PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI SAYURAN DALAM MENGHADAPI RISIKO PRODUKSI DAN HARGA PRODUK DI KECAMATAN PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG
DISERTASI
ANNA FARIYANTI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul :
PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI SAYURAN DALAM MENGHADAPI RISIKO PRODUKSI DAN HARGA PRODUK DI KECAMATAN PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG
merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di Perguruan Tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Januari 2008
Anna Fariyanti Nrp. A161020011
ABSTRACT ANNA FARIYANTI. The Vegetable Farm Household Economic Behavior Under The Influence of Product Price and Production Risks in Pangalengan Bandung (KUNTJORO as Chairman, SRI HARTOYO and ARIEF DARYANTO as Members of the Advisory Committee) The vegetable farm households face many risks, especially, product price and production risks. The product price and production risks will influence the vegetable farm household economic behavior. The objectives of this research are (1) to analyze the product price and production risks, (2) to analyze the influence of product price and production risks and the linkage factors incorporated on the vegetable farm household economic behavior in decisions making of production, consumption and labor allocation, (3) to analyze the effect of production risk, product price risk and agricultural wage increase in the vegetable farm household economic behavior, and (4) to arrange the production activities which can mitigate product price and production risks. The data used in this research are cross section data of 143 the vegetable farm households as samples. Panel data in three seasons are used to analyze the production risks. Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity model is used to analyze the production risks. Simultaneous equations is used to analyze the vegetable of farm household economic behavior. The production risk of potato and cabbage is affected significantly by the production risk of previous period. Potato production risk is higher than cabbage's. On the contrary, potato production price risk is lower than cabbage's. Portfolio risk in diverse culture of potato and cabbage is lower than specialization in potato or cabbage only. The vegetable farm household economic behavior in production decision making under the influence of product price and production risks will reduce the land, seed, fertilizer, pesticides and labor use. Whereas, in consumption decision making, the vegetable farm households reduce expenditure of food, non food, health, education, saving and production investment. In the labor allocation decision making under the influence of product price and production risks, the vegetable farm households increase labor use on off farm and non farm activities. The increase in production risk, product price risk and agricultural wage will lead to decreasing vegetable farm household economic variables. The strategies to mitigate production risk are using disease and drought resistant seeds, employing irrigation technology and diversificating farm and non farm activities. Meanwhile, developing cold storage infrastructure, employing contract farming and exploiting marketing institution are alternative ways to mitigate product price risk. Key Words : production and price risks, GARCH model, farm household economic behavior
ABSTRAK ANNA FARIYANTI. Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran dalam Menghadapi Risiko Produksi dan Harga Produk di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung (KUNTJORO sebagai Ketua, SRI HARTOYO dan ARIEF DARYANTO sebagai Anggota Komisi Pembimbing). Rumahtangga petani sayuran selalu dihadapkan pada risiko, khususnya risiko produksi dan harga produk. Adanya risiko produksi dan harga produk akan mempengaruhi perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran. Tujuan penelitian ini adalah : (1) menganalisis risiko produksi dan risiko harga produk dalam kegiatan usahatani, (2) menganalisis pengaruh risiko produksi dan risiko harga produk serta keterkaitan faktor-faktor terhadap perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran dalam pengambilan keputusan produksi, konsumsi dan alokasi tenaga kerja, (3) menganalisis pengaruh peningkatan risiko produksi, risiko harga produk dan upah pada kegiatan usahatani terhadap perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran, dan (4) menyusun aktivitas produksi yang dapat mengurangi risiko produksi dan risiko harga produk. Data yang digunakan dalam penelitian merupakan data cross section dengan sampel sebanyak 143 rumahtangga petani sayuran. Khusus untuk analisis risiko digunakan data panel untuk tiga musim tanam. Analisis risiko produksi dilakukan dengan menggunakan model Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (GARCH). Sedangkan analisis perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran digunakan model persamaan simultan. Risiko produksi kentang maupun kubis dipengaruhi secara nyata oleh risiko produksi pada musim sebelumnya. Risiko produksi pada kentang lebih tinggi dibandingkan kubis, tetapi sebaliknya risiko harga kentang lebih rendah dari pada kubis. Diversifikasi usahatani kentang dan kubis mempunyai risiko produksi (portofolio) lebih rendah dibandingkan spesialisasi kentang atau kubis. Perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran dalam pengambilan keputusan produksi akibat risiko produksi dan harga produk adalah mengurangi penggunaan lahan, benih, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja. Sedangkan dalam keputusan konsumsi, rumahtangga petani sayuran mengurangi pengeluaran untuk konsumsi pangan, non pangan, kesehatan, pendidikan, tabungan dan investasi produksi. Dalam pengambilan keputusan alokasi tenaga kerja, rumahtangga petani sayuran akan meningkatkan penggunaan tenaga kerja pada kegiatan off farm dan non farm sebagai akibat adanya risiko produksi dan harga produk. Strategi yang dilakukan untuk mengatasi risiko produksi yaitu penggunaan benih yang tahan terhadap kekeringan dan hama penyakit, pengembangan teknologi irigasi dan diversifikasi kegiatan usahatani maupun luar usahatani. Sedangkan untuk mengatasi risiko harga produk, diperlukan penyediaan sarana serta prasarana penyimpanan secara berkelompok pada tingkat petani, pengembangan sistem contract farming dan kelembagaan pemasaran. Kata Kunci : risiko produksi dan harga produk, model GARCH, perilaku ekonomi rumahtangga petani.
@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI SAYURAN DALAM MENGHADAPI RISIKO PRODUKSI DAN HARGA PRODUK DI KECAMATAN PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG
ANNA FARIYANTI
Disertasi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Judul Disertasi
:
Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran dalam Menghadapi Risiko Produksi dan Harga Produk di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung
Nama Mahasiswa
: Anna Fariyanti
Nomor Pokok
:
A161020011
Program Studi
:
Ilmu Ekonomi Pertanian
Menyetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Kuntjoro Ketua
Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS Anggota
Dr. Ir. Arief Daryanto, MEc Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA
Tanggal Ujian :25 September 2007
Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan, sebagai anak ketiga dari lima bersaudara, pada tanggal 21 September 1964 di Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Orang tua penulis adalah Bapak Koendhori dan Ibu Siti Farokah. Pendidikan Sekolah Dasar telah diselesaikan penulis pada tahun 1975 di SDN VII Cepu, Blora. Pada tahun 1979 penulis telah menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMPN Cepu, Blora dan pada tahun 1982 penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMAN Cepu, Blora. Pada tahun 1982, melalui jalur Proyek Perintis II, penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Ilmuilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB ) dan lulus pada tahun 1986. Pada tahun 1991 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ekonomi Pertanian Program Pascasarjana IPB dengan beasiswa dari Tim Penyelenggaraan Program Doktor (TMPD) dan lulus pada tahun 1995. Pada tahun 2002 penulis memperoleh Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS) untuk melanjutkan studi program Doktor pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pascasarjana IPB. Sejak tahun 1991 hingga 2005 penulis bekerja pada Departemen Ilmuilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian IPB dan sejak tahun 2005 hingga sekarang pada Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Penulis pernah magang asisten (Magas) pada Pusat Studi Pembangunan Lembaga Penelitian IPB tahun 1987-1990. Selanjutnya tahun 1995-1998 menjabat sebagai Sekretaris II Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian IPB. Pada tahun 1998 hingga 2007 menjadi Tim Pengelola Program Studi Diploma Tiga Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian IPB.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dengan perkenanNya penulis diberi kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan disertasi ini. Disertasi ini merupakan hasil penelitian tentang perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung dalam kaitannya dengan risiko produksi dan harga produk dengan menggunakan pendekatan model ekonomi rumahtangga. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi rumahtangga petani dan pengambil kebijakan dalam mengatasi adanya risiko produksi dan harga produk yang dihadapi rumahtangga petani sayuran. Penyelesaian disertasi ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Kuntjoro selaku Ketua Komisi Pembimbing, Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS dan Dr. Ir. Arief Daryanto, MEc selaku Anggota Komisi Pembimbing. 2. Dr. Ir. Tahlim Sudaryanto, APU dan Dr. Ir. Hermanto Siregar MEc sebagai dosen penguji luar komisi dalam ujian sidang terbuka. 3. Dr. Ir. Yusman Syaukat, MEc, Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MSi dan Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MS sebagai dosen penguji dalam ujian sidang tertutup. 4. Rektor dan Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) yang telah memberikan kesempatan penulis untuk mengikuti program S3 di IPB. 5. Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan yang telah memberikan beasiswa BPPS dan IPB, melalui kebijaksanaan Wakil Rektor II, yang telah memberikan bantuan SPP semester ganjil tahun ajaran 2007/2008.
6. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA sebagai Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian yang telah memberikan pengarahan selama proses belajar. 7. Dekan Fakultas Pertanian dan Ketua Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian IPB yang telah memberikan kesempatan penulis melanjutkan studi. 8. Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB serta Ketua Departemen Agribisnis yang telah memberikan dorongan untuk menyelesaikan studi. 9. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS, Dr. Ir. Hermanto Siregar, MEc dan Ir. Harmini, MS yang selalu meluangkan waktu untuk berdiskusi. 10. Orangtua tercinta, Bapak Koendhori dan Ibu Siti Farokah, serta keluarga Cepu yang selalu mendukung dan mendoakan penulis setiap waktu. 11. Ibu Mertua E. Sudjinah dan keluarga Bogor yang selalu mendoakan penulis. 12. Suami tercinta H.Yana Supriyatna, SE dan ananda Rifki Aldi Ramadhani yang selalu memahami, mengerti, memberikan dukungan dan doa bagi penulis. 13. Rekan-rekan EPN : pak Ilham, pak Ardi, pak Ridwansyah, pak Slamet, pak Tidar, pak Irvan, bu Evi, bu Sri Hery, bu Femi dan bu Yetti. 14. Rekan-rekan Departemen Agribisnis dan D III MAB : Ir.T. Hanafiah, Ir. Dwi Rachmina, MS, Dra. Yusalina, MSi, Eva Yolinda SP,MM, Ir. Anita R. MSi, Amzul Rifin, SP,MA, Evi, Hamid, Pian dan Angga. 15. Sekretariat Program Studi EPN : mbak Ruby dan mbak Yani. 16. Para enumerator : Pipit, Retno, Zaenab dan Yeti serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Harapan penulis, semoga disertasi ini memberikan manfaat yang besar. Bogor, Januari 2008 Penulis
DAFTAR ISI Halaman
I.
II.
III.
IV.
DAFTAR TABEL.............................................................................
xv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................
xx
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................
xxi
PENDAHULUAN ............................................................................
1
1.1. Latar Belakang .........................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah .................................................................
7
1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .............................................
9
1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ..........................
10
TINJAUAN PUSTAKA....................................................................
13
2.1. Konsep Rumahtangga Petani ...................................................
13
2.2. Model Ekonomi Rumahtangga ...............................................
15
2.3. Konsep Risiko Produksi dan Harga Produk.............................
19
KERANGKA PEMIKIRAN .............................................................
30
3.1. Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani ..................................
30
3.1.1. Pengambilan Keputusan Produksi...............................
30
3.1.2. Pengambilan Keputusan Konsumsi ............................
33
3.1.3. Pengambilan Keputusan Tenaga Kerja................... ....
35
3.1.4. Model Umum Ekonomi Rumahtangga Petani ...........
35
3.1.5. Pendekatan Model Ekonomi Rumahtangga Petani pada Kondisi Risiko..............................................................
45
3.1.6. Risiko Produksi dan Risiko Harga Produk ..................
53
3.2. Kerangka Pemikiran Konsepsional ..........................................
56
METODOLOGI PENELITIAN........................................................
63
4.1. Penentuan Lokasi Penelitian ....................................................
63
4.2. Metode Pengambilan Sampel...................................................
65
4.3. Metode Pengumpulan Data ......................................................
66
4.4. Perumusan Model ....................................................................
68
V.
VI.
4.4.1. Pengukuran Risiko Produksi dan Harga Produk..........
69
4.4.2. Blok Produksi...............................................................
74
4.4.3. Blok Penggunaan Input ................................................
76
4.4.4. Blok Penggunaan Tenaga Kerja...................................
81
4.4.5. Blok Pendapatan ..........................................................
90
4.4.6. Blok Pengeluaran. ........................................................
95
4.5. Identifikasi dan Pendugaan Model...........................................
98
GAMBARAN UMUM RUMAHTANGGA PETANI SAYURAN .
103
5.1. Penguasaan Lahan Usahatani...................................................
104
5.2. Pola Tanam Usahatani .............................................................
107
5.3. Risiko Produksi dan Risiko Harga Produk ..............................
112
5.3.1. Risiko Produksi Komoditas Sayuran ............................
112
5.3.2. Hubungan Risiko Produksi dan Produktivitas yang Diharapkan ....................................................................
119
5.3.3. Risiko Harga yang Dihadapi Rumahtangga Petani.......
128
5.4. Karakteristik Petani dan Anggota Keluarga.............................
136
5.5. Kegiatan Kerja Anggota Rumahtangga Petani ........................
140
5.6. Penggunaan Input Usahatani....................................................
144
5.6.1. Penggunaan Input Usahatani Kentang .........................
144
5.6.2. Penggunaan Input Usahatani Kubis. ............................
148
5.7. Struktur Pendapatan dan Pengeluaran Rumahtangga ..............
150
MODEL PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI SAYURAN........................................................................................
152
6.1. Penentuan Risiko Produksi .....................................................
152
6.1.1. Penentuan Risiko Produksi Kentang............................
153
6.1.2. Penentuan Risiko Produksi Kubis ...............................
159
6.1.3. Risiko Portofolio Produksi Sayuran.............................
162
6.1.4. Risiko Harga Kentang dan Kubis.................................
165
6.2. Model Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran ........
167
6.2.1. Produksi Rumahtangga Petani Sayuran .......................
169
6.2.2. Penggunaan Input Usahatani........................................
181
6.2.3. Penggunaan Tenaga Kerja ...........................................
197
xiii
VII.
VIII.
6.2.4. Pendapatan Rumahtangga Petani Sayuran ...................
229
6.2.5. Pengeluaran Rumahtangga Petani Sayuran..................
238
6.3. Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran pada Kondisi Risiko Produksi dan Harga Produk.............................
248
6.3.1. Perilaku Rumahtangga Petani Sayuran dalam Pengambilan Keputusan Produksi................................
248
6.3.2. Perilaku Rumahtangga Petani Sayuran dalam Pengambilan Keputusan Alokasi Tenaga Kerja...........
251
6.3.3. Perilaku Rumahtangga Petani Sayuran dalam Pengambilan Keputusan Konsumsi..............................
253
6.4. Strategi Rumahtangga Petani Sayuran dalam Menghadapi Risiko Produksi dan Harga Produk ..........................................
254
PENGARUH PENINGKATAN RISIKO PRODUKSI DAN HARGA PRODUK SERTA UPAH USAHATANI TERHADAP PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI SAYURAN. ......................................................................................
265
7.1. Validasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran .........
265
7.2. Pengaruh Peningkatan Risiko Produksi, Risiko Harga Produk dan Upah Usahatani Terhadap Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran..................................
270
7.2.1. Pengaruh Peningkatan Risiko Produksi Kentang........
272
7.2.2. Pengaruh Peningkatan Risiko Harga Kubis .................
276
7.2.3. Pengaruh Peningkatan Upah Usahatani .......................
279
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN...........................
283
8.1.
Kesimpulan ..........................................................................
283
8.2.
Implikasi Kebijakan ..............................................................
284
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................
287
LAMPIRAN......................................................................................
294
xiv
DAFTAR GAMBAR Nomor 1.
Halaman
Perkembangan Produktivitas Beberapa Komoditas Sayuran di Indonesia Tahun 1990 -2005...................................................................
4
Perkembangan Harga Mingguan Beberapa Komoditas Sayuran di Pasar Induk Kramat Jati Tahun 2005.................................................
6
3.
Model Rumahtangga Petani Chayanov...................................................
37
4.
Home Production Model .........................................................................
38
5.
Model Rumahtangga Petani Barnum-Squire ..........................................
40
6.
Kerangka Analisis Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran pada Kondisi Risiko Produksi dan Risiko Harga Produk .....................................................................................................
58
2.
7.
Keterkaitan Antara Variabel dalam Model Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran ................................................................. 102
8.
Pola Tanam Komoditas Sayuran pada Lahan yang Dikuasai Rumahtangga Petani Sayuran Sampel, di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2005/2006 .......................... 109
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Perkembangan Luas Panen dan Produksi Komoditas Hortikultura di Indonesia Tahun 2005 dan 2006 ......................................................
2
2. Perkembangan Volume Ekspor dan Impor Komoditas Hortikultura di Indonesia Tahun 2004-2005 ...............................................................
3
3. Rata-rata Produktivitas Aktual dan Produktivitas Potensial Beberapa Komoditas Sayuran di Indonesia ...............................................
5
4.
Jumlah Rumahtangga Petani Sayuran Sampel Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan dan Skala Usahatani di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2005/2006 .............................. 105
5. Luas Penguasaan Lahan Rumahtangga Petani Sayuran Sampel Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan dan Skala Usahatani di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2005/2006 ........... 107 6. Penggunaan Lahan Garapan Kentang dan Kubis Selama Satu Tahun pada Rumahtangga Petani Sayuran Sampel Berdasarkan Skala Usahatani di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2005/2006 ....................................................................... 111 7.
Rata-rata Produktivitas Kentang dan Peluang yang Dihadapi Rumahtangga Petani Sayuran Sampel Berdasarkan Skala Usahatani di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2005/2006 ....................................................................................... 121
8. Rata-rata Produktivitas Kubis dan Peluang yang Dihadapi Rumahtangga Petani Sayuran Sampel Berdasarkan Skala Usahatani di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2005/2006 ....................................................................................... 123 9.
Rata-rata Harga Kentang dan Kubis serta Peluang yang Diperoleh Rumahtangga Petani Sayuran Sampel Berdasarkan Skala Usahatani di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2005/2006 ....................................................................... 131
10. Karakteristik Petani dan Anggota Keluarga Rumahtangga Petani Sayuran Sampel Berdasarkan Skala Usahatani di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2005/2006 .............................. 137 11.
Jumlah Rumahtangga Petani Sayuran Sampel Berdasarkan Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga dan Isteri Menurut Skala
Usahatani di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2005/2006 ....................................................................................... 138 12.
Jumlah Rumahtangga Petani Sayuran Sampel Berdasarkan Skala Usahatani dan Rata-rata Tingkat Pendidikan Anggota Keluarga Pria dan Wanita di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2005/2006 ....................................................................... 139
13.
Jumlah Rumahtangga Petani Sayuran Sampel Berdasarkan Kegiatan Anggota Keluarga dan Skala Usahatani di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2005/2006 .............................. 141
14.
Rata-rata Potensi dan Curahan Waktu Kerja Selama Satu Tahun pada Anggota Rumahtangga Petani Sayuran Sampel Berdasarkan Kegiatan dan Skala Usahatani di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2005/2006..................................................... 143
15.
Rata-rata Penggunaan Input dan Produktivitas pada Usahatani Kentang per Hektar Menurut Musim Tanam pada Rumahtangga Petani Sayuran Sampel di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2005/2006 ....................................................................... 145
16.
Rata-rata Penggunaan Input dan Produktivitas pada Usahatani Kubis per Hektar Menurut Musim Tanam pada Rumahtangga Petani Sayuran Sampel di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2005/2006 ....................................................................... 149
17.
Pendapatan On Farm, Off Farm, dan Non Farm serta Kontribusi Terhadap Total Pendapatan Rumahtangga Petani Sayuran Sampel di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2005/2006................................................................................................... 150
18.
Hasil Pendugaan Persamaan Fungsi Logaritma Produksi dan Variance Produksi Kentang di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006.............................................................. 153
19.
Hasil Pendugaan Persamaan Fungsi Logaritma Produksi dan Variance Produksi Kubis di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung Tahun 2006 ................................................................................. 160
20.
Perbandingan Risiko Produksi Kentang, Kubis dan Portofolio Hasil Estimasi dan Aktual di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006.............................................................. 163
21.
Perbandingan Risiko Harga Kentang dan Kubis di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 ....................................... 166
22.
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Luas Lahan Garapan Kentang di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 ................................................................................................ 170
xvi
23.
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Luas Lahan Garapan Kubis di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006............................................................................................................ 173
24.
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Produktivitas Kentang di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 .................... 176
25.
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Produktivitas Kubis di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung Tahun 2006 ...................... 178
26.
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Benih Kentang di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006................................................................................................. 182
27.
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Benih Kubis di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 ................ 185
28.
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Pupuk Nitrogen pada Usahatani Kentang di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006.............................................................. 187
29.
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Pupuk Phosphor pada Usahatani Kentang di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006.............................................................. 189
30.
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Pupuk NPK pada Usahatani Kubis di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 ................................................................................ 192
31.
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Obat-obatan pada Usahatani Kentang di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 ................................................................................ 194
32.
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Obat-obatan pada Usahatani Kubis di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 ................................................................................ 195
33.
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Tenaga Kerja Pria Dalam Keluarga pada Usahatani Kentang di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 .................... 198
34.
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Tenaga Kerja Wanita Dalam Keluarga pada Usahatani Kentang di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 .................... 202
35.
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Tenaga Kerja Pria Dalam Keluarga pada Usahatani Kubis di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung,Tahun 2006 ........................................ 205
xvii
36.
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Tenaga Kerja Wanita Dalam Keluarga pada Usahatani Kubis di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 .................... 207
37.
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Tenaga Kerja Pria Luar Keluarga pada Usahatani Kentang di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 ....................................... 210
38.
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Tenaga Kerja Wanita Luar Keluarga pada Usahatani Kentang di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 .................... 212
39.
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Tenaga Kerja Pria Luar Keluarga pada Usahatani Kubis di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 ....................................... 214
40.
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Tenaga Kerja Wanita Luar Keluarga pada Usahatani Kubis di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 ....................................... 216
41.
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Tenaga Kerja Pria Dalam Keluarga pada Kegiatan Off Farm di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 .................... 218
42.
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Tenaga Kerja Wanita Dalam Keluarga pada Kegiatan Off Farm di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 .................... 220
43.
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Tenaga Kerja Pria Dalam Keluarga pada Kegiatan Non Farm di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 .................... 223
44.
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Tenaga Kerja Wanita Dalam Keluarga pada Kegiatan Non Farm di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 .................... 227
45.
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pendapatan Pria pada Kegiatan Off Farm di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 ................................................................................ 230
46.
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pendapatan Wanita pada Kegiatan Off Farm di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 ................................................................................ 232
47.
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pendapatan Pria pada Kegiatan Non Farm di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 ................................................................................ 234
xviii
48.
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pendapatan Wanita pada Kegiatan Non Farm di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 ................................................................................ 235
49.
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pengeluaran Pangan di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 .................... 238
50.
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pengeluaran Non Pangan di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 ................ 240
51.
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pengeluaran Kesehatan di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 ............... 242
52.
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pengeluaran Pendidikan di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 ................ 243
53.
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Tabungan di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 ....................................... 246
54.
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Investasi Produksi di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 .................... 247
55.
Pengaruh Peningkatan Risiko Produksi Kentang Terhadap Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran Menurut Strata Luas Lahan di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006................................................................................................. 273
56.
Pengaruh Peningkatan Risiko Harga Kubis Terhadap Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran Menurut Strata Luas Lahan di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006............................................................................................................ 277
57.
Pengaruh Peningkatan Upah Usahatani Terhadap Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran Menurut Strata Luas Lahan di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006............................................................................................................ 281
xix
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Hasil Estimasi Fungsi Variance Produksi Kentang Rumahtangga Petani Sayuran di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung dengan Menggunakan GARCH (1,1) Program Eviews Versi 4.1. ......... 295 2. Hasil Estimasi Fungsi Variance Produksi Kubis Rumahtangga Petani Sayuran di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung dengan Menggunakan GARCH (1,1) Program Eviews Versi 4.1. ......... 296 3. Program Komputer Estimasi, Validasi dan Simulasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran Menggunakan Program SAS Versi 9.0.......................................................................................... 297 4. Hasil Validasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran Lahan Sempit ......................................................................................... 304 5. Hasil Validasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran Lahan Sedang ......................................................................................... 308 6. Hasil Validasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran Lahan Luas ............................................................................................. 312 7. Root Mean Squares Percent Error dan Koefisien U-Theil Model Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran Berdasarkan Strata Luas Lahan di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 ........................................................................................................ 316 8. Bias Proportions (UM), Variance Proportions (US) dan Covariance Proportions (UC) Model Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran Menurut Strata Luas Lahan Tahun 2006 ....................... 318 9. Contoh Hasil Simulasi Peningkatan Risiko Produksi Kentang Sebesar Lima Persen Terhadap Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran Lahan Sempit ................................................................ 320 10.
Contoh Hasil Simulasi Peningkatan Risiko Produksi Kentang Sebesar Lima Persen Terhadap Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran Lahan Sedang ................................................................ 321
11.
Contoh Hasil Simulasi Peningkatan Risiko Produksi Kentang Sebesar Lima Persen Terhadap Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran Lahan Luas .................................................................... 322
12.
Rekapitulasi Pengaruh Peningkatan Risiko Produksi, Risiko Harga Kubis dan Upah Usahatani Terhadap Perilaku Ekonomi
Rumahtangga Petani Sayuran Lahan Sempit di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung.......................................................... 323 13.
Rekapitulasi Pengaruh Peningkatan Risiko Produksi, Risiko Harga Kubis dan Upah Usahatani Terhadap Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran Lahan Sedang.......................................... 325
14.
Rekapitulasi Pengaruh Peningkatan Risiko Produksi, Risiko Harga Kubis dan Upah Usahatani Terhadap Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran Lahan Luas.............................................. 327
xxii
I. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Sebagian besar rumahtangga petani di Indonesia merupakan rumahtangga
petani dengan penguasaan lahan yang sempit. Hal ini mendukung pendapat Ellis (1988) yang menyatakan bahwa sekitar seperempat penduduk dunia merupakan rumahtangga petani kecil (peasant household) dan sebagian besar penduduk tersebut terdapat di negara sedang berkembang. Sementara itu produksi pertanian yang dihasilkan sering tergantung pada perilaku rumahtangga petani. Perilaku rumahtangga petani sangat terkait dengan pengambilan keputusan rumahtangga petani baik pada kegiatan produksi, konsumsi dan alokasi tenaga kerja. Menurut Nakajima (1986), rumahtangga merupakan satu unit atau kesatuan ekonomi yang relevan untuk analisis pengambilan keputusan baik keputusan produksi, konsumsi maupun tenaga kerja. Dalam analisis tersebut rumahtangga petani dipandang sebagai farm firm, laborer’s household dan consumer’s household. Sementara itu Sadoulet dan de Janvry (1995) melihat terdapat kekhasan pada rumahtangga petani dalam mengintegrasikan pengambilan keputusan baik keputusan produksi, konsumsi dan alokasi tenaga kerja. Di Indonesia, sekitar 34.01 persen dari rumahtangga pertanian merupakan rumahtangga petani hortikultura (Badan Pusat Statistik, 2004). Diantara rumahtangga petani tersebut adalah rumahtangga petani sayuran. Komoditas sayuran menjadi pilihan rumahtangga petani karena kondisi biofisik dan sosial ekonomi yang mendukung pengembangan komoditas sayuran. Berdasarkan perkembangan produksi hortikultura pada tahun 2004-2005, peningkatan produksi sayuran (0.47 %) paling rendah dibandingkan buah-buahan
2 (3.05%), tanaman hias (9.28%) dan tanaman biofarmaka (47.76%). Sedangkan perkembangan luas panen sayuran dan tanaman hias mengalami penurunan masing-masing sebesar 3.36 persen dan 4.88 persen, sebaliknya terjadi peningkatan untuk buah-buahan dan biofarmaka masing-masing sebesar 1.46 persen dan 31.15 persen (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2006).
Pada tahun
2005-2006, perkembangan luas panen dan produksi tanaman hortikultura tidak jauh berbeda dengan kondisi sebelumnya (Tabel 1). Tabel 1. Perkembangan Luas Panen dan Produksi Komoditas Hortikultura di Indonesia Tahun 2005 dan 2006 Luas Panen Produksi (Ribu Ha) (Juta Ton) 2005 20061 2005 20061 Sayuran 944.7 953.8 9.1 9.4 Buah-buahan 717.4 744.9 14.8 15.4 Tanaman Hias 2.4 2.5 173.2* 189.9* Biofarmaka 18.9 19.6 0.3 0.4 Keterangan : * satuan produksi yaitu juta tangkai 1 Angka prognosa Sumber : Bahar (2007) Komoditas
Perkembangan (%) Luas Produksi 0.96 2.73 3.83 4.03 2.24 9.65 3.45 5.30
Pada tahun 2005-2006, peningkatan luas panen dan produksi sayuran (0.96% dan 2.73%) paling rendah dibandingkan buah-buahan, tanaman hias dan tanaman biofarmaka. Sementara kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) sayuran terhadap PDB hortikultura pada tahun 2006 (36.7%) menempati urutan kedua setelah buah-buahan (Bahar, 2007). Meskipun dari perkembangan produksi kurang memuaskan, namun demikian Tabel 2 menunjukkan peningkatan volume ekspor sayuran (13.7%) lebih tinggi dibandingkan peningkatan volume impornya (9.43%) pada tahun 2004 sampai 2005 (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2006). Kondisi tersebut
3 mengindikasikan bahwa peluang pasar komoditas sayuran masih cukup besar baik peluang pasar domestik maupun ekspor. Tabel 2.
Perkembangan Volume Ekspor dan Impor Komoditas Hortikultura di Indonesia Tahun 2004-2005
Ekspor Impor Komoditas (Ribu Ton) (Ribu Ton) 2004 2005 2004 2005 Sayuran 73.8 83.9 362.2 396.4 Buah-buahan 115.6 157.2 266.5 288.4 Tanaman Hias 10.9 13.6 0.6 0.8 Biofarmaka 1.8 5.6 0.3 0.2 Keterangan : ( ) : penurunan Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2006)
Perkembangan (%) Ekspor Impor 13.7 9.4 36.0 8.2 23.9 39.9 214.6 (25.9)
Gambaran di atas menunjukkan komoditas sayuran sangat potensial dan mempunyai peluang untuk dikembangkan. Beberapa komoditas sayuran yang termasuk unggulan diantaranya kentang, kubis, tomat, wortel dan cabe. Perkembangan produktivitas beberapa komoditas sayuran dapat dilihat pada Gambar 1. Pada periode tahun 1990 – 2005 perkembangan produktivitas sayuran khususnya kentang, kubis dan wortel ternyata berfluktuasi. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi fluktuasi produktivitas tersebut. Salah satu faktor yang dapat menjadi penyebab fluktuasi tersebut bersumber dari cuaca maupun hama dan penyakit
tanaman
(HPT).
Produktivitas
sayuran
yang
berfluktuasi
mengindikasikan adanya variasi setiap waktu. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan usahatani sayuran sangat dipengaruhi oleh adanya risiko produksi.
4
30
Produktivitas (Ton/Ha)
25 20
Kubis Kentang
15
Wortel 10 5 0 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2005 Tahun
Gambar 1.
Perkembangan Produktivitas Beberapa Komoditas Sayuran di Indonesia Tahun 1990-2005 (Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, 2006)
Produktivitas
sayuran
yang
digambarkan
tersebut
menunjukkan
produktivitas aktual, yaitu produktivitas yang dihasilkan rumahtangga petani. Sementara itu produktivitas potensial menunjukkan produktivitas yang seharusnya dapat dicapai rumahtangga petani dengan kondisi tertentu. Perbandingan produktivitas aktual beberapa komoditas sayuran dan produktivitas potensialnya dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3 produktivitas aktual beberapa komoditas sayuran yang dihasilkan petani lebih rendah dari produktivitas potensialnya. Salah satu penyebab tidak tercapainya produktivitas potensial diantaranya dikarenakan
5 adanya risiko produksi. Risiko produksi menjadi salah satu penyebab tidak tercapainya produktivitas potensial dikarenakan dengan adanya fluktuasi kondisi cuaca serta gangguan hama dan penyakit tanaman yang tidak stabil atau berubahubah menyebabkan produktivitas sayuran yang dihasilkan petani berfluktuasi. Adanya fluktuasi dalam produktivitas menggambarkan bahwa produktivitas aktual lebih rendah dari produktivitas potensialnya. Tabel 3. Rata-rata Produktivitas Aktual dan Produktivitas Potensial Beberapa Komoditas Sayuran di Indonesia Produktivitas Aktual 2 Produktivitas Potensial 1 (Ton/Ha) (Ton/Ha) Kentang 15.18 36 Kubis 21.40 30-40 Cabe Merah 19.18 30 Wortel 13.98 20-30 Sumber : 1Dinas Pertanian Tanaman Pangan (2002) 2 Badan Pusat Statistik (2006) Komoditas
Selain risiko produksi, dalam pengelolaan usahatani rumahtangga petani juga dihadapkan pada risiko harga produk. Pada umumnya harga produk sayuran pada masa panen sering tidak diketahui pada waktu rumahtangga petani melakukan keputusan menanam. Artinya keputusan melakukan penanaman yang dilakukan oleh rumahtangga petani tanpa didasarkan kepastian harga pada saat panen. Kondisi tersebut dapat menimbulkan kesenjangan antara penerimaan aktual yang diperoleh rumahtangga petani dengan penerimaan yang diharapkan oleh rumahtangga petani. Perkembangan harga mingguan beberapa komoditas sayuran khususnya di pasar Induk Kramat Jati Jakarta dapat dilihat Gambar 2. Pasar Induk Kramat Jati Jakarta menjadi salah satu acuan penentuan harga sayuran di tingkat produsen.
6 Perkembangan harga mingguan komoditas sayuran tersebut di pasar Induk Kramat Jati Jakarta pada tahun 2005 berfluktuasi. Fluktuasi harga tersebut tidak terlepas dari kondisi penawaran dan permintaan komoditas sayuran yang mana kekuatan tersebut di luar kendali rumahtangga petani.
5000 4500
H a rg a (R p /k g )
4000 3500
Kentang
3000
Kubis
2500
Tomat Wortel
2000 1500 1000 500 0 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 Minggu
Gambar 2. Perkembangan Harga Mingguan Beberapa Komoditas Sayuran di Pasar Induk Kramat Jati Tahun 2005 (Sumber : Dinas Pasar Induk Kramat Jati, 2005) Berdasarkan penjelasan tersebut di atas menunjukkan bahwa menganalisis rumahtangga petani perlu memperhatikan unsur risiko. Oleh karena itu sangat penting melakukan penelitian mengenai perilaku ekonomi rumahtangga petani dengan mengintegrasikan keputusan produksi, konsumsi dan tenaga kerja dengan memasukkan unsur risiko produksi dan harga produk dalam model ekonomi rumahtangga petani (farm household economic model).
7 1.2. Perumusan Masalah Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi sayuran di Indonesia. Komoditas sayuran yang menjadi komoditas unggulan di Jawa Barat diantaranya kentang dan kubis (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat, 2003). Hal tersebut dapat dilihat dari rata-rata luas tanam per tahun, ternyata kentang mempunyai kontribusi terbesar (11,6%) dibandingkan tanaman sayuran lainnya diikuti kubis (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat, 2006). Luas tanam kentang tertinggi di Jawa Barat yaitu Kabupaten Bandung (66,7%). Rata-rata luas tanam per tahun komoditas kentang menempati posisi tertinggi (40,5%), diikuti dengan komoditas kubis (30.3%) (Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, 2006). Pada umumnya rumahtangga petani sayuran melakukan diversifikasi usahatani kentang dan kubis pada lahan yang berbeda dengan waktu yang bersamaan. Kentang dan kubis yang diusahakan oleh rumahtangga petani pada umumnya dijual dalam bentuk segar (cash crop). Hal ini berbeda dengan tanaman lain, seperti padi, dimana sebagian hasil produksi yang diusahakan oleh rumahtangga dikonsumsi dan sisanya dijual ke pasar (market surplus). Dibandingkan dengan tanaman padi dan palawija, sayuran mempunyai risiko produksi yang lebih tinggi. Dalam pengelolaan usahatani sayuran, rumahtangga petani menghadapi adanya risiko produksi dan risiko harga produk. Indikasi adanya risiko produksi dan harga produk ditunjukkan oleh fluktuasi produksi maupun harga
yang
diperoleh rumahtangga petani pada setiap musim. Dengan adanya risiko produksi menyebabkan produktivitas sayuran yang dihasilkan dapat mengalami penurunan.
8 Rata-rata produktivitas aktual sayuran mencapai sekitar 58 persen terhadap produktivitas potensial (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2002; Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat, 2006). Sumber utama risiko yang umumnya dirasakan rumahtangga petani diantaranya yaitu ketidakpastian cuaca, hama dan penyakit tanaman serta ketidakpastian harga produk (Patrick et.al, 1985). Risiko produksi dan penurunan produktivitas dapat dijelaskan melalui perubahan cuaca dan tingginya hama dan penyakit tanaman. Ketersediaan air pada musim kemarau dan tingginya intensitas serangan hama dan penyakit tanaman pada musim hujan mengakibatkan produktivitas sayuran mengalami penurunan. Sementara itu sumber utama risiko harga adalah ketidakpastian harga produk ketika rumahtangga petani membuat keputusan menanam. Adanya risiko harga produk menyebabkan harga yang diperoleh rumahtangga petani mengalami fluktuasi. Risiko harga produk sayuran sangat ditentukan kekuatan penawaran dan permintaan sayuran di pasar. Berdasarkan Dinas Pasar Induk Kramat Jati (2005) pada tahun 2005 penurunan harga kentang tertinggi ke harga rendah sekitar 62 persen (Rp 4500/kg-Rp 1700/kg) dan penurunan harga kubis sekitar 77 persen (Rp 3500/kg-Rp 800/kg). Kondisi tersebut akan menyebabkan pendapatan usahatani yang diperoleh rumahtangga petani akan mengalami penurunan. Selain melakukan kegiatan usahatani (on farm), rumahtangga petani juga mengalokasikan tenaga kerja dari anggota keluarganya pada kegiatan di luar usahataninya (off farm) dan luar pertanian (non farm). Dengan adanya kegiatan ganda tersebut menunjukkan adanya sumber-sumber pendapatan rumahtangga baik dari kegiatan on farm, off farm dan non farm. Pendapatan rumahtangga tersebut akan digunakan untuk konsumsi rumahtangga. Dengan adanya risiko
9 produksi dan risiko harga produk yang dihadapi rumahtangga petani akan berpengaruh terhadap perilaku ekonomi rumahtangga petani baik dalam pengambilan keputusan produksi, konsumsi maupun alokasi tenaga kerja. Selain kondisi tersebut di atas, perilaku ekonomi rumahtangga petani tidak terlepas dari pengaruh perubahan seperti peningkatan risiko produksi dan harga produk serta upah pada kegiatan usahatani. Perubahan tersebut tidak hanya berpengaruh pada kegiatan produksi saja tetapi juga akan berpengaruh terhadap kegiatan konsumsi maupun alokasi tenaga kerja. Dari uraian tersebut diatas maka perumusan masalah sebagai berikut : 1.
Bagaimana perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran dalam mengambil keputusan produksi, konsumsi dan alokasi tenaga kerja sebagai akibat adanya risiko produksi dan risiko harga produk ?
2.
Bagaimana perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran dalam menghadapi adanya peningkatan risiko produksi dan harga produk serta upah pada kegiatan usahatani ? Pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas sangat penting untuk dijawab. Oleh
karena itu penelitian perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran dengan memasukkan unsur risiko produksi dan risiko harga produk akan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas. 1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan
umum
penelitian
adalah
menganalisis
perilaku
ekonomi
rumahtangga petani sayuran dalam menghadapi risiko produksi dan risiko harga produk. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :
10 1. Menganalisis risiko produksi dan risiko harga produk dalam kegiatan usahatani. 2. Menganalisis pengaruh risiko produksi dan risiko harga produk serta keterkaitan faktor-faktor terhadap perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran dalam pengambilan keputusan produksi, konsumsi dan alokasi tenaga kerja. 3. Menganalisis pengaruh peningkatan risiko produksi dan harga produk serta upah pada kegiatan usahatani terhadap perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran. 4. Menyusun aktivitas produksi yang dapat mengurangi risiko produksi dan risiko harga produk Hasil penelitian ini diharapkan sangat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Salah satu pengembangan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan penelitian ini yaitu dibangunnya model perilaku ekonomi rumahtangga petani dengan memasukkan unsur risiko produksi dan risiko harga produk. Di samping bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengambil kebijakan dalam hal ini pemerintah, baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat, dalam penyusunan kebijakan pertanian. Secara khusus kebijakan difokuskan dalam pengembangan komoditas sayuran dan peningkatan kesejahteraan rumahtangga petani serta alternatif menghadapi risiko produksi dan harga produk. 1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian 1.
Penelitian ini menggunakan data input output usahatani selama tiga musim tanam pada tahun 2005/2006. Data tersebut digunakan dalam menganalisis
11 risiko produksi. Sementara itu untuk menganalisis model ekonomi rumahtangga petani digunakan data untuk satu tahun. Set data dalam analisis risiko berbeda dengan set data model ekonomi rumahtangga sehingga estimasi terhadap parameter dugaan dilakukan terpisah antara analisis risiko dengan model ekonomi rumahtangga petani. Data input-output usahatani difokuskan pada komoditas yang dominan diusahakan yaitu kentang dan kubis. 2.
Risiko yang ditelaah dalam penelitian ini adalah risiko produksi dan harga produk, dimana kedua jenis risiko tersebut sering dihadapi oleh rumahtangga petani dibandingkan risiko lainnya. Risiko produksi dilihat secara agregat merupakan resultan dari berbagai hal atau sumber-sumber risiko seperti penggunaan input, teknologi, cuaca dan lainnya.
3.
Penentuan risiko produksi dilakukan dengan menggunakan model GARCH (1,1) dengan menduga persamaan fungsi produksi dan variance produksi. Sedangkan penentuan risiko harga produk tidak menggunakan model GARCH karena harga merupakan variabel eksogen yang ditentukan diluar sistem, sehingga nilai variance harga dihitung didasarkan pada penjumlahan selisih kuadrat harga dengan ekspektasi harga dikalikan dengan peluang pada setiap kejadian (kejadian harga tinggi, rendah dan normal). Dari hasil pendugaan fungsi produksi dan variance produksi kemudian dihitung nilai variance produksi untuk setiap responden yang selanjutnya dimasukkan dalam model ekonomi rumahtangga petani sebagai variabel eksogen. Risiko produksi dan harga yang dibahas ke dalam model ekonomi rumahtangga petani difokuskan pada komoditas kentang dan kubis.
12 4.
Stratifikasi rumahtangga petani sebagai responden ditentukan setelah data terkumpul karena pada tahap awal dihadapi kesulitan dalam menentukan sample frame. Analisis terhadap perilaku rumahtangga petani berdasarkan strata lahan sempit, sedang dan luas dilakukan pada waktu simulasi model ekonomi rumahtangga petani.
5.
Penelitian ini dalam pengolahan data tidak membedakan beberapa hal seperti penggunaan benih yang didasarkan dari segi varietas, rumahtangga yang melakukan kerjasama petani dengan kelompok usaha lain serta jarak lokasi usahatani dengan pasar. Namun demikian hanya penjelasan secara deskriptif untuk beberapa hal tersebut.
6.
Pendapatan yang dianalisis hanya pendapatan yang berasal dari kegiatan on farm, off farm dan non farm. Sedangkan pendapatan yang berasal dari non activity seperti warisan, kiriman, hadiah dan lainnya tidak dianalisis. Khusus untuk pendapatan usahatani hanya dianalisis input outputnya untuk usahatani kentang dan kubis sedangkan komoditas sayuran lainnya hanya dilakukan secara total.
7.
Konsumsi yang dianalisis dalam model rumahtangga petani sayuran hanya untuk barang yang dibeli di pasar (market good), sedangkan untuk waktu santai (leisure) dan pekerjaan rumah (home production) tidak dianalisis karena terbatasnya data yang dikumpulkan.
8.
Model rumahtangga petani sayuran ini tidak mengakomodasi market surplus karena produksi sayuran kentang dan kubis bersifat cash crop dalam arti dijual dalam bentuk segar.
13
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Rumahtangga Petani Rumahtangga dapat dilihat sebagai kesatuan dari kumpulan orang-orang yang mana aktivitas produksi, distribusi dan konsumsi dilakukan. Rumahtangga juga sebagai kelembagaan sosial yang terkecil yang mana terdapat hubungan manusia satu dengan yang lain, pada satu rumah atau satu dapur yang tinggal dalam hubungan ekonomi, sosial dan budaya dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan. Selanjutnya Dharmawan (2002) menjelaskan terdapat enam fungsi utama dari rumahtangga yaitu (1) mengalokasikan sumberdaya yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan, (2) mencapai bermacam-macam tujuan, (3) memproduksi barang dan jasa, (4) mengambil keputusan mengenai penggunaan pendapatan dan konsumsi, (5) melakukan hubungan sosial, dan (6) reproduksi dan menjaga keamanan anggota rumahtangga. Dari keenam fungsi tersebut menunjukkan bahwa rumahtangga mempunyai dua fungsi pokok yang dikelompokkan sebagai fungsi sosial dan ekonomi. Sesuai dengan teori ekonomi, rumahtangga diasumsikan selalu bertindak rasional dalam mengalokasikan sumberdaya dan mengkonsumsi barang dan jasa. Perilaku ekonomi rumahtangga tersebut menunjukkan respon rumahtangga sebagai produsen dan konsumen terhadap perubahan kekuatan pasar yang terjadi, yang dilandasi dengan tujuan maksimisasi kepuasan atau utilitas. Terdapat bermacam-macam rumahtangga sesuai dengan aktivitas yang dilakukan seperti rumahtangga pertanian, rumahtangga pengrajin, rumahtangga industri, dan rumahtangga lainnya. Khusus mengenai rumahtangga pertanian, terdapat dua istilah yang sering digunakan dalam literatur yaitu rumahtangga
14 pertanian (agricultural household) dan rumahtangga petani (farm household) (Singh et al., 1986; Nakajima, 1986; Ellis, 1988). Menurut Nakajima (1986), jika pertanian dipandang sebagai suatu industri, maka terdapat beberapa karakteristik yang dapat diklasifikasikan kedalam tiga kategori sebagai berikut yaitu : 1.
Karakteristik teknologi produksi pertanian
2.
Karakteristik rumahtangga petani sebagai kesatuan ekonomi
3.
Karakteristik produk pertanian Dari ketiga karakteristik tersebut di atas, rumahtangga petani sebagai
karakteristik kedua merupakan satu unit atau kesatuan ekonomi yang relevan untuk analisis pengambilan keputusan baik keputusan produksi, konsumsi maupun tenaga kerja. Selain itu dalam rumahtangga terdapat kekhasan mengintegrasikan keputusan produksi, konsumsi dan alokasi tenaga kerja (Nakajima, 1986; Sadoulet dan de Janvry, 1995). Karakteristik tersebut menunjukkan bahwa rumahtangga petani dapat dipandang sekaligus sebagai perusahaan pertanian (produsen), tenaga kerja dan konsumen. Dengan dihadapkan pada proses pengambilan keputusan baik keputusan produksi, konsumsi maupun tenaga kerja maka tujuan yang ingin dicapai rumahtangga dari pengambilan keputusan tersebut masing-masing adalah untuk memaksimumkan profit dan memaksimumkan utilitas. Berdasarkan uraian tersebut di atas, konsep rumahtangga petani yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumahtangga sebagai kesatuan ekonomi dari sekumpulan individu yang hidup dalam satu atap rumah untuk mengatur sumberdaya dan menyatukan pendapatan dari anggota keluarga, yang digunakan untuk kegiatan produksi dan konsumsi. Dengan demikian rumahtangga petani
15 sebagai organisasi terdiri dari rumahtangga itu sendiri, anggota keluarga dan usahatani. Penelitian mengenai rumahtangga pada umumnya memberikan pengertian yang sama mengenai konsep rumahtangga. 2.2. Model Ekonomi Rumahtangga Perilaku ekonomi rumahtangga petani dapat dilihat dari segi pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan pada rumahtangga petani dapat didasarkan pada peran rumahtangga dalam mengambil keputusan ekonomi. Terdapat dua peran rumahtangga dalam pengambilan keputusan ekonomi yaitu peran tunggal dan ganda. Pada model rumahtangga berperan tunggal, rumahtangga hanya sebagai produsen atau konsumen saja. Dalam teori ekonomi, terdapat dua permasalahan yang menjadi perhatian yaitu masalah produsen dalam mengambil keputusan produksi dan masalah konsumen dalam mengambil keputusan konsumsi (Henderson dan Quandt, 1980; Beattie dan Taylor, 1985; Debertin, 1986; Chambers, 1988). Pada umumnya kedua permasalahan tersebut dianalisis secara terpisah melalui perilaku produsen saja atau konsumen saja. Analisis tersebut dilakukan untuk menyederhanakan fenomena yang terdapat di lapangan. Sedangkan pada model rumahtangga berperan ganda, pengambilan keputusan produksi dan konsumsi dilakukan sebagai satu kesatuan oleh rumahtangga dan dianalisis secara terintegrasi. Dalam model rumahtangga berperan ganda ini, rumahtangga petani bertindak baik sebagai produsen dan konsumen. Model rumahtangga berperan ganda lebih realistis karena realitanya rumahtangga petani di negara-negara berkembang pada umumnya merupakan produsen sekaligus konsumen (Nakajima, 1986; Sawit, 1993; Singh et al., 1986).
16 Model ekonomi pengambilan keputusan rumahtangga pertama kali dikemukakan oleh Chayanov (Ellis, 1988) dengan teori maksimisasi utilitas rumahtangga. Teori tersebut memfokuskan pada pengambilan keputusan rumahtangga yang berkenaan dengan jumlah tenaga kerja keluarga yang menjalankan kegiatan produksi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dengan menggunakan asumsi waktu kerja dan santai (leisure). Dari model rumahtangga tersebut, kemudian Becker (1976) mengembangkan dengan menggunakan asumsi bahwa alokasi waktu rumahtangga terdiri dari waktu kerja di rumah, kerja upahan dan santai. Dengan perkembangan waktu, model ekonomi rumahtangga dikembangkan oleh Barnum dan Squire (Ellis, 1988) yang mana rumahtangga mempunyai kebebasan untuk menyewa tenaga kerja dari luar keluarga sedangkan tenaga kerja dalam keluarga juga dapat bekerja di luar dengan memperoleh tingkat upah tertentu. Selanjutnya
model
rumahtangga
petani
Low
(Ellis,
1988)
mengkombinasikan beberapa model tersebut di atas dengan memberikan penekanan diantaranya pada pasar tenaga kerja, yang mana tingkat upah bervariasi berdasarkan kategori jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Hal ini mengimplikasikan perbedaan anggota rumahtangga mempunyai perbedaan potensial untuk penerimaan upah. Selain hal tersebut juga ada penekanan pada perbedaan harga pangan di tingkat rumahtangga petani dengan tingkat pengecer. Sedangkan Nakajima (1986) mengembangkan teori rumahtangga petani dengan berbagai perilaku rumahtangga yang mengkombinasikan curahan tenaga kerja keluarga dengan konsumsi produk yang dihasilkan. Adapun alternatif curahan tenaga kerja yaitu a) tidak semua tenaga kerja keluarga tercurah untuk
17 usahatani, b) semua tenaga kerja keluarga tercurah pada usahatani tanpa menyewa tenaga kerja, dan c) semua tenaga kerja keluarga tercurah dan menyewa tenaga kerja. Sedangkan alternatif konsumsi produk mencakup usahatani komersial murni, usahatani komersial dengan sebagian produk dikonsumsi, usahatani subsisten dan usahatani dengan pembelian sebagian untuk konsumsi rumahtangga. Selanjutnya Singh et al. (1986) mengembangkan model rumahtangga pertanian (agricultural household model) khususnya dalam perilaku rumahtangga pertanian. Rumahtangga diasumsikan memaksimumkan utilitas dengan kendala pendapatan tunai, waktu dan teknologi produksi. Dengan menurunkan keseimbangan pada rumahtangga dapat diperoleh fungsi penawaran output, permintaan input dan permintaan komoditas, termasuk leisure. Penawaran output dan permintaan input merupakan fungsi dari harga input, harga output dan karakterisitik usahatani termasuk input tetap. Sedangkan permintaan komoditas merupakan fungsi dari harga komoditas, full income dan karakterisitk rumahtangga. Keputusan produksi sangat mempengaruhi keputusan konsumsi. Model rumahtangga pertanian tersebut selanjutnya dikembangkan secara empiris dengan menganalisis keterkaitan antara keputusan produksi dan konsumsi dengan mengestimasi penawaran dan permintaan komoditas serta permintaan input (Singh et al., 1986). Leisure merupakan salah satu produk yang dikonsumsi selain komoditas pertanian dan non pertanian. Dari hasil kajian tersebut terdapat perbedaan bahwa elastisitas harga sendiri terhadap konsumsi barang pertanian bernilai positif di Malaysia dan bernilai negatif di Jepang dan Thailand. Pada umumnya model rumahtangga petani yang sudah dilakukan tersebut masih berfokus pada satu komoditas yang dihasilkan. Oleh karena itu Singh dan
18 Subramanian (1986) dalam Singh et al.(1986) dan Sawit (1993) mengembangkan model rumahtangga dengan mengkaji multicrop pada rumahtangga petani. Selain multicrop, Sawit (1993), Leones dan Feldman (1998) juga mengembangkan model dengan mempertimbangkan multiemployment yang diukur dari pendapatan yang berasal dari pertanian, non pertanian maupun non aktivitas seperti kiriman uang dan penyewaan aset. Dalam analisis kebijakan pada model ekonomi rumahtangga, Taylor dan Adelman (2003) mengkaji pengaruh kebijakan penurunan harga dasar barang pokok dan transfer pendapatan terhadap produksi dan pendapatan rumahtangga. Penurunan harga dasar barang pokok menyebabkan penurunan output barang pokok, permintaan tenaga kerja, pendapatan rumahtangga, permintaan konsumsi (cash crop, market good dan leisure) dan market surplus barang pokok. Sedangkan adanya transfer pendapatan menyebabkan adanya peningkatan pada indikator tersebut di atas kecuali market surplus dan cash crop. Dari segi metoda, model ekonomi rumahtangga selanjutnya telah dikembangkan dengan menggunakan persamaan simultan seperti yang dilakukan oleh Pradhan dan Quilkey (1985), dengan mengkaitkan adopsi teknologi dengan keputusan produksi, konsumsi dan penggunaan input serta dilakukan simulasi terhadap skenario kebijakan. Metoda tersebut selanjutnya digunakan oleh Basit (1996), Hardono (2002), Kusnadi (2005), Asmarantaka (2007) dan Bakir (2007). Sedangkan Hendratno (2006) dan Sawit (1993) menganalisis rumahtangga petani tetapi tidak menggunakan persamaan simultan. Selanjutnya Fabella (1986) menyatakan terdapat ketergantungan antara keputusan produksi dan konsumsi. Menurut Sadoulet et al. (1996) kedua
19 keputusan terkait melalui tingkat pendapatan yang dicapai dalam produksi. Apabila solusi blok produksi dapat ditentukan sebelum solusi blok konsumsi maka dinamakan blok recursive system.
Dalam recursive system, keputusan
konsumsi tidak memberikan pengaruh balik (feed back) terhadap keputusan produksi, atau keputusan produksi terpisah (independent) dari keputusan konsumsi. Konsep recursive identik dengan konsep model separable seperti yang dikemukakan oleh Wik et al. (1998) bahwa pada model separable semua harga adalah exogenous dan keputusan produksi bebas dari keputusan konsumsi. Sementara itu Lofgren dan Robinson (1999) mengembangkan model rumahtangga non separable dengan biaya transaksi sebagai endogenous dan menggunakan Computable General Equilibrium (CGE). Keputusan produksi dan konsumsi pada rumahtangga petani bersifat non separable mengindikasikan ketidaksempurnaan pasar, sedangkan harga ditentukan secara endogenous oleh interaksi permintaan dan penawaran. Sementara itu perilaku dari rumahtangga antar waktu (intertemporal) telah dikaji oleh Mazzocco (2001). 2.3. Konsep Risiko Produksi dan Harga Produk Risiko dan ketidakpastian sering digunakan secara bersama-sama baik dalam jurnal maupun beberapa tulisan lainnya. Silberberg (1990), Henderson dan Quandt (1980) dan Varian (1992) menggunakan istilah ketidakpastian (uncertainty) terkait dengan peluang (probability). Sedangkan Robison dan Barry (1987) menjelaskan terdapat perbedaan antara konsep risiko dan ketidakpastian. Jika peluang suatu kejadian dapat diketahui oleh pembuat keputusan, yang didasarkan pada pengalaman, maka hal tersebut menunjukkan konsep risiko.
20 Sedangkan jika peluang suatu kejadian tidak dapat diketahui oleh pembuat keputusan maka hal tersebut menunjukkan konsep ketidakpastian. Beberapa sumber risiko yang dapat dihadapi oleh petani diantaranya adalah risiko produksi, risiko pasar atau risiko harga, risiko kelembagaan, risiko kebijakan dan risiko finansial (Ellis, 1988; Harwood et al., 1999; Moschini dan Hennessy, 1999). Dari beberapa sumber risiko tersebut, ternyata risiko yang paling utama dihadapi rumahtangga petani diantaranya adalah risiko produksi dan harga produk (Patrick et al., 1985; Wik et al., 1998). Selanjutnya Ellis (1988) menjelaskan terdapat beberapa pendekatan yang berbeda dalam melihat mengenai peluang dengan risiko. Pada kegiatan produksi usahatani,
risiko
merupakan
peluang
terjadinya
suatu
peristiwa
yang
menghasilkan pendapatan di atas atau di bawah rata-rata dari pendapatan yang diharapkan dalam serangkaian musim panen. Sedangkan pada perspektif asuransi terhadap kerugian atau kerusakan, risiko sebagai peluang adanya bencana yang menimbulkan kerugian. Analisis risiko berhubungan dengan teori pengambilan keputusan (decision theory). Individu diasumsikan bertindak rasional dalam pengambilan keputusan. Alat analisis yang umum digunakan dalam menganalisis mengenai pengambilan keputusan yang berhubungan dengan risiko yaitu expected utility model (Anderson et al., 1977; Henderson dan Quandt, 1980; Robison dan Barry, 1987; Moschini dan Hennessy, 1999; Ellis, 1988). Lebih lanjut dijelaskan lima komponen yang digunakan dalam pengambilan keputusan diantaranya adalah the states of nature, the possible outcomes, the probabilities of outcomes, the choices dan the decision rule for ordering choices. Dalam menganalisis mengenai
21 pengambilan keputusan yang berhubungan dengan risiko dapat menggunakan expected utility model. Model ini digunakan karena adanya kelemahan yang terdapat pada expected return model, yaitu bahwa yang ingin dicapai oleh seseorang bukan nilai (return) tetapi kesejahteraan (utility). Variance merupakan salah satu ukuran yang dapat digunakan dalam menganalisis mengenai risiko. Selanjutnya bila dilihat dari sikap pembuat keputusan dalam menghadapi risiko dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu sebagai berikut (Robison dan Barry, 1987): 1.
Pembuat keputusan yang takut terhadap risiko (risk aversion). Sikap ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menaikkan keuntungan yang diharapkan yang merupakan ukuran tingkat kepuasan.
2.
Pembuat keputusan yang berani terhadap risiko (risk taker).
Sikap ini
menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam keuntungan maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menurunkan keuntungan yang diharapkan. 3.
Pembuat keputusan yang netral terhadap risiko (risk neutral). Sikap ini menunjukkan jika terjadi kenaikan ragam keuntungan maka pembuat keputusan tidak akan mengimbangi dengan menaikkan atau menurunkan keuntungan yang diharapkan. Selanjutnya dinyatakan bahwa perilaku pembuat keputusan risk aversion
menjadi subyek ketertarikan ahli ekonomi, dan perilakunya pada usahatani didasarkan tidak pada maksimisasi utilitas tetapi ekspektasi maksimisasi profit dengan asumsi harga dan produksi bersifat stochastic (Just, 1975).
22 Memperhatikan hal tersebut diatas, penelitian mengenai risiko sangat penting dilakukan terkait dengan pengambilan keputusan pada petani, khususnya pada kegiatan produksi (Just, 1974). Indikasi adanya risiko mencakup adanya perubahan atau variasi seperti dalam produksi, harga maupun pendapatan. Beberapa model yang menyangkut risiko diantaranya penentuan input yang optimal pada kondisi risiko harga produk, risiko harga input, risiko kualitas input, dan risiko fungsi produksi. Khususnya pada model dengan risiko harga produk, keputusan menanam sangat tergantung pada harga barang, sehingga bila harga rendah tidak akan menarik petani untuk menanam. Dalam analisis risiko, fungsi produksi merupakan fungsi produksi rata-rata (mean production function) dan produksi variance (variance production function), yang masing-masing dipengaruhi oleh penggunaan input dalam kegiatan produksi (Just dan Pope, 1979). Model Just dan Pope tersebut telah digunakan oleh Walter et al. (2004), Hutabarat (1985), Antle (1987), Buccola dan McCarl (1986) dalam menganalisis mengenai risiko produksi. Pendugaan terhadap fungsi produksi dapat dilakukan terpisah antara fungsi produksi rata-rata (mean production function) dan fungsi produksi variance (variance production function). Baik fungsi produksi rata-rata maupun produksi variance dipengaruhi oleh variabel input faktor seperti lahan, benih, pupuk, tenaga kerja dan pestisida (Walter et al., 2004; Hutabarat, 1985; Anderson et al., 1977). Sedangkan Antle (1987) dan Beach et al. (2005) mengakomodasi parameter risiko sebagai faktor yang mempengaruhi penggunaan input. Penggunaan setiap input mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap produksi. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam hubungannya
23 antara pengambilan keputusan input dan risiko produksi ternyata penggunaan pestisida dalam produksi sebagai pengurang risiko (risk reducing effect) sedangkan input yang lain sebagai faktor yang menyebabkan risiko (risk inducing effect) dalam produksi (Just dan Pope, 1979). Hasil penelitian penelitian Hutabarat (1985) berbeda dengan Just dan Pope (1979) yang menunjukkan bahwa pada musim hujan ternyata input benih, pupuk nitrogen, pupuk phospor, kepemilikan lahan dan insektisida merupakan faktor yang menyebabkan risiko produksi (risk inducing factors). Sedangkan input tenaga kerja manusia dan ternak merupakan faktor pengurang risiko produksi (risk-reducing factors). Sedangkan pada musim kemarau semua faktor produksi merupakan faktor yang menyebabkan risiko (risk-inducing factors). Selanjutnya
dari
segi
metodologi,
Antle
(1987)
menggunakan
ekonometrika untuk mengestimasi distribusi risiko pada produsen. Prosedur ekonometrika berguna pada data produksi cross section dengan time series atau pooled data. Pendekatan estimasi dengan Generalize Method of Moments digunakan untuk mengestimasi parameter. Wincoop (1992) mempelajari respon tabungan dan struktur produksi terhadap peningkatan ketidakpastian perdagangan. Peningkatan ketidakpastian perdagangan menyebabkan kekuatan tenaga kerja terpecah semakin besar pada sektor yang tidak diperdagangkan (non tradeable). Sementara itu Kingwell (1994) menggunakan stochastic programming model dari sistem usahatani untuk menguji pengaruh perilaku risk aversion terhadap penawaran gandum. Hartoyo et al. (2004) menggunakan quadratic utility function dalam menganalisis perilaku petani padi dalam menghadapi risiko. Petani padi di Desa
24 Kemang, Kabupaten Cianjur mempunyai karakter sebagai pengambil keputusan yang berperilaku risk neutral. Selanjutnya hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi padi dipengaruhi oleh variasi harga padi, karena sekitar 63.5 persen dari total produksi dikonsumsi sendiri oleh rumahtangga petani. Beberapa variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap produksi padi yaitu ekspektasi produksi padi, ekspektasi harga padi, kuadrat dari ekspektasi harga padi dan ekspektasi harga pupuk TSP. Namun demikian kajian Purwoto (1990) menunjukkan hasil yang berbeda yaitu sikap petani dan khususnya hasil pengukuran dari sisi alokasi jumlah pupuk buatan, menunjukkan secara umum petani takut menghadapi risiko (risk aversion) yang ditunjukkan nilai koefisien keengganan petani dalam menghadapi risiko lebih besar dari nol. Sementara itu Ellis (1988) menunjukkan bahwa perilaku rumahtangga petani kecil pada umumnya adalah risk averse. Adanya ketidakpastian dalam produksi akan menghasilkan keputusan ekonomi yang sub optimal pada tingkat produksi. Produsen yang berperilaku risk averse dalam menghadapi risiko produksi akan memproduksi lebih rendah dibandingkan produsen yang berperilaku risk neutral dan jika terjadi peningkatan risiko maka produsen risk averse akan mengurangi output (Wik et al. 1998). Salah satu strategi produksi risk averse adalah tumpangsari (mixed cropping) yang memberikan banyak keuntungan. Kebijakan yang dapat merespon ketidakpastian alami diantaranya irigasi, asuransi tanaman dan varietas benih yang tahan terhadap hama dan penyakit tanaman, musim kemarau, dan stabilitas hasil. Sementara itu kebijakan
25 mengatasi ketidakpastian harga meliputi stabilitas harga, informasi pasar dan kredit. Kajian Fukui et al. (2004) menganalisis ekonomi rumahtangga petani dengan memasukkan beberapa variabel ke dalam model seperti variabel bahaya hama dan penyakit tanaman, sistem bagi hasil dan rasio pendapatan yang berisiko (risky income ratio), yang diukur dari rasio pendapatan padi terhadap pendapatan rumahtangga. Ketiga variabel tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap permintaan input selain kiriman uang, harga produk, harga pupuk dan modal tetap. Namun demikian rasio pendapatan yang berisiko tidak signifikan terhadap permintaan tenaga kerja dan kredit, sebaliknya sistem bagi hasil dan bahaya pestisida mempunyai pengaruh yang signifikan. Beberapa mekanisme yang digunakan untuk mengatasi risiko yaitu kredit, kepemilikan aset dan diversifikasi sumber pendapatan. Sedangkan mekanisme mengurangi risiko yaitu dengan teknologi pengurang risiko seperti penerapan pestisida, penggunaan varietas, sistem kerjasama seperti bawon untuk kontrak tenaga kerja dan bagi hasil. Sharing risiko juga dikaji oleh Cox dan Jimenez (1998) sedangkan Guiso et al. (1996) dan Ameriks (2001) menekankan pada keputusan portofolio. Selanjutnya Saha dan Stroud (1994) menggunakan model rumahtangga pertanian untuk menganalisis keputusan konsumsi, penyimpanan, menabung dan tenaga kerja dibawah risiko harga pada rumahtangga petani. Kajian tersebut menggunakan panel data dan model dinamik (dynamic model). Penyimpanan dipengaruhi secara nyata oleh musim tanam, lag harga kali harga saat ini yang
26 mempunyai pengaruh negatif dan secara positif oleh musim panen, full income, upah tenaga kerja keluarga, kuadrat current price dan kuadrat lag harga. Masih dalam hubungannya dengan risiko dengan model ekonomi rumahtangga, Beach et al. (2005) melakukan pendugaan terhadap beberapa persamaan penggunaan input yang terdiri dari persamaan luas lahan, tenaga kerja dalam keluarga, tenaga kerja luar keluarga dan penggunaan input lain. Penggunaan input dipengaruhi oleh beberapa variabel seperti ekspektasi harga, variance harga, ekspektasi produksi, variance produksi, upah, harga input, harga output dan karakteristik rumahtangga. Ekspektasi dan variance sebagai pendekatan yang digunakan untuk menganalisis mengenai risiko. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekspektasi penerimaan tembakau dan variance produksi mempunyai tanda yang berlawanan dengan yang diharapkan dan tidak signifikan terhadap luas areal penanaman tembakau. Sementara itu Wik et al. (1998) mengestimasi variabel endogen koefisien risk aversion, penggunaan pupuk dan proporsi lahan tanaman gandum terhadap total lahan yang ditanamani. Variabel tersebut dipengaruhi oleh luas lahan, pendapatan off farm, karakteristik rumahtangga (seperti umur, pendidikan, jenis kelamin), tenaga kerja rumahtangga (pria dan wanita), ukuran rumahtangga, kekayaan (jumlah sepeda, rumah dan binatang), jarak dengan kota dan rasio penggilingan penggunaan pupuk. Pada penggunaan pupuk, beberapa variabel yang mempunyai pengaruh nyata pada taraf nyata kurang dari 10 persen diantaranya total pendapatan, jumlah sepeda, total lahan usahatani. Pengaruh risiko terhadap keputusan yang dibuat oleh petani risk neutral telah dikaji Pannell (1999). Sumber risiko yang mempengaruhi keuntungan yang
27 diharapkan dianalisis dengan menggunakan response model dalam kaitannya dengan aplikasi herbisida. Pengaruh risiko bagi pengambil keputusan risk neutral yaitu dengan mengurangi penggunaan herbisida, karena pengurangan tingkat optimal herbisida atau peningkatan ambang batas rumput liar. Alasan penurunan penggunaan herbisida adalah bahwa risiko mengurangi produk marginal herbisida. Ketidakpastian akan berhubungan dengan daya saing rumput liar sehingga dapat mengurangi kehilangan produksi rata-rata. Moller et al. (2000) menggunakan teknik dynamic programming dengan data rumahtangga petani. Peningkatan ketidakpastian tidak secara umum mengurangi penambahan konsumsi atau meningkatkan penambahan saving. Petani yang menghadapi kendala kredit, investasi dan konsumsi sangat penting menentukan perilaku saving karena saving digunakan untuk membiayai investasi dan kelancaran konsumsi. Metoda lain dapat digunakan dalam menganalisis risiko khususnya dengan ekonometrika modern. Verbeek (2000) menjelaskan bahwa adanya fluktuasi (volatility) dari observasi dapat dianalisis dengan model variance error seperti model Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (GARCH). Model tersebut telah mengakomodasi variance error dan error kuadrat periode sebelumnya dalam menganalisis mengenai risiko. Model standar GARCH (1,1) sering digunakan dalam beberapa penelitian seperti oleh Huang et al. (2004) yang menganalisis mengenai penawaran produk cabe. Dalam model tersebut, persamaan penawaran dipengaruhi oleh beberapa variabel eksogenous sedangkan persamaan variance dipengaruhi oleh variance periode sebelumnya dan error kuadrat periode sebelumnya.
28 Sementara itu Moschini dan Hennessy (1999) menyatakan bahwa dalam model ekspektasi untuk persamaan variance, beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan penawaran pada periode tertentu yaitu ekspektasi harga, variance harga dan variabel lainnya. Selanjutnya De Wet (2005) menggunakan model GARCH untuk menganalisis mengenai risiko karena adanya fluktuasi pada tiga variabel finansial. Analisis dilakukan secara simultan dengan menggunakan data mingguan. Berdasarkan pada uraian tersebut, bagian terakhir bab ini akan menyimpulkan mengenai model ekonomi rumahtangga petani. Model ekonomi rumahtangga petani digunakan karena adanya keterkaitan antara keputusan produksi dan konsumsi yang terdapat pada rumahtangga petani yang berperan ganda sebagai produsen dan konsumen. Model ekonomi rumahtangga petani dapat dibangun secara separable atau recursive maupun non separable atau non recursive. Model separable atau recursive digunakan karena keputusan produksi mempengaruhi keputusan konsumsi tetapi keputusan produksi tidak dipengaruhi oleh keputusan konsumsi. Sedangkan dalam model non separable, keputusan produksi mempengaruhi dan dipengaruhi keputusan konsumsi. Dalam model separable atau recursive, variabel harga sebagai variabel eksogen sebaliknya dalam model non separable, variabel harga merupakan variabel endogen. Adapun pendekatan yang digunakan dalam menganalisis model ekonomi rumahtangga petani dapat dilakukan dengan persamaan simultan. Persamaan dalam model pada intinya mencakup kegiatan produksi, seperti penawaran output atau produksi, kegiatan konsumsi seperti permintaan barang konsumsi atau pengeluaran, dan alokasi tenaga kerja seperti permintaan dan penawaran tenaga
29 kerja. Persamaan-persamaan yang dibangun tersebut dikembangkan sesuai dengan fenomena yang terjadi di lapangan. Penelitian-penelitian mengenai ekonomi rumahtangga petani sudah banyak yang melakukan baik di Indonesia maupun di negara lain. Di Indonesia penelitian risiko masih sedikit yang melakukan dan hanya difokuskan pada kegiatan produksi, sementara itu penelitian model ekonomi rumahtangga petani pada umumnya jarang yang mengakomodasi unsur risiko produksi maupun risiko harga produk. Dengan memperhatikan hal tersebut maka penelitian ini akan mengakomodasi unsur risiko produksi dan risiko harga produk dalam model ekonomi rumahtangga petani sayuran. Selain hal tersebut diatas, dapat dilihat dari segi metodologi, yang mana dalam kaitannya dengan pengukuran risiko khususnya risiko produksi, yang diukur dari nilai variance, telah menggunakan model GARCH (1,1) yang sudah mengakomodasi pendugaan secara sekaligus untuk fungsi produksi rata-rata (mean production function) dan variance (variance production function). Dari hasil estimasi, nilai variance dari setiap responden selanjutnya akan dimasukkan dalam model ekonomi rumahtangga petani. Selain nilai variance produksi, beberapa variabel seperti variance harga, ekspektasi produksi dan ekspektasi harga juga diakomodasi ke dalam model ekonomi rumahtangga petani sayuran.
30
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Rumahtangga merupakan salah satu unit pengambilan keputusan mengenai pendapatan dan penggunaannya untuk konsumsi. Dalam teori ekonomi, masalah keputusan produksi, konsumsi dan penawaran tenaga kerja biasanya dianalisis secara terpisah melalui perilaku produsen, konsumen dan pekerja. Namun demikian dalam teori ekonomi rumahtangga keputusan produksi, kunsumsi dan alokasi tenaga kerja dianalisis secara terintegrasi. Di bawah ini akan diuraikan mengenai perilaku ekonomi rumahtangga secara bertahap yang menyangkut masalah produsen, konsumen dan pekerja, yang selanjutnya dijelaskan model ekonomi rumahtangga petani secara umum dan memasukkan unsur risiko produksi dan risiko harga produk. 3.1.1. Pengambilan Keputusan Produksi Dua hal yang dapat menentukan respon produsen yaitu hubungan teknis antara kombinasi input dengan tingkat output serta perilaku produsen dalam memilih input, yang ditentukan oleh harga output dan harga input yang dapat diperdagangkan dan tersedianya faktor produksi tetap. Integrasi kedua hal tersebut berperan dalam memaksimumkan profit sebagai tujuan produsen dan secara langsung dapat menentukan keputusan yang optimal mengenai penawaran output dan permintaan input. Solusi penentuan penawaran output dan permintaan input optimal dapat ditentukan dengan mengetahui fungsi produksi dari usahatani. Apabila diasumsikan hanya dua input yang digunakan dalam proses produksi dengan
31 output tunggal (single product), maka fungsi produksi dapat dituliskan sebagai berikut : Q = f (x1, x2, z ) …………….…………………………………………....[1] dimana : Q
= jumlah output (Q bersifat non negative atau Q ≥ 0 )
xi
= jumlah input untuk i = 1,2 (xi bersifat non negative atau xi ≥ 0)
z
= input tetap dan karakteristik usahatani
Apabila diasumsikan pasar output dan input yang dihadapi rumahtangga merupakan pasar persaingan sempurna dan yang menjadi kendala yaitu anggaran untuk pengeluaran input maka kendala anggaran dapat dituliskan sebagai berikut : C˚ = r1x1 + r2x2 …………… ……………………………………………[2] dimana : ri = harga input, untuk i = 1,2 C˚ = anggaran Untuk mencapai tujuan dalam kegiatan produksi, yaitu memaksimumkan profit dengan kendala anggaran, maka dalam penyelesaiannya digunakan fungsi Lagrangian sebagai berikut : L = pf(x1, x2, z) + λ (C˚ - r1x1 - r2x2 ) ………………… …………….... .[3] Dari persamaan [3] diperoleh first order conditions sebagai berikut : ∂L / ∂x1 = pf1 - λr1 = 0 atau pf1 = λr1 ……...……………………………[4] ∂L / ∂x 2 = pf2 - λr2 = 0 atau pf2 = λr2…………………….……………...[5] ∂L / ∂λ = C˚- r1x1 - r2x2 = 0………………………………………….......[6]
dimana : p = harga produk
32 Dari persamaan [4] dan [5] diperoleh : f1/ f2 = r1/r2 ………………………………………………...................... .[7] ∂Q / ∂x1 = r1/r2 …… ……………………………………………….........[8] ∂Q / ∂x 2 ∂x 2 / ∂x1 = r1/r2 ………………………………………….......................... [9]
Dengan
menyelesaikan
first
order
conditions
yaitu
dengan
mensubstitusikan persamaan [7] ke dalam persamaan [6] akan diperoleh fungsi permintaan input sebagai berikut : x1* = x1* (r1, r2 , p, z)…………………………………………………...[10] x2* = x2* (r1, r2 , p, z)…………………………………………………...[11] Selanjutnya dengan mensubstitusikan persamaan [10] dan [11] ke dalam persamaan [1] akan diperoleh fungsi penawaran output, yang merupakan fungsi dari harga input dan harga output, sebagai berikut : Q* = q*( r1, r2 , p, z)…………………………………………………....[12] Input variabel selain tenaga kerja diantaranya yaitu benih, pupuk, pestisida, pengairan dan lainnya yang dapat dibeli dalam jumlah yang diinginkan. Sedangkan input tetap dan karakteristik usahatani dapat mencakup barang pribadi seperti lahan, peralatan dan barang publik seperti infrastruktur dan penyuluhan atau faktor eksogen, seperti cuaca dan jarak ke pasar, yang tidak dapat diperoleh dalam jangka waktu analisis (Sadoulet dan de Janvry, 1995). Fungsi permintaan input dan penawaran output memenuhi properti sebagai berikut (Varian, 1992; Henderson dan Quandt, 1980; Sadoulet dan de Janvry, 1995) :
33 a. Homogeneity yang artinya fungsi permintaan input dan penawaran output bersifat homogenous derajat nol dalam semua harga, yang menunjukkan jumlah elastisitas setiap output atau input terhadap harga sama dengan nol. Apabila produksi menunjukkan constant return to scale maka fungsi tersebut homogenous derajat satu untuk semua input tetap yang juga menunjukkan jumlah elastisitas terhadap input tetap sama dengan satu. b. Symmetry
yang
artinya
fungsi
profit
bersifat
symmetry
apabila
∂qi / ∂p j = ∂q j / ∂pi . Ini juga menunjukkan elastisitas silang harga merupakan kebalikan dari proporsi share profit. 3.1.2. Pengambilan Keputusan Konsumsi
Konsep dasar teori perilaku konsumen menjelaskan mengenai bagaimana konsumen yang rasional memilih barang yang dikonsumsi ketika dihadapkan dengan harga dan pendapatan yang terbatas. Hal ini menunjukkan bahwa dalam analisis perilaku konsumen menyangkut tingkat permintaan barang yang dikonsumsi tidak hanya berhubungan dengan harga yang dihadapi dan pendapatan riil, tetapi juga karakterisitik individu seperti umur, pendidikan, pekerjaan, tipe rumahtangga dan lingkungan geografi (Sadoulet dan de Janvry, 1995). Adapun barang yang dikonsumsi konsumen dapat berupa barang pertanian maupun industri. Konsumen mempunyai tujuan memaksimukan utilitas yang berkenaan dengan jumlah barang yang dikonsumsi, dengan kendala ditentukan oleh harga pasar, pendapatan yang dapat dibelanjakan (disposable income), karakteristik rumahtangga dan selera. Bila diasumsikan rumahtangga mengkonsumsi dua komoditas sebagai berikut :
34 U = f (q1, q2, z)……………………………………………………….....[13] dimana : U = utilitas qi = komoditas yang dikonsumsi, i = 1,2 z = karakteristik individu Sedangkan kendala yang dihadapi adalah pendapatan sebagai berikut : y˚ = p1q1 + p2q2 ………………………………………………………...[14] dimana : y˚ = pendapatan pi = harga komoditas yang dikonsumsi, i = 1,2 Untuk memaksimumkan utilitas dengan kendala pendapatan, maka : L = f(q1, q2, z ) + λ(y˚ - p1q1 - p2q2)………………………………..... [15] Dari persamaan [15] diperoleh first order conditions (FOC) sebagai berikut : ∂L / ∂q1 = f1 - λp1 = 0 atau f1 = λp1 ………….………………..……......[16] ∂L / ∂q 2 = f2 - λp2 = 0 atau f2 = λp2…………..………..…..……..........[17] ∂L / ∂λ = y˚- p1q 1 - p2q2 = 0…………………………………………...[18]
f1/ f2 = p1/p2 ………………………………………………...………......[19] ∂U / ∂q1 = p1/p2 ………………………………………………………..[20] ∂U / ∂q 2 ∂q 2 / ∂q1 = p1/p2 ……………………………………………………......[21]
Dengan menyelesaikan persamaan [16], [17] dan [18] akan diperoleh fungsi permintaan sebagai berikut : q1* = q1* (p1, p2 , y˚, z)……………………………………………........[22] q2* = q2* (p1, p2 , y˚, z)……………………………………………........[23]
35 3.1.3. Pengambilan Keputusan Tenaga Kerja
Pekerja mempunyai tujuan untuk memaksimumkan utilitas yang berkenaan dengan konsumsi waktu santai (leisure) dan pendapatan dengan kendala pendapatan dan total waktu yang tersedia dan dituliskan sebagi berikut : Max u (cl ,y, z)……….……………………………………………….. [24] s.t y = wls ………..……………………………………………….......[25] cl + ls = E…………………………………………………………….....[26] dimana: cl = waktu santai ls = waktu kerja E = total waktu yang tersedia z = karakteristik pekerja Kendala persamaan [25] dan [26] menjadi kendala full income sebagai berikut : y = w(E - cl ) w cl + y = wE ………………………………………………………….. [27] Solusi dari tujuan memaksimumkan utilitas dari pekerja adalah fungsi permintaan waktu santai sebagai berikut : cl = cl ( w, E, z)......................................................................................[28] Dalam penelitian ini keputusan tenaga kerja lebih memfokuskan pada penggunaan tenaga kerja pada kegiatan on farm, off farm dan non farm. 3.1.4. Model Umum Ekonomi Rumahtangga Petani
Menurut
Ellis
(1988)
model
ekonomi
pengambilan
keputusan
rumahtangga pertama kali dikemukakan oleh Chayanov, yaitu teori maksimisasi utilitas rumahtangga (theory of household utility maximisation). Teori tersebut
36 memfokuskan pada pengambilan keputusan rumahtangga yang berkenaan dengan jumlah tenaga kerja keluarga yang menjalankan produksi untuk memenuhi konsumsi. Keputusan menyangkut trade off antara pekerjaan dan pendapatan (Gambar 3). Faktor utama yang mempengaruhi trade off tersebut adalah struktur demografi rumahtangga yaitu ukuran dan komposisi anggota yang bekerja dan tidak bekerja. Beberapa asumsi yang digunakan diantaranya adalah : 1) tidak ada pasar tenaga kerja, dalam arti tidak ada tenaga kerja yang disewa maupun menyewakan tenaga kerja, 2) output usahatani disimpan untuk konsumsi rumahtangga atau dijual di pasar dan dinilai dengan harga pasar, 3) semua rumahtangga mempunyai akses terhadap lahan untuk penanaman dan 4) setiap komunitas petani mempunyai norma sosial untuk pendapatan minimum yang diterima setiap orang . Gambar 3 menunjukkan pengambilan keputusan rumahtangga model Chayanov mencakup aspek produksi dan konsumsi. Aspek produksi ditunjukkan oleh kurva fungsi produksi atau kurva pendapatan keluarga (kurva TVP) yang menggambarkan respon output atau pendapatan keluarga terhadap berbagai tingkat penggunaan input tenaga kerja. Perubahan pada fungsi produksi atau kurva pendapatan keluarga dapat disebabkan perubahan teknologi produksi, harga output atau sumberdaya lain yang berkombinasi dengan tenaga kerja. Aspek konsumsi ditunjukkan oleh kurva indiferen (I) yang menggambarkan total utilitas dari kombinasi leisure dan pendapatan.
