RISIKO PRODUKSI DAN PERILAKU PENAWARAN BAWANG MERAH DI KABUPATEN BREBES
SKRIPSI
ANISA DWI UTAMI H34053128
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
RINGKASAN ANISA DWI UTAMI. Risiko Produksi dan Perilaku Penawaran Bawang Merah di Kabupaten Brebes. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan ANNA FARIYANTI). Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam pembangunan perekonomian negara Indonesia. Salah satu subsektor yang berperan penting dalam menyumbang PDB pertanian adalah subsektor hortikultura. Subsektor hortikultura terdiri dari tanaman sayuran, buah-buahan, dan obat-obatan. Bawang merah merupakan tanaman sayuran yang cukup strategis. Hal ini terkait dengan fungsi bawang merah sebagai bumbu utama pada hampir seluruh makanan di Indonesia. Akan tetapi, di satu sisi meskipun permintaan bawang merah cenderung meningkat, tetapi tingkat produksi bawang merah di Indonesia cenderung menurun. Kabupaten Brebes merupakan salah satu daerah sentra produksi bawang merah terbesar di Indonesia. Seperti halnya tingkat produktivitas bawang merah nasional, tingkat produktivitas bawang merah di Kabupaten Brebes juga cenderung berfluktuasi dari tahun ke tahun. Berbagai permasalahan pada aspek produksi dapat memberikan gambaran terhadap kemungkinan adanya faktor risiko produksi bawang merah. Sebagaimana teori penawaran, tingkat penawaran suatu komoditas akan dipengaruhi oleh jumlah komoditas yang diproduksi. Oleh karena itu, perlu diketahui sejauh mana tingkat risiko produksi dan perilaku penawaran bawang merah. Oleh karena itu, berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk 1) Menganalisis tingkat risiko produksi bawang merah di Kabupaten Brebes, 2) Menganalisis perilaku penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes, dan 3) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes. Penelitian dilaksanakan di delapan desa dari empat kecamatan di Kabupaten Brebes, yaitu Kecamatan Brebes, Kecamatan Wanasari, Kecamatan Bulakamba, dan Kecamatan Larangan. Waktu penelitian dilaksanakan selama bulan April hingga Mei 2009. Data yang digunakan merupakan data primer dan data sekunder. Jumlah responden yang diteliti sebesar 45 responden dengan metode pengambilan responden secara proportional purposive sampling. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis risiko dengan perhitungan Variance, Standard Deviation, dan Coefficient Variation, serta regresi linier berganda untuk menganalisis perilaku penawaran. Berdasarkan hasil perhitungan, nilai expected value dari produktivitas bawang merah adalah sebesar 101,41 kwintal per hektar. Nilai ini menggambarkan bahwa tingkat produktivitas rata-rata yang diharapkan oleh petani bawang merah di Kabupaten Brebes adalah sebesar 101,41 kwintal per hektar (cateris paribus). Sementara nilai standard deviation dari produktivitas bawang merah adalah sebesar 21,97 kwintal per hektar dengan nilai coefficient variation sebesar 0,203. Nilai ini berarti bahwa risiko produksi yang dihadapi petani bawang merah di Kabupaten Brebes adalah sebesar 21,97 kwintal per hektar atau sebesar 20,3 persen dari nilai produktivitas yang diperoleh petani (cateris paribu). Jika dibandingkan dengan tingkat risiko produksi pada
komoditas brokoli, tomat, dan cabai keriting, tingkat risiko produksi bawang merah ini relatif lebih tinggi (Tarigan, 2009). Dilihat dari sisi penerimaan usahatani, diperoleh nilai expected return sebesar Rp. 25.949.621,9 per hektar. Sementara risiko yang diterima oleh petani bawang merah di Kabupaten Brebes adalah sebesar 60,09 persen dari nilai return yang diperoleh petani dengan standar deviasi rata-rata sebesar Rp. 11.768.995 per hektar. Dari nilai tersebut, maka jika dibandingkan dengan penghitungan risiko dari sisi produktivitas, nilai risiko yang dihitung dari sisi penerimaan atau return ternyata jauh lebih tinggi.. Perilaku penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes dalam penelitian ini dirumuskan ke dalam sebuah model regresi linier berganda sebagai berikut : Y = -19,75 + 0,000259X1 – 8,5EX2 + 3,03EX3 – 4,2EX4 - 0,1564 X5 + 0,000064X6 – 0,00389X7 - 0,0005X8 + 01,86X9 + 0,568EX10 - 0,00689X11 + e Nilai R-sq dari model yang diperoleh adalah sebesar 0,91. Artinya bahwa sumbangan variabel independen (X) secara bersama-sama terhadap variasi variabel dependen (Y) adalah sebesar 91 persen. Dengan kata lain, sebesar 91 persen dari variabel dependen dapat dijelaskan oleh model. Selebihnya dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Berdasarkan hasil regresi linier berganda diketahui bahwa terdapat dua variabel yang berpengaruh nyata terhadap perilaku penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes yaitu variabel biaya obat-obatan dan variabel nilai ekspektasi produksi. Baik variabel biaya obat-obatan bawang merah maupun variabel nilai ekspektasi produksi, keduanya memiliki koefisien yang bernilai positif. Sementara variabel harga, variabel variasi harga, variabel harga bibit, variabel variasi harga bibit, variabel harga pupuk yang terdiri dari Urea, TSP, NPK, dan KCl, serta variabel variasi produksi tidak berpengaruh siginifikan pada taraf nyata lima persen.
RISIKO PRODUKSI DAN PERILAKU PENAWARAN BAWANG MERAH DI KABUPATEN BREBES
ANISA DWI UTAMI H34053128
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Judul Skripsi
: Risiko Produksi dan Perilaku Penawaran Bawang Merah di Kabupaten Brebes
Nama
: Anisa Dwi Utami
NIM
: H34053128
Menyetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi NIP. 19640921 199003 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP.19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “ Risiko Produksi dan Perilaku Penawaran Bawang Merah di Kabupaten Brebes” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2009
Anisa Dwi Utami H34053128
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pekalongan pada tanggal 21 oktober 1987. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Wasito Budi rahardjo dan Ibu Listina Nur Triyulianti. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Legokkalong 1 pada tahun 1999 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SMP Negeri 1 Wonopringgo. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMA Negeri 1 Pekalongan diselesaikan pada tahun 2005. Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2005. Selama mengikuti pendidikan, penulis terlibat dalam beberapa organisasi intra maupun ekstra kampus dan beberapa kepanitian. Penulis pernah menjadi pengurus Shariah Economics Student Club (SESC) divisi eksternal. Penulis juga pernah menjadi pengurus Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) regional Jabodetabek. Selain itu, penulis juga aktif di KAMMI Daerah Bogor pada Departemen Pemberdayaan Masyarakat.
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah Subhanahu Wata’ala atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Risiko Produksi dan Perilaku Penawaran Bawang Merah di Kabupaten Brebes”. Penelitian ini bertujuan menganalisis tingkat risiko produksi dan perilaku penawaran bawang merah di kabupaten Brebes. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak dalam rangka pengembangan agribisnis bawang merah di Indonesia khususnya di Kabupaten Brebes. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan pula dapat menjadi bahan masukan maupun referensi bagi penelitian selanjutnya.
Bogor, Agustus 2009
Anisa Dwi Utami
UCAPAN TERIMAKASIH
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga memberikan kekuatan, kemudahan serta kesehatan dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 2. Ir. Narni Farmayanti, MSc selaku dosen penguji utama yang telah memberikan banyak masukan dan saran yang membangun kepada penulis. 3. Yeka Hendra Fatika, SP selaku dosen penguji wakil departemen yang juga telah memberikan masukan dan saran kepada penulis. 4. Ir. Lusi Fausia, MEc selaku dosen pembimbing akademik yang dengan sabar memberikan arahan selama penulis menjalankan kegiatan perkuliahan. 5. Seluruh dosen pengajar dan staf Departemen Agribisnis yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama kegiatan perkuliahan. 6. Kedua orang tua tercinta, Bapak, Ibu, Mas Ady, Dik Ayik, dan Dik Abi yang selalu memberikan doa, kasih sayang, semangat, dukungan baik moral maupun materi, serta menjadi motivasi penulis untuk meyelesaikan skripsi ini dengan sebaik mungkin. 7. Keluarga Dr. Ir. Agus Priyono Kartono, MSi (Om Agus dan Bulik Titik) yang telah menjadi keluarga kedua bagi penulis 8. Ratna Sogian Siwang yang telah menjadi pembahas pada seminar penulis dan memberikan masukan-masukan terhadap penyelesaian skripsi. 9. Pemerintah Daerah Kabupaten Brebes dan seluruh jajarannya yang bersedia memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian 10. Para petani bawang merah di Desa Terlangu, Desa Pulosari, Desa Sidamulya, Desa Pebatan, Desa Luwungragi, Desa Banjaratma, Desa Kedungbokor, dan Desa Larangan yang telah bersedia menjadi responden pada penelitian penulis dan memberikan banyak informasi, pelajaran, serta pengalaman yang berharga
11. Keluarga Pak Lanang, Mbak Yani, dan Mbak Ike yang telah memberikan tempat tinggal sementara dan berbagai kemudahan bagi penulis pada saat melakukan penelitian 12. Teman-teman satu bimbingan penulis, Virghita, Novi dan Ratna Mega yang bersama-sama berjuang dan saling membantu memberikan semangat terhadap penyelesaian skripsi. 13. Teman-teman Gladikarya di Desa Cintaasih, Kecamatan Samarang, Garut, Tiara, Lysti, Cicin dan Mada yang memberikan banyak pelajaran dan pengalaman berharga bagi penulis 14. Sahabat-sahabat penulis, Tiara, Lisda, Neina, Meno dan Nurul yang selalu berbagi suka dan duka, serta memberikan motivasi dan dukungan baik moral maupun materi selama penulis menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor. 15. Semua teman-teman AGB 42 yang bersama-sama berbagi ilmu, pengalaman, serta suka dan duka selama menempuh pendidikan di Departemen Agribisnis. Kenangan kebersamaan kita menjadi ‘Agebers’ akan selalu teringat hingga kita tua nanti. 16. Teman-teman di Wisma Ramadhan (Erven, Uyuy, Ayu, Ray, Nurul, Jassy, Septi, Mita, Ridha, Arin, Anis) yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis 17. Keluarga besar KAMMI Daerah Bogor, FoSSEI Regional Jabodebatek, SESC IPB, dan AQUATECH atas semangat dan pelajarannya tentang arti hidup dan kontribusi .
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .............................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................
xvi
I
PENDAHULUAN ................................................................... 1.1. Latar Belakang ................................................................. 1.2. Perumusan Masalah .......................................................... 1.3. Tujuan .............................................................................. 1.4. Kegunaan Penelitian .........................................................
1 1 5 8 8
II
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................ 2.1. Kajian Risiko Bisnis ........................................................... 2.2. Aspek Usahatani Bawang Merah ....................................... 2.3. Kajian Perilaku Penawaran ...............................................
9 9 11 14
III
KERANGKA PEMIKIRAN ................................................. 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................ 3.1.1. Konsep Risiko ........................................................ 3.1.2. Teori Penawaran .................................................... 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional .....................................
15 15 15 23 25
IV
METODOLOGI PENELITIAN ........................................... 4.1. Lokasi dan Waktu ............................................................. 4.2. Metode Penentuan Sampel ................................................ 4.3. Desain Penelitian ............................................................... 4.4. Metode Pengolahan Data ................................................... 4.4.1. Analisis Risiko Produksi .......................................... 4.4.2. Analisis Regresi Linier Berganda ........................... 4.5. Definisi Operasional .........................................................
29 29 30 31 31 21 33 37
V
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN .................. 5.1. Karakteristik Wilayah ....................................................... 5.1.1. Kondisi Geografis dan Potensi Alam ...................... 5.1.2. Potensi Pertanian dan Komoditas Unggulan ........... 5.1.3. Sosial Kependudukan ............................................. 5.1.4. Struktur Perekonomian ........................................... 5.1.5. Gambaran Umum Kecamatan Lokasi Penelitian ..... 5.2. Karakteristik Responden ................................................... 5.2.1. Umur Responden .................................................... 5.2.2. Tingkat Pendidikan Responden .............................. 5.2.3. Jumlah Tanggungan Keluarga ................................ 5.2.4. Pengalaman Bertani ................................................ 5.2.5. Luas Lahan ............................................................. 5.2.6. Status Kepemilikan Lahan ......................................
39 39 40 40 42 44 45 46 46 46 47 48 48 49
5.2.7. Pola Tanam ............................................................ 5.2.8. Penggunaan Input Usahatani Bawang Merah .......... 5.2.9. Struktur Pendapatan Usahatani Bawang Merah ......
49 51 54
VI
ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG MERAH ........ 6.1. Analisis Risiko Produksi Bawang Merah .......................... 6.2. Sumber-sumber Risiko pada Kegiatan Produksi ............... 6.2.1. Faktor Iklim dan Cuaca .......................................... 6.2.2. Faktor Hama dan Penyakit Tanaman ...................... 6.2.3. Tingkat Kesuburan Lahan ...................................... 6.2.4. Efektivitas Penggunaan Input ................................. 6.3. Manajemen Risiko yang Dilakukan Petani ........................
58 58 60 60 62 64 65 65
VII
ANALISIS PERILAKU PENAWARAN BAWANG MERAH .................................................................................. 7.1. Analisis Perilaku Penawaran Bawang Merah di Kabupaten Brebes ............................................................. 7.2. Analisis Modal Perilaku Penawaran Bawang Merah ......... 7.2.1. Pengujian terhadap Model Penduga .......................... 7.2.2. Pengujian terhadap Koefisien Regresi .................... 7.2.3. Pengujian terhadap Asumsi ..................................... 7.3. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Penawaran Bawang Merah ...............................................
VIII
71 71 72 72 72 74 74
KESIMPULAN DAN SARAN .............................................. 8.1. Kesimpulan ...................................................................... 8.2. Saran ................................................................................
83 83 84
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................
85
LAMPIRAN ......................................................................................
88
DAFTAR TABEL Nomor 1
Halaman Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode Tahun 2003-2006 ......................................................................
1
Konsumsi Per Kapita Bawang Merah di Indonesia Periode Tahun 2003-2006 ......................................................................
2
Perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Bawang Merah di Indonesia Tahun 2002-2007 ........................
3
Pertumbuhan Ekspor, Impor, dan Produksi Bawang Merah Di Indonesia Periode Tahun 2004-2006 .....................................
4
Tingkat Produktivitas Bawang Merah Per Propinsi di Pulau Jawa Tahun 2007 ........................................................................
4
Luas Lahan, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah per Kecamatan di Kabupaten Brebes Tahun 2007 ..........................
29
7
Jumlah Responden per Wilayah Penelitian ................................
30
8
Produksi Komoditas Utama Pertanian Kabupaten Brebes Tahun 2005-2007 ....................................................................
41
Produksi Komoditas Utama Perkebunan Kabupaten Tahun 2005-2007 ................................................................................
41
Produksi Komoditas Utama Pertenakan Kabupaten Brebes Tahun 2005-2007 .....................................................................
39
Umur Responden Petani Bawang Merah di Kabupaten Brebes Tahun 2009 ..............................................................................
46
Tingkat Pendidikan Responden Petani Bawang Merah di Kabupaten Brebes Tahun 2009 .................................................
47
Jumlah Tanggungan Keluarga Responden Petani Bawang Merah di Kabupaten Brebes Tahun 2009 ................................
47
Pengalaman Bertani Bawang Merah oleh Responden Petani Bawang Merah di Kabupaten Brebes Tahun 2009 .................
48
Luas Lahan yang Dimiliki Responden Petani Bawang Merah di Kabupaten Brebes Tahun 2009 .........................................
49
Status Kepemilikan Lahan Responden Petani Bawang Merah di Kabupaten Brebes Tahun 2009 .............................................
49
Rata-rata Penggunaan Input dan Produktvitas pada Usahatani Bawang Merah Menurut Musim Tanam di Kabupaten Brebes Tahun 2008/2009 .......................................................................
52
Rata-rata Biaya Produksi Usahatani Bawang Merah per Musim Tanam di Kabupaten Brebes Tahun 2008 ........................
55
2 3 4 5 6
9 10 11 12 13 14 15 16 17
18
19
Rata-rata Produktivitas dan Pendapatan dalam Kondisi Tertinggi Normal, dan Terendah Usahatani Bawang Merah di Kabupaten Brebes Tahun 2008 .....................................................................
58
20
Nilai Expected Value, Standard deviation, dan Coefficient Variation dari Produktivitas Bawang Merah di Kabupaten Brebes Tahun 2008 ................................................................................ 59
21
Tingkat Risiko Beberapa Komoditas Sayuran ............................
59
22
Nilai Expected Value, Standard Deviation, dan Coefficient Variation dari Pendapatan Bawang Merah di Kabupaten Brebes Tahun 2008 ....................................................................
60
23
Jenis-jenis Hama yang Menyerang Tanaman Bawang Merah .....
62
24
Jenis-jenis Penyakit yang Menyerang Tanaman Bawang Merah ......................................................................................
63
25
Jenis Serangan Hama dan Penyakit dan Dampak Kerugiannya ...
64
26
Cara Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Bawang Merah yang Dilakukan oleh Petani di Kabupaten Brebes .....................
68
27
Deskripsi Statistik dari Setiap Variabel .......................................
71
28
Koefisien Regresi pada Variabel Independen .............................
73
29
Perbandingan Hasil Analisis Regresi dengan Hipotesis ..............
73
DAFTAR GAMBAR Nomor 1
Halaman Tingkat Produktivitas Bawang Merah Nasional dan Daerah Brebes Tahun 2002-2007 .........................................................
6
Perkembangan Harga Bawang Merah di Pasar Induk Kramat Jati ..........................................................................................
7
3
Risk –Uncertainty Continum .....................................................
17
4
Hubungan antara Variance dan Expected Return .......................
20
5
Fungsi Utilitas dengan Marginal Utility Menurun, Meningkat dan Tetap .................................................................................
21
6
Kurva Penawaran ......................................................................
23
7
Pergerakan Kurva Penawaran ...................................................
24
8
Pergeseran Kurva Penawaran ....................................................
25
9
Kerangka Pemikiran Operasional ...............................................
27
10
Langkah-langkah dalam Melakukan Analisis Risiko Produksi dan Perilaku Penawaran Bawang Merah di Kabupaten Brebes .
28
Rata-rata Curah Hujan dan Banyaknya Hari Hujan di Kabupaten Brebes Tahun 2007 .................................................
39
Pola Tanam I Responden Petani Bawang Merah di Kabupaten Brebes Tahun 2008/2009 .........................................................
50
2
11 12 13.
14 15
16
Pola Tanam Responden Petani Bawang Merah di Kabupaten Brebes Tahun 2008/2009 ...........................................................
51
Komponen Biaya Produksi per Musim Tanam pada Tahun 2008 .........................................................................................
55
Biaya Produksi, Pendapatan Kotor, Pendapatan atas Biaya Tunai dan Pendapatan atas Biaya Total Usahatani Bawang Merah di Kabupaten Brebes 2008/2009 ...................................................
57
Rata-rata Produktivitas Bawang Merah per Musim Tanam pada Tahun 2008/2009 .....................................................................
61
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1
Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Periode 2003-2007 .....
89
2
Volume Ekspor dan Impor Sayuran Indonesia Periode 2003-2006 ................................................................................
90
3
Analisis Usahatani Bawang Merah di Kabupaten Brebes Selama Satu Tahun pada tahun 2008 .......................................................
4
91
Analisis Regresi Linier Model Perilaku Penawaran Bawang Merah .........................................................................................
92
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam pembangunan perekonomian negara Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat Indonesia yang hidupnya bergantung pada sektor pertanian. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2008, sebesar 40,3 persen penduduk Indonesia menggantungkan kehidupannya pada sektor ini. Pada tahun 2007, sektor pertanian menempati urutan keempat dalam memberikan kontribusi terhadap PDB Indonesia. Namun demikian, dibandingkan dengan sektor lain, laju pertumbuhan PDB pada sektor pertanian relatif tinggi, yaitu sebesar 26,32 persen (BPS 2008). Secara umum, sektor pertanian terdiri dari beberapa subsektor, yaitu sub sektor pangan, hortikulutura, dan perkebunan. Salah satu subsektor yang cukup penting adalah subsektor hortikultura. Subsektor hortikultura ini meliputi sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan biofarmaka atau obat-obatan. Menurut data Direktorat Hortikultura Departemen Pertanian RI (2008), nilai Produk domestik Bruto (PDB) dari subsektor hortikultura dari tahun 2003 hingga 2006 mengalami peningkatan setiap tahun seperti digambarkan pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode Tahun 2003-2006 Presentase Nilai PDB (juta rupiah) Pertumbuhan / Tahun Kelompok No. (%) komoditas 2004 2005 2006 2003 2004 2005 2006 8,9 3 11,85 1. Buah-buahan 28,246 30,765 31,694 35,448 9,06 9,12 2. Sayuran 20,573 20,749 22,63 24,694 0,85 3. Biofarmaka 565 722 2,806 3,762 27,79 288,64 34,06 3,6 0 1,54 4. Tanaman hias 4,501 4,662 4,662 4,734 Total Hortikultura 53,885 56,844 61,792 68,639 5,49 8,7 11,08 Sumber : Ditjen Hortikultura (2008)
Selain sebagai penyumbang PDB pertanian yang cukup penting, subsektor hortikultura juga mempunyai peran dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizi masyarakat Indonesia. Subsektor hortikultura merupakan bahan pangan yang kaya akan vitamin dan mineral yang diperlukan oleh tubuh. Salah satu bagian dari
komoditas hortikultura tersebut adalah kelompok tanaman sayuran. Dari sisi ekonomi, sayuran merupakan tanaman hortikultura yang penting karena mampu memberikan sumbangan kepada PDB hortikultura terbesar kedua setelah buahbuahan (Ditjen Hortikultura 2008). Dari sisi perdagangan, beberapa komoditas dari kelompok tanaman sayuran yang penting adalah kentang, kubis, jamur, bawang merah, dan kacang merah. Hal ini digambarkan dari nilai ekspor dan impor komoditas tanaman sayuran seperti terlihat pada Lampiran 2. Jika dibandingkan dengan komoditas sayuran yang lain, bawang merah termasuk komoditas dengan nilai perdagangan yang cukup besar. Volume ekspor bawang merah relatif tinggi dibandingkan dengan komoditas sayuran lainnya. Bawang merah mempunyai nilai ekspor terbesar keempat setelah komoditas kentang, kubis, dan jamur untuk tanaman sayuran, yaitu rata-rata sebesar 3,65 persen per tahun dari total ekspor sayuran (Ditjen Hortikultura 2008). Begitu pula dengan volume impor bawang merah. Rata-rata volume impor bawang merah di Indonesia sebesar 13,004 persen per tahun dari total impor sayuran. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan belum terpenuhinya kebutuhan bawang merah dalam negeri di Indonesia. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang cukup strategis di Indonesia mengingat fungsinya sebagai bahan utama bumbu dasar masakan Indonesia. Bawang merah merupakan sayuran yang hampir digunakan dalam seluruh menu makanan di Indonesia. Maka dari itu, permintaan bawang merah sangat tinggi, bahkan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Tingkat konsumsi bawang merah per kapita di Indonesia berkisar 2,175 kg per tahun seperti terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Konsumsi Per Kapita Bawang Merah di Indonesia Periode Tahun 20032006 Tahun Konsumsi Per Kapita (Kg/Tahun) 2003 2,22 2004 2,19 2005 2,21 2006 2,08 Rata-rata 2,175 Sumber : Ditjen Hortikultura (2008)
Dari sisi produksi, berdasarkan data Departemen Pertanian pada tahun 2007, dibandingkan dengan komoditas sayuran lainnya, bawang merah merupakan komoditas dengan tingkat produksi yang terbesar setelah kentang dan kubis, yaitu mencapai 802,81 ton pada tahun 2007. Hal ini seperti terlihat pada Lampiran 1. Akan tetapi, produksi bawang merah
di Indonesia relatif
berfluktuasi. Data perkembangan produksi, luas panen, dan produktivitas bawang merah dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Bawang Merah di Indonesia Tahun 2000-2007 Produktivitas Presentase Pertumbuhan per Tahun Produksi Luas (Kw/Ha) Tahun (%) (Ton) Lahan (Ha) Produksi Produktivitas 2002
766,572
79,867
95.98
-
-
2003
762,795
88,029
86.70
- 0,49
-9,67
2004
757,399
88,707
85.40
-0,70
-1,5
2005 2006 2007
732,610 794,931 802,810
83,614 89,188 93,694
87.60 89.10 85.70
-3,27 8,5 0,99
2,57 1,71 -3,81
Sumber : Ditjen Hortikultura (2008)
Berdasarkan data pada Tabel 3, dapat diketahui bahwa pertumbuhan produksi bawang merah di Indonesia relatif berfluktuasi dengan tingkat produktivitas yang cenderung menurun. Dalam rentang waktu dari tahun 2003 hingga 2005, produksi bawang merah di Indonesia mengalami penurunan dengan rata-rata tingkat penurunan sebesar 1,48 persen per tahun. Sementara dari sisi produktivitas, rata-rata penurunannya adalah sebesar 4,99 persen per tahun. Tingkat produktivitas yang cenderung menurun ini mengindikasikan risiko pada kegiatan produksi bawang merah.
