69
VI. HASIL PENDUGAAN MODEL PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI 6.1. Kinerja Umum Model Hal yang perlu diperhatikan di dalam model adalah terpenuhinya kriteria ekonomi, kriteria statistik dan kriteria ekonometrika. Sedangkan kebaikan model ditentukan oleh koefisien determinasi. Nilai koefisien determinasi (R2) pada model mulai dari 0,06645-0,97797, artinya variabel eksogen di dalam model perilaku rumahtangga petani mampu menjelaskan variasi variabel endogen sebesar 6,6%-97,797%. Terdapat 2 persamaan dengan nilai koefisien determinasi < 10 %, yakni pesamaan TKDK dan PKS. Rendahnya nilai koefisien determinasi terjadi pada data cross section karena variasi dan ketersediaan data yang belum optimal. Besaran nilai peluang dari uji statistic F, 12 persamaan memiliki nilai F yang nyata pada taraf 5% yang berarti variasi variabel-variabel penjelas dalam setiap persamaan perilaku secara bersama-sama mampu menjelaskan dengan cukup baik variasi variabel endogennya, disamping itu setiap persamaan struktural mempunyai besaran parameter yang sesuai harapan dan kriteria ekonomi (a priori economic). Sementara 2 persamaan memiliki nilai F yang nyata pada taraf 10 % yakni persamaan TKDK dan PKS. Selanjutnya untuk mengetahui bagaimana pengaruh masing-masing variabel eksogen terhadap variabel endogen dapat dilihat dari hasil uji t statistik. Batas penerimaan atau penolakan hipotesis dalam penelitian ini berdasarkan hasil uji satu arah. Sedangkan respon variabel endogen terhadap perubahan variabel eksogen dinyatakan dalam nilai elastisitas. Pendugaan parameter dilakukan pada 14 persamaan struktural sehingga dapat diestimasi perilaku masing-masing variabel eksogen di dalam model. Untuk memenuhi kriteria ekonometrika, dilakukan uji asumsi klasik berupa uji autokorelasi dan uji multikolinierity. Nilai DW pada persamaan di dalam model adalah 1,24-2,89 menunjukan bahwa variabel di dalam persamaan tidak mengalami autokorelasi. Sementara nilai VIF antara 1,00136–1,7136 menunjukan bahwa variabel dalam persamaan tidak mengalami multikorelasi. Oleh karena model tidak mengalami masalah korelasi maka model dianggap representatif dalam menggambarkan model perilaku rumahtangga petani.
70
6.2 Blok Produksi dan Input Produksi Usahatani Padi Luas lahan menjadi faktor yang sangat menetukan jumlah produksi padi. Peningkatan luas lahan diharapkan akan meningkatkan produksi padi sehingga mendukung ketersediaan pangan rumahtangga. Luas lahan yang diestimasi merupakan total penjumlahan luas usahatani padi selama satu tahun. Hasil pendugaan model persamaan luas garapan ditunjukan oleh Tabel 19.
Tabel 19. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Luas Garapan (GRPN) Variabel Intercept
Parameter Dugaan
Elastisitas Standar Error
t Value
Pr > |t|
0
.
.
.
HPDI
0.000046
8.31E-06
5.58
<.0001
0.877863
PUAP
3.17E-08
1.41E-08
2.25
0.0307
1.94E-01
TAB
9.40E-10
2.16E-09
0.44
0.6654
NPPG
-6.89E-09
8.41E-09
-0.82
0.4182
2
F hitung = 3,43 Pr > F 0,0430, R = 0,15642
Harga padi dan PUAP berpengaruh nyata dan positif terhadap peningkatan luas garapan, sementara jumlah tabungan tidak berpengaruh nyata, meskipun peningkatan tabungan direspon dengan peningkatan luas garapan. Berdasarkan nilai elastisitas, dinyatakan bahwa luas garapan sangat responsif terhadap perubahan pinjaman PUAP, namun luas garapan kurang responsif terhadap kenaikan harga padi. Setiap kenaikan harga padi 1 %, akan meningkatkan luas garapan sebesar 0,87 %. Sementara peningkatan pinjaman PUAP 1 % akan meningkatkan luas garapan sebesar 1.94E-01 %. Luas garapan selanjutnya akan menentukan jumlah produksi padi. Oleh karena beras merupakan kebutuhan pangan utama rumahtangga, maka peningkatan produksi padi akan mendukung ketahanan pangan rumahtangga baik dalam bentuk konsumsi hasil produksi (subsisten) atau menjual sebagian hasil produksi sehingga mengahasilkan pendapatan usahatani padi (semi komersil). Persamaan produksi padi menunjukan bahwa keputusan produksi merupakan fungsi dari input-input produksi atau menunjukan bagaimana input produksi berpengaruh pada produksi padi dengan besaran yang berbeda-beda.