Keseimbangan rumahtangga petani
terjadi pada titik A yang merupakan persinggungan fungsi produksi dan kurva indiferen. Sedangkan pada titik B, slope kurva indiferen menggambarkan perubahan pendapatan yang dikarenakan hilangnya satu unit leisure.
37
Output/ income Y I1
I2 TVP
A
B δY
Ye δH
Ymin
O
Le
Waktu kerja (L)
Lmax
L
Waktu Leisure (H)
Sumber : Ellis, 1988 Gambar 3. Model Rumahtangga Petani Chayanov Keterangan : TVP OL I Y A H L Lmax Ymin
: : : : : : : : :
Total value product Total waktu yang tersedia bagi rumahtangga Kurva Indiferen Income Keseimbangan rumahtangga Waktu yang digunakan untuk leisure Waktu yang digunakan untuk bekerja Waktu kerja maksimum dari anggota rumahtangga Standar hidup minimum
Beberapa variabel demografi yang menyangkut produksi dan konsumsi adalah ukuran keluarga, jumlah pekerja dalam keluarga, standar hidup minimum dan rasio konsumen/pekerja.
38 Selanjutnya pengembangan model rumahtangga petani telah dilakukan oleh Becker (1978) dengan menitikberatkan pada alokasi waktu (time allocation) rumahtangga. Konsep alokasi waktu rumahtangga tersebut menjadi dasar dari new home economics (Ellis, 1988). Gambar 4 menunjukkan bahwa alokasi waktu yang tersedia bagi rumahtangga terdiri dari waktu kerja di rumah (home work time), waktu kerja upahan (wage work time) dan waktu santai (leisure).
Home production Z
Home production Z
I1
w1
B C A H
F TPP
w
O
Home work
T1
Wage work
T2
Sumber : Ellis, 1988 Gambar 4. Home Production Model Keterangan : TPP OF ww1 T A B
: : : : : :
Kurva total physical product Total pendapatan riel Garis upah riel Waktu yang tersedia bagi rumahtangga Keseimbangan dalam produksi Keseimbangan dalam konsumsi
Leisure
T
39 Keseimbangan rumahtangga dalam produksi ditunjukkan pada titik A dimana marginal physical product dari kerja rumah (home work) sama dengan tingkat upah riel. Sedangkan keseimbangan dalam konsumsi ditunjukkan pada titik B dimana marginal rate of substitution leisure terhadap barang Z sama dengan rasio opportunity cost leisure terhadap harga pasar. Selanjutnya model rumahtangga (farm household model) Barnum dan Squire (Ellis, 1988) bersumber sebagian dari model new home economic. Rumahtangga mempunyai kebebasan menyewa tenaga kerja dari luar dan menyewakan tenaga kerja dalam keluarga dengan tingkat upah tertentu. Selain itu leisure dan produksi barang Z dari aktivitas rumah dikombinasikan sebagai barang konsumsi dan rumahtangga dihadapkan pada pilihan antara konsumsi dan menjual output untuk memenuhi konsumsi barang yang dibeli. Gambar 5 menunjukkan model rumahtangga Barnum - Squire. Rumahtangga memanfaatkan total waktu untuk pekerjaan usahatani yang berasal dari anggota keluarga (TF), tenaga kerja yang disewa (Tw) dan waktu anggota keluarga di rumah (TZ). Adanya perubahan pada tingkat upah dan harga secara terpisah akan mempengaruhi waktu kerja dalam usahatani, pendapatan, konsumsi rumahtangga dan penjualan di pasar. Peningkatan upah akan meningkatkan rasio harga atau upah riel (w/p) sehingga garis ww1 bergeser dengan slope yang curam. Kondisi tersebut menyebabkan penurunan terhadap ouput, pendapatan, penggunaan tenaga kerja yang disewa dan penjualan di pasar serta menyebabkan peningkatan waktu kerja anggota keluarga pada usahatani dan konsumsi rumahtangga. Sedangkan peningkatan harga output akan mengurangi
40 upah riel sehingga garis ww1 akan bergeser dengan slope yang datar dan memberikan pengaruh yang berlawanan dengan peningkatan upah.
Output Y
Y I
w1 B
TPP F1
Q A C
F w
O Family TF
T1
Hired Tw Farm work
T2
T Family TZ Home work
Sumber : Ellis, 1988 Gambar 5. Model Rumahtangga Petani Barnum-Squire Keterangan : QC : OF : OT1 : T1T2 : T2T : Y : T : A : B : C : 1 F :
Penawaran output di pasar Total biaya tenaga kerja Waktu anggota keluarga untuk pekerjaan usahatani Waktu tenaga kerja sewa Waktu anggota keluarga di rumah (leisure dan pekerjaan rumah) Output usahatani Waktu yang tersedia bagi rumahtangga Keseimbangan konsumsi Keseimbangan produksi Konsumsi output Pendapatan
41 Singh et al. (1986) telah mengembangkan model dasar perilaku rumahtangga pertanian. Model rumahtangga pertanian tersebut mengasumsikan rumahtangga memaksimumkan fungsi utilitas dari komoditas yang diproduksi dan dikonsumsi oleh rumahtangga dan komoditas yang dibeli, serta waktu santai (leisure). Adapun fungsi utilitas yang dihadapi sebagai berikut : U = U(Xa, Xm , Xl )……………………………..………..………….......[29] dimana : Xa = konsumsi komoditas pokok Xm = konsumsi barang yang dibeli di pasar Xl = konsumsi waktu santai Adapun kendala yang dihadapi pendapatan tunai sebagai berikut : pm Xm = pa (Q - Xa ) – w (L-F)………………………………................[30] dimana : pm
= harga barang yang dibeli di pasar
pa
= harga komoditas pokok
Q
= produksi rumahtangga dari komoditas pokok
w
= tingkat upah tenaga kerja
L
= total input tenaga kerja
F
= input tenaga kerja keluarga
Q- Xa = market surplus Selanjutnya rumahtangga petani juga menghadapi kendala waktu sebagai berikut : Xl + F = T atau F = T - Xl………………………...………………….. [31] dimana : T = total waktu yang tersedia bagi rumahtangga
42 Selain kendala pendapatan tunai dan waktu, rumahtangga petani menghadapi kendala teknologi produksi sebagai berikut : Q = Q(L, A)…………………………………………………………......[32] dimana A : Faktor produksi tetap Adapun asumsi lain yang juga digunakan dalam model rumahtangga pertanian tersebut diantaranya adalah penggunaan input variabel seperti pupuk dan pestisida dihilangkan dalam model. Model rumahtangga pertanian tersebut juga mengabaikan adanya pilihan antara tanaman yang bersaing, yang dihasilkan rumahtangga. Selanjutnya untuk tenaga kerja dalam keluarga dengan tenaga kerja luar keluarga yang disewa bersifat substitusi sempurna (perfect substitution) dan dapat ditambahkan secara langsung. Hal ini menunjukkan apabila terjadi kekurangan tenaga kerja dalam kegiatan produksi usahatani yang disebabkan tenaga kerja dalam keluarga mengalokasikan curahan waktunya pada kegiatan off farm atau non farm maka rumahtangga dapat menyewa tenaga kerja dari luar keluarga untuk menggantikan tenaga kerja dalam keluarga tersebut dengan memberikan upah. Kemudian model juga mengasumsikan bahwa rumahtangga petani bersifat sebagai price taker untuk ketiga pasar, yaitu pasar barang pokok (pm,), pasar barang yang dibeli di pasar (pa) dan pasar tenaga kerja (w ). Penyelesaian dalam memaksimumkan fungsi utilitas rumahtangga petani tersebut di atas dilakukan dengan mensubstitusikan kendala pada persamaan [31] dan persamaan [32] ke dalam kendala persamaan [30] sehingga diperoleh persamaan kendala sebagai berikut : pm Xm = paQ(L,A) - pa Xa – w (L-T + Xl) pm Xm = paQ(L,A) - pa Xa – wL + wT - w Xl
43 pm Xm + pa Xa + w Xl = paQ(L,A) - wL + wT……………..………...[33] Pada persamaan [33] tingkat keuntungan usahatani ditunjukkan oleh paQ(L,A) wL. Dengan demikian untuk memaksimumkan fungsi utilitas pada persamaan [29] dengan kendala persamaan [33] maka fungsi Lagrangian sebagai berikut : G = U(Xa, Xm , Xl ) + λ (pa Q(L,A) – wL+ wT - pm Xm - pa Xa - w Xl ).[34] Selanjutnya First Order Conditions (FOC) dari fungsi Lagrangian tersebut di atas menghasilkan sebagai berikut : pa ∂ Q/ ∂ L = w………………………………………..........…….........[35] ∂ U/ ∂ Xa = λ pa……..….…………….....…………………. ……......[36] ∂ U/ ∂ Xm = λ pm……….………………………..……………............[37]
∂ U/ ∂ Xl = λ w………………………………………....……………[38]
pa Q(L,A) – wL+ wT - pm Xm - pa Xa - w Xl = 0……..…………..……[39] Selanjutnya tingkat permintaan tenaga kerja (L*) sebagai fungsi dari harga output (pa) dan harga input (w), parameter teknologi dari fungsi produksi dan areal lahan yang tetap sebagai berikut: L* = L* (pa , w, A)…………………………………………………..... [40] Persamaan [40] disubstitusikan ke dalam RHS persamaan [33] untuk mendapatkan nilai full income (Y*). Persamaan [33] menjadi : pm Xm + pa Xa + w Xl = Y*…………………………………….....…[41] yang merupakan kondisi standar dari teori permintaan konsumen. Solusi persamaan [41] menghasilkan permintaan sebagai berikut : Xa = Xi (pa, pm , w, Y*). ….………………………..……………. …..[42] Xm = Xi (pa, pm , w, Y*)…………………….………..………………. [43] Xl = Xi (pa, pm , w, Y*)………………………………………………..[44]
44 Persamaan di atas menunjukkan bahwa permintaan tergantung pada harga (output dan input) dan full
income. Pada kasus rumahtangga pertanian, full income
ditentukan oleh aktivitas produksi rumahtangga baik pada usahatani (on farm), off farm maupun non farm. Apabila
diasumsikan
harga
bahan
pokok
pertanian
mengalami
peningkatan, maka efeknya pada konsumsi bahan pokok dapat dilihat pada persamaan [45] sebagai berikut :
∂X a ∂Y * ∂X a ∂X a + = ………………………………………...[45] ∂Y * ∂p a ∂p a ∂p a Model rumahtangga pertanian tersebut di atas dapat dimodifikasi dengan mengakomodasi adanya input variabel lain yang digunakan dalam kegiatan usahatani seperti penggunaan pupuk dan benih. Khususnya untuk input tenaga kerja juga dapat dibedakan berdasarkan jenis kelamin. Selain itu model rumahtangga pertanian juga dapat dimodifikasi dengan adanya keputusan pinjaman, tabungan dan investasi. Selama pemerintah dan lembaga lain menyediakan program kredit pedesaan dalam jumlah yang besar, pengembangan tersebut akan membuat kemungkinan untuk menerapkan model rumahtangga pertanian. Selain itu juga model perilaku rumahtangga petani antar waktu seperti yang dilakukan Mazzocco (2001) dan Iqbal (1986) dengan dua periode waktu yaitu periode pertama rumahtangga meminjam dan investasi dalam memperbaiki usahatani, dan periode kedua adalah pinjaman harus dibayar dengan tingkat bunga dan rumahtangga memperoleh profit usahatani yang tinggi sebagai hasil dari investasi periode pertama.
45 3.1.5. Pendekatan Model Ekonomi Rumahtangga Petani pada Kondisi Risiko
Sebagian besar rumahtangga petani melakukan pengambilan keputusan pada kegiatan produksi, konsumsi maupun tenaga kerja. Model rumahtangga petani digunakan sebagai kerangka pemikiran teoritis untuk menganalisis integrasi keputusan produksi, konsumsi dan tenaga kerja. Singh et al. (1986) telah mengembangkan model dasar perilaku rumahtangga petani. Model rumahtangga petani tersebut mengasumsikan rumahtangga memaksimumkan fungsi utilitas dari satu komoditas pertanian yang diproduksi dan dikonsumsi oleh rumahtangga dan satu komoditas non pertanian yang dapat dibeli, serta waktu santai (leisure). Namun demikian model dasar perilaku rumahtangga petani dapat dilakukan pengembangan dengan memasukkan unsur risiko dalam model perilaku ekonomi rumahtangga petani. Penelitian ini memasukkan unsur risiko produksi dan risiko harga produk dalam model perilaku ekonomi rumahtangga petani dengan mengikuti struktur yang dilakukan Beach et al. (2005), yang mengasumsikan petani memaksimumkan present value dari ekspektasi utilitas dengan kendala waktu, fungsi produksi dan anggaran. Rumahtangga petani mempunyai fungsi tujuan sebagai berikut : T
Max ∫ e − rt EU (t )dt ……………………………………………………..[46] 0
dimana r adalah discount rate dan interval [0,T] sebagai planning horizon. Jika harga dan produksi bersifat stochastic, maka utilitas rumahtangga petani tergantung pada ekspektasi dan variance tingkat konsumsi (C),
46 ketersediaan waktu untuk leisure (Tl) dan karakteristik rumahtangga (Zh) yang dapat dituliskan sebagai berikut : EU = U(E(C ), Var (C ), Tl ; Zh)………………………………………..[47] Diasumsikan
∂U > 0 dan ∂E (C )
∂U ≤ 0 . Rumahtangga menggunakan ∂Var (C )
sumberdaya tenaga kerja keluarga dan lahan untuk memproduksi kombinasi output dalam setiap periode dengan kendala sebagai berikut : 1. Kendala waktu T = Tf + To + Tl , To ≥ 0 ………………………..……...[48] 2. Fungsi produksi Q = Q(N, Tf , Hf ,X, ε) ……………………..…………….[49] 3. Kendala anggaran pq Q + wo To + V = wx X+ wh Hf + wn N+ pc C……..…[50] dimana : T
= total waktu yang tersedia bagi rumahtangga
Tf
= waktu rumahtangga yang dialokasikan untuk kerja usahatani
To
= waktu rumahtangga untuk kerja di luar usahatani
Tl
= waktu rumahtangga yang dialokasikan untuk leisure
Q
= vektor output usahatani
N
= luas lahan
Hf
= tenaga kerja sewa untuk usahatani
X
= vektor input produksi usahatani selain tenaga kerja dan lahan
ε
= risiko produksi
pq
= vektor harga output usahatani
pc
= vektor harga barang konsumsi
wo
= upah tenaga kerja di luar usahatani
wx
= vektor harga input usahatani selain tenaga kerja
wh
= upah tenaga kerja pertanian yang disewa
47 wn
= harga lahan
V
= pendapatan bukan dari kerja
C
= vektor barang konsumsi
Sumber ketidakpastian diasumsikan dari produksi dan harga. Harga saat panen tidak diketahui ketika keputusan alokasi luas lahan dibuat. Risiko produksi muncul seperti cuaca, gangguan hama dan penyakit tanaman. Jika diasumsikan tidak ada poduk bersama (joint production), fungsi produksi sebagai berikut : Qi = Qi (Ni , Tfi , Hfi , Xi , εi) ................................…................................[51] Dalam penelitian ini komoditas sayuran yang dianalisis dikhususkan pada dua komoditas yaitu kentang dan kubis. Kentang dan kubis merupakan dua komoditas dominan yang diusahakan oleh rumahtangga petani sayuran di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Kedua komoditas sayuran tersebut merupakan komoditas yang menjadi unggulan di Kecamatan Pangalengan. Selanjutnya
jika
diasumsikan
ketidakpastian
produksi
merupakan
perkalian, maka fungsi produksi menjadi sebagai berikut : Qi = εi Qi (Ni , Tfi , Hfi , Xi,) ………………………................................[52] didefinisikan ekspektasi E(εi) = μ ; variance var (εi) = σ i2 Rumahtangga petani menghadapi permulaan musim dengan mengambil keputusan menyangkut total lahan untuk penanaman dan pembagian luas lahan untuk dialokasikan pada setiap komoditas. Dengan demikian kendala lahan sebagai berikut :
∑N i
i
≤ At −1 + ΔA …………………………………................................[53]
48 Total lahan produksi pada periode t lebih kecil dari atau sama dengan luas penanaman pada musim sebelumnya ditambah perubahan dalam luas antar musim. Selanjutnya sehubungan dengan fungsi produksi yang ditunjukkan persamaan [52], fungsi profit periode saat ini untuk aktivitas usahatani (on farm) dapat dituliskan sebagai berikut : π=
∑
(pqi εi Qi (•) - wf Tfi - wh Hfi -wx Xi -wn N ……...........................[54]
i
dimana wf menunjukkan nilai dari waktu yang digunakan untuk bekerja pada usahatani (on farm). Dengan asumsi risiko harga dan produksi adalah bebas dan ekspektasi harga didefinisikan sebagai E(Pi) = θi dan variance harga sebagai var(Pi) = ϕ i2 , maka espektasi profit dapat dituliskan sebagai berikut : E(π) =
∑
[ θi μi Qi (•) - wf Tfi - wh Hfi - wxXi - wn N] ……...................[55]
i
dan variance profit yang diharapkan dapat dituliskan sebagai berikut : Var (π) =
∑Q
2 i
(•)(ϕ i2σ i2 + ϕ i2 μ i2 + θ i2σ i2 ) …………………………….[56]
i
Lebih lanjut variabel dalam kurung sebelah kanan diganti dengan PVARi Pada kasus separability, keputusan produksi mempengaruhi keputusan konsumsi
melalui
profit
usahatani,
tetapi
keputusan
konsumsi
tidak
mempengaruhi keputusan produksi. Produksi bebas dari preferensi rumahtangga tentang konsumsi dan juga bebas dari pendapatan rumahtangga. Perilaku rumahtangga memaksimumkan pendapatan dengan kendala fungsi produksi dan memaksimumkan utilitas dengan kendala full income. Oleh karena nilai waktu maupun pendapatan bukan kerja (V) adalah choice variable, maksimisasi full
49 income sama dengan maksimisasi nilai output dikurangi variabel input (profit). Selanjutnya pada keberadaan risiko, keputusan konsumsi dan produksi mungkin tidak terpisah dimana mereka adalah rumahtangga petani risk averse. Selanjutnya fungsi Lagrangian dapat dituliskan sebagai berikut : L ≡ U(E(C ), Var (C ), Tl ; Zh) +λ [θi μi Q (N, Tf , Hf ,X ) - wx X- wn N - wh Hf + wo To + V - pc C] + τ[T - Tf - To - Tl ] + μTo......................[57] Penerapan kondisi Kuhn Tucker : ∂L ∂U ∂U = + − λp c = 0 , asumsi C > 0…….......................[58] ∂C ∂E (C ) ∂Var (C )
∂L ∂U = −τ = 0 ∂Tl ∂Tl
asumsi Tl > 0 …........……........[59]
⎛ ∂Q ∂Qi ∂L ∂U ∂U ∂Q ⎞⎟ = − τ + λ ⎜ ( pq PVARi 2Qi [θ i μ i ] i + =0 ⎜ ⎟ ∂T fi ∂E (C ) ∂T fi ∂Var (C ) ∂T fi ∂ T fi ⎝ ⎠ asumsi Tf > 0 ..........................................................................................[60]
∂L = −τ + λw0 + μ ≤ 0 , ∂T0
T0 ≥ 0……....……...................................[61]
⎛ ⎞ ∂Q ∂Q ∂L ∂U ∂U ∂Q = PVARi 2Qi i + λ⎜⎜ ( pqi [θ i μi ] i + − wn ⎟⎟ = 0 ∂Ni ∂E(C) ∂Ni ∂Var(C) ∂Ni ∂Ni ⎝ ⎠ asumsi N > 0 ...........................................................................................[62] ⎛ ⎞ ∂Q ∂Q ∂L ∂U ∂U ∂Q = PVARi 2Qi i + λ⎜⎜ ( pqi [θi μi ] i + − wx ⎟⎟ = 0 ∂X i ∂E(C) ∂X i ∂Var(C) ∂X i ∂X i ⎝ ⎠ asumsi X > 0 …….....………………………………………............….[63] ⎛ ⎞ ∂Q ∂Q ∂L ∂U ∂U ∂Q = PVARi 2Qi i + λ⎜( pqi − wh ⎟ = 0 [θi μi ] i + ⎟ ∂H fi ∂E(C) ∂H fi ∂Var(C) ∂H fi ⎜⎝ ∂H fi ⎠ asumsi Hf > 0 .....…………………………………………................….[64]
∂L ∂L = T0 ≥ 0, μ ≥ 0, μ = 0, ∂μ ∂μ
………………………….................[65]
50 Dengan kerja di luar usahatani (off farm) positif (T0 > 0), maka ekspektasi error term (μ) harus sama dengan 0 agar supaya memenuhi persamaan [61]. Rumahtangga dengan kerja di off farm akan mengalokasikan jam untuk kerja di off farm sampai ekspektasi marginal utility dari alokasi waktu tambahan terhadap kerja di off farm sama dengan 0. First order conditions (FOC) pada kondisi ada risiko mengimplikasikan bahwa pada saat optimum, marginal product dari tenaga kerja rumahtangga pada usahatani lebih rendah dari upah off farm.
Hal ini
berbeda dari kasus tanpa ketidakpastian, dimana waktu dialokasikan untuk usahatani sampai marginal return dari tenaga kerja usahatani sama dengan upah pada off farm, dan akan menghasilkan ketergantungan yang besar pada tenaga kerja off farm. Oleh karena risiko pendapatan dari kerja off farm lebih rendah daripada kerja usahatani, rumahtangga risk averse akan mengalokasikan lebih banyak tenaga kerja untuk bekerja pada off farm untuk mengurangi risiko, sekalipun ekspektasi konsumsi rendah. Selanjutnya apabila kerja off farm sama dengan nol (T0 = 0), maka kondisi optimal mempunyai struktur yang berbeda sebab μ tidak dapat diasumsikan sama dengan nol. Pada kondisi optimal, rumahtangga akan mengalokasikan jam kerja pada kegiatan on farm sampai ekspektasi marginal utility tenaga kerja on farm sama dengan shadow price leisure. Pada kasus tidak ada pekerja pada kegiatan off farm, tingkat upah on farm tidak melebihi shadow price dari waktu yang digunakan usahatani. Selanjutnya keputusan partisipasi angkatan kerja sangat tergantung pada besaran relatif dari upah tenaga kerja pada kegiatan off farm (w0) dan upah pada kegiatan usahatani (wh). Ketika tingkat upah off farm ditingkatkan, maka
51 partisipasi tenaga kerja off farm meningkat. Peningkatan pada pendapatan bukan kerja yang diekspektasi untuk meningkatkan marginal value waktu leisure, peningkatan harga output secara umum meningkatkan nilai waktu yang digunakan dalam kerja usahatani dan peningkatan harga input menurunkan shadow price dari tenaga kerja usahatani. Luas lahan yang dialokasikan untuk setiap tanaman meningkatkan fungsi ekspektasi harga sendiri dan produksi. Pengaruh cross price dan cross yield secara khusus bertanda negatif karena luas area satu tanaman secara umum bersubstitusi dengan luas area tanaman lain, meskipun mungkin menjadi komplementer pada pola rotasi.
Lagi pula lahan yang tidak dikerjakan, apabila sekarang untuk
usahatani, dapat digunakan untuk meningkatkan luas tanaman. Pada kondisi risk neutrality, goncangan harga dan hasil didominasi oleh perubahan dalam total luas lahan yang ditanami dan alokasi luas lahan diantara tanaman setiap waktu. Untuk goncangan harga atau hasil yang positif, petani risk neutral akan memperluas area tanaman lebih banyak daripada petani risk averse karena peningkatan dalam produksi tanaman tertentu meningkatkan variance dalam pendapatan tanaman tersebut. Sebagai tambahan, peningkatan variasi hasil atau harga diekspektasi untuk meningkatkan jumlah waktu yang teralokasi untuk kerja pada kegitan off farm. Sistem persamaan di atas, pada kondisi optimal dapat diturunkan fungsi permintaan input dan penawaran output sebagai berikut : Ni = Ni (θi, ϕ i2 , μi,, σ i2 , wh , px , wo , At-1 , Zh) …………………………[66] T fi = T fi (θi, ϕ i2 , μi,, σ i2 , wh , px , wo , At-1 , Zh) ………………………[67] To = To (θi, ϕ i2 , μi,, σ i2 , wh , px , wo , At-1 , Zh) ………………………...[68]
52 Hf = Hf (θi, ϕ i2 , μi,, σ i2 , wh , px , wo , At-1 , Zh) ……………………….[69] X = X (θi, ϕ i2 , μi,, σ i2 , wh , px , wo , At-1 , Zh) ………………………..[70] Fungsi permintaan input baik untuk luas areal lahan (Ni), tenaga kerja untuk usahatani (T fi), tenaga kerja di luar usahatani (To), tenaga kerja yang disewa pada usahatani (Hf) dan input variabel lain seperti pupuk, pestisida dan insektisida (X) dan penawaran output dipengaruhi oleh ekspektasi harga (θi), variance harga ( ϕ i2 ), ekspektasi variabel random (risiko produksi, μi,), variance variabel random ( σ i2 ), upah tenaga kerja yang disewa (wh), harga input variabel seperti pupuk, pestisida dan insektisida (px), upah tenaga kerja di luar usahatani (wo), luas areal penanaman periode sebelumnya (At-1) dan karakteristik khusus rumahtangga (Zh). Demikian halnya untuk fungsi permintaan terhadap ekspektasi barang konsumsi (C) dipengaruhi oleh variabel tersebut diatas, pendapatan bukan kerja (V) dan harga barang konsumsi (pc). Model ekonomi rumahtangga yang telah dijelaskan di atas, secara empirik masih perlu untuk dikembangkan lebih lanjut. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa diantara pokok permasalahan (issue) terjadi hubungan yang saling mempengaruhi dan saling terkait antara keputusan produksi dan konsumsi dan bersifat simultan. Hal tersebut seperti yang dilakukan Pradhan dan Quilkey (1985) dalam menganalisis model rumahtangga petani padi di Orissa India. Teori dikembangkan dengan pendekatan sistem yang mana keputusan produksi didasarkan pada hubungan input output yang tidak terlepas dari keterkaitan dengan keputusan konsumsi rumahtangga petani, khususnya di negara-negara berkembang. Pendekatan sistem digunakan untuk mengestimasi satu set
53 persamaan yang terkait yaitu keputusan produksi, konsumsi dan penggunaan input pada rumahtangga petani. Dengan menggunakan pendekatan ekonometrik dimungkinkan untuk melakukan proxy terhadap variabel sehingga model yang dikembangkan tidak hanya tepat dalam teori tetapi juga empiris. Dengan demikian model ekonomi rumahtangga petani sayuran dalam penelitian ini dibangun dengan pendektan sistem yang mempertimbangkan teori dan karakteristik rumahtangga petani sayuran dengan melihat keterkaitan antar variabel-variabel yang menentukan perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran. Lebih lanjut model yang dibangun dalam penelitian ini akan dijelaskan pada bagian perumusan model. 3.1.6. Risiko Produksi dan Risiko Harga Produk
Model ekonomi rumahtangga petani yang dibangun dalam penelitian ini memasukkan unsur risiko yaitu risiko produksi dan risiko harga produk. Risiko menunjukkan kemungkinan kehilangan (loss) yang mempengaruhi kesejahteraan individu (Harwood et al., 1999). Rumahtangga petani khususnya menghadapi harga input yang sudah dapat diketahui tetapi belum secara pasti mengetahui harga produk dan beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah produksi. Hal tersebut menunjukkan bahwa rumahtangga petani menghadapi risiko produksi dan risiko harga produk (Patrick et al., 1985; Moschini dan Hennessy, 1999). Dalam menganalisis risiko didasarkan pada teori pengambilan keputusan dengan berdasarkan pada konsep expected utility (Robison dan Barry, 1987). Dalam kaitannya dengan expected utility sangat erat hubungannya dengan probability. Probability dapat dipandang sebagai frekuensi relatif (relative frequencies) dan digunakan dalam pengambilan keputusan.
54 Beberapa ukuran risiko didasarkan pada nilai variance, standard deviation dan coefficient of variation (Anderson et al., 1977; Calkin dan DiPietre, 1983; Elton dan Gruber, 1995). Ketiga ukuran tersebut berkaitan satu sama lain dan nilai variance sebagai penentu ukuran yang lainnya. Seperti misalnya standard deviation merupakan akar kuadrat dari variance sedangkan coefficient of variation merupakan rasio standard deviation dengan nilai ekspektasi. Pada umumnya rumahtangga mengusahakan lebih dari satu kegiatan usahatani. Oleh karena itu coefficient of variation sangat efektif mengukur perbandingan variasi produksi atau harga atau pendapatan dari dua atau lebih kegiatan. Risiko pada umumnya berhubungan dengan adanya suatu perubahan dalam setiap periode, sehingga risiko produksi dan risiko harga produk menggambarkan adanya fluktuasi pada produksi dan harga produk yang dialami rumahtangga petani. Adanya fluktuasi tersebut dapat dianalisis dengan menggunakan variance produksi periode tertentu. Salah satu model yang dapat mengakomodasi kondisi tersebut yaitu model Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (GARCH ) (Verbeek, 2000;
De Wet, 2005;
Moschini dan Hennessy, 1999). Model GARCH secara khusus didesain untuk model variance yang mana variance sebagai variabel dependent merupakan fungsi dari variabel dependent periode sebelumnya atau variabel independent atau eksogenous. Secara umum model GARCH dapat dituliskan sebagai berikut : p
q
j =1
j =1
σ t2 = ϖ + ∑ α j ε t2− j + ∑ β j σ t2− j ……………………………………....[71] Dalam prakteknya spesifikasi GARCH yang standar yaitu GARCH (1,1) sering dilakukan dan dapat dituliskan sebagai berikut :
55
σ t2 = ϖ + αε t2−1 + βσ t2−1 ……………………………………………..…[72] dimana :
σ t2
= variance error pada periode t ( σ t2 non negative)
ε t2−1
= error kuadrat periode sebelumnya
σ t2−1
= variance error pada periode sebelumnya
ω,α, β = parameter estimasi (ω,α dan β juga non negative) Persamaan [72] menunjukkan variance error pada periode t ( σ t2 ) ditentukan error kudarat periode sebelumnya ( ε t2−1 ) dan variance error pada periode sebelumnya ( σ t2−1 ). Variance error menunjukkan variance dari produksi. Terkait dengan analisis risiko model Just dan Pope (1979), fungsi produksi terdiri dari mean production dan variance production function. Kedua fungsi produksi dipengaruhi lahan, benih, pupuk, tenaga kerja dan pestisida. Penelitan ini
menggunakan model Just dan Pope (1979) dan model
GARCH yang standar yaitu GARCH (1,1) (Verbeek, 2000) sehingga persamaan [72] dapat dituliskan sebagai berikut : yit = θXit + ε ............................................................................................[73]
σ i t2 = ϖ + αε i t2−1 + βσ i t2−1 + γ Xit.............................................................[74] dimana : yit = produksi rumahtangga petani ke i pada musim t Xit = penggunaan input pada produksi ke i periode tertentu θ, γ = parameter Penelitian ini menggunakan data cross section rumahtangga petani sayuran dengan periode waktu tiga musim tanam atau data panel. Model GARCH
56 digunakan karena adanya variasi baik diantara musim tanam maupun rumahtangga petani. Diantara rumahtangga petani, variasi ditunjukkan oleh perbedaan penggunaan generasi kentang diantara rumahtangga petani. Adapun risiko produksi yang dibahas dalam penelitian ini khusus komoditas kentang dan kubis sebagai komoditas dominan yang diusahakan rumahtangga petani sayuran di Kecamatan Pangalengan. Oleh karena rumahtangga petani sayuran pada umumnya mengusahakan kegiatan usahatani lebih dari satu komoditas (diversifikasi) maka risiko portofolio (portfolio risk) dari kegiatan diversifikasi dihitung setelah diketahui risiko masing-masing kegiatan atau investasi (Anderson et al., 1977; Elton and Gruber, 1995). Selain risiko produksi, rumahtangga petani sayuran menghadapi risiko harga produk. Analisis risiko harga produk tidak dilakukan seperti analisis risiko produksi. Hal ini dikarenakan data yang tidak memadai sehingga tidak dimungkinkan dilakukan analisis seperti risiko produksi. Data yang tidak memadai disini mencakup variabel-variabel yang mempengaruhi harga produk, sementara rumahtangga petani sebagai price taker. Dengan demikian analisis risiko harga produk dianalisis dengan menggunakan perhitungan variance secara manual yang merupakan penjumlahan selisih kuadrat harga produk dengan ekspektasi harga dikalikan dengan peluang dari setiap kejadian. 3.2. Kerangka Pemikiran Konsepsional
Rumahtangga
petani
sayuran
dalam
mengelola
usahatani
sering
menghadapi masalah risiko, khususnya risiko produksi dan risiko harga produk. Dengan adanya risiko produksi dan risiko harga produk akan mempengaruhi perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran. Perilaku ekonomi rumahtangga
57 petani sayuran berkaitan dengan perilaku rumahtangga dalam pengambilan keputusan produksi, konsumsi dan alokasi tenaga kerja. Kerangka pemikiran konsepsional tersebut dapat dilihat pada Gambar 6. Berdasarkan pada kerangka pemikiran teori, beberapa faktor yang diduga mempengaruhi risiko produksi sayuran diantaranya adalah penggunaan input seperti lahan, benih, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja. Selain penggunaan input, risiko produksi musim tertentu juga dipengaruhi oleh risiko produksi musim sebelumnya. Risiko produksi musim sebelumnya mempunyai pengaruh positif terhadap risiko produksi musim tertentu. Sedangkan pengaruh penggunaan input terhadap risiko produksi dapat bersifat sebagai risk reducing factors maupun risk inducing factors. Penggunaan input yang diduga sebagai risk reducing factors diantaranya adalah obat-obatan dan tenaga kerja. Obat-obatan dan tenaga kerja pada waktu yang tepat diduga mampu mempertahankan kestabilan produksi sehingga akan mengurangi variasi atau kesenjangan produksi. Sedangkan penggunaan input lainnya seperti pupuk, benih dan lahan diduga sebagai risk inducing factors, yaitu faktor yang menyebabkan adanya variasi atau kesenjangan produksi. Selanjutnya risiko produksi dan risiko harga produk dapat mempengaruhi penggunaan input produksi. Dengan adanya risiko produksi dan risiko harga produk maka penggunaan input diduga akan mengalami penurunan. Selain risiko produksi dan risiko harga produk, penggunaan input diduga dipengaruhi juga oleh harga masing-masing input dan ekspektasi harga output. Harga input akan memberikan pengaruh negatif terhadap penggunaan input. Sedangkan ekspektasi harga output akan memberikan pengaruh positif terhadap penggunaan input.
58
Risiko Produksi dan Harga
Penggunaan Input: lahan, benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja
Perilaku Rumahtangga Petani
Keputusan Tenaga kerja
Kegiatan Off Farm
Pendapatan Off Farm
Keputusan Produksi
Kegiatan Non Farm
Keputusan Konsumsi
Kegiatan On Farm ( Produksi)
Pendapatan Non Farm
Pendapatan On Farm
Pendapatan rumahtangga Pengeluaran rumahtangga
-Investasi -Tabungan
Konsumsi Pangan
Konsumsi Non Pangan
-Pendidikan -Kesehatan
Gambar 6. Kerangka Analisis Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran pada Kondisi Risiko Produksi dan Risiko Harga Produk
59 Dalam pengembangan model, diantara penggunaan input juga dapat saling mempengaruhi satu sama lain. Pengambilan
keputusan
produksi
mencakup
keputusan
dalam
mengalokasikan penggunaan input dan produksi yang dihasilkan. Pada kegiatan produksi usahatani (on farm), risiko produksi dan risiko harga produk akan mempengaruhi produksi usahatani yang dihasilkan rumahtangga petani. Dengan adanya risiko produksi dan risiko harga produk maka produktivitas sayuran yang dihasilkan diduga akan mengalami penurunan. Namun demikian produktivitas selain dipengaruhi oleh risiko produksi dan risiko harga produk, juga dipengaruhi oleh harga input dan ekspektasi harga produk. Harga input akan memberikan pengaruh negatif terhadap produktivitas, sedangkan ekspektasi harga output akan memberikan pengaruh positif. Dalam pengembangan model, produktivitas juga dipengaruhi oleh penggunaan input usahatani, yang mana penggunaan input akan memberikan pengaruh positif terhadap produktivitas. Selanjutnya pada pengambilan keputusan alokasi tenaga kerja mencakup keputusan untuk mengalokasikan tenaga kerja rumahtangga petani sayuran pada berbagai kegiatan. Terdapat tiga kegiatan yang dilakukan tenaga kerja rumahtangga petani sayuran yaitu kegiatan on farm, off farm dan non farm. Kegiatan on farm merupakan kegiatan yang dilakukan oleh rumahtangga dalam mengelola usahatani. Sedangkan kegiatan off farm merupakan kegiatan yang dilakukan rumahtangga petani di luar usahataninya sendiri atau yang dilakukan pada usahatani petani lain, seperti berburuh tani. Dan kegiatan non farm merupakan kegiatan yang dilakukan rumahtangga petani di luar pertanian seperti tukang ojek, buruh bangunan maupun berdagang.
60 Adanya alokasi tenaga kerja rumahtangga pada ketiga kegiatan tersebut dapat menimbulkan adanya keterkaitan antar rumahtangga khususnya untuk kegiatan on farm. Keterkaitan antar rumahtangga terjadi bila rumahtangga petani menghadapi kekurangan tenaga kerja pada kegiatan on farm. Kekurangan tenaga kerja tersebut dapat disebabkan curahan tenaga kerja rumahtangga tidak mencukupi kebutuhan pada kegiatan on farm, karena tercurahkan untuk kegiatan lainnya, sehingga rumahtangga petani harus menyewa tenaga kerja luar keluarga. Hal tersebut menunjukkan pada kegiatan on farm dapat terjadi substitusi antara tenaga kerja rumahtangga petani dengan tenaga kerja luar keluarga. Artinya bila terjadi peningkatan penggunaan tenaga kerja rumahtangga petani pada kegiatan on farm maka penggunaan tenaga kerja luar keluarga akan mengalami penurunan, demikian pula sebaliknya. Selain berdasarkan sumbernya, tenaga kerja rmahtangga petani dibedakan berdasarkan gender yaitu tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita. Risiko produksi maupun risiko harga produk akan mempengaruhi alokasi tenaga kerja rumahtangga petani pada kegiatan on farm, off farm dan non farm. Adanya risiko produksi dan risiko harga produk diduga akan menurunkan penggunaan tenaga kerja pada kegiatan on farm. Sebaliknya dengan adanya risiko produksi dan risiko harga produk, penggunaan tenaga kerja pada kegiatan off farm dan non farm diduga akan mengalami peningkatan. Hal tersebut menunjukkan dengan adanya risiko produksi dan risiko harga produk diduga akan menggeser curahan waktu tenaga kerja rumahtangga petani dari kegiatan on farm menjadi kegiatan off farm dan non farm.
61 Dalam pengembangan model, curahan waktu tenaga kerja rumahtangga petani diantara ketiga kegiatan tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh risiko produksi dan risiko harga produk tetapi faktor lain seperti upah, ekspektasi harga output, karakteristik rumahtangga (jumlah angkatan kerja) dan curahan waktu pada kegiatan lainnya. Upah pada masing-masing kegiatan diduga akan berpengaruh positif terhadap curahan waktu tenaga kerja rumahtangga pada masing-masing kegiatan. Sedangkan ekspektasi harga output diduga akan meningkatkan curahan waktu tenaga kerja rumahtangga petani pada kegiatan on farm tetapi akan menurunkan curahan waktu tenaga kerja rumahtangga petani pada kegiatan off farm dan non farm. Selanjutnya curahan waktu tenaga kerja rumahtangga petani diantara ketiga kegiatan dapat saling mempengaruhi satu sama lain, artinya curahan waktu tenaga kerja rumahtangga petani untuk kegiatan on farm akan mempengaruhi curahan waktunya pada kegiatan off farm dan non farm, demikian pula sebaliknya curahan waktu pada kegiatan off farm dan non farm akan mempengaruhi kegiatan on farm. Selain mempengaruhi keputusan produksi dan alokasi tenaga kerja, risiko produksi dan risiko harga produk juga mempengaruhi perilaku rumahtangga petani dalam mengambil keputusan konsumsi. Pengambilan keputusan konsumsi rumahtangga petani menyangkut keputusan konsumsi untuk kebutuhan pangan, non pangan, pendidikan, kesehatan, tabungan dan investasi usahatani. Semua konsumsi yang dilakukan rumahtangga petani tersebut merupakan pengeluaran rumahtangga petani. Adanya risiko produksi dan risiko harga produk diduga dapat menyebabkan pengeluaran rumahtangga untuk konsumsi pangan, non pangan, pendidikan, kesehatan, tabungan dan investasi akan mengalami penurunan. Hal
62 ini terjadi karena pengeluaran rumahtangga sangat tergantung dengan pendapatan yang diperoleh rumahtangga petani. Hubungan antara pengeluaran dengan pendapatan rumahtangga menunjukkan adanya keterkaitan antara pengambilan keputusan produksi dan konsumsi melalui tingkat pendapatan. Artinya pendapatan yang diperoleh rumahtangga petani akan digunakan untuk membiayai pengeluaran rumahtangga. Jika adanya risiko produksi dan risiko harga produk menyebabkan pendapatan menurun maka akan berpengaruh terhadap penurunan pengeluaran rumahtangga petani. Pengeluaran
untuk
masing-masing
konsumsi
rumahtangga
juga
dipengaruhi oleh karakteritik rumahtangga (jumlah anggota rumahtangga, jumlah anak sekolah dan pendidikan anggota keluarga), pendapatan rumahtangga dan pengeluaran konsumsi lainnya. Diantara pengeluaran rumahtangga tersebut dapat saling mempengaruhi satu sama lain dan mempunyai pengaruh negatif. Terkait dengan pendapatan rumahtangga petani terdiri dari pendapatan on farm, off farm dan non farm. Output pada kegiatan on farm pada umumnya dijual ke pasar sehingga diperoleh pendapatan usahatani (on farm). Sementara itu kegiatan lain yang dilakukan rumahtangga petani, yaitu kegiatan off farm dan non farm, akan memberikan pendapatan off farm dan non farm. Ketiga kegiatan tersebut akan memberikan kontribusi pada total pendapatan rumahtangga petani. Total pendapatan rumahtangga petani akan digunakan untuk membiayai pengeluaran rumahtangga dan membiayai kegiatan usahatani.
63
IV. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian ini menguraikan mengenai beberapa tahapan yang dilakukan dalam pelaksanaan penelitian. Beberapa tahapan tersebut meliputi penentuan lokasi penelitian, metode pengambilan sampel, metode pengumpulan data dan perumusan model. 4.1. Penentuan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Provinsi Jawa Barat dengan pertimbangan bahwa Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi sayuran di Indonesia. Komoditas sayuran menjadi perhatian dalam penelitian disamping sangat potensial untuk dikembangkan, juga mempunyai risiko produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman padi. Pada tahun 2004 -2005, Jawa Barat mempunyai rata-rata kontribusi luas tanam atau luas panen sayuran secara nasional sekitar 20.1 persen. Sedangkan kontribusi produksi sayuran Jawa Barat mencapai sekitar 33.8 persen (Badan Pusat Statistik, 2005-2006 ; Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat, 2005-2006). Selanjutnya dari Provinsi Jawa Barat dipilih Kabupaten Bandung sebagai salah satu kabupaten yang menjadi sentra produksi sayuran di Provinsi Jawa Barat. Pada tahun 2003-2005, Kabupaten Bandung mempunyai kontribusi luas tanam sayuran, luas panen sayuran dan produksi sayuran rata-rata tertinggi terhadap provinsi Jawa Barat masing-masing sebesar 29.3 persen, 29.1 persen dan 33.9 persen (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat, 2004-2006). Langkah berikutnya dalam menentukan lokasi penelitian dengan melakukan pemilihan secara sengaja (purposive) terhadap satu kecamatan yang
64 terdapat di Kabupaten Bandung dan kecamatan yang terpilih adalah Kecamatan Pangalengan. Pemilihan tersebut masih didasarkan pada pertimbangan bahwa Kecamatan Pangalengan merupakan salah satu sentra produksi sayuran di Kabupaten Bandung dengan kontribusi tertinggi terhadap luas tanam sayuran, luas panen sayuran dan produksi sayuran masing-masing sebesar 49.7 persen, 49.1 persen dan 55.5 persen (Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, 2004-2006). Adapun komoditas unggulan di wilayah Kecamatan Pangalengan yaitu kentang dan kubis. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi luas tanam kentang dan kubis terhadap total luas tanam sayuran di wilayah Kecamatan Pangalengan. Kentang memberikan kontribusi luas tanam tertinggi sebesar 38.3 persen terhadap total luas sayuran, diikuti komoditas kubis dengan memberikan kontribusi sebesar 22.3 persen. Sedangkan kontribusi luas tanam tomat, wortel dan cabe masingmasing sebesar 8.3 persen, 8.9 persen dan 2.3 persen (Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, 2006). Setelah dilakukan pemilihan lokasi penelitian pada tingkat provinsi, kabupaten dan kecamatan, selanjutnya dilakukan penentuan lokasi penelitian pada tingkat desa. Kecamatan Pangalengan, yang merupakan kecamatan terpilih sebagai lokasi penelitian, terdiri dari 13 desa. Dari 13 desa yang terdapat di Kecamatan Pangalengan, dipilih empat desa secara acak (random sampling method) untuk masing-masing wilayah bagian barat, utara, timur dan tengah yaitu Desa Warnasari, Pulosari, Margamulya dan Pangalengan. Hal ini dilakukan supaya
tidak
terjadi
pengelompokkan
pada
wilayah
tertentu
sehingga
memungkinkan lokasi penelitian tersebar. Namun demikian ke empat wilayah tersebut tidak dimaksudkan untuk dilakukan perbandingan.
65 4.2 Metode Pengambilan Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah rumahtangga petani sayuran sebagai unit analisis. Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel yaitu secara acak (random sampling method), sehingga setiap rumahtangga petani sayuran yang terdapat di empat desa terpilih mempunyai peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Kerangka sampling diperoleh dengan mengetahui data jumlah rumahtangga petani sayuran pada masing-masing desa terpilih, yaitu Desa Warnasari sebanyak 1375 rumahtangga, Pulosari sebanyak 1597 rumahtangga, Margamulya sebanyak 2477 rumahtangga dan Pangalengan sebanyak 2861 rumahtangga (Koordinator Penyuluh Pertanian, 2006). Dari data tentang jumlah rumahtangga petani sayuran pada masing-masing desa terpilih, selanjutnya dipilih rumahtangga petani sayuran sampel secara acak (random sampling method) untuk masing-masing desa terpilih. Dengan keterbatasan yang ada dari peneliti, maka rumahtangga petani yang menjadi sampel diambil sebanyak dua (2) persen dari populasi rumahtangga petani sayuran pada masing-masing desa. Dari hasil sampling masing-masing desa terpilih, diperoleh
30 rumahtangga petani di Warnasari, 45 rumahtangga petani di
Margamulya, 31 rumahtangga petani di Pulosari dan 44 rumahtangga petani di Pangalengan. Jumlah total sampel sebanyak 150 rumahtangga petani sayuran. Namun demikian setelah dilakukan editing terhadap data yang diperoleh ternyata hanya 143 rumahtangga petani sampel yang dianalisis datanya dan sebanyak 7 sampel rumahtangga petani sayuran dikeluarkan dari hasil analisis karena adanya ketidaklengkapan data. Dari 143 rumahtangga petani sampel terdistribusi pada masing-masing desa menjadi sebagai berikut 25 rumahtangga petani di Warnasari,
66 45 rumahtangga petani di Margamulya, 29 rumahtangga petani di Pulosari dan 44 rumahtangga petani di Pangalengan. Setelah data rumahtangga petani terkumpul, baru dilakukan stratifikasi terhadap rumahtangga petani sayuran sampel yang didasarkan pada luas lahan yang dikuasai, yaitu lahan sempit (kurang dari atau sama dengan 0.5 hektar), lahan sedang (0.51-1.0 hektar) dan lahan luas (diatas 1.0 hektar). Stratifikasi rumahtangga petani tidak dilakukan pada saat penentuan sampling dikarenakan adanya kesulitan kerangka sampling dalam hal ini untuk memperoleh data total penguasaan lahan usahatani baik lahan milik sendiri maupun lahan bukan milik sendiri. Dari total sampel, terdapat 62 rumahtangga petani sayuran lahan sempit, 34 rumahtangga petani sayuran lahan sedang dan 47 rumahtangga petani sayuran lahan luas. Pembahasan untuk masing-masing strata dilakukan pada validasi dan simulasi model. 4.3 Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer yang bersumber dari rumahtangga petani sayuran sebagai sampel. Pengumpulan data dilakukan dengan mewawancara terhadap rumahtangga petani sayuran sampel berdasarkan kuesioner yang sudah dirancang khusus untuk penelitian ini. Dalam pengumpulan data primer tersebut dilakukan langsung oleh peneliti dibantu dengan empat orang enumerator yang terdiri dari tiga orang lulusan sarjana (S1) dan satu orang lulusan pascasarjana (S2). Sebelum turun ke lapang, terlebih dahulu enumerator dilatih selama dua hari mengenai pertanyaan - pertanyaan dalam kuesioner sehingga dapat menguasai materi dan mempunyai pemahaman yang sama.
67 Adapun data primer yang dikumpulkan meliputi karakteristik rumahtangga petani sayuran (umur, pendidikan, jumlah anggota keluarga, dll), penguasaan lahan usahatani, pola tanam, input dan output usahatani untuk tiga musim tanam, aktivitas kerja dan pendapatan, pengeluaran rumahtangga dan risiko produksi dan harga produk. Khusus data input dan output usahatani diambil data komoditas yang dominan diusahakan rumahtangga petani sayuran yaitu kentang dan kubis selama tiga musim tanam pada tahun 2005/2006 yaitu musim kemarau I (MKI) tahun 2005, musim kemarau II (MKII) tahun 2005 dan musim hujan (MH) tahun 2005/2006. Adapun data tentang risiko menyangkut data peluang rumahtangga petani sayuran memperoleh produksi dan harga produk yang tertinggi, terendah dan normal serta data besarnya produksi dan harga yang tertinggi, terendah dan normal yang pernah dialami rumahtangga petani sayuran selama mengusahakan usahatani sayuran kentang dan kubis. Data peluang didekati dengan menanyakan frekuensi rumahtangga petani memperoleh produksi dan harga tertinggi, terendah dan normal selama mengusahakan usahatani kentang dan kubis. Selain wawancara dengan rumahtangga petani sayuran sampel, penelitian ini juga melakukan wawancara dengan key informan yaitu Kasubdin Produksi Hortikultura Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat, Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, Staf P3D Kecamatan Pangalengan, Koordinator Penyuluh Pertanian Kecamatan, Kepala Desa, pedagang pengumpul (Bandar) tingkat kecamatan, pengelola perusahan sayuran Muliasari, pimpinan perusahaan Gondana Seed Production (GSP) serta Hikmah Farm. Selain data primer, data sekunder juga dikumpulkan untuk mendukung penelitian. Adapun sumber data sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS),
68 Direktorat Jenderal Hortikultura Departemen Pertanian, Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Bandung, Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Dinas Pasar Induk Kramat Jati Jakarta dan instansi terkait lainnya. 4.4 Perumusan Model
Model menunjukkan representasi dari fenomena aktual (Intriligator et al., 1996). Perumusan model ekonomi rumahtangga petani sayuran ini dibangun dengan menggunakan pendekatan ekonometrika. Hal ini dikarenakan dalam pendekatan ekonometrika terdapat interaksi antara teori ekonomi, data yang diamati dan metode statisitik, atau dengan kata lain sebagai analisis kuantitatif dari fenomena ekonomi yang aktual yang didasarkan pada pengembangan teori dan pengamatan di lapangan (Verbeek, 2000; Gujarati, 1978; Intriligator et al., 1996; Thomas, 1997). Dengan demikian model ekonomi rumahtangga petani sayuran dalam penelitian ini dibangun dengan berlandaskan teori dan empiris sesuai dengan data hasil penelitian. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa diantara pokok permasalahan (issue) saling mempengaruhi satu sama lain dan bersifat simultan. Oleh karena itu dalam menganalisis model ini digunakan dengan pendekatan sistem persamaan simultan dengan mengestimasi satu set persamaan yang terkait yaitu keputusan produksi, konsumsi dan alokasi tenaga kerja pada rumahtangga petani. Dengan melihat penjelasan di atas maka dengan menggunakan pendekatan ekonometrika dimungkinkan untuk melakukan proxy terhadap variabel sehingga model yang dikembangkan tidak hanya bagus dalam teori tetapi juga empiris (Pradhan dan Quilkey, 1985).
69 4.4.1. Pengukuran Risiko Produksi dan Harga Produk
Pengukuran risiko produksi dalam penelitian ini menggunakan nilai variance error produksi. Salah satu model untuk mengakomodasi hal tersebut yaitu model GARCH (1,1), yaitu untuk orde p = 1 dan q = 1. Risiko produksi diperoleh dengan melakukan pendugaan terhadap fungsi produksi dan variance error. Adapun fungsi produksi yang digunakan yaitu fungsi produksi Cobb Douglas dalam bentuk logaritma natural. Adapun komoditas yang dianalisis khusus komoditas yang dominan diusahakan rumahtangga petani sayuran yaitu kentang dan kubis. Produktivitas kentang diduga dipengaruhi oleh luas lahan garapan kentang, penggunaan benih kentang, pupuk nitrogen, pupuk phosphor, pupuk kalium, tenaga kerja dan obat-obatan. Sedangkan variance error dipengaruhi oleh error kuadrat dan variance error produktivitas musim sebelumnya, luas lahan garapan kentang, penggunaan benih kentang, pupuk nitrogen, pupuk phosphor, pupuk kalium, tenaga kerja dan obat-obatan. Adapun persamaan fungsi produktivitas kentang dan variance error sebagai berikut : Ln(PRDKT)it = a0 + a1 Ln(LHGKT)it + a2 Ln(PBNHKT)it + a3 Ln(PPKNKT)it + a4 Ln(PPKPKT)it + a5 Ln(PPKKT)it + a6 Ln(TKKT)it + a7 Ln(PESKT) it + ε ..................... [75] SPRDKTit = b0 + b1 ε2it-1 + b2 SPRDKTit-1 + b3 Ln(LHGKT)it + b4 Ln(PBNHKT)it + b5 Ln(PPKNKT)it + b6 Ln(PPKPKT)it + b7Ln(PPKKT)it + b 8Ln(TKKT)it + b9Ln(PESKT)it + ε...[76] Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah sebagai berikut : a1, a2, a3, a4 , a5, a6, a7 , b1, b2, b3, b4, b5 , b6 , b7 > 0 ; b8 , b9 < 0
70 dimana : PRDKT
= produktivitas kentang (kg/ha)
LHGKT
= luas lahan garapan kentang (ha)
PBNHKT
= penggunaan benih kentang (kg/ha)
PPKNKT
= penggunaan pupuk nitrogen pada kentang (kg/ha)
PPKPKT
= penggunaan pupuk phosphor pada kentang (kg/ha)
PPKKT
= penggunaan pupuk kalium pada kentang (kg/ha)
PESKT
= obat-obatan pada kentang (Rp/ha)
TKKT
= penggunaan total tenaga kerja pada kentang (HOK/ha)
SDPRDKT = variance error produktivitas kentang ε
= error
t
= musim (1 = MK I, 2 = MKII, 3 = MH)
i
= rumahtangga petani sayuran (i = 1, 2, 3, ..., 143)
Adapun produktivitas kubis diduga dipengaruhi oleh luas lahan garapan kubis, penggunaan benih kubis, pupuk nitrogen, pupuk majemuk NPK, tenaga kerja dan obat-obatan. Sedangkan variance error dipengaruhi oleh error kuadrat dan variance error musim sebelumnya, luas lahan garapan kubis, penggunaan benih kubis, pupuk nitrogen, pupuk NPK, tenaga kerja dan obat-obatan. Persamaan fungsi produktivitas kubis dan variance error sebagai berikut : Ln(PRDKB)it = c0 + c1Ln(LHGKB)it + c2Ln(PBNHKB)it + c3 Ln(PPKNKB)it + c4 Ln(PNPKB)it + c5 Ln(TKKB)it + c6 Ln(PESKB)it + ε ...............................................[77] SPRDKBit = d0 + d1 ε2it-1 + d2 SPRDKBit-1 + d3 Ln(LHGKB)it + d4 Ln(PBNHKB)it + d5 Ln(PPKNKB)it + d6 Ln(PNPKB)it +
71 d7 Ln(TKKB)it + d8 Ln(PESKB)it + ε ....................................................[78] Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah sebagai berikut : c1, c2, c3, c4 , c5, c6, d1, d2, d3, d4, d5, d6 > 0 ; d7, d8 < 0 dimana : PRDKB
= produktivitas kubis (kg/ha)
LHGKB
= luas lahan garapan kubis (ha)
PBNHKB
= penggunaan benih kubis (kg/ha)
PPKNKB
= penggunaan pupuk nitrogen pada kubis (kg/ha)
PNPKB
= penggunaan pupuk NPK pada kubis (kg/ha)
PESKB
= obat-obatan pada kubis (Rp/ha)
TKKB
= penggunaan total tenaga kerja pada kubis (HOK/ha)
SDPRDKB
= variance error produktivitas kubis
Pengolahan data model GARCH (1,1) dengan menggunakan program Eviews 4.1 dan estimasi parameter dengan Maximum Likelihood Estimation (MLE). Penelitian ini juga mengukur risiko portofolio karena terkait dengan kondisi di lapangan bahwa rumahtangga petani sayuran pada umumnya mengusahakan diversifikasi kentang dan kubis. Diversifikasi dilakukan pada lahan yang berbeda tetapi dalam waktu yang sama. Untuk mengukur risiko produksi portofolio kentang dan kubis sebagai berikut (Robison dan Barry, 1987; Elton dan Gruber,1995) : SDPRDTBit = k2 SDPRDKTit + (1-k)2 SDPRDKBit + 2 k (1-k) SDPRDKTit0.5 SDPRDKBit0.5 ......................................[79] dimana : SDPRDTB = variance produksi portofolio kentang dan kubis
72 k
= share luas lahan garapan kentang terhadap total lahan (%)
1-k
= share luas lahan garapan kubis terhadap total lahan (%)
Selanjutnya ekspektasi produktivitas kentang dan kubis sebagai berikut : EXPRDKTi = pih PRDKTih + pir PRDKTir + pin PRDKTin.....................[80] EXPRDKBi = pih PRDKBih + pir PRDKBir + pin PRDKBin....................[81] dimana : EXPRDKT = ekspektasi produktivitas kentang (kg/ha) EXPRDKB = ekspektasi produktivitas kubis (kg/ha) p
= peluang produktivitas (%)
h
= tertinggi
r
= terendah
n
= normal
Sementara itu untuk mengukur risiko harga tidak dilakukan pendugaan seperti dalam risiko produksi tetapi didekati dengan mengukur ekspektasi dan variance harga kentang dan kubis pada setiap sampel sebagai berikut : EXPHRGKTi = qih PTih + qir PTir + qin PTin............................................[82] EXPHRGKBi = qih PBih + qir PBir + qin PBin...........................................[83] SDHRGKTi = qih [PTih –EXPHRGKTi]2+ qir [PTir- EXPHRGKTi]2 + qin [PTin - EXPHRGKTi]2............................................[84] SDHRGKBi = qih [PBih –EXPHRGKBi]2+ qir [PBir- EXPHRGKBi]2 + qin [PBin - EXPHRGKBi]2............................................[85] dimana : EXPHRGKT = ekspektasi harga kentang (Rp/kg) EXPHRGKB = ekspektasi harga kubis (Rp/kg)
73 SDHRGKT
= variance harga kentang
SDHRGKB
= variance harga kubis
q
= peluang harga (%)
PT
= harga kentang (Rp/kg)
PB
= harga kubis (Rp/kg)
Setelah diperoleh pendugaan persamaan variance error produktivitas kentang dan kubis selanjutnya dihitung rata-rata variance error produktivitas kentang dan kubis pada setiap rumahtangga petani sayuran sampel, selanjutnya nilai tersebut akan digunakan dalam model ekonomi rumahtangga petani sayuran sebagai variabel eksogen. Oleh karena variance mengindikasikan risiko, maka simbol nilai variance untuk selanjutnya akan diganti dengan risiko. Model ekonomi rumahtangga petani sayuran dalam penelitian ini terdiri dari lima blok yaitu : 1. Blok produksi 2. Blok penggunaan input 3. Blok pengunaan tenaga kerja 4. Blok pendapatan 5. Blok pengeluaran Model ekonomi rumahtangga petani sayuran terdiri dari 33 persamaan struktural dan 16 persamaan identitas. Persamaan yang dibangun dalam setiap blok telah mempertimbangkan teori dan kondisi di lapangan yang ditunjukkan oleh data penelitian. Model ekonomi rumahtangga petani sayuran yang diuraikan di bawah ini sudah mengalami respesifikasi sehingga dapat menggambarkan kondisi di lapangan sesuai dengan data hasil penelitian.
74 4.4.2.
Blok Produksi
Blok produksi terdiri dari empat (4) persamaan struktural dan dua (2) persamaan identitas. Persamaan struktural terdiri dari persamaan luas lahan garapan kentang dan kubis, produktivitas kentang dan kubis. Sedangkan persamaan identitas terdiri dari produksi kentang dan kubis. Persamaan pada blok produksi dapat dilihat pada uraian di bawah ini. 1.
Luas Lahan Garapan Kentang
Luas lahan garapan kentang (LHGKT) dipengaruhi oleh harga pupuk phosphor (HPPKP), upah tenaga kerja pria pada kegiatan usahatani (UPON), risiko produksi kentang (SDPRDKT), risiko harga kentang (SDHRGKT), luas lahan garapan kubis (LHGKB) dan obat-obatan (PESKT). Adapun persamaan luas lahan garapan kentang sebagai berikut : LHGKT = e0 + e1 HPPKP + e2 UPON + e3 SDPRDKT + e4 SDHRGKT + e5 LHGKB + e6 PESKT + E1….............................................[86] Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah sebagai berikut : e5 > 0; e1, e2, e3 ,e4 , e6 < 0 dimana : HPPKP = harga pupuk phosphor (Rp/kg) UPON = upah tenaga kerja pria pada kegiatan usahatani (Rp/HOK) 2. Produktivitas Kentang
Produktivitas kentang (PRDKT) diduga dipengaruhi ekspektasi harga kentang (EXPHRGKT), harga pupuk nitrogen (HPPKN), penggunaan benih kentang (PBNHKT), risiko produksi kentang (SDPRDKT) dan upah tenaga kerja
75 pria pada kegiatan usahatani (UPON). Persamaan produktivitas kentang sebagai berikut : PRDKT = f0 + f1 EXPHRGKT + f2 HPPKN + f3 PBNHKT + f4 SDPRDKT + f5 UPON + E2. ...................................................................[87] Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah sebagai berikut : f1 , f3 > 0; f2, f4 , f5 < 0 dimana : HPPKN
= harga pupuk nitrogen (Rp/kg)
3. Produksi Kentang
Persamaan identitas produksi kentang (PKT) merupakan perkalian antara luas lahan garapan kentang (LHGKT) dengan produktivitas kentang (PRDKT). Persamaan identitas produksi kentang sebagai berikut : PKT = LHGKT *PRDKT........................................................................[88] dimana : PKT = produksi kentang (kg) 4.
Luas Lahan Garapan Kubis
Luas lahan garapan kubis (LHGKB) dipengaruhi oleh upah tenaga kerja pria pada kegiatan usahatani (UPON), nilai penggunaan pupuk kubis (NPPKB), luas
lahan
(EXPRDKB),
garapan risiko
kentang harga
(LHGKT), kubis
ekspektasi
(SDHRGKB),
produktivitas
risiko
produksi
kubis kubis
(SDPRDKB), obat-obatan pada usahatani kubis (PESKB). Persamaan luas lahan garapan kubis sebagai berikut : LHGKB = g0 + g1 UPON + g2 NPPKB + g3 LHGKT + g4 EXPRDKB + g5 SDHRGKB + g6 SDPRDKB + g7 PESKB + E3 ........... [89]
76 dimana : NPPKB = nilai penggunaan pupuk pada usahatani kubis (Rp) Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah sebagai berikut : g3, g4 > 0; g1, g2, g5, g6, g7 < 0 5. Produktivitas Kubis
Produktivitas kubis (PRDKB) dipengaruhi oleh obat-obatan (PESKB), risiko harga kubis (SDHRGKB), ekspektasi harga kentang (EXPHRGKT), risiko produksi kubis (SDPRDKB) dan nilai penggunaan pupuk kubis (NPPKB). Persamaan produktivitas kubis sebagai berikut : PRDKB = h0 + h1 PESKB + h2 SDHRGKB + h3 EXPHRGKT + h4 SDPRDKB + h5 NPPKB + E4............................................[90] Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah sebagai berikut : h1, h2, h3 , h4, h5 <0 6.
Produksi Kubis
Persamaan identitas produksi kubis (PKB) merupakan perkalian antara luas lahan garapan kubis (LHGKB) dengan produktivitas kubis (PRDKB). Persamaan identitas produksi kubis sebagai berikut : PKB = LHGKB *PRDKB.......................................................................[91] dimana : PKB = produksi kubis (kg) 4.4.3.
Blok Penggunaan Input
Blok penggunaan input terdiri dari tujuh (7) persamaan sruktural dan dua (2) persamaan identitas. Persamaan struktural mencakup penggunaan benih
77 kentang, penggunaan benih kubis, penggunaan pupuk nitrogen, pupuk phosphor, pupuk NPK dan obat-obatan untuk usahatani kentang dan kubis. Persamaan identitasnya terdiri dari nilai pupuk kimia kentang dan kubis. Penjelasan mengenai masing-masing persamaan dapat dilihat pada penjelasan di bawah ini. 1. Penggunaan Benih Kentang
Penggunaan benih kentang (PBNHKT) dipengaruhi oleh harga benih kentang (HBNHKT), luas lahan garapan kentang (LHGKT), ekspektasi harga kentang (EXPHRGKT), ekspektasi produktivitas kentang (EXPRDKT), total biaya usahatani kentang (TBUKT), total tenaga kerja dalam keluarga pada usahatani kentang (TKDKT) dan risiko produksi kentang (SDPRDKT). Persamaan penggunaan benih kentang sebagai berikut : PBNHKT = i1 HBNHKT + i2 LHGKT + i3 EXPHRGKT + i4 EXPRDKT+ i5 TBUKT + i6 TKDKT + i7 SDPRDKT + E5..................[92] Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah sebagai berikut : i2, i3 , i4, i6 > 0 ; i1 ,i5, i7 < 0 dimana : HBNHKT = harga benih kentang (Rp/kg) TBUKT = total biaya usahatani kentang (Rp) 2.
Penggunaan Pupuk Nitrogen pada Usahatani Kentang
Penggunaan pupuk nitrogen pada usahatani kentang (PPKNKT) dipengaruhi oleh harga pupuk nitrogen (HPPKN), luas lahan garapan kentang (LHGKT), ekspektasi produktivitas kentang (EXPRDKT), risiko produksi kentang (SDPRDKT) dan total tenaga kerja luar keluarga pada usahatani kentang (TKLKT). Persamaan penggunaan pupuk nitrogen sebagai berikut :
78 PPKNKT = j1HPPKN + j2 LHGKT + j3 EXPRDKT + j4 SDPRDKT + j5 TKLKT + E6....................................................................[93] Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah sebagai berikut : j2, j3, j5 > 0 ; j1, j4 < 0 dimana : TKLKT = total tenaga kerja luar keluarga pada usahatani kentang (HOK) 3.
Penggunaan Pupuk Phosphor pada Usahatani Kentang
Penggunaan pupuk phosphor (PPKPKT) dipengaruhi oleh harga pupuk phosphor (HPPKP), total tenaga kerja dalam keluarga pada usahatani kentang (TKDKT), ekspektasi produktivitas kentang (EXPRDKT), investasi produksi (INVES) dan risiko harga kentang (SDHRGKT). Persamaan penggunaan pupuk phosphor pada kentang sebagai berikut : PPKPKT = k0 + k1 HPPKP + k2 TKDKT + k3 EXPRDKT + k4 INVES + k5 SDHRGKT + E7................................................................[94] Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah sebagai berikut : k2, k3 > 0 ; k1 ,k4, k5 < 0 dimana : INVES = investasi produksi (Rp) 4. Penggunaan Obat-obatan pada Usahatani Kentang
Penggunaan obat-obatan pada usahatani kentang (PESKT) dipengaruhi oleh luas lahan garapan kentang (LHGKT), risiko harga kentang (SDHRGKT) dan risiko produksi kentang (SDPRDKT). Persamaan pengunaan obat-obatan sebagai berikut :
79 PESKT = l0 + l1 LHGKT + l2 SDHRGKT + l3 SDPRDKT + E8……....[95] Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah sebagai berikut : l1 >0 ; l2, l3 < 0 5.
Penggunaan Benih Kubis
Penggunaan benih kubis (PBNHKB) dipengaruhi oleh ekspektasi harga kubis (EXPHRGKB), risiko produksi kubis (SDPRDKB), penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada kegiatan usahatani kubis (TKPDKB) dan luas lahan garapan kubis (LHGKB).
Persamaan penggunaan benih kubis sebagai
berikut : PBNHKB = m1 EXPHRGKB + m2 SDPRDKB + m3 TKPDKB + m4 LHGKB + E9...................................................................[96] Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah sebagai berikut : m1, m3 , m4 >0 ; m2 <0 dimana : TKPDKB = penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada kegiatan usahatani kubis (HOK) 6. Penggunaan Pupuk NPK pada Usahatani Kubis
Penggunaan pupuk majemuk NPK pada usahatani kubis (PNPKB) dipengaruhi oleh ekspektasi harga kubis (EXPHRGKB), risiko harga kubis (SDHRGKB), harga pupuk phosphor (HPPKP) dan total biaya usahatani kubis (TBUKB). Persamaan penggunaan pupuk NPK sebagai berikut : PNPKB = n0 + n1 EXPHRGKB + n2 SDHRGKB + n3 HPPKP + n4 TBUKB + E10........................................................................[97] Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah sebagai berikut :
80 n1 >0 ; n2 , n3 , n4 <0 dimana : TBUKB = total biaya usahatani kubis (Rp) 7. Penggunaan Obat-obatan pada Usahatani Kubis
Penggunaan obat-obatan pada usahatani kubis (PESKB) dipengaruhi oleh risiko harga kubis (SDHRGKB), ekspektasi produktivitas kubis (EXPRDKB), risiko produksi kubis (SDPRDKB), penggunaan benih kubis (PBNHKB), tabungan (TAB) dan luas lahan garapan kentang (LHGKT). Persamaan penggunaan obat-obatan sebagai berikut : PESKB = o1 SDHRGKB + o2 EXPRDKB + o3 SDPRDKB+ o4 PBNHKB + o5 TAB + o6 LHGKT + E11................................................[98] Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah sebagai berikut : o2 , o4 >0 ; o1, o3 , o5, o6 <0 dimana : TAB
= Tabungan (Rp)
8. Nilai Penggunaan Pupuk pada Usahatani Kentang
Nilai penggunaan pupuk pada usahatani kentang (NPPKT) merupakan penjumlahan dari perkalian masing-masing harga dengan jumlah penggunaan setiap pupuk pada usahatani kentang.
Persamaan identitas nilai penggunaan
pupuk usahatani kentang sebagai berikut : NPPKT=PPKNKT*HPPKN+PPKPKT*HPPKP+PPKKT*HPPKK......[99] dimana : NPPKT
= nilai penggunaan pupuk pada usahatani kentang (Rp)
81 9. Nilai Penggunaan Pupuk pada Usahatani Kubis
Nilai penggunaan pupuk pada usahatani kubis (NPPKB) merupakan penjumlahan dari perkalian harga dengan jumlah penggunaan setiap pupuk pada usahatani kubis. Persamaan nilai penggunaan pupuk usahatani kubis berikut ini : NPPKB = PPKNKB*HPPKN+PPKPKB*HPPKP+PNPKB*HPNPK.[100] dimana : NPPKB = nilai penggunaan pupuk pada usahatani kubis (Rp) 4.4.4.
Blok Penggunaan Tenaga Kerja
Blok penggunaan tenaga kerja terdiri dari 12 persamaan struktural dan dua (2) persamaan identitas. Persamaan struktural terdiri dari penggunaan tenaga kerja dalam keluarga dan luar keluarga pria dan wanita pada kegiatan usahatani, penggunaan tenaga kerja pada kegiatan off farm dan non farm. Sedangkan persamaan identitas terdiri dari total tenaga kerja dalam keluarga pada usahatani kentang dan total tenaga kerja luar keluarga pada usahatani kentang. 1. Penggunaan Tenaga Kerja Pria Dalam Keluarga Usahatani Kentang
Penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada usahatani kentang (TKPDKT) dipengaruhi oleh penggunaan tenaga kerja pria luar keluarga pada usahatani kentang (TKPLKT), penggunaan tenaga kerja pria pada kegiatan non farm (TKPNF), penggunaan tenaga kerja pria pada kegiatan off farm (TKPOF), ekspektasi harga kentang (EXPHRGKT), pupuk nitrogen (PPNKT), risiko produksi kentang (SDPRDKT), penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada usahatani kubis (TKPDKB). Persamaan penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada usahatani kentang sebagai berikut :
82 TKPDKT = p0 + p1 TKPLKT + p2 TKPNF + p3 TKPOF + p4 EXPHRGKT + p5 PPKNKT + p6 SDPRDKT + p7 TKPDKB + E12.......[101] Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah sebagai berikut : p4 , p5, p7 > 0 ; p1, p2 ,p3, p6 < 0 dimana : TKPDKT = penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada kegiatan usahatani kentang (HOK) TKPNF
= penggunaan tenaga kerja pria pada kegiatan non farm (HOK)
TKPOF
= penggunaan tenaga kerja pria pada kegiatan off farm (HOK)
TKPDKB = penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada kegiatan usahatani kubis (HOK) 2. Penggunaan Tenaga Kerja Wanita Dalam Keluarga Usahatani Kentang
Penggunaan tenaga kerja wanita dalam keluarga pada kegiatan usahatani kentang (TKWDKT) dipengaruhi oleh upah tenaga kerja wanita pada kegiatan usahatani (UWON), penggunaan tenaga kerja wanita pada kegiatan non farm (TKWNF), obat-obatan (PESKT), nilai pupuk kimia pada usahatani kentang (NPPKT) dan risiko produksi kentang (SDPRDKT).
Persamaan Penggunaan
tenaga kerja wanita dalam keluarga pada kegiatan usahatani kentang sebagai berikut : TKWDKT = q0 + q1 UWON + q2 TKWNF + q3 PESKT + q4 NPPKT + q5 SDPRDKT + E13...............................................................[102] Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah sebagai berikut : q1, q2, q3, q4, q5 < 0 dimana :
83 UWON
= upah tenaga kerja wanita pada kegiatan usahatani atau on farm (Rp)
TKWDKT = penggunaan tenaga kerja wanita dalam keluarga pada kegiatan usahatani kentang (HOK) TKWNF = penggunaan tenaga kerja wanita pada kegiatan non farm (HOK) 3. Penggunaan Tenaga Kerja Pria Dalam Keluarga Usahatani Kubis
Penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada kegiatan usahatani kubis (TKPDKB) dipengaruhi oleh jumlah angkatan kerja pria (JAKP), ekspektasi harga kubis (EXPHRGKB), penggunaan tenaga kerja pria pada kegiatan non farm (TKPNF), upah tenaga kerja pria pada kegiatan usahatani (UPON) dan risiko harga kubis (SDHRGKB).
Persamaan Penggunaan tenaga kerja pria dalam
keluarga pada kegiatan usahatani kubis sebagai berikut : TKPDKB = r0 + r1 JAKP + r2 EXPHRGKB + r3 TKPNF + r4 UPON + r5 SDHRGKB + E14..............................................................[103] Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah sebagai berikut : r1, r2 >0 ; r3, r4 , r5 <0 dimana : TKPDKB = penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada kegiatan usahatani kubis (HOK) JAKP
= jumlah angkatan kerja pria (orang)
4. Penggunaan Tenaga Kerja Wanita Dalam Keluarga Usahatani Kubis
Penggunaan tenaga kerja wanita dalam keluarga pada kegiatan usahatani kubis (TKWDKB) dipengaruhi jumlah angkatan kerja wanita (JAKW), ekspektasi harga kubis (EXPHRGKB), ekspektasi produktivitas kubis (EXPRDKB), risiko
84 harga kubis (SDHRGKB), investasi produksi (INVES), penggunaan tenaga kerja wanita pada kegiatan non farm (TKWNF) dan upah tenaga kerja wanita pada usahatani (UWON). Persamaan penggunaan tenaga kerja wanita dalam keluarga : TKWDKB = s0 + s1 JAKW + s2 EXPHRGKB + s3 EXPRDKB + s4 SDHRGKB + s5 INVES + s6 TKWNF + s7 UWON + E15..................................................................................[104] Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah sebagai berikut : s1, s2 , s3 >0 ; s4 , s5 ,s 6, s7<0 dimana : TKWDKB = penggunaan tenaga kerja wanita dalam keluarga pada kegiatan usahatani kubis (HOK) JAKW
= jumlah angkatan kerja wanita (orang)
5. Penggunaan Tenaga Kerja Pria Luar Keluarga Usahatani Kentang
Penggunaan tenaga kerja pria luar keluarga pada kegiatan usahatani kentang (TKPLKT) dipengaruhi oleh luas lahan garapan kentang (LHGKT), risiko harga kentang (SDHRGKT), ekspektasi produktivitas kentang (EXPRDKT) dan nilai penggunaan pupuk kimia untuk usahatani ketang (NPPKT). Persamaan penggunaan tenaga kerja pria luar keluarga pada kegiatan usahatani kentang sebagai berikut : TKPLKT = t0 + t1 LHGKT + t2 SDHRGKT + t3 EXPRDKT + t4 NPPKT + E16.................................................................................... [105] Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah sebagai berikut : t1, t3 > 0 ; t 2, t4 < 0 dimana :
85 TKPLKT = penggunaan tenaga kerja pria luar keluarga pada kegiatan usahatani kentang (HOK) 6. Penggunaan Tenaga Kerja Wanita Luar Keluarga Usahatani Kentang
Penggunaan tenaga kerja wanita luar keluarga pada usahatani kentang (TKWLKT) dipengaruhi oleh ekspektasi produktivitas kentang (EXPRDKT), penggunaan tenaga kerja wanita dalam keluarga pada usahatani kentang (TKWDKT), risiko harga kentang (SDSHRGKT) dan risiko produksi kentang (SDPRDKT). Persamaan penggunaan tenaga kerja wanita luar keluarga pada usahatani kentang sebagai berikut : TKWLKT = u0 + u1 EXPRDKT + u2 TKWDKT + u3 SDHRGKT + u4 SDPRDKT + E17............................................................[106] Tanda dan besaran parameter dugaan adalah sebagai berikut : u1 > 0; u2 , u3 , u4 < 0 dimana : TKWLKT = penggunaan tenaga kerja wanita luar keluarga pada kegiatan usahatani kentang (HOK) 7. Total Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Keluarga Usahatani Kentang
Total penggunaan tenaga kerja dalam keluarga pada usahatani kentang (TKDKT) merupakan penjumlahan dari penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada usahatani kentang (TKPDKT) dengan penggunaan tenaga kerja wanita dalam keluarga pada usahatani kentang (TKWDKT). Persamaan identitas total penggunaan tenaga kerja dalam keluarga pada usahatani kentang sebagai berikut : TKDKT
= TKPDKT + TKWDKT ..................................................[107]
86 8. Total Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga Usahatani Kentang
Total penggunaan tenaga kerja luar keluarga pada usahatani kentang (TKLKT) merupakan penjumlahan dari penggunaan tenaga kerja pria luar keluarga pada usahatani kentang (TKPLKT) dengan penggunaan tenaga kerja wanita luar keluarga pada usahatani kentang (TKWLKT). Persamaan identitas total penggunaan tenaga kerja luar keluarga pada usahatani kentang sebagai berikut : TKLKT
= TKPLKT +TKWLKT....................................................[108]
9. Penggunaan Tenaga Kerja Pria Luar Keluarga Usahatani Kubis
Penggunaan tenaga kerja pria luar keluarga pada kegiatan usahatani kubis (TKPLKB) dipengaruhi oleh upah tenaga kerja pria pada kegiatan usahatani (UPON), risiko harga kubis (SDHRGKB), ekspektasi harga kubis (EXPHRGKB), penggunaan pupuk majemuk NPK pada kubis (PNPKB), penggunaan benih kubis (PBNHKB), luas lahan garapan kentang (LHGKT) dan total pendapatan rumahtangga (TPRT). Persamaan penggunaan tenaga kerja pria luar keluarga pada kegiatan usahatani kubis sebagai berikut : TKPLKB = v1UPON + v2 SDHRGKB + v3 EXPHRGKB + v4 PNPKB + v5 PBNHKB + v6 LHGKT + v7 TPRT + E18....................[109] Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah sebagai berikut : v3 , v4 , v5, v7 >0 ; v1, v2, v6 <0 dimana : TKPLKB = penggunaan tenaga kerja pria luar keluarga pada kegiatan usahatani kubis (HOK)
87 10. Penggunaan Tenaga Kerja Wanita Luar Keluarga Usahatani Kubis
Penggunaan tenaga kerja wanita luar keluarga pada usahatani kubis (TKWLKB) dipengaruhi oleh upah tenaga kerja wanita dalam keluarga pada kegiatan usahatani (UWON), risiko harga kubis (SDHRGKB) dan investasi produksi (INVES). Persamaan penggunaan tenaga kerja wanita luar keluarga pada usahatani kubis sebagai berikut : TKWLKB = w0 + w1 UWON + w2 SDHRGKB + w3 INVES + E19.....[110] Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah sebagai berikut : w1, w2 , w3 <0 dimana : TKWLKB = penggunaan tenaga kerja wanita luar keluarga pada kegiatan usahatani kubis (HOK/ha) 11. Penggunaan Tenaga Kerja Pria pada Kegiatan Off Farm
Penggunaan tenaga kerja pria pada kegiatan
off
farm (TKPOF)
dipengaruhi oleh upah pria pada kegiatan off farm (UPOF), ekspektasi harga kentang (EXPHRGKT), pengeluaran rumahtangga (PENG), risiko produksi kentang (SDPRDKT), risiko harga kentang (SDHRGKT) dan tabungan (TAB). Persamaan penggunaan tenaga kerja pria pada kegiatan off farm sebagai berikut : TKPOF = x0 + x1 UPOF + x2 EXPHRGKT + x3 PENG + x4 SDPRDKT + x5 SDHRGKT + x6 TAB + E20............................................[111] Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah sebagai berikut : x1, x3 ,x4, x5 , x6 >0 ; x2 <0 dimana : UPOF = upah tenaga kerja pria pada kegiatan off farm (Rp)
88 TAB
= tabungan (Rp)
PENG = total pengeluaran rumahtangga (Rp) 12.