Tabel 4. Pertumbuhan Ekspor, Impor, dan Produksi Bawang Merah di Indonesia Periode Tahun 2004-2006 Tahun Pertumbuhan Pertumbuhan Pertumbuhan Ekspor (%) Impor (%) Produksi (%) 2004 -9,2 28,5 -0,7 2005 8,11 15 -3,27 2006 2,7 8,3 8,5 Sumber : Ditjen Hortikultura (2008)
Berdasarkan data pada Tabel 4, diketahui bahwa tingkat pertumbuhan produksi bawang merah relatif sejalan dengan tingkat pertumbuhan ekspor bawang merah. Pada saat produksi mengalami penurunan, maka tingkat ekspor juga cenderung mengalami penurunan. Sementara tingkat pertumbuhan impor bawang merah berbanding terbalik dengan pertumbuhan produksi bawang merah. Pada saat produksi bawang merah menurun maka impor bawang merah cenderung meningkat. Sentra produksi bawang merah di Indonesia saat ini didominasi oleh Pulau Jawa yaitu sebesar 73 persen dari total produksi di Indonesia. Wilayah sentra produksi di Pulau Jawa tersebut terdiri dari Jawa Barat yang meliputi Kuningan, Cirebon, dan Majalengka, Jawa Tengah meliputi Brebes, Tegal, dan Pemalang, DI Yogjakarta meliputi Bantul, serta Jawa Timur meliputi Nganjuk, Probolinggo, dan Pamekasan. Pada tahun 2007 produksi bawang merah tertinggi adalah di Jawa Tengah yaitu mencapai 268.914 ton atau sebesar 33,5 persen dari total produksi bawang merah nasional. Sementara tingkat produktivitas bawang merah terbesar adalah dari daerah Jawa Barat yaitu sebesar 98,4 kwintal per hektar seperti terlihat pada Tabel 5. Tabel 5. Tingkat Produktivitas Bawang Merah Per Propinsi di Pulau Jawa Tahun 2007 Propinsi Produktivitas Bawang Merah (Kwintal/hektar) Jawa Tengah 84,6 Jawa Barat 98,4 Jawa Timur 91,3 DIY 90,6 Banten 74,8 Sumber : Ditjen Hortikultura (2008)
Kabupaten Brebes adalah salah satu daerah di Jawa Tengah yang menjadi sentra produksi bawang merah terbesar di Indonesia, yaitu mencapai 25.309,45 ton pada tahun 2007. Dalam rentang waktu dari tahun 2002 hingga 2007, perkembangan produksi bawang merah di Brebes relatif berfluktuasi. Pada tahun 2004 dan 2006 produksi bawang merah menurun dengan rata-rata tingkat penurunan sebesar 17,82 persen per tahun. Sementara pada tahun 2003, 2005, dan 2007 produksi bawang merah di Brebes meningkat dengan rata-rata peningkatan sebesar 34,88 persen per tahun (Dinas Pertanian Kabupaten Brebes 2008). Sementara itu, tingkat produktivitas bawang merah di Kabupaten Brebes tidak meningkat secara siginifikan, yaitu hanya berkisar 2,8 persen per tahun. Laju peningkatan produktivitas dan tingkat produksi bawang merah di Kabupaten Brebes yang berfluktuasi tersebut mengindikasikan adanya faktor risiko pada kegiatan produksi bawang merah di Kabupaten Brebes. Adanya faktor risiko tersebut menyebabkan tingkat produksi bawang merah berpotensi mengalami penurunan. Sementara itu, besarnya penawaran suatu komoditas dipengaruhi oleh jumlah yang diproduksi. Berdasarkan keterangan tersebut, maka diperlukan penelitian untuk mengkaji bagaimana tingkat risiko produksi dan perilaku penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes sebagai daerah sentra produksi terbesar. 1.2 Perumusan Masalah Bawang merah merupakan komoditas sayuran yang penting di Indonesia. Manfaat bawang merah yang banyak menjadikan permintaan terhadap bawang merah relatif selalu tinggi. Akan tetapi, pada satu sisi, tingkat produksi bawang merah cenderung berfluktuasi . Bahkan tingkat produktivitas bawang merah di Indonesia secara umum mengalami penurunan sebesar 4,99 persen per tahun (Ditjen Hortikultura, 2008). Begitu pula dengan tingkat produksi bawang merah di Kabupaten Brebes. Dalam rentang waktu dari tahun 2002 hingga 2007, perkembangan produksi bawang merah di Brebes relatif berfluktuasi, dengan ratarata penurunan sebesar 17,82 persen per tahun dan rata-rata peningkatan sebesar 34,88 persen per tahun (Dinas Pertanian Kabupaten Brebes 2008). Adapun peningkatan tingkat produktivitas bawang merah di Kabupaten Brebes hanya
berkisar 2,8 persen per tahun. Gambaran mengenai tingkat produktivitas bawang merah ini dapat dilihat pada Gambar 1. kwintal/hektar 120 108.38
100
95.98
80
79.36
86.7 82.42
88.87 85.4
94.89 87.6
94.99 89.1
85.7 Produk vi tas nasi onal
60
Produk vi tas Kab. Brebes
40 20 0
Tahun 2002
2003
2004
2005
2006
2007
Gambar 1. Tingkat Produktivitas Bawang Merah Nasional dan Daerah Brebes Tahun 2002-2007 Sumber : Direktorat Hortikultura (2008)
Gambaran mengenai tingkat produktivitas bawang merah seperti yang terlihat pada Gambar 1 dapat menunjukkan adanya perbedaan tingkat produktivitas bawang merah secara nasional dengan produktivitas bawang merah di Kabupaten Brebes. Hal ini mengindikasikan adanya faktor risiko pada kegiatan produksi bawang merah. Faktor risiko pada kegiatan produksi bawang merah disebabkan oleh adanya ketergantungan aktivitas produksi bawang merah pada alam seperti cuaca, hama penyakit, suhu udara, kekeringan, banjir, dan segala bencana alam yang berhubungan. Dari kondisi tersebut, pengembangan bisnis komoditas bawang merah memiliki potensi risiko yang dapat menimbulkan kerugian. Sebagaimana teori penawaran, besarnya penawaran suatu komoditas ditentukan oleh jumlah yang diproduksi. Selain aspek produksi, tingkat penawaran suatu komoditas juga dipengaruhi oleh tingkat harga (Nicholson 1991). Seperti terlihat pada Gambar 2, harga bawang merah relatif berfluktuasi dengan harga tertinggi mencapai Rp. 12.786 dan harga terendah mencapai Rp.
3.786. Namun demikian, secara umum tend harga bawang merah meningkat dari awal tahun hingga akhir tahun 2007. Beberapa faktor lain yang juga mempengaruhi penawaran suatu komoditas adalah seperti harga dan ketersediaan faktor produksi yang meliputi benih, pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja, ketersediaan infrastruktur pertanian seperti pengairan, pengaruh hama dan penyakit tanaman, serta faktor iklim dan cuaca.
Harga 14000 12000 10000
Terendah : 3.786 Tertinggi : 12.786
8000 6000 4000 2000 0
Minggu 1 3 5 7 9 111315171921232527293133353739414345474951
Gambar 2. Perkembangan Harga Bawang Merah di Pasar Induk Kramat Jati Tahun 2007 Sumber : Pasar Induk Kramat Jati (2007)
Berbagai permasalahan pada aspek produksi dapat memberikan gambaran terhadap
kemungkinan
adanya
faktor
risiko
produksi
bawang
merah.
Sebagaimana teori penawaran, tingkat penawaran suatu komoditas akan dipengaruhi oleh jumlah komoditas yang diproduksi (Nicholson 1991). Oleh karena itu, perlu diketahui sejauh mana tingkat risiko produksi dan perilaku penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes sebagai daerah sentra produksi terbesar. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Berapa tingkat risiko produksi bawang merah di Kabupaten Brebes ?
2. Bagaimana perilaku penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes? 3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah penelitian ini, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis tingkat risiko produksi bawang merah di Kabupaten Brebes. 2. Menganalisis perilaku penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes. 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapakan dapat memberikan informasi serta masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu : 1. Bagi petani bawang merah khususnya di Brebes, penelitian ini dapat memberikan gambaran dalam memanajemen risiko yang terjadi dalam pengembangan usaha bawang merah. 2. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Brebes, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan agribisnis bawang merah. 3. Bagi masyarakat atau investor, hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu referensi dalam mempertimbangkan investasi di usaha bawang merah. 4. Bagi penulis, penelitian ini berguna untuk mengembangkan daya analisis mengenai risiko agribisnis
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Risiko Bisnis
Marsaulina (2006) dalam penelitiannya mengenai analisis pengelolaan risiko kredit nasabah kupedes pada BRI unit Desa cipanas Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur, menyatakan bahwa nilai NPL (Non Performing Loan) dari sektor pertanian adalah sebesar 1,38, sektor perdagangan sebesar 2,31 dan lainnya sebesar 0,23. Nilai ini menunjukkan bahwa sektor pertanian dan perdagangan memiliki risiko yang cukup kecil. Oleh karena itu, sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) pada kedua bidang ini layak untuk dikembangkan. Robi’ah (2006) melakukan penelitian mengenai manajemen risiko usaha peternakan broiler dengan studi kasus di Sunan Kudus Farm (SKF) di Ciampea Kabupaten Bogor. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1) deskriptif dengan analisis kualitatif untuk mengetahui manajemen risiko usaha peternakan broiler di Sunan Kudus Farm dan 2) eksplorasi dengan menggunakan a) analisis risiko (nilai tengah, standar deviasi, koefisien variasi dan batas bawah pendapatan) b) analisis keputusan berisiko dengan bantuan diagram keputusan (decision tree) untuk mengetahui expected value yang akan didapatkan Sunan Kudus Farm dalam rangka pengambilan keputusan. Dalam penelitiannya tersebut disimpulkan bahwa manajemen risiko belum berjalan dengan baik terutama pada aspek produksi. Hasil analisis risiko menunjukkan bahwa SKF akan menghadapi risiko kerugian sebesar Rp. 47.629.868,52 (standar deviasi) atau sebesar 1,3 (koefisien variasi) lebih besar dari nilai tengahnya dan SKF tidak akan mengalami kerugian lebih besar dari Rp. 58.512.349,12. Analisis keputusan berisiko menunjukkan bahwa pada periode lebaran expected value menambah populasi lebih besar dari tidak menambah populasi. Sedangkan pada periode tahun ajaran baru expected value mengurangi populasi lebih kecil daripada expected value tidak mengurangi populasi. Fariyanti (2008) meneliti mengenai perilaku ekonomi rumah tangga petani sayuran dalam menghadapi risiko produksi dan harga produk di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung. Analisis risiko produksi dilakukan dengan menggunakan model Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity
(GARCH), sedangkan analisis perilaku ekonomi rumah tangga petani sayuran digunakan model persamaan simultan. Adapun komoditas yang diteliti adalah kentang dan kubis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko produksi kentang maupun kubis dipengaruhi secara nyata oleh risiko produksi pada musim sebelumnya. Risiko produksi pada kentang lebih tinggi dibandingkan dengan kubis, tetapi sebaliknya risiko harga pada kentang lebih rendah dari pada kubis. Diversifikasi usahatani kentang dan kubis mempunyai risiko produksi (portofolio) leih rendah dibandingkan spesialisasi kentang atau kubis. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perilaku ekonomi rumah tangga petani sayuran dalam pengambilan keputusan produksi akibat risiko produksi dan harga produk adalah dengan mengurangi penggunaan lahan, benih, pupuk, obatobatan, dan tenaga kerja. Sementara strategi yang dilakukan untuk mengatasi risiko produksi yaitu dengan penggunaan benih yang tahan terhadap kekeringan dan hama penyakit, pengembangan teknologi irigasi dan diversifikasi kegiatan usahatani maupun luar usahatani. Adapun strategi untuk mengatasi harga produk diperlukan penyediaan sarana dan prasarana penyimpanan secara berkelompok pada tingkat petani, pengembangan sistem contract farming dan kelembagaan pemasaran. Tarigan (2009) melakukan penelitian mengenai analisis risiko produksi sayuran organik pada Permata Hati Organic Farm di Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis risiko produksi pada kegiatan spesialisasi dan diversifikasi yang dilakukan oleh Permata Hati Organic Farm serta menganalisis alternatif penanganan risiko produksi dalam menjalankan usaha sayuran organik. Analisis risiko yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan variance, standard deviation, dan coefficient variation pada kegiatan spesialisasi dan portofolio. Komoditas yang diteliti pada kegiatan spesialisasi meliputi brokoli, bayam hijau, tomat, dan cabai keriting. Sementara pada kegiatan portofolio komoditas yang dianalisis adalah tomat dengan bayam hijau, dan cabai keriting dengan brokoli. Analisis risiko produksi dilakukan dengan berdasarkan nilai produktivitas dan pendapatan bersih perusahaan dari kegiatan yang dilakukan. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa pada analisis spesialisasi risiko produksi
berdasarkan produktivitas pada brokoli, bayam hijau, tomat dan cabai keriting, risiko tertinggi dari keempat komoditas tersebut adalah bayam hijau. Sementara berdasarkan pendapatan bersih pada brokoli, bayam hijau, tomat dan cabai keriting, risiko tertinggi dimiliki oleh komoditas cabai keriting. Analisis risiko yang dilakukan pada kegiatan portofolio menunjukkan bahwa kegiatan diversifikasi dapat meminimalkan risiko. 2.2 Aspek Usahatani Bawang Merah
Santoso (2007) dalam penelitiannya mengenai penetapan luas lahan minimum untuk pertanaman bawang merah di daerah sentra produksi Kabupaten Tegal menyatakan bahwa luas lahan minimal yang harus dimiliki petani agar optimal dan mampu mencukupi kebutuhan berdasarkan tingkat usahatani adalah seluas 3750 m2. Petani bawang merah dalam mengusahakan lahannya dapat disarankan pada luasan antara 0,25 – 0,5 hektar. Luas lahan 3750 m2 tersebut juga dapat meningkatkan produktivitas lahan, apabila pemberian input pupuk utama optimal. Untuk mengatasi hal tersebut, petani dapat menguapayakan pengadaan input secara optimal, pengetahuan cuaca lingkungan tanam, pengetahuan pola tanam, penggabungan manajemen usahatani pada luasan lahan yang kurang dari 0,25 hektar menjadi luas lahan antara 0,25 – 0,5 hektar. Damanah (2008) di dalam penelitiannya mengenai faktor-faktor produksi dan pendapatan usahatani bawang merah di Desa Sukasari Kaler Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka, menyatakan bahwa usahatani bawang merah di lokasi tersebut layak. Hal ini dapat dilihat dari nilai R/C atas biaya total dan R/C atas biaya tunai yaitu 4,04 dan 1,97 untuk lahan sedang, 3,47 dan 1,65 untuk lahan sempit, serta 3,09 dan 1,88 untuk lahan luas. Sementara dari hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa usahatani bawang merah di daerah penelitian sangat sensitif terhadap perubahan harga pupuk. Kenaikan harga pupuk sebesar 10 persen menyebabkan rasio R/C atas biaya tunai sebesar 13 persen pada usahatani lahan sempit, 18 persen pada usahatani lahan sedang, dan 11 persen pada usahatani lahan luas. Handayani (2007) dalam penelitiannya mengenai analisis keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani bawang merah konvensional dan organik di Kabupaten Brebes, menyatakan bahwa nilai R/C usahatani bawang merah organik
lebih besar dibanding usahatani bawang merah R/C usahatani bawang merah konvensioanl yaitu 1,51 dan 1,34. Dari hasil analisis keunggulan komparatif dan kompetitif terhadap usahatani bawang merah konvensional dan organik, keduaduanya sama-sama memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif. Analisis sensitivitas keunggulan komparatif menunjukkan bahwa usahatani bawang merah konvensional memiliki kecenderungan tetap layak secara ekonomi untuk di diusahakan terhadap perubahan harga bayangan output, bibit, dan tenaga kerja, sedangkan usahatani organik juga memiliki kecenderungan tetap layak diusahakan kecuali pada peningkatan harga bayangan bibit menghasilkan KBSD yang lebih kecil dari satu. Analisis sensitivitas keunggulan kompetitif menunjukkan bahwa ushatani bawang merah konvensional dan organik memiliki kecenderungan tetap layak secara finansial diusahakan kecuali pada usaha organik menjadi tidak layak pada saat terjadi peningkatan harga bibit. Julekha (2006) melakukan penelitian mengenai analisis curahan kerja, pendapatan dan pengeluaran petani bawang merah di Desa Tegalglagah Brebes. Dalam penelitiannya tersebut disimpulkan bahwa petani pemilik lahan lebih banyak mencurahkan waktunya di dalam usahatani dibanding petani penggarap. Hal ini dikarenakan pendapatan usahatani tidak mengcukupi bagi kebutuhan petani penggarap. Pendapatan rumah tangga petani pemilik lahan dalam usahatani lebih besar daripada pendapatan luar usahatani, sebaliknya petani penggarap mendapatkan pendapatan dari luar usahatani lebih besar daripada dari pendapatan dalam usahatani. Pengeluaran usahatani dari petani pemilik lahan dan petani penggarap terdiri dari pengeluaran untuk konsumsi dan investasi pendidikan. Dalam penelitian ini, peubah endogen yang dipengaruhi secara nyata oleh peubah penjelasnya mengenai model rumah tangga petani bawang merah adalah : produksi bawang merah dipengaruhi oleh luas lahan, curahan kerja keluarga dalam usahatani,dan biaya total produksi. Curahan kerja keluarga dalam usahatani dipengaruhi oleh jumlah angkatan kerja dan pendapatan dalam usahatani. Curahan kerja keluarga di luar usahatani dan umur kepala rumah tangga. Pendapatan dalam usahatani dipengaruhi oleh produksi bawang merah, pengalaman bertani, luas lahan, dan dummy status petani. Pendapatan luar usahatani dipengaruhi dipengaruhi oleh curahan kerja luar usahatani dan dummy status petani.
Hamid (2004) melakukan penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan usahatani bawang merah di desa Dumeling Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes. Penelitian ini menduga pengaruh tiga belas faktor yang meliputi jumlah bibit, lama penyimpanan bibit, luas lahan garapan, biaya untuk obat-obatan, biaya untuk pupuk secara keseluruhan yang meliputi UREA, ZA, KCl, DAP, dan pupuk jenis lain yang digunakan petani, jumlah tenaga kerja luar keluarga untuk usahatani bawang merah, umur tanaman, lama pengalaman bertani bawang merah, usia petani, tingkat pendidikan formal, pendapatan di luar usahatani bawang merah dan modal yang digunakan untuk bertani bawang merah terhadap tingkat pendapatan usahatani bawang merah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa ketiga belas faktor tersebut secara keseluruhan berpengaruh terhadap pendapatan usahatani bawang merah. Diantara faktor tersebut ada yang berpengaruh secara positif maupun negatif. Hampir keseluruhan faktor berpengaruh positif terhadap pendapatan usahatani bawang merah, kecuali faktor pendidikan formal. Seluruh faktor bebas yang berpengaruh terhadap pendapatan usahatani bawang merah bersifat inelastis. Faktor-faktor tersebut ada yang mempunyai elatisitas positif maupun negatif. Faktor yang mempunyai elatisitas positif terbesar adalah faktor umur tanaman, dan faktor yang mempunyai elastisitas positif terkecil adalah faktor jumlah tenaga kerja keluarga. Rostriningrum (2004) di dalam penelitian analisis produksi dan pemasaran usahatani bawang merah di desa Banjaranyar Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes menyatakan bahwa rata-rata produksi bawang merah di desa Banjaranyar adalah sebesar 10.330,4 kilogram dengan harga rata-rata pada saat itu sebesar Rp. 2.232,5 per kilogram. Dari hasil analisis terhadap saluran pemasaran, didapatkan kesimpulan bahwa pemasaran bawang merah belum efisien dilihat dari tingkat efisiensi teknis. Hal ini dikarenakan tingginya tingkat keuntungan pedagang besar dan besarnya penyusutan. Selain itu, dari segi keterpaduan pasar di tingkat petani di Kecamatan Brebes dengan pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) menunjukkan adanya keterpaduan pasar jangka panjang yang kuat antara tingkat petani dengan konsumen. Dapat dikatakan bahwa efisiensi ekonomi belum tercapai antara petani
di Kecamatan brebes dengan PIKJ. Kekuatan harga di tingkat petani dan di tingkat pasar acuan PIKJ bersama-sama berpengaruh dalam pembentukan harga pada pasar lokal. 2.3 Kajian Perilaku Penawaran Fauzia (2006) melakukan penelitian mengenai pendugaan elastisitas permintaan input dan penawaran output usahatani kacang tanah di Jawa. Penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi keuntungan petani dan elastisitas permintaan input dan penawaran output usahatani kacang tanah di Jawa. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa nilai permintaan harga sendiri semuanya bernilai negatif. Nilai elastisitas permintaan akibat perubahan harga sendiri untuk pupuk Urea, TSP, benih, tenaga kerja, dan biaya lainnya adalah -0,491, -0,374, -0,923, -0,752, dan -0,565. Respon permintaan input terhadap sendiri terhadap harga terlihat bahwa elastisitas permintaan benih menunjukkan angka yang paling tinggi sebesar 0,923. Artinya, perubahan harga benih lebih direspon petani. Nilai permintaan input akibat perubahan harga output adalah elastis. Hal ini berarti bahwa pengaruh dan perubahan harga output kacang tanah besar terhadap permintaan input. Sementara itu, nilai elastisitas penawaran output terhadap harga input bersifat inelastis dan semua bertanda negatif. Nilai elastisitas penawaran akibat perubahan harga sendiri menggambarkan pengaruh perubahan penawaran kacang tanah akibat perubahan harga kacang tanah tersebut. Hasil pendugaan menunjukkan bahwa elastisitas harga bersifat positif yaitu 1,030. Artinya, apabila harga kacang tanah meningkat satu persen akan meningkatkan penawaran penawaran sebesar 1,030 persen. Nilai elastisitas penawaran sendiri untuk harga kacang tanah adalah elastis yang berarti bahwa perubahan penawaran output akibat perubahan harga sendiri proporsinya besar. Marudut (2009) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran daging sapi domestik. Faktor-faktor yang dimaksud meliputi faktor ekonomi, faktor lingkungan, dan kebijakan pemerintah. Adapun tujuan penelitian ini adalah 1) menganalisis keragaan penawaran daging sapi potong domestik dari tahun 1990 hingga 2007, dan 2) faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran daging sapi. Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data sekunder yang berupa time series dan cross section. Metode yang dianalisis menggunakan model ekonometrika regresi data panel. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa penawaran daging sapi domestik meningkat dari tahun 1990 hingga 2007. Hasil dugaan model penawarn daging domestik dengan metode fixed effect menunjukkan bahwa variabel-variabel yang berpengaruh nyata pada taraf nyata dua puluh persen adalah populasi ternak sapi potong, harga daging sapi, luas panen padi, dan harga ternak sapi. Suryani (2006) melakukan penelitian mengenai permintaan dan penawaran daging ayam broiler di Indonesia. Tujuan dari penelitian tersebut adalah menganalisis struktur permintaan daging ayam broiler serta faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. Selain itu dilakukan analisis terhadap dampak kebijakan pemerintah dan perubahan faktor eksternal terhadap permintaan dan penawaran daging ayam broiler di dalam negeri. Data yang digunakan bersifat time series yaitu dari tahun 1981 hingga 2003. Metode analisis data yang digunakan adalah persamaan simultan dengan metode 2-SLS (two stage least square). Hasil analisis dalam menduga permodelan menunjukkan nilai R-sq yang diperoleh adalah sebesar 0,7637 dan 0,9863. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan secara signifikan adalah harga daging ayam, harga telur, harga daging sapi, dan pendapatan per kapita. Sementara harga pakan, kebijakan Keppres nomor 22 tahun 1990 yang memberikan izin bagi peternak untuk memperluas skala usaha, dan teknologi berpengaruh secara siginifikan terhadap penawaran daging ayam broiler di dalam negeri. Adapun harga daging ayam dipengaruhi oleh harga pakan dan harga DOC sebagai input. Produksi dan harga pakan tidak stabil dan dipengaruhi oleh jumlah dan harga bahan baku pakan yang diimpor serta nilai tukar. Harga pakan mempengaruhi harga ayam broiler di dalam negeri. Jika harga daging ayam broiler tidak stabil maka akan berdampak pada penawaran dan permintaan dalam negeri. Berdasarkan hasil simulasi untuk menganalisis dampak kebijakan pemerintah diperoleh hasil bahwa kebijakan untuk meningkatkan impor bungkil kedelai dapat meningkatkan produksi pakan dalam negeri. Perubahan faktor
eksternal berupa kenaikan pendapatan per kapita menyebabkan permintaan daging ayam broiler meningkat cukup signifikan. Dari beberapa penelitian terdahulu mengenai risiko, terdapat persamaan antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu penggunaan alat analisis risiko seperti yang dilakukan oleh Tarigan (2009) dan Robi’ah (2006), dengan menggunakan perhitungan variance, standard deviation, dan coefficient variation. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah pada komoditas yang dianalisis yaitu bawang merah. Selain itu, pada penelitian ini mengkaitkan antara risiko produksi bawang merah dengan perilaku penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes. Beberapa penelitian mengenai risiko produksi sebelumnya menganalisis tentang kegiatan produksi pada perusahaan agribisnis. Begitu pula dengan penelitian mengenai perilaku penawaran.
