Tinjauan Yuridis Terhadap Pengecualian Ketentuan UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Mengenai Perjanjian dan atau Perbuatan Yang Bertujuan Untuk Ekspor Serta Keberlakuannya Setelah Pelaksanaan ASEAN Economic Community Astrid Romauli Sihite, Teddy Anggoro Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia E-mail :
[email protected]
Abstrak Skripsi ini membahas mengenai aturan pengecualian ketentuan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, khususnya mengenai ruang lingkup Pasal 50 huruf (g) yang mengecualikan perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor, serta keberlakuannya dikaitkan dengan pelaksanaan ASEAN Economic Community pada tahun 2015. Pasar bebas ASEAN melalui AEC tentunya akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kegiatan perdagangan Indonesia, khususnya terhadap segi persaingan usaha. Dalam rangka menghindarkan terjadinya permasalahan persaingan usaha yang merugikan masyarakat, perlu dilakukan peninjauan ulang terhadap aturan-aturan pengecualian dalam hukum persaingan usaha negara-negara anggota ASEAN, termasuk Indonesia, yaitu mengenai perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor. Kata Kunci : Ekspor; Pengecualian UU No. 5 Tahun 1999; ASEAN; AEC; Pasar Bebas
Judicial review Against the Exclusion Provisions of Law No. 5 of 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Competition Agreements Regarding and or Actions Aimed For Export and Its Enforceability After Implementation of the ASEAN Economic Community Abstract This thesis discusses the exception rule provisions of Law No. 5 of 1999 on the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Competition, in particular regarding the scope of Article 50 (g) which exclude agreements and or act aimed for export, as well as the validity associated with the implementation of the ASEAN Economic Community by 2015. ASEAN free market through AEC will certainly have a significant influence on the activities of Indonesian trade, particularly in terms of the competition. In order to avoid the problems of competition harmful to society, there should be a review of the rules of exception in competition law in the member countries of ASEAN, including Indonesia, which is about the agreement and or act aimed for export.
Keyword : Export; Exclusion of Act No. 5 Year 1999; ASEAN; AEC; Free Market
Pendahuluan Persaingan usaha antara para pelaku usaha mendorong kepada inovasi oleh para pelaku usaha agar dapat bertahan dalam pasar persaingan. Inovasi yang dilakukan oleh para
Tinjauan yuridis terhadap..., Astrid Romauli Sihite, FH UI, 2014
pelaku usaha tersebut seringkali mengakibatkan pelanggaran terhadap peraturan UU Antipersaingan. Hukum Persaingan berupaya mengawasi agar perbuatan atau perjanjian yang bersifat antipersaingan seperti kartel, monopoli, penggunaan posisi dominan, monopsony dan lainnya dapat dicegah. Tetapi pada kenyataannya, ada juga berbagai kegagalan pasar yang terjadi tetapi tidak dapat dijangkau, dicegah atau diatur melalui Hukum Persaingan.1 Salah satu praktek antipersaingan yang sering menjadi kegagalan pasar adalah kartel. Terhadap kegagalan pasar yang tidak dapat dicegah tersebut, UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat mengatur pengecualian-pengecualian, secara khusus dalam Pasal 50 undang-undang yang bersangkutan. Secara khusus, jurnal ini akan membahas tentang pengecualian UU No. 5/1999 akan membahas tentang perjanjian/perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang dikecualikan dalam Pasal 50 huruf (g). Dalam perkembangannya, pengecualian aturan UU No. 5 Tahun 1999 ini selalu mendapat pro kontra. Pada tahun 2015, Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya akan melaksanakan ASEAN Economic Community (AEC).2 Jika melihat komitmen yang dibuat oleh ASEAN dalam AEC Blueprint yang menjadi buku pedoman pelaksanaan AEC, maka tentunya timbul suatu kekhawatiran akan kondisi pasar Indonesia setelah AEC terlaksana. Salah satunya adalah mengenai pengaturan tentang persaingan usaha termasuk pengecualianpengecualian undang-undang tersebut. Praktik persaingan tentunya tidak akan dapat dihindarkan dan dikhawatirkan akan semakin berkembang. Oleh karena itu, Penulis hendak membahas rumusan permasalahan, yang antara lain : 1.
Bagaimanakah keberlakuan aturan pengecualian ketentuan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat mengenai perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor?
2.
Bagaimanakah keberlakuan aturan pengecualian tentang perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor dalam UU No. 5 Tahun 1999 setelah ASEAN Economic Community (AEC) terlaksana pada tahun 2015?
1 Andi Fahmi Lubis, et al., Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks, (Jakarta: Komisi Pengawas Persaingan Usaha, 2009), hlm. 274. 2 Departemen Perdagangan Republik Indonesia, Menuju ASEAN Economic Community 2015, (Jakarta, Departemen Perdagangan Republik Indonesia, 2007), hlm. 8-9.
