4
Hasil dan Pembahasan
4.1 Sintesis PSDVB-PAR Senyawa 4-(2 Piridilazo) Resorsinol merupakan senyawa yang telah lazim digunakan sebagai indikator logam pada analisis kimia karena kemampuannya membentuk senyawa kompleks dengan ion logam. Kemampuan inilah yang akan dicoba dimanfaatkan untuk meretensi ion logam. Untuk keperluan tersebut, maka PAR perlu diikatkan secara kimiawi pada suatu resin pendukung agar diperoleh resin pengkhelat yang dapat digunakan sebagai material pengisi kolom untuk prakonsentrasi berbasis analisis injeksi alir (FIA). Pengikatan suatu senyawa pengkhelat pada resin pendukung dapat dilakukan melalui gugus perantara azo (-N=N-). Polystyrene divynilbenzene sendiri tidak memiliki gugus perantara ini, oleh sebab itu perlu dilakukan beberapa tahapan reaksi yang meliputi: 1. Proses Nitrasi 2. Proses Reduksi 3. Diazotisasi 4. Pengikatan ligan Tahapan di atas dapat diilustrasikan pada Gambar 4.1 berikut ini: HC
HC
CH2
CH2
+ HNO3 (p)
HC
CH2
HC
CH2
+NaNO2
+SnCl2
+H 2SO 4 (p) PSDVB
NO2
HC
NH2
N2Cl OH
CH2
N=N N
OH N=N
PAR
O H
N=N N
OH PSDVB-PAR
Gambar 4. 1: Tahapan reaksi sintesis PSDVB - PAR
16
Pada tahapan pertama dari proses sintesis ini dihasilkan suatu elektrofil yaitu ion nitronium (NO2+) yang akan menjadi zat pensubtitusi. Ion nitronium ini akan tersubtitusi pada benzen menghasilkan suatu senyawa nitrobenzen. Selanjutnya senyawa nitrobenzen akan mengalami reduksi akibat penambahan SnCl2 menghasilkan senyawa arilamina. Karena pada proses pengerjaanya dilakukan dalam keadaan asam maka amina yang dihasilkan adalah amina yang terprotonkan yang membentuk senyawa benzendiazonium klorida dimana kereaktifannya sangat tinggi karena dapat ditukargantikan oleh suatu nukleofil10). Nukleofil yang menggantikan ion klorida pada penelitian kali ini adalah ligan 4-(2-Piridilazo) Resorsinol. Proses selanjutnya adalah merupakan suatu reaksi kopling dari senyawa benzendiazonium yang menghasilkan gugus azo (-N=N-). Gugus azo inilah yang akan berikatan dengan ligan 4-(2-Piridilazo) Resorsinol. Melalui proses pengikatan inilah resin pengkhelat PSDVB - PAR terbentuk. Resin pengkhelat yang diperoleh bewarna merah bata seperti terlihat pada Gambar 4.2.
Gambar 4. 2: Resin pengkhelat Polistiren divinilbenzen – 4(2Piridilazo) resorsinol
Pemantauan tiap tahapan sintesis resin dilakukan dengan menganalisis spektrum inframerah dari hasil – hasil reaksi yang diperoleh. Spektrum IR ini direkam pada matriks KBr meliputi bilangan gelombang 3500 – 500 cm-1. Dari setiap spektrum tersebut didapatkan pita – pita serapan yang
17
dapat menunjukkan keberadaan gugus fungsi tertentu yang terdapat dalam contoh yang dianalisis. Dari spektrum IR senyawa PSDVB - NO2 yang didapatkan dari hasil nitrasi menyatakan adanya 2 pita serapan yaitu pada bilangan gelombang 1348 cm-1 dan 1527 cm-1 (lihat Lampiran A. 1). Kedua pita serapan tersebut merupakan pita serapan dari gugus –NO2. Akan tetapi, pita serapan tersebut hilang setelah penambahan SnCl2 yang mereduksi gugus –NO2 menjadi –NH2. Pada spektrum senyawa PSDVB - NH2 didapatkan pita serapan pada bilangan gelombang 1629 cm-1 yang merupakan karakteristik serapan dari gugus –NH2 (lihat Lampiran A.2). Hasil ini mengindikasikan bahwa PSDVB - NH2 telah disintesis, sedangkan pada spektrum IR senyawa PSDVB - PAR (lihat Lampiran A.3), serapan pada bilangan gelombang 1610 cm-1 merupakan serapan yang disebabkan oleh vibrasi ulur gugus –N=N-. Terdapat pula pita serapan yang lebar pada daerah bilangan gelombang 3446 cm-1 yang merupakan pita serapan gugus fenol (-OH) dari ligan PAR. Hasil yang diperoleh ini sesuai dengan penelitian – penelitian sebelumnya11,12,13). Data pita – pita serapan yang diperoleh ini, menunjukkan bahwa tahapan reaksi yang dilakukan telah berhasil mengikatkan PAR pada resin pendukung PSDVB melalui suatu perantara azo.
