4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Air Baku Aliran Sungai Cihideung Sumber air baku yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih di Institut Pertanian Bogor diambil dari dua aliran sungai yaitu sungai Cihideung dan sungai Ciapus. Kedua sumber air baku tersebut diolah terlebih dahulu di Water Treatment Plan milik IPB. Pada penelitian ini sampel air baku yang digunakan berasal dari sungai Cihideung.Laju alir produksi air bersih di setiap unit WTP Cihideung sekitar12.5 L/ detik, namun bila tingkat kekeruhan air baku meningkat terlalu tinggi maka laju alir produksi menjadi terganggu.Lokasi WTP seperti ditunjukkan pada Gambar 8. x
Perumahan rakyat, perkebunan dan persawahan
w
Perumahan rakyat, perkebunan dan persawahan
Gambar 9Lokasi WTP IPB Darmaga
Penelitian ini dilakukan pada musim hujan dengan kondisi iklim di kota Bogor suhu rata-rata 26oC dengan suhu terendah 21.8oC dan suhu tertinggi 30.4oC serta kelembaban udara 70% dan curah hujan rata-rata 3500 – 4000 mm. Hasil analisa air baku WTP IPB yaitu air sungai Cihideung, menunjukkan sifat fisik seperti TSS rata dalam air baku sebesar 69.29 mg/L, warna 232.97 PtCo, kekeruhan 42.97 FTU serta konsentrasi senyawa organik (COD) rata-rata
245mg/L, amonium 3.09 mg/L, dan nitrat 3.596 mg/Lserta pH yang berkisar antara 4.5-6.9. Berdasarkan hasil penelitian, tingkat kekeruhan dan TSS pada saat hujan lebih tinggi dibandingkan saat cerah. Kondisi ini diakibatkan pada saat hujan endapan di sekitar air berlonjak ke atas dan kotoran-kotoran di sekitar sungai ikut terbawa arus sehingga tingkat kekeruhan sangat tinggi begitu pula dengan TSS dan warna pada air baku. Oleh karena itu, pada saat hujan kebutuhan koagulan untuk mengendapkan atau menyisihkan padatan terlarut dan tidak terlarut semakin meningkat. Variasi kondisi air baku sungai Cihideung pada bulan Januari hingga Maret 2012 untuk TSS berkisarantara 68-246 mg/L, warna berkisar antara 144-1100 PtCo, kekeruhan berkisarantara 41-300 FTU, COD berkisar antara 124-224 mg/L, nitrat berkisar 3,1-5,8 mg/L dan amonium berkisar antara 3,1-6,8 mg/L.
4.2 Start-up Reaktor Start-up reaktor dilakukan pada 3 unit reaktor yang mempunyai ukuran dan desain yang identik. Kondisi operasi reaktor selama start-up dilakukan pada suhu ruang dan pH 6.8-7.4. Mikroorganisme pengurai dibiarkan tumbuh secara alami yaitu dengan cara mengalirkan air baku secara terus menerus ke dalam fixed bed reactoryang telah diisi media sampai terbentuk lapisan biofilm yang melekat pada permukaan media tersebut. Proses pertumbuhan mikroorganisme ini didukung dengan suplai udara 3 liter/menit secara terus menerus, dengan demikian air baku akan kontak dengan mikroorganisme yang tersuspensi di dalam air maupun yang menempel pada permukaan media, sehingga terjadi penguraian senyawa organik (Widayat 2010). Sistem ini dilakukan dengan tujuan untuk proses aklimatisasi mikroorganisme.
Aklimatisasiadalah
suatu
proses
menumbuhkan
dan
mengadaptasikan mikroorganisme pada media yang ada dimana mikroorganisme tersebut yang nantinya akan berperan dalam mendegradasi bahan-bahan organik dan anorganik. Mikroorganisme tersebut dapat tumbuh atau melekat pada media hingga membentuk lapisan berupa biofilm karena di dalam air sungai terkandung unsur-unsur
atau
substrat
yang
dibutuhkan
untuk
pertumbuhan
dan
perkembangbiakan mikroorganisme seperti unsur N dari amonium dan unsur P dari senyawa fosfat.
Selama proses start-up dialirkan umpan air sungai sebanyak 0.42 liter/menit dan diresirkulasi yang bertujuan untuk menaikkan dan menahan pertumbuhan biofilm. Dengan adanya suplai oksigen yang cukup serta laju alir yang kecil menyebabkan pembentukan biofilm pada media biofilter. Hasil selama proses start-updi analisis konsentrasi amonium, nitrat dan nilai COD. Proses start-up dilakukan hingga tercapai keadaan tunak (steady state).Pada hari pertama hingga hari ke-16 terjadi penurunan konsentrasi amonium pada ketiga reaktor. Penurunan konsentrasi amonium ini masih bersifat fluktuatif dimana nilainya berkisar antara 0.3-1.8 mg/L. Hal ini disebabkan oleh mikroorganisme yang ada masih beradaptasi dengan lingkungannya yang baru sehingga proses penguraian senyawa amonium belum berjalan dengan baik ditandai dengan lapisan biofilmyang terbentuk masih tipis. Pada hari ke 18 hingga hari ke-29konsentrasi amonium pada air olahan sudah mencapai kondisi tunak (steady state) dimana nilainya berada di titik 0,3 mg/L. Pada fase ini disebut proses pematangan dan setelah mencapai kondisi stabil disimpulkan mikroorganisme pengurai telah tumbuh dan bekerja dengan baik (Winkler 1981). Widayat (2010) melakukan aklimatisasi pada air sungai dengan WTH 8 jam selama dua minggu. Aklimatisasi yang dilakukan lebih cepat karena dipengaruhi oleh WTH yang lebih lama. Bakteri yang berperan pada proses ini adalah jenis bakteri Nitrosomonas (Widayat 2010). Hasil pengujian amonium masing-masing reaktor selama proses start-up reaktor ditunjukkan pada Gambar10.
Konsentrasi NH4+ (mg/L)
6
Influen Efluen R1 (media plastik tipe sarang tawon) Efluen R2 (media plastik amdk) Efluen R3 (media batu apung)
4
2
0 0
5
10
15 Waktu (hari)
20
25
Gambar10Konsentrasi amonium selama proses start-up reaktor.
30
Konsentrasi amonium (NH4+) dan nitrat (NO3-) akan berbanding terbalik selama proses nitrifikasi dalam fixed bed reactor. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa mikroorganisme membutuhkan unsur-unsur seperti N dari amonium dan P dari senyawa fosfat yang ada dalam air sungai untuk tumbuh dan berkembang biak. Ammoniak akan berubah menjadi amonium didalam air sesuai dengan persamaan reaksi NH3 + H2O
NH4 + O2(Liet al.2010). Pada proses
nitrifikasi dengan bantuan mikroorganisme amonium akan berubah menjadi nitrit dan kemudian menjadi nitrat, berikut ini adalah tahapan dari nitirfikasi yang dapat dibagi ke dalam dua tahapan, yaitu: 1. Tahap nitritasi, merupakan tahap oksidasi ion amonium (NH4+) menjadi ion nitrit (NO2-) oleh bakteri Nitrosomonas, melalui reaksi berikut ini: NH4+ + 1 ½ O2NO2- + H2O + 2,75 KJ 2. Tahap nitrasi merupakan tahap oksidasi ion nitrit menjadi ion nitrat (NO3-) oleh bakteri Nitrobacter dengan melalui reaksi berikut ini: NO2- + 1 ½ O2NO3- + 75 KJ Secara keseluruhan proses nitrifikasi adalah sebagai berikut: NH4+ + 2O2NO3- +2 H- + H2O Penurunan konsentrasi amonium diikuti oleh peningkatan konsentrasi nitrat terjadi selama proses start-up. Peningkatan konsentrasi nitrat pada masing-masing reaktor menunjukkan kerja bakteri pada proses nitrifikasi berjalan dengan cukup baik seperti ditunjukkan pada Gambar 11. 7
Konsentrasi NO3- (mg/L)
6 5 4 3 2
Influen Efluen R1 (media plastik tipe sarang tawon) Efluen R2 (media plastik amdk) Efluen R3 (media batu apung)
1 0 0
5
10
15 Waktu (hari)
20
25
Gambar 11Konsentrasi nitrat selama start-up reaktor.