Tinjauan yuridis terhadap..., Astrid Romauli Sihite, FH UI, 2014
Tinjauan Teoritis Ruang Lingkup Pasal 50 huruf (g) UU No. 5/1999 Pasal 50 huruf (g) mengecualikan “perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan dan atau pemasokan dalam negeri” dari ketentuan UU No. 5 Tahun 1999. Jika diuraikan satu persatu, maka unsur-unsur dari Pasal 50 huruf (g) tersebut, yaitu : a. Perjanjian UU No. 5 Tahun 1999 telah mengatur secara khusus apa yang dimaksud dengan perjanjian dalam konteks hukum persaingan usaha. Pasal 1 angka 7 menyebutkan bahwa perjanjian yang dimaksud dalam konteks hukum persaingan usaha adalah perjanjian yang tertulis dan perjanjian yang tidak tertulis, yaitu yang secara khusus diatur dalam Pasal 4 sampai Pasal 16 UU No. 5 Tahun 1999. Diantara keseluruhan perjanjian yang dilarang tersebut, sesungguhnya hanya bentuk perjanjian kartel dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang memiliki potensi untuk berbentuk perjanjian ekspor yang dikecualikan. b. Perbuatan Pedoman menetapkan bahwa perbuatan dalam hal ini dianalogikan dengan kegiatan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 17 sampai Pasal 24 UU No. 5 Tahun 1999.3 Oleh karena itu, Pasal 50 huruf (g) dapat mengecualikan setiap kegiatan yang dilarang oleh Pasal 17 hingga Pasal 24 UU No. 5 Tahun 1999 dari ketentuan yang berlaku umum dalam undangundang yang bersangkutan. Tetapi, jika melihat relevansi dan keterkaitannya, bentuk-bentuk kegiatan yang dilarang ini sangat tidak mungkin mengakibatkan perbuatan yang bertujuan untuk ekspor dan dikecualikan oleh Pasal 50 huruf (g) UU No. 5 Tahun 1999. c. Bertujuan untuk ekspor Seperti yang telah diuraikan dalam sub-bab sebelumnya, ekspor merupakan bagian dari hukum jual beli internasional, yang menurut Pasal 1 angka 13 UU No. 10 Tahun 1995 jo. UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan jo. Pasal 1 angka 2 UU Kepabeanan, perjanjian dan atau perbuatan yang dikecualikan oleh Pasal 50 huruf (g) haruslah perjanjian berupa perjanjian jual beli internasional dimana kegiatannya adalah mengeluarkan barang dari wilayah darat, laut, maupun udara Republik Indonesia. Di luar dari situ, pengecualian yang diberikan oleh Pasal 50 huruf (g) tidak dapat diberlakukan bagi perjanjian atau perbuatan tertentu dari pelaku usaha. 3
Lubis, Op. Cit., hlm.227.
Tinjauan yuridis terhadap..., Astrid Romauli Sihite, FH UI, 2014
d. Tidak mengganggu kebutuhan dan atau pemasokan dalam negeri Pasal 50 huruf (g) haruslah diinterpretasikan secara restriktif, dikarenakan dengan demikian penafsirannya menjadi tidak terlalu terbatas. Agar interpretasi terhadap pasal ini dilakukan secara restriktif, maka unsur “tidak mengganggu kebutuhan dan atau pemasokan dalam negeri” haruslah dipahami secara luas dan jelas. Pembatasan yang diperlukan sudah cukup dengan melihat dampak ekonomis di dalam negeri. Artinya, perjanjian dan atau perbuatan yang dilakukan oleh pelaku usaha haruslah memberikan dampak terhadap perekonomian di Indonesia sendiri. Namun demikian, perjanjian antar pelaku usaha yang lebih mengutamakan ekspor dan mengabaikan pasokan dalam negeri tentunya harus dipandang sebagai suatu hambatan persaingan yang berdampak pada situasi perekonomian dalam negeri. Dalam kondisi yang demikian, pengecualian dalam Pasal 50 huruf (g) ini tidak dapat diberlakukan.4 Terkait dengan unsur ini, penting untuk diketahui apakah pengaruh yang dapat diberikan perdagangan internasional terhadap perekonomian dalam negeri. Menurut Boediono, pengaruh-pengaruh ekonomi dari perdagangan internasional, antara lain pengaruh-pengaruh pada konsumsi masyarakat (consumption effects), pengaruh-pengaruh pada produksi (production effects), pengaruh-pengaruh pada distribusi pendapatan masyarakat (distribution effects) 5 Melalui kondisi-kondisi perekonomian di atas, dapat ditentukan apakah suatu perjanjian ekspor yang merupakan bagian dari perdagangan internasional telah mempengaruhi perkenomian dalam negeri atau tidak. Apabila terjadi kondisi demikian di Indonesia, maka pengecualian Pasal 50 huruf (g) UU No. 5 Tahun 1999 tidak dapat diterapkan. ASEAN Economic Community AEC merupakan komunitas ASEAN, berupa integrasi regional di bidang ekonomi, yang pembentukannya didasarkan pada tujuan pembentukan ASEAN, yaitu khususnya memelihara kerjasama yang erat dan berguna bagi seluruh negara anggota, yang dalam hal ini terfokus di bidang ekonomi. Tujuan pembentukan pasar tunggal, yaitu agar kesenjangan antarkomunitas di negara-negara ASEAN secara perlahan luntur. Dengan demikian, perekonomian penduduk ASEAN menjadi merata. Karena tujuan akhir dan maksimal dari pembentukan komunitas ASEAN menjadi “satu negara”. 4
Knud Hansen, et.al., Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat = Law Concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition, cet-2, (Jakarta: Katalis, 2002), hlm. 463. 5
Boediono, Ekonomi Internasional, ed-1, cet-6, (Yogyakarta: BPFE, 1994), hlm. 138-151.
