RISIKO HARGA SAYURAN DI INDONESIA
SKRIPSI
MUHAMAD KHAIRUL AMRI H34096064
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
i
RINGKASAN MUHAMAD KHAIRUL AMRI. Risiko Harga Sayuran di Indonesia. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan ANNA FARIYANTI). Hortikultura memiliki peran yang penting dalam sektor pertanian dilihat dari kontribusinya terhadap perekonomian nasional. Salah satu indikator ekonomi makro untuk mengetahui peranan dan kontribusi yang diberikan oleh sektor hortikultura adalah dengan melihat nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Perkembangan PDB Hortikultura selama periode tahun 2005-2009 cenderung mengalami peningkatan tiap tahunnya. Rata-rata peningkatan PDB Hortikultura sebesar 9,24 persen. Untuk kelompok sayuran memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar 8,16 persen yang mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Komoditas kentang, kubis, dan tomat termasuk kelompok sayuran yang cenderung mengalami fluktuasi harga. Hal ini disebabkan oleh karakteristik komoditas yang tidak tahan lama dan mudah busuk. Fluktuasi harga pada dasarnya terjadi akibat ketidakseimbangan antara jumlah permintaan dan penawaran. Harga terendah dan tertinggi dari ketiga komoditas tersebut dipengaruhi oleh jumlah pasokan yang masuk ke pasar. Jumlah pasokan yang tinggi disebabkan oleh daerah sentra sedang panen raya sehingga menyebabkan penumpukan barang di pasar. Kondisi tersebut menyebabkan harga komoditas turun. Untuk harga tertinggi dipengaruhi oleh jumlah pasokan yang masuk ke pasar rendah yang diakibatkan oleh kondisi di daerah sentra yang mengalami gagal panen, serangan hama dan penyakit tanaman. Hal ini menyebabkan barang yang terdapat di pasar menjadi sedikit sehingga meningkatkan harga jual dari ketiga komoditas tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi fluktuasi harga sayuran, dan menganalisis altenatif strategi yang diperlukan untuk mengurangi risiko harga sayuran. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Induk Kramat Jati yang dilakukan pada bulan Mei hingga Juni 2011. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan petani kentang di Pangalengan, Bandung dan petani tomat dan kubis di Cisarua, Bogor, pedagang kentang, kubis, dan tomat, karyawan di Kantor Unit Pasar Besar Pasar Induk Kramat Jati, DKI Jakarta serta Kementrian Pertanian. Untuk data sekunder diperoleh dari Kantor Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta berupa harga harian, pasokan harian serta permintaan khusus untuk komoditas kentang dari bulan Januari 2006 sampai Februari 2011. Jumlah data historis yang digunakan dalam kurun waktu lima tahun untuk penelitian ini adalah sebanyak 1872 data. Data tersebut dijadikan input untuk meramalkan model dan mengukur besarnya tingkat risiko harga kentang, kubis dan tomat. Analisis kuantitatif dilakukan untuk menganalisis tingkat risiko harga kentang, kubis, dan tomat dengan menggunakan model ARCH-GARCH dan perhitungan Value at Risk (VaR). Faktor yang berpengaruh terhadap sayuran adalah harga satu hari sebelumnya, pasokan, dan permintaan (khusus komoditas kentang). Hasil pendugaan harga kentang menunjukkan bahwa harga periode sebelumnya memiliki korelasi positif dengan harga periode sekarang dan signifikan pada taraf nyata satu persen. Artinya, semakin meningkat harga sebelumnya maka akan meningkatkan harga pada periode berikutnya, begitu juga sebaliknya. Pada i
pasokan untuk komoditas kentang memiliki korelasi negatif dan signifikan pada taraf nyata 35 persen dengan harga periode sekarang, artinya semakin meningkat pasokan yang masuk ke pasar maka akan menurun harga, begitu juga sebaliknya. Permintaan kentang berkorelasi positif dan signifikan pada taraf nyata 35 persen dengan harga periode sekarang. Hal ini menunjukkan bahwa semakin meningkat permintaan yang masuk ke pasar maka akan menurunkan harga kentang, begitu juga sebaliknya. Pada komoditas kubis, harga periode sebelumnya memiliki korelasi positif dan signifikan pada taraf nyata satu persen dengan harga periode sekarang. Semakin meningkat harga sebelumnya maka akan meningkatkan harga pada periode berikutnya, begitu juga sebaliknya. Untuk pasokan memiliki korelasi negatif dan signifikan pada taraf nyata 15 persen dengan harga periode sekarang, artinya Semakin meningkat pasokan maka akan menurunkan harga kubis, begitu juga sebaliknya. Untuk komoditas tomat, harga periode sebelumnya memiliki korelasi positif dan signifikan pada taraf nyata satu persen dengan harga periode sekarang. Artinya, semakin meningkat harga sebelumnya maka akan meningkatkan harga pada periode berikutnya, begitu juga sebaliknya. Pasokan memiliki koefisien negatif dan signifikan pada taraf nyata 30 persen dengan harga periode sekarang. Dimana. semakin meningkat pasokan maka akan menurunkan harga tomat, begitu juga sebaliknya. Model yang diajukan untuk komoditas kentang, kubis, dan tomat adalah GARCH (1,1) yang berarti bahwa pola pergerakan harga komoditas tersebut dipengaruhi oleh volatilitas dan varian harga pada satu hari sebelumnya. Model persamaan varian harga tersebut menunjukkan bahwa volatilitas dan varian harga periode sebelumnya bertanda positif dan signifikan pada taraf nyata satu persen. Semakin meningkat risiko harga jual periode sebelumnya maka akan meningkatkan risiko harga jual pada periode berikutnya. Berdasarkan nilai VaR, menunjukkan bahwa kenaikan penerimaan sebesar satu rupiah akan meningkatkan risiko harga kentang sebesar 6,42 persen, kubis sebesar 16,12 persen, dan tomat sebesar 15,46 persen. Nilai VaR semakin tinggi seiring dengan lamanya waktu berinvestasi. Risiko terendah pada periode satu hari terjadi pada komoditi kentang, tetapi pada periode tujuh dan 14 hari cenderung meningkat dibandingkan komoditas kubis dan tomat. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi yang dilakukan pedagang untuk komoditas kentang yang dilakukan dalam waktu satu hari. Untuk komoditas kubis dan tomat pada periode satu hari memiliki nilai yang lebih besar karena kedua komoditas ini memiliki karakteristik yang mudah busuk dan tidak tahan lama. Oleh sebab itu, kedua komoditas ini harus terjual dalam satu hari. Alternatif strategi untuk mengatasi risiko harga sayuran dapat dilakukan oleh petani melalui pengaturan pola tanam, pengaktifan koperasi, pengolahan produk, dan hubungan kemitraan dengan perusahaan, usaha rumah tangga maupun pedagang. Untuk pedagang yaitu melakukan kemitraan dengan perusahaan dan industri rumah tangga. Pemerintah dapat memberikan pendidikan dan pelatihan untuk mengelola Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Program Sub Terminal Agribisnis (STA) perlu dibentuk di setiap kota dan mudah diakses oleh petani. Asuransi pertanian perlu dukungan pemerintah untuk koordinasi dan sosialisasi terhadap stakeholders.
ii
RISIKO HARGA SAYURAN DI INDONESIA
MUHAMAD KHAIRUL AMRI H34096064
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
iii
Judul Skripsi
: Risiko Harga Sayuran di Indonesia
Nama
: Muhamad Khairul Amri
NIM
: H34096064
Menyetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi NIP 19640921 199003 2 001
Mengetahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus : iv
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Risiko Harga Sayuran di Indonesia” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2011
Muhamad Khairul Amri H34096064
v
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 19 Januari 1988 di Temanggung, Jawa Tengah dari ayahanda yang bernama Sunhaji (Alm) dan ibunda bernama Hj. Kisrowiyah, merupakan anak ke enam dari enam bersaudara. Penulis menempuh pendidikan dasar di MIN Sabilul Huda Temanggung yang lulus pada tahun 2000. Kemudian melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 7 Temanggung yang lulus pada tahun 2003. Selanjutnya penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Muhammadiyah 1 Temanggung dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Diploma III Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI, yaitu pada Program Keahlian Teknologi Industri Benih, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 2009. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan di Program Penyelenggaraan Khusus Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur bagi ALLAH SWT atas karunia, nikmat, dan anugerah yang diberikan kepada hambaNya, shalawat serta salam semoga tercurah kepada nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Risiko Harga Sayuran di Indonesia”. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis faktor yang mempengaruhi
fluktuasi risiko harga dan sumber-sumber risiko komoditas kentang, kubis, dan tomat, menganalisis altenatif strategi yang diperlukan untuk mengurangi risiko harga komoditas kentang, kubis, dan tomat. Skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Upaya dan usaha memberikan yang terbaik telah dilakukan dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi berbagai pihak yang terkait dan bagi pembaca pada umumnya.
Bogor, Agustus 2011 Muhamad Khairul Amri
vii
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan petunjuk dan ridhonya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi sebagai dosen pembimbing atas bimbingan, motivasi, saran, kesabaran, waktu dan perhatiannya yang sangat berarti bagi penulis hingga penyusunan skripsi ini selesai. 2. Ir. Narni Farmayanti, MSc sebagai dosen penguji utama yang telah memberikan bimbingan dan masukannya dalam ujian sidang skripsi penulis. 3. Suprehatin, SP, MAB sebagai dosen penguji komdik yang telah memberikan kritik serta saran yang membangun bagi perbaikan skripsi penulis. 4. Ir. Popong Nurhayati, MM sebagai dosen evaluator yang telah memberikan kritik dan saran untuk pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan penulis. 5. Rahmat Yanuar, SP, MSi sebagai dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama mengikuti masa perkuliahan di Program Penyelenggaraan Khusus Agribisnis. 6. Ibunda tercinta Hj. Kisrowiyah dan kakak-kakak serta keponakan yang telah memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga dapat menjadi persembahan yang terbaik. 7. Bapak Sugiono dan Bapak Suminto serta seluruh staf kantor Pasar Induk Kramat Jati yang telah membantu penulis selama pengumpulan data dan memberikan informasi yang sangat berguna dalam penelitian ini. 8. Bapak Aep Saefullah petani kentang di Lembang, Bandung dan Bapak Ukar Suherman petani kubis dan tomat di Cisarua, Bogor yang telah memberikan informasi terkait dengan komoditas yang digunakan dalam penelitian ini. 9. Teman-teman di Program Penyelenggaraan Khusus Agribisnis angkatan 7 yang telah memberikan dukungan dan menjalin persahabatan dengan penulis, terima kasih atas doa dan dukungannya. Bogor, Agustus 2011 Muhamad Khairul Amri
viii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ......................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiii I
PENDAHULUAN .............................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1 1.2 Perumusan Masalah........................................................................ 9 1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 12 1.4 Kegunaan Penelitian ....................................................................... 12 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................... 12
II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 2.1 Perkembangan Produksi Sayuran di Indonesia ................................ 2.1.1 Produksi Kentang di Indonesia .............................................. 2.1.2 Produksi Kubis di Indonesia .................................................. 2.1.3 Produksi Tomat di Indonesia ................................................ 2.2 Perkembangan Pemasaran Sayuran di Indonesia ............................. 2.2.1 Pemasaran Kentang di Indonesia ........................................... 2.2.2 Pemasaran Kubis di Indonesia .............................................. 2.2.3 Pemasaran Tomat di Indonesia ............................................. 2.3 Kajian Risiko Harga dengan Pendekatan Model ARCH-GARCH ............................................................................. 2.4 Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu .........................................
14 14 18 19 20 21 21 23 25 26 30
III KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................ 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis .......................................................... 3.1.1 Konsep Risiko ....................................................................... 3.1.2 Sumber-sumber Risiko .......................................................... 3.1.3 Strategi untuk Mengurangi Risiko......................................... 3.1.4 Konsep Permintaan, Penawaran dan Harga ............................ 3.1.5 Analisis Risiko ...................................................................... 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ...................................................
32 32 32 34 36 38 41 43
IV METODE PENELITIAN ..................................................................... 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................... 4.2 Jenis dan Sumber Data ................................................................... 4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data ............................................ 4.4 Analisis Data Harga Sayuran ..........................................................
45 45 45 46 46
V GAMBARAN UMUM PASAR INDUK KRAMAT JATI .................. 5.1 Manajemen Pasar Induk Kramat Jati .............................................. 5.2 Perkembangan Harga Sayuran di Pasar Induk Kramat Jati .............. 5.2.1 Perkembangan Harga Kentang ............................................... 5.2.2 Perkembangan Harga Kubis...................................................
51 51 53 54 55
ix
5.2.3 Perkembangan Harga Tomat ................................................. VI ANALISIS RISIKO HARGA SAYURAN ............................................. 6.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Risiko Harga Sayuran .............. 6.1.1 Analisis Risiko Harga Kentang .............................................. 6.1.2 Analisis Risiko Harga Kubis .................................................. 6.1.3 Analisis Risiko Harga Tomat ................................................. 6.2 Alternatif Strategi yang dapat Diterapkan dalam Mengatasi Risiko Harga Sayuran Terutama Kentang, Kubis, dan Tomat di Indonesia ......................................................................... 6.2.1 Strategi yang dapat Diterapkan oleh Petani ............................ 6.2.2 Strategi yang dapat Diterapkan oleh Pedagang ....................... 6.2.3 Strategi yang dapat Diterapkan oleh Pemerintah ....................
56 57 57 57 62 67
72 72 77 78
VII KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 83 7.1 Kesimpulan .................................................................................. 83 7.2 Saran ............................................................................................. 83 LAMPIRAN..................................................................................................
88
x
DAFTAR TABEL Nomor 1. 2.
3. 4.
5.
6.
Halaman Perkembangan PDB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, di Indonesia Tahun 2005-2009 ...........................
2
Kontribusi Subsektor Pertanian terhadap PDB Atas Dasar Harga yang Berlaku Menurut Subsektor Lapangan Usaha Pertanian di Indonesia, Tahun 2005-2009 ......................................
3
Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia, Tahun 2005-2009.......................................................
4
Perkembangan Nilai PDB Sayuran Atas Dasar Harga yang Berlaku untuk Kentang, Kubis, dan Tomat di Indonesia Tahun 2005-2009 ..........................................................................
5
Perkembangan Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Tanaman Kentang, Kubis, dan Tomat, serta Perkembangannya di Indonesia Tahun 2005-2009........................................................
6
Pola Konsumsi Masyarakat Indonesia untuk Kentang, Kubis, dan Tomat di Indonesia Periode 1999-2008 ....................................
7
7.
Studi Terdahulu yang Berkaitan dengan Penelitian Risiko Harga .............................................................................................. 31
8.
Perhitungan VaR Komoditas Kentang ............................................. 50
9.
Perhitungan VaR Komoditas Kubis ................................................. 50
10. Perhitungan VaR Komoditas Tomat ................................................ 50 11. Pasokan sayur-mayur untuk setiap komoditas dari beberapa daerah asal di Pasar Induk Kramat Jati. ............................................ 53 12. Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Harga Kentang dengan Model GARCH ............................................................................... 58 13. Besar Risiko Harga Kentang dari Modal yang Dikeluarkan Pedagang ......................................................................................... 61 14. Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Harga Kubis dengan Model GARCH ............................................................................... 64 15. Besar Risiko Harga Kubis dari Modal yang Dikeluarkan Pedagang ......................................................................................... 66 16. Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Harga Tomat dengan Model GARCH ............................................................................... 69 17. Besar Risiko Harga Tomat dari Modal yang Dikeluarkan Pedagang ......................................................................................... 71
xi
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Fluktuasi Harga Rata-rata Tahunan Komoditas Kentang, Tomat, dan Kubis pada Tahun 2006-2010 di Pasar Induk Kramat Jati. ........
9
2. Plot Deret Waktu Pergerakan Harga Kentang, Tomat, dan Kubis Periode Tahun 2010 ........................................................................ 11 3. Skema Saluran Tataniaga Kentang di Sumatera Utara ....................
23
4. Rantai Pemasaran Kubis di Lokasi Penelitian Kabupaten Garut, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Karo ....................................... 24 5. Rangkaian Kejadian Risiko dan Ketidakpastian .............................. 32 6. Tiga Fungsi Kemungkinan Utility to Income .................................... 33 7. Pembentukan Harga oleh Permintaan dan Penawaran ....................
39
8. Pengaruh Pergeseran Kurva Permintaan ........................................... 40 9. Pengaruh Pergeseran Kurva Penawaran ........................................... 41 10. Kerangka Pemikiran Operasional .................................................... 44 11. Pola Distribusi Sayur-mayur dan Buah-buahan di Pasar Induk Kramat Jati ..................................................................................... 52 12. Plot Harga Kentang Periode Januari 2006 – Februari 2011............... 54 13. Plot Harga Kubis Periode Januari 2006 – Februari 2011 .................. 55 14. Plot Harga Tomat Periode Januari 2006 – Februari 2011.................. 56 15. Uji Normalitas Komoditas Kentang ................................................ 57 16. Plot Varian Harga Kentang Periode Januari 2006 – Februari 2011 ................................................................................. 61 17. Uji Normalitas Komoditas Kubis .................................................... 63 18. Plot Varian Harga Kubis Periode Januari 2006 – Februari 2011 ...... 66 19. Uji Normalitas Komoditas Tomat ................................................... 68 20. Plot Varian Harga Tomat Periode Januari 2006 – Februari 2011 ....
71
xii
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Pasokan dan Permintaan Kentang Periode Januari 2006 dan Februari 2011 .............................................................................. 88
2.
Pasokan Kubis Periode Januari 2006 dan Februari 2011 .............. 89
3.
Pasokan Tomat Periode Januari 2006 dan Februari 2011 ............
4.
Pendugaan Koefisien Model dengan Metode OLS pada Model Persamaan Harga Kentang ............................................... 91
5.
Ringkasan Pemilihan Model Terbaik untuk Komoditas Kentang ...................................................................................... 92
6.
Model GARCH (1,1) untuk komoditas Kentang .......................... 93
7.
Hasil Pengujian Galat Terbakukan Jarque-Bera pada Komoditas Kentang..................................................................... 94
8.
Hasil Pengujian ARCH-LM untuk Model Terbaik ARCH-GARCH pada Komoditas Kentang .................................. 95
9.
Perhitungan VaR untuk Komoditas Kentang ............................... 96
90
10. Pendugaan Koefisien Model dengan Metode OLS pada Model Persamaan Harga Kubis ................................................... 97 11. Ringkasan Pemilihan Model Terbaik untuk Komoditas Kubis .........................................................................................
98
12. Model GARCH (1,1) untuk Komoditas Kubis ............................. 99 13. Hasil Pengujian Galat Terbakukan Jarque-Bera pada Komoditas Kubis ........................................................................ 100 14. Hasil Pengujian ARCH-LM untuk Model Terbaik ARCH-GARCH pada Komoditas Kubis ...................................... 101 15. Perhitungan VaR untuk Komoditas Kubis ................................... 102 16. Pendugaan Koefisien Model dengan Metode OLS pada Model Persamaan Harga Tomat .................................................. 103 17. Ringkasan Pemilihan Model Terbaik untuk Komoditas Tomat ......................................................................................... 104 18. Model GARCH (1,1) untuk Komoditas Tomat ............................ 105 19. Hasil Pengujian Galat Terbakukan Jarque-Bera pada Komoditas Tomat........................................................................ 106
xiii
20. Hasil Pengujian ARCH-LM untuk Model Terbaik ARCH-GARCH pada Komoditas Tomat ..................................... 107 21. Perhitungan VaR untuk Komoditas Tomat .................................. 108
xiv
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian telah berperan dalam perekonomian nasional melalui peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa, penyediaan pangan dan bahan baku industri, pengentasan kemiskinan, penciptaan kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Selain itu, sektor pertanian juga mempunyai efek pengganda ke depan dan ke belakang yang besar, melalui keterkaitan input-output-outcome antar industri, konsumsi dan investasi. Hal ini terjadi secara nasional maupun regional karena keunggulan komparatif sebagian besar wilayah Indonesia adalah di sektor pertanian. Hal ini dapat dibuktikan selama krisis, sektor pertanian masih mampu tumbuh positif dan merupakan tumpuan sebagian tenaga kerja yang terkena pemutusan hubungan kerja dari sektor lain1. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mampu bertahan dalam masa krisis ekonomi dan sektor yang mampu tumbuh positif sebesar 0,26 persen dan memberikan kontribusi sebesar 17,28 persen pada akhir tahun 1998. Kontribusi ini meningkat 2,40 persen dari tahun sebelumnya (1997) yaitu sebesar 14,88 persen (BPS, 2011)2. Meskipun sektor pertanian mampu bertahan pada masa krisis, pada tahun 1997-1999 menunjukkan adanya kecenderungan penurunan kontribusi yang relatif dari sektor pertanian (Makmun dan Yasin, 2003). Kondisi ini menurut Soekartawi (1995), merupakan salah satu ciri transformasi srtuktural yang telah terjadi pada perekonomian Indonesia di mana peran sektor pertanian dan sumbangannya pada PDB serta penyerapan tenaga kerja semakin menurun. Selama periode tahun 2005-2009, PDB atas dasar harga berlaku sektor pertanian,
peternakan,
kehutanan,
dan
perikanan
cenderung
mengalami
peningkatan yang cukup signifikan dan menempati urutan ketiga setelah industri pengolahan dan perdagangan, hotel, restoran (Tabel 1). Pada tahun 2009, PDB sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan diperkirakan meningkat 1 2
www.deptan.go.id/pembiayaan/dokumen/RENSTRA.pdf [22 Maret 2011] [BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. www.bps.go.id [22 Maret 2011]
1
dengan distribusi persentase sebesar 15,3 persen atau meningkat sekitar 0,8 persen dari tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan peran penting sektor pertanian dalam upaya mendukung perekonomian nasional khususnya untuk peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Perkembangan PDB atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha, di Indonesia tahun 2005-2009, disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Perkembangan PDB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, di Indonesia Tahun 2005-2009 Lapangan Usaha Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi
2005 364.169,3 (13,1)
Nilai PDB (Milyar Rupiah) 2006 2007 2008* 716.065,3 433.223,4 541.931,5 (14,5) (13,0) (13,7)
2009** 858.252,0
309.014,1
366.520,8
440.609,6
540.605,3
591.531,7
(11,1)
(11,0)
(11,2)
(10,9)
(10,5)
760.361,3
919.539,3
1.068.653,9
1.380.713,1
1.480.905,4
(15,3)
(27,4)
(27,5)
(27,1)
(27,9)
(26,4)
26.693,8
30.354,8
34.723.8
40.846,1
46.823,1
(1,0)
(0,9)
(0,9)
(0,8)
(0,8)
195.110,6
251.132,3
304.996.8
419.642,4
554.982,2
(7,0)
(7,5)
(7,7)
(8,5)
(9,9)
Perdagangan, Hotel & Restoran
431.620,2
501.542,4
592.304.1
691.494,7
750.605,0
(15,6)
(15,0)
(14,9)
(14,0)
(13,4)
Pengangkutan dan Komunikasi
180.584,9
231.523,5
264.263.3
312.190,2
352.407,2
(6,5)
(6,9)
(6,7)
(6,3)
(6,3)
Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan
230.522,7
269.121,4
305.213.5
368.129,7
404.116,4
(8,3)
(8,1)
(7,7)
(7,4)
(7,2)
276.204,2
336.258,9
398.196.7
481.669,9
573.818,7
(10,0)
(10,1)
(10,1)
(9,7)
(10,2)
Jasa-jasa
Keterangan: * Angka Sementara ** Angka Sangat Sementara Angka dalam kurung menunjukkan persentase distribusi 3 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011
PDB subsektor tanaman bahan makanan memberikan kontribusi yang besar dibandingkan dengan sektor pertanian lainnya. PDB tanaman bahan makanan menempati urutan pertama yang menyumbang terhadap PDB sektor pertanian. Pada tahun 2009, PDB tanaman bahan makanan diperkirakan akan meningkat lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya yaitu sebesar 7,5 persen, yang disajikan dalam Tabel 2.
