KETENTUAN PENGECUALIAN DAN PEMBEBASAN DALAM UNDANG-UNDANG PERSAINGAN USAHA INDONESIA, SINGAPURA, THAILAND, MALAYSIA, DAN VIETNAM; SUATU ANALISIS KOMPARATIF DALAM RANGKA MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) Yustisia Ramadhani, Ditha Wiradhiputra Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok 16424 E-mail:
[email protected]
Abstrak Skripsi ini membahas ketentuan pengecualian dan pembebasan yang berlaku pada negara ASEAN yang telah memiliki undang-undang persaingan usaha. Hal ini dilakukan dalam rangka ASEAN Economic Community yang akan dihadapi oleh seluruh negara ASEAN pada 2015. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif (normative legal research) dengan studi kepustakaan. Metode penelitian tersebut dipakai untuk menjawab permasalahan; pertama pengaturan ketentuan pengecualian dan pembebasan yang ada pada masing-masing undang-undang persaingan usaha kelima negara, dan kedua perbedaan yang terdapat pada ketentuan pengecualian dan pembebasan diantara masing-masing negara. Hasil penelitian ini menyarankan bahwa penting untuk dilakukan harmonisasi undang-undang persaingan usaha seluruh negara ASEAN, khususnya ketentuan mengenai pengecualian dan pembebasan. Karena hingga saat ini masih terdapat banyak perbedaan yang berkaitan dengan ketentuan pengecualian dan pembebasan pada undang-undang persiangan usaha negara-negara ASEAN.
REGULATED PROVISIONS CONCERNING EXCLUSION AND EXEMPTION UNDER THE COMPETITION LAW OF INDONESIA, SINGAPORE, THAILAND, MALAYSIA, AND VIETNAM; A COMPARATIVE ANALYSIS IN THE FACE OF ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) Abstract This thesis discusses about exclusion and exemption provisions that stipulated in the ASEAN countries that have had competition law. This things were done in the context of ASEAN Economic Community that will be face by 2015 in all ASEAN countries. This research is a juridicial-normative (legal normative research) with literature study. This research method was used to answer the problems: first exclusion and exemption provisions that stipulated in each competition law of the five countries, second the differences of the exclusion and exemption provisions on competition law between each countries. The result suggest that is important to do the harmonization of all ASEAN countries’s competition law, especially the provisions about exclusion and exemption. Because untill now, there is still many differences that related with exclusion and exemption provisions in ASEAN countries’s competition law. Keywords: ASEAN Economic Community, Business Competition, Exclusion, Exemption
Ketentuan pengecualian dan..., Yustisia Ramadhani, FH UI, 2014
Pendahuluan Demi meningkatkan perekonomian suatu negara, selain diperlukan kegiatan ekonomi di dalam negeri sendiri, perlu juga dilakukannya kegiatan ekonomi lintas negara. Philipp J.H. Schroder dalam Cartel Stability and Economic Integration, menemukan bahwa dengan adanya integrasi ekonomi, maka menjadikan pasar akan lebih pro terhadap persaingan, melalui penurunan biaya perdagangan tertentu (tarif, biaya asuransi, atau resiko nilai tukar) dan memperlemah upaya kartel (baik dalam hal kuantitas atau harga).1 Integrasi ekonomi sendiri, menurut Tinbergen merupakan penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan menghapuskan semua pembatasan-pembatasan (barriers) yang dibuat terhadap bekerjanya perdagangan bebas dan dengan jalan mengintroduksi semua bentuk-bentuk kerjasama dan unifikasi.2 Integrasi dapat dipakai sebagai alat untuk mengakses pasar yang lebih besar, menstimulasi pertumbuhan ekonomi sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan nasional. Sejak beberapa tahun lalu, marak terjadinya globalisasi ekonomi hampir di seluruh dunia. Globalisasi ekonomi ini ditandai dengan adanya kerjasama-kerjasama regional yang terjadi antar negara yang memiliki kedekatan secara geografis. Sebagai contoh dari kerjasama ekonomi regional yaitu, European Union, North American Facific Trade Agreement, dan Asia Pacific Economic Cooperation. Negara-negara di ASEAN tidak mau ketinggalan untuk mengembangkan negaranya melalui integrasi ekonomi dengan melakukan kerjasama ekonomi regional, yang diimplementasikan dengan melalui dibuatnya ASEAN Economic Community. ASEAN Economic Community atau yang dapat disingkat dengan AEC, telah direncanakan oleh negara-negara di ASEAN dalam waktu yang cukup lama. Para pemimpinpemimpin ASEAN telah mencanangkan rencana ini demi terselenggaranya laju perekonomian di wilayah ASEAN agar dapat berkembang pesat seperti Uni Eropa. Pada tanggal 15 Desember 1977 di Kuala Lumpur, para pemimpin negara ASEAN kembali memformulasikan “ASEAN Vision 2020” yaitu mewujudkan kawasan yang stabil, makmur, dan berdaya saing tinggi dengan pembangunan ekonomi yang merata. Kemudian pada tahun 2003 disepakati tiga pilar untuk mewujudkan ASEAN Vision 2020 ini, yang mana salah satunya adalah ASEAN Economic Community (AEC). Namun kemudian disepakati bahwa ASEAN vision 1
Deswin Nur, “Integrasi Ekonomi dan Kebijakan Persaingan di Asia Tenggara” Media Berkala Komisi Pengawas Persaingan Usaha; Kompetisi, (Edisi 15, 2009), hlm. 18. 2
Jan Tinbergen (was the first Nobel Laureate in Economics in 1969), International Economic Integration, (Amsterdam: Elsevier, 1954), hlm. 10.
Ketentuan pengecualian dan..., Yustisia Ramadhani, FH UI, 2014
akan dipercepat yaitu menjadi tahun 2015. AEC sendiri memiliki empat kerangka kerja atau pilar, yaitu:3 1.
ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi Internasional dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan aliran modal yang lebih bebas.
2.
ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi yang tinggi dengan elemen peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual, pengembangan infrastruktur, perpajakan dan e-commerce.
3.
ASEAN sebagai kawasan dengan perkembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah, dan perkara integrasi ASEAN untuk negara-negara CLMV yang termuat dalam Initiative for ASEAN Integration.
4.
ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global dengan elemen pendekatan koheren dengan ekonomi diluar kawasan, dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global.
Ketika AEC pada tahun 2015 berlangsung, akan terjadi perubahan yang cukup signifikan yang akan dialami oleh negara-negara anggotanya. AEC akan membentuk ASEAN sebagai suatu pasar tunggal dan basis produksi serta menjadikan ASEAN lebih dinamis dan kompetitif dengan langkah-langkah dan mekanisme baru untuk memperkuat implementasi inisiatif-inisiatif ekonomi yang telah ada; mempercepat integrasi kawasan dalam sektor-sektor prioritas; mempermudah pergerakan para pelaku usaha; tenaga kerja terampil dan berbakat; dan memperkuat mekanisme institusi ASEAN.4 Memasuki era pasar bebas ASEAN, daya saing negara jelas sangat penting, kerangka hukum dan kebijakan persaingan yang mendorong dinamika persaingan di dalam negeri lebih intens lagi harus segera diimplementasikan.5 Ketua KPPU, Nawir Messi, menyatakan bahwa tujuan dari AEC akan menjadi mengerikan apabila tidak ditunjang dengan hukum persaingan yang mampu memberikan aturan main yang jelas secara global kepada seluruh pelaku usaha. Undang-undang persaingan usaha biasanya berlaku secara umum, yaitu berlaku terhadap seluruh sektor ekonomi dan terhadap seluruh pelaku usaha yang melakukan segala 3
R. Winantyo, et al., Sjamsul Arifin, et al., ed., Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015; Memperkuat Sinergi ASEAN di Tengah Kompetisi Global, (Jakarta:PT Elex Media Komputindo, 2008), hlm. 16 4
Kementerian Luar Negeri, Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community Blueprint), Direktorat Jenderal Kerja Sama ASEAN, Kementerian Luar Negeri RI, 2010, hlm. 8. 5
Komisi Pengawas Persaingan Usaha, “Menuju Pasar Bebas ASEAN”, Media Berkala Komisi Pengawas Persaingan Usaha, (2013), hlm. 7.
Ketentuan pengecualian dan..., Yustisia Ramadhani, FH UI, 2014
kegiatan ekonomi. Namun berdasarkan sistem nasional dan persyaratan konstitusi, beberapa sektor-sektor ‘sensitif’ atau pelaku-pelaku usaha tertentu mungkin secara penuh atau sebagian, akan dikecualikan dari penerapan undang-undang persaingan usaha, dimana hal ini disebut sebagai pengecualian (exclusion). Selain itu, undang-undang persaingan usaha dapat juga memberikan pembebasan (exemption) terhadap ketentuan-ketentuan khusus dalam undang-undang persaingan usaha.6 Penentuan tentang apa yang ditundukkan di bawah hukum persaingan usaha dan apa yang dikecualikan atau dibebaskan, merupakan kewenangan mutlak setiap negara.7 Dengan begitu, apa yang dibebaskan atau dikecualikan di suatu negara belum tentu diperlakukan sama pula di negara lain. Adanya perbedaan ketentuan pengecualian pada setiap negara, maka akan menghasilkan pula perbedaan perlakuan terhadap suatu pelaku usaha di satu negara dengan negara lainnya. Seperti misalnya pelaku usaha yang melakukan suatu perjanjian atau kegiatan, namun pada negara A pelaku usaha tersebut tidak di hukum karena tindakannya dikecualikan. Ketika tindakan yang serupa dilakukan di negara B, pelaku usaha tersebut dihukum karena dianggap melanggar undang-undang persaingan usaha.8 Dengan berlangsungnya ASEAN Economic Community (AEC), maka adanya perbedaan ketentuan hukum persaingan usaha pada negara-negara di ASEAN, menjadi penting untuk diperhatikan. Hal ini menjadi penting, karena ketika AEC berlangsung, maka semakin mudahnya pergerakan para pelaku usaha suatu negara untuk memasuki pasar pada negara ASEAN lainnya. Adanya perbedaan ketentuan pengecualian pada masing-masing negara ASEAN, dapat berpengaruh terhadap pergerakan para pelaku usaha tersebut. Sejauh ini, hanya lima negara ASEAN yang memiliki undang-undang persaingan usaha yang komprehensif, yaitu Indonesia, Thailand, Singapura, Vietnam, dan Malaysia. Maka dengan demikian, untuk mengetahui perbedaan ketentuan pengecualian di masingmasing negara ASEAN, dapat dilihat dari undang-undang persaingan usaha kelima negara tersebut. Bayu Krisnamurthi, mantan Wakil Menteri Perdagangan, menyatakan kebijakan persaingan merupakan bagian penting untuk mendukung perdagangan bebas dan meningkatkan daya saing suatu negara.9 6
ASEAN Secretariat. Handbook on Competition Policy and Law in ASEAN for Business 2013. (Jakarta: ASEAN Secretariat, 2013), hlm. 10 7
Siswanto, Op.Cit., hlm. 70.
8
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bpk. Mohammad Reza (Kepala Biro Hukum, Hubungan Masyarakat, dan Kerjasama; Komisi Pengawas Persaingan Usaha), Pada tanggal 20 Oktober 2014. 9
“Publik Kian Dilibatkan dalam Persaingan Usaha” http://nasional.kompas.com (16 November 2011). Diakses pada 28 Agustus 2014.
