4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Sedimen Laut Teluk Jakarta Sedimen laut Teluk Jakarta berupa tanah lumpur bewarna hijau yang terdiri atas pasir 20%, debu 49%, dan liat 31% (Lampiran 4). Sedimen laut Teluk Jakarta memiliki tekstur lempung berpasir serta memiliki kandungan bahan organik yang meliputi karbon organik sebesar 2,19±0,44%, kandungan nitrogen sebesar 0,19±0,06%, sehingga ratio C/N ialah sebesar 12, kandungan P yang tersedia ialah 128±4,95 ppm, pH (H2O) 7,7±0,35, daya hantar listrik (DHL) 7,42 dS/m, salinitas 3405±841 mg/l, dan kapasitas tukar kation (KTK) 18,46±1,24 cmol(+)/kg (Tabel 1). Tabel 1. Karakteristik sedimen laut Teluk Jakarta dibandingkan data yang lain Parameter Uji Tekstur: Pasir (%) Debu (%) Liat (%) pH: H2O KCl DHL (dS/ m) Salinitas (mg/ l) Bahan Organik (dalam contoh kering 105 °C): C (%) N (%) C/ N P2O5 (ppm) KTK (cmol(+)/kg)
Hasil Penelitian1
Hong et al. (2009c)2
Hong et al. (2008)3
Hong et al. (2009b)4
20 49 31 7,7±0,35 7,3±0,14 6,39±1,46 3405±841
11,5 85,1 3,4 6,61±0,03 0,473±0,008 -
7,5 -
-
2,19±0,44 0,19±0,06 12 128±4,95 18,46±1,24
1,7±0,2 9,45±0,18
3,52 ± 0,38 -
6,4 -
Keterangan : 1 Karakteristik sedimen laut Teluk Jakarta berdasarkan hasil penelitian ini (diuji di Balai Penelitian Tanah, Bogor) 2 Karakteristik sedimen Sungai Gongji, Korea berdasarkan hasil penelitian Hong et al. (2009c) 3 Karakteristik sedimen Danau Sihwa, Korea berdasarkan hasil penelitian Hong et al. (2009b) 4 Karakteristik sedimen Danau Ilgam, Seoul berdasarkan hasil penelitian Hong et al. (2008)
Karbon organik merupakan unsur utama dari bahan organik. Kandungan karbon organik pada ekosistem yang terbuka, seperti sedimen laut Teluk Jakarta dan sungai (Hong et al. 2009c) relatif lebih rendah dibandingkan pada ekosistem yang tertutup, seperti danau (Hong et al. 2008, Hong et al. 2009b) (Tabel 1). Perbedaan ini diduga karena akumulasi bahan organik yang dipengaruhi oleh jumlah materi organik yang masuk, laju pengendapan pada sedimen, dan
26 kecepatan degradasi bahan organik (Killops & Killops 1993). Adanya perbedaan karakteristik substrat ini, seperti jumlah bahan organik, akan berdampak pada kinerja SMFC (Chauduri & Lovley 2003). Kondisi perairan, seperti salinitas, juga akan mempengaruhi kinerja SMFC. Penelitian Hong et al. (2009c) yang menggunakan sedimen sungai sebagai substrat dalam SMFC melaporkan bahwa arus listrik maksimal yang dihasilkan sebesar 20,2 mA/m2, sedangkan pada penelitian Holmes et al. (2004) yang menggunakan sedimen laut sebagai substratnya menghasilkan arus listrik maksimal sebesar 30 mA/m2. Menurut Lowy et al. (2006), air laut memiliki konduktivitas listrik yang tinggi, yaitu sebesar ∼50,000 S/cm, dibandingkan air
sungai, yaitu sebesar ∼500 S/cm, sehingga mempengaruhi besarnya arus yang
dihasilkan. Selain itu, jenis sedimen juga berpengaruh terhadap jenis mikroorganisme dominan yang berperan dalam SMFC. Mikroorganisme sedimen perairan tawar didominasi oleh bakteri dari famili Geobacteraceae, sedangkan pada perairan laut oleh bakteri dari famili Desulfobulbaceae (Holmes et al. 2004).