3
Ibid, hlm. 1
2
Tabel 2. Kontribusi Subsektor Pertanian terhadap PDB Atas Dasar Harga yang Berlaku Menurut Subsektor Lapangan Usaha Pertanian di Indonesia, Tahun 2005-2009 Lapangan Usaha Tanaman Bahan Makanan Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan
2005 181.331,60 (6,5) 56.433,70 (2,0) 44.202,90 (1,6) 22.561,80 (0,8) 59.639,30 (2,2)
2006 214.346,30 (6,4) 63.401,40 (1,9) 51.074,70 (1,5) 30.065,70 (0,9) 74.335,30 (2,2)
2007 265.090,90 (6,7) 81.664,00 (2,1) 61.325,20 (1,6) 36.154,10 (0,9) 97.697,30 (2,5)
2008* 349.795,00 (7,1) 105.969,30 (2,1) 82.676,40 (1,7) 40.375,10 (0,8) 137.249,50 (2,8)
2009** 418.963,90 (7,5) 112.522,10 (2,0) 104.040,00 (1,9) 44.952,10 (0,8) 177.773,90 (3,2)
Keterangan: * Angka sementara ** Angka sangat sementara Angka dalam kurung menunjukkan persentase distribusi Sumber: Badan Pusat Statistik, 20114
Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan prospektif. Wilayah Indonesia dengan keragaman agroekosistem dan sosial budaya memungkinkan pengembangan berbagai jenis tanaman hortikultura. Pada dasarnya, komoditas hortikultura dikelompokkan ke dalam empat kelompok utama yaitu buah-buahan, sayuran, tanaman hias dan biofarmaka (tanaman obat-obatan). Komoditas hortikultura terdiri dari 323 jenis, yaitu buah-buahan 60 jenis, sayuran 80 jenis, biofarmaka 66 jenis, dan tanaman hias 117 jenis. Banyaknya jenis komoditas yang ditangani dan berbagai pertimbangan strategis lain, saat ini pengembangan hortikultura diprioritaskan pada komoditas-komoditas unggulan yang ada5. Hortikultura memiliki peran yang penting dalam sektor pertanian, baik dari sisi sumbangan ekonomi nasional, pendapatan petani, penyerapan tenaga kerja maupun berbagai segi kehidupan masyarakat. Salah satu indikator ekonomi makro yang cukup penting untuk mengetahui peranan dan kontribusi yang diberikan oleh subsektor hortikultura terhadap pendapatan nasional adalah dengan melihat nilai PDB. Perkembangan PDB Hortikultura selama periode tahun 2005-2009 (Tabel 3), cenderung mengalami peningkatan tiap tahunnya. Rata-rata peningkatan PDB 4
Ibid, hlm. 1 Soekirno. 2007. Peran Pelaku Perlindungan Tanaman Dalam Pasar Internasional ProdukProduk Hortikultura Indonesia. http://www.jakerpo.org/ [14 Maret 2011] 5
3
Hortikultura sebesar 9,24 persen. Untuk kelompok sayuran memberikan kontribusi PDB terbesar yang terjadi pada tahun 2007-2008 sebesar 10,23 persen. Selain sumbangan terhadap PDB, komoditas hortikultura berperan penting dalam penyerapan tenaga kerja, perdagangan lokal, regional maupun nasional. Sementara di tingkat rumah tangga petani, hortikultura merupakan sumber pendapatan rumah tangga yang penting, bahkan banyak diantara petani-petani hotikultura yang mempunyai kehidupan ekonomi yang cukup baik di pedesaan. Perkembangan PDB hortikultura atas dasar harga berlaku di Indonesia, tahun 2005-2009, yang disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia, Tahun 2005-2009 Nilai PDB (Milyar Rupiah) 2006 2007 2008 24.694,25 25.587,03 28.205,27 Sayuran 22.629,88 (9,12) (3,62) (10,23) 35.447,59 42.362,48 47.059,78 Buah-buahan 31.694,39 (11,84) (19,51) (11,09) 4.734,27 4.104,87 3.852,67 Tanaman Hias 4.662,11 (1,55) (0,14) (7,25) 3.762,41 4.740,92 5.084,78 Tanaman Biofarmaka 2.806,06 (34,08) (9,10) (-6,14) 68.638,53 76.795,30 84.202,50 Total Hortikultura 61.792,44 (11,08) (11,88) (9,65) Rata-rata Peningkatan PDB Hortikultura (%) Keterangan: Angka dalam kurung menunjukkan nilai dalam persen Sumber: Ditjen Hortikultura, Kementrian Pertanian, 2009a Kelompok Hortikultura
2005
2009 30.505,71 (8,16) 48.436,70 (2,93) 3.896,90 (1,15) 5.494,24 (8,05) 88.333,56 (4,91) 9,24
Menurut Ditjen Hortikultura (2009a), komoditas yang termasuk dalam jenis tanaman sayuran unggulan diantaranya adalah kentang, kubis, dan tomat. Kelima komoditas tersebut memberikan kontribusi produksi terbesar terhadap total produksi sayuran di Indonesia khususnya dalam menyumbang pendapatan negara terutama pada tingkat PDB. Ketiga komoditas ini cenderung mengalami fluktuasi selama lima tahun terakhir. Untuk komoditas kubis merupakan komoditas yang cenderung mengalami fluktuasi paling tinggi diantara ketiga komoditas yaitu sebesar 0,33 hingga 5,81 persen, yang disajikan pada Tabel 4.
4
Tabel 4. Perkembangan Nilai PDB Sayuran Atas Dasar Harga yang Berlaku untuk Kentang, Kubis, dan Tomat di Indonesia Tahun 2005-2009 Nilai PDB (Milyar Rupiah) 2006 2007 2008 1.961,03 2.145,85 2.284,45 Kentang 1.776,22 (10,40) (9,42) (6,46) 1.868,93 1.862,72 1.971,02 Kubis 1.784,62 (4,72) (-0,33) (5,81) 1.441,11 1.691,74 1.978,39 Tomat 1.466,85 (-1,55) (17,15) (16,94) Keterangan: Angka dalam kurung menunjukkan nilai dalam persen Sumber: Ditjen Hortikultura, Kementrian Pertanian, 2009a Komoditas
2005
2009 2.489,57 (8,98) 2.030,19 (3,0) 2.282,38 (15,37)
Secara keseluruhan produksi maupun luas panen sayuran menunjukkan adanya peningkatan setiap tahunnya. Rata-rata peningkatan produksi pada tahun 2006 dibandingkan tahun 2005 sebesar 5,47 persen sedangkan peningkatan luas areal panen sebesar 2,62 persen. Secara jumlah, peningkatan produksi tanaman buah dan sayuran pada tahun 2006 cukup besar, yaitu 593.347 ton untuk buahbuahan dan 240.449 ton untuk sayuran. Persentase peningkatan produksi tanaman hias dan tanaman biofarmaka pada tahun 2006 juga cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya6. Luas panen kelompok sayuran (Tabel 5) cenderung mengalami fluktuasi untuk kentang kubis, dan tomat. Luas panen komoditas kentang mengalami penurunan sebesar 2,94 persen tahun 2006, komoditas tomat sebesar 3,64 persen tahun 2007, dan komoditas kubis mengalami penurunan sebesar 0,06 persen tahun 2006 lebih rendah daripada dua komoditas yang lain. Penurunan luas panen tersebut menyebabkan menurunnya produksi masing-masing komoditas. Untuk komoditas kentang, produksi menurun sebesar 0,81 persen tahun 2007, produksi komoditas kubis menurun sebesar 1,95 persen tahun 2006, dan komoditas tomat menurun sebesar 2,67 persen tahun 2006. Pada tahun 2009, luas panen untuk kentang, kubis, dan tomat mengalami peningkatan yang signifikan yaitu sebesar 11,05, 10,16 dan 5,18 persen lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya. Akan tetapi, peningkatan areal panen sayuran relatif lebih sedikit dibandingkan dengan tanaman lainnya karena dalam kebijakan pengembangan sayuran memang lebih ditekankan pada keseimbangan antara produksi atau pasokan (supply) dengan kebutuhan (demand) dan peningkatan kualitas produksi sehingga dapat 6
Bahar, Y H. 2007. Keberhasilan dan Kinerja Agribisnis Hortikultura 2006. http://www. hortikultura.go.id/ [22 Maret 2011]
5
menghindari fluktuasi harga7. Selain itu, kondisi ini disebabkan oleh dampak pemanasan global sehingga hasil tanaman di dataran tinggi menurun. Hampir seluruh petani di Indonesia merasakan dampak dari pemanasan global tersebut seperti kesulitan menentukan waktu yang tepat untuk tanam, mengalami gagal panen karena hujan yang tidak menentu atau kemarau yang berpanjangan, kelangkaan air di daerah produksi (UNDP Indonesia, 2007). Perkembangan Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman kentang dan tomat, serta perkembangannya di Indonesia tahun 2005-2009, disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Perkembangan Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Tanaman Kentang, Kubis, dan Tomat, serta Perkembangannya di Indonesia Tahun 2005-2009 Komoditas
Luas Panen Pertumbuhan (Ha) (%)
Produksi Pertumbuhan (Ton) (%)
Produktivitas Pertumbuhan (Ton/Ha) (%)
Kentang 2005 2006
61.557 59.748
-2,94
1.009.619 49.344
0,23
16,40 16,94
3,26
2007
62.375
4,40
1.003.732
-0,81
16,09
-4,99
2008
64.151
2,85
1.071.543
6,76
16,70
3,80
2009 Kubis 2005 2006 2007
71.238
11,05
1.176.304
9,78
16,51
-1,14
57.765 57.732 60.711
-0,06 5,16
1.292.984 1.267.745 1.288.738
-1,95 1,66
22,38 21,96 21,23
-1,90 -3,33
2008
61.540
1,37
1.323.702
2,71
21,51
1,33
2,60
20,03
-6,86
-2,67 0,91 14,24 17,51
12,64 11,77 12,33 13,66 15,27
-6,83 4,77 10,79 11,72
2009 67.793 10,16 1.358.113 Tomat 2005 51.205 647.020 2006 53.492 4,47 629.744 2007 51.523 -3,68 635.474 2008 53.128 3,12 725.973 2009 55.881 5,18 853.061 Sumber: Ditjen Hortikultura, Kementrian Pertanian, 2009b
Peningkatan luas panen yang terjadi pada tahun 2009 juga menambah produksi kentang, kubis, dan tomat secara berturut-turut sebesar 9,78; 2,6; dan 17,51 persen. Peningkatan produksi ini terjadi sebagai akibat penambahan luas areal tanam, semakin banyaknya tanaman yang berproduksi, berkembangnya teknologi produksi yang diterapkan petani, semakin intesifnya bimbingan dan fasilitasi yang diberikan kepada petani dan pelaku usaha, semakin baiknya 7
Ibid, hlm. 5
6
manajemen usaha yang diterapkan pelaku usaha, dan adanya penguatan kelembagaan agribisnis petani8. Perubahan paradigma menuju pemahaman hidup sehat yang tidak hanya memerlukan protein dan kalori, tetapi juga vitamin dan mineral yang terkandung dalam sayuran dan buah-buahan untuk menjalani pola konsumsi gizi yang seimbang. Tingkat konsumsi sayuran penduduk Indonesia tahun 2005 sebesar 35,30
kilogram/kapita/tahun,
kilogram/kapita/tahun,
dan
kemudian tahun
tahun
2007
2006
sebesar
34,06
meningkat
sebesar
40,90
kilogram/kapita/tahun. Standar konsumsi sayur yang direkomendasikan oleh FAO sebesar 73 kilogram/kapita/tahun, sedangkan standar kecukupan untuk sehat sebesar 91,25 kilogram/kapita/tahun9. Pola konsumsi masyarakat Indonesia untuk kentang, kubis, dan tomat di Indonesia periode 1990-2008, disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Pola Konsumsi Masyarakat Indonesia untuk Kentang, Kubis, dan Tomat di Indonesia Periode 1999-2008 Konsumsi per Kapita (Kilogram/Tahun) Komoditas Kentang Kubis Tomat
1990 1,66
1993 1,98
1996 1,77
1999 0,99
2002 1,77
2005 1,92
2008 2,03
1,98
1,87
1,82
1,56
1,92
2,03
1,92
1,29
1,53
1,34
2,23
1,09 0,13 1,24 Sumber: Ditjen Hortikultura, Kementrian Pertanian, 2009c
Berdasarkan Tabel 6, menunjukkan bahwa pola konsumsi masyarakat Indonesia terhadap sayuran terutama kentang, kubis, dan tomat cenderung mengalami fluktuasi. Konsumsi masyarakat Indonesia terhadap komoditas tomat lebih tinggi dibandingkan komoditas lainnya pada tahun 2008 yang diikuti dengan komoditas kentang yang menunjukkan konsumsi diatas dua kilogram per tahunnya dan kubis 1,92. Pada tahun 1999 konsumsi komoditas kentang dan kubis cenderung mengalami penurunan hal ini dipengaruhi oleh kondisi perekonomian Indonesia sedang mengalami krisis sehingga mempengaruhi daya beli masyarakat terhadap sayuran. Berbeda dengan komoditas tanaman tomat yang cenderung meningkat yang disebabkan oleh komoditas tersebut tergolong sayuran yang ada untuk setiap masakan. Konsumsi sayuran di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya, kemampuan ekonomi, ketersediaan, dan pengetahuan tentang 8 9
Ibid, hlm. 5 http://www.depkominfo.go.id/ [22 Maret 2011]
7
manfaat mengkonsumsi sayuran yang sangat berpengaruh terhadap pola dan perilaku konsumsi. Untuk itu, diperlukan upaya untuk meningkatkan konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan yang tidak hanya berupa penyediaan sarana dan prasarana, tetapi juga upaya perubahan sikap dan perilaku dari masyarakat, melalui sosialisasi/penyuluhan dan promosi yang lebih intensif pada masyarakat tentang manfaat dari konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan10. Seiring dengan peningkatan jumlah produksi untuk kentang, kubis, dan tomat maka jumlah sayuran yang dikonsumsi tersebut semakin tinggi. Peningkatan konsumsi disebabkan oleh kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya sayuran dalam kebutuhan sehari-hari. Tetapi tidak semua masyarakat Indonesia dapat menikmati sayuran tersebut setiap hari. Hal ini disebabkan oleh kecenderungan harga yang mengalami fluktuasi tiap tahunnya karena perubahan cuaca dan iklim yang tidak menentu sehingga mempengaruhi kuantitas dan kontinuitas panen pada masing-masing daerah penghasil sayuran terutama kentang, kubis dan tomat. Kondisi ini menyebabkan distribusi sayuran tidak merata untuk setiap daerah karena tidak semua wilayah di Indonesia menghasilkan sayuran untuk setiap komoditas terutama kentang, kubis, dan tomat. Fluktuasi harga tersebut disebabkan oleh besarnya jumlah penawaran dan permintaan konsumen akan sayuran. Semakin tinggi jumlah penawaran yang ditawarkan produsen maka akan berimplikasi terhadap harga yang diperoleh semakin kecil. Sebaliknya, ketika jumlah yang ditawarkan rendah maka harga yang ada dipasar akan tinggi (ceteris paribus). Fluktuasi harga rata-rata tahunan komoditas kentang, tomat, kubis pada tahun 2006-2010 di Pasar Induk Kramat Jati disajikan pada Gambar 1.
10
Loc.cit, hlm. 7
8
Gambar 1. Fluktuasi Harga Rata-rata Tahunan Komoditas Kentang, Tomat, dan Kubis pada Tahun 2006-2010 di Pasar Induk Kramat Jati. Sumber: Pasar Induk Kramat Jati, 2011
Fluktuasi harga rata-rata tahunan pada Gambar 1, menunjukkan bahwa terjadinya fluktuasi harga untuk kentang, tomat, dan kubis mengindikasikan adanya risiko yang merugikan pihak petani karena ketidakpastian harga dipasar. Ketiga komoditas tersebut cenderung mengalami fluktuasi selama lima tahun terakhir. Untuk komoditas tomat dan kubis pada tahun 2010 mengalami peningkatan harga yang tinggi dibandingkan tahun sebelumnya berturut-turut sebesar Rp. 5.388 dan Rp. 2.913 per kilogram, tetapi untuk komoditas kentang justru mengalami penurunan pada tahun 2010 sebesar Rp. 4,961 per kilogram dan mengalami peningkatan pada tahun 2009 sedangkan kedua komoditas mengalami penurunan pada tahun yang sama. Dengan adanya fluktuasi harga dari komoditas sayuran tersebut (kentang, kubis, dan tomat) maka sangat penting mengkaji risiko harga pada komoditas sayuran yang dapat mengukur tingkat volatilitas harga sehingga fluktuasi harga tersebut dapat diantisipasi oleh pihak yang bersangkutan (petani dan pedagang) dalam menetapkan komoditas yang sesuai untuk ditanam serta disesuaikan dengan jumlah permintaan dan penawaran yang terdapat di pasar.
1.2 Perumusan Masalah Salah satu indikator untuk mengetahui adanya risiko adalah terdapat fluktuasi di tingkat harga untuk kentang, kubis, dan tomat. Fluktuasi harga ini akan sangat 9
merugikan pihak yang mengusahakan ketiga komoditas tersebut (petani dan pedagang). Risiko yang dihadapi petani akan semakin tinggi jika harga sayuran (kentang, kubis, dan tomat) yang dihadapi semakin berfluktuasi. Fluktuasi harga pada dasarnya terjadi akibat ketidakseimbangan antara jumlah permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar dimana tingkat harga meningkat jika jumlah permintaan melebihi penawaran dan sebaliknya harga akan menurun ketika jumlah penawaran melebihi jumlah permintaan (ceteris paribus). Terjadi fluktuasi harga untuk kentang, kubis, dan tomat yang terjadi selama 2010 (Gambar 2). Di tingkat pedagang grosir Pasar Induk Kramat Jati, fluktuasi harga dipengaruhi oleh jumlah pasokan dari daerah sentra penghasil sayuran komoditas kentang, kubis, dan tomat sehingga mempengaruhi kuantitas dan kontinuitas produk yang masuk ke Pasar Induk Kramat Jati. Untuk komoditas kentang, harga tertinggi berada pada posisi Rp. 7.000,00 per kilogram pada bulan September dan harga terendah berada pada posisi Rp. 3.500,00 per kilogram pada bulan Maret. Untuk komoditas tomat, harga tertinggi berada pada posisi Rp. 9.500,00 per kilogram pada bulan April dan harga terendah berada pada posisi Rp. 2.000,00 per kilogram pada bulan September. Untuk komoditas kubis, harga tertinggi berada pada posisi Rp. 6.000,00 per kilogram bulan Juli dan harga terendah berada pada posisi Rp. 1.000,00 per kilogram pada bulan Oktober. Harga terendah dan tertinggi dari ketiga komoditas tersebut dipengaruhi oleh jumlah pasokan yang masuk ke pasar. Jumlah pasokan yang tinggi disebabkan oleh daerah sentra sedang mengalami panen raya sehingga menyebabkan penumpukan barang di pasar.
Kondisi tersebut menyebabkan harga komoditas turun dan
mempengaruhi tingkat pendapatan yang akan diperoleh. Untuk harga tertinggi dipengaruhi oleh jumlah pasokan yang masuk ke pasar rendah yang diakibatkan oleh kondisi daerah sentra yang mengalami gagal panen, serangan hama dan penyakit tanaman, dan ketidaktersediaan barang di daerah sentra. Hal ini menyebabkan barang yang terdapat di pasar menjadi sedikit sehingga meningkatkan harga jual dari ketiga komoditas tersebut. Plot deret waktu pergerakan harga kentang, tomat, dan kubis periode tahun 2010, disajikan pada Gambar 2.
10
Gambar 2. Plot Deret Waktu Pergerakan Harga Kentang, Tomat, dan Kubis Periode Tahun 2010 Sumber: Pasar Induk Kramat Jati, 2011
Di tingkat petani, fluktuasi harga dipengaruhi oleh produksi sayuran komoditas kentang, kubis, dan tomat. Harga akan menurun ketika panen terjadi secara bersamaan untuk masing-masing komoditas karena sebagian besar petani menanam pada waktu yang sama sehingga saat panen jumlah produk melebihi jumlah permintaan yang ada di pasar (excess supply). Hal ini ditunjukkan dengan adanya jumlah pasokan yang masuk ke Pasar Induk Kramat Jati dalam jumlah yang besar sehingga harga akan turun. Penurunan harga pada tahun 2010, untuk komoditas kentang terjadi pada bulan November dan Desember dengan harga Rp. 3.000 per kilogram, komoditas kubis bulan Juni-Juli dengan harga Rp. 2.200 per kilogram, dan komoditas tomat pada bulan Januari dengan harga Rp. 900 per kilogram. Sedangkan peningkatan harga sayuran komoditas kentang, kubis, dan tomat terjadi karena panen untuk masing-masing komoditas relatif rendah sehingga jumlah produk yang ditawarkan sedikit (excess demand). Khusus untuk komoditas tomat, produksi yang rendah dipengaruhi juga oleh cuaca yang tidak menentu seperti curah hujan yang tinggi. Hal ini terjadi untuk komoditas kentang pada bulan Maret dengan harga berkisar Rp. 6.000 hingga 7.500 per kilogram, komoditas kubis bulan Januari hingga pertengahan Februari dengan harga berkisar dari Rp. 3.500 hingga 4.000 per kilogram, dan untuk komoditas tomat dengan harga Rp. 6.000 per kilogram. Adanya perbedaan harga tersebut menyebabkan
11
ketidakpastian atas pendapatan yang akan diterima dan merugikan bagi petani yang mengusahakan ketiga komoditas tersebut. Dari data harga kentang, kubis dan tomat di tingkat petani dan pedagang grosir Pasar Induk Kramat Jati cenderung mengalami fluktuasi yang cukup tinggi, kondisi ini dapat dilihat dari selisih antara harga tertinggi dengan harga terendah yang memiliki nilai rupiah yang cukup besar. Hal ini menunjukkan adanya risiko yang ditanggung oleh pihak-pihak terkait terutama oleh petani dan pedagang yang mengusahakan ketiga komoditas tersebut dalam memperoleh pendapatan. Dari permasalahan di atas, maka dapat dilakukan pengkajian dalam penelitian ini: 1. Mengapa harga sayuran mengalami fluktuasi? dan apa saja faktor-faktor yang menyebabkan fluktuasi harga sayuran? 2. Bagaimana alternatif strategi yang diperlukan untuk mengurangi risiko harga sayuran?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dalam melakukan penelitian ini adalah: 1.
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga sayuran.
2.
Menganalisis altenatif strategi yang diperlukan untuk mengurangi risiko harga sayuran.
1.4 Kegunaan Penelitian 1.
Sebagai bahan pertimbangan bagi pihak-pihak yang terkait terutama petani dalam menangani risiko harga sayuran.
2.
Bagi pembaca, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan sebagai bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dibatasi pada analisis risiko harga sayuran khususnya komoditas kentang, kubis, dan tomat. Analisis risiko harga sayuran menggunakan data time series dari bulan Januari 2006 sampai Februari 2011 yang diperoleh dari Pasar Induk Kramat Jati. Variabel yang digunakan dalam pengolahan data meliputi
12
harga harian komoditas (rupiah per kilogram), pasokan harian (dalam satuan ton), dan khusus untuk komoditas kentang dengan menambah permintaan harian (dalam satuan ton). Model ini dibangun dengan menggunakan angka nominal yang diperoleh dari Pasar Induk Kramat Jati.
