4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Secara garis besar, penelitian ini terdiri dari tiga tahapan. Tahap yang pertama adalah pembuatan elektroda dan karakterisasi elektroda. Karakterisasi elektroda ini meliputi penentuan komposisi optimum elektroda dan penentuan elektroda yang paling baik untuk dianalisis lebih lanjut. Tahap yang kedua adalah penentuan kondisi optimum elektroda yang dipilih, meliputi uji linearitas pada berbagai rentang konsentrasi, penentuan limit deteksi dan penentuan persen perolehan kembali. Tahap yang ketiga adalah analisis sampel nyata yaitu analisis kandungan asam askorbat pada tablet vitamin C komersial.
4.1 Komposisi Optimum Elektroda Pada penelitian ini dibuat enam macam elektroda dengan berbagai komposisi. Komposisi elektroda untuk tiap jenisnya dapat dilihat pada Tabel 4. 1. Komposisi yang divariasikan adalah jumlah grafit dan spesi penyerap (zeolit atau serbuk kayu) yang mengandung mediator. Sedangkan jumlah parafin dibuat tetap yaitu 30 % (b/b). Kandungan parafin yang semakin sedikit dapat menyebabkan arus yang dihasilkan semakin besar. Hal ini disebabkan karena elektroda yang terbuat dari serbuk karbon saja ternyata memiliki kemampuan mengalirkan elektron yang lebih cepat daripada elektroda pasta karbon yang merupakan campuran serbuk karbon dan parafin12. Elektroda karbon tanpa menggunakan parafin memang memiliki kemampuan menghantarkan elektron lebih cepat, akan tetapi tanpa penggunaan parafin maka kondisi fisik elektroda menjadi sangat rentan dan cepat rusak yang disebabkan oleh produk reaksi oksidasi19. Tabel 4. 1 Variasi komposisi grafit dan spesi penyerap yang mengandung mediator Komposisi
Grafit
Spesi penyerap yang mengandung mediator
1
1
1
2
3
2
3
4
1 20
Komposisi optimum elektroda ditentukan dengan secara kualitatif menggunakan metode voltametri siklik (VS) pada larutan asam askorbat (AA) 5mM dalam buffer pH 7 serta pada larutan buffer pH 7 saja untuk elektroda dengan mediator besi (III) fenantrolin dan metilen biru. Untuk elektroda dengan mediator tembaga (II) amonia, pengukuran dilakukan pada larutan AA 5mM dalam buffer pH 9,2 dan pada larutan buffer pH 9,2 saja. Pemilihan buffer pH 9,2 dikarenakan telah diketahui dari penelitian sebelumnya bahwa reaksi antara AA dengan tembaga (II) amonia mencapai kondisi optimum tepat setelah melewati 10 menit pada pH larutan 9,2 20. Adanya efek elektrokatalitik ditunjukkan dengan semakin tingginya arus oksidasi atau berkurangnya arus reduksi mediator. Hal ini disebabkan oleh adanya molekul asam askorbat akan mereduksi mediator sehingga jumlah mediator dalam bentuk teroksidasi akan semakin banyak. Akibatnya, saat diberikan potensial yang lebih positif, akan semakin banyak mediator yang dioksidasi dengan laju transfer elektron yang lebih cepat sehingga arus oksidasi akan meningkat. Proses mediasi dalam pengukuran asam askorbat ditunjukkan pada Gambar 4.1
