4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengaruh coating boron dan FMA terhadap persen daya kecambah benih pada daya simpan yang berbeda 4.1.1. Uji benih coating pada daya simpan yang berbeda Pengujian benih merupakan salah satu langkah penting yang dilakukan untuk mengkaji dan menetapkan nilai setiap contoh benih yang perlu diuji selaras dengan faktor kualitas benih. Hasil yang di dapat dari pengujian di laboratorium,
daya
kecambah
benih
diartikan
sebagai
mekar
dan
berkembangnya bagian-bagian penting dari embrio suatu benih yang menunjukkan kemampuannya untuk tumbuh secara normal pada lingkungan yang sesuai (Kartasapoetra, 2004). Pengujian benih dilakukan terhadap biji yang telah disimpan selama 5 bulan kemudian dicoating dan disimpan selama 2, 4 dan 6 minggu pada suhu ruang. Tabel 2. Tabel 2. Pengaruh pemberian boron dan FMA terhadap persen daya kecambah (DB) pada uji benih dengan masa penyimpanan berbeda Perlakuan
Boron (ppm) 0
Rataan 200
2 minggu M0 M1 Rataan
23,33±8,82 51,11±17,11 37,22±19,48
M0 M1 Rataan
52,22±15,40 42,22±5,09 47,22±11,63
35,56±13,47 42,22±5,09 38,89±9,81
29,44±12,19b 46,67±12,29a
57,78±1,93 46,67±26,46 52,22±17,85
55,00±10,27 44,44±17,21
4 minggu
6 minggu 56,67±6,67 36,67±10,00 46,67±13,33 M0 44,44±10,72 35,56±27,96 M1 40,00±19,55 36,11±18,79 Rataan 50,56±10,42 Keterangan : M0 = tanpa inokulasi FMA, M1=dengan inokulasi FMA Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Berdasarkan analisa sidik ragam, perlakuan boron dan interaksi boron dengan FMA tidak menunjukkan perbedaan nyata (P>0,05) terhadap persen daya kecambah pada penyimpanan 2, 4 dan 6 minggu. Pada perlakuan inokulasi FMA, penyimpanan 2 minggu menunjukkan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap peningkatan persen daya kecambah sedangkan pada penyimpanan 4 dan 6 minggu tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.
22
4.1.2. Ikhtisar Dari hasil diatas menunjukkan bahwa sampai penyimpanan 6 minggu, biji coating masih menunjukkan nilai derajat perkecambahan yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan coating dan penyimpanan tidak berpengaruh negatif terhadap perkecambahan benih. Inokulasi FMA pada penyimpanan 2 minggu meningkatkan nilai derajat perkecambahan dengan mempercepat perkecambahan, hal ini terjadi karena sifat FMA dapat menyerap air yang berada di rongga-rongga tanah yang lebih kecil dan juga akar tanaman bermikoriza dapat memanen unsur hara selain yang dapat diserap oleh akar biasa yang kemudian oleh hifa akan diolah menjadi bentuk yang dapat diserap oleh akar. Berdasarkan kedua sifat tersebut, maka pertumbuhan perkecambahan akan jauh lebih cepat dibanding dengan yang tidak memiliki FMA (Fakuara, 1988). Pada penyimpanan 4 dan 6 minggu, inokulasi FMA mempunyai nilai sama dengan perlakuan tanpa inokulasi FMA. Artinya, inokulasi FMA dapat mempertahankan nilai derajat perkecambahan. Boron merupakan salah satu unsur hara mikro yang dibutuhkan oleh tanaman yang terdapat di dalam tanah. Mineral mikro boron sangat penting dalam perkecambahan. Pemberian boron 200 ppm menunjukkan nilai yang tidak berbeda dengan kontrol. Artinya pemberian boron 200 ppm dapat mempertahankan nilai derajat perkecambahan benih sehingga pemberian boron dan inokulasi FMA dinilai cukup efektif mempertahankan nilai daya kecambah tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Welch (1999) yang menyatakan bahwa benih berkembang menjadi tanaman membutuhkan kecukupan nilai nutrisi, sehingga persentase daya kecambah tinggi. Menurut Rerkasem et al. (1997) dan Dordas (2006) defisiensi boron akan menyebabkan rendahnya nilai daya kecambah dan meningkatnya benih abnormal. Faktor`kecukupan nilai nutrisi, kematangan fisiologis benih sewaktu masih terikat pada tanaman merupakan faktor yang mempengaruhi viabilitas dan vigoritas benih. Selanjutnya penyakit dan hama, kekurangan air serta
23
kekurangan makanan, baik pada tanaman induk sewaktu pertumbuhan dan perkembangannya atau pada waktu pematangan fisik benih juga berpengaruh terhadap tingginya viabilitas dan vigor benih. Perlakuan penyimpanan yang kurang tepat seperti kelembaban relatif udara dan suhu juga akan mempengaruhi vigor benih yang dapat menyebabkan vigor benih akan lebih cepat menurun (Kartasapoetra, 2004).
4.2.Pengaruh coating boron dan FMA terhadap produksi biomassa tanaman leguminosa pakan Calopogonium mucunoides desv 4.2.1. Laju pertambahan tinggi vertikal tanaman Laju pertumbuhan tinggi vertikal tanaman menunjukkan total nilai pertambahan tinggi vertikal tanaman setiap minggunya selama pemeliharaan. Perlakuan FMA dan interaksi boron dengan FMA tidak menunjukkan perbedaan nyata terhadap pertumbuhan tinggi vertikal tanaman fase vegetatif sedangkan interaksi boron dengan FMA fase generatif menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) terhadap pertumbuhan tinggi tanaman. Perlakuan dengan memberikan boron 200 ppm tanpa FMA meningkatkan laju pertumbuhan tinggi vertikal tanaman fase vegetatif dan generatif sebesar 13% dan 5%. Gambar 7. 250.00
211.94
Tinggi (cm)
200.00
184.94
182.44 181.17
199.00 192.56
171.89 179.56
150.00 vegetatif 100.00 50.00
generatif 39.25a 41.50 a 13.17c 14.17c
a a 29.67ab 34.33 33.67
15.00 c
-
Perlakuan
Gambar 7.Pengaruh pemberian boron dan FMA terhadap tinggi vertikal tanaman leguminosa pakan Calopogonium mucunoides Desv.