4.2 Pengaruh pH terhadap retensi ion logam Pb2+ Pengaruh pH pada retensi ion Pb2+ dilakukan dengan metoda batch. Sejumlah berat tertentu resin pengkhelat dikontakkan dengan sejumlah volume larutan standar Pb pada berbagai pH. Jumlah Pb teretensi dihitung melalui hasil pengukuran Pb tersisa pada larutan menggunakan spektofotometer serapan atom (SSA). Gambar 4.3 menunjukkkan pengaruh pH terhadap retensi ion logam Pb2+ pada resin pengkhelat PSDVB - PAR. Perhitungan lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.
18
100
%retensi Pb
98
96
94
92
90
88 6,0
6,2
6,4
6,6
6,8
7,0
7,2
7,4
pH
Gambar 4. 3: Pengaruh pH larutan terhadap retensi Pb Sistem batch; konsentrasi awal Pb 10 mgL-1; volume 10 mL; PSDVB PAR 0,1 g
Dari kurva tersebut ion logam Pb teretensi secara maksimum pada pH 6,12. Hal ini menunjukkan bahwa pembentukan kompleks antara ligan PAR dengan logam Pb2+ telah tercapai secara maksimum. Untuk keperluan penelitian selanjutnya akan digunakan pH 6. Pada pH diatas 6 dapat dilihat bahwa jumlah ion logam Pb yang teretensi semakin berkurang yang diakibatkan resin telah jenuh oleh Pb. Menurunnya nilai retensi ini dapat juga diakibatkan dari adanya pembentukan senyawa hidroksida dari Pb yaitu Pb(OH)2. Senyawa Pb(OH)2 ini memiliki nilai kelarutan yang yang kecil (Ksp=3x10-6) sehingga ion logam Pb yang membentuk kompleks dengan ligan PAR berkurang.
4.3 Pengaruh waktu kontak terhadap retensi ion logam Pb2+ Untuk penentuan waktu kontak minimum retensi ion logam Pb2+ pada resin pengkhelat PSDVB PAR masih digunakan metoda batch. Sama halnya dengan analisis pengaruh pH pada analisis waktu kontak sejumlah berat tertentu dari resin pengkhelat dikontakkan dengan sejumlah volume tertentu larutan standar Pb pada berbagai waktu. Nilai retensinya masih ditentukan dengan mengukur serapan logam Pb yang tidak teretensi pada larutan dan dihitung dengan kurva kalibrasi. (Perhitungan secara lengkap dapat dilihat pada lampiran D). Gambar 4.4 menunjukkan karakteristik waktu kontak retensi logam Pb terhadap resin pengkhelat PSDVB PAR.