Ketentuan pengecualian dan..., Yustisia Ramadhani, FH UI, 2014
Untuk itu penelitian ini memiliki pokok permasalahan: 1) Bagaimanakah pengaturan ketentuan pengecualian dan pembebasan dalam undang-undang persaingan usaha Indonesia, Singapura, Thailand, Malaysia, dan Vietnam? ; 2) Bagaimanakah perbedaan yang terdapat dalam ketentuan pengecualian dan pembebasan yang diatur dalam undang-undang persaingan usaha Indonesia, Singapura, Thailand, Malaysia, dan Vietnam?
Tinjauan Teoritis Dalam tulisan ini, Penulis memberikan pengertian terhadap istilah-istilah yang digunakan sebagai berikut: 1.
ASEAN Economic Community adalah suatu konsep integrasi ekonomi yang dicanangkan Perdana Menteri Singapura, Goh Cok Tong yang di sepakati dalam Bali Concord II oleh pemimpin negara-negara anggota ASEAN yang bertujuan untuk menciptakan suatu komunitas ekonomi terintegrasi yang dapat menciptakan kondisi bagi arus barang, jasa, modal, investasi dan tenaga kerja yang terampil untuk mengalir dengan bebas.10
2.
Pengecualian (exception/exclusion) adalah dikecualikan dari atau tidak menyesuaikan terhadap penggolongan, prinsip, dan aturan umum yang berlaku. (terjemahan bebas penulis atas ‘excluded from or not conforming to a general class, principle, rule etc’11).
3.
Pembebasan (exemption) adalah dimaafkan atau dibebaskan dari beberapa kewajiban yang mana hal lainnya yang serupa adalah tetap menjadi subjek dari undang-undang. (terjemahan bebas penulis atas ‘excused or free from some obligation to which others are subject’12).
4.
Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang
10
ASEAN Economic Community Blueprint Preamble (2007), Association of South East Asian Nations.
11
R. Shyam Khemani, “Application of Competition Law: Exemptions and Exceptions”, United Nations Conference on Trade and Development (2002), hlm. 1 12
Ibid.,
Ketentuan pengecualian dan..., Yustisia Ramadhani, FH UI, 2014
dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.13 5.
Pasar adalah lembaga ekonomi dimana para pembeli dan penjual baik secara langsung maupun tidak langsung dapat melakukan transaksi perdagangan barang dan atau jasa.14
Metode Penelitian Suatu kegiatan ilmiah berupa penelitian harus didasarkan pada suatu metode ilmiah yang sistematis dan berdasarkan pemikiran-pemikiran tertentu. Maka dalam hal ini penelitian harus dilakukan secara sistematis berdasarkan metode ilmiah. Dalam penelitian ini, bentuk penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian yuridis-normatif.15 Penelitian yuridis-normatif adalah penelitian dengan menggunakan data sekunder yang meliputi bahan hukum primer dan sekunder yang didasarkan kepada studi kepustakaan dan peraturan perundang-undangan terkait.16 Bahan Pustaka yang dipergunakan adalah bahan pustaka yang berasal dari dalam negeri dan luar negeri untuk menunjang terutama landasan teori terhadap pengaturan mengenai Persaingan Usaha. Jenis Data yang dipergunakan oleh penulis adalah data sekunder, yakni data yang diperoleh dari studi kepustakaan.17 Dalam pengambilan data, penulis mengambil dari berbagai literature berupa buku teks, jurnal ilmiah, maupun informasi yang diperoleh dari publikasi oleh pemerintah. Adapun jenis bahan hukum yang dipergunakan adalah: 1. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mengikat masyarakat, terdiri dari: Undang-undang No 5 Tahun 1999 tentang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Singapore Competition Act 2004 (Chapter 50B), Trade Competition Act B.E. 2542 Tahun 1999, Malaysian Competition Act 2010, The Law on Competition (Law No. 27/2004). Competition Commission of Singapore Guideline; A Practical 13
Indonesia, Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, UU No. 5 Tahun 1999, LN No. 33 Tahun 1999, TLN No. 3817, Ps. 1 Ayat 6. 14
Ibid., Ps. 1 Ayat 9.
15
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia/UI-Press, 1996), cet. 3, hlm. 51. 16
Ibid.,
17
Ibid., hlm. 52.
Ketentuan pengecualian dan..., Yustisia Ramadhani, FH UI, 2014
Guide to the Competition Act, Guideline of CCS Section 34 Prohibition, Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Pasal 50 huruf h, Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 7 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 50 huruf d, Keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 89/KPPU/III/2009 tentang Pedoman Pasal 51, Keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 57/KPPU/ Kep/III/2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 50 huruf b, dan Keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 235/KPPU/ Kep/VII/2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 50 huruf a UU No. 5 Tahun 1999. 2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan yang merefleksikan penggunaan bahan hukum primer berupa buku, jurnal, makalah maupun artikel yang memuat pendapat ahli tentang masalah yang berkaitan dengan perbandingan ketentuan pengecualian dan pembebasan di Indonesia, Singapura, Thailand, Malaysia, dan Vietnam, serta kaitannya dengan berlangsungnya ASEAN Economic Community. 3. Bahan Hukum Tersier, yang menunjang bahan hukum primer dan sekunder berupa kamus, yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia, Black Law’s Dictionary, dan Oxford Dictionary. Sebagai alat pengumpulan data, penulis menggunakan alat pengumpulan data berupa studi dokumen dengan menelaah berbagai bahan kepustakaan dan wawancara yang dilakukan terhadap narasumber.18 Data yang ada dianalisis secara mendalam sehingga hasil dari penelitian ini bersifat deskriptif-analitis.19 Hasil ini memberikan gambaran secara lengkap terhadap permasalahan yang diteliti. Dalam hal ini penggambaran tersebut dilakukan dengan metode perbandingan, dimana perbandingan dilakukan terhadap ketentuan pengecualian dan pembebasan yang terdapat dalam undang-undang persaingan usaha Indonesia, Singapura, Thailand, Malaysia, dan Vietnam, yang dalam hal ini diasumsikan bahwa undang-undang persiangan usaha negara-negara tersebut merupakan hal sejenis untuk dibandingkan seiring dengan kesepakatan dibentuknya integrasi ekonomi ASEAN.