24
Pemberian boron 200 ppm akan dapat meningkatkan laju pertambahan tinggi vertikal tanaman fase vegetatif dan generatif sedangkan pemberian boron diatas 200
ppm dapat menurunkan nilai laju pertambahan tinggi
vertikal tanaman. Perlakuan inokulasi FMA mampu meningkatkan nilai laju pertambahan tinggi vertikal tanaman fase generatif dibanding tanpa inokulasi FMA utamanya pada level boron 400 ppm. Pada pertumbuhan fase vegetatif, inokulasi FMA menurunkan nilai laju pertambahan tinggi vertikal tanaman.
4.2.2. Total pertambahan jumlah daun Total pertambahan jumlah daun menunjukkan jumlah pertambahan daun setiap minggunya selama pemeliharaan. Perlakuan boron dengan FMA menunjukkan
adanya
interaksi
terhadap
pertambahan
jumlah
daun
Calopogonium mucunoides Desv. Gambar 8. Pemberian boron dalam coating bersama FMA meningkatkan pertambahan jumlah daun fase vegetatif sedangkan fase generatif tidak berbeda nyata. 180.00 160.00
166.00 a 151.67a
Jumlah daun
140.00 120.00 106.67 ab
150.33
118.33 a 116.33 b
100.00 80.00
74.67c
a
149.33 a 148.00 a
95.00 ab 86.67 bc 86.67 bc 81.00 bc 86.00 c bc 77.67 c 88.33
60.00
vegetatif generatif
40.00 20.00 M0B0 M0B200M0B400M0B600 M1B0 M1B200M1B400M1B600 Perlakuan
Gambar 8. Gafik pengaruh pemberian boron dan FMA terhadap jumlah daun leguminosa Calopogonium mucunoides Desv. Level pemberian boron terbaik adalah boron 200 ppm. Peningkatan level boron diatas 200 ppm menyebabkan penurunan pertambahan jumlah daun Calopogonium mucunoides Desv. Inokulasi FMA tidak menunjukkan pengaruh nyata pada fase vegetatif maupun generatif akan tetapi inokulasi FMA bersama boron akan meningkatkan pertambahan jumlah daun pada fase generatif.
25
4.2.3. Produksi biomassa kering 4.2.3.1. Produksi berat kering daun Level boron dan interaksi boron dengan FMA tidak
menunjukkan
pengaruh nyata terhadap produksi berat kering daun panen vegetatif sedangkan panen generatif menunjukkan pengaruh nyata (P<0,05). Inokulasi FMA juga tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap peningkatan berat kering daun baik panen vegetatif maupun generatif. Tabel 3. Pengaruh pemberian boron dan FMA terhadap produksi berat kering daun Perlakuan 0 M0 M1 Rataan
29,1±2,7 27,6±2,7 28,3±2,6
Boron (ppm) 200 400 600 BK Daun fase vegetatif (g/tanaman) 29,2±4,0 23,4±3,1 22,9±6,3 21,8±11,6 24,2±2,2 24,8±2,8 25,5±8,8 23,8±2,5 23,9±4,5 BK Daun fase generatif (g/tanaman) 12,40±1,25b 11,13±1,01bc 8,40±2,51cd 15,93±1,50a 11,07±0,12bc 9,20±0,53d a 14,17±2,30 11,10±0,64b 8,80±1,68b
Rataan
26,2±4,8 24,6±5,7
8,02±0,36d 9,99±2,31 M0 b 11,70±1,57 11,98±2,74 M1 b 9,86±2,26 Rataan Keterangan : M0 = tanpa inokulasi FMA, M1=dengan inokulasi FMA Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Pemberian boron dapat menyebabkan peningkatan berat kering daun fase generatif. Penggunaan level boron diatas 400 ppm dapat menyebabkan penurunan berat kering daun. Perlakuan terbaik ditunjukkan oleh perlakuan boron 200 ppm bersama FMA dengan peningkatan sebesar 98,63% sedangkan level boron terbaik ditunjukkan pada boron 200 ppm dengan peningkatan berat kering daun sebesar 43,71%. Penggunaan boron diatas 200 ppm menyebabkan penurunan produksi berat kering daun.
4.2.3.2. Produksi berat kering batang Berdasarkan hasil analisa sidik ragam, perlakuan boron dan interaksi boron dengan FMA menunjukkan pengaruh tidak nyata terhadap berat kering batang panen vegetatif, tetapi menunjukkan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap berat kering batang panen generatif. Inokulasi FMA pada panen vegetatif dan generatif tidak menunjukkan perbedaan nyata. Tabel 4.
