8
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sistem Sistem didefinisikan sebagai seperangkat elemen atau sekumpulan entity yang saling berkaitan, yang dirancang dan diorganisir untuk mencapai satu atau beberapa tujuan (Manetsch dan Park, 1977). Sistem dapat merupakan suatu proses yang sangat rumit yang ditandai oleh sejumlah lintasan sebab akibat. Menurut Eriyatno (2003) sistem adalah totalitas himpunan hubungan yang mempunyai struktur dalam nilai posisional serta matra dimensional terutama dimensi ruang dan waktu. Pada dasarnya ada dua sifat dari sistem, yaitu berkaitan dengan aspek prilaku dan aspek struktur, sehingga permasalahan yang berkaitan dengan sistem akan menyangkut pada prilaku sistem dan struktur sistem. Prilaku sistem berkaitan dengan input dan output, dan struktur sistem berkaitan dengan susunan dari rangkaian di antara elemen-elemen sistem. Jika diklasifikasikan masalah sistem secara garis besarnya ada tiga (Gaspersz, 1992), yaitu : (1) Untuk sistem yang belum ada, strukturnya dirancang untuk merealisasikan rancangan yang memiliki prilaku sesuai dengan yang diharapkan; (2) Untuk sistem yang sudah ada (dalam kenyataan atau hanya sebagai suatu rancangan) dan strukturnya diketahui, maka prilaku ditentukan pada basis dari struktur yang diketahui itu (persoalan analisis sistem); dan (3) Untuk sistem yang sudah ada (dalam kenyataan) tetapi tidak mengenalnya serta strukturnya tidak dapat ditentukan secara langsung, maka permasalahannya adalah mengetahui prilaku dari sistem itu serta strukturnya (persoalan black box/kotak hitam). Menurut Eriyatno (2003) dalam transformasi input menjadi output, perlu dibedakan antara elemen (entity) dari suatu sistem dengan sub sistem dari sistem itu sendiri. Sub sistem dikelompokkan dari bagian sistem yang masih berhubungan satu dengan lainnya pada tingkat resolusi yang tertinggi, sedangkan elemen dari sistem adalah pemisahan bagian sistem pada tingkat resolusi yang rendah. Masing-masing sub sistem saling berinteraksi untuk mencapai tujuan sistem. Interaksi antara sub sistem (disebut juga interface) terjadi karena output dari suatu sistem dapat menjadi input dari sistem lain. Jika interface antara sub sistem terganggu maka proses transformasi pada sistem secara keseluruhan akan terganggu juga sehingga akan menghasilkan bias pada tujuan yang hendak dicapai.
9 Proses transformasi yang dilakukan oleh suatu elemen dalam sistem dapat berupa fungsi matematik, operasi logic, dan proses operasi yang dalam ilmu sistem dikenal dengan konsep kotak gelap (black box). Kotak gelap adalah sebuah sistem dari rincian tidak terhingga yang mencakup struktur-struktur terkecil paling mikro. Dengan demikian karakter kotak gelap adalah behavioristic (tinjauan sikap). Kotak gelap digunakan untuk mengobservasi apa yang terjadi, bukan mengetahui tentang bagaimana transformasi terjadi. Untuk mengetahui transformasi yang terjadi dalam kotak gelap dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu : (1) spesifikasi; (2) analog, kesepadanan dan modifikasi; dan (3) observasi dan percobaan (Eriyatno, 2003). Eriyatno (2003) menyimpulkan ada tiga pola pikir dasar yang selalu menjadi pegangan pokok ahli sistem dalam merancang bagun solusi permasalahan, yaitu : (1) sibernetik (cybernetic), artinya berorientasi pada tujuan; (2) holistik (holistic), yaitu cara pandang yang utuh terhadap keutuhan sistem; dan (3) efektif (effectiveness), yaitu prinsip yang lebih mementingkan hasil guna yang operasional serta dapat dilaksanakan dari pada pendalaman teoritis untuk mencapai efisiensi keputusan.