18
Ibid., hlm. 66.
19
Ibid., hlm. 69.
Ketentuan pengecualian dan..., Yustisia Ramadhani, FH UI, 2014
Hasil Penelitian Terdapat beberapa perbedaan yang ada antara satu negara dengan negara lainnya dalam memberikan pengecualian dan/atau pembebasan. Pertama, bahwa terdapat perbedaan dalam hal jumlah dan jenis kategori pengecualian dan/atau pembebasan yang diberikan. Kedua, bahwa terdapat perbedaan dalam hal memuat pengaturan ketentuan pengecualian dan/atau pembebasan, apakah secara eksplisit dalam undang-undang persaingan usaha, dalam pedoman komisi persaingan, atau dimuat secara implisit. Ketiga, bahwa terdapat perbedaan mengenai diaturnya pengecualian saja, diaturnya pengecualian dan pembebasan, atau diaturnya pembebasan saja. Keempat, bahwa terdapat perbedaan dalam hal adanya ketentuan pengecualian dan/atau pembebasan yang diatur secara rinci dan ada ketentuan yang tidak diatur secara rinci. Kelima, bahwa pada kategori pengecualian atau pembebasan yang serupa, pengaturan di suatu negara ada yang lebih luas mencakupnya dan ada yang lebih sempit. Keenam, bahwa terdapat perbedaan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar dapat diberikannya pengecualian dan/atau pembebasan. Berikut ini akan ditunjukkan kategori pengecualian dan/atau pembebasan yang diatur oleh masing-masing negara, sehingga dapat terlihat perbedaan yang terdapat pada masingmasing negara dalam hal pemberian pengecualian dan/atau pembebasan. Tabel 1. Kategori Pengecualian dan Pembebasan yang Berlaku pada Negara-negara ASEAN No
Subjek Pengecualian
Indonesia
Singapura
1.
Joint Venture
v
2.
Berdasarkan Hukum Tertulis
v
3.
Hak Atas Kekayaan Intelektual
v
4.
Waralaba
v
#
5.
Standar Teknis
v
v#
6.
Keagenan
v
#
7.
Penelitian dan Pengembangan
v
8.
Perjanjian/Hubungan Internasional
v
9.
Kegiatan Ekspor
v
10.
Usaha Kecil Menengah
v
11.
Koperasi
v
12.
Pemerintah dan/atau BUMN
v
Thailand
Malaysia
v
Vietnam
v
#
v
# v v v#
v v
v
v
Ketentuan pengecualian dan..., Yustisia Ramadhani, FH UI, 2014
v
13.
General Economic Interest
v
v
14.
Kebijakan Publik
v
15.
Diatur dalam Undangundang lain
v
16.
Kegiatan Tertentu
v
17.
Clearing House
v
18.
Perjanjian Vertikal
v
19.
Net Economic Benefit
v
20.
Merger tertentu
v
v
21.
Block Exemption
v
•
22.
Prinsip Solidaritas
v
23.
Collective Bargaining
v
#
# v
#
# v
v
•
Keterangan: v : Kategori pengecualian diatur secara eksplisit dalam undang-undang persaingan usaha. v# : Kategori pengecualian tidak diatur secara eksplisit dalam undang-undang persaingan usaha, namun diatur dalam pedoman otoritas persiangan usaha. # : Kategori pengecualian tidak diatur secara eksplisit dalam undang-undang persaingan usaha maupun pedoman otoritas persiangan usaha, namun subjek pengecualian tersebut diatur secara tidak langsung (seperti misalnya merupakan bagian dari pengecualian yang ada), atau hanya secara implisit diatur. • : Kategori pengecualian tidak diatur dalam undang-undang persaingan usaha, namun dapat ditemukan hal yang serupa dengan subjek pengecualian tersebut.
