KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA
PUTUSAN Nomor: 004/I/KIP-PS-A/2014
KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA
L IDENTITAS
[1.1] Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia yang menerima, memeriksa, dan memutus Sengketa Informasi Publik Nomor Registrasi 004/I/K1P-PS/2014 yang diajukan oleh:
Nama
: Sunaki Matram
Alamat
: Pancoran Barat VIII RT 010/03 Kec. Pancoran Jakarta Selatan 12780.
Yang dalam persidangan didampingi kuasa hukum Chaidir Syarief, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 14 April 2014, selanjutnya disebut sebagai Pemohon. Terhadap Nama
: Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri)
Alamat
: Jl. Trunojoyo 3 Kebayoran Baru, Jakarta 12110
Yang dalam persidangan diwakili oleh: A. Divisi Hubungan Masyarakat (Humas) Polri: 1. Kombes Pol. Drs. Rush Hedyaman (Kabag Anev RO Div Humas Polri); 2. AKBP Tri Hastuti N. (Kasubag Sengketa Bag Anev RO PID Div Humas Polri); 3. AKBP Helfi Asegaf, S.H., SIK, Msi (Kasubag Sedia Infodok Bag Yaninfo Dok RO PID Div Humas Polri; 1
4. IPTU Suprianto Surip (Pamin Sengketa RO PID Div Humas Polri). B. Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri: 1. AKBP DR. Drs. Masdianto, M.Si., STTMK (Kasubag Binfung Puslabfor Bareskrim Polri); 2. Kompol Eko Hardiyanto, S.Kom (Kaurmin Bag Anev Robinops Bareskrim Polri); 3. Penda I Henry Isnaeni S.T (Banum Bag Anev Robinops Bareskrim Polri). berdasarkan Surat Perintah masing-masing dengan Nomor: Sprin/233/IV/2014/Humas yang dikeluarkan oleh Brigjen Pol. Drs. M. Taufik, M.H selaku Kepala Divisi Humas Polri
tertanggal
25
April
2014
dan
Surat
Perintah
Nomor:
Sprin/1412/Ops/IV/2014/Bareskrim yang dikeluarkan oleh Komjen Pol. Drs. Suhardi Alius, M.H selaku Kabareskrim Polri tertanggal 24 April 2014, selanjutnya disebut sebagai Termohon.
[1.2] Telah membaca surat permohonan Pemohon; Telah mendengar keterangan Pemohon; Telah mendengar keterangan Termohon; Telah mendengar keterangan Ahli; Telah memeriksa bukti-bukti dari Pemohon dan Termohon;
2. DUDUK PERKARA
A. Pendahuluan [2.1] Menimbang bahwa Pemohon telah menyampaikan Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik kepada Komisi Informasi Pusat pada tanggal 2 Januari 2014 dan diterima pada tanggal 6 Januari 2014 dengan Nomor Register Sengketa 004/I/KIP-PS/2014.
Kronologi [2.2] Tanggal 29 Oktober 2013 Pemohon mengajukan permohonan informasi kepada Kepala Pusat Laboratorium Forensi (Puslabfor) Polri, dan diterima Termohon pada tanggal yang sama dengan permohonan (dibuktikan dengan tanda terima). Informasi yang diminta adalah berupa:
2
Salinan Dokumentasi Hasil Pemeriksaan Berita Acara Pemeriksaan Labkrim No. Lab.2621/DTF/2010 tanggal 24 November 2010. [2.3] Tanggal 25 November 2013 Termohon menjawab permohonan informasi Pemohon yang pada pokoknya menyatakan bahwa Salinan Berita Acara Hasil Pemeriksaan Laboratorium Forensik dengan No. Lab: 2621/DTF/2010 tertanggal 24 November 2010, tidak dapat diberikan atas permintaan perorangan sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) Peraturan Kapolri No, 10 Tahun 2009. [2.4] Tanggal 2 Desember 2013, Pemohon mengajukan keberatan kepada Kapolri (dibuktikan dengan tanda terima) atas tidak ditanggapinya permohonan informasi Pemohon. [2.5] Tanggal 2 Januari 2014, Pemohon mengajukan Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik ke Komisi Informasi Pusat dan diterima tanggal 6 Januari 2014. [2.6] Tanggal 13 Januari 2014 Termohon menanggapi keberatan Pemohon yang mendalilkan permohonannya tidak ditanggapi oleh Termohon. Dalam surat tersebut Termohon pada pokoknya menyatakan bahwa permohonan informasi Pemohon pada tanggal 29 Oktober 2013 sudah dijawab oleh Termohon pada tanggal 25 November 2013.
Alasan Permohonan Informasi atau Tujuan Penggunaan Informasi [2.7] Bahwa alasan permohonan informasi Pemohon ialah untuk dapat dipergunakan dalam memperjuangkan hak Pemohon yang sah secara hukum untuk pembuktian dalam kasus perkara pra peradilan No. l/Pid.Pra/2012/PN. Cbn tanggal 20 Januari 2012.
Alasan Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi [2.8] Bahwa Pemohon mengajukan Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik karena permintaan informasi tidak ditanggapi.
Petitum [2.9] Agar Komisi Informasi Pusat dapat memberikan Salinan BAP No. 2621/DTF/2010 Tanggal 24 November 2010 kepada Pemohon.
3
B. Alat Bukti Keterangan Pemohon [2.10] Menimbang bahwa dalam persidangan Pemohon memberikan keterangan sebagai berikut: 1.
Bahwa prosedur penyelesaian sengketa informasi yang telah ditempuh oleh Pemohon sudah sesuai aturan. Pemohon menganggap informasi yang diminta bukan informasi yang dikecualikan berdasarkan UU No. 14 Tahun 2008 tentang KIP;
2.
Bahwa Pemohon meminta informasi Hasil Pemeriksaan BAP Labkrim No. 2621/DTF/2010 karena Pemohon ingin melihat fisik dan substansinya seperti apa. Karena selama ini Pemohon hanya menerima surat pemberitahuan hasil Labkrim itu dari Polres Bogor (Cibinong) yang menyatakan bahwa hasil pemeriksaan Labkrim menyimpulkan tanda tangan Pemohon dalam Surat Pernyataan Jual Beli Tahun 1992 itu adalah identik (asli). Sedangkan Pemohon tidak pernah melihat langsung dari sumber aslinya, yaitu Hasil Pemeriksaan BAP Labkrim No. 2621/DTF/2010;
3.
Bahwa Pemohon membantah keterangan Termohon yang menyatakan bahwa perkara ini masih dalam proses penyidikan. Menurut Pemohon, adanya permohonan ini justru karena laporan mengenai dugaan Pemalsuan Surat yang dilaporkan kepada Polisi di SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan). SP3 dimaksud dikeluarkan berdasarkan hasil Pemeriksaan Labkrim yang menyatakan tanda tangan Pemohon dalam Surat Pernyataan Jual Beli Tanah tersebut identik (asli). Dengan demikian perkara tersebut dihentikan. Berdasar hal tersebut Pemohon meminta Termohon untuk membuktikan hasil Labkrim dimaksud;
4.
Bahwa Pemohon menganggap Termohon salah persepsi mengenai perkara pemalsuan surat yang dilaporkan Pemohon ke Polres Bogor, karena menurut Termohon seolah-olah perkara ini sempat naik ke persidangan. Padahal laporan pemalsuan itu berhenti ditingkat penyidikan, karena kasusnya di SP3 oleh Penyidik Polres Bogor. Dalam Surat Pernyataan itu disebutkan bahwa Pemohon: Sunaki Matram bertempat tinggal di Jl. Pembangunan No. 1 Perdatam Pasar Minggu Jakarta Selatan. Padahal alamat Pemohon yang sebenarnya sesuai KTP, Surat Nikah, Surat dari Kepolisian, Mahkamah Agung dan sebagainya adalah di Jl. Pancoran Barat VIII No. 1 Pancoran Jakarta Selatan. 4
Kemudian di Surat itu juga tertulis nama isteri Pemohon adalah Sinta Djodi Gandakusumah, padahal nama isteri Pemohon yang sebenarnya berdasarkan KTP dan Surat Nikah adalah Sinta Djodi Gondokusumo. Surat tersebut dibuat tanggal 24 Agustus 1992, padahal Pemohon ada bukti bahwa tahun 1990-1994, 3 sertifikat Pemohon diagunkan di Bank Bumi Daya. Logikanya tidak mungkin Pemohon membuat perjanjian yang objeknya adalah 3 sertifikat yang sedang diagunkan di Bank Bumi Daya. Kemudian di dalam Putusan Pengadilan No. 119/Pdt.G/2001 PN Cibinong (Bogor) jelas-jelas disebutkan bahwa Tergugat (Armein Harahap dan Bimo Widjatmoko serta kuasanya) sudah mengetahui bahwa ada 3 sertifikat Pemohon yang diagunkan di Bank Bumi Daya dan oleh karena itu tidak boleh diperjualbelikan kepada siapa pun. Pemohon hanya ingin tahu surat yang dikeluarkan oleh Kasat Reskrim Polres Cibinong AKP Zulkarnaen perihal pemberitahuan hasil pemeriksaan Labkrim itu apakah benar dan sesuai dengan hasil Labkrim yang sebenarnya yang dikeluarkan oleh Puslabfor atau tidak; 5.
Bahwa menurut Pemohon, pada waktu penyidikan, saudara Armein Harahap (Terlapor) mengakui bahwa yang membuat/menulis surat itu adalah dirinya sedangkan Pemohon hanya menandatanganinya saja. Logikanya sebelum Pemohon menandatanganinya pasti Pemohon mengecek dulu kebenaran nama dan alamat termasuk nama isteri Pemohon. Kalau ada kesalahan nama dan alamat tidak mungkin akan Pemohon tanda tangani;
6.
Pemohon menyampaikan bahwa sudah ada Putusan Kasasi yang telah berkekuatan hukum tetap atas gugatan Pemohon terhadap Saudara Armein Harahap dan Widjatmoko (tergugat) dalam perkara Perdata yang menyangkut sengketa tanah yang pada intinya memenangkan Pemohon sebagai pihak penggugat. Namun beberapa tahun kemudian ada pengajuan PK dari saudara Annein dan Widjatmoko dengan dasar (novum) berupa Surat Pernyataan Jual Beli Tanah tertanggal 24 Agustus 1992 yang oleh Pemohon dilaporkan kemudian kepada Polisi sebagai Pemalsuan karena Pemohon tidak pernah membuat dan menandatanganinya. Jadi putusan Kasasi yang telah dieksekusi itu kemudian berbalik menjadi kemenangan lawan (Pemohon PK);
5
7.
