekatan/penciri antar substasiun. Bagian pertama terdiri atas substasiun 1(1), 1(2), 2(2), 2(3) dan 3(1) yang memiliki penciri nitrat yang tinggi, fosfat yang tinggi dan arus yang tinggi. Bagian kedua terdiri atas substasiun 1(3) dan 3(3) memiliki penciri DO dan salinitas yang tinggi, serta suhu yang rendah. Bagian ketiga terdiri atas substasiun 2(1) dan 3(2) yang dicirikan oleh kerapatan, kepadatan perifiton dan pH. Grafik Analisis Komponen Utama (PCA) korelasi antara lamun, perifiton dan faktor fisika-kimia dapat dilihat pada Gambar 11 sedangkan sebaran substasiun di sumbu 1 dan sumbu 2 (F1 dan F2) dapat dilihat pada Gambar 12. Hasil analisis korelasi PCA menunjukkan bahwa variabel kerapatan lamun mempunyai korelasi positif dengan kepadatan perifiton sebesar 0,540. Hal ini menunjukkan bahwa kerapatan lamun yang tinggi dapat mempengaruhi tingginya kepadatan perifiton dan sebaliknya. Ini ditunjukkan oleh substasiun 1(2), 2(2) dan 3(2) yang memiliki kerapatan lamun yang tinggi ternyata memiliki kepadatan perifiton yang tinggi.
Gambar 11. Grafik Analisis Komponen Utama (PCA) korelasi antara lamun, perifiton, faktor fisika-kimia
Gambar 12. Sebaran substasiun di sumbu 1 dan sumbu 2 (F1xF2) Substasiun 1(2) memiliki kepadatan perifiton 210,324 ind/l, 2(2) dengan kepadatan perifiton 878 ind cm¯², 367 ind cm¯²dan 3(2) (1930 tegakan m¯2) dengan kepadatan perifiton 565,487 ind cm¯². Sementara lamun yang memiliki kerapatan yang rendah di substasiun 3(1), 1(3), 2(3) dan 3(3) memiliki kepadatan perifiton yang rendah. Substasiun 3(1) dengan kepadatan perifiton 384,915 ind cm¯², 1(3) dengan kepadatan perifiton 341,412 ind cm¯², 2(3) dengan kepadatan
perifiton 359,111 ind cm¯²dan 3(3) (182) mempunyai kepadatan perifiton sebesar 198,428 ind/l. Beberapa substasiun yang memiliki kerapatan lamun yang tinggi terdapat kepadatan perifiton yang tinggi. Variabel kerapatan lamun mempengaruhi keberadaan dan kepadatan perifiton. Keberadaan dan kepadatan perifiton sangat dipengaruhi oleh kerapatan dan penutupan lamun, karena erat dengan kestabilan substrat (daun lamun) dari pengaruh pencucian dan sirkulasi air yang berpengaruh terhadap kemampuan untuk menyerap nutrien, serta kebebasan perifiton dalam memperoleh cahaya matahari untuk kebutuhan fotosintesis. Dari hasil pengamatan semakin banyak lamun maka semakin banyak kesempatan bagi perifiton untuk menempel. West (1990) dalam Kiswara dan Winardi (1994) menyatakan bahwa panjang daun dan kerapatan lamun dapat mempengaruhi sebaran dan kelimpahan biota yang berasosiasi dengan lamun, sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan padang lamun sangat menentukan distribusi dan kelimpahan biotanya. Kompetisi antar spesies perifiton dalam memperebutkan ruang, cahaya, dan makanan, juga menentukan eksistensi perifiton yang menempel pada daun lamun, dimana spesies yang kuat akan memiliki kelimpahan yang tinggi. Nagle (1968) dalam Hutomo dan Azkab (1987) mendapatkan kelimpahan epifit pada individu lamun beragam, tergantung pada jarak dari dasar dan kepadatan epifitnya. Dalam pengamatan, kepadatan perifiton pada C. rotundata lebih tinggi dibandingkan pada jenis lamun lainnya. Hal ini diduga C. rotundata mempunyai morfologi daun yang pendek dan jaraknya dekat dengan dasar perairan, sehingga peluang penempelan perifitonnya tidak hanya timbul karena proses pengkolonian perifiton saja tetapi juga dipengaruhi oleh pergerakan air yang membawa sedimen dan organisme di dasar untuk menempel. Selain itu, kondisi fisika-kimia yang cocok untuk pertumbuhan lamun dan perifiton di ekosistem lamun yang berbeda kerapatan akan meningkatkan kelimpahan beberapa spesies perifiton. Berdasarkan analisis PCA diperoleh variabel kerapatan lamun memiliki korelasi negatif dengan arus, nitrat dan fosfat. Dimana semakin tinggi kerapatan lamun, maka arus, nitrat dan fosfat semakin rendah. Kerapatan lamun yang
