2 2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Produktivitas Secara umum produktivitas mengandung pengertian perbandingan antara
hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan atau sebagian sumberdaya (input) yang digunakan. Produktivitas dapat dirumuskan sebagai berikut (Soeharto,A & Summant, 1984 yang dikutip oleh Iryanto, 2008):
Menurut jurnal Shipbuilding Productivity and competitiveness (Michigan University, 1998) yang dikutip oleh Iryanto (2008) secara umum produktivitas adalah sejumlah output yang dihasilkan dari sejumlah input yang diberikan. Input ini bisa bermacam-macam, misalnya manusia (man), bahan (material), modal (money), metode (method), dan peralatan (machine). Produktivitas merupakan isu strategis yang luas dan merupakan sesuatu yang harus diperhatikan baik oleh pemerintah, managemen, maupun para pekerja.
2.2
Manfaat Pengukuran Produktivitas
2.2.1 Manfaat pengukuran produktivitas pada organisasi level Internasional, Nasional, dan Industri Pengukuran produktivitas pada level internasional dan nasional mempunyai manfaat yang sangat banyak dan hampir sama. Manfaatnya antara lain adalah membantu mengevaluasi penampilan, perencanaan, kebijakan, pendapatan, upah dan harga melalui faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi pendapatan. Manfaat lainnya adalah membandingkan sektor-sektor ekonomi yang berbeda untuk
menentukan
prioritas
kebijakan
bantuan,
membantu
mengetahui
pertumbuhan berbagai sektor ekonomi, dan mengetahui pengaruh perdagangan internasional terhadap perkembangan ekonomi suatu Negara (Summanth, 1984 yang dikutip oleh Sunarto, 1999). Menurut Sinungan (1997) yang dikutip oleh Sunarto (1999), pengukuran produktivitas pada level internasional juga menunjukkan indeks produktivitas masing-masing membandingkan
negara
yang
dapat
digunakan
produktivitas
antar
negara
untuk
dan
mengetahui
tingkat
dan
pertumbuhan
5
pembangunan
ekonomi
dalam
temporal
waktu
tertentu.
Perbandingan-
perbandingan semacam ini merupakan landasan pertimbangan untuk sektor-sektor pembangunan ekonomi yang selanjutnya dapat digunakan untuk menentukan kebijakan yang akan diambil pada waktu ke depan dan mendatang. Pengukuran produktivitas pada tingkat nasional mempunyai banyak manfaat antara lain adalah untuk menentukan perubahan pelayanan masyarakat dari waktu ke waktu, efisiensi, dan efektivitas yang relatif dari pemerintah daerah. Di samping itu pengukuran produktivitas level nasional digunakan oleh pemerintah pusat untuk menyelidiki lingkup persoalan dan mengevaluasi pengaruh dari program nasional yang telah dirancang, serta untuk melengkapi informasi pengerahan kembali sumber-sumber masyarakat. Pengukuran produktivitas pada level Industri digunakan untuk mengetahui indeks produktivitas pada masingmasing sektor industri. Indeks tersebut selanjutnya dapat dibandingkan untuk mengetahui perkembangan dan kinerja masing-masing industri. Pengetahuan tentang perkembangan dan kinerja tersebut dapat digunakan untuk membuat kebijakan-kebijakan yang kondusif pada sektor industri yang dirasa masih kurang, dan membuat prioritas yang seimbang sehingga industri dapat berkembang dan berjalan dengan baik dari industri hulu ke hilir.
2.2.2 Manfaat pengukuran produktivitas pada organisasi level perusahaan (company) Pengukuran produktivitas pada level perusahaan digunakan sebagai sarana manajemen untuk menganalisa dan mendorong efisiensi produksi. Artinya, pengukuran produktivitas akan meninggikan kesadaran dan minat pekerja atau pegawai pada tingkat dan rangkaian produktivitas. Bahkan, pengukuran produktivitas yang relatif kasar ataupun data yang kurang memenuhi syarat pun, ternyata memberikan dasar bagi penganalisaan proses yang konstruktif dan produktif (Sinungan, 1997 yang dikutip oleh Sunarto, 1999). Manfaat lain yang diperoleh dari pengukuran produktivitas mungkin terlihat pada penempatan perusahaan yang tetap dalam menentukan target atau sasaran tujuan yang nyata dan pertukaran informasi antara tenaga kerja dan manajemen secara periodik terhadap masalah-masalah yang sering berkaitan (Summanth, 1984 yang dikutip oleh Sunarto 1999).