Penggunaan Tenaga Kerja Wanita pada Kegiatan Off Farm
Penggunaan tenaga kerja wanita pada kegiatan off farm dipengaruhi oleh upah wanita pada kegiatan off farm (UWOF), jumlah angkatan kerja wanita (JAKW), risiko produksi kubis (SDPRDKB), ekspektasi produktivitas kentang (EXPRDKT), pendapatan wanita dari kegiatan non farm (PWNF) dan total biaya usahatani kentang (TBUKT). Persamaan penggunaan tenaga kerja wanita pada kegiatan off farm sebagai berikut : TKWOF = y0 + y1UWOF+ y2 JAKW + y3 SDPRDKB + y4 EXPRDKT + y5 PWNF + y6 TBUKT + E21...............................................[112] Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah sebagai berikut : y1, y2 , y3 , y6 >0 ; y4, y5 <0 dimana : TKWOF = penggunaan tenaga kerja wanita pada kegiatan off farm (HOK) UWOF = upah tenaga kerja wanita pada kegiatan off farm (Rp) PWNF = pendapatan wanita dari kegiatan non farm (Rp) 13. Penggunaan Tenaga Kerja Pria pada Kegiatan Non Farm
Penggunaan tenaga kerja pria pada kegiatan non farm dipengaruhi oleh upah pria pada kegiatan non farm (UPNF), penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada usahatani kentang (TKPDKT), jumlah angkatan kerja pria (JAKP), total pendapatan usahatani (TPUT), pendidikan anggota keluarga pria (PENDP), penggunaan tenaga kerja pria pada kegiatan off farm (TKPOF), risiko produksi
89 kentang (SDPRDKT) dan investasi produksi (INVES). Persamaan Penggunaan tenaga kerja pria pada kegiatan non farm sebagai berikut : TKPNF = z0 + z1 UPNF + z2 TKPDKT + z3 JAKP + z4 TPUT + z5 PENDP + z6 TKPOF + z7 SDPRDKT + z8 INVES + E22.................[113] Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah sebagai berikut : z1, z3 , z5 , z7 , z8 >0 ; z2 ,z4, z6 <0 dimana : UPNF = upah tenaga kerja pria pada kegiatan non farm (Rp) PENDP = pendidikan anggota keluarga pria (tahun) 14. Penggunaan Tenaga Kerja Wanita pada Kegiatan Non Farm
Penggunaan tenaga kerja wanita pada kegiatan non farm (TKWNF) dipengaruhi oleh upah wanita pada kegiatan non farm (UWNF), pengeluaran rumahtangga (PENG), ekspektasi harga kentang (EXPHRGKT), risiko harga kentang (SDHRGKT), dan pendidikan anggota keluarga wanita (PENDW). Persamaan penggunaan tenaga kerja wanita pada kegiatan non farm sebagai berikut : TKWNF = aa0 + aa1 UWNF + aa2 PENG + aa3 EXPHRGKT + aa4 SDPRDKT + aa5 PENDW + E23......................................[114] Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah sebagai berikut : aa1, aa2 , aa4, aa5 >0 ; aa3 <0 dimana : UWNF = upah tenaga kerja wanita pada kegiatan non farm (Rp) PENDW = pendidikan anggota keluarga wanita (tahun)
90 4.4.5.
Blok Pendapatan
Persamaan pada blok pendapatan terdiri dari empat (4) persamaan struktural dan delapan (8) persamaan identitas. Adapun persamaan struktural terdiri dari persamaan pendapatan pria pada kegiatan off farm, pendapatan wanita pada kegiatan off farm, pendapatan pria pada kegiatan non farm dan pendapatan wanita pada kegiatan non farm. Sedangkan persamaan identitas terdiri dari persamaan total biaya usahatani kentang, total biaya usahatani kubis, pendapatan usahatani kentang, pendapatan usahatani kubis, total pendapatan usahatani, total pendapatan off farm, total pendapatan non farm dan rumahtangga. 1. Total Biaya Usahatani Kentang
Total biaya usahatani kentang (TBUKT) merupakan penjumlahan biaya benih, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja luar keluarga pada usahatani kentang. Persamaan identitas total biaya usahatani kentang sebagai berikut : TBUKT = HBNHKT*PBNHKT + HPPKN*PPKNKT + HPPKP* PPKPKT + PESKT + UPON*TKPLKT +
UWON *
TKWLKT.........................................................................[115] 2. Total Biaya Usahatani Kubis
Total biaya usahatani kubis (TBUKB) merupakan penjumlahan biaya benih, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja luar keluarga pada usahatani kubis. Persamaan identitas total biaya usahatani kubis sebgai berikut : TBUKB = HBNHKB*PBNHKB + HPNPK*PNPKB + PESKB + UPON*TKPLKB + UWON*TKWLKB .........................[116] dimana : HBNHKB = harga benih kubis (Rp/gram)
91 3. Pendapatan Usahatani Kentang
Pendapatan usahatani kentang (PUTKT) merupakan selisih antara ekspektasi penerimaan usahatani kentang dengan total biaya usahatani kentang. Ekspektasi penerimaan kentang merupakan perkalian produksi kentang dengan ekspektasi harga kentang. Persamaan identitas pendapatan kentang berikut ini : PUTKT = PKT*EXPHRGKT -LHGKT*TBUKT................................[117] 4. Pendapatan Usahatani Kubis
Pendapatan usahatani kubis (PUTKB) merupakan selisih antara ekspektasi penerimaan usahatani kubis dengan
total biaya usahatani kubis. Ekspektasi
penerimaan usahatani kubis merupakan perkalian produksi kubis dengan ekspektasi harga kubis. Persamaan identitas pendapatan kubis sebagai berikut : PUTKB = PKB*EXPHRGKB - LHGKB*TBUKB............................[118] 5. Total Pendapatan Usahatani
Total pendapatan usahatani (TPUT) merupakan penjumlahan dari pendapatan usahatani kentang (PUTKT), kubis (PUTKB) dan lainnya (PUNTB). Persamaan identitas total pendapatan usahatani sebagai berikut : TPUT
= PUTKT + PUTKB+ PUNTB............................................[119]
dimana : TPUT = total pendapatan usahatani (Rp) PUNTB = pendapatan usahatani lainnya (Rp) 6. Pendapatan Pria Kegiatan Off Farm
Pendapatan tenaga kerja pria pada kegiatan off farm (PPOF) dipengaruhi oleh penggunaan tenaga kerja pria pada kegiatan off farm (TKPOF), upah pria
92 pada kegiatan off farm (UPOF), risiko harga kubis (SDHRGKB), ekspektasi harga kentang (EXPHRGKT), ekspektasi harga kubis (EXPHRGKB) dan ekspektasi produksi kentang (EXPRDKT). Persamaan pendapatan pria pada kegiatan off farm sebagai berikut : PPOF =
ab0 + ab1 TKPOF + ab2 UPOF + ab3 SDHRGKB + ab4 EXPHRGKT + ab5 EXPHRGKB + ab6 EXPRDKT + E24..[120]
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah sebagai berikut : ab1, ab2 , ab3 >0 ; ab4, ab5 , ab6 <0 dimana : PPOF = pendapatan tenaga kerja pria pada kegiatan off farm (Rp) TPOF = total pendapatan off farm (Rp) 7.
Pendapatan Wanita Kegiatan Off Farm
Pendapatan wanita pada kegiatan off farm (PWOF) dipengaruhi oleh penggunaan tenaga kerja wanita pada kegiatan off farm (TKWOF), upah wanita pada kegiatan off farm (UWOF), risiko harga kubis (SDHRGKB), ekspektasi produktivitas kentang (EXPRDKT), ekspektasi produktivitas kubis (EXPRDKB), risiko produksi kubis (SDPRDKB) dan risiko produksi kentang (SDPRDKT). Persamaan pendapatan wanita pada kegiatan off farm sebagai berikut : PWOF = ac0 + ac1 TKWOF + ac2 UWOF + ac3 SDHRGKB + ac4 EXPRDKT + ac5 EXPRDKB + ac6 SDPRDKB + ac7 SDPRDKT + E25.................................................................[121] Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah sebagai berikut : ac1, ac2 , ac3 , ac6 , ac7 >0 ; ac4 , ac5 <0 dimana :
93 PWOF = pendapatan wanita pada kegiatan off farm (Rp) 8. Total Pendapatan Off Farm
Total pendapatan off farm (TPOF) merupakan penjumlahan dari pendapatan yang diperoleh anggota rumahtangga pria (PPOF) maupun wanita (PWOF) dari kegiatan off farm. Persamaan total pendapatan off farm yaitu : TPOF
= PPOF + PWOF..................................................................[122]
9. Pendapatan Pria Kegiatan Non Farm
Pendapatan pria pada kegiatan non farm (PPNF) dipengaruhi oleh pengunaan tenaga kerja pria pada kegiatan non farm (TKPNF), upah pria pada kegiatan non farm (UPNF), total pendapatan off farm (TPOF), total pendapatan usahatani (TPUT), risiko harga kubis (SDHRGKB) dan risiko produksi kentang (SDPRDKT). Persamaan pendapatan pria pada kegiatan non farm yaitu : PPNF = ad1 TKPNF+ ad2 UPNF + ad3 TPOF + ad4 TPUT + ad5 SDHRGKB + ad6 SDPRDKT + E26.......................................[123] Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah sebagai berikut : ad1, ad2 , ad5, ad6 >0 ; ad3, ad4 <0 dimana : PPNF = Pendapatan pria pada kegiatan non farm (Rp) 10. Pendapatan Wanita Kegiatan Non Farm
Pendapatan wanita pada kegiatan non farm (PWNF) dipengaruhi oleh upah wanita pada kegiatan non farm (UWNF), ekspektasi produktivitas kubis (EXPHRGKB),
total
biaya
usahatani
kentang
(TBUKT),
pengeluaran
94 rumahtangga (PENG) dan risiko produksi kentang (SDPRDKT).
Persamaan
pendapatan wanita pada kegiatan non farm sebagai berikut : PWNF = ae1 UWNF + ae2 EXPHRGKB + ae3 TBUKT + ae4 PENG + ae5 SDPRDKT + E27..................................................................[124] Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah sebagai berikut : ae1, ae3, ae4, ae5 >0 ; ae2 <0 dimana : PWNF = Pendapatan wanita pada kegiatan non farm (Rp) PENG = Total Pengeluaran rumahtangga (Rp) 11.
Total Pendapatan Non Farm
Total pendapatan non farm (TPNF) merupakan penjumlahan pendapatan yang berasal dari kegiatan non farm baik dari anggota rumahtangga pria (PPNF) maupun wanita (PWNF). Persamaan total pendapatan non farm sebagai berikut : TPNF
= PPNF + PWNF ................................................................[125]
dimana : TPNF = total pendapatan non farm (Rp) 12.
Total Pendapatan Rumahtangga
Total pendapatan rumahtangga (TPRT) merupakan penjumlahan semua pendapatan yang diperoleh rumahtangga petani sayuran baik dari kegiatan usahatani atau on farm (TPUT), off
farm (TPOF) dan non farm (TPNF).
Persamaan total pendapatan rumahtangga petani sayuran sebagai berikut : TPRT
= TPUT + TPOF + TPNF.......................................................[126]
dimana : TPRT = total pendapatan rumahtangga (Rp)
95 4.4.6.
Blok Pengeluaran
Blok pengeluaran rumahtangga petani sayuran terdiri enam (6) persamaan struktural dan dua (2) persamaan identitas. Persamaan struktural terdiri dari persamaan pengeluaran pangan, non pangan, kesehatan, pendidikan, tabungan dan investasi produksi. Sedangkan persamaan identitas terdiri dari persamaan konsumsi dan total pengeluaran rumahtangga. 1. Pengeluaran Pangan
Pengeluaran pangan (PPANG) dipengaruhi jumlah anggota rumahtangga (JART), total pendapatan rumahtangga (TPRT), ekspektasi produktivitas kubis (EXPRDKB), ekspektasi produktivitas kentang (EXPRDKT) dan risiko produksi kentang (SDPRDKT). Persamaan pengeluaran pangan sebagai berikut : PPANG = af0 + af1 JART + af2 TPRT + af3 EXPRDKB + af4 EXPRDKT + af5 SDPRDKT + E28.........................................................[127] Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah sebagai berikut : af1, af2, af3, af4 > 0 ; af5 < 0 dimana : JART
= jumlah anggota rumahtangga (orang)
PPANG = pengeluaran pangan (Rp) 2. Pengeluaran Non Pangan
Pengeluaran non pangan (PNPG) dipengaruhi oleh risiko harga kentang (SDHRGKT), risiko harga kubis (SDHRGKB), risiko produksi
kentang
(SDPRDKT), total pendapatan rumahtangga (TPRT) dan ekspektasi harga kentang (EXPHRGKT). Persamaan pengeluaran non pangan sebagai berikut :
96 PNPG = ag1 SDHRGKT + ag2 SDHRGKB + ag3 SDPRDKT + ag4 TPRT + ag5 EXPHRGKT + E29.....................................................[128] Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah sebagai berikut : ag4 , ag5 > 0 ; ag1, ag2, ag3, < 0 dimana : PNPG = pengeluaran non pangan (Rp) 3. Pengeluaran Kesehatan
Pengeluaran kesehatan (PKS) dipengaruhi oleh pengeluaran pendidikan (PPEND),
total
(SDHRGKB),
pendapatan
ekspektasi
rumahtangga
produktivitas
(TPRT),
kentang
risiko
harga
(EXPRDKT),
kubis
ekspektasi
produktivitas kubis (EXPRDKB) dan risiko produksi kentang (SDPRDKT). Persamaan pengeluaran kesehatan sebagai berikut : PKS = ah1 PPEND + ah2 TPRT + ah3 SDHRGKB + ah4 EXPRDKT + ah5 EXPRDKB + ah6 SDPRDKT + E30...........................................[129] Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah sebagai berikut : ah2 , ah4, ah5 > 0 ; ah1, ah3, ah6 <0 dimana : PKS = pengeluaran kesehatan (Rp) 4. Pengeluaran Pendidikan
Pengeluaran pendidikan (PPEND) diduga dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga yang sekolah (JASEK), total pendapatan rumahtangga (TPRT), pendidikan anggota keluarga pria (PENDP), pendidikan anggota keluarga wanita
97 (PENDW), risiko harga kentang (SDHRGKT), risiko harga kubis (SDHRGKB) dan tabungan (TAB). Persamaan pengeluaran pendidikan sebagai berikut : PPEND = ai0 + ai1 JAKSEK+ ai2 TPRT + ai3 PENDP+ ai4 PENDW + ai5 SDHRGKT + ai6 SDHRGKB + ai7 TAB+ E31....................[130] Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah sebagai berikut : ai1, ai2, ai3, ai4 > 0 ; ai5, ai6 , ai7 < 0 dimana : PPEND = pengeluaran pendidikan (RP) JAKSEK = jumlah anggota keluarga sekolah (orang) 5. Konsumsi
Konsumsi (KONS) merupakan total pengeluaran yang digunakan untuk pangan (PPANG) dan non pangan (PNPG). Persamaan konsumsi sebagai berikut : KONS = PPANG + PNPG....................................................................[131] dimana : KONS = Konsumsi (Rp) 6. Total Pengeluaran Rumahtangga
Total pengeluaran rumahtangga (PENG) merupakan penjumlahan dari konsumsi (KONS) dengan pengeluaran kesehatan (PKS) dan pendidikan (PPEND). Persamaan identitas total pengeluaran rumahtangga sebagai berikut : PENG = KONS + PKS + PPEND.......................................................[132] 8. Tabungan
Tabungan (TAB) diduga dipengaruhi oleh total pendapatan rumahtangga (TPRT), konsumsi (KONS), pengeluaran pendidikan (PPEND), risiko harga
98 kentang (SDHRGKT) dan ekspektasi produktivitas kentang (EXPRDKT). Persamaan tabungan rumahtangga petani sayuran sebagai berikut : TAB = aj0 + aj1 TPRT + aj2 KONS + aj3 PPEND + aj4 SDHRGKT + aj5 EXPRDKT + E32....................................................................[133] Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah sebagai berikut : aj1, aj5 > 0 ; aj2, aj3, aj4 <0 9. Investasi Produksi
Investasi produksi (INVES) dipengaruhi total pendapatan rumahtangga (TPRT), risiko produksi kentang (SDPRDKT) dan ekspektasi produktivitas kentang (EXPRDKT). Persamaan investasi produksi sebagai berikut : INVES = ak0 + ak1 TPRT + ak2 SDPRDKT + ak3 EXPRDKT + E33....[134] Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah sebagai berikut : ak1 , ak3 > 0 ; ak2 <0 4.5 Identifikasi dan Pendugaan Model
Identifikasi model dilakukan untuk menentukan metode pendugaan parameter. Menurut Koutsoyiannis (1977) terdapat dua kemugkinan kondisi identifikasi yaitu persamaan yang tidak teridentifikasi (underidentified) dan persamaan yang teridentifikasi (identified), yang terdiri dari exactly identified dan overidentified.
Persamaan
yang
teridentifikasi
dapat
diketahui
dengan
membandingkan excluded variables (K–M) dengan jumlah persamaan dikurangi satu (G – 1). Hal tersebut dirumuskan sebagai berikut : K–M≥G–1 dimana :
99 K : Jumlah total variabel dalam model (endogenous dan predetermined) M : Jumlah variabel endogenous dan exogenous G : jumlah total persamaan atau jumlah total variabel endogenous Persamaan yang tidak teridentifikasi (underidentified) terjadi bila excluded variables lebih kecil daripada jumlah persamaan dikurangi satu (K – M < G – 1). Pada kondisi tersebut teknik ekonometrika tidak dapat digunakan untuk menduga semua parameternya. Apabila K – M = G – 1 menunjukkan persamaan exactly identified dan metoda yang tepat menduga parameter adalah Ordinary Least Squares (OLS). Jika K – M > G – 1 menunjukkan persamaan overidentified dan metoda OLS tidak dapat diterapkan karena tidak memberikan dugaan parameter struktural dengan unik. Beberapa metoda pendugaan yang dapat digunakan untuk persamaan overidentified diantaranya Two Stage Least Squares (2SLS). Metoda tersebut sangat tepat digunakan dan dapat menghasilkan dugaan yang konsisten pada kondisi dimana metoda lainnya gagal menduganya. Metoda 2SLS relatif sederhana dalam konsep dan perhitungan serta hasilnya lebih memuaskan daripada metoda ekonometrika lainnya. Penelitian ini menggunakan metode 2SLS untuk menduga parameter dengan program SAS (Statistical Analysis System) Versi 9.0. Validasi model dilakukan untuk mengetahui kedekatan nilai hasil prediksi pada model dengan nilai aktualnya, yang dinyatakan dengan tingkat kesalahan (error). Beberapa ukuran yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Root Mean Squares Percent Error (RMSPE), Decomposition Proportions dan koefisien U-Theil. Ukuran-ukuran tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :
100
1 N
RMSPE =
1 N
U= 1 N
⎛ Yi s − Yi a ⎜⎜ ∑ Yi a i =1 ⎝ N
∑ (Y N
i =1
∑ (Y ) N
i =1
s 2
i
s
i
+
− Yi a 1 N
⎞ ⎟⎟ ⎠
2
)
2
∑ (Y ) N
i =1
a 2
i
dimana : RMSPE = Root Mean Squares Percent Error Yai
= nilai aktual Yi
Ysi
= nilai simulasi Yi
N
= jumlah pengamatan dalam simulasi
U
= nilai koefisien U Theil
Jika ukuran nilai statistik tersebut mendekati nol maka simulasi model mengikuti nilai aktualnya (Pindyck dan Rubinfeld, 1991; Sitepu dan Sinaga, 2006). Validasi
model
ekonomi
rumahtangga
petani
sayuran
dilakukan
berdasarkan strata luas lahan. Hal tersebut dilakukan karena pada simulasi model juga berdasarkan strata luas lahan. Dengan demikian dapat mengetahui perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran lahan sempit, sedang dan luas jika terjadi perubahan-perubahan pada variabel eksogen. Simulasi model dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh perubahan beberapa faktor terhadap perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran. Beberapa perubahan yang dilakukan terdiri dari tiga simulasi sebagai berikut : 1. Peningkatan risiko produksi kentang sebesar lima persen. Perubahan terhadap risiko produksi kentang dilakukan dengan pertimbangan dari hasil analisis risiko produksi menunjukkan bahwa dalam kegiatan
101 usahatani kentang dan kubis tenyata usahatani kentang mempunyai risiko produksi yang lebih besar dibandingkan usahatani kubis. Oleh karena itu, dalam simulasi ini dilakukan perubahan risiko produksi kentang dengan melakukan peningkatan risiko produksi kentang sebesar lima persen. 2. Peningkatan risiko harga kubis sebesar lima persen Perubahan risiko harga kubis dilakukan dengan mempertimbangkan hasil analisis risiko harga yang menunjukkan kondisi yang sebaliknya dengan risiko produksi bahwa komoditas kubis mempunyai risiko harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan komoditas kentang. Kubis mempunyai risiko harga lebih tinggi dibandingkan kentang karena kubis mempunyai karakteristik yang mudah rusak dan tidak bisa disimpan dalam waktu lama sehingga harus segera dijual. Kondisi tersebut menyebabkan rumahtangga petani sayuran harus segera menjual kubis ke pasar pada tingkat harga berapapun. Sedangkan kentang dapat disimpan dalam waktu yang relatif lama sehingga rumahtangga petani mempunyai alternatif untuk menjual pada tingkat harga tinggi. Hal tersebut menyebabkan risiko harga kubis lebih tinggi dibandingkan kentang. 3. Peningkatan upah pada kegiatan usahatani (on farm) sebesar 20 persen. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa upah yang berlaku di daerah penelitian pada kegiatan usahatani (on farm) baik pada tenaga kerja pria maupun wanita mengalami peningkatan rata-rata sebesar 20 persen. Keterkaitan antara variabel, khususnya variabel endogen, yang dibangun dalam model ekonomi rumahtangga petani sayuran dapat dilihat pada Gambar 7. Variabel-variabel endogen tersebut yang tercakup dalam blok produksi, penggunaan input, penggunaan tenaga kerja, pendapatan dan pengeluaran.
LHGKB
TKDKT
LHGKT
PRDKB
PRDKT
PKB
PKT
TKPOF
TKWOF
TKPNF
TKPDKT
TKPLKT
TKWNF TKLKT
TKWDKT
TKWLKT
TKWDKB
TKPDKB
TKPLKB
TKWLKB
TBUKT
PPNF
PWNF
INVES
PESKB
PPKPKT
PBNHKT
PUTKT
PPOF
TPUT
PNPG
PENG
NPPKB
NPPKT
PPKNKT
PUTKB
PWOF
TPOF
PPEND
KONS
PBNHKB
PNPKB
TBUKB
TPNF
TPRT
PESKT
TAB
Gambar 7. Keterkaitan Antar Variabel dalam Model Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran
PKS
PPANG
V.
GAMBARAN UMUM RUMAHTANGGA PETANI SAYURAN
Rumahtangga petani sayuran dalam penelitian ini yaitu rumahtangga petani yang mengelola kegiatan usahatani sayuran. Kecamatan Pangalengan, sebagai lokasi penelitian, merupakan salah satu daerah sentra produksi komoditas sayuran khususnya kentang dan kubis. Rumahtangga petani sayuran di Kecamatan Pangalengan menjadi sampel dalam penelitian ini. Gambaran mengenai rumahtangga petani sayuran sampel yang akan dijelaskan pada bab ini meliputi karakteristik usahatani sayuran yang dikelola, termasuk didalamnya membahas risiko produksi dan risiko harga produk yang dihadapi. Selain karakteristik usahatani, pembahasan juga mencakup karakteristik petani dan anggota keluarga rumahtangga petani sayuran sampel. Adapun karakteristik usahatani yang dibahas mencakup penguasaan lahan usahatani, pola tanam usahatani, risiko produksi dan risiko harga produk serta penggunaan input usahatani. Sedangkan karakteristik tentang petani dan anggota keluarga rumahtangga petani sayuran mencakup karakteristik anggota keluarga rumahtangga petani, kegiatan kerja petani dan anggota keluarganya serta sumbersumber pendapatan rumahtangga petani sayuran. Pembahasan dalam bab ini dengan mengklasifikasikan atau menstratifikasi rumahtangga petani sayuran sampel berdasarkan skala total luas lahan yang dikuasai. Stratifikasi rumahtangga petani sayuran sampel dilakukan setelah data terkumpul dan pengolahan data primer. Hal ini dikarenakan pada saat awal pengumpulan data primer, stratifikasi berdasarkan skala luas lahan yang dikuasai belum dilakukan karena adanya kesulitan dalam menyusun kerangka sampling
104 (sampling frame) yang disebabkan tidak adanya informasi secara lengkap mengenai penguasaan luas lahan yang dikuasai. 5.1. Penguasaan Lahan Usahatani
Karakteristik lahan usahatani dapat dikategorikan berdasarkan jenis lahan yaitu lahan sawah dan lahan darat atau lahan kering. Jika didasarkan pada karakteristik tersebut ternyata 100 persen lahan usahatani yang diusahakan oleh rumahtangga petani sayuran sampel merupakan lahan darat atau lahan kering. Hal ini sesuai dengan realita mengenai kondisi lahan pada wilayah penelitian yang menunjukkan bahwa sekitar 94.3 persen dari total luas lahan di Kecamatan Pangalengan merupakan lahan kering. Lahan di wilayah penelitian mempunyai ketinggian sekitar 800-1900 meter diatas permukaan laut (dpl) dan termasuk lahan dataran tinggi. Dengan agroekosistem tersebut dan kondisi biofisiknya menunjukkan bahwa tanaman sayuran sangat sesuai dibudidayakan di Kecamatan Pangalengan (Pemerintah Kabupaten Bandung, 2006). Dalam hubungannya dengan penguasaan lahan usahatani, rumahtangga petani sayuran sampel dapat diklasifikasikan berdasarkan status kepemilikannya yaitu lahan milik sendiri dan atau bukan milik sendiri. Penguasaan lahan usahatani menunjukkan besarnya luas lahan yang diusahakan dan dikelola rumahtangga petani sayuran sampel. Status kepemilikan lahan rumahtangga petani sayuran sampel dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan pada status kepemilikan lahan menunjukkan sekitar 83.2 persen rumahtangga petani sayuran sampel mempunyai lahan milik sendiri sedangkan 16.8 persen rumahtangga petani sayuran sampel tidak memiliki lahan sendiri. Lahan bukan milik sendiri pada umumnya diusahakan dengan sistem sewa baik dalam bentuk uang maupun hasil panen.
105 Tabel 4. Jumlah Rumahtangga Petani Sayuran Sampel Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan dan Skala Usahatani di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2005/2006 Uraian
Lahan Sempit (≤ 0.50 ha) Orang %
1. Lahan Milik Memiliki Lahan Tidak Memiliki Jumlah 2. Lahan Bukan Milik Menguasai Tidak menguasai Jumlah 3. Status Petani Pemilik-Penyewa Pemilik saja Penyewa saja Jumlah
Lahan Sedang (0.51–1.00 ha) Orang %
Lahan Luas (> 1.00 ha) Orang %
Total Orang
%
53 85.5 9 14.5 62 100.0
22 12 34
64.7 35.3 100.0
44 3 47
93.6 6.4 100.0
119 24 143
83.2 16.8 100.0
31 50.0 31 50.0 62 100.0
23 11 34
67.6 32.4 100.0
30 17 47
63.8 36.2 100.0
84 58.7 59 41.3 143 100.0
22 35.5 31 50.0 9 14.5 62 100.0
11 11 12 34
32.4 32.4 35.3 100.0
27 17 3 47
57.4 36.2 6.4 100.0
60 59 24 143
42.0 41.3 16.7 100.0
Selanjutnya pada penguasaan lahan bukan milik sendiri menunjukkan sekitar 58.7 persen rumahtangga petani sayuran sampel mengusahakan lahan bukan milik sendiri atau menyewa lahan dan 41.3 persen tidak memiliki lahan sewaan. Rumahtangga petani sayuran sampel yang menguasai lahan sewaan lebih tinggi dari pada yang tidak memiliki lahan sewaan. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa hal itu terjadi karena akses rumahtangga petani sayuran sampel untuk melakukan penyewaan lahan di Kecamatan Pangalengan sangat tinggi. Penyewaan lahan dapat dilakukan dengan memanfaatkan berbagai sumber kepemilikan lahan seperti lahan milik perhutani/kehutanan, perkebunan, desa maupun pribadi. Jika dilihat dari status petani, yaitu sebagai pemilik dan atau penyewa lahan, menunjukkan bahwa 42.0 persen rumahtangga petani sayuran sampel merupakan pemilik lahan sekaligus penyewa lahan sedangkan 41.3 persen
106 rumahtangga petani sayuran sampel merupakan pemilik lahan saja dan 16.7 persen merupakan penyewa lahan saja. Adapun biaya sewa lahan dari berbagai kepemilikan tersebut sangat beragam. Sewa lahan yang diberlakukan oleh perhutani belum ada ketentuan secara tertulis tetapi yang sering terjadi masa kontrak tidak terbatas dan pembayaran sewa berupa hasil produksi kentang yaitu untuk pembayaran sewa lahan seluas 100 tumbak (setara 0,14 ha) dibayar dengan satu karung kentang (50 kg). Sedangkan penyewaan lahan pada lahan desa dikenakan biaya sebesar Rp 120.000/100 tumbak dan pembayaran sewa pada lahan pribadi mencapai Rp 600.000/100 tumbak. Rumahtangga petani sayuran sampel dikelompokkan berdasarkan skala luas lahan usahatani menjadi tiga kelompok yaitu rumahtangga petani sayuran lahan sempit, sedang dan luas. Dilihat dari total luas penguasaan lahan, yang merupakan penjumlahan luas lahan milik sendiri dan lahan bukan milik, menunjukkan bahwa 43.4 persen rumahtangga petani sayuran sampel menguasai lahan sempit dengan rata-rata 0.28 ha, sedangkan 23.8 persen rumahtangga petani sayuran sampel menguasai lahan sedang dengan rata-rata 0.75 ha dan 32.8 persen rumahtangga petani sayuran sampel menguasai lahan luas dengan rata-rata 2.24 ha. Adapun secara keseluruhan untuk total rumahtangga petani sayuran sampel menunjukkan bahwa rata-rata luas lahan yang dikuasai rumahtangga petani sayuran sampel sebesar 1.03 ha dengan rata-rata jumlah persil sebanyak 3 persil. Luas penguasaan lahan rumahtangga petani sayuran sampel berdasarkan skala usahatani dan status kepemilikan lahan dapat dilihat pada Tabel 5.
107 Tabel 5. Luas Penguasaan Lahan Rumahtangga Petani Sayuran Sampel Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan dan Skala Usahatani di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2005/2006 Uraian
Lahan Sempit Lahan Sedang Lahan Luas Total (≤ 0.50 ha) (0.51–1.0 ha) (> 1.0 ha) Rata SD Rata SD Rata SD Rata SD rata rata Rata rata 0.28 0.10 0.75 0.16 2.24 1.18 1.03 1.10 0.20 0.14 0.39 0.36 1.60 2.06 0.71 1.35
Total Luas (ha) Milik(ha) Bukan Milik(ha) 0.13 0.27 0.38 0.36 1.00 Jml persil 2 0.41 3 0.87 4 Keterangan : SD : Simpangan Baku (Standard Deviation)
1.24 1.33
0.47 3
0.84 1.33
Jika dilihat dari proporsi luas lahan milik dan lahan bukan milik terhadap total luas lahan yang dikuasai menunjukkan bahwa secara umum rata-rata 62 persen luas lahan yang dikuasai merupakan lahan milik dan 38 persennya merupakan lahan bukan milik. Pada rumahtangga petani sayuran sampel dengan lahan sempit dan lahan luas, proporsi lahan milik terhadap total lahan yang dikuasai (masing-masing 68.3 % dan 62.0 %) lebih besar dibandingkan proporsi lahan bukan milik (masing-masing 31.7 % dan 38.0 %). Sedangkan pada rumahtangga petani sampel dengan skala usahatani lahan sedang menunjukkan proporsi luas lahan milik dan luas lahan bukan milik terhadap total luas lahan yang dikuasai relatif hampir sama masing-masing sekitar 50.0 persen. 5.2.
Pola Tanam Usahatani
Terkait dengan pemanfaatan lahan menunjukkan bahwa rata-rata rumahtangga petani sampel memanfaatkan lahannya selama satu tahun dengan intensitas pemanfaatan lahan sebesar 300 persen. Hal itu menunjukkan selama satu tahun, lahan ditanami tiga kali yaitu pada musim kemarau I (MKI), musim kemarau II (MKII) dan musim hujan (MH). Jika dilihat secara teknis, tanaman
108 sayuran umumnya dapat ditanam setiap waktu tanpa memperhatikan musim dan hal itu yang dilakukan oleh rumahtangga petani sampel. Intensitas pemanfaatan lahan yang dikelola rumahtangga petani sayuran sampel termasuk dalam kategori tinggi. Tingginya
intensitas pemanfaatan lahan tersebut menjadi salah satu
penyebab semakin menurunnya tingkat kesuburan lahan yang dikelola rumahtangga petani sayuran sampel. Dengan intensitas pemanfaatan lahan yang tinggi mengindikasikan adanya eksploitasi lahan sehingga tanpa adanya perbaikan terhadap lahan akan menyebabkan tingkat kesuburan lahan semakin menurun. Terkait dengan pola tanam selama satu tahun menunjukkan bahwa rumahtangga petani sayuran sampel mengusahakan lahannya dengan pola tanam yang berbeda-beda setiap persilnya tetapi masih tetap mengusahakan komoditas unggulan yaitu kentang dan kubis. Usahatani kentang dan kubis rata-rata ditanam rumahtangga petani sayuran sampel secara monokultur. Oleh karena rata-rata jumlah persil yang dikuasi rumahtangga petani lebih dari dua maka rumahtangga petani sayuran sampel melakukan penanaman kentang dan kubis pada waktu yang sama tetapi pada lahan berbeda. Dalam penelitian ini kondisi tersebut menunjukkan bahwa rumahtangga petani sayuran sampel telah melakukan diversifikasi cabang usahatani, dalam arti setiap musim diusahakan lebih dari satu tanaman sayuran meskipun pengusahaannya tidak pada lahan atau persil yang sama. Jadi diversifikasi tidak hanya diartikan penanaman secara campuran atau tumpangsari pada lahan yang sama tetapi termasuk yang sudah dijelaskan sebelumnya. Salah satu tujuan rumahtangga petani sayuran sampel melakukan penanaman dengan komoditas yang berbeda pada setiap persilnya adalah untuk mengatasi adanya kegagalan atau risiko produksi maupun risiko harga produk.
109 Beberapa pola tanam yang umum diusahakan oleh rumahtangga petani sampel pada musim tanam tahun 2005/2006 dapat dilihat pada Gambar 8. Adapun pola tanam yang umum dilakukan rumahtangga petani sayuran sampel sebagai berikut : 1.
Pola I yaitu kentang – kubis – kentang
2.
Pola II yaitu kubis – kentang – kubis
3.
Pola III yaitu cabe + tomat – kubis – kentang .
Luas
Kentang
Kubis
Kentang
Kubis
Kentang
Kubis
Cabe + Tomat – Wortel - Kentang Peb
Gambar 8.
Jun
Okt
Jan Bulan
Pola Tanam Komoditas Sayuran pada Lahan yang Dikuasai Rumahtangga Petani Sayuran Sampel, di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2005/2006
Pola tanam I dan Pola tanam II diterapkan oleh rumahtangga petani sayuran sampel yang mengelola lahan sebanyak dua persil. Sedangkan rumahtangga petani sayuran sampel yang mengelola lahan sebanyak lebih dari atau sama dengan tiga persil menerapkan Pola tanam I, Pola tanam II dan Pola tanam III.
110 Secara umum 50 persen lahan kering di wilayah Kecamatan Pangalengan diusahakan dengan pola tanam kentang- kubis- kentang (Koordinator Penyuluh Pertanian, 2006). Penerapan pola tanam yang umum dilakukan rumahtangga petani sayuran sampel mengikuti prinsip teknik budidaya tanaman yaitu lahan yang sudah ditanami kentang maka untuk musim tanam berikutnya sebaiknya lahan ’bekas’ kentang tidak boleh ditanami kembali dengan komoditas yang termasuk dalam satu famili Solanaceae. Beberapa komoditas yang termasuk famili solanaceae diantaranya adalah kentang, tomat dan cabe. Perlakuan tersebut didasarkan pada alasan bahwa lahan yang ditanami dengan komoditas yang termasuk famili Solanaceae secara berturut – turut setiap musim tanam maka siklus hidup hama dan penyakit tanaman tidak akan terputus. Oleh karena itu salah satu cara yang dilakukan rumahtangga petani sayuran sampel untuk menekan hama dan penyakit tanaman yaitu dengan dengan menerapkan pola tanam kentang - kubis – kentang artinya menanam komoditas kentang dilanjutkan pada musim berikutnya menanam komoditas lain, yang tidak termasuk famili Solanaceae, seperti kubis. Adapun penggunaan lahan untuk komoditas kentang dan kubis yang diusahakan oleh rumahtangga petani sayuran sampel selama satu tahun dapat dilihat pada Tabel 6. Pada Tabel 6 menunjukkan bahwa secara total, rumahtangga petani sayuran sampel mempunyai rata-rata proporsi luas lahan garapan kentang (49%) lebih tinggi dibandingkan kubis (34%). Jika dilihat berdasarkan strata skala usahatani, ternyata pada rumahtangga petani lahan sempit, pada periode tahun 2005/2006 lahan garapan hanya digunakan untuk komoditas kentang dan kubis.
111 Sementara itu untuk rumahtangga petani lahan sedang dan lahan luas, selain kentang dan kubis juga mengusahakan tanaman lain (wortel, tomat, cabe). Pada rumahtangga petani sayuran sampel lahan sedang, proporsi lahan garapan untuk tanamana lain sekitar 10 persen sedangkan pada rumahtangga petani lahan luas, proporsi lahan garapan untuk tanaman lain sekitar 20 persen. Tabel 6. Penggunaan Lahan Garapan Kentang dan Kubis Selama Satu Tahun pada Rumahtangga Petani Sayuran Sampel Berdasarkan Skala Usahatani di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2005/2006 Uraian
Lahan Sempit Lahan Sedang Lahan Luas (≤ 0.50 ha) (0.51–1.0 ha) (> 1.0 ha) Rata SD Rata SD Rata SD Rata Rata Rata 0.44 1.15 3.27 Kentang (ha) (54%) 0.17 (51%) 0.25 (49%) 1.63 0.38 0.88 2.10 Kubis (ha) (46%) 0.13 (39%) 0.25 (31%) 1.01 0.00 0.23 1.39 Lainnya(ha) (0%) 0.00 (10%) 0.23 (20%) 1.33 Keterangan : SD : Simpangan Baku (Standard Deviation)
Total Rata Rata 1.51 (49%) 1.05 (34%) 0.51 (17%)
SD 1.55 0.95 0.99
Sementara itu secara keseluruhan, rata-rata rumahtangga petani sayuran sampel menunjukkan bahwa komoditas kentang merupakan komoditas sayuran yang dominan diusahakan diusahakan diikuti komoditas kubis. Dalam kegiatan usahatani, rumahtangga petani sayuran sampel mengusahakan komoditas kentang dan kubis secara monokultur. Namun demikian dalam kedua komoditas tersebut diusahakan pada waktu yang bersamaan meskipun pada lahan yang berbeda. Hal tersebut menunjukkan bahwa rumahtangga petani sayuran sampel telah melakukan kegiatan usaha diversifikasi antara kentang dan kubis dengan alasan untuk mengatasi adanya risiko produksi.
112 5.3 . Risiko Produksi dan Risiko Harga Produk 5.3.1. Risiko Produksi Komoditas Sayuran
Pengelolaan usahatani sayuran yang dikelola oleh rumahtangga petani sayuran sampel selalu dihadapkan pada masalah risiko baik risiko produksi maupun risiko harga produk. Indikasi adanya risiko produksi dalam pengelolaan usahatani sayuran ditunjukkan oleh adanya variasi atau fluktuasi produksi yang diperoleh rumahtangga petani sayuran sampel. Demikian halnya risiko harga ditunjukkan oleh adanya fluktuasi harga produk yang diterima rumahtangga petani sayuran sampel. Beberapa faktor yang dianggap rumahtangga petani sayuran sampel sebagai penyebab munculnya risiko produksi pada usahatani sayuran diantaranya adalah sebagai berikut : a.
Hama dan penyakit tanaman Seluruh rumahtangga petani sayuran sampel (100%) menyatakan bahwa
hama dan penyakit tanaman (HPT) merupakan risiko tertinggi yang dihadapi dalam melakukan pengelolaan usahatani sayuran. Kondisi tersebut dikarenakan karakteristik tanaman sayuran sangat rentan terhadap hama dan penyakit tanaman. Hal itu menyebabkan produksi yang dihasilkan tidak seperti yang diharapkan, dalam arti terjadi adanya fluktuasi produksi yang tidak dapat diprediksi secara tepat. Khusus dalam pengusahaan kentang, risiko produksi yang dihadapi rumahtangga petani sayuran sampel sangat tinggi dengan adanya penyakit busuk daun (phythopthora infestans), sehingga dalam waktu 3 hari - 7 hari menyebabkan tanaman akan mati. Berbagai upaya telah dilakukan rumahtangga petani sayuran
113 sampel dalam menghadapi serangan hama dan penyakit tanaman dengan melakukan aplikasi obat-obatan seperti pestisida, insektisida dan fungisida. Frekuensi aplikasi obat-obatan tersebut dilakukan setiap 2-3 hari sekali sampai 7 hari sekali, tergantung pada tingkat serangan hama dan penyakit tanaman. Jika serangan hama dan penyakit tanaman relatif tinggi maka frekuensi aplikasi obatobatan semakin sering (2-3 hari sekali), sedangkan jika serangan hama dan penyakit tanaman relatif rendah maka frekuensi aplikasi obat-obatan semakin lama jarak waktunya (7 hari sekali). Dalam kaitannya dengan aplikasi pestisida, frekuensi aplikasi atau penyemprotan obat-obatan sangat tergantung pada kondisi cuaca karena kondisi cuaca mempunyai hubungan yang sangat erat dengan populasi hama dan penyakit tanaman. Hama dan penyakit tanaman sangat menyenangi kondisi udara yang lembab. Pada saat musim hujan, yang mana keadaan curah hujan sangat tinggi dan udara sangat lembab, populasi hama dan penyakit tanaman sangat tinggi. Sebaliknya pada saat musim kemarau, yang mana keadaan curah hujan yang rendah dan udara kering, menyebabkan populasi hama dan penyakit tanaman dapat dikatakan rendah. Penjelasan di atas sesuai dengan kondisi yang terjadi di lapangan. Aplikasi obat-obatan atau penyemprotan yang dilakukan rata-rata rumahtangga petani sampel pada tanaman kentang berbeda-beda setiap musim tanamnya. Pada musim kemarau I (MKI), frekuensi aplikasi atau penyemprotan obat-obatan terhadap tanaman kentang sekitar 12-14 kali sedangkan pada musim kemarau II (MKII) sekitar 10-11 kali dan pada musim hujan (MH) sekitar 15-18 kali. Sedangkan untuk tanaman kubis, secara umum frekuensi penyemprotan obat-
114 obatan rata-rata sekitar 4– 10 kali aplikasi. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa frekuensi penyemprotan obat-obatan pada musim hujan (MH) lebih tinggi dibandingkan musim kemarau I (MKI) dan musim kemarau II (MKII). Hal itu menunjukkan pada musim hujan populasi hama dan penyakit lebih banyak karena udara yang lembab. Frekuensi penyemprotan tersebut di atas secara umum dapat dikatakan relatif tinggi. Pertimbangan yang mendasari rumahtangga petani sayuran sampel melakukan frekuensi penyemprotan yang tinggi atau tetap melakukan aplikasi meskipun serangan hama dan penyakit tanaman sangat rendah atau bahkan tidak ada, khususnya pada MK II, dengan tujuan untuk berjaga-jaga supaya tidak terjadi kerusakan tanaman, yang akhirnya akan berpengaruh pada produksi. Dengan tetap menerapkan aplikasi obat-obatan, rumahtangga petani sayuran sampel dapat mempertahankan produksi sayuran yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan. Dalam arti produksi yang dihasilkan relatif stabil dengan aplikasi obat-obatan. b.
Kondisi cuaca atau iklim. Pada umumnya rumahtangga petani sayuran sampel (100%) menyatakan
bahwa cuaca atau iklim menjadi salah satu faktor munculnya risiko dalam produksi sayuran. Hal ini dikarenakan perubahan cuaca semakin sulit diprediksi karena cuaca sudah tidak sesuai dengan siklus normalnya atau disebut terjadi anomali cuaca. Dahulu cuaca relatif mudah untuk diprediksi dengan cara melihat siklus tahunan dari cuaca. Terkait dengan anomali cuaca, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa rumahtangga petani sampel yang baru melakukan penanaman pada saat musim
115 hujan mengalami kerugian karena pada waktu tersebut curah hujan sangat rendah karena musim kemarau yang datang tiba-tiba sehingga banyak tanaman yang mati. Secara teknis tanaman sayuran sangat rentan terhadap kekeringan sehingga kebutuhan terhadap air sangat besar. Jika pada saat penanaman sangat besar kebutuhan airnya maka dengan datangnya musim kemarau, yang tidak sesuai waktu normal, maka penanaman di lahan darat menghadapi kesulitan memperoleh pengairan dan akhirnya harus mengganti tanaman yang mati. Sementara itu dilihat dari karakteristik tanaman, khususnya pada tanaman kentang sangat membutuhkan air yang cukup yang artinya pertumbuhan tanaman akan bagus bila lahan dalam kondisi lembab. Rumahtangga petani sayuran sampel yang mengusahakan usahatani pada lahan berpengairan bagus atau dikenal dengan ’ceboran’ tidak menghadapi masalah pengairan pada saat musim kemarau. Sebaliknya bagi rumahtangga petani sampel yang mengusahakan usahatani pada lahan yang tidak berpengairan akan menghadapi kesulitan dalam pengairan. Dikaitkan dengan prasarana pengairan yang terdapat di wilayah Kecamatan Pangalengan menunjukkan bahwa prasarana pengairan yang dapat digunakan untuk mengairi kegiatan usahatani masih sangat terbatas. Prasarana pengairan yang terdapat di wilayah Kecamatan seperti waduk dan sungai yang kecil-kecil tidak mampu mengairi seluruh lahan usahatani sayuran yang terdapat di wilayah Kecamatan Pangalengan sehingga pengairan sulit dilakukan. Dalam menghadapi masalah pengairan, pada umumnya rumahtangga petani yang termasuk skala lahan sedang dan luas dapat mengusahakan pompa (sprinkle) sedangkan petani skala kecil tidak ada yang menggunakan pompa. Tidak adanya petani kecil yang mengusahakan pompa dikarenakan terkait dengan
116 tidak efisiennya penggunaan pompa untuk luas lahan yang kecil. Pada umumnya penggunaan pompa diusahakan secara individu dengan memasangnya pada setiap sumber air yang terdapat di lahan yang diusahakan rumahtangga petani. Cuaca mempunyai keterkaitan yang sangat erat dengan munculnya hama dan penyakit tanaman. Seperti yang dijelaskan terdahulu, pada musim hujan, rumahtangga petani sayuran sampel tidak menghadapi masalah pengairan, tetapi menghadapi masalah dengan semakin tingginya serangan hama dan penyakit tanaman. Sebaliknya pada saat musim kemarau, rumahtangga petani sayuran sampel menghadapi masalah pengairan tetapi tidak menghadapi masalah serangan hama dan penyakit tanaman karena pada saat musim kemarau penyakit tanaman, seperti virus, akan mati. Kondisi tersebut dapat menyebabkan produksi yang dihasilkan tidak seperti yang diharapkan, sehingga produksi pada musim kemarau menjadi lebih rendah dibanding pada musim hujan. Dilihat dari rata-rata produktivitas, khususnya tanaman kentang yang dihasilkan rumahtangga petani sampel pada musim tanam tahun 2005/2006, menunjukkan bahwa produktivitas kentang pada MKI tahun 2005 mencapai 20.63 ton/ha, pada MKII tahun 2005 sebesar 18.14 ton/ha dan pada MH 2005/2006 sebesar 23.21 ton/ha. Berdasarkan hasil wawancara dengan Koordinator Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) Kecamatan Pangalengan, dinyatakan bahwa sebenarnya produktivitas kentang bisa tinggi pada saat musim kemarau (MKI dan MKII) bila kekurangan air dapat diatasi misalnya dengan penggunaan pompa air. Dengan kondisi tersebut maka produksi pada musim kemarau dapat lebih tinggi daripada musim hujan. Demikian halnya pada saat musim hujan, dengan kondisi matahari yang tidak optimal dan kelembaban udara tinggi maka tanaman mudah terserang
117 penyakit. Jika modal yang dimiliki cukup untuk melakukan aplikasi pestisida, maka pada saat curah hujan tinggi dapat menghasilkan produktivitas yang tinggi atau seperti yang diharapkan. c.
Tingkat kesuburan lahan. Sekitar 93 persen rumahtangga petani sayuran sampel menyatakan bahwa
kesuburan lahan dapat menjadi faktor munculnya risiko produksi. Sebagian besar rumahtangga petani sayuran sampel memiliki lahan dengan tingkat kesuburan yang rendah dikarenakan selama pengelolaan usahatani, tingkat intensitas pemanfaatan lahan (IPL) sangat tinggi, yaitu mencapai 300 persen (IPL = 300%). Hal tersebut menunjukkan bahwa selama pengelolaan usahatani, rumahtangga petani sayuran sampel selalu menanami lahan secara terus menerus sepanjang tahun. Kondisi itu akan menyebabkan tingkat kesuburan lahan semakin menurun karena dengan tingkat intensitas pemanfaatan lahan yang tinggi menyebabkan semakin banyak pengambilan unsur hara yang terdapat dalam lahan, sehingga dapat menghambat pertumbuhan tanaman, seperti misalnya tanaman mudah layu dan mudah terserang penyakit, dan akhirnya produktivitas tanaman akan mengalami penurunan. Bagi rumahatangga petani sayuran sampel yang mengelola lahan milik perkebunan atau kehutanan tidak terlalu menghadapi masalah tingkat kesuburan lahan. Rata-rata tingkat kesuburan lahan perkebunan atau kehutanan masih tinggi karena intensitas pemanfaatan lahan perkebunan atau kehutanan per tahun masih sangat rendah yaitu kurang dari 100 persen. Hal tersebut dikarenakan pada lahan perkebunan atau kehutanan biasanya ditanami tanaman tahunan sehingga penanaman tanaman perkebunan atau kehutanan hanya dilakukan satu kali selama
118 bertahun-tahun. Selain tingkat intensitas pemanfaatan lahan, permasalahan lain yang dihadapi rumahtangga petani sayuran sampel menyangkut tingkat keasaman atau pH (potensial of Hidrogen) lahan. Pada umumnya lahan yang diusahakan oleh rumahtangga petani sampel mempunyai tingkat keasaman yang tinggi dengan pH lahan sekitar empat sampai lima (pH = 4 - 5). Dengan tingkat keasaman lahan yang tinggi (pH lahan dibawah tujuh) dapat menunjukkan tingkat kesuburan lahan sangat rendah. Hal itu terjadi karena pada lahan yang bersifat asam, unsur-unsur hara yang terdapat pada lahan, seperti kalsium, kalium, natrium dan magnesium, hilang diserap tanaman atau terbawa aliran air ke lapisan lahan yang lebih bawah. Selain itu juga dengan tingkat keasaman yang tinggi akan mempengaruhi perkembangan mikroorganisme artinya bakteri dan jamur pengurai bahan organik yang terdapat di dalam lahan tidak dapat berkembang dengan baik. Secara teoritis, pH lahan yang ideal bagi pertumbuhan tanaman adalah mendekati netral (pH = 6.5 – 7). Namun demikian kenyataannya setiap jenis tanaman memiliki kesesuaian pH yang berbeda-beda. Adapun pH yang optimal untuk pertumbuhan beberapa tanaman sayuran sebagai berikut : pertumbuhan tanaman kentang membutuhkan kondisi pH optimal sekitar 5 – 6 sedangkan untuk pertumbuhan tanaman kubis pH sekitar 6 – 7 (Novizan, 2002; Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2002). d.
Tingkat kemiringan lahan. Sekitar 55 persen rumahtangga petani sayuran sampel menyatakan bahwa
kemiringan lahan dapat menjadi faktor risiko produksi.
Rumahtangga petani
sayuran sampel menyatakan bahwa produktivitas yang dihasilkan komoditas yang ditanam pada lahan yang miring akan lebih rendah 10 persen dari produktivitas pada lahan datar. Hal itu terjadi karena pada lahan yang miring, pupuk akan
119 mudah terbawa arus air sebelum terserap oleh tanaman. Namun demikian kemiringan lahan dapat tidak berpengaruh terhadap produktivitas dengan syarat penggunaan input optimal. Terkait dengan tingkat kemiringan lahan, telah dikeluarkan suatu kebijakan yang merupakan kesepakatan bersama antara Dinas Perkebunan, Kehutanan dan Pertanian Provinsi Jawa Barat yang menyangkut perihal larangan penanaman sayuran pada lahan dengan tingkat kemiringan di atas 40 derajat. Salah satu alasan munculnya kesepakatan mengenai larangan tersebut adalah penanaman yang dilakukan pada lahan dengan tingkat kemiringan di atas 40 derajat dapat menyebabkan semakin tingginya tingkat erosi lahan. Berdasarkan pengamatan pada wilayah yang merupakan sentra sayuran di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung maupun di Kecamatan Pasirwangi Kabupaten Garut menunjukkan bahwa lahan yang mempunyai tingkat kemiringan diatas 40 derajat hampir semuanya diusahakan untuk penanaman sayuran. Menurut narasumber dari Balai Penelitian Tanamana Sayuran (Balitsa) menyatakan bahwa masih sangat sulit untuk mencegah rumahtangga petani untuk tidak menanam sayuran pada lahan dengan tingkat kemiringan di atas 40 derajat. Hal itu dikarenakan rumahtangga petani sayuran akan kehilangan pendapatan jika larangan tersebut dipatuhi. Khusus wilayah Kecamatan Pangalengan secara umum mempunyai tingkat kemiringan lahan sekitar 30 – 55 derajat (Koordinator Penyuluh Pertanian Kecamatan Pangalengan, 2006). 5.3.2. Hubungan Risiko Produksi dan Produktivitas yang Diharapkan
Risiko produksi akan mempengaruhi tingkat produktivitas yang dihasilkan rumahtangga petani sayuran sampel. Dengan demikian terjadinya fluktuasi dalam
120 produktivitas yang dihasilkan rumahtangga petani sayuran sampel menunjukkan rumahtangga petani sayuran sampel menghadapi adanya risiko dalam kegiatan produksi atau usahatani. Risiko produksi yang dibahas dalam penelitian ini difokuskan pada risiko produksi kentang dan kubis. Produktivitas yang berfluktuasi menunjukkan adanya nilai produktivitas yang tertinggi, terendah dan normal. Dengan adanya produktivitas yang berubahubah
maka
produktivitas
peluang tertinggi,
rumahtangga terendah
petani dan
sayuran
normal
sampel
dapat
memperoleh
diamati
dengan
mempertimbangkan periode waktu pengusahaan komoditas yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan produktivitas tertinggi yaitu tingkat produktivitas yang paling tinggi, yang pernah diperoleh rumahtangga petani sampel selama pengusahaan komoditas yang bersangkutan. Sedangkan yang dimaksud dengan produktivitas terendah yaitu tingkat produktivitas yang paling rendah, yang pernah diperoleh rumahtangga petani sayuran sampel selama pengusahaan komoditas yang bersangkutan. Sementara itu yang dimaksud dengan produktivitas normal dalam kajian ini yaitu produktivitas yang sering diperoleh rumahtangga petani sayuran sampel selama pengusahaan komoditas yang bersangkutan. Pada tanaman kentang, rata-rata produktivitas normal yang diperoleh rumahtangga petani sayuran sampel sebesar 19.97 ton/ha/musim. Dengan adanya risiko produksi, yaitu adanya perubahan cuaca pada saat musim kemarau yang diikuti gangguan hama dan penyakit tanaman yang semakin besar, menyebabkan produktivitas kentang yang dihasilkan rumahtangga petani sampel mengalami penurunan dengan kisaran 30 persen-80 persen. Tingkat produktivitas kentang dan peluang kejadian yang dihadapi rumahtangga petani sampel karena adanya
121 risiko produksi dapat dilihat pada Tabel 7. Rata-rata produktivitas kentang tertinggi yang pernah dicapai rumahtangga petani sayuran sampel sebesar 28.72 ton/ha/musim, sedangkan produktivitas terendah yang pernah dicapai rata-rata sebesar 13.27 ton/ha/musim. Sementara itu produktivitas kentang yang diharapkan (expected ) rumahtangga petani sayuran rata-rata sebesar 20.29 ton/ha/musim. Tabel 7.
Rata-rata Produktivitas Kentang dan Peluang yang Dihadapi Rumahtangga Petani Sayuran Sampel Berdasarkan Skala Usahatani di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2005/2006
Uraian
Produktivitas tertinggi (ton/ha) Produktivitas terendah (ton/ha) Produktivitas normal (ton/ha) Peluang tertinggi Peluang terendah Peluang normal Produktivitas Harapan (ton/ha)
Lahan Sempit (≤ 0.50 ha) Rata SD rata
Lahan Sedang (0.51–1.0 ha) Rata SD Rata
Lahan Luas (> 1.0 ha) Rata SD rata
Total Rata rata
SD
27.77
5.9
30.15
8.8
28.96
7.5
28.72
7.2
13.67
4.0
13.17
5.7
12.83
5.3
13.27
4.8
19.38 0.20 0.20 0.60
4.1 0.2 0.1 0.1
20.9 0.20 0.24 0.56
6.7 0.1 0.1 0.1
20.1 0.21 0.20 0.59
5.4 0.10 0.10 0.15
19.97 0.20 0.21 0.59
5.2 0.1 0.1 0.1
19.87
3.9
20.7
6.2
20.49
5.2
20.29
4.9
Keterangan : SD : Simpangan Baku (Standard Deviation) Selain tingkat produktivitas, pembahasan risiko juga berhubungan dengan adanya peluang terjadinya suatu kejadian dan peluang tersebut dapat diukur. Dalam kegiatan pengelolaan usahatani, peluang terjadinya suatu kejadian, yaitu kejadian produktivitas tertinggi, terendah dan normal sangat menentukan produktivitas yang diharapkan. Dalam penelitian ini, peluang produktivitas tertinggi, terendah dan normal diukur dari proporsi frekuensi atau berapa kali rumahtangga petani sayuran sampel pernah mencapai produktivitas tertinggi, terendah atau normal selama periode pengusahaan komoditas yang bersangkutan.
122 Rata-rata peluang rumahtangga petani sayuran sampel mencapai produktivitas kentang tertinggi sekitar 0.2 atau 20 persen, yang dapat diartikan jika rumahtangga petani melakukan pengusahaan kentang sebanyak 10 kali maka frekuensi rumahtangga petani sayuran sampel dapat mencapai produktivitas tertinggi hanya dua (2) kali. Selanjutnya rata-rata peluang rumahtangga petani sampel memperoleh produktivitas kentang terendah sekitar 0.21 atau 21 persen dan peluang produktivitas normal sekitar 0.59 atau 59 persen. Dengan memperhatikan angka peluang dari tingkat produktivitas yang diperoleh rumahtangga petani sampel menunjukkan bahwa selama pengusahaan usahatani kentang, rata-rata rumahtangga petani sampel lebih sering memperoleh produktivitas normal dibandingkan dengan produktivitas tertinggi dan terendah. Jika dibandingkan antar strata, menunjukkan bahwa produktivitas normal yang dihasilkan rumahtangga petani masing-masing strata relatif sama. Namun demikian produktivitas tertinggi yang pernah diperoleh rumahtangga petani lahan sedang relatif lebih besar dibandingkan strata lainnya, karena
lahan yang
digunakan merupakan lahan yang beririgasi atau ceboran. Selanjutnya pada komoditas kubis, tingkat produktivitas dan peluang kejadian yang dihadapi rumahtangga petani sayuran sampel karena adanya risiko produksi dapat dilihat pada Tabel 8.
Tingkat produktivitas kubis tertinggi yang
pernah dicapai rumahtangga petani sayuran sampel rata-rata mencapai 38.77 ton/ha/musim, sedangkan produktivitas kubis terendah yang pernah dialami rumahtangga petani sayuran sampel rata-rata
mencapai 17.19 ton/ha/musim.
Adapun produktivitas kubis yang diharapkan (expected) rumahtangga petani sayuran sampel sekitar 26.64 ton/ha/musim.
123 Identik dengan kentang, peluang rumahtangga memperoleh produktivitas tertinggi dan terendah relatif hampir sama dan peluang memperoleh produktivitas normal relatif sering diperoleh rumatangga petani sayuran sampel. Rata-rata peluang rumahtangga petani sayuran sampel memperoleh produktivitas kubis tertinggi dan terendah masing-masing 0.18 atau 18 persen dan 0.20 atau 20 persen. Peluang rumahtangga petani sayuran sampel memperoleh produktivitas normal relatif lebih besar dibandingkan produktivitas tertinggi dan terendah. Tabel 8. Rata-rata Produktivitas Kubis dan Peluang yang Dihadapi Rumahtangga Petani Sayuran Sampel Berdasarkan Skala Usahatani di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2005/2006 Uraian
Produktivitas tertinggi (ton/ha) Produktivitas terendah (ton/ha) Produktivitas normal (ton/ha) Peluang tertinggi Peluang terendah Peluang normal Produktivitas Harapan (ton/ha)
Lahan Sempit (≤ 0.50 ha) Rata SD Rata
Lahan Sedang (0.51–1.0 ha) Rata SD Rata
Lahan Luas (> 1.0 ha) Rata SD rata
Total Rata rata
SD
36.99
6.0
39.66
8.7
40.47
11.1
38.77
8.7
17.27
3.2
17.18 26.88
3.4
17.30
4.2
17.19
3.6
25.96 0.17 0.20 0.63
4.0 0.1 0.1 0.1
0.19 0.20 0.61
4.6 0.1 0.1 0.1
27.20 0.17 0.20 0.63
5.4 0.1 0.1 0.1
26.59 0.18 0.20 0.62
4.6 0.1 0.1 0.1
25.96
3.2
27.15
4.0
27.16
4.3
26.64
3.8
Keterangan : SD : Simpangan Baku (Standard Deviation) Setiap rumahtangga petani sayuran sampel akan mengalami kondisi produktivitas baik yang tinggi, rendah maupun normal. Berdasarkan hasil wawancara dengan rumahtangga petani sayuran sampel menyatakan bahwa beberapa faktor yang diduga dapat menyebabkan produktivitas kentang maupun kubis mencapai angka tertinggi diantaranya adalah sebagai berikut :
124 a. Kondisi cuaca yang bagus, dalam arti curah hujan sesuai dengan kebutuhan penanaman kentang maupun kubis b. Serangan hama dan penyakit tanaman relatif sedikit.
Populasi hama dan
penyakit tanaman sangat berkaitan dengan kondisi cuaca atau kelembaban, sehingga jika cuaca bagus maka populasi hama dan penyakit tanaman relatif sedikit. c. Tingkat kesuburan lahan masih tinggi karena lahan yang digunakan untuk usahatani merupakan bekas hutan yang baru dibuka d. Penggunaan bibit impor dengan kualitas bagus. e. Pengairan bagus Lebih lanjut, beberapa faktor yang diduga dapat menjadi penyebab produktivitas kentang yang diperoleh rumahtangga petani sayuran sampel terendah diantaranya adalah sebagai berikut : a. Kondisi cuaca yang buruk karena curah hujan sangat tinggi pada saat musim hujan sehingga serangan hama dan penyakit tanaman juga tinggi. b. Serangan hama dan penyakit tanaman relatif banyak dan sulit diobati. c. Pengairan sulit diperoleh khususnya pada saat musim kemarau sehingga tanaman kekurangan air d. Penggunaan bibit dengan kualitas yang rendah. Saat ini sulit untuk mendapatkan bibit impor atau dapat dikatakan sudah tidak ada lagi. e. Tingkat kesuburan lahan yang rendah Beberapa hal yang dapat dilakukan rumahtangga petani sayuran sampel dalam menghadapi berbagai macam sumber munculnya kesenjangan produktivitas secara umum diantaranya sebagai berikut :
125 1.
Pengusahaan komoditas sayuran secara umum sangat sensitif terhadap hama dan penyakit tanaman (HPT), sehingga serangan HPT tidak dapat dihindarkan dan di luar kuasa manusia secara umum dan rumahtangga petani sayuran sampel khususnya. Oleh karena itu untuk mempertahankan produktivitas tanaman, rumahtangga petani sayuran sampel melakukan aplikasi obat-obatan relatif lebih sering. Khususnya pada musim hujan yang mana serangan HPT relatif tinggi, maka untuk mencegah dan mengobati terhadap HPT dilakukan dengan penyemprotan obat-obatan relatif lebih sering sekitar dua (2) hari sekali. Hal itu dilakukan karena pada musim hujan obat-obatan akan terbawa air hujan. Jenis obat-obatan yang digunakan sangat tergantung preferensi rumahtangga petani sayuran sampel, dan memungkinkan tumahtangga petani sayuran sampel melakukan trial and error terhadap setiap jenis obat-obatan sehingga tidak terpaku pada satu jenis saja. Hal itu dikarenakan tidak setiap jenis obat-obatan mempunyai tingkat kemampuan tinggi atau paten untuk mencegah dan mengobati HPT, disamping itu juga karena banyak beredar obat-obatan palsu. Dinamika penggunaan obat-obatan yang dilakukan rumahtangga petani sayuran sampel secara umum di wilayah Kecamatan Pangalengan relatif tinggi karena wilayah ini menjadi salah satu sasaran dari perusahaan-perusahaan produsen obat-obatan sehingga relatif sering perusahaan-perusahaan produsen obatobatan tersebut melakukan demo untuk setiap produk yang baru. Perusahaan obata-obatan biasanya melakukan kerjasama dengan kelompok tani dalam kegiatan promosi terhadap produk yang dihasilkan.
126 2.
Kondisi cuaca atau iklim merupakan gejolak alam yang berada di luar jangkauan manusia sehingga manusia umumnya dan rumahtangga petani sayuran sampel khususnya sangat tidak mungkin untuk merubahnya. Dalam hubungannya dengan pengusahaan sayuran secara umum, kondisi cuaca menyebabkan dua hal diantaranya yaitu munculnya serangan hama dan penyakit tanaman pada musim hujan dan kekeringan atau kekurangan air pada musim kemarau. Dengan prasarana pengairan yang minim di wilayah Kecamatan Pangalengan, seperti waduk dan sungai-sungai yang kecil-kecil yang tidak mampu mengairi semua lahan usahatani, maka sebagai alternatifnya dapat digunakan mesin pompa (sprinkle) untuk menaikkan air sehingga dapat mengairi lahan rumahtangga petani sayuran.
3.
Tingkat kesuburan lahan yang semakin menurun harus segera diantisipasi. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesuburan lahan yang diakibatkan oleh tingginya tingkat intensitas pemanfaatan lahan dengan melakukan penanaman satu kali dalam setahun (IPL = 100%) atau tingkat intensitas pemanfaatan lahan diturunkan atau dengan memberakan lahan, yang sering ditanami secara terus menerus. Dengan penanaman satu kali setahun maka pengambilan unsur hara dalam lahan tidak terlalu besar bila dibandingkan pengambilan unsur hara dengan penanaman dua kali sampai tiga kali dalam setahun. Selanjutnya untuk meningkatkan kesuburan lahan yang diakibatkan rendahnya pH lahan yaitu dengan melakukan pengapuran yang tinggi pada lahan sehingga pH lahan menjadi meningkat. Selain hal-hal tersebut di atas, beberapa tindakan lainnya yang dapat dilakukan rumahtangga petani sayuran sampel yaitu melakukan pemupukan dengan
127 pupuk kandang dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan pupuk pabrik;
melakukan pergiliran tanaman dan pengolahan lahan dengan
pembalikkan lahan.
Rumahtangga petani sayuran sampel pada umumnya
belum banyak yang melakukan pengapuran dan pemberaan lahan meskipun sebenarnya sudah mengetahui lahan yang diusahakan sudah tidak subur atau sangat asam. 4.
Jika lahan yang diusahakan mempunyai tingkat kemiringan tertentu tetapi masih dalam batas normal, maka dapat dilakukan teknik penanaman dengan garitan vertikal pada musim hujan,dan garitan horizontal pada musim kemarau serta dapat dibuat terasering yang tidak permanen. Terkait dengan pengetahuan yang diperoleh rumahtangga petani sampel
dalam mengatasi faktor-faktor risiko, khususnya risiko produksi, dapat bersumber dari berbagai pihak seperti pengalaman pribadi, Petugas Penyuluh Lapang (PPL), petani lain, Sekolah Lapang Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu (SLPHT), kelompok tani, toko obat atau perusahaan obat. Sekitar 66.4 persen rumahtangga petani sayuran sampel menyatakan bahwa untuk memperoleh pengetahuan dalam mengatasi risiko yang utama berasal dari pengalaman pribadi yang didukung dari petani lain maupun SLPHT. Selanjutnya 23.1 persen rumahtangga petani sampel memperoleh pengetahuan dari pengalaman pribadi saja dan 6.3 persen rumahtangga petani sampel memperoleh pengetahuan berasal dari petani lain saja dan hanya 4.2 persen rumahtangga petani sayuran sampel yang menyatakan bahwa PPL mempunyai peran utama terhadap teknik mengatasi risiko produksi. Namun demikian sebagian besar petani menyatakan bahwa pengetahuan tentang budidaya yang dimiliki PPL lebih rendah dibandingkan petani. Hal
128 tersebut dikarenakan PPL tidak mengelola usahatani secara langsung sehingga pengalaman praktek dianggap kurang. Sedangkan petani langsung mengelola usahataninya, sehingga dalam menghadapi permasalahan mengenai usahatani petani relatif lebih mampu dikarenakan pengalaman yang lebih banyak selama mengelola usahatani. Disamping itu juga dengan didukung melalui SLPHT. Dalam kaitannya dengan kegiatan SLPHT, sekitar 14,7 persen rumahtangga petani sayuran sampel pernah mengikuti kegiatan SLPHT dengan materi yang diperoleh tentang teknik budidaya sayuran dan pengendalian HPT dengan aplikasi 5 (lima) tepat yaitu tepat waktu, tepat dosis, tepat arah, tepat penelitian dan tepat pemakai/keamanan. 5.3.3. Risiko Harga yang Dihadapi Rumahtangga Petani
Selain risiko dalam kegiatan produksi, rumahtangga petani sayuran sampel juga menghadapi risiko harga dari produk yang dihasilkan. Risiko harga yang dihadapi rumahtangga petani sayuran sampel ditunjukkan oleh adanya fluktuasi harga produk yang diterima rumahtangga petani sayuran sampel. Fluktuasi harga produk mengindikasikan adanya harga tertinggi, harga terendah dan harga normal yang pernah diterima rumahtangga petani sayuran sampel selama mengusahakan dan menjual hasil produknya. Yang dimaksud dengan harga tertinggi yaitu harga yang paling tinggi yang pernah diterima rumahtangga petani sayuran sampel selama mengusahakan dan menjual hasil produknya. Sebaliknya yang dimaksud dengan harga terendah yaitu harga yang paling rendah yang diterima rumahtangga petani sayuran sampel selama mengusahakan dan menjual hasil produknya. Adapun harga normal yaitu
129 harga yang sering diterima rumahtangga petani sayuran sampel selama mengusahakan dan menjual hasil produknya. Rata-rata rumahtangga petani sayuran sampel melakukan penjualan hasil panen produksi sayuran yang dihasilkan melalui lembaga pemasaran seperti pedagang pengumpul (bandar), Usaha Dagang distributor sayuran atau langsung ke pasar induk seperti pasar Induk Kramat Jati Jakarta (IKJ), pasar Tanah Tinggi Tangerang, pasar Caringin Bandung atau pasar Lembang. Pada umumnya rumahtangga petani sayuran sampel hanya menjalin hubungan dengan satu lembaga pemasaran. Sebagian besar rumahtangga petani sayuran sampel menjual hasil produknya kepada pedagang pengumpul (bandar). Hanya sebagian kecil rumahtangga petani sayuran sampel yang menjual ke usaha dagang distributor sayuran yang terdapat di wilayah Kecamatan Pangalengan, atau yang menjual langsung ke pasar. Khusus penjualan langsung ke pasar, hanya dilakukan oleh 13 rumahtangga petani sayuran sampel (9.1 %) yang sekaligus mempunyai peran sebagai pedagang pengumpul (bandar). Dalam kaitannya dengan harga sayuran, menunjukkan bahwa harga sayuran secara umum yang berlaku di pasar Kecamatan Pangalengan pada umumnya didasarkan pada harga di pasar Induk Kramat Jati Jakarta (IKJ). Dengan demikian harga yang berlaku di pasar Induk Kramat Jati Jakarta menjadi harga acuan bagi pedagang pengumpul (bandar) di wilayah Kecamatan Pangalengan. Pasokan sayuran ke Pasar Induk Kramat Jati Jakarta pada umumnya berasal dari sentra-sentra produksi sayuran seperti Jawa Barat (Pangalengan Bandung, Garut dan Kuningan), Medan (Brastagi), Ambarawa) dan Jawa Timur (Malang).
Jawa Tengah (Dieng
130 Dilihat dari perkembangan harga produk sayuran di pasar, pada umumnya rumahtangga petani sayuran sampel menyatakan bahwa perubahan harga sayuran relatif labil dengan adanya perubahan atau fluktuasi setiap hari. Terkait dengan adanya perubahan harga produk sayuran menunjukkan bahwa dalam hubungannya dengan peningkatan harga relatif lambat sementara itu dalam hal penurunan harga relatif cepat. Rumahtangga petani sayuran sampel menyadari bahwa perubahan harga produk sayuran sangat tergantung kondisi pasar yang diindikasikan oleh jumlah pasokan dan jumlah permintaan sayuran di pasar. Adapun akses terhadap informasi harga sayuran di pasar, baik di pasar Induk Kramat Jati Jakarta, pasar Caringin Bandung dan pasar Lembang, dapat diakses dengan mudah baik oleh pedagang pengumpul maupun rumahtangga petani sayuran sampel. Hal tersebut sangat berhubungan dengan peran dari alat telekomunikasi yang mana hampir semua pedagang pengumpul dan sebagian besar rumahtangga petani sampel mempunyai alat komunikasi seperti telpon seluler (hand phone). Dilihat dari pengguna alat telekomunikasi pada rumahtangga petani sampel menunjukkan bahwa rumahtangga petani sayuran lebih dinamis dalam mencari informasi tentang harga. Sepengetahuan penulis, hal tersebut menunjukkan rumahtangga petani sayuran relatif lebih berkembang dibandingkan rumahtangga petani tanaman padi. Informasi harga yang diperoleh pedagang pengumpul tersebut selanjutnya akan digunakan untuk menentukan harga di tingkat rumahtangga petani. Sedangkan bagi rumahtangga petani yang memiliki informasi harga dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan penjualan produk. Bagi rumahtangga petani yang tidak memiliki telpon seluler
131 memperoleh informasi dari rumahtangga petani yang baru menjual hasil produknya. Pada komoditas kentang dan kubis, harga yang pernah diperoleh rumahtangga petani sayuran sampel dan peluang terjadinya harga dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9.
