4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hidrokarbon Alifatik (n-alkana) 4.1.1. Identifikasi hidrokarbon alifatik Identifikasi hidrokarbon alifatik (n-alkana) dilakukan dengan melihat kromatogram senyawa alifatik yang telah direkam selama 50 menit. Karakteristik n-alkana yang muncul pada spektra massa dicirikan dengan mass to charge ratio (m/z) 57. Selain itu juga dilihat berdasarkan molecular peak yang menunjukkan nilai bobot molekul senyawa n-alkana untuk menentukan nomor karbon pada senyawa n-alkana. 4.1.2. Hasil analisis Karakteristik sebaran n-alkana pada sedimen di hulu dan hilir (muara) Sungai Somber yang terdeteksi berkisar antara nC13 sampai nC33 (Gambar 5 dan 6). Sebaran juga menunjukkan kecenderungan monomodal dengan Cmax pada bagian hulu dan muara berturut-turut terdapat pada nomor karbon nC29 dan nC27 . Nilai Carbon Preference Index (CPI15-21dan CPI21-31) pada bagian hulu adalah 1.00 dan 1.17, sedangkan pada muara nilai CPI15-21dan CPI21-31adalah 1.22 dan 1.14. Nilai CPI > 1menunjukkan rantai karbon ganjil lebih dominan daripada rantai karbon genap dan sebaliknya nilai CPI < 1 menunjukkan rantai karbon genap lebih dominan. Nilai CPI pada hulu dan muara berkisar antara 1.00-1.22 yang menunjukkan bahwa sebaran n-alkana pada sedimen lebih didominasi oleh rantai karbon ganjil.
21
C17
Phytana Pristana C18
C23
CPI15-21= 1.00 CPI21-31= 1.17 TARHC = 1.63
C21
C29 C25
Cmax
C27 C31
C19 C17 C15
C13 C33
UCM
Waktu (menit) Gambar 5. Kromatogram m/z 57 fraksi hidrokarbon alifatik (n-alkana) pada sedimen di bagian hulu Sungai Somber, Balikpapan, Kalimantan Timur (
= n-alkana;
= Hopana)
22
C18
C17 Pristana
Phytana
C27
Cmax
CPI15-21= 1.22 CPI21-31= 1.14 TARHC = 4.40
C23
C29
C25 C31
C21
C19 C13
C15
C33
C17
UCM
Waktu (menit) Gambar 6. Kromatogram m/z 57 fraksi hidrokarbon alifatik (n-alkana) pada sedimen di muara Sungai Somber, Balikpapan, Kalimantan Timur (
= n-alkana;
= Hopana) 23
24
Kisaran nilai CPI tersebut dapat mengindikasikan bahwa terdapat kontaminasi antropogenik pada sedimen perairan yang disebabkan oleh masukan limbah yang berasal dari aktifitas manusia dan industri yang berada di sekitar sungai dari hulu hingga ke muara. Nilai CPI15-21 pada bagian hulu berada pada kisaran 0.96-1.01 yaitu 1.00 mengindikasikan hidrokarbon berasal dari sumber petrogenik (minyak mentah dan hasil penyulingannya, tidak termasuk minyak nabati). Indikasi lain yang juga digunakan untuk menunjukkan kontribusi minyak adalah adanya Unresolved Complex Mixture (UCM) yang merupakan bagian hidrokarbon yang mengalami degradasi. UCM dapat diketahui dengan naiknya satu atau dua baseline yang membentuk punggung bukit (hump) pada kromatogram gas (Gao et al., 2007). Kontaminasi petroleum (minyak) di hulu dan muara Sungai Somber, Balikpapan diduga berasal dari aktifitas pelabuhan, perkapalan, industri pertanian, pemukiman dan kegiatan masyarakat lainnya yang terjadi di bagian hilir hingga muara Sungai Somber, Balikpapan (Yani, 2003). Hal ini tentunya akan berdampak pada lingkungan sekitar, khususnya hutan bakau dan lingkungan perairan serta biota yang ada di dalamnya. Sebaran biomarker n-alkana pada rantai pendek C<20 berasal dari organisme laut seperti alga, sedangkan biomarker dengan rantai panjang C>20 menunjukkan bahwa n-alkana berasal dari tanaman tingkat tinggi (Killops and Killops, 1993). Oleh karena itu, perbedaan rasio antara C>20 dan C<20 digunakan untuk menduga kontribusi allotonus dan autotonus dengan menghitung nilai TARHC (Gao et al., 2007). Nilai dari TARHC pada sedimen Muara Sungai Somber pada masing-masing titik adalah 1.63 dan 4.40. Hal ini menunjukkan