6
2.3
Produktivitas Galangan
2.3.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas galangan Sesuatu yang sangat penting untuk diketahui dalam mempelajari produktivitas galangan adalah faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya. Diharapkan dengan mengetahui faktor-faktor ini, akan dapat mengetahui cara-cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan produktivitas. Faktor-faktor penting yang dapat mempengaruhi produktivitas galangan adalah karena adanya kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh galangan, kelemahan-kelemahan tersebut dikategorikan menjadi 4 (empat) kelompok (Al-Kattan, 1992 yang dikutip oleh Sunarto, 1999), yaitu: 1)
Kelemahan desain. Kelemahan desain ini terlihat dari kesalahan desain kapal yang dibuat
galangan atau desainer. Kesalahan tersebut mengakibatkan bangunan kapal baru tidak sesuai dengan yang diinginkan. Kesalahan desain ini diantaranya adalah: kesalahan sebagian atau keseluruhan dari gambar atau perhitungan mulai dari rencana garis, rencana umum, penampang melintang, gambar propeller, sampai gambar-gambar produksi dan perhitungan-perhitungan mulai dari perhitungan konstruksi, grafik bonjean, grafik stabilitas, hidrostatik, peluncuran, dan kekuatan. 2)
Kelemahan produksi. Kelemahan produksi dapat disebabkan karena kelemahan penggunaan level
teknologi, misalnya adalah penggunaan teknologi yang tidak tepat. Hal ini akan menghambat proses produksi, sehingga waktu penyelesaian produksi akan bertambah lama. Bertambah lamanya waktu penyelesaian produksi akan mengakibatkan biaya produksi bertambah, yang pada akhirnya akan mengurangi produktivitas. Kelemahan produksi juga dapat terjadi karena kesalahan produksi yang terjadi pada area bengkel-bengkel produksi mulai dari fabrikasi sampai dengan grand assembly. Kelemahan-kelemahan produksi yang lainnya dapat terjadi pada kelemahan automatisasi dan perawatan peralatan-peralatan produksi. Kelemahan perawatan peralatan-peralatan produksi dapat terjadi karena kesalahan penjadwalan perawatan. Hal ini dapat mengakibatkan kerusakan bertambah fatal, sehingga dapat menghambat proses produksi atau bahkan aktivitas produksi dapat berhenti
7
total. Proses produksi yang terhambat akan mengakibatkan waktu proses produksi akan bertambah lama, yang pada akhirnya akan dapat mengurangi produktivitas. 3)
Kelemahan sistem manajemen. Kelemahan sistem manajemen diantaranya dapat berupa kelemahan
training, kualitas, perencanaan, estimasi, kontrol dan sistem pengawasan. Sistem manajemen adalah salah satu faktor produksi yang tidak secara nyata langsung tampak pada proses produksi tetapi pengaruhnya sangat besar. Jika terjadi kelemahan sistem manajemen, maka seluruh proses produksi akan terhambat mulai dari desain hingga pekerjaan di bengkel-bengkel. Hal tersebut pada akhirnya akan menghambat proses produksi dan kemudian membuat biaya produksi membengkak, sehingga dapat mengurangi produktivitas. 4)
Kelemahan tenaga kerja. Kelemahan tenaga kerja dapat disebabkan karena kelemahan motivasi,
sehingga semangat untuk bekerja keras berkurang dan juga bisa memungkinkan terjadinya kesalahan-kesalahan saat proses produksi. Hal tersebut pada akhirnya akan dapat mengurangi produktivitas. Kelemahan tenaga kerja yang lain dapat disebabkan diantaranya karena kelemahan kemampuan, kelemahan kesehatan, kemalasan, absen, sakit. Pada akhirnya kelemahan-kelemahan tenaga kerja ini akan mengurangi produktivitas tenaga kerja (labor productivity) dan produktivitas perusahaan (company) secara keseluruhan.