2.2 Sistem Penunjang Keputusan Sistem Penunjang Keputusan (Decision Support System atau DSS) merupakan konsep spesifik sistem yang menghubungkan informasi dengan pengambil keputusan dan menggunakan aturan-aturan keputusan, dan dengan model yang diakomodasikan dengan basis data dan pandangan pribadi pengambil keputusan (Eriyatno, 2003). Selanjutnya dikatakan pula bahwa decision support system bertujuan untuk memaparkan secara terinci elemen-elemen sistem keputusan sehingga dapat membantu para pengambil keputusan dalam proses menetapkan keputusannya. Decision support system dikembangkan untuk pengambilan keputusan tertentu. Decision support system di dalamnya terdapat kriteria dan alternatif. Kriteria digunakan untuk menggambarkan tujuan-tujuan dari sistem keputusan serta sebagai basis dalam merancang bangun dan mengembangkan sistem keputusan, sedangkan alternatif adalah kemungkinan tindakan yang harus diambil dan dipilih agar diperoleh hasil terbaik sesuai dengan yang diinginkan (Marimin, 2004). Teknik decision support system digunakan untuk membantu penilaian manajer dalam
proses
pengambilan
keputusannya
dan
bukan
menggantikannya.
Pengembangan lebih menitik beratkan pada efektivitas pengambilan keputusan dan bukan pada efisiensinya. Efektivitas mencakup identifikasi dari apa yang harus
10 dikerjakan dan menjamin bahwa kriteria keputusan yang dipilih relevan dengan tujuannya (Eriyatno, 2003). Menurut Turban (1988) struktur dasar decision suppor system merupakan gambaran hubungan abstrak antara tiga komponen utama penunjang keputusan yaitu pengguna, model dan data. Dengan demikian struktur dasar decision support system tersebut terdiri dari 3 (tiga) sistem utama yang dapat diperinci sebagai berikut : 1. Fasilitas dimana para pembuat keputusan dapat berinteraksi langsung dengan sistem (User System Interface) mencakup : (1) Sistem Pengolah Problematik (Central Processing System atau CPS) (2) Sistem Manajemen Dialog (Dialoque Management System atau DMS)
2. Sub sistem yang menyimpan, mengelola, mengambil, menampilkan dan menganalisis data yang relevan atau disebut Sistem Manajemen Basis Data (Data Base Management System atau DMBS).
3. Sub sistem yang menggunakan model atau kumpulan model untuk melakukan sejumlah tugas analisis atau disebut Sistem Manajemen Basis Model (Model Base Management System atau MBMS). Data diidentifikasi, ditempatkan dan dikontrol melalui data base manegement system, sedangkan model dirancang dan dirangkai secara sistematis dalam model base management system. Antara data dan model akan berinteraksi melalui sistem pengolah problematik dan informasi diaplikasikan oleh pengguna melalui dialoque management system. Data base management system harus bersifat interaktif dan fleksibel sehingga mudah dilakukan perubahan-perubahan terhadap ukuran, isi dan struktur elemenelemennya. Pada komponen ini data dapat ditambah, dihapus, diganti atau disimpan agar tetap relevan bila dibutuhkan. Data base management system menyediakan sejumlah data yang dibutuhkan dan diminta oleh model yang terkandung dalam model base management system. Model base management system memberikan fasilitas pengolahan model untuk mengkomputasikan pengambilan keputusan. Model-model tersebut dapat terdiri dari model finansial, statistika atau model kuantitatif lainnya yang disediakan untuk sistem analitik. Dalam model base management system terkandung model kuantitatif yang menggunakan pendekatan simulasi dan heuristik maupun model kuantitatif yang menggunakan pendekatan ahli (expert). Dialoque management system merupakan sub sistem yang berkomunikasi dengan pengguna. Tugas utamanya adalah menerima masukan dan memberikan
11 keluaran yang dikehendaki oleh pengguna. Sedangkan problematic analysis system adalah koordinasi dan pengendali dari operasi decision support system secara menyeluruh. Sistem ini menerima masukan dari ketiga sub sistem lainnya dalam bentuk baku serta menyerahkan keluaran sub sistem yang dikehendaki dalam bentuk baku pula (Eriyatno, 2003). Teknik decision support system dapat dimanfaatkan tidak saja pada aktivitas bisnis tapi juga pada program pemerintah dalam mendukung pola pembangunan nasional. Aplikasi sistem penunjang keputusan mampu mencakup berbagai sektor, antara lain pertanian, perdagangan, perindustrian, perhubungan, transmigrasi dan lain sebagainya. Melalui decision support system maka keputusan aktual menjadi tidak memakan waktu lama serta melalui birokrasi dan administrasi yang berelit-belit (Marimin, 2004). Pengembangan
decision
support
system
diharapkan
sumber-sumber
kesalahan dapat dideteksi lebih dini dan kemudian dapat direduksi guna mencegah pengulangan atau multiplikasi. Ruang lingkup decision supprot system dapat diselaraskan dengan tingkat keputusan yang diprioritaskannya. Makin besar ruang lingkup cakupan sistem, maka aplikasi decision support system makin lebih diutamakan (Eriyatno, 2003).