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka teoritis merupakan suatu kerangka yang menjelaskan teori-teori yang sesuai dengan topik penelitian. Dalam bab ini akan dibahas menangani teoriteori mengenai konsep penawaran, produksi dan risiko pertanian. 3.1.1 Konsep Risiko Pada dasarnya terdapat beberapa definisi mengenai risiko. Secara umum risiko dibedakan dengan kondisi ketidakpastian. Ketidakpastian merupakan suatu kondisi yang tidak dapat diketahui atau diperkirakan sebelumnya oleh pengambil keputusan, sedangkan risiko adalah suatu kondisi yang berhubungan dengan peluang terjadinya kerugian atau keuntungan (Fleisher 1990). Sementara itu, Frank Knight yang diacu dalam Calkin 1983 menyatakan bahwa risiko menunjukkan peluang terhadap suatu kejadian yang dapat diketahui oleh pelaku bisnis sebagai pembuat keputusan dalam bisnis, sedangkan ketidakpastian menunjukkan peluang suatu kejadian yang tidak dapat diketahui oleh pelaku bisnis sebagai pembuat keputusan. Gambaran mengenai risiko dan ketidakpastian dalam suatu kontinum dapat dilihat dari Gambar 3. Peluang dan Hasil
Peluang dan Hasil tidak
diketahui
diketahui
RISKY EVENTS
UNCERTAIN EVENTS
-----------------Gambar 3. Risk – Uncertainty Continum Sumber : Debertin, 1986 Gambar
3
menunjukkan
bahwa
pada
kontinum
sebelah
kiri
menggambarkan kejadian yang berisiko yang mana peluang dan hasil dari suatu kejadian dapat diketahui oleh pengambil keputusan. Sementara kontinum yang di sebelah kanan menggambarkan kejadian tidak pasti yang mana peluang dan hasil dari suatu kejadian tidak diketahui oleh pengambil keputusan secara pasti. Pengertian lain mengenai risiko adalah risiko merujuk pada variabilitas hasil dari kegiatan yang tidak pasti. Jika tingkat variabilitas ini rendah, kegiatan
tersebut kemungkinan merupakan hal yang pasti. Setiap individu akan cenderung memberikan pilihan dengan tingkat variabilitas yang lebih rendah (Nicholson 1991). Vaughan (1978) juga mengemukakan beberapa definisi risiko sebagai berikut : 1. Risk is the chance of loss Chance of loss biasanya digunakan untuk menunjukkan suatu keadaan yang mana terdapat suatu keterbukaan (exposure) terhadap kerugian atau kemungkinan kerugian. 2. Risk is the possibility of loss Is lah possibility berar bahwa pr obabi litas suat u per i s wa ber ada di ant ara nol dan satu. 3. Risk is uncertainty
Definisi ini menjelaskan bahwa risiko berhubungan dengan ketidakpastian atau dengan kata lain risiko terjadi karena adanya kondisi yang tidak pasti (ketidakpastian). Risiko pada kegiatan pertanian bersifat unik dibanding lainnya. Hal ini dikarenakan ketergantungan aktivitas pertanian terhadap kondisi alam seperti terutama iklim dan cuaca. Harwood et al (1999) menyatakan terdapat beberapa sumber risiko pada kegiatan produksi pertanian, yaitu meliputi : 1. Produc on or Yi el d Ri sk Faktor risiko produksi dalam kegiatan pertanian disebabkan adanya beberapa hal yang dak dapat di kont rol t er kai t dengan i kl im dan cuaca, s eper curah huj an, temperatur udara, hama dan penyakit. Selain itu, teknolgi juga berperan dalam menimbulkan risiko pada kegiatan pertanian. Penggunaan teknologi baru secara cepat tanpa adanya penyesuaian sebelumnya justru dapat menyebabkan penurunan produk vi tas al ih- al ih efisiens i yang dihar apkan. 2. Price or Market Risk Risiko pasar dalam hal ini melipu r i si ko har ga out put dan har ga i nput . Pada umumnya, kegiatan produksi pertanian merupakan proses yang lama. Sementara itu, pasar cenderung bersifat kompleks dan dinamis. Oleh karena itu, petani belum tentu mendapatkan harga yang sesuai dengan yang diharapkan pada saat panen. Begitu
pula dengan harga input yang dapat berflukt uasi sehi ngga m e mp engar uhi komp onen biaya pada kegiatan produksi. Pada akhirnya risiko harga tersebut akan berpengaruh pada return yang diperoleh petani. 3. Ins tu onal Ris k Ins tu onal risk berhubungan dengan kebijakan dan program dari pemerintah yang mempengaruhi sektor pertanian. Misalnya, adanya kebijakan dari pemerintah untuk memberikan atau mengurangi subsidi dari harga input. Secara umum, ins tu onal risk ini cenderung dak dapat di an sipas i sebel um ny a. 4. Financial Risk Financial risk atau risiko finans i al ini di hadapi ol eh pet ani pada saat pet ani m e mi nj am modal dari ins tus i seper bank. Ri s iko i ni ber kai t an dengan fluktuasi dari
ngkat
suku bunga pinjaman (interest rate.)
Menurut Calkin (1983) terdapat enam faktor yang mendorong adanya risiko pada kegiatan bisnis, yaitu fluktuasi produksi, fluktuasi harga, penggunaan teknologi yang baru, adanya program pemerintah, permasalahan legalitas (legal problem), dan perubahan pada selera konsumen. Menurut Anderson (1977) sumber-sumber risiko usaha, khususnya dalam bidang pertanian meliputi ketidakpastian
hasil
produksi,
ketidakpastian
harga,
dan
ketidakpastian
keuntungan. Sementara Miller (2004) menyatakan bahwa sumber-sumber risiko pada usaha pertanian meliputi risiko produksi, risiko harga, casualty risk, dan risiko teknologi. Perilaku se ap indi vi du dal am me nghadapi ri si ko ber beda- beda sat u sama lai n. Menurut teori Von Neumann-Morgenstern (1944) yang diacu dalam Nicholson (1991), perilaku ekonomi individu yang berada dalam kondisi dak pas cender ung ak an menetapkan pilihan pada pilihan yang memaksimumkan nilai yang diharapkan dalam indeks u litas v on Ne uma nn- M o r gens ter n. T er dapat
ga ka t egor i in di vidu da l am
menghadapi risiko, yaitu Risk Averter, Risk Neutral, dan Risk Taker. Perilaku individu dalam menghadapi risiko ini dapat dijelaskan dengan teori u litas seper terl i hat pada Gambar 4.
Expected Return U1 Risk Averter
U2 Risk Neutral
U3 Risk Taker/Lover
Varian Return Gambar 4. Hubungan Antara Varian dan Expected Return Sumber : Debertin (1986) Gambar 4 menunjukkan hubungan antara varian return yang merupakan ukuran dari ngkat ri si ko yang di hadapi , dengan return yang diharapkan (expected return) yang merupakan ukuran dari ngkat k epuasan p emb uat k eput us an. P er i laku p emb uat keputusan dalam menghadapi risiko tersebut diklasifikan me nj adi
ga ka t egor i
sebagaimana berikut : 1. Pembuat keputusan yang takut terhadap risiko (Risk Averter) menunjukkan jika U1 diasumsikan kurva isou li pembu at keput usan mak a adanya kenai kan
varian return
yang merupakan ukuran ngkat ri si ko akan di im b angi dengan m e nai kkan ret ur n yang diharapkan. 2. Pembuat keputusan yang netral terhadap risiko (Risk Neutral) menunjukkan jika U2 diasumsikan kurva isou li pembu at keput usan mak a adanya kenai kan
varian return
yang merupakan ukuran ngkat ri si ko dak akan dii m ba ngi dengan men ai kkan
return
yang diharapkan 3. Pembuat keputusan yang berani terhadap risiko (Risk Taker/Lover) menunjukkan jika U3 diasumsikan kurva isou li pembu at keput usan mak a adanya kenai kan
varian
return yang merupakan ukuran
ngkat r i si ko a kan d i im b angi o l eh p emb uat
keputusan dengan kesediaanya menerima return yang diharapkan lebih rendah.
Bentuk lain yang dapat menggambarkan perilaku individu dalam menghadapi risiko dapat dilihat pada Gambar 5 yang menunjukkan kepuasan individu berkaitan dengan kemungkinan pendapatan. U
U(y)1
Y Gambar 5. Fungsi U litas dengan M a r gi nal U l ity Men ur un, M en i ngkat dan Tet ap
Sumber : Debertin (1986) Berdasarkan Gambar 5, individu yang digambarkan pada kurva U(y)1 termasuk dalam perilaku risk averter. Kurva tersebut menunjukkan kepuasan marginal utiliti yang semakin menurun (diminishing marginal utility) dari pendapatan. Meskipun tambahan pendapatan selalu meningkatkan kepuasan, tetapi kenaikan kepuasan yang dihasilkan karena kenaikan pendapatan yang mendekati titik original akan lebih besar dari kenaikan kepuasan karena kenaikan pendapatan berikutnya. Sementara pada risk lover, kepuasan marginal utiliti semakin meningkat (increasing marginal utility) dari pendapatan dan pada risk neutral kepuasan marginal utiliti tetap (constan marginal utility). Dalam menghadapi risiko pada kegiatan produksi pertanian, petani dapat melakukan beberapa strategi. Menurut Harwood et al (1999), beberapa strategi yang dapat dilakukan oleh petani meliputi :
1.
Diversifikasi usaha (enterprise diversification) Diversifikasi adalah suatu strategi pengelolaan risiko yang sering digunakan yang melibatkan partisipasi lebih dari satu aktivitas. Strategi diversifikasi ini dilakukan dengan alasan bahwa apabila satu unit usaha memiliki hasil yang rendah maka unit-unit usaha yang lain mungkin akan memiliki hasil yang lebih tinggi.
2.
Integrasi vertikal (vertical integration) Integrasi vertikal merupakan salah satu strategi dalam payung koordinasi vertical yang meliputi seluruh cara
yang mana output dari satu tahapan
produksi dan distribusi ditransfer ke tahapan produksi lain. Dari sisi petani, keputusan untuk melakukan integrasi vertikal tergantung pada banyak faktor, antara lain perubahan keuntungan dengan adanya integrasi vertikal, risiko pada kuantitas dan kualitas pasokan input (atau output) sebelum dan sesudah integrasi vertikal, dan faktor-faktor lainnya. 3.
Kontrak produksi (production contract) Kontrak produksi khusus memberi kontraktor (pembeli) pengawasan terhadap proses produksi (Perry 1997). Kontrak ini biasanya menetapkan dengan rinci suplai input produksi oleh pembeli, kualitas dan kuantitas komoditi tertentu yang akan diproduksi, dan kompensasi yang akan dibayarkan kepada petani.
4.
Kontrak pemasaran (marketing contract) Kontrak pemasaran adalah perjanjian, baik secara tertulis maupun lisan, antara pedagang dan produsen tentang penetapan harga dan penjualan suatu komoditi sebelum panen atau sebelum komoditi siap dipasarkan (Perry 1997). Kepemilikan komoditi saat diproduksi adalah milik petani, termasuk keputusan manajemen, seperti menentukan varietas benih, penggunaan input dan kapan waktunya.
5.
Perlindungan nilai (hedging)
6.
Asuransi (insurance)
3.1.2 Teori penawaran Penawaran adalah jumlah barang yang tersedia dan dapat dijual oleh para penjual (Mankiw 2000). Kurva penawaran adalah kurva yang menggambarkan hubungan antara jumlah barang yang ditawarkan oleh produsen dengan harga barang yang ditawarkan. Besar kecilnya barang yang ditawarkan erat hubungannya dengan besaran variabel harga. Untuk jenis barang normal, semakin tinggi barang yang ditawarkan (Q) akan menyebabkan harga barang (P) yang semakin menurun. Jadi konsep penawaran ini dapat dirumuskan dalam sebuah fungsi yaitu (Nicholson 1991) : P = f(Q) Dengan adanya perubahan Q yang disebabkan oleh perubahan P, hal ini akan menyebabkan pergeseran kurva penawaran ke sebelah kanan atau kiri. Apabila perubahan Q menyebabkan P menurun, maka kurva penawaran akan bergeser ke sebelah kanan. Sebaliknya, perubahan Q yang menyebabkan P semakin tinggi akan menggeser kurva penawaran ke arah kiri. Hal ini dapat dilihat seperti pada Gambar 6.
P S S1
D Q Gambar 6. Kurva Penawaran Sumber : Nicholson (1991)
Hukum penawaran menyatakan bahwa dengan menganggap hal lainnya sama, kuantitas suatu barang yang ditawarkan akan meningkat ketika harga barang tersebut juga meningkat. Jadi, berdasarkan hukum penawaran tersebut,
kuantitas barang yang ditawarkan juga merupakan fungsi dari harga barang tersebut. Hal ini dapat dirumuskan kedalam persamaan seperti berikut : S = f(P) Pengaruh perubahan harga terhadap kuantitas barang yang ditawarkan ini menggambarkan pergerakan di sepanjang kurva penawaran (Mankiw 2000). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 7. P S
Q Gambar 7. Pergerakan Kurva Penawaran Sumber : Mankiw (2000)
Selain faktor harga, faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran lainnya adalah tekonologi, harga input produksi, jumlah produsen, harga produk yang lain, dan harapan produsen di masa yang akan datang (Hyman 1996). a. Teknologi Adanya perbaikan teknologi akan menyebabkan produksinya semakin meningkat. Akan tetapi penggunaan teknologi yang baru memungkinkan adanya tambahan biaya produksi, beban risiko dan ke dakpas an, ket r ampi l amk hus us, dan s ebagai nya. Apabila permasalahan-permasalahan ini dapat diatasi maka produksi akan semakin besar. b. harga input produksi Besar kecilnya harga input akan mempengaruhi besar kecilnya input yang digunakan. Bila harga faktor produksi (input) turun maka petani akan cenderung membelinya pada jumlah yang rela f lebi h bes ar . De ngan adanya tamb ahan input m a ka pr oduksi akan meningkat.
c. jumlah produsen Seringkali dengan adanya rangsangan harga komodi per tani an t er tent u, pet ani cenderung untuk mengusahakan tanaman tersebut. Akibatnya, produksi atau barang yang ditawarkan menjadi bertambah. d. harga produk yang lain Yang dimaksud sebagai “harga produksi yang lain” ini adalah adanya harga produksi alterna f. Pengar uh per ubahan har ga pr oduksi al ter na f ini, akan men yebabkan terjadinya produksi yang semakin meningkat atau sebaliknya semakin menurun. e. harapan produsen di masa yang akan datang
Pengaruh keempat faktor di atas terhadap kuantitas barang yang ditawarkan digambarkan dalam pergeseran kurva penawaran. Setiap perubahan yang menaikkan kuantitas yang bersedia diproduksi oleh penjual pada tingkat harga tertentu akan menggeser kurva penawaran ke kanan. Sementara, setiap perubahan yang menurunkan kuantitas yang bersedia ditawarkan oleh penjual pada tingkat harga tertentu akan menggeser kurva penawaran ke kiri. Hal ini seperti dijelaskan pada Gambar 8. Kurva Penawaran 2 (S2)
Harga (P)
Kurva Penawaran 1 (S1) Q1-2 Q1-3
Kurva Penawaran 3 (S3)
Kuantitas (Q) Keterangan : Q1-2 : Penurunan penawaran dari S1 ke S2 Q1-3 : Peningkatan penawaran dari S1 ke S3 Gambar 8. Pergeseran Kurva Penawaran
Sumber : Mankiw (2000)
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang cukup strategis di Indonesia. Hal ini dikarenakan fungsi bawang merah sebagai bahan utama bumbu makanan di seluruh Indonesia sehingga tingkat permintaannya sangat tinggi. Menurut data Ditjen Hortikultura (2008) tingkat produksi bawang merah di Indonesia cenderung berfluktuasi setiap tahunnya. Tingkat produktivitas bawang merah pun relatif menurun dari tahun ke tahun. Hal ini mengindikasikan adanya permasalahan pada kegiatan produksi bawang merah. Atau dengan kata lain terdapat faktor risiko pada kegiatan produksi bawang merah yang berpotensi menimbulkan kerugian. Seperti halnya karakteristik produksi di sektor pertanian, aktivitas produksi bawang merah sangat bergantung pada kondisi alam. Setidaknya terdapat beberapa hal yang mempengaruhi tingkat produksi bawang merah yaitu ketersediaan dan harga faktor-faktor produksi, pengaruh hama dan penyakit tanaman, serta faktor iklim dan cuaca. Faktor-faktor tersebut mengindikasikan adanya risiko produksi bawang merah di tingkat petani yang berpotensi menimbulkan kerugian. Sebagaimana teori penawaran, perilaku penawaran suatu komoditas dipengaruhi
oleh
tingkat
produksinya.
Terdapat
beberapa
faktor
yang
mempengaruhi penawaran suatu komoditas yaitu harga, harga input produksi, teknologi, harga produk lain, jumlah produsen, dan harapan produsen di masa yang akan datang. Sebagai daerah sentra produksi bawang merah terbesar di Indonesia, kabupaten Brebes menjadi pemasok utama bawang merah untuk kebutuhan dalam negeri. Oleh karena itu perlu diketahui sejauh mana tingkat produksi bawang merah di Kabupaten Brebes. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan analisis mengenai tingkat risiko produksi dan perilaku penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes. Dengan mengetahui besarnya tingkat risiko produksi, maka petani dapat mengetahui seberapa besar potensi keuntungan dan kerugian yang mungkin diperoleh dari usahatani bawang merah. Dalam penelitian ini, faktor-
faktor yang mempengaruhi penawaran bawang merah yang dianalisis meliputi variabel harga, harga input produksi, dan harapan produsen di masa yang akan datang serta aspek risiko produksi. Alur pemikiran penelitian ini dapat digambarkan pada Gambar 9.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran bawang merah : Harga bawang merah
Risiko produksi
Harga input : harga pupuk, harga bibit
Risiko Harga Output dan Input
Produksi bawang merah
Harapan produsen di masa mendatang Teknologi
Perilaku Penawaran bawang merah
Harga produk lain (subtitusi) Jumlah produsen
Gambar 9. Kerangka Pemikiran Operasional Keterangan : : tidak dianalisis
Langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan risiko produksi seperti ketersediaan dan harga faktor produksi, pengaruh hama dan penyakit tanaman, serta faktor iklim dan cuaca. Kemudian melihat bagaimana perilaku penawaran bawang merah dengan mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhinya termasuk aspek risiko yaitu nilai variasi harga dan produksi bawang merah. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 10.
Bawang merah sebagai komoditas hortikultura strategis di Indonesia
Brebes sebagai daerah sentra produksi terbesar di Indonesia
Fluktuasi produksi bawang merah di Brebes Permasalahan produksi : § § §
Ketersediaan dan harga faktor produksi Pengaruh hama dan penyakit tanaman Faktor iklim dan cuaca
§
Analisis risiko produksi
Perilaku penawaran bawang merah di pasar
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran : § Harga bawang merah § Harga benih § Harga pupuk (Urea, NPK, TSP, KCl, ZA) § Nilai ekspektasi produksi § Nilai variasi harga dan harga bibit § Nilai variasi produksi
Tingkat risiko produksi bawang merah di Brebes Analsis perilaku penawaran bawang merah di Brebes
Gambar 10. Langkah-langkah dalam Melakukan Analisis Risiko Produksi dan Perilaku Penawaran Bawang Merah di Kabupaten Brebes
IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan data dilakukan dengan mengambil lokasi penelitian yaitu di delapan dari empat kecamatan di Kabupaten Brebes yang merupakan sentra produksi bawang merah terbesar seperti tercantum pada Tabel 3. Keempat kecamatan tersebut adalah Kecamatan Brebes, Kecamatan Wanasari, Kecamatan Bulakamba, dan Kecamatan Larangan. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari 2009 yaitu terhitung sejak pembuatan proposal penelitian. Adapun pengambilan data dilakukan pada bulan April hingga Mei 2009. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara purposive karena beberapa pertimbangan. Pertama, Kabupaten Brebes merupakan daerah sentra produksi bawang merah terbesar di Indonesia. Kedua, kecamatan-kecamatan tersebut merupakan daerah sentra produksi bawang merah terbesar dari seluruh kecamatan yang ada di kabupaten Brebes seperti terlihat pada Tabel 6. Ketiga, pengembangan agribisnis bawang merah di Brebes seringkali mendapatkan hambatan yaitu adanya ancaman bencana alam seperti banjir. Adapun pemilihan desa juga dilakukan secara purposive sesuai dengan rekomendasi dari masingmasing kecamatan. Tabel 6. Luas Lahan, Produksi, dan Produktivitas Bawang Merah per Kecamatan di Kabupaten Brebes Tahun 2007 No
Kecamatan
.
Luas
Presentas
Produksi
Presentas
Produktivita
Lahan
e (%)
(Kw)
e (%)
s (Kw/Ha)
5.273
23
566.300
22
98,95
(Ha) 1
Larangan Ketanggunga
2
n
897
4
81.214
3
90,54
3
Banjarharjo
233
1
20.900
1
89,7
4
Losari
823
4
53.098
2
64,52
5
Tanjung
775
3
69.019
3
89,06
6
Kersana
727
3
60.907
2
83,78
7
Bulakamba
2.174
9
279.621
11
128,62
8
Wanasari
7.154
31
918.544
36
128,56
9
Songgom
683
3
73.827
3
108,09
10
Jatibarang
992
4
96.686
4
97,47
11
Brebes
3.179
14
310.829
12
97,78
2.530.94 Total
22.910
100
5
100
Sumber : Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Brebes (2008)
4.2 Metode Penentuan Sampel Metode pengambilan responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah proportional purposive sampling. Rumus yang digunakan dalam menghitung seluruh jumlah responden tersebut adalah rumus Solvin (1960) diacu dalam Sevilla (1993) sebagaimana berikut : n=
N 1 + N. e2
Keterangan : n = ukuran sampel (orang) N = ukuran populasi (orang) e = Nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan ( 15 persen) Berdasarkan perhitungan dari rumus Solvin di atas, responden yang menjadi objek penelitian ini adalah 45 petani bawang merah yang tersebar dalam delapan desa di empat kecamatan yang menjadi lokasi penelitian. Nilai kritis atau batas ketelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 15 persen dengan total populasi sebesar 97.781 Penentuan
nilai kritis tersebut didasarkan pada
kemampuan peneliti baik dari segi sumber daya, biaya maupun waktu. Adapun jumlah responden di masing-masing lokasi seperti tercantum dalam Tabel 7. Tabel 7. Jumlah Responden per Wilayah Penelitian No.
Kecamatan
1.
Brebes
2.
Wanasari
Desa
Jumlah responden
a. Terlangu
4
b. Pulosari
4
a. Sidamulya
9
b. Pebatan
8
3.
4.