4.2 Produksi Arus pada Sediment Microbial Fuel Cell (SMFC) Produksi arus listrik oleh SMFC selama 40 hari dilakukan dengan sebuah resistor tetap bernilai 820 Ω ± 5 % (Lampiran 4). Jumlah arus listrik yang dihasilkan pada hari pertama pengukuran ialah sebesar 89,28 mA/m2 dan menurun secara drastis pada hari kedua, yaitu sebesar 19,53 mA/m2. Hal ini disebabkan adanya akumulasi elektron yang telah ada pada sedimen. Peningkatan jumlah arus listrik setelah hari kedua merupakan hasil dari peningkatan aktivitas dan jumlah mikroorganisme pada sedimen. Berdasarkan hasil penelitian Holmes et al. (2004), substrat
SMFC
dengan
rangkaian
tertutup
mengandung
lebih
banyak
mikroorganisme dibandingkan pada substrat SMFC dengan rangkaian terbuka. Produksi arus listrik pada penelitian ini mencapai puncak pada hari ke-21 (Gambar 5), yaitu sebesar 139,51 mA/m2 (mA per luas meter persegi permukaan elektroda). Penurunan jumlah arus listrik menjelang akhir pengukuran disebabkan bahan organik yang terdapat disekitar anoda berkurang. Transfer massa pada pembentukan sedimen menjadi faktor pembatas dalam produksi energi menggunakan SMFC ini. Kandungan karbon organik pada sedimen laut umumnya
27 berkisar antara 2-3% (berat kering) (Reimers et al. 2001). Menurut Logan (2008) salah satu cara penyelesaian kondisi ini ialah dengan penambahan bahan organik pada sedimen, misalnya kitin. 160 139,51 mA/m2
Current density (mA/m2)
140 120 100 80 60 40 20 0 1
4
7
10
13
16
19 22 Hari
25
28
31
34
37
40
Gambar 5 Produksi arus listrik SMFC. Produksi arus listrik yang dihasilkan diduga merupakan hasil kegiatan dari mikroorganisme
pada
sedimen
yang
menguraikan
bahan
organik
dan
menghasilkan elektron. Hal ini dibuktikan oleh penelitan yang dilakukan oleh Holmes et al. (2004) yang membuat SMFC menggunakan sedimen yang disterilisasi dengan penambahan formalin 0,5 % dan disterilisasi dengan autoklaf selama 1 jam. Berdasarkan hasil penelitian Holmes et al. (2004), jumlah arus listrik pada kedua sedimen tersebut segera menurun setelah rangkain SMFC ditutup (Gambar 6). Kinerja SMFC diduga dapat juga dipengaruhi oleh kecepatan degradasi substrat, kecepatan transfer elektron dari bakteri ke anoda, transfer proton dalam larutan (Liu et al. 2005), aktivitas mikroorganisme, dan substrat yang digunakan (Chauduri & Lovley 2003). Selain itu, jenis bahan dan struktur anoda berdampak pada penempelan mikroorganisme, transfer elektron, dan pada beberapa kasus, oksidasi substrat (Watanabe 2008).
28
Keterangan: Sedimen hidup Sedimen yang ditambahkan dengan formalin berkonsentrasi 0,5 % Sedimen yang disterilisasi dengan autoklaf selama 1 jam
Gambar 6
Produksi arus listrik pada sedimen hidup dan sedimen steril yang dilakukan Holmes et al. (2004).
4.3 Karakteristik Substrat SMFC Substrat sedimen SMFC secara visual mengalami perubahan warna, yaitu dari hijau kehitaman menjadi coklat muda. Warna hitam pada sedimen umumnya mengindikasikan jumlah bahan organik yang meliputi liputi residu tanaman dan humus. Jumlah bahan organik tersebut umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan sedimen yang bewarna coklat (Voroney 2007).. Jumlah bahan organik pada sedimen mengalami penurunan setelah digunakan sebagai substrat SMFC. Perubahan kandungan bahan organik, meliputi penurunan penurunan kadar karbon, nitrogen, dan fosfor (Tabel 2). 2) Selain itu juga terjadi peningkatan nilai pH. Hal ini menunjukkan kecepatan transfer proton (H+) dari sedimen dimen ke air laut lebih cepat dibandingkan pembentukan proton pada sedimen (Jadhav & Ghangrekar 2009).