Bahwa Pemohon mengalami kerugian baik materiil maupun imateriil karena tanah yang merupakan hak Pemohon menjadi tidak jelas statusnya;
8.
Bahwa tidak ada maksud dan niat lain dari Pemohon dalam memohon informasi hasil Pemeriksaan Labkrim No. 2621/DTF/2010 tanggal 24 November 2010 selain untuk kepentingan hukum Pemohon dalam memperjuangkan hak Pemohon tersebut;
9.
Bahwa terkait keterangan Termohon yang menyarankan Pemohon untuk menempuh upaya Pra Peradilan untuk mendapat informasi yang diminta, Pemohon sampaikan bahwa hal itu sudah dilakukan namun putusan Pra Peradilan menolak, karena Pemohon tidak mempunyai bukti hasil Labkrim yang bisa ditunjukan kepada hakim;
10. Bahwa dari alasan-alasan pengecualian yang didalilkan oleh Termohon dalam Uji Konsekuensinya, tidak satu pun yang termasuk dalam permohonan Pemohon. Pada butir yang mana dari alasan pengecualian itu yang menjadi dasar untuk mengecualikan informasi yang diminta oleh Pemohon. Yang Pemohon minta hanya berupa hasil pemeriksaan Labkrim, yaitu No. 2621/DTF/2010 tanggal 24 November 2010; 11. Bahwa yang diminta Pemohon kepada Termohon ialah untuk mendapatkan suatu bukti tentang hasil Labkrim itu. Untuk mendapat suatu kepastian, apakah hal itu ada atau tidak. Kedua, kalau memang itu ada, mohon juga penjelasan apakah tanda tangan Pemohon itu asli atau tidak. Tidak ada maksud Pemohon untuk mempublikasikannya
apalagi
ingin
membahayakan
keamanan
negara
atau
penegakan hukum; 12. Bahwa terkait dengan Pasal 18 ayat (3) sampai dengan ayat (7) UU No. 14 Tahun 2008 tentang KIP sebagaimana yang dikemukakan oleh Termohon, seolah-olah Pemohon yang harus minta izin kepada Kapolri agar dapat dibuka dan diberikan informasi yang Pemohon minta. Menurut Pemohon justru Termohon-lah (Labfor) yang harusnya meminta izin kepada Kapolri untuk membukanya; 13. Dalam sidang Pra Peradilan, tidak ada daftar bukti yang mencantumkan data Hasil Pemeriksaan Labkrim No. 2621/DTF/2010 tanggal 24 November 2010. Yang Pemohon tahu hanya sebatas pemberitahuan dari Polres Bogor bahwa hasil pemeriksaan Labkrim terhadap tandatangan Pemohon adalah identik/asli. Untuk membuktikannya silahkan cek dalam daftar bukti di dalam Putusan Pra Peradilan itu, 6
apakah ada bukti berupa Hasil Pemeriksaan Labkrim No. 262l/DTF/2010 tanggal 24 November 2010; 14. Terkait Pasal 17 yang didalilkan sebagai alasan pengecualian, Termohon sama sekali tidak menjelaskan dibagian mana dari Pasal 17 itu yang mengecualikan informasi yang Pemohon minta; 15. Bahwa Pemohon meminta informasi kepada Puslabfor Polri karena Pemohon sudah pernah mengajukan permintaan mengenai hal yang sama kepada Penyidik (Polres Bogor) namun ditolak. Seandainya waktu itu Pemohon mendapatkan copy hasil Labkrim itu maka selesai sudah. Karena Pemohon tidak mendapatkannya maka Pemohon memohon kepada KIP untuk menyelesaikan sengketa ini; 16. Bahwa Pemohon menyatakan tetap konsisten dengan permohonannya, yang diminta adalah Salinan Hasil Pemeriksaan BAP Labkrim No. 262l/DTF/2010 tanggal 24 November 2010 sesuai surat permohonan Pemohon; 17. Pemohon menyatakan bahwa kalau memang Puslabfor Polri tidak memiliki dokumen yang diminta, maka mohon Puslabfor Polri untuk dapat memberikan surat pengantar atau semacamnya yang bisa menjadi pintu masuk bagi Pemohon untuk meminta informasi ini kepada Polres Bogor c.q Sat Reskrim Polres Bogor.
Surat-Surat Pemohon [2.11] Menimbang bahwa Pemohon mengajukan surat tertulis sebagai berikut: Surat P-l
Foto Copy surat permohonan informasi kepada Termohon tertanggal 29 Oktober 2013
Surat P-2
Foto Copy surat keberatan kepada Termohon tertanggal 2 Desember 2013
Surat P-3
Surat permohonan penyelesaian sengketa informasi publik kepada Komisi Informasi Pusat tertanggal 2 Januari 2014.
Surat P-4
Foto copy identitas Pemohon.
Surat P-5
Surat kuasa khusus tertanggal 14 April 2014
Surat P-6
Foto copy identitas Kuasa Hukum Pemohon
Surat P-7
Dokumen tambahan untuk melengkapi bukti persidangan perkara No. Register 004/I/KIP-PS/2014 tertanggal 28 April 2014.
Surat P-8
Surat tentang Kesimpulan Pemohon tertanggal 19 Juni 2014 7
Keterangan Termohon [2.12] Menimbang bahwa dalam persidangan Termohon memberikan keterangan sebagai berikut: 1. Bahwa Puslabfor adalah sub satker Mabes Polri yang berada dibawah Bareskrim. PID (Pusat Informasi dan Dokumentasi) Puslabfor adalah PID pembantu/pelaksana dari PID Pusat (PID Mabes Polri). PID Pusat membawahi PID yang ada dibawahnya, yaitu PID Satker dan Subsatker Mabes Polri; 2. Bahwa Termohon mengakui dan membenarkan adanya permohonan informasi dan keberatan dari Pemohon; 3. Bahwa menurut Termohon, informasi yang diminta oleh Pemohon adalah informasi rahasia (informasi yang dikecualikan). Alasannya: 1) Peraturan Kapolri (Perkap) No. 21 Tahun 2010 Pasal 40 huruf i, bahwa Puslabfor adalah sub Satker dibawah Bareskrim Polri; 2) Pasal 187 UU No. 8 Tahun 1981 (KUHAP), surat yang dibuat oleh Puslabfor (hasil pemeriksaan Labkrim) selaku ahli adalah bagian dari penyidikan; 3) Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2012 pasal 10 ayat (1) huruf b angka 52, Hasil Pemeriksaan Labkrim merupakan bagian dari administrasi penyidikan dan kemudian dituangkan dalam berita acara pemeriksaan/penyidikan dan kemudian menjadi berkas perkara yang akan digunakan dalam persidangan pengadilan; dan diperkuat dengan 4) Pasal 110 ayat (1) KUHAP, “Dalam hal penyidik telah selesai melakukan penyidikan, penyidik wajib segera menyerahkan berkas perkara itu kepada penuntut umum” jadi tidak ada kewajiban bagi penyidik untuk menyerahkan selain kepada penuntut umum. Berdasarkan alasan-alasan diatas maka Termohon tidak bisa memberikan dokumen yang dimaksud; 4.
Bahwa informasi yang diminta oleh Pemohon, yaitu Salinan Hasil Pemeriksaan BAP Labkrim No. 2621/DTF/2010, termasuk dalam kategori informasi yang dikecualikan dan sudah dilakukan uji konsekuensi berdasarkan klasifikasi informasi yang tertuang dalam Surat Penetapan No. Pen 33/IX/2013 Humas;
5.
Bahwa surat yang diminta Pemohon (Hasil Pemeriksaan Labkrim) merupakan surat yang berklasifikasi rahasia/dikecualikan. Salah satu informasi yang dikecualikan adalah naskah dinas yang berklasifikasi rahasia. Jadi naskah dinas yang 8
berklasifikasi rahasia itu termasuk informasi yang dikecualikan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 huruf a angka 5; Selama masih dalam proses penyidikan maka informasi tersebut rahasia. Jadi Termohon khawatir apabila dibuka di luar persidangan akan mengganggu proses penegakan hukum yang masih berjalan atau belum selesai; 6.
Bahwa informasi yang diminta Pemohon adalah bagian dari proses penyidikan, karena masih dalam proses penegakan hukum. Sebagaimana yang disebutkan oleh Pemohon, bahwa jika laporan mengenai dugaan pemalsuan surat itu di SP3 maka di Pra Peradilan-kan. Jadi seluruh bukti yang ada dalam berkas perkara akan dibuka pada saat persidangan di pengadilan. Disana lah nanti Pemohon bisa mendengarkan atau mengetahui isi daripada hasil pemeriksaan Labkrim itu;
7.
Bahwa sesuai dengan peraturan yang sudah disebutkan oleh Termohon, Hasil Labkrim yang merupakan bagian dari penyidikan itu hanya dapat diberikan kepada Penyidik dan satu lagi untuk arsip. Kalau kaitannya dengan SP3, apabila Pemohon tidak puas maka silahkan tempuh upaya Pra Peradilan, minta kasusnya dibuka kembali, nanti disana diperiksa apa alasan penyidik mengeluarkan SP3; misalnya dalam hal ini adalah hasil pemeriksaan Labkrim yang menyatakan bahwa tanda tangan Pemohon dalam surat pernyataan itu identik sehingga laporan mengenai dugaan pemalsuan sebagaimana dilaporkan oleh Pemohon menjadi tidak beralasan, nanti disana akan diperiksa alasan-alasan itu. Bukan dengan meminta kepada Labfor Polri;
8.
Bahwa ada kepentingan yang harus dilindungi terkait Dokumen Hasil Pemeriksaan Labkrim itu. Pertama, tentunya pihak yang menjadi terlapor/bersengketa dengan Pemohon dalam proses penyidikan. Kedua, bagi penyidik apabila informasi ini disampaikan secara terbuka maka kita melanggar KUHAP karena dokumen hasil pemeriksaan Labkrim itu harusnya hanya dibuka dan menjadi alat bukti di persidangan, bukan ditempat lain;
9.