Rata-rata Harga Kentang dan Kubis serta Peluang yang Diperoleh Rumahtangga Petani Sayuran Sampel Berdasarkan Skala Usahatani di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2005/2006
Uraian
Lahan Sempit (≤ 0.50 ha)
Lahan Sedang (0.51–1.0 ha)
Rata rata
Rata rata
SD
SD
Harga tinggi (Rp/kg) Kentang 3176 305 3265 339 Kubis 1814 396 1572 425 Harga rendah (Rp/kg) Kentang 1320 376 1502 310 Kubis 583 192 521 221 Harga Normal (Rp/kg) Kentang 2454 145 2429 161 Kubis 1059 192 945 222 Peluang tinggi Kentang 0.29 0.11 0.25 0.12 Kubis 0.18 0.08 0.20 0.1 Peluang rendah Kentang 0.14 0.06 0.15 0.06 Kubis 0.17 0.07 0.20 0.1 Peluang Normal Kentang 0.57 0.11 0.60 0.12 Kubis 0.65 0.15 0.60 0.20 Ekspektasi harga Kentang 2510 123 2481 150 Kubis 1109 187 991 214 Keterangan : SD : Simpangan Baku (Standard Deviation)
Lahan Luas (> 1.0 ha) Rata rata
SD
3294 1760
419 412
1538 466
283 200
2476 971
133 264
0.25 0.17
0.12 0.07
0.15 0.17
0.06 0.07
0.60 0.66
0.14 0.14
2512 1009
111 233
Rata-rata harga kentang yang sering diterima (harga normal) oleh rumahtangga petani sampel sebesar Rp 2 456/kg. Sedangkan rata-rata harga
132 kentang tertinggi yang pernah diterima rumahtangga petani sayuran sampel sebesar Rp 3 236/kg dan harga kentang paling rendah yang pernah diterima rumahtangga petani sayuran sampel rata-rata sebesar Rp 1 435/kg. Pada kubis, harga tertinggi yang diperoleh rumahtangga petani sayuran sampel sebesar Rp 1 739/kg sedangkan harga terendah mencapai Rp 530/kg. Pada rumahtangga petani sayuran lahan luas ternyata rata-rata memperoleh harga kentang tertinggi, terendah dan normal lebih tinggi dibandingkan harga yang diterima rumahtangga petani sayuran sampel lahan sempit dan sedang. Hal itu dikarenakan rumahtangga petani sayuran sampel lahan luas mempunyai banyak kesempatan untuk mengatur pola tanam sehingga setiap waktu dapat panen dan harga tertinggi yang diperoleh lebih tinggi daripada rumahtangga petani sayuran sampel skala usaha lainnya. Namun demikian untuk harga kubis ternyata rumahtangga petani sayuran sampel lahan sempit yang memperoleh harga kubis lebih tinggi dibandingkan rumahtangga petani sayuran lahan sedang dan luas. Secara umum banyak faktor yang menjadi penyebab rumahtangga petani sampel dapat memperoleh harga kentang dan kubis tertinggi. Rumahtangga petani sampel dapat memperoleh harga tertinggi dikarenakan pasokan produk kentang dan kubis di pasar secara umum lebih sedikit dibandingkan permintaannya. Salah satu diantaranya yang menyebabkan pasokan kentang dan kubis lebih sedikit karena pada saat itu banyak rumahtangga petani yang belum waktunya untuk memanen hasil produknya baik rumahtangga petani yang berada di wilayah Kecamatan Pangalengan maupun yang berada di sentra-sentra sayuran di Indonesia seperti Brastagi Medan, Dieng Jawa Tengah, Garut Jawa Barat dan lainnya. Di sisi lain permintaan masyarakat terhadap produk mengalami
133 peningkatan khususnya pada saat hari besar seperti hari raya Idul Fitri, hari raya Idul Adha, hari Natal, Tahun Baru, bulan puasa dan hari besar lainnya. Adapun beberapa penyebab rumahtangga petani sayuran sampel memperoleh harga terendah dikarenakan pasokan barang di pasar berlimpah karena terjadi panen raya di wilayah sentra - sentra sayuran. Berlimpahnya pasokan sayuran khususnya kentang dan kubis, dikarenakan pengusahaan kentang dan kubis yang diusahakan rumahtangga petani sayuran sampel pada saat musim hujan telah menghasilkan produktivitas kentang dan kubis lebih besar dibandingkan pada saat musim kemarau. Kondisi tersebut yang menyebabkan harga kentang dan kubis rendah. Selanjutnya dilihat dari peluang rumahtangga petani sayuran sampel untuk memperoleh harga kentang dan kubis menunjukkan bahwa rata-rata peluang rumahtangga petani sayuran sampel memperoleh harga kentang dan kubis tertinggi masing-masing sebesar 0.26 (26 %) dan 0.18 (18 %) sedangkan peluang memperoleh harga terendah masing- masing sebesar 0.14 (14 %) dan 0.18 (18 %) dan peluang memperoleh harga normal masing-masing sebesar 0.6 (60 %) dan 0.64 (64 %). Pada umumnya harga tertinggi dan terendah relatif jarang dialami rumahtangga petani sayuran sampel, sementara peluang normal relatif sering dialami rumahtangga petani sayuran sampel. Dengan diketahui harga tertinggi, terendah dan normal serta peluang masing-masing maka dapat diketahui rata – rata ekspektasi (expected) harga kentang dan kubis pada rumahtangga petani sampel masing-masing sebesar Rp 2 503/kg dan Rp 1 048/kg. Sesuai dengan penjelasan dari rumahtangga petani sayuran sampel bahwa khusus untuk harga kentang yang diharapkan dapat
134 diperoleh rata-rata sekitar Rp 2 500/kg, hal ini dikarenakan sangat berhubungan dengan kondisi impas usahataninya (break event point). Dalam hubungannya dengan keputusan menanam suatu komoditas sayuran, beberapa faktor yang menjadi pertimbangan rumahtangga petani sayuran sampel diantaranya adalah harga produk, ketersediaan modal dan pola tanam. Harga produk dapat menjadi pertimbangan rumahtangga petani sayuran untuk menanam komoditas tertentu. Pada umumnya harga pada musim sebelumnya yang dapat menjadi salah satu indikator rumahtangga petani sayuran sampel dalam melakukan keputusan menanam komoditas tersebut. Jika harga panen periode sebelumnya relatif tinggi maka rumahtangga petani sayuran sampel ada keinginan untuk menambah luas lahan dengan menyewa lahan, sedangkan kalau harga rendah kemungkinan luas areal akan dikurangi. Meskipun demikian keputusan rumahtangga petani sayuran sampel dalam menanam kentang atau kubis pada musim berikutnya tidak selalu didasarkan pada harga kentang atau kubis musim sebelumnya. Hal itu dikarenakan pada musim berikutnya harga kentang tidak selalu tinggi seperti yang diharapkan saat tertentu. Selanjutnya mengenai ketersediaan modal yang dimiliki rumahtangga petani sayuran juga dapat mempengaruhi keputusan menanam. Seperti misalnya pengusahaan kentang dirasakan oleh rumahtangga petani sayuran sampel membutuhkan dana yang relatif besar dibandingkan komoditas lainnya karena terkait dengan biaya pembelian bibit kentang. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, harga bibit kentang per kilogram selalu lebih besar dari harga produk kentang per kilogram. Dengan kendala anggaran maka pada umumnya
135 rumahtangga petani sayuran sampel yang mengusahakan kentang akan menggunakan bibit kentang dari hasil panen sebelumnya. Selain harga dan ketersediaan modal, pola tanam yang sudah direncanakan akan menjadi pertimbangan rumahtangga petani sayuran sampel dalam menanam komoditas. Seperti yang sudah dijelaskan bagian terdahulu pola tanam yang dominan diusahakan rumahtangga petani sayuran sampel yaitu kentang - kubis – kentang atau kubis – kentang - kubis. Menghadapi adanya risiko produksi maupun risiko harga produk menunjukkan bahwa salah satu tindakan yang telah dilakukan rumahtangga petani sayuran sampel yaitu dengan melakukan diversifikasi cabang usahatani pada lahan yang dikuasai. Diversifikasi dalam kegiatan usahatani dapat diartikan dalam dua hal yaitu pertama, menanam beberapa komoditas yang berbeda secara tumpangsari (intercropping) pada setiap lahan yang sama dan pengertian kedua, menanam beberapa komoditas yang berbeda secara monokultur pada waktu yang sama di lahan yang berbeda. Beberapa pertimbangan bagi rumahtangga petani sayuran sampel dalam melakukan diversifikasi cabang usahatani diantaranya yaitu untuk mengurangi adanya risiko yang mungkin dihadapi oleh rumahtangga petani sampel bila dibandingkan dengan menanam komoditas tunggal. Hal tersebut dimaksudkan, jika produksi atau harga komoditas tertentu yang diusahakan rumahtangga petani sampel ternyata rendah maka rumahtangga petani sampel masih memiliki komoditas lain yang dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan usahatani. Demikian halnya dengan pola tanam tumpangsari maka dapat dipanen minimal dua komoditas dalam satu lahan. Tanaman yang diusahakan secara tumpangsari
136 sebaiknya tidak saling menganggu dan umur panen tanaman tidak sama sehingga pendapatan dari satu tanaman dapat digunakan untuk menambah modal dalam meneruskan proses produksi pada komoditas lain yang dikelola. Alasan lain rumahtangga petani sayuran sampel melakukan diversifikasi terkait dengan fungsi lahan yaitu lebih produktif karena ada dua atau lebih komoditas yang diusahakan. Selain itu dengan pengusahaan secara tumpangsari maka pendapatan yang diperoleh rumahtangga petani sayuran sampel dapat berlangsung secara kontinyu. Pertimbangan lain dilakukan diversifikasi diantaranya jika rumahtangga petani sayuran sampel menyewa lahan dengan harga mahal maka dengan tumpangsari ada tunjangan dari komoditas lainnya, selain itu juga dapat menekan biaya khususnya jika harga obat-obatan tinggi. 5.4. Karakteristik Petani dan Anggota Keluarga
Karakterisik petani dan anggota keluarga rumahtangga petani sayuran sampel yang akan dibahas pada sub bab ini meliputi umur (kepala keluarga maupun isteri), pendidikan (kepala keluarga, isteri maupun anggota keluarga), pengalaman usahatani dan jumlah anggota keluarga (pria, wanita dan dewasa). Beberapa karakterisik petani dan anggota keluarganya tersebut disajikan pada Tabel 10. Rata-rata umur kepala keluarga rumahtangga petani sayuran sampel sekitar 44 tahun sampai 45 tahun. Umur kepala keluarga rumahtangga petani sayuran sampel diantara skala usahatani termasuk ke dalam kelompok yang relatif seusia dan dapat dikategorikan ke dalam usia yang masih produktif. Demikian halnya umur isteri dalam rumahtangga petani sayuran sampel menunjukkan ratarata berumur 38 tahun sampai 39 tahun dan termasuk dalam usia produktif.
137 Tabel 10. Karakteristik Petani dan Anggota Keluarga Rumahtangga Petani Sayuran Sampel Berdasarkan Skala Usahatani di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2005/2006
Uraian
Lahan Sempit (≤ 0.50 ha) Rata SD rata
Lahan Sedang (0.51–1.0 ha) Rata SD rata
Umur Kepala Keluarga (tahun) 43.2 11.9 45.3 14.2 Umur Isteri (tahun) 37.2 11.8 37.9 15.6 Pendidikan Kepala Keluarga (tahun) 7.3 2.8 8 2.6 Pengalaman Usahatani (tahun) 26.1 11.6 29.9 14.6 Pendidikan Isteri (tahun) 7.5 2.2 7.1 2.6 Pendidikan. Anggota Keluarga Pria (tahun) 7.9 2.5 7.7 2.3 Pendidikan. Anggota Keluarga Wanita (tahun) 7.3 2.0 7.3 2.1 Jumlah Anak Sekolah (orang) 1.0 0.9 0.8 0.8 Jumlah Anggota Keluarga Pria (orang) 1.9 0.9 1.8 0.8 Jumlah Anggota Keluarga Wanita (orang) 2.0 0.7 1.8 1.0 Total Anggota Rumahtangga (orang) 3.9 1.1 3.7 1.2 Jumlah Anggota Pria Dewasa (orang) 1.5 0.7 1.4 0.6 Jumlah Anggota Wanita Dewasa (orang) 1.4 0.6 1.3 0.7 Total Anggota Rumahtangga Dewasa (orang) 3.0 1.0 2.6 1.1 Keterangan : SD : Simpangan Baku (Standard Deviation)
Lahan Luas (> 1.0 ha) Rata SD rata 46.4 40.1
10.8 12.5
9.0
3.7
29.6 8.0
11.8 3.6
9.1
3.1
8.3
2.5
1.1
0.9
1.9
0.9
1.9
1.0
3.8
1.2
1.4
0.6
1.4
0.9
2.8
1.1
Dilihat dari tingkat pendidikan kepala keluarga rumahtangga petani sayuran sampel, yang didasarkan pada lamanya waktu pendidikan formal yang pernah diikuti, rata-rata berkisar antara 8 tahun sampai dengan 9 tahun. Hal ini berarti rata-rata pendidikan kepala keluarga rumahtangga petani sampel adalah Sekolah Menengah Pertama (SMP) sampai tamat.
Jika dilihat berdasarkan
jenjang pendidikan, menunjukkan bahwa sekitar 3.5 persen kepala keluarga
138 rumahtangga petani sampel berpendidikan perguruan tinggi sedangkan sekitar 1.4 persen kepala keluarga rumahtangga petani sayuran sampel tidak pernah mengenyam pendidikan formal. Sedangkan persentase tertinggi sekitar 52.4 persen rumahtangga petani sayuran sampel mempunyai kepala keluarga dengan tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD) diikuti yang berpendidikan SMP sebanyak 21.7 persen dan yang berpendidikan SMA sebanyak 21.0 persen. Perbandingan tingkat pendidikan pada kepala keluarga dan isteri dapat dilihat pada Tabel 11. Seperti halnya kepala keluarga, dilihat dari jenjang pendidikan menunjukkan bahwa sekitar 53.1 persen rumahtangga petani sayuran sampel mempunyai isteri dengan pendidikan SD diikuti yang berpendidikan SMP sebanyak 28.7 persen dan SMA sebanyak 14.0 persen. Sedangkan dilihat dari waktu pendidikan rata-rata pendidikan isteri sekitar tujuh (7) tahun sampai delapan (8) tahun, atau rata-rata berpendidikan SMP tetapi tidak tamat. Tabel 11. Jumlah Rumahtangga Petani Sayuran Sampel Berdasarkan Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga dan Isteri Menurut Skala Usahatani di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2005/2006
Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga PT SMA SMP SD Tdk Sek Isteri PT SMA SMP SD Tdk Sek
Lahan Sempit (≤ 0.50 ha) RT (%)
Lahan Sedang (0.51–1.0 ha) RT (%)
Lahan Luas (> 1.0 ha) RT (%)
Total RT
(%)
1 7 14 39 1
1.6 11.3 22.6 62.9 1.6
0 8 7 19 0
0.0 23.5 20.6 55.9 0.0
4 15 10 17 1
8.5 31.9 21.3 36.2 2.1
5 30 31 75 2
3.5 21.0 21.7 52.4 1.4
0 6 21 35 0
0 9.7 33.9 56.4 0.0
0 3 10 19 2
0.0 8.8 29.4 55.9 5.9
2 11 10 22 2
4.3 23.4 21.3 46.8 4.3
2 20 41 76 4
1.4 14.0 28.7 53.1 2.8
139 Selanjutnya bagi anggota rumahtangga petani sayuran sampel, rata-rata tingkat pendidikanpada anggota rumahtangga petani sayuran sampel sekitar tujuh (7) sampai sembilan (9) tahun. Hal itu menunjukkan rata-rata anggota rumahtangga petani sayuran sampel tamat Sekolah Dasar sampai tamat SMP. Berdasarkan jenis kelamin, bila dibandingkan antara anggota keluarga pria dan wanita ternyata rata-rata tingkat pendidikan anggota keluarga pria (sekitar delapan tahun sampai sembilan tahun), lebih tinggi dibandingkan anggota keluarga wanita (tujuh tahun sampai delapan tahun) meskipun perbedaannya sangat kecil. Jumlah rumahtangga petani sayuran sampel menurut tingkat pendidikan anggota keluarga pria dan wanita dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Jumlah Rumahtangga Petani Sayuran Sampel Berdasarkan Skala Usahatani dan Rata-rata Tingkat Pendidikan Anggota Keluarga Pria dan Wanita di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2005/2006 Tingkat Pendidikan
Anggota Kel. Pria PT SMA SMP SD Tdk Sek Anggota Kel. Wanita PT SMA SMP SD Tdk Sek
Lahan Sempit (≤ 0.50 ha) RT (%)
Lahan Sedang (0.51–1.0 ha) RT (%)
Lahan Luas (> 1.0 ha) RT (%)
Total RT
(%)
2 9 28 22 1
3.2 14.5 45.2 35.5 1.6
0 6 13 15 0
0.0 17.6 38.2 44.1 0.0
5 14 17 11 0
10.6 29.8 36.2 23.4 0.0
7 29 58 48 1
4.9 20.3 40.6 33.5 0.7
0 5 34 23 0
0.0 8.0 54.8 37.1 0.0
0 2 18 13 1
0.0 5.9 52.9 38.2 2.9
1 12 18 16 0
2.1 25.5 38.3 34.0 0.0
1 19 70 51 2
0.7 13.3 48.9 35.7 1.4
Pada umumnya rumahtangga petani sayuran sampel sangat memperhatikan tingkat pendidikan bagi anggota keluarga. Oleh karenanya orientasi untuk
140 pendidikan tertinggi bagi anggota keluarganya menjadi salah satu tujuan bagi rumahtangga petani sayuran sampel. Adapun dilihat dari pengalaman berusahatani, rata-rata kepala keluarga rumahtangga petani sayuran sampel sudah berpengalaman selama 28-29 tahun. Kegiatan berusahatani sudah dilakukan kepala keluarga baik pada saat masih sekolah maupun sebelum menikah.
Hal itu menunjukkan bahwa usahatani
sayuran di Kecamatan Pangalengan pada umumnya bersifat turun menurun sehingga saat anak-anak masih kecil sudah dilibatkan dalam kegiatan usahatani. Selanjutnya menurut jumlah anggota keluarga menunjukkan bahwa ratarata jumlah anggota keluarga rumahtangga petani sayuran sampel berkisar antara tiga (3) orang sampai empat (4) orang. Itu menunjukkan bahwa rumahtangga petani sayuran sampel termasuk dalam kategori keluarga kecil. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, ternyata setiap rumahtangga petani sayuran sampel mempunyai jumlah anggota keluarga pria dan wanita relatif sama masing-masing sebanyak dua (2) orang. Khusus untuk jumlah anggota keluarga dewasa yang terdapat dalam rumahtangga petani sayuran sampel rata-rata berjumlah dua (2) orang sampai tiga (3) orang. Sedangkan untuk jumlah anggota keluarga dewasa pria dan wanita relatif sama masing-masing sebanyak 1-2 orang. Jumlah anggota keluarga dewasa pada setiap rumahtangga petani sayuran sampel dapat dijadikan sebagai indikator mengenai ketersediaan tenaga kerja, disamping sebagai beban tanggungan terhadap rumahtangga petani sayuran sampel. 5.5
Kegiatan Kerja Anggota Rumahtangga Petani
Anggota rumahtangga petani sampel tidak hanya melakukan kegiatan pada usahatani sendiri (on farm) tetapi juga melakukan kegiatan berburuh tani (off
141 farm), dan kegitan di luar pertanian (non farm). Kegiatan on farm yang dilakukan anggota rumahtangga petani sayuran sampel meliputi usahatani tanaman sayuran dan sekitar 33 persen rumahtangga petani sayuran sampel yang juga melakukan usaha ternak sapi perah. Sedangkan kegiatan non farm yang dilakukan anggota rumahtangga petani sayuran sampel diantaranya yaitu tukang ojek, berdagang dan membuka warung. Kegiatan kerja yang dilakukan anggota rumahtangga petani sayuran sampel dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Jumlah Rumahtangga Petani Sayuran Sampel Berdasarkan Kegiatan Anggota Keluarga dan Skala Usahatani di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2005/2006 Kegiatan
Lahan Sempit (≤ 0.50 ha) RT (%)
Anggota Kel. Pria On Farm Off Farm Non Farm Anggota Kel. Wanita On Farm Off Farm Non Farm
Lahan Sedang (0.51–1.0 ha) RT (%)
Lahan Luas (> 1.0 ha) RT (%)
Total RT
(%)
62 18 16
100.0 29.0 25.8
34 4 7
100.0 11.8 20.6
47 1 13
100.0 2.1 27.7
143 23 36
100.0 16.1 25.2
37 12 8
59.7 19.4 12.9
14 1 2
41.2 2.9 5.9
15 2 12
31.9 4.3 25.5
66 15 22
46.2 10.5 15.4
Berdasarkan jenis kelamin ternyata 100 persen anggota keluarga pria pada rumahtangga petani sayuran sampel terlibat bekerja pada kegiatan usahatani atau on farm sedangkan pada anggota keluarga wanita hanya 46 persen yang terlibat dalam kegiatan usahatani atau on farm. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam pengelolaan usahatani, tidak semua rumahtangga petani sayuran sampel menggunakan
tenaga
kerja
wanita
dalam
keluarga.
Sebaliknya
semua
rumahtangga petani sayuran sampel menggunakan tenaga kerja pria dalam keluarga dalam pengelolaan usahataninya. Dengan demikian dapat dinyatakan
142 bahwa tidak semua potensi tenaga kerja keluarga termanfaatkan dalam pengelolaan usahatani rumahtangga petani sayuran sampel. Salah satu penyebab anggota keluarga wanita pada rumahtangga petani sayuran sampel tidak terlibat dalam kegiatan usahatani karena anggota keluarga wanita tersebut mempunyai kegiatan di luar usahataninya (off farm) atau di luar pertanian (non farm). Selanjutnya pada kegiatan berburuh tani (off farm) menunjukkan bahwa secara total hanya sekitar 16.1 persen rumahtangga petani sayuran sampel yang anggota keluarga pria bekerja sebagai buruh tani dan sekitar 10.5 persen rumahtangga petani sayuran sampel mempunyai anggota keluarga wanita yang bekerja sebagai buruh tani. Jika dibandingkan antar skala usaha menunjukkan bahwa persentase tertinggi rumahtangga petani sayuran sampel yang anggota keluarganya bekerja pada kegiatan buruh tani terdapat pada rumahtangga petani sayuran sampel dengan luas lahan sempit, yaitu sekitar 29.0 persen pada rumahtangga petani sayuran sampel yang anggota keluarga pria berburuh tani dan 19.4 persen pada rumahtangga petani sayuran sampel yang anggota keluarga wanita berburuh tani. Adapun pada kegiatan di luar pertanian (non farm) menunjukkan bahwa sekitar 25.2 persen rumahtangga petani sayuran sampel yang anggota keluarga pria terlibat dalam kegiatan di luar pertanian, seperti tukang ojek dan berdagang sayuran, sedangkan 15.4 persen rumahtangga petani sayuran sampel yang anggota keluarga wanita terlibat dalam kegiatan luar pertanian seperti membuka warung kelontongan di rumah. Persentase tertinggi rumahtangga petani sampel yang anggota keluarganya bekerja pada kegiatan di luar pertanian (non farm) terdapat pada rumahtangga petani sayuran sampel lahan luas. Sekitar 27.7 persen
143 rumahtangga petani sayuran sampel lahan luas, anggota keluarga pria bekerja di luar pertanian dan 25.5 persen rumahtangga petani sayuran sampel lahan luas yang anggota keluarga wanita bekerja di luar pertanian. Selanjutnya bila dilihat dari curahan hari kerja anggota rumahtangga dan potensi tenaga kerja selama satu tahun dapat dilihat pada Tabel 14. Curahan hari kerja anggota rumahtangga petani sayuran sampel ditunjukkan oleh berapa hari anggota keluarga rumahtangga petani sayuran sampel melakukan kegiatan usahatani atau on farm, off farm dan non farm selama satu tahun. Berdasarkan jenis kelamin terlihat bahwa anggota rumahtangga petani sayuran khususnya tenaga kerja pria lebih banyak tercurah waktunya untuk kegiatan produktif dibandingkan tenaga kerja wanita. Tabel 14. Rata-rata Potensi dan Curahan Waktu Kerja Selama Satu Tahun pada Anggota Rumahtangga Petani Sayuran Sampel Berdasarkan Kegiatan dan Skala Usahatani di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2005/2006 Kegiatan
TKP On Farm Off Farm Non Farm Potensi Surplus TKW On Farm Off Farm Non Farm Potensi Surplus
Lahan Sempit (≤ 0.50 ha) HOK SD
Lahan Sedang (0.51–1.0 ha) HOK SD
Lahan Luas (> 1.0 ha) HOK SD
Total HOK
SD
418.6 35.3 70.4 551.6 28.8
208.6 63.3 158.8 266.5 71.6
444.0 19.7 28.1 497.6 7.5
208.0 59.1 64.5 217.3 24.8
435.4 3.9 48.7 490.2 2.1
208.5 19.8 89.4 204.5 8.3
430.1 21.4 53.2 518.6 14.9
207.2 53.5 121.3 236.4 50.2
270.6 27.4 34.5 516.8 185.9
247.7 64.8 94.5 202.2 260.1
215.4 5.2 16.8 465.9 230.3
310.2 24.5 64.4 258.8 227.3
137.1 11.7 86.8 513.2 275.4
229.3 55.2 171.5 325.0 356.3
213.6 16.9 47.2 503.5 225.9
262.9 54.9 122.6 260.4 289.3
Keterangan : SD : Simpangan Baku (Standard Deviation) Dengan membandingkan antara potensi dan curahan hari kerja anggota rumahtangga petani sayuran sampel menunjukkan bahwa curahan hari kerja
144 anggota keluarga pria maupun wanita lebih rendah dari potensi hari kerja anggota keluarga rumahtangga petani ssayuran ampel selama satu tahun yang ditunjukkan oleh adanya surplus. Surplus hari kerja pada anggota keluarga pria lebih rendah daripada anggota keluarga wanita. Diantara kegiatan usaha yang dilakukan rumahtangga petani sayuran sampel menunjukka bahwa waktu yang tercurah bagi pria maupun wanita untuk kegiatan usahatani relatif lebih besar dibandingkan waktu yang tercurah untuk kegiatan di luar usahatani seperti berburuh tani dan kegiatan di luar pertanian. Kondisi tersebut terjadi karena risiko produksi pada usahatani sayuran relatif lebih tinggi sehingga dibutuhkan penanganan yang relatif lebih intensif yang ditunjukkan oleh curahan kerja yang lebih besar pada usahatani sendiri. Usahatani sayuran memberikan peran yang penting bagi rumahtangga petani sayuran sampel dalam menyediakan lapangan kerja. 5.6. Penggunaan Input Usahatani
Usahatani sayuran yang akan dijelaskan dalam sub bab ini mencakup dua komoditas yang dominan diusahakan rumahtangga petani sayuran sampel yaitu kentang dan kubis. Penggunaan input usahatani terdiri dari luas lahan garapan, penggunaan benih, pupuk, tenaga kerja dan obat-obatan. Uraian mengenai masing-masing input tersebut dijelaskan pada bagian berikut. 5.6.1. Penggunaan Input Usahatani Kentang
Penggunaan input pada usahatani kentang berbeda-beda antar musim tanam. Rata-rata penggunaan input pada usahatani kentang menurut musim tanam dapat dilihat pada Tabel 15.
145 Tabel 15. Rata-rata Penggunaan Input dan Produktivitas pada Usahatani Kentang per Hektar Menurut Musim Tanam pada Rumahtangga Petani Sayuran Sampel di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2005/2006 Uraian Luas lahan (ha) Pupuk Nitrogen (kg) Pupuk Phosphor (kg) Pupuk Kalium (kg) Pupuk Kandang(kg) Benih (kg) Obat-obatan (Rp) T.K Pria dalam Keluarga (HOK) T. K Pria Luar Keluarga (HOK) T.K Wanita dalam keluarga (HOK) T.K Wanita Luar Keluarga (HOK) Produktivitas (kg/ha)
MKI
MKII
0.53 384.14 526.23 255.88 19701.83 1699.22 5631270.00 245.89 287.41 158.62 179.30 20631.68
0.40 395.63 494.29 349.42 17613.93 1466.33 4573362.00 229.83 271.63 145.97 168.35 18136.77
MH 0.60 469.08 323.29 245.95 22529.01 1550.79 7290960.00 260.07 306.95 169.82 189.43 23211.66
Rata-rata luas lahan garapan pada usahatani kentang yang diusahakan oleh rumahtangga petani sayuran sampel pada musim hujan (MH) lebih tinggi dibandingkan pada musim kemarau I (MKI) maupun musim kemarau II (MK II). Luas lahan garapan pada usahatani kentang yang dikelola rumahtangga petani sayuran sampel yang diusahakan pada musim hujan (MH) rata-rata sebesar 0.60 hektar. Tingginya luas lahan garapan pada musim hujan dikarenakan pada musim hujan ketersediaan air sangat cukup sebagai salah satu kebutuhan utama bagi tanaman kentang. Dengan pemikiran seperti itu, rumahtangga petani sayuran sampel meningkatkan penggunaan luas lahan garapan kentang. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa akses rumahtangga petani meningkatkan luas lahan garapan di Kecamatan Pangalengan relatif mudah karena dapat memanfaatkan lahan kehutanan, perkebunan, desa maupun pribadi dengan sistem sewa. Dalam penggunaan pupuk, rumahtangga petani sayuran tidak hanya menggunakan pupuk pabrik atau pupuk anorganik saja tetapi juga menggunakan
146 pupuk organik seperti pupuk kandang. Beberapa jenis pupuk pabrik diantaranya pupuk nitrogen, phosphor dan kalium. Pada penggunaan pupuk nitrogen ternyata penggunaan pada musim hujan relatif lebih besar dibandingkan pada saat musim kemarau I dan musim kemarau II. Hal tersebut dikarenakan pada musim hujan pupuk mudah terbawa arus air sehingga penggunaannya menjadi bertambah. Sedangkan penggunaan pupuk phosphor dan kalium mempunyai perbedaan pola penggunaan dengan penggunaaan pupuk nitrogen pada setiap musim tanam. Selanjutnya dalam penggunaan pupuk organik, rumahtangga petani menggunakan pupuk kandang khususnya yang berasal dari kotoran ayam maupun sapi. Khusus pada pupuk kandang yang berasal dari kotoran ayam, terdapat empat macam kotoran ayam yang didasarkan pada sumber ayamnya sebagai berikut : a) postal merupakan ayam sayur yang berumur 35 hari (jumlahnya sedikit), b) jantan merupakan ayam bertelur umur 2.5 bulan (jumlahnya sedang), c) pitik merupakan ayak (bibit) dan d) batere yang paling bagus, murni merupakan ayam bertelur panggung. Dalam penggunaan pupuk kandang ternyata lebih tinggi dibandingkan penggunaan pupuk anorganik atau pupuk pabrik. Hal tersebut dilakukan karena sangat berhubungan dengan tingkat kesuburan lahan yang semakin menurun karena penggunaan pupuk kimia. Penggunaan pupuk kandang pada musim hujan relatif lebih tinggi dibandingkan pada musim kemarau. Lebih lanjut mengenai penggunaan benih menunjukkan bahwa pada musim hujan penggunaan benih lebih rendah dibandingkan pada musim kemarau I dan musim kemarau II. Pada musim hujan, kondisi kebutuhan air cukup sehingga tidak banyak yang dilakukan penyulaman benih. Sedangkan pada musim kemarau kebutuhan air sangat kurang sehingga banyak benih mati dan harus disulam atau
147 diganti.
Terdapat dua jenis varietas benih kentang yang umum dikenal
rumahtangga petani sayuran yaitu varietas granula dan atlantik. Rata-rata rumahtangga petani sayuran sampel menggunakan benih kentang varietas granula. Pada umumnya kentang yang beredar di pasar dan menjadi konsumsi rumahtangga akhir adalah varietas granula. Sedangkan varietas atlantik merupakan varietas kentang yang menjadi konsumsi industri pengolahan seperti Indofood dan makanan siap saji (fast food) seperti Kentucky Fried Chicken (KFC), Mc Donald dan lainnya. Sedangkan yang mengusahakan varietas atlantik sangat sedikit karena penanaman atlantik biasanya melalui kerjasama antara rumahtangga petani dengan perusahaan seperti Indofood, yang mana benih berasal dari perusahaan. Selanjutnya pada penggunaan tenaga kerja dapat dibedakan berdasarkan jenis kelamin yaitu tenaga kerja pria dan wanita. Sedangkan berdasarkan sumbernya, penggunaan tenaga kerja dapat berasal dari dalam keluarga atau luar keluarga. Kedua sumber penggunaan tenaga kerja tersebut dapat saling bersubstitutsi. Pada setiap musimnya penggunaan tenaga kerja pria maupun wanita yang berasal dari luar keluarga lebih tinggi dibandingkan tenaga kerja dalam keluarga. Hal tersebut dikarenakan kegiatan rumahtangga petani sayuran sampel tidak hanya pada kegiatan on farm saja tetapi juga kegiatan lainnya seperti off farm dan non farm. Pada penggunaan obat-obatan seperti pestisida, fungisida, insektisida dan lainnya yang diukur dari nilainya menunjukkan bahwa pada musim hujan penggunaan obat-obatan relatif lebih tinggi dibandingkan pada musim kemarau I dan musim kemarau II. Hal tersebut dikarenakan pada musim hujan, cuaca sangat
148 lembab sehingga banyak serangan hama dan penyakit tanaman. Sebaliknya pada musim kemarau serangan hama dan penyakit tanaman relatif kecil karena udara tidak lembab. Oleh karena itu pada musim hujan rumahtangga petani sayuran sering melakukan penyemprotan setiap dua hari sekali sehingga pada musim hujan penggunaan obat-obatan menjadi semakin tinggi. Sebaliknya pada musim kemarau, penyemprotan dapat dilakukan setiap tujuh
hari sekali sehingga
penggunaan obata-obatan relatif lebih rendah dibanding pada saat musim hujan. Adapun produktivitas kentang yang dihasilkan rumahtangga petani sayuran sampel pada musim hujan (23211.66 kg/ha) lebih tinggi dibandingkan pada musim kemarau I (20631.68 kg/ha) dan musim kemarau II (18136.77 kg/ha). Tingginya produktivitas kentang pada musim hujan dikarenakan pada musim hujan ketersediaan air sangat cukup sehingga tidak menghambat perumbuhan kentang. Kondisi itu berbeda pada saat musim kemarau yang mana ketersediaan air sangat kurang sehingga produktivitas kentang yang dihasilkan rumahtangga petani sayuran sampel menjadi lebih rendah dibandingkan pada musim hujan. Meskipun demikian kondisi hama dan penyakit juga mempengaruhi produktivitas. Pada musim kemarau kondisi serangan hama dan penyakit relatif rendah tetapi ketersediaan air kurang dan tidak semua rumahtangga mampu mengatasi dengan penggunaan pompa atau sprinkle. Sedangkan pada musim hujan ketersediaan air sangat cukup meskipun serangan hama dan penyaki tanaman sangat besar tetapi masih mampu diatasi semua rumahtangga petani dengan aplikasi obat-obatan. 5.6.2.
Penggunaan Input Usahatani Kubis
Rata-rata rumahtangga petani sayuran sampel mengusahakan lahan untuk tanaman sayuran dengan sistem rotasi. Selain kentang, yang masuk dalam sistem
149 rotasi adalah kubis. Rata-rata penggunaan input dan produktivitas pada usahatani kubis per hektarnya dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Rata-rata Penggunaan Input dan Produktivitas pada Usahatani Kubis per Hektar Menurut Musim Tanam pada Rumahtangga Petani Sayuran Sampel di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2005/2006 Uraian Luas lahan (ha) Pupuk Nitrogen (kg) Pupuk Phosphor (kg) Pupuk NPK (kg) Pupuk Kandang(kg) Benih (g) Obat-obatan (Rp) T.K Pria dalam Keluarga (HOK) T. K Pria Luar Keluarga (HOK) T.K Wanita dalam keluarga (HOK) T.K Wanita Luar Keluarga (HOK) Produktivitas (kg/ha)
MKI
MKII
0.33 282.50 196.00 278.35 12434.59 258.77 1701116.00 105.68 131.39 89.56 81.41 25798.06
0.36 261.69 178.29 242.77 11863.46 259.86 1568005.00 90.82 89.56 49.13 60.16 24690.01
MH 0.33 352.40 221.59 322.42 15392.04 234.90 2823339.00 125.98 168.34 69.97 102.29 27171.72
Jika dibandingkan dengan kentang, luas lahan garapan kubis lebih rendah dibandingkan luas lahan garapan kentang. Hal tersebut menujukkan bahwa usahatani kubis bukan prioritas yang pertama tetapi dominan kedua setelah kentang. Demikian halnya untuk penggunaan pupuk kimia dan organik pada usahatani kubis lebih rendah dibandingkan kentang. Dilihat antar musim menunjukkan bahwa luas lahan garapan pada usahatani kubis lebih tinggi pada musim kemarau II. Pada musim hujan penggunaan pupuk dan obat-obatan relatif lebih besar dibandingkan musim kemarau I dan musim kemarau II. Sedangkan produktivitas kubis lebih besar pada musim hujan dibandingkan pada musim kemarau seperti halnya pada kentang.
150 5.7. Struktur Pendapatan dan Pengeluaran Rumahtangga
Kegiatan usaha yang dilakukan oleh rumahtangga petani sampel terdiri dari kegiatan pada usahatani (on farm), kegiatan di luar usahataninya (off farm), seperti buruh tani, dan kegiatan di luar pertanian (non farm), seperti jasa yaitu pengojek, berdagang serta membuka warung. Sumber –sumber pendapatan rumahtangga petani sayuran sampel dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Pendapatan On Farm, Off Farm, dan Non Farm serta Kontribusi Terhadap Total Pendapatan Rumahtangga Petani Sayuran Sampel di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2005/2006 Pendapatan
Lahan Sempit (≤ 0.50 ha)
Lahan Sedang (0.51–1.0 ha)
Lahan Luas (> 1.0 ha)
22618442 (72) 50800024 (98) 147940000 (97) On Farm (Rp) 12181729 (38.8) 32483715 (62.7) 102370000 (67.3) Kentang 7358978 (23.4) 13720201 (26.5) 36205551 (23.8) Kubis 3077735 (9.8) 4596108 (14.6) 9364449 (29.8) Lainnya Off Farm (Rp) 563727 (2) 227061 (0.6) 98872 (0.4) Non Farm(Rp) 8196211 (26) 766472 (1.4) 3965945 (2.6) Total Pendapatan(Rp) 31378380 (100) 51793557 (100) 152010000 (100) Keterangan : angka dalam kurung menunjukkan persentase
Pada kegiatan usahatani rumahtangga petani sayuran sampel menunjukkan bahwa
pendapatan
usahatani
kentang
memberikan
kontribusi
terbesar
dibandingkan usahatani lainnya. Sementara itu dilihat dari total pendapatan rumahtangga petani sayuran sampel menunjukkan bahwa total pendapatan usahatani (on farm) memberikan kontribusi terbesar, diikuti pendapatan dari kegiatan non farm. Jika
dibandingkan
diantara
rumahtangga
petani
sayuran
sampel
berdasarkan skala usahatani menunjukkan bahwa kontribusi pendapatan kentang terhadap total pendapatan usahatani tertinggi pada rumahtangga petani lahan luas.
151 Hal tersebut didasarkan pada kondisi bahwa pada usahatani kentang sangat membutuhkan modal untuk pembelian benih bersertifikat yang mana harga benih sekitar 300 persen dari harga output. Dengan kondisi yang seperti itu maka rumahtangga petani sayuran sampel lahan luas memiliki kelebihan dari segi permodalan sehingga hasil yang diperoleh juga lebih tinggi dari rumahtangga petani sayuran sampel lahan sempit dan sedang. Selanjutnya dilihat dari kontribusi total pendapatan on farm terhadap total pendapatan rumahtangga menunjukkan bahwa pada rumahtangga petani sayuran sampel lahan sempit memiliki kontribusi yang lebih rendah dibandingkan rumahtangga petani sayuran sampel lahan sedang dan luas. Namun demikian kontribusi total pendapatan non farm terhadap total pendapatan rumahtangga pada rumahtangga petani sayuran sampel lahan sempit lebih besar dibandingkan rumahtangga petani sayuran sampel lahan sedang dan luas.
152 VI. MODEL PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI SAYURAN 6.1. Penentuan Risiko Produksi
Risiko yang dibahas dalam model ekonomi rumahtangga petani sayuran mencakup risiko produksi dan harga produk. Adapun komoditas sayuran yang dianalisis dalam risiko produksi dan harga produk hanya dilakukan pada komoditas yang dominan diusahakan oleh rumahtangga petani sayuran yaitu kentang dan kubis. Kedua komoditas tersebut merupakan komoditas unggulan di wilayah penelitian. Pada umumnya rumahtangga petani sayuran mengusahakan kentang dan kubis secara monokultur dan ditanam pada waktu yang sama tetapi pada lahan yang berbeda. Kondisi tersebut menunjukkan rumahtangga petani sayuran telah melakukan diversifikasi usahatani meskipun tidak pada lahan yang sama, tetapi dilakukan pada periode waktu yang sama. Dalam pola tanam selama satu tahun, lahan yang menjadi ’bekas’ kentang akan digunakan untuk kubis demikian pula lahan ’bekas’ kubis pada periode berikutnya akan digunakan untuk kentang. Penentuan risiko produksi yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada nilai variance produksi yang diperoleh dari hasil pendugaan persamaan produksi dan variance produksi dengan menggunakan model GARCH (1,1). Model GARCH (1,1) dapat mengakomodasi dalam mengahadapi permasalahn risiko dalam produksi. Dalam analisis risiko produksi ini digunakan data produktivitas kentang dan kubis untuk periode tiga musim tanam. Adapun fungsi produksi yang digunakan dalam menganalisis variance produksi adalah fungsi produksi logaritma Cobb Douglas.
153 6.1.1. Penentuan Risiko Produksi Kentang
Penentuan risiko produksi kentang dilakukan dengan mengukur nilai variance produksi kentang. Hasil pendugaan terhadap persamaan fungsi produksi dan variance produksi kentang dapat dilihat pada Tabel 18 dan Lampiran 1. Tabel 18. Hasil Pendugaan Persamaan Fungsi Logaritma Produksi dan Variance Produksi Kentang di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung Tahun 2006 Variabel Intersep Lahan kentang (LHGKT) Benih kentang (PBNHKT) Pupuk nitrogen (PPKNKT) Pupuk phospor (PPKPKT) Pupuk kalium (PPKKT) Total tenaga kerja (TKKT) Obat-obatan (PESKT) Intersep Error kuadrat musim sebelumnya ε t2−1 Variance error musim sebelumnya σ t2−1 Lahan kentang (LHGKT) Benih kentang (PBNHKT) Pupuk nitrogen (PPKNKT) Pupuk phospor (PPKPKT) Pupuk kalium (PPKKT) Total tenaga kerja (TKKT) Obat-obatan (PESKT) R2 = 0.329445
Parameter 8.128500 0.081500 0.076096 0.080613 -0.073362 -0.055747 0.093216 0.062188
Std. Error z-Statistic 0.502056 16.19041 0.008550 9.532253 0.036245 2.099471 0.020718 3.891004 0.020000 -3.668048 0.020824 -2.677027 0.020610 4.522820 0.020620 3.015877 Persamaan Variance 0.076795 0.062150 1.235646 0.216454 0.081986 2.640147
Peluang 0.0000 0.0000 0.0358 0.0001 0.0002 0.0074 0.0000 0.0026
0.327662
0.135096
2.425400
0.0153
-0.001792 -0.015695 0.005400 0.000763 0.002616 0.003520 -0.001806
0.001599 0.006316 0.002974 0.002669 0.003753 0.004661 0.002403
-1.120780 -2.485088 1.815526 0.285800 0.697059 0.755185 -0.751769
0.2624 0.0130 0.0694 0.7750 0.4858 0.4501 0.4522
0.2166 0.0083
Hasil pendugaan persamaan produksi kentang dan variance menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 32.94 persen. Nilai koefisien determinasi tersebut dapat dikatakan relatif kecil. Beberapa hasil penelitian yang menggunakan persamaan fungsi variance produksi memberikan koefisien determinasi yang sangat kecil bahkan negatif (Walter et al., 2004).
Hasil
154 penelitian Walter et al. (2004) dengan mengestimasi secara terpisah terhadap fungsi variance produksi gandum diperoleh nilai koefisien determinasi – 0.02 atau -2 persen. Meskipun hasil pendugaan tersebut menghasilkan koefisien determinasi yang relatif kecil, namun demikian model tersebut cukup baik menjelaskan pengaruh penggunaan input terhadap produksi dan pengaruh risiko produksi musim sebelumnya terhadap risiko produksi musim tertentu dengan memberikan pengaruh positif. Risiko produksi musim sebelumnya ditunjukkan oleh error kuadrat ( ε t2−1 ) dan variance error ( σ t2−1 ) produksi musim sebelumnya. Sedangkan risiko produksi musim tertentu ditunjukkan oleh variance error produksi musim tertentu ( σ t2 ). Hasil pendugaan persamaan produksi menunjukkan bahwa semua parameter dugaan mempunyai tanda yang positif kecuali pupuk phosphor (PPKPKT) dan kalium (PPKKT). Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan pupuk phosphor dan kalium oleh rumahtangga petani sayuran sampel sudah melebihi dari standar normal. Rata-rata penggunaan pupuk phosphor dan kalium masing-masing sebesar 448 kg/ha dan 283 kg/ha sedangkan standar penggunaan masing-masing sebesar 300 kg/ha dan 150 kg/ha (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2002) Dari semua parameter dugaan menunjukkan bahwa parameter dugaan yang nyata pada taraf nyata kurang dari satu persen yaitu luas lahan garapan kentang (LHGKT), penggunaan pupuk nitrogen (PPKNKT), pupuk phosphor (PPKPKT), pupuk kalium (PPKKT), total tenaga kerja pada usahatani kentang (TKKT) dan obat-obatan seperti pestisida, insektisida dan lainnya (PESKT).
155 Sedangkan parameter benih kentang (PBNHKT) nyata pada taraf nyata kurang dari lima persen. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa penggunaan input yang dilakukan rumahtangga petani sayuran merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat produktivitas kentang. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Hutabarat (1985) dan Hartoyo et al. (2003) bahwa pupuk phosphor mempunyai pengaruh positif terhadap produksi padi sedangkan penelitian ini sebaliknya pupuk phosphor mempunyai pengaruh yang negatif karena penggunaannya melebihi standar yang telah ditentukan. Selanjutnya
pada
persamaan
variance
produksi
kentang,
yang
menggambarkan risiko produksi, menunjukkan bahwa parameter error kuadrat musim sebelumnya ( ε t2−1 ) bertanda positif dan nyata pada taraf nyata kurang dari satu persen, sedangkan variance error produksi musim sebelumnya ( σ t2−1 ) bertanda positif dan nyata pada taraf nyata kurang dari lima persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa risiko produksi musim sebelumnya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi risiko produksi musim tertentu. Ini berarti semakin tinggi risiko produksi musim sebelumnya akan semakin besar risiko produksi pada musim berikutnya. Dilihat dari produksi setiap musimnya, terdapat perbedaan produksi kentang pada musim kemarau I (MKI), musim kemarau II (MKII) dan musim hujan (MH), yang mana produksi kentang tertinggi yang diperoleh rumahtangga petani sayuran terjadi pada saat MH diikuti MKI dan MKII. Pada musim kemarau sebagian besar rumahtangga petani sampel menghadapi kendala ketersediaan air, sedangkan serangan hama dan penyakit sangat rendah. Sementara itu dilihat dari
156 karakteristik tanaman, tanaman kentang sangat membutuhkan air yang cukup sehingga dengan kekurangan air akan menyebabkan produksi rendah. Pada musim kemarau khususnya MKII, hanya sebagian kecil rumahtangga petani sayuran sampel yang menggunakan lahan berpengairan (lahan ceboran), tetapi ada juga yang menggunakan lahan darat dengan pengairan berasal dari mata air yang pelaksanaanya melalui penyewaan pompa. Sebaliknya pada musim hujan, pengairan sangat berlimpah tetapi serangan hama dan penyakit sangat tinggi. Meskipun demikian rumahtangga petani sayuran sampel dapat mengatasi kondisi tersebut dengan mengaplikasikan pestisida sehingga produksi yang dihasilkan pada musim hujan lebih tinggi dibandingkan pada musim kemarau. Adanya perbedaan dan fluktuasi produksi yang dihasilkan setiap musim tanam menunjukkan rumahtangga petani menghadapi risiko produksi. Gambaran tersebut di atas yang menjadi alasan bagi rumahtangga petani sayuran sampel untuk melakukan diversifikasi tanaman pada lahan yang dikuasainya. Dengan rata-rata jumlah persil yang dimiliki sekitar 2-3 persil, rumahtangga petani melakukan pola tanam berbeda untuk setiap persilnya pada waktu yang bersamaan antara kentang dan kubis dan tanaman lainnya namun kentang dan kubis menjadi komoditas yang dominan diusahakan. Selanjutnya untuk hubungan antara tingkat penggunaan input dengan variance (risiko) produksi dapat dilihat dari hasil pendugaan persamaan variance produksi. Hasil pendugaan menunjukkan bahwa parameter penggunaan benih kentang, luas lahan garapan kentang dan obat-obatan (pestisida, insektisida dan lainnya) bertanda negatif. Hal itu menunjukkan bahwa benih kentang, lahan garapan dan obat-obatan merupakan faktor yang dapat mengurangi risiko produksi
157 kentang (risk reducing factors). Hal tersebut menunjukkan jika rumahtangga petani sampel mengaplikasikan obat-obatan tepat pada waktunya maka produksi yang dihasilkan akan stabil. Dengan produksi yang stabil menggambarkan bahwa variationproduksi yang dialami rumahtangga petani sangat kecil atau tidak ada sama sekali. Hasil pendugaan tersebut seperti yang dikaji oleh Just dan Pope (1979) bahwa obat-obatan merupakan faktor pengurang risiko produksi, sedangkan penelitian Hutabarat (1985) menunjukkan pada musim kemarau benih sebagai faktor pengurang risiko produksi. Kondisi di lapangan menunjukkan rumahtangga petani sayuran sampel selalu mengaplikasikan pestisida setiap saat meskipun tidak ada serangan hama dan penyakit tanaman. Hal tersebut disebabkan tanaman kentang, yang merupakan produk komersial, mempunyai karakteristik yang sangat rentan terhadap hama dan penyakit tanaman sehingga rumahtangga petani sayuran sampel selalu melakukan tindakan berjaga-jaga atau melakukan pengendalian hama dan penyakit sebelum terjadi kerusakan di lapangan. Rata-rata aplikasi pestisida pada usahatani kentang yang dilakukan rumahtangga petani sayuran sampel pada MH sebanyak 15-18 kali aplikasi, sedangkan pada MKI sebanyak 12-14 kali dan MKII sebanyak 10-11 kali. Sedangkan pupuk nitrogen, pupuk phosphor, pupuk kalium dan tenaga kerja bertanda positif. Semakin tinggi penggunaan pupuk nitrogen, pupuk phosphor, pupuk kalium dan tenaga kerja maka semakin tinggi variance produksi kentang atau dengan kata lain bahwa pupuk nitrogen, pupuk phosphor, pupuk kalium dan tenaga kerja merupakan faktor yang menimbulkan adanya risiko (risk inducing factors) produksi kentang. Hasil penelitian di atas hampir sama dengan
158 penelitian Hutabarat (1985) bahwa pada musim kemarau pupuk nitrogen, pupuk phosphor dan tenaga kerja sebagai faktor yang menimbulkan risiko produksi. Demikian pula dengan penelitian Walter et al. (2004) bahwa pupuk nitrogen mempunyai pengaruh positif terhadap variance produksi gandum atau sebagai faktor yang menimbulkan risiko produksi. Untuk memudahkan pengertian mengenai faktor yang menimbulkan risiko (risk inducing factors) dan faktor yang mengurangi risiko (risk reducing factors) dapat dilihat dalam kegiatan produksi, umumnya penggunaan input seperti benih dan pupuk sudah ditentukan ukuran standarnya untuk menghasilkan produksi tertentu. Jika penggunaan input tersebut ukuran standarnya dikurangi atau melebihi standar maka produksi akan turun. Hal ini menunjukkan benih dan pupuk menjadi faktor yang menimbulkan risiko produksi. Sedangkan penggunaan obat-obatan tidak ada standarnya, artinya obat-obatan digunakan jika ada hama dan penyakit tanaman tetapi jika tidak ada hama dan penyakit tanaman tidak perlu menggunakan obat-obatan. Ini menunjukkan obat-obatan membuat produksi stabil sehingga termasuk dalam faktor yang mengurangi risiko produksi. Adapun pengaruh penggunaan input terhadap variance produksi kentang menunjukkan bahwa penggunaan benih kentang nyata pada taraf nyata kurang dari lima persen dan pupuk nitrogen nyata pada taraf nyata kurang dari 10 persen sedangkan luas lahan garapan kentang, pupuk phosphor, pupuk kalium, total tenaga kerja dan obat-obatan (pestisida, insektisida dan lainnya) tidak nyata pada taraf nyata 20 persen. Hasil penelitian Hutabarat (1985) menunjukkan bahwa pada musim kemarau hanya benih, pupuk nitrogen dan lahan mempunyai pengaruh nyata terhadap variance produksi padi, sedangkan pada musim hujan
159 hanya tenaga kerja, lahan dan obat-obatan. Sedangkan hasil penelitian Walter et al. (2004) menunjukkan bahwa dengan menggunakan sumber pupuk nitrogen dari amonium nitrat, ternyata tidak ada variabel yang berpengaruh nyata terhadap variance produksi gandum, tetapi dengan sumber nitrogen dari urea hanya pupuk nitrogen yang berpengaruh nyata terhadap variance produksi gandum. Dari penjelasan diatas dapat diringkaskan bahwa produktivitas kentang sangat dipengaruhi oleh penggunaan input. Input benih, lahan garapan dan obatobatan merupakan faktor pengurang risiko produksi kentang sedangkan pupuk nitrogen, pupuk phosphor, pupuk kalium dan tenaga kerja merupakan faktor yang menimbulkan adanya risiko. Adanya risiko produksi pada musim sebelumnya sangat mempengaruhi risiko produksi musim berikutnya. 6.1.2. Penentuan Risiko Produksi Kubis
Kubis merupakan komoditas dominan kedua, setelah kentang, yang diusahakan oleh rumahtangga petani sayuran. Hasil pendugaan fungsi produksi dan variance produksi kubis dapat dilihat pada Tabel 19 dan Lampiran 2 . Seperti halnya pada komoditas kentang, koefisien determinasi (R2) yang dihasilkan dari pendugaan persamaan fungsi produksi dan variance produksi kubis relatif kecil sebesar 28.02 persen. Dari enam parameter yang diduga, ternyata semua parameter dugaan sesuai dengan harapan bertanda positif, kecuali penggunan benih kubis (PBNHKB). Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan benih kubis pada rumahtangga petani respoden melebihi dari standar yaitu rata-rata penggunaan benih kubis sebesar 251.4 gram/ha sedangkan standar sekitar 150 gram/ha (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2002).
160 Tabel 19. Hasil Pendugaan Persamaan Fungsi Logaritma Produksi dan Variance Produksi Kubis di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 Variabel Intersep Lahan kubis (LHGKB) Benih kubis (PBNHKB) Pupuk nitrogen (PPKNKB) Pupuk NPK (PNPKB) Total tenaga kerja (TKKB) Obat-obatan (PESKB) Intersep Error kuadrat musim sebelumnya ε t2−1 Variance error musim sebelumnya σ t2−1 Lahan kubis (LHGKB) Benih kubis (PBNHKB) Pupuk nitrogen (PPKNKB) Pupuk NPK (PNPKB) Total tenaga kerja (TKKB) Obat-obatan (PESKB) R2 = 0.280205
Koefisien 9.671516 0.051083 -0.043187 0.031334 0.002310 0.049658 0.022334
Peluang 0.0000 0.0000 0.1018 0.0016 0.1957 0.0000 0.0000
0.000855 0.003883
Std. Error z-Statistic 0.192362 50.27772 0.006388 7.997019 0.026398 -1.636016 0.009944 3.151012 0.001786 1.293839 0.010956 4.532528 0.004745 4.706460 Persamaan Variance 0.001526 0.560578 0.023885 0.162555
0.725948
0.025232
28.77107
0.0000
0.000500 -0.000121 -0.000199 -0.000042 -0.000073 0.000221
0.000111 0.000193 0.000213 0.000049 0.000238 0.000112
4.495939 -0.628938 -0.934059 -0.875238 -0.307943 1.982893
0.0000 0.5294 0.3503 0.3814 0.7581 0.0474
0.5751 0.8709
Hasil pendugaan menunjukkan terdapat empat parameter dugaan yang nyata pada taraf kurang dari satu persen yaitu luas lahan garapan kubis (LHGKB), penggunaan pupuk nitrogen (PPKNKB), total tenaga kerja pada usahatani kubis (TKKB) dan obat-obatan (PESKB). Sedangkan parameter penggunaan benih kubis (PBNHKB) nyata pada taraf nyata kurang dari 15 persen dan pupuk majemuk NPK (PNPKB) nyata pada taraf nyata kurang dari 20 persen. Lebih lanjut dalam kaitannya dengan risiko, pada pendugaan persamaan variance produksi kubis menunjukkan bahwa parameter dugaan error kuadrat dan variance produksi musim sebelumnya bertanda positif sesuai dengan harapan. Hal tersebut menunjukkan bahwa meningkatnya risiko produksi kubis musim
161 sebelumnya akan meningkatkan risiko produksi kubis pada musim tertentu. Parameter dugaan variance produksi musim sebelumnya mempunyai taraf nyata di bawah satu persen. Dilihat dari hubungan penggunaan input dengan risiko produksi atau variance produksi menunjukkan bahwa parameter dugaan luas lahan garapan kubis dan obat-obatan mempunyai tanda positif sedangkan parameter pupuk, benih dan tenaga kerja bertanda negatif. Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa luas lahan garapan dan obat-obatan (pestisida, insektisida dan lainnya) kubis menjadi faktor yang menimbulkan risiko produksi kubis sedangkan benih kubis, pupuk nitrogen, pupuk majemuk NPK dan total tenaga kerja menjadi faktor pengurang risiko produksi. Hasil penelitian Hutabarat (1985) juga menunjukkan bahwa pada musim kemarau dan musim hujan, lahan dan obat-obatan menjadi faktor yang meningkatkan risiko produksi sedangkan pupuk dan tenaga kerja (pada musim hujan) serta benih (pada musim kemarau) merupakan faktor yang mengurangi risiko produksi. Dari hasil pendugaan persamaan variance menunjukkan bahwa parameter luas lahan garapan kubis nyata pada taraf nyata satu persen dan obatobatan pada taraf nyata kurang dari lima persen. Sebaliknya pupuk, benih dan tenaga kerja kurang nyata pada taraf nyata 20 persen. Berdasarkan penjelasan di atas dapat dinyatakan bahwa produktivitas kubis sangat dipengaruhi oleh penggunaan input. Luas lahan garapan dan obatobatan (pestisida, insektisida dan lainnya) menjadi faktor yang menimbulkan risiko produksi kubis sedangkan benih, pupuk nitrogen, pupuk majemuk NPK dan
162 total tenaga kerja menjadi faktor pengurang risiko produksi. Risiko produksi pada musim sebelumnya sangat mempengaruhi risiko produksi musim berikutnya. Jika dibandingkan hasil pendugaan persamaan fungsi produksi dan variance produksi kentang dan kubis memberikan hasil yang berbeda baik pada pendugaan parameter persamaan produksi maupun variance produksi. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada faktor pengurang risiko dan faktor yang menimbulkan risiko. Seperti contohnya parameter dugaan obat-obatan pada kentang sebagai faktor yang mengurangi risiko tetapi pada kubis sebagai faktor yang menimbulkan risiko. Hal tersebut dapat terjadi pada kegiatan produksi kentang penggunaan obat-obatan dilakukan tepat waktu sementara pada kegiatan produksi kubis, pengunaan obat-obatan tidak tepat waktu sehingga dengan penggunaan yang tepat waktu akan membuat produksi relatif stabil tetapi sebaliknya jika tidak dilakukan tepat waktu akan menimbulkan variasi yang lebih besar. 6.1.3. Risiko Portofolio Produksi Sayuran
Risiko produksi kentang dan kubis yang dijelaskan pada uraian sebelumnya menggambarkan risiko yang dihadapi rumahtangga petani sayuran pada masing-masing komoditas yang diusahakan. Oleh karena rumahtangga petani mengusahakan usahatani kentang dan kubis pada waktu yang sama meskipun pada lahan yang berbeda maka hal itu menunjukkan bahwa rumahtangga petani sayuran telah melakukan diversifikasi dalam usahatani. Dengan pengusahaan secara diversifikasi maka variance yang dihadapi rumahtangga petani dinamakan risiko portofolio. Seperti dalam metodologi, beberapa ukuran risiko yang dapat digunakan diantaranya adalah nilai variance, standard deviation dan coefficient variation
163 (Elton dan Gruber, 1995). Dalam penelitian ini nilai variance diperoleh dari hasil pendugaan fungsi produksi dan variance produksi seperti yang telah diperoleh hasilnya pada uraian sebelumnya. Sementara itu standard deviation diperoleh dari akar kuadrat nilai variance sedangkan coefficient variation diperoleh dari rasio standard deviation dengan pendapatan. Oleh karena itu untuk melakukan perbandingan terhadap risiko produksi kentang, kubis dan portofolio maka ukuran risiko yang sangat tepat digunakan adalah coefficient variation. Karena ukuran variance dan standard deviation belum memperhitungkan pendapatan sedangkan coefficient variation sudah memperhitungkan pendapatan yang diterima pada masing-masing usahatani maupun total usahatani (diversifikasi). Perbandingan risiko produksi pada usahatani kentang, kubis maupun portofolionya hasil estimasi dan aktualnya dapat dilihat pada Tabel 20. Dari nilai coefficient variation menunjukkan bahwa untuk setiap pendapatan usahatani yang diperoleh rumahtangga petani, ternyata risiko produksi usahatani kentang lebih tinggi dibandingkan risiko produksi usahatani kubis. Tabel 20. Perbandingan Risiko Produksi Kentang, Kubis dan Portofolio Kentang dan Kubis Hasil Estimasi dan Aktual di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 Ukuran Variance St. Dev. Coef.Var.
Kentang Estimasi Aktual 0.018 0.134 0.000000003
28746895.2 4885.5 0.244
Kubis Estimasi Aktual 0.003 0.045 0.000000001
50783112.4 6508.2 0.242
Portofolio Estimasi Aktual 0.009 0.091 0.000000001
35310123.7 5660.0 0.124
Keterangan : Angka estimasi dari pendugaan fungsi logaritma produksi Secara teknis di lapangan menunjukkan bahwa usahatani kentang sangat rentan terhadap hama dan penyakit tanaman (HPT) dibandingkan usahatani kubis. Hal itu dapat dilihat dari frekuensi aplikasi obat-obatan seperti pestisida, insektisida dan lainnya, yang mana aplikasi obat-obatan pada usahatani kentang
164 mencapai 10 sampai 18 kali aplikasi setiap musim tanam. Sedangkan aplikasi obat-obatan pada usahatani kubis hanya mencapai 4 sampai 10 kali aplikasi setiap musim tanam. Oleh karena frekuensi aplikasi obat-obatan (pestisida, insektisida dan lainnya) pada usahatani kentang lebih tinggi dibandingkan pada usahatani kubis, ini mengindikasikan bahwa variance produksi pada usahatani kentang lebih tinggi dibandingkan risiko produksi kubis. Selain sangat rentan terhadap hama dan penyakit tanaman, yang ditunjukkan oleh tingginya aplikasi obat-obatan (pestisida, insektisida dan lainnya), ternyata kentang juga sangat rentan terhadap kekeringan dibandingkan kubis. Dilihat dari karakteristiknya, dalam pengusahaannya, kentang sangat membutuhkan pengairan yang cukup. Produktivitas kentang akan menurun mencapai 50 – 80 persen jika tidak ada pengairan. Pada umumnya hal itu terjadi pada saat penanaman kentang dilakukan pada musim kemarau. Oleh karena itu hanya sebagian kecil rumahtangga petani sayuran mengatasi kekurangan air pada musim kemarau dengan mengusahakan pengairan dengan membuat sprinkle pada titik – titik sumber air di lahan yang diusahakan. Penjelasan di atas menunjukkan bahwa risiko produksi kentang lebih tinggi dibandingkan risiko produksi kubis. Selanjutnya pada risiko produksi portofolio, yaitu risiko yang dihadapi rumahtangga petani sayuran dengan melakukan diversifikasi usahatani kentang dan kubis, ternyata lebih rendah dibandingkan risiko produksi tunggal yaitu risiko produksi kentang atau risiko produksi kubis. Hal tersebut menggambarkan bahwa risiko yang dihadapi rumahtangga petani sayuran akan semakin berkurang dengan melakukan diversifikasi usahatani sayuran. Selain itu hasil perhitungan juga menunjukkan bahwa dengan melakukan diversifikasi usahatani, tidak membuat
165 risiko produksi menjadi nol. Artinya meskipun rumahtangga petani sayuran telah melakukan diversifikasi usahatani kentang dan kubis, tetapi rumahtangga petani sayuran akan tetap menghadapi risiko produksi. Dengan melakukan diversifikasi, maka kegagalan pada salah satu kegiatan usahatani masih dapat ditutupi dari kegiatan usahatani lainnya. Oleh karena itu diversifikasi usahatani merupakan alternatif
yang tepat yang dilakukan rumahtangga petani sayuran untuk
meminimalkan risiko kehilangan sekaligus untuk melindungi dari fluktuasi produksi. Dengan demikian risiko produksi portofolio menjadi berkurang dibandingkan dengan risiko produksi pada kegiatan usahatani yang tunggal yaitu kentang saja atau kubis saja. 6.1.4. Risiko Harga Kentang dan Kubis
Beberapa ukuran risiko yang digunakan sama antara risiko produksi dan risiko harga produk yaitu nilai variance, standard deviation dan coefficient variation. Namun demikian penentuan nilai variance pada risiko harga produk berbeda dengan
risiko produksi. Jika penentuan nilai variance pada risiko
produksi diperoleh dari hasil pendugaan fungsi produksi dan variance produksi, maka penentuan nilai variance pada risiko harga dihitung secara manual, seperti yang dijelaskan dalam metodologi, berdasarkan penjumlahan selisih kuadrat harga (tinggi, rendah dan normal) dengan ekspektasi harga, dikalikan dengan masingmasing peluang terjadinya harga (tinggi, rendah dan normal). Perbandingan ukuran risiko harga kentang dan kubis dapat dilihat pada Tabel 21. Dari Tabel 21 terlihat bahwa untuk setiap rupiah pendapatan yang diperoleh rumahtangga petani sayuran ternyata risiko harga kentang relatif lebih rendah dibandingkan risiko harga kubis. Demikian pula jika dilihat dari setiap
166 rupiah harga yang diharapkan maka kentang mempunyai risiko harga yang lebih rendah dibandingkan risiko harga kubis. Tabel 21.
Perbandingan Risiko Harga Kentang dan Kubis di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006
Ukuran Variance Standard Deviation Coefficient Variation
Kentang 286708.042 522.007 0.00001131 0.2092 Keterangan : 1didasarkan pada pendapatan usahatani 2 didasarkan pada ekspektasi harga produk
Kubis 152074.643 364.372 0.000021 0.3512
Tingginya risiko harga kubis dibandingkan risiko harga kentang dapat disebabkan karena karakteristik dari produk itu sendiri, sebagai salah satu penentu harga produk. Dilihat dari karakteristik produk menunjukkan bahwa kubis relatif lebih cepat rusak dibandingkan kentang, sehingga kubis tidak bisa disimpan dalam waktu yang relatif lama dibandingkan kentang, kecuali dengan fasilitas penyimpanan cold storage. Semua rumahtangga petani sayuran sampel tidak ada yang memiliki fasilitas penyimpanan cold storage sehingga produk kubis langsung dijual pada waktu panen (cash crop), sementara kentang relatif tahan lama apabila disimpan meskipun tanpa fasilitas penyimpanan cold storage. Kondisi tersebut yang menyebabkan rumahtangga petani tidak mampu menunda penjualan kubis sambil menunggu harga tinggi. Dengan demikian kubis menghadapi risiko harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan risiko harga kentang. Adapun penurunan harga kubis yang pernah dialami rumahtangga petani sayuran, yang didasarkan dari harga tertinggi dan terendah, rata-rata mencapai 68.35 persen dengan range penurunan dari 25 persen sampai 95 persen. Sedangkan penurunan harga kentang yang pernah dialami rumahtangga petani
167 sayuran rata-rata mencapai 55.13 persen dengan range penurunan dari 32.14 persen sampai 77.5 persen. 6.2. Model Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran
Model ekonomi rumahtangga petani sayuran yang dianalisis ini berbeda dengan kajian-kajian sebelumnya. Dalam model ekonomi rumahtangga petani sayuran ini telah memasukkan variabel risiko produksi dan risiko harga produk baik untuk komoditas kentang maupun kubis. Khusus variabel risiko produksi yang dimasukkan ke dalam model ekonomi rumahtangga petani sayuran diperoleh dari hasil pendugaan yang telah dilakukan sebelumnya terhadap persamaan variance produksi dengan model GARCH (1,1). Dari hasil pendugaan terhadap persamaan variance produksi, selanjutnya dihitung variance produksi untuk setiap sampel dan nilai variance produksi setiap sampel dimasukkan ke dalam model sebagai indikator risiko produksi. Pendugaan terhadap persamaan variance produksi dilakukan dengan menggunakan set data yang berbeda dengan data model ekonomi rumahtangga ini yaitu untuk risiko dengan menggunakan data tiga musim tanam (panel data) sedangkan model ekonomi rumahtangga dengan data satu tahun. Selain nilai variance produksi, beberapa variabel seperti variance harga, ekspektasi produksi dan ekspektasi harga dimasukkan ke dalam model ekonomi rumahtangga seperti yang telah dijelaskan dalam kerangka pemikiran. Sedangkan perhitungan untuk masing-masing variabel tersebut sudah dijelaskan dalam bagian metodologi. Dalam model ekonomi rumahtangga ini, variabel risiko produksi (SDPRDKT dan SDPRDKB) dan risiko harga (SDHRGKT dan SDHRGKB) sebenarnya adalah
168 nilai variance dari produksi dan harga yang merefleksikan sebagai risiko sehingga untuk seterusnya digunakan istilah risiko produksi. Pendugaan model ekonomi rumahtangga petani sayuran dilakukan berdasarkan pengelompokkan lima blok yaitu blok produksi, blok penggunaan input,
blok
tenaga
kerja,
blok
pendapatan
dan
blok
pengeluaran.
Pengelompokkan tersebut selain bertujuan untuk memudahkan dalam memberikan penjelasan, sekaligus terkait dengan teori dalam model ekonomi rumahtangga yang berhubungan dengan perilaku dalam pengambilan keputusan produksi, konsumsi dan alokasi tenaga kerja. Program pendugaan dapat dilihat Lampiran 3. Analisis model ekonomi rumahtangga petani sayuran dilakukan dengan menggunakan sistem persamaan simultan yang terdiri dari 33 persamaan struktural dan 16 persamaan identitas. Hasil pendugaan dilakukan terhadap persamaan struktural yang hasil pendugaan parameternya disajikan pada setiap pembahasan. Perlu disampaikan bahwa model yang disajikan dalam bagian ini sudah mengalami respesifikasi dengan harapan diperoleh model yang relatif dapat memuaskan
baik
dari
kriteria
ekonomi
maupun
statistik
dan
dapat
menggambarkan baik secara teori maupun empiris. Interpretasi terhadap hasil pendugaan parameter disyaratkan pada kondisi ceteris paribus. Secara umum hasil pendugaan terhadap 33 persamaan struktural menunjukkkan bahwa koefisien determinasi (R2) yang dihasilkan dari pendugaan persamaan struktural tersebut bervariasi mulai dari range 0.02 (2 persen) sampai 0.99 (99 persen). Kondisi tersebut menggambarkan relatif kecilnya keragaman variabel tidak bebas yang dapat dijelaskan oleh variabel penjelas (explanatory variables) dalam model. Adanya koefisien determinasi yang kecil pada umumnya
169 karena data yang digunakan merupakan data cross section sehingga data relatif tidak beragam. Hasil pendugaan tersebut hampir sama dengan beberapa hasil penelitian mengenai model ekonomi rumahtangga petani yang menggunakan data cross section, seperti yang dilakukan Sawit (1993), Kusnadi (2005), Bakir (2007) dan Asmarantaka (2007), menunjukkan bahwa beberapa hasil pendugaan pada persamaan struktural menghasilkan koefisien determinasi yang relatif kecil. Selanjutnya jika dilihat dari uji F menunjukkan bahwa sekitar 81.82 persen dari persamaan struktural yang dibangun secara statistik nyata pada taraf nyata kurang dari satu persen dan 18.18 persen dari persamaan struktural nyata pada taraf nyata kurang dari 10 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa secara statitik sebagian besar model persamaan yang dibangun berbeda nyata dengan nol pada taraf nyata kurang dari satu persen. Selain kriteria statistik, dalam analisis juga akan dilihat kriteria ekonomi yang meliputi tanda (arah) dan besaran parameter yang diduga. 6.2.1.
Produksi Rumahtangga Petani Sayuran
Kegiatan produksi yang dilakukan rumahtangga petani sayuran pada model ekonomi rumahtangga petani sayuran yang dibangun hanya difokuskan pada komoditas dominan yang diusahakan rumahtangga petani sayuran yaitu kentang dan kubis. Adapun persamaan yang menyusun perilaku produksi rumahtangga petani sayuran terdiri dari empat (4) persamaan struktural dan dua (2) persamaan identitas. Persamaan struktural terdiri dari persamaan luas lahan garapan kentang (LHGKT), luas lahan garapan kubis (LHGKB), produktivitas kentang (PRDKT) dan produktivitas kubis (PRDKB). Sedangkan persamaan identitas terdiri dari persamaan produksi kentang (PKT) dan produksi kubis
170 (PKB). Di bawah ini akan dijelaskan hasil pendugaan terhadap masing-masing persamaan struktural. 6.2.1.1. Luas Lahan Garapan Kentang dan Kubis
Salah satu sumberdaya penting dalam ekonomi rumahtangga petani sayuran yaitu lahan garapan. Banyak faktor yang mempengaruhi penggunaan luas lahan garapan. Hasil pendugaan terhadap persamaan luas lahan garapan kentang (LHGKT) dapat dilihat pada Tabel 22. Semua parameter dugaan tersebut mempunyai tanda sesuai dengan yang diharapkan. Tabel 22. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Luas Lahan Garapan Kentang di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 Variabel Intersep Harga pupuk phospor (HPPKP) Upah tenaga pria on farm (UPON) Risiko produksi kentang (SDPRDKT) Risiko harga kentang (SDHRGKT) Luas lahan Kubis (LHGKB) Obat-obatan Kentang (PESKT)
Parameter Standard Dugaan Error 1.9842 1.1540 -0.0005 0.0004 -0.0000 0.0000
Nilai t 1.72 -1.33 -0.09
Pr > |t| 0.0439 0.0933 0.4628
-4.1356
2.5565
-1.62
0.0540
-0.0005 1.6983 -0.0000
0.0005 0.0590 0.0000
-1.13 28.77 -1.51
0.1309 <.0001 0.0663
Harga pupuk phospor (HPPKP) mempunyai pengaruh negatif terhadap luas lahan garapan kentang dan nyata pada taraf nyata kurang dari 10 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa harga pupuk phospor menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan oleh rumahtangga petani sayuran dalam mengambil keputusan mengenai penggunaan luas lahan garapan kentang. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Hardono (2002) yang menunjukkan bahwa harga pupuk TSP tidak berpengaruh nyata terhadap keputusan petani untuk menambah luas sawah.
171 Selain harga pupuk phosphor, ternyata keputusan rumahtangga petani sayuran dalam penggunaan luas lahan garapan kentang sangat ditentukan oleh risiko produksi kentang. Pendugaan parameter risiko produksi kentang (SDPRDKT) bertanda negatif dan nyata pada taraf nyata lima persen. Hasil kajian Beach et al. (2005) berbeda dengan penelitian ini, dimana risiko produksi pada komoditas tembakau mempunyai pengaruh positif terhadap luas lahan tembakau dan pengaruhnya tidak nyata terhadap luas lahan tembakau. Seperti halnya risiko produksi kentang, risiko harga kentang (SDHRGKT) mempunyai pengaruh negatif dan nyata pada taraf nyata kurang dari 15 persen. Hasil pendugaan parameter risiko harga kentang tersebut hampir sama dengan penelitian Beach et al. (2005) bahwa risiko harga tembakau berpengaruh negatif terhadap aktivitas diversifikasi. Namun demikian, terdapat perbedaan yaitu risiko harga tembakau pengaruhnya tidak nyata terhadap aktivitas diversifikasi. Parameter dugaan luas lahan garapan kubis (LHGKB) mempunyai pengaruh positif terhadap penggunaan luas lahan garapan kentang dan pengaruhnya nyata pada taraf nyata kurang dari satu persen. Hubungan yang positif antara luas lahan garapan kubis dan kentang dikarenakan kedua komoditas tersebut diusahakan rumahtangga petani sayuran dengan sistem rotasi dalam satu tahun. Dengan sistem rotasi, lahan yang musim sebelumnya digunakan untuk usahatani kubis maka pada musim berikutnya akan digunakan untuk usahatani kentang demikian sebaliknya. Dilihat dari responsnya, ternyata luas lahan garapan kentang sangat responsif terhadap perubahan luas lahan garapan kubis. Variabe lain yang juga mempunyai pengaruh nyata terhadap luas lahan garapan kentang yaitu obat-obatan pada usahatani kentang (PESKT) dalam ukuran
172 nilai. Parameter dugaan obat-obatan tersebut mempunyai pengaruh negatif dan nyata pada taraf nyata kurang dari 10 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa obat-obatan menjadi salah satu faktor yang menjadi pertimbangan rumahtangga petani sayuran dalam memutuskan mengenai penggunaan luas lahan garapan kentang. Selanjutnya parameter dugaan upah tenaga kerja pria pada kegiatan on farm (UPON) bertanda negatif dan mempunyai pengaruh yang tidak nyata pada taraf kurang dari 20 persen. Hal itu menunjukkan perubahan upah tenaga kerja pria pada kegiatan
on farm tidak memberikan pengaruh terhadap keputusan
rumahtangga petani sayuran dalam penggunaan luas lahan garapan kentang. Dari uraian tersebut diatas secara umum dapat dikatakan bahwa keputusan rumahtangga petani dalam menentukan luas lahan garapan kentang sangat ditentukan oleh harga pupuk phosphor, risiko produksi kentang, risiko harga kentang, luas lahan garapan kubis dan obat-obatan. Sebaliknya upah tenaga kerja pria pada kegiatan on farm tidak mempunyai pengaruh yang nyata terhadap luas lahan garapan kentang. Selain kentang, dalam blok produksi juga terdapat persamaan luas lahan garapan kubis (LHGKB). Hasil pendugaan persamaan luas lahan garapan kubis (LHGKB) dapat dilihat pada Tabel 23. Dari hasil pendugaan persamaan luas lahan garapan kubis menunjukkan bahwa semua parameter dugaan sesuai dengan yang diharapkan. Pendugaan terhadap parameter upah tenaga kerja pria pada kegiatan on farm (UPON) bertanda negatif dan tidak nyata pada taraf 20 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa keputusan rumahtangga petani sayuran dalam menentukan
173 penggunaan luas lahan garapan kubis tidak mempertimbangkan upah tenaga kerja pria pada kegiatan on farm. Tabel 23. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Luas Lahan Garapan Kubis di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 Variabel Intersep Upah tenaga pria on farm (UPON) Nilai pupuk kubis (NPPKB) Luas lahan kentang (LHGKT) Ekspektasi produksi kubis (EXPRDKB) Risiko harga kubis (SDHRGKB) Risiko produksi kubis (SDPRDKB) Obata-obatan Kubis (PESKB)
Parameter Standard Dugaan Error 0.6463 0.4502 -0.0000 0.0000 -0.0000 0.0000 0.5553 0.0235 0.0000 0.0000 -0.0001 0.0002 -0.0836 1.3068 -0.0000 0.0000
Nilai t 1.44 -0.15 -1.45 23.6 1.03 -0.41 -0.06 -0.60
Pr > |t| 0.0767 0.4410 0.0745 <.0001 0.1530 0.3426 0.4746 0.2737
Selain upah, parameter dugaan obat-obatan pada usahatani kubis (PESKB), risiko harga kubis (SDHRGKB) dan risiko produksi kubis (SDPRDKB) mempunyai pengaruh negatif dan tidak nyata pada taraf nyata 20 persen. Khususnya pada risiko produksi, penelitian ini mempunyai kesamaan dengan Beach et al. (2005) bahwa risiko produksi tembakau tidak mempunyai pengaruh yang nyata terhadap luas lahan tembakau. Namun demikian terdapat perbedaan yaitu risiko produksi tembakau mempunyai pengaruh yang positif terhadap luas lahan tembakau. Penelitian ini menggambarkan bahwa rumahtangga petani tidak dapat mengurangi luas lahan garapan meskipun ada risiko harga dan risiko produksi kubis. Hasil pendugaan terhadap parameter nilai penggunaan pupuk untuk usahatani kubis (NPPKB) bertanda negatif dan nyata pada taraf nyata kurang dari lima persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai penggunaan pupuk, yang menggambarkan harga pupuk, menjadi faktor yang dipertimbangkan oleh
174 rumahtangga petani sayuran dalam menentukan luas lahan garapan kubis. Namun demikian luas lahan garapan kubis kurang responsif terhadap perubahan nilai penggunaan pupuk pada usahatani kubis. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Hardono (2002) yang menunjukkan harga pupuk TSP tidak mempunyai pengaruh nyata terhadap luas sawah dan luas sawah kurang responsif terhadap perubahan harga pupuk TSP. Selanjutnya luas lahan garapan kentang (LHGKT) mempunyai pengaruh yang positif terhadap luas lahan garapan kubis dan nyata pada taraf nyata kurang dari satu persen. Luas lahan garapan kentang menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan rumahtangga petani sayuran dalam memutuskan penggunaan luas lahan garapan kubis. Hubungan yang positif tersebut dikarenakan kedua komoditas tersebut diusahakan rumahtangga petani sayuran dengan sistem rotasi dalam satu tahun. Dengan sistem rotasi, lahan yang musim sebelumnya digunakan untuk usahatani kentang maka pada musim berikutnya akan digunakan untuk usahatani kubis. Hal ini dilakukan karena secara teknis lahan ’bekas’ kentang tidak tepat jika ditanami tanaman yang satu famili dengan kentang, seperti tomat, karena mata rantai hama dan penyakit tanaman (HPT) belum terputus sehingga produktivitas yang akan dihasilkan akan rendah. Oleh karena itu untuk memutus mata rantai HPT maka lahan ’bekas’ usahatani kentang dapat ditanami kubis pada musim berikutnya. Dengan demikian jika luas lahan garapan kentang semakin tinggi maka luas lahan garapan kubis akan semakin bertambah dengan berlakunya sistem rotasi. Selain sistem rotasi pada lahan yang sama, usahatani kentang dan kubis juga diusahakan pada waktu yang sama (diversifikasi) pada lahan yang berbeda.
