7. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan Aplikasi metode kesisteman pada penelitian ini telah menghasilkan suatu model perencanaan dan pembinaan agroindustri hasil laut terpadu kualitas ekspor dengan pendekatan wilayah melalui suatu paket program yang diberi narna AGROSILA yang holistik dan mampu merancang suatu kondisi yang optimum melalui pemenuhan kebutuhan aktor terkait.
Program AGROSllA
dapat
meningkatkan efisiensi pengambilan keputusen sesuai dengan dinamika perubahan data dan imformasi yang i eqadi. Berdasarkan hasil analisis dalam penelitian ini, dapat disajikan kesimpulan umum sebagai betikut : I)Faktor yang menghambat dalam perencanaan dan pembinaan agroindustri hasil
laut adalah terbatasnya informasi dan kemampuan untuk mernanfaatkan surnber daya yang dirniliki serta belum adanya perencanaan regional yang integratif untuk agroindustri hasil laut.
Sedangkan, faktor yang mendukung dalam
perencanaan dan pembinaan agroindustri hasil laut adalah tingkat eksploitasi sumber daya ikan baru sekitar 50 persen, sebagai komodiias ekspor, dan dapat dijadikan sebagai sumber protein ikani masyarakat Indonesia. 2) Agroindustri hasil laut umumnya merupakan perusahaan skala usaha kecil dan
menengah yang mengolah ikan sesuai stsndar mutu yang diminta oleh buyetfeksportir.
Untuk menghasilkan produk unggulan daemh yang bermutu
dan menjamin kelestarian sumber daya lokal diperlukan sistem perencanaan
dan pembinaan yang integratif dengan melibatkan sernua pihak yang terkait agar diperoleh keputusan yang optimal. 3)
Keberhasilan perencanaan agroindustri hasil laut memerfukan dukungan bahan baku dan perencanaan produksi yang disesuaikan dengan perrnintaan konsumen; penerapan teknologi tepat sasaran pada proses pengolahan yang memungkinkan; dan dukungan lembaga
pembiayaan usaha rnelalui kredit
program, kredit bersubsidi dengan bunga.. rendah atau bagi hasil yang menguntungkan, kredit rnelalui bank syariah, hibah, dan lain-lain.
Untuk
menjadikan agroindustri hasil laut sebagai perusahaan yang menghasilkan produk yang berrnutu dan mampu bersaing di pasar global diperlukan pembinaan kelembagaan, peningkatan produktivitas. dan pembinaan mutu yang berkelanjutan. 4) Untuk meningkatkan mutu dan efektifitas perencanaan agroindustri hasil laut
telah direkayasa SPK AGROSILA, yang rneliputi :(1) sub model DAKUSI yang dapat digunakan untuk analisis potensi wilayah'&lam
pengadaan bahan baku
dan perencanaan produksi berdasarkan pennintaan; (2) sub model TEKNO digunakan untuk seleksi teknologi tepat sasaran (TTS) yang menghasilkan produk
dengan standar konsurnen; dan (3) sub model PKRESIKU dapat
digunakan investor yang ingin menanamkan modalnya pada
perusahaan
agroindustri hasil laut dan rnenginformasikan kelayakan usaha dan resiko dari investasi.
5) Untuk meningkatkan mutu dan efisiensi pembinaan agroindustri hasil laut telah
direkayasa SPK AGROSllA yang meliputi :(I) sub model TEKNO yang dapat digunakan untuk
memilih teknologi atau proses produksi yang dapat
rneningkatkan mutu produk dengan biaya terendah; (2) sub model MUTU digunakan untuk pengujian mutu dan inforrnasi berbagai standar rnutu produk serta dapat
digunakan untuk mendapatkan sertifikat penerapan manajemen
mutu terpadu (PMMT); (3)
sub model PKRESIKU digunakan untuk menilai
ketayakan usaha dan kemungkinan pengembangan sesuai dengan hasil analisis kelayakan dan
resiko; (4) sub model PRfTAS dirancang untuk menghitung
pmduktivitas perusahaan agroindustrl hasil laut baik secara parsial atau total; dan (5) sub model HARGA
dirancang untuk
memperkirakan harga produk
olahan hasil laut yang tejadi di pasar berdasarkan interaksi antara perrnintaan dan penawaran. 5) Untuk menjamin keberhasilan sistem agroindustri hasil iaut yang berkualitas
ekspor dengan pendekatan wilayah diperlukan kelembagaan kemitraan yang menjembatani kegiatan usaha penangkapan dengan usaha pengolahan, disebut dengan Usaha Pascapanen Pengolahan Perkanen Pedesean (UPS) primer (agroindustri level 1) dan kelembagaan kemitraan yang menjernbatani kegiatan pengolahan hasil laut dengan pedagang/distributor, disebut dengan Usaha Di~tribuslProduk Perlkanan (UDP-2) temler (agroindustri level 3).