Bulakamba
Larangan
Total
a. Luwungragi
3
b. Banjaratma
3
a. Kedungbokor
7
b. Larangan
7 45
4.3 Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah penelitian dengan metode deskriptif dengan menggunakan sampel pada objek penelitian. Metode deskriptif yang digunakan adalah untuk menjelaskan gambaran mengenai objek penelitian yang diteliti. Penggunaan metode sampling pada penelitian ini dilakukan karena jumlah populasi yang diamati sangat besar dan sifat objek penelitian yang relatif homogen. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil sejumlah petani sebagai berdasarkan rumus solvin dari total populasi petani bawang merah di empat kecamatan yang diteliti. 4.4 Data dan Instrumentasi Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui penyebaran kuesioner dan wawancara dengan petani bawang merah di lokasi penenlitian. Sementara data sekunder diperoleh dari Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ), Departemen Pertanian, Direktorat tanaman Hortikultura, Pemerintah Kabupaten Brebes, BPS, dan literatur serta beberapa penelitian terdahulu yang menjadi bahan rujukan bagi penelitian ini. 4.4 Metode Pengolahan Data Metode pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan software SPSS 13. Microsoft excel, dan kalkulator. Adapun metode analisis yang digunakan meliputi analisis risiko, dan analisis regresi linier berganda. Dalam penelitian ini data yang digunakan bersifat determinan atau non-stokastik dan merupakan data rasio. 4.4.1 Analisis Risiko Produksi
Analisis risiko dilakukan dengan melihat penyimpangan yang terjadi antara nilai yang diharapkan dengan nilai yang terjadi. Untuk menilai tingkat risiko tersebut beberapa ukuran yang digunakan yaitu nilai variance, standard deviation, dan coefficient variation. Nilai variance menunjukkan adanya penyimpangan, standard deviation diperoleh dari nilai kuadrat nilai variance, dan coefficient variation diperoleh dari rasio standard deviation dengan nilai yang diukur (Elton dan Gruber 1995). Dalam menganalisis risiko produksi dilakukan analisis mengenai faktor-faktor eksternal yang tidak dapat dikendalikan oleh petani. Dalam hal ini, faktor eksternal yang dimaksud adalah faktor iklim dan cuaca, peristiwa alam seperti bencana alam yang mempengaruhi produksi, dan serangan hama penyakit. Analisis terhadap faktor eksternal ini dilakukan dengan melihat dari seberapa besar kemungkinan terjadinya (probabilitas kejadian) dari faktor-faktor eksternal yang dianalisis dan seberapa besar kerugian yang disebabkannya. Semakin besar probabilitas kejadian eksternal yang merugikan maka semakin besar pula tingkat risiko yang mungkin dihadapi oleh petani. Pengukuran probabilitas pada setiap kejadian diperoleh dari frekuensi setiap kejadian yang dibagi dengan jumlah bulan dalam satu tahun. Secara matematis, pengukuran probabilitas tersebut dapat dituliskan sebagai berikut : =
Keterangan : f = frekuensi kejadian T = periode waktu proses produksi
4.4.1.1 Expected Value Produksi Dalam menentukan seberapa besar output produksi yang diharapkan dilakukan dengan penjumlahan dari setiap probabilitas dikalikan dengan tingkat output produksinya. Penentuan estimasi produksi tersebut dapat dirumuskan sebagaimana berikut : E (Q) =
dimana :
pi (Qi)
E (Q) = output produksi yang diharapkan Pi
= probabilitas ke-i
Qi
= output produksi
i
= kondisi (tertinggi, normal, terendah)
4.4.1.2 Standard deviation Standard deviation dari output produksi menggambarkan perbedaan atau selisih antara output produksi dengan output yang diharapkan. Semakin besar nilai standard deviation maka semakin besar pula tingkat risiko yang dihadapi dalam kegiatan produksi. Secara matematis, standard deviation dari output produksi dapat dituliskan sebagai berikut : ∂Q = √ σi2
dimana : ∂Q : Standard deviation σi2 : Variance
4.4.1.3 Coefficient variation Coefficient variation dari output diukur dari rasio standard deviation dari output dengan output yang diharapkan. Semakin kecil coefficient variation maka semakin rendah risiko yang dihadapi. Secara matematis, coefficient variation dapat dituliskan sebagai berikut :
dimana
=
⁄ ( )
CV : Coefficient variation : Standard deviation ( ) : Expected value 4.4.2 Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis regresi linier berganda dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis perilaku penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes. Sebagaimana teori penawaran bahwa suplai atau penawaran suatu komoditas dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu teknologi, harga input, harga produk yang lain, jumlah produsen, dan harapan produsen terhadap harga produksi di masa mendatang. Maka faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran bawang merah yang digunakan sebagai variabel independen dalam penelitian ini meliputi: 1. Harga
bawang
merah 2. Nilai
variance
harga
bawang
merah 3. Harga bibit bawang merah 4. Nilai
variance
harga bibit bawang merah 5. Harga pupuk Urea 6. Harga pupuk TSP 7. Harga pupuk KCl 8. Harga pupuk NPK 9. Biaya obat-obatan 10. Nilai
ekspektasi
produksi 11. Nilai
variance
produktivitas bawang merah Selanjutnya setelah ditentukan variabel independen kemudian disusun suatu model untuk menduga hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen yang akan dianalisis. Dalam penelitian ini digunakan dengan analisis regresi linier. Secara matematis model tersebut dapat ditulis seperti berikut: Y = f (X1, X2, ...., Xn)
Y = a0 + a1X1+a2X2+ .... +anXn+e dimana: Y
= produksi bawang merah di kabupaten Brebes
a0
= koefisien intersep
an
= parameter peubah ke-n, dimana n=1,2,...,11, dengan hipotesis :
a1,a12 > 0 a2,a3,a4,a5,a6,a7,a8,a9,a10,a11 < 0 X1
= harga bawang merah
X2
= variasi harga bawang merah
X3
= harga bibit bawang merah
X4
= variasi harga bibit bawang merah
X5
= harga pupuk urea
X6
= harga pupuk NPK
X7
= harga pupuk TSP
X8
= harga pupuk KCl
X9
= biaya obat-obatan
X10
= nilai expected value
X11
= variasi produksi
e
= unsur galat (eror) Model regresi yang digunakan diduga dengan menggunakan
metode
kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS) yang didasarkan pada asumsiasumsi berikut (Juanda 2008). 1. Nilai rata-rata kesalahan pengganggu sama dengan nol, yaitu E (ei) = 0, untuk i = 1,2,......n 2. Varian (ej) = E (ej) = σ , sama untuk semua kesalahan pengganggu (asumsi homoskedasititas)
3. Tidak ada autokorelasi antara kesalahan pengganggu berarti covarian (ei,ej) = 0, i ≠ j 4. Variabel bebas X1, X2, ........, Xn konstan dalam sampling yang terulang dan bebas terhadap kesalahan pengganggu, E (Xi, ei) = 0 5. Tidak ada kolinearitas ganda diantara variabel bebas X
6. Ei ≈ N (0 ; σ ), artinya kesalahan pengganggu mengikuti distribusi normal dengan rata-rata nol dengan varian σ
4.4.2.1 Pengujian terhadap Model Penduga Pengujian terhadap model penduga ini digunakan untuk mengetahui apakah model penduga tersebut sudah tepat dalam menduga parameter dan fungsi. Adapaun hipotesis yang digunakan adalah: H0 : a1 = a2 = .... = a5 = 0 H1 : minimal ada satu an ≠ 0 dan uji statistik yang digunakan adalah uji F, dimana F-hitung secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:
−ℎ
dimana:
=
R
(1 −
(k − 1)
)⁄( − )
R2
= koefisien determinasi
k
= jumlah parameter
n
= jumlah pengamatan (contoh)
dengan kriteria uji yang digunakan adalah: − Apabila F-hitung > F-tabel (k-1, n-k) maka tolak H0 −
Apabila F-hitung < F-Tabel (k-1, n-k) maka terima H0
Apabila H0 ditolak maka berarti paling sedikit terdapat satu variabel independen (X) yang digunakan berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen, sehingga model yang digunakan tersebut dapat digunakan untuk memperkirakan variabel dependen (Y). Sebaliknya, apabila H0 diterima, maka tidak ada variabel independen yang digunakan berpengaruh terhadap variabel dependen secara signifikan
dan
model
yang
digunakan
tidak
dapat
digunakan
untuk
memperkirakan variabel dependen (Y). Untuk melihat sejauh mana variasi variabel dependen (Y) dijelaskan oleh variabel independen (X) dapat dilihat dari besarnya nilai koefisein determinasi (R2). Secara matematis, koefisien determinasi dapat dirumuskan sebagai berikut: =1−
=
dimana: SST
= jumlah kuadrat total
SSE
= jumlah kuadrat galat/eror
SSR
= jumlah kuadrat regresi Nilai R2 bergerak antara nol sampai dengan satu (0 ≤ R2 ≤ 1). Apabila R2
sama dengan satu berarti bahwa sumbangan variabel independen secara bersamasama terhadap variasi variabel dependen adalah seratus persen. Hal ini berarti bahwa seluruh variasi variabel dependen dapat dijelaskan oleh model (Gujarati 2003). 4.4.2.2 Pengujian terhadap Koefisien Regresi Tujuan pengujian terhadap koefisien regresi adalah untuk mengetahui apakah setiap variabel independen berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Secara statistik, pengujian terhadap koefisien regresi ini dilakukan dengan melihat nilai t-hitung. Apabila t-hitung lebih besar dari t-tabel atau P-value lebih kecil dari α (P-value<α), berarti variabel independen yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Begitu pula sebaliknya (Gujarati 2003). Adapaun hipotesis yang digunakan adalah: H0 : bn = 0 H1 : bn > 0
; n = 1,2,...,5
dan uji statistik yang digunakan adalah uji t, dimana t-hitung secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: −ℎ
=
dengan kriteria uji yang digunakan adalah: − Apabila t-hitung < t-tabel (α, n-k) maka tolak H0 −
Apabila t-hitung < t-Tabel (α, n-k) maka terima H0
Jika H0 ditolak, artinya variabel Xn berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen Y. Sebaliknya, jika H0 diterima maka variabel independen Xn tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen Y. 4.4.3.3 Pengujian terhadap asumsi
Untuk mendapatkan model regresi linier yang baik maka perlu dilakukan pengujian terhadap asumsi-asumsi yang diperlukan, yaitu meliputi nonmulticollienearity,
homoscedasticity,
dan
non-autocorrelation.
Non-
multicollineraity didekati dari nilai VIF dari masing-maing variabel. Secara praktis, adanya indikasi multicollinearity terjadi apabila nilai VIF ≥ 30. Sementara autocorrelation dapat dilihat dari nilai statistik dari uji Durbin Watson. Nilai statistik Durbin Watson berada pada kisaran 0-4, dan jika nilainya mendekati dua maka menunjukkan tidak ada autokorelasi pada orde kesatu. Adapun homoscedasticity dapat dilihat dengan uji Goldfeld-Quandt, uji Breusch-Pagan, dan uji White (Juanda 2008). 4.5 Definisi Operasional Dalam penelitian ini digunakan beberapa definisi yang melandasi ruang lingkup penelitian, yaitu : 1. Penawaran bawang merah dalam penelitian ini didefinisikan sebagai jumlah bawang merah yang diproduksi dengan asumsi bahwa jumlah yang diproduksi merupakan jumlah yang dipasok 2. Peluang (P) meruapakan frekuensi kejadian setiap kondisi dibagi dengan periode waktu selama kegiatan berlangsung 3. Expected value adalah jumlah dari produktivitas yang diharapkan 4. Variance value merupakan penjumlahan selisih kuadrat dari nilai produktivitas (produksi per hektar) dengan expected value dikalikan peluang dari setiap kejadian 5. Standard deviation dapat diukur dari akar kuadrat dari nilai variance 6. Coefficient variation diukur dari rasio standard deviation dengan expected value 7. Rogolan adalah bawang merah yang sudah terlepas dari rumpunnya sehingga terpisah sendiri 8. Brondol adalah bawang merah yang masih berada dalam satu rumpun (akar)
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Karakteristik Wilayah 5.1.1 Kondisi Geografis dan Potensi Alam Kabupaten Brebes merupakan salah satu daerah otonom di Propinsi Jawa Tengah. Letaknya berada di sepanjang pantai utara Laut Jawa dan memanjang ke selatan berbatasan dengan wilayah Karisidenan Banyumas. Di sebelah timur, Kabupaten Brebes berbatasan dengan Kota dan Kabupaten Tegal, sedangkan di sebelah barat berbatasan dengan Propinsi Jawa Barat. Kabupaten Brebes terletak diantara 6044’ 7021’ Lintang selatan dan antara 108041’ 109011’ Bujur Timur (BPS Kab. Brebes 2008). Pada tahun 2007 Kabupaten Brebes mengalami rata-rata curah hujan 2.467 mm dan rata-rata curah hujan sebesar 118 hari. Curah hujan tertinggi terjadi di Kecamatan Jatibarang yaitu sebesar 4.559 mm, sedangkan rata-rata hari hujan terbanyak adalah 140 hari terjadi di Kecamatan Paguyangan. Secara keseluruhan, rata-rata curah hujan di Kabupaten Brebes adalah sebesar 247 mm dengan ratarata hari hujan sebesar 12 hari. Gambaran mengenai curah hujan dan banyaknya hari hujan di Kabupaten Brebes dapat dilihat pada Gambar 11. Curah hujan 700 600 500 400
mm
300
hh
200 100 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
bulan
Gambar 11. Rata-rata Curah Hujan dan Banyaknya Hari Hujan di Kabupaten Brebes Tahun 2007 Sumber : BPS Kabupaten Brebes (2008)
Kabupaten Brebes memiliki luas wilayah sebesar 1.661,17 km2 yang terdiri dari 17 Kecamatan dan 297 Desa dan Kelurahan. Menurut penggunaannya, lahan dibagi menjadi tanah sawah dan tanah kering. Pada tahun 2007 luas sawah sebesar 634,42 km2 (39,18 persen) dan tanah kering sebesar 1.026,75 km2 (75,44 persen). Sebagian besar luas tanah sawah merupakan sawah berpengairan yaitu sebesar 29.731 Ha (75,44 persen), baik merupakan irigasi teknis, setengah teknis, irigasi sederhana, maupun irigasi desa. Sisanya (24,56 persen) merupakan sawah tadah hujan (BPS Kab. Brebes 2008). 5.1.2 Potensi Pertanian dan Komoditas Unggulan Sebagai daerah yang memiliki potensi alam yang cukup banyak, Kabupaten Brebes memiliki beberapa komoditas unggulan mulai dari sektor pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan. Diantara ketiga sektor tersebut, sekor yang paling unggul adalah sektor pertanian. Hal ini dapat dilihat dari tingkat produksi dan sumbangan terhadap produk domestik regional bruto. Pada sektor pertanian, didominasi oleh tanaman pangan dan hortikultura. Sebagaimana daerah lain di Jawa Tengah tanaman pangan di Kabupaten Brebes didominasi oleh padi, sedangkan untuk palawija tidak terlalu besar tingkat produksinya. Sementara dari jenis hortikultura, komoditas yang paling diunggulakan adalah bawang merah. Bahkan Kabupaten Brebes menjadi sentra produksi bawang merah terbesar di Indonesia dibandingkan daerah-daerah yang lain. Selain bawang merah, komoditas hortikultura yang cukup penting di Kabupaten Brebes adalah kubis, kentang, dan cabe merah. Gambaran mengenai produksi beberapa komoditas unggulan Kabupaten brebes dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Produksi Komoditas Utama Pertanian Kabupaten Brebes Tahun 20052007 Produksi (Kg/Tahun) Presentase No. Komoditas pertumbuhan per Tahun (%) 2006 2007 2005 2006 2007 1. 3. 4. 5. 7. 9.
Padi sawah Ketela pohon Bawang merah Daun bawang Kentang Cabe besar
528.146,00 27.688,00 2.319.600,00
527.665,00 333.409,00 1.792.278,00
166.246,00
1.681.503,00
283.344,00 27.311,00
284.559,00 330.197,00
-0,09 539.833,82 29.485,00 1104,16 2.531.835,00 -22,73 79.509,00
2,3 -91,16 41,26
911,45
-95,27
0,43 264.498,00 1109,02 280.615,00
-7,05 -15,01
Sumber : BPS Kabupaten Brebes (2008)
Pada sektor perkebunan, komoditas yang menjadi unggulan adalah tanaman tebu dan nilam. Nilam merupakan tanaman perkebunan dengan tingkat produksi tertinggi dibanding tanaman perkebunan yang lain yaitu mencapai 7,85 kwintal pada tahun 2007. Selain itu, beberapa komoditas perkebunan yang penting di Kabupaten Brebes meliputi kapulogo, aren, dan kopi. Akan tetapi, dalam kurun waktu dari tahun 2005-2007 tingkat produksi sebagian besar tanaman perkebunan mengalami
penurunan.
Gambaran
mengenai
produksi
komoditas
utama
perkebunan Kabupaten Brebes dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Produksi Komoditas Utama Perkebunan Kabupaten Brebes Tahun 2005-2007 No.
Komoditas
Presentase Produksi (%) 2005
2006
2007
1.
Tebu
26,69
21,50
1,74
2.
Kapulogo
10,56
9,27
6,13
3.
Aren
5,49
3,42
4,18
4.
Kopi arabika
2,68
1,36
1,64
5.
Kopi robusta
6,83
4,25
4,97
6.
Nilam
46,03
62,75
78,89
Sumber : BPS Kabupaten Brebes (2008)
Selain sektor pertanian dan perkebunan, Kabupaten Brebes juga memiliki beberapa komoditas unggulan pada sektor peternakan. Sektor peternakan ini bahkan mampu menyumbang produk domestik regional bruto terbesar kedua setelah tanaman pangan untuk kategori sektor pertanian. Beberapa komoditas
peternakan yang cukup penting di Kabupaten Brebes meliputi ayam, sapi, kerbau, kambing, domba, bebek dan itik. Diantara komoditas tersebut, ayam kampung adalah komoditas peternakan yang paling tinggi tingkat produksinya yaitu mencapai 2.950.330 ekor pada tahun 2007. Hal ini seperti ditunjukkan pada Tabel 10. Tabel 10. Produksi Komoditas Utama Peternakan Kabupaten Brebes Tahun 2005-2007 No.
Komoditas
Presentase Produksi (%) 2004
2005
2006
2007
1.
Kambing
2,57
2,60
2,12
2,07
2.
2,88
2,93
3,16
2,91
16,64
18,14
20,65
22,42
4.
Domba Ayam ras petelur Ayam ras pedaging
14,37
11,63
11,77
11,66
5.
Ayam kampung
50,22
51,10
51,83
51,56
6.
Itik/bebek
12,81
13,11
9,99
8,91
3.
Sumber : BPS Kabupaten Brebes (2008)
5.1.3 Sosial Kependudukan Jumlah penduduk Kabupaten Brebes pada tahun 2007 tercatat 1.743.195 jiwa, terdiri dari 869.109 jiwa penduduk laki-laki dan 874.086 jiwa penduduk perempuan. Dari tahun ke tahun jumlah penduduk Kabupaten Brebes terus bertambah. Jika dibandingkan dengan tahun 2006, pertambahan jumlah penduduk mencapai 12.333 jiwa atau sebesar 0,71 persen. Sementara, apabila dibandingkan dengan kondisi lima tahun sebelumnya penduduk Kabupaten Brebes bertambah sebesar 28.818 jiwa. Dengan kata lain, pertumbuhan rata-rata per tahunnya sebesar 0,33 persen. Oleh karena itu, meskipun jumlah penduduk semakin bertambah tiap tahunnya, tetapi pertumbuhannya dari tahun ke tahun mempunyai kecenderungan menurun (BPS Kab. Brebes 2008). Penduduk Kabupaten Brebes sebagian besar tinggal di daerah pedesaan. Akan tetapi, di Kabupaten Brebes sering terjadi perpindahan penduduk dari daerah pedesaan ke perkotaan atau urbanisasi. Hal ini dikarenakan peluang untuk mendapatkan pekerjaan di daerah pedesaan masih relatif kecil. Distribusi penduduk kabupaten Brebes belum tersebar secara merata. Sebaran penduduk
terbesar adalah di Kecamatan Bulakamba yaitu 157.880 jiwa atau 9,06 persen, Kecamatan Brebes yaitu 155.501 jiwa atau 8,92 persen dan Kecamatan Larangan sebesar 139.374 jiwa atau 7,99 persen. Sementara sebaran penduduk paling kecil adalah di Kecamatan Salem yaitu sebanyak 27.823 jiwa atau 1,60 persen (BPS Kab. Brebes, 2008). Dilihat dari jenis pekerjaannya, sebagian besar penduduk Kabupaten Brebes bekerja pada sektor pertanian baik sebagai petani maupun buruh tani. Pada tahun 2007, jumlah petani di Kabupaten Brebes mencapai 304.947 orang dan buruh tani sebesar 412.916 orang. Pada peringkat kedua, jenis pekerjaan yang banyak dilakukan oleh penduduk Kabupaten Brebes adalah pada sektor perdagangan yaitu mencapai 77.410 orang. Selanjutnya, mata pencaharian penduduk Brebes yang lain meliputi buruh bangunan, buruh industri, nelayan, pengusaha, PNS, dan lainnya (BPS Kab. Brebes 2008). Pada sektor pendidikan, tingkat pendidikan masyarakat Kabupaten Brebes masih cukup rendah. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penduduk yang belum menuntaskan wajib belajar sembilan tahun yaitu sebesar 73,9 persen pada tahun 2007. Angka ini apabila dirinci lagi, sebanyak 32,7 persen penduduk yang tidak tamat sekolah dasar dan 41,2 persen tamat sekolah dasar. Adapun penduduk yang telah tamat SMP adalah sebesar 15 persen dan tamat SMA sebesar 9,5 persen. Sementara, jumlah penduduk yang telah menyelesakan jenjang pendidikan hingga diploma dan sarjana hanya mencapai 1,6 persen (BPS Kab. Brebes 2008). Meskipun tingkat pendidikan masyarakat Kabupaten Brebes masih relatif rendah, tetapi dari segi infrastruktur dan sumber daya pendidikan mengalami peningkatan. Menurut data Badan Pusat Statistik Daerah Kabupaten Brebes, pada tahun 2007 jumlah murid, guru, maupun sekolah mengalami peningkatan. Jumlah sekolah naik sebesar 0,38 persen, jumlah murid naik 5,42 persen, dan jumlah guru naik sebesar 44,22 persen. Begitu juga dengan tingkat pendidikan pra sekolah (TK). Selain itu, pada tahun 2007 tercatat 160 pondok pesantren dengan jumlah santri sebesar 16.546 orang.
5.1.4 Struktur Perekonomian Perekonomian Kabupaten Brebes utamanya ditunjang oleh sektor pertanian. Wilayah pertanian kabupaten Brebes terbentang hampir di seluruh wilayah Kabupaten Brebes dari pesisisr utara hingga pegunungan di bagian selatan. Hal ini sejalan dengan kondisi geografis kabupaten Brebes yang berada pada jalur pantai utara dan wilayah pegunungan Jawa Tengah. Sektor pertanian ini meliputi tanaman pangan, pekerbunan, peternakan dan hasilnya, kehutanan, serta perikanan. Secara umum, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Brebes dalam kurun waktu 2005 hingga 2007 mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan tahun 2000 yang meningkat dari tahun ke tahun. Niali PDRB Kabupaten Brebes pada tahun 2007 mencapai 4.769.145,46. Pada tahun 2006 laju pertumbuhan PDRB adalah sebesar 4,71 persen dan kemudian meningkat menjadi 4,79 persen pada tahun 2007. Akan tetapi, pada tahun 2007 pertumbuhan riil sektoral mengalami fluktuasi dari tahun sebelumnya. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor industri pengolahan yaitu sebesar 10,29 persen dengan nilai kontribusi terhadap PDRB sebesar 11,03 persen (BPS Kab. Brebes 2008). Seperti dijelaskan sebelumnya, bahwa sektor pertanain merupakan sektor utama penyangga perekonomian Kabupaten Brebes. Hal ini dapat dilihat dari nilai kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Brebes yaitu sebesar 54,99 persen pada tahun 2007. Akan tetapi, meskipun sektor pertanian merupakan penyumbang PDRB terbesar, pada tahun 2007 sektor pertanian mengalami pertumbuhan yang paling rendah. Laju pertumbuhan sektor pertanian ini hanya sebesar 2,99 persen. Selain sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor yang memberikan kontribusi terhadap PDRB cukup tinggi yaitu sebesar 20,52 persen. Adapun laju pertumbuhan sektor ini sebesar 5,09 pada tahun 2007 (BPS Kab. Brebes 2008). Sebagaimana nilai PDRB Kabupten Brebes, nilai PDRB per kapita Kabupaten Brebes juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Begitu juga dengan nilai pendapatan per kapita Kabupaten Brebes. Akan tetapi, jika dibandingkan nilai pendaatan per kapita ini lebih rendah dibandingkan dengan
nila PDRB per kapita. Pada tahun 2007, nilai PDRB per kapita mencapai 2.742.704,05 rupiah dan nilai pendapatan per kapita mencapai 2.409.105,81 rupiah (BPS Kab. Brebes 2008). 5.1.5 Gambaran Umum Kecamatan Lokasi Penelitian Penelitian ini mencakup empat kecamatan di Kabupaten Brebes yaitu Kecamatan Brebes, Kecamatan Wanasari, Kecamatan Bulakamba, dan Kecamatan Larangan. Keempat kecamatan tersebut merupakan daerah sentra produksi bawang merah terbesar dibandingkan kecamatan yang lain di Kabupaten Brebes. Secara geografis, Kecamatan Brebes, Wanasari, dan Bulakamba terletak di jalur pantai utara (pantura), sedangkan Kecamatan Larangan berada di wilayah tengah Kabupaten Brebes. Secara umum, tidak terdapat perbedaan kondisi fisik yang cukup signifikan diantara keempat kecamatan tersebut. Terdapat satu sungai besar yaitu sungai “Pemali” yang melintasi Kecamatan Larangan hingga Kecamatan Brebes dan Wanasari. Kecamatan Larangan merupakan kecamatan dengan luas wilayah terbesar kedua di Kabupaten Brebes setelah Kecamatan Bantarkawung yaitu sebesar 164,68 km2. Luas wilayah Kecamatan Larangan tersebut kurang lebih sepuluh persen dari total luas wilayah Kabupaten Brebes. Adapun Luas wilayah Kecamatan Wanasari adalah sebesar 72,26 km2, dan Kecamatan Brebes sebesar 82,30 km2 serta Kecamatan Bulakamba sebesar 101,55 km2 (BPS Kab. Brebes, 2008). Jumlah penduduk Kecamatan Brebes pada tahun 2007 adalah sebesar 155.501 dengan kepadatan penduduk 1.049 jiwa per km2. Sementara jumlah penduduk Kecamatan Wanasari mencapai 137.404 pada tahun 2007 dengan kepadatan penduduk 1.902 jiwa per km2 dan Kecamatan Bulakamba sebesar 157.880 dengan kepadatan 1.555 jiwa per km2. Adapun jumlah penduduk Kecamatan Larangan pada tahun 2007 adalah sebesar 139.374 dengan kepadatan terendah yaitu 846 jiwa per km2 (BPS Kab. Brebes, 2008). Dilihat dari struktur perekonomiannya, tidak terdapat perbedaan yang cukup signifikan diantara keempat kecamatan tersebut. Keempatnya didominasi oleh sektor pertanian. Jumlah petani di Kecamatan Larangan adalah terbesar dibandingkan dengan kecamatan yang lain di Kabupaten Brebes, yaitu mencapai
32.167 petani. Sementara di Kecamatan Brebes terdapat 17.094 petani, 19.192 petani di Kecamatan Wanasari, dan 29.328 petani di Kecamatan Bulakamba (BPS Kab. Brebes, 2008). Dari segi sarana dan prasarana umum, keempat kecamatan tersebut memiliki sarana dan prasarana umum yang relatif memadai. Terdapat akses jalan raya yang cukup baik untuk menjangkau keempat kecamatan tersebut. 5.2 Karakteristik Responden 5.2.1 Umur Responden Petani bawang merah yang menjadi responden penelitian ini berada dalam kisaran umur dua puluh tahun hingga enam puluh tahun. Dari 45 responden yang diteliti, sebagian besar petani dalam rentang umur 31-40 tahun dan 51-60 tahun. Secara umum, petani yang berusia di atas 40 tahun lebih banyak dibanding yang dibawah 40 tahun. Jumlah petani yang berusia antara 20-30 tahun pun sedikit yaitu hanya tujuh orang. Hal ini berarti sebagian besar petani bawang merah yang menjadi responden sudah berusia cukup tua. Maka hal tersebut dapat mengindikasikan bahwa tingkat regenerasi di petani bawang merah cukup rendah. Atau dengan kata lain minat generasi muda dalam bidang pertanina bawang merah di Kabupaten Brebes, khususnya daerah yang menjadi objek penelitian cukup rendah. Tabel 11. Umur Responden Petani Bawang Merah di Kabupaten Brebes Tahun 2009 Umur (tahun) Jumlah responden Presentase (%) 20-30 7 15,56 31-40 10 22,22 41-50 8 17,78 51-60 14 31,11 13,33 >60 6 Total 45 100 5.2.2 Tingkat Pendidikan Responden Sebagian besar petani bawang merah yang menjadi responden dalam penelitian ini memiliki tingkat pendidikan yang cukup rendah. Hal ini dapat dihat dari presentase tingkat pendidikan petani responden seperti dijelaskan pada Tabel. 12. Sebagian besar petani responden mengenyam pendidikan hanya sampai pada
sekolah dasar yaitu. Sementara tingkat pendidikan menengah ke atas hanya sebaesar 24,4 persen dari total petani bawang merah yang menjadi responden. Tabel 12. Tingkat Pendidikan Responden Petani Bawang Merah di Kabupaten Brebes Tahun 2009 Presentase (%) Tingkat pendidikan Jumlah responden 20 tidak sekolah 9 48,8 SD 22 6,67 SMP 3 22,2 SMA 10 2,22 S1 1 Total 45 100 5.2.3 Jumlah Tanggungan Keluarga Dilihat dari jumlah tanggungan keluarga, rata-rata responden memiliki tanggungan keluarga dua hingga lima anggota keluarga. Sebagian besar responden memilili tanggungan keluarga antara tiga sampai empat anggota keluarga. Sementara jumlah tanggungan keluarga terbesar mencapai sembilan anggota keluarga.