175 Selanjutnya faktor lain yang menjadi pertimbangan rumahtangga petani sayuran dalam membuat keputusan mengenai penggunaan luas lahan garapan kubis adalah ekspektasi produksi kubis (EXPRDKB). Ekspektasi produksi kubis mempunyai pengaruh positif dan nyata pada taraf nyata kurang dari 20 persen. Ekspektasi produksi kubis menunjukkan besarnya produksi kubis yang diharapkan rumahtangga petani sayuran dengan memperhitungkan produksi tertinggi, terendah dan normal yang pernah diperoleh rumahtangga selama mengusahakan usahatani kubis selama tiga sampai empat tahun terakhir. Dari uraian tersebut keputusan rumahtangga petani sayuran dalam menentukan luas lahan garapan kubis sangat dipengaruhi oleh nilai penggunaan pupuk, luas lahan garapan kentang, ekspektasi produksi. Sedangkan upah tenaga kerja pria pada kegiatan on farm, risiko harga dan risiko produksi kubis serta obatobatan tidak berpengaruh terhadap pengambilan keputusan rumahtangga dalam menentukan luas lahan garapan kubis. 6.2.1.2. Produktivitas Kentang dan Kubis
Produktivitas menjadi salah satu indikator dalam menilai keberhasilan pengelolaan usahatani. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tingkat produktivitas tanaman. Hasil pendugaan pada persamaan produktivitas kentang (PRDKT) dapat dilihat pada Tabel 24. Hasil pendugaan terhadap persamaan produktivitas kentang menunjukkan bahwa semua parameter dugaan mempunyai tanda sesuai dengan harapan. Ekspektasi harga kentang (EXPHRGKT) mempunyai pengaruh yang positif terhadap produktivitas kentang dan nyata pada taraf nyata kurang dari lima persen. Ekspektasi harga kentang menunjukkan harga kentang yang diharapkan
176 rumahtangga petani sayuran dengan mempertimbangkan harga kentang tertinggi, terendah dan normal selama mengusahakan usahatani kentang kurang lebih tigaempat tahun terakhir. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Hartoyo et al (2003) bahwa ekspektasi harga padi mempunyai pengaruh yang positif dan nyata terhadap produksi padi. Tabel 24. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Produktivitas Kentang Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 Variabel Intersep Ekspektasi harga kentang (EXPHRGKT) Harga pupuk nitrogen (HPPKN) Penggunaan benih kentang (PBNHKT) Risiko produksi kentang (SDPRDKT) Upah tenaga pria on farm (UPON)
Parameter Dugaan
Standard Error
di
Nilai t Pr > |t|
97716.3700
34674.7500
2.82
0.0028
3.9353 -0.3507
2.0334 1.3655
1.94 -0.26
0.0275 0.3989
9.4041 3.3693 -672648.7000 215371.4000 -0.1330 0.1371
2.79 -3.12 -0.97
0.0030 0.0011 0.1669
Sedangkan penggunaan benih kentang (PBNHKT) mempunyai pengaruh positif terhadap produkitivitas kentang dan pengaruhnya nyata pada taraf nyata kurang dari satu persen. Produktivitas tidak hanya ditentukan oleh harga input tetapi juga dapat ditentukan oleh penggunaan fisik seperti penggunaan benih kentang. Selanjutnya risiko produksi kentang (SDPRDKT) memberikan pengaruh yang negatif terhadap produktivitas kentang dan pengaruh tersebut nyata pada taraf nyata kurang dari satu persen. Adapun risiko produksi yang dihadapi rumahtangga petani sayuran dalam mengusahakan kentang diantaranya adalah cuaca dan serangan hama dan penyakit tanaman. Kentang merupakan komoditas yang sangat rentan terhadap kekeringan pada musim kemarau sementara dalam pertumbuhannya selalu membutuhkan pengairan yang cukup. Adanya risiko
177 produksi menyebabkan terjadinya penurunan produktivitas kentang. Rata-rata produktivitas kentang tertinggi yang dicapai rumahtangga petani sayuran sebesar 28.72 ton/ha/musim dan produktivitas kentang terendah yang pernah dicapai ratarata 13.27 ton/ha/musim. Dilihat dari tingkat respon menunjukkan bahwa produktivitas kentang sangat responsif terhadap perubahan risiko produksi kentang. Selanjutnya upah tenaga kerja pria pada kegiatan on farm (UPON) dan harga pupuk nitrogen (HPPKN) mempunyai pengaruh negatif terhadap produktivitas kentang. Namun demikian parameter dugaan harga pupuk nitrogen tidak nyata pada taraf nyata 20 persen. Penelitian ini memberikan hasil yang hampir sama dengan penelitian Sawit (1993) yang menunjukkan bahwa harga pupuk memberikan pengaruh negatif dan tidak nyata terhadap penawaran padi. Demikian pula penelitian Asmarantaka (2007) yang menunjukkan bahwa harga pupuk urea mempunyai pengaruh yang tidak nyata terhadap produktivitas padi dan produktivitas padi tidak responsif terhadap perubahan harga pupuk urea. Kondisi tersebut dapat terjadi karena dengan menggunakan data cross section, data harga pupuk yang diperoleh rumahtangga petani relatif sama sehingga memberikan pengaruh yang tidak nyata. Dari penjelasan tersebut diatas menunjukkan bahwa risiko produksi kentang
sangat
mempengaruhi
produktivitas
kentang
yang
dihasilkan
rumahtangga petani sayuran, selain penggunaan benih kentang, ekspektasi harga kentang dan upah tenaga kerja pria pada kegiatan on farm. Sebaliknya harga pupuk nitrogen tidak mempengaruhi produktivitas kentang.
178 Selain kentang, rumahtangga petani sayuran juga mengusahakan kubis sebagai komoditas dominan kedua setelah kentang. Hasil pendugaan persamaan produktivitas kubis (PRDKB) dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Produktivitas Kubis di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 Variabel Intersep Obat-obatan kubis (PESKB) Risiko harga kubis (SDHRGKB) Ekspektasi harga kentang (EXPHRGKT) Risiko produksi kubis (SDPRDKB) Nilai pupuk kubis (NPPKB)
Parameter Dugaan
Standard Error
Nilai t
Pr > |t|
35573.3700 3330.5510 -0.0001 0.0001 -0.4162 0.8479
10.68 <.0001 -1.23 0.1109 -0.49 0.3122
-1.3183 1.0086 -18062.3000 5152.6830 -0.0027 0.0007
-1.31 0.0967 -3.51 0.0003 -4.05 <.0001
Hasil pendugaan parameter persamaan produktivitas kubis menunjukkan bahwa penggunaan obat-obatan kubis (PESKB) yang diukur dengan nilai mempunyai pengaruh negatif dan nyata pada taraf kurang dari 15 persen. Meningkatnya nilai obat-obatan menjadi pertimbangan rumahtangga petani sayuran untuk menurunkan penggunaan obatan-obatan sehingga hal tersebut akan berpengaruh terhadap penurunan produktivitas kubis. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa usahatani kubis relatif rentan terhadap serangan hama dan penyakit
tanaman
sehingga
penggunaan
obat-obatan
selalu
dilakukan
rumahtangga petani sayuran untuk tindakan berjaga-jaga. Obat-obatan yang digunakan sangat bervariasi, dan rumahtangga petani sayuran selalu melakukan uji coba dengan mengkombinasikan beberapa produk obat-obatan yang telah ada. Risiko harga kubis (SDHRGKB) mempunyai pengaruh negatif terhadap produktivitas kubis, dan pengaruh tersebut tidak nyata pada taraf nyata 20 persen. Hasil penelitian ini mempunyai perbedaan dan persamaan dengan hasil penelitian
179 Hartoyo et al (2003) dengan perbedaan yaitu variance harga padi, yang mengindikasikan sebagai risiko harga, mempunyai pengaruh positif terhadap produksi padi dan hal itu tidak sesuai dengan harapan, sedangkan persamaannya adalah variance harga padi mempunyai pengaruh yang tidak nyata pada nyata taraf 20 persen. Risiko harga yang dihadapi rumahtangga petani diindikasikan oleh fluktuasi harga yang diterima rumahtangga dalam setiap penjualan hasil panen. Khusus pada kubis, rata-rata rumahtangga petani sayuran memperoleh harga tertinggi sebesar Rp 1739/kg dan harga terendah sebesar Rp 530/kg. Fluktuasi harga sayuran pada umumnya dapat dikatakan setiap jam atau setiap hari bisa berubah. Parameter dugaan ekspektasi harga kentang (EXPHRGKT) mempunyai pengaruh negatif terhadap produktivitas kubis dan nyata pada taraf kurang dari 10 persen. Hubungan negatif dikarenakan pada musim yang sama, kentang dan kubis menjadi tanaman yang bersaing sehingga dengan meningkatnya ekspektasi harga kentang mempengaruhi produktivitas kubis. Selanjutnya parameter dugaan risiko produksi kubis (SDPRDKB) bertanda negatif dan nyata pada taraf kurang dari satu persen. Hal ini menunjukkan bahwa risiko produksi kubis sebagai faktor yang mempengaruhi produktivitas kubis. Produktivitas kubis tertinggi yang dicapai rumahtangga petani rata-rata sebesar 38.77 ton/ha/musim dan produktivitas kubis terendah rata-rata sebesar 17.19 ton/ha/musim. Namun demikian produktivitas kubis kurang responsif terhadap perubahan risiko produksi kubis.
180 Faktor lain yang mempengaruhi produktivitas kubis adalah nilai penggunaan pupuk pada usahatani kubis (NPPKB). Parameter dugaan nilai penggunaan pupuk pada usahatani kubis bertanda negatif sesuai dengan harapan dan mempunyai pengaruh nyata pada taraf nyata kurang dari satu persen. Berdasarkan penjelasan tersebut, produktivitas kubis sangat ditentukan oleh obat-obatan, ekspektasi harga kentang, risiko produksi kubis dan nilai penggunaan pupuk. Sebaliknya untuk risiko harga kubis mempunyai pengaruh yang tidak nyata dibandingkan lainnya. Selanjutnya untuk persamaan identitas produksi yaitu produksi kentang (PKT) merupakan hasil perkalian antara luas lahan garapan kentang (LHGKT) dengan produktivitas kentang (PRDKT) sedangkan produksi kubis (PKB) merupakan hasil perkalian antara luas lahan garapan kubis (LHGKB) dengan produktivitas kubis (PRDKB). Rata-rata produksi kentang (PKT) dan kubis (PKB) yang dihasilkan oleh rumahtangga petani sayuran selama satu tahun masing-masing sebesar 33.79 ton dan 27.81 ton. Banyaknya kentang yang dihasilkan rumahtangga petani sayuran sampel menunjukkan bahwa komoditas kentang merupakan komoditas yang dominan diusahakan. Adapun rata-rata luas lahan kentang yang dikelola rumahtangga petani sayuran sampel seluas 1.53 hektar dengan produktivitas tertinggi dan terendah masing-masing sebesar 28.72 ton/hektar/musim dan 13.27 ton//hektar/musim. Sedangkan rata - rata luas lahan kubis yang dikelola rumahtangga petani sayuran sampel seluas 1.05 hektar dengan produktivitas tertinggi dan terendah masing-masing sebesar 38.77 ton/hektar/musim 17.19 ton/hektar/musim.
181 6.2.2. Penggunaan Input Usahatani
Blok penggunaan input usahatani kentang dan kubis yang akan dijelaskan pada bagian ini terdiri dari tujuh (7) persamaan sruktural dan dua (2) persamaan identitas.
Persamaan struktural dalam blok ini mencakup penggunaan benih
kentang (PBNHKT), penggunaan benih kubis (PBNHKB), penggunaan pupuk nitrogen (PPKNKT), pupuk phosphor (PPKPKT), pupuk NPK (PNPKB) dan obat-obatan baik untuk usahatani kentang (PESKT) maupun kubis (PESKB). Persamaan identitas terdiri dari nilai pupuk kimia untuk kentang (NPPKT) dan nilai pupuk kimia untuk kubis (NPPKB). Penggunaan input oleh rumahtangga petani sayuran merupakan permintaan rumahtangga petani sayuran terhadap input yang akan digunakan dalam usahatani kentang maupun kubis. Hasil pendugaan terhadap persamaan penggunaan input akan dijelaskan pada uraian berikut. 6.2.2.1 Penggunaan Benih Kentang dan Kubis
Penggunaan benih kentang menunjukkan permintaan rumahtangga petani sayuran terhadap benih kentang. Hasil pendugaan parameter persamaan penggunaan benih kentang (PBNHKT) dapat dilihat pada Tabel 26. Semua parameter dugaan mempunyai tanda sesuai dengan harapan. Parameter dugaan harga benih kentang (HBNHKT) bertanda negatif sesuai dengan harapan dan nyata pada taraf nyata kurang dari satu persen. Hasil pendugaan tersebut menggambarkan bahwa pengambilan keputusan yang dilakukan rumahtangga petani sayuran dalam menggunakan benih kentang sangat ditentukan oleh harga benih kentang. Sesuai dengan teori permintaan bahwa peningkatan harga benih akan menyebabkan permintaan benih menurun.
182 Meskipun demikian penggunaan benih kentang tersebut kurang responsif terhadap perubahan harga benih kentang. Hal ini terjadi karena usahatani kentang merupakan usahatani utama atau yang dominan dilakukan secara kontinyu oleh rumahtangga petani sayuran di Kecamatan Pangalengan. Sehingga, meskipun harga benih mengalami peningkatan, rumahtangga petani sayuran tidak akan menurunkan penggunaan benih dalam jumlah yang besar. Tabel 26. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Benih Kentang di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 Variabel Harga benih kentang (HBNHKT) Luas lahan kentang (LHGKT) Ekspektasi harga kentang (EXPHRGKT) Ekspektasi produksi kentang (EXPRDKT) Total biaya usahatani kentang (TBUKT) Total tenaga kerja dalam keluarga pada kentang (TKDKT) Risiko produksi kentang (SDPRDKT)
Parameter Dugaan -0.0877 14.2910 0.1084 0.0055 0.0001
Standard Nilai Pr > Error t |t| 0.0198 -4.43 <.0001 14.9161 0.96 0.1699 0.1174 0.92 0.1788 0.0030 1.87 0.0317 0.0000 5.18 <.0001
0.3760 0.1090 3.45 0.0004 -2375.7400 2609.9590 -0.91 0.1822
Dilihat dari varietasnya, benih kentang yang digunakan rumahtangga petani sampel merupakan varietas granula. Dalam penentuan harga benih kentang oleh penangkar benih di Kecamatan Pangalengan telah mengacu pada Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Provinsi Jawa Barat Nomor 521.32/Sk.1475-Perek/98, yang diperbaharui pada tahun 2005, mengenai penetapan harga jual benih kentang. Dalam surat keputusan tersebut telah ditetapkan harga benih kentang sebar (G4) hasil petani penangkar setara dengan 300 persen dari harga output kentang konsumsi. Hal ini menunjukkan bahwa harga benih kentang lebih tinggi dibandingkan harga output kentang konsumsi. Tingginya harga benih kentang menyebabkan rumahtangga petani sayuran
183 menggunakan benih kentang dari hasil panen sebelumnya secara berulang-ulang. Rata-rata benih kentang digunakan kembali untuk tiga kali penanaman, dengan kisaran antara 2 sampai 5 kali atau dari generasi ke empat (G4) sampai generasi delapan (G8). Selanjutnya luas lahan garapan kentang (LHGKT) mempunyai pengaruh positif dan nyata terhadap penggunaan benih kentang. Perilaku rumahtangga petani sayuran dalam menggunakan benih kentang sangat ditentukan oleh karakteristik usahatani seperti luas lahan garapan kentang. Luas lahan garapan kentang yang meningkat akan membuat rumahtangga petani untuk menambah penggunaan benih kentang. Rata-rata penggunaan benih kentang pada rumahtangga petani sayuran sebanyak 1570.3 kg/ha. Seperti
luas
lahan
garapan
kentang,
ekspektasi
harga
kentang
(EXPHRGKT) dan ekspektasi produksi kentang (EXPRDKT) mempunyai pengaruh positif dan nyata terhadap penggunaan benih kentang. Ekspektasi harga kentang dan ekspektasi produksi kentang akan membuat rumahtangga petani sayuran memfokuskan pada kegiatan usahatani kentang sebagai usahatani yang utama. Dengan harapan untuk memperoleh produksi yang tinggi akan membuat rumahtangga petani sayuran meningkatkan penggunaan benih. Rata-rata ekspektasi rumahtangga petani sayuran sampel terhadap harga kentang sebesar Rp 2503/kg. Dalam hubungannya dengan biaya menunjukkan bahwa total biaya usahatani kentang (TBUKT) mempunyai pengaruh positif dan nyata terhadap penggunaan benih kentang pada taraf kurang dari satu persen. Pengaruh total biaya usahatani kentang terhadap penggunaan benih kentang lebih mengarah pada
184 porsi pengeluaran benih kentang terhadap total biaya usahatani kentang. Rata-rata sekitar 51.5 persen dari total biaya usahatani kentang merupakan kontribusi untuk pengeluaran benih kentang. Dengan meningkatnya total biaya usahatani kentang menunjukkan bahwa penggunaan benih kentang mengalami peningkatan. Variabel lain yang mempunyai pengaruh positif dan nyata terhadap penggunaan benih kentang adalah total tenaga kerja dalam keluarga pada usahatani kentang (TKDKT). Ketersediaan tenaga kerja dalam keluarga pada usahatani kentang akan menentukan berapa banyak penggunaan benih kentang. Rata-rata total tenaga kerja dalam keluarga pada kegiatan usahatani kentang sebesar 405.8 HOK/ha. Sedangkan rata-rata penggunaan benih kentang sebesar 1570.3 kg/ha. Hasil pendugaan tersebut di atas hampir sama dengan penelitian Pradhan dan Quilkey (1985) bahwa penggunaan tenaga kerja dalam keluarga pada usahatani mempunyai pengaruh positif dan nyata terhadap penggunaan input. Risiko produksi kentang (SDPRDKT) mempunyai pengaruh negatif terhadap penggunaan benih kentang dan nyata pada taraf nyata kurang dari 20 persen. Cuaca serta hama dan penyakit tanaman sebagai sumber risiko produksi kentang menyebabkan rumahtangga petani sayuran mengurangi penggunaan benih kentang. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Fukui et al.(2004), bahwa bahaya hama dan penyakit yang serius pada tanaman padi menyebabkan penggunaan input yang lebih rendah dan pengaruh dummy bahaya hama dan penyakit nyata pada taraf lima persen. Dari uraian di atas menunjukkan pengambilan keputusan yang dilakukan rumahtangga petani sayuran dalam menentukan penggunaan benih kentang telah mempertimbangkan
banyak
faktor.
Faktor-faktor
tersebut
menyangkut
185 karakteristik usahatani, seperti luas lahan garapan, karakteristik rumahtangga petani, seperti total tenaga kerja dalam keluarga, maupun faktor eksternal seperti harga benih, total biaya usahatani, ekspektasi produksi dan ekspektasi harga kentang serta risiko produksi kentang. Selanjutnya hasil pendugaan persamaan penggunaan benih kubis dapat dilihat pada Tabel 27. Hasil pendugaan menunjukkan bahwa semua tanda pada parameter dugaan sesuai dengan harapan. Tabel 27. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Benih Kubis di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 Variabel Ekspektasi produksi kubis (EXPRDKB) Risiko produksi kubis (SDPRDKB) Tenaga kerja pria dalam keluarga pada kubis (TKPDKB)
Luas lahan kubis (LHGKB)
Parameter Dugaan
Standard Error
0.0055 0.0006 -119.0260 144.0036 0.7179 25.9652
0.1006 5.3902
Nilai t
Pr > |t|
9.67 <.0001 -0.83 0.2050 7.13 <.0001 4.82 <.0001
Ekspektasi produksi kubis (EXPRDKB), tenaga kerja pria dalam keluarga pada usahatani kubis (TKPDKB) dan luas lahan garapan kubis (LHGKB) mempunyai pengaruh positif terhadap penggunaan benih kubis. Semua parameter dugaan tersebut mempunyai pengaruh yang nyata pada taraf nyata kurang dari satu persen. Rata-rata ekspektasi rumahtangga petani sayuran terhadap produktivitas kubis sebesar 26640.28 kg/ha. Sedangkan penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada kegiatan usahatani kubis sekitar 110 HOK/ha dan luas lahan garapan kubis sebesar 1.05 hektar. Meningkatnya ketiga variabel tersebut menyebabkan rumahtangga petani sayuran akan meningkatkan penggunaan benih kubis.
186 Selanjutnya risiko produksi kubis (SDPRDKB) mempunyai pengaruh negatif terhadap penggunaan benih kubis dan nyata pada taraf nyata 20 persen. Dengan adanya risiko produksi kubis akan mendorong rumahtangga petani sayuran untuk mengurangi pengelolaan usahatani kubis dengan tujuan untuk mengurangi kerugian yang dialami akibat risiko produksi kubis. Kondisi tersebut menyebabkan rumahtangga petani sayuran menurunkan penggunaan benih kubis. Rata-rata rumahtangga petani sayuran menggunakan benih kubis sebanyak 251.4 gram/ha. Dari uraian tersebut, ekspektasi produksi kubis, tenaga kerja pria dalam keluarga, luas lahan garapan kubis dan risiko produksi kubis sangat menentukan perilaku rumahtangga petani sayuran dalam mengambil keputusan mengenai penggunaan benih kubis. Risiko produksi kubis akan mempengaruhi rumahtangga petani sayuran dalam menurunkan penggunaan benih kubis. 6.2.2.2. Penggunaan Pupuk
Penggunaan pupuk oleh rumahtangga petani sayuran menunjukkan permintaan rumahtangga petani terhadap pupuk. Persamaan penggunaan pupuk terdiri dari penggunaan pupuk nitrogen (PPKNKT), pupuk phosphor (PPKPKT) dan pupuk majemuk NPK (PNPKB). Hasil pendugaan parameter pada persamaan penggunaan pupuk nitrogen dapat dilihat pada Tabel 28. Hasil pendugaan menunjukkan bahwa semua tanda parameter dugaan sesuai dengan harapan. Parameter dugaan harga pupuk nitrogen (HPPKN) bertanda negatif dan nyata pada taraf nyata kurang dari 10 persen. Perilaku rumahtangga petani dalam mengambil keputusan mengenai penggunaan pupuk nitrogen sangat ditentukan oleh harga pupuk. Rata-rata harga pupuk nitrogen yang diterima rumahtangga
187 petani sayuran sampel Rp 1446.3/kg sedangkan penggunaan pupuk nitrogen sebesar 417.4 kg/ha. Sesuai dengan teori permintaan, peningkatan harga akan menyebabkan penurunan permintaan. Namun demikian penggunaan pupuk nitrogen ternyata kurang responsif terhadap perubahan harganya. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa pertumbuhan produksi kentang sangat tergantung pada penggunaan pupuk nitrogen. Jika penggunaan pupuk nitrogen dikurangi, karena harga pupuk meningkat, maka produksi akan mengalami penurunan. Oleh karena itu meskipun harga pupuk nitrogen mengalami peningkatan maka rumahtangga petani sayuran tidak secara langsung mengurangi penggunaan pupuk dalam jumlah yang besar. Hasil penelitian ini hampir sama dengan kajian Kusnadi (2005), Hardono (2002) dan Asmarantaka (2007) bahwa harga pupuk urea mempunyai pengaruh yang nyata terhadap penggunaan pupuk dan penggunaan pupuk urea kurang responsif terhadap perubahan harga pupuk urea. Demikian halnya hasil kajian Sawit (1993) dengan mengestimasi terhadap permintaan pupuk secara umum. Tabel 28. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Pupuk Nitrogen pada Usahatani Kentang di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 Variabel Harga pupuk nitrogen (HPPKN) Luas lahan kentang (LHGKT) Ekspektasi produksi kentang (EXPRDKT) Risiko produksi kentang (SDPRDKT) Total tenaga kerja luar keluarga pada kentang (TKLKT)
Parameter Dugaan -0.0681 5.6777
Standard Error 0.0466 10.1860
Nilai t Pr > |t| -1.46 0.0729 0.56 0.2891
0.0018
0.0019
0.93 0.1768
-1557.3800 1007.7960
-1.55 0.0623
0.0635
0.1051
0.60 0.2734
188 Parameter dugaan ekspektasi produksi kentang (EXPRDKT) bertanda positif dan nyata pada taraf nyata kurang dari 20 persen. Ekspektasi produksi kentang akan mendorong rumahtangga petani untuk meningkatkan pengelolaan usahatani kentang, sehingga penggunaan pupuk nitrogen mengalami peningkatan. Rata-rata ekspektasi rumahtangga petani mengenai produktivitas kentang sebesar 20300.56 kg/ha Selanjutnya risiko produksi kentang (SDPRDKT) mempunyai pengaruh negatif terhadap penggunaan pupuk nitrogen dan nyata pada taraf nyata kurang dari 10 persen. Adanya risiko produksi akan menyebabkan penggunaan input menjadi rendah. Hal ini sesuai dengan kajian Fukui et al. (2004) bahwa penggunaan input menjadi lebih rendah dengan semakin seriusnya bahaya hama dan penyakit. Sebaliknya parameter dugaan luas lahan garapan kentang (LHGKT) dan total tenaga kerja luar keluarga pada usahatani kentang (TKLKT) bertanda positif dan tidak nyata pada taraf nyata 20 persen. Rata-rata total tenaga kerja luar keluarga pada kegiatan usahatani kentang sebesar 466.3 HOK/ha. Berdasarkan hasil pendugaan tersebut dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan rumahtangga petani sayuran dalam menentukan penggunaan pupuk nitrogen sangat ditentukan oleh faktor eksternal, seperti harga pupuk nitrogen, ekspektasi produksi kentang dan risiko produksi kentang. Sebaliknya karakteristik usahatani seperti luas lahan garapan kentang dan total tenaga kerja luar keluarga pada kegiatan usahatani tidak mempengaruhi perilaku rumahtangga petani sayuran dalam mengambil keputusan mengenai penggunaan pupuk nitrogen.
189 Selanjutnya hasil pendugaan terhadap persamaan penggunaan pupuk phosphor (PPKPKT) dapat dilihat pada Tabel 29. Dari hasil pendugaan persamaan penggunaan pupuk phosphor menunjukkan bahwa semua parameter dugaan mempunyai tanda sesuai dengan harapan. Tabel 29. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Pupuk Phospor pada Usahatani Kentang di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 Variabel Intersep Harga pupuk phosphor (HPPKP) Total tenaga kerja dalam keluarga kentang (TKDKT) Ekspektasi produksi kentang (EXPRDKT) Investasi usahatani (INVES) Risiko harga kentang (SDHRGKT)
Parameter Standard Dugaan Error 607.4799 116.2553 -0.1168 0.0586
Nilai t Pr > |t| 5.23 <.0001 -1.99 0.0241
0.0586
0.0334
1.75 0.0411
0.0018 -0.0000 -0.0267
0.0018 0.0000 0.0749
0.99 0.1612 -0.78 0.2187 -0.36 0.3613
Harga pupuk phosphor (HPPKP) mempunyai pengaruh negatif terhadap penggunaan pupuk phosphor dan nyata pada taraf nyata kurang dari lima persen. Perilaku rumahtangga petani sayuran dalam menggunakan pupuk phosphor sangat ditentukan oleh harga pupuk itu sendiri. Rata-rata harga pupuk phosphor yang diterima rumahtangga petani sayuran Rp 1694.58/kg dan penggunaan pupuk phosphor pada usahatani kentang sekitar 449.1 kg/ha. Peningkatan harga pupuk phosphor akan membuat rumahtangga petani sayuran mengurangi penggunaan pupuk phosphor. Namun demikian penggunaan pupuk phosphor kurang responsif terhadap perubahan harga pupuk phosphor. Seperti halnya penggunaan pupuk nitrogen, pupuk phosphor juga diperlukan dalam kegiatan produksi kentang sehingga meskipun harga pupuk meningkat rumahtangga petani sayuran tidak
190 akan menurunkan penggunaan pupuk phosphor dalam jumlah besar karena sangat berhubungan dengan proses produksi. Hasil penelitian ini mempunyai persamaan dengan kajian Kusnadi (2005), Hardono (2002) dan Asmarantaka (2007) bahwa harga pupuk phosphor mempunyai pengaruh negatif dan nyata terhadap penggunaan pupuk dan penggunaan pupuk phosphor responsif terhadap perubahan harga pupuk itu sendiri. Penelitian Sawit (1993) memberikan hasil yang sama meskipun tidak dilakukan disagregasi terhadap beberapa jenis pupuk. Sementara itu penelitian Fukui et al. (2004) menunjukkan bahwa harga pupuk mempunyai pengaruh positif terhadap penggunaan input. Hal itu terjadi karena penggunaan input diukur dengan nilai bukan fisik. Selanjutnya total tenaga kerja dalam keluarga pada usahatani kentang (TKDKT) mempunyai pengaruh positif terhadap penggunaan pupuk phosphor dan nyata pada taraf nyata kurang dari lima persen. Dalam menentukan penggunaan pupuk phosphor, rumahtangga petani sayuran sangat mempertimbangkan total tenaga kerja dalam keluarga pada usahatani kentang. Rumahtangga petani sayuran akan meningkatkan penggunaan pupuk phophor jika total tenaga kerja dalam keluarga pada usahatani kentang bertambah. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian Pradhan dan Quilkey (1985) bahwa penggunaan tenaga kerja dalam keluarga pada kegiatan usahatani mempunyai pengaruh yang positif dan nyata terhadap penggunaan input. Ekspektasi produksi kentang (EXPRDKT) mempunyai pengaruh positif dan nyata terhadap penggunaan pupuk phosphor. Harapan terhadap produksi
191 kentang akan mendorong rumahtangga petani meningkatkan kegiatan usahatani kentang sehingga penggunaan pupuk phosphor mengalami peningkatan. Sementara itu investasi produksi (INVES) dan risiko harga kentang (SDHRGKT) mempunyai pengaruh negatif dan tidak nyata pada taraf 20 persen. Hasil penelitian ini mempunyai persamaan dengan penelitian Fukui et al. (2004) bahwa rasio pendapatan yang berisiko (risky income ratio), yang diukur dari rasio pendapatan padi terhadap pendapatan rumahtangga, mempunyai pengaruh negatif terhadap penggunaan input. Namun demikian terdapat perbedaan bahwa rasio pendapatan yang berisiko mempunyai pengaruh yang nyata. Dari uraian tersebut, pengambilan keputusan rumahtangga petani dalam penggunaan pupuk phosphor sangat ditentukan oleh harga pupuk itu sendiri, ekspektasi produksi kentang, dan total tenaga kerja dalam keluarga pada usahatani kentang. Sebaliknya investasi produksi dan risiko harga produk tidak menentukan penggunaan pupuk phosphor. Selanjutnya hasil pendugaan persamaan penggunaan pupuk majemuk NPK pada usahatani kubis (PNPKB) dapat dilihat pada Tabel 30. Hasil pendugaan menunjukkan bahwa semua parameter dugaan sesuai dengan harapan. Ekspektasi harga kubis (EXPHRGKB) mempunyai pengaruh positif terhadap penggunaan pupuk NPK dan nyata pada taraf kurang dari satu persen. Adanya harapan terhadap harga kubis akan mendorong rumahtangga petani sayuran meningkatkan pengelolaan usahatani kubis sehingga akan meningkatkan penggunaan pupuk NPK. Rata-rata ekspektasi rumahtangga petani sayuran terhadap harga kubis sebesar Rp 1048.12/kg sedangkan penggunaan pupuk NPK sekitar 281 kg/ha.
192 Tabel 30. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Pupuk NPK pada Usahatani Kubis di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 Variabel Intersep Ekspektasi harga kubis (EXPHRGKB) Risiko harga kubis (SDHRGKB) Harga pupuk phosphor (HPPKP) Total biaya kubis (TBUKB)
Parameter Standard Dugaan Error 224.5084 154.2213 0.1409 0.0567 -0.0790 0.0882 -0.0305 0.0720 -0.0000 0.0000
Nilai t 1.46 2.49 -0.90 -0.42 -0.19
Pr > |t| 0.0739 0.0071 0.1861 0.3364 0.4231
Risiko harga kubis (SDHRGKB) mempunyai pengaruh negatif terhadap penggunaan pupuk NPK dan nyata pada taraf kurang dari 20 persen. Adanya risiko harga kubis akan membuat rumahtangga petani sayuran berperilaku risk aversion dengan menghindari kerugian yang lebih besar pada kegiatan usahatani kubis sehingga kegiatan usahatani kubis akan dikurangi dan akhirnya penggunaan pupuk NPK mengalami penurunan. Rumahtangga petani sayuran akan melakukan hal sama jika terjadi peningkatan harga pupuk phosphor (HPPKP) dan total biaya usahatani kubis (TBUKB) yaitu dengan mengurangi penggunaan pupuk NPK. Namun demikian pengaruh tersebut tidak nyata pada taraf 20 persen. Pupuk NPK merupakan pupuk majemuk kombinasi dari pupuk nitrogen, phosphor dan kalium, sehingga penggunaannya tidak hanya ditentukan oleh harga pupuk phosphor saja. Berdasarkan uraian tersebut, pengambilan keputusan rumahtangga petani sayuran dalam menentukan penggunaan pupuk NPK sangat ditentukan oleh ekspektasi harga kubis dan risiko harga kubis. Sebaliknya harga pupuk phosphor dan total usahatani kubis tidak menentukan pengambilan keputusan rumahtangga petani sayuran dalam menggunakan pupuk NPK.
193 Selanjutnya persamaan identitas dalam blok penggunaan input adalah nilai penggunaan pupuk pada usahatani kentang (NPPKT) dan nilai penggunaan pupuk pada usahatani kubis (NPPKB). Nilai penggunaan pupuk pada usahatani kentang merupakan penjumlahan biaya yang dikeluarkan rumahtangga petani sayuran untuk penggunaan pupuk pada usahatani kentang sedangkan nilai penggunaan pupuk pada usahatani kubis merupakan penjumlahan biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan pupuk pada usahatani kubis. Rata-rata nilai penggunaan pupuk pada usaatani kentang yang telah dikeluarkan oleh rumahtangga petani sayuran selama satu tahun sebesar Rp 1 879 062, sedangkan nilai penggunaan pupuk pada usahatani kubis selama satu tahun sebesar Rp 1 783 424. 6.2.2.3. Penggunaan Obat-obatan
Obat-obatan mempunyai peran yang relatif besar dalam hubungannya dengan usahatani kentang dan kubis. Hal ini dikarenakan obat-obatan digunakan untuk mengatasi adanya risiko produksi, seperti adanya serangan hama dan penyakit tanaman. Dalam pengelolaan usahatani kentang dan kubis selalu dihadapkan dengan risiko khususnya risiko produksi. Penggunaan obat-obatan dalam model ini diukur dengan nilai dalam satuan rupiah dan bukan fisik. Hasil pendugaan persamaan penggunaan obat-obatan pada usahatani kentang (PESKT) dapat dilihat pada Tabel 31. Hasil pendugaan menunjukkan bahwa semua tanda parameter dugaan sesuai dengan harapan. Luas lahan garapan kentang (LHGKT) mempunyai pengaruh positif dan nyata terhadap penggunaan obat-obatan pada usahatani kentang. Perilaku rumahtangga petani sayuran dalam menggunakan obat-obatan sangat ditentukan oleh luas lahan garapan kentang. Rata-rata luas lahan garapan kentang yang
194 dikelola oleh rumahtangga petani sayuran selama satu tahun sebesar 1.53 hektar. Sedangkan penggunaan obat-obatan pada usahatani kentang yang diukur dalam nilai sebesar Rp 5 846 307/ha. Dengan meningkatnya luas lahan garapan kentang maka rumahtangga petani sayuran akan meningkatkan penggunaan obat-obatan. Rumahtangga petani dapat meningkatkan luas lahan garapan dengan mudah karena dapat memanfaatkan lahan kehutanan, perkebunan, desa atau pribadi. Tabel 31. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Obat-obatan pada Usahatani Kentang di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 Variabel Intersep Luas lahan kentang (LHGKT) Risiko harga kentang (SDHRGKT) Risiko produksi kentang (SDPRDKT)
Parameter Dugaan
Standard Error
8035414.00 1215425.00 175255.40 102695.60 -2964.44 1324.23 -6896195.00 7936491.00
Nilai t
Pr > |t|
6.61 1.71 -2.24 -0.87
<.0001 0.0451 0.0134 0.1932
Selain luas lahan garapan kentang, penggunaan obat-obatan yang diputuskan oleh rumahtangga petani sayuran tidak terlepas dari adanya risiko harga kentang (SDHRGKT) dan risiko produksi kentang (SDPRDKT). Risiko harga kentang dan risiko produksi kentang mempunyai pengaruh negatif dan nyata terhadap penggunaan obat-obatan. Dengan adanya risiko harga kentang dan risiko produksi kentang maka perilaku rumahtangga petani sayuran sebagai risk aversion dan akan mengurangi kegiatan usahatani kentang sehingga dengan kegiatan yang berkurang menyebabkan penggunaan obat-obatan pada usahatani kentang mengalami penurunan. Penurunan tersebut dikarenakan adanya risiko menyebabkan rumahtangga petani sayuran mengeluarkan biaya untuk mengatasi risiko sehingga mengurangi penggunaan input seperti obat-obatan.Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Fukui et al. (2004) yang menunjukkan bahwa bahaya
195 hama dan penyakit tanaman dan rasio pendapatan yang berisiko mempunyai pengaruh negatif dan nyata terhadap penggunaan input. Bahaya hama dan penyakit menunjukkan indikator adanya risiko produksi. Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku rumahtangga petani sayuran dalam pengambilan keputusan terhadap penggunaan obat-obatan pada usahatani kentang sangat ditentukan karakteristik usahatani, khususnya luas lahan garapan kentang, dan faktor eksternal seperti risiko produksi kentang dan risiko harga kentang. Risiko produksi dan risiko harga produk menjadi pertimbangan secara langsung bagi rumahtangga petani dalam mengambil keputusan menentukan penggunaan obat-obatan. Selanjutnya hasil pendugaan terhadap persamaan penggunaan obat-obatan pada usahatani kubis (PESKB) dapat dilihat pada Tabel 32. Semua parameter dugaan mempunyai tanda sesuai dengan harapan. Tabel 32. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Obat-obatan pada Usahatani Kubis di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 Variabel Risiko harga kubis (SDHRGKB) Ekspektasi produksi kubis (EXPRDKB) Risiko produksi kubis (SDPRDKB) Benih Kubis (PBNHKB) Tabungan (TAB) Luas lahan kentang (LHGKT)
Parameter Dugaan
Standard Error
Nilai t
Pr > |t|
-1023.3900
2562.1710
-0.40 0.3451
161.3410
87.0601
1.85 0.0330
-11850000.0000 14953800.0000 11414.8400 10144.2300 -0.0256 0.2277 478.4366 385909.8000
-0.79 1.13 -0.11 0.00
0.2148 0.1312 0.4554 0.4995
Hasil pendugaan menunjukkan bahwa risiko harga kubis (SDHRGKB) mempunyai pengaruh negatif terhadap penggunaan obat-obatan pada usahatani kubis. Namun demikian pengaruh tersebut tidak nyata pada taraf nyata 20 persen.
196 Hasil penelitan ini sedikit berbeda dengan penelitian Fukui et al. (2004), yang menunjukkan bahwa rasio pendapatan yang berisiko terhadap total pendapatan mempunyai pengaruh negatif namun demikian pengaruhnya nyata terhadap penggunaan input. Demikian halnya risiko produksi kubis (SDPRDKB) mempunyai pengaruh negatif terhadap penggunaan obat-obatan pada usahatani kubis dan pengaruhnya tidak nyata. Adanya risiko produksi kubis menyebabkan rumahtangga petani sayuran akan menghindari kerugian akibat risiko produksi kubis dengan mengurangi kegiatan usahatani kubis. Kondisi tersebut menyebabkan penggunaan obat-obatan pada usahatani kubis mengalami penurunan. Rata-rata penggunaan obat-obatan pada usahatani kubis, dalam bentuk nilai, sebesar Rp 6 113 935/ha. Sedangkan tabungan (TAB) mempunyai pengaruh negatif terhadap penggunaan obat-obatan sedangkan luas lahan garapan kentang (LHGKT) bertanda positif. Kedua parameter dugaan tersebut tidak nyata pada taraf nyata 20 persen. Ekspektasi produksi kubis (EXPRDKB) mempunyai pengaruh positif terhadap penggunaan obat-obatan pada usahatani kubis dan nyata pada taraf nyata kurang dari lima persen. Ekspektasi terhadap produksi kubis akan mendorong rumahtangga
petani
meningkatkan
pengelolaan
usahatani
kubis
dan
meningkatkan penggunaan obat-obatan pada usahatani kubis. Selanjutnya penggunaan benih kubis (PBNHKB) mempunyai pengaruh positif dan nyata terhadap penggunaan obat-obatan. Penggunaan benih kubis menjadi salah satu faktor dalam menentukan penggunaan obat-obatan pada
197 usahatani kubis. Rumahtangga petani sayuran akan meningkatkan penggunaan obat-obatan jika benih kubis yang digunakan juga mengalami peningkatan. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa ekspektasi produksi kubis dan penggunaan benih kubis menjadi salah satu penentu perilaku rumahtangga petani dalam mengambil keputusan terhadap penggunaan obat-obatan pada usahatani kubis. Sebaliknya risiko harga kubis, risiko produksi kubis, tabungan dan luas lahan garapan kentang 6.2.3.
Penggunaan Tenaga Kerja
Blok penggunaan tenaga kerja terdiri dari 12 persamaan struktural dan dua (2) persamaan identitas. Persamaan struktural dalam blok penggunaan tenaga kerja terdiri dari persamaan penggunaan tenaga kerja pria dan wanita dalam keluarga dan luar keluarga pada kegiatan on farm (TKPDKT, TKPLKT, TKWDKT, TKWLKT, TKPDKB, TKPLKB, TKWDKB dan TKWLKB), penggunaan tenaga kerja pria dan wanita pada kegiatan off farm (TKPOF, TKWOF) dan non farm (TKWNF, TKPNF). Sedangkan persamaan identitas terdiri dari total tenaga kerja dalam keluarga pada usahatani kentang (TKDKT) dan total tenaga kerja luar keluarga pada usahatani kentang (TKLKT). Di bawah ini akan dijelaskan mengenai hasil pendugaan pada masing-masing persamaan struktural yang terdapat dalam blok penggunaan tenaga kerja rumahtangga petani sayuran. 6.2.3.1. Penggunaan Tenaga Kerja dalam Keluarga pada Kegiatan On Farm
Kegiatan on farm yang dimaksud yaitu kegiatan usahatani yang diusahakan oleh rumahtangga petani sayuran. Dalam penelitian ini difokuskan khususnya pada usahatani kentang dan kubis, karena kegiatan usahatani tersebut
198 sangat dominan diusahakan rumahtangga petani sayuran sampel di Kecamatan Pangalengan. Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga pada kegiatan on farm dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, yaitu pria dan wanita, serta kegiatan usahatani, yaitu kentang dan kubis. Hasil pendugaan persamaan penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada kegiatan usahatani kentang dapat dilihat pada Tabel 33. Hasil pendugaan persamaan penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada kegiatan usahatani kentang menunjukkan bahwa semua parameter dugaan mempunyai tanda sesuai dengan harapan. Tabel 33. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Tenaga Kerja Pria Dalam Keluarga pada Usahatani Kentang di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 Variabel Intersep Tenaga kerja pria luar keluarga kentang (TKPLKT) Tenaga kerja pria non farm (TKPNF) Tenaga kerja pria off farm (TKPOF) Ekspektasi harga kentang (EXPHRGKT) Pupuk nitrogen (PPKNKT) Risiko produksi kentang (SDPRDKT) Tenaga kerja pria dalam keluarga kubis (TKPDKB)
Parameter Dugaan
Standard Error
717.6339
1005.5900
-1.0149 -0.0511 -0.1457 0.0120 0.2848 -3660.6000
0.2025 0.0921 0.1716 0.0606 0.1518 6409.1990
1.0298
0.5055
Nilai t 0.71
Pr > |t| 0.2384
-5.01 <.0001 -0.56 0.2899 -0.85 0.1988 0.20 0.4215 1.88 0.0314 -0.57 0.2845 2.04
0.0218
Penggunaan tenaga kerja pria luar keluarga pada usahatani kentang (TKPLKT) mempunyai pengaruh negatif terhadap penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada usahatani kentang (on farm) dan nyata pada taraf nyata kurang dari satu persen. Penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada kegiatan usahatani kentang sangat responsif terhadap perubahan penggunaan tenaga kerja pria luar keluarga pada kegiatan usahatani kentang. Pengambilan
199 keputusan rumahtangga petani sayuran dalam mengalokasikan tenaga kerja pria pada kegiatan usahatani kentang sangat ditentukan oleh penggunaan tenaga kerja pria luar keluarga. Rumahtangga petani sayuran akan mengurangi penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada kegiatan usahatani kentang jika penggunaan tenaga kerja luar keluarga meningkat. Kondisi tersebut menunjukkan penggunaan tenaga kerja pria luar keluarga dan dalam keluarga pada kegiatan usahatani kentang saling bersubstitusi. Penelitian ini sesuai dengan Pradhan dan Quilkey (1985) bahwa penggunaan tenaga kerja yang disewa mempunyai pengaruh negatif dan nyata terhadap penggunaan tenaga kerja dalam keluarga pada usahatani. Hal ini didukung penelitian Kusnadi (2005) bahwa pada kegiatan usahatani, rasio luas lahan garapan dengan penggunaan tenaga kerja pria luar keluarga mempunyai pengaruh positif dan nyata terhadap penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada usahatani, yang artinya jika tenaga kerja pria luar keluarga mengalami peningkatan maka penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada kegiatan usahatani akan mengalami penurunan. Sesuai dengan model rumahtangga petani yang dikemukakan Becker (1978) dan Barnum-Squire yang dikutip Ellis (1988), rumahtangga mempunyai kebebasan untuk menyewa tenaga kerja dari luar dan menyewakan tenaga kerja dalam keluarga dengan tingkat upah tertentu. Pada sebagian rumahtangga petani sayuran, tenaga kerja pria dalam keluarga mempunyai kegiatan tidak hanya pada kegiatan usahatani (on farm) saja, tetapi juga kegiatan off farm dan non farm. Penggunaan tenaga kerja pria luar keluarga dan dalam keluarga yang saling bersubstitusi pada kegiatan on farm menyebabkan rumahtangga petani sayuran dapat mengalokasikan tenaga kerja pria dalam keluarga pada kegiatan lainnya.
200 Seperti halnya penggunaan tenaga kerja pria luar keluarga, penggunaan tenaga kerja pria pada kegiatan non farm (TKPNF) dan off farm (TKPOF) mempunyai pengaruh negatif terhadap penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada usahatani kentang. Pengaruh tenaga kerja pria pada kegiatan non farm tidak nyata pada taraf 20 persen sedangkan pada kegiatan off farm nyata pada taraf nyata kurang dari 20 persen. Dari hasil pendugaan tersebut, perilaku rumahtangga petani sayuran dalam mengalokasikan tenaga kerja pria dalam keluarga pada kegiatan on farm ditentukan oleh penggunaan tenaga kerja pria pada kegiatan lainnya seperti off farm. Hasil penelitian tersebut mempunyai perbedaan dengan penelitian Hardono (2002) yang menunjukkan bahwa alokasi tenaga kerja buruh non pertanian mempunyai pengaruh negatif dan nyata terhadap alokasi tenaga kerja keluarga pada usahatani. Hanya sekitar 25.2 persen rumahtangga petani sayuran, anggota keluarga prianya mempunyai kegiatan non farm, sedangkan 16.1 persen rumahtangga petani sayuran, anggota keluarga pria mempunyai kegiatan off farm. Sementara itu penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada kegiatan usahatani kubis (TKPDKB) mempunyai pengaruh positif terhadap penggunaan tenaga kerja pria luar keluarga pada kegiatan usahatani kentang. Pengaruh tersebut nyata pada taraf nyata kurang dari lima persen. Pengaruh positif terjadi karena pengusahaan antara kentang dan kubis dengan sistem rotasi dalam satu tahun sehingga peningkatan tenaga kerja dalam keluarga pada usahatani kubis akan diikuti dengan peningkatan tenaga kerja pada usahatani kentang. Sedangkan penggunaan pupuk nitrogen (PPKNKT) mempunyai pengaruh positif terhadap penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada usahatani
201 kentang dan nyata pada taraf nyata kurang dari lima persen. Hal itu menunjukkan bahwa keputusan rumahtangga petani sayuran untuk meningkatkan penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada kegiatan usahatani kentang sangat ditentukan oleh penggunaan pupuk nitrogen. Hasil penelitian ini mempunyai kesamaan dengan penelitian Pradhan dan Quilkey (1985) yang menunjukkan bahwa penggunaan input berpengaruh positif dan nyata terhadap penggunaan tenaga kerja dalam keluarga pada kegiatan usahatani. Demikian pula Kusnadi (2005) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk urea mempunyai pengaruh positif dan nyata terhadap penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada kegiatan usahatani. Selanjutnya
ekspektasi
harga
kentang
(EXPHRGKT)
mempunyai
pengaruh positif sedangkan risiko produksi kentang (SDPRDKT) mempunyai pengaruh negatif. Kedua parameter dugaan tersebut tidak nyata pengaruhnya pada taraf 20 persen. Berdasarkan uraian di
atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku
rumahtangga petani sayuran dalam mengambil keputusan tentang penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada kegiatan usahatani kentang sangat ditentukan penggunaan tenaga kerja pria luar keluarga pada usahatani kentang, penggunaan tenaga kerja pria off farm, penggunaan pupuk nitrogen dan tenaga kerja pria luar keluarga pada kegiatan usahatani kubis. Sebaliknya penggunaan tenaga kerja pria non farm, ekspektasi harga kentang dan risiko harga kentang. Selanjutnya hasil pendugaan persamaan penggunaan tenaga kerja wanita dalam keluarga pada kegiatan usahatani kentang (TKWDKT) dapat dilihat pada
202 Tabel 34. Semua parameter dugaan dalam persamaan penggunaan tenaga kerja wanita dalam keluarga pada usahatani kentang sesuai dengan harapan. Dari hasil pendugaan menunjukkan bahwa upah tenaga kerja wanita pada kegiatan on farm (UWON) mempunyai pengaruh negatif terhadap penggunaan tenaga kerja wanita dalam keluarga pada kegiatan usahatani kentang dan nyata pada taraf nyata kurang dari 20 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan meningkatnya upah tenaga kerja wanita pada kegiatan usahatani menyebabkan permintaan tenaga kerja wanita dalam keluarga pada usahatani kentang akan menurun. Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitan Hardono (2002), bahwa upah buruh tani mempunyai pengaruh negatif terhadap alokasi tenaga kerja keluarga meskipun pengaruhnya tidak nyata. Sedangkan penelitian Sawit (1993) menunjukkan upah wanita pada kegiatan usahatani mempunyai pengaruh yang nyata terhadap permintaan tenaga kerja wanita. Demikian halnya dengan penelitian Kusnadi (2005) bahwa harga bayangan upah tenaga kerja wanita pada kegiatan usahatani mempunyai pengaruh negatif dan nyata terhadap penggunaan tenaga kerja wanita dalam keluarga pada kegiatan usahatani. Tabel 34. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Tenaga Kerja Wanita Dalam Keluarga pada Usahatani Kentang di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 Variabel Intersep Upah wanita on farm (UWON) Tenaga kerja wanita non farm (TKWNF) Obat-obatan kentang (PESKT) Nilai pupuk kentang (NPPKT) Risiko produksi kentang (SDPRDKT)
Parameter Dugaan
Standard Error
Nilai t
Pr > |t|
956.9653 374.7520 -0.0170 0.0174 -0.3800 0.2545 -0.0001 0.0000 -0.0001 0.0001 -220.8120 1154.9360
2.55 -0.98 -1.49 -2.62 -0.94 -0.19
0.0059 0.1649 0.0689 0.0050 0.1746 0.4244
203 Selanjutnya penggunaan tenaga kerja wanita dalam keluarga pada kegiatan non farm (TKWNF) mempunyai pengaruh negatif terhadap penggunaan tenaga kerja wanita dalam keluarga pada usahatani kentang dan nyata pada taraf nyata kurang dari 10 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa alokasi tenaga kerja wanita dalam keluarga tidak hanya digunakan untuk kegiatan usahatani tetapi juga kegiatan lainnya. Peningkatan penggunaan tenaga kerja wanita dalam keluarga pada kegiatan non farm akan mengurangi penggunaan tenaga kerja pada kegiatan usahatani. Penggunaan obat-obatan pada usahatani kentang (PESKT) dan nilai penggunaan pupuk pada usahatani kentang (NPPKT) mempunyai pengaruh negatif terhadap penggunaan tenaga kerja wanita dalam keluarga pada usahatani kentang dan pengaruhnya nyata pada taraf nyata masing-masing kurang dari satu persen dan 20 persen. Penggunaan tenaga kerja wanita dalam keluarga pada usahatani kentang sangat responsif terhadap perubahan obat-obatan dan nilai penggunaan pupuk. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Pradhan dan Quilkey (1985) bahwa rasio harga pupuk terhadap harga padi mempunyai pengaruh negatif terhadap penggunaan tenaga kerja dalam keluarga pada kegiatan usahatani dan pengaruhnya nyata. Risiko produksi kentang (SDPRDKT) mempunyai pengaruh negatif terhadap penggunaan tenaga kerja wanita dalam keluarga pada usahatani kentang. Pengaruh tersebut ternyata tidak nyata pada taraf 20 persen. Hasil penelitian ini hampir mirip dengan penelitian Fukui et al.(2003) bahwa dummy bahaya hama dan penyakit mempunyai pengaruh negatif terhadap penggunaan input tenaga
204 kerja, yang artinya dengan penggunaan tenaga kerja menjadi lebih rendah akibat adanya bahaya penyakit yang serius. Berdasarkan uraian di atas, pengambilan keputusan rumahtangga petani dalam mengalokasikan tenaga kerja wanita pada kegiatan usahatani kentang sangat ditentukan oleh upah tenaga kerja wanita pada kegiatan usahatani, penggunaan tenaga kerja wanita pada kegiatan non farm, obat-obatan dan nilai pupuk. Sedangkan risiko produksi kentang tidak mempengaruhi penggunaan tenaga kerja wanita pada kegiatan usahatani kentang. Selanjutnya dalam dalam blok penggunaan tenaga kerja terdapat persamaan identitas yaitu total tenaga kerja dalam keluarga pada usahatani kentang (TKDKT). Total tenaga kerja dalam keluarga pada usahatani kentang merupakan penjumlahan penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada usahatani kentang dan penggunaan tenaga kerja wanita dalam keluarga pada usahatani kentang. Total tenaga kerja dalam keluarga pada usahatani kentang selama satu tahun pada rumahtangga petani sayuran sampel rata-rata sebesar 405.80 HOK. Selanjutnya hasil pendugaan terhadap persamaan penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada kegiatan usahatani kubis (TKPDKB) dapat dilihat pada Tabel 35. Semua parameter dugaan mempunyai tanda sesuai dengan harapan. Jumlah angkatan kerja pria (JAKP) mempunyai pengaruh positif dan nyata terhadap penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada kegiatan usahatani kubis. Perilaku rumahtangga petani sayuran dalam meningkatkan penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada usahatani kubis sangat ditentukan oleh jumlah angkatan kerja pria. Sekitar 65 persen rumahtangga petani sayuran, pada
205 saat penelitian tahun 2005/2006, hanya mempunyai satu orang angkatan kerja pria. Adapun rata-rata jumlah anggota keluarga pria sekitar 2 orang. Dengan meningkatnya jumlah angkatan kerja pria maka penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada kegiatan usahatani akan meningkat. Penelitian ini memberikan hasil yang sama dengan penelitian Pradhan dan Quilkey (1985) bahwa jumlah anggota keluarga mempunyai pengaruh positif dan nyata terhadap penggunaan tenaga kerja pada usahatani. Tabel 35. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Tenaga Kerja Pria Dalam Keluarga pada Usahatani Kubis di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 Variabel Intersep Jumlah angkatan kerja pria (JAKP) Ekspektasi harga kubis (EXPHRGKB) Tenaga kerja pria non farm (TKPNF) Upah pria on farm (UPON) Risiko harga kubis (SDHRGKB)
Parameter Standard Nilai Dugaan Error t Pr > |t| 24.0019 26.4160 0.91 0.1826 44.6452 6.9588 6.42 <.0001 0.0512 0.0206 2.49 0.0071 -0.1516 0.0556 -2.73 0.0036 -0.0011 0.0018 -0.59 0.2784 -0.0390 0.0319 -1.22 0.1115
Ekspektasi harga kubis (EXPHRGKB) mempunyai pengaruh positif dan nyata terhadap penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada kegiatan usahatani kubis. Ekspektasi harga kubis mendorong rumahtangga petani sayuran meningkatkan kegiatan usahatani kubis, sehingga penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada kegiatan usahatani kubis akan mengalami peningkatan. Penelitian ini sejalan dengan kajian Fukui et al. (2004) yang menunjukkan bahwa harga padi mempunyai pengaruh positif terhadap penggunaan tenaga kerja meskipun pengaruhnya tidak nyata pada taraf kurang dari lima persen. Harga produk dalam penelitian ini sebagai pendekatan terhadap ekspektasi harga. Sawit (1983) menunjukkan bahwa harga produk berpengaruh nyata terhadap
206 penggunaan tenaga kerja. Demikian halnya dengan Pradhan dan Quilkey (1985) bahwa rasio harga pupuk terhadap harga output padi mempunyai pengaruh negatif dan nyata terhadap penggunaan tenaga kerja dalam keluarga pada usahatani. Hal itu menunjukkan bahwa peningkatan harga output akan meningkatkan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga pada usahatani. Penggunaan tenaga kerja pria pada kegiatan non farm (TKPNF) mempunyai pengaruh negatif terhadap penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada kegiatan usahatani kubis dan nyata pada taraf nyata kurang dari satu persen. Sekitar 25.2 persen rumahtangga petani sayuran sampel, anggota keluarga pria mempunyai kegiatan non farm. Adanya kegiatan ganda pada tenaga kerja pria dalam keluarga menyebabkan peningkatan tenaga kerja pria dalam kegiatan non farm akan menurunkan penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada kegiatan usahatani kubis. Kesamaan dengan hasil penelitian Hardono (2002) bahwa alokasi tenaga kerja buruh non pertanian mempunyai pengaruh yang nyata terhadap alokasi tenaga kerja keluarga pada usahatani. Upah tenaga kerja pria pada kegaitan on farm (UPON) mempunyai pengaruh negatif terhadap penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada kegiatan usahatani kubis dan pengaruhnya tidak nyata. Terdapat perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian Sawit (1983) yaitu upah pria ternyata mempunyai pengaruh yang nyata terhadap permintaan tenaga kerja pria dalam usahatani. Sementara itu risiko harga kubis (SDHRGKB) menyebabkan penurunan penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada kegiatan usahatani kubis dan parameter tersebut nyata pada taraf kurang dari 20 persen.
207 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku rumahtangga petani sayuran dalam mengambil keputusan mengenai penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada kegiatan usahatani kubis sangat ditentukan oleh karakteristik rumahtangga dan faktor eksternal. Adapun karakteristik rumahtangga petani seperti jumlah angkatan kerja pria dan penggunaan tenaga kerja pria pada kegiatan non farm sedangkan faktor eksternal menyangkut ekspektasi harga kubis dan risiko harga kubis. Selanjutnya hasil pendugaan persamaan penggunaan tenaga kerja wanita dalam keluarga pada usahatani kubis dapat dilihat pada Tabel 36. Hasil pendugaan menunjukkan bahwa semua parameter dugaan mempunyai tanda sesuai dengan yang diharapkan. Tabel 36. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Tenaga Kerja Wanita Dalam Keluarga pada Usahatani Kubis di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 Variabel
Intersep Jumlah angkatan kerja wanita (JAKW) Ekspektasi harga kubis (EXPHRGKB) Ekspektasi produksi kubis (EXPRDKB) Risiko harga kubis (SDHRGKB) Investasi produksi (INVES) Tenaga kerja wanita non farm (TKWNF) Upah wanita on farm (UWON)
Parameter Dugaan
Standard Error
Nilai t
Pr > |t|
21.9833 29.6425 0.0597 0.0001 -0.0088 -0.0000 -0.1142 -0.0076
60.9040 8.6260 0.0336 0.0016 0.0556 0.0000 0.0737 0.0046
0.36 3.44 1.78 0.08 -0.16 -0.88 -1.55 -1.64
0.3594 0.0004 0.0388 0.4701 0.4374 0.1896 0.0618 0.0512
Jumlah angkatan kerja wanita (JAKW), ekspektasi harga kubis (EXPHRGKB) dan ekspektasi produksi kubis (EXPRDKB) mempunyai pengaruh positif terhadap penggunaan tenaga kerja wanita dalam keluarga pada usahatani kubis. Parameter dugaan tersebut mempunyai pengaruh nyata kecuali ekspektasi produksi kubis.
208 Perilaku rumahtangga petani sayuran dalam meningkatkan penggunaan tenaga kerja wanita dalam keluarga pada usahatani kubis dipengaruhi jumlah angkatan kerja wanita dan ekspektasi harga kubis. Sekitar 62 persen rumahtangga petani sayuran sampel mempunyai jumlah angkatan kerja wanita rata-rata hanya satu orang sedangkan jumlah anggota rumahtangga wanita rata-rata sekitar dua orang. Dengan meningkatnya jumlah angkatan kerja wanita maka rumahtangga petani sayuran dapat meningkatkan penggunaan tenaga kerja wanita dalam keluarga pada usahatani kubis. Seperti penelitian Pradhan dan Quilkey (1985) menunjukkan bahwa total jumlah anggota keluarga mempunyai pengaruh positif terhadap penggunaan tenaga kerja keluarga pada kegiatan usahatani. Ekspektasi harga kubis akan mendorong rumahtangga petani sayuran meningkatkan pengelolaan kegiatan usahatani kubis. Kondisi tersebut pada akhirnya akan membuat rumahtangga petani sayuran melakukan peningkatan penggunaan tenaga kerja wanita dalam keluarga pada usahatani kubis. Penggunaan tenaga kerja wanita dalam keluarga pada kegiatan usahatani kubis sangat responsif terhadap terhadap perubahan ekspektasi harga kubis. Peningkatan penggunaan tenaga kerja wanita tersebut dapat tercapai karena penggunaan tenaga kerja wanita dalam rumahtangga petani sayuran yang bekerja pada kegiatan usahatani (213.6 HOK) masih lebih rendah dari potensinya (503.5 HOK). Risiko
harga
kubis
(SDHRGKB),
investasi
produksi
(INVES),
penggunaan tenaga kerja wanita pada kegiatan non farm (TKWNF) dan upah tenaga kerja wanita pada kegiatan on farm (UWON) mempunyai pengaruh negatif terhadap penggunaan tenaga kerja wanita dalam keluarga pada usahatani kubis.
209 Semua parameter dugaan tersebut mempunyai pengaruh yang nyata kecuali risiko harga kubis. Hasil penelitian tersebut di atas sesuai dengan penelitian Pradhan dan Quilkey (1985) bahwa nilai kapital mempunyai pengaruh negatif terhadap penggunaan tenaga kerja keluarga pada kegiatan usahatani. Sedangkan hasil penelitian Fukui et al. (2003) bahwa upah mempunyai pengaruh negatif terhadap penggunaan tenaga kerja meskipun pengaruh tersebut tidak nyata pada taraf kurang dari lima persen. Rata-rata upah tenaga kerja wanita pada kegiatan usahatani sebesar Rp 7175.17/HOK. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku rumahtangga petani sayuran dalam mengambil keputusan mengenai penggunaan tenaga kerja wanita dalam keluarga pada usahatani kubis sangat ditentukan oleh karakteristik rumahtangga petani yaitu jumlah angkatan kerja wanita. Selain karakteristik rumahtangga, faktor eksternal seperti ekspektasi harga kubis, investasi dan upah tenaga kerja wanita pada kegiatan on farm juga mempengaruhi penggunaan tenaga kerja wanita dalam keluarga pada usahatani kubis. 6.2.3.2. Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga pada Kegiatan On Farm
Seperti halnya penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, penggunaan tenaga kerja luar keluarga juga didasarkan pada jenis kelamin pria dan wanita serta kegiatan usahatani kentang dan kubis. Hasil pendugaan parameter persamaan penggunaan tenaga kerja pria luar keluarga pada usahatani kentang (TKPLKT) dapat dilihat pada Tabel 37. Semua parameter dugaan mempunyai tanda sesuai dengan harapan.
210 Tabel 37. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Tenaga Kerja Pria Luar Keluarga pada Usahatani Kentang di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung Tahun 2006 Variabel Intersep Luas lahan garapan kentang (LHGKT) Risiko harga kentang (SDHRGKT) Ekspektasi produksi kentang (EXPRDKT) Nilai pupuk kentang (NPPKT)
Parameter Standard Dugaan Error Nilai t 342.05210 99.1631 3.45 58.34699 5.7760 10.10 -0.15795 0.0741 -2.13 0.00099 -0.00004
0.0018 0.0000
Pr > |t| 0.0004 <.0001 0.0175
0.55 0.2919 -0.94 0.1736
Keputusan rumahtangga petani sayuran dalam penggunaan tenaga kerja pria luar keluarga pada usahatani kentang sangat ditentukan oleh karakteristik usahatani yaitu luas lahan garapan kentang (LHGKT). Parameter dugaan luas lahan garapan kentang bertanda positif dan nyata pada taraf nyata kurang dari satu persen. Rumahtangga petani sayuran sampel juga mengelola lahan baik yang berasal dari milik sendiri atau dan menyewa. Akses rumahtangga petani sayuran untuk menyewa lahan garapan relatif mudah yaitu dengan menyewa lahan perkebunan, kehutanan, desa atau pribadi.
Rata-rata penguasaan lahan
rumahtangga petani sayuran yang digunakan untuk kentang sebesar 1.52 hektar. Dengan adanya peningkatan lahan garapan kentang maka akan mendorong rumahtangga petani untuk menambah penggunaan tenaga kerja pria luar keluarga pada usahatani kentang. Hasil penelitian ini seperti yang dihasilkan Pradhan dan Quilkey (1985) bahwa lahan usahatani padi mempunyai pengaruh positif dan nyata terhadap permintaan tenaga kerja yang disewa. Selain luas lahan garapan, risiko harga kentang (SDHRGKT) dan nilai penggunaan pupuk pada usahatani kentang (NPPKT) juga menjadi pertimbangan rumahtangga petani sayuran dalam menentukan penggunaan tenaga kerja pria luar
211 keluarga pada usahatani kentang. Risiko harga kentang dan nilai penggunaan pupuk kimia untuk kentang akan mengurangi penggunaan tenaga kerja pria luar keluarga pada usahatani kentang. Hasil pendugaan menunjukkan bahwa kedua parameter tersebut bertanda negatif dan nyata masing-masing pada taraf kurang dari lima persen dan 20 persen. Hasil penelitian tersebut seperti penelitian Sawit (1993) bahwa harga pupuk mempunyai pengaruh negatif dan nyata terhadap permintaan tenaga kerja pria. Sedangkan Fukui et al. (2004) menunjukkan bahwa rasio pendapatan yang berisiko (rasio pendapatan padi terhadap pendapatan rumahtangga) dan harga pupuk mempunyai pengaruh negatif terhadap penggunaan tenaga kerja meskipun pengaruhnya tidak nyata pada taraf kurang dari lima persen. Rasio pendapatan yang berisiko merupakan pendekatan terhadap risiko harga produk sedangkan harga pupuk identik dengan nilai pupuk. Sementara
ekspektasi
produksi
kentang
(EXPRDKT)
mempunyai
pengaruh positif terhadap penggunaan tenaga kerja pria luar keluarga pada usahatani kentang. Namun demikian pengaruh tersebut tidak nyata pada taraf nyata 20 persen. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku rumahtangga petani sayuan dalam menggunakan tenaga kerja pria luar keluarga pada usahatani kentang sangat ditentukan oleh karakteristik usahatani seperti luas lahan garapan kentang. Selain itu, faktor eksternal seperti risiko harga kentang dan nilai penggunaan pupuk sangat menentukan perilaku rumahtangga petani sayuran dalam menggunakan tenaga kerja pria luar keluarga pada usahatani kentang. Luas lahan garapan kentang akan meningkatkan penggunaan tenaga kerja pria luar
212 keluarga pada usahatani kentang, sedangkan
risiko harga kentang dan nilai
penggunaan pupuk akan mengurangi penggunaan tenaga kerja pria luar keluarga pada usahatani kentang. Hasil pendugaan persamaan penggunaan tenaga kerja wanita luar keluarga pada usahatani kentang (TKWLKT) disajikan pada Tabel 38. Dari hasil pendugaan, semua parameter dugaan mempunyai tanda sesuai dengan harapan. Tabel 38. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Tenaga Kerja Wanita Luar Keluarga pada Usahatani Kentang di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 Variabel Intersep Ekspektasi produksi kentang (EXPRDKT) Tenaga kerja wanita dalam keluarga kentang (TKWDKT) Risiko harga kentang (SDHRGKT) Risiko produksi kentang (SDPRDKT)
Parameter Standard Dugaan Error 274.8963 52.6111 0.0014 0.0013
Nilai t 5.23 1.07
Pr > |t| <.0001 0.1427
-0.3640 0.0426 -0.0089 0.0520 -457.6370 308.3112
-8.55 -0.17 -1.48
<.0001 0.4323 0.0700
Ekspektasi produksi kentang (EXPRDKT) mempunyai pengaruh positif terhadap penggunaan tenaga kerja wanita luar keluarga pada kegiatan usahatani kentang dan nyata pada taraf nyata kurang dari 20 persen. Adanya ekspektasi produksi kentang akan mendorong rumahtangga petani sayuran meningkatkan pengelolaan usahatani kentang. Kondisi tersebut menyebabkan kebutuhan terhadap penggunaan tenaga kerja wanita luar keluarga pada usahatani kentang mengalami peningkatan. Ekspektasi produksi kentang menunjukkan harapan rumahtangga petani sayuran terhadap produksi. Ukuran ekspektasi produksi dapat dihitung dari pengalaman rumahtangga petani dalam melakukan kegiatan usahatani, baik produksi tertinggi, terendah maupun kondisi normal. Rata-rata ekspektasi produktivitas kentang pada rumahtangga petani sayuran sekitar 20.3
213 ton/ha, dengan produktivitas tertinggi rata-rata sebesar 28.72 ton/ha dan terendah sebesar 13.27 ton/ha. Selanjutnya penggunaan tenaga kerja wanita dalam keluarga pada kegiatan usahatani
kentang
(TKWDKT)
mempunyai
pengaruh
negatif
terhadap
penggunaan tenaga kerja wanita luar keluarga pada usahatani kentang dan nyata pada taraf nyata kurang dari satu persen. Perilaku rumahtangga petani sayuran akan mengurangi penggunaan tenaga kerja wanita luar keluarga jika terjadi penambahan tenaga kerja wanita dalam keluarga. Penggunan tenaga kerja wanita luar keluarga dan tenaga kerja wanita dalam keluarga pada usahatani kentang saling bersubstitutsi. Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian Pradhan dan Quilkey (1985) bahwa penawaran tenaga kerja dalam keluarga mempunyai pengaruh negatif dan nyata terhadap permintaan tenaga kerja yang disewa. Kemudian risiko harga kentang (SDHRGKT) dan risiko produksi kentang (SDPRDKT) mempunyai pengaruh negatif terhadap penggunaan tenaga kerja wanita luar keluarga pada usahatani kentang. Parameter dugaan risiko harga kentang tidak nyata pada taraf nyata 20 persen, sedangkan parameter dugaan risiko produksi kentang nyata pada taraf nyata kurang dari 10 persen. Hasil penelitian ini hampir sama dengan Fukui et al. (2004) bahwa bahaya hama dan penyakit tanaman mempunyai pengaruh negatif dan nyata terhadap penggunaan tenaga kerja. Dari penjelasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa ekspektasi produksi kentang, penggunaan tenaga kerja wanita dalam keluarga pada kegiatan usahatani kentang dan risiko produksi kentang sangat mempengaruhi pengambilan keputusan rumahtangga petani sayuran dalam menggunakan tenaga kerja wanita
214 luar keluarga pada kegiatan usahatani kentang. Sedangkan risiko harga kentang tidak mempengaruhi penggunaan tenaga kerja wanita luar keluarga pada usahatani kentang. Pada blok penggunaan tenaga kerja terdapat persamaan identitas total tenaga kerja luar keluarga pada usahatani kentang (TKLKT) yang merupakan penjumlahan penggunaan tenaga kerja pria luar keluarga pada usahatani kentang (TKPLKT) dan penggunaan tenaga kerja wanita luar keluarga pada usahatani kentang (TKWLKT). Total tenaga kerja luar keluarga pada usahatani kentang selama setahun pada rumahtangga petani sayuran rata-rata sebesar 466.3 HOK. Pada usahatani kubis, hasil pendugaan persamaan penggunaan tenaga kerja pria luar keluarga pada kegiatan usahatani kubis (TKPLKB) dapat dilihat pada Tabel 39. Semua parameter dugaan mempunyai tanda sesuai dengan harapan. Tabel 39. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Tenaga Kerja Pria Luar Keluarga pada Usahatani Kubis di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 Variabel Upah pria on farm (UPON) Risiko harga kubis (SDHRGKB) Ekspektasi harga kubis (EXPHRGKB) Pupuk NPK (PNPKB) Benih kubis (PBNHKB) Luas lahan garapan (LHGKT) Total pendapatan rumahtangga (TPRT)
Parameter Dugaan -0.0021 -0.0173 0.0055 0.0412 0.5682 -4.0401 0.0000
Standard Error 0.0017 0.0283 0.0215 0.0798 0.0954 5.5087 0.0000
Nilai t -1.25 -0.61 0.26 0.52 5.96 -0.73 0.48
Pr > |t| 0.1070 0.2713 0.3986 0.3033 <.0001 0.2323 0.3164
Parameter dugaan upah tenaga kerja pria pada kegiatan on farm (UPON) mempunyai pengaruh negatif dan nyata terhadap penggunaan tenaga kerja pria luar keluarga pada kegiatan usahatani kubis. Hal itu menunjukkan bahwan upah tenaga kerja pria menjadi salah satu pertimbangan rumahtangga petani sayuran dalam menggunakan tenaga kerja pria luar keluarga pada kegiatan usahatani
215 kubis. Perilaku rumahtangga petani sayuran akan mengurangi penggunaan tenaga kerja pria luar keluarga jika upah tenaga pria pada usahatani mengalami peningkatan. Rata-rata upah tenaga kerja pria pada kegiatan usahatani yang berlaku pada rumahtangga petani sayuran sampel sebesar Rp 9448.6/HOK. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kusnadi (2005) bahwa harga bayangan upah tenaga kerja pria pada kegiatan usahatani mempunyai pengaruh negatif dan nyata terhadap penggunaan tenaga kerja pria luar keluarga. Demikian halnya Pradhan dan Quilkey (1985) menunjukkan hasil yang sama bahwa tingkat upah usahatani mempunyai pengaruh negatif dan nyata terhadap permintaan tenaga kerja yang disewa. Selain upah, penggunaan benih kubis (PBNHKB) mempunyai pengaruh positif dan nyata terhadap penggunaan tenaga kerja pria luar keluarga pada usahatani kubis. Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian Pradhan dan Quilkey (1985) bahwa penggunaan input mempunyai pengaruh positif dan nyata terhadap permintaan tenaga kerja yang disewa. Penggunaan benih kubis menjadi pertimbangan rumahtangga petani sayuran dalam mengambil keputusan mengenai penggunaan tenaga kerja pria luar keluarga pada usahatani kubis. Dengan penggunaan benih kubis mendorong rumahtangga petani sayuran meningkatkan penggunaan tenaga kerja pria luar keluarga pada usahatani kubis. Penggunaan tenaga kerja pria luar keluarga pada usahatani kubis sangat responsif terhadap perubahan penggunaan benih kubis. Selanjutnya jika ada risiko harga kubis (SDHRGKB), perilaku rumahtangga petani sayuran akan mengurangi penggunaan tenaga kerja pria luar keluarga pada usahatani kubis. Demikian halnya luas lahan garapan kentang
216 (LHGKT). Sedangkan ekspektasi harga kubis (EXPHRGKB), penggunaan pupuk NPK (PNPKB), dan total pendapatan rumahtangga (TPRT) mempunyai pengaruh positif terhadap penggunaan tenaga kerja pria luar keluarga pada usahatani kubis. Semua parameter tersebut mempunyai pengaruh yang tidak nyata pada taraf kurang dari 20 persen. Dari penjelasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku rumahtangga petani sayuran dalam mengambil keputusan mengenai penggunaan tenaga kerja pria luar keluarga pada kegiatan usahatani kubis sangat ditentukan oleh upah pria pada kegiatan usahatani dan penggunaan benih kubis. Upah pria pada kegiatan usahatani akan mendorong rumahtangga mengurangi penggunaan tenaga kerja pria luar keluarga pada kegiatan usahatani kubis sedangkan penggunaan benih kubis sebaliknya. Selanjutnya hasil pendugaan persamaan penggunaan tenaga kerja wanita luar keluarga pada usahatani kubis (TKWLKB) dapat dilihat pada Tabel 40. Semua parameter dugaan ternyata sesuai dengan yang diharapkan. Tabel 40. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Tenaga Kerja Wanita Luar Keluarga pada Usahatani Kubis di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 Variabel Intersep Upah wanita pada on farm (UWON) Risiko harga kubis (SDHRGKB) Investasi produksi (INVES)
Parameter Standard Dugaan Error 119.3898 23.6815 -0.0012 0.0029 -0.0458 0.0283 -0.0000 0.0000
Nilai t 5.04 -0.42 -1.62 -1.24
Pr > |t| <.0001 0.3359 0.0539 0.1085
Upah tenaga kerja wanita pada kegiatan usahatani (UWON) mempunyai pengaruh negatif terhadap penggunaan tenaga kerja wanita luar keluarga pada usahatani kubis dan pengaruhnya tidak nyata pada taraf 20 persen. Seperti hasil
217 penelitian Fukui et al (2003) bahwa upah mempunyai pengaruh negatif dan tidak nyata terhadap penggunaan tenaga kerja. Sedangkan risiko harga kubis (SDHRGKB) mempunyai pengaruh negatif terhadap penggunaan tenaga kerja wanita luar keluarga pada usahatani kubis dan nyata pada taraf nyata kurang dari 10 persen. Adanya risiko harga kubis akan mendorong rumahtangga petani untuk mengurangi penggunaan tenaga kerja wanita luar keluarga pada usahatani kubis. Sesuai dengan teori, adanya teori akan menyebabkan penggunaan input lebih rendah. Seperti halnya risiko harga kubis, investasi produksi (INVES) mempunyai pengaruh negatif terhadap penggunaan tenaga kerja wanita luar keluarga pada usahatani kubis dan nyata pada taraf nyata kurang dari 20 persen. Pengeluaran investasi produksi yang meningkat akan menyebabkan penggunaan tenaga kerja wanita luar keluarga pada usahatani kubis akan berkurang. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pengambilan keputusan rumahtangga petani sayuran dalam penggunaan tenaga kerja wanita luar keluarga pada usahatani kubis sangat ditentukan oleh faktor eksternal, seperti risiko harga kubis, dan investasi produksi. Risiko harga kubis dan investasi produksi menyebabkan penurunan penggunaan tenaga kerja wanita luar keluarga pada usahatani kubis. 6.2.3.3. Penggunaan Tenaga Kerja Keluarga pada Kegiatan Off Farm
Penggunaan tenaga kerja keluarga tidak hanya pada kegiatan on farm tetapi juga kegiatan off farm. Kegiatan off farm yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan kegiatan yang dilakukan oleh rumahtangga petani sayuran di luar usahataninya atau kegiatan yang dilakukan oleh rumahtangga petani sayuran pada
218 usahatani orang lain, seperti berburuh tani. Persamaan penggunaan tenaga kerja keluarga pada kegiatan off farm terdiri dari persamaan penggunaan tenaga kerja pria (TKPOF) dan penggunaan tenaga kerja wanita (TKWOF). Hasil pendugaan persamaan penggunaan tenaga kerja pria pada kegiatan off farm (TKPOF) dapat dilihat pada Tabel 41. Semua tanda parameter dugaan sesuai dengan yang diharapkan. Tabel 41. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Tenaga Kerja Pria dalam Keluarga pada Kegiatan Off Farm di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 Variabel Intersep Upah pria off farm (UPOF) Ekspektasi harga kentang (EXPHRGKT) Total pengeluaran rumahtangga (PENG) Risiko produksi kentang (SDPRDKT) Risiko harga kentang (SDHRGKT) Tabungan (TAB)
Parameter Dugaan 42.8244 0.0114 -0.0228 0.0000 42.9405 0.0103 0.0000
Standard Error 52.4563 0.0007 0.0201 0.0000 125.2299 0.0225 0.0000
Nilai t Pr > |t| 0.82 0.2079 16.7 <.0001 -1.13 0.1296 0.55 0.2928 0.34 0.3661 0.46 0.3236 0.25 0.4027
Parameter dugaan upah pria pada kegiatan off farm (UPOF) bertanda positif sesuai dengan harapan dan nyata pada taraf nyata kurang dari satu persen. Upah pria pada kegiatan off farm dapat menjadi insentif bagi rumahtangga petani sayuran untuk meningkatkan penggunaan tenaga kerja pria pada kegiatan off farm. Upah tenaga kerja pria pada kegiatan off farm berkisar antara Rp 7000-Rp 20 000/HOK dan hanya sekitar 16 persen rumahtangga petani sayuran yang anggota keluarga pria terlibat pada kegiatan off farm. Penggunaan tenaga kerja ini relatif responsif terhadap perubahan upah tenaga kerja pria pada kegiatan off farm. Rata-rata rumahtangga petani sayuran sampel menggunakan tenaga kerja pria pada kegiatan off farm selama satu tahun sebesar 21.40 HOK.