DATA
MODEL
Data Base Management System
Model Base Management System
Problematic Analysis System
Dialoque Management System
USER Gambar 2 Struktur dasar sistem penunjang keputusan (Eriyatno, 2003).
12 2.3 Pemodelan Sistem Pemodelan adalah terjemahan bebas dari istilah ”modelling”, maka permodelan dapat diartikan sebagai suatu gugus aktivitas pembuatan model. Dari terminologi penelitian operasional, secara umum model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah obyek atau situasi aktual (Eriyatno, 2003). Selanjutnya dinyatakan bahwa model memperlihatkan hubungan-hubungan langsung maupun tidak langsung serta kaitan timbal balik dalam istilah sebab akibat, oleh karena itu model dapat dikatakan lengkap apabila dapat mewakili berbagai aspek dari realitas yang sedang dikaji. Salah satu dasar utama untuk mengembangkan model adalah guna menemukan peubah-peubah apa yang penting dan tepat. Model merupakan suatu penampakan dari sistem sebenarnya (Rau dan Wooten, 1980). Proses kegiatan yang menggunakan pendekatan sistem sebagai kerangka bahasan dikenal dengan istilah modelling. Penggunaan modelling memiliki tujuan antara lain : (1) menganalisis dan mengidentifikasi pola hubungan antara input-output dengan parameter kualitas lingkungan yang diamati; (2) menyusun suatu strategi optimal dalam sistem pengendalian; dan (3) mengidentifikasi kondisi-kondisi mana suatu alternatif kebijakan dapat diterima (Nasenda dan Anwar, 1985). Eriyatno (2003), menyatakan bahwa model dapat dikategorikan menurut jenis, dimensi, fungsi, tujuan pokok pengkajian atau derajat keabstrakannya. Model pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi : (1) ikonik (model fisik); (2) analog (model diagramatik); dan (3) simbolik (model matematik). Selanjutnya dinyatakan bahwa suatu model adalah bisa statik atau dinamik. Model statik memberikan informasi tentang peubah-peubah model hanya pada titik tunggal dari waktu, sedangkan model dinamik mampu menelusuri jalur waktu dari peubah-peubah model. Model dinamik lebih sulit dan mahal pembuatannya namun mempunyai kekuatan yang lebih tinggi pada analisa dunia nyata. Salah satu pendekatan pengembangan model adalah simulasi yang mana istilah ini sering digunakan untuk proses eksperimentasi pada model-model pengganti eksperimen pada sistem nyata (Tasrif, 1994). Selanjutnya dinyatakan bahwa keuntungan digunakan simulasi adalah dapat memecahkan banyak persamaan antara simultan dan dapat mengakomodasi sistem non linier dari suatu proses atau persamaan, sehingga sangat sesuai untuk sistem yang lebih kompleks.