tinggi menyebabkan arus rendah. Zulkifli dan Efriyede (2003) menegaskan dangkalnya perairan dan keberadaan komunitas lamun juga mempunyai pengaruh yang besar dalam memperlambat gerak arus. Perairan yang dangkal dan kerapatan lamun yang tinggi akan memperkecil arus. Kecepatan arus diduga akan berhubungan dengan perkembangan komunitas perifiton di ekosistem lamun, kemungkinan arus juga dapat menentukan jenis organisme penyusun komunitas perifiton di ekosistem lamun. Kecepatan arus memiliki pengaruh yang kuat pada biomassa tanaman laut baik produksi dan fotosintesis. Penutupan daun-daun lamun dapat mempengaruhi transmisi cahaya untuk tunas individu di padang lamun sehingga mempengaruhi lamun untuk melakukan fotosintesis. Seperti ditunjukkan dalam Gambar 13 kanopi membungkuk diperkirakan respon terhadap kecepatan arus. Singkat (1975,1980) dan Dennison (1979) dalam Fonseca and Kenworthy (1987) menggambarkan bagaimana bayangan lamun mengurangi ketersediaan cahaya untuk tunas lamun disebabkan pembauran dan tumpang tindih daun lamun. A ru s Ti ng g i A r u s R e n d ah Ta m p a k S a m p in g
Ta m p a k A ta s
K e r ap a ta n R e nd a h
K e r ap a ta n T in gg i
K e r ap a ta n R e nd a h
K e r ap a ta n T in gg i
Gambar 13. Sketsa penampakan dari atas dan samping di padang lamun yang jarang dan rapat pada saat arus tinggi dan rendah. Pada arus yang tinggi di kerapatan lamun rendah maka daun-daun lamun akan membentuk tegakan, sehingga cahaya matahari dapat masuk menembus kolom air hingga ke badan air, sedangkan pada kerapatan tinggi cahaya matahari hanya sampai batas permukaan perairan. Hal ini berkaitan dengan fotosintesis yang dilakukan lamun dan perifiton (alga).
Kecepatan arus secara tidak langsung memberi pengaruh pada nutrisi serapan oleh akar lamun. Transport oksigen ke akar secara aerobik dapat mengakibatkan proses metabolisme sehingga terjadi peningkatan serapan hara. Dimana saat ini kecepatan lebih tinggi, nutrisi beberapa sedimen menumpuk dan tanaman berkembang lebih besar (Kenworthy 1981; Kenworthy et al, 1982; Short et al, 1985 dalam Fonseca and Kenworthy, 1987). Akar dan rimpang yang lebih besar dalam pengembangan terbuka, daerah energi tinggi, dan peningkatan luas permukaan akar serap mungkin berarti lebih efisien dalam penggunaan nutrien secara rendah. Selain itu, pertumbuhan lamun yang lebat memberikan perlindungan ke permukaan sedimen dengan mengarahkan kembali aliran dan rescaling turbulensi. Hal ini mendukung pengamatan bahwa pertumbuhan tanaman yang lebih besar dengan akar yang luas dan sistem rimpang akan menguntungkan metabolisme. serapan hara dan produksi harus mempertimbangkan pengaruh dari ketersediaan hara baik di kolom air dan sedimen. Kenworthy et al., (1982) dalam Kiswara dan Winardi (1999) menyatakan bahwa kandungan bahan organik dalam sedimen yang ditumbuhi lamun mempunyai kadar yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan kandungan sedimen yang tidak ditumbuhi lamun. Dengan tingginya bahan organik maka akan mempengaruhi kelimpahan biota termasuk perifiton yang ber asosiasi pada lamun. 4.3. Struktur Komunitas Lamun 4.3.1. Komposisi spesies lamun Vegetasi lamun yang ada di tiga lokasi penelitian termasuk dalam vegetasi homogen, yang terdiri dari satu spesies lamun dan vegetasi campuran (mixed vegetation), yang terdiri atas lebih dari satu spesies lamun. Komposisi lamun yang teridentifikasi pada ketiga lokasi, terbagi dalam dua famili yaitu Cymodoceaceae dan Hydrocharitaceae, yang terdiri atas 4 spesies, yaitu Cymodocea rotundata, Halophila ovalis, Thalassia hemprichii dan Enhalus acoroides. Spesies E. acoroides ditemukan di setiap stasiun penelitian, T.hemprichii ditemukan pada Stasiun II dan III, sedangkan C.rotundata dan H. ovalis hanya ditemukan pada Stasiun II yang merupakan lokasi yang campuran. Komposisi jenis lamun pada tiap lokasi penelitian ditunjukkan dalam Tabel 6.