Bahwa surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) itu tidak ada batas waktunya, tergantung ada atau tidaknya Praperadilan atas SP3 itu. SP3 itu belum akhir daripada proses penyidikan karena masih ada peluang untuk dibuka kembali melalui Pra Peradilan. Nanti apabila Putusan Pra Peradilan mengharuskan Penyidik untuk
9
membuka kembali kasusnya dan melanjutkan penyidikan maka Penyidik harus membukanya kembali dan mencari bukti-bukti baru; 10. Bahwa hasil atau Produk dari Pemeriksaan Labkrim yang dilakukan oleh Labfor hanya satu dokumen dan itu pun diberikan kepada Penyidik yang meminta pemeriksaan Labkrim itu. Sedangkan yang ada/dimiliki oleh Labfor sendiri hanya arsipnya saja, itu pun hanya di paraf tanpa tanda tangan dan bukti legalitas lainnya; 11. Bahwa pada prinsipnya Termohon berpatokan pada Pasal 17 j undo Pasal 18 dan Pasal 6 LU No. 14 Tahun 2008 tentang KIP. Terkait Pasal 18, jika Pemohon ingin mendapatkan informasi yang dimohonkannya maka Termohon (Puslabfor) harus mendapatkan izin dari Kapolri untuk membukanya karena ini terkait dengan proses penyidikan yang seharusnya bersifat tertutup/rahasia; 12. Bahwa dalam kolom alasan permohonan Pemohon disebutkan bahwa permohonan informasi tidak ditanggapi. Termohon menolak hal tersebut, karena Termohon memiliki bukti bahwa Termohon sudah menjawabnya, yaitu pada tanggal 25 November 2013; 13. Bahwa menurut keterangan Pemohon sendiri, kasus ini pernah di Pra Peradilan-kan, kenapa pada saat itu Pemohon tidak meminta hasil pemeriksaan Labkrim. Padahal itu bisa difotocopy atau sebagainya pada saat pembuktian di Pra Peradilan. Pada saat Pra Peradilan itulah kesempatan bagi Pemohon untuk mendapatkan data itu untuk di copy, itu terbuka pada waktu itu karena disidangkan di Pra Peradilan; 14. Bahwa menurut Termohon, Penyidik mempunyai aturan yang melekat. Ada peluang bagi Pemohon untuk mendapat informasi itu, yaitu melalui Penyidik, bukan dari Puslabfor Polri. Sedangkan Termohon dari Puslabfor hanya boleh memberikan hasil Labkrim itu kepada Penyidik dan boleh dibuka di depan sidang Pengadilan. Bukan ditempat lain. Peluangnya pada saat Pra Peradilan, nanti disana bisa dibuka bahkan bisa dibaca atau di copy apabila hakim mengizinkan. Puslabfor bekerja berdasarkan permintaan Penyidik dan hasil pekerjaannya pun diserahkan kepada Penyidik. Jadi Puslabfor tidak bisa membukanya. Kalau Pemohon minta ke Puslabfor maka jelas Puslabfor tidak bisa memberikannya. Termohon didalam bekerja memiliki prosedur. Kalau Termohon yang membuka justru
nanti
Termohon yang melanggar peraturan.
Termohon yang bisa
digugat/dituntut oleh lawan Pemohon (Terlapor) pada proses Penyidikan; 10
15. Bahwa kasus pidana (Laporan Pemalsuan Surat) dari perkara ini sudah di SP3. Pada waktu itu Pemohon melaporkan bahwa terjadi pemalsuan tanda tangan Pemohon dalam suatu Surat Pernyataan. Untuk itu Penyidik meminta Puslabfor meneliti dan memeriksa keotentikan/keaslian tanda tangan yang ada dalam surat itu. Ternyata hasilnya identik atau asli. Karena itulah laporan dugaan pemalsuan itu tidak bisa diteruskan karena menurut hasil pemeriksaan Labfor tanda tangannya identik/asli. Oleh karena itulah kasus itu di SP3 oleh Polres Cibinong (Bogor); 16. Bahwa informasi yang diminta oleh Pemohon itu (Hasil Pemeriksaan BAP Labkrim No. 2621/DTF/2010) sudah kami buka pada saat sidang Pra Peradilan. Bagaimana mungkin kami bisa mendalilkan bahwa tanda tangan Pemohon identik kalau kami tidak membuktikan hasil Labkrim itu di Pra Peradilan; 17. Bahwa suatu SP3 bisa dibuka kembali apabila di dalam perjalanannya ditemukan bukti/novum baru dan itu berdasarkan Putusan PN; 18. Bahwa untuk memahami dimana posisi BAP Labkrim itu, Termohon akan menjelaskan sebagai berikut: Berdasarkan Pasal
120 KUHAP dijelaskan bahwa “Dalam hal Penyidik
menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus.” Selanjutnya berdasarkan Pasal 184 KUHAP disebutkan bahwa alat bukti antara lain ialah keterangan ahli dan surat. Hasil Pemeriksaan Puslabfor termasuk dalam kategori alat bukti keterangan ahli dan surat. Di dalam Peraturan Kapolri (Perkap) sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya dan berdasarkan SOTK, disebutkan bahwa Puslabfor merupakan bagian (unsur pendukung) dari penyelidikan dan penyidikan yang berada dibawah Bareskrim untuk melakukan pemeriksaan terhadap barang bukti dan tempat kejadian perkara. Jadi pemeriksaan yang dilakukan oleh Puslabfor adalah by order dari pihak Penyidik. Berdasarkan Pasal 9 Perkap No. 10 Tahun 2009 tentang Tata Cara dan Persyaratan Permintaan Pemeriksaan Teknis Kriminalistik Tempat Kejadian Perkara dan Laboratoris Kriminalistik Barang Bukti Kepada Laboratorium Forensik Kepolisian Negara
Republik
Indonesia
disebutkan
bahwa
"Pemeriksaan
laboratoris
kriminalistik barang bukti dapat dipenuhi berdasarkan permintaan tertulis dari penegak hukum. ”
11
Artinya, pekerjaan Termohon adalah by order dan kita tidak mempunyai produk lain selain yang diberikan kepada Penyidik (userj yang memintanya. Walaupun tadi dikatakan ada satu untuk arsip namun itu ilegal (tidak berkekuatan hukum) karena hanya ada paraf, bukan tanda tangan. Kalau Termohon memberikan selain kepada Penyidik, berarti Termohon menghianati profesi Termohon. Seharusnya di dalam sidang pengadilan (Pra Peradilan) itu apabila Pemohon tidak percaya/tidak menerima hasil Labkrim maka ia bisa meminta kepada Hakim untuk dilakukan pengujian ulang. Itu diatur dalam KUHAP. Artinya siapa pun boleh tidak menerima hasil pemeriksaan Termohon (Puslabfor), asalkan minta kepada hakim dan apabila hakim memperkenankan maka akan dilakukan uji ulang dengan tim yang berbeda. Artinya yang mengoreksi BAP Termohon adalah hakim; 19. Bahwa Termohon menjelaskan apabila yang diminta Pemohon adalah salinan BAP Labkrim No. 2621/DTF/2010 maka Termohon menegaskan bahwa dokumen itu tidak mungkin diberikan, karena yang aslinya sudah disampaikan kepada Penyidik (Polres Bogor). Termohon sudah tidak memilikinya lagi. Termohon hanya ada untuk arsip dan itu pun tanpa legalitas, tanpa tanda tangan, dan tanpa stempel, yang ada hanya paraf. Akan lebih masuk akal kalau misalnya yang diminta adalah hanya copy-annya saja (fotocopy dokumen). Kalau itu yang diminta masih mungkin Termohon terima. Kalau yang asli maka Termohon sudah tidak menguasainya lagi; 20. Bahwa dalam struktur dan tata kerja di lingkungan Polri, Puslabfor menekankan pada fungsi, tidak terikat pada struktur tapi pada fungsi; 21. Bahwa semua rangkaian proses dan hasil pemeriksaan Labkrim terhadap tandatangan saudara Sunaki seperti metode dan lain sebagainya sudah diberikan kepada yang memohon pemeriksaan Labkrim tersebut yakni Polres Bogor. Surat-Surat Termohon [2.13] Menimbang bahwa Termohon mengajukan bukti surat sebagai berikut: Surat T-l
Surat Perintah Nomor: Sprin/233/IV/2014/Humas tertanggal 25 April 2014 dan Surat Perintah Nomor: Sprin/1412/Ops/IV/2014/Bareskrim tertanggal 24 April 2014
Surat T-2
Foto copy identitas Kuasa Termohon
Surat T-3
Surat
Jawaban
Permohonan
Informasi
Pemohon
B/5837/PLF/XI/2013/Bareskrim tertanggal 25 November 2013. 12
No.
Surat T-4
Berita Acara Uji Konsekuensi Informasi terhadap Informasi yang Dikecualikan
di
Lingkungan
Satker
Mabes
Polri
Nomor:
BA/38/IX/2011/Humas Surat T-5
Surat Tanggapan atas Keberatan Nomor: B/191/PLF/I/2014/Bareskrim tertanggal 13 Januari 2014
Surat T-6
Surat tentang Kesimpulan Termohon tertanggal 23 Juni 2014
Pemeriksaan Tertutup terhadap Dokumen-Dokumen Termohon [2.14] Menimbang bahwa Majelis Komisioner telah melakukan pemeriksaan secara tertutup terhadap dokumen-dokumen yang berada/dimiliki oleh Termohon yang terkait dengan sengketa a quo di Ruang Sidang Komisi Informasi Pusat pada tanggal 2 Juni 2014. Dalam pemeriksaan tertutup diperoleh fakta-fakta sebagai berikut; 1.
Termohon tetap pada pendiriannya bahwa pihak Puslabfor Polri tidak memiliki dokumen yang diminta oleh Pemohon. Begitu pula Termohon berdalih bahwa pihak Puslabfor Polri tidak mempunyai wewenang untuk mengeluarkan atau menerbitkan dokumen yang dimaksud;
2.
Termohon menyerahkan bukti surat berupa Surat Jawaban atas Permohonan Pemohon tertanggal 25 November 2013 dan Surat Tanggapan atas Keberatan tertanggal 13 Januari 2014 yang menurut Termohon tidak secara jujur disampaikan oleh Pemohon di dalam persidangan. Padahal menurut Termohon Surat tersebut sudah diberikan dan disampaikan kepada Pemohon.
