MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI KEDELAI DI INDONESIA: ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP TENAGA KERJA, PENDAPATAN, DAN PENGELUARAN DISERTASI
OLEH:
SUSETYANTO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Disertasi yang berjudul “Model Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai di Indonesia: Analisis Dampak Kebijakan Te rhadap Tenaga Kerja, Pendapatan, dan Penge luaran”merupakan karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitka n maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor,
Februari 2012
Susetyanto Nrp. 95512/EPN
ABSTRACT SUSETYANTO. Soybean Farm Household Economic Model in Indonesia: Policy Impact Analysis on Labo ur, Income and Expe nditure (BONAR M.SINAGA as Chairman, HARIANTO, ANNY RATNAWATI, BUNGARAN SARAGIH, and DJOKO S.DAMARDJATI as Members of the Advisory Committee). Soybean as a source of protein was processed to several products such as soy-cake, tofu, soy-paste, waste-soy cake, soy-sauce, soy- layer, milk, yoghurt, soy-oil, and soy meat- like. The interesting issue of the farm household is the complex interactions between production and consumption decisions. The soybean plantation status is the seconda ry crop s after padd y. The simultaneous production and consumption decisions of the farm household can be ana lysed by inter-relations among labour, income, and expenditure. The low soy productivity and the slow extent suggested studies soybean farm household economic mode l. The objectives of the research was to: (1) identify the dominant factor that influe nce to farm household decisions, (2) analyze the inter-relations among labour, income and expenditure, (3) analyze the impact of input technology production, and (4) analyze price policy impact on soy prod uction and farmhousehold income. The procedure analysis was formulated by simultaneous equation, which has inter-relations among endo genous and exoge nous variables, with Two Stage Least Squares (2S LS) estimation method and Newton solution. The study was conducted in Pasur uan and Ponorogo–East Java, Wonogiri–Central Java, Gunung Kidul–Yogyakarta, Garut–West Java, and Central Lampung– Lampung province. The location and farmers were determined and selected by purposive and stratified random sampling method (250 persons). The price changes policy covered to food commodity (soybean and paddy), inputtechnology prod uction such as seed, fertilizer, and pesticide (growing stimulant and rhizoplus), paddy price, labour wage, and the sinergies of soy price with farm production facilities. The result showed that the best policy of increasing soy production and farm- household income were the policy increasing of soy price 25% and 37.5%;combination of soy price 25% and paddy price 15%;combination of soy price 25%, paddy price 15%, and labour wage 10%;combination of soy price 37.5% and farm production facilities prices 10%;and combination of soy price 37.5% with paddy price 15%,labo ur wage 10%, also farm production facilities prices 10%. These scenarios could be done to determine the basic price of paddy and secondary crops , alsorecomended to diminish or to abort fertilizer and pesticide subsidy. The policy impact of this scenario, influenced to increasing of soy production and farm- household income,were expected to improve the soybean plantation for processing industry, and to introduce product diversification in order to reach food security and soy self-sufficiency. Keywords
: soybean, farm household economic model, food-commodity, inputtechnology, price policy changes, fertilizer subsidy, selfsufficiency.
RINGKASAN SUSETYANTO. Model Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai di Indonesia: Analisis Dampak Kebijakan Terhadap TenagaKerja, Pendapatan dan Pengeluaran. (BONAR M. SINAGA , sebagai Ketua, HARIANTO,ANNY RATNAWATI,BUNGARAN SARAGIH, dan DJOKO S. DAMARDJATI, sebagai Anggota Komisi Pembimbing). Isu menarik dalam rumahtangga petani adalah hubungan kompleks antara keputusan rumahtangga produsen dan konsumen. Status petani kedelai adalah sebagai petani tanaman sekunder setelah tanaman padi (primer). Keputusan produksi dan konsumsi rumahtangga petani secara simultan dapat dianalisis dengan melihat hubungan antara tenaga kerja, pendapatan, dan pengeluaran rumahtangga petani. Produksi, produktivitas dan luas areal panen kedelai yang rendah, merupakan alasan perlunya dilakukan penelitian mode l ekonomi rumahtangga petani kedelai di Indonesia. Tujuan pe nelitian adalah mempelajari perilaku ekonomi rumahtangga petani kedelai di Indonesia dengan menggunakan model ekonomi rumahtangga, khususnya dampak kebijakan terhadap tenaga kerja, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga, yaitu: (1) mengidentifikasi perilaku rumahtangga petani dan faktor dominan yang mempengaruhi pengambilan keputusan produksi dan pengeluaran rumahtangga petani, (2) menganalisis keterkaitan antara penggunaan tenaga kerja, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga petani, termasuk produksi, sarana produksi, tenaga kerja, pendapatan, konsumsi dan investasi, serta tabungan dan kredit pertanian, (3) menganalisis pengaruh penerapan input teknologi produksi dan inovasi teknologi baru pada rumahtangga petani kedelai terhadap produksi kedelai dan pendapatan rumahtangga, dan (4) menganalisis dampak kebijakan kenaikan harga terhadap produksi kedelai dan pendapatan rumahtangga. Kerangka pemikiran mengacu pada model ekonomi rumahtangga petani atau Agricultural/Farm Household Modeldari Bagi dan Singh, dimana perilaku rumahtangga petani dianalisis dari sisi produksi dan sisi konsumsi, yang dipengaruhi oleh faktor input teknologi produksi, tenaga kerja, pendapatan, pengeluaran konsumsi dan investasi, tabungandankreditpertanian. Kriteria yang digunakan adalah kriteria ekonomi, pengujian statistik, dan asumsi model ekonometri. Prosedur analisis menggunakan persamaan simultan, dengan melihat keterka itan antara pe uba h endo gen da n pe uba h eksogen, menggunakan metode pendugaan Two Stage Least Squares (2SLS) dengan solusi Newton. Penelitian dilakuka n di kabupa ten Pasur uan da n Ponorogo propinsi Jawa Timur, Wonogiri–Jawa Tengah, Gunung Kidul–D.I.Yogyakarta, Garut–Jawa Barat, dan Lampung Tengah–Lampung. Pemilihan daerah sampel berdasarkan statusnya sebagai penghasil kedelai nasional secarapurposivesampling, dengan metode pengambilan sampel secara stratified random sampling, dimana strata luas lahan garapa n adalah di bawah 0.50 ha, antara 0.50–1.00 ha, dan di atas 1.00 ha, yang terdiri dari petani pemilik dan petani penggarap, pada sawah beririgasi teknis, setengah teknis, dan tadah hujan. Dampak alternatif kebijakan kenaikan harga meliputi skenario kenaikan:(1) harga kedelai (25% dan 37.5%); (2) kombinasihargakedelai25% denganhargagaba hKP 15%; (3) kombinasi harga kedelai 25%, harga gaba hKP
15%, dan upah tenaga kerja luar keluarga 10%; (4) kombinasihargakedelai 37.5% dengan harga sarana prod uksi (benih, pupuk, pestisida) 10%;serta(5) kombinasihargakedelai 37.5% denganhargagaba hKP 15%,upahtenagakerjaluarkeluarga 10%,danharga sarana prod uksi (benih, pupuk, pestisida) 10%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skenario kebijakan ke naika n hargahargaakan meningkatkan produksi kedelai dan pendapatan rumahtangga, yaitumelalui kenaikan: (1) harga kedelai (25%): 32.0%dan 13.9%; (2) harga kedelai (37.5%): 155.7%dan 19.1%; (3) harga kedelai dengan harga gaba hKP: 38.1%dan 17.7%; (4) harga kedelai,harga gaba hKP,danupa h tena ga kerja luar ke luarga: 36.8%da n 16.6%;(5) harga kedelai (37.5%)dengan harga sarana produksi:33.6%dan16.1%;dan(6) harga kedelai (37.5%) dengan harga gaba hKP, upa h tenaga kerja luar ke luarga,sertaharga sarana produksi: 39.3%dan 19.1%.Skenario ini direkomendasikansebagaikebijakan yang tepat sasaran bagi target pencapaian pemerintah dalam peningkatan produksi kedelai dan pendapatan rumahtangga petani. Disamping itu, pemerintah berkepentingan dalam kebijakan penentuan harga dasar padi dan palawija serta penghapusan subsidi pupuk. Implikasi kebijaka n ke naika n harga output (kedelai) da n harga input (teknologi produksi), aka n berdampak besar pada perluasan areal panen, peningkatan produksi, penggunaansaranaproduksi, ketenaga-kerjaan, pendapatan,konsumsi dan investasi, sertatabungandankreditpertanian. Diharapkan petani bergairah untuk menanam dan mengolah hasil kedelai, dalam rangka diversifikasi pangan guna mencapai ketahanan dan keamanan pangan serta tercapainya swasembada kedelai. Kata Kunci : Kedelai, model ekonomi rumahtangga petani, komoditas pangan, input teknologi, kebijaka n peruba han harga, subs idi pupuk, swasembada kedelai.
vi
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1.
2.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a.
Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b.
Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI KEDELAI DI INDONESIA: ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP TENAGA KERJA, PENDAPATAN, DAN PENGELUARAN
OLEH:
SUSETYANTO
DISERTASI Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Penguji pada Ujian Tertutup: 1.
Dr. Ir. Nunung Kusnadi MSi.:
Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.
2.
Dr. Ir. Nunung Nuryartono, MSi.: Staf Pengajar Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.
Penguji pada Ujian Terbuka: 1.
Dr. Ir. Handewi P. Saliem, MSi.:
Ketua Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Balitbangtan, Kementerian Pertanian.
2.
Dr. Ir. Soemaryanto MSi.:
Staf Peneliti pada Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Balitbangtan, Kementerian Pertanian.
x
Judul Disertasi
:
Model Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai di Indonesia: Analisis Dampak Kebijakan Terhadap Tenaga Kerja, Pendapatan, dan Pengeluaran
Nama Mahasiswa
:
Susetyanto
Nomor Pokok
:
95512 / EPN
Program Studi
Ilmu Ekonomi Pertanian
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Prof.Dr.Ir. Bonar M.Sinaga, MA. Ketua
Dr.Ir. Harianto, MSi. Anggota
Prof.Dr.Ir.Bungaran Saragih, MEc. Anggota
Dr.Ir. Anny Ratnawati, MSi. Anggota
Prof.Dr.Ir.Djoko S.Damardjati, MSi. Anggota
Mengetahui, Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Prof.Dr.Ir.Bonar M.Sinaga, MA.
Dr.Ir.Dahr ulsyah MSc.Agr.
Tanggal Ujian: 31 Januari 2012
Tanggal Lulus: Februari 2012
PRAKATA Assalamualaikum Wr. Wb. Penelitian dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Sekolah Pascasarjana - Institut Pertanian Bogor. Fokus penelitian adalah tentang model ekonomi rumahtangga petani kedelai di Indonesia, dengan menganalisis dampak kebijakan perubahan harga terhadap tenaga kerja, pendapatan, dan pengeluaran, menggunakan kerangka teori Agricultural/Farm Household Model. Lokasi penelitian adalah di kabupaten Pasuruan dan Ponorogo di Jawa Timur, Wonogiri di Jawa Tengah, Gunung Kidul di D.I.Yogyakarta, Garut di Jawa Barat, dan Lampung Tengah di Lampung. Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada komisi pembimbing yang telah mengasah-asih-asuh saya sehingga penelitian ini selesai, yaitu: Prof.Dr.Ir. Bonar M. Sinaga, MA, selaku ketua, Dr.Ir. Harianto, MSi, Dr.Ir. Anny Ratnawati, MSi, Prof.Dr.Ir. Bungaran Saragih, MEc, dan Prof.Dr.Ir. Djoko S. Damardjati, MS, sebagai anggota komisi pembimbing. Terima kasih saya haturkan pula kepada Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Dekan Sekolah Pascasarjana, dan Rektor Institut Pertanian Bogor, yang telah memberi kesempatan penulis menimba ilmu, termasuk para staf akademis dan staf administrasi yang telah memberikan pelayanan secara memadai. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada jajaran pimpinan pada unit kerja penulis di Direktorat Pusat Pengkajian Kebijakan Inovasi Teknologi pada Kedeputian Bidang Pengkajian Kebijakan Teknologi, BPPT. Kepada istri dan putri tercinta, Dr.Ir. SriWidowati MAppSc. dan Ir. Rr.Arumdya h Tyasayu Parameswari, saya ucapka n beribu terima kasih atas dorongan moril dan materiil, demikian juga kepada ibunda tercinta, Dra. Sunaryati Sutanto, MSi, atas doa restunya, termasuk adik-adikkutercintaHeny, Ratna, Anik, Esti, Harsi, Wisnu, termasukBintoro, Teguh, Heru, Agus, Bono, Wilis, Endang, Jatmiko, Gunawan, Wati, serta rekanreka n sejawatseperti Ir. RusdiSalehdkk,dansanakhandaitaulanyang tak dapat disebutkan satu persatudisini, dimana telah banyak memberikan dorongan semangat agar penulisan disertasi ini dapat selesai.
Kritik dan saran atas penelitian ini sangat diharapkan, sebagai sumbangsih bagi penelitian lanjutan tentang ekonomi rumahtangga pada usahatani kedelai. Semoga hasil penelitian ini berguna bagi masyarakat, nusa dan bangsa, serta agama. Amien yaa Robal- Alamien. Wassalamualaikum Wr.Wb. Bogor,
Februari 2012
Susetyanto
xiv
RIWAYAT HIDUP Penulis adalah putra pertama dari tujuh bersaudara, dilahirkan di Yogyakarta, pada tanggal 18 Maret 1960, dari keluarga pasangan bapak RM. Sutanto BCtt., dan ibu Dra.Sunaryati S, MSi. Penulis menikah dengan Dr. Ir. SriWidowati MAppSc, pada tahun 1986, dikarunia seorang putri bernama Ir.
Rr.Arumdyah
Tyasayu
Parameswari
menyelesaikankuliahnyadi Fakultas Perikanan,
(23
tahun)
yang
telah
Universitas Gajah Mada -
Yogyakarta. Pendidikan Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas, ditempuh di D.I.Yogyakarta, dan selesai belajarmasing- masing pada tahun 1971, 1974, dan 1977. Pada tahun 1978/1979, penulis melanjutkan studi ke Fakultas Ekonomi jurusan Ekonomi Umum, Universitas Gajah Mada, dan berhasil meraih gelar Sarjana Ekonomi pada tahun 1984. Penulis melanjutkan program studi Ilmu Ekonomi Pertanian pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor pada tahun 1991/1992, dan berhasil meraih gelar Magister Sains padatahun 1994.
Penulis menempuh pendidikan jenjang Doktoral (S3) sejak
tahun 1995/1996 padajurusan Ilmu Eko nomi Pertanian, Seko lah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 1985 penulis mulai bekerja sebagai peneliti pada Kedeputian Bidang Analisa Sistem, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di Jakarta, dan hingga sekarang masih aktif bekerja sebagai perekayasamadya pada Kedeputian Bidang Pengkajian Kebijakan Teknologi, di Direktorat Pusat Pengkajian Kebijakan Inovasi Teknologi, BPPT, Jakarta.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
xxi
DAFTAR GAMBAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
xxv
DAFTAR LAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
xxvii
I. PENDAHULUAN. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1.1. Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1.2. Perumusan Masalah. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1.3. Tujuan Penelitian. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1.4. Ruang Lingkup Penelitian. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1 1 10 13 14
II.
TINJAUAN PUSTAKA. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2.1. Pengertian Rumahtangga Petani. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2.2. Kajian Model Ekonomi Rumahtangga. . . . . . . . . . . . . . . . . 2.3. Penerapan Model Ekonomi Rumahtangga. . . . . . . . . . . . . . 2.4. Model Empiris pada Pengambilan Keputusan Rumahtangga Petani . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
17 17 19 23 33
III.
KERANGKA PEMIKIRAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.1. Teknologi Produksi Pertanian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.2. Penawaran Tenaga Kerja dan Alokasi Waktu . . . . . . . . . . . 3.3. Model Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai . . . . . . . . . 3.4. Fungsi Permintaan Input da n Penawaran Output . . . . . . . .
39 39 48 57 61
IV.
METODE PENELITIAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4.1. Lokasi Penelitian, Sumber Data, dan Sampel Data . . . . . . . 4.1.1. Lokasi Penelitian dan Sumber Data . . . . . . . . . . . . 4.1.2. Metoda Pengambilan Contoh . . . . . . . . . . . . . . . . . 4.2. Perumusan Model dan Prosedur Analisis . . . . . . . . . . . . . . . 4.2.1. Spesifikasi Mod el . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4.2.2. Identifikasi Model . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4.2.3. Estimasi Model . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4.2.4. Validasi Model . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4.2.5. Simulasi Model . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
66 66 66 66 67 67 81 82 82 83
V.
DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI KEDELAI . . . . . . . . . 5.1. Deskripsi Wilayah Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5.2. Hasil Penelitian Lapang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5.2.1. Keadaan Umum Petani . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5.2.2. Pendidikan dan Pekerjaan Petani . . . . . . . . . . . . . . 5.2.3. Status Pemilika n Lahan da n Type Lahan . . . . . . . .
85 85 95 95 95 97
5.2.4. 5.2.5. 5.2.6. 5.2.7. 5.2.8. 5.2.9. 5.2.10. 5.2.11.
VI.
VII.
Pola Tanam . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Kredit Pertanian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Upa h Tenaga Kerja . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Penggunaan Sarana Produksi . . . . . . . . . . . . . . . . . Investasi dan Pengeluaran Petani . . . . . . . . . . . . . . Nilai Kekayaan Petani . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Penerimaan Petani . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Nilai Rata-rata Peuba h Model Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
98 99 102 103 108 110 112 113
HASIL ESTIMASI DAN VALIDASI MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI KEDELAI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6.1. Luas Areal Panen dan Produksi Kedelai . . . . . . . . . . . . . . . . 6.2. Penggunaan Sarana Produksi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6.3. Penggun aan Tenaga Kerja . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6.4. Biaya Usahatani . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6.5. Pendapatan Rumahtangga . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6.6. Pengeluaran Konsumsi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6.7. Pengeluaran Investasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6.8. Tabungan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6.9. Kredit Pertanian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6.10. Surplus Pasar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6.11. Validasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai . . . .
116
DAMPAK KEBIJAKAN KENAIKAN HARGA TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI KEDELAI . . . . . . . . . . 7.1. Kenaikan Harga Pangan 7.1.1. Harga Kedelai (25% dan 37.5%) . . . . . . . . . . . . . . 7.1.2. Harga Kedelai 25% dengan Harga Gaba hKP 15% . 7.2. Kenaika n Harga Kedelai 25% dengan Harga Gaba hKP 15%dan Upah Tenaga Kerja LuarKeluarga 10% . . . . . . . . . .... 7.3. Kenaikan Harga Kedelai 25% dengan Harga Sarana Produksi 10% . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7.4. Kenaikan Harga Kedelai25% dengan Harga Gaba hKP 15%, Upah Tenaga Kerja LuarKeluarga 10%, dan Harga Sarana Produksi 10% . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7.5. Kenaikan Harga Kedelai 37.5% dengan Harga Sarana Produksi10% . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7.6. Kenaikan Harga Kedelai 37.5% dengan Harga Gaba hKP 15%, Upah Tenaga Kerja LuarKeluarga 10%,dan Harga Sarana Produksi10% . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7.7. Rekapitulasi Dampak Kenaikan Harga-hargaterhadap Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai . . . . . . . . . . . . . . . . .
155
118 121 131 138 138 142 144 149 150 151 152
155 156 156 160
162 164
164 166
169
Xviii VIII.
KESIMPULAN DAN SARAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8.1. Kesimpulan Penelitian. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8.2. Saran Penelitian. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8.2.1. Saran Kebijakan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8.2.2. Saran Penelitian Lanjutan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
174 174 176 176 177
DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
178
LAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
189
xix
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Luas Areal Panen, Prod uksi, d an Prod uktivitas Tanaman Pangan di Kabupaten LampungTengah Tahun 2000/2001 (Per-Komoditas) . . 2. Luas Areal Panen, Produksi, dan Produktivitas Kedelai di Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2000/2001 (Per-Kecamatan) . . 3. Luas Areal Panen, Prod uksi, d an Prod uktivitas Tanaman Pangan di Kabupaten Garut Tahun 2000/2001 (Per-Komoditas) . . . . . . . . . . . 4. Luas Areal Panen, Produksi, dan Produktivitas Kedelai di Kabupaten Garut Tahun 2000/2001 (Per-Kecamatan) . . . . . . . . . . . 5. Luas Areal Panen, Prod uksi, d an Prod uktivitas Tanaman Pangan di Kabupaten Gunung Kidul Tahun 2000/2001 (Per-Komoditas) . . . . 6. Luas Areal Panen, Produksi, dan Produktivitas Kedelai di Kabupaten Gunung Kidul Tahun 2000/2001 (Per-Kecamatan) . . . . 7. Luas Areal Panen, Prod uksi, d an Prod uktivitas Tanaman Pangan di Kabupaten Wonogiri Tahun 2000/2001 (Per-Komoditas) . . . . . . . . 8. Luas Areal Panen, Produksi, dan Produktivitas Kede lai di Kabupaten Wonogiri Tahun 2000/2001 (Per-Kecamatan) . . . . . . . . 9. Luas Areal Panen, Produksi, dan Produktivitas Kedelai di Kabupaten Ponorogo Tahun 2000/2001 (Per-Kecamatan) . . . . . . . . 10. Luas Areal Tanam dan Luas Areal Panen Kedelai di Kabupaten Pasuruan Tahun 2000/2001 (Per-Kecamatan) . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11. Luas Areal Panen, Produksi, dan Produktivitas Kedelai di Propinsi Jawa Timur Tahun 2001–2007. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12. Luas Areal Panen, Produksi, dan Produktivitas Kedelai di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2001–2007 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13. Luas Areal Panen, Produksi, dan Produktivitas Kedelai di Prop insi D.I.Yogyakarta Tahun 2001–2007. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 14. Luas Areal Panen, Produksi, dan Produktivitas Kedelai di Propinsi Jawa Barat Tahun 2001–2007 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 15. Luas Areal Panen, Produksi, dan Produktivitas Kedelai di Propinsi Lampung Tahun 2001–2007 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16. Luas Areal Panen, Produksi, dan Produktivitas Kedelai di Indonesia Tahun 2007 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17. Umur Petani, Anggota Keluarga, Angkatan Kerja Keluarga, dan Lama Pendidikan Petani Tahun 2001 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18. Persentase Tingkat Pendidikan Petani Tahun 2001 . . . . . . . . . . . . . 19. Persentase Pekerjaan Petani Tahun 2001 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 20. Status Pemilikan Lahan Garapan Petani Tahun 2001 . . . . . . . . . . . . 21. Type Lahan Sawah Garapan Petani Tahun 2001 . . . . . . . . . . . . . . . 22. Luas Lahan Garapa n dan Sewa Lahan Tahun 2001 . . . . . . . . . . . . .
85 86 86 87 88 88 89 89 90 91 92 92 93 93 94 94 95 96 96 97 98 98
23. 24. 25. 26.
27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57.
Pola Tanam Pada Musim Tanam I Tahun 2001 . . . . . . . . . . . . . . . . Pola Tanam Pada Musim Tanam II Tahun 2001 . . . . . . . . . . . . . . . . Pola Tanam Pada Musim Tanam III Tahun 2001 . . . . . . . . . . . . . . . PersentasePeminjamKredit, AsalKredit, dan Cara PembayaranTahun 2001 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .......... Paket Kredit Usahatani Tahun 2001 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Jumlah Kredit Usahatani Tahun 2001 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Suku-Bunga Kredit dan Jangka Waktu Kredit Tahun 2001 . . . . . . . Upah Perhari Tenaga Kerja Dalam Keluarga Tahun 2001 . . . . . . . . Upa h Perhari Tenaga Kerja Luar Keluarga Tahun 2001 . . . . . . . . . . Jumlah Penggunaan dan Biaya Benih Tahun 2001 . . . . . . . . . . . . . . Jumlah Penggunaan dan Biaya Pupuk Urea Tahun 2001 . . . . . . . . Jumlah Penggunaan dan Biaya Pupuk SP36/TSP Tahun 2001. . . . . Jumlah Penggunaan dan Biaya Pupuk KCL/ZA Tahun 2001 . . . . . . Jumlah Penggunaan dan Biaya Pupuk Hijau/Kandang Tahun 2001 . Jumlah Penggunan da n Biaya Insektisida Tahun 2001 . . . . . . . . . . . Jumlah Penggunaan dan Biaya Herbisida Tahun 2001 . . . . . . . . . . . Jumlah Penggunaan dan Biaya ZatPerangsangTumbuh Tahun 2001 Jumlah Penggunaan Pestisida Lain Tahun 2001 . . . . . . . . . . . . . . . . Jumlah Pemakaian dan Biaya Rhizoplus Tahun 2001 . . . . . . . . . . . Persentase Jumlah Pemakai dan Asal Rhizoplus Tahun 2001 . . . . . Persentase Cara PerolehanRhizoplusTahun 2001. . . . . . . . . . . . . . Investasi dan PajakBumiBangunanTahun 2001. . . . . . . . . . . . . . . Pengeluaran Keluarga Bulanan Tahun 2001 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . NilaiRumah dan TanahsertaAssetKekayaanTahun 2001. . . . . . . Jumlah dan Nilai Ternak Tahun 2001 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Nilai Alat da n Mesin Produksi Pertanian Tahun 2001. . . . . . . . . . . . Nilai Asset Total Petani Tahun 2001.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Penerimaan Usahatani Tanaman Pangan Tahun 2001. . . . . . . . . . . . Penerimaan Usahatani Total Tahun 2001.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Penerimaan Non-Usahatani dan Non-Pertanian Tahun 2001 . . . . . . Nilai Rata-rata Peubah Model Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai di Indo nesia . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . HasilEstimasiModelEkonomiRumahtangga Petani Kedelaidan NilaiElastisitasLuasArealPanenKedelai. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Hasil EstimasiMode lEkonomiRumahtangga Petani Kedelai dan Nilai Elastisitas Produksi Kedelai . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Hasil EstimasiMode lEkonomiRumahtangga Petani Kedelai dan Nilai Elastisitas Benih Kedelai . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Hasil EstimasiMode lEkonomiRumahtangga Petani Kedelai dan Nilai Elastisitas Pupuk Urea . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
99 99 99 100
101 101 102 102 103 104 104 105 105 106 106 107 107 108 108 109 109 109 110 110 111 111 112 112 113 113 114 119 120 121 123
xxii 58. Hasil EstimasiMode lEkonomiRumahtangga Petani Kedelai dan Nilai Elastisitas Pupuk SP36/TSP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 59. Hasil EstimasiMode lEkonomiRumahtangga Petani Kedelai dan Nilai Elastisitas Pupuk KCL/ZA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 60. HasilEstimasiMode lEkonomiRumahtangga Petani Kedelai dan NilaiElastisitasObat/Pestisida . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 61. Hasil EstimasiMode lEkonomiRumahtangga Petani Kedelai dan Nilai Elastisitas Zat Perangsang Tumbuh . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 62. Hasil EstimasiMode lEkonomiRumahtangga Petani Kedelai dan Nilai Elastisitas Rhizoplus . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 63. Hasil EstimasiMode lEkonomiRumahtangga Petani Kedelai dan Nilai Elastisitas Tenaga Kerja Dalam Keluarga . . . . . . . . . . . . . . . . 64. HasilEstimasiMode lEkonomiRumahtangga Petani Kedelai dan NilaiElastisitasTenagaKerjaLuarKeluarga . . . . . . . . . . . . . . . . . 65. HasilEstimasiModelEkonomiRumahtangga Petani Kedelai dan NilaiElastisitasTenagaKerjaDalamKeluarga Non-Kedelai . . . . . 66. HasilEstimasiMode lEkonomiRumahtangga Petani Kedelai dan NilaiElastisitasTenagaKerjaDalamKeluarga NonUsahatani Lain 67. Hasil EstimasiModelEkonomiRumahtangga Petani Kedelai dan Nilai Elastisitas Penerimaan Usahatani Non-Kedelai . . . . . . . . . . . 68. Hasil EstimasiMode lEkonomiRumahtangga Petani Kedelai dan Nilai Elastisitas Penerimaan Non-Usahatani Lain . . . . . . . . . . . . . . 69. Hasil EstimasiMode lEkonomiRumahtangga Petani Kedelai dan Nilai Elastisitas Konsumsi Pangan Tunai . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 70. Hasil EstimasiMode lEkonomiRumahtangga Petani Kedelai dan Nilai Elastisitas Kons umsi Non-Pangan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 71. Hasil EstimasiMode lEkonomiRumahtangga Petani Kedelai dan Nilai Elastisitas Investasi Pendidikan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 72. HasilEstimasiModelEkonomiRumahtangga Petani Kedelai dan NilaiElastisitasInvestasiKesehatan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 73. HasilEstimasiMode lEkonomiRumahtangga Petani Kedelai dan NilaiElastisitasInvestasiProduksiPertanian . . . . . . . . . . . . . . . . . . 74. Hasil EstimasiMode lEkonomiRumahtangga Petani Kedelai dan Nilai Elastisitas Tabungan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 75. Hasil EstimasiMode lEkonomiRumahtangga Petani Kedelai dan Nilai Elastisitas Kredit Pertanian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 76. Respon Model Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai . . . . . . . . . . 77. Dampak Kenaikan HargaKedelai 25%terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 78. Dampak Kenaikan Harga Kedelai 37.5% terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 79. Dampak Kenaikan Harga Kedelai 25% dengan Harga GabahKP 15% terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai . . . . . . . . . . .
124 126 127 128 130 131 133 135 136 139 140 142 143 145 146 147 149 150 153 157 158 159
Xxiii 80. Dampak Kenaikan Harga Kedelai 25% dengan Harga GabahKP 15% dan Upah Tenaga Kerja LuarKeluarga 10% terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 81. Dampak Kenaikan Harga Kedelai 25% dengan Harga Sarana Produksi 10% terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai . . . 82. Dampak Kenaikan Harga Kedelai 25% dengan Harga GabahKP 15%, Upa h Tenaga Kerja LuarKeluarga 10%, dan Harga Sarana Produksi 10% terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai . . . 83. Dampak Kenaikan Harga Kedelai 37.5% dengan Harga Sarana Produksi 10% terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai . . . 84. Dampak Kenaikan Harga Kedelai 37.5% dengan Harga GabahKP 15%, Upa h Tenaga Kerja LuarKeluarga 10%, dan Harga Sarana Produksi 10% terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai . . . 85. Rekapitulasi Dampak Kenaikan Harga- harga terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
161
163 165
167 168
170
xxiv
DAFTAR GAMBAR Nomor 1. Tahapan Skala Produksi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2. Pengaruh Perubahan Tingkat Upah dan Pendapatan Terhadap Alokasi Waktu . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3. Keterkaitan Tenaga Kerja, Pendapatan, dan Pengeluaran Rumahtangga Petani Kedelai . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Halaman 41 50 69
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1. Program Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani KedelaiMetode 2SLS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2. Hasil Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani KedelaiMetode 2SLS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ....... 3. Program Validasi Mode l Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai dengan Metode Solusi Newton . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4. Hasil Validasi Mode l Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai de ngan Metode Solusi Newton . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5. Program Simulasi Kebijakan Mode l Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6. Hasil Simulasi Kebijakan Mode l Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7. Hasil Analisis Usahatani Kedelai di Indo nesia . . . . . . . . . . . . .
Halaman 190 195
207 210 213 216 219
I.
PENDAHULUAN
1.1. LatarBelakang Pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan standar hidup masyarakat, dengan cara meningkatkan produksi nasional lebih cepat dari pertumbuhan
penduduk,
disertai
usaha
peningkatan kesempatan kerja.
Pertumbuhan ekonomi dicapai melalui proses penyesuaian ke majuan teknologi, dimana terjadi pergeseran struktur perekonomian dari pertanian ke industri, termasuk adanya pergeseran tenaga kerja. Strategi pembangunan pangan adalah untuk meningkatkan pendapatan petani untuk mencapai swa-sembada pangan, dengan pengaaneka-ragaman hasil pertanian, kualitas dan nilai tambah hasil pertanian, dukungan sistem pengairan, dan penyuluhan handal (Kuntjoro, 1997). Subsektor pertanian tanaman pangan memberikan kesempatan kerja yang luas untuk meningkatkan pendapatan keluarga, sebagai penggerak kegiatan agribisnis, dan mampu memberdayakan pengusaha kecil dan menengah serta koperasi secara lintas sektoral dan nasional (Simatupang, 1995).
Dalam
pembangunan ekonomi yang berbasis pertanian (Saragih, 2001), memerlukan strategi
agribisnis
bagi komoditas
unggulan
berskala
ekonomis
yang
menghasilkan produk berdaya saing tinggi, termasuk pengembangan usahatani non-padi seperti kedelai (Simatupang, 1988).
Dengan demikian target swa-
sembada kedelai yang dicanangkan tahun 2012 adalah untuk memenuhi kebutuhan domestik, menghemat devisa negara, dan mendorong kegiatan agribisnis. Dalam kegiatan agroindustri, sentuhan teknologi pada industri sekunder berbasis tanaman pangan atau non-pangan, menghasilkan nilai tambah lebih tinggi dari segi ekonomi dan kegunaan hasil pertanian. Nilai tambah diperoleh melalui proses pengolahan pasacapanen, untuk menghasilkan produk yang awet, bergizi, mudah dikonsumsi, dan memiliki peluang pasar luas. Pada awal pembangunan (PJPT I) Indonesia telah berhasil mewujudk an swasembada pangan, khususnya beras, sejak tahun 1984.
Sektor pertanian
menyerap tenaga kerja paling besar, dan semakin berat bebannya sejak terjadi
2
krisis ekonomi dan moneter.
Sumbangan subsektor tanaman pangan semakin
meningkat terhadap Produk Domestik Bruto sejak dari Pelita I hingga Pelita V. Hal ini berpeluang besar sebagai sumber pertumbuhan baru pada akhir PJPT I, walaupun produksi dan produktivitasnya masih rendah. Sejak tahun 1975, Indonesia menjadi negara pengimpor kedelai, yaitu sekitar 607.40 ribu ton atau senilai US$. 180.60 juta pada tahun 1995. Bahkan prediksi oleh Ditjen Tanaman Pangan dan Hortikultura pada tahun 2000 terjadi kekurangan kedelai 1.12 juta ton, dimana ketergantungan penyediaan pangan nasional, terhadap Pulau Jawa cukup tinggi (sekitar 65%), karena adanya kesenjangan teknologi. Sebelum penelitian ini dilakukan, luas areal panen kedelai mencapai 1.12 juta ha, dengan produksi 1.36 juta ton, dan produktivitas 1.21 ton/ ha. Banyaknya areal sawah subur yang beralih fungs i menjadi lahan industri, pemukiman dan jalan, menghambat perluasan areal panen kedelai.
Karena
teknologi produksi belum dapat diandalkan, maka perlu identifikasi sumber pertumbuhan baru kedelai, untuk mengimbangi laju permintaan kedelai domestik. Pertumbuhan permintaan kedelai pada dasawarsa terakhir cukup tinggi, namun belum mampu diimbangi oleh produksi dalam negeri, sehingga harus diimpor dalam jumlah cukup besar. Harga kedelai impor yang murah dan tidak adanya tarif impor, menyebabkan tidak kondusifnya pengembangan kedelai di dalam negeri. Dari sisi prospek pengembangan kedelai untuk menekan impor, cukup tersedia sumberdaya lahan yang cukup luas, iklim yang cocok, teknologi yang memadai, dan SDM yang terampil dalam usahatani, dengan pasar komoditas kedelai yang masih terbuka luas. Ekonomi rumahtangga petani tanaman pangan pada kegiatanon-farm, terdiri atas berbagai jenis tanaman pangan yang menjadi bagian integral dari usahatani. Petani sulit dalam menentukan jenis tanaman yang dianggap sebagai tanaman sela atau secondary-crops setelah tanaman utama padi dalam sistem usahatani. Masing- masing tanaman memiliki agrospesifik lokasi dan pola tanam berbeda, kesesuaian lahan, dan sifat agroekologi lainnya. Tanaman kedelai di beberapa daerah merupakan komponen penting dalam struktur ekonomi rumahtangga petani, karena menjadi sumber pendapatan tunai, apalagi dengan adanya pasar terbuka di setiap tempat dan waktu.
3
Usahatani kedelai sebenarnya menguntungkan dari segi finansial, dengan pendapatan bersih sekitar Rp. 2.05 juta/ha, walaupun luas areal panen kedelai menurun dari 1.48 juta ha (1995) menjadi 0.55 juta ha (2004), atau turun rata-rata 10% pertahun (Balitbangtan, 2005). Sasaran peningkatan produksi 15% pertahun untuk mencukupi kebutuhan da lam negeri, dengan produksi meningkat 60% pada tahun 2009, berarti swasembada baru tercapai tahun 2015.
Investasi yang
dibutuhkan adalah Rp.5.09 triliun (2005-2009) dan Rp.16.19 triliun (2010-2025), dimana swasta menyumbang sebesar Rp.0.68 triliun dan Rp.2.45 triliun. Tujuan da n sasaran pengemba ngan kede lai tercapai jika ada dukungan da n partisipasi dari seluruh stakeholder, yaitu: (1) kebijakan pemerintah dari subsistem hulu hingga subsistem hilir, (2) komitmen stakeholder swasta/ pengusaha untuk berpartisipasi dalam menekan ketergantungan pangan dari impor, dan
(3)
partisipasi Pemda dan aparat pertanian (penyuluh), serta masyarakat pertanian. Kebijakan yang dapat dilakukan meliputi: (Balitbangtan, 2005) 1.
Kemudahan prosedur untuk mengakses modal kerja (kredit usahatani) bagi petani dan swasta yang berusaha dalam bidang agribisnis kedelai.
2.
Percepatan alih teknologi/ diseminasi hasil penelitian dan percepatan penerapan teknologi ditingkat petani melalui revitalisasi tenaga penyuluh pertanian.
3.
Pembinaan/ pelatihan produsen/ penangkar benih dalam aspek teknis (produksi benih), manajemen usaha perbenihan, serta pemasaran benih, termasuk penyediaan kredit usaha perbenihan bagi produsen benih.
4.
Pengembangan usaha kecil/ rumahtangga dalam subsistem hilir (pengolahan produk
tahu,
tempe,
kecap,
tauco,
susu,
minyak-goreng),
untuk
menghasilkan produk olahan yang bermutu tinggi sesuai tuntutan konsumen. 5.
Kebijakan makro yang mendorong pengembangan kedelai dalam negeri seperti tarif impor yang tinggi.
6.
Pengembangan prasarana / infrastruktur pertanian (pembukaan sawah / lahan pertanian, fasilitas irigasi, dan jalan).
7.
Kebijakan alokasi sumberdaya (SDM dan anggaran) yang memadai, termasuk litbang teknologi tepat guna (R&D).
4
Kedelai mempunyai nilai strategis serta menjadi sumber kalori dan protein nabati, yang dapat diproses menjadi berbagai produk pangan fermentasi seperti tempe, kecap, tauco, natto, dan produk pangan non- fermentasi seperti tahu, susu, yuba, daging tiruan, serta produk minyak kasar untuk pangan dan industri seperti minyak salad, minyak goreng, mentega putih, margarine. Disamping itu kedelai juga diproses menjadi produk lesitin untuk pangan dan farmasi seperti roti, es krim, yoghurt, makanan bayi, kembang gula, obat-obatan, dan produk kecantikan/ kosmetika, dan produk konsentrat protein untuk pangan dan farmasi, serta produk bungkil kedelai untuk pakan ternak (Balitbangtan, 2005). Penganeka-ragaman pola konsumsi masyarakat adalah dengan memanfaatkan sumber karbohidrat, protein, dan mineral selain beras, seperti misalnya kedelai, jagung, kacang tanah, singkong, dan ubi-jalar. Dari berbagai tanaman pangan yang diusahakan oleh para petani, maka keputusan untuk menanam kedelai sangat dipengaruhi oleh penerapan paket teknologi budidaya kedelai maju di berba gai agro-ekosistem, yaitu meningkatkan produksi, produktivitas, dan pendapatan petani (Manwan et.al., 1990). Masalah usahatani kedelai di tingkat petani adalah rendahnya produktivitas dan terbatasnya peluang perluasan areal panen, kurangnya keahlian dan ketrampilan, serta rendahnya pennggunaan teknologi yang efisien di berbagai agro-ekos istem (Sumarno et.al., 2007). Tingkat partisipasi petani relatif rendah dan terintegrasi dalam kelompok tani melalui koperasi, sehingga memerlukan pola kemitraan yang sejajar untuk pengembangan usaha (Lim, 1997). Faktor pembatas produktivitas adalah pada penyediaan benih bermutu, pola tanam, introduksi teknologi baru, pengendalian hama penyakit dan gulma, permodalan, dan kepemilikan lahan. Kelemba gaan pe ndukung seperti penangkar benih dan penyuluh lapangan masih belum berfungsi (Adisarwanto dan Suyamto, 1997; Adnyana dan Kariyasa, 1997). Dalam sistem produksi terpadu ditentukan oleh faktor internal, eksternal, lingkungan bio-fisik, da n sos ial eko nomi (Somaatmadja, 1985). Faktor internal mencakup ketersediaan sumberdaya lahan, tenaga kerja, dan modal.
Faktor
eksternal berupa permintaan produk, kelembagaan (pemasaran, kredit usahatani, penyuluhan,
pemilikan
lahan,
koperasi),
dan
sarana/prasarana
(irigasi,
transportasi). Faktor alami adalah lingk ungan fisik seperti lahan (jenis tanah,
5
ketinggian/
kemiringan,
radiasi,
topografi),
iklim
(curah
hujan,
suhu,
kelembaban), dan lingkungan biologi (varietas, hama, penyakit, gulma). Faktor sos ial-ekonomi adalah ketersediaan sarana produksi seperti benih, pupuk, dan pestisida. Berbagai upaya untuk meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman pangan, khususnya kedelai, telah banyak dilakukan. Menurut Ditjen Tanaman Pangan (1998), kebijakan yang dilakukan adalah introduksi paket teknologi baru yang tepat guna, program intensifikasi kede lai IP-300, Gemapalagung (gerakan mandiri padi, kedelai, dan jagung), dan diversifikasi pangan. Program ini ditujukan
untuk
melepaskan
diri
dari
ketergantungan
impor
kedelai.
Pengembangan sentra produksi kedelai seperti di propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, D.I.Yogyakarta, Jawa Barat, dan Lampung, memerlukan dukungan lapangan kerja di luar pertanian, mengingat karakteristik kesempatan kerja sektor pertanian bersifat musiman.
Bahkan kedelai dianggap sebagai tanaman sela
setelah tanaman padi, yang
kurang diminati petani, sehingga belum dapat
menyerap tenaga kerja cukup banyak. Status tanaman kedelai adalah tanaman secondary-crops untuk lokasi/daerah sub-tropis. Peningkatan produksi dan produktivitas kedelai dapat dilakukan melalui: (1) perluasan areal panen di lahan sawah dan lahan kering (ekstensifikasi), (2) intensifikasi, (3) stabilitas hasil dengan menangkal hama penyakit dan gulma, (4) penekanan senjang hasil dengan penyuluhan intensif, penggunaan varietas benih unggul bermutu, pola tanam, pengolahan tanah, dan pemupukan sesuai dosis anjuran, (5) penekanan susut hasil melalui perbaikan pasca-pa nen da n rehabilitasi lahan, da n (6) penetapan harga yang stabil di musim panen dan musim paceklik. Proses diversifikasi ekonomi pada rumahtangga petani pada umumnya masih terbatas pada keragaman jenis usahatani, sehingga masih tergolong pada skala usaha kecil (rumahtangga). Dengan demikian tambahan pendapatan bagi rumahtangga petani kedelai masih rendah, sehingga sumber pendapatan dan pembagian kerja dalam keluarga belum mampu meningkatkan kesejahteraan keluarganya secara proporsional. Perubahan struktur perekonomian dari sektor pertanian ke sektor industri dan jasa, mengakibatkan proporsi angkatan kerja sektor pertanian menurun,
6
sedangkan sektor industri dan jasa meningkat.
Pada tahun 1990 penyerapan
tenaga kerja sektor pertanian adalah 50.40%, sektor industri 16.80%, dan sektor jasa 32.80%. Penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian berkurang dari 64% (awal PJPT I.) menjadi 51% (akhir PJPT I.), dan pangsanya terhadap PDRB turun dari 34% menjadi 19%. Kualitas tenaga kerja di sektor industri dan jasa lebih tinggi dibandingkan di sektor pertanian, karena menggunakan jenis teknologi yang lebih maju dengan disiplin tinggi. Pada umumnya produktivitas
tenaga kerja rendah,
maka
tingkat
pemanfaatan tenaga-kerjanya juga rendah, sehingga menimbulkan pengangguran tidak kentara.
Produktivitas tenaga kerja rendah tercermin pada tingkat
pengetahuan dan ketrampilan serta sikap para pekerja, sedangkan pemanfaatan tenaga kerja terlihat pada jam kerja dan tingkat upah. Menurut Mangkuprawiro (1985), tenaga kerja rumahtangga petani miskin bersedia menerima upah rendah asal tidak menganggur. Peranan keluarga dalam rumahtangga sebagai unit dasar pengambilan keputusan, hampir mirip perusahaan dalam teori permintaan tenaga kerja. Setiap rumahtangga berusaha memenuhi kebutuhan minimum, dan memperbaiki tingkat hidup dengan bekerja mencari upah. Pendapatan yang diterima dalam bentuk upa h tenaga kerja aka n menambah kesejahteraan keluarga, sehingga rumahtangga yang rasional akan berusaha memanfaatkan waktunya seoptimal mungkin untuk mencapai kesejahteraan keluarga. Prioritas pembangunan di era milenium dialihkan dari bidang pertanian ke bidang industri dengan pertanian sebagai pendukungnya. Setelah terjadi krisis ekonomi dan moneter sejak Juli 1997, bidang industri belum bisa diandalkan, sebaliknya bidang pertanian lebih mampu dijadikan alternatif yang lebih baik, yaitu melalui pembangunan pertanian sebagai suatu sistem agribisnis (Saragih, 2001).
Petani perlu diberdayakan, dengan melibatkan partisipasi pemerintah
daerah dan swasta. Periode 1981-1995 agroindustri menyumbang 50% dari total ekspor Indonesia, sehingga mampu menyerap banyak tenaga kerja, dalam rangka untuk meningkatkan penghasilan dan daya beli masyarakat. Krisis ekonomi tahun 1998, menyebabkan jumlah petani miskin bertambah karena kesempatan berusaha masih kurang. Kendalanya terletak pada modal yang
7
terlalu kecil, pasar yang terbatas, teknologi sederhana, tingkat pendidikan rendah, dan akses pelaku ekonomi yang terbatas.
Sifat ketergantungan petani dalam
berusaha berakibat ketidak-bebasan petani dalam berproduksi dan memasarkan hasilnya. Petani harus mengalokasikan sumberdaya yang dimilikinya agar menguntungkan, dan petani harus responsif. Kebijakan perluasan lapangan kerja antara lain dengan pengembangan agroindustri. Untuk melihat keterkaitan berbagai aktivitas ekonomi seperti produksi dan produktivitas, penggunaan input teknologi, penggunaan tenaga kerja, pendapatan rumahtangga dan pengeluaran petani, memerlukan pengkajian dan analisis secara simultan menggunakan pendekatan ekonometrika. Dalam rangka peningkatan produksi dan penerimaan usahatani kedelai serta pendapatan rumahtangga petani, maka identifikasi permasalahan makro seringkali dirasakan kurang mencukupi, sehingga memerlukan kebijakan pembangunan yang terkait dengan rumahtangga petani, untuk menjawab permasalahan mikro yang tergantung kondisi setempat (loka l).
Berdasarkan hal tersebut sangat relevan
untuk melakukan kajian perilaku rumahtangga petani kedelai yang spesifik lokasi. Sektor pertanian di negara berkembang seperti Indonesia memiliki karakteristik tertentu, seperti teknologi produksi pertanian, rumahtangga petani sebagai satu unit ekonomi, dan produk pertanian sebagai komoditas (Nakajima, 1986).
Rumahtangga petani penting karena sumbangan kegiatan usahatani
rumahtangga terhadap produk sektor pertanian cukup besar.
Data BPS pada
sensus pertanian 2003 menunjukkan bahwa total rumahtangga pertanian sebesar 24.87 juta, terdiri dari usahatani padi 13.77 juta atau 55.37%, dan usahatani palawija 10.86 juta atau 43.66% (Kusnadi, 2005). Konsentrasi distribusi rumahtangga petani di Pulau Jawa menyebabkan luas lahan yang dimilikin menjadi lebih sempit. Tekanan penduduk dan alih fungs i lahan pertanian akan mempersempit penguasaan atas lahan kepemilikan rumahtangga petani, sehingga sering disebut sebagai rumahtangga petani gurem. Karakteristik rumahtangga pertanian ini berpengaruh pada aspek teknologi dan dan aspek produksi pertanian, dimana resistensi terhadap perubahan teknologi adalah cukup besar, dengan resiko gagal panen yang cukup tinggi. Akibatnya petani kecil cenderung memilih teknologi tradisional, dengan resiko gagal panen
8
yang rendah. Penelitian Mulyana (1998) menganalisis bahwa produktivitas padi sawah di Jawa, Bali, Sumatera, dan
Sulawesi, tidak responsif terhadap
peningkatan penggunaan pupuk, atau mengalami kejenuhan, sehingga perlu terobosan baru dalam bidang teknologi baru seperti rekayasa perbenihan atau perbaikan teknologi budidaya. produktivitas
berpengaruh pada
Lambatnya laju peningkatan produksi dan ketergantungan pada
impor
komoditas
padi/gabah, termasuk kedelai dan jagung. Menurut laporan tahunan FAO, produktivitas kedelai Indonesia pada dasawarsa 1990-an, meningkat dari 0.85 ton/ha menjadi 1.11 ton/ha, tetapi masih jauh dibawah rata-rata dunia sebesar 1.84 ton/ha, apalagi terhadap Amerika Serikat (2.18 ton/ha) dan Brazil (1.97 ton/ha). Perbedaan ini dipengaruhi oleh iklim, panjang hari, teknik budidaya, dan penggunaan input produksi sesuai anjuran. Faktor lainnya adalah luas lahan usaha yang sempit, serangan hamapenyakit dan gulma, fluktuasi harga, kecilnya kredit usahatani, dan belum terjalinnya kerjasama antar instansi. Menurut data BPS, selama kurun waktu 1970-2003, perkembangan luas areal panen dan produksi relatif tidak meningkat secara berarti, dan sejak tahun 2000 terlihat menurun. Kesenjangan antara permintaan dan penawaran kedelai domestik, akan meningkatkan jumlah impor, dan menimbulkan defisit neraca perdagangan. Titik impas hasil kedelai dalam negeri adalah 1.90 ton/ha, sedangkan untuk bersaing dengan harga dunia adalah 3.10 ton/ha dengan teknologi maju, atau 2.00 ton/ha dengan teknologi produksi rata-rata (Rosegrant et.al., 1987).
Hal ini tidak
mungkin dapat dicapai pada kondisi agro-ekologi Indonesia, sekalipun potensial untuk pengembangan kedelai (Adnyana dan Kariyasa, 1997). Produksi dan pendapatan petani akan meningkat dengan adanya kebijakan harga dasar, pengendalian impor, subsidi sarana produksi pertanian, kelancaran pemasaran dan perdagangan, serta pengembangan teknologi. Pemerintah telah beberapa kali
menyesuaikan harga kedelai dan harga dasar palawija
(Kuntjoro,1997), tetapi harga rata-rata yang diterima petani lebih tinggi dari harga dasar, sehingga kebijakan harga dasar tidak efektif. Meskipun harga kedelai lebih tinggi daripada harga padi, namun produktivitasnya masih rendah (1.21 ton/ha), sehingga penerimaan usahatani padi per- hektar masih lebih besar dari usahatani
9
kedelai. Akibatnya, permintaan lebih besar daripada penawaran, sehingga kebutuhan kedelai domestik harus ditutup dengan impor kedelai. Untuk mendorong adopsi teknologi pemupukan sesuai anjuran, pemerintah memberikan subsidi pupuk, dimana beban subsidi pupuk sejak tahun 1987 mulai dikurangi dan dihapuskan tahun 1998. Peningkatan harga pupuk masih dianggap sebagai cara terbaik untuk mengurangi beban subsidi, khususnya terhadap harga pupuk Urea, pupuk SP36/TSP, dan pupuk KCL/ZA. Pengembangan teknologi produksi kedelai (Adisarwanto dan Suyamto, 1997) dapat dilakukan melalui penyediaan benih unggul berumur genjah, program pengapuran tanah masam, agro-ekosistem dan sistem pertanaman. Peningkatan produktivitas kedelai dilakukan melalui subsidi pupuk, pengadaan benih bermutu, kredit usahatani, stabilitas harga dan harga patokan, pemasaran dan perdagangan domestik, tenaga kerja upahan, dan penyuluhan pertanian Kariyasa, 1997).
(Adnyana dan
Sistem pengadaan benih kedelai yang bebas virus berperan
penting dalam peningkatan produksi dan produktivitas kedelai (Sadjad, 1997; Nugraha et.al.,1997). Produktivitas kedelai yang dilakukan kelompok tani maju dapat mencapai 2.00-2.50 ton/ha, tetapi terkendala pada iklim yang kurang cocok. Pengembangan kedelai perlu mempertimbangkan kesesuaian lahan dan teknologi budidaya. Dalam penyediaan benih bermutu, memerlukan teknologi penyimpanan dan penangkaran yang handal, serta penyediaan benih antar lapang dan musim tanam. Pemberian hara mikro dapat diberikan dalam bentuk pupuk daun, pupuk cair, kombinasi pupuk Urea dengan zat perangsang tumbuh, dan inok ulan yang mengandung bakteri Rhizobium spp. Lahan yang baru pertama kali ditanami kedelai, responsif terhadap inokulasi Rhizobium spp (Sumarno et.al., 2007). Penyediaan sarana produksi seperti pupuk mikroba dan pestisida hayati untuk intensifikasi kedelai, dapat lebih mengefektifkan pengendalian hama secara terpadu (Damardjati et.al., 1997). Rendahnya produktivitas kedelai disebabkan oleh ketidak-cocokan iklim tropis, belum tersedianya lokasi spesifik, dan keengganan petani untuk mengadopsi teknologi maju yang berbiaya tinggi (Sumarno et.al., 1989). Resiko kegagalan tanaman kedelai tinggi, karena tidak toleran terhadap hama-penyakit, hujan dan kekeringan, sehingga produksi dan produktivitasnya rendah. Rendahnya
10
produktivitas dan lambatnya perkembangan areal tanam kedelai, menandakan bahwa produksi kedelai belum mampu mengimbangi konsumsi kedelai. Potensi pengembangan kedelai di propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, D.I. Yogyakarta, dan Lampung adalah cukup besar, baik di lahan sawah maupun lahan kering bekas padi, terutama sawah golongan air I-II (Adnyana dan Kariyasa, 1997). Untuk melihat dampak penggunaan teknologi Rhizobium, seperti pupuk mikroba (Rhizoplus), zat perangsang tumbuh, dan inokulan Legin, perlu dikaji faktor- faktor yang mempengaruhi arah dan besaran produksi, konsumsi, pendapatan dan alokasi tenaga kerja, investasi, kredit pertanian, dan tabungan seperti analisis Simatupang (1988). Dari permasalahan di tingkat petani dimana produksi dan produktivitas rendah, perluasan areal panen lambat, serta penggunaan teknologi budidaya maju yang efektif dan efisien di berbagai agro-ekosistem masih rendah, maka diperluka n penelitian yang tepa t untuk mencari solus i yang pa s da n solid. 1.2. Perumusan Masalah Dengan melihat latar-belakang tersebut, pengembangan usahatani ditingkat rumahtangga petani kedelai sebagai tanaman sela setelah padi (secondary crops), berperan penting dalam peningkatan pendapatan petani dan kesejahteraan keluarga, serta penyediaan lapangan kerja, melalui kegiatan produksi dan konsumsi. Harapan petani adalah produksi dan produktivitas meningkat, tenaga kerja
tidak
menganggur,
dan kesejahteraan keluarga akan
meningkat.
Peningkatan produksi dan pendapatan petani akan dialokasikan untuk pengeluaran, investasi, kredit pertanian, dan tabungan. Peningkatan jumlah pe nduduk da n ko nversi lahan pertanian ke industri dan jasa, mengakibatkan semakin terbatasnya lahan yang tersedia untuk pertanian. Sempitnya penguasaan lahan mengakibatkan penghasilan dari usahatani tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup rumahtangga petani, apalagi harga-harga barang konsumsi melambung tinggi tidak sebanding dengan kenaikan harga komoditas pertanian. Jadi keputusan produksi pada tanaman pangan seperti kedelai merupakan unit rumahtangga pertanian dengan skala usahatani kecil, yang berperan ganda seba gai prod usen da n ko nsumen.
11
Perilaku ekonomi rumahtangga petani adalah rasional, baik dalam mengalokasikan sumberdaya rumahtangga untuk menghasilkan barang dan jasa, maupun dalam menggunakan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga. Alokasi sumberdaya dikelompokkan dalam keputusan produksi, sedangkan penggunaan barang dan jasa dikelompokkan dalam keputusan konsumsi.
Keputusan produksi dan konsumsi yang rasional memerlukan
informasi harga sumberdaya, barang dan jasa, secara tepat, yaitu untuk harga pasar yang dihasilkan dari struktur pasar persaingan sempurna, walaupun pasar yang dihadapi oleh rumahtangga petani di Indonesia pada umumnya adalah pasar persaingan tidak sempurna, karena adanya biaya transaksi, informasi pasar yang asimetrik, adanya kekuatan monopoli dan monopsoni, maupun kebijakan yang diintervensi pe merintah (Kus nadi, 2005). Karakteristik pekerjaan di sektor pertanian tanaman pangan adalah lamanya masa menunggu hasil panen, sehingga memungkinkan petani memanfaatkan waktu luangnya untuk kegiatan di luar usahatani.
Usahatani kedelai banyak
menghadapi resiko kegagalan panen akibat serangan hama-penyakit dan gulma atau cuaca yang tidak bersahabat. Ditambah pula dengan ketidak-pastian harga produk karena berfluktuasi tajam.
Dengan demikian rumahtangga petani
memerlukan pekerjaan dan pendapatan tambahan untuk mengurangi resiko gagal panen atau merugi. Kendalanya terletak pada tingkat pendidikan petani, luas kepemilikan lahan, ketrampilan, dan akses dalam memilih jenis pekerjaan yang terbatas, apalagi kesempatan kerja di pedesaan terbatas. Peningkatan jumlah angkatan kerja keluarga serta sempitnya lapangan kerja baru diberbagai sektor ekonomi, menyebabkan sektor pertanian tanaman pangan seperti usahatani kedelai, menjadi terbatas penyerapan tenaga kerja-nya. Penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian menurun dari 67% tahun 1971 menjadi 46% tahun 1994, sedangkan sektor manufaktur meningkat dua kali lipat pada periode yang sama, dan sektor jasa meningkat 75%.
Perkembangan
teknologi di luar sektor pertanian, menciptakan kesempatan kerja baru, baik di perkotaan maupun di pedesaan, termasuk sektor informal. Kesenjangan ekonomi dan kemiskinan di pedesaan menyebabkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat menjadi rendah dan kurang berkembang
12
dalam berusaha.
Pemberdayaannya perlu melibatkan pemerintah daerah dan
swasta, seperti program pelayanan kesehatan, permodalan, informasi pasar, teknologi baru, perlindungan dari persaingan pasar yang tidak seimbang, serta eksploatasi pekerja. Peningkatan produksi di tingkat petani, menjamin tercapainya ketersediaan pangan khususnya kedelai.
Kemandirian dalam pemberdayaan masyarakat
golongan bawah, membutuhkan perubahan struktural di berbagai aspek, sehingga produksi dan produktivitas serta pendapatan petani meningkat. Dalam pengambilan keputusan, petani di pedesaan mengkombinasikan antara keputusan produksi, konsumsi, dan keputusan lainnya.
Becker (1965)
mengatakan bahwa rumahtangga petani tidak hanya sebagai produsen tetapi juga berfungsi sebagai konsumen, sehingga keputusan produksi dan konsumsi dilakukan sekaligus.
Keputusan menghasilkan produksi yang tinggi akan
berdampak pada pendapatan yang tinggi, dan ditentukan oleh faktor- faktor ketersediaan input dan harganya, lahan, modal, tenaga kerja, juga faktor musim dan ketrampilan petani. Keberhasilan produksi petani perlu diikuti oleh tersedianya pasar dengan harga yang layak bagi petani, transportasi yang memadai, dan lembaga keuangan pedesaan yang mampu mendorong akses pasar bagi petani. Kepuasan untuk mengkonsumsi pangan dan non-pangan ditentuka n oleh besarnya pendapatan yang diterima petani dan harga-harga yang be rlaku di pasar. Keputusan berinvestasi tergantung pada modal, pendidikan, kondisi pasar dan harga, termasuk investasi sumberdaya manusia (pendidikan dan kesehatan). Rumahtangga petani sebagai penyedia tenaga kerja, juga berperan sebagai produsen dan konsumen, sehingga berpengaruh terhadap keputusan penggunaan tenaga kerja dan proses produksi pertanian. Pendapatan petani dari pertanian dan sumber lainnya, akan mempengaruhi tingkat dan pola konsumsi rumahtangga. Untuk meningkatkan kesejahteraan, rumahtangga petani memerlukan kegiatan investasi, modal kredit, dan tabungan. Oleh karena itu perlu dikaji faktor- faktor yang mempengaruhi arah dan besaran produksi, konsumsi, tenaga kerja, investasi, kredit pertanian, dan tabungan. Rumahtangga petani selalu berinteraksi dengan lingkungannya, dalam melakukan kegiatan ekonomi secara langsung maupun tidak langsung.
Krisis
13
ekonomi dan moneter sangat dirasakan para petani, karena terjadi kenaikan harga barang konsumsi, apalagi dengan adanya kebijakan penghapusan subsidi pupuk, maka harga pupuk dan pestisida meningkat sekitar 250%, ditamba h imbas dari kenaikan nilai tukar Rupiah. Upah tenaga kerja dan luas lahan garapan petani, berpengaruh langsung pada perilaku ekonomi rumahtangga petani kedelai. Dengan demikian perlu dikaji faktor- faktor dominan yang berpengaruh terhadap perilaku ekonomi rumahtangga petani kedelai. Di tingkat petani, produksi dan produktivitas rendah, perluasan areal panen lambat, serta penggunaan teknologi budidaya maju yang efektif dan efisien di berbagai agro-ekosistem masih rendah, sehingga mempengaruhi produksi kedelai, penerimaan usahatani kedelai, dan pendapatan rumahtangga petani kedelai. Berdasarkan kenyataan diatas maka beberapa pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah: 1.
Bagaimana karakteristik dan pola aktivitas ekonomi rumahtangga petani kede lai di Indonesia, khususnya kegiatan produksi dan konsumsi ?
2.
Bagaimana keterkaitan berbagai aktivitas ekonomi rumahtangga petani kedelai, khususnya tenaga kerja, pendapatan rumahtangga, dan pengeluaran rumahtangga petani ?
3.
Bagaimana pe ngaruh input teknologi dan teknologi baru terhadap produksi dan pendapatan rumahtangga petani kedelai ?
4.
Bagaimana
pengaruh
kebijakan
perubahan
harga- harga
terhadap
peningkatan penerimaan usahatani kedelai dan pendapatan rumahtangga ? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah menganalisis perilaku rumahtangga petani kedelai di Indonesia, dan secara khusus: 1.
Mengidentifikasi perilaku rumahtangga petani dan faktor- faktor dominan yang mempengaruhi pengambilan keputusan produksi dan pengeluaran rumahtangga petani.
2.
Menganalisis keterkaitan antara penggunaan tenaga kerja, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga petani kedelai, termasuk produksi, sarana
14
produksi, tenaga kerja, pendapatan, konsumsi, investasi, tabungan, dan kredit pertanian. 3.
Menganalisis pengaruh input teknologi produksi da n inovasi teknologi baru pada rumahtangga petani kedelai, dalam meningkatkan prod uks i kedelai dan pendapatan rumahtangga petani kedelai.
4.
Menganalisis dampak kebijakan kenaikan harga terhadap produksi kedelai dan pendapatan rumahtangga petani kedelai.
Rumahtangga petani tidak hanya sebagai unit ekonomi yang mencari keuntungan, tetapi merupakan kompleksitas antara ciri rumahtangga dan ciri perusahaan, dimana kegiatan dan jenis komoditas yang diusahaka n lebih dari satu. Sehingga perlu metodologi khusus dalam proses pengumpulan dan pengolahan data, serta aplikasi atau uji teorinya.
Analisis tentang kebijakan di bidang
usahatani kedelai penting dilakukan oleh pembuat kebijakan dan pengambil keputusan, agar dapat dengan tepat sasaran dan target dalam mencari solusi bagi peningkatan produksi kedelai, sehingga dapat menghemat devisa negara dan menambah pendapatan rumahtangga. Penelitian ini sebagai bahan masukan bagi studi
usahatani
kedelai
lanjutan
dalammengaplikasikanmodel
ekonomi
rumahtangga. 1.4. Ruang Lingk up Penelitian Perilaku ekonomi rumahtangga pada penelitian ini didefinisikan sebagai hubungan struktural antara peubah endogen dan peubah eksogen dalam ekonomi rumahtangga petani. Hubungan struktural dinyatakan dalam bentuk persamaan simultan.
Rumahtangga petani dalam penelitian ini dinamakan rumahtangga
petani kedelai, namun demikian komoditas yang diusahakan petani dalam periode satu tahun adalah beragam, termasuk padi/gabah, jagung, palawija, ternak, ikan, sayuran dan hortikultura. Status tanaman kedelai adalah sebagai tanaman sela setelah padi/gabah (secondary crops). Penelitian ini dibatasi pada analisis dampak kebijakan perubahan harga terhadap tenaga kerja, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga petani kedelai, termasuk didalamnya luas areal panen kedelai, produksi kedelai, input teknologi
15
produksi dan inovasi teknologi baru (benih, pupuk, zat perangsang tumbuh dan rhizoplus), tenaga kerja, pendapatan, konsumsi,investasi, tabungan, da n kredit pertanian. Peuba h kebijaka n meliputi harga kede lai, harga gaba hKP, harga sarana produksi (benih, pupuk, pestisida), upah tenaga kerja kerja, dan ko mbinasi harga kedelai dengan harga sarana prod uksi, upa h tenaga kerja, da n harga gaba hKP. Harga palawija sepertijagung, singkong, ubi-jalar, dan kacang-tanah, tidak disimulasikan. Kendala dan batasan yang perlu diperhatikan adalah: (1) produktivitas sebagai rasio produksi kedelai dengan luas areal panen kedelai dihitung manual;(2) tenaga kerja terdiri dari tenaga kerja dalam dan luar keluarga, sedangkan curah kerja adalah tenaga kerja dalam keluarga ditamba hcurah kerja usahatani milik orang lain; (3) upa h tenaga kerja adalah yang dibayarkan langsung kepada tenaga kerja per-hari pe r-orang kerja (HOK), sedangkan upah tenaga kerja dalam keluarga tidak diperhitungkan; (4) input teknologi produksi terdiri dari benih kedelai, pupuk (Urea, SP36/TSP, KCL/ZA), serta pestisida (obat, zat perangsang tumbuh, rhizoplus), sedangkan pupuk hijau/kandang sebagai peubah eksogen; (5) biaya usahatani kedelai meliputi biaya tenaga kerja dan biaya sarana produksi, sedangkan pendapatan usahatani kedelai merupaka n
penerimaan
usahatani kedelai dikurangi biaya usahatani kedelai; (6) pendapatan rumahtangga adalah pendapatan usahatani kedelai ditambah pendapatan usahatani non-kedelai dan pendapatan non-usahatani lain, sedangkan pendapatan disposable adalah pendapatan rumahtangga dikurangi pajak/iuran;(7) konsumsi rumahtangga terdiri dari konsumsi pangan tunai dan konsumsi non-pangan serta konsumsi lainnya; (8) kedelai jual sebagai surplus pasar merupakan selisih antara produksi kedelai dengan konsumsi kedelai (dalam kilogram); (9) investasi rumahtangga terdiri dari investasi sumberdaya dan investasi produksi pertanian, dimana investasi sumberdaya terdiri atas investasi pendidikan dan investasi kesehatan;dan (10)pengeluaran rumahtangga merupakan penjumlahan konsumsi rumahtangga dengan investasi rumahtangga. Kendala kepemilikan lahan seperti status lahan seba gai milik sendiri dan lahan sewa/sakap, dapat diatasi dengan dummy area (wilayah), sedangkan kendala perbedaan type lahan garapan seperti irigasi teknis dan irigasi setengah teknis,
16
serta tadah hujan, dapat diatasi dengan dummy irigasi. Kendala perbedaan gender antara tenaga kerja laki- laki dan perempuan serta anak-anak, dapat diatasi dengan dummy gender. Kendala perbedaan keterampilan dan pengalaman kerja serta pendidikan (skill), dapat diatasi dengan dummy skill. Kendala agronomis adalah pola tanam tumpangsari, penggunaan varietas benih unggul dan lokal, pemakaian zat perangsang tumbuh dan rhizoplus.Kendala dan batasan ini, cukup representatif untuk menjawab tujuan penelitian dalam disertasi ini.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penge rtian Rumahtangga P etani Pada dasarnya arus pemikiran tentang rumahtangga petani adalah untuk menguji pengaruh faktor- faktor ekonomi, sosial, budaya, hukum, dan kondisi dalam
rumahtangga
dalam
rangka
pengambilan keputusan di
tingkat
rumahtangga.Bukti yang dikemukakan oleh Haddad et.al.(1994) adalah tentang kasus konsumsi kalori dan pengeluaran energi di Philipina.Rumahtangga sebagai suatu unit ke luarga mempunyai anggota keluarga yang menyumbang pendapatan dan hidup secara bersama dalam satu atap rumah.
Berarti, anggota keluarga
melakukan fungsi produksi, konsumsi, dan kepemilikan, yang berhubungan antar anggota keluarganya, baik suami, istri, anak, dan anggota keluarga lain, dengan berbagai tingkatan umur, jenis kelamin, pendidikan, pengalaman dan keahlian serta peranan yang berbeda dalam keluarga. Hal ini dikemukakan oleh Schultz (1999) tentang peranan wanita dalam rumahtangga yang mempunyai posisi tawar tertentu. Rumahtangga sebagai suatu organisasi ekonomi, mempunyai perilaku dan tujuan sesuai sumberdaya, aktivitas, dan kepuasan yang dimilikinya.Sumberdaya manusia dan sumberdaya fisik termasuk finansial, berusaha dimaksimumkan pendapatan dan kepuasannya agar diperoleh kesejahteraan yang maksimal, dengan kendala sumberdaya ekonomi, teknis, sosial budaya, dan hokum, termasuk budaya lokal yang spesifik dalam rumahtangga. Alokasi sumberdaya dan pengambilan keputusan rumahtangga dipengaruhi oleh berbagai faktor tersebut. Perilaku ekonomi rumahtangga direpresentasikan dalam model pembuatan keputusan rumahtangga.Dalam model ekonomi pelaku tunggal, rumahtangga dianggap sebagai produsen atau konsumen saja, sedangkan dalam model ekonomi uniter atau unifikasi maka rumahtangga berperan ganda sebagai produsen maupun konsumen sekaligus, dengan fungsi utilitas tunggal, kemudian berkembang kearah model kolektif (Hendratno, 2006). Penyederhanaan pada rumahtangga berperan tunggal adalah tidak realistis, karena rumahtangga petani umumnya berperan ganda sebagai produsen dan
18
konsumen sekaligus, dan terdiri dari banyak anggota keluarga yang mempunyai preferensi berbeda, dimana rumahtangga sebagai sebuah organisasi ekonomi. Perilaku ekonomi rumahtangga uniter atau unifikasi dalam pengambilan keputusan rumahtangga dilakukan oleh kepala rumahtangga tunggal, yang dikenal sebagai model Becker (1979) tentang pendekatan ekonomi untuk perilaku manusia, dan menjadi model dasar untuk teori, bukti empiris, dan kebijakan, dalam model ekonomi rumahtangga pertanian (Singh et.al., 1986). Model tersebut kemudian dimodifikasi oleh Iqbal (1986) dalam penawaran dan permintaan modal diantara rumahtangga pertanian di India, dengan memasukka n perilaku meminjam atau kredit pertanian, serta ditambahkan oleh Roe dan Tomasi (1986) mengenai resiko penghasilan dalam model dinamis rumahtangga pertanian. Untuk negara sedang berkembang, analisis konsumsi dan penawaran tenaga kerja dalam rumahtangga serta permintaan tenaga kerja upahan, dimodifikasi oleh Benjamin (1992) dalam kasus komposisi rumahtangga, pasar tenaga kerja, dan permintaan tenaga kerja, kemudian oleh Jacoby (1993) dalam kasus upah bayangan dan penawaran tenaga kerja keluarga petani, dan diaplikasikan dalam model ekonometrika kasus Peruvian-Sierra.
Sedangkan
untuk negara dengan perekonomian transisi dianalisis oleh Lopez (1986) dalam kasus model struktural rumahtangga pertanian dengan mengikuti utilitas indepe nde n da n keputusan maks imisasi profit, yang ke mudian oleh Huffman da n Lange (1989) ditambahkan aspek keputusan bekerja di luar pertanian bagi suami dan istri dalam pembuatan keputusan secara bersama. Model ekonomi yang kemudian berkembang adalah menitik-beratkan pada fungsi utilitas rumahtangga, dengan preferensi individu anggota keluarga yang berbeda, dan mengasumsikan alokasi sumberdaya untuk menghasilkan Pareto optimal atau Pareto efisien, seperti yang dikembangkan oleh Chiappori (1988) tentang penawaran tenaga kerja rumahtangga yang rasional, dan
penawaran
tenaga kerja kolektif serta kesejahteraan keluarga, dimana terdapat peran yang berbeda dalam distribusi dan alokasi sumberdaya (Chiappori, 1992).