Tinjauan yuridis terhadap..., Astrid Romauli Sihite, FH UI, 2014
Karakteristik utama dari AEC, yang disebutkan dalam Buku Informasi Umum ASEAN yaitu : a. pasar tunggal dan basis produksi b. kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi c. kawasan pengembangan ekonomi yang merata d. kawasan yang secara penuh terintegrasi ke dalam perkonomian global. Elemen pasar tunggal dan perdagangan bebas, antara lain : 1. aliran bebas barang : sudah dilaksanakan sejak kesepakatan AFTA melalui amanat dari CEPT-AFTA, kemudian diatur lebih lanjut dalam ATIGA. Hambatan tarif sudah 0% sejak 2010 untuk negara-negara ASEAN6, tetapi Indonesia sendiri masih mempunyai pengecualian, yaitu untuk gula (40%) dan beras (25%). 2. aliran bebas jasa : alasan melaksanakan aliran bebas jasa adalah karena sektor jasa memberikan bagian sebesar 40-50% terhadap GDP negara-negara ASEAN, sekaligus sebagai sektor yang paling bertumbuh di kawasan ASEAN. Di dalam AFAS diatur MRAs (Mutual Recognition Arrangements) yang membawa aliran tenaga professional asing dapat masuk ke dalam pasar domestik, yaitu antara lain : jasa kontraktor, keperawatan, arsitek, kualifikasi survey, akuntan, dokter, dokter gigi. 3. aliran bebas investasi : melalui investasi, akan banyak aspek yang terlibat di dalamnya, khususnya aspek perdagangan internasional, perusahaan multinasional, dan akses pasar. 4. aliran bebas modal : tidak dirancangkan benar-benar bebas, tetapi lebih bebas. Tanpa aliran modal yang baik, suatu perdagangan tidak mampu mengalami peningkatan yang baik. 5. aliran bebas tenaga kerja terampil : setiap tenaga kerja diberikan kebebasan untuk masuk dan keluar dari suatu negara ke negara lain untuk mencari kesempatan kerja. Dilaksanakan dengan harmonisasi dan standarisasi diantara negara-negara ASEAN. Terhadap elemen-elemen tersebut, ditentukan sektor-sektor prioritas integrasi, antara lain produk berbasis agro, otomotif, elektronika, perikanan, produk berbasis karet, tekstil dan pakaian, produk berbasis kayu, e-ASEAN, logistic, transportasi udara, pariwisata, pelayanan kesahatan, dan ditambah makanan, pertanian, dan kehutanan.
Tinjauan yuridis terhadap..., Astrid Romauli Sihite, FH UI, 2014
Metode Penelitian Ditinjau dari sudut ilmu yang dipergunakan, penelitian ini akan dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian mono disipliner, yaitu penelitian yang didasarkan pada satu jenis ilmu pengetahuan dengan menetapkan metodologi yang lazim dilaksanakan oleh ilmu yang bersangkutan6, yakni ilmu hukum. Kemudian metodologi penelitian hukum yang akan digunakan adalah dengan metode yang menghasilkan suatu data deskriptif analitis, dengan meneliti dan mempelajari objek penelitian secara utuh dan menggambarkan suatu keadaan tanpa didahului dengan hipotesa. Di samping itu, dari sudut tujuan penelitian hukum sendiri, penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, yaitu penelitian terhadap asas-asas hukum dan taraf harmonisasi hukum.7 Penelitian hukum normatif atau secara normatif yuridis adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang akan menunjang penelitian.8 Bahan pustaka hukum yang akan dipergunakan dalam penelitian ini, antara lain :9 a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, seperti UUD 1945, peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, dan seterusnya. b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan seterusnya. Bahan hukum tertier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus, ensiklopedia, dan seterusnya. Hasil Penelitian Keberlakuan Pasal 50 huruf (g) Dalam perkembangannya, kartel ekspor seperti yang dikhawatirkan memang terjadi. Salah satu kasus yang pernah melibatkan perusahaan Indonesia adalah kasus kartel 6
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986),
7
Ibid., hlm. 51.
hlm. 11.
8
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1994), hlm. 13. 9
Ibid., hlm. 52.