13 Menurut Hall dan Day (1977), melalui simulasi dapat diperoleh keputusan dengan cara melakukan eksperimentasi tanpa mengganggu sistem atau mengadakan perlakuan terhadap sistem yang diteliti. Djojomartono (1993) menyatakan bahwa dalam suatu analisis sistem, setelah interaksi antar komponen yang penting teridentifikasi dan ditentukan melalui intuisi maupun penilaian, hubungan terstruktur yang banyak dimasukkan ke dalam komputer untuk dilakukan suatu simulasi dan mengikuti apa implikasinya merupakan tahapan pembangunan model simulasi. Selanjutnya dinyatakan bahwa ada enam tahap yang saling berhubungan dan harus diperhatikan dalam proses membangun model simulasi komputer, yaitu : (1) identifikasi dan definisi sistem; (2) konsepsualisasi sistem; (3) formulasi model; (4) analisis terhadap perilaku model; (5) eva!uasi model; (6) analisis kebijakan dan penggunaan model. Secara ringkas, ke enam tahap tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai berikut : (1) Identifikasi dan Definisi Sistem Tahap ini mencakup pemikiran dan definisi masalah yang dihadapi yang memerlukan pemecahan. Pernyataan masalah yang jelas tentang mengapa perlu dilakukan pendekatan sistem terhadap suatu masalah merupakan langkah pertama yang penting. Karakteristik pokok yang menyatakan sifat dinamik dan stokastik dari permasalahan harus dicakup. Batasan dari permasalahan juga harus dibuat untuk menentukan ruang lingkup sistem. (2) Konsepsualisasi Sistem Tahap ini menyangkut pandangan yang lebih dalam lagi terhadap struktur sistem, dan mengetahui dengan jelas pengaruh-pengaruh penting yang akan beroperasi di dalam sistem. Dalam tahap ini sistem dapat dinyatakan di atas kertas dengan beberapa cara; diagram lingkar sebab akibat dan diagram kotak, menghubungkan secara grafis antara perubahan dengan waktu, dan bagan alir komputernya. Struktur dan kuantifikasi dari model digabungkan bersama, sehingga akhirnya kedua-duanya akan mempengaruhi efektifitas model. (3) Formulasi Model Dengan asumsi bahwa simulasi model merupakan keputusan, proses selanjutnya dalam pendekatan sistem akan diteruskan dengan membangun model. Pada tahap ini, biasanya model dibuat dalam bentuk kode-kode yang dapat dimasukkan ke dalam komputer. Penentuan akan bahasa komputer mana yang tepat merupakan bagian pokok pada tahap ini.
14 (4) Analisis Prilaku Model Pada tahap ini model simulasi komputer digunakan untuk menyatakan serta menentukan bagaimana semua peubah dalam sistem berprilaku terhadap waktu. (5) Evaluasi Model Berbagai uji harus dilakukan terhadap model yang telah dibangun untuk mengevaluasi keabsahan dan mutunya. Uji ini berkisar dari memeriksa konsistensi logis sampai membandingkan keluaran model dengan data pengamatan, atau lebih jauh menguji secara statistik parameter-parameter yang digunakan di dalam simulasi. (6) Penggunaan Model dan Analisis Kebijakan Tahap ini mencakup penggunaan model dalam menguji dan mengevaluasi alternatif yang memungkinkan dapat dilaksanakan.
2.4 Pengembangan Perikanan Tangkap Perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi yang mencakup penangkapan atau pengumpulan hewan dan tanaman air yang hidup di air laut atau perairan umum secara bebas. Perikanan tangkap merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen (elemen) atau subsistem yang saling berkaitan dan mempengaruhi satu dengan yang lainnya disebut dengan agribisnis perikanan. Kesteven (1973) mengemukaan bahwa faktor-faktor yang berperan dalam sistem agribisnis perikanan tangkap adalah masyarakat, sarana produksi, proses produksi, prasarana pelabuhan, sumberdaya ikan, pengolahan, pemasaran dan aspek legal. Secara diagramatik, keterkaitan faktor-faktor tersebut yang digambarkan kembali oleh Monintja (2001) dapat dilihat pada Gambar 3. Monintja (2001) mengemukakan ada beberapa faktor atau alasan mengapa perikanan tangkap perlu dikelola secara benar dan tepat, sebagai berikut : (1) Perikanan tangkap berbasis pada sumberdaya hayati yang dapat diperbaharui (renewable), namun dapat mengalami depresi atau kepunahan. Sumberdaya ikan memiliki kelimpahan yang terbatas, sesuai daya dukung (carrying capacity) habitatnya; (2) Sumberdaya ikan dikenal sebagai sumberdaya milik bersama (common property) yang rawan terhadap tangkap lebih (over fishing); (3) Pemanfaatan sumberdaya ikan dapat merupakan sumber konflik (di daerah penangkapan maupun dalam pemasaran hasil tangkapan);
