P U T U S A N No. 81 K/TUN/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara : KEPALA KANTOR PELAYANAN PAJAK BADAN DAN ORANG ASING DUA, berkedudukan di Jalan Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan, dalam hal ini memberi kuasa kepada : 1. R. Fendy Dharma Saputra, SH.,L.LM., 2. Prasetijo, SH.,MH., 3. Trilawanti, SH.,L.LM., 4. Gunawan Pribadi S.E., M.B.T.,Ak., 5. Moch Arief Mucharom, SH., 6. Eduard Denni Nadeak, SH.,MH., 7. Boby Ariwibowo, SH.,M.M., 8. Fransisca Warastuti, SH., 9. Lestari, SH. dan 10. Sonny Vernando Hasudungan, S.E., kesemuanya kewarganegaran Indonesia, pekerjaan Karyawan pada Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing Dua, berdasarkan surat kuasa khusus No.S-43/WPJ.07/KP.1006/2006 tanggal 9 Januari 2006 ; Pemohon Kasasi dahulu Tergugat/Pembanding ; melawan: SEAUNION ENERGY (LIMAU) Ltd., dalam hal ini diwakili oleh HELEN H. LU TUNG, kewarganegaraan Amerika Serikat, pekerjaan Presiden Seaunion Energy (Limau) Ltd., beralamat di Gedung Bidakara Lt.5 Jalan Jenderal Gatot Subroto Kav. 71-73 Pancoran Jakarta, dalam perkara ini memberi kuasa kepada : 1. Ir. Yan Mustafa Amir, SH., 2. Ari Yusuf Amir, SH.,MH., 3. DR. Syarief Hamid, SH., 4. Sugito, SH., 5. Yanto Aprianto, SH., 6. Djufri Taufik, SH., 7. M. Hidayat Imran Kadir, SH., 8. Widyawan Ail,
SH.
dan
9.
Elly
Muzdalifah,
SH.,
kesemuanya
kewarganegaraan Indonesia, pekerjaan Advokat/Pengacara pada AIL AMIR & ASSOCIATES Law FIRM, berkantor di Graha Surya Internusa 8th Floor Suite 801, Jalan H. R. Rasuna Said Kav. X-O, Kuningan, Jakarta Selatan, berdasarkan surat kuasa khusus No.281/AAA/SK/I/2006 tanggal 25 Januari 2006 ; Termohon Kasasi dahulu Penggugat/Terbanding ; Mahkamah Agung tersebut ; Membaca surat-surat yang bersangkutan ; Hal. 1 dari 26 hal. Put. No. 81 K/TUN/2006
Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa sekarang Termohon Kasasi dahulu
sebagai
Penggugat telah menggugat Pemohon
Kasasi dahulu sebagai Tergugat di muka persidangan
Pengadilan Tata
Usaha Negara Jakarta pada pokoknya atas dalil-dalil : Bahwa pokok sengketa yang dipersoalkan oleh Penggugat adalah tentang kebijakan Tergugat menetapkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagai obyek kena pajak yang dituangkan dalam Keputusan Tata Usaha Negara berupa : a, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan, Pasal 26 ayat (4) : - No.0002a/204/95/081/05, Tahun Pajak 1995, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/204/96/081/05, Tahun Pajak 1996, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/204/97/081/05, Tahun Pajak 1997, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/204/98/081/05, Tahun Pajak 1998, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/204/99/081/05, Tahun Pajak 1999, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/204/00/081/05, Tahun Pajak 2000, penerbitan 31 Januari 2005; - No.00001/204/01/081/04, Tahun Pajak 2001, penerbitan 30 Juli
2005;
- No.00003/204/02/081/04, Tahun Pajak 2002, penerbitan 02 Juli
2005;
- No.0002a/204/03/081/05, Tahun Pajak 2003, penerbitan 31 Januari 2005; b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Badan: - No.0002a/206/95/081/05, Tahun Pajak 1995, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/206/96/081/05, Tahun Pajak 1996, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/206/97/081/05, Tahun Pajak 1997, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/206/98/081/05, Tahun Pajak 1998, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/206/99/081/05, Tahun Pajak 1999, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/206/00/081/05, Tahun Pajak 2000, penerbitan 31 Januari 2005; - No.00001/204/01/081/04, Tahun Pajak 2001, penerbitan 30 Juli
2005;
- No.00001/204/02/081/04, Tahun Pajak 2002, penerbitan 02 Juli
2005;
- No.0002a/206/03/081/05, Tahun Pajak 2003, penerbitan 31 Januari 2005; c. Surat Paksa : - No.636.B/WPJ.07/KP.1004/2004 tertanggal 3 Desember 2004; - No.SP-00152/WPJ.07/KP.1004/2005 tertanggal 19 April 2005; - No.SP-00160/WPJ.07/KP.1004/2005 tertanggal 19 April 2005; - No.SP-00161/WPJ.07/KP.1004/2005 tertanggal 19 April 2005; Bahwa kebijakan Tergugat menetapkan uplift Obyek Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 26 ayat (4) dan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Badan Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2000 adalah tidak
Hal. 2 dari 26 hal. Put. No. 81 K/TUN/2006
berdasar karena uplift bukanlah unsur pendapatan, bunga, deviden dan royalty yang bisa dijadikan obyek pajak (P-4) ; Bahwa pengertian uplift adalah dana talangan untuk mengantisipasi resiko yang telah dikeluarkan oleh Penggugat sebagai pihak yang tidak menanggung resiko. Dalam hal ini pihak Pertamina memberikan Kompensasi penanggungan resiko (uplift) atas kontrak kepada Penggugat sebagai mitra kerjanya, Uplift hanya timbul apabila tidak terjadi resiko namun apabila resiko terjadi, maka Pertamina tidak berkewajiban untuk memberikan uplift kepada Penggugat ; Bahwa Keputusan Tata Usaha Negara obyek sengketa bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, karena dalam Pasal 5 Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan menyebutkan, yang menjadi obyek pajak adalah Bentuk Usaha Tetap yaitu : 1. Penghasilan dari usaha atau kegiatan Bentuk Usaha Tetap tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai; 2. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang atau pemberian jasa yang sejenis yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia; Bahwa sesuai ketentuan pasal tersebut, Uplift sebagai kompensasi atas resiko-resiko tidak tergolong pendapatan usaha ; Bahwa tidak ada dasar hukum yang mengatur dan meyatakan dengan tegas uplift yang dibayarkan oleh Pertamina kepada Penggugat sebagai obyek Pajak Penghasilan Pasal 26 ayat (4) dan Pajak Penghasilan Badan Pasal 25 Undang – Undang Nomor 17 tahun 2000. Dasar pengenaan pajak dimaksud hanyalah penafsiran atau interpretasi sepihak dari Tergugat ; Bahwa Tergugat menetapkan uplift sebagai obyek pajak berdasarkan interpretasi sepihak atas Pasal 3 dan Pasal 4 KMK No.267/KMK.012/1978 dan KMK No.458/KMK.012/1985 tanggal 21 Mei 1984, sehingga dapat disimpulkan bahwa landasan hukum Pengenaan Pajak Penghasilan dan pajak penghasilan badan tersebut diatas adalah cacat hukum dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan karena didalam kedua ketentuan tersebut tidak mengatur pajak atas uplift; Bahwa tidak adanya dasar hukum yang mengatur uplift sebagai obyek pajak yang dituangkan dalam Keputusan Tata Usaha Negara obyek sengketa oleh Tergugat jelas melanggar asas-asas umum pemerintah yang baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) beserta penjelasannya dari Undang – Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara; Hal. 3 dari 26 hal. Put. No. 81 K/TUN/2006