Tinjauan yuridis terhadap..., Astrid Romauli Sihite, FH UI, 2014
perusahaan kertas, yaitu Asia Pulp & Paper Co Ltd (APP Singapore) dan anak perusahaan Indonesianya, PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk. (IKPP). APP Singapore merupakan salah satu perusahaan bubur kertas dan kertas terbesar di dunia, yang mempunyai standard untuk memenuhi permintaan atas produk tisu, pengemasan, dan kertas secara global.10 IKPP merupakan perusahaan investasi asing yang didirikan dalam bentuk joint venture oleh perusahaan Indonesia (PT. Berkat Indah Agung) dan dua perusahaan Taiwn (Chung Hwa Pulp International Corporation dan Yuen Foung Yue Global Investment Corporation). Di dalam prakteknya, kedua perusahaan Taiwan tersebut bertindak sebagai pemasok teknologi dalam proses pembuatan kertas, sementara perusahaan Indonesia bertindak sebagai pemasok akses. IKPP ini didirikan oleh Eka Tjipta Widjaya pada 7 Desember 1976 di Tangerang, mengalami banyak aksi korporasi dalam perkembangannya, hingga saat ini menjadi anak perusahaan dari APP Singapore.11 Kedua perusahaan ini, APP Singapore dan IKPP telah dijatuhi sanksi atas pelanggaran dalam hukum persaingan usaha di Australia, yaitu terbukti melakukan praktek kartel pada tahun 2011 silam. Kasus ini bermula sejak Australian Competition & Consumer Commission (ACCC) menyatakan perlawanan terhadap tindakan kedua perusahaan pada tahun 2006.12 ACCC merupakan lembaga perlindungan konsumen dan persaingan Australia. ACCC merupakan lembaga otoritas pemerintah yang independen dalam melayani kepentingan publik.13 Selain oleh ACCC, perusahaan kertas APP Singapore ini juga dicerca oleh para ahli lingkungan dengan tuduhan keterlibatan dalam praktek illegal logging.14 Dengan adanya pengaduan gabungan kepada pengadilan oleh ACCC terhadap kedua perusahaan, APP Singapore dan IKPP mengakui bahwa mereka telah melakukan 16 pertemuan rahasia dengan para pesaing, yaitu yang dinamakan the AAA Club, selama antara Desember 2000 hingga Januari 2004. Pada pertemuan-pertemuan tersebut, mereka membuat 10
Asia Pulp & Paper Co Ltd, “APP Products” https://www.asiapulppaper.com/products, diunduh 9 Oktober 2014. 11
Indah Kiat Pulp and Paper, Tbk., “Our History” http://www.iktangerang.com/site/about/2, diunduh 9 Oktober 2014. 12
The Australian, “Price-fix Fine for Paper Company” http://www.theaustralian.com.au/nationalaffairs/price-fix-fine-for-paper-company/story-fn59niix1226013786538?nk=eed3fb3a52c093548da38d2e90f495ab, diunduh 10 Oktober 2014. 13
Australian Competition & Consumer Commission, “Compliance & Enforcement Policy” https://www.accc.gov.au/about-us/australian-competition-consumer-commission/compliance-enforcementpolicy, diunduh 10 Oktober 2014. 14
The Australian, loc. cit.
Tinjauan yuridis terhadap..., Astrid Romauli Sihite, FH UI, 2014
suatu perjanjian dan kesepakatan dengan para pesaing mengenai harga penjualan rata-rata dari kertas, dan diduga bahwa perusahan-perusahaan tersebut memberikan efek kepada harga di Australia melalui perjanjian-perjanjian ini. Adapun hukuman sanksi yang dijatuhkan oleh pengadilan di Australia adalah sejumlah $ 4.2 juta atas perbuatan penetapan harga kertas fotokopi dan kertas folio yang dikenakan kepada konsumen Australia. Jumlah sanksi yang dikenakan kepada APP Singapore adalah $ 3.4 juta dan sanksi kepada Indah Kiat adalah $ 800,000.15 Melihat uraian kasus di atas, dapat diketahui bahwa adanya keterlibatan Indonesia dimana perusahaan yang menjadi pelaku perjanjian kartel adalah perusahaan Indonesia, yaitu PT. Indah Kiat Paper and Pulp, Tbk. (IKPP). Oleh karena itu, berikut akan diuraikan apakah kasus tersebut dapat dihukum dengan UU No. 5 Tahun 1999 atau dapat dikecualikan oleh Pasal 50 huruf (g). Jika diuraikan berdasarkan unsur-unsur Pasal 50 huruf (g), adalah sebagai berikut : a. Perjanjian Pada kasus posisi di atas, disebutkan bahwa prekatek kartel yang dilakukan oleh APP Singapore dan IKPP terjadi dengan adanya pertemuan-pertemuan AAA Club. Melalui pertemuan-pertemuan tersebut dihasilkan suatu perjanjian penetapan harga yang muncul dalam kondisi dimana para peserta kartel sedang berusaha untuk mencapai stabilitas harga. Diketahui pula, setiap perjanjian tersebut dilakukan seluruhnya di luar negara Australia. Berdasarkan fakta tersebut, maka jelaslah bahwa unsur “perjanjian” telah terpenuhi. b. Perbuatan Dikarenakan unsur perjanjian sudah terpenuhi, maka unsur perbuatan tidak perlu untuk dibuktikan keterpenuhannya. c. Bertujuan untuk ekspor APP Singapore dan IKPP merupakan dua perusahaan multinasional yang bergerak di bidang industri kertas. Kedua perusahaan ini melakukan kegiatan usahanya di Australia sebagai perusahaan asing yang mengekspor kertas. Dalam hal ini, secara khusus yang perlu diperhatikan adalah perusahaan IKPP yang mengekspor kertas dari Indonesia dikarenakan IKPP merupakan perusahaan yang berdomisili di Indonesia. Maka, unsur “bertujuan untuk ekspor” sudah terpenuhi. d. Tidak mengganggu kebutuhan dan atau pemasokan dalam negeri
15
Ibid.