e-
mediator dalamCu(I) bentuk tereduksi
mediator dalam bentuk Cu(II) teroksidasi
HO
HO
O
O
HO
O
O
HO H
H
HO
asam askorbat
OH
O
O
asam dehidroksi askorbat
Gambar 4.1 Proses mediasi pengukuran asam askorbat
21
Pengukuran asam askorbat untuk penentuan komposisi optimum elektroda dilakukan pada rentang potensial -500 – 500 mV dengan laju selusur 50 mV/s. Hasil voltamogram sikliknya dapat dilihat pada Gambar 4.2 Dari Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa efek elektrokatalitik pada pengukuran asam askorbat menggunakan elektroda termodifikasi zeolit atau serbuk kayu yang mengandung mediator tembaga (II) amonia, terlihat jelas pada komposisi 1 : 1 dengan potensial oksidasi sekitar 0,125 V. Begitu pula pada pengukuran menggunakan elektroda termodifikasi zeolit atau serbuk kayu yang mengandung mediator metilen biru. Pada komposisi 1 : 1, efek elektrokatalitik terlihat jelas dengan potensial oksidasi sekitar -0,15 V. Sedangkan pada pengukuran menggunakan elektroda termodifikasi zeolit atau sebuk kayu yang mengandung besi (III) fenantrolin, efek elektrokatalitik tidak terlihat begitu jelas. Akan tetapi indikator adanya efek elektrokatalitik dapat dilihat pada komposisi 4 : 1 dengan potensial oksidasi yang lebih positif. Pengukuran asam askorbat untuk penentuan optimasi komposisi ini dilakukan menggunakan elektroda yang badan elektrodanya terbuat dari silinder polimer berwarna hitam. Hal ini membuat kita tidak dapat memastikan bahwa pasta telah memenuhi ruang kosong pada badan elektroda dengan maksimal. Oleh karena itu, pada pengujian selanjutnya dilakukan pengukuran dengan elektroda pasta karbon yang badan elektrodanya terbuat dari silinder kaca sehingga kita dapat melihat atau memastikan bahwa pasta telah memnuhi ruang kosong pada badan elektroda dengan maksimal. Dari Gambar 4.2 juga dapat dilihat bahwa voltamogram dari pengukuran menggunakan elektroda yang termodifikasi zeolit tidak jauh berbeda dengan elektroda yang termodifikasi serbuk kayu. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat peluang yang cukup besar untuk menjadikan serbuk kayu sebagai alternatif bahan dalam pembuatan elektroda dengan harga yang relatif murah namun memiliki kemampuan yang baik dalam analisis asam askorbat. Akan tetapi, karena dalam penelitian ini hanya akan dipilih salah satu elektroda yang akan diteliti lebih lanjut, maka yang dipilih adalah elektroda yang termodifikasi zeolit. Pemilihan ini didasarkan pada penggunaan bahan yang sumbernya diperoleh dengan jelas. Zeolit yang digunakan adalah zeolit dengan kode M799 sedangkan serbuk kayu yang digunakan adalah campuran berbagai macam kayu. Jika yang dipilih adalah serbuk kayu, dikhawatirkan hasil pengukuran akan memiliki kebolehulangan yang kurang baik disebabkan oleh perbedaan kemampuan absorbsi dari setiap jenis serbuk kayu.
