4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Umum Di awal eksperimen dilakukan penimbangan berat model kapal berikut model palka dan muatannya.
Penimbangan berat ini dilakukan terhadap setiap
perlakuan. Berdasarkan hasil penimbangan berat diketahui bahwa berat model kapal berikut model palka dan muatannya untuk keempat perlakuan A 1 , A 2 , A 3 , dan A 4, memiliki berat yang sama yaitu sebesar 3.410 gram. Selanjutnya pada saat ditempatkan di atas permukaan air, ketinggian draft model kapal untuk keempat perlakuan pun juga memiliki kesamaan, yaitu 5,5 cm.
Selanjutnya
pembahasan hasil penelitian akan dilakukan terhadap permukaan muatan cair saat model kapal tegak, profil rolling kapal, frekuensi, dan waktu redam. 4.2 Sudut Kemiringan 4.2.1 Sudut kemiringan free surface (Ө fs ) Sudut kemiringan adalah sudut yang terbentuk dari dua garis yang saling berpotongan, sedangkan sudut kemiringan free surface adalah sudut yang terbentuk dari kemiringan permukaan muatan cair saat terjadi rolling terhadap permukaan muatan cair saat model kapal masih dalam posisi tegak. Pada Gambar 14 disajikan perubahan sudut kemiringan permukaan air yang terjadi selama terjadi gerakan rolling pada masing-masing perlakuan.
Sudut Kemiringan
30 20 10 0 -10
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
-20 -30 Oleng keA1
A2
A3
A4
Keterangan : A1 : Model kapal dengan model palka tanpa sekat A2 : Model kapal dengan model palka sekat setengah A3 : Model kapal dengan model palka sekat seperempat A4 : Model kapal dengan model palka sekat seperenam
Gambar 14 Sudut kemiringan free surface
19
Gambar 14 menunjukan bahwa selama model kapal melakukan gerakan rolling sampai kembali ke posisi tegak, sudut kemiringan free surface pada model palka semakin kecil. Fenomena ini terjadi baik pada perlakuan A 1 , A 2 , A 3 , dan A 4 . Perubahan besarnya sudut kemiringan yang terjadi pada masing-masing perlakuan tersebut dipengaruhi oleh gerakan rolling yang semakin kecil. Gambar 14 juga menunjukan bahwa selama terjadi gerakan rolling model kapal, perlakuan A 1 memiliki nilai sudut kemiringan permukaan air yang lebih besar jika dibandingkan dengan perlakuan A 2 , A 3 , dan A 4 . Pada perlakuan A 4 , terjadi sebaliknya dimana sudut kemiringan permukaan airnya (θ) lebih kecil jika dibandingkan dengan sudut θ pada ketiga perlakuan lainnya, yaitu A 1 , A 2 , dan A3. Besarnya sudut kemiringan permukaan air yang terjadi saat model kapal rolling mengindikasikan besarnya volume muatan cair yang dipindahkan ke sisi model kapal yang oleng. Semakin besar sudut permukaan air yang dibentuk saat model kapal oleng, maka luas dinding model palka yang akan terkena hempasan volume air yang dipindahkan akan semakin besar. Ilustrasi luas dinding model palka yang terkena hempasan volume air yang dpindahkan disajikan pada Gambar 15.