Model
kolektif yang dikembangkan Pitt et.al.(1990) adalah dengan menganalisis produktivitas,
kesehatan,
dan
ketidak-samaan
distribusi
pa ngan
dalam
rumahtangga di negara berpendapatan rendah, yang kemudian oleh Haddad
19
et.al.(1997) ditambahkan tentang alokasi sumberdaya pada rumahtangga di negara sedang berkembang, sebagai model, metode dan kebijakan yang berdampak luas.Pokok bahasannya juga memasukkan analisis tentang komposisi gender dan umur petani. 2.2. Kajian Model Ekonomi Rumahtangga Dalam hal pengambilan keputusan produksi, konsumsi, dan alokasi tenaga kerja, model ekonomi rumahtangga dapat dilakukan pembahasan secara simultan, dimana pembahasannya tidak dipisahkan atau non-separable, merupakan model non-rekursif, sebaliknya jika pembahasannya dapat dipisahkan atau separable, merupakan model rekursif. Dengan adanya asumsi pasar yang bersaing sebagai syarat kecuk upa n (sufficient) untuk semua output dan semua faktor produksi, dimana harga- harga ada lah eksogen, maka biaya transaks i ada lah nol, da n biaya imba ngan (opportunity cost) beberapa output atau faktor input adalah harga pasar itu sendiri, sehingga dapat digunakan model rekursif. Separabilitas berimplikasi pada pengambilan keputusan produksi dari rumahtangga yang tidak dipengaruhi oleh keputusan konsumsi, sementara itu keputusan konsumsi bergantung pada keputusan produksi.Keputusan produksi dengan memaksimumkan keuntungan ditentukan pada tahap pertama, sedangkan keputusan konsumsi dengan memaksimumkan utilitas dengan kendala produksi, pendapatan, dan waktu, dipecahkan pada tahap kedua. Secara teoritis, model ekonomi rumahtangga pertanian mempunyai kekhususan pada hubungan antara keputusan prod uks i dan keputusan ko nsumsi. Secara empiris, analisis hubungan antara produksi dan konsumsi dilakukan secara simultan menggunakan teori ekonomika dengan model ekonometrika serta uji statistika.
Rumahtangga pertanian diperlakukan sebagai perusahaan, yaitu
bertujuan memaksimumkan keuntungan. Analisis Kusnadi (2005), membedakan antara pengertian model rekursif dan model non-rekursif, serta model separable dan model non-separable. Model rekursif menunjukkan hubungan simultan satu arah, dari produksi ke konsumsi, dan tidak sebaliknya, sedangkan model nonrekursif adalah hubungan simultan timbal balik antara keputusan produksi dan keputusan konsumsi, dengan asumsi pasar yang dilonggarkan yaitu pada pasar
20
persaingan tidak sempurna. Kebanyakan model penelitian ekonomi rumahtangga pertanian,
kajiannya
menggunakan
persamaan
tunggal
dengan
segala
kesederhanaannya, sehingga perlu metode pendugaan yang lebih kompleks untuk memecahka n hubunga n antar pe uba h yang semakin ko mpleks. Awal penelitian ekonomi rumahtangga adalah pada pendapat Becker (1965) tentang teori alokasi waktu, dan pendapat Becker (1979) tentang pendekatan ekonomi perilaku manusia.Becker (1994) juga membuat pendekatan linear programming untuk teori keseimbangan subyektif pada pertanian masyarakat tradisional di Mali. Teori Becker (1965) kemudian dikembangkan oleh Gronau (1980) tentang waktu santai, produksi rumahtangga, dan waktu bekerja, sebagai sebuah teori alokasi waktu,
dimana dipelajari alokasi waktu rumahtangga
(wanita) yang dipengaruhi oleh umur, pendidikan, dan upah (laki- laki), karakter anak, dan karakter rumahtangga lain.
Strauss (1984) meneliti surplus pasar
komoditas pangan pada rumahtangga pertanian di Siera Leone – Afrika, yang merupakan bagian produk atau tenaga kerja yang dijual kepasar setelah dikurangi konsumsi rumahtangga.
Elastisitasnya positif terhadap harga sendiri, dimana
karakteristik rumahtangga dan pilihan terhadap teknologi produksi menyebabkan perbedaan surplus pasar, yang merupakan ciri khas perilaku rasional rumahtangga. Strauss (1986) membuat pendekatan umum model ekonomi rumahtangga secara teoritis dan komparatif statis.
Strauss (1986) juga mencoba mengestimasi
determinan dari konsumsi pangan dan ketersediaan kalori di pedesaan SierraLeone. Model Gronau (1980) dan Strauss (1984) menempatkan peubah harga atau upa h seba gai pe ubah kebijaka n (eksogen), de ngan asumsi subs titusi yang sempurna dalam alokasi waktu. Analisis komparatif statisnya bersifat rekursif atau separable.
Elastisitas surplus pasar diambil dari parameter dugaan dari fungsi
produksi dan fungsi permintaan. Analisis Hardaker et.al. (1985) tentang model ekonomi rumahtangga petani padi di Jawa Tengah, melihat sisi produksi dengan fungsi produksi Cobb-Douglass, dan sisi konsumsi dengan sistem pengeluaran linear, yang merupakan modifikasi dari pendekatan Barnum dan Squire (1979), yaitu untuk teori ekonomi rumahtangga pertanian dengan aplikasi ekonometrika dalam kasus rumahtangga petani padi di Jawa Barat.
21
Penelitian lebih ko mpleks dilakukan oleh Sawit (1993), dengan membangun model ekonomi rumahtangga petani padi dan palawija di pedesaan Jawa Barat, dengan penekanan pada model multi- input dan multi-output, sehingga merupakan model rekursif yang terpisah. Sisi produksi didekati dengan fungsi keuntungan, sisi konsumsi didekati dengan AIDS
(Almost
Ideal Demand
System)
menggunakan model SUR (Seemingly Unrelated Regression). Sawit (1993) membandingkan
perilaku
ekonomi
rumahtangga
dengan
pendekatan
konvensional, dimana sisi produksi dan sisi konsumsi dianalisis terpisah. Perbedaan besaran dan tanda pada parameter dugaannya menghasilkan implikasi kebijakan yang berbeda.
Sawit dan O’Brien (1991) sebelumnya melakukan
aplikasi teori ekonomi rumahtangga pertanian untuk menganalisis pendapatan dan kesempatan kerja di pedesaan Jawa. Penggunaan
model persamaan simultan pada
penelitian ekonomi
rumahtangga, memungkinkan adanya keterkaitan berbagai perilaku ekonomi rumahtangga, yaitu dengan menganalisis dampak perubahan secara
makro
terhadap perilaku ekonomi rumahtangga di tingkat mikro melalui simulasi kebijaka n.
Hanya saja, pe uba h harga ba ik harga inp ut maupun harga output
diperlakukan seba gai pe uba h eksogen. Sisi prod uks i dan sisi ko nsumsi masih terpisah (separable), sehingga termasuk dalam model rekursif. Peubah eksogen sebagai peubah kebijakannya adalah dengan kenaikan harga gabah/padi, harga pupuk, upa h tenaga kerja, da n harga input usahatani. Model ekonomi rumahtangga non-rekursif mencoba memasukkan peubah harga input menjadi pe uba h endo gen, dimana harga input tidak diukur dengan harga pasar sebagai peubah eksogen, tetapi menggunakan harga implisit seperti nilai produk marjinal atau harga bayangan. Penelitian ini antara lain dilakukan oleh Kusnadi (2005) tentang perilaku ekonomi rumahtangga petani dalam pasar persaingan tidak sempurna di Indonesia. Penelitian Sonoda dan Maruyama (1999) tentang dampak upah tenaga kerja internal pada penawaran output, mengestimasi secara struktural petani padi di Jepang. Penelitian Sadoulet et.al. (1996) tentang perilaku rumahtangga dengan pasar tenaga kerja yang tidak sempurna, dan juga Lambert dan Magnac (1994) tentang pengukuran harga implisit tenaga kerja dalam keluarga sektor pertanian,
22
diaplikasikan di Pantai Gading. Penelitian Skoufias (1994) tentang penggunaan upah tenaga kerja bayangan, adalah untuk mengestimasi penawaran tenaga kerja rumahtangga pertanian, dengan mengukur utilitas tenaga kerja musiman dalam pertanian untuk pembuktian teoritis tentang ekonomi rumahtangga agraris di India (Skoufias, 1993).
Penelitian Lopez (1986) tentang model struktural ekonomi
rumahtangga pertanian adalah dengan mengikuti pengambilan keputusan tentang inter-dependensi utilitas maksimisasi profit. Sonoda dan Maruyama (1999) menyatakan adanya kendala upah tenaga kerja, dimana upah yang dibayarkan lebih rendah dari upah yang diminta tenaga kerja keluarga, sehingga jumlah tenaga kerja yang ditawarkan lebih kecil dari yang seharusnya. Hasilnya, respon penawaran padi terhadap harga sendiri secara total negatif, sedangkan efek langsungnya positif dan efek tidak langsungnya negatif. Sadoulet et.al. (1994) menganalisis biaya transaksi untuk tenaga kerja dengan perbedaan upah yang diterima dan upah yang dibayarkan, sehingga tenaga kerja dikelompokkan berdasarkan pasar tenaga kerja, yaitu rumahtangga pertanian yang menjual tenaga kerja, yang menyewa tenaga kerja, dan yang swasembada tenaga kerja. Model yang digunakan adalah non-rekursif, dimana opportunitycost tenaga kerja keluarga diukur dengan tingkat upah internal.
Perilaku
rumahtangga pertanian di Meksiko, ternyata mengalokasikan tenaga kerjanya berdasarkan posisi asset usahataninya, keterampilan tenaga kerja, dan komoditas atau teknologi produksi yang digunakan. Lambert dan Magnac (1994) menggunakan bentuk umum fungsi produksi Leontief unt uk menduga harga implisit, dimana respo n tenaga kerja lebih baik hasilnya untuk negara sedang berkembang. Skoufias (1994) menyatakan bahwa dalam model ekonomi rumahtangga tidak semua tenaga kerja bekerja di luar usahatani, sehingga opportunity-cost tenaga kerja keluarga tidak bisa diukur dengan upah yang berlaku di pasar, tetapi dengan produktivitas tenaga kerja. Perbedaan parameter dugaan dalam tanda dan besaran menjadi penting untuk menentuka n mode l rekursif da n mode l non-rekursif.
Lopez (1986) membuat
model yang saling bergantung antara sisi produksi (maksimisasi profit) dan sisi konsumsi (maksimisasi utilitas).
Dalam mode l non-rekursif da n non-
23
separabledengan pendekatan dualitas, adalah dengan membuat spesifikasi model rumahtangga pertanian dengan restriksi peubah kredit pertanian, resiko, dan model dinamis, seperti kasus Kanada (Coyle, 1994). Jadi model ekonomi rumahtangga non-rekursif diperlukan bila tidak ada tenaga kerja keluarga yang bekerja di luar usahatani, sehingga penggunaan tenaga kerja keluarga tidak terkait langsung dengan tingkat upah tenaga kerja yang berlaku di pasar, dan harga pasar tidak diperlakukan sebagai peubah eksogen (kebijakan). Pada model rekursif atau separable, tenaga kerja dalam dan luar ke luarga ada lah homogen da n dapat bersubstitusi secara sempurna, dimana da lam persamaan tunggal maka perilaku rumahtangga dapat diturunkan dari model ekonomi rumahtangga pertanian, seperti gagasan Singh et.al. (1986). Model yang sama dianalisis oleh Strauss (1986) dalam teori komparatif statis model rumahtangga pertanian, yaitu dengan mengestimasi determinan dari konsumsi pangan dan ketersediaan kalori di pedesaan Sierra-Leone. Strauss (1986) juga menganalisis surplus pasar
untuk
rumahtangga pertanian.
Kompleksitas
permasalahan membuat analisis simulasi mode l dalam persamaan simultan menjadi pilihan dalam mode l ekonomi rumahtangga pertanian, seperti dalam penelitian ini. 2.3. Penerapan Model Ekonomi Rumahtangga Dalam sistem usahatani maka produksi, pendapatan dan konsumsi hanya merupakan salah satu bagian dari suatu sistem yang kompleks. Produksi dapat ditentukan oleh faktor internal, eksternal, dan lingk ungan alami. Faktor internal terdiri dari ketersediaan sumberdaya lahan, tenaga kerja, dan modal.
Faktor
eksternal berupa struktur masyarakat, kelembagaan (pasar, kredit, penyuluhan), dan sarana / prasarana (irigasi, transportasi). Faktor alami adalah lingk ungan fisik (lahan, ketinggian, radiasi, curah hujan, topografi), dan lingkungan biologi (varietas, hama-penyakit, gulma).
Semua faktor tersebut menghasilkan output
berupa produksi dan pendapatan, yang hasilnya dikonsumsi masyarakat luas di pasar bebas. Faktor- faktor ini akan berpengaruh pada produksi dan konsumsi. Dalam era milenium, berkembang teori ekonomi rumahtangga yang mempelajari perilaku rumahtangga sebagai pengambil keputusan dalam kegiatan
24
produksi dan konsumsi yang berhubungan dengan alokasi waktu dan pendapatan, dan dianalisis dengan model persamaan simultan. Peubah penting dalam ekonomi rumahtangga seperti input teknologi produksi usahatani, harga input, harga output, dan konsumsi barang, jasa dan waktu, dapat diformulasikan dalam sistem persamaan simultan, seperti gagasan Bagi dan Singh (1974) dalam model ekonomi mikro untuk pengambilan keputusan pertanian di negara berkembang, dengan pendekatan persamaan simultan. Model ekonomi rumahtangga digagas pertama kali oleh Becker (1965) dalam teori alokasi waktu, dengan menyatakan bahwa ada dua proses dalam perilaku rumahtangga, yaitu proses produksi yang digambarkan oleh fungsi produksi, dan proses konsumsi untuk memiliki barang dan waktu santai yang dikonsumsi.
Becker
(1979)
melakukan
pendekatan
mengembangkan teorinya tentang perilaku manusia.
ekonomi
untuk
Rumahtangga dipandang
sebagai pengambil keputusan dalam aktivitas produksi dan konsumsi, serta berhubungan dengan alokasi waktu dan pendapatan rumahtangga, dan dianalisis secara simultan.
Asumsi yang digunakan adalah, dalam mengkonsumsi maka
kepuasan rumahtangga bukan hanya dari barang dan jasa yang diperoleh di pasar, tetapi juga dari berbagai komoditas yang dihasilkan rumahtangga. asumsi- nya antara lain:
(1)
Beberapa
waktu da n barang atau jasa merupakan uns ur
kepuasan, (2) waktu dan barang atau jasa dapat dipakai sebagai input dalam fungsi produksi rumahtangga, dan (3) rumahtangga bertindak sebagai produsen dan sebagai konsumen. Kemudian Bagi dan Singh (1974) merumuskannya dalam model ekonomi mikro tentang pengambilan keputusan di negara sedang berkembang dengan pendekatan
persamaan
simultan.
Bentuk
pengambilan
keputusan
oleh
rumahtangga petani, terbagi atas keputusan produksi, konsumsi, marketedsurplus, penggunaan tenaga kerja dalam dan luar keluarga, investasi, dan finansial.
Teori Bagi dan Singh (1974) kemudian diuji secara empiris oleh
Evenson (1978)
dalam ekonomi rumahtangga baru atau New Household
Economics. Dalam Agricultural Household Model, sebagai perluasan teori, aplikasi, dan kebijakan, dapat diturunkan dari teori perilaku ko nsumen. Singh et.al. (1986)
25
mencoba membuat model dasar secara teoritis, kemudian menguji hasilnya secara empiris,
dan mengaplikasikannya, dan keluar dengan seperangkat kebijakan.
Teori perilaku rumahtangga yang berkembang adalah berhubungan dengan kegiatan produksi dan konsumsi yang tidak terpisahkan di antara keduanya. Singh dan Subramanian (1986) kemudian menganalisis model ekonomi rumahtangga pertanian untuk lingkungan tanaman tumpangsari di Korea dan Nigeria. Dalam teori Farm-Household, Barnum dan Squire (1978) mengaplikasikan teorinya menggunakan analisis ekonometrika, sedangkan Bagi dan Singh (1974) menggunakan pendekatan persamaan simultan, dan membuat model ekonomi mikro
tentang Farm-Decisions
di negara sedang berkembang,
melalui
pengambilan keputusan produksi, konsumsi, pemasaran, tenaga kerja dalam dan luar keluarga, investasi, dan finansial (kredit), serta surplus pasar. Model analisis simultannya dengan mengasumsikan rumahtangga petani akan memaksimumkan utilitas dengan kendala produksi, pendapatan, dan waktu. Yotopoulos dan Lau (1974) dalam membuat model di sektor pertanian negara sedang berkembang, mencoba mengintegrasikan antara pendekatan ekonomi mikro dan makro, dengan menganalisis sisi produksi dan sisi konsumsi menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas, dengan asumsi: (1) rumahtangga sebagai konsumen akan memaksimumkan kepuasannya, yang merupakan fungsi waktu santai dan konsumsi komoditas lain dengan kendala sumberdaya, (2) rumahtangga sebagai produsen akan memaksimumkan keuntungan dengan kendala teknologi, sumberdaya, dan harga sarana produksi, (3) tenaga kerja dalam dan luar keluarga bersubstitusi sempurna, dan (4) rumahtangga berpartisipasi dalam pasar tenaga kerja. Pendekatan Yotopoulos dan Lau (1974) mirip dengan pendekatan Singh et.al. (1986), yaitu dengan menekankan pada keseimbangan produksi dan konsumsi sektor pertanian, dimana peubah yang diamati adalah tenaga kerja, modal, areal tanam, upah tenaga kerja, dan harga. Keputusan produksi, konsumsi, surplus pasar, tenaga kerja, upa h, investasi, da n finansial, saling terkait dan terjadi di negara sedang berkembang. Integrasi mode l ekonomi mikro dan makro mempunyai konsekuensi sebagai berikut: (1) perlu adanya parameter lahan, obligasi tetap, jumlah keluarga, dan
26
komposisi analisis komparatif statis, (2) model ekonomi mikro rumahtangga sebagai blok rekursif, yaitu keputusan produksi yang optimal terpisah dengan keputusan konsumsi yang optimal, (3) tingkat upah keseimbangan merupakan asumsi yang mengganggu untuk negara sedang berkembang,
dan (4) dalam
rangka analisis komparatif statis, dapat dilakukan analisis simulasi mode l dinamis. Barnum dan Squire (1978) dalam teori ekonomi rumahtangga pertanian yang diaplikasikan secara ekonometrika, menganalisis perilaku produksi, konsumsi, dan penawaran tenaga kerja untuk pertanian semi-komersial di pasar tenaga kerja yang bersaing sempurna.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat keterkaitan erat antara keputusan produksi dan keputusan konsumsi dalam rumahtangga petani. Dari sisi produksi, petani sebagai perusahaan akan memaksimumkan keuntungan dengan menggunakan teknologi, sumberdaya, dan harga input tertentu. Untuk menerapkan fungsi produksi, digunakan bentuk persamaan CobbDouglas. Dari sisi konsumsi, rumahtangga petani berusaha memaksimumkan kepuasan, yang merupakan fungsi dari waktu bekerja dan waktu luang, dimana konsumsi komoditas pertanian dan non-pertanian tergantung tingkat harga, kendala sumberdaya, dan teknologi. Penelitian Barnum dan Squire (1978) mencoba mengkaitkan antara perilaku produksi, konsumsi, dan penawaran tenaga kerja, untuk menelaah usahatani padi semi komersial di Malaysia, untuk kasus pasar tenaga kerja yang bersaing. Fungsi produksi Cobb-Douglass dan penurunan fungsi keuntungan, digunakan untuk menganalisis sisi produksi, sedangkan linear expenditure system digunakan pada sisi konsumsi. Tujuannya adalah untuk menganalisis dampak migrasi, intervensi harga, dan perubahan teknologi sektor pertanian.
Kebijakan kenaikan harga
output pertanian tidak efektif dalam meningkatkan jumlah produksi, karena terdistribusi pada upah tenaga kerja. Jika pendapatan petani naik, suplai tenaga kerja turun, dan permintaan tenaga kerja naik. Penelitian
Smith
dan
Strauss
(1986),
mencoba
mensimulasikan
perekonomian di pedesaan Sierra-Leone pada lingkungan subsisten, kemudian mengestimasi determinan konsumsi pangan dan ketersediaan kalori, dengan menunjukkan kebijakan kenaikan harga padi dapat meniadakan perbaikan gizi
27
penduduk
pedesaan secara keseluruhan,
tetapi berdampak
positif pada
rumahtangga petani miskin, karena persediaan jumlah padinya lebih banyak dijual untuk mendapatkan keuntungan. Hal ini untuk menutupi kenaikan harga pangan lain, sehingga konsumsi pangan atau status gizi bertambah baik. Strauss (1984) mencoba pula untuk menganalisis surplus pasar rumahtangga pertanian di lokasi yang sama. Pradhan dan Quilkey (1985) mencatat beberapa implikasi kebijakan dari pembuatan model keputusan rumahtangga pertanian untuk petani padi di Orissa– India, dengan mengadopsi teknologi baru dalam simulasi model. Analisis Iqbal (1986) tentang permintaan dan penawaran modal diantara rumahtangga pertanian di India, juga menunjukkan tingkat bunga yang berpengaruh terhadap jumlah pinjaman, dan akan mempengaruhi hutang rumahtangga petani.
Penggunaan
model rumahtangga pertanian untuk menganalisis alokasi tenaga kerja pada pertanian kolektif di Cina dilakukan oleh Sicular (1986). Analisis multi-pasar tentang kebijakan harga pertanian di Senegal dilakukan oleh Braverman dan Hammer (1986). Sedangkan resiko hasilnya dalam model dinamis pada rumahtangga pertanian dianalisis oleh Roe dan Tomasi (1986).
Singh dan
Subramanian (1986) membuat model rumahtangga pertanian di lingkungan tanaman tumpangsari, dengan studi kasus di Korea dan Nigeria. Lopez (1986) mencoba membangun model struktural untuk rumahtangga pertanian dengan mengikuti pengambilan keputusan atas dasar interdependensi utilitas dan maksimisasi profit. Ellis (1988 ) menganalisis tentang ekonomi peasant (petani gurem) pada rumahtangga dan pembangunan pertanian di pedesaan. Pembuatan model rumahtangga pertanian dan ekonomi keluarga dilakukan oleh Caillavet et.al. (1994), termasuk gagasan Caillavet (1994) dalam pendekatan metodologis perilaku negosiasi dan akumulasi modal dalam rumahtangga. Sedangkan Lifran (1994) membuktikan teorinya secara empiris di Perancis dengan kendala kredit, pada model daur ulang kehidupan dan kesempatan kerja mandiri. Benjamin dan Guyomard (1994) menganalisis keputusan bekerja di luar pertanian untuk rumahtangga pertanian di Perancis. Barry (1994) membuat model dan riset empiris tentang manajemen finansial untuk pertanian keluarga, sedangkan Barthez (1994) membuat teori permainan ganda pada hubungan bisnis
28
keluarga dalam pertanian.
Becker (1994) melakukan pendekatan linear
programming dalam teori keseimbangan subyektif untuk rumahtangga pertanian pada masyarakat pertanian tradisional di Mali. Bourguignon dan Chippori (1994) membuat model kolektif untuk perilaku rumahtangga, sedangkan Brossollet (1994) membuat pendekatan rasionalitas strategis untuk rumahtangga dalam pengambilan keputusan tenaga kerja.
Corsi (1994) menganalisis pasar tenaga
kerja yang tidak sempurna, dengan preferensi, dan pendapatan minimum sebagai determinan dari pilihan aktivitas yang majemuk.
Coyle (1994) melakukan
pendekatan dualitas untuk membuat spesifikasi model rumahtangga pertanian. Haddad et.al. (1994) menganalisis ketidak-samaan antar rumahtangga pada rumahtangga yang baik, dengan pembuktian pada konsumsi kalori dan pengeluaran energi di Philipina.
Hill (1994 ) membuat konsep tentang
rumahtangga pertanian dan pengukuran pendapatan rumahtangga, dengan mengaplikasikan kebijakan umum dibidang pertanian.
Lambert dan Magnac
(1994) mengukur harga implisit dari tenaga kerja keluarga dalam pertanian, dan diaplikasikannya di Pantai Gading. Muller (1994) melihat peranan pengambilan keputusan produksi dalam membuat model konsumsi rumahtangga di pedesaan. Phimister (1994) menganalisis dampak dari mekanisme pemindahan aset pertanian antar- generasi, sebagai aplikasi model daur ulang kehidupan dengan kendala yang mengikuti serta penyesuaian biayanya. Penggunaan model ekonomi rumahtangga dilakukan oleh Elad et.al. (1998), dengan menganalisis produktivitas tenaga kerja rumahtangga pertanian di Afrika. Sonoda dan Maruyama (1999) melihat adanya dampak upah internal pada penawaran output sebagai sebuah estimasi struktural untuk petani padi di Jepang. Peranan wanita dalam rumahtangga pertanian sebagai penawaran dan modal manusia, dianalisis oleh Schultz (1999). Yoo dan Giles (2002) menganalisis penyebab perilaku dan konsumsi rumahtangga serta pengambilan keputusan menabung, sebagai analisis empiris dengan menggunakan data panel rumahtangga di pedesaan Cina. Taylor dan Adelman (2002) juga membuat model ekonomi rumahtangga pertanian. Edmiades et.al. (2004) melihat adanya permintaan yang bervariasi dalam model rumahtangga pertanian yang berciri khas, yaitu untuk kasus tanaman pisang di Uganda.
29
Beberapa studi yang menggunakan model ekonomi rumahtangga petani di Indonesia dilakukan antara lain oleh Hardaker et.al. (1985), dengan membuat model tentang rumahtangga pertanian padi di Jawa Tengah. Analisis yang dilakukan adalah dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas untuk menganalisis perilaku produksi, dan menggunakan Linear Expenditure System untuk menganalisis perilaku konsumsi rumahtangga petani padi. Sebelumnya, Kuntjoro (1983) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pembayaran kembali kredit Bimas Padi, dengan kasus di kabupaten Subang – Jawa Barat. Pitt dan Rosenzwig (1986) menganalisis tentang harga pertanian, konsumsi makanan, serta kesehatan dan produktivitas petani di Indonesia. Kesamaan implikasi perubahan teknologi dan kebijakan pemerintah dalam ekonomi perberasan di Indo nesia dilakukan oleh Jatileksono
(1986),
sedangkan Tabor (1988)
menganalisis dari sisi penawaran dan permintaan tanaman pangan di Indonesia. Kuntjoro et.al. (1989) menganalisis secara spesifik mengenai permintaan jagung, singkong, dan kedelai sebagai konsumsi rumahtangga. Penerapan teori rumahtangga pertanian untuk menganalisis pendapatan dan kesempatan kerja dilakukan oleh Sawit dan O’Brien (1991), yaitu di daerah lembah sungai Cimanuk - Jawa Barat.
Keputusan produksi dan konsumsi
rumahtangga dianalisis secara terpisah, kemudian perilakunya diintegrasikan dalam model rumahtangga. Model fungsi keuntungan digunakan untuk menguji perilaku maksimisasi profit, sedangkan pendekatan sistem permintaan (Linear Expenditure System) digunakan untuk menguji perilaku maksimisasi utilitas. Tujuannya adalah untuk mengevaluasi pengaruh alternatif kebijakan harga input dan output terhadap pilihan rumahtangga untuk leisure-income, suplai tenaga kerja, permintaan rumahtangga pertanian, dan surplus pasar. Penelitian ini juga menganalisis respon suplai mode l multi-output dan multi- input. Pada panen padi musim kering (MK) dan musim hujan (MH), dengan dua komoditas, digunakan model fungsi keuntungan fleksibel translog.
Kesimpulan hasil penelitian ini
adalah: (1) suplai padi tidak sensitif terhadap kenaikan harga pupuk, karena dihapuskannya subsidi pupuk, (2) dampak kebijakan harga padi dalam menyerap tenaga kerja cukup besar, dan (3) kebijakan harga padi lebih efektif daripada kebijakan subsidi pupuk.
30
Aryani (1994) menganalisis curahan kerja dari kontribusinya terhadap penerimaan keluarga nelayan dalam kegiatan ekonomi di desa pantai di Sukabumi–Jawa Barat.
Kajian alokasi waktu da n ko ntribusi kerja anggota
keluarga dalam kegiatan ekonomi rumahtangga di dua tipe desa di lokasi yang sama,
diteliti oleh Mangkuprawira (1985). Faktor imbalan kerja, pendapatan
rumahtangga, dan jumlah anggota keluarga, berpengaruh pada alokasi waktu suami dan istri (respon pos itif), dimana semakin rendah lapisan ekonomi rumahtangga semakin tinggi respon suami istri dalam mencari nafkah. Pendapat Mangkuprawira (1985) berbeda dengan penelitian Aryani (1994), yaitu semakin baik kondisi ekonomi rumahtangga semakin tinggi partisipasi kerja istri dan anggota keluarga, sedangkan partisipasi kerja suami semakin menurun. Faktorfaktor yang berpengaruh dominan adalah luas lahan pertanian, jumlah angkatan kerja, pendidikan, umur, perbedaan agro-ekologi daerah, dan lingkungan produksi (lahan). Analisis permintaan kredit pada industri kecil di Jawa Barat dan Jawa Timur diteliti oleh Rachmina (1994), sedangkan Pakasi (1998) menganalisis ekonomi rumahtangga dan pengembangan industri kecil alkohol nira aren di kabupaten Minahasa, dimana komoditasnya lebih dari satu (multi komoditas), sehingga terjadi interaksi antar komoditas saat dilakukan simulasi. Keputusan produksi terkait erat dengan keputusan konsumsi dan pendapatan, sehingga penerapan kebijakan untuk meningkatkan produksi adalah dengan meningkatkan harga input dan harga output produksi serta kombinasi keduanya. Penelitian Reniati (1998) manganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi keterkaitan antara keputusan bekerja, produksi, dan pengeluaran rumahtangga nelayan. Dalam rangka membuat simulasi model, Ananto (1990)
mengevaluasi
penerapan teknologi mekanis pada sistem produksi padi sawah di kabupaten Krawang–Jawa Barat. Basit (1995) menganalisis penerapan teknologi usahatani konservasi pada lahan kering berlereng di wilayah hulu DAS Jratunseluna–Jawa Tengah, dimana faktor yang mene ntuka n keragaan usahatani ko nservasi ada lah pendapatan luar usahatani, harga output, dan upah tenaga kerja, sebagai faktor yang ditentukan di luar sistem usahatani, sedangkan kualitas penerapan teknologi lebih banyak ditentuka n dari dalam sistem usahatani. Mulyana (1998)
31
menggunakan analisis simulasi untuk meneliti keragaan penawaran dan permintaan beras Indonesia dengan melihat prospek swasembada di era perdagangan bebas. Studi ekonomi dan sistem komoditas kedelai di Indonesia dilakukan oleh beberapa peneliti antara lain, Arsyad dan Syam (1998) tentang kedelai sebagai sumber pertumbuhan produksi dan teknik budidaya, kemudian Adisarwanto dan Suyamto (1997) tentang penelitian pengembangan teknologi produksi kedelai, serta Adnyana dan Kariyasa (1997) berdasarkan pengalamannya tentang penelitian pengembangan kedelai di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Lampung. Disamping itu, Kuntjoro (1997) membuat strategi tentang pengembangan kedelai menuju swasembada kedelai, dan Lim (1997) melihat dari sisi pola kemitraannya, sedangkan Nugraha et.al. (1997) melihat dari sistem perbenihan kedelai yang bebas virus. Penelitian lain dilakukan Amang et.al. (1996) tentang ekonomi kede lai di Indo nesia, ke mudian Sumarno et.al. (1989) tentang analisis kesenjangan hasil kedelai di Jawa, lalu Somaatmadja (1985) tentang kedelai, serta ESCAP-CGPRT (1985) tentang sistem komoditas kedelai di Indonesia. Analisis dampak alternatif kebijakan terhadap produksi, pendapatan, dan konsumsi rumahtangga petani kedelai di Subang – Jawa Barat pernah diteliti oleh Susetyanto (1994) dari sisi mikro ekonomi, sedangkan Anderson (1994) menganalisis dampak kebijakan ekonomi terhadap industri komoditi kedelai di Indo nesia, dari sisi makro ekonomi, serta Daris (1993) dari sisi penawaran dan permintaan kedelai di Indonesia.
Disamping itu, Salman (1993 ) melakukan
analisis ekonomi komoditas kapas Indonesia denga n pendekatan simulasi kebijakan menggunakan model ekonometrika. Keunggulan komparatif dan dampak kebijakan pada produksi kedelai, jagung, dan ubikayu di propinsi Lampung, dicoba dianalisis oleh Haryono (1991). Muhammad (2002) menganalisis keterkaitan antar peubah dan sistem persamaan produksi, curahan kerja, pendapatan daan konsumsi, dengan model ekonometrika menggunakan persamaan simultan.
Dalam analisisnya, peubah
harga output da n harga input merupaka n peuba h eksogen.
Secara teori,
pe mecahan masalah dilakuka n secara rekursif de ngan dua tahap, yaitu tahap
32
produksi dan baru kemudian melalui tahap konsumsi, atau dengan memisahkan antara keputusan produksi dan konsumsi (separabel). Analisis menggunakan model ekonomi rumahtangga dilakukan oleh Asmarantaka (2006), dengan menganalisis perilaku ekonomi rumahtangga petani di tiga desa pangan dan perkebunan di propinsi Lampung. Kemudian Hendratno (2006) mencoba mengkompromikan secara kooperatif untuk alokasi sumberdaya intra rumahtangga petani karet di Sumatera Selatan. Kusnadi (2005) menganalisis perilaku ekonomi rumahtangga petani dalam pasar persaingan tidak sempurna di beberapa propinsi di Indonesia, dengan memasukkan harga input sebagai harga bayangan pada pasar yang tidak sempurna, yang nilainya diturunkan dari fungsi produksi usahatani. Secara teotitis, analisis simultan separabel mengasumsikan pasar output dan input bersaing sempurna, sehingga rumahtangga adalah pricetaker. Kinerja PIR kelapa-sawit di Sumatera Selatan yang dilakukan oleh Bakir (2007), adalah dengan menganalisis pola kemitraan dan pengaruhnya terhadap ekonomi rumahtangga petani.
Perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran
dalam menghadapi risiko produksi dan harga produk di kabupaten Bandung yang dianalisis oleh Fariyanti (2007), juga menggunakan analisis model ekonomi rumahtangga dengan persamaan simultan.. Sebagian besar penelitian ekonomi rumahtangga yang telah dikaji, menggunakan pendekatan ekonometrika dengan model persamaan simultan dengan pemecahan secara rekursif dan separabel, seperti pada kasus tanaman kakao di Sulawesi Tenggara (Ambarsari, 2005); respon produksi dan konsumsi pangan (Anwar, 2005); usaha industri kecil tenun sutera di Sulawesi Selatan (Elistiawaty, 2005) ; usahatani padi di Jawa Barat (Andriati, 2003); industri formal berdasarkan gender (Ariyanto, 2003); dan industri gerabah di Bantul-DIY (Negoro, 2003). Penelitian oleh Chavas, et.al. (2004) adalah dengan menganalisis tingkat aktivitas off-farm menggunakan model Tobit. Penelitian Susetyanto (1994) tentang analisis dampak alternatif kebijakan terhadap produksi, pendapatan, dan konsumsi rumahtangga petani kedelai, juga menggunakan pendekatan ekonometrika dengan model persamaan simultan. Perilaku rumahtangga petani kedelai dalam luas areal panen, produktivitas, tenaga kerja dalam dan luar keluarga, dan konsumsi kedelai benih, tidak responsif
33
terhadap perubahan harga output, sedangkan konsumsi kedelai pangan responsif terhadap perubahan harga kedelai. Kebijakan kenaikan harga kedelai, kombinasi harga kedelai dan pupuk, harga kedelai dan saprotan, berdampak meningkatkan tenaga kerja, produksi, dan pendapatan rumahtangga petani.
Kebijakan
pemerintah dalam penentuan harga dasar padi dan palawija serta penghapusan subs idi pupuk, sesuai dengan harapan untuk menyerap tenaga kerja, menaikkan produksi dan pendapatan petani. Dalam disertasi ini, analisis simultan dilakukan secara non-rekursif da n non-separabel, keputusan produksi dan konsumsi dilakukan secara bersamaan, menggunakan metode analisis ekonometrika 2SLS solusi Newton da n data cross-section pada secondary-crops tanaman kedelai. Hal yang sama juga dilakukan dalam penelitian Asmarantaka (2007) mengenai pangan dan perkebunan di Lampung, dan penelitian Bakir (2007) mengenai PIR kelapa sawit di Sumatera Selatan, atau berbeda komoditasnya yaitu tanaman pangan dan perkebunan. 2.4. Model Empiris pada Penga mbilan Keputusan Rumahtangga Petani Perkembangan teori ekonomi rumahtangga petani dan hasil studi empiris para penelitinya, terlihat pada pengambilan keputusan rumahtangga petani dengan model peran tunggal atau model konvensional, dan model peran ganda atau model farm-household. Peran ganda dapat dibagi menjadi model uniter sesuai konsep tradisional, dan model kolektif sesuai konsep ekonomi keluarga, serta model keseimbangan umum. Dalam model pengambilan keputusan rumahtangga petani dengan model ekonomi rumahtangga petani berperan tunggal, dengan pokok bahasan pada rumahtangga produsen, antara lain dianalisis oleh:
Chavas, JP., R.Petrie, dan M.Roth (2005) Key, N., E.Sadoulet, dan A.Janvry (2000) Elad, RL., JE.Houston, A.Keeler, dan D.Baker (1998) Bernet, B.(1997)
RT.Produsen (Gamb ia) RT.Produsen
RT.Produsen Susu (Indonesia)
Model Optimasi RT: Keuntungan Produsen Susu di 3 Wilayah Eko logis Agronomis
Yang, DT.(1997)
RT.Produsen (Cina)
Kualitas dan Manajemen TK Trhd
RT.Produsen (Afrika)
Efisiensi Produksi RTP Biaya Transaksi Terhadap Respon Penawaran RTP Produktivitas TK pada RTP di Afrika.
34
Rong, WJ., EJ.Wailes, dan GL.Cramer(1996) Bagi, FS., dan IJ.Singh. (1974)
RT.Produsen (Cina) RT.Produsen
Efisiensi Usahatani (Pendidikan dlmProduksi) Shadow Price Frontier:Pengaruh Kharakteristik RT Trhd Efisiensi Profit Model Mikroekonomi pada Keputusan RTP di Negara Sedang Berkembang
Dalam model pengambilan keputusan rumahtangga petani dengan model ekonomi rumahtangga petani berperan tunggal, dengan pokok bahasan pada rumahtangga konsumen, antara lain dianalisis oleh:
Ed meades,S., M.Smale,M.Renkov, danD.Phaneuf (2004) Yoo, K., danJ.Giles (2002)
RT.Konsumen (Pisang - Uganda)
Permintaan yg Bervariasi dlm Kerangka Model ERTP dng Atribut (Kasus Pisang)
RT.Konsumen (Pedesaan - Cina)
Sheng, DD., JS. Shonkwiler, dan OJ.Capps (1998) Fen, SE.,J.Wailes, danGL.Cramer(1995) Halbrendt,C.,F.Tuan, C.Gempesaw, dan ED.Dolk (1994) Hopkin, J.,C.Levin, danL.Haddad (1994)
RT.Konsumen
Perilaku Ke-hati2-an dlm Kptsn Konsumsi & Menabung. Constant Relative Risk Aversion Model (dng Data Panel RT) Estimasi Fungsi Permintaan RT (dng Data Cross-section RT)
Lee, JY.,M G.Bro wn, danJL.Seale (1994) Saha, A., dan J.Stroud (1994) Pitt, MM., dan MR.Roswnzweigh (1986) Mangkuprawiro, S. (1985)
RT.Konsumen (Taiwan) RT.Konsumen
Hyun, KN.,DW.Adams, dan LJ.Hushak (1979) Lluch, C.,AA.Po well, danRA.Williams (1977)
RT.Konsumen (Korea Selatan)
RT.Konsumen (Pedesaan - Cina) RT.Konsumen (Pedesaan - Cina)
Permintaan RT d i Pedesaan (dng Two Stage LES-AIDS) Permintaan RT d i Pedesaan (dng AIDS Model)
RT.Konsumen (Nigeria)
Pendapatan Wanita dan Pola Pengeluaran RT a/d Gender atau Aliran Kas (Model RT. Konsumsi Terpisah) Pilihan Model pada Analisis Konsumen (Ko mbinasi Model Rotterdam) Model RTP untuk Penyimpanan Pangan dng Resiko Harga (TK dan Tabungan) Harga2 Pertanian, Konsumsi Pangan, Kesehatan, dan Produktivitas Petani (Keuntungan Usahatani) Alokasi Waktu dan Kontribusi Kerja Anggota Keluarga dalam Kegiatan Ekonomi RT Pedesaan Perilaku Tabungan RT Pedesaan
RT.Konsumen (Indonesia) RT.Konsumen (Sukabu mi)
RT.Konsumen
Pola Permintaan dan Tabungan RTP
Model pengambilan keputusan rumahtangga petani dengan model ekonomi rumahtangga petani berperan ganda atau farm-household model, dengan pokok bahasan fungsi utilitas secara agregat, sesuai konsep tradisional ekonomi rumahtangga petani atau model uniter, antara lain dianalisis oleh:
35
Taylor, JE., dan I.Adelman (2002) Chaillavet, F., H.Guyo mard, dan R.Lifran (1994) Ellis, F. (1988) .Iqbal, F. (1986) Lopez, RE. (1986)
Roe, T., dan TG.To masi (1986) Pitt, MM., dan MR.Rosenzwig (1986) Singh, I., L.Squire, dan J.Strauss (1986)
Model RTP Keputusan Kepala.RT: Tunggal (Model Tradisional) Reku rsif – Separable Ekonomi Peasant (Petani Gu rem) Model RTP: NRekursif -NSeparab le Utilitas Inter-dependen & Maksimisasi Profit NRekursif -NSeparab le Model RTP Model RTP Reku rsif - Separab le Model RTP: Reku rsif - Separab le
Singh, I., dan J.Subramanian(1986)
Model RTP: Reku rsif – Separable (Korea dan Nigeria)
Strauss, J. (1986)
Model RTP: Teori Perbandingan Statik NRekursif -NSeparab le Model RTP: Surp lus Pasar (Sierra-Leone) Teori A lokasi Waktu
Strauss, J. (1984) Gronau, R. (1980) Barnu m, HW., dan L.Squire (1978) Evenson, RE. (1978)
Model RTP: Dasar, Evo lusi, dan Keberadaannya. Model RTP dan Ekono mi Keluarga (Ch icago-School:ModelBecker) Maksimisasi Profit Thdp Harga Produk RTP dan Pembangunan Pertanian Permintaan dan Penawaran Dana Antar RTP (India) Model Struktural RTP Mengikuti Ut ilitas Inter-dependen dan Maksimisasi Profit Resiko Penghasilan dan Model Dinamis RTP Harga Pertanian, Konsumsi Pangan dan Produktivitas, serta Kesehatan Petani (Indonesia) Model RTP: Keberadaan, Aplikasi dan Kebijakan Model Dasar: Teori, Hasil Studi, dan Kebijakan Modeling RTP pada Lingkungan Multi Tanaman(Tu mpangsari) ProgramLinear Produksi untuk Kajian Faktor A lokasi Su mberdaya EstimasiDeterminanKonsumsi Pangan dan Kebutuhan Kalori RT Pedesaan Surplus Pasar pada RTP
Model RTP
Waktu Santai, Produksi RT dan Bekerja: Teori A lokasi Waktu Aplikasi Ekono metrika pada Teori RTP
Ekonomi RTP Baru
Ekonomi RTP Baru
Model pengambilan keputusan rumahtangga petani dengan model ekonomi rumahtangga petani berperan ganda atau farm-household model, dengan pokok bahasan pada fungsi utilitas secara individu, sesuai konsep ekonomi keluarga atau model kolektif rumahtangga petani, antara lain dianalisis oleh:
Schultz, TP. (1999)
Peranan TK Wanita
Caiu mi, A., dan F.Perali (1997) Barry, PJ. (1994)
Angkatan Kerja Wanita (Italia) Model RTP dan Ekono mi Keluarga
Peranan TK Wanita pada RTP: Posisi Tawar dan Modal TK Partisipasi TK Wanita (Perbandingan Keluarga Perkotaan dan Pedesaan) Manajemen Keuangan Perusahaan Keluarga: Riset Emp iris dan Pemodelan
36
Barthez, A. (1994) Bourguignon,F.,dan PA.Ch iappori(1994)
Brossollet, C. (1994) Chaillavet, F. (1994) Lambert , S., dan T.Magnac (1994) Lifran, R. (1994) Phimister, E. (1994)
Sicular, T. (1986)
Model RTP dan Ekono mi Keluarga Fs.Utilitas Individu: Non-Agregat (Nash Bargaining) Perilaku Penawaran TK dalam RTP Model RTP dan Ekono mi Keluarga Model RTP dan Ekono mi Keluarga (Pantai-Gading) Model Siklus Hidup & TK Sendiri (Perancis) Model RTP dan Ekono mi Keluarga
Model RTP dan Pertanian Kolektif NRekursif; NSeparable
Hubungan Bisnis Keluarga dlm Pertanian:Teori Main Ganda Model Kolektif Perilaku RT Alo kasi Intra RT, Analisis: Konsumsi, Kemakmuran / Kesejahteraan Anggota RT (Efisiensi Pareto) Keputusan TK dan Rasionalitas RT (Strategi yg Rasional) Perilaku Negosiasi dan Aku mulasi dlm RTP Pengukuran Harga Imp lisit pada TK Keluarga d lm Pertanian Kendala Kredit pada Model Siklus Hidup TK Keluarga Sendiri Dampak Mekanis me Transfer Asset Pertanian Antar Generasi: Model Siklus Hidup dng Kendala Pinjaman dan Penyesuaian Harga Penggunaan Model RTP untuk Analisis Alokasi TK pada Pertanian Ko lekt if (Cina)
Model pengambilan keputusan rumahtangga petani dengan model ekonomi rumahtangga petani berperan ganda atau farm-household model, dengan pokok bahasan pada keseimbangan umum rumahtangga petani, antara lain dianalisis oleh: Brown, DR.(2004)
Analisis Waktu/Tempat NRekursif - NSeparable
Vakis, R., E.Sadoulet, A.de Janvry, dan C.Cafiero (2004) Offut, S. (2003) Minot, N., dan F.Go llet i (1998) Sadoulet, E., dan A.Janvry (1995) Becker, H.(1994)
Model Campuran RTP Reku rsif-Separable
Analisis Kebijakan Keseimbangan Harga Pasar (Beras-Vietnam) Analisis Kebijakan NRekursif – Nseparable Model Prod/Kons. a/d Teori RTP: Keseimbangan Klasik (Masyarakat Tani Tradisional - Mali)
Benjamin, C., dan H.Guyo mard (1994) Corsi, A. (1994)
Model Keputusan Kerja Keseimbangan Subyektif (Perancis) Keseimbangan pada Pasar TK yg Tidak Sempurna
Coyle, BT. (1994)
Pendekatan Dualitas NRekursif - NSeparable Analisis Pengeluaran
Haddad, L.,
Model Spatio Temporal pada Penanaman Berpindah dan Dinamika Sumberdaya Hutan Uji Separabilitas dalam Model RTPdng Perilaku Heterogen: Pendekatan Model Campuran Analisis Kebijakan Pertanian Global Kesejahteraan RT: Liberalisasi Ekspor Analisis Kebijakan RTP Analisis Keputusan RTP. Penggunaan Faktor Input RTP Subsisten dan Beresiko (Pedesaan) Teori Keseimbangan Subyektif dng Program Linear pada RTP dalam Masyarakat Tani Tradisional Keputusan Kerja Luar Pertanian pada RTP Pasar TK Tidak Sempurna: Preferensi&Pendapatan Minimu m sbg Determinan Aktivitas Pilihan Ganda Pendekatan Dualitas pada Spesifikasi Model RTP Ketidaksamaan Intra RT:
37
R.Kanbur, dan H.Bouis (1994) Hill, B. (1994)
Energ i dan Kebutuhan Kalori (Filip ina) Analisis Kebijakan Pertanian Secara Umu m Keputusan Poduksi pd Model Pola Konsumsi NRekursif-NSeparable Model Campuran RTP NRekursif - NSeparable Analisis Pendapatan dan Kesempatan Kerja Keseimbangan Harga Pasar (Market Clearing Prices di Senegal) Keseimbangan Subyektif NRekursif; NSeparable Analisis Simu lasiKeb ijakan (Sierra-Leone) Analisis Kebijakan Pert. (Jawa Tengah)
Muller, C. (1994)
Skoufias, E.(1993) Sawit, MH., dan DT.O'Brien (1991) Braverman,A.,dan JS.Hammer (1986) Nakajima, C. (1986) Smith, VE., dan J.Strauss (1986) Hardaker, JB., TG.McAulay, M.Soedjono, dan CKG.Darkey(1985) Pradhan, J., dan JJ.Qu ilkey (1985)
Analisis Kebijakan (India)
Rata-rata RT yg Sehat Konsep RTP dan Pengukuran Pendapatan RT Peranan Keputusan Produksipada Model PolaKonsumsi RT Pedesaan Utilitas TK Musiman dlm Pertanian RTP India Penerapan Teori RTP untuk Analisis Pendapatan dan Kesempatan Kerja Analisis Multi Pasar pada Keb ijakan Harga Pertanian Teori Keseimbangan Subyektif pada RTP Simu lasi Ekonomi Pedesaan pada Lingkungan Subsistem Model RTP Pad i
Implikasi Keb ijakan dari Model RT Petani Padi
Model pengambilan keputusan rumahtangga petani dengan model ekonomi rumahtangga petani berperan ganda atau farm-household model, dengan pokok bahasan pada simulasi mode l atau simulasi kebijakan rumahtangga petani, antara lain dianalisis oleh:
Elly, FH. (2008) Bakir, LH. (2007)
Fariyanti, A. (2007) Priyanti, A.(2007)
Asmarantaka,RW (2006) Hendratno, S. (2006) Kusnadi,N.(2005)
Muhammad, S. (2002) Mulyana, A.(1998)
Analisis Kebijakan (Sulawesi Utara) Analisis Kebijakan (PIR KelapaSawit SumSel) Analisis Kebijakan (Pengalengan-Bdng) Analisis Kebijakan
Analisis Kebijakan (Lampung) Analisis Kebijakan (Su matera Selatan) Analisis Kebijakan Harga Bayangan NRekursif-NSeparable Analisis Simu lasi Kebijakan (JaTim) Analisis Simu lasi
Pengaruh BiayaTransaksi Trhd Perilaku Ekonomi RT Peternak Sapi Kinerja PIR Kelapa Sawit : Analisis Kemitraan dan Ekonomi RTP Perilaku Ekonomi RTP dlm Menghadapi Resiko Produksi dan Harga Produk Dampak Program Sistem Integrasi Tanaman Ternak Terhadap Alokasi Waktu Kerja, Pendapatan, dan Pengeluaran RTP Analisis Kebijakan pada Tanaman Pangan dan Perkebunan Ko mpro mi Kooperatif dan Alokasi Sumberdaya Perilaku Ekonomi RTP pada Pasar Persaingan Tidak Sempurna (Tanaman Pangan Indonesia) Ekonomi RT Nelayan dan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Keragaan Penawaran dan Permintaan Beras Indonesia
38
Susetyanto.(1994)
Ananto, EE. (1990)
Analisis Kebijakan (Kedelai-Subang) Analisis Kebijakan (Padi – JawaBarat) Analisis Simu lasi Model (Krawang-Jabar)
Sinaga, BM. (1989)
Analisis Simu lasi Kebijakan
Sawit, M H.(1993)
Analisis Kebijakan Terhadap Produksi, Pendapatan dan Konsumsi RTP Kedelai Model RTP untuk RT Pedesaan Simu lasi Model untuk Evaluasi Penerapan Teknologi Mekanis pada Sistem Produksi Padi Sawah Model Ekonometrika Industri Produk Kayu Indonesia
Penelitian dan disertasi ini dapat dikelompokkan pada pokok bahasan model berperan ganda dengan analisis simulasi kebijakan pada rumahtangga petani kedelai, dengan model ekonometrika menggunakan persamaan simultan metode 2SLS solusi Newton, dan menganalisis dampak perubahan harga terhadap tenaga kerja, pendapatan, dan pengeluaran rumahtangga petani kedelai di Indonesia.
III. KERANGKA PEMIKIRAN Pertanian sebagai industri dapat dilihat dalam tiga sisi, yaitu teknologi produksi pertanian, unit ekonomi rumahtangga petani (farm household), dan komoditas produk pertanian, seperti pendapat Nakajima (1986) tentang teori keseimbangan subyektif dari rumahtangga pertanian. Analisis perilaku ekonomi rumahtangga petani berusaha mengkaji sektor tanaman pangan di Indonesia yang dikuasai oleh rumahtangga petani. Tujuan akhirnya adalah peningkatan kesejahteraan rumahtangga petani.
Rumahtangga petani berusaha mengontrol
kehidupannya untuk mencapai tujuan tersebut. Rumahtangga petani sebagai suatu unit ekonomi yang kompleks adalah usahatani dengan tenaga kerja keluarga dan konsumen yang memaksimumkan utilitasnya untuk mencapai kepuasan.
Rumahtangga petani memaksimumkan
fungsi kegunaan atau utilitas dengan sumberdaya terbatas, yang secara rasional menuju pada titik keseimbangan.
Sebagai unit ekonomi, rumahtangga petani
mempunyai hubungan simultan antara perilaku produksi dan perilaku konsumsi, yang tidak terjadi pada organisasi perusahaan.
Perusahaan hanya melakukan
kegiatan prod uksi barang da n jasa untuk mencapa i tujuan maksimisasi keuntungan. Kons umsi diturunka n da ri pe rilaku individu yang secara rasional berusaha memaksimumkan kepuasan dengan kendala anggaran tertentu, sehingga merupakan sebuah fungsi permintaan rumahtangga. Hubungan simultan antara perilaku produksi dan konsumsi dalam rumahtangga petani, menyebabkan perilaku rumahtangga petani memerlukan landasan teori ekonomi yang unik. 3.1. Teknologi Produksi Pertanian Dalam model perilaku rumahtangga petani, dibutuhkan keputusan terpadu antara produksi, pendapatan, dan konsumsi. Dalam sistem usahatani, maka produksi, pendapatan, dan konsumsi, merupakan salah satu bagian dari suatu sistem yang kompleks. Produksi dapat ditentukan oleh faktor internal, eksternal, dan lingkungan alami. Faktor internal terdiri dari ketersediaan sumberdaya lahan, tenaga kerja, dan modal. Faktor eksternal berupa struktur masyarakat, kelembagaan
(pasar,
kredit,
penyuluhan),
dan sarana/prasarana (irigasi,
40
transportasi). Faktor alami adalah lingkungan fisik (lahan, ketinggian, radiasi, curah hujan, topografi), dan lingkungan biologi (varietas, hama-penyakit, gulma). Semua faktor tersebut menghasilkan output berupa produksi dan pendapatan, yang hasilnya dikonsumsi masyarakat luas di pasar yang saling terkait. Dengan asumsi teknologi produksi pertanian yang tetap, maka pendapatan maksimum tercapai hingga tingkat tertentu. Dengan ketersediaan sumberdaya pertanian yang terbatas kuantitas dan kualitasnya, peningkatan produksi dan produktivitas memerlukan teknologi yang efektif dan efisien. Perbedaan tingkat teknologi akan membedakan produksi yang dicapai. Dengan asumsi harga input dan harga output tetap, teknologi produksi pertanian akan berpengaruh terhadap tingkat pendapatan petani. Penerapa n teknologi baru sesuai anjuran, tergantung strategi pe tani untuk melakuka n keputusan produksi pada usahatani pertanian. Adopsi teknologi diterima jika lebih baik dan menguntungkan dibandingkan teknologi alternatif yang tersedia. Kriteria yang dipilih adalah: (1) bertujuan memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga, (2) kondisi lahan harus sesuai dengan jenis tanaman anjuran, (3) dukungan irigasi untuk lahan usaha, menanam tanaman yang diinginkan,
(4) pe ngetahuan dan keterampilan
(5) ketersediaan waktu dan tenaga kerja
serta biaya usahatani, (6) ketersediaan modal dan fasilitas kredit untuk membeli benih, pupuk, dan obat/pestisida, dan (7) kemampuan menanam modal dalam jangka tertentu hingga tanaman berhasil. Kendala adopsi teknologi produksi usahatani pertanian adalah keterbatasan modal, faktor resiko, dan ketidak-pastian. Modal yang tersedia dapat bersumber dari keluarga dan luar keluarga, yang digunakan untuk kebutuhan input teknologi sesuai anjuran, dan membiayai tenaga kerja, peralatan pertanian, investasi sesuai teknologi baru, baik mekanis maupun kimia-biologis, seperti pendapat Barker dan Hayami (1978) tentang konsekuensi ekonomis teknologi baru tanaman padi, serta implikasi perubahan teknologi dan kebijakan ekonomi untuk tanaman padi di Indonesia, sesuai analisis Jatileksono (1986). Resiko yang dihadapi petani adalah kegagalan panen karena gangguan cuaca, hama-penyakit, dan gulma. Analisis Elad et.al. (1998) tentang produktivitas tenaga kerja dalam rumahtangga pertanian di Afrika, dengan model produksi rumahtangga yang
41
direvisi, dapat dijadikan acuan untuk melihat asumsi teknologi produksi usahatani yang tetap, sehingga produktivitas usahatani dapat dicapai sampai batas tertentu. Jumlah penggunaan input yang tepat akan menghasilkan produksi yang tinggi sesuai ketersediaan sumberdaya yang dimiliki. Secara teoritis perilaku rumahtangga petani ini dapat didekati dengan teori produksi, dimana fungsi produksi diasumsikan sebagai hubungan antara produksi dan faktor produksi secara kontinyu. Secara matematis fungsinya dapat dirumuskan menjadi: Y= f (X 1 , X2 ,….., Xi ), dimana Y= produksi, dan X= faktor produksi.
Hubungan antara produksi total, produksi rata-rata, dan produksi
marjinal, dapat dilihat pada pembagian tahapan skala produksi sesuai hukum kenaika n hasil ya ng semakin berkurang (law of diminishing return), seperti disajikan pada Gambar 1. Produksi C Ep=1
Ep=0 Produksi Total
B
Ep>1
1>Ep>0
Ep<0
TI
T II
T III
A B* Produksi Rata-rata Produksi Marjinal C* Faktor Produksi
O
Gambar 1. Tahapan Skala Produksi Dalam Gambar 1, terlihat bahwa pada wilayah I, penambahan faktor produksi menyebabkan persentase kenaikan produksi total lebih besar dari persentase kenaikan faktor produksi, sehingga memacu tambahan pendapatan. Produsen dianggap tidak rasional untuk menghe ntikan penamba han faktor produksi selama pendapatan.
penambahan
faktor
produksi
menghasilkan tambahan
Pada wilayah II, penambahan faktor produksi menyebabkan
42
pendapatan yang menurun. Pendapatan maksimum tercapai pada saat nilai produksi marjinal sama dengan biaya pe ngorbanan marjinal sama de ngan satu, yang merupaka n daerah rasional ba gi prod usen sesuai prinsip ekonomi da lam mencapai pendapatan maksimum. Pada wilayah III, penambahan faktor produksi berakibat produksi total dan pendapatan menurun, sehingga merupaka n wilayah tidak rasional. Kedelai atau Glycine Max (L) Merril ditanam setelah panen padi di musim gadu, sebagai tanaman sela di lahan sawah irigasi setengah teknis dan tadah hujan, dengan status sebagai tanaman secondary crops. Budidaya kedelai dipengaruhi oleh waktu tanam, lokasi, jenis lahan, da n musim tanam. Budidaya kedelai dibagi tiga musim tanam, yaitu setelah padi musim hujan, padi musim gadu, dan musim hujan. Penanaman di lahan sawah lebih diminati petani karena lebih tinggi hasilnya.
Penanaman kedelai
setelah padi lebih hemat tenaga dan
biaya.
Kendala usahatani kedelai adalah, keterbatasan lahan petani subsisten yang dapat ditanam secara tumpangsari seperti dengan jagung. Kebiasaan masyarakat mengkonsumsi tempe, kecap, oncom, tauco, natto; tahu, yuba, susu/saridele, daging tiruan; minyak salad, minyak goreng, mentega putih, margarine; yogurt, roti, es-krim, makanan bayi, kembang gula; minuman fungs ional (isoflamix); oba t-obatan (farmasi), alat kecantikan (parfum); dan bungkil kedelai sebagai makanan ternak, membuat budidaya kedelai dan industri pengolahan hasil kedelai semakin berkembang. Proses pengolahan kedelai dapat menghasilkan produk pangan fermentasi, produk pangan non- fermentasi, produk minyak kasar untuk pangan dan teknik/industri, produk lesitin, produk konsentrat protein, produk isoflamix, dan produk bungkil kedelai. Teknik budidaya usahatani kedelai yang perlu diperhatikan adalah waktu/musim dan pola tanam, pemilihan varietas benih unggul dan lokal, syarat dan kebutuhan benih, penyiapan lahan, cara dan jarak tanam, pemupukan, penggunaan mulsa,
pengendalian gulma,
pembumbunan,
pengairan dan
pengelolaan air, pengendalian hama penyakit, pemanenan dan pasca-panen. Selain faktor iklim, pertumbuhan kedelai tergantung jenis lahan, apaka h termasuk lahan berdrainase jelek (rawa, pasang surut, lebak), lahan gambut (pH renda h,
43
kesuburan renda h), lahan kering de ngan jumlah hujan terbatas, atau lahan dataran tinggi dengan suhu di bawah kebutuhan minimal pertumbuhan kedelai. Hasil kedelai di lahan kering biasanya lebih rendah dari lahan sawah, sebab penanaman kedelai setelah padi gogo dilakukan tanpa pengolahan tanah, dan teknologi budidaya kedelai lambat penguasaannya. Pertumbuhan kedelai dibagi dalam tahap vegetatif dan tahap reproduktif. Sifat-sifat agronomis kedelai yang penting adalah pada stadia reproduktif.
Faktor lingkungan yang berpengaruh
ada lah ke suburan tanah, ka ndungan air, naungan tanaman, s uhu udara, kecukupa n hara, kecepatan angin, serta ketahanan pada hama penyakit. Teknik produksi dan pengembangan kedelai untuk meningkatkan produksi usahatani kedelai di Indonesia menurut Sumarno et.al. (2007) dan Manwan et.al. (1990), dititik-beratkan pada penggunaan benih unggul kedelai, seperti juga pendapat Sadjad (1997) tentang pendekatan sistem dalam pengadaan benih kedelai, termasuk perakitan varietas unggul kedelai spesifik agro-ekologi. Disisi lain, rendahnya penggunaan pupuk NPK dan pestisida hayati sesuai dosis anjuran, menyebabkan produksi dan produktivitas kedelai rendah hasilnya. Dalam proses alih teknologi, faktor benih, pupuk, dan pestisida, kredit usahatani, pemasaran, penyuluhan, dan konservasi sumberdaya alam, berperan penting dalam meningkatkan hasil kedelai, seperti terlihat pada kinerja penelitian tanaman pangan oleh Syam et.al. (1997). Kedelai responsif terhadap pupuk, sehingga membutuhkan pupuk NPK yang cukup.
Penggunaan zat perangsang tumbuh sangat efektif untuk
meningkatkan hasil kedelai di lahan kering, karena bersifat mendorong, merangsang, menghambat, atau menahan pertumbuhan tanaman.
Respon
tanaman terhadap zat perangsang tumbuh tergantung pada varietas, kesuburan tanah, dan keadaan lingkungan, serta musim, lokasi, dan stadia pertumbuhan kedelai. Penelitian On-farm multi- lok asi, sangat berguna untuk menguji kelayakan teknis dan ekonomis dari alternatif dan adopsi teknologi produksi baru. Inovasi dan adopsi bio-teknologi dilakuka n misalnya de ngan menggun aka n pupuk mikroba seperti Rhizoplus dan Legin, atau teknologi Rhizobium serta perbaikan
44
sistem kelembagaan seperti kredit pertanian, penyulu han dan pemasaran hasil pertanian (Sumarno et.al., 2007). Dalam penelitian pengembangan teknologi produksi usahatani kedelai, Adisarwanto dan Suyamto (1997) serta Damardjati et.al. (1997) menganalisis perlunya penggunaan pupuk dan pestisida hayati untuk intensifikasi kedelai, yang tergantung da ri jenis lahan da n agrok limat tanaman.
Teknologi prod uksi
usahatani kedelai meliputi: (1) pemilihan varietas benih unggul bermutu tinggi, (2) penyiapan lahan bebas gulma dan sanitasi lingkungan, (3) inokulasi rhizobium, (4) ameliorasi tanah dari aspek pH, bahan organik, hara N, P, K, Ca, Mg, sesuai keperluan, (5) penyesuaian waktu tanam dengan ketersediaan air, dan (6) peralatan dan tenaga kerja pada musim pa nen da n pasca-pa nen serta harga pasar yang wajar. Perluasan areal panen dan peningkatan produksi serta produktivitas kedelai di lahan sawah dilakukan untuk mencapai target swasembada kedelai tahun 2015. Intensifika si khusus kede lai dilakukan di lahan kering de ngan menamba h input kapur pertanian, sedangkan Supra Insus dilakukan di sawah irigasi teknis dan setengah teknis.
Penanaman kedelai monokultur dilakukan di musim tanam
ketiga di lahan tada h hujan. Peningkatan produksi kedelai dilakukan dengan ekstensifikasi, intensifikasi, diversifikasi, rehabilitasi, dan kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Intensifikasi
diarahkan pada peningkatan produksi dan mutu benih unggul
melalui subsidi input produksi, atau dengan kebijakan Intensifikasi Khusus dan Operasi Khusus pada lahan marjinal. Ekstensifikasi diarahkan pada perluasan areal tanam baru di lahan sawah dan lahan kering, dengan pemberian kapur untuk memperbaiki mutu lahan.
Diversifikasi tanaman dapat dilakukan dengan
meningkatkan intensitas tanaman, serta optimalisasi pola tanam tumpang-sari di lahan sawah, lahan kering, pekarangan, dan lahan perkebunan. Diversifikasi pertanian tanaman pangan sesuai konsep agribisnis untuk tujuan ekspor oleh Surya na et.al. (1990), meliputi aktivitas terpadu secara vertikal pada proses produksi, pengolahan hasil, dan pemasaran, dan tidak jauh berbeda dengan konsep Austin (1981) tentang analisis proyek agro-industri. Dalam sistem agribisnis, terdapat subsistem penyediaan sarana produksi, usahatani, pengolahan,
45
dan pemasaran, seperti konsep agribisnis Saragih (2001) tentang paradigma baru pembangunan ekonomi berbasis pertanian. Subsistem usahatani yang efektif dan efisien dilakukan petani atau perusahaan kecil, dimana biaya produksi per-unit tidak terpengaruh oleh skala usaha. Pola perusahaan inti rakyat (PIR) pangan adalah bentuk kerja sama saling menguntungkan antara perusahaan pertanian sebagai inti, dan petani PIR sebagai plasma, serta pemerintah sebagai pembina, pembimbing dan fasilitator, termasuk adanya pola kemitraan menuju swasembada kedelai (Lim, 1997). Permasalahan usahatani kedelai adalah:
(1) keterbatasan wilayah
penyebaran potensi kedelai karena hama penyakit endemik dan gulma, kemasaman tanah, genangan air, dan daya simpan benih, dan (2) kedelai sebagai tanaman pengisi waktu sela di lahan kosong setelah tanaman padi (dan jagung). Kedelai adalah tanaman komersial yang berhubungan erat dengan pedagang/ penampung kedelai, yang memerlukan standardisasi mutu biji kedelai, termasuk teknologi pascapa nen primer da n pe ngolahan kedelai (Sumarno et.al., 2007). Pemecahan masalah usahatani kedelai dilakukan melalui: (1) pola tanam dengan memanfaatkan sumberdaya alam dan manusia secara optimal, serta pengenda lian hama-penyakit dan gulma, (2) penanaman serempak dalam hamparan luas atau usahatani kelompok (Insus), untuk mengatasi hama-penyakit dan skala usaha, (3) jalinan arus benih antar lapang/antar musim (Jabalsim) untuk menjamin benih murah dan aman, dan (4) pengelolaan usahatani kedelai dengan perusahaan pembimbing atau pembina petani. Cara bercocok tanam kedelai dapat diklasifikasikan dalam cara sederhana, setengah intensif, dan intensif.
Kedelai ditanam sebagai tanaman tunggal,
tumpangsari, campuran, atau sebagai tanaman sela (gadu) setelah tanaman padi. Peranan kedelai sebagai sumber protein nabati, langsung dikonsumsi masyarakat dalam bentuk benih dan produk olahan serta pakan ternak. Produk kedelai adalah untuk dipasarkan atau diproses (95%), untuk benih kedelai dan juga hilang pada saat pasca panen (4%), dan untuk direbus atau digoreng (1%). Dalam ekonomi kedelai di Indonesia dan dengan melihat posisi Indonesia dalam perdagangan internasional kedelai, perlu kebijakan yang tepat arah dan tujuan dalam penetapan harga dasar dan harga atap (Sumarno et.al., 2007).
46
Penetapan harga dasar kedelai dan subsidi sarana produksi, akan merangsang petani untuk meningkatkan produksi kedelai. Kebijakan harga dasar adalah untuk melindungi produsen, sedangkan kebijakan harga atap untuk melindungi konsumen (subs idi harga).
Kebijakan ini dapat mempengaruhi produksi dan
pemasaran kedelai. Pemerintah menetapkan harga dasar melalui sistem operasi pasar, dengan mencegah kemerosotan harga di tingkat petani melalui pembelian langsung, dan mencegah lonjakan harga. Perkembangan produksi dan konsumsi kedelai Indonesia menunjukkan adanya pergeseran posisi dari negara pengekspor menjadi pengimpor kedelai sejak tahun 1975. Kebutuhan konsumsi kedelai domestik untuk produk olahan, benih, dan pakan ternak, lebih besar dari produksi kedelai dalam negeri, sehingga ketergantungan impor kedelai masih berlangsung hingga sekarang. Swasembada kedelai masih belum tercapai, sehingga merupakan peluang bagi peningkatan produksi kedelai di Indonesia hingga tahun 2015 (Sumarno et.al., 2007). Harga kedelai di tingkat produsen pada tahun 1990 adalah Rp.1025, dan di tingkat konsumen Rp.1075/kg, sedangkan harga kedelai pada saat penelitian ini berlangsung (tahun 2001), mencapai harga rata-rata sebesar Rp.2150/kg. Pada saat yang sama, harga kede lai lebih tinggi dari harga padi/gabah yaitu Rp.1000/kg, tetapi petani kurang responsif terhadap usahatani kedelai daripada usahatani padi, karena produktivitas kedelai lebih rendah daripada padi/gabah. Berkembangnya mina padi dan palawija ikan, belum bisa menggeser usahatani padi untuk digantikan oleh komoditas lain yang lebih menguntungkan. Usahatani kedelai sebenarnya menguntungkan dari segi finansial, dengan pendapatan bersih sekitar Rp.2.05 juta/ha, walaupun luas areal panen kedelai menurun dari 1.48 juta ha (1995) menjadi 0.55 juta ha (2004), atau turun rata-rata 10% pertahun (Balitbangtan, 2005). Dengan sasaran peningkatan produksi 15% pertahun untuk mencukupi kebutuhan domestik, dan produksi meningkat 60% pada tahun 2009, berarti swasembada baru tercapai tahun 2015. Investasi yang dibutuhkan adalah Rp.5.09 triliun (2005-2009) dan Rp.16.19 triliun (2010-2025), dimana swasta menyumbang sebesar Rp. 0.68 triliun dan Rp. 2.45 triliun. Menurut Tabor (1988) dalam penawaran dan permintaan tanaman pangan di Indonesia, maka penawaran kedelai bersifat elastis terhadap perubahan harga.
47
Di Jawa, elastisitas harga kedelai lebih elastis daripada luar Jawa, sehingga luas areal tanamnya lebih berhasil.
Kedelai berkompetisi dengan jagung untuk
lahannya, sehingga kenaikan harga jagung menurunkan areal tanam kedelai. Konsumsi kedelai dipengaruhi oleh elastisitas harga dari pendapatan, yang lebih tinggi daripada tanaman pangan lain.
Permintaan kedelai responsif terhadap
harga kedelai dan perkembangan industri pengolahan tempe da n tahu. Penelitian Rosegrant et.al. (1987) tentang kebijakan investasi dan harga di sektor tanaman pangan di Indonesia, menyatakan bahwa elastisitas harga dan pendapatan kedelai adalah inelastis.
Berarti, peningkatan harga kedelai akan
menurunkan jumlah permintaan kedelai.
Kenaikan jumlah permintaan lebih
rendah daripada kenaikan pendapatan. Kenaikan harga kedelai di pasar tidak berdampak besar pada penurunan konsumsi kedelai. Konsumsi kedelai meningkat karena kesadaran masyarakat tentang protein dan gizi serta pentingnya pengembangan industri pengolahan kedelai. Dengan teknologi produksi berlainan, hasil kedelai di lahan sawah irigasi teknis lebih tinggi daripada di lahan kering atau tadah hujan. Penggunaan teknologi produksi yang kurang efektif dan efisien, akan menimbulkan kesenjangan hasil, karena keterbatasan sarana dan prasarana irigasi serta penggunaan input modern. Biaya tinggi yang terjadi karena proteksi harga dan kuota, faktor teknologi, dan investasi di bidang infrastruktur. Rosegrant et.al. (1987) menganalisis proses ekstraksi setiap satu ton biji kedelai kering, dapat menghasilkan 774.20 kg tepung kedelai, 176.40 kg minyak kedelai, 20.00 kg ampas, dan 29.40 kg limbah buangan. Dalam agribisnis dan kegiatan agroindustri, sarana produksi dan alsintan merupakan faktor penunjang pengembangan kedelai, agar mutu dan daya saing meningkat. Sarana produksi merupakan variable-cost, dan alsintan adalah fixedcost, sehingga mengurangi keuntungan petani. Jika harga naik, biaya produksi naik. Petani dengan skala usahatani kecil cenderung efisien dan lebih kecil resikonya, walaupun terdapat fluktuasi harga pada saat panen atau paceklik. Kebijakan liberalisasi perdagangan pangan adalah untuk mengurangi proteksi harga, agar dapat bersaing pada harga dunia, dimana konsumen lebih diuntungkan daripada produsen. Pendapatan petani naik jika perdagangan bebas
48
diberlakukan dan kebijakan harga akan memberi insentif kepada produsen kedelai. Dalam integrasi vertikal, produksi kedelai seperti halnya pengolahan tepung kedelai dan minyak kedelai masih belum ekonomis. Petani
akan
bergairah
menanam kedelai jika faktor harga kedelai dapat dikendalikan (stabil), dan ketergantungan pada impor dapat diatasi.