30
Dari Gambar 11 dapat dilihat peningkatan konsentrasi nitrat yang terjadi pada masing-masing reaktor. Konsentrasi nitrat influen berada di bawah nilai 4 mg/L, sedangkan masing-masing reaktor memiliki influen lebih dari nilai tersebut. Efluen R1 memperlihatkan nilai yang cukup tinggi di awal dan berfluktuasi hingga hari ke-16. Efluen R2 dan R3 rata-rata memiliki nilai yang tidak jauh berbeda yaitu kisaran 4.05-5 mg/L. Pada hari ke-18, ketiga reaktor berada pada nilai yang hampir sama dan sudah mencapai kondisi yang stabil hingga hari ke29. Peningkatan konsentrasi nitrat ini terjadi karena adanya proses nitrifikasi dimana senyawa seperti nitrogen amonium akan dirubah menjadi nitrit dan nitrat dan pada kondisi anaerobik nitrat yang terbentuk akan mengalami proses denitrifikasi menjadi gas nitrogen yang lepas ke udara. Oleh karena itu, senyawa amonium akan turun dan nitrat akan meningkat. Mikroorganisme merupakan faktor penting pada proses biologis, baik dalam penyisihan zat organik maupun dalam proses nitrifikasi. Berdasarkan penelitian Widayat (2010) bakteri Basilus subtilis, Clostridium, dan Proteus sp diidentifikasi sebagai pengurai senyawa organik, sedangkan pengurai amonium dalam proses nitrifikasi adalahNitrosomonas dan Nitrobacter. Mikroorganisme tersebut membutuhkan oksigen untuk menunjang aktifitasnya. Salah satu variabel kontrol agar terjadi degradasi senyawa organik adalah oksigen terlarut (DO/ Dissolve Oxigen). Proses degradasi akan berjalan dengan baik apabila DO air di dalam fixed bed reactor>1 mg/L (Widayat 2010). Pada akhir proses start-updilakukan pengujian konsentrasi DO pada masing-masing fixed bed reactorberaerasi ini yaitu R1 mencapai 6.35mg/L, R2 sebanyak 6.3 mg/L dan R3 sebanyak 6.32 mg/L. Hal ini menandakan bahwa proses degradasi terjadi di dalam ketiga fixed bed reactortersebut berjalan dengan baik. Proses degradasi yang terjadi ditandai dengan penurunan nilai COD. Prosesstart-up dilakukan hingga tercapai keadaan tunak(steady state), yaitu nilai COD dengan fluktuasi 10% (Ahmad 2003). Pada tahap start-up, influen yang masuk berada pada kisaran 180-230 mg/L. Nilai COD yang tinggi tersebut digunakan untuk meningkatkan konsentrasi biomassa dan mempertahankan pertumbuhan biofilm pada ketiga media yang ada. Penurunan nilai COD selama proses start-up ini seperti ditunjukkan pada Gambar 12.
300
Influen Effluen R1 (media plastik tipe sarang tawon) Effluen R2 (media plastik amdk) Effluen R3 (media batu apung)
COD (mg/L)
250 200 150 100 50 0 0
5
10
15 Waktu (hari)
20
25
30
Gambar 12Nilai COD selama proses start-up reaktor.
Gambar 12 menunjukkan perubahan nilai COD cenderung menurun dan sedikit berfluktuasi. Menurut (Martinov et al. 2010) bahwa selama masa start-up, reaktor aerob akan tetap dalam keadaan non tunak sampai biofilm berkembang secara penuh. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada awal masa start-up, reaktor masih dalam kondisi non tunak diperlihatkan dengan menurunnya dan berfluktuasinya konsentrasi COD mulai dari hari pertama hingga hari ke-16. Setelah hari ke-18, fluktuasi konsentrasi COD relatif sangat kecil dan memperlihatkan kestabilan. Menurunnya nilai COD pada tahap start-up dari kisaran 200-230 mg/L menjadi 47-50 mg/L terjadi dalam waktu 18 hari. Penurunan ini membuktikan bahwa pembentukan lapisan mikroorganisme pada media plastik tipe sarang tawon, media plastik AMDK dan media batu apung berlangsung diikuti dengan degradasi senyawa-senyawa organik. Pendegradasian tersebut akan berpengaruh terhadap nilai COD yang dihasilkan, berarti jika nilai COD rendah menunjukkan kandungan senyawa organik di dalam air olahan akan rendah juga. Proses dapat dikatakan telah selesai apabila kondisi tunak (steady state) telah tercapai yakni nilai COD menunjukkan fluktuasi 10%. Hasil pengamatan menunjukkan pada hari ke-18 hingga hari ke-29, fluktuasi kurang dari 10%, oleh karena itu kondisi dinyatakan tunak (steady state). Kondisi steady state untuk COD yang didapatkan oleh Widayat (2010) adalah pada hari ke 14. Hal ini dikarenakan WTH yang digunakan lebih lama yaitu 8 jam menyebabkan
kontak antara mikroba pada biofilm dengan substrat pada influen lebih sering dan lebih lama. Akibatnya kondisi steady state lebih cepat didapatkan. Jenis bakteri yang berperan pada proses degradasi COD adalah jenis protozoa, Lactobacillus, Bacillus, Acinetobacter sp, Sacharomyces (Metcalf dan Eddy 2003). 4.3 Perubahan Waktu Tinggal Hidrolik Setelah biofilm pada media plastik sarang tawon, media plastik AMDK dan media batu apung terbentuk maka mikroorganisme yang berperan dalam proses degradasi senyawa organik ini diduga tumbuh. Selanjutnya dilakukan pengamatan pada dinamika perubahan nilai parameter COD terhadap perubahan waktu tinggal hidrolik. Pengaturan laju alir influen dilakukan untuk memperoleh waktu tinggal hidrolik yang diinginkan yaitu 4 jam, 3 jam, 2 jam dan 1 jam. Pada WTH 4 jam, pengukuran dilakukan setiap setengah jam hingga jam ke-4. Setelah itu pengukuran dilakukan setiap 4 jam sekali. Pada WTH 3 jam, pengukuran dilakukan setiap setengah jam hingga jam ketiga selanjutnya pengukuran dilakukan 3 jam sekali. Untuk WTH 2 jam, pengukuran setengah jam sekali dilakukan hingga jam ke-2 dan selanjutnya dilakukan pengukuran sebanyak 2 jam sekali. Begitu juga dengan WTH 1 jam, dimana pengukuran setengah jam dilakukan hingga jam ke-1, setelah itu dillakukan pengukuran sebanyak 1 jam sekali. Dinamika perubahan WTH terhadap COD seperti ditunjukkan pada Gambar 13. Gambar 13 menunjukkan pada WTH 4 jam, nilai COD di R1 mengalami penurunan sampai keadaan tunak sebesar 48-51 mg/L, R2 sebesar 45-46 mg/Ldan R3 sebesar 52-54 mg/L. Ketiga media tersebut mencapai kondisi tunak dengan waktu 32 jam. Pada WTH 3 jam, nilai COD di R1 mengalami penurunan sampai keadaan tunak sebesar 65-67 mg/L, R2 sebesar 60-62 mg/Ldan R3 sebesar 65-69 mg/L. Ketiga media tersebut mencapai kondisi tunak dengan waktu 24 jam. Pada WTH 2 jam, nilai COD di R1 mengalami penurunan sampai keadaan tunak sebesar 76-79 mg/L, R2 sebesar 72-75 mg/Ldan R3 sebesar 77-80 mg/L. Ketiga reaktor tersebut mencapai kondisi tunak dengan waktu kurang dari 24 jam.
