STRATEGI PERSIAPAN PENGEMBANGAN RANTAI PASOK SAYURAN ORGANIK BERNILAI TAMBAH TINGGI BERBASIS PETANI DI KECAMATAN PANGALENGAN, KABUPATEN BANDUNG
SITI KIPDIYAH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
STRATEGI PERSIAPAN PENGEMBANGAN RANTAI PASOK SAYURAN ORGANIK BERNILAI TAMBAH TINGGI BERBASIS PETANI DI KECAMATAN PANGALENGAN, KABUPATEN BANDUNG
SITI KIPDIYAH
Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar pada Magister Profesional Program Studi Industri Kecil Menengah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Tugas Akhir
: Strategi Persiapan Pengembangan Rantai Pasok Sayuran Organik Bernilai Tambah Tinggi Berbasis Petani di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung
Nama Mahasiswa
: Siti Kipdiyah
Nomor Pokok
: P054110225
Program Studi
: Industri Kecil Menengah
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA Ketua
Dr. Ir. Budi Suharjo, MS Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Industri Kecil Menengah
Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl. Ing, DEA Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr
Penguji luar komisi pada Ujian Tugas Akhir : Dr.Ir. Suryahadi, DEA.
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam Tugas Akhir saya yang berjudul : “Strategi Persiapan Pengembangan Rantai Pasok Sayuran Organik Bernilai Tambah Tinggi Berbasis Petani di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung”
merupakan gagasan atau hasil penelitian Tugas Akhir saya sendiri, dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tugas Akhir ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar program sejenis di perguruan tinggi lain.
Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Januari 2013
Siti Kipdiyah P054110225
ABSTRACT SITI KIPDIYAH. Preparation of Supply Chain Strategy Development Based on Farmer within High Value of Organic Vegetables in Pangalengan Sub-district, Bandung. Supervised by H. Musa Hubeis as Committee Chairman, and Budi Suharjo as Member. Healthy lifesyle with the slogan “Back to Nature” has become a new trend of the society. Directorate of Processing and Marketing, Ministry of Agriculture in Indonesia has initiated the program "Go Organic 2010" to improve the quality of life and the natural environment of Indonesia and to encourage the development of organic farming and sustainable competitiveness. Supply Chain Management (SCM) has represented overall management of agricultural activities which involved of processing, distribution, marketing, until the desired product to consumer. Stages of study included: (1) Identify the characteristics of the vegetables, the supply chain actors, and descriptive analysis of the environmental conditions in Pangalengan; (2) Identify internal and external factors; (3) The formulation of the strategy with the matrix Strengths, Weakneses, Opportunities, Threats (SWOT); (4) Selection of priority strategy. The data was collected through purposive sampling technique which involving 10 respondents and 3 experts. The data used was primary and secondary data by direct interviews, questionnaires and literature study. Selection of strategic alternatives conducted using Analytical Hierarchy Process (AHP) with Expert Choice of AHP software. The result showed that the supply chain actors of vegetables in Pangalengan were seed suppliers, farmers, traders/collectors, the company, the seller/exporter, foreign markets, traditional market and retail/supermarket. Internal Factor Evaluation (IFE) and External Factor Evaluation (EFE) analysis showed that the average total score of IFE and EFE were 2.260 and 2.790. The score represented that the ability of the farmer in utilized the strengths and the opportunities then in covered the weaknesses and the threats were on the average. The study showed that the safety of vegetables to consumer (score 0.336) was the main strength and the main weakness organic farming in Pangalengan was limited of financial (score 0.127). Futhermore, supporting of government was the major opportunity (score 0.127) and the major threat was uncertain of climate and weather which affected in production (score 0.144). Based on the formulation of strategic, the study obtained 7 (seven) strategy. The first and the second priority strategic related of the marketing, were expanding market/distribution to bussines partnerships (score 0.205) and researching of development in the organic vegetable‟s market (score 0.180). The third alternative strategic was supporting of government (score 0.157) which retaled to supervision strategy. Moreover, the fourth and the fifth alternatives related to strategy of financial, were monitoring and overseeing prices (0.156) then strengthening of financial aspects (score 0.114). The sixth and the seventh alternatives related to production management strategy, were planning a better farming (0.107) and improving the quality, quantity and continuity of production (score 0.081). Keywords : supply chain; organic vegetables; management strategy.
RINGKASAN SITI KIPDIYAH. Strategi Persiapan Pengembangan Rantai Pasok Sayuran Organik Bernilai Tambah Tinggi Berbasis Petani di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Di bawah bimbingan H. Musa Hubeis sebagai Ketua dan Budi Suharjo sebagai Anggota. Keamanan pangan dan produk pangan yang segar dan alami menjadi tuntutan konsumen, sehingga mendorong gaya hidup sehat dengan tema global “Kembali ke Alam” (Back to Nature). Gaya hidup sehat yang menjadi trend baru konsumen, yaitu orang makin menyadari bahwa penggunaan bahan-bahan kimia non-alami, seperti pupuk dan pestisida kimia sintesis, serta hormon tumbuh, dalam produksi pertanian nyata menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Berdasarkan pandangan itu, di seluruh dunia saat ini marak terjadi kecenderungan memilih bahan-bahan pangan organik. Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian di Indonesia telah memprakarsai program “Go Organic 2010“ untuk meningkatkan mutu hidup masyarakat dan kelestarian lingkungan alam Indonesia, dengan mendorong berkembangnya pertanian organik yang berdaya saing dan berkelanjutan. Adanya kebijakan pemerintah mengenai program “Go Organic 2010” tersebut maka sudah sewajarnya, jika pertanian di Indonesia mulai melirik adanya tanaman pangan organik. Hal ini merupakan peluang bagi para petani di Indonesia, khususnya daerah Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung sebagai salah satu daerah sentra produksi sayuran untuk mengubah pola budidaya konvensional ke pertanian organik yang bermutu guna meningkatkan pendapatan dan memenuhi peluang pasar nasional, maupun internasional yang memerlukan perubahan sistem produksi dan kelembagaan rantai pasokannya. Salah satu upaya untuk memperbaiki sistem ketahanan pangan adalah mendesain sistem industrialisasi pertanian pangan yang mampu menghasilkan produk pangan dengan nilai tambah tinggi bagi petani, menjamin kelancaran pasokan pangan, terkendali tingginya mutu dan terjaminnya keamanan produk pangan serta terjangkaunya harga produk pangan oleh masyarakat. Hal ini dapat dilakukan melalui pengembangan strategi pengelolaan rantai pasokan (supply chain management) yang mengintegrasikan para pelaku dari semua segmen rantai pasokan baik secara vertikal maupun horizontal Kajian yang dilakukan bertujuan untuk : (1) Mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi manajemen rantai pasok sayuran organik di Pangalengan; (2) Mengidentifikasi peranan para pelaku rantai pasok sayuran di Pangalengan; (3) Menyusun strategi rantai pasok yang sesuai untuk sayuran organik bernilai tambah tinggi berbasis petani di Pangalengan. Tahapan kajian meliputi : (1) Identifikasi karakteristik sayuran, identifikasi para pelaku rantai pasok, analisis deskriptif kondisi lingkungan di Pangalengan; (2) Identifikasi faktor internal dan ekternal; (3) Perumusan strategi dengan matriks Strengths, Weakneses, Opportunities dan Threats (SWOT); (4) Pemilihan strategi. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif baik secara kualitatif, kuantitatif dan normatif. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik purposive sampling yang melibatkan 10 responden dan 3 ahli/pakar. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder melalui wawancara secara langsung,
kuesioner dan melakukan studi pustaka. Pemilihan prioritas alternatif strategi dilakukan dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) dan penyelesaiannya dengan menggunakan bantuan software AHP Expert Choice. Hasil identifikasi kajian terhadap rantai pasok menunjukkan pelaku rantai pasok sayuran di Kecamatan Pangalengan meliputi pemasok bibit, petani, pedagang/pengumpul, perusahaan, penjual/eksportir, pasar luar negeri, pasar tradisional dan ritel/supermarket. Analisis Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE) menunjukkan total skor rataan IFE 2,260 dan EFE 2,790. Hal ini dapat diartikan bahwa kemampuan kelompok tani untuk memanfaatkan kekuatan dan peluang yang ada dan mengatasi kelemahan dan ancaman tergolong rata-rata. Sayuran yang diproduksi aman dikonsumsi (skor 0,336) merupakan kekuatan utama dan kelemahan utama dari sistem pertanian organik di Pangalengan adalah keterbatasan modal (skor 0,127). Dukungan pemerintah merupakan peluang yang paling besar di Pangalengan dalam menuju pertanian organik (skor 0,388) dan ancaman utama yang dihadapi dalam produksi sayuran organik di Pangalengan adalah iklim dan cuaca tidak menentu yang mempengaruhi hasil produksi (skor 0,144). Berdasarkan perumusan alternatif strategi diperoleh 7 (tujuh) strategi. Alternatif strategi dengan prioritas utama dan kedua berkaitan dengan pemasaran yaitu memperluas pasar/kemitraan dan mempermudah saluran distribusi (bobot 0,205) dan melakukan riset pasar sayuran organik dan merencanakan pengembangan pemasarannya (bobot 0,180). Alternatif strategi ketiga berkaitan dengan pembinaan/pengawasan, yaitu fasilitasi dan dukungan pemerintah (bobot 0,157). Alternatif keempat dan kelima merupakan strategi dalam hal keuangan yaitu memantau dan mengawasi harga (bobot 0,156) dan penguatan aspek finansial/modal (bobot 0,114). Alternatif keenam dan ketujuh berturut-turut, yaitu perencanaan pola tanam yang lebih baik (bobot 0,107) dan meningkatkan mutu, kuantitas dan kontinuitas produksi (bobot 0,081) kedua alternatif merupakan strategi yang berkaitan dengan manajemen produksinya.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T, karena berkat rahmat serta hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir dengan judul “Konsep Strategi Pengembangan Manajemen Rantai Pasok Sayuran Organik Bernilai Tambah Tinggi di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung”. Penyusunan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister di Program Magister Profesional Industri, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan Tugas Akhir ini, terutama kepada : 1.
Bapak Prof.Dr.Ir.H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA dan Dr.Ir. Budi Suharjo, MS selaku pembimbing, atas segala bimbingan, masukan dan nasihat yang diberikan kepada penulis.
2.
Bapak Dr.Ir. Suryahadi, DEA atas kesediaannya menjadi dosen penguji pada ujian akhir magister.
3.
Kementerian Pendidikan Nasional yang telah membiayai penelitian ini melalui Riset Strategi Nasional yang berjudul “Strategi Pengembangan Pangan Organik Bernilai Tambah Tinggi Berbasis Petani”.
4.
Ayah dan ibunda tercinta, atas semua dukungan dan kasih sayang yang diberikan serta doanya selama ini.
5.
Kakak-kakak tercinta penulis : Mas Yoto, Mbak Titik, Mas Teguh, Mbak Ceceh, Mbak Yaroh, Mbak Tri, Mas Anto, Mbak Komang, Mas Eko dan Mas Huda, terima kasih atas bantuan, inspirasi, semangat dan kasih sayang, I’m Really Bless and Happy being ur young sister, I Love u all.
6.
Alm. Pak Wo (U ar my best grandpa), keponakan-keponakan penulis : Dana, Aldi, Heiky, Jagad, Dwiki, Novi, Vina dan Oryza, terimakasih atas semangat, candatawa dan hiburannya, I’d Like to over love with u all.
7.
Tim penelitian: Ibu Hardiana, Pak Nurhadi, Mbak Santi, Mbak Mita, Mas Herman dan Mas Trian, terima kasih atas semua bantuan tenaga dan semangat selama melakukan penelitian.
8.
Sahabat dan teman-teman di MPI 15: Mbak Leny, Mbak Nurul, Pak Narno, Pak Win, Pak Memet, Pak Arifin, Pak Himawan, Mas Herry, Mas Ali, terima kasih atas semangat dan kebersamaanya.
9.
Seluruh staff dan TU MPI: Mas Haer, Mbak Vera, Mas Haris dan Lainnya terima kasih atas bimbingan dan bantuannya selama ini.
10. Semua pihak yang telah membantu penulis selama menempuh pendidikan di IPB, penelitian dan penyusunan Tugas Akhir, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Tanpa keberadaan kalian semua, penulis tidak akan mungkin mencapai hal ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat diharapkan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, Januari 2013
Siti Kipdiyah
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tuban pada tanggal 02 September 1987. Penulis adalah anak terakhir dari pasangan H. Moh. Djupri dan Hj. Rd. Sri Suyatmi. Penulis mengawali pendidikan pada tahun 1992 di TK Darma Wanita Lhokseumawe - Aceh. Kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 1 Mulyoagung - Tuban (1994-2000). Penulis melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTPN) 1 Tuban dan menyelesaikan pada tahun 2003. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Bojonegoro dan menyelesaikan pada tahun 2006. Pada tahun yang sama, penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Setelah melalui Tingkat Persiapan Bersama, penulis berhasil masuk di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama di Universitas, penulis telah mengikuti banyak kegiatan. Penulis bergabung dengan himpunan di bidang ilmu dan teknologi pangan (Himitepa) di tingkat Departemen. Penulis mengikuti banyak seminar dan training, antara lain seminar IFOODEX 2008, seminar manajemen pangan halal, HACCP, ISO 22000 : 2005, dan ISO 9001 : 2008 serta penulis banyak mengikuti kegiatan pekan karya ilmiah. Pada tahun 2010, lulus sarjana dan berhasil memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian (S.TP). Setelah lulus sarjana, penulis bekerja di perusahaan swasta manufaktur besi PT Faco Global Engineering di Gunung Putri, Bogor. Kemudian pada tahun 2011 penulis melanjutkan studi di Program Magister Profesional Industri Kecil Menengah (MPI). Penulis melakukan kajian dan menyusun tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional Industri dengan judul “Konsep Strategi Pengembangan Manajemen Rantai Pasok Sayuran Organik Bernilai Tambah Tinggi di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung“, di bawah bimbingan Prof.Dr.Ir.H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA dan Dr.Ir. Budi Suharjo, MS.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL.............................................................................................
xv
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ xvi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvii I.
PENDAHULUAN .............................................................................. 1.1. Latar Belakang .......................................................................... 1.2. Perumusan Masalah .................................................................. 1.3. Tujuan .......................................................................................
1 1 4 5
II.
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 2.1. Pangan Organik ..................................................................... 2.1.1 Pengertian ..................................................................... 2.1.2 Standar Sistem Pangan Organik ................................... 2.1.3 Good Agriculture Practice......................................... 2.1.4 Registrasi Lahan ......................................................... 2.1.5 Sertifikasi Prima .......................................................... 2.1.6 Jenis Pangan Organik dan Pola Pemasaran ................. 2.2. Analisis Lingkungan Esksternal ............................................... 2.3. Analisis Lingkungan Internal ................................................... 2.4. Perumusan Strategi ................................................................... 2.5. Sistem Manajemen Rantai Pasok Pertanian ............................. 2.5.1 Rantai Pasok Pertanian ................................................. 2.5.2 Struktur Rantai Pasok .................................................. 2.5.3 Mekanisme Rantai Pasok ............................................. 2.5.4 Kelembagaan Rantai Pasok ......................................... 2.6. Proses Hirarki Analitik..............................................................
6 6 6 7 9 10 10 11 14 15 15 16 16 18 19 19 20
III.
METODE KAJIAN...............................................................................22 3.1 Kerangka Pemikiran Kajian........................................................22 3.2 Lokasi dan Waktu Kajian............................................................23 3.3 Pengumpulan Data….................................................................24 3.4 Pengolahan dan Analisis Data .....................................................25 3.4.1 Identifikasi Karakteristik Produk Sayuran Organik ...... 25 3.4.2 Formulasi Strategi ........................................................... 25 3.4.3 Matriks IFE dan EFE ..................................................... 26 3.4.4 Matriks IE ...................................................................... 29 3.4.5 Matriks SWOT................................................................ 30 3.4.6 Analisis AHP ................................................................. 32
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN ….......................................................34 4.1 Deskripsi Umum Kecamatan Pangalengan ................................34 4.2 Identifikasi Rantai Pasok ........................................................... 42 4.3 Analisis Lingkungan Usaha ....................................................... 59 4.4 Analisis Matriks IFE ...................................................................62
4.5 4.6 4.7 4.8
Analisis Matriks EFE ..................................................................64 Matriks IE ....................................................................................65 Analisis Matriks SWOT ..............................................................66 Prioritas Strategi Pengembangan Manajemen Rantai Pasok Sayuran Organik di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung .............................................73 4.9 Analisis Hubungan Antar Unsur Hirarki .....................................77 4.10 Analisis Pemilihan Strategi Rantai Pasok ...................................80 4.11 Implikasi Manajerial ...................................................................82 KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................................84 1. Kesimpulan ...................................................................................................84 2. Saran ..............................................................................................................85 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 87 LAMPIRAN ...................................................................................................... 89
DAFTAR TABEL No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Halaman
Volume ekspor komoditas sayuran nasional.................................................... 1 Luas areal pertanian organik di Indonesia ..................................................... 2 Sentra Produksi sayuran unggulan di Kabupaten Bandung ........................... 3 Pembobotan matriks IFE .............................................................................. 26 Pembobotan matriks EFE .............................................................................. 27 Analisis matriks IFE ..................................................................................... 28 Analisis matriks EFE .................................................................................... 29 Matriks SWOT ............................................................................................. 31 Nilai level hirarki ......................................................................................... 32 Matriks perbandingan kriteria ...................................................................... 32 Curah hujan dan suhu udara .......................................................................... 35 Sebaran luas lahan di Kecamatan Pangalengan ............................................ 35 Penggunaan lahan di Kecamatan Pangalengan pada tahun 2005 ................. 36 Posisi Kecamatan Pangalengan dalam konteks kebijakan pembangunan Kabupaten Bandung.............................................................. 37 15. Penduduk Kec. Pangalengan, Bandung berdasarkan mata pencaharian .........38 16. Kondisi SDM masyarakat Pangalengan-Bandung .........................................39 17. Luas areal dan jumlah produksi sayuran di Kecamatan Pangalengan ...................................................................................................40 18. Luas areal dan jumlah produksi sayuran di Kecamatan Pangalengan .................................................................................................. 41 19. Luas areal dan jumlah produksi sayuran di Kecamatan Pangalengan .................................................................................................. 42 20. Anggota rantai pasokan sayuran di Pangelangan ...........................................45 21. Poktan berdasarkan kelas kelompok ..............................................................51 22. Poktan berdasarkan jenis ................................................................................51 23. Daftar harga beberapa sayuran unggulan di Pangalengan .............................58 24. Faktor internal strategi produksi sayuran organik di Pangalengan ................60 25. Faktor eksternal strategi produksi sayuran organik di Pangalengan ..............61 26. Analisis matriks IFE .......................................................................................63 27. Analisis matriks EFE.......................................................................................64 28. Analisis strategi IFE dan EFE.........................................................................67 29. Hubungan faktor dan goal ..............................................................................77 30. Hubungan faktor dan aktor ............................................................................78 31. Hubungan aktor dan tujuan ............................................................................78 32. Hubungan tujuan dan alternatif strategi .........................................................79 33. Bobot faktor terhadap goal............................................................................ 80 34. Bobot aktor terhadap goal ..............................................................................80 35. Bobot tujuan terhadap goal.............................................................................81 36. Bobot alternatif strategi terhadap goal ...........................................................82
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Tahapan sertifikasi GAP............................................................................... 10 Bentuk label jaminan pada produk................................................................ 11 Hubungan antara kekuatan-kekuatan eksternal utama dengan organisasi .... 14 Pola aliran material dalam SCM .................................................................. 17 Kerangka pemikiran kajian .......................................................................... 22 Sistem rantai pasok produk hortikultura ....................................................... 23 Matriks IE ..................................................................................................... 29 Unsur dalam perancangan keputusan ......................................................... 33 Identifikasi Stuktur rantai pasok sayuran di Kecamatan Pangalengan.......... 43 Aliran barang dan uang ................................................................................. 46 Beberapa model rantai tataniaga produk agro di Kabupaten Bandung ..........47 Pemetaan pasar komoditas agro dibeberapa kota di Indonesia ......................47 Truk pengangkut pupuk dan sayuran .............................................................56 Pengangkutan sayuran dengan mobil bak ......................................................56 Analisis matriks IE Poktan di Pangalengan ................................................. 66 Struktur hirarki AHP ..................................................................................... 76
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman 1. Identitas anggota Poktan ................................................................................ 90 2. Identifikasi pemasok bibit sayuran .................................................................. 92 3. Identifikasi petani sayuran ............................................................................. 94 4. Identifikasi pedagang/pengumpul sayuran .................................................. 100 5. Konsumen sayuran organik ............................................................................102 6. Kuesioner penentuan rating dan bobot matriks IFE dan EFE ........................106 7. Matriks perbandingan berpasangan faktor internal....................................... 113 8. Matriks perbandingan berpasangan faktor eksternal.......................................118 9 Kuesioner AHP............................................................................................. 123 10. Hasil pengolahan data dengan AHP ..............................................................132 11. Foto aktivitas petani dan kondisi alam di Pangalengan ................................140
I. PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat diperlukan bagi keberlangsungan
kehidupan masyarakat Indonesia. Potensi pertanian di Indonesia tersebar secara merata di seluruh daerah. Komoditas hortikultura seperti sayur-sayuran mempunyai peranan yang sangat penting dalam peningkatan gizi masyarakat. Selain sebagai sumber pendapatan bagi petani, komoditas sayur-sayuran juga penting dalam perekonomian sebagai penghasil devisa bagi negara (Winarno, Seta dan Surono, 2002). Populasi Indonesia diperkirakan meningkat rata-rata 1,3% per tahun dan akan mencapai penduduk sekitar 250 juta jiwa pada tahun 2015 (Proyek Penelitian Sayuran Indonesia, 2009). Saat ini konsumsi sayuran per kapita warga Indonesia hanya 40,6 kg per tahun. Sementara rekomendasi dari Food and Agriculture Organization (FAO) konsumsi sayuran per kapita adalah 73 kg per tahun (Nuryati, 2012). Hal ini membuat Indonesia menjadi pasar yang sangat besar untuk produk sayuran segar maupun olahan. Tabel 1. Volume ekspor komoditas sayuran nasional No.
Volume Ekspor (Kg)
Komoditas
2009
2010
2011*)
1.
Kentang
6.900.218
7.041.480
4.878.039
2.
Tomat
1.543.806
1.597.780
2.152.938
3.
Bawang Merah
12.821.570
3.233.877
6.291.548
4.
Bawang Putih
186.797
284.078
182.510
5.
Kubis / Kol
41.917.371
31.941.412
18.036.129
6.
Kembang Kol
2.150.735
70.908
46.382
7.
Jamur
15.272.001
9.609.118
5.525.704
8.
Ketimun
684.324
887.353
83.880
9.
Terung
703.880
948.913
1.003.403
10.
Wortel
1.703
5.473
28.666
11.
Bawang Daun
148.041
6.099
18.297
12.
Kacang Merah
323.275
14.812
6.642
13.
Buncis
1.314.946
210.774
103.747
14.
Bayam
253.611
492.793
759.500
15.
Cabe
7.017.193
9.308.662
5.965.582
16.
Sayuran lainnya
106.562.453
75.735.008
51.784.088
197.801.924
141.390.550
96.869.066
Total Sayuran
Sumber : Pusdatin dan BPS diolah, *) angka sementara.
Produksi sayuran nasional tahun 2010 mencapai 10.708.719 ton. Selain untuk konsumsi nasional, komoditas sayur-sayuran Indonesia telah diekspor ke berbagai negara. Hal ini seperti dapat dilihat pada Tabel 1 volume ekspor komoditas sayuran nasional. Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian di Indonesia telah memprakarsai program “ Go Organic 2010 “ untuk meningkatkan mutu hidup masyarakat dan kelestarian lingkungan alam Indonesia, dengan mendorong berkembangnya pertanian organik yang berdaya saing dan berkelanjutan. MISI yang diemban dalam program Go Organik 2010 adalah : “ Meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan kelestarian lingkungan alam Indonesia, dengan mendorong berkembangnya pertanian organik yang berdaya saing dan berkelanjutan ”. Sedangkan goal yang ingin dicapai dalam program Go Organik 2010 adalah : “Mewujudkan Indonesia sebagai salah satu produsen dan pengekspor pangan organik utama di dunia pada tahun 2010 ”. Menurut Aliansi Organik Indonesia atau AOI (2009), pada tahun 2009 luas total areal pertanian organik di Indonesia adalah 231.697 ha (Tabel 2). Dalam angka ini termasuk luas areal yang sudah sertifikasi pertanian organik (organik dan konversi), dalam proses sertifikasi, penjaminan sertifikasi oleh AOI dan tanpa sertifikasi. Tabel 2. Luas areal pertanian organik di Indonesia 2009 No.
Jenis Pertanian Organik
1.
Bersertifikat
2.
Dalam proses setifikasi (konversi)
3.
Penjaminan sertifikasi oleh AOI
4.
Tanpa sertifikasi Total
Luas (ha) 97.352 132.765 16 1.564 231.697
Sumber: BPS, 2011a Luas areal pertanian organik yang sedang dalam proses sertifikasi meliputi 57% mendominasi luas areal pertanian organik di Indonesia pada tahun 2009, diikuti oleh areal bersertifikat, tanpa sertifikat, dan penjaminan sertifikasi oleh AOI. Luas areal pertanian organik untuk sertifikasi yang sedang dalam proses memang cukup tinggi tetapi akan menurun setelah sertifikasi. Penurunan ini disebabkan karena beberapa areal tidak lulus standar sertifikasi.
Adanya kebijakan pemerintah mengenai program Go Organik 2010 tersebut maka sudah sewajarnya, jika pertanian di Indonesia mulai melirik adanya tanaman pangan organik. Hal ini merupakan peluang bagi para petani di Indonesia, khususnya daerah Jawa Barat sebagai salah satu daerah sentra produksi sayuran untuk mengubah pola budidaya konvensional ke pertanian organik yang bermutu guna meningkatkan pendapatan dan memenuhi peluang pasar nasional, maupun internasional yang memerlukan perubahan sistem produksi dan kelembagaan rantai pasokannya. Tabel 3. Sentra produksi sayuran unggulan di Kabupaten Bandung No.
Komoditas Unggulan
1
Kentang
2
Kubis
3
Tomat
4
Sawi
5
Bawang Merah
6
Cabe
7
Buncis
8
Mentimun
9
Brokoli
10
Sosin
Kecamatan (sentra utama) Pangalengan Kertasari Cimenyan Pangalengan Kertasari Cicalengka Pangalengan Pasir Jambu Cicalengka Pangalengan Cilengkrang Cimaung Pangalengan Pacet Ciparay Pangalengan Cicalengka Cimaung Pangalengan Kutawaringin Pasir Jambu Nagreg Ibun Pangalengan Pangalengan Ciwidey Cilengkrang Majalaya Cangkuang Cimaung
Produksi (Ton) 270.199,4 17.470,9 1.209,1 52.753,1 13.662,8 948,3 51.512,0 5.889,0 2.416,8 31.574,7 558,0 526,8 11.648,0 1.283,4 1.246,4 8.594,1 507,9 458,2 7.683,9 1.275,4 581,9 7.000,0 4.510,0 2.583,8 4.707,0 2.376,0 36,5 1.411,1 1.287,8 255,2
Luas Areal (Ha) 3.584 758 76 2.403 550 40 1.105 82 45 1.643 31 29 1.021 92 120 413 33 58 372 16 39 400 201 96 251 108 2 213 131 46
Sumber: BPS, 2011a (data diolah). Permintaan sayuran organik yang berasal dari daerah Jawa Barat khususnya kabupaten Bandung mengalami peningkatan sampai 26% per tahun (Admin, 2012). Hal tersebut terkait dengan makin meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap mutu produk dan kesehatan. Komoditas sayuran sebanyak 50% di jual ke pasar Jakarta dan sekitarnya, 25% di jual ke pasar kota Bandung dan sisanya ke pasar tradisional di beberapa daerah (Bapeda Kab. Bandung,
2010). Sentra produksi sayuran unggulan di Kabupaten Bandung seperti terlihat pada Tabel 3. Salah satu upaya untuk memperbaiki sistem ketahanan pangan adalah mendesain sistem industrialisasi pertanian pangan yang mampu menghasilkan produk pangan dengan nilai tambah tinggi bagi petani, menjamin kelancaran pasokan pangan, terkendali tingginya mutu dan terjaminnya keamanan produk pangan serta terjangkaunya harga produk pangan oleh masyarakat. Hal ini dapat dilakukan melalui pengembangan strategi pengelolaan rantai pasokan (supply chain management) yang mengintegrasikan para pelaku dari semua segmen rantai pasokan baik secara vertikal maupun horizontal (Apriantono, 2005). Sistem pertanian industri dicirikan oleh usaha pertanian bernilai tambah tinggi dan terintegrasi dalam satu rantai pasokan (supply chain) berdasarkan relasi kemitraan sinergis dan adil dengan bertumpu pada sumberdaya nasional, kearifan lokal, serta ilmu pengetahuan dan teknologi berwawasan lingkungan. Sistem pertanian industrial adalah sosok pertanian ideal yang merupakan keharusan agar usaha pertanian dapat bertahan hidup dan tumbuh berkembang secara berkelanjutan dalam tatanan lingkungan persaingan global yang makin ketat (Badan Ketahanan Pangan, 2007). Manajemen rantai pasok produk pertanian berbeda dengan manajemen rantai pasok produk manufaktur lainnya karena produk pertanian secara umum mempunyai karakteristik (Yandra dalam Setiawan, 2009), yaitu (a) produk mudah rusak, (b) budidaya dan pemanenan sangat tergantung iklim dan musim, (c) mutu bervariasi dan (d) bersifat kamba, beberapa produk sangat sulit diangkut dan dikelola sebab ukuran dan kompleksitas dari produk. Keempat (4) faktor ini sangat perlu dipertimbangkan dalam merancang dan menganalisis manajemen rantai pasok (supply chain management).
1.2 Perumusan Masalah 1. Faktor-faktor internal dan eksternal apakah yang memengaruhi manajemen rantai pasok sayuran organik di Pangalengan ? 2. Bagaimana peranan para pelaku rantai pasok sayuran di Pangalengan ? 3. Apakah rantai pasok sayuran konvensional yang sudah ada di Pangelangan saat ini dapat diterapkan untuk pengembangan rantai pasok sayuran organik ? 4. Bagaimana menyusun strategi rantai pasok yang sesuai untuk sayuran organik bernilai tambah tinggi berbasis petani di Pangalengan ?
1.3 Tujuan 1. Mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang memengaruhi manajemen rantai pasok sayuran organik di Pangalengan 2. Mengidentifikasi peranan para pelaku rantai pasok sayuran di Pangalengan 3. Menyusun strategi rantai pasok yang sesuai untuk sayuran organik bernilai tambah tinggi berbasis petani di Pangalengan
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pertanian Organik
2.1.1. Pengertian Keamanan pangan (food safety) menjadi isu sensitif dalam industri pangan. Berbagai kasus keracunan pangan yang terjadi berasal dari kontaminasi bahan kimia dan mikrobiologi menyebabkan konsumen menyeleksi produk makanan apa yang akan dikonsumsi. Keamanan pangan dan produk pangan yang segar, serta alami menjadi tuntutan konsumen, sehingga mendorong gaya hidup sehat dengan tema global “Kembali ke Alam” (Back to Nature), dimana masyarakat menginginkan makanan yang benar-benar serba alami, bebas dari zat kimia, pestisida, hormon dan pupuk kimia. Pangan organik dianggap memenuhi persyaratan tersebut, sehingga permintaan dan peluang pemasarannya meningkat (Winarno, Seta dan Surono, 2002). Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia termasuk bahan tambahan, bahan baku pangan dan bahan lain yang dipergunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman (BSN, 2002). Sedangkan organik adalah istilah pelabelan yang menyatakan bahwa suatu produk telah diproduksi sesuai dengan standar produksi organik dan disertifikasi oleh otoritas atau lembaga sertifikasi resmi. Pangan organik adalah pangan yang berasal dari suatu sistem pertanian organik yang menerapkan praktek-praktek manajemen dengan tujuan memelihara ekosistem
untuk
mencapai
produktivitas
berkelanjutan,
dan
melakukan
pengendalian gulma, hama dan penyakit, melalui berbagai cara seperti daur ulang residu tumbuhan dan ternak, seleksi dan pergiliran tanaman, manajemen pengairan, pengolahan lahan dan penanaman, serta penggunaan bahan-bahan hayati (BSN, 2002). Pangan organik pangan/produk bebas bahan sintetis (pestisida dan pupuk kimia), tidak menggunakan bibit hasil rekayasa genetika (Genetically Modified Organism atau GMO) dan teknologi iradiasi untuk tujuan pengawetan produk.
Menurut AOI (2009), Pertanian Organik (PO) merupakan pertanian yang selaras dengan alam, menghayati dan menghargai prinsip-prinsip yang bekerja di alam yang telah menghidupi segala makhluk hidup berjuta-juta tahun lamanya. PO
merupakan
proses
budidaya
pertanian
yang
menyelaraskan
pada
keseimbangan ekologi, keanekaragaman varietas, serta keharmonian dengan iklim dan lingkungan sekitar. Dalam prakteknya, budidaya PO menggunakan semaksimal mungkin bahan-bahan alami yang terdapat di alam sekitarnya, dan tidak menggunakan asupan agrokimia (bahan kimia sintetis untuk pertanian). Lebih jauh, karena PO berusaha meniru alam, maka pemakaian benih atau asupan yang mengandung bahan-bahan yang mengandung hasil rekayasa genetika GMO juga dihindari. 2.1.2
Standar Sistem Pangan Organik Menurut BSN (2002), perkembangan perumusan standar yang mencakup
sistem pangan organik untuk produksi, pemrosesan, pelabelan dan pemasarannya begitu pesat kemajuannya, sebagai konsekuensi dari perubahan yang cepat dalam pengelolaan kegiatan memproduksi, memproses, melabel dan memasarkan pangan organik di dunia. Badan Standardisasi Nasional (BSN) melalui Panitia Teknik Perumusan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang ada di Departemen Pertanian segera mempersiapkan sistem pangan organik. Organisasi panitia teknik tersebut dibentuk oleh Departemen Pertanian yang beranggotakan wakil dari instansi teknis, produsen, konsumen, asosiasi, lembaga konsultan dan perguruan tinggi. SNI sistem pangan organik disusun dengan mengadopsi seluruh materi dalam dokumen standar CAC/GL 32–1999, Guidelines for the production, processing, labeling and marketing of organically produced foods dan memodifikasi sesuai dengan kondisi di Indonesia ke dalam bahasa Indonesia. Meskipun standar ini merupakan adopsi pedoman (guidelines) internasional, namun dalam penyusunannya tetap mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dalam : a. Pedoman BSN Nomor 8-2000, Penulisan Standar Nasional Indonesia. b. Pedoman BSN Nomor 9-2000, Perumusan Standar Nasional Indonesia. Hal ini berarti, standar ini dirumuskan melalui mekanisme rapat konsensus yang diselenggarakan pada tanggal 8 Juli 2002 di Jakarta yang dihadiri oleh wakil
dari instansi pemerintah, produsen, konsumen dan cendekia yang berkaitan dengan materi standar ini. Mengingat standar ini merupakan adopsi langsung dari naskah bahasa Inggris dan terjadi masalah dalam menginterpretasikannya. Apabila timbul masalah, maka penyelesaiannya lebih dahulu memperhatikan naskah aslinya yang berbahasa Inggris. Berikut ini diuraikan prakata yang menjelaskan disusunnya CAC/GL 32–2001 yang diadopsi langsung dari pedoman internasional di atas. SNI ini disusun dengan maksud untuk menyediakan sebuah ketentuan tentang persyaratan produksi, pelabelan dan pengakuan (claim) terhadap produk pangan organik yang dapat disetujui bersama (BSN, 2002). Tujuan standar ini adalah Standar Nasional Indonesia SNI 01-6729-2002 : a.
Untuk melindungi konsumen dari manipulasi atau penipuan bahan tanaman/benih/bibit ternak dan produk pangan organik di pasar.
b.
Untuk
melindungi
produsen pangan
organik
dari penipuan bahan
tanaman/benih/bibit ternak produk pertanian lain yang diaku sebagai produk organik. c. Untuk memberikan pedoman dan acuan kepada pedagang/pengecer bahan tanaman/benih/bibit ternak dan produk pangan organik dari produsen kepada konsumen. d.
Untuk memberikan jaminan bahwa seluruh tahapan produksi, penyiapan, penyimpanan, pengangkutan dan pemasaran dapat diperiksa dan sesuai dengan standar ini.
e.
Untuk harmonisasi dalam pengaturan sistem produksi, sertifikasi, identifikasi dan pelabelan produk pangan organik.
f.
