ANALISIS PENETAPAN HARGA POKOK PRODUKSI BIBIT TANAMAN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum, L) PADA KEBUN BIBIT RAGUNAN, JAKARTA SELATAN
Rifa Atul Maulidah
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 M/1432 H
ANALISIS PENETAPAN HARGA POKOK PRODUKSI BIBIT TANAMAN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum, L) PADA KEBUN BIBIT RAGUNAN, JAKARTA SELATAN
Oleh : RIFA ATUL MAULIDAH 106092003018
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Agribisnis
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011M/1433H
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Desember 2011
Rifa Atul Maulidah 106092003018
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Desember 2011
Rifa Atul Maulidah 106092003018
Curriculum Vitae
DATA DIRI Nama
: Rifa Atul Maulidah
Jenis Kelamin : Perempuan TTl
: Jakarta, 4 November 1987
Alamat
: Jl. H. Misan Rt.13 Rw.03 no.88, petukangan utara, Jakarta selatan
Telp
:
Alaman email :
[email protected]
LATAR BELAKANG PENDIDIKAN SDI Darul Muttaqien
1995 s/d 2000
SMP Darul Muttaqien
2000 s/d 2003
MA Darunnajah
2003 s/d 2006
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2006 s/d 2011
PENGALAMAN PEKERJAAN TK. AL-ADZKAR Larangan
Pengajar
2010
BPR Ragasakti
Asisten Dirut
2011
RINGKASAN
RIFA ATUL MAULIDAH 106092003018, Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Bibit Tanaman Rambutan (Nephelium Lappaceum, L) Pada Kebun Bibit Ragunan, Jakarta Selatan. Di bawah bimbingan ELPAWATI dan HANDOJO KRISTYANTO. Rambutan (Nephelium lappaceum, L) merupakan salah satu komoditas tropis eksotis yang digemari oleh masyarakat, baik dalam negeri maupun luar negeri. Tanaman rambutan merupakan tanaman buah asli Indonesia. Tanaman ini mempunyai peluang yang cukup besar untuk dikembangkan karena ketersediaan lahan yang cukup, agroklimat yang cocok, dan sumber daya yang melimpah. Kebun Bibit Ragunan Jakarta merupakan salah satu kebun yang dimiliki Balai Benih Induk Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI Jakarta yang bertanggung jawab kepada Gubernur DKI Jakarta. Balai Benih Induk Ragunan Jakarta Selatan adalah salah satu balai penyedia bibit tanaman rambutan yang dengan keunikan produknya, karena sumber induk yang digunakan dari induk yang sudah tersertifikasi. Dengan jaminan kualitas bibit yang lebih bermutu diharapkan dapat mampu memenuhi permintaan pasar yang ada. Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan tidak memiliki metode harga pokok produksi yang tetap sehingga penentuan harga jualnya pun hanya mengikuti harga umum dari penjual lain. Kebun Bibit Ragunan DKI Jakarta memiliki acuan harga bibit tanaman hortikultura pada tahun 2001, yang sesuai dengan surat Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 3482/2001 dengan harga Rp 5.000 untuk bibit rambutan ukuran 50cm–100cm dan Rp 17.500 untuk ukuran 1m–2m. Setelah tahun berikutnya sampai sekarang Kebun Bibit Ragunan tidak dapat menggunakan acuan harga tersebut. Tujuan Penelitian ini adalah: “Menetapkan metode perhitungan harga pokok produksi untuk bibit tanaman rambutan pada Kebun Bibit Ragunan”. Alat analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah metode harga pokok produksi full costing dan variable costing. Penggunaan kedua metode ini akan bertujuan untuk mendapatkan hasil perhitungan harga pokok produksi untuk bibit tanaman rambutan pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan. Hasil perhitungan kedua metode akan dibandingkan sehingga akan didapat suatu metode yang dapat digunakan untuk menghasilkan harga pokok produksi yang terbaik yang nantinya dapat digunakan sebagai acuan harga jual bagi perusahaan. Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan, memperlihatkan tidak ada perbedaan dari total harga pokok produksi antara metode full costing dan variable costing saat produksi 2.000 bibit, namun akan berbeda pada saat kenaikan produksi. Harga pokok produksi dengan metode Full Costing dan Variable Costing pada saat produksi 2.000 adalah sebesar Rp. 18.288.159,-. Harga pokok produksi pada saat kenaikan produksi bertambah 2.000 menjadi 4.000 bibit dengan metode variable costing memiliki nilai terkecil bila dibandingkan dengan metode full costing. Harga pokok produksi dengan menggunakan metode variable costing adalah sebesar Rp. 31.282.883,-, sedangkan metode full costing
menghasilkan harga pokok sebesar Rp 36.576.317,-. Hal ini karena ada perbedaan dalam menganalisis biaya pada saat kenaikan produksi. Pada metode full costing menggolongkan biaya dalam biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya tidak langsung (BOP), sedangkan pada metode variable costing menggolongkan biaya menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Harga pokok produksi yang tepat adalah harga pokok yang dilihat pada tinggi atau rendahnya hasil perhitungan. Kedua metode yang digunakan dalam perhitungan ini memiliki kelemahan dan keuntungan. Harga pokok produksi dengan menggunakan metode full costing pada saat kenaikan produksi menunjukkan nilai yang lebih besar dari nilai yang menggunakan metode variabel costing karena pada metode full costing, semua unsur biaya dimasukkan ke dalam perhitungan, baik biaya tetap maupun variable tanpa memperhatikan tingkat produksi yang dicapai perusahaan. Pada metode variabel costing, hanya memasukkan biaya variabel ke dalam perhitungan harga pokok produksi. Oleh karena itu, yang lebih tepat digunakan untuk perhitungan harga pokok produksi yaitu metode Metode Variable Costing, karena pada saat kenaikan produksi hanya menghitung biaya yang bersifat variable saja sedangkan untuk biaya tetapnya tidak diperhitungkan Jadi penetapan harga pokok produksi dengan metode variable costing dapat dijadikan dasar bagi penetapan harga pokok produksi pada Kebun Bibit Ragunan Jakarata Selatan.
vii
KATA PENGANTAR
Bissmillahirrahmanirrahim Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas seluruh rahmat dan karunia yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi yang berjudul: Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Bibit Tanaman Rambutan (Nephelium lappaceum. L) Pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan. Shalawat beserta salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW yang telah menyampaikan ajaran islam sebagai penyejuk hati dan penyelamat umat manusia dari belenggu kebodohan. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan moril dan materil yang diberikan oleh pihak-pihak yang telah mendukung terselesaikannya skripsi ini. Ucapan terima kasih diberikan kepada: 1.
Orang tua tercinta yang selama ini telah mencurahkan kasih sayang, perhatian, pengorbanan dan kesabaran dalam mendidik anak-anaknya. Diiringi dengan do’a-do’a yang tiada henti demi kebahagiaan anak-anaknya. Skripsi ini ananda persembahkan kepada kedua orang tua tercinta dan semoga menjadi kebanggaan dalam hatinya.
2.
Dr. Elpawati, MP dan Dr. Handojo Kristyanto, MM selaku dosen pembimbing yang selalu meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, masukan, dan solusi yang bermanfaat bagi penulis dalam proses pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi.
3.
Dr. Edmon Daris, MS dan Ir. Junaidi, M.Si selaku dosen penguji yang telah bersedia memberikan kritik dan saran yang bermanfaat demi kesempurnaan penulisan skripsi.
4.
Drs. Acep Muhib, MM dan Riski Adi Puspitasari, MMA selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Agribisnis yang telah memberikan suatu komitmen, dorongan, dan program pendidikan sesuai kebutuhan mahasiswanya.
5.
Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis selaku dekan Fakultas Sains dan Teknologi, yang telah mengesahkan skripsi ini.
6.
Seluruh dosen dan staf pengajar, yang telah memberikan ilmu yang berharga, nasehat dan arahan selama dibangku perkuliahan.
7.
Seluruh jajaran Fakultas Sains dan Teknologi yang telah membantu dan melayani hingga terselesaikannya skripsi ini.
8.
Seluruh jajaran Program Studi Agribisnis atas dukungan dan bantuan yang diberikan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
9.
Kakak dan adikku tersayang dan seluruh anggota keluarga besarku yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan penuh kepadaku.
10. Ir. Widodo selaku Kepala Pusat Pengembangan Benih Tanaman Pangan Hortikultura dan Kehutanan Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi pada Kebun Bibit Ragunan. 11. Bapak Darsim, seluruh staf kantor, dan para pekerja di Kebun Bibit Ragunan yang dengan terbuka memberikan informasi yang dibutuhkan untuk pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi.
ix
12. D’Princess yaitu Andhieka ”Rapunzel” Ulfa, Wiwin ”Mulan” Iswardani, Rinrin ”Snow White” Rindyani, Sri ”Belle” Ajeng, Yuniawati ”Cinderella”, Regina ”Ariel” Sari dan Fajar ”Jasmine” Khoirunnisa atas kebersamaan, kehangatan dan kekeluargaan yang terjalin selama kuliah. kenangan bersama kalian semua merupakan kenangan yang menyenangkan dan terindah selama semoga dapat terus berlanjut. 13. Seluruh teman jurusan Agribisnis angkatan 2006 yang sama-sama berjuang dalam masa perkuliahan ini. Sukses selalu untuk kita semua. 14. Sahabatku tercinta dan orang terkasihku yang selalu member do’a dan dukungan penuh kepadaku dalam menghadapi segala kejadian yang kualami. Akhir kata penulis mohon dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam perjalanan perkuliahan, penulis pernah melakukan kekhilafan baik dalam tutur kata maupun tindakan, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Wassalam,
Jakarta, Desember 2011
Penulis
x
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiv DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xvi DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................xvii BAB I
PENDAHULUAN .............................................................................
1
1.1. Latar Belakang ............................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah ....................................................................
4
1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................
5
1.4. Manfaat Penelitian ......................................................................
6
1.5. Batasan Penelitian .....................................................................
6
BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................
8
2.1. Asal Tanaman Rambutan.... ........................................................
8
2.2. Jenis dan Varietas Rambutan ......................................................
9
2.2.1. Jenis Rambutan ................................................................. 2.2.1. Varietas Rambutan ............................................................
9 9
2.3. Pengertian Bibit .......................................................................... 11 2.4. Syarat Menghasilkan Bibit Bermutu ........................................... 12 2.5. Pengertian Harga Pokok Produksi .............................................. 13 2.6. Tujuan dan Manfaat Penentuan Harga Pokok Produksi ............. 14 2.7. Pengertian Biaya dan Penggolongannya ..................................... 15 2.8. Elemen Biaya Produksi dalam Penentuan Harga Pokok Produksi ................................................................ 22 2.8.1. Biaya Bahan Baku ............................................................ 22 2.8.2. Biaya Tenaga Kerja .......................................................... 24 2.8.3. Biaya Produksi Tidak Langsung ...................................... 26 xi
2.9. Metode Penentuan Harga Pokok Produksi.................................. 28 2.9.1. Full Costing ...................................................................... 29 2.9.2. Variabel Costing ............................................................... 30 2.10. Penelitian Terdahulu .................................................................... 33 2.11. Kerangka Pemikiran .................................................................... 36 BAB III METODE PENELITIAN ................................................................. 38 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 38 3.2. Sumber Data ............................................................................... 38 3.3. Metode Pengumpulan Data ......................................................... 39 3.4. Analisis Data ............................................................................... 40 3.4.1. Analisis Kualitatif ............................................................. 3.4.2. Analisis Kuantitatif ........................................................... 3.4.2.1. Penetapan Harga Pokok Produksi dengan Metode Full Costing ............................................ 3.4.2.2. Penetapan Harga Pokok Produksi dengan Metode Variable Costing .................................... 3.4.2.3. Perbandingan Metode Penetapan Harga Pokok Produksi ........................................
40 40 41 41 42
3.5. Definisi Operasional ................................................................... 43 BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN .......................................... 44 4.1. Profil Perusahaan ........................................................................ 44 4.2. Visi dan Misi UPT Balai Benih Induk ........................................ 44 4.3. Sejarah Organisasi Dinas Pertanian DKI Jakarta........................ 45 4.4. Sejarah Kebun Bibit Ragunan Jakarta ........................................ 46 4.4.1. Tugas dan Fungsi Kebun Bibit UPT BBI Ragunan DKI Jakarta ................................................ 47 4.4.2. Keadaan Umum Lokasi Kebun Bibit BBI Ragunan ......... 48 4.5. Struktur Organisasi ..................................................................... 49 4.5.1. Tugas Kepala Balai Benih Induk ...................................... 4.5.2. Sub Bagian Tata Usaha ..................................................... 4.5.3. Tugas Seksi Produksi Benih ............................................. 4.5.4. Tugas Seksi Pengembangan Teknologi ............................
49 49 50 51 xii
4.5.5. Tugas Sub Kelompok Jabatan Fungsional ........................ 51 4.6. Proses Produksi Bibit Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan ................................................................. 52 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 56 5 .1. Biaya-Biaya yang Dikeluarkan Dalam Produksi ....................... 56 5.1.1. Penggunaan Biaya Langsung ............................................ 5.1.1.1. Biaya Bahan Baku................................................ 5.1.1.2. Tenaga Kerja Langsung ....................................... 5.1.2. Penggunaan Biaya Tidak Langsung.................................. 5.1.2.1. Biaya Peralatan Produksi ..................................... 5.1.2.2. Biaya Penyusutan Bangunan................................ 5.1.2.3. Biaya Lainnya ......................................................
56 57 59 61 62 65 65
5.2. Produksi dan Pendapatan ............................................................ 66 5.3. Perhitungan Harga Pokok Produksi Bibit Tanaman Rambutan dengan Metode Full Costing ..................................... 67 5.4. Perhitungan Harga Pokok Produksi Bibit Tanaman Rambutan dengan Metode Variable Costing .............................. 69 5.5. Perbandingan Harga Pokok Produksi Bibit Tanaman Rambutan antara Full Costing dan Variable Costingi ................ 73 BAB VI KESIMPULAN .................................................................................. 77 6.1. Kesimpulan ................................................................................ 77 6.2. Saran .......................................................................................... 78 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Perkembangan Produksi rambutan Di Indonesia 2007-2009 (Ton)..............
1
2. Varietas Unggul Rambutan dan Karakteristiknya ........................................ 11 3. Bahan Baku Produksi 2.000 Bibit Tanaman Rambutan pada Kebun Bibit Ragunan ............................................................................................... 57 4. Biaya Bahan Baku Produksi Bibit Tanaman Rambutan pada Kebun Bibit Ragunan Tahun 2010 .......................................................................... 58 5. Tenaga Kerja Produksi 2.000 Bibit Tanaman Rambutan pada Kebun Bibit Ragunan ............................................................................................... 60 6. Biaya Tenaga Kerja Langsung Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Tahun 2010 ....................................................... 61 7. Alat Produksi 2.000 Bibit Tanaman Rambutan pada Kebun Bibit Ragunan ............................................................................................... 62 8. Biaya Peralatan Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan Tahun 2010 ........................................................... 63 9. Biaya Penyusutan Peralatan Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan 2010 .................................................. 64 10. Biaya Penyusutan Bangunan Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan Tahun 2010 ...................................... 65 11. Biaya Lain Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan Tahun 2010 ........................................................... 66 12. Pendapatan Hasil Usaha Bibit Tanaman rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan ........................................................................... 67 13. Perhitungan Harga Pokok Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan dengan Pendekatan Full Costing Tahun 2010 .............................................................................. 68 14. Pendapatan Hasil Usaha Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan dengan Metode Full Costing.......................................................... 69 xiv
15. Perhitungan Harga Pokok Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan dengan Pendekatan Variable Costing Tahun 2010 ....................................................................... 70 16. Pendapatan Hasil Usaha Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan dengan Metode Variable Costing .................................................. 72 17. Perbandingan Harga Pokok Produksi Bibit Tanaman Rambutan Per Produksi 2.000 Bibit Tahun 2010 ................................................................ 74 18. Perbandingan Harga Pokok Produksi Bibit Tanaman Rambutan Per Produksi Tahun 2010 dengan Penambahan Produksi Sebanyak 2.000 ........ 74
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Grafik Data Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan 4 Tahun Terakhir ..........................................................................
7
2. Harga Pokok Produksi dan Total Harga Pokok Produk Metode Full Costing ................................................................................................... 30 3. Harga Pokok Produksi dan Total Harga Pokok Produk Metode Variabel Costing ........................................................................................... 31 4. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional ..................................................... 37 5. Proses Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan ........................................................................................................ 55
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Biaya Bahan Baku Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan Tahun 2010 .................................................. 81 2. Biaya Alat Produksi dan Penyusutan Peralatan Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan, Jakarta Selatan Tahun 2010 ........... 82 3. Biaya Penyusutan Fasilitas Produksi Pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan Tahun 2010 .......................................................................... 83 4. Harga Pokok Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan dengan Metode Full Costing Tahun 2010 ............ 84 5. Harga Pokok Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan dengan Metode Variable Costing Tahun 2010 ..... 85 6. Daftar Pertanyaan Wawancara ...................................................................... 86 7. Varietas Unggul Rambutan dan Karakteristiknya ........................................ 88 8. Deskripsi Rambutan Varietas Binjai ............................................................. 89 9. Deskripsi Rambutan Varietas Rapiah ........................................................... 90 10. Deskripsi Rambutan Varietas Lebak Bulus .................................................. 91 11. Deskripsi Rambutan Varietas Antalagi` ....................................................... 92 12. Deskripsi Rambutan Varietas Sibongkok ..................................................... 93 13. Surat Permohonan Penelitian ........................................................................ 94 14. Surat Persetujuan Penelitian.......................................................................... 95 15. Surat Keterangan Selesai Penelitian ............................................................. 96 16. Keputusan Gubernur Tentang Penetapan Harga Penjualan Bibit/Benih Tanaman Hortikultura No.3482/2001 ........................................................... 97 17. Daftar Harga Bibit Tanaman Buah-Buahan Tahun 2010 ............................. 99 xvii
18. Sebaran Kebun Bibit BBI DKI Jakarta ......................................................... 100 19. Denah UPT BBI Ragunan ............................................................................. 101 20. Struktur Organisasi BBI Pertanian dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta Sesuai dengan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No.113 Tahun2002 ....................................................................................... 102
xviii
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang
Pembangunan agribisnis hortikultura, khususnya buah-buahan telah diberi prioritas
oleh
pemerintah
Indonesia.
Prioritas
diberikan
karena
terus
meningkatnya permintaan atas komoditas dimaksud seiring dengan meningkatnya pendapatan masyarakat (Badan Agribisnis Departemen Pertanian, 1999:5). Indonesia merupakan Negara agraris yang memiliki banyak sekali jenis tanaman buah dan salah satunya adalah rambutan dengan keragaman jenisnya seperti rapiah, binjai, lebak bulus dan lainnya. Rambutan merupakan satu jenis tanaman buah yang sudah umum dikenal oleh masyarakat. Badan Pusat statistik (2009:1) mendata produksi rambutan Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Selama periode 2007 – 2009 produksi rambutan meningkat. Seperti yang tertera pada Tabel 1. Tabel 1. Perkembangan Produksi Rambutan di Indonesia 2007 – 2009 (Ton) Tahun
Rambutan
2007 2008 2009
(Ton) 705.823 851.240 986.841
Sumber: Badan Pusat Statistik (2009:1)
Produksi buah rambutan meningkat dari tahun 2007 dengan jumlah 705.823 ton menjadi 986.841 ton pada tahun 2009.