44
250
WTH 4 jam
WTH 3 jam
WTH 1jam
WTH 2 jam
COD (mg/l)
200
150
100
50
0 0
20
40
60 waktu operasi (jam)
influen Reaktor dengan media plastik amdk
80
100
120
Reaktor dengan media plastik tipe sarang tawon Reaktor dengan media batu apung
Gambar 13 Dinamika perubahan WTH terhadap COD
140
45
Pada WTH 1 jam, nilai COD di R1 mengalami penurunan sampai keadaan tunak sebesar 83-87 mg/L, R2 sebesar 80-84 mg/Ldan R3 sebesar 83-89 mg/L. Ketiga media tersebut mencapai kondisi tunak dengan waktu 8 jam. Adanya fluktuasi atau kondisi dinamik ini disebabkan oleh perubahan laju alir yang masuk menyebabkan sistem bekerja ulang. Pada saat dilakukan pengukuran, efluen yang diukur belum mewakili efluen WTH 4 jam yang sebenarnya. Hal ini dikarenakan, efluen yang keluar belum sepenuhnya diolah dengan waktu tinggal hidrolik selama 4 jam. Nilai COD selama perubahan WTH pada masing-masing reaktor menunjukkan kecenderungan menurun dan berfluktuasi. Adanya beban organik yang berfluktuasi juga mempengaruhi konsentrasi COD di dalam sistem. Hal ini dapat terjadi karena jika terdapat peningkatan beban organik menimbulkan peningkatan kandungan atau senyawa-senyawa organik yang terukur sebagai COD yang ada di dalam air.
4.4 Pengaruh WTH Terhadap Penyisihan Organik, Amonium, Total Solid Suspended (TSS) dan Kekeruhan Setelah terbentuk biofilm pada media dan telah mencapai kondisi stabil, debit air masuk kemudian diatur agar mendapatkan WTH 4 jam, selanjutnya dilakukan dengan cara yang sama, WTH diatur 1-3 jam secara berurutan sampai WTH terakhir 1 jam. Tahapan ini dilakukan untuk mengamati pengaruh waktu tinggal hidrolik air sungai terhadap kualitas air baku tersebut dalam fixed bed reactor. Rata-rata penyisihan senyawa organik, amonium, TSS dan kekeruhan diambil setelah kondisi proses telah mencapai kondisi steady state.
4.4.1
Pengaruh WTH Terhadap Penyisihan Bahan Organik Zat organik dapat disisihkan secara biologi, yang dipengaruhi oleh beberapa
variabel yaitu oksigen terlarut (DO), waktu kontak, jenis dan jumlah mikroorganisme pengurai (Bitton1994). Bakteri heterotrof memanfaatkan senyawa atau zat organik untuk dijadikan sumber energinya (Liao et al. 2001). Pada penelitian ini senyawa yang mewakili adanya kandungan bahan organik di air diukur sebagaiCOD (Chemical Oxygen Demand). Menurut Metcalf dan Eddy (2003) bakteri yang memanfaatkan substrat organik sebagai sumber energinya
46
adalah bakteri heterotrof. Pada awal pengkondisian WTH 4 jam, laju alir (debit) air baku diturunkan dari 1.68 liter/menit menjadi 0.42 liter/menit. Adanya kondisi ini mengakibatkan kembali terjadi perbedaan beban hidrolik dan kontak antara senyawa air baku dengan lapisan biofilm. Pada kondisi tersebut, mikroorganisme kembali beradaptasi namun kali ini tidak memerlukan waktu yang lama yaitu sekitar 28 jam dan menunjukkan kondisi steady state dimulai pada jam ke 32. Hal ini ditandai dengan nilai COD efluen dari masing-masing reaktor serta efisiensi penyisihan bahan organiknya masih bersifat fluktuatif untuk sementara waktu hingga jam ke 28. Selanjutnya pada jam ke 32 proses bakteri heterotrof menyesuaikan aktifitasnya sesuai dengan pembebanan zat. Penyisihan COD pada WTH 1-4 jam seperti ditunjukkan pada Gambar 14. Gambar 14 menunjukkan nilai COD masing-masing reaktor dipengaruhi oleh perubahan waktu tinggal hidrolik. Semakin tinggi WTH maka nilai COD semakin kecil. Data diperoleh dari merata-ratakan lima titik yang sudah steady state.Pada grafik ini, error bartidak bisa terlihat karena nilainya sangat kecil. Apabilaerror bar semakin kecil berarti variasi data juga kecil, sedangkan jika error bar semakin besar, maka variasi data juga besar. Error bar pada grafik menunjukkan bahwa variasi data sangat kecil yang berarti perbedaan data tidak signifikan atau tidak berbeda nyata.Pada WTH 1 jam, nilai COD rata-rata influen adalah 164 mg/L, sedangkan rata-rata nilai COD efluen pada R1 adalah 84.6 mg/L, R2 sebesar 81.8 mg/L dan R3 sebesar 85.6 mg/L. Pada WTH 2 jam, nilai COD rata-rata influen adalah 177 mg/L, sedangkan rata-rata nilai COD efluen pada R1 adalah 77.5 mg/L, R2 sebesar 73.5 mg/L dan R3 sebesar 78.5 mg/L. Pada WTH 3 jam, nilai COD rata-rata influen adalah 205 mg/L, sedangkan rata-rata nilai COD efluen pada R1 adalah 65.8 mg/L, R2 sebesar 60.6 mg/L dan R3 sebesar 67.2 mg/L. Pada WTH 4 jam, nilai COD rata-rata influen adalah 173 mg/L, sedangkan rata-rata nilai COD efluen pada R1 adalah 49 mg/L, R2 sebesar 45.4 mg/L dan R3 sebesar 52.8 mg/L. Waktu kontak antara air baku dengan lapisan biofilm sangat diperlukan oleh mikroorganisme untuk memanfaatkan zat organik dalam proses metabolisme (Widayat 2010). Oleh karena itu, semakin lama WTH maka semakin sedikit COD pada efluen. Selanjutnya dengan perubahan WTH menjadi 3 jam,
47
efisiensi penyisihan COD mengalami penurunan menjadi 68%. Setelah itu reaktor dioperasikan dengan menurunkan WTH dari 3 jam menjadi 2 jam. Efisiensi penyisihan rata-rata senyawa organik turun sampai 56%.
250
Effluen COD R1 Effluen COD R2 Effluen COD R3 Influen
COD (mg/l)
200
(a)
150 100 50
0 0
1
2
3
4
WTH (jam) 80 Efisiensi penyisihan COD (%)
70 60 50
(b)
Efisiensi R1 (%) Efisiensi R2 (%) Efisiensi R3 (%)
40 30 20 10 0 0
1
2 WTH (jam)
3
4
Gambar 14Penyisihan COD (a) dan efisiensi penyisihan COD dengan WTH 1-4 jam pada reaktor dengan media plastik tipe sarang tawon (R1), reaktor dengan media plastik AMDK ( R2), dan reaktor dengan media batu apung (R3) Penurunan efisiensi penyisihan senyawa organik juga terlihat pada reaktor kedua dengan media plastik AMDK (R2). Kondisi steady state tercapai setelah jam ke 32 dengan efisiensi penyisihan rata-rata sebesar 74%. Selanjutnya WTH
48
dirubah menjadi 3 jam. Efisiensi penyisihan rata-rata pada WTH 3 jam setelah mencapai steady stateturun menjadi 70%. Setelah itu reaktor dioperasikan dengan menurunkan WTH dari 3 jam menjadi 2 jam dan menghasilkan efisiensi penyisihan rata-rata senyawa organik turun sampai 59%. Pada saat WTH diturunkan dari 2 jam menjadi 1 jam, efisiensi penyisihan rata-rata senyawa organik mengalami penurunan menjadi 50%. Perubahan WTH juga mengakibatkan penurunan efisiensi senyawa organik pada reaktor ketiga yang berisi media batu apung (R3). Efisiensi penyisihan ratarata pada WTH 4 jam lebih kecil dibandingkan dengan reaktor pertama dan reaktor kedua yaitu hanya sebesar 69%.Selanjutnya WTH reaktor dirubah menjadi 3 jam, sehingga efisiensi penyisihan rata-rata turun menjadi 67%. Setelah itu WTH reaktor diturunkan menjadi 2 jam dan menghasilkan efisiensi penyisihan COD sebesar 56%. Efisiensi penyisihan rata-rata senyawa organik mengalami penurunan menjadi 48% pada WTH 1 jam.Efisiensi yang diperoleh sangat baik jika dibandingkan dengan perolehan hasil Nurhidayanti (2011) yang hanya mendapatkan efisiensi sebesar 30% pada WTH 3 jam.Waktu kontak yang sedikit kurang mencukupi mikroorganisme untuk melakukan penguraian senyawa organik, dan mengakibatkan efisiensi penyisihan senyawa organik mengalami penurunan.