Produksi kedelai meningkat jika
pengendalian harga menguntungkan petani, dimana kedelai sebagai bahan baku industri. Menurut Kuntjoro et.al. (1989), permintaan kedelai Indonesia adalah ine lastis terhadap perubahan harga da n peruba han pe ndapatan. Konsumen tidak responsif untuk mengkonsumsi bahan pangan yang mengandung karbohidrat dibandingkan bahan pangan yang berprotein, karena pendapatannya akan berubah. Petani kedelai di Jawa pada umumnya kurang responsif terhadap perubahan harga. Peubah inp ut yang berpengaruh nyata terhadap produksi kedelai adalah luas lahan, pupuk, dan tenaga kerja.
Jika subsidi pupuk dihilangkan dengan
kenaikan harga, maka produksi kedelai dan keuntungan petani akan menurun. Potensi peningkatan produksi kedelai ditentuka n oleh ke layaka n eko nomi dan keunggulan komparatif, dimana Jawa Barat tidak layak secara ekonomis walaupun potensial, sedangkan Jawa Timur layak untuk konsumsi lokal atau industri substitusi impor. Daerah yang layak dan unggul serta efisien produksinya adalah Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Lampung, Sumatra Utara, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan. Pengurangan subsidi pupuk, terobosan teknologi, dan pengaturan harga kedelai domestik, akan meningkatkan aktivitas produksi dan konsumsi rumahtangga petani kedelai (Daris, 1993). 3.2. Penawaran Tenaga Kerja dan Alokasi Waktu Jumlah penggunaan tenaga kerja menunjukkan hubungan antara tingkat upah dengan jumlah jam kerja yang ditawarkan tenaga kerja yang bekerja. Dalam analisis ekonomi mikro maka rumahtangga merupakan unit pengambil keputusan yang berusaha memaksimumkan tingkat kepuasan.
Pilihannya adalah bekerja
untuk mendapatkan penghasilan atau menganggur. Dengan bekerja berarti mendapatka n hasil yang lebih besar da n menamba h waktu untuk mencapa i kebutuhan konsumsi.
Apabila tidak bekerja dengan memilih waktu santai
49
(leisure), berarti nilai guna pendapatannya akan lebih kecil. Kombinasi kedua pilihan tersebut menghasilkan tingka t kepuasan maksimum. Menurut Mangkuprawira (1985), dalam menganalisis penawaran tenaga kerja, perlu diasumsikan: (1) pasar produksi dan tenaga kerja bersaing sempurna, (2) tenaga kerja mempunyai selera tetap dan sama dalam memilih, (3) tidak ada biaya tenaga kerja selain upah, dan (4) produktivitas tenaga kerja persatuan waktu tidak tergantung pada lamanya bekerja.
Hal ini bukan berarti terdapat
kelemahan analisis, melainkan dalam dunia nyata tidak tampak adanya pasar yang bersaing sempurna. Dalam hal ini terdapat keterlibatan pemerintah dalam hal upah dan keragaman angkatan kerja terhadap pasar tenaga kerja. Setiap pekerja juga tidak
seragam baik
dalam selera
maupun kemampuan bekerja.
Kenyataannya, terdapat perbedaan selera dan produktivitas karena faktor pendidikan dan keahlian. Dalam teori ekonomi ditunjukkan bahwa jumlah jam kerja yang dicurahkan oleh seseorang, akan dipengaruhi oleh besarnya upa h yang diterima tenaga ke rja. Semakin tinggi tingkat upah yang dibayarkan per-jam kerja, mendorong seseorang untuk bekerja lebih lama, sehingga pendapatannya meningkat. Disamping itu, jumlah jam kerja yang dicurahkan seseorang pada suatu pekerjaan dipengaruhi oleh produktivitas.
Berarti, semakin tinggi produktivitas seseorang, semakin
sedikit waktu yang dibutuhka n untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Pada Gambar 2, terlihat bahwa jika tingkat upah meningkat maka kendala anggaran berubah dari G 1 G1 ke G1 G3 , dan jika pendapatan meningkat maka kendala anggaran berubah dari G 1 G1 ke G2 G2 atau sejajar. Akibatnya rumahtangga akan mengurangi jam kerja dari H m H1 ke Hm H3 sehingga terjadi income-effect, sedangka n peruba han harga mengakiba tka n substitution-effect, yaitu mengganti waktu santai dengan menambah waktu bekerja dari H m H3 ke Hm H2 . Gross-effect dari peruba han tingka t upa h ada lah sebesar H 1 H2 , yaitu selisih dari efek pendapatan dan efek substitusi (titik P ke Q). Dalam hal ini terjadi pengurangan penawaran tenaga kerja, sedangkan pada kasus kenaikan penawaran tenaga kerja maka gross- effect akan positif, yaitu H 1 H2 * pada titik Q*, dengan kendala anggaran U 2 *.
50
Barang (G)
G3 Q*
U2*
G2
Q R
G1
P
U1
U2 G2 G1
O
H 2*
H1
H2
H3
Hm = Waktu Santai
Gambar 2. Pengaruh Perubahan Tingkat Upa h da n Pendapatan terhadap Alokasi Waktu Dalam Gambar 2 terlihat bahwa pada tingkat upah G 1 G1 dan tingkat kepuasan U 1 , jam kerja yang dicurahkan untuk bekerja adalah H 1 Hm , dan waktu santai untuk keluarga adalah OH 1 . Dengan adanya kenaikan upah dari G 1 G1 ke G1 G3 , maka tingkat kepuasan bergeser dari U 1 ke U2 , dan jam kerja yang dicurahkan untuk bekerja berkurang menjadi H 2 Hm , sedangka n waktu santai untuk keluarga bertambah menjadi OH 2 . Pada tingkat upah G 1 G3 tersebut, waktu santai untuk kegiatan rumahtangga bertambah dari OH1 jadi OH2 , dan waktu bekerja berkurang dari H 1 Hm jadi H2 Hm , dimana utilitas rumahtangga bergeser dari U1 ke U2 pada titik P ke Q. Peningkatan upah tenaga kerja mengakibatkan peningkatan jam kerja, jika efek substitusi lebih besar dari efek pendapatan, yaitu dari H m H1 ke Hm H2 *, atau pergeseran dari titik P ke Q*. Sebaliknya kenaikan upah tenaga kerja akan mengurangi jam kerja, apabila efek substitusi lebih kecil dari efek pendapatan, yaitu dari H m H1 ke Hm H2 , atau pergeseran dari titik P ke Q. Jika pergeseran titik
51
P ke Q da n seterusnya ditarik suatu garis, aka n terbentuk kurva penawaran tenaga kerja yang dapat berbalik arah atau bending-curve. Kenaikan upah tenaga kerja berarti bertambahnya pendapatan. Pada saat status ekonomi seseorang lebih tinggi, cenderung meningkatkan konsumsi dan waktu santai, sehingga akan mengurangi jam kerja. mengakibatkan terjadinya income-effect. harga
waktu bekerja
lebih
mahal,
Pengurangan jam kerja
Kenaika n upa h tenaga kerja berarti sehingga
mendorong rumahtangga
mensubstitusi waktu santai lebih banyak bekerja untuk menaikkan konsumsi, sehingga terjadi substitution-effect kenaikan upah tenaga kerja. Evenson (1978) menjelaskan tentang pengaruh perubahan upah terhadap alokasi penggunaan waktu santai secara individual, dengan menggunakan kurva kemungkinan produksi individu. Pada dasarnya tujuan seseorang untuk melakukan suatu jenis pekerjaan adalah untuk mendapatkan penghasilan dari suatu jenis pekerjaan atau kegiatan tertentu. Hal ini dipengaruhi oleh: (1) jumlah jam kerja yang dicurahkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut,
dan (2) upah tenaga kerja per-jam yang
diterima pekerja (buruh tani). Pada dasarnya, di negara berkembang seperti Indonesia, keputusan konsumsi sangat menentukan keputusan dalam produksi suatu komoditas. Dalam rumahtangga terdapat kendala berupa anggaran rumahtangga yang membatasi konsumsi, dimana: (1) waktu terbatas pada periode tertentu, dan (2) jumlah anggota keluarga dalam rumahtangga yang ditawarkan terbatas. Secara matematis hal tersebut dapat dirumuskan seperti berikut ini. Fungsi utilitas rumahtangga atau kepuasan adalah: Ui dimana: Ui Zi
= ui (Z1 , Z2 , ….. , Zi )
(3.1)
= utilitas rumahtangga atau kepuasan = komoditas yang dihasilkan oleh rumahtangga, untuk i = 1, 2,…, n.
Untuk memaksimumkan kepuasan, rumahtangga dibatasi oleh kendala produksi, waktu, dan pendapatan untuk membeli barang di pasar.
Fungsi
produksinya adalah: Zi dimana:
= zi (Xi , Ti )
(3.2)
52
Xi Ti
= barang dan jasa ke-“i” yang dibeli di pasar, = input waktu yang dipakai untuk memproduksi barang Z ke- “i”.
Kendala anggaran atau pendapatan untuk membeli barang dan jasa di pasar: Σn i=1 Pi . Xi = Y = V + Tw .W
dimana: Pi Xi Y V Tw W
(3.3)
= harga komoditas X ke-”i” yang dibeli di pasar, = jumlah komoditas X ke-”i” yang dibeli di pasar, = nilai barang atau nilai penerimaan uang rumahtangga, = penerimaan selain dari bekerja, = waktu yang digunakan untuk bekerja, = penerimaan per-unit T w atau upa h tenaga kerja.
Kendala waktu dapat dirumuskan sebagai berikut: Σn i=1 Ti = Tc = T – Tw dimana: Ti Tc T Tw
(3.4)
= jumlah waktu untuk memproduksi barang Z ke- “i”, = total waktu santai (konsumtif) dalam rumahtangga, = total waktu yang tersedia dalam rumahtangga, = total waktu yang digunakan untuk bekerja.
Fungsi penawaran tenaga kerja individu juga dapat diturunkan menjadi: Ls dimana: Ls W Y Pi
= l s (W, Y, P1 , P2 , ….. , Pi )
(3.5)
= suplai tenaga kerja individu, = upa h tenaga kerja, = nilai barang atau nilai penerimaan uang rumahtangga, = harga komoditas Z ke- “i” yg dibeli di pasar, untuk i=1,2,..., n.
Becker (1965) menganalisis tentang barang dan jasa yang bukan satusatunya input dalam proses produksi, dimana masih terdapat input lain yaitu waktu santai yang dimiliki oleh konsumen. Konsumen menggunakan barang dan jasa serta waktu santai untuk memaksimumkan kesejahteraannya, dimana rumahtangga bertindak sebagai produsen dan konsumen sekaligus. Asumsinya adalah bahwa rumahtangga mengkombinasikan komoditas yang dibeli di pasar pada waktu memproduksi barang tersebut, sehingga dihasilkan komoditas yang siap dikonsumsi (Zi ) dan memberikan kepuasan maksimum. Teori alokasi waktu diatas belum memisahkan antara waktu santai dengan waktu bekerja dalam rumahtangga, sehingga Gronau (1977) dan Evenson (1978)
53
mencoba untuk memisahkan tenaga kerja pria dan wanita. Waktu dan barang secara langsung
merupaka n indikator kepuasan da n faktor input yang
menghasilkan barang tertentu (Zi ). Barang tersebut dapat dihasilkan rumahtangga atau dibeli di pasar, tetapi komposisinya tidak mempengaruhi Zi . Fungsi utilitas seseorang terhadap komoditas Zi , menurut Gronau (1977) merupakan kombinasi barang dan jasa, serta konsumsi waktu santai (L), yaitu: Zi
= zi (Xi , L)
(3.6)
Barang tersebut dapat dibeli di pasar atau di produksi didalam rumahtangga, tetapi komposisi barang X ke-”i” tidak mempengaruhi komoditas Z ke-”i”. Menurut Singh et.al (1986), konsumsi total terdiri dari nilai barang dan jasa yang diproduksi rumahtangga sendiri (X h ), ditambah konsumsi barang yang dibeli di pasar (X m ), serta waktu untuk kegiatan konsumstif atau santai (X l ). Pengeluaran atau konsumsi untuk memproduksi barang dan jasa dalam rumahtangga, dapat dirumuskan sebagai berikut: Xi
= Xm + Xh + Xl
(3.7)
Dengan kendala tingkat produktivitas marjinal yang semakin menurun karena waktu bekerja dan perubahan komposisi X h , sehingga peningkatan H i memiliki substitusi pasar yang lebih rendah atau murah, yaitu: Xh
= f (H i )
(3.8)
Maksimisasi komoditas Zi dibatasi dua kendala yaitu: kendala anggaran atau pendapatan dan kendala waktu. (1). Kendala anggaran atau pendapatan barang dan jasa yang dibeli di pasar (X m ): Xm
= W.N f + V
(3.9)
(2). Kendala waktu yang disediakan (T): T dimana: W Nf V L Hi
= L + Hi + N f = upa h tenaga kerja atau gaji, = tenaga kerja yang digunakan, = penerimaan lainnya, = waktu santai (Leisure), = fungsi dari nilai barang dan jasa yang diproduksi rumahtangga
(3.10)
54
Evenson (1978) mengasumsikan bahwa kepuasan rumahtangga tidak berasal dari barang yang diperoleh langsung di pasar, tetapi juga dari barang yang dihasilkan dalam rumahtangga. Jika fungsi kepuasan maksimum- nya adalah: Ui
= ui (Zi )
(3.11)
Jadi kendala produksi rumahtangga dirumuskan sebagai berikut: Zi
= zi (Xi , Tij )
(3.12)
dimana: Tij
= vektor input waktu anggota keluarga rumahtangga ke- “j” unt uk memproduksi barang Z ke- “i” yang dikonsumsinya.
Kendala pendapatan untuk membeli barang dan jasa di pasar adalah: ΣPi . Xi = Y + ΣWj .Tmj dimana: Pi Xi Y Wj Tmj
(3.13)
= harga komoditas X i , = komoditas atau bahan mentah yang diperoleh di pasar, = pendapatan bukan dari bekerja, = tingkat upah anggota keluarga dalam rumahtangga ke- “j”, = vektor jumlah anggota keluarga dalam rumahtangga.
Waktu keseluruhan yang dimiliki anggota keluarga dalam rumahtangga ke-“j” adalah tetap sama, dan fungsi kendala waktu adalah: Tj dimana: Tj Tm j Th j Tl j
= Tm j + Th j + Tl j
(3.14)
= waktu total yg dimiliki anggota keluarga rumahtangga ke-“j”, = vektor waktu untuk mencari nafkah, = vektor waktu untuk bekerja dalam rumahtangga, = vektor waktu lua ng atau santai.
Teori alokasi waktu dari Becker (1965) diatas tidak menunjukkan perbedaan antara waktu santai dan waktu bekerja dalam rumahtangga. Kemudian Gronau (1977) maupun Evenson (1980), mengembangkan formulasi tersebut dengan membedakan secara eksplisit antara waktu santai dengan waktu bekerja dalam rumahtangga, dan memisahkan antara tenaga kerja pria dan wanita. Singh et.al. (1986) menyempurnakan model tersebut dengan model yang dapat menganalisis aktivitas produksi dan konsumsi rumahtangga petani, yang disebut Agricultural/Farm Household Model.
Dalam memaksimumkan fungsi
kepuasan untuk konsumsi barang dan konsumsi waktu, rumahtangga diasumsikan mengikuti model dasar sebagai berikut:
55
Ui
= ui (Ch , Cm , Cl )
(3.15)
dimana: Ui Ch Cm Cl
= kepuasan atau utilitas rumahtangga, = konsumsi barang yang dihasilkan rumahtangga, = konsumsi barang yang dibeli di pasar, = konsumsi waktu santai (leisure).
Disini
diasumsikan bahwa
rumahtangga
sebagai konsumen akan
memaksimumkan kepuasannya dengan kendala produksi, pendapatan, dan waktu, seperti persamaan berikut: Qh
= qh (Cl , A)
(3.16)
T
= C l + Fi + N f
(3.17)
Pm .Cm = Ph (Qh – Ch ) – W (Cl – Fi ) + W.N f + E
(3.18)
dimana: Qh
= jumlah produksi komoditas pertanian yang dihasilkan rumahtangga, T = waktu yang tersedia dalam rumahtangga, P m = harga barang dan jasa yang dibeli di pasar, C m = konsumsi barang yang dibeli di pasar, P h = harga barang yang dihasilkan oleh rumahtangga, C h = konsumsi barang yang dihasilkan rumahtangga, Q h -C h = surplus produksi komoditas pertanian untuk dijual di pasar, W = upah atas dasar harga pasar, C l = konsumsi waktu santai (leisure), Fi = input tenaga kerja dalam rumahtangga, N f = input tenaga kerja luar rumahtangga, A = faktor produksi tetap rumahtangga. Kendala yang dihadapi rumahtangga tersebut dapat disatukan dengan
mensubstitusikan kendala produksi dan waktu ke dalam kendala pendapatan, sehingga akan menghasilkan bentuk kendala tunggal, yaitu: Pm .Cm + Ph .Ch + W.C l = W.T + π
(3.19)
dimana: π
= Ph . qh (Cl , A) – W.Cl
(π = keuntungan maksimal).
Persamaan ini menunjukkan bahwa sisi kiri merupakan pengeluaran total rumahtangga untuk barang (C m dan C h ) dan konsumsi waktu santai (C l ). Sedangkan sisi kanan adalah pengembangan dari konsep pendapatan penuh dari Becker (1965), dimana nilai waktu yang tersedia adalah secara eksplisit. Pengembangan lain adalah dengan memasukkan pengukuran keuntungan atau
56
(P h .Qh –W.C l ), dimana semua tenaga kerja dihitung berdasarkan upah pasar. Persamaan tersebut merupakan inti dari model dasar ekonomi rumahtangga. Dalam memaksimumkan kepuasan, rumahtangga dapat memilih tingkat konsumsi dari barang (C m dan C h ), konsumsi waktu santai (C l ), da n input tenaga kerja (F i +N f ), yang digunakan dalam kegiatan produksi. Untuk mengoptimalkan penggunaan input tenaga kerja, First Order Condition (FOC)-nya adalah: Ph . (δ .Qh / δ.Cl ) = W
(3.20)
Rumahtangga berusaha untuk menyamakan penerimaan produk marjinal dari tenaga kerja dengan upah pasar.
Dari persamaan ini dapat diturunkan
penggunaan input tenaga kerja (F i +N f ) sebagai fungsi dari P h , W, dan A, yaitu: L*
= l* (W, Ph , A)
(3.21)
Jika persamaan ini disubstitusikan ke sisi kanan pada persamaan diatas, akan diperoleh persamaan sebagai berikut: Pm .Cm + Ph .Ch + W.C l =
(3.22)
Y* dimana: Y*
= pendapatan penuh pada saat keuntungan maksimum.
Maksimisasi
kepuasan
dengan
kendala
persamaan
tersebut
akan
menghasilkan FOC sebagai berikut: δU / δ Cm = λ.Pm
(3.23)
δU / δ Ch
= λ.Ph
(3.24)
δU / δ Cl
= λ.W
(3.25)
Pm .Cm + Ph .Ch + W.C l = Y*
(3.26)
Dengan demikian dapat diturunkan konsumsi barang yang dihasilkan rumahtangga (C h ), konsumsi barang yang dibeli di pasar (C m ), dan konsumsi waktu santai (C l ), yang masing- masing dipengaruhi oleh harga, upah, dan pendapatan. Fungsi persamaan turunan-nya menjadi: Xi
= x i (Pm , Ph , W, Y*), untuk i = m, h, l.
(3.27)
Dengan melihat persamaan diatas, maka permintaan tergantung pada hargaharga dan pendapatan. Untuk kasus rumahtangga petani, pendapatan ditentukan oleh aktivitas produksi rumahtangga, sedangkan perubahan faktor- faktor produksi akan merubah Y* dan perilaku konsumsi.
57
Disamping itu, tingkat produktivitas tenaga kerja yang dihitung sebagai pendapatan per-jam kerja atau upah per-jam kerja dipengaruhi oleh: (1) kekayaan atau moda l, dan (2) keterampilan yang dimiliki. Berarti, produktivitas menjadi tinggi apabila modal dan keterampilan dihitung dalam proses produksi. Untuk individu yang berpenghasilan rendah, faktor produksi dan keterampilan merupakan keterbatasan, sehingga hanya mampu mengerjakan jenis pekerjaan yang mengandalkan tenaga kerja dan modal sedikit. Konsekuensinya, individu akan menerima pe ndapatan lebih renda h. Penguasaan faktor- faktor produksi yang tidak merata mengakibatkan produktivitas tenaga kerja tidak merata pula.
Seseorang yang memiliki
penghasilan tinggi, faktor produksi modal dan keterampilan bukanlah hal yang langka, sehingga produktivitasnya akan tinggi dan memperoleh pendapatan yang lebih tinggi.
Oleh karena itu, usaha untuk meningkatkan pendapatan melalui
perluasan kesempatan kerja, tanpa diikuti peningkatan produktivitas tenaga kerja, akan berjalan lambat dan pendapatan yang diperolehnya rendah, sekalipun jumlah hari kerja dan jam kerja tenaga kerja tersedia lebih banyak. Alokasi waktu optimal untuk mencari nafkah, pekerjaan rumahtangga, dan waktu luang atau santai, diperoleh dengan memaksimumkan fungsi kepuasan atau utilitas rumahtangga, dengan kendala produksi, pendapatan, dan waktu. 3.3. Model Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai Dalam dekade terakhir berkembang teori ekonomi rumahtangga yang mempelajari perilaku rumahtangga sebagai pengambil keputusan dalam kegiatan produksi dan konsumsi, yang berhubungan dengan alokasi waktu dan pendapatan, dimana analisisnya dilakukan dengan pendekatan secara simultan.
Bagi dan
Singh (1974) merumuskan model ekonomi mikro pengambilan
keputusan
tersebut untuk kasus di negara berkembang. Bentuk pengambilan keputusan yang dilakukan oleh rumahtangga petani terbagi atas keputusan produksi, konsumsi, marketed surplus, penggunaan tenaga kerja dalam dan luar keluarga, investasi dan finansial. Yotopoulos dan Lau (1974) juga menganalisis produksi dan konsumsi rumahtangga dengan menggunakan pendekatan mikro-ekonomi serta fungs i
58
produksi Cobb-Douglas, dengan mengasumsikan bahwa: (1) rumahtangga sebagai konsumen akan memaksimumkan kepuasannya, yang merupakan fungsi dari waktu santai dan konsumsi komoditas lain dengan kendala sumberdaya, (2) rumahtangga sebagai produsen akan memaksimumkan keuntungan dengan kendala teknologi sumberdaya dan harga sarana produksi, (3) tenaga kerja dalam dan luar keluarga bersubstitusi sempurna, dan (4) partisipasi rumahtangga dalam pasar tenaga kerja. Barnum dan Squire (1978) menganalisis perilaku produksi usahatani, konsumsi, dan penawaran tenaga kerja, pada pertanian semi-ko mersial di pa sar tenaga kerja yang bersaing. Hasil penelitian menunjukkan adanya keterkaitan erat antara keputusan produksi dan konsumsi dalam rumahtangga petani. Menurut Singh et.al. (1986), Agricultural Household Model diturunkan dari teori perilaku konsumen. Model Bagi dan Singh (1974) adalah mode l analisis simultan rumahtangga petani, dimana petani memaksimumkan utilitasnya dengan kendala produksi, pendapatan, dan waktu. Penurunan model ini adalah dalam bentuk keputusan produksi, tenaga kerja, konsumsi, investasi, kredit pertanian, dan surplus pasar, yang dijabarkan dalam fungsi persamaan seperti pada Bab IV. Teori perilaku petani yang berkembang dewasa ini adalah hubungan antara kegiatan produksi dan konsumsi secara tidak terpisahkan (non-separabel). Dalam Agricultural/Farm Household Model, Singh et.al. (1986), Barnum dan Squire (1978), serta Bagi dan Singh (1974), menganalisis perilaku petani dengan model persamaan simultan secara terpisah (separabel), dalam keputusan produksi, tenaga kerja dalam dan luar keluarga, konsumsi, investasi, finansial, dan surplus pasar. Dalam model ekonomi rumahtangga dari Singh et.al. (1986), keputusan produksi
diambil dari fungsi produksi pertanian, dimana jumlah produksi
pertanian kotor (Q i ) merupakan fungsi dari penggunaan lahan garapan (L), persediaan moda l usaha (K t ), tenaga kerja dalam keluarga (N f ), tenaga kerja luar ke luarga (N h ), biaya produksi tidak tetap (O), serta perubahan teknologi dan kelembagaan (T). Fungsi produksi dirumuskan sebagai berikut: Qi
= f (L, K t , N f , Nh , O, T)
(3.28)
59
Keputusan konsumsi terdiri dari konsumsi subsisten dan konsumsi tunai, dimana
konsumsi subsisten (C s ) merupakan fungsi dari jumlah produksi
pertanian kotor (Q i ),
jumlah anggota keluarga (F), konsumsi tunai (C c ), dan
konsumsi subsisten sebelumnya (C s-1 ). Konsumsi tunai (C c ) merupakan fungsi dari pendapatan rumahtangga atau disposable income (Yd ), jumlah anggota ke luarga (F), ko nsumsi subs isten (C s ), indeks harga konsumen (P c ), dan konsumsi tunai sebelumnya (C c-1 ). Fungsi ko nsumsi dirumuskan seba gai berikut: Cs
= f (Q i , F, Cc , Cs-1 )
(3.29)
Cc
= f (Yd , F, Cs , Pc , Cc-1 )
(3.30)
Petani
memproduksi dan menjual komoditas ke konsumen, sedangkan
masyarakat membeli komoditas dari produsen, sehingga terjadi Marketed-Surplus, dimana surplus pasar (M) merupakan fungsi dari jumlah produksi pertanian kotor (Q i ), konsumsi subsisten (C s ), konsumsi tunai (C c ), dan indeks harga komoditas pertanian (P a ). Fungsi surplus pasar dirumuskan sebagai berikut: M
= f (Q i , Cs , Cc , Pa )
(3.31)
Tenaga kerja terdiri dari tenaga kerja dalam dan luar keluarga. Tenaga kerja dalam keluarga (N f ) adalah fungsi dari produksi pertanian kotor (Q i ), mekanisasi pertanian (K m ), upah tenaga kerja (W a ), dan upah anggota keluarga petani (W f ). Tenaga kerja luar ke luarga (N h ) adalah fungsi dari produksi pertanian kotor (Q i ), mekanisasi pertanian (K m ), upah tenaga kerja (W a ), indeks harga input pertanian lainnya (P i ), indeks harga komoditas pertanian (P a ), dan tenaga kerja dalam ke luarga (N f ). Fungsi tenaga kerja dalam dan luar keluarga adalah: Nf
= f (Q i , K m , Wa , Wf )
(3.32)
Nh
= f (Q i , K m , Wa , Pi , Pa , N f)
(3.33)
Upah tenaga kerja atau buruh-tani (W a ) adalah fungsi dari tingkat pengangguran (U r ), indeks harga konsumen (P c ), upah industri/manufaktur (W n ), dan tingkat upah sebelumnya (W a-1 ). Fungsi upa h buruh-tani adalah: Wa
= f (Ur , Pc , Wn , Wa-1 )
(3.34)
Keputusan investasi (I) merupakan fungsi dari penggunaan lahan garapan (L), persediaan modal sebelumnya (K t-1 ), tingkat suku-bunga (i), tabungan sebelumnya (S t-1 ), dan jumlah permintaan kredit (B). dirumuskan sebagai berikut:
Fungsi investasi
60
I
= f (L, K t-1 , i, S t-1 , B)
(3.35)
Dalam keputusan finansial, jumlah permintaan kredit (B) merupakan fungsi dari tingkat bunga (i), biaya produksi tidak tetap (O), investasi (I), dan tabungan sebelumnya (S t-1 ). Fungsi permintaan kredit dirumuskan sebagai berikut: B
= f (i, O, I, S t-1 )
(3.36)
Keputusan produksi, konsumsi, surplus pasar, tenaga kerja, upah tenaga kerja, investasi, dan aspek finansial, saling terkait satu sama lain dan umum terjadi di negara berkembang. Yotopoulos dan Lau (1974), membuat model rumahtangga petani dengan penekanan pada keseimbangan umum sektor pertanian, baik produksi maupun konsumsi. Asumsinya adalah: (1) petani sebagai konsumen berusaha memaksimumkan utilitas dengan kendala sumberdaya, (2) petani sebagai produsen berusaha memaksimumkan keuntungan dengan kendala teknologi, sumberdaya dan harga, (3) tenaga kerja dalam dan luar keluarga bersubstitusi sempurna, dan (4) petani berpartisipasi dalam pasar tenaga kerja. Integrasi model ekonomi mikro dan makro mempunyai konsekuensi sebagai berikut: (1) perlu adanya parameter lahan, obligasi tetap, jumlah keluarga, dan komposisi analisis komparatif statik,
(2) model ekonomi mikro rumahtangga
sebagai blok rekursif, yaitu keputusan produksi optimal terpisah dengan keputusan konsumsi optimal, (3) tingkat upah tenaga kerja dalam keseimbangan, merupakan asumsi yang mengganggu di negara berkembang,
dan (4) dalam
rangka analisis komparatif statik, dapat pula dianalisis simulasi mode l dinamiknya. Secara teoritis, Becker (1965) telah mengembangkan model dasar ekonomi rumahtangga yang mempelajari tentang perilaku produksi dan konsumsi rumahtangga, yang kemudian oleh Evenson (1978) disebutnya New Household Economics.
Rumahtangga dipandang sebagai pengambil keputusan dalam
aktivitas produksi dan konsumsi serta berhubungan dengan alokasi waktu dan pendapatan rumahtangga dengan analisis secara simultan.
Asumsi yang
digunakan adalah bahwa dalam mengkonsumsi, kepuasan rumahtangga bukan hanya dari barang dan jasa yang diperoleh di pasar, melainkan juga dari berbagai komoditas yang dihasilkan rumahtangga. Beberapa asumsinya antara lain: (1) waktu dan barang atau jasa merupakan aspek kepuasan, (2) waktu dan barang atau
61
jasa dapat dipakai sebagai input dalam fungsi produksi rumahtangga, dan (3) rumahtangga bertindak sebagai produsen dan konsumen. Penelitian tentang perilaku rumahtangga petani kedelai yang dilakukan oleh Susetyanto (1994) di kabupaten Subang–Jawa Barat, menganalisis dampak alternatif kebijakan terhadap produksi, pendapatan, dan konsumsi rumahtangga petani kedelai, dengan menggunakan pendekatan model persamaan simultan. Perilaku rumahtangga petani kedelai dalam luas areal panen, produksi, tenaga kerja dalam dan luar keluarga, pendapatan, konsumsi , investasi, tabungan, dan kredit, mempunyai respon positif atau negatif terhadap perubahan hargaharga. Kebijaka n ke naika n harga kede lai, harga gaba h kering pa nen, upa h tenaga kerja, da n harga input teknologi produksi, dapat berdampak besar atau kecil dalam meningkatkan produksi,
penerimaan usahatani kedelai,
dan pendapatan
rumahtangga petani. Kebijakan pemerintah dalam penentuan harga dasar padi dan palawija serta penghapusan subsidi pupuk, sesuai dengan harapan untuk menyerap tenaga kerja serta meningkatkan produksi dan pendapatan rumahtangga petani. Temuan penelitian ini akan menjadi acuan dalam studi usahatani kedelai lanjutan. 3.4. Fungs i Permintaa n Input dan Penawaran Output Formulasi fungsi utilitas (U) dalam model ekonomi rumahtangga yang unik, seperti pada usahatani kedelai sebagai secondary crops atau tanaman sela setelah padi, dapat diasumsikan sebagai berikut: Ui
= f (K p , K ki , Ks ),
(3.37)
dimana: Ui = fungsi utilitas rumahtangga petani kedelai, K p = jumlah konsumsi pangan, K ki = jumlah konsumsi komoditas ke-”i” (i=1,2,3,4, dimana 1=kedelai,2=non-kedelai, 3=non-usahatani lain, 4=non-pertanian lain), K s = jumlah konsumsi waktu santai atau leisure. Dengan syarat kontinyu dan dapat diturunkan dua kali, meningkat secara monoton, lengkap, refleksif, transitif, dan cembung, maka formulasi matematis untuk rumahtangga dengan kendala fungsi produksi adalah sebagai berikut:
62
Qi dimana: Qi Ck T S3
Zi
= f (Ck , T, S 3 , Zi ) ,
(3.38)
= fungsi produksi kedelai, = konsumsi kedelai, = waktu kerja total usahatani kedelai, = input sarana produksi (1.benih kedelai, 2.pupuk, 3.pestisida)
= input faktor tetap ke- ”i” (i=1,2,3,4, dimana: 1= luas areal panen kedelai, 2= umur tanaman kedelai, 3= pengalaman bercocok-tanam kedelai, 4= areal tanam dan irigasi teknis).
Rumahtangga petani kedelai diasumsikan menghadapi kendala waktu, yaitu: T
= Ks + F + N f
(3.39)
F
= T – Ks – N f
(3.40)
dimana: T Ks F Nf
= jumlah waktu yang tersedia untuk rumahtangga, = konsumsi waktu santai (leisure), = waktu kerja untuk usahatani kedelai dari rumahtangga, = waktu kerja untuk kegiatan luar usahatani dari rumahtangga.
Rumahtangga usahatani kedelai diasumsikan menghasilkan pendapatan dari penjualan hasil usahatani kedelai, upah tenaga kerja dari luar usahatani, dan pendapatan lain dari buruh-tani, kemudian membelanjakan hasil pendapatannya untuk konsumsi kedelai pangan dan non-pangan, serta konsumsi lain rutin dan non-rutin. Formulasi keseimbangan pendapatan dan pengeluaran rumahtangga dapat dirumuskan sebagai berikut: H k .Ck – Uk .(T– F)+UNk – HS3 .S 3 + YNl =H p .K p +∑3 i=1 Hki .K ki dimana: Hk HS3 Hp Hki Ck T
= = = = = =
Uk = UNk = YNl =
(3.41)
harga kedelai, harga sarana produksi tertimbang, harga komoditas pangan, harga barang konsumsi ke- ”i” untuk i=1,2,3,4, dimana 1= gabahKP, 2=jagung, 3= palawija lain, 4= kacang-2an, konsumsi kedelai, waktu kerja untuk kegiatan luar usahatani dan rumahtangga, (T–F)>0, berarti rumahtangga sebagai pembeli bersih tenaga kerja, (T–F)<0, berarti rumahtangga sebagai penjual bersih tenaga kerja, upah tenaga kerja usahatani kedelai, upa h tenaga kerja non-usahatani kedelai, pendapa tan non-usahatani lain (buruh,sewa/sakap,warung,warisan).
63
Secara matematis persamaan ini dapat dipecahkan dengan kendala waktu, dan dimasukkan dalam persamaan pendapatan, sehingga diperoleh hasil: H k .Ck – Uk .T +Uk .F+UNk .Nf – HS3 .S3 +YNl =H p .K p +∑3 i=1 Hki .Kki (3.42) Apabila kendala waktu disubstitusikan dalam persamaan, akan diperoleh: H k .Ck – Uk .T +Uk .(T– Nf – L) +UNk .N f– HS3 .S3 + YNl =H p .K p +∑3 i=1 Hki .Kki (3.43) H k .Ck – Uk .T+Uk .T– Uk .Nf– Uk .L+UNk .Nf – HS3 .S3 +YNl =H p .K p +∑3 i=1 Hki .Kki (3.44) H k .Ck – Uk .T– HS3 .S3 +Uk .T+(UNk – Uk ).N f +YNl =H p .K p –∑3 i=1 Hki .Kki +Uk .L= Y* (3.45) Dalam hal ini, Y* adalah pendapatan penuh (full income) sesuai ko nsep Becker (1965). Sisi kanan dari pendapatan penuh Y* terdiri dari: 1.
Keuntungan usahatani kedelai, yaitu penerimaan total dikurangi biaya variabel, dimana: п = (H k .Ck –Uk .T–HS3 .S 3 )
2.
Pendapatan potensial dari upah jika seluruh waktu yang dimiliki rumahtangga dijual ke pasar tenaga kerja (U k .T)
3.
Selisih pendapatan dari upah non-pertanian dengan upah pertanian, dimana jumlah waktunya sama dalam mengelola usahatani ((U Nk –Uk ).N f )
4.
Pendapa tan non-tenaga kerja (Y Nl ) Sementara itu sisi kiri dari pendapatan penuh (Y*), menunjukkan
pengeluaran rumahtangga total dari konsumsi kedelai, non-kedelai, non-pangan lain, ko nsumsi lain rutin maupun non-rutin, serta konsumsi waktu santai (leisure). Maksimisasi fungsi utilitas rumahtangga dengan dua kendala, yaitu fungsi produksi kedelai dan pendapatan penuh, dapat menggunakan fungsi Lagrange dan diformulasikan sebagai berikut: Ui
= f (K p , K ki , Ks ) + λ1 .(–H p .K p – Σ3 i=1 Hki .Kki – Uk .Ks + H k .Ck – Uk .T – H S3 .S3 + Uk .T + (UNk – Uk ).N f + YNl ) + λ 2 .Qk (Ck , T, S 3 ; Zi )
(3.46)
Formulasi model ekonomi rumahtangga petani kedelai unifikasi adalah: Max. Ui = f (K p , K ki , Ks ),
untuk i=1,2,3.
(3.47)
untuk i=1,2,3
(3.48)
Kendalanya: Q i . (Ck , T, S 3 ; Zi ) = 0,
64 H p .K p +Σ3 i=1 Hki .Kki = Hk .Ck –HS3 .S3 –Uk .(T–F) +(UNk –Uk ).N f (3.49) +YNl T
= Ks + F + N f
(3.50)
Fungsi permintaan kedelai, non-kedelai, non-usahatani atau non-pertanian, serta waktu santai dalam rumahtangga, dapat diturunkan dari maksimisasi utilitas dari model ekonomi rumahtangga, yang diperoleh dengan syarat kondisi turunan pertama (first order condition) sama dengan nol, dan terpenuhinya syarat kondisi tur unan kedua (second order condition), sehingga dihasilkan suatu sistem persamaan linear, dalam bentuk matriks Ax=b, dengan menggunakan Cramer’sRules, dan dapat dianalisis secara komparatif statis dampak perubahan peubah kebijakan
(eksogen)
terhadap
peubah endogen,
untuk
mengalokasikan
sumberdaya dalam keluarga. Kondisi turunan pertama dan kedua dirumuskan sebagai berikut: Ui . K pi – λ1 /μ H pi = 0,
untuk i = 1,2,3.
(3.51)
Ui . Kki – λ1 /μ H ki = 0,
untuk i = 1,2,3.
(3.52)
Ui . Ks i – λ1 /μ U ki = 0,
untuk i = 1,2,3.
(3.53)
–Σ3 i=1 H pi .K pi – Σ3 k=1 H ki .K ki + H k .Ck – H S3 .S3 – Σ3 i=1 Uki .K si – Σ3 i=1 Uki .Ti + Σ3 i=1 Uki. Ti + Σ3 i=1 (UNki –Uki ).N fi + YNl = 0
(3.54)
U3 . K pi – λ1 /(1-μ). H pi = 0,
untuk i = 1,2,3.
(3.55)
U3 . K ki – λ1 /(1-μ). H ki = 0,
untuk i = 1,2,3.
(3.56)
U3 . Ks i – λ1 /(1-μ). U ki = 0 ,
untuk i = 1,2,3.
(3.57)
–Σ3 i=1 H pi .K pi –Σ3 k=1 Hki .Kki +H k .Ck –H S3 .S3 –Σ3 i=1 Uki .K si –Σ3 i=1 Uki .Ti +Σ3 i=1 Uki .Ti +Σ3 i=1 (UNki –Uki ).N fi +YNl = 0
(3.58)
Dalam hal ini, H k + λ2 /λ1 Qi .Ck = 0
(3.59)
Uki – λ2 /λ1 Qi .Ti = 0,
(3.60)
Uki – λ2 /λ1 Qi .Ti = 0,
(3.61)
Q i (Ck , Ti , S3 ; Zi ) = 0
(3.62)
dimana: Ui .K pi
= δU1 / δK pi , U1 .Kki
= δU1 / δ.K ki , U1 .Kki, U1 .Ksi
= δU1 / δ.Ks i , U2 .K pi
= δU2 / δ.K pi , U2 .Kki
= δU2 /δ.K ki , U2 .Kki, U2 .Ksi = δU2 / δ.K ki , U2 .Kki, U2 .Ksi
65 = δU2 /δ.K ki , U2 .Kki, U2 .Ksi = δ.Q i / δTi, Q i .S3 = δ.Q i /
(3.63.)
δ.S 3 Permintaan komoditas kedelai merupakan suatu fungsi dari harga kedelai, harga substitusi, harga komplemen, dan pendapatan penuh, sehingga diperoleh keuntungan maksimal dari usahatani kedelai. Fungsi ini harus memenuhi syarat adding-up, homogen, dan simetri. Setelah fungsi permintaan kedelai diperoleh, maka dapat dievaluasi dampak perubahan peubah eksogen terhadap konsumsi rumahtangga secara parsial. Selain harga barang konsumsi maka upah tenaga kerja dan pendapatan penuh dapat mempengaruhi fungsi permintaan atau konsumsi rumahtangga.
Dampak perubahan konsumsi rumahtangga akibat
perubahan harga-harga adalah adanya efek substitusi, efek pendapatan, dan efek keuntungan usahatani melalui pendapatan penuh. Fungsi permintaan konsumsi rumahtangga petani dapat digunaka n untuk menganalisis permintaan waktu santai, yang tidak ditemui pada fungsi permintaan konvensional.
Dampak perubahan pada peubah eksogen terhadap peubah
endogen dihitung berdasarkan nilai elastisitasnya. Fungsi permintaan komoditas kedelai dapat dirumuskan sebagai berikut: K pi = f (H pi , H ki , HSi , Y*) ,
untuk i = 1,2,3.
(3.64)
K ki = f (H pi , H ki , HSi , Y*) ,
untuk i = 1,2,3.
(3.65)
Ks i = f (H pi , H ki , HSi , Y*) ,
untuk i = 1,2,3.
(3.66)
Dalam hal ini: Y*
= Y* ( П, YNl , UNli ),
untuk i = 1,2,3.
(3.67)
П
= (H k , Uki , H S3 , Zi ) ,
untuk i = 1,2,3.
(3.68)
dimana: П = keuntungan usahatani kedelai. Pada kondisi yang optimal, dapat pula diturunkan fungsi penawaran output (Q i ), dan permintaan input (Ti , S 3 ). Penawaran komoditas kedelai (Q i ), dan permintaan input sarana produksi pertanian (Ti , S 3 ), merupakan fungsi dari harga komoditas kedelai (H k ), harga input sarana produksi pertanian (U ki , HS3 ), dan harga input tetap (Zi ). Fungsi penawaran output- nya adalah: Qi
= f (H k , Uki , HS3 ; Zi ) ,
untuk i = 1,2,3.
(3.69)
Ti
= f (H k , Uki , HS3 ; Zi ) ,
untuk i = 1,2,3.
(3.70)
S3
= f (H k , Uki , HS3 ; Zi ) ,
untuk i = 1,2,3.
(3.71)
66
Fungsi pe nawaran Q i dinyatakan dalam marketed surplus sebagai berikut: M Sk = Q i – Ck
(3.72)
Dengan demikian dapat dilakukan analisis perilaku penawaran Q i rumahtangga pertanian, karena perubahan faktor eksogen seperti harga kedelai (Hk ). Konsumsi kedelai (C k ) dapat ditransmisikan melalui perubahan pendapatan, yang perubahannya tergantung dari jenis komoditas- nya (Xi ). Peruba ha n M Sk tergantung pada peruba han pe uba h eksogen sepe rti H k , Hp , Uk , UNk , HS3 , dan Zi .
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian, Sumber Data, dan Sampel Data 4.1.1. Lokasi Penelitian dan Sumbe r Data Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2000 sampai dengan bulan Maret 2001, di kabupaten Pasuruan dan Ponorogo di Jawa Timur, Wonogiri di Jawa Tengah, Gunung Kidul di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Garut di Jawa Barat, dan Lampung Tengah di Lampung. Sumber data penelitian berasal dari data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh langsung dari
rumahtangga petani kedelai dengan teknik wawancara menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner).
Data sekunder diperoleh dari instansi terkait di
Pemerintah Daerah Tingkat I dan Tingkat II,
Dinas Pertanian dan Badan
Penelitian Tanaman Pangan setempat, serta Badan Pusat Statistik (BPS).
4.1.2. Metoda Pengambilan Contoh Lokasi
penelitian
ditentukan
secara
sengaja
(purposive)
dengan
pertimbangan bahwa propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, DIY, Jawa Barat, dan Lampung, merupakan sentra produksi kedelai di Indonesia selain NAD, NTB, dan Sulawesi Selatan, dimana pola tanamnya berbeda pada lahan garapan beririgasi teknis da n setengah teknis. Kabupaten yang terpilih ada lah Pasuruan, Ponorogo, Wonogiri, Gunung Kidul, Garut, dan Lampung Tengah, berdasarkan luas areal panen kedelai terbanyak menggunakan teknologi pemupukan baru. Pemilihan petani berdasarkan metoda stratified random sampling, pada strata luas lahan garapan diatas 1.00 ha, antara 0.50-1.00 ha, dan dibawah 0.50 ha. Petani yang terpilih sejumlah 250 responden, yang terdiri dari petani penggarap dan pemilik penggarap, pada sawah beririgasi teknis dan setengah teknis, yang proporsinya dipilih secara acak setiap strata, sesuai keragaman contoh petani kedelai. Profil data responden model ekonomi rumahtangga petani kedelai di Indonesia terlihat seperti dibawah ini.
68
Model Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai di Indonesia DATA RESPONDEN A.
Berdasarkan Sistem Irigasi dan Skala Usahatani Sistem Irigasi
NR
Luas Lahan Garapan <0.50Ha
0.5 –1.0Ha
>1.00Ha
Penyakap
Pemilik
Penyakap
Pemilik
Penyakap
Pemilik
/Penyewa
/Penggarap
/Penyewa
/Penggarap
/Penyewa
/Penggarap
1. Teknis
130
20
46
8
20
11
25
2. 1/2Teknis/
120
19
44
9
17
9
22
250
39
90
17
37
20
47
Jateng
DIYogyakarta Jabar
Wonogiri
GunungKidul Garut
TadahHujan 3. Jumlah B.
Berdasarkan Sistem Irigasi dan Lokasi Usahatani Sistem Irigasi
NR
Lokasi Usahatani Kedelai Jatim Pasuruan
Ponorogo
Lampung LampungTngh
SK
KT
BD
JT
EM
WT
KM
PY
KP
WR
TM
SM
1. Teknis
130
20
20
11
11
2
2
12
12
2
2
18
18
2. 1/2Teknis/
120
2
2
9
9
18
18
8
8
19
19
4
4
250
22
22
20
20
20
20
20
20
21
21
22
22
TadahHujan 3. Jumlah C.
Profil Responden 1 Sistem Irigasi:
Teknis : 1/2Teknis&TadahHujan = 52.0% : 48.0%.
2 Skala Usahatani: <0.50Ha : >0.50Ha = 51.6% : 48.4%. 3 Status Lahan:
Pemilik/Penggarap : Penyakap/Penyewa = 69.6% : 30.4%.
4 LokasiUsahatani: Jatim = 33.6%; Jateng = 16%; DIY = 16%; Jabar = 16.8%; Lampung = 17.6%. 5 Nasional:
Jatim: 43.9%; Jateng: 17.9%; DIY: 6.1%; Jabar: 2.7%; Lampung: 0.6%. Propinsi Sampel: 71.2%; NTB: 12.0%; NAD: 3.7%; Sulsel: 2.8%; Propinsi Lain: 10.5%.
4.2. Perumusan Model dan Pros edur Analisis Dalam perumusan model dan prosedur analisis, langkah- langkah yang perlu diperhatikan adalah spesifikasi model, identifikasi model, metode pendugaan, validasi mode l, da n simulasi kebijakan.
4.2.1. Spesifikasi Model Model adalah suatu penjelasan fenomena aktual suatu sistem atau proses. Model ekonometrika merupakan gambaran dari fenomena aktual suatu sistem atau proses, yang mencakup satu atau lebih peubah penjelas (Intriligator, 1978). Model ekonometrika merupakan pola khusus dari model aljabar yang menyangkut unsur stokastik satu atau lebih jumlah pengganggu. Model penelitian ini adalah
69
Agricultural/Farm Household Model (Singh et.al., 1986), yang berbeda dengan model pasar komoditas industri yang dikemukakan oleh Hallam (1990) dan Labys (1975). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku petani dalam kegiatan produksi dan konsumsi dianalisis sesuai model ekonometrika seperti pada Gambar.3. Model yang baik harus memenuhi kriteria ekonomika (arah dan besaran parameter), uji-statistika, matematika, dan asumsi ekonometrika. Pada Gambar 3. memperlihatkan hubungan antar peubah endogen dan peubah eksogen, dimana terdapat keterkaitan antara tenaga kerja, pendapatan dan pengeluaran. Pada prosedur analisis, model dirumuskan dalam bentuk sistem persamaan simultan. Peubah yang perlu dirumuskan dalam model adalah: luas areal panen dan produksi, sarana produksi, tenaga kerja, biaya usahatani, penerimaan dan pendapatan, pengeluaran konsumsi dan investasi, tabungan dan kredit pertanian.
4.2.1.1. Luas Areal Panen dan Produksi Kedelai Luas areal panen kedelai (LAP) dipengaruhi oleh harga kedelai (HK), harga jagung (HJ), harga kacang-hijau (HKH), harga pupuk urea (HPU), asset total (AT), jumlah benih kedelai (JB), tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan pendapatan rumahtangga (PRT). Fungsi luas areal panen kedelai (LAP) adalah: LAP
= a 0 + a 1 HK + a 2 HJ + a 3 HKH + a 4 HPU + a 5 AT (4.1) + a 6 JB + a7 TKDK + a 8 PRT + U1
dimana: U1 merupakan peubah pengganggu. Nilai parameter dugaan yang diharapkan: a 1 , a5 , a6 , a7, a 8 > 0 dan a 2 , a 3, a4 < 0. Produksi kedelai (PRO) dipengaruhi oleh harga benih kedelai (HB), harga pupuk SP36/TSP (HPS), harga ZPT (HZ), harga rhizoplus (HR), luas areal panen kedelai (LAP), kredit pertanian (KRE), dan penerimaan usahatani kedelai (PUK). Fungsi produksi kedelai (PRO) adalah: PRO
= b0 + b1 HB + b2 HPS + b3 HZ + b4 HR + b5 LAP (4.2) + b6 KRE + b7 PUK + U2
dimana: U2 merupakan peubah pengganggu. Nilai parameter dugaan yang diharapkan: b 5 , b6 , b7 > 0 dan b 1 , b2 , b3 , b4 < 0.
70
Gambar 3.
Keterkaitan Tenaga Kerja, Rumahtangga Petani Kedelai
Pendapatan
dan
Pengeluaran
71
72
Keterangan Gambar: Peubah Endoge n:
Peubah Exoge n:
LAP
= Luas Areal Panen Kedelai (Ha) = Produksi Kedelai (Kg)
HK
= Jumlah Benih Kedelai (Kg) = Jumlah Pupuk Urea (Kg)
HJ
= Jumlah Pupuk SP36/TSP (Kg) = Jumlah Pupuk KCL/ZA (Kg)
HU
= Jumlah Obat / Pestisida (Lt) = Jumlah Zat Perangsang Tumbuh (Lt)
HKH = Harga Kacang-Hijau (Rp/Kg) HB = Harga Benih Kedelai (Rp/Kg)
PRO JB JPU JPS JPK JO JZ
HG HS
= Harga Kedelai (Rp/Kg) = Harga Gabah Kering Panen (Rp/Kg) = Harga Jagung (Rp/Kg) = Harga Singkong (Rp/Kg)
= Harga Ubi-Jalar (Rp/Kg) HKT = Harga Kacang-Tanah (Rp/Kg)
JR
= Jumlah Rhizoplus (Sachet) TKDK = TK DalamKeluarga Ut.Kedelai (HOK)
HPU = Harga Pupuk Urea (Rp/Kg) HPS = Harga Pupuk SP36/TSP (Rp/Kg)
TKLK = TK LuarKeluarga Ut.Kedelai (HOK) TKDN = TKDlmKeluarga UtNonKedelai(HOK)
HPK = Harga Pupuk KCL/ZA (Rp/Kg) HO = Harga Obat / Pestisida (Rp/Lt)
TKDL = TK DlmKeluarga NonUt.Lain (HOK) PNK = Pendapatan Ut.NonKedelai (Rp)
HZ
PNL
HTp
KPT
= Pendapatan NonUt. Lain (Rp) = Konsumsi Pangan Total (Rp)
HR HTh
= Harga Zat Perangsang Tumbuh(Rp/Lt) = Harga Rhizoplus (Rp/Sachet) = Harga Tempe Kedelai (Rp/0.50Kg) = Harga Tahu Kedelai (Rp/0.50Kg)
KNP = Konsumsi NonPangan (Rp) IE = Investasi Pendidikan (Rp)
HHK = Harga Rata-rata Hasil Kebun (Rp) HTI = Harga Rata-rata Hsl.Ternak/Ikan (Rp)
IH
UTKL = Upah TKLK Dibayarkan (Rp/HOK) SB = Suku-Bunga Kredit (%/Th)
IP
= Investasi Kesehatan (Rp) = Investasi Produksi Pertanian (Rp)
TAB = Tabungan (Rp) KRE = Kredit Pertanian (Rp)
UM
TKK = Tenaga Kerja Kedelai (HOK) TKD = Tenaga Kerja Dalam Keluarga (HOK)
AKK = Angkatan Kerja Keluarga (Orang) AK = Anggota Keluarga (Orang)
TKL
= Tenaga Kerja Luar Keluarga (HOK) = Tenaga Kerja Total (HOK)
AT
= Curah Kerja Total (HOK) = Biaya SaranaProduksi Ut.Kedelai (Rp)
Kl
TK CK BS
ED
PBB Kk
BTK = Biaya TenagaKerja Ut.Kedelai (Rp) BUK = Biaya Usahatani Kedelai (Rp)
Tkln
PUK = Penerimaan Usahatani Kedelai (Rp) PUKT = Pendapatan Ut.Kedelai Total (Rp)
Ckl
PRT
Da
PD KT
= Pendapatan Rumahtangga Total (Rp) = Pendapatan Disposable (Rp)
Tkll Jph Di
= Umur Petani (Th) = Lama Pendidikan (Th)
= Asset Total (Rp) = Pajak Bumi & Bangunan (Rp) = Konsumsi Lain NK/NP (Rp) = Konsumsi Kedelai Total (Kg) = TK LuarKeluarga UtNonKedelai(HOK) = TK LuarKeluarga NonUt.Lain (HOK) = Curah Kerja LuarKeluarga (HOK) = Jumlah Pupuk Hijau/Kandang (Kg) = Dummy Area (MilikSendiri=1) = Dummy Irigasi (Teknis&1/2T=1)
= Konsumsi Rumahtangga Total (Rp) = Investasi Sumberdaya (Rp)
Dg
BRT
= Investasi Rumahtangga Total (Rp) = Pengeluaran Rumahtangga Total (Rp)
Hkpu = Rasio H.Kedelai dng H.Pupuk Urea Hkps = Rasio HKedelai dng HPupukSp36/Tsp
KJ PKp
= Kedelai Jual / Surplus Pasar (Kg) = Produktivitas Kedelai (Kg/Ha)
Hkpk = Rasio H.Kedelai dng H.Pupuk Kcl/Za
IS INV
Ds
= Dummy Gender (Laki2=1) = Dummy Skill (Tamat SD=1)
73
4.2.1.2. Penggunaan Sarana Produksi Penggunaan sarana produksi terdiri dari jumlah benih kedelai, jumlah pupuk (Urea, SP36/TSP, KCL/ZA), dan jumlah pestisida (obat/pestisida, ZPT, rhizoplus). Jumlah benih kedelai (JB) dipengaruhi oleh harga benih kedelai (HB), harga ZPT (HZ), harga rhizoplus (HR), luas areal panen kedelai (LAP), kredit pertanian (KRE), dan penerimaan usahatani kedelai (PUK). Fungsi jumlah benih kedelai (JB) adalah: JB
= c 0 + c1 HB + c 2 HZ + c 3 HR + c 4 LAP + c 5 KRE + c 6 PUK + U 3
(4.3)
dimana: U3 merupakan peubah pengganggu. Nilai parameter dugaan yang diharapkan: c 4, c5 , c6 > 0 dan c 1 , c 2 , c3 < 0. Jumlah penggunaan pupuk terdiri dari jumlah pupuk urea (JPU), jumlah pupuk SP36/TSP (JPS), dan jumlah pupuk KCL/ZA (JPK). Jumlah pupuk urea (JPU) dipengaruhi oleh rasio harga kedelai (HK) dengan harga pupuk urea (HPU) sebagai Hkpu, harga benih kedelai (HB), harga obat/pestisida (HO), harga ZPT (HZ), jumlah pupuk hijau/kandang (Jph), pendapatan non-kedelai (PNK), pendapa tan non-usahatani lain (PNL), dan penerimaan usahatani kedelai (PUK). Fungsi jumlah pupuk Urea (JPU) adalah: JPU
= d0 + d1 Hkpu + d2 HB + d3 HO + d4 HZ + d5 Jph + d6 PNK + d7 PNL + d8 PUK + U4
(4.4)
dimana: U4 merupakan peubah pengganggu. Nilai parameter dugaan yang diharapkan: d 1 , d5, d6 , d 7, d8 > 0 dan d 2 , d3 , d4 < 0. Jumlah pupuk SP36/TSP (JPS) dipengaruhi oleh rasio harga kedelai (HK) dengan harga pupuk SP36 /TSP (HSP) seba gai Hkp s, harga be nih (HB), harga ZPT (HZ), dummy area (Da), luas areal panen kedelai (LAP), tenaga kerja luar ke luarga (TKLK), da n pe ndapatan non-kede lai (PNK). Fungsi jumlah pupuk SP36/TSP (JPS) adalah: JPS
= e 0 + e 1 Hkps + e 2 HB + e 3 HZ + e 4 Da + e 5 LAP + e 6 TKLK + e 7 PNK + U5
(4.5)
dimana: U5 merupakan peubah pengganggu. Nilai parameter dugaan yang diharapkan: e 1 , e4 , e5, e6 , e7 > 0 dan e 2 , e3 < 0.
74
Jumlah pupuk KCL/ZA (JPK) dipengaruhi oleh rasio harga kedelai (HK) dengan harga pupuk KCL/ZA (HPK) sebagai Hkpk, harga benih kedelai (HB), harga obat/pestisida (HO), harga ZPT (HZ), jumlah pupuk hijau/kandang (Jph), luas areal panen kedelai (LAP), pendapatan non-kedelai (PNK), dan penerimaan usahatani kedelai (PUK). Fungsi jumlah pupuk KCL/ZA (JPK) adalah: JPK
= f 0 + f 1 Hkpk + f 2 HB + f 3 HO + f 4 HZ + f 5 Jph + f 6 LAP + f 7 PNK + f 8 PUK + U6
(4.6)
dimana: U6 merupakan peubah pengganggu. Nilai parameter dugaan yang diharapkan: f1, f5 , f6, f7, f8 > 0 dan f2 , f3 , f4 < 0. Dengan demikian nilai pupuk pada usahatani kedelai merupakan perkalian dari jumlah pupuk urea, jumlah pupuk SP36/TSP, dan jumlah pupuk KCL/ZA, dengan harga pupuk urea (HPU), harga pupuk SP36/ TSP (HPS), da n harga pupuk KCL/ZA (HPK).
Persamaan nilai pupuk pada usahatani kedelai adalah:
NPK = ((JPU*HPU) + (JPS*HPS) + (JPK*HPK)). Jumlah obat/pestisida (JO) dipengaruhi oleh harga obat/pestisida (HO), harga benih kedelai (HB), harga ZPT (HZ), harga rhizoplus (HR), jumlah pupuk hijau/ kandang (Jph), dummy irigasi (Di), pe ndapatan non-kedelai (PNK). dan penerimaan usahatani kedelai (PUK). Fungsi jumlah obat/pestisida (JO): JO
= G 0 + g 1 HO + g 2 HB + g 3 HZ + g 4 HR + g 5 Jph + g 6 Di + g 7 PNK + g 8 PUK + U7
(4.7)
dimana: U7 merupakan peubah pengganggu. Nilai parameter dugaan yang diharapkan: g5, g6 , g7 , g8 > 0 dan g1 , g2 , g3 , g4 < 0. Jumlah zat perangsang tumbuh (JZ) dipengaruhi oleh harga zat perangsang tumbuh (HZ), harga benih kedelai (HB), harga obat/pestisida (HO), harga rhizoplus (HR), pendapatan non-kedelai (PNK), dan penerimaan usahatani kedelai (PUK). Fungsi jumlah zat perangsang tumbuh (JZ) adalah: JZ
= h0 + h1 HZ + h2 HB + h3 HO + h4 HR + h5 PNK + h6 PUK + U8
(4.8)
dimana: U8 merupakan peubah pengganggu. Nilai parameter dugaan yang diharapkan: h5 , h6 > 0 dan h1 , h2 , h3 , h4 < 0.
75
Jumlah pemakaian rhizoplus (JR) dipengaruhi oleh harga rhizoplus (HR), harga benih kedelai (HB), harga pupuk Urea (HPU), harga obat/pestisida (HO), harga ZPT (HZ), jumlah pupuk hijau/kandang (Jph), luas areal panen kedelai (LAP), dan pendapatan rumahtangga (PRT). Fungsi jumlah rhizoplus (JR) adalah: JR
= i 0 + i 1 HR + i 2 HB + i 3 HPU + i 4 HO + i 5 HZ + i 6 Jph + i 7 LAP + i 8 PRT + U9
(4.9)
dimana: U9 merupakan peubah pengganggu. Nilai parameter dugaan yang diharapkan: i6 , i7 , i8 > 0 dan i 1 , i2 , i3 , i4 , i5 < 0. Dengan demikian nilai obat/pestisida pada usahatani kedelai merupakan perkalian dari jumlah obat/pestisida (JO), jumlah ZPT (JZ), dan jumlah rhizoplus (JR), dengan harga obat/pestisida (HO), harga ZPT (HZ), dan harga rhizoplus (HR). Persamaan nilai obat/pestisida adalah sebagai berikut: NOK = ((JO*HO) + (JZ*HZ) + (JR*HR)).
4.2.1.3. Penggunaan Tenaga Kerja Bagi dan Singh (1974) membagi pengerjaan tenaga kerja menjadi tenaga kerja dari dalam keluarga dan dari luar keluarga. Dari sisi permintaan, untuk usahatani milik sendiri, maka pengerjaan tenaga kerja dalam keluarga dapat dibagi menjadi usahatani kedelai, usahatani non-kedelai (padi dan palawija nonkedelai), dan non-usahatani lain (kebun, ternak/ikan, warung, ojek, tukang). Jumlah tenaga kerja dari luar keluarga untuk usahatani milik sendiri, terdiri dari usahatani kedelai, usahatani non-kedelai, dan non-usahatani lainnya. Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga (TKD) terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga usahatani kedelai (TKDK), tenaga kerja dalam keluarga usahatani non-kedelai (TKDN) dan tenaga kerja dalam keluarga non-usahatani lain (TKDL). Jumlah tenaga kerja dalam keluarga pada usahatani milik sendiri sama dengan curah kerja dalam keluarga pada usahatani milik sendiri (TKD = CKD). Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga untuk usahatani kedelai (TKDK), dipengaruhi oleh upa h tenaga kerja luar keluarga (UTKL), umur petani (UM), lama pendidikan (ED), angkatan kerja keluarga (AKK), dummy gender (Dg), luas
76
areal panen kedelai (LAP), jumlah pupuk SP36/TSP (JPS), dan tabungan (TAB). Fungsi tenaga kerja dalam keluarga usahatani kedelai (TKDK): TKDK
= j0 + j1 UTKL + j2 UM + j3 ED + j4 AKK + j5 Dg + j6 LAP + j 7 JPS + j8 TAB + U10
(4.10)
dimana: U10 adalah peubah pengganggu. Nilai parameter dugaan yang diharapkan: j 4 , j 5 , j6 , j 7 , j 8 > 0 dan j 1 , j 2 , j3 < 0. Penggun aan tenaga kerja luar ke luarga atau bur uh upa han untuk usahatani kedelai (TKLK), dipengaruhi oleh upah tenaga kerja luar keluarga (UTKL), umur petani (UM), pendidikan petani (ED), dummy skill (Ds), tenaga kerja dalam ke luarga non- usahatani lain (TKDL), jumlah pupuk SP36/TSP (JPS), dan penerimaan usahatani kedelai (PUK). Fungsi tenaga kerja luar keluarga usahatani kedelai (TKLK) adalah: TKLK
= k 0 + k1 UTKL + k 2 UM + k 3 ED + k4 Ds + k 5 TKDL + k 6 JPS + k 7 PUK + U11
(4.11)
dimana: U11 adalah peubah pengganggu. Nilai parameter dugaan yang diharapkan: k 4 , k6 , k7 > 0 dan k 1 , k2 , k3, k 5 < 0. Penjumlahandaritenagakerjadalamkeluargausahatanikedelai dengantenagakerjaluarkeluargausahatanikedelai
(TKDK) (TKLK),
merupakanjumlahtenagakerjausahatanikedelai total (TKK), yaitu: TKK
= TKDK + TKLK
(4.12)
Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga usahatani non-kedelai (TKDN), dipengaruhi oleh upah tenaga kerja luar keluarga (UTKL), harga kedelai (HK), angkatan kerja keluarga (AKK), tenaga kerja luar keluarga usahatani kedelai (TKLK), pe ndapatan non-kedelai (PNK), dan tabungan (TAB). Fungsi tenaga kerja dalam keluarga usahatani non-kedelai (TKDN) adalah: TKDN
= l 0 + l1 UTKL + l 2 HK + l3 AKK + l 4 TKLK + l 5 PNK + l 6 TAB + U12
(4.13)
dimana: U12 adalah peubah pengganggu. Nilai parameter dugaan yang diharapkan: l2 , l3 , l5 , l6 > 0 dan l1 , l4 < 0. Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga non-usahatani lain (TKDL), dipengaruhi oleh upah tenaga kerja luar keluarga (UTKL), umur petani (UM),
77
pendidikan petani (ED), tenaga kerja luar keluarga usahatani kedelai (TKLK), pendapa tan non- usahatani lain (PNL), dan pendapatan usahatani kedelai total (PUKT). Fungsi tenaga kerja dalam keluarga non-usahatani lain (TKDL): TKDL
= m0 + m1 UTKL + m2 UM + m3 ED + m4 TKLK + m5 PNL + m 6 PUKT + U 13
(4.14)
dimana: U13 adalah peubah pengganggu. Nilai parameter dugaan yang diharapkan: m5 , m6 > 0 dan m1 , m2 , m3 , m4 < 0. Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga pada usahatani sendiri (TKD) merupakan penjumlahan dari tenaga kerja dalam keluarga usahatani kedelai (TKDK), dan tenaga kerja dalam keluarga usahatani non-kedelai (TKDN), serta tenaga kerja dalam keluarga non-usahatani lain (TKDL). Jumlah tenaga kerja dalam keluarga pada usahatani milik sendiri (TKD) sama dengan curah kerja dalam keluarga pada usahatani milik sendiri (CKD). Persamaan dari tenaga kerja dalam keluarga pada usahatani milik sendiri (TKD), yaitu: TKD
= TKDK + TKDN + TKDL
(4.15)
Penggunaan tenaga kerja luar keluarga pada usahatani milik sendiri (TKL) merupakan penjumlahan dari tenaga kerja luar keluarga usahatani kedelai (TKLK), dan tenaga kerja luar keluarga usahatani non-kedelai (Tkln), serta tenaga kerja luar keluarga non- usahatani lain (Tkll). Persamaan dari tenaga kerja luar keluarga pada usahatani milik sendiri (TKL), yaitu: TKL
= TKLK + Tkln + Tkll
(4.16)
Jadi penggunaan tenaga kerja total pada usahatani milik sendiri (TK) merupakan penjumlahan dari tenaga kerja dalam keluarga (TKD) dengan tenaga kerja luar keluarga (TKL). Persamaan jumlah tenaga kerja total (TK), yaitu: TK
= TKD+ TKL
(4.17)
Pencurahan tenaga kerja dalam keluarga total merupakan penjumlahan dari tenaga kerja dalam keluarga pada usaha milik sendiri (TKD), ditambah curah kerja dalam keluarga pada usaha milik orang lain (Ckl), yaitu: CK
= TKD + Ckl
(4.18)
78
4.2.1.4. Biaya Usahatani Biaya sarana produksi usahatani kedelai (BS) merupakan penjumlahan dari biaya benih atau jumlah benih kedelai dikalikan harga benih kedelai, ditambah nilai pupuk dan nilai obat/pestisida (NPK+NOK). Nilai pupuk (NPK) atau biaya pupuk adalah jumlah pupuk Urea, SP36/TSP, dan KCL/ZA, dikalikan dengan harga pupuk Urea, SP36/TSP, dan KCL/ZA. Nilai obat/pestisida (NOK) atau biaya obat/pestisida adalah jumlah obat/pestisida, ZPT, dan rhizoplus, dikalikan harga obat/pestisida, ZPT, dan rhizoplus.
Masing- masing biaya merupakan
perkalian dari jumlah penggunaan input dengan harga input. Persamaan biaya sarana produksi usahatani kedelai (BS), yaitu: BS
=
((JB*HB))+((JPU*HPU)+(JPS*HPS)+(JPK*HPK))
(4.19)
+ ((JO*HO)+(JZ*HZ)+(JR*HR)) Biaya tenaga kerja usahatani kedelai (BTK) merupakan perkalian dari tenaga kerja luar keluarga usahatani kedelai (TKLK) dengan upah tenaga kerja luar ke luarga (UTKL), yang merupaka n upa h yang diba yarka n. Persamaan biaya tenaga kerja usahatani kedelai (BTK), yaitu: BTK
= (TKLK * UTKL)
(4.20)
Biaya usahatani kedelai total (BUK) merupakan penjumlahan dari biaya sarana produksi usahatani kedelai (BS) dengan biaya tenaga kerja usahatani kedelai (BTK). Persamaan biaya usahatani kedelai total (BUK), yaitu: BUK
= BS + BTK
(4.21)
4.2.1.5. Pendapatan Rumahtangga Penerimaan usahatani kedelai (PUK) merupakan perkalian dari produksi kedelai (PRO) dengan harga kedelai (HK). Persamaan penerimaan usahatani kedelai (PUK), yaitu: PUK
= (PRO * HK)
(4.22)
79
Jadi pendapatan usahatani kedelai total (PUKT) adalah selisih antara penerimaan usahatani kedelai (PUK) dengan biaya usahatani kedelai total (BUK). Persamaan pendapatan usahatani kedelai total (PUKT), yaitu: PUKT
= PUK – BUK
(4.23)
Pendapa tan usahatani non-kedelai (PNK) dipengaruhi oleh harga kacangtanah (HKT), asset total (AT), pendapatan non-usahatani lain (PNL), pendapatan usahatani kedelai total (PKT), tabungan (TAB), dan kredit pertanian (KRE). Fungsi pendapatan usahatani non-kedelai (PNK) adalah: PNK
= n0 + n1 HKT + n2 PNL + n3 PUKT + n4 TAB + n5 KRE + U14
(4.24)
dimana: U14 adalah peubah pengganggu. Nilai parameter dugaan yang diharapkan: n1 , n4 , n5 > 0 dan n2 , n3 < 0. Pendapa tan non-usahatani lain (PNL) dipengaruhi oleh harga tempe kedelai (HTP), harga rata-rata hasil ternak/ikan (HTI), asset total (AT), pendapatan usahatani non-kedelai (PNK), pendapatan usahatani kedelai total (PUKT), tabungan (TAB), dan kredit pertanian (KRE). Fungsi pendapatan non- usahatani lain (PNL) adalah: PNL
= o 0 + o 1 HTP + o 2 HTI + o 3 AT + o 4 PNK + o 5 PUKT + o 6 TAB + o 7 KRE + U15
(4.25)
dimana: U15 adalah peubah pengganggu. Nilai parameter dugaan yang diharapkan: o 1 , o2 , o3 , o6 , o7 > 0 dan o 4 , o5 < 0. Pendapatan rumahtangga petani (PRT) adalah penjumlahan dari pendapatan usahatani kedelai total (PUKT), pendapatan usahatani non-kedelai (PNK), dan pendapa tan non-usahatani lain (PNL). Persamaan pendapatan rumahtangga petani (PRT) dapat dirumuskan sebagai be rikut : PRT
= PUKT + PNK + PNL
(4.26)
Pendapa tan disposable (PD) merupakan pendapatan rumahtangga petani (PRT) dikurangi pajak bumi dan bangunan serta iuran lainnya (Pbb). Persamaan pendapatan disposable (PD) dapat dirumuskan sebagai berikut:
80
PD
= PRT – Pbb
(4.27)
4.2.1.6. Pengeluaran Konsumsi Konsumsi pangan secara tunai merupakan perkalian dari konsumsi kedelai pangan dengan harga kedelai (KPT=KKP*HK).
