Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Obligasi Subordinasi Dalam Hal Emiten Bank Dicabut Izin Usahanya (Studi Kasus Putusan Pengadilan Tinggi Nomor 213/ PDT/2013/PT.DKI jo. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 255/PDT.G/2008/PN.JKT.PST ) Evan Togar, Wenny Setiawati, Nadia Maulisa Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, Depok, 16424, Indonesia Email:
[email protected]
Abstrak Skripsi ini membahas mengenai perlindungan hukum bagi pemegang obligasi dalam hal emiten dicabut izin usahanya. Pada skripsi ini akan dibahas mengenai dua hal. Pertama, pembahasan mengenai perlindungan hukum kepada pemegang obligasi subordinasi dalam hal emiten bank dicabut izin usahanya. Kedua, pembahasan mengenai pertanggungjawaban wali amanat dalam hal emiten bank penerbit obligasi dicabut izin usahanya. Pembahasan ini akan dilakukan berdasarkan teori dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta kasus pengajuan gugatan ganti rugi terhadap PT. Bank Global Internasional Tbk., sebagai emiten yang terdapat dalam Putusan Pengadilan Tinggi Nomor 213/PDT/2013/PT.DKI jo. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 255/PDT.G/2008/PN.JKT.PST. Isu perlindungan pemegang obligasi subordinasi menjadi pusat perhatian bagi pemegang obligasi subordinasi dalam pencabutan izin usaha emiten. Aspek hukum perlindungan pemegang obligasi digolongkan menjadi tiga, yakni aspek hukum perlindungan pemegang obligasi subordinasi dalam proses likuidasi emiten, aspek hukum perlindungan pemegang obligasi subordinasi setelah emiten dilikuidasi, dan aspek hukum perlindungan melalui pengadilan.
The Protection of Bond Subordinate Holders in Bank as Bond Issuer’s Permit Were Revoked (Case Study High Court Decision NO. 213/PDT/2013/PT.DKI jo. District Court Decision NO. 255/PDT.G/2008/PN.JKT.PST) Abstract This thesis discusses about legal protection for the holders of bonds in terms of its business licence revoked issuers. This thesis focuses mainly on three issues. First, discussion of legal protection to holders of subordinated bonds in the event the issuer bank revoked permission for his efforts. Secondly, a discussion of trustee liability in terms of issuers of bonds issuing bank were revoked. This discussion will be conducted based on the theory and the applicable legislation, as well as cases of filing a lawsuit for damages against PT. Bank Global International Tbk., as issuers contained in High Court Decision Number 213/PDT/2013/PT.DKI jo. District Court Decision Number 255/PDT.G/2008/PN.JKT.PST. The issue of the protection of holders of subordinated bonds have become the center of attention for the holders of subordinated bonds in the revocation effort issuers. The legal aspects of the protection of the holders of the bonds are classified into three, namely, the legal aspects of the protection of holders of subordinated bonds in the process of liquidation of the issuer, the legal aspects of the protection of holders of subordinated bonds after issuers are liquidated, and legal aspects of protection through the courts. Keywords : Subordinated Bond Holders Protection, Issuing Bank Were Revoked, Trustee
Perlindungan Hukum..., Evan Tagor, FH UI, 2014
Pendahuluan Pasar modal mempunyai peranan yang sangat strategis sebagai roda penggerak pembangunan nasional yaitu untuk pembiayaan proyek-proyek pemerintah maupun proyek swasta. Pasar modal (capital market) mempertemukan pemilik dana (supplier of funds) dengan penggunaan dana (user of fund) untuk tujuan investasi jangka menengah dan panjang.1 Akhir-akhir ini sejak akhir dekade tahun 2000-an, pasar modal di Indonesia mulai berkembang pesat. Hal ini ditandai dengan pecahnya rekor Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ke level 3.643, 491 pada 25 Oktober 2010.2 Selain efek berupa saham tersebut, instrumen pasar modal yang sedang diminati oleh masyarakat adalah instrumen efek bersifat utang, yaitu obligasi. Statistik menunjukkan bahwa nilai penerbitan obligasi dari tahun ke tahun terus mengalami perkembangan. Pada tahun 2011 nilai penerbitan obligasi yang terdaftar di pasar modal berjumlah Rp. 260 Miliar, kemudian pada tahun 2012 meningkat menjadi Rp. 328 Miliar dan pada tahun berikutnya mengalami peningkatan hingga menjadi Rp. 385 Miliar. 3 Namun bukan berarti berinvestsi obligasi di pasar modal tidak berisiko, karena emiten dapat saja melakukan gagal bayar atas kewajibannya kepada pemegang obligasi (default). Gagal bayar yang dapat terjadi antara lain mencakup gagal bayar atas pokok pinjaman dan bunga. Untuk melindungi pemegang obligasi dari risiko gagal bayar ini, dalam proses penerbitan obligasi, penerbit obligasi wajib melibatkan pihak ketiga, yakni wali amanat, yang berfungsi mewakili kepentingan investor. Beberapa aspek menyangkut kegiatan wali amanat di pasar modal, di antaranya mencakup penyusunan kontrak perwaliamanatan dengan Emiten, monitoring Emiten atas pemenuhan kewajiban-kewajibannya, dan ketentuan lain dalam kontrak perwaliamanatan, penyampaian laporan dan keterbukaan informasi, penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO),
1
M.Irsan Nasarudin et.al., Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2008), hlm. 10.