22
EPK/Zeolit-Cu(NH3)42+
600
EPK (AA+buffer pH 9,2) 1:1 (buffer pH 9,2) 1:1 (AA+buffer pH 9,2) 3:2 (buffer pH 9,2) 3:2 (AA+buffer pH 9,2) 4:1 (buffer pH 9,2) 4:1 (AA+buffer pH 9,2)
500 400 300
100
600
400
arus (μA)
arus (μA)
200
0 -100
EPK ( AA+buffer pH 9,2) 1:1 (buffer pH 9,2) 1:1 (AA+buffer pH 9,2) 3:2 (buffer pH 9,2) 3:2 (AA+buffer pH 9,2) 4:1 (buffer pH 9,2) 4:1 (AA+buffer pH 9,2)
CPE/SK-[Cu(NH3)4]2+
800
200
0
-200 -200
-300 -400
-400
-500 -0,6
-0,4
-0,2
0,0
0,2
0,4
-600 -0,6
0,6
-0,4
-0,2
potensial (V)
100 80 60
0,6
20 0
EPK (AA+Buffer pH 7) 1:1 (Buffer pH 7) 1:1 (AA+Buffer pH 7) 3:2 (Buffer pH 7) 3:2 (AA+Buffer pH 7) 4:1 (Buffer pH 7) 4:1 (AA+Buffer pH 7)
100 80 60 40 20 0
-20
-20
-40
-40 -60
-60
-80
-80
-100
-100 -0.4
-0.2
0.0
0.2
0.4
-120 -0.6
0.6
-0.4
-0.2
potensial (V)
0.0
0.2
0.4
0.6
potensial (V)
3+ EPK/Zeolit-[Fe(phen)3]
70
EPK (AA+buffer pH7) 1:1 (buffer pH7) 1:1 (AA+buffer pH7) 3:2 (buffer pH7) 3:2 (AA+buffer pH7) 4:1 (buffer pH7) 4:1 (AA+buffer pH7)
60 50 40 30 20 10 0
EPK(AA+buffer pH7) 1:1 (buffer pH7) 1:1 (AA+buffer pH7) 3:2 (buffer pH7) 3:2 (AA+buffer pH7) 4:1 (buffer pH7) 4:1 (AA+buffer pH7)
EPK/Serbukkayu-Fe(phen)33+
20
10
0
arus ( μA)
arus (μA)
0,4
120
arus (μA)
arus (μA)
40
-0.6
0,2
EPK/Serbuk kayu-MB
EPK (AA+buffer pH 7) 1:1 (buffer pH 7) 1:1 (AA+buffer pH 7) 3:2 (buffer pH 7) 3:2 (AA+buffer pH 7) 4:1 (buffer pH 7) 4:1 (AA+buffer pH 7)
EPK/Zeolit-MB
120
0,0
potensial (V)
-10
-10 -20
-20 -30 -40 -50 -0,6
-30 -0,4
-0,2
0,0
0,2
0,4
0,6
potensial (V)
-0,6
-0,4
-0,2
0,0
0,2
0,4
0,6
potensial (V)
Gambar 4.2 Voltamogram siklik enam jenis elektroda pada berbagai komposisi (tampilan polarografi) 23
Dari literatur diperoleh bahwa potensial reduksi besi (III) fenantrolin relatif lebih besar dibandingkan potensial reduksi metilen biru dan tembaga (II) amonia19. Oleh karena itu, diperkirakan bahwa seharusnya elektroda yang termodifikasi besi (III) fenantrolin mampu menunjukkan efek elektrokatalitik yang sangat baik saat pengukuran asam askorbat. Atas hipotesis tersebut, maka dilakukan pengukuran ulang terhadap elektroda pasta karbon yang termodifikasi zeolit yang mengandung besi (III) fenantrolin dengan komposisi 4 : 1. Pengukuran dilakukan pada rentang konsentrasi 0 – 1,2 V dengan laju selusur 50 mV/s. Voltamogram siklik yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 4.3. Dari Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa pengukuran menggunakan elektroda termodifikasi zeolit yang mengandung besi (III) fenantrolin menunjukkan efek elektrokatalitik yang sangat jelas pada potensial sekitar 0,8 V. b u ffer p H 7 b u ffer p H 7 + A A 5 m M
28 26 24 22 20
arus (μA)
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 -2 -4 0 .0
0 .2
0 .4
0 .6
0 .8
1 .0
1 .2
p o te n s ia l (V )
Gambar 4.3 Voltamogram siklik pengukuran AA menggunakan elektroda termodifikasi zeolit yang mengandung besi (II)-fenantrolin (tampilan IUPAC)
4.2 Karakterisasi Elektroda Dari hasil penentuan komposisi elektoda optimum, diperoleh tiga jenis elektroda yang akan dikarakterisasi lebih lanjut. Elektroda tersebut adalah elektroda termodifikasi zeolit yang mengandung tembaga (II) amonia dengan perbandingan 1 : 1, elektroda termodifikasi zeolit yang mengandung metilen biru dengan perbandingan 1 : 1, dan elektroda termodifikasi zeolit yang mengandung besi (III) fenantrolin dengan perbandingan 4 : 1. Ketiga jenis elektroda tersebut terbuat dari badan elektroda yang berupa silinder kaca. Oleh karena elektroda yang digunakan untuk analisis lebih lanjut berbeda dengan elektroda yang digunakan pada 24