Untuk menyediakan standar pangan organik yang diakui secara nasional dan juga
berlaku
mengembangkan
untuk
tujuan
sistem
ekspor
pertanian
dan
organik
untuk di
memelihara Indonesia
serta
sehingga
menyumbang terhadap pelestarian ekologi lokal dan global. Standar ini merupakan tahapan pertama untuk harmonisasi nasional yang resmi tentang persyaratan produk organik yang menyangkut standar produksi dan pemasaran, pengaturan inspeksi dan persyaratan pelabelan. Standar ini menetapkan prinsip-prinsip produksi organik di lahan pertanian, penyiapan, penyimpanan, pengangkutan, pelabelan dan pemasaran, serta menyediakan
ketetapan tentang bahan-bahan masukan yang diperbolehkan untuk penyuburan dan pemeliharaan tanah, pengendalian hama dan penyakit, serta bahan aditif dan bahan pembantu pengolahan pangan. Untuk keperluan pelabelan, penggunaan peristilahan yang menunjukkan bahwa cara produksi organik telah digunakan, hanya terbatas pada produk-produk yang dihasilkan oleh operator yang telah mendapat supervisi dari otoritas, atau lembaga sertifikasi (SNI, 2002). Pertanian organik merupakan salah satu dari sekian banyak cara yang dapat mendukung lingkungan. Sistem produksi organik didasarkan pada standar produksi spesifik dan tepat yang bertujuan pada pencapaian agroekosistem optimal yang berkelanjutan baik secara sosial, ekologi maupun ekonomi. Penggunaan perisitilahan seperti “biologis” dan “ekologis” dilakukan untuk mendeskripsikan sistem organik agar lebih jelas. Persyaratan untuk pangan yang diproduksi secara organik berbeda dengan produk pertanian yang lain, dimana prosedur produksinya SNI 01-6729-2002 merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari identifikasi dan pelabelan, serta pengakuan dari produk tersebut (SNI, 2002). 2.1.3 Good Agriculture Practice Good Agricultural Practice (GAP) merupakan panduan budidaya yang benar dalam memadukan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) selama proses produksinya. Produk segar yang dihasilkan melalui proses penerapan GAP diharapkan aman dikonsumsi, bermutu, berdaya saing dan ramah lingkungan. Perwujudan penerapan GAP dinyatakan dengan penerbitan nomor register lahan usaha yang diberikan melalui kegiatan penilaian lahan usaha, yang selanjutnya dapat ditindaklanjuti dengan pelaksanaan sertifikasi produk oleh lembaga sertifikasi terakreditasi yang berwenang atau ditunjuk (Ferdian, 2012). Registrasi lahan usaha sayuran dan tanaman obat merupakan tahap lanjutan dari Permentan No. 48 Permentan/OT.140/10/2009 untuk Penerapan GAP dalam melakukan aktivitas budidaya. Registrasi lahan usaha diberikan kepada petani atau pelaku usaha yang telah menerapkan GAP dan sekaligus sebagai pengakuan atas keberhasilan dan upayanya dalam meningkatkan daya saing produk sayuran (Ferdian, 2012). Pada Gambar 1 dapat dilihat tahapan yang harus dilalui untuk mendapatkan sertifikasi GAP. Masing–masing tahapan
memiliki prosedur tersendiri yang harus dilengkapi untuk dapat melanjutkan atau melaju ke tahapan berikutnya. Penyuluh
Petani Pemohon
Pendaftaran Kepada Otoritas Kompeten
Tim Penilai GAP
Sertifikat GAP (selama 2 tahun)
Otoritas Kompeten menyusun rencana audit
Penyiapan Tim Audit sesuai permohonan petani
Manajemen dan pengawasan dokumen Penyusunan laporan hasil audit
Penyampaian rencana audit kepada petani
Pelaksanaan audit
Penyampaian hasil audit secara resmi
Pemantauan berkala dan penilaian kembali
Gambar 1. Tahapan sertifikasi GAP (Admin, 2012a) 2.1.4 Registrasi Lahan Registrasi lahan usaha sayuran adalah bentuk penghargaan yang diberikan kepada produsen buah dan sayur yang telah menerapkan prinsip-prinsip GAP, Standard Operating Procedur (SOP), Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dan telah melakukan pencatatan. Tujuan registrasi kebun atau lahan usaha adalah menyiapkan persyaratan sistem jaminan mutu, mempermudah proses umpan balik, mendorong percepatan akses pasar dan meningkatkan mutu, serta keamanan pangan (Ferdian, 2012). Syarat-syarat registrasi lahan usaha adalah : a.
Telah memahami dan menerapkan GAP.
b.
Telah memahami dan menerapkan prinsip-prinsip PHT.
c.
Telah memahami dan menerapkan SOP.
d.
Telah melakukan pencatatan atau pembukuan.
2.1.5 Sertifikasi Prima Sertifikasi Prima adalah sertifikasi yang diberikan oleh Otoritas Kompeten yang ditunjuk oleh Gubernur kepada produsen, atau kelompok produsen yang
telah memenuhi kriteria prima, sehingga produsen berhak atas pelabelan prima pada produk yang dihasilkan (Admin, 2012b). Sertifikasi Prima terdiri dari 3 (tiga) bagian, yaitu : a.
Prima 1 adalah peringkat penilaian yang diberikan terhadap pelaksanaan usaha tani, dimana produk yang dihasilkan aman dikonsumsi, bermutu baik dan cara produksinya ramah terhadap lingkungan.
b.
Prima 2 adalah peringkat penilaian yang diberikan terhadap pelaksanaan usaha tani dimana produk yang dihasilkan aman dikonsumsi dan bermutu baik.
c.
Prima 3 adalah peringkat penilaian yang diberikan terhadap pelaksanaan usaha tani dimana produk yang dihasilkan aman dikonsumsi. Prima 3.
Prima 2.
Prima 1.
Gambar 2. Bentuk label jaminanan pada produk 2.1.6
Jenis Pangan Organik dan Pola Pemasaran Produk pangan organik merupakan produk pangan segar (sayuran dan
buah-buahan), setengah jadi atau pangan jadi (pangan olahan), yang dihasilkan dari budidaya PO. Semua tanaman dapat menghasilkan produk organik apabila diproses secara organik. Saat ini dipasaran beredar berbagai produk organik, bukan hanya beras, sayur dan buah organik, namun juga daging, ayam, telur kampung, susu organik, makanan ringan, dan lain-lain. Produk organik yang dipasarkan saat ini sebagian besar adalah produk segar (95%) dan sisanya adalah produk olahan seperti kecap organik, tahu organik (5%) dan lainnya (Winarno, Seta dan Surono, 2002). Pangan organik saat ini dapat ditemukan di berbagai lokasi, yaitu (Winarno, Seta dan Surono, 2002) : a.
Kebun rumah
b.
Kelompok tani pertanian organik
c.
Toko dan supermarket
d.
Komunitas konsumen organik Pangan organik dipasarkan dibeberapa tempat dengan cara, seperti :
a.
Outlet Produsen
: - Dikebun (farm). Outlet cara ini adalah
basis produksi -
Di rumah produsen. Outlet cara ini
b.
basisnya konsumen. Delivery Order (DO)
c.
Supermarket/Outlet bersama : Cakupan wilayah dan konsumen luas,
: Wilayah konsumen dan minimum order
namun ada standar khusus. Salah satu masalah penting dalam pemasaran produk organik adalah masalah mutu produk organik yang belum bisa memenuhi permintaan pasar. Hal ini mengakibatkan produk organik yang dihasilkan oleh petani dipandang tidak memiliki kepastian mutu organik yang dapat diterima oleh pasar. Saat ini konsumen semakin sadar akan mutu produk organik dan menginginkan petani dapat menunjukkan integritas keorganikan produk yang dihasilkan. Salah satu cara untuk menunjukkan bukti integritas keorganikan produk adalah dengan sertifikasi (Palupi, 2010). Sertifikasi merupakan satu cara untuk menjamin bahwa produk dapat dinyatakan organik apabila diproduksi mengikuti prinsip-prinsip produksi pertanian dan pangan secara organik. Sertifikasi ini ditujukan tidak hanya melindungi konsumen tetapi juga produsen dan pedagang dari kesalahan atau pemalsuan label. Sertifikasi juga merupakan alat pemasaran untuk penetrasi pasar dan untuk mendapatkan harga premium, serta transparansi dalam informasi produksi pangan organik (BSN, 2002). Selama ini penjaminan yang dilakukan petani adalah sistem penjaminan pertama dan kedua yang sangat mengandalkan kepercayaan dari konsumen. Konsumen dapat melihat ke lahan petani bagaimana proses budidaya dilaksanakan untuk mengetahui jaminan keorganikan produk. Menurut Winarno (2010) terdapat berbagai cara yang dapat dilakukan oleh produsen pangan organik untuk memberikan jaminan terhadap produk organik yang dihasilkannya, yaitu : a.
Self-Claim (First Party Certification)
Kebanyakan pemasaran pangan organik yang dilakukan oleh produsen di Indonesia dimulai dengan pola penjaminan self claim (pernyataan diri) mengenai status organik produk yang dihasilkannya. Penjaminan seperti ini memiliki keterbatasan dalam menumbuhkan tingkat kepercayaan konsumen dan keluasan distribusi produk. b.
Second Party Certification Bila pembeli, pemilik toko atau perusahaan perdagangan melakukan
perjanjian dengan petani organik untuk memasarkan produk yang dihasilkannya dan menyatakan bahwa produk yang diperdagangkannya adalah produk organik, maka pola tersebut dinamakan second party certification. Secara prinsip pada pola ini ada pihak kedua yang memberikan jaminan bahwa produk yang diperdagangkan adalah produk organik. Hubungan yang dibentuk dalam pola ini berlandaskan prinsip ekonomi untuk meningkatkan nilai tambah dan perluasan distribusi. c.
Third party Certification Third party certification adalah pola sertifikasi yang dilakukan pihak
ketiga berupa lembaga yang memiliki kewenangan untuk melakukan sertifikasi pangan organik. Proses sertifikasi yang dilakukan sudah terstandardisasi dan pihak produsen harus menyiapkan sejumlah dokumen pendukung untuk proses tersebut. Produk yang telah disertifikasi berhak mencantumkan logo/label organik dikemasannya. Saat ini lembaga sertifikasi internasional yang beroperasi di Indonesia ada 7 (tujuh), yaitu Institute for Marketecology (IMO), Control Union, North American Securities Administrators Association (NASAA), Naturland, Ecocert, Global Offset and Countertrade Association (GOCA) dan Accountable Care Organization (ACO). Sedangkan lembaga sertifikasi nasional yang telah diakreditasi BSN, yaitu BIOCert (Bogor), Inofice (Bogor), Sucofindo (Jakarta), LeSOS (Seloliman), Mutu Agung Lestari (Depok), dan PT Persada (Yogyakarta). Pangan organik yang tersedia di pasaran saat ini sudah beragam jenisnya dari beras organik (Beras mentik wangi, Beras pandan wangi, Beras mentik susu, Beras merah dan lainnya), buah organik (Pisang, Alpokat, Apel malang, Pepaya dan lainnya), Susu Kambing organik, Kedelai hitam organik dan daging Ayam
kampung organik. Kelompok tani di Jawa Barat, selaku produsen sayuran organik tidak hanya memasarkan produknya, yaitu sayuran organik, tetapi juga memasarkan produk organik lainnya dan ini merupakan salah satu strategi pemasaran yang dipilih oleh kelompok tani tersebut dalam melayani dan memuaskan konsumennya. Dengan strategi yang ditempuh tersebut, kelompok tani sebagai produsen berusaha untuk memahami keragaman produsen, atau perilaku konsumen agar mampu memasarkan produknya dengan baik (Palupi, 2010). 2.2
Analisis Lingkungan Eksternal Tujuan dilakukannya analisis eksternal adalah untuk mengembangkan
sebuah daftar terbatas dari peluang yang dapat menguntungkan sebuah perusahaan dan berbagai ancaman yang harus dihindari. Peluang dan ancaman eksternal ini meliputi berbagai tren dan kejadian ekonomi, sosial, budaya, demografis, lingkungan hidup, politik, hukum, pemerintahan, teknologi dan kompetitif yang dapat secara nyata menguntungkan atau merugikan suatu organisasi di masa mendatang (David, 2010). Hubungan antara kekuatan-kekuatan eksternal utama dengan organisasi dapat dilihat di Gambar 3. Pada gambar tersebut dapat dilihat masukan dari kekuatan eksternal dan para profesi yang berperan dalam menciptakan keluaran suatu peluang, ataupun ancaman dalam suatu organisasi.
Kekuatan Ekonomi Kekuatan sosial, budaya,demografis dan lingkungan Kekuatan politik, pemerintahan dan hukum Kekuatan teknologi Kekuatan kompetitif
Pesaing Pemasok Distributor Kreditor Konsumen Karyawan Masyarakat Manajer Para pemangku kepentingan Serikat buruh Pemerintah Asosiasi dagang Kelompok kepentingan khusus Produk Jasa Pasar Lingkungan hidup
PELUANG DAN ANCAMAN SUATU ORGANISASI
Gambar 3. Hubungan antara Kekuatan-Kekuatan Eksternal Utama dengan Organisasi (David, 2010)
2.3
Analisis Lingkungan Internal Analisis
internal
adalah kegiatan
mengidentifikasi
kekuatan dan
kelemahan organisasi atau perusahaan dalam rangka memanfaatkan peluang dan mengatasi ancaman. Hal ini menjelaskan analisis internal sangat berkaitan erat dengan penilaian terhadap sumberdaya organisasi (Wheelen dan Hunger, 2010). Kekuatan dan kelemahan internal menurut David (2010) merupakan aktivitas terkontrol suatu organisasi yang mampu dijalankan dengan sangat baik atau
buruk.
Hal
tersebut
muncul
dalam
manajemen,
pemasaran,
keuangan/akuntansi, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan dan aktivitas sistem informasi manajemen (SIM) suatu bisnis. Faktor-faktor internal dapat ditentukan dengan sejumlah cara termasuk menghitung rasio, mengukur kinerja dan membandingkan dengan pencapaian masa lalu serta rataan industri. 2.4
Perumusan Strategi Teknik-teknik perumusan strategi yang penting menurut David (2010)
dapat diintegrasikan ke dalam kerangka pengambilan keputusan tiga (3) tahap yaitu : 1. Tahap Input Tahap ini terdiri dari : a. Matriks External Factor Evaluation (EFE). Matriks ini digunakan untuk mengetahui faktor-faktor eksternal yang menjadi peluang dan ancaman bagi perusahaan. b. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE). Matriks ini digunakan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan. 2. Tahap Pencocokan Tahap pencocokan dari kerangka perumusan strategi terdiri atas: a. Matriks Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats (SWOT) Matriks ini merupakan sebuah alat pencocokan yang penting yang membantu manajer mengembangkan empat (4) jenis strategi, yaitu (1) Strategi SO (Strengths-Opportunities) memanfaatkan kekuatan internal perusahaan untuk menarik keuntungan dari peluang eksternal, (2) Strategi WO (WeaknessesOpportunities) bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan cara mengambil keuntungan dari peluang eksternal, (3) Strategi ST (Strengths-Threats)
menggunakan kekuatan sebuah perusahaan untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal, serta (4) Strategi WT (Weaknesses-Threats) merupakan taktik defensif yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal. b. Matriks Internal-External (IE) Matriks ini memposisikan berbagai divisi suatu organisasi dalam tampilan sembilan (9) sel yang didasarkan pada dua (2) dimensi kunci : skor bobot IFE total pada sumbu X dan skor bobot EFE total pada sumbu Y. Matriks IE dapat dibagi menjadi tiga (3) bagian besar yang mempunyai implikasi strategi berbeda-beda: (1) Divisi-divisi yang masuk dalam sel I, II, atau IV dapat digambarkan sebagai tumbuh dan membangun (grow and build); (2) Divisi-divisi yang masuk ke dalam sel III, V, atau VII dapat ditangani dengan baik melalui strategi menjaga dan mempertahankan (hold and maintain); (3) Divisi yang masuk ke dalam sel VI, VIII, atau IX adalah panen atau divestasi (harvest or divest). 3.
Tahap Keputusan Tahap ini hanya melibatkan satu teknik saja, yaitu Analytical Hierarchy
Proces (AHP). 2.5
Sistem Manajemen Rantai Pasok Pertanian
2.5.1 Rantai Pasok Pertanian Menurut Van der Vorst dalam Setiawan (2009), rantai pasok lebih ditekankan pada seri aliran bahan dan informasi, sedangkan manajemen rantai pasok menekankan pada upaya memadukan kumpulan rantai pasok. Pada tingkat agroindustri, manajemen rantai pasok memberikan perhatian pada pasokan, persediaan dan transportasi pendistribusian. Hal ini sejalan dengan yang dinyatakan oleh Marimin dan Maghfiroh (2010), bahwa manajemen rantai pasok SCM produk pertanian mewakili manajemen keseluruhan proses produksi secara keseluruhan dari kegiatan pengolahan, distribusi, pemasaran, hingga produk yang diinginkan sampai ke tangan konsumen. Oleh karena itu, dapat didefinisikan sebagai satu kesatuan sistem pemasaran terpadu, yang mencakup keterpaduan produk dan pelaku, guna memberikan kepuasan pada pelanggan. Konsep rantai pasok (supply chain) merupakan konsep baru dalam menerapkan sistem logistik yang terintegrasi. Konsep tersebut merupakan mata
rantai penyediaan barang dari bahan baku sampai barang jadi (Indrajit dan Djokopranoto, 2002). Jadi, sistem manajemen rantai pasok dapat didefinisikan sebagai satu kesatuan sistem pemasaran terpadu, yang mencakup keterpaduan produk dan pelaku, guna memberikan kepuasan pada pelanggan. Manajemen rantai pasok produk pertanian berbeda dengan manajemen rantai pasok produk manufaktur karena (1) produk pertanian bersifat mudah rusak; (2) proses penanaman, pertumbuhan pemanenan tergantung pada iklim dan musim; (3) hasil panen memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi; (4) produk pertanian bersifat kamba sehingga sulit untuk ditanggani (Brown, 1994). Seluruh faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam desain manajemen rantai pasok produk pertanian karena kondisi rantai pasok produk pertanian lebih kompleks daripada rantai pasok pada umumnya. S U P P L I E R Physical Supply
MANUFACTUR
Manufacturing Planning and Control
DISTRIBUTION SYSTEM
C U S T O M E R
Physical Distribution
DOMINATION FLOW OF PRODUCT AND SERVICES
DOMINANTION FLOW OF DEMAND AND DESIGN INFORMATION
Gambar 4. Pola aliran material dalam SCM (Marimin dan Maghfiroh, 2010) Berdasarkan konsep supply chain terdapat tiga (3) tahapan dalam aliran material. Bahan mentah didistribusikan ke manufaktur membentuk suatu sistem physical supply, manufaktur mengolah bahan mentah dan produk jadi didistribusikan kepada konsumen akhir membentuk sistem physical distribution.
Aliran material tersebut dapat dilihat pada Gambar 4 (Arnold dan Chapman, 2004). Pola aliran material pada Gambar 4 menunjukkan bahwa bahan mentah didistribusikan kepada supplier dan manufacture yang melakukan pengolahan, sehingga menjadi barang jadi yang siap didistribusikan kepada customer melalui distributor. Aliran produk terjadi mulai dari supplier hingga ke konsumen, sedangkan arus balik aliran ini adalah aliran permintaan dan informasi. Permintaan dari customer diterjemahkan oleh distributor dan distributor menyampaikan pada manufacture, selanjutnya manufacture menyalurkan informasi tersebut pada supplier. 2.5.2 Struktur Rantai Pasok SCM
merupakan
serangkaian
pendekatan
yang
diterapkan
untuk
mengintegrasikan pemasok, pengusaha, gudang dan tempat penyimpanan lainnya secara efisien. Produk dihasilkan dapat didistribusikan dengan kuantitas, tempat dan waktu yang tepat untuk memperkecil biaya, serta memuaskan pelanggan. SCM bertujuan untuk membuat seluruh sistem menjadi efisien dan efektif, minimalisasi biaya dari transportasi, dan distribusi sampai investori bahan baku, bahan dalam proses, serta barang jadi. Ada beberapa pemain utama yang memiliki kepentingan dalam SCM, yaitu pemasok (supplier), pengolah (manufacturer), pendistribusi (distributor), pengecer (retailer) dan pelanggan (customer) (David et al. dalam Indrajit dan Djokopranoto, 2002). Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2002), hubungan organisasi dalam rantai pasok adalah : a. Rantai 1 adalah Supplier merupakan sumber penyedia bahan pertama dimana mata rantai penyaluran barang akan dimulai. b. Rantai 1-2 adalah SupplierManufacturer. Manufaktur yang melakukan pekerjaan membuat, mempabrikasi, merangkai, mengonversikan, ataupun menyelesaikan barang. c. Rantai 1-2-3 adalah SupplierManufacturerDistributor. Barang yang sudah jadi dari manufaktur disalurkan kepada pelanggan.
d. Rantai 1-2-3-4 adalah SupplierManufacturerDistributorRetail. Pedagang besar biasanya mempunyai fasilitas gedung sendiri, atau menyewa dari pabrik lain. e. Rantai1-2-3-4-5 adalah SupplierManufacturerDistributorRetailPelanggan. Pengecer menawarkan barangnya kepada pelanggan, atau pembeli. 2.5.3 Mekanisme Rantai Pasok Mekanisme rantai pasok produk pertanian secara alami dibentuk oleh para pelaku rantai pasok itu sendiri. Mekanisme ini dapat bersifat tradisional ataupun modern. Mekanisme tradisional adalah petani menjual produknya langsung ke pasar atau lewat tengkulak dan tengkulak yang akan menjualnya ke pasar tradisional dan pasar swalayan. Sedangkan mekanisme rantai pasok modern terbentuk oleh beberapa hal, antara lain mengatasi kelemahan karakteristik dari produk pertanian, meningkatkan kesejahteraan petani dari sisi ekonomi dan sosial, meningkatkan permintaan kebutuhan pelanggan akan produk mutu, dan memperluas pangsa pasar yang ada (Marimin dan Maghfiroh, 2010). Menurut Jaffee et al (2008) rantai pasok pertanian modern adalah jaringan yang biasanya mendukung tiga (3) aliran utama yaitu (1) arus produk fisik, yang merupakan gerakan produk fisik dari pemasok input ke produsen untuk pembeli kepada konsumen akhir; (2) arus keuangan, berupa syarat-syarat kredit dan pinjaman, jadwal pembayaran dan pelunasan, tabungan, serta pengaturan asuransi; (3) arus informasi, berupa koordinasi produk fisik dan arus keuangan. 2.5.4 Kelembagaan Rantai Pasok Menurut Marimin dan Maghfiroh (2010) kelembagaan rantai pasok adalah hubungan manajemen atau sistem kerja yang sistematis dan saling mendukung di antara beberapa lembaga kemitraan rantai pasok suatu komoditas. Bentuk-bentuk kelembagaan rantai pasok mengalami keragaman dengan keberadaan pasar tradisional dan modern seperti mini market, supermarket, hypermarket, dan departemen store dan keberadaan konsumen institusional seperti hotel, restoran, rumah sakit dan keberadaan industri pengolahan. Pola kelembagaan kemitraan rantai pasok adalah hubungan kerja diantara beberapa pelaku rantai pasok yang menggunakan mekanisme perjanjian, atau
kontrak tertulis dalam jangka waktu tertentu. Secara umum, pola kemitraan rantai pasok pertanian yang dilakukan petani, antara lain kemitraan petani dengan Koperasi Unit Desa (KUD), atau asosiasi tani dan petani dengan manufaktur, atau pengolah. Keberhasilan kelembagaan rantai pasok pertanian tergantung bagaimana pelaku menerapkan kunci sukses. Kunci sukses tersebut adalah (Marimin dan Maghfiroh, 2010) : a. Trust Building Kepercayaan diantara anggota rantai pasokan mampu mendukung kelancaran aktivitas rantai pasokan, seperti kelancaran transaksi penjualan, distribusi produk dan distribusi informasi pasar. b. Koordinasi dan Kerjasama Hal ini dilakukan guna mewujudkan kelancaran rantai pasokan, ketepatan pasokan mulai dari produsen hingga retail dan tercapainya tujuan rantai pasokan. c. Kemudahan Akses Pembiayaan Akses pembiayaan yang mudah, disertai dengan bentuk administratif yang tidak rumit akan memudahkan anggota dalam rantai pasokan mengembangkan usahanya. d. Dukungan Pemerintah Peran pemerintah sebagai fasilitator, regulator dan motivator sangat penting dalam mewujudkan iklim usaha yang kondusif dan struktur rantai pasokan yang mapan. 2.6
Proses Hirarki Analitik Analytical Hierarchy Proces (AHP) pertama kali dikembangkan oleh Dr.
Thomas L. Pada tahun 1970-an untuk mengorganisir informasi dan pendapat ahli (judgement) dalam memilih alternatif yang paling disukai (Marimin dan Maghfiroh, 2010). Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi sebuah bagianbagian dan tertata dalam suatu hirarki. Persoalan dalam keputusan AHP dikonstruksikan sebagai diagram bertingkat (hirarki). Dimulai dengan goal sasaran lalu kriteria level pertama, subkriteria, dan akhirnya alternatif. Terdapat tiga (3) prinsip dalam memecahkan
persoalan dengan analisis logis eksplisit, yaitu penyusunan hirarki, penetapan prioritas dan konsistensi logis (Marimin dan Maghfiroh, 2010) : 1. Penyusunan Hirarki Penyusunan dilakukan dengan mengidentifikasi pengetahuan, atau informasi yang sedang diamati. Dimulai dari permasalahan kompleks yang diuraikan menjadi unsur pokoknya, unsur pokok ini diuraikan lagi ke dalam bagianbagiannya lagi secara hirarki. 2. Penentuan Prioritas Setiap level hirarki perlu dilakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparisons) untuk menentukan prioritas. Sepasang unsur dibandingkan berdasarkan kriteria tertentu dan menimbang intensitas preferensi antar unsur. Dalam konteks ini, unsur yang pada tingkat yang tinggi tersebut berfungsi sebagai suatu kriteria disebut sifat (property). 3. Konsistensi Logis Semua unsur dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis. AHP mengukur konsistensi menyeluruh dari berbagai pertimbangan melalui suatu rasio konsistensi. Nilai rasio konsistensi harus 10% atau kurang. Jika lebih dari 10%, maka penilaiannya masih acak dan perlu diperbaiki.
III. METODE KAJIAN 3.1
Kerangka Pemikiran Kajian Kajian konsep strategi pengembangan manajemen rantai pasok sayuran
organik bernilai tambah tinggi di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung merupakan bagian dari Riset Strategi Nasional “Pengembangan Pangan Organik yang Bernilai Tambah Tinggi Berbasis Petani” yang dibiayai oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan TinggiKementerian Pendidikan Nasional pada tahun anggaran 2012. Kerangka pemikiran kajian seperti terlihat pada Gambar 5. Sayuran Organik Bernilai Tambah Tinggi
Identifikasi Karakteristik Produk Sayuran Organik
Analisis Deskriptif Kondisi Lingkungan di Pangalengan
Identifikasi Para Pelaku Rantai Pasok
Faktor Internal (Matriks IFE)
Faktor Eksternal (Matriks EFE)
Perumusan Strategi Pengembangan SCM (SWOT)
Pemilihan Strategi Pengembangan SCM (AHP)
Strategi Pengembangan SCM
Gambar 5. Kerangka pemikiran kajian
Identifikasi faktor internal dan ekternal rantai pasok meliputi seluruh pelaku rantai pasok dari produsen/pemasok hingga pengguna/konsumen. Selain itu, identifikasi juga akan melibatkan pemerintahan setempat dan dinas pertanian pemerintah Kabupaten Bandung. Pemilihan strategi pengembangan rantai pasok sayuran organik akan melibatkan para ahli/pakar. Para ahli/pakar tersebut meliputipelaku rantai pasok sebagai perwakilan dari praktisi, salah satu ahli/pakar dari Kementerian Pertanian sebagai perwakilan dari pemerintah dan staf pengajar di Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai perwakilan dari akademisi. 3.2.
Lokasi dan Waktu Kajian Kegiatan akan dilakukan pada wilayah, atau penghasil produk sayuran,
yaitu daerah Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Tahapan awal yang dilakukan adalah mengidentifikasi karakteristik produk sayuran potensial sebagai produk sayuran organik. Selain itu, kajian ini akan melakukan identifikasi para pelaku rantai pasok sayuran di Pangalengan dan melakukan analisis secara deskriptif kondisi lingkungan di Kecamatan Pangalengan. Tahap berikutnya adalah menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal yang terkait dengan rantai pasok sayuran organik. Faktor-faktor ini dijabarkan melalui matriks IFE dan EFE, kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis SWOTuntuk mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dihadapi oleh petani, kelompok tani (Poktan) dan gabungan kelompok tani (Gapoktan) dalam menjalani usaha pemasaran sayuran organik.Tahap akhir adalah memberikan keputusan alternatif strategi yang merupakan hasil dari pemetaan dari SWOT dengan menggunakan AHP. Produk
Sendiri Mitra Tani
Pemrosesan
Penyimpanan persediaan
Pelanggan/pasar
Informasi
Mitra Beli
Gambar 6. Sistem rantai pasok produk hortikultura (Hadiguna, 2007) Keterangan : : Menuju : Feedback (Umpan balik)
Menurut Setiawan (2009), observasi terhadap supply chain yang ada dilakukan untuk mengidentifikasi sejumlah permasalahan yang sering muncul dalam SCM dan nilai tambah pada masing-masing pelaku rantai pasok sayuran. Komponen-komponen dari rantai pasok sayuran dataran tinggi terdiri dari pasokan yang berasal dari produksi internal, atau sendiri, mitra beli, atau mitra tani (Hadiguna, 2007), seperti termuat dalam Gambar 6. Penelitian akan dilakukan pada sentra penghasil produk sayuran organik di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Penelitian akan dilakukan selama enam (6) bulanyang dimulai dari bulan Juni hingga November 2012. 3.3
Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan teknik purposive sampling, yang
melibatkan tenaga ahli, petani dan masyarakat pengguna sayuran organik.Data yang digunakan adalah data primer dansekunder. Pengumpulan dilakukan melalui beberapa cara, yaitu : 1. Observasi lapangan Data diperoleh dari pengamatan langsung serta melakukan wawancara dengan
para pelaku
rantai pasok seperti
petani,
pedagang/pengumpul,
konsumen/masyarakat sekitar, serta lembaga formal dan non formal yang terkait dengan rantai pasok produksi dan pemasaran sayuran organik. Jumlah minimal orang yang menjadi contoh yang akan diwawancarai sebanyak tiga (3) orang dari masing-masing pelaku rantai pasok. 2. Opini Pakar Pengumpulan datadiperoleh berdasarkan kuesioner SWOT yang disusun sesuai dengan analisis yang telah dilakukan sebelumnya. Analisis AHP dilakukan terhadap beberapa pilihan strategi untuk mendapatkan hasil pilihan strategi, maka perlu mempertimbangkan pendapat para ahli. 3. Data sekunder Data ini diperoleh dengan cara melakukan studi pustaka (library research) dan informasi-informasi dari instansi terkait.
3.4
Pengolahan dan Analisis Data
3.4.1 Identifikasi Karakteristik Produk Sayuran Organik Identifikasi dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif
untuk
memperoleh gambaran umum danmendalam mengenai karakteristik produk sayuran organik yang ada di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, serta mengidentifikasiperanan para pelaku rantai pasok sayuran. 3.4.2 Formulasi Strategi Menurut David (2010), teknik formulasi strategi dapat diintegrasikan kedalam 3 (tiga) tahap kerangka pengambilan keputusan, yaitu tahap pengumpulan input (the input stage), tahap pemanduan (the matching stage) dan tahappenetapan strategi (the decision stage). a.
Tahap I : Tahap Input Tahap input terdiri atas Matriks EFE, Matrix CPM dan Matriks IFE.
Membuat keputusan kecildalam matriks input berhubungan dengan tingkat penting relatif dari faktorinternal dan eksternal memungkinkan penyusun strategi untuk menghasilkan danmengevaluasi alternatif strategi dengan efektif. Penilaian intuitif yang baikselalu dibutuhkan untuk menentukan bobot dan peringkat yang sesuai. b.
Tahap II : Tahap Pencocokan Tahap pencocokan dari kerangkakerja perumusan strategi terdiri atas 4
(empat) teknik yang dapat digunakan, yaituMatriks SWOT, Matriks Boston Consulting Group (BCG), Matriks IE dan Matriks GrandStrategy. Alat ini bersandar pada informasi yang diturunkan dari tahap inputuntuk mencocokkan peluang dan ancaman eksternal dengan kekuatan dankelemahan internal. Mencocokkan faktor keberhasilan kunci internal daneksternal adalah kunci untuk menghasilkan alternatif strategi yang layak secaraefektif. c.
Tahap III : Tahap Keputusan Analisis dan intuisi memberikan dasar untuk membuat keputusan perumusan
strategi. Teknik pencocokkan mengungkapkan alternatif strategi yang layak. Banyak dari strategi ini kemungkinan diajukan oleh manajer dan karyawan yang berpartisipasi dalam aktivitas analisis dan pilihan strategi. Strategi tambahan yang dapat dihasilkan dari analisis pencocokan dapat didiskusikan dan ditambahkan ke dalam daftar pilihan alternatif yang layak.
3.4.3Matriks IFE dan EFE Analisis yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis lingkungan internal dan eksternal. Tahap-tahap untuk mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan dalam matriks IFE dan EFE adalah: a. Identifikasi faktor internal dengan mendaftar kekuatan dan kelemahan yang dimiliki organisasi. Daftar harus spesifik dan menggunakan persentase, rasio atau angka perbandingan. Data eksternal berasal dari wawancara, menyebarkan kuesioner kepada pihak yang mengetahui keadaan organisasi. Identifikasi faktor eksternal organisasi dilakukan dengan menyusun peluang dan ancaman yang dimiliki organisasi. Hasil identifikasi kedua faktor lingkungan tersebut (eksternal dan internal) akan diberikan bobot dan rating. b. Penentuan bobot dengan cara identifikasi faktor strategis internal dan eksternal kepada pakar dengan menggunakan metode paired comparison (metode perbandingan berpasangan). Metode ini digunakan untuk memberikan penilaian terhadap bobot setiap faktor penentu internal dan eksternal dengan membandingkan setiap peubah pada baris (horizontal) dengan peubah kolom (eksternal). Penentuan bobot setiap peubah digunakan skala 1, 2 dan 3. Skala yang digunakan untuk pengisian kolom adalah : 1 = indikator horizontal kurang penting dibanding indikator vertikal 2 = indikator horizontal sama penting dengan indikator vertikal 3 = indikator horizontal lebih penting dibanding indikator vertikal Penentuan bobot setiap faktor dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Pembobotan Matriks IFE Faktor Strategik Internal
A
B
C
D
...
Total Xi
BOBOT
A B C D ... TOTAL
Sumber : David, 2010 Bobot setiap faktor diperoleh dengan menenetukan nilai setiap faktor terhadap jumlah nilai keseluruhan faktor (Tabel 4). Bobot yang diberikan pada setiap
faktor berada pada kisaran 0,0 (tidak penting) hingga 1,0 (paling penting). Faktor-faktor yang dianggap mempunyai pengaruh terbesar pada prestasi perusahaan diberi bobot tertinggi, tanpa mempedulikan apakah faktor tersebut kunci kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman. Jumlah seluruh bobot yang diberikan pada setiap faktor harus sama dengan 1,0. Hal ini berlaku pada pembobotan faktor internal, maupun eksternal. Tabel 5. Pembobotan Matriks EFE Faktor Strategik Eksternal
A
B
C
D
Total
...