4.4.2
Pengaruh WTH Terhadap Penyisihan Amonium Senyawa amonia akan menjadi amonium bila berada di dalam air. Amonium
akan berkurang akibat adanya proses nitrifikasi. Penurunan efisiensi penyisihan senyawa amonia sebanding dengan penurunan waktu tinggal hidrolik. Penurunan konsentrasi senyawa amonia di dalam sistem biofiltrasi menunjukkan telah terjadinya proses penguraian amonia pada saat terjadinya nitrifikasi. Menurut Wisjnuprapto (1995) penguraian amonia pada saat nitrifikasi dilakukan oleh mikroorganisma autotrof maupun heterotrof untuk mensintesa sel. Gambar 15 memperlihatkan konsentrasi amonium pada efluen masingmasing reaktor dipengaruhi oleh waktu tinggal hidrolik. Semakin tinggi WTH maka semakin kecil konsentrasi amoniumnya. Data diperoleh dari merata-ratakan lima titik yang sudah steady state.Error barmenunjukkan besarnya variasi dari
49
data-data yang ditampilkan. Apabila error bar semakin kecil berarti variasi data juga kecil, sedangkan jika error bar semakin besar, maka variasi data juga besar. Error bar pada grafik menunjukkan bahwa variasi data sangat kecil yang berarti perbedaan data tidak signifikan atau tidak berbeda nyata. Pada WTH 1 jam, konsentrasi amonium rata-rata influen adalah 4.4 mg/L, sedangkan rata-rata konsentrasi amonium efluen pada R1 adalah 3.4 mg/L, R2 dan R3 sebesar 3.3 mg/L. Pada WTH 2 jam, konsentrasi amonium rata-rata influen adalah 4.5 mg/L, sedangkan rata-rata konsentrasi amonium efluen pada R1 adalah 2.9 mg/L, R2 sebesar 2.8 mg/L dan R3 sebesar 2.9 mg/L. Pada Gambar 15 juga dapat dilihat bahwa penyisihan rata-rata konsentrasi amonium pada masing-masing reaktor terhadap WTH cenderung sama. Efisiensi penyisihan amonium ini mengalami peningkatan seiring dengan kenaikan waktu tinggal hidrolik di dalam reaktor, hal ini disebabkan semakin besar waktu kontak antara air baku dengan lapisan biomassa yang tumbuh di media, sehingga amonium yang terurai semakin besar. Efisiensi penyisihan rata-rata tertinggi pada reaktor dengan media plastik tipe sarang tawon (R1) didapat pada pengkondisian waktu tinggal hidrolik 4 jam yaitu sebesar 68%, diikuti dengan waktu tinggal hidrolik 3 jam sebesar 60%, kemudian waktu tinggal hidrolik 2 jam menghasilkan efisiensi penyisihan sebesar 37% dan paling rendah pada waktu tinggal hidrolik 1 jam sebesar 24%. Efisiensi penyisihan amonia pada waktu tinggal hidrolik antara 3 jam sampai dengan 4 jam masih tergolong tinggi ini disebabkan waktu kontak antara mikroba dengan air baku dan oksigen terlarut masih mencukupi untuk kebutuhan mikroba melakukan sintesa. Hasil yang diperoleh menunjukkan rata-rata efisiensi untuk WTH 4 jam hampir mendekati hasil yang diperoleh oleh Widayat (2010) sebesar 71%, sedangkan untuk WTH 1-3 jam lebih tinggi yaitu berturut-turut 44%, 65%, dan 68%. Hal ini diduga disebabkan oleh kemampuan organisme yang ada pada reaktor berkurang akibat tingginya beban organik yang masuk. Efisiensi penyisihan rata-rata tertinggi pada reaktor dengan media plastik AMDK didapat pada pengkondisian waktu tinggal hidrolik 4 jam yaitu sebesar 70%, diikuti dengan waktu tinggal hidrolik 3 jam sebesar 61%, kemudian waktu tinggal
50
hidrolik 2 jam menghasilkan efisiensi penyisihan sebesar 37% dan paling rendah pada waktu tinggal hidrolik 1 jam sebesar 24%.
Konsentrasi amonium (mg/l)
7
Effluen amonium R1 Effluen amonium R2 Effluen amonium R3 influen
6 5
(a)
4 3 2 1 0 0
1
2
3
4
WTH (jam)
Efisiensi penyisihan amonium (%)
80 70 60
(b)
50 Efisiensi R1 (%) Efisiensi R2 (%) Efisiensi R3 (%)
40 30 20 10 0 0
1
2
3
4
WTH (jam)
Gambar 15Penyisihan amonium(a) dan efisiensi penyisihan amonium dengan WTH 1-4 jam pada reaktor dengan media plastik tipe sarang tawon (R1), reaktor dengan media plastik AMDK ( R2), dan reaktor dengan media batu apung (R3) Efisiensi penyisihan rata-rata tertinggi pada reaktor dengan media batu apung(R3) didapat pada pengkondisian waktu tinggal hidrolik 4 jam yaitu sebesar 70%, diikuti dengan waktu tinggal hidrolik 3 jam sebesar 61%, kemudian waktu tinggal hidrolik 2 jam menghasilkan efisiensi penyisihan sebesar 36% dan paling
51
rendah pada waktu tinggal hidrolik 1 jam sebesar 25%. Efisiensi ini sangat baik jika dibandingkan dengan perolehan hasil yang dilakukan Nurhidayanti (2011) karena dari hasil pengujian yang dilakukannya tidak terlihat penyisihan parameter amonium yang terukur. Waktu kontak yang sedikit kurang mencukupi mikroorganisme
untuk
melakukan
penguraian
senyawa
organik,
dan
mengakibatkan efisiensi penyisihan senyawa organik mengalami penurunan. Pada saat yang bersamaan, penyisihan konsentrasi amonia di dalam air yang diakibatkan oleh adanya proses nitrifikasi di dalam bioreaktor menyebabkan terjadinya peningkatan konsentrasi nitrat. Proses nitrifikasi ini mengubah amonium menjadi nitrit dan kemudian dirubah menjadi nitrat. Peningkatanratarata konsentrasi nitrat pada masing-masing reaktor dengan WTH 1-4 jamditunjukkan seperti pada Gambar16. Gambar 16 memperlihatkan konsentrasi nitrat pada efluen masing-masing reaktor dipengaruhi oleh waktu tinggal hidrolik. Semakin tinggi WTH maka semakin besar konsentrasi nitratnya. Pada WTH 1 jam, konsentrasi nitrat rata-rata influen adalah 3.2 mg/L, sedangkan rata-rata konsentrasi nitrat efluen pada R1 adalah 3.3 mg/L, R2 sebesar 3.5 mg/L dan R3 sebesar 3.3 mg/L. Pada WTH 2 jam, konsentrasi nitrat rata-rata influen adalah 3.1 mg/L, sedangkan rata-rata konsentrasi nitrat efluen pada R1 adalah 3.6 mg/L, R2 sebesar 3.9 mg/L dan R3 sebesar 3.6 mg/L. Pada WTH 3 jamkonsentrasi nitrat rata-rata influen adalah 3.1 mg/L, sedangkan rata-rata konsentrasi nitrat efluen pada R1 adalah 3.7 mg/L, R2 sebesar 4.2 mg/L dan R3 sebesar 3.8 mg/L. Pada WTH 4 jam, konsentrasi nitrat rata-rata influen adalah 3.9 mg/L, sedangkan rata-rata konsentrasi nitrat efluen pada R1 adalah 4.8 mg/L, R2 sebesar 5.1 mg/L dan R3 sebesar 4.8 mg/L. Widayat (2010) mendapatkan peningkatan nitrat tertinggi pada WTH 4 jam sebesar 71% dan terendah pada WTH 1 jam sebesar 44%. Peningkatan konsentrasi nitrat ini dikarenakan perubahan debit air baku menjadi lebih sedikit dan waktu kontak antara air baku dengan lapisan biofilm semakin besar, sehingga waktu kontak yang tinggi mencukupi mikroorganisme untuk melakukan penguraian senyawa organik dan menyebabkankonsentrasi nitrat mengalami peningkatan.