Bahwa kompensasi atas resiko-resiko (Uplift) yang ditetapkan Tergugat kepada
penggugat
adalah
tidak
mendasar
apabila
dikenakan
Pajak
Penghasilan Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang No.17 Tahun 2000 apalagi bila digandakan/Double Tax dengan Pajak Penghasilan Badan (Pasal 25) UndangUndang No. 17 Tahun 2000 karena tidak tergolong pendapatan usaha, hal tersebut nyata-nyata bertentangan dan tidak memperhatikan asas Keadilan yaitu larangan pejabat tata usaha negara membuat keputusan yang sewenangwenang melanggar Willekeur dan bertentangan dengan nalar yang sehat serta asas Proporsionalitas dalam asas-asas umum pemerintahan yang baik sehingga kebijakan Tergugat tersebut adalah cacat hukum dan harus dibatalkan ; Bahwa. interpretasi sepihak oleh Tergugat yang menyatakan bahwa KMK No. 267/KMK.012/1978 sebagai dasar hukum pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 26 ayat (4) dan Pajak Penghasilan Badan Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 adalah melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik sebagaimana maksud Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara No.5 Tahun 1986 sebagaimana telah diperbaharui dengan Undang-Undang No.9 Tahun 2004 yaitu Azas Kepastian Hukum. Fakta yang demikian juga nyata-nyata melanggar asas Tata Usaha Negara yang tidak tertulis yaitu asas kecermatan formal dimana asas ini menghendaki bahwa semua fakta dan masalah-masalah
yang
relevan
di
inventarisasi
dan
diperiksa
untuk
dipertimbangkan dalammengambil keputusan serta asas kepastian hukum formal yang menghendaki bahwa semua keputusan administratif Tata Usaha Negara harus dirumuskan dengan jelas sehingga pengertiannya tidak tergantung dari keputusan lain maupun factor-faktor yang lain yang tidak tentu ; Bahwa tidak adanya perhitungan yang pasti dan resmi dari Tergugat sebagai dasar atas terbitnya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 26 ayat (4) dan Pajak Penghasilan Badan atas Uplift yang diterima oleh oleh Penggugat selaku kontraktor dari Pertamina ; Bahwa
adalah
tidak
fair
dan
melanggar
prinsip
keadilan
bila
memberlakukan pajak berganda/double tax, yaitu Pajak Penghasilan Pasal 26 ayat (4) dan Pajak Penghasilan Badan (Pasal 25) Undang-Undang No.17 Tahun 2000 atas Uplift yang diberikan oleh Pertamina kepada Penggugat, sebab dengan pemberlakukan pajak berganda sisa dari Uplift tersebut adalah sangat tidak sebanding dengan resiko yang harus ditanggung oleh Penggugat dan bertentangan dengan asas hukum Tata Usaha Negara mengenai Asas Proporsionalitas ; Hal. 4 dari 26 hal. Put. No. 81 K/TUN/2006
Bahwa interpretasi sepihak atas KMK No.267/KMK.012/1978 sebagai dasar hukum pengenaan pajak atas uplift adalah melanggar asas kepastian hukum dan asas kepastian formal karena seharusnya Tergugat memperhatikan semua fakta dan masalah yang relevan sebelum mengambil keputusan untuk mengenakan pajak terhadap uplift; Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut diatas Penggugat mohon kepada Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta supaya memberikan putusan sebagai berikut : I. Dalam Permohonan Penundaan : - Mewajibkan Tergugat menunda pelaksanaan lebih lanjut Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, tidak mengenakan bunga, uang paksa, tindakan hukum atau upaya-upaya paksa lainnya atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Paksa, yaitu : a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan, Pasal 26 ayat (4) : - No.0002a/204/95/081/05, Tahun Pajak 1995, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/204/96/081/05, Tahun Pajak 1996, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/204/97/081/05, Tahun Pajak 1997, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/204/98/081/05, Tahun Pajak 1998, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/204/99/081/05, Tahun Pajak 1999, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/204/00/081/05, Tahun Pajak 2000, penerbitan 31 Januari 2005; - No.00001/204/01/081/04, Tahun Pajak 2001, penerbitan 30 Juli 2004 ; - No.00003/204/02/081/04 Tahun Pajak 2002, penerbitan 02 Juli 2004 ; - No.0002a/204/03/081/05, Tahun Pajak 2003, penerbitan 31 Januari 2005; b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Badan : - No.0002a/206/95/081/05, Tahun Pajak 1995, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/206/96/081/05, Tahun Pajak 1996, penerbitan 31 Januari 2005;
Hal. 5 dari 26 hal. Put. No. 81 K/TUN/2006
- No.0002a/206/97/081/05, Tahun Pajak 1997, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/206/98/081/05, Tahun Pajak 1998, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/206/99/081/05, Tahun Pajak 1999, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/206/00/081/05, Tahun Pajak 2000, penerbitan 31 Januari 2005; - No.00001/206/01/081/04, Tahun Pajak 2001, penerbitan 30
Juli
2004; - No.00001/206/02/081/04, Tahun Pajak 2002, penerbitan 02
Juli
2004; - No.0002a/206/03/081/05, Tahun Pajak 2003, penerbitan 31 Januari 2005; c. Surat Paksa : - No.636.B/WPJ.07/KP.1004/2004 tertanggal 3 Desember 2004; - No.SP-00152/WPJ.07/KP.1004/2005 tertanggal 19 April 2005; - No.SP-00160/WPJ.07/KP.1004/2005 tertanggal 19 April 2005; - No.SP-00161/WPJ.07/KP.1004/2005 tertanggal 19 April 2005; II. Dalam Pokok Perkara : 1. Menerima atau mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya ; 2. Menyatakan batal atau tidak sah Surat Pernyataan Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Paksa : a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan, Pasal 26 ayat (4) : - No.0002a/204/95/081/05, Tahun Pajak 1995, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/204/96/081/05, Tahun Pajak 1996, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/204/97/081/05, Tahun Pajak 1997, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/204/98/081/05, Tahun Pajak 1998, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/204/99/081/05, Tahun Pajak 1999, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/204/00/081/05, Tahun Pajak 2000, penerbitan 31 Januari 2005; Hal. 6 dari 26 hal. Put. No. 81 K/TUN/2006
- No.00001/206/01/081/04, Tahun Pajak 2001, penerbitan 30
Juli