13
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Produksi Sayuran di Indonesia Sayuran merupakan produk hortikultura yang mengalami tingkat fluktuasi harga yang tinggi karena sifatnya yang perishable. Hal ini menunjukkan bahwa ketidakseimbangan antara volume pasokan dan kebutuhan konsumen lebih sering terjadi pada komoditas sayuran dimana transmisi harga sayuran relatif rendah dibanding buah dan komoditas pangan lain (Irawan, 2007). Khusus untuk pasar kentang yang terintegrasi akan membantu produsen dan konsumen, karena rantai pasokan yang ada dapat mentransmisikan sinyal harga secara benar. Sebagai konsekuensi dari kondisi ini, konsumen di pasar tertentu tidak perlu membayar lebih mahal dan produsen dapat melakukan spesialisasi berdasarkan keunggulan komparatifnya (Adiyoga, et al. 2006). Dilihat dari usahatani komoditas kentang dan kubis yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif, akan lebih menguntungkan untuk meningkatkan produksi dalam negeri dibandingkan impor. Meskipun usahatani kentang dan kubis di lokasi penelitian memiliki keunggulan komparatif, tetapi apabila tidak dilakukan beberapa langkah pembenahan maka tidak akan dapat mewujud dalam keunggulan kompetitif, terutama orientasi untuk pasar ekspor. Untuk orientasi substitusi impor, kondisinya rawan karena petani mengalami disinsentif dalam berusahatani kentang dan kubis (Saptana, et al. 2002). Di dalam usahtani kubis, faktor produksi ditingkat petani penggunaan pupuk ZA dan KCl belum efisien sehingga perlu ditingkatkan penggunannya (Nurmalina dan Ameriana, 1995). Menurut Karmina dan Aisyah (2008) luas lahan yang diusahakan responden untuk usahatani tomat dan mentimun masih rendah dibandingkan dengan luas lahan optimal yang dapat di capai oleh responden dengan tenaga kerja yang tersedia. Luas lahan optimal tersebut dapat dicapai responden jika melakukan peningkatan luas lahan (ekstensifikasi pertanian). Menurut Irawan (2007) yang menganalisis fluktuasi harga, transmisi harga dan marjin pemasaran sayuran dan buah. Alat analisis yang digunakan adalah analisis kuantitatif dengan menggunakan koefisien Variasi untuk menganalisis fluktuasi harga. Analisis lebih fokus pada aspek-aspek yang hanya dilakukan pada
14
komoditas hortikultura unggulan nasional yaitu bawang merah, cabai, kentang, kubis, pisang dan jeruk. Disamping itu, analisis yang sama juga dilakukan untuk komoditas padi dan palawija sebagai pembanding. Komoditas palawija yang dimaksud meliputi jagung, kacang tanah dan ubi kayu. Hasil penelitian menyatakan bahwa fluktuasi harga sayuran umumnya relatif tinggi dibanding buah, padi dan komoditas palawija. Hal ini menunjukkan bahwa ketidakseimbangan antara volume pasokan dan kebutuhan konsumen lebih sering terjadi pada komoditas sayuran. Transmisi harga sayuran relatif rendah (49 hingga 55 persen) dibanding buah dan komoditas pangan lain (65 hingga 81 persen). Hal ini menunjukkan bahwa pasar sayuran di tingkat petani cenderung bersifat monopsoni/oligopsoni. Konsekuensi adanya kekuatan monopsoni tersebut adalah marjin pemasaran sayuran cenderung tinggi dibanding buah dan komoditas pangan lain, sebaliknya harga yang diterima petani cenderung rendah (52-57 persen dari harga konsumen pada sayuran, dan 72-86 persen pada buah, padi dan palawija). Faktor lain yang menyebabkan rendahnya harga yang diterima petani
sayuran
adalah
ketidakmampuan
petani
menahan
penjualannya
untuk
mendapatkan harga yang lebih tinggi dan hal ini dapat didorong oleh tiga faktor yaitu desakan kebutuhan modal usahatani, keterbatasan teknologi efisien yang dapat diterapkan petani untuk mempertahankan kesegaran sayuran, dan keterbatasan sumber pendapatan diluar usahatani sayuran. Adiyoga, et al. (2006) yang melakukan penelitian integrasi pasar kentang di Indonesia analisis korelasi dan kointegrasi, yang menggunakan pendekatan korelasi statik untuk mengukur integrasi pasar spasial produk-produk pertanian dan pendekatan two step
Engle-Granger (EG). Hasil penelitian menyatakan
bahwa koefisien korelasi bukan indikator yang konsisten atau tegas untuk menentukan integrasi pasar. Korelasi bivariat yang tinggi antara dua pasar yang tidak melakukan perdagangan satu sama lain masih tetap dimungkinkan, jika harga-harga di setiap pasar berkorelasi tinggi melalui hubungan harga dan perdagangan dengan suatu pasar destinasi gabungan (pasar ketiga). Hasil penelitian menyarankan agar pendekatan korelasi sebagai alat diagnosa integrasi pasar, sebaiknya digunakan secara hati-hati karena berbagai bukti kelemahan yang melekat pada pendekatan tersebut. Penggunaan analisis kointegrasi dengan
15
pendekatan two step Engle-Granger terhadap data serial harga harian, mingguan dan bulanan secara konsisten mengindikasikan bahwa pasar kentang di Jakarta, Bandung, Sumatera Utara dan Singapura terintegrasi. Kointegrasi dalam hal ini merupakan implikasi statistik dari adanya hubungan jangka panjang antara peubah-peubah ekonomi (harga). Hubungan jangka panjang tersebut mengandung arti bahwa peubah harga bergerak bersamaan sejalan dengan waktu. Pasar kentang yang terintegrasi seperti ini akan banyak membantu produsen dan konsumen, karena rantai pasokan yang ada dapat mentransmisikan sinyal harga secara benar. Sebagai konsekuensi dari kondisi ini, konsumen di pasar tertentu tidak perlu membayar lebih mahal dan produsen dapat melakukan spesialisasi berdasarkan keunggulan komparatifnya. Hal ini pada gilirannya akan mengarah pada penggunaan sumber daya yang lebih efisien. Saptana, et al. (2002) yang meneliti tentang analisis keunggulan komparatif dan kompetitif komoditas kentang dan kubis di Wonosobo Jawa Tengah dengan menggunakan alat analisis matrik Policy Analysis Matrix (PAM). Berdasarkan analisis biaya dan keuntungan secara private menunjukkan bahwa usahatani komoditas kentang dan kubis di Wonosobo, baik pada MH maupun MK secara private menguntungkan. Sementara itu, analisis biaya dan keuntungan secara sosial atau ekonomik menunjukkan bahwa pengusahaan usahatani komoditas kentang dan kubis secara ekonomik menguntungkan. Besarnya keuntungan private yang dinikmati oleh petani, baik pada komoditas kentang maupun kubis adalah lebih rendah dari keuntungan ekonomiknya. Fenomena tersebut merupakan indikasi bahwa harga input yang dibayar petani lebih tinggi dan atau harga output yang diterima oleh petani lebih rendah dari harga sosial. Artinya petani di lokasi penelitian Wonosobo mengalami disinsentif dalam memproduksi komoditas kentang maupun kubis. Hasil analisis menunjukkan bahwa usahatani komoditas kentang dan kubis memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif yang ditunjukkan oleh sebagian besar nilai koefisien DRC <1 dan PCR<1. Artinya untuk menghasilkan satusatuan nilai tambah pada harga sosial dan privat diperlukan penggunaan sumber daya domestik lebih kecil dari satu. Sehingga untuk lokasi penelitian Wonosobo, Jawa Tengah akan lebih menguntungkan untuk meningkatkan produksi dalam
16
negeri dibandingkan impor. Meskipun usahatani kentang dan kubis di lokasi penelitian memiliki keunggulan komparatif, tetapi apabila tidak dilakukan beberapa langkah pembenahan maka tidak akan dapat mewujud dalam keunggulan kompetitif, terutama jika orientasinya adalah pasar ekspor. Untuk orientasi substitusi impor, kondisinya rawan karena petani mengalami disinsentif dalam berusahatani kentang dan kubis. Jika kondisi disinsentif tersebut berlangsung permanen dalam jangka waktu dua sampai tiga tahun mendatang, barangkali pengusahaan komoditas kentang dan kubis di lokasi yang diteliti tidak akan berkelanjutan. Nurmalina dan Ameriana (1995) dalam penelitiannya mengenai efisiensi penggunaan faktor produksi dalam usahatani kubis ditingkat petani, yang menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas. Terdapat delapan Variabel yang mempengaruhi produksi kubis, antara lain bibit, tenaga kerja, ZA, TSP, KCl, pupuk kandang, insektisida, dan fungisida. Diantara beberapa input yang berpengaruh terhadap fungsi produksi kubis adalah pupuk KCl dengan nilai elastisitas sebesar 0,19 dan ZA sebesar 0,65 yang menunjukkan pengaruh nyata. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, ternyata penggunaan pupuk ZA dan KCl belum efisien sehingga perlu ditingkatkan penggunannya. Menurut Karmina dan Aisyah (2008) yang melakukan penelitian mengenai optimalisasi lahan usahatani tomat dan mentimun dengan kendala tenaga kerja (pendekatan program linier). Penggunaan tenaga kerja terbesar pria untuk komoditas tomat terjadi pada bulan Februari karena sebagian besar responden melakukan kegiatan pengolahan lahan dan perempuan terjadi pada bulan Maret, sedangkan untuk mentimun penggunaan tenaga kerja pria dan perempuan terbesar terjadi pada bulan April. Luas lahan optimal untuk komoditas tomat dan mentimun adalah satu hektar. Rata-rata lahan yang dimiliki responden untuk komoditas tomat sebesar 0,43 hektar dan untuk komoditas mentimun sebesar 0,38 hektar. Luas lahan yang diusahakan responden masih lebih rendah dibandingkan dengan luas lahan optimal yang dapat di capai oleh responden dengan tenaga kerja yang tersedia. Luas lahan optimal tersebut dapat di capai responden jika melakukan peningkatan luas lahan (ekstensifikasi pertanian).
17
2.1.1 Produksi Kentang di Indonesia Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan tanaman semusim yang berbentuk semak, termasuk Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas Dicotyledonae, Ordo Tubiflorae, Famili Solanaceae, Genus Solanum, dan Spesies Solanum tuberosum L. (Beukema, 1977). Kentang memiliki umbi batang yang dapat dimakan dan disebut "kentang" pula. Umbi kentang sekarang telah menjadi salah satu makanan pokok penting di Eropa walaupun pada awalnya didatangkan dari Amerika Selatan (Peru, Chili, Bolivia, dan Argentina) serta beberapa daerah Amerika Tengah. Penjelajah Spanyol dan Portugis pertama kali membawa ke Eropa dan mengembangbiakkan tanaman ini pada abad 17. Dengan cepat menu baru ini tersebar di seluruh bagian Eropa. Dalam sejarah migrasi orang Eropa ke Amerika, tanaman ini pernah menjadi pemicu utama perpindahan bangsa Irlandia ke Amerika pada abad ke-19, di kala terjadi wabah penyakit umbi di daratan Irlandia yang diakibatkan oleh jenis jamur yang disebut ergot11. Masuknya tanaman kentang di Indonesia tidak diketahui dengan pasti, tetapi pada tahun 1794 tanaman kentang ditemukan telah ditanam di sekitar Cisarua (Kabupaten Bandung) dan pada tahun 1811 tanaman kentang telah tersebar luas di Indonesia, terutama di daerah-daerah pegunungan di Aceh, Tanah Karo, Sumatera Barat, Bengkulu, Sumatera Selatan, Minahasa, Bali, dan Flores. Di Jawa daerahdaerah pertanaman kentang berpusatdi Pangalengan, Lembang, dan Pacet (Jawa Barat), Wonosobo dan Tawangmangu (Jawa Tengah), serta Batu dan Tengger (Jawa Timur). Kentang termasuk tanaman yang dapat tumbuh di daerah tropika dan subtropika, dapat tumbuh pada ketinggian 500 sampai 3000 m di atas permukaan laut, dan yang terbaik pada ketinggian 1300 m di atas permukaan laut. Tanaman kentang dapat tumbuh baik pada tanah yang subur, mempunyai drainase yang baik, tanah liat yang gembur, debu atau debu berpasir. Tanaman kentang toleran terhadap pH pada selang yang cukup luas, yaitu 4,5 sampai 8,0, tetapi untuk pertumbuhan yang baik dan ketersediaan unsur hara, pH yang baik adalah 5,0 sampai 6,5. Tanaman kentang yang ditanam pada pH kurang dari 5,0 akan menghasilkan umbi yang bermutu jelek. Di daerah-daerah yang akan ditanam 11
http://www.wikipedia.com [25 Mei 2011] 18
kentang yang menimbulkan masalah penyakit kudis, pH tanah diturunkan menjadi 5,0 sampai 5,212.
2.1.2 Produksi Kubis di Indonesia Secara biologi, tumbuhan ini adalah dwimusim (biennial) dan memerlukan vernalisasi untuk pembungaan. Apabila tidak mendapat suhu dingin, tumbuhan ini akan terus tumbuh tanpa berbunga. Setelah berbunga, tumbuhan mati. Kubis termasuk dalam Kerajaan Plantae, Divisi Magnoliophyta, Kelas Magnoliopsida, Ordo Brassicales, Famili Brassicaceae, Genus Brassica, Spesies B. Oleracea, nama binomial Brassica oleracea L13. Kubis adalah komoditas semusim yang memiliki ciri khas membentuk krop. Pertumbuhan awal ditandai dengan pembentukan daun secara normal. Namun semakin dewasa daun-daunnya mulai melengkung ke atas hingga akhirnya tumbuh sangat rapat. Pada kondisi ini petani biasanya menutup krop dengan daundaun di bawahnya supaya warna krop makin pucat. Apabila ukuran krop telah mencukupi maka kubis siap dipanen. Kubis, kol, kobis, atau kobis bulat adalah nama yang diberikan untuk tumbuhan sayuran daun yang populer. Tumbuhan dengan nama ilmiah Brassica oleracea L. Kelompok Capitata ini dimanfaatkan daunnya untuk dimakan. Daun ini tersusun sangat rapat membentuk bulatan atau bulatan pipih, yang disebut krop, kop atau kepala (capitata berarti "berkepala"). Kubis berasal dari Eropa Selatan dan Eropa Barat dan, walaupun tidak ada bukti tertulis atau peninggalan arkeologi yang kuat, dianggap sebagai hasil pemuliaan terhadap kubis liar B. oleracea Var. sylvestris. Nama "kubis" diambil dari bahasa Perancis, chou cabus (harafiah berarti "kubis kepala"), yang diperkenalkan oleh sebagian orang Eropa yang tinggal di Hindia-Belanda. Nama "kol" diambil dari bahasa Belanda kool. Kubis menyukai tanah yang sarang dan tidak becek. Meskipun relatif tahan terhadap suhu tinggi, produk kubis ditanam di daerah pegunungan (400 m dpl ke atas) di daerah tropik. Di dataran rendah, ukuran krop mengecil dan tanaman sangat rentan terhadap ulat pemakan daun Plutella. Karena penampilan kubis
12 13
Ibid. Hlm. 18 Ibid. Hlm. 18 19
menentukan
harga
jual,
kerap
dijumpai petani
(Indonesia)
melakukan
penyemprotan tanaman dengan insektisida dalam jumlah berlebihan agar kubis tidak berlubang-lubang akibat dimakan ulat14.
2.1.3 Produksi Tomat di Indonesia Seluruh anggota dari genus Lycopersicon merupakan tanaman setahun atau tanaman tahunan yang berumur pendek, tanaman berupa semak, diploid dengan kromosom somatis yang berjumlah 24. Sistematika tanaman tomat menurut para ahli botani adalah Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas Dicotyledonae, Ordo Tubiflorae, Famili Solanaceae, Genus Lycopersicon, Species: Lycopersicon esculentum Mill15. Menurut sejarahnya tanaman tomat berasal dari Amerika, yaitu daerah Andean yang merupakan bagian dari negara-negara Bolivia, Chili, Colombia, Equador, dan Peru. Sejalan dengan penemuan benua Amerika, tanaman tomat juga kemudian dikenal di Eropa. Di Italia, tanaman ini dikenal sebagai tanaman yang buahnya berwarna merah, sedangkan di Eropa dikenal sebagai tanaman yang buahnya berjumlah banyak. Tomat dapat dikategorikan sebagai tanaman sayuran utama yang semakin populer keberadaannya sejak abad terakhir. Bagian yang dikonsumsi dari tanaman tersebut adalah bagian buahnya. Selain memiliki rasa yang enak, buah tomat juga merupakan sumber vitamin A dan C yang sangat baik. Disamping itu, kandungan lycopenenya sangat berguna sebagai antioksidan yang dapat mencegah perkembangan penyakit kanker. Akhir-akhir ini konsumsi tomat di negara-negara maju semakin meningkat dan sering diasosiasikan sebagai luxurious crop. Contohnya, di Israel buah tomat merupakan komoditas yang sangat penting bagi konsumen, sehingga seringkali digunakan sebagai acuan dalam menghitung indeks harga konsumen. Di negaranegara sedang berkembang tomat sudah mulai menjadi sayuran yang penting, namun orientasi petani dalam mengusahakannya masih lebih mengacu pada peningkatan produksi dibandingkan dengan peningkatan kualitas. Tomat biasanya
14 15
Ibid. Hlm. 18 Ibid. Hlm. 18 20
ditanam di dataran tinggi diatas 1000 m dpl seperti daerah Cianjur, Lembang, Sukabumi, dan daerah lainnya16. 2.2 Perkembangan Pemasaran Sayuran di Indonesia 2.2.1 Pemasaran Kentang di Indonesia Pola pemasaran kentang cenderung bersifat musiman. Panen raya kentang terjadi ada bulan April, Juli-Agustus, dan November. Pada musim-musim raya tersebut volume perdagangan dapat mencapai 2 ton/hari, sedang pada bulan-bulan biasa hanya mencapai 500 kilogram/hari. Biasanya pada musim kemarau petani mengurangi jumlah tanaman pada lahan yang sama, untuk mengurangi risiko kegagalan panen yang disebabkan oleh musim. Di tingkat pembelian dari petani, kentang belum diklasifikasikan menurut mutu/besar kecilnya kentang. Pada umumnya para pedagang/agen kentang membeli kentang dari petani di kebun, dengan harga sama untuk semua mutu secara campuran. Posisi petani dalam menentukan harga sangat rendah. Pada waktu panen langsung dipotong dengan jumlah pinjaman, dan petani sama sekali tidak mengetahui berapa harga kentang di pasar. Petani hanya dapat menerima harga yang ditetapkan pedagang (Hastuti, 2001). Menurut Sihombing (2005) petani kentang di daerah penelitian, berladang kentang dengan luas efektif 0,21 ha dengan jarak tanam 20 x 60 cm atau 40 x 70 cm. Dengan demikian jumlah populasinya adalah 1.155 rumpun tiap hektar. Waktu yang dibutuhkan dari penanaman sampai panen sekitar 3,5 bulan. Produktivitas rata-rata 10.337,84 kilogram/ha. Biaya produksi yang diperlukan adalah Rp 19.230.600/ha dengan rataan harga yang diterima Rp 2.900/kilogram maka penerimaan total adalah Rp. 29.979.000/ha/thn. Dengan demikian besarnya pendapatan bersih petani produsen adalah Rp. 10.748.400 /ha/thn. Pedagang desa/ranting, umumnya pelaku pemasaran ini mempunyai tipe yang sangat aktif mencari pasokan kentang sampai ke ladang petani. Pedagang ini berkedudukan di desa, mereka dapat bertindak sendiri, namun seringkali sudah menjadi perpanjangan tangan dari pengumpul dengan berbekal modal yang
16
Ibid. Hlm. 18 21
diberikan oleh pengumpul, dapat juga berdasarkan permintaan pedagang ranting atau pemberian pedagang pengumpul (Sihombing, 2005). Pedagang Pengumpul merupakan induk pedagang ranting desa yang berkedudukan atau berasal dari kecamatan sendiri atau lainnya. Fungsi tataniaga yang diperankan mereka umumnya adalah sortasi, pengemasan dalam keranjang dan transportasi, baik dari maupun ke pedagang besar antar kota. Pedagang Besar yang terlibat dalam tataniaga kentang terdiri atas tiga, yaitu pedagang besar antar kota, pedagang besar kota Medan dan pedagang besar propinsi. Pedagang besar ini memiliki peran yang sangat besar dalam pembentukan harga kentang. Tipe pedagang besar ini ada dua macam. Pertama, pedagang yang langsung berhubungan dengan petani produsen dan pedagang yang hanya berhubungan dengan pedagang pengumpul di kecamatan. Agen Eksportir dan Eksportir Baik agen eksportir maupun eksportir umumnya berkedudukan di iibukota propinsi dan kabupaten. Untuk wilayah Karo dan Dairi umumnya mereka berdomisisli di Brastagi dan Medan. Rata-rata volume eksport adalah 670 ton/bulan dengan negara tujuan Singapura dan Malaysia. Fungsi utama yang dijalankan adalah grading, penyimpanan dan pengemasan (Sihombing, 2005). Pengolah pada mata rantai tataniaga kentang bentuk olahan (kripik) di Medan Propinsi Sumatera Utara pada tahun 2002 tercatat berjumlah 9 pabrik, namun banyak usaha rumah tangga yang belum tercatat. Kapasitas produksi keripik kentang baru mencapai 51,25 ton setara dengan 128,125 ton bahan baku kentang. Dengan demikian, retention index komoditas ini berkisar sebesar 99,95. Sedangkan produksi keseluruhan kentang segar di Propinsi Sumatera Utara mencapai 252.451 ton. Ada tiga rantai pemasaran kentang (Gambar 3), pertama, dari petani ke pedagang pengumpul – pedagang besar – agen eksportir, eksportir selanjutnya diekspor melalui pelabuhan Belawan. Kedua, mulai dari petani produsen ke pusat pasar, tingkat kabupaten dilanjutkan ke pusat pasar propinsi (Medan), kemudian ke pengecer dan akhirnya ke konsumen akhir. Ketiga, dari petani produsen ke pedagang pengumpul desa atau ranting yang bermuara ke pasar kabupaten. Rantai pemasaran sebagai bahan baku kripik cukup sederhana. Pabrik pengolah memperoleh bahan baku dari pedagang pengumpul. Hasil olahannya berupa kripik didistribusikan melalui toko pengecer baru ke konsumen. Pabrik juga melakukan
22
penjualan langsung ke konsumen, misalnya melalui forum pameran, dan lain-lain (Sihombing, 2005). Skema saluran tataniaga kentang di Sumatera Utara, disajikan pada Gambar 3. Sub-Sistem Produksi
Sub-Sistem Pemasaran
Sub-Sistem Pengolahan
Kentang Segar
Kripik
Sub-Sistem Pra Produksi
Dalam Negeri
Luar Negeri
Pedagang desa
Eksporti
Dalam Negeri
Pengecer
Merk Dagang
Pdg Pdg Besar Grosir
Grosir
Pengecer
Pengecer
Konsumen Sumatra Utara
Konsumen Jakarta/ Jawa
Eksportir
Konsumen Luar Negeri
Gambar 3. Skema Saluran Tataniaga Kentang di Sumatera Utara Sumber: Sihombing, 2005
2.2.2 Pemasaran Kubis di Indonesia Berdasarkan penelitian Agustian et al. (2005) mengenai tujuan dan pertimbangan pemasaran kubis dari petani hingga konsumen (Gambar 4). Pada jalur pemasaran komoditas kubis di lokasi penelitian (Kabupaten Bandung, Kabupaten Garut dan Kabupaten Karo), petani melakukan pemasaran kubis cukup berVariasi yaitu melalui pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul tingkat kecamatan, dan pedagang besar atau Bandar. Rantai Pemasaran Kubis di Lokasi Penelitian Kabupaten Garut, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Karo, disajikan dalam Gambar 4.
23
Pedagang besar/bandar
Pdg Antar pulau
Supplier
Petani
Pedagang pengumpul kecamatan/kabupaten
Pdg Luar Jawa/ Luar Negeri
Supermarket
PI. Caringin Konsumen PI. Bitung PI. Tanah Tinggi
Pedagang pengumpul desa
Gambar 4.