19
100 98
% retensi Pb
96 94 92 90 88 86 84 0
20
40
60
80
100
Waktu Kontak (menit)
Gambar 4. 4: Pengaruh waktu kontak terhadap retensi Pb Sistem batch; konsentrasi awal Pb 20 mgL-1; volume 10 mL; PSDVB PAR 0,1 g
Waktu kontak minimum retensi logam Pb pada resin pengkhelat PSDVB - PAR didapatkan pada menit ke-5. Untuk menit selanjutnya retensi logam Pb cenderung datar karena resin yang telah jenuh. Waktu kontak minimum yang didapatkan sangat cepat, hal ini dikarenakan karakteristik dari polimer pendukung yaitu polistiren divinilbenzen yang memiliki luas permukaan yang besar dan adanya pori – pori. Singkatnya waktu kontak yang diperlukan untuk terjadinya retensi kuantitatif dari ion Pb merupakan salah satu karakteristik yang sangat berguna pada penggunaan resin ini sebagai material pengisi mini kolom untuk prakonsentrasi berbasis FIA.
4.4 Penentuan kapasitas retensi ion logam Pb2+ Salah satu besaran penting yang harus dimiliki oleh suatu resin pengkhelat adalah kapasitas retensinya terhadap ion logam tertentu. Penentuan kapasitas retensi ion logam Pb2+ terhadap resin pengkhelat PSDVB - PAR dilakukan pada pH optimum penyerapan dengan waktu kontak selama 1 jam. Teknik penentuan ini dilakukan dengan metoda batch. Proses ini dilakukan dengan cara mengkontakkan PSDVB - PAR sambil diaduk, yang selanjutnya ditentukan jumlah
20
ion logam Pb2+ yang tidak teretensi. Dari hasil percobaan ini didapatkan hasil bahwa kapasitas retensi dari resin pengkhelat yang disintesis adalah sebesar 0,46 mg Pb2+/gram PSDVB - PAR, seperti terlihat pada Gambar 4.5 ( Perhitungan penentuan kapasitas retensi secara lengkap dapat dilihat pada lampiran E ). Besaran kapasitas retensi ini akan sangat menentukan bagaimana metoda prakonsentrasi berbasis FIA harus dilakukan jika digunakan resin pengkhelat ini sebagai material pengisi mini kolom untuk prakonsentrasi.
2+
mg Pb teretensi / g PSDVB - PAR
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
2
4
6
8
10
-1
mgL Pb
Gambar 4. 5: Kapasitas Retensi Pb2+ pada PSDVB - PAR Sistem batch; volume Pb 10 mL; XAD16-PAR 0,1 g
21
4.5 Kajian awal penggunaan resin sebagai material pengisi kolom pada FIA 4.5.1
Evaluasi Eluen
Eluen sangat penting perannya dalam metoda analisis injeksi alir, karena eluen harus mampu mengelusi secara kuantitatif ion logam Pb2+ yang teretensi pada resin PSDVB - PAR. Pengelusian ion logam ini dilakukan dengan menggunakan HNO3. Ion hidrogen dari HNO3 ini akan mengganggu senyawa khelat yang terbentuk antara ion logam Pb2+ dengan ligan PAR. Pemilihan HNO3 sebagai eluen didasarkan atas pertimbangan baiknya proses pengelusian dari beberapa penelitian sebelumnya pada pengkompleksan timbal. Efektifitas proses elusi ditentukan oleh konsentrasi dan volume asam. Diharapkan pemilihan konsentrasi asam ini tidak merusak kolom yang berisi resin PSDVB - PAR dan piranti pada rangkaian FIA - FAAS. Hasil pengujian pengaruh konsentrasi eluen dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan gambar 4.6. Sedangkan hasil pengujian volume eluen dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan Gambar 4.7. Tabel 4. 1: Pengaruh konsentrasi HNO3
Konsentrasi Asam (M)
Tinggi Puncak (AU)
1
78,19
2
59,37
3
59,28
22
80 70
Tinggi Puncak (AU)
60 50 40 30 20 10 0 1
2
3