2.3.2 Pengukuran produktivitas galangan Pengukuran produktivitas galangan yang biasa dilakukan adalah pengukuran produktivitas peralatan produksi dan pengukuran produktivitas tenaga kerja (labor productivity). Parameter-parameter pengukuran produktivitas produksi adalah ukuran utilitas, efisiensi, beban kerja (load faktor), dan rasio penggunaan berth (berth occupation ratio) (Anugrah, 1996). Parameter-parameter pengukuran produktivitas tenaga kerja adalah Jo/ton baja, JO/pipa, JO/m/kabel dan parameter yang lain yang sejenis (Al-Kattan, 1992 yang dikutip oleh Sunarto, 1999). Ukuran-ukuran produktivitas tersebut terbatas pada peralatan produksi dan tenaga kerja saja, sehingga tidak dapat menunjukkan produktivitas galangan yang menggambarkan kemampuan galangan (perusahaan) secara total dan keseluruhan.
8
2.3.3 Konsep efisiensi dan efektivitas Soeharto, A dan Soejitno (1996) yang dikutip oleh Mahendra (2007), menyatakan bahwa efektivitas berhubungan dengan output, dimana di dalam proses produksi dapat dipenuhi kebutuhan yang telah ditetapkan (ketepatan, kuantitas, kualitas, waktu). Jika prosentase target di atas semakin besar, maka efektivitas yang dicapai semakin tinggi. Walaupun tingkat efisiensi yang dihasilkan tinggi, bukan berarti terjadi peningkatan efektivitas. Diperlukan strategi yang paling menguntungkan untuk mencapai tingkat efektivitas dan efisiensi yang tinggi, sehingga produktivitas yang maksimal akan dicapai. Kualitas merupakan suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh telah terpenuhi berbagai persyaratan, spesifikasi atau harapan. Konsep ini hanya dapat berorientasi pada masukan, keluaran atau keduanya. Kualitas juga berhubungan dengan proses produksi, dimana proses produksi tersebut akan berpengaruh pada kualitas yang dicapai. Hubungan antara efisiensi, efektivitas, kualitas dan produktivitas dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Skema hubungan antara efisiensi, efektivitas dan produktivitas (Soeharto, A dan Soejitno, 1996 yang dikutip oleh Mahendra, 2007) Berdasarkan skema di atas dapat dilihat bahwa produktivitas mencakup efisiensi, efektivitas, dan kualitas. Jadi dapat dikatakan bahwa produktivitas adalah :
9
Efisiensi suatu peralatan menunjukkan kedayagunaan peralatan tersebut. Dengan kata lain efisiensi mengacu pada tingkat intensitas kerja dari peralatan tersebut. Suatu peralatan dikatakan memiliki efisiensi tinggi jika dalam suatu waktu tertentu rate produk aktual mendekati rate produk terpasang. Rate production adalah perbandingan antara produk dengan satuan waktu terkecil, dalam hal ini adalah jam, atau dapat ditunjukkan dengan rumus sebagai berikut (Groover, 1990 yang dikutip oleh Sunarto, 1999):
Berdasarkan hal tersebut, bila dirumuskan efisiensi adalah perbandingan antara rate produk aktual terhadap rate produk terpasang (Dilworth, 1989 yang dikutip oleh Sunarto, 1999), dapat dituliskan sebagai berikut :
2.3.4 Konsep utilitas Utilitas bisa diartikan sebagai tingkat penggunaan suatu fasilitas produksi. Dengan kata lain utilitas adalah ukuran yang menunjukkan seberapa baik sumberdaya produksi (Groover, 1990 yang dikutip oleh Sunarto, 1999). Suatu peralatan dikatakan mempunyai utilitas tinggi, apabila peralatan tersebut dapat menghasilkan produk aktual mendekati produk terpasangnya atau dengan kata lain utilitas mendekati 100%. Sebaliknya utilitas dikatakan rendah apabila fasilitas tidak dioperasikan mendekati kapasitasnya. Hal ini biasanya akan mengakibatkan "financial penalty", karena perusahaan tersebut harus membiayai sarana produksi yang tidak dimanfaatkan secara penuh. Utilitas secara empiris bisa dirumuskan sebagai perbandingan antara output dari fasilitas produksi relatif terhadap kapasitas terpasangnya.
