Formulasi Serum Penghambat Kerja Tirosinase yang Mengandung Fitosom Ekstrak Biji Lengkeng (Dimocarpus longan Lour) Menggunakan Eksipien Koproses Kasein – Xanthan Gum Noorviana Farmawati, Effionora Anwar, Azizahwati Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, Depok, 16424, Indonesia E-mail :
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan sediaan serum yang mengandung ekstrak biji lengkeng sebagai penghambat tirosinase dalam bentuk fitosom dengan eksipien koproses kasein dan xanthan gum sebagai basis. Koproses eksipien yang digunakan adalah kasein dan xanthan gum dengan perbandingan 5:1 yang bertujuan untuk memperoleh viskositas serum yang diinginkan. Pada penelitian ini digunakan metode peredaman DPPH dan uji penghambatan aktivitas tirosinase untuk mengetahui nilai IC50 dari ekstrak biji lengkeng. Nilai IC50 dari ekstrak biji lengkeng sebagai antioksidan adalah 6,566 µg/mL dan sebagai penghambat tirosinase adalah 1777,373 µg/mL. Ekstrak biji lengkeng diinkorporasikan dalam bentuk fitosom dan dihasilkan fitosom dengan nilai efisiensi penjerapan sebesar 65,54% serta ukuran diameter partikel yaitu 382,59 nm. Fitosom yang telah terbentuk lalu diformulasikan dalam sediaan serum yang mengandung eksipien koproses kasein dan xanthan gum. Koproses kasein – xanthan gum memiliki kemampuan mengembang yang cukup baik dengan viskositas yang tidak terlalu kental. Sediaan serum diformulasikan menggunakan eksipien koproses kasein – xanthan gum dengan konsentrasi 3% lalu diuji stabilitas fisik serta cycling test dan terbukti stabil. Dapat disimpulkan bahwa sediaan serum dengan koproses kasein dan xanthan gum sebagai eksipien yang mengandung fitosom ekstrak biji lengkeng merupakan sediaan yang dapat digunakan sebagai kosmetik. Kata Kunci
: ekstrak etanol biji lengkeng, fitosom, koproses kasein – xanthan gum, penghambat tirosinase, serum
Formulation of Serum for Tyrosinase Inhibition Containing Phytosome of Longan Seed Extract (Dimocarpus longan Lour.) Using Coprocessed of Casein - Xanthan Gum as Excipient Abstract This study was intended to formulate serum containing phytosome of longan seed extract as tyrosinase inhibitor using coprocessed casein and xanthan gum as a base. Coprocessed of casein and xanthan gum with ratio of 5:1 was chosen to obtain viscosity of serum as desired. Radical scavenging DPPH and tyrosinase inhibitor activity was used to determine IC50 value from longan seed extract. IC50 value of longan seed extract as antioxidant is 6.566 µg/mL dan as tyrosinase inhibitor is 1777.373 µg/mL. Longan seed extract was incorporated into phytosome and the entrapment efficiency is 65.54% with diameter particle size 382.59 nm. Phytosome was formulated into serum containing coprocessed of casein and xanthan gum as excipient. Coprocessed casein – xanthan gum had good enough swelling index with low viscosity. Serum as formulated using 3% of coprocessed casein – xanthan gum and showed stable condition after physical stability test and cycling test. Therefore, the conclusion is the serum using coprocessed of casein and xanthan gum as excipient and containing phytosome of longan seed extract had good characteristic to be applied as cosmetic. Keywords
: coprocessed casein –xanthan gum, longan seed extract, phytosome, serum, tyrosinase inhibitor
Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014
Pendahuluan Kosmetik telah berkembang menjadi berbagai bentuk sediaan yang bertujuan untuk meningkatkan kenyamanan bagi penggunanya. Salah satu dari berbagai bentuk sediaan kosmetik yang telah berkembang akhir – akhir ini adalah serum. Serum merupakan gel dengan viskositas yang lebih rendah. Serum memiliki kelebihan yaitu dapat memberikan efek yang lebih nyaman dan lebih mudah menyebar di permukaan kulit karena viskositasnya yang tidak terlalu tinggi. Untuk memperoleh basis serum dengan viskositas yang sesuai dapat dilakukan melalui proses modifikasi eksipien. Salah satu metode yang dapat digunakan dalam modifikasi eksipien yaitu koproses yang merupakan modifikasi eksipien secara fisik antara dua atau lebih eksipien tanpa melalui perubahan kimia. Metode koproses bertujuan untuk memperoleh sifat yang diinginkan antar komponen eksipien dan menutupi kekurangan dari masing – masing komponen. Pada penelitian ini digunakan eksipien kasein dan xanthan gum yang dimodifikasi melalui koproses. Pemilihan kasein dan xanthan gum dalam formulasi serum bertujuan untuk memperoleh basis serum dengan viskositas yang tidak terlalu kental serta stabil dalam penyimpanan dan pemakaian. Kasein merupakan polimer yang tersusun atas berbagai macam asam amino yang dapat berfungsi sebagai pengental dengan sifat hidrofilisitas yang tinggi, kompatibilitas yang baik dan tidak toksik namun memiliki viskositas yang rendah (Elzoghby, Fotoh, dan Elgindy, 2011). Xanthan gum merupakan gum polisakarida yang memiliki struktur heliks ganda yang membentuk struktur tiga dimensi dan dapat mengabsorbsi sejumlah air sehingga dapat meningkatkan viskositas (Anwar, 2012). Oleh karena itu, dalam penelitian ini kasein dikoproses dengan xanthan gum untuk memperoleh viskositas yang tidak terlalu tinggi namun tidak terlalu rendah sehingga menghasilkan serum yang mudah dalam aplikasinya. Sediaan serum yang dibuat mengandung zat aktif yaitu ekstrak biji lengkeng yang diformulasikan dalam bentuk fitosom sebagai pembawa. Ekstrak biji lengkeng dapat menghambat kerja tirosinase dengan nilai IC50 sebesar 2,9 mg/mL (Rangkadilok, Sitthimonchai,
Worasyttayangkurn,
Mahidol,
Ruchirawat,
dan
Satayavivad,
2006).