52
6
Konsentrasi Nitrat (mg/l)
5 4
(a)
3 Effluen nitrat R1 Effluen nitrat R2 Effluen nitrat R3 influen
2 1 0 0
1
2
3
4
WTH (jam) 30
Peningkatan nitrat (%)
25 20
(b)
15 10 Efisiensi R1 (%) Efisiensi R2 (%) Efisiensi R3 (%)
5 0 0
1
2
3
4
WTH (jam)
Gambar 16Konsentrasi nitrat(a) dan peningkatan nitrat (b) dengan WTH 1-4 jam pada reaktordengan media plastik tipe sarang tawon (R1), reaktor dengan media plastik AMDK( R2), dan reaktor dengan media batu apung (R3) Peningkatan konsentrasi nitrat (NO3-N) dapat disebabkan adanya suplai oksigen ke dalam reaktor, sehingga terjadi reaksi seperti dibawah ini : NO2-+ 1/2O2→ NO3NH4++ 2O2→ NO3- + 2H++ H2O Senyawa nitrit merupakan senyawa peralihan yang terjadi dalam siklus biologi. Senyawa ini dihasilkan dari suatu proses oksidasi NH4-N, tetapi sifatnya tidak
53
stabil karena pada kondisi aerobik selama nitrit terbentuk dengan cepat nitrit dioksidasi menjadi nitrat oleh bakteri nitrobacter, oleh karena itu senyawa nitrit ditemukan dalam jumlah yang kecil (Karagozogluet al. 2002). Berdasarkan standar mutu air yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP) No.82 Tahun 2001, batas maksimum nitrat dalam N pada air golongan 1 tidak boleh melebihi 10 mg/L. Pada pengujian ini nitrat NO3 yang dianalisis dalam bentuk nitrat total. Sedangkan penelitian ini adalah proses pengolahan air baku yang nantinya akan di olah menjadi air golongan 1 yaitu air yang menjadi air baku untuk air minum atau air bersih.Nilai konsentrasi nitrat total yang dihasilkan dari pengolahan fixed bed reactor<6mg/L hal ini menunjukkan bahwa kadar nitrat hasil pengolahan memenuhi standar baku mutu air golongan 1.
4.4.3
Pengaruh WTH Terhadap Sifat Fisik Air Baku Kualitas fisik air sangat penting untuk memenuhi kebutuhan air bersih.
Karakter fisik air meliputi kekeruhan, total padatan tersupensi (TSS), dan warna. Sifat fisik air ini lebih berpengaruh kepada estetika yang ditampilkan. Kekeruhan, TSS, dan warna memiliki kaitan yang sangat erat. Kaitan yang dimaksud disini adalah penurunan tingkat kekeruhan akan diikuti dengan penurunan TSS dan warna. Kekeruhan air dapat ditimbulkan karena adanya bahan-bahan anorganik dan organik yang terkandung di dalam air seperti lumpur dan bahan yang dihasilkan oleh buangan industri ataupun domestik. Zat tersuspensi yang berada di dalam air juga terdiri dari berbagai macam zat sama halnya dengan penyebab kekeruhan, hanya saja TSS berfungsi untuk mengukur jumlah atau konsentrasi padatan yang tersuspensi di dalam air, sedangkan kekeruhan mengamati padatan secara umum yang tidak terlihat oleh mata. Warna air juga dapat ditimbulkan oleh kehadiran organisme atau bahan-bahan tersuspensi yang berwarna dan oleh ekstrak senyawa-senyawa organik dan juga tumbuh-tumbuhan. Tingginya tingkat kekeruhan dan TSS juga mengindikasi terdapatnya padatan tersuspensi seperti sel mikroorganisme dan senyawa organik yang larut dalam air. Oleh karena itu, sifat fisik air baku ini perlu ditingkatkan kualitasnya.
54
Gambar 17 menunjukkan waktu tinggal hidrolik berpengaruh pada konsentrasi efluen dari ketiga reaktor. Semakin tinggi WTH semakin rendah konsentrasi TSS efluennya. Data diperoleh dari merata-ratakan lima titik yang sudah steady state. Error bar pada grafik menunjukkan bahwa variasi data sangat kecil yang berarti perbedaan data tidak signifikan atau tidak berbeda nyata. Pada WTH 1 jam, konsentrasi TSS rata-rata influen adalah 131 mg/L, sedangkan ratarata konsentrasi TSS efluen pada R1 adalah 55 mg/L, R2 sebesar 53 mg/L dan R3 sebesar 56 mg/L. Pada WTH 2 jam, konsentrasi TSS rata-rata influen adalah 72,5 mg/L, sedangkan rata-rata konsentrasi TSS efluen pada R1 adalah 42 mg/L, R2 sebesar 45 mg/L dan R3 sebesar 46 mg/L. Pada WTH 3 jam, konsentrasi TSS rata-rata influen adalah 95.8 mg/L, sedangkan rata-rata konsentrasi TSS efluen pada R1 adalah 31 mg/L, R2 sebesar 32 mg/L dan R3 sebesar 33 mg/L. Pada WTH 4 jam, konsentrasi TSS rata-rata influen adalah 64 mg/L, sedangkan ratarata konsentrasi TSS efluen pada R1 adalah 16, R2 sebesar 18 dan R3 sebesar 20 mg/L. Semakin lama waktu tinggal hidrolik menyebabkan konsentrasi TSS semakin berkurang. Hal ini dikarenakan zat-zat tersuspensi memiliki waktu yang lebih lama tertahan pada media yang ada di dalam reaktor dan akhirnya terurai menjadi bentuk yang larut dalam air. Pada gambar 17 juga memperlihatkan efisiensi penyisihan konsentrasi TSS dari ketiga reaktor menunjukkan hasil yang cenderung sama. Kestabilan sistem terjadi dalam penyisihan TSS pada ketiga reaktor. Fluktuasi konsentrasi TSS dalam air baku pada titik masuk dapat diturunkan dengan baik melalui kestabilan sistem dalam reaktor, sehingga efisiensi penyisihan TSS cukup tinggi. Pada R1, efisiensi penyisihan TSS pada WTH 4 jam adalah 75%, WTH3 jam sebesar 68%, WTH2 jam sebesar 42% dan pada WTH 1 jam turun menjadi 36%. Hasil ini mendekati perolehan Widayat (2010) yaitu pada WTH 1-4 jam berturut-turut memiliki efisiensi 57%, 75%, 76% dan 78%. Pada R2, efisiensi penyisihan TSS untuk WTH 4 jam adalah 72%, WTH3 jam sebesar 66%, WTH2 jam sebesar 37% dan pada WTH1 jam turun menjadi 38%. Pada R3, untuk WTH 4 jam penyisihan TSS mencapai 68%, kemudian turun menjadi 66% pada WTH 3 jam, pada WTH 2 jam menjadi 37%, dan 34% pada WTH 1 jam.