Konsumsi total rumahtangga
(KT) merupakan penjumlahan dari konsumsi pangan secara tunai (KPT), dan konsumsi non-pangan (KNP), serta konsumsi lain (Kl). Konsumsi pangan tunai (KPT) dipengaruhi oleh harga jagung (HJ), jumlah anggota keluarga (AK), konsumsi kedelai (KK), konsumsi non-pangan (KNP), dan kredit pertanian (KRE). Fungsi konsumsi pangan tunai (KPT) adalah: KPT
= p0 + p1 HJ + p2 AK + p3 KK + p4 KNP + p5 KRE + U16
(4.28)
dimana: U16 adalah peubah pengganggu. Nilai parameter dugaan yang diharapkan: p 2 , p3 , p5 > 0 dan p 1 , p 4 < 0. Konsumsi non-pangan (KNP) dipengaruhi oleh umur petani (UM), jumlah anggota keluarga (AK), konsumsi pangan tunai (KPT), pendapatan non- usahatani lain (PNL), dan konsumsi rumahtangga total (KT). Fungsi konsumsi non-pangan (KNP) adalah: KNP
= q0 + q1 UM + q2 AK + q3 KPT + q4 PNL + q5 KT + U17
(4.29)
dimana: U17 adalah peubah pengganggu. Nilai parameter dugaan yang diharapkan: q 1 , q2 , q4, q5 > 0 dan q 3 < 0. Dengan
demikian
konsumsi
rumahtangga
total
(KT)
merupakan
penjumlahan dari konsumsi pangan tunai (KPT), konsumsi non-pangan (KNP), dan konsumsi lain (Kl). Persamaan konsumsi rumahtangga total (KT), yaitu: KT
= KPT + KNP + Kl
4.2.1.7. Pengeluaran Investasi
(4.30)
81
Investasi rumahtangga total (INV) terdiri dari investasi sumberdaya (IS) dan investasi produksi pertanian (IP). Investasi sumberdaya (IS) terdiri dari investasi pendidikan (IE) dan investasi kesehatan (IH). Investasi pendidikan (IE) dipengaruhi oleh harga kede lai (HK), harga singko ng (HS), harga ubi-jalar (HU), harga rata-rata hasil ternak/ikan (HTI), harga rata-rata hasil kebun (HHK), umur petani (UM), pendidikan petani (ED), jumlah anggota keluarga (AK), investasi produksi pertanian (IP), pendapatan non- usahatani lain (PNL), dan investasi rumahtangga total (INV). Fungsi investasi pendidikan (IE): IE
= r0 + r1 HK + r2 HS + r3 HU + r4 HTI + r5 HHK + r6 UM + r7 ED + r8 AK + r9 IP + r10 PNL + r11 INV + U18
(4.31)
dimana: U18 adalah peubah pengganggu. Nilai parameter dugaan yang diharapkan: r 1 , r 2 , r3 , r4 , r5 , r 6 , r7 , r8 , r 10 , r11 > 0 dan r 9 < 0. Investasi kesehatan (IH) dipe ngaruhi oleh harga gaba hKP (HG), harga tahu (HTH), investasi produksi pertanian (IP), kredit pertanian (KRE), dan investasi rumahtangga total (INV). Fungsi investasi kesehatan (IH) adalah: IH
=
s 0 + s 1 HG + s 2 HTH + s 3 IP + s 4 KRE + s 5 INV + U19
(4.32)
dimana: U19 adalah peubah pengganggu. Nilai parameter dugaan yang diharapkan: s 1 , s 2 , s 4 , s 5 > 0 dan s 3 < 0. Investasi produksi pertanian (IP) merupakan pengeluaran investasi untuk alat-alat pertanian, yang dipengaruhi oleh asset total (AT), investasi sumberdaya (IS), produksi kedelai (PRO), dan pendapatan rumahtangga petani (PRT). Fungsi investasi produksi pertanian (IP) adalah: IP = t 0 + t 1 AT + t 2 IS + t 3 PRO + t 4 PRT + U20 (4.33) dimana: U20 adalah peubah pengganggu. Nilai parameter dugaan yang diharapkan: t 1 , t 3 , t4 > 0 dan t 2 < 0. Jumlah investasi sumberdaya (IS) adalah penjumlahan dari investasi pendidikan (IE) dan investasi kesehatan (IH). Persamaan investasi sumberdaya (IS), yaitu:
82
IS
= IE + IH
(4.34)
Jumlah investasi rumahtangga total (INV) merupakan penjumlahan dari investasi sumberdaya (IS) dan investasi produksi pertanian (IP).
Persamaan
investasi rumahtangga total (INV) dapat dirumuskan sebagai berikut: INV
= IS + IP
(4.35)
Jadi pengeluaran rumahtangga petani (BRT) adalah penjumlahan dari konsumsi rumahtangga (KT) dengan investasi rumahtangga (INV). Persamaan pengeluaran rumahtangga petani (BRT) dapat dirumuskan sebagai berikut: BRT
= KT + INV
(4.36)
4.2.1.8. Tabungan Tabungan (TAB) dipengaruhi oleh suku-bunga kredit (SB), harga rata-rata hasil ternak/ikan (HTI), dan pendapatan disposable (PD). Fungsi tabungan (TAB) adalah: TAB = u0 + u1 SB + u2 HTI + u3 PD + U21 (4.37) dimana: U21 adalah peubah pengganggu. Nilai parameter dugaan yang diharapkan: u2 , u3 > 0 dan u1 < 0. 4.2.1.9. Kredit Pertanian Kredit pertanian (KRE) dipengaruhi oleh suku-bunga kredit (SB), harga kedelai (HK), asset total (AT), tabungan (TAB), produksi kedelai (PRO), dan investasi kesehatan (IH). Fungsi kredit pertanian (KRE) adalah: KRE
= v 0 + v1 SB + v 2 HPU + v 3 HO + v 4 JPH + v 5 TAB + v 6 JB + v7 KT + v 8 IH + U22
dimana: U22 adalah peubah pengganggu. Nilai parameter dugaan yang diharapkan: v1 , v4 , v5 , v6 , v7, v8 > 0 dan v2, v3 < 0. 4.2.1.10. Surplus Pasar
(4.38)
83
Konsumsi kedelai benih terdiri dari jumlah benih yang digunakan/ditanam, ditambah jumlah benih yang dibeli di pasar/toko/koperasi, ditambah jumlah benih yang disimpan atau sisa/residu. Konsumsi kedelai total (Kk) merupakan penjumlahan dari konsumsi kedelai benih (KKB), konsumsi kedelai pangan (KKP=KPT/HK), dan konsumsi kedelai lain (KKL). Surplus pasar atau marketed surplus usahatani kedelai merupakan jumlah kedelai yang dijual oleh petani ke pasar (KJ), yaitu selisih antara produksi kedelai (PRO) dengan konsumsi kedelai total (Kk). Persamaan kedelai jual petani sebagai surplus pasar (KJ), yaitu: KJ
= PRO – Kk
(4.39)
Sebagai tambahan adalah persamaan produktivitas kedelai, yang merupakan rasio dari jumlah produksi kedelai (PRO) dengan luas areal panen kedelai (LAP) da lam ukuran ton per- hektar. Persamaan produktivitas kedelai (PKp), yaitu: PKp
= (PRO / LAP)
(4.40)
4.2.2. Identifikas i Model Dalam identifikasi model terdapat dua syarat, yaitu syarat keharusan (necessary) da n syarat kecukupa n (sufficiency). Identifikasi model ditentukan berdasarkan kondisi order da n rank, dimana kondisi order dilihat dari kriteria (K–M) yang lebih besar dari (G–1) atau over-identified, dimana K adalah jumlah peubah dalam model, M adalah jumlah peubah dalam persamaan, dan G adalah jumlah persamaan dalam model atau peubah endogen. (K–M) merupakan jumlah peubah yang tidak ada dalam satu persamaan struktural tetapi terdapat pada persamaan struktural lainnya.
Sedangkan kondisi
rank ditentukan oleh
determinan turunan persamaan struktural yang nilainya tidak sama dengan nol atau berpangkat penuh (Koutsoyiannis, 1978). Model yang over-identified, akan menghasilkan perkiraan untuk parameter persamaan struktural atau perilaku. Identifikasi mode l struktural perlu memperhatikan beberapa hal seperti pendapat Intriligator (1980), yaitu: (1) jumlah current endogenous variables dalam model atau G, (2) jumlah current endogenous variables pada setiap persamaan atau g, (3) jumlah pre-determined variables dalam model atau K, dan (4) jumlah pre-determined variables pada setiap persamaan atau k.
84 Jika (G–g) + (K–k) ≥ (G–1) atau (K–k) ≥ (g–1) disebut persamaan overidentified, yang terdiri dari persamaan dengan beberapa nilai parameter dalam persamaan struktural.
Dalam studi
ini
terdapat
40 persamaan, yaitu 22
persamaan struktural dan 18 persamaan identitas, yang terdiri dari 40 peubah endo gen da n 39 pe ubah eksogen, serta menghasilka n pe rsamaan over-identified.
4.2.3. Estimasi Model Berdasarkan hasil identifikasi model, metode pendugaan yang digunakan adalah Two Stage Least Squares (2SLS), sesuai dengan tujuan penelitian ini. Jika hasil analisis tenaga kerja, pendapatan, dan pengeluaran, terdapat kovarian antar kesalahan pengganggu, dimana setiap persamaan tidak sama dengan nol, maka tidak terjadi oto-korelasi atau serial korelasi, dan peubah pre-determined tidak terjadi kolinearitas berganda sempurna.
Metode Three Stage Least Squares
(3SLS) dianjurkan oleh Zellner et.al. (1962), dimana 3SLS lebih efisien dari Two Stage Least Squares (2SLS). Hanya saja metode 3SLS memerlukan akurasi yang tinggi, karena sangat peka terhadap kesalahan spesifikasi model dalam simulasi kebijakan, sehingga penelitian ini menggunakan metode 2SLS. Dalam sistem persamaan yang over-identified, pendugaan dengan metode 2SLS dilakukan untuk menghindari simultaneous-equation bias, dimana setiap persamaan strukturalnya dapat diduga secara parsial.
Jika setiap persamaan
struktural diduga dengan metode OLS (ordinary least-square), setiap peubah endo gen yang menjadi pe uba h pe nduga diganti de ngan nilai dugaan pe uba h tersebut pada proses pertama, sehingga diperoleh parameter dugaan setiap persamaan struktural.
Dalam metode 2SLS maka hubungan antar peubah
pengganggu digunakan untuk menduga parameter dugaan setiap persamaan struktural, dimana peubah pengganggu diperoleh dari dugaan pada tahap 2SLS dalam bentuk kovarian. Jika hasil kovarian peubah pengganggu sangat kuat atau tinggi, maka metode 3SLS lebih efisien daripada metode 2SLS. Tetapi metode 3SLS sangat peka pada spesifikasi modelnya, sehingga digunakan metode 2SLS.
85
4.2.4. Validasi Model Untuk mengukur sejauh mana model yang dibangun mampu menjelaskan fenomena yang sebe narnya atau ke jadian ya ng nyata, maka perlu dilakukan validasi model.
Pada model persamaan simultan yang sahih (valid), dapat
dilakukan berbagai peramalan dan simulasi kebijakan. Tujuannya untuk membandingkan data aktual dengan data prediksi peubah endogen.
Semakin
dekat hasil dugaan dengan data aktualnya, maka modelnya semakin valid. Dalam validasi model menggunakan kriteria statistika yang pas atau cocok (fit) seperti halnya kriteria statistika koe fisien U-Theil (Theil's Inequality Coefficient). Penggunaan model ekonometri yang baik dapat dilihat secara teoritis pada Intriligator (1978) dan secara empiris pada Sinaga (1989) untuk kasus industri produk kayu di Indonesia. Perumusan nilai U-Theil, adalah sebagai berikut:
U=
(1 / n)* ∑ (Pi - A i )2
[ (1 / n)* ∑ (Pi )2 + (1 / n)* ∑ (A i )2 ]
dimana: n = jumlah observasi, P i = nilai prediksi pada persamaan model, dan Ai = nilai aktual pengamatan contoh. Semakin kecil nilai U-Theil, semakin baik pendugaan modelnya. Kriteria statistika U-Theil digunakan dalam penelitian ini, seperti pendapat Pindyck dan Rubinfeld (1991), dimana nilai U-Theil adalah antara 0.0 dan 1.0. Jika nilai U=0, pendugaan modelnya bagus, dan jika nilai U=1, berarti naif.
Dalam hal ini,
proporsi inequa lity dibagi menjadi tiga komponen, yaitu: propo rsi bias U m , proporsi varian U s , dan proporsi kovarian Uc , dimana jumlahnya adalah satu. Idealnya, validasi model menghasilkan Um =Us =0 dan Uc =1. Untuk kesalahan rata-rata kuadrat terkecil dapat dinyatakan dalam komponen proporsi bias U m , proporsi regresi U r , dan proporsi varian residual U d , dimana jumlahnya adalah satu. Model yang baik nilai U m da n Ur kecil, dan nilai Ud mendekati satu, sehingga tidak bias. Validasimode l
juga
didasarkan
pada
koe fisiendeterminasi
(R2 ).
Semakintingginilai R2 , semakin besar variasiperubahanpeubahendogen yang
86
dapatdijelaskanolehpeubahpre-determined.
Koefisiendeterminasi
yang
disesuaika n (Adj-R2 ) dikatakanbaik, jikanilainyamendekatikoe fisiendeterminasi (R2 ).
Validasi
simulasimode lkebijakandalampenelitianinimenggunakanmetodesolusi
dan Newton
(SAS, 1993; 1982).
4.2.5. Simulas i Model Dalam simulasi kebijakan pada persamaan simultan, dapat dilakukan perubahan kenaikan harga output sebesar 25% dan 37.5% serta kenaikan harga input sebesar 10% dan 15%, agar dapat menutup kenaikan harga-harga di Indo nesia yang pada tahun 2011 sekitar 10%. Dengan demikian kebijakan pemerintah diarahkan untuk meningkatkan harga dasar padi dan palawija serta menghapuskan subsidi pupuk, yang mendorong kenaikan harga output dan menekan harga input agar menurun di tingkat petani. Alternatif skenario kenaikan harga output sebesar 25% dan 37.5% serta harga input sebesar 10% dan 15% adalah: 1.
Kenaikanhargakedelai 25% dan 37.5%
2.
Kenaikanhargakedelai 25% denganhargagabahkeringpanen 15%.
3.
Kenaika n hargakedelai 25% denganhargagabahkeringpanen 15% sertaupah tenaga kerja luar ke luarga 10% .
4.
Kenaikanhargakedelai 25% denganhargasaranaproduksi: (a) benihkedelai, (b) pupuk, (c) obat/pestisida, masing- masingsebesar 10%.
5.
Kenaikan harga kedelai 25% dengan hargagabahkeringpanen 15%, upa h tenaga kerja luar keluarga 10%, dan harga sarana produksi (benih kedelai, pupuk, pestisida) 10%.
6.
Kenaikan harga kedelai hingga 37.5% dengan harga sarana produksi (benih kedelai, pupuk, pestisida) 10%.
87
7.
Kenaikan harga kedelai hingga 37.5% dengan harga gabah kering panen 15%, upah tenaga kerja luar keluarga 10%, dan harga sarana produksi (benih kedelai, pupuk, pestisida) 10%.
V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI KEDELAI
5.1. Deskripsi Wilaya h Penelitian Penelitian lapang dilakukan di kabupaten Lampung Tengah propinsi Lampung, kabupaten Garut propinsi Jawa Barat, kabupaten Wonogiri propinsi Jawa Tengah, kabupaten Gunung Kidul propinsi D.I.Yogyakarta, serta kabupaten Pasuruan dan Ponorogo propinsi Jawa Timur. Data primer dan data sekunder untuk penelitian lapang tanaman pangan kedelai, diambil pada tahun 2000/2001. Pada tahun 2000/2001, usahatani tanaman kedelai dalam sub-sektor tanaman pangan di kabupaten Lampung Tengah propinsi Lampung disajikan pada Tabe l 1, dimana tanaman ubikayu atau singkong merupakan tanaman pokok terluas areal panennya, yaitu 83199 hektar.
Tabel 1.
Luas Areal Panen, Produksi, dan Produktivitas Tanaman Panga n di Kabupaten Lampung Tenga h Tahun 2000 /2001
Nomor
Komoditas
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Ubi Kayu Jagung Padi Sawah Padi Ladang/Gogo Kedelai Kacang Tanah Kacang Hijau Ubi Jalar
Luas Areal Tanam (Ha) 63266 77471 78662 19353 6736 1150 1095 898
Luas Areal Panen (Ha) 83199 75344 74515 19353 6015 1150 1095 898
Produksi (Ton) 1856815 298134 322155 58988 5402 610 877 6846
(Per-Komoditas) Produkti vitas (Ton/ Ha) 22.32 3.96 4.32 3.05 0.90 0.53 0.80 7.62
Perkembangan luas areal panen, produksi dan produktivitas untuk usahatani kedelai di kabupaten Lampung Tengah disajikan pada Tabel 2, dimana kecamatan Seputih Surabaya, Padang Ratu, Terbanggi Besar, dan Gunung Sugih, mendominasi luas areal panen usahatani kedelai tahun 2000/2001. Pada tahun 2000/2001, usahatani kedelai dalam sub-sektor tanaman pangan di kabupaten Garut propinsi Jawa Barat, disajikan pada Tabel 3, dimana usahatani padi sawah merupakan tanaman pokok terluas areal panennya, yaitu 107685 hektar.
88
Tabel 2.
Nomor 1. 2. 3. 4.. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Luas Areal Panen, Produksi, dan Produktivitas Kedelai di Kabupate n Lampung Tengah Tahun 2000/2001 Kecamatan Seputih Surabaya Padang Ratu Terbanggi Besar Gunung Sugih Ru mbia Seputih Mataram Seputih Raman Kali Rejo Punggur Trimu rjo Bangun Rejo Seputih Banyak Terusan Uyai Lampung Tengah
Tabel 3.
Luas Areal Tanam Kdl (Ha) 1056 1213 927 890 661 601 525 266 156 261 113 67 0 6736
Luas Areal Panen Kdl (Ha) 1039 975 908 873 658 584 288 260 151 116 96 67 0 6015
Produksi Kedelai (Ton) 1019 796 812 777 583 531 259 233 137 117 85 53 0 5402
(Per-Kecamatan) Produkti vitas Kedelai (Ton/ Ha) 0.98 0.82 0.89 0.89 0.89 0.91 0.90 0.90 0.91 1.01 0.89 0.79 0.00 0.90
Luas Areal Panen, Produksi, dan Produktivitas Tanaman Panga n di Kabupaten Garut Tahun 2000/2001
Nomor
Komoditas
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Padi Sawah Jagung Padi Ladang/Gogo Ubi Kayu Kedelai Kacang Tanah Ubi Jalar Kacang Hijau
Luas Areal Tanam (Ha) 115103 48197 23742 24207 20506 16577 5365 1831
Luas Areal Panen (Ha) 107685 46563 24583 22002 16975 14544 5068 1502
Produksi (Ton) 572065 208629 70150 414271 24243 19394 50280 1116
(Per-Komoditas) Produkti vitas (Ton/ Ha) 5.31 4.48 2.85 18.83 1.43 1.33 9.92 0.74
Perkembangan luas areal panen, produksi, dan produktivitas usahatani kede lai di kabupaten Garut disajika n pada Tabel 4, dimana kecamatan Karang Pawitan, Wanaraja, Tarogong, dan Banyu Resmi, mendominasi luas areal panen usahatani kedelai tahun 2000/2001.
Pada tahun 2000/2001, usahatani kedelai dalam sub-sektor tanaman pangan di kabupaten Gunung Kidul propinsi DIY, merupakan tanaman pokok terluas areal panennya, yaitu 52060 hektar, seperti disajikan pada Tabel 5.
89
Tabel 4.
Luas Areal Panen, Produksi, dan Produktivitas Kedelai di Kabupate n Garut Tahun 2000/2001
Nomor
Kecamatan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31.
Karang Pawitan Wana Raja Tarogong Banyu Res mi Cibalong Pakenjeng Suka Wening Cibatu Garut Kota Cibiuk Cisewu Leuwigoong Cilawu Cikelet Pamulihan Talegong Bayongbong Banjar Wangi Bungbulan Cisampet Kadungora Samarang Limbangan Peundeuy Leles Selaawi Malangbong Pameungpeuk Sigajaya Cikajang Cisurupan Garut
Luas Areal Tanam Kdl (Ha) 4035 5877 1407 832 560 770 812 735 458 382 694 326 479 345 318 282 107 235 190 368 224 145 126 335 207 115 57 5 0 0 0 20426
Luas Areal Panen Kdl (Ha) 3765 3614 1390 787 743 708 691 670 443 404 354 326 316 315 310 296 294 247 200 180 180 180 146 130 127 105 54 0 0 0 0 16975
Produksi Kedelai (Ton) 5679 5300 2059 1213 1015 708 931 944 628 576 476 475 454 453 379 440 389 339 275 251 246 237 208 175 176 149 68 0 0 0 0 24243
(Per-Kecamatan) Produkti vitas Kedelai (Ton/ Ha) 1.51 1.47 1.48 1.54 1.37 1.00 1.35 1.41 1.42 1.43 1.34 1.46 1.44 1.44 1.22 1.49 1.32 1.37 1.38 1.39 1.37 1.32 1.42 1.35 1.39 1.42 1.26 0.00 0.00 0.00 0.00 1.43
Pada Tabel 6 tersebut tersaji perkembangan luas areal panen dan produksi kedelai, serta produktivitas usahatani kedelai di kabupaten Gunung-Kidul, dimana kecamatan Ponjong, Semanu, Wonosari, dan Semin, di kabupaten Gunung Kidul di propinsi DIY, mendominasi luas areal panen usahatani kedelai tahun 2000/2001.
90
Tabel 5.
Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Luas Areal Panen, Produksi, dan Produktivitas Tanaman Pangandi Kabupaten Gunung Kidul Tahun 2000/2001 Komoditas Kedelai Jagung Ubi Kayu Kacang Tanah PadiLadang/Gogo Padi Sawah Buah-buahan Sayuran Sorghum Kacang Hijau Ubi Jalar
Tabel 6.
Luas Areal Panen (Ha) 52060 49933 44536 40051 34949 7353 6501 2903 2367 847 197
Produksi (Ton) 54188 107114 775447 30934 121972 31498 77702 7665 764 318 2828
(Per-Komoditas) Produkti vitas (Ton/ Ha) 1.04 2.15 17.41 0.77 3.49 4.28 11.95 2.64 0.32 0.38 14.36
Luas Areal Panen, Produksi, dan Produktivitas Kedelai di Kabupate n Gunung Kidul Tahun 2000/2001
Nomor
Kecamatan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Ponjong Semanu Wonosari Semin Karang Mojo Playen Ngawen Tepus Paliyan Nglipar Rongkop Patuk Panggang Saptosari & Gedangsari Gunung Ki dul
Luas Areal Panen Kedelai (Ha) 7265 5735 5486 4987 4655 4623 4433 3995 3649 3155 1684 1312 1026 355 52360
Produksi Kedelai (Ton) 11101 8448 5739 8090 6432 5217 7247 4858 3657 4079 1330 874 539 754 68365
(Per-Kecamatan) Produkti vitas Kedelai (Ton/ Ha) 1.53 1.47 1.05 1.62 1.38 1.13 1.63 1.22 1.00 1.29 0.79 0.67 0.53 2.12 1.31
Pada tahun 2000/2001, usahatani tanaman kedelai dalam sub-sektor tanaman pa ngan di kabupa ten Wonogiri prop insi Jawa Tengah disajikan pada Tabe l 7, dimana tanaman ubikayu atau singkong merupakan tanaman pokok terluas areal panennya, yaitu 70866 hektar.
91
Tabel 7.
Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Tabel 8.
Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.
Luas Areal Panen, Produksi, dan Produktivitas Tanaman Panga n di Kabupaten Wonogiri Tahun 2000/2001 Komoditas Ubi Kayu Jagung Padi Sawah Kedelai Kacang Tanah Padi Ladang/Gogo Sorghum Ubi Jalar Kacang Hijau
Luas Areal Panen (Ha) 70866 68641 43247 38804 30831 17054 2196 185 180
Produksi (Ton) 971478 321713 247610 48210 35194 57169 2323 2405 135
(Per-Komoditas) Produkti vitas (Ton/ Ha) 13.71 4.69 5.73 1.24 1.14 3.35 1.06 13.00 0.75
Luas Areal Panen, Produksi, dan Produktivitas Kedelai di Kabupate n Wonogiri Tahun 2000/2001 Kecamatan Ero moko Giriwoyo Pracimantoro Wuryantoro Kis mantoro Batu-Retno Tirto moyo Giritontro Batu-Warno Manyaran Karang Tengah Purwantoro Sidoharjo Nguntoronadi Selogiri Parang-Gupito Slogohimo Jatiroto Jatipurwo Jatisrono Girimarto Ngadirejo Wonogiri Bulu kerto Wonogiri
Luas Areal Panen Kedelai (Ha) 10901 4815 4225 3133 2325 2256 1545 1540 1450 1396 1267 1101 867 747 219 210 206 165 122 103 84 80 47 0 38804
Produksi Kedelai (Ton) 14426 5627 5587 4245 2653 2721 1639 1804 1554 1515 1756 1551 946 777 298 266 240 173 108 101 91 66 66 0 48210
(PerKecamatan) Produkti vitas Kedelai (Ton/ Ha) 1.32 1.17 1.32 1.35 1.14 1.21 1.06 1.17 1.07 1.09 1.39 1.41 1.09 1.04 1.36 1.27 1.17 1.05 0.89 0.98 1.08 0.83 1.40 0.00 1.24
92
Pada Tabel 8, disajikan perkembangan luas areal panen, produksi dan produktivitas usahatani kedelai di kabupaten Wonogiri pada tahun 2000/2001, dimana kecamatan Eromoko,
Giriwoyo, Pracimantoro, dan Wuryantoro,
mendominasi luas areal panen usahatani kedelai. Pada tahun 2000/2001, usahatani tanaman kedelai pada sub-sektor tanaman pangan di kabupaten Ponorogo propinsi Jawa Timur, khususnya luas areal panen, produksi, dan produktivitas usahatani kedelai, tidak tersedia data. Pada tahun 2000/2001, perkembangan luas areal pa nen, prod uks i dan produktivitas usahatani kedelai di kabupaten Ponorogo propinsi Jawa Timur disajikan pada Tabel 9, dimana kecamatan Sampung, Badegan, Kauman, dan Sukorejo, mendominasi luas areal panen usahatani kedelai. Pada tahun 2000/2001, usahatani tanaman kedelai pada sub-sektor tanaman pangan di kabupaten Pasuruan propinsi Jawa Timur, khususnya luas areal panen, produksi, dan produktivitas kedelai, tidak tersedia data.
Tabel 9.
Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Luas Areal Panen, Produksi, dan Produktivitas Kedelai Kabupate n Ponorogo Tahun 2000/2001 Kecamatan Sampung Badegan Kau man Sukorejo Jambon Babadan Jenangan Sawoo Mlarak Siman Jetis Balong Sambit Bungkil Slahung Ponorogo Sooko Pulung Ngrayun Ngebel Ponorog o
Luas Areal Panen Kedelai (Ha) 3453 2647 2589 2512 2446 2095 2085 2074 1874 1751 1643 1415 1393 1217 920 837 216 183 92 0 31442
Produksi Kedelai (Ton) 4884 4322 3188 2812 3792 2345 2453 3094 2450 2221 2018 1631 1780 1430 1190 862 351 299 184 0 41306
di
(Per-Kecamatan) Produkti vitas Kedelai (Ton/ Ha) 1.41 1.63 1.23 1.12 1.55 1.12 1.18 1.49 1.31 1.27 1.23 1.15 1.28 1.18 1.29 1.03 1.63 1.63 2.00 0.00 1.35
93
Pada tahun 2000/2001, perkembangan luas areal tanam dan luas areal panen kedelai, di kabupaten Pasuruan propinsi Jawa Timur disajikan pada Tabel 10, dimana kecamatan Kejayan, Wonorejo, Sukorejo, dan Kraton, mendominasi luas areal panen usahatani kedelai. Produksi kedelai adalah 48067 ton dan produktivitas kedelai 1.50 ton/ha, dengan luas areal panen 32066 hektar. Dari data statistik pertanian, luas areal panen kedelai, produksi kedelai, dan produktivitas kedelai, untuk provinsi Lampung (Lampung Tengah), Jawa Barat (Garut), Jawa Tengah (Wonogiri), DIY (Gunung Kidul), dan Jawa Timur (Pasuruan dan Ponorogo), perkembangannya disajikan pada tabel berikut ini (Departemen Pertanian, 2007; 2005).
Tabel 10. Luas Areal Tanam dan Luas Areal Panen Kedelai di Kabupaten Pas uruan Tahun 2000/2001 Nomor
Kecamatan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.
Kejayan Wonorejo Sukorejo Kraton Purwosari Rembang Pandaan Gempol Pohjentrek Gondang Wetan Pasrepan Beji Purwodadi Nguling Bangil Rejoso Grati Lekok Prigen Winongan Puspo Tosari Lu mbang Tutur Pasuruan Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha)
Luas Areal Tanam Kedelai (Ha) 8394 4762 4199 2679 2326 1326 2202 1553 1007 681 842 1360 688 415 221 18 264 16 0 0 0 0 0 0 32953
(Per-Kecamatan) Luas Areal Panen Kedelai (Ha) 5130 4762 4596 2979 2411 2802 2202 1658 992 681 842 1360 668 415 258 18 276 16 0 0 0 0 0 0 32066 48067 1.50
94
Luas areal panen kedelai dan produksi kedelai di propinsi Jawa Timur, pada periode
2001–2007,
menunjukkan
trend
yang
menurun,
akan
tetapi
produktivitasnya meningkat, seperti disajika n pada Tabel 11. Luas areal panen kedelai menurun dari 280683 hektar menjadi 203685 hektar, sedangkan produksi kedelai menurun dari 349188 ton menjadi 264923 ton. Produktivitas kedelai meningkat dari 1.24 ton/ha menjadi 1.30 ton/ha.
Tabel 11. Luas Areal Panen, Produksi, dan Produktivitas Kedelai di Propinsi Ja wa Timur Tahun 2001–2007 Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Luas Areal PanenKedelai (Ha) 280653 238136 222433 246940 255443 246534 203685
Produksi Kedelai (Ton) 349188 300184 287205 318929 335106 320205 264923
Produkti vitasKedel ai (Ton/ Ha) 1.24 1.26 1.29 1.29 1.32 1.30 1.30
Luas areal panen kedelai dan produksi kedelai di propinsi Jawa Tengah, pada periode 2001–2007, menunjukkan trend yang menurun, akan tetapi produktivitasnya meningkat, seperti disajika n pada Tabel 12. Luas areal panen kedelai menurun dari 111808 hektar menjadi 83038 hektar, sedangkan produksi kedelai menurun dari 151178 ton menjadi 121540 ton. Namun demikian produktivitas kedelai meningkat dari 1.35 ton/ha menjadi 1.46 ton/ha.
Tabel 12. Luas Areal Panen, Produksi, dan Produktivitas Kedelai di Propinsi Ja waTenga h Tahun 2001 –2007 Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Luas Areal Panen Kedel ai (Ha) 111808 89056 98163 79557 115368 91265 83038
Produksi Kedelai (Ton) 151178 117068 142315 113852 167107 132261 121540
Produkti vitas Kedelai (Ton/ Ha) 1.35 1.32 1.45 1.43 1.45 1.45 1.46
95
Luas areal panen kedelai dan produksi kedelai di D.I.Yogyakarta pada periode 2001–2007, menunjukkan trend yang menurun, sedangkan produktivitasnya relatif stabil, seperti disajikan pada Tabel 13. Luas areal panen kedelai menurun cukup tajam dari 45405 hektar menjadi 28160 hektar, sedangkan produksi kedelai menurun cukup tajam dari 50202 ton menjadi 30830 ton. Produktivitas kedelai relatif stabil, yaitu dari 1.11 ton/ha menjadi 1.10 ton/ha.
Tabel 13. Luas Areal Panen, Produksi, dan Produktivitas Kedelai di Propinsi D.I.Yogyakarta Tahun 2001–2007 Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Luas Areal Panen Kedel ai (Ha) 45405 42937 36327 33552 33297 33419 28160
Produksi Kedelai (Ton) 50202 50981 35562 35729 34670 39545 30830
Produkti vitasKedel ai (Ton/ Ha) 1.11 1.19 0.98 1.07 1.04 1.18 1.10
Luas areal panen kedelai dan produksi kedelai di propinsi Jawa Barat, pada periode
2001–2007,
menunjukkan
trend
yang
menurun,
akan
tetapi
produktivitasnya meningkat, seperti disajika n pada Tabel 14. Luas areal panen kedelai menurun tajam dari 28557 hektar menjadi 12335 hektar, sedangkan produksi kedelai menurun tajam dari 34603 ton menjadi 17302 ton. Namun demikian produktivitas kedelai meningkat dari 1.21 ton/ha menjadi 1.40 ton/ha.
Tabel 14. Luas Areal Panen, Produksi, dan Produktivitas Kedelai di Propinsi Jawa Barat Tahun 2001–2007 Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Luas Areal Panen Kedel ai (Ha) 28557 22714 14971 20997 17934 17878 12335
Produksi Kedelai (Ton) 34603 29790 19822 29090 23845 24495 17302
Produkti vitas Kedelai (Ton/ Ha) 1.21 1.31 1.32 1.39 1.33 1.37 1.40
96
Luas areal panen kedelai dan produksi kedelai di propinsi Lampung, pada periode 2001–2007, menunjukkan trend menurun, akan tetapi produktivitasnya meningkat, seperti disajikan pada Tabel 15. Luas areal panen kedelai menurun drastis dari 12176 hektar menjadi 2862 hektar, sedangkan produksi kedelai juga menurun drastis dari 12391 ton menjadi 3240 ton. Namun demikian produktivitas kedelai meningkat dari 1.02 ton/ha menjadi 1.13 ton/ha. Tabel 15. Luas Areal Panen, Produksi, dan Produktivitas Kedelai Propinsi Lampung Tahun 2001 –2007 Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Luas Areal Panen Kedel ai (Ha) 12176 6020 4231 5139 4110 3158 2862
Produksi Kedelai (Ton) 12391 6032 4360 5388 4699 3594 3240
di
Produkti vitasKedel ai (Ton/ Ha) 1.02 1.00 1.03 1.05 1.14 1.14 1.13
Luas areal panen, produksi, dan produktivitas kedelai di Indonesia pada tahun 2007 disajikan pada Tabel 16, dimana propinsi Nusa Tenggara, NAD, dan Sulawesi Selatan, tidak ikut diteliti. Luas areal panen kedelai di daerah penelitian meliputi 71.08% dari luas areal panen kedelai secara nasional, sedangkan delapan besar sentra kedelai di Indonesia meliputi 89.53% , dimana Jawa Timur mencapai luas areal panen 43.86%. Tabel 16. Luas Areal Panen, Produksi, dan Produktivitas Kedelai di Indonesia Tahun 2007 Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Propinsi Jawa Timur Jawa Tengah Nusa Tenggara Barat* D.I.Yogyakarta NanggroeAcehDarussalam* Sulawesi Selatan* Jawa Barat Lampung Total Propinsi Lain Indonesia
Luas Areal Kedelai (Ha) 203685 83038 55700 28160 17023 12951 12335 2862 415754 48673 464427
Panen % 43.86 17.88 11.99 6.06 3.67 2.79 2.66 0.62 89.53 10.47 100
Produksi Kedelai (Ton) 264923 121540 67553 30830 22031 20380 17302 3240 547799 60464 608263
Produkti vitas Kedelai (Ton/ Ha) 1.30 1.46 1.21 1.10 1.29 1.57 1.40 1.13 1.32 1.24 1.31
97
5.2. Hasil Penelitian Lapang Dari hasil penelitian lapang di kabupaten Lampung Tengah propinsi Lampung, kabupaten Garut di propinsi Jawa Barat, kabupaten Wonogiri di propinsi Jawa Tengah, kabupaten Gunung Kidul di propinsi D.I.Yogyakarta, serta kabupaten Pasuruan dan Ponorogo di propinsi Jawa Timur, diperoleh deskripsi tentang rumahtangga petani kedelai yang menanam kedelai sebagai tanaman sekunder (secondary-crops) setelah tanaman padi (primer). 5.2.1. Keadaan Umum Petani Pada Tabel 17disajikan profilpetani kedelai di enam propinsi yang diteliti, dimana rata-rata berumur sekitar 47.65 tahun, dengan jumlah anggota keluarga sekitar 4.50 orang, dan jumlah orang yang bekerja atau angkatan kerja keluarga sekitar 3.40 orang, dimana lama pendidikan yang ditempuh sekitar 7.15 tahun atau setara SLTP kelas 1.
Tabel 17. Umur Petani, Anggota Keluarga, Angkatan Kerja Keluarga, dan Lama Pendidikan Petani Tahun 2001 Nomor
Kabupaten
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Lampung Tengah Garut Gunung Kidul Wonogiri Ponorogo Pasuruan Indonesia
Umur Petani (Tahun) 44.00 46.60 52.10 49.60 47.10 46.50 47.65
Anggota Keluarga (Orang) 4.90 4.00 4.70 4.20 4.50 4.60 4.50
Angkatan Kerja Keluarga (Orang) 3.60 2.70 3.80 3.30 3.40 3.50 3.40
Lama Pendi dikan (Tahun) 7.60 7.00 7.80 6.90 6.90 6.80 7.15
5.2.2. Pendidikan dan Pekerjaan Petani Sebagian besar petani berpendidikan SD yaitu 61.15%, sedangkan 17.25% berpendidikan SLTP, dan 14.30% SLTA, serta 3.25% berjenjang pendidikan Perguruan Tinggi atau Akademi yang sederajat, sedangkan yang tidak sekolah sebanyak 4.10 %, seperti disajikan pada Tabel 18.
98
Tabel 18. Persentas e Tingkat Pendidikan Petani Tahun 2001 (% ) Nomor
Kabupaten
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Lampung Tengah Garut Gunung Kidul Wonogiri Ponorogo Pasuruan Indonesia
SD 54.50 69.00 55.00 50.00 72.50 65.90 61.15
SLTP 20.50 11.90 25.00 22.50 10.00 13.60 17.25
Pendi dikan SLTA PT/ Akademi 22.70 0.10 11.90 4.80 12.50 5.00 12.50 2.50 12.50 2.50 13.60 4.50 14.30 3.25
Ti dakSekolah 2.30 2.40 2.50 12.50 2.50 2.30 4.10
Pada umumnya para petani menjadi anggota kontak tani atau kelompok tani, serta berpartisipasi sebagai anggota P3A (mitra-cai/ulu- ulu), disamping sebagai anggota KUD/koperasi. Manfaat yang diperoleh petani adalah adanya bimbingan dan penyuluhan pertanian, jaminan sarana produksi, dan irigasi yang teratur. Petani juga mendapat kemudahan dalam pemasaran hasil panenan, serta fasilitas bantuan kredit pertanian, jika masuk menjadi anggota kelompok tani. Pekerjaan utama petani adalah sebagai petani/buruh tani, pedagang/ wiraswasta, PNS/TNI-Polri, karyawan swasta, dan pelajar/mahasiswa. Sedangkan jenis pendidikan petani meliputi pendidikan SD, SLTP, SLTA, PT/Akademi, dan tidak sekolah (buta huruf). Pekerjaan utama petani kedelai sebagian besar adalah petani murni yaitu 81.20%, sedangkan sebagai pedagang/swasta sekitar 10.30%, dan sebagai PNS/TNI-Polri sebanyak 8.50%, seperti disajikan pada Tabel 19.
Tabel 19. Persentase Pekerjaan Petani Tahun 2001 (% ) Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kabupaten Lampung Tengah Garut Gunung Kidul Wonogiri Ponorogo Pasuruan Indonesia
Petani Murni 97.70 83.30 72.50 82.50 87.50 63.60 81.20
Pekerjaan Dag ang/ S wasta 2.30 11.90 7.50 10.00 7.50 22.70 10.30
PNS/TNI-Polri 0.10 4.80 20.00 7.50 5.00 13.60 8.50
99
5.2.3. S tatus Pemilikan Lahan dan Type Lahan Lahan garapan petani kedelai relatif kecil yaitu sekitar 0.78 ha, dengan jumlah persil 3.20 unit, seperti disajikan pada Tabel 20. Sistem pemilikan lahan petani kedelai terdiri dari lahan milik sendiri, lahan bagi hasil atau sakap, dan lahan sewa, yang terdiri dari lahan irigasi teknis dan setengah teknis, lahan tadah hujan, dan lahan pekarangan/tegalan.
Rata-rata petani memiliki lahan sendiri
yaitu 0.64 hektar, dengan kepemilikan terluas di Lampung Tengah yaitu 1.23 hektar. Pemilikan lahan sakap atau bagi hasil seluas 0.06 hektar, dan lahan sewa seluas 0.10 hektar. Sistem bagi hasil antara pemilik dan penggarap dengan rasio 50% : 50%. Ukuran yang digunakan petani untuk luas lahan 1.00 hektar sama dengan 7.00 kotak, satu kotak sama dengan 100.00 bata, dan satu bata atau satu row sama dengan 14.00 m2 , serta satu bahu sama dengan 0.72 hektar. Tabel 20. Status Pe milikan Lahan Garapan Petani Tahun 2001
Nomor
Kabupaten
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Lampung Tengah Garut Gunung Kidul Wonogiri Ponorogo Pasuruan Indonesia
Luas Lahan Garapan (Ha)
Juml ah Persil (Uni t)
1.38 0.54 0.80 0.65 0.52 0.76 0.78
4.05 3.10 3.05 2.35 3.95 2.70 3.20
Pemilikan Lahan (Ha) Milik Sendiri 1.23 0.39 0.60 0.55 0.40 0.66 0.64
Bagi Hasil / Sakap 0.10 0.15 0.01 0.01 0.05 0.01 0.06
Sewa 0.08 0.02 0.21 0.11 0.09 0.11 0.10
Pada Tabel 21 disajikan rata-rata luas lahan sawah garapan petani sebesar 0.78 ha, dimana sebagian besar sawahnya beririgasi teknis yaitu 43.55%, dan setengah teknis yaitu 32.40%, sedangkan sekitar 20.10% merupakan sawah tadah hujan, da n selebihnya merupaka n tanah pekarangan / tegalan (4.00%). Luas lahan garapan petani kedelai rata-rata 0.80 hektar, masih dibawah luas lahan garapan padi sebesar 1.00 hektar, tetapi diatas luas lahan garapan jagung seluas 0.60 hektar dan palawija lain seluas 0.50 hektar. Dari luas lahan sawah garapan petani rata-rata 2.30 hektar, harga sewa pertahun sekitar Rp.525000 atau
100
Rp.225000 per-hektar, seperti disajikan pada Tabel 22, dimana petani menyewakan lahan garapan-nya selama 3.00–4.00 bulan dengan sewa tertentu.
Tabel 21. Type Lahan Sawah Garapan Petani Tahun 2001 (% )
Nomor
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kabupaten
LampungTengah Garut Gunung Kidul Wonogiri Ponorogo Pasuruan Indonesia
Luas Lahan Garapan Ha 1.38 0.54 0.80 0.65 0.52 0.76 0.78
Type Lahan Sawah S.Irigasi Teknis 86.35 2.40 20.00 0.05 52.50 99.85 43.55
S.Irigasi ½ Teknis 4.55 0.05 50.00 99.85 40.00 0.05 32.40
S.Tadah Hujan 2.30 85.65 29.95 0.05 2.50 0.05 20.10
Pkarangn/ Tegal an 6.80 11.90 0.05 0.05 5.00 0.05 4.00
Tabel 22. Luas Lahan Garapan dan Se wa Lahan Tahun 2001
Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Luas Lahan (Ha)
Kabupaten Lampung Tengah Garut Gunung Kidul Wonogiri Ponorogo Pasuruan Indonesia
Padi 1.55 0.70 0.95 0.70 1.00 0.95 1.00
Kedelai 1.40 0.55 0.80 0.65 0.50 0.75 0.80
Jagung 1.15 0.45 0.60 0.45 0.25 0.60 0.60
Palawija 1.25 0.30 0.40 0.40 0.25 0.40 0.50
Lahan Garapan (Ha) 4.10 1.60 2.40 1.95 1.55 2.30 2.30
Sewa Lahan (Rp/ Th) 700000 300000 400000 300000 200000 1250000 525000
5.2.4. Pola Tanam Pola tanam tahunan disajika n pada Tabel 23 untuk musim tanam I, pada Tabe l 24 untuk musim tanam II, dan pada Tabel 25 untuk musim tanam III. Kedelai merupakan tanaman sekunder yang ditanam setelah tanaman padi (primer).
Di lokasi penelitian, cara bercocok tanam adalah secara tugal atau
gejlig, dengan jarak tanam tertentu (25cm x 25cm). Pada MT.I, tanaman terluas adalah padi (0.75 ha), jagung (0.30 ha), dan kedelai (0.25 ha).
Pada MT.II,
tanaman terluas adalah padi (0.55 ha), kedelai (0.45 ha), dan jagung (0.20 ha). Demikian pula pada MT.III, tanaman terluas adalah padi, kedelai, dan jagung, yaitu masing- masing seluas 0.50 ha, 0.40 ha, dan 0.40 ha.
101
Tabel 23. Pola Tanam Pada Musim Tanam I Tahun 2001 (Ha) Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kabupaten Lampung Tengah Garut Gunung Kidul Wonogiri Ponorogo Pasuruan Indonesia
Padi 1.40 0.55 0.50 0.65 0.50 0.75 0.75
PolaTanam MT.I Kedelai Jagung 0.40 1.30 0.30 0.15 0.05 0.05 0.65 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.25 0.30
Palawija Lain 0.30 0.15 0.05 0.50 0.05 0.05 0.20
Tabel 24. Pola Tanam Pada Musim Tanam II Tahun 2001 (Ha) Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kabupaten Lampung Tengah Garut Gunung Kidul Wonogiri Ponorogo Pasuruan Indonesia
Padi 1.35 0.30 0.05 0.65 0.45 0.55 0.55
PolaTanam MT.II Kedelai Jagung 0.60 0.70 0.30 0.30 0.30 0.10 0.45 0.05 0.25 0.05 0.75 0.05 0.45 0.20
Palawija Lain 0.70 0.15 0.10 0.05 0.05 0.05 0.20
Tabel 25. Pola Tanam Pada Musim Tanam III Tahun 2001 (Ha) Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kabupaten Lampung Tengah Garut Gunung Kidul Wonogiri Ponorogo Pasuruan Indonesia
PolaTanam MT.III Padi Kedelai 0.05 0.60 0.25 0.25 0.30 0.10 0.30 0.45 0.45 0.35 1.50 0.60 0.50 0.40
Jagung 0.70 0.25 0.05 0.45 0.25 0.60 0.40
Palawija Lain 0.70 0.30 0.10 0.35 0.25 0.40 0.35
5.2.5. Kredit Pertanian Alasan petani menanam kedelai adalah karena usahatani kedelai lebih menguntungkan dibandingkan usahatani padi, terlebih lagi jika ditanam setelah padi, sehingga tanah menjadi subur. Selain itu, tanaman kedelai lebih produktif, dengan umur tanaman pendek, menghemat pupuk, hama-penyakit relatif sedikit, dan tanaman cenderung tumbuh subur, karena banyak mengandung zat nitrogen.
102
Namun demikian harga kedelai masih kurang menarik ba gi petani untuk menanam kedelai secara massal (intensif). Kendala dalam usahatani kedelai antara lain, serangan hama penyakit penggerek polong, gulma, kekeringan, dan kelangkaan tenaga kerja. Masalah lainnya adalah kelangkaan modal, serangan ulat grayak, penyakit layu daun, serangan tikus, penyakit busuk akar, tanahnya gersang, kesulitan penyimpanan, dan harga kedelai yang rendah. Masalah irigasi didominasi oleh kurangnya debit air di musim tanam, dan penggiliran air yang kurang tepat waktu, atau terjadi rebutan air, serta rusaknya saluran air. Dalam masalah permodalan, mayoritas petani (75.75%) pernah meminjam kredit. Modal pinjaman petani kebanyakan berasal dari lembaga formal (68.00%) dan lembaga informal (7.75%), disamping melalui lembaga lain.
Sedangkan
kredit tersebut mensyaratkan cara pembayaran dengan angsuran (43.50%) dan tunai (35.00%), selebihnya dengan cara lain, yaitu pembayaran in-natura atau sistem ijon, seperti disajikan pada Tabel 26.
Tabel 26. Persentase Peminjam Kredit, PembayaranTahun 2001
Asal
Kredit,
dan
Cara
(% ) Kredi t Asal Kredit *) Nomor Kabupaten Pernah Ti dak Formal Informal Pinjam Pernah 1. LampungTengah 77.25 22.75 77.25 0.25 2. Garut 54.75 45.25 38.00 16.75 3. Gunung Kidul 85.00 15.00 82.50 2.50 4. Wonogiri 80.00 20.00 80.00 0.10 5. Ponorogo 75.00 25.00 60.00 15.00 6. Pasuruan 81.75 18.25 70.50 11.50 Indonesia 75.75 24.50 68.00 7.75 Keterangan: *) Asal Kredit ada yang dari su mber lain. **) Cara Pembayaran dapat dengan cara lain seperti ijon.
Cara B ayar **) Tunai Angsuran 38.50 52.50 12.50 37.50 40.00 29.50 35.00
38.50 2.50 77.50 52.50 37.50 52.25 43.50
Paket kredit usahatani disajikan pada Tabel 27 secara natura dan Tabel 28 secara tunai, dimana rata-rata petani mendapatkan pinjaman kredit sekitar Rp.789000, termasuk benih sekitar Rp.107500, dan obat/pestisida Rp.94000, serta pupuk Urea sekitar Rp.168500, pupuk SP36/TSP Rp.140000, pupuk KCL Rp.91.000, dan pupuk ZA Rp.46000.
103
Tabel 27. Paket Kredit Usahatani Tahun 2001
Nomor
Kabupaten
1. 2. 3. 4. 5. 6.
LampungTng Garut Gunung Kidul Wonogiri Ponorogo Pasuruan Indonesia
Uang Garap
Benih
Obat/ Pest
(Rp)
(Kg)
(Lt)
Urea
235500 266750 141750 302000 387500 237750 262000
34.50 16.25 33.25 38.25 30.00 57.50 35.00
2.75 1.00 1.25 3.00 3.00 2.25 2.25
207.00 174.25 93.00 160.75 126.00 203.75 160.75
Pupuk (Kg) SP36 /TSP 154.00 88.00 70.25 104.00 61.25 90.75 94.75
KCL
ZA
41.50 58.25 39.50 89.50 46.75 47.50 53.75
41.50 2.00 30.00 91.00 44.75 46.75 42.75
Tabel 28. Jumlah Kredit Usahatani Tahun 2001 (Rp) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kabupaten
Benih
LampungTng Garut GunungKidul Wonogiri Ponorogo Pasuruan Indonesia
106500 64750 87250 89750 137000 159750 107500
Obat /Pest. 84750 41000 100250 141000 88000 107250 93750
Urea 206500 182500 99250 166250 137750 219000 168500
Pupuk Sp36/Tsp KCL 230500 68250 136750 95250 106750 63500 149250 159000 89250 83500 128750 75250 140250 90750
ZA 68250 3500 30750 80500 44500 47000 45750
Kredi t 976500 701500 529750 867250 771500 886000 788750
Kredit tersebut digunakan untuk biaya upah garapan dan sarana produksi (benih, pupuk, dan obat/pestisida), dimana uang garapan sekitar Rp.262000, dengan benih 35.00 kg, dan obat/pestisida 2.25 lt, serta pupuk Urea sekitar 161.00 kg, pupuk SP36/TSP 95.00 kg, pupuk KCL 54.00 kg, dan pupuk ZA 43.00 kg. Modal kerja rata-rata petani kedelai adalah dari modal sendiri, seperti penggunaan benih, pupuk, dan pestisida, baru selebihnya dari para pelepas uang, dengan tingkat bunga yang jauh lebih tinggi dari koperasi atau lembaga perbankan. Bunga tertinggi harus dibayar petani kepada tengkulak atau pelepas modal lain, yaitu 17.50% per-tahun, termasuk bunga bank sebesar 17.00% pertahun, sedangkan bunga KUD/koperasi sekitar 14.00% per-tahun. Jangka waktu kreditnya sekitar 7.00 bulan dari tengkulak, 12.50 bulan dari bank, dan 10.00 bulan dari KUD/koperasi, seperti disajikan pada Tabel 29.
104
Tabel 29. Suku-Bunga Kredit dan Jangka Waktu Kredit Tahun 2001
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kabupaten LampungTngh Garut Gunung Kidul Wonogiri Ponorogo Pasuruan Indonesia
KUD/ Koperasi Bunga Lama (%/Th) (Bulan) 22.00 9.50 11.50 11.50 12.50 10.00 11.00 12.00 12.00 9.50 15.00 6.50 14.00 10.00
Bank Bunga Lama (%/Th) (Bulan) 13.50 9.50 12.00 12.00 18.50 10.50 25.50 16.00 13.50 15.00 19.00 12.00 17.00 12.50
Tengkulak/Lain2 Bunga Lama (%/Th) (Bulan) 30.00 7.00 12.50 7.50 12.00 7.50 12.00 10.00 19.50 6.00 19.50 4.50 17.50 7.00
5.2.6. Upah Tenaga Kerja Kebutuhan tenaga kerja digunaka n unt uk pe ngolahan lahan, pe nanaman, pemupukan dan penyemprotan, pengairan dan penyiangan, pemanenan dan transportasi. Pengairan dilakukan sebanyak lima kali, penyemprotan tiga kali, pemupukan dua kali, penyiangan dua kali, penanaman sekali, tanpa tambal-sulam. Upah tenaga kerja merupakan komponen terbesar dalam sistem usahatani, seperti disajikan pada Tabel 30 dan Tabel 31.
Upah tenaga kerja usahatani
kedelai adalah untuk pengolahan lahan, penanaman benih, pemupukan, penyiangan, penyemprotan, pemanenan, dan pasca-panen, dimana upa hnya diperuntukkan bagi tenaga kerja laki- laki, wanita, dan anak-anak. Jam kerja perhari diukur dalam Rp/HOK (rupiah per-hari orang kerja), yaitu untuk tanaman kedelai, padi, dan tanaman pangan lainnya (palawija).
Tabel 30. Upah Perhari Te naga Kerja Dalam Keluarga Tahun 2001 No.
Kabupaten
1. 2. 3. 4. 5. 6.
LampungTngh Garut Gunung Kidul Wonogiri Ponorogo Pasuruan Indonesia
Kedelai Lps +Mkn 5750 4250 5250 4000 6500 5000 5250 4000 5500 4500 4000 3250 5375 4250
Padi Lps +Mkn 5750 4250 5250 3750 6500 5000 5000 4000 5500 4500 4000 3250 5375 4125
Palawija Lps +Mkn 5750 4250 5250 4000 6250 4750 6000 4500 6000 5000 4750 3500 5625 4375
(Rp) TKDPangan Lps +Mkn 5750 4250 5250 4000 6500 5000 5250 4000 5500 4500 4000 3250 5375 4125
Keterangan: Lps= Upah Lepas; +Mkn= Upah + Makan; TKD= Tenaga Kerja Dalam Klrg
105
Tabel 31. Upah Perhari Te naga Kerja Luar Keluarga Tahun 2001 (Rp) Kedelai Padi Palawija TKLPang an No. Kabupaten Lps +Mkn Lps +Mkn Lps +Mkn Lps +Mkn 1. LampungTngh 5750 4500 6000 4500 5750 4500 6000 4500 2. Garut 5250 4000 5250 3750 5250 4000 5250 4000 3. Gunung Kidul 6750 5250 6750 5250 6750 5250 6750 5250 4. Wonogiri 5250 4000 5000 4000 6000 4500 5250 4000 5. Ponorogo 5500 4500 5500 4500 6000 5000 5500 4500 6. Pasuruan 5500 4000 5500 4250 6500 4750 5500 4250 Indonesia 5625 4375 5625 4375 6000 4625 5750 4500 Keterangan: Lps= Upah Lepas; +Mkn= Upah + Makan; TKL= Tenaga Kerja Luar Klrg
Upah lepas harian tenaga kerja dalam keluarga adalah Rp.5375, dan jika ditambah makan adalah Rp.4125, seperti disajikan pada Tabel 30. Upah tenaga kerja luar keluarga untuk buruh lepas adalah Rp.5750, dan jika ditambah makan Rp.4500, seperti disajikan pada Tabel 31. 5.2.7. Penggunaan Sarana Produksi 5.2.7.1. Benih Kedelai Penggunaan sarana produksi tanaman kedelai, padi, dan palawija meliputi penggunaan benih, pupuk, dan obat/pestisida. Penggunaan benih meliputi benih varietas unggul dan benih lokal. Penggunaan pupuk terdiri dari pupuk Urea, SP36/TSP, KCL/ZA, dan pupuk hijau/kandang. Penggunaan obat/pestisida terdiri dari insektisida, rodentisida, herbisida, dan fungisida, serta penggunaan zat perangsang tumbuh dan rhizoplus. Sumber benih kedelai diperoleh dari Perusahaan Umum SangH yang Sri melalui Dinas Pertanian kepada kelompok tani, dan dari toko/warung, serta hasil pembenihan sendiri. Biaya benih sekitar Rp.345000 atau 93.50 kg, termasuk benih jagung. Biaya terbesar adalah untuk benih padi 37.00 kg atau Rp.93500, dan benih kedelai 32.00 kg atau Rp.91000, serta benih palawija 13.00 kg atau Rp.68500, termasuk benih jagung 11.50 kg atau Rp.92500, seperti disajikan pada Tabe l 32.
106
5.2.7.2. Pupuk Pengeluaran sarana produksi untuk pemupukan terdiri dari pupuk Urea, SP36/TSP, KCL/ZA, dan pupuk hijau/kandang. Pada Tabel 33 disajikan bahwa kebutuhan untuk pembelian pupuk Urea, yaitu Rp.329000 atau 308.00 kg, dimana untuk pemupukan tanaman kedelai sekitar 49.00 kg atau Rp.52750, dan padi 140.50 kg atau Rp.148500, serta palawija 119.00 kg atau Rp.127500.
Tabel 32. Jumlah Pengg unaa n dan Biaya Benih Tahun 200 1 Kedelai Padi Juml ah Biaya Juml ah Biaya (Kg) (Rp) (Kg) (Rp) 1. LampungTngh 27.50 97500 46.00 130000 2. Garut 17.25 45250 17.00 35500 3. Gunung Kidul 33.25 98000 36.00 90750 4. Wonogiri 40.00 93500 36.50 68250 5. Ponorogo 18.50 58750 36.75 107000 6. Pasuruan 53.75 152250 49.75 129000 Indonesia 32.00 91000 37.00 93500 Keterangan: (*) Ben ih Jagung rata-rata 11.50 kg seharga Rp.92500. Nomor
Kabupaten
Palawija Juml ah Biaya (Kg) (Rp) 16.00 59750 8.25 49500 12.75 69250 11.50 53250 10.75 43500 19.00 136000 13.00 68500
Tabel 33. Jumlah Pengg unaa n dan Biaya Pupuk Urea Tahun 2001
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kabupaten LampungTngh Garut Gunung Kidul Wonogiri Ponorogo Pasuruan Indonesia
Kedelai Jmlh Biaya (Kg) (Rp) 44.50 46500 73.00 81000 26.50 28250 35.50 36250 55.50 60250 60.00 64000 49.00 52750
Pupuk Urea Padi Jmlh Biaya (Kg) (Rp) 201.00 203500 84.00 91500 79.00 85750 121.50 126500 125.00 136250 232.00 248000 140.50 148500
Palawija Jmlh Biaya (Kg) (Rp) 144.00 148500 113.00 123000 36.00 38750 42.00 44500 141.00 154500 237.00 256750 119.00 127500
Biaya Pupuk Urea (Rp) 398500 295500 152750 207250 351000 568750 329000
Kebutuhan petani untuk pembelian pupuk SP36/TSP, disajikan pada Tabel 34, yaitu Rp.251500 atau 169.50 kg, dimana untuk pemupukan tanaman kedelai sekitar 35.00 kg atau Rp.53000, dan padi 78.50 kg atau Rp.116000, serta palawija 56.00 kg atau Rp.82500.
107
Tabel 34. Jumlah Pengg unaa n dan Biaya Pupuk SP36/TSP Tahun 2001
No.
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kabupaten
LampungTengah Garut Gunung Kidul Wonogiri Ponorogo Pasuruan Indonesia
Kedelai Jmlh Biaya
Pupuk SP36/TSP Padi Palawija Jmlh Biaya Jmlh Biaya
(Kg) 38.50 37.50 43.00 23.50 22.50 46.50 35.00
(Kg) 155.50 35.50 52.50 78.00 55.50 95.00 78.50
(Rp) 58000 59750 65750 35000 33250 66500 53000
(Rp) 229750 58250 80000 111500 81500 136000 116000
(Kg) 89.50 46.00 35.50 41.00 56.00 68.00 56.00
(Rp) 133500 72750 51000 60500 80750 96250 82500
Biaya Pupuk Sp/Ts p (Rp) 421250 190750 196750 206750 195500 298500 251500
Pengeluaran petani untuk pembelian pupuk KCl/ZA disajikan pada Tabel35, dimana biayanya sekitar Rp.197000 atau 128.50 kg. Biaya tersebut digunakan untuk pemupukan tanaman kedelai 20.00 kg atau Rp.32250, dan padi 64.50 kg atau Rp.94500, serta palawija 44.00 kg atau Rp.70000.
Tabel 35. Jumlah Pengg unaa n dan Biaya Pupuk KCL/ZA Tahun 2001
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kabupaten LampungTngh Garut Gunung Kidul Wonogiri Ponorogo Pasuruan Indonesia
Kedelai Jmlh Biaya (Kg) (Rp) 28.50 44500 17.50 29500 22.00 36500 13.50 22250 13.50 21500 26.00 38750 20.00 32250
Pupuk KCL/ ZA Padi Jmlh Biaya (Kg) (Rp) 83.50 134000 23.50 37500 40.50 68250 94.00 130750 57.50 78000 88.00 119250 64.50 94500
Palawija Jmlh Biaya (Kg) (Rp) 75.00 119250 39.00 65500 26.50 45250 39.00 62000 63.50 93000 20.00 36000 44.00 70000
Biaya Pupuk Kcl/ Za (Rp) 297750 132500 150000 214750 192500 194000 197000
Petani menggunakan pupuk hijau/kandang untuk tanaman kedelai, padi, dan palawija. Pada Tabel 36disajikan pengeluaran untuk pupuk hijau/kandang ratarata Rp.266000 atau 2565 kg, yang digunakan untuk pemupukan kedelai sekitar 391.00 kg atau Rp.47000. Untuk padi dan palawija menghabiskan pupuk hijau/kanda ng sekitar 1107 kg atau Rp.90750 dan 1067 kg atau Rp.128250.
108
Tabel 36.Jumlah Penggunaan dan Biaya PupukHijau/KandangTahun 2001
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kabupaten
LampungT Garut GunungKd Wonogiri Ponorogo Pasuruan Indonesia
Kedelai Juml ah Biaya (Kg) (Rp) 181.50 21250 90.00 12500 812.00 52000 684.00 79250 510.00 108000 69.00 8750 391.00 47000
Pupuk Hi jau / Kandang Padi Palawija Juml ah Biaya Juml ah Biaya (Kg) (Rp) (Kg) (Rp) 687.50 72750 2141 268500 157.00 18500 331.50 45000 938.50 57250 446.50 34000 465.50 61500 231.50 52000 743.00 70500 873.50 129250 3650 264250 2375 240750 1107 90750 1067 128250
Biaya PHijau /Kndng (Rp) 362250 76250 143500 192500 307500 513500 266000
5.2.7.3 Pestisida Penggunaan insektisida dan herbisida disajikan pada Tabel 37 dan Tabel 38. Penggunaan insektisida dan herbisida dalam sistem usahatani tanaman kedelai, padi, dan palawija, membutuhkan biaya sekitar Rp.107750 atau 1.75 lt untuk insektisida, dan untuk herbisida sekitar Rp.54500 atau 1.25 lt. Biaya insektisida untuk tanaman kedelai, padi, dan palawija adalah Rp.40250, Rp.38250, dan Rp.29500. Sedangkan biaya herbisida untuk tanaman kedelai, padi, dan palawija masing- masing adalah Rp.8500, Rp.19500 dan Rp. 27500.
Tabel 37. Jumlah Pengg unaa n dan Biaya Insektisida Tahun 2001
No.
Kabupaten
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Lampung Tengah Garut Gunung Kidul Wonogiri Ponorogo Pasuruan Indonesia
Kedelai Jmlh Biaya (Lt) (Rp) 0.50 32250 0.50 18250 0.25 33500 0.75 45250 0.50 30000 1.00 82750 0.50 40250
INS EKTIS IDA Padi Jmlh Biaya (Lt) (Rp) 1.50 47250 0.50 19750 0.25 33000 0.50 39500 0.50 22250 0.50 67250 0.75 38250
Palawija Jmlh Biaya (Lt) (Rp) 0.75 22250 0.50 31500 0.25 37500 0.50 12250 0.25 28500 0.75 44500 0.50 29500
Biaya Insektisida (Rp) 101750 69250 104000 97000 80750 194250 107750
109
Tabel 38. Jumlah Pengg unaa n dan Biaya Herbisida Tahun 2001
No.
Kabupaten
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Lampung Tengah Garut Gunung Kidul Wonogiri Ponorogo Pasuruan Indonesia
Kedelai Jmlh Biaya (Lt) (Rp) 0.25 7750 0.25 6500 0.25 9750 0.25 5000 0.25 5000 0.50 17250 0.25 8500
HERB IS IDA Padi Jmlh Biaya (Lt) (Rp) 0.50 23250 0.75 19750 0.75 40750 0.25 2500 0.50 16500 0.50 13500 0.50 19500
Biaya Herbi -sida (Rp) 40500 77500 99750 5000 34000 70750 54500
Palawija Jmlh Biaya (Lt) (Rp) 0.25 9500 1.00 51250 0.50 49500 0.25 2500 0.50 12500 1.00 40000 0.50 27500
Biaya rata-rata yang dikeluarkan petani untuk membeli zat perangsang tumbuh (ZPT) adalah sebesar Rp.65500 atau 3.25 lt. Biaya tersebut adalah untuk tanaman kedelai Rp.18750 atau 1.25 lt, untuk tanaman padi dan palawija Rp.19500 atau 1.00 lt dan Rp.27750 atau 1.00 lt, disajikan pada Tabel 39. Biaya pestisida lain disajikan pada Tabel 40, dimana obat/pestisida yang diperlukan petani adalah Rp.77750 atau 2.50 lt, yaitu untuk tanaman kedelai 0.50 lt atau Rp.17750, padi 1.25 lt atau Rp.38000, dan palawija 0.75 lt atau Rp.22500.
Tabel 39.Jumlah Penggu naa n dan Biaya ZatPerangsangTumbuh Tahun2001
No.
Kabupaten
1. 2. 3. 4. 5. 6.
LampungTngh Garut GunungKidul Wonogiri Ponorogo Pasuruan Indonesia
Zat Perangsang Tumbuh Kedelai Padi Palawija Jmlh Biaya Jmlh Biaya Jmlh Biaya (Lt) (Rp) (Lt) (Rp) (Lt) (Rp) 1.25 28000 1.75 32250 2.00 94250 1.00 10750 0.25 2500 1.00 14750 0.75 10250 1.20 18750 1.25 18750 0.50 5750 0.75 12750 0.50 8000 1.50 25000 0.75 22900 0.75 20500 2.50 32500 2.00 28500 0.75 10000 1.25 18750 1.00 19500 1.00 27750
Biaya ZPT (Rp) 154250 25500 47500 26500 68500 71000 65500
Pada saat penelitian ini, sedang dimasyarakatkan penggunaan rhizoplus untuk tanaman kedelai.
Harga rhizoplus saat penelitian antara Rp.3250 di
Pasuruan hingga Rp.5750 di Garut, atau rata-rata Rp.4500 per 2.00 sachet, seperti disajikan pada Tabel 41. Rhizoplus yang diperoleh petani sebagian besar dari Dinas Pertanian atau PPL (36.00%), dan saat operasi khusus kedelai (31.50%).
110
Tabel 40. Jumlah Pengg unaa n dan Biaya Pestisida Lain Tahun 2001
Nomor
Kabupaten
1. 2. 3. 4. 5. 6.
LampungTengah Garut Gunung Kidul Wonogiri Ponorogo Pasuruan Indonesia
Kedelai Jmlh Biaya (Lt) (Rp) 0.50 12750 0.25 2750 0.50 16500 0.50 24750 0.50 20500 1.00 29750 0.50 17750
PESTIS IDA Lain Padi Palawija Jmlh Biaya Jmlh Biaya (Lt) (Rp) (Lt) (Rp) 1.50 59750 1.25 19750 0.25 2500 1.00 29000 0.75 25000 0.50 18250 0.50 16500 0.25 14000 2.50 46250 0.50 15500 1.25 77000 0.50 38750 1.25 38000 0.75 22500
Biaya Pest. Lain (Rp) 92250 30750 60000 55250 82500 145500 77750
Tabel 41. Jumlah Pe makaian dan Biaya Rhizoplus Tahun 2001
Nomor
Kabupaten
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Lampung Tengah Garut Gunung Kidul Wonogiri Ponorogo Pasuruan Indonesia
Pemakai Rhizopl us (Orang) 15 21 21 25 26 22 21.50
Juml ah Pemakaian (Sachet) 2.00 1.50 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00
Harga Per-Uni t (Rp/Sachet) 5250 5750 4500 4250 3750 3250 4500
Biaya Rhizopl us (Rp) 10000 9500 9250 8750 7000 7000 8500
Pada Tabel 42 disajikan persentase pemakaian rhizoplus oleh petani yaitu sebesar
52.50% pemakai.
Sebagian besar petani (45.00%) mendapatkan
rhizoplus dengan cara bantuan langsung, sedang lainnya secara tunai, atau dengan sistem roll-over, da n melalui fasilitas kredit, seperti disajikan pada Tabel 43. 5.2.8. Investasi dan Pengeluaran Petani Petani kedelai lebih banyak menjual hasil panenan ke tengkulak dibandingkan ke pedagang pengumpul atau koperasi.
Petani menjual hasil
panenan kedelai pada umumnya untuk membayar hutang (60%), membeli saprotan dan pakaian (50%), biaya pendidikan (50%), serta lainnya untuk pesta hajatan dan arisan (30%), perbaikan rumah (25%), belanja dan menabung (10%).
111
Tabel 42. Persentas e Jumlah Pe makai dan Asal Rhizoplus Tahun 2001 (% ) Pemakai Rhizopl us Asal Rhizoplus (* ) Nomor Kabupaten Pernah Ti dak Dinas Pert. Koperasi Opsus Pernah / PPL /KUD Kedelai 1. Lampung Tengah 34.00 66.00 25.00 0.50 13.50 2. Garut 50.00 50.00 50.00 0.50 0.50 3. Gunung Kidul 52.50 47.50 40.00 0.50 25.00 4. Wonogiri 62.50 37.50 30.00 5.00 40.00 5. Ponorogo 65.00 35.00 55.00 0.50 60.00 6. Pasuruan 50.00 50.00 16.00 0.50 50.00 Indonesia 52.50 47.50 36.00 1.25 31.50 Keterangan: (*) Asal rhizoplus bisa dari lembaga lainnya.
Tabel 43. Persentase Cara Pe rolehan Rhizoplus Tahun 2001 (% ) Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kabupaten Lampung Tengah Garut Gunung Kidul Wonogiri Ponorogo Pasuruan Indonesia
Beli Tunai 11.50 0.50 15.00 17.50 2.50 4.50 8.50
Cara Perolehan Rhizoplus Kredi t Roll-Over 0.50 11.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 2.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 2.75
Bantuan 22.50 50.00 42.50 45.00 62.50 47.50 45.00
Pada Tabel 44 disajikan investasi rata-rata per tahun untuk pe ndidika n dan kesehatan, atau investasi sumberdaya, yaitu Rp.64250 dan Rp.27500, atau totalnya Rp.91750.
Sedangkan untuk investasi produksi pertanian sebesar
Rp.655750, sehingga total investasi sebesar Rp.747500. Besarnya pajak bumi dan bangunan atau PBB adalah Rp.33500. Tabel 44. Investasi dan Pajak Bumi Bangunan Tahun 2001 (Rp) No.
Kabupaten
Investasi Pendi dik -an
Investasi Kesehat-an
Investasi Sumber-daya
1. 2. 3. 4. 5. 6.
LampungTngh Garut Gunung Kidul Wonogiri Ponorogo Pasuruan Indonesia
76700 42250 69250 60250 76000 61250 64250
23000 21500 19500 33750 38500 28500 27500
99750 63500 88750 94000 114500 89750 91750
Investasi Produks Investasi Total i Pertanian 1018750 1118500 357500 421000 220250 308750 578250 672000 534250 648750 1225750 1315750 655750 747500
Pajak PBB/Th 41750 14000 16750 20250 32500 75500 33500
112
Pengeluaran keluarga bulanan adalah untuk hajatan Rp.47000, transport Rp.46500, pakaian Rp.34250, perbaikan rumah Rp.32500, rekreasi Rp.19750, perabotan rumahtangga Rp.16000, dan penerangan Rp.13000, seperti disajikan pada Tabel 45. Besarnya iuran air rata-rata adalah Rp.7500, dan biaya lainnya adalah Rp.16500.
Tabel 45. Penge luaran Keluarga B ulanan Tahun 2001 (Rp) No.
Kabupaten
1. 2. 3. 4. 5. 6.
LampungTng Garut GunungKidul Wonogiri Ponorogo Pasuruan Indonesia
Renovasi Penerangan Transport Perabotan Pakaian Hajatan Rumah 41250 15500 58250 22750 35750 76250 26000 11750 51750 12750 34750 28000 30750 15250 42250 9750 28500 25500 73000 11000 34500 17750 27000 65500 14500 10500 37750 11750 27250 26500 9750 14500 53750 20750 52500 60250 32500 13000 46500 16000 34250 47000
Rekreasi 39000 11750 8500 18500 15750 25500 19750
Keterangan: (*) Iuran Air rata-rata Rp.7500, dan Biaya Lainnya Rp.16500.
5.2.9. Nilai Kekayaan Petani Kepemilikan rumah dan kekayaan total keluarga disajikan pada Tabel 46. Luas bangunan rumah petani rata-rata 122.50 mt2 senilai Rp.16.71 juta, dengan luas tanah rata-rata 825.00 mt2 senilai Rp.8.53 juta. Dengan harga lahan Rp.5750 per-mt2 , berarti nilai bangunan rumah dan tanah sekitar Rp.25.24 juta, serta nilai lahan sekitar Rp.47.70 juta, sehingga nilai total kekayaan mencapai Rp.72.93 juta.
Tabel 46. Nilai Rumah dan Tanah serta Asset Kekayaan Tahun 2001
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kabupaten
Rumah Luas Nilai (M2 ) (Ri buRp)
Tanah Luas (M2 )
LampungTngh 80 17795 1555 Garut 55 15835 205 Gunung Kidul 160 10130 1265 Wonogiri 210 18590 885 Ponorogo 150 13215 660 Pasuruan 80 24695 380 Indonesia 122.50 16710 825.00 Keterangan: (*) Nilai Lahan sebesar Rp.47.70 juta.