26
Tabel 4. Pengaruh pemberian boron dan FMA terhadap produksi berat kering batang Perlakuan
Boron (ppm) Rataan 0 200 400 600 BK Batang panen fase vegetatif (g/tanaman) 13,07±5,26 9,60±2,92 12,30±4,10 11,47±2,12 M0 11,61±3,50 13,80±7,30 7,33±5,71 11,17±2,37 8,43±5,62 M1 10,18±5,41 Rataan 13,43±5,71 8,47±4,24 11,73±3,06 9,95±4,14 BK Batang panen fase generatif (g/tanaman) 19,47±2,87bc 24,00±0,72a 25,00±1,22a 18,73±0,31c 21,80±3,17 M0 abc a ab d 21,80±2,08 23,73±0,46 22,67±1,93 14,20±2,51 20,60±4,25 M1 20,63±2,58b 23,86±0,56a 23,83±1,95a 16,47±2,95c Rataan Keterangan : M0 = tanpa inokulasi FMA, M1=dengan inokulasi FMA Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Perlakuan terbaik ditunjukkan pada pemberian boron 200 ppm tanpa FMA dengan kenaikan berat kering batang sebesar 18,89% dibanding boron 0 ppm tanpa FMA. Berat kering batang terendah panen generatif ditunjukkan oleh boron 600 ppm dengan FMA. Penggunaan boron 600 ppm menyebabkan penurunan berat kering batang. Level terbaik ditunjukkan oleh boron 200 ppm dengan peningkatan berat kering batang sebesar 10,81%.
4.2.3.3. Produksi berat kering akar Berdasarkan hasil analisa sidik ragam, perlakuan pemberian boron dan interaksi boron dengan FMA menunjukkan pengaruh tidak nyata terhadap berat kering akar
panen vegetatif sedangkan pada panen generatif
menunjukkan pengaruh nyata (P<0,05). Tabel 5. Tabel 5. Pengaruh pemberian boron dan FMA terhadap produksi berat kering akar Perlakuan 0 M0 M1 Rataan
Boron (ppm) 200 400 600 BK Akar panen vegetatif (g/tanaman)
1,63±0,87 2,17±0,67 1,83±0,85 1,47±0,23 2,00±0,79 1,50±0,72 1,33±0,49 2,70±2,36 1,82±0,77 1,83±0,72 1,58±0,68 2,08±1,65 BK Akar panen generatif (g/tanaman) 6,60±0,35bc 7,93±0,61abc 10,13±3,00a 5,47±0,42c 7,73±0,90abc 8,73±1,10ab 6,73±0,50bc 2,87±1,29d 7,17±0,87a 8,33±0,91a 8,43±2,68a 4,17±1,66b
Rataan
1,78±0,66 1,88±,26
7,53±2,25 M0 6,52±2,47 M1 Rataan Keterangan : M0 = tanpa inokulasi FMA, M1=dengan inokulasi FMA Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
27
Hal berbeda terjadi pada hasil inokulasi FMA, dimana inokulasi FMA tidak menunjukkan perbedaan nyata baik panen fase vegetatif maupun generatif. Perlakuan terbaik ditunjukkan pada perlakuan boron 400 ppm tanpa FMA dengan peningkatan berat kering akar sebesar 53,49% dibanding boron 0 ppm tanpa FMA. Peningkatan level boron menyebabkan peningkatan rataan berat kering akar sampai level boron 400`ppm. Penggunaan boron diatas 400 ppm akan menyebabkan penurunan berat kering akar.
4.2.4. Kandungan total karbohidrat terlarut daun dan akar Berdasarkan hasil sidik ragam, Tabel 6, perlakuan boron dengan FMA menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) terhadap peningkatan kandungan total karbohidrat terlarut pada akar, sedangkan pada daun tidak menunjukkan perbedaaan nyata. Perbedaan yang tidak nyata juga ditunjukkan pada interaksi antara level pemberian boron dan perlakuan FMA. Tabel 6.Pengaruh pemberian boron dan FMA terhadap kandungan total karbohidrat terlarut (Water Soluble Carbohydrate) pada akar dan daun Perlakuan 0 M0 M1 Rataan
165,2±35,8d 304,9±17,8a 235,0±83,9
Boron (ppm) 200 400 akar (mg BK/tanaman) 269,0±25,5ab 293,1±46,6ab 204,2±15,3cd 231,5±17,8bc 236,6±41,2 262,3±45,8 daun (mg BK/tanaman) 7010,5±444,9 5410,9±291,2 5197,5±1038,0 7090,3±1400,9 6104,0±1233,2 6250,6±1273,9
Rataan 600 263,0±6,7abc 307,7±14,6a 285,4±27,4
247,6±57,6 262,1±50,0
M0 7616,3±490,7 6463,8±495,2 6625,4±928,2 M1 6752,0±36,1 6067,0±287,4 6276,7±1022,4 Rataan 7184,2±574,2 6265,4±402,2 Keterangan : M0 = tanpa inokulasi FMA, M1=dengan inokulasi FMA Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Peningkatan kandungan total karbohidrat terlarut akar terjadi pada perlakuan FMA tanpa boron dengan peningkatan sebesar 84,56% dan pada pemberian boron 600 ppm tanpa FMA sebesar 86,25%. Ini menunjukkan pada level boron 200 dan 400 ppm menyebabkan penurunan kandungan karbohidrat total akar sedangkan interaksi FMA menyebabkan peningkatan kandungan total karbohidrat terlarut pada level boron 600 ppm.