c A
θ M
d e
Keterangan:
B
volume air yang menumbuk dinding model palka M
moment tumbukan terhadap dinding model palka
Gambar 15 Ilustrasi sudut kemiringan permukaan air terhadap dinding model palka Gambar 15, garis ���� 𝐴𝐵 adalah dinding model palka, garis 𝑐𝑒 ��� adalah permukaan
air saat model kapal dalam posisi tegak, garis ��� 𝑐𝑑 adalah permukaan air saat model
kapal oleng, dan garis ��� 𝑑𝑒 adalah tinggi dinding palka yang terkena hempasan
volume air yang bergeser ke dinding model palka yang miring. Pada ilustrasi tersebut terlihat bahwa semakin besar sudut θ yang dibentuk oleh garis 𝑐𝑒 ��� dan ��� 𝑐𝑑 , maka panjang garis ��� 𝑑𝑒 akan semakin besar pula. Dikarenakan yang menghempas
20
adalah sejumlah volume air, maka dinding model palka yang terhempas pun adalah berupa luasan. Perbedaan besarnya sudut θ yang terjadi pada perlakuan A 1 , A 2 , A 3 dan A 4 disebabkan karena volume air yang tumpah atau menumbuk dinding model sub palka. Volume berbanding lurus dengan tinggi dan luas bidang. Dalam kasus pergerakan free surface di dalam sub model palka yang dikaji, ketinggian muatan cairnya adalah sama untuk di setiap perlakuan. Perbedaan terjadi pada luas free surface pada keempat perlakuan sebagaimana terlihat pada Tabel 1. Luas free surface pada model sub palka A 1 , A 2 , A 3 , dan A 4 masing-masing adalah sebanyak 383,5; 191,8; 91,0; dan 63,7 cm3. Disini terlihat bahwa free surface di dalam sub model palka pada perlakuan A 1 memiliki luas yang lebih besar. Adapun luas free surface untuk perlakuan A 2 , A 3 , dan A 4 masing-masing adalah setengah (1/2), seperempat (1/4) dan seperenam (1/6) dari luas free surface pada perlakuan A 1 . Semakin besar luas free surface dari muatan cair, maka pada saat model kapal oleng, volume air yang bergeserpun lebih banyak. Berdasarkan hasil uji statistik terhadap sudut kemiringan free surface antar perlakuan A 1 vs A 2 nilai P-value sebesar 0,001 (Lampiran 2); A 1 vs A 3 nilai P-value sebesar 0,001 (Lampiran 3); A 1 vs A 4 nilai P-value sebesar 0,0005 (Lampiran 4); A 2 vs A 3 nilai P-value sebesar 0,01 (Lampiran 5); A 2 vs A 4 nilai P-value sebesar 0,04 (Lampiran 6); dan A 3 vs A 4 nilai P-value sebesar 0,04 (Lampiran 7); diketahui bahwa nilai Pvalue semua pengujian lebih kecil dari 0,05 (P-value < 0,05). Artinya adalah nilai sudut kemiringan free surface antar perlakuan berbeda nyata. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa luas free surface mempengaruhi besar-kecilnya nilai sudut kemiringan free surface. 4.2.2 Sudut kemiringan model kapal (Ө m ) Sudut kemiringan model kapal adalah sudut yang terbentuk dari kemiringan model kapal saat terjadi gerak rolling terhadap posisi model kapal yang masih dalam keadaan tegak. Berikut disajikan perubahan sudut kemiringan model kapal yang terjadi selama terjadi selama model kapal melakukan gerakan rolling pada masing-masing perlakuan (Gambar 16).