29 Tabel 2. Karakteristik substrat SMFC dari sedimen laut Teluk Jakarta dibandingkan data yang lain Hasil Hong et al. Hong et al. Parameter Uji 1 2 Penelitian (2009b) (2008)3 pH: H2O 8,15±0,07 9,0 KCl 7,85±0,07 DHL (dS/ m) 7,42±1,94 Salinitas (mg/ l) 3995±1124 Bahan Organik (Terhadap contoh kering 105 °C): C (%) 1,88±0,40 4,20 2.37±0.23 0,15±0,03 N (%) C/ N 12 88±15,91 P2O5 (ppm) KTK (cmol(+)/kg) 17,27±0,51 Keterangan : 1 Karakteristik sedimen laut Teluk Jakarta berdasarkan hasil penelitian ini (diuji di Balai Penelitian Tanah, Bogor) 2 Karakteristik sedimen Danau Ilgam, Seoul berdasarkan hasil penelitian Hong et al. (2008) 3 Karakteristik sedimen Danau Sihwa, Korea berdasarkan hasil penelitian Hong et al. (2009b)
Perubahan dalam substrat SMFC diakibatkan oleh reaksi oksidasi reduksi (redoks) pada sedimen. Gradien redoks secara alami terjadi antara air laut yang kaya akan oksidan dan sedimen yang kaya akan reduktan (Tender et al. 2002, Reimers et al. 2001). Hal ini disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme pada sedimen laut, sehingga reaksi yang terjadi pada SMFC ialah oksidasi bahan organik dan reduksi anoda oleh mikroorganisme yang hidup pada anoda. Aktivitas oksidasi bahan organik oleh mikroorganisme dibatasi oleh jumlah oksidan yang masuk ke dalam sedimen (Gambar 7). Asumsi mekanisme kerja SMFC pada sedimen laut serupa dengan dengan rantai makan mikroorganisme dengan menggunakan anoda (elektroda) sebagai penerima elektron (Lovley 2006).
Gambar 7 Reaksi-reaksi dalam SMFC (Bond et al. 2002).
30 Model transfer elektron dari mikroorganisme ke anoda SMFC berdasarkan Rosenbaum et al. (2006) diduga dilakukan melalui beberapa mekanisme (Gambar 8), yaitu (1) elektron berdifusi dari membran mikroorganisme ke permukaan anoda, (2) elektron dialirkan oleh mikroorganisme melalui pili yang melekat ke anoda, (3) elektron yang dihasilkan mikroorganisme ditransfer dengan bantuan mediator melalui reaksi oksidari reduksi, dan (4) elektron dihasilkan melalui reaksi oksidasi reduksi secara bertahap tanpa adanya bantuan mediator.
Gambar 8 Mekanisme transfer elektron (Rosenbaum et al. 2006) 4.4 Isolasi Bakteri pada SMFC Setelah pengukuran arus listrik yang dihasilkan selama 40 hari, anoda SMFC yang mengandung bakteri diinokulasikan pada media alkaline peptone water (APW) yang telah dimodifikasi dan diinkubasi selama 2 hari. Pemilihan media APW ini didasarkan pada penelitian Holmes et al. (2004) yang mengisolasi bakteri dari sedimen laut di Pelabuhan Boston. Bakteri-bakteri tersebut kemudian diencerkan dengan media yang sama kemudian ditumbuhkan pada media APW modifikasi yang ditelah ditambahkan agar. Berbagai bakteri dapat tumbuh pada media APW yang telah dimodifikasi pada proses isolasi dengan metode cawan tuang, dimana kondisi anaerob dapat tercapai dengan baik, yaitu dengan mengalirkan gas N2 pada media cair dan menggunakan Gas Pak pada saat inkubasi. Namun, proses isolasi bakteri dengan metode cawan gores tidak dapat mencapai kondisi anaerob sempurna, sehingga
31 bakteri yang bersifat anaerob obligat tidak dapat diisolasi. Hasil isolasi pada media APW padat diperoleh 3 koloni bakteri yang dapat hidup selama proses isolasi, yaitu isolat m2, m5, dan m6 (Gambar 9).