28
4.2.5. Persen kolonisasi akar Level boron dan interaksi boron dengan FMA menunjukkan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap persen kolonisasi akar panen vegetatif dan generatif. Inokulasi FMA pada fase vegetatif dan generatif tidak menyebabkan peningkatan. Tabel 7. Persen kolonisasi tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan boron 0 ppm dengan FMA sebesar 20,00±4,33% dan boron 200 ppm tanpa FMA sebesar 24,07±2,32%. Tabel 7. Pengaruh pemberian boron dan FMA terhadap persen infeksi akar Perlakuan
Boron (ppm) 0
M0 M1 Rataan
200 400 600 Persen infeksi akar panen vegetatif(%) 5,19±1,70bc 9,62±3,84abc 0,95±1,65c 4,44±5,09bc a ab bc 20,00±4,33 16,05±15,21 5,24±1,72 1,11±1,92c 12,59±8,63a 12,84±10,53a 3,10±2,79b 2,78±3,90b Persen infeksi akar panen generatif (%) 8,15±0,64d 24,07±2,32a 18,89±5,88ab 10,37±0,64cd 14,45±4,84bcd 14,44±1,12bcd 15,55±2,94bc 10,74±6,32cd b a 11,30±4,63 19,26±5,52 17,22±4,54a 10,56±4,02b
Rataaan
5,05±4,34 10,60±10,55
M0 15,37±7,24 M1 13,80±4,12 Rataan Keterangan : M0 = tanpa inokulasi FMA, M1=dengan inokulasi FMA Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Level boron terbaik ditunjukkan oleh boron 200 ppm baik panen vegetatif maupun panen generatif. Peningkatan level boron diatas 200 ppm tidak diikuti dengan peningkatan persen infeksi akar.
4.2.6. Produksi bintil akar Produksi bintil akar meliputi jumlah bintil dan berat kering bintil. Berdasarkan pada Gambar 9, perlakuan boron, FMA dan interaksinya boron dengan FMA tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan baik pada jumlah bintil maupun berat kering bintil panen fase vegetatif. Bintil akar yang dihasilkan rata-rata memiliki berat kering bintil yang lebih rendah dibanding jumlah bintil akar sehingga bintil yang dihasilkan kecil-kecil.
29
350.00
311.00
Berat kering (mg)
300.00
jumlah bintil
BK bintil
250.00 200.00 148.00 150.00 100.00
76.00 46.00
50.00
78.00 64.00
53.00
11.00
8.00
M0B0
4.00 3.00
M0B200 M0B400 M0B600
63.00
56.00 33.00
23.00 13.00 M1B0
M1B200 M1B400 M1B600
Perlakuan
Gambar 9. Pengaruh pemberian boron dan FMA terhadap jumlah dan berat kering bintil akar fase vegetatif Peningkatan level boron tidak diikuti dengan peningkatan berat kering bintil akar kecuali pada boron 600 ppm dengan FMA. Inokulasi FMA pada boron 600 ppm mampu meningkatkan berat bintil akar dan menghasilkan bintil yang lebih besar. Standar deviasi yang luas menyebabkan angka yang dihasilkan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Lampiran 6. Produksi bintil akar fase generatif, Gambar 10, tidak menunjukkan pengaruh signifikan terhadap jumlah bintil akar sedangkan pada berat kering bintil akar menunjukkan pengaruh yang signifika. Perlakuan boron dengan FMA menunjukkan adanya interaksi terhadap produksi berat kering bintil akar. 120.00 jumlah bintil 89.00
Berat kering (mg)
100.00
BK bintil
99.00 a 94.00
79.00 80.00 60.00 37.00
40.00
26.00 b
20.00
20.00 -
-
2.00 b
2.00 b
M0B400
M0B600
21.00 b 16.00
20.00 4.00 b
5.00 b
M1B400
M1B600
M0B0
M0B200
M1B0
M1B200
Perlakuan
Gambar 10. Pengaruh pemberian boron dan FMA terhadap jumlah dan berat kering bintil akar fase generatif
30
Perlakuan boron menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap berat kering akar dengan level terbaik 200 ppm. Pemberian boron diatas 200 ppm menyebabkan penurunan berat kering bintil akar.
II.7. Ikhtisar Boron merupakan salah satu mineral mikro yang diperlukan untuk pertumbuhan normal tanaman (Zehirov dan Georgiev, 2005) untuk perkembangan dan diferensiasi jaringan tanaman ( Katyal dan Randhawa 1983 dalam Thariq dan Mott 2007). Fase vegetatif tanaman yang merupakan fase pertumbuhan, penggunaan boron 200 ppm meningkatkan laju pertambahan tinggi vertikal tanaman Calopogonium mucunoiodes Desv. dan pertambahan jumlah daun namun tidak diikuti dengan peningkatan berat kering daun, batang dan akar. Fase generatif yang merupakan fase reproduksi, penggunaan boron 200 ppm mampu meningkatkan laju pertambahan tinggi vertikal tanaman yang diikuti dengan peningkatan berat kering daun, batang dan akar namun tidak meningkatkan pertambahan jumlah daun. Ini menunjukkan laju boron dalam tanaman. Asam borat diangkut dalam bentuk boron menggunakan mekanisme transportasi transeluler. Asam borat sebagai asam lemah dihantarkan secara melingkar dengan difusi pasif dalam apoplas atau dengan mekanisme pengangkutan dari permukaan akar menunju xylem (Robert dan Friml, 2009) kemudian akan dibawa oleh xylem menuju tajuk karena karena adanya proses transpirasi (Raven 1980; Shelp et al. 1995; Juan et al. 2009). Boron setelah digunakan dalam proses fotosintesis selanjutnya akan dibawa oleh akar menuju jaringan reproduktif dan vegetatif tanaman (Shelp et al. 1995; Matoh dan Ochiai 2005; Juan et al. 2009). Berat kering panen vegetatif jika dibandingkan dengan berat kering panen generatif, panen vegetatif menghasilkan rataan berat kering daun lebih tinggi dibanding panen generatif. Ini menunjukkan pertumbuhan daun yang sudah tidak optimum setelah panen vegetatif dimana daun yang dihasilkan lebih kecil dan tipis serta lebih kering. Penurunan berat kering daun menunjukkan bahwa boron sebagai pembentuk fraksi dinding sel banyak