21
30
Sudut Kemiringan
20 10 0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
-10 -20 -30 Oleng keA1
A2
A3
A4
Keterangan : A1 : Model kapal dengan model palka tanpa sekat A2 : Model kapal dengan model palka sekat setengah A3 : Model kapal dengan model palka sekat seperempat A4 : Model kapal dengan model palka sekat seperenam
Gambar 16 Sudut kemiringan model kapal Gambar 16 menunjukan bahwa selama model kapal melakukan gerakan rolling sampai kembali ke posisi tegak, sudut kemiringan yang terjadi pada model kapal semakin kecil. Fenomena ini terjadi baik pada model kapal A 1 , A 2 , A 3 , dan A 4 . Perubahan besarnya sudut kemiringan model kapal berbanding lurus dengan perubahan besarnya sudut kemiringan permukaan air, dimana faktor yang mempengaruhinya adalah gerakan rolling yang semakin kecil. Gambar 16 juga menunjukan bahwa selama terjadi gerakan rolling model kapal, perlakuan A 1 memiliki nilai sudut kemiringan model kapal yang lebih besar jika dibandingkan dengan perlakuan A 2 , A 3 , dan A 4 . Pada perlakuan A 1 , memiliki luas free surface yang lebih besar jika dibandingkan dengan perlakuan A 2 , A 3 , dan A 4 . Demikian pula perlakuan A 2 lebih besar jika dibandingkan dengan perlakuan A 3 dan perlakuan A 3 lebih besar jika dibandingkan dengan perlakuan A 4. Pada saat kapal mulai oleng, maka free surface yaitu permukaan atas yang berada dilapisan atas akan bergerak terlebih dahulu ke arah olengnya kapal. Barulah kemudian diikuti dengan lapisan air dibawahnya dan seterusnya. Semakin besar free surface, maka semakin besar pula volume air yang
22
dipindahkan sesaat kapal mulai oleng. Volume air yang menimpa ke satu dinding model palka akan berbanding lurus dengan tekanan yang diberikan pada dinding model palka yang ditimpakannya. Untuk selanjutnya, tekanan yang besar pada dinding model palka pada akhirnya dapat menahan gerakan oleng balik kapal. Bahkan apabila tekanan yang disebabkan oleh volume air yang menimpa dinding model palka sangat besar, maka keolengan kapal akan semakin bertambah besar. Fenomena inilah yang diperkirakan sebagai penyebab perlakuan A 1 menghasilkan sudut oleng kapal yang lebih besar jika dibandingkan dengan perlakuan A 2 , A 3 , dan A 4 . Tekanan pada dinding model palka, menurut Lee (2005), merupakan dampak dari sloshing. Perbandingan antara sudut kemiringan permukaan air dengan kemiringan model kapal, walaupun tidak berbeda secara signifikan akan tetapi menunjukan perbedaan diantaranya. Perbandingan antara kedua sudut tersebut disajikan pada Gambar 17. Pada Gambar 17 terlihat bahwa sudut kemiringan permukaan air lebih besar jika dibandingkan dengan sudut kemiringan model kapal. Perbedaan besarnya sudut pada kedua sudut tersebut (Ө fs dan Ө m ), semakin mengecil mulai dari perlakuan A 1 , A 2 , A 3 , dan A 4 .
23
30
30
20
20
10
10
0 0
5
10
15
20
-10
0 0
5
10
15
20
-10
-20 -20
A2
A1
-30
-30 20 25
15
20 15
10
10
5
5
0
0 -5
0
5
10
-10
15
20
0
5
10
-5 -10
-15
-15
-20 -20
-25
A3
-30
-25
A4
Keterangan : A1 : Model kapal dengan model palka tanpa sekat A2 : Model kapal dengan model palka sekat setengah A3 : Model kapal dengan model palka sekat seperempat A4 : Model kapal dengan model palka sekat seperenam
Gambar 17 Sudut kemiringan model kapal dan model palka
15
24
4.3 Rolling Period Bhattacharyya (1978) mendefinisikan rolling sebagai gerakan anguler kapal ke kiri dan ke kanan sepanjang sumbu x. Adapun dalam pergerakan rolling tersebut, kapal memerlukan waktu untuk kembali ke posisi kemiringan awal yang disebut dengan periode rolling (rolling period). Pada Gambar 18 disajikan grafik profil rolling dari keempat perlakuan. Adapun nilai rolling period dari setiap perlakuan disajikan pada Tabel 3. 0.5 0.4
Rolling Periode
0.3 0.2 0.1 0 -0.1
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
-0.2 -0.3 -0.4 -0.5
Rolling keA1
A2
A3
A4
Keterangan : A1 : Model kapal dengan model palka tanpa sekat A2 : Model kapal dengan model palka sekat setengah A3 : Model kapal dengan model palka sekat seperempat A4 : Model kapal dengan model palka sekat seperenam
Gambar 18 Rolling period model kapal pada perlakuan berbeda Gambar 18, sumbu x menunjukkan jumlah gerakan oleng kapal mulai dari saat model kapal diolengkan hingga model kapal kembali relatif tegak. Adapun sumbu y menunjukkan lamanya waktu yang dibutuhkan oleh model kapal dari posisi oleng yang satu ke posisi oleng lainnya. Di dalam gambar tersebut dapat dilihat pola gerakan rolling dari model kapal pada keempat perlakuan. Terlihat bahwa rolling period model kapal semakin mengecil seiiring dengan berjalannya waktu. Kondisi ini disebabkan karena moment pengembali kapal semakin bertambah besar jika dibandingkan dengan moment
pembalik kapal.