Tabel 6. Komposisi jenis lamun menurut lokasi pengamatan Jenis lamun Enhalus acoroides Thalassia hemprichii Cymodoceae rotundata Halophila ovalis
Stasiun I ada -
Stasiun II ada ada ada ada
Stasiun III ada ada -
Tipe vegetasi yang ditemukan pada ketiga lokasi penelitian sangat umum ditemukan di perairan tropis termasuk Indonesia (Kiswara 1994a dalam Erina 2006). Umumnya komposisi lamun yang terbentuk terdiri dari empat sampai tujuh spesies, seperti Cymodocea rotundata, C. serrulata, Halodule uninervis, Halophila ovalis, Syringodium isoetifolium, Thalassia hemprichii, dan Enhalus acoroides. Biasanya padang lamun tersebut didominasi oleh E.acoroides dan T. hemprichii (Nienhuis et al. 1989). Distribusi lamun tidak hanya merupakan hasil dari kemampuan mereka untuk berhasil menyebar ke berbagai jenis lingkungan, tetapi juga kemampuan mereka untuk bertahan selama mereka hidup di perairan. 4.3.2 Kerapatan lamun Kehadiran lamun di suatu lokasi sangat berkaitan dengan ruang dan tipe substrat dasar (Hemminga dan Duarte, 2000). Jika tipe substrat cocok untuk pertumbuhan lamun, maka populasi lamun dapat berkembang dengan baik. Kebanyakan spesies lamun sangat cocok dengan tipe substrat berpasir sampai berlumpur, namun ada beberapa spesies yang mampu tumbuh di atas karang seperti Phyllospadix spp, Thalassodendron spp dan Posidonia aceanica (Den Hartog 1970 dalam Hemminga dan Duarte, 2000). Kerapatan lamun berbeda pada setiap stasiun. Kerapatan lamun ditentukan oleh perbedaan jenis setiap lamun, perbedaan morfologi dan struktur komunitasnya serta faktor-faktor lingkungan tempat tumbuhnya (kedalaman, kecerahan, dan tipe substrat) (Kiswara, 1997). Kerapatan spesies lamun yang ada di setiap lokasi penelitian memiliki kisaran nilai yang bervariasi, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 8. Kerapatan tertinggi terdapat pada Stasiun II dimana lamun di lokasi ini merupakan padang lamun dengan vegetasi campuran (mixing seagrass beds), yang terdiri atas spesies
lamun seperti Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Halophila ovalis. Kerapatan spesies tertinggi di stasiun ini adalah Thalassia hemprichii (196 tegakan m¯²). Hal ini diduga terkait dengan jenis substratnya (Kiswara, 1992) T.hemprichii tumbuh baik di perairan dengan dasar pasir atau puing karang mati dan dapat juga tumbuh pada dasar lumpur berpasir atau lumpur lembek. Table 8. Kerapatan jenis lamun (tegakan m¯²) menurut lokasi penelitian Jenis lamun Enhalus acoroides Thalassia hemprichii Cymodoceae rotundata Halophila ovalis Total
Stasiun I 179 179
Stasiun II 4 196 15 6 221
Stasiun III 21 27 48