Peningkatan produksi
rambutan tentu saja dipengaruhi dengan adanya peningkatan permintaan akan buah rambutan maupun bibitnya. Peningkatan tersebut merupakan peluang bagi
setiap perusahaan. Baik perusahaan yang bergerak dibidang produksi buah maupun
perusahaan yang bergerak dalam bisnis penyedia bibit tanaman
rambutan. Rambutan (Nephelium lappaceum, L) merupakan salah satu komoditas tropis eksotis yang digemari oleh masyarakat, baik dalam negeri maupun luar negeri. Tanaman rambutan merupakan tanaman buah asli Indonesia. Tanaman ini mempunyai peluang yang cukup besar untuk dikembangkan karena ketersediaan lahan yang cukup, agroklimat yang cocok, dan sumber daya yang melimpah. Sumber daya lahan yang tersedia saat ini banyak yang belum dimanfaatkan secara optimal. (Badan Agribisnis Departemen Pertanian, 1999:9). Banyaknya perusahaan yang memproduksi bibit tanaman
rambutan,
berdampak pada tingginya persaingan diantara perusahaan-perusahaan tersebut. Tingginya tingkat persaingan diantara perusahaan-perusahaan ini menjadikan kemampuan bersaing sangat mutlak diperlukan. Kebun Bibit Ragunan merupakan perusahaan bibit tanaman rambutan yang telah berdiri sejak 1975 sampai sekarang. Perusahaan yang telah berdiri tentunya ingin berkembang dan terus menjaga kelangsungan hidupnya, untuk itu pihak manajemen perusahaan perlu membuat kebijakan yang mengacu pada terciptanya efisiensi dan efektivitas kerja. Kebijakan tersebut dapat berupa penetapan harga pokok produksi yang efektif , dan tetap menjaga kualitas dari barang atau produk yang dihasilkan, sehingga harga pokok produk satuan yang dihasilkan perusahaan lebih rendah dari yang sebelumnya. Kebijakan ini sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk menetapkan harga jual yang tepat dengan laba yang ingin
2
diperoleh perusahaan, sehingga perusahaan tersebut dapat bersaing dengan perusahaan–perusahaan lain yang memproduksi produk sejenis. Hal ini tentunya tidak terlepas dari tujuan didirikannya perusahaan yaitu agar modal yang ditanamkan dalam perusahaan dapat terus berkembang atau dengan kata lain mendapatkan laba semaksimal mungkin. Tujuan utama suatu perusahaan didirikan, selain untuk memenuhi kebutuhan manusia adalah untuk mendapatkan keuntungan yang layak. Dengan adanya keuntungan yang layak maka dimungkinkan suatu perusahaan dapat mempertahankan
kelangsungan
hidupnya
bahkan
dapat
mengembangkan
usahanya untuk lebih maju dan berkembang. Untuk itu perusahaan harus selalu berusaha menghasilkan barang dan jasa yang berkualitas tinggi namun harganya relatif rendah. Agar hal tersebut dapat tercapai maka perusahaan hendaknya menggunakan biaya yang efektif. Perusahaan manufaktur menggolongkan biaya ke dalam tiga biaya utama yaitu biaya produksi, biaya pemasaran, biaya administrasi dan umum. Dari penggolongan biaya tersebut dapat diketahui bahwa perhitungan biaya produksi merupakan salah satu hal yang penting dalam upaya merealisasi tujuan perusahaan. Kebun Bibit Ragunan Jakarta merupakan salah satu kebun yang dimiliki Balai Benih Induk Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI Jakarta yang bertanggung jawab kepada Gubernur DKI Jakarta. Balai Benih Induk Ragunan Jakarta Selatan adalah salah satu perusahaan penyedia bibit tanaman rambutan yang dengan keunikan produknya, karena sumber induk yang digunakan dari induk yang sudah tersertifikasi. Dengan jaminan kualitas bibit yang lebih bermutu diharapkan dapat
3
mampu memenuhi permintaan pasar yang ada. Pada Kebun Bibit Ragunan tidak memiliki metode harga pokok produksi yang tetap sehingga penentuan harga jualnya pun tidak memiliki acuan. Kesalahan dalam perhitungan harga pokok produksi dapat mengakibatkan penentuan harga jual pada suatu perusahaan menjadi terlalu tinggi atau terlalu rendah. Kedua kemungkinan tersebut dapat mengakibatkan keadaan yang tidak menguntungkan bagi perusahaan, karena dengan harga jual yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan produk yang ditawarkan perusahaan akan sulit bersaing dengan produk sejenis yang ada di pasar, sebaliknya jika harga jual produk terlalu rendah akan mangakibatkan laba yang diperoleh perusahaan rendah pula. Kedua hal tersebut dapat diatasi dengan penentuan harga pokok produksi yang tepat. Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Bibit Tanaman Rambutan (Nephelium lappaceum, L) pada Kebun Bibit Ragunan, Jakarta Selatan”.
1.2.
Perumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan sebelumnya, dapat diperoleh gambaran bahwa bibit merupakan input penentu dalam produksi tanaman. Kebun Bibit Ragunan DKI Jakarta memiliki acuan harga bibit tanaman hortikultura pada tahun 2001, yang sesuai dengan surat Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 3482/2001 dengan harga Rp 5.000 untuk bibit rambutan ukuran 50cm–100cm dan Rp 17.500 untuk ukuran 1m–2m, Keputusan Gubernur terdapat pada Lampiran 16 dan 17. Setelah tahun berikutnya
4
sampai sekarang Kebun Bibit Ragunan tidak dapat menggunakan acuan harga tersebut. Saat ini harga jual di Kebun Bibit Ragunan ditentukan langsung oleh produsen atau pihak kebun bibit Ragunan sendiri yaitu Rp. 20.000 tidak menggunakan metode khusus, tetapi seharusnya Kebun Bibit Ragunan memiliki harga jual yang lebih rendah karena berapa dibawah naungan BBI. Beberapa tahun terakhir Kebun Bibit Ragunan telah mengalami perubahan harga jual. Terkait dengan tujuan sosial pemilik perusahaan yaitu mempertahankan harga jual yang dapat dijangkau seluruh kalangan konsumen dan mendapat keuntungan yang sesuai, maka perusahaan berupaya mempertahankan harga jual yang nantinya dapat dijangkau konsumen. Namun tujuan tersebut terkendala dengan tidak ada penetapan harga pokok produksi. Oleh karena itu, diperlukan metode harga pokok produksi yang tepat guna membantu perusahaan dalam memperkirakan harga jual per bibit. Harga pokok produksi yang tinggi akan menyebabkan harga jual yang tinggi pula, sehingga dikhawatirkan tidak sesuai dengan daya beli konsumen. Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang akan dianalisis adalah : “Metode penetapan harga pokok produksi apa yang tepat untuk bibit tanaman rambutan pada Kebun Bibit Ragunan?”
1.3.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan penelitian ini adalah:
5
“Menetapkan metode perhitungan harga pokok produksi yang tepat untuk bibit tanaman rambutan pada Kebun Bibit Ragunan”.
1.4.
Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis Menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama kuliah dan menambah pengalaman dan wawasan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu tentang harga pokok produksi. 2. Bagi Perusahaan Penelitian ini diharapkan berguna bagi pemilik perusahaan dalam penetapan
kebijakan,
strategi
dan
pengambilan
keputusan
untuk
menetapkan harga pokok produksi. 3. Bagi Akademis Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi dan acuan dalam melakukan penelitian selanjutnya. 4. Bagi Umum Hasil Penelitian ini diharapkan berguna bagi pihak-pihak yang ingin menekuni usaha bibit rambutan.
1.5.
Batasan Penelitian
Penelitian ini hanya membahas harga pokok produksi bibit tanaman rambutan yang menggunakan media polybag karena bibit yang menggunakan media tersebut paling banyak diminati, sehingga untuk yang menggunakan media
6
pot tidak diteliti dalam penelitian ini. Selain itu, penelitian ini hanya menghitung penetapan harga pokok produksi pada Kebun Bibit Ragunan, dengan tidak melakukan perbandingan dengan tempat lain yang sejenis. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan volume kapasitas normal sebanyak 2000 bibit. Data yang digunakan adalah data tahun 2010 karena mengacu pada produksi yang normal dan terdapat peningkatan produksi dari tahun sebelumnya yang lebih rendah dari tahun sebelumnya. Data Produksi Bibit Rambutan Pada Kebun Bibit Rambutan 4 tahun terakhir
produksi (bibit)
2500 2000 1500 1000 500 0 2007
2008
2009
2010
tahun
Gambar 1. Data Produksi Bibit Rambutan pada Kebun Bibit Rambutan Empat Tahun Terakhir (2007-2010) Sumber : Data Primer diolah (2011)
7
BAB II LANDASAN TEORI
2.1.
Asal Tanaman Rambutan
Rambutan merupakan tanaman buah-buahan tropis basah asli Indonesia. Saat ini tanaman rambutan telah menyebar luas di daerah beriklim tropis seperti Filiphina dan negara-negara Amerika latin. Penyebaran rambutan pada awalnya sangat terbatas hanya di daerah tropis saja. Namun saat ini, rambutan sudah bisa ditemui di daerah subtropis. Hal ini disebabkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berhasil menciptakan “rumah kaca”. Dengan mengatur kondisi mikro di dalam rumah kaca sesuai dengan alam tropis, rambutan dapat dibudidayakan didalamnya (Mahisworo, Susanto, dan Anung, 2004:7). Menurut Rukmana dan Oesman (2002:16), rambutan merupakan tanaman tahunan (perennial). Secara alami, pohon rambutan dapat mencapai ketinggian 25m atau lebih, namun bila dibudidayakan pada umumnya hanya dapat mencapai ketinggian 5m – 9m. Habitat tanaman berbentuk seperti payung, dengan tajuk pohon antara 5m – 10m, dan memiliki sistem perakaran yang cukup dalam. Batang rambutan berkayu keras, berbentuk gilig, tumbuh tegak (kokoh), dan berwarna kecoklat-coklatan sampai putih kecoklatan. Percabangan tumbuh secara horizontal, namun kadang-kadang sedikit miring ke arah atas. Daun rambutan berbentuk bulat panjang dengan ujung tumpul atau meruncing, dan pada umumnya berwarna hujau tua sampai hijau muda, tergantung varietasnya.
2.2.
Jenis dan Varietas Rambutan
Di Indonesia tanaman rambutan memiliki berbagai jenis dan macam varietasnya, dengan keanekaragaman rasa dan daerah produksinya. Untuk jenis rambutan sendiri terdapat dua jenis rambutan. Dan terdapat delapan varietas rambutan yang telah diliris. 2.2.1. Jenis Rambutan Menurut Rukmana dan Oesman (2002:18) terdapat dua jenis rambutan yang biasa di budidayakan di Indonesia, yakni sebagai berikut. 1. Rambutan biasa atau yang dikenal dengan nama rambutan (Nephellium lappaceum L), yang memiliki ciri khas sebagai berikut: buah berbulu atau berambut; daging tebal dan mudah terkelupas (ngelotok); dan rasa daging buah manis. 2. Kepulasan atau babat (Nephellium mutabile BI.) yang memiliki ciri khas sebagai berikut: buah tidak berambut (hanya berupa tonjolan); daging buah tebal, mudah terkelupas, dan agak asam; dan kulit berwarna merah tua atau merah kehijauan atau hijau keputihan. 2.2.2. Varietas Rambutan Indonesia mempunyai banyak varietas rambutan, baik varietas lokal maupun varietas unggul. Rambutan varietas lokal antara lain: Aceh Gundul, Aceh Gula Batu, Aceh Gendut, Simacan, Sitangkue, Aceh Kuning, Aceh Padang Bulan, Aceh Garing, Aceh Pao Pao, Silengkeng, Aceh Kering Manis, Sinyonya, Hape (Rasa), Brahrang, dan lain-lain. Rambutan varietas lokal yang menunjukkan
9
keunggulannya berpotensi menjadi varietas unggul, dan dapat diusulkan melalui prosedur pelepasan varietas unggul baru (Rukmana dan Oesman, 2002:19). Rambutan dapat dikategorikan sebagai varietas unggul bila memenuhi persyaratan sebagai berikut: a.
Daya hasil (produksi) tinggi
b.
Kualitas hasil (buah) prima dan disukai konsumen, yaitu: daging buah tebal, rasa manis, ngelotok dan kering, memiliki kandungan vitamin C antara sedang sampai tinggi, dan tampilan warna buah menarik.
c.
Daya adaptasi tanaman terhadap lingkungan di dataran rendah yang memiliki rentang bulan kering antara 1 – 3 bulan dan terhadap berbagai lingkungan tumbuh cukup luas.
d.
Daya toleransi terhadap serangan hama dan penyakit utama cukup tinggi.
e.
Umur mulai berbunga atau berbuah pendek (genjah). Rukmana dan Oesman (2002:21) menjelaskan bahwa saat ini, paling tidak
terdapat 8 varietas unggul rambutan yang telah dilepas (diliris) melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian. Krakteristik utama varietas unggul rambutan ditunjukkan dalam Tabel 2.
10
Tabel 2. Varietas Unggul Rambutan dan Karakteristiknya No Nama Karateristik Varietas 1. Binjai Produksi 40kg-68kg/pohon/tahun; buah berwarna merah tua; rambut berwarna merah dengan ujung hijau; daging buah manis, agak kering, dan ngelotok. 2. Rapiah Produksi 18kg-30kg/pohon/tahun; buah berwarna hijau kekuningan; rambut hijau dengan ujung kemerahan; daging buah manis, ngelotok, dan kulit biji melekat. 3. Lebak Produksi 50kg – 100kg/pohopn/tahun; daging buah berwarna Bulus merah dengan ujung kekuningan; daging buah manis, ngelotok, dan kulit biji agak melekat. 4. Antalagi Produksi 160kg – 210kg/pohon/tahun; buah berwarna kuning kehijauan; rambut hijau kekuningan ujung merah; daging manis, kering, agak harum, ngelotok, dan kulit biji melekat. 5. Sibongkok Produksi 175kg – 225kg/pohon/tahun; buah berwarna merah tua; daging buah manis, agak kering, ngelotok, dan kulit biji agak melekat. 6. Sibatuk Produksi 240kg – 280kg/pohon/tahun; buah berwarna merah; Ganal rambut merah degan ujung agak kekuningan; daging buah manis, agak berair, ngelotok, dan kulit biji agak melekat. 7. Garuda Produksi 200kg-270kg/pohon/tahun; buah berwarna merah; rambut merah dengan ujung agak kekuningan; daging buah manis dan ngelotok. 8. Nona Produksi 20kg – 22,5kg/pohon/tahun; buah berwarna kekuningan; rambut merah degan ujung kekuningan; daging buah manis, ngelotok, dan kulit biji melekat. Sumber: Rukmana dan Oesman (2002:21).
2.3.
Pengertian Bibit
Biji, benih, dan bibit merupakan istilah hampir sama sehingga sering rancu dalam penggunaannya. Menurut Undang-undang Sistem Budi Daya (1992), benih dan bibit mempunyai pengertian yang sama, yakni tanaman atau bagian tanaman yang dipergunakan untuk tujuan pertanaman (Wirawan dan Wahyuni, 2004:1). Bibit unggul oleh penyuluh-penyuluh, sesungguhnya adalah varietas unggul. Unggul disini maksudnya memiliki sifat-sifat agronomi yang unggul dibandingkan varietas lain, walaupun salah satu sifat mungkin bahkan kalah
11
(misal rasa atau ketahanan terhadap salah satu penyakit), sehingga pada keadaan umum hasil produksinya tinggi (Harjadi, 1996:161). Menurut Undang-undang No.2 tahun 1961 tentang Pegeluaran dan Pemasukan Tanaman dan Bibit Tanaman, Pasal 1 dalam Sunarjono (1990;37), yang dimaksud dengan bibit ialah “Tanaman atau bagian-bagiannya termasuk benih-benih, buah-buahan, bunga-bunga, dan serbuk-serbuk yang dengan cara apapun dapat dipergunakan untuk memperbanyak atau mengembangbiakkan tanaman”.
2.4. Syarat Menghasilkan Bibit Bermutu
Untuk dapat menghasilkan bibit bermutu, terlebih dahulu harus mengenai bagian-bagian tanaman yang dapat digunakan untuk perbanyakan yang disebut alat perbanyakan dan prosedur kerjanya atau cara perbanyakan serta tersedianya bahan tanaman yang memenuhi syarat varietas unggul yang disebut pohon induk (Sunarjono, 1986:15). Sunarjono (1990:38) menjelaskan bahwa ada beberapa kaidah yang harus diperhatikan untuk menghasilkan bibit bermutu diantaranya ialah: 1. Lokasi (tempat) yang akan digunakan untuk menghasilkan benih (bibit)harus bebas hama dan penyakit berbahaya atau nonendemik. 2. Tanaman yang akan dibibitkan harus mendapat isolasi dari tanaman sejenis (khusus biji) atau tanaman inang (khusus penyakit) yanga ada di sekitar pembibitan.
12
3. Tanaman yang akan dibibitkan harus diseleksi secara berulang-ulang untuk mencegah kelolosan dari salah pandang, terutama untuk penyakit virus pada jeruk. 4. Benih (bibit) setelah dipilih harus dirawat dengan baik.
2.5.
Pengertian Harga Pokok Produksi
Muhadi dan Siswanto (2001:10) menjelaskan bahwa harga pokok (biaya) produksi adalah biaya yang terjadi dalam rangka untuk menghasilkan barang jadi (produk) dalam perusahaan manufaktur. Biaya produksi dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu (1) biaya bahan baku, (2) biaya tenaga kerja langsung dan, (3) biaya overhead pabrik. Harga
pokok
produksi
menurut
Mulyadi
(2000:10)
merupakan
pengorbanan sumber ekonomi dalam pengolahan bahan baku menjadi produk. Sedangkan menurut Kohler dalam Mulyani (2003:24), harga pokok produksi adalah biaya-biaya yang termasuk didalamnya dan dialokasikan untuk operasional pabrik yaitu bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead dalam kegiatan saat pemrosesan. Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa harga pokok produksi adalah semua pengeluaran yang dilakukan perusahaan untuk memproduksi suatu produk. Hansen dan Mowen (2009:60) menjelaskan mengenai harga pokok produksi adalah total biaya barang yang diselesaikan selama periode berjalan.
13
2.6.
