Harian Kontan – 23/02/2017, Hal. 24 Target Premi Sinarmas MSIG Life Rp 7,26 Triliun
Bisnis Indonesia – 23/02/2017, Hal. 22 Premi Ditargetkan Tumbuh 40%
22/02/2017 MSIG Life Incar Pertumbuhan Premi 20% http://infobanknews.com/msig-life-incar-pertumbuhan-premi-20/
Jakarta–Sinarmas MSIG Life mencatat perolehan premi tahun 2016 sebesar Rp6,05 triliun untuk konvensional, dan Rp378 miliar untuk syariah. President Director Sinarmas MSIG Life, Premraj Thuraisingam mengatakan, tahun ini pihaknya akan menargetkan pertumbuhan premi di atas rata-rata industri atau sekitar 20 persen. Untuk menggenjot perolehan tersebut, lanjutnya, pihak MSIG Life masih akan mengandalkan saluran distribusi bancassurance. “Bancassurance kami kontribusinya 70 persen. Sementara sisanya employee benefit 30 persen,” jelasnya di Jakarta, Rabu, 22 Februari 2017. Di sisi lain, pihaknya juga secara rutin mengadakan edukasi atau melakukan penetrasi ke nasabah, terkait pentingnya asuransi. (*) By Dwitya Putra
Media Indonesia – 23/02/2017, Hal. 19 Sinarmas MSIG Gandeng BPD
Republika – 23/02/2017, Hal. 15 Sinarmas MSIG Akan Gandeng Bank Daerah
Koran Sindo – 23/02/2017, Hal. 20 Investor Indonesia Menganggap Enteng Pengeluaran Di Masa Pensiun
22/02/2017 Orang Indonesia Masih Anggap Enteng Persiapan Pensiun http://lifestyle.bisnis.com/read/20170222/219/630836/orang-indonesia-masih-anggap-entengpersiapan-pensiun
Bisnis.com, JAKARTA- Investor di Indonesia dinilai menganggap enteng terkait pengeluaran di masa pensiun. Meskipun mereka cenderung tipikal orang yang suka investasi, namun tidak terlalu memikirkan soal masa pensiun. Berdasarkan survei dari Manulife menunjukkan, walaupun para investor menempatkan perencanaan pensiun sebagai salah satu prioritas keuangan yang utama, menempati peringkat kedua setelah pendidikan anak, namun hampir seperempat dari investor (24%) mengalokasikan kurang dari 10% tabungannya untuk simpanan dana pensiun. Selain itu, sebanyak 57% yang berharap dapat mengumpulkan tabungan untuk masa pensiun sebesar maksimum Rp 100 juta, yang akan habis dalam waktu dua sampai tiga tahun dengan mempertimbangkan rata-rata pengeluaran rumah tangga mereka saat ini sebesar Rp4 juta per bulan. Karyadi Pranoto, Chief of Employee Benefits PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia, mengatakan, dia senang sekali melihat investor di Indonesia sangat antusias mempersiapkan masa depan mereka. "Namun untuk merasakan pensiun yang nyaman dibutuhkan waktu dan perencanaan yang tepat. Dan sayangnya, tidak ada jalan pintas untuk hal tersebut. Investor harus realistis akan biaya masa depan mereka, termasuk biaya kesehatan dan kewajiban pada keluarga," ujarnya dalam siaran persnya. Survei ini juga mengungkapkan bagaimana sebagian investor masih salah dalam memahami produk investasi dan potensi keuntungannya, sehingga mereka kehilangan kesempatan untuk memaksimalkan kekayaannya. Hampir semua investor (94%) masih beranggapan bahwa tabungan dan deposito adalah produk investasi. Keengganan investor dalam mengambil risiko juga turut membatasi kemampuan mereka untuk mengumpulkan kekayaan. Hampir tiga perempat (74%) dari investor Indonesia lebih memilih investasi yang berisiko rendah. Hal ini terlihat dari menguatnya sentimen terhadap dana tunai yang meningkat, dari 71% di Q4 2015 menjadi 88% di tahun 2016. Dengan menempatkan mayoritas (60%) dana