0,5 cm
0,5 cm
0,5 cm
Gambar 9 Pertumbuhan isolat m2, m5, dan m6 pada media APW modifikasi. 4.5 Karakterisasi Isolat Bakteri Karakterisasi dilakukan untuk mengetahui karakteristik tiap bakteri yang merupakan data awal menuju identifikasi hingga tingkat spesies. Untuk melihat karakteristik dari isolat bakteri yang ada, dilakukan beberapa tahapan uji yang meliputi uji morfologi koloni dan uji morfologi sel. Uji morfologi koloni pada isolat bakteri dari anoda SMFC terdiri dari bentuk atas, bentuk tepian, bentuk elevasi, warna koloni, dan ukuran, sedangkan uji morfologi sel terdiri dari bentuk sel, pewarnaan Gram, endospora, dan motilitas. Hasil karakterisasi isolat bakteri menunjukkan bahwa isolat m2 merupakan bakteri motil Gram negatif batang, isolat m5 merupakan bakteri tidak motil Gram negatif kokus, dan isolat m6 merupakan bakteri motil Gram positif batang dengan endospora (Tabel 3). Tabel 3 Bentuk morfologi koloni dan sel isolat m2, m5, dan m6 Sifat Isolat m2 m5 Morfologi Koloni Bentuk atas Membulat seperti titik Bentuk tepian Halus Halus Bentuk elevasi Timbul Timbul Warna koloni Kuning Putih Ukuran 1-2 mm 1-2 mm Morfologi Sel Bentuk sel Batang Kokus Gram Negatif Negatif Endospora (-) (-) Motilitas (+) (-)
m6 Membulat Halus Timbul Putih >2 mm Batang Positif (+) (+)
Keterangan: (+) menunjukkan bahwa bakteri tersebut memiliki sifat tersebut di atas (-) menunjukkan bahwa bakteri tersebut tidak memiliki sifat tersebut di atas
32 Hasil pewarnaan Gram bakteri memperlihatkan memperlihatkan jumlah kandungan lipid pada dinding sel bakteri. Isolat bakteri Gram negatif, isolat m2 dan m5, memiliki kandungan lipid yang lebih tinggi dibandingkan isolat bakteri Gram positif, isolat m6 (Gambar 10). Kandungan lipid yang rendah pada dinding sel bakteri mengakibatkan sel lebih mudah terdehidrasi akibat perlakuan dengan alkohol. Dinding sel yang terdehidrasi menyebabkan ukuran pori-pori sel menjadi kecil dan daya permeabilitasnya berkurang sehingga zat warna ungu kristal yang merupakan zat warna utama tidak dapat keluar dari sel sehingga sel akan tetap bewarna ungu. Sedangkan isolat m2 dan m5 terlihat bewarna merah karena bakteri ini kehilangan pewarna kristal violet pada waktu pembilasan dengan alkohol namun menyerap pewarna tandingan, yaitu safranin. Selain itu lapisan peptidoglikan pada bakteri Gram negatif juga lebih tipis daripada peptidoglikan bakteri Gram positif (Pelczar & Chan 2005).