Keterangan Ahli: [2.15] Menimbang bahwa Pemohon Penyelesaian Sengketa Informasi Publik a quo pada persidangan tanggal 2 Juni 2014 menghadirkan Ahli di bidang Ilmu Komunikasi, yaitu Prof. Dr. Muhammad Budyatna, Di dalam persidangan, Ahli mengemukakan keteranganketerangan sebagai berikut: 1. Dasar dari dikeluarkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) oleh Polres Bogor adalah hasil pemeriksaan Labkrim yang menyatakan tanda tangan Pemohon identik. Seharusnya dasar diterbitkannya SP3 tersebut bisa dijawab dan dijelaskan oleh Polres Bogor;
13
2. Apabila suatu perkara sudah di SP3 maka harusnya itu sudah terbuka untuk umum, jadi bukan sesuatu yang dirahasiakan lagi; 3. Dokumen yang dimohon oleh Pemohon sebetulnya sudah terbuka untuk umum karena sudah pernah dibuka di sidang Pra Peradilan yang terbuka untuk umum; 4. Ukuran dari uji kepentingan publik dalam mengecualikan informasi adalah apabila ada kerugian yang ditimbulkan apabila informasi itu dibuka. Tetapi yang menjadi pokok persoalan adalah adanya tanda tangan saudara Sunaki yang dibantah olehnya bahwa ia tidak pernah membuat tanda tangan tersebut. Yang menjadi persoalan ialah menyangkut tanda tangan saudara Sunaki itu sendiri. Jadi tidak ada kerugian apa pun dalam hal ini karena yang meminta adalah Sunaki sendiri; 5. Menurut suratnya, yaitu surat pemberitahuan penghentian penyidikan, surat tersebut dikeluarkan oleh Polres Bogor. Harusnya memang kewajiban Polres Bogor untuk memberikan keterangan/penjelasan, kalau itu dikatakan identik maka apa dasarnya; 6. Dalam hal ini Puslabfor tidak bisa disalahkan karena dokumen yang diminta Pemohon sudah dikirimkan kepada Polres Bogor. Artinya harusnya Polres Bogor yang menjelaskan, dalam hal ini harusnya Sunaki mengejar informasi ini kepada Penyidik di Polres Bogor; 7. Dari segi komunikasi, menurut teori manipulasi informasi, suatu informasi itu bisa ditambah, dikurangi bahkan di manipulasi. Jika informasi tidak disampaikan sehingga tidak diketahui kebenarannya maka bisa saja informasi itu dimanipulasi;
3. KESIMPULAN PARA PIHAK
Kesimpulan Pemohon [3.1]
Menimbang bahwa di dalam persidangan terakhir sebelum pembacaan putusan,
Pemohon menyampaikan kesimpulan sebagai berikut: Bahwa Permohonan Pemohon kepada Termohon berupa Salinan dokumentasi hasil pemeriksaan BAP Labkrim No. Lab 2621/DTF/2010 tanggal 24 November 2010 tidak termasuk dalam kategori informasi yang dikecualikan sesuai dengan Pasal 17 UU No. 14 Tahun 2008 dengan alasan-alasan sebagai berikut:
14
1. Alasan penolakan permohonan Pemohon yang didasarkan pada hasil uji konsekuensi yang dikeluarkan Mabes Polri, setelah diteliti oleh Pemohon, tidak ada satupun dari 8 butir pengecualian itu yang termasuk dalam kategori informasi yang dimohonkan oleh Pemohon. Berdasarkan alasan tersebut penolakan Termohon atas permohonan Pemohon dengan uji konsekuensi yang telah dilakukannya merupakan alasan yang tidak berdasar hukum. 2. Termohon telah mendalilkan bahwa permohonan pemohon terkait dokumen hasil pemeriksaan Labkrim No. Lab 2621/DTF/2010 tenggal 24 November 2010 telah diperlihatkan oleh Termohon pada saat sidang Pra Peradilan yang terbuka untuk umum di PN Cibinong. Dengan kata lain apa yang dimohonkan oleh Pemohon telah ditujukan oleh Termohon kepada umum pada saat sidang Pra Peradilan yang terbuka untuk umum. Akan tetapi Termohon tidak memberikan informasi yang dimohon oleh Pemohon dengan permohonan resmi sampai persidangan ini dimulai. 3. Berdasarkan keterangan ahli yang diajukan oleh Pemohon, ahli tersebut menyatakan bahwa seharusnya Termohon mengabulkan permohonan Pemohon karena Pemohonlah orang yang paling berkepentingan terhadap hasil Labfor yang dimohonkan Pemohon. 4. Bahwa di dalam persidangan telah terbukti permohonan Pemohon tidak bertentangan dengan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Berdasarkan uraian tersebut diatas Pemohon dengan ini mohon agar Majelis yang memeriksa permohonan ini berkenan mengabulkan permohonan Pemohon. Apabila Majelis berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya.
Kesimpulan Termohon [3.2]
Menimbang bahwa di dalam persidangan terakhir sebelum pembacaan putusan,
Termohon menyampaikan kesimpulan sebagai berikut: 1. Bahwa Termohon telah menanggapi surat Pemohon
tertanggal 29 Oktober 2013
dengan surat jawaban Nomor B/5837/PLF/XI/2013/Bareskrim tanggal 25 November 2013 Perihal Penjelasan permintaan surat permohonan salinan dokumen BAP Labkrim No. Lab.: 2621/DTF/2010 yang dialamatkan kepada Pemohon Jl. Pancoran Barat VIII/1 Jakarta 12780 (bukti terlampir). 15
2.
Bahwa Termohon telah menanggapi surat Pemohon yang kedua tertanggal 2 Desember 2013 dengan surat jawaban Nomor B/191/PLF/I/2014/Bareskrim tanggal 13 Januari 2014 Perihal Penjelasan permintaan surat permohonan salinan dokumen BAP Labkrim No. Lab.: 2621/DTF/2010 yang dialamatkan kepada Pemohon Jl. Pancoran Barat VIII/1 Jakarta 12780 (bukti terlampir).
3.
Bahwa tindakan Termohon sudah tepat tidak memberikan hasil Labkrim kepada Pemohon karena Pemohon tidak pernah mengajukan permohonan untuk pemeriksaan dokumen kepada Termohon tetapi tiba-tiba meminta hasil Salinan BAP Nomor Lab. : 2621/DTF/2010 dan terhadap permintaan
Pemohon tersebut adalah salah alamat
sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1) Peraturan Kapolri tentang Tata Cara dan Persyaratan Permintaan Pemeriksaan Teknis Kriminalistik Tempat Kejadian Perkara dan Laboratoris Kriminalistik Barang Bukti Kepada Laboratorium Forensik Kepolisian
Negara
Republik
Indonesia
berbunyi
“Pemeriksaan
laboratoris
kriminalistik barang bukti dapat dipenuhi berdasarkan permintaan tertulis dari: a.
Penyidik Polri:
b.
PPNS;
c.
Kejaksaan;
d. Pengadilan; e.
POM TNI; dan
f.
Instansi lain sesuai dengan lingkup kewenangannya
Jadi hasil pemeriksaan Labkrim tersebut diserahkan kembali kepada pihak yang meminta, sedangkan Termohon tidak menyimpan BAP Labkrim
No. Lab.:
2621/DTF/2010. 4.
Bahwa berdasarkan Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) UU RI NO 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik menyatakan bahwa : Ayat (1): Badan Publik berhak menolak memberikan informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (2): Badan Publik berhak menolak memberikan Informasi Publik apabila tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
5.
Bahwa tindakan Termohon tidak memberikan hasil BAP Labkrim No. Lab.: 2621/DTF/2010 kepada Pemohon adalah sudah tepat dan benar karena hal ini 16
merupakan Informasi yang dikecualikan sehingga merupakan tindakan yang sah menurut hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 17 huruf a angka 1 Undang Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang berbunyi “Setiap Badan Publik wajib membuka akses bagi setiap pemohon Informasi Publik untuk mendapatkan Informasi Publik, kecuali: a. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan Kepada Pemohon Informasi Publik dapat menghambat proses penegakan hukum, yaitu informasi yang dapat: L menghambat proses Penyelidikan dan Penyidikan suatu tindak pidana " Juga diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor : 16 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelayanan Informasi Publik dilingkungan Polri pada Pasal 6 huruf a yang berbunyi “Informasi yang dikecualikan untuk dipublikasikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a meliputi informasi yang dapat: a. menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana ”, 6.
Bahwa berdasarkan Pasal 18 ayat (3) UU RI No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, menyatakan bahwa dalam hal kepentingan pemeriksaan perkara pidana di Pengadilan, Kapolri, Jaksa Agung, Ketua Mahkamah Agung, Ketua KPK dan/atau Pimpinan Lembaga Negara Penegak Hukum lainnya yang diberi kewenangan oleh Undang-Undang dapat membuka informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf i dan huruf j .
7.
Bahwa jelaslah permohonan Pemohon tentang permintaan salinan BAP No. Lab: 2621/DTF/2010 tanggal 24 November 2010 termasuk informasi yang dikecualikan dan dapat menghambat proses penegakan hukum dalam rangka proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana.
8.
Bahwa
Termohon
telah
menanggapi
penghentian
penyidikan
dan putusan
Praperadilan yang disampaikan oleh Pemohon hal ini bukan berarti BAP Labkrim No. Lab.: 2621/DTF/2010 dapat diberikan kepada siapapun karena bertentangan dengan Pasal 76 ayat (4) Peraturan Kapolri Nomor: 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana yang berbunyi “Dalam hal penghentian penyidikan dinyatakan tidak sah oleh putusan pra peradilan dan/atau ditemukan bukti baru, penyidik harus melanjutkan penyidikan kembali dengan menerbitkan surat ketetapan pencabutan penghentian penyidikan dan surat perintah penyidikan 17
lanjutan" sehingga permohonan yang diajukan oleh Pemohon patut untuk dikesampingkan. 9.
