DUGAAN PRAKTEK ANTI PERSAINGAN YANG DILAKUKAN OLEH PT BANK RAKYAT INDONESIA DENGAN MELEKATKAN PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH DENGAN PT ASURANSI JIWA BRINGIN SEJAHTERA DAN PT HEKSA EKA LIFE INSURANCE DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999 Desy Septiani Putri, Ditha Wiradiputra Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok 16424 E-mail :
[email protected]
Abstrak Skripsi ini membahas tentang dugaan praktek anti persaingan yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia dengan melekatkan perjanjian kredit pemilikan rumah BRI dengan produk asuransi jiwa dari PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera dan PT Heksa Eka Life Insurance. Kerja sama ini dianggap dapar membatasi pilihan konsumen dan menciptakan barrier to entry terhadap pelaku usaha lain. Terhadap permasalahan di atas dilakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh ketiga pelaku usaha tergolong ke dalam tying agreement, namun untuk dapat membuktikan bahwa praktek tying agreement melanggar Undang-Undang No.5 Tahun 1999, maka perlu dilakukannya pembuktian pasal 15 ayat (2) dan pasal 19 huruf (a) dengan menggunakan pendekatan rule of reason dan melihat dampak yang ditimbulkan bagi konsumen dan perusahaan lain.
PRESUMPTION OF ANTI-COMPETITION PRACTICES COMMITED BY PT BANK RAKYAT INDONESIA BY EMBEDDING HOME LOAN AGREEMENT WITH PT ASURANSI JIWA BRINGIN SEJAHTERA AND PT HEKSA EKA LIFE INSURANCE ACCORDING TO LAW NUMBER 5 YEAR 1999 Abstract This thesis discusses about presumption of anti-competition practices commited by PT Bank Rakyat Indonesia by embedding home loan agreement with life insurance products of PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera and PT Heksa Eka Life Insurace. This cooperation can limiting consumer choice and create barrier to entry for other business actors. Upon these problems, research has been done in the juridical-normative approach. The result showed that the activities commited by this three business actors classified into tying agreement, but to prove that the practice of tying agreements breached on Law Number 5 Of 1999, it is necessary to prove Article 15 paragraph (2) and Article 19 paragraph (a) using the rule of reason approcah and the impact for consumers and other companies. Keywords : Home Loan Agreement ; Insurance ; Tying Agreement ; Unfair Business Competition Law
Dugaan praktek anti persaingan yang ..., Desy Septiani Putri, FH UI, 2014
Pendahuluan Adanya kecendrungan globalisasi perekonomian, serta dinamika dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi menunjukkan perkembangan dunia usaha yang kian meningkat. Persaingan di dalam dunia usaha kini menjadi suatu hal yang lazim dilakukan oleh para pelaku dunia usaha. Pada dasarnya, adanya suatu persaingan dalam kegiatan usaha tentu dapat memberikan dampak positif bagi iklim persaingan usaha. Dengan adanya persaingan, maka tiap-tiap pelaku usaha akan meningkatkan kualitas produk yang dimilikinya dengan cara menekan biaya produksi sehingga harga akan menjadi lebih rendah serta dapat memberikan pelayanan yang lebih efisien kepada konsumen. Bahkan lebih dari itu, persaingan dapat menjadi landasan fundamental bagi kinerja di atas rata-rata untuk jangka panjang dengan dinamakannya keunggulan bersaing yang dapat diperoleh melalui tiga strategi generik yaitu keunggulan biaya, diferensiasi, dan fokus biaya.1 Dalam perspektif non-ekonomi dikatakan bahwa persaingan juga mempunyai aspek positif. Ada tiga argumen yang mendukung pernyataan tersebut2. Pertama, dalam kondisi penjual maupun pembeli yang terstruktur secara teoritis, maka kekuatan ekonomi akan menjadi tersebar dan terdesentralisasi. Kedua, berkaitan dengan hal di atas, sistem ekonomi pasar yang kompetitif akan dapat menyelesaikan persoalan ekonomi secara impersonal. Ketiga, kondisi persaingan juga berkaitan erat dengan kebebasan manusia untuk mendapatkan kesempatan yang sama dalam berusaha. Namun di sisi lain, persaingan akan memberikan keuntungan yang semakin berkurang bagi produsen, karena dengan bersaing mereka akan menurunkan harga untuk meningkatkan pangsa pasarnya.3 Seiring dengan persaingan antar pelaku usaha yang bertambah ketat, maka nilai-nilai persaingan usaha yang sehat tentunya perlu mendapat perhatian lebih besar dalam sistem ekonomi Indonesia. Persaingan usaha yang berfungsi dengan baik dan berlangsung jujur adalah prasyarat utama bagi pertumbuhan dan tersedianya lapangan kerja dalam sebuah ekonomi pasar.4 Persaingan 1
Johny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha (Filosofi, Teori dan Implikasi Penerapannya di Indonesia, (Malang: Bayu Media, 2006), hlm. 102-‐103. 2 Handler, Milton, et.al, Trade Regulation Cases and Material, (Westbury, New York: The Foundation Press,1997), hlm.3. 3 KPPU, Pedoman Pelaksanaan Pasal 11 Tentang Kartel Nomor 04 Tahun 2010, (Jakarta: KPPU, 2010), hlm.3. 4 Andi Fahmi Lubis, et al., Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks, (Indonesia: Deutsche Gesselschaft fur Technishe Zusammenarbeit, 2009)), hlm.xv.