Pdg eceran dr luar daerah
PI. Kramat Jati
Rantai Pemasaran Kubis di Lokasi Penelitian Kabupaten Garut, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Karo Sumber: Agustian et al., 2005
Pedagang pengumpul desa di ketiga lokasi penelitian mempunyai kaki tangan yang dikenal dengan sebutan “penyiar” di Kabupaten Garut dan “agen” di Kabupaten Karo, yang bertugas memberikan informasi mengenai petani yang akan panen dan berapa jumlah produk yang dihasilkan. Berdasarkan Gambar 9 dapat dilihat bahwa alur pemasaran komoditas kubis dari petani ke konsumen akhir cukup panjang. Hal ini tentunya akan sangat terpengaruh oleh adanya perbedaan selisih harga yang ada untuk mendorong penjualan tersebut yang dilakukan oleh pedagang pengumpul desa/penyiar/agen. Pedagang pengumpul tingkat kecamatan atau kabupaten selanjutnya dapat menjual ke pedagang di pasar tradisional yaitu pasar induk (Pasar Induk Caringin, Gedebage, Kramat Jati, Cibitung, Tanah Tinggi, Bogor), sedangkan untuk pedagang besar jangkauan pemasarannya dapat langsung ke pasar induk, atau ke supplier. Sementara itu, pola pemasaran kubis dari petani ke pedagang di Provinsi Sumatera Utara (Agustian et al., 2005) adalah sebagai berikut : a. Petani umumnya menjual langsung kepada pedagang di lahan untuk menaksir produksi dan dilakukan tawar menawar harga yang disebut dengan pola lelang. Penjualan berlangsung beberapa hari sebelum panen dilakukan. b. Petani terikat untuk menjual langsung ke pedagang yang telah memberi pinjaman modal. Pola ini umum terjadi pada pedagang yang memasok kubis ke Batam, untuk seterusnya di ekspor ke Malaysia dan Singapura. 24
c. Petani menjual ke pasar terdekat, pada pola ini petani memanen dan mengangkut sendiri kubisnya ke pasar terdekat. Petani yang memilih pola ini biasanya petani yang produksinya sedikit, maksimal satu ton.
2.2.3 Pemasaran Tomat di Indonesia Seperti halnya pada komoditas sayuran lainnya, kegiatan pemasaran tomat bertujuan untuk memindahkan produk dari tangan produsen ke tangan konsumen. Pada umumnya kegiatan produksi berlangsung di daerah pedesaan, sementara daerah konsumen terletak di perkotaan. Hal ini memberikan gambaran besarnya kontribusi lembaga-lembaga pemasaran dalam menjembatani produsen dan konsumen. Hampir seluruh sektor pemasaran tomat ditangani oleh pihak swasta dan intervensi pemerintah dalam hal ini relatif minimal, khusus terbatas pada penyediaan infrastruktur. Oleh karena itu, pasar tomat seringkali dianggap beroperasi berdasarkan kekuatan penawaran dan permintaan. Dibandingkan komoditas sayuran lainnya seperti kentang, tomat termasuk sayuran yang mudah rusak. Oleh karena itu jarang sekali petani tomat yang mempunyai gudang penyimpanan. Pada umumnya, petani menjual hasil produksi segera setelah panen. Cara penjualan tomat yang paling sering dilakukan oleh petani adalah dengan cara menimbang berat (kiloan) dan tebasan. Penjualan secara ditimbang dilakukan apabila panen telah selesai. Penentuan harga jual dilakukan berdasarkan harga kiloan yang berlaku. Hampir seluruh petani di sentra produksi Lembang dan Pangalengan menggunakan sistem penjualan tersebut. Tebasan merupakan cara penjualan yang dilakukan berdasarkan taksiran hasil produksi. Transaksi dilakukan menjelang panen, sedangkan biaya pemeliharaan selanjutnya dibebankan kepada pembeli. Sistem tebasan ini banyak dilakukan oleh petani tomat di daerah Garut Jawa Barat (Adiyoga et al., 2004). Sebelum menjual hasil panennya,
petani biasa
melakukan
sortasi
(memisahkan/memilih tomat yang marketabledan non-marketable) dan grading (pada umumnya berdasarkan ukuran /berat tomat). Grading atau pengkelasan ternyata banyak memberikan keuntungan baik bagi produsen maupun konsumen tomat, antara lain: 1) memudahkan pembeli untuk mendapatkan tomat sesuai dengan kualitas yang diinginkan, 2) dapat meningkatkan keperca-yaan konsumen,
25
3) memberikan kepuasan kepada konsumen, dan 4) bagi produsen dapat menamba nilai keuntungan yang cukup besar. Berdasarkan Standarisasi Nasional Indonesia (SNI), grading pada komoditas tomat dapat dibedakan menjadi tiga kelas (Adiyoga, et al. 2004) yaitu : Kelas A : SPL = spesial besar besar (> 150 gram) Kelas B : GH = menengah (100 – 150 gram) Kelas C : TO = kecil (<100 gram) Secara umum harga tomat untuk masing-masing kelas berbeda, semakin tinggi kelas grading harga akan semakin mahal. Namun demikian, generalisasi hubungan harga antar kelas, sukar untuk ditetapkan, karena terlalu banyaknya kemungkinan kombinasi perubahan penawaran dan permintaan berdasarkan pengkelasan ini. Terlepas dari hal tersebut, sebagian besar petani dan pedagang mengindikasikan bahwa perbedaan harga antar kelas secara proporsional meningkat/ menurun sejalan dengan peningkatan/penurunan harga tomat. Beberapa tipe saluran pemasaran yang menggerakkan tomat dari sentra produksi ke daerah konsumsi adalah sebagai berikut (Adiyoga et al., 2004): 1. Petani produsen -- Pedagang pengumpul – Konsumen lembaga 2. Petani Produsen -- Pedagang pengumpul -- Pedagang besar – Konsumen lembaga 3. Petani Produsen -- Pedagang pengumpul -- Pedagang besar -- Pedagang pengecer – Konsumen rumah tangga. 4. Petani Produsen -- Pedagang pengumpul – Pedagang besar – Pedagang besar pembantu -- Pedagang pengecer – Konsumen rumah tangga. 5. Petani produsen – pedagang pengunpul – Pedagang besar – Pedagang besar pembantu – konsumen rumah tangga.
2.3 Kajian Risiko Harga dengan Pendekatan Model ARCH-GARCH GARCH merupakan suatu teknik permodelan data time series yang menggunakan varian masa lalu dan dari dugaan varian masa lalu tersebut digunakan untuk melakukan (forecast) varian masa yang akan datang. Pada penelitian Fariyanti (2008) untuk analisis risiko produksi kentang dan kubis, Sari (2009) menganalisis risiko harga cabai merah besar, Herviyani (2009)
26
menganalisis risiko harga kubis dan risiko harga bawang merah, Siregar (2009) menganalisis risiko harga DOC broiler, Sumaryanto (2009) harga eceran terigu dan gula pasir memperoleh model GARCH (1,1) yang menunjukkan bahwa pergerakan harga dipengaruhi oleh volatilitas dan varian harga satu hari sebelumnya. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2009) untuk analisis harga DOC layer dan Sumaryanto (2009) yang menganalisis harga eceran beras, cabai merah dan bawang merah, diperoleh model ARCH (1) dimana model ARCH (1) GARCH (0) hanya dipengaruhi oleh volatilitas harga periode sebelumnya tetapi tidak dipengaruhi oleh varian harga. Pada penelitian Sari (2009), risiko harga cabai merah keriting diperoleh model ARCH (1) GARCH (2) yang berarti bahwa pola pergerakan harga cabai merah keriting dipengaruhi oleh volatilitas satu hari sebelumnya dan varian pada dua hari sebelumnya. Sedangkan penlitian yang dilakukan Sumaryanto (2009) untuk harga eceran minyak goreng dan telur dapat menggunakan pendekatan ARIMA karena efek ARCH-nya tidak nyata. Fariyanti (2008) selanjutnya meneliti mengenai perilaku ekonomi rumah tangga petani sayuran dalam menghadapi risiko produksi dan harga produk di Kecamatan Pengalengan, Kabupaten Bandung. Komoditas sayuran yang difokuskan dalam penelitian ini adalah kentang dan kubis. Analisis risiko produksi dilakukan dengan menggunakan model GARCH (1,1) merupakan salah satu model yang dapat mengakomodasi adanya fluktuasi atau Variasi sedangkan analisis risiko harga menggunakan perhitungan nilai Varian. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa risiko produksi pada kentang lebih tinggi dibandingkan kubis, tetapi sebaliknya risiko harga kentang lebih rendah daripada kubis. Besarnya risiko produksi kentang diindikasikan oleh fluktuasi produksi kentang yang disebabkan oleh risiko produksi pada musim sebelumnya dan penggunaan input pupuk dan tenaga kerja sedangkan lahan, benih, dan obatobatan merupakan faktor yang mengurangi risiko produksi. Sementara itu, pada komoditas kubis justru sebaliknya dimana lahan dan obat-obatan merupakan faktor yang dapat menimbulkan risiko sedangkan benih, pupuk dan tenaga kerja menjadi faktor yang mengurangi risiko produksi. Oleh karena itu, diversifikasi usahatani kentang dan kubis dapat dilakukan untuk memperkecil risiko produksi
27
(portofolio) dibandingkan jika petani melakukan spesialisasi usahatani kentang atau kubis. Sedangkan Sari (2009) yang menganalisis risiko harga cabai merah keriting dan cabai merah besar di Indonesia dengan menggunakan metode ARCHGARCH dan VaR. Dari hasil analisis ARCH-GARCH didapatkan model yang terbaik untuk menganalisis risiko harga cabai merah keriting adalah
model
ARCH (1) GARCH (2) yang berarti bahwa pola pergerakan harga cabai merah keriting dipengaruhi oleh volatilitas satu hari sebelumnya dan varian pada dua hari sebelumnya. Untuk risiko harga cabai merah besar adalah model ARCH (1) GARCH (1) yang menunjukkan bahwa pergerakan harga dipengaruhi oleh volatilitas dan varian harga satu hari sebelumnya. Selanjutnya, dilakukan perhitungan VaR dan didapatkan hasil bahwa nilai risiko cabai merah keriting lebih besar dibandingkan cabai merah besar. Hal ini disebabkan oleh faktor tingginya volume permintaan cabai merah keriting sementara pasokan lebih berfluktuasi akibat risiko di tingkat produksi yang lebih rendah. Semakin lama periode penjualan setelah panen maka besarnya risiko yang ditanggung oleh petani. Menurut Herviyani (2009) yang melakukan penelitian mengenai risiko harga kubis dan bawang merah di Indonesia menggunakan ARCH-GARCH dan VaR. Berdasarkan hasil analisis ARCH-GARCH didapatkan model yang terbaik untuk menganalisis risiko harga kubis dan risiko harga bawang merah adalah model GARCH (1,1) yang menunjukkan bahwa tingkat risiko harga kubis dan bawang merah dipengaruhi oleh volatilitas dan varian harga satu hari sebelumnya. Artinya peningkatan risiko harga kubis dan bawang merah periode sebelumnya, maka akan meningkatkan risiko harga kubis dan bawang merah pada periode berikutnya. Selanjutnya, dilakukan perhitungan VaR dan didapatkan hasil bahwa risiko harga kubis lebih tinggi dibandingkan risiko harga bawang merah. Hal ini disebabkan karakteristik dari komoditas kubis yang merupakan jenis sayuran daun yang dapat lebih cepat busuk dan mengalami penyusutan sehingga kubis tidak dapat disimpan lebih lama untuk menunggu harga jual yang lebih tinggi. Disamping itu, komoditas kubis juga umumnya masih belum banyak digunakan sebagai bahan baku oleh perusahaan atau industri pengolahan. Hal ini
28
mengakibatkan harga kubis dapat turun secara tajam jika terjadi kelebihan pasokan, karena kelebihan pasokan tersebut tidak dapat langsung terserap oleh pasar. Siregar (2009) dalam penelitiannya mengenai risiko harga Day Old Chick (DOC) broiler dan layer pada PT. Sierad Produce Tbk. dengan menggunakan analisis
kuantitatif
menganalisis
risiko
dan
kualitatif.
dengan
Analisis
menggunakan
kuantitatif model
dilakukan
ARCH-GARCH
untuk dan
perhitungan VaR sedangkan analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui gambaran tentang manajemen perusahaan terkait dengan harga DOC pada perusahaan tersebut. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa model terbaik untuk DOC broiler adalah model ARCH (1) GARCH (1) yang berarti bahwa pola pergerakan DOC broiler dipengaruhi oleh volatilitas dan varian harga DOC broiler periode sebelumnya, sedangkan untuk DOC layer adalah model ARCH (1) GARCH (0) DOC layer hanya dipengaruhi oleh volatilitas harga DOC layer periode sebelumnya tetapi tidak dipengaruhi oleh varian harga DOC layer. Dilakukan perhitungan VaR menunjukkan risiko harga DOC broiler lebih besar dibandingkan dengan risiko harga DOC layer. Tingginya risiko harga jual DOC broiler dibandingkan risiko harga jual DOC layer disebabkan karena permintaan daging ayam yang lebih berfluktuatif dibandingkan dengan permintaan telur dan dapat pula disebabkan oleh siklus layer yang lebih lama daripada broiler. Sumaryanto (2009), yang melakukan penelitian mengenai analisis volatilitas harga eceran beberapa komoditas pangan utama dengan model ARCH-GARCH menyatakan bahwa dari keseluruhan hasil pendugaan yang sesuai untuk harga eceran beras, cabai merah dan bawang merah adalah ARCH (1), sedangkan untuk harga eceran terigu dan gula pasir adalah GARCH (1,1), kecuali pada harga eceran bawang merah, bentuk sebaran ht harga eceran empat komoditas lainnya adalah fat tail. Hal tersebut menunjukkan bahwa volatilitas harga eceran antarjenis komoditas pangan berbeda, secara empiris terbukti bahwa sejak reformasi harga komoditas pangan semakin volatil, stabilitas sosial politik mempengaruhi volatilitas harga komoditas pangan, periode dan durasi puncak volatilitas harga eceran komoditas pangan antarjenis komoditas berbeda. Hasil penelitian ini
29
menunjukkan bahwa pendekatan yang lebih sesuai untuk model peramalan harga eceran dengan data univariat untuk komoditas beras, tepung terigu, gula pasir, cabai merah, dan bawang merah adalah ARCH-GARCH, sedangkan untuk harga eceran minyak goreng dan telur dapat menggunakan pendekatan ARIMA karena efek ARCH-nya tidak nyata. 2.4 Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian Karmina dan Aisyah (2008), Nurmalina dan Ameriana (1995), Saptana, et al. (2002), Adiyoga, et al. (2006), Irawan (2007) pada alat analisis yang digunakan dalam penelitian dan memiliki persamaan pada beberapa objek komoditas yang dikaji. Sedangkan pada penelitian Fariyanti (2008), Herviyani (2009), Sumaryanto (2009), memiliki persamaan pada salah satu komoditas yang dikaji, Siregar (2009), Mega (2009) memiliki persamaan pada alat analisis yang digunakan dan memiliki perbedaan pada komoditas yang dikaji. Pada penelitian risiko harga sayuran di Indonesia ini menggunakan alat analisis dengan pendekatan model ARCH-GARCH yang ditujukan untuk mencari model terbaik melalui nilai AIC dan SC terkecil sehingga dapat digunakan untuk menghitung nilai VaR. secara umum, data mengenai penelitian terdahulu disajikan pada Tabel 7.
30
Tabel 7. Studi Terdahulu yang Berkaitan dengan Penelitian Risiko Harga Nama Penulis
Tahun
Judul
Adiyoga, et al.
2006
Integrasi Pasar Kentang di Indonesia Analisis Korelasi dan Kointegrasi
Sumaryanto
2009
Analisis Volatilitas Harga Eceran Beberapa Komoditas Pangan Utama dengan Model ARCH/GARCH
Herviyani
2009
Risiko Harga Kubis dan Bawang Merah di Indonesia
Sari
2009
Risiko Harga Cabai Merah Keriting dan Cabai Merah Besar di Indonesia
Siregar
2009
Fariyanti
2008
Karmina
2008
Nurmalinda
1995
Saptana
2002
Irawan
2007
Analisis Risiko Harga Day Old Chick (DOC) Broiler dan Layer pada PT. Sierad Produce Tbk Parung, Bogor Perilaku Ekonomi Rumah tangga Petani Sayuran dalam Menghadapi Risiko Produksi dan Harga Produk di Kecamatan Pengalengan Kabupaten Bandung Optimalisasi Lahan Usahatani Tomat dan Mentimun dengan Kendala Tenaga Kerja (Pendekatan Program Linier) Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi dalam Usahatani Kubis di Tingkat Petani Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Komoditas Kentang dan Kubis di Wonosobo Jawa Tengah Fluktuasi Harga, Transmisi Harga dan Marjin Pemasaran Sayuran dan Buah
Metode Analisis Pendekatan korelasi statik dan two step Engle-Granger (EG) Model ARCHGARCH Model ARCHGARCH dan Value at Risk (VaR) Model ARCHGARCH dan Value at Risk (VaR) Model ARCHGARCH dan Value at Risk (VaR) Model ARCHGARCH dan Value at Risk (VaR) Pendekatan Program Linier Fungsi Produksi Cobb-Douglas Policy Analysis Matrix (PAM) Koefisien Variasi
31
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Risiko Dalam menjalankan usaha atau bisnis selalu dihadapkan pada suatu risiko yang menyebabkan kerugian pada usaha yang dijalankan. Setiap risiko yang terdapat dalam suatu usaha atau bisnis akan menimbulkan kerugian bagi pelaku usaha atau bisnis, karena tingginya tingkat risiko tergantung dari besarnya usaha atau bisnis yang dijalankan. Semakin tinggi usaha atau bisnis yang dijalankan maka semakin besar pula tingkat risikonya. Pengertian risiko ini memiliki beberapa pengertian, menurut Robison dan Barry (1987) yang menyitir pendapat Frank Knight menyatakan bahwa risiko menunjukkan peluang terhadap suatu kejadian yang dapat diketahui oleh pembuat keputusan berdasarkan pengalaman. Menurut Harwood et al. (1999) risiko menunjukkan kemungkinan kejadian yang menimbulkan kerugian bagi pelaku bisnis yang mengalaminya. Kountur (2006) mendefinisikan
risiko
sebagai
kemungkinan
kejadian
yang
merugikan.
Berdasarkan definisi tersebut terdapat tiga unsur penting dari risiko diantaranya risiko dianggap sebagai suatu kejadian, dari kejadian tersebut mengandung suatu kemungkinan yang dapat terjadi atau tidak terjadi, dan jika terjadi terdapat akibat yang ditimbulkan berupa kerugian. Rangkaian kejadian risiko dan ketidakpastian, disajikan dalam Gambar 5. Probability dan hasil dapat diketahui
Probability dan hasil tidak dapat diketahui
Risiko (Risk events)
Ketidakpastian (Uncertain events)
Gambar 5. Rangkaian Kejadian Risiko dan Ketidakpastian Sumber: Debertin (1986) Menurut Debertin (1986) yang membedakan antara konsep risiko dan ketidakpastian. Ketidakpastian lingkungan, kemungkinan hasil dan kemungkinan
32
kejadian tersebut tidak dapat diketahui. Sedangkan risiko, antara hasil dan kemungkinan dari suatu kejadian dapat diketahui. Suatu rangkaian kesatuan seperti pada Gambar 5 menjelaskan bahwa peristiwa di dunia dapat digolongkan menjadi dua situasi ekstrim, yaitu kejadian yang mengandung risiko atau risk events dan dalam keadaan ekstrim lainnya adalah kejadian yang tidak pasti atau uncertainty risk. Selain itu, gambar ini juga menjelaskan mengenai perbedaan antara risiko dengan ketidakpastian. Risiko berhubungan dengan suatu kejadian yang hasil akhir dan probabilitas terjadinya dapat diketahui, sedangkan ketidakpastian dihubungkan dengan kejadian yang hasil akhir dan probabilitas terjadinya tidak dapat diketahui. Tiga Fungsi Kemungkinan Utility to Income,
Utility
Utility
Utility
disajikan pada Gambar 6.
Income
Income Risk Averse
Risk Neutral
Income Risk Preferrer
Gambar 6. Tiga Fungsi Kemungkinan Utility to Income Sumber : Debertin (1986)
Kesediaan petani untuk mengambil risiko sebagai ukuran luas yang dipetakan untuk menangani psikologi petani dalam menghadapi risiko tersebut. Kepuasan atau kegunaan yang diterima petani dari penghasilan lain secara luas untuk memutuskan strategi yang akan diambil. Maksimisasi utility menjadi kewajiban yang membebani tingkat pendapatan yang akan diperoleh dan menjadi tujuan akhir dari petani atau untuk beberapa permasalahan lainnya. Hubungan fungsi utility atau kepuasan sama dengan satu atau lebih baik tersedia. Maksimisasi utilitas menjadi kriteria yang dipilih dan dibuat oleh manajer. Utility atau kepuasan petani tidak berkaitan dengan expected income yang mereka terima, tetapi hal tersebut tidak sama dengan expected income diantara keduanya. Jika Utility dan expected income memiliki kesamaan, maka
33
petani akan tertarik untuk maksimisasi utility sehingga menjadi strategi pilihan dalam memperoleh pendapatan expected income yang lebih tinggi. Transaksi yang baik dari upaya yang dilakukan oleh para ekonomis memiliki sesuatu yang perlu dibuktikan pada fungsi utilitas untuk masing-masing individu, khususnya untuk manajer pertanian yang ada. Pada Gambar 6. mengilustrasikan tiga kemungkinan yang menyangkut hubungan fungsi kemungkinan utility dan income. Diasumsikan bahwa petani dapat mencapai income yang lebih tinggi dengan mengambil risiko atau ketidakpastian yang lebih besar pula. Risk averter akan memiliki fungsi utilitas yang meningkat atau menurun sebagai dampak dari risiko income. Fungsi utilitas untuk orang yang mengambil risk neutral akan memiliki slope yang konstan. Sedangkan fungsi utilitas untuk risk preferrer akan meningkat.
3.1.2 Sumber-sumber Risiko Beberapa Risiko adalah sesuatu yang unik di dalam pertanian, seperti risiko cuaca yang buruk dapat mengurangi hasil pada tahun tersebut dan tidak dapat ditentukan sehingga mengurangi hasil yang akan diperoleh petani. Jika petani melihat dari sisi manfaat-biaya yang diperdagangkan memilih mengurangi, kemudian petani akan mencoba untuk menurunkan kemungkinan terjadinya dari efek yang tidak menguntungkan tersebut. Beberapa sumber risiko menurut Harwood et al. (1999) yang dihadapi oleh petani diantaranya adalah risiko produksi, risiko pasar atau harga, risiko kelembagaan, risiko manusia, dan risiko finansial. Dari beberapa sumber risiko tersebut, risiko yang paling utama dihadapi rumah tangga petani adalah risiko produksi dan harga produk.
1. Risiko Produksi (Production or yield risk) Terjadi karena pertanian dipengaruhi oleh banyak peristiwa yang tidak dapat dikendalikan dan sering terjadi seperti cuaca termasuk curah hujan yang rendah atau terlalu tinggi, temperatur yang ekstrim, serangan hama dan penyakit. Untuk itu, diperlukan teknologi yang memiliki peran utama di dalam risiko produksi pertanian. Pengenalan teknik produksi dan Varietas tanaman baru yang ditawarkan untuk peningkatan efisiensi yang potensial, tetapi dari teknik tersebut belum memberikan hasil yang maksimal, terutama dalam
34
jangka pendek. Sebagai pembanding, ancaman keusangan yang ada dengan praktek tertentu (sebagai contoh, penggunaan mesin di mana salah satu bagiannya sudah tidak tersedia lagi) dengan menciptakan mesin lain dan berbeda sehingga menjadi risiko. 2. Risiko pasar atau harga (Price or market risk) Mencerminkan risiko yang berhubungan dengan perubahan pada harga output maupun input yang dapat terjadi setelah komitmen untuk melakukan kegiatan produksi. Di dalam pertanian, produksi yang biasanya adalah suatu proses panjang. Sebagai contoh, produksi ternak yang memerlukan investasi berkelanjutan pada peralatan dan pakan ternak yang mungkin tidak menghasilkan return untuk beberapa tahun atau bulan. Karena pasar biasanya melibatkan keduanya antara domestik dan pertimbangan internasional, tingkat return produsen mungkin terpengaruh secara dramatis oleh peristiwa-peristiwa bergerak jauh dari wilayahnya. 3. Risiko kelembagaan (Institutional risk) Disebabkan oleh perubahan-perubahan di dalam peraturan dan kebijakan yang mempengaruhi pertanian. Risiko tipe ini biasanya dinyatakan pada perubahan harga atau batasan produksi yang tidak diantisipasi untuk output maupun input. Sebagai contoh, perubahan peraturan pemerintah mengenai penggunaan pestisida ( untuk tanaman budidaya) atau obat-obatan ( untuk ternak) yang merubah biaya produksi atau keputusan suatu negera yang membatasi impor dari tanaman tertentu yang mengurangi harga tanaman. Risiko kelembagaan yang lain bisa di bangun dari perubahan kebijakan yang mempengaruhi penjualan pupuk kandang, pembatasan praktek konservasi atau penggunaan lahan, atau perubahan kebijakan pajak pendapatan atau kredit. 4. Risiko manusia (human or personal risks) Petani juga menjadi salah satu subjek dari risiko manusia (human or personal risks) yang biasa terjadi untuk semua pelaku bisnis. Perubahan yang mengganggu bisa diakibatkan oleh suatu peristiwa seperti peristiwa kematian, perceraian, kecelakaan, atau gangguan kesehatan menjadi persoalan utama di dalam sebuah perusahaan. Sebagai tambahan, perubahan objektif yang melibatkan individu di dalam perusahaan pertanian yang mungkin memiliki
35
efek penting dalam jangka panjang untuk pencapaian dari suatu operasi. Asset risiko juga umum untuk semua bisnis dan melibatkan pencurian, kebakaran, atau kerugian lain atau kerusakan pada peralatan, bangunan, dan peternakan. Suatu jenis risiko yang terlihat penting untuk tumbuh adalah risiko kontrak (contracting risk), yang melibatkan perilaku oportunis dan keterikatan kontrak mitra yang dapat dipercaya. 5. Risiko keuangan (Financial risk) Berbeda dengan risiko bisnis yang diuraikan sebelumnya bahwa hal tersbut diakibatkan oleh cara perusahaan memperoleh modal dan membiayainya. Petani mungkin tunduk pada fluktuasi pada tingkat bunga atas pinjaman modal atau menghadapi berbagai kesulitan cash flow jika tidak ada dana yang cukup untuk membayar kembali ke kreditur. Penggunaan pinjaman dana berarti bahwa suatu bagian return dari bisnis harus dialokasikan atau dipisahkan untuk pembayaran hutang. Bahkan ketika suatu lahan 100 persen dibiayai pemilik, peminjam modal masih mengarahkan kepada kemungkinan kehilangan kepemilikan atau net worth.