Tujuan dan Manfaat Penentuan Harga Pokok Produksi
Tujuan utama dari penentuan harga pokok berdasarkan Adikoesoemah (1982:30) yaitu : sebagai dasar untuk menetapkan harga di pasar penjualan, untuk menetapkan pendapatan yang diperoleh pada penukaran, serta sebagai alat untuk menilai efisiensi dari proses produksi. Sedangkan Menurut Horngren (1992:90) tujuan penetapan harga pokok produksi yaitu selain untuk memenuhi keperluan pelaporan ekstern dalam hal penilaian persediaan dan penentuan laba, manajer membutuhkan data harga pokok produksi untuk pedoman pengambilan keputusan mengenai harga dan strategi produk. Mulyadi (2000:7) menyebutkan informasi harga pokok produksi yang dihitung untuk jangka waktu tertentu bermanfaat bagi manajemen untuk : a. Menentukan harga jual produk; b. Memantau realisasi biaya produksi; c. Menghitung laba atau rugi periodik; d. Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang disajikan dalam neraca. Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan dan manfaat dalam penentuan harga pokok produksi yaitu : a. Sebagai dasar dalam penetapan harga jual. b. Sebagai alat untuk menilai efisiensi proses produksi. c. Sebagai alat untuk memantau realisasi biaya produksi. d. Untuk menentukan laba atau rugi periodik. e. Menilai dan menentukan harga pokok persediaan.
14
f. Sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan bisnis.
2.7.
Pengertian Biaya dan Penggolongannya
Horngren (1992:21) mendefinisikan biaya sebagai sumber daya yang dikorbankan untuk mencapai suatu sasaran atau tujuan tertentu. Senada dengan Horngren, Daljono (2004:13) juga mendefinisikan biaya sebagai suatu pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang, untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan akan memberikan keuntungan atau manfaat pada saat ini atau masa yang akan datang. Biaya sebagai suatu nilai tukar, pengeluaran atau pengorbanan yang dilakukan untuk menjamin perolehan manfaat (Carter, 2009:30). Sedangkan menurut Krismiadji (2002: 18), biaya atau cost adalah kas atau ekuivalen kas yang dikorbankan untuk membeli barang atau jasa yang diharapkan akan memberikan manfaat bagi perusahaan saat sekarang atau untuk periode mendatang. Sedangkan Mulyadi (2000:8), mendefinisikan biaya sebagai suatu pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satu satuan uang yang terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu. Dari pendapatpendapat tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa biaya merupakan suatu pengorbanan sumber daya ekonomi untuk mencapai tujuan tertentu yang bermanfaat pada saat ini atau masa yang akan datang. Biaya-biaya dari suatu pengorbanan dibentuk oleh nilai dari banyaknya kapasitas produksi yang diperlukan untuk memproduksi barang-barang. Untuk itu dalam menentukan biaya terdapat faktor-faktor yang menentukan biaya itu sendiri yaitu : banyaknya
15
kapasitas produksi dari bermacam-macam alat produksi yang diperlukan untuk memproduksi barang-barang, nilai dari kapasitas ini, besarnya dan lamanya pemakaian kekayaan yang diperlukan untuk memproduksi barangbarang, serta harga dari kekayaan (Adikoesoemah, 1982:33). Muhadi dan Siswanto (2001:3) menjelaskan biaya (expense) dalam arti sempit didefinisikan sebagai bagian dari harga pokok yang dikorbankan di dalam usaha untuk memperoleh penghasilan. Sedangkan dalam arti luas biaya didefinisikan sebagai pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan mata uang yang telah terjadi dan mungkin akan terjadi untuk mencapai tujuan tetentu. Menurut Bustami dan Nurlela (2009:5), biaya adalah pengorbanan sumber ekonomis yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau kemungkinan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan menurut Prawironegoro dan Durwanti (2009: 19) biaya adalah kas dan setara kas yang dikorbankan untuk memproduksi atau memperoleh barang atau jasa yang diharapkan akan memperoleh manfaat atau keuntungan dimasa mendatang. Penggolongan adalah proses pengelompokkan secara sistematis atas keseluruhan elemen yang ada ke dalam golongan-golongan tertentu yang lebih ringkas untuk dapat memberikan informasi yang lebih penting (Supriyono, 1999:35). Informasi biaya yang lengkap diperlukan oleh manajemen untuk tujuantujuan tertentu antara lain: perencanaan, pengukuran, pengawasan, dan penilaian terhadap operasi perusahaan. Oleh karena itu, biaya yang banyak ragamnya perlu
16
diadakan penggolongan sesuai dengan kebutuhan manajemen. Ada beberapa cara penggolongan biaya dimana masing-masing cara penggolongannya biaya dimaksudkan untuk memenuhi berbagai kebutuhan yang berbeda (Muhadi dan Siswanto, 2001:3). Beberapa penggolongan biaya menurut Muhadi dan Siswanto (2001:4) antara lain: 1. Atas dasar objek pengeluaran, 2. Atas dasar fungsi di dalam perusahaan, 3. Atas dasar hubungan biaya-biaya dengan produk yang dibiayai, 4. Atas dasar tingkah laku biaya dalam hubungannya dengan volume kegiatan, 5. Atas dasar hubungan biaya dengan pusat biaya, 6. Atas dasar hubungan biaya dengan periode pembukuan. Mulyadi (2000:14), menggolongkan biaya menurut: obyek pengeluaran, fungsi pokok perusahaan, hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai, perilaku dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan, serta atas dasar jangka waktu manfaatnya. Biaya yang digolongkan menurut obyek pengeluaran, nama obyek pengeluaran merupakan dasar dalam penggolongan biaya ini. Biaya menurut fungsi pokok dalam perusahaan dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu : 1) Biaya produksi, merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual. Biaya ini dibagi menjadi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik; 2) Biaya pemasaran, merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk
17
melaksanakan kegiatan pemasaran produk; 3) Biaya administrasi dan umum, merupakan biaya-biaya untuk mengkoordinasi kegiatan produksi dan pemasaran produk. Dalam hubungannya dengan sesuatu yang dibiayai, biaya dapat dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu : 1) Biaya langsung (direct cost), adalah biaya yang terjadi yang penyebab satu-satunya adalah karena adanya sesuatu yang dibiayai. Biaya produksi langsung terdiri dari biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung; 2) Biaya tidak langsung (indirect cost), adalah biaya yang terjadi tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai. Biaya tidak langsung dalam hubungannya dengan produk disebut dengan istilah biaya pabrik tidak langsung atau biaya overhead pabrik (factory overhead costs). Daljono (2004:15), mengklasifikasikan biaya berdasarkan hubungannya dengan produk, waktu pengakuan, volume produksi dan sebagainya. Klasifikasi biaya menurut hubungannya dengan produk, dapat dibedakan menjadi dua yaitu biaya pabrikasi (product cost) dan biaya komersial. Biaya pabrikasi (product cost) sering disebut sebagai biaya produksi atau biaya pabrik, terdiri dari : 1. Biaya bahan Biaya bahan adalah nilai atau besarnya upah yang terkandung dalam bahan yang digunakan untuk proses produksi. Biaya bahan dibedakan menjadi : a. Biaya bahan baku (direct material) Bahan baku adalah bahan mentah yang digunakan untuk memproduksi barang jadi, yang secara fisik dapat diidentifikasi pada barang jadi.
18
b. Biaya bahan penolong (indirect material) Yang termasuk dalam bahan penolong adalah bahan-bahan yang digunakan untuk menyelesaikan suatu produk, tetapi pemakaiannya relatif kecil atau pemakaiannya sangat rumit untuk dikenali di produk jadi. 2. Biaya tenaga kerja Biaya tenaga kerja merupakan gaji atau upah karyawan bagian produksi. Biaya ini dibedakan menjadi : a. Biaya tenaga kerja langsung Biaya tenaga kerja langsung adalah gaji atau upah tenaga kerja yang dipekerjakan untuk memproses bahan menjadi barang jadi. b. Biaya tenaga kerja tidak langsung Biaya tenaga kerja tidak langsung merupakan gaji atau upah tenaga kerja bagian produksi yang tidak terlibat secara langsung dalam proses pengerjaan bahan menjadi produk jadi. 3. Biaya overhead pabrik Biaya overhead pabrik (factory overhead cost) adalah biaya yang timbul dalam proses produksi selain yang termasuk dalam biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Yang termasuk dalam biaya overhead pabrik adalah : biaya pemakaian supplies pabrik, biaya pemakaian minyak pelumas, biaya penyusutan bagian produksi, biaya pemeliharaan atau perawatan bagian produksi, biaya listrik bagian produksi, biaya asuransi bagian produksi, biaya pengawasan, dan sebagainya.
19
Gabungan antara biaya bahan dengan biaya tenaga kerja, disebut biaya utama (prime cost), sedangkan gabungan antara biaya tenaga kerja dengan biaya overhead pabrik disebut biaya konversi (conversion cost). Sedangkan yang termasuk dalam biaya komersial yaitu biaya pemasaran dan biaya administrasi dan umum. Biaya pemasaran merupakan biaya-biaya yang terjadi dengan tujuan untuk memasarkan produk. Biaya pemasaran terjadi sejak produk selesai diproses hingga produk tersebut terjual. Biaya administrasi dan umum merupakan beban yang dikeluarkan dalam rangka mengatur dan mengendalikan organisasi. Daljono (2004:16) juga mengklasifikasikan biaya menurut waktu pengakuan (timing of recogition) dapat dibedakan menjadi dua yaitu : 1) Product cost (biaya produk), adalah biaya yang terjadi dalam rangka membuat produk. Biaya ini sifatnya melekat pada produk, karena melekat pada produk maka product cost disebut juga inventorial cost; 2) Period cost (biaya periode), adalah biaya yang terjadi dalam satu periode yang tidak ada kaitannya dengan pembuatan produk. Biaya periode sifatnya tidak melekat pada produk dan akan dipertemukan dengan pendapatan untuk menghitung laba rugi pada periode yang bersangkutan. Klasifikasi biaya dikaitkan dengan volume produksi dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu : a. Biaya variabel (variabel cost), adalah biaya yang bila dikaitkan dengan volume (pemacu timbulnya biaya) secara per unit akan selalu tetap (tidak berubah jumlahnya), meskipun volume produksi berubah-ubah, akan tetapi secara total biaya tersebut jumlahnya akan berubah sesuai dengan proporsi
20
perubahan aktivitas. Total biaya variabel akan bertambah apabila volume produksi bertambah; b. Biaya tetap (fixed cost), adalah biaya yang secara total, biaya tersebut tidak berubah jumlahnya meskipun aktivitas atau jumlah produksi berubah. Jumlah biaya tiap unit akan menurun jika aktivitasnya meningkat; c. Biaya semi variabel, merupakan campuran antara biaya variabel dengan biaya tetap. Biaya semi variabel memiliki sifat meskipun tidak ada aktivitas, biaya ini tetap ada dan totalnya akan berubah jika aktivitas juga berubah. Untuk membantu perencanaan dan pengambilan keputusan manajemen, Blocher dkk (2000:92) mengelompokkan biaya menjadi : 1. Biaya relevan Konsep biaya relevan muncul dalam situasi dimana pengambilan keputusan harus memilih diantara dua atau lebih pilihan. 2. Biaya diferensial Biaya diferensial merupakan biaya yang berbeda untuk setiap pilihan keputusan dan oleh karena itu merupakan biaya yang relevan untuk pengambilan kepuitusan, jika biaya tersebut merupakan biaya yang belum terjadi. 3. Opportunity cost Opportunity cost merupakan manfaat yang hilang karena suatu alternatif atau pilihan yang dipilih mendapat manfaat dari pilihan atau alternatif lainnya.
21
4. Sunk cost Sunk cost merupakan biaya yang telah terjadi atau telah ditetapkan pada waktu yang lalu, dan oleh karena itu merupakan biaya yang tidak relevan.
2.8.
Elemen Biaya Produksi dalam Penentuan Harga Pokok Produksi
Dalam penentuan harga pokok produksi, biaya-biaya yang berpengaruh dalam proses produksi perlu diklasifikasikan dengan benar dan jelas (Muhadi dan Siswanto, 2001:10). Dalam penelitian ini menggunakan penggolongan biaya berdasarkan fungsi pokoknya dalam perusahaan, yang meliputi : 2.8.1. Biaya bahan baku Biaya bahan baku menurut Muhadi dan Siswanto (2001:10) adalah bahan yang digunakan untuk menghasilkan barang jadi dan secara fisik menjadi bagian dari barang jadi tersebut. Misalnya, pemakaian bahan berupa kulit, benang, paku, lem, dan cat perusahaan sepatu. Bahan baku merupakan bahan yang membentuk bagian menyeluruh produk jadi. Biaya bahan baku adalah harga perolehan dari bahan baku yang dipakai di dalam pengolahan produk (Supriyono, 1999:20). Bahan baku yang diolah dalam perusahaan manufaktur dapat diperoleh dari pembelian lokal, impor atau dari pengolahan sendiri. Sebelum perusahaan melakukan proses produksi pada umumnya terlebih dahulu menetapkan jumlah kebutuhan bahan baku yang akan digunakan. Supriyono (1999:419) menyebutkan tujuan dalam penentuan harga pokok bahan yang dipakai adalah untuk penentuan harga pokok bahan dan harga pokok
22
persediaan bahan dengan lebih adil dan teliti, serta sebagai pengendalian atau pengawasan atas bahan. Menurut Mulyadi (2000:309), metode yang digunakan untuk menentukan harga bahan baku yang dipakai dalam produksi yaitu : 1) Metode Identifikasi Khusus (Specific Identification Method). 2) Metode Masuk Pertama Keluar Pertama (FIFO). 3) Metode Masuk Terakhir Keluar Pertama (LIFO). 4) Metode Rata-Rata Bergerak (Moving Average Method 5) Metode Biaya Standar. 6) Metode Rata-rata harga pokok bahan baku pada akhir bulan. Supriyono (1999:419) menyebutkan bahwa faktor yang menentukan harga pokok bahan yang dipakai adalah dengan metode akuntansi persediaan dan metode aliran harga pokok bahan. Dalam metode akuntansi persediaan, menyelenggarakan pencatatan persediaan bahan menggunakan metode akuntansi persediaan yaitu : 1) Metode persediaan phisik. Metode ini hanya dapat digunakan oleh perusahaan yang relatif kecil dan mengumpulkan harga pokok produk berdasar proses, dimana phisik persediaan bahan masih memungkinkan diawasi secara langsung oleh manajemen perusahaan; 2) Metode persediaan abadi atau terus-menerus. Metode ini umumnya dipakai oleh perusahaan yang relatif besar, baik yang menggunakan metode harga pokok pesanan maupun proses, sehingga manajemen tidak dapat secara langsung mengadakan pengawasan terhadap persediaan bahan, oleh karena itu diperlukan adanya sistem pengawasan internal atas bahan.
23
Menurut Supriyono (1999:520), dalam metode aliran harga pokok bahan,
aliran harga pokok bahan yang dipakai dibedakan menjadi beberapa metode yaitu: 1) Metode identifikasi khusus; 2) Metode pertama masuk, pertama keluar (FIFO); 3) Metode rata-rata. Metode; 4) Metode terakhir masuk, pertama keluar (LIFO); 5) Metode harga pokok standar; 6) Metode persediaan dasar (base stock method); 7) Metode harga beli terakhir (HBT); 8) Metode masuk kemudian, pertama keluar (MKPK). Soemita (1982:71), mengemukakan bahwa dalam penetapan pemakaian bahan baku terdapat dua metode yaitu penetapan langsung dan penetapan tidak langsung. Penetapan langsung dilakukan dengan jalan : mencatat terus-menerus banyaknya bahan-bahan yang masuk dalam proses produksi kemudian menghitung
secara
berkala
persediaan
bahan-bahan,
sehingga
dengan
memperhatikan bahan-bahan yang diterima selama periode itu dapat ditetapkan pemakaian bahan-bahan untuk tiap periode. Sedangkan dalam penetapan tidak langsung didasarkan pada barang-barang yang sudah selesai. 2.8.2. Biaya tenaga kerja Biaya tenaga kerja langsung (upah langsung) menurut Muhadi dan Siswanto (2001:10) adalah biaya yang dibayarkan kepada tenaga kerja langsung. Istilah tenaga kerja langsung digunakan untuk menunjuk tenaga kerja (karyawan) yang terlibat langsung dalam proses pengolahan bahan langsung atau bahan baku
24
menjadi barang jadi. Misalnya, upah yang dibayarkan kepada karyawan bagian pemotongan atau bagian perakitan atau bagian pencatatan pada perrusahaan mebel. Tenaga kerja merupakan usaha fisik atau mental yang dikeluarkan karyawan untuk mengolah produk. Biaya tenaga kerja adalah harga yang dibebankan untuk penggunaan tenaga kerja manusia tersebut. Menurut Horngren (1992:29), biaya tenaga kerja untuk fungsi produksi dibagi kedalam dua bagian yaitu : 1. Biaya tenaga kerja langsung Biaya tenaga kerja langsung yaitu upah semua tenaga kerja yang dapat diidentifikasi secara ekonomis terhadap produksi barang jadi. 2. Biaya tenaga kerja tidak langsung Biaya produksi tidak langsung adalah mencakup semua upah tenaga kerja pabrik yang tidak langsung berhubungan dengan pengerjaan produk. Adikoesoemah (1982:178), menetapkan besarnya upah untuk pekerjaan yang telah dilakukan dalam memproduksi barang berdasarkan sistem upah yang dibagi menjadi dua yaitu upah menurut waktu dan upah menurut prestasi. Upah menurut waktu, yaitu cara penetapan upah dimana waktu kerja dari buruh merupakan ukuran untuk menetapkan besarnya upah, jadi tidak tergantung dari banyaknya prestasi yang telah dihasilkan oleh buruh selama waktu kerjanya. Sedangkan upah menurut prestasi, yaitu cara penetapan upah dimana hasil prestasi kerja dari buruh merupakan ukuran untuk menetapkan besarnya upah, jadi tidak tergantung dari lamanya waktu kerja.
25
2.8.3. Biaya produksi tidak langsung Biaya overhead pabrik atau biaya produksi tidak langsung menurut Muhadi dan Siswanto (2001:10) merupakan biayaa produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Contoh biaya overhead pabrik antara lain: bahan tak langsung (misalnya: minyak pelumas, bahan bakar, dan bahan pembersih), reparasi dan pemeliharaan mesin, pemeliharaan gedung, biaya listrik, biaya penyusutan mesin, dan lain-lain. Biaya produksi tidak langsung atau dikenal dengan istilah biaya overhead pabrik adalah biaya-biaya yang timbul dalam proses pengolahan, yang tidak dapat digolongkan dalam biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung (Sugiri, 2002:265). Daljono (2004:41), membebankan biaya overhead pabrik ke harga pokok produksi dilakukan dengan cara : 1. Actual costing Pembebanan biaya overhead pabrik menurut actual costing yaitu membebankan seluruh biaya overhead pabrik yang terjadi pada suatu periode, ke seluruh produk yang diproduksi pada periode tersebut. biaya overhead pabrik yang dibebankan ke produk sebesar biaya yang sesungguhnya terjadi. Penggunaan actual costing pada metode harga pokok pesanan mengalami kesulitan. Hal ini dikarenakan tidak semua biaya overhead pabrik dapat segera diketahui dan diperhitungkan.
26
2.