15
Membangun Membuat Menyelenggarakan
MASYARAKAT Konsumen Modal Teknologi Pembinaan
DEVISA
Ekspor Domestik
Dijual SARANA PRODUKSI Galangan Kapal Pabrik Alat Diklat Tenaga Kerja
PROSES PRODUKSI UNIT PENANGKAPAN Kapal Alat Nelayan ASPEK LEGAL Sisitem Informasi
UNIT PEMASARAN Distribusi Penjualan Sekmen Pasar
Membayar
Produk, Dijual Oleh
PRASARANA PELABUHAN Diolah
UNIT PENGOLAHAN Handling Processing Packaging
Menangkap
UNIT SUMBERDAYA Spesies Habitat Musim/Lingkungan Fisik
Hasil Tangkapan Didaratkan
Gambar 3 Sistem agribisnis perikanan tangkap (Kesteven, 1973 dimodifikasi oleh Monintja, 2001). (4) Usaha
penangkapan haruslah menguntungkan dan mampu memberikan
kehidupan yang layak bagi para nelayan dan pengusahaannya, jumlah nelayan yang melebihi kapasitas akan menimbulkan kemiskinan para nelayan; (5) Kemampuan modal, teknologi dan akses informasi yang berbeda antar nelayan menimbulkan kesenjangan dan konflik; dan (6) Usaha penangkapan ikan dapat menimbulkan konflik dengan subsektor lainnya, khususnya dalam zona atau tata ruang pesisir dan laut. FAO (1995) dalam Monintja (2001), menyatakan bahwa pengelolaan dan pengembangan perikanan tangkap haruslah menunjukkan karakteristik penangkapan yang berkelanjutan, yaitu : (1) Proses penangkapan yang ramah lingkungan meliputi : 1) selektivitas tinggi; 2)
hasil
tangkapan
yang
terbuang
minim;
3)
tidak
membahayakan
keanekaragaman hayati; 4) tidak menangkap jenis ikan yang dilindungi; 5) tidak membahayakan habitat; 6) tidak membahayakan kelestarian sumberdaya ikan
16 target; 7) tidak membahayakan keselamatan nelayan; dan 8) memenuhi ketentuan yang berlaku; (2) Volume produksi tidak berfluktuasi drastis (suplai tetap) (3) Pasar tetap atau terjamin (4) Usaha penangkapan masih menguntungkan (5) Tidak menimbulkan friksi sosial dan (6) Memenuhi persyaratan legal. Sehingga dalam pengelolaan sumberdaya perikanan membutuhkan landasan kebijakan yang tepat agar dapat menjaga keberlanjutan sumberdaya tersebut (Imron, 2000). Keragaan model sistem pengembangan perikanan purse seine di Teluk Tomini yang distrukturisasi berdasarkan kriteria biologi, teknologi, sosial, dan ekonomi dinyatakan layak dan adaptif untuk diimplementasikan (Masyahoro et al., 2005). Menurut Baruadi (2004) dengan model pengembangan kegiatan perikanan tangkap ikan pelagis di Provinsi Gorontalo yang berdasarkan kriteria bioteksosek layak dikembangkan usaha perikanan purse seine, bagan perahu, handline, dan payang. Prioritas strategi yang dapat diterapkan dalam pengembangan perikanan tangkap di kawasan Taman Nasional Laut Taka Bonerate meliputi : (1) optimalisasi pemanfaatan sumberdaya perikanan; (2) peningkatan kesejahteraan melalui akses permodalan; (3) peningkatan kualitas sumberdaya manusia melalui peningkatan ketrampilan; (4) peningkatan pendapatan asli daerah; (5) perbaikan manajemen usaha penangkapan; dan (6) peningkatan jaringan informasi dan akses pasar (Sultan, 2004). Sultan
(2004)
menyatakan
dikawasan TNL Taka Bonerate
bahwa
pengembangan
perikanan
tangkap
dengan pendekatan goal programming, diperoleh
pengalokasian armada penangkapan ikan, yaitu : pancing tonda sebanyak 122 unit; purse seine 15 unit; rawai dasar 55 unit; pancing dasar 26 unit; rawai cucut 15 unit; dan pancing cumi 401 unit. Pengembangan usaha perikanan longline dapat dilakukan melalui beberapa kebijakan yaitu : (1) kebijakan pada manajemen usaha; (2) kebijakan berkaitan dengan produksi; dan (3) kebijakan berkaitan dengan kualitas mutu (Nurani, 1997). Sedangkan Abdusysyahid, et al. (2001), menyatakan bahwa faktor-faktor yang menjadi penentu keberhasilan usaha pengembangan perikanan kakap merah (Lutjanus Sp) di Kalimantan Timur adalah : (1) sistem manajemen pemanfaatan sumberdaya perikanan dengan perangkat kebijakan-kebijakan pemerintah daerah yang berkaitan langsung dengan peraturan perikanan maupun kebijakan lainnya; (2) lembaga pemasaran yang
17 turut berperan aktif menentukan harga kakap merah secara seimbang; dan (3) tingkat pemanfaatan teknologi penangkapan dengan unit perikanan pancing. Selanjutnya Haluan (2000), menyatakan bahwa salah satu faktor utama yang menentukan hasil tangkapan pancing, khususnya pancing tonda adalah umpan karena pancing tonda termasuk alat tangkap aktif dan jenis umpan yang digunakan haruslah sesuai dengan makanan kesukaan ikan yang menjadi tujuan penangkapan.