Besarnya
jumlah
tanggungan
keluarga
petani
responden
ini
menunjukkan beban ekonomi yang harus ditanggung oleh petani responden. Adapun jumlah tanggungan keluarga petani responden dijelaskan pada Tabel 13. Tabel 13. Jumlah Tanggungan Keluarga Responden Petani Bawang Merah di Kabupaten Brebes Tahun 2009 Presentase (%) Jumlah tanggungan Jumlah responden 6,67 0 3 8,89 1 4 11,11 2 5 33,33 3 15 24,44 4 11 8,89 5 4 0 6 0 2,22 7 1 2,22 8 1 2,22 9 1 100 Total 45
5.2.4 Pengalaman Bertani Sebagian besar petani bawang merah yang menjadi responden dalam penelitian ini memiliki pengalaman bertani bawang merah dalam rentang waktu yang cukup lama. Hampir seluruh petani responden telah bertani bawang merah tidak kurang dari 10 tahun. Bahkan 24 persen dari petani responden telah bertani bawang merah selama lebih dari tiga puluh tahun. Presentase terbesar adalah petani responden dengan pengalaman bertani bawang merah dalam rentang waktu 10 hingga 30 tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa secara umum petani bawang merah di Kabupaten Brebes sudah cukup berpengalaman. Adapun lama pengalaman bertani bawang merah petani responden dijelaskan pada Tabel 14. Tabel 14. Pengalaman Bertani Bawang Merah oleh Responden Petani Bawang Merah di Kabupaten Brebes Tahun 2009 Pengalaman bertani Jumlah responden Persentase (%) (tahun) <10 7 15,55 11 – 20 14 31,11 21 – 30 13 28,89 31 – 40 11 24,44 Total 45 100 5.2.5 Luas Lahan Berdasarkan luas lahan yang digarap untuk usahatani bawang merah, hampir seluruh petani responden menggarap lahan dengan luas kurang dari satu hektar. Sebagian besar petani responden mengolah lahan untuk usahatani bawang merah dengan skala kurang dari setengah hektar, yaitu mencapai 69 persen dari seluruh petani responden. Sementara presentase tertinggi adalah petani responden dengan luas lahan kurang dari seperempat hektar yaitu sebesar 38 persen. Luasan lahan yang dikerjakan oleh petani responden ini menunjukkan seberapa besar skala usahatani yang dilakukan. Berdasarkan data pada Tabel 15 maka dapat disimpulkan bahwa skala usahatani yang dilakukan oleh petani responden masih sangat kecil.
Tabel 15. Luas Lahan yang Dimiliki Responden Petani Bawang Merah di Kabupaten Brebes Tahun 2009 Luas lahan (ha) Persentase (%) Jumlah petani responden 37,78 < 0,25 17 31,11 0,25-0,5 14 17,77 0,5- 1 8 13,33 >1 6 Total 45 100 5.2.6 Status Kepemilikan Lahan Berdasarkan status kepemilikan lahan, petani responden dikelompokkan menjadi petani dengan status lahan milik sendiri, sewa, garapan, serta milik dan sewa. Adapun dalam penelitian ini, jumlah responden terbesar adalah petani dengan status lahan milik sendiri, yaitu sebesar 51 persen. Kemudian presentase terbesar kedua adalah responden dengan status lahan sewa, yaitu sebesar 24 persen. Meskipun demikian, tingkat kepemilikan lahan oleh responden tidak terlalu besar. Adapun status kepemilikan lahan petani responden dijelaskan pada Tabel 16. Tabel 16. Status Kepemilikan Lahan Responden Petani Bawang Merah di Kabupaten Brebes Tahun 2009 Status lahan Presentase (%) Jumlah petani responden Milik sendiri 23 51,11 Sewa 11 24,44 Garapan 5 11,11 Milik dan sewa 6 13,33 Total 45 100 5.2.7 Pola Tanam Secara umum, di Kabupaten Brebes terdapat tiga musim tanam bawang merah dalam satu tahun. Ketiga musim tanam tersebut yaitu pertama pada bulan Juli-Agustus,
kedua
Oktober-Desember,
dan
ketiga
April-Juni.
Tingkat
produktivitas bawang merah pada ketiga musim tanam tersebut berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh faktor iklim dan cuaca. Hasil tertinggi diperoleh pada musim pertama yaitu pada rentang waktu antara bulan Juli hinga Agustus. Pada rentang bulan Juli hingga Agustus ini merupakan musim panas yang mana sesuai dengan syarat ekologi tanaman bawang merah. Selain itu, pada waktu tersebut jumlah
hama dan penyakit tanaman pada bawang merah relatif sedikit. Sementara hasil terendah biasanya diperoleh pada musim ketiga, yaitu pada rentang waktu antara bulan April hingga Juni. Hal ini dikarenakan pada waktu tersebut merupakan peralihan antara musim hujan ke musim panas sehingga terdapat banyak hama dan penyakit tanaman yang relatif susah ditangani. Adapun pola tanam yang dilakukan oleh petani responden dipengaruhi oleh jenis musim tanam yang dihadapi. Pada musim ketiga yaitu pada bulan April-Juni sebagian besar petani responden menanam bawang merah dengan tumpangsari. Tanaman tumpangsari yang digunakan seperti cabe merah, cabe rawit, kedelai, kacang tanah, dan beberapa jenis sayuran lainnya. Oleh karena itu, pada musim pertama ini petani bawang merah tidak menanam dalam skala yang besar. Sebagian besar petani menanam bawang merah pada musim ini hanya bertujuan untuk mendapatkan persediaan bibit untuk musim berikutnya. Hal ini dikarenakan harga bibit bawang merah menjelang musim berikutnya (JuliAgustus) yang relatif tinggi. Sementara untuk musim tanam kedua dan ketiga pola tanam yang diterapkan cenderung monokultur. Secara umum terdapat dua macam pola tanam yang dominan dilakukan oleh petani bawang merah di Kabupaten Brebes, yaitu : 1. Pola tanam padi - bawang merah – bawang merah – bawang merah (Gambar 12) Luas lahan
Bawang merah
Juli
Bawang merah
Oktober
Padi
Desember
Bawang merah
April
Juni Bulan
Gambar 12. Pola Tanam I Responden Petani Bawang Merah di Kabupaten Brebes Tahun 2008/2009
2. Pola tanam padi - bawang + cabe/kedelai/kacang tanah/sayuran - bawang merah (Gambar 13) Luas
Padi
Bawang merah + Bawang merah
Bawang merah
Cabe-kedelaikacang
tanah-
sayuran Januari
Maret
Juni
Agustus
Desember Bulan
Gambar 13. Pola Tanam II Responden Petani Bawang Merah di Kabupaten Brebes Tahun 2008/2009 Pola tanam yang dijelaskan seperti pada Gambar 12 dan 13 merupakan pola tanam petani responden secara umum. Pada praktiknya, tidak seluruh petani menanam bawang merah secara serentak dalam satu waktu. Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada responden, keputusan petani dalam menaman sangat dipengaruhi oleh ketersediaan modal, khususnya untuk komoditas bawang merah. Hal ini terutama dialami oleh petani kecil. Dibandingkan dengan komoditas yang lain, modal yang dibutuhkan utnutk menanam bawang merah relatif lebih tinggi. Selain faktor modal, keputusan petani dalam menanam juga dipengaruhi oleh faktor alam seperti iklim dan cuaca, maupun harga bibit. 5.2.8 Penggunaan Input Usahatani Bawang Merah Penggunaan input pada usahatani bawang merah cukup berbeda antara musim tanam. Adapun yang dimaksud dengan input usahatani dalam penelitian ini adalah meliputi pupuk, obat-oabtan, bibit, dan tenaga kerja. Rata-rata penggunaan input pada usahatani bawang merah menurut musim tanam dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Rata-rata penggunaan Input dan Produktivitas pada Usahatani Bawang Merah Menurut Musim Tanam di Kabupaten Brebes Tahun 2008/2009 Uraian Musim Tanam 1 Musim Tanam 2 Musim Tanam 3 Pupuk Urea (kg) 155,46 116,43 155,43 Pupuk NPK (kg) 117,25 154,37 117,24 Pupuk TSP (kg) 103,27 102,5 103,26 Pupuk KCl (kg) 62,80 62,36 62,79 Pupuk ZA (kg) 66,56 66,09 66,55 Bibit (kwintal) 17,4 17,4 17,4 Obat-obatan (Rp) 2.155.232 2.182.143 2.191.254,44 TK luar keluarga 319,6 319,6 319,6 (HOK) Produktivitas 175 100,15 50,53 (kwintal/hektar) Dari Tabel 17, dapat dilihat bahwa penggunaan input setiap musim berbeda satu dengan lainnya. Penggunaan pupuk berubah-ubah setiap musim tanam meskipun tidak terlalu signifikan. Khusus untuk penggunaan pupuk Urea terdapat perubahan yang cukup berbeda pada musim tanam kedua. Musim tanam kedua ini merupakan musim hujan sehingga penggunaan pupuk Urea berkurang cukup banyak. Pupuk Urea merupakan jenis pupuk yang sangat mudah terlarut oleh air. Secara umum, penggunaan pupuk pada musim ketiga berkurang dibandingkan musim-musim tanam yang lain. Berdasarkan hasil wawancara di lapangan, diketahui bahwa sangat sedikit petani bawang merah di Kabupeten Brebes yang menggunakan pupuk organik. Pemupukan biasanya dilakukan antara tiga hingga empat kali pemupukan. Pemupukan pertama dilakukan pada tujuh hingga sepuluh HST (Hari Setelah Tanam). Pemupukan selanjutnya dilakukan dengan selang watu satu minggu sampai sepuluh hari berikutnya. Adapun jenis dan dosis pupuk yang digunakan pada pemupukan pertama dan kedua biasanya tidak begitu berbeda. Jenis pupuk yang berbeda biasanya diberikan pada pemupukan ketiga atau keempat. Secara umum, dosis pemupukan antara satu petani dengan lainnya tidak jauh berbeda. Akan tetapi, jenis pupuk yang digunakan belum tentu sama antara satu petani dengan petani lainnya. Penggunaan obat-obatan oleh petani bawang merah di Kabupaten Brebes rekatif banyak. Jenis obat-obatan yang digunakan oleh petani bawang merah di
Kabupaten Brebes meliputi pestisida, insektisida, dan racun lainnya. Intensitas rata-rata penyemprotan dengan obat-obatan antara dua hingga tiga hari sekali. Bahkan untuk keadaan tertentu pengobatan dilakukan setiap hari. Rata-rata petani bawang merah membeli obat-obatan secara sendiri-sendiri di toko atau kios pertanian. Berdasarkan wawancara di lapangan, sebagian besar responden membeli obat-obatan untuk tanaman bawang merah secara kredit atau berhutang dengan pembayaran setelah panen (yarnen). Hal ini dikarenakan tingginya harga obat-obatan dan keterbatasan modal yang dimiliki oleh petani bawang merah. Input usahatani bawang merah yang penting lainnya adalah bibit bawang merah. Kualitas bibit bawang merah ini sangat menentukan seberapa besar produktivitas bawang merah nantinya. Di Kabupaten Brebes secara umum, terdapat dua jenis bibit bawang merah, yaitu lokal dan impor. Sebagian responden petani bawang merah menggunakan bibit bawang merah lokal. Hal ini dikarenakan harga bibit bawang merah impor yang cenderung lebih mahal. Selain itu, juga disebabkan karena keterbatasan modal petani untuk membeli bibit pada setiap musim tanam. Tidak setiap musim tanam petani bawang merah membeli bibit. Beberapa petani bawang merah menyimpan bibit dari hasil panen bawang merah musim sebelumnya. Adapun kultivar yang paling banyak digunakan oleh petani bawang merah di Kabupaten Brebes adalah jenis kultivar Bima, atau sering dikenal dengan istilah Bima Curut. Kegiatan usahatani bawang merah merupakan kegiatan yang bersifat padat karya. Menurut hasil di lapangan, penggunaan tenaga kerja untuk kegiatan usahatani bawang merah relatif lebih banyak dibandingkan kegiatan usahatani yang lain, seperti padi. Penggunaan tenaga kerja mulai dari proses pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan hingga pasca panen. Diantara kegiatan produksi, penggunaan tenaga kerja paling banyak yaitu pada kegiatan pengolahan lahan sebelum penanaman. Adapun biaya tenaga kerja di Kabupaten Brebes berkisar Rp. 30.000 hingga Rp. 40.000 per HOK untuk tenaga kerja laki-laki, dan Rp. 15.000 hingga Rp. 20.000 per HOK untuk tenaga kerja perempuan.
5.2.9 Struktur Pendapatan Usahatani Bawang Merah 5.2.9.1 Biaya produksi Pada kegiatan usahatani bawang merah di Kabupaten Brebes, komponen biaya produksi terdiri dari biaya bibit, biaya pupuk, biaya obat-obatan, biaya tenaga kerja, pengeluaran umum, dan sewa lahan. Dari komponen biaya tersebut tidak keseluruhannya dikeluarkan secara tunai. Misalnya, biaya bibit bawang merah. Tidak semua petani membeli bibit bawang merah secara tunai setiap musim tanam. Beberapa petani pada musim-musim tertentu lebih memilih menggunakan persediaan bibit bawang merah yang disimpan dari hasil panen sebelumnya. Besarnya biaya produksi yang ditanggung oleh petani bawang merah berbeda satu dengan lainnya, seperti terlihat pada Lampiran 3. Dari analisis usahatani yang dilakukan, rata-rata total biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani bawang merah adalah sebesar Rp. 14.869.136,12 pada musim pertama (bulan JuliAgustus), Rp. 12.521.647,23 pada musim kedua (bulan Oktober-Desember), dan Rp. 13.535.203 pada musim ketiga (bulan April-Juni). Sementara rata-rata biaya total yang ditanggung oleh petani bawang merah yaitu sebesar Rp. 25.577.159,88 pada musim pertama, Rp. 17.228.337,66 pada musim kedua, dan Rp. 20.944.893 pada musim ketiga. Diantara komponen biaya produksi secara keseluruhan, komponen biaya produksi yang paling tinggi adalah biaya bibit dan tenaga kerja. Adapun biaya produksi tertinggi yang dikeluarkan secara tunai meliputi biaya bibit dan biaya tenaga kerja. Rata-rata biaya bibit yang dikeluarkan oleh petani bawang merah per adalah sebesar Rp. 9.995.037,07dan tenaga kerja sebesar Rp. 5.668.995 Sementara rata-rata biaya pupuk yang dikeluarkan adalah sebesar Rp. 2.126.868,04
per musim dan biaya obat-obatan sebesar Rp. 2.176.209,8 per
musim. Adapun rata-rata biaya produksi pada usahatani bawang merah per hektar lahan di Kabupaten Brebes dijelaskan pada Tabel 18.
Tabel 18. Rata-rata Biaya Produksi Usahatani Bawang Merah Per Musim Tanam di Kabupaten Brebes Tahun 2008 Uraian Biaya pupuk Biaya obat-obatan Biaya bibit Biaya tenaga kerja Pengeluaran umum Sewa lahan Penyusutan Pendapatan kotor Pendapatan bersih
Musim 1 3.849.711,3 3.832.771,6 25.547.669,3 9.859.528,4 1.227.073,2 1.454.321,2 354.121,5 145.025.715,6 98.882.000,5
Musim 2 3.853.661,9 3.755.796,3 10.968.193,0 9.859.528,4 1.227.073,2 1.454.321,2 354.121,5 50.179.305,1 48.118.445,1
Musim 3 3.821.478,4 3.798.243,2 10.968.193,0 9.859.528,4 1.227.073,2 1.454.321,2 354.121,5 13.111.806,2 -24.284.429,9
Pada musim-musim tertentu beberapa harga pada komponen biaya mengalami perubahan. Diantara komponen biaya tersebut, biaya yang paling berfluktuatif adalah biaya input produksi terutama bibit bawang merah. Harga bibit bawang merah cukup berfluktuasi setiap waktunya seperti dijelaskan pada Gambar 13. Sementara komponen biaya-biaya yang lain cenderung stabil dengan perubahan yang tidak terlalu signifikan. Hal ini dapat dilihat dari Gambar 14. 16000000 14000000 12000000 10000000 8000000 6000000 4000000 2000000 0 Juli-Agustus
Oktober-Desember
April-Mei
Gambar 14. Komponen Biaya Produksi per Musim Tanam pada Tahun 2008
5.2.9.2 Penerimaan dan Pendapatan Bersih Usahatani Bawang Merah Berdasarkan analisis usahatani yang dilakukan, rata-rata penerimaan usahatani bawang merah di Kabupaten Brebes dalam satu tahun adalah Rp. 111.799.672,8. Akan tetapi, penerimaan usahatani bawang merah berbeda-beda pada setiap musimnya. Pada musim pertama, rata-rata penerimaan yang diperoleh petani bawang merah adalah sebesar Rp. 77.051.419,33, sedangkan pada musim kedua sebesar Rp. 27.225.461,78. Pada musim ketiga rata-rata penerimaan usahatani bawang merah jauh menurun yaitu mencapai Rp. 7.522.791,667. Dari perhitungan usahatani yang dilakukan, diketahui bahwa rata-rata pendapatan bersih atas biaya total usahatani bawang merah di Kabupaten Brebes dalam satu tahun adalah sebesar Rp 48.049.282,02. Seiring dengan penerimaan yang diperoleh petani, pendapatan bersih dari kegiatan usahatani bawang merah ini juga bervariasi setiap musimnya. Pendapatan bersih atas biaya total tertinggi diperoleh pada saat musim pertama (Juli-Agustus) yaitu sebesar Rp. 55.114.592,78. Sementara pada musim kedua (Oktober-Desember) pendapatan bersih atas biaya total sebesar Rp 5.324.346,339. Adapun pada musim ketiga (April-Juni) rata-rata pendapatan bersih atas biaya total benilai negatif dengan nilai mencapai Rp. -14.390.212,66. Jika diperhitungkan dari seluruh biaya tunai, diketahui bahwa rata-rata pendapatan bersih atas biaya tunai usahatani bawang merah di Kabupaten Brebes dalam satu tahun mencapai Rp 70.508.464,43. Pada musim kedua, rata-rata pendapatan bersih atas biaya tunai yang diperoleh petani bawang merah adalah sebesar Rp. 63.267.838,77 sedangkan pada musim ketiga sebesar Rp. 13.477.592,33. Pada musim pertama rata-rata pendapatan bersih atas biaya tunai bawang merah menjadi negatif yaitu mencapai Rp. -6.236.966,672.
90000000 80000000 70000000
Biaya produksi
60000000 50000000
Pendapatan kotor
40000000 30000000
Pendapatan bersih atas biaya tunai
20000000
Pendapatan bersih atas biaya total
10000000 0 -1000000
Musim 1
Musim 2
Musim 3
-2000000
Gambar 15. Biaya Produksi, Pendapatan kotor, Pendapatan atas Biaya Tunai, dan Pendapatan atas Biaya Total Usahatani Bawang Merah di Kabupaten Brebes 2008/2009 Dari Gambar 15 di atas dapat diketahui bahwa pendapatan yang diperoleh petani bawang merah di Kabupaten Brebes berfluktuasi setiap musim tanamnya. Hal ini dapat mengindikasikan adanya faktor risiko pada kegiatan usahatani bawang merah. Selain itu, dapat pula disimpulkan bahwa investasi pada kegiatan usahatani bawang merah belum cukup menguntungkan apabila hanya dikerjakan pada satu musim tanam saja.
VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG MERAH 6. 1. Analisis Risiko Produksi Bawang Merah Petani bawang merah di Kabupaten Brebes menghadapi beberapa macam risiko dalam menjalankan usahanya. Untuk itu, agar kerugian dapat diminimalisir maka pelaku usaha bawang merah harus mengetahui seberapa besar risiko yang dihadapinya. Pada dasarnya tidak terdapat ukuran yang pas untuk menilai seberapa besar tingkat risiko suatu usaha. Akan tetapi, hal ini dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan. Dalam penelitian ini, risiko bawang merah dianalisis dengan melihat nilai variance, standar deviasi, dan koefisien variasi dari nilai produktivitas bawang merah per hektar. Selain itu, aspek risiko juga diukur dengan melihat nilai penerimaan usahatani. Dalam menganalisis tingkat risiko suatu usaha, perlu diketahui tingkat frekuensi kejadian dalam periode waktu tertentu. Hal ini dibutuhkan untuk mengetahui seberapa besar peluang nilai keuntungan ataupun kerugian yang mungkin diterima. Dalam penelitian ini, banyaknya kejadian dijelaskan ke dalam tiga kondisi yaitu, kondisi hasil terendah, normal, dan tertinggi. Sementara penentuan nilai peluang tersebut berdasarkan kemungkinan produktivitas bawang merah per hektar dalam satu tahun. Nilai peluang setiap kejadian berbeda-beda antara satu petani dengan petani yang lain. Dari ketiga nilai peluang rata-rata seperti yang tercantum pada Tabel 19, dapat disimpulkan bahwa peluang keuntungan usahatani bawang merah di Kabupaten Brebes masih relatif tinggi yaitu sebesar 0,78 atau 78 persen. Tabel 19. Rata-rata Produktivitas dan Pendapatan dalam Kondisi Tertinggi, Normal, dan Terendah Usahatani Bawang Merah di Kabupaten Brebes Tahun 2008. Kondisi Peluang Produktivitas Pendapatan (Rp) (Kwintal/hektar) Tertinggi 0,17 175 77.051.419,33 Normal 0,61 100,77 27.225.461,78 Terendah 0,21 49,50 7.522.791,667 Setelah diketahui tingkat peluang dari masing-masing kejadian, maka nilai risiko dapat dianalisis dengan melihat expected value, standard deviation, dan coefficient variation, seperti yang terlihat pada Tabel 20. Nilai expected value
menggambarkan bahwa tingkat produktivitas rata-rata yang diharapkan oleh petani bawang merah di Kabupaten Brebes adalah sebesar 101,41 kwintal per hektar (cateris paribus). Nilai ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata tingkat produktivitas bawang merah baik di Indonesia. Sementara nilai standard deviation dan nilai coefficient variation mengandung arti bahwa risiko produksi yang dihadapi petani bawang merah di Kabupaten Brebes adalah sebesar 21,97 kwintal per hektar atau sebesar 20,3 persen dari nilai produktivitas yang diperoleh petani (cateris paribus). Tabel 20. Nilai Expected Value, Standard Deviation, dan Coefficient Variation dari Produktivitas Bawang Merah di Kabupaten Brebes Tahun 2008 Uraian Nilai Expected value
101,41
Standard deviation
21,97
Coefficient variation
0,203
Tingkat risiko produksi yang dihadapi petani bawang merah di Kabupaten Brebes tersebut relatif tinggi jika dibandingkan tingkat risiko produksi beberapa komoditas sayuran lainnya. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel tersebut menunjukkan bahwa dibandingkan dengan komoditas brokoli, tomat, dan cabai keriting, tingkat risiko produksi bawang merah relatif lebih tinggi. Sementara jika dibandingkan dengan bayam hijau, tingkat risiko produksi bawang merah lebih rendah dengan selisih sebesar 2,3 persen. Tabel 21. Tingkat Risiko Beberapa Komoditas Sayuran Komoditas Tingkat risiko Bayam hijau 0,225 Bawang merah 0,203 Brokoli 0,112 Tomat 0,055 Cabai keriting 0,048 Sumber : Tarigan (2009)
Dilihat dari sisi penerimaan usahatani seperti terlihat pada Tabel 22, tingkat pendapatan yang diharapkan oleh petani bawang merah di Kabupaten Brebes sebesar Rp. 25.949.621,9 per hektar. Sementara risiko yang diterima oleh
petani bawang merah di Kabupaten Brebes adalah sebesar 60,09 persen dari nilai return yang diperoleh petani dengan standar deviasi rata-rata sebesar Rp. 11.768.995 per hektar. Dari nilai tersebut, maka jika dibandingkan dengan penghitungan risiko dari sisi produktivitas, nilai risiko yang dihitung dari sisi penerimaan atau return ternyata jauh lebih tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa besarnya risiko yang dihadapi oleh petani bawang merah di Kabupaten Brebes bukan hanya dipengaruhi oleh aspek teknis semata. Tabel 22. Nilai Expected Value, Standard Deviation, dan Coefficient Variation dari Pendapatan Bawang Merah di Kabupaten Brebes Tahun 2008 Uraian Nilai Expected value Standard deviation Coefficient variation
25.949.621,9 11.768.995 0,6009
6.2. Sumber-sumber Risiko pada Kegiatan Produksi Pada dasarnya risiko pada kegiatan agribisnis disebabkan oleh berbagai macam kondisi ketidakpastian yang dihadapi. Dalam kegiatan produksi pertanian atau usahatani, ketidakpastian tersebut berasal dari faktor alam dan lingkungan. Selain itu, risiko dalam kegiatan produksi pertanian juga dipengaruhi oleh ketidakpastian pada harga output dan input produksi. Terlebih sebagian besar komoditas pertanian mempunyai karakteristik perishable, voluminious, dan bulky. 6.2.1 Faktor iklim dan cuaca
Faktor iklim dan cuaca merupakan salah satu faktor yang mendorong adanya risiko pada kegiatan usahatani bawang merah. Hal ini disebabkan karena perubahan cuaca sulit diprediksi secara pasti. Berdasarkan hasil wawancara di lapangan, saat ini kondisi cuaca sering berubah-ubah dan tidak sesuai lagi dengan siklus normalnya. Padahal kondisi cuaca sangat mempengaruhi pertumbuhan bawang merah. Selain itu, cuaca juga sangat terkait dengan munculnya hama dan penyakit tanaman. Secara teknis, bawang merah merupakan tanaman yang cukup rentan terhadap kekeringan karena sistem perakarannya yang pendek. Sementara itu, kebutuhan air terutama pada masa pertumbuhan dan pembentukan umbi cukup
banyak. Di sisi lain, tanaman bawang merah tidak tahan terhadap air hujan maupun tempat-tempat yang selalu basah. Pada dasarnya tanaman bawang merah cocok ditanam pada daerah beiklim kering dengan suhu yang agak panas dan cuaca cerah. Dilihat dari perkembangan produktivitas selama satu tahun, secara umum produktivitas usahatani bawang merah di kabupaten Brebes sangat bervariasi setiap musimnya. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi cuaca mempengaruhi tingkat produktivitas usahatani bawang merah di Kabupaten Brebes. Adapun informasi mengenai tingkat produksi bawang merah setiap musim tanam dapat dilihat pada Gambar 16. 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
Produk vi tas bawa ng m e r ah (Kwintal/hektar)
Gambar 16. Rata-rata Produktivitas Bawang Merah per Musim Tanam pada Tahun 2008/2009 Produktivitas tertinggi terjadi pada rentang waktu antara bulan Juli hingga agustus. Pada rentang waktu tersebut, kondisi cuaca relatif mendukung pertumbuhan bawang merah. Salah satu penyebabnya adalah adanya jenis angin kumbang yang berhembus setiap bulan juli hingga agustus yang dapat menerbangkan beberapa macam hama. Selain itu, pada rentang waktu bulan juliagustus teresbut cuaca relatif cerah dengan suhu yang agak panas. Sementara itu, seperti yang terlihat pada Gambar 16, tingkat produktivitas bawang merah pada musim April-Mei dan Oktober-Desember lebih rendah dengan perbedaan yang cukup signifikan.