penentuan komposisi optimum, maka dilakukan kembali pengukuran dengan voltametri siklik untuk menentukan potensial yang akan digunakan pada pengukuran asam askorbat secara amperometri. Pengulangan pengukuran hanya dilakukan untuk elektroda pasta karbon termodifikasi zeolit yang mengandung tembaga (II) amonia dan elektroda pasta karbon termodifikasi zeolit yang mengandung besi (III) fenantrolin. Pengukuran dilakukan pada rentang potensial -300 – 250 mV dengan laju selusur 50 mV/s. Voltamogram sikliknya dapat dilihat pada Gambar 4.4. Dari Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa potensial oksidasi untuk elektroda termodifikasi zeolit yang mengandung tembaga (II) amonia adalah 0,1 V dan potensial oksidasi untuk elektroda termodifikasi zeolit yang mengandung metilen biru adalah -0,2 V. Sedangkan potensial oksidasi untuk elektroda yang termodifikasi zeolit yang mengandung besi (II)-fenantrolin adalah 0,8 V sesuai pada Gambar 4.3. 20
arus (μA)
10
0
A
-1 0
b u ffe r b u ffe r b u ffe r b u ffe r b u ffe r b u ffe r
-2 0
-3 0
-0 ,3
am pH pH pH pH pH
o n ia p H 9 ,2 + A 9 ,2 + A 9 ,2 + A 9 ,2 + A 9 ,2 + A
-0 ,2
9 ,2 A 2m M A 4m M A 6m M A 8m M A 10m M
-0 ,1
0 ,0
0 ,1
0 ,2
0 ,3
p o te n s ia l (V )
10
b u ffer b u ffer b u ffer b u ffer b u ffer
8
arus (μA)
6
pH pH pH pH pH
7 7 7 7 7
+ + + + +
A A A A A
A A A A A
1 2 3 4 5
m m m m m
M M M M M
4 2
B
0 -2 -4 -6 -0 .6
-0 .4
-0 .2
0 .0
0 .2
0 .4
0 .6
p o te n s ia l (v o lt)
Gambar 4.4 Voltamogram siklik pada berbagai konsentrasi AA (A : elektroda termodifikasi zeolit yang mengandung tembaga (II) amonia, B : elektroda termodifikasi zeolit yang mengandung metilen biru ) 25
Ketiga jenis elektroda tersebut kemudian digunakan dalam analisis asam askorbat secara amperometri. Hasil yang baik hanya ditunjukkan pada pengukuran asam askorbat menggunakan elektroda termodifikasi zeolit yang mengandung besi (III) fenantrolin. Amperogram pengukuran asam askorbat menggunakan elektroda zeolit termodifikasi besi (III) fenantrolin dapat dilihat pada Gambar 4.5. 1.4 1.2
arus (μA)
1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 0
100
200
300
400
500
600
waktu (detik)
Gambar 4.5 Amperogram pengukuran asam askorbat menggunakan elektroda termodifikasizeolit yang mengandung besi (III) fenantrolin Untuk elektroda termodifikasi zeolit yang mengandung metilen biru, sinyal arus yang dihasilkan tidak begitu jelas. Sedangkan pada penelitian lain ditemukan bahwa penyerapan metilen biru ke dalam suatu jenis zeolit tipe mordenite menunjukkan hasil yang baik untuk analisis asam askorbat17. Sinyal arus yang kurang baik juga ditemukan pada pengukuran asam askorbat menggunakan elektroda termodifikasi zeolit yang mengandung tembaga (II) amonia. Sedangkan pada penelitian sebelumnya diperoleh sinyal arus yang baik pada pengukuran asam askorbat menggunakan elektroda pasta karbon dengan mediator tembaga (II) amonia yang ditambahkan pada larutan analit. Akan tetapi, sinyal arus muncul setelah waktu yang relatif lama yaitu sekitar 10 menit. Oleh karena itu, penggunaan elektroda termodifikasi zeolit dan besi (III) fenantrolin dinilai lebih efisien dan menunjukkan sinyal arus yang baik. Untuk pengujian selanjutnya, maka yang dipilih adalah elektroda termodifikasi zeolit dan besi (III) fenantrolin.