2004; - No.00003/206/02/081/04, Tahun Pajak 2002, penerbitan 02
Juli
2004; - No.0002a/204/03/081/05, Tahun Pajak 2003, penerbitan 31 Januari 2005; b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Badan : - No.0002a/206/95/081/05, Tahun Pajak 1995, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/206/96/081/05, Tahun Pajak 1996, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/206/97/081/05, Tahun Pajak 1997, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/206/98/081/05, Tahun Pajak 1998, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/206/99/081/05, Tahun Pajak 1999, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/206/00/081/05, Tahun Pajak 2000, penerbitan 31 Januari 2005; - No.00003/206/02/081/04, Tahun Pajak 2001, penerbitan 30
Juli
2004; - No.00001/206/02/081/04, Tahun Pajak 2002, penerbitan 02 Juli 2004; - No.0002a/206/03/081/05, Tahun Pajak 2003, penerbitan 31 Januari 2005; c. Surat Paksa : - No.636.B/WPJ.07/KP.1004/2004 tertanggal 3 Desember 2004; - No.SP-00152/WPJ.07/KP.1004/2005 tertanggal 19 April 2005; - No.SP-00160/WPJ.07/KP.1004/2005 tertanggal 19 April 2005; - No.SP-00161/WPJ.07/KP.1004/2005 tertanggal 19 April 2005; 3. Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 26 (4) dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Badan Undang – Undang No.17 Tahun 2000 sebagaimana Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Paksa : a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan, Pasal 26 ayat (4) : Hal. 7 dari 26 hal. Put. No. 81 K/TUN/2006
- No.0002a/204/95/081/05, Tahun Pajak 1995, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/204/96/081/05, Tahun Pajak 1996, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/204/97/081/05, Tahun Pajak 1997, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/204/98/081/05, Tahun Pajak 1998, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/204/99/081/05, Tahun Pajak 1999, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/204/00/081/05, Tahun Pajak 2000, penerbitan 31 Januari 2005; - No.00001/204/01/081/04, Tahun Pajak 2001, penerbitan 30 Juli 2004; - No.00003/204/02/081/04, Tahun Pajak 2002, penerbitan 02 Juli 2004; - No.0002a/204/03/081/05, Tahun Pajak 2003, penerbitan 31 Januari 2005; b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Badan: - No.0002a/206/95/081/05, Tahun Pajak 1995, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/206/96/081/05, Tahun Pajak 1996, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/206/97/081/05, Tahun Pajak 1997, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/206/98/081/05, Tahun Pajak 1998, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/206/99/081/05, Tahun Pajak 1999, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/206/00/081/05, Tahun Pajak 2000, penerbitan 31 Januari 2005; - No.00001/204/01/081/04, Tahun Pajak 2001, penerbitan 30 Juli 2004; - No.00001/204/02/081/04, Tahun Pajak 2002, penerbitan 02 Juli 2004; - No.0002a/206/03/081/05, Tahun Pajak 2003, penerbitan 31 Januari 2005; Hal. 8 dari 26 hal. Put. No. 81 K/TUN/2006
c. Surat Paksa : - No.636.B/WPJ.07/KP.1004/2004 tertanggal 3 Desember 2004; - No.SP-00152/WPJ.07/KP.1004/2005 tertanggal 19 April 2005; - No.SP-00160/WPJ.07/KP.1004/2005 tertanggal 19 April 2005; - No.SP-00161/WPJ.07/KP.1004/2005 tertanggal 19 April 2005; 4. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara ini ; Menimbang, bahwa terhadap gugatan tersebut Tergugat mengajukan eksepsi pada pokoknya atas dalil-dalil sebagai berikut : Bahwa atas ketetapan Tergugat berupa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tergugat 30 Juli 2004, 2 Juli 2004 dan 31 Januari 2005 atas Pajak Penghasilan Pasal 26 ayat (4) dan Pajak Penghasilan Badan serta Surat Paksa tertanggal 21 April 2005 dan 3 Desember 2004 adalah perbuatan / tindakan dibidang perpajakan, maka secara specialies berlaku Undang – Undang dibidang perpajakan; Bahwa dengan dikeluarkannya Undang – Undang Nomor 14 Tahun 2004 dan Undang – Undang Nomor 9 Tahun 2004, jelas segala sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak dan Penanggung Pajak dengan Pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan perpajakan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan hanya dapat diajukan ke Pengadilan Pajak karena Pengadilan Pajak merupakan kekhususan dari Pengadilan Tata Usaha Negara ; Bahwa dengan demikian jelaslah bahwa berdasarkan kepastian hukum yang didasari oleh Pasal 15 ayat (1) Undang – Undang Nomor 4 Tahun 2004 jo Pasal 9 A Undang – Undang Nomor 9 Tahun 2004 jo Pasal 31 ayat (1) Undang–Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, Penggugat telah keliru mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, karena Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta tidak berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara a quo karena berdasarkan peraturan yang berlaku kewenangan untuk memeriksa dan mengadili perkara a quo berada pada Pengadilan Pajak ; Bahwa sebagaimana telah ditegaskan dalam Pasal 77 ayat (1) Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, tangkisan mengenai kewenangan Hakim mutlak (Eksepsi Absolute) dapat diajukan setiap waktu dan apabila Hakim mengetahui hal itu, ia karena jabatanya wajib menyatakan bahwa Pengadilan tidak berwenang mengadili sengketa yang bersangkutan ;
Hal. 9 dari 26 hal. Put. No. 81 K/TUN/2006
Bahwa terhadap gugatan tersebut Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta telah mengambil putusan, yaitu putusan No. 054/G.TUN/2005/PTUNJKT, tanggal 20 Juli 2005 yang amarnya sebagai berikut : 1. Mengabulkan gugatan Penggugat ; 2. Menyatakan kebijakan Tergugat menetapkan pajak penghasilan atas uplift melanggar
asas
keadilan,
asas
persamaan
beban,
dan
asas
proporsionalitas ; 3. Membatalkan : a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan, Pasal 26 ayat (4) : - No.0002a/204/95/081/05, Tahun Pajak 1995, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/204/96/081/05, Tahun Pajak 1996, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/204/97/081/05, Tahun Pajak 1997, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/204/98/081/05, Tahun Pajak 1998, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/204/99/081/05, Tahun Pajak 1999, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/204/00/081/05, Tahun Pajak 2000, penerbitan 31 Januari 2005; - No.00001/204/01/081/04, Tahun Pajak 2001, penerbitan 30 Juli 2004; - No.00003/204/02/081/04, Tahun Pajak 2002, penerbitan 02 Juli 2004; - No.0002a/204/03/081/05, Tahun Pajak 2003, penerbitan 31 Januari 2005; b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Badan: - No.0002a/206/95/081/05, Tahun Pajak 1995, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/206/96/081/05, Tahun Pajak 1996, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/206/97/081/05, Tahun Pajak 1997, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/206/98/081/05, Tahun Pajak 1998, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/206/99/081/05, Tahun Pajak 1999, penerbitan 31 Januari 2005; Hal. 10 dari 26 hal. Put. No. 81 K/TUN/2006