6.2.2 Faktor Hama dan Penyakit Tanaman Hama dan penyakit tanaman merupakan masalah terpenting yang dihadapi dalam kegiatan budidaya bawang merah. Hama dan penyakit dapat menyerang mulai dari akar, umbi, batang, daun, dan bahkan ujung daun. Bukan hanya menyerang pada saat tanaman berada di lahan, tetapi hama maupun penyakit juga dapat menyerang hingga di tempat penyimpanan. Kemunculan hama dan penyakit ini sering kali tidak dapat diprediksi sebelumnya. Hal ini dikarenakan munculnya hama dan penyakit tersebut dipengaruhi oleh faktor cuaca dan iklim yang juga tidak dapat diprediksi secara tepat. Oleh karena itu, hama dan penyakit tanaman dapat menjadi faktor risiko usahatani bawang merah. Terdapat berbagai macam jenis hama yang dapat menyebabkan gagalnya panen bawang merah, mulai dari jenis gurem, kutu, ulat, tungau, dan sebagainya. Bagian tanaman bawang merah yang diserang pun bervariasi. Hama menyukai daun yang masih muda, pucuk daun, pangkal batang, sampai ke umbi bawang merah dan akarnya.
Semua bagian tanaman dapat menjadi sasaran serangan
hama. Gambaran mengenai jenis-jenis hama dijelaskan pada Tabel 23. Tabel 23. Jenis-jenis Hama yang Menyerang Tanaman Bawang Merah Jenis hama Hama bodas (Thrips tobaci)
Ulat daun (Laphygma exigua) Ulat tanah (Agrotis interjectionist dan Agrotis ipsilon) Hama sieur (Acarina sp)
Nematoda akar
Ciri-ciri § Dapat berkembang biak dan menyebar secara cepat § Berwarna cokelat kelabu dengan panjang kurang lebih 1 mm, sedang larvanya berawarna kuning muda § Saat masih muda berwarna hijau daun dengan panjang sekitar 2,5 cm § berkembang biak secara cepat § Menyerang pada saat malam hari § Menyerang tanaman yang masih muda § Dapat menular
Bentuk serangan Terdapat bercak-bercak yang mengkilau dan bintik-bintik putih yang merupakan bekas gigitan pada daun dewasa
§ Menyerang pada musim kemarau terutama saat matahari terik § Berwarna kuning, pu h, d an merah § Bentuknya seper c aci ng y ang sangat kecil
Daun yang diserang berwarna keabu-abuan jika dilihat dari jauh
Daun yang diserang terlihat menerawang (tembus cahaya) atau bercak-bercak putih Menyerang pada bagian leher umbi sehingga menyebabkan batang jatuh ke tanah
Tanaman yang terserang pangkal k t u mbu hnya be ngkak da n ujung akrnya kering dan busuk sehingga menjadi kerdil
Sumber : Widodo (2001)
Selain hama, juga terdapat banyak penyakit yang menyerang tanaman bawang merah mulai dari cendawan, bakteri hingga virus. Diantara ketiga kelompok tersebut, yang paling sering menyerang tanaman bawang adalah bakteri dan cendawan. Penyakit yang disebabkan oleh cendawan umumnya menampilkan warna-warna sesuai dengan warna sporanya pada bagian tanaman yang diserang. Sementara penyakit yang disebabkan oleh bakteri biasanya menyebabkan busuk, basah, dan bau tidak sedap. Berbeda dengan bakteri, pembusukan akibat serangan cendawan biasanya kering. Gambaran mengenai jenis-jenis penyakit pada tanaman bawang merah dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24. Jenis-jenis Penyakit yang Menyerang Tanaman Bawang Merah Jenis penyakit Sifat dan penyebaran ur tanaman § Dapat terjadi pada ap ngkat um Bercak ungu
Tepung embun
Mati pucuk
Busuk umbi
Busuk hitam
Layu fusarium
§ Biasanya terjadi pada malam hari atau pada saat cuaca mendung § Berwarna biru keabu-abuan § Dipicu oleh adanya embun yang menempel pada daun, lembapnya lahan, dan buruknya drainase § Serangan menghebat pada saat kelembaban udara nggi dan berkurang apabila cuaca cerah dengan penyinaran matahari yang banyak § Dapat diturunkan jika menjadi bibit § Ditularkan melalui kompos atau pupuk kandang yang belum matang § Menyerang daun § Ditandai dengan bin k- bi n k kuni ng kemud i an daun men ger i ng dan melilit seper di pi lin § Dapat menyerang baik di lahan maupun gudang penyimpanan § Infeksi dimulai pada bagian batang leher umbi (berwarna abuabu), kemudian umbi menjadi busuk dan lunak seper di rebus , dan pada akhirnya mengeriput kering § Menyerang umbi pada saat di gudang penyimpanan § Terdapat bin k- bi n k hi t amy ang men yebar pada per muk aan umbi § Serangan dipicu karena pengeringan yang kurang atau ruang penyimpanan yang tertalu lembap § Menyebabkan daun bawang menjadi layu § Sulit diberantas
Sumber : Widodo (2001)
Baik hama maupun penyakit, kedua-duanya dapat menimbulkan kerugian pada kegiatan usahatani bawang merah. Setiap hama maupun penyakit
memberikan dampak kerugian yang berbeda-beda satu sama lain. Apabila tidak ditangani dengan tepat, serangan hama dan penyakit dapat menyebabkan gagal panen hingga seratus persen. Meskipun beberapa jenis hama ataupun penyakit pada tanaman bawang merah muncul secara musiman, namun ada kalanya kemunculan hama dan penyakit tertentu tidak dapat diprediksi sebelumnya. Adapun jenis hama dan penyakit yang sering dialami oleh petani bawang merah di Kabupaten Brebes berikut kerugian yang ditimbulkannya dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25. Jenis Serangan Hama dan Penyakit dan Dampak Kerugiannya Jenis hama dan penyakit Waktu serangan Kerugian yang ditimbulkan Hama ulat daun Musim kemarau 10-15 persen Penyakit busuk akar Musim hujan 30-60 persen Penyakit busuk daun Musim hujan Serangan cendawan Tidak dapat 25-30 persen (jamur otomatis) diprediksi Layu fusarium Bulan 4-6 40 persen Tepung embun (trotol) Bulan 3-6 dan 40-60 persen bulan 9-12 Krapak Bulan 4-5 dan 50-70 persen 10-12 Hama grandong Sepanjang musim 6.2.3 Tingkat Kesuburan Lahan Lahan merupakan salah satu faktor produksi yang cukup penting. Saat ini, lahan merupakan faktor produksi yang langka sehingga pemanfaatannya harus seefisien mungkin. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam usahatani berkaitan dengan lahan yang digunakan adalah kesesuian dan daya dukung lahan terhadap aktivitas usahatani yang dilakukan. Salah satu bagian dari daya dukung lahan tersebut adalah tingkat kesuburan lahan. Kesuburan lahan merupakan salah satu faktor yang menentukan produktivitas tanaman. Lahan yang subur akan menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan lahan yang kurang subur. Kesuburan lahan biasanya berkaitan dengan struktur dan tekstur tanah. Perbedaan struktur maupun tekstur tanah ini biasanya sesuai dengan jenis tanahnya. Selain itu, kesuburan tanah juga terkait dengan penggunaan pupuk dan obat-obatan. Hal ini berhubungan dengan
unsur hara yang terkandung di dalam tanah. Penggunaan bahan-bahan kimia yang di luar batas dapat mengurangi bahkan merusak unsur organik di dalam tanah.
6.2.4 Efektivitas Penggunaan Input Dalam usahatani bawang merah, komponen terpenting dari variabel input ini adalah bibit, pupuk dan obat-obatan, serta tenaga kerja. Efektivitas penggunaan input tersebut dapat menjadi sumber risiko produksi pada kegiatan usahatani bawang merah. Hal ini dikarenakan penggunaan setiap input akan mempengaruhi tingkat produktivitas usahatani bawang merah. Semakin efektif dan efisien penggunaan input, maka semakin kecil risiko produksi yang dihadapi. Masing-masing variabel input memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap tingkat produktivitas usahatani bawang merah. Kualitas bibit sangat menentukan tingkat produktivitas usahatani. Beberapa varietas misalnya, hanya diperlukan jumlah yang lebih sedikit bibit untuk hasil produksi yang lebih besar. Kualitas bibit juga ditunjukkan dari ketahanan bibit bawang merah terhadap hama dan penyakit. Bawang merah merupakan tanaman yang sangat rentan terhadap serangan hama dan penyakit tanaman. Bahkan jika dibandingkan dengan tanaman lain, alokasi pupuk maupun obat-obatan untuk tanaman bawang merah ini relatif lebih banyak. Akan tetapi, meskipun demikian terkadang tidak dapat dipastikan penggunaan obat-obatan tertentu dapat menanggulangi hama dan penyakit yang menyerang. Bahkan pada beberapa kasus justru menimbulkan kekebalan pada hama dan penyakit tertentu. Begitu pula dengan pupuk yang digunakan. Belum tentu alokasi pupuk yang lebih banyak dapat menghasilkan produksi yang lebih banyak pula. Terlebih, adanya dugaan bahwa kondisi tanah di sebagian besar wilayah Kabupaten Brebes yang hampir jenuh terhadap bahan-bahan kimia. 6.3 Manajemen Risiko yang Dilakukan Petani Petani sebagai pelaku utama dalam kegiatan usahatani pada dasarnya telah melakukan beberapa tindakan dalam menghadapi adanya risiko usaha. Terlebih, berdasarkan observasi di lapangan, rata-rata petani telah memiliki pengalaman berusahatani bawang merah selama bertahun-tahun. Hal tersebut menunjukkan
bahwa meskipun tingkat risiko usahatani bawang merah yang relatif tinggi, tetapi usahatani tersebut masih dianggap menguntungkan. Berdasarkan informasi di lapangan, beberapa hal yang dilakukan petani dalam menghadapi risiko pada kegiatan usahatani bawang merah adalah sebagai berikut : 1. Pengaturan pola tanam
Pada dasarnya setiap tanaman memiliki kriteria ekologis masing-masing. Begitu pula dengan tanaman bawang merah. Kesesuaian kondisi lingkungan dengan kriteria ekologis yang dibutuhkan sangat dipengaruhi oleh penentuan waktu dan pola penanaman. Selain aspek teknis, pengaturan pola tanam juga berhubungan dengan aspek ekonomis, seperti faktor harga dan efisiensi usahatani. Oleh karena itu, pengaturan pola tanam ini dapat digunakan sebagai upaya dalam menghadapi risiko usahatani. Pada petani bawang merah di Kabupaten Brebes, pola tanam bawang merah yang dilakukan cenderung dipengaruhi oleh iklim dan cuaca. Dalam melakukan pengaturan pola tanam ini, petani di Kabupeten Brebes tidak hanya menanam satu jenis tanaman dalam satu tahun (diversifikasi tanaman). Pada musim pertama yaitu pada bulan April-Mei sebagian besar petani responden menanam bawang merah dengan tumpangsari. Tanaman tumpangsari yang digunakan seperti cabe merah, cabe rawit, kedelai, kacang tanah, dan beberapa jenis sayuran lainnya. Oleh karena itu, pada musim pertama ini petani bawang merah tidak menanam dalam skala yang besar. Sebagian besar petani menanam bawang merah pada musim ini hanya bertujuan untuk mendapatkan persediaan bibit untuk musim berikutnya. Hal ini dikarenakan harga bibit bawang merah menjelang musim kedua relatif tinggi. Sementara untuk musim tanam kedua dan ketiga pola tanam yang diterapkan cenderung monokultur. Pola tanam yang dijelaskan seperti pada Gambar 12 merupakan pola tanam petani responden secara umum. Pada praktiknya, tidak seluruh petani menanam bawang merah secara serentak dalam satu waktu. Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada responden, keputusan petani dalam menaman sangat dipengaruhi oleh ketersediaan modal, khususnya untuk komoditas bawang merah. Hal ini terutama dialami oleh petani kecil. Dibandingkan dengan
komoditas yang lain, modal yang dibutuhkan untuk menanam bawang merah relatif lebih tinggi. Pola tanam yang dilakukan oleh petani bawang merah di Kabupaten Brebes cenderung belum teratur dan belum mengikuti pola tanam yang ditentukan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Brebes. Ketidakteraturan dalam waktu menanam ini dapat menyebabkan pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan menjadi tidak efektif. Hal ini karena penanaman bawang merah yang tidak serempak akan menyebabkan siklus hama menjadi tidak terputus. Regenerasi hama maupun penyakit tanaman akan tetap terjadi karena masih adanya media yang dapat digunakan untuk beregenerasi yaitu tanaman bawang merah. Oleh karena itu, diperlukan adanya pengaturan pola tanam untuk seluruh petani bawang merah secara serempak. Akan tetapi untuk mengantisipasi terjadinya over supply maka pengaturan pola tanam secara serempak tersebut dilakukan di tiap wilayah kecamatan sentra. 2. Pengendalian hama dan penyakit tanaman
Bawang merah merupakan tanaman yang cukup rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Hama dan penyakit tersebut dapat menyerang mulai dari akar, umbi, batang, daun, dan bahkan ujung daun. Bukan hanya menyerang pada saat tanaman berada di lahan, tetapi hama maupun penyakit juga dapat menyerang hingga di tempat penyimpanan. Oleh karena itu, hama dan penyakit tanaman merupakan
faktor
risiko
pada
kegiatan
usahatani.
Untuk
menghadapi
permasalahan hama dan penyakit tanaman tersebut, maka petani melakukan beberapa hal seperti penyemprotan secara rutin, penggunaan obat-obatan tertentu, penyiangan, dan sebagainya. Berdasarkan informasi yang diperoleh di lapangan, rata-rata frekuensi penyemprotan tanaman berkisar dua hingga tiga hari sekali. Perlakuan penyemprotan ini disesuaikan dengan jenis hama atau penyakit yang dihadapi. Selain itu, perlakuan dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman bawang merah tersebut juga disesuaikan dengan waktu dan tingkat kerusakan yang ditimbulkan. Penjelasan mengenai pengendalian hama dan penyakit tanaman bawang merah ini dapat dilihat pada Tabel 26.
Tabel 26. Cara pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Bawang Merah yang Dilakukan oleh Petani di Kabupaten Brebes Jenis hama dan penyakit Hama ulat daun Penyakit busuk akar
§ §
Penyakit busuk daun
§ §
Serangan cendawan (jamur otomatis) Layu fusarium Tepung embun (trotol)
§ § § § § § §
Krapak
§ §
Hama grandong
§
Perlakuan Penyemprotan secara ru n dengan pes sida Memilih bibit yang baik (sortasi biit secara teli sebelum menanam) Membuang yang sudah terkena Menggunakan pupuk kompos yang sudah betulbetul matang Membuang yang sudah terinfeksi Membuang yang sudah terinfeksi Penyemprotan secara ru n Membuang yang sudah terinfeksi Penyemprotan secara ru n t er ut ama s et el ah terjadi hujan Menyiram dengan air Memperha kan w a kt u p enyer angan ( umu r tanaman) Penyemprotan secara ru n Memperha kan w a kt u p enyer angan ( umu r tanaman) Penyemprotan secara ru n
Meskipun petani bawang merah sudah melakukan beberapa cara untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman, tetapi upaya-upaya tersebut belum bersifat terpadu. Petani bawang merah di Brebes cenderung menggunakan obatobatan melebihi dosis yang ditentukan. Dalam menggunakan obat-obatan tersebut, petani bawang merah di Kabupaten Brebes belum memperhatikan aspek lingkungan dan kesehatan. Akibatnya, beberapa jenis hama maupun penyakit justru menjadi resisten terhadap obat-obatan tersebut. Belum dilakukannya pengendalian hama dan penyakit secara terpadu ini dikarenakan masih terbatasnya pengetahuan petani bawang merah dalam melakukan hal tersebut. Terlebih serangan hama dan penyakit tanaman bawang merah tersebut sering kali berubah dari waktu ke waktu. Untuk itulah diperlukan adanya program penyuluhan mengenai pengendalian hama dan penyakit tanaman bawang merah. Saat ini program penyuluhan mengenai budidaya bawang merah belum berjalan efektif. 3. Pengelolaan pasca panen
Pengelolaan pasca panen pada kegiatan produksi bawang merah merupakan hal yang sangat penting. Hal ini dikarenakan sifat komoditas bawang merah yang tidak tahan lama. Pengelolaan pasca panen yang dilakukan oleh petani bawang merah di Kabupaten Brebes adalah dengan mengeringkan hasil panen dalam jangka waktu tertentu. Pengeringan tersebut dilakukan dengan cara menyimpan bawang merah di atas para dapur. Hampir seluruh petani bawang merah menyimpan bawang merah dengan cara tersebut. Rata-rata para dapur yang digunakan dapat memuat hingga dua ton bawang merah. Sementara pada petani bawang merah dengan skala usahatani lebih dari satu hektar biasanya telah memiliki gudang penyimpanan bawang merah secara khusus. Selain dengan pengeringan, pengelolaan pasca penen juga dilakukan pada saat mengemas hasil panen bawang merah. Untuk menjaga kualitas bawang merah maka petani mengemas bawang merah dengan mengikat satu “brondol” dalam satu ikatan. Dengan cara ini, daya simpan bawang merah dapat diperlama. Cara pengemasan seperti ini juga dapat meningkatkan harga bawang merah. Bawang merah yang berbentuk “rogolan” dijual dengan harga yang lebih murah. Pengelolaan pasca panen yang dilakukan oleh petani bawang merah di Kabupaten Brebes tersebut relatif sederhana. Sampai saat ini belum terdapat teknologi yang dapat digunakan oleh petani bawang merah dalam pengeringan maupun penyimpanan bawang merah. Padahal di satu sisi, petani bawang merah masih menghadapi risiko produksi yang bersumber dari serangan hama dan penyakit
pasca panen. Teknologi penyimpanan bawang merah yang masih
sederhana memungkinkan terjadinya penurunan kualitas maupun kuantitas bawang merah yang akan ditawarkan. Selain itu, belum adanya gudang penyimpanan bawang merah yang baik menyebabkan petani cenderung kurang fleksibel dalam menghadapi fluktuasi harga maupun harga bibit yang terjadi. 4. Menyimpan dan atau Menjual Hasil Panen
Salah satu faktor risiko yang cukup penting yang dihadapi dalam usahatani bawang merah adalah adanya ketidakpastian harga. Untuk mengatasi hal tersebut, maka yang dilakukan oleh petani bawang merah adalah dengan menentukan seberapa hasil panennya akan langsung dijual atau disimpan. Berkaitan dengan
hal itu, terdapat tiga hal yang dilakukan oleh petani bawang merah di Kabupaten Brebes. Pertama, menjual semua hasil panen yang diperoleh. Hal Ini dilakukan apabila harga yang diperoleh petani cukup tinggi dan kebutuhan terhadap modal cukup besar. Selain itu, petani biasanya menjual seluruh hasil panennya pada musim Oktober-Desember. Hal ini dikarenakan pada bulan berikutnya petani biasanya akan menanam padi. Kedua, menyimpan seluruh hasil panen yang diperoleh. Cara ini dilakukan apabila petani menghadapi harga yang tidak begitu bagus atau rendah. Biasanya petani menyimpan hasil panennya untuk beberapa saat sampai harga bawang merah kembali meningkat atau sesuai dengan yang diharapkan. Cara ini dilakukan oleh petani dengan skala usahatani atau modal yang cukup besar. Ketiga, menjual sebagian dan menyimpan sebagian. Selain mempertimbangkan harga pada saat panen, cara ini dilakukan apabila petani berencana untuk menanam kembali bawang merah pada musim mendatang dengan jangka waktu yang tidak lebih dari tiga bulan. Hal ini dikarenakan adanya kecenderungan meningkatnya harga bibit mendekati musim tanam bawang merah. Adapun besarnya hasil panen yang disimpan bergantung kebutuhan petani. Dari ketiga cara tersebut, rata-rata yang dilakukan oleh petani adalah dengan menyimpan sebagian hasil panen untuk persediaan bibit pada musim tanam selanjutnya dan menjual selebihnya secara langsung. Hal ini dikarenakan besarnya modal yang diperlukan petani apabila harus membeli bibit bawang merah. Sementara itu, petani membutuhkan modal untuk menjalankan usahatani selanjutnya. Akan tetapi, terdapat beberapa petani kecil yang selalu menjual hasil panennya secara keseluruhan setiap musimnya tanpa memperhatikan harga yang diperoleh sebagai modal untuk menjalankan usahatani selanjutnya.
VII ANALISIS PERILAKU PENAWARAN BAWANG MERAH 7.1. Analisis Perilaku Penawaran Bawang Merah di Kabupaten Brebes Perilaku penawaran bawang merah dalam penelitian ini dijelaskan dengan melihat perilaku produksi bawang merah di tingkat petani. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa bawang merah yang diproduksi adalah bawang merah yang akan dipasok ke pasaran. Asumsi ini digunakan untuk memudahkan peneliti dalam menganalisis perilaku penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes, mengingat tidak terdapat data yang valid mengenai jumlah penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes. Selain itu, asumsi ini juga didasari oleh teori penawaran produksi pertanian. Perilaku penawaran bawang merah ini dirumuskan dalam sebuah model regresi linier berganda. Selain didasarkan pada teori penawaran, penggunaan model regresi linier berganda ini dikarenakan model tersebut merupakan model yang cukup sederhana untuk menggambarkan suatu keadaan. Adapun variabel yang digunakan meliputi variabel harga (X1), variabel variasi harga (X2), variabel harga bibit (X3), variabel variasi harga bibit (X4), variabel harga pupuk yang terdiri dari Urea (X5), TSP (X6), NPK (X7), dan KCl (X8), variabel biaya obatobatan (X9), dan variabel nilai expected return (X10) serta variabel variasi produksi (X11). Adapun gambaran deskriptif secara statistik dari seluruh variabel seperti terlihat pada Tabel 27. Tabel 27. Deskripsi Statistik dari Setiap Variabel Variabel Y X1 (Harga output) X2 (Variasi harga output) X3 (Harga bibit) X4 (Variasi harga bibit) X5 (Harga Urea) X6 (Harga NPK) X7 (Harga TSP) X8 (Harga KCl) X9 (Biaya obat-obatan) X10 (Nilai ekspektasi produksi) X11 (Variasi produksi)
Mean 54,28219 5390,741 9303241 1045926 2,14E+11 1493,333 3762,222 1661,111 5211,111 2209699 100,4406 817,5996
Std. Deviation 79,33762 837,833 7152191 192378,6 1,62E+11 433,4848 3080,495 962,5303 4476,566 3898630 34,28949 1208,214
N 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45
7.2. Analisis Model Perilaku Penawaran Bawang Merah 7.2.1. Pengujian terhadap Model Penduga Pengujian terhadap model penduga ini digunakan untuk mengetahui apakah model penduga tersebut sudah tepat dalam menduga parameter dan fungsi. Adapaun hipotesis yang digunakan adalah: H0 : a1 = a2 = .... = a5 = 0 H1 : minimal ada satu an ≠ 0 dan uji statistik yang digunakan adalah uji F. Berdasarkan hasil output SPSS 13.0 diperoleh nilai F-hitung sebesar 29,64 dengan nilai siginifikansinya sebesar 0,000. Jadi berdasarkan nilai tersebut, maka H0 ditolak. Hal ini berarti paling sedikit terdapat satu variabel independen (X) yang digunakan berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependent, sehingga model yang digunakan tersebut dapat digunakan untuk memperkirakan variabel dependen (Y). Sementara itu, nilai R-sq dari model yang diperoleh adalah sebesar 0,91. Artinya bahwa sumbangan variabel independent (X) secara bersama-sama terhadap variasi variabel dependent (Y) adalah sebesar 91 persen. Dengan kata lain, sebesar 91 persen dari variabel dependent dapat dijelaskan oleh model. Selebihnya dijelaskan oleh variabel lain diluar model. 7.2.2 Pengujian terhadap Koefisien Regresi Tujuan pengujian terhadap koefisien regresi adalah untuk mengetahui apakah setiap variabel independent berpengaruh nyata terhadap variabel dependent. Secara statistik, pengujian terhadap koefisien regresi ini dilakukan dengan melihat nilai t-hitung. Apabila t-hitung lebih besar dari t-tabel atau Pvalue lebih kecil dari α (P-value<α), berarti variabel independen yang diuji
berpengaruh nyata terhadap variabel dependent. Begitu pula sebaliknya. Adapun hasil pengujian terhadap koefisien regresi dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 27. Sebagaimana yang tercantum pada Tabel 27 tersebut, diketahui bahwa hanya terdapat dua variabel yang berpengaruh nyata pada taraf alfa sebesar sepuluh persen. Hal ini dikarenakan jenis data yang digunakan merupakan data cross section sehingga terdapat kemungkinan data yang diperoleh tidak jauh
berbeda (hampir sama) antara satu responden dengan responden lainnya.