(a)
(b)
(c)
Gambar 10 Bentuk sel dan hasil pewarnaan Gram isolat: (a) m2, (b) m5, dan (c) m6 pada perbesaran mikroskop 1000 x. Isolat m6 menunjukkan adanya pembentukan endospora yang terletak pada ujung sel yang dapat dilihat pada uji pewarnaan endospora (Gambar 11). Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa isolat m6 memiliki endospora yang ditunjukkan adanya warna hijau berbentuk bulat. Jika terdapat warna hijau diluar sel, hal tersebut menandakan endospora tersebut telah keluar dari sel yang pecah dalam usaha menggandakan diri. Endospora bersifat tahan terhadap pewarnaan, akan tetapi sulit untuk melepaskan zat warna yang telah terserap kedalamnya, sehingga digunakan pemanasan untuk membantu proses penyerapan. Namun endospora tidak dapat mengikat zat warna lain yang diberikan berikutnya (counterstrain). Letak endospora di dalam sel dan ukurannya tidaklah sama bagi semua spesies. Oleh
33 karena itu, adanya letak, dan ukuran endospora sangat bermanfaat di dalam pencirian dan identifikasi bakteri (Harley & Prescott 2002).
Gambar 11 Pewarnaan endospora pada isolat m6 pada perbesaran mikroskop 1000 x. Pada pengujian motilitas bakteri, hasil yang didapat menunjukan bahwa kedua isolat, yaitu isolat m2 dan m6 bersifat motil sedangkan isolat m5 bersifat nonmotil. Sifat motilitas dilihat dengan menggunakan preparat lekupan basah yang diamati menggunakan mikroskop pada perbesaran 1000 x. Isolat motil menunjukkan bahwa bakteri tersebut mempunyai flagela sebagai organ untuk bergerak. Flagela adalah salah satu struktur utama di luar sel bakteri yang menyebabkan terjadinya pergerakan (motilitas) pada sel bakteri. Flagela terbuat dari subunit-subunit protein yang disebut flagelin. Bacillus dan Spirilum merupakan sebagian besar spesies bakteri yang memiliki flagela sebagi alat geraknya, tetapi jarang ditemukan pada bakteri yang berbentuk kokus. Pola pelekatan flagela pada bakteri digunakan untuk mengklasifikasi bakteri ke dalam kelompok taksonomi tertentu (Pelczar & Chan 2005). Uji katalase bertujuan untuk mengetahui adanya enzim katalase pada isolat bakteri. Katalase adalah enzim yang mampu mengkatalisasi proses penguraian hidrogen peroksida (H2O2) menjadi air dan O2. Hidrogen peroksida bersifat toksik terhadap sel sehingga bahan ini dapat mengaktivasi enzim dalam sel. Uji tersebut penting dilakukan untuk mengetahui sifat bakteri terhadap kebutuhan akan oksigen. Bakteri dapat dibagi menjadi tiga grup berdasarkan kebutuhan akan oksigen, yaitu bakteri yang bersifat aerobik, anaerobik, dan anaerobik fakultatif
34 (Harley & Prescott 2002). Hasil pengujian sifat katalase menunjukkan bahwa isolat m5 dan m6 memiliki enzim katalase sehingga dapat dikatakan bahwa bakteri tersebut bersifat aerobik. Sedangkan isolat m2 tidak memiliki enzim katalase sehingga diduga bahwa bakteri tersebut bersifat anaerobik fakultatif. Uji
oksidase
bertujuan
untuk
mengetahui
kemampuan
bakteri
menghasilkan enzim oksidase sitokrom. Hasil uji oksidase ini menunjukkan bahwa isolat bakteri m2 dan m6 mampu menghasilkan enzim oksidase sitrokom, sehingga bakteri tersebut melakukan metabolisme energi melalui respirasi. Hal ini terlihat pada kertas oksidase terjadi perubahan warna dari putih menjadi unggu. Sedangkan isolat bakteri m5 tidak mampu menghasilkan enzim oksidase sitrokom, sehingga bakteri tersebut tidak melakukan metabolisme energi melalui respirasi melainkan fermentasi. Enzim oksidase mempunyai peranan penting pada sistem transpor elektron selama respirasi aerobik. Enzim oksidase sitokrom berperan sebagai katalisator dalam transfer atom hidrogen dari sitokrom yang terakhir ke molekul oksigen. Sitokrom merupakan senyawa organik yang terdapat dalam sel hidup dan berperan dalam transfer atom hidrogen dari substrat ke molekul oksigen membentuk air.