2 http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/10/25/16165910/IHSG.Ciptakan.Rekor, dipublikasikan pada website kompas.com pada tanggal 25 Oktober 2010, diunduh pada tanggal 8 Maret 2014. 3
Otoritas Jasa Keuangan, Statistik Pasar Modal,(Jakarta : 2013), hlm. 2
Perlindungan Hukum..., Evan Tagor, FH UI, 2014
serta pelaksanaan pelaksanaan keputusan RUPO.4 Berdasarkan Pasal 50 UU No.8 Tahun 1995 menyebutkan bahwa kegiatan usaha wali amanat dapat dilakukan oleh bank umum dan pihak lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah, namun bukan berarti semua bank umum dapat menjadi wali amanat, melainkan hanya bank yang telah terdaftar di Bapepam-LK5. Masalah perlindungan hukum pemegang obligasi dalam pencabutan izin usaha tidak sesederhana yang dirumuskan sebelumnya. Hal ini disebabkan banyak aspek yang dapat dikaji terkait isu ini, mengingat investor obligasi di pasar modal merupakan investor publik dan emitennya merupakan bank yang mempunyai fungsi sebagai financial intermediary6, hal ini ditakutkan akan memberi dampak negatif bagi kondisi pasar modal dan perbankan. Adanya pengaturan mengenai perlindungan kepentingan pemegang obligasi ketika emiten dilikuidasi, tidak menjamin pembayaran terhadap hak-hak pemegang obligasi akan dapat melaksanakan perlindungan tersebut dengan baik. Hal ini dapat disebabkan oleh tidak adanya suatu pengaturan atau tolok ukur komprehensif dan terpadu yang mengakomodir segala aspek terkait permasalahan ini. Dalam pelaksanaannya, dapat saja terjadi kesalahan penerapan perlindungan pemegang obligasi dalam pencabutan izin usaha emiten berupa bank. Kesalahan ini dapat dilakukan baik oleh pihak pemegang obligasi itu sendiri, emiten, wali amanat, Bapepam-LK (sekarang OJK), maupun pihak-pihak lainnya Contoh dari adanya keasalahan dalam penerapan perlindungan pemegang obligasi, terdapat dalam kasus pengajuan gugatan oleh PT. Insightment Investment, PT. Insightment Investment Management, Dana Pensiun Perumnas dan Dana Pensiun Krakatau Steel, selaku pemegang obligasi subordinasi kepada PT. Bank Global Tbk., sebagai emiten. Singkat mengenai kasus posisinya adalah sebagai berikut, PT. Bank Global Internasional Tbk, menerbitkan dan menawarkan Obligasi Subordinasi I Bank Global tahun 2003 dengan Tingkat Bunga Tetap dan Mengambang (selanjutnya disebut “Obligasi Subordinasi Bank Global”) kepada masyarakat untuk dijadikan modal pelengkap. Dua tahun setelah emisi, kondisi keuangan PT. Bank Global Internasional Tbk., pun anjlok. Lantas Bank Indonesia mencabut izin usaha PT. Bank Global 4
Tim Studi Perwaliamanatan di Pasar Modal Indonesia, Studi Tentang Perwaliamanatan di Indonesia, (Jakarta : Bapepam LK, 2009), hlm.ii. 5
Indonesia, Undang-Undang tentang Pasar Modal, No. 8 Tahun 1995, LN. 64 Tahun 1995, Pasal 50 Ayat 2
6 Usman, Rachmadi, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Indonesia, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm.59.
Perlindungan Hukum..., Evan Tagor, FH UI, 2014
Internasional Tbk. Hal penting yang perlu disoroti dalam kasus ini adalah wali amanat tidak melaksanakan tugasnya dengan baik, yaitu tidak mengawasi emiten dalam pelaksanaan pembayaran obligasi. Namun dalam putusan disebutkan bahwa wali amanat telah melaksanakan tugasnya secara profesional dan tidak dihukum untuk ganti rugi.7 Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan, maka terdapat beberapa pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian, yaitu: 1. Bagaimana perlindungan hukum kepada pemegang obligasi subordinasi dalam hal emiten bank dicabut izin usahanya? 2. Bagaimana pertanggungjawaban wali amanat dalam hal emiten bank penerbit obligasi subordinasi dicabut izin usahanya? Berdasarkan latar belakang serta pokok permasalahan di atas, maka tujuan dari pembahasan dalam peneltian ini adalah sebagai berikut: 1. Menjelaskan perlindungan hukum kepada pemegang obligasi subordinasi dalam hal emiten bank dicabut izin usahanya. 2. Menjelaskan pertanggungjawaban wali amanat dalam hal emiten bank penerbit obligasi dicabut izin usahanya.
Metode Penelitian Metode yang akan digunakan adalah penelitian yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah penelitian yang hanya dilakukan dengan cara meneliti terhadap asas-asas yang tertulis.8 Penelitian dilakukan dengan cara penelitiaan kepustakaan., yaitu dengan menginventarisasi dan analisis bahan-bahan pustaka yang dijadikan referensi dalam penelitian ini. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier sebagai berikut: 7 Hukum Online, Bank Global Digugat Ratusan Miliar, (Artikel, 3 Juli, 2007), http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol17075/bank-global-digugat-ratusan-miliar-rupiah, diakses pada tanggal 3 Februari 2014. 8 Sri Mamudji et.al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hal. 22.