71
Tabel 20. Hasil Pendugaan Persamaan Produksi Padi (PRDI) Variabel
Parameter Dugaan
Elastisitas Standar Error
t Value
Pr > |t|
Intercept
-14.8353
217.9093
-0.07
0.9461
JPU
2.190359
1.225647
1.79
0.0826
0.378325
JPB
13.5768
5.126352
2.65
0.012
0.416893
GRPN
497.472
1413.485
0.35
0.727
TKER
0.061583
0.271683
0.23
0.822
2
F hitung = 7,49 , Pr>F = 0,0002, R =0,46106
Jumlah penggunaan pupuk urea dan jumlah penggunaan benih berpengaruh nyata dan positif terhadap peningkatan hasil produksi padi. Sedangkan luas garapan dan alokasi tenaga kerja untuk padi tidak berpengaruh nyata, namun peningkatannya diikuti dengan peningkatan produksi padi.
Pada
taraf nyata 5 %, produksi padi kurang responsif terhadap peningkatan jumlah penggunaaan pupuk urea dan jumlah penggunaan benih. Setiap kenaikan penggunaan pupuk urea 1 % akan diikuti peningkatan produksi padi sebesar 0,37% dan peningkatan penggunaan benih 1 % akan diikuti peningkatan produksi sebesar 0,41 %. Nilai elastisitas pupuk urea yang rendah dalam produksi padi disebabkan penggunaan pupuk yang berlebihan (tidak optimal) sehingga produksi padi tidak optimal. Sedangkan inelastisnya jumlah benih pada produksi padi disebabkan rendahnya kualitas benih khususnya bagi petani yang menggunakan benih sisa musim tanam sebelumnya. Sementara pada input produksi non tenaga kerja yang diestimasi yakni jumlah penggunaan pupuk urea dan TSP.
Tabel 21. Hasil Pendugaan Parameter Jumlah Penggunaan Pupuk Urea (JPU) Elastisitas Variabel Intercept
Parameter Dugaan
Standar Error
t Value
Pr > |t|
0
.
.
.
HREA
-0.03383
0.017206
-1.97
0.0568
TKDK
0.108447
0.21937
0.49
0.624
GRPN
681.7279
141.6328
4.81
<.0001
-0.72171 1.693513
2
F hitung = 11,67, Pr > F = 0,0001, R = 0,38675
Harga urea dan luas garapan berpengaruh nyata terhadap peningkatan penggunaan pupuk urea, sedangkan alokasi tenaga kerja dalam keluarga tidak berpengaruh nyata, namun peningkatan penggunaan pupuk urea akan diikuti
72
dengan alokasi waktu tenaga kerja dalam keluarga dalam melakukan kegiatan pemupukan. Pada taraf nyata 5 %, jumlah penggunaan pupuk urea kurang responsif terhadap harga pupuk urea, dimana peningkatan harga urea 1 %, hanya diikuti penurunan penggunaan pupuk urea 0,72 %. Sementara penggunaan pupuk urea responsif terhadap peningkatan luas garapan, dimana peningkatan 1 % luas garapan akan diikuti peningkatan penggunaan pupuk urea 1.69 %. Tingginya nilai elastisitas luas garapan dibandingkan dengan harga urea dalam jumlah penggunaan pupuk urea menunjukan respon terhadap kenaikan harga urea berupa penurunan jumlah penggunaan pupuk urea dalam jumlah kecil karena urea merupakan pupuk utama dalam usahatani padi, sementara peningkatan luas garapan membutuhkan jumlah pupuk urea yang lebih besar. Pupuk TSP merupakan pupuk pendamping yang digunakan dalam usahtani padi sehingga keputusan untuk menentukan jumlah pupuk TSP yang digunakan pada usahatani padi ditentukan oleh penggunaan input produksi lain dan ketersediaan modal (dalam hal ini PUAP sebagai bantuan modal yang diterima petani).