3.1.3 Strategi untuk Mengurangi Risiko Petani memiliki sejumlah strategi yang ada untuk mengurangi dampak dari risiko dan ketidakpastian. Masing-masing dari strategi ini dapat mengurangi kerugian ketika alam atau pasar berada pada posisi yang tidak menguntungkan bagi petani tetapi juga dapat mengurangi keuntungan yang diperoleh petani ketika alam dan pasar dalam kondisi yang menguntungkan atau membantu. Strategistrategi yang bisa diterapkan petani menurut Debertin (1986) adalah sebagai berikut: a. Asuransi pertanian Polis asuransi tersedia dari pendapatan yang tidak menentu yang merupakan sumber risiko dapat dikurangi dengan pembelian polis asuransi. Seseorang membeli asuransi kebakaran tidak berarti bahwa mereka berharap terjadinya suatu kebakaran pada sesuatu yang telah diasuransikan. Hal ini dilakukan karena biaya asuransi relatif lebih rendah dibandingkan dengan kemungkinan biaya yang harus ditanggung jika kebakaran benar-benar terjadi.
36
Polis asuransi memberikan yang terbaik ketika kemungkinan suatu kejadian dari suatu peristiwa tersebut kecil, tetapi jika suatu kejadian terjadi hasilnya akan menjadi musibah. Dengan kata lain, asuransi akan digunakan pada situasi dimana kemungkinan terjadinya kecil dari kerugian yang besar. Asuransi pertanian menyebabkan pendapatan yang diterima petani berkurang karena harus membayar asuransi premium. Biaya asuransi premium mengurangi keuntungan potensial yang diterima petani dalam sepuluh tahun terakhir dimana risiko kegagalan tersebut tidak terjadi. b. Kontrak The future market dapat menjadi sebuah gagasan dari suatu cara yang bisa dilakukan oleh petani untuk kontrak selama penjualan dari komoditas yang spesifik berada pada harga yang spesifik pula untuk pengiriman pada beberapa waktu yang akan datang.
Dengan demikian, sistem kontrak adalah suatu
mekanisme untuk mengurangi atau menghilangkan risiko dan ketidakpastian harga dengan penentuan harga yang harus dibayar setelah panen atau ketika komoditas tersebut siap untuk dipasarkan. Meskipun terdapat harga dan pendapatan yang diperoleh akan dikurangi, pasar meningkat, petani akan membatasi pertumbuhan potensialnya jika penetapan harga ditentukan dari awal musim produksi. The future market bukan satu-satunya kontrak untuk mengurangi risiko dan ketidakpastian harga. Beberapa kontrak menyatakan bahwa penetapan harga di awal saat musim produksi dan penerimaan di akhir produksi juga akan menghilangkan ketidakpastian harga. Kontrak biasanya digunakan pada komoditas seperti broiler dan tanaman hortikultura. Kontrak harga akan bekerja dengan baik dalam sebuah model analisis marjinal yang mewakili kepastian harga. c. Fasilitas dan perlengkapan yang fleksibel Jika petani dapat menyesuaikan perubahan harga produk dan input maka kemungkinan untuk menyesuaikan bangunan dan perlengkapan yang dapat digunakan lebih dari satu jenis produk pertanian. Fasilitas khusus akan memungkinkan petani memiliki perencanaan jangka panjang. Petani yang mencoba untuk mengatasi ketidakpastian harga lebih memilih untuk
37
membangun atau membeli mesin dan fasilitas yang disesuaikan dengan susunan yang berbeda pada penggunannya atau dua komoditas dengan proporsi yang tepat dan tetap yang akan menuju ke elastisitas nol dari sisi subtitusi produk. d. Diversifikasi Diversifikasi adalah strategi lama yang digunakan petani untuk mengatasi ketidakpastian harga dan hasil (output). Strategi diversifikasi pada intinya adalah untuk memperoleh keuntungan dari salah satu jenis usaha peternakan atau tanaman budidaya untuk menghindari kerugian yang ditimbulkan dari jenis usaha lainnya. Diversifikasi digunakan lebih efektif pada tenga kerja dan input sepanjang tahun. Hal ini dapat meningkatkan pendapatan pada tahun yang baik dan buruk. Transaksi yang lebih efektif dengan perubahan harga dan pendapatan, dimana usaha diversifikasi pertanian harus memiliki harga dan output yang memiliki karakter berlawanan antara satu dengan yang lainnya. e. Program pemerintah Pemerintah berperan dalam mengatasi ketidakpastian harga dan produksi yang dihadapi oleh petani. Peran pemerintah dapat berupa dukungan dalam bentuk
program-program yang dapat meningkatkan
pendapatan dan
kesejahteraan petani. Partisipasi dalam program secara normal akan mengurangi Variabilitas pendapatan, tetapi saat pendapatan jangka panjang akan jauh lebih besar.
3.1.4 Konsep Permintaan, Penawaran dan Harga Menurut Lipsey et al. (1995) menyatakan bahwa harga suatu komoditas dan kuantitas yang akan diminta berhubungan negatif, dengan faktor lain sama. Dengan kata lain, semakin rendah harga suatu komoditas maka jumlah yang akan di minta untuk komoditas itu akan semakin besar, dan semakin besar harga maka semakin rendah jumlah yang diminta. Kebanyakan komoditas, harga komoditas, dan kuantitas atau jumlah yang akan ditawarkan berhubungan secara positif, dengan semua faktor yang lain tetap sama. Dengan kata lain, semakin tinggi harga suatu komoditas semakin besar jumlah komoditas yang akan ditawarkan dan
38
semakin rendah harga maka semakin kecil jumlah komoditas yang akan ditawarkan. Lipsey et al. (1995) menjelaskan bahwa kekuatan permintaan dan kekuatan penawaran akan saling berinteraksi dalam menentukan harga yang terjadi dalam suatu pasar yang bersaing. Perpotongan antara kurva permintaan dan kurva penawaran akan membentuk suatu kondisi keseimbangan dimana jumlah yang diminta sama dengan jumlah yang ditawarkan. Pada kondisi ini, kedua pihak baik konsumen maupun produsen akan sama-sama diuntungkan. Pembentukan Harga oleh Permintaan dan Penawaran, disajikan dalam Gambar 7.
Harga Excess supply
S
P1 E
Pe P2 Excess demand
D
Jumlah
Gambar 7. Pembentukan Harga oleh Permintaan dan Penawaran Sumber: Lipsey et al. (1995)
Proses terjadinya kondisi keseimbangan pada Gambar 7 menunjukkan bahwa harga equilibrium yang merupakan titik potong antara kurva permintaan dengan kurva penawaran. Titik E merupakan titik equilibrium dimana jumlah yang diminta sama dengan jumlah yang ditawarkan. Ketika harga diatas equilibrium (P1), akan terjadi kelebihan penawaran dan harga akan terdorong ke bawah (excess supply). Sebaliknya, pada tingkat harga di bawah equilibrium (P2) maka akan terjadi kelebihan permintaan dan harga akan terdorong untuk naik menuju harga keseimbangan atau (excess demand). Menurut Lipsey et al. (1995) menyatakan bahwa perubahan Variabel mana pun selain harga yang mempengaruhi jumlah yang diminta atau jumlah yang ditawarkan akan menyebabkan pergeseran kurva penawaran atau kurva permintaan atau keduanya. Terdapat empat pergeseran yang mungkin terjadi,
39
diantaranya: (1) kenaikan permintaan (kurva permintaan bergeser ke kanan), (2) permintaan turun (kurva permintaan bergeser ke kiri), (3) kenaikan penawaran (kurva penawaran bergeser ke kanan), dan (4) penurunan penawaran (kurva penawaran bergeser ke kiri). Pengaruh pergeseran baik pada kurva permintaan maupun kurva penawaran terhadap harga equilibrium disebut hukum permintaan dan penawaran. Pengaruh Pergeseran Kurva Permintaan, disajikan dalam Gambar 8. Harga
S
E1
p1
p1
p0 D1
E0
D0
q0
q1
Jumlah
Gambar 8. Pengaruh Pergeseran Kurva Permintaan Sumber: Lipsey et al. (1995)
Pengaruh permintaan pada Gambar 8, kenaikan permintaan diasumsikan bahwa kurva permintaan dan kurva penawaran mula-mula adalah D0 dan S yang berpotongan dan mencapai equilibrium pada E0 dengan harga p0 dan jumlah q0. Kenaikan permintaan menggeser kurva permintaan menjadi D1, mencapai equilibrium baru pada E1, harga naik menjadi p1 dan jumlah meningkat menjadi q1. Penurunan permintaan diasumsikan bahwa kurva permintaan dan kurva penawaran mula-mula pada D1 dan S, yang berpotongan dan mencapai equilibrium pada E1 dengan harga p1 dan jumlah q1. Penurunan permintaan menggeser kurva permintaan menjadi D0, mencapai equilibrium baru pada E0, harga turun menjadi p0 dan jumlah turun menjadi q0. Pengaruh Pergeseran Kurva Penawaran, disajikan dalam Gambar 9. Pengaruh penawaran pada Gambar 9, kenaikan penawaran diasumsikan bahwa kurva permintaan dan kurva penawaran mula-mula adalah S0 dan D yang 40
berpotongan dan mencapai equilibrium pada E0 dengan harga p0 dan jumlah q0. Kenaikan penawaran menggeser kurva penawaran menjadi S1, mencapai equilibrium baru pada E1, harga turun menjadi p1 dan jumlah meningkat menjadi q1. Harga S0
S1
E0
p0
E1
p1 D0
q0
q1
Jumlah
Gambar 9. Pengaruh Pergeseran Kurva Penawaran Sumber: Lipsey et al. (1995)
Penurunan penawaran diasumsikan bahwa kurva permintaan dan kurva penawaran mula-mula pada S1 dan D, yang berpotongan dan mencapai equilibrium pada E1 dengan harga p1 dan jumlah q1. Penurunan permintaan menggeser kurva penawaran menjadi S0, mencapai equilibrium baru pada E0, harga naik menjadi p0 dan jumlah turun menjadi q0.
3.1.5 Analisis Risiko 3.1.5.1 Pengukuran Risiko Harga Risiko pada umumnya berhubungan dengan perubahan dalam setiap periode waktu yang ditunjukkan dengan adanya fluktuasi harga sayuran khususnya komoditas kentang, kubis, dan tomat. Adanya fluktuasi tersebut dapat dianalisis dengan menggunakan nilai varian. Salah satu model yang dapat mengakomodasi adanya
fluktuasi
adalah
Generalized
Autoregressive
Conditional
Heteroscedaticity (GARCH) (Verbeek, 2000). Tingkat risiko berhubungan erat dengan metode GARCH, yang sering digunakan jika terjadi ketidakhomogenan ragam (varians) dari data return dan menduga nilai volatility yang akan datang. Bila didefinisikan secara parsial, Autoregressive mempunyai arti adanya
41
mekanisme ketergantungan kepada data masa lalu. Conditional berarti adanya ketergantungan varian terhadap informasi dari data masa lalu sedangkan Heteroscedasticity berarti nonconstant variance (varian yang berubah menurut fungsi waktu). Jadi secara umum, GARCH dapat diartikan sebagai suatu teknik permodelan data time series yang menggunakan varian masa lalu dan dugaan varian masa lalu tersebut digunakan untuk melakukan (forecast) varian masa yang akan datang. Dapat diketahui bahwa suatu data time series ekonomi di dalam pemisahan dan penerapan teknik ke model yang mungkin bisa mengakomodasi peramalan yang sesuai dalam beberapa kasus. Model yang digunakan dengan variabel tambahan Yt dan Xt (Verbeek, 2000) adalah sebagai berikut: Yt = δ + θYt−1 + φ0Xt + φ1Xt−1 + εt Secara umum, model GARCH (p,q) dapat dituliskan menurut Verbeek (2000) sebagai berikut:
Dalam prakteknya, spesifikasi GARCH standar yang digunakan dengan ordo p=1 dan q=1 atau GARCH (1,1) sering dilakukan dan dapat dituliskan (Verbeek, 2000) sebagai berikut:
dimana: : Variance error pada periode t : Error kuadrat periode sebelumnya : Variance error pada periode sebelumnya ω, α, β : Parameter estimasi Persamaan pada model GARCH (1,1) di atas menunjukkan bahwa Variance error pada periode t ditentukan oleh error kuadrat periode sebelumnya dan variance error pada periode sebelumnya. Model GARCH menggunakan asumsi bahwa jika non negative maka ω, α, dan β juga non negative. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai parameter estimasi (ω, α, dan β) harus positif demikian halnya dengan nilai variance error pada periode t. Nilai parameter estimasi yang
42
positif artinya semakin tinggi risiko pada periode sebelumnya maka risiko pada periode tertentu akan semakin tinggi.
3.1.5.2 Perhitungan Value At Risk (VaR) VaR adalah kerugian terbesar yang mungkin terjadi dalam rentang waktu/periode tertentu yang diprediksikan dengan tingkat kepercayaan tertentu. Konsep VaR berdiri di atas dasar observasi statistik atas data-data historis dan relatif dapat dikatakan sebagai suatu konsep yang bersifat obyektif. VaR dapat dikatakan merangkum seluruh substansi yang ingin ditangkap dari alat-alat atau metode-metode tersebut. VaR juga mengakomodasi kebutuhan untuk mengetahui potensi kerugian atas nilai tertentu. Perhitungan VaR dengan periode waktu yang berbeda-beda yaitu satu hari, tujuh hari dan 14 hari. Secara matematis VaR (Jorion, 2001) dapat didefinisikan sebagai berikut: VaR = (σt+1 x √b ) x Zα x W dimana: VaR b Zα W σt+1
= = = = =
Besarnya risiko Periode penjualan Titik kritik dalam tabel Z dengan alfa 5% Besarnya penerimaan Volatilitas yang akan datang dimana σt = √ht
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Salah satu indikator untuk mengetahui adanya risiko adalah terdapat fluktuasi di tingkat harga untuk kentang, kubis, dan tomat. Fluktuasi harga ini akan sangat merugikan pihak petani dan pedagang yang mengusahakan ketiga komoditas tersebut. Risiko yang dihadapi petani akan semakin tinggi jika harga sayuran (kentang, kubis, dan tomat) yang dihadapi semakin berfluktuasi. Fluktuasi harga pada dasarnya terjadi akibat ketidakseimbangan antara jumlah permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar dimana tingkat harga meningkat jika jumlah permintaan melebihi penawaran dan sebaliknya harga akan menurun ketika jumlah penawaran melebihi jumlah permintaan (ceteris paribus). Dari data harga kentang, kubis dan tomat di tingkat petani dan pedagang grosir Pasar Induk Kramat Jati cenderung mengalami fluktuasi yang cukup tinggi, kondisi ini dapat dilihat dari selisih antara harga tertinggi dengan harga terendah
43
yang memiliki nilai rupiah yang cukup besar. Hal ini menunjukkan adanya risiko yang ditanggung oleh pihak-pihak terkait (petani dan pedagang) yang mengusahakan ketiga komoditas tersebut dalam memperoleh pendapatan. Untuk itu, sangat penting mengkaji fluktuasi harga sayuran di Indonesia. Dengan adanya risiko di tingkat harga untuk kentang, kubis, dan tomat ini ditujukan untuk untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga sayuran, dan menganalisis altenatif strategi yang diperlukan untuk mengurangi risiko harga sayuran. Harga sayuran terutama komoditas kentang, kubis, dan tomat yang berfluktuasi merupakan indikator adanya risiko harga. Untuk mengetahui besarnya tingkat risiko harga diperlukan analisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan melakukan observasi dan wawancara langsung kepada pihak yang berkepentingan seperti petani yang mengusahakan tanaman kentang, kubis, dan tomat, pedagang grosir untuk komoditas kentang, kubis, dan tomat, pegawai di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur serta Kementrian
Pertanian.
Sedangkan
analisis kuantitatif
dilakukan dengan
menggunakan model ARCH-GARCH dan perhitungan VaR. Kerangka pemikiran operasional, disajikan pada Gambar 10. Sumber-sumber Risiko Penawaran
Permintaan
Risiko Harga Sayuran Fluktuasi Harga Variabel yang dianalisis: Harga Penawaran Permintaan Alternatif Strategi untuk Mengatasai Risiko Harga Gambar 10. Kerangka Pemikiran Operasional
44
IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian tentang risiko harga sayuran di Indonesia mencakup komoditas kentang, kubis, dan tomat dilakukan di Pasar Induk Kramat Jati, yang beralamat di Jalan Raya Bogor km. 17, Jakarta Timur. Pasar Induk Kramat Jati merupakan salah satu pusat perdagangan sayuran terbesar di Indonesia yang biasanya digunakan sebagai barometer harga dalam pembentukan harga di pasarpasar lainnya serta sebagai sumber informasi bagi Kementrian Pertanian terkait dengan harga sayuran dan buah. Kegiatan penelitian ini dilakukan pada bulan Mei hingga Juni 2011. 4.2 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data yang terdiri dari data primer dan sekunder baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan petani kentang di Pangalengan, Bandung, petani tomat dan kubis di Cisarua, Bogor, pedagang kentang, kubis, dan tomat, karyawan di Kantor Unit Pasar Besar (UPB) Pasar Induk Kramat Jati, DKI Jakarta serta Kementrian Pertanian. Data sekunder diperoleh dari Kantor Pasar Induk Kramat Jati Jakarta berupa data time series harga harian (rupiah per kilogram), pasokan harian (satuan dalam ton) kentang, kubis, dan tomat serta permintaan harian (satuan dalam ton) khusus untuk komoditas kentang dari bulan Januari 2006 sampai Februari 2011. Jumlah data historis yang digunakan dalam kurun waktu lima tahun untuk penelitian ini adalah sebanyak 1872 data. Data tersebut dijadikan input untuk meramalkan model dan mengukur besarnya tingkat risiko harga kentang, kubis dan tomat. Untuk informasi pendukung lainnya diperoleh dari catatan yang terdapat di berbagai instansi yang terkait dengan masalah penelitian seperti Kementrian Pertanian, Direktorat Jendral Hortikultura, Perpustakaan LSI, Perpustakaan Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Perpustakaan Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP), dan berbagai literatur seperti buku, skripsi, artikel-artikel dari internet, majalah pertanian, jurnal, dan sebagainya.
45
4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder yang diolah dan dianalisis melalui beberapa metode analisis yang digunakan. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis risiko dengan menggunakan model ARCH-GARCH yang digunakan untuk meramalkan volatilitas periode selanjutnya dan perhitungan VaR yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian yang pertama, yaitu menganalisis besarnya tingkat risiko harga kentang, kubis dan tomat. Data yang digunakan adalah data harga harian (rupiah per kilogram), pasokan harian (satuan dalam ton) kentang, kubis dan tomat serta permintaan (satuan dalam ton) khusus untuk komoditas kentang. Analisis data diolah dengan bantuan program Microsoft Excel dan Eviews 6. Analisis kualitatif dilakukan dengan pendekatan deskriptif yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian yang kedua, yaitu menganalisis alternatif solusi yang dilakukan petani selaku produsen untuk mengurangi risiko harga dari komoditas kentang, kubis dan tomat. Analisis ini menggunakan data kualitatif yang diperoleh melalui hasil wawancara dan diskusi langsung dengan pihak-pihak yang berkepentingan seperti petani kentang, kubis dan tomat, pedagang grosir kentang, kubis dan tomat dan karyawan Kantor di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta serta Kementrian Pertanian.
4.4 Analisis Data Harga Sayuran Pengukuran risiko harga kentang, kubis, dan tomat dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model ARCH-GARCH. Model ARCH (Autoregressive Conditional Heteroscedasticity) dikembangkan untuk menjawab persoalan adanya volatilitas atau fluktuasi pada data ekonomi dan bisnis, khususnya dalam bidang keuangan. Volatilitas ini tercermin dalam varians residual yang tidak memenuhi asumsi homoskedastisitas (varians residual konstan sepanjang waktu). Bollerslev pada tahun 1986 kemudian mengembangkan model ini menjadi GARCH, yaitu singkatan dari Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity. GARCH mengasumsikan data yang dimodelkan memiliki standar deviasi yang selalu berubah terhadap waktu. GARCH yang
46
cukup baik untuk memodelkan data yang berubah standar deviasinya, tetapi tidak untuk data yang benar-benar acak. Kondisi volatilitas data mengindikasikan bahwa perilaku data time series memiliki varian residual yang tidak konstan dari waktu ke waktu atau mengandung gejala heteroskedastisitas karena terdapat varians error yang besarnya tergantung dengan pada volatilitas error masa lalu. Akan tetapi ada kalanya varian error tidak tergantung pada variablel bebasnya saja melainkan varian tersebut berubah-ubah seiring dengan perubahan waktu. Karena itu, perlu dibuat suatu model pendekatan untuk memasukkan masalah volatilitas data dalam model penelitian. Dalam mengaplikasikan model ARCH-GARCH, dilakukan tahap-tahap sebagai berikut : 1. Identifikasi efek ARCH Dalam permodelan ARCH-GARCH didahului dengan identifikasi apakah suatu data atau model persaman rataan yang diamati mengandung heteroskedastisitas atau tidak. Ini dilakukan antara lain dengan mengamati beberapa ringkasan statistik dari persamaan rataan tersebut. Sebagai contoh bila data atau model persamaan rataan memiliki nilai kurtosis lebih dari tiga menunjukkan
gejala awal adanya
heteroskedastisitas.
(Davidson dan
MacKinnon, 2004 dalam Firdaus, 2006). Skewness merupakan ukuran kemiringan, pengukuran tingkat ketidaksimetrisan (kecondongan) sebaran data di sekitar rata-ratanya. Distribusi normal merupakan distribusi yang simetris dan nilai skewness adalah nol. Skewness yang bernilai positif menunjukkan ujung dari kecondongan menjulur ke arah nilai positif (ekor kurva sebelah kanan lebih panjang). Untuk skewness yang bernilai negatif menunjukkan ujung dari kecondongan menjulur ke arah nilai negatif (ekor kurva sebelah kiri lebih panjang). Jika data skewness tersebut tidak sama dengan nol maka mengandung heteroskedastisitas (Widarjono, 2005). 2. Estimasi model Pada tahapan ini dilakukan simulasi beberapa model ragam dengan menggunakan model rataan yang telah didapatkan. Kemudian dilanjutkan dengan pendugaan parameter model. Pendugaan parameter dimaksudkan untuk
47
mencari koefisien model yang paling sesuai dengan data. Penentuan dugaan parameter
ARCH-GARCH
dilakukan
dengan
menggunakan
metode
kemungkinan maksimum secara iteratif. Dengan menggunakan Software Eviews 6, estimasi nilai-nilai parameter dapat dilakukan. Selanjutnya dilakukan pemilihan model terbaik. Kriteria model terbaik adalah memiliki ukuran kebaikan model yang besar dan koefisien yang nyata. Terdapat dua bentuk pendekatan yang dapat digunakan sebagai ukuran kebaikan model yaitu : a.