31
dialokasikan di daun pada awal pertumbuhan sedangkan setelah panen vegetatif B akan dialokasikan pada jaringan lain yang lebih penting. Hasil tersebut didukung dengan pendapat Fernandez-Escobar et al. (1999) dalam Lia Kapoulus et al. (2005) berdasar studi pada tanaman Olive bahwa daun tanaman muda mengandung konsentrasi boron lebih tinggi dibanding daun tua. Mineral B mempengaruhi deposisi dinding sel (O’Neill et al, 2004) dengan merubah sifat membran (Goldbach dan Amberger 1986; Thariq dan Mott 2007) yaitu dengan mempengaruhi aktivitas plasmalemma (Sutcliffe dan Baker 1981; Thariq dan Mott 2007). Peningkatan berat kering batang pada panen generatif dibanding panen vegetatif juga menunjukkan adanya lignifikasi tanaman pada umur generatif sedangkan peningkatan berat kering akar panen generatif dibanding panen vegetatif menunjukkan bahwa boron meningkatkan pertumbuhan akar (Mitchell et al. 1987; Asmare et al. 1988) sedangkan defisiensi boron menghambat pertumbuhan akar (Juan et al. 2009). Hal ini menunjukkan bahwa boron pada fase vegetatif meningkatkan pertumbuhan Calopogonium berupa tinggi vertikal dan jumlah daun sedangkan fase generatif meningkatkan produksi biomassa Calopogonium. Penggunaan boron 200 ppm efektif meningkatkan pertumbuhan dan produksi biomassa sedangkan penggunaan boron diatas 200 ppm menurunkan pertumbuhan dan produksi biomassa Calopogonium. Brenchly dan Thornton (1925) meyakini bahwa boron digunakan pertama kali dalam simbiotik fiksasi nitrogen. Ini berbeda dengan hasil yang diperoleh pada panen bintil fase vegetatif dimana perlakuan boron, FMA dan interaksinya tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan karena standar deviasi yang besar. Pada parameter ini, perlakuan boron 200 ppm menunjukkan perlakuan terbaik dan efektif meningkatkan jumlah dan berat bintil akar. Pengaruh negatif boron terhadap perkembangan nodul dibandingkan perkembangan nodul dewasa dilaporkan oleh Yamagishi dan Yamamoto (1994). Yamagishi dan Yamamoto (1994) juga menambahkan bahwa kekurangan boron yang berkelanjutan akan mengurangi kekuatan nodulasi dan aktivitas nitrogenase pada simbiosis tanaman kedelai. Faktor-faktor yang mempengaruhi perbintilan itu sendiri adalah temperature dan cahaya, nitrogen terkombinasi,
32
konsentrasi ion hidrogen, nutrisi mineral, zat tumbuh, faktor-faktor genetik, faktor ekologis seperti penggunaan pestisida, rhizobiotoksin serta salinitas dan alkalinitas (Rao, 1994). Perlakuan lain yang mempengaruhi pertumbuhan adalah inokulasi FMA. Inokulasi FMA menunjukkan pengaruh nyata pada fase generatif akan tetapi tidak pada fase vegetatif. Perlakuan inokulasi FMA meningkatkan pertambahan jumlah daun fase generatif namun tidak diikuti dengan peningkatan berat kering daun, batang dan akar Calopogonium mucunoides Desv. Du et al. (2009) menunjukkan adanya penurunan berat akar dengan inokulasi FMA sedangkan Li et al. (2009) melaporkan bahwa Vigna radiate L. tidak menunjukkan perbedaan dalam biomassa akarnya antara tanaman yang bermikoriza dengan tanaman tanpa mikoriza. Pada pertambahan tinggi vertikal tanaman, inokulasi FMA bersama boron 400 ppm menyebabkan peningkatan tinggi vertikal tanaman fase generatif. Parameter yang digunakan untuk mengetahui pengaruh inokulasi FMA adalah kolonisasi akar. Persen kolonisasi akar fase vegetatif dan generatif tidak menunjukkan peningkatan signifikan. Inokulasi FMA bersama boron pada fase generatif menurunkan persen kolonisasi akar Calopogonum mucunoides Desv. sedangkan pada fase vegetatif meningkatkan persen kolonisasi akar sampai boron 400 ppm. Lambert et al. (1980) melaporkan pada tanaman red clover dan alfalfa ketidakcukupan boron menyebabkan gangguan pada tanaman berFMA dibanding tanpa FMA, dimana salah satu konsekuensi psikologi atas kecukupan boron adalah meningkatnya aktivitas FMA. Menurut Lambert et al.(1980), meskipun kolonisasi FMA tidak dipengaruhi oleh defisiensi boron akan tetapi perkembangan FMA akan terhambat jika ketersediaan boron tidak mencukupi. Tingginya nilai infeksi pada perlakuan tanpa FMA menunjukkan adanya bakteri endogenus yang yang bersifat tidak aktif, yaitu walaupun mengakibatkan infeksi tinggi tetapi tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Fakuara (1988) melaporkan hasil percobaannya pada tanah tidak steril bahwa FMA asli walaupun menginfeksi akar tanaman kadang-kadang tidak merangsang pertumbuhan tanaman sedangkan FMA yang dimasukkan dapat merangsang.