Tabel 22. Hasil PendugaanParameter Jumlah Penggunaan Pupuk TSP (JPT) Parameter Dugaan
Intercept
0
.
.
.
-0.02111
0.014202
-1.49
0.1459
TKLK
-0.01618
0.026371
-0.61
0.5433
GRPN
281.3177
109.8032
2.56
0.0147
PUAP
6.75E-06
7.62E-06
0.89
0.3818
HTSP
Standar Error
t Value
Elastisitas
Variabel
Pr > |t|
1.654973
2
F hitung = 4,06 , Pr > F = 0,0139, R = 0,25284
Luas garapan berpengaruh nyata dan positif terhadap penggunaan pupuk TSP. Sedangkan harga pupuk TSP, alokasi tenaga kerja luar keluarga dan PUAP tidak berpengaruh nyata, namun peningkatan harga TSP akan diikuti dengan penurunan penggunaan pupuk TSP. Sedangkan peningkatan PUAP dapat diikuti dengan peningkatan penggunaan pupuk TSP untuk peningkatan produksi. Sedangkan peningkatan alokasi tenaga kerja luar keluarga akan diikuti dengan penurunan penggunaan pupuk TSP untuk meminimumkan biaya usahatani. Pada taraf nyata 5 %, penggunaan jumlah pupuk TSP responsif terhadap luas garapan
73
sebesar 1,65 %. Nilai elastisitas luas garapan yang lebih dari 1 pada persamaan penggunaan pupuk TSP menunujkan bahwa peningkatan luas garapan membutuhkan peningkatan jumlah penggunaan pupuk TSP. Pada input produksi tenaga kerja, perilaku dalam menetukan curahan kerja dalam keluarga dan luar keluarga untuk usahatani padi menunjukan supply demand angkatan kerja dalam pasar tenaga kerja sekaligus menunujukan keterkaitan keputusan produksi dan konsumsi rumahtangga dengan mengelola sumberdaya berupa tenaga kerja untuk meningkatkan utilitas.
Tabel 23. Hasil Pendugaan Parameter Alokasi Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) Variabel Intercept
Pr > |t| 0.9958
Elastisitas
1.57
0.1257
0.941226
-0.59
0.5584
Parameter Dugaan -0.16701
Standar Error 31.60344
t Value -0.01
JAKE
11.0912
7.074881
TKLK
-0.02247
0.038046
GRPN
23.07147
140.6626
0.16
0.8706
F hitung = 0,79, Pr > F = 0,5057, R2 = 0,06200
Semua variabel eksogen tidak ada yang berpengaruh nyata terhadap variabel alokasi tenaga kerja dalam keluarga pada taraf nyata 1-5 %, namun peningkatan jumlah angkatan kerja dalam keluarga akan diikuti dengan peningkatan alokasi tenaga kerja dalam keluarga. Sedangkan peningkatan alokasi tenaga kerja luar keluarga akan mengurangi alokasi tenaga kerja dalam keluarga untuk usahatani padi. Sementara peningkatan luas garapan akan diikuti dengan peningkatan penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usahatani padi.Pada taraf nyata 10 %, tenaga kerja keluarga kurang responsif terhadap peningkatan jumlah angkatan kerja, dimana kenaikan 1 % jumlah angkatan kerja akan meningkatkan penggunaan tenaga kerja keluarga sebesar 0,94 %. Inelastis atau kurang responsifnya jumlah angkatan kerja pada curahan kerja tenaga kerja keluarga untuk usahatani padi dikarenakan angkatan kerja pada rumahtangga petani melakukan kegiatan produktif non usahatani padi.