Akaike Information Criterion (AIC) = Ln (MSE) + 2*K/N
b.
Schwarz Criterion (SC)
= Ln (MSE) + [K*log (N)]/N
dimana, MSE = Mean Square Error K = Banyaknya parameter N = Banyaknya data pengamatan SC dan AIC merupakan dua standar informasi yang menyediakan ukuran informasi yang dapat menemukan keseimbangan antara ukuran kebaikan model dan spesifikasi model yang terlalu hemat. Nilai ini dapat membantu untuk mendapatkan seleksi model yang terbaik. Model yang baik dipilih berdasarkan nilai AIC dan SC yang terkecil dengan melihat juga signifikansi koefisien model. 3. Evaluasi model Pemeriksaan kecukupan model dilakukan untuk menguji asumsi, sehingga model yang diperoleh cukup memadai. Jika model tidak memadai, maka harus kembali ke tahap identifikasi untuk mendapatkan model yang lebih baik. Evaluasi model dilakukan dengan memperhatikan beberapa indikator, yaitu pengujian efek ARCH-GARCH dari residual dan memeriksa kenormalan galat baku model dengan uji Jarque-Bera. 4. Peramalan Setelah memperoleh model yang memadai, model tersebut digunakan untuk memperkirakan nilai volatilitas masa yang akan datang. Peramalan dilakukan dengan memasukkan parameter ke dalam persamaan yang diperoleh. Hasil peramalan digunakan untuk pembahasan lebih lanjut seperti perhitungan VaR pada analisis risiko. Tingkat risiko memiliki hubungan yang erat dengan metode GARCH yang sering digunakan jika terjadi ketidakhomogenan ragam
48
atau varians dari data return dan menduga nilai volatilitas yang akan datang. Hal tersebut merupakan kelebihan metode GARCH dibandingkan dengan penduga ragam atau varians biasa yang tidak mampu melakukan pendugaan ragam (varians) jika terjadi ketidakhomogenan data tidak terpenuhi. Terkait dengan adanya risiko harga pada sayuran dapat diketahui dengan adanya fluktuasi harga. Kondisi ini disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi harga sayuran komoditas kentang, kubis, dan tomat diantaranya harga sebelumnya (Pt-1) dan penawaran (Qt). Penawaran yang digunakan adalah jumlah pasokan yang masuk ke pasar dari beberapa daerah sentra yang menghasilkan komoditas kentang, kubis, dan tomat. Khusus untuk komoditas kentang dengan menambah permintaan (Dt) dimana pada umumnya sisa dalam waktu satu hari sebesar 20 persen dan selebihnya adalah permintaan akan komoditas kentang pada hari itu yang dapat dituliskan sebagai berikut: Pt = f (Pt-1, Qt, Dt) Sehingga diperoleh persamaan model harga sayuran komoditas kentang, kubis, dan tomat sebagai berikut: Ln (Pt) = b0 + b1 Ln (Pt-1) + b2 Ln (Qt) + b3 Ln (Dt) + εt Peramalan ragam untuk periode yang akan datang diramalkan dengan menggunakan rumus GARCH (1,1) sebagai berikut: ht = C + α ε2t-1 + β ht-1 dimana: Pt Pt-1 Qt Dt b0, b1, b2, b3, α, β ht ε2t-1 ht-1 C εt
: Harga sayuran periode ke t (Rupiah/kilogram) : Harga sayuran periode sebelumnya (Rupiah/kilogram) : Jumlah penawaran sayuran (ton) : Jumlah permintaan sayuran (ton) : Besaran parameter dugaan : Ragam pada periode ke t : Volatilitas periode sebelumnya : Varian periode sebelumnya : Konstanta : Error
Setelah diperoleh model yang sesuai maka dilakukan perhitungan Var adalah sebagai berikut (Jorion, 2001):
49
VaR = (σt+1 x √b ) x Zα x W dimana: VaR b Zα W σt+1
= = = = =
Besarnya risiko yang diterima pedagang Periode penjualan sayuran Titik kritik dalam tabel Z dengan alfa 5% Besarnya modal yang dikeluarkan pedagang Volatilitas yang akan datang dimana σt = √ht
Untuk melakukan perhitungan VaR, besarnya penerimaan diperoleh dari modal investasi yang digunakan pedagang kentang, kubis, dan tomat. Berdasarkan modal yang dikeluarkan pedagang kentang, kubis dan tomat dalam satu hari adalah untuk kentang sebesar Rp. 9.000.000,00, kubis sebesar Rp. 2.400.000,00 dan tomat sebesar Rp. 2.500.000,00. Periode penjualan untuk mengetahui besarnya risiko yang ditanggung pedagang adalah satu, tujuh, dan 14 hari. Perhitungan VaR komoditas kentang, kubis, dan tomat disajikan pada Tabel 8, 9, 10. Tabel 8. Perhitungan VaR Komoditas Kentang Komoditas Kentang Periode ke Indikator 1 7 W σt+1 Z VaR Tabel 9. Perhitungan VaR Komoditas Kubis Komoditas Kubis Periode ke Indikator 1 7 W σt+1 Z VaR Tabel 10. Perhitungan VaR Komoditas Tomat Komoditas Tomat Periode ke Indikator 1 7 W σt+1 Z VaR
14
14
14
50
V GAMBARAN UMUM PASAR INDUK KRAMAT JATI 5.1 Manajemen Pasar Induk Kramat Jati Pasar Induk Kramat Jati dengan dasar hukum menurut Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 3 tahun 2009 tanggal 28 Juli 2009 tentang pengelolaan area pasar yang didirikan dengan akta pendirian pasar induk berdasarkan SK Gubernur KDKI Jakarta No. D-V, a18/1/17/1973 tanggal 28 Desember 1973 tentang Pendirian Pasar Induk sayur mayur dan buah-buahan serta ketentuan pengurusannya. Pasar Induk Kramat Jati merupakan fasilitas pusat perdagangan besar sayur mayur dan buah-buahan di DKI Jakarta yang bersifat menyeluruh dengan fasilitas pelengkap yang diperlukan, beralamat di Jalan Raya Bogor Km. 17 Jakarta Timur. Secara organisasi dan administrasi PIKJ merupakan salah satu pasar dari 151 pasar yang dikelola oleh PD Pasar Jaya, dan telah melakukan peremajaan pasar pada tahun 2003 dengan luas 14,7 ha. Pasar Induk Kramat Jati memiliki 4.428 tempat usaha yang terdiri dari tempat usaha eksisting sebanyak 3.653 kios, tempat usaha bebas terdiri dari 890 kios, Uniko dengan jumlah 76 tempat dan juga terdapat Agro Outlet sebanyak 29 kios. Tugas pokok Pasar Induk Kramat Jati diantaranya adalah mengatur dan menyelenggarakan pengurusan fasilitas untuk kelancaran arus bahan makanan sayur-mayur dan buah-buahan, menyediakan fasilitas perdagangan dan pemasaran yang diperlukan bagi penyelenggaraan perdagangan besar sayur mayur dan buah-buahan. Sedangkan fungsi dari Pasar Induk Kramat Jati adalah
menyediakan dan mengatur fasilitas-fasilitas
perdagangan/pemasaran, menyediakan fasilitas umum, mengatur kegiatan angkutan dan bongkar muat, pencatatan harga dan tonase. Pasar Induk Kramat Jati memiliki berbagai macam fasilitas layanan umum lengkap. Terdapat sebuah masjid dan tiga mushola yang menjamin kelancaran para pengguna pasar dalam beribadah. Fasilitas umum lainnya berupa toilet di 14 lokasi, Bank umum yang terdiri dari Bank Mandiri dan Mayapada, serta lahan parkir seluas 14.737 m2. Layanan keamanan dan kebersihan pasar ini masingmasing dikelola oleh PT. Kelola Jasa Amanusa dan PT. Garda Transmoes Mandiri. Sedangkan untuk layanan angkutan dikelola oleh KABAPIN dengan jumlah angkutan sebanyak 700 unit. Pasar Induk Kramat Jati juga menyediakan 51
jasa bongkar muat yang dikelola oleh suatu badan yang disebut BAPENGKAR. Selain itu BAPENGKAR juga menyediakan jasa penimbangan komoditi yang kemudian akan dilaporkan ke kantor Pasar Induk Kramat Jati. Pola distribusi yang terjadi di Pasar Induk Kramat Jati disajikan pada Gambar 11.
Petani/Produsen dari Jawa Tengah dan Jawa Timur
Petani/Produsen dari Jawa Barat
Petani/Produsen dari luar negeri (Pelabuhan)
Petani/Produsen dari Sumatera
PASAR INDUK KRAMAT JATI
Pasar-pasar Swalayan
Pasar-pasar Wilayah di BOTABEK Hotel dan Restoran
Pasar-pasar Wilayah di DKI
Gambar 11. Pola Distribusi Sayur-mayur dan Buah-buahan di Pasar Induk Kramat Jati Sumber: Pasar Induk Kramat Jati, 2011
Pasokan sayur-mayur dan buah-buahan yang masuk ke Pasar Induk Kramat Jati (Gambar 11) berasal dari beberapa daerah sentra seperti dari provinsi Sumatra, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, serta dari Luar Negeri. Untuk komoditas kentang, pasokan berasal dari daerah Garut, Medan, Dieng, Pangalengan, Padang. Untuk komoditas kubis, pasokan berasal dari daerah Dieng, Pangalengan, Garut, Cipanas, Medan, Padang, Malang. Komoditas tomat, pasokan berasal dari daerah Garut, Pangalengan, Cipanas, Dieng (Tabel 11). Untuk sayur-mayur yang masuk ke Pasar Induk Kramat Jati berdasarkan daerah asal untuk setiap jenis komoditas disajikan dalam Tabel 11.
52
Tabel 11. Pasokan sayur-mayur untuk setiap komoditas dari beberapa daerah asal di Pasar Induk Kramat Jati. Komoditas Daerah Asal Kubis Dieng, Pangalengan, Garut, Cipanas, Medan, Padang, Malang Kembang Kol Pangalengan, Cipanas, Garut Sawi Cipanas, Sukabumi, Kuningan, Bogor Buncis Sukabumi, Cipanas, Lembang Wortel Pangalengan, Cipanas, Garut, Sukabumi Tomat Garut, Pangalengan, Cipanas, Dieng Labu Siem Cipanas, Sukabumi, Bogor, Garut Terong Purwakarta, Bogor, Subang, Cirebon Timun Cikarang, Cipanas, Purwakarta, Subang Cabe(Kriting,Merah Magelang, Wates, Wonosobo, Malang, Banyuwangi, Besar, Rawit Merah Madura, Rembang, Tasik, Sukabumi, Ciwidey, dan Hijau) Pangalengan, Cipanas, Wonosobo, Klaten Bawang Merah Brebes, Tegal, Patrolimport Nganjuk Bawang Putih Wonosobo, Import Daun Bawang Sukabumi, Cipanas, Pangalengan, Garut Daun Sledri Sukabumi, Bogor, Cipanas Nangka Muda Padang, Lampung, Bogor, Serang Caisin Cipanas, Bogor, Sukabumi Jagung Garut, Cirebon, Tegal, Brebes Jengkol Lampung, Tegal, Banyuwangi Kentang Garut, Medan, Dieng, Pangalengan, Padang Kelapa Lampung, Tasik, Serang, Padang Sumber: Pasar Induk Kramat Jati, 2011
Setiap harinya Pasar Induk Kramat Jati menerima pasokan sayur-sayuran, buah-buahan, umbi-umbian dan bumbu dapur dari berbagai daerah di Indonesia. Sebanyak 99,05 persen pasokan diperoleh dari luar daerah. Tonase dari masingmasing komoditas yang diperjualbelikan tersebut yaitu sayuran dengan jumlah 1100-1400 ton, buah-buahan sebanyak 1200-1500 ton, umbi-umbian dengan jumlah 90-120 ton dan bumbu dapur dengan jumlah 10-30 ton.Sedangkan untuk permintaan sayur-mayur dari Pasar Induk Kramat Jati berasal dari pasar-pasar swalayan, hotel dan restoran, pasar-pasar di wilayah DKI Jakarta, serta pasarpasar wilayah Bogor, Tangerang, Bekasi. 5.2 Perkembangan Harga Sayuran di Pasar Induk Kramat Jati Komoditas sayuran yang memberikan kontribusi cukup besar terhadap PDB hortikultura nasional. Sayuran tersebut meliputi beberapa komoditas termasuk kentang, kubis, dan tomat. Kontribusi terhadap PDB sayuran pada tahun 2009
53
komoditas kentang sebesar 8,16%, kubis sebesar 6,66%, dan tomat sebesar 7,48% (Ditjen Hortikultura, 2009a). Hal ini menunjukkan bahwa komoditas sayuran tersebut terutama kentang, kubis, dan tomat memiliki peranan penting dalam perekonomian nasional dan kesejahteraan masayarakat Indonesia terutama petani yang mengusahakan ketiga komoditas tersebut.
5.2.1 Perkembangan Harga Kentang Perkembangan harga kentang cenderung mengalami fluktuasi setiap tahun sehingga hal ini menyebabkan ketidakpastian atas harga yang diperoleh pihakpihak terkait terutama petani dan pedagang. Berdasarkan plot data deret waktu harga kentang diperoleh pola data harga yang dapat dilihat pada Gambar 12. 8,000
Harga (Rp/kilogram)
7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000
250
500
750
1000
1250
1500
1750
Hari
Gambar 12. Plot Harga Kentang Periode Januari 2006 – Februari 2011 Sumber : Pasar Induk Kramat Jati, 2011
Berdasarkan Gambar 12, menunjukkan adanya fluktuasi harga yang tinggi untuk komoditas kentang yang terjadi setiap hari. Harga jual kentang yang tertinggi sebesar Rp. 8.000 per kilogram yang terjadi pada periode 1094-1095 pada bulan Januari 2009. Sedangkan untuk harga terendah sebesar Rp. 2.000 per kilogram yang terjadi pada periode ke 332 pada bulan Desember 2006. Kondisi ini tidak lepas dari keseimbangan pasar antara penawaran dan permintaan yang terjadi di Pasar Induk Kramat Jati. Pasokan kentang yang masuk ke Pasar Induk Kramat Jati dengan pasokan pada harga tertinggi sebesar 3.244 ton bulan Januari 2009 dengan jumlah permintaan sebesar 2.595 ton. Sedangkan harga terendah dengan pasokan kentang sebesar 3.676 ton pada bulan Desember 2006 dengan jumlah permintaan sebesar 2.941 ton (Lampiran 1). Harga tertinggi yang dicapai
54
disebabkan oleh jumlah pasokan yang lebih sedikit dibandingkan dengan saat harga mencapai titik terendah.
5.2.2 Perkembangan Harga Kubis Harga kubis dalam kurun waktu lima tahun terakhir cenderung mengalami fluktuasi yang cukup tinggi. Kondisi ini menyebabkan ketidakpastian atas hasil yang diperoleh atas komoditas yang di jual. Berdasarkan plot data deret waktu harga kubis diperoleh pola data harga yang dapat dilihat pada Gambar 13. 6,000
Harga
5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 0 250
500
750
1000
1250
1500
1750
Hari
Gambar 13. Plot Harga Kubis Periode Januari 2006 – Februari 2011 Sumber : Pasar Induk Kramat Jati, 2011
Berdasarkan Gambar 13 menunjukkan bahwa kubis cenderung mengalami fluktuasi harga setiap harinya. Harga tertinggi kubis mencapai Rp. 6.000 per kilogram pada peiode 1612 bulan Juni 2010. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pasokan yang masuk ke Pasar Induk Kramat Jati sebesar 2.302 ton karena daerah sentra penghasil kubis di Dieng, Pangalengan, Garut, Cipanas, Medan, Malang, dan Padang panennya tidak maksimal atau belum panen sehingga menyebabkan harga meningkat. Sedangkan harga terendah mencapai Rp. 700 per kilogram yang terjadi pada periode ke 794-795 dan 807 bulan Februari dan Maret 2008 dengan jumlah pasokan yang masuk sebesar 2.861 dan 3.459 ton (Lampiran 2). Harga terendah pada kubis disebabkan oleh daerah sentra panen secara bersamaan sehingga menyebabkan peningkatan jumlah pasokan yang masuk ke Pasar Induk Kramat Jati.
55
5.2.3 Perkembangan Harga Tomat Harga tomat cenderung mengalami fluktuasi yang cukup tinggi dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan plot data deret waktu harga tomat diperoleh pola data harga yang dapat dilihat pada Gambar 14. 10,000
8,000
Harga
6,000
4,000
2,000
0 250
500
750
1000
1250
1500
1750
Hari
Gambar 14. Plot Harga Tomat Periode Januari 2006 – Februari 2011 Sumber : Pasar Induk Kramat Jati, 2011
Pada Gambar 14, menunjukkan bahwa komoditas tomat cenderung mengalami fluktuasi harga setiap harinya. Harga tertinggi tomat mencapai Rp. 9.500 per kilogram pada peiode 1549 bulan April 2010. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pasokan yang masuk ke Pasar Induk Kramat Jati sebesar 2.030 ton karena daerah sentra penghasil tomat di Dieng, Pangalengan, Garut, dan Cipanas mengalami gagal panen sehingga menyebabkan harga meningkat. Sedangkan harga terendah mencapai Rp. 900 per kilogram yang terjadi pada periode ke 648649 dan 654-655 bulan September 2007 dengan jumlah pasokan yang masuk sebesar 3.167 ton (Lampiran 3). Harga terendah pada tomat disebabkan oleh daerah sentra panen secara bersamaan sehingga menyebabkan peningkatan jumlah pasokan yang masuk ke Pasar Induk Kramat Jati.
56
VI ANALISIS RISIKO HARGA SAYURAN 6.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Risiko Harga Sayuran 6.1.1 Analisis Risiko Harga Kentang Penelitian ini dilakukan berdasarkan harga sayuran di Pasar Induk Kramat Jati yang diperoleh dari hasil pendugaan persamaan harga kentang dengan menggunakan model ARCH-GARCH dan untuk mengetahui besarnya risiko dengan menggunakan perhitungan VaR. Dalam analisis risiko ini digunakan data harga jual, pasokan harian, dan permintaan di Pasar Induk Kramat Jati pada periode Januari 2006 hingga Februari 2011. Untuk menghitung besarnya harga komoditas kentang dilakukan analisis menggunakan ARCH-GARCH. Analisis ini menggunakan tiga variabel yaitu harga (Pt) sebagai variabel dependen (variabel terikat), harga sehari sebelumnya (Pt-1), jumlah pasokan, dan (Qt) jumlah permintaan (Dt) sebagai variabel independen. Sebelum dilakukan analisis menggunakan ARCH-GARCH maka perlu dilakukan pengujian ada atau tidaknya heteroskedastisitas dengan melihat uji normalitas yang disajikan pada Gambar 15. 900
Series: Residuals Sample 2 1872 Observations 1871
800 700
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
600 500 400 300
-4.29e-16 -0.001209 0.580412 -0.669624 0.045688 -0.859037 44.59170
200
Jarque-Bera Probability
100
135087.9 0.000000
0 -0.6
-0.4
-0.2
-0.0
0.2
0.4
0.6
Gambar 15. Uji Normalitas Komoditas Kentang Berdasarkan Gambar 15, diperoleh nilai kurtosis untuk komoditas kentang pada data sebesar 44,59170. Nilai kurtosis lebih besar dari tiga menunjukkan bahwa data tersebut mengandung heteroskedastisitas. Skewness komoditas kentang bernilai negatif sebesar 0,859037 yang menunjukkan ujung dari kecondongan menjulur ke arah nilai negatif (ekor kurva sebelah kiri lebih panjang). Dari data skewness tersebut tidak sama dengan nol sehingga data dari 57
komoditas tersebut mengandung heteroskedastisitas. Selain itu, untuk mengetahui kebaikan model dilakukan pemeriksaan terhadap galat terbakukan dengan melihat nilai statistik Jarque-Bera dengan nilai probability sebesar 0,00000 lebih kecil dari taraf nyata lima persen yang berarti bahwa galat terbakukan tidak menyebar normal. a. Analisis risiko harga kentang OLS (Ordinary Least Square) dilakukan sebelum menganalisis ARCHGARCH, yang disajikan dalam Lampiran 4. Pendugaan parameter model menggunakan metode kemungkinan maksimum atau quasi maximum likelihood. Simulasi model ini mengkombinasikan nilai p = 1,2,3 dengan nilai q = 0,1,2,3 sehingga terbentuk 12 model ragam. Terdapat 12 model yang diajukan dalam penelitian sebagai hasil teknik pengujian berbagai model dengan kombinasi ARCH-GARCH. Pada penelitian yang dilakukan, menggunakan model standar menurut Verbeek (2000) adalah GARCH (1,1) untuk meramalkan tingkat risiko harga. Ringkasan model tersebut dapat dilihat pada Lampiran 5, 6 dan model GARCH dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Harga Kentang dengan Model GARCH Variabel
C (Konstanta) Pt-1 (Harga Kentang Periode Sebelumnya) Qt (Jumlah Pasokan Kentang) Dt (Jumlah Permintaan Kentang) C (Konstanta) α1 (Volatilitas Periode Sebelumnya) β1 (Varian Periode Sebelumnya)
Coefficient 0,115712
GARCH (1,1) Std, Error Z-Statistic 0,034092 3,394113
Probability 0,0007
0,988196
0,003600
274,4761
0,0000
-0,099851 0,100778
0,2961 0,3061
0,000185
0,095559 -1,044913 0,098471 1,023431 Variance Equation 2,62E-05 7,047687
0,060852
0,007756
7,846037
0,0000
0,847975
0,019906
42,59879
0,0000
AIC
-3,462211
SC R-squared
-3,441506
0,0000
97,14%
Berdasarkan hasil output pada Tabel 12, menunjukkan bahwa pada konstanta dan harga periode sebelumnya signifikan pada taraf nyata satu persen. Sedangkan pasokan untuk komoditas kentang, signifikan pada taraf nyata 30 persen dan
58
permintaan signifikan pada taraf nyata 35 persen. Taraf nyata sebesar 30 dan 35 persen pada sosial ekonomi masih diperkenankan sehingga signifikansi dapat diperoleh untuk komoditas kentang. Selain itu, nilai R-square sebesar 97,14 persen menunjukkan bahwa variabel independen dapat menjelaskan harga komoditas kentang dan sisanya dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Hal ini menunjukkan bahwa harga kentang pada periode sebelumnya, pemintaan, dan pasokan mempengaruhi harga pada periode sekarang. Hasil pendugaan harga kentang menunjukkan nilai parameter pada harga periode sebelumnya memiliki korelasi positif dengan harga periode sekarang sebesar 0,988196 yang berarti bahwa harga sebelumnya meningkat maka harga pada periode berikutnya juga akan meningkat begitu pula sebaliknya. Pada pasokan untuk komoditas kentang memiliki korelasi negatif sebesar 0,099850 dengan harga periode sekarang, artinya ketika jumlah pasokan yang masuk ke pasar tinggi maka akan mengakibatkan harga komoditas tersebut rendah, begitu pula sebaliknya. Harga jual kentang yang tertinggi sebesar Rp. 8.000 per kilogram terjadi pada bulan Januari 2009 dengan jumlah pasokan yang masuk ke pasar sebesar 3.244 ton. Hal ini disebabkan oleh daerah sentra kekurangan pasokan yang diakibatkan oleh gagal panen karena hama dan penyakit, ketidaktersediaan barang karena belum panen sehingga menyebabkan harga kentang meningkat secara tiba-tiba. Untuk harga terendah sebesar Rp. 2.000 per kilogram pada bulan Desember 2006 dengan jumlah pasokan sebesar 3.676 ton pada bulan Desember 2006. Kondisi ini terjadi saat panen raya, dimana kelebihan pasokan kentang yang masuk ke pasar secara bersamaan. Hal ini menyebabkan jumlah pasokan melebihi jumlah yang diminta oleh konsumen sehingga mengakibatkan harga jatuh. Untuk permintaan kentang memiliki korelasi positif sebesar 0,100778 dengan harga periode sekarang. Hal ini disebabkan oleh kondisi produk yang tahan lama sehingga ketika produk tersebut tidak habis dalam sehari maka dapat dijual pada hari berikutnya dan di pasar pada umumnya menyisakan barang sebesar 20 persen selebihnya dianggap sebagai permintaan. Jumlah permintaan yang masuk ke pasar mencapai nilai tertinggi sebesar 2.595 ton. Dan ketika harga komoditas mencapai harga terendah, permintaan konsumen dalam sehari sebesar 2.941 ton.