Tabel 27. Koefisien Regresi pada Variabel Independen Variabel (Constant) Harga output(X1) Variasi harga ouput (X2) Harga bibit (X3) Variasi harga bibit (X4) Harga Urea (X5) Harga NPK (X6) Harga TSP(X7) Harga KCl (X8) Biaya obatobatan (X9) Nilai ekspektasi produksi (X10) Variasi produksi (X11)
B
Std. Error
-19,3748
56,51598
0,000259
0,007237
-8,5E-07
Beta
t hitung
Sig.
-0,34282
0,733908
0,002733
0,035757
0,971691
8,79E-07
-0,07699
-0,97147
0,338381
3,03E-05
3,38E-05
0,073466
0,896857
0,376292
-4,2E-11
4,62E-11
-0,08641
-0,91745
0,365564
-0,01564
0,014337
-0,08543
-1,09059
0,283352
-0,00064
0,00158
-0,02496
-0,40681
0,686777
-0,00389
0,005051
-0,04714
-0,76921
0,447237
-0,0005
0,001067
-0,02827
-0,46945
0,641839
1,86E-05
1,12E-06
0,912723
16,59424
1,41E-17
0,568418
0,197783
0,245668
2,873938
0,007041
-0,00698
0,006133
-0,10633
-1,13855
0,263088
Dari hasil analisis regresi linier, diketahui bahwa tidak seluruh pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen sesuai dengan hasil hipotesis penelitian ini. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28. Perbandingan Hasil Analisis Regresi dengan Hipotesis Variabel Hipotesis Hasil analisis regresi Harga (X1) + + Variasi harga (X2) Harga bibit (X3) + Variasi harga bibit (X4) Harga Urea (X5) Harga NPK (X6) Harga TSP (X7) Harga KCl (X8) Biaya obat-obatan (X9) + Nilai ekspektasi + + produksi (X10) Variasi produksi (X11) -
7.2.3. Pengujian terhadap Asumsi Terdapat beberapa asumsi yang harus dipenuhi dalam menduga sebuah model regresi linier berganda dengan metode OLS, yaitu meliputi asumsi nonmulticollinerity, homoscedasticity, dan non-autocorrelation. Multicollinearity artinya adalah adanya suatu hubungan linear antar variabel independent. Salah satu aturan praktis yang biasa digunakan untuk mengetahui adanya indikasi multicollinearity adalah dengan melihat nilai VIF pada output SPSS yaitu apabila nilainya lebih dari tiga puluh. Maka berdasarkan hal tersebut, sesuai dengan nilai ouput dari data yang telah diolah maka model yang diperoleh pada penelitian ini telah terbebas dari adanya multicollinearity. Model regresi yang diperoleh juga telah memenuhi asumsi non-autocorrelation yaitu dengan melihat nilai statistik dari uji Durbin Watson yang mendekati dua (DW= 2,5). Adapun asumsi homoscedasticity dapat dipenuhi dengan melihat plot residual pada output SPSS. 7.3. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Penawaran Bawang Merah Berdasarkan hasil regresi linier berganda diketahui bahwa tidak seluruh variabel berpengaruh nyata terhadap tingkat penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes pada selang kepercayaan 95 persen. Hanya terdapat dua variabel yang berpengaruh nyata terhadap perilaku penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes. Kedua variabel tersebut adalah variabel biaya obat-obatan (X10) dan variabel nilai ekspektasi produksi (X11). 1. Harga Output Bawang Merah (X1)
Variabel harga bawang merah (X1) mempunyai nilai koefsien positif. Hal ini berarti bahwa terdapat hubungan yang positif antara variabel harga bawang merah dengan jumlah yang diproduksi. Dalam teori penawaran diketahui bahwa antara
harga
dan
jumlah
penawaran
terdapat
hubungan
yang
saling
mempengaruhi. Apabila harga meningkat maka jumlah produk yang ditawarkan akan cenderung meningkat. Begitu pula sebaliknya. Hal ini dikarenakan harga yang tinggi akan memberikan insentif kepada produsen untuk meningkatkan kuantitas penawarannya. Berdasarkan nilai t-hitung dari variabel harga maka diketahui bahwa variabel harga tidak mempunyai pengaruh yang siginifikan terhadap perilaku
penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes pada taraf nyata sebesar lima persen. Hal ini dikarenakan pada dasarnya petani pada saat memutuskan untuk menanam bawang merah tidak terlalu memperhatikan harga yang terjadi pada saat itu. Terlebih harga bawang merah cenderung berfluktuasi dan relatif susah untuk diprediksi oleh petani. Dalam menentukan waktu tanam bawang merah petani lebih cenderung memperhatikan aspek teknis seperti iklim dan cuaca dibandingkan aspek pasar terutama harga. Oleh karena itu, dalam kasus ini variabel harga tidak berpengaruh terhadap besarnya penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes. 2. Variasi harga bawang merah (X2)
Pada tiga kali musim tanam bawang merah dalam satu tahun, harga yang diterima petani sangat bervariasi setiap musimnya. Berdasarkan informasi di lapangan, harga bawang merah di tingkat petani berkisar antara Rp. 3.000 hingga Rp. 10.000 dalam satu tahun. Sementara harga normal berkisar pada Rp. 5.000 hingga Rp. 6.000. Harga tertinggi biasanya diperoleh pada musim tanam antara bulan Maret hingga Mei. Pada musim antara bulan Juli hingga Agustus dan bulan Oktober hingga Desember harga cenderung rendah. Tingginya harga bawang merah pada musim tanam antara bulan Maret hingga Mei disebabkan karena menurunnya jumlah produksi bawang merah di kabupaten Brebes. Produksi ratarata petani pada saat itu cenderung di bawang produksi normal, yaitu hanya berkisar kurang dari sepuluh ton per hektar. Hal ini disebabkan karena pada musim tersebut merupakan peralihan antara musim hujan dan musim kemarau sehingga banyak terdapat hama dan penyakit yang muncul. Jadi, meskipun harga tinggi, tetapi belum tentu return yang diperoleh petani juga tinggi. Harga pada musim bulan Juli-Agustus yang relatif rendah disebabkan oleh banyak suplai bawang merah di pasaran. Pada musim ini, produktivitas petani bawang merah di Kabupaten Brebes sangat tinggi. Bahkan mencapai dua hingga tiga kali lipat produktivitas normal, yaitu dapat mencapai tiga puluh ton per hektar. Tingginya produktivitas bawang merah pada musim ini disebabkan karena kondisi iklim dan lingkungan yang menunjang. Menurut Wibowo (1988), iklim yang ideal untuk budidaya bawang merah adalah pada saat bulan kemarau. Selain itu, beberapa daerah produksi yang lain juga berproduksi pada musim ini.
Selain pada musim bulan Juli-Agustus, harga terendah sering terjadi pada musim bulan Oktober-Desember. Pada bulan ini, hampir seluruh petani di Kabupaten Brebes menanam bawang merah. Padahal pada bulan ini curah hujan relatif tinggi sehingga beberapa hama dan penyakit bermunculan. Akan tetapi, produktivitas bawang merah pada musim ini tidak serendah produktivitas pada musim April-Mei. Selain faktor teknis, rendahnya harga pada musim ini disebabkan karena perilaku sebagian besar petani bawang merah yang menanam padi pada bulan selanjutnya, yaitu setelah bulan Desember. Kecenderungan pola tanam seperti inilah yang memaksa petani menjual hasil panennya untuk mendapatkan modal untuk menanam padi. Selain itu, bawang merah yang dipanen juga tidak mungkin disimpan dalam rentang waktu tanam padi tersebut, sebelum datang musim tanam bawang merah berikutnya. Berfluktuasinya harga bawang merah ini tidak terlepas dari karakteristik dari komoditas bawang merah itu sendiri. Seperti halnya produk hotikultura yang lain, bawang merah merupakan komoditas yang mempunyai karakterisik perishable, voluminious, dan bulky. Perishable artinya komoditas tersebut mudah rusak atau busuk. Bawang merah yang dikemas dengan bentuk “dipocong” mempunyai ketahanan atau daya simpan sampai dengan dua bulan. Akan tetapi, apabila dalam bentuk “rogolan” bawang merah tidak akan bertahan lama hanya mencapai satu minggu. Oleh karena itu, penanganan pasca panen terutama pengeringan bawang merah harus optimal, terlebih masih adanya hama dan penyakit yang mengancam sampai dengan gudang penyimpanan. Variabel variasi harga bawang merah (X2) juga memiliki koefisien yang negatif, yang artinya terdapat hubungan yang negatif antara variabel variasi harga bawang merah dengan jumlah yang diproduksi. Variabel nilai variasi (Variance) bawang merah ini dapat menunjukkan adanya indikasi risiko harga ouput yang diperoleh oleh petani bawang merah. Semakin besar nilai variasinya, maka semakin besar pula tingkat risiko harga output yang harus ditanggung oleh petani bawang merah. Jadi, koefisien variabel variasi harga bawang merah yang bernilai negatif ini telah sesuai dengan hipotesis awal yaitu berhubungan negatif. Semakin besar tingkat risiko harga output yang dihadapi petani, maka petani akan cenderung enggan untuk meningkatkan penawaran bawang merah.
Variabel variasi harga bawang merah ini juga tidak berpengaruh nyata terhadap perilaku penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes. Jadi, dapat disimpulkan bahwa besarnya risiko harga yang dihadapi oleh petani bawang merah tidak mempengaruhi keputusan petani dalam memproduksi bawang merah. Sebagaimana analisis pada variabel harga bawang merah, tidak berpengaruhnya variabel variasi harga ini juga disebabkan karena harga tidak menjadi bahan pertimbangan yang utama dalam menentukan waktu menanam bawang merah. Meskipun petani bawang merah cenderung tidak terlalu memperhatikan faktor harga dalam memutuskan waktu menanam bawang merah, tetapi pada kenyataannya petani bawang merah di Kabupaten Brebes menghadapi risiko harga. Hal ini dilihat dari tingkat fluktuasi harga yang relatif tinggi yang berpotensi menimbulkan kerugian. Oleh karena itu, petani seharusnya memperhatikan aspek pasar terutama harga dalam menentukan waktu menanam bawang merah. Selain itu, petani dapat melakukan kemitraan dalam hal pemasaran untuk menghadapi risiko harga output tersebut. Petani dapat lebih mendapatkan kepastian harga dengan melakukan kemitraan pemasaran. 3. Harga bibit bawang merah (X3)
Variabel harga bibit bawang merah (X3) memiliki nilai koefisien yang posistif. Artinya, setiap peningkatan harga bibit bawang merah akan pula meningkatkan penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes. Hasil ini tidak sesuai dengan teori penawaran yang menyatakan bahwa harga input berkorelasi negatif terhadap besarnya penawaran. Hal ini dikarenakan kecenderungan harga bibit bawang merah yang meningkat pada saat dimulainya musim tanam bawang merah. Pengaruh variabel harga bibit yang positif terhadap peningkatan penawaran bawang merah ini juga berhubungan dengan penggunaan bibit bawang merah impor. Harga bibit bawang merah ini relatif lebih tinggi dibanding dengan harga bibit bawang merah lokal. Harga bibit bawang merah impor berkisar antara Rp. 1.200.000 hingga Rp. 1.500.000 per kwintal. Sementara harga bibit bawang merah lokal berkisar mulai dari Rp. 500.000 per kwintal hingga Rp. 1.300.000 per kwintal. Hasil panen bawang merah tidak jauh berbeda antara yang menggunakan
bibit impor maupun lokal tersebut. Akan tetapi, penggunaan bibit bawang merah impor lebih sedikit dibandingkan bibit bawang merah untuk luasan yang sama. Dilihat dari nilai t-hitung dari variabel ini, maka variabel harga bibit bawang merah tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes. Sebagian besar petani telah menyimpan bibit bawang merah dari hasil panen sebelumnya. Jadi, meskipun harga bibit meningkat tajam, tetapi petani telah memiliki persediaan sebelumnya tanpa harus membeli kembali. Meskipun demikian, harga bibit bawang merah yang cenderung meningkat pada saat musim tanam tiba dapat menyulitkan bagi beberapa petani bawang merah yang memiliki modal yang sangat kecil sehingga harus selalu menjual hasil panennya untuk mendapatkan modal usahatani selanjutnya, Oleh karena itu, diperlukan bantuan permodalan bagi petani kecil agar dapat tetap menjalankan usahataninya. Bantuan permodalan bagi petani kecil tersebut tidak mungkin diperoleh melalui lembaga keuangan seperti bank. Maka sesama petani bawang merah dapat melakukan tanggung renteng untuk mengatasi permasalahan tersebut. Hal tersebut dapat berjalan apabila petani bawang merah diorganisir dalam satu wadah seperti kelompok tani. 4. Variasi harga bibit bawang merah (X4)
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari lapangan, diketahui bahwa seperti halnya harga panen bawang merah, harga bibit bawang merah juga cenderung berfluktuasi setiap waktunya. Harga bibit bawang merah ini berkisar mulai dari Rp. 500.000 per kwintal hingga Rp.1.500.000 per kwintal. Terjadinya fluktuasi harga bibit bawang merah ini dipengaruhi oleh faktor ketersediaan bibit dan permintaan dari petani. Selain itu, kedatangan bibit impor juga mempengaruhi harga bibit bawang merah di tingkat petani. Fluktuasi harga bibit bawang merah ini
cenderung
tidak
dapat
diprediksi
secara
pasti
meskipun
terdapat
kecenderungan pada bulan-bulan tertentu, seperti pada saat musim tanam. .Dilihat dari nilai koefisiennya, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara variabel variasi harga bibit bawang merah dengan jumlah yang diproduksi. Dalam teori penawaran dikatakan bahwa harga input berpengaruh negatif terhadap tingkat penawaran. Apabila harga input tinggi maka produsen enggan untuk meningkatkan jumlah penawarannya karena biaya
produksi akan meningkat. Variabel variasi harga bibit bawang merah ini merupakan gambaran dari tingkat risiko harga input yang dihadapi oleh petani. Artinya, semakin besar nilai variasinya, maka semakin besar pula tingkat risiko harga input yang harus ditanggung oleh petani bawang merah. Jadi, koefisien variabel variasi harga bibit bawang merah yang bernilai negatif ini telah sesuai dengan hipotesis awal yaitu berhubungan negatif. Semakin besar tingkat risiko harga input yang dihadapi petani, maka petani akan cenderung enggan untuk meningkatkan penawaran bawang merah. Variabel variasi harga bibit tidak berpengaruh nyata terhadap perilaku penawaran bawang merah. Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa sebagian besar petani telah menyimpan bibit bawang merah dari hasil panen sebelumnya. Jadi, meskipun harga bibit berfluktuasi tetapi petani telah memiliki persediaan sebelumnya tanpa harus membeli kembali. 5. Harga pupuk [(X5), (X6), (X7), (X8), (X9)]
Variabel harga pupuk Urea (X5), NPK (X6), TSP (X7), dan KCl (X8) mempunyai koefisien yang bernilai negatif. Artinya, terdapat hubungan negatif antara ketiga variabel tersebut dengan jumlah bawang merah yang diproduksi (dipasok). Hal ini sesuai dengan teori penawaran yaitu harga input berpengaruh negatif terhadap tingkat penawaran. Semakin tinggi harga input, maka kecenderungan produsen untuk meningkatkan penawaran akan menurun. Adapun koefisien dari variabel harga pupuk Urea (X5) adalah sebesar 0,01564, variabel harga pupuk NPK (X6) sebesar 0,00064 dan variabel harga pupuk TSP (X7) sebesar 0,000389, serta variabel harga pupuk KCl (X8) sebesar 0,0005. Dari nilai koefiesien ketiga variabel tersebut, diketahui bahwa koefisien variabel harga pupuk Urea (X5) nilainya paling tinggi. Artinya, pengaruh peningkatan harga pupuk Urea paling besar diantara yang lain. Hal ini mungkin dikarenakan penggunaan pupuk Urea yang lebih banyak dibandingkan dengan kedua pupuk lainnya tersebut. Dilihat dari nilai t-hitung dari ketiga variabel harga pupuk tersebut, diketahui bahwa ketiganya tidak berpengaruh secara nyata terhadap jumlah yang yang ditawarkan pada taraf nyata lima persen. Harga pupuk Urea dan TSP tidak berpengaruh nyata karena kedua jenis pupuk tersebut merupakan pupuk
bersubsidi sehingga harganya relatif stabil dan terjangkau. Meskipun pada waktuwaktu tertentu susah ditemukan. Adapun harga pupuk KCl tidak berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah di Kabupaten Brebes karena adanya kecenderungan perilaku petani bawang merah yang membeli pupuk tersebut secara kredit. Selain itu, dalam penggunaan pupuk terdapat dosis tertentu. Meskipun terjadi perubahan harga pupuk tetapi hal tersebut tidak mempengaruhi keputusan petani dalam menggunakan jenis pupuk tersebut. Oleh karena itu, perubahan harga pupuk KCl ini tidak berpengaruh terhadap kecenderungan petani bawang merah untuk berproduksi. Dilihat dari nilai t-hitung variabel harga pupuk NPK ,diketahui bahwa variabel tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah bawang merah yang diproduksi pada taraf nyata lima persen. Menurut informasi di lapangan, terdapat beberapa jenis pupuk NPK dengan tingkat harga yang berbeda-beda, tetapi dengan kualitas yang tidak jauh berbeda. Sebagian petani terkadang menggantiganti jenis pupuk NPK yang digunakan sesuai dengan modal yang dimiliki. Oleh karena itu, variabel harga pupuk NPK ini tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah yang diproduksi. Selain itu, hal ini seperti sudah dijelaskan sebelumnya, petani bawang merah di Brebes cenderung membeli pupuk secara kredit, sehingga meskipun terjadi perubahan harga pupuk tetapi hal tersebut tidak mempengaruhi keputusan petani dalam menggunakan jenis pupuk tersebut. Oleh karena itu, perubahan harga pupuk ini tidak berpengaruh terhadap kecenderungan petani bawang merah dalam melakukan penawaran bawang merah. 6. Biaya obat-obatan (X9)
Variabel biaya obat-obatan (X9) memiliki koefisien yang bernilai positif. Dilihat dari nilai t-hitungnya, maka variabel biaya obat-obatan ini berpengaruh nyata terhadap jumlah bawang merah yang diproduksi pada taraf nyata lima persen. Tanaman bawang merah merupakan tanaman yang sangat rentan terhadap berbagai jenis hama dan penyakit tanaman. Pada waktu-waktu tertentu intensitas pengobatan dapat sangat tinggi yaitu sampai satu hari sekali. Meskipun harga yang tinggi tidak menjamin bagusnya kualitas obat-obatan yang digunakan, tetapi semakin tingginya biaya obat-obatan mengindikasikan semakin intensifnya pengendalian hama dan penyakit pada tanaman bawang merah. Penggunaan obat-
obatan yang intesif ini dapat mencegah tanaman bawang merah dari hama dan penyakit tanaman, sehingga hasil produksinya dapat semakin ditingkatkan. Oleh karena itu, variabel biaya obat-obatan ini berpengaruh positif terhadap jumlah bawang merah yang diproduksi secara nyata pada taraf nyata lima persen. Meskipun variabel biaya obat-obatan berpengaruh secara positif terhadap tingkat penawaran bawang merah, tetapi baik pemerintah maupun petani perlu melihat dengan lebih jeli. Koefisien variabel biaya obat-obatan yang bernilai positif tersebut dapat mengindikasikan bahwa pengendalian hama dan penyakit yang selama ini dilakukan belum efektif. Selain itu, hal ini menunjukkan bahwa permasalahan utama yang dihadapi oleh petani bawang merah di Kabupaten Brebes adalah serangan hama dan penyakit. Sebagaimana diketahui, bahwa serangan hama dan penyakit tersebut dapat menurunkan produksi hingga 70 persen. Oleh karena itu, diperlukan pengembangan pengendalian hama dan penyakit secara terpadu. 7. Nilai ekspektasi produksi (X10)
Nilai ekspektasi produksi (X10) merupakan gambaran dari seberapa besar harapan petani terhadap hasil panen yang diperoleh pada setiap musim tanam. Variabel ini mempunyai koefisien sebesar 0,568 yang berarti meningkatnya hasil produksi bawang merah yang diharapkan sebesar satu kwintal maka akan menyebabkan penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes meningkat sebesar 0,568 kwintal. Hal ini sesuai dengan teori penawaran yang menyebutkan bahwa besarnya penawaran dipengaruhi secara positif oleh harapan produsen terhadap hasil produksi yang akan diperoleh. Berdasarkan nilai t-hitung dari variabel nilai ekspektasi produksi diketahui bahwa variabel nilai ekspektasi produksi tersebut berpengaruh nyata terhadap tingkat penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes pada taraf nyata sepuluh persen. Hasil ini menggambarkan bahwa motivasi petani bawang merah di kabupaten Brebes untuk menanam bawang merah masih cukup tinggi. Selain itu, hal tersebut juga menunjukkan adanya peluang peningkatan produktivitas bawang merah di Kabupaten Brebes yang cukup besar. Oleh karena itu, diperlukan upayaupaya untuk mendorong peningkatan produktivitas bawang merah di Kabupaten brebes mengingat besarnya peluang yang ada. Upaya-upaya untuk mendorong
produktivitas tersebut dapat dilakukan dengan pengembangan teknologi budidaya bawang merah maupun teknologi yang berkaitan dengan pengendalian hama dan penyakit. 8. Variasi hasil produksi
Variabel variasi hasil produksi (X11) mempunyai koefisien yang bernilai negatif yaitu sebesar 0,007. Seperti halnya variabel variasi harga, variabel variasi produksi ini merupakan gambaran dari tingkat risiko produksi yang dihadapi petani bawang merah di Kabupaten Brebes. Semakin besar nilai variasinya, maka semakin besar pula tingkat risiko produksi yang harus ditanggung oleh petani bawang merah. Jadi, koefisien variabel variasi produksi bawang merah yang bernilai negatif ini telah sesuai dengan hipotesis awal yaitu berhubungan negatif. Dilihat dari nilai t-hitungnya, variabel variasi produksi ini tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah produksi bawang merah di Kabupaten Brebes. Jadi, meskipun risiko produksi yang dihadapi petani bawang merah relatif tinggi, tetapi tidak mempengaruhi keputusan petani untuk menanam bawang merah. Selain itu, seperti dijelaskan sebelumnya bahwa motivasi petani bawang merah di kabupaten Brebes untuk menanam bawang merah masih cukup tinggi. Hal ini juga dapat dilihat dari peluang produktivitas bawang merah yang cukup tinggi.
VIII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Petani bawang merah di Kabupaten Brebes menghadapi beberapa macam risiko dalam menjalankan usahanya. Berdasarkan hasil perhitungan, nilai expected value dari produktivitas bawang merah adalah sebesar 101,41 kwintal per hektar. Nilai ini menggambarkan bahwa tingkat produktivitas rata-rata yang diharapkan oleh petani bawang merah di Kabupaten Brebes adalah sebesar 101,41 kwintal per hektar (cateris paribus). Sementara risiko produksi yang dihadapi petani bawang merah di Kabupaten Brebes adalah sebesar 21,97 kwintal per hektar atau sebesar 20,3 persen dari nilai produktivitas yang diperoleh petani (cateris paribus). Dilihat dari sisi penerimaan usahatani, diperoleh nilai expected return sebesar Rp. 25.949.621,9 per hektar. Adapun risiko yang diterima oleh petani bawang merah di Kabupaten Brebes adalah sebesar 60,09 persen dari nilai return yang diperoleh petani dengan standar deviasi rata-rata sebesar Rp. 11.768.995 per hektar. Perilaku penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes dalam penelitian ini dijelaskan oleh pengaruh beberapa variabel yaitu harga output, variasi harga output, harga bibit, variasi harga bibit, harga pupuk (Urea, NPK, TSP, KCl), biaya obat-obatan, nilai ekspektasi produksi, dan variasi produksi. Model yang diperoleh mampu menggambarkan variasi dari kuantitas bawang merah yang ditawarkan sebesar 91 persen. Selebihnya dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Berdasarkan hasil regresi linier berganda diketahui bahwa terdapat dua variabel yang berpengaruh nyata terhadap perilaku penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes yaitu variabel biaya obat-obatan dan variabel nilai ekspektasi produksi. Baik variabel biaya obat-obatan maupun variabel nilai ekspektasi produksi, keduanya memiliki koefisien yang bernilai positif. Sementara variabel harga, variabel variasi harga, variabel harga bibit, variabel variasi harga bibit, variabel harga pupuk yang terdiri dari Urea, TSP, NPK, dan KCl, serta variabel variasi produksi tidak berpengaruh siginifikan pada taraf nyata lima persen.