Perlindungan Hukum..., Evan Tagor, FH UI, 2014
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, berupa peraturan perundang-undangan Indonesia KUHPER, UUPT, UUPM, dan Peraturan Pemerintah tentang Likuidasi . b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang berkaitan dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa, memahami, dan menjelaskan bahan hukum primer, antara lain buku-buku penunjang seperti Aspek Hukum Pasar Modal di Indonesia, hasilhasil penelitian hukum, hasil-hasil karya (ilmiah) dari kalangan hukum, penelusuran internet, surat kabar, makalah, dan sebagainya. c. Bahan Hukum tersier atau bahan hukum penunjang, mencakup bahan-bahan primer, sekunder dan tersier (penunjang) di luar bidang hukum, misalnya kamus. Metode analisis data yang digunakan adalah kualitatif yaitu mendalami makna di balik data yang diperoleh dan yang diteliti atau dipelajari adalah objek penelitian yang utuh.9 Pembahasan Dalam kamus hukum Sudarsono, obligasi mempunyai dua pengertian, yaitu: surat pinjaman dengan bunga tertentu dari pemerintah yang dapat diperdagangkan atau diperjualbelikan; atau surat utang berjangka (waktu) lebih dari satu tahun dan memiliki suku bunga tertentu, di mana surat tersebut dikeluarkan oleh perusahaan untuk menarik dana dari masyarakat guna menutup pembiayaan perusahaan. Dalam UUPM tidak terdapat definisi obligasi secara eksplisit, tetapi juga terdapat kata “obligasi” pada Pasal 1 butir 5, Penjelasan Pasal 21 ayat (3), Pasal 24 ayat (1), dan Penjelasan Pasal 25 ayat (1), di mana intinya bahwa obligasi termasuk salah satu jenis efek. Pengertian obligasi subordinasi atau utang subordinasi yaitu obligasi atau surat utang yang pemiliknya mempunyai tagihan atau klaim pada aktiva-aktiva suatu perusahaan hanya setelah tagihan pemilik utang senior dilunasi. Hal tersebut dapat disebut juga junior debt.10 Pengertian obligasi subordinasi yang lain adalah obligasi yang mempunyai hak klaim lebih rendah daripada obligasi umum (senior debt) yang merupakan jenis instrumen yang diterbitkan terutama oleh
9
Ibid., hal. 67. Ibid.,
10
Perlindungan Hukum..., Evan Tagor, FH UI, 2014
lembaga perbankan dengan tujuan meningkatkan kualitas CAR (capital adequancy ratio).11 Dengan menerbitkan obligasi subordinasi dalam laporan keuangan bank tersebut obligasi ini akan dikelompokkan dalam modal pelengkap di struktur permodalannya, sehingga secara langsung akan dapat meningkatkan posisi penghitungan rasio kecukupan modalnya. Pengaturan mengenai obligasi subordinasi terdapat dalam Peraturan Bank Indonesia No.10/15/PBI/2008 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum (selanjutnya disebut PBI 10/2008). Di dalam PBI 10/2008 menyatakan bahwa obligasi subordinasi merupakan sebagai salah satu komponen modal bank. Menurut Pasal 17 ayat (1) PBI 10/2008 beserta penjelasannya, obligasi subordinasi adalah termasuk dalam kategori modal pelengkap level bawah (lower tier 2). Obligasi subordinasi merupakan suatu jenis obligasi yang tidak dijamin dengan kekayaan penerbitnya berdasarkan titel umum atau dengan earning power penerbitnya. Dalam Black’s Law Dictionary, obligasi tanpa jaminan ini disebut sebagai debenture yaitu “a bond or long-term loan not separately backed or secure by specific assets”. Obligasi ini sebenarnya tidak berarti sama sekali tanpa jaminan, tetapi merupakan obligasi yang tidak dijamin dengan kekayaan tertentu, sebab pada prinsipnya setiap hutang penerbit dijamin dengan seluruh kekayaan penerbit. Pengaturannya mengikuti ketentuan-ketentuan mengenai surat berharga yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Menurut Pasal 1319 KUHPer, semua perjanjian baik bernama maupun tidak bernama tunduk pada ketentuan-ketentuan umum tersebut ialah perjanjian-perjanjian yang diatur dalam KUHD, selama KUHD tidak mengatur lain. Dalam KUHD (lex spesialis KUHPer) diatur secara khusus tentang hukum surat-surat berharga.12 Apabila tidak terdapat pengaturan mengenai surat berharga dalam KUHD, berlaku ketentuan-ketentuan yang termuat dalam KUHPer. Begitu juga apabila terdapat hal yang sudah diatur secara khusus dalam KUHD, ketentuan dalam KUHPer
11
Yuri Adlina, Tinjauan Obligasi Subordinasi Sebagai Alternatif Pembiayaan Perbankan Serta Perlindungan Hukum Terhadap Investor Obligasi Subordinasi, (Skripsi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 2007), hal.34. 12 Abdulkadir Muhammad, Hukum Dagang tentang Surat Berharga, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2013), hlm. 2.
Perlindungan Hukum..., Evan Tagor, FH UI, 2014
tentang hal yang sama tidak perlu diperlakukan lagi.13 Sampai saat ini belum terdapat peraturan perundang-undangan yang secara komprehensif mengatur tentang obligasi. Dalam melakukan penerbitan suatu obligasi, tidak terlepas dari beberapa pihak yang berperan dalam penerbitan obligasi tersebut, antara lain : (1) Emiten (Issuer) merupakan suatu perusahaan yang menjadi aktor utama yang bermaksud menerbitkan suatu obligasi, (2) Wali Amanat dalam penerbitan obligasi dikenal lembaga wali amanat (trustee). Lembaga ini merupakan lembaga khusus yang harus ada dalam setiap penerbitan efek bersifat utang seperti obligasi dan (3) bursa efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan system dan atau sarana unutk mempertemukan penawaran jual beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek di antara mereka. Telah disebutkan bahwa pengaturan mengenai obligasi berkaitan erat dengan ketentuan mengenai perjanjian yang terdapat dalam Buku III KUHPer. Mengenai berakhirnya obligasi, kiranya dapat dipersamakan dengan berakhirnya perjanjiannya yang disebabkan oleh hal-hal yang tercantum dalam Pasal 1381 KUHPer. Beberapa hal yang menyebabkan berakhirnya perjanjian adalah sebagai berikut :14 i.
Ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak Suatu perjanjian berakhir pada saat yang telah ditentukan oleh para pihak.
ii.
Undang-undang telah menetapkan batas waktu berlakunya suatu perjanjian Misalnya menurut Pasal 1066 ayat (3) KUHPer bahwa ahli waris dapat mengadakan perjanjian untuk selama waktu tertentu tidak melakukan pemisahan harta selama jangka waktu tertentu hanya mengikat selama lima (5) tahun.
iii.
Para pihak atau undang-undang dapat menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa tertentu maka perjanjian akan hapus . Beberapa contohnya adalah : a.
Pada pasal 1603 KUHPer menentukan bahwa perjanjian kerja berakhir bilamana meninggalnya si buruh
13 Abdulkadir Muhammad, Hukum Dagang tentang Surat Berharga, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2013), hlm. 3. 14
Setiawan R, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian, (Bandung : Bina Cipta, 2007), hlm. 34.
Perlindungan Hukum..., Evan Tagor, FH UI, 2014
b.
Pada pasal 1646 KUHPer menentukan salah satu sebab berakhirnya suatu perjanjian persekutuann : (1) dengan musnahnya barang atau diselesaikannya perbuatan yang menjadi pokok persekutuan, (2) jika salah satu seorang sekutu meninggal atau di bawah pengampuan, atau dinyatakan pailit, (3) pernyataan menghentikan perjanjian (opzegging), (4) perjanjian berakhir karena putusan hakim, (5) tujuan telah tercapai, dan (6) kesepakatan para pihak untuk mengakhiri perjanjian.