Bakteri aerob, beberapa bakteri anaerobik fakultatif dan
mikroaerofili, menunjukkan adanya aktivitas karena memiliki enzim oksidase (Cappucino & Sherman 1983). Perbedaan antara proses respirasi dan fermentasi terletak pada senyawa yang berperan sebagai donor dan aseptor elektron terakhir. Pada respirasi yang berperan sebagai donor elektron adalah senyawa organik dan sebagai aseptor elektron dapat berupa oksigen maupun senyawa anorganik yang mengandung atom hidrogen. Sedangkan pada proses fermentasi, sebagai donor dan aseptor elektron terakhir adalah senyawa organik (Rabaey & Verstraete 2005). 4.6 Identifikasi Bakteri Identifikasi adalah membandingkan sifat-sifat bakteri yang belum teridentifikasi dengan sifat-sifat bakteri sesuai dengan kunci identifikasi bakteri. Semua yang berkaitan dengan identifikasi berkaitan dengan segala sesuatu yang telah diketahui terlebih dahulu sebagai pembanding terhadap bakteri yang ingin diidentifikasi. Hasil karakterisasi pada ketiga isolat murni menjadi acuan dalam
35 penelaahan pada panduan buku manual yang digunakan dalam mencari genus dari isolat
bakteri.
Buku
manual
yang
digunakan
ialah
Bergey’s
Manual
(Holt et al. 1994). Setelah mendapatkan genus dari tiap isolat, maka identifikasi isolat dapat diteruskan hingga tingkat spesies. Pada pengamatan sebelumnya telah didapatkan ciri dan sifat ketiga isolat yang ingin diidentifikasi. Ketiga isolat tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Isolat m2 terlihat adanya bentuk koloni dengan penampakan atas yang bulat, penampakan samping halus, bentuk penonjolan timbul, bewarna kuning, sel berbentuk batang panjang, Gram negatif, serta memiliki motilitas. Berdasarkan buku manual identifikasi bakteri Bergey’s Manual yang digunakan, isolat m2 diduga masuk dalam kategori bakteri Grup 5. Bakteri Grup 5 adalah bakteri batang Gram negatif yang bersifat fakultatif anaerobik (Holt et al. 1994). Ciri-ciri isolat 2 yang terdapat dalam golongan Grup 5 ialah (1) tidak membentuk prosthecae, tangkai, sheaths, atau gas vakola, (2) tidak bergerak, (3) tidak bereproduksi dengan bertunas, (4) dapat pada pada udara atmosfer dan dapat tumbuh secara anaerob dengan fermentasi, dan (5) terdapat hidup bebas atau berasosiasi dengan hewan, manusia, atau tanaman sebagai inangnya. Isolat m2 diduga termasuk dalam genus bakteri Aeromonas sp. Berbagai galur Aeromonas dapat diisolasi dari berbagai jenis air sehingga genus ini termasuk organisme akuatik. Aeromonas dapat hidup pada berbagai salinitas, konduktivitas, temperatur, pH, dan kekeruhan. Namun Aeromonas tidak ditemukan pada air dengan salinitas yang sangat tinggi atau air geotermal (suhu 45 °C atau lebih). Sedimen juga mengandung lebih banyak Aeromonas dibandingkan kolom air. Jumlah Aeromonas yang tinggi juga ditemukan pada sedimen dengan konsentrasi bahan organik yang tinggi (Farmer et al. 2006). Isolat m5 terlihat adanya bentuk koloni