Pada kasus-kasus tertentu, meningkatnya angka utilitas peralatan belum tentu diikuti dengan naiknya efisiensi peralatan. Hal ini bisa dimengerti, karena
10
jika penambahan jam produktif misalnya dengan mengeliminasi waktu yang siasia, jika tidak diikuti dengan intensitas produk yang relatif tinggi maka akan terjadi penurunan efisiensi. Tetapi biasanya yang terjadi adalah jika waktu produktif ditingkatkan biasanya diikuti dengan kenaikan produk, sehingga akan cukup meningkatkan rate of production, sehingga efisiensi akan naik juga. Menurut Anderson (1980) yang dikutip oleh Mahendra (2007) yang dimaksud dengan utilitas adalah hubungan antara waktu aktual yang digunakan untuk produksi dengan waktu mesin total yang tersedia.
2.3.5 Usaha-usaha untuk meningkatkan produktivitas galangan Ada banyak cara untuk meningkatkan produktivitas baik pada organisasi level internasional, nasional, industri dan perusahaan, namun dari berbagai macam cara tersebut pada dasarnya adalah sama. Metode untuk meningkatkan produktivitas perusahaan dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) kemungkinan (Crismianto, 1997): 1) Metode pemanfaatan sumberdaya yang lebih sedikit untuk mendapatkan jumlah produk yang sama; 2) Metode pemanfaatan sumberdaya yang lebih sedikit untuk mendapatkan jumlah produk yang lebih besar; 3) Metode pemanfaatan sumberdaya yang sama untuk mendapatkan jumlah produk yang lebih besar; dan 4) Metode pemanfaatan sumberdaya yang lebih banyak untuk mendapatkan jumlah produk yang jauh lebih besar. Di samping keempat metode tersebut, lazim juga digunakan empat metode lain yang dapat meningkatkan produktivitas perusahaan dengan efektif. Keempat metode tersebut adalah: 1) Metode peningkatan produktivitas dengan menghemat tenaga kerja; 2) Metode peningkatan produktivitas dengan menerapkan metode kerja yang paling tepat; 3) Metode peningkatan produktivitas dengan memanfaatkan sumberdaya manusia dengan lebih efektif, yaitu dengan menyempurnakan manjemen personalia; dan
11
4) Metode peningkatan produktivitas dengan melenyapkan praktek-praktek yang tidak produktif. Metode-metode di atas tidak selamanya menguntungkan, karena upaya memperkenalkan mesin, teknologi, dan metode baru seringkali berarti pengangguran bagi tenaga kerja. Oleh karena itu, kadang-kadang metode ini bertentangan dengan tanggung jawab perusahaan. Parameter-parameter yang mempengaruhi besar dan kecilnya pengukuran produktivitas galangan sangat komplek, yaitu mulai dari input produksi, proses produksi, dan output produksi. Hasil dari pengukuran produktivitas galangan kapal dapat menunjukkan performa perusahaan dan menggambarkan efisiensi dan efektivitas pemakaian sumberdaya, serta efisiensi dan efektivitas proses produksi dalam menghasilkan output. Oleh karena itu, proses produksi yang efektif dan efisien dapat dikatakan sebagai salah satu usaha yang dapat meningkatkan produktivitas.
2.4
Metode Pengukuran Produktivitas Model Objective Matrix (OMAX) Mayhoneys (2008) menyebutkan bahwa OMAX adalah suatu sistem
pengukuran
produktivitas
parsial
yang
dikembangkan
untuk
memantau
produktivitas dari tiap bagian perusahaan dengan kriteria produktivitas yang sesuai dengan keberadaan bagian tersebut. Tiap-tiap model pengukuran mempunyai manfaat sendiri-sendiri, akan tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa manfaat pengukuran produktivitas bagi perusahaan dan organisasi adalah : 1)
Dalam melakukan pengukuran produktivitas dapat diperoleh informasi keberhasilan yang dicapai oleh perusahaan secara menyeluruh;
2)
Perusahaan dapat menilai efisiensi penggunaan sumberdaya dalam menghasilkan barang atau jasa;
3)
Pengukuran produktivitas dapat berguna untuk perencanaan produksi dan sumberdaya, baik untuk jangka panjang atau pendek; dan
4)
Berdasarkan hasil pengukuran produktivitas dapat ditentukan berdasarkan tingkat produktivitas yang direncanakan dengan tingkat yang diukur. Pengukuran produktivitas sangat penting bagi perusahaan untuk mengetahui
keberhasilan yang telah dicapai oleh perusahaan tersebut. Selain itu dari hasil
12
pengukuran dapat diketahui sampai sejauh mana usaha peningkatan efisiensi dan efektivitas perusahaan telah mencapai sasaran. Mengingat pentingnya pengukuran produktivitas pada suatu perusahaan, maka Dok Pembinaan UPT BTPI sudah selayaknya melakukan pengukuran produktivitas pada setiap bidang unjuk kerja untuk dijadikan titik tolak peningkatan produktivitas.