Dugaan praktek anti persaingan yang ..., Desy Septiani Putri, FH UI, 2014
antar pelaku usaha yang sehat juga dapat berpengaruh pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Apabila para pelaku usaha melakukan suatu perbuatan dengan tujuan memberikan kemanfaatan untuk dirinya sendiri tanpa mengindahkan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat, maka dampak positif yang dimiliki oleh persaingan usaha sebagaimana yang telah dijelaskan di atas tidak akan tercapai. Pada dasarnya, praktek persaingan usaha yang tidak sehat bukan hanya akan merugikan sesama pelaku usaha, namun hal ini juga dapat merugikan konsumen secara tidak langsung. Persaingan usaha tidak sehat dapat dipahami sebagai kondisi persaingan di antara para pelaku usaha yang berjalan secara tidak fair dimana persaingan usaha dilakukan secara tidak jujur, persaingan usaha dilakukan dengan cara melawan hukum, dan persaingan usaha dilakukan dengan cara menghambat terjadinya persaingan di antara pelaku usaha.5 Salah satu bentuk persaingan usaha tidak sehat dapat dilihat ketika persaingan usaha dilakukan dengan cara menghambat terjadinya persaingan di antara pelaku usaha. Pada saat ini, persaingan antar pelaku usaha yang bertambah ketat juga terjadi dalam industri perbankan. Persaingan industri perbankan yang kian meningkat menyebabkan kerja sama yang dilakukan antara bank dan perusahaan asuransi menjadi suatu hal yang lazim dilakukan. Kerja sama yang dilakukan antara bank dan perusahaan asuransi ditandai dengan banyaknya fenomena bank yang mengunci produk perbankannya dengan perusahaan asuransi. Hal ini lah yang dikhawatirkan akan menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dampak bagi konsumen. Atas dasar hal tersebut, KPPU mempunyai inisiatif untuk melakukan pemeriksaan terhadap kegiatan yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia yang diduga menciptakan praktek anti persaingan dengan adanya kerja sama yang dilakukan dengan perusahaan asuransi. PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) dalam melakukan penyediaan Kredit Pemilikan Rumah yang merupakan salah satu dari produk Perbankan, dimana dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah tersebut dipersyaratkan adanya asuransi jiwa dari konsorsium PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera dan PT Heksa Eka Life Insurance. Dalam pasar ini, mungkin tidak terdapat kerugian pada pesaing lain, dan para pelaku usaha yang bersangkutan tidak akan mengalami kesulitan. Namun, perjanjian yang dilakukan pelaku 5
Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha: Teori dan Praktiknya di Indonesia, (Jakarta : Rajawali Pers, 2010), hlm. 10.
Dugaan praktek anti persaingan yang ..., Desy Septiani Putri, FH UI, 2014
usaha tersebut menjadikan pasar bersaing secara tidak kompetitif dan sulitnya pelaku usaha lain dalam hal ini perusahaan asuransi lainnya untuk dapat turut serta dalam perjanjian tersebut. PT Bank Rakyat Indonesia merupakan salah satu dari Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang telah diakui di Indonesia dan memiliki peranan penting dalam jasa penunjang pengelolaan perbankan dan perekonomian Indonesia. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memang diwajibkan untuk mencari keuntungan agar selanjutnya dapat meningkatkan kualitas dan mendanai bentuk usaha lain agar roda perekonomian dapat berjalan dengan stabil dan terus meningkat. Penilaian Negara atas kepentingan umum juga lebih jelas dan tegas, karena Negara mempunyai kekuatan besar untuk mengimbangi monopoli, manakala monopoli tersebut bertentangan dengan kepentingan umum.6 Oleh karena itu, untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka pemerataan dan peningkatan pemasaran produk perbankan, pertumbuhan ekonomi serta stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat sesuai dengan tujuan perbankan Indonesia, maka PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) mengeluarkan produk berupa pemberian Kredit Pemilikan Rumah kepada masyarakat. Rumah merupakan keperluan masyarakat yang sangat primer untuk saat ini. Dengan adanya produk ini, masyarakat diberikan kemudahan untuk dapat memiliki rumah dengan cara cicilan, sehingga masyarakat tidak perlu lagi membeli rumah dengan membayar penuh harga rumah tersebut terlebih dahulu. Dalam menjalankan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah tersebut, PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) melakukan kerja sama dengan dua perusahaan asuransi yaitu PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera dan PT Heksa Eka Life Insurance. PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan kedua perusahan asuransi tersebut membuat Perjanjian Kerja Sama dalam penyediaan Kredit Pemilikan Rumah. Dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah oleh PT Bank Rakyat Indonesia (BRI), terdapat salah satu klausul dari Perjanjian Kredit tersebut yang memuat persyaratan bahwa debitur Kredit Pemilikan Rumah (KPR) BRI yang notabene merupakan nasabah BRI selaku pihak yang menerima barang tertentu berupa Kredit Pemilikan Rumah BRI, disyaratkan untuk membeli barang lain yaitu dengan membayar premi untuk asuransi jiwa dari PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera dan PT Heksa Eka Life Insurance selaku pelaku usaha pemasok. Berdasarkan tindakan yang dilakukan oleh ketiga pelaku usaha tersebut, PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) bersama dengan PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera dan PT 6
Metzger, et.al, Business Law and The Regulatory Enviroment Concepts and Cases, (Homewoods, Illinois : Irwin, 1986), hlm. 44.