Bahwa Termohon perlu menanggapi permohonan Pemohon kepada Komisi Informasi Pusat pada tanggal 02 Januari 2014 nomor kosong yang ditanda tangani oleh Pemohon diatas materai Rp. 6.000,- (enam ribu rupiah) mengenai informasi yang dimohon yaitu salinan BAP Nomor Lab. : 2621/DTF/2010 tanggal 24 November 2010 dimana Pemohon tidak konsekwen dan tidak konsisten karena tidak jujur dalam memberikan pernyataan Pemohon pada angka 1 yang berbunyi “Dengan ini saya menyatakan bahwa sengketa informasi yang saya ajukan kepada Komisi Informasi Pusat tidak sedang diproses atau belum pernah diputus oleh lembaga peradilan dan tidak sedang diproses atau difasilitasi oleh lembaga penyelesaian sengketa lainnya” padahal dalam Laporan Polisi Nomor: LP/2027/VI/2010/PMJ/Ditreskrim.Um. yang disampaikan oleh Pemohon bahwa pada tanggal 14 November 2008 muncul keputusan Mahkamah Agung dengan Nomor: 308 PK/PTT/2008 yang menetapkan bahwa tanah tersebut adalah milik Yayasan Tirasa (bukti LP terlampir) sehingga sanksinya perlu diberikan sesuai pernyataan Pemohon pada angka 3 yaitu “Apabila pernyataan yang Pemohon berikan diatas tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, maka Komisi Informasi Pusat berhak untuk menolak permohonan penyelesaian sengketa yang Pemohon ajukan atau menghentikan seluruh proses penyelesaian sengketa informasi ini”. Bahkan Pemohon harus dikenakan sanksi pidana karena memberikan keterangan keterangan yang tidak benar kepada Komisi Informasi Publik sebagai suatu lembaga yang diakui oleh negara dalam penyelesaian informasi publik. Berdasarkan keterangan ahli Prof. DR. Mohammad Budiatna Guru Besar Universitas Indonesia jurusan Komunikasi yang dihadirkan oleh Pemohon, pada persidangan tanggal 2 Juni 2014 membenarkan bahwa pada intinya hasil pemeriksaan Puslabfor Bareskrim Polri diberikan kepada pihak yang meminta berarti Puslabfor tidak menyimpan BAP hasil pemeriksaan tersebut, sehingga permohonan Pemohon patut untuk ditolak.
10. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka Termohon mohon berkenan Ketua Majelis Komisioner Komisi Informasi Pusat yang memeriksa perkara ini untuk memutuskan dengan amar, sebagai berikut: 1) Menolak Permohonan Pemohon seluruhnya atau setidak-tidaknya permohonan 18
Pemohon tidak dapat diterima. 2) Menyatakan bahwa Dokumen BAP Labkrim No. Lab: 2621/DTF/2010 tanggal 24 November 2010 adalah merupakan dokumen yang dikecualikan menurut hukum. 3) Menghukum PEMOHON untuk membayar biaya perkara. Apabila Ketua Komisi Pusat Informasi berpendapat lain mohon putusan yang seadiladilnya (ex aequo et bono).
4. PERTIMBANGAN HUKUM [4.1] Menimbang bahwa maksud dan tujuan permohonan sesungguhnya adalah mengenai Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik sebagaimana diatur Pasal 35 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) jimcto Pasal 5 huruf b; Pasal 13; Pasal 36 ayat (1) ayat (2) Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik (Perki 1 Tahun 2013), yaitu dengan alasan permintaan informasi tidak ditanggapi.
[4.2] Menimbang bahwa sebelum memeriksa pokok permohonan, Majelis Komisioner akan mempertimbangkan terlebih dahulu hal-hal sebagai berikut: A. Kewenangan Komisi Informasi Pusat untuk memeriksa dan memutus permohonan a quo; B. Kedudukan hukum {legal standing) Pemohon. C. Kedudukan hukum {legal standing) Termohon. D. Jangka waktu permohonan penyelesaian sengketa informasi publik. Terhadap hal tersebut di atas, Majelis berpendapat sebagai berikut;
A. Kewenangan Komisi Informasi Pusat [4.3] Menimbang bahwa Komisi Informasi Pusat memiliki dua kewenangan yaitu kewenangan
absolut
dan
kewenangan
relatif.
Oleh
karena
mempertimbangkan dua kewenangan tersebut dalam perkara a quo.
19
itu
Majelis
akan
Kewenangan Absolut [4.4] Menimbang bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 4 UU KIP dinyatakan bahwa: “Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan UU KIP dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi. ” [4.5] Menimbang bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 5 UU KIP juncto Pasal 1 angka 3 Perki 1 Tahun 2013 dinyatakan bahwa: “Sengketa Informasi Publik adalah sengketa yang terjadi antara Badan Publik dengan Pemohon Informasi Publik dan/atau Pengguna Informasi Publik yang berkaitan dengan hak memperoleh dan/atau menggunakan Informasi Publik berdasarkan peraturan perundang-undangan. ” [4.6] Menimbang bahwa berdasarkan ketentuan: Pasal 26 ayat (1) huruf a UU KIP "Komisi Informasi bertugas: menerima, memeriksa, dan memutus permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi yang diajukan oleh setiap Pemohon Informasi Publik berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam UU KIP. ” Pasal 22 UU KIP: Ayat (1) “Setiap Pemohon Informasi Publik dapat mengajukan permintaan untuk memperoleh Informasi Publik kepada Badan Publik terkait secara tertulis atau tidak tertulis. ” Ayat (7) “Paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permintaan, Badan Publik yang bersangkutan wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis yang berisikan : a. informasi yang diminta berada di bawah penguasaannya ataupun tidak; b. Badan Publik wajib memberitahukan Badan Publik yang menguasai informasi yang diminta apabila informasi yang diminta tidak berada dibawah penguasaannya dan Badan Publik yang menerima permintaan mengetahui keberadaan informasi yang diminta; c. penerimaan atau penolakan permintaan dengan alasan yang tercantum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17; d. dalam hal permintaan diterima seluruhnya atau sebagian dicantumkan materi informasi yang akan diberikan; e. dalam hal suatu dokumen mengandung materi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, maka informasi yang dikecualikan tersebut dapat dihitamkan dengan disertai alasan dan materinya; 20
f alat penyampai dan format informasi yang akan diberikan; dan/atau g. biaya serta cara pembayaran untuk memperoleh informasi yang diminta. ” Ayat (8) “Badan Publik yang bersangkutan dapat memperpanjang waktu untuk mengirimkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), paling lambat 7 (tujuh) hari kerja berikutnya dengan memberikan alasan secara tertulis. “ Pasal 36 UU KIP: Ayat (1) “Keberatan diajukan oleh Pemohon Informasi Publik dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah ditemukannya alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1).” Ayat (2) “Atasan pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) memberikan tanggapan atas keberatan yang diajukan oleh Pemohon Informasi Publik dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya keberatan secara tertulis. ” Pasal 37 ayat (2) UU KIP “Upaya penyelesaian Sengketa Informasi Publik diajukan dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah diterimanya tanggapan tertulis dari atasan pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2). ” [4.7] Menimbang bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 5 Perki 1 Tahun 2013 dinyatakan bahwa: “Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Komisi Informasi dapat ditempuh apabila: a. Pemohon tidak puas terhadap tanggapan atas keberatan yang diberikan oleh atasan PPID; atau b. Pemohon tidak mendapatkan tanggapan atas keberatan yang telah diajukan kepada atasan PPID dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak keberatan diterima oleh atasan PPID. ” [4.8] Menimbang bahwa berdasarkan fakta persidangan, Pemohon telah menempuh mekanisme permohonan informasi, keberatan, dan permohonan penyelesaian sengketa informasi publik sebagai berikut: 1. Pemohon mengajukan permohonan informasi kepada Kepala Puslabfor Polri pada tanggal 29 Oktober 2013. 21
Informasi yang diminta adalah Salinan Dokumentasi Hasil Pemeriksaan Berita Acara Pemeriksaan Labkrim No. Lab.2621/DTF/2010 tanggal 24 November 2010; 2. Termohon memberikan jawaban atas permohonan informasi Pemohon pada tanggal 25 November 2013; 3. Pemohon menyampaikan surat keberatan kepada Kapolri pada tanggal 2 Desember 2013. 4. Pemohon mengajukan permohonan penyelesaian sengketa informasi publik ke Komisi Informasi Pusat pada tanggal 2 Januari 2014 dan diterima oleh Komisi Informasi Pusat pada tanggal 6 Januari 2014. 5. Termohon menyampaikan tanggapan atas keberatan Pemohon pada tanggal 13 Januari 2014.
[4.9] Menimbang bahwa berdasarkan uraian pada paragraf [4.3] sampai dengan paragraf [4.8], Majelis berpendapat bahwa sengketa a quo berada dalam kompetensi absolut Komisi Informasi Pusat dan oleh karenanya Komisi Informasi Pusat berwenang untuk menyelesaian sengketa a quo.
Kewenangan Relatif [4.10] Menimbang ketentuan Pasal 27 ayat (2) UU KIP yang menyatakan bahwa: “Kewenangan Komisi Informasi Pusat meliputi kewenangan penyelesaian Sengketa Informasi Publik yang menyangkut Badan Publik pusat dan Badan Publik tingkat provinsi dan/atau Badan Publik tingkat kabupaten/kota selama Komisi Informasi di provinsi atau Komisi Informasi kabupaten/kota tersebut belum terbentuk. ”
[4.11] Menimbang Pasal 1 angka 3 UU KIP yang menyatakan bahwa: “Badan Publik adalah lembaga eksekutif legislatif yudikatif dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri. ” [4.12] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Perki 1 Tahun 2013 dinyatakan bahwa: 22
“Komisi Informasi Pusat berwenang menyelesaikan Sengketa Informasi Publik yang menyangkut Badan Publik Pusat. "
[4.13] Menimbang bahwa berdasarkan penjelasan Pasal 6 ayat (1) Perki 1 Tahun 2013, yang dimaksud dengan Badan Publik Pusat adalah: “Badan Publik yang lingkup kerjanya bersifat nasional atau lembaga tingkat pusat dari suatu lembaga yang hierarkis. Contoh: Kementerian, MPR, DPR, Mahkamah Agung, Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, ..... atau lembaga negara lain di tingkat pusat. ”
[4.14] Menimbang bahwa Termohon adalah Badan Publik Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Polri yang keberadaannya dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia (RI) telah disebut dan diatur dalam Bab XII tentang Pertahanan dan Keamanan Negara, Pasal 30 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selanjutnya, berdasarkan Pasal 30 ayat (5) UUD NRI Tahun 1945 yang memerintahkan pengaturan lebih lanjut tentang susunan dan kedudukan Polri, dibentuklah UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. [4.15] Menimbang bahwa fungsi Polri berdasarkan Pasal 2 UU No. 2 Tahun 2002, yaitu: “Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. ” [4.16] Menimbang Pasal 5 ayat (2) UU No. 2 Tahun 2002 mengenai struktur organisasi Polri, dinyatakan bahwa: “Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional yang merupakan satu kesatuan [4.17] Menimbang bahwa kedudukan Polri menurut Pasal 8 UU No. 2 Tahun 2002 yakni: Ayat (1) “Kepolisian Negara Republik Indonesia berada di bawah Presiden. ” Ayat (2) “Kepolisian Negara Republik Indonesia dipimpin oleh Kapolri yang dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada Presiden sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 23
[4.18] Menimbang bahwa pembiayaan/pendanaan Polri sebagaimana diatur dalam Pasal 58 Perpres No. 52 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia, yaitu; “Segala pembiayaan yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas organisasi Polri dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. ”
[4.19] Menimbang bahwa berdasarkan uraian pada paragraf [4.10] sampai dengan paragraf [4.18] Majelis berpendapat bahwa sengketa a quo berada dalam kompetensi relatif Komisi Informasi Pusat dan oleh karenanya Komisi Informasi Pusat berwenang untuk menyelesaian sengketa a quo.