UP-3
primer adalah kelembagaan yang berada di pedesaan dengan kegiatan meningkatkan nilai tambah bahan baku untuk kebutuhan agroindustri hasil laut dan kegiatan pengolahan sampai tahap tertentu. sedangkan UDP-2 tersior
berada diperkotaan dengan kegiatan pengolahan lanjut, perdagangan dan diversifikasi produk. 7) Untuk menghimpun nelayan penangkap dan kelompok usaha pengolahan hasil laut diporlukan kelembagaan kemitraan (KUBEPHAL). Lembaga ini mempunyai misi untuk menciptakan nilai tambah pmduk optimal, meningkatkan posisi tawar. dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan bersama.
Dafam perkembangan
kelompok ini dapat membentuk lembaga ekonomi yang hidup dan berkembang di pedesaan, misalnya koperasi. 8) Dari aplikasi SPK AGROSllA yang dilakukan dalam studi kasus di wilayah Jawa Timur diperoleh komoditas unggulan daerah yang terpilih berdasarkan faktor kewilayahan dan biaya produksi. ada-lah ikan teri, nasi sebagai peringkat pertama (bobot 38,06) dan perlngkat kedua terpilih ikan asin (bobot 3,93). Komoditas ikan ten nasi dijadikan sebagai dasar untuk verifikasi sub model yang terdapat pada SPK AGROSILA, kecuali sub model H A R M menggunakan
.
komoditas ikan asin.
9) Produktivitas usaha pengolahan hasil laut ada yang meningkat, konstan, dan
ada yang menurun. Produktivitas input faktor yang meningkat nilainya, yaitu modal (40,88 %), tenaga keja (3,77 %), input total (1,QO %), dan administrasi dan pemasaran (0,SO %); yang konstan adalah material; dan adalah energi (9.83 %).
yang menurun
Peningkatan produktivitas dapat dilakukan dengan
meningkatkan penggunaan masing-masing inpui faktor dengan besaran IPH 0,W
sampai 0.98,
tetapi peningkatan produktivitas tidak secara linier
meningkatkan profitabilitas perusahaan. Sub
el PRITAS rnenginformasikan,
bahwa peningkatan produktivitas ternyata mengurangi profitabifitas perusahaan antara 2.51 sarnpai 11,37 persen, kecuali modal dimana produktifitas den profitabilitasnya naik. Untuk masa yang akan datang peningkatan produktivitas difokuskan pada penggunaan energi karena nilainya turun dan material karena nilainya konstan. U n l k peningkatan profitabilitas diantaranya perlu perbaikan
strategi pemasaran, desain produk, penetapan harga, dan promosi. 10) Harga ikan olahan hasil laut ditentukan oleh pihak distributor atau pedagang sesuai dengan permintaan pasar. Perkiraan harga ikan olahan komoditas ikan asin yang tejadi di pasar berdasarkan interaksi antara permintaan dan penawaran dengan input harga dasar Rp 2.250kg adalah Rp 1.9891kg. Rendahnya perkiraan harga ini disebabkan karena jumlah permintaan (87.066 tonltahun) lebih rendah dari jumlah penawaran (130.072 tonltahun). Skenario untuk meningkatkan harga dapat dilakukan dengan meningkatkan konsumsi ikan olahan 50 persen dan konsurnsi ikan segsr 20 persen. Hasil perkiraan harga dapat mencapai Rp 2.985kg lebih tinggi dari harga pokok (Rp 2.2501kg) dan harga aktual (Rp 2.414Jkg). Verifikasi SPK AGROSllA yang diterapkan pada UP-3 primer di kasus wilayah Jawa Timur untuk komoditas ikan teri nasi mernberikan hasil sebagai berikut : I ) UP-3 primer dengan investasi Up 888.749.000/unit; rata-rata produksi 81.600 kgltahun den harga jual produk Rp 78.760/kg, layak dilakukan dengan keuntungan rata-rata Rp 215.465.000ltahun. net BIC 2,97; IRR 72,38 persen; payback period0,72 tahun; dan BEP 5.817 kgltahun. Penurunanjumlah produksi sampai
14 persen dan kenaikan harga bahan baku sampai 18 persen menyebabkan
UP-3 primer menjadi tidak layak diusahakan. Resiko terhadap modal yang ditanamkan dinyatakan oleh nilai CV sebesar 0,79 dan batas bawah keuntungan sebesar Rp 20.804.600.