Likuidasi bank merupakan tindakan penyelesaian seluruh hak dan kewajiban bank sebagai pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank,15 Bank dalam likuidasi masih tetap eksis dan masih merupakan badan hukum, tetapi dijalankan oleh likuidatornya atau oleh pihak yang ditunjuk oleh likuidator. Bank tersebut tetap berjalan dan tidak boleh menjalankan bisnis baru, tetapi sekadar menyelesaikan tugas-tugasnya dalam rangka proses pemberesan dan likuidasi tersebut. Bisnis pada prinsipnya berhenti, tetapi dapat saja dilanjukan jika dianggap menguntungkan bagi perseroan sambil membereskan perusahaan tersebut.16 Jadi yang merupakan konsekuensi hukum dari penempatan bank dalam likuidasi, antara lain sebagai berikut:17 i. Yang paling pokok adalah bahwa bisnis dari perusahaan tersebut dihentikan ii. Semua kekuasaan direksi beralih kepada tim likuidasi iii. Kekuasaan komisaris dibekukan iv. Kekuasaan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dibekukan, khal laporan terakhir dari likuidator, yang memang harus diberikan kepada RUPS v. Perusahaan tetap jalan sejauh untuk kepentingan pemberesan dan pembubarannya saja vi. Perusahaan tidak dapat lagi mengubah status asetnya, kecuali yang dilakukan oleh likuidator dalam rangka pemberesan vii. Menjadi restriksi terhadap kekuasaan kredtiornya untuk memroses dengan proses hukum lainnya.
15 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran, dan Likuidasi Bank, Nomor 25 Tahun 1999, LN. No. 52 Tahun 1999, TLN. 3831, Pasal 1angka 4. 16
Munir Fuady, Perseroan Terbatas : Paradigma Baru, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. 185.
17
Ibid., hlm.186.
Perlindungan Hukum..., Evan Tagor, FH UI, 2014
Lalu terkait dengan kedudukan dan peran wali amanat dalam pencabutan izin usaha emiten, terdapat beberapa poin penting yang dapat ditarik berdasarkan uraian sebelumnya, yakni: i. Wali amanat memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk sebaik- baiknya menjalani kewajibannya sebagai wakil investor pemegang obligasi ii. Wali amanat bertanggung jawab untuk berusaha menjamin pelaksanaan pemenuhan hak-hak dari pemegang obligasi atas obligasi yang diterbitkan emiten iii. Wali amanat merupakan satu-satu pihak yang berwenang mewakili kepentingan investor pemegang obligasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pasar Modal. iv. Wali amanat memiliki kedudukan secara hukum mewakili kepentingan investor baik di dalam maupun di luar pengadilan. Selanjutnya akan dijelaskan terkait dengan kedudukan wali amanat dalam pencabutan izin usaha emiten. Pemegang obligasi merupakan kreditur dalam kaitannya dengan emiten. Kemudian berdasarkan Pasal 51 ayat 2 UUPM, wali amanat mewakili kepentingan pemegang obligasi baik di dalam maupun di luar pengadilan. Wali amanat menjadi kuasa dari pemegang obligasi berdasarkan undang-undang. Karena peran wali amanat sebagai kuasa dari pemegang obligasi, maka wali amanat menjadi garda terdepan dalam perlindungan pemegang obligasi. Semua perbuatan hukum dan hubungan hukum dengan emiten dalam konteks obligasi yang bersangkutan haruslah demi kepentingan pemegang obligasi. Pemegang obligasi adalah kreditur bagi emiten, sebab perikatan dasar dari penerbitan obligasi itu sendiri adalah utang-piutang. Akan tetapi mengingat kedudukan Pemegang obligasi yang telah terwakilkan oleh wali amanat, maka wali amanatlah yang berperan sebagai wakil dari pemegang obligasi selaku kreditur dalam pencabutan izin usaha emiten. Berdasarkan hubungan perwaliamanatan yang dibentuk melalui kontrak perwaliamanatan, maka wali amanat berwenang dan berkewajiban untuk mewakili kepentingan pemegang obligasi, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Tindakan yang dapat dilakukan oleh wali amanat secara mendasar sama dengan tindakan-tindakan yang dapat dilakukan oleh kreditur pada umumnya, yang membatasinya adalah kedudukan wali amanat sebagai wakil dari pemegang obligasi. Jadi tindakan-tindakan yang dapat dilakukan oleh wali amanat tersebut harus semata-mata demi kepentingan investor pemegang obligasi dan juga mencerminkan keinginan dari para pemegang
Perlindungan Hukum..., Evan Tagor, FH UI, 2014
obligasi yang ditentukan melalui Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO). Beberapa poin penting terkait kedudukan wali amanat terkait dengan pencabutan izin usaha emiten adalah: 1. Seketika mengetahui informasi adanya informasi mengenai kondisi keuangan emiten yang tidak normal maka wali amanat wajib menginformasikan kepada investor pemegang obligasi dan menggelar Rapat Umum Obliagasi terkait dengan adanya informasi tentang keadaan emiten tersebut. 2. Wali Amanat selaku perwakilan dan kuasa dari para investor (kreditur dalam likuidasi) wajib melakukan tindakan demi kepentingan investor pemegang obligasi, baik di luar pengadilan, maupun di luar pengadilan. Hal ini berarti wali amanat juga mengurusi segala tindakan terkait dengan pemberesan “utang” emiten kepada pemegang obligasi. 3. Mengadmisnitrasikan segala informasi, dan dokumen-dokumen yang penting terkait dengan pencabutan izin usaha emiten dan obligasi yang menjadi kepentingan pemegang obligasi. 4. Menjadi agen pembayaran kepada investor dalam hal telah adanya proses pemberesan harta tersebut dapat membayar, baik untuk sebagian maupun keseluruhan, kewajiban utang yang terdapat dalam obligasi. Penting untuk diketahui dalam KUHPer juga terdapat sebab-sebab yang dapat mengakhiri perjanjian. Bila hal ini dikaitkan dengan adanya pencabutan izin usaha ada beberapa kondisi yang harus diteliti lebih lanjut : i.
Dalam proses likuidasi Likuidasi berarti pembubaran, penghapusan, penghentian, dan atau pemberesan.18 Yang dimaksud likuidasi perusahaan adalah suatu tindakan untuk membubarkan, menutup, dan menghentikan semua kegiatan dari suatu perusahaan dan membereskannya serta membagi-bagikan aktiva tersebut
18 Muyassarotussolichah, Aspek Hukum Likuidasi Bank di Indonesia Pra Lembaga Penjamin Simpanan, (Yogyakarta : LinkSAS, 2005), hlm. 31.