Tirosinase merupakan enzim yang berfungsi dalam mengkatalisis dua reaksi utama dalam melanogenesis yaitu hidroksilasi dari L-tirosin menjadi L-DOPA dan oksidasi L-DOPA menjadi dopakuinon (Gillbro dan Olsson, 2011), sehingga dapat mencegah pembentukan melanin yang berperan dalam proses penggelapan kulit. Berdasarkan
penelitian
yang
dilakukan
oleh
Rangkadilok,
Sitthimonchai,
Worasyttayangkurn, Mahidol, Ruchirawat, dan Satayavivad (2006) terhadap buah lengkeng
Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014
diketahui bahwa biji lengkeng mengandung beberapa senyawa kimia seperti asam elagat, asam galat, dan korilagin yang memiliki aktivitas sebagai penghambat tirosinase sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pencerah kulit. Oleh karena itu, pada penelitian ini, ekstrak biji lengkeng diformulasikan dalam bentuk serum yang sebelumnya dibuat fitosom sebagai vesikel pembawa. Fitosom merupakan teknologi untuk menginkorporasikan ekstrak tanaman yang terstandardisasi dalam fosfolipid untuk membentuk kompleks molekuler yang kompatibel dengan lipid (Sindhumol, Thomas, dan Mohanachandran, 2010). Fitosom dapat diaplikasikan dalam sediaan kosmetik karena sifatnya yang lipofilik sehingga dapat meningkatkan absorpsi topikal dari senyawa tanaman yang bersifat hidrofilik (Bombardelli, Cristoni, dan Morqzzoni, 1994) dan dapat digunakan sebagai vesikel pembawa dari ekstrak biji lengkeng yang bersifat polar. Selain itu, fitosom dapat digunakan untuk membantu senyawa polar yang tidak dapat berdifusi secara pasif untuk melewati membran biologis yang kaya akan lipid (Jain, Gupta, Thakur, Jain, Banweer, Jain, dan Jain, 2010). Fitosom yang digunakan dalam penelitian ini akan diformulasikan dalam bentuk serum dengan eksipien koproses kasein dan xanthan gum. Eksipien serum yang merupakan koproses kasein – xanthan gum yang dihasilkan akan dikarakterisasi secara fisik, kimia, dan fungsional dengan menggunakan zat aktif yaitu fitosom ekstrak biji lengkeng. Serum kemudian dievaluasi dan diuji stabilitasnya untuk membuktikan bahwa serum yang dihasilkan dapat diaplikasikan sebagai sediaan kosmetik.
Tinjauan Teoritis Lengkeng ( Dimocarpus longan Lour ) Bagian tanaman yang digunakan adalah biji. Biji lengkeng (Dimocarpi longan Semen) merupakan biji yang telah dipisahkan dari buahnya (Rangkadilok, Sitthimonchai, Worasyttayangkurn, Mahidol, Ruchirawat, dan Satayavivad, 2006). Biji lengkeng banyak mengandung senyawa fenolik seperti asam galat, asam elagat, korilagin, monogaloil-glukosa, monogaloil-diglukosa, digaloil-diglukosa, penta- hingga heptagaloil-glukosa, galoil-HHDP (heksahidroksidifenol)-glukopiranosa, pentagaloil-HHDP-glukopiranosa, dimer prosianidin tipe A, prosianidin B2, dan kuersetin 3-O-rhamnosida. Ekstrak air dari biji lengkeng memiliki akivitas sebagai antioksidan dengan nilai SC50 antara 10,8 – 77,3 µg/mL dan penghambat tirosinase dengan nilai IC50 sebesar 2900 µg/mL. Hal tersebut disebabkan oleh adanya kandungan tiga polifenol utama yang terdapat di dalam biji lengkeng yaitu asam elagat, asam galat, dan korilagin (Rangkadilok, Sitthimonchai, Worasyttayangkurn, Mahidol, Ruchirawat,
Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014
dan Satayavivad, 2006). Ketiga senyawa tersebut memiliki kemampuan untuk mengkelasi ion tembaga yang terdapat pada pusat aktif tirosinase sehingga menyebabkan enzim tersebut tidak bekerja (Tanaka, 2001). Fitosom Fitosom merupakan vesikel pembawa untuk menginkorporasikan ekstrak tanaman yang larut air ke dalam fosfolipid untuk menghasilkan kompleks molekular lipid. Sebagian besar ekstrak tanaman bersifat polar. Senyawa polar tersebut sukar diabsorpsi karena ukuran molekul yang besar sehingga tidak dapat diabsorpsi melalui difusi pasif atau kelarutan dalam lemak yang rendah sehingga menghambat kemampuan senyawa tersebut untuk melewati membran biologis yang kaya akan lipid. Oleh karena itu, fitosom dapat meningkatkan absorbsi dan penetrasi untuk obat maupun kosmetik (Jain, et al., 2010 ) Fitosom dihasilkan dari reaksi antara fosfolipid seperti fosfatidilkolin. Bagian kepala dari fitosom berikatan dengan senyawa dari tanaman sedangkan bagian badan dan ekor akan menyelubungi bagian kepala yang berikatan dengan senyawa dari tanaman. Fitokonstituen yang dihasilkan merupakan kompleks lipid molekuler dengan fosfolipid, sehingga disebut juga sebagai kompleks fito-fosfolipid. Kasein Kasein merupakan protein utama di dalam susu dengan konsentrasi 80% dari protein total (Ghosh, Ali, & Dias, 2009). Kasein merupakan protein berbentuk gulungan yang tidak memiliki struktur sekunder maupun tersier. Kasein kaya akan asam amino prolin dengan struktur terbuka protein rheomorfik yang memiliki perbedaan antara bagian hidrofobik dan hidrofilik. Terdapat empat jenis kasein terfosforilasi antara lain αs1-CN, αs2-CN, dan β-CN, dan κ-CN yang memiliki pusat residu serin-fosfat untuk sekuestrasi kalsium ( Elzoghby, Fotoh, & Elgindi, 2009). Kasein dapat diperoleh secara fraksinasi tradisional dengan mensentrifus untuk memisahkan krim yang diikuti dengan presipitasi kasein dari susu skim pada pH 4,6 untuk memperoleh presipitat yang kaya akan kasein dan serum yang mengandung protein whey. Kaseinat diperoleh dengan melarutkan kembali presipitat kasein asam dengan larutan alkali hingga dicapai pH 6,7 kemudian dikeringkan. (Livney, 2009). Salah satu aplikasi kasein dalam sediaan farmasetik yaitu sebagai hidrogel karena memiliki sifat hidrofilisitas yang tinggi, toksisitas yang rendah, biokompatibilitas yang baik, dan memiliki bagian reaktif yang dapat digunakan untuk modifikasi secara kimia dalam membentuk struktur hidrogel ( Elzoghby, Fotoh, & Elgindi, 2009).
Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014
Xanthan Gum Xanthan gum merupakan gum polisakarida dengan berat molekul yang besar yang terdapat dalam garam natrium, kalium, ataupun kalsium. Xanthan gum mengandung unit berulang dari lima residu gula yaitu dua D-glukosa, dua D-manosa, dan satu asam Dglukoronat. Struktur yang rapat dari rantai polimer terdapat dalam larutan sebagai heliks tunggal, ganda, ataupun rangkap tiga yang berinteraksi dengan molekul xanthan gum yang lain untuk membentuk kompleks dengan ikatan jaringan yang longgar (Rowe, Sheskey, dan Quinn, 2009). Xanthan gum banyak digunakan dalam bidang farmasi sebagai pembentuk gel, pengental, penstabil, dan pensuspensi (Rowe, Sheskey, dan Quinn, 2009). Xanthan gum mudah larut dalam ar dingin ataupun panas yang selanjutnya heliks ganda tersebut dapat membentuk struktur tiga dimensi yang mengabsorpsi sejumlah air sehingga meningkatan viskositas secara tajam. Penggunaan xanthan gum sebagai pengental yaitu 0,5 – 1% (Anwar, 2012). Koproses Koproses merupakan proses modifikasi antara dua eksipien atau lebih secara fisik tanpa terjadi perubahan secara kimiawi. Pada koproses terbentuk interaksi pada tingkat subpartikel yang menghasilkan sinergisme sifat fungsional yang diharapkan dan menutupi kekurangan
dari
sifat
masing
–
masing
eksipien.
Koproses
dilakukan
dengan
menginkorporasikan satu eksipien ke dalam struktur partikel dari eksipien lain yang dikombinasikan dalam tingkat partikel. Eksipien yang dihasilkan melalui koproses akan mengalami perubahan partikel yang meliputi bentuk, ukuran partikel, dan perubahan minor yang terdapat dalam tingkat molekuler seperti polimorfisme. Keuntungan yang diperoleh melalui metode koproses antara lain, tidak terjadi perubahan kimia pada eksipien yang dihasilkan sehingga memudahkan produsen dalam pengembangan formula, adanya perbaikan sifat fungsional dari masing – masing eksipien, serta efektivitas biaya dan waktu dalam pengembangan eksipien baru. Serum Serum adalah sediaan dengan viskositas yang rendah yang menghantarkan zat aktif melalui permukaan kulit dengan membentuk lapisan film tipis dengan mengandung bahan aktif lebih banyak dan sedikit kandungan pelarut sehingga memilki kecenderungan konsentrat (Draelos, 2010). Serum sebenarnya merupakan istilah komersial dalam kosmetik untuk jenis sediaan yang memiliki komponen bioaktif lebih banyak. Teknologi pembuatan serum yang
Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014
digunakan dalam penelitian ini merupakan teknologi dalam pembuatan gel. Serum memiliki kelebihan dibandingkan dengan produk kosmetik tradisional dalam hal efek yang diberikan dan kenyamanan dalam penggunaan. Serum diaplikasikan dalam jumlah yang sedikit, oleh karena itu dalam hal pemilihan dan koproses polimer larut air harus dipertimbangkan (Mitsui, 1993). Metode Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fitokimia, Laboratorium Kimia Analisis Kuantitatif, Laboratorium Farmasetika Fakultas Farmasi Universitas Indonesia selama lebih kurang 4 bulan dari bulan Februari 2014 sampai Mei 2014. Bahan Biji lengkeng (Dimocarpus longan Lour) diperoleh dari Badan Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITTRO), susu sapi cair tanpa lemak (skimmed milk), Lipoid S 75 (diperoleh dari Lipoid AG, Jerman), propilen glikol (diperoleh dari Dow Chemical Co.), BHT, asam askorbat (diperoleh dari Shandong Luwei Pharmaceutical, China), asam kojat (diperoleh dari Sino Lion, USA), mushroom tyrosinase (diperoleh dari Sigma Aldrich, Singapura), L-DOPA (diperoleh dari Sigma Aldrich, Singapura), kalium dihidrogen fosfat (diperoleh dari Merck, Jerman), metil paraben, propil paraben, xanthan gum, etanol 96%, DPPH (diperoleh dari Sigma Aldrich, Singapura), etanol 70%, metanol p.a. (diperoleh dari Merck, Jerman), NaOH (diperoleh dari Merck, Jerman) dan aqua destilata. Alat Rotary vacuum evaporator (Hahn Shin HS-2005S-N), moisture analyzer (Metler Tolredo, Jerman), timbangan analitik (Accu-Lab), penangas air (Memmert, Hongkong), homogenizer (Omni-Multimix Inc., Malaysia), eppendorf microcentrifuge tube, pH meter tipe-510 (Eutech Instrument, Singapura), viskometer brookfield (Brookfield, USA), ultrasentrifugator (Hitachi Himac CP100WX), 96-well-microtiter plate, microplate reader 680 (Bio-Rad), termometer, oven (Memmert, Jerman), lemari pendingin (Toshiba, Jepang), inkubator (Memmert, Hongkong), freeze dryer, spray drier, vortex mixer model VM-200 (Digisystem Laboratory), ayakan (Retsch, Jerman), Fourier-Transform Infra Red 8400 S (Shimadzu, Jepang), spektrofotmeter UV-Vis (Shimadzu UV-1601, Jepang), Scanning
Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014
Electron Microscopy, Particle Size Analyzer, kertas saring Whatman no. 40, dan alat-alat gelas. Ekstraksi Simplisia Proses ekstraksi dilakukan di BALITTRO, Bogor. Sejumlah 2 kg biji lengkeng segar diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi menggunakan 8 L etanol 70% selama 24 jam sebanyak 3 siklus. Setelah 24 jam, dilakukan pengeringan ekstrak dengan menggunakan rotary evaporator, penangas air dan oven vakum secara berurutan pada suhu 40 °C hingga diperoleh ekstrak kental. (Zhang, Chen, Xiao, dan Yao, 2004, telah dimodifikasi). Ekstrak yang diperoleh lalu dihitung rendemennya dan diuji secara kualitatif dengan pereaksi FeCl3 untuk mengetahui ada tidaknya polifenol. Pengujian Aktivitas Antioksidan Ekstrak Biji Lengkeng Larutan uji dibuat dengan cara 3 mL dari masing – masing konsentrasi ditambahkan 1 mL DPPH 100 µg/mL. Campuran dikocok selama 20 detik kemudian larutan uji dan larutan kontrol positif diinkubasi pada suhu 37 °C selama 30 menit. Larutan ekstrak dibuat dalam konsentrasi 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 µg/mL. Asam askorbat digunakan sebagai pembanding atau kontrol positif dengan konsentrasi 0,3; 0,5; 0,7; 1,0; 2,0; 3,0 µg/mL. Uji antioksidan ekstrak dilakukan dengan metode DPPH yang menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Serapan atau absorbansi larutan uji diukur pada panjang gelombang maksimum. Presentase peredaman dihitung dengan menggunakan rumus:
Penetapan Kadar Total Fenol Ekstrak Biji Lengkeng dengan Metode Folin – Ciocalteu Sebanyak 50 mg standar asam galat ditimbang lalu dilarutkan dalam metanol p.a. hingga 50 ml untuk memperoleh larutan induk dengan konsentrasi 1.000 µg/mL. Larutan induk lalu diencerkan dalam berbagai konsentrasi antara lain 150, 250, 300, 350, 400, 500 µg/mL lalu diukur serapannya dan dibuat kurva kalibrasi. Sebanyak 1 ml larutan sampel dengan konsentrasi 5000 µg/mL ditambahkan dengan 1,5 ml larutan Folin – Ciocalteu 50% lalu larutan dihomogenkan dengan vortex selama 3 menit. Larutan didiamkan selama 5 menit, kemudian ditambahkan NaHCO3 7,5% sebanyak 1,5 ml. Larutan diinkubasi dalam ruangan gelap pada suhu ruang selama 90 menit dan diukur
Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014
serapannya pada panjang gelombang 740 nm. Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan menggunakan larutan asam galat dengan konsentrasi 100 µg/mL. Uji Penghambatan Aktivitas Tirosinase Ekstrak Biji Lengkeng terhadap Dopakrom Sejumlah 80 µL larutan dapar fosfat ( 0,1 M , pH 6,8 ), 40 µL larutan sampel, 40 µL larutan L-DOPA, dan 40 µL larutan tirosinase dimasukkan ke dalam 96 well – microtiter plate. Masing – masing sampel dibuat bangko tanpa penambahan tirosinase. Larutan kemudian diinkubasi selama 10 menit pada suhu 37 °C. Campuran diukur absorbansinya menggunakan microplate reader pada panjang gelombang optimum. Larutan ekstrak yang diuji dibuat dalam konsentrasi 312,5; 625,0; 1.250; 2.500; dan 5.000,0 µg/mL dan sebagai kontrol positif digunakan asam kojat yang dibuat dalam konsentrasi 2,5; 5,0; 7,5; 10,0; 15,0; dan 20,0
µg/mL. Uji penghambatan tirosinase ditentukan dengan mengukur absorbansi
menggunakan microplate reader pada panjang gelombang optimum. Absorbansi yang terukur merupakan absorbansi pembentukan dopakrom. Berdasarkan absorbansi pengukuran tersebut dihitung persentase inhibisi tirosinase menurut metode Chang et al ( 2005 ) dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan : B = absorbansi kontrol dikurangi absorbansi blangko kontrol ( B1 – B0 ) S = absorbansi sampel dikurangi absorbansi blangko sampel ( S1 – S0 ) Formulasi Fitosom yang Mengandung Ekstrak Biji Lengkeng Tabel 1. Formulasi Fitosom Ekstrak Biji Lengkeng
Bahan
Jumlah
Ekstrak biji lengkeng
250 mg
Fosfatidilkolin
375 mg
Etanol 96%
50 mL
Ekstrak kental biji lengkeng dan fosfolipid yang telah ditimbang ditempatkan dalam labu bulat 1000 mL dan dilarutkan dalam 50 mL etanol 96%. Etanol 96% diuapkan dalam kondisi vakum dengan menggunakan rotary evaporator pada suhu 50 °C dengan kecepatan 30 hingga 150 rpm yang dilakukan secara bertahap selama 2 jam. Lapisan tipis yang
Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014
diperoleh selanjutnya dihidrasi dengan menggunakan 40 mL dapar fosfat pH 7,4 dan dimasukkan glass beads hingga lapisan tipis terkelupas dari labu bulat pada kecepatan 70 rpm selama 1 jam. Suspensi fitosom selanjutnya disimpan dalam botol kaca dan dialiri gas nitrogen. (Mishra,Yadav, Meher, dan Sinha, 2012; Yanyu, Yunmei, Zhipeng, dan Qineng, 2006, telah dimodifikasi). Evaluasi Fitosom a. Morfologi Fitosom Morfologi bentuk vesikel dan ukuran fitosom dilakukan dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM). b. Distribusi Ukuran Partikel Pengukuran distribusi ukuran partikel dari fitosom dilakukan dengan menggunakan alat Particle Size Analyzer (PSA) dengan metode dynamic light scattering (pemendaran cahaya) pada suhu 25 °C. c. Analisis FTIR Suspensi fitosom sebelumnya dihilangkan pelarutnya dengan metode freeze dry. Fitosom kemudian digerus bersama serbuk KBr yang sebelumnya telah dikeringkan dengan perbandingan 1:1 dan dimasukkan ke dalam wadah cakram untuk pengujian dengan menggunakan FTIR dan dijalankan pada bilangan gelombang 400 hingga 4000 cm-1 (Zhang, Tang, Xu, dan Li, 2013) . d. Penentuan Efisiensi Penjerapan Fitosom Ekstrak biji lengkeng yang terjerap dalam fitosom dipisahkan dari ekstrak biji lengkeng yang tidak terjerap fitosom dengan sentrifugasi pada kecepatan 30.000 rpm selama 60 menit pada suhu 4 °C dalam keadaan vakum. Presipitat yang diperoleh disimpan dan supernatan yang diperoleh dihitung kadar fenol total untuk mengetahui presentase penjerapan. Supernatan diambil menggunakan pipet sebanyak 1 mL kemudian ditambahkan dengan 1,5 ml larutan Folin – Ciocalteu 50% lalu larutan dihomogenkan dengan vortex selama 3 menit. Larutan didiamkan selama 5 menit, kemudian ditambahkan NaHCO3 7,5% sebanyak 1,5 ml. Larutan diinkubasi dalam ruangan gelap pada suhu ruang selama 90 menit dan diukur serapannya pada panjang gelombang 740 nm.Setelah diperoleh persentase kadar total fenolik supernatan kemudian dihitung persentase kadar total fenolik presipitat yang mewakili efisiensi penjerapan fitosom.
Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014
Ekstraksi Kasein Susu sapi cair tanpa lemak (skimmed milk) sejumlah 2 L dipanaskan pada suhu 40 °C kemudian dipresipitasi dengan asam asetat glasial sebanyak 40 mL. Setelah muncul endapan, larutan susu berhenti dipanaskan dan didiamkan hingga endapan terpisah dari larutan. Endapan dikumpulkan dengan penyaringan menggunakan kain penyaring kemudian dicuci dengan aqua destilata dua kali, kemudian ditambahkan aqua destilata 1.500 mL. Larutan NaOH 1 N ditambahkan hingga diperoleh pH 6,6. Larutan kasein kemudian dikeringkan dengan spray dry dan diperoleh serbuk kasein (Nigam dan Ayyagari, 2007 yang telah dimodifikasi). Pembuatan Koproses Kasein dan Xanthan Gum Kasein didispersikan pada aqua destilata dengan perbandingan 5% (b/v) dan xanthan gum didispersikan dalam aqua destilata dengan perbandingan 1% (b/v). Kemudian kedua larutan dicampur dengan perbandingan 5:1 (b/b) dan diaduk dengan homogenizer selama 60 menit dengan kecepatan 600 rpm. Campuran dari larutan tersebut kemudian dikeringkan dengan menggunakan lempeng kaca yang dimasukkan ke dalam oven pada suhu 60 °C selama 14 jam. Setelah dilakukan pengeringan kemudian dihaluskan dan diayak menggunakan ayakan 35 mesh. Evaluasi Koproses Kasein – Xanthan Gum a. Penampilan Fisik Pengamatan fisik yang dilakukan terhadap hasil koproses kasein dan xanthan gum meliputi pengamatan terhadap bentuk dan warna. b. Bentuk dan Morfologi Partikel Evaluasi dari bentuk dan morfologi (tekstur) dari koproses kasein dan xanthan gum digunakan Scanning Electron Microscopy (SEM). d.
Viskositas dan Rheologi Koproses kasein dan xanthan gum dibuat dalam konsentrasi 3,5%. Pengukuran
dilakukan dengan menggunakan viskometer Brookfied dengan kecepatan putaran spindel diatur mulai dari 0,5; 2; 5; 10; dan 20 rpm dan kembali ke 20; 10; 5; 2; dan 0,5
Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014
rpm. Hasil pembacaan skala dicatat untuk perhitungan viskositas dan pembuatan kurva sifat aliran. e.
Indeks Mengembang Serbuk yang akan diuji indeks mengembang terlebih dahulu dicetak menjadi tablet
dengan massa 500 mg lalu ditambahkan aqua destilata sebanyak 10 mL hingga semua permukaan tablet terbasahi. Pengukuran dilakukan pada menit ke – 60, 120, 180, 240, 300, 360, 420, dan 480 dengan menghitung penambahan massa tablet. Pengukuran indeks mengembang dilakukan terhadap serbuk kasein, xanthan gum, koproses kasein – xanthan gum, dan pencampuran fisik kasein – xanthan gum. Formulasi Sediaan Serum Berdasarkan hasil optimasi basis serum, dibuat 4 formulasi dengan adanya perbedaan pada fitosom yang dimasukkan dalam masing – masing formulasi. Pada F1 digunakan fitosom dan eksipien koproses kasein – xanthan gum, pada F2 digunakan fitosom dan campuran fisik kasein – xanthan gum, pada F3 digunakan ekstrak biji lengkeng dan koproses kasein – xanthan gum, serta pada F4 digunakan eksipien koproses kasein – xanthan gum tanpa penambahan zat aktif. Tabel 2. Formulasi Serum Pencerah Wajah
Konsentrasi ( % b/v )
Bahan
F1
F2
F3
F4
Kompleks fitosom
40,0
40,0
-
-
Ekstrak biji lengkeng
-
-
0,1
-
Koproses kasein – xanthan gum
3,0
-
3,0
3,0
Kasein
-
2,5
-
-
Xanthan gum
-
0,5
-
-
Propilen glikol
15,0
15,0
15,0
15,0
BHT
0,1
0,1
0,1
0,1
Metil paraben
0,18
0,18
0,18
0,18
Propil paraben
0,02
0,02
0,02
0,02
Etanol 96%
2
2
2
2
Pewangi
3 tetes
3 tetes
3 tetes
3 tetes
Aqua destilata hingga
100
100
100
100
Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014
Koproses kasein - xanthan gum didispersikan dalam aqua destilata hingga terbentuk massa serum. Metil paraben, BHT, dan propil paraben dilarutkan dalam campuran etanol 96% dan propilen glikol. Larutan metil paraben, propil paraben, BHT, etanol 96%, dan propilen glikol dicampurkan dalam massa serum yang telah terbentuk dan ditambahkan pewangi. Tahap selanjutnya dilakukan homogenisasi menggunakan homogenizer dengan kecepatan pengadukan sekitar 600 rpm yang ditingkatkan secara bertahap. Basis serum yang telah terbentuk selanjutnya dimasukkan zat aktif dengan pengadukan perlahan menggunakan homogenizer dengan kecepatan pengadukan sekitar 600 rpm selama 30 menit. Evaluasi Sediaan Serum a. Pengukuran Viskositas dan Sifat Alir Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan alat viskometer Brookfield. Sediaan dimasukkan ke dalam gelas piala kemudian spindel yang sesuai diturunkan hingga batas spindel tercelup ke dalam sediaan, kemudian motor dan spindel dinyalakan. Kecepatan pemutar diatur berturut – turut 0,5; 2; 5; 10; dan 20 rpm kemudian dibalik dari 20; 10; 5; 2; dan 0,5 rpm. Angka viskositas yang ditunjukkan oleh jarum merah dicatat, kemudian dikalikan dengan faktor koreksi pada tabel yang terdapat pada brosur alat. Nilai viskositas dihitung kemudian dilakukan plot data yang diperoleh terhadap tekanan geser (dyne/cm2) dan kecepatan geser (rpm). b. Cycling test Sediaan disimpan pada suhu 4 oC selama 24 jam kemudian dikeluarkan dan ditempatkan pada suhu 40 oC selama 24 jam. Perlakuan ini adalah satu siklus. Percobaan diulang sebanyak 6 siklus. Kondisi fisik sediaan dibandingkan selama percobaan dengan sediaan sebelumnya. c. Uji stabilitas Stabilitas sediaan dievaluasi pada suhu 40o ± 2o C , 4o ± 2o C, dan 27o ± 2o C selama 3 minggu dengan dilakukan pengamatan organoleptis yang meliputi perubahan warna, bau, homogenitas, pengukuran pH, serta pemeriksaan adanya sineresis.
Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014
Hasil Penelitian dan Pembahasan Uji Antioksidan Ekstrak Biji Lengkeng Tabel 3. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Biji Lengkeng
Serapan DPPH (S0)
Konsentrasi Ekstrak (µg/mL)
Konsentrasi Ekstrak dalam Sampel (µg/mL)
0,6428
1 2 3 4 5 6 7
0,75 1,5 2,25 3 3,75 4,5 5,25
Serapan Ekstrak (A) Sampel 1 0,5669 0,5449 0,5090 0,4709 0,4510 0,4139 0,3881
Sampel 2 0,5703 0,5444 0,5071 0,4667 0,4462 0,3966 0,3842
Persentase Peredaman (%)
Persamaan Regresi Linier
EC50 (µg/mL)
11,54 ± 0,374 15,27 ± 0,055 20,96 ± 0,209 27,07 ± 0,462 30,21 ± 0,528 36,96 ± 1,903 39,93 ± 0,429
y = 6,7053x + 5,9702 R2 = 0,9972
6,566
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai EC50 dari ekstrak biji lengkeng sebesar 6,566 µg/mL. Apabila dibandingkan terhadap nilai EC50 dari kontrol positif yaitu asam askorbat sebesar 2,760 µg/mL dengan hasil perhitungan dan kurva kalibrasi dapat disimpulkan bahwa ekstrak kental etanol 70% dari biji lengkeng merupakan antioksidan yang kurang kuat apabila dibandingkan terhadap asam askorbat namun masih tergolong dalam antioksidan yang poten. Uji Penghambatan Aktivitas Tirosinase Ekstrak Tabel 4. Uji Penghambatan Aktivitas Tirosinase Ekstrak Biji Lengkeng
Konsentrasi Ekstrak (µg/mL)
Konsentrasi Ekstrak dalam Sampel (µg/mL)
S
B
Persentase Inhibisi (%)
S1
S2
312
62,4
0,4740
0,4740
5,01 ± 0,000
625
125
0,4560
0,4560
8,62 ± 0,000
1250
250
0,4410
0,4380
12,22 ± 0,000
2500
500
0,4180
0,4090
18,04 ± 0,425
5000
1000
0,3590
0,3390
32,06 ± 0,425
0,499
Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014
Persamaan Regresi Linier
y = 0,0255x + 4,677 R2 = 0,9921
IC50 (µg/mL)
1777,373
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai IC50 dari ekstrak adalah sebesar 1777,373 µg/mL yang lebih rendah dari asam kojat 7,686 µg/mL. Berdasarkan nilai IC50 kemampuan ekstrak biji lengkeng untuk menghambat aktivitas tirosinase lebih lemah apabila dibandingkan dengan asam kojat. Hal tersebut disebabkan asam kojat merupakan senyawa murni yang telah banyak digunakan sebagai penghambat tirosinase sedangkan sampel yang diuji masih berupa ekstrak yang belum dimurnikan. Formulasi Fitosom Ekstrak Biji Lengkeng
Gambar 1. Morfologi fitosom dengan SEM perbesaran 1000x an 5000x
Suspensi fitosom yang diperoleh berwarna cokelat tua dan tidak berbau spesifik. Suspensi tersebut selanjutnya disimpan dalam botol yang tertutup untuk mencegah terjadinya kontaminasi. Berdasarkan hasil pengujian menggunakan SEM pada berbagai perbesaran terlihat bahwa vesikel fitosom yang terbentuk berukuran hampir bulat. Secara fisik bentuk vesikel dari fitosom telah baik dan dapat terlihat adanya zat aktif yang terjerap dalam fosfatidilkolin. Berdasarkan hasil pemeriksaan distrubusi ukuran partikel, ukuran diameter rata – rata vesikel fitosom adalah 352,69 nm. Hasil dari spektrum infra merah menunjukkan pada bilangan gelombang 3500 hingga 3200 cm-1 yang merupakan bilangan gelombang untuk gugus –OH terjadi perbedaan puncak pada spektrum ekstrak, fosfatidilkolin, dan fitosom. Pada spektrum fitosom terjadi pelebaran pita pada bilangan gelombang 3257 cm-1 dengan puncak yang tidak tajam seperti pada spektrum ekstrak dan fosfatidilkolin. Pada spektrum antara ekstrak dan fitosom terjadi pergeseran dari 3000 cm-1 pada ekstrak ke 3086 cm-1 pada fitosom. Hal tersebut menujukkan adanya interaksi berupa ikatan hidrogen yang berasal dari cincin fenol dari ekstrak biji lengkeng dengan fosfatidilkolin pada gugus P ═ O (Zhang, Tang, Yu, Li, 2013). Nilai efisiensi penjerapan yang diperoleh sebesar 65,54%.
Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014
Ekstraksi Kasein Kasein yang diperoleh dari proses ekstraksi susu sapi berupa serbuk halus berwarna putih dan berbau susu. pH kasein hasil isolasi dengan menggunakan pH meter diperoleh pH kasein yaitu 6,96. pH yang dihasilkan mendekati netral sebab pada saat pembuatan larutan kasein digunakan NaOH untuk mengatur pH larutan kasein. Kasein yang diperoleh melalui proses ekstraksi dari susu mudah larut dalam air. Oleh karena itu pengukuran viskositas menggunakan viskometer bola jatuh. Sebelum dilakukan pengukuran dihitung terlebih dahulu berat jenis larutan kasein 1%. Berat jenis larutan kasein 1% yaitu 1,009 g/mL. Setelah itu dilakukan pengukuran viskositas dengan menggunakan viskometer Hoppler dan diperoleh viskositas larutan kasein yaitu 0,0198 cps. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kasein memiliki viskositas yang rendah. Koproses Kasein Xanthan - Gum
(a)
(b)
(c)
Gambar 2. Penampilan fisik serbuk kasein (a), xanthan gum (b), koproses kasein – xanthan gum (c)
(a)
(b)
Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014
(c) Gambar 3. Morfologi kasein (a), xanthan gum (b), koproses kasein – xanthan gum (c) perbesaran 5000x
Serbuk koproses kasein dan xantan gum berbentuk serbuk halus berwarna krem dan berbau susu dengan intensitas yang sangat lemah. Morfologi eksipien koproses kasein – xanthan gum menggunakan SEM terlihat bentuk pilinan halus dengan tingkat kerapatan permukaan yang lebih rendah dari xanthan gum dan berbeda dari morfologi kasein yang berbentuk seperti bongkahan kasar dengan banyak rongga serta xanthan gum yang memiliki permukaan yang tersusun rapat. Adanya struktur pilinan tersebut yang menyebabkan eksipien kasein – xanthan dapat memiliki kemampuan untuk menjerap air dengan nilai viskositas yang berada di atas kasein dan dibawah xanthan gum. Berdasarkan hasil pengujian larutan kasein 3,5% diperoleh hasil bahwa kasein memiliki viskositas 1140 cps dengan sifat alir plastis tiksotropik. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada proses koproses kasein dan xanthan gum terjadi interaksi yang menyebabkan perubahan viskositas yang lebih tinggi daripada kasein. koproses kasein dan xanthan gum memiliki indeks mengembang yang mencapai dua kali lipat. Hal tersebut disebabkan adanya gabungan sifat fungsional antara kasein dengan xanthan gum yaitu kasein yang mudah larut dalam air dengan xanthan gum yang mudah mengembang dalam air. Xanthan gum memiliki struktur heliks ganda yang dapat membentuk struktur tiga dimensi sehingga mampu menjerap molekul air. Hal tersebut menyebabkan perubahan sifat fungsional pada koproses kasein dengan xanthan gum. Hasil dari koproses kasein dengan xanthan gum menggunakan metode koproses menujukkan adanya pengaruh terhadap sifat fungsional eksipien. Eksipien hasil koproses dapat digunakan sebagai basis serum dengan viskositas yang diinginkan, yaitu di atas air dan di bawah gel sehingga mudah dalam aplikasinya pada kulit.
Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014
Hasil Evaluasi Formula Serum Tabel 5. Hasil Evaluasi Keempat Formula Serum
Viskositas
Formula
Warna
Bau
Homogenitas
pH
F1
Cokelat muda
Harum
Homogen
6,85
1140
F2
Cokelat muda
Harum
Homogen
6,86
1520
F3
Cokelat muda
Harum
Homogen
6,61
1120
F4
Putih
Harum
Homogen
6,81
760
( cps)
Serum yang mengandung fitosom dengan eksipien koproses kasein dan xanthan gum serta serum yang mengandung eksipien campuran fisik kasein dan xanthan gum berwarna cokelat muda. Pada serum yang mengandung eksipien koproses kasein dan xanthan gum dan campuran fisik kasein dan xanthan gum menghasilkan serum yang homogen. Serum yang mengandung ekstrak biji lengkeng berwarna cokelat dengan intensitas warna yang lebih tinggi pada serum yang mengandung ekstrak dengan penampilan serum yang homogen. Sedangkan blangko serum yang hanya mengandung basis, sediaan berwarna putih. Viskositas dari keempat formula diukur dengan menggunakan viskometer Brookfield. Serum yang mengandung fitosom dengan eksipien koproses kasein dan xanthan gum memiliki viskositas sebesar 1140 cps, serum yang mengandung fitosom dengan eksipien campuran fisik kasein dan xanthan gum memiliki viskositas 1520 cps, serum yang mengandung ekstrak biji lengkeng memiliki viskositas sebesar 1120 cps, dan blangko serum memiliki viskositas sebesar 760 cps. Serum fitosom memiliki viskositas yang lebih tinggi daripada blangko serum dan serum yang mengandung ekstrak sebab pada serum yang mengandung fitosom terkandung vesikel – vesikel fitosom yang berupa partikel padatan sehingga viskositasnya menjadi lebih tinggi. Serum yang mengandung campuran fisik kasein dan xanthan gum memilki viskositas yang lebih tinggi sebab tidak terdapat interaksi antara kasein dengan xanthan gum sehingga viskositas tersebut dipengaruhi oleh xanthan gum. Berdasarkan rheogram yang dihasilkan keempat formula memiliki sifat alir plastis tiksotropik, yaitu kurva yang dihasilkan tidak melalui titik (0,0) dan dibutuhkan yield value agar sediaan dapat mengalir. Cycling test merupakan uji stabilitas dipercepat untuk mengetahui adanya degradasi kimia maupun perubahan fisik dari sediaan melalui percobaan kondisi ekstrem, misalnya perbedaan suhu tinggi dan rendah (ICH, 2007). Suhu yang digunakan dalam cycing test yaitu
Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014
suhu 4 °C dan 40 °C yang dilakukan selama 6 siklus. Berdasarkan hasil pengamatan organoleptis pada keempat formula tidak ditemukan adanya perubahan fisik seperti terbentuknya kristal ataupun pemisahan. Selain itu, dari keempat formulasi tidak terjadi perubahan pH yang signifikan. Pada pengujian organoleptis dari masing – masing sediaan pada uji stabilitas masing – masing suhu tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada warna sediaan. Keempat formula masih berbau harum seperti pada minggu ke-0. Hal tersebut menunjukkan bahwa dari keempat formula tidak menunjukkan adanya perubahan dari zat aktif maupun eksipien. Pada pengujian pH dari keempat sediaan tidak menunjukkan adanya perubahan yang terlalu besar. Pada pengujian viskositas, viskositas pada miggu ke-3 menunjukkan adanya penambahan viskositas pada keempat formula. Hal tersebut disebabkan pada saat pengukuran minggu ke-0 susunan molekul pada serum tersusun secara acak akibat proses pembuatan dengan homogenizer. Setelah disimpan pada minggu ke- 3 viskositas serum kembali seperti semula. Pada keempat formula tidak terdapat perubahan sifat alir. Kesimpulan a. Ekstrak etanol biji lengkeng memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai EC50 sebesar 6,566 µg/mL dan penghambat tirosinase dengan nilai IC50 sebesar 1777,373 µg/mL. b. Fitosom ekstrak biji lengkeng memiliki efisiensi penjerapan sebesar 65,54% dengan ukuran diameter partikel 382,59 nm. c. Koproses kasein dan xanthan gum dengan konsentrasi 3% dapat diformulasikan sebagai basis serum dengan sifat alir plastis tiksoptropik dan stabil pada pengujian stabilitas fisik dan cycling test. Saran Untuk perbaikan penelitian di masa yang akan datang, perlu dilakukan perbaikan metode dalam pembuatan fitosom agar diperoleh efisiensi penjerapan yang mencapai 90% dan dilakukan uji aktivitas penghambat tirosinase secara in vivo untuk mengetahui efektivitas serum fitosom ekstrak biji lengkeng pada kulit manusia. Referensi Atkins, Peter, Paula, J.D. (2006). Physical Chemistry for Life Sciences. New York: W.H. Freeman and Company. Ajazuddin, Saraf, S. (2010). Application of Novel Drug Delivery System for Herbal Formulations. Fitoterapia, 81, 680-689.
Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014
Anwar, Effionora. (2012). Eksipien dalam Sediaan Farmasi – Karakterisasi dan Aplikasi. Jakarta: Dian Rakyat, 237. Baumann, L., Saghari, S. (2009). Cosmetic Dermatology : Principles and Practice Second Edition. USA: The McGraw-Hill Companies, 98 – 101. Bombardelli, E., Cristoni, A., Morqzzoni, P. (1994). Phytosome in Functional Cosmetics. Fitoterapia LXV, 5, 387 – 389. Champe, P.C, Harvey, R.A., Ferrier, D.R. (2011). Biochemistry. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins. Chang, T.S. (2009). An Updated Review of Tyrosinase Inhibitor. International Journal of Molecular Science, 10, 2440 – 2475. Contreras-Guzman, E.S., Strong, F.C. (1982). Determination of Tocopherols (Vitamin E) by Reduction of Cupric Ion. JAOAC 65, 1215-1222. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 7. Draelos, Z.D (Ed). (2010). Cosmetic Dermatology. West Sussex: John Wiley & Sons Ltd, 504. Elzoghby, A.O., Fotoh, W.S.A.E., Elgindy, N.A. (2011). Casein-based Formulations as Promising Controlled Release Drug Delivery Systems. Journal of Controlled Release, 1,53, 206–216. Ghosh, A., Ali, M.A., Dias, G. J., (2009). Effect of Cross-Linking on Microstructure and Physical Performance of Casein Protein. Biomacromolecules, 10, 1681–1688 Gillbro, J.M., Olsson, M.J. (2011). The Melanogenesis and Mechanism of Skin-Lightening Agents – Existing and New Approaches. International Journal of Cosmetic Science, 33, 210 – 221. International Conference on Harmonisation. (2007). The GCC Guidelines for Stability Testing of Drug Substances and Pharmaceutical Products 2nd Edition. International Conference on Harmonisation. Jain, N., Gupta, B.P., Thakur, N., Jain, R., Banweer, J., Jain, D.K., Jain, S. (2010). Phytosome : A Novel Drug Delivery System for Herbal Medicine. International Journal of Pharmacutical Sciences and Drug Research, 2(4), 224-228. Jhawat, V.C., Saini, V., Kamboj, S., Maggon, N. (2013). Transdermal Drug Delivery Systems: Approaches and Advancements in Drug Absorption through Skin. International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research, 10, 47-56. Katdare, A., Chaubal, M.V. (2006). Excipient Development for Pharmaceutical, Biotechnology, and Drug Delivery Systems. London: Taylor and Francis Group. Kedare, S.B., Singh, R.P. (2011). Genesis and Development of DPPH Method of Antioxidant Assay. J Food Sci Technol, 48(4), 412-422. Khan, J., Alexander, A., Ajazuddin, Saraf, S., Saraf. (2013). Recent Advances and Future Prospects of Phytophospholipid Complexation Technique for Improving Pharmacokinetic Profile of Plant Actives. Journal of Controlled Release, 168, 50-60. Livney, Y.D. (2009). Milk Proteins as Vehicles for Bioactives. Current Opinion in Colloid & Interface Science, 15, 73–83. Marinda, W.S. (2012). Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Gel Liposom yang Mengandung Fraksinasi Ekstrak Metanol Kulit Manggis (Garcinia mangostana L) sebagai Antioksidan. Skripsi Sarjana Farmasi. Depok: FMIPA UI
Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014
Marwaha, M., Sandhu, D., Marwaha, R.K. (2010). Coprocessing of Excipients: A Review on Excipient Development for Improved Tabletting Performance. International Journal of Applied Pharmaceutics, 2, 41 – 47. Mishra, N., Yadav, N.P., Meher, J.G., Sinha, P. (2012). Phyto – vesicles : Conduit between Conventional and Novel Drug Delivery System. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine, S1728 - S1734. Molyneux, P. (2004). The Use of the Stable Free Radical Diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) for Estimating Antioxidant Activity. Songklanakarin J.Sci.Technol, 26(2), 211-219. Muehlhoff, E., Bennet, A., McMahon, D. (2013). Milk and Dairy Products in Human Nutrition. Rome: Food and Agriculture Organization of The United Nations. Nachaegari, S.K., Bansal, A.K. (2004). Coprocessed Excipient for Solid Dosage Forms. Pharmaceutical Technology, 52 – 64. Nawawi, R.H. ( 2012). Uji Aktivitas, Stabilitas Fisik dan Keamanan Sediaan Gel Pencerah Kulit yang Mengandung Ekstrak Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus). Tesis Magister Herbal. Depok: Departemen Farmasi FMIPA UI. Patel, J., Patel, R., Khambolja, K., Patel, N. (2009). An Overview of Phytosom as an Advanced Herbal Drug Delivery System. Asian Journal of Pharmaceutical Science, 4 (6), 363 – 371. Paye, M., Barel, A.O., Maibach, H.I. (2001). Handbook of Cosmetic Science and Technology Second Edition. USA: Marcel Dekker Inc,. Pristiadi. (2012). Kajian Komparatif Aktivitas Antioksidan Formula Pengawet Alami Ekstrak Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) dan Pola Pemisahan Kromatografis Ekstrak Bagian – Bagian Tanaman Kecombrang. Tesis : Jurusan Farmasi Universitas Jenderal Sudirman. Rangkadilok, N., Sitthimonchai, S., Worasyttayangkurn, L., Mahidol, C., Ruchirawat, M., Satayavivad, J. (2006). Evaluation of Free Radical Scavenging and Antityrosinase Activities of Standardized Longan Fruit Extract. Food and Chemical Toxicology, 45, 328 – 336. Rieger, M.M. (2000). Harry’s Cosmeticology. New York: Chemical Publishing Co. Inc., 895. Rowe, R.C., Sheskey, P.J., Quinn, M.E. (2009). Handbook of Pharmaceutical Excipients Sixth Edition. London: Pharmaceutical Press and American Pharmacist Assiciation, 17, 279, 283, 441, 654. Semalty, A., Semalty, M., Rawat, M.S.M., Franceschi, F. (2009). Supramolecular Phospholipids-Polyphenolics Interactions : The PHYTOSOME® Strategy to Improve The Bioavailibility of Phytochemicals. Fitoterapia, 81, 306-314. Tanaka, Yoshimasa. (2001). Handbook of Cosmetic Science and Technology 2nd Edition. USA: Marcell Dekker Inc, 473 – 477. United States Pharmacopeia 30 – National Formulary 25. (2007). The United States Pharmacopeial Convention. Yanyu, X., Yunmei, S., Zhipeng, C., Qineng, P. (2006). The Preparation of Silybin-Phospholipid Complex and the Study on Its Pharmacokinetic in Rats. International Journal of Pharmaceutics, 307, 77-82. Zhang, F., Chen, B., Xiao, S., Yao, S.Z. (2004). Optimization and Comparison of Different Extraction Techniques for Sanguinarine and Chelerythrine in Fruits of Macleaya cordata (Willd) R. Br. Separation and Purification Technology, 283 – 290. Zhang, J., Tang, Q., Xu, X., Li, N. (2013). Development and Evaluation of A Novel Phytosome Loaded Chitosan Microsphere System for Curcumin Delivery. International Journal of Pharmaceutics, 168174.
Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014