219 Hasil penelitian tersebut di atas mempunyai persamaan dengan penelitian Kusnadi (2005) bahwa upah pria pada kegiatan di luar usahatani mempunyai pengaruh positif dan nyata terhadap penggunaan tenaga kerja pria pada kegiatan di luar usahatani. Namun demikian penelitian ini berbeda dengan penelitian Pradhan dan Quilkey (1985) yang menunjukkan tingkat upah off farm mempunyai pengaruh negatif dan nyata terhadap penawaran tenaga kerja off farm. Hal ini dikarenakan terdapat persaingan antara penawaran tenaga kerja pada on farm dan off farm. Dengan pengaruh yang negatif akan memperkuat pengaruh positif terhadap pendapatan dari leisure. Selain itu dengan asumsi adanya kendala dalam memasuki pasar tenaga kerja off farm, peluang untuk pekerja off farm dipengaruhi oleh pendapatan usahatani. Selanjutnya ekspektasi harga kentang (EXHRGKT) mempunyai pengaruh negatif terhadap penggunaan tenaga kerja pria pada kegiatan off farm dan nyata pada taraf nyata kurang dari lima persen. Kentang merupakan sumber utama pendapatan usahatani pada rumahtangga petani, sehingga dengan meningkatnya ekspektasi
harga
kentang,
perilaku
rumahtangga
petani
sayuran
akan
mengkonsentrasikan pada kegiatan usahatani kentangnya sehingga akan mengurangi penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada kegiatan off farm. Penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada kegiatan off farm sangat responsif terhadap perubahan ekspektasi harga kentang. Total pengeluaran rumahtangga (PENG), risiko produksi kentang (SDPRDKT), risiko harga kentang (SDHRGKT) dan tabungan (TAB) mempunyai pengaruh yang positif terhadap penggunaan tenaga kerja pria pada kegiatan off farm. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi pengeluaran rumahtangga,
220 risiko dan tabungan akan mendorong rumahtangga petani sayuran untuk meningkatkan alokasi atau penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada kegiatan off farm. Namun demikian pengaruh parameter dugaan tersebut tidak nyata pada taraf nyata 20 persen. Dari penjelasan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan rumahtangga petani sayuran dalam menentukan penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada kegiatan off farm sangat ditentukan upah pria off farm dan ekspektasi harga kentang. Sebaliknya total pengeluaran rumahtangga, risiko harga kentang, risiko produksi kentang dan tabungan.tidak mempengaruhi pengguanaan tenaga kerja pria pada kegiatan off farm. Selanjutnya hasil pendugaan persamaan penggunaan tenaga kerja wanita pada kegiatan off farm (TKWOF) dapat dilihat pada Tabel 42. Dari hasil pendugaan menunjukkan semua tanda parameter dugaan sesuai dengan yang diharapkan. Tabel 42.
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Tenaga Kerja Wanita dalam Keluarga pada Kegiatan Off Farm di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 Variabel
Intersep Upah wanita off farm ( UWOF) Jumlah angkatan kerja wanita (JAKW) Risiko produksi kubis (SDPRDKB) Ekspektasi produksi kentang (EXPRDKT) Pendapatan wanitan non farm (PWNF) Total biaya usahatani kentang (TBUKT)
Parameter Standard Nilai Dugaan Error t Pr > |t| -20.6537 21.3492 -0.97 0.1675 0.0202 0.0012 16.96 <.0001 6.4910 3.6502 1.78 0.0388 211.3060 109.5429 1.93 0.0279 -0.0001 -0.0000
0.0005 0.0000
-0.26 0.3985 -0.17 0.4308
0.0000
0.0000
0.38 0.3521
221 Pengambilan keputusan rumahtangga petani sayuran dalam menentukan penggunaan
tenaga
kerja
wanita
pada
kegiatan
off
farm
sangat
mempertimbangkan karakteristik rumahtangga petani seperti jumlah angkatan kerja wanita (JAKW) dan faktor eksternal seperti tingkat upah wanita pada kegiatan off farm (UWOF) dan risiko produksi kubis (SDPRDKB). Semua parameter dugaan tersebut mempunyai pengaruh yang nyata. Dilihat dari parameter dugaan upah wanita pada kegiatan off farm bertanda positif sesuai dengan harapan dan nyata pada taraf nyata kurang dari satu persen. Upah wanita pada kegiatan off farm menjadi salah satu insentif bagi rumahtangga dalam meningkatkan penggunaan tenaga kerja wanita pada kegiatan off farm. Hal ini dikarenakan potensi tenaga kerja wanita dalam rumahtangga petani sayuran belum termanfaatkan secara optimal karena masih terdapat surplus sebesar 225.9 HOK dalam satu tahun. Waktu yang tercurah dari tenaga kerja wanita pada kegiatan off farm hanya mencapai 3.3 persen dari potensi tenaga kerja wanita rumahtangga petani sayuran. Dengan memperhatikan tingkat responsifnya, penggunaan tenaga kerja wanita pada kegiatan off farm relatif responsif terhadap perubahan upah wanita pada kegiatan off farm. Kondisi yang sama terdapat pada parameter dugaan jumlah angkatan kerja wanita dan risiko produksi kubis yang bertanda positif sesuai dengan harapan dan nyata pada taraf kurang dari lima (5) persen. Rata-rata jumlah angkatan kerja wanita dalam rumahtangga petani sayuran sekitar 50 persen dari total angkatan kerja dalam rumahtangga atau sekitar 1-2 orang. Meningkatnya jumlah angkatan kerja wanita akan meningkatkan penggunaan tenaga kerja wanita pada kegiatan off farm. Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian Pradhan dan Quilkey
222 (1985) bahwa jumlah anggota keluarga mempunyai pengaruh positif terhadap penawaran tenaga kerja pada kegiatan off farm dan pengaruhnya nyata. Demikian halnya kajian Kusnadi (2005) bahwa upah wanita pada kegiatan di luar usahatani mempunyai pengaruh positif terhadap penawaran tenaga kerja wanita di luar usahatani dan pengaruhnya nyata. Sedangkan risiko produksi kubis mempunyai pengaruh positif terhadap penggunaan tenaga kerja wanita pada kegiatan off farm. Dengan adanya risiko produksi kubis akan mendorong rumahtangga petani mengurangi kegiatan usahatani kubis sehingga tenaga kerja wanita dalam keluarga dapat dialihkan pada pada kegiatan off farm. Sedangkan parameter dugaan ekspektasi produksi kentang (EXPRDKT) dan pendapatan wanita dari kegiatan non farm (PWNF) bertanda negatif. Ekspektasi
produksi
kentang
mendorong
rumahtangga
petani
sayuran
meningkatkan pengelolaan usahatani kentang sehingga alokasi waktu atau penggunaan tenaga kerja
wanita pada kegiatan off farm menjadi berkurang.
Demikian halnya dengan meningkatnya pendapatan wanita pada kegiatan non farm akan membuat rumahtangga petani sayuran mengurangi penggunaan tenaga kerja wanita pada kegiatan off farm. Parameter total biaya usahatani kentang (TBUKT) bertanda positif. Meningkatnya total biaya usahatani kentang akan mendorong rumahtangga petani sayuran untuk lebih giat mencari sumber pendapatan lain. Namun demikian semua parameter dugaan tersebut mempunyai pengaruh yang tidak nyata pada taraf nyata 20 persen. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penggunaan tenaga kerja wanita pada kegiatan off farm sangat ditentukan oleh upah wanita pada kegiatan
223 off farm, jumlah angkatan kerja wanita dan risiko produksi kubis. Upah wanita pada kegiatan off farm, jumlah angkatan kerja wanita dan risiko produksi kubis akan mendorong rumahtangga petani sayuran meningkatkan penggunaan tenaga kerja wanita pada kegiatan off farm. 6.2.3.4. Penggunaan Tenaga Kerja Keluarga pada Kegiatan Non Farm
Kegiatan non farm yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kegiatan yang dilakukan rumahtangga petani sayuran di luar usahataninya sendiri maupun usahatani orang lain. Identifikasi kegiatan non farm yang dilakukan rumahtangga petani sayuran diantaranya adalah berdagang, membuka warung kelontongan, mengojek, industri rumahtangga (pengolahan kripik kentang). Penggunaan tenaga kerja keluarga pada kegiatan non farm didasarkan pada jenis kelamin pria dan wanita. Hasil pendugaan persamaan penggunaan tenaga kerja pria pada kegiatan non farm (TKPNF) dapat dilihat pada Tabel 43. Semua parameter dugaan mempunyai tanda sesuai dengan harapan. Tabel 43. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Tenaga Kerja Pria dalam Keluarga pada Kegiatan Non Farm di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 Variabel Intersep Upah pria non farm (UPNF) Tenaga kerja pria dalam keluarga kentang (TKPDKT) Jumlah angkatan kerja pria (JAKP) Total pendapatan usahatani (TPUT) Pendidikan pria (PENDP) Tenaga kerja pria off farm (TKPOF) Risiko produksi kentang (SDPRDKT) Investasi produksi (INVES)
Parameter Standard Nilai Dugaan Error t Pr > |t| -78.6290 69.7377 -1.13 0.1308 0.0010 0.0002 4.32 <.0001 -0.2133 0.1094 -1.95 0.0267 64.8679 18.4161 3.52 0.0003 -0.0000 0.0000 -1.74 0.0425 5.2243 3.4797 1.50 0.0678 -0.0144 0.2071 -0.07 0.4724 411.2052 455.8326 0.90 0.1843 0.0000 0.0000 0.43 0.3346
224
Upah tenaga kerja pria pada kegiatan non farm (UPNF) mempunyai pengaruh positif terhadap penggunaan tenaga kerja pria pada kegiatan tersebut dan pengaruhnya nyata pada taraf nyata kurang dari satu persen. Meskipun demikian penggunaan tenaga kerja pria pada kegiatan non farm tidak dapat cepat merespon perubahan upah pria pada kegiatan non farm. Kegiatan yang banyak dilakukan oleh rumahtangga petani sayuran pada kegiatan non farm diantaranya tukang ojek. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa ojek menjadi sarana utama transportasi dan relatif banyak tenaga kerja pria yang menjadi tukang ojek. Dengan terbatasnya kesempatan kerja menyebabkan peningkatan upah kurang direspon dengan cepat oleh penggunaan tenaga kerja pada kegiatan non farm. Parameter dugaan penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada kegiatan usahatani kentang (TKPDKT) bertanda negatif dan nyata pada taraf nyata kurang dari lima persen. Terdapat trade off antara penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada usahatani kentang dengan penggunaan tenaga kerja pria pada kegiatan non farm. Meningkatnya penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada kegiatan usahatani kentang menyebabkan rumahtangga petani sayuran mengurangi penggunaan tenaga kerja pria pada kegiatan non farm. Ratarata penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada kegiatan non farm pada rumahtangga petani sayuran sampel sekitar 53.23 HOK per tahun. Penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada kegiatan non farm responsif terhadap perubahan penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada kegiatan usahatani kentang.
225 Selanjutnya jumlah angkatan kerja pria (JAKP) mempunyai pengaruh positif terhadap penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada kegiatan non farm dan pengaruhnya nyata pada taraf nyata kurang dari satu persen. Penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada kegiatan non farm sangat responsif terhadap perubahan jumlah angkatan kerja pria. Total pendapatan usahatani (TPUT) mempunyai pengaruh negatif terhadap penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada kegiatan non farm dan nyata pada taraf nyata kurang dari lima persen. Rata-rata pendapatan usahatani (on farm) memberikan kontribusi terbesar (92.9%) terhadap total pendapatan rumahtangga petani sayuran, diikuti pendapatan non farm (6.7 %) dan pendapatan off farm (0.4%). Peningkatan total pendapatan usahatani akan mengurangi penggunaan tenaga kerja pria pada kegiatan non farm. Hal tersebut menunjukkan bahwa kegiatan usahatani merupakan mata pencaharian utama bagi rumahtangga petani sayuran. Parameter dugaan tingkat pendidikan anggota keluarga pria (PENDP) bertanda positif dan nyata pada taraf nyata kurang dari 10 persen. Tingkat pendidikan anggota keluarga pria mulai dari tidak sekolah sampai perguruan tinggi. Peningkatan pendidikan anggota keluarga pria akan meningkatkan penggunaan tenaga kerja pria pada kegiatan non farm. Adapun parameter dugaan penggunaan tenaga kerja pria pada kegiatan off farm (TKPOF) bertanda negatif dan tidak nyata pada taraf nyata 20 persen. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa dalam satu rumahtangga petani sayuran memungkinkan adanya alokasi tenaga kerja keluarga pada beberapa kegiatan seperti off farm dan non farm yang dapat dilakukan secara serentak sehingga
226 penggunaan tenaga kerja pada kegiatan off farm tidak berpengaruh terhadap penggunaan tenaga kerja pada kegiatan non farm. Adanya
risiko
produksi
kentang
(SDPRDKT)
akan
mendorong
rumahtangga petani sayuran meningkatkan penggunaan tenaga kerja pria pada kegiatan non farm. Parameter dugaan risiko produksi kentang mempunyai pengaruh yang nyata pada taraf nyata kurang dari 20 persen. Penggunaan tenaga kerja pria pada kegiatan non farm sangat responsif terhadap perubahan risiko produksi kentang. Investasi produksi (INVES) juga akan mendorong rumahtangga petani meningkatkan penggunaan tenaga kerja pria pada kegiatan non farm. Namun demikian parameter dugaan mempunyai pengaruh yang tidak nyata pada taraf nyata 20 persen. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan rumahtangga petani sayuran dalam menentukan penggunaan tenaga kerja pria pada kegiatan non farm sangat ditentukan oleh upah tenaga kerja pria pada kegiatan non farm, penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada usahatani kentang, jumlah angkatan kerja pria, total pendapatan usahatani, tingkat pendidikan anggota rumahtangga pria dan risiko produksi kentang. Upah tenaga kerja pria, jumlah angkatan kerja pria, tingkat pendidikan anggota rumahtangga pria dan risiko produksi kentang menyebabkan rumahtangga petani sayuran meningkatkan penggunaan tenaga kerja pria pada kegiatan non farm sedangkan penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada usahatani kentang dan total pendapatan usahatani akan mengurangi penggunaan tenaga kerja pria pada kegiatan non farm.
227 Selanjutnya hasil pendugaan terhadap persamaan penggunaan tenaga kerja wanita pada kegiatan non farm (TKWNF) dapat dilihat pada Tabel 44. Dari hasil pendugaan, tanda semua parameter dugaan sesuai dengan yang diharapkan. Tabel 44. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Tenaga Kerja Wanita dalam Keluarga pada Kegiatan Non Farm di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 Variabel Intersep Upah wanita non farm (UWNF) Pengeluaran rumahtangga (PENG) Ekspektasi harga kentang (EXPHRGKT) Risiko produksi kentang (SDPRDKT) Pendidikan wanita (PENDW)
Parameter Standard Nilai Dugaan Error t Pr > |t| 108.6744 196.7914 0.55 0.2909 0.0026 0.0004 6.44 <.0001 0.0000 0.0000 1.91 0.0288 -0.0684 0.0747 -0.92 0.1806 43.4691 467.0084 0.09 0.4630 6.2047 4.4137 1.41 0.0811
Upah tenaga kerja wanita pada kegiatan non farm (UWNF), pengeluaran rumahtangga (PENG) dan pendidikan anggota keluarga wanita (PENDW) mempunyai pengaruh yang positif terhadap penggunaan tenaga kerja wanita pada kegiatan non farm dan masing-masing parameter dugaan nyata pada taraf kurang dari satu persen, lima persen dan 10 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa rumahtangga petani sayuran akan meningkatkan penggunaan tenaga kerja wanita pada kegiatan non farm dengan adanya peningkatan upah wanita pada kegiatan non farm, pengeluaran rumahtangga dan pendidikan wanita. Penggunaan tenaga kerja wanita pada kegiatan non farm sangat responsif terhadap perubahan pendidikan anggota keluarga wanita. Dalam hal tingkat pendidikan, rumahtangga petani sayuran sudah memperhatikan tingkat pendidikan bagi anggota keluarganya sampai pada tingkat tertinggi (perguruan tinggi). Tingkat pendidikan wanita yang tinggi akan mendorong rumahtangga petani mengalokasikan lebih banyak pada kegiatan non farm.
228 Kegiatan non farm dapat menjadi alternatif bagi rumahtangga petani sayuran sebagai sumber pembiayaan pengeluaran rumahtangga. Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian Hardono (2002) bahwa pendapatan buruh non pertanian dan total pengeluaran rumahtangga akan meningkatkan alokasi tenaga kerja berburuh non pertanian. Ekspektasi harga kentang (EXHRGKT) mempunyai pengaruh negatif terhadap penggunaan tenaga kerja wanita pada kegiatan non farm dan nyata pada taraf nyata kurang dari 20 persen. Adanya ekspektasi harga kentang akan membuat rumahtangga petani meningkatkan pengelolaan usahatani kentang sehingga penggunaan tenaga kerja wanita untuk usahatani kentang semakin besar dan penggunaan tenaga kerja wanita pada kegiatan non farm akan berkurang. Penggunaan tenaga kerja wanita pada kegiatan non farm sangat responsif terhadap perubahan ekspektasi harga kentang. Sementara itu risiko produksi kentang (SDPRDKT) mempunyai pengaruh positif terhadap penggunaan tenaga kerja wanita pada kegiatan non farm. Adanya risiko produksi kentang yang bersumber dari cuaca serta hama dan penyakit tanaman menyebabkan rumahtangga petani khususnya anggota keluarga wanita untuk mencari sumber pembiayaan dari kegiatan lain seperti non farm. Namun demikian pengaruh parameter dugaan tidak nyata pada taraf 20 persen. Dari penjelasan tersebut di atas disimpulkan bahwa beberapa faktor yang sangat dipertimbangkan oleh rumahtangga petani sayuran dalam menentukan keputusan mengenai penggunaan tenaga kerja wanita pada kegiatan non farm adalah faktor eksternal seperti upah wanita non farm, pengeluaran rumahtangga, ekspektasi harga kentang, dan karakteristik rumahtangga petani seperti tingkat
229 pendidikan wanita. Tingkat upah wanita non farm, tingkat pendidikan wanita dan pengeluaran rumahtangga akan meningkatkan penggunaan tenaga kerja wanita pada kegiatan non farm sedangkan ekspektasi harga kentang akan menurunkan penggunaan tenaga kerja wanita pada kegiatan non farm. 6.2.4.
Pendapatan Rumahtangga Petani Sayuran
Persamaan pada blok pendapatan terdiri dari empat (4) persamaan struktural dan delapan (8) persamaan identitas. Adapun persamaan struktural terdiri dari persamaan pendapatan pria pada kegiatan off farm (PPOF), pendapatan wanita pada kegiatan off farm (PWOF), pendapatan pria pada kegiatan non farm (PPNF) dan pendapatan wanita pada kegiatan non farm (PWNF). Sedangkan persamaan identitas terdiri dari persamaan total biaya usahatani kentang (TBUKT), total biaya usahatani kubis (TBUKB), pendapatan usahatani kentang (PUTKT), pendapatan usahatani kubis (PUTKB), total
pendapatan usahatani
(TPUT), total pendapatan off farm (TPOF), total pendapatan non farm (TPNF) dan total pendapatan rumahtangga (TPRT). Hasil pendugaan persamaan
pendapatan pria pada kegiatan off farm
(PPOF) dapat dilihat pada Tabel 45. Semua tanda pada parameter dugaan sesuai dengan yang diharapkan. Penggunaan tenaga kerja pria pada kegiatan off farm (TKPOF) dan upah pria pada kegiatan off farm (UPOF) mempunyai pengaruh positif terhadap pendapatan pria pada kegiatan off farm dan kedua parameter dugaan mempunyai pengaruh nyata pada taraf nyata kurang dari satu persen. Waktu yang dicurahkan tenaga kerja pria dan upah tenaga kerja pria pada kegiatan off farm merupakan komponen utama dalam memperoleh pendapatan yang diperoleh tenaga kerja pria
230 pada kegiatan off farm. Hasil penelitian ini mempunyai persamaan dengan penelitian Beach et al. (2005) yaitu upah pada kegiatan off farm ternyata mempunyai pengaruh positif terhadap pendaptan off farm. Namun demikian pengaruh upah ternyata tidak nyata pada taraf 10 persen. Tabel 45. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pendapatan Pria pada Kegiatan Off Farm di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 Variabel Intersep Tenaga kerja pria off farm (TKPOF) Upah pria off farm (UPOF) Risiko harga kubis (SDHRGKB) Ekspektasi harga kentang (EXPHRGKT) Ekspektasi harga kubis (EXPHRGKB) Ekspektasi produksi kentang (EXPRDKT)
Parameter Dugaan
Standard Error
64889.5000 256012.3000 7948.5740 825.4089 43.3240 9.7234 280.8195 105.4681 -4.5572 99.6553 -97.3236 65.6524 -3.9076
2.5907
Nilai t Pr > |t| 0.25 9.63 4.46 2.66 -0.05 -1.48
0.4002 <.0001 <.0001 0.0044 0.4818 0.0703
-1.51 0.0669
Risiko harga kubis (SDHRGKB) mempunyai pengaruh positif terhadap pendapatan pria pada kegiatan off farm dan parameter dugaan nyata pada taraf nyata kurang dari satu persen. Dengan adanya risiko harga kubis akan mendorong rumahtangga petani sayuran khususnya tenaga kerja pria untukmencari sumber pendanaan tambahan diantaranya pada kegiatan off farm. Kebalikan dengan risiko harga kubis, ekspektasi harga kentang (EXPHRGKT), ekspektasi harga kubis (EXPHRGKB) dan ekspektasi produksi kentang (EXPRDKT) mempunyai pengaruh yang negatif terhadap pendapatan pria pada kegiatan off farm. Ekspektasi rumahtangga petani sayuran yang tinggi pada harga kentang, kubis dan produksi kentang menyebabkan rumahtangga petani meningkatkan pengelolaan pada usahatani kentang dan kubis. Dengan adanya peningkatan pengelolaan usahatani maka terjadinya pengalihan alokasi tenaga kerja dari kegiatan off farm ke on farm sehingga kondisi tersebut akan
231 menyebabkan penurunan pendapatan off farm. Namun demikian parameter dugaan ekspektasi harga kentang tidak nyata pada taraf nyata 20 persen sedangkan ekspektasi harga kubis dan ekspektasi produksi kentang nyata pada taraf nyata kurang dari 10 persen. Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian Beach et al.(2005) bahwa ekspektasi penerimaan tembakau mempunyai pengaruh negatif terhadap pendapatan off farm tetapi pengaruhnya tidak nyata pada taraf 10 persen. Ekspektasi penerimaan diukur dari produksi rata-rata dikalikan dengan ekspektasi harga tembakau. Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pendapatan pria pada kegiatan off farm sangat ditentukan oleh penggunaan tenaga kerja pria pada kegiatan off farm, upah pria pada kegiatan off farm, risiko harga kubis dan ekspektasi harga kubis. Penggunaan tenaga kerja pria pada kegiatan off farm, upah pria pada kegiatan off farm dan risiko harga kubis dapat meningkatkan pendapatan pria pada kegiatan off farm sedangkan ekspektasi produksi kentang dan ekspektasi harga kubis akan menurunkan pendapatan pria pada kegiatan off farm. Selanjutnya hasil pendugaan persamaan pendapatan wanita pada kegiatan off farm (TKWOF) dapat dilihat pada Tabel 46. Semua parameter dugaan mempunyai tanda sesuai dengan harapan. Penggunaan tenaga kerja wanita pada kegiatan off farm (TKWOF) dan upah wanita pada kegiatan off farm (UWOF) mempunyai pengaruh positif terhadap pendapatan wanita pada kegiatan off
farm dan parameter dugaan
tersebut nyata pada taraf nyata kurang satu persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja wanita pada kegiatan off farm dan upah wanita
232 pada kegiatan off farm sangat menentukan pendapatan wanita pada kegiatan off farm. Seperti hasil penelitian Beach et al. (2005) bahwa upah pada kegiatan off farm mempunyai pengaruh positif terhadap pendapatan off farm meskipun parameter dugaan tersebut tidak nyata pada taraf 10 persen. Tabel 46. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pendapatan Wanita pada Kegiatan Off Farm di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 Variabel Intersep Tenaga kerja wanita off farm (TKWOF) Upah wanita off farm (UWOF) Risiko harga kubis (SDHRGKB) Ekspektasi produksi kentang (EXPRDKT) Ekspektasi produksi kubis (EXPRDKB) Risiko produksi kubis (SDPRDKB) Risiko produksi kentang (SDPRDKT)
Parameter Dugaan
Standard Error
Nilai t
Pr > |t|
569356.1000
787159.2000
0.72
0.2354
5573.7610 37.9492 85.7367
542.3169 11.1282 43.6013
10.28 3.41 1.97
<.0001 0.0005 0.0257
-1.7020
1.2233
-1.39
0.0832
-1.1385
1.6049
-0.71
0.2397
1130238.0000
287118.8000
3.94
0.0001
3140807.0000 5112120.0000
0.61
0.2700
Selanjutnya risiko harga kubis (SDHRGKB), risiko produksi kubis (SDPRDKB) dan risiko produksi kentang (SDPRDKT) mempunyai pengaruh positif terhadap pendapatan wanita pada kegiatan off farm dan parameter dugaan mempunyai pengaruh nyata kecuali risiko produksi kentang. Risiko harga kubis dan risiko produksi kubis akan menyebabkan rumahtangga petani mengurangi kegiatan usahatani kubis sehingga terjadi perubahan alokasi tenaga kerja wanita dari kegiatan usahatani ke kegiatan off farm. Dengan meningkatnya alokasi tenaga kerja pada kegiatan off farm menyebabkan pendapatan off farm mengalami peningkatan.
233 Sementara itu ekspektasi produksi kentang (EXPRDKT) dan ekspektasi produksi kubis (EXPRDKB) mempunyai pengaruh negatif terhadap pendapatan wanita pada kegiatan off farm. Parameter dugaan ekspektasi produksi kentang nyata pada taraf nyata kurang dari 10 persen sedangkan parameter dugaan ekspektasi produksi kubis tidak nyata pada taraf nyata 20 persen. Komoditas kentang merupakan komoditas yang menjadi harapan terbesar rumahtangga petani. Dengan adanya ekspektasi terhadap produksi kentang memberikan insentif bagi rumahtangga petani sayuran untuk melakukan pengelolaan usahatani sehingga akan mengurangi kegiatan off farm yang akhirnya pendapatan dari kegiatan off farm berkurang. Dilihat dari harganya, harga komoditas kentang, rata-rata sekitar Rp 2257/kg, selalu lebih tinggi dibandingkan harga kubis dengan rata-rata Rp 991/kg. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendapatan wanita pada kegiatan off farm sangat ditentukan oleh penggunaan tenaga kerja dan upah tenaga kerja wanita pada kegiatan off farm, risiko harga dan risiko produksi kubis dan ekspektasi produksi kentang. Semua variabel tersebut mempunyai pengaruh meningkatkan pendapatan wanita pada kegiatan off farm kecuali ekspektasi produksi kentang. Selanjutnya pada kegiatan non farm, hasil pendugaan persamaan pendapatan pria pada kegiatan non farm (PPNF) dapat dilihat pada Tabel 47. Hasil pendugaan menunjukkan bahwa semua parameter dugaan mempunyai tanda sesuai harapan. Pengunaan tenaga kerja pria dan upah pria pada kegiatan non farm (TKPNF dan UPNF) mempunyai pengaruh positif terhadap pendapatan pria pada
234 kegiatan non farm dan kedua parameter dugaan mempunyai pengaruh nyata masing – masing pada taraf nyata kurang dari 10 persen dan satu persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa waktu yang tercurah untuk kegiatan non farm dan tingkat upah merupakan komponen penting dalam pendapatan non farm. Pendapatan tenaga kerja pria pada kegiatan non farm sangat responsif terhadap perubahan upah tenaga kerja pria pada kegiatan non farm. Tabel 47. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pendapatan Pria pada Kegiatan Non Farm di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 Variabel Tenaga kerja pria non farm (TKPNF) Upah pria non farm (UPNF) Total pendapatan off farm (TPOF) Total pendapatan usahatani (TPUT) Risiko harga kubis (SDHRGKB) Risiko produksi kentang (SDPRDKT)
Parameter Dugaan
Standard Error
Nilai t
Pr > |t|
11831.1400 393.4190 -0.2676
8423.3350 15.0520 0.6884
1.40 0.0812 26.14 <.0001 -0.39 0.3491
-0.0080 8651.2380
0.0067 3517.3110
-1.19 2.46
0.1189 0.0076
4719935.0000 48641284.0000
0.10
0.4614
Total pendapatan kegiatan off farm (TPOF) dan total pendapatan usahatani (TPUT) mempunyai pengaruh negatif terhadap pendapatan tenaga kerja pria pada kegiatan non farm. Dalam hal ini terdapat trade off antara pendapatan yang berasal dari kegiatan off farm dan usahatani sendiri dengan non farm. Parameter dugaan total pendapatan usahatani mempunyai pengaruh nyata sedangkan total pendapatan kegiatan off farm mempunyai pengaruh tidak nyata. Risiko harga kubis (SDHRGKB) dan risiko produksi kentang (SDPRDKT) mempunyai pengaruh positif terhadap pendapatan tenaga kerja pria pada kegiatan non farm. Adanya risiko harga kubis dan risiko produksi kentang mendorong rumahtangga petani sayuran melakukan perubahan alokasi tenaga kerja dari
235 kegiatan on farm menjadi non farm. Perubahan alokasi tenaga kerja tersebut akan meningkatkan pendapatan tenaga kerja pada kegiatan non farm. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendapatan tenaga kerja pria pada kegiatan non farm sangat ditentukan oleh penggunaan tenaga kerja pria pada kegiatan non farm, upah pria pada kegiatan non farm, total pendapatan usahatani dan risiko harga kubis. Penggunaan tenaga kerja pria pada kegiatan non farm dan upah tenaga kerja pria pada kegiatan non farm serta risiko harga kubis meningkatkan pendapatan tenaga kerja pria pada kegiatan non farm sedangkan total pendapatan usahatani sebaliknya. Hasil pendugaan persamaan pendapatan wanita pada kegiatan non farm (PWNF) dapat dilihat pada Tabel 48. Semua parameter dugaan mempunyai tanda sesuai dengan harapan. Tabel 48. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pendapatan Wanita pada Kegiatan Non Farm di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 Variabel Upah wanita non farm (UWNF) Ekspektasi harga kubis (EXPHRGKB) Total biaya usahatani kentang (TBUKT) Total pengeluaran (PENG) Risiko produksi kentang (SDPRDKT)
Parameter Dugaan
Standard Error
400.8930 -1105.2800 0.0023 0.0064 4751146.0000
7.8803 718.9264 0.0426 0.0253 7465737.0000
Nilai t 50.87 -1.54 0.05 0.25 0.64
Pr > |t| <.0001 0.0633 0.4788 0.3998 0.2628
Upah tenaga kerja wanita pada kegiatan non farm (UWNF) merupakan salah satu komponen penting dalam pendapatan wanita pada kegiatan non farm. Parameter dugaan upah wanita pada kegiatan non farm bertanda positif dan nyata pada taraf nyata kurang dari satu persen. Peningkatan terhadap upah wanita pada kegiatan non farm akan menyebabkan pendapatan wanita pada kegiatan non farm
236 mengalami peningkatan. Dilihat dari responnya, pendapatan wanita pada kegiatan non farm sangat responsif terhadap perubahan upah tenaga kerja wanita pada kegiatan non farm. Selanjutnya ekspektasi harga kubis (EXHRGKB) mempunyai pengaruh negatif terhadap pendapatan wanita pada kegiatan non farm dan parameter dugaan nyata pada taraf nyata kurang dari 10 persen. Ekspektasi harga kubis menjadi salah satu faktor menurunnya pendapatan tenaga kerja wanita pada kegiatan non farm. Dengan semakin meningkatnya ekspektasi harga kubis, rumahtangga petani akan meningkatkan pengelolaan dalam usahatani sehingga penggunaan tenaga kerja wanita pada kegiatan non farm akan mengalami penurunan. Berdasarkan pendugaan persamaan penggunaan tenaga kerja wanita pada kegiatan non farm menunjukkan bahwa ekspektasi harga kubis berpengaruh negatif terhadap penggunaan tenaga kerja wanita pada kegiatan non farm. Oleh karena itu meningkatnya ekspektasi harga kubis akan menurunkan penggunaan tenaga kerja wanita pada kegiatan non farm sehingga akhirnya pendapatan tenaga kerja wanita pada kegiatan non farm mengalami penurunan. Sedangkan total biaya usahatani kentang (TBUKT), pengeluaran rumahtangga (PENG) dan risiko produksi kentang (SDPRDKT) mempunyai pengaruh positif terhadap pendapatan tenaga kerja wanita pada kegiatan non farm. Peningkatan ketiga variabel tersebut menyebabkan rumahtangga petani sayuran membutuhkan pendanaan tambahan yang dapat diperoleh dari kegiatan non farm. Meskipun demikian ketiga parameter dugaan tersebut tidak nyata pada taraf nyata 20 persen.
237 Berdasarkan penjelasan di atas menunjukkan bahwa pendapatan tenaga kerja wanita pada kegiatan non farm dipengaruhi oleh upah wanita pada kegiatan non farm dan ekspektasi harga kubis. Upah wanita pada kegiatan non farm akan meningkatkan pendapatan tenaga kerja wanita pada kegiatan non farm sebaliknya ekspektasi harga kubis. Selanjutnya pada persamaan identitas total biaya usahatani kentang (TBUKT) dan kubis (TBUKB) merupakan penjumlahan dari hasil perkalian harga dengan penggunaan input yang digunakan dalam usahatani. Sedangkan pendapatan usahatani kentang (PUTKT) dan pendapatan usahatani kubis (PUTKB) merupakan perkalian produksi dengan ekspektasi harga dikurangi dengan total biaya usahatani. Total pendapatan usahatani (TPUT) merupakan penjumlahan pendapatan yang bersumber dari usahatani kentang dan kubis. Sedangkan total pendapatan off farm (TPOF) merupakan penjumlahan pendapatan yang bersumber dari pendapatan tenaga pria dan wanita pada kegiatan off farm. Kontribusi pendapatan pria dari kegiatan off farm sekitar 65 persen terhadap total pendapatan off farm. Total pendapatan non farm (TPNF) merupakan penjumlahan pendapatan pria dan wanita pada kegiatan non farm. Sedangkan total pendapatan rumahtangga (TPRT) merupakan penjumlahan total pendapatan usahatani, total pendapatan off farm dan total pendapatan non farm. Kontribusi masing-masing pendapatan terhadap total pendapatan rumahtangga petani sayuran yaitu pendapatan dari usahatani sendiri (92.9%) diikuti pendapatan non farm (6.7%) dan pendapatan off farm (0.4%).
238 6.2.5. Pengeluaran Rumahtangga Petani Sayuran
Blok pengeluaran rumahtangga petani sayuran terdiri enam (6) persamaan struktural dan dua (2) persamaan identitas. Persamaan struktural terdiri dari persamaan pengeluaran pangan (PPANG), pengeluaran non pangan (PNPG), pengeluaran kesehatan (PKS), pengeluaran pendidikan (PPEND), tabungan (TAB) dan investasi produksi (INVES). Sedangkan persamaan identitas terdiri dari persamaan pengeluaran untuk konsumsi pangan dan non pangan (KONS) dan total pengeluaran rumahtangga (PENG). Uraian di bawah ini menjelaskan hasil pendugaan persamaan struktural pengeluaran pangan, non pangan, kesehatan, pendidikan, tabungan dan investasi. Hasil pendugaan terhadap persamaan pengeluaran pangan (PPANG) dapat dilihat pada Tabel 49. Semua tanda parameter dugaan sesuai dengan harapan. Tabel 49. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pengeluaran Pangan di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006
Variabel Intersep Jumlah anggota (JART) Total pendapatan rumahtangga (TPRT) Ekspektasi produksi kubis (EXPRDKB) Ekspektasi produksi kentang (EXPRDKT) Risiko produksi kentang (SDPRDKT)
Nilai t
Pr > |t|
Standar Error
827766.4000 677301.1000
3217142.0000 243225.5000
0.26 2.78
0.3987 0.0031
0.0108
0.0036
2.97
0.0018
89.0701
76.8819
1.16
0.1244
26.5446
58.3540
0.45
0.3250
-9814905.0000 14385896.0000
-0.68
0.2481
Parameter Dugaan
Karakteritik rumahtangga petani seperti jumlah anggota rumahtangga (JART) mempunyai pengaruh positif terhadap pengeluaran pangan dan parameter dugaan nyata pada taraf nyata kurang dari satu persen. Semakin banyak jumlah
239 anggota rumahtangga menyebabkan kebutuhan terhadap pangan semakin meningkat sehingga pengeluaran pangan meningkat. Hal ini sejalan dengan penelitian Sawit (1993) yang menunjukkan bahwa permintaan barang yang dibeli dipengaruhi secara positif oleh jumlah pekerja pria dan wanita dalam rumahtangga. Rata-rata jumlah anggota rumahtangga petani sayuran sampel sekitar 4 orang. Selanjutnya total pendapatan rumahtangga (TPRT) mempunyai pengaruh positif terhadap pengeluaran pangan dan nyata pada taraf nyata kurang dari satu persen. Total pendapatan rumahtangga merupakan sumber dana yang dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran rumahtangga petani khususnya untuk kebutuhan pangan. Total pendapatan rumahtangga bersumber dari pendapatan usahatani (on farm), off farm dan non farm. Semakin besar total pendapatan rumahatangga akan mendorong rumahtangga petani untuk meningkatkan pengeluaran pangan.
Penelitian Pradhan dan Quilkey (1985) menunjukkan
kondisi yang sama bahwa pendapatan mempunyai pengaruh positif terhadap konsumsi barang-barang yang dibeli di pasar dan parameter dugaan mempunyai pengaruh yang nyata. Ekspektasi produksi kubis (EXPRDKB) dan ekspektasi produksi kentang (EXPRDKT) mempunyai pengaruh positif terhadap pengeluaran pangan. Dengan adanya ekspektasi terhadap produksi usahatani mendorong rumahtangga petani lebih giat mengelola kegiatan usahatani sehingga pendapatan akan mengalami peningkatan dan akhirnya pengeluaran pangan meningkat. Hanya parameter dugaan ekspektasi produksi kubis yang nyata pada taraf nyata kurang dari 15 persen.
240 Selanjutnya risiko produksi kentang (SDPRDKT) mempunyai pengaruh negatif terhadap pengeluaran pangan. Dengan adanya risiko produksi kentang akan berpengaruh terhadap penurunan pendapatan on farm sehingga pengeluaran untuk pangan juga menurun. Parameter dugaan risiko produksi kentang tidak nyata pada taraf nyata 20 persen. Dari hasil penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa keputusan rumahtangga
petani
sayuran
dalam
pengeluaran
pangan
sangat
mempertimbangkan jumlah anggota rumahtangga, total pendapatan rumahtangga dan ekspektasi produksi kubis. Semua faktor tersebut akan meningkatkan pengeluaran pangan. Selanjutnya hasil pendugaan persamaan pengeluaran non pangan (PNPG) dapat dilihat pada Tabel 50. Dari hasil pendugaan menunjukkan bahwa semua parameter dugaan mempunyai tanda sesuai dengan yang diharapkan. Tabel 50. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pengeluaran Non Pangan di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006
Variabel Risiko harga kentang (SDHRGKT) Risiko harga kubis (SDHRGKB) Risiko produksi kentang (SDPRDKT) Total pendapatan rumahtangga (TPRT) Ekspektasi harga kentang (EXPHRGKT)
Parameter Dugaan
Standar Error
Nilai t
Pr > |t|
-12634.1000 -1348.4700
9332.2430 7774.4850
-1.35 0.0890 -0.17 0.4313
-8566740.0000
51802380.0000
-0.17 0.4345
0.0144
0.0137
1.05 0.1476
6266.2700
3235.8030
1.94 0.0274
Risiko harga kentang (SDHRGKT), risiko harga kubis (SDHRGKB) dan risiko produksi kentang (SDPRDKT) mempunyai pengaruh yang negatif terhadap pengeluaran non pangan. Dengan adanya risiko harga dan produksi yang dihadapi
241 rumahtangga petani sayuran akan berakibat pada menurunnya pendapatan usahatani. Menurunnya pendapatan usahatani akan diikuti dengan menurunnya total pendapatan rumahtangga, yang akhirnya berpengaruh terhadap penurunan pengeluaran non pangan. Dari ketiga parameter dugaan tersebut hanya risiko harga kentang mempunyai pengaruh nyata pada taraf nyata kurang dari 10 persen. Selanjutnya total pendapatan rumahtangga (TPRT) dan ekspektasi harga kentang (EXPHRGKT) mempunyai pengaruh positif terhadap pengeluaran non pangan. Kedua parameter dugaan tersebut nyata pada taraf nyata masing-masing kurang dari 15 persen dan lima (5) persen. Semakin besar total pendapatan rumahtangga dan ekspektasi harga kentang menyebabkan rumahtangga petani semakin meningkatkan pengeluaran non pangan. Dilihat dari responnya, pengeluaran non pangan sangat responsif terhadap perubahan ekspektasi harga kentang. Berdasarkan uraian tersebut, pengambilan keputusan rumahtangga petani dalam pengeluaran non pangan sangat ditentukan oleh risiko harga kentang, total pendapatan rumahtangga dan ekspektasi harga kentang. Risiko harga kentang mengurangi pengeluaran non pangan sedangkan total pendapatan dan ekspektasi harga kentang akan meningkatkan pengeluaran non pangan. Selanjutnya hasil pendugaan persamaan pengeluaran kesehatan (PKS) dapat dilihat pada Tabel 51. Hasil pendugaan menunjukkan bahwa semua parameter dugaan mempunyai tanda sesuai dengan yang diharapkan. Keputusan rumahtangga petani dalam menentukan pengeluaran kesehatan sangat mempertimbangkan pengeluaran pendidikan (PPEND). Pengeluaran pendidikan mempunyai pengaruh negatif terhadap pengeluaran kesehatan dan
242 nyata pada taraf nyata kurang dari satu persen. Semakin tinggi pengeluaran pendidikan, rumah tangga akan menurunkan pengeluaran kesehatan. Kondisi tersebut menunjukkan ada trade off antara pengeluaran pendidikan dan kesehatan. Perhatian rumahtangga petani sayuran terhadap pendidikan sangat besar. Hal ini dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan yang ditempuh anggota rumahtangga petani sayuran sampel sudah ada yang mencapai tingkat perguruan tinggi. Tabel 51. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pengeluaran Kesehatan di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006
Variabel Pengeluaran pendidikan (PPEND) Total pendapatan rumahtangga (TPRT) Risiko harga kubis (SDHRGKB) Ekspektasi produksi kentang (EXPRDKT) Ekspektasi produksi kubis (EXPRDKB) Risiko produksi kentang (SDPRDKT)
Parameter Dugaan
Nilai Pr > |t| Standar Error t
-0.1080
0.0880
-1.23
0.1111
0.0012 -176.9640
0.0021 1106.7200
0.56 -0.16
0.2871 0.4366
29.3698
31.2724
0.94
0.1747
26.5625
32.0874
0.83
0.2046
-3219789.0000
6038721.0000
-0.53
0.2974
Selanjutnya ekspektasi produksi kentang (EXPRDKT) dan ekspektasi produksi kubis (EXPRDKB) mempunyai pengaruh positif terhadap pengeluaran kesehatan. Rumahtangga petani sayuran telah memperhatikan kesehatan bagi anggota keluarganya, seperti halnya dengan pangan dan non pangan. Dengan meningkatnya ekspektasi produksi kentang dan kubis maka pengeluaran kesehatan juga meningkat. Namun demikian hanya parameter dugaan ekspektasi produksi kentang yang nyata pada taraf nyata kurang dari 20 persen. Pengeluaran kesehatan relatif responsif terhadap perubahan ekspektasi produksi kentang dan kubis.
243 Adapun risiko harga kubis (SDHRGKB) dan risiko produksi kentang (SDPRDKT) mempunyai pengaruh negatif terhadap pengeluaran kesehatan. Semakin tinggi risiko harga kubis dan risiko produksi kentang yang dihadapi rumahtangga petani menyebabkan pengeluaran kesehatan semakin menurun. Meskipun demikian kedua parameter dugaan tersebut tidak nyata pada taraf nyata 20 persen. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa keputusan rumahtangga petani dalam mengambil keputusan mengenai pengeluaran kesehatan sangat ditentukan oleh pengeluaran pendidikan dan ekspektasi produksi kentang. Pengeluaran pendidikan akan menurunkan pengeluaran kesehatan, sedangkan ekspektasi produksi kentang akan meningkatkan pengeluaran kesehatan. Selanjutnya hasil pendugaan persamaan pengeluaran pendidikan (PPEND) dapat dilihat pada Tabel 52. Hasil pendugaan menunjukkan semua parameter dugaan mempunyai tanda sesuai harapan. Tabel 52. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pengeluaran Pendidikan di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006
Variabel Jumlah anggota keluarga sekolah (JAKSEK) Total pendaptan rumahtangga (TPRT) Pendidikan pria (PENDP) Pendidikan wanita (PENDW) Risiko harga kentang (SDHRGKT) Risiko harga kubis (SDHRGKB) Tabungan (TAB)
Parameter Dugaan
Standar Error
1640931.0000 202114.1000 0.0083 0.0037 78480.8400 68655.3800 106136.9000 75971.5100 -2354.7500 1218.7290 -216.2270 1236.2180 -0.0990 0.1161
Nilai Pr > |t| t 8.12 <.0001 2.26 0.0128 1.14 0.1275 1.40 0.0824 -1.93 0.0277 -0.17 0.4307 -0.85 0.1979
244 Karakteristik rumahtangga petani seperti jumlah anggota keluarga sekolah (JAKSEK) mempunyai pengaruh positif terhadap pengeluaran pendidikan dan parameter dugaan nyata pada taraf nyata kurang dari satu persen. Adapun jumlah anggota keluarga rumahtangga petani sayuran yang masih sekolah berkisar dari 1 sampai 4 orang dalam satu rumahtangga. Besarnya jumlah anggota keluarga yang sekolah merupakan pertimbangan pertama rumahtangga petani sayuran dalam menentukan
pengeluaran
pendidikan.
Rata-rata
pengeluaran
pendidikan
rumahtangga petani sayuran mencapai Rp 1 758 476/tahun. Dilihat dari responnya, pengeluaran pendidikan sangat responsif terhadap perubahan jumlah anggota keluarga yang sekolah. Selanjutnya total pendapatan rumahtangga petani sayuran (TPRT), tingkat pendidikan anggota keluarga pria (PENDP) maupun wanita (PENDW) mempunyai pengaruh positif terhadap pengeluaran pendidikan dan ketiga parameter dugaan mempunyai pengaruh nyata. Tingkat pendidikan anggota keluarga pria mulai dari SD sampai dengan perguruan tinggi (4-15 tahun), demikian pula tingkat anggota keluarga wanita mulai dari SD sampai dengan perguruan tinggi (3-13 tahun). Meningkatnya total pendapatan rumatangga, pendidikan anggota keluarga pria dan wanita akan mendorong rumahtangga petani meningkatkan pengeluaran pendidikan. Risiko harga kentang (SDHRGKT), risiko harga kubis (SDHRGKB) dan tabungan (TAB) mempunyai pengaruh positif terhadap pengeluaran pendidikan. Semakin meningkatnya risiko harga kentang dan kubis serta tabungan menyebabkan
pendapatan
rumahangga
petani
berkurang
sehingga
akan
mendorong rumahtangga petani mengurangi pengeluaran untuk pendidikan.
245 Ketiga parameter dugaan tersebut mempunyai pengaruh nyata kecuali risiko harga kubis. Dari penjelasan di atas menunjukkan bahwa rumahtangga petani sayuran sangat memperhatikan pendidikan bagi anggota keluarganya. Perubahan– perubahan yang terjadi dalam kegiatan produksi tidak terlalu mendapat respon dalam pengeluaran pendidikan, kecuali jumlah anggota keluarga sekolah. Keputusan rumahtangga petani sayuran dalam menentukan pengeluaran pendidikan lebih banyak ditentukan karakteristik rumahtangga seperti jumlah anggota keluarga sekolah, total pendapatan rumahtangga, pendidikan anggota keluarga pria, pendidikan anggota keluarga wanita, risiko harga kentang dan tabungan. Selanjutnya pada persamaan identitas konsumsi (KONS) merupakan penjumlahan pengeluaran untuk pangan dan non pangan. Total pengeluaran rumahtangga (PENG) merupakan penjumlahan pengeluaran pangan dan non pangan (KONS) serta pengeluaran kesehatan (PKS) dan pendidikan (PPEND). Selain pengeluaran tersebut di atas, rumahtangga juga mengalokasikan total pendapatan rumahtangga untuk tabungan (TAB) dan investasi produksi (INVES). Tabungan yang dimaksud disini
termasuk didalamnya dana yang
disisihkan rumahtangga untuk kegiatan yang tertunda baik yang disimpan di rumah maupun di lembaga perbankan. Hasil pendugaan terhadap persamaan tabungan dapat dilihat pada Tabel 53. Semua parameter dugaan mempunyai tanda sesuai dengan harapan. Hasil pendugaan menunjukkan bahwa total pendapatan rumahtangga (TPRT) dan ekspektasi produksi kentang (EXPRDKT) mempunyai pengaruh
246 positif terhadap tabungan dan kedua parameter dugaan nyata masing-masing pada taraf nyata kurang dari satu persen dan lima persen. Hal tersebut menunjukkan keputusan rumahtangga petani untuk meningkatkan tabungan sangat ditentukan total pendapatan rumahtangga dan ekspektasi produksi kentang. Tabel 53.
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Tabungan di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006
Variabel Intersep Total pendapatan rumahtangga (TPRT) Total konsumsi (KONS) Pengeluaran pendidikan (PPEND) Risiko harga kentang (SDHRGKT) Ekspektasi produksi kentang (EXPRDKT)
Nilai t
Pr > |t|
Parameter Dugaan
Standar Error
3839788.0000
1911540.0000
2.01
0.0233
0.0268 -0.0107 -0.0276 -1441.8600
0.0038 0.0659 0.1871 2520.1040
7.06 -0.16 -0.15 -0.57
<.0001 0.4360 0.4416 0.2841
111.8079
56.8146
1.97
0.0256
Parameter dugaan total konsumsi (KONS), pengeluaran pendidikan (PPEND) dan risiko harga kentang (SDHRGKT) mempunyai pengaruh negatif terhadap tabungan tetapi pengaruhnya tidak nyata pada taraf nyata 20 persen. Rumahtangga petani sayuran memandang bahwa tabungan digunakan untuk berjaga-jaga seperti jika ada kebutuhan yang mendadak baik untuk kegiatan produksi maupun kebutuhan sehari-hari. Pengambilan keputusan rumahtangga petani sayuran dalam
penentuan tabungan sangat ditentukan oleh total
pendapatan rumahtangga dan pengeluaran kesehatan. Selanjutnya hasil pendugaan persamaan investasi produksi (INVES) dapat dilihat pada Tabel 54. Hasil pendugaan menunjukkan bahwa semua parameter dugaan mempunyai tanda sesuai dengan harapan.
247 Tabel 54. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Investasi Produksi di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006
Variabel Intersep Total pendapatan rumahtangga (TPRT) Risiko produksi kentang (SDPRDKT) Ekspektasi produksi kentang (EXPRDKT)
Parameter Dugaan
Standar Error
559373.3000 1096855.0000
Pr > |t| Nilai t 0.51
0.3055
0.0018
1.18
0.1196
-1746869.0000 6990403.0000
-0.25
0.4015
0.75
0.2287
0.0021
21.1887
28.4296
Total pendapatan rumahtangga (TPRT) mempunyai pengaruh positif terhadap investasi produksi dan parameter dugaan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap investasi produksi. Rumahtangga petani sayuran akan melakukan investasi produksi jika total pendapatan rumahtangga petani mengalami peningkatan. Sedangkan risiko produksi kentang (SDPRDKT) mempunyai pengaruh negatif terhadap investasi produksi sedangkan ekspektasi produksi kentang (EXPRDKT) mempunyai pengaruh positif. Rumahtangga petani sayuran akan menurunkan investasi produksi jika risiko produksi kentang mengalami peningkatan dan sebaliknya ekspektasi produksi kentang. Namun demikian pengaruh tersebut tidak nyata pada taraf nyata 20 persen. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa rumahtangga petani sayuran dalam melakukan keputusan investasi produksi sangat ditentukan oleh total pendapatan rumahtangga. Total pendapatan rumahtangga akan meningkatkan investasi produksi.
248 6.3. Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran pada Kondisi Risiko Produksi dan Harga Produk
Risiko menunjukkan pada suatu kejadian yang dapat menyebabkan kerugian bagi yang mengalami. Penelitian ini hanya memfokuskan pada risiko produksi dan harga produk khususnya pada komoditas kentang dan kubis yang dominan diusahakan oleh rumahtangga petani sayuran sampel. Salah satu sumber utama adanya risiko produksi adalah cuaca serta hama dan penyakit tanaman. Sedangkan risiko harga produk bersumber dari kondisi harga sesuai dengan kekuatan penawaran dan permintaan di pasar. Kedua risiko tersebut sering dialami oleh rumahtangga petani dalam melakukan pengelolaan usahatani, sehingga rumahtangga petani sayuran sering mengahadapi fluktuasi produksi dan harga baik setiap panen dan penjualan produk. Adanya risiko produksi dan harga produk akan mempengaruhi perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran dalam mengambil keputusan produksi, konsumsi dan alokasi tenaga kerja. Berdasarkan pada model ekonomi rumahtangga petani yang telah dibangun, bagian ini akan menguraikan secara khusus perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran sebagai akibat adanya risiko produksi dan harga produk. Uraian mengenai perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran pada kondisi risiko produksi dan harga produk akan didasarkan pada perilaku rumahtangga petani sayuran dalam mengambil keputusan produksi, konsumsi dan alokasi tenaga kerja. 6.3.1.
Perilaku Rumahtangga Keputusan Produksi
Petani
Sayuran
dalam
Pengambilan
Perilaku rumahtangga petani sayuran dalam pengambilan keputusan produksi didasarkan pada model yang telah dibangun khususnya pada blok
249 produksi dan penggunaan input. Pada blok produksi yang terdapat dalam model mencakup luas lahan garapan dan produktivitas sedangkan blok penggunaan input mencakup penggunaan benih, pupuk dan obat-obatan. Adanya risiko produksi dan harga produk menyebabkan rumahtangga petani sayuran berperilaku risk aversion. Dalam pengambilan keputusan produksi rumahtangga petani sayuran mengurangi penggunaan luas lahan garapan kentang dan kubis. Pengurangan luas lahan garapan kentang dan kubis dilakukan rumahtangga petani sayuran untuk menghindari kerugian yang akan dialami akibat adanya risiko produksi dan harga produk. Namun demikian perubahan terhadap risiko produksi dan harga produk sebenarnya kurang direspon dengan cepat oleh penurunan luas lahan garapan. Hal ini terjadi karena kegiatan usahatani merupakan mata pencaharian utama yang dilakukan rumahtangga petani sayuran, sehingga meskipun dalam pengelolaan usahatani selalu dihadapkan dengan adanya risiko produksi dan harga produk, rumahtangga petani sayuran tetap mengelola kegiatan usahatani kentang dan kubis sampai saat ini. Selain mengambil keputusan untuk melakukan penurunan luas lahan garapan kentang dan kubis, ternyata akibat lain adanya risiko produksi dan harga produk menyebabkan produktivitas kentang dan kubis yang diperoleh rumahtangga petani sayuran mengalami penurunan. Penurunan produktivitas kentang dan kubis terjadi karena risiko produksi mempunyai pengaruh secara langsung terhadap kegiatan produksi. Dalam kegiatan produksi sayuran kentang dan kubis, cuaca pada musim kemarau sering menjadi sumber risiko produksi yang dihadapi rumahtangga petani sayuran. Berdasarkan pada karakteristik tanaman, komoditas kentang
250 sangat rentan terhadap kekeringan, sehingga dalam pertumbuhannya kentang sangat membutuhkan pengairan yang cukup. Selain rentan terhadap kekeringan, pada musim hujan tanaman kentang dan kubis juga sangat rentan terhadap hama dan penyakit tanaman. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa setiap musim tanam rumahtangga petani sayuran selalu menghadapi risiko produksi dalam pengelolaan usahatani. Selain risiko produksi, dalam pengelolaan usahatani rumahtangga petani sayuran juga dihadapkan harga yang selalu berfluktuasi yang mengindikasikan sebagai risiko harga. Adanya risiko produksi dan harga produk menjadi salah satu faktor terjadinya penurunan produktivitas kentang dan kubis. Selanjutnya pada blok penggunaan input, adanya risiko produksi dan harga produk menyebabkan rumahtangga petani sayuran yang risk aversion melakukan pengambilan keputusan produksi dengan mengurangi penggunaan input seperti benih, pupuk dan obat-obatan. Hal tersebut terjadi dikarenakan rumahtangga petani sayuran membutuhkan biaya untuk mengatasi risiko sehingga berakibat pendapatan dan ketersediaan dana untuk membeli input menjadi berkurang. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas ternyata akibat adanya risiko produksi dan harga produk menyebabkan rumahtangga petani sayuran melakukan penurunan luas lahan garapan dan penggunaan input sehingga produktivitas mengalami menurun. Konsekuensi lebih lanjut yang akan dihadapi rumahtangga petani sayuran dengan adanya risiko produksi dan risiko harga produk yaitu pendapatan usahatani kentang dan kubis akan mengalami penurunan. Penurunan pendapatan usahatani kentang dan kubis dikarenakan adanya penurunan produktivitas dan luas lahan garapan sebagai akibat adanya risiko produksi dan harga produk.
251 6.3.2. Perilaku Rumahtangga Petani Keputusan Alokasi Tenaga Kerja
Sayuran
dalam
Pengambilan
Perilaku rumahtangga petani sayuran dalam pengambilan keputusan terhadap alokasi tenaga kerja berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh anggota rumahtangga petani. Terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan oleh anggota rumahtangga petani sayuran yaitu kegiatan pada usahataninya sendiri (on farm), kegiatan pada usahatani orang lain atau berburuh tani (off farm) dan kegiatan di luar pertanian (non farm). Perilaku rumahtangga petani sayuran dalam pengambilan keputusan alokasi tenaga kerja didasarkan pada model yang telah dibangun khususnya pada blok penggunaan tenaga kerja yaitu penggunaan tenaga kerja pria dan wanita pada kegiatan on farm, kegiatan off farm dan kegiatan non farm. Khusus pada kegiatan on farm selain penggunaan tenaga kerja dalam keluarga juga memperhatikan penggunaan tenaga kerja luar keluarga. Pengambilan keputusan dalam mengalokasikan tenaga kerja pada kegiatan on farm, off farm dan non farm yang dilakukan rumahtangga petani sayuran sangat dipengaruhi oleh risiko produksi dan harga produk. Dengan adanya risiko produksi dan harga produk, rumahtangga petani sayuran akan mengurangi penggunaan tenaga kerja pria dan wanita dalam keluarga pada kegiatan on farm baik pada usahatani kentang dan kubis. Hal ini terjadi karena adanya risiko produksi dan harga produk kentang dan kubis menyebabkan rumahtangga petani mengurangi pengelolaan kegiatan usahatani kentang dan kubis sehingga penggunaan tenaga kerja pria dan wanita dalam keluarga pada kegiatan on farm juga berkurang. Selain melakukan pengurangan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga pada kegiatan on farm, rumahtangga petani sayuran juga mengurangi
252 penggunaan tenaga kerja pria dan wanita luar keluarga pada kegiatan on farm sebagai akibat adanya risiko produksi dan harga produk pada kentang dan kubis. Kondisi tersebut berbeda pada kegiatan off farm dan non farm, dimana dengan adanya risiko produksi dan harga produk kentang dan kubis menyebabkan rumahtangga petani sayuran mengambil keputusan untuk meningkatkan penggunaan tenaga kerja pria dan wanita pada kegiatan off farm dan non farm. Hal ini terjadi karena dengan adanya risiko produksi dan harga produk pada komoditas kentang dan kubis akan menyebabkan rumahtangga petani mengurangi pengelolaan usahatani kentang dan kubis. Dengan demikian akan terjadi surplus tenaga kerja yang lebih besar pada rumahtangga petani, yang selanjutnya dapat dialokasikan untuk kegiatan off farm dan non farm. Hal tersebut menunjukkan bahwa kegiatan off farm dan non farm menjadi alternatif bagi rumahtangga petani dalam mencari sumber pendapatan rumahtangga dengan adanya risiko produksi dan harga produk. Namun demikian kegiatan on farm masih tetap menjadi prioritas rumahtangga sebagai sumber utama pendapatan rumahtangga petani sayuran sampel. Selain pengaruhnya terhadap penggunaan tenaga kerja pada kegiatan on farm, off farm dan non farm, risiko produksi dan harga produk kentang dan kubis akan meningkatkan pendapatan pada kegiatan off farm dan non farm. Hal tersebut menunjukkan bahwa kegiatan off farm dan non farm merupakan sumber-sumber pendapatan rumahtangga petani sayuran selain kegiatan on farm.
Namun
demikian kontribusi pendapatan terbesar dalam total pendapatan rumahatngga berasal dari pendapatan usahatani.
253 6.3.3. Perilaku Rumahtangga Keputusan Konsumsi
Petani
Sayuran
dalam
Pengambilan
Pengambilan keputusan konsumsi oleh rumahtangga petani sayuran sangat berkaitan dengan pengeluaran yang dilakukan rumahtangga petani baik untuk konsumsi pangan, non pangan, kesehatan, pendidikan, tabungan dan investasi produksi. Pengambilan keputusan konsumsi mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pengambilan keputusan produksi. Pengambilan keputusan produksi yang dilakukan rumahtangga petani sayuran akan mempengaruhi keputusan konsumsi, melalui pendapatan yang diperoleh dari usahatani. Perilaku rumahtangga petani sayuran dalam pengambilan keputusan konsumsi didasarkan pada model yang telah dibangun khususnya pada blok pengeluaran rumahtangga petani sayuran. Adanya risiko produksi dan harga produk kentang dan kubis akan mempengaruhi perilaku rumahtangga petani sayuran dalam mengambil keputusan mengenai konsumsi. Dengan adanya risiko produksi dan harga produk, perilaku rumahtangga petani sayuran akan mengurangi pengeluaran untuk konsumsi pangan, non pangan, kesehatan, pendidikan, tabungan dan investasi produksi. Keputusan rumahtangga petani sayuran untuk menurunkan pengeluaran konsumsi tersebut dikarenakan adanya kerugian yang dialami rumahtangga petani sayuran sebagai akibat risiko produksi dan harga produk. Adanya risiko produksi dan harga produk akan menurunkan total pendapatan usahatani dan akhirnya total pendapatan rumahtangga. Dengan adanya penurunan total pendapatan rumahtangga menyebabkan rumahtangga petani semakin mengurangi pengeluaran konsumsi.
254 6.4. Strategi Rumahtangga Petani Sayuran dalam Menghadapi Risiko Produksi dan Harga produk
Akibat adanya risiko produksi dan harga produk mempengaruhi perilaku rumahtangga petani sayuran dalam pengambilan keputusan produksi, konsumsi dan alokasi tenaga kerja. Berbagai alternatif dalam mengurangi risiko produksi dan harga produk telah dilakukan rumahtangga petani sayuran baik yang menyangkut aktivitas internal maupun eksternal. Aktivitas internal yang dilakukan rumahtangga petani dalam mengatasi risiko produksi dan harga produk dengan melakukan diversifikasi tanaman. Diversifikasi tanaman yang lebih banyak dilakukan rumahtangga petani yaitu dengan menanam beberapa komoditas sayuran pada lahan yang berbeda. Hal ini dilakukan karena pengelolaan usahatani kentang dan kubis pada umumnya dilakukan secara monokultur. Rata-rata rumahtangga petani memiliki lebih dari satu persil sehingga diversifikasi dapat dilakukan. Untuk mengatasi masalah yang bersifat teknis seperti cuaca pada musim kemarau, hanya sekitar delapan persen rumahtangga petani mengatasi dengan penggunaan teknik pengairan sprinkle. Adapun untuk mengatasi masalah hama dan penyakit tananaman, 100 persen rumahtangga petani sayuran sampel sudah mengaplikasikan pengendalian hama dan penyakit tanaman. Namun demikian bagi rumahtangga petani lahan sempit, modal menjadi kendala dalam melakukan pengendalian hama dan penyakit tanaman. Hal ini dikarenakan aplikasi obatobatan pada tanaman sayuran seperti kentang mencapai 18 kali dalam setiap musim sehingga membutuhkan modal yang relatif besar. Selanjutnya dalam mengatasi risiko produksi dan harga produk, aktivitas eksternal yang dilakukan rumahtangga petani diantaranya melalui berbagai bentuk
255 kelembagaan kerjasama. Salah satu bentuk kelembagaan modern yang dapat menjadi alternatif dalam mengurangi risiko produksi dan risiko harga produk yang dihadapi rumahtangga petani sayuran diantaranya melalui bentuk kerjasama contract farming (Daryanto, 2006). Secara konsep, contract farming merupakan bentuk kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah/ besar yang saling menguntungkan kedua belah pihak yang bermitra. Namun demikian dengan adanya contract farming akan menimbulkan adanya moral hazard, asymmetric information dan imperfect market. Bentuk contract farming akan menguntungkan selama kesepakatan yang sudah dibuat kedua belah pihak dapat dipatuhi dan didukung dengan kepercayaan diantara kedua belah pihak. Terdapat beberapa bentuk pola contract farming yang spesifik terjadi di Kecamatan Pangalengan yaitu contract farming antara rumahtangga petani sayuran dengan perusahaan pengolahan PT Indofood, rumahtangga petani sayuran dengan perusahaan dagang, seperti distributor sayuran, dan rumahtangga petani sayuran dengan pedagang pengumpul atau bandar. Selain bentuk contract farming tersebut, terdapat alternatif lain dalam mengatasi risiko yaitu dengan sistem bagi hasil. Sistem bagi hasil dilakukan antara pihak penyewa lahan dengan pemilik lahan. Di bawah ini akan diuraikan beberapa bentuk contract farming dan sistem bagi hasil sebagai alternatif untuk mengatasi risiko produksi dan risiko harga produk yang terdapat di Kecamatan Pangelengan. a. Contract farming rumahtangga petani sayuran dengan perusahaan pengolahan PT Indofood Salah satu alternatif yang dapat mengurangi risiko produksi dan harga produk yang dihadapi rumahtangga petani sayuran diantaranya dengan melakukan
256 contract farming dengan PT Indofood sebagai perusahaan pengolahan makanan. PT Indofood telah melakukan kerjasama dengan rumahtangga petani sayuran di Kecamatan Pangalengan sejak tahun 1994. Kerjasama yang dilakukan diantara kedua pelaku bisnis tersebut yaitu budidaya dan pemasaran kentang. Budidaya dan pemasaran kentang menjadi hal yang sangat penting bagi rumahtangga petani sayuran. Hal tersebut sangat berkaitan dengan adanya risiko produksi dan harga produk kentang yang sering dihadapi rumahtangga petani dalam mengusahakan komoditas kentang. Komoditas kentang menjadi pilihan dalam kerjasama PT Indofood dengan pertimbangan bahwa PT Indofood merupakan salah satu perusahaan pengolahan makanan yang berbahan baku dari kentang seperti berbagai macam produk olahan keripik kentang. Sementara itu kerjasama tersebut dilakukan dengan rumahtangga petani sayuran di Kecamatan Pangalengan dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Pangalengan merupakan wilayah sentra produksi kentang yang mana budidaya kentang dominan diusahakan oleh rumahtangga petani sayuran di Kecamatan Pangalengan. Dalam contract farming tersebut, tidak semua rumahtangga petani sayuran di Kecamatan Pangalengan dapat melakukan kerjasama dengan PT Indofood. Hal ini disebabkan PT Indofood mempunyai kapasitas pengolahan yang terbatas sehingga hanya 100 hektar yang dapat dilakukan kerjasama dengan rumahtangga petani sayuran di Kecamatan Pangalengan. Sementara itu di Kecamatan Pangalengan pada tahun 2005 terdapat sekitar 9 778 hektar tanaman kentang (Koordinator Penyuluh Pertanian, 2006). Terbatasnya kapasitas PT Indofood sebagai perusahaan pengolahan makanan yang berbahan baku kentang varietas
257 atlantik, maka rumahtangga petani sayuran yang tidak kerjasama dengan PT Indofood mengusahakan budidaya kentang varietas granula. Kentang varietas granula lebih disukai konsumen langsung seperti rumahtangga dengan harga lebih rendah dibanding kentang varietas atlantik. Kesepakatan awal dalam contract farming antara rumahtangga petani sayuran dengan PT Indofood adalah semua varietas kentang, baik varietas atlantik maupun granula, dapat diterima oleh PT Indofood. Namun demikian dari penjelasan rumahtangga petani sayuran sampel peserta contract farming dengan PT Indofood menyatakan bahwa saat ini hanya kentang varietas atlantik yang dapat diterima oleh PT Indofood sedangkan kentang varietas granula tidak dapat diterima lagi. Dalam sistem contract farming tersebut, PT Indofood yang melakukan pengadaan benih kentang, yang selanjutnya didistribusikan kepada rumahtangga petani. Pengadaan benih kentang yang dilakukan oleh PT Indofood bertujuan agar perusahaan dapat mengontrol kualitas benih kentang yang digunakan oleh rumatangga petani, sehingga produksi kentang yang dihasilkan mempunyai kualitas yang bagus dan kuantitas sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu juga PT Indofood menyediakan sarana produksi benih dengan pertimbangan bahwa harga benih kentang dapat dikatakan sangat mahal sekitar Rp 17 500/kg – Rp19 000/kg. Dengan demikian pihak PT Indofood menyediakan benih kentang bagi rumahtangga petani mitra. Hal tersebut menjadi kelebihan dalam contract farming antara rumahtangga petani sayuran kentang dengan PT Indofood. Namun demikian dengan sistem pengadaan benih tersebut, rumahtangga petani bersifat menunggu pendistribusian benih kentang dari PT Indofood,
258 sementara lahan yang sudah siap untuk ditanami masih harus menunggu pendistribusian benih dari PT Indofood. Hal tersebut terjadi karena PT Indofood juga menunggu pengiriman benih kentang varietas atlantik yang berasal dari impor. Pada umumnya kentang varietas atlantik yang didistribusikan kepada rumahtangga petani dimpor dari negara Canada, Australia dan Scotlandia. Proses pengadaan benih impor tidak selalu tepat waktu sesuai jadwal. Dengan kejadian tersebut akan menganggu jadwal kegiatan budidaya kentang yang sudah direncanakan. Jadwal pelaksanaan penanaman dan panen kentang diatur oleh pihak PT Indofood dan pada umumnya penanaman tidak dilakukan secara serentak tetapi bertahap. Pada umumnya setiap tahap penanaman kentang periode berikutnya berbeda waktu sekitar dua minggu sampai satu bulan dari penanaman sebelumnya. Penanaman secara bertahap tersebut dimaksudkan agar pada saat panen kentang dapat dilakukan secara kontinyu setiap dua minggu sampai satu bulan. Dari penjelasan rumahtangga petani sayuran sampel yang menjadi mitra PT Indofood menyatakan bahwa luas lahan untuk penanaman kentang pada setiap tahapnya dilakukan untuk satu (1) hektar lahan kentang. Dalam pelaksanaan budidaya kentang, rumahtangga petani mitra mendapatkan bimbingan dan pengawasan dari tenaga ahli pihak PT Indofood, dan seringkali perusahaan mendatangkan tenaga ahli langsung dari negara eksportir benih kentang. Tenaga ahli tersebut untuk mengontrol kegiatan budidaya kentang yang dilakukan rumahtangga petani mitra. Selain bimbingan tentang budidaya, rumahtangga petani juga memperoleh pengetahuan mengenai teknologi pengairan seperti teknik penggunaan sprinkle. Salah satu pertimbangan dalam penerapan
259 teknologi pengairan dikarenakan komoditas kentang sangat rentan terhadap kekeringan.
Sementara
itu
di
wilayah
Kecamatan
Pangalengan
yang
mengandalkan pengairan dari air sungai ternyata memiliki debit air yang sangat terbatas sehingga tidak semua lahan yang diusahakan dapat terairi. Oleh karena itu untuk mencukupi pengairan dapat dilakukan dengan menggunakan sprinkle yang dipasang pada pusat-pusat sumber air pada lahan yang ditanami kentang sehingga semua tanaman kentang mendapat pengairan yang cukup sesuai dengan kebutuhan. Kentang yang dihasilkan rumahtangga petani seluruhnya harus dijual kepada PT Indofood. Hal itu menjadi kewajiban rumahtangga petani sebagai mitra PT Indofood. Sampai sejauh ini tidak ada rumahtangga petani yang menjual hasil panen kentang atlantik kepada pihak lain apalagi di pasar tradisional. Peluang untuk melakukan hal tersebut sangat kecil karena konsumen kentang atlantik sangat terbatas hanya untuk konsumen industri. Masih ada manfaat lain yang dinikmati rumahtangga petani selain pengadaan sarana produksi benih, bimbingan budidaya kentang dan pengetahuan teknologi.
Dengan
melakukan
contract
farming
dengan
rumahtangga petani memperoleh harga kentang yang stabil.
PT
Indofood,
Sementara jika
contract farming tidak dilakukan atau rumahtangga petani bersifat mandiri akan menghadapi masalah fluktuasi harga jual kentang, yang menunjukkan sebagai risiko harga produk. Meskipun demikian PT Indofood melakukan pembayaran kepada rumahtangga petani mitra setelah 10 hari dari penjualan
kentang.
Pembayaran dilakukan dengan memperhitungkan biaya sarana produksi benih yang telah disediakan pihak PT Indofood.
260 Dari uraian tersebut di atas menunjukkan bahwa adanya contract farming rumahtangga petani sayuran dengan PT Indofood mampu mengurangi risiko produksi dan harga produk yang sering menjadi masalah bagi rumahtangga petani sayuran. Dengan demikian model contract farming yang terjadi antara rumahtangga petani sayuran dengan PT Indofood dapat menjadi model percontohan dan sangat minim kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan contract farming dan masing-masing pihak saling diuntungkan dengan contract farming tersebut. b. Contract farming rumahtangga petani sayuran dengan perusahaan dagang atau distibutor sayuran Model kerjasama lainnya yang terdapat di Kecamatan Pangalengan yaitu contract farming antara rumahtangga petani sayuran dengan perusahaan dagang sayuran. Perusahaan dagang sayuran
bergerak dalam bidang pemasaran atau
sebagai distributor sayuran. Pada umumnya hubungan contract farming yang terjalin antara rumahtangga petani sayuran dengan perusahaan dagang sayuran berbeda dengan model contract farming rumahtangga petani sayuran dengan PT Indofood. Contract farming antara rumahtangga petani dan perusahaan dagang sayuran pada umumnya tidak terbatas pada satu komoditas sayuran tetapi bisa lebih dari satu komoditas seperti kentang, kubis, dan sayuran lainnya. Pada awalnya hubungan kerjasama ini muncul karena masalah permodalan yang dihadapi rumahtangga petani dalam mengelola usahatani sayuran. Terdapat dua jenis hubungan diantara keduanya yaitu hubungan yang tidak mengikat dan mengikat. Dalam hubungan yang tidak mengikat, hubungan rumahtangga petani dengan perusahaan hanya sebatas pinjam meminjam yang sifatnya insidental,
261 tidak ada hubungan yang lainnya. Sementara itu dalam hubungan yang mengikat, bersifat rutin dan biasanya berhubungan dengan keterlibatan perusahaan dagang dengan kegiatan produksi dan pemasaran produk. Dengan demikian uraian selanjutnya akan difokuskan pada hubungan yang mengikat antara rumahtangga petani sayuran dengan perusahaan dagang. Bagi rumahtangga petani yang menjalin kerjasama dengan perusahaan dagang, akan mendapatkan bantuan permodalan untuk melakukan kegiatan budidaya. Dalam pelaksanaan contract farming, perusahaan dagang akan terlibat dalam kegiatan budidaya dan pemasaran sayuran. Dalam arti perusahaan dagang akan melakukan bimbingan dan pengawasan terhadap kegiatan budidaya sayuran yang telah diusahakan oleh rumahtangga petani sayuran sebagai mitranya. Hal tersebut dilakukan perusahaan dagang agar kualitas dan kuantitas sayuran yang dihasilkan seperti yang diharapkan. Keterlibatan lain perusahaan dagang yaitu dalam penentuan komoditas yang diusahakan rumahtangga petani mitra. Selanjutnya dari hasil panen, perusahaan dagang akan memasarkan produk yang dihasilkan dan pembayaran dilakukan secara tunai atau sampai 2 hari setelah penjualan, dengan memperhitungkan modal yang telah dipinjam. Hubungan dalam contract farming tersebut saling memperhatikan kebutuhan kedua belah pihak yang bermitra baik dalam kegiatan produksi maupun pemasaran. Bagi rumahtangga petani mitra adanya bantuan baik materi, bimbingan dan pengawasan dari perusahaan dagang akan membantu dalam mengurangi adanya risiko produksi yang dapat diakibatkan oleh serangan hama dan penyakit tanaman atau kekeringan. Sementara itu dalam hubungan dengan
262 risiko harga produk, rumahtangga petani mitra dihadapkan pada kepastian pasar dan harga produk yang stabil. c. Hubungan kerjasama rumahtangga petani dengan pedagang pengumpul (bandar) Alternatif yang dapat dilakukan oleh rumahtangga petani sayuran dalam mengurangi risiko produksi dan risiko harga produk yaitu dengan melakukan penjualan produk sebelum waktunya panen kepada pedagang pengumpul atau bandar dengan sistem tebasan. Dengan sistem tebasan ini, rumahtangga petani tidak akan lagi menghadapi risiko produksi dan harga produk sampai menjelang panen.
Jika penjualan dilakukan pada saat panen kemungikian rumahtangga
petani masih akan menghadapi risiko produksi dan harga produk. Rumahtangga petani sayuran melakukan penjualan produk sebelum waktunya panen dengan mempertimbangkan bahwa harga pada saat itu relatif tinggi dan stabil. Penjualan dapat dilakukan melalui pedagang pengumpul atau bandar yang datang mencari barang atau petani yang datang ke pasar Kecamatan sebagai tempat berkumpulnya para bandar. Selain hubungan tersebut di atas, sebelum waktunya panen petani juga dapat melakukan transaksi dengan bandar di pasar Pangalengan setiap harinya sekitar jam 07.00-09.00 WIB. Bila ada kesepakatan harga diantara petani dan bandar maka petani akan melakukan panen. Khusus untuk komoditas kentang, pada umumnya petani skala menengah ke atas akan menyimpan hasil panen di gudang bila harga tidak sesuai dengan kesepakatan. Hubungan lain yang sering dilakukan antara rumahtangga petani sayuran dengan pedagang pengumpul atau bandar yaitu hubungan yang terikat. Dalam
263 hubungan yang terikat ini rumahtangga petani akan mendapatkan bantuan permodalan untuk kegiatan budidaya dengan syarat produk dijual kepada pedagang pengumpul atau bandar tersebut. Perbedaan dengan bentuk kerjasama sebelumnya adalah pedagang pengumpul atau bandar pada sistem ini tidak melakukan bimbingan atau pengawasan dalam kegiatan budidaya, tetapi yang dipentingkan produk dijual ke pedagang pengumpul atau bandar. d.
Sistem bagi hasil Sistem bagi hasil pada pengusahaan lahan pertanian merupakan salah satu
alternatif kelembagaan tradisional yang terdapat di pedesaan yang dibangun sebagai respon untuk menghindari atau mengurangi risiko produksi dan harga produk. Hal ini dikarenakan pada sistem tersebut terdapat pembagian risiko antara pemilik lahan dan penggarap. Sampai saat ini sistem bagi hasil masih dapat ditemui pada rumahtangga petani sayuran di Kecamatan Pangalengan. Pengalihan sementara hak penggarapan lahan dari pemilik lahan kepada penggarap umumnya dilakukan secara lisan atas dasar kepercayaan. Dalam sistem tersebut terdapat hak dan kewajiban pemilik lahan dan penggarap yang biasanya dalam bentuk pembagian biaya dan hasil. Penggarap mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan dalam mengusahakan lahan yang bukan miliknya tetapi
dialihkan untuk
sementara waktu. Beberapa sistem bagi hasil yang dapat ditemukan di Kecamatan Pangalengan diantaranya adalah sistem nengah atau maro dan sistem marapat. Dalam sistem nengah,
pihak penggarap mempunyai kewajiban untuk
menyediakan sarana produksi seperti bibit, pupuk dan obat-obatan sedangkan
264 pihak pemilik lahan menyediakan tenaga kerja. Dalam sistem nengah, hasil panen dibagi dua setelah dikurangi pengeluaran untuk pupuk dan obat-obatan. Sedangakn pada sistem marapat, pemilik lahan menyediakan semua permodalan untuk membiayai sarana produksi sedangkan penggarap menyediakan tenaga kerja. Dalam sistem marapat, pembagian hasil panen yaitu seperempat bagian (25%) untuk pihak penggarap dan tiga per empat bagian (75%) untuk pemilik lahan. Dalam sistem bagi hasil, pemilik lahan tidak mempunyai kewenangan untuk pengelolaan usahatani tetapi sudah menjadi kewenangan penuh penggarap. Dengan adanya pembagian hasil menunjukkan bahwa dalam sistem bagi hasil juga mendistribusikan risiko diantara pemilik lahan dan penggarap. Bentuk bagi hasil lainnya terjadi antara rumahtangga petani sayuran dengan lahan milik perhutani. Rumahtangga petani sayuran menyewa lahan milik perhutani dengan pembayaran sewa dalam bentuk bagi hasil sebesar 15 persen untuk perhutani.
Bentuk yang lain juga terjadi dalam sistem sewa lahan
dapat dilakukan petani dengan kontrak kehutanan dengan membayar sewa berupa hasil produksi yaitu untuk 100 tumbak lahan yang disewa dibayar dengan 1 karung (50 kg) kentang. Pada umumnya untuk lahan kehutanan atau perhutani belum ada aturan yang jelas dan tertulis, sehingga periode waktu penggarapan juga mempunyai masa kontrak yang belum jelas.
265 VII. PENGARUH PENINGKATAN RISIKO PRODUKSI DAN HARGA PRODUK SERTA UPAH USAHATANI TERHADAP PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI SAYURAN 7.1. Validasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran
Validasi model merupakan tahap awal yang harus dilakukan sebelum melakukan simulasi terhadap model. Simulasi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi perubahan dalam risiko produksi, risiko harga produk maupun upah tenaga kerja pada kegiatan usahatani. Perubahan-perubahan tersebut akan dilihat pengaruhnya terhadap perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran. Dengan melakukan validasi model maka dapat diketahui kedekatan nilai hasil prediksi pada model dengan nilai aktualnya, yang dinyatakan dengan tingkat kesalahan (error). Beberapa ukuran yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Root Mean Squares Percent Error (RMSPE), Mean Squares Error (MSE), Decomposition Proportions dan koeifisien U-Theil. Jika ukuran nilai statistik tersebut mendekati nol maka simulasi model mengikuti nilai aktualnya (Pindyck and Rubinfield, 1981; Sitepu dan Sinaga, 2006). Validasi model ekonomi rumahtangga petani sayuran dilakukan berdasarkan strata luas lahan. Hal tersebut dilakukan karena pada simulasi model juga dilakukan berdasarkan strata luas lahan. Ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran lahan sempit, sedang dan luas jika terjadi perubahan-perubahan pada variabel eksogen. Hasil validasi model, pada model ekonomi rumahtangga petani sayuran pada masing – masing strata yaitu pada lahan sempit, sedang dan luas dapat dilihat masing-masing pada Lampiran 4, Lampiran 5 dan Lampiran 6.