Perlindungan Hukum..., Evan Tagor, FH UI, 2014
kepada pihak kreditur dan pemegang saham.19 Menurut Pasal 16 Peraturan Pemerintah Likuidasi, likuidasi bank dilakukan dengan cara :20 a. Pencairan harta dan/atau penagihan piutang kepada para debitor, kemudian dari hasil pencairan harta dan/atau penagihan tersebut melakukan pembayaran kewajiban bank kepada para kreditornya, atau b.Pengalihan seluruh harta dan kewajiban bank kepada pihak lain yang disetujui Bank Indonesia. Emiten bank yang dilikuidasi masih tetap eksis dan masih merupakan badan hukum, tetapi dijalankan oleh likuidatornya atau oleh pihak yang ditunjuk oleh likuidator. Bank tersebut tetap berjalan dan tidak boleh menjalankan bisnis baru, tetapi sekadar menyelesaikan tugas-tugasnya dalam rangka proses pemberesan dan likuidasi tersebut. Bila dilihat dari segi hukum perjanjian, perjanjian masih tetap ada dan mengikat para pihak untuk melaksanakan prestasi. Dalam hal ini pemegang obligasi memiliki hak pemenuhan atas titelnya sebagai kreditur terhadap emiten. ii.
Ketika proses likuidasi telah selesai Akibat dari dicabutnya izin usaha bank adalah bank tersebut harus melakukan likuidasi dan pembubaran badan hukum bank.21 Dalam kondisi ini badan hukum emiten bank dianggap telah “mati”. Konsekwensinya adalah bank yang bersangkutan sudah tidak dapat melakukan perbuatan hukum karena karena bukan merupakan obyek hukum. Bila ditinjau dari segi hukum perjanjian, perjanjian pinjam-meminjam yang menjadi perikatan dasar obligasi pun ikut berakhir.
Kewajiban emiten sebagai debitur adalah membayar utang pokok beserta bunga obligasi kepada pemegang obligasi subordinasi. Tentu dalam hal terjadinya pencabutan izin usaha emiten pemegang obligasi subordinasi berkedudukan sebagai kreditur. Menurut pendapat Hafzan Taher, 19
Munir Fuady, op.cit., hlm. 87. Sugiarto, Kepailitan Bank Dalam Likuidasi, (Depok, 2012), hlm. 21. Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran, dan Likuidasi Bank, Nomor 25 Tahun 1999, LN. No. 52 Tahun 1999, TLN. 3831, Pasal 1angka 4. 20 21
Perlindungan Hukum..., Evan Tagor, FH UI, 2014
mengingat obligasi subordinasi sebagai utang junior yang disubordinasikan dengan senior debt,pemegang obligasi subordinasi memiliki kedudukan di bawah kreditur konkuren atau disamakan dengan para pemilik saham.22Posisi pemegang obligasi subordinasi memiliki kedudukan lebih rendah dari kreditur konkuren. Namun pemegang obligasi subordinasi tetap memiliki hak atas pembayaran oleh emiten sebagai kreditur. Apabila terjadi pencabutan izin usaha emiten bank, pemegang obligasi subordinasi memiliki hak atas pembayaran utang pokok beserta bunganya dengan mengikuti urutan pembagian hasil penjualan aset sebagai berikut : i. Gaji pegawai yang terutang i. Biaya perkara di pengadilan ii. Biaya lelang yang terhutang iii. Pajak yang terhutang, yang berupa pajak bank dan pajak yang dipungut oleh bank selaku pemotong/pemungut pajak iv. Biaya kantor v. Nasabah penyimpan dana vi. Kreditor lainnya (Lihat Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/53/KEP/DIR/1999 Tahun 1999) Pemegang obligasi subordinasi tidak mempunyai keistimewaan sehingga kedudukannya berada di urutan yang paling bawah. Dengan demikian, pemegang obligasi subordinasi memiliki kedudukan yang lebih lemah daripada investor pemegang obligasi (senior debt) dengan jaminan maupun tanpa jaminan, dalam hal prioritas pembayaran utang dari harta emiten bank yang dicabut izin usahanya. Kasus yang dianalisis ialah perkara antara PT. Insight Invesments, PT. Insight Invesments Management, Dana Pensiun Perumnas, dan Dana Pensiun Krakatau Steel membeli obligasi subordinasi yang diterbitkan oleh PT. Bank Global Internasional Tbk, dimana Bank CIMB Niaga sebagai wali amanat. PT. Insight Invesments, PT. Insight Invesments Management, Dana Pensiun Perumnas, dan Dana Pensiun Krakatau Steel membeli obligasi subordinasi yang diterbitkan oleh PT. Bank Global Internasional Tbk dicabut izin usahanya disebabkan oleh 22 Wawancara pribadi penulis dengan Partner Soemadipradja dan Taher Advocates, di Kantor Soemadipradja dan Taher Advocates, Wisma GKBI, level 9, JL. Jenderal Sudirman No. 28, 10210, tanggal 25 Juni 2014.
Perlindungan Hukum..., Evan Tagor, FH UI, 2014
kondisi keuangan bank tersebut tidak sehat. CIMB Niaga sebagai wali amanat juga tidak menjalankan tugasnya sebagaimana mestinya yang diamanatkan oleh undang-undang.