B. Kedudukan Hukum (Legal Standing) Pemohon [4.20] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 11 dan angka 12 UU KIP juncto Pasal 1 angka 7 Perki 1 Tahun 2013 disebutkan bahwa Pemohon Penyelesaian Sengketa Informasi Publik adalah Pengguna atau Pemohon Informasi Publik yang menggunakan informasi publik atau mengajukan permintaan Informasi Publik sebagaimana diatur dalam UU KIP.
[4.21] Menimbang ketentuan sebagai berikut: Pasal 11 ayat (1) Perki 1 Tahun 2013: Pemohon wajib menyertakan dokumen kelengkapan permohonan sebagai berikut: a.
Identitas Pemohon yang sah, yaitu: 1. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk, Paspor atau identitas lain yang sah yang dapat membuktikan Pemohon adalah warga negara Indonesia; atau 2. Anggaran dasar yang telah disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan telah tercatat di Berita Negara Republik Indonesia dalam hal Pemohon adalah Badan Hukum. 3. Surat kuasa dan fotokopi Kartu Tanda Penduduk pemberi kuasa dalam hal Pemohon mewakili kelompok orang.
24
[4.22] Menimbang bahwa telah menjadi fakta hukum yang tidak terbantahkan di dalam persidangan bahwa Pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia dengan bukti fotokopi kartu tanda penduduk yang di dalam persidangan didampingi oleh kuasa hukum dengan bukti surat kuasa khusus dan fotokopi kartu tanda penduduk kuasa hukum Pemohon (vide surat P-4 sampai dengan P-6). [4.23] Menimbang bahwa berdasarkan uraian pada paragraf [4.20] sampai dengan paragraf [4.22] Majelis berpendapat Pemohon memenuhi syarat kedudukan hukum (legal standing) sebagai Pemohon Penyelesaian Sengketa Informasi Publik dalam sengketa a quo.
C. Kedudukan Hukum (legat standing) Termohon [4.24] Menimbang bahwa kedudukan hukum Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sebagai Termohon Penyelesaian Sengketa Informasi Publik dalam sengketa a quo sesungguhnya telah diuraikan dan dipertimbangkan pada bagian “Kewenangan Relatif’ (paragraf [4.10] sampai dengan paragraf [4.19]). Pertimbangan-pertimbangan tersebut mutatis mutandis berlaku dalam menguraikan dan mempertimbangkan kedudukan hukum Termohon sebagaimana dimaksud pada bagian ini (Bagian C. Kedudukan Hukum Termohon).
[4.25] Menimbang bahwa berdasarkan uraian pada paragraf [4.24] diatas, Majelis berpendapat Termohon memenuhi syarat kedudukan hukum (legal standing) sebagai Termohon Penyelesaian Sengketa Informasi Publik dalam sengketa a quo.
D. Jangka Waktu Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik [4.26] Menimbang bahwa berdasarkan fakta hukum yang tidak terbantahkan dalam persidangan, Pemohon telah menempuh mekanisme permohonan informasi, keberatan, dan pengajuan permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada paragraf [2.2] sampai dengan paragraf [2.6] (Kronologi).
[4.27] Menimbang ketentuan-ketentuan mengenai jangka waktu dalam prosedur penyelesaian Sengketa Informasi Publik sebagai berikut:
25
Pasal 22 UU KIP:
Ayat (1) “Setiap Pemohon Informasi Publik dapat mengajukan permintaan untuk memperoleh Informasi Publik kepada Badan Publik terkait secara tertulis atau tidak tertulis. ” Ayat (7) “Paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permintaan, Badan Publik yang bersangkutan wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis yang berisikan : a. informasi yang diminta berada di bawah penguasaannya ataupun tidak; b. Badan Publik wajib memberitahukan Badan Publik yang menguasai informasi yang diminta apabila informasi yang diminta tidak berada dibawah penguasaannya dan Badan Publik yang menerima permintaan mengetahui keberadaan informasi yang diminta; c. penerimaan atau penolakan permintaan dengan alasan yang tercantum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17/ d. dalam hal permintaan diterima seluruhnya atau sebagian dicantumkan materi informasi yang akan diberikan; e. dalam hal suatu dokumen mengandung materi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, maka informasi yang dikecualikan tersebut dapat dihitamkan dengan disertai alasan dan materinya; f alat penyampai dan format informasi yang akan diberikan; dan/ atau g. biaya serta cara pembayaran untuk memperoleh informasi yang diminta. ” Ayat (8) “Badan Publik yang bersangkutan dapat memperpanjang waktu untuk mengirimkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), paling lambat 7 ( tujuh) hari kerja berikutnya dengan memberikan alasan secara tertulis. ’’ Pasal 36 UU KIP: Ayat (1) “Keberatan diajukan oleh Pemohon Informasi Publik dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah ditemukannya alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1).”
Ayat (2) “Atasan pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) memberikan tanggapan atas keberatan yang diajukan oleh Pemohon Informasi Publik dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya keberatan secara tertulis. "
26
Pasal 37 ayat (2) UU KIP
“ Upaya penyelesaian Sengketa Informasi Publik diajukan dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah diterimanya tanggapan tertulis dari atasan pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2).
Pasal 13 Perki 1 Tahun 2013 Permohonan diajukan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak: a. tanggapan tertulis atas keberatan dari atasan PPID diterima oleh Pemohon; atau b. berakhirnya jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja untuk atasan PPID dalam memberikan tanggapan tertulis. [4.28] Menimbang bahwa berdasarkan uraian kronologi permohonan penyelesaian sengketa informasi a quo pada paragraf [2.2] sampai dengan paragraf [2.6] Majelis menemukan adanya kekurangan dalam hal jangka waktu di dalam prosedur penyelesaian sengketa informasi yang telah ditempuh oleh Pemohon.
[4.29] Menimbang bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 36 ayat (2) dan Pasal 37 ayat (2) UU KIP juncto Pasal 13 Perki 1 Tahun 2013, disebutkan bahwa jangka waktu pengajuan permohonan PSI ke Komisi Informasi dilakukan paling lambat 14 hari kerja sejak diterimanya tanggapan tertulis atas keberatan atau berakhirnya jangka waktu 30 hari kerja bagi atasan PPID dalam memberikan tanggapan tertulis atas keberatan yang diajukan Pemohon.
[4.30] Menimbang bahwa pada faktanya, Pemohon mengajukan permohonan PSI ke KI Pusat lebih dulu (premature) dari ketentuan jangka waktu yang telah ditetapkan. Pemohon mengajukan keberatan kepada Kapolri atau atasan PPID Polri pada tanggal 2 Desember 2013. Sedangkan pada tanggal 2 Januari 2014 Pemohon sudah mengajukan permohonan PSI ke KI Pusat. Berdasarkan kronologi tersebut, batas waktu 30 hari bagi atasan PPID untuk menjawab/menanggapi keberatan Permohon belum terlewati. Dari tanggal 2 Desember 2013 (waktu pengajuan keberatan) ke tanggal 2 Januari 2014 (waktu pengajuan PSI) baru memasuki hari kerja yang ke-21. Sehingga secara normatif permohonan PSI itu seharusnya belum dapat diajukan dan menunggu sampai berakhirnya jangka waktu 30 hari kerja bagi atasan PPID untuk menanggapi keberatan Pemohon. Adapun permohonan PSI baru dapat
27
diajukan dalam jangka waktu 14 hari kerja sejak berakhirnya jangka waktu bagi atasan PPID untuk menanggapi keberatan tersebut.
[4.31] Menimbang bahwa selain pertimbangan-pertimbangan yang telah dikemukakan diatas, Majelis mempunyai pertimbangan hukum lain terkait kekurangan dalam hal jangka waktu dari permohonan a quo.
[4.32] Menimbang bahwa sesungguhnya ketentuan mengenai jangka waktu sebagaimana diatur dan ditetapkan oleh UU KIP dan Perki 1 Tahun 2013 merupakan syarat prosedural/formal dari suatu prosedur penyelesaian sengketa informasi publik. Dalam hal ini Majelis berpandangan bahwa syarat prosedural/formal tersebut tidak boleh menghalangi hak konstitusional seseorang yang secara hukum telah terbukti, melalui sidang penyelesaian sengketa informasi di Ki Pusat: berkepentingan langsung dan membutuhkan informasi yang dimohonkannya.
Dalam
pendirian
yang
demikian,
Majelis
berketetapan
untuk
mengesampingkan (set a sidej ketentuan jangka waktu terhadap sengketa a quo dan tetap melanjutkan pemeriksaan terhadap sengketa a quo. Penerapan ketentuan tersebut secara kaku sehingga mengabaikan hak-hak paling mendasar warga negara untuk memperoleh keadilan melalui penyelesaian sengketa informasi di Komisi Informasi Pusat, justru bukanlah maksud dan tujuan dibentuknya UU KIP yang dipayungi oleh Pasal 28 F UUD 1945.
[4.33] Menimbang bahwa pengesampingan hukum terhadap syarat prosedural/formal dalam suatu persidangan (set a side by judicial activism) bukanlah sesuatu yang asing atau tidak pernah dilakukan oleh lembaga-lembaga peradilan, termasuk institusi Komisi Informasi di negera lain.
[4.34] Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hukum yang telah diuraikan pada paragraf [4.26] sampai dengan paragraf [4.33], Majelis berpendapat dan berketetapan untuk tetap menerima, memeriksa, dan memutus permohonan a quo.