74
Tabel 24. Hasil Pendugaan Parameter Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) Variabel
Parameter Dugaan
Standar Error
t Value
Pr > |t|
Intercept
-171.476
134.1796
-1.28
0.2094
UP
-0.00026
0.001275
-0.21
0.8379
TKDK
-0.34272
0.952001
-0.36
0.721
GRPN
1602.413
618.412
2.59
0.0137
Elastisitas
2.227227
2
F hitung = 2,30 , Pr > F = 0,0937 , R = 0,16088
Luas garapan berpengaruh nyata dan positif terhadap alokasi tenaga kerja luar keluarga. Sedangkan peningkatan upah pertanian akan mengurangi penggunaan tenaga kerja luar keluarga untuk meminimumkan biaya usahatani. Sedangkan peningkatan tenaga kerja keluarga akan diikuti dengan penurunan alokasi tenaga kerja luar keluarga. Pada taraf nyata 5 %, alokasi tenaga kerja luar keluarga responsif terhadap luas garapan, dimana peningkatan luas garapan 1 % akan diikuti peningkatan alokasi tenaga kerja luar keluarga 2,27 %. Tingginya niali elastistas luas garapan ada alokasi tenaga kerja luar pertanian menunjukan bahwa dalam kegiatan pengolahan lahan, rumahtangga sampel menyewa tenaga kerja luar keluarga sehingga peningkatan luas lahan akan diikuti peningkatan alokasi tenaga kerja luar keluarga.
Tabel 25. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Alokasi Tenaga Kerja Non Pertanian (TKNP) Variabel Intercept
Parameter Dugaan -33.3652
Standar Error
t Value
Pr > |t|
44.14112
-0.76
0.4546
PBNP
0.000173
9.15E-06
18.88
<.0001
TKLK
0.027848
0.10611
0.26
0.7945
PI
0.000013
0.00002
0.65
0.5229
Elastisitas 1.038583
F hitung = 127,17, Pr > F = < .0001, R2 = 0,91377
Peningkatan pendapatan berburuh non pertanian akan menjadi insentif dalam peningkatan alokasi waktu tenaga kerja keluarga untuk kegiatan berburuh non pertanian dengan harapan peningkatan pendapatan rumahtangga. Sedangkan peningkatan alokasi waktu tenaga kerja luar keluarga untuk usahatani padi akan diikuti dengan peningkatan alokasi waktu tenaga kerja keluarga untuk kegiatan berburuh non pertanian sehingga terjadi peningkatan pendapatan berburuh non
75
pertanian. Peningkatan pengeluaran investasi akan diikuti dengan upaya rumahtangga melakukan kegiatan produktif, salah satunya dengan peningkatan alokasi waktu tenaga kerja non pertanian. Pada taraf nyata 5 %, alokasi tenaga kerja non pertanian responsif terhadap pendapatan berburuh pertanian, dimana setiap kenaikan 5 % pendapatan berburuh akan diikuti dengan peningkatan alokasi waktu tenaga kerja untuk berburuh non pertanian sebesar 1,04 %
6.3. Blok Pendapatan Rumahtangga Sumber pendapatan rumahtangga petani sampel tidak hanya dari usahtani padi melainkan juga usahatani non padi, kegiatan berburuh pertanian, berburuh non pertanian dan pendapatan lain. Kegiatan berburuh non pertanian merupakan bagian penting dalam rumahtangga pertanian. Oleh karena pendapatan berburuh non pertanian bervariasi jenis dan nilainya sehingga perilaku rumahtangga dalam kegiatan berburuh non pertanian dapat diestimasi dalam model, sedangkan sumber pendapatan rumahtangga yang lain sebagai variabel ekogen dalam persamaan identitas pendapatan total rumahtangga.
Tabel 26. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pendapatan Berburuh Non Pertanian (PBNP) Variabel Intercept
Parameter Dugaan
Standar Error
t Value
Pr > |t|
-623334
136586.5
-4.56
<.0001
TKNP
4288.299
196.2302
21.85
<.0001
JAKE
69517.66
61048.24
1.14
0.2623
UNP
49.98989
5.895421
8.48
<.0001
Elastisitas
0.714315 0.748912
2
F hitung = 532,83, Pr > F = < .0001, R = 0,97797
Peningkatan alokasi waktu tenaga kerja non pertanian dan upah non pertanian berpengaruh nyata dan positif terhadap pendapatan berburuh pertanian, sedangkan jumlah angkatan kerja tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan berburuh non pertanian, namun peningkatannya akan diikuti dengan peningkatan alokasi waktu tenaga kerja keluarga untuk kegiatan non pertanian sehingga pendapatan berburuh non pertanian meningkat. Pada taraf nyata 5 %, pendapatan berburuh non pertanian kurang responsif terhadap perubahan alokasi waktu berburuh non pertanian dan upah non pertanian, dimana kenaikan upah berburuh
76
non pertanian dan alokasi waktu untuk berburuh non pertanian akan meningkatkan pendapatan berburuh non pertanian masing-masing sebesar 0,75 % dan 0,71 %. Nilai elastisitas alokasi berburuh non pertanian dan upah berburuh yang in elastis (kurang dari 1) disebabkan karena rendahnya upah berburuh non pertanian dan alokasi waktu berburuh non pertanian yang tidak tetap sehingga peningkatan upah maupun alokasi waktu berburuh tidak menyebabkan peningkatan pendapatan berburuh non pertanian dalam jumlah besar.