55
140 Effluen TSS R1 Effluen TSS R2 Effluen TSS R3 influen
Konsentrasi TSS (mg/l)
120 100
(a)
80 60 40 20 WTH (jam)
0 0
1
2
3
4
5
90
Efisiensi penyisihan TSS (%)
80 70
(b)
60 50 Efisiensi R1 (%) Efisiensi R2 (%) Efisiensi R3 (%)
40 30 20 10 0 0
1
2
3
4
5
WTH (jam)
Gambar17Penyisihan TSS (a) dan efisiensi penyisihan TSS (b)dengan WTH 1-4 jam pada reaktordengan media plastik tipe sarang tawon (R1), reaktor dengan media plastik AMDK( R2), dan reaktor dengan media batu apung (R3) Kadar zat tersuspensi (suspended solid) erat sekali hubungannya dengan kekeruhan, karena kekeruhan pada air memang disebabkan oleh adanya zat-zat tersuspensi yang ada dalam air tersebut. Pada penelitian ini, penurunan konsentrasi TSS diikuti penurunan kekeruhan dan warna. Zat tersuspensi yang ada dalam air terdiri dari berbagai macam zat, misalnya pasir halus, liat dan lumpur
56
alami yang merupakan bahan-bahan anorganik atau dapat pula berupa bahanbahan organik yang melayang-layang dalam air. Bahan-bahan organik yang merupakan zat tersuspensi terdiri dari berbagai jenis senyawa seperti selulosa, lemak, protein yang melayang-layang dalam air atau dapat juga berupa mikroorganisme seperti bakteri, algae, dan sebagainya. Bahan-bahan organik ini selain berasal dari sumber-sumber alamiah juga berasal dari buangan kegiatan manusia seperti kegiatan industri, pertanian, pertambangan atau kegiatan rumah tangga. Kekeruhan pada dasarnya juga disebabkan oleh adanya zat tersuspensi dalam air, namun karena zat-zat tersuspensi yang ada dalam air terdiri dari berbagai macam zat yang bentuk dan berat jenisnya berbeda-beda maka kekeruhan tidak selalu sebanding dengan kadar zat tersuspensi. Gambar 18 menunjukkan bahwa waktu tinggal hidrolik berpengaruh pada konsentrasi kekeruhan pada efluen masing-masing reaktor. Semakin tinggi WTH, semakin kecil konsentrasi kekeruhan pada efluen. Pada WTH 1 jam, konsentrasi kekeruhan rata-rata influen adalah 37 FTU, sedangkan rata-rata konsentrasi kekeruhan efluen pada R1 dan R2 adalah 28 FTU, R3 sebesar 26 FTU. Pada WTH 2 jam, konsentrasi kekeruhan rata-rata influen adalah 40 FTU, sedangkan rata-rata konsentrasi kekeruhan efluen pada R1 adalah 23 FTU, R2 sebesar 24 FTU dan R3 sebesar 21 FTU. Pada WTH 3 jam, konsentrasi kekeruhan rata-rata influen adalah 62 FTU, sedangkan rata-rata konsentrasi kekeruhan efluen pada R1 adalah 17 FTU, R2 sebesar 20 FTU dan R3 sebesar 16 FTU. Pada WTH 4 jam, konsentrasi kekeruhan rata-rata influen adalah 42 FTU, sedangkan rata-rata konsentrasi kekeruhan efluen pada R1 adalah 12 FTU, R2 sebesar 13FTU dan R3 sebesar 22 FTU. Kekeruhan berkaitan erat dengan TSS dan warna pada air. Penurunan konsentrasi TSS diikuti juga oleh penurunan konsentrasi kekeruhan yang disebabkan oleh zat-zat atau bahan-bahan tersuspensi dan terlarut dalam air akan tertahan pada media dan akan terurai menjadi bentuk yang larut dalam air. Pada Gambar 18 juga dapat dilihat semakin tinggi WTH menghasilkan efisiensi penyisihan yang tinggi pula.
57
70
Effluen kekeruhan R1 Effluen kekeruhan R2 Effluen kekeruhan R3 influen
Kekeruhan (FTU)
60 50
(a)
40
30 20 10 0 0
1
2 WTH (jam)
3
4
Efisiensi penyisihan kekeruhan (%)
90 80 70 60
(b)
50 Efisiensi R1 (%) Efisiensi R2 (%) Efisiensi R3 (%)
40 30 20 10 0 0
1
2
3
4
WTH (jam)
Gambar 18Kekeruhan (a) dan efisiensi penyisihan kekeruhan (b)dengan WTH 1-4 jam pada reaktordengan media plastik tipe sarang tawon (R1), reaktor dengan media plastik AMDK( R2), dan reaktor dengan media batu apung (R3) Fluktuasi konsentrasi kekeruhan dalam air baku pada titik masuk dapat diturunkan dengan baik melalui kestabilan sistem dalam reaktor, sehingga efisiensi penyisihan kekeruhancukup tinggi. Pada R1, efisiensi penyisihan kekeruhanuntuk WTH 4 jam adalah 71%, kemudian efisiensi naik menjadi 72% pada WTH 3 jam setelah itu turun lagi pada WTH 2 jam sebesar 44%, dan terus turun menjadi 25% pada WTH 1 jam. Pada R2, efisiensi penyisihan kekeruhan yang terjadi pada WTH 4 jam adalah sebesar 67%, kemudian turun pada WTH 3
58
jam menjadi 67% pada WTH 2 jam sebesar 39% dan terus turun menjadi 25% pada WTH 1 jam. Pada R3, efisiensi mencapai 71% untuk WTH 4 jam, kemudian naik menjadi 75% pada WTH 3 jam, dan kemudian turun lagi menjadi 48% pada WTH 2 jam dan menjadi 30% pada WTH 1 jam. Selain TSS dan kekeruhan, warna air juga dapat ditimbulkan oleh kehadiran organisme atau bahan-bahan tersuspensi yang berwarna dan oleh ekstrak senyawa-senyawa organik dan juga tumbuh-tumbuhan.Gambar 19 menunjukkan waktu tinggal hidrolik berpengaruh pada kepekatan warna pada efluen masingmasing reaktor. Semakin tinggi WTH, semakin kecil kepekatan warna pada efluen. Selain TSS dan kekeruhan yang terlihat, warna yang ada pada air baku juga dapat ditimbulkan oleh kehadiran organisme atau bahan-bahan tersuspensi yang berwarna dan oleh ekstrak senyawa-senyawa organik dan juga tumbuhtumbuhan. Kekeruhan, TSS dan warna memiliki kaitan yang sangat erat. Sehingga dengan adanya penurunan nilai konsentrasi TSS akan diikuti dengan penurunan tingkat kekeruhan dan kepekatan warna. Data diperoleh dari merata-ratakan lima titik yang sudah steady state.Error barmenunjukkan besarnya variasi dari datadata yang ditampilkan. Apabila error bar semakin kecil berarti variasi data juga kecil, sedangkan jika error bar semakin besar, maka variasi data juga besar. Error bar pada grafik menunjukkan bahwa variasi data sangat kecil yang berarti perbedaan data tidak signifikan atau tidak berbeda nyata. Pada WTH 1 jam, kepekatan warna rata-rata influen adalah 220 PtCo, sedangkan rata-rata kepekatan warna efluen pada R1 adalah 82 PtCo, R2 sebesar 96 PtCo dan, R3 sebesar 85 PtCo. Pada WTH 2 jam, kepekatan warna rata-rata influen adalah 236 PtCo, sedangkan rata-rata kepekatan warna efluen pada R1 adalah 78 PtCo, R2 sebesar 95 PtCo dan R3 sebesar 77 PtCo. Pada WTH 3 jam,kepekatan warna rata-rata influen adalah 227 PtCo, sedangkan rata-rata kepekatan warna efluen pada R1 adalah 63 PtCo, R2 sebesar 84 PtCo dan R3 sebesar 65 PtCo. Pada WTH 4 jam, kepekatan warna rata-rata influen adalah 230 PtCo, sedangkan rata-rata kepekatan warna efluen pada R1 adalah 55 PtCo, R2 sebesar 69 PtCo dan R3 sebesar 63 PtCo.
59
250
Warna (PtCo)
200
Effluen warna R1 Effluen warna R2 Effluen warna R3 influen
150
(a)
100
50
0
Efisiensi penyisihan warna (%)
0
1
2 WTH (jam)
3
4
90 80 70 60
(b)
Efisiensi R1 (%)
50
Efisiensi R2 (%)
40
Efisiensi R3 (%)
30 20 10 0 0
1
2 WTH (jam)
3
4
Gambar 19Warna (a) dan efisiensi penyisihan warna (b)dengan WTH 1-4 jam pada reaktordengan media plastik tipe sarang tawon (R1), reaktor dengan media plastik AMDK( R2), dan reaktor dengan media batu apung (R3) Pada Gambar 19 juga dapat dilihat semakin tinggi WTH menghasilkan efisiensi penyisihan kepekatan warna yang tinggi pula. Pada R1, efisiensi penyisihan kepekatan warna untuk WTH 4 jam adalah 77%, pada WTH 3 jam sebesar 72%, pada WTH 2 jam sebesar 67% dan pada WTH 1 jam turun sampai 62%. Pada R2, hanya mencapai 70% pada WTH 4 jam, pada WTH 3 jam sebesar 63%, pada WTH 2 jam sebesar 60% dan pada WTH 1 jam turun sampai 56%.
60
Pada R3, efisiensinya cukup tinggi dimana pada waktu tinggal hidrolik 4 jam efisiensi mencapai 72%. Setelah waktu tinggal hidrolik dirubah menjadi 3 jam ternyata efisiensi penurunan kepekatan warna juga masih termasuk tinggi yaitu sekitar 71%. Pada waktu tinggal hidrolik 2 jam dan 1 jam, efisiensi penurunan kepekatan warnanya turun menjadi 67% dan 61%.