Kerapatan lamun tertinggi kedua terdapat pada Stasiun I, yang merupakan padang lamun dengan vegetasi yang tunggal yaitu terdiri dari satu jenis lamun. Pada stasiun ini hanya ditumbuhi lamun jenis Enhalus acoroides. Lamun jenis ini memiliki daun yang lebih tebal, lebar dan panjang, sehingga memiliki ruang fotosintesa yang lebih besar per individunya. Jenis ini memiliki panjang daun hingga 1 meter. Karena itu apabila terjadi kekeruhan di pantai dimana penetrasi cahaya terganggu sehingga proses fotosintesis terhalang. Bagi Enhalus acoroides keadaan tersebut tampaknya tidak terlalu bermasalah karena daunnya yang panjang hingga dapat mencapai dekat permukaan air, sehingga proses fotosintesis tetap dapat berjalan. Karena lebih tahan terhadap kekeruhan dibandingkan dengan spesies yang lain. Sangaji (1994) menyatakan bahwa Enhalus acoroides dominan hidup pada substrat dasar berpasir dan pasir sedikit bercampur lumpur dan kadang-kadang terdapat dasar yang terdiri dari campuran pecahan karang yang telah mati. Kemudian Bengen et al., (2001) juga menyatakan bahwa Enhalus accoroides merupakan lamun yang tumbuh pada substrat berlumpur dari perairan keruh dan dapat membentuk jenis tunggal, atau mendominasi komunitas padang lamun. Kerapatan lamun yang terkecil terdapat pada Stasiun III, yang merupakan padang lamun dengan vegetasi yang heterogen, terdiri dari dua jenis lamun, yaitu Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii.
4.3.3 Penutupan jenis lamun (%) Penutupan menggambarkan tingkat penutupan/penanganan ruang oleh komunitas lamun, informasi mengenai penutupan sangat penting artinya untuk mengetahui kondisi ekosistem secara keseluruhan serta sejauh mana komunitas lamun mampu memanfaatkan luasan yang ada . nilai kerapatan saja belum tentu menggambarkan tingkat penutupan suatu jenis karena nilai penutupan selain dipengaruhi oleh kerapatan juga sangat erat kaitannya dengan tipe morfologi jenisnya. Penutupan spesies lamun yang ada di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Penutupan jenis lamun (%) menurut lokasi penelitian Jenis lamun Enhalus acoroides Thalassia hemprichii Cymodoceae rotundata Halophila ovalis Total
Stasiun I 85 85
Stasiun II 2,56 52 2,96 1,80 59,32
Stasiun III 41 51 92
Penutupan total komunitas lamun pada lokasi penelitian berkisar 59,3292%. Penutupan tertinggi diperoleh pada Stasiun III (92%,) kemudian Stasiun I (85%) dan terendah pada Stasiun I (59,32%). Penutupan total lamun di Stasiun III adalah 92% dengan penutupan masingmasing spesies berturut-turut adalah E. acoroides 41%, T. hemprichii 51%. Penutupan di stasiun ini relatif tinggi dibandingkan stasiun lainnya karena didukung oleh substrat dasar yang sesuai untuk pertumbuhan lamun yakni pasir halus bercampur lumpur. Stasiun I yang merupakan padang lamun vegetasi homogen memiliki penutupan total 85%. Stasiun ini hanya ditumbuhi lamun E. acoroides yang mampu hidup di substrat yang berlumpur dan tergenang air. Stasiun II yang merupakan padang lamun vegetasi heterogen, terdiri dari empat jenis lamun adalah 59,32% yang terdiri dari E. acoroides 2,56%, T. hemprichii 52%, C. rotundata 2,96% dan H. ovalis 1,80%. Berdasarkan nilai penutupan lamun yang terendah dari stasiun yang lain, dapat dikatakan bahwa lokasi stasiun II yang didominasi substrat pecahan karang kurang sesuai dengan pertumbuhan lamun.