pensiunnya di produk non-investasi yang menawarkan risiko rendah namun memberikan imbal hasil yang rendah, sebagian besar investor (65%) merasa yakin bahwa mereka telah cukup melakukan diversifikasi portofolio. Legowo Kusumonegoro, Presiden Direktur PT Manulife Aset Manajemen Indonesia mengatakan, setiap investor berhak mendapatkan imbal hasil dari simpanan hasil jerih payahnya. Investasi pada saham dan obligasi sering kali memberikan imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan tabungan. "Bagi investor yang tidak mengetahui bagaimana cara mengakses produk investasi tersebut, mereka harus mencari bantuan dari ahlinya. Khusus untuk investor muda, mereka harus mencari bantuan dari sumber yang terpercaya untuk memastikan bahwa mereka membuat pilihan yang terbaik untuk jangka panjang," ujarnya. Survei MISI juga mengungkap bahwa investor di Indonesia terus mengharapkan imbal hasil investasi yang tinggi. Tahun lalu, para investor mengharapkan imbal hasil rata-rata sebesar 11,6% untuk tahun 2017. Legowo mengatakan, para investor harus lebih realistis dalam mengharapkan tingkat imbal hasil yang bisa mereka dapatkan dalam waktu satu tahun. Dengan menyimpan sebagian besar kekayaannya dalam bentuk tabungan dan deposito jangka panjang, hampir bisa dipastikan bahwa mereka akan kesulitan untuk mencapai imbal hasil yang diharapkan. "Jika mereka mau mengambil risiko yang lebih tinggi dan mengalokasikan sebagian kekayaannya pada produk seperti reksa dana saham dan reksa dana pendapatan tetap, mereka akan memiliki kesempatan yang lebih besar untuk mendapatkan imbal hasil investasi yang sesuai dengan harapan," tambahnya. Pada tahun 2016, IHSG mencatat imbal hasil investasi sebesar +15,32%, sedangkan obligasi memberikan imbal hasil investasi sebesar +14,03%. Legowo menegaskan para investor harus membuat portofolio pensiun yang tepat bagi diri mereka. Tidak ada rumusan komposisi portofolio pensiun yang baku. Setiap orang memiliki tingkat toleransi risiko dan harapan imbal hasil yang berbeda-beda. Melakukan konsultasi dengan ahli keuangan dan memiliki perencanaan masa depan merupakan salah satu cara yang akan menguntungkan investor, terlepas dari apapun tujuan pensiunnya. Oleh :Mia Chitra Dinisari
Harian Kontan – 23/02/2017, Hal. 24 Rights Issue MREI Mundur
Indopos – 23/02/2017, Hal. 5 Resmi Buka Kantor di Batam
22/02/2017 Kepemilikan Asing pada Perusahaan Asuransi Maksimal 80 Persen http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2017/02/22/231533126/kepemilikan.asing.pada.perusahaan.a suransi.maksimal.80.persen.
Jakarta, KOMPAS.com - Pemerintah sedang menggodok Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kepemilikan Asing pada Perusahaan Perasuransian. Batas kepemilikan asing diusulkan tidak lebih dari 80 persen. Menteri Keuangan Sri Mulyani menuturkan, usulan batas maksimal kepemilikan asing sebesar itu bukan hal baru. Sebab ketentuan itu sudah tercantum di dalam Pasal 6 PP Nomor 73 Tahun 1992. "Dari aturan yang ada yaitu PP 73 Tahun 1992, kepemilikan asing paling tinggi 80 persen," ujar perempuan yang kerap disapa Ani itu saat rapat dengan Komisi XI, Jakarta, Rabu (22/2/2017). Namun tutur Ani, pemerintah mengubah ketentuan itu pada 1999 dengan mengeluarkan PP Nomor 63 Tahun 1999. Dalam Pasal 10 A aturan itu, kepemilikan asing perusahaan asuransi dibolehkan melebihi batas 80 persen. Oleh karena itu, pemerintah berniat untuk mengubah ketentuan pasal 10 A tersebut dengan mengembalikan batas maksimal kepemilikan asing di perusahaan asuransi ke angka 80 persen. Pemerintah sendiri memandang kepemilikan asing di perusahaan asuransi masih perlu. Sebab kepemilikan saham itu diharapkan mampu mendongkrak pertumbuhan sektor asuransi. Sementara itu bagi perusahaan asuransi yang kepemilikan saham asingnya terlanjur lebih dari 80 persen, pemerintah akan memberikan kelonggaran. Perusahaan itu tidak wajib untuk melakukan penyesuaian kepemilikan saham sesuai aturan baru. Meski begitu, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kebijakan dan Regulasi Jasa Keuangan dan Pasar Modal, Isa Rachmatarwata mengatakan, bila perusahaan membutuhkan pengembangan, maka penambahan modal harus disesuaikan dengan kepemilikan sahamnya. "Proporsi maksimal asing harus 80 persen intinya. Jika enggak ada investor domestik strategis, maka harus IPO minimal 20 persen," kata Isa. Yoga Sukmana