Nilai (Ri buRp) 10280 4035 10735 9545 5095 11470 8525
Nilai Nilai Asset Rmh&Tnh (Ri buRp (Ri buRp) ) 28080 79405 19870 64830 20865 72915 28135 66555 18310 45715 36165 108155 25235 72930
113
Petani memiliki ternak seperti sapi/kerbau senilai Rp.4.19 juta (2.00 ekor), domba/kambing senilai Rp.0.88 juta (4.00 ekor), dan ayam/itik senilai Rp.0.18 juta (14.25 ekor), sehingga nilai ternak sekitar Rp.2.31 juta, seperti pada Tabel 47. Tabel 47. Jumlah dan Nilai Ternak Tahun 2001
No.
Kabupaten
1. 2. 3. 4. 5. 6.
LampungTng Garut Gunung Kdl Wonogiri Ponorogo Pasuruan Indonesia
TERNAK Sapi/Kerbau Domba Ayam/ Itik Jmlh Nilai / Jmlh Nilai / Jmlh Nilai/ (Ekor) Ri buRp (Ekor) Ri buRp (Ekor) Ri buRp 3.50 7445 5.00 1230 13.50 185 1.00 500 4.25 1160 8.00 85 1.75 4095 3.00 675 9.50 100 1.50 3325 3.50 675 21.50 215 1.50 3235 3.50 680 19.75 270 3.25 6500 5.00 820 12.75 220 2.00 4185 4.00 875 14.25 180
Nilai Ternak/ Ri buRp 3375 830 3815 2745 1600 1500 2310
Total asset yang dimiliki petani berasal dari alat produksi pertanian seperti sabit/cangkul/sekop senilai Rp.91000 (6.50 buah), bajak/lempad/linggis senilai Rp.70000 (1.25 buah), sprayer senilai Rp.135000 (1.25 buah), dan mesin diesel senilai Rp.6.92 juta (1.50 buah).
Rata-rata nilai alat produksi pertanian yang
dimiliki petani adalah Rp.665000, seperti disajikan pada Tabel 48. Tabel 48. Nilai Alat dan Mesin Produksi Pertanian Tahun 2001
No.
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Sabit/Cangkul/ Kabupaten Sekop Jmlh Nilai Buah Ri bu Rp LampungT 4.75 70 Garut 2.75 80 GunungKdl 8.00 85 Wonogiri 11.75 130 Ponorogo 7.00 115 Pasuruan 5.25 65 Indonesia 6.50 91
ALAT PRODUKS I PERTANIAN Bajak/ Luku/ Sprayer Mesin Disel Lempad/ Linggis Jmlh Nilai Jmlh Nilai Jmlh Nilai Buah Ri bu Rp Buah Ri bu Rp Buah Ri bu Rp 1.50 155 1.00 120 1.25 5940 0.25 5 1.25 120 2.00 10000 1.50 90 1.00 140 1.00 2250 0.25 5 1.25 145 1.25 5165 1.75 60 1.00 140 1.50 6250 1.50 105 1.25 145 1.75 11875 1.25 70 1.25 135 1.50 6915
Pada Tabel 49 disajikan nilai aset total kekayaan petani rata-rata sebesar Rp.33.06 juta, terdiri dari bangunan rumah dan tanah Rp.25.24 juta, ternak Rp.2.31 juta, alat produksi pertanian Rp.0.66 juta, Rp.4.29 juta, dan perabotan lain Rp.5.12 juta.
perabotan rumahtangga
114
Tabel 49. Nilai Asset Total Petani Tahun 2001 No.
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kabupaten
Nilai Rumah &Tanah LampungTengah 28080 Garut 19870 Gunung Kidul 20865 Wonogiri 28135 Ponorogo 18310 Pasuruan 36170 Indonesia 25240
Nilai Ternak 3375 830 3815 2745 1600 1500 2310
NilaiAlat Nilai Nilai Pro.Pert Prabotan Prabotan Lain 1015 5305 700 355 2365 900 220 4040 470 575 4480 365 530 4855 16000 1225 4695 12250 655 4290 5115
(Ri buRp) Nilai Asset Total 37780 23320 28830 35965 26100 46350 33060
5.2.10. Penerimaan Petani Pada Tabel 50 disajikan penerimaan usahatani tanaman pangan dimana rataratanya adalah Rp.5.92 juta. Penerimaan terbesar diperoleh dari usahatani padi, yaitu Rp.3.33 juta, usahatani kedelai Rp.1.70 juta, usahatani jagung Rp.1.05 juta, dan usahatani singkong Rp.0.16 juta, sedangkan dari palawija lain Rp.1.47 juta.
Tabel 50. Penerimaa n Usahatani Tanaman Panga n Tahun 2001 (Ri buRp) No.
Kabupaten
Kedelai
1. 2. 3. 4. 5. 6.
LampungTngh Garut Gunung Kidul Wonogiri Ponorogo Pasuruan Indonesia
2045 750 1690 2225 795 2650 1695
Padi MT.I & MT.II 5675 1275 2675 1935 4865 3545 3330
Jagung
Singkong
Palawija Lain
1830 740 630 395 835 1875 1050
570 60 100 5 205 5 160
1440 1245 2050 780 1260 2030 1470
Penerimaan Ut.Tanaman Pang an 9795 2915 5320 4440 6230 6830 5920
Penerimaan total petani disajikan pada Tabel 51, yaitu sebesar Rp.7.00 juta, yang terdiri dari penerimaan usahatani tanaman pangan Rp.5.92 juta, dan penerimaan usahatani lain Rp.1.12 juta. Peneriman usahatani lain terdiri dari hasil kebun Rp.0.47 juta dan hasil ternak/ikan Rp.0.80 juta. Penerimaan non-usahatani da n non-pertanian disajikan pada Tabel 52. Penerimaan
non- usahatani
meliputi
usaha
dagang/warung/toko
rata-rata
Rp.235000, sebagai sopir atau tukang ojek Rp.285000, sebagai tukang kayu/batu Rp.185000, dan usaha lainnya Rp.120000. Penerimaan non-pertanian rata-rata
115
Rp.250000, sedangkan penerimaan non- usahatani dan buruh tani Rp.85000, serta penerimaan dari usaha lain dan jasa Rp.155000, sehingga penerimaan total petani per-tahun mencapai rata-rata sebesar Rp.3.03 juta, seperti disajikan pada Tabel 52.
Tabel 51. Penerimaan Usahatani Total Tahun 2001 (Ri buRp) No.
Kabupaten
1. 2. 3. 4. 5. 6.
LampungTengah Garut Gunung Kidul Wonogiri Ponorogo Pasuruan Indonesia
Penerimaan Tanaman Pang an 9795 2915 5320 4440 6230 6830 5920
Penerimaan Lain Hasil H.lkan/ Total Kebun Ternak 715 1255 1770 435 280 585 570 1345 1775 385 985 1300 205 635 765 510 290 520 470 800 1120
Peneriman Usahatani Total 11485 3445 7090 5740 6995 7230 7000
Tabel 52. Penerimaa n Non-Usahatani dan Non-Pertanian Tahun 2001 (Ri buRp) No.
Kabupaten
1. 2. 3. 4. 5. 6.
LampungTng Garut GunungKidul Wonogiri Ponorogo Pasuruan Indonesia
Keterangan: DWT S/O TK/TB PL2
Penerimaan Non-Us ahatani TK/ DWT S/O PL2 TB 230 245 150 130 255 625 310 330 260 5 130 110 305 285 200 5 130 425 295 25 235 120 25 120 235 285 185 120
Pnrm NonPert. 245 380 190 290 175 220 250
Pnrm NUt.+ Buruh 115 125 65 95 50 65 85
Pnrm UtLain +Jasa 135 200 130 115 135 220 155
Pnrm Total 2965 4635 2070 3470 2115 2895 3025
= Usaha Dagang/Warung/Toko, = Sopir/Ojek, = Tukang Kayu/Tukang Batu, = Penerimaan Lain-lain.
5.2.11. Nilai Rata-rata Peubah Model Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai Nilai rata-rata peubah model ekonomi rumahtangga petani kedelai di Indo nesia disajikan pada Tabel 53 berikut ini. Luas areal panen kedelai adalah 0.66 ha dengan produksi kedelai 853.10 kg, sehingga diperoleh produktivitas kede lai 1342.9 kg/ha.Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga dan luar ke luarga mencapai 102.5 HOK dan 160.8 HOK, sehingga tenaga kerja total mencapai 748.4 HOK dengan curah kerja total 745.8 HOK. Penerimaan usahatani kedelai adalah sebesar Rp.1848492, sedangkan pendapatan usahatani kedelai total adalah Rp.614355,
sehingga diperoleh pendapatan rumahtangga petani kedelai
116
sebesarRp.9633834. Disisi lain, pengeluaran rumahtangga petani kedelai mencapai Rp.8815980. Sebagai tambahan, analisis usahatani kedelai di Indonesia disajikan pada Lampiran 7, sebagai hasil temuan lapang. Tabel 53. Nilai Rata-rata Peubah Model Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai di Indonesia Vari ables Intercept HK HG HJ HS HU HKT HKH HB HPU HPS HPK HO HZ HR HTp HTh HTI HHK UTKL UM ED AKK AK AT SB PBB KL KK TKLN TKLL CKL JPH DA DI DG DS Hkpu Hkps Hkp k
Sum
Mean
250 536800 253075 226225 63875 133550 788300 1014650 727900 266400 377800 404275 17085625 4686100 1098600 468900 450900 81065750 628600 1426350 11890 1786 840 1123 1.84E+10 5276.6 8528550 5.61E+08 12183 50885 8291 98721 94975 174 185 220 54 506.4 358.1 337.8
1 2147.2 1012.3 904.9 255.5 534.2 3153.2 4058.6 2911.6 1065.6 1511.2 1617.1 68342.5 18744.4 4394.4 1875.6 1803.6 324263 2514.4 5705.4 47.56 7.144 3.36 4.492 73539715 21.1064 34114.2 2244878 48.732 203.5 33.164 394.9 379.9 0.696 0.74 0.88 0.216 2.0256 1.4324 1.3511
Uncorrected SS 250 1.25E+09 2.61E+08 2.26E+08 19350625 75412500 2.65E+09 4.23E+09 2.22E+09 2.85E+08 5.76E+08 6.63E+08 1.32E+12 1.53E+11 5.06E+09 9.25E+08 8.55E+08 5.33E+13 1.93E+09 8.81E+09 596382 15280 3318 5517 2.32E+18 124762 7.98E+11 1.81E+15 977217 11654679 941277 44106839 1.63E+08 174 185 220 54 1122.7 561.8 506.2
Vari ance 0 406759 19413.9 84340.9 12170.9 16345.7 657942 468872 399724 4590 20351 38313.3 6.05E+08 2.63E+08 915129 184161 167156 1.09E+11 1384772 2707295 124.1 10.1238 1.9904 1.8975 3.90E+15 53.7849 2.04E+09 2.22E+12 1540.2 5211 2676 20576.3 511348 0.2124 0.1932 0.106 0.17 0.3892 0.1964 0.2001
Std Devi ation 0 637.8 139.3 290.4 110.3 127.9 811.1 684.7 632.2 67.7495 142.7 195.7 24603.1 16230.6 956.6 429.1 408.8 329343 1176.8 1645.4 11.1387 3.1818 1.4108 1.3775 62456091 7.3338 45141 1490861 39.2457 72.1875 51.7297 143.4 715.1 0.4609 0.4395 0.3256 0.4123 0.6239 0.4432 0.4473
117
Tabel 53.Lanjutan Vari ables LAP PRO JB JPU JPS JPK JO JZ JR TKDK TKLK TKDN TKDL PNK PNL KPT KNP IE IH IP TAB KRE TKK TKD TKL TK CK BS BTK BUK PUK PUKT PRT PD KT IS INV BRT KJ PKp
Sum 165 213276 7982 12306 8854 5053 303.9 296.6 488 25624 40188 35504 26603 1.07E+09 1.19E+09 6364640 1.45E+09 16058850 6834500 1.67E+08 1.10E+09 1.39E+08 65812 87731 99364 187095 186452 83328745 2.25E+08 3.09E+08 4.62E+08 1.54E+08 2.41E+09 2.40E+09 2.01E+09 22893350 1.90E+08 2.20E+09 201093 335714
Mean 0.6598 853.1 31.928 49.224 35.416 20.212 1.2156 1.1864 1.952 102.5 160.8 142 106.4 4267717 4751787 25458.6 5785780 64235.4 27338 668290 4407145 556788 263.2 350.9 397.5 748.4 745.8 333315 900822 1234163 1848492 614355 9633834 9599719 8056117 91573.4 759863 8815980 804.4 1342.9
Uncorrected SS 206.8 4.11E+08 484770 1451698 712712 346197 1164.2 1498.8 1828 3711158 7889012 6656714 4256915 8.27E+15 1.03E+16 3.30E+11 9.72E+15 3.66E+12 5.84E+11 1.62E+15 2.02E+16 1.31E+14 20195166 37343679 44285062 1.54E+08 1.56E+08 5.21E+13 2.58E+14 4.81E+14 2.16E+15 1.06E+15 3.52E+16 3.49E+16 1.88E+16 5.34E+12 1.67E+15 2.45E+16 3.76E+08 6.11E+08
Vari ance 0.3936 921431 923.4 3397.4 1603 980.2 3.1918 4.6062 3.5158 4356.6 5737.8 6484.2 5727.1 1.49E+13 1.86E+13 6.74E+08 5.42E+12 1.06E+10 1.60E+09 6.08E+12 6.17E+13 2.13E+11 11527.3 26332.4 19246 55048.3 68516.7 9.79E+10 2.22E+11 4.01E+11 5.25E+12 3.87E+12 4.81E+13 4.78E+13 1.04E+13 1.30E+10 6.13E+12 2.04E+13 861760 641389
Std Devi ation 0.6274 959.9 30.3871 58.287 40.0371 31.3079 1.7866 2.1462 1.875 66.0048 75.7482 80.5248 75.6773 3862284 4311062 25956.9 2327017 102722 39942.9 2464677 7857649 461375 107.4 162.3 138.7 234.6 261.8 312840 471315 633164 2290849 1966327 6937665 6912464 3216638 114082 2475576 4515198 928.3 800.9
VI. HASIL ESTIMASI DAN VALIDASI MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI KEDELAI
Dari hasil penelitian lapang, hasil estimasi model ekonomi rumahtangga petani kedelai di Indo nesia dapat dilihat pada Lampiran 2, yang merupakan hasil pengolahan dari program estimasi model pada Lampiran 1, yaitu dengan menggunakan program SAS/ETS v.9.13. Model dan tabel nilai koefisien regresi serta elastisitas masing- masing peubah model ekonomi rumahtangga petani kedelai dapat dipaparkan berikut ini. Model yang telah dirumuskan sebelumnya dalam Bab IV, hasilnya merupakan model ekonomi rumahtangga petani kedelai, dengan model persamaan simultan linear-additive, menggunakan estimasi mode l metode 2SLS (Two Stage Least Square). Secara keseluruhan, nilai statistik uji-F mempunyai range da ri 3.67 (investasi kesehatan) hingga 1408.68 (ko nsumsi nonpangan), dengan probabilitas kesalahan (Fα) sebesar 0.32% hingga 0.01%. Koefisien determinasi (R2 ) berkisar antara 0.0699 (investasi kesehatan) hingga 0.9664 (konsumsi non-pangan), dimana koefisien determinasi yang disesuaikan (Adj-R2) bernilai antara 0.0508 hingga 0.9657. N ilai statistik uji-F tinggi berarti variasi dari masing- masing peubah endogen, secara nyata dapat dijelaskan oleh masing- masing peubah penjelas (explanatory variables). Peubah struktural/mode l meliputi luas areal panen kedelai (LAP), produksi kedelai (PRO), penggunaan sarana produksi seperti benih kedelai, pupuk (Urea, SP36/TSP, KCL/ZA), pestisida (obat/pestisida, ZPT, rhizoplus), tenaga kerja dalam keluarga (TKDK, TKDN, TKDL), tenaga kerja luar keluarga (TKLK), pendapatan usahatani non-kedelai dan pendapatan non-usahatani lain, konsumsi pangan tunai dan konsumsi non-pangan, investasi pendidikan daninvestasi kesehatan sertainvestasi produksi pertanian, tabungan (TAB), dan kredit pertanian (KRE). Model ekonomi rumahtangga petani kedelai di Indonesia secara keseluruhan dapat dilihat hasilnya pada persamaan model dan identitas berikut ini.
120
Model Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai di Indonesia: 1.
LAP
=
0.0667 + 0.0001 HKA – 0.0002 HJ A – 0.00002 HKH – 0.0002 HPU + 0.000000003ATA + 0.0100 JBA + 0.0025 TKDKA + 0.00000002 PRTA
2.
PRO
=
1168.30 – 0.1711 HBA – 0.1931 HPS – 0.0025 HZC – 0.0922 HRA + 250.11 LAPB + 0.0005KREA +0.0003PUKA
3.
JB
=
50.34 – 0.0058 HBA – 0.0002 HZA – 0.0063 HRA + 20.97 LAPA + 0.00001KREC + 0.00001 PUKA
4.
JPU
=
73.23+ 10.53 HkpuB – 0.0136 HBB – 0.0005 HOA – 0.0006 HZA + 0.0046 Jph + 0.000004 PNKA + 0.000001 PNL + 0.00001 PUKA
5.
JPS
=
– 0.6695+11.86 Hkps B – 0.0057 HBC – 0.0004 HZA + 4.11 Da + 13.70 LAPB + 0.1314 TKLKA + 0.000001 PNKB
6.
JPK
=
8.79+1.35 Hkpk – 0.0025 HB – 0.0001 HO – 0.0001 HZ + 0.0020 Jph + 9.97LAP + 0.000002 PNKA + 0.000003 PUKC
7.
JO
=
3.92 – 0.00002 HOA – 0.0003 HBB – 0.00001 HZ – 0.0003 HRA + 0.0001 Jph + 0.2710 Di + 0.0000001 PNKB + 0.0000003 PUKA
8.
JZ
=
3.28 – 0.00003 HZA – 0.0002 HB – 0.00001 HOA – 0.0003 HRA + 0.0000002 PNKA + 0.0000003 PUKA
9.
JR
=
3.61 – 0.0002 HRC – 0.0001 HB – 0.0013 HPU – 0.00001 HOB – 0.00001 HZ + 0.0004 JphA + 1.23 LAPA + 0.00000004 PRT
10.
TKDK
=
93.42 –0.0014 UTKL –0.7505 UMB –3.67 EDA +5.59 AKKB + 23.91 Dg B + 29.65 LAPA + 0.3843 JPSB + 0.000001TABC
11.
TKLK
=
173.65 –0.0055 UTKLB – 0.3846 UM– 1.49 ED + 25.29 Ds B–0.0921 TKDL + 1.17JPS A + 0.00001PUKB
12.
TKK
=
TKDK + TKLK
13.
TKDN
=
90.93 – 0.0024 UTKL + 0.0088 HK + 3.76 AKK – 0.0801 TKLK + 0.00001 PNKA + 0.000001 TAB
14.
TKDL
=
115.10 –0.0011 UTKL – 0.6390 UMC – 4.06 EDA – 0.0909 TKLK + 0.00001 PNLA + 0.00001 PUKTB
15.
TKD
=
TKDK + TKDN + TKDL
16.
TKL
=
TKLK + Tkln + Tkll
17.
TK
=
TKD + TKL
18.
CK
=
CKD + Ckl
19.
BS
=
((JB*HB ))+((JPU* HPU)+(JPS*HPS)+(JPK* HPK))+((JO* HO)+ (JZ* HZ)+(J R* HR))
20.
BTK
=
(TKLK * UTKL)
21.
B UK
=
BS + BTK
22.
PUK
=
(PRO * HK)
23.
PUKT
=
PUK – B UK
121
24.
PNK
=
+225.32HKTC +4.80KREA
–0.1854PNLA
–0.1184PUKT+0.4211TABA
25.
PNL
=
+1683.71 HTpA +0.4814 HTI +0.0054 AT –0.3306 PNKA –0.4729 PUKTB + 0.4260 TABA + 1.62 KREC
26.
PRT
=
PUKT + PNK + PNL
27.
PD
=
PRT – Pbb
28.
KPT
=
15819.43 –7.52 HJ C +1583.56 AKC + 376.34 KKA –0.0030 KNPA + 0.0155 KREB
29.
KNP
=
+ 15917.22 UMA + 211566.5AKA –7.01 KPTB +0.0623 PNLB + 0.4886 KTA
30.
KT
=
KPT + KNP + Kl
31.
IE
=
– 74899.8 +11.02 HKA +17.55 HS +11.22 HU +0.0050 HTI + 1.11 HHK + 179.80 UM + 1094.34 EDC +1392.74 AK – 0.8198 IPA + 0.0009PNL + 0.8180 INVA
32.
IH
=
– 18268.7 +17.95 HG +4.57 HTh – 0.1115 IPA + 0.0165 KREB + 0.1112INVA
33.
IP
=
+ 0.0079 ATB – 3.71 IS C + 336.15 PRO + 0.0421 PRTC
34.
IS
=
IE + IH
35.
INV
=
IS + IP
36.
BRT
=
KT + INV
37.
TAB
=
– 103469 SBA + 1.18 HTI +0.6901 PDA
38.
KRE
=
+ 11827.49 SBA – 175.96 HPU – 2.07 HOB + 52.14JphC + 0.0041TAB + 4173.82JBA + 0.0478KTA + 2.80 IHB
39.
KJ
=
PRO – Kk
40.
PKp
=
(PRO / LAP)
Catatan: Nilai Uji Tαataunilai probabilitas uji-T dua arah, Nilai Uji-T pada α: <1%=A, <5%=B,<10%=C.
6.1. Luas Areal Panen dan Produksi Kedelai Luas areal panen kedelai (LAP) dipengaruhi oleh harga kedelai (HK), harga jagung (HJ), harga kacang-hijau (HKH), harga pupuk urea (HPU), asset total (AT), jumlah benih kedelai (JB), tenaga kerja dalam keluarga (TKDK), dan pendapatan rumahtangga (PRT). Persamaan dan nilai elastisitas luas areal panen kedelai (LAP) adalah: (Tabel 54.) LAP
=
0.0667 + 0.0001 HKA – 0.0002 HJ A – 0.00002 HKH – 0.0002 HPU + 0.000000003ATA + 0.0100 JBA + 0.0025 TKDKA + 0.00000002 PRTA (6.1.)
122
Tabel 54. Hasil Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai dan Nilai ElastisitasLuas Areal Panen Kedelai No
Persamaan/ Peubah
Koefisien
Nilai F/Tα
N
Prob>|t|/2 Elastisitas/R2
136.30
A
<.0001
Luas Areal Panen Kedelai (LAP) 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Intercept 0.0667 Harga Kedelai 0.0001 Harga Jagung -0.0002 Harga Kacang-Hijau -0.00002 Harga Pupuk Urea -0.0002 Asset Total 0.000000003 Jumlah BenihKedelai 0.0100 TenagaKerjaDlmKlrg 0.0025 PndapatnRumahtangga 0.00000002 Durbin-Watson 1.4398 Keterangan: Tα = Nilai Probabilitas Uji-T Dua Arah. N = Nilai Uji-T pada α: <1%=A, <5%=B,<10%=C.
R2 :0.8190 AR2 :0.8130
0.19 2.47 -3.45 -0.87 -0.66 5.60 10.11 6.22 3.43
A A
A A A A
0.4249 0.0072 0.0004 0.1914 0.2563 <.0001 <.0001 <.0001 0.0004
0.1011 0.2343 -0.3017 -0.1230 -0.2746 0.2842 0.4842 0.3871 0.2424
R2 = R-Square; AR2 = Adjusted R-Square.
Tanda dari peubah penjelas dalam persamaan luas areal panen kedelai (LAP), adalah sesuai dengan harapan dan perilaku ekonomi. Komoditas jagung dankacang- hijau, bersaing dengan kedelai pada lahan yang sama. Penggunaan pupuk urea be rtamba h jika harga inp ut tersebut turun. Asset total naik akan memperluas areal panen kedelai. Jumlah benih kedelai meningkat, berarti semakin luas areal tanam dan panen kedelai yang digarap. Pendapatan rumahtangga meningkat, akan memperluas areal panen kedelai. Pada Tabel 54, harga kedelai, harga jagung, asset total, jumlah benih kede lai, tenaga kerja dalam keluarga, dan pendapatan rumahtangga, berpengaruh nyata terhadap luas areal panen kedelai pada taraf α<=1.00%. Koefisien determinasi (R2 ) dan koefisien penyesuaian- nya (Adj-R2 ) sangat tinggi, yaitu 0.8190 dan 0.8130, dimana nilai uji-F sangat tinggi, yaitu 136.30. Berarti, peubah independen persamaan luas areal panen kedelai, secara bersamasama dapat menjelaskan dengan sangat baik perilaku luas areal panen kedelai. Respon luas areal panen kedelai terhadap peubah independen adalah inelastis.
Berarti, peningkatan maupun penurunan pada peubah independen,
berdampak kecil terhadap luas areal panen kedelai.
123
Produksi kedelai (PRO) dipengaruhi oleh harga benih kedelai, harga pupuk SP36/TSP (HPS), harga ZPT (HZ), harga rhizoplus (HR), luas areal panen kedelai (LAP), kredit pertanian (KRE), dan penerimaan usahatani kedelai (PUK). Persamaan dan nilai elastisitas produksi kedelai (PRO) adalah: (Tabel 55.) PRO
=
1168.30 – 0.1711 HBA – 0.1931 HPS – 0.0025 HZC – 0.0922 HRA + 250.11 (6.2.) LAPB + 0.0005KREA +0.0003PUKA
Tabel 55. Hasil Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai danNilai Elastisitas Produksi Kedelai No
Persamaan/ Peubah Produksi Kedelai (PRO)
Koefisien
Nilai F/Tα 183.23
N A
Prob>|t|/2 <.0001
Elastisitas/R2 R2 : 0.8413 AR2 :0.8367
Intercept 1168.30 Harga Benih Kedelai -0.1711 Harga Pupuk SP36/TSP -0.1931 HargaZatPerangsangTumbuh -0.0025 Harga Rhizoplus -0.0922 Luas Areal Panen Kedelai 250.11 Kredit Pertanian 0.0005 Penerimaan UsahataniKedelai 0.0003 Durbin-Watson 1.6164 Keterangan: Tα = Nilai Probabilitas Uji-T Dua Arah. N = Nilai Uji-T pada α: <1%=A, <5%= B, <10%= C. 1 2 3 4 5 6 7 8
3.65 -4.44 -0.99 -1.62 -3.33 2.16 3.64 8.14
A A C A B A A
0.0002 <.0001 0.1607 0.0538 0.0005 0.0160 0.0002 <.0001
1.3695 -0.5841 -0.3420 -0.0541 -0.4751 0.1934 0.2989 0.5937
R2 = R-Square; AR2 = Adjusted R-Square.
Tanda dari peubah penjelas dalam persamaan produksi kedelai (PRO), ada lah sesuai de ngan harapa n da n perilaku eko nomi. Harga benih kedelai turun maka jumlah penggunaan benih akan meningkat searah dengan kenaikan produksi kedelai. Harga pupuk SP36/TSP, zat perangsang tumbuh, dan rhizoplus menurun, maka akan menambah jumlah input yang dipakai, sehingga meningkatkan produksi kedelai.Dengan perluasan areal panen kedelai, maka produksi kedelai akan bertambah pula. Kredit pertanian dapat menambah modal untuk meningkatkan produksi kedelai. Dengan meningkatnya penerimaan usahatani kedelai akan menambah produksi kedelai. Pada Tabel 55, harga benih kedelai, harga rhizoplus, kredit pertanian, dan penerimaan usahatani kedelai, berpengaruh nyata terhadap produksi kedelai pada
124 taraf α<=1.00%. Sedangkan luas areal panen kedelai dan zat perangsang tumbuh berpengaruh nyata pada taraf α<=5.00% dan α<=10.00%. Koefisien determinasi (R2 ) dan koefisien penyesuaian-nya (Adj-R2) adalah tinggi, yaitu 0.8413 dan 0.8367, dimana nilai uji-F sangat tinggi, yaitu 183.23. Berarti, peubah independen dari persamaan produksi kedelai, secara bersamasama dapat menjelaskan dengan sangat baik perilaku produksi kedelai. Respon produksi kedelai terhadap peubah independen adalah inelastis, kecuali intercept-nyaelastis (1.3695). Berarti, peningkatan atau penurunan pada peubah independen, berdampak kecil terhadap produksi kedelai. 6.2. Pengg unaa nSarana Produksi Penggunaan sarana produksi kedelai meliputi benih kedelai, pupuk (Urea, Sp36/Tsp, dan Kcl/Za), dan pestisida (Obat, Zat Perangsang Tumbuh, dan Rhizoplus). Jumlah benih kedelai (JB) dipengaruhi oleh harga benih kedelai (HB), harga ZPT (HZ), harga rhizoplus (HR), luas areal panen kedelai (LAP), kredit pertanian (KRE), dan penerimaan usahatani kedelai (PUK).Persamaan dan nilai elastisitas jumlah benih kedelai (JB) adalah: (Tabel 56.) JB
=
50.34 – 0.0058 HBA – 0.0002 HZA – 0.0063 HRA + 20.97 LAPA + 0.00001KREC + 0.00001 PUKA (6.3.)
Tabel 56. Hasil Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai dan Nilai Elastisitas Benih Kedelai No
Persamaan/ Peubah
Koefisien
Nilai F/ Tα
N
Prob |t|/2
Elastisitas/R2
152.85
A
<.0001
R2 : 0.7905
Juml ah Benih Kedelai (JB)
AR2 : 0.7854 Intercept 50.34 Harga Benih Kedelai -0.0058 HargaZatPerangsangTumbuh -0.0002 Harga Rhizoplus -0.0063 Luas Areal Panen Kedelai 20.97 Kredit Pertanian 0.00001 Penerimaan UsahataniKedelai 0.00001 Durbin-Watson 1.3547 Keterangan: Tα = Nilai Probabilitas Uji-T Dua Arah. N = Nilai Uji-T pada α: <1%=A, <5%= B, <10%= C. 1 2 3 4 5 6 7
R2 = R-Square; AR2 = Adjusted R-Square.
7.82 -3.81 -3.22 -6.04 4.74 1.43 5.17
A A A A A C A
<.0001 0.0001 0.0008 <.0001 <.0001 0.0776 <.0001
1.5768 -0.5280 -0.1115 -0.8726 0.4334 0.1231 0.3790
125
Tanda dari peubah penjelas dalam persamaan jumlah benih kedelai (JB), ada lah sesuai de ngan harapa n da n pe rilaku ekonomi.Harga benih kedelai berlawanan arah dengan jumlah benih kedelai.Jika harga benih menurun maka jumlah be nih yang ditanamakan meningkat. Harga ZPT dan harga Rhizoplus, juga berlawanan arah dengan jumlah benih kedelai.Berarti, jumlah ZPT dan Rhizoplus bertambah jika harga ZPT da n Rhizoplus menurun.Inovasi teknologi produksi melalui pemakaian Rhizoplus dan Zat Perangsang Tumbuh bersifat pos itif terhadap kenaikan jumlah benih kedelai. Jika luas areal panen kedelai meningkat, maka jumlah benih kedelai yang ditanam akanmeningkat. Kredit pertanian akan memperkuat modal petani dalam meningkatkan jumlah pemakaian benih kedelai. Penerimaan usahatani kedelai meningkat searah dengan jumlah benih kedelai. Pada Tabel 56, harga benih kedelai,harga ZPT, harga Rhizoplus, luas areal panen kedelai, dan penerimaan usahatani kedelai, berpengaruh nyata terhadap jumlah benih kedelai pada pada taraf α<=1.00%. Sedangkan kredit pertanian, berpengaruh nyata terhadap jumlah benih kedelai pada taraf α<=10.00%. Koefisien determinasi (R2 ) dan koefisien penyesuaian- nya (Adj-R2) sangat tinggi, yaitu 0.7905 dan 0.7804, dimana nilai uji-F sangat tinggi, yaitu 152.85. Berarti, peubah independen persamaan jumlah benih kedelai, secara bersamasama dapat menjelaskan dengan sangat baik perilaku jumlah benih kedelai. Respon jumlah benih kedelai terhadap peubah independen adalah inelastis, kecuali intercept-nya elastis (1.5768). Berarti, peningkatan atau penurunan pada peubah independen, berdampak kecil terhadap jumlah benih kedelai. Penggunaan pupuk terdiri dari jumlah pupuk Urea, pupuk SP36/TSP, dan pupuk KCL/ZA. Jumlah penggunaan pupuk Urea (JPU) dipengaruhi oleh rasio harga kede lai de ngan harga pupuk Urea (Hkpu), harga benih kedelai (HB), harga obat/pestisida (HO), harga Zat Perangsang Tumbuh (HZ), harga Rhizoplus (HR), jumlah pupuk hijau/kandang (Jph), pe ndapatan non-kedelai, pendapatan nonusahatani lain, dan penerimaan usahatani kedelai (PUK). Persamaan dan nilai elastisitas jumlah pupuk Urea (JPU) adalah: (Tabel 57.) JPU
=
73.23+10.53 HkpuB –0.0136 HBB –0.0005 HOA –0.0006 HZA +0.0046 Jph + 0.000004 PNKA + 0.000001 PNL + 0.00001 PUKA (6.4.)
Tabel 57. Hasil Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai
126
dan Nilai Elastisitas Pupuk Urea No
Persamaan/ Peubah Juml ah Pupuk Urea (JPU)
Koefisien Nilai F/ Tα 10.92
N A
Prob >|t|/2 <.0001
Elastisitas/R2 R2 : 0.2660 AR2 : 0.2416
Intercept 73.23 RasioHKedelai/ HPupukUrea 10.53 Harga Benih Kedelai -0.0136 Harga Obat/Pestisida -0.0005 HargaZatPerangsangTumbuh -0.0006 JumlahPupukHijau/Kandang 0.0046 Pendapatan NonKedelai 0.000004 Pendapatan NonUt.Lain 0.000001 Penerimaan Ut.Kedelai 0.00001 Durbin-Watson 1.6780 Keterangan: Tα = Nilai Probabilitas Uji-T Dua Arah. N = Nilai Uji-T pada α: <1%=A, <5%= B, <10%= C. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
4.06 1.83 -2.33 -3.61 -2.54 1.00 2.82 0.89 3.43
A B B A A A A
<.0001 0.0342 0.0102 0.0002 0.0059 0.1598 0.0026 0.1867 0.0004
1.4878 0.4335 -0.8038 -0.6942 -0.2247 0.0355 0.3673 0.1089 0.2764
R2 = R-Square; AR2 = Adjusted R-Square.
Tanda dari peubah independen dalam persamaan jumlah pupuk Urea (JPU), adalah sesuai dengan harapan dan perilaku ekonomi.Rasio antara harga kedelai dengan harga pupuk Urea sebagai peubah Hkpu, meningkat searah dengan jumlah pupuk Urea.Jika harga pupuk Urea menur un aka n menamba h jumlah pupuk Urea yang dipakai. Harga-harga benih kedelai, obat/pestisida, da n ZPT menurun, maka jumlah input yang dipakai meningkat atau berlawanan arah.J umlah pupuk hijau/kandangjugameningka t searah de ngan jumlah pupuk Urea.Pendapatan nonkedelai, pendapatan non-usahatani lain, dan penerimaan usahatani kedelai, meningkat searah dengan jumlah pupuk Urea. Pada Tabel 57, harga obat/pestisida, harga ZPT, pendapatan non-kede lai, dan penerimaan usahatani kedelai, berpengaruh nyata terhadap jumlah pupuk Urea pada taraf α<=1.00%. Sedangkan harga benih kedelai da n rasio harga kedelai dengan harga pupuk urea, berpengaruh nyata terhadap jumlah pupuk Urea, pada taraf α<=5.00%. Koefisien determinasi (R2 ) dan koefisien penyesuaian-nya (Adj-R2 ), yaitu 0.2660 dan 0.2416, dimana nilai uji-F sebesar10.92. Berarti, peubah independen dari persamaan jumlah pupuk Urea, secara bersama-sama dapat menjelaskan dengan cukup baik perilaku jumlah pupuk Urea.
127
Respo n jumlah pupuk Urea terhadap pe uba h indepe nde n ada lah inelastis, kecuali intercept-nya elastis (1.4878). Berarti, peningkatan atau penurunan pada peubah independen, berdampak kecil terhadap jumlah pupuk Urea. Jumlah pupuk SP36/TSP (JPS) dipengaruhi oleh rasio harga kedelai dengan harga pupuk SP36/TSP(Hkps), harga benih kedelai (HB), harga Zat Perangsang Tumbuh (HZ), dummy area (Da), luas areal panen kedelai (LAP), tenaga kerja luar keluarga, dan pendapatan non-kedelai (PNK). Persamaan dan nilai elastisitas jumlah pupuk SP36/TSP (JPS) adalah: (Tabel 58.) JPS
=
– 0.6695 +11.86 Hkps B –0.0057 HBC –0.0004 HZA +4.11 Da +13.70 LAPB + 0.1314 TKLKA + 0.000001 PNKB(6.5.)
Tabel 58. Hasil Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai dan Nilai Elastisitas Pupuk SP36/TSP No
1 2 3 4 5 6 7 8
Persamaan/ Peubah Juml ahPupukSP36/TSP(JP S)
Koefisien Nilai F/ Tα 13.89
Intercept RasioHKedelai/ HPupukSP36 Harga Benih Kedelai HargaZatPerangsangTumbuh Dummy Area Luas Areal Panen Kedelai Tenaga Kerja Luar Keluarga Pendapatan Non-Kedelai Durbin-Watson
-0.6695 11.86 -0.0057 -0.0004 4.1113 13.70 0.1314 0.000002 1.7888
N A
Prob>|t|/2 Elastisitas/R2 <.0001 R2 : 0.2866 AR2 : 0.2659
-0.05 2.11 -1.44 -2.40 0.87 1.98 3.07 1.82
B C A B A B
0.4783 0.0179 0.0751 0.0086 0.1931 0.0247 0.0012 0.0352
-0.0189 0.4798 -0.4711 -0.1852 0.0808 0.2552 0.5966 0.2655
Keterangan: Tα = Nilai Probabilitas Uji-T Dua Arah. N = Nilai Uji-T pada α: <1%=A, <5%= B,<10%= C. R2 = R-Square; AR2 = Adjusted R-Square.
Tanda dari peubah penjelas dalam persamaan jumlah pupuk SP36/TSP (JPS), sesuai dengan harapan dan perilaku ekonomi. Rasio antara harga kedelai dengan harga pupuk SP36 /TSP sebagai peubah Hkps,meningkat searah dengan jumlah pupuk SP36/TSP. Jika harga pupuk SP36/TSP menurun akan menambah jumlah pupuk SP36/TSP yang dipakai.Jika harga-harga benih kedelai dan Zat Perangsang Tumbuh menurun, maka jumlah benih kedelai dan ZPTumbuh yang dipakai meningkat atau berlawanan arah. Dummy area juga meningkat searah dengan jumlah pupuk SP36/TSP. Luas areal panen kedelai, tenaga kerja luar
128
ke luarga, da n pe ndapatan non-kedelai,meningkatsearahdengan jumlah pupuk SP36/TSP. Pada Tabel 58, harga Zat Perangsang Tumbuh dan tenaga kerja luar ke luarga, berpengaruh nyata terhadap jumlah pupuk SP36/TSP pada taraf α<=1.00%. Luas areal panen kedelai, pendapatan non-kedelai, dan rasio harga kedelai dengan harga pupuk SP36/TSP, berpengaruh nyata terhadap jumlah pupuk SP36/TSP pada taraf α<=5.00%. Sedangkan harga benih kedelai, berpengaruh nyata terhadap jumlah pupuk SP36/TSP pada taraf α<=10.00%. Koefisien determinasi (R2 ) dan koefisien penyesuaian-nya (Adj-R2 ), yaitu 0.2866 dan 0.2659, dimana nilai uji-F sebesar13.89. Berarti, peubah independen dari persamaan jumlah pupuk SP36/TSP, secara bersama-sama dapat menjelaskan cukup baik perilaku jumlah pupuk SP36/TSP. Respon jumlah pupuk SP36/TSP terhadap peubah independen adalah inelastis. Berarti, peningkatan atau penurunan pada peubah independen, berdampak kecil terhadap jumlah pupuk SP36/TSP. Jumlah pupuk KCL/ZA (JPK) dipengaruhi oleh rasio harga kedelai dengan harga pupuk KCL/ZA sebagai peubah (Hkpk ), harga benih kede lai (HB), harga obat/pestisida (HO), harga ZPT (HZ), jumlah pupuk hijau/kandang (Jph), luas areal panen kedelai (LAP), pendapatan non-kedelai (PNK), dan penerimaan usahatani kedelai (PUK). Persamaan dan nilai elastisitas jumlah pupuk KCL/ZA (JPK) adalah: (Tabel 59.) JPK
=
8.79 + 1.35 Hk pk – 0.0025 HB – 0.0001 HO – 0.0001 HZ + 0.0020 Jph + 9.97LAP+0.000002 PNKA + 0.000003PUKC (6.6.)
Tanda dari peubah penjelas dalam persamaan jumlah pupuk KCL/ZA (JPK), adalah sesuai harapan dan perilaku ekonomi. Rasio antara harga kedelai dengan harga pupuk KCL/ZAsebagai peubah Hkpk, meningkat searah dengan jumlah pupuk KCL/ZA. Jika harga pupuk KCL/ZA menurun, akan menambah jumlah pupuk KCL/ZA yang dipakai. Harga-harga benih kedelai, obat/pestisida, dan Zat Perangsang Tumbuh menurun, maka jumlah kedelai, obat/pestisida, dan ZPT yang dipaka i aka n meningkat atau berlawanan arah. Jumlah pupuk hijau/ka nda ng juga meningkat searah dengan jumlah pupuk KCL/ZA. Produksi kedelai dan pendapatan rumahtangga meningkat searah de ngan jumlah pupuk KCL/ZA.
129
Tabel 59.Hasil Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai danNilai Elastisitas Pupuk KCL/ZA No
Persamaan/ Peubah
Koefisien
Nilai F/Tα
N
Prob>|t|/2
Elastisitas/R2
15.81
A
<.0001
R2 : 0.3441
Juml ah Pupuk KCL/ ZA (JPK) 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Intercept 8.7866 Rasio HKedelai/HPupukKCL 1.3533 Harga Benih Kedelai -0.0025 Harga Obat/Pestisida -0.0001 HargaZatPerangsangTumbuh -0.0001 JumlahPupukHijau/Kandang 0.0020 Luas Areal Panen Kedelai 9.9725 Pendapatan Non-Kedelai 0.000002 Penerimaan UsahataniKedelai 0.000003 Durbin-Watson 1.5709 Keterangan: Tα = Nilai Probabilitas Uji-T Dua Arah. N = Nilai Uji-T pada α: <1%=A, <5%=B,<10%=C.
AR2 : 0.3224 0.94 0.32 -0.83 -0.89 -1.21 0.83 1.09 2.52 1.65
A C
0.1741 0.3752 0.2031 0.1875 0.1133 0.2033 0.1387 0.0062 0.0504
0.4347 0.0905 -0.3659 -0.2029 -0.1298 0.0372 0.3255 0.5023 0.3169
R2 = R-Square; AR2 = Adjusted R-Square.
Pada Tabel 59, pendapatan non-kedelai berpengaruh nyata terhadap jumlah pupuk KCL/ZA pada taraf α<=1.00%. Sedangkan penerimaan usahatani kedelai berpengaruh nyata terhadap jumlah pupuk KCL/ZA pada taraf α<=10.00%. Koefisien determinasi (R2 ) dan koefisien penyesuaian-nya (Adj-R2 ), yaitu 0.3441 dan 0.3224, dimana nilai uji-F adalah sebesar 15.81. Berarti, peubah indepe nde n dari persamaan jumlah pupuk KCL/ZA, secara bersama-sama dapat menjelaskan dengan cukup baik perilaku jumlah pupuk KCL/ZA. Respo n jumlah pupuk KCL/ZA terhadap peubah independen adalah ine lastis. Berarti, peningkatan atau penurunan pada peubah independen berdampak kecil pada jumlah pupuk KCL/ZA. Jumlah obat/pestisida (JO) dipengaruhi oleh harga obat/pestisida (HO), harga benih kedelai (HB), harga Zat Perangsang Tumbuh (HZ), harga rhizoplus (HR), jumlah pupuk hijau/ kandang (Jph), dummy irigasi (Di), pe ndapa tan nonkedelai (PNK), dan penerimaan usahatani kedelai (PUK). Persamaan dan nilai elastisitas jumlah obat/pestisida (JO) adalah: (Tabel 60.) JO
=
3.92 –0.00002 HOA –0.0003 HBB –0.00001 HZ –0.0003 HRA +0.0001 Jph + 0.2710 Di + 0.0000001 PNKB + 0.0000003 PUKA (6.7.)
130
Tabel 60.Hasil Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai danNilai Elastisitas Obat/Pestisida No
Persamaan/ Peubah
Koefisien
Nilai F/ Tα N
Juml ah Obat/Pestisida (JO) Intercept 3.9272 Harga Obat/Pestisida -0.00002 Harga Benih Kedelai -0.0003 HargaZatPerangsangTumbuh -0.00001 Harga Rhizoplus -0.0003 JumlahPupukHijau/Kandang 0.0001 Dummy Irigasi 0.2710 0.0000001 Pendapatan Non-Kedelai Penerimaan UsahataniKedelai 0.0000003 Durbin-Watson 1.7893 Keterangan: Tα = Nilai Probabilitas Uji-T Dua Arah. N = Nilai Uji-T pada α: <1%=A, <5%= B, <10%= C. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
14.91
A
Prob>|t/2|
Elastisitas/R2
<.0001
R2 : 0.3311 AR2 :0.3089
4.51 -4.90 -1.90 -1.22 -2.57 0.59 0.92 1.77 5.19
A A B A
B A
<.0001 <.0001 0.0291 0.1126 0.0054 0.2779 0.1791 0.0394 <.0001
3.2520 -1.1244 -0.7665 -0.1234 -1.1930 0.0253 0.1650 0.2876 0.5058
R2 = R-Square; AR2 = Adjusted R-Square.
Tanda dari peubah penjelas dalam persamaan jumlah obat/pestisida (JO), adalah sesuai dengan harapan dan perilaku ekonomi. Harga obat/pestisida menurun, maka jumlah obat/pestisida yang dipakai akan meningkat atau berlawanan arah. Harga-harga benih kedelai, Zat Perangsang Tumbuh, dan Rhizoplus, berlawanan arah dengan jumlah benih kedelai, ZPT, dan Rhizoplus yang digunakan, sehingga jumlahobat/pestisida akan meningkat. Adanya inovasi teknologi pemakaian Rhizoplus dan Zat Perangsang Tumbuh, bersifat positif dan searah dengan kenaikan jumlah obat/pestisida. Demikian pula jumlah pupuk hijau/kandang, meningkat searah dengan jumlah obat/pestisida. Dummy irigasi teknis atau setengah teknis meningkat searah dengan jumlah obat/pestisida yang digunakan. Pendapatan non-kedelai dan penerimaan usahatani kedelai juga meningkatsearah dengan jumlah oba t/pestisida. Pada Tabel 60, harga obat/pestisida, harga Rhizoplus, dan penerimaan usahatani kedelai, berpengaruh nyata terhadap jumlah obat/pestisida pada taraf α<=1.00%. Sedangkanharga benih dan pendapatan non-kedelai, berpengaruh nyata terhadap jumlah obat/pestisida, pada taraf α<=5.00%. Koefisien determinasi (R2 ) dan koefisien penyesuaian-nya (Adj-R2 ), yaitu 0.3311 dan 0.3089, dimana nilai uji-F adalah sebesar 14.91. Berarti, peubah
131
indepe nde n dari persamaan jumlah obat/pestisida, secara bersama-sama dapat menjelaskan dengan cukup baik perilaku jumlah obat/pestisida. Respon jumlah obat/pestisida terhadap peubah independen adalah inelastis, kecuali intercept-nya elastis (3.2520). Berarti, peningkatan atau penurunan pada peubah independen, berdampak kecil terhadap jumlah obat/pestisida, kecuali harga obat/pestisida dan harga Rhizoplus. Respon jumlah obat/pestisida terhadap harga obat/pestisida dan harga Rhizoplus elastis, yaitu –1.1244 dan –1.1930. Berarti, penurunan harga obat/pestisida dan harga Rhizoplus, berdampak besar pada peningkatan jumlah obat/pestisida. Jumlah zat perangsang tumbuh (JZ) dipengaruhi oleh harga Zat Perangsang Tumbuh (HZ), harga benih kedelai (HB), harga obat/pestisida (HO), harga Rhizoplus (HR), pendapatan non-kede lai (PNK), dan pe nerimaan usahatani kede lai (PUK). Persamaan dan nilai elastisitas jumlah ZPT(JZ) adalah:(Tabel 61.) JZ
=
3.28 –0.00003 HZA –0.0002 HB –0.00001 +0.0000002PNKA +0.0000003PUKA (6.8.)
HOA
–0.0003
HRA
Tabel 61.Hasil Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai danNilai Elastisitas Zat Perangsang Tumbuh No
Persamaan/ Peubah
Koefisien
Juml ahZatPerangsang Tumbuh(JZ)
Nilai F/ Tα
N
Prob>|t|/2
Elastisitas/R2
16.45
A
<.0001
R2 : 0.2888 AR2 : 0.2713
Intercept 3.2824 HargaZatPerangsangTumbuh -0.00003 Harga Benih Kedelai -0.0002 Harga Obat/Pestisida -0.00001 Harga Rhizoplus -0.0003 Penerimaan UsahataniKedelai 0.0000002 Pendapatan Ut.NonKedelai 0.0000003 Durbin-Watson 1.6468 Keterangan: Tα = Nilai Probabilitas Uji-T Dua Arah. N = Nilai Uji-T pada α: <1%=A, <5%= B, <10%= C. 1 2 3 4 5 6 7
3.68 -3.63 -1.13 -2.67 -2.52 3.85 3.57
A A A A A A
0.0002 0.0002 0.1298 0.0041 0.0062 0.0001 0.0002
2.7667 -0.4740 -0.5645 -0.5760 -1.1853 0.7597 0.4403
R2 = R-Square; AR2 = Adjusted R-Square.
Tanda dari peubah penjelas dalam persamaan jumlah zat perangsang tumbuh (JZ), adalah sesuai de ngan harapa n da n perilaku eko nomi. Harga Zat Perangsang Tumbuh berlawanan arah dengan jumlah Zat Perangsang Tumbuh. Harga-harga benih kedelai, obat/pestisida, dan Rhizoplus menurun, maka jumlah
132
benih kedelai, obat/pestisida, dan Rhizoplus yang dipakai akan meningkat atau berlawanan
arah.
kedelaimeningkat,
Pendapa tan maka
jumlah
non-kedelai penggunaan
dan Zat
penerimaan Perangsang
usahatani Tumbuh
jugameningkat. Pada Tabe l 61, harga Zat Perangsang Tumbuh, harga obat/pestisida, harga Rhizoplus, berpengaruh nyata terhadap jumlah Zat Perangsang Tumbuh pada taraf α<=1.00%. Demikian pula pendapatan non-kedelai dan penerimaan usahatani kedelai, berpengaruh nyata terhadap jumlah Zat Perangsang Tumbuh pada taraf α<=1.00%. Koefisien determinasi (R2 ) dan koefisien penyesuaian-nya (Adj-R2), yaitu 0.2888 dan 0.2713, dimana nilai uji-F adalah sebesar 16.45.
Berarti, peubah
indepe nde n dari persamaan jumlah Zat Perangsang Tumbuh, secara bersama-sama dapat menjelaskan dengan cukup baik perilaku jumlah penggunaan Zat Perangsang Tumbuh. Respo n jumlah Zat Perangsang Tumbuh terhadap peubah independen adalah inelastis, kecuali intercept- nya elastis (2.7667). Berarti, peningkatan atau penurunan pada peubah independen, berdampak kecil terhadap jumlah Zat Perangsang Tumbuh, kecuali harga Rhizoplus adalah elastis, yaitu –1.1853. Berarti, penurunan harga Rhizoplus berdampak besar terhadap peningkatan jumlah penggunaan Zat Perangsang Tumbuh. Jumlah pemakaian Rhizoplus (JR) dipengaruhi oleh harga Rhizoplus (HR), harga benih kedelai (HB), harga pupuk Urea (HPU), harga obat/pestisida (HO), harga Zat Perangsang Tumbuh (HZ), jumlah pupuk hijau/kandang (Jph), luas areal panen kedelai (LAP) dan pendapatan rumahtangga (PRT). Persamaan dan nilai elatisitas jumlah pemakaian Rhizoplus (JR) adalah: (Tabel 62.) JR
=
3.61 –0.0002 HRC –0.0001 HB –0.0013 HPU –0.00001 HOB –0.00001 HZ + 0.0004 JphA + 1.23 LAPA + 0.00000004 PRT (6.9.)
Tanda dari peubah penjelas dalam persamaan jumlah Rhizoplus (JR), adalah sesuai dengan harapan dan perilaku ekonomi. Dengan adanya inovasi teknologi pemakaian Rhizoplus dan Zat Perangsang Tumbuh, berdampak pada peningkatan pemakaian sarana produksi secara positif. Jika harga Rhizoplus dan Zat
133
Perangsang Tumbuh menurun, maka jumlah Rhizoplus dan Zat Perangsang Tumbuh yang dipakai akan meningkat. Tabel 62.Hasil Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai danNilai Elastisitas Rhizoplus No
Persamaan/ Peubah Juml ah Rhizoplus (JR)
Koefisien
Nilai F/ Tα N 9.10 A
Prob>|t|/2 <.0001
Elastisitas/R2 R2 : 0.2320 AR2 : 0.2065
Intercept 3.6103 Harga Rhizoplus -0.0002 Harga Benih Kedelai -0.0001 Harga Pupuk Urea -0.0013 Harga Obat/Pestisida -0.00001 HargaZatPerangsangTumbuh -0.00001 JumlahPupukHijau/Kandang 0.0004 Luas Areal Panen Kedelai 1.2285 Pendapatan Ru mahtangga 0.00000004 Durbin-Watson 2.0228 Keterangan: Tα = Nilai Probabilitas Uji-T Dua Arah. N = Nilai Uji-T pada α: <1%=A, <5%= B, <10%= C. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1.81 -1.29 -0.75 -0.78 -1.80 -0.69 2.76 3.68 1.27
B C
B A A
0.0360 0.0995 0.2265 0.2194 0.0369 0.2458 0.0032 0.0002 0.1029
1.8495 -0.3377 -0.2088 -0.6878 -0.2941 -0.0483 0.0835 0.4152 0.2200
R2 = R-Square; AR2 = Adjusted R-Square.
Demikian pula jika harga- harga benih kedelai, pupuk Urea, dan obat/pestisida menurun,
maka jumlah penggunaan benih
obat/pestisida,
akan
meningkat
atau
kedelai,
berlawanan
pupuk
arah.
Urea,
dan
Jumlah pupuk
hijau/kandang juga meningkat searah dengan jumlah Rhizoplus. Luas areal panen kedelai meningkat searah dengan jumlah pemakaian Rhizoplus. Pendapatan rumahtangga juga meningkat searah de ngan jumlah Rhizoplus. Pada Tabel 62, jumlah pupuk hijau/kandang dan luas areal panen kedelai, berpengaruh nyata terhadap jumlah Rhizoplus pada taraf α<=1.00%. obat/pestisida,berpengaruh nyata
terhadap
jumlah
Rhizoplus pada
Harga taraf
α<=5.00%.Sedangkan harga Rhizoplus, berpengaruh nyata terhadap jumlah Rhizoplus pada taraf α<=10.00%. Koefisien determinasi (R2 ) dan koefisien penyesuaian-nya (Adj-R2 ), yaitu 0.2432 dan 0.2180, dimana nilai uji-F adalah sebesar9.68.
Berarti, peubah
indepe nde n dari persamaan jumlah Rhizoplus, secara bersama-sama dapat menjelaska n de ngan cukup ba ik pe rilaku jumlah pemakaian Rhizoplus.
134
Respon jumlah pemakaian rhizoplus terhadap peubah independen adalah ine lastis, kecuali intercept- nya elastis (1.8495). Berarti, peningkatan atau penurunan pada peubah independen, berdampak kecil terhadap jumlah Rhizoplus. 6.3. Penggunaan Tenaga Kerja Tenaga kerja dalam keluarga untuk usahatani kedelai (TKDK), dipengaruhi oleh upah tenaga kerja luar keluarga (UTKL), umur petani (UM), lama pendidikan (ED), angkatan kerja keluarga (AKK), dummy gender (Dg), luas areal panen kedelai (LAP), jumlah pupuk SP36/TSP (JPS), dan tabungan (TAB). Persamaan dan nilai elastisitas tenaga kerja dalam keluarga usahatani kedelai (TKDK) adalah: (Tabel 63.) TKDK
=
93.42 –0.0014 UTKL –0.7505 UMB –3.67 EDA +5.59 AKKB + 23.91 Dg B + (6.10.) 29.65 LAPA + 0.3843 JPSB + 0.000001TABC
Tabel 63.Hasil Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai danNilai Elastisitas Tenaga Kerja Dalam Keluarga No
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Persamaan/ Peubah
Koefisien Nilai F/ Tα
N
Prob>|t|/2
Elastisitas/R2
TKDalamKeluarga Ut.Kedelai (TKDK)
9.27
A
<.0001
R2 : 0.2353
Intercept 93.42 UpahTKLuarKeluarga -0.0014 Umur Petani -0.7505 Lama Pendidikan -3.6696 Angkatan Kerja Keluarga 5.5917 Dummy Gender 23.91 Luas Areal Panen Kedelai 29.65 Jumlah Pupuk SP36/TSP 0.3843 Tabungan 0.000001 Durbin-Watson 1.2217 Keterangan: Tα = Nilai Probabilitas Uji-T Dua Arah. N = Nilai Uji-T pada α: <1%=A, <5%= B, <10%= C. R2 = R-Square; AR2 = Adjusted R-Square.
AR2 : 0.2099 3.35 -0.59 -1.90 -2.67 1.93 2.06 2.48 1.73 1.29
A B A B B A B C
0.0005 0.2779 0.0296 0.0041 0.0275 0.0205 0.0070 0.0422 0.0992
0.9114 -0.0785 -0.3482 -0.2558 0.1833 0.2053 0.1909 0.1328 0.0588
Tanda dari peubah penjelas dalam persamaan tenaga kerja dalam keluarga usahatani kedelai (TKDK), adalah sesuai dengan harapan dan perilaku ekonomi. Upah tenaga kerja luar keluarga berlawanan arah dengan tenaga kerja dalam keluarga usahatani kedelai. Jika upah tenaga kerja luar keluarga menurun, maka
135
tenaga kerja dalam keluarga usahatani kedelai yang digunakan akan meningkat. Umur petani dan lama pendidikan petani juga berlawanan arah dengan tenaga kerja dalam keluarga usahatani kedelai. Sedangkan angkatan kerja keluarga meningkat searah dengan tenaga kerja dalam keluarga usahatani kedelai. Perbedaan gender atau jenis kelamin searah kenaikannya dengan tenaga kerja dalam keluarga usahatani kedelai. Perluasan areal panen kedelai akan menambah penggunaan tenaga kerja dalam keluarga usahatani kedelai. Jika jumlah pupuk SP36/TSP meningkat, maka tenaga kerja dalam keluarga usahatani kedelai yang digunakan akan meningkat. Demikian pula tabungan meningkat searah dengan tenaga kerja dalam keluarga usahatani kedelai. Pada Tabel 63, lama pendidikan dan luas areal panen kedelai, berpengaruh nyata terhadap tenaga kerja dalam keluarga usahatani kedelai pada taraf α<=1.00%. Umur petani, angkatan kerja keluarga, dummy gender, dan jumlah pupuk SP36/TSP, berpengaruh nyata terhadap tenaga kerja dalam keluarga usahatani kedelai pada taraf α<=5.00%. Sedangkantabungan, berpengaruh nyata terhadap tenaga kerja dalam keluarga usahatani kedelai pada taraf α<=10.00%. Koefisien determinasi (R2 ) dan koefisien penyesuaian-nya (Adj-R2), yaitu 0.2353 dan
0.2099, dimana nilai uji-F adalah sebesar9.27.
Berarti, peubah
indepe nde n dari persamaan tenaga kerja dalam keluarga usahatani kedelai, secara bersama-sama dapat menjelaskan dengan cukup baik perilaku penggunaan tenaga kerja dalam keluarga usahatani kedelai. Respon tenaga kerja dalam keluarga usahatani kedelai terhadap peubah indepe nde n inelastis. Berarti, peningkatan atau penurunan peubah independen, berdampak kecil terhadap tenaga kerja dalam keluarga usahatani kedelai. Tenaga kerja luar keluarga usahatani kedelai (TKLK), dipengaruhi oleh upa h tenaga kerja luar ke luarga (UTKL),umur petani (UM), lama pendidikan (ED), dummy skill (Ds), tenaga kerja dalam keluarga non- usahatani lain (TKDL), jumlah pupuk SP36/TSP (JPS), dan penerimaan usahatani kedelai (PUK). Persamaan dan nilai elastisitas tenaga kerja luar keluarga usahatani kedelai (TKLK) adalah: (Tabe l 64.) TKLK
=
173.65 –0.0055 UTKLB –0.3846 UM–1.49 ED +25.29 DsB–0.0921TKDL– 1.17JPSA+0.00001PUKB (6.11.)
136
Tabel 64. Hasil Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai dan Nilai Elastisitas Tenaga Kerja Luar Keluarga No
Persamaan/ Peubah
Koefisien Nilai F/ Tα
N
Prob>|t|/2
Elastisitas/R2
11.47
A
<.0001
R2 : 0.2491
TKLuarKel uarg aKedel ai(T KLK) Intercept 173.65 UpahTKLuarKeluarga -0.0055 -0.3846 Umur Petani Lama Pendidikan -1.4918 Dummy Skill 25.29 TKDlmKeluargaNonUt Lain -0.0921 1.1734 Jumlah Pupuk SP36/TSP 0.00001 Penerimaan UsahataniKedelai Durbin-Watson 1.6100 Keterangan: Tα = Nilai Probabilitas Uji-T Dua Arah. N = Nilai Uji-T pada α: <1%=A, <5%= B,<10%= C. 1 2 3 4 5 6 7 8
AR2 : 0.2274 5.62 -1.97 -0.84 -0.83 1.96 -0.97 4.90 1.85
A B
B A B
<.0001 0.0251 0.1997 0.2039 0.0257 0.1664 <.0001 0.0327
1.0799 -0.1934 -0.1137 -0.0663 0.0340 -0.0609 0.2584 0.0617
R2 = R-Square; AR2 = Adjusted R-Square.
Tanda dari peubah penjelas dalam persamaan tenaga kerja luar keluarga usahatani kedelai (TKLK), sesuai dengan harapan dan perilaku ekonomi.Upah tenaga kerja luar keluarga berlawanan arah dengan tenaga kerja luar keluarga usahatani kedelai.Jika upah tenaga kerja luar keluarga menurun, maka penggunaan tenaga kerja luar keluarga usahatani kedelai akan meningkat. Umur petani dan lama pendidikanjuga meningkat berlawanan arah dengan tenaga kerja luar keluarga usahatani kedelai.Sedangka n perbedaan skill atau keterampilan meningkat searah dengan tenaga kerja luar keluarga usahatani kedelai. Disisi lain, tenaga kerja dalam keluarga non- usahatani lain, berlawanan arah (substitusi) dengan tenaga kerja luar keluarga usahatani kedelai. Seda ngka n jumlah pupuk SP36/TSP meningkat searah dengan tenaga kerja luar keluarga usahatani kedelai.Penerimaan usahatani kedelai juga meningkat searah dengan tenaga kerja luar keluarga usahatani kedelai. Pada Tabel 64, jumlah pupuk SP36/TSP yang digunakan, berpengaruh nyata terhadap tenaga kerja luar keluarga usahatani kedelai pada taraf α<=1.00%.
137
Sedangkan upah tenaga kerja luar keluarga, perbedaan skill, dan penerimaan usahatani kedelai, berpengaruh nyata terhadap tenaga kerja luar keluarga usahatani kedelai pada taraf α<=5.00%. Koefisien determinasi (R2 ) dan koefisien penyesuaian-nya (Adj-R2 ), yaitu 0.2491dan 0.2274, dimana nilai uji-F sebesar11.47. Berarti, peubah independen dari persamaan tenaga kerja luar keluarga usahatani kedelai, secara bersama-sama dapat menjelaska n de ngan cukup baik pe rilaku penggunaan tenaga kerja luar keluarga usahatani kedelai. Respo n tenaga kerja luar ke luarga usahatani non-kedelai, terhadap peubah independen adalah inelastis, kecuali intercept-nya (1.0799). Berarti, peningkatan atau pe nurunan pada peubah independen, berdampak kecil terhadap penggunaan tenaga kerja luar keluarga usahatani kedelai. Penjumlahan dari tenaga kerja dalam keluarga usahatani kedelai (TKDK) dengan tenaga kerja luar keluarga usahatani kedelai (TKLK), merupakan jumlah tenaga kerja usahatani kedelai total (TKK), yaitu: TKK
=
TKDK + TKLK
(6.12.)
Tenaga kerja dalam keluarga usahatani non-kedelai (TKDN), dipengaruhi oleh upah tenaga kerja luar keluarga (UTKL), harga kedelai (HK), angkatan kerja keluarga (AKK), tenaga kerja luar keluarga usahatani kedelai (TKLK), pendapatan usahatani non-kedelai (PNK), dan tabungan (TAB).Persamaan dan nilai elastisitas tenaga kerja dalam keluarga usahatani non-kedelai (TKDN) ada lah: (Tabel 65.) TKDN
=
90.93 – 0.0024 UTKL + 0.0088 HK + 3.76 AKK – 0.0801 TKLK + 0.00001 PNKA + 0.000001 TAB (6.13.)
Tanda dari peubah penjelas dalam persamaan tenaga kerja dalam keluarga usahatani
non-kedelai
(TKDN),
sesuai
dengan
harapan dan
perilaku
ekonomi.Upah tenaga kerja luar keluarga berlawanan arah dengan tenaga kerja dalam keluarga usahatani non-kedelai. Berarti, penurunan upah tenaga kerja luar keluarga, akan meningkatkan tenaga kerja dalam keluarga usahatani nonkede lai.Harga kedelai meningkat searah dengan tenaga kerja dalam keluarga usahatani non-kedelai.Demikian pula angkatan kerja keluarga meningkat searah dengan tenaga kerja dalam keluarga usahatani non-kedelai. Disisi lain, tenaga
138
kerja luar keluarga usahatani kedelai berlawanan arah dengan tenaga kerja dalam ke luarga usahatani non-kedelai atau bersubstitusi.
Tabel 65.Hasil Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai dan Nilai Elastisitas Tenaga Ke rja Dalam Keluarga Ut.Non-Kedelai No
Persamaan/ Peubah
Koefisien Nilai F/ Tα
N
Prob>|t|/2
Elastisitas/R2
10.81
A
<.0001
R2 : 0.2107
TKDalamKeluarga Ut.NonKedelai (TKDN) 1 2 3 4 5 6 7
Intercept 90.93 3.22 UpahTKLuarKeluarga -0.0024 -0.77 Harga Kedelai 0.0088 1.10 Angkatan KerjaKeluarga 3.7644 1.11 TK LuarKeluargaKedelai -0.0801 -0.89 Pendapatan NonKedelai 0.00001 3.90 Tabungan 0.000001 0.98 Durbin-Watson 1.2839 Keterangan: Tα = Nilai Probabilitas Uji-T Dua Arah. N = Nilai Uji-T pada α: <1%=A, <5%= B, <10%= C.
AR2 : 0.1912 A
A
0.0008 0.2222 0.1366 0.1335 0.1865 0.0001 0.1645
0.6403 -0.0952 0.1334 0.0891 -0.0906 0.2809 0.0420
R2 = R-Square; AR2 = Adjusted R-Square.
Sedangkan pendapatan usahatani non-kedelaimeningkat searah dengan tenaga kerja dalam keluarga usahatani non-kedelai. Demikian pula tabungan, meningkat searah dengan tenaga kerja dalam keluarga usahatani non-kede lai. Pada Tabel 65, pendapatan usahatani non-kedelai, berpengaruh nyata terhadap tenaga kerja dalam keluarga usahatani non-kedelai pada taraf α<=1.00%. Koefisien determinasi (R2 ) dan koefisien penyesuaian-nya (Adj-R2 ), yaitu 0.2107 dan 0.1912, dimana nilai uji-F adalah sebesar10.81. Berarti, peubah indepe nde n persamaan tenaga kerja dalam keluarga usahatani non-kedelai, secara bersama-sama dapat menjelaskan dengan cukup baik perilaku penggunaan tenaga kerja dalam keluarga usahatani non-kedelai. Respon tenaga kerja dalam keluarga usahatani non-kedelai terhadap peubah independen adalah inelastis. Berarti, peningkatan atau penurunan pada peubah independen, berdampak kecil terhadap penggunaan tenaga kerja dalam keluarga usahatani non-kedelai. Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga non-usahatani lain (TKDL), dipengaruhi oleh upah tenaga kerja luar keluarga (UTKL), umur petani (UM),
139
lama pendidikan (ED), tenaga kerja luar keluarga usahatani kedelai (TKLK), pendapa tan non- usahatani lain (PNL), dan pendapatan usahatani kedelai total (PUKT).Persamaan dan nilai elastisitas tenaga kerja dalam keluarga nonusahatani lain (TKDL) adalah: (Tabel 66.) TKDL
=
115.10 –0.0011 UTKL – 0.6390 UMC – 4.06 EDA – 0.0909 TKLK+ 0.00001 PNLA + 0.00001 PUKTB (6.14.)
Tabel 66.Hasil Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai dan Nilai Elastisitas Tenaga Ke rja Dalam Keluarga Non-Ut.Lain No
Persamaan/ Peubah
Koefisien Nilai F/ Tα
N
Prob>|t|/2
Elastisitas/R2
TKDalamKeluarga NonUt.Lain(TKDL)
11.74
A
<.0001
R2 : 0.2247
Intercept 115.10 UpahTKLuarKeluarga -0.0011 Umur Petani -0.6390 Lama Pendidikan -4.0615 TK LuarKeluargaKedelai -0.0909 Pendapatan NonUt.Lain 0.00001 Pendapatan Ut.Kd lTotal 0.00001 Durbin-Watson 2.0960 Keterangan: Tα = Nilai Probabilitas Uji-T Dua Arah. N = Nilai Uji-T pada α: <1%=A, <5%= B, <10%= C. 1 2 3 4 5 6 7
AR2 : 0.2056 3.55 -0.38 -1.43 -2.46 -1.10 7.66 1.82
A C A A B
0.0003 0.3524 0.0777 0.0074 0.1356 <.0001 0.0351
1.0818 -0.0601 -0.2856 -0.2727 -0.1373 0.6252 0.0301
R2 = R-Square; AR2 = Adjusted R-Square.
Tanda dari peubah penjelas dalam persamaan tenaga kerja dalam keluarga non-usahatani lain (TKDL), adalah sesuai dengan harapan dan perilaku ekonomi. Upah tenaga kerja luar keluarga berlawanan arah dengan tenaga kerja dalam ke luarga non-usahatani lain. Jika upa h tenaga kerja luar ke luarga menurun, maka tenaga kerja dalam keluarga non-usahatani lain akan meningkat. Demikian pula umur petani dan lama pendidikan, berlawanan arah dengan tenaga kerja dalam ke luarga non- usahatani lain. Disamping itu, tenaga ke rja luar keluarga usahatani kede lai, juga berlawanan arah dengan kenaikan tenaga kerja luar keluarga nonusahatani lain atau bersubstitusi. Seda ngka n pe ndapatan non-usahatani lain dan pendapatan usahatani kedelai total, searah dengan kenaikan tenaga kerja dalam ke luarga non-usahatani lain. Pada Tabel 66, lama pendidikan dan pendapatan non- usahatani lain, berpengaruh nyata terhadap tenaga kerja dalam keluarga non-usahatani lain pada
140 taraf α<=1.00%. Pendapatan usahatani kedelai total, berpengaruh nyata terhadap tenaga kerja dalam keluarga non- usahatani lain pada taraf α<=5.00%. Sedangkan umur petani, berpengaruh nyata terhadap tenaga kerja dalam keluarga nonusahatani lain pada taraf α<=10.00%. Koefisien determinasi (R2 ) dan koefisien penyesuaian-nya (Adj-R2 ), yaitu 0.2247 dan 0.2056, dimana nilai uji-F adalah sebesar11.74.
Berarti, peubah
indepe nde n dari persamaan tenaga kerja dalam keluarga non- usahatani lain, secara bersama-sama dapat menjelaskan dengan cukup baik perilaku penggunaan tenaga kerja dalam keluarga non- usahatani lain. Respon tenaga kerja dalam keluarga non-usahatani lain terhadap peubah indepe nde n ada lah inelastis, kecuali intercept-nya (1.0818). Berarti, peningkatan atau penurunan pada peubah independen, berdampak kecil terhadap penggunaan tenaga kerja dalam keluarga non-usahatani lain. Tenaga kerja dalam keluarga pada usahatani milik sendiri (TKD), merupakan penjumlahan dari tenaga kerja dalam keluarga usahatani kedelai (TKDK), tenaga kerja dalam keluarga usahatani non-kedelai (TKDN), dan tenaga kerja dalam keluarga non- usahatani lain (TKDL). Persamaan dari tenaga kerja dalam keluarga pada usahatani milik sendiri (TKD), dapat dirumuskan:: TKD
=
TKDK + TKDN + TKDL
(6.15.)
Tenaga kerja luar keluarga pada usahatani milik sendiri (TKL) merupakan penjumlahan dari tenaga kerja luar keluarga usahatani kedelai (TKLK), tenaga kerja luar ke luarga usahatani non-kedelai (Tkln), dan tenaga kerja luar keluarga non-usahatani lain (Tkll).
Persamaan dari tenaga kerja luar keluarga pada
usahatani milik sendiri (TKL), dapat dirumuskan sebagai berikut: TKL
=
TKLK + Tkln + Tkll
(6.16.)