4.4 Struktur komunitas perifiton pada padang lamun 4.4.1 Komposisi perifiton Komunitas perifiton sangat ditentukan oleh faktor intensitas cahaya matahari, suhu, arus, tipe substrat dan ketersediaan unsur hara. Suhu air cukup merata di seluruh kolom air dan dari faktor intensitas cahaya matahari masih efektif untuk proses fotosintesis, hal ini ditandai dengan intensitas cahaya yang masuk sampai ke dasar perairan. Setelah dilakukan pengamatan terhadap berbagai jenis lamun, ternyata perifiton ditemukan di semua permukaan daun lamun dengan kepadatan yang berbeda-beda. Berdasarkan hasil pengamatan di laboratorium, komposisi jenis perifiton pada masing-masing jenis lamun berbeda-beda. Diperoleh 6 (enam) kelas yang terdiri dari genus Bacillariophyceae/Diatom (28 genus), Cyanophyceae (3 genus), Chlorophyceae (3 genus), Dinophyceae (3 genus), Protozoa (1 genus), Crustaceae (1 genus). Secara keseluruhan dari 6 kelas perifiton yang terdapat pada daun lamun, kelas Bacillariophyceae mempunyai jumlah genera yang paling banyak ditemukan dibandingkan dengan kelas lainnya. Hal ini disebabkan sebagian besar dari spesies dari kelas Bacillariophyceae memiliki kemampuan hidup yang tinggi, bahkan dalam keadaan yang buruk sekalipunspesies dari kelas ini dapat bertahan dengan cara memperbanyak lendir di permukaan tubuhnya (Sachlan, 1972 dalam Sari, 2003). Selain itu banyaknya spesies dari kelas Bacillariophyceae yang ditemukan disebabkan perifiton dari kelas ini mempunyai alat berupa tangkai gelatin untuk melekatkan dirinya pada substrat tertentu, ada yang bercabang pendek dan panjang. Dengan alat ini kelas Bacillarriophyceae mempunyai kemampuan menahan arus yang relatif kuat (Osborn, 1983 dalam Sari, 2003). Selain ditentukan oleh kondisi perairannya, komposisi perifiton juga sangat dipengaruhi oleh tipe substrat tempat penempelannya karena berhubungan erat dengan kemampuan alat penempelnya (Osborn, 1983 dalam Sari, 2003). Menurut Harlin (1980), epifit yang terutama pada daun lamun adalah dari kelas Bacillariophyceae (Diatom) terutama genus Nitzschia dan Cocconeis. Dilihat dari komposisi perifiton yang hampir sama pada berbagai jenis lamun,
menunjukkan bahwa daun dari berbagai jenis lamun mempunyai karakteristik yang sama sebagai substrat perifiton. Komposisi perifiton pada daun lamun sangat dipengaruhi oleh morfologi, umur dan letak atau tempat hidup lamunnya. Lamun dengan tipe daun yang besar seperti E. Acoroides akan lebih disukai daripada lamun yang mempunyai daun lebih kecil, karena lamun yang dengan morfologi daun yang lebih besar (kuat) akan mempunyai kondisi substrat yang lebih stabil. Demikian juga dengan umur lamun, pada lamun yang lebih tua komposisi dan kepadatan perifiton akan berbeda dengan pada lamun yang lebih muda karena proses penempelan dan penbentukan koloni perifiton memerlukan waktu yag lama. 4.4.2 Kepadatan perifiton a. Stasiun I (Vegetasi tunggal) Kepadatan perifiton di stasiun I yang merupakan lokasi penelitian yang memiliki vegetasi homogen, terdiri dari satu jenis lamun, yaitu Enhalus acoroides termasuk kepadatan yang paling rendah dibandingkan dengan stasiun lainnya. Kepadatan perifiton di stasiun ini berkisar antara 6279-8468 ind cm¯² . Pada stasiun ini ditemukan 3 kelas perifiton dan 20 genera perifiton, kelas Bacillariophyceae merupakan kelas perifiton yang mempunyai jumlah genera paling banyak dan terlihat cukup dominan dibandingkan dengan kelas lainnya. Genera perifiton yang paling banyak ditemukan di stasiun ini adalah nitzschia dan cocconeis. Jenis lamun yang terdapat di stasiun ini hanya Enhalus acoroides yang memiliki morfologi daun yang panjang, berbentuk tali atau pita yang sering membentuk kanopi atas sehingga menghambat penetrasi cahaya matahari ke dalam kolom air dan terhadap perifiton yang berada di dalam naungannya sehingga perkembangan perifiton (alga) yang memerlukan cahaya untuk kepentingan fotosintesis menjadi terhambat. Kondisi perairan di stasiun ini dangkal, selalu tergenang air dan berhadapan dengan pulau atau daratan (semi tertutup).