266 Pada rumahtangga petani sayuran lahan sempit menunjukkan bahwa dari 49 persamaan variabel endogen yang memiliki nilai RMSPE dibawah 100 persen sebanyak 29 persamaan (59%) sedangkan 20 persamaan (41%) memiliki nilai RMSPE diatas 100 persen. Kondisi yang hampir sama terdapat pada rumahtangga petani sayuran lahan sedang yang mana 28 persamaan (57%) memiliki nilai RMSPE dibawah 100 persen dan 21 persaman (43%) memiliki nilai RMSPE diatas 100 persen. Pada rumahtangga petani sayuran lahan luas menunjukkan bahwa 29 persamaan (59%) memiliki nilai RMSPE dibawah 100 persen dan 20 persamaan (41%) memiliki nilai RMSPE diatas 100 persen. Secara keseluruhan pada total rumahtangga petani sayuran menunjukkan terdapat 28 persamaan (57%) yang memiliki nilai RMSPE dibawah 100 persen dan 21 persamaan (43%) memiliki nilai RMSPE diatas 100 persen (Lampiran 7). Secara umum menunjukkan bahwa berdasarkan nilai RMSPE, ternyata jumlah persamaan variabel endogen yang memiliki nilai RMSPE dibawah 100 persen lebih banyak dibandingkan jumlah persamaan yang memiliki nilai RMSPE diatas 100 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa relatif kecilnya kesalahan dugaan (error) dibandingkan nilai aktualnya pada sebagian besar variabel endogen.
Dengan demikian hasil dugaan persamaan dalam model ekonomi
rumahtangga petani sayuran relatif memuaskan. Jika dibandingkan antar strata luas lahan, yaitu dengan melihat jumlah persamaan variabel endogen yang memiliki kesalahan error sangat kecil, menunjukkan bahwa hasil validasi model ekonomi rumahtangga petani sayuran lahan luas dan sempit lebih baik dibandingkan pada rumahtangga petani sayuran lahan sempit dan sedang.
267 Selanjutnya validasi model akan didasarkan pada kriteria koefisien UTheil. Dalam kriteria U-Theil, model yang memiliki koefisien U-Theil mendekati nol berarti model tersebut dapat menjelaskan data aktualnya sehingga dapat dikatakan bahwa model yang demikian termasuk dalam kategori model yang baik atau relatif sempurna. Pada
Lampiran
7
menunjukkan
bahwa
pada
model
ekonomi
rumahtangga petani sayuran lahan sempit memiliki koefisien U-Theil dengan kisaran antara 0.022 sampai 0.553. Dengan menggunakan standar nilai koefisien U-Theil sembarang sebesar 0.30 maka terdapat 74 persen persamaan yang memiliki koefisien U-Theil dibawah 0.30 dan 26 persen persamaan memiliki koefisien U-Theil diatas 0.30. Sementara itu pada model ekonomi rumahtangga petani sayuran lahan sedang memiliki koefisien U-Theil dengan kisaran antara 0.028 sampai 0.776. Dengan menggunakan standar yang sama, pada model rumahtangga petani sayuran lahan sedang terdapat 31 persamaan (63%) memiliki koefisien U-Theil di bawah 0.3 dan 18 persamaan (37%) memiliki koefisien U-Theil diatas 0.3. Pada model ekonomi rumahtangga petani sayuran lahan luas, memiliki koefisien U-Theil dengan kisaran antara 0.028 sampai 0.598. Pada model ekonomi rumahtangga petani sayuran lahan luas terdapat 35 persamaan (71%) yang memiliki
koefisien U-Theil dibawah 0.3 dan 14 persamaan (29%) memiliki
koefisien U-Theil diatas 0.3. Secara keseluruhan, pada total rumahtangga petani sayuran memiliki koefisien U-Theil dengan kisaran antara 0.025 sampai 0.678. Adapun jumlah
268 persamaan yang memiliki koefisien U-Theil dibawah 0.3 sebanyak 37 persamaan (76%) dan 12 persaman (24%) memiliki koefisien U-Theil diatas 0.3. Dari uraian tersebut di atas, secara umum dapat dinyatakan bahwa persentase persamaan yang memiliki koefisien U-Theil dibawah 0.3 relatif lebih banyak dibandingkan persentase persamaan yang memiliki koefisien U-Theil diatas 0.3. Jika dibandingkan antar strata ternyata pada model ekonomi rumahtangga petani sayuran lahan luas memiliki persentase terbesar dalam hal persamaan dengan koefisien U-Theil dibawah 0.3. Selanjutnya ukuran statistik U-Theil dapat didekomposisi dalam beberapa bentuk yaitu bias proportions (UM), variance proportions (US) dan covariance proportions (UC). Secara lebih rinci, hasil validasi dengan dekomposisi koefisien U-Theil dapat dilihat pada Lampiran 8. Berdasarkan
dekomposisi
koefisien
U-Theil
menunjukkan
jika
digunakan standar nilai UM lebih kecil sama dengan 0.1 (UM ≤ 0.1) maka jumlah persamaan yang memiliki nilai UM ≤ 0.1 pada model ekonomi rumahtangga petani sayuran lahan sempit sebanyak 33 persamaan (67%) dan 16 persamaan (33%) memiliki nilai UM > 0.1. Sedangkan pada rumahtangga petani sayuran lahan sedang terdapat 36 persamaan (73%) yang memiliki nilai UM ≤ 0.1 dan 13 persamaan (27%) memiliki nilai UM > 0.1. Lebih lanjut pada rumahtangga petani sayuran lahan luas terdapat 43 persamaan (88%) yang memiliki nilai UM ≤ 0.1 dan 6 persamaan (12%) memiliki nilai UM > 0.1. Secara keseluruhan pada total rumahtangga petani sayuran terdapat 47 persamaan (96%) yang memiliki nilai UM ≤ 0.1 dan 2 persamaan (4%) memiliki nilai UM > 0.1.
269 Nilai UM menunjukkan adanya kesalahan sistematis. Oleh karena sebagian besar persamaan memiliki nilai UM mendekati nol yaitu UM ≤ 0.1, hal ini menggambarkan bahwa sebagian besar hasil simulasi mendekati nilai aktualnya atau relatif tidak terjadi bias. Adapun untuk ukuran nilai US, jika digunakan dengan standar yang sama seperti UM, maka pada rumahtangga petani sayuran lahan sempit terdapat 19 persamaan (39%) yang memiliki nilai US ≤ 0.1 sedangkan 30 persamaan (61%) memiliki nilai US > 0.1. Sedangkan pada rumahtangga petani sayuran lahan sedang terdapat 6 persamaan (12%) yang memiliki nilai US ≤ 0.1 dan 43 persamaan (88%) memiliki nilai US > 0.1. Pada rumahtangga petani sayuran lahan luas terdapat 15 persamaan (31%) yang memiliki nilai US ≤ 0.1 dan 34 persamaan (69%) memiliki nilai US > 0.1. Secara keseluruhan pada total rumahtangga petani sayuran terdapat 17 persamaan (35%) yang memiliki nilai US ≤ 0.1 dan 32 persamaan (65%) memiliki nilai US > 0.1. Nilai US menunjukkan kemampuan model untuk menggantikan variasi variabel endogen. Dari hasil tersebut di atas menunjukkan hanya sebagian kecil persamaan variabel endogen yang memiliki nilai US ≤ 0.1 Artinya model tidak mampu menghasilkan dugaan yang variasinya seperti variasi nilai aktualnya. Salah satu faktor yang dapat menjadi penyebab hal tersebut diantaranya adalah karena keterbatasan data yang relatif tidak mempunyai pola tertentu. Selanjutnya dilihat dari nilai UC pada rumahtangga petani sayuran lahan sempit terdapat 10 persamaan (20%) yang nilai UC ≥ 0.9. Pada rumahtangga petani sayuran lahan sedang terdapat 4 persamaan (8%) sedangkan pada lahan luas terdapat 14 persamaan (28%). Secara keseluruhan pada total rumahtangga
270 petani sayuran terdapat 16 persamaan (32%) yang memiliki nilai UC ≥ 0.9. Sebagian kecil persamaan variabel endogen memiliki nilai UC ≥ 0.9 Secara umum validasi model cukup baik dan dapat dipergunakan sebagai dasar untuk melakukan simulasi perubahan - perubahan variabel eksogen terhadap variabel endogen. Hal itu didasarkan pada nilai RMSPE dan koefisien U-Theil serta nilai UM yang relatif memuaskan. Meskipun masih ada persamaanpersamaan yang kurang memuaskan jika dilihat dari nilai US dan UC. Namun demikian dengan penggunaan data cross section, dan hasil pendugaan persamaan struktural maka hasil validasi tersebut di atas cukup baik dan dapat digunakan untuk melakukan prediksi dengan baik. Sementara itu untuk setiap strata, validasi model pada masing-masing strata memberikan hasil yang tidak jauh berbeda, sehingga simulasi akan dilakukan untuk setiap strata. 7.2. Pengaruh Peningkatan Risiko Produksi, Risiko Harga Produk dan Upah Usahatani Terhadap Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran
Perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran dapat dipengaruhi oleh berbagai macam perubahan. Beberapa perubahan yang dapat mempengaruhi perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran diantaranya adalah perubahan risiko produksi, risiko harga produk dan upah pada kegiatan on farm. Untuk melihat pengaruh perubahan tersebut terhadap perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran dalam pengambilan keputusan produksi, konsumsi dan alokasi tenaga kerja akan dilakukan simulasi terhadap model ekonomi rumahtangga petani sayuran. Analisis simulasi dilakukan pada rumahtangga petani sayuran berdasarkan strata luas lahan yaitu lahan sempit, sedang dan luas. Beberapa perubahan yang dilakukan terdiri dari tiga simulasi sebagai berikut :
271 4. Peningkatan risiko produksi kentang sebesar lima persen. Perubahan terhadap risiko produksi kentang dilakukan dengan pertimbangan dari hasil analisis risiko produksi menunjukkan bahwa dalam kegiatan usahatani kentang dan kubis tenyata usahatani kentang mempunyai risiko produksi yang lebih besar dibandingkan usahatani kubis. Oleh karena itu, dalam simulasi ini dilakukan perubahan risiko produksi kentang dengan melakukan peningkatan risiko produksi kentang sebesar lima persen. 5. Peningkatan risiko harga kubis sebesar lima persen Perubahan risiko harga kubis dilakukan dengan mempertimbangkan hasil analisis risiko harga yang menunjukkan kondisi yang sebaliknya dengan risiko produksi bahwa komoditas kubis mempunyai risiko harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan komoditas kentang. Kubis mempunyai risiko harga lebih tinggi dibandingkan kentang karena kubis mempunyai karakteristik yang mudah rusak dan tidak bisa disimpan dalam waktu lama sehingga harus segera dijual. Kondisi tersebut menyebabkan rumahtangga petani sayuran harus segera menjual kubis ke pasar pada tingkat harga berapapun. Kondisi tersebut berbeda dengan kentang yang dapat disimpan dalam waktu yang relatif lama sehingga memungkinkan rumahtangga petani mempunyai banyak alternatif untuk menjual pada harga tinggi. Hal tersebut menyebabkan risiko harga kubis lebih tinggi dibandingkan kentang. 6. Peningkatan upah pada kegiatan usahatani (on farm) sebesar 20 persen Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa upah yang berlaku di daerah penelitian pada kegiatan usahatani (on farm) baik pada tenaga kerja pria maupun wanita mengalami peningkatan rata-rata sebesar 20 persen.
272 7.2.1. Pengaruh Peningkatan Risiko Produksi Kentang
Risiko produksi ditunjukkan oleh adanya fluktuasi produksi yang dialami rumahtangga petani sayuran pada setiap musim. Usahatani kentang mempunyai risiko produksi lebih tinggi dibandingkan usahatani kubis. Pengaruh peningkatan risiko produksi kentang sebesar lima persen pada ekonomi rumahtangga petani sayuran dapat dilihat pada Tabel 55 dan Lampiran 9. Peningkatan risiko produksi kentang sebesar lima persen menyebabkan terjadinya penurunan pada semua variabel ekonomi rumahtangga baik pada pengambilan keputusan produksi, alokasi tenaga kerja maupun konsumsi. Hal itu dapat dilihat pada masing-masing persamaan dalam setiap bloknya. Dalam pengambilan keputusan produksi, peningkatan risiko produksi kentang menyebabkan rumahtangga petani sayuran pada umumnya telah mengurangi penggunaan input usahatani seperti luas lahan garapan (LHGKT, LHGKB), benih kentang (PBNHKT, PBNHKB) dan pupuk (PPKNKT, PPKPKT, PNPKB). Pengurangan penggunaan input usahatani tersebut dikarenakan rumahtangga petani pada umumnya tidak ingin mengalami kerugian yang lebih besar
akibat
peningkatan
risiko
produksi
kentang.
Kondisi
tersebut
mengindikasikan bahwa rumahtangga petani sayuran berperilaku sebagai risk averse, yang ditunjukkan dengan mengurangi penggunaan input pada usahatani kentang dan kubis. Dengan berkurangnya penggunaan input menyebabkan produktivitas dan produksi yang dihasilkan juga mengalami penurunan. Kondisi tersebut pada akhirnya akan menurunkan pendapatan usahatani pada masingmasing komoditas sehingga total pendapatan rumahtangga juga akan mengalami penurunan.
273 Tabel 55. Pengaruh Peningkatan Risiko Produksi Kentang Terhadap Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran Menurut Strata Luas Lahan di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 (%) Variabel Luas lahan kentang (LHGKT) Produktivitas kentang (PRDKT)
Produksi kentang (PKT) Benih kentang (PBNHKT) Pupuk nitrogen (PPKNKT) Pupuk phosphor (PPKPKT) Obat-obatan kentang (PESKT) TK dalam kel. pria kentang(TKPDKT) TK dalm kel. wanita ketang(TKWDKT) TK luar kel.pria kentang (TKPLKT) TK luar kel. wanita kentng (TKWLKT) Luas lahan kubis (LHGKB) Produktivitas kubis (PRDKB)
Produksi kubis (PKB) Benih kubis (PBNHKB) Pupuk NPK (PNPKB) Obat-obatan kubis (PESKB) TK dalam kel. pria kubis (TKPDKB) TK dalam kel. wanta kubis (TKWDKB) TK luar kel.pria kubis (TKPLKB) TK luar kel.wanita (TKWLKB) TK pria pada off farm (TKPOF) TK wanita pada off farm (TKWOF) TK pria pada non farm (TKPNF) TK wanita pada non farm (TKWNF) Total pendapatan off farm (TPOF) Pendapatan kentang (PUTKT) Pendapatan kubis (PUTKB) Total pendapatan non farm (TPNF) Total pendapatan usahatani (TPUT) Total pendapatan rumahtangga (TPRT) Pengeluaran pangan (PPANG) Pengeluaran non pangan (PNPG) Pengeluaran kesehatan (PKS) Pengeluaran pendidikan (PPEND) Tabungan (TAB) Investasi produksi (INVES)
Lahan Sempit (≤ 0.50 ha)
-2.78 -1.97 -3.71 -0.56 -0.20 -0.26 -0.93 -4.25 -1.57 -0.81 -0.46 -1.97 -0.22 -1.99 -0.21 -0.21 -0.05 -0.71 -1.18 -0.07 -0.32 7.49 0.99 0.43 0.46 5.01 -4.11 -1.99 0.99 -4.33 -4.09 -0.58 -0.35 -0.21 -0.90 -0.91 -0.62
Lahan Sedang (0.51-1.0 ha)
-2.64 -1.16 -3.56 -0.49 -0.15 -0.13 -0.91 -4.21 -1.50 -0.75 -0.44 -1.85 -0.19 -1.87 -0.18 -0.22 -0.05 -0.85 -1.35 -0.00 -0.32 5.06 0.82 0.67 0.65 4.22 -4.00 -1.91 1.55 -4.29 -4.40 -0.46 -0.26 -0.16 -1.16 -0.89 -0.67
Lahan Luas (> 1.0 ha)
-2.60 -0.94 -3.10 -0.38 -0.10 -0.13 -0.88 -4.15 -1.49 -0.75 -0.43 -1.82 -0.16 -1.84 -0.14 -0.18 -0.06 -0.76 -1.25 -0.00 -0.33 4.72 0.75 0.57 0.36 2.37 -4.03 -1.86 1.36 -4.25 -4.12 -0.43 -0.21 -0.18 -0.69 -0.85 -0.57
274 Jika dibandingkan antara rumahtangga petani berdasarkan strata luas lahan garapan
menunjukkan
bahwa
dengan
adanya
risiko
produksi
kentang
menyebabkan persentase penurunan pada rumahtangga petani lahan sempit relatif lebih besar dibandingkan lahan sedang dan luas. Kendala anggaran pada rumahtangga petani lahan sempit menjadi salah satu alasan rumahtangga petani dalam mengatasi risiko produksi sehingga terjadi penurunan pada kegiatan produksi yang lebih besar. Risiko produksi kentang dapat bersumber dari cuaca dan atau gangguan hama dan penyakit tanaman. Pada saat musim hujan, gangguan hama dan penyakit tanaman sangat besar sehingga dibutuhkan pendanaan yang relatif besar untuk mengatasinya, sementara rumahtangga petani lahan sempit menghadapi kendala anggaran. Sedangkan pada saat musim kemarau, tanaman sayuran sangat membutuhkan pengairan, sementara rumahtangga petani menghadapi kendala memperoleh pengairan dari irigasi yang terdapat di daerah penelitian. Air yang tersedia dari sumber air di daerah penelitian tidak mampu mengairi seluruh lahan sayuran di daerah penelitian. Bagi rumahtangga petani lahan sedang dan luas memungkinkan menggunakan sprinkler untuk pengairan, tetapi bagi lahan sempit sangat terbatas anggarannya. Kondisi tersebut menyebabkan persentase penurunan produktivitas dan pendapatan yang dialami rumahtangga petani lahan sempit lebih besar dibandingkan rumahtangga petani lahan sedang dan luas. Sedangkan bagi rumahtangga petani lahan sedang dan luas, keikutsertaan dalam sistem kerjasama kemitraan menjadi salah satu alternatif mengatasi risiko produksi. Bagi rumahtangga petani yang melakukan kerjasama kemitraan dengan perusahaan PT Indofood atau perusahaan dagang sayuran akan mendapatkan
275 pengawasan dan bimbingan dari pihak perusahaan. Sehingga permasalahan teknis produksi yang dihadapi rumahtangga petani dapat diatasi dengan pihak perusahaan. Hal itu terjadi karena pihak perusahaan juga berkepentingan terhadap hasil panen yang diperoleh rumahtangga petani sayuran. Pada umumnya rumahtangga petani lahan sedang dan luas yang melakukan kerjasama kemitraan dengan PT Indofood atau distributor sayuran. Selain hal tersebut diatas juga di daerah penelitian terdapat sistem bagi hasil antara pemilik lahan dengan penggarap dengan sistem maro atau marapat dan lainnya. Namun demikian sistem ini dapat memberikan pengaruh disinsentif terhadap peningkatan produktivitas (Fukui et al, 2003). Adanya risiko produksi kentang menyebabkan rumahtangga petani sayuran yang mengelola usahatani dengan sistem bagi hasil akan mengurangi penggunaan input sehingga produktivitas yang dihasilkan juga menurun. Dalam pengambilan keputusan alokasi tenaga kerja, peningkatan risiko produksi kentang menyebabkan penurunan pada penggunaan tenaga kerja dalam keluarga maupun luar keluarga pada kegiatan on farm baik untuk usahatani kentang dan kubis (TKPDKT,TKWDKT, TKPDKB, TKWDKB). Persentase penurunan tenaga kerja dalam keluarga dan luar keluarga pada rumahtangga petani lahan sempit lebih besar dibandingkan lahan sedang dan luas. Namun demikian dengan adanya risiko produksi kentang mendorong rumahtangga petani sayuran untuk
meningkatkan penggunaan
tenaga kerja
dalam keluarga pada kegiatan off farm (TKPOF dan TKWOF) dan non farm (TKPNF, TKWNF). Persentase peningkatan tenaga kerja pada rumahtangga petani sayuran lebih tinggi dibandingkan lahan sedang dan luas.
276 Selanjutnya dalam pengambilan keputusan konsumsi menunjukkan adanya peningkatan risiko produksi kentang menyebabkan rumahtangga petani sayuran mengurangi pengeluaran untuk konsumsi pangan (PPANG), non pangan (PNPG), kesehatan (PKS) dan pendidikan (PPEND). Pengeluaran untuk konsumsi sangat dipengaruhi oleh total pendapatan yang diperoleh rumahtangga petani dari kegiatan produksi. Penurunan pendapatan yang diakibatkan oleh peningkatan risiko produksi kentang menyebabkan rumahtangga petani sayuran mengurangi konsumsi. Persentase penurunan konsumsi diantara rumahtangga petani lahan sempit relatif lebih besar dibandingkan lahan sedang dan luas. 7.2.2. Pengaruh Peningkatan Risiko Harga Kubis
Risiko harga yang dihadapi rumahtangga petani sayuran ditandai dengan adanya fluktuasi harga yang diterima rumahtangga petani setiap periode penjualan. Komoditas kubis mempunyai risiko harga yang lebih tinggi dibandingkan komoditas kentang. Karakteristik kubis yang mudah rusak dan tidak bisa disimpan dalam waktu lama menjadi salah satu faktor tingginya risiko harga kubis. Pengaruh peningkatan risiko harga kubis sebesar lima persen terhadap ekonomi rumahtangga petani sayuran menurut strata luas lahan dapat dilihat pada Tabel 56 dan Lampiran 10. Adanya
peningkatan
risiko
harga
kubis
sebesar
lima
persen
menyebabkan penurunan pada sebagian besar variabel ekonomi rumahtangga petani. Pada kegiatan produksi, hal itu dapat dilihat dari penurunan luas lahan garapan, produktivitas, penggunaan input,
total pendapatan usahatani dan total
pendapatan rumahtangga petani sayuran. Persentase penurunan variabel ekonomi
277 Tabel 56. Pengaruh Peningkatan Risiko Harga Kubis Terhadap Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran Menurut Strata Luas Lahan di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 (%) Variabel Luas lahan kentang (LHGKT) Produktivitas kentang (PRDKT) Produksi kentang (PKT) Benih kentang (PBNHKT) Pupuk nitrogen (PPKNKT) Pupuk phosphor (PPKPKT) Obat-obatan kentang (PESKT) TK dalam kel. pria kentang(TKPDKT) TK dalam kel. wanita (TKWDKT) TK luar kel.pria (TKPLKT) TK luar kel. wanita (TKWLKT) Luas lahan kubis (LHGKB) Produktivitas kubis (PRDKB)
Produksi kubis (PKB) Benih kubis (PBNHKB) Pupuk NPK (PNPKB) Obat-obatan kubis (PESKB) TK dalam kel. pria kubis (TKPDKB) TK dalam kel. wanta kubis (TKWDKB) TK luar kel.pria kubis (TKPLKB) TK luar kel.wanita (TKWLKB) TK pria pada off farm (TKPOF) TK wanita pada off farm (TKWOF) TK pria pada non farm (TKPNF) TK wanita pada non farm (TKWNF) Total pendapatan off farm (TPOF) Pendapatan kentang (PUTKT) Pendapatan kubis (PUTKB) Total pendapatan non farm (TPNF) Total pendapatan usahatani (TPUT) Total pendapatan rumahtangga (TPRT) Pengeluaran pangan (PPANG) Pengeluaran non pangan (PNPG) Pengeluaran kesehatan (PKS) Pengeluaran pendidikan (PPEND) Tabungan (TAB) Investasi produksi (INVES)
Lahan Sempit (≤ 0.50 ha)
-0.12 -0.65 -0.75 -0.03 -0.09 -0.07 -0.26 -0.16 -0.60 -0.90 -0.23 -0.21 -1.03 -1.24 -0.30 -0.45 -0.29 -0.10 -0.64 -0.22 -1.49 4.18 0.61 0.02 0.04 5.62 -0.74 -1.19 1.44 -0.27 -0.21 -0.03 -0.07 -0.41 -0.07 -0.04 -3.65
Lahan Sedang (0.51-1.0 ha)
-0.13 -0.60 -0.71 -0.02 -0.08 -0.09 -0.20 -0.13 -0.61 -0.83 -0.16 -0.19 -1.02 -1.18 -0.24 -0.43 -0.25 -0.09 -0.67 -0.23 -1.33 2.33 0.56 0.03 0.05 3.82 -0.71 -1.10 1.25 -0.20 -0.22 -0.03 -0.06 -0.33 -0.08 -0.04 -3.53
Lahan Luas (> 1.0 ha)
-0.18 -0.57 -0.74 -0.03 -0.08 -0.09 -0.19 -0.10 -0.68 -0.80 -0.22 -0.15 -1.02 -1.13 -0.20 -0.51 -0.31 -0.09 -0.75 -0.31 -1.58 1.04 0.55 0.03 0.03 1.83 -0.68 -1.07 1.14 -0.18 -0.24 -0.03 -0.06 -0.43 -0.06 -0.04 -3.64
278 antara rumahtangga petani sayuran lahan sempit, sedang dan luas menunjukkan perbedaan yaitu pada rumahtangga petani lahan sempit lebih besar penurunannya dibandingkan lahan sedang dan luas. Penurunan total pendapatan usahatani dan total pendapatan rumahtangga yang diakibatkan risiko harga kubis sangat terkait dengan kegiatan pemasaran. Fluktuasi harga kubis yang diperoleh rumahtangga petani dikarenakan rumahtangga petani sayuran masih banyak yang belum terlibat dalam kerjasama kemitraan yang ada di Kecamatan Pangalengan seperti kerjasama antara rumahtangga petani sayuran dengan pelaku bisnis lain seperti PT Indofood dan perusahaan dagang sayuran. Adanya kerjasama kemitraan, harga sayuran yang diperoleh rumahtangga petani relatif stabil. Namun demikian terbatasnya perusahaan pengolahan dan perusahaan dagang sayuran menyebabkan belum semua rumahtangga petani sayuran di daerah penelitian terlibat dalam kerjasama kemitraan sehingga dengan adanya peningkatan risiko harga dapat menyebabkan penurunan total pendapatan usahatani. Sementara itu di daerah penelitian juga terdapat kerjasama antara rumahtangga petani dengan pedagang pengumpul (bandar) yang lebih bersifat hubungan materi. Pada umumnya rumahtangga petani meminjam dana pada pedagang pengumpul dengan pembayaran pada saat panen dengan harga mengikuti perubahan yang terjadi di pasar. Hal tersebut menunjukkan risiko harga akan selalu dihadapi rumahtangga petani. Perilaku lain yang dapat dilihat pada rumahtangga petani dalam memasarkan hasil panen dengan melakukan sistem tebasan pada pedagang pengumpul pada saat harga tinggi sehingga hal tersebut
279 dapat mengurangi risiko harga produk yang akan dialami rumahtangga petani sayuran. Perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran dalam pengambilan keputusan alokasi tenaga kerja menunjukkan bahwa peningkatan risiko harga kubis menyebabkan rumahtangga petani meningkatkan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga baik pria maupun wanita pada kegiatan off farm (TKPOF, TKWOF) dan non farm (TKPNF, TKWNF). Penggunaan tenaga kerja rumahtangga petani sayuran lahan sempit pada kegiatan off farm dan non farm ternyata lebih tinggi dibandingkan rumahtangga petani lahan sedang dan luas. Selanjutnya
dilihat
dari
perilaku
ekonomi
rumahtangga
dalam
pengambilan keputusan konsumsi menunjukkan dengan adanya peningkatan risiko harga kubis menyebabkan rumahtangga petani sayuran mengurangi pengeluaran untuk konsumsi pangan, non pangan, kesehatan dan pendidikan (PPANG, PNPG, PKS, PPEND). Demikian halnya untuk tabungan dan investasi produksi mengalami penurunan. Penurunan pengeluaran konsumsi sangat terkait dengan pendapatan yang diperoleh rumahtangga petani dari kegiatan produksi. Oleh karena peningkatan risiko harga kubis menyebabkan total pendapatan yang diperoleh rumahtangga petani mengalami penurunan maka berpengaruh terhadap penurunan pengeluaran konsumsi rumahtangga. 7.2.3. Pengaruh Peningkatan Upah Usahatani
Upah tenaga kerja pria dan wanita pada kegiatan usahatani (on farm) mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan upah minimum regional. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa upah pada kegiatan usahatani mengalami peningkatan sekitar 20 persen. Pengaruh peningkatan upah terhadap
280 perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran dapat dilihat pada Tabel 57 dan Lampiran 11. Peningkatan upah tenaga kerja pria dan wanita pada kegiatan usahatani sebesar 20 persen mengakibatkan penurunan pada sebagian besar variabel ekonomi rumahtangga petani sayuran. Hal itu menunjukkan pengambilan keputusan rumahtangga akan terpengaruh akibat peningkatan upah. Pada pengambilan keputusan produksi dapat dilihat pada penurunan luas lahan garapan dan penggunaan input sehingga produksi (PKB, PKT), total pendapatan usahatani (TPUT) dan total pendapatan rumahtangga petani sayuran (TPRT mengalami penurunan. Dengan penurunan produksi maka total pendapatan usahatani akan mengalami penurunan. Dibandingkan antara rumahtangga petani, penurunan produktivitas, total pendapatan usahatani dan total pendapatan rumahtangga petani sayuran paling besar terjadi pada rumahtangga petani lahan sempit dibandingkan rumahtangga petani lainnya. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan upah tenaga kerja pada kegiatan usahatani menyebabkan persentase penurunan permintaan atau penggunaan tenaga kerja luar keluarga pada usahatani rumahtangga petani lahan sempit lebih besar dibandingkan rumahtangga petani lainnya. Persentase penurunan yang lebih besar pada penggunaan tenaga kerja luar keluarga pada rumahtangga petani sayuran menyebabkan produktivitas yang dihasilkan rumahtangga petani lahan sempit mengalami penurunan lebih besar dibandingkan rumahtangga petani lainnya, demikian halnya dengan total pendapatan rumahtangga petani.
281 Tabel 57. Pengaruh Peningkatan Upah Usahatani Terhadap Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran Menurut Strata Luas Lahan di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 (%) Variabel Luas lahan kentang (LHGKT) Produktivitas kentang (PRDKT)
Produksi kentang (PKT) Benih kentang (PBNHKT) Pupuk nitrogen (PPKNKT) Pupuk phosphor (PPKPKT) Obat-obatan kentang (PESKT) TK dalam kel. pria kentang(TKPDKT) TK dalam kel. wanita (TKWDKT) TK luar kel.pria (TKPLKT) TK luar kel. wanita (TKWLKT) Luas lahan kubis (LHGKB) Produktivitas kubis (PRDKB)
Produksi kubis (PKB) Benih kubis (PBNHKB) Pupuk NPK (PNPKB) Obat-obatan kubis (PESKB) TK dalam kel. pria kubis (TKPDKB) TK dalam kel. wanta kubis (TKWDKB) TK luar kel.pria kubis (TKPLKB) TK luar kel.wanita (TKWLKB) TK pria pada off farm (TKPOF) TK wanita pada off farm (TKWOF) TK pria pada non farm (TKPNF) TK wanita pada non farm (TKWNF) Total pendapatan off farm (TPOF) Pendapatan kentang (PUTKT) Pendapatan kubis (PUTKB) Total pendapatan non farm (TPNF) Total pendapatan usahatani (TPUT) Total pendapatan rumahtangga (TPRT) Pengeluaran pangan (PPANG) Pengeluaran non pangan (PNPG) Pengeluaran kesehatan (PKS) Pengeluaran pendidikan (PPEND) Tabungan (TAB) Investasi produksi (INVES)
Lahan Sempit (≤ 0.50 ha)
-1.24 -1.01 -1.24 -2.20 -0.02 -0.16 -0.06 -0.72 -9.24 -0.35 -3.21 -4.23 -0.02 -4.25 -0.12 -0.28 -0.08 -1.42 -1.68 -3.07 -0.29 2.78 0.58 1.17 0.64 4.53 -5.62 -3.67 1.84 -4.90 -4.30 -0.67 -0.35 -0.29 -1.27 -1.26 -0.88
Lahan Sedang (0.51-1.0 ha)
-0.86 -0.96 -0.78 -1.97 -0.14 -0.02 -0.97 -0.98 -9.13 -0.10 -2.61 -4.20 -0.04 -4.26 -0.08 -0.47 -0.13 -0.66 -1.32 -3.18 -0.62 1.78 0.14 1.02 0.62 3.98 -4.72 -3.58 1.33 -3.43 -3.40 -1.13 -0.65 -0.40 -2.88 -2.21 -1.67
Lahan Luas (> 1.0 ha)
-1.22 -0.93 -1.22 -1.80 -0.05 -0.18 -0.06 -0.72 -10.98 -0.31 -3.20 -4.17 -0.03 -4.20 -0.12 -0.29 -0.08 -1.53 -1.08 -3.23 -0.28 1.37 0.89 1.58 0.61 3.74 -3.96 -3.37 1.39 -2.85 -2.30 -0.74 -0.35 -0.31 -1.18 -1.45 -0.98
282 Perilaku rumahtangga petani lahan sedang sebagai akibat peningkatan upah dengan menurunkan pengeluaran konsumsi dengan persentase penurunan lebih besar dibandingkan dengan rumahtangga petani lainnya. Hal ini terjadi karena persentase penurunan total pendapatan rumahtangga petani lebih besar sehingga persentase penurunan pengeluaran konsumsi juga lebih besar dibandingkan rumahtangga petani lainnya. Perilaku rumahtangga petani dalam pengambilan keputusan konsumsi menunjukkan bahwa peningkatan upah tenaga kerja pada kegiatan usahatani menyebabkan rumahtangga petani sayuran mengurangi pengeluaran untuk konsumsi pangan (PPANG), non pangan (PNPG), kesehatan (PKS), pendidikan (PPEND) serta tabungan (TAB). Penurunan pengeluaran konsumsi sangat dipengaruhi total pendapatan rumahtangga. Rekapitulasi pengaruh peningkatan risiko produksi, risiko harga produk dan upah pada kegiatan usahatani pada rumahtangga petani lahan sempit dapat dilihat pada Lampiran 12. Pengaruh peningkatan risiko produksi terhadap ekonomi rumahtangga petani sayuran menyebabkan kegiatan produksi dan konsumsi mengalami penurunan lebih besar dibandingkan pengaruh peningkatan risiko harga produk dan upah pada kegiatan usahatani. Demikian halnya pada rumahtangga petani sayuran lahan sedang dan luas menunjukkan kondisi yang sama, yaitu peningkatan risiko produksi menyebabkan kondisi ekonomi rumahtangga petani sayuran lebih buruk dibandingkan peningkatan risiko harga produk dan upah pada kegiatan usahatani (Lampiran 13 dan Lampiran 14).
283 VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan
3.
Risiko produksi kentang yang diindikasikan oleh fluktuasi produksi kentang disebabkan oleh risiko produksi pada musim sebelumnya dan penggunaan input. Input pupuk dan tenaga kerja menjadi faktor yang menimbulkan risiko produksi (risk inducing factors) sedangkan lahan, benih dan obat-obatan menjadi faktor yang mengurangi risiko produksi (risk reducing factors). Sedangkan pada komoditas kubis, lahan dan obat-obatan menjadi faktor yang menimbulkan risiko produksi (risk inducing factors) sementara benih, pupuk dan tenaga kerja menjadi faktor yang mengurangi risiko produksi (risk reducing factors).
4.
Risiko produksi pada komoditas kentang lebih tinggi dibandingkan pada komoditas kubis sedangkan risiko harga produk pada komoditas kubis lebih tinggi dibandingkan komoditas kentang.
5.
Kegiatan diversifikasi usahatani kentang dan kubis mempunyai risiko produksi yang lebih rendah dibandingkan dengan kegiatan spesialisasi usahatani kentang atau kubis.
6.
Akibat adanya risiko produksi dan risiko harga produk kentang dan kubis pada proses produksi menyebabkan penurunan tingkat produktivitas dan pendapatan usahatani kentang dan kubis.
7.
Perilaku rumahtangga petani dalam proses produksi dengan adanya risiko produksi dan harga produk termasuk risk aversion dengan melakukan pengurangan penggunaan luas lahan garapan, benih, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja. Hal ini dikarenakan upaya yang dilakukan oleh rumahtangga
284 petani untuk mengatasi risiko membutuhkan biaya sehingga pendapatan dan ketersediaan dana untuk membeli input menjadi berkurang. 8.
Perilaku rumahtangga petani dalam pengambilan keputusan alokasi tenaga kerja dengan adanya risiko produksi dan harga produk melakukan pengurangan penggunaan tenaga kerja dalam dan luar keluarga pada kegiatan usahatani, sebaliknya meningkatkan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga pada kegiatan off farm maupun non farm.
9.
Perilaku rumahtangga petani dalam pengambilan keputusan konsumsi dengan adanya risiko produksi dan harga produk melakukan pengurangan pengeluaran rumahtangga baik pengeluaran untuk konsumsi pangan, non pangan, kesehatan, pendidikan, tabungan dan investasi produksi.
10. Peningkatan risiko produksi dan harga produk serta upah pada kegiatan usahatani menurunkan penggunaan input, produksi, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga, sedangkan penggunaan tenaga kerja off farm dan non farm mengalami peningkatan. 11. Penurunan
tertinggi
penggunaan
input,
produksi,
pendapatan
dan
pengeluaran rumahtangga akibat peningkatan risiko produksi dan harga produk serta upah pada kegiatan usahatani terdapat pada rumahtangga petani lahan sempit demikian pula peningkatan penggunaan tenaga kerja off farm dan non farm yang paling rendah. 8.2. Implikasi Kebijakan
1.
Dalam menghadapi risiko produksi khususnya pada komoditas kentang, rumahtangga petani dapat menggunakan benih yang tahan terhadap kekeringan serta hama dan penyakit tanaman. Adanya kendala harga benih
285 kentang yang relatif mahal dapat diatasi dengan pemberian kredit usahatani kentang baik melalui koperasi sayuran maupun lembaga perbankan. Selain itu Pemerintah Daerah Jawa Barat dapat meninjau ulang kebijakan harga benih kentang sehingga terjangkau rumahtangga petani sayuran. 2.
Pada musim kemarau penerapan teknologi irigasi seperti penggunaan sprinkle dapat menjadi alternatif mengatasi risiko produksi dengan memperhatikan manfaat dan biaya akibat penerapan teknologi irigasi.
3.
Dalam menghadapi risiko harga produk khususnya pada komoditas kubis perlu pengadaan dan pengembangan sarana prasarana penyimpanan cold storage pada komoditas kubis secara kelompok di tingkat petani.
4.
Dalam rangka meningkatkan pendapatan usahatani dan mengatasi adanya risiko produksi rumahtangga petani sayuran dapat melakukan diversifikasi usahatani dengan memanfaatkan sebagian luas lahan garapan untuk komoditas sayuran selain kentang dan kubis.
5.
Untuk mengatasi risiko harga produk dapat dilakukan pengembangan sistem kerjasama kemitraan (contract farming) antara rumahtangga petani sayuran dengan perusahaan pengolahan dan perusahaan dagang atau distributor sayuran sesuai dengan kesepakatan antara rumahtangga petani dengan pihak perusahaan. Arah pengembangan kerjasama petani tersebut berdasarkan pada skala usaha, jenis risiko dan sumber-sumber risiko.
6.
Pembentukan kelembagaan pemasaran sangat penting dilakukan yang bertujuan untuk menstabilkan harga produk sayuran sehingga dapat meningkatkan pendapatan rumahtangga petani sayuran.
286 7.
Intervensi pemerintah sangat diperlukan dalam menciptakan kesempatan kerja pada kegiatan non farm seperti membangun dan mengembangkan industri pengolahan kentang sesuai dengan potensi produksi komoditas kentang di Kecamatan Pangalengan.
8.
Penelitian lanjutan model ekonomi rumahtangga petani dalam kaitannya dengan risiko produksi dan risiko harga produk dapat dikembangkan dengan menggunakan data time series dan mengakomodasi ke dalam model adanya sistem kelembagaan kemitraan (contract farming), sistem bagi hasil, teknologi benih serta diversifikasi pertanian dan non pertanian dalam hal alokasi tenaga kerja maupun kredit.
9.
Perlu dilakukan identifikasi risiko produksi secara rinci berdasarkan sumbersumber risiko dan menganalisis upaya-upaya dalam mengatasi risiko secara lebih efektif yang bertujuan untuk menstabilkan dan meningkatkan pendapatan rumahtangga petani.
287
DAFTAR PUSTAKA Ameriks, J.A. 2001. An Examination of Household Portfolio Decisions. Ph.D. Dissertation. The Graduate School of Art and Sciences, Colombia University, Colombia. Anderson, J.R., J.L. Dillon and J.B. Hardaker. 1977. Agricultural Decision Analysis. The Iowa State University Press, Ames, Iowa. Antle, J.M. 1987. Econometric Estimation of Producers’ Risk Attitude. American Journal of Agricultural Economics, 69 (3) : 509-522. Asmarantaka, R.W. 2007. Analisis Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani di Tiga Desa Pangan dan Perkebunan di Provinsi Lampung. Disertasi Doktor. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Badan Pusat Statistik. 2004. Sensus Pertanian Tahun 2003. Badan Pusat Statistik, Jakarta. _________________. 2006. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Bahar. 2007. Keberhasilan dan Kinerja Agribisnis Hortikultura Tahun 2006. Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian, Jakarta. Bakir, L.H. 2007. Kinerja Perusahaan Inti Rakyat Kelapa Sawit di Sumatera Selatan : Analisis Kemitraan dan Ekonomi Rumahtangga Petani. Disertasi Doktor. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat. 2003. Sintesis Komoditas Unggulan Propinsi Jawa Barat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Balitbang Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor. Basit, A. 1996. Analisis Ekonomi Penerapan Teknologi Usahatani Konservasi pada Lahan Kering Berlereng di Wilayah Hulu Das Jratunseluna Jawa Tengah. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Beach, R.H., A.S. Jones and S.A. Johnsston. 2005. Tobacco Farmer Interest and Success in Diversification. Paper. American Agricultural Economics Association, Rhode Island. Becker, G.S. 1976. The Economic Approach to Human Behavior.The University of Chicago Press, Chicago. Beattie, B.R. and C.R. Taylor. 1985. The Economics of Production. John Wiley and Sons, New York.
288 Buccola, S.T. and B.A. McCarl. 1986. Small-Sample Evaluation of MeanVariance Production Function Estimators. American Journal of Agricultural Economics, 68 (3) : 732-738. Calkin, P.H. and D.D.DiPietre. 1983. Farm Business Management Successful Decisions in a Changing Environment. Macmillan Publishing Company Inc, New York. Chambers, R.G. 1988. Applied Production Analysis. Cambridge University Press, Cambridge. Coelli, T., D.S P. Rao and G.E. Battese. 1998. An Introduction to Efficiency and Productivity Analysis. Kluwer Academic Publishers, London. Cox, D. and E. Jimenez. 1998. Risk Sharing and Private Transfers : What about Urban Household ? Economic Development and Cultural Change, 46 (3) : 621 - 637. Daryanto, A. 2006. Contract Farming : Linking Farmers to Markets. Business and Entrepreneurial Review, 6 (1) : 27 – 30. Debertin, D.L. 1986. Agricultural Production Economics. Macmillan Publishing Company, New York. De Wet, W.A. 2005. A Structural Garch Model : An Aplication to Portofolio Risk Management. Ph.D. Dissertation. Faculty of Economic and Management Sciences, University of Pretoria. Dharmawan, A.H. 2002. The Farm Household Livelihood Strategies and Local Structural Change in Rural Indonesia : Case Studies from West Java and West Kalimantan. Mimbar Sosek, 15 (3) : 73-101. Dinas Pasar Induk Kramat Jati. 2005. Perkembangan Harga Sayur Mayur dan Buah-buahan. Dinas Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta. Dinas Pertanian Tanaman Pangan. 2002. Buku Informasi Sayuran. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat, Bandung. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat. 2004, 2005, 2006. Laporan Tahunan. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat, Bandung. Dinas Pertanian Kabupaten Bandung. 2004, 2005, 2006. Laporan Tahunan. Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, Soreang. Direktorat Jenderal Hortikultura. 2006. Evaluasi Kinerja Pembangunan Agribisnis Hortikultura Tahun 2005. Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian, Jakarta.
289 Dirjen Bina Produksi Hortikultura. 2005. Benih Hortikultura dalam Perdagangan Internasional. Dirjen Bina Produksi Hortikultura, Departemen Pertanian, Jakarta. Ellis, F. 1988. Peasant Economics : Farm Households and Agrarian Development. Cambridge University Press, Cambridge. Elton, E.J. and M.J. Gruber. 1995. Modern Portofolio Theory and Investment Analysis. Fifth Edition. Johns Wiley and Sons Inc, New York. Fabella, R.V. 1986. Block-Recursiveness of The Household Production Model Under Risk. Journal of Philippine Development, 13 (23) : 178 – 189. Fukui, S., S. Hartono dan N. Iwamoto. 2004. Risk and Rice Farming Intensification in Rural Java. In: Hayashi,Y, S. Manuwoto dan S. Hartono (Eds). Sustainable Agriculture in Rural Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Guiso, L., T. Jappelli and D. Terlizzese. 1996. Income Risk, Borrowing Constraints and Portfolio Choice. The American Economic Review, 86 (1) : 158 - 172. Gujarati, D. 1978. Basic Econometric. McGraw Hill Inc, New York. Hardono, G.S. 2002. Dampak Perubahan Faktor – Faktor Ekonomi terhadap Ketahanan Pangan Rumahtangga Pertanian. Tesis Magister Sains. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hartoyo, S., K. Mizuno dan S.S. M. Mugniesyah. 2004. Comparative Analysis of Farm Management and Risk : Case Study in Two Upland Villages, West Java. In : Hayashi,Y, S.Manuwoto dan S. Hartono (Eds). Sustainable Agriculture in Rural Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Harwood, J., R. Heifner, K. Coble, J. Perry and A. Somwaru. 1999. Managing Risk in Farming : Concepts, Research and Analysis. Agricultural Economic Report No. 774. U.S. Department of Agriculture, Washington. Hayashi, Y., S. Manuwoto dan S. Hartono (Eds). 2004. Sustainable Agriculture in Rural Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Henderson, J.M. and R.E. Quandt. 1980. Microeconomics Theory. A Mathematical Approach. Third Edition. McGraw Hill International Book Company, Tokyo. Hendratno, S. 2006. Kompromi Kooperatif dan Alokasi Sumberdaya Intra Rumahtangga Petani Karet di Sumatera Selatan. Disertasi Doktor. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
290 Huang, S.Y., R.J. Sexton and T. Xia. 2004. Analysis of a Supply Control Program Under Uncertainty and Imperfect Competition : Chinese Cabbage in Taiwan. National Science Council, Taiwan. Hutabarat, B. 1985. An Assessment of Farm Level Input Demands and Production Under Risk on Rice Farms in The Cimanuk River Basin, Jawa Barat, Indonesia. Ph.D. Dissertation. Iowa State University, Ames, Iowa. Intriligator, M.D., R.G. Bodkin and C. Hsiao. 1996. Econometric Models, Technique and Applications. Second Edition. Prentice-Hall International Inc, New Jersey. Iqbal, F. 1986. The Demand and Supply of Funds among Agricultural Households in India. In : Singh, I, L. Squire and J. Strauss (Eds). Agricultural Household Models : Extensions, Applications and Policy. The Johns Hopkins University Press, Baltimore. Just, R.E. 1974. An Investigation of the Importance of Risk in Farmer’s Decisions. American Journal of Agricultural Economics, 56 (1) : 14-25. ________. 1975. Risk Aversion under Profit Maximization. American Journal of Agricultural Economics, 57 (2) : 347-352. Just, R.E. and R.D. Pope. 1979. On the Relationship of Input Decisions and Risk. In : Roumasset, J.A, J.M. Boussard and I. Singh (Eds). Risk, Uncertainty and Agricultural Development. Agricultural Development Council, New York. Kingwell, R. 1994. Effects of Tactical Responses and Risk Aversion on Farm Wheat Supply. Review of Marketing and Agricultural Economics, 62 (1) : 3- 24. Kusnadi, N. 2005. Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani dalam Pasar Persaingan Tidak Sempurna di Beberapa Provinsi di Indonesia. Disertasi Doktor. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Koutsoyiannis, A. 1977. Theory of Econometrics : An Introductory Exposition of Econometric Methods. Second Edition. The Macmillan Press Ltd, London. Koordinator Penyuluh Pertanian Kecamatan Pangalengan. 2006. Program Penyuluhan Pertanian Kecamatan Pangalengan. Pemerintah Kabupaten Bandung, Bandung. Leones, J.P. and S. Feldman. 1998. Nonfarm Activity and Rural Household Income : Evidence from Philippine Microdata. Economic Development and Cultural Change, 46 (4) : 789 - 806.
291 Lofgren, H. and S.Robinson. 1999. To Trade or Not to Trade : Non Separable Farm Household Models in Partial and General Equilibrium. Discussion Paper No.37. Trade and Macroeconomics Division, International Food Policy Research Institute, Washington. Mazzocco, M. 2001. Essay on Household Intertemporal Behavior. Ph.D. Dissertation. Department of Economics, The Faculty of The Division of The Social Science, The University of Chichago, Chicago, Illinois. Moller, N., Malchow and B.J. Thorsen. 2000. A Dynamic Agricultural Household Model with Uncertain Income and Irreversible and Indivisible Investment under Credit Constraints. Working Paper. Department of Economics, University of AARHUS, Denmark. Moschini, G. and D.A. Hennessy.1999. Uncertainty, Risk Aversion and Risk Management for Agricultural Producers. Elsevier Science Publishers, Amsterdam. Nakajima, C. 1986. Subjective Equilibrium Theory of the Farm Household. Elsevier Science Publishers, Amsterdam. Novizan. 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. AgroMedia Pustaka, Jakarta. Pannell, D.J. 1999. Responses to Risk in Weed Control Decisions Under Expected Profit Maximisation. Journal of Agricultural Economics, 41: 391-403. Patrick, G.R., P.H. Wilson, P.J. Barry, W.G. Bogges and D.L. Young. 1985. Risk Perceptions and Management Response: Producer-Generated Hypotheses for Risk Modelling. Southern Journal Agricultural Economics, 17 : 231-238. Pemerintah Kabupaten Bandung. 2006. Data Monografi Kecamatan Pangalengan. Pemerintah Kabupaten Bandung, Bandung. Pindyck, R.S. and D.L. Rubinfeld. 1991. Econometric Model and Economic Forecasts. Third Edition. McGraw-Hill Inc, New York. Pradhan, J. and J.J. Quilkey. 1985. Some Policy Implicatios from Modelling Household/Farm Firm Decisions for Rice Farmers in Orissa India. Paper. Australian Agricultural Economics Society, Armidale N.S.W. Purwoto, A. 1990. Efisiensi Usahatani Padi Tanpa dan dengan Mempertimbangkan Risiko serta Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi Terhadap Sikap dalam Menghadapi Risiko. Tesis Magister Sains. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Robison, L. J. and P.J. Barry. 1987. The Competitive Firm’s Response to Risk. Macmillan Publisher, London.
292 Roumasset, J.A., J.M. Boussard and I. Singh (Eds). 1979. Risk, Uncertainty and Agricultural Development. Agricultural Development Council, New York. Sadoulet, E. and A. de Janvry. 1995. Quantitative Development Policy Analysis. The Johns Hopkins University Press, London. Sadoulet, E., A. de Janvry and C. Benjamin. 1996. Household Behavior with Imperfect Labor Market. California Agricultural Experiment Station, Berkeley. Saha, A. and J. Stroud. 1994. A Household Model of On-Farm Storage Under Price Risk. American Journal of Agricultural Economics, 76 (3) : 522-534. Sawit, M.H. 1993. A Farm Household Model for Rural Households of West Java Indonesia. Ph.D. Dissertation. Department of Economics, The University of Wollongong, Wollongong. Silberberg, E. 1990. The Struktur of Economic : A Mathematical Analysis. Second Edition. McGraw-Hill Publishing Company, New York. Singh, I., L. Squire and J. Strauss. 1986. The Basic Model : Theory, Empirical Result and Policy Conclusions. In : Singh, I, L. Squire and J. Strauss (Eds). Agricultural Household Models : Extensions, Applications and Policy. The Johns Hopkins University Press, Baltimore. ___________________________ (Eds). 1986. Agricultural Household Models : Extensions, Applications and Policy. The Johns Hopkins University Press, Baltimore. Singh, I. and J. Subramanian. 1986. Agricultural Household Modeling in a Multicrop Environment : Case Studies in Korea and Nigeria. In : Singh, I, L. Squire and J. Strauss (Eds). Agricultural Household Models : Extensions, Applications and Policy. The Johns Hopkins University Press, Baltimore. Sitepu, R.K. dan B.M. Sinaga. 2006. Aplikasi Model Ekonometrika : Estimasi, Simulasi dan Peramalan Menggunakan Program SAS. Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Taylor, J.E. and I. Adelman. 2003. Agricultural Household Models: Genesis, Evolution and Extensions. University of California, Berkeley. Thomas, R.L. 1997. Modern Econometric: An Introduction. Addison Wesley, England. Varian, H.R. 1992. Microeconomic Analysis. Third Edition. W.M. Norton and Company, New York.
293 Verbeek, M. 2000. A Guide to Modern Econometric. Johns Wiley and Sons Ltd, England. Walter, J.T., R.K. Roberts, J.A. Larson, B.C. English and D.D. Howard. 2004. Effects of Risk, Disease, and Nitrogen Source on Optimal Nitrogen Fertilization Rates in Winter Wheat Production. Paper. Southern Agricultural Economic Association, Tulsa, Oklahoma. Wik, M., S. Holden and E.Taylor. 1998. Risk, Market Imperfections and Peasant Adaptation : Evidence from Northern Zambia. Discussion Paper D-28. Department of Economics and Social Sciences, The Agricultural University of Norway. Wincoop, E.V. 1992. Terms of Trade Uncertainty, Savings, and The Production Structure. Elseveir Science Publishers, Amsterdam.
LAMPIRAN
295 Lampiran 1. Hasil Estimasi Fungsi Variance Produksi Kentang Rumahtangga Petani Sayuran di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung dengan Menggunakan GARCH (1,1) Program Eviews Versi 4.1 Dependent Variable: LOG(PRDKT) Method: ML - ARCH (Marquardt) Date: 03/17/07 Time: 21:47 Sample: 1 429 Included observations: 429 Convergence achieved after 14 iterations Variance backcast: ON
C LOG(LHGKT) LOG(PBNHKT) LOG(PPKNKT) LOG(PPKPKT) LOG(PPKKT) LOG(TKKT) LOG(PESKT) C ARCH(1) GARCH(1) LOG(LHGKT) LOG(PBNHKT) LOG(PPKNKT) LOG(PPKPKT) LOG(PPKKT) LOG(TKKT) LOG(PESKT) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
Coefficient 8.128500 0.081500 0.076096 0.080613 -0.073362 -0.055747 0.093216 0.062188 0.076795 0.216454 0.327662 -0.001792 -0.015695 0.005400 0.000763 0.002616 0.003520 -0.001806 0.329445 0.301710 0.155332 9.916570 223.8894 1.503757
Std. Error z-Statistic Prob. 0.502056 16.19041 0.0000 0.008550 9.532253 0.0000 0.036245 2.099471 0.0358 0.020718 3.891004 0.0001 0.020000 -3.668048 0.0002 0.020824 -2.677027 0.0074 0.020610 4.522820 0.0000 0.020620 3.015877 0.0026 Variance Equation 0.062150 1.235646 0.2166 0.081986 2.640147 0.0083 0.135096 2.425400 0.0153 0.001599 -1.120780 0.2624 0.006316 -2.485088 0.0130 0.002974 1.815526 0.0694 0.002669 0.285800 0.7750 0.003753 0.697059 0.4858 0.004661 0.755185 0.4501 0.002403 -0.751769 0.4522 Mean dependent var 9.918944 S.D. dependent var 0.185884 Akaike info criterion -0.959857 Schwarz criterion -0.789446 F-statistic 11.87797 Prob(F-statistic) 0.000000
296 Lampiran 2. Hasil Estimasi Fungsi Variance Produksi Kubis Rumahtangga Petani Sayuran di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung dengan Menggunakan GARCH (1,1) Program Eviews Versi 4.1
Dependent Variable: LOG(PRDKB) Method: ML - ARCH (Marquardt) Date: 03/18/07 Time: 10:50 Sample: 1 429 Included observations: 429 Convergence achieved after 6 iterations Variance backcast: ON Coefficient Std. Error z-Statistic Prob. C 9.671516 0.192362 50.27772 0.0000 LOG(LHGKB) 0.051083 0.006388 7.997019 0.0000 LOG(PBNHKB) -0.043187 0.026398 -1.636016 0.1018 LOG(PPKNKB) 0.031334 0.009944 3.151012 0.0016 LOG(PNPKB) 0.002310 0.001786 1.293839 0.1957 LOG(TKKB) 0.049658 0.010956 4.532528 0.0000 LOG(PESKB) 0.022334 0.004745 4.706460 0.0000 Variance Equation C 0.000855 0.001526 0.560578 0.5751 ARCH(1) 0.003883 0.023885 0.162555 0.8709 GARCH(1) 0.725948 0.025232 28.77107 0.0000 LOG(LHGKB) 0.000500 0.000111 4.495939 0.0000 LOG(PBNHKB) -0.000121 0.000193 -0.628938 0.5294 LOG(PPKNKB) -0.000199 0.000213 -0.934059 0.3503 LOG(PNPKB) -0.000042 4.85E-05 -0.875238 0.3814 LOG(TKKB) -0.000073 0.000238 -0.307943 0.7581 LOG(PESKB) 0.000221 0.000112 1.982893 0.0474 R-squared 0.280205 Mean dependent var 10.15919 Adjusted R-squared 0.254062 S.D. dependent var 0.068388 S.E. of regression 0.059065 Akaike info criterion -3.025148 Sum squared resid 1.440829 Schwarz criterion -2.873671 Log likelihood 664.8942 F-statistic 10.71828 Durbin-Watson stat 1.798831 Prob(F-statistic) 0.000000
297 Lampiran 3. Program Komputer Estimasi, Validasi dan Simulasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran Menggunakan Program SAS Versi 9.0 File > Import Data > Microsoft Excel > D\my document\dt.olah > Sheet 8 > work > Anfar DATA OLAH; SET anfar; PKT = LHGKT *PRDKT; TKDKT = TKPDKT + TKWDKT; TKLKT = TKPLKT +TKWLKT; PKB = LHGKB *PRDKB; NPPKT = PPKNKT*HPPKN+PPKPKT*HPPKP+PPKKT*HPPKK; NPPKB = PPKNKB*HPPKN+PPKPKB*HPPKP+PNPKB*HPNPK; KONS = PPANG + PNPG; PENG = KONS + PKS + PPEND; TPOF = PPOF + PWOF; TBUKT = HBNHKT*PBNHKT + HPPKN*PPKNKT + HPPKP*PPKPKT + PESKT UPON*TKPLKT + UWON*TKWLKT; TBUKB = HBNHKB*PBNHKB + HPNPK*PNPKB + PESKB + UPON*TKPLKB UWON*TKWLKB; PUTKT = PKT*EXPHRGKT -LHGKT*TBUKT; PUTKB = PKB*EXPHRGKB - LHGKB*TBUKB; TPNF = PPNF + PWNF; TPUT = PUTKT + PUTKB +PUNTB; TPRT = TPUT + TPOF + TPNF; run;
+ +
PROC SYSLIN 2SLS DATA= OLAH OUTEST=HASIL; endogenous LHGKT PRDKT PKT PBNHKT PPKNKT PPKPKT PESKT TKPDKT TKWDKT TKPLKT TKWLKT TKDKT TKLKT LHGKB PRDKB PKB PBNHKB PNPKB PESKB TKPDKB TKWDKB TKPLKB TKWLKB TKPOF TKWOF TKPNF TKWNF KONS PENG PPOF PWOF TPOF TBUKT TBUKB PUTKT PUTKB PPNF PWNF TPNF TPUT TPRT PPANG PNPG PKS PPEND TAB INVES NPPKT NPPKB; instruments EXPHRGKT EXPHRGKB HBNHKT SDHRGKT SDHRGKB SDPRDKT SDPRDKB EXPRDKT EXPRDKB UPOF UWOF UPON UWON HPPKN HPPKP HPPKK HPNPK JAKP JAKW HBNHKB UPNF UWNF PENDP PENDW JART JAKSEK; Model LHGKT Model PRDKT * PKT Model PBNHKT
= HPPKP UPON SDPRDKT SDHRGKT LHGKB PESKT; = EXPHRGKT HPPKN PBNHKT SDPRDKT UPON; = LHGKT *PRDKT; = HBNHKT LHGKT EXPHRGKT EXPRDKT TBUKT TKDKT SDPRDKT SDPRDTB/NOINT; Model PPKNKT = HPPKN LHGKT SDPRDTB SDPRDKT; Model PPKPKT = HPPKP TKDKT EXPRDKT INVES SDHRGKT; Model PESKT = LHGKT SDHRGKT SDPRDKT; *NPPKT = PPKNKT*HPPKN+PPKPKT*HPPKP+PPKKT*HPPKK; Model TKPDKT = TKPLKT TKPNF TKPOF EXPHRGKT PPKNKT SDPRDKT TKPDKB; Model TKWDKT = UWON TKWNF PESKT NPPKT SDPRDKT; Model TKPLKT = LHGKT SDHRGKT EXPRDKT NPPKT; Model TKWLKT = EXPRDKT TKWDKT SDHRGKT SDPRDKT; IDENTITY TKDKT = TKPDKT + TKWDKT;
298 IDENTITY TKLKT Model LHGKB Model PRDKB *PKB Model PBNHKB Model PNPKB * NPPKB Model PESKB Model TKPDKB Model TKWDKB Model TKPLKB Model TKWLKB Model TKPOF Model TKWOF Model TKPNF Model TKWNF Model PPOF Model PWOF Model PPNF Model PWNF Model PPANG Model PNPG Model PKS Model PPEND Model TAB Model INVES IDENTITY KONS IDENTITY PENG IDENTITY TPOF *TBUKT *TBUKB *PUTKT *PUTKB IDENTITY TPNF IDENTITY TPUT IDENTITY TPRT run; Quit;
= TKPLKT +TKWLKT; = UPON NPPKB LHGKT EXPRDKB SDHRGKB SDPRDKB PESKB; = PESKB SDHRGKB EXPHRGKT SDPRDKB NPPKB; = LHGKB *PRDKB; = EXPHRGKB SDPRDKB TBUKB INVES SDHRGKB TKPDKB; = EXPHRGKB SDHRGKB HPPKP TBUKB; = PPKNKB*HPPKN+PPKPKB*HPPKP+PNPKB*HPNPK; = SDHRGKB EXPRDKB SDPRDKB PBNHKB TAB LHGKT/NOINT; = JAKP EXPHRGKB TKPNF UPON SDHRGKB; =JAKW EXPHRGKB EXPRDKB SDHRGKB INVES TKWNF UWON; = UPON SDHRGKB EXPHRGKB PNPKB PBNHKB LHGKT TPRT /NOINT; = UWON SDHRGKB INVES; = UPOF EXPHRGKT PENG SDPRDKT SDHRGKT TAB; = UWOF JAKW SDPRDKB EXPRDKT PWNF TBUKT; = UPNF TKPDKT JAKP TPUT PENDP TKPOF SDPRDKT INVES; = UWNF PENG EXPHRGKT SDPRDKT PENDW; = TKPOF UPOF SDHRGKB EXPHRGKT EXPHRGKB EXPRDKT; = TKWOF UWOF SDHRGKB EXPRDKT EXPRDKB SDPRDKB SDPRDKT; = TKPNF UPNF TPOF TPUT SDHRGKB SDPRDKT /NOINT; = UWNF EXPHRGKB TBUKT PENG SDPRDKT/NOINT; = JART TPRT EXPRDKB EXPRDKT SDPRDKT; = SDHRGKT SDHRGKB SDPRDKT TPRT EXPHRGKT/NOINT; = PPEND TPRT SDHRGKB EXPRDKT EXPRDKB SDPRDKT/NOINT; = JAKSEK TPRT PENDP PENDW SDHRGKT SDHRGKB TAB/NOINT; = TPRT KONS PPEND SDHRGKT EXPRDKT; = TPRT SDPRDKT EXPRDKT; = PPANG + PNPG; = KONS + PKS +PPEND; = PPOF + PWOF; = HBNHKT*PBNHKT + HPPKN*PPKNKT + HPPKP*PPKPKT + PESKT + UPON*TKPLKT + UWON*TKWLKT; = HBNHKB*PBNHKB + HPNPK*PNPKB + PESKB + UPON*TKPLKB + UWON*TKWLKB; = PKT*EXPHRGKT -LHGKT*TBUKT; = PKB*EXPHRGKB - LHGKB*TBUKB; = PPNF + PWNF; = PUTKT + PUTKB; = TPUT + TPOF + TPNF;
/* DATA SIMULASI*/ DATA SIMULASI; SET OLAH; *SDPRDKT =1.05*SDPRDKT; *SDHRGKB=1.05*SDHRGKB; *UPON=1.2*UPON; *UWON=1.2*UWON; run; DATA STRAT; SET SIMULASI; IF LARE <=0.50 THEN STRATA=1; IF LARE >0.50 AND LARE <=1 THEN STRATA=2; IF LARE >1 THEN STRATA=3; run;
299 DATA STRAT1 SET STRAT; IF STRATA=1 IF STRATA=2 IF STRATA=3 run;
STRAT2 STRAT3; THEN OUTPUT STRAT1; THEN OUTPUT STRAT2; THEN OUTPUT STRAT3;
PROC MODEL DATA=SIMULASI; Endo LHGKT PRDKT PKT PBNHKT PPKNKT PPKPKT PESKT TKPDKT TKWDKT TKPLKT TKWLKT TKDKT TKLKT LHGKB PRDKB PKB PBNHKB PNPKB PESKB TKPDKB TKWDKB TKPLKB TKWLKB TKPOF TKWOF TKPNF TKWNF KONS PENG PPOF PWOF TPOF TBUKT TBUKB PUTKT PUTKB PPNF PWNF TPNF TPUT TPRT PPANG PNPG PKS PPEND TAB INVES NPPKT NPPKB; EXO EXPHRGKT EXPHRGKB HBNHKT SDHRGKT SDHRGKB SDPRDKT SDPRDKB EXPRDKT EXPRDKB UPOF UWOF UPON UWON HPPKN HPPKP HPPKK HPNPK JAKP JAKW HBNHKB UPNF UWNF PENDP PENDW JART JAKSEK; LHGKT
=
1 HPPKP UPON SDPRDKT SDHRGKT LHGKB PESKT
* * * * * * *
PRDKT
=
1 EXPHRGKT HPPKN PBNHKT SDPRDKT UPON
* 97716.370000 * 3.935280 * -0.350660 * 9.404099 *-672648.700000 * -0.132970
+ + + + + ;
PBNHKT =
HBNHKT LHGKT EXPHRGKT EXPRDKT TBUKT TKDKT SDPRDKT
* * * * * * *
-0.087660 14.290960 0.108420 0.005535 0.000052 0.375996 -2375.740000
+ + + + + + ;
PPKNKT =
HPPKN LHGKT EXPRDKT SDPRDKT TKLKT
* * * * *
-0.06814 5.677659 0.001767 -1557.38000 0.063509
+ + + + ;
PPKPKT =
1 HPPKP TKDKT EXPRDKT INVES SDHRGKT
* * * * * *
607.47990 -0.11680 0.05860 0.00180 -0.000008 -0.02670
+ + + + + ;
PESKT
1 LHGKT
*8035414.0000 * 175255.4000
=
1.9842440 -0.0004700 -0.0000020 -4.1356400 -0.0005400 1.6983390 -0.0000001
+ + + + + + ;
+ +
300 SDHRGKT SDPRDKT
* -2964.4400 *-6896195.0000
+ ;
TKPDKT =
1 TKPLKT TKPNF TKPOF EXPHRGKT PPKNKT SDPRDKT TKPDKB
* * * * * * * *
+ + + + + + + ;
TKWDKT =
1 UWON TKWNF PESKT NPPKT SDPRDKT
* * * * * *
956.96530 -0.01699 -0.38002 -0.00007 -0.00012 -220.81200
+ + + + + ;
TKPLKT =
1 LHGKT SDHRGKT EXPRDKT NPPKT
* * * * *
342.05210 58.34699 -0.15795 0.00099 -0.00004
+ + + + ;
TKWLKT =
1 EXPRDKT TKWDKT SDHRGKT SDPRDKT
* * * * *
274.89630 0.00136 -0.36403 -0.00889 -457.63700
+ + + + ;
LHGKB
=
1 UPON NPPKB LHGKT EXPRDKB SDHRGKB SDPRDKB PESKB
* * * * * * * *
PRDKB
=
1 PESKB SDHRGKB EXPHRGKT SDPRDKB NPPKB
* 35573.37000 * -0.00009 * -0.41621 * -1.31832 * -18062.30000 * -0.00272
+ + + + + ;
PBNHKB =
EXPRDKB SDPRDKB TKPDKB LHGKB
* * * *
+ + + ;
PNPKB
1 EXPHRGKB SDHRGKB HPPKP TBUKB
* * * * *
=
717.6339 -1.0149 -0.0511 -0.1457 0.0120 0.2848 -3660.6000 1.0298
0.6463100 -0.0000023 -0.0000003 0.5552930 0.0000087 -0.0000900 -0.0835900 -0.00000001
0.0055 -119.0260 0.7179 25.9652 224.508400 0.140892 -0.078980 -0.030470 -0.000001
+ + + + + + + ;
+ + + + ;
301 PESKB
=
SDHRGKB EXPRDKB SDPRDKB PBNHKB TAB LHGKT
* -1023.3900 * 161.3410 *-11850000.0000 * 11414.8400 * -0.0256 * 478.4366
+ + + + + ;
TKPDKB =
1 JAKP EXPHRGKB TKPNF UPON SDHRGKB
* * * * * *
24.00185 44.64520 0.05122 -0.15156 -0.00105 -0.03900
+ + + + + ;
TKWDKB =
1 JAKW EXPHRGKB EXPRDKB SDHRGKB INVES TKWNF UWON
* * * * * * * *
21.983260 29.642540 0.059671 0.000118 -0.008770 -0.000009 -0.114220 -0.007600
+ + + + + + + ;
TKPLKB =
UPON SDHRGKB EXPHRGKB PNPKB PBNHKB LHGKT TPRT
* * * * * * *
-0.00207000 -0.01725000 0.00552400 0.04120400 0.56817600 -4.04005000 0.00000005
+ + + + + + ;
TKWLKB =
1 UWON SDHRGKB INVES
* * * *
119.3898000 -0.0012300 -0.0458000 -0.0000065
+ + + ;
TKPOF
=
1 UPOF EXPHRGKT PENG SDPRDKT SDHRGKT TAB
* * * * * * *
42.8244200 0.0113580 -0.0227800 0.0000002 42.9405300 0.0103420 0.0000003
+ + + + + + ;
TKWOF
=
1 UWOF JAKW SDPRDKB EXPRDKT PWNF TBUKT
* * * * * * *
-20.653700 + 0.020218 + 6.490966 + 211.306000 + -0.000130 + -0.00000005+ 0.00000028;
TKPNF
=
1 UPNF TKPDKT JAKP TPUT
* * * * *
-78.62900 0.00096 -0.21333 64.86785 -0.0000003
+ + + + +
302 PENDP TKPOF SDPRDKT INVES
* * * *
5.22430 -0.01436 411.20520 0.00000575
+ + + ;
108.6744 0.002599 0.000003 -0.06843 43.46911 6.204705
+ + + + + ;
TKWNF
=
1 UWNF PENG EXPHRGKT SDPRDKT PENDW
* * * * * *
PPOF
=
1 TKPOF UPOF SDHRGKB EXPHRGKT EXPHRGKB EXPRDKT
* * * * * * *
64889.5000 7948.5740 43.3240 280.8195 -4.5572 -97.3236 -3.9076
+ + + + + + ;
PWOF
=
1 TKWOF UWOF SDHRGKB EXPRDKT EXPRDKB SDPRDKB SDPRDKT
* 569356.1000 * 5573.7610 * 37.9492 * 85.7367 * -1.7020 * -1.1385 * 1130238.0000 * 3140807.0000
+ + + + + + + ;
PPNF
=
TKPNF UPNF TPOF TPUT SDHRGKB SDPRDKT
* * * * * *
11831.1400 393.4190 -0.2676 -0.0080 8651.2380 4719935.0000
+ + + + + ;
PWNF
=
UWNF EXPHRGKB TBUKT PENG SDPRDKT
* * * * *
400.8930 -1105.28000 0.00227 0.00643 4751146.00000
+ + + + ;
PPANG
=
1 JART TPRT EXPRDKB EXPRDKT SDPRDKT
* 827766.40000 * 677301.10000 * 0.01083 * 89.07011 * 26.54464 * -9814905.0000
+ + + + + ;
PNPG
=
SDHRGKT SDHRGKB SDPRDKT TPRT EXPHRGKT
* -12634.1000 * -1348.4700 * -8566740.0000 * 0.0144 * 6266.2700
+ + + + ;
PKS
=
PPEND TPRT
* *
+ +
-0.10796 0.00119
303 SDHRGKB EXPRDKT EXPRDKB SDPRDKT
* -176.96400 * 29.36982 * 26.56246 * -3219789.00000
+ + + ;
PPEND
=
JAKSEK TPRT PENDP PENDW SDHRGKT SDHRGKB TAB
* * * * * * *
1640931.0000 0.0083 78480.8400 106136.9000 -2354.7500 -216.2270 -0.0990
+ + + + + + ;
TAB
=
1 TPRT KONS PPEND SDHRGKT EXPRDKT
* * * * * *
3839788.0000 0.0268 -0.0107 -0.0276 -1441.8600 111.8079
+ + + + + ;
INVES
=
1 TPRT SDPRDKT EXPRDKT
* 559373.3000 * 0.0021 * -1746869.0000 * 21.1887
+ + + ;
PKT TKDKT TKLKT PKB NPPKT NPPKB KONS PENG TPOF TBUKT
= LHGKT *PRDKT; = TKPDKT + TKWDKT; = TKPLKT +TKWLKT; = LHGKB *PRDKB; = PPKNKT*HPPKN+PPKPKT*HPPKP+PPKKT*HPPKK; = PPKNKB*HPPKN+PPKPKB*HPPKP+PNPKB*HPNPK; = PPANG + PNPG; = KONS + PKS + PPEND; = PPOF + PWOF; = HBNHKT*PBNHKT + HPPKN*PPKNKT + HPPKP*PPKPKT + PESKT UPON*TKPLKT + UWON*TKWLKT; = HBNHKB*PBNHKB + HPNPK*PNPKB + PESKB + UPON*TKPLKB UWON*TKWLKB; = PKT*EXPHRGKT -LHGKT*TBUKT; = PKB*EXPHRGKB - LHGKB*TBUKB; = PPNF + PWNF; = PUTKT + PUTKB +PUNTB; = TPUT + TPOF + TPNF;
TBUKB PUTKT PUTKB TPNF TPUT TPRT
+ +
SOLVE LHGKT PRDKT PKT PBNHKT PPKNKT PPKPKT PESKT TKPDKT TKWDKT TKPLKT TKWLKT TKDKT TKLKT LHGKB PRDKB PKB PBNHKB PNPKB PESKB TKPDKB TKWDKB TKPLKB TKWLKB TKPOF TKWOF TKPNF TKWNF KONS PENG PPOF PWOF TPOF TBUKT TBUKB PUTKT PUTKB PPNF PWNF TPNF TPUT TPRT PPANG PNPG PKS PPEND TAB INVES NPPKT NPPKB/ STAT THEIL SEIDEL DATA= STRAT1 OUT=OUTSIM OUTPREDICT; run; Quit;
304 Lampiran 4. Hasil Validasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran Lahan Sempit Actual Variable LHGKT PRDKT PKT PBNHKT PPKNKT PPKPKT PESKT TKPDKT TKWDKT TKPLKT TKWLKT TKDKT TKLKT LHGKB PRDKB PKB PBNHKB PNPKB PESKB TKPDKB TKWDKB TKPLKB TKWLKB TKPOF TKWOF TKPNF TKWNF KONS PENG PPOF PWOF TPOF TBUKT TBUKB PUTKT PUTKB PPNF PWNF TPNF TPUT TPRT PPANG PNPG PKS PPEND TAB INVES NPPKT NPPKB
N Obs 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62
N 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62
Mean 0.4390 19420.1 8495.8 1526.8 411.3 457.8 5274131 405.6 284.7 178.2 135.3 690.3 313.5 0.3829 25241.4 9751.3 254.3 313.0 5249758 148.8 92.4433 145.8 107.9 35.2903 27.3871 70.4194 34.5484 11131222 12930642 369944 193783 563727 20293777 8941579 12181729 7358978 5927823 2268388 8196211 22618442 31378380 4902074 6229148 386290 1413129 4868705 685242 1912424 1918356
Predicted
Std Dev 0.1720 2137.3 3443.3 186.5 92.4668 97.1349 1504425 166.4 281.9 91.8396 126.9 338.7 164.8 0.1330 975.7 3601.3 26.2064 101.6 2708408 38.4083 84.3681 37.8622 50.4946 63.3135 64.7893 158.8 94.5189 11673492 12623948 720218 493825 925614 3098766 2940803 5130213 3531135 29493775 13758750 42407594 8433983 46326867 2442178 10742758 368143 1583809 1804939 1237729 301031 347372
Mean 0.4698 19850.0 9323.2 1524.5 404.2 452.6 5596032 321.7 178.0 227.9 170.7 499.7 398.6 0.4356 25564.6 11248.1 251.6 298.5 6063044 134.6 76.6204 135.4 96.2975 35.6439 28.7755 62.6632 43.8547 12995049 15006429 377725 206363 584087 21285925 9498568 13315410 8367415 5899192 2161512 8060704 21682825 30327617 5232019 7763029 674105 1337275 5949737 780960 1358891 1109335
Std Dev 0.1457 779.7 2911.1 83.2465 14.7459 17.7278 402776 41.1949 47.0109 25.8614 19.0909 57.8414 33.1889 0.1229 1143.0 3524.9 9.9693 22.8202 757816 20.1469 18.9115 8.3216 9.3642 55.6943 58.9453 98.0147 90.7882 3806205 5140066 657027 444329 888698 2175674 922141 4399890 3487806 27299267 13108431 39371350 6966290 41370670 1243232 2968213 276902 1534970 1169034 280954 76913.9 96772.5
Lampiran 4. Lanjutan Statistics of fit Variable LHGKT PRDKT PKT PBNHKT PPKNKT PPKPKT PESKT TKPDKT TKWDKT TKPLKT TKWLKT TKDKT TKLKT LHGKB
N
Mean Error
62 0.0308 62 429.9 62 827.4 62 -2.2833 62 -7.0239 62 -5.2213 62 321901 62 -83.8289 62 -106.7 62 49.6810 62 35.3762 62 -190.6 62 85.0572 62 0.0527
Mean % Mean Abs Mean Abs Error Error % Error 11.0203 3.3886 14.7143 1.1910 3.2379 3.1608 13.5183 -8.1144 6649.8 70.6293 5512.8 -5.2029 85.1998 19.8021
0.0471 1826.0 1312.1 154.6 66.5154 80.8540 1302278 129.5 240.4 82.2237 114.0 282.5 148.2 0.0866
13.4765 9.5196 18.2285 10.0874 17.2090 18.1308 26.2853 29.4310 6715.6 80.8678 5539.2 43.5052 96.0277 27.8081
RMS Error 0.0531 2308.1 1651.9 195.2 88.6616 94.8121 1537997 172.7 289.4 96.9365 126.8 374.3 177.7 0.1036
RMS % Error R-Square 17.0453 11.9629 23.3608 12.5388 24.0653 21.6651 31.4574 36.1456 10910.4 123.1 9513.5 58.0257 172.0 37.2413
0.9033 -.1852 0.7661 -.1129 0.0655 0.0316 -.0623 -.0947 -.0712 -.1323 -.0163 -.2413 -.1813 0.3827
305 PRDKB PKB PBNHKB PNPKB PESKB TKPDKB TKWDKB TKPLKB TKWLKB TKPOF TKWOF TKPNF TKWNF KONS PENG PPOF PWOF TPOF TBUKT TBUKB PUTKT PUTKB PPNF PWNF TPNF TPUT TPRT PPANG PNPG PKS PPEND TAB INVES NPPKT NPPKB
62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62
323.2 1496.9 -2.7491 -14.5596 813286 -14.2235 -15.8229 -10.4251 -11.5603 0.3536 1.3885 -7.7562 9.3063 1863827 2075787 7780.3 12579.8 20360.1 992147 556988 1133681 1008437 -28631.7 -101863 -135507 -935616 -1050763 329945 1533881 287815 -75854.6 1081032 95718.5 -553533 -809021
1.3462 22.3000 -0.1499 1273.2 34.5278 -5.0883 2880.0 0.2991 2.4256 77.2942 24.9137 2960.9 2136.4 62.4857 57.5338 -980798 -135683 56317.1 6.5253 13.8252 15.1680 24.9544 -8.332E7 -3.969E7 -5.053E7 -0.1510 3.4920 25.0066 187.5 277.2 -1.394E7 41.2406 211.0 -27.2816 -40.2353
882.7 2484.6 19.1797 67.7454 2168320 28.2358 74.8205 32.2440 31.5064 17.6392 15.1850 77.4117 49.0281 6629942 7239440 175126 108492 206288 2362037 2175396 2606791 1995486 3511910 960645 4057331 3563846 6479528 1812973 5491061 498400 998004 1534390 723676 555672 809021
3.5284 31.3573 7.7268 1293.3 46.9902 17.7683 2933.7 23.6061 27.9548 597.9 362.9 3336.2 2566.2 76.5303 71.7475 5421321 2422461 2454936 12.1670 24.9852 23.5325 36.9796 1.0255E8 39691886 56378280 16.3591 24.6501 42.9250 201.1 305.4 18393050 47.2997 229.3 27.4383 40.2353
1108.9 3025.3 23.5956 99.6380 2820373 39.2877 83.0263 39.7275 49.6371 29.8685 33.5546 127.7 76.5165 11288897 11874948 309562 241507 360630 2896392 2904250 3618723 2543302 7030513 2435613 7642598 4912596 10700109 2418127 10512783 565507 1263166 1892330 1235865 623625 879875
4.4684 42.2149 9.9459 5885.7 57.1532 23.3128 4735.6 32.2044 35.1887 993.8 694.6 5400.7 3344.7 95.7853 89.7867 9381198 4543738 4270086 15.2123 30.4315 30.0289 55.5260 1.3735E8 45710471 77589008 21.1368 44.6599 55.6110 314.7 492.6 35005272 82.3325 357.6 29.6296 42.0885
-.3129 0.2828 0.1760 0.0216 -.1022 -.0635 0.0157 -.1190 0.0178 0.7738 0.7274 0.3426 0.3339 0.0495 0.1006 0.8122 0.7569 0.8457 0.1120 0.0087 0.4943 0.4727 0.9422 0.9681 0.9670 0.6552 0.9458 0.0035 0.0267 -.3981 0.3535 -.1172 -.0133 -.3626 -.5213
Lampiran 4. Lanjutan Theil Forecast Error Statistics
Variable N LHGKT PRDKT PKT PBNHKT PPKNKT PPKPKT PESKT TKPDKT TKWDKT TKPLKT TKWLKT TKDKT TKLKT LHGKB PRDKB PKB PBNHKB PNPKB PESKB TKPDKB TKWDKB TKPLKB TKWLKB TKPOF TKWOF TKPNF TKWNF KONS PENG PPOF PWOF TPOF TBUKT TBUKB PUTKT PUTKB
62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62
MSE 0.00282 5327104 2728646 38102.0 7860.9 8989.3 2.365E12 29828.9 83754.2 9396.7 16090.5 140115 31573.5 0.0107 1229692 9152195 556.8 9927.7 7.955E12 1543.5 6893.4 1578.3 2463.8 892.1 1125.9 16311.5 5854.8 1.274E14 1.41E14 9.583E10 5.833E10 1.301E11 8.389E12 8.435E12 1.31E13 6.468E12
Corr (R) 0.98 -0.02 0.91 0.10 0.30 0.19 0.10 0.45 0.31 0.43 0.28 0.32 0.32 0.76 0.50 0.72 0.44 0.21 0.12 0.33 0.23 0.01 0.28 0.88 0.85 0.59 0.66 0.28 0.36 0.90 0.87 0.92 0.51 0.23 0.75 0.78
MSE Decomposition Proportions Bias Reg Dist Var Covar (UM) (UR) (UD) (US) (UC)
Inequality Coef U1 U
0.34 0.03 0.25 0.00 0.01 0.00 0.04 0.24 0.14 0.26 0.08 0.26 0.23 0.26 0.08 0.24 0.01 0.02 0.08 0.13 0.04 0.07 0.05 0.00 0.00 0.00 0.01 0.03 0.03 0.00 0.00 0.00 0.12 0.04 0.10 0.16
0.1127 0.1181 0.1804 0.1269 0.2104 0.2027 0.2806 0.3944 0.7252 0.4843 0.6866 0.4876 0.5025 0.2559 0.0439 0.2913 0.0923 0.3030 0.4783 0.2557 0.6658 0.2638 0.4174 0.4146 0.4803 0.7402 0.7658 0.7028 0.6597 0.3848 0.4585 0.3347 0.1411 0.3088 0.2741 0.3121
0.17 0.12 0.02 0.11 0.02 0.00 0.03 0.04 0.02 0.02 0.02 0.02 0.01 0.05 0.34 0.09 0.00 0.00 0.02 0.03 0.00 0.04 0.01 0.00 0.01 0.00 0.14 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.04 0.01 0.02 0.09
0.49 0.84 0.73 0.89 0.97 1.00 0.93 0.73 0.85 0.72 0.90 0.72 0.76 0.70 0.57 0.66 0.98 0.98 0.89 0.84 0.96 0.89 0.94 1.00 0.99 1.00 0.85 0.97 0.97 1.00 0.99 0.99 0.84 0.96 0.88 0.76
0.24 0.34 0.10 0.28 0.76 0.69 0.50 0.52 0.65 0.46 0.71 0.55 0.54 0.01 0.02 0.00 0.47 0.61 0.47 0.21 0.61 0.54 0.68 0.06 0.03 0.22 0.00 0.48 0.39 0.04 0.04 0.01 0.10 0.48 0.04 0.00
0.42 0.62 0.65 0.72 0.24 0.31 0.45 0.25 0.22 0.28 0.21 0.19 0.23 0.73 0.89 0.75 0.52 0.36 0.45 0.66 0.35 0.39 0.27 0.94 0.97 0.77 0.98 0.49 0.58 0.96 0.96 0.99 0.78 0.49 0.86 0.84
0.0551 0.0586 0.0873 0.0637 0.1074 0.1030 0.1387 0.2266 0.4963 0.2257 0.3559 0.2946 0.2358 0.1209 0.0218 0.1365 0.0465 0.1586 0.2349 0.1356 0.4078 0.1388 0.2302 0.2168 0.2485 0.4431 0.3824 0.3815 0.3508 0.1987 0.2383 0.1689 0.0691 0.1533 0.1330 0.1478
306 PPNF PWNF TPNF TPUT TPRT PPANG PNPG PKS PPEND TAB INVES NPPKT NPPKB
62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62
4.943E13 5.933E12 5.841E13 2.413E13 1.145E14 5.847E12 1.105E14 3.198E11 1.596E12 3.581E12 1.527E12 3.889E11 7.742E11
0.97 0.98 0.98 0.82 0.98 0.28 0.22 -0.14 0.67 0.51 0.10 0.27 0.13
0.00 0.00 0.00 0.04 0.01 0.02 0.02 0.26 0.00 0.33 0.01 0.79 0.85
0.04 0.03 0.10 0.00 0.13 0.05 0.00 0.33 0.14 0.02 0.02 0.00 0.00
0.96 0.97 0.90 0.96 0.86 0.93 0.98 0.41 0.86 0.66 0.98 0.21 0.15
0.10 0.07 0.16 0.09 0.21 0.24 0.54 0.03 0.00 0.11 0.59 0.13 0.08
0.90 0.93 0.84 0.88 0.78 0.74 0.44 0.72 0.99 0.56 0.40 0.09 0.07
0.2355 0.1761 0.1783 0.2037 0.1923 0.4422 0.8517 1.0638 0.5978 0.3648 0.8790 0.3222 0.4514
0.1221 0.0902 0.0924 0.1048 0.1003 0.2230 0.5092 0.4490 0.3052 0.1682 0.5529 0.1892 0.2873
Lampiran 4. Lanjutan Theil Relative Change Forecast Error Statistics
Variable LHGKT PRDKT PKT PBNHKT PPKNKT PPKPKT PESKT TKPDKT TKWDKT TKPLKT TKWLKT TKDKT TKLKT LHGKB PRDKB PKB PBNHKB PNPKB PESKB TKPDKB TKWDKB TKPLKB TKWLKB TKPOF TKWOF TKPNF TKWNF KONS PENG PPOF PWOF TPOF TBUKT TBUKB PUTKT PUTKB PPNF PWNF TPNF TPUT TPRT PPANG PNPG PKS PPEND TAB INVES NPPKT NPPKB
N 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61
Relative Change Corr Bias MSE (R) (UM) 0.0294 0.46 0.39 0.0148 0.63 0.04 0.0515 0.49 0.35 0.0173 0.55 0.00 0.0631 0.72 0.00 0.0514 0.73 0.01 0.1047 0.65 0.03 0.2090 0.48 0.11 37814.8 0.73 0.09 0.7283 0.74 0.33 5362.5 0.73 0.00 0.4721 0.75 0.20 1.5428 0.69 0.17 0.1511 0.43 0.26 0.00195 0.48 0.08 0.1933 0.48 0.26 0.00873 0.70 0.01 72.1409 0.99 0.00 0.3019 0.52 0.19 0.0603 0.59 0.08 2895.5 0.76 0.05 0.0898 0.81 0.06 0.1452 0.69 0.01 394.1 0.91 0.04 994.4 0.87 0.00 9413.5 0.68 0.00 5694.5 0.67 0.01 5.9477 0.45 0.01 5.9527 0.55 0.00 5.012E10 0.92 0.02 5.094E10 0.89 0.00 2.131E10 0.94 0.01 0.0222 0.79 0.10 0.0971 0.61 0.09 0.0966 0.70 0.17 0.3377 0.92 0.15 1.507E13 0.99 0.00 5.995E12 0.98 0.00 5.021E12 1.00 0.01 0.0584 0.70 0.01 0.1665 0.94 0.00 0.3746 0.63 0.05 125.7 0.40 0.00 13.4696 0.39 0.15 6.697E11 0.78 0.01 0.2271 0.87 0.29 23.4346 0.51 0.00 0.1168 0.75 0.76 0.2206 0.69 0.84
MSE Decomposition Proportions Reg Dist Var Covar Inequality (UR) (UD) (US) (UC) U1 0.32 0.29 0.06 0.55 1.5766 0.08 0.89 0.03 0.93 0.8252 0.22 0.43 0.01 0.64 1.2921 0.08 0.92 0.05 0.95 0.8686 0.00 1.00 0.18 0.81 0.6876 0.01 0.98 0.26 0.74 0.6859 0.00 0.97 0.18 0.79 0.7582 0.16 0.73 0.01 0.88 1.0137 0.18 0.73 0.58 0.33 0.7033 0.23 0.44 0.05 0.62 0.9673 0.00 1.00 0.13 0.87 0.6001 0.00 0.80 0.15 0.65 0.7158 0.39 0.44 0.12 0.72 1.0254 0.63 0.10 0.36 0.38 2.7597 0.31 0.62 0.01 0.92 1.1077 0.62 0.12 0.34 0.40 2.4824 0.03 0.96 0.06 0.93 0.7256 0.03 0.97 0.06 0.94 0.1184 0.15 0.66 0.00 0.80 1.0250 0.19 0.74 0.00 0.92 0.9394 0.11 0.84 0.45 0.50 0.6193 0.04 0.90 0.26 0.68 0.6136 0.00 0.98 0.14 0.85 0.7199 0.11 0.85 0.02 0.94 0.4066 0.00 1.00 0.07 0.92 0.4607 0.00 0.99 0.14 0.86 0.6896 0.13 0.86 0.00 0.99 0.7517 0.00 0.99 0.37 0.62 0.8709 0.01 0.99 0.39 0.61 0.8172 0.02 0.97 0.00 0.98 0.3715 0.00 0.99 0.10 0.90 0.4341 0.03 0.96 0.00 0.99 0.3223 0.02 0.88 0.03 0.87 0.6464 0.07 0.84 0.04 0.87 0.8510 0.21 0.62 0.02 0.82 0.8898 0.45 0.40 0.29 0.55 0.5867 0.09 0.91 0.13 0.87 0.1399 0.03 0.97 0.07 0.93 0.1755 0.28 0.71 0.32 0.67 0.1078 0.29 0.70 0.04 0.96 0.8351 0.01 0.99 0.07 0.93 0.3352 0.18 0.77 0.00 0.95 0.8561 0.01 0.99 0.57 0.43 0.9033 0.47 0.38 0.08 0.77 1.3939 0.01 0.98 0.05 0.94 0.5883 0.08 0.63 0.00 0.70 0.5930 0.01 0.99 0.41 0.58 0.8223 0.02 0.22 0.11 0.13 1.4066 0.01 0.15 0.08 0.08 1.8561
Coef U 0.5548 0.4381 0.5219 0.4806 0.4042 0.4157 0.4352 0.5347 0.4905 0.3957 0.3288 0.4249 0.4112 0.6736 0.5099 0.6452 0.4001 0.0601 0.4814 0.4681 0.3930 0.3669 0.4171 0.1952 0.2456 0.3946 0.3780 0.5695 0.5306 0.1862 0.2325 0.1602 0.3330 0.4431 0.3987 0.2474 0.0717 0.0899 0.0556 0.3893 0.1753 0.4134 0.6665 0.5346 0.3165 0.2749 0.5311 0.6295 0.6998
307 Lampiran 5. Hasil Validasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Lahan Sedang Descriptive Statistics Variable LHGKT PRDKT PKT PBNHKT PPKNKT PPKPKT PESKT TKPDKT TKWDKT TKPLKT TKWLKT TKDKT TKLKT LHGKB PRDKB PKB PBNHKB PNPKB PESKB TKPDKB TKWDKB TKPLKB TKWLKB TKPOF TKWOF TKPNF TKWNF KONS PENG PPOF PWOF TPOF TBUKT TBUKB PUTKT PUTKB PPNF PWNF TPNF TPUT TPRT PPANG PNPG PKS PPEND TAB INVES NPPKT NPPKB
Lampiran 5.