Tenaga kerja pada usahatani milik sendiri (TK) merupakan penjumlahan dari tenaga kerja dalam keluarga (TKD) dengan tenaga kerja luar keluarga (TKL). Persamaan jumlah tenaga kerja (TK) dapat dirumuskan sebagai berikut: TK
=
TKD+ TKL
(6.17.)
Curah kerja dalam keluarga pada usahatani milik sendiri (CKD) sama dengan tenaga kerja dalam keluarga usahatani kedelai (TKD). Jadi curah kerja
141
dalam keluarga merupakan penjumlahan dari tenaga kerja dalam keluarga pada usahatani milik sendiri (TKD), dengan curah kerja dalam keluarga pada usahatani milik orang lain (Ckl), sehingga dapat dirumuskan: CK
=
TKD + Ckl
(6.18.)
6.4. Biaya Usahatani Biaya sarana produksi usahatani kedelai (BS) merupakan penjumlahan dari biaya benih, biaya pupuk, dan biaya pestisida. Biaya benih adalah jumlah benih kedelai dikalikan harga benih kedelai. Nilai pupuk (NPK) atau biaya pupuk adalah jumlah pupuk Urea, SP36/TSP, dan KCL/ZA, dikalikan dengan harga- harga pupuk Urea, SP36/TSP, dan KCL/ZA. Nilai obat/pestisida (NOK) atau biaya obat/pestisida adalah jumlah obat/pestisida, Zat Perangsang Tumbuh, dan Rhizoplus, dikalikan harga-harga obat/pestisida, Zat Perangsang Tumbuh, dan Rhizoplus. Persamaan biaya sarana produksi usahatani kedelai (BS), yaitu: BS
=
((JB*HB ))+((JPU* HPU)+(JPS*HPS)+(JPK* HPK))
(6.19.)
+ ((JO* HO)+(JZ* HZ)+(JR* HR))
Biaya tenaga kerja usahatani kedelai (BTK) merupakan perkalian dari tenaga kerja luar keluarga usahatani kedelai (TKLK) dengan upah tenaga kerja luar ke luarga (UTKL), yang merupaka n upa h yang diba yarka n. Persamaan biaya tenaga kerja usahatani kedelai (BTK), yaitu: BTK
=
(TKLK * UTKL)
(6.20.)
Biaya usahatani kedelai (BUK) merupakan penjumlahan dari biaya sarana produksi usahatani kedelai (BS) dengan biaya tenaga kerja usahatani kedelai (BTK). Persamaan biaya usahatani kedelai (BUK), yaitu: B UK
=
BS + BTK
(6.21.)
6.5. Pendapatan Rumahtangga Penerimaan usahatani kedelai (PUK) merupakan perkalian dari produksi kedelai (PRO) dengan harga kedelai (HK). Persamaan penerimaan usahatani kedelai (PUK), yaitu:
142
PUK
=
(PRO * HK)
(6.22.)
Dengan demikian pendapatan usahatani kedelai total (PUKT) adalah selisih antara penerimaan usahatani kedelai (PUK) dengan biaya usahatani kedelai (BUK). Persamaan pendapatan usahatani kedelai total (PUKT), yaitu: PUKT
=
PUK – B UK
(6.23.)
Pendapa tan usahatani non-kedelai (PNK) dipengaruhi oleh harga kacangtanah (HKT), pendapatan non-usahatani lain (PNL), pendapatan usahatani kedelai total (PUKT), tabungan (TAB), dan kredit pertanian (KRE). Persamaan dan nilai elastisitas pendapatan usahatani non-kedelai (PNK) adalah: (Tabel 67.) PNK
=
+225.32 HKTC –0.1854 PNLA –0.1184 PUKT+0.4211TABA +4.80KREA (6.24.)
Tabel 67.Hasil Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai dan Nilai Elastisitas Pendapatan Usahatani Non-Kedelai No
Persamaan/ Peubah
Koefisien
Nilai F/ Tα N
Pendapatan Ut.NonKedel ai (PNK) 1 2 3 4 5 6
Intercept 0 Harga KacangTanah 225.32 Pendapatan NonUt.Lain -0.1854 PendapatanUt.KedelaiTotal -0.1184 Tabungan 0.4211 Kredit Pertanian 4.8003 Durbin-Watson 1.7004 Keterangan: Tα = Nilai Probabilitas Uji-T Dua Arah. N = Nilai Uji-T pada α: <1%=A, <5%= B, <10%= C.
162.47
A
Prob>|t|/2
Elastisitas/R2
<.0001
R2 : 0.7683 AR2 : 0.7636
0 1.60 -2.50 -0.75 9.46 6.27
A A A
0 0.0558 0.0066 0.2259 <.0001 <.0001
0 0.1665 -0.2064 -0.0170 0.4349 0.6263
R2 = R-Square; AR2 = Adjusted R-Square.
Tanda dari peubah penjelas dalam persamaan pendapatan usahatani nonkedelai (PNK), adalah sesuai dengan harapan dan perilaku ekonomi.
Harga
kacang-tanah, meningkat searah dengan pendapatan usahatani non-kedelai. Disisi lain, pendapatan non-usahatani lain dan pendapatan usahatani kedelai total meningkat, akan menurunkan pendapatan usahatani non-kedelai atau berlawanan arah (substitusi). Sedangkan tabungan dan kredit pertanian, meningkat searah dengan pendapatan usahatani non-kede lai.
143
Pada Tabel 67, pe ndapatan non- usahatani lain, tabungan, dan kredit pertanian, berpengaruh nyata terhadap pendapatan usahatani non-kedelai pada taraf α<=1.00%.
Sedangkan harga kacang-tanah,berpengaruh nyata terhadap
pendapa tan usahatani non-kedelai pada taraf α<=10.00%. Koefisien determinasi (R2 ) dan koefisien penyesuaian-nya (Adj-R2), yaitu 0.7683 dan 0.7636, dimana nilai uji-F adalah tinggi, yaitu 162.47.
Berarti,
peuba h independen dari persamaan pendapatan usahatani non-kedelai, secara bersama-sama dapat menjelaskan dengan baik sekali perilaku pendapatan usahatani non-kedelai. Respon pendapatan usahatani non-kedelai terhadap peubah independen adalah inelastis. Berarti, peningkatan atau penurunan pada peubah independen, berdampak kecil terhadap pendapatan usahatani non-kedelai. Pendapa tan non-usahatani lain (PNL) dipengaruhi oleh harga tempe kedelai (HTp), harga rata-rata hasil ternak/ikan (HTI), asset total (AT), pendapatan usahatani non-kedelai (PNK), pendapatan usahatani kedelai total (PUKT), tabungan (TAB), dan kredit pertanian (KRE).Persamaan dan nilai elastisitas penerimaan non-usahatani lain (PNL) adalah: (Tabel 68.) PNL
=
+ 1683.71 HTpA +0.4814 HTI +0.0054 AT –0.3306 PNKA –0.4729 PUKTB + (6.25.) 0.4260 TABA + 1.62 KREC
Tabel 68.Hasil Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai dan Nilai Elastisitas Pendapatan Non-Usahatani Lain No
Persamaan/ Peubah
Koefisien Nilai F/ Tα
N
Prob>|t/2|
Elastisitas/R2
81.38
A
<.0001
R2 : 0.7010
Pendapatan NonUt.Lain (PNL) 1 2 3 4 5 6 7 8
Intercept 0 Harga Tempe Kedelai 1683.71 HargaRata2 H.Ternak/Ikan 0.4814 Asset Total 0.0054 Pendapatan Ut.NonKedelai -0.3306 PendapatanUt.KedelaiTotal -0.4729 Tabungan 0.4260 Kredit Pertanian 1.6162 Durbin-Watson 1.9985 Keterangan: Tα = Nilai Probabilitas Uji-T Dua Arah. N = Nilai Uji-T pada α: <1%=A,<5%= B,<10%= C. R2 = R-Square; AR2 = Adjusted R-Square.
AR2 : 0.6924 0 5.57 0.69 0.85 -2.49 -2.24 6.03 1.34
A
A B A C
0 <.0001 0.2444 0.1979 0.0068 0.0132 <.0001 0.0906
0 0.6646 0.0329 0.0830 -0.2969 -0.0611 0.3951 0.1894
144
Tanda dari peubah penjelas dalam persamaan pendapatan non- usahatani lain (PNL), sesuai dengan harapan dan perilaku ekonomi. Harga tempe kedelai dan harga rata-rata hasil ternak/ikan, meningkat searah dengan pendapatan nonusahatani lain. Asset total juga meningkat searah dengan pendapatan nonusahatani lain. Disisi lain, pendapatan usahatani non-kedelai dan pendapatan usahatani kedelai total meningkat, maka pendapatan non- usahatani lain akan menurun atau berlawanan arah (substitusi). Seda ngka n tabungan da n kredit pertanian bertambah, maka pendapatan non-usahatani lain akan bertambah pula. Pada Tabel 68, harga tempe kedelai, pendapatan usahatani non-kedelai, dan tabungan, berpengaruh nyata terhadap pendapatan non-usahatani lain pada taraf α<=1.00%. Pendapatan usahatani kedelai total, berpengaruh nyata terhadap pendapatan non-usahatani lain pada taraf α<=5.00%.Sedangkan kredit pertanian, berpengaruh nyata terhadap
pendapatan
non- usahatani lain pada taraf
α<=10.00%. Koefisien determinasi (R2 ) dan koefisien penyesuaian-nya (Adj-R2), yaitu 0.7010 dan 0.6924, sedangkan nilai uji-F sebesar81.38. Berarti peubah indepe nde n dari persamaan pendapatan non-usahatani lain, secara bersama-sama dapat menjelaskan dengan baik sekali perilaku pendapatan non-usahatani lain. Respon pendapatan non- usahatani lain terhadap pe uba h indepe nde n ada lah inelastis. Berarti, peningkatan atau penurunan pada peubah independen, berdampak kecil terhadap pendapatan non- usahatani lain. Pendapatan rumahtangga petani kedelai (PRT) adalah penjumlahan dari pendapatan usahatani kedelai total (PUKT), pendapatan usahatani non-kedelai (PNK), dan pe ndapatan non- usahatani lain (PNL). Persamaan pendapatan rumahtangga petani (PRT) dapat dirumuskan: PRT
=
PUKT + PNK + PNL
(6.26.)
Pendapa tan disposable (PD) merupakan pendapatan rumahtangga petani (PRT) dikurangi pajak bumi dan bangunan serta iuran lainnya (Pbb). Persamaan pendapatan disposable (PD) dapat dirumuskan sebagai berikut: PD
=
PRT – Pbb
(6.27.)
145
6.6. Penge luaran Konsumsi Konsumsi pangan tunai (KPT) dipengaruhi oleh harga jagung (HJ), jumlah anggota keluarga (AK), konsumsi kedelai (KK), konsumsi non-pangan (KNP), dan kredit pertanian (KRE).Persamaan da n nilai elastisitas konsumsi pangan tuna i (KPT) adalah:(Tabel 69.) KPT
=
15819.43 – 7.52 HJ C + 1583.56 AKC + 376.34 KKA – 0.0030 KNPA + 0.0155 (6.28.) KREB
Tabel 69.Hasil Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai dan Nilai Elastisitas Kons umsi Panga n Tunai No
Persamaan/ Peubah
Koefisien
Nilai F/ Tα
N
Prob>|t|/2
Elastisitas/R2
13.01
A
<.0001
R2 : 0.2431
Konsumsi PanganTunai (KPT) 1 2 3 4 5 6
Intercept 15819 Harga Jagung -7.5161 Anggota Keluarga 1583.56 Konsumsi Kedelai 376.34 Konsumsi Non-Pangan -0.0030 Kredit Pertanian 0.0155 Durbin-Watson 1.5203 Keterangan: Tα = Nilai Probabilitas Uji-T Dua Arah. N = Nilai Uji-T pada α: <1%=A, <5%= B, <10%= C.
AR2 : 0.2244 2.14 -1.60 1.47 7.76 -2.82 2.24
B C C A A B
0.0167 0.0557 0.0716 <.0001 0.0026 0.0131
0.6214 -0.2672 0.2794 0.7204 -0.6909 0.3379
R2 = R-Square; AR2 = Adjusted R-Square.
Tanda dari peubah penjelas dalam persamaan konsumsi pangan tunai (KPT), adalah sesuai dengan harapan dan perilaku ekonomi.
Harga jagung
berlawanan arah dengan konsumsi pangan tunai, dimana harga jagung meningkat, konsumsi pangan tunai akan menurun. Jumlah anggota keluarga meningkat searah dengan konsumsi pangan tunai, demikian pula konsumsi kedelai searah dengan konsumsi pangan tunai. Di sisi lain, jika konsumsi non-pangan meningkat maka konsumsi pangan tunai akan menurun (substitusi). Sedangkan kredit pertanian meningkat searah dengan konsumsi pangan tunai. Pada Tabel 69, konsumsi kedelai dan konsumsi non-pangan, berpengaruh nyata terhadap konsumsi pangan tunai pada taraf α<=1.00%.Kredit pertanian berpengaruh nyata terhadap konsumsi pangan tunai pada taraf
α<=5.00%.
146
Sedangkan harga jagung dan jumlah anggota keluarga, berpengaruh nyata terhadap konsumsi pangan tunai pada taraf α<=10.00%. Koefisien determinasi (R2 ) dan koefisien penyesuaian-nya (Adj-R2 ), yaitu 0.4041 dan0.3919, dimana nilai uji-F adalah cukup tinggi, yaitu 33.09. Berarti, peuba h independen dari persamaan konsumsi pangan tunai, secara bersama-sama dapat menjelaskan dengan cukup baik perilaku konsumsi pangan tunai. Respon konsumsi pangan tunai (KPT) terhadap peubah independen adalah inelastis. Berarti, peningkatan atau penurunan pada peubah independen, berdampak kecil terhadap konsumsi pangan tunai (KPT). Konsumsi non-pangan (KNP) dipengaruhi oleh umur petani (UM), jumlah anggota keluarga (AK), konsumsi pangan tunai (KPT), dan pendapatan nonusahatani lain (PNL), dan konsumsi rumahtangga total (KT).Persamaan dan nilai elastisitas konsumsi non-pangan (KNP) adalah: (Tabel 70.) KNP
=
+ 15917.22 UMA + 211566.5AKA – 7.01 KPTB +0.0623 PNLB + 0.4886 KTA (6.29.)
Tanda dari peubah penjelas dalam persamaan konsumsi non-pangan (KNP), adalah sesuai dengan harapan dan perilaku ekonomi. Umur petani dan jumlah anggota keluarga bertanda positif atau searah dengan konsumsi non-pangan. Di sisi lain, jika konsumsi pangan tunai meningkat, maka konsumsi non-pangan akan menurun (substitusi). Pendapatan non-usahatani lain dan konsumsi rumahtangga total, meningkat searah dengan konsumsi non-pangan. Tabel 70.Hasil Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai dan Nilai Elastisitas Kons umsi Non-Pangan No
Persamaan/ Peubah
Koefisien
Nilai F/ Tα
N
Prob>|t|/2
Elastisitas/R2
43.70
A
<.0001
R2 : 0.4164
Konsumsi NonPang an (KNP) 1 2 3 4 5 6
Intercept 15917 Umur Petani 211567 Anggota Keluarga -7.0098 Konsumsi Pangan Tunai 0.0623 Pendapatan NonUt. Lain 0.4886 Konsumsi RT. Total 15917 Durbin-Watson 1.9180 Keterangan: Tα = Nilai Probabilitas Uji-T Dua Arah. N = Nilai Uji-T pada α: <1%=A, <5%= B, <10%= C. R2 = R-Square; AR2 = Adjusted R-Square.
AR2 : 0.4069 3.44 4.14 -1.80 2.27 16.29 3.44
A A B B A A
0.0004 <.0001 0.0368 0.0121 <.0001 0.0004
0.1308 0.1643 -0.0308 0.0512 0.6804 0.1308
147
Pada Tabel 70, umur petani, jumlah anggota keluarga, dan konsumsi rumahtanggatotal, berpengaruh nyata terhadap konsumsi non-pangan pada taraf α<=1.00%.
Sedangkan konsumsi pangan tunai dan pendapatan non- usahatani
lain, berpengaruh nyata terhadap konsumsi non-pangan pada taraf α<=5.00%. Koefisien determinasi (R2 ) dan koefisien penyesuaian-nya (Adj-R2 ), yaitu 0.9664 dan 0.9657, dimana nilai uji-F sangat tinggi sekali, yaitu 1408.7. Dengan demikian peubah independens dari persamaan konsumsi non-pangan, secara bersama-sama dapat menjelaskan dengan amat sangat baik sekali perilaku konsumsi non-pangan. Respo n ko nsumsi non-pangan (KNP) terhadap pe uba h independen adalah inelastis. Berarti, peningkatan atau penurunan pada peubah independen, berdampak kecil terhadap konsumsi non-pangan. Dengan
demikian
konsumsi
rumahtangga
tot al
(KT)
merupakan
penjumlahan dari konsumsi pangan tunai (KPT), konsumsi non-pangan (KNP), dan konsumsi lainnya (Kl). Persamaan konsumsi rumahtangga tot al (KT), yaitu: KT
=
KPT + KNP + Kl
(6.30.)
6.7. Penge luaran Inve stas i Investasi pendidikan (IE) dipengaruhi oleh harga kedelai (HK), harga singko ng (HS), harga ubi- jalar (HU), harga rata-rata hasil ternak/ikan (HTI), harga rata-rata hasil kebun (HHK), umur petani (UM), lama pendidikan (ED), jumlah anggota keluarga (AK), investasi produksi pertanian (IP), pendapatan nonusahatani lain (PNL), dan investasi rumahtangga total (INV).Persamaan dan nilai elastisitas investasi pendidikan (IE) adalah: (Tabel 71.) IE
=
– 74899.8 + 11.02 HKA + 17.55 HS + 11.22 HU + 0.0050 HTI + 1.11 HHK + 179.80 UM + 1094.34 EDC +1392.74 AK – 0.8198 IPA + 0.0009PNL + 0.8180 INVA (6.31.)
Tanda dari peubah penjelas dalam persamaan investasi pendidikan (IE), ada lah sesuai de ngan harapa n da n perilaku ekonomi.
Harga-harga ko mod itas
kedelai, singkong, dan ubi- jalar, meningkat searah dengan investasi pendidikan, karena pendapatan petani akan meningkat.
148
Tabel 71.Hasil Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai dan Nilai Elastisitas Inve stas i Pendidikan No
Persamaan/ Peubah
Koefisien Nilai F/ Tα N
Investasi Pendi dikan (IE)
51.32
A
Prob>|t|/2
Elastisitas/R2
0.0001
R2 : 0.7034 AR2 : 0.6897
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Intercept Harga Kedelai Harga Singkong Harga Ubi-Jalar Harga Rata2 HslTernak/Ikan Harga Rata2 Hasil Kebun Umur Petani Lama Pendidikan Anggota Keluarga Investasi ProduksiPertanian Pendapatan NonUt.Lain Investasi Rumahtangga
-74900 11.02 17.55 11.22 0.0050 1.1065 179.80 1094.34 1392.74 -0.8198 0.0009 0.8180 2.0215
-3.56 2.70 0.80 0.60 0.68 0.53 0.78 1.30 0.78 -18.07 0.93 18.15
A A
C A A
0.0002 0.0038 0.2118 0.2734 0.2482 0.2972 0.2169 0.0966 0.2187 <.0001 0.1762 <.0001
-1.1660 0.3685 0.0698 0.0933 0.0251 0.0433 0.1331 0.1217 0.0974 -8.5290 0.0664 9.6763
Durbin-Watson Keterangan: Tα = Nilai Probabilitas Uji-T Dua Arah. N = Nilai Uji-T pada α: <1%=A, <5%=B, <10%=C. R2 = R-Square; AR2 = Adjusted R-Square.
Demikian pula harga rata-rata hasil ternak/ikan dan hasil kebun, meningkat searah dengan investasi pendidikan. Umur petani, lama pendidikan, dan jumlah anggota keluarga, juga meningkat searah dengan investasi pendidikan. Di sisi lain, jika investasi produksi pertanian meningkat maka investasi pendidikan akan menurun atau berlawanan arah (subs titusi).Sedangkan pendapatan non-usahatani lain bergerak searah dengan peningkatan investasi pendidikan. Investasi rumahtangga total juga searah dengan investasi pendidikan. Pada Tabel 71, harga kedelai, investasi produksi pertanian, dan investasi rumahtangga total, berpengaruh nyata terhadap investasi pendidikan pada taraf α<=1.00%. Sedangkan lama pendidikan, berpengaruh nyata terhadap investasi pendidikan pada taraf α<=10.00%. Koefisien determinasi (R2 ) dan koefisien penyesuaian- nya (Adj-R2 ), yaitu 0.7034 dan 0.6897, dimana nilai uji-F adalah tinggi, yaitu 51.32. Jadi peubah penjelas dari persamaan investasi pendidikan, secara bersama-sama menjelaskan dengan baik perilaku investasi pendidikan.
dapat
149
Respon investasi pe ndidika n terhadap pe uba h indepe nde n ada lah inelastis, kecuali intercept-nya elastis (–1.1660). Berarti, peningkatan atau penurunan pada peubah independen, berdampak kecil terhadap investasi pendidikan, kecuali investasi produksi pertanian dan investasi rumahtangga total.
Peningkatan
investasi produksi pertanian, berdampak besar seka li bagi penurunan investasi pendidikan (–8.5290), sedangkan peningkatan investasi rumahtangga total, berdampak besar sekali bagi peningkatan investasi pendidikan (9.6763). Investasi kesehatan (IH) dipe ngaruhi oleh harga gaba hKP (HG), harga tahu (HTh), investasi produksi pertanian (IP), kredit pertanian (KRE), dan investasi rumahtangga (INV). Persamaan dan nilai elastisitas investasi kesehatan (IH) ada lah: (Tabel 72.) IH
=
– 18268.7 +17.95 HG +4.57 HTh –0.1115 IPA +0.0165 KREB +0.1112INVA (6.32.)
Tabel 72.Hasil Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai dan Nilai Elastisitas Investasi Kesehatan No
Persamaan/ Peubah
Koefisien
Nilai F/ Tα N
Investasi Kesehatan (IH)
3.67
A
Prob>|t|/2
Elastisitas/R2
0.0033
R2 : 0.0699 AR2 : 0.0508
1 2 3 4 5 6
Intercept Harga GabahKP Harga Tahu InvestasiProduksiPertanian Kredit Pertanian Investasi Rumahtangga
-18269 17.95 4.5692 -0.1115 0.0165 0.1112 1.9477
-0.86 1.10 0.82 -2.68 1.82 2.69
A B A
0.1953 0.1370 0.2068 0.0040 0.0352 0.0039
-0.6683 0.6648 0.3014 -2.7257 0.3370 3.0906
Durbin-Watson Keterangan: Tα = Nilai Probabilitas Uji-T Dua Arah. N = Nilai Uji-T pada α: <1%=A, <5%=B,<10%=C. R2 = R-Square; AR2 = Adjusted R-Square.
Tanda dari peubah penjelas dalam persamaan investasi kesehatan (IH), adalah sesuai de ngan harapan da n perilaku eko nomi. Harga gaba hKP da n harga tahu kedelai, meningkat searah dengan investasi kesehatan, karena pendapatan akan bertambah. Di sisi lain, jika investasi produksi pertanian bertambah, maka investasi kesehatan akan menurun, atau berlawanan arah (substitusi).Sedangkan kredit pertanian, meningkat searah dengan investasi kesehatan. Disamping itu, investasi rumahtangga total juga meningkat searah dengan investasi kesehatan.
150
Pada Tabel 72, investasi produksi pertanian dan investasi rumahtangga total, berpengaruh nyata terhadap investasi kesehatan, pada taraf α<=1.00%. Sedangkan kredit pertanian, berpengaruh nyata terhadap investasi kesehatan, pada taraf α<=5.00%. Koefisien determinasi (R2 ) dan koefisien penyesuaian-nya (Adj-R2), yaitu 0.0699 dan 0.0508, dimana nilai uji-F adalah 3.67. Namun demikian, peubah indepe nde n dari persamaan investasi kesehatan, secara bersama-sama masih dapat menjelaskan perilaku investasi kesehatan, hingga tingkat kesalahan 0.3%. Respo n
investasi
kesehatan
terhadap
peubah
independen
adalah
ine lastis.Akan tetapi investasi produksi pertanian dan investasi rumahtangga total mempunyai elastisitas sebesar –2.7257 dan 3.0906. Berarti, peningkatan atau penurunan pada peubah independen, berdampak kecil terhadap investasi kesehatan, kecuali investasi produksi pertanian dan investasi rumahtangga total. Peningkatan investasi produksi pertanian, akan berdampak besar bagi penurunan investasi kesehatan, sedangkan peningkatan investasi rumahtangga total, akan berdampak besar bagi peningkatan investasi kesehatan. Investasi produksi pertanian (IP) merupakan pengeluaran investasi untuk alat-alat pertanian, yang dipengaruhi oleh asset total (AT), investasi sumberdaya (IS), produksi kedelai (PRO), dan pendapatan rumahtangga petani (PRT). Persamaan dan nilai elastisitas investasi produksi pertanian (IP) yaitu:(Tabe l 73.) IP
=
+ 0.0079 ATB – 3.71 IS C + 336.15 PRO + 0.0421 PRTC
(6.33.)
Tabel 73.Hasil Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai dan Nilai Elastisitas Investasi Produksi Pertanian No
Persamaan/ Peubah
Koefisien
Nilai F/ Tα
N
Prob>|t|/2
Elastisitas/R2
19.86
A
<.0001
R2 : 0.2441
InvestasiProduksiPertanian (IP) 1 2 3 4 5
Intercept Asset Total Investasi Sumberdaya Produksi Kedelai Pendapatan Ru mahtangga Durbin-Watson
AR2 : 0.2318 0 0.0079 -3.7074 336.15 0.0421 1.8954
Keterangan: Tα = Nilai Probabilitas Uji-T Dua Arah. N = Nilai Uji-T pada α: <1%=A, <5%= B, <10%= C. R2 = R-Square; AR2 = Adjusted R-Square.
0 1.81 -1.50 1.19 1.37
B C C
0 0.0355 0.0673 0.1169 0.0864
0 0.8737 -0.5080 0.4291 0.6068
151
Tanda dari peubah penjelas dalam persamaan investasi produksi pertanian (IP), sesuai dengan harapan dan perilaku ekonomi. Asset total meningkat searah dengan investasi produksi pertanian. Di sisi lain, investasi sumberdaya bertanda negatif
dan
berlawanan
arah
dengan
investasi
produksi
pertanian
(substitusi).Sedangkan produksi kedelai meningkat searah dengan investasi produksi pertanian. Pendapatan rumahtangga juga meningkat searah dengan investasi produksi pertanian. Pada Tabel 73, asset total berpengaruh nyata terhadap investasi produksi pertanian pada taraf α<=5.00%. Sedangkan investasi sumberdayadan pendapatan rumahtangga, berpengaruh nyata terhadap investasi produksi pertanian, pada taraf α<=10.00%. Koefisien determinasi (R2 ) dan koefisien penyesuaian-nya (Adj-R2 ), yaitu 0.2441 dan 0.2318, dimana nilai uji-F adalah 19.86. Berarti, peubah independen dari persamaan investasi produksi pertanian, secara bersama-sama dapat menjelaskan dengan cukup baik perilaku investasi produksi pertanian. Respon investasi produksi pertanian terhadap peubah independen adalah ine lastis. Berarti, peningkatan atau penurunan pada peubah independen, berdampak kecil terhadap investasi produksi pertanian. Investasi sumberdaya (IS) adalah penjumlahan dari investasi pendidikan (IE) dan investasi kesehatan (IH). Persamaan investasi sumberdaya (IS), yaitu: IS
=
IE + IH
(6.34.)
Investasi rumahtangga total (INV) merupakan penjumlahan dari investasi sumberdaya (IS) dan investasi produksi pertanian (IP).
Persamaan investasi
rumahtangga tot al (INV) dapat dirumuskan: INV
=
IS + IP
(6.35.)
Jadi pengeluaran rumahtangga petani (BRT) adalah penjumlahan dari konsumsi rumahtangga tot al (KT) dengan investasi rumahtangga total (INV). Persamaan pengeluaran rumahtangga (BRT) dapat dirumuskan: BRT
=
KT + INV
(6.36.)
152
6.8. Tabunga n Tabungan (TAB) dipengaruhi oleh suku-bunga kredit (SB), harga rata-rata hasil ternak/ikan (HTI), dan pendapatan dispos able (PD). Persamaan dan nilai elastisitas tabungan (TAB) adalah: (Tabel 74.) TAB
=
– 103469 SBA + 1.18 HTI + 0.6901 PDA
(6.37.)
Tabel 74.Hasil Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai dan Nilai Elastisitas Tabunga n No
Persamaan/ Peubah
Koefisien Nilai F/ Tα N
Tabungan (TAB)
116.28
A
Prob>|t|/2
Elastisitas/R2
<.0001
R2 : 0.5855 AR2 : 0.5804
1 2 3 4
Intercept Suku-Bunga Kredit HargaRata2HslTernak/Ikan Pendapatan Disposable
0 -103469 1.1774 0.6901 1.7187
0 -3.49 1.20 11.39
A A
0 0.0003 0.1159 <.0001
0 -0.4955 0.0866 1.5031
Durbin-Watson Keterangan: Tα = Nilai Probabilitas Uji-T Dua Arah. N = Nilai Uji-T pada α: <1%=A, <5%= B, <10%= C. R2 = R-Square; AR2 = Adjusted R-Square.
Tanda dari peubah penjelas dalam persamaan tabungan (TAB), adalah sesuai dengan harapan dan perilaku ekonomi. Suku-bunga kredit pertanian menurun, jumlah kredit pertanian sebagai modal tunai meningkat, sehingga tabungan akan bertambah. Harga rata-rata hasil ternak/ikan meningkat searah pula dengan tabungan. Pendapatan disposable sebagai pendapatan bersih setelah dikurangi pajak/iuran tahunan meningkat, sehingga tabungan akan bertambah. Pada Tabel 74, suku-bunga kredit dan pendapatan disposable,berpengaruh nyata terhadap tabungan, pada taraf α<=1.00%. Koefisien determinasi (R2 ) dan koefisien penyesuaian-nya (Adj-R2 ), yaitu 0.5855 dan 0.5804, dimana nilai uji-F adalah sangat tinggi, yaitu 116.28. Berarti, peubah independen dari persamaan tabungan, secara bersama-sama dapat menjelaskan dengan sangat baik sekali perilaku tabungan. Respon tabungan terhadap peubah independen adalah inelastis, kecuali pendapatan disposable elastis, yaitu sebesar 1.5031. Berarti, peningkatan atau penurunan pada peubah independen, berdampak kecil terhadap tabungan, kecuali
153
pendapatan disposable. Respon tabungan terhadap pendapatan disposable adalah elastis, atau peningkatan pendapatan disposable aka n berdampak besar bagi peningkatan tabungan (positif). 6.9. Kredit Pertanian Kredit pertanian (KRE) dipengaruhi oleh suku-bunga kredit (SB), harga pupuk Urea (HPU), harga obat/pestisida (HO), jumlah pupuk hijau/kandang (Jph), tabungan (TAB), jumlah benih kedelai (JB), konsumsi rumahtangga total (KT), dan investasi kesehatan (IH). Persamaan dan nilai elastisitas kredit pertanian (KRE) adalah: (Tabel 75.) KRE
=
+ 11827.49 SBA– 175.96 HPU – 2.07 HOB + 52.14JphC + 0.0041TAB + (6.38.) 4173.82JBA + 0.0478 KTA + 2.80 IHB
Tabel 75.Hasil Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai dan Nilai Elastisitas Kredit Pertanian No
Persamaan/ Peubah
Koefisien
Nilai F/ Tα
N
Prob>|t|/2
Elastisitas/R2
74.06
A
<.0001
R2 : 0.7100
Kredi tPertani an(KRE)
AR2 : 0.7004 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Intercept 0 Suku-Bunga Kredit 11827 Harga Pupuk Urea -175.96 Harga Obat/Pestisida -2.0670 JumlahPupukHijau/Kndng 52.14 Tabungan 0.0041 Jumlah Benih Kedelai 4173.82 Konsumsi RT. Total 0.0478 Investasi Kesehatan 2.7990 Durbin-Watson 1.7506 Keterangan: Tα = Nilai Probabilitas Uji-T Dua Arah. N = Nilai Uji-T pada α: <1%=A, <5%= B, <10%= C.
0 3.34 -1.64 -1.87 1.37 0.74 3.78 4.58 1.79
A C B C A A B
0 0.0005 0.0515 0.0311 0.0860 0.2299 0.0001 <.0001 0.0377
0 0.4483 -0.3368 -0.2537 0.0356 0.0328 0.2393 0.6922 0.1374
R2 = R-Square; AR2 = Adjusted R-Square.
Tanda dari peubah penjelas dalam persamaan kredit pertanian (KRE), ada lah sesuai de ngan harapa n da n perilaku eko nomi. Suku-bunga kredit menurun, jumlah kredit yang diminta meningkat, sehingga tabungan aka n bertambah. Jadi tabungan searah dengan kredit pertanian.
Harga pupuk Urea da n harga
obat/pestisida menurun, akan menambah jumlah permintaan pupuk Urea dan jumlah obat/pestisida, sehingga akan menambah jumlah kredit yang diminta
154
petani. Jumlah penggunaan pupuk hijau/kandang meningkat searah dengan permintaan kredit pertanian. Jumlah benih kedelai meningkat searah dengan permintaan kredit pertanian. Konsumsi rumahtangga total bertambah, akan menambah kredit yang diminta petani.Demikian pula investasi kesehatan meningkat, aka n menambah permintaan kredit pertanian. Pada Tabel 75, suku-bunga kredit, jumlah benih kedelai, dan konsumsi rumahtangga total, berpengaruh nyata terhadap kredit pertanian pada taraf α<=1.00%.
Harga obat/pestisida dan investasi kesehatan, berpengaruh nyata
terhadap kredit pertanian pada taraf α<=5.00%. Sedangkan harga pupuk Urea dan jumlah pupuk hijau/kandang, berpengaruh nyata terhadap kredit pertanian pada taraf α<=10.00%. Koefisien determinasi (R2 ) dan koefisien penyesuaian-nya (Adj-R2 ), yaitu 0.7100
dan 0.7004, dimana nilai uji-F tinggi adalah sebesar74.06.
Berarti,
peuba h independen dari persamaan kredit pertanian, secara bersama-sama dapat menjelaskan dengan baik perilaku kredit pertanian. Respon kredit pertanian terhadap peubah independen adalah inelastis. Berarti, peningkatan atau penurunan pada peubah independen, berdampak kecil terhadap kredit pertanian. 6.10. Surplus Pas ar Surplus pasar atau marketed surplus usahatani kedelai merupakan jumlah kedelai yang dijual oleh petani ke pasar (KJ), yaitu selisih antara produksi kedelai (PRO) dengan konsumsi kedelai (KK). Persamaan kedelai jual petani sebagai surplus pasar (KJ), yaitu: KJ
=
PRO – KK
(6.39.)
Sebagai tambahan, dapat dirumuskan pula produktivitas kedelai (PKp) sebagai rasio antara produksi kedelai (PRO) dengan luas areal panen kedelai (LAP), yaitu: PKp
=
( PRO / LAP )
(6.40.)
155
Untuk meliha t respo n pe ubah endo gen terhadap peruba han kebijaka n kenaika n harga-harga terhadap pe uba h endo gen pada persamaan model ekonomi rumahtangga petani kedelai di Indonesia, secara keseluruhan, dapat digunakan nilai elastisitas seperti pada Tabel 76. Rumus nilai elastisitas adalah rasio antara nilai rata-rata peubah independent atau peubah kebijakan, dengan nilai rata-rata peuba h dependent, dikalikan nilai koe fisien masing- masing peuba h pe njelas (explanatory variables) atau pe ubah eksogen. Pada Tabel 76, terlihat bahwa respon jumlah obat/pestisida terhadap harga obat/pestisida dan harga Rhizoplus adalah elastis sebesar –1.1244 dan –1.1930, atau pe nurunan harga oba t/pe stisida dan harga Rhizoplus akan berdampak besar bagi peningkatan jumlah penggunaan obat/pestisida. Respon jumlah Zat Perangsang Tumbuh terhadap harga Rhizoplus adalah elastis sebesar –1.1853, atau penurunan harga Rhizoplus akan berdampak besar bagi peningkatan jumlah penggunaan Zat Perangsang Tumbuh. Respon investasi pendidikan terhadap investasi produksi pertanian dan investasi rumahtangga total adalah elastis sebesar –8.5290 dan 9.6763. Berarti, penurunan investasi produksi pertanian dan peningkatan investasi rumahtangga total, akan berdampak besar bagi peningkatan investasi pendidikan. Respon investasi kesehatan terhadap
investasi produksi pertanian dan investasi
rumahtangga total adalah elastis sebesar –2.7257 dan 3.0906. Berarti, penurunan investasi produksi pertanian dan peningkatan investasi rumahtangga total, akan berdampak besar bagi peningkatan investasi kesehatan. Respon tabungan terhadap pendapatan disposable adalah elastis sebesar 1.5031. Berarti, peningkatan pendapatan disposable, akan berdampak besar bagi peningkatan tabungan. 6.11. Validasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai Pada Lampiran 4, disajikan hasil validasi model ekonomi rumahtangga petani kedelai, dari program validasi model pada Lampiran 3, yaitu dengan menggunakan program SAS/ETS versi 9.13 metode Newton. Dengan prosedur SIMNLIN (simulasi non- linear) pada simulasi kebijakan, akan diperoleh deskripsi statistik peubah model dan identitas, dengan membandingkan antara nilai actual mean dan nilai predicted mean, sehingga dapat dihitung nilai statistics of fit.
156
Tabel 76. Respon Model Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai Persamaan/Peubah 1 2
Koefisien
Uji-F/Tα 136.30 A 183.23 A 3.65 A 152.85 A 7.82 A 10.92 A 4.06 A 13.89 A 15.81 A 14.91 A 4.51 A -4.90 A -2.57 A 16.45 A 3.68 A -2.52 B 9.68 A 1.81 C 9.27 A 11.47 A 5.62 A 10.81 A 11.74 A 3.55 A 162.47 A 81.38 A 33.09 A 1408.7 A 51.32 A -3.56 A -18.07 A 18.15 A 3.67 A -2.68 A 2.69 A 19.86 A 116.28 A 11.39 A 74.06 A
Luas Areal Panen Kedelai Produksi Kedelai Intercept 1168.30 3 Jumlah Benih Kedelai Intercept 50.34 4 Jumlah Pupuk Urea Intercept 73.23 5 Jumlah Pupuk SP36/TSP 6 Jumlah Pupuk KCL/ZA 7 Jumlah Obat/Pestisida Intercept 3.9272 Harga Obat/Pestisida -0.00002 Harga Rhizoplus -0.0003 8 JmlhZatPerangsangTumbuh Intercept 3.2824 Harga Rhizoplus -0.0003 9 Jumlah Rhizoplus Intercept 3.6103 10 TK DlmKeluarga UtKedelai 11 TKLuarKeluarga UtKedelai Intercept 173.65 12 TKDlmKeluargaNonKedelai 13 TKDlmKeluargaNonUtLain Intercept 115.10 14 Pendapatan Ut.NonKedelai 15 Pendapatan NonUt. Lain 16 Konsumsi Pangan Tunai 17 Konsumsi NonPangan 18 Investasi Pendidikan Intercept -74900 InvestasiProduksiPertanian -0.8198 Investasi Rumahtangga 0.8180 19 Investasi Kesehatan InvestasiProduksiPertanian -0.1115 Investasi Rumahtangga 0.1112 20 Investasi Produksi Pertanian 21 Tabungan Pendapatan Disposable 0.6901 22 Kredit Pertanian Catatan: (€) = Nilai elastisitas = ((Nilai Mean X / Nilai Mean Y) *( Koefisien X)) F/Tα = Nilai Probabilitas Uji-F Searah dan Uji-T DuaArah = Hasil Uji- F/T pada α: <1%=A, <5%=B, <10%=C
R2 0.8190 0.8413
Adj-R2 0.8130 0.8367
0.7905
0.7854
0.2660
0.2416
0.2866 0.3441 0.3311
0.2659 0.3224 0.3089
Elastisitas
1.3695 1.5768 1.4878
3.2520 -1.1244 -1.1930 0.2888
0.2713 2.7667 -1.1853
0.2432
0.2180
0.2353 0.2491
0.2099 0.2274
0.2107 0.2247
0.1912 0.2056
0.7683 0.7010 0.4041 0.9664 0.7034
0.7636 0.6924 0.3919 0.9657 0.6897
1.8495
1.0799
1.0818
-1.1660 -8.5290 9.6763 0.0699
0.0508 -2.7257 3.0906
0.2441 0.5855
0.2318 0.5804
0.7100
0.7004
1.5031
157
Jika nilai predicted mean mendekati nilai actual mean, maka hasil validasi mode l adalah baik untuk simulasi kebijakan, sebab standard deviasi kecil. Nilai Theil Forecast Error Statistics dalam va lidasi mod el ini, ada lah untuk mengetahui nilai MSE Decomposition Proportions, sehingga dapat dihitung nilai mean square error, korelasi parsial (R), simpangan bias (UM), simpangan regresi (UR), simpangan distribusi (UD), simpangan variasi (US), covariance (UC), nilai ketidak-samaan (U1), dan nilai koefisien U-Theil (U). Nilai simpangan bias, regresi, dan distribusi (UM + UR + UD) sama dengan atau mendekati nilai variasi dan covariance (UM + US + UC), dan bernilai mendekati satu. Nilai koefisien U-Theil terndah adalah konsumsi rumahtangga total (12.72%), dan yang tertinggi adalah produktivitas kedelai. Nilai koefisien U-Theil renda h berarti ba ik hasil validasi modelnya, sedangkan nilai koefisien U-Theil tinggi adalah naif. Kriteria RMSPE juga bisa dipakai sebagai kriteria ekonometri. Nilai U-Theil dibawah 50% adalah: TKDK 45%,
TKLK 43%,
TKDN
32%, TKDL 32%, PNL 40%, KPT 34%, KNP 18%, TKK 43%, TKD 32%, TKL 21%, TK 25%, CK 16%, BTK 48%, KT 13%, dan BRT 20%. Nilai UTheil diatas 50% boleh dikatakan naif, sehingga dapat pula dilihat dari kriteria root- mean square error-nya. Nilai RMSPE dibawah 500 adalah: LAP 341, JR 278, TKDK 169, TKLK 272, TKDN 144, PNK 325, PNL 395, KPT 208, KNP 42, TKK 153, TKD 95, TKL 44, TK 49, CK 36, BTK 273, BUK 236, PRT 229, PD 230, KT 28, dan BRT 40. Nilai RMSPE dibawah 1000 adalah: JB 823, JO 992, TKDL 543, dan BS 504. Selebihnya nilai RSMPE diatas 1000. Dari nilai deskripsi statistik, nilai fit statistik, dan nilai statistik forecast error Theil, secara keseluruhan hasil validasi model-nya cukup ba ik untuk dilakukan simulasi kebijakan, seperti tersaji pada Bab VII.
VII. DAMPAK KEBIJAKAN KENAIKAN HARGA TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI KEDELAI
Salah satu ciri khas dari model ekonomi rumahtangga petani adalah adanya hubungan antara keputusan produksi dan keputusan konsumsi, demikian juga sebaliknya.
Pada model persamaan simultan maka analisis dilakukan melalui
simulasi, de ngan melakuka n peruba han harga input dan harga output.
Simulasi
kebijakan dapat dilakukan dengan beberapa peubah kebijakan secara bersamaan (simultan), yang akan berdampak pada rumahtangga petani. Keuntungan analisis simulasi ini adalah dapat mengatasi adanya persamaan non- linear dalam mode l, dimana rumahtangga petani mempunyai peubah eksogen yang berbeda, sehingga analisis elastisitas akan menghasilkan besaran beragam antar rumahtangga petani (Smith dan Strouss, 1986). Analisis dampak perubahan harga dapat juga dilakuka n de ngan ko mbinasi lebih da ri satu pe uba h kebijaka n. Perubahan harga pada komoditas pangan dilakukan melalui simulasi kebijakan kenaikan harga kedelai da n ko mbinasi de nganke naika n harga gaba h kering panen, upa h tenaga ke rja luar ke luarga, da n harga sarana prod uks i. Simulasi kebijakan melalui perubahan kenaikan harga sarana produksi dengan menaikka n harga komponen pupuk (Urea, SP36/TSP, dan KCL/ZA) da n pestisida (obat/pestisida, ZPT, dan rhizoplus). Besarnya perubahan harga dilakukan melalui skenario kenaikan harga output (kedelai) sebesar 25%, harga komoditas substitusi/komplemensebesar 15%, upah tenaga kerja luar keluarga 10%, dan harga sarana produksi sebesar 10%, agar mampu menut upi ke naikan harga-harga di Indo nesia yang berkisar sekitar 10% pertahun pada (2009). Dari sini akan terlihat dampak perubahan kenaika n harga pe ubah eksogen terhadap pe uba h endo ge n da lam persen ∆%). ( 7.1. Kenaikan Harga Panga n Peruba ha n harga melalui komoditas pangan meliputi kenaikan harga kedelaisebesar 25% dan 37.5%, serta kombinasi kenaikan harga kedelai 25% dengan harga gaba h kering pa nen 15%.
160
7.1.1. Harga Kedelai (25% dan 37.5%) Pada Tabel 77 dan Tabel 78, simulasi kebijakan dilakukan melalui kenaikan harga kedelai sebesar 25% dan 37.5%, sehingga terlihat dampak perubahan pada peubah endogen dalam persen ∆%). (
Dampak kenaikan harga kedelai adalah
meningkatkan produksi kedelai 32.0% dan 155.7%, pendapatan rumahtangga 13.9% dan 58.8%, dan kedelai jual 33.6% dan 163.2%. Luas areal panen kedelai meningkat 25.4% dan 96.7%, sedangkan produktivitas kedelai naik sedikit sekitar 5.3% dan 30.3%. Penerimaan usahatani kedelai meningkat37.4% dan 199.0%, sedangkan pendapatan usahatani kedelai naik 75.8% dan 394.4%. Tenaga kerja dalam keluarga juga meningkat 10.6% dan 37.0%, serta tenaga kerja luar keluarga naik 10.4% dan 36.6%. Secara keseluruhan tenaga kerja naik 5.6% dan 18.8%, serta curah kerja naik sedikit sekitar 3.3% dan 11.0%. Sedangkan pengeluaran rumahtangga turun pada skenario pertama dan naik sedikit pada skenario kedua. Skenario pertama dan kedua adalahdengan meningkatkan harga kedelai 25% dan 37.5%, akan
menguntungkan petani dalam meningkatkan produksi
kedelai da n pendapatan rumahtangga, termasuk surplus pasar atau kedelai jual. Luas areal panen kedelai dan produktivitas kedelai meningkat, khususnya pada skenario kedua.Bahka n produksi kedelai dan kedelai jual, serta penerimaan usahatani kedelai da n pendapatan usahatani kedelai naik diatas 100% untuk skenario kedua. Jadi, kenaikan harga kedelai sangat efektif dalam meningkatkan produksi kedelai, penerimaan usahatani kedelai, pendapatan usahatani kedelai, dan pendapatan rumahtangga, termasuk luas areal panen kedelai. 7.1.2. Harga Kedelai 25% dengan Harga GabahKP 15% Pada Tabel 79, simulasi kebijakan dilakukan dengan kenaikan harga kedelai 25% dengan harga gabahKP 15%, sehingga terlihat dampak perubahan peubah endo gen da lam persen∆%). (
Dampak kenaikan harga kedelai dengan harga
gabahKP adalah meningkatkan produksi kedelai 38.1% dan pendapatan rumahtangga 17.7%, sedangkan kedelai jual naik 39.9%.
Luas areal panen
kedelai meningkat 29.2%, sedangkan produktivitas naik sedikit sekitar 6.9%.
161
Tabel 77. Dampak Kenaikan Harga Kedelai 25% Terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai Kode
Persamaan/Peubah
LAP PRO JB JPU JPS JPK JO JZ JR TKDK TKLK TKDN TKDL PNK PNL KPT KNP IE IH IP TAB KRE TKK TKD TKL TK CK BS BTK BUK PUK PUKT PRT PD KT IS INV BRT KJ PKp
Luas Areal Panen Kedelai (Ha) Produksi Kedelai(Kg) JumlahBen ihKedelai(Kg) Jumlah Pupuk Urea (Kg) JumlahPupukSp36/Tsp(Kg) Jumlah PupukKcl/Za (Kg ) Jumlah Obat/Pestisida (Lt) Jumlah ZPT/Ppc (Lt) Jumlah Rhizoplus (Sachet) TK DalamKlrg Kedelai (HOK) TK LuarKlrg Kedelai (HOK) TKDalamKlrg NonKdl(HOK) TKDalamKlrgNUt Lain(HOK) Pendapatan NonKedelai (Rp) Pendapatan NonUt.Lain(Rp) KonsumsiPanganTunai(Rp) Konsumsi NonPangan(Rp) InvestasiPendidikan(Rp) InvestasiKesehatan(Rp) InvestasiProduksiPertanian(Rp) Tabungan (Rp) Kredit Pertanian(Rp) TenagaKerja Kedelai (HOK) TKDalamKeluarga(HOK) TK LuarKeluarga(HOK) TenagaKerja Total(HOK) CurahKerjaTotal(HOK) Biaya SaranaProduksi (Rp) BiayaTenagaKerja(Rp) Biaya Usahatani Kedelai(Rp) Penerimaan Ut. Kedelai (Rp) PendapatanUt.KedelaiTotal(Rp) PendapatanRT.Total(Rp) PendaptanDisposable(Rp) KonsumsiRT.Total(Rp) Investasi Sumberdaya (Rp) Investasi RT.Total(Rp) PengeluaranRT. Total(Rp) Kedelai Jual/Su rplusPasar (Kg) Produktivitas Kdl.Pngn(Kg/Ha)
Simulasi Dasar 0.79 1054.80 38.54 56.33 39.58 25.06 1.47 1.67 2.15 109.60 168.50 148.70 109.10 4870966 4979984 26020 5758605 61977 27461 1064774 5680085 586007 278.10 367.40 405.20 772.60 762.30 400467 992536 1393003 2419060 1026057 10877007 10842893 8029504 89438 1154212 9183716 1006.10 1335.19
Harga Kedel ai 25% Nilai Prediksi %∆ 0.99 25.41 1392.30 32.00 49.26 27.83 71.53 27.00 50.57 27.76 32.48 29.58 1.83 24.81 2.09 24.98 2.46 14.57 121.20 10.58 186.00 10.39 160.70 8.07 111.00 1.74 5639699 15.78 4941169 -0.78 27427 5.41 5735941 -0.39 158433 155.63 41219 50.10 833103 -21.76 6720436 18.32 672570 14.77 307.20 10.46 392.80 6.91 422.70 4.32 815.50 5.55 787.70 3.33 492584 23.00 1027506 3.52 1520090 9.12 3323869 37.40 1803779 75.80 12384647 13.86 12350533 13.90 8008246 -0.26 199652 123.23 1032755 -10.52 9041001 -1.55 1343.60 33.55 1406.36 5.33
162
Tabel 78. Dampak Kenaikan Harga Kedelai 37.5% Terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai Kode
Persamaan/Peubah
LAP PRO JB JPU JPS JPK JO JZ JR TKDK TKLK TKDN TKDL PNK PNL KPT KNP IE IH IP TAB KRE TKK TKD TKL TK CK BS BTK BUK PUK PUKT PRT PD KT IS INV BRT KJ PKp
Luas Areal Panen Kedelai (Ha) Produksi Kedelai (Kg) Jumlah Benih Kedelai (Kg) Jumlah Pupuk Urea (Kg) Jumlah Pupuk Sp36/Tsp (Kg) Jumlah Pupuk Kcl/Za (Kg) Jumlah Obat/Pestisida (Lt) Jumlah ZPT/Ppc (Lt) Jumlah Rhizoplus (Sachet) TK DalamKlrg Kedelai (HOK) TK LuarKlrg Kedelai (HOK) TK DalamKlrg NonKdl (HOK) TK DalamKlrg NUt Lain (HOK) Pendapatan NonKedelai (Rp) Pendapatan NonUt.Lain (Rp) Konsumsi PanganTunai (Rp) Konsumsi NonPangan (Rp) Investasi Pendidikan (Rp ) Investasi Kesehatan (Rp) Investasi ProduksiPertanian(Rp) Tabungan (Rp) Kredit Pertanian (Rp ) Tenaga Kerja Kedelai (HOK) TK Dalam Keluarga (HOK) TK Luar Keluarga (HOK) Tenaga Kerja Total (HOK) Curah KerjaTotal (HOK) Biaya Sarana Produksi (Rp) BiayaTenaga Kerja (Rp) Biaya Usahatani Kedelai (Rp) Penerimaan Ut. Kedelai (Rp ) PendapatanUt.KedelaiTotal(Rp) Pendapatan RT.Total (Rp) Pendaptan Disposable (Rp) Konsumsi RT.Total (Rp) Investasi Sumberdaya (Rp) Investasi RT. Total (Rp) Pengeluaran RT. Total (Rp) Kedelai Jual /Surplus Pasar (Kg) Produktivitas Kdl.Pngn (Kg/Ha)
Simulasi Dasar 0.79 1054.80 38.54 56.33 39.58 25.06 1.47 1.67 2.15 109.60 168.50 148.70 109.10 4870966 4979984 26020 5758605 61977 27461 1064774 5680085 586007 278.10 367.40 405.20 772.60 762.30 400467 992536 1393003 2419060 1026057 10877007 10842893 8029504 89438 1154212 9183716 1006.10 1335.19
Harga Kedel ai 37.5% Nilai Prediksi %∆ 1.55 96.71 2696.60 155.65 88.05 128.48 111.30 97.60 70.79 78.84 56.83 126.74 3.30 125.15 3.64 117.45 3.37 56.82 150.20 37.04 230.20 36.62 183.60 23.47 117.30 7.52 7733596 58.77 4467754 -10.29 30865 18.62 5634419 -2.16 219044 253.43 52442 90.97 1211065 13.74 10094506 77.72 875142 49.34 380.40 36.79 451.20 22.81 466.90 15.23 918.10 18.83 846.10 10.99 824390 105.86 1336227 34.63 2160617 55.10 7233494 199.02 5072878 394.41 17274228 58.81 17240114 59.00 7910163 -1.49 271486 203.55 1482551 28.45 9392714 2.28 2647.90 163.18 1739.74 30.30
163
Tabel 79. Dampak Kenaikan Harga Kedelai 25% dengan Harga GabahKP 15% Terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai Kode
Persamaan/Peubah
Simulasi Dasar
LAP PRO JB JPU JPS JPK JO JZ JR TKDK TKLK TKDN TKDL PNK PNL KPT KNP IE IH IP TAB KRE TKK TKD TKL TK CK BS BTK BUK PUK PUKT PRT PD KT IS INV BRT KJ PKp
Luas Areal Panen Kedelai (Ha) Produksi Kedelai (Kg) Jumlah Benih Kedelai (Kg) Jumlah Pupuk Urea (Kg) Jumlah Pupuk Sp36/Tsp (Kg) Jumlah Pupuk Kcl/Za (Kg) Jumlah Obat/Pestisida (Lt) Jumlah ZPT/Ppc (Lt) Jumlah Rhizoplus (Sachet) TK DalamKlrg Kedelai (HOK) TK LuarKlrg Kedelai (HOK) TK DalamKlrg NonKdl (HOK) TK DalamKlrg NUt Lain (HOK) Pendapatan NonKedelai (Rp) Pendapatan NonUt.Lain (Rp) Konsumsi PanganTunai (Rp) Konsumsi NonPangan (Rp) Investasi Pendidikan (Rp ) Investasi Kesehatan (Rp) Investasi ProduksiPertanian(Rp) Tabungan (Rp) Kredit Pertanian (Rp ) Tenaga Kerja Kedelai (HOK) TK Dalam Keluarga (HOK) TK Luar Keluarga (HOK) Tenaga Kerja Total (HOK) Curah KerjaTotal (HOK) Biaya Sarana Produksi (Rp) BiayaTenaga Kerja (Rp) Biaya Usahatani Kedelai (Rp) Penerimaan Ut. Kedelai (Rp ) PendapatanUt.KedelaiTotal(Rp) Pendapatan RT.Total (Rp) Pendaptan Disposable (Rp) Konsumsi RT.Total (Rp) Investasi Sumberdaya (Rp) Investasi RT. Total (Rp) Pengeluaran RT. Total (Rp) Kedelai Jual /Surplus Pasar (Kg) Produktivitas Kdl.Pngn (Kg/Ha)
0.79 1054.80 38.54 56.33 39.58 25.06 1.47 1.67 2.15 109.60 168.50 148.70 109.10 4870966 4979984 26020 5758605 61977 27461 1064774 5680085 586007 278.10 367.40 405.20 772.60 762.30 400467 992536 1393003 2419060 1026057 10877007 10842893 8029504 89438 1154212 9183716 1006.10 1335.19
HK25% +HG15% Nilai Prediksi %∆ 1.02 29.19 1456.10 38.05 51.10 32.60 73.79 30.99 51.85 31.00 33.92 35.33 1.90 29.65 2.19 30.83 2.51 17.13 122.90 12.14 188.30 11.75 163.30 9.82 111.90 2.57 5904204 21.21 4975624 -0.09 27961 7.46 5733317 -0.44 200808 224.00 50275 83.08 681408 -36.00 7008141 23.38 706672 20.59 311.20 11.90 398.10 8.36 425.00 4.89 823.10 6.54 793.00 4.03 511451 27.71 1039239 4.71 1550690 11.32 3472441 43.55 1921751 87.29 12801579 17.69 12767465 17.75 8006157 -0.29 251084 180.73 932492 -19.21 8938649 -2.67 1407.40 39.89 1427.54 6.92
164
Bahkan penerimaan usahatani kedelai meningkat 43.6%, sedangkan pendapatan usahatani kedelai naik 87.3%. Tenaga kerja dalam keluarga juga meningkat 12.1%, sedangkan tenaga kerja luar keluarga naik 11.8%.
Pengeluaran
rumahtangga mengalami penurunan sedikit. Skenario ketiga tersebut sangat menguntungkan petani, karena produksi kedelai dan pendapatan rumahtangga meningkat, termasuk surplus pasar atau kedelai jual. Luas areal panen kedelai meningkat, walaupun produktivitas kedelai naik sedikit. Bahkan penerimaan usahatani kedelai dan pendapatan usahatani kede lai meningkat cukup tinggi. Jadi ke naika n harga kede lai de ngan harga gabahKP sangat efektif dalam meningkatkan produksi kedelai, penerimaan usahatani kedelai, pendapatan usahatani kedelai, dan pendapatan rumahtangga. 7.2.
Kenaikan Harga Kedelai 25% dengan Harga GabahKP 15% dan Upah Tenaga Kerja LuarKeluarga 10% Pada Tabel 80, simulasi kebijakan dilakukan melalui kenaikan harga kedelai
25% de ngan harga gaba hKP 15% da n upa h tenaga kerja luar ke luarga yang dibayarkan 10%, sehingga terlihat dampak perubahan pada peubah endogen dalam persen ∆%). ( Dampak kenaikan harga kedelai, harga gabahKP, dan upah tenaga kerja luar ke luarga, adalahmeningkatkan produksi kedelai 36.8%, dan pendapatan rumahtangga 16.6%,sedangkan
kedelai jual meningkat sebesar
38.6%.Luas areal panen kedelai meningkat 27.9%,
sedangkan produktivitas
kedelai naik sedikit sekitar 7.0%. Tenaga kerjadalam keluarga naik 10.8%, dan tenaga kerja luar keluarga naik 9.3%, sedangkan tenaga kerja total dan curah kerja total meningkat sedikit.Bahka n penerimaan usahatani kedelai naik 42.1%, dan pendapatan usahatani kedelai naik 76.9%.Pengeluaran rumahtangga mengalami sedikit penurunan. Skenario keempat dengan meningkatkan harga kedelai dengan harga gaba hKP da n upa h tenaga ke rja luar keluarga, aka n menguntungkan petani, karena produksi kedelai, pendapatan rumahtangga, dan surplus pasar atau kedelai jua l meningkat. Luas areal panen kedelai dan produktivitas meningkat pula. Sedangkan penerimaan usahatani kedelai dan pendapatan usahatani kedelai juga meningkat.
165
Tabel 80. Dampak Kenaikan Harga Kedelai 25% dengan HargaGabahKP 15% dan Upah Tenaga Ke rja LuarKeluarga 10% Te rhadap Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai
Kode
Persamaan/Peubah
Simulasi Dasar
LAP PRO JB JPU JPS JPK JO JZ JR TKDK TKLK TKDN TKDL PNK PNL KPT KNP IE IH IP TAB KRE TKK TKD TKL TK CK BS BTK BUK PUK PUKT PRT PD KT IS INV BRT KJ PKp
Luas Areal Panen Kedelai (Ha) Produksi Kedelai (Kg) Jumlah Benih Kedelai (Kg) Jumlah Pupuk Urea (Kg) Jumlah Pupuk Sp36/Tsp (Kg) Jumlah Pupuk Kcl/Za (Kg) Jumlah Obat/Pestisida (Lt) Jumlah ZPT/Ppc (Lt) Jumlah Rhizoplus (Sachet) TK DalamKlrg Kedelai (HOK) TK LuarKlrg Kedelai (HOK) TK DalamKlrg NonKdl (HOK) TK DalamKlrg NUt Lain (HOK) Pendapatan NonKedelai (Rp) Pendapatan NonUt.Lain (Rp) Konsumsi PanganTunai (Rp) Konsumsi NonPangan (Rp) Investasi Pendidikan (Rp ) Investasi Kesehatan (Rp) Investasi ProduksiPertanian(Rp) Tabungan (Rp) Kredit Pertanian (Rp ) Tenaga Kerja Kedelai (HOK) TK Dalam Keluarga (HOK) TK Luar Keluarga (HOK) Tenaga Kerja Total (HOK) Curah KerjaTotal (HOK) Biaya Sarana Produksi (Rp) BiayaTenaga Kerja (Rp) Biaya Usahatani Kedelai (Rp) Penerimaan Ut. Kedelai (Rp ) PendapatanUt.KedelaiTotal(Rp) Pendapatan RT.Total (Rp) Pendaptan Disposable (Rp) Konsumsi RT.Total (Rp) Investasi Sumberdaya (Rp) Investasi RT. Total (Rp) Pengeluaran RT. Total (Rp) Kedelai Jual /Surplus Pasar (Kg) Produktivitas Kdl.Pngn (Kg/Ha)
0.79 1054.80 38.54 56.33 39.58 25.06 1.47 1.67 2.15 109.60 168.50 148.70 109.10 4870966 4979984 26020 5758605 61977 27461 1064774 5680085 586007 278.10 367.40 405.20 772.60 762.30 400467 992536 1393003 2419060 1026057 10877007 10842893 8029504 89438 1154212 9183716 1006.10 1335.19
HK25% +HG15% + UTKL10% Nilai Prediksi %∆ 1.01 27.85 1442.80 36.78 50.63 31.38 73.39 30.30 51.08 29.05 33.60 34.07 1.89 28.64 2.17 29.76 2.50 16.28 121.40 10.77 184.10 9.26 161.90 8.88 111.40 2.11 5867100 20.45 4999466 0.39 27917 7.29 5736788 -0.38 200915 224.17 50251 82.99 671584 -36.93 6925644 21.93 704478 20.22 305.50 9.85 394.70 7.43 420.80 3.85 815.50 5.55 789.50 3.57 506566 26.49 1114939 12.33 1621505 16.40 3436966 42.08 1815461 76.94 12682027 16.59 12647913 16.65 8009584 -0.25 251167 180.83 922751 -20.05 8932334 -2.74 1394.00 38.55 1428.51 6.99
166
Jadi skenario keempat tersebut sangat efektif dalam meningkatkan produksi kedelai, penerimaan usahatani kedelai, pendapatan usahatani kedelai, dan pendapatan rumahtangga. 7.3. Kenaikan Harga Kedelai 25% dengan Harga Sarana Produksi 10% Peruba ha n teknologi dapat dilakukan melalui perbaikan dalam penggunaan benih, baik benih unggul atau hibrida maupun benih lokal, pupuk urea, SP36/TSP, dan KCL/ZA, serta pestisida atau obat-obatan, zat perangsang tumbuh, dan rhizoplus. Dampak peruba han inovasi teknologi tersebut tercermin pada kenaikan harga benih kedelai, harga pupuk, dan harga obat/pestisida, masing- masing sebesar 10%. Pada Tabel 81, simulasi kebijakan dilakukan dengan kenaikan harga kedelai sebesar 25% dengan harga sarana produksi sebesar 10%, sehingga terlihat dampak perubahan peubah endogen dalam persen ∆%). ( Dampak kenaikan harga kedelai dan harga sarana prod uks i ada lah menurunka n hampir semua komponen peubah endo gen. Produksi kedelai turun 40.5%, pendapatan rumahtangga turun 11.1%, dan kedelai jua l turun 42.5%. Luas areal panen turun 20.5%, dan produktivitas turun 25.4%. Demikian pula penerimaan usahatani kedelai turun 34.6%, dan pendapatan usahatani kedelai turun 57.7%. Tenaga kerja dalam dan luar keluarga turun sedikit, serta tenaga kerja dan curah kerja juga turun sedikit. Disamping itu, pengeluaran rumahtangga juga menurun. Skenario kelima dengan meningkatkan harga kedelai dengan harga sarana produksi, akan tidak menguntungkan petani, karena produksi kedelai dan pendapatan rumahtangga, termasuk surplus pasar atau kedelai jual akan menurun. Luas areal panen kedelai turun, bahkan produktivitas turun cukup besar. Penerimaan usahatani kedelai dan pendapatan usahatani kedelai juga menurun. Jadi skenario kelima tersebut tidak efektif dalam meningkatkan produksi kedelai, penerimaan usahatani kedelai, pendapatan usahatani kedelai, dan pendapatan rumahtangga. Hal ini perlu mendapatkan perhatian dari para pemangku kebijakan, dalam usaha meningkatkan produksi kedelai dan pendapatan rumahtangga.
167
Tabel 81. Dampak Kenaikan Harga Kedelai 25% dengan Harga Sarana Produksi 10% Terhadap Ekonomi RumahtanggaPetaniKedelai Kode
Persamaan/Peubah
Simulasi Dasar
LAP PRO JB JPU JPS JPK JO JZ JR TKDK TKLK TKDN TKDL PNK PNL KPT KNP IE IH IP TAB KRE TKK TKD TKL TK CK BS BTK BUK PUK PUKT PRT PD KT IS INV BRT KJ PKp
Luas Areal Panen Kedelai (Ha) Produksi Kedelai (Kg) Jumlah Benih Kedelai (Kg) Jumlah Pupuk Urea (Kg) Jumlah Pupuk Sp36/Tsp (Kg) Jumlah Pupuk Kcl/Za (Kg) Jumlah Obat/Pestisida (Lt) Jumlah ZPT/Ppc (Lt) Jumlah Rhizoplus (Sachet) TK DalamKlrg Kedelai (HOK) TK LuarKlrg Kedelai (HOK) TK DalamKlrg NonKdl (HOK) TK DalamKlrg NUt Lain (HOK) Pendapatan NonKedelai (Rp) Pendapatan NonUt.Lain (Rp) Konsumsi PanganTunai (Rp) Konsumsi NonPangan (Rp) Investasi Pendidikan (Rp ) Investasi Kesehatan (Rp) Investasi ProduksiPertanian(Rp) Tabungan (Rp) Kredit Pertanian (Rp ) Tenaga Kerja Kedelai (HOK) TK Dalam Keluarga (HOK) TK Luar Keluarga (HOK) Tenaga Kerja Total (HOK) Curah KerjaTotal (HOK) Biaya Sarana Produksi (Rp) BiayaTenaga Kerja (Rp) Biaya Usahatani Kedelai (Rp) Penerimaan Ut. Kedelai (Rp ) PendapatanUt.KedelaiTotal(Rp) Pendapatan RT.Total (Rp) Pendaptan Disposable (Rp) Konsumsi RT.Total (Rp) Investasi Sumberdaya (Rp) Investasi RT. Total (Rp) Pengeluaran RT. Total (Rp) Kedelai Jual /Surplus Pasar (Kg) Produktivitas Kdl.Pngn (Kg/Ha)
0.79 1054.80 38.54 56.33 39.58 25.06 1.47 1.67 2.15 109.60 168.50 148.70 109.10 4870966 4979984 26020 5758605 61977 27461 1064774 5680085 586007 278.10 367.40 405.20 772.60 762.30 400467 992536 1393003 2419060 1026057 10877007 10842893 8029504 89438 1154212 9183716 1006.10 1335.19
HK25% + HSP 10% Nilai Prediksi %∆ 0.63 -20.47 627.70 -40.49 24.33 -36.85 42.01 -25.41 34.65 -12.46 17.89 -28.62 0.75 -49.08 0.97 -41.96 1.59 -26.05 101.80 -7.12 158.40 -5.99 147.30 -0.94 107.10 -1.83 4240581 -12.94 4997057 0.34 24851 -4.49 5775593 0.30 135658 118.88 35505 29.29 567488 -46.70 4848650 -14.64 513690 -12.34 260.20 -6.44 356.20 -3.05 395.10 -2.49 751.30 -2.76 751.10 -1.47 265284 -33.76 881376 -11.20 1146659 -17.68 1581144 -34.64 434484 -57.65 9672123 -11.08 9638009 -11.11 8045323 0.20 171163 91.38 738651 -36.00 8783973 -4.35 578.90 -42.46 996.35 -25.38
168
7.4. Kenaikan Harga Kedelai 25% denga n Harga GabahKP 15%, Upah Tenaga Kerja LuarKeluarga 10%, dan Harga Sarana Produksi 10% Kombinasi kenaikan harga kedelai 25% de ngan harga gaba hKP 15% , upah tenaga kerja luar keluarga 10%, dan harga sarana produksi 10%, dilakuka n untuk melihat dampak perubahan peubah endogen dalam persen ∆%).Kenaika ( n harga sarana produksi terdiri dari harga benih kedelai, harga pupuk (Urea, SP36/TSP, KCL/ZA), dan harga pestisida (obat/pestisida, ZPT, rhizoplus). Pada Tabel 82, dampak kenaikan harga kedelai denganharga gaba hKP, upa h tenaga ke rja luar ke luarga, da n
harga sarana produksi, adalah menurunkan hampir semua
komponen peubah endogen. Produksi kedelai turun 35.3%, da n pendapatan rumahtangga turun 8.1%, sedangkan kedelai jual turun37.0%. Luas areal panen kedelai turun 17.8%, sedangkan produktivitas kedelai turun 22.1%.
Bahkan
penerimaan usahatani kedelai turun 29.4%, dan pendapatan usahatani kedelai turun cukup tinggi yaitu 54.1%. Tenaga kerja dalam dan luar keluarga turun 6.8% dan 7.1%,
demikian pula tenaga kerja dan curah kerja total turun
sedikit.Pengeluaran rumahtanggaturun sekitar 5.5%. Skenario keenam dengan meningkatkan harga kedelai, harga gabahKP, upah tenaga kerja luar keluarga, dan harga sarana produksi,
akan kurang
menguntungkan petani, karena produksi kedelai dan pendapatan rumahtangga menurun, termasuk pula surplus pasar atau kedelai jual juga turun. Disamping itu, luas areal panen kedelai dan produktivitas menurun cukup besar.Penerimaan usahatani kedelai dan pendapatan usahatani kedelai juga menurun. Jadi kenaikan harga kede lai de ngan harga gaba hKP, upa h tenaga kerja luar ke luarga, da n harga sarana produksi,tidak efektif dalam meningkatkan produksi kedelai, penerimaan usahatani kedelai, pendapatan usahatani kedelai, dan pendapatan rumahtangga. Hal ini perlu mendapatkan perhatian khusus dari para pemangku kebijakan, dalam usaha meningkatkan produksi kedelai dan pendapatan rumahtangga. 7.5. Kenaikan Harga Kedelai 37.5% dengan Harga Sarana Produksi 10% Kombinasi kenaikan harga kedelai 37.5% dengan harga sarana produksi 10%, dilakukan untuk melihat dampak perubahan peubah endogen dalam persen (∆%).
169
Tabel 82. Dampak Kenaikan Harga Kedelai 25% dengan Harga GabahKP 15%, Upah Tenaga Kerja LuarKeluarga 10%,dan Harga Sarana Produksi10%,Terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai
Kode
Persamaan/Peubah
Simulasi Dasar
LAP PRO JB JPU JPS JPK JO JZ JR TKDK TKLK TKDN TKDL PNK PNL KPT KNP IE IH IP TAB KRE TKK TKD TKL TK CK BS BTK BUK PUK PUKT PRT PD KT IS INV BRT KJ PKp
Luas Areal Panen Kedelai (Ha) Produksi Kedelai (Kg) Jumlah Benih Kedelai (Kg) Jumlah Pupuk Urea (Kg) Jumlah Pupuk Sp36/Tsp (Kg) Jumlah Pupuk Kcl/Za (Kg) Jumlah Obat/Pestisida (Lt) Jumlah ZPT/Ppc (Lt) Jumlah Rhizoplus (Sachet) TK DalamKlrg Kedelai (HOK) TK LuarKlrg Kedelai (HOK) TK DalamKlrg NonKdl (HOK) TK DalamKlrg NUt Lain (HOK) Pendapatan NonKedelai (Rp) Pendapatan NonUt.Lain (Rp) Konsumsi PanganTunai (Rp) Konsumsi NonPangan (Rp) Investasi Pendidikan (Rp ) Investasi Kesehatan (Rp) Investasi ProduksiPertanian(Rp) Tabungan (Rp) Kredit Pertanian (Rp ) Tenaga Kerja Kedelai (HOK) TK Dalam Keluarga (HOK) TK Luar Keluarga (HOK) Tenaga Kerja Total (HOK) Curah KerjaTotal (HOK) Biaya Sarana Produksi (Rp) BiayaTenaga Kerja (Rp) Biaya Usahatani Kedelai (Rp) Penerimaan Ut. Kedelai (Rp ) PendapatanUt.KedelaiTotal(Rp) Pendapatan RT.Total (Rp) Pendaptan Disposable (Rp) Konsumsi RT.Total (Rp) Investasi Sumberdaya (Rp) Investasi RT. Total (Rp) Pengeluaran RT. Total (Rp) Kedelai Jual /Surplus Pasar (Kg) Produktivitas Kdl.Pngn (Kg/Ha)
0.79 1054.80 38.54 56.33 39.58 25.06 1.47 1.67 2.15 109.60 168.50 148.70 109.10 4870966 4979984 26020 5758605 61977 27461 1064774 5680085 586007 278.10 367.40 405.20 772.60 762.30 400467 992536 1393003 2419060 1026057 10877007 10842893 8029504 89438 1154212 9183716 1006.10 1335.19
HK25% + HG15% + UTKL10% + HSP10% Nilai Prediksi %∆ 0.65 -17.75 682.70 -35.28 25.85 -32.93 44.01 -21.86 35.23 -10.99 19.11 -23.76 0.81 -44.87 1.06 -36.83 1.63 -24.15 102.20 -6.75 156.60 -7.06 148.60 -0.07 107.60 -1.37 4477663 -8.07 5050197 1.41 25354 -2.56 5775650 0.30 178139 187.43 44548 62.22 408722 -61.61 5073819 -10.67 546267 -6.78 258.70 -6.98 358.30 -2.48 393.30 -2.94 751.60 -2.72 753.20 -1.19 282208 -29.53 955359 -3.75 1237567 -11.16 1708137 -29.39 470569 -54.14 9998429 -8.08 9964315 -8.10 8045882 0.20 222686 148.98 631408 -45.30 8677290 -5.51 634.00 -36.98 1040.30 -22.09
170
Pada Tabel 83, dampak kenaikanharga kedelai 37.5% dengan harga sarana produksi 10% adalah meningkatkan produksi kedelai 33.6%, dan pendapatan rumahtangga 16.1%, termasuk kedelai jual meningkat 35.3%.Luas areal panen kedelai naik23.7%, dan produktivitas kedelai meningkat 8.8%.