7.2. Saran
Berdasarkan hasil analisis terhadap tingkat risiko produksi dan perilaku penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes, maka beberapa saran yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut : a. Berdasarkan hasil analisis risiko produksi bawang merah diketahui bahwa faktor utama yang menjadi sumber risiko produksi adalah adanya serangan hama dan penyakit tanaman. Hal ini juga dilihat dari pengaruh biaya obatobatan terhadap tingkat penawaran yang signifikan. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman secara terpadu, yaitu dengan mengaktifkan kegiatan penyuluhan pengendalian hama dan penyakit di kalangan petani, dan pengaturan pola tanam secara serentak untuk memutuskan siklus hama atau penyakit tanaman bawang merah b. Nilai ekspektasi produksi yang berpengaruh nyata secara positif terhadap tingkat penawaran bawang merah menunjukkan adanya
peluang
peningkatan produktivitas bawang merah di Kabupaten Brebes. Maka dari itu, untuk mendorong hal tersebut pemerintah perlu mengembangkan teknologi mulai dari hulu, sistem budidaya, hingga penanganan pasca panen bawang merah. c. Variabel harga output yang tidak berpengaruh secara siginifikan terhadap tingkat penawaran menunjukkan bahwa petani belum memperhatikan faktor harga dengan baik. Padahal di satu sisi petani bawang merah menghadapi risiko harga output. Oleh karena itu, untuk mengurangi dampak kerugian petani akibat fluktuasi harga output maka perlu dilakukan kemitraan pemasaran bawang merah. Selain itu, pemerintah perlu mengatur waktu tanam bawang merah setiap wilayah atau kecamatan sentra sehingga tidak terjadi over supply
DAFTAR PUSTAKA Anderson JJD 1977 . Agricultural Decision Analysis. Ames : Iowa State University Press. [BPS] Badan Pusat Statisika Kabupaten Brebes. 2008. Kabupaten Bebes dalam Tahun 2007. Brebes : BPS Kabupaten Brebes. Calkin PH, DiPietre, DD. 1983. Farm Business Management Successful Decisions in a Changing Environment. NewYork : Macmillan Publishing Co. Inc. Damanah. 2008. Analisis faktor-faktor produksi dan pendapatan usahatani bawang merah di Desa Sukasari Kaler Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Debertin DL. 1986. Agricultural Production Economics. New York : Macmillan Publishing Company. [Ditjen Hortikultura]. 2008. Nilai PDB hortikultura berdasarkan Harga Berlaku Periode Tahun 2003-2006. Jakarta : Ditjen Hortikultura. [Ditjen Hortikultura]. 2008. Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Bawang Merah di Indonesia. Jakarta : Ditjen Hortikultura. [Ditjen Hortikultura]. 2008. Tingkat Produktivitas Bawang Merah Per Propinsi di Pulau Jawa Tahun 2007. Jakarta : Ditjen Hortikultura. [Ditjen Hortikultura]. 2008. Konsumsi Per Kapita Bawang Merah di Indonesia Periode Tahun 2003-2006. Jakarta : Ditjen Hortikultura. [Ditjen Hortikultura]. 2008. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Periode 2003-2007. Jakarta : Ditjen Hortikultura. [Ditjen Hortikultura]. 2008. Volume Ekspor dan Impor Sayuran Indonesia Periode 2003-2006. Jakarta : Ditjen Hortikultura. Elton, Edwin, Gruber, Marin J.1995. Modern Portfolio Theory and Investment Analysis. Edisi Kelima. New York : John Wiley and Sona, Inc. Fariyanti A. 2008. Perilaku ekonomi rumah tangga petani sayuran dalam menghadapi risiko produksi dan harga produk di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung [disertasi]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Fauzia. 2006. Pendugaan elastisitas permintaan input dan penawaran output usahatani kacang tanah di Jawa [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian Istitut Pertanian Bogor.
Fleisher B. 1990. Agricultural Risk Management. London : Lynne Riener Publishers, Inc. Gujarati DN. 2003. Basics Econometrics. New York : McGraw Hill. Hamid. 2004. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan usahatani bawang merah di desa Dumeling Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Handayani RS. 2007.Analisis keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani bawang merah konvensional dan organik di Kabupaten Brebes Jawa Tengah [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Harwood J, Heifner R, Coble K, Perry J, Somwaru A. 1999. Managing Risk in Farming : Concepts, Research and Analysis. Agriculutural Economic Report No.774. US Department of Agriculture. Huda Nurul DE. 2007. Pengaruh perlakuan temperatur pengeringan terhadap kualitas umbi bibit, pertumbuhan, dan produksi dua kultivar bawang merah [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hyman DN. 1996. Microeconomics. United State of America : McGraw Hill. Juanda Bambang. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. Bogor : IPB Press. Julekha. 2006. Analisis curahan kerja, pendapatan dan pengeluaran petani bawang merah di Desa Tegalglagah Brebes [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Mankiw NG. 2000. Pengantar Ekonomi. Jakarta : Penerbit Erlangga. Marsaulina .2006. Analisis pengelolaan risiko kredit nasabah Kupedes pada BRI Unit Desa Cipanas Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur [skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Intitut Pertanian Bogor. Marudut H. 2009. Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran daging sapi domestik [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Miller A et al. 2004. Risk Management for Farmers. Departement of Agricultural Economics, Purdue University. Nicholson W. 1991. Teori Mikroekonomi Prinsip Dasar dan Perluasan. Jakarta: Binarupa Aksara. [PIKJ] Pasar Induk Kramat Jati.2007. Perkembangan harga Bawang Merah di Pasar Induk Kramat Jati Tahun 2007.Jakarta : Pasar Induk Kramat Jati
Robi’ah S. 2006. Manajemen risiko usaha peternakan broiler [skripsi]. Bogor : Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Rostriningrum. 2004. Analisis produksi dan pemasaran usahatani bawang merah di desa Banjar Anyar Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Santoso J. 2007. Penetapan luas lahan minimum untuk pertanaman bawang merah di daerah sentra produksi Kabupaten Tegal [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sevilla GC et al. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta : UI Press. Suryani T. 2006. Permintaan dan penawaran daging ayam broiler di Indonesia [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tarigan PESBR. 2009. Analisis risiko produksi sayuran organik pada Permata Hati Organic Farm di Bogor Jawa barat [skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Vaughan EJ. 1978. Fundamentals of Risk and Insurance, 2nd. New York : John Willey &Sons, Inc. Wibowo S. 2001. Budidaya Bawang Putih Bawang Merah Bawang Bombay. Jakarta : Penebar Swadaya.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Periode 2003-2007 No.
Komoditas
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Bawang merah Bawang putih Bawang daun Kentang Lobak kol/kubis Petsai/sawi Wortel Kacang merah Kembang kol Cabe besar Cabe rawit Tomat terung Buncis Ketimun Labu siam Kangkung Bayam Kacang panjang Jamur Melinjo Petai Total Sayuran
20 21 22 23
2003
Produksi (Ton) 2004 2005 2006
762,795
757,339
732,61
794,929
802,81
38,957
28,851
20,733
21052
17,312
345,72
475,571
501,437
571,264
479,924
1,9009,979 26,34 1,384,433
1,072,040 30,625 1,432,814
1,009,619 54,226 1,292,984
1,011,911 49,344 1,267,745
2007
1,003,732 42,076 1,288,738
459,253
534,964
548,453
590,4
564,912
355,802
423,722
440,001
391,37
350,17
90,281
107,281
132,218
125,251
112,271
86,222
99,994
127,32
135,517
124,252
774,408
714,705
661,73
736,019
676,828
292,314
385,809
396,293
449,04
451,965
657,459
626,872
647,02
629,744
635,474
301,03
312,354
333,328
358,095
390,846
247,782
267,629
283,649
269,533
266,79
514,21
477,716
552,891
598,892
581,205
103,451
179,845
180,029
212,697
254,056
208,45
121,87
230
292,95
335,086
109,423
107,737
123,785
149,435
155,863
432,365
454,999
466,387
461,239
488,499
31,233
10,544
30,854
23,559
48,247
244,864
209,63
210,836
239,209
205,728
134,099
8,574,870 Sumber : Direktorat Hortikultura, 2008
135,715 9,059,676
125,587 9,101,987
148,268 9,527,463
178,68 9,455,464
Lampiran 2 Volume Ekspor dan Impor Sayuran Indonesia Periode 2003-2006 Lampiran 2a. Volume Ekspor Sayuran Indonesia Periode 2003-2006 (Kg) No.
Komoditas
2003
2004
2
Tomat
671.436
359.486
2.061.505
1.024.767
3
Bawang merah
5.714.269
467.264
4.259.344
15.700.666
4
Bawang putih
1.005.898
39.290
18.045
17.070
5
kubis/kol
40.812.229
32.988.557
35.912.020
32.665.430
6
Kembang kol
1.704.849
1.340.608
3.186.126
1.696.436
7
Jamur
16.113.207
3.333.723
22.558.977
18.351.038
8
Ketimun
635.545
609.866
996.164
1.161.888
9
Terung
1.729.494
1.072.657
1.121.518
362.155
10
Wortel
660.983
313.386
214.883
439.505
11
Bawamg daun
223.847
12
kacang merah
17.883.745
216.580
46.000
247
13
Buncis
525.479
164.977
518.343
1.357.607
14
Bayam
12.046
21.107
348.807
15
Cabe
1.110.553
1.879.374
5.617.739
8.004.450
Sayuran lainnya Total Volume
16.790.767
25.693.792
2006
Kentang
16
19.012.711
2005
1
97.657.771
12.696.014
40.499.466
50.432.595
57.437.560
120.500.259
107.493.047
152.658.158
236.225.397
Lampiran 2b. Volume ImporSayuran Indonesia Periode 2003-2006 (Kg) No.
Komoditas
2003
2004
2005
2006
1
Kentang
21.296.481
21.508.547
32.232.323
32.015.767
2
Tomat
5.213.522
7.762.102
6.843.938
10.152.958
3
Bawang merah
55.895.490
48.927.071
53.071.439
78.462.101
4
Bawang putih
222.678.767
244.446.142
283.403.257
296.475.833
5
kubis/kol
492.423
523.212
320.448
383.713
6
Kembang kol
7
Jamur
8
Ketimun
219.937
303.416
616.441
660.644
1.524.872
194.010
2.913.432
3.594.073
503.178
92.367
283.466
173.373
9
Terung
14
2.984
24.580
1.451
10
Wortel
1.622.662
5.239.129
7.030.288
8.139.515
11
Bawamg daun
447.811
12
kacang merah
14.986.945
37.373
135.926
111.483
13
Buncis
512.483
3.350.567
11.381.215
9.819.141
14
Bayam
11.761
16.625
162.625
82.899
15
cabe
16
Sayuran lainnya Total Volume
34.770
7.572.448
8.090.616
11.885.501
18.494.676
101.968.862
101.814.453
98.479.118
343.935.792
441.944.855
508.324.447
550.437.118
Lampiran 3. Analisis Usahatani Bawang Merah Per Hektar Lahan Lampiarn 3a. Analisis Usahatani Bawang Merah Musim Pertama (Juli-Agustus) Per Hektar Lahan No.
Biaya pupuk
Biaya obat
Biaya bibit
Biaya tenaga kerja
Pengeluaran umum
Sewa lahan
Penyusutan
Pendapatan kotor
pendapatan bersih
1
4410000
5110000
30000000
8560000
1080000
1000000
50834
200000000
149789166
2
4000000
7027777,8
31111111
8266666,7
222222,22
1018522,2
767222,22
111112000
57865144
3
3611111,1
6611111,1
23333333
9055555,6
222222,22
925927,78
681333,33
222224000
177783406
4
4183333,3
7750000
20833333
11666667
3333333,3
694444,44
372686,11
222224000
173390203
5
4800000
3333333,3
22666667
11666667
3333333,3
694444,44
208333,33
71112000
24409222
6
2911111,1
2958333,3
29808081
16560000
777777,78
925926,26
199158,59
155600000
101459612
7
6444444,4
5555555,6
25000000
11555556
3888888,9
925927,78
488427,78
106664000
52805200
8
4203703,7
4050000
20000000
8333333,3
2777777,8
1111111,1
196759,26
155554000
114881315
9
5933333,3
3877777,8
25000000
8933333,3
0
1111111,1
299769,44
138890000
93734675
10
1318055,6
2194444,4
29166667
8777777,8
0
1111111,1
1359566,7
499995000
456067378
11
1355555,6
2555555,6
25000000
8777777,8
0
1481480,6
244136,11
80001000
40586494
12
2519444,4
3166666,7
33333333
8777777,8
0
1481483,3
359955,56
80001000
30362339
13
2091666,7
2377777,8
25000000
6555555,6
0
1111111,1
501158,33
80001000
42363731
14
4283333,3
2377777,8
25000000
8777777,8
0
1481477,8
2376388,9
80001000
35704244
15
1566600
2861000
24900000
6050000
900000
1000000
164000
79999200
42557600
16
4094444,4
2222222,2
20000000
7911111,1
2777777,8
1851850
689816,67
62223000
22675778
17
4244444,4
4611111,1
26666667
10333333
3888888,9
1851855,6
1013333,3
222220000
169610367
18
2422222,2
2305555,6
16666667
10333333
3888888,9
1851850
386111,11
222220000
184365372
19
1671000
6230000
27800000
10555556
875000
1000000
99000
41667500
-6563055,6
20
2000000
2305555,6
20000000
10333333
3333333,3
1851855,6
148147,22
166670000
126697775
21
1391000
3390000
22000000
8330000
300000
1000000
88333
200000000
163500667
22
3916666,7
3390277,8
24444444
13555556
3333333,3
1000000
113425,69
188890000
23
2855555,6
7011111,1
24444444
24
2477777,8
2447222,2
24444444
8166666,7
2777777,8
8000000
2777777,8
25
6066666,7
2305555,6
26
4461000
1556000
26666667
6611111,1
3888888,9
20700000
10361111
200000
27
5756250
5555555,6
32000000
9791666,7
28
3500000
29
3569444,4
4861111,1
20833333
4444444,4
23333333
30
3064000
3551000
31
5416666,7
32
4311111,1
33
139136297
4444444,4
193825,93
116669000
66775174
1000000
437963,89
53334000
11748814
185183,33
281250
177776000
131770678
500000
157500
49998000
12062389
23148,148
1000000
249922,92
155552000
101175457
8902777,8
462962,96
555555,56
34722,222
222220000
183069537
8783333,3
925925
925925
69444,444
222220000
180168150
20000000
11680000
1000000
2000000
90556
199998000
158612444
2647222,2
19444444
14791667
111111,11
2777777,8
241897,22
116669000
71238214
5722222,2
26666667
17500000
833333,33
5555555,6
127316,67
77777000
17060794
4111000
2612000
17000000
13888889
100000
666666
286666
55555000
16889779
34
6075000
3777777,8
28333333
17500000
1148148,1
925925,93
86418,519
266664000
208817396
35
1480000
3720000
19200000
8333333,3
100000
666666
395000
133336000
99441001
36
1252000
2660000
27259259
7480000
3444444,4
925925,93
112340,74
266664000
223530030
37
5800000
4861111,1
20833333
9444444,4
277777,78
500000
247686,11
97220000
55255647
38
5114900
2800000
40000000
12000000
1600000
2000000
210668
150003000
86277432
39
4388888,9
5233333,3
33333333
12344444
166666,67
2000000
453711,11
166670000
108749622
40
2300000
6400000
19200000
3016000
192000
2000000
142668
97223000
63972332
41
3819444,4
3755555,6
33333333
11588889
66666,667
2000000
291666,67
116669000
61813444
42
6666666,7
3000000
27777778
7088888,9
66666,667
2314816,7
273150
133336000
86148033
43
6583333,3
4041666,7
33333333
7088888,9
66666,667
2314816,7
273150
133336000
79634144
44
6583333,3
2500000
37777778
3750000
55555,556
2314816,7
452544,44
49999500
-3434527,8
45
4212500
750000
26000000
11900000
0
1388889
17500
80000000
35731111
Lampiran 3b. Analisis Usahatani Bawang Merah Musim Kedua (Oktober-Desember) Per Hektar Lahan No.
Biaya pupuk 1
Biaya obat
Biaya bibit
Biaya tenaga kerja
Pengeluaran umum
Sewa lahan
Penyusutan
Pendapatan kotor
pendapatan bersih
4410000
5110000
14000000
8560000
1080000
1000000
50834
40000000
39949166
2
4000000
7027777,8
15555556
8266666,7
222222,22
1018522,2
767222,22
33333000
29070654
3
3611111,1
7750000
11666667
9055555,6
222222,22
925927,78
681333,33
88888000
85102815
4
4183333,3
3875000
11111111
11666667
3333333,3
694444,44
372686,11
111110000
110074761
5
4800000
3333333,3
11333333
11666667
3333333,3
694444,44
208333,33
33335000
31020185
6
2911111,1
2958333,3
13757576
16560000
777777,78
925926,26
199158,59
55556000
55354830
7
6722222,2
5555555,6
10000000
11555556
3888888,9
925927,78
488427,78
55555000
52841512
8
4203703,7
3288888,9
10000000
8333333,3
2777777,8
1111111,1
196759,26
83335000
82970631
9
5933333,3
3877777,8
13333333
8933333,3
0
1111111,1
299769,44
49998000
49165307
10
1318055,6
2194444,4
15555556
8777777,8
0
1111111,1
1359566,7
55555000
48001852
11
1355555,6
2555555,6
8333333,3
8777777,8
0
1481480,6
244136,11
40002000
39323844
12
2519444,4
3166666,7
11111111
8777777,8
0
1481483,3
359955,56
40002000
38002247
13
2091666,7
2377777,8
8333333,3
6555555,6
0
1111111,1
501158,33
40002000
38609894
14
4283333,3
2377777,8
8333333,3
8777777,8
0
1481477,8
2376388,9
40002000
13597679
15
1566600
2861000
13280000
6050000
900000
1000000
164000
38400480
38072480
16
4094444,4
1333333,3
11666667
7911111,1
2777777,8
1851850
689816,67
22220000
18387685
17
4244444,4
4611111,1
11111111
10333333
3888888,9
1851855,6
1013333,3
55555000
44295741
18
2422222,2
2305555,6
6944444,4
10333333
3888888,9
1851850
386111,11
55555000
53409938
19
1671000
6230000
11120000
10555556
875000
1000000
99000
8334000
8284500
20
2000000
2305555,6
6666666,7
10333333
3333333,3
1851855,6
148147,22
79998000
79586480
21
1391000
3390000
12000000
8330000
300000
1000000
88333
90000000
89911667
22
3916666,7
3390277,8
13333333
13555556
3333333,3
1000000
113425,69
54446000
54367232
23
2855555,6
5788888,9
13333333
8166666,7
2777777,8
4444444,4
193825,93
24
2377777,8
2447222,2
25
6066666,7
2305555,6
11111111
8000000
11111111
6611111,1
26
4461000
1556000
6900000
27
5756250
5555555,6
28
3500000
29
3569444,4
30
44445000
43727126
2777777,8
1000000
437963,89
27780000
26563434
3888888,9
185183,33
281250
55555000
54773750
10361111
200000
500000
157500
33335000
33020000
12000000
9791666,7
23148,148
1000000
249922,92
55555000
55497147
4861111,1
6944444,4
8902777,8
462962,96
555555,56
34722,222
69445000
69412850
4444444,4
8333333,3
8783333,3
925925
925925
69444,444
69445000
69252099
3064000
3551000
8000000
11680000
1000000
2000000
90556
69445000
69263888
31
5416666,7
2647222,2
11111111
14791667
111111,11
2777777,8
241897,22
41665000
41329032
32
4311111,1
6666666,7
13333333
17500000
833333,33
5555555,6
127316,67
41665000
40957685
33
4111000
2612000
10000000
13888889
100000
666666
286666
33332000
32758668
34
6075000
3777777,8
11666667
17500000
1148148,1
925925,93
86418,519
44444000
44123931
35
1480000
3720000
8400000
8333333,3
100000
666666
395000
41665000
40875000
36
1252000
2660000
10666667
7480000
3444444,4
925925,93
112340,74
55555000
55138923
37
5800000
4861111,1
5555555,6
9444444,4
277777,78
500000
247686,11
54164500
53476483
38
5114900
4000000
11200000
12000000
1600000
2000000
210668
55555000
54712328
39
4388888,9
5233333,3
11666667
12344444
166666,67
2000000
453711,11
85554000
80512765
40
2300000
6400000
12800000
3016000
192000
2000000
142668
40000500
39429828
41
3819444,4
3755555,6
13333333
11588889
66666,667
2000000
291666,67
41665000
40044630
42
6666666,7
3000000
11111111
7088888,9
66666,667
2314816,7
273150
30558000
29040500
43
6583333,3
4041666,7
13333333
7088888,9
66666,667
2314816,7
273150
30558000
29040500
44
6583333,3
2500000
15111111
3750000
55555,556
2314816,7
452544,44
25001250
22487114
45
4212500
750000
8000000
11900000
0
1388889
17500
40500000
40491250
Lampiran 3c. Analisis Usahatani Bawang Merah Musim Ketiga (April-Juni) Per Hektar Lahan No.
Biaya pupuk
Biaya obat
Biaya bibit
Biaya tenaga kerja
Pengeluaran umum
Sewa lahan
Penyusutan
Pendapatan kotor
pendapatan bersih
1
4325000
5110000
14000000
8560000
1080000
1000000
50834
10000000
-30125834
2
4000000
7027777,8
15555556
8266666,7
222222,22
1018522,2
767222,22
16666000
-27691967
3
3611111,1
6611111,1
11666667
9055555,6
222222,22
925927,78
681333,33
26666000
-11107928
4
4183333,3
3875000
11111111
11666667
3333333,3
694444,44
372686,11
35556000
-5236130,6
5
4800000
5633333,3
11333333
11666667
3333333,3
694444,44
208333,33
13332000
-28115222
6
2911111,1
2958333,3
13757576
16560000
777777,78
925926,26
199158,59
13333500
-32781635
7
6444444,4
5555555,6
10000000
11555556
3888888,9
925927,78
488427,78
25000000
-17192133
8
4111111,1
4050000
10000000
8333333,3
2777777,8
1111111,1
196759,26
11112000
-26134759
9
5933333,3
3877777,8
13333333
8933333,3
0
1111111,1
299769,44
8332500
-31822825
10
1318055,6
2194444,4
15555556
8777777,8
0
1111111,1
1359566,7
6666000
-27539400
11
1355555,6
2555555,6
8333333,3
8777777,8
0
1481480,6
244136,11
9999000
-20248839
12
2519444,4
3166666,7
11111111
8777777,8
0
1481483,3
359955,56
9999000
-28528550
13
2091666,7
2377777,8
8333333,3
6555555,6
0
1111111,1
501158,33
9999000
-19304936
14
4283333,3
2377777,8
8333333,3
8777777,8
0
1481477,8
2376388,9
9999000
-25964422
15
1566600
2861000
13280000
6050000
900000
1000000
164000
7199280
-21942320
16
4094444,4
1200000
11666667
7911111,1
2777777,8
1851850
689816,67
8334000
-22691000
17
4044444,4
4611111,1
11111111
10333333
3888888,9
1851855,6
1013333,3
5555000
-36854633
18
2422222,2
2305555,6
6944444,4
10333333
3888888,9
1851850
386111,11
5555000
-26049628
19
1671000
6230000
11120000
10555556
875000
1000000
99000
1111000
-38779556
20
2000000
2305555,6
6666666,7
10333333
3333333,3
1851855,6
148147,22
4444000
-28861558
21
1391000
3390000
12000000
8330000
300000
1000000
88333
10000000
-19499333
22
3727777,8
3390277,8
13333333
13555556
3333333,3
1000000
113425,69
16668000
-25119037
23
2355555,6
7011111,1
13333333
8166666,7
2777777,8
4444444,4
193825,93
13890000
-28837159
24
2477777,8
2447222,2
11111111
8000000
2777777,8
1000000
437963,89
11665500
-23253019
25
6066666,7
2305555,6
11111111
6611111,1
3888888,9
185183,33
281250
23334000
-13782433
26
4257000
1160000
6900000
10361111
200000
500000
157500
5556000
-22119611
27
5756250
5555555,6
12000000
9791666,7
23148,148
1000000
249922,92
24999000
-17377543
28
3500000
4861111,1
6944444,4
8902777,8
462962,96
555555,56
34722,222
13890000
-21093796
29
3569444,4
4444444,4
8333333,3
8783333,3
925925
925925
69444,444
13890000
-21495183
30
3064000
3551000
8000000
11680000
1000000
2000000
90556
7778000
-24607556
31
5416666,7
2647222,2
11111111
14791667
111111,11
2777777,8
241897,22
6666000
-35987008
32
4311111,1
6666666,7
13333333
17500000
833333,33
5555555,6
127316,67
7778000
-47215983
33
4111000
2612000
10000000
13888889
100000
666666
286666
7778000
-25887221
34
6075000
3777777,8
11666667
17500000
1148148,1
925925,93
86418,519
13334000
-32845937
35
1480000
3720000
8400000
8333333,3
100000
666666
395000
13332000
-13362999
36
1252000
2660000
10666667
7480000
3444444,4
925925,93
112340,74
20001000
-13651489
37
5800000
4861111,1
5555555,6
9444444,4
277777,78
500000
247686,11
4167000
-30852908
38
5114900
2800000
11200000
12000000
1600000
2000000
210668
16668000
-21457568
39
4388888,9
5233333,3
11666667
12344444
166666,67
2000000
453711,11
27780000
-15140378
40
2300000
6400000
12800000
3016000
192000
2000000
142668
16668000
-14182668
41
3819444,4
3755555,6
13333333
11588889
66666,667
2000000
291666,67
23334500
-16521056
42
6666666,7
3000000
11111111
7088888,9
66666,667
2314816,7
273150
13332000
-22744856
43
6583333,3
4041666,7
13333333
7088888,9
66666,667
2314816,7
273150
13332000
-27036522
44
6583333,3
2500000
15111111
3750000
55555,556
2314816,7
452544,44
13332000
-24990917
45
4212500
1245000
8000000
11900000
0
1388889
17500
12000000
-26763889
Lampiran 4. Analisis Regresi Linier Model Perilaku Penawaran Bawang Merah Model Summary(b)
Model 1
R
R Square
,954(a)
Adjusted R Square
,910
Std. Error of the Estimate
,881
27,40957
Durbin-Watson 1,425
a Predictors: (Constant), VAR00012, VAR00003, VAR00010, VAR00005, VAR00009, VAR00008, VAR00007, VAR00002, VAR00006, VAR00004, VAR00011 b Dependent Variable: VAR00001 ANOVA(b) Sum of Squares df Mean Square F Sig. Regression 252163,78 11 22923,980 30,513 ,000(a) 2 Residual 24792,390 33 751,285 Total 276956,17 44 1 a Predictors: (Constant), VAR00012, VAR00003, VAR00010, VAR00005, VAR00009, VAR00008, VAR00007, VAR00002, VAR00006, VAR00004, VAR00011 b Dependent Variable: VAR00001 Model 1
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: VAR00001 1.0
Expected Cum Prob
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0 0.0
0.2
0.4
0.6
Observed Cum Prob
0.8
1.0
Lanjutan Lampiran 4 Scatterplot
Dependent Variable: VAR00001 600.00
500.00
VAR00001
400.00
300.00
200.00
100.00
0.00 -4
-2
0
Regression Studentized Residual
2
4