Normal costing Pembebanan biaya overhead pabrik menurut normal costing yaitu membebankan biaya overhead pabrik yang ditentukan dengan cara taksiran, yaitu dengan membuat tarip yang ditentukan dimuka. Penentuan besarnya tarip dilakukan dengan memperhitungkan taksiran biaya overhead pabrik untuk satu periode dibagi dengan taksiran atau target produksi untuk periode tersebut. Apabila pembebanan biaya overhead pabrik ke produk berdasarkan biaya
overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi, maka akan mengakibatkan harga pokok per unit dari periode ke periode akan berubah-ubah. Perubahan tersebut dapat diakibatkan dari: perubahan tingkat produksi tiap periode, perubahan tingkat efisiensi produksi, biaya overhead pabrik yang terjadi secara sporadik, menyebar tidak merata selama satu tahun, serta biaya overhead pabrik yang terjadi pada waktu-waktu tertentu (Daljono,2004:154). Menurut Mulyadi (2000:206), biaya produksi yang termasuk dalam biaya overhead pabrik dikelompokkan menjadi beberapa golongan yaitu : 1) Biaya bahan penolong, adalah biaya bahan yang tidak menjadi bagian produk jadi, meskipun menjadi bagian produk jadi tetapi nilainya relatif kecil bila dibandingkan dengan harga pokok produksi tersebut; 2) Biaya reparasi dan pemeliharaan, berupa biaya suku cadang (sparepart), biaya bahan habis pakai dan harga perolehan jasa dari pihak luar perusahaan untuk keperluan perbaikan dan pemeliharaan emplasemen, perumahan, bangunan pabrik, mesin-mesin dan equipmen, kendaraan, perkakas laboratorium dan aktiva tetap lain yang digunakan
27
untuk keperluan pabrik; 3) Biaya tenaga kerja tidak langsung, yaitu biaya tenaga kerja pabrik yang upahnya tidak dapat diperhitungkan secara langsung kepada produk atau pesanan tertentu; 4) Biaya yang timbul sebagai akibat penilaian terhadap aktiva tetap, antara lain biaya-biaya depresiasi emplasemen pabrik, bangunan pabrik, mesin dan equipmen, perkakas laboratorium, alat kerja dan aktiva tetap lain yang digunakan di pabrik; 5) Biaya yang timbul sebagai akibat berlalunya waktu, antara lain adalah biaya-biaya asuransi gedung dan emplasemen, asuransi mesin dan equipmen, asuransi kendaraan, asuransi kecelakaan karyawan dan biaya amortisasi kerugian trial-run; 6) Biaya overhead pabrik lain yang secara langsung memerlukan pengeluaran yang tunai, seperti biaya reparasi yang diserahkan kepada pihak luar perusahaan, biaya listrik PLN dan sebagainya.
2.9.
Metode Penentuan Harga Pokok Produksi
Menurut Mulyadi (2002:18) metode penentuan harga pokok produksi adalah cara memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi. Dalam memperhitungkan unsur biaya ini, terdapat dua pendekatan yaitu Full Costing dan Variable Costing. Daljono (2011:363) mengatakan bahwa perhitungan atau penentuan Harga Pokok Produksi, dapat dilakukan dengan full costing maupun variable costing. Full Costing sering disebut dengan absorption costing atau conventional costing, sedangkan variable costing sering disebut dengan direct costing atau marginal costing.
28
2.9.1. Full costing Mulyadi (2002:18) menjelaskan bahwa Full costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik baik yang berperilaku variabel maupun tetap. Dengan demikian harga pokok produksi menurut metode full costing sebagai berikut : Biaya bahan baku
xxx
Biaya tenaga kerja langsung
xxx
Biaya overhead pabrik variabel
xxx
Biaya overhead pabrik tetap
xxx +
Harga pokok produksi
xxx
Dengan demikian harga pokok produk yang dihitung dengan pendekatan full costing terdiri dari unsur harga pokok produksi (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik variabel dan biaya overhead pabrik tetap) ditambah dengan biaya non produksi (biaya pemasaran, biaya administrasi dan umum). Perhitungan harga pokok produksi dan harga pokok produk dapat dilihat pada Gambar 2 (Mulyadi, 2002:19)
29
Biaya Bahan Baku Prime cost
+ Biaya Tenaga Kerja +
Biaya konversi
Harga Pokok produksi
= Biaya overhead Pabrik tetap
+
Total harga pokok produk
= + Biaya Adm & Umum
Biaya overhead Pabrik variabel + Biaya Komersial
Biaya Pemasaran
Gambar 2. Harga Pokok Produksi dan Total Harga Pokok Produk Sumber: (Mulyadi, 2002:19)
2.9.2. Variabel costing Mulyadi (2002:20) menjelaskan bahwa Variabel costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variabel ke dalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik variabel. Dengan demikian harga pokok produksi menurut metode variabel costing terdiri dari unsur biaya produksi berikut ini : Biaya bahan baku
xxx
Biaya tenaga kerja langsung
xxx
Biaya overhead pabrik variabel
xxx +
Harga pokok produksi
xxx
30
Harga pokok produk yang dihitung dengan pendekatan variable costing terdiri dari unsur harga pokok produksi variabel (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik variabel) ditambah dengan biaya nonproduksi variabel (biaya pemasaran variabel dan biaya administrasi dean umum variabel) dan biaya tetap (biaya overhead pabrik tetap, biaya pemasaran tetap, biaya administrasi dan umum tetap). Harga pokok produksi dan harga pokok produk dengan pendekatan variabel costing dapat dilihat pada Gambar 3.
Biaya Bahan Baku +
Harga Pokok produksi
Biaya Tenaga Kerja = + + Biaya overhead Pabrik variabel
Biaya Adm. & Umum = Variabel +
Total harga pokok produk
Biaya Pemasaran Variabel + Biaya overhead pabrik tetap + Biaya Periode
Biaya Adm & Umum Tetap +
Biaya Pemasaran tetap Gambar 3. Harga Pokok Produksi dan Total Harga Pokok Produk Sumber: (Mulyadi, 2002:20)
31
Variable Costing memisahkan biaya menjadi biaya produksi variable dan tetap, dan juga memisahkan biaya non produksi menjadi variable dan tetap. Agar memudahkan dalam pengelompokkan, maka perlu dibuat rekening biaya yang sesuai dengan pola perilakunya, yaitu menjadi biaya variable dan biaya tetap. Sedangkan untuk biaya yang termasuk semi variable, pada akhir periode harus dibuat analisis untuk membedakan berapa yang termasuk variable dan berapa yang termasuk biaya tetap (Daljono, 2011:378). Kelebihan dari kedua metode ini adalah mudah diterapkan, mudah diaudit dan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku secara umum. Sistem ini tidak banyak menggunakan cost drivers (pemicu biaya) dalam mengalokasikan biaya overhead, sehingga hal ini memudahkan bagi manajemen perusahaan dan auditor untuk malakukan perhitungan dan proses audit. Selain itu sistem ini telah lama diterapkan sehingga tidak terlalu sulit untuk mengadakan penyesuaian terhadap sistem ini. Kelemahan dari kedua metode ini adalah secara potensial mendistorsi biaya produk. Hal ini terjadi karena biaya dialokasikan secara tidak langsung kepada produk dengan menggunakan suatu dasar yang tidak sempurna dengan konsumsi sumberdaya sesungguhnya. Total komponen biaya overhead dalam suatu biaya produk senantiasa terus meningkat, dimana pada saat persentase biaya overhead semakin besar maka distorsi biaya juga semakin besar (Mulyadi, 2005:17).
32
2.10. Penelitian Terdahulu
Subagyo (2006), yang meneliti tentang Penentuan Harga Pokok Produksi Teh di PT. Perkebunan Tambi Kabupaten Wonosobo, menyimpulkan bahwa PT Tambi dalam menentukan harga pokok produksi dengan cara semua biaya yang dikeluarkan diperlakukan sebagai biaya produksi, baik biaya kebun, biaya pabrik maupun biaya kantor. Penggolongan biaya produksinya telah sesuai dengan teori yang ada yaitu terdiri dari biaya bahan, biaya tenaga kerja dan biaya overhead produksi. PT Tambi menggunakan metode full costing di dalam penentuan harga pokok produksinya. Hal ini sesuai dengan teori, dimana harga pokok produksi dihitung dengan menjumlahkan seluruh biaya produksi yang terjadi dalam periode tertentu. Harga pokok produksi yang dihitung PT Tambi dimana biaya non produksi dimasukkan ke dalam perhitungan dengan harga pokok produksi yang tidak memasukkan unsur biaya non produksi, menghasilkan selisih biaya yang cukup signifikan yang akan berpengaruh terhadap penetapan harga jual. Hal tersebut merupakan suatu kebijakan perusahaan dengan tujuan untuk menutupi biaya yang dikeluarkan dan sebagai cadangan jika perusahaan mengalami kerugian. Yulianti (2007) yang berjudul Penetapan Harga Pokok dan Zona Fleksibilitas Harga Meises Cokelat, studi kasus pada PT G di Bandung, Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengenalisis penetapan harga pokok produksi meises pada perusahaan dan menganlisis kisaran harga berapa yang dapat diterima konsumen, serta menganlisis rentang harga optimum dari sisi PT G dan pelanggannya terhadap meises cokelat 818 Biru di Bandung.
33
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa perhitungan harga pokok produk meises cokelat 818 Biru dengan menggunakan metode full costing periode tahun 2006 lebih tinggi dari pada harga pokok produk dengan metode PT G disebabkan karena metode full costing mengakumulasikan seluruh biaya tetap dan biaya variabel. Analisis sensitivitas harga terhadap harga meises cokelat grade G atau meises cokelat 818 Biru yang dilakukan terhadap pelanggan dengan jumlah pembelian kurang dari 60 dus per pesanan yaitu harga ideal meises cokelat 818 Biru per dus (12,5 kg) sebesar Rp 83.000 sampai dengan Rp 84.000. zona flesibilitas terhadap pelanggan dengan jumlah pembelian kurang dari 60 dus per pesanan berkisar Rp 81.671 sampai dengan Rp 86.000. Kusumawardhani (2008), dengan judul Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Bibit Krisan pada PT. Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat yang bertujuan untuk mengindentifikasi kebijakan perusahaan dalam penetapan harga pokok produksi, menganalisis metode penetapan harga pokok produksi, serta merumuskan alternatif metode penetapan harga pokok produksi bagi perusahaan. Hasil penelitian menjelaskan bahwa PT. Inggu laut Abadi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat hanya didasarkan pada biaya aktual yang dikeluarkan perusahaan dalam periode berjalan (satu bulan), mulai dari kegiatan pembuatan media ½ Murashige and Skoog (MS) sebagai bahan baku dalam kultur jaringan sampai pemanenan bibit krisan yang sudah terbakar. Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan, memperlihatkan adanya perbedaan harga pokok antara metode perusahaan dengan perhitungan harga pokok metode full costing
34
maupun variable costing, baik sebelum maupun sesudah kenaikan harga bahan kimia makro dan mikro. Metode variable costing dapat menghemat sebesar Rp 62.297 per bibitnya, sedangkan metode full costing justru menghasilkan harga pokok yang lebih besar dibanding metode perusahaan, yaitu sebesar Rp 10.878 per bibitnya. Metode penetapan yang tepat adalah metode variable costing karena akan menyebabkan harga jual yang rendah pula sehingga diharapkan sesuai dengan daya beli petani yang umumnya rendah. Roslinawati (2007), dengan judul Analisi Penetapan Harga Pokok Produksi Benih Padi Pada PT.Sang Hyang Seri RM 1 Sukamandi, Subang, Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode harga pokok produksi yang diterapkan oleh PT. Sang Hyang Seri RM 1 Sukamandi Subang, menetapkan metode perhitungan harga pokok produksi benih padi yang tepat pada PT. sang Hyang Seri RM 1 Sukamandi, Subang. Hasil penelitian menjelaskan bahwa perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan metode full costing menghasilkan harga pokok produksi yang berada dibawah harga pokok produksi metode perusahaan dan di atas harga pokok produksi dengan menggunkan metode variable costing, sehingga dianggap paling tepat karena berada di tengah-tengah, artinya tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah. Oleh karena itu metode yang dapat direkomendasikan kepada perusahaan yaitu metode full costing.
35
2.11. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran pada penelitian mengenai penetapan harga pokok produksi bibit tanaman rambutan pada Kebun Bibit Ragunan, Jakarta Selatan. Di awali dengan adanya tujuan sosial dari perusahaan yang ingin mempertahankan harga jual bibit tanaman rambutan yang dapat dijangkau semua kalangan, dengan keuntungan yang layak dan tidak merugikan perusahaan. Tetapi terdapat masalah yang sangat berpengaruh yaitu tidak adanya metode harga pokok produksi bibit tanaman rambutan yang tepat sehingga tidak ada acuan mengenai harga jual. Semua biaya yang dikeluarkan tidak diperhitungkkan dengan baik dan untuk harga jual hanya mengikuti harga jual pesaingnya. Sehingga diperlukan metodemetode yang tepat untuk perhitungan biaya produksi. Permasalahan dapat dianalisis dengan mengawali identifikasi kebijakan perusahaan dalam penetapan biaya produksi, perlu diketahui sebelumnnya komponen-komponen yang termasuk dalam biaya produksi. Setelah melakukan identifikasi kebijakan perusahaan dalam penetapan biaya produksi dan komponen-komponen biaya didalamnya, maka akan dicari penetapan harga pokok produksi dengan menggunakan metode full costing dan variabel costing. Kemudian hasil analisis dengan kedua metode ini akan dipilih yang paling tepat dengan memperoleh harga pokok produksi yang sesuai dan dengan pertimbangan tidak akan merugiakan perusahaan, sehingga diharapkan dapat sesuai dengan daya beli semua kalangan. Selanjutnya dapat ditetapkan harga pokok produksi (HPP) yang tepat bagi perusahaan untuk kemudian digunakan
36
dalam acuan harga jual perbibit yang diproduksi. Untuk lebih jelasnya bagan kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 4 sebagai berikut.
Kebun Bibit Ragunan, Jakarta Selatan
Identifikasi Kebijakan Perusahaan dalam Penetapan Biaya Produksi
Biaya Bahan Baku
Biaya Tenaga Kerja Langsung
Biaya Overhead Pabrik (BOP)
Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi (HPP) dengan metode:
Variable Costing
Full Costing
Metode Harga Pokok Produksi (HPP) yang Tepat Gambar 4. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional
37
BAB III METODE PENELITIAN
3.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kebun Bibit Ragunan, Jakarta Selatan. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive), pemilihan ini didasarkan atas dasar rekomendasi dari karyawan Kebun Bibit BBI Jakarta Barat, dengan pertimbangan bahwa Kebun Bibit cabang Ragunan tepatnya di Jakarta Selatan merupakan kebun dibawah Balai Benih Induk terbesar kedua setelah cilangkap, dan di Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan merupakan penyedia bibit rambutan yang masih memiliki sumber induk sendiri. Adapun waktu pengambilan data ini dilaksanakan pada bulan Februari – April 2011.
3.2.
Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya, diambil dan dicatat pertama kalinya (Marzuky, 1997:55). Data primer didapat melalui pengamatan langsung dan wawancara langsung dengan pihak perusahaan, serta data-data atau dokumendokumen perusahaan. Sedangkan
data
sekunder
yaitu
data
yang
diusahakan
sendiri
pengumpulannya oleh peneliti (Marzuky, 1997:56). Data sekunder melangkapi data primer dan diperoleh dari literatur-literatur berupa buku teks, skripsi, maupun literatur lainnya yang dianggap relevan dengan penelitian ini.
38
3.3.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Wawancara Wawancara yang dilakukan oleh peneliti dimaksudkan untuk mendapatkan informasi mengenai biaya-biaya apa saja yang dikeluarkan untuk memproduksi bibit tanaman rambutan, bahan-bahan apa saja yang dibutuhakan dalam memproduksi bibit tanaman rambutan, peralatan apa saja yang dibutuhkan untuk memproduksi bibit tanaman rambutan, dan gambaran umum tentang perusahaan. 2. Observasi Observasi dilakukan melalui pengamatan langsung terhadap kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan proses produksi serta informasi-informasi lain yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Variabelvariabel yang akan diamati adalah kegiatan atau aktivitas yang berlangsung pada saat proses produksi. 3. Studi Pustaka Studi pustaka yang dilakukan mengacu pada literatur-literatur yang dianggap relevan dengan penelitain ini.
39
3.4.
Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah analisis data kuantitatif dan analisis data kualitatif. 3.4.1. Analisis Kualitatif Data kualitatif dianalisis secara deskriptif untuk menggambarkan hasil yang didapat dari wawancara dan observasi. 3.4.2. Analisis Kuantitatif Metode yang digunakan untuk menetapkan harga pokok produksi pada penelitian ini adalah metode full costing, dan variable costing. Penggunaan kedua metode ini bertujuan untuk membandingkan harga pokok produksi mana yang akan memberikan harga pokok produksi per unit terendah. Pemilihan harga pokok produksi ini didasarkan pada tujuan sosial pemilik, yaitu harga jual yang dapat dijangkau semua kalangan. Metode yang menghasilkan harga pokok produksi per unit dan sesuai dengan kondisi perusahaan akan dipilih sebagai metode harga pokok produksi bagi perusahaan. Harga pokok produksi yang sesuai dengan kondisi perusahaan dipilih dengan mempertimbangkan keuntungan bagi perusahaan dan harga jual yang layak untuk konsumen. Sehingga diharapkan akan menarik konsumen. Data yang diperoleh diolah secara manual dengan menggunakan kalkulator dan program komputer Ms. Excel.
40
3.4.2.1.Penetapan Harga Pokok Produksi dengan Metode Full Costing Metode Full Costing yaitu metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik, baik yang bersifat variable maupun tetap (Mulyadi, 2000:18). Harga pokok produksi menurut metode Full Costing terdiri dari: Biaya bahan baku
Rp. XXX
Biaya tenaga kerja langsung
Rp. XXX
Biaya overhead pabrik tetap
Rp. XXX
Biaya overhead pabrik variabel
Rp. XXX +
Harga pokok produksi
Rp. XXX Harga Pokok Produksi (Rp)
Harga pokok produksi per unit = Total Produksi (Unit) 3.4.2.2.Penetapan Harga Pokok Produksi dengan Metode Variable Costing Metode variable costing yaitu metode penentuan harga pokok produksi yang hanya membebankan biaya produksi yang berprilaku variabel saja kedalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik variabel (Mulyadi, 2000:21). Biaya penuh merupakan total biaya variabel (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya overhead pabrik variabel, biaya administrasi dan umum variabel, biaya pemasaran variabel) ditambah dengan total biaya tetap (biaya overhead pabrik tetap, biaya administrasi dan umum tetap, biaya pemasaran tetap). Biaya overhead pabrik yang
41
diperhitungkan ke dalam harga pokok produksi yaitu biaya overhead pabrik variabel yang sesungguhnya terjadi. Harga pokok produksi menurut metode variabel costing terdiri dari: Biaya bahan baku
Rp. XXX
Biaya tenaga kerja langsung
Rp. XXX
Biaya overhead pabrik variabel
Rp. XXX +
Harga pokok produksi
Rp. XXX Harga Pokok Produksi (Rp)
Harga pokok produksi per unit = Total Produksi (Unit) 3.4.2.3. Perbandingan Metode Penetapan Harga Pokok Produksi Berdasarkan hasil analisis harga pokok produksi untuk setiap metode yang digunakan, akan dibandingkan besarnya selisih harga pokok produksi yang timbul dan metode mana yang tidak merugikan perusahaan. Hasil analisis perbandingan perhitungan tersebut akan digunakan dalam penetapan harga pokok produksi yang tepat bagi perusahaan. Metode yang menghasilkan harga pokok produksi per unit terendah dengan biaya produksi yang paling minimum dan tidak merugikan perusahaan dalam penggunaannya akan direkomendasikan untuk digunakan perusahaan sebagai alat penetapan harga pokok produksinya.