- No.0002a/206/00/081/05, Tahun Pajak 2000, penerbitan 31 Januari 2005; - No.00001/204/01/081/04, Tahun Pajak 2001, penerbitan 30 Juli 2004; - No.00003/204/02/081/04, Tahun Pajak 2002, penerbitan 02 Juli 2004; - No.0002a/206/03/081/05, Tahun Pajak 2003, penerbitan 31 Januari 2005; c. Surat Paksa : - No.636.B/WPJ.07/KP.1004/2004 tertanggal 3 Desember 2004; - No.SP-00152/WPJ.07/KP.1004/2005 tertanggal 19 April 2005; - No.SP-00160/WPJ.07/KP.1004/2005 tertanggal 19 April 2005; - No.SP-00161/WPJ.07/KP.1004/2005 tertanggal 19 April 2005; 4. Mewajibkan Tergugat mencabut : a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan, Pasal 26 ayat (4) : - No.0002a/204/95/081/05, Tahun Pajak 1995, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/204/96/081/05, Tahun Pajak 1996, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/204/97/081/05, Tahun Pajak 1997, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/204/98/081/05, Tahun Pajak 1998, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/204/99/081/05, Tahun Pajak 1999, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/204/00/081/05, Tahun Pajak 2000, penerbitan 31 Januari 2005; - No.00001/204/01/081/04, Tahun Pajak 2001, penerbitan 30 Juli 2004; - No.00003/204/02/081/04, Tahun Pajak 2002, penerbitan 02 Juli 2004; - No.0002a/204/03/081/05, Tahun Pajak 2003, penerbitan 31 Januari 2005; b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Badan: - No.0002a/206/95/081/05, Tahun Pajak 1995, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/206/96/081/05, Tahun Pajak 1996, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/206/97/081/05, Tahun Pajak 1997, penerbitan 31 Januari 2005; Hal. 11 dari 26 hal. Put. No. 81 K/TUN/2006
- No.0002a/206/98/081/05, Tahun Pajak 1998, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/206/99/081/05, Tahun Pajak 1999, penerbitan 31 Januari 2005; - No.0002a/206/00/081/05, Tahun Pajak 2000, penerbitan 31 Januari 2005; - No.00001/206/01/081/05, Tahun Pajak 2001, penerbitan 31 Januari 2005; - No.00001/204/01/081/04, Tahun Pajak 2001, penerbitan 30 Juli 2004; - No.00001/204/02/081/04, Tahun Pajak 2002, penerbitan 02 Juli 2004; c. Surat Paksa : - No.636.B/WPJ.07/KP.1004/2004 tertanggal 3 Desember 2004; - No.SP-00152/WPJ.07/KP.1004/2005 tertanggal 19 April 2005; - No.SP-00160/WPJ.07/KP.1004/2005 tertanggal 19 April 2005; - No.SP-00161/WPJ.07/KP.1004/2005 tertanggal 19 April 2005; 5. Menyatakan Penetapan Majelis Hakim Nomor : 54/G.TUN/2005/PTUN.JKT tanggal 17 Mei 2005 tentang Penundaan Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara Obyek sengketa tetap dinyatakan berlaku dan berkekuatan hukum sampai dengan putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap ; 6. Menghukum Tergugat membayar biaya perkara sebesar Rp.187.000,(seratus delapan puluh tujuh ribu rupiah); Menimbang, bahwa dalam tingkat banding atas permohonan Tergugat putusan Pengadilan Tata Usaha Negara tersebut telah dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta dengan putusan No. 162/B/ 2005/PT.TUN.JKT. tanggal 14 Desember 2005 ; Menimbang, bahwa sesudah putusan terakhir ini diberitahukan kepada Tergugat / Pembanding pada tanggal 2 Januari 2006 kemudian terhadapnya oleh Tergugat / Pembanding dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 9 Januari 2006 diajukan permohonan kasasi secara tertulis pada tanggal 9 Januari 2006
sebagaimana ternyata dari akte
permohonan kasasi No. 01/KAS-2006/PTUN-JKT. yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, permohonan tersebut diikuti oleh memori kasasi yang memuat alasan-alasan yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara tersebut pada tanggal 20 Januari 2006 ; Menimbang, bahwa setelah itu oleh Penggugat / Terbanding yang pada tanggal 23 Januari 2006 telah diberitahu tentang memori kasasi dari Tergugat/Pembanding diajukan jawaban memori kasasi yang diterima di Hal. 12 dari 26 hal. Put. No. 81 K/TUN/2006
Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara
Jakarta
pada tanggal 2
Februari 2006 ; Menimbang, bahwa permohonan kasasi a quo beserta alasanalasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan seksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam undangundang, maka oleh karena itu permohonan kasasi tersebut formal dapat diterima ; Menimbang, bahwa alasan-alasan yang diajukan oleh Pemohon Kasasi dalam memori kasasinya tersebut pada pokoknya ialah : I. Bahwa Judex Factie tidak berwenang atau melampaui batas wewenangnya dan telah salah menerapkan hukum ; 1. Bahwa putusan Judex Factie yang menolak eksepsi Pemohon Kasasi dan tetap melanjutkan pemeriksaan perkara a quo, nyata – nyata telah melanggar Undang – Undang Nomor 4 Tahun 2004, Undang – Undang Nomor : 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2000 jo Undang – Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan Undang – Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara ; 2. Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta telah keliru dalam memberikan pertimbangan hukum sebagaimana dikemukakan pada hal. 9 alinea 2 dan 3 putusan, yang dengan begitu saja mengambil alih pertimbangan hukum Pengadilan Tata Usaha Negara
Jakarta
pertimbangan
dengan
Pengadilan
menyatakan Tata
Usaha
bahwa Negara
pertimbanganJakarta
dalam
menjatuhkan putusannya sudah tepat dan benar; 3. Bahwa perkara a quo adalah Sengketa Pajak yang seharusnya menjadi tugas dan wewenang Pengadilan Pajak untuk memeriksa dan memutus, karena : a. Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang – Undang No.14 Tahun 2002, Sengketa Pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk
Hal. 13 dari 26 hal. Put. No. 81 K/TUN/2006
gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang – Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa; b. Bahwa perkara a qo termasuk dalam pengertian Sengketa Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 Undang – Undang No.14 Tahun 2002 karena : -- Sengketa yang timbul adalah dalam bidang perpajakan, yaitu mengenai apakah uplift merupakan objek atau bukan objek Pajak Penghasilan; -- Sengketa terjadi antara Wajib Pajak (yaitu BUT Seaunion Energy (Limau) Ltd, NPWP 01.067.747.4-081.000) dan pejabat yang berwenang (yaitu Kepala Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing Dua); -- Sengketa terjadi akibat dikeluarkanya keputusan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing Dua, yaitu beberapa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Paksa; -- Keputusan yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing Dua (dalam hal ini Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Paksa) dapat diajukan banding atau gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan Undang – Undang No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang – Undang No.16 Tahun 2000; c. Bahwa berdasarkan Pasal 2 Undang – Undang No.14 Tahun 2002, Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan Kehakiman bagi Wajib Pajak atau Penanggung Pajak yang mencari keadilan terhadap Sengketa Pajak; d. Bahwa berdasarkan Pasal 31 ayat (1) Undang – Undang No.14 Tahun 2002, Pengadilan Pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutus Sengketa Pajak ; Bahwa putusan Judex Factie yang menolak eksepsi kompetensi absolut yang diajukan oleh Pemohon Kasasi nyata-nyata telah melanggar beberapa ketentuan perundang-undangan yang berlaku; a. Bahwa dalam Putusan Sela No.054/G.TUN/2005/PTUN,JKT, hal. 27 Judex Factie menyatakan “ … batas lingkup kewenangan mengadili oleh Pengadilan Pajak terhadap Sengketa dibidang perpajakan tidak diatur secara tegas di dalam pasal-pasal Undang – Undang Perpajakan”. Alinea selanjutnya menyatakan “bahwa namun demikian secara tersirat Hal. 14 dari 26 hal. Put. No. 81 K/TUN/2006
dapat ditemukan lain hal-hal yang dapat menimbulkan sengketa pajak, yaitu ..” b. Bahwa dengan mendasarkan pada berbagai perkara, dalam Putusan Sela No.054/G.TUN/2005/PTUN,JKT, hal. 29 Judex Factie menyatakan “ … Undang – Undang telah memberi bingkai batas (intravires) kewenangan atau kompetensi absolut Pengadilan Pajak, yaitu sebatas tentang sengketa yang berkaitan dengan Penetapan Besarnya Pajak yang Terhutang yang dikenakan kepada Wajib Pajak atau Penanggung Pajak; c. Bahwa terhadap pendapat Judex Factie di atas, seharusnya Judex Factie tidak mencari-cari hal-hal yang tersirat dalam Undang – Undang Pengadilan Pajak untuk menentukan batas kewenangan Pengadilan Pajak karena Undang – Undang Pengadilan Pajak telah mengatur secara tersurat bahwa Pengadilan Sengketa Pajak, Undang – Undang Pengadilan Pajak pun telah mengatur secara tersurat mengenai definisi Sengketa Pajak; d. Bahwa dalam surat gugatan Penggugat melalui Kuasa Hukum Penggugat kepada Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Nomor 002/AAA/G/III/2005 tanggal 27 April 2005 dinyatakan bahwa “ … yang digugat oleh Penggugat adalah tentang tidak adanya dasar hukum atas ketetapan Tergugat berupa surat ketetapan pajak kurang bayar tertanggal …” e. Bahwa dalam putusan sela No.054/G.TUN/2005/PTUN,JKT, hal. 30 Judex Factie menyatakan “… dalam kasus ini yang dipersoalkan Penggugat
adalah
tentang
keabsahan
penggunaan
wewenang
pemerintahan yang dilakukan Tergugat dibidang perpajakan dengan menetapkan objek pajak atas uplift, dan bukan tentang besarnya pajak yang terhutang atas uplift”; f. Bahwa dalam proses persidangan telah terjadi perumusan kembali gugatan. Terhadap perumusan kembali gugatan seperti di atas, Pemohon Kasasi berpedapat bahwa perumusan kembali tersebut sangat dipaksakan agar perkara a quo terlihat sebagai bukan Sengketa Pajak. Padahal, secara substansi, sengketa mengenai objek atau bukan objek pajak jelas merupakan sengketa di bidang perpajakan ; g. Bahwa berdasarkan fakta hukum yang ada pada bukti Pemohon Kasasi semula Tergugat (bukti T-11) terdapat Surat dari Termohon Kasasi semula Penggugat perihal keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Hal. 15 dari 26 hal. Put. No. 81 K/TUN/2006
Bayar. Hal ini merupakan bukti bahwa sebenarnya Termohon Kasasi semula Penggugat mengakui bahwa ia keberatan terhadap materi atau jumlah pajak yang terutang yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, yang itu merupakan jalur yang sesuai dengan Undang – Undang dalam menyelesaikan sengketa perpajakan ; h. Bahwa apabila yang digugat adalah tidak adanya dasar hukum penerbitan surat ketetapan pajak kurang bayar, maka ketentuan dalam Pasal 13 ayat (1) Undang – Undang No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang – Undang No.16 Tahun 2000 (bukti T-4) dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 297/PJ/2002 tentang Pelimpahan Wewenang Direktur Pajak (bukti T-23) telah tegas memberi jawaban bahwa Undang – Undang telah memberi kewenangan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing Dua dalam menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ; i.
Bahwa dalam penetapan uplift sebagai objek pajak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing Dua tidak berada dalam posisi sebagai Pejabat yang menetapkan uplift sebagai objek Pajak, tetapi sebagai pelaksana kebijakan Menteri Keuangan (bukti T-6 dan T-16). Dalam Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-156/PJ/2005 tanggal 11 Juli 2005, Direktur Jenderal Pajak pun telah menegaskan bahwa uplift adalah objek Pajak Penghasilan. Dengan kata lain, dalam perkara a quo, seharusnya Kepala Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing Dua tidak berada dalam posisi sebagai pihak yang bisa digugat;
j.
Bahwa dalam Putusan Sela Nomor 054/G.TUN/2005/PTUN-JKT, hal. 30 Judex Factie menyatakan bahwa “ … Padahal tentang hal ini sebagaimana
telah
dipertimbangkan,
Pengadilan
Pajak
secara
normative sesuai ketentuan Undang – Undang Pengadilan Pajak tidak diberi wewenang untuk mengujinya”; k. Bahwa pernyataan Judex Factie di atas sangat tidak mendasar karena berdasarkan penjelasan umum Undang – Undang No.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menyebutkan dua aspek pemeriksaan, yaitu aspek penerapan hukum dan aspek fakta-fakta yang mendasari terjadinya sengketa perpajakan, dapat ditarik kesimpulan bahwa Pengadilan Pajak mempunyai kewenangan untuk memeriksa aspek penerapan hukum dan aspek fakta-fakta yang mendasari terjadinya
Hal. 16 dari 26 hal. Put. No. 81 K/TUN/2006
sengketa perpajakan, dan kewenangan itu dalam praktiknya sudah dilaksanakan hingga kini; l.