Pembahasan Pertama, bahwa terdapat perbedaan dalam hal jumlah dan jenis kategori pengecualian dan/atau pembebasan, dimana perbedaan jenis kategori dapat ditunjukkan dari tabel diatas. Bahwa tidak ada satupun jenis kategori pengecualian atau pembebasan, yang secara serentak diatur oleh kelima negara. Ada yang diatur oleh sebagian besar negara seperti Pemerintah dan/atau BUMN, ada yang diatur hanya oleh tiga negara, dua negara, bahkan ada yang hanya diatur oleh satu negara saja seperti prinsip solidaritas dan perjanjian vertikal. Perbedaan banyaknya kategori pengecualian yang terdapat dalam kebijakan persaingan usaha masing-
Ketentuan pengecualian dan..., Yustisia Ramadhani, FH UI, 2014
masing negara, berdasarkan atas kepentingan dari masing-masing negara tersebut yang berkaitan dengan sektor-sektor atau perjanjian dan/atau perbuatan yang dimaksud. Selain itu, hal ini akan kembali kepada apa yang sebenarnya menjadi alasan atau melatarbelakangi suatu pengecualian dan/atau pembebasan yang diberlakukan dalam area hukum persaingan usaha suatu negara. Di beberapa negara, hukum persaingan memiliki pengecualian untuk sejumlah perjanjian kerjasama antara perusahaan jika perjanjian dapat meningkatkan efisiensi ekonomi dan memotivasi pasar. Sebagai contoh, banyak negara memungkinkan perusahaan untuk bekerja sama di bidang penelitian dan pengembangan (R & D), pengembangan standar yang seragam terhadap suatu produk, untuk merangsang skala ekonomi dan mempromosikan kemajuan teknis dan teknologi yang membawa manfaat kepada konsumen dan seluruh perekonomian.20 Berdasarkan sistem nasional dan persyaratan konstitusi, beberapa sektorsektor ‘sensitif’, seperti mengedepankan sektor pertanian atau pelaku-pelaku usaha tertentu, seperti BUMN atau perusahaan yang bergerak dalam sektor kebijakan publik, mungkin secara penuh atau sebagian dikecualikan dari undang-undang persaingan usaha. Selain itu adanya pembebasan yang diberikan terhadap perjanjian yang sebenarnya menghalangi persiangan, namun karena mereka berkontribusi terhadap tujuan khusus nasional, seperti pengembangan teknis, kesejahteraan konsumen, lingkungan, dan pengembangan usaha kecil menengah, maka dapat dibebaskan dari tanggung jawab.21 Selain itu, alasan-alasan perlunya pengecualian dalam hukum persaingan, diberlakukan untuk sesuatu yang bersifat dan berhubungan dengan sarana publik atau karena ada kebutuhan yang mendasar terhadap pengaturan jenis kegiatan, pihak maupun industri tertentu yang menyangkut kepentingan umum yang apabila dihitung secara ekonomi, proses produksi yang dilakukan oleh satu perusahaan saja akan mampu mengurangi biaya produksi secara keseluruhan. Selain itu, perlindungan terhadap pihak yang lemah dalam proses persaingan yang sangat keras, yang dapat mengakibatkan sebagian pelaku usaha tersingkir dari proses persaingan.22 Hal-hal tersebutlah yang menjadi alasan dari sebagian besar pengecualian yang diberikan oleh negara-negara ASEAN. Mengenai perbedaan jumlah kategori, Indonesia memberikan pengecualian sebanyak 12 kategori, Singapura memberikan pengecualian/pembebasan sebanyak 16 kategori, 20
ASEAN, Review Report on Vietnam Competition Law, Op.Cit., hlm. 3.
21
ASEAN, Handbook on Competition Policy and Law in ASEAN for Business 2013, (Jakarta: ASEAN Secretariat, 2013), hlm. 10. 22
Ningrum Natasya Sirait, et.al., ed., Sebastian Pompe, et.al., Ikhtisar Ketentuan Hukum Persaingan Usaha, (Jakarta: The Indonesian Netherland National Legal Reform Program, 2010), hlm. 214.
Ketentuan pengecualian dan..., Yustisia Ramadhani, FH UI, 2014
Thailand memberikan pengecualian/pembebasan sebanyak 5 kategori, Malaysia memberikan pengecualian/pembebasan sebanyak 10 kategori, dan Vietnam memberikan pembebasan terhadap dua situasi yaitu pembebasan terhadap perjanjian tertentu dan konsentrasi pasar yang melebihi ambang batas, dengan memenuhi kategori selayaknya pengecualian/pembebasan negara lain sebanyak 7 kategori. Kedua, bahwa terdapat perbedaan dalam hal memuat pengaturan ketentuan pengecualian dan/atau pembebasan, dimana Indonesia mengatur seluruhnya secara eksplisit dalam undang-undang persaingan usahanya, Singapura mengatur secara eksplisit dalam undang-undang persaingan usahanya, dalam pedoman komisi persaingan (CCS Guideline), dan mengaturnya secara implisit, Thailand, Malaysia, dan Vietnam mengatur secara eksplisit dalam undang-undang persaingan usahanya dan mengaturnya secara implisit. Di Indonesia, pengecualian yang diberikan, seluruhnya disebutkan secara eksplisit dalam undang-undang persaingan usahanya. Tidak ada pengecualian dan/atau pembebasan yang diatur secara tersendiri dalam peraturan atau pedoman komisi pengawas persaingannya. Selain itu tidak ada pengecualian dan/atau pembebasan yang diberikan secara implisit selayaknya Singapura. Hal ini akan dirasa lebih baik, karena tidak akan membingungkan para pelaku usaha dalam mengetahui perjanjian-perjanjian dan/atau perbuatan-perbuatan yang seperti apa, yang dapat dikecualikan dari cakupan kebijakan persaingan suatu negara. Terlebih lagi dengan berlangsungnya AEC, para pelaku usaha baru yang datang dari berbagai negara akan secara lebih bebas mengisi persaingan pada pasar negara lain. Maka dirasa cukup sulit bagi para pelaku usaha pendatang, untuk mengetahui perjanjian dan/atau perbuatan yang dikecualikan dalam negara tersebut, apabila ketentuan perjanjian dan/atau perbuatan yang dikecualikan tidak diatur pada satu peraturan perundang-undangan atau tidak diatur secara komprehensif. Ketiga, bahwa terdapat perbedaan mengenai diaturnya pengecualian saja, diaturnya pengecualian dan pembebasan, atau diaturnya pembebasan saja, dimana Indonesia hanya mengatur mengenai ketentuan pengecualian. Di Indonesia, apabila pelaku usaha yang melakukan perjanjian dan/atau perbuatan yang sebenarnya dilarang namun memiliki alasan pembenar, dan ingin meminta pembebasan, maka akan dikembalikan lagi ke dalam pasal 50. Yaitu apakah perjanjian dan/atau perbuatan yang dilakukan beralasan atau berkaitan dengan hal-hal yang telah ditetapkan dalam pengecualian pasal 50.23 Sehingga tidak ada block exemption selayaknya Singapura dan Malaysia, atau pembebasan lainnya yang serupa dengan block exemption, selayaknya Thailand dan Vietnam. Singapura, Malaysia, dan Thailand 23