BOBOT
Xi
A B C D ... TOTAL
Sumber : David, 2010 Bobot setiap peubah diperoleh dengan menentukan nilai setiap peubah terhadap jumlah nilai keseluruhan peubah dengan menggunakan rumus berikut ∝𝑖=
Xi n i=1 Xi
dimana : αi = bobot peubah ke-i
i
= 1,2,3,..,n
Xi = nilai peubah ke-i
n
=
jumlah peubah
Total bobot yang diberikan harus sama dengan 1,0. Pembobotan ini kemudian ditempatkan pada kolom kedua matriks IFE - EFE. c.Menentukan tingkat rating 1-4 untuk setiap faktor, dimana untuk matriks IFE, skala nilai peringkat untuk kekuatan yang digunakan, yaitu : 1 =
sangat lemah
3 =
kuat
2 =
lemah
4 =
sangat kuat
Faktor-faktor kelemahan kebalikan dari faktor kekuatan, dimana skala 1 berarti sangat lemah dan skala 4 berarti sangat kuat. Sedangkan untuk faktor strategik
eksternal peluang bagi perusahaan diberi rating dengan skala yang digunakan, yaitu : 1 = sangat rendah, respon kurang 2 = rendah, respon sama dengan rataan 3 = tinggi, respon di atas rataan 4 = sangat tinggi, respon superior Untuk faktor-faktor ancaman merupakan kebalikan dari faktor peluang. Skala 1 berarti rendah, respon kurang terhadap perusahaan. Rating didasarkan pada efektifitas strategi perusahaan dan rating juga berdasarkan pada kondisi perusahaan. Rating mengacu pada kondisi perusahaan, sedangkan bobot mengacu pada industri dimana perusahaan berada. d. Mengalikan nilai bobot dengan nilai peringkat (rating) dari masing-masing faktor untuk mendapatkan skor pembobotan. Semua hasil kali tersebut dijumlahkan secara vertikal untuk mendapatkan skor total bagi perusahaan yang dinilai. Hasil pembobotan dan rating berdasarkan analisis situasi perusahaan dimasukan dalam matriks (Tabel 6). Tabel 6. Analisis matriks IFE Faktor Kunci Internal
Bobot (a)
Rating (b)
Skor (a x b)
Kekuatan : Kelemahan : Total
Sumber : David, 2010 Total skor pembobotan berkisar 1-4, dengan rataan 2,5. Jika total skor IFE (3,0-4,0) berarti kondisi internal perusahaan tinggi, atau kuat, (2,0–2,99) berarti kondisi internal perusahaan rataan, atau sedang dan (1,0–1,99) berarti kondisi internal perusahaan rendah, atau lemah. Matriks EFE diilustrasikan pada Tabel 7. Total skor pembobotan berkisar 1-4 dengan rataan 2,5. Total skor EFE
dikelompokan dalam dalam kuat (3,0–4,0) berarti perusahaan merespon kuat terhadap peluang dan ancaman, rataan (2,0–2,99) dan (1,0–1,99) berarti perusahaan tidak dapat merespon peluang dan ancaman yang ada. Tabel 7. Analisis matriks EFE Faktor Kunci Internal Peluang : Ancaman : -
Bobot (a)
Rating (b)
Skor (a x b)
Total
Sumber : David, 2010 3.4.4 Matriks IE Matriks IE merupakan hasil penggabungan antara matriks IFE dan EFE. Penggunaan Matriks IE bertujuan untuk memperoleh strategi bisnis ditingkat divisi unit bisnis lebih detail. Matriks IE didasarkan pada dua (2) dimensi kunci, yaitu total nilai IFE yang diberi bobot pada sumbu X, dan total nilai EFE yang diberi bobot pada sumbu Y, seperti yang terlihat pada Gambar 7.
Tinggi Diberi Bobot
Total Nilai EFE
Kuat
3,0 – 4,0 Menengah 2,0 – 2,99 Rendah 1,0 – 1,99
Total Nilai IFE Diberi Bobot Rataan Lemah
4,0
3,0 – 4,0
2,0 – 2,99
1,0 – 1,99
3,0
(I)
(II)
(III)
2,0
(IV)
(V)
(VI)
1,0
(VII)
(VIII)
(IX)
Gambar 7. Matriks IE Diagram tersebut mengidentifikasikan 9 (sembilan) sel strategi perusahaan dalam matriks IE, tetapi pada prinsipnya 9 (kesembilan) sel itu dapat dikelompokan menjadi strategi utama, yaitu :
a. Strategi tumbuh dan bina (growth and build), yang berada pada sel I, II, dan IV. Strategi yang tepat untuk diterapkan adalah strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar dan pengembangan produk), atau strategi integratif (integrasi ke depan, ke belakang dan horizontal). b. Strategi mempertahankan dan memelihara (hold and maintain), yang berada pada sel III, V dan VII. Strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk merupakan 2 (dua) strategi yang terbanyak dilakukan untuk tipe-tipe divisi ini. c. Strategi panen atau divestasi (harvest or divest), yang berada pada sel VI, VIII, IX. Strategi yang umum dipakai adalah strategi divestasi dan strategi likuidasi. Organisasi yang sukses dapat mencapai portofolio bisnis, yang diposisikan berada dalam atau disekitar sel I dalam matrik IE. Nilai-nilai IFE dikelompokan dalam kuat (3,0–4,0), sedang (2,0–2,99), dan lemah ((1,00–1,99). Sedangkan nilai EFE dapat dikelompokan dalam tinggi (3,0–4,0), sedang (2,0–2,99) dan rendah (1,00–1,99). 3.4.5. Matriks SWOT Setelah mengolah dan menganalisis lingkungan internal dan eksternal, penelitian dilanjutkan pada perumusan strategi. Matriks SWOT menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan tantangan eksternal yang dihadapi kelompok tani dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Matriks SWOT juga digunakan untuk membuat strategi-strategi alternatif yang dapat digunakan oleh kelompok tani untuk menghasilkan produksi maksimal. Matriks ini dapat menghasilkan 4 (empat) sel kemungkinan alternatif, yaitu : a. Strategi SO (Strengths–Opportunity) Strategi ini menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk meraih peluangpeluang yang ada di luar perusahaan. b. Strategi WO (Weakneses–Opportunity) Strategi ini bertujuan untuk memperkecil kelemahan-kelemahan internal perusahaan dengan memanfaatkan peluang-peluang eksternal. c. Strategi ST (Strengths–Threats)
Melalui strategi ini perusahaan berusaha untuk menghindari, atau mengurangi dampak dari ancaman-ancaman eksternal. d. Strategi WT (Weakneses–Threats) Strategi ini merupakan taktik untuk bertahan dengan cara mengurangi kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal. Tabel 8. Matriks SWOT Internal Factor (IE) External Factor (EF)
Strengths (S) Daftar Kekuatan 1. 2. 3. 4. 5.
Weaknesses (W) Daftar Kelemahan 1. 2. 3. 4. 5.
Opportunies (O)
Strategi – S O
Strategi – W O
Daftar Peluang 1. 2 3. 4. 5.
Strategi yang disusun untuk memanfaatkan kekuatan yang ada dalam upaya meraih peluang.
Strategi yang disusun untuk mengurangi kelemahan yang ada dalam upaya meraih peluang
Threats (T)
Strategi – S T
Strategi – W T
Daftar Ancaman 1. 2. 3. 4. 5.
Strategi yang disusun untuk memanfaatkan kekuatan yang ada dalam upaya menghadapi ancaman.
Strategi yang disusun untuk mengurangi kelemahan yang ada dalam upaya menghadapi ancaman.
Sumber : David, 2010 Matriks SWOT digunakan untuk membuat strategi-strategi alternatif yang dapat digunakan oleh kelompok tani untuk menghasilkan produksi maksimal. Langkahlangkah menyusun matrik SWOT adalah: a. b. c. d. e.
Tuliskan peluang eksternal perusahaan yang menentukan. Tuliskan ancaman eksternal perusahaan yang menentukan. Tuliskan kekuatan internal perusahaan yang menentukan. Tuliskan kelemahan internal perusahaan yang menentukan. Mencocokan kekuatan internal dengan peluang eksternal dan mencatat resultan strategi S-O dalam sel yang tepat. f. Mencocokan kelemahan internal dengan peluang eksternal dan mencatat resultan strategi W-O dalam sel yang tepat. g. Mencocokan kekuatan internal dengan ancaman eksternal dan mencatat resultan strategi S-T dalam sel yang tepat.
h. Mencocokan kelemahan internal dengan ancaman eksternal dan mencatat resultan strategi W-T dalam sel yang tepat. 3.4.6Analisis AHP Terdapat tiga (3) prinsip dalam memecahkan persoalan dengan analisis logis eksplisit, yaitu penyusunan hirarki, penetapan prioritas dan konsistensi logis (Marimin dan Maghfiroh, 2010). Pengolahan data dengan menggunakan software AHP Expert Choice. a. Penyusunan Hirarki dan Penilaian setiap Level Hirarki Penyusunan tersebut dimulai dari permasalahankompleks yang diuraikan menjadi unsur pokoknya, unsur pokok ini diuraikan lagi ke dalam bagianbagiannya lagi secara hirarki.Susunan hirarki terdiri dari goal, kriteria dan alternatif.Penilaian dilakukan melalui perbandingan berpasangan, dengan skala 19 untuk mengekspresikan pendapat.Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Nilai level hirarki Nilai 1 3 5 7 9 2,4,6,8 1/ (2-9)
Keterangan Faktor Vertikal sama penting dengan Faktor Horizontal Faktor Vertikal lebih penting dari Faktor Horizontal Faktor Vertikal jelas lebih penting Faktor Horizontal Faktor Vertikal sangat jelas lebih penting dari Faktor Horizontal Faktor Vertikal mutlak lebih penting dari Faktor Horizontal Apabila ragu-ragu antara dua nilai unsur yang berdekatan Kebalikan dari keterangan nila 2 – 9
b. Penentuan Prioritas Untuk setiap berpasangan(pairwise
level
hirarki,
comparisons)
perlu
untuk
dilakukan
menentukan
perbandingan
prioritas.
Proses
perbandingan berpasangan dimulai pada puncak hirarki (goal) digunakan untuk melakukan pembandingan yang pertama, lalu dari level tepat dibawahnya (kriteria) danmengambil unsur-unsur yang akan dibandingkan. Contoh matriks perbandingan kriteria ada pada Tabe1 10. Tabel 10. Matriks perbandingan kriteria Gol
K1 K1 K2 K3
K2
K3
Dalam matrik ini, bandingkan unsur K1 dalamkolom vertikal dengan unsur K1,K2, K3 dan seterusnya. c.
Konsistensi Logis Konsistensi sampai batas tertentu dalam menetapkan prioritas sangat
diperlukan untuk memperoleh hasil-hasil yang sahih dalam dunia nyata.Nilai rasio konsistensi harus 10%, atau kurang, jika lebih dari 10%, maka penilaiannya masih acak dan perlu diperbaiki.Unsur dalam perancangan keputusan dapat dilihat pada Gambar 8. Pemilihan Strategi Pengembangan Rantai
Kriteria
K1
Tujuan/Sasaran
Pasok Sayuran Organik
K2
K3
K4
K5
Alternatif
A1
A2
Gambar 8. Unsur dalam perancangan keputusan (Marimin dan Maghfiroh, 2010)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1
Deskripsi Umum Kecamatan Pangalengan Kecamatan Pangalengan terletak di bagian selatan Kabupaten Bandung
Propinsi Jawa Barat. Jarak dari Kota Bandung sebagai Ibu Kota Propinsi Jawa Barat ke Kecamatan Pangalengan adalah 40 km, sedangkan dari Kecamatan Soreang sebagai ibu kota Kabupaten Bandung adalah 31 km. Kecamatan Pangalengan memiliki luas areal 25.360,85 ha yang terbagi atas 13 desa, 31 dusun, 158 Rukun Warga dan 773 Rukun Tetangga. Kecamatan Pangalengan berada pada 107°30′-107°37′ Bujur Timur dan 7°05′-7°18′ Lintang Selatan dengan batasan administrasi sebagai berikut: a. Sebelah Utara
: Kecamatan Cimaung
b. Sebelah Selatan
: Kabupaten Garut
c. Sebelah Barat
: Kecamatan Pasir Jambu
d. Sebelah Timur
: Kecamatan Pacet dan Kecamatan Kertasari
Secara geogafis, Kecamatan Pangalengan berada pada ketinggian 700-1.500
meter di atas permukaan laut (mdpl). Kecamatan Pangalengan merupakan wilayah dengan curah hujan tertinggi di Kabupaten Bandung. Berdasarkan data curah hujan di Kecamatan Pangalengan mengacu pada data curah hujan di Kabupaten Bandung, rataan curah hujan tahunan 1.718–2.603 mm/tahun. Secara garis besar musim hujan, atau bulan-bulan basah (curah hujan rataan bulanan 230 mm) terjadi mulai bulan Oktober, atau November dan musim kemarau, atau bulan-bulan kering (curah hujan < 100 mm) terjadi pada bulan Mei atau Juni. Suhu udara di Kecamatan Pangalengan berkisar 150-230C. Dalam unit Desa, curah hujan dan suhu udara dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel tersebut memperlihatkan 13 Desa yang ada di Kecamatan Pangalengan. Curah hujan terbesar di desa Pangalengan, Margaluyu dan Tribaktimulya yaitu 2.400 mm/thn. Penyediaan air di Kecamatan Pangalengan diperoleh dari penyediaan air tanah dan air permukaan. Sumber air permukaan Kecamatan Pangalengan yaitu terpusat pada aliran Sungai Citarum dengan beberapa anak sungai antara lain Sungai Cisurili, Sungai Cisangkuy, Sungai Cibeureum dan Sungai Cibudug.
Tabel 11. Curah hujan dan suhu udara No.
Nama Desa
Curah Hujan
Jumlah Bulan
Suhu
Ketinggian
(mm/thn)
Hujan
Rataan (0C)
Tempat (mdpl)
1.
Pangalengan
2.400
7
18 - 22
1.200
2.
Margaluyu
2.400
7
16 – 20
1.425–1.500
3.
Banjarsari
1.831
7
18 - 25
1.500
4.
Margamukti
1.746
7
20
1.400
5.
Sukamanah
1.500
9
18
1.500
6.
Warnasari
2.200
6
16 - 19
1.400
7.
Pulosari
1.000–2.000
6
16 - 20
1.200-1.500
8.
Sukaluyu
2.400
6
16 - 20
1.500
9.
Margamulya
2.000
7
18 - 23
1.200
10.
Tribaktimulya 2.400
10
16 - 20
1.200
11.
Lamajang
130
9
20 - 23
700
12.
Wanasuka
300
3-4
15 - 20
1.500
Tanah Perkebunan
Tanah Fasilitas Umum 154,6 12 39.148 2.627 17,2 5 1,1 104.591 83,8 10,12 656.197 3,7 3.2695 179.738
Sumber : BP4K, 2011.
Tabel 12. Sebaran luas lahan di Kecamatan Pangalengan Nama Desa Lamajang Pulosari Warnasari Margamekar Margamukti Sukaluyu Margaluyu Pangalengan Margamulya Tribaktimulya Banjarsari Sukamanah Wanasuka Jumlah
Luas Menurut Jenis Tanah (Ha) Tanah Tanah Tanah Sawah Kering Basah 1.325.009 4.455 42,505 78 1.372.047
Sumber : BP4K, 2011
1.036.487 469.392 568,19 776.866 343.854 441,8 259,42 212.355 422.781 227,1 115,03 350 346.502 3.262.547
33,87 34
507,3 414.191 38.500 959.686 1.041,4 599,5 203 617.997 1.336,62 1.602.984 2.033.517
Tanah Hutan 150 4.125 1.345,2 1.292.309 260 127.053 40 242.468 494,47 2.950,59 1.427.625
Pada Tabel 12 dapat dilihat fungsi tanah yang akan dimanfaatkan untuk kegiatan agrobisnis seperti pertanian dan perkebunan, sebaran luas lahan di Kecamatan Pangalengan Tabel 13. Penggunaan lahan di Kecamatan Pangalengan pada tahun 2005 No. Jenis Penggunaan Lahan Luas Lahan (Ha) 1
Sawah
118
2
Tegalan
3.221
3
Kebun
4
Kebun Campuran 1
106
Kebun Campuran 2
10
Kebun Teh
6.761
Semak Belukar
5
Semak Belukar
2.484
Rumput
138
Kawasan Reboisasi
6
Hutan Pinus
285
Hutan Eucalyptus
285
Hutan
7
Hutan Lebat
4.226
Hutan Sekunder
1863
Lain-lain Badan Air
220
Permukiman
1.113
Total
20.830
Sumber : BP4K, 2011 Tabel 13 menunjukkan penggunaan lahan suatu wilayah yang dipengaruhi oleh kondisi fisik dasar wilayahnya serta mencerminkan dominasi kegiatan wilayah tersebut. Dalam hal ini, penggunaan lahan paling luas di Kecamatan Pangalengan adalah untuk perkebunan Teh (6.761 ha). Sedangkan penggunaan lahan untuk persawahan hanya sebesar 118 ha. Posisi Kecamatan Pangalengan dalam konteks kebijakan pembangunan Kabupaten Bandung terlihat dalam Tabel 14. Pada tabel tersebut terdapat data potensi kawasan Kecamatan Pangalengan.
Pengembangan wilayahnya, antara lain untuk kawasan hutan produksi, kawasan pangan lahan basah, kawasan tanaman tahunan/perkebunan, kawasan peternakan, arahan untuk pengembangan agroindustri dan kawasan pariwisata. Dari data yang tersedia, terlihat kawasan untuk perkebunan/tanaman tahunan paling luas, yaitu 6753 ha. Tabel 14. Posisi Kecamatan Pangalengan dalam konteks kebijakan pembangunan Kabupaten Bandung Aspek Pengembangan Potensi Kawasan / Kecamatan Wilayah Pangalengan Kawasan hutan produksi 3.761 Ha Kawasan pangan lahan basah 254 Ha Kawasan tanaman 6.753 Ha tahunan/perkebunan Kawasan peternakan 61 Ha Arahan menuju pengembangan Kecamatan Pangalengan merupakan agroindustri salah satu Kecamatan yang diarahkan untuk dikembangkan menjadi kawasan agroindustri disamping Lembang, Ciwidey dan Cisarua Kawasan pariwisata Situ Cileunca, Perkebunan Teh Malabar, kawah Papandayan dan Tirta Kertamanah Sumber : BP4K, 2011 Mata pencaharian merupakan suatu aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mata pencaharian juga dapat menggambarkan keadaan sosial ekonomi dan taraf hidup masyarakat. Jenis mata pencaharian penduduk Pangalengan sangat bervariasi, mulai dari sektor agaris, perdagangan, kerajinan, pemerintahan dan jasa. Jumlah petani di Kecamatan Pangalengan adalah 25.756 orang (71,27%), pengrajin 523 orang (1,44%), pedagang 5.630 orang (15,57%), jasa 2.783 orang (7,7%) dan PNS/Polri/TNI 1.446 orang (4%). Dengan demikian sebagian besar mata pencaharian masyarakat Pangalengan adalah bertani. Hal ini dipengaruhi oleh ketersediaan SDA, SDM dan fasilitas sosial sebagai pendukung. Penduduk Kecamatan Pangalengan berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 15. Pada tabel tersebut data berdasarkan dari 13 Desa yang ada di Kecamatan Pangalengan.
Tabel 15. Penduduk Kec. Pangalengan, Bandung berdasarkan mata pencaharian No. Desa
Petani
Pengajin
Pedagang
PNS / Polri
Jasa
TNI 1
Lamajang
486
81
65
2
Tribaktimulya
189
-
302
3
Margamulya
3.096
109
597
423
136
4
Pangalengan
3.477
13
2
664
362
5
Pulosari
1.824
7
284
185
43
6
Markamekar
2.929
-
243
424
18
7
Warnasari
1.504
1
253
111
25
8
Sukaluyu
1.576
-
133
18
44
9
Margaluyu
1.593
-
362
273
30
10
Margamukti
3.432
22
671
109
125
11
Sukamanah
1.477
300
1.990
157
251
12
Banjarsari
1.036
-
420
128
25
13
Wanasuka
929
-
-
210
20
25.756
523
5.630
2.783
1.446
Jumlah
1.917
71
966
Sumber : BP4K, 2011 Pemberdayaan SDM merupakan aktivitas atau kegiatan yang dilaksanakan agar SDM dalam suatu organisasi dapat dimanfaatkan secara optimal. Pemberdayaan SDM dapat dilakukan dengan memberikan motivasi dan dorongan kepada masyarakat, sehingga mampu menggali potensi dirinya dan berani bertindak memperbaiki kualitas hidupnya. Kondisi SDM masyarakat Pangalengan berdasarkan indikator pendidikan dapat dilihat pada Tabel 16. Berdasarkan tabel tersebut kebanyakan SDM pada masing-masing desa adalah hanya tamatan sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP). Sedangkan untuk tamatan sekolah menengah umum (SMU) sedikit dan juga untuk tamatan sarjana sangat sedikit. Di desa Pangalengan dan Margamukti paling banyak SDM yang merupakan tamatan Sarjana. Pada tabel tersebut data meliputi 13 Desa yang ada di Kecamatan Pangalengan.
Tabel 16. Kondisi SDM masyarakat Pangalengan, Kab. Bandung No.
Desa
TK
Pendidikan (orang) SD SMP SMU
Sarjana
1
Lamajang
31
1.049
248
149
31
2
Tribaktimulya
20
427
178
131
25
3
Margamulya
72
2.439
1.432
809
71
4
Pangalengan
38
6.851
5.164
2.660
462
5
Pulosari
17
1.247
475
140
14
6
Markamekar
37
1.353
535
150
16
7
Warnasari
18
1.073
527
294
50
8
Sukaluyu
32
1.276
767
460
35
9
Margaluyu
99
1.275
1.104
637
27
10
Margamukti
140
1.850
1.507
181
112
11
Sukamanah
29
2.614
1.101
317
41
12
Banjarsari
158
1.216
961
152
25
13
Wanasuka
123
528
327
70
6
814
23.198
14.326
6.150
915
Jumlah
Sumber : BP4K, 2011 Lahan-lahan pertanian di Kecamatan Pangalengan sangat subur dan produktif. Sebagian besar lahan tersebut dimanfaatkan untuk menanam komoditas sayur-sayuran. Oleh karena itu, Kabupaten Bandung merupakan salah satu wilayah yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai kawasan Agropolitan. Salah satunya adalah Kecamatan Pangalengan yang diperkirakan mempunyai potensi sentra produksi pangan prospektif dan perlu dikembangkan dengan pendekatan yang sistemik. Rencana pengembangan kawasan Agropolitan Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung diharapkan mampu menjadi pedoman bagi masa depan kesejahteraan masyarakat Pangalengan. Pengembangan kawasan Agropolitan pada prinsipnya adalah upaya peningkatan nilai tambah pertanian dilokalisir terjadi di dalam kawasan tersebut. Untuk itu diperlukan potret komoditas yang antara lain meliputi proses produksi, proses pengolahan dan proses pemasaran. Komoditas di Pangalengan dibedakan berdasarkan jenisnya, yaitu (1) komoditas tanaman pangan dan hortikultura, (2) komoditas buah-buahan, (3) komoditas perkebunan dan (4) komoditas peternakan.
Jenis tanaman pangan dan hortikultura yang terdapat di Kecamatan Pangalengan adalah Cabe, Bawang putih, Bawang merah, Tomat, Sawi, Kentang, Kubis, Mentimun, Buncis, Brokoli, Terong dan Sosin. Informasi mengenai kuantitas produksi dari beberapa komoditas sayuran di atas dapat dilihat pada Tabel 17 - 19. Tabel 17. Luas areal dan jumlah produksi sayuran di Kecamatan Pangalengan No. Desa Luas dan Produksi Tanaman Bahan Makanan Menurut Komoditi Cabe
Bawang Putih
Bawang Merah
Tomat
Luas Produksi Luas Produksi Luas
Produksi Luas
Produksi
(Ha)
(Ton)
(Ha)
(Ton)
(Ha)
(Ton)
(Ton)
(Ha)
1.
Wanasuka
10
356,8
0
0
0
0
0
2.
Banjarsari
18
252
0
0
0
0
19
475
3.
Margaluyu
130
1.859
0
0
0
0
92
2052
4.
Sukaluyu
58
696
0
0
0
0
205
6.539,5
5.
Warnasari
29
1.034,7
0
0
0
0
26
636
6.
Pulosari
18
642,2
0
0
0
0
161
11.675,9
7.
Margamekar
42
1.498,5
0
0
0
0
128
9.282,7
8.
Sukamanah
27
963,4
0
0
0
0
83,0
6.019,3
9.
Margamukti
16
192,0
0
0
0
0
208
6.326,5
10. Pangalengan
12
138,0
0
0
0
0
37,0
1.064,5
11. Margamulya
24
297,0
0
0
94,0
1.210,1
73,0
1.825
12. Tribaktimulya 15
165,0
0
0
336,0 3.783,3
46,0
3.336
13. Lamajang
14
499,5
0
0
591,0 6.654,6
27,0
1.958,1
Total
413
8.594,1
0
0
1.021 11.648
1.105 51.512
Sumber : BPS, 2011b Pada tabel–tabel yang disajikan terdapat data 13 Desa dan produksi sayuran utamanya pada masing-masing Desa di Kecamatan Pangalengan, yaitu Desa Wanasuka, Banjarsari, Margaluyu, Sukaluyu, Warnasari, Pulosari, Margamekar,
Sukamanah,
Margamukti,
Pangalengan,
Margamulya,
Tribaktimulya dan Lamajang. Berdasarkan Tabel 17 terlihat bahwa sayuran yang paling banyak diproduksi di Kecamatan Pangalengan adalah Tomat (BPS, 2011). Total produksi yaitu 51.512 ton dengan luas areal 1.105 ha.
Berdasarkan Tabel 18, Kentang merupakan sayuran yang paling banyak diproduksi, yaitu 270.199 Ton dengan luas lahan 3.584 ha. Desa Margamukti merupakan desa yang memproduksi sayuran kentang paling banyak (BPS, 2011). Sayuran Sawi juga merupakan sayuran potensial yang dikembangkan di Kecamatan Pangalengan. Jumlah produksinya 31.575 ton dengan luas lahan 1.643 ha. Pada Tabel 19, Sayuran Buncis merupakan sayuran paling banyak diproduksi (7.683,9 ton) dengan luas lahan 372 ha. Brokoli juga merupakan sayuran yang potensial diproduksi di Kecamatan Pangalengan yaitu sebesar 4.707 ton produksinya. Sedangkan untuk sayuran Terong dan Sosin tidak diproduksi di Kecamatan Pangalengan (BPS, 2011). No.
Tabel 18. Luas areal dan jumlah produksi sayuran di Kecamatan Pangalengan Desa Luas dan Produksi Tanaman Bahan Makanan Menurut Komoditi Sawi
Kentang
Mentimun
Kubis
Luas
Produksi Luas
Produksi
Luas
Produksi Luas Produksi
(Ha)
(Ton)
(Ha)
(Ton)
(Ha)
(Ton)
(Ha)
(Ton)
1.
Wanasuka
91
2.088,1
318
1.971
182
837,2
0
0
2.
Banjarsari
41
940,8
103
216.918
78
2.100
0
0
3.
Margaluyu
95
2.555,5
367
2.679,1
251
5.759,6
95
2.555,5
4.
Sukaluyu
473
4.351,6
0
0
0
0
0
0
5.
Warnasari
39
894,9
93
1.811,2
70
1.796
0
0
6.
Pulosari
130
2.983,1
260
5.306,5
132
3.300
0
0
7.
Margamekar
165
3.786,2
583
7.112,6
0
0
0
0
8.
Sukamanah
133
3.051,9
351
2.457
287
6.585,7
0
0
9.
Margamukti
178
4.084,5
718
14.936,9
539
12.368,2
0
0
10.
Pangalengan
65
1.491,5
165
3.498
144
3.484,8
0
0
11.
Margamulya
154
3.533,8
615
13.284
503
11.542,2
0
0
12.
Tribaktimulya 79
1.812,8
11
224,5
215
4.933,5
0
0
13.
Lamajang
0
0
0
2
45,9
1
28,3
96
2.583,8
Total
0
1.643 31.574,7
Sumber : BPS, 2011b
3.584 270.199,4 2.403 52.753,1
Tabel 19. Luas areal dan jumlah produksi sayuran di Kecamatan Pangalengan No. Desa Luas dan Produksi Tanaman Bahan Makanan Menurut Komoditi Buncis
Brokoli
Terong
Sosin
Luas
Produksi Luas
Produksi
Luas
Produksi Luas
Produksi
(Ha)
(Ton)
(Ha)
(Ton)
(Ha)
(Ton)
(Ha)
(Ton)
1.
Wanasuka
0
0
0
0
0
0
0
0
2.
Banjarsari
0
0
0
0
0
0
0
0
3.
Margaluyu
367
7.586,8
251
4.707
0
0
0
0
4.
Sukaluyu
0
0
0
0
0
0
0
0
5.
Warnasari
0
0
0
0
0
0
0
0
6.
Pulosari
0
41,3
0
0
0
0
0
0
7.
Margamekar
0
0
0
0
0
0
0
0
8.
Sukamanah
0
0
0
0
0
0
0
0
9.
Margamukti
0
0
0
0
0
0
0
0
10. Pangalengan
0
0
0
0
0
0
0
0
11. Margamulya
0
0
0
0
0
0
0
0
12. Tribaktimulya 0
0
0
0
0
0
0
0
13. Lamajang
0
0
0
0
0
0
0
0
Total
372
7.683,9
251
4.707
0
0
0
0
Sumber : BPS, 2011b
4.2
Identifikasi Rantai Pasok Rantai pasokan terdiri dari serangkaian kegiatan produktif yang terhubung
antara aktifitas nilai yang satu dengan yang lainnya membentuk rantai nilai industri. Anggota utama rantai pasok sayuran di Kecamatan Pangalengan terdiri dari pemasok bibit sayuran, petani sayuran sebagai produsen, pedagang atau pengumpul sebagai agen yang mengumpulkan/membeli sayuran dari petani, penjual/eksportir, perusahaan dan terakhir adalah konsumen yang terdiri dari pasar luar negeri, pasar tradisional (dalam negeri) dan ritel/supermarket. Modelmodel struktur rantai pasokan sayuran di Kecamatan Pangalengan disajikan pada Gambar 9.
Pemasok bibit
Pedagang/
Penjual/
Pasar
Pengumpul
Eksportir
negeri
Pedagang/
Pasar
Pengumpul
Tradisional
Petani
Perusahaan
Ritel/Supermarket
Pasar Tradisional
Gambar 9. Identifikasi stuktur rantai pasok sayuran di Kecamatan Pangalengan Aliran komoditas sayuran di Pangalengan seperti terlihat pada Gambar 9 dibagi menjadi beberapa rantai berikut : 1. Struktur Rantai Pasok 1 Pemasok bibit
Petani
Pedagang/Pengumpul
Penjual/Eksportir Pasar
tradisional Pada rantai 1 tersebut komoditi sayuran yang dijual memiliki mutu yang baik, karena sasaran pasarnya adalah luar negeri. Dalam rantai tersebut penjual/eksportir melakukan sortasi, grading, pengemasan dan pelabelan produk terlebih dahulu sebelum sayuran diekspor. 2. Struktur Rantai Pasok 2 Pemasok bibit
Petani
Pedagang/Pengumpul
Pasar tradisional
Pada rantai pasokan 2, pelaku rantai pasok lebih pendek. Aliran komoditi sayuran dari pedagang/pengumpul langsung dijual ke pasar tradisional. Dalam hal ini, pedagang yang melakukan proses pengemasan dan pelabelan produk untuk menambah nilai jual dari poduk tersebut. 3. Struktur Rantai Pasok 3 Pemasok bibit
Petani
Perusahaan
Ritel/Supermarket
Dalam rantai pasok 3 ini, konsumen yang dituju adalah ritel dan supermarket. Perusahaan yang memasok permintaan sayuran dari supermarket serta melakukan mitra kerjasama dengan petani dalam hal produksi sayuran. Perusahaan juga yang melakukan proses penyortiran, pengemasan dan
luar
pelabelan sayuran sebelum sayuran dikirim ke ritel/supermarket. Di Pangalengan sendiri, perusahaan besar yang hampir menguasai pasar sayuran adalah PT Alamanda (perusahaan ekspor sayuran) dan PT Indofood Sukses Makmur. 4. Struktur Rantai Pasok 4 Pemasok bibit
Petani
Pasar tradisonal
Rantai pasokan 4 merupakan rantai pasok yang paling pendek dibandingkan yang lainnya. Aliran sayuran dari petani langsung dipasarkan ke pasar tradisional. Dalam hal ini pasar yang dimaksud adalah pasar di Pangalengan sendiri. Akan tetapi kebanyakan kualitas yang dijual ke pasar tersebut lebih rendah dibandingkan kualitas untuk penjualan ke perusahaan atau ke pedagang/pengumpul. Bahkan terdapat sekelompok petani yang menjual sayurannya ke pasar setempat merupakan sisa sayuran yang tidak dibeli oleh distributor. Namun, dalam hal harga penjualan walaupun aliran rantainya paling pendek harga jual bisa kemungkinan lebih rendah dibandingkan rantai pasok lainnya. Hal tersebut dikarenakan rataan konsumen/pembeli merupakan warga setempat dan mereka terbiasa menawar hingga harga terendah. Selain itu, kualitas sayuran juga tidak sebaik yang diperjualan melalui rantai pasok lainnya. Setiap anggota atau pelaku rantai pasokan sayuran di Pangalengan tersebut mempunyai peran yang berbeda antara satu dengan lainya. Pemasok bibit sebagai anggota pertama dalam proses tersebut mempunyai peran untuk memasok bibit sayuran kepada petani. Petani sayuran merupakan produsen utama sayuran sebagai anggota rantai hulu yang melakukan kegiatan budidaya sayuran, mulai dari pengarapan tanah, penanaman, pemupukan, penyiangan hingga pemanenan. Anggota rantai pasok selanjutnya, yaitu pedagang/pengumpul sayuran. Peran dari pedagang/pengumpul yaitu mengumpulkan atau membeli sayuran dari para petani untuk dijual ke penjual maupun eksportir. Akan tetapi pada rantai pasok lainnya, pedagang atau pengumpul tidak ikut berperan dalam melakukan transaksi, dalam hal ini petani sayuran langsung menjual bahan bakunya ke penjual atau eksportir. Selain itu juga terdapat perusahaan besar yang melakukan kerjasama dengan para
petani/kelompok tani. Peran masing-masing anggota dalam model rantai pasok di atas lebih jelasnya dapat dilihat dalam Tabel 20. Tabel 20. Anggota rantai pasokan sayuran di Pangalengan Tingkatan
Pelaku
Proses
Aktivitas
Produsen
Pemasok bibit Petani (kelompok tani)
Distributor
Pedagang/Pengumpul Perusahaan Eksportir
Konsumen
Melakukan budidaya bibit dan produksi sayuran Menjual ke distributor Melakukan pembelian sayuran dari petani Melakukan proses untuk menambah nilai jual sayuran Melakukan distributor ke konsumen Melakukan pembelian dari distributor Melakukan konsumsi sayuran
Pasar luar negeri Pasar tradisional Ritel/Supermarket Masyarakat umum
Budidaya Pembelian Distribusi Penjualan Pembelian Sortasi Grading Pengemasan Pelabelan Pengemasan
Pembelian Konsumsi
Dalam suatu rantai pasok terdapat tiga (3) aliran yang harus dikelola. Pertama, aliran barang/bahan baku yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir (downstream). Kedua, aliran uang (finansial) yang mengalir dari hilir ke hulu. Ketiga, aliran informasi yang bisa mengalir dari hulu ke hilir atau sebaliknya. Aliran bahan baku sayuran dikendalikan oleh pemasok bibit dan juga petani sebagai produsen. Bahan baku didistribusikan oleh pedagang/pengumpul ke penjual atau eksportir kemudian dipasarkan ke pasar-pasar maupun swalayan. Sistem penjualan sayuran di Kecamatan Pangalengan berdasarkan dari permintaan pasar. Dalam pasar terdapat banyak pedagang/pengumpul yang melakukan transaksi dan negoisasi dengan para petani. Apabila telah terjadi kesepakatan harga dari kedua belah, pedagang/pengumpul langsung dapat memanen sayuran di sawah/ladang milik petani. Setiap hari transaksi tersebut berjalan dan harga sayuran juga mengalami perubahan. Beberapa sayuran yang utama di Pangalengan antara lain adalah kentang, tomat, buncis, kubis, dan sawi. Untuk komoditi sayuran kentang terdapat beberapa macam jenis yang di jual di pasar tersebut. Sebagai contoh, kentang superior dengan harga Rp4.000/kg dan kentang Atlantik, yaitu Rp4.500/kg. Jenis kentang Atlantik
kebanyakan
penjualannya
terikat
kontrak
langsung
antara
petani/kelompok tani dengan PT Indofood Sukses Makmur. Sedangkan komoditi sayuran lainnya, seperti tomat harga berkisar Rp800/kg–Rp2.500/kg dan Sawi dengan harga Rp1.100/kg. Pemasaran komoditi sayuran dari para pedagang, atau pengumpul tersebut kebanyakan yaitu Pasar Bandung, Bogor, Jakarta, Pasar Tangerang, Pasar Induk Kramajati, Pasar Kemang Bogor dan Pasar Caringin Bandung. Untuk Kentang, Kol dan Tomat, biasanya dipasarkan di daerah Pontianak. Sedangkan beberapa kelompok tani bermitra dengan perusahaan ekspor antara lain PT Indofood Sukses Makmur dan PT Alamanda. Aliran finansial pada rantai pasokan sayuran di Pangalengan terjadi dari konsumen, pengekspor atau penjual, pengumpul/pedagang, perusahaan atau langsung ke petani dan kemudian ke pemasok bibit. Mekanisme pembayaran untuk rantai pasok hilir adalah pembayaran transfer/tunai. Sedangkan di rantai hulu, yaitu dari pedagang/pengumpul ke petani kebanyakan dilakukan pembayaran dua kali sebelum sayuran laku terjual dan setelah laku terjual. Beberapa penjual besar, atau seperti perusahaan ekspor ada yang melakukan sistem kontrak kepada para petani. Sistem kontrak yang dimaksud adalah sebuah sistem dimana para perusahaan memberikan pinjaman modal untuk para petani. Pinjaman modal tersebut akan dikembalikan setelah petani menjual kembali sayurannya, atau pembayarannya dengan cara mengurangi harga penjualan. Pinjaman tersebut diberikan sebagai pengikat agar petani yang telah mendapatkan pinjaman modal tidak menjual sayuran yang telah diproduksi ke pedagang atau perusahaan lainnya. Didalam sistem kontrak tersebut, harga sayuran menjadi lebih murah tinggi dibandingkan dengan penjualan ke pedagang/pengumpul. Bentuk kerjasama antara petani dengan perusahaan berupa aliran barang dan finansial, atau informasi seperti tergambar pada Gambar 10 dan 11. Barang Petani
Perusahanan Uang/Informasi
Gambar 10. Aliran barang dan uang
Gambar 11. Beberapa model rantai tataniaga produk agro di Kabupaten Bandung Sumber : Ferdian, 2012
Gambar 11. Beberapa model rantai tataniaga produk agro di Kabupaten Bandung Pada gambar di atas dapat dilihat beberapa model rantai tataniaga produk agro di Kabupaten Bandung. Terdapat beberapa model struktur rantai pasokan, dimana beberapa strukturnya sama dengan aliran rantai pasok
sayuran di
Pangalengan. Dalam setiap struktur rantai terdapat pula perbedaan peran masingmasing anggota (Gambar 12).