Penerimaan
usahatani kedelai naik cukup tinggi yaitu 61.3%, bahkan pendapatan usahatani kedelai meningkat tinggi sekali yaitu 128.4%. Tenaga kerja dalam dan luar keluarga meningkat 9.5% dan 10.3%. Tenaga kerja dan curah kerja total naik sedikit. Pengeluaran rumahtangga juga turun sedikit. Skenario ketujuh dengan meningkatkan harga kedelai 37.5% dan harga sarana produksi 10% akan menguntungkan petani, karena produksi kedelai dan pendapatan rumahtangga meningkat, termasuk surplus pasar atau kedelai jual juga naik. Disamping itu, luas areal panen kedelai dan produktivitas kedelai naik cukup tinggi. Penerimaan usahatani kedelai naik cukup tinggi, bahkan pendapatan usahatani kedelai meningkat diatas 100%. Jadi kenaikan harga kedelai 37.5% dengan harga sarana produksi 10%, sangat efektif dalam meningkatkan produksi kedelai, penerimaan usahatani kedelai, pendapatan usahatani kedelai, dan pendapatan rumahtangga. 7.6. Kenaikan Harga Kedelai 37.5% dengan Harga GabahKP 15%, Upah Tenaga Kerja LuarKeluarga 10%, dan Harga Sarana Produksi 10% Kombinasi kenaikan harga kedelai 37.5% dengan harga gabahKP 15%, upah tenaga kerja luar keluarga 10%, dan harga sarana produksi 10%, dilakukan untuk melihat dampak perubahan peubah endogen dalam persen ∆%). (
Pada
Tabel 84, dampak kenaikan harga kedelai 37.5% dengan harga gaba hKP, upah tenaga kerja luar keluarga, da n harga sarana prod uks i, adalah meningkatkan produksi kedelai 39.3%, da n pendapatan rumahtangga juga naik 19.1%, sedangkan kedelai jual naik cukup tinggi yaitu sebesar 41.21%. Luas areal panen kede lai meningkat 26.7%, dan produktivitas kedelai naik cukup tinggi yaitu 41.2%. Penerimaan usahatani kedelai naik cukup tinggi yaitu 67.2%, bahkan pendapatan usahatani kedelai meningkat tinggi sekali yaitu 131.3%. Tenaga kerja dalam dan luar keluarga naik 9.9% dan 9.4%. Tenaga kerja dan curah kerja total naik sedikit. Pengeluaran rumahtangga mengalami penurunan sedikit.
171
Tabel 83.Dampak Kenaikan HargaKedelai 37.5% dengan HargaSarana Produksi 10% TerhadapEkonomiRumahtanggaPetaniKedelai Kode
Persamaan/Peubah
Simulasi Dasar
LAP PRO JB JPU JPS JPK JO JZ JR TKDK TKLK TKDN TKDL PNK PNL KPT KNP IE IH IP TAB KRE TKK TKD TKL TK CK BS BTK BUK PUK PUKT PRT PD KT IS INV BRT KJ PKp
Luas Areal Panen Kedelai (Ha) Produksi Kedelai (Kg) Jumlah Benih Kedelai (Kg) Jumlah Pupuk Urea (Kg) Jumlah Pupuk Sp36/Tsp (Kg) Jumlah Pupuk Kcl/Za (Kg) Jumlah Obat/Pestisida (Lt) Jumlah ZPT/Ppc (Lt) Jumlah Rhizoplus (Sachet) TK DalamKlrg Kedelai (HOK) TK LuarKlrg Kedelai (HOK) TK DalamKlrg NonKdl (HOK) TK DalamKlrg NUt Lain (HOK) Pendapatan NonKedelai (Rp) Pendapatan NonUt.Lain (Rp) Konsumsi PanganTunai (Rp) Konsumsi NonPangan (Rp) Investasi Pendidikan (Rp ) Investasi Kesehatan (Rp) Investasi ProduksiPertanian(Rp) Tabungan (Rp) Kredit Pertanian (Rp ) Tenaga Kerja Kedelai (HOK) TK Dalam Keluarga (HOK) TK Luar Keluarga (HOK) Tenaga Kerja Total (HOK) Curah KerjaTotal (HOK) Biaya Sarana Produksi (Rp) BiayaTenaga Kerja (Rp) Biaya Usahatani Kedelai (Rp) Penerimaan Ut. Kedelai (Rp ) PendapatanUt.KedelaiTotal(Rp) Pendapatan RT.Total (Rp) Pendaptan Disposable (Rp) Konsumsi RT.Total (Rp) Investasi Sumberdaya (Rp) Investasi RT. Total (Rp) Pengeluaran RT. Total (Rp) Kedelai Jual /Surplus Pasar (Kg) Produktivitas Kdl.Pngn (Kg/Ha)
0.79 1054.80 38.54 56.33 39.58 25.06 1.47 1.67 2.15 109.60 168.50 148.70 109.10 4870966 4979984 26020 5758605 61977 27461 1064774 5680085 586007 278.10 367.40 405.20 772.60 762.30 400467 992536 1393003 2419060 1026057 10877007 10842893 8029504 89438 1154212 9183716 1006.10 1335.19
HK37.5% + HSP10% Nilai Prediksi %∆ 0.97 23.73 1409.60 33.64 47.73 23.86 66.73 18.48 47.83 20.84 32.70 30.47 1.63 10.80 1.90 13.63 2.15 -0.02 120.00 9.49 185.90 10.33 162.30 9.15 111.00 1.74 5540471 13.74 4741664 -4.79 27027 3.87 5716735 -0.73 190718 207.72 44747 62.95 716278 -32.73 6886689 21.24 642925 9.71 305.90 10.00 393.30 7.05 422.60 4.29 815.90 5.60 788.20 3.40 488759 22.05 1069335 7.74 1558094 11.85 3901534 61.28 2343440 128.39 12625576 16.08 12591461 16.13 7988640 -0.51 235464 163.27 951743 -17.54 8940383 -2.65 1360.90 35.26 1453.20 8.84
172
Tabel 84. Dampak Kenaikan Harga Kedelai 37.5% dengan HargaGabahKP 15%, Upah Tenaga Kerja LuarKeluarga 10%, dan Harga Sarana Produksi 10%, Terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai
Kode
Persamaan/Peubah
Simulasi Dasar
LAP PRO JB JPU JPS JPK JO JZ JR TKDK TKLK TKDN TKDL PNK PNL KPT KNP IE IH IP TAB KRE TKK TKD TKL TK CK BS BTK BUK PUK PUKT PRT PD KT IS INV BRT KJ PKp
Luas Areal Panen Kedelai (Ha) Produksi Kedelai (Kg) Jumlah Benih Kedelai (Kg) Jumlah Pupuk Urea (Kg) Jumlah Pupuk Sp36/Tsp (Kg) Jumlah Pupuk Kcl/Za (Kg) Jumlah Obat/Pestisida (Lt) Jumlah ZPT/Ppc (Lt) Jumlah Rhizoplus (Sachet) TK DalamKlrg Kedelai (HOK) TK LuarKlrg Kedelai (HOK) TK DalamKlrg NonKdl (HOK) TK DalamKlrg NUt Lain (HOK) Pendapatan NonKedelai (Rp) Pendapatan NonUt.Lain (Rp) Konsumsi PanganTunai (Rp) Konsumsi NonPangan (Rp) Investasi Pendidikan (Rp ) Investasi Kesehatan (Rp) Investasi ProduksiPertanian(Rp) Tabungan (Rp) Kredit Pertanian (Rp ) Tenaga Kerja Kedelai (HOK) TK Dalam Keluarga (HOK) TK Luar Keluarga (HOK) Tenaga Kerja Total (HOK) Curah KerjaTotal (HOK) Biaya Sarana Produksi (Rp) BiayaTenaga Kerja (Rp) Biaya Usahatani Kedelai (Rp) Penerimaan Ut. Kedelai (Rp ) PendapatanUt.KedelaiTotal(Rp) Pendapatan RT.Total (Rp) Pendaptan Disposable (Rp) Konsumsi RT.Total (Rp) Investasi Sumberdaya (Rp) Investasi RT. Total (Rp) Pengeluaran RT. Total (Rp) Kedelai Jual /Surplus Pasar (Kg) Produktivitas Kdl.Pngn (Kg/Ha)
0.79 1054.80 38.54 56.33 39.58 25.06 1.47 1.67 2.15 109.60 168.50 148.70 109.10 4870966 4979984 26020 5758605 61977 27461 1064774 5680085 586007 278.10 367.40 405.20 772.60 762.30 400467 992536 1393003 2419060 1026057 10877007 10842893 8029504 89438 1154212 9183716 1006.10 1335.19
HK37.5% + HG15% + UTKL10% + HSP10% Nilai Prediksi %∆ 1.00 26.66 1469.50 39.32 49.37 28.13 68.86 22.25 48.46 22.43 33.99 35.63 1.69 15.36 1.99 19.07 2.19 1.97 120.40 9.85 184.30 9.38 163.70 10.09 111.40 2.11 5780894 18.68 4797669 -3.66 27539 5.84 5717021 -0.72 233328 276.47 53818 95.98 558540 -47.54 7111922 25.21 676152 15.38 304.70 9.56 395.50 7.65 421.00 3.90 816.50 5.68 790.40 3.69 506267 26.42 1163847 17.26 1670114 19.89 4043526 67.15 2373412 131.31 12951974 19.08 12917860 19.14 7989439 -0.50 287146 221.06 845685 -26.73 8835124 -3.80 1420.70 41.21 1469.50 10.06
173
Skenario kedelapan dengan meningkatkan harga kedelai 37.5%, harga gabahKP 15%, upah tenaga kerja luar keluarga 10%, dan harga sarana produksi 10% , aka n sangat menguntungkan petani, karena produksi kedelai dan pendapatan rumahtangga, termasuk surplus pasar atau kedelai jual akan meningkat. Disamping itu, luas areal panen kedelai dan produktivitas kedelai juga meningkat cukup tinggi. Penerimaan usahatani kedelai naik cukup tinggi, bahkan pendapatan usahatani kedelai meningkat diatas 100%.
Jadi kenaikan harga
kedelai 37.5% dengan harga gaba hKP, upa h tenaga kerja luar ke luarga, dan harga sarana produksi,sangat efektif dalam meningkatkan produksi kedelai, penerimaan usahatani kedelai, pendapatan usahatani kedelai, dan pendapatan rumahtangga. 7.7. Rekapitulasi Dampak Kenaikan Harga-harga Terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai Secara keseluruhan maka dapat dibuat rekapitulasi dampak kenaikan hargaharga terhadap ekonomi rumahtangga petani kedelai di Indonesia, seperti disajikan pada Tabel 85, yaitu de ngan menggunakan skenario kenaikan harga output (kedelai) sebesar 25% dan 37.5%, harga komoditas substitusi/komplemen (gabahKP) sebesar 15%, serta harga input (upah dan sarana produksi) sebesar 10%. Pada Tabel 85, skenario-nya adalah kenaikan:harga kedelai 25% (S1) dan 37.5% (S2);harga kedelai 25% dengan harga gaba hKP 15% (S3); harga kedelai 25% denga n harga gaba hKP 15% dan upah tenaga kerja luar keluarga 10% (S4); harga kedelai 25% dengan harga sarana produksi 10% (S5); harga kedelai 25% dengan harga gaba hKP 15% , upah tenaga kerja luar ke luarga 10% , da n harga sarana produksi 10% (S6);harga kedelai 37.5% dengan harga gabahKP 15% (S7); dan
harga kedelai 37.5% de ngan harga gaba hKP 15% , upa h tenaga ke rja luar
keluarga 10%, dan harga sarana produksi 10% (S8).
174
Tabel 85. Rekapitulasi Dampak Kenaikan Harga-harga Terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai Kode ActualM BaseM PredictM (Persen) S1
S2
HK25
HK37.5 Hk25Hg15 Hk25Hg15 Hk25Hsp10 Hk25Hg15 Hk37.5 Hk37.5Hg15
S3
S4
S5
S6
U10
S7
S8
U10Hsp10 Hsp10
U10Hsp10
LAP
0.66
0.79
25.41
96.71
29.19
27.85
-20.47
-17.75
23.73
26.66
PRO
853.10
1054.80
32.00
155.65
38.05
36.78
-40.49
-35.28
33.64
39.32
TKDK
102.50
109.60
10.58
37.04
12.14
10.77
-7.12
-6.75
9.49
9.85
TKLK
160.80
168.50
10.39
36.62
11.75
9.26
-5.99
-7.06
10.33
9.38
TK
748.40
772.60
5.55
18.83
6.54
5.55
-2.76
-2.72
5.60
5.68
CK
745.80
762.30
3.33
10.99
4.03
3.57
-1.47
-1.19
3.40
3.69
PUK
1848492
2419060
37.40
199.02
43.55
42.08
-34.64
-29.39
61.28
67.15
PUKT
614355
1026057
75.80
394.41
87.29
76.94
-57.65
-54.14
128.39
131.31
PRT
9633834
10877007
13.86
58.81
17.69
16.59
-11.08
-8.08
16.08
19.08
BRT
8815980
9183716
-1.55
2.28
-2.67
-2.74
-4.35
-5.51
-2.65
-3.80
KJ
804.40
1006.10
33.55
163.18
39.89
38.55
-42.46
-36.98
35.26
41.21
PKp
1292.97
1335.19
5.33
30.30
6.92
6.99
-25.38
-22.09
8.84
10.06
Catatan: S1
= Harga Kedelai 25%
S2
= Harga Kedelai 37.5%
S3
= Harga Kedelai 25% dan Harga GabahKP 15%
S4
= Harga Kedelai 25%, Harga Gabah 15%, dan Upah Tenaga Kerja Luar Keluarga 10%
S5
= Harga Kedelai 25% dan Harga Sarana Produksi 10%
S6
= Harga Kedelai 25%,Harga Gabah 15%,Upah TenagaKerja LuarKeluarga 10%,dan Harga Sarana Produksi 10%
S7
= Harga Kedelai 37.5% dan Harga Sarana Produksi 10%
S8
= Harga Kedelai 37.5%,Harga Gabah 15%,Upah TenagaKerja LuarKeluarga 10%,dan Harga Sarana Produksi 10%
Skenario pertama dengan kenaikan harga kedelai 25% berdampak pada peningkatan produksi kedelai sebesar 32.0%,da n pendapatan rumahtangga meningkat13.9%, sertasurplus pasar atau kedelai jual naik33.6%.Penerimaan usahatani kedelai naik 37.5%, dan pendapatan usahatani kedelai naikcukup tinggi yaitu 75.8%.Luas areal panen kedelai meningkat sebesar 25.1%, dan produktivitas kedelai naiksedikit.Tenaga kerja dalam dan luar keluarga meningkat 10.6% dan 10.4%, sedangkan
tenaga ke rja da n curah kerja naik sedikit. Pengeluaran
rumahtangga mengalami penurunan sedikit.Jadi skenario tersebut sangat menguntungkan petani, karena produksi kedelai dan pendapatan rumahtangga meningkat.
175
Skenario kedua dengan kenaikan harga kedelai 37.5% berdampak pada peningkatan produksi kedelai sangat tinggi yaitu sebesar 155.7%,dan pendapatan rumahtangga meningkatcukup tinggi yaitu 58.8%, bahkansurplus pasar atau kedelai jual naik sangat tinggi yaitu 163.2%. Penerimaan usahatani kedelai dan pendapatan usahatani kedelai meningkat sangat tinggi, yaitu 199.0% dan 394.4%.Luas areal panen kedelai meningkat cukup tinggi yaitu sebesar96.7%, bahkan produktivitas kedelai naik sangat tinggi yaitu 163.2%. Tenaga kerja dalam dan luar keluarga meningkat 37.0% dan 36.6%, sedangkan tenaga kerja dan curah kerja naik sedikit. Pengeluaran rumahtangga mengalami peningkatan sedikit.Jadi skenario tersebut amat sangat menguntungkan petani, karena produksi kedelai dan pendapatan rumahtangga meningkat. Skenario ketiga dengan kenaikan harga kedelai 25% da n harga gaba hKP 15%, berdampak pada peningkatan produksi kedelai sebesar 38.0%,dan pendapatan rumahtangga meningkat17.7%, sertasurplus pasar atau kedelai jual naik 39.9%. Penerimaan usahatani kedelai naik 43.6%, dan pendapatan usahatani kedelai naik cukup tinggi yaitu 87.3%.Luas areal panen kedelai meningkat sebesar 29.2%, dan produktivitas kedelai naik sedikit. Tenaga kerja dalam dan luar keluarga meningkat 12.1% dan 11.8%, sedangkan tenaga kerja dan curah kerja naik sedikit. Pengeluaran rumahtangga mengalami penurunan sedikit.Jadi skenario tersebut sangat menguntungkan petani, karena produksi kedelai dan pendapatan rumahtangga meningkat. Skenario keempat dengan kenaikan harga kedelai 25%, harga gabahKP 15%, dan upah tenaga kerja luar keluarga 10%, berdampak pada peningkatan produksi kedelai sebesar 36.8%,dan pendapatan rumahtangga meningkat16.6%, sertasurplus pasar atau kedelai jual naik 38.6%. Penerimaan usahatani kedelai naik 42.1%, dan pendapatan usahatani kedelai naik cukup tinggi yaitu 76.9%.Luas areal panen kedelai meningkat sebesar 27.9%, dan produktivitas kedelai naik sedikit. Tenaga kerja dalam keluarga meningkat 10.8%, dan tenaga kerja luar keluarga naik sedikit, demikian pula tenaga kerja dan curah kerja total naik sedikit. Pengeluaran rumahtangga mengalami penurunan sedikit.Jadi skenario tersebut sangat menguntungkan petani, karena produksi kedelai dan pendapatan rumahtangga meningkat.
176
Skenario kelima dengan kenaikan harga kedelai 25% dan harga sarana produksi 10%, berdampak pada penurunan produksi kedelai sebesar 40.5%,dan pendapatan rumahtangga menurun11.1%, sertasurplus pasar atau kedelai jual turun 42.5%. Penerimaan usahatani kedelai menurun 34.6%, dan pendapatan usahatani kedelai turun cukup tinggi yaitu 57.7%.Luas areal panen kedelai menurun sebesar 20.5%, dan produktivitas kedelai turun 25.4%. Tenaga kerja dalam dan luar keluarga menurun sedikit, demikian pula tenaga kerja dan curah kerja total turun sedikit. Pengeluaran rumahtangga mengalami penurunan sedikit.Jadi skenario tersebut sangat merugikan petani, karena produksi kedelai dan pendapatan rumahtangga menurun.Hal ini perlu mendapatkan prioritas perhatian
pemerintah
meningkatkan produksi
sebagai kedelai
pemangku dan
kepentingan,
pendapatan
dalam
rangka
rumahtangga,
menuju
swasembada pangan khususnya kedelai. Skenario keenam dengan kenaikan harga kedelai 25%,harga gabahKP 15%, upah tenaga kerja luar keluarga 10%, dan harga sarana produksi 10%, berdampak pada penurunan produksi kedelai sebesar 35.3%,d an pendapatan rumahtangga menurunsedikit, sertasurplus pasar atau kede lai jual turun 37.0%. Penerimaan usahatani kedelai menurun29.4%, dan pendapatan usahatani kedelai turun cukup tinggi yaitu 54.1%.Luas areal panen kedelai menurun sebesar 17.8%, dan produktivitas kedelai turun 22.1%. Tenaga kerja dalam dan luar keluarga menurun sedikit, demikian pula tenaga kerja dan curah kerja total turun sedikit. Pengeluaran rumahtangga mengalami penurunan sedikit.Jadi skenario tersebut sangat merugikan petani, karena produksi kedelai dan pendapatan rumahtangga menurun.Hal ini perlu mendapatkan prioritas perhatian pemerintah sebagai pemangku kepentingan, dalam rangka meningkatkan produksi kedelai dan pendapatan rumahtangga, menuju swasembada pangan khususnya kedelai. Skenario ketujuh dengan kenaikan harga kedelai 37.5% dan harga sarana produksi 10%, berdampak pada peningkatan produksi kedelai sebesar 33.6%,dan pendapatan rumahtangga meningkat16.1%, sertasurplus pasar atau kedelai jual naik 35.3%. Penerimaan usahatani kedelai meningkat cukup tinggi yaitu 61.3%, bahkan pendapatan usahatani kedelai naik sangat tinggi yaitu 128.4%. Luas areal panen kedelai meningkat sebesar 23.7%, dan produktivitas kedelai naik
177
sedikit.Tenaga kerja dalam keluarga meningkat sedikit, dan tenaga kerja luar ke luarga naik 10.3%, sedangkan tenaga kerja dan curah kerja total naik sedikit. Pengeluaran rumahtangga mengalami penurunan sedikit.Jadi skenario tersebut sangat menguntungkan petani, karena produksi kedelai dan pendapatan rumahtangga meningkat. Skenario kedelapan dengan kenaikan harga kedelai 37.5%, harga gaba hKP 15% , upah tenaga kerja luar ke luarga 10% , da n harga sarana prod uksi 10% , berdampak pada peningkatanproduksi kedelai sebesar 39.3%,dan pendapatan rumahtangga meningkat19.1%, sertasurplus pasar atau kedelai jual naik41.2%. Penerimaan usahatani kedelai meningkat cukup tinggi yaitu67.2%, bahkan pendapatan usahatani kedelai naik sangat tinggi yaitu 131.3%.Luas areal panen kedelai meningkat sebesar 26.7%, dan produktivitas kedelai naik 10.1%. Tenaga kerja dalam dan luar keluarga meningkat sedikit, demikian pula tenaga kerja dan curah kerja total naik sedikit. Pengeluaran rumahtangga mengalami penurunan sedikit.Jadi skenario tersebut sangat menguntungkan petani, karena produksi kedelai dan pendapatan rumahtangga meningkat.
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1. Kesimpulan Penelitian 1.
Model ekonomi rumahtangga yang dirumuskan dalam penelitian ini mampu menjelaskan perilaku keputusan produksi dan konsumsi rumahtangga petani kedelai di Indonesia. Keputusan penggunaan input teknologi produksi (benih, pupuk, obat/pestisida) dipengaruhi oleh harga inp ut itu sendiri, harga output, harga benih, harga pupuk (Urea, SP36 /TSP, KCL/ZA), harga pestisida (obat/pestisida, ZPT, rhizoplus), penerimaan usahatani kedelaidan pendapatan rumahtangga. Sedangkan keputusan pengeluaran konsumsi dan investasi dipengaruhi oleh harga output, harga substitusi/komplemen, pendapatan rumahtangga, jumlah anggota keluarga, da n asset total. Keputusan produksi dan konsumsi ini juga bersinergi dengan tenaga kerja, pendapatan dan pengeluaran, serta tabungan dan kredit pertanian.
2.
Jumlah obat/pestisida dipengaruhi oleh harga obat/pestisida da n harga rhizoplus. Jumlah ZPT dipengaruhi oleh harga rhizoplus. Pengeluaran investasi pendidikan dipengaruhi oleh investasi produksi pertanian dan investasi rumahtangga. Pengeluaran investasi kesehatan dipengaruhi oleh investasi produksi pertanian dan investasi rumahtangga. Tabungan dipengaruhi oleh pendapatan disposable.
3.
Jika kebijakan pemerintah dimaksudkan untuk meningkatkan produksi kedelai dan pendapatan rumahtangga petani kedelai, maka skenario kebijakan yang paling efektif adalah skenario: (a) kenaikan harga kedelai (25% dan 37.5%), (b) ke naika n harga kedelai (25%) dengan harga gaba hKP (15%), (c)kenaikan harga kedelai (25%)denganharga gabahKP (15%) dan upa h tenaga kerja luar ke luarga (10%), (d) kenaikan harga kedelai (37.5%) dengan harga sarana produksi (10%), dan (e) kenaikan harga kedelai (37.5%) dengan harga gabahKP (15%), upah tenaga kerja luar ke luarga (10%), dan harga sarana produksi (10%).
180
4.
Jika pemerintah tepat dalam memilih kebijakan, maka target dan sasaran kebijakan akan sesuai dengan hasil penelitian ini, yaitu produksi kedelai sekaligus pendapatan rumahtangga meningkat. Skenario-nya adalah: (a) kenaika n harga kedelai (25% dan 37.5%); (b) ke naika n harga kedelai dengan gabahKP; (c) kenaikan harga kedelai dengan gaba hKPdan upah tenaga kerja luar keluarga; (d) kenaikan harga kedelai (37.5%) de ngan harga sarana produksi;dan (e) kenaikan harga kedelai (37.5%) dengan harga gabahKP, upah tenaga kerja luar keluarga, dan harga sarana produksi. Ternyata dampaknyapos itif terhadap produksi dan pendapatan rumahtangga. Sedangkan skenario: (a) kenaikan harga kedelai dengan harga sarana produksi, dan (b) kenaikan harga kedelai dengan harga gabahKP, upah tenaga kerja luar ke luarga, da n harga sarana prod uksi, berdampak negatif terhadap produksi dan pendapatan rumahtangga.
5.
Pemerintah ingin mencapai swasembada kedelai pada tahun 2015 melalui peningkatan produksi kedelai sekaligus pendapatan rumahtangga petani kedelai, maka berdasarkan hasil penelitian ini, skenario kebijakan-nya adalah kenaikan: (a) harga kedelai (25%): 32.0%dan 13.9%; (b) harga kedelai (37.5%): 155.7%dan58.8%; (c) harga kedelai dengan harga gaba hKP: 38.1%dan 17.7%; (d) harga kedelai dengan harga gaba hKP danupa h tena ga kerja luar ke luarga: 36.8%da n 16.6%; (e) harga kedelai (37.5%)dengan harga sarana produksi:33.6%dan16.1%;da n (f) harga kedelai (37.5%) dengan harga gaba hKP, upa h tenaga kerja luar ke luarga,danharga sarana produksi: 39.3%dan 19.1%. Skenario kebijakan tersebut dapat dipertimbangkan untuk diterapkan karena mampu meningkatkan produksi kedelai, penerimaan usahatani kedelai,pendapatan usahatani kedelai, dan pendapatan rumahtangga petani kedelai.Disamping itu, luas areal panen kedelai meningkat, termasuk juga produktivitas kedelai.
181
8.2. Saran Penelitian 8.2.1. Saran Kebijakan 1.
Dari hasil penelitian, maka peningka tan harga inp ut teknologi produksi berdampak negatif lebih besar daripada peningkatan harga output. Denga n demikian perlu adanya kebijakan distribusi atau delivery input produksi yang mampu mencapai petani, tidak hanya tepat waktu tetapi juga dengan harga sesuai ketentuan pemerintah.
2.
Dari hasil penelitian, perlu rekomendasi kebijakan pangan secara simultan untuk usahatani kedelai, yang terkait dengan perluasan areal panen, peningkatan produksi melalui penggunaan input teknologi produksi dan inovasi teknologi baru, ketenaga-kerjaan, penerimaan dan pendapatan usahatani kedelaiserta pendapatan rumahtangga, pengeluaran konsumsi dan investasi, serta tabungan dan kredit pertanian. Penerapan input teknologi produksi dan inovasi teknologi baru, dicerminkan melalui perubahan harga benih kedelai, harga pupukseperti urea, Sp36/Tsp, danKcl/Za, serta harga pestisida seperti obat-obatan,zat perangsang tumbuh, dan rhizoplus.
3.
Dari hasil penelitian, menunjukkan bahwa dampak kebijakan kenaikan harga terhadap tenaga kerja, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga, perlu adanya studi lanjutan tentang ekonomi rumahtangga petani padasecondary crops lainnya yang luas garapannya diatas 0.5 ha, yang mengacu pada penelitian daerah sentra produksi pangan, dengan wawancara langsung ke petani pemilik dan penggarap, a gar diperoleh data cross-section yang akurat, dengan dilengkapi data time-series daerah penelitian.
4.
Implikasi kebijakan ini akan berdampak pada peningkatan gairah petani dalam menanam kedelai dan mengolah hasilnya,guna menunjang kebijakan diversifikasi pangan dalam rangka mewujudkan ketahanan dan keamanan pangan serta
mengurangi ketergantungan impor, sehingga tercapai
swasembada kedelai.
182
8.2.2. Saran Penelitian Lanjutan 1.
Model ekonomi rumahtangga petani kedelai yang lengkap, dapat memasukkan peubah dari diversifikasi produk olahan kedelai melalui proks i harga-harga: tempe, tahu, oncom, kecap kedelai, minyak goreng kedelai, dan bungkil kedelai.
2.
Studi multi- lokasi spesifik agro-ekos istem tanamansecondary-crops, dapat dilakukan melaluidisagregasi pada lahan sawah beririgasi teknis, setengah teknis, dan lahan kering atau tadah hujan, termasuk pemanfaatan lahan tegalan/pekarangan.
3.
Penggunaan
da ta
cross-section
dapat
dikelompokkan
berdasarkan
rumahtangga petani pemilik dan penggarap, yangdilengkapi penggunaan data time-series dari daerah sentraproduksi,untuk mempertajam analisis.
DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto, T. dan Suyamto. 1997. Penelitian Pengembangan Teknologi Produksi Kedelai. Balitkabi. Departemen Pertanian. Malang. Adnyana, M.O. dan K. Kariyasa. 1997. Pengalaman Penelitian Pengembangan Kedelai di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Lampung. Puslit-Sosek Pertanian Bogor. Amang, B., M.H. Sawit dan A. Rachman. 1996. Eko nomi Kede lai di Indo nesia. Institut Pertanian Bogor Press, Bogor. Ambarsari, D.N. 2005. Analisis Ekonomi Rumahtangga Petani Pekebun Kakao di Kabupaten Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. Tesis Magister Sains. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ananto, E.E. 1990. Simulasi Model untuk Mengevaluasi Penerapan Teknologi Mekanis pada Sistem Produksi Padi Sawah: Kasus di Kabupaten Krawang. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Anderson, G.K. 1994. Analisis Dampak Kebijakan Ekonomi Terhadap Industri Komoditi Kedelai di Indonesia. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Andriati. 2003. Perilaku Rumahtangga Petani Padi Dalam Kegiatan Ekonomi di Jawa Barat. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Anwar, K. 2005. Analisis Respon Produksi dan Konsumsi Pangan Rumahtangga Petani: Simulasi Perubahan Kebijakan Harga. Tesis Magister Sains. Sekolah Pascasarjana, I nstitut Pertanian Bogor, Bogor. Ariyanto, A. 2004. Alokasi Waktu dan Ekonomi Rumahtangga Pekerja pada Sektor Industri Formal Berdasarkan Gender. Tesis Magister Sains. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Arsyad, D.M. dan M. Syam. 1998. Kedelai: Sumber Pertumbuhan Produksi dan Teknik Budidaya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Departemen Pertanian, Bogor. Aryani, F. 1994. Analisis Curahan Kerja da n Kontribusi Penerimaan Keluarga Nelayan dalam Kegiatan Ekonomi di Desa Pantai. Tesis Magister Sains. Progr am Pascasarjana, I nstitut Pertanian Bogor, Bogor. Asmarantaka, R.W. 2006. Analisis Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani di Tiga Desa Pangan dan Perkebunan di Provinsi Lampung. Disertasi Doktor. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Austin, J.E. 1981. Agro- industrial Project Analysis.The John Hopkins University Press, Baltimore.
184
Bagi, F.S. and I.J. Singh. 1974. A Microeconomic Model of Farm Decisions in an LDC: A Simultaneous Equation Approach. Department of Agricultural Economics and Rural Sociology. The Ohio State University, Paper No 207, Columbus. Bakir, L.H. 2007. Kinerja Perusahaan Inti Rakyat Kelapa Sawit di Sumatera Selatan: Analisis Kemitraan dan Ekonomi Rumahtangga Petani. Disertasi Doktor. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Balitbangtan. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis: Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta. Balitkabi. 2007. Panduan Umum Pengelolaan Tanaman Terpadu Kedelai. Balai Penelitian Kacang-kacangan da n Umbi-umbian. Departemen Pertanian, Malang. Barker, R. and Y. Hayami. 1978. Economic Consequences of the New Rice Technology. The International Rice Research Institute, Los Banos. Barnum, H.W. and L. Squire. 1978. An Econometric Application of the Theory of the Farm Household. Journal of Development Economics. 6 (1): 79-102. Barry, P.J. 1994. Financial Management of Family Farms: Modeling and Empirical Research. In: Caillavet, F., H. Guyomard and R. Lifran. Agricultural Household Modelling and Family Economics. Elsevier Science BV, Amsterdam. Barthez, A. 1994. Family Business Relationships in Agriculture: The Double Game. In: Caillavet, F, H. Guyomard and R. Lifran.Agricultural Household Modelling and Family Economics. Elsevier Science BV, Amsterdam. Basit. A. 1995. Analisis Ekonomi Penerapan Teknologi Usahatani Konservasi pada Lahan Kering Berlereng di Wilayah Hulu DAS Jratunseluna, Jawa Tengah. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Bulog. 1997. Pasar dan Perdagangan Komoditas Kedelai. Bada n Urusan Logistik, Jakarta. Becker, G.S. 1979. The Economic Approach to Human Behavior. The University of Chicago Press, Chicago. Becker, G.S. 1965. A Theory of the Allocation of Time. The Economic Journal. 75 (2): 493-517. Becker, H. 1994. A Linear Programming Approach to the Subjective Equilibrium Theor y of the Farm Household within Traditional Agricultural Soc ieties in Mali. In: Caillavet, F., H. Guyomard and R. Lifran. Agricultural Household Mode lling a nd Family Economics. Elsevier Science BV, Amsterdam.
185
Benjamin, C. and H. Guyomard. 1994. Off-Farm Work Decisions of French Agricultural Households. In: Caillavet, F., H. Guyomard and R. Lifran. Agricultural Household Modelling and Family Economics. Elsevier Science BV, Amsterdam. Bourguignon, F. and P.A. Chiappori. 1994. Collective Models of Household Behavior. In: Caillavet, F., H. Guyomard and R. Lifran. Agricultural Household Mode lling and Family Economics.Elsevier Science BV, Amsterdam. Badan Pusat Statistik. 2003. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Bada n Pusat Statistik. 1990. Survei Pertanian: Produksi Tanaman Padi dan Palawija di Jawa. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 1989. Struktur Ongkos Usahatani Padi dan Palawija. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 1989. Indikator Pertanian. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 1984. Model Ekonomi Demografi: Proyeksi Keadaan Perekonomian da n Ketenaga-kerjaan di Indonesia, Menjelang Masa Lepas Landas, 1983-1995. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Braverman, A. and J.S. Hammer. 1986. Multimarket Analysis of Agricultural Pricing Policies in Senegal. In: Singh, I., L. Squire and J. Strauss. Agricultural Household Mode ls: Extensions, App lications, and Policy. The John Hopkins University Press, Baltimore. Brossollet, C. 1994. Household’s Rationality and Labour Decisions: A Strategic Rationality Approach. In: Caillavet, F., H. Guyomard and R. Lifran. Agricultural Household Mode lling a nd Family Economics. Elsevier Science BV, Amsterdam. Bryant, WK. 1990. The Economic Organization of the Household. Cambridge University Press, Cambridge. Caillavet, F., H. Guyomard and R. Lifran. 1994. Agricultural Household Mode lling a nd Family Economics. Elsevier Science BV, Amsterdam. Caillavet, F. 1994. Negotiation and Accumulation Behaviour within the Household: A Methodological Approach. In: Caillavet, F., H. Guyomard and R. Lifran. Agricultural Household Modelling and Family Economics. Elsevier Science BV, Amsterdam. Chavas, J.P, R. Petrie and M. Roth. 2005. Farm Household Production Efficiency: Evide nce from the Gambia. American Journal of Agricultural Economics. 87 (1): 160-179. Corsi, A. 1994. Imperfect Labour Markets, Preferences, and Minimum Income as Determinants of Pluriactivity Choices. In: Caillavet, F., H. Guyomard and R. Lifran. Agricultural Household Mode lling and Family Economics. Elsevier Science BV, Amsterdam.
186
Coyle, B.T. 1994. Duality Approaches to the Specification of Agriculture Household Models. In: Caillavet, F., H. Guyomard and R. Lifran. Agricultural Household Mode lling a nd Family Economics. Elsevier Science BV, Amsterdam. Dahl, D.C, and J.W. Hammond. 1977. Market and Price Analysis. McGraw-Hill Inc, New York Damardjati, D.S. 2008. Road Map: Menuju Komoditas Pangan Bernilai Tambah. Papas Sinar Sinanti, Jakarta. Damardjati, D.S., R. Saraswati, N. Sunarlim dan M. Arifin. 1997. Penggunaan Pupuk dan Pestisida Hayati untuk Intensifikasi Kedelai. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, Departemen Pertanian, Bogor. Daris, E. 1993. Analisis Penawaran dan Permintaan Kedele di Indonesia. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Departemen Pertanian. 2007. Statistik Pertanian. Pusat Data dan Informasi Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta. Departemen Pertanian. 2005. Statistik Pertanian. Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.
Pusat Data dan Informasi
Departemen Pertanian. 2004. Statistik Pertanian. Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.
Pusat Data dan Informasi
Ditjen Tanaman Pangan. 1998. Gerakan Peningkatan Produksi dan Kemitraan Kedelai. dan Program Intensifikasi Kedelai IP-300. Ditjen Tanaman Pangan dan Hortikultura, Departemen Pertanian, Jakarta. Edmiades, S, M. Smale, M. Renkow and D. Phaneuf.2004. Variety Demand within the Framework of An Agricultural Household Mode l with Attributes: the Case of Bananas in Uganda. Environment and Production Technology Division. International Food Policy Research Institute, Washington. Elad, R.L., J.E. Houston, A. Keeler and D. Baker. 1998. Labor Productivity within the African Agricultural Household: The Household Prod uction Model Revisited. Department of Agricultural and Applied Economics. The University of Georgia, Athens. Elistiawaty. 2005. Ekonomi Rumahtangga Pengusaha Industri Kecil Tenun Sutera di Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, InstitutPertanian Bogor, Bogor. Ellis, F. 1988. Peasant Economics: Farm Household and Agrarian Development. Cambridge University Press, Cambr idge. Elly, F.H. 2008. Pengaruh Biaya Transaksi terhadap Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Peternak Sapi di Sulawesi Utara. Disertasi Doktor. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. ESCAP–CGPRT. 1985. The Soybean Commod ity System in Indo nesia. Bogor Research Institute for Food Crops. No. 03. Bogor.
187
Evenson, R.E. 1978. On the New Household Economics. Journal of Agricultural Economics and Development. 17 (1): 87-107. Fariyanti, A. 2007. Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran dalam Menghadapi Resiko Produksi dan Harga Produk di Kecamatan Pengalengan Kabupaten Bandung. Disertasi Doktor. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fen, S., E.J. Wailes and G.L. Cramer. 1995. Household Demand in Rural China: a Complete Demand System of Chinese Rural Households is Estimated Using a Two-Stage LES-AIDS. American Journal of Agricultural Economics. 77 (1): 54-62. Gronau, R. 1980. Leisure, Home Production and Work: The Theory of the Allocation of Time Revisited. In: Binswanger, HP., RE. Evenson, CA. Florencio and BNF. White. Rural Household Studies in Asia. Singapore University Press, Singapore. Haddad, L., R. Kanbur and H. Bouis.1994. Intra-Household Inequility and Average Household Well- Being: Evidence on Calorie Intakes and Energy Expenditures from the Philippines. In: Caillavet, F., H. Guyomard and R. Lifran. Agricultural Household Modelling and Family Economics. Elsevier Science BV., Amsterdam. Hallam, D. 1990. Econometric Modelling of Agricultural Commodity Markets. Routledge 11. New Fetter Lane, London. Hardaker, J.B., T.G. McAulay, M. Soedjono and C.K.G. Darkey. 1985. A Model of Paddy Farming Household in Central Java. Bulletin of Indonesian Economic Studies. 21 (3): 30-50. Jakarta Harianto, 1994. An Empirical Analysis of Food Demand in Indonesia: A Cross Sectional Study. Ph.D. Dissertation. La Trobe University. Bundoora, Victor ia. Haryono, D. 1991. Keunggulan Komparatif dan Dampak Kebijaksanaan pada Produksi Kedelai. Jagung. dan Ubikayu di Propinsi Lampung. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Henderson, J.M, and R.E. Quandt. 1980. Microeconomic Theory: A Mathematical Approach. McGraw-Hill Book Company, Singapore Hendratno, S. 2006. Kompromi Kooperatif dan Alokasi Sumberdaya Intra Rumahtangga Petani Karet di Sumatera Selatan. Disertasi Doktor. Sekolah Pascasarjana, I nstitut Pertanian Bogor, Bogor. Hill, B. 1994. The Concept of the Agricultural Household and the Measurement of Household Income: Application in the Common Agricultural Policy. In: Caillavet, F., H. Guyomard and R. Lifran. Agricultural Household Mode lling a nd Family Economics. Elsevier Science BV., Amsterdam. Hirshleifer, J. 1988. Price Theory and Applications. Englewood Cliffs. Prentice-Hall Inc., New Jersey.
188
Hopkins, J., C. Levin, and L. Haddad. 1994. Women Income and Household Expe nditure Patterns: Gender of Flow ? Evidence from Niger. American Journal of Agricultural Economics. 76 (5): 1219-1225. Intriligator, M.D. 1980. Econometric Models: Techniques. and Application. Prentice-Hall of India Private Limited, New Delhi. Iqbal, F. 1986. The Demand and Supply of Funds among Agricultural Households in India. In: Singh, I., L. Squire and J. Strauss. Agricultural Household Models: Extensions, Applications, and Policy. The John Hopkins University Press, Baltimore. Jatileksono, T. 1986. Equity Implication of Technology Changes and Government Policy in the Indonesian Rice Economy. Ph.D. Dissertation. University of Philippines, Los Banos. Just, R.E., D.L. Hueth and A. Schmitz. 1982. Applied Welfare Economics and Public Policy. Prentice-Hall Inc., Englewood Cliffs, New Jersey. Kasryno, F., A. Suryana, A. Djauhari, P. Simatupang, B. Hutabarat dan C.A. Rasahan. 1988. Perubahan Ekonomi Pedesaan, Menuju Struktur Ekonomi Berimbang. Prosiding Patanas. Pusat Penelitian Agro-Ekonomi, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor. Koutsoyiannis, A. 1982. Modern Microeconomics. The Macmillan Press Ltd., Londo n. Koutsoyiannis, A. 1978. Theory of Econometrics. Harper and Row Publisher Inc., NewYork. Kuntjoro. 1983. Identifikasi Faktor- faktor yang Mempengaruhi Pembayaran Kembali Kredit Bimas Padi: Studi Kasus di Kabupaten Subang, Jawa Barat. Disertasi Doktor. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kuntjoro, S.U. 1997. Strategi Pengembangan Kedelai Menuju Swasembada. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kuntjoro, S.U., N. Kusnadi dan Sayogyo. 1989. Demand for Corn, Cassava and Soybean in Human Consumption: A Case Study of Java. Indo nesia. CGPRT-Centre, Bogor. Kusnadi, N. 2005. Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani dalam Pasar Persaingan Tidak Sempurna di Beberapa Provinsi di Indonesia. Disertasi Doktor. Seko lah Pascasarjana, I nstitut Pertanian Bogor, Bogor. Labys, W.C. 1975. Quantitative Models of Commodity Markets. Ballinger Publishing Company, Cambridge. Lambert, S. and T. Magnac. 1994. Measurement of Implicit Prices of Family Labo ur in Agriculture: An Application to Cote D’Ivoire. In: Caillavet, F., H. Guyomard and R. Lifran. Agricultural Household Modelling and Family Economics. Elsevier Science BV., Amsterdam.
189
Lifran, R. 1994. Credit Constraints in a Life-Cycle Model with Self- Employment : Empirical Evidence for France. In: Caillavet, F., H. Guyomard and R. Lifran. Agricultural Household Mode lling and Family Economics. Elsevier Science BV., Amsterdam. Lim, E. 1997. PolaKemitraanMenujuSwasembadaKedelai. Jakarta: Manunggal.
Argo
Lluch, C., A.A. Powell and R.A. Williams. 1977. Patterns in Household Demand and Saving. Oxford University Press, Oxford. Lopez, R.E. 1986. Structural Models of the Farm Household that Allow for Interdependent Utility and Profit-Maximization Decisions. In: Singh, I., L. Squire and J. Strauss. Agricultural Household Models: Extensions, Applications, and Policy. The John Hopk ins University Press, Baltimore. Mangkuprawira. S. 1985. Alokasi Waktu dan Kontribusi Kerja Anggota Keluarga dalam Kegiatan Ekonomi Rumahtangga: Studi Kasus di Dua Tipe Desa di Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Manwan, I., Sumarno, A.S. Karama dan A.M. Faqi. 1990. Teknologi Peningkatan Produksi Kedelai di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor. Minot, N., and F. Goletti. 1998. Export, Liberalization Household Welfare: the Case of Rice in Vietnam. American Journal of Agricultural Economics. 80 (4): 738-749. Muhammad. S. 2002. Ekonomi Rumahtangga Nelayan dan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan di Jawa Timur: Suatu Analisis Simulasi Kebijakan. Disertasi Doktor. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Muller, C. 1994. The Role of Production Decisions in Modelling the Consumption Patterns of Rural Households.In: Caillavet, F., H. Guyomard and R. Lifran. Agricultural Household Modelling and Family Economics. Elsevier Science BV., Amsterdam. Mulyana, A. 1998. Keragaan Penawaran dan Permintaan Beras Indonesia dan Prospek Swasembada Menuju Era Perdagangan Bebas: Suatu Analisis Simulasi. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nakajima, C. 1986. Subjective Equilibrium Theory of the Farm Household. Elsevier Science Publisher BV., Amsterdam. Negoro, N.B. 2003. Ekonomi Rumahtangga Pengusaha dan Pekerja Industri Kecil Gerabah di Sentra Industri Gerabah Kasongan Kabupaten Bantul. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nugraha, U.S., Y.R. Hidayat dan S. Kartaatmadja. 1997. Sistem Perbenihan Kedelai Bebas Virus. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta.
190
Pakasi, C.B.D. 1998. Ekonomi Rumahtangga dan Pengembangan Industri Kecil Alko hol Nira Aren di Kabupa ten Minahasa. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, I nstitut Pertanian Bogor, Bogor. Phimister, E. 1995. Farm Consumption Behavior in the Presence of Uncertainty and Restrictions on Credit. American Journal of Agricultural Economics. 77 (4): 952-959. Phimister, E. 1994. The Impact of Inter-Generational Farm Asset Transfer Mechanisms: An Application of a Life-Cycle Model with Borrowing Constraints and Adjustment Costs. In: Caillavet, F., H. Guyomard and R. Lifran. Agricultural Household Modelling and Family Economics. Elsevier Science BV., Amsterdam. Pindyck, R.S. and D.L. Rubinfeld. 1991. Econometric Models and Economic Forecast. McGraw-Hill Book Company, Singapore. Pitt, M.M. and M.R. Rosenzwig. 1986. Agricultural Prices. Food Consumption. and the Health and Productivity of Indonesian Farmers. In: Singh, I., L. Squire and J. Strauss. Agr icultural Household Mode ls: Extensions, App lications, a nd Policy. The John Hopk ins University Press, Baltimore. Pradhan, J. and J.J. Quilkey. 1985. Some Policy Implications from Mode lling Household / Farm Decisions for Rice Farmers in Orissa, India. Australian Agricultural Economics Society. UNE-Armidale, N SW. Puslitbangtan. 1994. Kinerja Penelitian Tanaman Pangan. Pusat Penelitian Tanaman Pangan, Bogor. Rachmina, D. 1994. Analisis Permintaan Kredit pada Industri Kecil: Kasus Jawa Barat dan Jawa Timur. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Reniati. 1998. Faktor- faktor yang Mempengaruhi dan Keterkaitan Keputusan Kerja, Produksi, dan Pengeluaran Rumahtangga Nelayan. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, InstitutPertanian Bogor, Bogor. Roe, T. and T.G. Tomasi.1986. Yield Risk in a Dynamic Model of the Agricultural Household. In: Singh, I., L. Squire and J. Strauss. Agricultural Household Models: Extensions. Applications. and Policy. The John Hopk ins University Press, Baltimore. Rosegrant, M.W., F. Kasrino, L.A. Gonzales, C.A. Rasahan and Y. Saefudin. 1987. Price and Investment Policies in the Indonesian Food Crop Sector. International Food Policy Research Institute. Centre for Agro Economic Research, Bogor. Sadjad, S. 1997. Pendekatan Sistem dalam Pengadaan Benih Kedelai. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sadoulet, E. and A. De Janvry. 1995. Household Models in Quantitative Development Policy Analysis. John Hopk ins University Press, Baltimore.
191
Saha, A., and J. Stroud. 1994. A Household Model of On-Farm Storage under Price Risk. American Journal of Agricultural Economics. 76 (3): 552-534. Salman, M. 1993. Analisis Ekonomi Komoditas Kapas Indonesia: Pendekatan Simulasi Kebijakan dengan Mode l Ekonometrika. Tesis Magister Sains. Progr am Pascasarjana, I nstitut Pertanian Bogor, Bogor. SAS/ETS Software: Application Guide 2. 1993. Econometric Modelling, Simulation and Forecasting. SAS Institute Inc., Cary-NC. Saragih, B. 2001.Agribisnis. Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian. Pustaka Wirausaha Muda, PT. Loji Grafika Griya Sarana, Bogor. Sawit, M.H. 1993. A Farm Household Mode l for Rural Household of West Java, Indo nesia.P h.D. Dissertation. The University of Wollongong. WollongongNSW. Sawit, M.H. and D.T. O’Brien. 1991. Applying Agricultural Household Theory to the Analysis of Income and Employment: A Preliminary Study for Rural Java. The University of Wollongong, Wollongong-NSW. Schultz, T.P. 1999. Women’s Role in the Agricultural Household: Bargaining and Human Capital. Paper No 803. Economic Growth Center, The Yale University, New Heaven. Sheng, D.D., J.S. Shonkwiler, and O.O. Capps. 1998. Estimation of Demand Function Using Cross-Section Household Data: the Problem Revisited. American Journal of Agricultural Economics. 80 (3): 466-473. Sicular, T. 1986. Using a Farm-Household Model to Analyze Labor Allocation on a Chinese Collective Farm. In: Singh, I., L. Squire and J. Strauss. Agricultural Household Mode ls: Extensions, App lications, and Policy. The John Hopkins University Press, Baltimore. Silberberg, E. 1978. The Structure of Economics: A Mathematical Analysis. New York: McGraw-Hill Book Company. Simatupang, P. 1995. IndustrialisasiPertanian Sebagai Strategi Agribisnis dan Pembangunan Pertanian dalam Era Globa lisasi. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. Sinaga, B.M. 1989. Econometric Model of the Indonesian Hardwood Products Industry: A Policy Simulation Analysis. Ph.D. Dissertation. University of the Philippines, Los Banos. Singh, I., L. Squire and J. Strauss. 1986. Agricultural Household Models: Extensions, Applications, and Policy. The John Hopkins University Press, Baltimore. Singh, I., L. Squire and J. Strauss. 1986. The Basic Model: Theory. Empirical Results. and Policy Conclusions. In: Singh, I., L. Squire and J. Strauss. Agricultural Household Models Extensions Applications and Policy. The John Hopkins University Press, Baltimore.
192
Singh, I., and J. Subramanian. 1986. Agricultural Household Modeling in a Multicorp Environment: Case Studies in Korea and Nigeria. In: Singh, I., L. Squire and J. Strauss. Agricultural Household Mode ls : Extensions, App lications, a nd Policy. The John Hopk ins University Press, Baltimore. Sitepu, R.K.K., dan B.M. Sinaga. 2006. Aplikasi Model Ekonometrika: Estimasi, Simulasi dan Peramalan Menggunakan Program SAS. Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Skoufias, E. 1994. Seasonal Labor Utilition in Agriculture: Theory and Evidence from Agrarian Households in India. American Journal of Agricultural Economics. 75 (1): 20-32. Smith, V.E. and J. Strauss. 1986. Simulating the Rural Economy in a Subsistence Environment: Sierra-Leone. In: Singh, I., L. Squire and J. Strauss. Agricultural Household Mode ls: Extensions, App lications, and Policy, The John Hopkins University Press, Baltimore. Somaatmadja, S., M. Ismunadji, Sumarno, M., Syam, S.O., Manurung dan Yuswadi. 1985. Kedelai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Sonoda, T, and Y. Maruyama. 1999. Effects of the Internal Wage on Output Supply: A Structural Estimation for Japanese Rice Farmers. American Journal of Agricultural Economics. 81 (1): 131-143. Strauss, J. 1986. The Theory and Comparative Statics of Agricultural Household Models: A General Approach. In: Singh, I., L. Squire and J. Strauss. Agricultural Household Mode ls: Extensions, App lications, and Policy. The John Hopkins University Press, Baltimore. Strauss, J. 1986. Estimating the Determinants of Food Consumption and Caloric Availability in Rural Sierra-Leone. In: Singh, I., L. Squire and J. Strauss. Agricultural Household Mode ls : Extensions, App lications, and Policy. The John Hopkins University Press, Baltimore. Strauss, J. 1984. Marketed Surpluses of Agricultural Households in Sierra-Leone. American Journal of Agricultural Economics. 80 (2): 321-331. Sumarno, Suyamto, A. Widjono, Hermanto dan H. Kasim. 2007. Kedelai: Teknik Produksi, dan Pengembangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta. Sumarno, F. Dauphin, A. Rachim, N. Sunarlim, B. Santoso, Harnoto dan H. Kuntyastuti. 1989. Analisis Kesenjangan Hasil Kedelai di Jawa. Pusat Palawija, Bogor. Suryana, A., A. Pakpahan, dan A. Djauhari. 1990. Diversifikasi Pertanian. Pustaka Sinar Harapa n, Jakarta. Susetyanto. 1994. Analisis Dampak Alternatif Kebijakan terhadap Produksi, Pendapatan, dan Konsumsi Rumahtangga Petani Kedelai di Kabupaten Subang, Jawa Barat. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
193
Syam, M, Hermanto, A. Musaddat dan Sunihardi. 1997. Kinerja Penelitian Tanaman Pangan. Buku 1-6. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Tabor, S.R. 1988. Supply of and Demand for Food Crops in Indonesia. Department of Agriculture, Jakarta. Taylor, J.E. and I. Adelman. 2002. Agricultural Household Models: Genesis, Evolution, and Extensions. Review of Economics of the Household. University of California. Davis, California. Teklu, T. and S.R. Johnson. 1986. A Review of Consumer Demand Theory and Food Demand Studies on Indonesia. Food and Agricultural Policy Research Institute, Bogor. Tomek, W.G. and K.L. Robinson. 1990. Agricultural Product Prices. Cornell University Press, Ithaca. Tsakok, I. 1990. Agricultural Price Policy.Cornell University Press. Ithaca–New York. Vakis, R., E. Sadoulet, A., De Janvry and C. Cafiero. 2004. Testing for Separability in Household Models with Heterogeneous Behavior: A Mixture Model Approach. Department of Agriculture and Research Economics.University of California, Berkeley. Varian, H.R. 1984.Micro-Economic Analysis.WW. Norton & Company, New York. Yotopoulos, P.A. and L.J. Lau. 1974. On Mode lling the Agricultural Sector in Developing Economies: An Integrated Approach of Micro and Macroeconomics. Journal of Development Economics. 1 (1): 105-127. Yoo, K. and J. Giles. 2002. Precautionary Behavior and Household Consumption and Savings Decisions: An Empirical Analysis Using Household Panel Data from Rural China. The Michigan State University, Michigan. Zellner, A. and H. Theil. 1962. Three Stage Least Squares: Simultaneous Estimation of Simultaneous Equations. Econometrics. 30 (1): 54-78.