Bahwa dengan demikian, ketentuan-ketentuan yang dilanggar oleh Judex Factie yang menolak eksepsi kompetensi absolut yang diajukan oleh Pemohon Kasasi antara lain sebagai berikut : 1. Pasal 1 angka 5 Undang – Undang No.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa Sengketa Pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan
kepada
Pengadilan
perundang-undangan
Pajak
perpajakan,
berdasarkan
termasuk
peraturan
gugatan
atas
pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang – Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa; 2. Pasal 31 ayat (1) Undang – Undang No.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa Pengadilan Pajak mempunyai
tugas
dan
wewenang
memeriksa
dan
memutus
Sengketa Pajak; 3. Pasal 15 ayat (1) dan Penjelasannya Undang – Undang No.14 Tahun 2002 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa Pengadilan Khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan peradilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 yang diatur dengan Undang – Undang. Dalam penjelasannya, yang dimaksud dengan Pengadilan Khusus dalam ketentuan ini, antara lain adalah Pengadilan Anak, Pengadilan Niaga, Pengadilan Hak Azasi Manusia, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Pengadilan Hubungan Industrial yang berada dilingkungan Peradilan Umum, dan Pengadilan Pajak di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara ; 4. Pasal 9A dan penjelasannya Undang – Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyatakan bahwa di lingkungan
Peradilan
Tata
Usaha
Negara
dapat
diadakan
pengkhususan yang diatur dengan Undang – Undang. Dalam penjelasannya, Yang dimaksud dengan “pengkhususan” adalah deferensiasi atau spesialisasi di lingkungan Tata Usaha Negara, misalnya Pengadilan Pajak ;
Hal. 17 dari 26 hal. Put. No. 81 K/TUN/2006
5. Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 yang menyatakan bahwa Wajib Pajak dapat mengajukan Keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ; 6. Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 yang menyatakan bahwa Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan Banding hanya kepada badan peradilan pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak ; 7. Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No.16 Tahun 2000 yang menyatakan bahwa gugatan terhadap pelaksanaan Surat Paksa hanya dapat diajukan kepada Badan Peradilan Pajak ; 8. Pasal 2 Undang-Undang No.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasan kehakiman bagi Wajib Pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa Pajak ; Bahwa dengan demikian telah terbukti bahwa putusan Judex Factie yang tetap melanjutkan pemeriksan perkara a quo meskipun telah diketahui hal itu bukan menjadi kewenangannya, telah melanggar Undang – Undang dan melampaui batas wewenangnya; II. Judex Factie telah salah menerapkan hukum dan atau melanggar ketentuan yang berlaku : 1. Bahwa Judex Factie telah salah menerapkan konstruksi hukum Argumentum a contrario terhadap pengertian “Penghasilan” sehingga bertentangan dengan Undang – Undang No.7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dan melanggar Sistem Hukum Positif Perpajakan baik secara material maupun formal : a. Bahwa yang menjadi objek pajak adalah “penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, Hal. 18 dari 26 hal. Put. No. 81 K/TUN/2006
yang dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun…” b. Bahwa uplift sebagai minyak tambahan yang diterima oleh Termohon Kasasi karena hal lain, termasuk ke dalam pengertian penghasilan bruto berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 267/KMK. 012/1978 tanggal 19 Juli 1978 jo Pasal 5 ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan No.458/KMK/012/1984 tanggal 21 Mei 1984 tentang Tata Cara Perhitungan Dan Pembayaran Pajak Penghasilan Yang Terutang Oleh Kontraktor Yang Mengadakan Kontak Production Sharing Dalam Eksplorasi dan Eksploitasi Minyak dan Gas Bumi dengan Pertamina (bukti T-6 dan T-16). Hal tersebut dipertegas lagi dengan Surat Jenderal Pajak Nomor S-156/PJ/2005 tanggal 11 Juli 2005 yang menyatakan bahwa uplift adalah objek Pajak Penghasilan; c. Bahwa Judex Factie dalam pertimbangan hukumnya hal. 101 – 102 menyatakan “Bahwa karena biaya produksi yang tidak diganti dan resiko yang ditanggung Penggugat jika produksi tidak mencapai incrementall oil, adalah hal-hal yang mengurangi kemampuan ekonomis bagi Penggugat. Hal ini tidak diperhitungkan maupun diperbandingkan dengan beberapa besar tambahan kemampuan ekonomis yang diperoleh Penggugat dari uplift”; d. Bahwa Judex Factie dalam pertimbangan hukumnya hal. 102 menyatakan bahwa : “Oleh karena Undang – Undang menganut prinsip pemajakan atas penghasilan dalam pengertian luas, yaitu pajak dikenakan atas setiap penambahan ekonomis yang diterima atau diperoleh Penggugat dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Penggugat, maka dalam kasus a quo secara a contrario Tergugat akan menjadi sewenang-wenang didalam menetapkan uplift sebagai objek pajak penghasilan jika tanpa memperhitungkan setiap bentuk apapun yang mengurangi kemampuan ekonomis yang ditanggung oleh Penggugat dari manapun asalnya yang seharusnya digabungkan dan / atau dikompensasikan untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak.”; e. Bahwa terhadap pertimbangan – pertimbangan hukum Judex Factie diatas, Judex Factie telah salah menerapkan hukum dengan alasan hukum sebagai berikut :
Hal. 19 dari 26 hal. Put. No. 81 K/TUN/2006
-
Bahwa Judex Factie telah memaksakan pertimbangannya dengan menilai menyimpulkan bahwa secara a contrario Tergugat akan menjadi sewenang-wenang didalam menetapkan uplift sebagai obyek pajak penghasilan. Dengan adanya pernyataan tersebut secara nyata Judex Factie telah Melampaui batas wewenang dengan menguji keabsahan dasar hukum pengenaan pajak atas uplift.
-
Bahwa penafsiran a contrario tidak dapat digunakan dalam menilai suatu Undang – Undang karena wewenang yang diberikan oleh Undang – Undang tidak dapat ditafsirkan terbalik dan wewenang tersebut tidak dapat timbul dari suatu penafsiran.