6.4. Blok Pengeluaran Rumahtangga Pengeluaran rumahtangga terdiri dari konsumsi pangan, non pangan dan investasi sumberdaya manusia (pengeluaran pendidikan dan pengeluaran kesehatan). Angka kecukupan energi merupakan indikator hasil ketahanan pangan yang diproksi dari keputusan konsumsi pangan rumahtangga. 6.4.1. Nilai Pengeluaran Pangan Nilai pengeluaran pangan merupakan fungsi dari komoditi pangan yang dikonsumsi anggota rumahtangga, yakni produksi padi, protein dan raskin. Karakteristik keluarga juga akan mepengaruhi keputusan konsumsi pangan.
Tabel 27. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pengeluaran Pangan (NPPG) Variabel Intercept PRDI
Parameter Dugaan
Elastisitas Standar Error
t Value
Pr > |t|
923868
474052.5
1.95
0.0594
-876.241
208.9698
-4.19
0.0002
JAS
-11022.4
127512
-0.09
0.9316
NPPT
1.117334
0.078421
14.25
<.0001
PGR
-434.068
6069.96
-0.07
0.9434
-0.14521 0.845764
2
F hitung = 52,23 , Pr > F = <.0001, R = 0,85650
Produksi padi berpengaruh nyata dan negatif dalam nilai pengeluaran pangan, dimana petani sampel adalah petani subsisten sehingga peningkatan produksi padi berarti mendukung terpenuhinya kebutuhan pangan utama anggota keluarga. Hal ini akan mengurangi nilai pengeluaran pangan karena jumlah beras yang dibeli di pasar sedikit. Nilai pengeluaran protein yang semakin meningkat secara nyata akan meningkatkan nilai pengeluaran pangan.Sedangkan peningkatan pagu raskin akan mengurangi pengeluaran pangan karena meningkatkan jumlah
77
beras yang dikonsumsi dengan harga yang lebih rendah dari harga beras di pasar. Peningkatan jumlah anak sekolah akan mempengaruhi keputusan rumahtangga untuk mengurangi pengeluaran pangan guna memenuhi biaya sekolah anak. Pada taraf nyata 5 %, nilai pengeluaran pangan kurang responsif terhadap perubahan produksi padi dan nilai pengeluaran protein.Peningkatan produksi padi sebesar 1%, akan diikuti dengan penurunan pengeluaran pangan sebesar
0,14 %,
sementara peningkatan nilai pengeluaran protein 1 % akan meningkatkan nilai pengeluaran pangan sebesar 0,84 %. Rendahnya nilai elastisitas produksi padi terhadap pengeluaran pangan menunjukan peningkatan kebutuhan beras riil rumahtangga sampel cukup besar sehingga peningkatan produksi padi 1% yang berarti meningkatkan ketersediaan beras rumahtangga hanya mengurangi pengeluaran pangan dalam jumlah kecil. Hal ini mungkin terjadi karena besarnya jumlah anggota rumahtangga petani sampel.
6.4.2 Pengeluaran Pendidikan Kemampuan rumahtangga untuk memberikan biaya pendidikan ditentukan tingkat pendapatan rumahtangga. Rendahnya pendapatan yang berimplikasi pada kemiskinan menjadi alasan kepala keluarga tidak menyekolahkan anaknya sehingga tingkat pendidikan di daerah miskin masih rendah. Keputusan rumahtangga pada pengeluaran pendidikan selain ditentukan oleh tingkat pendapatan juga ditentukan oleh pengeluaran utama rumahtangga yakni pengeluaran pangan dan jumlah anak sekolah. Dengan pertimbangan agar anggota rumahtangga tetap terpenuhi kebutuhan pangannya dan dapat bertahan hidup, tidak jarang pengeluaran pendidikan diminimalkan dengan tidak melanjutkan tingkat pendidikan anak setelah SMP atau SMA dan menjadikan anak tersebut angkatan kerja keluarga. Tingkat kesadaran kepala keluarga pada pentingnya pendidikan di lokasin penelitian masih rendah karena tekanan kemiskinan menuntut anggota keluarga mencari sumber produktif untuk memenuhi kebutuhan anggota rumahtangga. Hasil pendugaan parameter variable yang berpengaruh pada persamaan pendidikan ditampilkan di Tabel.28.