Wali amanat sebagai perwakilan pemegang obligasi subordinasi baik di dalam maupun di luar pengadilan tetap menjalankan perannya sebagaimana yang tertuang dalam perjanjian perwaliamanatan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam kasus pengajuan gugatan oleh PT. Insightment Investment, PT. Insightment Investment Management, Dana
EVAN 8/14/14 6:12 PM Comment [1]: kesimpulan 4
Pensiun Perumnas dan Dana Pensiun Krakatau Steel, selaku pemegang obligasi subordinasi kepada PT. Bank Global Tbk., sebagai emiten, bisa dikatakan hakim kurang mempertimbangkan gugatan terhadap wali amanat secara cermat. Berkenaan dengan tugasnya tersebut, wali amanat wajib melaporkan kepada Bapepam-LK paling lambat dua hari kerja setelah ditemukan adanya indikasi kelalaian emiten sebagaimana dalam kontrak perwaliamanatan dan peraturan ini.23 Walaupun pada tahap ini tugas wali amanat hanya sebatas dan mengawasi dan monitor namun bukan berarti tanpa resiko, apabila wali amanat lalai maka wali amanat wajib bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi kepada pemegang obligasi karena kelalaian dalam pelaksanaan tugasnya.24 Dalam uraian di atas disebutkan bahwa salah satu tugas wali amanat adalah untuk mengadakan RUPO. RUPO dapat dianalogikan dengan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).25 Dalam RUPO, wali amanat akan menyampaikan laporan mengenai hal-hal penting terkait dengan emiten yang dicabut izin usahanya. Kemudian wali amanat akan bertindak sebagai penyelenggara sekaligus pemimpin dalam RUPO yang dihadiri oleh minimal 2/3 dari jumlah seluruh pemegang obligasi, dan diputuskan oleh paling sedikit ½ dari peserta yang hadir. Keputusan dalam RUPO tersebut akan menjadi legitimasi bagi wali amanat dalam melakukan berbagai tindakan atas nama pemegang obligasi dalam mengurus segala aspek terkait yang menjadi kepentingan pemegang obligasi. RUPO memiliki kedudukan yang penting untuk 23
Bapepam-LK, Peraturan Nomor VI.C.4, angka 2 huruf e
24
Bapepam-LK, Peraturan Nomor VI.C.4, angka 2 huruf d
25
Milasari Rokayah, Peranan Wali Amanat, (Tesis Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia),
hlm. 59.
Perlindungan Hukum..., Evan Tagor, FH UI, 2014
EVAN 8/14/14 6:13 PM Comment [2]: kesimpulan 5 udah mulai bahas putusan tntg wali amanat
melindungi kepentingan pemegang obligasi dalam hal terjadinya pencabutan izin usaha emiten. Putusan RUPO yang berisikan perintah untuk wali amanat melakukan tindakan dalam rangka mewakili investor pemegang obligasi dalam menuntut piutang kepada pihak emiten dalam proses pemberesan perusahaan merupakan sebuah legitimasi yang memberikan legal standing kepada wali amanat dalam melakukan tindakan-tindakan penuntutan piutang dalam proses pemberesan kepada emiten maupun tim likuidasi. RUPO berkedudukan sebagai penentu langkah-langkah yang harus dilakukan oleh wali amanat, sekaligus sebagai dasar legitimasi bagi wali amanat dalam melakukan upaya memperjuangkan hak dari pemegang obligasi.Dengan demikian dalam kaitannya dengan pencabutan izin usaha emiten, wali amanat memegang peranan penting dalam upaya perlindungan investor pemegang obligasi. Aspek hukum perlindungan pemegang obligasi subordinasi dalam proses likuidasi emiten terdiri dari : 1)
Hak Pemegang Obligasi Subordinasi dalam Pencocokan Utang
Akibat dari dicabutnya izin usaha emiten bank adalah likuidasi, yaitu merupakan pemberesan, penghentian semua kegiatan dari suatu perusahaan dan membereskannya serta membagi-bagikan aktiva tersebut kepada pihak kreditur dan pemegang saham. Proses likuidasi yang dilakukan terhadap suatu bank harus mengikutsertakan Tim Likuidasi untuk melakukan proses likuidasi tersebut. Tim Likuidasi adalah tim yang bertugas melakukan likuidasi bank yang dicabut izin usahanya26. Sebelum dilakukannya pemberesan dan pembubaran terhadap badan hukum bank akan dibentuklah likuidasi
yang
dapat
dibentuk
berdasarkan
hasil
tim
RUPS ataupun penetapan
Pengadilan. Pasal 25 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/53/KEP/DIR/1999 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank Umum (SKBI No.32 Tahun 1999) menyebutkan mengenai tugas tim likuidasi, sebagai berikut : i. Mendaftarkan dan mengumumkan pembubaran badan hukum bank ii. Melakukan inventarisasi kekayaan dan kewajiban bank dalam likuidasi iii. Menentukan cara likuidasi iv. Menyusun rencana kerja dan anggaran biaya v. Menyusun rencana dan melaksanakan pencairan harta kekayaan bank dalam likuidasi, 26
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/53/KEP/DIR/1999 Tahun 1999, Pasal 1 huruf i.
Perlindungan Hukum..., Evan Tagor, FH UI, 2014
EVAN 8/14/14 6:13 PM Comment [3]: kesimpulan 6 wa atas legitimasi RUPO
termasuk rencana, cara dan pembayaran kepada kreditur. vi. Meminta akuntan publik independen untuk melakukan audit atas neraca penutupan per tanggal pencabutan izin usaha, yang belum diaudit vii. Menyusun neraca verifikasi viii. Membagikan sisa harta kepada para pemegang saham ix. Menitipkan bagian yang belum diambil oleh kreditur kepada bank yang disetujui oleh Bank Indonesia 2)
Hak Pemegang Obligasi Subordinasi dalam Pembagian hasil Penjualan Aset
Menurut pendapat Hafzan Taher, mengingat obligasi subordinasi sebagai utang junior yang disubordinasikan dengan senior debt, pemegang obligasi subordinasi memiliki kedudukan di bawah kreditur konkuren atau disamakan dengan para pemilik saham.27 Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam urutan prioritas pembagian hasil likuidasi, pemegang obligasi subordinasi menempati urutan yang paling bawah. 3)
Berlaku Actio Pauliana yang dapat membatalkan segala perbuatan hukum
yang mengakibatkan kerugian pada harta bank yang dilakukan dalam waktu 1 (satu) tahun sebelum dicabutnya izin usaha emiten bank. Dasar hukumnya terdapat dalam Pasal 25 ayat (2) huruf “h” Peraturan Pemerintah tentang Likuidasi. Maksud dari penuntutan pembatalan adalah supaya harta bank yang dialihkan kepada lihak lain dapat kembali ke dalam kekayaan bank.28 Pembatalan ini dapat dilakukan bila pada saat transaksi dilakukan, bank dan pihak yang melakukan perbuatan hukum dengan bank mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian bagia harta bank tersebut. Syarat untuk mengajukan pembatalan adalah :29
27
Hafzan Taher, op.cit.,
28
J. Satrio, Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya), (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1992) , hlm.