59
Hasil output menunjukkan bahwa model yang diajukan untuk komoditas kentang dari semua estimasi kombinasi yang dilakukan adalah GARCH (1,1) yang berarti bahwa pola pergerakan harga kentang dipengaruhi oleh volatilitas dan dipengaruhi oleh varian harga pada satu hari sebelumnya. Hasil analisis model persamaan varian harga kentang menunjukkan bahwa volatilitas dan varian harga periode sebelumnya bertanda positif dan signifikan pada taraf nyata satu persen. Hal ini menunjukkan bahwa varian dan volatilitas harga kentang periode sebelumnya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi risiko harga jual periode berikutnya. Dimana peningkatan risiko harga jual kentang periode sebelumnya maka akan meningkatkan risiko harga jual kentang pada periode berikutnya. Untuk mengetahui kecukupan model, maka dilakukan pemeriksaan terhadap galat terbakukan dengan mengamati nilai statistik uji Jarque-Bera untuk memeriksa asumsi kenormalan. Hasil pengolahan model dugaan sementara persamaan harga kentang disajikan pada lampiran 7. Hasil output menunjukkan nilai Jarque-Bera pada model dugaan sementara risiko harga kentang diperoleh nilai probability sebesar 0,0000 yang berarti galat terbakukan tidak menyebar normal. Selain itu, hasil uji ARCH menunjukkan nilai LM komoditas kentang memiliki nilai probability lebih besar dari taraf nyata lima persen sehingga sudah tidak ada efek ARCH, yang disajikan pada Lampiran 8. b. Tingkat risiko harga kentang Model persamaan harga kentang menunjukkan bahwa tingkat risiko komoditas kentang dipengaruhi oleh besarnya error term harga sehari sebelumnya dan simpangan baku harga dari rataannya untuk satu hari sebelumnya. Model yang diperoleh berdasarkan GARCH (1,1) adalah sebagai berikut: ht = 0,000185+ 0.060852 ε2t-1 + 0,847975 ht-1 Berdasarkan hasil pendugaan nilai varian (Gambar 16), di mana tingkat volatilitas kentang tertinggi sebesar 0,034 pada periode ke 337 yang menunjukkan bahwa terjadi penumpukan kentang di pasar sehingga harga jatuh. Untuk volatilitas terendah pada komoditas kentang berada pada periode ke 1-3 sebesar 0.000704. Dari data tersebut diketahui bahwa terjadi penurunan pasokan yang masuk ke pasar sehingga mempengaruhi harga kentang menjadi naik. Pada
60
umumnya harga komoditas kentang cenderung stabil, hal ini disebabkan oleh karakteristik kentang yang tahan lama dan sisa dalam sehari sebesar 20 persen sehingga dapat di jual pada hari berikutnya. Plot varian harga kentang periode Januari 2006 – Februari 2011, disajikan pada Gambar 16. .035
Varian
.030 .025 .020 .015 .010 .005 .000 250
500
750
1000
1250
1500
1750
Periode
Gambar 16. Plot Varian Harga Kentang Periode Januari 2006 – Februari 2011 Sumber: Pasar Induk Kramat Jati, 2011 Dari model persamaan tersebut maka dapat dilakukan perhitungan besarnya risiko yang dihadapi oleh pedagang dengan adanya fluktuasi harga kentang melalui perhitungan VaR. Tingkat penerimaan yang diambil untuk perhitungan VaR diperoleh dari modal yang dikeluarkan pedagang untuk membeli kentang dalam satu hari. Perhitungan VaR dilakukan dengan menggunakan skenario periode penjualan yakni selama 1 hari, 7 hari, dan 14 hari. Berdasarkan perhitungan VaR dengan besar rata-rata modal yang dikeluarkan pedagang kentang dalam satu hari sebesar Rp. 9.000.000,00. Besarnya risiko harga yang akan ditanggung pedagang kentang disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Besar Risiko Harga Kentang dari Modal yang Dikeluarkan Pedagang Kentang Hari Nilai (Rp) % 577.395 6,42 1 4.041.765 44,91 7 8.083.530 89,82 14 Besar risiko harga pada Tabel 13, komoditas kentang tersebut terlihat bahwa nilai VaR semakin besar seiring dengan lamanya waktu berinvestasi. Risiko harga kentang sebesar 6,42 persen dari total investasi yang dikeluarkan pedagang dalam jangka waktu satu hari yang menunjukkan bahwa kenaikan penerimaan sebesar
61
satu rupiah akan meningkatkan risiko harga kentang sebesar 6,42 persen. Kondisi tersebut pada periode berikutnya memiliki risiko yang semakin tinggi dengan besarnya investasi yang dilakukan. Dengan adanya risiko harga pada komoditas kentang tersebut menyebabkan atas ketidakpastian yang diperoleh pedagang. Hal ini disebabkan oleh besar kecilnya jumlah pasokan yang masuk ke pasar sehingga mempengaruhi harga komoditas tersebut. Jumlah pasokan yang tinggi menyebabkan harga kentang menurun karena di daerah sentra sedang panen raya sehingga jumlah pasokan yang masuk ke pasar menjadi tinggi dan harga yang diperoleh menjadi rendah di tingkat pedagang. Ketika pasokan kentang sedikit mengakibatkan harga meningkat yang disebabkan oleh keadaan daerah sentra yang belum panen sehingga menyebabkan jumlah pasokan yang masuk ke pasar sedikit. Untuk permintaan dan harga sebelumnya tidak berpengaruh terhadap harga kentang periode sekarang karena harga dibentuk oleh jumlah pasokan yang masuk ke pasar. Kondisi tersebut yang menyebabkan semakin tingginya risiko dari penerimaan yang akan diperoleh pedagang kentang. Selain itu, komoditas kentang karakter tahan lama dibandingkan sayuran lainnya sehingga ketika komoditas kentang tidak terjual dalam satu hari maka dapat di jual pada hari berikutnya. Berdasarkan wawancara dengan pegawai Pasar Induk Kramat Jati, secara umum sisa kentang dalam satu hari sebanyak 20 persen dan sisanya dianggap sebagai permintaan dalam satu hari.
6.1.2 Analisis Risiko Harga Kubis Dari data harga kubis akan dilakukan peramalan dengan model yang sesuai untuk menghitung besarnya harga komoditas tersebut dengan menggunakan analisis ARCH-GARCH. Analisis ini menggunakan harga (Pt) sebagai variabel dependen (variabel terikat) dan dua variabel yang mempengaruhi yaitu harga sehari sebelumnya (Pt-1) dan jumlah pasokan (Qt) sebagai variabel independen. Sebelum menggunakan analisis ARCH-GARCH maka perlu dilakukan pengujian ada atau tidaknya heteroskedastisitas dengan melihat uji normalitas yang disajikan pada Gambar 17.
62
350
Series: Residuals Sample 2 1872 Observations 1871
300 250 200 150 100 50
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
-1.48e-15 -0.000647 0.367524 -0.412172 0.090346 -0.146714 4.389318
Jarque-Bera Probability
157.1877 0.000000
0 -0.375
-0.250
-0.125
0.000
0.125
0.250
0.375
Gambar 17. Uji Normalitas Komoditas Kubis Pada Gambar 17, menunjukkan bahwa nilai kurtosis untuk komoditas kubis pada data sebesar 4,389318. Nilai kurtosis lebih besar dari tiga menunjukkan bahwa data tersebut mengandung heteroskedastisitas. Skewness pada komoditas kubis bernilai negatif sebesar 0,146714 yang menunjukkan ujung dari kecondongan menjulur ke arah nilai negatif (ekor kurva sebelah kiri lebih panjang) dan tidak sama dengan nol sehingga data dari komoditas tersebut mengandung
heteroskedastisitas.
Pemeriksaan
terhadap
galat
terbakukan
dilakukan untuk mengetahui kebaikan model dengan melihat nilai statistik JarqueBera. Dari data tersebut menunjukkan nilai probability sebesar 0,00000 lebih kecil dari taraf nyata lima persen yang berarti bahwa galat terbakukan tidak menyebar normal. a. Analisis risiko harga kubis Sebelum menganalisis ARCH-GARCH dilakukan OLS (Ordinary Least Square) pada data harga kubis, yang disajikan dalam Lampiran 9. Model yang diajukan dalam penelitian sebagai hasil teknik pengujian berbagai model dengan kombinasi ARCH-GARCH sebanyak 12 model kemudian dipilih model standar yang digunakan menurut Verbeek (2000) adalah GARCH (1,1). Ringkasan model dapat dilihat pada Lampiran 10, 11 dan pilihan model standar yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 14.
63
Tabel 14. Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Harga Kubis dengan Model GARCH Variabel C (Konstanta) Pt-1 (Harga Kubis Periode Sebelumnya) Qt (Jumlah Pasokan Kubis) C (Konstanta) α1 (Volatilitas Periode Sebelumnya) β1 (Varian Periode Sebelumnya)
Coefficient 0,165436
GARCH (1,1) Std, Error Z-Statistic 0,045410 3,643123
Probability 0,0003
0,983330
0,004487
219,1659
0,0000
-0,008738
0,1212
0,000457
0,005638 -1,549680 Variance Equation 0,000105 4,363856
0,0000
0,069782
0,011289
6,181602
0,0000
0,874707
0,020582
42,49825
0,0000
AIC
-2,024123
SC R-squared
-2,006376 95,88%
Pada Tabel 14, hasil output menunjukkan bahwa konstanta dan harga periode sebelumnya signifikan pada taraf nyata satu persen. Sedangkan pasokan untuk komoditas kubis, signifikan pada taraf nyata 15 persen dimana taraf nyata tersebut masih diterima pada sosial ekonomi. Nilai R-square sebesar 95,88 persen pada persamaan model komoditas kubis menunjukkan bahwa variabel independen (harga kubis periode sebelumnya dan jumlah pasokan kubis) dapat menjelaskan harga komoditas kubis dan sisanya dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Hasil pendugaan harga kubis menunjukkan nilai parameter pada harga periode sebelumnya memiliki korelasi positif sebesar 0,983330 dengan harga periode sekarang yang berarti bahwa harga sebelumnya meningkat maka harga pada periode berikutnya juga akan meningkat begitu pula sebaliknya. Sedangkan pada pasokan untuk komoditas kubis memiliki korelasi negatif sebesar 0,008738 dengan harga periode sekarang, artinya apabila permintaan konsumen terhadap kubis meningkat dan keadaan jumlah yang ditawarkan (pasokan) tidak mencukupi maka akan mengakibatkan peningkatan harga kubis. Harga tertinggi kubis mencapai Rp. 6.000 per kilogram pada bulan Juni 2010 dengan jumlah pasokan yang masuk ke pasar sebesar 2.302 ton. Peningkatan harga kubis disebabkan karena ketidaktersediaan barang di daerah sentra (kegagalan panen yang disebabkan serangan hama penyakit tanaman), keadaan transportasi yang menyebabkan keterlambatan masuknya barang sehingga jumlah pasokan yang
64
masuk pasar turun. Untuk harga terendah mencapai Rp. 700 per kilogram yang terjadi pada bulan Februari dan Maret 2008 dengan jumlah pasokan yang masuk pasar sebesar 2.861 dan 3.459 ton. Harga terendah pada kubis disebabkan oleh daerah sentra panen secara bersamaan (panen raya) sehingga menyebabkan peningkatan jumlah pasokan yang masuk ke pasar. Hasil output menunjukkan bahwa model yang sesuai untuk komoditas kubis dari semua estimasi kombinasi yang dilakukan adalah GARCH (1,1) yang berarti bahwa pola pergerakan harga kubis dipengaruhi oleh volatilitas dan dipengaruhi oleh varian harga pada satu hari sebelumnya. Hasil analisis model persamaan varian harga kubis menunjukkan bahwa volatilitas dan varian harga periode sebelumnya bertanda positif dan dan signifikan pada taraf nyata satu persen. Hal ini menunjukkan bahwa varian dan volatilitas harga kubis periode sebelumnya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi risiko harga jual periode berikutnya. Dimana peningkatan risiko harga jual kubis periode sebelumnya maka akan meningkatkan risiko harga jual kubis pada periode berikutnya. Setelah diperoleh model GARCH yang diajukan maka dilakukan pemeriksaan terhadap galat terbakukan dengan mengamati nilai statistik uji Jarque-Bera untuk memeriksa asumsi kenormalan. Hasil pengolahan model dugaan sementara persamaan harga kubis disajikan pada lampiran 12. Hasil tersebut menunjukkan nilai Jarque-Bera pada model dugaan sementara risiko harga kubis diperoleh nilai probability sebesar 0,0000 yang berarti galat terbakukan tidak menyebar normal. Selain itu, hasil uji ARCH menunjukkan nilai LM komoditas kubis memiliki nilai probability lebih besar dari taraf nyata lima persen sehingga sudah tidak ada efek ARCH (yang disajikan pada Lampiran 13). b. Tingkat risiko harga kubis Model yang diperoleh berdasarkan GARCH (1,1) pada komoditas kubis adalah sebagai berikut: ht = 0,000457+ 0,069782 ε2t-1 + 0,874707 ht-1 Model persamaan harga kubis menunjukkan bahwa tingkat risiko komoditas kubis dipengaruhi oleh besarnya error term harga sehari sebelumnya dan simpangan baku harga dari rataannya untuk satu hari sebelumnya. Dari data varian pada Gambar 18 menunjukkan bahwa volatilitas komoditas kubis tertinggi
65
sebesar 0,0296 pada periode 1714-1717 yang disebabkan oleh kelebihan pasokan yang masuk ke pasar karena terjadi panen raya sehingga menyebabkan harga jatuh dan untuk volatilitas terendah sebesar 0,0023 terjadi pada periode 1-3. Selain itu, kondisi tersebut juga dipengaruhi oleh karakteristik dari komoditas kubis yang tidak tahan lama dan mudah busuk sehingga pedagang akan menjualnya dengan harga yang rendah untuk mengurangi kerugian. Plot varian harga kubis periode Januari 2006 – Februari 2011, disajikan pada Gambar 18. .030
.025
Varian
.020
.015
.010
.005
.000 250
500
750
1000
1250
1500
1750
Periode
Gambar 18. Plot Varian Harga Kubis Periode Januari 2006 – Februari 2011 Sumber: Pasar Induk Kramat Jati, 2011 Dari model persamaan tersebut maka dapat dilakukan perhitungan besarnya risiko yang dihadapi oleh pedagang dengan adanya fluktuasi harga kubis melalui perhitungan VaR. Tingkat penerimaan yang diambil untuk perhitungan VaR diperoleh dari modal yang dikeluarkan pedagang untuk membeli kubis dalam satu hari. Perhitungan VaR dilakukan dengan menggunakan skenario periode penjualan yakni selama 1 hari, 7 hari, dan 14 hari. Berdasarkan perhitungan VaR dengan besar rata-rata modal yang dikeluarkan pedagang kubis dalam satu hari sebesar Rp. 2.400.000,00. Besarnya risiko harga yang akan ditanggung pedagang kubis disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Besar Risiko Harga Kubis dari Modal yang Dikeluarkan Pedagang Kubis Hari Nilai (Rp) % 1 386.904 16,12 7 1.023.361 42,64 14 1.447.795 60,32
66
Besar risiko harga pada Tabel 15, komoditas kubis tersebut terlihat bahwa nilai VaR semakin besar seiring dengan lamanya waktu berinvestasi. Risiko harga kubis sebesar 16,12 dari total investasi yang dikeluarkan pedagang dalam jangka waktu satu hari menunjukkan bahwa kenaikan penerimaan sebesar satu rupiah akan meningkatkan risiko harga kubis sebesar 16,12 persen. Semakin besarnya risiko harga kubis diakibatkan oleh tinggi-rendahnya jumlah pasokan yang masuk ke pasar. Ketika panen raya di daerah sentra, jumlah komoditas kubis yang masuk ke pasar akan semakin besar sehingga menyebabkan harga kubis rendah. Kondisi ini juga dipengaruhi oleh karakteristik sayuran kubis yang mudah rusak dan tidak tahan lama sehingga menyebabkan penyusutan yang cukup tinggi. Kondisi ini menyebabkan semakin tingginya tingkat risiko yang ditanggung oleh pedagang kubis dilihat dari karakteristik komoditas yang tidak tahan lama dan mudah busuk. Ketika harga kubis tinggi dipengaruhi oleh jumlah pasokan yang masuk ke pasar rendah sehingga menyebabkan harga tinggi. Hal ini disebabkan oleh keadaan daerah sentra yang gagal panen karena serangan hama dan penyakit tanaman sehingga mengurangi jumlah panen kubis. Sedangkan untuk harga sebelumnya tidak begitu mempengaruhi harga periode sekarang karena lebih dipengaruhi oleh besar-kecilnya jumlah pasokan yang masuk ke pasar.
6.1.3 Analisis Risiko Harga Tomat Dari data harga tomat akan dilakukan peramalan model yang tepat untuk menghitung besarnya harga komoditas tersebut dengan menggunakan analisis ARCH-GARCH. Analisis ini menggunakan harga (Pt) sebagai variabel dependen (variabel terikat) dan dua variabel yang mempengaruhi harga tomat yaitu harga sehari sebelumnya (Pt-1) dan jumlah pasokan (Qt) sebagai variabel independen. Sebelum menggunakan analisis ARCH-GARCH maka perlu dilakukan pengujian ada atau tidaknya heteroskedastisitas dengan melihat uji normalitas, yang disajikan pada Gambar 19.
67
500
Series: Residuals Sample 2 1872 Observations 1871
400
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
300
200
100
Jarque-Bera Probability
-4.06e-16 0.000822 0.887191 -0.561430 0.103231 0.570362 10.23628 4183.631 0.000000
0 -0.6
-0.4
-0.2
-0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
Gambar 19. Uji Normalitas Komoditas Tomat Kurtosis yang lebih dari tiga
menunjukkan gejala awal adanya
heteroskedastisitas. Berdasarkan Gambar 19, menunjukkan nilai kurtosis lebih besar dari tiga yaitu untuk komoditas tomat sebesar 10,23628. Berdasarkan nilai kurtosis menunjukkan nilai yang lebih besar dari tiga sehingga data tersebut mengandung heteroskedastisitas. Skewness pada komoditas tomat bernilai positif sebesar 0,570362 yang menunjukkan ujung dari kecondongan menjulur ke arah nilai positif (ekor kurva sebelah kanan lebih panjang) sehingga data tersebut masih mengandung heteroskedastisitas. Dari nilai statistik Jarque-Bera tersebut menunjukkan nilai probability sebesar 0,00000 lebih kecil dari taraf nyata lima persen yang berarti bahwa galat terbakukan tidak menyebar normal. a. Analisis risiko harga tomat OLS (Ordinary Least Square) dilakukan sebelum menganalisis ARCHGARCH, yang disajikan dalam Lampiran 14. Pendugaan parameter model menggunakan metode kemungkinan maksimum atau quasi maximum likelihood. Terdapat 12 model yang diajukan dalam penelitian sebagai hasil teknik pengujian berbagai model dengan kombinasi ARCH-GARCH. Pada penelitian yang dilakukan, menggunakan model standar menurut Verbeek (2000) adalah GARCH (1,1). Ringkasan model tersebut dapat dilihat pada Lampiran 15,16 dan pilihan model terbaik dapat dilihat pada Tabel 16.
68
Tabel 16. Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Harga Tomat dengan Model GARCH Variabel C (Konstanta) Pt-1 (Harga Tomat Periode Sebelumnya) Qt (Jumlah Pasokan Tomat) C (Konstanta) α1 (Volatilitas Periode Sebelumnya) β1 (Varian Periode Sebelumnya)
Coefficient 0,215384
GARCH (1,1) Std, Error Z-Statistic 0,039412 5,464990
Probability 0,0000
0,975501
0,004177
233,5145
0,0000
-0,003973
0,2643
0,000506
0,003559 -1,116362 Variance Equation 8,08E-05 6,256933
0,0000
0,079162
0,007443
10,63639
0,0000
0,876343
0,011399
76,87890
0,0000
AIC
-1,782461
SC R-squared
-1,764714 94,62%
Berdasarkan hasil output pada Tabel 16, menunjukkan bahwa konstanta dan harga periode sebelumnya signifikan pada taraf nyata satu persen. Sedangkan pasokan untuk komoditas tomat signifikan pada taraf nyata 30 persen. Nilai Rsquare sebesar 94,62 persen pada persamaan model komoditas tomat menunjukkan bahwa variabel independen (harga periode sebelumnya dan jumlah pasokan tomat) dapat menjelaskan harga komoditas tomat dan sisanya dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Hasil pendugaan harga tomat menunjukkan nilai parameter pada harga periode sebelumnya memiliki korelasi positif sebesar 0,975501 dengan harga periode sekarang yang berarti bahwa harga sebelumnya meningkat maka harga pada periode berikutnya juga akan meningkat begitu pula sebaliknya. Pada komoditas tomat, pasokan memiliki koefisien negatif sebesar 0,003973 dengan harga periode sekarang artinya ketika permintaan konsumen terhadap tomat meningkat dan keadaan jumlah yang ditawarkan (pasokan) tidak mencukupi maka akan mengakibatkan peningkatan harga tomat. Harga tertinggi tomat mencapai Rp. 9.500 per kilogram pada bulan April 2010 dengan jumlah pasokan yang masuk pasar sebesar 2.030 ton. Peningkatan harga tomat disebabkan karena kondisi daerah sentra yang mengalami gagal panen (curah hujan yang tinggi, serangan hama penyakit tanaman), keadaan transportasi yang menyebabkan keterlambatan masuknya barang sehingga pasokan yang masuk ke pasar rendah. Untuk harga
69
terendah mencapai Rp. 900 per kilogram yang terjadi pada bulan September 2007 dengan jumlah pasokan yang masuk ke pasar sebesar 3.167 ton. Harga terendah pada tomat disebabkan oleh daerah sentra panen secara bersamaan (panen raya) sehingga menyebabkan peningkatan jumlah pasokan yang masuk ke pasar. Hasil output menunjukkan bahwa model terbaik untuk komoditas tomat dari semua estimasi kombinasi yang dilakukan adalah GARCH (1,1) yang berarti bahwa pola pergerakan harga tomat dipengaruhi oleh volatilitas dan dipengaruhi oleh varian harga pada satu hari sebelumnya. Hasil analisis model persamaan varian harga tomat menunjukkan bahwa volatilitas dan varian harga periode sebelumnya bertanda positif dan dan signifikan pada taraf nyata satu persen. Hal ini menunjukkan bahwa varian dan volatilitas harga tomat periode sebelumnya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi risiko harga jual periode berikutnya. Dimana peningkatan risiko harga jual tomat periode sebelumnya maka akan meningkatkan risiko harga jual tomat pada periode berikutnya. Untuk mengetahui kecukupan model, maka dilakukan pemeriksaan terhadap galat terbakukan dengan mengamati nilai statistik uji Jarque-Bera untuk memeriksa asumsi kenormalan. Hasil pengolahan model dugaan sementara persamaan harga tomat disajikan pada lampiran 17 yang menunjukkan JarqueBera pada model dugaan sementara risiko harga tomat diperoleh nilai probability sebesar 0,0000 yang berarti galat terbakukan tidak menyebar normal. Selain itu, hasil uji ARCH menunjukkan nilai LM komoditas tomat memiliki nilai probability lebih besar dari taraf nyata lima persen sehingga sudah tidak ada efek ARCH (yang disajikan pada Lampiran 18). b. Tingkat risiko harga tomat Model persamaan ARCH-GARCH berdasarkan model terbaik untuk komoditas tomat adalah sebagai berikut: ht = 0,000506+ 0,079162 ε2t-1 + 0,876343 ht-1 Model di atas menunjukkan bahwa tingkat risiko harga komoditas tomat dipengaruhi oleh besarnya error term harga sehari sebelumnya dan simpangan baku harga dari rataannya untuk satu hari sebelumnya. Dilihat dari persamaan nilai varian pada Gambar 20 menunjukkan bahwa tingkat volatilitas tertinggi untuk komoditas tomat sebesar 0,92 pada periode 596 dan posisi terendah sebesar
70
pada periode 1312-1315. Risiko harga tomat tersebut dipengaruhi oleh kelebihan pasokan yang masuk ke pasar sehingga menyebabkan harga turun drastis dan karakteristik komoditas tomat yang mudah busuk dan tidak tahan lama sehingga harus laku terjual pada hari itu juga. Plot varian harga tomat Periode Januari 2006 – Februari 2011, dapat dilihat pada Gambar 20. .10
.08
Varian
.06
.04
.02
.00 250
500
750
1000
1250
1500
1750
Periode
Gambar 20. Plot Varian Harga Tomat Periode Januari 2006 – Februari 2011 Sumber: Pasar Induk Kramat Jati, 2011 Dari model persamaan tersebut maka dapat dilakukan perhitungan besarnya risiko yang dihadapi oleh pedagang dengan adanya fluktuasi harga tomat melalui perhitungan VaR. Tingkat penerimaan yang diambil untuk perhitungan VaR diperoleh dari modal yang dikeluarkan pedagang untuk membeli sayuran tomat dalam satu hari. Perhitungan VaR dilakukan dengan menggunakan skenario periode penjualan yakni selama 1 hari, 7 hari, dan 14 hari. Berdasarkan perhitungan VaR dengan besar rata-rata modal yang dikeluarkan pedagang tomat dalam satu hari adalah untuk tomat sebesar Rp. 2.500.000,00. Besarnya risiko harga yang akan ditanggung pedagang tomat disajikan pada Tabel 17. Tabel 17. Besar Risiko Harga Tomat dari Modal yang Dikeluarkan Pedagang Tomat Hari Nilai (Rp) % 1 386.575 15,46 7 1.022.491 40,90 14 1.446.564 57,86 Besar risiko harga pada Tabel 17, komoditas tomat tersebut terlihat bahwa nilai VaR semakin besar seiring dengan lamanya waktu berinvestasi. Risiko harga tomat sebesar 15,46 persen dari total investasi yang dikeluarkan pedagang dalam jangka waktu satu hari yang menunjukkan bahwa kenaikan penerimaan sebesar
71
satu rupiah akan meningkatkan risiko harga tomat sebesar 15,46 persen. Dilihat dari besar risiko harga yang diperoleh pedagang tomat disebabkan oleh karakteristik tomat yang tidak tahan lama dan mudah busuk sehingga penyusutan semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena jumlah pasokan yang masuk ke pasar tinggi maka semakin besar pula risiko yang akan ditanggung sehingga kondisi tersebut mempengaruhi kualitas dan harga yang terdapat di pasar. Di mana harga akan semakin rendah ketika pasokan yang masuk ke pasar tinggi dan mempengaruhi jumlah keuntungan yang akan diperoleh pedagang.