4.5 Penentuan WTH dan Media Terpilih WTH terpilih ditentukan melalui seleksi nilai efisiensi penyisihan senyawa organik, amonium, TSS, warna dan kekeruhan dengan mempertimbangkan teknis perencanaan dan kelayakan aplikasi teknologi biofilter. Waktu tinggal hidrolik yang dipilih adalah WTH yang paling singkat namun efisiensi penyisihan tinggi. Nilai efisiensi penyisihan rata-rata senyawa organik, amonium, TSS, kekeruhan dan warna dengan WTH 1-4 jam pada berbagai media dapat dilihat pada Tabel 4, 5 dan 6.
Tabel 4Rata-rata efisiensi penyisihan polutan dengan variasi WTH 1-4 jam pada reaktor dengan media plastik tipe sarang tawon WTH (jam)
Rata-rata efisiensi penyisihan (%) Organik (COD)
Amonium
TSS
Kekeruhan
Warna
1
48.29
23.75
35.82
25.26
62.54
2
56.27
36.59
41.69
44.08
66.98
3
67.84
54.59
68
72.51
72.06
4
71.67
68.38
75
70.69
76.09
Tabel 5Rata-rata efisiensi penyisihan polutan dengan variasi WTH 1-4 jam pada reaktor dengan media plastik AMDK WTH (jam)
Rata-rata efisiensi penyisihan (%) Organik (COD)
Amonium
TSS
Kekeruhan
Warna
1
50
24.32
38.16
24.65
56.48
2
58.53
37
37.53
39.11
59.68
3
70.38
61.13
66.37
67.02
63.15
4
73.75
69.79
71.69
67.36
69.92
61
Tabel 6Rata-rata efisiensi penyisihan polutan dengan variasi WTH 1-4 jam pada reaktor dengan media batu apung WTH (jam)
Rata-rata efisiensi penyisihan (%) Organik (COD)
Amonium
TSS
Kekeruhan
Warna
1
47.68
25.36
34.34
29.54
61.45
2
55.71
36.18
36.89
47.82
67.19
3
67.15
60.87
65.76
74.77
71.26
4
69.47
69.86
68.57
71.09
72.61
Menurut Widayat (2010) beberapa hal penting yang perlu diperhatikan di dalam teknis perencanaan dan aplikasi reaktor biofilter, antara lain: 1. Waktu tinggal hidrolik dalam reaktor singkat 2. Efisiensi penyisihan polutan tinggi 3. Ukuran lahan yang dipakai kecil 4. Bentuk rancangan fleksibel 5. Biaya investasi dan operasional rendah 6. Air hasil olahan memenuhi kriteria mutu Golongan I, PPRI Nomor 82 tahun 2001
Ukuran atau dimensi reaktor, bobot reaktor, efisiensi penyisihan dan kebutuhan energi merupakan faktor penting dalam perencanaan pembangunan instalasi pengolahan air. Ukuran reaktor menjadi acuan dalam penyediaan lahan sedangkan bobot reaktor menjadi pertimbangan konstruksi, dimana semakin kecil waktu tinggal hidrolik ukuran reaktor semakin hemat dalam penggunaan lahan dan dengan bobot reaktor yang lebih kecil memerlukan konstruksi yang lebih ringan. Reaktor dengan efisiensi tinggi pada laju alir (debit) yang sama mempunyai kemampuan yang lebih besar dalam mengolah air sehingga lebih efisien dalam pemakaian energi untuk peralatan pendukung seperti pompa dan blower. Kualitas air hasil pengolahan juga merupakan faktor yang penting di dalam penentuan pemilihan waktu tinggal hidrolik. Kualitas air baku dan hasil pengolahan dari proses biofiltrasi dengan WTH 1-4 jam pada berbagai media dapat dilihat pada Tabel 7,8 dan 9.
1 62
Tabel 7 Kualitas air baku dan hasil pengolahan dengan WTH 1-4 jam padareaktor dengan media plastik tipe sarang tawon Konsentrasi rata-rata (mg/Liter) Organik (COD) Nitrat TSS FTU Influen Efluen Influen Efluen Influen Efluen Influen Efluen 4 173 49 3.89 v 4.85 v 64.2 15.8 v 42.4 12.4 v 3 205 65.8 3.07 v 3.73v 95.8 30.8 v 61.8 17 v 2 177 77.5 3.10 v 3.65 v 72.5 42.25 v 40.25 22.5 v 1 164 84.6 3.06 v 3.35 v 131 54.8 37.2 27.8 Keterangan : v = Memenuhi kriteria mutu air golongan 1 PPRI No. 82/2001 WTH (jam)
PtCo Influen Efluen 230 55 227 63.4 236.25 78 220.2 82.4
Tabel 8 Kualitas air baku dan hasil pengolahan dengan WTH 1-4 jam pada reaktor dengan media plastik AMDK Konsentrasi rata-rata (mg/Liter) Organik (COD) Nitrat TSS FTU Influen Efluen Influen Efluen Influen Efluen Influen Efluen 4 173 45.4 3.89 v 5.14 v 64.2 18.2 v 42.4 13.8 v 3 205 60.6 3.08 v 4.18 v 95.8 32.2 v 61.8 20.4 v 2 177 73.5 3.10 v 3.94v 72.5 45.25 v 40.25 24.5 v 1 164 81.8 3.07 v 3.53 v 131 52.8 37.2 28 Keterangan : v = Memenuhi kriteria mutu air golongan 1 PPRI No. 82/2001 WTH (jam)
PtCo Influen Efluen 230 69.2 227 83.6 236.25 95.25 220.2 95.8
Tabel 9 Kualitas air baku dan hasil pengolahan dengan WTH 1-4 jam pada reaktor dengan media batu apung WTH (jam) 4 3
Organik (COD)
Nitrat
Konsentrasi rata-rata (mg/Liter) TSS
FTU
Influen
Efluen
Influen
Efluen
Influen
Efluen
Influen
Efluen
173 205
52.8 67.2
3.89 v 3.08 v
4.76 v 3.76 v
64.2 95.8
20.2 v 32.8 v
42.4 61.8
12.2 15.6
40.25 37.2
21 26.2
2 177 78.5 3.10 v 3.60v 72.5 45.75 v 1 164 85.6 3.07 v 3.35 v 131 56 Keterangan : v = Memenuhi kriteria mutu air golongan 1 PPRI No. 82/2001
PtCo Influen
Efluen
v v
230 227
63 65.2
v
236.25 220.2
77.5 84.8
2
Dari Tabel 7, 8 dan 9 dapat dilihat bahwa efluen dari WTH 2-4 jam telah memenuhi kriteria mutu air golongan 1 PPRI No. 82/2001 kecuali pada parameter COD. Oleh karena itu jika dilihat dari kemampuan efluen, belum bisa dipilih untuk digunakan sebagai air baku untuk air minum. Hal ini dapat disebabkan oleh biomassa yang ada pada sistem belum cukup banyak untuk menguraikan substrat atau bisa juga disebabkan karena kemampuan biomassa yang ada baru sampai tahap itu. Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha untuk membuat air baku yang diolah bisa memenuhi kriteria mutu air golongan 1 tersebut. Akan tetapi jika dilihat dari efisiensi penyisihan senyawa organik, anorganik dan peningkatan sifat fisik air baku maka dapat diperoleh WTH dengan tingkat efisiensi paling tinggi. Dalam upaya mempermudah pembacaan, menganalisis dan menentukan WTH serta media terpilih maka data disajikan dalam grafik batang yang dapat dilihat pada Gambar20, 21 dan22. Efisiensi penyisihan polutan (%)
80 60 40 20 0 1
2
3
4
WTH (jam) COD
Amonium
TSS
Kekeruhan
Warna
Efisiensi penyisihan polutan (%)
Gambar20 Rata-rata efisiensi penyisihan polutan dengan WTH 1-4 jam pada reaktor dengan media plastik tipe sarang tawon 80 70 60 50 40 30 20 10 0 1
2 COD
Amonium
3 WTH (jam) TSS Kekeruhan
4 Warna
3
Gambar21 Rata-rata efisiensi penyisihan polutan dengan WTH 1-4 jam pada reaktor dengan media plastik AMDK Efisiensi penyisihan polutan (%)
80 60 40 20 0 1
2
3
4
WTH (jam) COD
Amonium
TSS
Kekeruhan
Warna
Gambar22 Rata-rata efisiensi penyisihan polutan dengan WTH 1-4 jam pada reaktor dengan media batu apung Gambar 20, 21 dan22 menunjukkan rata-rata efisiensi penyisihan polutan dari masing-masing media. Dari gambar tersebut menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antara ketiga media. Jika dilihat dari kemampuan efluen, maka ketiga media tersebut menunjukkan kinerja yang sama. Akan tetapi dengan beberapa pertimbangan lain seperti kemudahan memperoleh media, biaya yang tidak mahal serta berperan dalam mengurangi limbah padat maka media plastik AMDK dapat diambil sebagai media terpilih.