2.4.1 Alasan pemilihan metode OMAX Mahendra (2007) menyebutkan bahwa, pengukuran produktivitas dapat menjadi suatu hal yang menyulitkan karena adanya beberapa hal yang harus dilibatkan, diantaranya: rasio-rasio, indeks-indeks, prosentase, dan angka-angka perkiraan. Banyak lagi masalah yang bersangkut paut dengan produktivitas perusahaan ataupun organisasi, baik yang berpengaruh secara langsung maupun secara tidak lagsung. Dengan demikian, tidaklah mengherankan bahwa pengukuran dan peningkatan produktivitas sulit untuk dilakukan karena banyak kriteria yang harus dipertimbangkan dan dilibatkan didalamnya. Model pengukuran produktivitas OMAX mengatasi masalah-masalah kerumitan dan kesulitan pengukuran produktivitas dengan mengkombinasikan seluruh kriteria produktivitas yang penting ke dalam suatu bentuk yang terpadu dan saling terkait satu sama lain serta mudah untuk dikomunikasikan. Selain itu, model ini mengandung kebaikan lainnya yaitu dengan mengikutsertakan seluruh jajaran pegawai yang terkait dalam operasi-operasi perusahaan, mulai pekerja tingkat bawah sampai kepada manajer tingkat menengah dan atas dalam proses pembentukan dan pelaksanaannya. Pengukuran produktivitas yang dilakukan dengan menggunakan model pengukuran produktivitas OMAX ini pada dasarnya merupakan pengukuran produktivitas total yang merupakan perpaduan dari beberapa ukuran keberhasilan atau kriteria produktivitas yang sudah dibobot sesuai dengan derajat kepentingan masing-masing kriteria itu di dalam perusahaan. Dengan demikian, model ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang sangat berpengaruh maupun yang kurang berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas. Hasil perpaduan beberapa ukuran keberhasilan atau produktivitas ini kemudian dinilai ke dalam satu indikator atau indeks yang berguna, antara lain:
13
1)
Memperlihatkan sasaran atau target peningkatan produktivitas.
2)
Mengetahui posisi dalam pencapaian target.
3)
Alat peningkatan dalam pengambilan keputusan bagi peningkatan produktivitas.
Hal lain yang dapat dilihat dengan menggunakan model OMAX ini, antara lain: 1)
Model ini memungkinkan dijalankannya aktivitas-aktivitas pengukuran produktivitas,
penilaian
(evaluasi)
produktivitas,
peningkatan
dan
perencanaan produktivitas sekaligus; 2)
Berbagai faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas dapat diidentifikasikan dengan baik dan dapat dikuantifikasikan;
3)
Adanya sasaran produktivitas yang jelas dan mudah dimengerti yang akan memberikan motivasi bagi pekerja untuk mencapainya;
4)
Adanya pengertian bobot yang mencerminkan pengaruh masing-masing faktor terhadap peningkatan produktivitas perusahaan yang penentuannya memerlukan persetujuan manajemen; dan
5)
Model ini menggabungkan seluruh faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas (baik dalam satuan fisik maupun uang) dan nilai ke dalam suatu indikator atau indeks.
2.4.2 Bentuk dan susunan model OMAX Mahendra (2007) juga menyebutkan bahwa, objective matrix atau matriks sasaran merupakan suatu metode unjuk kerja yang menggunakan indikatorindikator produksi dan suatu prosedur pembobotan untuk memperoleh suatu indikator pencapaian total. Susunan model ini berupa matrik yang butir-butirnya disusun menurut kolom dan baris sehingga dibaca dari atas ke bawah dan dari kiri ke kanan. Susunan matrik ini akan memudahkan dalam pengoperasiannya. Didalamnya memuat bermacam-macam kombinasi angka-angka yang tidak terlalu terperinci akan tetapi cukup untuk menyatakan keadaan secara praktis dan garis besarnya saja. Susunan model ini terdiri atas beberapa bagian yaitu: 1)
Kriteria produktivitas Kegiatan dan faktor-faktor yang mendukung produktivitas,dan satu unit kerja yang sedang diukur produktivitasnya dinyatakan dengan kriteria.