42
3.5.
Definisi Operasional
1. Biaya bahan baku merupakan biaya yang digunakan untuk menghasilkan bibit seperti benih rambutan, sekam kering, pupuk kandang, polybag, plastik pengikat, pucuk entris, athonik, dhitane M-45, gandasil D, dan gandasil B dimasukkan ke dalam biaya bahan baku, sesuai dengan sistem produksi perusahaan yang berproduksi dengan metode proses. 2. Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting, betapapun tingginya teknologi dan modernnya peralatan produksi yang dimiliki, kegiatan produksi tidak akan dapat berjalan bila tidak ditunjang oleh tenaga kerja yang memadai. Tenaga kerja merupakan usaha fisik atau mental yang dikeluarkan karyawan untuk mengolah produk. Biaya tenaga kerja langsung adalah harga yang dibebankan untuk penggunaan tenaga kerja manusia tersebut. Yang termasuk biaya tenaga kerja langsung yaitu gaji karyawan bagian kebun yang dipekerjakan untuk memproses bahan menjadi barang jadi. 3. Biaya overhead pabrik (BOP) atau dikenal dengan biaya produksi tidak langsung. Yang termasuk Biaya overhead pabrik yaitu biaya penyusutan peralatan, biaya listrik, dan telepon. 4. Total produksi didasarkan pada total produksi normal pada Kebun Bibit Ragunan yaitu sebesar 2000 bibit per produksi.
43
BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
4.1.
Profil Perusahaan
UPT Balai Benih Induk Kelautan dan Pertanian merupakan instansi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Kehutanan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta yang memiliki areal lahan seluas 1.064.795 m2. Berdiri sejak tanggal 20 Agustus 2002 yang diresmikan oleh Gubernur Provinsi DKI Jakarta. Sebelumnya bernama Balai Benih Induk Tanaman Pangan Hortikultura yang berdiri sejak tanggal 14 Februari 1977. Berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 113 Tahun 2002 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja UPT di lingkup Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta. Balai Benih Induk Pertanian dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta mempunyai tugas melaksanakan usaha-usaha untuk mendapatkan bibit/benih unggul tanaman pangan, hortikultura dan kehutanan yang akan disebarluaskan kepada masyarakat dengan menerapkan peningkatan teknologi.
4.2.
Visi dan Misi UPT Balai Benih Induk
Visi UPT Balai Benih Induk adalah " Unggul dan terdepan sebagai penyedia benih/bibit unggul dan bermutu serta kawasan wisata agro terkemuka di Indonesia" UPT Balai Benih Induk mempunyai misi sebagai berikut : 1. Menyusun program dan rencana kegiatan operasional 2. Produksi benih/bibit unggul dan bermutu
3. Penerapan dan peningkatan teknologi pertanian dan kehutanan di Kebun-kebun 4. Pengujian adaptasi teknologi budidaya, pengelolaan benih dan perlakuan pasca panen produksi benih/bibit 5. Pengadaan pohon induk sebagai bahan baku maupun untuk koleksi 6. Penyediaan sarana studi, latihan dan penyuluhan bagi masyarakat 7. Penyediaan sarana informasi dan pelayanan benih/bibit kepada masyarakat 8. Pelaksanaan kegiatan ketatausahaan
4.3.
Sejarah Organisasi Dinas Pertanian DKI Jakarta
Dinas pertanian DKI Jakarta berada di bawah tanggung jawab gubernur DKI Jakarta. Didirikan atas dasar Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta nomor 1b.12/1/1968 tanggal 8 Januari 1968. Kemudian disempurnakan dengan Surat Keputusan Gubernur KDH DKI Jakarta nomor B.VII/5456/A/I/1974 tanggal 16 November 1974 dan Perda DKI Jakarta nomor 5 tahun 1981, yang bertujuan meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat bidang pertanian di wilayah DKI Jakarta.
45
Berdasarkan Perda DKI Jakarta nomor 5 tahun 1981, maka kedudukan, tugas dan fungsi Dinas Pertanian sebagai berikut: 1. Dinas Pertanian adalah unsur pelaksana Pemerintah Daerah di bidang pertanian. 2. Dinas Pertanian dipimpin oleh seorang kepala dinas yang berada di bawah tanggung jawab Gubernur DKI Jakarta. 3. Dinas Pertanian dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Dinas Koordinatif Administratif Sekretaris Wilayah. 4. Tugas popok Dinas Pertanian adalah memberi bimbingan, penyuluhan dan pembinaan dalam rangka usaha pertanian produktif.
4.4.
Sejarah Kebun Bibit Ragunan Jakarta
Kebun Bibit Ragunan Jakarta merupakan salah satu kebun yang dimiliki Balai Benih Induk Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI Jakarta yang bertanggung jawab kepada Gubernur DKI Jakarta. Pada saat berdirinya Dinas Pertanian DKI Jakarta pada tahun 1975, didirikan pula Pusat Pengembangan Unit Hortikultura (P3UH) yang merupakan cikal bakal Balai Benih Induk Tanaman Pangan dan Hortikultura (BBITPH) atau sekarang lebih dikenal dengan nama Balai benih Induk Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI Jakarta, yang juga mendirikan kebunkebun dinas, salah satunya adalah kebun Bibit Ragunan Jakarta. P3UH
mengembangkan
kegiatan
percontohan
bagi
masyarakat.
Berdasarkan Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta No.5 tahun 1981 yang dituangkan dalam surat keputusan Gubernur Kepala Daerah Ibukota Jakarta 46
No.631/1983, P3UH diganti Pusat Pengembangan Pertanian (PusP2) memiliki fungsi dalam penyediaan bibit, pengembangan teknologi pembibitan, pascapanen dan pelaksanaan kegiatan percontohan. Berdasarkan dikeluarkan Surat Keputusan Direktorat jendral pertanian Tanaman Pangan No.I.45.82.C tentang Balai Benih Induk Padi, Palawija dan hortikultura, maka PusP2 diubah menjadi Balai Benih Induk Tanaman Pangan dan Hortikultura (BBITPH), ditetapkan dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota
Jakarta No.281/1977, yang mengacu pada peraturan
Daerah No.7 Tahun 1995 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pertanian DKI Jakarta. Pada saat ini lebih dikenal Balai Benih Induk (BBI) Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI Jakarta. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 113 tahun 2002, Balai Benih Induk (BBI) Dinas Pertanian Pertanian dan Kehutanan DKI Jakarta memiliki instalasi Balai Benih Induk, yaitu kebun-kebun Dinas salah satunya adalah kebun bibit Ragunan Jakarta yang merupakan pendukung pelaksanaan tugas-tugas Balai Benih Induk Pertanian dan Kehutanan Jakarta dan sebagai kebun percontohan yang akan menghasilkan benih dan bibit tanaman buah yang terjamin mutunya dan memperoleh sertifikasi. 4.4.1. Tugas dan Fungsi Kebun Bibit UPT BBI Ragunan DKI Jakarta Berdasarkan tujuan dibentuknya, Kebun Bibit UPT BBI Ragunan DKI Jakarta mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut: a. Menyelenggarakan
usaha-usaha
untuk
mendapatkan
benih/bibit
tanaman pangan dan hortikultura yang unggul dan bermutu untuk disebarkan kepada masyarakat. 47
b. Melaksanakan pengujian kultur teknis, pemuliaan, pengelolaan benih, maupun perlakuan pasca panen. c. Memproduksi benih/bibit unggul yang akan disebarkan. d. Menyelenggarakan pengadaan pohon induk sebagai koleksi pertanian jenis-jenis tanaman langka maupun sebagai sumber bahan pembiakan. e. Penyadiaan sarana tempat informasi dan pengamatan teknologi di bidang pertanian. 4.4.2. Keadaan Umum Lokasi Kebun Bibit BBI Ragunan Kebun bibit pusat pengembangan pertanian DKI berlokasi di wilayah Kelurahan Raguanan, kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan, tepatnya berada di jalan Harsono R.M. No.1. Topografi kebun bibit tersebut datar, ketinggian tempat antara 22-28 meter di atas permukaan laut (dpl), dengan jenis tanah latosol merah. Luas areal 8,57 ha dan luas laboratorium ± 150 m2. Luas Instalasi BBI TPH 147.635 m2. Berada pada 06o14’ LS dan 106
o
43’BT. Keadaan topografi
datar, dengan ketinggian tempat 22 - 28 m dpl. Jenis tanahnya adalah Latosol merah dengan pH 6,5. Lama penyinaran harian matahari 60,3%.Suhu udara ratarata bulanan 23,7o C .Curah hujan 2354,4 mm per tahun. Kelembaban rata-rata harian sebesar 84%.
48
4.5.
Struktur Organisasi
Berdasarkan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor : 113 Tahun 2002 Pasal 5 Susunan Organisasi Balai Benih Induk Pertanian dan Kehutanan Propinsi DKI Jakarta, terdiri dari: 4.5.1. Kepala Balai Benih Induk mempunyai tugas : a. Memimpin pelaksanaan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 yaitu: melaksanakan usaha-usaha untuk mendapatkan benih atau bibit unggul tanaman pangan, hortikultura dan kehutanan yang akan disebarluaskan kepada masyarakat dengan menerapkan peningkatan teknologi. b. Memimpin dan mengkoordinasikan seluruh kegiatan Sub bagian, seksi dan Sub kelompok Jabatan fungsional. 4.5.2. Sub bagian Tata Usaha Sub bagian Tata Usaha dipimpin oleh seorang Kepala Sub bagian yang dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada Kepala Balai. Tugas pokoknya adalah sebagai berikut: a. Menghimpun, meneliti, mengelola dan menyusun program dan rencana kegiatan operasional. b. Mengelola surat-menyurat, pengetikan, pegadaan serta pendistribusian. c. Melaksanakan urusan perlengkapan dan ke rumah tanggaan. d. Melakukan urusan kepegawaian. e. Melaksanakan urusan keamanan, ketertiban dan kebersihan kantor. f. Mengkoordinasikan penyajian data informasi kegiatan balai. g. Mengkoordinasikan evaluasi dan penyusunan laporan kegiatan operasional. 49
4.5.3. Seksi Produksi Benih Mempunyai Tugas : Seksi produksi benih dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Kepala Balai. Tugas pokoknya adalah sebagai berikut a. Melaksanakan produksi benih/bibit unggul dan bermutu tanaman pangan, hortikultura da kehutanan. b. Melaksanakan penyediaan dan pemeliharaan pohon induk. c. Melaksanakan pengelolaan, dan pemeliharaan bibit tanaman pangan, hortilkultura dan kehutanan. d. Mengoperasikan sarana dan prasarana kebun-kebun bibit untuk memproduksi benih/bibit. e. Melakukan stock opname dan menyusun laporan persediaan benih/bibit di kebun-kebun bibit. f. Melaksanakan bimbingan teknis pengelolaan dan produksi bibit kepada kebunkebun bibit. g. Melaksanakan pelayanan data dan informasi, studi lapangan yang berkaitan dengan produksi benih/bibit. h. Melaksanakan pelayanan benih/bibit kepada masyarakat. i. Melakukan koordinasi dengan instalasi terkait dalam upaya pengembangan produksi benih/bibit unggul dan bermutu tanaman pangan, hortikultura dan kehutanan. j. Melaksanakan evaluasi dan penyusunan laporan kegiatan operasional.
50
4.5.4. Seksi Pengembangan Teknologi Mempunyai Tugas : Seksi pengembangan teknologi dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Kepala Balai, tugas pokoknya meliputi: a. Melakukan pengujian, adaptasi dan penerapan peningkatan teknologi perbenihan. b. Melakukan pengujian terhadap mutu benih dan perlakuan-perlakuan pasca produksi terhadap benih/bibit tanaman. c. Menyelenggarakan operasional sarana dan prasarana laboratorium benih. d. Melakukan pelayanan data dan informasi di bidang pengembangan teknologi perbenihan. e. Melakukan hubungan kerjasama dan jasa teknologi perbenihan dengan instansi pemerintah/swasta dan masyarakat. f. Melaksanakan monitoring, evaluasi dan penyusunan laporan kegiatan. 4.5.5. Sub Kelompok Jabatan Fungsional Mempunyai Tugas : Sub kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas melakukan kegiatan dalam menunjang tugas dan fungsi Balai Benih Induk Pertanian dan Kehutanan sesuai dengan keahlian masing-masing. Sub kelompok jabatan fungsional dipimpin oleh seorang tenaga fungsional senior sebagi ketua sub kelompok, melaksanakan tugasnya secara operasional bertanggung jawab kepada Kepala Balai dan secara teknis administratif kepada Ketua Kelompok Jabatan Fungsional Dinas Pertanian dan Kehutanan.
51
Jumlah tenaga fungsional ditentukan berdasarkan kebutuhan, sifat, jenis dan beban kerja. Pembinaan terhadap tenaga fungsional dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4.6. Proses Produksi Bibit Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan
Kegiatan produksi merupakan proses penciptaan barang atau jasa melalui perubahan input menjadi output. Produksi juga merupakan pusat pelaksanaan kegiatan kongkrit mengadakan barang dan jasa. Proses produksi bibit tanaman rambutan rapiah di BBI Ragunan sudah dilakukan sejak tahun 1975 yang meliputi beberapa tahap yaitu: Tahap 1 Penyemaian Benih Penyemaian dilakukan dalam beberapa tahap mulai dari penyiapan biji, dan persiapan media semai. Pada setiap tahapan harus dilakukan dengan baik agar semaian berhasil. a. Penyiapan Benih Produksi bibit tanaman rambutan rapiah diawali dengan penyemaian biji rambutan. Biji yang digunakan untuk persemaian bisa berasal dari varietas sinyonya yang sudah resmi teruji memiliki tingkat keberhasilan 90% untuk menjadi batang bawah yang baik. Sebelum digunakan untuk penyemaian biji dikupas dan dijemur hingga kering dan bewarna kehitaman, kemudian disimpan jauh dari sinar matahari sekitar 10 hari, penjemuran dilakukan agar kambium (lendir) mengering dan steril dari cendawan. Selain melakukan penjemuran biji
52
yang ingin disemai setelah tahap penyeleksian dapat dicampur furadan agar tidak kena hama dan berfungsi untuk mempercepat pertumbuhan. b. Persiapan Media Penyemaian Biji-biji yang sudah kering siap untuk disemai dalam wadah polybag ukuran 30cm, dengan media tanam campuran tanah, sekam kering dan pupuk kandang dengan perbandinan 1:1:1. Biji disebar dalam media tanam lalu ditutup dengan media tanam lagi tapi jangan terlalu tebal. Kemudian persemaian disiram dan diletakkan di tempat teduh. Kelembaban persemaian perlu dijaga dengan penyiraman setiap hari bila tidak turun hujan, sehingga hasil semaian tumbuh dengan baik. Tahap 2 Pengantongan Pada umur 3 minggu, yaitu pada saat bibit setinggi 10 cm dari permukaan tanah, bibit sudah dapat dipindahkan ke polybag ukuran 20 x 10 cm, dengan media tanah, sekam kering, dan pupuk kandang 1:1:1. Pada proses pengantongan media harus dipadatkan untuk menjaga agar bibit tidak roboh saat disiram dan terkena angin. Selain itu pemadatan media berfungsi agar tidak mengalami penurunan media akibat penyiraman. Dengan demikian media tidak perlu ada penambahan media. Tahap 3 Cara Perbanyakan Cara perbanyakan bibit tanaman rambutan di Kebun Bibit Ragunan dibagi menjadi dua cara yaitu okulasi dan penyusuan. Dengan entris dari pohon induk yang sudah disertifikasi sebelumnya, sehingga bibit yang dihasilkan lebih baik dari bibit yang sumber entrisnya dari pohon induk yang belum tersertifikasi. 53
c. Okulasi Okulasi merupakan cara perbanyakan rambutan yang paling banyak digunakan di Kebun Bibit Ragunan. Jika dibandingkan dengan penyusuan, karena tanaman hasil okulasi lebih baik mutunya selain menghasilkan perakaran yang kuat dan ketahanan terhadap hama dan penyakit dalam tanah, selain itu ditinjau dari segi minat beli konsumen lebih banyak mencari hasil okulasian. Bila bibit hasil semaian telah berumur 6 bulan maka sudah siap untuk diokulasi. Bibit tanaman yang siap diokulasi sebaiknya memiliki syarat seperti, seedling dalam keadaan sehat, subur, bebas penyakit, berusia 6 bulan, dan berdiameter ± 1 cm. Selama masa okulasi tanaman harus diberi perawatan sperti, pemupukan, pencegahan cendawan, pendangiran rumput liar, sinar matahari 60%, setelah berumur 2 bulan kebutuhan sinar matahari menjadi 100%. d. Penyusuan Sistem Penyusuan di Kebun Bibit Ragunan menggunakan
metode
sambung pelana, tapi hanya untuk tanaman tertentu seperti kelengkeng dan rambutan. Kebun Bibit Ragunan lebih memilih perbanyakan rambutan secara penyusuan dibanding dengan cangkok, dengan penyusuan tingkat keberhasilan cukup tinggi dan hasil buah lebih bagus, selain itu yang membuat penyusuan digunakan di BBI yaitu karena dengan penyusuan tingkat stres lebih rendah dan umur jual lebih cepat
54
Tahap 4 Pemeliharaan Bibit Pemeliharan bibit rambutan di Kebun Bibit Ragunan tidak terlalu sulit. Pemeliharaan
meliputi
penyiraman,
penyiangan/pendangiran,
penyulaman,
pemupukan dan pemberantasan hama dan penyakit, pemangkasan, dan penggantian polybag. Proses produksi bibit tanaman rambutan pada BBI Ragunan secara jelas dapat dilihat pada Gambar 5. Pengantongan
Penyemaian Biji
Penyiapan Biji
Perbanyakan
Okulasi
Persiapan Media Semai
Susuan
Pemeliharaan
Penyiraman
Pendangiran
Pemupukan
Penyulaman
Pemangkasan
Penggantian Polybag
Gambar 5: Proses Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Sumber: Data Primer Diolah (2011)
55
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis penetapan harga pokok produksi bibit tanaman rambutan adalah suatu analisis yang didasarkan pada harga-harga riil dari apa yang sebenarnya terjadi di Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan. Hal yang akan dianalisis adalah biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi bibit tanaman rambutan. Selain itu, analisis penetapan harga pokok produksi juga akan memberikan acuan untuk penentuan harga jual bibit tanaman rambutan di Kebun Bibit Ragunan.
5.1.
Biaya-biaya yang Dikeluarkan dalam Produksi
Perhitungan harga pokok produksi bibit tanaman rambutan pada Kebun Bibit Ragunan diklasifikasikan dalam biaya langsung dan biaya tidak langsung. Adapun faktor-faktor yang terlibat dalam biaya langsung ialah bahan baku dan tenaga kerja langsung sedangkan biaya tidak langsung meliputi biaya alat, biaya penyusutan (mesin, dan bangunan), biaya listrik, biaya telepon, dll. 5.1.1. Penggunaan Biaya Langsung Perhitungan biaya langsung dapat dengan mudah ditelusuri secara langsung ke tempat penampungan biaya atau objek biaya yang direlevansikan dengan kebutuhan produksi. adapun yang tergolong biaya langsung dalam produksi bibit tanaman rambutan meliputi biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung.