Sumber : Ferdian, 2012
Gambar 12. Pemetaan pasar komoditas agro dibeberapa kota di Indonesia
Pada Gambar 12 terlihat pemetaan pasar untuk komoditas agro diseluruh Indonesia, tujuan pasarnya diberbagai kota di Indonesia dan ekspor ke luar negeri. Dalam setiap aliran distribusi bahan agro tersebut yang berperan adalah para pelaku rantai pasok. Pola distribusi yang dibangun oleh anggota rantai pasokan memiliki pola yang berbeda. Pola tersebut dibangun berdasarkan kemudahan aplikasi di lapangan dan upaya untuk menghemat biaya. Menurut Chopra dan Meindl (2004), ada enam (6) pola jaringan distribusi yang berbeda untuk memindahkan produk dari produsen ke konsumen, yaitu: 1. Manufacturer storage with direct shiping, yaitu produk dikirim secara langsung dari produsen ke konsumen akhir tanpa melalui perantara ritel 2. Manufacturer storage with direct shiping and in-transit merge, yaitu produk dikirim ke konsumen akhir dengan sebelumnya disimpan di gudang transit 3. Distributor storage with package carrier delivery, yaitu produk dikirim ke konsumen akhir melalui jasa kurir atau perusahaan ekspedisi. Persediaan disimpan di gudang distributor, atau ritel sebagai perantara 4. Distributor storage with last mile delivery, seperti pada pola distribusi sebelumnya namun pihak ekspedisi memiliki tempat penyimpanan yang menyebar dan berdekatan dengan lokasi konsumen (hanya beberapa mil) 5. Manufacture/distributor storage with customer pickup, yaitu produk dikirim ke lokasi penjemputan sesuai dengan yang diinginkan konsumen 6. Retail storage with customer pickup, yaitu stok disimpan secara lokal ditokotoko ritel. Konsumen dapat memesan produk dengan menelpon, atau mendatangi secara langsung toko-toko ritel Menurut Marimin dan Maghfiroh (2010), keberhasilan kelembagaan rantai pasok komoditas pertanian tergantung pihak-pihak yang terlibat mampu menerapkan kunci sukses (key succes factor) yang melandasi setiap aktivitas di dalam kelembagaan tersebut. Kunci sukses ini teridentifikasi melalui penelusuran yang detail dari setiap aktivitas didalam rantai pasokan. Kunci sukses tersebut adalah trust building, koordinasi dan kerjasama, kemudahan akses pembiayaan dan dukungan pemerintah.
Berikut adalah identifikasi masing-masing anggota rantai pasok sayuran di Pangalengan: 4.2.1 Identifikasi pemasok bibit sayuran dan pupuk Persediaan pupuk kandang di Pangalengan sebagian besar berasal dari daerah Kecamatan Sukabumi. Operasi pengangkutan pupuk kandang berlangsung per harinya mencapai 8-20 truk yang dikirim ke Pasar Pangalengan. Masingmasing truk memuat kurang lebih enam (6) ton pupuk kandang dengan asumsi per karung berisi sekitar 30 Kg. Harga untuk pupuk sendiri Rp7.000/karung. Harga pupuk tersebut setiap harinya terjadi perubahan. Sistem penjualan terhadap pupuk, yaitu dengan cara penjual pupuk melakukan pengiriman beberapa truk, kemudian terjadi tawar-menawar kepada ketua kelompok tani/petani secara langsung. Jumlah pembelian pupuk tidak bergantung pada pemesanan, akan tetapi tergantung kepada pembeli/petani pada saat itu. Namun, apabila terjadi kelebihan persediaan pupuk daripada jumlah permintaan dari petani, maka harga pupuk akan cenderung diturunkan dan sebaliknya. Kelebihan pupuk yang dialami petani karena banyaknya pembelian akan disimpan di gudang sebagai persediaan. Penjual dan petani melakukan sistem pembayaran secara langsung setelah terjadi kesepakatan harga antara kedua pihak. Pengangkutan, atau transportasi dilakukan dengan menggunakan kendaraan bak, atau truk, biaya transportasinya ditanggung oleh pihak pembeli/petani. Biaya transportasi untuk sekali perjalanan sekitar satu juta rupiah. Dalam hal ini terjadi efisiensi dari kendaraan yang digunakan, karena kendaraan tersebut setelah dipergunakan untuk pengangkutan pupuk, selanjutnya dapat dipergunakan untuk mengangkut hasil komoditi sayuran yang kemudian dipasarkan ke pasar-pasar tradisional. Para petani, atau kelompok tani di Kecamatan Pangalengan melakukan kegiatan sebagai pemasok bibit sayuran untuk memasok petani lain di Pangalengan sendiri. Kegiatan para petani pemasok bibit dapat dikatakan sebagai pekerjaan utamanya. Kebanyakan para petani yang melakukan budidaya bibit/benih sayuran pernah melakukan pelatihan yang berhubungan dengan pembibitan yang biasanya diselenggarakan oleh Balai Benih Induk dari Dinas pertanian setempat. Dalam menjalankan usaha para kelompok tani untuk
pembibitan beranggotakan kurang lebih tujuh (7) petani. Jenis bibit yang dibudidayakan rata-rata adalah bibit sayuran yang sering ditanam oleh petani lain, seperti bibit granula Kentang, Tomat, Sawi dan Buncis. Jumlah bibit yang dijual biasanya per empat (4) bulan sekali atau tergantung jenis sayurannya. Sebagai contoh untuk bibit kentang, sekali penjualan dapat mencapai 50 ton bibit Kentang per empat (4) bulan. Harga dari bibit sendiri dapat mencapai Rp18.000,00/Kg. Dalam menjalankan kegiatan usaha pemasokan bibit sayuran, para kelompok tani melakukan koordinasi dan kerjasama antara kelompok tani pemasok lainnya. Beberapa sumber bibit/benih berasal dari budidaya milik sendiri, dari sesama pemasok dan ada yang berasal dari alam. Rataan para kelompok tani memiliki lahan untuk pembibitan dengan luas berhektar-hektar. Biaya awal untuk melakukan pembibitan rataan mencapai 63 juta per hektar. Dalam melakukan kegiatan pembibitan juga terdapat berbagai kendala. Kendala yang sering dihadapi dalam melakukan pembibitan adalah hama dan air (musim). Selain kendala alam juga kendala pemasaran, terkadang petani tidak membutuhkan bibit yang berasal dari lingkungan sendiri. Sehingga petani yang melakukan pembibitan kebanyakan juga melakukan usaha produksi pertanian sayuran sendiri. 4.2.2 Identifikasi petani sayuran Sayuran yang diproduksi oleh petani di Kecamatan Pangalengan merupakan gabungan hasil produksi para petani secara individual maupun dalam suatu wadah, atau Poktan. Pembentukan Poktan dimaksudkan untuk membantu para petani mengorganisasikan dirinya, terutama dalam meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, permodalan, akses pasar, akses teknologi dan informasi, serta meningkatkan kesejahteraan para petani. Saat ini Poktan yang ada di Kecamatan Pangalengan berjumlah 155 petani. Peranan Poktan yang ada di Kecamatan Pangalengan membawa harapan besar bagi para petani. Dengan adanya Poktan, para petani memiliki pola tanam teratur, pengolahan lahan yang lebih baik dan kemudahan dalam mendapatkan bibit sayuran unggulan. Kemudian para petani mampu membina kontrak kerjasama dengan perusahaan agribisnis terutama dalam memenuhi permintaan (kuota) harian, mingguan, maupun bulanan.
Seperti terlihat pada Tabel 21 dan 22, Poktan yang ada di Kecamatan Pangalengan dibedakan atas 2 (dua), yaitu berdasarkan Kelas Kelompok dan Jenis Poktan. Poktan berdasarkan Kelas Kelompok terdiri dari Pemula, Lanjut, Madya dan Utama. Sedangkan Poktan berdasarkan Jenis Poktan dibedakan atas Dewasa, Pemuda dan Wanita. Tabel 21. Poktan berdasarkan kelas kelompok No.
Desa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Lamajang Tribaktimulya Margamulya Pangalengan Pulosari Margamekar Warnasari Sukaluyu Margaluyu Margamukti Sukamanah Banjarsari Wanasuka Jumlah Sumber : BP4K, 2011
Gapoktan
Lamajang Bakti Mulya Margamulya Wargi Setia Mukya Agung Mekar Mulya Berkah Mekar Saluyu Margaluyu Mitra Mukti Sukamanah Banjarsari Wanasuka
Pemula
9 5 12 3 2 9 14 8 5 10 5 5 4 91
Kelas Kelompok Lanjut Madya
7 2 5 2 6 5 6 5 3 7 5 0 0 53
Utama
1 0 3 0 2 2 0 0 0 1 1 0 0 10
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Tabel 22. Poktan berdasarkan jenis No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Desa
Lamajang Tribaktimulya Margamulya Pangalengan Pulosari Markamekar Warnasari Sukaluyu Margaluyu Margamukti Sukamanah Banjarsari Wanasuka Jumlah Sumber : BP4K, 2011
Poktan
17 7 20 5 10 16 4 20 8 13 18 11 6 155
Jenis Kelompok Tani Dewasa Pemuda Wanita
15 6 18 4 8 12 20 13 7 15 10 5 4 137
1 1 1 2 1 1 7
2 1 1 0 1 2 0 0 1 2 0 0 0 10
Petani di Kecamatan Pangalengan rataan berjenis kelamin pria dengan kategori dewasa, namun ada juga ditemukan para kelompok tani khusus wanita yang jumlahnya sangat sedikit sekali. Status kepemilikan akan lahan yang dibudidayakan kebanyakan adalah milik sendiri, akan tetapi beberapa Petani yang menyewa dari petani lainnya. Dalam suatu Poktan rataan terdiri minimal lima (5) orang Petani. Kebanyakan para petani sendiri masing-masing memiliki tenaga Petani lainnya yang digaji dengan sistem upah mingguan. Pola budidaya yang paling banyak diterapkan di Pangalengan adalah polikultur atau tumpangsari. Produktivitas hasil panen untuk masing-masing Poktan berbeda, biasanya dalam satu tahun sayuran dapat dipanen tiga (3) kali panen. Dalam hal pembibitan atau pembenihan kebanyakan petani sudah memiliki rekanan sesama petani pemasok bibit di Pangalengan. Namun, ada juga yang melakukan pembibitan sendiri untuk digunakan sendiri. Para Petani yang melakukan budidaya pembenihan secara sendiri dikarenakan para Petani pemasok bibit tidak konsisten dalam menyediakan benih, serta biasaya mutu bibit yang dihasilkan tidak sesuai dengan harapan petani sayuran. Petani Pangalengan mengatasi adanya hama dan penyakit sayuran dengan tindakan pencegahan secara fisik maupun kimia. Akan tetapi kebanyakan para Petani memilih bahan-bahan kimia untuk memberantas hama dan penyakit yang menyerang sayuran. Hal tersebut yang menjadi salah satu kendala permasalahan dalam menuju pertanian organik di Pangalengan. Dalam hal pengawasan mutu, petani melakukan proses sorting dan grading terhadap produk sayurannya. Namun, kebanyakan Petani tidak melakukan pengemasan dan pelabelan sendiri. Pemerintah Pangalengan setempat, yaitu Dinas Penyuluh Pertanian telah melakukan pembinaan dan pelatihan terhadap pengawasan mutu sayuran. Hal tersebut dilakukan agar mutu sayuran di Pangalengan sesuai dengan harapan konsumen di pasar. Dalam aspek pemasarannya, para petani melalukan penjualan di pasar Pangalengan. Di pasar tersebut terjadi pertemuan antara petani dengan para pedagang/pengumpul, dimana kesepakatan harga sesuai dengan persetujuan kedua (2) belah pihak. Namun, banyak Poktan yang menjalin kerjasama atau bermitra dengan perusahaan besar seperti yang telah masuk di Kecamatan Pangalengan adalah PT Alamanda (perusahaan eksport sayuran) dan PT Indofood
Sukses Makmur. Para petani di Pangalengan tidak melakukan kegiatan promosi dalam memasarkan produk sayurannya, sehingga hal ini dapat mengurangi biaya operasional petani. Akan tetapi hal tersebut juga dapat berdampak merugikan petani, karena akses pasar menjadi terbatas. Wilayah pemasaran Petani kebanyakan di pasar-pasar dalam satu Kabupaten dan satu Provinsi. Untuk wilayah antar provinsi dan ekspor, petani hanya menjadi produsen untuk didistribusikan ke distributor lainnya. Dalam melakukan pemasaran, rataan Petani tidak mengalami kendala. Namun, adanya pasar yang hanya terbatas dan peran Petani sebagai produsen mengakibatkan keuntungan Petani menjadi cenderung kecil. Hal tersebut dikarenakan juga para Petani tidak melakukan penjualan secara langsung ke konsumen, sehingga besar kemungkinan harga produk untuk Petani menjadi rendah. Dalam hal permodalan, Petani kebanyakan memiliki modal sendiri, atau dibantu oleh keluarga namun sebagian juga berasal dari pinjaman dari Bank. Kebijakan yang telah dilakukan oleh pemerintahan Kecamatan Pangalengan terhadap pertanian, yaitu melakukan pembinaan terhadap budidaya tanaman sayuran, terutama untuk sayuran organik pernah dilakukan namun sampai saat ini belum ada penerapannya. Dalam hal produksi, Kecamatan Pangalengan sebagai salah satu sentra pertanian sayuran unggulan di Kabupaten Bandung memiliki luas lahan 10.888 Ha dengan produksi 441.256 ton. Sayuran yang diproduksi oleh para petani di Kecamatan Pangalengan saat ini adalah sayuran yang aman untuk dikonsumsi dan memenuhi standar kesehatan (Prima III). Pertanian Prima III yang diterapkan oleh para petani merupakan langkah awal dan secara gadual menuju pertanian organik. Penggunaan pestisida dan insektisida merupakan suatu kebutuhan untuk mempertahankan kuantitas produksi dan dosis yang digunakan masih dalam batas normal. Pedoman budidaya sayuran baik (GAP) yang sesuai dengan kondisi Indonesia sebagai panduan dalam proses produksi untuk menghasilkan produk yang aman dikonsumsi, bermutu dan diproduksi secara ramah lingkungan. Perwujudan penerapan budidaya sayuran yang baik dinyatakan dengan penerbitan nomor registrasi yang diberikan sebagai hasil penilaian kebun, atau lahan usaha. Komoditi sayuran unggulan di Kecamatan Pangalengan adalah Kentang, Kubis,
Sawi, Tomat dan Buncis. Berikut adalah keterangan dari masing-masing komoditi: a. Kentang Produksi Kentang Kecamatan Pangalengan pada tahun 2011 mencapai 270.199,4 ton dengan luas areal 3.584 Ha. Desa Margamukti merupakan daerah utama penghasil Kentang di Kecamatan Pangalengan dengan total produksi 14.936,9 ton dan luas areal 718 ha (BPS, 2011). Teknik budidaya Kentang di Kecamatan Pangalengan masih tradisional dan tentunya belum terdapat budidaya kentang organik. b. Kubis Produksi Kubis Kecamatan Pangalengan pada tahun 2011 mencapai 52.753,1 ton dengan luas areal 2.403 Ha. Desa Margamukti merupakan daerah utama penghasil Kubis di Kecamatan Pangalengan dengan total produksi 12.368,2 ton dan luas areal 539 Ha (BPS, 2011). Proses produksi Kubis di Kecamatan Pangalengan masih tradisional dan belum banyak menggunakan bantuan mesin, serta tentunya belum terdapat budidaya Kubis organik. c. Sawi Produksi Sawi Kecamatan Pangalengan pada tahun 2011 mencapai 31.574,7 ton dengan luas areal 1.643 Ha. Desa Margamukti merupakan daerah utama penghasil Kubis di Kecamatan Pangalengan dengan total produksi 4.084,5 ton dan luas areal 178 Ha (BPS, 2011). Teknik budidaya Sawi di Kecamatan Pangalengan masih tradisional dan belum banyak menggunakan bantuan mesin, serta belum terdapat budidaya Sawi organik. d. Tomat Produksi Tomat Kecamatan Pangalengan pada tahun 2011 mencapai 51.512 ton dengan luas areal 2.403 Ha. Desa Margamulya merupakan daerah utama penghasil Tomat di Kecamatan Pangalengan dengan total produksi 1.825 ton dan luas areal 73 Ha (BPS, 2011). Proses produksi Tomat di Kecamatan Pangalengan masih tradisional dan belum banyak menggunakan bantuan mesin, serta belum terdapat budidaya secara organik.
e. Buncis Produksi Buncis Kecamatan Pangalengan pada tahun 2011 mencapai 7.683,9 ton dengan luas areal 372 Ha. Desa Lamajang merupakan daerah utama penghasil Buncis di Kecamatan Pangalengan dengan total produksi 55,8 ton dan luas areal 3 (tiga) Ha (BPS, 2011). Proses produksi Buncis di Kecamatan Pangalengan masih tradisional dan belum terdapat budidaya secara organik. 4.2.3 Identifikasi pedagang/pengumpul sayuran Sistem penjualan sayuran di Kecamatan Pangalengan berlangsung berdasarkan dari permintaan pasar. Hal ini artinya para pedagang/bandar dan petani melakukan transaksi dan negosiasi terhadap produk, serta harga. Setelah terjadi kesepakatan harga dari kedua pihak, maka pihak pedagang dapat langsung memanen/mengambil sayuran di kebun milik Petani. Setiap hari transaksi di pasar tersebut berlangsung, sehingga sering terjadi perubahan harga sayuran. Misalnya, untuk komoditi Kentang, terdapat beberapa harga tergantung dari jenis dan kebijakan di pasar Pangalengan sendiri. Kebijakan harga sayuran di Pangalengan bergantung juga harga di pasaran dan kesepakatan dari para Petani. Untuk sayuran kentang berjenis Atlantik yang diproduksi di Pangalengan tidak dipasarkan di pasar biasa, karena untuk jenis tersebut sudah terikat kontrak dengan PT Indofood Sukses Makmur, sehingga untuk bibit kentang Atlantik sudah disediakan dari pihak Indofood Sukses Makmur kemudian para Petani yang dipilih untuk membudidayakannya secara langsung menjual ke perusahaan kembali. Hal tersebut juga berlaku untuk penjualan sayuran lainnya yang telah terikat dengan perusahaan besar lainnya seperti PT Alamanda. PT Alamanda tersebut merupakan salah satu perusahaan ekspor sayuran yang ikut berperan dalam bantuan dana dan bibit kepada para Petani di Pangalengan. Penjualan sayuran yang dilakukan oleh pedagang/pengumpul bervariasi. Rataan setiap harinya para pedagang bisa mengangkut 1 (satu) kendaraan bak/truk dengan asumsi kapasitasnya dapat mencapai 6 (enam) ton sayuran. Kendaraan bak/truk yang digunakan untuk pengangkutan sayuran ke pasar digunakan juga untuk mengangkut pupuk dari pasar untuk dijual ke para petani di Pangalengan seperti terlihat pada Gambar 13 dan 14. Hal tersebut untuk mengefisienkan biaya
transportasi, sehingga masing-masing pihak dapat saling menguntungkan, serta karena mahalnya biaya transportasi, sehingga hal tersebut juga dapat menghemat biaya.
Gambar 13. Truk pengangkut pupuk dan sayuran
Gambar 14. Pengangkutan sayuran dengan mobil bak Pemasaran sayuran tersebut kebanyakan ditujukan ke pasar-pasar di Bandung, Bogor, Jakarta, Pasar Tangerang, Pasar Induk Kramatjati, Pasar Kemang Bogor dan Pasar Caringin Bandung. Untuk Kentang, Kol dan Tomat, biasanya dipasarkan antar Provinsi, yaitu di daerah Pontianak. Selain di pasarpasar, pemasaran juga ke swalayan/supermarket dan perusahaan (sistem kontrak). Penjualan yang dilakukan oleh para pedagang/pengumpul skala besar di Pangalengan sudah tertata dengan baik sistem manajemennya seperti yang dilakukan oleh Perusahaan Dagang (PD) Hikmah. PD Hikmah berdiri sejak tahun 1962, pendirinya bapak Hj. Hikmah. Struktur organisasi dari PD Hikmah terdiri dari owner, dua (2) kepala (kepala operasional dan administrasi) dan terdapat tiga (3) manager (marketing, keuangan dan area) serta terdapat beberapa supervisor (kepala lapang). Jumlah karyawan yang dimiliki saat ini 1300 orang. PD Hikmah mengelola sekitar 7 (tujuh) kelompok tani di Pangalengan. Komoditi utamanya sendiri antara lain adalah
Kentang, benih Kentang, Kol, Cabe dan Wortel dan produk unggulan dari PD Hikmah, yaitu kentang. Produk kentang yang dihasilkan dari PD Hikmah tersebut sudah memiliki sertifikat dari Sucofindo (badan sertifikasi di Indonesia). Akan tetapi sertifikat yang dimiliki belum mewakili sebagai produk kentang organik. Untuk budidaya dalam pembenihan kentang memiliki screen house sendiri. Saat ini PD Hikmah dikelola dengan manajemen modern dengan tenaga profesional yang berasal dari keluarga maupun profesional lainnya. Dalam pengembangan agribisnis, perusahaan membeli Kentang dari masyarakat, atau Petani dengan harga pasar dari Poktan, sedangkan pengadaan bibit, pupuk dan pestisida ditanggung oleh PD Hikmah sendiri. Dalam usahanya PD Hikmah juga telah melakukan kerjasama dan kemitraan dengan berbagai perusahaan besar. PD Hikmah memasarkan sayurannya kebanyakan di swalayan-swalayan terkemuka seperti Lotte Mart, Makro, Hero yang berada di kawasan Jakarta, Bogor
dan
Bandung.
Selain
itu
pemasarannya
juga
di
pasar-pasar
tradisional/induk. Untuk permodalan PD Hikmah sendiri bermitra dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Bank Bukopin. Pemasaran merupakan aktivitas menyediakan
sarana
bagi
pelanggan untuk
mendapatkan produk
serta
memengaruhi konsumen untuk membeli produk. Secara umum, sistem pemasaran sayuran unggulan di Kecamatan Pangalengan pada umumnya hampir sama dengan sistem pemasaran daerah-daerah lain. Pemasaran sayuran di Pangalengan dilakukan dengan sistem kontrak dan pemasaran secara langsung agar mendapat respon dari konsumen. Para Petani di Pangalengan melakukan ikatan kontrak kerjasama dengan perusahaan agribisnis, usaha olahan, perhotelan dan pelaku usaha lain yang membutuhkan kepastian produk. Sistem kontrak sebenarnya menguntungkan kedua belah pihak (petani dan mitranya). Dengan sistem kontrak ini akan menjamin kuantitas, mutu dan kontinuitas produk bagi pelaku usaha. Manfaat bagi petani adalah harga yang ditetapkan di atas harga pasar tradisional, kestabilan harga selama periode tertentu, bantuan modal, bantuan benih dan prosedur budidaya sayuran. Komoditas yang dijual dengan sistem kontrak biasanya akan dipasarkan di berbagai pasar modern (supermarket atau swalayan), hotel dan perusahaan agribisnis untuk tujuan ekspor.
Petani yang belum memiliki ikatan kontrak pemasaran akan menjual sayurannya kepada konsumen akhir ataupun pembeli dalam jumlah besar (agen, bandar, tengkulak dan pedagang/pengumpul). Sebelum panen, biasanya perwakilan dari Poktan akan mencari pembeli di pasar tradisional Pangalengan. Pasar tradisional inilah tempat berkumpulnya Poktan dengan para calon pembeli yang berasal dari berbagai daerah. Poktan melakukan negoisasi dengan para calon pembeli terkait jenis komoditas, kuantitas (kuintal, atau ton), harga dan cara pembayaran. Selanjutnya bila ada kesepakatan, maka Petani dan pembeli langsung menuju lahan pertanian. Komoditas sayuran yang dijual kepada pembeli selanjutnya dijual di pasarpasar tradisional seperti pasar tradisional Pangalengan, Pasar Tradisional Caringin (Bandung), Pasar Tradisional Bogor, Pasar Induk Keramat Jati (Jakarta), Pasar Induk Tangerang dan berbagai daerah lainnya di Indonesia. Tabel 23 menunjukkan daftar harga beberapa sayuran unggulan di Pangalengan. Tabel 23. Daftar harga beberapa sayuran unggulan di Pangalengan No
Komoditas Sayuran
Harga (Rp)
1
Kentang
4.000,-
2
Kubis
2.000,-
3
Sawi
1.500,-
4
Tomat
2.000 –3.500,-
5
Buncis
4.500,-
4.2.4 Identifikasi konsumen sayuran organik Hasil kajian terhadap konsumen sayuran organik ini digunakan untuk mengetahui permintaan dan keinginan konsumen akan sayuran yang organik. Kebanyakan konsumen sayuran organik adalah perempuan dengan pendidikan rata-rata adalah sarjana dan kebanyakan profesinya adalah pegawai negeri. Para konsumen memilih sayuran organik, karena konsumen menyadari akan pentingnya kesehatan bagi tubuh. Selain itu salah satu alasan lain pemilihan sayuran organik adalah karena konsumen mengetahui bahwa sayuran organik memiliki kandungan mutu dan gizi yang lebih baik dibandingkan dengan sayuran biasa. Alasan lainnya, para konsumen merupakan vegetarian, sehingga konsumen
tidak rugi untuk mengeluarkan biaya lebih untuk mendapatkan sayuran yang bermutu tinggi. Rataan konsumen membeli sayuran organik 3-4 kali dalam sebulan dan jenis sayuran yang dibeli juga bervariasi 2-3 jenis sayuran organik. Awal dari ketertarikan para konsumen yang memilih untuk mengkonsumsi sayuran organik, kebanyakan dikarenakan adanya iklan di Swalayan yang mempromosikan sayuran organik. Dengan kata lain, konsumen lebih memilih dan tertarik untuk membeli sayuran organik di Swalayan daripada di pasar tradisional. Hal tersebut dikarenakan sayuran yang dijual di Swalayan lebih segar daripada pedagang sayur keliling dan juga karena kebanyakan tempat tinggalnya lebih dekat dengan Swalayan. Menurut para konsumen sayuran organik, yang menjadi indikator bermutunya sayuran organik adalah mutu kesegaran dari sayurannya. Selain itu para konsumen berpikir bahwa sayuran organik yang mereka beli baik untuk kesehatan tubuh karena tidak menggunakan bahan pestisida, bersih dan segar. 4.3
Analisis Lingkungan Usaha Analisis lingkungan usaha adalah proses awal dalam manajemen strategi
yang bertujuan untuk memantau lingkungan perusahaan. Lingkungan perusahaan mencakup semua faktor, baik yang berada di dalam maupun di luar perusahaan. Secara garis besar analisis lingkungan usaha dapat dikategorikan ke dalam dua bagian besar yaitu lingkungan internal dan lingkungan eksternal perusahaan. 4.3.1 Identifikasi faktor internal Lingkungan internal adalah lingkungan yang berada dalam organisasi dan secara normal memiliki implikasi langsung pada aktivitas organisasi. Analisis faktor internal merupakan proses identifikasi terhadap faktor kekuatan dan kelemahan dari dalam perusahaan seperti dapat dilihat pada Tabel 24. Lingkungan internal dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan fungsional, yaitu analisis yang dilakukan pada masing-masing fungsi dalam kelompok tani dengan mengkaji manajemen, pemasaran, keuangan, kegiatan produksi dan operasi. Berdasarkan hasil identifikasi faktor internal di Pangalengan, terdapat beberapa kekuatan yang dapat dimanfaatkan untuk menuju pertanian organik. Poktan sebagai wadah belajar dan tempat untuk memperkuat kerjasama diantara para Petani memiliki peranan penting dalam menghadapi tantangan, ancaman,
hambatan dan gangguan, serta meningkatkan kesejahteraan Petani. Hubungan baik antara ketua dan anggota Poktan dapat mencapai skala ekonomi, baik kuantitas, mutu, maupun kontinuitas. Tabel 24. Faktor internal strategi produksi sayuran organik di Pangalengan Faktor Kekuatan Kelemahan Internal Manajemen 1. Hubungan baik yang terjalin antara Ketua dengan Anggota Poktan
1. Kemampuan SDM masih rendah
Pemasaran
1. Harga sayuran organik hampir sama dengan harga sayuran semi organik. 2. Lemahnya akses Poktan terhadap pasar sayuran organik. 3. Kurangnya promosi sayuran organik 1. Biaya produksi produk organik terlalu tinggi 2. Keterbatasan modal 1. Sertifikasi produk organik belum ada 2. Mahalnya biaya transportasi
Keuangan
Produksi dan operasi
1. Sayuran yang diproduksi beraneka ragam. 2. Kondisi geogafis mendukung 3. Pertanian ramah lingkungan (Prima III) 4. Sayuran yang dihasilkan aman dikonsumsi
Kekuatan lain yang dimiliki oleh Poktan adalah sayuran yang diproduksi beraneka ragam, sehingga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Sayuran yang dihasilkan aman dikonsumsi (Prima III) dan pertanian ramah lingkungan juga menjadi modal untuk menuju pertanian organik. Beberapa hal yang menjadi kelemahan menuju pertanian organik di Pangalengan, antara lain kualifikasi SDM (petani, atau anggota Poktan) di Pangalengan masih tergolong rendah. Kemudian keinginan para Petani untuk beralih ke pertanian organik sebenarnya sudah ada. Akan tetapi, para Petani engan untuk memproduksi sayuran organik, karena harga sayuran yang diproduksi secara konvensional hampir sama dengan harga sayuran yang diproduksi secara organik.
Lebih lanjut keterbatasan akses pasar juga merupakan kelemahan untuk mengembangkan pertanian organik. Hal ini terjadi karena belum ada pasar dan saluran distribusi produk organik di Pangalengan. Kurangnya promosi, biaya produksi sayuran organik yang tinggi (terutama sertifikasi), keterbatasan modal dan mahalnya biaya transportasi merupakan bagian dari kelemahan yang dihadapi oleh para Petani di Pangalengan untuk menuju pengembangan pertanian organik. 4.3.2 Identifikasi faktor eksternal Identifikasi
terhadap
faktor-faktor eksternal
menghasilkan rumusan
mengenai peluang dan ancaman yang dihadapi. Rumusan peluang dan ancaman tersebut dapat dijadikan pertimbangan bagi pengembangan strategi produksi sayuran organik di Pangalengan. Aspek-aspek yang ditinjau antara lain ekonomi, sosial budaya, demografi, politik, pemerintah, hukum, teknologi dan kompetitif. Tabel 25 menunjukkan faktor eksternal strategi produksi sayuran organik di Pangalengan. Tabel 25. Faktor eksternal strategi produksi sayuran organik di Pangalengan Faktor Eksternal Peluang Ancaman Ekonomi
1. Harga jual lebih tinggi
Sosial budaya dan
1. Pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat. 2. Perubahan pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat yang cenderung back to nature 3. Loyalitas konsumen organik yang tinggi. 4. Asosiasi pertanian organik 1. Kebijakan pemerintah mengenai progam “Go organik 2010” 2. Dukungan pemerintah
1. Serangan hama dan penyakit perusak tanaman 2. Iklim dan cuaca yang tidak menentu memengaruhi hasil produksi
1. Kuota permintaan belum terpenuhi semua
1. Konsinyasi harga dari para agen tengkulak
demogafi
Politik, pemerintah hukum Kompetitif
dan
1. Tarif ekspor sayuran tinggi
Selama ini sayuran yang diproduksi di Pangalengan masih berada pada tahap Prima-III (sayuran aman dikonsumsi) dan profit yang didapatkan masih dapat menutupi biaya produksi. Pertambahan jumlah penduduk yang semakin
meningkat, perubahan pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat yang cenderung back to nature, loyalitas konsumen organik tinggi, adanya asosiasi pertanian organik, kebijakan pemerintah mengenai progam “Go organik”, dukungan pemerintah, kuota permintaan yang belum semua terpenuhi akan mendorong peningkatan permintaan sayuran organik. Bila permintaan sayuran organik tinggi, kemudian diikuti oleh biaya produksi yang efisien, serta harga jual tinggi akan memberikan nilai tambah dan peningkatan kesejahteraan para petani. Berdasarkan identifikasi faktor eksternal, terdapat beberapa ancaman untuk menuju pertanian organik di Pangalengan, diantaranya serangan hama dan penyakit perusak tanaman, iklim dan cuaca yang tidak menentu, tarif ekspor sayuran tinggi, serta konsinyasi harga dari para agen, atau tengkulak. 4.4
Analisis Matriks IFE Berdasarkan hasil analisis faktor internal, maka selanjutnya akan
diidentifikasi
beberapa hal yang menjadi kekuatan dan kelemahan Poktan.
Setelah faktor-faktor strategi internal Poktan yang meliputi kekuatan dan kelemahan, maka dilakukan pengisian kuesioner. Penetapan bobot dan rating melibatkan beberapa pihak, antara lain : 1. Ketua Poktan “Katata” 2. Ketua Poktan “Sari Tani” 3. Pedagang atau pengumpul di Pangalengan 4. Pemasok bibit di Pangalengan 5. Asisten Manager “Adi Farm” 6. Farm Manager “Hikmah Farm” 7. Marketing Manager “Hikmah Farm” 8. Ibu Kepala Desa Pangalengan (sebagai perwakilan konsumen) 9. Dinas Pertanian Tanaman Pangan (Bidang Hortikultura) Jawa Barat Proses pembobotan IFE dapat dilihat pada Lampiran 7 Berdasarkan penilaian responden terhadap faktor kunci internal strategi produksi sayuran organik di Pangalengan, total skor rata-rata IFE adalah 2,260 (Tabel 26). Hal ini dapat diartikan kemampuan Poktan untuk memanfaatkan kekuatan yang ada dan mengatasi kelemahan tergolong rataan.