26
Pada penelitian ini, dilakukan pengukuran asam askorbat menggunakan elektroda termodifikasi zeolit dan besi (III) fenantrolin pada berbagai pH. Dari penelitian-penelitian sebelumnya diketahui bahwa pengukuran asam askorbat dilakukan pada pH sekitar 5 sampai 9. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran asam askorbat pada variasi pH antara 5 – 9. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa hasil optimum diperoleh pada pH antara 6 sampai 7. Oleh karena itu, dilakukan kembali pengukuran asam askorbat pada berbagai pH antara pH 6 sampai 7. Pengukuran dilakukan menggunakan metode yang sama yaitu voltametri siklik pada rentang potensial 0 – 1,2 V dengan laju selusur 50 mV/s. Voltamogram sikliknya dapat dilihat pada Gambar 4.6. Dari Gambar 4.6 dapat dilihat bahwa pH optimum pengukuran adalah pH 6 karena pada pH tersebut arus oksidasi mencapai nilai maksimum.
35
pH 6,0 pH 6,2 pH 6,4 pH 6,6 pH 6,8 pH 7 blanko
30 25
arus (μA)
20 15 10 5 0 -5 0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
1,2
potensial (V)
Gambar 4.6 Voltamogram pengukuran AA 5mM pada berbagai pH menggunakan elektrodatermodifikasi zeolit dan besi (III) fenantrolin
4.3 Uji Linearitas Uji linearitas ditentukan untuk mengetahui daerah kerja dari elektroda yang telah dibuat. Uji linearitas ini dilakukan dengan membuat kurva kalibrasi yang diperoleh dari hasil pengukuran asam askorbat menggunakan metode amperometri. Selain untuk mengetahui daerah kerja elektroda, uji linearitas juga dilakukan untuk menentukan kepekaan dari elektroda pasta karbon yang digunakan. Pengukuran dilakukan pada 3 daerah konsentrasi yaitu 10-100 μM, 0,1-1 mM dan 1-10 mM. Gambar 4.7, Gambar 4.8 , dan Gambar 4.9 27
berturut-turut menunjukkan kurva kalibrasi untuk rentang konsentrasi 10-100 μM, 0,1-1 mM dan 1-10 mM. Sedangkan amperogram ketiga rentang konsentrasi tersebut ditunjukkan pada lampiran A.
Asam askorbat 10-100 μ M
1.6 1.4
1.0 0.8
y = 0,01637x + 0,03315 2 R = 0,9996
0.6 0.4 0.2 0.0 0
20
40
60
80
100
C askorbat (μ M) Gambar 4.7 Kurva kalibrasi untuk rentang konsentrasi 10-100 μM 25
Asam askorbat 0,1 - 1 mM 20
15
arus (μA)
arus (μA)
1.2
10
y = 0,02484x + 1,01032 2 R = 0,9982 5
0 0
200
400
600
800
1000
C askorbat (μM)
Gambar 4.8 Kurva kalibrasi untuk rentang konsentrasi 0,1-1 mM 28
Asam askorbat 1-10 mM
120
arus (μA)
100
80
60
y = 11,99212 x + 10,34981 2 R = 0,99706
40
20
0
2
4
6
8
10
C askorbat (mM) Gambar 4.9 Kurva kalibrasi untuk rentang konsentrasi 1-10 mM Uji kelinearan di atas konsentrasi 10 mM tidak dilakukan karena semakin besar konsentrasi, nilai tetapan korelasinya semakin kecil. Untuk rentang konsentrasi 1-10 mM nilai R2 sebesar 0,9971. Sedangkan untuk rentang konsentrasi di bawah 5μM, sinyal arus menjadi sangat kecil. Oleh karena itu, daerah kerja asam askorbat dibatasi pada rentang konsentrasi 10 μM10 mM.