LAMPIRAN 1. Program Estimasi Model EkonomiRumahtangga PetaniKedelaiMetode 2SLS /*Program SAS913 13022012 UjianTerbuka 31012012*/ Title01 ProSAS 13022012 UT31012012 By : RMS; Data Satu; Input NO LAT LAP PRO PKpPKt JB JPU JPS JPK JO JZ JR BS BTK BUK; Label NO = No mo rResponden LAT = Luas Areal Tanam(Ha) LAP = Luas Areal Panen(Ha) PRO = ProduksiKedelai(Kg) PKp = Prodtvts.KPnn(Kg/Ha) PKt = Prodtvts.KTnm(Kg/Ha) JB = Jmlh BenihKedelai(Kg) JPU = JmlhPupuk Urea (Kg) JPS = JmlhPp k.Sp 36/Tsp(Kg) JPK = JmlhPp k.Kcl/Za (Kg) JO = JmlhObat/Pestsd(Lt) JZ = Ju mlah ZPT/ Ppc (Lt) JR = Jmlh Rhizo+ (Sachet) BS = BiayaSaranaProd(Rp) BTK = BiayaTenagaKerja(Rp) BUK = BiayaUt.Kedelai(Rp ); Cards; Data Input Label
Dua; NO TKDK TKLK TKK TKDN TKDL TKD TKL TK CK TKLN TKLL CKL; NO = No mo rResponden TKDK = TK DlmKlrg Kdl (HOK) TKLK = TK LuarKlrgKd l(HOK) TKK = TenagaKerjaKd l(HOK) TKDN = TKDlmKlgNonKdl(HOK) TKDL = TKDlmKlgNUtLain(HOK) TKD = TKDalamKeluarga(HOK) TKL = TK LuarKeluarga(HOK) TK = TenagaKerjaTtl(HOK) CK = CurahKerjaTotal(HOK) TKLN = TKLrKlrgNonKd l(HOK) TKLL = TKLrKlgNUtLain(HOK) CKL = CurahKerjaLrKlg(HOK);
Cards; Data Input Label
Tiga; NO BB BP BO BS BTK BUK PUK PUKT PNK PNL PRT; NO = No mo rResponden BB = BiayaBenih (Rp) BP = BiayaPupuk (Rp) BO = BiayaObat/Pests(Rp) BS = BiayaSaranaProd(Rp) BTK = BiayaTenagaKerja(Rp) BUK = BiayaUt.Kedelai(Rp ) PUK = PenerimaanUt.Kd l(Rp) PUKT = PndapatnUtKdlTtl(Rp) PNK = PndapatnNonKdl (Rp)
198
PNL PRT
= PndapatnNUt Lain(Rp) = PendapatanRT.Ttl(Rp);
Cards; Data Input Label
Empat; NO PRT PD KPT KNP KT IE IH IS PBB KL; NO = No mo rResponden PRT = PendapatanRT.Ttl(Rp) PD = PndptnDisposable(Rp) KPT = KonsumsiPngTunai(Rp) KNP = KonsumsiNonPngn(Rp) KT = KonsumsiRT.Total(Rp) IE = InvestasiPdidikn(Rp) IH = InvestasiKsehatn(Rp) IS = InvestasiSmbrDy(Rp) PBB = PajakBu miBngn (Rp) KL = Konsumsi Lain (Rp );
Cards; Data Input Label
Lima; NO IS IP INV TA B KRE KT BRT PRO KK KJ; NO = No mo rResponden IS = InvestasiSmbrdy(Rp) IP = InvestasiProPert(Rp) INV = InvestasiRT.Ttl(Rp) TAB = Tabungan (Rp) KRE = KreditPertanian(Rp) KT = Konsumsi Total (Rp) BRT = Pengeluaran RTTtl(Rp) PRO = ProduksiKedelai(Kg) KK = KonsumsiKedelai(Kg) KJ = Kd lJual/Su rplusP(Kg);
Cards; Data Input Label
Enam; NO HK HG HJ HS HU HKT HKH HTpHTh HHK HTI ; NO = No mo rResponden HK = HargaKedelai(Rp/Kg) HG = HargaGabahKP(Rp/Kg) HJ = HargaJagung (Rp/Kg) HS = HargaSingkong(Rp/Kg) HU = HargaUbiJalar(Rp/Kg) HKT = HargaKacngTnh(Rp/Kg) HKH = HargaKacangHj(Rp/Kg) HTp = HargaTempe(Rp/0.5Kg) HTh = HargaTahu(Rp/0.5Kg) HHK = Hrg Rata2HslKebun(Rp) HTI = Hrg Rata2Tnk/Ikan(Rp);
Cards; Data Input Label
Tujuh; NO HB HPU HPS HPK HO HZ HR UTKL HPH JPH; NO = No mo rResponden HB = HargaBen ihKdl(Rp/Kg) HPU = HargaPpk.Urea(Rp/Kg) HPS = Hrg PSp36/Tsp(Rp/Kg)
199
HPK = HargaPKcl/Za(Rp/Kg) HO = HrgObat/Pest(Rp/Lt) HZ = HargaZpt/Ppc(Rp/ Lt) HR = HargaRh izo+(Rp/Sch) UTKL = UpahTKLuarKl(Rp/HOK) HPH = Hg PHijau/Kdng(Rp/Kg) JPH = JmlhPHijau/Kdng(Kg); Cards; Data Input Label
Delapan; NO SB UM ED AKK A K AT PBB KL LAT LAP; NO = No mo rResponden SB = Su kuBungaKredit (%/T) UM = UmurPetani (Th) ED = Lama Pendidikan (Th) AKK = AngktnKerjaKlg(Orng) AK = AnggotaKlrg (Orang) AT = Asset Total (Rp) PBB = PajakBu miBngnn(Rp) KL = KonsumsLainTunai(Rp) LAT = Luas Areal Tanam(Ha) LAP = Luas Areal Panen(Ha);
Cards; Data Input Label
Sembilan; NO KKB KKP KKL KK TKLN TKLL CKL DA DI DG DS; NO = No mo rResponden KKB = KonsumsiKdlBenih(Kg) KKP = KonsumsiKdlPngn(Kg ) KKL = KonsumsiKdlLain(Kg ) KK = KonsumsiKedelai(Kg) TKLN = TKLuarKlgNonKd l(HOK) TKLL = TKLuarKlNUt Lain(HOK) CKL = CurahKerjaLrKlg(HOK) DA = Du mmyArea "MilikSdr=1" DI = Du mmyIrigasi"Teknis=1" DG = Du mmy Gender "Laki2=1" DS = Du mmySkill "TamatSD=1";
Cards; Options NoDateNoNu mberNo Center; Data DELE; Set SatuDuaTigaEmpat Lima EnamTu juhDelapan Semb ilan; Merge SatuDuaTigaEmpat Lima EnamTu juhDelapan Semb ilan; BS = (JB* HB)+((JPU*HPU)+(JPS* HPS)+(JPK* HPK))+((JO*HO)+(JZ* HZ)+(JR* HR)); BTK = (TKLK)*(UTKL); PUK = (PRO)*(HK); PUKT = PUK - BS - BTK; PKp = (PRO)/(LAP); Hkpu = (Hk/Hpu); Hkps = (Hk/Hps); Hkp k = (Hk/Hpk); If DA>0 Then DA =1; Else DA=0; If DI>0 Then DI=1; Else DI=0; If DG>0 Then DG=1; Else DG=0; If DS>0 Then DS=1; Else DS=0;
200
Label
DA = Du mmyArea "MilikSdr=1" DI = Du mmyIrigasi"Teknis=1" DG = Du mmy Gender "Laki2=1" DS = Du mmySkill "TamatSD=1" Hkpu = RasioHgKd l/HgPUrea Hkps = RasioHgKd l/HgPSpTsp Hkp k = RasioHgKd l/HgPKclZa BS = BiayaSaranaProd(Rp) BTK = BiayaTenagaKerja(Rp) PUK = PenerimaanUt.Kd l(Rp) PUKT = PndapatnUtKdlTtl(Rp) PKp = ProdtvtKdlPnn(Kg/Ha);
RUN; Title02 Prosedur SYSLIN ProSAS 13022012; ProcSyslin Data=DELE 2SLS OutEst=Kedelai Simple; Endogenous LAP PRO JB JPU JPS JPK JO JZ JR TKDK TKLK TKDN TKDL PNK PNL KPT KNP IE IH IP TAB KRE TKK TKD TKL TK CK BS BTK BUK PUK PUKT PRT PD KT IS INV BRT KJ PKp; Instruments HK HG HJ HS HU HKT HKH HB HPU HPS HPK HO HZ HR HTp HTh HTI HHK UTKL UM ED AKK AK AT SB PBB KL KK TKLN TKLL CKL JPH Da Di Dg Ds Hkpu Hkps Hkp k ; ; LAP: Model LAP = HK HJ hkhhpu AT JB TKDK PRT / DW; PRO: Model PRO = HB hps HZ HR LAP KRE PUK / DW; JB: Model JB = HB HZ HR LAP KRE PUK / DW; JPU: Model JPU = HKPU HB HO HZ jph PNK pnl PUK / DW; JPS: Model JPS = HKPS HB HZ da LAP TKLK PNK / DW; JPK: Model JPK = hkp khb HO hzjph lap PNK PUK / DW; JO: Model JO = HO HB h z HR jph di PNK PUK / DW; JZ: Model JZ = HZ hb HO HR PNK PUK / DW; JR: Model JR = HR hbhpu HO h z JPH LAP prt / DW; TKDK: Model TKDK = utkl UM ED AKK DG LAP JPS TA B / DW; TKLK: Model TKLK = UTKL u m ed DS tkdl JPS PUK / DW; TKDN: Model TKDN = utklhkakk tklk PNK tab / DW; TKDL: Model TKDL = utkl UM ED tklk PNL PUKT / DW; PNK: Model PNK = HKT PNL pukt TAB KRE /Noint DW; PNL: Model PNL = HTP hti at PNK PUKT TA B KRE / Noint DW; KPT: Model KPT = HJ AK KK KNP KRE / DW; KNP: Model KNP = UM AK KPT PNL KT / Noint DW; IE: Model IE = HK hshuhtihhk um edak IP pnl INV / DW; IH: Model IH = hg hth IP KRE INV / DW; IP: Model IP = AT IS pro PRT /No int DW; TAB: Model TA B = SB hti PD / Noint DW; KRE: Model KRE = SB HPU HO JPH tab JB KT IH /Noint DW; ; TKK: Identity TKK = TKDK + TKLK; TKD: Identity TKD = TKDK + TKDN + TKDL; TKL: Identity TKL = TKLK + TKLN + TKLL; TK: Identity TK = TKD + TKL; CK: Identity CK = TKD + CKL;
201
BS: BTK: BUK: PUK: PUKT: PRT: PD: KT: IS: INV: BRT: KJ: PKp: RUN; ;
Identity Identity Identity Identity Identity Identity Identity Identity Identity Identity Identity Identity Identity
BS BTK BUK PUK PUKT PRT PD KT IS INV BRT KJ PKp
= BS + 0; = BTK + 0; = BS + BTK; = PUK + 0; = PUK - BUK; = PUKT + PNK + PNL; = PRT - PBB; = KPT + KNP + KL; = IE + IH; = IS + IP; = KT + INV; = PRO - KK; = PKp + 0;
LAMPIRAN 2. HasilEstimasi Model EkonomiRumahtangga PetaniKedelaiMetode 2SLS ProSAS 13022012 Ujian Terbuka 31012012 By: RMS. Two-Stage Least Squares Estimation Model LAP Dependent Variable LAP Label Luas Areal Panen(Ha) Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square Model 8 76.99921 9.624901 Error 241 17.01830 0.070615 Corrected Total 249 98.00149 Root MSE 0.26574 R-Square 0.81899 Dependent Mean 0.65980 Adj R-Sq 0.81298 CoeffVar 40.27516 Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Intercept 1 0.066704 0.351519 0.19 HK 1 0.000072 0.000029 2.47 HJ 1 -0.00022 0.000065 -3.45 HKH 1 -0.00002 0.000028 -0.87 HPU 1 -0.00017 0.000263 -0.66 AT 1 2.55E-9 4.55E-10 5.60 JB 1 0.010007 0.000990 10.11 TKDK 1 0.002492 0.000401 6.22 PRT 1 1.66E-8 4.838E-9 3.43 Durbin-Watson 1.439768 Nu mber of Observations 250 First-Order Autocorrelation 0.277378
F Value 136.30
Pr> F <.0001
Variable Pr> |t | Label 0.8497 Intercept 0.0143 HargaKedelai(Rp/Kg ) 0.0007 HargaJagung (Rp/Kg) 0.3827 HargaKacangHj(Rp/Kg) 0.5125 HargaPpk.Urea(Rp/Kg) <.0001 Asset Total (Rp) <.0001 Jmlh BenihKedelai(Kg) <.0001 TK DlmKlrgKdl (HOK) 0.0007 PendapatanRT.Ttl(Rp)
204
Model PRO Dependent Variable PRO Label ProduksiKedelai(Kg) Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr> F Model 7 1.6709E8 23870168 183.23 <.0001 Error 242 31525801 130271.9 Corrected Total 249 2.2944E8 Root MSE 360.93200 R-Square 0.84127 Dependent Mean 853.10400 Adj R-Sq 0.83668 CoeffVar 42.30809 Parameter Estimates Parameter Standard Variable Variable DF Estimate Error t Value Pr> |t | Label Intercept 1 1168.302 320.0019 3.65 0.0003 Intercept HB 1 -0.17114 0.038576 -4.44 <.0001 HargaBen ihKdl(Rp/Kg) HPS 1 -0.19309 0.194336 -0.99 0.3214 Hrg PSp36/Tsp(Rp/Kg) HZ 1 -0.00246 0.001524 -1.62 0.1076 HargaZpt/Ppc(Rp/ Lt) HR 1 -0.09223 0.027695 -3.33 0.0010 HargaRh izo+(Rp/Sch) LAP 1 250.1141 115.9366 2.16 0.0320 Luas Areal Panen(Ha) KRE 1 0.000458 0.000126 3.64 0.0003 KreditPertanian(Rp) PUK 1 0.000274 0.000034 8.14 <.0001 Penerimaan Ut.Kd l(Rp) Durbin-Watson 1.61638 Nu mber of Observations 250 First-Order Autocorrelation 0.163261
Model JB Dependent Variable JB Label Jmlh BenihKedelai(Kg) Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Model 6 185909.2 30984.86 152.85 Error 243 49258.15 202.7084 Corrected Total 249 229920.7 Root MSE 14.23757 R-Square 0.79054 Dependent Mean 31.92800 Adj R-Sq 0.78537 CoeffVar 44.59274 Parameter Estimates Parameter Standard Variable Variable DF Estimate Error t Value Pr> |t | Intercept 1 50.34381 6.438580 7.82 <.0001 HB 1 -0.00579 0.001520 -3.81 0.0002 HZ 1 -0.00019 0.000059 -3.22 0.0015 HR 1 -0.00634 0.001050 -6.04 <.0001 LAP 1 20.97170 4.425472 4.74 <.0001 KRE 1 7.06E-6 4.95E-6 1.43 0.1551 PUK 1 6.546E-6 1.266E-6 5.17 <.0001 Durbin-Watson 1.35467 Nu mber of Observations 250 First-Order Autocorrelation 0.314543
Pr> F <.0001
Label Intercept HargaBen ihKdl(Rp/Kg) HargaZpt/Ppc(Rp/ Lt) HargaRh izo+(Rp/Sch) Luas Areal Panen(Ha) KreditPertanian(Rp) Penerimaan Ut.Kd l(Rp)
205
Model JPU Dependent Variable JPU Label JmlhPupuk Urea (Kg) Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr> F Model 8 221451.1 27681.39 10.92 <.0001 Error 241 611111.6 2535.733 Corrected Total 249 845947.5 Root MSE 50.35606 R-Square 0.26599 Dependent Mean 49.22400 Adj R-Sq 0.24162 CoeffVar 102.29982 Parameter Estimates Parameter Standard Variable Variable DF Estimate Error t Value Pr> |t | Label Intercept 1 73.23491 18.01896 4.06 <.0001 Intercept Hkpu 1 10.53485 5.754650 1.83 0.0684 RasioHgKd l/HgPUrea HB 1 -0.01359 0.005822 -2.33 0.0204 HargaBen ihKdl(Rp/Kg) HO 1 -0.00050 0.000139 -3.61 0.0004 HrgObat/Pest(Rp/Lt ) HZ 1 -0.00055 0.000215 -2.54 0.0118 HargaZpt/Ppc(Rp/ Lt) JPH 1 0.004604 0.004616 1.00 0.3196 JmlhPHijau/Kdng(Kg ) PNK 1 4.236E-6 1.504E-6 2.82 0.0052 PndapatnNonKdl (Rp) PNL 1 1.128E-6 1.265E-6 0.89 0.3734 PndapatnNUtLain (Rp ) PUK 1 7.359E-6 2.143E-6 3.43 0.0007 Penerimaan Ut.Kd l(Rp) Durbin-Watson 1.677979 Nu mber of Observations 250 First-Order Autocorrelation 0.054992
Model JPS Dependent Variable JPS Label JmlhPp k.Sp 36/Tsp(Kg) Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr> F Model 7 111436.8 15919.54 13.89 <.0001 Error 242 277441.2 1146.451 Corrected Total 249 399138.7 Root MSE 33.85928 R-Square 0.28656 Dependent Mean 35.41600 Adj R-Sq 0.26592 CoeffVar 95.60448 Parameter Estimates Parameter Standard Variable Label Variable DF Estimate Error t Value Pr> |t | Intercept 1 -0.66949 12.26134 -0.05 0.9565 Intercept Hkps 1 11.86229 5.619310 2.11 0.0358 RasioHgKd l/HgPSpTsp HB 1 -0.00573 0.003970 -1.44 0.1501 HargaBen ihKdl(Rp/Kg) HZ 1 -0.00035 0.000148 -2.40 0.0171 HargaZpt/Ppc(Rp/ Lt) DA 1 4.111293 4.736468 0.87 0.3862 Du mmyAreaMilikSdr=1 LAP 1 13.69883 6.933913 1.98 0.0493 Luas Areal Panen(Ha) TKLK 1 0.131396 0.042733 3.07 0.0023 TK LuarKlrgKd l(HOK) PNK 1 2.203E-6 1.212E-6 1.82 0.0703 PndapatnNonKdl (Rp) Durbin-Watson 1.788806 Nu mber of Observations 250 First-Order Autocorrelation 0.044793
206
Model JPK Dependent Variable JPK Label JmlhPp k.Kcl/Za (Kg ) Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr> F Model 8 85252.21 10656.53 15.81 <.0001 Error 241 162479.7 674.1897 Corrected Total 249 244065.8 Root MSE 25.96516 R-Square 0.34413 Dependent Mean 20.21200 Adj R-Sq 0.32236 CoeffVar 128.46409 Parameter Estimates Parameter Standard Variable Variable DF Estimate Error t Value Pr> |t | Label Intercept 1 8.786600 9.349009 0.94 0.3482 Intercept Hkp k 1 1.353340 4.249404 0.32 0.7504 RasioHgKd l/HgPKclZa HB 1 -0.00254 0.003052 -0.83 0.4062 HargaBen ihKdl(Rp/Kg) HO 1 -0.00006 0.000071 -0.89 0.3750 HrgObat/Pest(Rp/Lt ) HZ 1 -0.00014 0.000114 -1.21 0.2265 HargaZpt/Ppc(Rp/ Lt) JPH 1 0.001978 0.002378 0.83 0.4065 JmlhPHijau/Kdng(Kg ) LAP 1 9.972467 9.158262 1.09 0.2773 Luas Areal Panen(Ha) PNK 1 2.379E-6 9.444E-7 2.52 0.0124 PndapatnNonKdl (Rp) PUK 1 3.465E-6 2.104E-6 1.65 0.1008 Penerimaan Ut.Kd l(Rp) Durbin-Watson 1.570851 Nu mber of Observations 250 First-Order Autocorrelation 0.135812
Model JO Dependent Variable JO Label Jmlh Obat/Pestsd(Lt) Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Model 8 267.5056 33.43820 14.91 Error 241 540.4225 2.242417 Corrected Total 249 794.7492 Root MSE 1.49747 R-Square 0.33110 Dependent Mean 1.21560 Adj R-Sq 0.30890 CoeffVar 123.18774 Parameter Estimates Parameter Standard Variable Variable DF Estimate Error t Value Pr> |t | Intercept 1 3.927157 0.871148 4.51 <.0001 HO 1 -0.00002 4.138E-6 -4.90 <.0001 HB 1 -0.00032 0.000166 -1.90 0.0582 HZ 1 -7.82E-6 6.433E-6 -1.22 0.2252 HR 1 -0.00033 0.000129 -2.57 0.0108 JPH 1 0.000081 0.000137 0.59 0.5557 DI 1 0.271045 0.294409 0.92 0.3582 PNK 1 8.193E-8 4.641E-8 1.77 0.0788 PUK 1 3.326E-7 6.409E-8 5.19 <.0001 Durbin-Watson 1.78933 Nu mber of Observations 250 First-Order Autocorrelation -0.07583
Pr> F <.0001
Label Intercept HrgObat/Pest(Rp/Lt ) HargaBen ihKdl(Rp/Kg) HargaZpt/Ppc(Rp/ Lt) HargaRh izo+(Rp/Sch) JmlhPHijau/Kdng(Kg ) Du mmyIrigasiTeknis=1 PndapatnNonKdl (Rp) Penerimaan Ut.Kd l(Rp)
207
Model JZ Dependent Variable JZ Label Jumlah ZPT/Ppc (Lt) Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Model 6 342.2634 57.04390 16.45 Error 243 842.7477 3.468098 Corrected Total 249 1146.934 Root MSE 1.86228 R-Square 0.28883 Dependent Mean 1.18640 Adj R-Sq 0.27127 CoeffVar 156.96923 Parameter Estimates Parameter Standard Variable Variable DF Estimate Error t Value Pr> |t | Intercept 1 3.282425 0.892788 3.68 0.0003 HZ 1 -0.00003 7.923E-6 -3.63 0.0003 HB 1 -0.00023 0.000206 -1.13 0.2595 HO 1 -0.00001 4.939E-6 -2.67 0.0082 HR 1 -0.00032 0.000127 -2.52 0.0124 PNK 1 2.112E-7 5.483E-8 3.85 0.0002 PUK 1 2.826E-7 7.913E-8 3.57 0.0004 Durbin-Watson 1.646834 Nu mber of Observations 250 First-Order Autocorrelation 0.017281
Pr> F <.0001
Label Intercept HargaZpt/Ppc(Rp/ Lt) HargaBen ihKdl(Rp/Kg) HrgObat/Pest(Rp/Lt ) HargaRh izo+(Rp/Sch) PndapatnNonKdl (Rp) Penerimaan Ut.Kd l(Rp)
Model JR Dependent Variable JR Label Jmlh Rhizo+ (Sachet) Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr> F Model 8 220.2451 27.53064 9.68 <.0001 Error 241 685.5052 2.844420 Corrected Total 249 875.4240 Root MSE 1.68654 R-Square 0.24316 Dependent Mean 1.95200 Adj R-Sq 0.21804 CoeffVar 86.40066 Parameter Estimates Parameter Standard Variable Variable DF Estimate Error t Value Pr> |t | Label Intercept 1 3.610284 1.996962 1.81 0.0719 Intercept -1.29 0.1989 HargaRh izo+(Rp/Sch) HR 1 -0.00015 0.000115 HB 1 -0.00014 0.000182 -0.75 0.4529 HargaBen ihKdl(Rp/Kg) HPU 1 -0.00126 0.001624 -0.78 0.4387 HargaPpk.Urea(Rp/Kg) HO 1 -8.4E-6 4.674E-6 -1.80 0.0737 HrgObat/Pest(Rp/Lt ) HZ 1 -5.03E-6 7.306E-6 -0.69 0.4916 HargaZpt/Ppc(Rp/ Lt) JPH 1 0.000429 0.000156 2.76 0.0063 JmlhPHijau/Kdng(Kg ) LAP 1 1.228472 0.334269 3.68 0.0003 Luas Areal Panen(Ha) PRT 1 4.458E-8 3.514E-8 1.27 0.2058 PendapatanRT.Ttl(Rp) Durbin-Watson 2.022777 Nu mber of Observations 250 First-Order Autocorrelation -0.13027
208
Model TKDK Dependent Variable TKDK Label TK DlmKlrgKdl (HOK) Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr> F Model 8 258911.9 32363.98 9.27 <.0001 Error 241 841474.0 3491.593 Corrected Total 249 1084800 Root MSE 59.08971 R-Square 0.23529 Dependent Mean 102.49600 Adj R-Sq 0.20991 CoeffVar 57.65074 Parameter Estimates Parameter Standard Variable Variable DF Estimate Error t Value Pr> |t | Label Intercept 1 93.41927 27.85522 3.35 0.0009 Intercept UTKL 1 -0.00141 0.002389 -0.59 0.5558 UpahTKLuarKl(Rp/HOK) UM 1 -0.75052 0.395901 -1.90 0.0592 UmurPetani (Th ) ED 1 -3.66962 1.374443 -2.67 0.0081 Lama Pendidikan (Th) AKK 1 5.591721 2.898532 1.93 0.0549 AngktnKerjaKlg(Orng) DG 1 23.91475 11.63580 2.06 0.0409 Du mmy Gender Laki2=1 LAP 1 29.65159 11.97117 2.48 0.0139 Luas Areal Panen(Ha) JPS 1 0.384268 0.221722 1.73 0.0844 JmlhPp k.Sp 36/Tsp(Kg) TAB 1 1.367E-6 1.059E-6 1.29 0.1983 Tabungan (Rp) Durbin-Watson 1.22171 Nu mber of Observations 250 First-Order Autocorrelation 0.373101
Model TKLK Dependent Variable TKLK Label TK LuarKlrgKd l(HOK) Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr> F Model 7 395359.4 56479.91 11.47 <.0001 Error 242 1191913 4925.260 Corrected Total 249 1428711 Root MSE 70.18020 R-Square 0.24908 Dependent Mean 160.75200 Adj R-Sq 0.22736 CoeffVar 43.65743 Parameter Estimates Parameter Standard Variable Variable DF Estimate Error t Value Pr> |t | Label Intercept 1 173.6533 30.88286 5.62 <.0001 Intercept UTKL 1 -0.00545 0.002770 -1.97 0.0502 UpahTKLuarKl(Rp/HOK) UM 1 -0.38456 0.455396 -0.84 0.3993 UmurPetani (Th ) ED 1 -1.49175 1.798996 -0.83 0.4078 Lama Pendidikan (Th) DS 1 25.28731 12.90813 1.96 0.0513 Du mmySkillTamatSD=1 TKDL 1 -0.09211 0.094922 -0.97 0.3328 TKDlmKlgNUt Lain(HOK) JPS 1 1.173357 0.239377 4.90 <.0001 JmlhPp k.Sp 36/Tsp(Kg) PUK 1 5.371E-6 2.901E-6 1.85 0.0653 Penerimaan Ut.Kd l(Rp) Durbin-Watson 1.610027 Nu mber of Observations 250 First-Order Autocorrelation 0.115075
209
Model TKDN Dependent Variable TKDN Label TKDlmKlgNonKdl(HOK) Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr> F Model 6 348074.9 58012.48 10.81 <.0001 Error 243 1303675 5364.917 Corrected Total 249 1614578 Root MSE 73.24559 R-Square 0.21073 Dependent Mean 142.01600 Adj R-Sq 0.19124 CoeffVar 51.57559 Parameter Estimates Parameter Standard Variable Variable DF Estimate Error t Value Pr> |t | Label Intercept 1 90.92766 28.26124 3.22 0.0015 Intercept UTKL 1 -0.00237 0.003088 -0.77 0.4444 UpahTKLuarKl(Rp/HOK) HK 1 0.008825 0.008036 1.10 0.2732 HargaKedelai(Rp/Kg ) AKK 1 3.764380 3.383508 1.11 0.2670 AngktnKerjaKlg(Orng) TKLK 1 -0.08005 0.089692 -0.89 0.3730 TK LuarKlrgKd l(HOK) PNK 1 9.348E-6 2.394E-6 3.90 0.0001 PndapatnNonKdl (Rp) TAB 1 1.353E-6 1.383E-6 0.98 0.3290 Tabungan (Rp) Durbin-Watson 1.283914 Nu mber of Observations 250 First-Order Autocorrelation 0.357558
Model TKDL Dependent Variable TKDL Label TKDlmKlgNUt Lain(HOK) Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Model 6 361364.4 60227.40 11.74 Error 243 1246706 5130.479 Corrected Total 249 1426037 Root MSE 71.62736 R-Square 0.22472 Dependent Mean 106.41200 Adj R-Sq 0.20558 CoeffVar 67.31136 Parameter Estimates Parameter Standard Variable Variable DF Estimate Error t Value Pr> |t | Intercept 1 115.1008 32.43410 3.55 0.0005 UTKL 1 -0.00112 0.002960 -0.38 0.7047 0.448221 -1.43 0.1553 -0.63897 UM 1 ED 1 -4.06150 1.653320 -2.46 0.0147 TKLK 1 -0.09087 0.082401 -1.10 0.2712 PNL 1 0.000014 1.882E-6 7.66 <.0001 PUKT 1 5.206E-6 2.862E-6 1.82 0.0702 Durbin-Watson 2.096008 Nu mber of Observations 250 First-Order Autocorrelation -0.0517
Pr> F <.0001
Label Intercept UpahTKLuarKl(Rp/HOK) UmurPetani (Th ) Lama Pendidikan (Th) TK LuarKlrgKd l(HOK) PndapatnNUtLain (Rp ) PndapatnUtKdlTtl(Rp)
210
Model PNK Dependent Variable PNK Label PndapatnNonKdl (Rp) Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Model 5 6.555E15 1.311E15 162.47 Error 245 1.977E15 8.069E12 UncorrectedTotal 250 8.268E15 Root MSE 2840569.91 R-Square 0.76828 Dependent Mean 4267716.82 Adj R-Sq 0.76356 CoeffVar 66.55948 Parameter Estimates Parameter Standard Variable Variable DF Estimate Error t Value Pr> |t | HKT 1 225.3152 141.1018 1.60 0.1116 PNL 1 -0.18535 0.074212 -2.50 0.0132 PUKT 1 -0.11844 0.157170 -0.75 0.4518 TAB 1 0.421136 0.044515 9.46 <.0001 KRE 1 4.800250 0.765457 6.27 <.0001 Durbin-Watson 1.700394 Nu mber of Observations 250 First-Order Autocorrelation 0.144237
Pr> F <.0001
Label HargaKacngTnh(Rp/Kg) PndapatnNUtLain (Rp ) PndapatnUtKdlTtl(Rp) Tabungan (Rp) KreditPertanian(Rp)
Model PNL Dependent Variable PNL Label PndapatnNUtLain (Rp ) Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr> F Model 7 6.395E15 9.135E14 81.38 <.0001 Error 243 2.728E15 1.123E13 UncorrectedTotal 250 1.027E16 Root MSE 3350491.76 R-Square 0.70098 Dependent Mean 4751787.20 Adj R-Sq 0.69237 CoeffVar 70.51014 Parameter Estimates Parameter Standard Variable Estimate Error t Value Pr> |t | Label Variable DF HTp 1 1683.705 302.0322 5.57 <.0001 HargaTempe(Rp/0.5Kg) HTI 1 0.481391 0.694317 0.69 0.4888 Hrg Rata2Tnk/Ikan(Rp) AT 1 0.005364 0.006305 0.85 0.3958 Asset Total (Rp) PNK 1 -0.33056 0.132951 -2.49 0.0136 PndapatnNonKdl (Rp) PUKT 1 -0.47292 0.211564 -2.24 0.0263 PndapatnUtKdlTtl(Rp) TAB 1 0.426002 0.070642 6.03 <.0001 Tabungan (Rp) KRE 1 1.616235 1.205117 1.34 0.1811 KreditPertanian(Rp) Durbin-Watson 1.998463 Nu mber of Observations 250 First-Order Autocorrelation -0.00688
211
Model KPT Dependent Variable KPT Label KonsumsiPngTunai(Rp) Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Model 5 7.168E10 1.434E10 33.09 Error 244 1.057E11 4.3325E8 Corrected Total 249 1.678E11 Root MSE 20814.7596 R-Square 0.40407 Dependent Mean 25458.5600 Adj R-Sq 0.39186 CoeffVar 81.75938 Parameter Estimates Parameter Standard Variable Variable DF Estimate Error t Value Pr> |t | Intercept 1 15819.43 7394.888 2.14 0.0334 HJ 1 -7.51611 4.704050 -1.60 0.1114 AK 1 1583.559 1078.094 1.47 0.1432 KK 1 376.3395 48.47550 7.76 <.0001 KNP 1 -0.00304 0.001079 -2.82 0.0052 KRE 1 0.015452 0.006903 2.24 0.0261 Durbin-Watson 1.520251 Nu mber of Observations 250 First-Order Autocorrelation 0.232679
Pr> F <.0001
Label Intercept HargaJagung (Rp/Kg) AnggotaKlrg (Orang) KonsumsiKedelai(Kg) KonsumsiNonPngn(Rp) KreditPertanian(Rp)
Model KNP Dependent Variable KNP Label KonsumsiNonPngn(Rp) Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr> F Model 5 8.858E15 1.772E15 1408.68 <.0001 Error 245 3.081E14 1.258E12 UncorrectedTotal 250 9.717E15 Root MSE 1121449.96 R-Square 0.96638 Dependent Mean 5785780.00 Adj R-Sq 0.96570 CoeffVar 19.38287 Parameter Estimates Parameter Standard Variable Variable DF Estimate Error t Value Pr> |t | Label UM 1 15917.22 4620.937 3.44 0.0007 UmurPetani (Th ) AK 1 211566.5 51044.27 4.14 <.0001 AnggotaKlrg (Orang) KPT 1 -7.00978 3.899695 -1.80 0.0735 KonsumsiPngTunai(Rp) PNL 1 0.062295 0.027446 2.27 0.0241 PndapatnNUtLain (Rp ) 0.030000 16.29 <.0001 KonsumsiRT.Total(Rp) 1 0.488622 KT Durbin-Watson 1.917981 Nu mber of Observations 250 First-Order Autocorrelation 0.037948
212
Model IE Dependent Variable IE Label InvestasiPdidikn(Rp) Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Model 11 7.112E11 6.466E10 51.32 Error 238 2.999E11 1.2599E9 Corrected Total 249 2.627E12 Root MSE 35495.2215 R-Square 0.70343 Dependent Mean 64235.4000 Adj R-Sq 0.68972 CoeffVar 55.25804 Parameter Estimates Parameter Standard Variable Variable DF Estimate Error t Value Pr> |t | Intercept 1 -74899.8 21011.88 -3.56 0.0004 HK 1 11.02389 4.088518 2.70 0.0075 HS 1 17.55448 21.90169 0.80 0.4236 HU 1 11.21535 18.58377 0.60 0.5467 HTI 1 0.004974 0.007300 0.68 0.4963 HHK 1 1.106450 2.074445 0.53 0.5943 UM 1 179.7959 229.3207 0.78 0.4338 ED 1 1094.343 838.6213 1.30 0.1932 AK 1 1392.739 1790.101 0.78 0.4373 IP 1 -0.81980 0.045379 -18.07 <.0001 PNL 1 0.000898 0.000963 0.93 0.3524 INV 1 0.817995 0.045067 18.15 <.0001 Durbin-Watson 2.02147 Nu mber of Observations 250 First-Order Autocorrelation -0.01207
Pr> F <.0001
Label Intercept HargaKedelai(Rp/Kg ) HargaSingkong(Rp/Kg) HargaUb iJalar(Rp/Kg) Hrg Rata2Tnk/Ikan(Rp) Hrg Rata2HslKebun(Rp) UmurPetani (Th ) Lama Pendidikan (Th) AnggotaKlrg (Orang) InvestasiProPert(Rp) PndapatnNUtLain (Rp ) InvestasiRT.Ttl(Rp)
Model IH Dependent Variable IH Label InvestasiKsehatn(Rp) Analysis of Variance Mean Sum of Source DF Squares Square F Value Pr> F Model 5 2.345E10 4.6892E9 3.67 0.0032 Error 244 3.121E11 1.2793E9 Corrected Total 249 3.973E11 Root MSE 35766.6412 R-Square 0.06987 Dependent Mean 27338.0000 Adj R-Sq 0.05081 CoeffVar 130.83123 Parameter Estimates Parameter Standard Variable Variable DF Estimate Error t Value Pr> |t | Label Intercept 1 -18268.7 21241.87 -0.86 0.3906 Intercept HG 1 17.95468 16.37675 1.10 0.2740 HargaGabahKP(Rp/Kg) HTh 1 4.569207 5.578002 0.82 0.4135 HargaTahu(Rp/0.5Kg) IP 1 -0.11150 0.041650 -2.68 0.0079 InvestasiProPert(Rp) KRE 1 0.016546 0.009100 1.82 0.0703 KreditPertanian(Rp) INV 1 0.111192 0.041353 2.69 0.0077 InvestasiRT.Ttl(Rp) Durbin-Watson 1.94772 Nu mber of Observations 250 First-Order Autocorrelation 0.02582
213
Model IP Dependent Variable IP Label InvestasiProPert(Rp) Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Model 4 3.986E14 9.965E13 19.86 Error 246 1.234E15 5.017E12 UncorrectedTotal 250 1.624E15 Root MSE 2239873.41 R-Square 0.24413 Dependent Mean 668290.000 Adj R-Sq 0.23184 CoeffVar 335.16489 Parameter Estimates Parameter Standard Variable Variable DF Estimate Error t Value Pr> |t | AT 1 0.007940 0.004378 1.81 0.0710 IS 1 -3.70737 2.469641 -1.50 0.1346 PRO 1 336.1520 281.6674 1.19 0.2338 PRT 1 0.042096 0.030789 1.37 0.1728 Durbin-Watson 1.895376 Nu mber of Observations 250 First-Order Autocorrelation -0.11819
Model TAB Dependent Variable TAB Label Tabungan (Rp) Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Model 3 9.633E15 3.211E15 116.28 Error 247 6.821E15 2.761E13 UncorrectedTotal 250 2.023E16 Root MSE 5254943.72 R-Square 0.58545 Dependent Mean 4407145.48 Adj R-Sq 0.58042 CoeffVar 119.23690 Parameter Estimates Parameter Standard Variable Variable DF Estimate Error t Value Pr> |t | SB 1 -103469 29648.50 -3.49 0.0006 HTI 1 1.177352 0.982198 1.20 0.2318 PD 1 0.690053 0.060566 11.39 <.0001 Durbin-Watson 1.718713 Nu mber of Observations 250 First-Order Autocorrelation 0.129546
Pr> F <.0001
Label Asset Total (Rp) InvestasiSmbrDy(Rp) ProduksiKedelai(Kg) PendapatanRT.Ttl(Rp)
Pr> F <.0001
Label SukuBungaKred it(%/T) Hrg Rata2Tnk/Ikan(Rp) PndptnDisposable(Rp )
214
Model KRE Dependent Variable KRE Label KreditPertanian(Rp) Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Model 8 9.367E13 1.171E13 74.06 Error 242 3.826E13 1.581E11 UncorrectedTotal 250 1.305E14 Root MSE 397627.951 R-Square 0.71000 Dependent Mean 556787.500 Adj R-Sq 0.70041 CoeffVar 71.41467 Parameter Estimates Parameter Standard Variable Variable DF Estimate Error t Value Pr> |t | SB 1 11827.49 3537.559 3.34 0.0010 HPU 1 -175.960 107.4666 -1.64 0.1029 HO 1 -2.06696 1.102620 -1.87 0.0621 JPH 1 52.14107 38.05726 1.37 0.1719 TAB 1 0.004139 0.005591 0.74 0.4598 JB 1 4173.824 1103.497 3.78 0.0002 KT 1 0.047838 0.010441 4.58 <.0001 IH 1 2.799003 1.566713 1.79 0.0753 Durbin-Watson 1.750627 Nu mber of Observations 250 First-Order Autocorrelation 0.123013
Pr> F <.0001
Label SukuBungaKred it(%/T) HargaPpk.Urea(Rp/Kg) HrgObat/Pest(Rp/Lt ) JmlhPHijau/Kdng(Kg ) Tabungan (Rp) Jmlh BenihKedelai(Kg) KonsumsiRT.Total(Rp) InvestasiKsehatn(Rp)
LAMPIRAN 3. Program Validasi Model EkonomiRumahtangga PetaniKedelaidenganMetodeSolusi Newton Options NoDateNoNu mberNo Center; Data DELE; Set SatuDuaTigaEmpat Lima EnamTu juhDelapan Semb ilan; Merge SatuDuaTigaEmpat Lima EnamTu juhDelapan Semb ilan; BS = (JB* HB)+((JPU*HPU)+(JPS* HPS)+(JPK* HPK))+((JO*HO)+(JZ* HZ)+(JR* HR)); BTK = (TKLK)*(UTKL); PUK = (PRO)*(HK); PUKT = PUK - BS - BTK; PKp = (PRO)/(LAP); Hkpu = (Hk/Hpu); Hkps = (Hk/Hps); Hkp k = (Hk/Hpk); If DA>0 Then DA =1; Else DA=0; If DI>0 Then DI=1; Else DI=0; If DG>0 Then DG=1; Else DG=0; If DS>0 Then DS=1; Else DS=0; Label DA = Du mmyArea "MilikSdr=1" DI = Du mmyIrigasi"Teknis=1" DG = Du mmy Gender "Laki2=1" DS = Du mmySkill "TamatSD=1" Hkpu = RasioHgKd l/HgPUrea Hkps = RasioHgKd l/HgPSpTsp Hkp k = RasioHgKd l/HgPKclZa BS = BiayaSaranaProd(Rp) BTK = BiayaTenagaKerja(Rp) PUK = PenerimaanUt.Kd l(Rp) PUKT = PndapatnUtKdlTtl(Rp) PKp = ProdtvtKdlPnn(Kg/Ha); ; Title04 Prosedur SIMNLIN ProSA S 13022012 UT31012012 by:RMS; Proc SIMNLIN Data=DELE Type=N2SLS Newton MaxIter=50 Converge=1E-8 Simu late Stats Out=KedeleOutactualOutpredictTheilNoprint ; Endogenous LAP PRO JB JPU JPS JPK JO JZ JR TKDK TKLK TKDN TKDL PNK PNL KPT KNP IE IH IP TAB KRE TKK TKD TKL TK CK BS BTK BUK PUK PUKT PRT PD KT IS INV BRT KJ PKp ; Exogenous HK HG HJ HS HU HKT HKH HB HPS HPK HO HZ HR HTp HTh HPU HTI HHK UTKL UM ED AKK AK AT SB PBB KL KK TKLN TKLL CKL JPH DA DI DG DS Hkpu Hkps Hkp k ; Parms a0 0.066704 a1 0.000072 a2 -0.00022 a3 -0.00002 a4 -0.00017 a5 2.55E-9 a6 0.010007 a7 0.002492 a8 1.66E-8 b0 1168.302 b 1 -0.17114 b2 -0.19309 b3 -0.00246 b4 -0.09223 b5 250.1141 b 6 0.000458 b7 0.000274 c0 50.34381 c1 -0.00579 c2 -0.00019 c3 -0.00634 c4 20.97170 c5 7.06E-6 c6 6.546E-6 d0 73.23491 d 1 10.53485 d2 -0.01359 d3 -0.00050 d4 -0.00055 d5 0.004604 d 6 4.236E-6 d7 1.128E-6 d8 7.359E-6
216
e0 -0.66949 e1 11.86229 e2 -0.00573 e3 -0.00035 e4 4.111293 e5 13.69883 e6 0.131396 e7 2.203E-6 f0 8.786600 f1 1.353340 f2 -0.00254 f3 -0.00006 f4 -0.00014 f5 0.001978 f6 9.972467 f7 2.379E-6 f8 3.465E-6 g0 3.927157 g 1 -0.00002 g2 -0.00032 g3 -7.82E-6 g 4 -0.00033 g5 0.000081 g 6 0.271045 g7 8.193E-8 g 8 3.326E-7 h0 3.282425 h 1 -0.00003 h2 -0.00023 h3 -0.00001 h4 -0.00032 h5 2.112E-7 h6 2.826E-7 i0 3.610284 i1 -0.00015 i2 -0.00014 i3 -0.00126 i4 -8.4E-6 i5 -5.03E-6 i6 0.000429 i7 1.228472 i8 4.458E-8 j0 93.41927 j1 -0.00141 j2 -0.75052 j3 -3.66962 j4 5.591721 j5 23.91475 j6 29.65159 j7 0.384268 j8 1.367E-6 k0 173.6533 k1 -0.00545 k2 -0.38456 k3 -1.49175 k4 25.28731 k5 -0.09211 k6 1.173357 k7 5.371E-6 l0 90.92766 l1 -0.00237 l2 0.008825 l3 3.764380 l4 -0.08005 l5 9.348E-6 l6 1.353E-6 m0 115.1008 m1 -0.00112 m2 -0.63897 m3 -4.06150 m4 -0.09087 m5 0.000014 m6 5.206E-6 n1 225.3152 n 2 -0.18535 n3 -0.11844 n4 0.421136 n 5 4.800250 o1 1683.705 o 2 0.481391 o3 0.005364 o4 -0.33056 o 5 -0.47292 o6 0.426002 o 7 1.616235 p0 15819.43 p 1 -7.51611 p2 1583.559 p3 376.3395 p 4 -0.00304 p5 0.015452 q1 15917.22 q 2 211566.5 q 3 -7.00978 q4 0.062295 q 5 0.488622 r0 -74899.8 r1 11.02389 r2 17.55448 r3 11.21535 r4 0.004974 r5 1.106450 r6 179.7959 r7 1094.343 r8 1392.739 r9 -0.81980 r10 0.000898 r11 0.817995 s0 -18268.7 s1 17.95468 s2 4.569207 s3 -0.11150 s4 0.016546 s5 0.111192 t1 0.007940 t 2 -3.70737 t 3 336.1520 t4 0.042096 u1 -103469 u2 1.177352 u3 0.690053 v1 11827.49 v 2 -175.960 v3 -2.06696 v4 52.14107 v5 0.004139 v6 4173.824 v 7 0.047838 v8 2.799003 ; ; LAP = a0 +a1*HK +a2* HJ +a3*hkh +a4*hpu +a5*AT +a6*JB +a7*TKDK +a8*PRT; PRO = b0 +b1* HB +b 2*hps +b3*HZ +b4*HR +b5* LAP +b6* KRE +b7*PUK; JB = c0 +c1*HB +c2*HZ +c3* HR +c4* LAP +c5* KRE +c6*PUK; JPU = d0 +d1* (HK/HPU) +d 2*HB +d3* HO +d4* HZ +d5*jph +d6*PNK +d7*pnl +d8*PUK; JPS = e0 +e1*(HK/ HPS) +e2* HB +e3*HZ +e4*da +e5*LAP +e6*TKLK +e7*PNK; JPK = f0 +f1*(hk/hpk) +f2*hb +f3*HO +f4*h z +f5*jph +f6* lap +f7*PNK +f8*PUK; JO = g0 +g1* HO +g 2*HB +g3*hz +g4* HR +g 5*jph +g 6*di +g7*PNK +g 8*PUK; JZ = h0 +h1* HZ +h2*hb +h3* HO +h4* HR +h 5*PNK +h6*PUK; JR = i0 +i1* HR +i2*hb +i3*hpu +i4*HO +i5*hz +i6*JPH +i7* LAP +i8*prt; TKDK = j0 +j1*utkl +j2*UM +j3*ED +j4*AKK +j5*DG +j6* LAP +j7*JPS +j8*TA B; TKLK = k0 + k1*UTKL +k2*u m +k3*ed +k4*DS +k5*t kdl +k6*JPS +k7*PUK; TKDN = l0 +l1*utkl +l2*hk +l3*akk +l4*tklk +l5*PNK +l6*tab; TKDL = m0 +m1*utkl +m2*UM +m3* ED +m4*tklk +m5*PNL +m6*PUKT; PNK = n1* HKT +n2* PNL +n 3*pukt +n4*TAB +n 5*KRE; PNL = o1* HTP +o2*hti +o3*at +o 4*PNK +o5*PUKT +o6*TAB +o 7*KRE; KPT = p0 +p1* HJ +p2*AK +p3* KK +p4* KNP +p5*KRE; KNP = q1* UM +q 2*AK +q 3*KPT +q 4*PNL +q 5*KT; IE = r0 +r1*HK +r2*hs +r3*hu +r4*hti +r5*hhk +r6*um +r7*ed +r8*ak +r9*IP +r10*pnl +r11*INV; IH = s0 +s1*hg +s2*hth +s3*IP +s4*KRE +s5*INV; IP = t1*AT +t2*IS +t 3*pro +t4*PRT; TAB = u1*SB +u2*hti +u3*PD; KRE = v1*SB +v2* HPU +v3*HO +v4*JPH +v5*tab +v6*JB +v7* KT +v8*IH;
217
; TKK TKD TKL TK CK BS BTK BUK PUK PUKT PRT PD KT IS INV BRT KJ PKp RUN;
= TKDK + TKLK; = TKDK + TKDN + TKDL; = TKLK + TKLN + TKLL; = TKD + TKL; = TKD + CKL; = (JB* HB)+((JPU*HPU)+(JPS* HPS)+(JPK* HPK))+((JO*HO)+(JZ* HZ)+(JR* HR)); = (TKLK)*(UTKL); = BS + BTK; = (PRO)*(HK); = PUK - BUK; = PUKT + PNK + PNL; = PRT - PBB; = KPT + KNP + KL; = IE + IH; = IS + IP; = KT + INV; = PRO - KK; = (PRO)/(LAP);
LAMPIRAN 4. HasilValidasi Model EkonomiRumahtangga PetaniKedelaidenganMetodeSolusi Newton ProSAS 13022012 Ujian Terbuka 31012012 By: RMS. The SIMNLIN Procedure - Simul taneous Simulation Descripti ve Statistics Actual Predicted Vari able Nobs N Mean StdDev Mean
StdDev
Label
LAP 250 PRO 250 JB 250 JPU 250 JPS 250 JPK 250 JO 250 JZ 250 JR 250 TKDK 250 TKLK 250 TKDN 250 TKDL 250 PNK 250 PNL 250 KPT 250 KNP 250 IE 250 IH 250 IP 250 TAB 250 KRE 250 TKK 250 TKD 250 TKL 250 TK 250 CK 250 BS 250 BTK 250 BUK 250 PUK 250 PUKT 250 PRT 250 PD 250 KT 250 IS 250 INV 250 BRT 250 KJ 250 PKp 250
2.2916 5454.2 161.30 155.80 73.674 100.10 6.1802 6.4668 3.7367 115.20 169.60 86.717 35.529 8629986 2491605 21031 1699883 181797 34575 2539331 14214360 835539 283.80 231.50 203.80 423.70 283.60 1469621 1218663 2649050 16504283 13924625 20529124 20520707 3089718 214598 2607414 4044894 5449.60 1393.47
Luas Areal Panen(Ha) ProduksiKedelai(Kg) Jmlh BenihKedelai(Kg) JmlhPupuk Urea (Kg) JmlhPp k.Sp 36/Tsp(Kg) JmlhPp k.Kcl/Za (Kg ) Jmlh Obat/Pestsd(Lt) Jumlah ZPT/Ppc (Lt) Jmlh Rhizo+ (Sachet) TK DlmKlrgKdl (HOK) TK LuarKlrgKd l(HOK) TKDlmKlgNonKdl(HOK) TKDlmKlgNUt Lain(HOK) PndapatnNonKdl (Rp) PndapatnNUtLain (Rp ) KonsumsiPngTunai(Rp) KonsumsiNonPngn(Rp) InvestasiPdidikn(Rp) InvestasiKsehatn(Rp) InvestasiProPert(Rp) Tabungan (Rp) KreditPertanian(Rp) TenagaKerjaKdl(HOK) TKDalamKeluarga(HOK) TK LuarKeluarga(HOK) TenagaKerjaTtl(HOK) CurahKerjaTotal(HOK) BiayaSaranaProd(Rp) BiayaTenagaKerja(Rp) BiayaUt.Kedelai(Rp) Penerimaan Ut.Kd l(Rp) PndapatnUtKdlTtl(Rp) PendapatanRT.Ttl(Rp) PndptnDisposable(Rp ) KonsumsiRT.Total(Rp) InvestasiSmbrDy(Rp) InvestasiRT.Ttl(Rp) PengeluaranRTTt l(Rp) KdlJual/ SurplusP(Kg ) ProdtvtKdlPnn(Kg/Ha)
250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250
0.6598 853.10 31.928 49.224 35.416 20.212 1.2156 1.1864 1.9520 102.50 160.80 142.00 106.40 4267717 4751787 25459 5785780 64235 27338 668290 4407145 556788 263.20 350.90 397.50 748.40 745.80 333315 900822 1234163 1848492 614355 9633834 9599719 8056117 91573 759863 8815980 804.40 1292.96
0.6274 959.90 30.387 58.287 40.037 31.308 1.7866 2.1462 1.8750 66.005 75.748 80.525 75.677 3862284 4311062 25957 2327017 102722 39943 2464677 7857649 461375 107.40 162.30 138.70 234.60 261.80 312840 471315 633164 2290849 1966327 6937665 6912464 3216638 114082 2475576 4515198 928.30 800.90
0.7867 1054.8 38.535 56.327 39.583 25.062 1.4669 1.6732 2.1468 109.60 168.50 148.70 109.10 4870966 4979984 26020 5758605 61977 27461 1064774 5680085 586007 278.10 367.40 405.20 772.60 762.30 400467 992536 1393003 2419060 1026057 10877007 10842893 8029504 89438 1154212 9183716 1006.1 1340.8
220
The SIMNLIN Procedure - Simul taneous Simulation Statistics of fi t Mean Mean% MeanAbs MeanAbs RMS Vari able N Error Error Error % Error Error LAP 250 PRO 250 JB 250 JPU 250 JPS 250 JPK 250 JO 250 JZ 250 JR 250 TKDK 250 TKLK 250 TKDN 250 TKDL 250 PNK 250 PNL 250 KPT 250 KNP 250 IE 250 IH 250 IP 250 TAB 250 KRE 250 TKK 250 TKD 250 TKL 250 TK 250 CK 250 BS 250 BTK 250 BUK 250 PUK 250 PUKT 250 PRT 250 PD 250 KT 250 IS 250 INV 250 BRT 250 KJ 250 PKp 250
0.1269 201.70 6.6072 7.1032 4.1671 4.8500 0.2513 0.4868 0.1948 7.1043 7.7146 6.7204 2.6469 603249 228197 561.50 27175 2258.0 122.80 396484 1272939 29220 14.819 16.472 7.7146 24.186 16.472 67152 91713 158840 570568 411703 1243174 1243174 26613 2135.2 394349 367735 201.70 1367.9
16.101 60.580 12.177 641.50 759.80 580.30 124.70 710.00 51.976 41.646 40.774 53.525 191.90 100.50 144.00 73.091 9.8962 632.40 367.10 848.10 89219 2519.5 20.043 27.598 6.3746 7.8368 7.3635 32.416 40.774 28.914 60.580 61.381 47.151 47.454 4.2026 148.60 439.00 12.431 90.167 56.707
0.8631 1916.6 58.936 72.751 41.618 42.292 2.4656 2.8539 1.8707 70.553 91.337 77.096 63.375 4479782 3418043 14468 1587527 139013 32583 1642665 8367244 500758 135.60 163.60 91.337 214.00 163.60 559161 544562 1020731 5314639 4464397 9205839 9205839 1585816 162822 1601239 2428880 1916.6 3563.9
149.00 417.10 279.00 1023.5 962.60 1426.3 325.00 985.00 113.60 89.914 80.653 86.999 223.80 164.70 187.40 100.90 30.093 4039.4 464.30 1161.7 129712 2590.2 57.823 59.330 23.932 28.746 23.545 198.80 80.653 88.680 417.10 2087.7 112.30 112.90 20.810 621.30 618.00 28.747 478.00 461.20
RMS% Error 2.2164 5426.1 160.00 175.00 84.996 104.50 6.6698 7.1362 4.1679 126.00 180.90 108.00 77.674 8547061 4743953 23853 2199270 186913 53262 3539954 15579921 927786 292.20 258.90 180.90 409.60 258.90 1509476 1250789 2679959 16413444 13838743 20283226 20283226 2196402 223528 3561434 3965284 5426.1 25965
341.00 1369.6 823.20 4953.6 3160.8 4462.8 992.40 4016.3 277.90 169.30 272.70 144.20 542.90 324.90 395.10 207.50 41.973 8405.5 1320.2 2167.3 3910.0 1003.6 153.20 95.186 43.677 49.162 36.340 504.20 272.70 236.40 1370.0 1184.0 229.10 230.20 27.508 1745.4 1030.9 39.858 1647.9 3132.6
221
The SIMNLIN Procedure - Simul taneous Simulation Theil Forecast Error Statistics MS E Decomposition Proporti ons Corr Bi as RegDistVarCovarInequalCoef Vari able N MS E (R) (UM) (UR) (UD) (US) (UC) U1
U
LAP 250 4.9125 0.25 0.00 0.92 0.07 0.56 0.44 2.4367 0.6660 PRO 250 29443042 0.11 0.00 0.97 0.03 0.68 0.32 4.2300 0.7948 JB 250 25593 0.13 0.00 0.96 0.04 0.67 0.33 3.6330 0.7633 JPU 250 30611 0.17 0.00 0.89 0.11 0.31 0.69 2.2960 0.7242 JPS 250 7224.4 0.03 0.00 0.78 0.22 0.16 0.84 1.5919 0.6209 JPK 250 10917 0.01 0.00 0.91 0.09 0.43 0.57 2.8078 0.7453 JO 250 44.486 0.15 0.00 0.93 0.07 0.43 0.57 3.0908 0.7849 JZ 250 50.925 0.16 0.00 0.91 0.09 0.37 0.63 2.9145 0.7828 JR 250 17.372 0.01 0.00 0.80 0.20 0.20 0.80 1.5413 0.5948 TKDK 250 15871 0.12 0.00 0.73 0.27 0.15 0.84 1.0340 0.4488 TKLK 250 32715 0.07 0.00 0.82 0.17 0.27 0.73 1.0182 0.4343 TKDN 250 11661 0.17 0.00 0.46 0.54 0.00 0.99 0.6618 0.3221 TKDL 250 6033.3 0.17 0.00 0.08 0.92 0.27 0.73 0.5953 0.3168 PNK 250 7.31E13 0.25 0.00 0.80 0.19 0.31 0.69 1.4863 0.5463 PNL 250 2.25E13 0.10 0.00 0.18 0.81 0.15 0.85 0.7401 0.3961 KPT 250 5.69E8 0.50 0.00 0.11 0.89 0.04 0.96 0.6567 0.3420 KNP 250 4.84E12 0.44 0.00 0.10 0.90 0.08 0.92 0.3528 0.1797 IE 250 3.49E10 0.23 0.00 0.71 0.29 0.18 0.82 1.5450 0.5977 IH 250 2.84E9 0.02 0.00 0.44 0.56 0.01 0.99 1.1019 0.5762 IP 250 1.25E13 0.01 0.01 0.50 0.48 0.00 0.99 1.3888 0.6682 TAB 250 2.43E14 0.10 0.01 0.74 0.25 0.17 0.83 1.7320 0.6418 KRE 250 8.61E11 0.06 0.00 0.75 0.25 0.16 0.84 1.2841 0.5327 TKK 250 85400 0.11 0.00 0.86 0.13 0.36 0.63 1.0282 0.4290 TKD 250 67015 0.17 0.00 0.62 0.38 0.07 0.92 0.6698 0.3155 TKL 250 32715 0.50 0.00 0.56 0.44 0.13 0.87 0.4298 0.2069 TK 250 167782 0.34 0.00 0.71 0.29 0.21 0.78 0.5224 0.2460 CK 250 67015 0.55 0.00 0.29 0.71 0.01 0.99 0.3276 0.1615 BS 250 2.28E12 0.03 0.00 0.96 0.04 0.58 0.41 3.3052 0.7635 BTK 250 1.56E12 0.13 0.01 0.86 0.14 0.36 0.64 1.2308 0.4837 BUK 250 7.18E12 0.07 0.00 0.94 0.06 0.56 0.43 1.9329 0.6126 PUK 250 2.69E14 0.10 0.00 0.98 0.02 0.75 0.25 5.5827 0.8379 PUKT 250 1.92E14 0.10 0.00 0.98 0.02 0.74 0.26 6.7299 0.8654 PRT 250 4.11E14 0.20 0.00 0.88 0.11 0.45 0.55 1.7097 0.5785 PD 250 4.11E14 0.20 0.00 0.89 0.11 0.45 0.55 1.7158 0.5796 KT 250 4.82E12 0.76 0.00 0.09 0.91 0.00 1.00 0.2533 0.1272 IS 250 4.99E10 0.18 0.00 0.75 0.25 0.20 0.80 1.5299 0.5910 INV 250 1.27E13 0.03 0.01 0.51 0.48 0.00 0.99 1.3778 0.6557 BRT 250 1.57E13 0.58 0.01 0.13 0.86 0.01 0.98 0.4005 0.1989 250 29443042 0.10 0.00 0.97 0.03 0.69 0.31 4.4226 0.8029 KJ PKp 250 6.74E8 0.02 0.00 1.00 0.00 0.94 0.06 16.615 0.9444
LAMPIRAN 5. Program SimulasiKebijakan Model Ekonomi RumahtanggaPetaniKedelai Options NoDateNoNu mberNo Center; Data DELE; Set SatuDuaTigaEmpat Lima EnamTu juhDelapan Semb ilan; Merge SatuDuaTigaEmpat Lima EnamTu juhDelapan Semb ilan; BS = (JB* HB)+((JPU*HPU)+(JPS* HPS)+(JPK* HPK))+((JO*HO)+(JZ* HZ)+(JR* HR)); BTK = (TKLK)*(UTKL); PUK = (PRO)*(HK); PUKT = PUK - BS - BTK; PKp = (PRO)/(LAP); Hkpu = (Hk/Hpu); Hkps = (Hk/Hps); Hkp k = (Hk/Hpk); If DA>0 Then DA =1; Else DA=0; If DI>0 Then DI=1; Else DI=0; If DG>0 Then DG=1; Else DG=0; If DS>0 Then DS=1; Else DS=0; Label DA = Du mmyArea "MilikSdr=1" DI = Du mmyIrigasi"Teknis=1" DG = Du mmy Gender "Laki2=1" DS = Du mmySkill "TamatSD=1" Hkpu = RasioHgKd l/HgPUrea Hkps = RasioHgKd l/HgPSpTsp Hkp k = RasioHgKd l/HgPKclZa BS = BiayaSaranaProd(Rp) BTK = BiayaTenagaKerja(Rp) PUK = PenerimaanUt.Kd l(Rp) PUKT = PndapatnUtKdlTtl(Rp) PKp = ProdtvtKdlPnn(Kg/Ha); ; Title03 KenaikanHargaKedelai25.0% ; HK = (1.25* HK); RUN; ; Title04 Prosedur SIMNLIN ProSA S 13022012 UT31012012 by: RM S; Proc SIMNLIN Data=DELE Type=N2SLS Newton MaxIter=50 Converge=1E-8 Simu late Stats Out=KedeleOutactualOutpredictTheilNoprint ; Endogenous LAP PRO JB JPU JPS JPK JO JZ JR TKDK TKLK TKDN TKDL PNK PNL KPT KNP IE IH IP TAB KRE TKK TKD TKL TK CK BS BTK BUK PUK PUKT PRT PD KT IS INV BRT KJ PKp ; Exogenous HK HG HJ HS HU HKT HKH HB HPU HPS HPK HO HZ HR HTp HTh HTI HHK UTKL UM ED AKK AK AT SB PBB KL KK TKLN TKLL CKL JPH DA DI DG DS Hkpu Hkps Hkp k ; Parms a0 0.066704 a1 0.000072 a2 -0.00022 a3 -0.00002 a4 -0.00017 a5 2.55E-9 a6 0.010007 a7 0.002492 a8 1.66E-8 b0 1168.302 b 1 -0.17114 b2 -0.19309 b3 -0.00246 b4 -0.09223 b5 250.1141 b 6 0.000458 b7 0.000274
224
c0 50.34381 c1 -0.00579 c2 -0.00019 c3 -0.00634 c4 20.97170 c5 7.06E-6 c6 6.546E-6 d0 73.23491 d 1 10.53485 d2 -0.01359 d3 -0.00050 d4 -0.00055 d5 0.004604 d 6 4.236E-6 d7 1.128E-6 d8 7.359E-6 e0 -0.66949 e1 11.86229 e2 -0.00573 e3 -0.00035 e4 4.111293 e5 13.69883 e6 0.131396 e7 2.203E-6 f0 8.786600 f1 1.353340 f2 -0.00254 f3 -0.00006 f4 -0.00014 f5 0.001978 f6 9.972467 f7 2.379E-6 f8 3.465E-6 g0 3.927157 g 1 -0.00002 g2 -0.00032 g3 -7.82E-6 g 4 -0.00033 g5 0.000081 g 6 0.271045 g7 8.193E-8 g 8 3.326E-7 h0 3.282425 h 1 -0.00003 h2 -0.00023 h3 -0.00001 h4 -0.00032 h5 2.112E-7 h6 2.826E-7 i0 3.610284 i1 -0.00015 i2 -0.00014 i3 -0.00126 i4 -8.4E-6 i5 -5.03E-6 i6 0.000429 i7 1.228472 i8 4.458E-8 j0 93.41927 j1 -0.00141 j2 -0.75052 j3 -3.66962 j4 5.591721 j5 23.91475 j6 29.65159 j7 0.384268 j8 1.367E-6 k0 173.6533 k1 -0.00545 k2 -0.38456 k3 -1.49175 k4 25.28731 k5 -0.09211 k6 1.173357 k7 5.371E-6 l0 90.92766 l1 -0.00237 l2 0.008825 l3 3.764380 l4 -0.08005 l5 9.348E-6 l6 1.353E-6 m0 115.1008 m1 -0.00112 m2 -0.63897 m3 -4.06150 m4 -0.09087 m5 0.000014 m6 5.206E-6 n1 225.3152 n 2 -0.18535 n3 -0.11844 n4 0.421136 n 5 4.800250 o1 1683.705 o 2 0.481391 o3 0.005364 o4 -0.33056 o 5 -0.47292 o6 0.426002 o 7 1.616235 p0 15819.43 p 1 -7.51611 p2 1583.559 p3 376.3395 p 4 -0.00304 p5 0.015452 q1 15917.22 q 2 211566.5 q 3 -7.00978 q4 0.062295 q 5 0.488622 r0 -74899.8 r1 11.02389 r2 17.55448 r3 11.21535 r4 0.004974 r5 1.106450 r6 179.7959 r7 1094.343 r8 1392.739 r9 -0.81980 r10 0.000898 r11 0.817995 s0 -18268.7 s1 17.95468 s2 4.569207 s3 -0.11150 s4 0.016546 s5 0.111192 t1 0.007940 t 2 -3.70737 t 3 336.1520 t4 0.042096 u1 -103469 u2 1.177352 u3 0.690053 v1 11827.49 v 2 -175.960 v3 -2.06696 v4 52.14107 v5 0.004139 v6 4173.824 v 7 0.047838 v8 2.799003 ; ; LAP = a0 +a1*HK +a2* HJ +a3*hkh +a4*hpu +a5*AT +a6*JB +a7*TKDK +a8*PRT; PRO = b0 +b1* HB +b 2*hps +b3*HZ +b4*HR +b5* LAP +b6* KRE +b7*PUK; JB = c0 +c1*HB +c2*HZ +c3* HR +c4* LAP +c5* KRE +c6*PUK; JPU = d0 +d1* (HK/HPU) +d 2*HB +d3* HO +d4* HZ +d5*jph +d6*PNK +d7*pnl +d8*PUK; JPS = e0 +e1*(HK/ HPS) +e2* HB +e3*HZ +e4*da +e5*LAP +e6*TKLK +e7*PNK; JPK = f0 +f1*(hk/hpk) +f2*hb +f3*HO +f4*h z +f5*jph +f6* lap +f7*PNK +f8*PUK; JO = g0 +g1* HO +g 2*HB +g3*hz +g4* HR +g 5*jph +g 6*di +g7*PNK +g 8*PUK; JZ = h0 +h1* HZ +h2*hb +h3* HO +h4* HR +h 5*PNK +h6*PUK; JR = i0 +i1* HR +i2*hb +i3*hpu +i4*HO +i5*hz +i6*JPH +i7* LAP +i8*prt; TKDK = j0 +j1*utkl +j2*UM +j3*ED +j4*AKK +j5*DG +j6* LAP +j7*JPS +j8*TA B; TKLK = k0 + k1*UTKL +k2*u m +k3*ed +k4*DS +k5*t kdl +k6*JPS +k7*PUK; TKDN = l0 +l1*utkl +l2*hk +l3*akk +l4*tklk +l5*PNK +l6*tab; TKDL = m0 +m1*utkl +m2*UM +m3* ED +m4*tklk +m5*PNL +m6*PUKT; PNK = n1* HKT +n2* PNL +n 3*pukt +n4*TAB +n 5*KRE; PNL = o1* HTP +o2*hti +o3*at +o 4*PNK +o5*PUKT +o6*TAB +o 7*KRE; KPT = p0 +p1* HJ +p2*AK +p3* KK +p4* KNP +p5*KRE; KNP = q1* UM +q 2*AK +q 3*KPT +q 4*PNL +q 5*KT; IE = r0 +r1*HK +r2*hs +r3*hu +r4*hti +r5*hhk +r6*um +r7*ed +r8*ak +r9*IP +r10*pnl +r11*INV;
225
IH IP TAB KRE ; TKK TKD TKL TK CK BS BTK BUK PUK PUKT PRT PD KT IS INV BRT KJ PKp RUN; ;
= s0 +s1*hg +s2*hth +s3*IP +s4*KRE +s5*INV; = t1*AT +t2*IS +t 3*pro +t4*PRT; = u1*SB +u2*hti +u3*PD; = v1*SB +v2* HPU +v3*HO +v4*JPH +v5*tab +v6*JB +v7* KT +v8*IH; = TKDK + TKLK; = TKDK + TKDN + TKDL; = TKLK + TKLN + TKLL; = TKD + TKL; = TKD + CKL; = (JB* HB)+((JPU*HPU)+(JPS* HPS)+(JPK* HPK))+((JO*HO)+(JZ* HZ)+(JR* HR)); = (TKLK)*(UTKL); = BS + BTK; = (PRO)*(HK); = PUK - BUK; = PUKT + PNK + PNL; = PRT - PBB; = KPT + KNP + KL; = IE + IH; = IS + IP; = KT + INV; = PRO - KK; = (PRO)/(LAP);
LAMPIRAN 6. HasilSimulasiKebijakan Model Ekonomi RumahtanggaPetaniKedelai ProSAS 13022012 Ujian Terbuka 31012012 By: RMS. KenaikanHargaKedelai 25.0% The SIMNLIN Procedure - Simul taneous Simulation Descripti ve Statistics Actual Predicted Vari able Nobs N Mean StdDev Mean StdDev
Label
LAP 250 250 0.6598 0.6274 0.9866 1.9002 Luas Areal Panen(Ha) PRO 250 250 853.10 959.90 1392.3 4617.7 ProduksiKedelai(Kg) JB 250 250 31.928 30.387 49.260 137.10 Jmlh BenihKedelai(Kg) JPU 250 250 49.224 58.287 71.533 132.10 JmlhPupuk Urea (Kg) JPS 250 250 35.416 40.037 50.572 62.387 JmlhPp k.Sp 36/Tsp(Kg) JPK 250 250 20.212 31.308 32.476 84.303 JmlhPp k.Kcl/Za (Kg ) JO 250 250 1.2156 1.7866 1.8308 5.3322 Jmlh Obat/Pestsd(Lt) JZ 250 250 1.1864 2.1462 2.0912 5.5550 Jumlah ZPT/Ppc (Lt) JR 250 250 1.9520 1.8750 2.4595 3.1993 Jmlh Rhizo+ (Sachet) TKDK 250 250 102.50 66.005 121.20 97.898 TK DlmKlrgKdl (HOK) TKLK 250 250 160.80 75.748 186.00 146.20 TK LuarKlrgKd l(HOK) TKDN 250 250 142.00 80.525 160.70 73.589 TKDlmKlgNonKdl(HOK) TKDL 250 250 106.40 75.677 111.00 32.591 TKDlmKlgNUt Lain(HOK) PNK 250 250 4267717 3862284 5639699 7295401 PndapatnNonKdl (Rp) PNL 250 250 4751787 4311062 4941169 2317412 PndapatnNUtLain (Rp ) KPT 250 250 25459 25957 27427 19092 KonsumsiPngTunai(Rp) KNP 250 250 5785780 2327017 5735941 1689426 KonsumsiNonPngn(Rp) IE 250 250 64235 102722 158433 192468 InvestasiPdidikn(Rp) IH 250 250 27338 39943 41219 33196 InvestasiKsehatn(Rp) IP 250 250 668290 2464677 833103 2197014 InvestasiProPert(Rp) TAB 250 250 4407145 7857649 6720436 12118508 Tabungan (Rp) KRE 250 250 556788 461375 672570 713618 KreditPertanian(Rp) TKK 250 250 263.20 107.40 307.20 242.80 TenagaKerjaKdl(HOK) TKD 250 250 350.90 162.30 392.80 197.30 TKDalamKeluarga(HOK) TKL 250 250 397.50 138.70 422.70 169.30 TK LuarKeluarga(HOK) TK 250 250 748.40 234.60 815.50 352.10 TenagaKerjaTtl(HOK) CK 250 250 745.80 261.80 787.70 254.50 CurahKerjaTotal(HOK) BS 250 250 333315 312840 492584 1242310 BiayaSaranaProd(Rp) BTK 250 250 900822 471315 1027506 824959 BiayaTenagaKerja(Rp) BUK 250 250 1234163 633164 1520090 2010115 BiayaUt.Kedelai(Rp) PUK 250 250 1848492 2290849 3323869 13888710 Penerimaan Ut.Kd l(Rp) PUKT 250 250 614355 1966327 1803779 11952441 PndapatnUtKdlTtl(Rp) PRT 250 250 9633834 6937665 12384647 17443364 PendapatanRT.Ttl(Rp) PD 250 250 9599719 6912464 12350533 17443431 PndptnDisposable(Rp ) KT 250 250 8056117 3216638 8008246 3082782 KonsumsiRT.Total(Rp) IS 250 250 91573 114082 199652 223921 InvestasiSmbrDy(Rp) INV 250 250 759863 2475576 1032755 2215133 InvestasiRT.Ttl(Rp) BRT 250 250 8815980 4515198 9041001 3860070 PengeluaranRTTt l(Rp) KJ 250 250 804.40 928.30 1343.6 4613.8 KdlJual/ SurplusP(Kg ) PKp 250 250 1292.97 800.90 1411.2 643.17 ProdtvtKdlPnn(Kg/Ha)
228
The SIMNLIN Procedure - Simul taneous Simulation Statistics of fi t Mean Mean% MeanAbs MeanAbs RMS RMS% Vari able N Error Error Error % Error Error Error LAP 250 0.3268 101.70 0.9734 202.50 1.9600 398.20 PRO 250 539.20 94.765 2125.4 408.50 4626.5 838.60 JB 250 17.332 96.245 64.914 286.80 135.90 545.80 JPU 250 22.309 661.00 77.3836 1224.0 147.70 6609.3 JPS 250 15.156 944.40 42.2357 1020.2 72.915 3964.3 JPK 250 12.264 1666.2 46.7804 2287.8 92.319 7369.8 JO 250 0.6152 153.70 2.7412 452.00 5.6807 1324.8 JZ 250 0.9048 832.60 3.0747 1368.3 6.0421 4416.5 JR 250 0.5075 81.374 2.0310 137.20 3.7255 288.10 TKDK 250 18.674 65.613 77.2205 101.00 116.90 158.30 TKLK 250 25.292 41.750 91.4560 72.902 157.90 131.10 TKDN 250 18.644 73.546 83.5082 101.70 109.20 174.60 TKDL 250 4.5550 215.10 66.1794 246.50 79.094 721.90 PNK 250 1371982 153.80 4908609 221.60 8343180 437.70 PNL 250 189382 142.90 3328475 186.10 4494840 389.40 KPT 250 1968.0 83.551 15101 112.90 23001 228.00 KNP 250 49839 9.2578 1573240 29.911 2149160 41.775 IE 250 94197 3642.1 164137 5259.3 215843 1154.7 IH 250 13881 562.00 36884 604.30 54218 1704.1 IP 250 164813 890.50 1772947 1373.8 3410452 2816.3 TAB 250 2313291 105149 8891633 132651 14815286 2999.7 KRE 250 115782 2426.0 497420 2714.8 805407 8926.7 TKK 250 43.966 31.539 149.00 61.445 258.80 102.40 TKD 250 41.874 42.389 181.00 69.084 255.30 114.50 TKL 250 25.292 12.942 91.456 27.143 157.90 52.444 TK 250 67.166 16.802 238.40 34.802 383.10 56.956 CK 250 41.873 12.105 181.00 26.359 255.30 37.117 BS 250 159269 95.778 628124 240.40 1287373 544.40 BTK 250 126684 41.750 522221 72.902 884598 131.10 BUK 250 285927 47.435 1078493 100.00 2079347 204.20 PUK 250 1475377 143.50 6245839 515.10 14040684 1051.4 PUKT 250 1189425 198.40 5259477 6885.7 12057083 4652.2 PRT 250 2750814 91.277 10266528 149.50 18918519 312.20 PD 250 2750814 91.894 10266528 150.40 18918519 313.90 KT 250 47871 3.7809 1573203 20.723 2148060 27.351 IS 250 108078 535.90 192006 718.30 253966 1588.6 INV 250 272892 502.40 1733011 743.00 3400502 1428.7 BRT 250 225021 11.471 2502897 29.899 3975379 45.905 KJ 250 539.20 101.10 2125.4 455.10 4626.5 949.20 PKp 250 2018.3 243.30 4302.8 534.40 1545.0 2217.9
229
The SIMNLIN Procedure - Simul taneous Simulation Theil Forecast Error Statistics MS E Decomposition Proporti ons Corr Bi as RegDistVarCovarInequalCoef Vari able N MS E (R) (UM) (UR) (UD) (US) (UC) U1
U
LAP 250 3.8418 0.11 0.03 0.87 0.10 0.42 0.55 2.1549 0.6432 PRO 250 21404747 0.12 0.01 0.94 0.04 0.62 0.36 3.6066 0.7588 JB 250 18477 0.18 0.02 0.94 0.05 0.61 0.37 3.0869 0.7176 JPU 250 21801 0.04 0.02 0.82 0.16 0.25 0.73 1.9376 0.6528 JPS 250 5316.6 0.08 0.04 0.66 0.30 0.09 0.86 1.3656 0.5457 JPK 250 8522.9 0.06 0.02 0.87 0.11 0.33 0.65 2.4809 0.7247 JO 250 32.270 0.02 0.01 0.89 0.10 0.39 0.60 2.6325 0.7296 JZ 250 36.507 0.02 0.02 0.85 0.13 0.32 0.66 2.4677 0.7216 JR 250 13.879 0.01 0.02 0.73 0.25 0.13 0.86 1.3777 0.5532 TKDK 250 13671 0.04 0.03 0.66 0.32 0.07 0.90 0.9596 0.4214 TKLK 250 24947 0.12 0.03 0.75 0.23 0.20 0.78 0.8891 0.3814 TKDN 250 11917 0.02 0.03 0.43 0.54 0.00 0.97 0.6690 0.3212 TKDL 250 6255.9 0.11 0.00 0.10 0.90 0.30 0.70 0.6061 0.3214 PNK 250 6.96E13 0.00 0.03 0.76 0.21 0.17 0.80 1.4508 0.5577 PNL 250 2.02E13 0.19 0.00 0.11 0.88 0.20 0.80 0.7012 0.3788 KPT 250 5.29E8 0.52 0.01 0.06 0.93 0.09 0.90 0.6333 0.3299 KNP 250 4.62E12 0.46 0.00 0.08 0.92 0.09 0.91 0.3447 0.1760 IE 250 4.66E10 0.25 0.19 0.60 0.21 0.17 0.64 1.7841 0.5834 IH 250 2.94E9 0.02 0.07 0.39 0.54 0.02 0.92 1.1217 0.5356 IP 250 1.16E13 0.07 0.00 0.48 0.52 0.01 0.99 1.3380 0.6968 TAB 250 2.20E14 0.03 0.02 0.70 0.28 0.08 0.89 1.6470 0.6489 KRE 250 6.49E11 0.13 0.02 0.66 0.32 0.10 0.88 1.1147 0.4732 TKK 250 66984 0.10 0.03 0.80 0.17 0.27 0.70 0.9106 0.3831 TKD 250 65197 0.02 0.03 0.57 0.40 0.02 0.95 0.6607 0.3092 TKL 250 24947 0.50 0.03 0.40 0.58 0.04 0.94 0.3753 0.1803 TK 250 146764 0.22 0.03 0.61 0.36 0.09 0.88 0.4885 0.2291 CK 250 65197 0.52 0.03 0.21 0.76 0.00 0.97 0.3231 0.1578 BS 250 1.66E12 0.00 0.02 0.93 0.06 0.52 0.47 2.8188 0.7189 BTK 250 7.83E11 0.17 0.02 0.71 0.27 0.16 0.82 0.8705 0.3792 BUK 250 4.32E12 0.07 0.02 0.89 0.09 0.44 0.54 1.4997 0.5327 PUK 250 1.97E14 0.04 0.01 0.96 0.03 0.68 0.31 4.7757 0.8166 PUKT 250 1.45E14 0.05 0.01 0.96 0.03 0.68 0.31 5.8635 0.8539 PRT 250 3.58E14 0.00 0.02 0.84 0.13 0.31 0.67 1.5946 0.5694 PD 250 3.58E14 0.00 0.02 0.85 0.13 0.31 0.67 1.6004 0.5704 KT 250 4.61E12 0.77 0.00 0.08 0.92 0.00 1.00 0.2477 0.1245 IS 250 6.45E10 0.20 0.18 0.63 0.19 0.19 0.63 1.7382 0.5697 INV 250 1.16E13 0.05 0.01 0.47 0.53 0.01 0.99 1.3156 0.6767 BRT 250 1.58E13 0.56 0.00 0.11 0.88 0.03 0.97 0.4015 0.2015 0.11 0.01 0.95 0.04 0.63 0.35 3.7709 0.7681 KJ 250 21404747 0.01 0.02 0.98 0.00 0.88 0.10 9.8867 0.8974 PKp 250 2.39E8
LAMPIRAN 7. HasilAnalisisUsahataniKedelai di Indonesia Dalam analisis usahatani kedelai, untuk menghitung nilai R/C atau rasio antara produksi dan pengeluaran dalam persen, perlu diperhitungkan nilai produksi, pendapatan, dan pengeluaran- nya, seperti terlihat pada Tabel 7.1.dan Tabel 7.2. berikut ini. Jika produksi usahatani kedelai di Indonesia adalah 100%, maka jumlah pendapatan mencapai 24.60%, dan pengeluaran-nya 75.40%, sehingga diperoleh nilai R/C sebesar 1.33 (go-project), sesuai upa h tenaga-kerja luar keluarga yang dibayarkan. Jika memperhitungkan upah tenaga-kerja dalam keluarga, maka jumlah pendapatan mencapai 17.20%, dan pengeluaran-nya 82.80%, sehingga diperoleh nilai R/C sebesar 1.21 (go-project). Berdasarkan analisis nilai R/C, maka usahatani kedelai untuk Kabupaten Garut dan Kabupaten Ponorogo adalah tidak- layak (no-go- Project), dengan nilai R/C <1.
Tabel 7.1. Analisis Usahatani Kedelai di Indonesia Tahun 2001, Berdasarkan Upah Tenaga Ke rja yang Dibayarkan (%) PETANI
Pengeluaran Pendapatan Benih Pestisida Pupuk
1.LampungTengah 2.Garut 3.Gunung-Kidul 4.Wonogiri 5.Ponorogo 6.Pasuruan Indonesia
41.1 -13.7 39.2 36.2 -21.6 15.2 24.6
4.8 6.0 5.8 4.2 8.4 5.7 5.4
4.4 6.2 4.7 4.0 11.0 6.4 5.5
8.3 24.4 10.8 7.8 28.0 6.7 10.8
R/C Upah TKLK 11.9 33.2 13.2 8.8 28.4 18.7 16.0
Biaya Total 29.5 44.0 26.3 39.1 45.8 47.3 37.8
1.70 0.88 1.64 1.57 0.82 1.18 1.33
Tabel 7.2. Analisis Usahatani Kedelai di Indonesia Tahun 2001, Berdasarkan Upah Tenaga Ke rja yang Diperhitungkan (%) PETANI 1.LampungTngh 2.Garut 3.Gunung-Kidul 4.Wonogiri 5.Ponorogo 6.Pasuruan Indonesia
Pendapatan 31.9 -27.2 31.0 29.5 -34.5 12.2 17.2
Pengeluaran Benih Pestisida 4.8 4.4 6.0 6.2 5.8 4.7 4.2 4.0 8.4 11.0 5.7 6.4 5.4 5.5
R/C Pupuk 8.3 24.4 10.8 7.8 28.0 6.7 10.8
Upah TKDK 9.2 13.4 8.3 6.6 12.9 3.1 7.4
Upah TKLK 11.9 33.2 13.2 8.8 28.4 18.7 16.0
Biaya Total 29.5 44.0 26.3 39.1 45.8 47.3 37.8
1.47 0.79 1.45 1.42 0.74 1.14 1.21
232
Pada Diagram 7.1. dan Diagram 7.2, nilai R/C usahatani kedelai di Indonesia, berdasarkan upah tenaga kerja yang dibayarkan adalah 1.33, sedangkan berdasarkan upah tenaga kerja yang diperhitungkan adalah 1.21.
Diagram 7.1.
Nilai R/C Usahatani Kedelai di Indonesia Tahun 2001, Berdasarkan Upah Tenaga Ke rja yang Dibaya rkan
Indonesia : R/C = 1.33 5,5 5,4
24,6
10,8 16,0
37,8
Benih
Diagram 7.2.
Pestisida
Pupuk
Upah TKLk
Biaya
Pendapatan
Nilai R/C Usahatani Kedelai di Indonesia Tahun 2001, Berdas arkan Upah Tenaga -Kerja yang Diperhitungkan
Indonesia : R/C = 1.21
5,5 17,2
5,4 10,8 16,0
37,8
Benih
Pestisida
Pupuk
7,4
Upah TKLk
Upah TKDk
Biaya
Pendapatan
233
Tabel 7.3. memperlihatkan status pemilikan dan type lahan di Indonesia, berdasarkan skala usaha kecil (<=0.50 ha, sedang (0.51-0.99 ha), dan menengah (>=1.00 ha). Luas areal tanam / panen mencapai 0.78 ha, dimana status lahannya adalah
lahan milik sendiri 0.64 ha dan lahan sakap / sewa
0.16 ha,
sedangkan type lahan-nya adalah lahan sawah irigasi 0.60 ha dan lahan tada h hujan / tegal-pekarangan 0.20 ha. Tabel 7.3. Status Pe milikan dan Type Lahan di Indonesia Tahun 2001 Petani
1.LampungTengah 2.Garut
3.GunungKidul 4.Wonogiri
5.Ponorogo
6.Pasuruan
Indonesia
Skala Usaha (Ha) <=0.5 0.51-0.99 >=1.0 <=0.5 0.51-0.99 >=1.0 <=0.5 0.51-0.99 >=1.0 <=0.5 0.51-0.99 >=1.0 <=0.5 0.51-0.99 >=1.0 <=0.5 0.51-0.99 >=1.0 Rata-2
Luas Areal Tanam (Ha) 0.43 0.68 1.84 0.32 0.67 1.21 0.34 0.77 1.59 0.39 0.73 1.25 0.29 0.71 1.21 0.34 0.71 2.25 0.78
(Ha) LuasLhn Milik Sendiri (Ha) 0.34 0.58 1.66 0.22 0.44 0.95 0.17 0.54 1.37 0.31 0.56 1.13 0.21 0.58 0.79 0.32 0.55 1.94 0.64
LuasLhn Sakap & Sewa (Ha) 0.11 0.12 0.20 0.11 0.26 0.28 0.19 0.25 0.24 0.09 0.19 0.14 0.09 0.15 0.43 0.04 0.18 0.33 0.16
LuasLhn Sawah Irigasi (Ha) 0.39 0.64 1.41 0.02 0.02 0.09 0.25 0.63 1.10 0.40 0.74 1.26 0.26 0.61 1.04 0.35 0.72 2.26 0.60
LuasLhn TdhHjn& Tgl/Pkrngn (Ha) 0.07 0.07 0.46 0.33 0.68 1.15 0.12 0.18 0.52 0.02 0.02 0.02 0.06 0.13 0.20 0.02 0.02 0.02 0.20
234
Untuk menghitung tenaga-kerja dalam dan luar keluarga, dapat diukur dengan hari orang kerja perhari (HOK), sehingga diperlukan perhitungan jam kerja pada usahatani kedelai, seperti terlihat pada Tabel 7.4. dan Tabel 7.5. berikut ini. Lamanya jam kerja perhari untuk tenaga kerja dalam dan luar keluarga adalah 5.00 HOK dan 4.90 HOK. Tabel 7.4. Jam Kerja Rata-Rata Tenaga Kerja Dalam Keluarga Usahatani Kedelai di Indonesia Tahun 2001 Jam PETANI 1.Lampung-Tengah 2.Garut 3.Gunung-Kidul 4.Wonogiri 5.Ponorogo 6.Pasuruan Indonesia
Jam Kerja TKDK Laki2 Wani ta 7.2 7.2 5.4 5.4 5.1 5.1 6.6 6.6 4.4 4.4 4.9 4.9 5.6 5.6
Anak2
Ternak 7.1 5.3 4.9 6.4 4.3 6.3 5.6
3.7 0.0 2.5 3.5 2.4 2.3 3.1
Jam Kerja TKDK Ratarata 6.3 4.0 4.4 5.8 3.9 4.6 5.0
Tabel 7.5. Jam Kerja Rata-Rata Tenaga Kerja Luar Keluarga Usahatani Kedelai di Indonesia Tahun 2001 Jam PETANI 1.Lampung-Tengah 2.Garut 3.Gunung-Kidul 4.Wonogiri 5.Ponorogo 6.Pasuruan Indonesia
Jam Kerja TKLK Laki2 Wani ta 7.2 7.2 5.4 5.4 5.1 5.1 6.6 6.6 4.4 4.4 4.9 4.9 5.6 5.6
Anak2
Ternak 7.9 5.5 4.7 6.7 4.3 5.0 5.4
3.7 2.7 2.5 3.4 2.3 2.5 2.8
Jam Kerja TKLK Ratarata 6.5 4.8 4.3 5.8 3.8 4.3 4.9
235
Luas areal tanam / panen usahatani kedelai di Indonesia dapat digambarkan seperti pada Diagram 7.3, dimana rata-rata-nya adalah seluas 0.78 ha. Kabupaten terdiri dari: (1) LampungTenga h – Lampung, (2) Garut – Jawa Barat, (3) GunungKidul – DIY, (4) Wonogiri – Jawa Tengah, (5) Ponorogo – Jawa Timur, (6) Pasuruan – Jawa Timur, dan (7) Indonesia (jumlah total).
Diagram 7.3.
Luas Areal Tanam/Panen Usahatani Kedelai di Indonesia Tahun 2001 (Ha) Luas Lahan Garapan Indonesia
(HA) 1,00 0,90 0,80 0,70 0,60 0,50 0,40 0,30 0,20 0,10 0,00
1
2
3
4
5
6
Kabupaten LArTn
LMlkS
LSw/LSk
LSwIr
LTH/LTP
7
LAMPIRAN