dengan penampakan atas yang bulat, penampakan samping halus, bentuk penonjolan yang timbul, bewarna putih, sel berbentuk kokus, Gram negatif, serta tidak motil. Berdasarkan buku manual identifikasi bakteri Bergey’s Manual yang digunakan, isolat m5 diduga masuk dalam kategori bakteri Grup 4. Bakteri Grup 4 adalah bakteri Gram negatif berbentuk batang dan kokus yang dapat tumbuh pada kondisi aerob dan beberapa anggotanya bersifat mikroaerofilik (Holt et al. 1994). Ciri-ciri isolat m5 yang
36 terdapat dalam golongan Grup 4 ialah (1) tidak membentuk prosthecae, tangkai, sheaths, atau gas vakola, (2) tidak bergerak, (3) dapat pada pada udara atmosfer dan bermetabolisme respirasi dengan menggunakan O2 sebagai penerima elektron terakhir, beberapa dapat tumbuh secara anaerob dengan menggunakan penerima elektron terakhir selain O2, dan (4) terdapat pada tanah, air atau lingkungan laut, pada akar tanaman atau organ reproduksi, saluran usus, dan rongga mulut manusia dan hewan. Isolat m5 diduga memilii kekerabatan yang termasuk dalam genus bakteri Acinetobacter sp. Acinetobacter berbentuk batang dengan diameter 0,9-1,6 µm dan panjang 1,5-2,5 µm sehingga menjadi berbentuk bulat pada fase stasioner pertumbuhannya. Sel bakteri biasanya berpasangan dan membentuk rantai. Sel tidak membentuk endospora dan tidak motil. Semua galur bakteri pada Genus Acinetobacter dapat tumbuh dalam rentang suhu 20-30 °C, namun sebagian besar galur tumbuh optimal
pada
suhu
33-35
°C.
oksidase
negatif
dan
katalase
positif
(Holt et al. 1994). Acinetobacter pada umumnya ditemukan hidup bebas sebagai saprofit pada tanah, air, lumpur, dan makanan (Towner 2006). Isolat m6 terlihat adanya bentuk koloni dengan penampakan atas yang bulat, penampakan samping halus, bentuk penonjolan yang timbul, bewarna putih, sel berbentuk batang, Gram positif yang memiliki endospora, serta memiliki motilitas. Berdasarkan buku manual identifikasi bakteri Bergey’s Manual yang digunakan, isolat m6 diduga masuk dalam kategori bakteri Grup 18. Bakteri Grup 18 adalah bakteri endospora Gram positif berbentuk batang(Holt et al. 1994). Ciriciri isolat m6 yang terdapat dalam golongan Grup 18 ialah (1) bakteri dengan klasifikasi memiliki endospora, (2) bakteri ini bersifat Gram positif, setidaknya pada awal kultur (usia muda) walaupun ada 1 genus yang bersifat Gram negatif, (3) berbentuk batang hingga menyerupai bulat. Bakteri tersebut sangat resisten terhadap panas karena memiliki endospora. Endospora memberikan perlindungan dari lingkungan yang ekstrim, (4) banyak terdapat dalam bentuk batang atau berfilamen; walaupun dalam genus tertentu bersifat motil (bila dalam bentuk bulat dan berbentuk tetrad atau berkoloni), dan (6) memiliki sifat fakultatif anaerobik, mikroaerobik, anaerobik, atau aerob. Terdapat 1 genus yang bersifat anaerob dan menghasilkan sulfat. Isolat m6 diduga termasuk dalam genus bakteri Bacillus sp.