78
Tabel 28. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pengeluaran Pendidikan (PPK) Variabel
Parameter Dugaan
Elastisitas Standar Error
t Value
Pr > |t|
Intercept
903596.8
727589.5
1.24
0.2223
PTRT
0.012384
0.034036
0.36
0.7181
NPPG
-0.17954
0.168821
-1.06
0.2946
JAS
848719.9
315451.2
2.69
0.0107
0.708749
2
F hitung = 3,78, Pr > F = 0,0186, R = 0,23957
Jumlah anak sekolah berpengaruh nyata dan positif terhadap pengeluaran pendidikan. Sementara peningkatan pendapatan rumahtangga tidak berpengaruh nyata, namun berpengaruh positif dalam peningkatan pengeluaran pendidikan.Hal ini disebabkan alokasi pendapatan rumahtangga rumahtangga miskin untuk pendidikan cenderung kecil. Rendahnya pendapatan menjadikan pendidikan menjadi kebutuhan tersier bagi masyarakat miskin, sehingga peningkatan pendapatan akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan utama rumahtangga yakni pangan dan mengesampingkan pengeluaran untuk pendidikan. Peningkatan nilai pengeluaran pangan akan diikuti dengan menurunkan biaya pendidikan. Pada taraf nyata 5 %, pengeluaran pendidikan kurang responsif pada perubahan jumlah anak sekolah, dimana peningkatan jumlah anak sekolah akan meningkatkan biaya pendidikan sebesar 0,70 %. Rendahnya nilai elastisitas jumlah anak sekolah terhadap pengeluaran pendidikan disebabkan karena umumnya anak yang masih sekolah pada rumahtangga sampel duduk di bangku SD dan SMP yang masih menerima bantuan operasional sekolah sehingga biaya pendidikannya tidak terlalu besar.
6.4.3 Pengeluaran Kesehatan Indikator sehat akan tercapai apabila kebutuhan gizi anggota rumahtangga terpenuhi. Oleh karena itu, pengeluaran kesehatan ditentukan oleh konsumsi pangan rumahtangga. Konsumsi pangan rumahtangga yang memenuhi kebutuhan gizi anggota rumahtangga ditunjukan dengan angka kecukupan energi (AKE), dimana jika angka kecukupan energi terpenuhi, anggota rumahtangga berada dalam kondisi kesehatan yang baik. Jenis konsumsi pangan rumahtangga sangat ditentukan oleh tingkat pendapatan rumahtangga.