29
Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta : Intermasa, 2002), hlm. 34-35.
400.
Perlindungan Hukum..., Evan Tagor, FH UI, 2014
i. Yang meminta pembatalan adalah kreditor ( dalam likuidasi yang meminta pembatalan adalah ti likuidasi) ii. Perbuatan atau perjanjian merugikan kreditor iii. Perbuatan atau perjanjian tersebut tidak diwajibkan iv. Debitor dan pihak yang mengadakan perjanjian dengannya sama-sama mengetahui bahwa perbuatan tersebut merugikan kreditor Aspek hukum perlindungan pemegang obligasi subordinasi setelah emiten dilikuidasi. Perlindungan terhadap investor pemegang obligasi dalam hal terjadinya pencabutan izin usaha emiten tidak terhenti dalam proses likuidasi semata. Perlindungan tersebut akan tetap berlangsung setelah proses likuidasi emiten selesai. Terdapat beberapa aspek perlindungan pemegang obligasi subordinasi setelah proses likuidasi emiten selai. Berikut penjelasannya : Obligasi merupakan surat berharga tanda pengakuan utang pada atau peminjaman uang dari masyarakat dalam bentuk tertentu, untuk jangka waktu sekurang-kurangnya tiga tahun dengan memberikan bunga yang jumlah dan saat pembayarannya telah ditentukan lebih dahulu oleh penerbitnya30 yang perjanjian dasarnya adalah perjanjian pinjam meminjam. Mengingat bahwa badan hukum Bank Global telah bubar, pihak wali amanat dalam hal ini wajib untuk melakukan upaya-upaya hukum kepada organ Bank Global karena sejatinya tugas wali amanat belum berakhir sampai pada dibayarnya kupon dan utang pokok oleh Bank Global kepada para pemegang obligasi. Sehubungan dengan hal ini perlu dikemukakan pertanggungjawab atas perbuatan kesalahan orang lain (vicarious liability) pada badan hukum perseroan yang diatur dalam Pasal 1367 KUHPer.31 Pada intinya vicarious liability ini memiliki makna tanggung jawab perdata yang “dipaksakan hukum” kepada seseorang atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh subyek hukum lain. Menurut teori organ, di samping perseroan terdapat orang yang terdiri dari pemegang saham dan pengurus, dimana terdapat orang-orang yang sesungguhnya memiliki kecakapan untuk berbuat serta juga mempunyai kehendak sendiri.32 Pada saat para anggota itu membentuk dan 30
Abdulkadir Muhammad, loc.cit., hlm. 264
31
M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hlm. 123.
32
Ibid.,
Perlindungan Hukum..., Evan Tagor, FH UI, 2014
memformulasi kehendak tersebut, kehendak dimaksud merupakan kehendak dari perseroan dari perseroan itu sebagai badan hukum.33 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa berdasarkan perjanjian obligasi yang dibuat atas nama Bank Global, dengan para pemegang obligasi subordinasi, wali amanat dapat meminta pertanggung jawaban pribadi organ pengurus dan/atau pemegang saham dalam pemenuhan hak-hak pemegang obligasi subordinasi walaupun badan hukum Bank Global itu sendiri telah bubar demi hukum. Aspek hukum perlindungan pemegang obligasi subordinasi melalui pengadilan dapat dilakukan dengan meminta pertanggungjawaban atas perbuatan melawan hukum atau dengan meminta pertanggungjawaban wanprestasi. Secara umum dan mendasar, perbedaan keduanya adalah dalam hubungan hukum tersebut terdapat perjanjian atau tidak.34 dapat ditarik kesimpulan bahwa kreditur dapat memilih antara tuntutan-tuntutan di atas. Menurut Subekti, pilihan tersebut, yaitu pemenuhan perjanjian; pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi; ganti rugi saja; pembatalan perjanjian; pembatalan perjanjian disertai ganti rugi. Dapat dikatan apabila ditinjau dari sisi permintaan ganti rugi, akan lebih tepat apabila menggunakan gugatan wanprestasi dibandingkan dengan gugatan perbuatan melawan hukum. Maksud nya adalah bahwa sesuai dengan karakteristik obligasi subordinasi itu sendiri yang pembayarannya dilakukan secara berkala dan pemegang obligasi mengharapkan keuntungan di masa yang akan datang. Kesimpulan 1. Terhadap hubungan penerbit dan pemegang obligasi subordinasi ini berlaku ketentuanketentuan Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769 KUHPer tentang pinjam meminjam (verbuiklening). Terdapat hubungan utang-piutang antara emiten dengan pemegang obligasi subordinasi, dimana emiten berkedudukan sebagai debitur, dan pemegang obligasi subordinasi sebagai individu, yang masing-masing berkedudukan sebagai kreditur. Akan tetapi meskipun demikian, terdapat perbedaan yang mendasar antara investor dengan kreditur lainnya dalam hal pengurusan dalam pencabutan izin usaha emiten, yakni bahwa pemegang obligasi subordinasi selalu terwakili oleh wali amanat. Hal ini disebabkan karena wali amanat adalah pihak yang berwenang dan berhak untuk
33
Ibid., hlm. 124
34
Ibid.