Pengurangan nilai rolling period model kapal untuk keempat perlakuan dapat pula
25
dilihat pada Tabel 3. Jika dibandingkan antar besar rolling period pada keempat perlakuan, terlihat bahwa model kapal dengan perlakuan A 1 memiliki nilai rolling period yang lebih besar daripada perlakuan A 2 , A 3 , dan A 4 . Rolling period terkecil terjadi pada perlakuan A 4 .
Jika dikaitkan dengan sudut oleng yang
terbentuk, sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, diketahui bahwa sudut oleng terbesar terjadi pada perlakuan A 1 , dan semakin mengecil berturut-turut pada perlakuan A 2 , A 3 , dan A 4 . Dijelaskan sebelumnya bahwa semakin besar sudut oleng, maka akan semakin luas dinding model palka yang akan terkena hempasan volume air yang bergeser akibat gerakan rolling kapal. Kondisi ini mengakibatkan moment tumbukan antara volume air dengan dinding model palka akan semakin besar.
Fenomena inilah yang diduga sebagai penyebab besar-
kecilnya rolling period yang terjadi pada keempat perlakuan. Fenomena ini dapat disebut sebagai efek sloshing. Novita (2010) menjelaskan bahwa kapal yang memiliki free surface akan mempunyai nilai rolling period lebih lama dibadingkan kapal yang tidak memiliki free surface. Kondisi ini terjadi karena kapal yang memiliki free surface, pada saat free surface membentur sebuah benda, maka akan timbulah sloshing. Lee et al. (2005) mendefinisikan sloshing sebagai fenomena saat free surface membentur dinding palka ketika kapal oleng. Semakin besar volume air yang menumbuk dinding model kapal, maka akan semakin besar sloshing yang terjadi. Kondisi inilah yang mengakibatkan model kapal dengan luas free surface lebih kecil, yaitu A 4 , menghasilkan efek free surface yang lebih kecil.
26
Tabel 3 Nilai rata-rata rolling period Perlakuan (detik) Rolling keA1
A2
A3
A4
1
0,74
0,66
0,64
0,63
2
0,70
0,60
0,53
0,51
3
0,60
0,54
0,44
0,38
4
0,57
0,44
0,36
0,33
5
0,52
0,39
0,32
0,25
6
0,40
0,32
0,24
0,11
7
0,35
0,22
0,11
-
8
0,26
0,09
-
-
9
0,10
-
-
-
Rataan pengurangan
0,08
0,08
0,09
0,10
Terlihat pada Tabel 3, bahwa mulai saat model kapal diolengkan hingga model kapal kembali tegak ke posisi semula, mengalami pengurangan besaran rolling period.