79
Tabel 29. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pengeluaran Kesehatan (PKS) Variabel Intercept
Parameter Dugaan 309606.8
Standar Error
t Value
Pr > |t|
155784.1
1.99
0.0545
PTRT
0.002387
0.005709
0.42
0.6784
AKE
-4037.75
2540.537
-1.59
0.1207
PPK
-0.02008
0.030628
-0.66
0.5162
Elastisitas
-3.82437
F hitung = 0,94, Pr > F = 0,4333, R2 = 0,07236
Peningkatan pendapatan rumahtangga akan meningkatkan pengeluaran kesehatan, dimana peningkatan pendapatan tersebut mendorong rumahtangga memberi pelayanan kesehatan terbaik bagi anggota keluarganya. Peningkatan angka kecukupan gizi yang menandakan terpenuhinya kebutuhan gizi anggota keluarga akan mengurangi pengeluaran kesehatan. Sedangkan peningkatan pengeluaran pendidikan juga akan mengurangi pengeluaran kesehatan sebagai upaya rumahtangga meminimumkan pengeluaran rumahtangga. Pada taraf nyata 5 %, pengeluaran kesehatan kurang responsif terhadap angka kecukupan energi, dimana setiap terjadi kenaikan angka kecukupan energi 1 % akan menurunkan pengeluaran kesehatan sebesar 3,8 %. Tingginya nilai elastisitas angka kecukupan energi terhadap pengeluaran kesehatan mengindikasikan bahwa kesehatan anggota rumahtangga sangat didukung oleh terpenuhinya kebutuhan gizi anggota rumahtangga tersebut dari pangan yang dikonsumsi. Angka kecukupan energi merupakan indikator hasil ketahanan pangan karena terpenuhinya kebutuhan gizi anggota rumahtangga menandakan kemampuan rumahtangga megoptimalkan pemanfaatan pangan yang dikonsumsi sehingga kesehatan anggota rumahtangga yang baik dapat tercapai. Oleh karena itu, pengeluaran kesehatan juga mencerminkan tingkat ketahanan pangan rumahtangga yang ditunjukan dari kinerja indikator hasil ketahanan pangan, yakni angka kecukupan energi. Bagi rumahtangga dengan pendapatan terbatas, pangan murah menjadi pilihan dalam memenuhi konsumsi pangan sehari-hari. Jika kandungan gizi pangan tersebut tidak memenuhi angka kecukupan energi maka akan memicu masalah kesehatan bagi anggota rumahtangga sehingga pengeluaran kesehatan akan meningkat.
80
6.4.4 Pengeluaran Non Pangan Pengeluaran non pangan dalam struktur pengeluaran rumahtangga termasuk rumahtangga miskin memiliki porsi yang cukup besar. Kebutuhan non pangan seperti biaya sosial kemasyarakatan, biaya transportasi dan kebutuhan sehari-hari menjadi kebutuhan sekunder yang tidak terhindarkan untuk dipenuhi sehingga porsi tabungan atau pinjaman modal usaha produktif tidak jarang digunakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut apabila porsi pendapatan rumahtangga digunakan untuk pengeluaran kebutuhan primer seperti pangan.
Tabel 30. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pengeluaran Non Pangan (PNP) Variabel Intercept PTRT
Parameter Dugaan 2784103
Standar Error 2733611
0.177213 -818395 3.406815
JAS PUAP
t Value
Pr > |t|
1.02
0.3153
0.166803
1.06
0.2951
1460254
-0.56
0.5786
1.330138
2.56
0.0148
Elastisitas
0.579719
F hitung = 4,22, Pr > F = 0,0117, R2 = 0,26022
Peningkatan PUAP secara nyata dan positif akan meningkatkan pengeluaran non pangan. Hal ini menandakan bahwa pinjaman PUAP tidak hanya digunakan untuk kegiatan produktif, melainkan juga untuk kegiatan konsumtif. Peningkatan pendapatan rumahtangga akan diikuti dengan keberagaman jenis kebutuhan non pangan sehingga peningkatan pendapatan tersebut akan meningkatkan pengeluaran non pangan, meskipun tidak signifikan. Sedangkan jumlah anak sekolah yang meningkat akan menjadi pertimbangan bagi rumahtangga untuk mengurangi pengeluaran non pangan. Pada taraf nyata 5 %, pengeluaran non pangan kurang responsif terhadap perubahan pinjaman PUAP, dimana peningkatan 1% pinjaman PUAP akan meningkatkan pengeluaran non panmgan sebesar 0,58 %. Nilai elastisitas PUAP terhadap pengeluaran pangan yang rendah menandakan bahwa pinjaman PUAP tidak hanya digunakan untuk konsumsi non pangan.
81
6.4.5. Angka Kecukupan Energi Angka kecukupan energi merupakan indikator hasil ketahanan pangan dimana terpenuhinya angka kecukupan enrgi mengindikasikan kemampuan rumahtangga mengoptimalkan pemanfaatan pangan yang dikonsumsi. Indikator hasi ketahanan pangan ini dapat menjelaskan bagaimana pendapatan rumahtangga mampu digunakan untuk memilih konsumsi pangan yang memenuhi kebutuhan gizi anggota rumahtangga. Oleh karena pendekatan ekonomi rumahtangga yang digunakan dalam peneltiuan ini adalah konsep marginal utility maka nilai konsumsi energi setiap anggota rumahtangga diasumsikan sama atau tidak ada perbedaan konsumsi energi antar anggota rumahtangga. Angka kecukupan energi (AKE) merupakan persentase dari energi yang dikonsumsi anggota keluarga.