Nilai BEP tertinggi adalah 12.202 kgltahun apabila
tejadi penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar US 12 persen. 2)
Pembiayaan usaha UP-3 primer yang 50 pet-sen dipinjam melatui perusahaan modal ventura (PMV) rnasih layak dilakukan dengan persentase bagi hasil sampai 49 persen. Total angsuran maksimal Rp 406.850.600/tahun, usaha UP3 primer masih rnemperoleh keuntungan Rp 198.228.000/tahun.
3) Untuk meningkatkan mutu produk yang dihasilkan perlu diirapkan teknologi tepat sasaran
(TTS), terutama dalam proses perebusan dan pengeringan.
Kombinasi teknologi proses perebusan dengan menggunakan kompor minyak tanah bertekanan dengan alat roket (listrik) dan pengeringan langsung di bawah sinar rnatahari menduduki peringkat pertama (bobot 193.10).
Penggunaan
kompor ini marnpu mernberikan panas yang merata dan stabil selarne proses perebusan sehingga mutu produk yang dihasilkan lebih baik. 4) Melalui peningkatan nilai tambah secara heuristik, maka kapasitas optimal bahan
baku ikan olahan 600 kghari, dirnana UP-3 primer marnpu meningkatkan nilai tarnbah sampai Rp 2.032/kg.
Pada kapasitas bahan baku 750 kg/hari terjadi
penumnan nilai tambah, yaitu Rp 1.871ikg akibat dari peningkatan
biaya
investasi. Pada kapasitas 1.000 sarnpai 2.000 kg/hari nilai tambah rneningkat kembali sarnpai rnencapai Rp 3.924fkg. linier meningkatkan nilai tambah.
Peningkatan kapasitas tidak secara
5) Jika nelayan kegiatannya hanya dalam menangkap ikan saja, dengan hasi1
tangkap rata-rata 20 kghari dan harga jual Rp 10.000/kg, maka pendapatannya setelah dikurangi biaya melaut adelah Rp 156.500hari. Jika nelayan setelah menangkap Iangsung mengolah, maka pendapatannya setelah dikurangi biaya penangkapan, produksi dan
administrasi dan
pemasaran menjadi Rp
190.900/hari, berarti teQadipeningkatan pendapatan sekitar 22 persen.
Jika
UP-3 primer hanya mengolah ikan teri nasi saja, maka pendapatannya hanya Rp
34.400hari.
Oleh karena itu, dengan menghimpun nelayan dan kelompok
pengolah ke dalam suatu kelompok usaha bersama atau koperasi dapat meningkatkan pendapatan untuk kesejahteraan bersama. 7.2 Saran
Pengembangan SPK AGROSllA memerlukanaplikasi lebih lanjut, terutama yang berkaitan dengan pengembangan teknik optimasi, dan teknik prakiraan. Teknik optimasi diarahkan pada pemanfaatan
sumberdaya yang disesuaikan
dengan potensinya agar kelestariannya dapat terjamih.
Penggunaan teknik
prakiraan berkaitan dengan ketersediaan data dan inforrnasi, serta prediksi yang dihasilkan. Oleh karena itu, dukungan data dan informasi yang lengkap akan mempertajam hasil yang dibuat. Untuk menjadikan agroindustri hasil laut terpadu dan berkelanjutan diperlukan : 1) Perencanaan produksi secara regional dengan mempertimbangkan musim penangkapan ikan dan ketersediaan bahan baku agar dlperoleh inventori yang
cukup untuk memenuhi permintaan konsumen namun tetap menjaga kelestarian sumber daya perikanan laut setempat. 2) Aksesabilitas kredit agroindustri hasil laut dengan skala kecil den menengah
disarankan untuk ditingkatkan rnelalui pembinaan teknis dan fasiliiasi pemepemerintahan. Pembiayaan usaha yang direkornendasikan melalui Perusahaan Modal Ventura (PMV) dengan sistem bagi hasil yang didukung oleh lembaga penjamin kredit. 3) Peningkatan posisi tawar nelayan penangkap, yaitu dengan rnembentuk suatu
kelernbagaan UP-3 primer yang dalam kegiatannya lembaga ini dapat berrnitra dengan UDP-2 tersier.
Untuk menunjang kegiatan UP-3 primer diperlukan
dukungan infrastruktur, penyuluhan serta bantuan teknis oleh pemerintah setempat.