Ditinjau dari nilai rata-rata pengurangan rolling period dari
keempat perlakuan, terlihat bahwa perlakuan A 4 , yaitu model palka dibagi menjadi 6 sub model palka oleh 3 unit baffle, mengalami pengurang nilai rolling period yang lebih besar jika dibandingkan dengan ketiga perlakuan lainnya. Terlihat pula bahwa nilai rolling period antar perlakuan pada setiap gerakan oleng memiliki perbedaan. Diurutkan dari penghasil nilai rolling period terbesar hingga terkecil, diperoleh urutan perlakuan sebagai berikut: A 1 < A 2 < A 3 < A 4 . Berdasarkan hasil uji statistik terhadap nilai rolling period antar perlakuan A 1 vs A 2 nilai P-value sebesar 0,0002 (Lampiran 8); A 1 vs A 3 nilai P-value sebesar 0,0002 (Lampiran 9); A 1 vs A 4 nilai P-value sebesar 0,0002 (Lampiran 10); A 2 vs A 3 nilai P-value sebesar 0,01 (Lampiran 11); A 2 vs A 4 nilai P-value sebesar 0,008 (Lampiran 12); dan A 3 vs A 4 nilai P-value sebesar 0,04 (Lampiran 13); diketahui bahwa nilai P-value semua pengujian lebih kecil dari 0,05 (P-value < 0,05). Artinya adalah nilai rolling period antar perlakuan berbeda nyata. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa luas free surface mempengaruhi besar-kecilnya nilai rolling period.
Dimana dalam kajian ini, besar-kecilnya luas free surface
disebabkan karena adanya penyekatan model palka oleh baffle. Lee et.al (2005)
27
menyatakan bahwa kecilnya nilai rolling period sebuah kapal menunjukkan performance kapal terhadap gelombang yang lebih baik.
4.4 Frekuensi Rolling Frekuensi rolling menurut Bhattacharyya (1978) adalah banyaknya gerakan oleng kapal dalam satu satuan waktu. Gambar 19 disajikan perbandingan frekuensi rolling yang terjadi pada setiap model kapal pada keempat perlakuan.
3.00 2.50
Frekuensi
2.00 1.50 1.00 0.50 0.00
Perlakuan A1
A2
A3
A4
Keterangan : A1 : Model kapal dengan model palka tanpa sekat A2 : Model kapal dengan model palka sekat setengah A3 : Model kapal dengan model palka sekat seperempat A4 : Model kapal dengan model palka sekat seperenam
Gambar 19 Frekuensi rolling model kapal Gambar 19 menunjukan bahwa frekuensi rolling yang terjadi pada perlakuan A 1 sampai dengan A 4 semakin besar. Fenomena ini terjadi karena perlakuan A 1 memiliki nilai rolling period yang paling besar jika dibandingkan dengan perlakuan A 2 , A 3 , dan A 4 sesuai dengan pernyataan pada pembahasan sebelumnya. Hal ini sesuai dengan hubungan periode dengan frekuensi di mana ketika makin lama periode yang dibutuhkan maka makin sedikit frekuensinya (𝑓 = 𝑇1).
28
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, rolling period menurut Bhattacharyya (1978) adalah waktu yang dibutuhkan kapal untuk kembali ke posisi kemiringan awal. Semakin besar nilai rolling period, maka akan semakin lama waktu yang dibutuhkan oleh kapal kembali ke kemiringan awal.
Oleh karena itu, pada
perlakuan A 1 yang memiliki rolling period yang lebih besar memiliki waktu rolling yang lebih lama.
Sehingga model kapal pada perlakuan A 4 akan
menghasilkan jumlah rolling yang lebih sedikit hingga model kapal tersebut kembali relatif diam dan kembali tegak setelah diolengkan. Berdasarkan data yang diperoleh, rata-rata nilai frekuensi rolling model kapal pada perlakuan A 1 , A 2 , A 3 , dan A 4 masing-masing sebesar 2,10; 2,43; 2,67; dan 2,87. Perbedaan antara frekuensi rolling pada perlakuan A 1 , A 2 , A 3 , dan A 4 adalah sebesar 0,33 antara A 1 -A 2, 0,24 antara A 2 -A 3 , 0,2 antara A 3 -A 4 , 0,57 antara A 1 -A 3 , 0,77 antara A 1 -A 4 , 0,44 antara A 2 -A 4. Berdasarkan hasil uji statistik terhadap nilai frekuensi antar perlakuan A 1 vs A 2 nilai P-value sebesar 0,01 (Lampiran 14); A 1 vs A 3 nilai P-value sebesar 0,001 (Lampiran 15); A 1 vs A 4 nilai P-value sebesar 0,04 (Lampiran 16); A 2 vs A 3 nilai P-value sebesar 0,01 (Lampiran 17); A 2 vs A 4 nilai P-value sebesar 0,01 (Lampiran 18); dan A 3 vs A 4 nilai P-value sebesar 0,001 (Lampiran 19); diketahui bahwa nilai P-value dari masing-masing pengujian lebih kecil dari 0,05 (P-value < 0,05). Artinya adalah nilai frekuensi antar perlakuan berbeda nyata. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa luas free surface mempengaruhi besar-kecilnya frekuensi yang dihasilkan.