N Obs 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34
N 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34
Actual Mean Std Dev 1.1454 0.2538 20497.8 2282.5 23526.5 6308.7 1612.3 241.4 403.7 112.9 449.2 107.5 6151591 1758815 187.5 104.6 105.2 169.0 304.1 104.5 214.6 105.7 292.7 223.7 518.6 148.0 0.8804 0.2530 26150.0 813.0 23039.9 6758.4 251.4 15.3881 261.1 173.3 7335103 6408449 90.2115 35.2286 43.6185 65.6624 120.9 34.4763 78.4702 23.9858 19.7353 59.1425 5.2059 24.5243 28.0882 64.5475 16.8235 64.4344 16582753 19143592 18886106 20095595 201648 647087 25412.7 148175 227061 742135 22698608 2640566 10350895 6483278 32483715 13704966 13720201 8606834 672354 1800335 94118.6 548795 766472 1847156 50800024 19649024 51793557 19681860 5998753 3473068 10584000 18137998 1156941 3517702 1146412 1572449 6918803 2915841 1260162 1666627 1829216 340614 1756294 463797
Predicted Mean Std Dev 1.1277 0.2172 20465.1 895.5 23079.8 4599.2 1559.6 96.9470 414.5 18.5993 452.4 23.9191 5787453 303434 269.5 34.0567 140.1 60.4267 274.1 21.2440 186.1 28.8353 409.6 57.2370 460.2 35.8569 0.8395 0.1567 26099.6 1283.8 22020.1 4855.6 252.6 2.8047 280.9 25.4192 6326374 604988 115.7 19.0772 60.1265 24.2129 132.9 5.1181 92.3734 9.6846 16.7589 44.7226 3.0190 19.6489 43.3216 46.7148 31.4469 30.6959 13413954 3590442 15374709 4843051 175183 561334 7928.1 142940 183111 625074 21544667 1839178 9653332 697591 33001633 8488653 13734239 5662796 642069 4564947 203893 947558 438176 4617258 46735872 11680977 47357159 13004561 5568964 1214943 7844990 2648555 773778 239344 1186977 1404451 6484029 413456 800151 306564 1343018 90073.5 991761 129027
Lanjutan Statistics of fit
Variable LHGKT PRDKT PKT PBNHKT PPKNKT PPKPKT PESKT TKPDKT TKWDKT TKPLKT TKWLKT TKDKT TKLKT LHGKB
N 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34
Mean Mean % Mean Abs Mean Abs Error Error Error % Error -0.0177 -0.1759 0.1028 9.5503 -32.7100 0.8969 1742.7 8.6741 -446.7 0.6008 3026.8 12.6304 -52.6790 -1.6610 157.7 9.0471 10.7989 10.3944 81.5900 22.5039 3.2361 5.9113 80.8109 19.2221 -364138 1.5155 1509845 24.5655 81.9915 75.2833 116.1 82.8993 34.8956 7081.2 113.0 7103.7 -29.9420 5.1236 80.6368 32.4282 -28.4786 1364.9 86.2455 1402.7 116.9 105.7 197.6 116.5 -58.4206 -1.7201 126.6 27.4907 -0.0409 -0.00950 0.1500 17.6121
RMS Error 0.1332 2103.0 3863.9 235.9 110.7 97.9620 1775790 132.8 140.0 104.1 102.4 229.4 147.8 0.1900
RMS % Error R-Square 13.3813 0.7162 10.6100 0.1254 15.8974 0.6135 12.4984 0.0160 32.1320 0.0090 23.7521 0.1448 27.7452 -.0503 103.0 -.6607 9895.3 0.2927 51.9103 -.0222 4775.5 0.0345 154.0 -.0839 36.9273 -.0270 22.9933 0.4189
308 PRDKB PKB PBNHKB PNPKB PESKB TKPDKB TKWDKB TKPLKB TKWLKB TKPOF TKWOF TKPNF TKWNF KONS PENG PPOF PWOF TPOF TBUKT TBUKB PUTKT PUTKB PPNF PWNF TPNF TPUT TPRT PPANG PNPG PKS PPEND TAB INVES NPPKT NPPKB
34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34
-50.4485 -1019.7 1.1411 19.8225 -1008729 25.4495 16.5080 11.9478 13.9032 -2.9764 -2.1869 15.2334 14.6234 -3168799 -3511398 -26465.3 -17484.6 -43949.9 -1153942 -697563 517919 14037.1 -30284.4 -298012 -328296 -4064152 -4436398 -429789 -2739010 -383163 40564.5 -434774 -460010 -486197 -764533
-0.1099 1174.9 4.5053 1440.0 5.5406 0.2449 4234.5 18.9521 5425.5 25.3240 0.8218 11.4605 4.6713 14.8910 6.2713 7146.9 126.3 7172.4 166.7 13981.6 23.4667 3611335 53.4374 6322484 66.7599 41.1886 29.1448 43.5826 33.9997 57.0196 3057.4 45.8860 3079.0 56.9986 4289.0 18.9563 29.5754 29.1544 35.5968 39.4644 32.6817 23.1939 41.4966 28.0123 68.1497 103.2 13.9176 512.7 35.3105 670.7 -120.2 5.1011 411.6 7.8066 524.6 3297.4 53.0827 3534.2 74.9029 5762.0 2572.6 39.3139 2821.2 61.0632 3608.0 30.5318 9510785 62.3543 19637309 81.5429 31.3475 10970632 64.7199 20945001 83.4374 -109351 103151 4237895 260478 5435434 -1512594 37296.2 3493756 44876.9 4271743 -972892 119259 2831999 278769 3670502 -4.2180 2235788 9.6833 2740121 11.6556 14.5761 3928960 38.2343 6363065 45.9263 10.1489 7212969 24.5741 8757262 32.7141 -141.6 4765224 192.5 7248301 855.1 -1.175E8 2368203 1.1857E8 3456919 1.4441E8 -3.523E7 409743 35547880 514358 40552301 -7.121E7 2555363 71216129 3469364 86179380 -3.0980 9270342 17.2773 12125310 20.5586 -4.0633 9867275 18.1458 13061867 22.2464 13.2091 2108537 37.5709 3489026 51.4352 70.9765 7815743 105.6 18206026 152.5 213.6 1144085 231.5 3464894 393.9 -4204235 921854 17276945 1224199 29634361 11.8365 2342225 38.7711 2891220 51.7553 149.5 1115998 193.2 1651001 284.1 -24.2865 497743 25.1965 583123 27.8425 -38.4819 798204 42.1731 899341 44.8614
-.232 0.3360 0.0352 0.0463 -.0028 0.0403 0.2236 -.0984 -.4052 0.6327 0.8956 -.3874 0.0747 -.0841 -.1192 0.8331 0.9055 0.8546 -.1095 0.0076 0.5793 0.2693 -.799 0.0949 -.635 0.6077 0.5462 -.0398 -.0380 0.0004 0.3755 -.0130 -.0111 -.0208 -.8742
309 Lampiran 5.
Lanjutan Theil Forecast Error Statistics
Variable LHGKT PRDKT PKT PBNHKT PPKNKT PPKPKT PESKT TKPDKT TKWDKT TKPLKT TKWLKT TKDKT TKLKT LHGKB PRDKB PKB PBNHKB PNPKB PESKB TKPDKB TKWDKB TKPLKB TKWLKB TKPOF TKWOF TKPNF TKWNF KONS PENG PPOF PWOF TPOF TBUKT TBUKB PUTKT PUTKB PPNF PWNF TPNF TPUT TPRT PPANG PNPG PKS PPEND TAB INVES NPPKT NPPKB
N 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34
Lampiran 5.
MSE 0.0177 4422538 14929557 55663.6 12256.5 9596.6 3.153E12 17645.4 19603.4 10838.8 10477.0 52641.8 21844.8 0.0361 2073678 29436174 221.7 27793.3 3.997E13 1156.0 3248.8 1267.1 784.7 1246.8 60.9426 5610.4 3728.7 3.856E14 4.387E14 6.785E10 2.0139E9 7.771E10 7.508E12 4.049E13 7.669E13 5.254E13 1.195E13 2.646E11 1.204E13 1.47E14 1.706E14 1.217E13 3.315E14 1.201E13 1.499E12 8.359E12 2.726E12 3.4E11 8.088E11
Corr (R) 0.85 0.36 0.79 0.28 0.14 0.44 0.07 0.12 0.65 0.26 0.34 0.51 0.40 0.67 0.08 0.61 0.20 0.28 0.17 0.80 0.58 0.16 0.13 0.80 0.96 0.13 0.37 -0.06 -0.06 0.91 0.96 0.93 0.41 0.14 0.78 0.53 0.72 0.98 0.73 0.85 0.78 0.14 0.02 0.13 0.66 0.11 0.28 0.28 0.01
Bias (UM) 0.02 0.00 0.01 0.05 0.01 0.00 0.04 0.38 0.06 0.08 0.08 0.26 0.16 0.05 0.00 0.04 0.01 0.01 0.03 0.56 0.08 0.11 0.25 0.01 0.08 0.04 0.06 0.03 0.03 0.01 0.15 0.02 0.18 0.01 0.00 0.00 0.00 0.34 0.01 0.11 0.12 0.02 0.02 0.01 0.00 0.02 0.08 0.70 0.72
MSE Decomposition Proportions Reg Dist Var Covar (UR) (UD) (US) (UC) 0.00 0.98 0.07 0.91 0.00 1.00 0.42 0.58 0.01 0.98 0.19 0.80 0.01 0.94 0.36 0.59 0.00 0.99 0.70 0.29 0.05 0.94 0.71 0.29 0.01 0.95 0.65 0.31 0.03 0.59 0.27 0.35 0.12 0.82 0.58 0.35 0.00 0.91 0.62 0.30 0.00 0.92 0.55 0.37 0.06 0.68 0.51 0.23 0.02 0.82 0.56 0.28 0.00 0.95 0.25 0.70 0.69 0.31 0.10 0.90 0.02 0.95 0.12 0.85 0.00 0.99 0.69 0.30 0.02 0.97 0.76 0.22 0.01 0.97 0.82 0.16 0.07 0.37 0.22 0.22 0.06 0.86 0.51 0.40 0.00 0.89 0.66 0.23 0.05 0.70 0.25 0.50 0.00 0.99 0.16 0.83 0.26 0.67 0.38 0.54 0.25 0.71 0.06 0.90 0.01 0.93 0.30 0.65 0.05 0.92 0.61 0.37 0.08 0.89 0.51 0.46 0.01 0.98 0.11 0.88 0.00 0.85 0.01 0.83 0.05 0.92 0.17 0.80 0.07 0.75 0.08 0.74 0.00 0.99 0.80 0.19 0.06 0.94 0.34 0.65 0.02 0.98 0.16 0.84 0.87 0.13 0.62 0.38 0.62 0.05 0.58 0.08 0.86 0.13 0.62 0.37 0.16 0.73 0.42 0.47 0.03 0.85 0.25 0.63 0.04 0.94 0.41 0.58 0.01 0.96 0.70 0.27 0.00 0.98 0.87 0.12 0.09 0.91 0.02 0.98 0.00 0.98 0.73 0.25 0.01 0.91 0.66 0.26 0.00 0.30 0.18 0.13 0.02 0.26 0.13 0.14
Inequality Coef U1 U 0.1136 0.0574 0.1020 0.0512 0.1588 0.0807 0.1448 0.0739 0.2644 0.1328 0.2123 0.1071 0.2779 0.1457 0.6208 0.2736 0.7110 0.4010 0.3243 0.1747 0.4292 0.2399 0.6262 0.2942 0.2743 0.1478 0.2077 0.1074 0.0550 0.0275 0.2262 0.1166 0.0591 0.0295 0.5345 0.2807 0.6533 0.3944 0.3518 0.1590 0.7306 0.3994 0.2834 0.1377 0.3418 0.1602 0.5740 0.3250 0.3159 0.1762 1.0775 0.5644 0.9298 0.5587 0.7819 0.5037 0.7655 0.4819 0.3896 0.2086 0.3029 0.1552 0.3641 0.1980 0.1199 0.0616 0.5232 0.2913 0.2489 0.1265 0.4494 0.2342 1.8225 0.5368 0.9372 0.3419 1.7570 0.5301 0.2230 0.1183 0.2362 0.1252 0.5052 0.2769 0.8766 0.6270 0.9484 0.7764 0.6352 0.3264 0.3859 0.2067 0.7977 0.5644 0.3136 0.1819 0.4956 0.3195
Lanjutan Theil Relative Change Forecast Error Statistics
Variable LHGKT PRDKT PKT PBNHKT PPKNKT PPKPKT PESKT TKPDKT TKWDKT TKPLKT TKWLKT TKDKT TKLKT
N 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33
Relative Change Corr Bias MSE (R) (UM) 0.0137 0.77 0.04 0.0107 0.79 0.00 0.0268 0.78 0.03 0.0207 0.55 0.04 0.1079 0.75 0.00 0.0717 0.70 0.00 0.1109 0.71 0.03 0.7429 0.62 0.39 8130.6 0.57 0.06 0.1909 0.64 0.02 1058.5 0.93 0.02 1.7226 0.51 0.27 0.0882 0.85 0.19
MSE Reg (UR) 0.00 0.00 0.02 0.05 0.03 0.00 0.02 0.07 0.06 0.20 0.28 0.19 0.00
Decomposition Proportions Dist Var Covar Inequality Coef (UD) (US) (UC) U1 U 0.95 0.17 0.79 0.6372 0.3705 1.00 0.15 0.85 0.6103 0.3450 0.95 0.23 0.74 0.6243 0.3708 0.91 0.08 0.87 0.8715 0.4976 0.97 0.31 0.69 0.6586 0.3995 1.00 0.21 0.79 0.7107 0.4235 0.95 0.28 0.69 0.7162 0.4454 0.54 0.01 0.60 1.0361 0.4610 0.88 0.06 0.87 0.7671 0.3915 0.78 0.00 0.98 0.8407 0.4200 0.70 0.47 0.50 0.4224 0.2479 0.54 0.00 0.73 1.1262 0.4871 0.81 0.09 0.72 0.5700 0.3172
310 LHGKB PRDKB PKB PBNHKB PNPKB PESKB TKPDKB TKWDKB TKPLKB TKWLKB TKPOF TKWOF TKPNF TKWNF KONS PENG PPOF PWOF TPOF TBUKT TBUKB PUTKT PUTKB PPNF PWNF TPNF TPUT TPRT PPANG PNPG PKS PPEND TAB INVES NPPKT NPPKB
33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33
0.0526 0.00306 0.0638 0.00341 5608.3 1.6210 0.1946 1525.6 0.1168 0.2076 1136.8 62.1019 4822.3 3584.9 4.5673 5.4005 6.915E10 1.9172E9 1.979E10 0.0132 0.6972 0.0964 3.1093 1.095E13 2.62E11 2.733E12 0.0706 0.0846 0.3179 17.1963 64.9588 6.059E11 0.2667 47.5665 0.1200 0.3179
0.72 0.51 0.68 0.79 0.84 0.43 0.85 0.53 0.80 0.85 0.87 0.97 0.23 0.41 0.38 0.39 0.81 0.96 0.90 0.69 0.52 0.89 1.00 0.72 0.98 0.72 0.86 0.83 0.72 0.44 0.08 0.76 0.56 0.57 0.79 0.75
0.03 0.00 0.02 0.00 0.01 0.02 0.49 0.05 0.05 0.17 0.03 0.08 0.03 0.03 0.04 0.04 0.01 0.19 0.02 0.16 0.01 0.00 0.02 0.00 0.30 0.01 0.08 0.06 0.01 0.05 0.00 0.00 0.00 0.12 0.66 0.69
0.01 0.67 0.08 0.02 0.02 0.01 0.01 0.07 0.04 0.02 0.32 0.26 0.17 0.00 0.00 0.00 0.03 0.00 0.16 0.15 0.00 0.06 0.05 0.86 0.64 0.85 0.01 0.04 0.01 0.01 0.06 0.04 0.10 0.11 0.05 0.04
0.96 0.33 0.91 0.97 0.96 0.97 0.50 0.89 0.90 0.81 0.65 0.66 0.80 0.96 0.96 0.96 0.96 0.81 0.82 0.69 0.98 0.94 0.93 0.14 0.05 0.15 0.91 0.90 0.98 0.94 0.94 0.96 0.90 0.77 0.30 0.27
0.10 0.24 0.02 0.24 0.02 0.27 0.01 0.07 0.28 0.17 0.61 0.39 0.08 0.33 0.46 0.46 0.24 0.02 0.37 0.00 0.39 0.22 0.04 0.59 0.60 0.58 0.15 0.01 0.09 0.53 0.43 0.03 0.04 0.63 0.16 0.15
0.87 0.76 0.96 0.75 0.97 0.72 0.51 0.88 0.67 0.66 0.36 0.54 0.89 0.64 0.51 0.50 0.75 0.80 0.61 0.84 0.60 0.78 0.94 0.41 0.09 0.41 0.77 0.93 0.90 0.43 0.57 0.97 0.96 0.25 0.18 0.15
0.6966 1.4961 0.7570 0.6227 0.5047 0.8810 0.7250 0.7816 0.6110 0.5765 0.5923 0.3166 1.0220 0.9016 0.8956 0.8909 0.5748 0.2911 0.4738 0.8641 0.8378 0.4442 0.0678 1.7333 0.9190 1.6823 0.5292 0.5725 0.6739 0.8705 0.9882 0.5929 0.8430 0.8370 1.1258 1.2601
0.3944 0.5468 0.4033 0.3670 0.2571 0.5748 0.3358 0.4028 0.3505 0.3110 0.3876 0.1766 0.5589 0.5600 0.6525 0.6511 0.3353 0.1494 0.2783 0.4191 0.5697 0.2462 0.0337 0.5245 0.3364 0.5203 0.2982 0.2980 0.3779 0.6472 0.7066 0.3116 0.4587 0.6537 0.5783 0.6301
Lampiran 6. Hasil Validasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran Lahan Luas Descriptive Statistics Actual Variable LHGKT PRDKT PKT PBNHKT PPKNKT PPKPKT PESKT TKPDKT TKWDKT TKPLKT TKWLKT TKDKT TKLKT LHGKB PRDKB PKB PBNHKB PNPKB PESKB TKPDKB TKWDKB TKPLKB TKWLKB TKPOF TKWOF TKPNF TKWNF KONS PENG PPOF PWOF TPOF TBUKT TBUKB PUTKT
N Obs 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46
N 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46
Mean 3.2710 22310.1 75460.6 1597.9 435.8 437.4 6391856 75.9565 30.0725 422.0 211.7 106.0 633.7 2.0793 26571.9 55690.2 247.3 252.4 6376093 72.4194 23.3545 122.3 68.9971 3.9130 11.6957 48.6522 86.7826 17317485 20810898 23479.2 75392.3 98871.5 26604608 9347228 1.0237E8
Std Dev 1.6144 2930.5 43796.4 195.0 129.7 109.1 2301556 49.5982 54.3311 80.1414 89.1137 79.9869 103.9 1.0119 1095.8 27928.8 23.8829 110.1 3649852 43.4668 42.0382 40.7482 32.4678 19.7572 55.1740 89.3789 171.5 12152285 15252880 159237 365755 506275 3814901 3702017 69673180
Predicted Mean 3.2260 22140.3 73740.5 1603.5 433.6 434.2 6218267 101.6 68.4384 397.6 213.1 170.1 610.7 2.0416 26221.7 53669.6 249.6 259.3 6090348 71.0356 32.7655 125.9 72.1039 3.2961 11.3924 61.3145 63.0606 16449980 19599807 13657.6 70553.0 84210.6 26223722 9137099 98299078
Std Dev 1.6465 1654.5 43920.8 107.6 25.5570 17.5997 378030 130.4 90.1048 94.2104 33.8290 200.1 120.6 0.9404 976.3 25308.1 5.0960 30.6630 785725 41.3361 36.2204 6.4540 12.4979 15.5474 33.3010 48.3033 56.5583 3597413 5066172 149878 251421 334548 3499760 887103 60446537
311 PUTKB PPNF PWNF TPNF TPUT TPRT PPANG PNPG PKS PPEND TAB INVES NPPKT NPPKB
46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46
46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46
36205551 1582140 2383805 3965945 1.4794E8 1.5201E8 6998772 10318713 812326 2681087 10362804 972500 1857122 1623867
22755540 3598754 5963150 8309549 91962471 92200234 4611735 10156923 1163288 3836424 4432889 2103125 439051 344901
34947040 2205605 2583738 4789342 1.3325E8 1.3812E8 6607345 9842634 753038 2396790 8876129 1052035 1348688 910864
19897463 7868825 6575154 12805291 76721120 76367941 1352617 2847224 291667 1725164 2095672 305374 106692 129404
Lampiran 6. Lanjutan Statistics of fit Variable LHGKT PRDKT PKT PBNHKT PPKNKT PPKPKT PESKT TKPDKT TKWDKT TKPLKT TKWLKT TKDKT TKLKT LHGKB PRDKB PKB PBNHKB PNPKB PESKB TKPDKB TKWDKB TKPLKB TKWLKB TKPOF TKWOF TKPNF TKWNF KONS PENG PPOF PWOF TPOF TBUKT TBUKB PUTKT PUTKB PPNF PWNF TPNF TPUT TPRT PPANG PNPG PKS PPEND TAB INVES NPPKT NPPKB
N
Mean Error
46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46
-0.0450 -169.8 -1720.1 5.5822 -2.1996 -3.1641 -173589 25.6672 38.3659 -24.4051 1.4617 64.0332 -22.9434 -0.0377 -350.2 -2020.6 2.3071 6.8370 -285745 -1.3838 9.4109 3.5580 3.1067 -0.6170 -0.3032 12.6623 -23.7220 -867505 -1211091 -9821.6 -4839.3 -14660.9 -380886 -210129 -4073895 -1258511 623465 199933 823397 -1.47E7 -1.389E7 -391426 -476079 -59288.5 -284297 -1486676 79535.0 -508433 -713003
Mean % Mean Abs Mean Abs Error Error % Error
RMS Error
RMS % Error R-Square
-1.2930 0.2771 8.7996 0.3758 11.7485 0.4512 1795.7 7.9212 2759.6 11.3325 -0.6205 10086.1 13.6209 14457.3 17.9256 1.7232 169.6 10.8989 206.9 13.6329 8.3053 98.8207 25.3952 127.3 34.2895 6.3927 87.8527 22.8334 106.1 31.5203 10.5100 1878412 32.9987 2247373 41.3904 -73.0136 85.1331 239.2 103.0 448.7 3861.8 73.4764 5251.9 95.4823 8526.5 -3.1171 89.7541 21.0670 108.4 26.0815 21.4657 72.3965 45.1730 83.9130 64.0719 -36.5495 147.3 306.3 177.4 592.7 -2.2176 103.2 16.2261 125.1 19.4164 3.5187 0.3776 18.6631 0.5397 25.8717 -1.1588 1096.4 4.1317 1451.1 5.4714 2.6048 10591.6 19.9230 15096.2 27.4245 1.8947 20.0370 8.3792 24.0581 10.5109 3388.5 79.3485 3411.1 111.4 9446.2 26.0551 2893552 53.7038 3632033 66.7401 -5.1821 20.4240 52.9061 25.7343 108.2 1822.6 33.0680 2268.8 44.3972 3637.5 12.4882 29.1580 25.5833 40.3279 34.9148 24.3201 25.6993 42.2444 35.6424 61.1955 45.6263 7.9846 691.1 11.8814 934.8 345.5 10.4452 465.9 33.8967 689.3 3425.9 57.2420 3564.5 72.2864 5190.6 2969.3 86.1438 3150.9 138.8 4088.3 37.4432 7408949 62.3573 10420722 90.7677 41.9513 9446759 68.5543 12599032 97.2201 -519427 56758.4 5213100 82464.3 7625861 1869570 61196.2 3493492 176369 5004243 799944 90166.0 2975311 216675 4119567 -0.5657 2600689 9.7940 3154389 11.9010 10.8732 2788865 31.2624 3538358 39.0388 3.7718 20062425 20.8081 31091151 30.4315 11.3234 7990162 33.6681 10352040 57.3137 -1.223E8 3219459 1.3581E8 4997306 1.8251E8 -1.946E7 967312 19929014 2335969 28662511 -6.578E7 3560397 69353075 6209911 95503544 -5.4467 24319441 15.5625 37270030 19.4316 -4.1142 24745465 15.8271 37182755 21.0637 17.8445 2445339 40.2535 4141002 59.0022 156.6 6258542 184.2 9312559 332.0 178.5 791157 216.0 1244418 345.0 16116612 1970593 20560243 2970312 49317239 -0.0380 3390360 33.2835 4839361 45.6106 286.8 1063011 302.8 2026246 423.1 -23.3829 556279 27.5366 662108 30.2449 -41.4077 716594 41.8362 788360 43.9291
0.9446 0.0936 0.8886 -.1509 0.0153 0.0335 0.0253 -.4115 -.1574 -.8710 0.0936 -.0309 -.4817 0.7092 -.7926 0.7013 -.0373 -.0452 -.0123 0.6417 -.1402 -.0012 -.2319 0.6303 0.6142 0.3314 0.3310 0.2483 0.3025 0.7259 0.7623 0.8128 0.3011 0.0662 0.7964 0.7884 -.9711 0.8431 0.4291 0.8321 0.8337 0.1758 0.1407 -.1698 0.3872 -.2183 0.0511 -.3251 -.3414
312 Lampiran 6.
Lanjutan Theil Forecast Error Statistics
Variable LHGKT PRDKT PKT PBNHKT PPKNKT PPKPKT PESKT TKPDKT TKWDKT TKPLKT TKWLKT TKDKT TKLKT LHGKB PRDKB PKB PBNHKB PNPKB PESKB TKPDKB TKWDKB TKPLKB TKWLKB TKPOF TKWOF TKPNF TKWNF KONS PENG PPOF PWOF TPOF TBUKT TBUKB PUTKT PUTKB PPNF PWNF TPNF TPUT TPRT PPANG PNPG PKS PPEND TAB INVES NPPKT NPPKB
N 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46
Lampiran 6.
Variable N LHGKT PRDKT PKT PBNHKT PPKNKT PPKPKT PESKT TKPDKT TKWDKT TKPLKT TKWLKT TKDKT TKLKT
45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45
MSE 0.1413 7615218 2.0901E8 42821.4 16193.4 11249.7 5.051E12 10615.6 9116.9 11755.6 7041.4 31479.4 15649.8 0.2913 2105750 2.2789E8 578.8 12400.4 1.319E13 662.3 1971.1 1626.3 1270.4 141.2 1149.0 5225.3 19254.7 1.086E14 1.587E14 6.8004E9 3.111E10 4.695E10 9.95E12 1.252E13 9.667E14 1.072E14 2.497E13 5.457E12 3.856E13 1.389E15 1.383E15 1.715E13 8.672E13 1.549E12 8.823E12 2.342E13 4.106E12 4.384E11 6.215E11
Corr (R) 0.97 0.37 0.95 0.14 0.14 0.19 0.18 0.72 0.33 0.26 0.31 0.58 0.39 0.85 0.06 0.84 0.04 0.07 0.09 0.81 0.38 0.10 -0.10 0.79 0.81 0.60 0.70 0.58 0.63 0.86 0.90 0.95 0.63 0.26 0.89 0.89 0.88 0.93 0.91 0.93 0.93 0.46 0.40 -0.21 0.66 0.13 0.25 0.22 0.22
Bias (UM) 0.01 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00 0.01 0.06 0.16 0.05 0.00 0.13 0.03 0.00 0.06 0.02 0.01 0.00 0.01 0.00 0.04 0.01 0.01 0.00 0.00 0.03 0.03 0.01 0.01 0.01 0.00 0.00 0.01 0.00 0.02 0.01 0.02 0.01 0.02 0.16 0.14 0.01 0.00 0.00 0.01 0.09 0.00 0.59 0.82
MSE Decomposition Proportions Reg Dist Var Covar (UR) (UD) (US) (UC) 0.04 0.95 0.01 0.98 0.04 0.95 0.21 0.79 0.03 0.96 0.00 0.99 0.15 0.85 0.17 0.82 0.00 1.00 0.65 0.35 0.00 1.00 0.73 0.27 0.00 0.99 0.72 0.28 0.83 0.11 0.60 0.34 0.56 0.28 0.14 0.70 0.45 0.50 0.02 0.93 0.00 0.99 0.42 0.58 0.74 0.13 0.45 0.42 0.40 0.57 0.02 0.95 0.02 0.97 0.02 0.98 0.39 0.56 0.01 0.94 0.01 0.97 0.03 0.95 0.03 0.96 0.60 0.39 0.04 0.95 0.50 0.50 0.01 0.98 0.61 0.39 0.05 0.94 0.01 0.99 0.20 0.75 0.02 0.94 0.00 0.99 0.71 0.28 0.19 0.80 0.31 0.69 0.00 1.00 0.12 0.87 0.11 0.89 0.41 0.59 0.00 0.96 0.32 0.65 0.20 0.77 0.67 0.30 0.10 0.89 0.66 0.33 0.13 0.86 0.64 0.35 0.03 0.96 0.01 0.97 0.19 0.81 0.41 0.59 0.43 0.56 0.61 0.38 0.12 0.87 0.01 0.98 0.00 1.00 0.62 0.38 0.00 0.98 0.09 0.90 0.00 0.98 0.07 0.91 0.87 0.12 0.71 0.27 0.18 0.81 0.07 0.93 0.69 0.29 0.51 0.47 0.06 0.79 0.16 0.68 0.06 0.80 0.18 0.68 0.03 0.96 0.61 0.39 0.02 0.98 0.60 0.39 0.18 0.82 0.48 0.52 0.07 0.92 0.49 0.50 0.10 0.81 0.23 0.68 0.01 0.99 0.77 0.23 0.00 0.41 0.25 0.16 0.00 0.18 0.07 0.11
Inequality Coef U1 U 0.1033 0.0518 0.1227 0.0617 0.1662 0.0838 0.1286 0.0643 0.2801 0.1432 0.2355 0.1198 0.3312 0.1727 1.1395 0.4047 1.5505 0.5489 0.2525 0.1294 0.3660 0.1886 1.3412 0.4512 0.1949 0.0990 0.2339 0.1186 0.0546 0.0275 0.2428 0.1244 0.0969 0.0483 0.4050 0.2078 0.4957 0.2697 0.3056 0.1549 0.9310 0.4613 0.3131 0.1583 0.4683 0.2388 0.5962 0.3332 0.6074 0.3739 0.7164 0.4047 0.7282 0.5049 0.4943 0.2749 0.4902 0.2743 0.5179 0.2676 0.4773 0.2808 0.4245 0.2544 0.1174 0.0592 0.3525 0.1841 0.2519 0.1304 0.2428 0.1251 1.2829 0.4170 0.3672 0.1749 0.6805 0.2740 0.2146 0.1140 0.2098 0.1111 0.4957 0.2743 0.6466 0.3780 0.8835 0.5619 0.6393 0.3914 0.4301 0.2376 0.8824 0.5976 0.3472 0.2031 0.4751 0.3057
Lanjutan Theil Relative Change Forecast Error Statistics Relative Change MSE Decomposition Proportions Corr Bias Reg Dist Var Covar Inequality Coef MSE (R) (UM) (UR) (UD) (US) (UC) U1 U 0.0121 0.0179 0.0415 0.0148 0.0958 0.0695 0.2189 15.7626 7108.7 0.0761 0.2272 30.2806 0.0409
0.83 0.64 0.80 0.69 0.70 0.74 0.72 0.37 0.34 0.51 0.72 0.29 0.59
0.05 0.01 0.05 0.01 0.00 0.00 0.00 0.03 0.09 0.05 0.01 0.00 0.03
0.06 0.00 0.09 0.02 0.03 0.05 0.01 0.92 0.72 0.24 0.06 0.97 0.19
0.89 0.99 0.87 0.97 0.97 0.94 0.98 0.05 0.18 0.71 0.92 0.03 0.78
0.28 0.23 0.37 0.08 0.07 0.02 0.26 0.67 0.30 0.00 0.02 0.73 0.00
0.66 0.77 0.58 0.91 0.93 0.98 0.74 0.30 0.61 0.95 0.97 0.27 0.97
0.5758 0.7686 0.6318 0.7359 0.7094 0.6873 0.6891 4.2203 2.0311 1.0081 0.6951 5.3225 0.9050
0.3443 0.4714 0.3959 0.4095 0.3890 0.3608 0.4179 0.7750 0.6210 0.5054 0.3582 0.8168 0.4565
313 LHGKB PRDKB PKB PBNHKB PNPKB PESKB TKPDKB TKWDKB TKPLKB TKWLKB TKPOF TKWOF TKPNF TKWNF KONS PENG PPOF PWOF TPOF TBUKT TBUKB PUTKT PUTKB PPNF PWNF TPNF TPUT TPRT PPANG PNPG PKS PPEND TAB INVES NPPKT NPPKB
45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45
0.0691 0.00292 0.0835 0.00944 268.6 0.8414 0.5843 1347.6 0.1786 0.3537 143.5 1173.6 3346.1 16313.7 1.4351 1.4588 6.8472E9 3.177E10 1.192E10 0.0147 0.2186 0.1384 0.2912 1.989E13 5.279E12 8.025E12 0.0586 0.0703 0.9720 6.5590 10.9354 3.604E12 0.3328 36.4733 0.1367 0.2796
0.71 0.46 0.70 0.73 0.99 0.69 0.73 0.39 0.63 0.54 0.80 0.81 0.69 0.71 0.89 0.93 0.86 0.90 0.95 0.81 0.73 0.64 0.87 0.93 0.93 0.91 0.76 0.71 0.75 0.91 0.46 0.86 0.68 0.26 0.69 0.79
0.01 0.04 0.01 0.01 0.01 0.01 0.05 0.04 0.00 0.03 0.00 0.00 0.04 0.02 0.03 0.04 0.02 0.00 0.01 0.00 0.00 0.01 0.01 0.01 0.00 0.01 0.14 0.08 0.02 0.00 0.00 0.03 0.08 0.01 0.60 0.76
0.01 0.34 0.02 0.01 0.15 0.02 0.41 0.37 0.00 0.22 0.00 0.11 0.00 0.19 0.23 0.31 0.02 0.19 0.44 0.14 0.01 0.01 0.41 0.91 0.15 0.71 0.00 0.03 0.04 0.05 0.02 0.22 0.00 0.07 0.01 0.05
0.99 0.61 0.97 0.99 0.84 0.98 0.54 0.59 1.00 0.74 1.00 0.89 0.96 0.79 0.74 0.65 0.96 0.81 0.55 0.86 0.98 0.97 0.58 0.09 0.85 0.28 0.86 0.88 0.93 0.94 0.98 0.75 0.92 0.91 0.39 0.19
0.11 0.01 0.08 0.22 0.20 0.30 0.12 0.01 0.25 0.00 0.12 0.41 0.20 0.64 0.47 0.51 0.01 0.41 0.62 0.00 0.25 0.12 0.20 0.80 0.04 0.53 0.09 0.04 0.32 0.19 0.21 0.49 0.17 0.22 0.12 0.14
0.88 0.95 0.90 0.78 0.78 0.69 0.82 0.95 0.75 0.97 0.87 0.59 0.75 0.33 0.50 0.45 0.97 0.59 0.37 0.99 0.74 0.86 0.79 0.19 0.95 0.46 0.76 0.88 0.65 0.80 0.79 0.48 0.75 0.77 0.28 0.10
0.6924 1.1353 0.7023 0.6834 0.1539 0.6991 0.9037 1.1047 0.7602 0.9446 0.5996 0.6093 0.6779 0.7356 0.4956 0.4302 0.5140 0.4771 0.4232 0.6364 0.6720 0.7503 0.6232 1.2000 0.3792 0.7388 0.6792 0.7222 0.6538 0.3926 0.8392 0.5326 0.7448 0.9422 1.1376 1.4082
0.3930 0.5307 0.3933 0.4048 0.0798 0.4316 0.3947 0.5017 0.4618 0.4595 0.3358 0.3759 0.3727 0.5142 0.3000 0.2556 0.2659 0.2808 0.2537 0.3119 0.4042 0.4359 0.2730 0.3917 0.1822 0.2917 0.3860 0.3959 0.4047 0.2143 0.5125 0.3280 0.4473 0.5608 0.5917 0.6449
Lampiran 7. Root Mean Squares Percent Error dan Koefisien U-Theil Model Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran Berdasarkan Strata Luas Lahan di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung Tahun 2006 Variabel
LHGKT PRDKT PKT PBNHKT PPKNKT PPKPKT PESKT TKPDKT TKWDKT TKPLKT TKWLKT TKDKT TKLKT LHGKB PRDKB PKB PBNHKB PNPKB PESKB TKPDKB
Lahan Sempit RMSPE Koefisien (%) U -Theil 17 0.055 12 0.059 23 0.087 13 0.064 24 0.107 22 0.103 31 0.139 36 0.227 10910 0.496 123 0.226 9514 0.356 58 0.295 172 0.236 37 0.121 4 0.022 42 0.137 10 0.047 5886 0.159 57 0.235 23 0.136
Lahan Sedang RMSPE Koefisien (%) U -Theil 13 0.057 11 0.051 16 0.081 12 0.074 32 0.133 24 0.107 28 0.146 103 0.274 9895 0.401 52 0.175 4776 0.240 154 0.294 37 0.148 23 0.107 6 0.028 25 0.117 6 0.030 13982 0.281 67 0.394 57 0.159
Lahan RMSPE (%) 12 11 18 14 34 32 41 449 8527 26 64 593 19 26 5 27 11 9446 67 108
Luas Koefisien U -Theil 0.052 0.062 0.084 0.064 0.143 0.120 0.173 0.405 0.549 0.129 0.189 0.451 0.099 0.119 0.028 0.124 0.048 0.208 0.270 0.155
Total RMSPE (%) 15 11 20 13 30 26 34 261 9948 87 6707 348 116 31 5 34 9 9531 63 69
Koefisien U -Theil 0.052 0.058 0.084 0.067 0.127 0.109 0.154 0.248 0.479 0.163 0.269 0.302 0.155 0.118 0.025 0.124 0.044 0.207 0.306 0.143
314 TKWDKB TKPLKB TKWLKB TKPOF TKWOF TKPNF TKWNF KONS PENG PPOF PWOF TPOF TBUKT TBUKB PUTKT PUTKB PPNF PWNF TPNF TPUT TPRT PPANG
4736 32 35 994 695 5401 3345 96 90 9381198 4543738 4270086 15 30 30 56 137350000 45710471 77589008 21 45 56
0.408 0.139 0.230 0.217 0.249 0.443 0.382 0.382 0.351 0.199 0.238 0.169 0.069 0.153 0.133 0.148 0.122 0.090 0.092 0.105 0.100 0.223
4289 39 68 671 525 5762 3608 82 83 5435434 4271743 3670502 12 46 33 855 144410000 40552301 86179380 21 22 51
0.399 0.138 0.160 0.325 0.176 0.564 0.559 0.504 0.482 0.209 0.155 0.198 0.062 0.291 0.127 0.234 0.537 0.342 0.530 0.118 0.125 0.277
3638 35 61 935 689 5191 4088 91 97 7625861 5004243 4119567 12 39 30 57 182510000 28662511 95503544 19 21 59
0.461 0.158 0.239 0.333 0.374 0.405 0.505 0.275 0.274 0.268 0.281 0.254 0.059 0.184 0.130 0.125 0.417 0.175 0.274 0.114 0.111 0.274
4299 35 54 907 656 5423 3663 91 91 8021096 4636355 4084677 13 37 31 421 154990000 39480434 85798655 20 34 56
0.411 0.144 0.219 0.252 0.280 0.447 0.457 0.387 0.364 0.203 0.245 0.183 0.063 0.211 0.130 0.140 0.147 0.108 0.114 0.114 0.111 0.260
Lampiran 7. Lanjutan Variabel
PNPG PKS PPEND TAB INVES NPPKT NPPKB
Lahan Sempit RMSPE Koefisien (%) U -Theil 315 0.509 493 0.449 35005272 0.305 82 0.168 358 0.553
30 42
0.189 0.287
Lahan Sedang RMSPE Koefisien (%) U -Theil 153 0.627 394 0.776 29634361 0.326 52 0.207 284 0.564
28 45
0.182 0.320
Lahan RMSPE (%) 332 345 49317239 46 423
30 44
Luas Koefisien U -Theil 0.378 0.562 0.391 0.238 0.598
0.203 0.306
Total RMSPE (%) 291 426 39155906 65 365
29 43
Koefisien U -Theil 0.512 0.678 0.363 0.217 0.576
0.192 0.300
315
Lampiran 8. Bias proportions (UM), Variance Proportions (US) dan Covariance Proportions (UC) Model Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran Menurut Strata Luas Lahan Tahun 2006 Variable LHGKT PRDKT PKT PBNHKT PPKNKT PPKPKT PESKT TKPDKT TKWDKT TKPLKT TKWLKT TKDKT TKLKT LHGKB PRDKB PKB PBNHKB PNPKB PESKB TKPDKB TKWDKB TKPLKB TKWLKB TKPOF TKWOF TKPNF TKWNF KONS PENG PPOF PWOF TPOF
Lahan Sempit UM US UC 0.34 0.24 0.42 0.03 0.34 0.62 0.25 0.10 0.65 0.00 0.28 0.72 0.01 0.76 0.24 0.00 0.69 0.31 0.04 0.50 0.45 0.24 0.52 0.25 0.14 0.65 0.22 0.26 0.46 0.28 0.08 0.71 0.21 0.26 0.55 0.19 0.23 0.54 0.23 0.26 0.01 0.73 0.08 0.02 0.89 0.24 0.00 0.75 0.01 0.47 0.52 0.02 0.61 0.36 0.08 0.47 0.45 0.13 0.21 0.66 0.04 0.61 0.35 0.07 0.54 0.39 0.05 0.68 0.27 0.00 0.06 0.94 0.00 0.03 0.97 0.00 0.22 0.77 0.01 0.00 0.98 0.03 0.48 0.49 0.03 0.39 0.58 0.00 0.04 0.96 0.00 0.04 0.96 0.00 0.01 0.99
Lahan Sedang UM US UC 0.02 0.07 0.91 0.00 0.42 0.58 0.01 0.19 0.80 0.05 0.36 0.59 0.01 0.70 0.29 0.00 0.71 0.29 0.04 0.65 0.31 0.38 0.27 0.35 0.06 0.58 0.35 0.08 0.62 0.30 0.08 0.55 0.37 0.26 0.51 0.23 0.16 0.56 0.28 0.05 0.25 0.70 0.00 0.10 0.90 0.04 0.12 0.85 0.01 0.69 0.30 0.01 0.76 0.22 0.03 0.82 0.16 0.56 0.22 0.22 0.08 0.51 0.40 0.11 0.66 0.23 0.25 0.25 0.50 0.01 0.16 0.83 0.08 0.38 0.54 0.04 0.06 0.90 0.06 0.30 0.65 0.03 0.61 0.37 0.03 0.51 0.46 0.01 0.11 0.88 0.15 0.01 0.83 0.02 0.17 0.80
Lahan Luas UM US 0.01 0.01 0.00 0.21 0.01 0.00 0.00 0.17 0.00 0.65 0.00 0.73 0.01 0.72 0.06 0.60 0.16 0.14 0.05 0.02 0.00 0.42 0.13 0.45 0.03 0.02 0.00 0.02 0.06 0.01 0.02 0.03 0.01 0.60 0.00 0.50 0.01 0.61 0.00 0.01 0.04 0.02 0.01 0.71 0.01 0.31 0.00 0.12 0.00 0.41 0.03 0.32 0.03 0.67 0.01 0.66 0.01 0.64 0.01 0.01 0.00 0.41 0.00 0.61
UC 0.98 0.79 0.99 0.82 0.35 0.27 0.28 0.34 0.70 0.93 0.58 0.42 0.95 0.98 0.94 0.95 0.39 0.50 0.39 0.99 0.94 0.28 0.69 0.87 0.59 0.65 0.30 0.33 0.35 0.97 0.59 0.38
Total Rumahtangga UM US UC 0.00 0.01 0.99 0.00 0.25 0.75 0.00 0.01 0.99 0.00 0.25 0.74 0.00 0.65 0.35 0.00 0.68 0.32 0.00 0.61 0.39 0.00 0.21 0.79 0.02 0.53 0.46 0.00 0.20 0.80 0.01 0.60 0.40 0.01 0.35 0.63 0.01 0.28 0.71 0.00 0.03 0.97 0.00 0.00 1.00 0.00 0.05 0.95 0.00 0.52 0.48 0.00 0.61 0.39 0.00 0.69 0.31 0.00 0.14 0.86 0.00 0.40 0.60 0.00 0.65 0.35 0.00 0.48 0.52 0.00 0.08 0.92 0.00 0.10 0.90 0.00 0.22 0.78 0.00 0.28 0.72 0.00 0.56 0.44 0.00 0.49 0.51 0.00 0.05 0.95 0.00 0.08 0.92 0.00 0.05 0.95
316 TBUKT TBUKB PUTKT PUTKB PPNF PWNF TPNF TPUT TPRT PPANG
0.12 0.04 0.10 0.16 0.00 0.00 0.00 0.04 0.01 0.02
0.10 0.48 0.04 0.00 0.10 0.07 0.16 0.09 0.21 0.24
0.78 0.49 0.86 0.84 0.90 0.93 0.84 0.88 0.78 0.74
0.18 0.01 0.00 0.00 0.00 0.34 0.01 0.11 0.12 0.02
0.08 0.80 0.34 0.16 0.62 0.58 0.62 0.42 0.25 0.41
0.74 0.19 0.65 0.84 0.38 0.08 0.37 0.47 0.63 0.58
0.01 0.00 0.02 0.01 0.02 0.01 0.02 0.16 0.14 0.01
0.01 0.62 0.09 0.07 0.71 0.07 0.51 0.16 0.18 0.61
0.98 0.38 0.90 0.91 0.27 0.93 0.47 0.68 0.68 0.39
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.08 0.07 0.00
0.07 0.66 0.09 0.08 0.03 0.01 0.04 0.23 0.22 0.44
0.93 0.34 0.91 0.92 0.97 0.99 0.96 0.70 0.71 0.56
Lampiran 8. Lanjutan Variable PNPG PKS PPEND TAB INVES NPPKT NPPKB
Lahan Sempit UM US UC 0.02 0.54 0.44 0.26 0.03 0.72 0.00 0.00 0.99 0.33 0.11 0.56 0.01 0.59 0.40
Lahan Sedang UM US UC 0.02 0.70 0.27 0.01 0.87 0.12 0.00 0.02 0.98 0.02 0.73 0.25 0.08 0.66 0.26
Lahan Luas UM US 0.00 0.60 0.00 0.48 0.01 0.49 0.09 0.23 0.00 0.77
UC 0.39 0.52 0.50 0.68 0.23
Total Rumahtangga UM US UC 0.00 0.62 0.38 0.00 0.72 0.28 0.00 0.23 0.76 0.00 0.35 0.65 0.00 0.68 0.32
0.76 0.84
0.66 0.69
0.59 0.82
0.16 0.11
0.70 0.80
0.11 0.08
0.13 0.08
0.16 0.15
0.18 0.15
0.25 0.07
0.18 0.09
0.12 0.11
317
Lampiran 9. Contoh Hasil Simulasi Peningkatan Risiko Produksi Kentang Sebesar Lima Persen Terhadap Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran Lahan Sempit
Variable LHGKT PRDKT PKT PBNHKT PPKNKT PPKPKT PESKT TKPDKT TKWDKT TKPLKT TKWLKT TKDKT TKLKT LHGKB PRDKB PKB PBNHKB PNPKB PESKB TKPDKB TKWDKB TKPLKB TKWLKB TKPOF TKWOF TKPNF TKWNF KONS PENG PPOF PWOF TPOF TBUKT TBUKB PUTKT PUTKB PPNF PWNF TPNF TPUT TPRT PPANG PNPG PKS PPEND TAB INVES NPPKT NPPKB
N Obs 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62
N 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62 62
Simultaneous Simulation Descriptive Statistics Actual Predicted Mean Std Dev Mean Std Dev 0.4390 0.1720 0.4567 0.1457 19420.1 2137.3 19458.9 789.9 8495.8 3443.3 8977.3 2780.8 1526.8 186.5 1515.9 82.6015 411.3 92.4668 403.4 14.7454 457.8 97.1349 451.4 17.7526 5274131 1504425 5543989 414522 405.6 166.4 308.1 41.2044 284.7 281.9 175.2 47.0340 178.2 91.8396 226.1 25.8662 135.3 126.9 169.9 19.9416 690.3 338.7 484.9 57.8670 313.5 164.8 395.9 33.8342 0.3829 0.1330 0.4270 0.1229 25241.4 975.7 25508.4 1205.0 9751.3 3601.3 11024.3 3513.1 254.3 26.2064 251.1 11.9466 313.0 101.6 297.9 22.8188 5249758 2708408 6060012 836054 148.8 38.4083 133.6 20.1172 92.4433 84.3681 75.7163 18.9080 145.8 37.8622 135.3 9.1649 107.9 50.4946 96.0 9.3714 35.2903 63.3135 38.3136 55.6918 27.3871 64.7893 29.0604 59.3742 70.4194 158.8 62.9327 98.1912 34.5484 94.5189 44.0564 90.8745 11131222 11673492 12950866 3866666 12930642 12623948 14932897 5200046 369944 720218 393854 656898 193783 493825 208943 446943 563727 925614 613349 889505 20293777 3098766 21194396 2084449 8941579 2940803 9481471 1001026 12181729 5130213 12768147 4164145 7358978 3531135 8200903 3455530 5927823 29493775 5986500 27299295 2268388 13758750 2182046 13108645 8196211 42407594 8140505 39371598 22618442 8433983 20743959 6736026 31378380 46326867 29087217 41288822 4902074 2442178 5201673 1271824 6229148 10742758 7735858 3028601 386290 368143 672689 283798 1413129 1583809 1325240 1534745 4868705 1804939 5895594 1167759 685242 1237729 776118 281986 1912424 301031 1352912 76852.6 1918356 347372 1107338 96772.8
Lampiran 10. Contoh Hasil Simulasi Peningkatan Risiko Produksi Kentang Sebesar Lima Persen Terhadap Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran Lahan Sedang
318
Variable LHGKT PRDKT PKT PBNHKT PPKNKT PPKPKT PESKT TKPDKT TKWDKT TKPLKT TKWLKT TKDKT TKLKT LHGKB PRDKB PKB PBNHKB PNPKB PESKB TKPDKB TKWDKB TKPLKB TKWLKB TKPOF TKWOF TKPNF TKWNF KONS PENG PPOF PWOF TPOF TBUKT TBUKB PUTKT PUTKB PPNF PWNF TPNF TPUT TPRT PPANG PNPG PKS PPEND TAB INVES NPPKT NPPKB
N Obs 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34
N 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34
Descriptive Statistics Actual Predicted Mean Std Dev Mean Std Dev 1.1454 0.2538 1.0979 0.2170 20497.8 2282.5 20227.7 903.3 23526.5 6308.7 22258.2 4394.4 1612.3 241.4 1552.0 96.1846 403.7 112.9 413.9 18.5998 449.2 107.5 451.8 23.8997 6151591 1758815 5734787 315269 187.5 104.6 258.2 34.0494 105.2 169.0 138.0 60.5553 304.1 104.5 272.0 21.2440 214.6 105.7 185.3 29.6683 292.7 223.7 401.0 57.2536 518.6 148.0 457.5 36.4975 0.8804 0.2530 0.8240 0.1566 26150.0 813.0 26050.0 1286.9 23039.9 6758.4 21608.3 4817.5 251.4 15.3881 252.1 3.3440 261.1 173.3 280.3 25.4229 7335103 6408449 6323211 609805 90.2115 35.2286 114.7166 19.0930 43.6185 65.6624 59.3148 24.2000 120.9 34.4763 132.9 5.1372 78.4702 23.9858 92.0778 9.6920 19.7353 59.1425 17.6069 44.7408 5.2059 24.5243 3.0438 19.6960 28.0882 64.5475 43.6119 46.8317 16.8235 64.4344 31.6513 30.7642 16582753 19143592 13372371 3643934 18886106 20095595 15305523 4894028 201648 647087 181437 561371 25412.7 148175 8021.7 143145 227061 742135 190838.3 625098 22698608 2640566 21460643 1791366 10350895 6483278 9652367 703471 32483715 13704966 31681568 8078848 13720201 8606834 13471915 5610816 672354 1800335 658506 4562854 94118.6 548795 207461 947919 766472 1847156 444968 4615312 50800024 19649024 44730903 11275558 51793557 19681860 45273444 12635207 5998753 3473068 5543347 1213301 10584000 18137998 7824593 2712346 1156941 3517702 772540 246676 1146412 1572449 1173208 1404720 6918803 2915841 6426321 404606 1260162 1666627 794790 309166 1829216 340614 1343444 90075.5 1756294 463797 977912 129230
Lampiran 11. Contoh Hasil Simulasi Peningkatan Risiko Produksi Kentang Sebesar Lima Persen Terhadap Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran Lahan Luas
Variable LHGKT PRDKT PKT PBNHKT PPKNKT PPKPKT PESKT TKPDKT TKWDKT TKPLKT TKWLKT TKDKT TKLKT LHGKB PRDKB PKB PBNHKB PNPKB
N Obs 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46
N 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46
Descriptive Statistics Actual Predicted Mean Std Dev Mean Std Dev 3.2710 1.6144 3.1421 1.6466 22310.1 2930.5 21932.2 1661.8 75460.6 43796.4 71454.5 42487.6 1597.9 195.0 1597.4 103.4 435.8 129.7 433.2 25.5580 437.4 109.1 433.6 17.5780 6391856 2301556 6163546 393390 75.9565 49.5982 97.3836 130.3 30.0725 54.3311 67.4187 88.5073 422.0 80.1414 394.6 94.2160 211.7 89.1137 212.2 33.7915 106.0 79.9869 166.7 197.9 633.7 103.9 607.3 120.1 2.0793 1.0119 2.0053 0.9404 26571.9 1095.8 26179.8 990.8 55690.2 27928.8 52682.1 25218.5 247.3 23.8829 249.3 6.1098 252.4 110.1 258.8 30.3390
319 PESKB TKPDKB TKWDKB TKPLKB TKWLKB TKPOF TKWOF TKPNF TKWNF KONS PENG PPOF PWOF TPOF TBUKT TBUKB PUTKT PUTKB PPNF PWNF TPNF TPUT TPRT PPANG PNPG PKS PPEND TAB INVES NPPKT NPPKB
46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46
46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46
6376093 72.4194 23.3545 122.3 68.9971 3.9130 11.6957 48.6522 86.7826 17317485 20810898 23479.2 75392.3 98871.5 26604608 9347228 1.0237E8 36205551 1582140 2383805 3965945 1.4794E8 1.5201E8 6998772 10318713 812326 2681087 10362804 972500 1857122 1623867
3649852 43.4668 42.0382 40.7482 32.4678 19.7572 55.1740 89.3789 171.5 12152285 15252880 159237 365755 506275 3814901 3702017 69673180 22755540 3598754 5963150 8309549 91962471 92200234 4611735 10156923 1163288 3836424 4432889 2103125 439051 344901
6086694 70.4957 32.3559 125.9 71.8660 3.4517 11.4778 61.6640 63.2876 16410500 19531208 14142.4 71399.6 86206.4 26124072 9136185 94337625 34297025 2260745 2632054 4854477 1.28E+08 1.32E+08 6578933 9821964 751683 2380252 8800682 1046038 1345670 969870
809365 41.4031 35.5680 6.6557 12.6398 16.0008 33.4353 48.8114 56.6275 3635918 5091008 153179 252268 336840 3335360 908988 58098333 19880973 7865870 6575205 12801750 74454916 74164181 1352457 2880591 305533 1726047 2035821 305967 106720 129185
Lampiran 12. Rekapitulasi Pengaruh Peningkatan Risiko Produksi, Risiko Harga Kubis dan Upah Usahatani Terhadap Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran Lahan Sempit di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung Variabel Luas lahan kentang (LHGKT) Produktivitas kentang (PRDKT) Produksi kentang (PKT) Benih kentang (PBNHKT) Pupuk nitrogen (PPKNKT) Pupuk phosphor (PPKPKT) Obat-obatan kentang (PESKT) TK dalam kel. pria kentang(TKPDKT) TK dalam kel. wanita (TKWDKT) TK luar kel.pria (TKPLKT) TK luar kel. wanita (TKWLKT) Total TK dalam keluarga (TKDKT) Total TK luar keluarga (TKLKT) Luas lahan kubis (LHGKB) Produktivitas kubis (PRDKB) Produksi kubis (PKB) Benih kubis (PBNHKB) Pupuk NPK (PNPKB) Obat-obatan kubis (PESKB)
Risiko Produksi (%) -2.78 -1.97 -3.71 -0.56 -0.20 -0.26 -0.93 -4.25 -1.57 -0.81 -0.46 -2.98 -0.68 -1.97 -0.22 -1.99 -0.21 -0.21 -0.05
Risiko Harga (%) -0.12 -0.65 -0.75 -0.03 -0.09 -0.07 -0.26 -0.16 -0.60 -0.90 -0.23 -1.12 -0.53 -0.21 -1.03 -1.24 -0.30 -0.45 -0.29
Upah (%) -1.24 -1.01 -1.24 -2.20 -0.02 -0.16 -0.06 -0.72 -9.24 -0.35 -3.21 -1.56 -3.56 -4.23 -0.02 -4.25 -0.12 -0.28 -0.08
320 TK dalam kel. pria kubis (TKPDKB) TK dalam kel. wanta kubis (TKWDKB) TK luar kel.pria kubis (TKPLKB) TK luar kel.wanita (TKWLKB) TK pria pada off farm (TKPOF) TK wanita pada off farm (TKWOF) TK pria pada non farm (TKPNF) TK wanita pada non farm (TKWNF) Konsumsi (KONS) Total pengeluaran rumahtangga (PENG) Pendapatan pria pada off farm (PPOF) Pendapatan wanita pada off farm (PWOF) Total pendapatan off farm (TPOF) Total biaya usahatani kentang (TBUKT) Total biaya usahatani kubis (TBUKB)
Lampiran 12.
-0.71 -1.18 -0.07 -0.32 7.49 0.99 0.43 0.46 -0.34 -0.49 4.27 1.25 5.01 -0.43 -0.18
-0.10 -0.64 -0.22 -1.49 4.18 0.61 0.02 0.04 -0.21 -0.33 3.24 1.37 5.62 -0.38 -0.12
-1.42 -1.68 -3.07 -0.29 2.78 0.58 1.17 0.64 -0.39 -0.27 3.15 1.40 4.53 -0.35 -0.19
Risiko Produksi (%) -4.11 -1.99 1.48 0.95 0.99 -4.33 -4.09 -0.58 -0.35 -0.21 -0.90 -0.91 -0.62 -0.44 -0.18
Risiko Harga (%) -0.74 -1.19 1.22 0.83 1.44 -0.27 -0.21 -0.03 -0.07 -0.41 -0.07 -0.04 -3.65 -0.22 -0.13
Upah (%) -5.62 -3.67 1.18 0.91 1.84 -4.90 -4.30 -0.67 -0.35 -0.29 -1.27 -1.26 -0.88 -0.29 -0.15
Lanjutan
Variabel Pendapatan kentang (PUTKT) Pendapatan kubis (PUTKB) Pendapatan pria pada non farm (PPNF) Pendapatan wanita pada non farm (PWNF) Total pendapatan non farm (TPNF) Total pendapatan usahatani (TPUT) Total pendapatan rumahtangga (TPRT) Pengeluaran pangan (PPANG) Pengeluaran non pangan (PNPG) Pengeluaran kesehatan (PKS) Pengeluaran pendidikan (PPEND) Tabungan (TAB) Investasi produksi (INVES) Nilai pupuk usahatani kentang (NPPKT) Nilai pupuk usahatani kubis (NPPKB)
Keterangan : Peningkatan risiko produksi kentang sebesar 5 persen Peningkatan risiko harga kubis sebesar 5 persen Peningkatan upah tenaga kerja sebesar 20 persen
321
Lampiran 13. Rekapitulasi Pengaruh Peningkatan Risiko Produksi, Risiko Harga Kubis dan Upah Usahatani Terhadap Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran Lahan Sedang di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung Variabel Luas lahan kentang (LHGKT) Produktivitas kentang (PRDKT)
Produksi kentang (PKT) Benih kentang (PBNHKT) Pupuk nitrogen (PPKNKT) Pupuk phosphor (PPKPKT) Obat-obatan kentang (PESKT) TK dalam kel. pria kentang(TKPDKT) TK dalam kel. wanita (TKWDKT) TK luar kel.pria (TKPLKT) TK luar kel. wanita (TKWLKT) Total TK dalam keluarga (TKDKT) Total TK luar keluarga (TKLKT) Luas lahan kubis (LHGKB) Produktivitas kubis (PRDKB)
Produksi kubis (PKB) Benih kubis (PBNHKB) Pupuk NPK (PNPKB) Obat-obatan kubis (PESKB)
Risiko Produksi (%) -2.64 -1.16 -3.56 -0.49 -0.15 -0.13 -0.91 -4.21 -1.50 -0.75 -0.44 -2.11 -0.58 -1.85 -0.19 -1.87 -0.18 -0.22 -0.05
Risiko Harga (%) -0.13 -0.60 -0.71 -0.02 -0.08 -0.09 -0.2 -0.13 -0.61 -0.83 -0.16 -1.05 -0.47 -0.19 -1.02 -1.18 -0.24 -0.43 -0.25
Upah (%) -0.86 -0.96 -0.78 -1.97 -0.14 -0.02 -0.97 -0.98 -9.13 -0.10 -2.61 -1.42 -3.43 -4.20 -0.04 -4.26 -0.08 -0.47 -0.13
322 TK dalam kel. pria kubis (TKPDKB) TK dalam kel. wanta kubis (TKWDKB) TK luar kel.pria kubis (TKPLKB) TK luar kel.wanita (TKWLKB) TK pria pada off farm (TKPOF) TK wanita pada off farm (TKWOF) TK pria pada non farm (TKPNF) TK wanita pada non farm (TKWNF) Konsumsi (KONS) Total pengeluaran rumahtangga (PENG) Pendapatan pria pada off farm (PPOF) Pendapatan wanita pada off farm (PWOF) Total pendapatan off farm (TPOF) Total biaya usahatani kentang (TBUKT) Total biaya usahatani kubis (TBUKB)
Lampiran 13.
-0.85 -1.35 -0.00 -0.32 5.06 0.82 0.67 0.65 -0.31 -0.45 3.57 1.18 4.22 -0.39 -0.01
-0.09 -0.67 -0.23 -1.33 2.33 0.56 0.03 0.05 -0.18 -0.27 3.19 1.32 3.82 -0.32 -0.11
-0.66 -1.32 -3.18 -0.62 1.78 0.14 1.02 0.62 -0.27 -0.23 3.20 1.54 3.98 -0.29 -0.15
Risiko Produksi (%) -4.00 -1.91 2.56 1.75 1.55 -4.29 -4.40 -0.46 -0.26 -0.16 -1.16 -0.89 -0.67 -0.04 -0.19
Risiko Harga (%) -0.71 -1.10 1.29 1.21 1.25 -0.20 -0.22 -0.03 -0.06 -0.33 -0.08 -0.04 -3.53 -0.19 -0.10
Upah (%) -4.72 -3.58 1.25 1.04 1.33 -3.43 -3.40 -1.13 -0.65 -0.40 -2.88 -2.21 -1.67 -0.25 -0.12
Lanjutan
Variabel Pendapatan kentang (PUTKT) Pendapatan kubis (PUTKB) Pendapatan pria pada non farm (PPNF) Pendapatan wanita pada non farm (PWNF) Total pendapatan non farm (TPNF) Total pendapatan usahatani (TPUT) Total pendapatan rumahtangga (TPRT) Pengeluaran pangan (PPANG) Pengeluaran non pangan (PNPG) Pengeluaran kesehatan (PKS) Pengeluaran pendidikan (PPEND) Tabungan (TAB) Investasi produksi (INVES) Nilai pupuk usahatani kentang (NPPKT) Nilai pupuk usahatani kubis (NPPKB)
Keterangan : Peningkatan risiko produksi kentang sebesar 5 persen Peningkatan risiko harga kubis sebesar 5 persen Peningkatan upah tenaga kerja sebesar 20 persen
323
Lampiran 14. Rekapitulasi Pengaruh Peningkatan Risiko Produksi, Risiko Harga Kubis dan Upah Usahatani Terhadap Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran Lahan Luas di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung
Variabel Luas lahan kentang (LHGKT) Produktivitas kentang (PRDKT)
Produksi kentang (PKT) Benih kentang (PBNHKT) Pupuk nitrogen (PPKNKT) Pupuk phosphor (PPKPKT) Obat-obatan kentang (PESKT) TK dalam kel. pria kentang(TKPDKT) TK dalam kel. wanita (TKWDKT) TK luar kel.pria (TKPLKT) TK luar kel. wanita (TKWLKT) Total TK dalam keluarga (TKDKT) Total TK luar keluarga (TKLKT) Luas lahan kubis (LHGKB) Produktivitas kubis (PRDKB)
Produksi kubis (PKB) Benih kubis (PBNHKB) Pupuk NPK (PNPKB)
Risiko Produksi (%) -2.60 -0.94 -3.10 -0.38 -0.10 -0.13 -0.88 -4.15 -1.49 -0.75 -0.43 -2.02 -0.55 -1.78 -0.16 -1.84 -0.14 -0.18
Risiko Harga (%) -0.18 -0.57 -0.74 -0.03 -0.08 -0.09 -0.19 -0.1 -0.68 -0.80 -0.22 -0.97 -0.45 -0.15 -1.02 -1.13 -0.20 -0.51
Upah (%) -1.22 -0.93 -1.22 -1.80 -0.05 -0.18 -0.06 -0.72 -10.98 -0.31 -3.20 -1.38 -3.36 -4.17 -0.03 -4.20 -0.12 -0.29
324 Obat-obatan kubis (PESKB) TK dalam kel. pria kubis (TKPDKB) TK dalam kel. wanta kubis (TKWDKB) TK luar kel.pria kubis (TKPLKB) TK luar kel.wanita (TKWLKB) TK pria pada off farm (TKPOF) TK wanita pada off farm (TKWOF) TK pria pada non farm (TKPNF) TK wanita pada non farm (TKWNF) Konsumsi (KONS) Total pengeluaran rumahtangga (PENG) Pendapatan pria pada off farm (PPOF) Pendapatan wanita pada off farm (PWOF) Total pendapatan off farm (TPOF) Total biaya usahatani kentang (TBUKT) Total biaya usahatani kubis (TBUKB)
-0.06 -0.76 -1.25 -0.00 -0.33 4.72 0.75 0.57 0.36 -0.24 -0.35 3.55 1.20 2.37 -0.38 -0.01
-0.31 -0.09 -0.75 -0.31 -1.58 1.04 0.55 0.03 0.03 -0.15 -0.23 3.20 1.35 1.83 -0.30 -0.09
-0.08 -1.53 -1.08 -3.23 -0.28 1.37 0.89 1.58 0.61 -0.25 -0.20 3.48 1.59 3.74 -0.28 -0.09
Risiko Produksi (%) -4.03 -1.86 2.50 1.87 1.36 -4.25 -4.12 -0.43 -0.21 -0.18 -0.69 -0.85 -0.57 -0.03 -0.17
Risiko Harga (%) -0.68 -1.07 2.21 1.58 1.14 -0.18 -0.24 -0.03 -0.06 -0.43 -0.06 -0.04 -3.64 -0.15 -0.10
Upah (%) -3.96 -3.37 1.95 1.28 1.39 -2.85 -2.30 -0.74 -0.35 -0.31 -1.18 -1.45 -0.98 -0.21 -0.15
Lampiran 14. Lanjutan
Variabel Pendapatan kentang (PUTKT) Pendapatan kubis (PUTKB) Pendapatan pria pada non farm (PPNF) Pendapatan wanita pada non farm (PWNF) Total pendapatan non farm (TPNF) Total pendapatan usahatani (TPUT) Total pendapatan rumahtangga (TPRT) Pengeluaran pangan (PPANG) Pengeluaran non pangan (PNPG) Pengeluaran kesehatan (PKS) Pengeluaran pendidikan (PPEND) Tabungan (TAB) Investasi produksi (INVES) Nilai pupuk usahatani kentang (NPPKT) Nilai pupuk usahatani kubis (NPPKB)
Keterangan : Peningkatan risiko produksi kentang sebesar 5 persen Peningkatan risiko harga kubis sebesar 5 persen Peningkatan upah tenaga kerja sebesar 20 persen