5.1.1.1. Biaya Bahan Baku Secara umum bahan-bahan untuk produksi Bibit Tanaman Rambutan bukan suatu hal yang bersifat rahasia. Hampir semua perusahaan bibit menggunakan bahan yang sama. Hanya saja, ada rahasia tersendiri pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan yang menggunakan pucuk entries sebagai batang atas yang sudah tersertifikasi. Bahan baku dalam produksi bibit tanaman rambutan pada Kebun Bibit Ragunan terinci pada Tabel 3. Tabel 3. Bahan Baku Produksi 2.000 Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan No Bahan Baku Kebutuhan 1 Benih Rambutan 3.000 Benih 2 Sekam Kering 8.000 kg 3 Pupuk Kandang 8.000 kg 4 Polybag 3.000 pcs 5 Plastik Pengikat 200 pcs 6 Pucuk Entris 240 cc 7 Athonik 480 g 8 Dhitane M-45 120 g 9 Gandasil D 120 g 10 Gandasil B 3.000 g Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi bibit tanaman rambutan pada Kebun Bibit Ragunan terdiri dari benih rambutan, sekam kering, pupuk kandang, polybag, plastik pengikat, athonik, dhitane M-45, gandasil D, gandasil B, dan pucuk entries tetapi untuk pucuk entries tidak mengeluarkan biaya karena pucuk entries berasal dari pohon induk yang dimiliki sendiri. Biaya bahan baku yang dikeluarkan untuk memperoduksi 2.000 bibit diperlukan benih rambutan sebanyak 3.000 dengan 75% tingkat keberhasilan dengan harga Rp. 1.33/biji. Setiap per polybag bibit tanaman rambutan membutuhkan media yang terdiri dari
57
campuran 2kg sekam kering dengan harga Rp. 5.000/karung dengan isi 30kg/karung dan 2kg pupuk kandang dengan harga Rp. 6.000/karung dengan isi 25kg/karung. Untuk memproduksi 2.000 bibit diperlukan 8.000kg sekam kering dengan harga Rp. 167/kg, dan untuk pupuk kandang dibutuhkan 8.000kg dengan harga Rp. 240/kg. Selain itu diperlukan athonik 240cc, dhitane M-45 480g, gandasil D 120g, dan gandasil B 120g. Bahan-bahan tersebut digunakan sebagai bahan tambahan agar hasil bibit lebih berkualitas di Kebun Bibit Ragunan. Kebutuhan bahan baku dan besaran biaya yang dikeluarkan Kebun Bibit Ragunan selama tahun 2010 dapat dilihat secara terperinci pada Tabel 4 dibawah ini: Tabel 4. Biaya Bahan Baku Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Tahun 2010 Harga Total Isi per No Komponen Kebutuhan Satuan Satuan Kebutuhan kemasan (Rp) (Rp) 1 Benih Rambutan 3.000 Benih 1200 biji 1,33 4.000 2 Sekam Kering 8.000 kg 30kg 167 1.333.333 3 Pupuk Kandang 8.000 kg 25kg 240 1.920.000 4 Polybag 3.000 pcs 70 pcs 214 642.857 5 Plastik Pengikat 200 Pcs 50 pcs 100 20.000 7 Athonik 240 cc 250 cc 96 23.040 8 Dhitane M-45 480 g 2000 g 27 12.960 9 Gandasil D 120 g 450 g 36 4.267 10 Gandasil B 120 g 450 g 36 4.267 Total 3.964.724 Sumber: Data Primer diolah (2011)
Berdasarkan perhitungan pada Tabel 4, biaya yang dikeluarkan untuk biaya bahan baku dalam proses produksi bibit rambutan sebanyak 2.000 bibit adalah sebesar Rp. 3.964.724,- dengan pemakaian benih rambutan sebanyak 3.000 dengan 75% tingkat keberhasilan. Pada produksi bibit tanaman rambutan
58
membutuhkan media tanam tiap per polybag sebanyak 4kg dengan rincian 2kg sekam kering dan 2kg pupuk kandang, sehingga dibutuhkan 267 karung dengan berisi 8.000kg sekam kering dan 320 karung pupuk kandang yang berisi 8.000kg. Untuk produksi 2000 bibit memerlukan penggunaan polybag 2.000pcs, tapi karena memperhitungkan tingkat keberhasilan 75% maka benih yang dibutuhkan sebanyak 3.000 dengan penggunaan polybag 3.000pcs. Selama produksi pada periode tahun 2010 penggunaan tiap bahan yang berbeda waktunya. Pada bulan pertama saat ukuran bibit 10cm bahan penyemprotan yang diperlukan adalah Gandasil D sebanyak 1g per liter air, dan Dhitane M-45 sebanyak 2g per liter air. Saat bibit berukuran 30cm pada bulan ke tiga diperlukan Athonik sebanyak 2cc per liter air, Gandasil B sebanyak 2cc per liter air, dan Dhitane M-45 sebanyak 2g per liter air. Pengeluaran biaya tambahan terbesar terdapat pada bahan Athonik sebesar Rp. 23.040,-. Sehingga total biaya bahan baku untuk memproduksi bibit tanaman rambutan adalah sebesar Rp. 3.964.724,-. Secara terperinci biaya bahan baku dapat dilihat pada Lampiran 2. 5.1.1.2.Tenaga Kerja Langsung Perhitungan biaya tenaga kerja diperoleh dari biaya yang dikeluarkan oleh Kebun Bibit Ragunan untuk tenaga kerja yang langsung berhubungan dengan proses produksi. Kebun Bibit Ragunan membutuhkan tenaga kerja sebanyak enam orang dengan masing-masing tugas. Tenaga Kerja yang dibutuhkan dalam produksi bibit tanaman rambutan pada Kebun Bibit Ragunan terinci pada Tabel 5.
59
Tabel 5. Tenaga Kerja dalam Produksi 2.000 Bibit Tanaman Rambutan pada Kebun Bibit Ragunan No Pekerjaan Kebutuhan 1 Penyemaian 1 Orang 2 Pengantongan 3 Orang 3 Perbanyakan 1 Orang 4 Pemeliharaan 1 Orang Tenaga Kerja yang bertugas dalam penyemaian biji berjumlah satu orang dengan tugas membuat media tanam dengan perbandingan 1:1:1 berupa campuran tanah, sekam kering dan pupuk kandang dan ditanami biji rambutan, yang disemai pada bak semai sebanyak 10 bak semai, sehingga satu bak semai berisi 300 benih yang akan disemi. Waktu yang dibutuhkan dalam proses ini hanya satu hari. Tugas dalam bagian pengantongan adalah memindahkan bibit semai yang berumur 10 hari kedalam polybag berukuran 20cm x 10cm, dengan media yang sama pada proses penyemaian. Dalam proses ini dibutuhkan lebih banyak pekerja dibanding proses penyemaian yaitu sebanyak tiga pekerja dengan jumlah hari kerjs selama tujuh hari, sehingga setiap orang harus menyelesaikan pengantongan sebanyak 143 seedling. Untuk proses perbanyakan dibutuhkan keahlian dan pengetahuan lebih dalam sistem perbanyakan sehingga Kebun Bibit Ragunan Jakarta sampai saat ini hanya memiliki satu orang yang bertugas dalam proses perbanyakan. Kebun Bibit Ragunan Jakarta melakukan proses perbanyakan untuk bibit tanaman rambutan dengan cara okulasi dengan kurun waktu 20 hari sehingga setiap harinya harus menyelesaikan sebanyak 150 okulasi. . Pada bagian pemeliharan diperlukan 1 orang yang setiap harinya menyirami, menyemprotkan peptisida dan memberikan nutrisi pada calon bibit.
60
Pemeliharaan ini dilakukan dari mulai hasil penyemaian hingga sampai menjadi bibit yang siap jual. Kebutuhan tenaga kerja dan besaran biaya yang dikeluarkan Kebun Bibit Ragunan selama tahun 2010 dapat dilihat secara terperinci pada Tabel 6 dibawah ini: Tabel 6. Biaya Tenaga Kerja Langsung Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Tahun 2010 Jumlah Hari Upah Biaya/Produksi No Tenaga Kerja Kebutuhan Kerja / Harian (Rp) Produksi (Rp/Orang) 1. Penyemaian Biji 1 1 35.000 35.000 2 Pengantongan 3 7 35.000 735.000 1 3. Perbanyakan 20 35.000 700.000 1 4. Pemeliharaan 216 35.000 7.560.000 Total Biaya 9.030.000 Sumber: Data primer diolah (2011)
Berdasarkan perhitungan pada Tabel 6, konsumsi biaya tenaga kerja langsung selama tahun 2010 mencapai Rp. 9.030.000,- dengan hari kerja berjumlah 216 hari kerja selama satu kali produksi selama sembilan bulan dan hari libur kerja satu hari. Kebutuhan tenaga kerja terbanyak pada kegiatan pengantonga,
dikarenakan
terselesaikan dengan cepat
jenis
kegiatan
produksi
pengantongan
harus
dan untuk pemeliharaan dilakukan lebih banyak
waktunya. 5.1.2. Penggunaan Biaya Tidak Langsung Biaya tidak langsung atau dikenal dengan istilah biaya overhead pabrik adalah biaya-biaya yang timbul dalam proses pengolahan, yang tidak dapat digolongkan dalam biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung (Sugiri, 2002:265).
61
Biaya overhead pabrik disebut juga biaya produk tidak langsung, yaitu kumpulan dari semua biaya untuk membuat suatu produk selain biaya bahan baku langsung dan tidak langsung. Overhead pabrik pada umumnya didefinisikan sebagai bahan tidak langsung, pekerja tidak langsung, dan bahan pabrik lainnya yang tidak secara mudah diidentifikasikan atau dibebankan langsung ke pekerjaan produk atau tujuan akhir biaya. Berikut akan disajikan penelusuran konsumsi biaya tidak langsung (BOP) pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan periode tahun 2010. 5.1.2.1. Biaya Peralatan Produksi Peralatan yang digunakan Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan dalam
memproduksi bibit tanaman rambutan sama seperti yang digunakan perusahaan bibit lain mulai dari alat seperti cangkul, Hand Sprayer dll. Alat-alat tersebut memiliki fungsi masing-masing yang digunakan tenaga kerja pada perusahaan tersebut. Alat-alat produksi yang digunakan dalam memproduksi bibit tanaman rambutan pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan tersebut terinci pada Tabel 7. Tabel 7. Alat Produksi 2.000 Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan No Alat Produksi Jumlah (Unit) 1 Cangkul 2 2 Selang Air 1 3 Pisau Okulasi 2 4 Bak Semai 10 5 Hand Sprayer 2 6 Pompa Jet Pump 1
62
Alat-alat produksi yang digunakan dalam memproduksi bibit tanaman rambutan memiliki umur ekonomis yang berbeda untuk alat-alat seperti cangkul, selang air, pisau okulasi dan gunting pangkas dalam perhitungannya hanya menghitung biaya pengggunaannya saja tidak menghitung biaya penyusutan. Berbeda dengan alat lainnya yang digunakan untuk memproduksi bibit tanaman rambutan tersebut dihitung nilai penyusutannya, perhitungan biaya alat produksi terinci pada Tabel 8 dan Tabel 9. Tabel 8. Biaya Peralatan Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan Tahun 2010 Total Biaya Harga Harga Jumlah Pemakaian/ No Jenis Biaya Persatuan Perolehan (Unit) produksi (Rp) (Rp) (Rp) 1. Cangkul 2 30.000 60000 1.905 2. Selang Air 1 400.000 400000 342.857 3. Pisau Okulasi 2 75.000 150000 11.905 4. Bak semai 10 10.000 100000 3.968 Total Biaya 360.635 Sumber: Data primer diolah (2011)
Perhitungan untuk pengguanaan alat didapat dari biaya penggunaan alat produksi perhari dengan jumlah pemakaian selama produksi. Untuk cangkul dipergunakan selama proses pembuatan media baik media semai maupun seedling. Selang air dipergunakan selama proses produksi yaitu 216 hari mulai saat penyemaian hingga tahap akhir yaitu pemeliharaan. Pada proses perbanyakan untuk mengambil pucuk entries dan media tempel menggunakan pisau okulasi yang steril tidak digunakan untuk memotong benda lain selain media tempel pucuk entries. Bak semai digunakan saat penyemaian, dengan penggunaan selama 10 hari dengan jumlah kapasitas per bak semai sebanyak 300 benih, dengan media yang terdiri dari tanah, pupuk kandang 63
dan sekam. Maka dari hasil perhitungan biaya penggunaan alat produksi didapat sebasar Rp. 360.635,-. Tabel 9. Biaya Penyusutan Peralatan Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan Tahun 2010. Umur Jumlah Penyusutan/Thn No Jenis Biaya Total (Rp) Ekonomis (Unit) (Rp) (Tahun) 1. 2.
Hand Sprayer Pompa Jet Pump
2 560.000 1 1.800.000 Total Biaya
5 10
100.800 162.000 262.800
Sumber: Data primer diolah (2011)
Perhitungan biaya penyusutan dalam penelitian ini menggunakan metode garis lurus yang mana besaran biaya penyusutan diperoleh dari harga perolehan dikurangi nilai sisa kemudian dibagi dengan umur ekonomis barang. Biaya yang dikeluarkan dalam membuat bangunan dan pembelian peralatan produksi tergolong besar setelah biaya tenaga kerja. Nilai sisa diasumsikan 10% dari harga perolehan pada alat yang mempunyai nilai sisa, sedangkan untuk umur ekonomis didapat dari hasil wawancara dengan pelaksana produksi bibit di Kebun Bibit Ragunan Jakarta selatan. Umur ekonomis untuk peralatan berbeda-beda seperti umur ekonomis hand sprayer 5 tahun, dan pompa jet pump 10 tahun. Sehingga didapat total biaya penyusutan peralatan adalah sebesar Rp. 262.800,-. Untuk mengetahui lebih jelas lagi mengenai perhitungan biaya peralatan produksi dan penyusutan peralatan produksi terinci pada Lampiran 3.
64
5.1.2.2. Biaya Penyusutan Bangunan Adapun bangunan yang disusutkan serta besaran biaya yang dikeluarkan untuk produksi bibit tanaman rambutan pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan tahun 2010 disajikan pada Tabel 10 di bawah ini: Tabel 10. Biaya Penyusutan Bangunan Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Selama Tahun 2010 Harga Jumlah Nilai Sisa Penyusutan/ No Jenis Biaya Perolehan (unit) (Rp) Thn (Rp) (Rp) 1. Gudang Peralatan 1 65.000.000 6.500.000 2.925.000 3. Bedengan 250 1.250.000 125.000 Total Biaya 3.050.000 Sumber: Data Primer diolah (2011)
Biaya penyusutan bangunan produksi yang dikeluarkan Kebun Bibit Ragunan selama tahun 2010 adalah sebesar Rp. 3.050.000,-. Angka tersebut didapat dari penjumlahan penyusutan gudang peralatan, dan bedengan. Penyusutan diperoleh dari harga perolehan dikurangi nilai sisa yang kemudian dibagi umur ekonomis. Umur ekonomis tiap bangunan berbeda-beda, untuk gudang peralatan memiliki umur ekonomis 20 tahun, dan bedengan 10 tahun. Nilai sisa pada perhitungan ini didperoleh dari 10% harga perolehan. Perhitungan biaya penyusutan bangunan produksi lebih terperinci dapat dilihat pada Lampiran 4. 5.1.2.3. Biaya Lainnya Biaya lain pada Kebun Bibit Ragunan dalam memproduksi bibit tanaman rambutan terdiri dari biaya listrik, dan telepon. Dalam satu bulan hanya mencapai Rp. 180.000,-, dan didapat tiap kali produksi sebesar Rp. 1.620.000,- per
65
produksi. Biaya tersebut terdapat pada penggunaan listrik dan telepon. Uraian tersebut disajikan pada Tabel 11: Tabel 11. Biaya Lain Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Tahun 2010 No 1. 2.
Jenis Overhead
Biaya (Rp/Bulan)
Listrik Telepon
Biaya/produksi (Rp)
90.000 90.000 Total Biaya
810.000 810.000 1.620.000
Sumber: Data Primer diolah (2011)
Berdasarkan data pada Tabel 11 dapat diketahui, bahwa pengeluaran untuk biaya overhead lainnya pada listrik sebesar Rp. 90.000,-/bulan. Energi listrik ini hanya digunakan untuk menyiram bibit tanaman dan untuk kebutuhan pekerja. Pengeluaran untuk biaya telepon sebesar Rp. 90.000,-/bulan. Sehingga didapat setiap kali produksi tiap sembilan bulan biaya yang dikeluarkan untuk listrik, telepon, dan sewa lahan adalah sebesar Rp.1.620.000,-
5.2.
Produksi dan Pendapatan
Dalam satu kali produksi selama kurun waktu sembilan bulan Kebun Bibit Ragunan mampu menghasilkan 2.000 bibit tanaman rambutan siap jual pada tahun 2010. Bibit-bibit rambutan tersebut dijual langsung ditempat memproduksi, konsumen yang mencari langsung Kebun Bibit Ragunan. Selama ini hasil produksi bibit rambutan tersebut dijual dengan harga Rp. 20.000,- per bibit. Bibit-bibit tersebut habis terjual dengan harga yang telah ditentukan pihak Kebun Bibit Ragunan, dengan penggunaan enam orang tenaga kerja untuk memproduksi bibit rambutan rapiah. Para pekerja diberikan upah Rp. 35.000/hari kerja. Jika dengan harga jual yang selama ini ditetapkan Kebun 66
Bibit Ragunan dengan metode harga pokok produksi sebesar Rp. 18.288.159,diperoleh pendapatan sebesar Rp. 21.711.841,-. Berikut Tabel 12 yang berisi rincian jumlah yang dihasilkan dan pendapatan penjualan dalam satu kali produksi selama sembilan bulan: Tabel 12.Pendapatan Hasil Usaha Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan No Uraian Jumlah Satuan 1 Produksi 2.000 Bibit 2 Harga Jual 20.000 Rupiah 3 Penerimaan 40.000.000 Rupiah 4 Biaya Produksi 18.288.159 Rupiah 21.711.841 Rupiah 5 Pendapatan Sumber: Data Primer Diolah (2011)
Berdasarkan data pada Tabel 12, produksi yang dihasilkan Kebun Bibit Ragunan mencapai 2.000 bibit selama satu kali produksi. Total biaya produksi yang dikeluarkan oleh Kebun Bibit Ragunan pada tahun 2010 adalah Rp. 18.288.159,-. Sehingga pendapatan yang diperoleh Kebun Bibit Ragunan dari hasil produksi 2.000 bibit pada tahun 2010 adalah sebesar Rp. 40.000.000,dikurangi biaya produksi sebesar Rp. 18.288.159,- menjadi Rp.21.711.841,-.
5.3.