Dugaan praktek anti persaingan yang ..., Desy Septiani Putri, FH UI, 2014
Heksa Eka Life Insurance diduga oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah melakukan praktek anti persaingan dengan membuat suatu perjanjian tertutup dimana hal ini merupakan suatu perjanjian yang dilarang dalam Hukum Persaingan Usaha. Di sisi lain, PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) juga melakukan kegiatan bancassurance bersama dengan dua pelaku usaha lainnya. Bancassurance merupakan salah satu bentuk kerja sama antara perusahaan asuransi dengan bank sebagai mitranya, dimana produk asuransi tersebut dikembangkan dan didistribusikan melalui jaringan bank.7 Bisnis ini berbentuk kerja sama antara pihak bank dan pihak asuransi tanpa mengambil alih produkproduk asuransi. Menurut Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 12/35/DPNP tanggal 23 Desember 2010 tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Aktivitas Kerjasama Pemasaran dengan Perusahaan Asuransi, bancassurance dapat diklasifikasikan dalam 3 (tiga) model bisnis yaitu melalui referensi dalam rangka produk bank dan tidak dalam rangka produk bank, kerja sama distribusi dan integrasi produk.8 Dalam hal ini, PT Bank Rakyat Indonesia dalam penyediaan Kredit Pemilikan Rumah yang diklasifikasikan ke dalam model bisnis referensi dalam rangka produk bank hanya bekerja sama dan mempunyai dua perusahaan asuransi rekanan, sehingga dinyatakan tidak memenuhi ketentuan yang ada dala SEBI tersebut. Jenis bancassurance yang termasuk dalam kategori pure bundling product atau disebut sebagai tying memiliki potensi yang cukup besar untuk dapat dikatakan sebagai perjanjian yang dilarang dalam UU No.5 Tahun 1999 dengan ketentuan menggunakan pendekatan rule of reason.9 Dengan demikian, kegiatan yang dilakukan oleh ketiga pelaku usaha tersebut diduga dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli pemasaran asuransi jiwa kredit yang dilakukan oleh PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera dan PT Heksa Eka Life Insurance yang dapat merugikan kepentingan umum dimana debitur Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tidak memiliki alternatif pilihan penyedia asuransi jiwa kredit yang lain. Oleh karena itu, untuk mengawasi tindakan para pelaku usaha yang diduga melakukan persaingan usaha tidak sehat, maka sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1999 7
Bank Indonesia, Surat Edaran Bank Indonesia, SEBI No.12/35/DPNP tanggal 23 Desember 2010.
8
Ibid.,
9
Aktivitas Bancassurance dalam Dunia Perbankan: Adakah Praktik Bundling yang Melanggar Hukum Persaingan Usaha, www.thewicaksonos.info/aktivitas-‐bancassurance-‐dalam-‐dunia-‐perbankan-‐adakah-‐praktik-‐ bundling-‐yang-‐melanggar-‐hukum-‐persaingan-‐usaha.html,“ diunduh pada tanggal 22 September 2014.
Dugaan praktek anti persaingan yang ..., Desy Septiani Putri, FH UI, 2014
hal ini menjadi kewenangan yang dilakukan oleh Komisi Independen yang dibentuk berdasarkan Pasal 34 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 yang menginstruksikan bahwa pembentukan susunan organisasi, tugas dan fungsi komisi ditetapkan melalui Keputusan Presiden. Komisi ini kemudian dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden No.75 Tahun 1999 dan diberi nama Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau yang biasanya disebut dengan KPPU. Apabila dirasa telah terjadi suatu pelanggaran, maka KPPU sebagai komisi yang diberi tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan persaingan usaha yang sehat berhak untuk melakukan penelitian, mencari masukan, maupun mengadakan pemeriksaan terhadap pelaku usaha untuk mencari kebenaran10. KPPU adalah lembaga yang bertindak sebagai investigator (investigate function), penyidik, pemeriksa, penuntut (presecuring function), pemutus (adjudication), dan juga fungsi konsultatif (consultative function).11 Dapat dilihat bahwa KPPU memiliki peranan yang cukup penting sebagai lembaga pengawas persaingan usaha yang tidak sehat di Indonesia dan dalam hal ini maka KPPU berwenang untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap kegiatan yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) bersama dengan PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera dan PT Heksa Eka Life Insurance yang diduga telah melanggar ketentuan Hukum Persaingan Usaha. Ketiga pelaku usaha tersebut diduga telah melakukan pelanggaran terhadap Pasal 15 ayat (2) UndangUndang No.5 Tahun 1999 mengenai Perjanjian Tertutup khususnya tying agreement dan/atau Pasal 19 huruf (a) Undang-Undang No.5 Tahun 1999 mengenai Penguasaan Pasar. Untuk itu penelitian ini memiliki pokok permasalahan : 1) Apakah yang menjadi dasar bagi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menyatakan bahwa PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) diduga telah melakukan praktek anti persaingan dalam melakukan kegiatan bancassurance bersama dengan PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera dan PT Heksa Eka Life Insurance dalam perjanjian Kredit Pemilikan Rumah, ditinjau dari Undang-Undang No.5 tahun 1999; 2) Apakah tindakan yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) dengan PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera dan PT Heksa Eka Life Insurance tergolong ke dalam perjanjian yang dilarang dan telah melanggar ketentuan yang ada dalam Hukum Persaingan Usaha. 10
Indonesia, Udang-‐Undang Persaingan Usaha, UU No. 5 tahun 1999, LN No.33 Tahun 1999, TLN No. 3817, psl. 34, 36, 40. 11 Rokan, Op. Cit., hlm. 264.
Dugaan praktek anti persaingan yang ..., Desy Septiani Putri, FH UI, 2014
Tinjauan Teoritis Dalam tulisan ini, Penulis memberikan pengertian terhadap istilah-istilah yang digunakan sebagai berikut: 1. Pelaku Usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia,
baik
sendiri
maupun
bersama-sama
melalui
perjanjian,
menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.12 2. Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.13 3. Perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun baik tertulis maupun tidak tertulis.14 4. Konsumen adalah setiap pemakai dan atau pengguna barang dan atau jasa baik untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan pihak lain.15 5. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang diperdagangkan dalam masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha.16 6. Perjanjian tertutup adalah perjanjian yang mengkondisikan bahwa pemasok dari suatu produk akan menjual produknya hanya jika pembeli tidak akan membeli produk pesaingnya atau untuk memastikan bahwa seluruh produk tidak akan tersalur kepada pihak lain.17 12
Indonesia, Undang-‐Undang tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Op. Cit., psl.1 angka 5. 13 Ibid., psl.1 angka 6. 14 Ibid., psl.1 angka 7. 15 Ibid., psl.1 angka 15. 16 Ibid., psl.1 angka 17. 17 Rokan, Op. Cit., hlm. 124.