Tinjauan yuridis terhadap..., Astrid Romauli Sihite, FH UI, 2014
Dalam kasus posisi, dijelaskan bahwa praktek kartel yang dilakukan oleh APP Singapore dan IKPP memberikan dampak buruk bagi konsumen kertas di Australia. Namun demikian, dampak tersebut tidak mengganggu kebutuhan dan atau pemasokan kertas dalam negeri Indonesia. Oleh karena itu, jelaslah bahwa unsur ini terpenuhi. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Pasal 50 huruf (g) UU No. 5 Tahun 1999 dapat diterapkan dalam kasus ini. Indah Kiat sebagai perusahaan kertas Indonesia tidak dapat dihukum oleh undang-undang persaingan usaha Indonesia dikarenakan praktek kartel yang dilakukannya bersama APP Singapore tidak mengganggu pemasokan kertas dalam negeri di Indonesia. Terhadap kasus ini, KPPU sebagai lembaga pengawas persaingan usaha di Indonesia juga tidak melakukan penyelidikan apakah tindakan kartel tersebut memberikan dampak tertentu dalam pasar Indonesia atau tidak sehingga KPPU juga tidak menjatuhkan putusan apapun untuk kasus ini. Akibatnya, pengecualian Pasal 50 huruf (g) UU No. 5 Tahun 1999 ini menjadi tidak jelas fungsinya dalam kasus yang bersangkutan. Seharusnya, KPPU memberikan tindakan nyata dengan melakukan penyelidikan dan menjatuhkan putusan. Dengan demikian, Pasal 50 huruf (g) UU No. 5 Tahun 1999 menjadi jelas keberlakuan dan penerapannya dalam hukum persaingan usaha di Indonesia. Pembahasan Berdasarkan dari yang diperoleh dari ACPMS (ASEAN Community Progress Monitoring System) 2012, dapat disimpulkan sebagai berikut. Tujuan utama dari liberalisasi perdagangan tercapai, yaitu nilai total perdagangan barang meningkat dua kali lipat (dari 2004 ke 2011), baik perdagangan intra-ASEAN maupun ekstraASEAN. Selain itu, pemerataan ekonomi di negara ASEAN mulai meningkat. Hal ini dapat dilihat dari rasio kondisi makroekonomi (PDB per kapita) ASEAN6 terhadap CLMV menurun. Ekspor merupakan bagian dari kegiatan perdagangan internasional yang melibatkan dua negara. Kegiatan ekspor menjadi salah satu kegiatan yang penting untuk diperhatikan dalam pelaksanaan pasar bebas di kawasan ASEAN. Penyelenggaraan kegiatan ekspor yang menyalahi aturan dapat menyebabkan persaingan usaha yang tidak sehat. Pasar bebas ASEAN akan diselenggarakan secara formal pada tahun 2015. Selama ini, pasar bebas sudah mulai dilakukan di negara-negara ASEAN, khususnya ASEAN6, yang di dalamnya termasuk Indonesia melalui AFTA. Untuk mengetahui pengaruh AEC terhadap pengaturan tentang
Tinjauan yuridis terhadap..., Astrid Romauli Sihite, FH UI, 2014
kegiatan ekspor, perlu dilihat terlebih dahulu bagaimana dampak pasar bebas yang sudah terlaksana terhadap kegiatan ekspor di Indonesia. Dampak pasar bebas (AFTA) terhadap ekspor Indonesia yang dilihat berdasarkan data yang didapat dari Badan Pusat Statistik (BPS), yaitu sebagai berikut. 1. Nilai ekspor Indonesia ke negara-negara lain, negara-negara ASEAN maupun nonASEAN, cenderung menurun dari tahun ke tahun. 2. Nilai ekspor tertinggi Indonesia adalah ekspor ke negara Cina dan Jepang (negara ASEAN+1 FTAs). 3. Sampai tahun 2013, Indonesia masih belum mempunyai peningkatan kondisi ekspor yang stabil, khususnya sejak penerapan hambatan tarif 0% untuk perdagangan barang di ASEAN6 dan proses penurunan hingga penghapusan tarif perdagangan barang bagi negara CLMV. Berdasarkan dampak-dampak tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pasar bebas tidak memberikan pengaruh yang baik secara signifikan terhadap ekspor Indonesia. Pengaturan Pasal 50 huruf (g) Setelah AEC Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) merupakan amanat dari Pasal 34 UU No. 5 Tahun 1999 yang menginstruksikan suatu pembentukan susunan organisasi, tugas, dan fungsi komisi melalui Keputusan Presiden. KPPU dibentuk berdasarjan Keppres No. 75 Tahun 1999 sebagai lembaga yang berwenang menangani perkara persaingan usaha.16 Pasal 30 ayat 1 UU No. 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa KPPU dibuat dengan tujuan untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang tersebut. Fungsi pengawasan ini diberikan dengan harapan tujuan dari UU No. 5 Tahun 1999 sendiri dapat tercapai, yaitu untuk mewujudkan terciptanya kesejahteraan rakyat. Fungsi pengawasan ini menjadi penting jika dikaitkan dengan pasar bebas dan globalisasi. Pasar bebas dan globalisasi telah memberikan pengaruh yang besar terhadap perdagangan suatu negara, termasuk Indonesia. Dengan adanya pasar bebas, tuntutan perubahan dalam penataan negara dan tatanan ekonomi negara menjadi penting. Indonesia sebagai suatu entitas ekonomi, mau tidak mau, harus melakukan penyesuaian diri terhadap perubahan tersebut. Hal pokok yang membuat adanya urgensi untuk melakukan penyesuaian adalah terbentuknya hubungan saling ketergantungan di bidang ekonomi yang semakin meningkat antarnegara dan sekaligus menciptakan persaingan yang 16 Lubis,
Op. Cit., hlm. 311.