b. Stasiun II (Vegetasi campuran) Kepadatan perifiton tertinggi terdapat di stasiun ini berkisar 8413-34261 ind cm¯². Kepadatan perifiton bergantung pada jenis lamun, kondisi lingkungan dan tipe habitat. Stasiun ini merupakan komunitas padang lamun dengan vegetasi campuran, yang terdiri dari 4 jenis lamun, yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halophila ovalis dan Cymodoceae rotundata. Morfologi pada masingmasing lamun di stasiun ini berbeda. Pada stasiun ini terdapat 2 morfologi jenis lamun, yaitu 1) Jenis lamun dengan panjang (5-200 cm) lebar (2-18 mm) daun berbentuk tali atau pita sering membentuk kanopi atas contohnya Enhalus acoroides, Cymodocea rotundata, C. serrulata, Thalassia hemprichii. 2) Jenis lamun dengan bentuk daun pendek elips, lanceolate oval atau linier sering membentuk understory pada asosiasi campuran : contohnya Halophila ovalis, H. ovata, H. spinulosa, H. decipiens. Dibandingkan dengan dua stasiun lainnya, di stasiun ini ditemukan 5 kelas perifiton, yaitu Bacillariophyceae, Cyanophyceae, Chlorophyceae, Dinophyceae dan Protozoa. Ada 32 genera perifiton yang ditemukan di lokasi penelitian ini. Genera
perifiton
yang
mendominasi
adalah
nitzschia,
cocconeis
dan
thalassiothrix. Ada beberapa perifiton yang hanya ditemukan pada stasiun ini, misalnya favella dari kelas Protozoa ditemukan pada daun lamun Thalassia hemprichii dan Cymodoceae rotundata. Kerapatan dan penutupan lamun secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi terhadap keberadaan dan kepadatan perifitonnya, karena berhubungan erat denga kestabilan substrat (daun lamun) dari pengaruh pencucian dan sirkulasi air serta kebebasan perifiton dalam memperoleh cahaya matahari untuk melakukan fotosintesis. Bell dan Westoby dalam West (1990) menyatakan bahwa panjang daun dan kerapatan lamun dapat mempengaruhi sebaran dan kelimpahan biota yang berasosiasi dengan lamun, sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan padang lamun sangat menentukan terhadap distribusi dan kelimpahan biotanya.
c. Stasiun III (Vegetasi campuran) Stasiun ini memiliki kepadatan perifiton kedua tertinggi (5159-9337 ind cm¯²). Stasiun III merupakan komunitas padang lamun vegetasi campuran, ditemukan hanya 2 jenis lamun saja, yaitu Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii. Sama seperti stasiun II, di stasiun ini ditemukan 5 kelas perifiton, yaitu Bacillariophyceae, Cyanophyceae, Chlorophyceae, Dinophyceae dan Crustacea. Ada 22 genera perifiton yang ditemukan di lokasi penelitian ini. Genera perifiton yang mendominasi adalah nitzschia, cocconeis, rhobdonema, mestoglaia dan thalassiothrix. Kerapatan lamun yang rendah di stasiun ini memungkinkan cahaya matahari masuk ke kolom air, sehingga perifiton (alga) mampu melakukan fotosintesis untuk perkembangan perifiton tersebut. Parameter kualitas air memberi pengaruh terhadap kepadatan perifiton. Kadar nitrat dan fosfat cukup tinggi di stasiun ini sehingga perkembangan perifiton cukup tinggi karena merupakan nutrien yang penting bagi perifiton. 