Dugaan praktek anti persaingan yang ..., Desy Septiani Putri, FH UI, 2014
7. Tying Agreement adalah suatu perjanjian yang dilakukan oleh salah satu pihak untuk menjual satu produk (produk yang mengikat) tetapi dengan syarat pembeli juga membeli produk yang berbeda atau setidaknya setuju bahwa ia tidak akan membeli produk terebut dari pemasok lain.18 8. Debitur adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau UndangUndang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan.19 9. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.20 10. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.21 11. Kredit Pemilikan Rumah adalah kredit yang diberikan oleh bank kepada debitur untuk digunakan membeli rumah dan atau berikut tanah guna dimiliki dan dihuni atau dipergunakan sendiri. 12. Bancassurance adalah aktivitas kerja sama pemasaran antara Bank dengan perusahaan Asuransi dalam rangka memasarkan produk asuransi melalui Bank.22
Metode Penelitian Bentuk penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Jenis data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer guna mendapatkan data yang lengkap dan komprehensif. Metode analisis data yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Berdasarkan bentuk penelitian 18
Jonathan M. Jacobson, Antitrust Law Developments (sixth edition), (United States of America:American Bar Association, 2007), p.172. 19 Indonesia, Undang-‐Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Membayar Hutang. UU Nomor 37 Tahun 2004, LN No.131 TLN No. 4443, psl.1 butir (3). 20 Indonesia, Undang-‐Undang Tentang Perubahan atas Undang-‐Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang-‐Undang No.10 Tahun 1998. LN No.182 Tahun 1998, TLN No. 3790, Psl. 1 butir (11). 21 Ibid., Psl. 1 butir (2). 22 Bank Indonesia, Op. Cit.,
Dugaan praktek anti persaingan yang ..., Desy Septiani Putri, FH UI, 2014
sebelumnya, bentuk hasil penelitian yang sesuai adalah deskriptif-analitis. Hasil ini memberikan penggambaran dan penjelasan berdasarkan analitis yang dilakukan dalam penelitian ini. Hasil penelitian juga diharapkan dapat memberikan gambaran secara lengkap terhadap permasalahan yang diteliti. Pembahasan Pada awalnya, setiap tindakan tying agreement dianggap anti persaingan dengan mendasarkan pada teori penjual yang telah menggunakan kekuatan pasarnya dalam tying product untuk memaksa konsumen membeli tied product. Hal ini dikenal pula sebagai leverage theory.23 Leverage theory dalam suatu praktek tying agreement dipengaruhi oleh adanya unsur kekuatan monopoli dari suatu pelaku usaha yang digunakan untuk dapat mempengaruhi pasar. Namun, dalam prakteknya pengaturan mengenai tindakan tying agreement kini menggunakan pembuktian dengan pendekatan secara rule of reason, sehingga setiap tindakan tying agreement tidak secara mutlak dianggap sebagai anti persaingan. Dalam kaitannya dengan kasus Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) BRI dengan Nomor Perkara KPPU 05/KPPU-I/2014, maka perlu diuraikan unsur-unsur Pasal 15 ayat (2), antara lain unsur pelaku usaha, unsur perjanjian dengan pelaku usaha lain dan unsur yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok. Dalam kasus ini, baik PT Bank Rakyat Indonesia maupun PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera dan PT Heksa Eka Life Insurance telah memenuhi kriteria unsur pelaku usaha yang dimaksud dalam UndangUndang No.5 Tahun 1999. Tying agreement dapat diwujudkan dengan adanya suatu bentuk perjanjian tertulis yang dilakukan antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lainnya. Menurut teori persaingan usaha, perjanjian adalah strategi pasar bersama oleh beberapa pelaku usaha. Dengan adanya perjanjian, pesaing saling menyepakati bagian tertentu dari keseluruhan tingkah laku pasar. Sebagai akibatnya, pesaing-pesaing tidak lagi tampil secara terpisah satu dengan yang lain
23
“..the essence of illegality in trying arrangements is the wielding of monopolistics leverage; a seller exploits his dominant position in one market to expand his empire to the next” Times-‐Picayune Publ’g Co.v. United States, 345 U.S 594,611 (1953.)
Dugaan praktek anti persaingan yang ..., Desy Septiani Putri, FH UI, 2014
dan bersikap mandiri di pasar.24 Dalam kasus ini, KPPU telah menemukan adanya bukti perjanjian yaitu sebagai berikut: 1. Perjanjian Kerja Sama Penutupan Asuransi Jiwa Kredit bagi debitur KPR BRI antara PT Bank Rakyat Indonesia dengan PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera dengan Nomor B.02/ADK/PJB/01/2003 dan Nomor B.002/DIR/SBA/PST/I/2003 pada tanggal 6 Januari 2003.25 2. Perjanjian Kerja Sama antara PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera dan PT Heksa Eka Life Insurance tentang penutupan ko-asuransi jiwa kredit bagi debitur kredit KPR BRI No.B.038.DIR/SBA/II/2013 dan No B.0174/Heli/II/2003 yang menjelaskan bahwa program penutupan asuransi dilakukan secara konsorsium.26 3. Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) antara PT Bank Rakyat Indonesia dengan Debitur KPR BRI. Dari ketiga perjanjian sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, pada dasarnya yang dipermasalahkan dalam kasus ini adalah mengenai Perjanjian KPR BRI yang merupakan tying product dan berkaitan langsung dengan produk asuransi. Namun, berkaitan dengan tying agreement yang dikemukakan oleh KPPU dapat dilihat pula klausul-klausul yang ada dalam Perjanjian Kerja Sama Penutupan Asuransi Jiwa Kredit bagi Debitur KPR BRI dengan PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera dan PT Heksa Eka Life Insurance serta Perjanjian KPR BRI itu sendiri.27 Dengan adanya perjanjian kerja sama antara PT Bank Rakyat Indonesia dengan PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera dan PT Heksa Eka Life Insurance, maka dapat dikatakan bahwa hal ini telah memenuhi pasal 1 butir (g) Undang-Undang No.5 Tahun 1999 dimana unsur perjanjian dengan pelaku usaha lain telah terpenuhi. Kendati demikian, untuk mengetahui bahwa dalam perjanjian kerja sama yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia dengan PT Asuransi Jiwa Bringin dan PT Heksa 24
Sacker dan Fuller, in Knud Hansen et.al., Op.Cit.,hlm.79.