33
Kandungan karbohidrat total merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh boron dan FMA. Inokulasi FMA
dan
interaksinya
menunjukkan
pengaruh
signifikan
terhadap
kandungan karbohidrat total akar sedangkan daun tidak. Ini menunjukkan bahwa, perlakuan FMA meningkatkan total karbohidrat akar yang respon terhadap pemupukan boron. Hasil tersebut didukung penelitian Mitchell et al. (1987) dalam Asmare et al. (1988) pada pembenihan Pinus echinutu Mill. Dimana pemberian boron meningkatkan pertumbuhan akar dan memperbaiki bentuk mikoriza dengan mempengaruhi translokasi gula ke akar (Van de Vender dan Currier 1977; Asmare et al. 1988). Menurut Asmare et al. (1988) pemupukan boron akan meningkatkan kandungan karbohidrat total akar tanaman mikoriza dibandingkan pemberian boron pada pembenihan dengan disemprot. Menurut Asmare et al. (1988), sukrosa merupakan komponen karbohidrat utama dalam akar tanaman bermikoriza maupun tidak bermikoriza. Ini dikarenakan fungi kebanyakan tumbuh paling baik pada media yang berisi karbohidrat sederhana (Fakuara, 1988). Fungi Mikoriz Arbuskular menyerap produk fotosintesis tanaman inang berupa heksosa. Transfer carbon dari tanaman inang ke fungi terjadi di arbuskula atau hifa intraradikal. Sintesis selanjutnya dari heksosa oleh FMA terjadi di miselium intraradial. Didalam miselium, heksosa diubah menjadi trehalosa dan glikogen. Trehalosa dan glikogen disimpan membentuk carbon yang secara terus menerus disintesis dan didegradasi dan menjaga konsentrasi gula intraseluler. Heksosa intraradikal masuk jalur oksidatif pentosa fosfat yang memproduksi pentose menjadi asam nukleat (Pfeffer et al. 1999). Menurut Fakuara (1988) sepanjang fungi mikoriza memperoleh glukosa dari inang, produksi selulosa oleh fungi ditekan. Pada waktu inang tidak menghasilkan karbohidrat sederhana yang berlebihan selulosa inang merangsang produksi selulosa fungi. Inokulasi FMA bersama boron 600 ppm menunjukkan peningkatan
signifikan
dibanding tanpa
inokulasi
FMA
sedangkan
penggunaannya bersama boron 200 dan 400 ppm menurunkan kandungan karbohidrat total. Ini menunjukkan bahwa FMA mampu menekan kandungan boron yang tinggi atau toksik. Kandungan boron yang tinggi tidak
34
menghambat pertumbuhan tanaman karena adanya FMA. Katyal dan Randhawa (1983) serta Tariq dan Mott (2007) melaporkan bahwa boron mempunyai fungsi dalam transportasi karbohidrat dan translokasi gula melalui formasi borat-sugar kompleks. Kandungan karbohidrat total akar dalam bentuk glukosa menunjukkan mobilitas boron dalam tanaman (Brown dan Hu 1996 ; Brown dan Shelp 1997) yang membentuk ikatan kompleks dengan boron dan terdapat pada jaringan phloem secara bebas (Hu et al., 1997). Phloem akan memindahkan boron tergantung pada transport gula dan molekul
polyol
yang
digunakan
oleh
tanaman
(Blevins
dan
Lukaszewski,1998). Berdasarkan penemuan Matoh et al.(1993) boron-sugar kompleks yang diisolasi dari akar lobak merupakan polisakarida yang sama dengan rhamnogalacturonan-II (RG-II) (Kobayashi et al. 1996) yang merupakan
pectin
bersama
dengan
homogalacturonan
dan
rhamnogalacturonan-I (O’Neill et al. 1990). Pectin menurut Fakuara (1988) merupakan sumber carbon yang baik untuk fungi. Pada percobaan gula beet yang dilakukan oleh Tariq et al.(1993) dan Valmis dan Utrich (1971) kandungan sukrosa yang tersimpan pada akar menurun dengan menurunnya kandungan boron yang dihasilkan.
4.3.Pengaruh coating boron dan FMA terhadap produksi biji tanaman leguminosa pakan Calopogonium mucunoides desv 4.3.1. Pembungaan Pembungaan atau pembentukan bunga merupakan salah satu sifat tanaman yang dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas biji yang dihasilkan. Berdasarkan hasil sidik ragam, perlakuan boron dan interaksi boron dengan FMA menunjukkan perbedaan tidak nyata terhadap pembungaan sedangkan inokulasi FMA menunjukkan perbedaan nyata (P>0,05), dapat dilihat pada Tabel 8.