25
bahwa masukan hidrokarbon yang berasal dari masukan terestrial (alotonus) (Meyers, 1997 in Nugraha, 2011) lebih besar jika dibandingkan dengan hidrokarbon yang berasal dari perairan (Gao et al., 2007) sehingga memiliki peranan yang lebih besar. Tingginya intensitas nilai C>20 ini dapat dipahami karena di sekitar Sungai Somber banyak ditemukan daerah yang ditumbuhi oleh vegetasi mangrove. Intensitas atau kelimpahan hidrokarbon berdasarkan luas area lebih tinggi pada bagian muara. Namun demikian, intensitas di mulut estuari adalah lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah hulu estuari. Hal ini dapat menunjukkan tingkat perbedaan proses akumulasi materi. Pada Sungai (estuari) Somber, rendahnya akumulasi materi diduga berkaitan dengan proses hidrodinamika estuari, dimana pada daerah hulu estuari menunjukkan kondisi yang relatif tenang dibandingkan dengan daerah mulut estuari. Hasil analisis cuplik sedimen tidak hanya menunjukkan adanya senyawa n-alkana pada sedimen, tetapi juga terdapat senyawa hopana dan isoprenoid (Pristana dan Phytana). Karakteristik hopana pada cuplik sedimen dideteksi berdasarkan base peak ( m/z) 191 (Gambar 7), selanjutnya diidentifikasi spektra massanya. Spektra massa merupakan kumpulan dari beberapa satuan massa ion yang terfragmentasi. Spektra massa pada biomarker biasanya menunjukkan massa molekul dan karakteristik bentuk fragmentasidapat digunakan untuk menentukan struktur senyawa. Setiap senyawa memiliki spektra massa yan dapat digunakan untuk identifikasi (Peters and Moldowan, 1993).
26
%
83 55 191 68 50 71 95 123 149 93 164 206 58 0 100 200
100
191
X 148+X
263 290 300
377
442
400
500 m/z
Gambar 7. Spektra massa senyawa hopana di sedimen Muara Sungai Somber, Balikpapan, Kalimantan Timur. Hopana merupakan sikloalkana bercabang yang terdiri dari lima atau enam cincin karbon yang menggambarkan biomarker dengan karakteristik sebaran struktur dan sterokimia isomer yang tinggi pada minyak dan sedimen (Peters and Modolwan, 1993). Hopana yang terdapat pada sedimen Muara Sungai Somber, Balikpapan, Kalimantan Timur berasal dari fitoplankton dan bakteri. Senyawa hopana (m/z 191) pada sedimen dapat dijadikan indikator tingkat kematangan termal sedimen. Kebanyakan senyawa hopana berasal dari hasil reduksi bakteri hopanotetrol. Senyawa ini berada dalam bentuk tidak stabil pada proses diagenesis sehingga dipakai untuk mengindikasikan tingkat kematangan termal rendah (Ourrisson et al., 1979 in Yuanita, 2007). 4.2. Isoprenoid Identifikasi senyawa isoprenoid pada dasarnya sama dengan identifikasi senyawa n-alkana. Umumnya senyawa isoprenoid terdiri dari 20 atom karbon atau kurang (Peters and Moldowan, 1993). Senyawa isoprenoid yang teridentifikasi pada sedimen adalah senyawa isoprenoid yang memiliki ciri m/z 57 yaitu pristana (C19) dan phytana (C20). Umumnya senyawa pristana muncul setelah n-alkana C17 dan phytana setelah n-alkana C18 (Gambar 8 dan 9).
