X. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Model Pengembangan Usaha Agroindustri Nenas AINI-MS yang dihasilkan adalah model yang menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic versi 6.0. Model AINI-MS merupakan model yang dapat membantu para pelaku agroindustri nenas mengambil keputusan-keputusan menyangkut kemitraan usaha dalam agroindustri nenas. Model AINI-MS membantu para pelaku industri nenas dalam memilih lokasi dan produk yang sesuai untuk usaha agroindustri nenas, menentukan kelayakan usaha perkebunan nenas dan pengolahan nenas berupa dodol nenas dan nenas kaleng, serta mengembangkan kemitraan setara dalam usaha agroindustri nenas yang didasarkan pada kriteria Benefit/Cost Ratio (BCR). Model tersebut terdiri atas enam submodel sebagai berikut: a. Submodel pemilihan lokasi usaha agroindustri nenas. Submodel ini menggunakan teknik metode perbandingan eksponensial (MPE) untuk memilih lokasi usaha agroindustri nenas dengan menggunakan kriteria pengambilan keputusan tertentu. Submodel yang dihasilkan telah digunakan untuk menentukan lokasi usaha agroindustri yang paling sesuai untuk Kabupaten Subang. Dari lima kecamatan penghasil nenas di Kabupaten Subang didapatkan bahwa Kecamatan Jalancagak merupakan kecamatan yang paling sesuai untuk menjadi lokasi usaha agroind ustri nenas Subang. b. Submodel pemilihan produk-produk nenas olahan yang layak dikembangkan. Seperti halnya submodel pemilihan lokasi usaha agroindustri nenas, submodel ini juga menggunakan teknik MPE untuk memilih produk nenas olahan yang layak dikembangkan. Submodel yang dihasilkan telah digunakan untuk
menentukan produk nenas olahan yang paling layak dikembangkan di Kabupaten Subang. Dari empat macam produk olahan yang dimasukkan ke dalam submodel, didapatkan bahwa produk dodol nenas dan nenas kaleng merupakan produk nenas olahan yang paling sesuai untuk dikembangkan di Kabupaten Subang. c. Submodel analisis kelayakan usaha perkebunan nenas dengan dasar perhitungan luas kebun 1.500 hektar, dan hasil nenas segar sebesar 75.000 ton per tahun. d. Submodel analisis kelayakan usaha pengolahan nenas yang terdiri atas analisis kelayakan usaha peng alengan nenas dengan dasar perhitungan kapasitas terpasang 40.000 ton nenas kaleng/tahun, dan analisis kelayakan usaha dodol nenas dengan dasar perhitungan kapasitas 11.800 kg dodol nenas per tahun. Submodel analisis kelayakan menggunakan teknik-teknik perhitungan analisis finansial kelayakan usaha. Penggunaan submodel kelayakan usaha tersebut dengan menggunakan data dari Kabupaten Subang dan Belitung menunjukkan bahwa baik usaha kebun nenas, industri nenas kaleng, maupun industri kecil dodol nenas merupakan usaha-usaha yang layak dikembangkan. e. Submodel analisis kelembagaan kemitraan setara dengan menggunakan teknik interpretative structural modeling (ISM). Dalam submodel ini digunakan enam elemen program untuk melihat keterkaitan di antara elemen -elemen tersebut dan pengaruh elemen -elemen itu terhadap keberhasilan program kemitraan setara dalam agroindustri nenas. Elemen -elemen yang dianalisis adalah: elemen kebutuhan program, elemen kendala utama program, elemen tujuan program, elemen indikator pencapaian tujuan program, elemen aktivitas program, dan elemen pelaku program. Dengan menggunakan submodel 146
tersebut untuk Kabupaten Subang diperoleh temuan bahwa elemen yang paling dibutuhkan untuk memastikan keberhasilan program kemitraan setara adalah dukungan pemerintah daerah Subang serta iklim usaha yang kondusif. Ditemukan pula bahwa kendala utama terhadap pelaksanaan program kemitraan setara agroindustri nenas di Subang adalah kurangnya pembinaan dalam mengembangkan usaha agroindustri nenas. Selanjutnya ditemukan pula bahwa elemen kunci tujuan program adalah mengembangkan kebijakan yang mendukung iklim usaha dengan elemen kunci indikator pencapaian tujuan program adalah meningkatnya harga jual produk nenas olahan dan jumlah produk nenas olahan yang terserap pasar. Terakhir, elemen kunci pelaku program adalah pemerintah daerah Kabupaten Subang. Ini berarti bahwa pemerintah daerah Kabupaten Subang berperan penting dalam menentukan keberhasilan program kemitraan setara. f. Submodel pengukuran
kesetaraan
dalam
usaha
agroindustri,
dengan
menggunakan kriteria BCR (Benefit/Cost Ratio) untuk usaha kebun nenas dan industri pengalengan nenas. Angka BCR yang sama untuk perkebunan nenas dan industri pengalengan nenas diharapkan dapat meyakinkan petani untuk menjual nenas segar ke industri dengan harga yang menghasilkan nilai BCR tersebut sehingga kontinuitas pasokan nenas segar sebagai bahan baku untuk industri pengalengan nenas terjamin . Sebaliknya, industri pengalengan nenas juga diharapkan bersedia membeli nenas segar dari petani pada tingkat harga tersebut karena pada harga itu industri pengalengan nenas
mendapatkan
keuntungan yang wajar, dan setiap perubahan harga nenas kaleng di pasar akan memungkinkan industri pengalengan meminta perubahan harga bahan baku nenas segar dari petani. 147