4.5 Waktu Redam Novita et al. (2010) mendefinisikan waktu redam sebagai lamanya waktu yang diperlukan sebuah model kapal untuk melakukan olah gerak dari awal pergerakan sampai model kapal berhenti atau tidak bergerak lagi. Gambar 20 disajikan perbandingan waktu redam yang terjadi pada setiap model kapal pada keempat perlakuan.
29
4.5 4
Waktu Redam
3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
Perlakuan A1
A2
A3
A4
Keterangan : A1 : Model kapal dengan model palka tanpa sekat A2 : Model kapal dengan model palka sekat setengah A3 : Model kapal dengan model palka sekat seperempat A4 : Model kapal dengan model palka sekat seperenam
Gambar 20 Waktu redam gerak model kapal Gambar 20 menunjukan bahwa model kapal dengan perlakuan A 1 memiliki waktu redam yang paling besar yaitu rata-rata 4,101 detik. Adapun untuk model kapal dengan perlakuan A 2 , nilai waktu redam rata-rata mencapai 2,86 detik, model kapal dengan perlakuan A 3 memiliki waktu redam sebesar 2,46 detik, dan untuk model kapal A 4 memiliki waktu redam yang terkecil yaitu sebesar 2,14 detik. Terlihat bahwa model kapal dengan perlakuan A 1 memiliki nilai waktu redam yang lebih besar. Jika mengacu pada definisi waktu redam, maka dapat dikatakan bahwa model kapal dengan perlakuan A 4 memiliki waktu redam ratarata yang lebih kecil. Hal ini menunjukkan bahwa stabilitas model kapal lebih baik pada perlakuan A 4 jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Kondisi ini ditunjukkan dari lebih cepatnya model kapal dengan perlakuan A 4 kembali tegak ke posisi semula setelah diolengkan.
Dapat dikatakan pula bahwa efek free
surface pada model kapal dengan perlakuan A 4 sangat kecil terhadap waktu redam yang ditimbulkannya. Berdasarkan hasil uji statistik terhadap nilai waktu redam antar perlakuan A 1 vs A 2 nilai P-value sebesar 0,0006 (Lampiran 20); A 1 vs A 3 nilai P-value sebesar 0,001 (Lampiran 21); A 1 vs A 4 nilai P-value sebesar
30
0,0002 (Lampiran 22); A 2 vs A 3 nilai P-value sebesar 0,03 (Lampiran 23); A 2 vs A 4 nilai P-value sebesar 0,05 (Lampiran 24); dan A 3 vs A 4 nilai P-value sebesar 0,0008 (Lampiran 25); diketahui bahwa nilai P-value dari semua pengujian lebih kecil dari 0,05 (P-value < 0,05).
Artinya adalah nilai waktu redam antar
perlakuan berbeda nyata. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa luas free surface mempengaruhi besar-kecilnya waktu redam yang dihasilkan. Berdasarkan hasil kajian secara keseluruhan, menunjukkan bahwa efek free surface yang ditimbulkan oleh free surface yang terdapat pada muatan cair, dapat dieliminir dengan mengurangi luas free surface. Pengurangan luas free surface dapat dilakukan dengan menyekat palka menjadi ruang-ruang yang lebih kecil lagi dengan menggunakan baffle (sekat).
Semakin kecil luas free surface yang
dimiliki oleh muatan cair, maka akan semakin kecil pula efek free surface yang akan dihasilkan.