E. Pokok Permohonan [4.35] Menimbang bahwa pokok permohonan dalam perkara a quo sesungguhnya adalah Sengketa Informasi Publik antara Pemohon dan Termohon mengenai informasi yang
28
dimohonkan Pemohon kepada Termohon yakni Salinan Dokumentasi Hasil Pemeriksaan Berita Acara Pemeriksaan Labkrim No, Lab.2621/DTF/2010 tanggal 24 November 2010.
F, Pendapat Majelis [4.36] Menimbang bahwa berdasarkan surat permohonan informasi Pemohon diperoleh fakta hukum bahwa informasi yang diminta oleh Pemohon adalah hasil pemeriksaan berita acara pemeriksaan laboratorium kriminal No. 2621/DTF/2010 tanggal 24 November 2010 sebagaimana terurai dalam surat P-l.
[4.37] Menimbang bahwa berdasarkan surat permohonan Pemohon (Surat P-l) yang selanjutnya ditegaskan kembali oleh Pemohon di dalam persidangan, alasan dan tujuan permohonan informasi sesungguhnya ialah untuk pembuktian dalam kasus perkara pra peradilan No. l/Pid.Pra/2012/PN, Cbn tanggal 20 Januari 2012.
[4.38] Menimbang bahwa dalam surat tanggapan atas surat permohonan informasi dan tanggapan atas surat keberatan yang diajukan oleh Pemohon, Termohon menolak memberikan informasi yang dimohon oleh Pemohon dengan alasan atau pertimbangan bahwa berdasarkan Peraturan Kapolri No. 10 tahun 2009 tanggal 14 September 2009 tentang Tata Cara dan Persyaratan Permintaan Pemeriksaan Teknis Kriminalistik Tempat Kejadian Perkara dan Laboratoris Kriminalistik Barang Bukti kepada Laboratorium Forensik Polri, maka Salinan Berita Acara Hasil Pemeriksaan Laboratorium Forensik dengan No. Lab: 2621/DTF/2010 tertanggal 24 November 2010 tidak dapat diberikan atas permintaan perorangan sesuai dengan Pasal 9 (1) Peraturan Kapolri No. 10 Tahun 2009 butir 1 (b) diatas (vide surat T-3 dan T-5). [4.39] Menimbang bahwa berdasarkan uraian sebagaimana dimaksud pada paragraf [438], ditemukan fakta hukum bahwa penolakan permohonan informasi dalam perkara a quo ialah berdasarkan alasan pengecualian, sehingga menurut ketentuan Pasal 40 ayat (2) UU KIP June to Pasal 29 ayat (2) Perki Nomor 1 Tahun 2013, perkara a quo tidak perlu dimediasi terlebih dahulu melainkan langsung memeriksa pokok sengketa melalui sidang ajudikasi.
29
Pasal 40 ayat (2) UU KIP: “Penyelesaian sengketa melalui Mediasi hanya dapat dilakukan terhadap pokok perkara yang terdapat dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f dan huruf g, ” Pasal 29 ayat 2 Perki 1 Tahun 2013: "Dalam hal penolakan permohonan informasi atas alasan pengecualian berdasarkan Pasal 35 ayat (1) huruf a UU KIP, Majelis Komisioner langsung memeriksa pokok sengketa tanpa melalui mediasi. ” [4.40] Menimbang bahwa oleh karena penolakan permohonan informasi a quo ialah karena alasan pengecualian maka berdasarkan Pasal 2 ayat (4) dan Pasal 19 UU KIP juncto Pasal 8 ayat (4) huruf b, Pasal 15, Pasal 16, dan Pasal 26 ayat (6) Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik (Perki 1 Tahun 2010), Badan Publik melalui PPID wajib melakukan uji konsekuensi (consequential harm test) sebelum menyatakan suatu informasi publik sebagai informasi rahasia atau informasi yang dikecualikan.
[4.41] Menimbang bahwa berdasarkan surat tanggapan atas surat permohonan informasi dan keberatan yang dibuat oleh Termohon sebagaimana dimaksud pada paragraf [4.38], sesungguhnya Termohon telah melakukan uji konsekuensi untuk menolak permohonan informasi Pemohon dengan pertimbangan-pertimbangan atau alasan-alasan pengecualian yang disebutkan oleh Termohon dalam surat tersebut yang pada pokoknya menolak memberikan informasi yang dimohonkan oleh Pemohon berdasarkan alasan pengecualian menurut ketentuan perundang-undangan yaitu Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 17 huruf a angka 1 UU KIP dan alasan pengecualian karena menyangkut informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana (vide surat T-4).
[4.42]
Menimbang
bahwa
berita
acara
pemeriksaan
laboratorium
kriminal
No.
2621/DTF/2010 tanggal 24 November 2010 sebagaimana dimaksud dan dimohonkan oleh Pemohon ialah turunan berita acara pemeriksaan tersangka menurut Pasal 72 UndangUndang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (UU 81 Tahun 1981) juncto Pasal 7 ayat (2) Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelayanan Informasi Publik di Lingkungan Kepolisian Negara RI (Perkap 16 Tahun 2010).
30
Pasal 72 UU 81 Tahun 1981
“Atas permintaan tersangka atau penasihat hukumnya pejabat yang bersangkutan memberikan turunan berita acara pemeriksaan untuk kepentingan pembelaannya. ” Pasal 7 ayat (2) Perkap 16 Tahun 2010 “Turunan berita acara pemeriksaan tersangka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruff dapat diberikan kepada tersangka atau penasihat hukumnya, apabila diminta untuk kepentingan pembelaan. ” [4.43] Menimbang bahwa ketentuan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Perki 1 Tahun 2013 apabila menurut hasil uji konsekuensi tersebut terbukti bahwa informasi yang dimohon termasuk informasi yang dikecualikan, maka Majelis melakukan uji kepentingan publik sebelum memutuskan informasi yang dimaksud sebagai informasi yang dikecualikan (tertutup).
Pasal 34 Perki 1 Tahun 2013 Ayat (1) “Dalam hal ajudikasi dilakukan karena penolakan permohonan berdasarkan alasan pengecualian informasi, Majelis Komisioner melakukan penilaian terhadap hasil uji konsekuensi atas penetapan informasi yang dikecualikan. ” Ayat (2) “Dalam hal penilaian terhadap hasil uji konsekuensi sebagaimana dimaksud pada ayat (J) terbukti bahwa informasi yang dimohon termasuk informasi yang dikecualikan, sidang ajudikasi dilanjutkan untuk melakukan uji kepentingan publik. ” [4.44] Menimbang bahwa berdasarkan penjelasan paragraf [4.40] sampai dengan paragraf [4.43] maka Majelis akan melakukan penilaian terhadap hasil uji konsekuensi atas penetapan informasi yang dikecualikan. Pada persidangan tanggal 2 Juni 2014 Majelis Komisioner melakukan pemeriksaan tertutup terhadap dokumen-dokumen yang berada/dimiliki oleh Termohon yang terkait dengan sengketa a quo dan melakukan pemeriksaan terhadap Ahli yang diajukan oleh Pemohon. [4.45] Menimbang bahwa ketentuan Pasal 43 ayat (3) UU KIP mengenai pemeriksaan secara tertutup diperoleh fakta terhadap dokumen-dokumen yang berada/dimiliki oleh Termohon yang terkait dengan sengketa a quo di Ruang Sidang Komisi Informasi Pusat pada tanggal 2 Juni 2014 oleh Majelis Komisioner. 31
Pasal 43 ayat (3) UU KIP “Dalam hal pemeriksaan yang berkaitan dengan dokumen-dokumen yang termasuk dalam pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, maka sidang pemeriksaan perkara bersifat tertutup. ” [4.46] Menimbang bahwa ketentuan Pasal 54 ayat (1) dan (2) Perki 1 Tahun 2013 mengenai pemeriksaan terhadap Ahli yang diajukan oleh Pemohon pada persidangan tanggal 2 Juni 2014.
Pasal 54 Perki 1 Tahun 2013 Ayat (1) ‘'Ahli dapat diajukan oleh Pemohon, Termohon, dan Majelis Komisioner. ”
Ayat (2) “Keterangan ahli yang dapat dipertimbangkan oleh Majelis Komisioner adalah keterangan yang diberikan oleh orang yang memiliki keahlian mengenai hal yang dipersengketakan dan tidak memiliki kepentingan yang bersifat pribadi dengan para pihak yang berperkara. ” [4.47] Menimbang bahwa ketentuan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (PP 61 Tahun 2010) mengenai jangka waktu pengecualian terhadap informasi yang dikecualikan.
Pasal 5 PP 61 Tahun 2010 Ayat (1) “Jangka Waktu Pengecualian Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat menghambat proses penegakan hukum ditetapkan paling lama 30 (tiga puluh) tahun. ” Ayat (2) “Jangka Waktu Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan jika Informasi Publik tersebut telah dibuka dalam sidang pengadilan yang terbuka untuk umum. ” [4.48] Menimbang bahwa berdasarkan keterangan yang diperoleh Majelis Komisioner dalam persidangan sengketa a quo ditemukan fakta bahwa Pemohon adalah pihak terkait langsung 32
terhadap informasi yang dimohonkan walaupun kedudukannya bukanlah sebagai tersangka namun sebagai pelapor atas laporan dugaan pemalsuan surat dalam proses penegakan hukum.
[4.49] Menimbang bahwa ketentuan Pasal 27 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 jo. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman (UU 48 Tahun 2009) menegaskan mengenai Asas Equality Before The Lavi> yaitu suatu asas persamaan di dalam hukum yang menghendaki adanya keadilan bagi setiap orang.
Pasal 27 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 “Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. ” Pasal 4 ayat (1) UU 48 Tahun 2009 "Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang. ” [4.50] Menimbang bahwa Majelis Komisioner berpendapat meskipun Pasal 72 UU 81 Tahun 1981 hanya menyatakan tersangka akan tetapi dapat dikatakan setiap pihak yang berperkara baik pelapor dan terlapor dapat memperoleh salinan/turunan berita acara dari hasil pemeriksaan tersebut dan hal ini dapat diperluas bahwa para pihak yang berkepentingan memiliki hak yang sama untuk memperoleh suatu informasi dengan tafsiran Asas Equality Before The Law.