25
Ibid.,
26
Putusan dengan Nomor Register Perkara 05/KPPU-‐I/2014, Op.Cit.,
27
Hasil Wawancara pada tanggal 14 Desember 2014 dengan Bapak Deswin Nur, Op.Cit.
Dugaan praktek anti persaingan yang ..., Desy Septiani Putri, FH UI, 2014
Eka Life Insurance benar-benar tergolong suatu tindakan tying agreement yang dapat menimbulkan anti persaingan, maka Penulis akan menguraikan perjanjian kerja sama tersebut khususnya mengenai unsur perjanjian yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan/atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan/atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok. Dalam Perjanjian Kerja Sama penutupan asuransi jiwa kredit bagi debitur KPR BRI antara PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) dengan PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera dengan Nomor B.02/ADK/PJB/01/2003 dan Nomor B.002/DIR/SBA/PST/I/2003 pada tanggal 6 Januari 2003, dimana dalam Pasal 4 Perjanjian Kerja Sama tersebut diatur mengenai syarat pertanggungan yang menjelaskan bahwa : “Pertanggungan asuransi bersifat otomatis bagi setiap debitur kredit KPR BRI melalui unit kerja BRI dengan cara BRI memberikan dokumen pentupan kepada PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera.” Dari salah satu pasal yang ada dalam perjanjian kerja sama diatas, maka dapat dilihat adanya pengaturan secara tegas bahwa yang menjadi tertanggung dalam perjanjian asuransi tersebut adalah nasabah BRI sebagai debitur yang mengajukan kredit. Dalam hal ini, setiap nasabah yang menjadi debitur KPR BRI akan secara otomatis menjadi tertanggung dari PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera selaku ketua konsorsium perusahaan asuransi rekanan BRI. Pertanggungan antara perusahaan asuransi dan nasabah BRI sebagai debitur dapat terjadi ketika debitur tersebut mengajukan dokumen permohonan kredit pemilikan rumah yang di dalamnya tercantum klausul penutupan asuransi jiwa kredit, dan kemudian dokumen ini akan diteruskan kepada PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera. Kemudian, dalam Pasal 6 Perjanjian Kerja Sama antara PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera dan PT Heksa Eka Life Insurance tentang penutupan ko-asuransi jiwa kredit bagi debitur kredit KPR BRI No.B.038.DIR/SBA/II/2013 dan No B.0174/Heli/II/2003 yang dilakukan secara konsorsium, juga terdapat klausul yang menyatakan bahwa: “Kepesertaan asuransi jiwa kredit ini besifat otomatis pada seluruh debitur KPR dan kepesertaan tidak bertentangan dengan polis.” Berdasarkan Pasal 6 Perjanjian Kerja Sama di atas juga terdapat penegasan dimana debitur KPR akan sekaligus menjadi tertanggung atau peserta asuransi jiwa kredit. Dengan demikian, adanya unsur perlekatan antara perjanjian KPR dengan Asuransi semakin jelas
Dugaan praktek anti persaingan yang ..., Desy Septiani Putri, FH UI, 2014
terlihat. Apabila dikaitkan dengan teori tying agreement, kedudukan Debitur KPR yaitu sebagai pembeli dimana yang bersangkutan diperbolehkan untuk membeli suatu barang tertentu (tying product) dengan syarat harus membeli barang lain (tied product). Selanjutnya, dalam dokumen Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) antara PT Bank Rakyat Indonesia dengan nasabah yang kemudian akan menjadi debitur KPR BRI, terdapat pula salah satu klausul yang tercantum dalam Pasal 7 dalam Perjanjian tersebut yang menyebutkan bahwa: “Untuk
kepentingan
Bank,
Bank
dapat
mempertanggungjawabkan
atau
mengasuransikan jiwa Debitur kepada Perusahaan Asuransi Bank yang ditunjuk oleh Bank” Dari klausul-klausul yang terdapat dalam perjanjian KPR BRI memang tidak menyebutkan perusahaan asuransi jiwa tertentu untuk menutup asuransi jiwa, namun hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi suatu kerja sama antara PT Bank Rakyat Indonesia dengan kedua perusahaan asuransi. Dalam hal pemberian kredit tentu tidak akan lepas dari timbulnya suatu resiko, sehingga hal inilah yang menjadi tujuan bagi BRI mempunyai perusahaan asuransi rekanan guna melindungi dari adanya kredit bermasalah. Maka dapat dilihat bahwa telah ada perlekatan atau penyatuan antara perjanjian KPR dengan Asuransi yang telah menjadi rekanan BRI. Sehingga dalam hal ini, debitur yang mengajukan permohonan KPR BRI telah setuju pula untuk membayar tarif premi guna melakukan penutupan asuransi jiwa sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam permohonan KPR BRI. Secara kasat mata, dapat dilihat bahwa telah ada usaha dari BRI untuk mengunci produk perbankannya yakni produk Kredit Pemilikan Rumah dengan Asuransi tersebut, sehingga hal ini diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi bank. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia dengan melekatkan Perjanjian KPR dengan Asuransi telah memenuhi unsur dan dapat digolongkan ke dalam salah satu bentuk tying agreement. Kendati demikian, untuk menilai bahwa praktek tying agreement yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia tergolong ke dalam perjanjian yang dilarang dan menimbulkan persaingan usaha tidak sehat, maka perlu adanya pembuktian lebih lanjut dengan menggunakan pendekatan yang telah dikenal dalam hukum persaingan usaha terkait dengan tying agreement yang dilakukan ketiga pelaku usaha yaitu dengan menggunakan pendekatan