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bpk. Mohammad Reza (Kepala Biro Hukum, Hubungan Masyarakat, dan Kerjasama; Komisi Pengawas Persaingan Usaha), loc.cit.,
Ketentuan pengecualian dan..., Yustisia Ramadhani, FH UI, 2014
mengatur mengenai baik ketentuan pengecualian maupun pembebasan, dan Vietnam hanya mengatur mengenai ketentuan pembebasan. Hanya saja, alasan-alasan atau kategori yang harus dipenuhi untuk bisa mendapatkan pembebasan, seperti memenuhi kategori perjanjian untuk meningkatkan daya saing UKM, standar teknis, dan kegiatan ekspor, pada akhirnya akan sama saja dengan pengecualian yang diberikan pada negara-negara lain, seperti Indonesia. Keempat, bahwa terdapat perbedaan dalam hal adanya ketentuan yang diatur secara rinci dan tidak diatur secara rinci. Sebagai contoh yaitu kategori pengecualian yang diberikan terhadap perjanjian dan atau perbuatan yang dilaksanakan berdasarkan hukum tertulis, dimana Indonesia mengatur bahwa yang dapat dikecualikan adalah undang-undang atau peraturan dibawah undang-undang dengan delegasi undang-undang, Malaysia hanya menyebutnya dengan ‘legislative requirement’ , contoh mengenai pengecualian ini dimalaysia yaitu terhadap badan-badan profesional seperti the Board of Engineers sesuai dengan Notification of Scale of Fees for Housing Development Act 1997, dan Board of Architects sesuai dengan the Architects (Scale of Minimum Fees) Rules 1986,24 namun tidak ada ketentuan bahwa ‘rules’ yang dikecualikan harus dengan delegasi ‘act’, selayaknya indonesia. Berikutnya di Singapura menyebutnya dengan ‘legal requirement,’ dimana dalam the third schedule paragraph 3, yang dimaksud dengan legal requirement yaitu ‘written law’ . Sehingga hanya disebutkan pengecualian hanya diberikan berdasarkan ‘hukum tertulis’, dan belum ada ketentuan hukum tertulis seperti apa yang dapat dikecualikan. Contoh berikutnya yaitu pengecualian yang diberikan terhadap perjanjian yang menghasilkan Net Economic Benefit.25 Dimana di Singapura dan Malaysia hanya menyebutkan adanya manfaat ekonomi yang lebih besar, yang dihasilkan dari suatu perjanjian.26 Sedangkan di Vietnam, menyebutkan bahwa manfaat ekonomi yang lebih besar adalah manfaat terhadap konsumen. Kelima, bahwa pada kategori pengecualian yang serupa, pengaturan di suatu negara ada yang lebih luas mencakupnya dan ada yang lebih sempit. Sebagai contoh pemberian pengecualian/pembebasan terhadap usaha kecil menengah, dimana Indonesia hanya mengecualikan usaha kecil, sedangkan Vietnam dan Singapura membebaskan/ mengecualikan usaha kecil dan menengah. Contoh berikutnya yaitu pemberi pengecualian terhadap kegiatan ekspor, dimana di indonesia perjanjian dan perbuatan yang bertujuan ekspor dikecualikan 24
Caesar (Raslan Loong Advocate&Solicitor of Malaya), loc.cit.,
25
Net Economic Benefit atau Perjanjian dengan manfaat ekonomi bersih, yaitu terdapat manfaat ekonomi yang lebih besar dari pada efek negatif yang ditimbulkan pada persaingan. 26
Singapore Competition Act, the Third Schedule section 9.
Ketentuan pengecualian dan..., Yustisia Ramadhani, FH UI, 2014
secara keseluruhan (asalkan tidak mengganggu kebutuhan dalam negeri), sedangkan di Vietnam pengecualian terhadap ekspor hanya diberikan dalam kaitannya dengan konsentrasi ekonomi yang dihasilkan dari penggabungan perusahaan.27 Sehingga bukan kegiatan ekspor itu sendiri yang dikecualikan, namun penggabungan perusahaan yang melebihi ambang batas dengan alasan peningkatan ekspor yang dapat dibebaskan. Contoh selanjutnya yaitu pemberian pengecualian terhadap keagenan. Dimana di Indonesia keagenan yang dikecualikan hanyalah keagenan dalam arti sempit, serta ciri-ciri yang telah dibatasi.28 Sedangkan di Singapura tidak dibatasi pengertian dan ciri-cirinya, sehingga segala kegiatan keagenan adalah dikecualikan dari kebijakan persaingan Singapura. Contoh yang terakhir yaitu pemberian pengecualian terhadap penelitian dan pengembangan. Dimana di Indonesia mengaturnya secara sempit yaitu hanya mengecualikan penelitian saja, tidak seperti negaranegara lainnya yang mengecualikan penelitan dan pengembangan,29 seperti halnya Malaysia. Keenam, bahwa terdapat perbedaan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar dapat diberikannya pengecualian/pembebasan. Sebagai contoh pemberian pengecualian terhadap usaha kecil atau usaha kecil menengah, dimana indonesia memberikan pengecualian terhadap usaha kecil dengan adanya syarat yang harus dipenuhi berupa kriteria kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan,30 sedangkan Vietnam memberikan pengecualian terhadap usaha kecil menengah dengan syarat harus dipenuhinya berupa kriteria modal yang terdaftar dan rata-rata jumlah buruh pertahun yang telah ditentukan.31 Contoh berikutnya yaitu pemberian pengecualian terhadap perjanjian dalam rangka keagenen, dimana di Indonesia perjanjian keagenan yang dikecualiakan harus memenuhi ciri-ciri yang ditetapkan dalam Pedoman KPPU, sedangkan Singapura tidak mensyaratkan apapun terhadap perjanjian dalam rangka keagenan,
segala perjanjian dalam rangka keagenan dikecualikan tanpa syarat karena
termasuk sebagai perjanjian vertikal, yang mana perjanjian vertikal tidak dilarang pada undang-undang
persaingan
usaha
Singapura.