37 Bacillus sp. tersebar luas di berbagai lingkungan dengan berbagai spesies yang beragam. Genus Bacillus bersifat Gram positif (waupun terkadang bersifat Gram variabel atau Gram negatif), berbentuk batang, memiliki flagella, memiliki endospora berbentuk elips atau bulat, endospora membengkak atau tidak, bersifat anaerobik fakultatif atau aerobik, dan sebagian katalase positif (Claus et al. 2006). Bacillus yang diperoleh dari sampel air laut dan dasar laut biasanya bersifat halotoleran dan sebagaian beasar tidak membutuhkan media air laut untuk pertumbuhannya (Rüger et al. 2000). Isolat m6 yang telah diketahui hingga tingkat genus dilakukan uji lanjut untuk mengetahui identifikasi hingga tingkat spesies. Uji lanjut dilakukan dengan menggunakan MicrogenTM GN-ID Identification. 4.7 MicrogenTM GN-ID Identification MicrogenTM GN-ID Identification adalah alat identifikasi bakteri dengan prinsip menanam bakteri murni pada sumur-sumur dengan menambahkan beberapa cairan biokimia pada sumur tertentu yang akan mengubah kandungan warna dalam sumur sehingga didapatkan data warna-warna yang akan dicocokkan pada tabel warna yang mengindikasikan hasil positif atau negatif sebuah reaksi. Setelah inkubasi, penambahan reagen dilakukan pada sumur-sumur yang sesuai. Bila terjadi perubahan warna maka dapat dilakukan pengamatan sesuai dengan tabel warna yang memiliki nilai tertentu. Pembacaan perubahan warna substrat MicrogenTM GN-ID Identification pada isolat m2 dan m6 terjadi setelah diinkubasi selama 48 jam dan ditambahakan reagen, sedangkan isolat m5 dilakukan setelah diinkubasi selama 24 jam (Tabel 4).
38 Tabel 4. Hasil pengujian fisiologi isolat m2, m5, dan m6 Hasil Tes
(-)
Oksidase* Katalase* Nitrat Lisin Ornitin H2S Glukosa Manitol Xylose
Tak bewarna Tidak ada gelembung Tak bewarna Kuning Kuning/ hijau Warna sumur (putih)
Indole Urease
Kuning
V-P Sitrat TDA Gelatin Malonat Inositol Sorbitol Rhamnos Sukrosa Laktosa Arabinosa Adonitol Rafinosa Salisin Arginin (24 jam) Arginin (48 jam) Keterangan:
Negatif
Biru violet Ada gelembung
Merah
Positif
Hasil Isolat m5 Negatif Positif
Tidak bewarna/ pink pucat Kuning/ hijau pucat Warna straw Tidak bewarna Kuning
m6 Negatif Positif
Hijau/ biru
Biru
Coklat/ hitam
Biru/ hijau Tidak bewarna Tidak bewarna
ONPG
(+)
m2
Kuning
Pink/ merah Pink / merah Pink pekat/ merah
Kuning
Biru
Merah
Hitam
Biru
Kuning Kuning Kuning Kuning Biru / hijau Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning
Kuning/ hijau
Biru/ hijau
Biru
() menunjukkan adanya aktivitas * dilakukan secara manual
Sifat fisiologi isolat m2 dari hasil uji dengan kit MicrogenTM GN-ID Identification dan pengujian secara manual bernilai positif pada hasil uji oksidase,
39 nitrat, H2S, glukosa, ONPG, indol, sitrat, TDA, gelatin, malonat, sorbitol, dan sukrosa (Tabel 4). Hasil yang didapat dengan pembacaan tabel warna dimasukkan dalam data base Microbact 2000. Hasil pengamatan perubahan warna pada MicrogenTM GN-ID Identification memberikan hasil data yaitu
isolat m2
dinyatakan sebagai bakteri Aeromonas hydrophila (A. hydrophila) dengan presentase sebesar 97,45%. Sifat fisiologi isolat m5 dari hasil uji dengan kit MicrogenTM GN-ID Identification dan pengujian secara manual bernilai positif pada hasil uji katalase, H2S, glukosa, indole, sitrat, TDA, gelatin, malonat, dan arginin (Tabel 4). Hasil uji dari isolat m5 belum
mencukupi untuk memberi dugaan spesies
sehingga diperlukan uji lanjut yang lebih memadai. Sifat fisiologi isolat m6 dari hasil uji dengan kit MicrogenTM GN-ID Identification dan pengujian secara manual bernilai positif pada hasil uji oksidase, katalase, nitrat, H2S, glukosa, manitol, ONPG, urease, V-P, sitrat, TDA, gelatin, malonat, sorbitol, salisin, dan arginin (Tabel 4). Hasil identifikasi isolat m6 menggunakan Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology dan telaah berdasarkan ciri-ciri fisiologis bakteri diduga isolat ini mirip dengan Bacillus marinus, DSM 1297T.