2.5 Analisis Kinerja Usaha Penilaian
atas
suatu
kinerja
usaha
perikanan
dilakukan
dengan
membandingkan semua penerimaan yang diperoleh akibat investasi tersebut dengan semua pengeluaran yang harus dikorbankan selama proses investasi dilaksanakan. Baik penerimaan maupun pengeluaran dinyatakan dalam bentuk uang agar dapat dibandingkan dan harus dihitung pada waktu yang sama. Karena baik penerimaan maupun pengeluaran berjalan bertahap, maka terjadi arus pengeluaran dan penerimaan yang dinyatakan dalam bentuk arus tunai (cash flow). Pada prinsipnya analisis investasi dapat dilakukan dengan dua pendekatan, tergantung pihak yang berkepentingan langsung dalam proyek yaitu : (1) Analisis finansial, dilakukan apabila yang berkepentingan langsung dalam proyek adalah individu atau kelompok individu yang bertindak sebagai investor dalam proyek. Dalam hal ini, kelayakan proyek dilihat dari besarnya manfaat bersih tambahan yang diterima investor tersebut. (2) Analisis ekonomi, dilakukan apabila yang berkepentingan langsung dalam proyek adalah pemerintah atau masyarakat serta keseluruhan. Dalam hal ini, kelayakan proyek dilihat dari besarnya manfaat bersih tambahan yang diterima oleh masyarakat (Kadariah, et al. 1978). Beberapa kriteria yang akan digunakan dalam studi kelayakan pada penelitian ini juga didasarkan pada analisis biaya-manfaat baik secara finansial maupun ekonomi. Kriteria-kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut : (1) Net Present Value (NPV); kriteria ini digunakan untuk menilai manfaat investasi yang merupakan jumlah nilai kini dari manfaat bersih dan dinyatakan dalam rupiah.
Rumus
persamaan
tersebut
dapat
dinyatakan
sebagai
berikut
(Sutojo, 2002) :
(B t − C t ) .........................................................................................(1) t t =1 (1 + i) n
NPV = ∑ atau :
18 n
NPV = ∑ (B t − C t )(DF ) ..................................................................................(2) t =1
dimana : Bt = benefit pada tahun ke-t; Ct = biaya pada tahun ke-t; DF = discount factor; i = tingkat bunga yang berlaku n = lamanya periode waktu. Bila NPV > 0 berarti investasi dinyatakan menguntungkan dan merupakan tanda “go” untuk suatu proyek atau proyek tersebut layak. Sedangkan apabila NPV < 0 maka investasi dinyatakan tidak menguntungkan yang berarti proyek tersebut tidak layah untuk dilaksanakan. Pada keadaan nilai NPV = 0 maka berarti investasi pada proyek tersebut hanya mengembalikan manfaat yang posisi sama dengan tingkat social opportunity cost of capital. (2) Net Benefit-Cost Rasio (Net B/C); kriteria ini merupakan perbandingan dimana sebagai pembilang terdiri atas nilai total dari manfaat bersih yang bersifat positif, sedangkan sebagai penyebut terdiri atas present value total yang bernilai negatif atau pada keadaan biaya kotor lebih besar dari manfaat kotor. Menurut Sutojo (2000), persamaan Net B/C Ratio tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :
(Bt − Ct) (Bt − Ct) > 0 t t = 0 (1 + i) ..............................................................(3) Net B/C = n (Ct − Bt) (Bt − Ct) < 0 ∑ t t =1 (1 + i) n
∑
atau : n
Net B/C =
∑ (B
t
− C t )(DF )
∑ (B t
− C t )(DF )
t =1 n
............................................................................(4)
t =1
atau : n
∑ NPV
positif
Net B/C =
t =1 n