Tinjauan yuridis terhadap..., Astrid Romauli Sihite, FH UI, 2014
semakin kuat. 17 Menjelang AEC 2015, keterlibatan KPPU sangat diperlukan, khususnya terkait dengan fungsi pengawasan yang merupakan inti dari pembentukan KPPU sendiri. Kegiatan ekspor berkaitan erat dengan kondisi persaingan usaha, karena ekspor dapat menjadi suatu kegiatan yang dilakukan oleh para pelaku usaha yang pelaksanaannya melanggar ketentuan UU antimonopoli. Oleh karena itu, peranan KPPU yang mempunyai fungsi pengawasan tersebut sangatlah
dibutuhkan.
KPPU
harus
memberikan
partisipasinya
dalam
AEC
dan
keterkaitannya dengan kondisi persaingan usaha di Indonesia. Verry Iskandar, Kepala Divisi Hubungan Internasional KPPU, mengatakan bahwa sebagai pengawas, KPPU telah siap dalam menghadapi AEC di tahun 2015 nanti. Beliau menyatakan yang belum siap menghadapi pasar bebas justru para pelaku usaha di Indonesia. Oleh karena itu, beliau berpendapat bahwa para pelaku usaha harus dibekali pengetahuan tentang pasar bebas, terutama cara bersaing di pasar kompetitif. Pelaku usaha perlu dibekali pengetahuan tentang peningkatan kualitas produk agar produk yang dihasilkan tidak kalah dengan produk negara ASEAN lainnya. Pasal 50 huruf (g) UU No. 5 Tahun 1999 merupakan bagian dari pengecualian terhadap pengaturan undang-undang tersebut. Pasal ini mengatur bahwa “perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan dan atau pasokan pasar dalam negeri” dikecualikan. Melihat kondisi pasar Indonesia yang akan berubah setelah AEC nanti, tentunya pengaturan tentang pasal ini perlu diperhatikan. Oleh karena pasar akan menjadi sangat terbuka, maka diharapkan pasar juga akan semakin kompetitif. Pasar yang kompetitif ini dapat mengakibatkan suatu kondisi dimana kekuasaan dan kekuatan pasar hanya berpusat pada satu pelaku usaha saja. Adapun pasar ekonomi yang terbentuk bukan lagi pasar Indonesia ataupun pasar masing-masing negara, melainkan pasar ASEAN yang telah menjadi satu. Terlebih lagi, tidak hanya negara-negara anggota ASEAN yang tergabung dalam pasar tunggal ini, tetapi juga negara-negara ASEAN+1. Ketika ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2015 dilaksanakan, sangat mungkin terdapat pengaturan persaingan usaha yang merupakan aturan yang berlaku di masing-masing negara anggota ASEAN. Pengaturan tentang persaingan usaha di negaranegara anggota ASEAN tentunya sangat beragam.18 17
Ibid., hlm. 120.
18
Fahmi Radhi, “Berbenah Menuju ASEAN Community 2015,” Jurnal Komisi Pengawas Persaingan Usaha: Kompetisi 42, (2013), hlm. 15.
Tinjauan yuridis terhadap..., Astrid Romauli Sihite, FH UI, 2014
Fahmi Radhi, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM, berpendapat bahwa union role yang menjadi dasar pengaturan persaingan usaha di kawasan ASEAN nanti merupakan suatu urgensi yang harus dilaksanakan dalam pembentukan AEC. Menurut beliau, persaingan usaha yang sehat tidak cukup hanya di tingkat nasional. Apabila kita mendorong kebijakan ekonomi yang kompetitif dan terbuka, namun tidak memberikan suatu pengawasan yang potensial terhadap kegiatan persaingan usaha di pasar ekonomi tersebut, sama artinya dengan memberikan peluang yang besar terjadinya monopoli. Kondisi seperti itu sangat mengancam Indonesia yang merupakan pasar yang besar di ASEAN.19 Melihat kondisi kegiatan ekspor Indonesia dan perdagangan ASEAN setelah pasar bebas, aturan pengecualian dalam Pasal 50 huruf (g) UU No. 5 Tahun 1999 sudah tidak lagi relevan dengan kondisi pasar ASEAN. Penyesuaian dan perubahan pengaturan sangat diperlukan. Pembaharuan hukum persaingan usaha di masing-masing negara ASEAN dan pembentukan union role persaingan usaha haruslah menjadi salah satu pokok pembicaraan dalam pembentukan dan pelaksanaan AEC. Dengan demikian, tujuan utama dari penyelenggaraan AEC dapat tercapai, yaitu peningkatan kesejahteraan masyarakat ASEAN. Kesimpulan Berdasarkan uraian pembahasan pokok permasalahan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Ruang lingkup aturan pengecualian ketentuan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat mengenai perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor adalah sebagai berikut : a. Perjanjian, yaitu dalam bentuk tertulis maupun tidak tertulis, sesuai Pasal 1 angka 7 UU No. 5 Tahun 1999. Bentuk-bentuk perjanjian tersebut adalah yang diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16 UU No. 5 Tahun 1999. b. Perbuatan, yaitu kegiatan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24 UU No. 5 Tahun 1999. Namun, bentuk-bentuk kegiatan tersebut tidak mempunyai relevansi atau keterkaitan dengan permasalahan pada pengecualian tentang ekspor.