Dugaan praktek anti persaingan yang ..., Desy Septiani Putri, FH UI, 2014
rule of reason. Pada dasarnya, selama konsumen memiliki pilihan atau alternatif lain terhadap produk asuransi ini maka tidak akan ada timbul masalah dalam stategi tying yang dilakukan. Permasalahan yang dimaksud akan timbul apabila strategi ini diterapkan di industri yang sudah terkonsentrasi tinggi. Konsumen yang dalam hal ini adalah debitur KPR sebenarnya tetap memiliki pilihan atau alternatif lain terhadap produk asuransi. Dalam faktanya, terdapat alat bukti yang menunjukkan bahwa debitur atau nasabah BRI yang menggunakan Kredit Pemilikan Rumah, dapat tetap mengajukan asuransi secara terpisah, dan tidak menggunakan perusahaan asuransi rekanan BRI yaitu konsorsium PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera dan PT Heksa Eka Life Insurance. Hal ini dimungkinkan terjadi apabila perusahaan asuransi yang telah dimiliki dan diajukan oleh calon debitur, setelah dilakukan penelitian dengan mekanisme pemberian Izin Prinsip dari Direksi BRI sebagaimana terdapat dalam ketentuan pengajuan izin prinsip nomor: B.349-DIR/ADK/07/2008 tanggal 16 Juli 2008 memang telah memenuhi persyaratan dan dapat memberikan kepastian serta jaminan bagi BRI selaku pihak kreditur. Dalam Pasal 6 ayat 4 Ketentuan Penutupan Asuransi Jiwa Kredit bagi Debitur KPR juga menegaskan bahwa: “......... apabila debitur tidak sependapat dengan ketentuan dari asuransi PT Asuransi Jiwa BJS, dapat menggunakan asuransi lain dengan mekanisme ijin prinsip melalui Divisi Kredit Konsumer melalui Unit Kerja BRI Pemrakarsa.” Dari klausul di atas diatur secara tegas bahwa debitur dapat menggunakan asuransi lain namun harus melalui mekanisme ijin prinsip dari Divisi Administrasi Kredit BRI. Sehingga tidak ditutup kemungkinan bahwa debitur mempunyai asuransi tersendiri yang bukan perusahaan rekanan BRI. Setelah melihat penjelasan di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa tindakan yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia dan konsorsium perusahaan Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera dan Heksa Eka Life Insurance tersebut benar tergolong ke dalam suatu praktek tying agreement karena telah memenuhi unsur-unsur dan dalam salah satu klausul Perjanjian KPR BRI juga dijelaskan mengenai penutupan asuransi yang dilakukan oleh konsorsium kedua perusahaan asuransi yang ditunjuk oleh Bank yang bersangkutan. Akan tetapi, dalam fakta dan aplikasinya, debitur masih dapat memilih dan mengajukan perusahaan asuransi lain apabila memang perusahaan asuransi yang dimaksud dapat memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh PT Bank Rakyat Indonesia. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada poin sebelumnya, bahwa pelaku usaha yang melakukan perjanjian tying juga harus memiliki kekuatan pasar yang signifikan terlebih
Dugaan praktek anti persaingan yang ..., Desy Septiani Putri, FH UI, 2014
dahulu. Dengan adanya hal tersebut maka pelaku usaha dapat memaksa pembeli untuk membeli pula produk yang diikat. Ukuran kekuatan pasar yang dimaksud adalah sesuai dengan pasal 4 yaitu memiliki pangsa pasar 10% atau lebih.28 Dengan adanya kekuatan pasar yang signifikan, maka akan tercipta suatu barrier to entry bagi pelaku usaha yang ingin masuk ke dalam pasar. Selain itu, melalui praktek tying agreement pelaku usaha juga dapat melakukan perluasan kekuatan monopoli yang dimiliki pada tying product (barang atau jasa yang pertama kali dijual) ke tied product (barang atau jasa yang dipaksa harus dibeli juga oleh konsumen) karena telah memiliki pangsa pasar yang signifikan.29 Berdasarkan penjabaran di atas, maka dapat dilihat bahwa terdapat korelasi antara tying agreement yang akan menimbulkan dampak bagi konsumen/pelaku usaha lain yaitu apabila pelaku usaha yang melakukan tying agreement telah mempunyai pangsa pasar yang cukup besar sehingga menimbulkan posisi dominan dan menciptakan hambatan masuk bagi pelaku usaha lain. Tindakan pelaku usaha yang melakukan tying agreement tidak secara mutlak melanggar ketentuan Hukum Persaingan Usaha, dimana tetap memperhatikan dampak yang ditimbulkan dari adanya perjanjian tersebut. Penerapan strategi tying yang dilakukan oleh pelaku usaha terhadap produk-produknya merupakan strategi yang rasional. Praktek tying agreement yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia dan konsorsium kedua perusahaan asuransi dapat dikatakan tidak melanggar Undang-Undang No.5 Tahun 1999 apabila dalam kenyataannya lebih membawa dampak dimana tetap ada pilihan bagi konsumen atas produk dalam pasar bersangkutan dan membawa dampak positif lainnya dibandingkan dengan dampak negatif, serta tidak mengakibatkan praktek monopoli maupun persaingan usaha tidak sehat. Dengan adanya Kredit Pemilikan Rumah yang diajukan oleh nasabah BRI selaku konsumen, beberapa dampak positif dan manfaat yang dimiliki oleh konsumen antara lain:30 a. Biaya Kredit Ringan b. Prose Cepat
28
KPPU, Pedoman Pelaksanaan Pasal 15 Tentang Perjanjian Tertutup Nomor 05 Tahun Op.Cit.,
hlm.22.