4.4 Limit Deteksi Limit deteksi ditentukan untuk mengetahui besarnya konsentrasi asam askorbat terkecil yang masih dapat diukur oleh elektroda. Limit deteksi ini ditentukan dari persamaan garis kurva kalibrasi pada rentang konsentrasi terkecil. Pada penelitian ini, rentang konsentrasi terkecil adalah 10-100 μM. Dari hasil perhitungan diperoleh limit deteksi sebesar 1,74 μM. Perhitungan limit deteksi ditunjukkan pada Lampiran B.
4.5 Penentuan Persen Perolehan Kembali Penentuan persen perolehan kembali dilakukan untuk menguji keakuratan hasil analisis atau melihat kinerja dari elektroda yang telah dibuat. Penentuan persen perolehan kembali untuk 29
larutan standar pada berbagai rentang konsentrasi dilakukan dengan menganggap penambahan standar pertama sebagai sampel dan penambahan standar berikutnya sebagai larutan standar yang ditambahkan. Data persen perolehan kembali larutan standar ditunjukkan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Data persen perolehan kembali larutan standar pada berbagai rentang konsentrasi Rentang konsentrasi
C terukur
C rata-rata
C sebenarnya
Persen perolehan kembali (%)
0,9771 mM
0,9901 mM
98,69
0,0989 mM
0,0990 mM
99,90
9,8860 μM
9,9010 μM
99,85
1,0882mM 1,0355 mM 1-10 mM
0,9892 mM 0,9094 mM 0,8631 mM 0,1128 mM 0,1060 mM
0,1-1 mM
0,0940 mM 0,0870 mM 0,0947 mM 9,6178 μM 9,9052 μM
10-100 μM
10,5757 μM 9,5220 μM 9,8094 μM
Dari data pada Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa kinerja elektroda sudah cukup baik. Persen perolehan kembali yang didapat bernilai antara 98,69 – 99,90 %.
4.6 Analisis Sampel Elektroda pasta karbon termodifikasi zeolit dan besi (III) fenantrolin yang dibuat digunakan untuk menganalisis kadar asam askorbat pada tablet vitamin C komersial. Pengukuran dilakukan dengan metode amperometri dan potensial yang digunakan adalah 0,8 V. Gambar 30
4.10 menunjukkan salah satu amperogram hasil pengukuran sampel vitamin C dan Tabel 4.3 merupakan data pengukuran sampel vitamin C
20
Hasil pengukuran Hasil smoothing
arus (μA)
15
10
5
0
0
50
100
150
200
waktu (detik)
Gambar 4.10 Amperogram untuk analisis sampel vitamin C . Tabel 4.3 Data pengukuran sampel vitamin C Sampel
Hasil
Rata-rata hasil analisis
Nilai pada label
249,1 mg
250 mg
248,9 mg Tablet
249,7 mg
Vitamin C
249,5 mg 248,3 mg
Dengan melihat tabel uji t pada lampiran D, diperoleh nilai t sebesar 5,84 untuk pengukuran yang dilakukan sebanyak 4 kali dengan tingkat kepercayaan 99%. Sedangkan dari hasil perhitungan yang terlampir pada lampiran C, diperoleh nilai t sebesar 2,87. Karena nilai t yang diperoleh lebih kecil dari pada 5,84, maka secara statistik tidak terdapat perbedaan antara hasil analisis dan nilai yang tertulis pada label vitamin C.
31