Tabel 26. Analisis matriks IFE Bobot
Rating
(a)
(b)
Faktor - Faktor Internal Kekuatan A Sayuran yang diproduksi beraneka ragam B Kondisi geografi mendukung C Hubungan baik yang terjalin antara ketua dengan anggota kelompok tani D Pertanian ramah lingkungan (prima III) E Sayuran yang dihasilkan aman dikonsumsi Kelemahan F Biaya produksi produk organik terlalu tinggi Harga sayuran organik hampir sama dengan harga G sayuran semi organik H Kemampuan SDM masih rendah I Lemahnya akses kelompok tani terhadap pasar sayuran organik J Sertifikasi produk organik belum ada K Keterbatasan modal L Kurangnya promosi sayuran organik M Mahalnya biaya transportasi Total
Nilai Tertimbang (a x b)
0,073 0,073
3,5 3,6
0,255 0,262
0,064 0,079 0,084
3,3 3,8 4,0
0,210 0,302 0,336
0,081
1,2
0,097
0,081 0,081
1,4 1,5
0,114 0,121
0,083 0,078 0,071 0,084 0,069 1,000
1,3 1,5 1,8 1,2 1,6
0,108 0,117 0,127 0,101 0,111 2,260
Pada Tabel 26, hasil perhitungan matriks IFE terlihat bahwa sayuran yang diproduksi aman dikonsumsi (skor 0,336) merupakan kekuatan utama dalam strategi produksi sayuran organik di Pangalengan. Dengan demikian, sistem produksi sayuran yang aman dikonsumsi dapat menjadi langkah utama menuju pertanian organik murni. Hal ini juga didukung dengan pertanian di Pangalengan yang ramah lingkungan (prima III) dengan skor 0,306. Kondisi geografi yang mendukung menempati posisi ketiga dengan jumlah skor 0,262. Kemudian sayuran yang diproduksi beraneka ragam (skor 0,255) dan hubungan baik antara Ketua dengan Anggota Poktan (skor 0,210) menambah kekuatan yang dimiliki Poktan di Pangalengan. Kelemahan utama dari sistem pertanian organik di Pangalengan adalah keterbatasan modal dengan skor 0,127. Kemudian didukung dengan kemampuan SDM masih rendah (skor 0,121). Faktor kelemahan lainnya, yaitu sertifikasi produk organik yang belum ada (0,117). Selain itu, harga sayuran organik dipasaran harganya hampir sama dengan sayuran semi organik (skor 0,114). Kelemahan lainnya, yaitu mahalnya biaya transportasi (skor 0,111), lemahnya akses kelompok tani terhadap pasar sayuran organik (skor 0,108) dan kurangnya
promosi sayuran organik (skor 0,101). Faktor-faktor diatas merupakan kelemahan dalam aspek pemasaran di Pangalengan. Biaya produksi sayuran organik yang tinggi (skor 0,097) juga merupakan salah satu kelemahan. 4.5
Analisis Matriks EFE Matriks EFE berisi peluang dan ancaman yang dihadapi oleh Poktan.
Pemberian bobot pada matriks EFE sama seperti pemberian bobot pada matriks IFE. Proses pembobotan pada matriks EFE ini dapat dilihat pada Lampiran 8. Berdasarkan penilaian responden terhadap faktor kunci eksternal strategi produksi sayuran organik di Pangalengan, total skor rataan EFE 2,790 (Tabel 27). Hal ini dapat diartikan kemampuan kelompok tani untuk memanfaatkan peluang-peluang yang ada dan mengatasi ancaman-ancaman yang dihadapi oleh Poktan tergolong rataan. Tabel 27. Analisis matriks EFE Bobot
Rating
(a)
(b)
Faktor- Faktor Eksternal Peluang Pertambahan jumlah penduduk yang terus A meningkat Perubahan pola konsumsi dan gaya hidup B masyarakat yang cenderung back to nature Kebijakan pemerintah mengenai program "Go C organik 2010" D Loyalitas konsumen organik tinggi E Asosiasi pertanian organik F Harga jual sayuran organik lebih tinggi G Kuota permintaan belum terpenuhi semua H Dukungan pemerintah Ancaman I Serangan hama dan penyakit perusak tanaman Iklim dan cuaca yang tidak menentu J mempengaruhi hasil produksi K Konsinyasi harga dari para agen/tengkulak L Tarif ekspor sayuran tinggi Total
Nilai Tertimbang (a x b)
0,073
3,2
0,234
0,087
3,9
0,339
0,086 0,073 0,069 0,083 0,076 0,102
3,6 3,3 3,0 3,6 3,2 3,8
0,310 0,242 0,208 0,297 0,243 0,388
0,089
1,6
0,142
0,085 0,078 0,098 1,000
1,7 1,7 1,1
0,144 0,133 0,108 2,790
Pada Tabel 27, terlihat bahwa dukungan pemerintah merupakan peluang yang paling besar di Pangalengan dalam menuju pertanian organik (skor 0,388). Hal tersebut juga didukung oleh perubahan pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat yang cenderung back to nature (skor 0,339). Kebijakan pemerintah
mengenai adanya program “Go Organik 2010” juga menjadi peluang besar untuk menuju pertanian organik di Pangalengan (skor 0,310).
Selain itu, peluang
lainnya adalah kuota permintaan akan sayuran organik yang belum semua dapat terpenuhi (skor 0,243), loyalitas konsumen organik yang tinggi (skor 0,242), pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat (skor 0,234) dan asosiasi pertanian organik (skor 0,208). Semua faktor tersebut menjadi peluang di Kecamatan Pangalengan untuk menuju pertanian organik. Ancaman utama yang dihadapi dalam produksi sayuran organik di Pangalengan adalah iklim dan cuaca yang tidak menentu memengaruhi hasil produksi (skor 0,144). Selain itu serangan hama dan penyakit perusak tanaman (skor 0,142) merupakan ancaman yang besar juga di Pangalengan. Kemudian adanya konsinyasi harga dari para agen/tengkulak (skor 0,133) dan ancaman dari pemerintahan yang menjadi kendala adalah tarif ekspor sayuran yang tinggi (skor 0,108). 4.6
Matriks IE Dari hasil evaluasi dan analisis yang telah dilakukan sebelumnya, maka
akan lebih dipertajam dengan analisis internal dan eksternal yang menghasilkan matriks Internal-External (IE). Kegunaan matriks IE adalah untuk mengetahui posisi Poktan saat ini. Informasi spesifik tentang lingkungan internal, maupun eksternal perusahaan mengacu pada satu cara untuk mendapatkan suatu kemampuan strategi antara peluang eksternal dan kekuatan internal. Pemetaan posisi perusahaan sangat penting bagi pemilihan alternatif strategi dalam menghadapi persaingan dan perubahan yang terjadi. Dengan nilai matriks IFE 2,260 yang artinya faktor internal berada pada posisi rataan. Sedangkan total nilai tertimbang pada matriks EFE adalah 2,790 memperlihatkan respon yang diberikan oleh kelompok tani terhadap lingkungan eksternal tergolong rataan. Posisi Poktan di Pangalengan berada pada Kuadran V (hold and maintain), yaitu memiliki kemampuan internal dan eksternal rataan. Poktan yang masuk ke dalam kuadran ini sebaiknya dikelola dengan strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk. Gambar 15 menunjukkan hasil analisis matriks IE Poktan di Pangalengan.
Total Nilai IFE diberi Bobot Kuat
Rataan
Lemah
3,0 – 4,0
2,0 – 2,99
1,0 – 1,99
3,0
4,0
2,260 2,0
1,0
3,0 – 4,0 diberi Bobot
Total Nilai EFE
Tinggi
3,0
Menengah 2,0 – 2,99
(II)
(III)
(IV)
(V)
(VI)
(VII)
(VIII)
(IX)
2,790 2,0
Rendah 1,0 – 1,99
(I)
1,0
Gambar 15. Analisis matriks IE Poktan di Pangalengan 4.7
Analisis Matriks SWOT Analisis menggunakan matriks SWOT adalah identifikasi sistematis atas
kondisi internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan, serta lingkungan eksternal yang menjadi peluang dan ancaman yang dihadapi Poktan. Tujuan dari tahap pencocokan (matriks SWOT) adalah untuk menghasilkan alternatif strategi yang layak, bukan untuk memilih strategi mana yang terbaik. Tidak semua alternatif strategi
yang dikembangkan
dalam
matriks
SWOT
akan
dipilih
dan
diimplementasikan. Dengan analisa ini diharapkan kelompok tani dapat menyusun strategi bersaing berdasarkan kombinasi antara faktor- faktor internal dan eksternal yang telah disajikan dalam matriks IFE dan EFE, sehingga pada akhirnya didapatkan strategi yang sesuai berdasarkan posisi dan kondisi kelompok tani. Strategi ini terdiri dari strategi SO, strategi ST, strategi WO dan strategi WT. Hasil analisis matriks SWOT dapat dilihat pada Tabel 28. Setelah memperoleh gambaran yang jelas mengenai kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dihadapi, maka selanjutnya dapat dipilih alternatif strategi yang akan diterapkan. Dengan pilihan strategi yang tepat, diharapkan dapat memanfaatkan kekuatan dan peluangnya untuk mengurangi kelemahan dan menghadapi ancaman yang ada. Melalui matriks SWOT akan diperoleh alternatif strategi untuk menentukan critical decision.
Tabel 28. Analisis strategi IFE dan EFE
Faktor Internal (Internal Factor) Faktor
Eksternal (External
Kekuatan (Strengths–S)
Kelemahan (Weakness–W)
1. Sayuran yang diproduksi beraneka ragam 2. Kondisi geogafi mendukung 3. Hubungan baik yang terjalin antara Ketua dengan Anggota Poktan 4. Pertanian ramah lingkungan (Prima III) 5. Sayuran yang dihasilkan aman dikonsumsi
1. Biaya produksi produk organik terlalu tinggi 2. Harga sayuran organik hampir sama dengan harga sayuran semi organik 3. Kemampuan SDM masih rendah 4. Lemahnya akses kelompok tani terhadap pasar sayuran organik 5. Sertifikasi produk belum ada 6. Keterbatasan modal 7. Mahalnya biaya transportasi
Strategi S–O
Strategi W–O
Factor)
Peluang (Opportunities–O) 1. Pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat 2. Perubahan pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat yang cenderung back to nature 3. Kebijakan pemerintah mengenai program "Go organik 2010" 4. Loyalitas konsumen organik tinggi 5. Asosiasi pertanian organik. 6. Harga jual lebih tinggi 7. Kuota permintaan belum terpenuhi semua 8. Dukungan pemerintah. Ancaman (Threats–T) 1. Serangan hama dan penyakit perusak tanaman 2. Iklim dan cuaca yang tidak menentu mempengaruhi hasil produksi 3. Konsinyasi harga dari para agen /tengkulak 4. Tarif eskpor sayuran tinggi.
1. Meningkatkan mutu, kuantitas dan kontinuitas produksi. 2. Memperluas pasar dan mempermudah saluran distribusi 3. Memfokuskan pengembangan produk sayuran organik premium
Strategi S–T
1. Perencanaan pola tanam yang lebih baik 2. Pengembangan produk sayuran organik unggulan
1. Fasilitasi dan dukungan pemerintah 2. Penguatan terhadap aspek finansial (permodalan) 3. Memenuhi standar mutu produk sayuran organik sesuai keinginan pembeli 4. Melakukan kemitraan dengan pasar Swalayan dalam pendistribusian produk sayuran organik
Strategi W–T
1. Melakukan riset pasar sayuran organik dan merencanakan perkembangan pemasarannya 2. Memantau dan mengawasi harga sayuran di setiap tingkatan rantai pasok 3. Membentuk asosiasi produsen sayuran organik ditingkat Gapoktan dan Poktan
1.
Strategi S–O (Strengths–Opportunities) Strategi S–O adalah strategi yang menggunakan kekuatan untuk
memanfaatkan
peluang sebesar-besarnya. Pada saat ini permintaan produk
sayuran organik di Pangalengan masih belum ada. Hal ini disebabkan karena pertanian yang diterapkan oleh kelompok tani di Pangalengan masih kategori aman dikonsumsi (Prima III). Sementara dalam pertanian organik aspek mutu merupakan sasaran penting. Mutu produk yang baik juga dapat memberikan nilai tambah bagi petani, terutama dalam bersaing memasarkan produk sayuran organik (competitive). Agar tujuan tersebut tercapai diperlukan keterpaduan kebijakan dan kegiatan, sejak tahap pra produksi, produksi, sampai pasca panen termasuk penyimpanan dan pengangkutan. Sertifitikasi produk juga dibutuhkan untuk meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk
yang memenuhi
persyaratan organik. Fluktuasi harga sayuran yang sangat ekstrim terkadang dialami oleh Poktan di Pangalengan. Hal ini disebabkan oleh 2 (dua) hal, yaitu : 1. Kelebihan penawaran produk sayuran di pasaran (excess supply). Hal ini terjadi karena panen yang melimpah, sementara permintaan sayuran tetap. Akibatnya adalah harga produk sayuran ditingkat petani akan jatuh di bawah harga normal. Kondisi ini akan menyebabkan Petani mengalami kerugian. 2. Produk yang dipasarkan sangat sedikit sementara permintaan tetap, atau meningkat (excess demand). Kondisi ini seharusnya memperkuat posisi petani untuk menaikan harga di atas harga normal. Namun yang terjadi adalah harga produk sayuran ditingkat petani hanya meningkat sampai 10% dari harga normal. Untuk mengatasi fluktuasi harga yang sangat ekstrim di lingkungan Poktan, diperlukan pola tanam yang baik dan teratur. Poktan perlu melakukan penjadwalan mulai dari pra produksi hingga pasca panen. Dengan sistem ini kelompok tani dapat menyediakan produk secara kontinyu dan sesuai dengan permintaan pasar. Untuk membuka akses pasar dan rantai distribusi
produk
sayuran organik di Pangalengan dapat dimulai dengan melakukan kontrak kerjasama antara kelompok tani dengan para pelaku usaha agribisnis. Dengan adanya kontrak pemasaran ini akan mendorong petani untuk menyediakan produk
sayuran organik yang bermutu. Selanjutnya jumlah produk yang dipanen sesuai dengan permintaan. Sistem kontrak juga dapat menjamin kontinuitas produk kepada para pelaku usaha agribisnis, serta harga yang relatif stabil selama periode tertentu.
Strategi lainnya yaitu memfokuskan untuk pengembangan produk
sayuran organik premium. Strategi ini untuk mengarahkan dan mendorong para petani di Pangalengan untuk beralih secara bertahap dari pertanian sayuran Prima III menuju pertanian sayuran organik. 2.
Strategi W–O (Weakness–Opportunities) Strategi W–O merupakan strategi yang bertujuan untuk memperbaiki
kelemahan untuk meraih peluang. Penyediaan fasilitas dan dukungan pemerintah sangat dibutuhkan untuk mengembangkan pertanian sayuran organik di Pangalengan. Fasilitas pra produksi hingga pasca panen yang memadai dapat mendorong Poktan untuk beralih ke pertanin organik. Penggunaan alat-alat teknologi pertanian yang berbasis ramah lingkungan dan pembangunan sarana dan prasarana yang baik dan lengkap merupakan faktor-faktor pendukung yang sangat dibutuhkan untuk memajukan pertanian organik di Pangalengan. Salah satu tantangan pengembangan pertanian organik di Pangalengan adalah aspek finansial atau modal (struktur biaya produksi dan pendapatan). Pada umumnya petani maupun kelompok tani di Pangalengan memiliki modal finansial yang relatif kecil. Bahkan terdapat beberapa Poktan yang meminjam modal usaha sebelum memulai produksi. Keterbatasan modal meyebabkan produktivitas yang rendah dan belum terkelolanya SDA dan SDM secara maksimal. Oleh karena itu, penguatan aspek finansial (modal) merupakan faktor yang sangat penting. Dalam mengembangkan pertanian organik membutuhkan biaya yang tidak sedikit, terutama permodalan awal untuk mendapatkan sertifikasi lahan. Kemudian pasokan bibit, atau benih yang tersertifikasi masih terbatas, sehingga harganya lebih mahal bila dibandingkan dengan bibit biasa. Oleh karena itu, bantuan finansial dari pemerintah untuk memberikan pinjaman modal usaha dengan bunga rendah (kurang dari 6%) ataupun subsidi benih dan pupuk dapat membantu petani untuk mengembangkan pertanian organik di Pangalengan. Memenuhi dan memproduksi sayuran yang bermutu sesuai dengan standar dan keinginan pembeli merupakan salah satu kelemahan yang harus diperbaiki
oleh para petani di Pangalengan untuk mengembangkan pertanian sayuran organik. Mutu dari sayuran merupakan faktor penting bagi para konsumen dalam membeli suatu produk, karena selain membeli produknya nilai yang lebih berharga adalah manfaat dari produk yang telah dibeli. Struktur dari rantai pasok sayuran organik tentunya tidak jauh berbeda dengan sayuran biasa. Oleh karena itu, untuk menjamin keberlangsungan rantai distribusi pemasarannya, para petani di Pangalengan diharapkan untuk melakukan kemitraan dengan pasar swalayan. Dengan bermitra maka produk sayuran organik yang telah diproduksi sudah memiliki pasar tetap dan rantai distribusinya juga akan berjalan secara kontinu. 3.
Strategi S–T (Strengths–Threats) Strategi S-T merupakan strategi yang menggunakan kekuatan internal untuk
meminimalisasi ancaman eksternal. Produktivitas suatu komoditas sayuran bergantung pada faktor genetis, teknik budidaya dan interaksi dengan faktor lingkungan seperti tanah. Keadaan tanah sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur cuaca dan iklim misalnya hujan, suhu dan kelembaban. Pengaruh cuaca dan iklim terkadang menguntungkan tetapi tidak jarang merugikan. Suhu udara dan tanah mempengaruhi proses pertumbuhan tanaman. Setiap jenis tanaman mempunyai batas suhu minimum, optimum dan maksimum berbeda-beda untuk setiap tingkat pertumbuhannya. Suhu udara juga merupakan faktor penting dalam menentukan tempat dan waktu penanaman yang cocok, bahkan suhu udara dapat juga sebagai faktor penentu dari pusat-pusat produksi tanaman, misalnya kentang di daerah bersuhu rendah (180-210C). Keberadaan hama dan penyakit pada tanaman juga sangat dipengaruhi oleh dinamika iklim. Perubahan cuaca dan iklim yang sangat ekstrim, terutama kekeringan dan banjir dapat menyebabkan gagal panen. Cuaca dan iklim merupakan kondisi alam dalam wilayah yang luas dan tidak dapat dikendalikan oleh Poktan. Namun Poktan dapat mensiasati hal itu dengan menanam jenis tanaman yang sesuai dengan musimnya. Salah satu pendekatan yang paling efektif untuk menghadapi perubahan cuaca dan iklim adalah menyesuaikan sistem usaha tani dan paket teknologinya dengan kondisi iklim setempat. Penyesuaian tersebut harus berdasarkan pada pemahaman terhadap karakteristik dan sifat iklim secara baik melalui analisis dan interpretasi data iklim.
Data yang lengkap dan akurat melalui pengamatan akan memberikan kejelasan gejala dan anomali cuaca atau iklim kepada Poktan. Dengan adanya data yang valid, maka data cuaca dapat diolah hingga informasinya dapat bermanfaat bagi petani maupun pengguna lain. Informasi yang diberikan akan sangat membantu dalam manajemen pertanian, karena unsur-unsur cuaca memberikan dampak langsung terhadap pertumbuhan tanaman yang dibudidayakan. Dengan adanya informasi cuaca dan iklim, Poktan dapat melakukan perencanaan pola tanam yang lebih baik untuk menghadapi cuaca dan iklim tidak menentu. Selain itu, kekuatan internal yang harus dikembangkan adalah mengembangkan pertanian Prima III menuju pertanian sayuran organik unggulan. Pengembangan tesebut diharapkan mampu meningkatkan nilai tambah sayuran ditingkat harga dari para distibutor. 4.
Strategi W–T (Weakness–Threats) Strategi W-T adalah taktik yang diarahkan dengan meminimalisasi
kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal. Riset pemasaran merupakan kegiatan penelitian di bidang pemasaran, seperti pengumpulan data produk sayuran organik yang banyak diminati konsumen, serta bernilai tambah tinggi, saluran atau rantai distribusi, informasi harga, segmentasi pasar dan tingkat persaingan. Dengan mengetahui kondisi pasar dan tingkat persaingan, maka Poktan dapat membuat produk sesuai dengan permintaan pasar. Dari hasil riset pasar juga dapat diketahui segmentasi produk, dimana produk tersebut dibutuhkan, kapan produk tersebut harus dipasok dan mutu produk yang diinginkan oleh konsumen. Selain itu juga dapat diketahui besarnya permintaan nyata dan potensi permintaan, kemudian kapan saat-saat permintaan memuncak, kapan saat-saat menurun. Kesemuanya itu ditujukan sebagai masukan bagi Poktan termasuk stakeholder dalam rangka pengambilan keputusan. Hasil riset pemasaran ini dapat dipakai untuk
perumusan
strategi
pemasaran
dalam
merebut
peluang
pasar.
Memperkenalkan dan menginformasikan produk sayuran organik juga perlu dilakukan untuk menarik minat konsumen. Promosi dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain melalui pameran, iklan media massa, maupun cetak, menyebarkan brosur dan sebagainya.
Rantai distribusi yang sangat panjang dapat memicu terjadinya spekulasi harga diantara para agen atau tengkulak. Spekulasi harga yang sangat ekstrim dapat merugikan para petani. Hal ini terjadi karena masing-masing pelaku pasar akan berusaha mencari keuntungan dari setiap harga jual produk. Bila daya beli konsumen tetap, maka harga produk ditingkat Petani akan ditekan sampai di bawah harga normal. Untuk mencegah terjadinya spekulasi harga dalam rantai distribusi, maka dibutuhkan pengawasan terpadu dari dinas pertanian. Melakukan efisiensi dalam rantai distribusi juga perlu dilakukan untuk menghindari biaya (cost) yang terlalu besar. Informasi harga komoditas juga sebaiknya dapat diakses oleh Poktan secara langsung. Dengan adanya transparansi harga, maka petani dapat menetapkan harga normal suatu komoditas dan hal ini tentunya dapat memberikan nilai tambah kepada petani atau kelompok tani. Selain itu, peranan pemerintah dalam regulasi harga sangat dibutuhkan terutama untuk memperkuat posisi daya tawar petani. Bila harga yang ditetapkan dapat memberikan nilai tambah kepada petani, atau Poktan, tentunya akan mendorong petani untuk meningkatkan mutu dan produktivitas. Dalam hal ini, dukungan dalam pengawasan dan pemantauan harga sayuran di setiap tingkatan rantai pasok sangat diperlukan. Dalam melakukan pengembangan pertanian organik di Pangalengan, selain dukungan dari pemerintah kerjasama antar petani juga merupakan faktor yang sangat penting. Para petani di Pangalengan harus mampu membentuk suatu asosiasi produsen untuk sayuran organik, baik ditingkat Gapoktan dan Poktan. Asosiasi tersebut diharapkan mampu menjadi wadah untuk menampung segala kesulitan dan mengatasi semua kendala dalam melakukan produksi sayuran organik. Dengan adanya asosiasi, para petani akan lebih tergerak dan termotivasi untuk menjadi produsen sayuran organik. Kerjasama antar petani tersebut dapat berupa kerjasama terkait secara teknis dan teknologi, serta dalam aspek finansial. Antar petani dapat melakukan penggabungan modal, atau saling meminjam modal untuk melakukan produksi sayuran organik.
4.8
Prioritas Strategi Pengembangan Manajemen Rantai Pasok Sayuran Organik di Kecamatan Pangalengan – Bandung Pemilihan strategi merupakan tahap terakhir dari proses pengolahan data
dalam kajian ini. Alat analisis yang digunakan untuk memilih strategi dari beberapa alternatif strategi yang berhasil dibangkitkan yaitu dengan menggunakan AHP. Penggunaan AHP sebagai alat untuk pemilihan strategi karena AHP memiliki
fleksibilitas
yang
tinggi,
kemampuan
untuk
mengakomodasi
kompleksitas permasalahan yang ada kedalam sebuah hirarki dan kendalanya mengakomodasi konflik diantara para pakar yang memberikan pendapat. Identifikasi untuk tiap masing-masing unsur dalam hirarki AHP dilakukan oleh pendapat tiga (3) orang ahli/pakar dalam pertanian sayuran organik. Para ahli/pakar tersebut meliputi pelaku rantai pasok oleh Bapak Bunyan, MS sebagai perwakilan dari praktisi, Bapak Sidik Haryanto, MSc yang merupakan Kasi Teknologi Subdit Budidaya Tanaman Sayuran, Direktorat Jenderal HortikulturaKementrian Pertanian sebagai perwakilan dari pemerintah dan staf pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian–IPB yaitu Dr. Ahmad Junaedi, MS sebagai perwakilan dari akademisi. 8.1 Ultimate Goal (UG) UG dari struktur hirarki ini adalah “menyusun konsep strategi persiapan pengembangan rantai pasok sayuran organik di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Harapan strategi yang diperoleh adalah strategi dalam mengembangkan dan menciptakan rantai pasok menuju pertanian sayuran organik di Pangalengan. Dalam hal manajemen rantai pasok di Pangalengan untuk sayuran organik masih perlu kajian yang lebih dalam dan luas, sehingga harapan serta tujuan dari kajian ini setidaknya dapat memetakan setiap unsur dalam rantai pasok pertanian sayuran di Pangalengan menuju konsep pengembangan pertanian sayuran organik. 4.8.2 Faktor Faktor-faktor utama yang berpengaruh nyata dalam pengembangan manajamen rantai pasok adalah : a.
SDM
SDM merupakan motor dari aliran rantai pasok sayuran di Kecamatan Pangalengan, maka setiap pemain yang berperan terhadap manajemen rantai pasok dilakukan oleh SDM, yang mana untuk menghasilkan suatu aliran rantai pasok yang baik untuk sebuah komoditas dibutuhkan SDM bermutu. Selain itu, untuk menuju pertanian organik peran utama adalah SDM dari para petani. Faktor penentu keberhasilan dalam konsep pengembangan menuju pertanian organik di Pangalengan adalah SDM yang memiliki kompeten, ahli didalamnya dan memiliki kemauan untuk belajar. b.
Modal Modal merupakan faktor utama yang diperlukan untuk menjalankan suatu
usaha, termasuk untuk pengembangan rantai pasok untuk pertanian organik di Pangalengan ini. Akses pembiayaan yang mudah, disertai dengan bentuk administratif yang tidak rumit akan memudahkan pihak-pihak di dalam rantai pasokan dalam mengembangkan usahanya. Modal juga merupakan masalah yang sering muncul ketika suatu usaha ingin berkembang, karena dibutuhkan sejumlah modal untuk melakukan kegiatan investasi. Demikian pula dalam usaha pengembangan rantai pasok, modal merupakan hal yang sangat dibutuhkan dalam kegiatan produksi, karena digunakan untuk membiayai kegiatan operasional. Untuk biaya awal menuju pertanian organik, dibutuhkan modal yang tidak sedikit, karena untuk awal pembiayaan sertifikasi lahan memerlukan biaya besar. c.
Potensi Pasar Potensi pasar merupakan kemampuan pasar untuk memasarkan produk
sayuran organik yang telah dihasilkan oleh Petani. Peluang pasar didalam negeri maupun diluar negeri yang besar tehadap produk organik harus dimanfaatkan oleh para pelaku usaha rantai pasok di Pangalengan. Hal ini dikarenakan saat ini orang sudah semakin sadar akan pentingnya asupan pangan yang sehat, sehingga dari pola konsumen sendiri akan menciptakan peluang pasar yang besar dan mudah untuk melakukan penetrasi produk organik ke pasaran. d.
Dukungan Pemerintah Dalam program “Go Organic 2010”, pemerintah merupakan pelaku utama
sebagai penggerak menuju pertanian organik. Dukungan pemerintah merupakan faktor yang sangat dibutuhkan oleh para pelaku rantai pasok pertanian di
Pangalengan untuk menuju pertanian sayuran organik. Selain dukungan kebijakan, dalam bentuk sosialisasi ke produsen, maupun konsumen pangan organik, regulasi dalam bentuk SNI dan pedoman pendukung lainnya, bantuan teknis dan penerapan, pembinaan serta pengawasannya. Selain itu pemerintah juga dapat memfasilitasi pengadaan pameran, pelatihan dan lain sebagainya. 4.8.3 Aktor Aktor-aktor utama yang berpengaruh terhadap strategi pengembangan manajemen rantai pasok sayuran organik di Pangalengan adalah : a. Petani dan pedagang b. Pemerintah c. Lembaga riset dan perguruan tinggi d. Lembaga keuangan e. Konsumen 4.8.4 Tujuan Tujuan penyusunan strategi manajemen rantai pasok sayuran organik di Pangalengan adalah : a. Mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang memengaruhi manajemen rantai pasok sayuran organik di Pangalengan b. Mengidentifikasi peranan para pelaku rantai pasok sayuran di Pangalengan c. Menyusun strategi rantai pasok yang tepat untuk sayuran organik bernilai tambah tinggi berbasis petani di Pengalengan 4.8.5 Alternatif Strategi Alternatif strategi pengembangan manajemen rantai pasok yang diperoleh melalui analisis SWOT adalah : a. Meningkatkan mutu, kuantitas dan kontinuitas produksi b. Memperluas pasar/kemitraan serta mempermudah saluran distribusi c. Fasilitasi dan dukungan pemerintah serta asosiasi antar petani d. Penguatan aspek finansial (modal) e. Perencanaan pola tanam yang lebih baik f. Melakukan riset pasar sayuran organik dan perencanaan pengembangan pemasarannya g. Memantau dan mengawasi harga
Menyusun strategi pengembangan manajemen rantai pasok sayuran organik di Kecamatan Pangalengan, Kab. Bandung
Goal
Faktor
SDM
Potensi Pasar
Modal
Dukungan Pemerintah
Aktor Petani dan Pedagang
Pemerintah
Lembaga riset dan
Lembaga Keuangan
Konsumen
perguruan tinggi
Tujuan Mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang memengaruhi manajemen rantai pasok sayuran organik di Pangalengan
Mengidentifikasi peranan para pelaku rantai pasok sayuran di Pangalengan
Menyusun strategi rantai pasok yang sesuai untuk sayuran organik bernilai tambah tinggi berbasis petani di Pangalengan
Alternatif Strategi
Meningkatkan mutu, kuantitas dan kontinuitas produksi
Memperluas pasar/ kemitraan dan mempermudah saluran distribusi
Fasilitasi dan dukungan pemerintah serta asosiasi antar petani
Penguatan aspek finansial (modal)
Gambar 16. Struktur hirarki AHP
Perencanaan pola tanam yang lebih baik
Melakukan riset pasar sayuran organik dan perencanaan pengembangan pemasaran
Memantau dan mengawasi harga
4.9. Analisis Hubungan Antar Unsur Hirarki 4.9.1 Hubungan faktor dan ultimate goal Tabel 29 menunjukkan hubungan antara faktor dan goal dalam struktur hirarki AHP. Faktor yang dianggap paling penting terhadap konsep strategi pengembangan manajemen rantai pasok sayuran organik di Kecamatan Pangalengan adalah modal dengan bobot 0,375. Modal merupakan faktor awal untuk dapat menerapkan dan mengembangkan pertanian sayuran menuju organik di Pangalengan. Tanpa adanya pembiayaan dan modal yang cukup, maka para petani tidak akan tergerak untuk memproduksi sayuran organik di Pangalengan. Tabel 29. Hubungan faktor dan goal Faktor/UG
Konsep
strategi
pengembangan
manajemen
rantai pasok sayuran organik di Kecamatan Pangalengan - Bandung SDM Dukungan Pemerintah Potensi Pasar Modal
0,166 0,228 0,231 0,375
4.9.2 Hubungan faktor dan aktor Tabel 30 menunjukkan hubungan antara faktor dan aktor dalam struktur hirarki. Aktor yang paling mempengaruhi SDM adalah petani dan pedagang (bobot 0,383). Para petani merupakan orang pertama yang akan memproduksi sayuran organik dan sekaligus sebagai produsen untuk rantai pasok distribusi sayuran organik. Aktor yang paling mempengaruhi faktor modal adalah konsumen dan lembaga keuangan (bobot 0,299). Dalam hal ini lembaga keuangan adalah untuk dukungan dan penguatan finansial. Aktor yang paling memengaruhi faktor potensi pasar adalah konsumen dengan bobot 0,443. Hal ini karena konsumen merupakan tujuan utama dari suatu produk diproduksi apabila tidak ada konsumen maka tidak akan tercipta suatu pasar. Aktor yang paling mempengaruhi dalam faktor dukungan pemerintah di Pangalengan adalah lembaga keuangan (bobot 0,364). Lembaga keuangan yang dimaksud dapat berupa bank pemerintahan yang ikut serta dalam mendukung pembiayaan pertanian organik di Pangalengan.
Tabel 30. Hubungan faktor dan aktor Aktor/faktor
SDM
Modal
Potensi Pasar
Petani dan Pedagang Pemerintah Lembaga Riset dan Perguruan Tinggi Lembagan Keuangan Konsumen
0,383 0,107 0,087
0,061 0,244 0,104
0,082 0,169 0,169
Dukungan Pemerintah 0,113 0,149 0,160
0,163 0,260
0,299 0,292
0,137 0,443
0,364 0,215
4.9.3
Hubungan aktor dan tujuan Tabel 31 menunjukkan hubungan antara aktor dan tujuan dalam hirarki.
Bagi petani dan pedagang, pemerintah, lembaga riset dan perguruan tinggi, serta konsumen tujuan yang paling dianggap penting adalah menyusun strategi rantai pasok yang sesuai untuk sayuran organik bernilai tambah tinggi berbasis petani di Pangalengan dengan bobot berturut-turut 0,460, 0,600, 0,685 dan 0,584. Sedangkan dari sisi aktor lembaga keuangan mengganggap tujuan yang paling penting adalah mengidentifikasi peranan para pelaku rantai pasok sayuran di Pangalengan (bobot 0,600). Tabel 31. Hubungan aktor dan tujuan Tujuan/Aktor
Petani Pemerintah dan Pedagang
Mengidentifikasi 0,221 faktor-faktor internal dan eksternal yang memengaruhi manajemen rantai pasok sayuran organik di Pangalengan Mengidentifikasi 0,319 peranan para pelaku rantai pasok sayuran di Pangalengan
0,200
Lembaga Riset dan Perguruan Tinggi 0,200
0,200
0,600
0,080
0,135
Menyusun strategi rantai pasok yang sesuai untuk sayuran organik bernilai tambah tinggi berbasis petani di Pangalengan
0,600
0,200
0,685
0,584
0,460
Lembaga Keuangan
Konsumen
0,234
0,281
4.9.4 Hubungan tujuan dan alternatif strategi Tabel 32 menunjukkan hubungan antara tujuan dan alternatif strategi dalam struktur hirarki AHP. Alternatif memperluas pasar/kemitraan, mempermudah saluran distribusi serta melakukan riset pasar sayuran organik dan perencanaan pengembangan pemasarannya dianggap merupakan alternatif-alternatif paling penting untuk mencapai tujuan mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang memengaruhi manajemen rantai pasok sayuran organik di Pangalengan dengan bobot 0,217. Alternatif perencanaan pola tanam yang lebih baik merupakan alternatif paling penting untuk tujuan mengidentifikasi peranan para pelaku rantai pasok sayuran di Pangalengan dengan bobot 0,342. Sedangkan untuk tujuan menyusun strategi rantai pasok yang sesuai untuk sayuran organik bernilai tambah tinggi berbasis petani di Pangalengan alternatif strategi yang dianggap paling penting adalah memperluas pasar dan mempermudah saluran distribusi dengan bobot 0,239. Tabel 32. Hubungan tujuan dan alternatif strategi Alternatif Strategi/Tujuan
Meningkatkan mutu, kuantitas dan kontinuitas produksi Memperluas pasar/kemitraan serta mempermudah saluran distribusi Fasilitasi dan dukungan pemerintah serta asosiasi antar petani Penguatan aspek finansial (modal) Perencanaan pola tanam yang lebih baik Melakukan riset pasar sayuran organik dan perencanaan pengembangan pemasaran Memantau dan mengawasi harga
Mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi manajemen rantai pasok sayuran organik di Pangalengan 0,054
Mengidentifikasi peranan para pelaku rantai pasok sayuran di Pangalengan
Menyusun strategi rantai pasok yang sesuai untuk sayuran organik bernilai tambah tinggi berbasis petani di Pangalengan
0,240
0,041
0,217
0,079
0,239
0,202
0,083
0,163
0,054
0,074
0,155
0,054
0,342
0,060
0,217
0,097
0,185
0,202
0,083
0,158
4.10 Analisis Pemilihan Strategi Rantai Pasok 4.10.1 Faktor Tabel 33 menunjukkan bobot faktor terhadap goal yaitu menyusun konsep strategi pengembangan manajemen rantai pasok sayuran organik di Kecamatan Pangalengan. Faktor SDM merupakan faktor prioritas pertama dalam pencapaian goal dari kajian ini dengan bobot 0,375. Kemudian faktor lain berturut-turut berdasarkan prioritas paling tinggi ke rendah adalah potensi pasar (0,231), dukungan pemerintah (0,228) dan SDM (0,166). Tabel 33. Bobot faktor terhadap goal Faktor Modal Potensi Pasar Dukungan Pemerintah SDM
Bobot 0,375 0,231 0,228 0,166
Prioritas 1 2 3 4
4.10.2 Aktor Tabel 34 menunjukkan bobot aktor terhadap goal yaitu menyusun konsep strategi pengembangan manajemen rantai pasok sayuran organik di Kecamatan Pangalengan. Dalam mencapai keberhasilan dari kajian ini aktor yang paling mempengaruhi goal adalah konsumen dengan bobot 0,306. Hal ini menunjukkan konsumen menjadi aktor untuk dapat menggerakkan dan menjadi tujuan utama dalam penyusunan konsep strategi rantai pasok di Pangalengan. Aktor yang menjadi prioritas kedua adalah lembaga keuangan (0,252), hal ini menunjukkan bahwa pembiayan dan modal menjadi faktor penting untuk terciptanya goal. Kemudian aktor lain bertutur-turut adalah pemerintah (0,183), petani dan pedagang (0,145), serta lembaga riset dan perguruan tinggi menjadi prioritas aktor terakhir (0,128). Tabel 34. Bobot aktor terhadap goal Aktor Konsumen Lembagan Keuangan Pemerintah Petani dan Pedagang Lembaga Riset dan Perguruan Tinggi
Bobot 0,306 0,252 0,183 0,145 0,128
Prioritas 1 2 3 4 5
4.10.3 Tujuan Tabel 35 menunjukkan bobot tujuan terhadap goal yaitu menyusun konsep strategi pengembangan manajemen rantai pasok sayuran organik di Kecamatan Pangalengan. Tujuan menyusun strategi rantai pasok yang sesuai untuk sayuran organik bernilai tambah tinggi berbasis petani di Pangalengan (bobot 0,375) merupakan prioritas utama dalam pencapaian goal. Artinya strategi yang sesuai yang harus diutamakan agar tercipta goal. Prioritas tujuan kedua mengidentifikasi peranan para pelaku rantai pasok sayuran di Pangalengan dengan bobot 0,180. Kemudian prioritas terakhir adalah mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi manajemen rantai pasok sayuran organik di Pangalengan (bobot 0,153). Tabel 35. Bobot tujuan terhadap goal Tujuan Menyusun strategi rantai pasok yang sesuai untuk sayuran organik bernilai tambah tinggi berbasis petani di Pangalengan Mengidentifikasi peranan para pelaku rantai pasok sayuran di Pangalengan Mengidentifikasi faktorfaktor internal dan eksternal yang memengaruhi manajemen rantai pasok sayuran organik di Pangalengan
Bobot 0,375
Prioritas 1
0,180
2
0,153
3
4.10.4 Alternatif strategi Tabel 36 menunjukkan bobot alternatif strategi terhadap goal yaitu menyusun konsep strategi pengembangan manajemen rantai pasok sayuran organik di Kecamatan Pangalengan. Alternatif strategi dengan prioritas utama adalah memperluas pasar/kemitraan serta mempermudah saluran distribusi dengan bobot 0,205. Hal ini menunjukkan bahwa untuk mencapai goal dalam kajian ini saluran distribusi dan perluasan pasar merupakan strategi utama yang harus diterapkan. Kemudian diurutan kedua alternatif strateginya melakukan riset pasar sayuran organik dan perencanaan pengembangan pemasaran dengan bobot 0,180.