[4.51] Menimbang bahwa ketentuan Penjelasan Pasal 23 UU KIP menyatakan bahwa: “Yang dimaksud dengan “mandiri” adalah independen dalam menjalankan wewenang serta tugas dan fungsinya termasuk dalam memutuskan Sengketa Informasi Publik dengan berdasar pada Undang-Undang ini, keadilan, kepentingan umum, dan kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Yang dimaksud “Ajudikasi nonlitigasi” adalah penyelesaian sengketa Ajudikasi di luar pengadilan yang putusannya memiliki kekuatan setara dengan putusan pengadilan.”
[4.52] Menimbang bahwa berdasarkan penjelasan pada paragraf [4.51] meskipun Majelis Komisioner bukanlah hakim pengadilan pada umumnya namun sifat pemutus dalam sidang ajudikasi non litigasi pada prinsipnya sama dengan badan peradilan lainnya dan sifat putusan ajudikasi non litigasi memiliki kekuatan setara dengan putusan pengadilan sehingga Majelis Komisioner sama-sama bertindak sebagai pemutus dalam suatu sengketa seperti hakim yang bertindak sebagai pemutus dalam suatu perkara. 33
[4.53] Menimbang bahwa dalam peraturan perundang-undangan terdapat dua makna secara tersurat atau jelas tercantum maksudnya (literal egis) dan ada yang tersirat atau tersembunyi maksudnya {sintentia legis). Penemuan hukum (rechtsvinding) dengan menggunakan metode konstruksi hukum yaitu Hakim menggunakan penalaran logisnya untuk mengembangkan lebih lanjut suatu teks peraturan perundang-undangan, dimana Hakim tidak lagi dan berpegang pada bunyi teks itu. Konstruksi hukum dilakukan dengan cara “argumentum per analogian” (analogi). Argumentum per analogian memberi penafsiran pada sesuatu peraturan hukum dengan memberi kias pada kata-kata dalam peraturan tersebut sesuai dengan azas hukumnya sehingga suatu peristiwa yang sebenarnya tidak termasuk kedalamnya dianggap sesuai dengan bunyi peraturan tersebut karena ada kesamaan. Metode analogi lazim digunakan oleh hakim atau ajudikator dalam hal menghadapi peristiwa hukum yang belum ada pengaturannya dalam undang-undang, namun peristiwa tersebut memiliki unsur-unsur yang sama atau mirip dengan peristiwa hukum lainnya yang sudah diatur. Dalam hal ini, Majelis Komisioner menggunakan metode “argumentum per analogian” untuk memperluas maksud dan makna dalam Pasal 72 UU 81 Tahun 1981 bahwa sesungguhnya tidak hanya tersangka yang berhak mendapatkan turunan berita acara pemeriksaan dan berkas-berkas lain terkait perkara yang menyangkut dirinya melainkan pihak pelapor/saksi korban pun bisa mendapatkannya untuk kepentingan hukumnya.
[4.54] Menimbang bahwa yang menjadi dasar konstruksi hukum argumentum per analogian Majelis Komisioner adalah tersangka (terlapor) dan pelapor/saksi korban sama-sama menjadi pihak dalam perkara a quo dan tersangka (terlapor) dan pelapor/saksi korban sama-sama membutuhkan Berita Acara Pemeriksaan dan surat-surat lain terkait perkembangan perkara a quo untuk pembelaan kepentingannya di depan pengadilan.
[4.55] Menimbang bahwa berdasarkan penjelasan pada paragraf [4,45] sampai dengan paragraf [4.54] Majelis berpendapat dengan pertimbangan bahwa informasi yang dimohon oleh Pemohon (objectum litis) sebagaimana yang dimaksud pada paragraf [2.2] adalah dokumen yang terkait langsung kepada Pemohon dan berisi proses penegakan hukum dari laporan dugaan pemalsuan surat yang dilaporkan oleh Pemohon dan isinya adalah sebuah akta perjanjian yang memuat klausul-klausul mengenai hak privat Pemohon yaitu menyangkut kekayaan, aset, dan kondisi finansial Pemohon sebagai pribadi serta peruntukannya adalah untuk dapat dipergunakan dalam memperjuangkan hak Pemohon yang 34
sah
secara hukum
untuk
pembuktian
dalam kasus
perkara pra
peradilan No.
l/Pid.Pra/2012/PN. Cbn tanggal 20 Januari 2012.
[4.56] Menimbang bahwa berdasarkan penjelasan pada paragraf [4.42] sampai dengan paragraf [4.55] Majelis berpendapat bahwa informasi yang dimohon oleh Pemohon (objection litis) sebagaimana yang dimaksud pada paragraf [2.2] adalah informasi yang terbuka hanya dan khusus bagi Pemohon.
[4.57] Menimbang bahwa ketentuan Pasal 23 Perkap No. 16 Tahun 2010 disebutkan bahwa hubungan tata cara kerja dalam penyelenggaraan pelayanan informasi publik dilaksanakan antara pengemban fungsi Humas Polri dengan PPID baik di tingkat Mabes Polri dan tingkat satuan kewilayahan secara horizontal dan vertikal.
Pasal 23 Perkap No. 16 Tahun 2010: (1) Hubungan tata cara kerja dalam penyelenggaraan pelayanan informasi publik dilaksanakan antara pengemban fungsi Humas Polri dengan PPID baik di tingkat Mabes Polri dan tingkat satuan kewilayahan. (2) Hubungan tata cara kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara: a. horizontal; dan b. vertikal.
[4.58] Menimbang bahwa menurut Pasal 24 Perkap No. 16 Tahun 2010 disebutkan bahwa hubungan tata cara kerja dalam penyelenggaraan pelayanan informasi publik dilaksanakan antara pengemban fungsi Humas Polri dengan PPID secara horizontal.
Pasal 24 Perkap No. 16 Tahun 2010: Hubungan horizontal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf a antara Divhumas Polri dengan PPID satuan organisasi induk dan antara Bidhumas Polda dengan PPID satuan kewilayahan sebagai berikut: a. setiap PPID mengirimkan informasi dan dokumentasi yang berkaitan dengan kegiatan Polri yang dapat diakses oleh publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pasal 14 dan Pasal 15; b. secara insidentil, PPID wajib memberikan informasi dan data yang akurat kepada Divhumas Polri dan Bidhumas Polda dalam hal terjadi kasus yang menjadi perhatian publik dan sedang ditangani oleh Satker tersebut; c. Divhumas Polri dan Bidhumas Polda dapat meminta tambahan informasi dan dokumentasi yang telah diberikan atau dikirim oleh PPID; dan d. pengiriman informasi dan dokumentasi di lingkungan Mabes Polri dan satuan kewilayahan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi yang tersedia. 35
[4.59] Menimbang bahwa menurut Pasal 27 Perkap No. 16 Tahun 2010 disebutkan bahwa hubungan tata cara kerja dalam penyelenggaraan pelayanan informasi publik dilaksanakan antara pengemban fungsi Humas Polri dengan PPID secara vertikal. Pasal 27 Perkap No. 16 Tahun 2010: Hubungan vertikal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf b antar PPID tingkat Mabes Polri dengan PPID satuan kewilayahan sebagai berikut: a. saling memberi dan menerima informasi dan dokumentasi yang berkaitan dengan kegiatan satuan kerja masing-masing; b. melaksanakan koordinasi yang berkaitan dengan informasi publik untuk disampaikan pada publik; c. PPID satuan kewilayahan wajib secara langsung memberikan laporan informasi terkait dengan peristiwa yang bersifat insidentil yang menjadi perhatian publik kepada Divhumas Polri dengan tembusan Bidhumas Polda; dan d. setiap PPID satuan kewilayahan secara berjenjang mengirimkan informasi dan dokumentasi yang berkaitan dengan kegiatan Polri yang dapat diakses oleh publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pasal 14, dan Pasal 15. [4.60] Menimbang bahwa berdasarkan penjelasan pada paragraf [4.57] sampai dengan paragraf [4.59] Majelis berpendapat bahwa PPID tingkat Mabes Polri maupun PPID satuan kewilayahan wajib memberikan laporan informasi kepada Divisi Humas Polri yang sedang ditangani oleh Satker yaitu Pusat Laboratorium Forensik, melaksanakan koordinasi yang berkaitan dengan informasi publik untuk disampaikan pada publik, saling memberi dan menerima informasi serta dokumentasi yang berkaitan dengan kegiatan satuan kerja masingmasing.
5, KESIMPULAN
[5.1] Berdasarkan seluruh pertimbangan dan fakta hukum di atas, Majelis Komisioner berkesimpulan: 1.
Komisi Informasi Pusat berwenang untuk menerima, memeriksa dan memutus permohonan a quo.
2.
Pemohon memiliki kedudukan hukum {legal standing) untuk mengajukan permohonan dalam sengketa a quo.
3.
Termohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) sebagai Termohon dalam sengketa a quo.
4.
Jangka waktu Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik dalam permohonan sengketa a quo diterima oleh Majelis Komisioner. 36
6. AMAR PUTUSAN Memutuskan,
[6.1] Membatalkan putusan atasan Badan Publik terhadap sengketa a quo; [6.2] Mengabulkan Permohonan Pemohon; [6.31 Menyatakan bahwa informasi yang dimohon oleh Pemohon sebagaimana dimaksud pada paragraf [2.2] adalah informasi terbuka hanya dan khusus bagi Pemohon; [6.4] Memerintahkan Termohon untuk memberikan informasi yang dimohon oleh Pemohon sebagaimana dimaksud pada paragraf [2.2] kepada Pemohon sejak putusan ini berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).
Demikian diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Majelis Komisioner yaitu Evy Trisulo Dianasari selaku Ketua merangkap Anggota, Abdulhamid Dipopramono dan John Fresly masing-masing sebagai Anggota, pada hari Senin, 23 Juni 2014 dan diucapkan dalam Sidang terbuka untuk umum pada hari Jum’at, 27 Juni 2014 oleh Majelis Komisioner, dengan didampingi oleh Aldi Rano Sianturi sebagai Panitera Pengganti dan dihadiri oleh Pemohon dan Termohon. Ketua Majelis
(Evy Trisulo Dianasari)
Anggota Majelis
Anggota Majelis
(John Fresly) Panitera Pengganti
(Aldi Rano Sianturi) 37
Untuk Salinan Putusan ini sah dan sesuai dengan aslinya diumumkan kepada masyarakat berdasarkan Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Pasal 59 ayat (4) dan ayat (5) Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik.
Jakarta^Juni 2014 Panitera Pengganti
(Aldi Rano Sianturi)
38