14
Kriteria-kriteria ini menyatakan ukuran efektivitas dari output, efisiensi dari input dan faktor-faktor lain yang secara tidak langsung berhubungan dengan tingkat produktivitas yang diukur. 2)
Butir-butir matrik Kerangka badan matrik disusun oleh besaran-besaran pencapaian tiap-tiap kriteria. Didalamnya terdiri dari sebelas baris dan baris yang paling bawah merupakan pencapaian terendah atau terburuk yang dinyatakan dengan skor nol, sampai dengan baris paling atas yang merupakan sasaran atau target produktivitas yang realistis yang dinyatakan dengan skor sepuluh. Tingkat pencapaian mula-mula yaitu tingkat pencapaian yang diperoleh pada saat matrik ini mulai dioperasikan ditempatkan pada skor tiga (3). Setelah butirbutir skor nol, tiga dan sepuluh diisikan semuanya, sisa butir-butir lainnya untuk tiap-tiap kriteria dengan lengkap dicantumkan secara bertingkat. Butir-butir pada skor 1,2,4 sampai 9 merupakan tingkat pencapaian antara sehingga tingkat pencapaian akhir atau skor 10 dapat dicapai.
3)
Bobot Tiap-tiap kriteria yang telah ditetapkan mempunyai pengaruh yang berbedabeda terhadap tingkat unit yang diukur. Oleh karena itu, perlu dicantumkan bobot yang menyatakan derajat kepentingan (dalam prosentase) yang menunjukkan pengaruh relatif kriteria tersebut terhadap produktivitas unit kerja yang diukur. Besarnya bobot ditentukan oleh suatu kelompok manajemen yang berada di atas yang mengepalai unit kerja yang diukur. Jumlah bobot seluruh kriteria adalah 100%.
4)
Sasaran Merupakan tingkat kemajuan yang dapat dicapai oleh tiap-tiap kriteria produktivitas dalam periode waktu tertentu dengan melihat keadaan yang realistis yang dapat terjadi di masa yang akan datang. Besarnya nilai sasaran ini kemudian diletakkan pada skor tertinggi yaitu skor 10.
5)
Tingkat pencapaian Keberhasilan yang dicapai oleh masing-masing kriteria atau rasio dalam periode waktu yang diukur ini kemudian diisikan pada baris pencapaian
15
yang tersedia untuk semua kriteria. Data untuk perhitungan kriteria atau rasio ini diperoleh dari tiap-tiap bagian yang diukur. 6)
Skor Pada baris skor (bagian bawah badan matrik) besar pencapaian pada poin no 5 (bagian atas badan matrik) dirubah ke dalam skor yang sesuai, ini dilakukan dengan mencocokkan besaran realisasi pencapaian rasio (point no 5) dengan butir matrik yang ada dan ekivalen dengan skor tertentu.
7)
Nilai Nilai daripada pencapaian yang berhasil diperoleh untuk setiap kriteria pada periode tertentu didapat dengan mengalikan skor pada kriteria tertentu dengan bobot kriteria tersebut.
8)
Indikator pencapaian Pada periode tertentu, jumlah seluruh nilai dari tiap-tiap kriteria dicantumkan pada kotak indikator pencapaian. Besarnya indikator diisi sesuai dengan indikator mula-mula. Semua indikator berada pada skor 3 pada saat matrik mulai dioperasikan.
9)
Indeks Peningkatan produktivitas ditentukan dari besarnya kenaikan indikator pencapaian yang terjadi antara yang baru dengan yang lama. Kesembilan susunan ini membentuk kerangka model.
2.4.3 Penyusunan matrik Penyusunan dan pelaksanaan matrik ini merupakan suatu proses yang jelas dan langsung yang membutuhkan sedikit keahlian. 1)
Menentukan kriteria produktivitas Langkah pertama ini adalah mengidentifikasikan kriteria produktivitas yang sesuai bagi unit kerja dimana pengukuran ini akan dilaksanakan. Kriteria ini harus menyatakan kondisi atau kegiatan yang mendukung produktivitas unit kerja yang diukur dan dapat dikontrol oleh unit kerja tersebut. Kriteria ini menyatakan ukuran efisiensi dari masukan, efektivitas dari keluaran dan ukuran-ukuran lainnya yang secara tidak langsung mendukung proses kegiatan unjuk kerja yang akan diukur.