Hal tersebut berkaitan dengan mencari peluang pasar untuk mengembangkan dan memasarkan sayuran organik di Pangalengan. Alternatif strategi ketiga adalah fasilitasi dan dukungan pemerintah serta asosiasi antar petani (bobot 0,157). Dalam strategi ini peran pemerintah sebagai fasilitator dan pendukung sangat dibutuhkan untuk mencapai goal. Prioritas strategi keempat adalah memantau dan mengawasi harga dengan bobot 0,156. Alternatif strategi ini dapat diterapkan bersama dengan strategi prioritas ketiga yaitu dengan dukungan dari pemerintah. Penguatan aspek finansial (modal) merupakan alternatif prioritas kelima (0,114). Untuk alternatif keenam dan ketujuh berturut-turut, yaitu perencanaan pola tanam yang lebih baik (bobot 0,107) dan meningkatkan mutu, kuantitas dan kontinuitas produksi (bobot 0,081). Kedua alternatif terakhir tersebut berkaitan dengan produksi dari sayuran organik. Tabel 36. Bobot alternatif strategi terhadap goal Alternatif Strategi Memperluas pasar/kemitraan serta mempermudah saluran distribusi Melakukan riset pasar sayuran organik dan perencanaan pengembangan pemasaran Fasilitasi dan dukungan pemerintah serta asosiasi antar petani Memantau dan mengawasi harga Penguatan aspek finansial (modal) Perencanaan pola tanam yang lebih baik Meningkatkan mutu, kuantitas dan kontinuitas produksi
Bobot 0,205
Prioritas 1
0,180
2
0,157
3
0,156
4
0,114
5
0,107
6
0,081
7
4.11 Implikasi Manajerial Berdasarkan hasil analisis SWOT dan pengambilan keputusan dengan AHP, maka dapat dilihat bahwa alternatif strategi yang paling baik adalah memperluas pasar dan mempermudah saluran distribusi. Pengembangan pasar tersebut
dilakukan dengan cara memperluas saluran distribusi dan pemasarannya. Hal ini dapat dilakukan melalui peningkatan promosi, membuka gerai di supermarket atau tempat lain dan melalui iklan, atau internet. Di Kecamatan Pangalengan saluran distribusi sayuran yang sudah ada tidak tersusun dengan manajemen yang baik. Beberapa Poktan saja yang memiliki kemitraan dengan perusahaan besar akan tetapi kelompok atau petani lain hanya melakukan penjualan dan distribusi yang tidak terencana dan tidak konsisten. Hal tersebut juga dikarenakan pasar untuk penjualan yang kurang luas dan adanya aliran rantai pasokan sayuran yang terlalu panjang telah menyebabkan penjualan tidak tertata dengan baik. Kegiatan konkrit dari strategi ini juga memerlukan dukungan dari pemerintah, terutama pemerintah Kabupaten Bandung sebagai pihak yang berwenang dalam mengambil kebijakan dan memutuskan beberapa peraturan yang mengatur agribisnis di Pangalengan. Salah satu dukungan yang sangat diperlukan saat ini di Pangalengan adalah dalam hal sertifikasi untuk lahan dan produk organik. Agar pelaksanaan strategi berjalan dengan efektif dan efisien perlu dilakukan pola planning, organizing, actuating dan controlling (POAC). Planning yaitu merencanakan rumusan strategi dengan baik sesuai kebutuhan di lapangan, selanjutnya diikuti pengorganisasian yang baik terkait siapa saja pelaku yang akan terlibat dan berperan utama dalam strategi ini. Dalam proses pelaksanaannya harus ada kegiatan controlling untuk menjaga agar strategi yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah disusun. Berdasarkan rantai pasok yang sudah ada, ada beberapa aliran rantai yang panjang, karena bertujuan untuk memperluas jangkauan distribusi dan pasar. Akan tetapi apabila dilakukan pemotongan mata rantai pasok akan membantu menghilangkan pembelian dengan sistem ijon yang sering dilakukan oleh pedagang, atau pengumpul sayuran di Pangalengan. Dalam identifikasi para pelaku rantai pasok sayuran tersebut, sistem ijon yang sering dilakukan oleh para pedagang/pengumpul sebagai sistem yang menyebabkan petani lebih sulit untuk mendapatkan pendapatan yang lebih baik, namun sisi kelemahannya apabila sistem tersebut dihapuskan, maka jangkauan pasar dan distribusi sayuran di Pangalengan tidak akan luas.
KESIMPULAN DAN SARAN 1.
Kesimpulan a. Rantai pasok sayuran di Kecamatan Pangalengan meliputi pemasok bibit, petani, pedagang/pengumpul, perusahaan, penjual/eksportir, pasar luar negeri, pasar tradisional dan ritel/supermarket. Aliran sayuran terjadi melalui beberapa cara, ada petani yang langsung menjual ke pasar tradisional dan juga ada petani menjual melalui
rantai yang lebih
panjang, yaitu melalui pedagang/pengumpul. Dari pedagang/pengumpul sayuran ada yang langsung ke pasar dan ada yang melewati rantai penjual/ekportir dimana sayuran akan didistribusikan ke pasar luar negeri. Hal lainnya, petani juga bermitra dengan perusahaan besar yang kebanyakan sayuran akan didistribusikan ke supermarket/ritel. Panjang, ataupun pendeknya suatu rantai pasok sayuran tersebut tergantung dari pengelolaan manajemen pemasaran dari para Poktan di Pangalengan itu sendiri. Masing-masing struktur rantai pasok tersebut memiliki sisi positif dan negatif, misalnya rantai pasok yang panjang berarti saluran distribusi dan jangkauan pasar sangat luas dan sebaliknya, rantai pasok yang pendek jangkauan pasar dan distribusi terbatas, namun nilai lebih bisa diperoleh dari petani (produsen). b. Setiap anggota atau pelaku rantai pasokan sayuran di Pangalengan mempunyai peran yang berbeda antara satu dengan lainya. Pada tingkatan produsen, pelakunya adalah pemasok bibit dan petani (Poktan) yang melakukan budidaya bibit dan sayuran. Ditingkat distributor, pelakunya adalah pedagang/pengumpul, perusahaan dan eksportir. Aktivitas para pelaku distributor adalah melakukan pembelian, melakukan aktivitas untuk menambah nilai jual antara lain sortasi, grading, pengemasan, dan pelabelan. Sedangkan ditingkat konsumen, terdapat pelaku yang memasarkan sayuran di pasar luar negeri, pasar tradisional, ritel/supermarket dan masyarakat
umum. Para pelaku
melakukan aktivitas pembelian dari distributor dan mengkonsumsi sendiri.
c. Analisis IFE dan EFE menunjukkan terhadap faktor kunci internal strategi produksi sayuran organik di Pangalengan. Total skor rataan IFE adalah 2,260, diartikan kemampuan Poktan untuk memanfaatkan kekuatan yang ada dan mengatasi kelemahan tergolong rataan. Hasil perhitungan matriks IFE terlihat bahwa sayuran yang diproduksi aman dikonsumsi (skor 0,336) merupakan kekuatan utama dalam strategi produksi sayuran organik di Pangalengan. Kelemahan utama dari sistem pertanian organik di Pangalengan adalah keterbatasan modal (skor 0,127). Total skor rataan EFE 2,790, diartikan kemampuan kelompok tani untuk memanfaatkan peluang-peluang yang ada dan mengatasi ancaman-ancaman yang dihadapi oleh Poktan tergolong rataan. Dukungan pemerintah merupakan peluang paling besar di Pangalengan dalam menuju pertanian organik (skor 0,388). Ancaman utama yang dihadapi dalam produksi sayuran organik di Pangalengan, antara lain iklim dan cuaca tidak menentu yang memengaruhi hasil produksi (skor 0,144). d. Berdasarkan perumusan alternatif strategi diperoleh 7 (tujuh) strategi. Alternatif strategi dengan prioritas utama dan kedua berkaitan dengan pemasaran, yaitu memperluas pasar/kemitraan serta mempermudah saluran distribusi (bobot 0,205) dan melakukan riset pasar sayuran organik dan merencanakan pengembangan pemasaran (bobot 0,180). Alternatif strategi ketiga mengenai pembinaan/pengawasan, yaitu fasilitasi dan dukungan pemerintah serta asosiasi antar petani (bobot 0,157). Alternatif keempat dan kelima merupakan strategi dalam hal keuangan yaitu memantau dan mengawasi harga (bobot 0,156) dan penguatan aspek finansial/modal (bobot 0,114). Alternatif keenam dan ketujuh berturut-turut yaitu perencanaan pola tanam yang lebih baik (bobot 0,107) dan meningkatkan mutu, kuantitas dan kontinuitas produksi (bobot 0,081) kedua alternatif merupakan strategi yang berkaitan dengan manajemen produksinya.
2.
Saran a. Saran Umum
1) Kementrian Pertanian diharapkan dapat merealisasikan Program “Go Organic 2010” dengan melaksanakan roadmap yang sudah ditetapkan dan memperkuat sinergi dengan pelaku usaha (petani, pengumpul, distibutor, supermarket), akademisi dan LSM, melalui bantuan finansial, menyediakan fasilitas dan sebagai regulator. 2) Dinas Pertanian perlu memberikan edukasi/penyuluhan secara intensif dan kontinu kepada kelompok tani tentang budidaya sayuran organik secara berkala. Dalam hal ini penguatan kapasitas SDM (petani), introduksi dan adopsi teknologi pertanian yang ramah lingkungan merupakan
langkah-langkah
yang
dapat
ditempuh
untuk
meningkatkan produktivitas, disamping itu memberikan dukungan dan motivasi para petani untuk mengembangkan pertanian organik dan menjamin proses pertanian organik bebas dari kontaminasi bahan anorganik. 3) Pemerintah perlu menyediakan fasilitas dan sarana produksi pertanian (saprotan) termasuk pengolahan sayuran organik di Pangalengan, disamping
bantuan
finansial/permodalan
bagi
kelompok
tani,
misalnya pemberian kredit usaha mikro dengan bunga rendah (kurang dari 6%), ataupun subsidi harga benih, pupuk dan alat-alat pertanian, sehingga membantu Petani untuk mengembangkan pertanian organik. 2. Saran Khusus Untuk mendukung pertanian sayuran organik di Pangalengan, maka orientasi utama yang perlu dibenahi adalah membuka akses pasar bagi sayuran organik di pasar domestik, maupun internasional. Dalam hal ini Pemerintah melalui Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura setempat atau Kabupaten Bandung bersama-sama dengan pelaku usaha agribisnis perlu membangun kemitraan dengan Poktan, misalnya melakukan kontrak pemasaran sayuran organik, menetapkan harga diatas harga pasar tradisional, bantuan modal, penyediaan benih unggul dan prosedur budidaya sayuran.
DAFTAR PUSTAKA
Admin. 2012a. Registrasi Lahan Usaha Sayuran di Kabupaten Bandung Barat. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat. http://www.diperta.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/informasi/berita/de tailberita/735. [12 Juni 2012]. . 2012b. Sistem Pelabelan Mutu dan Sistem Sertifikasi Pertanian Indonesia. http://diperta.jabarprov.go.id/assets/data/menu. [09 Juli 2012]. [AOI] Aliansi Organik Indonesia. 2009. Statistik Pertanian Organik Indonesia 2009. Aliansi Organik Indonesia (AOI), Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2011a. Seksi Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Statistik Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung, Bandung. .
. 2011b. Kabupaten Bandung Dalam Angka Tahun 2011. BPS Kabupaten Bandung 2011.
[BP4K] Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. 2011. Data Potensi Wilayah Kerja Penyuluh, Kecamatan Pangalengan. Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluh, Bandung. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2002. SNI 01-6729-2002 Sistem Pangan Organik. Jakarta. Apriantono, A. 2005. “Kebijakan Umum Pembangunan Nasional Dalam Pembangunan Industri Pertanian Mendukung Ketahanan Pangan Nasional ”, Sambutan Mentri Pertanian Dalam Simposium Nasional Hari Pangan Dunia, Sahid Hotel Jakarta. Arnold, J. R. and S.N Chapman. 2004. Introduction to Materials Management. Upper Saddle River, New Jersey. Badan Ketahanan Pangan. 2007. Kinerja Pemantapan Ketahanan Pangan Nasional Tahun 2006. Laporan Kinerja Tahun 2006. Badan Ketahanan Pangan. Brown, JE. 1994. Agroindustrial Investment and Operations. World Bank Publications, Washington DC. Chopra S and P. Meindl. 2007. Supply Chain Management: Strategy, Planning and Operation. Pearson Prentice Hall, New Jersey. David, F. R. 2010. Manajemen Strategis. (Terjemahan). Salemba Empat, Jakarta. Ferdian, A. 2012. Koordinasi Kawasan Inisiasi dan Konsorsium Sayuran Organik. http://ditsayur.hortikultura.deptan.go.id/index.php?option=com_wrapper& view=wrapper&Itemid=62.[09 Juli 2012]. Hadiguna, R. A. dan Marimin. 2007. Alokasi Pasokan Berdasarkan Produk Unggulan Untuk Rantai Pasok Sayuran Segar. Jurnal Teknik Industri 2 (9) : hal 34. Indrajit, R. E. dan Djokopranoto R. 2002. Konsep Manajemen Supply Chain Cara Baru Memandang Mata Rantai Penyediaan Barang. Grasindo, Jakarta.
Jaffee S, P. Siegel and C. Andrews. 2008. Rapid Agricultural Supply Chain Risk Assessment. Conceptual Framework and Guidelines for Application Commodity Risk Management Group Agriculture and Rural Development Departement World Bank. Springer, Netherlands. Marimin dan Maghfiroh, N. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam Manajemen Rantai Pasok. IPB Press, Bogor. Nuryati, L. 2012. Mentan Canangkan Gerakan Peningkatan Konsumsi Buah dan Sayuran Nusantara. www.kompas.com.[28 Juni 2012] Palupi, W. 2010. Strategi Pemasaran Pangan Organik Pada Kelompok Tani Mega Surya Organik, Megamendung, Bogor. Tesis Pada Program Pascasarjana Industri Kecil Menengah, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 48/Kpts/ Ot.140/ 10 / 2009. Tanggal 23 Mei 2009 tentang Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok Tani. Setiawan, A. 2009. Studi Peningkatan Kinerja Manajemen Rantai Pasok Sayuran Dataran Tinggi Terpilih di Jawa Barat. Tesis Pada Program Pascasarjana Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. SNI 01-6729. 2002. Sistem pangan organik. Kementrian Pertanian RI, Jakarta. Wheelen, TL and Hunger, D.J. 2010. Strategic Management and Business Policy Twelfth Edition. Prentice Hall, New Jersey. Winarno, FG. 2010. Hambatan Pemasaran http://www.unisexdem.org. [27 Juli 2012].
Pangan
Organik.
, A.K. Seta dan Surono. 2002. Pertanian dan Pangan Organik Sistem dan Sertifikasi. M‟Brio Press, Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Identitas anggota kelompok tani Nama : ……………………………………………………. Jenis Kelamin : [ ] Laki-Laki [ ] Perempuan Alamat : …………………………………………………….. Nama Kelompok Tani : …………………………………………………….. Tahun berdiri : …………………………………………………….. Jabatan dalam Kelompok : ………………………………………………… Status Pernikahan : [ ] Belum Nikah [ ] Menikah. Latar belakang pendidikan : a. Formal [ ] Tidak Sekolah [ ] SMU/Aliah [ ] Tidak Tamat SD [ ] D-3, sebutkan …………………. [ ] Tamat SD/Ibtidaiyah [ ] Sarjana, sebutkan …………….. [ ] SLTP/Tsanawiyah : [ ] Pernah [ ] Tidak Pernah b. Non Formal Jika pernah, sebutkan …………………………………………………. 9. Usia : [ ]< 24 tahun. [ ] 25 – 44 tahun.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
[ ] 45 – 59 tahun. [ ] > 60 tahun 10. Jumlah tanggungan dalam keluarga : ............. ………(orang) 11. Rataan pendapatan per bulan : [ ] < Rp2.000.000 [ ] Rp7.500.000 – Rp9.999.999 [ ] Rp2.000.000 – Rp4.999.999 [ ] Rp. 10.000.000 – Rp15.000.000. [ ] Rp5.000.000 – Rp7.499.999 [ ] > Rp15.000.000 12. Luas lahan yang digarap : ................. Ha 13. Status Lahan yang Digarap : a. Milik sendiri c. Garapan b. Sewa d.Lainnya, sebutkan .......................................... 14. Jenis produk pertanian yang dihasilkan : a. Sayuran, sebutkan ................................................................................. b. Pangan, sebutkan .................................................................................... c. Buah, sebutkan ....................................................................................... d. Lainnya, sebutkan .................................................................................. 15. Harga jual produk a. Murah, sebutkan ..................................................................................... b. Sedang, sebutkan ................................................................................... c. Mahal, sebutkan ..................................................................................... 16. Cara pemasaran : a. Langsung b. Tidak langsung, sebutkan .......................................................................
Lanjutan Lampiran 1 17. Produk pertanian sayuran yang dikenalkan ke pembeli melalui cara : a. WOM (Words On Mouth) b. Gelar produk/pameran c. Temu wicara d. Lainnya, sebutkan ................................................................................... 18. Target penjualan : a. Pasar lokal c. Pasar swalayan b. Pengepul d. Pasar induk 19. Sasaran pemasaran produk pertanian sayuran : a. Daerah setempat c. Ekspor b. Luar Kota/Daerah d. Lainnya, sebutkan ................................
Lampiran 2. Identifikasi pemasok bibit sayuran I. IDENTITAS RESPONDEN 1. 2. 3. 4. 5. 6.
7.
Nama Responden : ……………………………………………. Alamat : ……………………………………………. Usia : …………………………………………….. Jenis Kelamin : [ ] Laki-Laki [ ] Perempuan Pengalaman melakukan kegiatan supplier bibit/benih sayuran: ……………………………………………………………………………… Kegiatan pemasok bibit/benih sebagai pekerjaan utama : a. Ya b. Tidak, sebutkan pekerjaan lainnya……………………………………. Apakah pernah mengikuti pelatihan yang berhubungan dengan pembibitan a. Ya, sebutkan pelatihan yang diikuti ………………………………….. b. Tidak
II. KEADAAN USAHA 1. Dalam menjalankan usaha, dibantu oleh………orang, dengan…….orang di bayar Rp…………./bulan dan ………orang di bayar Rp………./bulan. 2. Jenis bibit/benih sayuran yang dijual, serta berapa jumlah yang laku terjual ….………………………………………………………………. III. KEGIATAN USAHA PEMASOK BIBIT 1. Apakah ada koordinasi dan kerjasama antara sesama pemasok bibit ? a. Ya, bagaimana bentuk kerjasamanya………………………………….. b. Tidak, mengapa…………………………………………………………. 2. Sumber bibit/benih berasal dari mana a. Dari sesama pemasok b. Dari bibit milik sendiri c. Dari alam d. Bantuan pemerintah e. Lainnya, ………………………………………………………………… 3. Berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan bibit unggul : ………………………………………………………………………………. 4. Kendala apakah dihadapi dalam memasok bibit/benih ke petani? ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… 5. Sebutkan keunggulan bibit unggul : ….…………………………………… ................................................................................................................... 6. Sebutkan kelemahan pasokan bibit unggul : …..………………………….. ………………………………………………………………………………
Lanjutan Lampiran 2 7. Kendala apakah yang dihadapi selama pemeliharaan bibit/benih : ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. 8. Jenis hama penyakit yang sering menyerang bibit/benih : ……………….. 9. Bagaimana cara mengatasi hama penyakit tersebut : ……………………… 10. Biaya yang dibutuhkan selama penanganan penyakit pada bibit dan biaya pemeliharannya : Rp………………………………………………………… 11. Apakah produksi bibit sudah sesuai dengan permintaan pasar : ………….. ……………………………………………………………………………..... 12. Bibit/benih dijual ke manakah : …………………………………………… 13. Berapa harga bibit/benih yang dijual : Rp ……………/kg
Lampiran 3. Identifikasi petani sayuran I. IDENTITAS RESPONDEN 1. 2. 3. 4. 5.
Nama Responden : ……………………………………………. Alamat : ……………………………………………. Usia : …………………………………………….. Jenis Kelamin : [ ] Laki-Laki [ ] Perempuan Latar Belakang Pendidikan a. Formal [ ] Tidak Sekolah [ ] SMU/Aliah [ ] Tidak Tamat SD [ ] D-3, sebutkan …………………. [ ] Tamat SD/Ibtidaiyah [ ] Sarjana, sebutkan …………….. [ ] SLTP/Tsanawiyah b. Non Formal : [ ] Pernah [ ] Tidak Pernah Jika pernah, sebutkan ………………………………………………….
II. IDENTITAS USAHA 1. Apakah Saudara tergabung dalam kelompok tani ? a. YA (Jika Ya, lanjutkan ke nomor 2 dan seterusnya) b. TIDAK (Jika Tidak, lanjutkan ke nomor 7 dan seterusnya) 2. Nama Kelompok Tani ……………………………………………………. 3. Alamat Kelompok Tani ........................................................................... 4. Bentuk Organisasi : [ ] Koperasi [ ] Tidak berbadan hukum [ ] Lainnya, sebutkan …………………………. 5. Jumlah Anggota Kelompok Tani : ………….. orang 6. Tanggal terbentuk : ……………………………………. 7. Sejak kapankah usaha sayuran ini dimulai di daerah Saudara (tahun/bulan) :……………………………………....................................... 8. Sejak kapan Saudara menjalani usaha ini (tahun/bulan): …………………. 9. Sayuran apakah yang Saudara budidayakan, sebutkan ……………………………….……………………………………………... 10. Luas budidaya sayuran yang dimiliki saati ini : …………Ha 11. Bagaimana status kepemilikan lahan Saudara tersebut : [ ] Milik sendiri [ ] Sewa [ ] Milik Pemda [ ] Lainnya, sebutkan ………………………........ 12. Jika sewa berapa biaya sewa per Ha per tahun:Rp ……………………… 13. Jumlah tenaga kerja……(orang) :…..(dalam keluarga),…….(luar keluarga) 14. Sistem upah : [ ] Bulanan ………………………. (Rp/bulan) [ ] Bagi hasil ……………………... (%) [ ] Lainnya ………………………..
Lanjutan Lampiran 3 III. ASPEK PRODUKSI 1. Pola budidaya yang paling banyak dilakukan adalah : a. Monokultur b. Polikultur/Tumpangsari 2. Jenis sayuran yang paling banyak diusahakan : ………………… 3. Bagaimana tahapan budidaya sayuran mulai dari penyiapan lahan sampai hasilnya siap dipasarkan ? …………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………… 4. Sebutkan persyaratan tumbuh dan agroklimat tanaman sayuran yang Saudara budidayakan : a. Ketinggian tanah dari permukaan laut : ………………….. m dpl b. Suhu Rataan : …………………..0C c. Tingkat kelembaban : ………………….. % : ………………….. mm/bln d. Curah hujan rataan e. Jenis tanah yang cocok : ……………………………. 5. Umur tanaman sayuran mulai menghasilkan :………….... bulan 6. Dalam 1 tahun, tanaman sayuran dapat dipanen : …………. Kali 7. Produktivitas usaha tani sayuran yang Saudara hasilkan : ……….Kg/Ha 8. Berapa banyak bibit/benih yang saudara gunakan : ……………….. Kg 9. Darimana Saudara mendapatkan bibit tanaman sayuran tersebut : a. Pemerintah pusat, yaitu Kementrian Pertanian b. Pemerintah daerah, yaitu Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura c. Melakukan pembibitan sendiri, caranya ……………………………. d. Lainnya, ……………………………………………………………… 10. Berapa biaya yang digunakan untuk mendapatkan bibit/benih tersebut …………………………………………………………………………… 11. Bagaimana sistem pemesanan bibit/benih dilakukan : a. Sistem kontrak b. Dipesan langsung c. Lainnya, ………………. 12. Bagaimana sistem pembayaran yang dilakukan untuk bibit : a. Dibayar langsung b. Dibayar diakhir c. Dibayar diawal d. Lainnya, ………………………………………………………. 13. Permasalahan yang sering dihadapi dalam penyediaan bibit/benih: a. Ketersediaan bibit yang tidak konsisten b. Mutu bibit yang tidak sesuai harapan c. Lainnya, ………………………………………………………..
Lanjutan Lampiran 3 14. Jenis hama penyakit apakah yang sering menyerang tanaman sayuran : …………………………………………………………………. 15. Apakah Saudara melakukan pemberantasan hama dan penyakit tanaman sayuran ? a. Ya, caranya …………………………………………………………. Jenis pestisida : ……………………………………………………… b. Tidak 16. Bagaimana pengawasan mutu pertanian Saudara : ………………………. 17. Apakah Saudara melakukan proses sorting dan grading dari produk sayuran yang Saudara hasilkan : …………………….…………………… 18. Apakah Saudara melakukan pengemasan dan pelabelan pada produk sayuran yang dihasilkan : ……………………………...…………………. 19. Apakah produk sayuran yang Saudara hasilkan sudah sesuai dan memenuhi permintaan pasar : …………………………...……………….. 20. Berapa persen tingkat kerusakan produk sayuran yang Saudara hasilkan: ………………………………………………….………………. 21. Apakah ada pelatihan atau pembinaan dari pemerintah pusat, atau pemerintah daerah, koperasi, atau instansi lainnya untuk meningkatkan mutu produksi saudara : …..……………………………………………… Sebutkan : …………………..…………………………………………….. 22. Bagaimana transportasi hasil panen dari kebun ke konsumen : ……………………………………………………………………………. 23. Berapa biaya yang dibutuhkan untuk proses transportasi tersebut : ……………………………………………………………………………. 24. Permasalahan apakah yang sering dihadapi dalam budidaya tanaman sayuran selama ini ? ………………………………………………………………………….… ………………………………………………………………………….… ……………………………………………………………………………. 25. Bagaimana mengatasi permasalahan tersebut ? ………………………………………………………………………….… ………………………………………………………………………….… ……………………………………………………………………………. IV. ASPEK PEMASARAN 1. Penjualan produk sayuran saat ini dilakukan oleh : a. Sendiri c. Melalui koperas b. Melalui kelompok usaha tani d. Lainnya, ………………………… 2. Siapakah yang membeli produk sayuran Saudara selama ini dan berapa persentasenya ? (jawaban boleh lebih dari satu) a. Rumah tangga c. Koperasi e. Lainnya, …………. b. Industri d. Pedagang pengumpul
Lanjutan Lampiran 3 3. Bagaimana Saudara berhubungan dengan pembeli tersebut : a. Pembeli datang sendiri ke tempat Saudara b. Saudara yang menawarkan produk sayuran ke mereka c. Dikumpulkan ke koperasi d. Lainnya, ………………………………………………………………. 4. Biaya pemasaran terdiri dari : a. Promosi : Rp. …………………/…………………… b. Pengangkutan : Rp …………………./…………………… c. Komisi : Rp …………………./…………………… d. Pungutan liar : Rp …………………./…………………… e. Lainnya : Rp …………………./…………………… 5. Daerah penjualan produk sayuran yang Saudara lakukan : Daerah Penjualan* Persentase (*sebutkan daerah penjualannya) (%) Dalam satu Kecamatan : ………......... ……………………………………….. Dalam satu Kabupaten : …….………. ……………………………………….. Dalam satu Propinsi : ……….………. ……………………………………….. Antar Propinsi : …………….……….. ……………………………………….. Ekspor, negara tujuan : …….……….. ……………………………………….. 6. Apakah Saudara mengalami kesulitan dalam memasarkan produk sayuran tersebut : a. Ya , jelaskan …………………………………………………………… …………………………………………………………………………. b. Tidak,jelaskan ………………………………………………………… …………………………………………………………………………. 7. Bagaimana mengatasi hal tersebut : ……………………………………… ……………………………………………………………………………... ................................................................................................................. V. ASPEK KEUANGAN 1. Modal Saudara selama ini diperoleh dari manakah ? a. Modal sendiri b. Dibantu oleh saudara c. Perbankan d. Lainnya, ……………………………………………………………….
Lanjutan Lampiran 3 2. Sarana produksi apakah yang Saudara gunakan ?……………………….. 3. Berapa biaya bibit yang Saudara keluarkan selama satu musim : Rp ….. 4. Berapa biaya yang Saudara keluarkan untuk pemenuhan sarana produksi selama satu musim panen : Rp. ………………………………………….. Jenis Alat Jumlah Harga Lokal Umur Lokasi Ekonomis Pembelian
5. Berapakah input bahan baku (bibit dan sarana produksi) untuk sekali periode : ……..……………………………………………………………. 6. Apakah Saudara mengetahui harga sayuran organik, atau tidak ? a. Ya b. Tidak Jelaskan ….…………………….......................................................... …………………………………………………………………………. 7. Harga sayuran: Rp ……………/ Kg 8. Apakah Saudara pernah mengalami kerugian :………………………….. 9. Menurut Saudara, faktor apakah yang menyebabkan Saudara mengalami kerugian, sebutkan : ……………………………………………………… …………………………………………………………………………...… …………………………………………………………………………….. VI. KEMITRAAN 1. Apakah Saudara melakukan kemitraan dengan usaha lain : a. Ya, sebutkan perusahaan mitranya ……………………………….. b. Tidak 2. Jenis kemitraan yang dilakukan, pilih salah satu: a. Inti plasma b. Dagang umum c. Sub kontrak d. Waralaba e. Keagenan f. Contract farming g. Bentuk lain, ………………………………………………………….. 3. Jenis kemitraan yang dilakukan terutama dalam hal [ ] Pembelian bahan baku [ ] Pemasaran bersama
Lanjutan Lampiran 3 [ ] Modal bersama [ ] Penggunaan mesin bersama [ ] Pelatihan bersama [ ] lainnya, ……………………….. 4. Apakah dengan bekerja sama tersebut Saudara memperoleh manfaat? a. Ya b. Tidak Jelaskan, ………………………………………………………………….. 5. Apakah Saudara mendapatkan pembinaan ? [ ] Ya [ ] Tidak Jika Ya, dari ……………………………………………………………... Bentuk pembinaan yang dilakukan : a. Budidaya tanaman sayuran [ ] Ya [ ] Tidak b. Manajemen usaha [ ] Ya [ ] Tidak c. Administrasi keuangan [ ] Ya [ ] Tidak d. Penyusunan rencana bisnis [ ] Ya [ ] Tidak e. Lainnya, sebutkan .…………………………………………………… 6. Apakah kebijakan pemerintah daerah, maupun pusat cukup mendukung dalam budidaya tanaman sayuran? [ ] Ya [ ] Tidak Jelaskan ………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………..
Lampiran 4. Identifikasi pedagang/pengumpul sayuran I. IDENTITAS RESPONDEN Nama Responden : ……………………………………………. Alamat : ……………………………………………. Usia : …………………………………………….. Jenis Kelamin : [ ] Laki-Laki [ ] Perempuan Pengalaman melakukan kegiatan pedagang pengumpul sayuran: ……………………………………………………………………………… 6. Kegiatan pedagang pengumpul sebagai pekerjaan utama : a. Ya b. Tidak, sebutkan pekerjaan lainnya……………………………………. 7. Apakah pernah mengikuti pelatihan yang berhubungan dengan pedagang pengumpul sayuran: a. Ya, sebutkan pelatihan yang diikuti ………………………………….. b. Tidak II. ASPEK PRODUKSI 1. Dalam menjalankan usaha, dibantu oleh………orang, dengan…….orang di bayar Rp…………./bulan dan ………orang di bayar Rp………./bulan. 2. Jenis produk sayuran yang dibeli : ………………………………………… dengan rataan harga pada bulan ini : Rp………………../ Kg 3. Jumlah pembeliaan rataan dalam sebulan : a. Jenis ………………………………..Kg b. Jenis ………………………………..Kg c. Jenis ………………………………..Kg 4. Penentuan harga beli sayuran yang paling dominan, ditentukan oleh : …………………………………………………………………… 5. Sayuran yang dibeli dari petani, selanjutnya dibawa ke :…………………………………………………………………………... dengan ongkos angkut : Rp ……………../ Kg 6. Sayuran dijual ke : a. Konsumen rumah tangga ………….% b. Swalayan …………………………...% c. Ekspor ……………………………...%, negara tujuan……………… 7. Apakah mutu produk sayuran sudah sesuai dengan permintaan pasar : a. Ya b. Tidak, mengapa ……………………………………………………… 8. Faktor apa sajakah yang menghambat dalam pembelian sayuran dan faktor yang mempengaruhi mutu produk sayuran, sebutkan …………………………………………………………………………........ 1. 2. 3. 4. 5.
Lanjutan Lampiran 4 III. ASPEK PEMASARAN 1. Kendala apakah yang dihadapi Saudara selama melakukan pemasaran produk sayuran: ……………………………………………......... ……………………………………………………………………................ 2. Berapa kerugian yang Saudara tanggung akibat kendala tersebut : Rp ………………………………………………………………………….. 3. Apakah Saudara melakukan pegemasan pada produk sayuran yang Saudara beli dari petani …………………………………………………… 4. Berapakah biaya yang diperlukan untuk pengiriman sayuran ke pelanggan : Rp ……….……………………………………………………………….. 5. Daerah penjualan produk sayuran yang Saudara lakukan : Daerah Penjualan* Persentase (*sebutkan daerah penjualannya)
(%)
Dalam satu Kecamatan : ………................. …………………………………………….. Dalam satu Kabupaten :……..……………. ……….…………………………………….. Dalam satu Propinsi :……..………………. ……….…………………………………….. Antar Propinsi :……..…………………….. ……….…………………………………….. Ekspor, negara tujuan : ………..………….. ……….…………………………………….. 6. Apakah produk sayuran yang Saudara jual sudah sesuai dengan permintaan pasar : ……………………………………………………… 7. Jelaskan bagaiman sistem tata niaga produk sayuran yang Saudara pasarkan : ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………
Lampiran 5. Konsumen sayuran organik I. IDENTITAS RESPONDEN 1. 2. 3. 4. 5.