29
Andi Fahmi Lubis, et al., Op. Cit., hlm 120.
30
BRI, “KPR BRI”, http://www.bri.co.id/articles/105, diakses pada tanggal 10 Desember 2014.
Dugaan praktek anti persaingan yang ..., Desy Septiani Putri, FH UI, 2014
c. Jangka waktu sampai dengan 20 tahun d. Suku bunga kompetitif e. Objek yang dibiayai berupa rumah tinggal, apartemen, condotel, ruko atau rukan f. Berlaku untuk pembelian (baru/bekas), pembangunan, renovasi atau take over dari bank lain g. Pembayaran dapat dilakukan dengan Automatic Fund Transfer (AFT)/Automatic Grab Fund (AGF) h. Asuransi Jiwa Kredit serta Asuransi Kerugian/Kebakaran Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kegiatan penyaluran kredit selain mempunyai peranan penting bagi kelangsungan usaha bisnis bank juga berpengaruh terhadap kehidupan ekonomi bangsa pada umumnya. Timbulnya kredit macet atau kredit bermasalah tidak hanya akan merugikan pemilik bank, melainkan akan menimbulkan kerugian pula bagi para nasabah. Dengan dilakukannya kerja sama dengan perusahaan asuransi tersebut, maka hal ini akan memberi kemudahan bagi nasabah dan juga dapat melindungi bank dari adanya resiko kredit.
Simpulan Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dalam bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa simpulan atas masalah yang dibahas dalam penelitian ini sebagai berikut: 1.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha menyatakan bahwa PT. Bank Rakyat Indonesia bersama dengan PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera dan PT Heksa Eka Life Insurance telah melanggar ketentuan yang ada dalam Pasal 15 ayat (2) tentang tying agreement dan Pasal 19 huruf (a) Undang-Undang No.5 Tahun 1999. Hal ini berdasarkan atas keberadaan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang merupakan salah satu produk perbankan BRI, dimana dalam perjanjian KPR BRI dilekatkan dengan suatu perusahaan asuransi yang telah menjadi rekanan dan mitra bagi Bank Rakyat Indonesia. Dalam perjanjian KPR BRI, terdapat salah satu klausul yang menyatakan bahwa debitur KPR BRI akan menggunakan asuransi pada perusahaan asuransi yang telah menjadi rekanan BRI. Sehingga dapat dilihat bahwa ada unsur praktek tying agreement oleh PT Bank Rakyat Indonesia. Meskipun dalam Perjanjian KPR tersebut memang tidak secara eksplisit terdapat frasa kata “wajib” maupun “harus bersedia”, namun secara tidak
Dugaan praktek anti persaingan yang ..., Desy Septiani Putri, FH UI, 2014
langsung sebagaimana yang telah diuraikan di atas dapat dilihat bahwa adanya pertanggungan asuransi yang bersifat otomatis bagi setiap debitur KPR BRI menunjukkan tidak adanya pilihan lain bagi konsumen dimana dengan mengajukan KPR maka konsumen juga akan secara otomatis menjadi peserta dari perusahaan asuransi yang telah bekerja sama dengan Bank Rakyat Indonesia dan bersedia membayar tarif premi. Pihak bank biasanya hanya memakai perusahaan asuransi yang telah bekerja sama dengan bank sebelumnya dalam suatu Perjanjian dikarenakan pihak bank tidak ingin direpotkan dengan prosedur-prosedur yang secara umum ada dalam suatu perusahaan asuransi jiwa. 2.
Tindakan yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia bersama-sama dengan PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera dan PT Heksa Eka Life Insurance dapat digolongkan sebagai praktek tying agreement. Namun, untuk dapat membuktikan bahwa praktek tying agreement yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia dengan PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera dan PT Heksa Eka Life Insurance benar melanggar ketentuan yang ada dalam Hukum Persaingan Usaha, maka perlu dilakukannya pembuktian pasal 15 ayat (2) Undang-Undang No.5 Tahun 1999 dengan menggunakan pendekatan rule of reason. Pada dasarnya, selama konsumen memiliki pilihan atau alternatif lain terhadap produk asuransi, maka tidak akan timbul masalah dalam stategi tying yang dilakukan. Perjanjian KPR BRI memang dijual dalam satu kesatuan dengan asuransi yang telah menjadi rekanan BRI, namun tidak harus dalam bentuk tying. Konsumen tetap diberikan kemudahan dalam menentukan pilihan produk asuransinya. Konsumen yang dalam hal ini adalah debitur KPR tetap memiliki pilihan atau alternatif lain terhadap produk asuransi karena dalam faktanya debitur atau nasabah BRI yang menggunakan Kredit Pemilikan Rumah, dapat tetap mengajukan asuransi secara terpisah apabila perusahaan asuransi yang telah dimiliki dan diajukan oleh calon debitur telah memenuhi persyaratan dan dapat memberikan kepastian dan perlindungan bagi BRI sebagai pihak kreditur, serta telah mendapat ijin prinsip melalui Divisi Administrasi Kredit BRI. Di sisi lain, praktek tying juga berkaitan dengan kemampuan pelaku usaha dalam melakukan penguasaan pasar yang diatur dalam Pasal 19 huruf (a) Undang-Undang No.5 Tahun 1999. Bank Rakyat Indonesia mempunyai posisi tawar yang tinggi bagi pelaku usaha lain dengan market share sebesar 13,140 %. Namun, dalam hal ini perusahaan asuransi lainnya masih mempunyai alternatif lain apabila tidak bisa memenuhi terms and condition yang ditetapkan BRI yaitu dengan melakukan kerja sama dengan bank umum konvensional