16
Supaya efektif, kriteria ini harus sudah dimengerti, mudah diukur, administrasinya dilakukan secara baik dan dapat diterima. Disinilah pentingnya untuk mengikutsertakan semua pihak di galangan dalam penyusunan dan pelaksanaan matrik ini. Selanjutnya kriteria ini sebaiknya berdiri sendiri tidak saling bergantung satu sama lain dan merupakan faktorfaktor yang terukur. 2)
Menjelaskan data Setelah seluruh kriteria dapat diidentifikasikan dengan baik, langkah berikutnya adalah mendefinisikan kriteria tersebut secara terperinci. Tiaptiap kriteria memerlukan penjelasan lebih lanjut, misalnya tingkat ketidakhadiran, harus dijelaskan rasio-rasio yang membentuk kriteria ini. Demikian juga sumberdaya untuk setiap pengukuran tertentu harus pula diidentifikasikan dengan jelas, laporan yang akurat, orang-orang yang bertanggung jawab dan terlibat, atau sumberdaya lain, untuk setiap bilangan dalam perhitungan matrik harus dispesifikasikan dengan baik. Dalam setiap keadaan merupakan langkah terbaik untuk meninggalkan segala keraguan yang ada dalam mengoperasikan bilangan dan perhitungan matrik.
3)
Penilaian pencapaian mula-mula Setelah menentukan kriteria yang akan diukur, kemudian dilanjutkan dengan penjelasan dan pengumpulan data dari tiap-tiap kriteria, maka langkah berikutnya mengolah data tersebut sehingga layak untuk digunakan sebagai data pencapaian mula-mula dengan cara perhitungan rata-rata dari periode data yang diperoleh misalnya selama pengerjaan bangunan baru. Pencapaian mula-mula diletakkan pada skor 3 dari skala 0 sampai 10 untuk memberikan lebih banyak tempat bagi perbaikan daripada untuk terjadinya penurunan. Pencapaian ini juga biasanya tidak diletakkan pada tingkat yang lebih rendah lagi agar memberikan kemungkinan terjadinya pertukaran dan memberikan kelonggaran apabila sekali-kali terjadi kemunduran.
4)
Menetapkan sasaran (skor 10) Apabila skala skor 3 merupakan pencapaian mula-mula, maka skor 10 merupakan pencapaian yang akan dituju nantinya. Skala skor 10 ini
17
berkenaan dengan sasaran-sasaran yang ingin dicapai dalam waktu mendatang, dan karenanya harus berkesan optimis. Sasaran yang diambil harus merupakan gambaran yang realistis, tetapi harus diperhitungkan pula faktor-faktor yang masuk akal, bahwa beberapa waktu mendatang telah terjadi perubahan atau kemungkinan telah ada peralatan baru, proses-proses yang lebih baik memungkinkan dapat mencapai sasaran yang dirasakan saat ini belum mungkin untuk dicapai. 5)
Menetapkan sasaran jangka pendek Pengisian skor yang tersisa lainnya dari matrik dapat dilakukan langsung setelah butir skor 0 (yang merupakan rasio terburuk yang mungkin terjadi, merupakan level terbawah yang dapat pula ditentukan kemudian), skor 3 dan skor 10 telah ditetapkan. Butir-butir yang tersisa yaitu skor 1, 2, 4 sampai dengan 9 merupakan suatu sasaran antara sebelum tingkat pencapaian akhir dipenuhi. Biasanya skala linier digunakan untuk pengisisan antara pencapaian saat ini dengan sasaran yang ingin dicapai pada setiap kriteria produktivitas. Oleh sebab itu, jarak bilangan dari setiap tingkat skor 3 ke skor 0 juga dilakukan seperti pengskoran di atas. Jadi sekali lagi disini ditegaskan bahwa tidak ada syarat yang baku mengenai hal ini dan tergantung pada kesepakatan saja, karena pokok perhatian mengenai struktur skala ini tidaklah begitu penting dibandingkan dengan seberapa baik pengskoran ini dimengerti oleh orang-orang yang unjuk kerjanya diukur. Dengan demikian ada sebelas tingkat pencapaian untuk setiap kriteria. Satu kriteria menempati satu kolom dari atas ke bawah dari badan matrik. Penempatan dari hasil yang diharapkan pada setiap tingkat merupakan bagian yang penting dari pengskalaan, karena hasil-hasil tersebut membentuk suatu rintangan khusus yang harus diatasi untuk maju dari satu sasaran jangka pendek ke sasaran jangka pendek berikutnya.