2. Implementasi
model
kemitraan
setara
dalam
usaha
agroindustri
nenas
mengasumsikan adanya dukungan pengembangan struktur kelembagaan yang melibatkan pemerintah daerah, dinas pertanian, dinas koperasi dan pengusaha kecil dan menengah, dinas perindustrian, lembaga keuangan, koperasi, dan investor. Berdasarkan hasil analisis kelembagaan dengan menggunakan teknik ISM diketahui bahwa pemerintah daerah mempunyai peran yang sangat besar dalam menentukan keberhasilan program kemitraan setara pada usaha agroindustri nenas. 3. Model kemitraan setara dalam usaha agroindustri nenas diwujudkan melalui tiga tahap kemitraan, sebagai berikut: (a) tahap kemitraan awal, yaitu tahap ketika pihak-pihak yang bermitra (petani dan pengusaha industri pengolahan nenas) saling melakukan penyesuaian diri. Pada tahap ini hampir semua sarana produksi disediakan oleh pengusaha industri pengolahan nenas. Petani hanya menyediakan tenaga kerja dan lahan. Pengusaha industri membina petani agar memiliki kemampuan untuk menghasilkan nenas segar dalam jumlah yang sesuai kebutuhan industri pengolahan nenas. Tahap ini dinyatakan berhasil dengan baik apabila telah terwujud kesetaraan kuantitas, artinya, hasil nenas segar dari kebun petani telah mampu mencukupi kebutuhan industri pengolahan nenas, (b) tahap kemitraan madya, yaitu tahap ketika petani mulai menguasai teknologi budidaya dan manajemen perkebunan nenas. Tahap madya dinyatakan berhasil dengan baik apabila telah terwujud kesetaraan kualitas, artinya, kualitas nenas segar yang dihasilkan kebun petani telah mampu memenuhi tuntutan kualitas dari industri pengolahan nenas, dan (c) tahap kemitraan lanjut, yaitu ketika kemitraan setara mulai benar-benar d iwujudkan. Pada tahap ini kriteria BCR yang sama antara
148
usaha kebun nenas dan usaha pengalengan nenas sebagai tolok ukur kesetaraan telah diterapkan sepenuhnya. B. Saran 1. Pemerintah Daerah Kabupaten Subang disarankan untuk mengembangkan kebijakan yang
menyangkut kemudahan investasi untuk agroindustri nenas.
Pemerintah daerah juga disarankan untuk mengupayakan skema kredit usaha yang memberikan kesempatan kepada petani (melalui koperasi petani) memperoleh modal usaha dari lembaga keuangan. Ini dilakukan dengan mengembangkan kerjasama dengan bank syariah dalam bentuk permodalan ventura. Selanjutnya pemerintah daerah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat Dua disarankan membuat peraturan daerah mengenai prioritas peruntukan lahan bagi perkebunan dan industri pengolahan nenas, khususnya di Kecamatan Jalancagak. Pemerintah daerah juga disarankan untuk bersama manajemen usaha perkebunan nenas dan pengusaha industri pengolahan nenas menjabarkan lebih lanjut rancangan implementasi kelembagaan kemitraan setara yang telah disusun ke dalam program-program pelaksanaan agar kemitraan setara dalam agroindustri nenas dapat terwujud. Secara khusus, pemerintah daerah dapat memfasilitasi pembuatan sistem informasi yang akan membuat akses petani ke berbagai informasi menyangkut teknologi dan pasar hasil-hasil agroindustri nenas lebih mudah. Akses ke berbagai sumber informasi ini sangat penting untuk memungkinkan tercapainya kesetaraan antara petani dan pengusaha industri pengolahan nenas. 2. Dinas pertanian dan Dinas Koperasi dan PKM disarankan membantu penyediaan dana serta fasilitas pelatihan bagi petani. Untuk merancang program-program pelatihan bagi petani tersebut dinas -dinas di atas disarankan untuk melibatkan 149
perguruan tinggi yang diharapkan dapat memberikan pembinaan kepada petani dalam hal metode budi-daya nenas yang memungkinkan usaha kebun nenas petani memasok nenas segar dalam kuantitas dan kualitas yang sesuai kebutuhan industri pengalengan nenas. 3. Karena dari penelitian didapatkan bahwa angka BCR dapat digunakan seb agai ukuran kesetaraan yang mencerminkan tingkat pendapatan petani yang wajar sesuai dengan tingkat harga nenas olahan di pasar, maka pemerintah daerah bekerjasama dengan perguruan tinggi disarankan dapat menyebar-luaskan cara perhitungan BCR yang sederhana dan mudah dilakukan oleh petani sehingga petani dapat setiap saat melakukan perhitungan BCR untuk memperkirakan harga jual nenas segar yang layak. 4. Apabila kemitraan antara petani dan pengusaha industri pengolahan nenas telah terbentuk, manajemen usaha perkebunan nenas yang merupakan kelompok profesional pengelola kebun nenas milik petani dan unit layanan teknis yang membantu pengelola industri pengolahan nenas disarankan untuk melakukan pertemuan rutin membahas situasi pasar nenas kaleng dan struktur biaya perkebunan nenas dan industri pengolahan nenas agar perhitungan rasio BCR dapat dilakukan secara akurat dan terbuka di antara kedua pihak. Pertemuan seperti ini juga dapat dimanfaatkan untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan mengenai teknik perhitungan BCR kepada petani.
150