Konsentrasi HNO3 (M)
Gambar 4. 6: Pengaruh konsentrasi HNO3 Tinggi sinyal yang diperoleh menunjukkan bahwa pengelusian maksimum terjadi pada saat penggunaan HNO3 1 M, sedangkan pada konsentrasi HNO3 diatas 1 M tinggi sinyal yang didapat tidak menunjukkan kondisi optimum elusi. Selanjutnya pada penelitian digunakan HNO3 1 M sebagai eluen. Pemilihan HNO3 1 M ini tidak saja dikarenakan tinggi sinyalnya yang menunjukkan kondisi optimum elusi, akan tetapi juga untuk memudahkan proses regenerasi kolom mengingat dengan konsentrasi asam yang terlalu tinggi proses regenerasi kolom akan berlangsung lama dan dapat mengakibatkan menurunnya kinerja FIA, walaupun pada penelitian ini tidak dilakukan analisis kinerja FIA. Tabel 4. 2: Pengaruh volume HNO3 volume HNO3 (mL)
Tinggi Puncak (AU)
0,6
51,74
1
59,97
1,4
64,22
2
65,24
2,4
63,7
23
66 64
Tinggi Puncak (AU)
62 60 58 56 54 52 50 0,4
0,6
0,8
1,0
1,2
1,4
1,6
1,8
2,0
2,2
2,4
2,6
Volume HNO3 (mL)
Gambar 4. 7: Pengaruh volume HNO3 Optimasi volume eluen dilakukan untuk mengetahui volume minimum yang diperlukan untuk pengelusian logam timbal yang teretensi pada PSDVB - PAR dalam mini kolom. Dari hasil analisis, didapatkan tinggi puncak yang cenderung landai pada rentang volume 1,4 mL dan 2 mL. Untuk selanjutnya volume eluen yang digunakan adalah 1,6 mL dengan mempertimbangkan selain tinggi puncak yang memadai juga jumlah eluen yang digunakan.
4.5.2
Kinerja Analitik
Pada penelitian kali ini pengujian kinerja analitik yang dilakukan adalah pengujian kebolehulangan dan pembuatan kurva standar menggunakan mini kolom. Kebolehulangan metoda ditunjukkan dari nilai koefisien variansi (% KV) yang menghasilkan nilai sebesar 7,78% (perhitungan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran F) .Profil kebolehulangan sinyal pengukuran dapat dilihat pada Gambar 4.8.
24
70
3
2
1
4 5
60
Tinggi Puncak (AU)
50 40 30 20 10 0 -10 0
10
20
30
40
50
Pengukuran
Gambar 4. 8: Kurva pengujian kebolehulangan Nilai koefisien variansi yang diperoleh ini sudah cukup baik untuk analisis pada kisaran konsentrasi μgL-1. Oleh karena itu, resin yang dimiliki sangat layak untuk digunakan sebagai material pengisi kolom untuk keperluan pengembangan metoda analisis berbasis injeksi alir (FIA). Pengukuran sampel dengan metode FIA dilakukan dengan kurva kalibrasi. Hasil kurva kalibrasi dapat dilihat pada Gambar 4.9.
100 90
Tinggi Puncak (AU)
80 70 60 50 40 30 20 10 2
4
6
8
10
Volume Pb (mL)
Gambar 4. 9: Kurva standar (metode FIA)
25
Pada penelitian ini tahapan pengujian tidak sampai pada analisa sampel. Kurva standar tersebut dibuat untuk mengetahui kinerja resin pengkhelat jika digunakan sebagai material pengisi kolom pada analisis injeksi alir (FIA). Kurva kalibrasi yang dibuat dengan metoda berbasis volume (volume based standar method) memberikan keunggulan dibandingkan cara yang lazim digunakan. Pada cara ini hanya dibutuhkan satu larutan standar dengan konsentrasi tertentu, yang divariasikan hanya volume dari standar yang bersangkutan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pada rentang volume 2 hingga 10 mL, kurva cukup linier dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,9653. Rentang volume tersebut setara dengan rentang jumlah Pb antara 0,2 μg – 1 μg.
26