Perlindungan Hukum..., Evan Tagor, FH UI, 2014
EVAN 8/14/14 6:21 PM Comment [4]: kesimpulan 2
EVAN 8/14/14 6:21 PM Comment [5]: kesimpulan 3
mewakili kepentingan investor pemegang obligasi, baik di dalam maupun di luar pengadilan, untuk mengurus hal-hal terkait dengan obligasi. Wali amanat sebagai perwakilan pemegang obligasi subordinasi baik di dalam maupun di luar pengadilan tetap menjalankan perannya sebagaimana yang tertuang dalam perjanjian perwaliamanatan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam pencabutan izin usaha emiten bank yang berujung pada proses likuidasi, wali amanat memiliki kewajiban dalam upaya-upaya pemenuhan hak pemegang obligasi subordinasi pada tahap : (1) dalam pencocokan utang, (2) pembagian hasil penjualan aset, dan (3) berlakunya actio pauliana terhadap emiten bank. Lain halnya apabila proses likuidasi emiten bank telah selesai, dimana badan hukum yang dilikuidaasi bubar atau berakhir. Konsekwensinya adalah dengan bubarnya atau “meniggalnya” badan hukum emiten bank, perjanjian dasar obligasi subordinasi berakhir demi hukum. Berdasarkan perspektif hukum surat berharga, terdapat dua (2) hal sebagai implikasi dari berakhirnya perjanjian dasar obligasi subordinasi : (1) surat berharga berakhir bagi para pihak dalam obligasi subordinasi dan (2) surat berharga tetap ada dan tetap mengikat bagi para pihak luar (pihak ketiga). Selain hal-hal di atas, terdapat upaya hukum dalam hal emiten bank penerbit obligasi subordinasi tidak melaksanakan prestasinya. Menurut perspektif hukum perdata Indonesia, kreditur dapat memilih antara gugatan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum. Dalam memilih antara gugatan wanprestasi atau perbuatan melawan hukum kiranya diperhatikan mengenai perbedaan ganti rugi antara keduanya. Dalam gugatan wanprestasi, ganti rugi bertujuan untuk menempatkan penggugat pada posisi seandainya perjanjian obligasi subordinasi tersebut terpenuhi dan bentuknya berupa expectation loss (kehilangan keuntungan yang diharapkan). Sedangkan dalam gugatan perbuatan melawan hukum, ganti rugi bertujuan untuk menempatkan penggugat pada posisi semua dimana perbuatan melawan hukum tersebut belum terjadi dan bentuk kerugian berupa reliance loss atau kerugian nyata. 2. Tugas wali amanat berakhir pada saat : (1) efek yang bersifat utang telah dilunasi baik pokok, bunga termasuk denda (jika ada) dan wali amanat telah menerima laporan pemenuhan kewajiban emiten dari agen pembayaran atau emiten, (2) tanggal tertentu yang telah disepakati dalam kontrak perwaliamanatan setelah tanggal jatuh tempo pokok efek bersifat utang, dan (3) setelah diangkatnya wali amanat baru. Dapat disimpulkan bahwa
Perlindungan Hukum..., Evan Tagor, FH UI, 2014
EVAN 8/14/14 6:21 PM Comment [6]: kesimpulan 4
tugas wali amanat masih tetap berlangsung dalam likuidasi emiten bank, begitu juga dengan kewenangan dan larangannya. Berdasarkan studi kasus, implementasi perlindungan hukum pemegang obligasi subordinasi dalam pencabutan izin usaha PT. Bank Global Internasional oleh CIMB Niaga sebagai wali amanat telah dilaksanakan dengan cukup baik. Namun sangat disayangkan masih terdapat beberapa kekurangan dalam melakukan upaya-upaya pemenuhan hak pemegang obligasi, terutama bila dikaitkan dengan peran wali amanat dalam melakukan tindakan-tindakan hukum dalam rangka mewakili pemegang obligasi dalam proses likuidasi PT. Bank Global Internasiona Tbk.,. Kekurangan tersebut meliputi kelalaian wali amanat dalam memberitahukan informasi penting sehubungan dengan pencabutan izin usaha emiten, tidak melakukan due diligence terhadap kondisi keuangan PT. Bank Global Internasional Tbk., dan tidak mengawasi penempatan sinking fund yang bisa berakibat pada terjadinya konflik kepentingan dengan emiten. Saran Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyarankan : 1. Kepada Pemerintah, mengingat peraturan mengenai obligasi masih tersebar ke dalam beberapa peraturan perundangan-undangan yang berbeda, disarankan untuk melakukan kodifikasi hukum yang mengatur tentang obligasi agar tercapainya kepastian hukum bagi para pihak dan mempermudah para pihak dalam memahami kelebihan dan kekurangan instrumen obligasi dari segi hukumnya. 2. Kepada Bapepam-LK atau sekarang Otoritas Jasa Keuangan, untuk melakukan perubahan pada Peraturan Nomor VI.C.4 tentang Ketentuan Umum dan Kontrak Perwaliamanatan Efek Bersifat Utang agar lebih memperinci tugas, kewenangan, dan larangan dari wali amanat sebagai perwakilan pemegang obligasi yang bertujuan untuk memberikan kepastian hukum kepada pemegang obligasi.
Daftar Referensi Buku
Perlindungan Hukum..., Evan Tagor, FH UI, 2014
Muhammad, Abdulkadir. Hukum Dagang tentang Surat Berharga. (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2013). Nasarudin, M. Irsan. Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia. (Jakarta: Kencana, 2008). Harahap, M. Yahya. Hukum Perseroan Terbatas. (Jakarta: Sinar Grafika, 2009). Fuady, Munir. Perseroan Terbatas: Paradigma Baru. (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2003). Otoritas Jasa Keuangan. Statistik Pasar Modal. (Jakarta: 2013). R., Setiawan. Pokok-Pokok Hukum Perjanjian. (Bandung: Bina Cipta, 2007). Satrio, J. Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya). (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1992). Subekti. Hukum Perjanjian. (Jakarta: Intermasa, 2002). Tim Studi Perwaliamanatan di Pasar Modal Indonesia. Studi Tentang Perwaliamanatan di. Indonesia. (Jakarta: Bapepam LK, 2009). Usman, Rachmadi. Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia. (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001). Makalah/skripsi/tesis/disertasi Adlina, Yuri. Tinjauan Obligasi Subordinasi Sebagai Alternatif Pembiayaan Perbankan Serta Perlindungan Hukum Terhadap Investor Obligasi Subordinasi. Skripsi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 2007. Rokayah, Milasari. Peranan Wali Amanat. Tesis Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 2005. Sugiarto. Kepailitan Bank Dalam Likuidasi. Tesis Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 2012. Perundang-undangan
Perlindungan Hukum..., Evan Tagor, FH UI, 2014
Indonesia. Undang-Undang tentang Pasar Modal. UU No. 8 Tahun 1995. LN No, 64 Tahun 1995. TLN No. 3608. _______. Peraturan Pemerintah tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank Republik Indonesia. PP Nomor 25 Tahun 1999. LN No. 52 Tahun 1999. TLN No. 3831. Internet Hukum
Online.
Bank
Global
Digugat
Ratusan
Miliar.
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol17075/bank-global-digugat-ratusan-miliarrupiah. Diakses pada tanggal 3 Februari 2014
Perlindungan Hukum..., Evan Tagor, FH UI, 2014