-
Bahwa apabila mengikuti konstruksi hukum Judex Factie tersebut, maka dapat terjadi suatu keadaan dimana secara riil menurut sistem hukum perpajakan telah ada penghasilan namun karena harus diperhitungkan dengan semua bentuk apapun yang mengurangi
kemampuan
ekonomis
yang
ditanggung
oleh
Terbanding semula Penggugat dari manapun asalnya, maka atas penghasilan tersebut tidak dapat dikenakan pajak. Hal ini sangat berbahaya dan dapat mendorong terjadinya penyelundupan dan atau penghindaran pajak yang dapat merugikan kelangsungan hidup negara yang kurang lebih 80 % sumber penerimaannya berasal dari pajak. -
Bahwa
menurut
Scholten,
suatu
konstruksi
hukum
harus
dilakukan dengan 2 syarat yaitu: 1. Tidak dapat sewenang-wenang, artinya menggunakan bahanbahan yang positif ( Constructie moet de positive stof deken ) yaitu sistem materiil Undang – Undang yang berlaku, tidak boleh didasarkan pada sistem materiil positif. 2. Harus
menggunakan
akal,
artinya
tidak
menimbulkan
pertentangan dalam sistem hukum formal yang bersangkutan, tidak boleh menjungkirbalikkan sistem hukum yang ada -
Bahwa menurut sistem hukum materiil perpajakan khususnya pajak penghasilan, maka tidak semua bentuk pengurangan kemampuan ekonomis diperhitungkan, digabungkan dan atau dikompensasikan untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak. Bahwa bentuk apapun yang dapat mengurangi kemampuan ekonomis sebagaimana dinyatakan oleh Judex Factie telah diatur Hal. 20 dari 26 hal. Put. No. 81 K/TUN/2006
secara tegas dalam Pasal 6 ayat (1) Undang – Undang Nomor 7 Tahun
1983
tentang
Pajak
Penghasilan
yaitu
berupa
pengurangan penghasilan bruto . -
Bahwa apabila mengikuti pada konstruksi hukum Judex Factie maka semua bentuk apapun yang mengurangi kemampuan ekonomis dari manapun asalnya baik yang ada hubunganya dengan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan maupun biaya yang tidak ada hubungannya harus diperhitungkan sebagai pengurang didalam menentukan dasar pengenaan pajak, maka hal tersebut sangat bertentangan dengan Pasal 6 Undang – Undang No. 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan yang didalamnya berisi tentang biaya apa saja yang dapat mengurangi penghasilan.
-
Bahkan lebih luas lagi, Judex Factie juga tidak membedakan antara
“biaya
yang
telah
dikeluarkan”
dengan
“resiko“.
Pertimbangan hukum Judex Factie yang tidak didasarkan pada sistem hukum material perpajakan, sangat mengaburkan dan merusak konsep “pengeluaran yang dapat diakui sebagai biaya yang dapat dikurangkan” dalam sistem hukum pajak seperti yang tersebut dalam pasal 6 Undang – Undang No. 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. -
Dengan demikian berdasarkan uraian diatas, terbukti bahwa Judex Factie telah sewenang-wenang melakukan konstruksi hukum “Argumentum a Contrario” karena tidak didasarkan kepada sistem hukum positif material Undang – Undang Perpajakan. Pertimbangan Judex Factie yang sewenang-wenang tersebut diatas dapat mendorong terjadinya penghindaran pajak dan atau penyelundupan pajak yang dapat merugikan pendapatan negara dari sektor perpajakan.
-
Dengan mempermasalahkan bahwa seharusnya penghasilan bruto (uplift) tersebut dikurangi dengan jumlah tertentu (dalam istilah pajak biasa dikenal pengurang penghasilan bruto, vide pasal 6 Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan) maka Judex Factie nyata-nyata telah masuk ke dalam Sengketa Pajak yang merupakan kewenangan Pengadilan Pajak untuk mengadilinya yaitu untuk menentukan besarnya pajak
Hal. 21 dari 26 hal. Put. No. 81 K/TUN/2006
yang terutang sebagaimana dinyatakan sendiri oleh Judex Factie dalam pertimbangan hukumnya pada Putusan sela halaman 28. III. Bahwa Judex Factie telah salah dan lalai melihat bukti dalam menentukan
Pihak
yang
telah
melanggar
asas
keadilan,
asas
persamaan beban dan asas proporsionalitas a. Bahwa Judex Factie dalam pertimbangan hukumnya halaman 102 menyatakan “ bahwa dengan hanya mendasarkan pada uplift saja sebagai sesuatu yang menambah kemampuan ekonomis Penggugat dan atas dasar itu Tergugat menetapkan uplift sebagai obyek penghasilan tanpa menghitung atau mengkompensasikan secara keseluruhan besarnya biaya dan resiko yang ditanggung Penggugat sebagaimana telah dipertimbangkan di atas, maka terbukti Tergugat telah bertindak sewenang-wenang dan melanggar asas keadilan didalam menetapkan pajak penghasilan atas uplift.” b. Bahwa Judex Factie dalam pertimbangan hukumnya halaman 102 dan 103 menyatakan : “bahwa disisi lain dalam menetapkan uplift sebagai
pajak
penghasilan
terhadap
Penggugat,
seharusnya
Tergugat juga mempertimbangkan posisi Pertamina sebagai mitra kontrak Penggugat yang diuntungkan, karena terhadap dana talangan berupa production expenses Pertamina tidak memberi uplift dan Pertamina menikmati 100 % hasil produksi primer tanpa mengeluarkan biaya apapun serta tidak menanggung resiko apapun atas kegagalan explorasi minyak dalam kontrak JOB-EOR, hal-hal ini tidak dipertimbangkan oleh Tergugat sebelum menetapkan obyek pajak atas uplift. Padahal elemen-elemen tersebut jelas mengurangi kemampuan
ekonomis bagi Penggugat
dan
seharusnya
ikut
dipikulkan beban ini kepada Pertamina karena posisinya secara hukum adalah sama terhadap hak-hak dan kewajibannya dalam kontrak dan dengan demikian terbukti Tergugat juga melanggar asas persamaan beban dan asas proporsionalitas .” c. Bahwa Judex Factie telah salah dan lalai melihat bukti-bukti yang ada, dengan alasan hukum sebagai berikut : - Perbuatan Pemohon Kasasi dalam menerbitkan SKPKB atas uplift adalah telah sesuai dengan tugas dan kewenangan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. - Bahwa Pemohon Kasasi semula Tergugat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atas uplift hanya sebatas Hal. 22 dari 26 hal. Put. No. 81 K/TUN/2006
pada penambahan 30 % uplift atas non capital cost bukan SKPKB atas penggantian capital cost ditambah 30 % uplift dan penggantian non capital cost ditambah 30 % serta bukan pula untuk penggantian production expense sehingga yang dikenakan pajak hanya tambahan 30 % uplift tersebut (vide bukti P-1B) - Penambahan 30 % uplift atas pengembalian capital cost dan non capital cost, merupakan temuan pemeriksaan BPKP maka secara otomatis BPKP telah melihat adanya penambahan kekayaan yang dapat dipakai untuk konsumsi oleh Wajib Pajak (vice bukti T-7,T9,T10,T-17 dan P-4) - Bahwa sangat tidak relevan apabila mengkaitkan uplift dengan resiko dan biaya yang ditanggung oleh Termohon Kasasi semula Penggugat, karena seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa tidak semua biaya menjadi pengurang dan dalam sengketa a quo , Pemohon Kasasi semula Tergugat mengenakan pajak hanya terhadap penerimaan sebesar 30 % uplift saja bukan terhadap capital cost ditambah 30 % uplift dan non capital cost ditambah 30 % uplift. Pembahasan mengenai resiko yang mungkin terjadi dalam mendapatkan penghasilan uplift adalah tidak relevan karena pada fakta hukumnya uplift telah diterima oleh Termohon Kasasi senula Penggugat dari Pertamina (vide bukti T-9 dan P14G) ; - Bahwa pengenaan pajak atas penerimaan uplift tidak hanya dikenakan kepada Termohon Kasasi semula Penggugat tetapi hal itu telah dikenakan kepada semua perusahaan atau Wajib Pajak yang sama dan sejenis dengan Termohon Kasasi semula Penggugat karena berdasarkan fakta yang terjadi dan bukti yang jelas perusahaan-perusahaan minyak sejenis termasuk Termohon Kasasi semula Penggugat tersebut telah menerima penerimaan uplift dari Pertamina dan berdasarkan temuan pemeriksaan BPKP telah direkomendasikan oleh BPKP sebagai instansi pemerintah yang berwenang memeriksa dan mengaudit penghasilan dari Pertamina
dan
partnernya
agar
penerimaan
uplift
tersebut
dikenakan pajak . (vide bukti T-17). Bahwa berdasarkan penjelasan tersebut diatas, dengan demikian jelas tidak terdapat pelanggaran asas keadilan oleh Pemohon Kasasi semula Tergugat .
