BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Dari penelitian Rancang Bangun Model Dinamis Pengelolaan Agroindustri Perikanan Lele Lahan Kering didapatkan kesimpulan, bahwa: 1. Penelitian ini telah menghasilkan model dinamis pengelolaan agroindustri perikanan lele lahan kering yang disebut dengan Model SIMPLE (Sistem Manajemen untuk Perikanan Lele Lahan Kering). Model SIMPLE tersebut merupakan model konseptual dari sistem dinamis pengelolaan agroindustri perikanan lele lahan kering yang mendeskripsikan keterkaitan antar komponen teknis dan finansial dalam rangkaian produksi pembenihan, budidaya pembesaran, pengolahan pascapanen, dan unit pabrik pakan ikan mandiri. Model tersebut terdiri dari submodel peningkatan keuntungan (pembenihan, pembesaran dan pascapanen) dan submodel penguatan struktur (prediksi kapasitas dan prediksi distribusi keuntungan). 2. Model SIMPLE dirancangbangun dengan menggunakan paket pemrograman komputer sistem dinamis Powersim Studio versi 2005. Verifikasi model komputer yang dilakukan secara otomatis oleh program komputer tidak mendeteksi adanya keanehan atau angka yang tidak logis, sedangkan validasi model melalui eksplorasi perilaku model menunjukkan respon yang normal terhadap setiap perubahan. 3. Sesuai hasil analisis pemodelan sistem dinamis, kombinasi pengelolaan agroindustri yang terbaik untuk mendapatkan keuntungan maksimum dan produksi yang optimum adalah dengan mengaplikasikan:
210
a. Pada subsistem pembenihan, kombinasi yang terbaik adalah dengan fekunditas 125.000 ekor, prosentase induk memijah 45%, dan prosentase sintasan 95% yang menghasilkan rerata keuntungan maksimum perbulan untuk pelaku usaha pada tahun
2016
sejumlah
masing-masing
berturut-turut
Rp
1.297.416,69,
Rp
1.282.281,81, dan Rp 1.418.719,35. Dimana, dengan aplikasi prosentase sintasan 95% diprediksi mampu menghasilkan rerata produksi optimum perbulan, yakni 358.288 ekor pada tahun 2016, 207.193 pada tahun 2017, 208.966 ekor pada tahun 2018, 424.648 ekor pada tahun 2019, 207.198 ekor pada tahun 2020, dan 320.954 ekor pada tahun 2021. b. Pada subsistem budidaya pembesaran, kombinasi yang terbaik adalah dengan padat tebar 2.000 ekor/kolam, prosentase sintasan benih pada 7 hari pertama adalah 94% dan pasca 7 hari pertama hingga masa penampungan setelah panen adalah 94% yang menghasilkan rerata keuntungan maksimum perbulan untuk pelaku usaha pada tahun 2016 sejumlah masing-masing berturut-turut Rp 1.433.428,38, Rp 1.433.571,14, dan Rp 1.497.387,63. Dimana, dengan aplikasi prosentase sintasan 94% pasca 7 hari pertama hingga masa penampungan setelah panen diprediksi mampu menghasilkan rerata produksi optimum perbulan, yakni 62.602,26 kg tahun 2016, 43.452,93 kg tahun 2017, 44.049,69 kg tahun 2018, 69.032,49 kg tahun 2019, 39.764,99 kg tahun 2020, dan 40.941,03 kg tahun 2021. c. Pada subsistem pengolahan pascapanen, kombinasi yang terbaik adalah dengan frekuensi produksi 29 hari/bulan, kapasitas alat produksi 90 kg/hari, dan perbaikan loses penyimpanan produk 6% yang menghasilkan rerata keuntungan maksimum perbulan untuk pelaku usaha pada tahun 2016 sejumlah masing-masing berturut-turut Rp 2.235.531,68, Rp 2.235.498,88, dan Rp 2.336.218,70. Dimana, dengan aplikasi perbaikan loses penyimpanan produk 6% mampu menghasilkan 211