Nama Responden : ……………………………………………. Alamat : ……………………………………………. Usia : …………………………………………….. Jenis Kelamin : [ ] Laki-Laki [ ] Perempuan Latar Belakang Pendidikan a. Formal [ ] Tidak Sekolah [ ] SMU/Aliah [ ] Tidak Tamat SD [ ] D-3, sebutkan ………………………… [ ] Tamat SD/Ibtidaiyah [ ] Sarjana/Master, sebutkan …………….. [ ] SLTP/Tsanawiyah b. Non Formal : [ ] Pernah [ ] Tidak Pernah Jika pernah, sebutkan ………………………………………………….
6.
Pekerjaan Saudara sebagai : [ ] Wiraswasta[ ] Profesional (pengajar, pangacara, dokter) [ ] Pegawai swasta[ ] Pelajar / mahasiswa [ ] Pegawai negeri[ ] Lainnya : ................................................... Pendapatan Keluarga Per Bulan : [ ] < Rp1.000.000 [ ] Rp3.000.000-Rp4.000.000 [ ] Rp1.000.000-Rp2.000.000 [ ] Rp4.000.000-Rp5.000.000 [ ] Rp2.000.000-Rp3.000.000 [ ] > Rp5.000.000
7.
8.
Berapa pengeluaran keluarga setiap bulannya untuk membeli produk pangan organik ? [ ] Rp10.000-Rp20.000 [ ] Rp40.000-Rp50.000 [ ] Rp20.000-Rp30.000 [ ] Rp50.000-Rp100.000 [ ] Rp30.000-Rp40.000 [ ] ≥ Rp100.000
II. KEPUTUSAN PEMBELIAN A. Pengenalan Kebutuhan 1. Menurut Saudara/i seberapa pentingkah setiap orang mengkonsumsi produk pangan organik? a. Tidak terlalu penting, karena tidak suka mengkonsumsi sayuran b. Tidak penting, karena merasa masih ada menu lain selain sayuran c. Biasa saja, tergantung keinginan dan selera makan d. Penting, karena mengetahui kandungan vitamin dalam sayuran e. Sangat penting, karena (vegetarian) tidak bisa mengkonsumsi pangan selain jenis sayuran. 3. Alasan apa yang membuat Saudara/i tertarik mengkonsumsi sayuran organik?
Lanjutan Lampiran 5 a. Mengetahui kandungan vitamin dari sayuran b. Mengetahui jika mengkonsumsi sayuran baik untuk kesehatan c. Mengetahui jika mengkonsumsi sayuran baik untuk perawatan kulit d. Dengan mengkonsumsi sayuran bisa menurunkan berat badan (diet) e. Vegetarian (hanya bisa mengkonsumsi sayuran) 3.
Apa yang Saudara/i rasakan apabila dalam 1 (satu) minggu tidak mengkonsumsi sayuran organik? a. Biasa saja. d. Hilangnya nafsu makan. b. Merasa ada yang kurang. E. Lainya :…............……………… c. Tidak enak badan/sakit.
4
Dalam satu bulan berapa kali Saudara/i melakukan pembelian sayuran organik ? a. 1 – 2 kali dalam sebulan. d. 7 – 8 kali dalam sebulan b. 3 - 4 kali dalam sebulan. e. > 8 kali dalam sebulan. c. 5 – 6 kali dalam sebulan.
5.
Dalam seminggu seberapa sering sayuran organik menjadi menu pangan di keluarga? a. 1 kali dalam seminggu. d. 5 – 6 kali dalam seminggu. b. 2 kali dalam seminggu. e. > 7 kali dalam seminggu. c. 3 – 4 kali dalam seminggu.
6.
Berapa banyak jenis sayuran organik yang Saudara/i beli dalam satu kali pembelian sayuran? a. 1 jenis sayuran. d. 6 – 7 jenis sayuran. b 2 – 3 jenis sayuran. e. > 7 jenis sayuran. c. 4 – 5 jenis sayuran.
B. Pencarian Informasi 1.
2.
Dari manakah Saudara/i mendapatkan informasi manfaat sayuran organik? a. Pedagang/Penjual. d. Tetangga. b. Saudara. e. Lainnya……………… c. Teman. Sudah berapa lamakah Saudara/i mengetahui manfaat sayuran organik? a. bulan yang lalu. d. 10 – 12 bulan yang lalu. b. 4 - 6 bulan yang lalu. e. > 1 tahun. c. 7 - 9 bulan yang lalu.
C. Evaluasi Alternatif 1.
Apa yang menjadi pertimbangan Saudara/i hingga memutuskan untuk membeli sayuran organik di swalayan daripada di pasar tradisional atau pedagang sayur keliling? a. Harganya lebih terjangkau terjangkau. b. Sayuran yang dijual di Swalayan lebih beragam jenisnya daripada pedagang sayur keliling.
Lanjutan Lampiran 5 c. Sayuranyang di jual di Swalayan lebih segar daripada pedagang sayur keliling. d. Tempat tinggal lebih dekat dengan swalayan. e. Jika membeli sayuran dalam jumlah yang banyak, apakah mendapatkan potongan harga. 2. Selain di Swalayan, dimanakah Saudara/i melakukan pembelian sayuran? a. Petani. d. Warung. b. Pedagang sayur keliling. e. Lainnya…………. c. Pasar tradisional. 3. Atribut sayuran apakah yang paling Saudara/i pertimbangkan saat melakukan pembelian sayuran organik di swalayan? a. Harganya yang lebih murah. b. Keramahan dan pelayanan penjual dalam bertransaksi. c. Mutu kesegaran sayuran atau sayuran yang dijual selalu segar. d. Keragaman jenis sayuran yang tersedia. e. Lokasi pasar yang terjangkau/adanya fasilitas kendaraan umum. D. Proses Pembelian 1.
Bagaimana biasanya Saudara/i memutuskan untuk berbelanja sayuran di swalayan? a. Selalu merencanakannya terlebih dahulu. b. Tergantung situasi saat ini. c. Mendadak membeli saat sayuran tersebut tersedia. d. Tidak pernah merencanakan. e. Lainnya : ………………….................................................................. 2. Siapa yang paling mempengaruhi Saudara/i dalam melakukan pembelian sayuran organik? a. Inisiatif sendiri. d. Tetangga. b. Teman/kenalan. e. Lainnya………...............… c. Keluarga. 3. Dalam melakukan pembelian sayuran, jenis sayuran apakah yang menjadi prioritas di keluarga Saudara/i ? a. Sayuran dedaunan (misal: bayam, kangkung, kol, sawi, katuk dan slada) b. Sayuran berpolong (misal: kacang panjang, buncis dan kecipir) c. Sayuran umbi – umbian (misal: kentang, talas dan wortel) d. Sayuran kacang – kacangan (misal: kedelai, kacang tanah, dan kacang merah) e. Lainnya………………. 4. Berapa banyak biasanya Saudara/i melakukan pembelian untuk setiap satu jenis sayuran organik? d. 4 - 5 Kg. a. < 1 Kg. b. 1 Kg. e. > 5 Kg. c. 2 – 3 Kg. 6. Apabila sayuran (tomat/kentang/cabe/.....) organik yang hendak Saudara/i beli tidak sesuai dengan yangdiharapkan, maka :
Lanjutan Lampiran 5 a. Tetap membelinya. b. Tidak melakukan pembelian. c. Membeli jenis sayuran lainnya.
d. e.
Mencari ke tempat lain. Lainnya :…........….…………
E. Evaluasi Setelah Pembelian 1. Sejak kapankah Saudara/i melakukan pembelian sayuran organik? a. 1 bulan yang lalu. d. 8 – 12 bulan yang lalu. b. 2 - 4 bulan yang lalu. e. > 1 tahun. c. 5 - 7 bulan yang lalu. 2. Menurut Saudara/i apakah yang dapat dijadikan indikator bermutunya sayuran organik? a. Harga sayuran yang murah b. Keakuratan timbangan pada saat membeli sayuran. c. Mutu kesegaran sayuran. d. Keragaman jenis yang tersedia. e. Lainnya :…..........................................................................………….. 3. Menurut Saudara/i, apakah Saudara/i merasa baik setelah membeli sayuran organik? a. Sangat tidak baik, karena sayuran yang di beli ternyata banyak menggunakan petisida /zat pengawet dan tidak terlalu bersih b. Tidak baik, karena sayuran yang di beli menggunakan pestisida c. Cukup baik, karena sayuran yang di beli tidak menggunakan pestisida d. Baik, karena sayuran yang di beli tidak menggunakan petisida dan bersih e. Sangat Baik, karena sayuran yang di beli tidak menggunakan pestisida, bersih dan segar
Lampiran 6.
Kuesioner penentuan rating dan bobot matriks IFE dan EFE
KONSEP STRATEGI PENGEMBANGAN MANAJEMEN RANTAI PASOK SAYURAN ORGANIK BERNILAI TAMBAH TINGGI (KASUS DI KECAMATAN PANGALENGAN–KABUPATEN BANDUNG) Tujuan : Mendapatkan penilaian responden mengenai faktor strategi internal dan eksternal perusahaan dengan memberikan bobot terhadap seberapa besar faktor strategi tersebut mempengaruhi atau menentukan keberhasilan analisa perumusan strategi produksi sayuran organik. Petunjuk umum : 1. Pengisian kuesioner dilakukan secara langsung dan tertulis oleh responden. 2. Jawaban merupakan pendapat pribadi dari masing-masing responden. 3. Dalam mengisi kuesioner, responden diharapkan melakukannya secara sekaligus (tidak menunda/sebagian) untuk menghindar inkonsistensi jawaban. Petunjuk khusus : 1. Pembobotan dengan metode paired comparison yaitu penilaian bobot (weight) dengan membandingkan setiap faktor strategi internal dan eksternal organisasi, dimana setiap bobot peubah menggunakan skala 1,2, dan 3, dengan keterangan : 1 = Jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal. 2 = Jika indikator horizontal sama penting daripada indikator vertikal. 3 = Jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal. 2. Penentuan bobot merupakan pandangan masing-masing responden terhadap setiap faktor strategi internal dan eksternal perusahaan. Data Responden Nama Responden Jabatan Pendidikan Terakhir Alamat dan Tlp/HP
: _______________________________________________ : _______________________________________________ : _______________________________________________ : _______________________________________________
Lanjutan Lampiran 6
Pertanyaan untuk mendapatkan Bobot Faktor Strategi Internal
Faktor–Faktor Internal Kekuatan A
Sayuran yang diproduksi beranekaragam
B
Kondisi geografis mendukung
C D
Hubungan baik yang terjalin antara ketua dengan anggota kelompok tani Pertanian ramah lingkungan (prima III)
E
Sayuran yang dihasilkan aman dikonsumsi
Kelemahan F G
Biaya produksi produk organik terlalu tinggi Harga sayuran organik hampir sama dengan harga sayuran semi organik
H
Kemampuan SDM masih rendah
I
Lemahnya akses kelompok tani tentang pasar sayuran organik
J
Sertifikasi produk belum ada
K
Keterbatasan modal
L
Kurangnya promosi sayuran organik
M
Mahalnya biaya transportasi TOTAL
Lanjutan Lampiran 6
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
Total
Bobot
Contoh pengisian : - “Sayuran yang diproduksi beranekaragam” (A) pada baris/horizontal lebih penting dari “Kondisi geografis mendukung ” (B) pada kolom/vertical, maka nilainya 3. - “Sayuran yang diproduksi beranekaragam” (A) pada baris/horizontal sama penting dengan “Kondisi geografis mendukung” (B) pada kolom/vertical, maka nilainya 2.
-
“Sayuran yang diproduksi beranekaragam” (A) pada baris/horizontal kurang penting dari “Kondisi geografis mendukung” (B) pada kolom/vertical, maka nilainya 1.
Lanjutan Lampiran 6
Pertanyaan Untuk Mendapatkan Bobot Faktor Strategi Eksternal
Faktor Eksternal Peluang A B C
Pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat Perubahan pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat yang cenderung back to nature Kebijakan pemerintah mengenai program “Go organik 2010”
D
Loyalitas konsumen organik yang tinggi
E
Asosiasi pertanian organik
F
Harga jual lebih tinggi
G
Quota permintaan belum terpenuhi semua
H
Dukungan Pemerintah
Ancaman I
Serangan hama dan penyakit perusak tanaman
J
Iklim dan cuaca yang tidak menentu mempengaruhi hasil produksi
K
Konsinyasi harga dari para agen/ tengkulak.
L
Tarif ekspor sayuran tinggi TOTAL
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
Total
Bobot
Lanjutan Lampiran 6
Contoh pengisian : - “Pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat” (A) pada baris/horizontal lebih penting dari “Perubahan pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat yang cenderung back to nature” (B) pada kolom/vertical, maka nilainya 3.
- “Pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat” (A) pada baris/horizontal sama penting dengan “Perubahan pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat yang cenderung back to nature” (B) pada kolom/vertical, maka nilainya 2.
- “Pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat” (A) pada baris/horizontal kurang penting dari “Perubahan pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat yang cenderung back to nature” (B) pada kolom/vertical, maka nilainya 1.
Lanjutan Lampiran 6 Pemberian nilai peringkat/rating terhadap faktor-faktor strategi internal a. Petunjuk pengisian : 1. Pemberian nilai peringkat atau rating didasarkan pada kemampuan organisasi meraih peluang. Pemberian nilai peringkat didasarkan pada keterangan berikut : Nilai 4, jika faktor strategi tersebut dinilai menjadi kekuatan utama. Nilai 3, jika faktor strategi tersebut dinilai menjadi kekuatan kecil. Nilai 2, jika faktor strategi tersebut dinilai menjadi kelemahan kecil. Nilai 1, jika faktor strategi tersebut dinilai menjadi kelemahan utama. 2. Pengisian kolom penilaian peringkat/rating menggunakan tanda check list () Faktor Internal Kekuatan
4
3
2
1
Sayuran yang diproduksi beranekaragam Kondisi geografi mendukung Hubungan baik yang terjalin antara Ketua dengan Anggota kelompok tani Pertanian ramah lingkungan (prima III) Sayuran yang dihasilkan aman dikonsumsi Kelemahan Biaya produksi produk organik terlalu tinggi Harga sayuran organik hampir sama dengan harga sayuran semi organik Kemampuan SDM masih rendah Lemahnya akses kelompok tani tentang pasar sayuran organik Sertifikasi produk belum ada Keterbatasan modal Kurangnya promosi sayuran organik Mahalnya biaya transportasi
Lanjutan Lampiran 6 Pemberian nilai peringkat/rating terhadap faktor-faktor strategi eksternal a. Petunjuk pengisian : 1. Pemberian nilai peringkat atau rating didasarkan pada kemampuan organisasi meraih peluang. Pemberian nilai peringkat didasarkan pada keterangan berikut : Nilai 4, jika organisasi mempunyai kemampuan yang sangat baik dalam meraih peluang tersebut. Nilai 3, jika organisasi mempunyai kemampuan yang baik dalam meraih peluang tersebut. Nilai 2, jika faktor ancaman memberikan pengaruh biasa terhadap organisasi. Nilai 1, jika faktor ancaman tidak memberikan pengaruh terhadap organisasi. 2. Pengisian kolom penilaian peringkat/rating menggunakan tanda check list () Faktor Eksternal Peluang
4
3
2
1
Pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat Perubahan pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat yang cenderung back to nature Kebijakan pemerintah mengenai program “Go organik 2010” Loyalitas konsumen organik tinggi Asosiasi pertanian organik Harga jual lebih tinggi Kuota permintaan belum terpenuhi semua Dukungan pemerintah Ancaman Serangan hama dan penyakit perusak tanaman Iklim dan cuaca yang tidak menentu memengaruhi hasil produksi Konsinyasi harga dari para agen/ tengkulak. Tarif ekspor sayuran tinggi
Lampiran 7. Matriks perbandingan berpasangan Faktor Internal M . Sofyan (ketua Poktan :Katata) – D3
R-1
Faktor- Faktor Internal A
Kekuatan
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
Total
Bobot
2
2
2
2
2
1
1
1
1
2
2
2
20
0,087
2
2
2
1
1
1
1
2
2
2
2
20
0,087
2
2
1
1
1
1
2
2
2
2
20
0,087
2
1
1
1
1
2
2
2
2
20
0,087
1
1
1
1
2
2
2
2
20
0,087
1
1
1
1
2
2
2
15
0,065
1
1
1
2
2
2
15
0,065
1
1
2
2
2
15
0,065
1
2
2
2
15
0,065
2
2
2
15
0,065
2
2
19
0,082
2
18
0,078
19
0,082
231
1,000
A
Sayuran yang diproduksi beraneka ragam
B
Kondisi geografi mendukung
2
C
Hubungan baik yang terjalin antara Ketua dengan Anggota kelompok tani
2
2
D
Pertanian ramah lingkungan (prima III)
2
2
2
E
Sayuran yang dihasilkan aman dikonsumsi
2
2
2
2
Kelemahan F
Biaya produksi produk organik terlalu tinggi
1
1
1
1
1
G
Harga sayuran organik hampir sama dengan harga sayuran semi organik
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
I
Kemampuan SDM masih rendah Lemahnya akses kelompok tani tentang pasar sayuran organik
1
1
1
1
1
1
1
1
J
Sertifikasi produk belum ada
1
1
1
1
1
1
1
1
1
K
Keterbatasan modal
2
2
2
2
2
1
1
1
1
1
L
Kurangnya promosi sayuran organik
2
2
2
2
2
1
1
1
1
2
M
Mahalnya biaya transportasi
2
2
2
2
2
1
1
1
1
2
H
1
2
Total
R-2
Wawan Setiawan Individual) - D3
(Petani
Faktor- Faktor Internal
Kekuatan
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
Total
1
1
2
2
1
3
3
3
3
3
3
3
28
0,087
1
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
14
0,043
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
13
0,040
2
2
2
2
2
2
2
2
2
23
0,071
2
2
2
2
2
2
2
2
24
0,075
2
3
2
2
3
3
3
28
0,087
3
3
3
3
3
3
36
0,112
2
2
2
2
2
24
0,075
2
2
2
2
24
0,075
2
2
2
24
0,075
3
3
36
0,112
2
24
0,075
24
0,075
322
1,000
A
Sayuran yang diproduksi beraneka ragam
B
Kondisi geografis mendukung Hubungan baik yang terjalin antara Ketua dengan Anggota kelompok tani
1 1
1
Pertanian ramah lingkungan (prima III) Sayuran yang dihasilkan aman dikonsumsi
2
2
1
2
2
2
2
3
2
1
2
2
3
3
3
3
3
3
2
2
2
2
2
2
2
I
Kemampuan SDM masih rendah Lemahnya akses kelompok tani tentang pasar sayuran organik
2
2
2
2
2
2
2
2
J
Sertifikasi produk belum ada
2
2
2
2
2
2
2
2
2
K
Keterbatasan modal
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
L
Kurangnya promosi sayuran organik
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
M
Mahalnya biaya transportasi
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
C D E
Bobot
Kelemahan F G H
Biaya produksi produk organik terlalu tinggi Harga sayuran organik hampir sama dengan harga sayuran semi organik
Total
2
Lanjutan Lampiran 7
R-3
Ayeng Wahyat (Ass. Manager Harris Farm ( Pemasok Bibit) - S1 Pertanian
Kekuatan
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
Total
Bobot
2
2
2
1
2
2
2
2
2
2
1
2
22
0,071
3
2
1
2
2
2
2
2
2
1
3
25
0,080
2
1
1
2
2
1
1
2
1
2
18
0,058
2
2
2
3
2
2
3
2
2
26
0,083
2
3
3
2
2
3
2
3
31
0,099
2
3
2
2
3
2
3
28
0,090
3
2
2
3
2
3
26
0,083
1
2
2
1
2
18
0,058
2
3
2
3
27
0,087
3
2
3
27
0,087
1
2
17
0,054
3
30
0,096
17
0,054
312
1,000
A
Sayuran yang diproduksi beraneka ragam
B
3
C
Kondisi geografi mendukung Hubungan baik yang terjalin antara Ketua dengan Anggota kelompok tani
2
1
D
Pertanian ramah lingkungan (prima III)
2
2
2
E
Sayuran yang dihasilkan aman dikonsumsi
3
3
3
2
Biaya produksi produk organik terlalu tinggi Harga sayuran organik hampir sama dengan harga sayuran semi organik
2
2
3
2
2
2
2
2
2
1
2
2
2
2
1
1
1
1
I
Kemampuan SDM masih rendah Lemahnya akses kelompok tani tentang pasar sayuran organik
2
2
3
2
1
2
2
3
J
Sertifikasi produk belum ada
2
2
3
2
2
2
2
2
2
K
Keterbatasan modal
2
2
2
1
1
1
1
2
1
1
L
Kurangnya promosi sayuran organik
3
3
3
2
2
2
2
3
2
2
3
M
Mahalnya biaya transportasi
2
1
2
2
1
1
1
2
1
1
2
Kelemahan F G H
1
Total
R-4
Ahmad Sopandi (Pedagang / Pengumpul) - SLTA
Kekuatan
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
Total
Bobot
2
1
3
3
1
2
2
2
2
2
2
3
25
0,069
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
35
0,097
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
22
0,061
2
2
2
2
2
2
2
2
2
27
0,075
2
2
2
2
2
2
2
2
25
0,069
2
2
2
2
2
2
2
24
0,067
2
2
2
2
2
2
24
0,067
2
2
2
2
2
24
0,067
3
3
3
3
35
0,097
3
3
3
35
0,097
2
2
24
0,067
3
36
0,100
24
0,067
360
1,000
A
Sayuran yang diproduksi beraneka ragam
B
2
C
Kondisi geografi mendukung Hubungan baik yang terjalin antara Ketua dengan Anggota kelompok tani
1
1
D
Pertanian ramah lingkungan (prima III)
3
3
3
E
Sayuran yang dihasilkan aman dikonsumsi
2
2
3
2
Biaya produksi produk organik terlalu tinggi Harga sayuran organik hampir sama dengan harga sayuran semi organik
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
I
Kemampuan SDM masih rendah Lemahnya akses kelompok tani tentang pasar sayuran organik
2
3
3
3
3
3
3
3
J
Sertifikasi produk belum ada
2
3
3
3
3
3
3
3
3
K
Keterbatasan modal
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
L
Kurangnya promosi sayuran organik
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
M
Mahalnya biaya transportasi
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
Kelemahan F G H
Total
2
Lanjutan Lampiran 7
R-5
H. Odih Dedi Permana (Ketua Poktan "Sari Tani") - S1 Ekonomi
Kekuatan
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
Total
2
2
1
2
3
2
1
1
2
2
3
2
23
0,073
2
2
1
2
2
3
2
1
1
2
2
22
0,069
2
1
3
1
2
2
2
2
2
1
22
0,069
2
1
2
3
1
2
2
1
3
23
0,073
3
2
3
1
3
2
3
3
28
0,088
3
3
2
2
2
1
3
26
0,082
3
1
3
2
2
2
27
0,085
3
2
2
1
3
23
0,073
2
2
3
3
27
0,085
3
2
2
26
0,082
2
2
25
0,079
3
26
0,082
19
0,060
317
1,000
A
Sayuran yang diproduksi beraneka ragam
B
2
C
Kondisi geografi mendukung Hubungan baik yang terjalin antara Ketua dengan Anggota kelompok tani
2
2
D
Pertanian ramah lingkungan (prima III)
2
2
2
E
Sayuran yang dihasilkan aman dikonsumsi
2
2
2
2
Biaya produksi produk organik terlalu tinggi Harga sayuran organik hampir sama dengan harga sayuran semi organik
1
3
2
2
2
2
3
2
2
2
3
2
1
3
2
2
1
1
I
Kemampuan SDM masih rendah Lemahnya akses kelompok tani tentang pasar sayuran organik
2
3
2
1
2
2
2
3
J
Sertifikasi produk belum ada
3
1
2
3
2
1
3
2
2
K
Keterbatasan modal
2
2
3
2
1
3
1
2
2
3
L
Kurangnya promosi sayuran organik
2
1
3
1
3
3
2
1
2
3
2
M
Mahalnya biaya transportasi
2
2
3
1
1
1
2
1
1
2
2
Bobot
Kelemahan F G H
1
Total
R-6
Bunyan Ismail (Farm Manager - Hikmah Farm) S2
Kekuatan
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
Total
2
2
2
2
1
1
1
1
1
2
2
2
19
0,065
2
2
2
1
1
1
1
1
2
2
2
19
0,065
2
2
1
1
1
1
1
2
2
1
18
0,061
2
1
1
1
1
1
2
2
3
20
0,068
2
1
1
2
3
2
2
3
24
0,082
2
2
2
2
2
2
3
27
0,092
2
2
2
2
2
2
29
0,099
2
2
3
2
2
30
0,102
2
2
2
2
24
0,082
1
1
1
12
0,041
2
2
24
0,082
2
24
0,082
24
0,082
294
1,000
A
Sayuran yang diproduksi beraneka ragam
B
2
C
Kondisi geografi mendukung Hubungan baik yang terjalin antara Ketua dengan Anggota kelompok tani
2
2
D
Pertanian ramah lingkungan (prima III)
2
2
2
E
Sayuran yang dihasilkan aman dikonsumsi
2
2
2
2
Biaya produksi produk organik terlalu tinggi Harga sayuran organik hampir sama dengan harga sayuran semi organik
3
3
2
2
2
3
3
3
3
3
2
3
3
3
3
3
2
2
I
Kemampuan SDM masih rendah Lemahnya akses kelompok tani tentang pasar sayuran organik
2
2
2
2
2
2
2
2
J
Sertifikasi produk belum ada
1
1
1
1
1
1
1
1
1
K
Keterbatasan modal
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
L
Kurangnya promosi sayuran organik
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
M
Mahalnya biaya transportasi
2
2
3
1
1
2
2
2
3
2
2
Bobot
Kelemahan F G H
Total
2
Lanjutan Lampiran 7
R-7
Neni Novita (Marketing Manager - Hikmah Farm) - S1
Kekuatan
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
Total
2
3
1
1
2
2
2
1
2
3
1
2
22
0,071
2
1
1
2
1
3
1
1
3
1
2
20
0,064
1
1
2
2
2
1
1
2
1
2
18
0,058
2
2
2
2
2
2
3
2
2
28
0,090
2
2
2
2
2
3
2
3
29
0,093
2
3
2
2
3
2
3
27
0,087
2
2
2
3
2
2
26
0,083
2
2
2
2
2
22
0,071
2
3
2
2
28
0,090
2
2
2
26
0,083
2
2
17
0,054
2
27
0,087
22
0,071
312
1,000
A
Sayuran yang diproduksi beraneka ragam
B
Kondisi geografi mendukung Hubungan baik yang terjalin antara Ketua dengan Anggota kelompok tani
2 1
2
Pertanian ramah lingkungan (prima III) Sayuran yang dihasilkan aman dikonsumsi
3
3
3
3
3
3
2
2
2
2
2
2
2
3
2
2
2
2
2
1
2
2
2
1
2
I
Kemampuan SDM masih rendah Lemahnya akses kelompok tani tentang pasar sayuran organik
3
3
3
2
2
2
2
2
J
Sertifikasi produk belum ada
2
3
3
2
2
2
2
2
2
K
Keterbatasan modal
1
1
2
1
1
1
1
2
1
2
L
Kurangnya promosi sayuran organik
3
3
3
2
2
2
2
2
2
2
2
M
Mahalnya biaya transportasi
2
2
2
2
1
1
2
2
2
2
2
C D E
Bobot
Kelemahan F G H
Biaya produksi produk organik terlalu tinggi Harga sayuran organik hampir sama dengan harga sayuran semi organik
2
Total
R-8
M. Iqwal Tawakal (Pelaksana Seksi Sayuran & Biofarmaka) S1 - Ilmu tanah IPB
Kekuatan
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
Total
Bobot
2
3
2
2
1
2
3
2
2
3
2
2
26
0,080
3
1
2
1
2
2
2
2
3
2
2
24
0,074
2
1
1
2
2
2
2
2
2
3
21
0,065
2
2
2
2
2
2
2
2
3
2
3
29
0,089
2
3
2
2
2
3
2
2
3
2
3
28
0,086
3
3
3
2
2
2
2
2
2
3
2
2
28
0,086
2
2
2
2
2
2
2
2
2
3
2
3
26
0,080
1
2
2
2
1
2
2
2
2
2
2
2
32
0,098
I
Kemampuan SDM masih rendah Lemahnya akses kelompok tani tentang pasar sayuran organik
2
2
2
2
2
2
2
2
2
3
2
2
25
0,077
J
Sertifikasi produk belum ada
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
1
2
23
0,071
K
Keterbatasan modal
1
1
2
1
1
1
1
2
1
2
2
1
16
0,049
L
Kurangnya promosi sayuran organik
2
2
2
2
2
2
2
2
2
3
2
2
25
0,077
M
Mahalnya biaya transportasi
2
2
2
1
1
2
1
2
2
2
3
22
0,068
325
1,000
A
Sayuran yang diproduksi beraneka ragam
B
2
C
Kondisi geografi mendukung Hubungan baik yang terjalin antara Ketua dengan Anggota kelompok tani
1
1
D
Pertanian ramah lingkungan (prima III)
2
3
E
Sayuran yang dihasilkan aman dikonsumsi
2
Biaya produksi produk organik terlalu tinggi Harga sayuran organik hampir sama dengan harga sayuran semi organik
Kelemahan F G H
Total
2
Lanjutan Lampiran 7
R-9
Linda Monalisa A (Pelaksana Seksi Sayuran & Biofarmaka) S1-IPB
Kekuatan
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
Total
2
3
1
1
2
2
3
1
2
3
1
2
23
0,071
2
1
1
2
2
2
1
2
2
2
2
21
0,065
1
2
2
2
2
2
2
3
2
2
23
0,071
2
2
2
2
1
2
3
2
3
28
0,087
2
2
3
2
2
3
2
3
29
0,090
2
3
2
3
2
2
2
26
0,081
3
2
2
2
1
2
24
0,075
2
2
3
2
3
32
0,099
2
2
2
3
28
0,087
3
2
3
25
0,078
2
3
19
0,059
2
26
0,081
18
0,056
A
Sayuran yang diproduksi beraneka ragam
B
2
C
Kondisi geografis mendukung Hubungan baik yang terjalin antara Ketua dengan Anggota kelompok tani
1
2
D
Pertanian ramah lingkungan (prima III)
3
3
3
E
Sayuran yang dihasilkan aman dikonsumsi
3
3
2
2
Biaya produksi produk organik terlalu tinggi Harga sayuran organik hampir sama dengan harga sayuran semi organik
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
1
2
2
2
1
1
1
I
Kemampuan SDM masih rendah Lemahnya akses kelompok tani tentang pasar sayuran organik
3
3
2
3
2
2
2
2
J
Sertifikasi produk belum ada
2
2
2
2
2
1
2
2
2
K
Keterbatasan modal
1
2
1
1
1
2
2
1
2
1
L
Kurangnya promosi sayuran organik
3
2
2
2
2
2
3
2
2
2
2
M
Mahalnya biaya transportasi
2
2
2
1
1
2
2
1
1
1
1
Bobot
Kelemahan F G H
2
Total
R-10
322
1,000
Tati Yuliandomo (Kepala Desa Pangalengan) S1
Kekuatan
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
Total
Bobot
1
1
1
1
1
2
2
1
2
3
1
2
18
0,056
3
2
2
2
3
2
1
1
3
2
3
27
0,084
2
2
2
2
2
1
1
2
2
1
21
0,065
2
2
2
2
2
1
2
2
1
23
0,071
2
2
2
2
1
2
1
2
23
0,071
2
2
2
1
1
2
2
23
0,071
2
2
1
2
1
2
21
0,065
2
1
2
1
1
32
0,099
2
2
2
2
27
0,084
3
2
2
32
0,099
2
2
22
0,068
2
28
0,087
26
0,080
323
1,000
A
Sayuran yang diproduksi beraneka ragam
B
3
C
Kondisi geografis mendukung Hubungan baik yang terjalin antara Ketua dengan Anggota kelompok tani
3
1
D
Pertanian ramah lingkungan (prima III)
3
2
2
E
Sayuran yang dihasilkan aman dikonsumsi
3
2
2
2
Biaya produksi produk organik terlalu tinggi Harga sayuran organik hampir sama dengan harga sayuran semi organik
3
2
2
2
2
2
1
2
2
2
2
3
3
3
2
2
2
2
I
Kemampuan SDM masih rendah Lemahnya akses kelompok tani tentang pasar sayuran organik
3
3
3
2
2
2
2
2
Kelemahan F G H
J
Sertifikasi produk belum ada
2
3
3
3
3
3
3
3
2
K
Keterbatasan modal
1
1
2
2
2
3
2
2
2
1
L
Kurangnya promosi sayuran organik
3
2
2
2
3
2
3
3
2
2
2
M
Mahalnya biaya transportasi
2
1
3
3
2
2
2
3
2
2
2
Total
2
Lampiran 8. Matriks perbandingan berpasangan Faktor Eksternal R-1 Peluang
A
C
Pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat Perubahan pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat yang cenderung back to nature Kebijakan pemerintah mengenai program "Go organik 2010"
D
A B
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
Total
Bobot
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
11
0,035
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
33
0,106
1
1
1
1
2
1
1
1
1
16
0,051
3
3
3
3
3
3
3
3
27
0,087
2
2
2
2
2
2
2
23
0,074
3
3
3
3
3
3
33
0,106
3
3
3
3
3
33
0,106
2
2
2
2
23
0,074
2
2
2
23
0,074
2
2
23
0,074
3
33
0,106
33
0,106
311
1,000
3 3
3
Loyalitas konsumen organik tinggi
1
1
1
E
Asosiasi pertanian organik
3
2
2
2
F
Harga jual lebih tinggi
3
3
3
3
3
G
Kuota permintaan belum terpenuhi semua
3
3
3
3
3
3
H
Dukungan Pemerintah
3
2
2
2
2
2
2
3
2
2
2
2
2
2
2
J
Serangan hama dan penyakit perusak tanaman Iklim dan cuaca yang tidak menentu memengaruhi hasil produksi
3
2
2
2
2
2
2
2
2
K
Konsinyasi harga dari para agen atau tengkulak
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
L
Tarif ekspor sayuran tinggi
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
Ancaman I
3
Total
R-2 Peluang
A
C
Pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat Perubahan pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat yang cenderung back to nature Kebijakan pemerintah mengenai program "Go organik 2010"
D
A B
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
Total
2
1
2
1
2
1
2
3
2
1
1
18
0,084
1
2
1
2
1
2
3
2
1
1
17
0,079
2
1
2
1
2
3
2
1
1
18
0,084
1
2
1
2
3
2
1
1
18
0,084
2
1
2
3
2
1
1
17
0,079
1
2
3
2
1
1
19
0,089
2
3
2
1
1
17
0,079
3
2
1
1
19
0,089
2
1
1
18
0,084
1
1
18
0,084
1
17
0,079
18
0,084
214
1,000
1 1
2
Loyalitas konsumen organik tinggi
2
2
1
E
Asosiasi pertanian organik
1
1
1
2
F
Harga jual lebih tinggi
3
2
1
2
1
G
Kuota permintaan belum terpenuhi semua
1
1
1
2
1
2
H
Dukungan Pemerintah
3
2
1
2
1
2
1
3
2
1
2
1
2
1
2
J
Serangan hama dan penyakit perusak tanaman Iklim dan cuaca yang tidak menentu memengaruhi hasil produksi
2
2
1
2
1
2
1
2
3
K
Konsinyasi harga dari para agen atau tengkulak
1
1
1
2
1
2
1
2
3
2
L
Tarif ekspor sayuran tinggi
2
1
1
2
1
2
1
2
3
2
Bobot
Ancaman I
Total
1
Lanjutan Lampiran 8 R-3 Peluang
A
C
Pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat Perubahan pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat yang cenderung back to nature Kebijakan pemerintah mengenai program "Go organik 2010"
D
A
B
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
Total
Bobot
2
1
2
2
2
2
1
1
1
2
1
17
0,064
2
3
3
2
3
2
2
2
2
2
25
0,095
3
3
3
2
2
2
2
2
2
26
0,098
2
2
2
1
1
2
2
1
17
0,064
2
2
1
1
2
2
1
17
0,064
2
1
2
2
2
1
19
0,072
1
1
2
2
1
18
0,068
2
2
3
2
28
0,106
2
3
2
27
0,102
2
1
22
0,083
1
19
0,072
29
0,110
264
1,000
2 3
2
Loyalitas konsumen organik tinggi
2
1
1
E
Asosiasi pertanian organik
2
1
1
2
F
Harga jual lebih tinggi
2
2
1
2
2
G
Kuota permintaan belum terpenuhi semua
2
1
2
2
2
2
H
Dukungan Pemerintah
3
2
2
3
3
3
3
3
2
2
3
3
2
3
2
3
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
1
1
2
3
2
2
3
3
3
3
2
2
3
Ancaman
K
Serangan hama dan penyakit perusak tanaman Iklim dan cuaca yang tidak menentu memengaruhi hasil produksi Konsinyasi harga dari para agen atau tengkulak
L
Tarif ekspor sayuran tinggi
I J
3
Total
R-4 Peluang
A
C
Pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat Perubahan pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat yang cenderung back to nature Kebijakan pemerintah mengenai program "Go organik 2010"
D
A B
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
Total
Bobot
2
1
1
1
2
2
1
3
3
1
2
19
0,071
2
2
2
2
2
1
2
2
2
2
21
0,078
3
2
2
2
2
3
2
2
2
24
0,089
2
2
2
1
2
2
2
2
22
0,082
1
1
1
2
2
2
2
16
0,059
3
2
2
2
3
2
28
0,104
1
2
2
2
2
21
0,078
3
3
3
3
33
0,123
2
2
2
17
0,063
2
2
20
0,074
1
20
0,074
28
0,104
269
1,000
2 2
2
Loyalitas konsumen organik tinggi
3
2
2
E
Asosiasi pertanian organik
2
1
1
1
F
Harga jual lebih tinggi
3
3
2
3
3
G
Kuota permintaan belum terpenuhi semua
2
2
2
2
2
2
H
Dukungan Pemerintah
3
3
3
3
3
3
3
1
1
1
1
1
2
2
2
1
2
2
2
2
2
2
1
2
3
2
2
2
2
1
2
1
2
2
3
3
3
2
2
2
2
2
3
3
Ancaman
K
Serangan hama dan penyakit perusak tanaman Iklim dan cuaca yang tidak menentu memengaruhi hasil produksi Konsinyasi harga dari para agen atau tengkulak
L
Tarif ekspor sayuran tinggi
I J
Total
3
Lanjutan Lampiran 8
R-5 Peluang
A
C
Pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat Perubahan pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat yang cenderung back to nature Kebijakan pemerintah mengenai program "Go organik 2010"
D
A B
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
Total
1
1
1
2
1
1
1
3
3
3
3
20
0,074
2
2
3
2
2
2
1
2
3
3
25
0,093
2
1
1
2
2
3
2
3
3
24
0,089
2
2
2
1
1
2
1
1
19
0,071
1
2
1
1
2
1
1
18
0,067
2
1
3
2
3
3
25
0,093
1
1
2
3
3
21
0,078
2
3
3
2
29
0,108
1
3
3
22
0,082
1
1
19
0,071
1
23
0,086
24
0,089
269
1,000
3 3
2
Loyalitas konsumen organik tinggi
3
2
2
E
Asosiasi pertanian organik
3
2
2
2
F
Harga jual lebih tinggi
3
2
2
2
2
G
Kuota permintaan belum terpenuhi semua
1
2
2
2
2
2
H
Dukungan Pemerintah
3
2
2
3
3
3
3
1
3
1
1
3
1
3
2
2
1
2
2
2
2
2
1
3
1
3
1
1
3
3
3
3
1
3
1
3
3
3
1
3
1
2
1
3
Bobot
Ancaman
K
Serangan hama dan penyakit perusak tanaman Iklim dan cuaca yang tidak menentu memengaruhi hasil produksi Konsinyasi harga dari para agen atau tengkulak
L
Tarif ekspor sayuran tinggi
I J
3
Total
R-6 Peluang
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
Total
2
2
2
2
2
2
1
1
1
1
1
17
0,066
2
2
2
2
2
2
2
1
1
1
19
0,073
2
2
2
2
2
1
1
1
1
18
0,069
2
2
2
1
1
1
1
1
17
0,066
2
2
2
1
1
1
1
18
0,069
1
1
1
1
1
1
16
0,062
1
1
1
1
1
17
0,066
2
2
3
2
26
0,100
2
3
3
29
0,112
3
3
30
0,116
3
26
0,100
26
0,100
259
1,000
C
Pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat Perubahan pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat yang cenderung back to nature Kebijakan pemerintah mengenai program "Go organik 2010"
2
2
D
Loyalitas konsumen organik tinggi
2
2
2
E
Asosiasi pertanian organik
2
2
2
2
F
Harga jual lebih tinggi
2
2
2
2
2
G
Kuota permintaan belum terpenuhi semua
2
2
2
2
2
2
H
Dukungan Pemerintah
3
2
2
3
2
2
3
3
2
3
3
3
2
3
2
3
3
3
3
3
2
3
2
2
3
3
3
3
3
2
3
1
1
1
3
3
3
3
3
2
3
2
1
1
A B
2
Bobot
Ancaman
K
Serangan hama dan penyakit perusak tanaman Iklim dan cuaca yang tidak menentu memengaruhi hasil produksi Konsinyasi harga dari para agen atau tengkulak
L
Tarif ekspor sayuran tinggi
I J
Total
2
Lanjutan Lampiran 8 R-7 Peluang
A
C
Pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat Perubahan pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat yang cenderung back to nature Kebijakan pemerintah mengenai program "Go organik 2010"
D
A
B
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
Total
Bobot
2
2
3
2
1
2
1
2
2
3
1
21
0,080
2
2
3
2
3
1
2
2
3
1
23
0,087
2
2
2
3
2
2
2
3
1
23
0,087
2
2
2
1
1
2
2
1
18
0,068
2
2
2
1
2
2
1
19
0,072
2
1
1
2
2
1
20
0,076
1
2
2
2
2
19
0,072
2
2
3
2
28
0,106
2
3
2
26
0,099
3
2
23
0,087
2
17
0,065
26
0,099
263
1,000
Total
Bobot
2 2
2
Loyalitas konsumen organik tinggi
1
2
2
E
Asosiasi pertanian organik
2
1
2
2
F
Harga jual lebih tinggi
3
2
2
2
2
G
Kuota permintaan belum terpenuhi semua
2
1
1
2
2
2
H
Dukungan Pemerintah
3
3
2
3
2
3
3
2
2
2
3
3
3
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
1
2
1
2
2
2
2
1
1
1
3
2
3
3
2
3
2
2
2
2
Ancaman
K
Serangan hama dan penyakit perusak tanaman Iklim dan cuaca yang tidak menentu memengaruhi hasil produksi Konsinyasi harga dari para agen atau tengkulak
L
Tarif ekspor sayuran tinggi
I J
2
Total
R-8 Peluang
A
C
Pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat Perubahan pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat yang cenderung back to nature Kebijakan pemerintah mengenai program "Go organik 2010"
D
A
B
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
2
2
3
3
2
3
1
2
2
2
2
24
0,091
2
3
3
2
3
1
2
2
3
1
24
0,091
3
3
2
3
2
2
2
3
2
26
0,098
2
2
2
1
2
2
3
2
19
0,072
2
2
1
2
2
2
2
18
0,068
2
1
2
2
1
2
20
0,076
2
2
2
2
1
18
0,068
2
2
3
2
28
0,106
2
3
2
23
0,087
3
2
23
0,087
2
17
0,064
24
0,091
264
1,000
2 2
2
Loyalitas konsumen organik tinggi
1
1
1
E
Asosiasi pertanian organik
1
1
1
2
F
Harga jual lebih tinggi
2
2
2
2
2
G
Kuota permintaan belum terpenuhi semua
1
1
1
2
2
2
H
Dukungan Pemerintah
3
3
2
3
3
3
2
Serangan hama dan penyakit perusak tanaman
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
1
1
1
2
3
2
1
1
1
2
3
2
2
2
2
3
2
2
2
L
Ancaman I
K
Iklim dan cuaca yang tidak menentu memengaruhi hasil produksi Konsinyasi harga dari para agen atau tengkulak
L
Tarif ekspor sayuran tinggi
J
Total
2
Lanjutan Lampiran 8 R-9 Peluang
A
C
Pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat Perubahan pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat yang cenderung back to nature Kebijakan pemerintah mengenai program "Go organik 2010"
D
A
B
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
Total
2
2
3
3
2
3
2
2
2
3
1
25
0,095
2
3
2
2
2
1
2
2
3
3
24
0,091
2
2
3
2
2
2
2
3
3
25
0,095
2
2
2
2
2
2
2
1
19
0,072
2
2
1
2
2
2
2
20
0,076
2
1
2
2
2
1
19
0,072
1
2
2
2
1
19
0,072
2
2
3
2
27
0,102
2
3
2
23
0,087
2
2
22
0,083
2
17
0,064
24
0,091
264
1,000
2 2
2
Loyalitas konsumen organik tinggi
1
1
2
E
Asosiasi pertanian organik
1
2
2
2
F
Harga jual lebih tinggi
2
2
1
2
2
G
Kuota permintaan belum terpenuhi semua
1
2
2
2
2
2
H
Dukungan Pemerintah
2
3
2
2
3
3
3
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
1
1
1
2
2
2
2
1
1
2
3
1
1
3
2
3
3
2
2
2
Bobot
Ancaman
K
Serangan hama dan penyakit perusak tanaman Iklim dan cuaca yang tidak menentu memengaruhi hasil produksi Konsinyasi harga dari para agen atau tengkulak
L
Tarif ekspor sayuran tinggi
I J
2
Total
R-10 Peluang
A
C
Pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat Perubahan pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat yang cenderung back to nature Kebijakan pemerintah mengenai program "Go organik 2010"
D
A
B
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
2
2
1
2
2
2
2
1
1
2
2
2
2
2
2
1
2
2
3
3
3
3
2
2
2
2
2
1
2
2 2
2
Total
Bobot
2
19
0,072
2
1
20
0,076
3
2
1
26
0,098
1
1
2
1
18
0,068
1
1
1
2
1
17
0,064
2
2
2
2
1
20
0,076
1
2
2
2
1
19
0,072
2
3
3
2
28
0,106
2
3
2
26
0,098
2
2
23
0,087
1
19
0,072
29
0,110
264
1,000
2
2
Loyalitas konsumen organik tinggi
3
2
1
E
Asosiasi pertanian organik
2
2
1
2
F
Harga jual lebih tinggi
2
2
1
2
2
G
Kuota permintaan belum terpenuhi semua
2
2
1
2
2
2
H
Dukungan Pemerintah
2
3
2
3
3
2
3
3
2
2
3
3
2
2
2
3
2
1
3
3
2
2
1
2
2
2
2
2
2
2
2
1
1
2
2
3
3
3
3
3
3
2
2
2
L
Ancaman
K
Serangan hama dan penyakit perusak tanaman Iklim dan cuaca yang tidak menentu memengaruhi hasil produksi Konsinyasi harga dari para agen atau tengkulak
L
Tarif ekspor sayuran tinggi
I J
Total
3
Lampiran 9 KUESIONER ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Pengantar Pengisian kuesioner ini bertujuan untuk menyusun konsep strategi pengembangan manajemen rantai pasok sayuran organik di Kecamatan Pangalengan Bandung. Landasan utama pengisian kuesioner ini adalah Hierarki (struktur AHP) dengan komponen-komponen yang telah disusun berdasarkan literatur dan hasil observasi. Petunjuk Pengisian : Dalam bagian ini responden diminta untuk membandingkan dua elemen yang terdapat dalam kolom kiri (A) dan kolom kanan (B) dengan memberikan skala pada kolom yang disediakan. Adapun ketentuan dalam memberikan skala ini sebagai berikut : Tingkat Kepentingan 1 3 5 7 9 2, 4, 6 , 8 Perhatian
Definisi A sama penting dengan B A sedikit lebih penting dari B A jelas lebih penting dari B A sangat jelas lebih penting dari B A mutlak lebih penting dari B Diberikan apabila terdapat sedikit perbedaan dengan patokan diatas Konsistensi penilaian sangat penting dalam penelitian ini
Contoh : Saudara diminta untuk membandingkan tingkat kepentingan antara „A‟ dan „B‟ 1. Jika Saudara mengangap „A‟ (kolom sebelah kiri) sedikit lebih penting dari „B‟ (kolom sebelah kanan), maka: Kolom Kiri Lebih Penting Sama Kolom Kanan Lebih Penting Kolom Kiri Kolom Kanan 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A √ B Keterangan : Nilai 1=sama penting; 3=sedikit lebih penting; 5=jelas lebih penting; 7=sangat jelas lebih penting; 9=mutlak lebih penting; nilai 2, 4, 6, 8 adalah nilainilai diantaranya. 2. Jika Saudara menganggap „A‟ (kolom sebelah kiri) sama penting dengan ‟B‟ (kolom sebelah kanan, maka : Kolom Kiri Lebih Penting Sama Kolom Kanan Lebih Penting Kolom Kiri Kolom Kanan 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A √ B Keterangan : Nilai 1=sama penting; 3=sedikit lebih penting; 5=jelas lebih penting; 7=sangat jelas lebih penting; 9=mutlak lebih penting; nilai 2, 4, 6, 8 adalah nilainilai diantaranya 3. 3Jika Saudara mengangap „B‟ (kolom sebelah kanan) sangat jelas lebih penting dari „A‟ (kolom sebelah kiri), maka:
Lanjutan Lampiran 9 Kolom Kiri
2
Kolom Kiri Lebih Penting 3 4 5 6 7 8 9
Sama Kolom Kanan Lebih Penting 1 2 3 4 5 6 7 8 9 √
Kolom Kanan
A B Keterangan : Nilai 1=sama penting; 3=sedikit lebih penting; 5=jelas lebih penting; 7=sangat jelas lebih penting; 9=mutlak lebih penting; nilai 2, 4, 6, 8 adalah nilainilai diantaranya. I. Perbandingan Faktor/Perbandingan Antar Elemen Faktor Terhadap Goal Bandingkan berdasarkan tingkat kepentingan/pengaruh relatif antara satu faktor dengan faktor lainnya : Kolom Kiri Lebih Penting Sama Kolom Kanan Lebih Penting Kolom Kiri Kolom Kanan 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Modal SDM Potensi pasar Dukungan pemerintah Potensi pasar Modal Dukungan pemerintah Potensi pasar Dukungan pemerintah Keterangan : Nilai 1=sama penting; 3=sedikit lebih penting; 5=jelas lebih penting; 7=sangat jelas lebih penting; 9=mutlak lebih penting; nilai 2, 4, 6, 8 adalah nilai-nilai diantaranya. II. Perbandingan Aktor Terhadap Faktor 2.1 Perbandingan Aktor terhadap Elemen Faktor Kualitas SDM Bandingkan berdasarkan tingkat kepentingan/pengaruh relatif antara satu aktor dengan aktor lainnya (besarnya pengaruh aktor) terhadap elemen kualitas SDM Kolom Kiri Lebih Penting Sama Kolom Kanan Lebih Penting Kolom Kiri Kolom Kanan 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pemerintah Lembaga riset dan perguruan tinggi Petani dan pedagang Lembaga keuangan Konsumen Lembaga riset dan perguruan tinggi Pemerintah Lembaga keuangan Konsumen Lembaga keuangan Lembaga riset dan perguruan tinggi Konsumen Lembaga Keuangan Konsumen Lanjutan Lampiran 9 2.2 Perbandingan Aktor terhadap Elemen Faktor Modal
Bandingkan berdasarkan tingkat kepentingan/pengaruh relatif antara satu aktor dengan aktor lainnya (besarnya pengaruh aktor) terhadap elemen Modal. Kolom Kiri
Kolom Kiri Lebih Penting 2 3 4 5 6 7 8 9
Sama 1
Kolom Kanan Lebih Penting 2 3 4 5 6 7 8 9
Kolom Kanan
Pemerintah Lembaga riset dan perguruan tinggi Petani dan pedagang Lembaga keuangan Konsumen Lembaga riset dan perguruan tinggi Pemerintah Lembaga keuangan Konsumen Lembaga keuangan Lembaga riset dan perguruan tinggi Konsumen Lembaga Keuangan Konsumen Keterangan : Nilai 1=sama penting; 3=sedikit lebih penting; 5=jelas lebih penting; 7=sangat jelas lebih penting; 9=mutlak lebih penting; nilai 2, 4, 6, 8 adalah nilai-nilai diantaranya. 2.3 Perbandingan Aktor terhadap Elemen Faktor Potensi pasar Bandingkan berdasarkan tingkat kepentingan/pengaruh relatif antara satu aktor dengan aktor lainnya (besarnya pengaruh aktor) terhadap elemen potensi pasar. . Kolom Kiri
Petani dan pedagang
Pemerintah Lembaga riset dan perguruan tinggi Lembaga Keuangan
2
Kolom Kiri Lebih Penting 3 4 5 6 7 8 9
Sama 1
2
Kolom Kanan Lebih Penting 3 4 5 6 7 8 9
Kolom Kanan Pemerintah Lembaga riset dan perguruan tinggi Lembaga keuangan Konsumen Lembaga riset dan perguruan tinggi Lembaga keuangan Konsumen Lembaga keuangan Konsumen Konsumen
Lanjutan Lampiran 9 2.4 Perbandingan Aktor terhadap Elemen Faktor Dukungan Pemerintah Bandingkan berdasarkan tingkat kepentingan/pengaruh relatif antara satu aktor dengan aktor lainnya (besarnya pengaruh aktor) terhadap elemen dukungan pemerintah. Kolom Kiri Lebih Penting Sama Kolom Kanan Lebih Penting Kolom Kiri Kolom Kanan 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pemerintah Lembaga riset dan perguruan tinggi Petani dan pedagang Lembaga keuangan Konsumen Lembaga riset dan perguruan tinggi Pemerintah Lembaga keuangan Konsumen Lembaga keuangan Lembaga riset dan perguruan tinggi Konsumen Lembaga Keuangan Konsumen Keterangan : Nilai 1=sama penting; 3=sedikit lebih penting; 5=jelas lebih penting; 7=sangat jelas lebih penting; 9=mutlak lebih penting; nilai 2, 4, 6, 8 adalah nilai-nilai diantaranya. 3 Perbandingan Tujuan terhadap Aktor 3.4 Perbandingan Tujuan terhadap Aktor Petani dan Pedagang Bandingkan berdasarkan tingkat kepentingan/pengaruh relatif antara satu tujuan dengan tujuan lainnya (besarnya pengaruh tujuan) terhadap petani dan pedagang Kolom Kiri
2
Kolom Kiri Lebih Penting 3 4 5 6 7 8 9
Sama 1
2
Kolom Kanan Lebih Penting 3 4 5 6 7 8 9
Kolom Kanan Mengidentifikasi peranan para pelaku
Mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi manajemen rantai pasok sayuran organik di Pangalengan
Mengidentifikasi peranan para pelaku rantai pasok sayuran di Pangalengan
rantai pasok sayuran di Pangalengan Menyusun strategi rantai pasok yang sesuai untuk sayuran organik bernilai tambah tinggi berbasis petani di Pangalengan Menyusun strategi rantai pasok yang sesuai untuk sayuran organik bernilai tambah tinggi berbasis petani di Pangalengan
Lanjutan Lampiran 9 3.5 Perbandingan Tujuan terhadap Aktor Pemerintah Bandingkan berdasarkan tingkat kepentingan/pengaruh relatif antara satu tujuan dengan tujuan lainnya (besarnya pengaruh tujuan) terhadap elemen pemerintah. Kolom Kiri
2
Kolom Kiri Lebih Penting 3 4 5 6 7 8 9
Sama 1
2
Kolom Kanan Lebih Penting 3 4 5 6 7 8 9
Kolom Kanan Mengidentifikasi
peranan
para
pelaku rantai pasok sayuran di
Mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi manajemen rantai pasok sayuran organik di Pangalengan
Mengidentifikasi
peranan
Pangalengan Menyusun strategi rantai pasok yang sesuai untuk sayuran organik bernilai tambah tinggi berbasis petani di Pangalengan Menyusun strategi rantai pasok yang sesuai untuk sayuran organik bernilai tambah tinggi berbasis petani di Pangalengan
para
pelaku rantai pasok sayuran di Pangalengan
Keterangan : Nilai 1=sama penting; 3=sedikit lebih penting; 5=jelas lebih penting; 7=sangat jelas lebih penting; 9=mutlak lebih penting; nilai 2, 4, 6, 8 adalah nilai-nilai diantaranya 3.3 Perbandingan Tujuan terhadap Aktor Lembaga Riset dan Perguruan Tinggi . Kolom Kiri
2
Kolom Kiri Lebih Penting 3 4 5 6 7 8 9
Sama 1
2
Kolom Kanan Lebih Penting 3 4 5 6 7 8 9
Kolom Kanan Mengidentifikasi peranan para pelaku
Mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi manajemen rantai pasok sayuran organik di Pangalengan
Mengidentifikasi peranan para pelaku rantai pasok sayuran di Pangalengan
rantai pasok sayuran di Pangalengan Menyusun strategi rantai pasok yang sesuai untuk sayuran organik bernilai tambah tinggi berbasis petani di Pangalengan Menyusun strategi rantai pasok yang sesuai untuk sayuran organik bernilai tambah tinggi berbasis petani di Pangalengan
Lanjutan Lampiran 9 3.4 Perbandingan Tujuan terhadap Aktor Lembaga Keuangan Kolom Kiri
2
Kolom Kiri Lebih Penting 3 4 5 6 7 8 9
Sama 1
2
Kolom Kanan Lebih Penting 3 4 5 6 7 8 9
Kolom Kanan Mengidentifikasi
peranan
para
pelaku rantai pasok sayuran di
Mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi manajemen rantai pasok sayuran organik di Pangalengan
Mengidentifikasi
peranan
Pangalengan Menyusun strategi rantai pasok yang sesuai untuk sayuran organik bernilai tambah tinggi berbasis petani di Pangalengan Menyusun strategi rantai pasok yang sesuai untuk sayuran organik bernilai tambah tinggi berbasis petani di Pangalengan
para
pelaku rantai pasok sayuran di Pangalengan
Keterangan : Nilai 1=sama penting; 3=sedikit lebih penting; 5=jelas lebih penting; 7=sangat jelas lebih penting; 9=mutlak lebih penting; nilai 2, 4, 6, 8 adalah nilai-nilai diantaranya. 3.5 Perbandingan Tujuan terhadap Aktor Konsumen Kolom Kiri
2
Kolom Kiri Lebih Penting 3 4 5 6 7 8 9
Sama 1
2
Kolom Kanan Lebih Penting 3 4 5 6 7 8 9
Kolom Kanan Mengidentifikasi
Mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi manajemen rantai pasok sayuran organik di Pangalengan
Mengidentifikasi
peranan
para
pelaku rantai pasok sayuran di Pangalengan
peranan
para
pelaku rantai pasok sayuran di Pangalengan Menyusun strategi rantai pasok yang sesuai untuk sayuran organik bernilai tambah tinggi berbasis petani di Pangalengan Menyusun strategi rantai pasok yang sesuai untuk sayuran organik bernilai tambah tinggi berbasis petani di Pangalengan
Lanjutan Lampiran 9 IV.Perbandingan Alternatif Strategi terhadap Tujuan 4.1 Perbandingan Alternatif Strategi terhadap Tujuan Mengidentifikasi dan Mengetahui rantai pasok Bandingkan berdasarkan tingkat kepentingan/pengaruh relatif antara satu alternatif dengan alternatif lainnya (besarnya pengaruh strategi) terhadap elemen mengidentifikasi dan mengetahui rantai pasok
Kolom Kiri
Meningkatkan mutu, kuantitas dan kontinuitas produksi
Memperluas pasar/kemitraan serta mempermudah saluran distribusi
Fasilitasi dan dukungan pemerintah serrta asosiasi antar petani
Penguatan aspek finansial (modal)
Melakukan riset pasar sayuran organik dan perencanaan pengembangan pemasaran
2
Kolom Kiri Lebih Penting 3 4 5 6 7 8
9
Sama 1
2
Kolom Kanan Lebih Penting 3 4 5 6 7 8 9
Kolom Kanan Memperluas pasar/ kemitraan serta mempermudah saluran distribusi Fasilitasi dan dukungan pemerintah serta asosiasi antar petani Penguatan aspek finansial (modal) Perencanaan pola tanam yang lebih baik Melakukan riset pasar sayuran organik dan perencanaan pengembangan pemasaran Memantau dan mengawasi harga Fasilitasi dan dukungan pemerintah serta asosiasi antar petani Penguatan aspek finansial (modal) Perencanaan pola tanam yang lebih baik Melakukan riset pasar sayuran organik dan perencanaan pengembangan pemasaran Memantau dan mengawasi harga Penguatan aspek finansial (modal) Perencanaan pola tanam yang lebih baik Melakukan riset pasar sayuran organik dan perencanaan pengembangan pemasaran Memantau dan mengawasi harga Perencanaan pola tanam yang lebih baik Melakukan riset pasar sayuran organik dan perencanaan pengembangan pemasaran Memantau dan mengawasi harga Memantau dan mengawasi harga
Lanjutan Lampiran 9 4.2 Perbandingan Alternatif Strategi terhadap Tujuan Perencanaan Produksi Sayuran Organik Bandingkan berdasarkan tingkat kepentingan/pengaruh relatif antara satu alternatif dengan alternatif lainnya (besarnya pengaruh strategi) terhadap elemen Perencanaan produksi sayuran organik Kolom Kiri
Meningkatkan mutu, kuantitas dan kontinuitas produksi
Memperluas pasar/kemitraan serta mempermudah saluran distribusi
Fasilitasi dan dukungan pemerintah serrta asosiasi antar petani
Penguatan aspek finansial (modal)
Melakukan riset pasar sayuran organik dan perencanaan pengembangan pemasaran
2
Kolom Kiri Lebih Penting 3 4 5 6 7 8
9
Sama 1
2
Kolom Kanan Lebih Penting 3 4 5 6 7 8 9
Kolom Kanan Memperluas pasar/ kemitraan serta mempermudah saluran distribusi Fasilitasi dan dukungan pemerintah serta asosiasi antar petani Penguatan aspek finansial (modal) Perencanaan pola tanam yang lebih baik Melakukan riset pasar sayuran organik dan perencanaan pengembangan pemasaran Memantau dan mengawasi harga Fasilitasi dan dukungan pemerintah serta asosiasi antar petani Penguatan aspek finansial (modal) Perencanaan pola tanam yang lebih baik Melakukan riset pasar sayuran organik dan perencanaan pengembangan pemasaran Memantau dan mengawasi harga Penguatan aspek finansial (modal) Perencanaan pola tanam yang lebih baik Melakukan riset pasar sayuran organik dan perencanaan pengembangan pemasaran Memantau dan mengawasi harga Perencanaan pola tanam yang lebih baik Melakukan riset pasar sayuran organik dan perencanaan pengembangan pemasaran Memantau dan mengawasi harga Memantau dan mengawasi harga
Lanjutan Lampiran 9 4.3Perbandingan Alternatif Strategi terhadap Mencari Peluang dan Pengembangan Pasar Bandingkan berdasarkan tingkat kepentingan/pengaruh relatif antara satu alternatif dengan alternatif lainnya (besarnya pengaruh strategi) terhadap elemen mencari peluang dan pengembangan pasar produktivitas Kolom Kiri
Meningkatkan mutu, kuantitas dan kontinuitas produksi
Memperluas pasar/kemitraan serta mempermudah saluran distribusi
Fasilitasi dan dukungan pemerintah serrta asosiasi antar petani
Penguatan aspek finansial (modal)
Melakukan riset pasar sayuran organik dan perencanaan pengembangan pemasaran
2
Kolom Kiri Lebih Penting 3 4 5 6 7 8
9
Sama 1
2
Kolom Kanan Lebih Penting 3 4 5 6 7 8 9
Kolom Kanan Memperluas pasar/ kemitraan serta mempermudah saluran distribusi Fasilitasi dan dukungan pemerintah serta asosiasi antar petani Penguatan aspek finansial (modal) Perencanaan pola tanam yang lebih baik Melakukan riset pasar sayuran organik dan perencanaan pengembangan pemasaran Memantau dan mengawasi harga Fasilitasi dan dukungan pemerintah serta asosiasi antar petani Penguatan aspek finansial (modal) Perencanaan pola tanam yang lebih baik Melakukan riset pasar sayuran organik dan perencanaan pengembangan pemasaran Memantau dan mengawasi harga Penguatan aspek finansial (modal) Perencanaan pola tanam yang lebih baik Melakukan riset pasar sayuran organik dan perencanaan pengembangan pemasaran Memantau dan mengawasi harga Perencanaan pola tanam yang lebih baik Melakukan riset pasar sayuran organik dan perencanaan pengembangan pemasaran Memantau dan mengawasi harga Memantau dan mengawasi harga
Lampiran 10. Hasil pengolahan data dengan AHP Performance Sensitivity for nodes below: Konsep Strategi Pengembangan Manajemen Rantai Pasok Sayuran Organik di Pangalengan
Obj%
Alt%,30
,90 ,80 ,70 ,20 ,60 ,50 ,40
Memperluas pasar dan ,10
,30 ,20
Melakukan riset pasar
,10
Memantau dan menga
,00
SDM
Modal
Potensi Pasa
Dukungan Pem
OVERALL
,00
Fasilitasi dan dukunga
Objectives Names SDM
SDM
Penguatan aspek finan
Modal
Modal
Perencanaan pola tana
Potensi Pasa
Potensi Pasar
Dukungan Pem
Dukungan Pemerintah Meningkatkan mutu, ku
Alternatives Names Meningkatkan
Meningkatkan mutu, kuantitas dan kontinuitas produksi
Memperluas p
Memperluas pasar dan mempermudah saluran distribusi
Fasilitasi d
Fasilitasi dan dukungan pemerintah
Penguatan as
Penguatan aspek finansial (modal)
Perencanaan
Perencanaan pola tanam yang lebih baik
Melakukan ri
Melakukan riset pasar sayuran organik serta perencanaan pengembangan pemasarannya
Memantau dan
Memantau dan mengawasi harga
Lanjutan Lampiran 10 04/12/2012 19:52:44
Page 1 of 1
Model Name: ahp 2
Synthesis: Summary
Synthesis with respect to: Konsep Strategi Pengembangan Manajemen Rantai Pasok Sayuran Organik di Pangalengan Overall Inconsistency = ,26 Meningkatkan mutu, kuantitas dan kontinuitas produksi Memperluas pasar dan mempermudah saluran distribusi Fasilitasi dan dukungan pemerintah Penguatan aspek finansial (modal) Perencanaan pola tanam yang lebih baik Melakukan riset pasar sayuran organik serta perencanaa... Memantau dan mengawasi harga
,081 ,205 ,157 ,114 ,107 ,179 ,157
04/12/2012 19:54:58
Page 1 of 1
Model Name: ahp 2 Priorities with respect to: Konsep Strategi Pengembangan Manajemen Rantai Pasok Sayuran Organik di Pangalengan >SDM
Petani dan Pedagang Pemerintah Lembaga Riset dan Perguruan Tinggi Lembaga Keuangan Konsumen Inconsistency = 0,07 with 0 missing judgments.
,383 ,107 ,087 ,163 ,260
siti kipdiyah
Lanjutan Lampiran 10
04/12/2012 19:58:01
Page 1 of 1
Model Name: ahp 2 Priorities with respect to: Konsep Strategi Pengembangan Manajemen Rantai Pasok Sayuran Organik di Pangalengan >Modal
Petani dan pedagang Pemerintah Lembaga riset dan perguruan tinggi Lembaga keuangan Konsumen Inconsistency = 0,80 with 0 missing judgments.
,061 ,244 ,104 ,292 ,299
siti kipdiyah
Lanjutan Lampiran 10
04/12/2012 19:59:58
Page 1 of 1
Model Name: ahp 2 Priorities with respect to: Konsep Strategi Pengembangan Manajemen Rantai Pasok Sayuran Organik di Pangalengan >Dukungan Pemerintah
Petani dan pedagang Pemerintah Lembaga riset dan perguruan tinggi Lembaga keuangan Konsumen Inconsistency = 0,38 with 0 missing judgments.
,113 ,149 ,160 ,364 ,215
04/12/2012 19:58:54
Page 1 of 1
Model Name: ahp 2 Priorities with respect to: Konsep Strategi Pengembangan Manajemen Rantai Pasok Sayuran Organik di Pangalengan >Potensi Pasar
Petani dan pedagang Pemerintah Lembaga riset dan perguruan tinggi Lembaga keuangan Konsumen Inconsistency = 0,03 with 0 missing judgments.
,082 ,169 ,169 ,137 ,443
siti kipdiyah
Lanjutan Lampiran 10
04/12/2012 20:08:15
Page 1 of 1
Model Name: ahp 2 Priorities with respect to: Konsep Strategi Pengembangan Manajemen Rantai Pasok Sayuran Organik di Pangalengan >SDM >Pemerintah
Mengidentifikasi faktor internal dan ekternal rantai pasok Mengidentifikasi peranan para pelaku rantai pasok Menyusun strategi rantai pasok yang sesuai untuk sayuran organik di Pangalengan Inconsistency = 0, with 0 missing judgments.
04/12/2012 20:08:49
,200 ,200 ,600
Page 1 of 1
Model Name: ahp 2 Priorities with respect to: Konsep Strategi Pengembangan Manajemen Rantai Pasok Sayuran Organik di Pangalengan >SDM >Lembaga Riset dan Perguruan Tinggi
Mengidentifikasi faktor internal dan ekternal rantai pasok Mengidentifikasi peranan para pelaku rantai pasok Menyusun strategi rantai pasok yang sesuai untuk sayuran organik di Pangalengan Inconsistency = 0, with 0 missing judgments.
siti kipdiyah
,200 ,600 ,200
Lanjutan Lampiran 10
04/12/2012 20:09:31
Page 1 of 1
Model Name: ahp 2 Priorities with respect to: Konsep Strategi Pengembangan Manajemen Rantai Pasok Sayuran Organik di Pangalengan >SDM >Lembaga Keuangan
Mengidentifikasi faktor internal dan ekternal rantai pasok Mengidentifikasi peranan para pelaku rantai pasok Menyusun strategi rantai pasok yang sesuai untuk sayuran organik di Pangalengan Inconsistency = 0,28 with 0 missing judgments.
04/12/2012 20:13:55
,234 ,080 ,685
Page 1 of 1
Model Name: ahp 2 Priorities with respect to: Konsep Strategi Pengembangan Manajemen Rantai Pasok Sayuran Organik di Pangalengan >SDM >Konsumen
Mengidentifikasi faktor internal dan ekternal rantai pasok Mengidentifikasi peranan para pelaku rantai pasok Menyusun strategi rantai pasok yang sesuai untuk sayuran organik di Pangalengan Inconsistency = 0,13 with 0 missing judgments.
siti kipdiyah
,281 ,135 ,584
04/12/2012 20:18:49
Page 1 of 1
Model Name: ahp 2
Lanjutan Lampiran 10
Priorities with respect to: Konsep Strategi Pengembangan Manajemen Rantai Pasok Sayuran Organik di Pangalengan >SDM >Petani dan Pedagang >Mengidentifikasi peranan para pelaku rantai pasok
Meningkatkan mutu, kuantitas dan kontinuitas produksi Memperluas pasar dan mempermudah saluran distribusi Fasilitasi dan dukungan pemerintah Penguatan aspek finansial (modal) Perencanaan pola tanam yang lebih baik Melakukan riset pasar sayuran organik serta perencanaan pengembangan pemasarannya Memantau dan mengawasi harga Inconsistency = 0,04 with 0 missing judgments.
04/12/2012 20:17:32
,240 ,079 ,083 ,074 ,342 ,097 ,083
Page 1 of 1
Model Name: ahp 2 Priorities with respect to: Konsep Strategi Pengembangan Manajemen Rantai Pasok Sayuran Organik di Pangalengan >SDM >Petani dan Pedagang >Mengidentifikasi faktor internal dan ekternal rantai pasok
Meningkatkan mutu, kuantitas dan kontinuitas produksi Memperluas pasar dan mempermudah saluran distribusi Fasilitasi dan dukungan pemerintah Penguatan aspek finansial (modal) Perencanaan pola tanam yang lebih baik Melakukan riset pasar sayuran organik serta perencanaan pengembangan pemasarannya Memantau dan mengawasi harga Inconsistency = 0,01 with 0 missing judgments.
siti kipdiyah
,054 ,217 ,202 ,054 ,054 ,217 ,202
Lanjutan Lampiran 10
04/12/2012 20:19:30
Page 1 of 1
Model Name: ahp 2 Priorities with respect to: Konsep Strategi Pengembangan Manajemen Rantai Pasok Sayuran Organik di Pangalengan >SDM >Petani dan Pedagang >Menyusun strategi rantai pasok yang sesuai untuk sayu ran organik di Pangalengan
Meningkatkan mutu, kuantitas dan kontinuitas produksi Memperluas pasar dan mempermudah saluran distribusi Fasilitasi dan dukungan pemerintah Penguatan aspek finan sial (modal) Perencanaan pola tanam yang lebih baik Melakukan riset pasar sayuran organik serta perencanaan pengembangan pemasarannya Memantau dan mengawasi harga Inconsistency = 0,07 with 0 missing judgments.
siti kipdiyah
,041 ,239 ,163 ,155 ,060 ,185 ,158
Lampiran 11. Foto aktivitas petani dan kondisi alam di Pangalengan
a. Aktivitas petani pasca panen sayuran
b. Kondisi lahan/sawah di Pangalengan
c. Sarana transportasi sayuran