4.6 Analisis Biaya dan Kebutuhan Koagulan 4.6.1
Analisis Biaya Dalam rangka mengaplikasikan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat
dianalisa kebutuhan biaya operasionalnya. Model reaktor menggunakan jenis reaktor biologis yang terbuat dari bahan beton. Volume kerja reaktor yang digunakan diasumsikan sebesar135 m3. Reaktor dilengkapi dengan lubang inlet dan lubang outlet yang terletak pada kedua sisi reaktor. Reaktor juga dilengkapi dengan blower udara dan pompa sirkulasi di bagian dasar. Perkiraan biaya investasi yang diperlukan dapat dilihat pada Tabel 10.
4
Tabel 10 Perkiraan biaya investasifixed bed reactor Jumlah
Harga Satuan (Rp)
m3 kg
135 675
500 000.00 4 500.00
Blower udara Pompa sirkulasi
unit unit
1 1
4 650 000.00 6 500 000.00
4 650 000.00 6 500 000.00
Instalasi listrik
paket Total
1
3 600 000.00
3 600 000.00 85 287 500.00
No.
Uraian
Satuan
1 2
Reaktor Media biofilter
3 4 5
Total (Rp)
67 500000.00 3 037 500.00
Biaya operasional dihitung dengan memperkirakan biaya kebutuhan listrik untuk blower udara dan pompa sirkulasi, biaya perawatandan tenaga operator. Perhitungan biaya kebutuhan listrik dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 11 Biaya kebutuhan listrik No.
Peralatan
Listrik (WATT)
Jam Operasi/hari
1 2
Pompa sirkulasi Blower udara
400 250
20 20
Jumlah KWH/hari 8 5
Total 13 Jika diasumsikan biaya perawatan sebesar Rp1 800 000.00 per bulan dan tenaga operator sebesar Rp1 200 000.00 per orang per bulan, maka total biaya operasional dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Total biaya operasional No.
Jenis Biaya
1 2 3
Total biaya listrik Biaya perawatan Biaya tenaga operator
Jumlah unit 13 KWH 2 orang Total
Satuan Rp 795/KWH Rp1 200 000.00/org/bln
Total biaya per hari (Rp) 10 335.00 60 000.00 80 000.00 150 335.00
Dari hasil di atas dapat dihitung biaya operasional sebesar Rp4 510 050.00 per bulan. Jika diketahui jumlah air yang diolah sebanyak 135 m 3, maka dapat dihitung biaya pengolahan air bersih yaitu Rp150 335.00/135 m 3 = Rp1 113.00/m3.
5
4.6.2
Kebutuhan Koagulan Koagulasi/flokulasimerupakan
prosesdimanapartikel
terdispersidikumpulkanbersama untukmembentukpartikelyang lebih besar (Yang 2010).Koagulasiterjadi karena destabilisasi koloid dengan menetralkan muatan sehingga membuat partikel tetap terpisah, dimana kationik memberikan muatan listrik positif untuk mengurangi muatan negatif
dari koloid sehingga
mengakibatkan partikel-partikel bertabrakan untuk membentuk partikel yang lebih besar. Dengan demikian koagulasi menyiratkan pembentukan agregat kompak yang lebih kecil, sedangkan flokulasi akan membentuk partikel yang lebih besar dari partikel yang dibentuk dari koagulasi (Rahman 2010). Poly Aluminium
Chloride
(PAC)
merupakan
bentuk
polimerisasi
kondensasi dari garam aluminium, berbentuk cair dan merupakan koagulan yang sangat baik. PAC mempunyai daya koagulasi lebih besar daripada alum dan dapat menghasilkan flok yang stabil walaupun pada suhu yang rendah dan pengerjaannya pun mudah (Alaerts 1987). Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari PAC antara lain: a. Efektif pada rentang pH 5-10 b. Jumlah lumpur yang dihasilkan lebih sedikit c. Efek korosi yang ditimbulkan jauh lebih kecil d. Efek koagulasi 2-3 kali lebih cepat dari garam-garam aluminium lainnya e. Harga PAC lebih murah dibandingkan dengan koagulan organik sehingga menghemat biaya(Li et al. 2010).
Bahan koagulan PAC biasa digunakan untuk pengolahan air sungai baik di PDAM maupun pengolahan air lainnya seperti WTP (Water Treatment Plant). Pemakaian PAC di WTP Cihideung juga bergantung pada kondisi air baku. Bila musim hujan tingkat kekeruhan meningkat hingga mencapai >100 FTU, sedangkan pada musim kemarau kekeruhan air baku < 50 FTU. Dosis optimum PAC yang digunakan berkisar antara 0.02-0.07 mL/L, namun dosis ini hanya dapat digunakan bila kekeruhan < 50 FTU, sedangkan bila kekeruhan >50 FTU dosis optimum PAC >0.07 mL/L dan bila kekeruhan mencapai 100 FTU dosis optimum PAC yang digunakan dapat mencapai 0.3 mL/L.
6
Pada penelitian ini, dilakukan uji jar test untuk menentukan dosis optimum PAC pada karakteristik air baku yang berbeda-beda, yaitu air baku dengan tingkat kekeruhan, TSS, dan warna yang berbeda. Selain itu juga ingin diketahui seberapa besar penurunan dosis optimum koagulan pada air baku yang telah diolah menggunakan fixed bed reactor. Dalam alat Jar Test terdapat enam wadah, satu wadah sebagai kontrol dan wadah lainnya dijalankan dengan konsentrasi PAC yang berbeda-beda.Wadah kontrol tidak diberi perlakuan apapun baik pemberian PAC maupun aerasi (pengadukan).Kecepatan aerasi yang digunakan dalam Jar Test sebesar 45 rpm dan dijalankan selama 30 menit.Setelah impeler dalam alat Jar Test berhenti berputar wadah yang berisikan sampel didiamkan selama 30 menit untuk menurunkan flok-flok yang terbentuk seperti pada Gambar23.
Gambar23 Pengendapan padatan dengan koagulan PAC sebelum diendapkan (kiri) setelah diendapkan (kanan) Pengambilan sampel dilakukan sehari setelah hujan pada malam sebelumnya, sehingga tingkat kekeruhan sampel yang diteliti pada uji jar test dimulai dari 70 FTU dan kemudian air baku (air sungai Cihideung) diencerkan dengan air kran, perbandingan pengenceran air sungai dengan akuades yaitu 1:1 yang menghasilkan nilai kekeruhan sebesar 33 FTU; 1:2 menghasilkan nilai kekeruhan sebesar 30 FTU; 1:3 menghasilkan nilai kekeruhan sebesar 20 FTU; 1:4 menghasilkan nilai kekeruhan sebesar 14 FTU dan 1:5 menghasilkan nilai kekeruhan sebesar 9 FTU. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8, sedangkan untuk konsentrasi PAC optimum pada tingkat kekeruhan berbeda
7
dalam air baku yang diolah dalam masing-masing reaktor dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Konsentrasi PAC optimum pada tingkat kekeruhan berbeda Kekeruhan konsentrasi PAC optimum (FTU) (ml/L) 70 0.12 42 0.1 33 0.06 30 0.06 20 0.05 19 0.05 16 0.04 14 0.03 13 0.02 9 0.01 Bila dianalisa penghematan pemakaian dan biaya yang dikeluarkan untuk bahan koagulan dengan cara perhitungannya yang terdapat pada Lampiran10, didapat bahwa penghematan PAC setelah melalui pra-treatment air baku dengan menggunakan fixed bed reactor dengan media plastik tipe sarang tawon, media plastik AMDK dan media batu apung dengan rentang tingkat kekeruhan yang berada pada selang 13-19 FTUmencapai 0.07 ml/L. Penghematan penggunaan PAC berakibat pada penurunan biaya produksi air bersih, penurunan biaya produksi di WTP Cihideung akibat pra-treatment menggunakan sistem fixed bed reactordapat mencapai Rp90720000.00 per bulan.