35
Tabel 8. Pengaruh pemberian boron dan FMA terhadap pembungaan Perlakuan 0
Boron (ppm) 200 400
Rataan 600
Jumlah bunga(buah) 447±145 460±152 342±128 494±131 436±142b M0 509±140 611±226 467±100 478±138 532±161a M1 503±140 535±200 405±127 487±128 Rataan Keterangan : M0 = tanpa inokulasi FMA, M1=dengan inokulasi FMA Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Perlakuan inokulasi FMA meningkatkan rataan total bunga menjadi 18% dibanding tanpa FMA. Peningkatan dapat dilihat pada tabel 8, dimana jumlah bunga terbentuk pada perlakuan inokulasi FMA lebih tinggi dibanding tanpa FMA kecuali ketika digunakan bersama boron 600 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa FMA berpengaruh terhadap tanaman dalam pembentukan bunga. Pembentukan bunga Calopogonium mucunoides dimulai pada minggu ke-10. Penghitungan jumlah bunga per tanaman pada minggu ke-13 dan ke14 (tabel 9) menunjukkan rataan bunga yang terbentuk setiap minggunya guna mendukung data jumlah bunga total tabel 8. Tabel 9. Pengaruh pemberian boron dan FMA boron terhadap pembungaan minggu ke-13 dan ke-14 Perlakuan
M0 M1 Rataan
Boron (ppm) 0 200 400 600 Jumlah bunga/tanaman (minggu ke-13) 40±14 39±31 27±21 32±24 56±53 27±25 27±21 39±28 48±38 33±28 27±20 36±25 Jumlah bunga/tanaman (minggu ke-14) 44±16 46±24 35±22 34±25 57±23 27±26 24±18 38±24 50±23 37±27 30±20 36±24
Rataan
35±23 37±35
40±22 M0 37±27 M1 Rataan Keterangan : M0 = tanpa inokulasi FMA, M1=dengan inokulasi FMA Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan boron dan FMA tidak menunjukkan pengaruh signifikan terhadap pembentukan bunga setiap minggunya. Hal ini disebabkan karena belum semua tanaman berbunga secara merata. Jumlah bunga yang lebih tinggi pada FMA tanpa boron
36
menunjukkan bahwa perlakuan inokulasi FMA mendorong bunga untuk lebih cepat berbunga dibanding perlakuan lainnya. 4.3.2. Jumlah polong dan berat polong total Berdasarkan hasil sidik ragam, perlakuan inokulasi FMA dan interaksi boron dengan FMA menunjukkan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap berat dan jumlah polong. Pemberian boron tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap berat polong tetapi menunjukkan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap jumlah polong. Tabel 10. Tabel 10. Pengaruh pemberian boron dan FMA terhadap berat dan jumlah polong Perlakuan
Boron (ppm) 200 400
0 M0 M1 Rataan
cd
53,53±3,69 73,07±5,33a 63,30±11,46
berat polong (g) 58,10±6,78bc 51,13±9,36cd 55,70±4,27bcd 65,87±5,40ab 56,90±5,23 58,50±10,58 jumlah polong (buah) 396±7b 232±7e c 348,33±18 317±21c 372±29ab 274±49b
Rataan 600 45,50±3,92d 62,10±7,83abc 53,80±10,65
52,07±7,22 64,18±8,25
266±19d 270±16d 291±66 M0 a b 496±28 397±28 390±74 M1 381±128a 333±73ab Rataan Keterangan : M0 = tanpa inokulasi FMA, M1=dengan inokulasi FMA Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Perlakuan terbaik ditunjukkan oleh perlakuan inokulasi FMA tanpa boron dengan peningkatan sebesar 36,50% pada berat polong dan 86,47% pada jumlah polong dibanding boron 0 ppm tanpa FMA. Level pemberian boron terbaik adalah boron 0 ppm. Kombinasi Boron bersama FMA pada level boron 600 ppm menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dibanding penggunaan boron 200 tanpa FMA. Hal ini menunjukkan adanya interaksi FMA terhadap level boron tinggi sehingga dapat menghasilkan polong dengan baik.
4.3.3. Produksi biji dan berat biji per25 butir Berdasarkan hasil sidik ragam, pada perlakuan interaksi boron dengan FMA menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) terhadap berat biji total dan berat biji per25 butir. Perlakuan pemberian boron tidak menunjukkan
37
perbedaan nyata terhadap berat biji total sedangkan pada berat biji per 25 butir menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05). Hasil Inokulasi FMA, baik pada berat total biji maupun berat biji per 25 butir tidak menunjukkan perbedaan nyata. Tabel 11. Tabel 11. Pengaruh pemberian boron terhadap berat biji total dan berat biji per 25 butir Perlakuan 0 M0 M1 Rataan
4233±651cd 15433±4759a 9833±6845
M0 M1 Rataan
367±5b 362±12b 364±12b
200
Boron (ppm) 400
Produksi biji (mg/tanaman) 10467±1501b 5000±1308cd 3167±116cd 6500±4251b 6817±4110 5750±2830 berat biji per 25 butir (mg) 501±13a 355±24b 500±14a 372±64b a 500±14 372±64b
Rataan 600 1533±513d 9833±2120b 5683±4751
5308±3511 8733±5532
365±27b 372±39b 368±30b
397±65 405 ±73
Keterangan : M0 = tanpa inokulasi FMA, M1=dengan inokulasi FMA Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Perlakuan terbaik pada produksi berat biji total terjadi pada boron 0 ppm inokulasi FMA dengan peningkatan sebesar 72,6%. Inokulasi FMA pada boron 600 ppm menunjukkan peningkatan signifikan dibanding tanpa inokulasi FMA sedangkan pada berat biji per 25 butir, perlakuan terbaik ditunjukkan oleh perlakuan boron 200 ppm tanpa FMA dan dengan FMA. Rataan berat biji per25 butir sebesar 500-501 mg. Level boron terbaik adalah 200 ppm sedangkan penggunaan boron diatas 200 ppm tidak menunjukkan peningkatan.
4.3.4. Ikhtisar Pembentukan bunga merupakan fase transisi tanaman dari fase vegetatif ke fase generatif yang dipengaruhi oleh elemen-elemen iklim seperti suhu udara, lamanya penyinaran setiap harinya dan intensitas penyinaran (Kartasapoetra, 2003).
Boron merupakan salah satu mineral mikro yang
dibutuhkan bagi tanaman untuk meningkatkan pembungaan, pemanjangan kantong putik serta perkembangan buah dan biji (Borax, 2002). Dordas (2006) menyatakan bahwa beberapa tanaman memiliki ketergantungan boron yang tinggi selama pembungaan dan pembentukan biji dimana level boron
38
dalam daun cukup. Pendapat ini mendukung hasil berat polong dan biji per 25 butir dimana pemberian boron 200 ppm signifikan meningkatkan berat polong dan biji per 25 butir Calopogonium mucunoides Desv, sedangkan pada pembungaan boron tidak mempengaruhi. Boron berperan dalam pengisian polong dan pembentukan biji yang ditandai dengan terbentuknya Borate-RG-II kompleks pada dinding sel pollen (Matoh et al. 1998) dan defisiensi Boron akan menghambat ekspansi sel (Hu dan Brown, 1994). Menurut Rawson (1996b), perbedaan ketersediaan Boron pada saat pertumbuhan pada tanah defisiensi Boron mempengaruhi kemandulan tanaman.