19
Ibid.
Tinjauan yuridis terhadap..., Astrid Romauli Sihite, FH UI, 2014
c. Bertujuan untuk ekspor, yaitu berupa perjanjian jual beli internasional yang kegiatannya adalah mengeluarkan barang dari wilayah darat, laut, maupun udara Republik Indonesia. d. Tidak mengganggu kebutuhan dan atau pemasokan dalam negeri, yaitu tidak memberikan dampak terhadap perekonomian dan pasar di Indonesia. Dampak tersebut dapat dilihat melalui pengaruh-pengaruh yang timbul pada konsumsi masyarakat, pada produksi, dan pada distribusi pendapatan masyarakat. Dari kesemua bentuk perjanjian dan perbuatan yang dilarang tersebut, yang mempunyai kaitan dengan perjanjian dan atau kegiatan yang bertujuan untuk ekspor (Pasal 50 huruf (g)) adalah perjanjian kartel dan perjanjian dengan pihak luar negeri. Kedua bentuk perjanjian yang dilarang ini mempunyai potensi menimbulkan konflik persaingan usaha karena ekspor. Kasus yang sering terjadi yang berkaitan dengan penerapan Pasal 50 huruf (g) UU No. 5/1999 adalah kartel ekspor. Salah satu contoh kasus kartel ekspor yang pernah terjadi adalah kasus kartel perusahaan kertas Asia Pulp & Paper Co Ltd (APP Singapore) dan PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk. (IKPP). Indah Kiat merupakan anak perusahaan dari APP Singapore yang berdomisili di Indonesia. Praktek kartel yang telah dilakukan oleh kedua perusahaan ini memberikan dampak di pasar Australia. Oleh karena itu, mengacu pada ketentuan Pasal 50 huruf (g) UU No. 5 Tahun 1999, Indah Kiat tidak dihukum berdasarkan hukum persaingan usaha Indonesia karena tindakannya telah memenuhi unsur “tidak mengganggu kebutuhan dan atau pemasokan dalam negeri”. Akan tetapi, terkait kasus ini, KPPU sama sekali tidak melakukan penyelidikan dan pemeriksaan apakah tindakan Indah Kiat dan APP Singapore tersebut benar-benar tidak memberikan dampak di pasar Indonesia. Dikarenakan pemeriksaan tidak dilakukan, maka putusan KPPU juga tidak ada terhadap kasus ini. Akibatnya, penerapan dan keberlakuan Pasal 50 huruf (g) menjadi kurang jelas dan bermanfaat. 2. Berdasarkan uraian tentang pelaksanaan AEC dan kondisi ekspor yang terjadi di Indonesia dan ASEAN, maka aturan pengecualian tentang perjanjian atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor dalam UU No. 5/1999 setelah AEC terlaksana pada tahun 2015 perlu ditinjau dan diperbaharui keberlakuannya. Perdagangan bebas memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kondisi ekspor. Kondisi perdagangan ASEAN setelah AFTA (perdagangan bebas) mengalami suatu peningkatan ke arah yang lebih baik, dimana pemerataan mulai terjadi diantara negara-negara anggota ASEAN. Sementara itu, terhadap kondisi ekspor Indonesia sendiri, perdagangan bebas belum
Tinjauan yuridis terhadap..., Astrid Romauli Sihite, FH UI, 2014
memberikan dampak yang lebih baik secara signifikan. Nilai ekspor Indonesia sampai tahun 2013 masih belum mengalami peningkatan yang stabil. Indonesia tampaknya belum siap dengan penghapusan hambatan tarif dan non-tarif yang dilakukan dalam pasar bebas. Terlebih lagi, berdasarkan data yang ada, kegiatan ekspor yang dilakukan oleh Indonesia masih belum merata ke seluruh negara anggota ASEAN, melainkan berfokus pada ekspor ke negara Singapura, Malaysia, dan Thailand. Dikarenakan pengaruh yang diberikan oleh perdagangan bebas terhadap kondisi ekspor adalah pengaruh yang signifikan, maka tentunya berpengaruh pula terhadap kondisi persaingan usaha di Indonesia. Pasar yang akan menjadi sangat terbuka diharapkan juga menjadi pasar yang semakin kompetitif. Pasar yang kompetitif menimbulkan kekhawatiran terjadi kondisi dimana kekuasaan dan kekuatan pasar hanya berpusat pada satu pelaku usaha tertentu. Suatu union role yang mengatur hukum persaingan usaha di kawasan pasar bebas ASEAN merupakan suatu kepentingan bersama negaranegara peserta AEC. Dengan adanya union role di bidang persaingan usaha, tentunya aturan-aturan persaingan usaha di masing-masing negara anggota ASEAN harus melakukan penyesuaian, khususnya mengenai aturan pengecualian yang berbeda-beda di tiap negara. Oleh karena itu, aturan pengecualian tentang ekspor dalam