Contoh
berikutnya
yaitu
pemberian
pengecualian terhadap Koperasi, dimana di Indonesia mengecualikan Koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya, sedangkan di Thailand, koperasi dikecualikan 27
Vietnam Competition Law, article 19.
28
Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 7 Tahun 2010, tentang Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 50 huruf d tentang Pengecualian terhadap Perjanjian dalam Rangka Keagenan, hlm. 14. 29
Knud Hansen, et.al., Undang-undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Law Conserning the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Competition), cet. 2, (Jakarta: GTZ bekerjasama dengan PT. Katalis, 2002), hlm. 457. 30
Indonesia (c), Undang-undang tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, UU No. 20 Tahun 2008, LN No. 93 Tahun 2008, TLN No. 4866. 31
Decree 56/2009 / ND-CP, article 3.
Ketentuan pengecualian dan..., Yustisia Ramadhani, FH UI, 2014
dengan syarat bahwa koperasi lebih ditujukan untuk keuntungan dan kemanfaatan petani. Syarat yang berbeda juga terdapat dalam hal diberikannya pembebasan terhadap merger yang melanggar larangan merger dan pemberian pembebasan dalam block exemption.
Kesimpulan 1.
Ketentuan pengecualian yang diatur dalam undang-undang persaingan usaha Indonesia (Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat) secara eksplisit yaitu berjumlah dua belas kategori pengecualian, yang terdiri dari joint , bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan, hak atas kekayaan intelektual dan waralaba, penetapan standar teknis produk, keagenan, penelitian, perjanjian internasional yang telah diratifikasi, ekspor, pelaku usaha yang usaha kecil, koperasi, serta monopoli oleh pemerintah. Ketentuan pengecualian dan pembebasan yang diatur dalam undang-undang persaingan usaha Singapura (Singapore Competition Act 2004 (Chapter 50B)) secara eksplisit yaitu berjumlah dua belas kategori pengecualian dan pembebasan, yang terdiri dari pemerintah dan suatu badan yang ditentukan oleh undang-undang, kepentingan ekonomi umum, sesuai dengan persyaratan perundang-undangan, menghindari konflik dengan kewajiban internasional, kebijakan publik, diatur dalam undang-undang lain, aktivitas tertentu, clearing house, perjanjian vertikal, net economic benefit, pembebasan terhadap merger tertentu, pembebasan terhadap kategori perjanjian tertentu (block exemption). Selanjutnya pengecualian yang ditunjukkan dari Commission Competition of Singapore Guidelines. Pada CCS Guidelines menunjukkan bahwa kebijakan hukum persaingan usaha Singapura juga memberikan pengecualian terhadap usaha kecil dan menengah, penetapan standar teknis. Berikutnya terdapat pengecualian yang diberikan secara implisit, yaitu terhadap waralaba dan keagenan. Ketentuan pengecualian dan pembebasan yang diatur dalam undang-undang persaingan usaha Thailand (Trade Competition Act B.E. 2542 Tahun 1999) secara ekplisit yaitu berjumlah tiga kategori pengecualian dan pembebasan, yang terdiri dari pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara, kelompok petani dan koperasi, pembebasan terhadap perjanjian tertentu dan merger tertentu. Selain itu terdapat pengecualian yang diberikan secara implisit, yaitu pengecualian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan publik.
Ketentuan pengecualian dan..., Yustisia Ramadhani, FH UI, 2014
Ketentuan pengecualian dan pembebasan yang diatur dalam undang-undang persaingan usaha Malaysia (Malaysian Competition Act 2010) secara ekplisit yaitu berjumlah tujuh kategori pengecualian dan pembebasan, yang terdiri dari kegiatan pemerintah, prinsip solidaritas,
diatur
(individual/block
dalam
undang-undang
exemption),
sesuai
masing-masing
dengan
persyaratan
sektor,
pembebasan
perundang-undangan,
collective bargaining, kepentingan ekonomi umum. Selain itu juga terdapat pengecualian atau pembebasan yang diberikan secara implisit yaitu penetapan standar teknis, penelitian dan pengembangan, dan net economic benefit. Pada undang-undang persaingan usaha Vietnam (The Law on Competition (Law No. 27/2004)), tidak memberikan pengecualian terhadap perjanjian dan/atau perbuatan atau sektor tertentu, namun undang-undang ini memberikan pembebasan terhadap perjanjian tertentu dan konsentrasi pasar yang melebihi ambang batas. Dengan memenuhi kategori selayaknya pengecualian pada negara-negara lain, yang secara eksplisit diatur yaitu UKM, ekspor, standar teknis, merger tertentu, dan kategori perjanjian tertentu, serta secara implisit yaitu kebijakan publik dan net economic benefit. 2.
Bahwa berdasarkan analisis perbandingan kelima undang-undang persaingan usaha maka dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa perbedaan yaitu, pertama beberapa jenis kategori-kategori pengecualian atau pembebasan yang diatur, serta jumlah kategori pengecualian atau pembebasan yang diberikan oleh setiap negara, kedua Indonesia hanya mengatur mengenai pengecualian, Singapura, Malaysia, dan Thailand mengatur mengenai pengecualian maupun pembebasan, Vietnam hanya mengatur mengenai pembebasan, ketiga pengecualian di Indonesia seluruhnya disebutkan secara ekplisit dalam undang-undang persaingan usahanya, Singapura mengatur secara eksplisit dalam undang-undang persaingan usahanya dan mengatur pada pedoman komisi persaingan usahanya, serta mengatur secara implisit atau secara tidak langsung melalui pengecualian lain yang telah ada, Malaysia, Thailand, dan Vietnam mengatur secara eksplisit dalam undang-undang persaingan usahanya dan secara implisit atau secara tidak langsung melalui pengecualian lain yang telah ada, keempat latar belakang yang menjadikan adanya pengecualian atau pembebasan pada suatu negara, kelima adanya pengaturan pengecualian yang diatur secara rinci dan ada yang tidak diatur secara rinci, keenam dalam kategori pengecualian yang sama, pengaturan di suatu negara ada yang lebih luas mencakupnya, dan ada yang lebih sempit, ketujuh syarat-syarat yang harus dipenuhi, sehingga kategori tersebut dapat dikecualikan atau dibebaskan.