Tabel 31. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Angka Kecukupan Energi (AKE) Variabel Intercept PTRT NPPG JAK
Parameter Dugaan 73.24976 6.39E-07 1.99E-06 -6.61001
Standar Error 6.567416 2.66E-07 1.36E-06 1.224703
Elastisitas t Value 11.15 2.41 1.47 -5.4
Pr > |t| <.0001 0.0214 0.1503 <.0001
0.0932 -0.45089
2
F hitung = 9,62, Pr > F = <.0001, R =0,44487
Jumlah anggota keluarga akan berpengaruh nyata dan mengurangi angka kecukupan energi. Sedangkan peningkatan pendapatan yang mencerminkan peningkatan daya beli rumahtangga terhadap pangan juga berpengaruh nyata terhadap peningkatan angka kecukupan energi. Sejalan dengan temuan Handono (2002) yang menyatakan peningkatan pendapatan rumahtangga 7,39 % akan diikuti dengan peningkatan angka kecukupan energi sebesar 0,56 %. Peningkatan nilai pengeluaran pangan yang diharapkan digunakan untuk membeli bahan makanan yang mampu nemenuhi gizi seluruh anggota keluarga
akan
meningkatkan angka kecukupan energi. Pada taraf nyata 5 %, angka kecukupan energi responsif dengan perubahan pendapatan rumahtangga , dimana kenaikan pendapatan rumahtangga 10 %, akan meningkatkan angka kecukupan energi 0,932 %, sementara angka kecukupan energi kurang responsif terhadap perubahan
82
jumlah anggota keluarga, hal ini ditunjukan dengan nilai elastisitas dimana peningkatan jumlah anggota keluarga hanya akan menurunkan angka kecukupan energi 0,45 %. Tingginya nilai elastisitas pendapatan rumahtangga dalam angka kecukupan energi (AKE) disbanding jumlah anggota keluarga mengindikasikan bahwa peningkatan pendapatan rumahtangga menjadi faktor yang menentukan rumahtangga memilih jenis pangan yang memenuhi kebutuhan gizi anggota keluarga sehingga angka kecukupan energi terpenuhi.
6.5 Blok Tabungan Tabungan merupakan perilaku ekonomi rumahtangga yang penting, termasuk bagi rumahtangga petani gurem dengan pendapatan terbatas. Selain digunakan untuk kebutuhan konsumsi yang mendesak atau kebutuhan konsumsi di masa yang akan datang, keberadaan tabungan juga digunakan untuk modal usah produktif. Tabungan tidak hanya dinilai dalam bentuk tabungan tunai, melainkan juga asset produktif dan inventaris rumahtangga.
Tabel 32. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Tabungan Rumahtangga (TAB) Parameter Dugaan -1377957
Standar Error 2127103
PTRT
0.202915
CST
0.988117
PKS PUAP
Variabel Intercept
t Value
Pr > |t|
-0.65
0.5213
0.151012
1.34
0.1877
0.254218
3.89
0.0004
-4.33602
6.225737
-0.7
0.4907
1.424225
1.219834
1.17
0.2509
Elastisitas
0.512967
F hitung = 5,22 , Pr > F 0.0021 , R2 = 0,37382
Peningkatan asset produktif berpengaruh nyata dan positif terhadap jumlah tabungan.Pendapatan rumahtangga dan pinjaman PUAP tidak berpengaruh nyata terhadap tabungan rumahtangga karena baik pendapatan rumahtangga maupun pinjaman PUAP lebih banyak digunakan untuk kegiatan konsumtif. Namun peningkatan pendapatan rumahtangga dan pinjaman PUAP akan diikuti dengan peningkatan tabungan. Sedangkan peningkatan biaya kesehatan akan menurunkan jumlah tabungan. Pada taraf nyata 5 %, jumlah tabungan kurang responsif terhadap perubahan asset produktif, dimana peningkatan 1 % jumlah asset produktif akan diikuti dengan peningkatan jumlah tabungan 0,51 %. Nilai
83
elastisitas asset produktif yang inelastis terhadap tabungan mengindikasikan bahwa asset produktif rumahtangga sampel juga digunakan untuk memenuhi pengeluaran rumahtangga khususnya pengeluaran investasi sumberdaya manusia.