Pasal 50 huruf (g) UU No. 5 Tahun 1999 juga perlu ditinjau dan diperbaharui berdasarkan kebutuhan pasar ASEAN karena sudah tidak signifikan dengan kondisi pasar bebas ASEAN. Pada pokoknya, pembaharuan pengaturan persaingan usaha harus dapat melaksanakan tujuan dari penyelenggaraan AEC, yaitu peningkatan kesejahteraan masyarakat ASEAN. Saran Berkaitan dengan kesimpulan yang telah dirumuskan dari pembahasan, maka Penulis memberikan saran-saran sebagai berikut : 1. KPPU sebaiknya menjalankan fungsi pengawasan terhadap tindakan antipersaingan yang dikecualikan dari pengaturan UU No. 5 Tahun 1999. Meskipun tindakan tersebut secara nyata mengganggu pasar luar negeri dan bukan dalam negeri, KPPU tetap perlu melakukan pemeriksaan agar terdapat suatu kepastian bahwa pasar persaingan dalam negeri benar-benar tidak terganggu. 2. KPPU sebaiknya menjatuhkan putusan terhadap tindakan antipersaingan yang dikecualikan dari pengaturan UU No. 5 Tahun 1999 sehingga penerapan dan
Tinjauan yuridis terhadap..., Astrid Romauli Sihite, FH UI, 2014
keberlakuan aturan pengecualian tersebut, khususnya Pasal 50 huruf (g), menjadi jelas dan bermanfaat, termasuk terhadap kasus APP Singapore dan Indah Kiat. 3. Pelaku usaha dalam negeri harus mulai menyesuaikan diri dengan kondisi pasar yang akan benar-benar berubah pada AEC 2015 nanti sehingga tidak kalah bersaing di pasar Indonesia, bahkan dapat membantu meningkatkan nilai dan kualitas perdagangan Indonesia. 4. Pemerintah harus segera memberikan perhatian lebih terhadap kondisi ekspor Indonesia agar terjadi peningkatan nilai ekspor yang dapat membantu dan mendorong Indonesia untuk menjadi leading country di sektor perdagangan AEC 2015. 5. Negara-negara anggota ASEAN segera melakukan peninjauan dan pembaharuan terhadap aturan pengecualian setiap undang-undang persaingan usaha di masingmasing untuk menghindari terjadi permasalahan yang mengganggu ketertiban, ketentraman, dan kesejahteraan masyarakat. Peninjauan tersebut khususnya dilakukan terhadap Pasal 50 huruf (g) UU No. 5 Tahun 1999 yang sudah tidak relevan untuk diberlakukan di pasar bebas ASEAN. 6. Negara-negara anggota ASEAN segera menyusun rancangan aturan bersama (union role) yang mengatur hukum persaingan usaha di kawasan perdagangan bebas ASEAN, dalam rangka menciptakan kawasan kompetitif yang melindungi kepentingan semua pihak yang terkait dalam perdagangan. Daftar Referensi Buku : Boediono. (1994). Ekonomi Internasional (ed-1, cet-6). Yogyakarta: BPFE. Departemen Perdagangan Republik Indonesia. (2007). Menuju ASEAN Economic Community 2015. Jakarta: Departemen Perdagangan Republik Indonesia. Hansen, Knud. (2002). Et.al. Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat = Law Concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition (cet-2). Jakarta: Katalis. Lubis, Andi Fahmi. Et al. (2009). Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks. Jakarta: Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Soekanto, Soerjono. (1986). Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Tinjauan yuridis terhadap..., Astrid Romauli Sihite, FH UI, 2014
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. (1994). Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Jurnal Artikel : Fahmi Radhi. (2013). Berbenah Menuju ASEAN Community 2015. Jurnal Komisi Pengawas Persaingan Usaha: Kompetisi 42. .
Internet : Asia Pulp & Paper Co Ltd. (2014). APP Products. Diunduh 9 Oktober 2014 dari https://www.asiapulppaper.com/products,. Australian Competition & Consumer Commission. (2014). Compliance & Enforcement Policy. Diunduh 10 Oktober 2014 dari https://www.accc.gov.au/about-us/australiancompetition-consumer-commission/compliance-enforcement-policy. Indah Kiat Pulp and Paper, Tbk. (2014). Our History. Diunduh 9 Oktober 2014 dari http://www.iktangerang.com/site/about/2. The Australian. (2014). Price-fix Fine for Paper Company. Di unduh 10 Oktober 2014 dari http://www.theaustralian.com.au/national-affairs/price-fix-fine-for-paper-company/storyfn59niix-1226013786538?nk=eed3fb3a52c093548da38d2e90f495ab.
Tinjauan yuridis terhadap..., Astrid Romauli Sihite, FH UI, 2014