27
%
183
100 57 71 50
[M].+= 268
113 7085 127 0
183 200
100
300
400
500
600 m/z
Gambar 8. Spektra massa isoprenoid pristana (Pr) di sedimen Muara Sungai Somber, Balikpapan, Kalimantan Timur %
197
200 100 57
0
71 85 69 99
[M].+= 282
155
100
197 221 200
264 300
400
500 m/z
Gambar 9. Spektra massa isoprenoid phytana (Ph) di sedimen Muara Sungai Somber, Balikpapan, Kalimantan Timur Pada dasarnya analisis fingerprint senyawa isoprenoid hampir sama dengan senyawa n-alkana. Namun pada analisis senyawa isoprenoid (pristana dan phytana) tidak dilakukan perhitungan bobot molekul untuk menentukan nomor karbon karena pristana (Pr) memiliki nomor karbon C18 dan phytana (Ph) dengan nomor karbon C20. Analisis fingerprint dengan kromatografi gas memiliki beberapa keterbatasan. Tingginya konsentrasi senyawa n-parafin (n-alkana) dan senyawa asiklik isoprenoid dibandingkan dengan senyawa lain menyebabkan senyawa n-alkana dan isoprenoid muncul bersamaan pada kromatogram (Peters and Moldowan, 1993). Senyawa isoprenoid pristana (Pr) dan phytana (Ph) pada sedimen Muara Sungai Somber dideteksi berdasarkan intensitas spektra utama (base peak) m/z 57. Keberadaan senyawa isoprenoid pristana dan phytana diduga berasal dari
28
plankton, baik fitoplankton maupun zooplankton. Kondisi lingkungan sekitar Muara Sungai Somber dan iklim akan mempengaruhi kelimpahan plankton di perairan, sehingga akan mempengaruhi keberadaan senyawa isoprenoid pristana dan phytana. Pristana (C19) dan phytana (C20) merupakan senyawa isoprenoid yang paling melimpah pada minyak mentah (Wang et al., 2006). Pristana diidentifikasi sebagai produk dari klorofil-a melalui proses pencernaan kopepoda (Blumer et al., 1971 in Prartono, 1995). Pristana dan phytana juga ditemukan pada jaringan tumbuhan vascular (Picea glauca) (Meyer et al., 1995 in Prartono, 1995). Namun, pristana juga dapat bersumber dari zooplankton (Blumer et al., 1963 in Medeiros et al., 2005). Hidrokarbon isoprenoid pristana dan phytana adalah hasil perubahan fitol pada lapisan sedimen dan yang lainnya merupakan hasil alami isoprenoidil dan bukan unsur utama dari kebanyakan biota teresterial (Peters and Moldowan, 1993). 4.3. Polisiklik Aromatik Hidrokarbon (PAH) Senyawa PAH pada sedimen di bagian hulu dan muara tidak terdeteksi. Hal ini diduga karena konsentrasi senyawa PAH pada sedimen yang dianalisis sangat kecil sehingga tidak dapat dideteksi. PAH merupakan pencampuran kompleks yang terdiri dari dua atau lebih ikatan cincin benzene. Sebanyak 16 susunan individual PAH ditetapkan sebagai bahan pencemar atau polutan utama oleh United States Environmental Protection Agency (USEPA) dalam kaitannya dengan karakteristik PAH yang bersifat toksik, mutagenik dan karsinogenik (Manoli, et al. 2000 in Maioli, 2010) (Tabel 2).
29
Tabel 2. PAH yang menjadi polutan utama menurut EPA 1997 (Wang dan Fingas 2003) Senyawa Kode Nomor Cincin Ion Target Biphenyl Bph 2 154 Acynaphtylene Acl 3 152 Acenapthene Ace 3 153 Anthracene An 3 178 Fluoroanthene Fl 4 202 Pyrene Py 4 202 Benz[a]anthracene BaA 4 228 Benzo[b]fluoranthene BbF 5 252 Benzo[k]fluoranthene BkF 5 252 Benzo[e]pyrene BeP 5 252 Benzo[a]pyrene BaP 5 252 Perylene Pe 5 252 Indeno[1,2,3-cd]pyrene IP 6 276 Dibenz[a,h]anthracene DA 5 278 Benzo[ghi]perylene BP 6 276