6)
Menentukan derajat kepentingan Semua kriteria tidaklah mempunyai pengaruh yang sama pada produktivitas unit kerja keseluruhan, sehingga untuk melihat berapa besar derajat kepentingannya tiap kriteria diberi bobot. Pembobotan memberikan suatu
18
kesempatan untuk memberikan perhatian secara langsung pada kegiatankegiatan yang berpotensi besar bagi peningkatan produktivitas. Pembobotan biasanya dilakukan oleh manajer puncak atau oleh dewan produksi yang dimiliki galangan. Total pembobotan untuk semua kriteria harus sama dengan 100%. Bila pembobotan telah selesai, maka matrik ini secara teknis dapat digunakan untuk mengukur tingkat produktivitas dan dapat diketahui bagaimana cara meningkatkan produktivitas (Mahendra, 2007).
2.4.4 Pengoperasian matrik Setelah seluruh badan matrik dan perlengkapannya terisi, maka matrik dapat dioperasikan. Pengoperasian matrik dilakukan dengan cara : 1)
Pencapaian sekarang Pada tahap ini, hal yang dilakukan adalah mengumpulkan data dari tiap-tiap kriteria atau rasio selama periode pengukuran dilakukan dan menetapkan pencapaian sebenarnya untuk setiap kriteria atau rasio tersebut. Data yang didapat kemudian dimasukkan ke dalam kolom pencapaian pada bagian atas badan matrik.
2)
Pemberian tanda pada bilangan pencapaian (No. 1) pada badan matrik Pada badan matrik, bilangan yang sesuai dengan bilangan “pencapaian” yang didapat diberi tanda atau dilingkari. Apabila tidak ada bilangan yang tepat sama dengan bilangan “pencapaian”, maka yang dilingkari adalah bilangan yang berada dibawahnya. Perlu diingat bahwa setiap kotak di dalam badan matrik merupakan suatu rintangan yang harus diatasi untuk mencapai skor tertentu. Apabila sasaran jangka pendek tersebut belum tercapai, maka kotak yang dibawahnyalah yang dilingkari. Setiap pencapaian yang lebih kecil dari tingkat pencapaian terburuk yang masih diperbolehkan (level terbawah) akan tetap menerima skor 0 untuk periode tersebut.
3)
Penentuan skor Bilangan yang telah dilingkari, dapat ditentukan tingkat skor yang dicapai yang diletakkan pada kolom “skor” pada bagian bawah badan matrik.
19
4)
Penentuan nilai Setiap skor yang didapat untuk setiap kriteria atau rasio, dikalikan dengan besarnya bobot masing-masing. Hasil perkalian ini diletakkan dalam kolom nilai yang berada pada bagian bawah badan metrik.
5)
Indikator pencapaian saat ini Nilai-nilai yang didapat untuk setiap kriteria dijumlahkan sehingga diperoleh indikator pencapaian saat ini.
6)
Indeks Sebuah indikator produktivitas hanya bermanfaat jika dibandingkan dengan nilai dan periode lain. Satu unit kerja tidak bisa dibandingkan dengan nilai unit kerja lainnya berdasarkan nilai skor, sebab kriteria masing-masing unit berbeda dan kondisi operasinya bervariasi. Nilai bobot total dapat diperlakukan sebagai indeks performansi dan digunakan untuk menilai perkembangan dari waktu ke waktu (Mahendra, 2007). Pada OMAX, pola pertumbuhan performansi ini ditunjukkan oleh dua indeks. Pertama Indeks Perubahan terhadap Performansi Standar/Base Level (300). Kedua, Indeks Perubahan terhadap Performansi periode sebelumnya (Mayhoneys, 2008). -
Dimana : OPo
= Nilai Performansi Standar / Base Level (300)
OPi
= Overall Performance ke-i
OPi-1
= Overall Performance ke-i-1