Dugaan praktek anti persaingan yang ..., Desy Septiani Putri, FH UI, 2014
lainnya yang juga memiliki produk perbankan berupa kredit pemilikan rumah. Hal itu dikarenakan masing-masing bank memiliki cara approach dan prosedur yang berbedabeda dalam mekanisme penawaran menjadi calon rekanan bank dimana masing-masing Bank mempunya fokus yang berbeda Dengan demikian, dapat dilihat bahwa tidak adanya hambatan masuk ke dalam pasar yang bersangkutan akibat praktek tying yang dilakukan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa praktek tying agreement yang dilakukan oleh BRI tidak menimbulkan persaingan usaha tidak sehat. Saran 1. Kepada KPPU, sebaiknya lebih memperhatikan fenomena praktek tying agreement dalam hal keberadaan asuransi dalam perjanjian kredit pemilikan rumah guna mencegah kegiatan yang mengarah pada perbuatan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. KPPU juga hendaknya lebih memperhatikan dampak yang ditimbulkan akibat adanya praktek tying agreement yang dilakukan pelaku usaha tersebut karena pada dasarnya praktek tying agreement tidak selalu akan menimbulkan persaingan usaha tidak sehat apabila dalam pembuktiannya menggunakan pendekatan rule of reason. 2. Kepada OJK, perlunya perhatian lebih besar terkait permasalahan yang bersinggungan dengan kepentingan konsumen yang sering kali dipaksa untuk membeli produk lain berupa asuransi dalam hal perjanjian kredit, baik dalam perjanjian kredit pemilikan rumah maupun perjanjian kredit lainnya.
3. Kepada BI, OJK dan KPPU diperlukan adanya kerja sama antara ketiga institusi tersebut untuk mengawasi kegiatan industri perbankan dalam melakukan kerja sama dengan perusahaan asuransi agar kegiatan kerja sama yang dilakukan dalam hal untuk mencegah terjadinya resiko kredit tetap memperhatikan kepentingan konsumen dimana konsumen memiliki kebebasan dalam memilih barang dan/atau jasa yang dibutuhkan sehingga akan tercipta pasar persaingan usaha yang sehat dan tidak adanya hambatan untuk masuk ke dalam pasar tersebut.
Dugaan praktek anti persaingan yang ..., Desy Septiani Putri, FH UI, 2014
Daftar Referensi
Buku Ibrahim, Johny. Hukum Persaingan Usaha (Filosofi, Teori dan Implikasi Penerapannya di Indonesia). Malang: Bayu Media, 2006. Lubis, Andi Fahmi. Et al. Hukum Persaingan Usaha Antara Teks & Konteks. Jakarta: KPPU RI, 2009. Mamudji, Sri. Et al. (2005). Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Metzger. Et al. Business Law and The Regulatory Enviroment Concepts and Cases. Homewoods, Illinois : Irwin, 1986. Milton, Handler. Et al. Trade Regulation Cases and Material. New York: The Foundation Press, 1997. Rokan, Mustafa Kamal. Hukum Persaingan Usaha: Teori dan Praktiknya di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers, 2010.
Jurnal, Majalah Butler, Brian Edge. Law an Economics. Asheville: University on North Carolina. 2000. Green, Mark R. Risk and Insurance. South Western: Publishing Co. 1973. Jones. EC Competition Law : Text, Cases and Materials. 2007. Nalebuff, Barry. Bundling, Tying and Portofolio Effects. DTI Economisc Paper 1, 2003.
Peraturan Perundang-Undangan Bank Indonesia. Surat Edaran Bank Indonesia. SEBI No 12/35/DPNP tanggal 23 Desember 2010. Indonesia. Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, UU No. 5 Tahun 1999, LN No. 33 Tahun 1999, TLN No. 3817. Indonesia. Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Membayar Hutang, UU No. 37 Tahun 2004, LN No. 131 Tahun 2004, TLN No. 4443.
Dugaan praktek anti persaingan yang ..., Desy Septiani Putri, FH UI, 2014
Indonesia, Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, UU No. 10 Tahun 1998, LN No. 182 Tahun 1998, TLN No. 3790. Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha tentang Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 11 tentang Kartel Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Perkom No. 4 Tahun 2010. Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha tentang Pedoman Pasal 15 tentang Perjanjian tertutup Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Perkom No. 5 Tahun 2011.
Internet BRI. “KPR BRI”. http://www.bri.co.id/articles/105. Diunduh pada 10 Desember 2014. Wicaksono. “Aktivitas Bancassurance dalam Dunia Perbankan: Adakah Praktik Bundling yang Melanggar Hukum Persaingan Usaha” www.thewicaksonos.info/aktivitasbancassurance-dalam-dunia-perbankan-adakah-praktik-bundling-yang-melanggarhukum-persaingan-usaha.html. Diunduh 22 September 2014.
Lain-lain Intisari Wawancara Dengan Bapak Deswin Nur. Kepala Bagian Humas Biro Hukum, Hubungan Masyrakat dan Kerja Sama KPPU. Tanggal 14 November 2014. Intisari Wawancara Dengan Bapak Eri Edhi Satrio. Managing Partner dari Hendro & Kanon Advocates Counsellors at Law. Tanggal 18 November 2014. Intisari Wawancara Dengan Bapak Dhika. Staff Divisi Hukum PT Bank Rakyat Indonesia. Tanggal 4 November 2014. Laporan Tahunan BRI Tahun 2013 Putusan dengan Nomor Register Perkara 05/KPPU-I/2014 yang dibacakan pada tanggal 11 November 2014.
Dugaan praktek anti persaingan yang ..., Desy Septiani Putri, FH UI, 2014