4.4.3 Indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (E), dominasi (D) dan pola penyebaran perifiton 4.4.3.1 Stasiun I (Homogen) Indeks keanekaragaman perifiton di stasiun I berkisar antara 1,570-1,779 yang termasuk kategori rendah. Indeks keanekaragaman menggambarkan kekayaan/jumlah jenis perifiton yang ada, semakin tinggi nilai indeks keanekaragaman menunjukkan semakin beragamnya jenis perifiton yang ada. Namun pada stasiun ini keanekaragamn perifiton rendah, menunjukkan bahwa jenis perifiton yang ada sedikit. Hal ini diduga bahwa stasiun ini hanya terdapat 1 jenis lamun dan jenis perifiton yang menempel tidak banyak dan tidak berkembang dengan baik disebabkan perairan yang keruh. Indeks keseragaman menggambarkan sebaran jumlah individu setiap jenisnya. Kisaran nilai indeks keseragaman perifiton di stasiun ini adalah 0,5330,615. Kisaran ini termasuk ke dalam kategori tinggi. Tingginya nilai indeks keseragaman berarti penyebaran jumlah individu setiap jenis dalam komunitas cukup merata, hal tersebut juga terlihat dari kecilnya nilai indeks dominansi yang berkisar antara 0,268-0,375. Sementara berdasarkan perhitungan indeks
penyebaran perifiton menunjukkan nilai yang kurang dari 1. Ini menunjukkan bahwa pola penyebarannya merata/seragam. Seragam disini dapat diartikan sebagai seragam dengan pola sebaran acak, yakni didalam sebaran jenis yang acak terdapat jenis-jenis yang seragam sebarannya. 4.4.3.2 Stasiun II (Heterogen) Stasiun II memiliki indeks keanekaragaman berkisar 1,807-2,167, indeks keseragaman 0,522-0,682, indeks dominansi 0,148-0,242 dan indeks penyebaran 0,196. Pada kisaran tersebut nilai keanekaragaman termasuk rendah, keseragaman tinggi, dominansi kecil dan pola penyebaran seragam karena nilainya kurang dari 1. Nilai indeks keanekaragaman stasiun ini lebih tinggi dibanding stasiun lainnya. Hal ini dapat dilihat pada jumlah jenis perifiton yang ditemukan di stasiun ini lebih banyak daripada stasiun lainnya. Dikarenakan stasiun ini memiliki 4 jenis lamun yang memiliki morfologi daun yang berbeda dan perairan yang jernih sehingga matahari dapat masuk ke kolom air yang dimanfaat oleh perifiton (alga) untuk proses fotosintesis. Faktor fisika seperti arus sangat mempengaruhi penempelan perifiton. Arus pada stasiun ini memiliki kecepatan yang paling kecil, sehingga perifiton dapat menempel dengan kuat yang dapat berkembang dengan baik. 4.4.3.3 Stasiun III (Heterogen) Keanekaragaman perifiton pada stasiun ini termasuk kategori rendah dengan pola penyebaran perifiton yang seragam, yaitu berkisar 1,685-1,842, keseragaman tinggi berkisar 0,545-0,621, dominansi rendah berkisar 0,260-0,339 dan pola penyebaran 0,273. Rendahnya keanekaragaman atau jumlah jenis perifiton karena hanya ditemukan 2 jenis lamun di stasiun ini. Stasiun ini selalu terendam air dan keruh, sehingga cahaya matahari tidak dapat masuk ke kolom perairan dan perifiton (alga) tidak mampu melakukan fotosintesis. Arus pada stasiun ini memiliki kecepatan yang tinggi dibandingkan dengan stasiun II, sehingga memungkinkan perifiton yang menempel terbawa arus perairan. Keseragaman yang tinggi berarti penyebaran jumlah individu setiap jenis dalam komunitas lamun cukup merata, sehingga tidak ada jenis perifiton yang mendominnsi. Ini terlihat dari rendahnya nilai dominansi pada stasiun ini.
Tabel 10. Nilai-nilai indeks keanekaragaman (H), Keseragaman (E), dan Dominansi (D) di stasiun penelitian: Stasiun II (Heterogen: Stasiun III Indeks Stasiun I (Homogen) 4 jenis lamun) (Heterogen: 2 jenis lamun) Tr1 Tr2 Tr3 Tr1 Tr2 Tr3 Tr1 Tr2 Tr3 H 1,779 1,623 1,570 2,167 1,807 2,061 1,828 1,842 1,685 E 0,615 0,542 0,533 0,682 0,522 0,606 0,621 0,596 0,545 C 0,268 0,375 0,331 0,148 0,242 0,186 0,262 0,260 0,339 Id 0,382 0,196 0,273