Perhitungan Harga Pokok Produksi Bibit Tanaman Rambutan dengan Metode Full Costing
Perhitungan harga pokok produksi dengan metode full costing dihasilkan dari pengakumulasian seluruh pengeluaran biaya. Biaya-biaya yang dimasukkan dalam perhitungan HPP dengan pendekatan Full Costing dengan penjumlahan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik. Didapat harga pokok produksi Rp. 18.288.159,-. Berikut rincian perhitungan harga pokok produksi selama periode tahun 2010 pada Tabel 13:
67
Tabel 13. Perhitungan Harga Pokok Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan dengan Pendekatan Full Costing Tahun 2010 Harga Total Biaya Biaya Produksi Kuantitas Total (Rp) Satuan (Rp) (Rp/Produksi) Total Biaya Bahan Baku Biaya tenaga kerja 6 35.000 langsung (orang) Total Biaya Penggunaan Alat Produksi Biaya Penyusutan Mesin Listrik 810.000 Telepon 810.000 Biaya penyusutan bangunan 3.050.000 Total biaya lain dan penyusutan bangunan Total biaya produksi bibit tanaman rambutan pada tahun 2010 Jumlah produk jadi (bibit) 2.000 bibit Harga pokok produksi (Rp/bibit)
3.964.724 9.030.000 360.635 262.800
4.670.000 18.288.159 2.000
Total biaya/jumlah produk (bibit) Rp. 18.288.159 / 2.000
9.144
Sumber: Data Primer Diolah (2011)
Berdasarkan perhitungan pada Tabel 13 bahwa total biaya produksi bibit rambutan pada Kebun Bibit Ragunan tahun 2010 sebesar Rp. 18.288.159,-. Angka tersebut diperoleh dari penjumlahan biaya langsung (biaya bahan baku, tenaga kerja langsung) dan biaya tidak langsung (biaya overhead pabrik). Produksi yang dihasilkan oleh Kebun Bibit Ragunan selama periode tahun 2010 sebesar 2.000 bibit.
Maka
harga
pokok
produksi
bibit
rambutan
per
bibit
adalah
Rp. 18.288.159,- dibagi 2.000 bibit sehingga menghasilkan Rp. 9.144,- dan dapat dijual dengan harga Rp. 10.973,- per bibit jika keuntungan yang diinginkan adalah sebesar 20% per bibitnya. Untuk lebih jelasnya perhitungan dengan metode Full Costing disajikan pada Lampiran 5. Pendapatan hasil usaha bibit tanaman
68
rambutan dengan menggunakan metode full costing tahun 2010 disajikan pada Tabel 14. Tabel 14.Pendapatan Hasil Usaha Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan dengan Metode Full Costing No Uraian Jumlah Satuan 1 Produksi 2.000 Bibit 2 Harga Jual 10.973 Rupiah 3 Penerimaan 21.946.000 Rupiah 4 Biaya Produksi 18.288.159 Rupiah 3.657.841 Rupiah 5 Pendapatan Sumber: Data Primer Diolah (2011)
Penerimaan yang diterima oleh Kebun Bibit Ragunan dengan metode harga pokok produksi Full Costing adalah sebesar Rp. 21.946.000,- dikurangi total harga pokok produksi sebesar Rp. 18.288.159,- maka menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 3.657.841,- setiap satu kali produksi dalam kurun waktu sembilan bulan.
5.4.
Perhitungan Harga Pokok Produksi Bibit Tanaman Rambutan dengan Metode Variabel Costing
Pada metode variabel costing, harga pokok produksi diperoleh dengan menjumlahkan biaya variabel dan biaya tetap. Harga pokok bibit tanaman rambutan per bibit diperoleh dengan membagi total biaya produksi dengan banyaknya produksi. Perhitungan Harga Pokok Produksi bibit tanaman rambutan tahun 2010 dengan menggunakan metode variabel costing disajikan pada Tabel 15.
69
Tabel 15. Perhitungan Harga Pokok Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan dengan Pendekatan Variable Costing Tahun 2010 Jenis Biaya Total Biaya Biaya Produksi Kuantitas Biaya Satuan (Rp) (Rp/Produksi) Total Biaya Bahan Baku 917,73 3.964.724 Biaya Biaya tenaga Variable kerja langsung 6 35.000 9.030.000 (orang) Total Biaya Variabel 12.994.724 Total Biaya Penggunaan Alat 15 360.635 Produksi Biaya Biaya Penyusutan Tetap Mesin 7 262.800 Biaya penyusutan bangunan 3.050.000 Total biaya overhead lainnya 1.620.000 Total Biaya Tetap 5.293.435 Total biaya produksi bibit tanaman rambutan pada tahun 2010 18.288.159 Jumlah produk jadi (bibit) 2.000 Total biaya/jumlah Harga pokok produksi produk (bibit) Rp. 9.144 (Rp/bibit) 18.288.159 / 2.000 Sumber: Data primer diolah (2011)
Berdasarkan perhitungan pada Tabel 15, dengan menggolongkan biaya yang akan digunakan dalam perhitungan menjadi dua yaitu biaya variabel dan biaya tetap. Perhitungan dengan pendekatan Variable Costing didapat total biaya produksi bibit rambutan pada Kebun Bibit Ragunan tahun 2010 sebesar Rp. 18.288.159,-. Angka tersebut diperoleh dari penjumlahan biaya variabel (biaya bahan baku, tenaga kerja langsung) dan biaya tetap (biaya pengguanaan alat dan biaya overhead). Produksi yang dihasilkan oleh Kebun Bibit Ragunan selama periode tahun 2010 sebesar 2.000 bibit. Maka harga pokok produksi bibit rambutan per bibit
70
didapat dari total harga pokok produksi sebesar Rp. 18.288.159,- dibagi 2.000 bibit sehingga menghasilkan Rp. 9.144.,- dan dapat dijual dengan harga Rp. 10.973,- per bibit dengan keuntungan yang diinginkan perusahaan sebesar 20% per bibitnya, hanya saja jika ada penambahan produksi maka perusahaan hanya mengeluarkan biaya variable saja sedangkan untuk biaya tetap sudah dapat terpenuhi pada saat produksi 2.000 bibit. Pada saat perusahaan menambah produksi bibit menjadi 4.000 pada tahun yang sama maka total biaya produksi sebesar Rp. 31.282.883,-, angka tersebut didapat dari penjumlahan total biaya produksi yang sebelumnya sudah dihitung saat produksi 2.000 bibit ditambah dengan biaya variable. Harga pokok produksi per bibit dengan produksi 4.000 bibit adalah sebesar Rp. 7.821,- maka dapat dijual dengan keuntungan yang diharapkan perusahaan yaitu 20% maka dapat dijual dengan harga Rp. 9.385,-. Perbedaan harga pokok produksi bibit tanaman rambutan dengan metode fuil costing dan Variable Costing hanya terdapat pada penggolongan biaya yang akan dimasukkan dalam perhitungan yang nantinya akan berpengaruh jika ada kenaikan jumlah produksi pada waktu produksi yang sama maka metode Variable Costing dapat diandalkan dikarenakan dalam perhitungan Variable Costing menggolongkan biaya menjadi dua yaitu biaya variable dan biaya tetap. Sehingga pada saat kenaikan jumlah produksi biaya yang hanya akan dihitung biaya variable saja untuk biaya tetapnya sudah terpenuhi pada saat produksi tetap. Berikut pendapatan hasil usaha bibit tanaman rambutan dengan menggunakan metode variabel costing tahun 2010 disajikan pada Tabel 16.
71
Tabel 16.Pendapatan Hasil Usaha Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan dengan Metode Variabel Costing No Uraian Jumlah Satuan 1 Produksi 2.000 Bibit 2 Harga Jual 10.973 Rupiah 3 Penerimaan 21.946.000 Rupiah 4 Biaya Produksi 18.288.159 Rupiah Pendapatan 5 3.657.841 Rupiah 6 Produksi 4.000 Bibit 7 Harga Jual 9.385 Rupiah 8 Penerimaan 37.540.000 Rupiah 9 Biaya Produksi 31.282.883 Rupiah 10 Pendapatan 6.257.117 Rupiah Sumber: Data Primer Diolah (2011)
Pendapatan yang diterima oleh Kebun Bibit Ragunan dengan produksi sebanyak 2.000 bibit menggunakan metode harga pokok produksi Variabel Costing didapat dari
Rp. 21.946.000,- dikurangi Rp. 18.288.159,- maka
menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 3.657.841,- setiap satu kali produksi dalam kurun waktu sembilan bulan. Pada saat Kebun Bibit Ragunan memproduksi menambah unit produksi sebanyak 2.000 bibit menjadi 4.000 bibit maka total biaya harga pokok produksi sebesar Rp. 31.282.882,-. Pendapatan yang akan diperoleh Kebun Bibit Ragunan dari penjualan bibit rambutan adalah Rp. 6.257.117,- dengan keuntungan yang diharapkan perusahaan sebesar 20%. Bibit tersebut dapat dijual dengan harga Rp. 9.385,- dengan keuntungan 20% per bibit, tetapi dapat pula dijual dengan harga Rp. 10.949,- dengan keuntungan 40%. Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan menggunakan variable costing jika dilihat pada hasil perhitungan akan sama saja, hanya berbeda pada penggolongan biaya. Pada saat kenaikan produksi akan terlihat perbedaannya
72
pada hasil perhitungan, karena pada metode variable costing hanya biaya variable yang dihitung sedangkan untuk biaya tetap sudah tertutupi dengan produksi sebanyak 2.000 bibit. Pada produksi dibawah 2.000 bibit maka perusahaan akan merugi, sebaliknya jika produksi mengalami peningkatan sesuai dengan skala ekonomis maka perusahaan akan mendapat keuntungan yang maksimal, tetapi jika bertambah lagi kemungkinan akan bertambah besar pengeluaran untuk biaya produksi. Maka sebaiknya perusahaan dapat menambah produksi bibitnya sebanyak 4.000 atau mempertahankan agar tetap diatas 2.000 bibit.
5.4.
Perbandingan Harga Pokok Produksi Bibit Tanaman Rambutan antara Full Costing dan Variabel Costing Berdasarkan hasil perhitungan kedua metode full costing dan variabel
costing tidak memperlihatkan adanya perbedaan dalam angka harga pokok produksi pada tahun 2010, tetapi perbedaan tersebut akan terlihat aapabila ada kenaikan produksi bibit pada tahun yang sama maka hasil perhitungan dengan variable costing akan lebih rendah daripada full costing.
Perbedaan
sesungguhnya hanya terdapat pada bagaimana dua pendekatan metode tersebut menganalisis biaya-biaya yang dikeluarkan dalam perhitungan harga pokok produksi. Maka dapat diketahui harga pokok produksi yang lebih akurat dan wajar. Sehingga dapat dijadikan acuan dalam menetapkan harga jual bibit tanaman rambutan. Perbandinngan harga pokok produksi pada tahun 2010 disajikan pada Tabel 17.
73
Tabel 17. Perbandingan Harga Pokok Produksi Bibit Produksi Tahun 2010 Metode HPP (Rp) Jumlah Harga Pokok Produksi Produksi/ Bibit Full 18.288.159 2.000 9.144 Costing Variabel 18.288.159 2.000 9.144 Costing Selisih (Rp) Persentase %
Tanaman Rambutan per Harga Jual
Pendapatan
10.973
3.657.841
10.973
3.657.841
-
-
Sumber: Data Primer Diolah (2011)
Berdasarkan perhitungan pada Tabel 17 menunjukkan bahwa harga pokok produksi dengan menggunakan metode full costing ataupun variable costing tidak ada selisih dalam hasil perhitungan. Tabel 18. Perbandingan Harga Pokok Produksi Bibit Tanaman Rambutan per Produksi Tahun 2010 dengan Penambahan Produksi Sebanyak 2.000 Bibit Metode HPP (Rp) Jumlah Harga Pokok Harga Jual Pendapatan Produksi Produksi/ Bibit Full 36.576.317 4.000 9.144 10.973 7.315.263 Costing Variabel 31.282.883 4.000 7.821 9.385 6.257.117 Costing Selisih 5.293.434 1.323 1.588 1.058.146 (Rp) Persentase 7,8 7,8 7,8 7,8 % Sumber: Data Primer Diolah (2011)
Berdasarkan perhitungan pada Tabel 18 pada saat produksi meningkat menjadi 4.000 bibit maka hasil menunjukkan bahwa harga pokok produksi dengan menggunakan metode full costing ataupun variable costing terdapat perbedaan dalam hasil perhitungan. Metode Full Costing memiliki nilai HPP lebih besar dibandingkan dengan metode variabel costing dengan selisih Rp. 5.293.434,- atau
74
sama dengan 7,8%. Total Harga pokok produksi dengan menggunakan metode full costing nilainya Rp. 36.576.317,-, sedangkan jika menggunakan metode variabel costing nilainya menjadi Rp. 31.282.883,-. Perbedaan ini terletak dari bagaimana cara kedua metode tersebut menganlisis biaya, metode full costing menggolongkan biaya menjadi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja. dan biaya overhead pabrik, sedangkan metode variable costing menganalisis biaya menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Pada saat kenaikan produksi dengan menggunakan metode Variable Costing biaya yang dimasukkan dalam perhitungan hanya biaya variable saja, karena biaya tetapnya sudah tertutupi pada saat produksi sebelumnya. Sehingga pada saat kenaikan produksi biaya yang dibebankan hanya biaya yang bersifat variable. Dilihat dari perbandingan hasil diperoleh, metode variabel costing menghasilkan nilai yang paling rendah sehingga metode ini yang seharusnya dianggap paling tepat. Akan tetapi, harga pokok produksi yang tepat adalah harga pokok yang tidak hanya dilihat dari harga pokok produksi yang rendah ataupun tinggi. Tetapi dilihat juga kelemahan dan kekurangan dari metode yang dianggap tepat tersebut. Kebun Bibit Ragunan merupakan kebun dibawah Balai Benih Induk Ragunan. Harga pokok produksi yang terlalu rendah dapat merugikan perusahaan, tetapi jika harga jual yang ditentukan perusahaan terlalu tinggi maka tidak dapat dijangkau semua kalangan. Harga pokok produksi yang terlalu tinggi akan menghasilkan harga jual yang tinggi, sehingga konsumen akan kesulitan untuk membeli.
75
Harga pokok produksi dengan menggunakan metode full costing pada saat kenaikan produksi menunjukkan nilai yang lebih besar daripada dengan menggunakan metode variabel costing karena pada metode full costing, semua unsur biaya dimasukkan kedalam perhitungan, baik biaya tetap maupun variabel. Pada metode variabel costing, hanya memasukkan baiya variabel kedalam perhitungan harga pokok produksi, karena pada saat produksi normal biaya tetap sudah tertutupi sehingga biaya yang akan dikeluarkan pada saat kenaikan produksi hanya biaya variable saja. Pada pengertiannya biaya variable adalah biaya yang jumlahnya dipengaruhi oleh kenaikan produksi. Oleh karena itu, yang lebih tepat digunakan untuk perhitungan harga pokok produksi yaitu metode Variable Costing karena pada metode tersebut lebih bersifat fleksibel dapat digunakan jika suatu saat ada kenaikan produksi pada perusahaan, dan dapat menjadi acuan harga jual yang nantinya dapat dijangkau semua kalangan.
76
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan, memperlihatkan tidak ada perbedaan total harga pokok produksi antara metode full costing dan variable costing saat produksi 2.000 bibit, namun akan berbeda pada saat kenaikan produksi. Harga pokok produksi dengan metode Full Costing dan Variable Costing pada saat produksi 2.000 adalah sebesar Rp. 18.288.159,-. Harga pokok produksi pada saat kenaikan produksi bertambah 2.000 menjadi 4.000 bibit dengan metode variable costing memiliki nilai terkecil bila dibandingkan dengan metode full costing. Harga pokok produksi dengan menggunakan metode variable costing adalah sebesar Rp. 31.282.883,-, sedangkan metode full costing menghasilkan harga pokok sebesar Rp 36.576.317,-. Metode Variable Costing dapat menjadi alternative yang paling baik untuk digunakan, karena pada saat kenaikan produksi hanya menghitung biaya yang bersifat variable saja sedangkan untuk biaya tetapnya tidak diperhitungkan
6.2. Saran
1.
Perhitungan dengan metode variable costing dapat direkomendasikan kepada perusahaan karena lebih efisien dalam mengkalkulasikan biaya, dan dapat memperhitungkan economic of scale dibandingkan dengan metode full costing.
2.
Sebaiknya perusahaan memproduksi bibit tanaman rambutan dengan mempertimbangkan dimana saat biaya produksi yang terendah disertai dengan jumlah produksi yang tinggi.
3.
Jika perusahaan ingin bersaing lebih baik di pasar dan memperoleh keuntungan sesuai dengan economic of scale, maka sebaiknya perusahaan menurunkan harga jual bibit rambutan dari harga Rp. 17.500,- (Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 3482/2001 tahun 2001) menjadi Rp. 13.854,- dengan keuntungan 20% per bibit.
78
DAFTAR PUSTAKA
Adikoesoemah, Soemita. R. Biaya dan Harga Pokok. (Bandung : Tarsito, 1982). Badan Agribisnis Departemen Pertanian. Kelayakan Investasi Agribisnis Jilid 2 Rambutan, Manggis, Mangga. (Yogyakarta: Kanisus, 1999). Blocher, Edward J; dkk. Manajemen Biaya dengan Tekanan Stratejik (Jakarta : Salemba Empat, 2000). Carter dan Usry. Akuntansi Biaya, (Jakarta: Salemba Empat, 2004). Daljono. Akuntansi Biaya Penentuan Harga Pokok dan Pengendalian. (Semarang: BP Universitas Diponegoro, 2004). ----------, Akuntansi Biaya Penentuan Harga Pokok dan Pengendalian. (Semarang: BP Universitas Diponegoro, 2011). Garisson, Noreen. Akuntansi Manajerial. (Jakarta: Salemba Empat, 2001) Hansen, Mowen. Manajemen Keuangan (Yogyakarta: Ekonisia, 2009).
Teori,
Konsep
dan
Aplikasi.
Harjadi, Sri Setyati. Pengantar Agronomi. (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996) Horngren T Charles. Foster, George. Akuntansi Biaya dengan Pendekatan Manajerial. (Jakarta : Erlangga, 1992). Kusumawardhani, Melly. Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Bibit Krisan pada PT. Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Skripsi Program Studi Manajemen Agribisnis. (Institut Pertanian Bogor, 2007) Mahisworo, Susanto dan Anung. Bertanam Rambutan. (Jakarta: Penebar Swadaya, 2004). Marzuky. Metode Riset. (Yogyakarta : BPFE UII, 1997). Muhadi, Siswanto. Akuntansi Biaya. (Yogyakarta: Kanisus, 2001) Mulyadi. Akuntansi Biaya. (Yogyakarta: Aditya Media, 2000). ----------. Akuntansi Biaya. (Yogyakarta: Aditya Media, 2002).