Hal. 23 dari 26 hal. Put. No. 81 K/TUN/2006
- Bahwa terhadap dana talangan yang digunakan untuk production expense tidak diberikan uplift dan Pertamina menikmati 100 % hasil produksi primer tanpa mengeluarkan biaya apapun serta tidak menanggung resiko apapun atas kegagalan explorasi minyak telah secara jelas tercantum dalam kontrak JOB-EOR (vice bukti T-17 dan P-4) dan telah terbukti dengan jelas bahwa kontrak JOB-EOR dibuat oleh pihak Pertamina dan Termohon Kasasi semula Penggugat dengan telah disetujui oleh kedua belah pihak sehingga secara jelas pula yang terikat kontrak tersebut adalah Pertamina dan Termohon Kasasi semula Penggugat , bukan Pemohon Kasasi semula Tergugat . Maka secara jelas pula pihak-pihak yang terikat tersebut harus mematuhi klausul-klausul yang terdapat dalam kontrak tersebut yang telah menyebutkan secara jelas hak dan kewajiban para pihak termasuk resiko maupun kegagalan dalam usaha. Berdasarkan hal tersebut, maka para pihak sudah memperhitungkan segala resiko yang mungkin ada. Sehingga apabila kontrak tersebut tidak menguntungkan, berdasarkan nalar yang sehat maka Termohon Kasasi semula Penggugat pasti tidak setuju dengan kontrak tersebut sehingga kontrak tersebut tidak akan terjadi. Tetapi, berdasarkan fakta yang ada, Termohon Kasasi semula Penggugat terbukti mengakui adanya kontrak tersebut . (vide bukti T-7 dan P-4) ; - Bahwa seperti dijelaskan sebelumnya, Pemohon Kasasi semula Tergugat hanya mengenakan pajak atas penerimaan uplift saja, bukan atas pembayaran kembali capital cost dan non capital cost ditambah uplift, hal tersebut dilakukan oleh Pemohon Kasasi semula Tergugat karena penerimaan uplift oleh Termohon Kasasi semula Penggugat sudah dihitung dan diaudit oleh BPKP sebagai instansi pemerintah yang berwenang meng-audit Pertamina dan Termohon Kasasi semula Penggugat, sehingga sangat keliru apabila Judex Factie menilai Pemohon Kasasi semula Tergugat melanggar asas keadilan, asas persamaan beban dan asas proporsionalitas ; - Bahwa apabila hal tersebut diatas dipermasalahkan oleh Judex Factie, maka pernyataan telah melanggar asas keadilan, asas persamaan beban dan asas proporsionalitas seharusnya bukan ditujukan kepada Pemohon Kasasi semula Tergugat . Hal. 24 dari 26 hal. Put. No. 81 K/TUN/2006
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat : mengenai alasan-alasan ke I dan III : Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, karena sudah dipertimbangkan dengan tepat oleh Judex Factie ; mengenai alasan ke II : Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, karena Judex Factie tidak salah menerapkan hukum, sebab hanya merupakan pengulangan fakta belaka, lagi pula alasan-alasan tersebut mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, hal mana tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan dalam tingkat kasasi, karena pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenaan dengan ketidak wenangan atau melampaui batas wewenang, atau salah menerapkan hukum atau melanggar hukum yang berlaku atau lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan, sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 30 Undang-Undang No.14 tahun 1985 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No.5 Tahun 2004 ; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, lagi pula ternyata bahwa putusan Judex Factie dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi : KEPALA KANTOR PELAYANAN PAJAK BADAN DAN ORANG ASING DUA tersebut harus ditolak ; Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi ditolak, maka Pemohon Kasasi dihukum membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini ; Memperhatikan Pasal-Pasal dari Undang-Undang No. 4 Tahun 2004, Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004, Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan ; MENGADILI : Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : KEPALA KANTOR PELAYANAN PAJAK BADAN DAN ORANG ASING DUA tersebut ; Menghukum Pemohon Kasasi/Tergugat untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) ;
Hal. 25 dari 26 hal. Put. No. 81 K/TUN/2006
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung
pada hari Senin, tanggal 22 Januari 2007 oleh Prof.Dr. Paulus E.
Lotulung, SH. Ketua Muda Mahkamah Agung
yang ditetapkan oleh Ketua
Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Marina Sidabutar, SH.,MH. dan Prof.Dr. H. Ahmad Sukardja, SH. Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota tersebut dan dibantu oleh A.K. Setiyono, SH. Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak ;
Hakim-Hakim Anggota :
Ketua:
ttd./- Marina Sidabutar, SH.,MH.-
ttd./- Prof.Dr. Paulus E. Lotulung, SH.-
ttd./- Prof.Dr. H. Ahmad Sukardja, SH.
Panitera-Pengganti : ttd./- A.K. Setiyono, SH.-
Biaya-biaya : 1. M e t e r a i ……….
Rp.
6.000,-
2. R e d a k s i ………. Rp.
1.000,-
3. Administrasi kasasi Jumlah
:
Rp.493.000,Rp.500.000,Untuk Salinan MAHKAMAH AGUNG RI. a.n. Panitera Panitera Muda Tata Usaha Negara,
( ASHADI, SH. ) NIP. : 220000754
Hal. 26 dari 26 hal. Put. No. 81 K/TUN/2006