Ketentuan pengecualian dan..., Yustisia Ramadhani, FH UI, 2014
Saran Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian di atas, Penulis menyarankan bahwa Pemerintah serta komisi persaingan usaha setiap negara secara khusus membahas mengenai perbedaan pengecualian atau pembebasan, serta pembahasan mengenai diperlukannya harmonisasi atas ketentuan tersebut. Hal ini dimaksudkan agar tidak ada perbedaan perlakuan hukum terhadap para pelaku usaha dan tidak ada perbedaan hukum yang akan merugikan salah satu negara, dimana ASEAN akan berperan sebagai pasar tunggal. Selain itu perlu dibahas mengenai parameter dan rumusan yang jelas dalam hal pemberian pengecualian atau pembebasan, agar pelaku usaha tidak dibingungkan dengan ketentuan pengecualian atau pembebasan yang tersedia. Berikutnya terhadap Pelaku usaha, sebagai pihak yang sangat berkepentingan terhadap perkembangan praktek hukum persaingan usaha, khusunya pada kategori pengecualian dan pembebasan ini sebaiknya selalu memantau perkembangan harmonisasi hukum persaingan usaha agar lebih berhati-hati dalam melakukan usahanya ketika ASEAN Economic Community berlangsung, dengan melihat apakah usahanya termasuk dalam kategori yang dilarang atau justru dikecualikan/dibebaskan.
Daftar Referensi Buku ASEAN. (2007). ASEAN Economic Community Blueprint Preamble. Association of South East Asian Nations. ASEAN Secretariat. (2013). Handbook on Competition Policy and Law in ASEAN for Business 2013. Jakarta: ASEAN Secretariat. Hansen, Knud et.al. (2002). Undang-undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Law Conserning the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Competition) (cet. 2). Jakarta: GTZ bekerjasama dengan PT. Katalis. Luar Negeri, Kementerian. (2010). Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community Blueprint). Direktorat Jenderal Kerja Sama ASEAN, Kementerian Luar Negeri RI. Sirait, Ningrum Natasya, et.al., ed., Sebastian Pompe, et.al. (2010). Ikhtisar Ketentuan Hukum Persaingan Usaha. Jakarta: The Indonesian Netherland National Legal Reform Program. Soekanto, Soerjono. (1996). Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia/UIPress.
Ketentuan pengecualian dan..., Yustisia Ramadhani, FH UI, 2014
Tinbergen, Jan. (1954). International Economic Integration. Amsterdam: Elsevier. Winantyo, R, et al., Sjamsul Arifin, et al., ed. (2008). Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015; Memperkuat Sinergi ASEAN di Tengah Kompetisi Global. Jakarta:PT Elex Media Komputindo.
Artikel Khemani, R. Shyam. (2002). Application of Competition Law: Exemptions and Exceptions. United Nations Conference on Trade and Development. Komisi Pengawas Persaingan Usaha. (2013). Menuju Pasar Bebas ASEAN. Media Berkala Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Nur, Deswin Nur. (Edisi 15, 2009). Integrasi Ekonomi dan Kebijakan Persaingan di Asia Tenggara. Media Berkala Komisi Pengawas Persaingan Usaha.
Internet Publik Kian Dilibatkan dalam Persaingan Usaha. Diakses pada 28 Agustus, 2014 dari http://nasional.kompas.com (16 November 2011).
Wawancara Mohammad, Reza. (Kepala Biro Hukum, HubunganMasyarakat, dan Kerjasama; Komisi Pengawas Persaingan Usaha). Pada tanggal 20 Oktober 2014.
Peraturan Indonesia. Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, UU No. 5 Tahun 1999, LN No. 33 Tahun 1999, TLN No. 3817. _______. Undang-undang tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, UU No. 20 Tahun 2008, LN No. 93 Tahun 2008, TLN No. 4866. Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha tentang Pedoman Pasal 50 huruf h tentang Pelaku Usaha yang Tergolong Usaha Kecil. Peraturan No. 9 Tahun 2011. _______. Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha tentang Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 50 huruf d tentang Pengecualian terhadap Perjanjian dalam Rangka Keagenan. Peraturan No. 7 Tahun 2010. _______. Keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha tentang Pedoman Pasal 51 UU No. 5 Tahun 1999. Keputusan No. 89/KPPU/III/2009.
Ketentuan pengecualian dan..., Yustisia Ramadhani, FH UI, 2014
_______. Keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha tentang Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 50 huruf b UU No. 5 Tahun 1999. Keputusan No: 57/KPPU/ Kep/III/2009. _______. Keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha tentang Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 50 huruf a UU No. 5 Tahun 1999. Keputusan No: 235/KPPU/ Kep/VII/2008. Malaysia. Malaysian Competition Act 2010. Singapore. The Singapore Competition Act 2004 (Chapter 50B). Thailand. Trade Competition Act B.E. 2542 Tahun 1999. Vietnam. The Law on Competition (Law No. 27/2004).
Ketentuan pengecualian dan..., Yustisia Ramadhani, FH UI, 2014