Mulyani, Siti. Analisis Perbandingan Metode Konvensional dengan Activity Based Costing System Dalam Pembebanan Biaya Overhead Dalam Hubungannya dengan Akurasi Perhitungan Harga Pokok Produksi Pada CV. Pindani Teknik Bandung, 2003 http://dspace.widyatama.ac.id/bitstream/handle/10364/601/bab2.pdf?sequ ence=5 (4 Desember 2011 pkl 19.10) Rukmana, Rahmat dan Yuyun Yuniarsi Oesman. Rambutan Komoditas Unggulan dan Prospek Agribisnis. (Yogyakarta: Kanisus, 2002). Roslinawati, Elly. Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Benih Padi Pada PT. Sang Hyang Seri RM 1 Sukamandi, Subang Jawa Barat. Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. (Institut Pertanian Bogor, 2007) Subagyo, Santhy. Penentuan Harga Pokok Produksi Teh di PT Perkebunan Tambi Kabupaten Wonosobo. Skripsi. Fakultas Ekonomi (Universitas Negeri Semarang, 2006) Sugiri, Slamet. Riyono, Bogat Agus. Akuntansi Pengantar I. (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2002) Sukirno, Sadono. Pengantar Teori Mikroekonomi. (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2000). Sunarjono, Hendro. Pengenalan Jenis Tanaman Buah-Buahan Bercocok Tanam Buah-Buahan Penting di Indonesia. (Bandung: Sinar Baru, 1986). -----------------------. Ilmu Produksi Tanaman Buah-Buahan. (Bandung: Sinar Baru, 1990). Supriyono, RA. Akuntansi Biaya. (Yogyakarta : BPFE, 1999). Wirawan, Baran. Sri Wahyuni. Memproduksi Benih Bersertifikat. (Jakarta: Penebar Swadaya, 2004).
80
Lampiran 1. Biaya Bahan Baku Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan Tahun 2010 No
Komponen
Kebutuhan
Satuan
Isi per kemasan
Harga Per Kemasan
Harga Satuan (Rp)
Total Kebutuhan (Rp)
1
Benih Rambutan
3.000
Benih
1200 benih
1.600
1,33
4.000
2
Sekam Kering
8.000
kg
30kg
5.000
167
1.333.333
3
Pupuk Kandang
8.000
kg
25kg
6.000
240
1.920.000
4
Polybag
3.000
pcs
70 pcs
15.000
214
642.857
5
Plastik Pengikat
200
Pcs
50 pcs
5.000
100
20.000
7
Athonik
240
cc
250 cc
24.000
96
23.040
8
Dhitane M-45
480
g
2000 g
54.000
27
12.960
9
Gandasil D
120
g
450 g
16.000
36
4.267
10
Gandasil B
120
g
450 g
16.000
36
4.267
Total Biaya
3.964.724
81
Lampiran 2. Biaya Alat Produksi Bibit dan Penysutan Peralatan Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan, Jakarta Selatan Tahun 2010 Biaya Alat Untuk Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan Tahun 2010
No
1. 2. 3. 4.
Harga Persatuan (Rp)
Biaya Penggunaan/hari (Rp)
Jumlah Pemakaian (hari)
60000
238
8
1.905
400.000
400000
1.587
216
342.857
2
75.000
150000
595
20
11.905
10
10.000
100000
397
10
Jenis Biaya
Jumlah (Unit)
Cangkul Selang Air Pisau Okulasi Bak Semai
2
30.000
1
Harga Perolehan (Rp)
Total Biaya
Total Biaya Pemakaian/ produksi (Rp)
3.968 360.635
Biaya Penyusutan Peralatan Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan Tahun 2010 No
1.
2.
Jenis Biaya Hand Sprayer Pompa Jet Pump
Jumlah (Unit)
Harga Perolehan (Rp)
Total (Rp)
Nilai Sisa (Rp)
Umur Ekonomis (Tahun)
Penyusutan/Thn (Rp)
2
280.000
560.000
56.000
5
100.800
1
1.800.000
1.800.000
180.000
10
162.000
Total Biaya
262.800
82
Lampiran 3. Biaya Penyusutan Fasilitas Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan Tahun 2010 Harga Umur Jumlah Nilai Sisa Penyusutan/Thn No Jenis Biaya Perolehan Ekonomis (unit) (Rp) (Rp) (Rp) (Tahun) Gudang 1. Peralatan 1 65.000.000 6.500.000 20 2.925.000 2. Bedengan 250 1.250.000 10 125.000 Total Biaya 3.050.000
83
Lampiran 4. Harga Pokok Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan dengan Metode Full Costing Tahun 2010 Harga Total Biaya Satuan Total (Rp) Biaya Produksi Kuantitas (Rp/Produksi) (Rp) Biji Rambutan 3.000 1,33 4.000 Sekam Kering 8.000 167 1.333.333 Pupuk Kandang 8.000 240 1.920.000 Polybag 3.000 214 642.857 Plastik Pengikat 200 100 20.000 Athonik 240 96 23.040 Dhitane M-45 480 27 12.960 Gandasil D 120 36 4.267 Gandasil B 120 36 4.267 Total Biaya Bahan Baku 3.964.724 Biaya tenaga kerja 6 35.000 langsung (orang) 9.030.000 Cangkul 2 60.000 1.905 Selang Air 1 400.000 342.857 Pisau Okulasi 2 75.000 11.905 Bak Semai 2 10.000 3.968 Total Biaya Penggunaan Alat Produksi 360.635 Hand Sprayer 2 560.000 100.800 Pompa Jet Pump 1 1.800.000 162.000 Biaya Penyusutan Mesin 262.800 Overhead Lainnya Listrik 810.000 Telepon 810.000 3.050.000 Biaya Penyusutan Fasilitas Total biaya overhead lainnya 4.670.000 Total biaya produksi bibit tanaman rambutan pada tahun 2010 18.288.159 Jumlah produk jadi (bibit) 2.000 bibit 2.000 Harga pokok produksi Total biaya/jumlah produk (bibit) (Rp/bibit) Rp. 18.288.159 / 2.000 Harga jual bibit rambutan (Rp/bibit) dengan keuntungan 20% Total biaya produksi bibit dengan penambahan unit sebanyak 2.000 Harga pokok produksi dengan penambahan jumlah unit produksi menjadi 4.000 bibit Harga jual bibit rambutan dengan keuntungan 20% (Rp/bibit)
9.144 10.973 36.576.317 9.144 10.973
84
Lampiran 5. Harga Pokok Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan dengan Metode Variable Costing Tahun 2010 Jenis Biaya
Biaya Produksi
Kuantitas
Total Biaya Bahan Baku Biaya Variable
Biaya tenaga kerja langsung (orang)
6
Biaya Satuan (Rp)
Total Biaya (Rp/Produksi)
917,73
3.964.724
35.000
9.030.000
Total Biaya Variabel Total Biaya Penggunaan Alat Produksi Biaya Penyusutan Mesin Biaya Tetap Biaya penyusutan bangunan Total biaya overhead lainnya Total Biaya Tetap
12.994.724 15
360.635
7
262.800 3.050.000 1.620.000 5.293.435 18.288.159 2.000
Total biaya produksi bibit tanaman rambutan pada tahun 2010 Jumlah produk jadi (bibit) Total biaya/jumlah Harga pokok produksi (Rp/bibit) produk (bibit) Rp. 18.288.159 / 2.000 Harga jual bibit rambutan (Rp/bibit) dengan keuntungan 20% Total biaya produksi bibit dengan penambahan unit sebanyak 2.000 Harga pokok produksi dengan penambahan jumlah unit produksi menjadi 4.000 bibit Harga jual bibit rambutan dengan keuntungan 20% (Rp/bibit)
9.144 10.973 31.282.883 7.821 9.385
85
Lampiran 6. Daftar Pertanyaan Wawancara Daftar pertanyaan penelitian yang berjudul “Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Bibit Tanaman Rambutan (Nephelium lappaceum, L) pada Kebun Bibit Ragunan, Jakarta Selatan”. Nama NIM Jurusan Fakultas
: Rifa Atul Maulidah : 106092003018 : Agribisnis : Sains dan Teknologi
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Bagaimana sejarah berdirinya perusahaan? 2. Apa visi dan misi perusahaan? 3. Bagaimana letak geografis perusahaan? 4. Bagaimana struktur organisasi perusahaan? B. Fasilitas apa saja yang dimiliki oleh Kebun Bibit Ragunan, Jakarta Selatan? NO 1. 2.
Fasilitas
Jumlah (unit)
Harga Pembelian (Rp)
Umur Fasilitas (Th)
Gudang peralatan Bedengan
C. Berapa kebutuhan bahan baku yang digunakan Kebun Bibit Ragunan untuk memproduksi bibit tanaman rambutan? Jumlah Bahan-bahan Harga (Rp) Total (Rp) NO (unit) 1. Benih rambutan 2. Sekam kering 3. Pupuk kandang 4. Polybag 5. Pucuk entries 6. Athonik 7. Gandasil B 8. Gandasil D 9. Dhitane M-45 10. Plastik pengikat
86
D. Peralatan apa saja yang digunakan dalam memproduksi bibit tanaman rambutan? No Alat-alat produksi Jumlah Harga (Rp) Umur Alat (unit) 1. Cangkul 2. Sprayer 3. Pompa jet pump 4. Selang air 5. Pisau okulasi E. Berapa upah tenaga kerja dalam 1 hari? NO
Tenaga Kerja
Upah dalam 1 hari (Rp)
1. 2. F. Berapa biaya yang dikeluarkan untuk operasional Kebun Bibit BBI Ragunan, Jakarta Selatan selain bahan baku dan tenaga kerja selama 1 kali produksi? NO Jenis Overhead Biaya (Rp) 1. Listrik 2. Telepon G. Berapa Jumlah produksi yang dihasilkan dalam 1 kali produksi? NO Jumlah Produksi/bibit 1.
87
Lampiran 7.Varietas Unggul Rambutan dan Karakteristiknya No
Gambar
Nama
Deskripsi
1
Rambutan Rapiah
berasal dari Pasar Minggu, Jakarta. Buah tidak terlalu lebat tetapi mutu buahnya tinggi, kulit berwarna hijau-kuning-merah tidak merata dengan beramut agak jarang, daging buah manis (brix 20 - 22°) dan agak kering, kenyal, ngelotok dan daging buahnya tebal, dengan daya tahan dapat mencapai 6 hari setelah dipetik. Ukuran buah kecil dengan bobot buah 25 – 30 gr per buah.
2
Rambutan Aceh Lebak/ Lebak Bulus
berasal dari Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta. pohonnya tinggi dan lebat buahnya dengan hasil rata-rata 160-170 ikat per pohon, kulit buah berwarna merah kuning, halus, rasanya segar manis-asam (brix 19 - 20°) banyak air dan ngelotok daya simpan 4 hari setelah dipetik, buah ini tahan dalam pengangkutan. Ukuran buah sedang dengan bobot buah 33 – 35 gr per buah.
3
Rambutan Aceh Pelat
berasal dari Pasar Minggu, Jakarta. Kulit berwarna hijau, merah, kuning tidak merata, berambut agak jarang dan terdapat garis pelat ditengah buahnya. Rasa buahnya manis (20 – 22o). Daging buah kenyal, kering dan ngelotok. Ukuran buah sedang dengan bobot 25 – 30 gr.
4
Rambutan Simacan
kurang lebat buahnya dengan rata-rata hasil 90-170 ikat perpohon, kulit berwarna merah kekuningan sampai merah tua, rambut kasar dan agak jarang, rasa manis (brix 21 - 22°), sedikit berair tetapi kurang tahan dalam pengangkutan. Ukuran buah besar dengan bobot buah 50 – 55 gr per buah.
5
Rambutan Binjai
merupakan salah satu rambutan yang terbaik di Indonesia berasal dari daerah Binjai, Sumatera Utara. Kulit buah berwarna merah cerah sampai merah tua rambut buah agak kasar dan jarang, rasanya manis (brik 21 – 22). Daging buahnya ngelotok, kenyal dan kering. Ukuran buah sedang dengan bobot buah 40 – 45 gr per buah.
6
Rambutan Sinyonya
jenis rambutan ini lebat buahnya dan banyak disukai terutama orang Tionghoa, dengan batang yang kuat cocok untuk diokulasi, warna kulit buah merah tua sampai merah anggur, dengan rambut halus dan rapat,rasa buah manis-asam (brix 20 - 21°), banyak berair, lembek dan tidak ngelotok. Ukuran buah kecil dengan bobot 20 – 25 gr per buah.
7
Rambutan Sikoneng
berasal dari Tasikmalaya, Jawa Barat. Keunikannya kulit buah tetap berwarna kuning meskipun buah sudah masak dengan warna rambut buah hijau. Rasanya manis-segar (brix 17 - 19°). Daging buah kenyal, agak nglotok dan sedikit berair. Ukuran buah kecil dengan bobot buah 18 – 20 gr per buah.
8
Rambuatn Gula Batu
Warna kulit buah merah menyala hingga merah tua dengan rambut buah panjang agak rapat. Rasa buah manis sekali (brix 21 - 23°) seperti rasa gula. Ukuran buah sedang dengan bobot buah 28 – 35 gr per buah. Tanamannya berbuah sangat lebat.
9
Rambutan Garuda
berasal dari Sungai Andai Kalimantan Selatan. Kulit berwarna merah cerah hingga merah tua. Rambut buah panjang, rapat dengan rambut kekuningan. Rasa buah manis sekali (22 23°). Daging buah kenyal, kering tebal dan agak nglotok. Ukuran buah besar dengan bobot buah 55 – 60 gr per buah.
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/BuahRambutan (Sabtu, 3 Desember 2011:19.20)
88
Lampiran 8. Deskripsi Rambutan Varietas Binjai No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kriteria
Asal Tinggi tanaman Tajuk pohon Bentuk daun Warna daun Bentuk tanaman Bentuk batang 7. Warna batang 8. Percabangan 9. Bentuk bunga 10. Warna bunga 11. Bentuk buah 12. Warna rambut 13. Warna buah 14. Warna daging buah 15. Sifat daging buah 16. Rasa buah 17. Jumlah buah/pohon/th 18. Berat buah 19. Bentuk biji 20. Produksi/pohon 21. Pemulia 22.
Uraian Deskripsi Pasarminggu 6 m – 7m 6m – 8m Bulat panjang dengan ujung tumpul Hijau tua Seperti payung Gilig Kecoklatan Horizontal Bulat kecil dalam tandan, bertangkai pendek sekali Kekuningan Agak lonjong dengan rambut panjang, jarang, dan kasar Merah dengan ujung hijau Merah tua Putih Ngelotok, kulit biji melekat Manis, agak kering 1.200 – 2.000 buah 33,8g Bulat panjang, berat 2,6g 40kg – 68kg Hendro Sunarjono, M. Baga Kalie, dan A. Basuki
Sumber: Rukmana dan Oesman (2002:75)
89
Lampiran 9. Deskripsi Rambutan Varietas Rapiah No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Kriteria Asal Tinggi tanaman Tajuk pohon Bentuk daun Warna daun Bentuk tanaman Bentuk batang Warna batang Percabangan Bentuk bunga
11. Warna bunga 12. Bentuk buah 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.
Warna rambut Warna buah Warna daging buah Sifat daging buah Rasa buah Jumlah buah/pohon/th Berat buah Bentuk biji Produksi/pohon Pemulia
Uraian Deskripsi Pasarminggu 6,5m – 7,5m 5m – 7m Built panjang dengan ujung tumpul Hujau tua Seperti payung Gilig Kecoklatan Horizontal Bulat kecil dalam tandan, bertangkai pendek sekali Kekuningan Bulat menyerupai pelat, dengan rambut sangat pendek, agak jarang, dan kasar Hujau dengan ujung kemerahan Hijau kekuningan Putih Ngelotok, kulit biji agak melekat Manis 1.0 – 1.500 buah 18,9g Bulat menyerupai pelat, berat 1 g 18kg – 30kg Hendro Sunarjono, M. Baga Kalie, dan A. Basuki
Sumber: Rukmana dan Oesman (2002:76)
90
Lampiran 10. Deskripsi Rambutan Varietas Lebak Bulus No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.
Kriteria Asal Tinggi tanaman Tajuk pohon Bentuk daun Warna daun Bentuk tanaman Bentuk batang Warna batang Percabangan Bentuk bunga Warna bunga Bentuk buah Warna rambut Warna buah Warna daging buah Sifat daging buah Rasa buah Jumlah buah/pohon/th Berat buah Bentuk biji Produksi/pohon Pemulia
Uraian Deskripsi Pasarminggu 5m – 10m 6m – 8m Bulat panjang dengan ujung runcing Hijau tua Seperti paying Gilig Kecoklatan Horizontal Bulat kecil dalam tandan, tangkai pendek Kekuningan Bulat dengan rambut pangjang, jarang, dan halus Merah dengan ujung kekuningan Merah Putih Ngelotok, kulit biji melekat Manis, berair 2000 – 4.000 buah 25,5g Lonjong, berat 2kg 50kg – 100kg Hendro Sunarjono, MBaga Kalie, dan A. Basuki
Sumber: Rukmana dan Oesman (2002:76)
91
Lampiran 11. Deskripsi Rambutan Varietas Varietas Antalagi No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.
Kriteria Asal Tinggi tanaman Tajuk pohon Bentuk daun Warna daun Bentuk tanaman Bentuk batang Warna batang Percabangan Bentuk bunga Warna bunga Bentuk buah Warna rambut Warna buah Warna daging buah Sifat daging buah Rasa buah Jumlah buah/pohon/th Berat buah Bentuk biji Produksi/pohon Pemulia
Uraian Deskripsi Sungai andai, Kalimantan Selatan 7m – 9m 8m – 10m Bulat panjang dengan ujung runcing Hijau tua Seperti payung Gilig Kecoklatan Horizontal Kecil dalam tandan, bertangkai pendek Kekuningan Bulat panjang, agak pipih, dengan rambut agak pendek Hijau kekuningan dengan ujung merah Kuning kehijauan Putih Ngelotok, kulit biji melekat Manis, kering, agak harum 4.000 – 5.000 buah 42,0g Bulat panjang 160kg – 210 kg Rizlatun Maidah, Zuhairil Anwar, Setyo Prakoso, M. Al’Fatah, dan Hendro Sunarjono
Sumber: Rukmana dan Oesman (2002:77)
92
Lampiran 12. Deskripsi Rambutan Varietas Sibongkok No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.
Kriteria Asal Tinggi tanaman Tajuk pohon Bentuk daun Warna daun Bentuk tanaman Bentuk batang Warna batang Percabangan Bentuk bunga Warna bunga Bentuk buah Warna rambut Warna buah Warna daging buah Sifat daging buah Rasa buah Jumlah buah/pohon/th Berat buah Bentuk biji Produksi/pohon Pemulia
Uraian Deskripsi Sungai ulut, Kalimantan Selatan 6m – 8m 5m – 7m Bulat panjang dengan ujung meruncing Hijau tua Seperti payung Gilig Kecoklatan Horizontal Bulat kecil dalam tandan, tangkai pendek Kekuningan Lonjong dengan rambut agak halus Merah tua Merah tua kecoklatan Putih Ngelotok, kulit biji agak melekat Manis, agak kering 3.500 – 4.500 buah 50,67 g Bulat panjang, ujung agak bengkok 175 kg – 225 kg Setyo Prakoso, Rizlatun Maidah, Zuhairil Anwar, M. Al’Fatah, dan Surachmat Kusumo
Sumber: Rukmana dan Oesman (2002:78)
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102