rerata produksi optimum perbulan, yakni 3.041,37 kg/bulan tahun 2016, 2.111,05 kg/bulan tahun 2017, 2.078,25 kg/bulan tahun 2018, 3.153,75 kg/bulan tahun 2019, 1.819,06 kg/bulan tahun 2020, dan 1.922,97 kg/bulan tahun 2021. d. Pada subsistem unit pabrik pakan mandiri, kombinasi yang terbaik adalah dengan kapasitas 2.200 kg/hari, frekuensi produksi 29 hari/bulan, dan perbaikan loses penyimpanan produk pakan ikan mandiri 11% yang menghasilkan rerata keuntungan maksimum perbulan untuk pelaku usaha pada tahun 2016 sejumlah masing-masing berturut-turut Rp 2.235.531,68, Rp 2.235.498,88, dan Rp 2.336.218,70. Dimana, dengan aplikasi perbaikan loses penyimpanan produk pakan ikan mandiri 11% mampu menghasilkan rerata produksi optimum perbulan, yakni 9.959,81 kg/bulan tahun 2016, 7.258,88 kg/bulan tahun 2017, 7.307,06 kg/bulan tahun 2018, 10.824,21 kg/bulan tahun 2019, 5.852,68 kg/bulan tahun 2020, dan 2.913,54 kg/bulan tahun 2021. e. Bilamana dilakukan perubahan harga secara seimbang dalam sistem agroindustri perikanan lele lahan kering di Gunungkidul dengan menggunakan keputusan harga alternatif III, yakni harga benih ukuran ukuran tebar 5-7 cm dinaikkan menjadi Rp 240,-/ekor, harga ikan lele konsumsi ukuran 8-10 ekor/kg adalah Rp 18.000,-/kg, harga olahan ikan lele (untuk produk abon lele) adalah Rp 150.000,-/kg, dan harga pakan mandiri untuk kelas pembesaran ikan lele adalah Rp 9.000,-/kg. Keuntungan dari masing-masing pelaku usaha subsistem dengan keputusan harga tersebut pada tahun 2016 adalah Rp 1.862.624,23 untuk subsistem pembenihan, Rp 1.696.082,70 untuk subsistem budidaya pembesaran, Rp 3.816.545,50 untuk subsistem pengolahan pascapanen, dan Rp 25.381.805,03 untuk subsistem unit pabrik pakan ikan mandiri. 4. Sesuai hasil analisis finansial, keempat usaha subsistem dalam sistem agroindustri perikanan lele lahan kering ini dinyatakan layak dikarenakan semua subsistem usaha 212
menghasilkan BCR > 1, PP 5-9 tahun, NPV > 0, PI > 1, dan IRR > suku bunga bank yang diasumsikan 15%/tahun.
5.2. Saran Adapun saran yang dapat disampaikan untuk menyempurnakan penelitian maupun pengelolaan agroindustri ini adalah: 1. Untuk penyempurnaan penelitian, disarankan perlu dibuat computerized user-interface yang user-friendly yang memasukkan seluruh komponen beserta variablenya yang dapat diubah-ubah oleh policy maker agar data updating dapat lebih real time. 2. Untuk pengelolaan agroindustri, disarankan perlu dibuat: a. Asosiasi profesi perikanan lele lahan kering yang meliputi tetra-helix, yakni Academician-Business-Community-Government (ABCG) untuk merumuskan berbagai strategi bisnis dan pengembangan teknologi tepat guna untuk meningkatkan kinerja usaha perikanan ini. b. Divisi khusus oleh pemerintah bersama koperasi perikanan untuk menganalisis dan memprediksi kecenderungan pasar serta membuat strategi antisipasinya untuk seluruh subsistem agar kesetimbangan supply-demand dapat terjaga dengan baik. c. Peraturan Daerah (Perda) yang memungkinkan para pelaku usaha kecil di bidang perikanan untuk mendapatkan insentif bunga pinjaman yang lebih lunak dengan akses yang lebih mudah dan pajak usaha yang lebih rendah agar proporsi distribusi keuntungan pada masing-masing subsistem dapat diseimbangkan, khususnya pada subsistem pembenihan dan budidaya pembesaran. d. Peningkatan iklim investasi di bidang perikanan lele lahan kering dengan melakukan promosi serta pemasaran secara gencar dengan memanfaatkan social media, membuat
213
inovasi minapolitan maupun technopark berupa kampung wisata perikanan lele lahan kering yang terintegrasi mulai dari pembenihan, budidaya pembesaran, pengolahan pascapanen (termasuk di dalamnya ada warung makan ikan), dan pabrik pakan mandiri. Selain itu juga, memperbanyak penampungan air dan sumur bor untuk meningkatkan ketersediaan ketercukupan air untuk kegiatan usaha perikanan. e. Dikembangkan teknologi yang lebih maju untuk rantai penyediaan induk unggul, vaksin ikan, pakan mandiri, dan inovasi pengolahan ikan yang berorientasi ekspor.
214