...................................................................................(5)
∑ NPV
negatif
t =1
dimana : Bt Ct DF i
= benefit pada tahu ke-t = biaya pada tahun ke-t = discount faktor = tingkat bunga yang berlaku
19 n NPV
= lamanya periode waktu = net present value
Dari persamaan tersebut tampak bahwa nilai Net B/C akan terhingga bila paling sedikit ada satu nilai Bt – Ct yang bernilai positif. Kedua Net B/C memberikan nilai > 1, maka keadaan tersebut menunjukkan bahwa NPV > 0,. Dengan demikian maka apabila Net B/C ≥ 1 merupakan tanda layak untuk sesuatu proyek, sedangkan bila Net B/C < 1 merupakan tanda tidak layak untuk sesuatu proyek. (3) Internal Rate of Return (IRR); merupakan suku bunga maksimal untuk sampai kepada NPV bernilai sama dengan nol, jadi dalam keadaan batas untung rugi. Oleh karena itu juga dianggap sebagai tingkat keuntungan atas investasi bersih dalam sesuatu proyek. Asal setiap manfaat yang diwujudkan secara otomatis ditanam kembali pada tahun berikutnya dan mendapatkan tingkat keuntungan yang sama dan diberi bunga selama sisa umur proyek. Menurut Sutojo (2002), dengan demikian IRR dapat dirumuskan sebagai berikut :
NPV1 (i 2 − i1 ) ................................................................(6) IRR = i1 + NPV1 − NPV2 dimana : i1 NPVpositif; i2 NPVnegatif.
= discount factor (tingkat bunga) pertama di mana diperoleh = discount factor (tingkat bunga) kedua di mana diperoleh
Proyek dikatakan “layak” bila IRR > dari tingkat bunga berlaku. Sehingga bila, IRR ternyata sama dengan tingkat bunga yang berlaku maka NPV dari proyek tersebut sama dengan nol. Jika IRR < dari tingkat bunga yang berlaku maka berarti bahwa nilai NPV < 0, berarti proyek tidak layak. Investasi adalah usaha menanamkan faktor-faktor produksi langka dalam proyek tertentu, baik yang bersifat baru sama sekali atau perluasan proyek. Tujuan utamanya yaitu memperoleh manfaat keuangan dan atau non keuangan yang layak dikemudian hari. Investasi dapat dilakukan oleh orang perorangan, perusahaan swasta maupun badan-badan pemerintah (Sutojo, 2002).
2.6 Risiko Dalam Investasi Setiap usulan investasi selalu mempunyai risiko. Semakin tinggi risiko suatu investasi, maka semakin tinggi tingkat keuntungan yang diminta para pemilik modal.
20 Hubungan yang positip antara risiko dan tingkat keuntungan dipertimbangkan dalam penilaian investasi (Husnan dan Suwarsono, 1994). Para investor akan memilih investasi yang berisiko sama, tetapi tingkat keuntungan lebih tinggi atau memilih tingkat keuntungan yang akan diperoleh sama tetapi risiko lebih rendah. Gambar 4 menunjukkan bahwa investasi A dan B menghasilkan tingkat keuntungan yang sama, tetapi risiko B lebih besar dari A. Dengan demikian investasi A lebih menarik dari pada investasi B. Sedangkan antara investasi B dan C mempunyai risiko yang sama, tetapi investasi C dapat menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi dari pada investasi B. Berdasarkan keadaan tersebut, investasi C lebih menarik dari B. Pengambil keputusan tidak dapat menyimpulkan bahwa investasi C lebih baik dari investasi A, karena meskipun C lebih menguntungkan dari A, namun investasi C menghadapi risiko yang lebih tinggi. Tingkat keuntungan yang diharapkan (%)
C A
B
Resiko Gambar 4 Tingkat keuntungan dan risiko (Husnan dan Suwarsono, 1994).