Selain itu, faktor lingkungan seperti temperatur yang tinggi,
kelembaban terlalu rendah dan angin panas dapat menurunkan jumlah biji per polong (Rawson, 1996b) serta stress air (Saini dan Aspinall, 1981). Inokulasi FMA mendorong tanaman Calopogonium berbunga lebih cepat dan lebih banyak. Pembentukan bunga pada minggu ke-13 dan 14 juga menunjukkan inokulasi FMA tanpa boron menghasilkan bunga lebih banyak. Hal ini berbeda dengan pendapat yang disampaikan oleh Heslop-Harrison J (1987) dan O’Neill et al. (2004) bahwa untuk pertumbuhan kantong serbuk sari normal dibutuhkan Borate dan Calcium yang berikatan dengan Pectin. Ketika ketersediaan B tidak mencukupi akan menyebabkan distribusi dinding polisakarida berubah (Yang et al. 1999; O’Neill 2004) dan kantong serbuk menjadi bengkak dan keras atau pecah (Loomis dan Durst 1992; O’Neill 2004). Faktor lain yang mempengaruhi pembungaan menurut Medeiros et al. (1995), Iannucci et al. (2002) dan Dordas (2006) adalah temperatur yang tinggi, dimana temperatur tinggi selama pembungaan akan menghambat penyerbukan sehingga mempertinggi gugurnya bunga dan bakal biji. Keguguran juga dapat disebabkan pada saat akan membentuk polong tanaman mengalami defisit air (Bissuel-Belaguey, 2002) sehingga menekan kapasitas serapan B oleh tanaman (Huang et al. 1997). Selain itu, serangan hama dan penyakit selama pembungaan juga dapat menyebabkan kerusakan pada bunga dan bakal biji sehingga menghambat terbentuknya polong. Inokulasi FMA selain meningkatkan pembentukan bunga juga meningkatkan pembentukan polong yang ditunjukkan oleh berat dan jumlah
39
polong. Inokulasi FMA ketika digunakan bersama boron 600 ppm akan meningkatkan berat dan jumlah polong dibanding tanpa inokulasi FMA. Hal ini menunjukkan bahwa FMA efektif dalam menghantarkan serapan hara yang dibutuhkan tanaman untuk pembungaan sehingga dapat menghasilkan bunga yang lebih banyak. Menurut Bissuel-Belaguey (2002), ketersediaan air sangat mempengaruhi pembentukan polong, utamanya jumlah dan besar biji per pod per polong. Berkurangnya air potensial dapat mengurangi kemampuan sel untuk menjaga pertumbuhan pollen. Kekurangan air juga dapat menyebabkan keguguran pada bunga dan biji atau polong muda serta mengurangi berat benih pada legum (Bissuel-Belaguey, 2002). Inokulasi FMA berperan
meningkatkan serapan
air
yang dibutuhkan untuk
pembentukan bunga selain meningkatkan serapan unsur hara yang dibutuhkan untuk pembentukan polong. Interaksi FMA bersama boron 600 ppm menunjukkan bahwa FMA juga dapat melindungi tanaman dari ekses unsur tertentu yang bersifat toksik atau racun seperti logam berat. Menurut Chen dan Zhao (2009) menyatakan bahwa FMA dapat memperbaiki serapan unsur K, Ca, Mg, Cu, Zn, Fe dan Mn tanaman Astragalus sinicus L pada tanah dengan penambahan logam berat Lantanum. Cumming dan Ning (2003) menyatakan bahwa simbiosis FMA dapat meningkatkan serapan P, Cu dan Zn serta resistensi tanaman terhadap toksisitas Al. Keberadaan FMA juga dapat mereduksi akumulasi Fe dan Mn pada tanah masam (Ali et al. 2010) dan meningkatkan pertumbuhan tanaman pada kondisi tanah masam (Kanno et al. 2006) maupun pada kondisi intensitas cahaya matahari yang rendah (Shukla et al. 2009). Fungi Mikoriza Arbuskula dalam memperbaiki serapan boron yang toksik dilakukan sebagaimana mekanisme immobilisasi logam berat dalam tanah disekeliling rhizosfer tanaman. Fungi dalam immobilisasi logam berat mensekresikan komponen yang diendapkan dalam butiran polipospat dalam tanah, diserap oleh dinding sel fungi dan mengkelat logam kedalam fungi (Gaur dan Adholeta 2004, Gohre dan Pazskowski 2006). Glomalin merupakan salah satu glikoprotein terlarut yang dihasilkan oleh fungi dan mengikat logam berat dalam tanah (Gonzalez-Chavez 2004, Gohre dan Pazskowski 2006).
40
Pengikatan logam berat oleh kitin dinding sel fungi mengurangi konsentrasi logam berat. Membran plasma fungi berperan sebagai barrier yang menseleksi logam berat yang ada. Logam berat selanjutnya diasingkan kedalam vakukola dan absorpsi pasif oleh hifa selanjutnya akan mengikat logam berat untuk dibawa ke arbuskula. Arbuskula akan mengekspor logam berat dari hifa dan mengirimnya ke sel tanaman untuk digunakan secara bertahap melalui transportasi aktif dan pasif (Gohre dan Luzskowski, 2006). Melalui mekanisme tersebut diatas, boron 600 ppm dapat digunakan oleh Calopogonium dalam fase reproduksi untuk produksi biji dan polong bersama FMA.