6.2 Alternatif Strategi yang dapat Diterapkan dalam Mengatasi Risiko Harga Sayuran Terutama Kentang, Kubis, dan Tomat di Indonesia 6.2.1 Strategi yang dapat Diterapkan oleh Petani Tidak seperti petani kentang yang telah melakukan kerjasama dengan perusahaan, pemasaran petani kubis dan tomat umumnya dilakukan dengan menjual hasil panennya ke pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul datang ke petani, bukan petani yang membawa hasil produksinya ke pedagang. Petani biasanya berhubungan dengan pedagang tertentu dan hubungan itu lebih didasarkan atas saling kepercayaan. Tidak semua petani menjual kepada pedagang, beberapa petani memiliki kontrak dengan perusahaan seperti pada petani kentang yang bekerjasama dengan Hikmah Farm. Hal ini disebabkan oleh tiga faktor yaitu desakan kebutuhan modal usahatani, keterbatasan teknologi efisien yang dapat diterapkan petani untuk mempertahankan kesegaran sayuran, dan keterbatasan sumber pendapatan diluar usahatani sayuran. Kondisi ini menyebabkan
rendahnya
harga
yang
diterima
petani
sayuran
adalah
ketidakmampuan petani menahan penjualannya untuk mendapatkan harga yang lebih tinggi (Irawan, 2007). Hal ini menyebabkan posisi tawar petani tomat dan kubis semakin rendah karena tidak dapat menentukan harga dan tingkat pendapatan yang diperoleh juga semakin rendah. Untuk petani kentang telah melakukan kerjasama dengan perusahaan di bidang produksi dan pemasaran sehingga fluktuasi harga dapat diminimalisir selain karena kentang yang bersifat tahan lama dan adanya kepastian penjualan dari produksi kentangnya. Petani kentang melakukan kerjasama dengan perusahaan Hikmah Farm dalam bidang penyediaan input seperti benih, modal 72
usaha (peminjaman dilakukan jika petani kekurangan modal dalam melaksanakan budidaya kentang dengan besaran modal pribadi 60 persen dan modal pinjaman 40 persen) dan pemasaran kentang di daerah Bandung dan sekitarnya meliputi pasar modern dan pasar tradisional. Sedangkan harga ditentukan oleh kondisi pasar dan pembagian keuntungan berdasarkan kesepakatan yang telah dilakukan antara petani dan Hikmah Farm. Kondisi ini tidak menutup kemungkinan bahwa petani kentang tidak mengalami risiko karena petani disini tidak memperoleh keuntungan secara keseluruhan karena dari keuntungan yang diperoleh tersebut harus dibagi dengan perusahaan. Dengan permasalahan tersebut di atas, petani kentang, kubis, dan tomat perlu menggunakan beberapa strategi dalam mengatasi fluktuasi harga yang terjadi. Hal ini akan memberikan kemudahan dalam mengatasi permasalahan tersebut sehingga mampu meningkatkan posisi tawar petani dalam penentuan harga untuk meningkatkan pendapatan. 1. Pengaturan pola tanam Pengaturan pola tanam perlu dilakukan untuk mengatasi kemungkinan menumpuknya produk sayuran di pasar saat panen raya yang menyebabkan harga menurun. Pola tanam yang diterapkan oleh petani kentang, kubis, dan tomat dalam waktu satu tahun adalah untuk petani kentang melakukan penanaman secara monokultur dengan pola tanam kentang-kubis/jagung manis-kentang, sedangkan petani tomat melakukan penanaman secara tumpang sari (dalam satu bedeng terdapat tiga komoditas) tomat/kubis/bawang daun-cabe/brokoli/sawi putih- tomat/kubis/bawang. Pengaturan pola tanam untuk komoditas kentang, kubis, dan tomat tergantung dari permintaan dan harga sebelumnya. Meskipun pola tanam telah dilakukan oleh petani, tetapi fluktuasi harga sering terjadi karena panen yang bersamaan dengan daerah lain sehingga menyebabkan pasokan di pasar menumpuk. Untuk itu, perlu adanya kerjasama dengan lembaga pemerintahan untuk mengatasi kondisi ini dengan melakukan penanaman secara terjadwal untuk masing-masing daerah yang disesuaikan dengan kondisi permintaan dan penawaran di pasar. Hal ini akan memungkinkan petani untuk meminimalisir risiko harga setelah panen dan mengurangi penumpukan pasokan di pasar.
73
2. Hubungan kemitraan Jalinan kerjasama baik dengan perusahaan, usaha rumah tangga maupun pedagang perlu dilakukan untuk mengurangi risiko. Hal ini ditujukan untuk memperoleh kepastian dalam memasarkan hasil produknya dan mampu menampung hasil panennya ketika terjadi penumpukan barang. Hubungan kemitraan dapat dilakukan baik dengan perusahaan yang memasarkan produknya maupun perusahaan yang membutuhkan bahan baku pengolahan industri makanan. 3. Pengolahan Produk Kubis merupakan komoditas yang mudah rusak dan tidak tahan hingga mencapai umur satu minggu sehingga jika benar-benar petani menjual kubis dipasar saat panen raya, maka akan terjadi penurunan harga yang sangat drastis. Kondisi ini menyebabkan petani kubis tidak berkeinginan untuk memanen hasil pertaniannya tersebut sehingga petani mengambil jalan pintas dengan mematikan material kubis dilahan yang telah ditanami menggunakan herbisida untuk mematikannya. Dengan cara ini, petani tidak perlu menanggung biaya panen yang justru menimbulkan kerugian karena penerimaan yang diperoleh lebih rendah dari biaya yang perlu dikeluarkan untuk melakukan pemanenan. Hal ini menjadi sia-sia karena menanam kubis dengan proses produksi dan perawatannya telah mengeluarkan dana yang besar. Untuk itu, perlu adanya solusi untuk permasalahan tersebut dengan melakukan pengolahan pasca panen yang menggunakan teknik fermentasi. Salah satu teknik mikrobiologis berkenaan dengan kubis adalah melakukan fermentasi sayuran kubis yang dikenal sebagai Sauerkraut. Prinsip teknologi ini adalah menghilangkankan mikroorganisme pembusuk dan mengaktifkan mikroorganisme yang dapat menambah rasa produk dengan bahan tambahan seperti garam. Teknik ini mudah dilaksanakan tetapi perlu sedikit ketrampilan yang berkenaan dengan proses fermentasi. Keadaan kubis terfermentasi menjadi produk sauerkraut dapat dikonsumsi hingga masa satu tahun17.
17
Syauqi, A. 2011. Intensifikasi Usaha Kubis: Sauerkraut. http://www.fmipa-uim.net78.net /dkm/kubisbatu.html [1 Juni 2011]
74
Untuk komoditas tomat, tomat akan segera mengalami kerusakan jika tanpa perlakuan saat penyimpanan. Besarnya kerusakan buah tomat setelah panen berkisar antara 20 persen sampai dengan 50 persen. Buah tomat yang dipanen setelah timbul warna 10 persen sampai dengan 20 persen hanya akan bertahan maksimal tujuh hari pada suhu kamar di Lembang. Kondisi ini menyebabkan harga tomat memiliki fluktuasi yang cukup tinggi sehingga petani pada umumnya menjualnya dengan harga yang relatif rendah18. Untuk itu, perlu adanya perlakuan terhadap tomat setelah panen sehingga memiliki nilai tambah yang tinggi. Pengolahan tomat dapat dilakukan dengan beberapa modifikasi jenis makanan seperti industri saus, pasta, sari buah dan manisan kering maupun menjadi produk dalam bentuk bubuk. Industri pasta tomat adalah salah satu industri pengolahan tomat yang paling berkembang karena pasta tomat diperlukan industri saus atau bumbu masak lainnya sebagai bahan baku. Sedangkan keuntungan bentuk bubuk adalah lebih awet, ringan, volumenya lebih kecil sehingga dapat mempermudah dalam pengemasan dan pengangkutan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan FAO, mengkonsumsi buah tomat sebaiknya di masak terlebih dahulu karena kandungan likopen tidak rusak dan jumlahnya tidak jauh berubah selama pemanasan. Bahkan kandungan likopen akan meningkat 10 kali lipat ketika tomat diolah menjadi saus atau pasta tomat19. Berbeda dengan sayuran lainnya yang lebih bermanfaat jika dimakan mentahmentah, ternyata tomat lebih baik dicampur dengan masakan atau dihancurkan sebelum dimakan. Para peneliti menemukan lycopene yang dikeluarkan pada tomat tersebut lebih banyak dibandingkan dengan tomat yang langsung dimakan tanpa diolah terlebih dahulu. Hal ini menjadi peluang bagi petani untuk mengolah tomat menjadi bahan makan siap pakai karena disamping memperoleh nilai tambah yang tinggi dari penjualan tomat yang telah diolah juga kandungan di dalam tomat akan meningkat setelah diolah jika dibandingkan tomat masih mentah ketika dikonsumsi. Untuk komoditas kentang, pengolahan yang dilakukan biasanya dalam bentuk kripik, ataupun dalam bentuk tepung kentang. Salah satu terobosan yang baru 18
http://www.ibienbighots. com/manisantomat. [1 Juni 2011] Winokan A. Manfaat Buah Tomat Untuk Kesehatan. deptan.go.id/budidaya/1814 [1 Juni 2011] 19
http://www.m.epetani.
75
adalah tepung kentang banyak digunakan untuk bahan baku pembuatan snack, makanan bayi, mie instan, saus, makanan rendah kalori, soft drink, es krim, permen, selai dan marmalade, buah kaleng, makanan ternak. Selain itu tepung kentang ini juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan plastik kemasan, pembalut wanita, kapsul untuk industri obat-obatan, kertas dan bahan-bahan bangunan dalam industri tekstil20. Dengan melakukan pengolahan pada komoditas kentang tersebut akan menambah nilai jual sehingga pendapatan yang diperoleh juga semakin tinggi. Dilihat dari beberapa macam pengolahan pada komoditas kentang, kubis, dan tomat ini akan berjalan baik dengan adanya kerjasama dengan lembaga pemerintahan terkait dalam melakukan pengolahan produk baik skala kecil maupun besar. Hal ini dapat dilakukan pemerintah dengan melakukan sosialisasi pengolahan dan kondisi pasar terkait dengan hasil pengolahan kentang, kubis, dan tomat yang mampu mendorong peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani. 4. Pengaktifan Koperasi Koperasi adalah asosiasi orang-orang yang bergabung dan melakukan usaha bersama atas dasar prinsip-prinsip koperasi sehingga mendapatkan manfaat yang lebih besar dengan biaya yang rendah melalui perusahaan yang di miliki dan di awasi secara demokratis oleh anggotanya. Koperasi yang bertujuan untuk menjadikan kondisi sosial dan ekonomi anggotanya lebih baik dibandingkan sebelum bergabung dengan koperasi. Dari pengertian dan tujuan tersebut, maka peran koperasi dalam peningkatan kesejahteraan petani sangat diperlukan karena selama ini petani mengalami kesulitan dalam permodalan, fluktuasi harga, lemahnya posisi tawar petani, dan tidak bisa memasarkan produknya yang mana biasanya di jual ke pedagang pengumpul sehingga harga jual yang diperoleh rendah. Untuk itu, dengan adanya pembentukan koperasi ini akan menjadi jalan baru bagi petani yang tidak hanya mementingkan ekonomi tetapi juga dalam pemenuhan modal, kebutuhan pasar, dan informasi. Kondisi ini akan mampu meningkatkan kebutuhan ekonomi maupun sosial petani dengan membentuk koperasi yang memberikan beberapa keuntungan, diantaranya:
20
http://www2.bbpp-lembang.info/index.php. [23 Juni 2011]
76
-
Dengan membentuk koperasi, maka petani akan mampu memperbaiki posisi tawar dalam memasarkan hasil pertaniannya terutama komoditas kentang, kubis, dan tomat.
-
Koperasi dapat membuka pasar baru untuk produk para anggotanya tanpa harus menjualnya ke pedagang pengumpul sehingga harga yang diterima petani tidak terlalu rendah.
-
Koperasi mampu memperbaiki efisiensi pemasaran sehingga petani dapat lebih mudah dalam melakukan penyesuaian produksinya melalui pengolahan pasca panen.
-
Koperasi mampu memberikan kemudahan akses kepada anggotanya dalam penggunaan faktor produksi yang tidak ditawarkan oleh pasar.
6.2.2 Strategi yang dapat Diterapkan oleh Pedagang Pedagang dalam hal ini tidak memiliki penopang yang menampung sisa dari penjualan sayuran yang dijual sehingga harga yang ditawarkan kepada pedagang umumnya sangat rendah untuk dijual pada hari itu juga karena karakteristik sayuran mudah busuk dan rusak (perishable). Hal ini menyebabkan kerugian atas hasil dari sayuran yang diperjualbelikan pada komoditas kentang, kubis, dan tomat. Untuk komoditas kentang umumnya tahan lama sehingga ketika tidak terjual pada hari itu juga masih bisa dijual pada hari selanjutnya. Kondisi ini mampu mengurangi risiko kerugian yang akan ditanggung oleh pedagang kentang. Tidak seperti komoditas kentang yang relatif tahan lama, komoditas kubis dan tomat memiliki kelemahan sayuran pada umumnya yaitu mudah busuk dan rusak sehingga akan mampu mengurangi nilai jual, kuantitas, dan kualitasnya. Untuk itu, perlu adanya strategi penanganan yang diperlukan untuk mengatasi hal tersebut, diantaranya kemitraan dengan perusahaan maupun usaha rumah tangga. Dengan adanya kerjasama dengan perusahaan maupun usaha rumah tangga akan mampu mengurangi risiko kerugian atas hasil penjualan yang tidak laku. Kondisi ini memberikan beberapa keuntungan atas kepastian hasil yang akan diperoleh pedagang. Pedagang kentang maupun tomat dapat melakukan kerjasama dengan perusahaan yang membutuhkan bahan baku. Untuk pedagang kubis, perusahaan umumnya masih jarang yang membutuhkan bahan baku kubis karena
77
tergolong sayuran yang mudah rusak kecuali jika terdapat perusahaan yang melakukan usaha dalam fermentasi kubis (sauerkraut) yang mampu bertahan selama satu tahun dalam kemasan kaleng. Pada skala usaha rumah tangga pedagang berperan sebagai pemasok bahan baku.
6.2.3 Strategi yang dapat Diterapkan oleh Pemerintah Pemerintah memiliki peranan penting dalam upaya mengatasi fluktuasi harga dengan beberapa program telah dilakukan dan akan dilakukan oleh pemerintah. Program-program tersebut diakukan dalam upaya untuk pembiayaan di bidang pertanian yang selama ini menjadi kendala utama bagi petani untuk melakukan usaha di bidang pertanian, pemasaran produk hasil pertanian maupun kebijakan dalam menanggulangi gagal panen. Mayoritas petani Indonesia adalah petani subsisten yang tergambar dari luas kepemilikan lahan yang rata-rata rendah, penerapan input dan teknologi usaha pertanian yang relatif sederhana karena lemahnya modal usaha, terbatasnya akses petani ke sumber permodalan, kurangnya pengetahuan tentang teknologi peningkatan produksi dan mutu produk, serta terbatasnya akses terhadap informasi, dan posisi tawar petani yang lemah sehingga petani berada pada posisi yang dirugikan. Beberapa program yang telah diterapkan maupun yang sedang dalam tahap perencanaan, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Kebijakan pemerintah terkait dengan pembiayaan agribisnis yang sudah dan telah berjalan saat ini salah satunya adalah PUAP, yang dilaksanakan oleh Departemen pertanian pada tahun 2008. PUAP mampu memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis serta meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi mitra lembaga keuangan dalam upaya akses ke permodalan/pembiayaan. Selain itu, PUAP juga berperan dalam penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, sekaligus mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah pusat dan daerah serta antara subsektor. Bantuan program dana PUAP akan disalurkan kepada petani yang tergabung dalam gabungan kelompok tani (Gapoktan). Setiap gapoktan membentuk lembaga keuangan mikro (LKM) untuk menyalurkan
78
pinjaman lunak secara bergulir pada anggotanya. Pinjaman LKM ini, merupakan lembaga perbankan berbasis ekonomi pedesaan dan petani bisa mengembangkan usaha garapannya karena dengan mudah mendapat pinjaman modal. Dengan demikian PUAP pada akhirnya dapat menggerakkan perekonomian pedesaan (Kementan, 2011a). Sasaran PUAP adalah berkembangnya usaha agribisnis di desa miskin atau tertinggal dengan potensi pertanian dan berkembangnya gapoktan yang dimiliki dan dikelola petani, sedangkan tujuannya adalah mengurangi kemiskinan dan pengangguran serta meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis. Permasalahan yang dihadapi diantaranya adalah kredit macet dimana petani mengalami gagal panen sehingga tidak mampu membayar pinjaman, sistem kelembagaan gapoktan lemah yang menyebabkan dana tidak bisa dikelola dengan baik dan tidak terjadi perkembangan dana, kurangnya sumber daya manusia berpengalaman dalam pengelolaan LKM untuk menyalurkan kredit lunak kepada petani. 2. Asuransi Pertanian Asuransi pertanian merupakan salah satu program pemerintah yang masih dalam tahap pengembangan atau uji coba dan menunggu payung hukum dalam pelaksanaannya. Asuransi pertanian adalah suatu mekanisme finansial yang akan membantu mengelola kerugian pertanian akibat bencana alam atau iklim yang tidak mendukung diluar kemampuan petani mengendalikannya. Manajemen risiko dibidang pertanian adalah masalah yang sangat krusial dalam investasi dan keputusan finansial petani di masa transisi ekonomi khususnya di negara berkembang seperti Indonesia. Di dalam dunia bisnis termasuk bisnis pertanian, asuransi adalah salah satu cara yang sering dijadikan alat untuk mengelola risiko dan berperan sangat penting untuk mengatur risiko dalam investasi pertanian. Program asuransi sangat tergantung pada rasio cost/benefit bagi petani, pengusaha pertanian dan penyedia jasa asuransi. Pelaksanaan asuransi pada situasi yang diberikan didasarkan pada pertimbangan apakah biaya asuransi tersebut cukup efektif dalam menanggung sebuah risiko (Kementan, 2009). Tujuan asuransi untuk sektor pertanian adalah untuk memberikan proteksi atau pergantian terhadap risiko gagal panen baik tanaman pangan, hortikultura,
79
perkebunan, maupun peternakan akibat serangan hama, penyakit, organisme pengganggu, dan bencana alam. Besarnya premi asuransi adalah sebesar 3,5 persen tiap tahun dari total biaya produksi atau biaya pembelian ternak yang digabungkan ke dalam setiap kelompok tani. Permasalahan yang dihadapi dalam asuransi pertanian adalah tingginya risiko bidang pertanian dengan cakupan luas lahan yang luas, petani tidak mengetahui dan belum percaya tentang asuransi sehingga kebanyakan enggan untuk membayar premi asuransi, serta belum ada payung hukum untuk menjalankannya. Selain itu, permasalahan yang dihadapi para petani menurut Pasaribu et al. (2010) adalah serangan organisme pengganggu tanaman, menurunnya luas lahan sawah yang berakibat pada menurunnya luas tanam dan luas panen yang diakibatkan adanya alih fungsi lahan, menurunnya debit air irigasi terutama di musim kemarau, dan masalah lain adalah rendahnya bahan organik tanah, rendahnya ketersediaan hara terutama unsur nitrogen, adanya serangan hama penyakit tanaman, banyaknya saluran irigasi yang rusak, kehilangan hasil akibat penanganan panen dan pasca panen yang kurang baik. 3. Sub Terminal Agribisnis (STA) STA sebagai pasar di tingkat petani (farm-gate market) adalah sarana pemasaran hasil pertanian yang berada pada sentra produksi pertanian yang dilengkapi dengan sarana/prasarana pemasaran, penanganan pasca panen, penanganan mutu, sistem informasi pasar dan distribusi komoditas pertanian. Diharapkan kelembagaan ini dapat berfungsi sebagai agen/institusi pemasaran produk pertanian dimana petani/kelompok tani/gabungan kelompok tani melalui perwakilannya terlibat secara langsung dalam pengelolaan dan penentuan harga yang berlaku di pasar tersebut. Terdapat enam STA di provinsi Jawa Barat diantaranya
STA
Cigombong-Cianjur,
STA
Bayongbong-Garut,
STA
Panumbangan-Ciamis, STA Maja-Majalengka untuk produk hortikultura, STA Parigi-Ciamis untuk produk kelapa, dan STA Rancamaya-Bogor untuk produk buah-buahan (Kementan, 2011b). Meskipun sudah terdapat STA yang membantu petani dalam memasarkan produknya, akan tetapi terkendala oleh lokasi yang jauh dan setiap kota belum terdapat STA sehingga program ini juga belum optimal untuk membantu
80
permasalahan petani dalam memasarkan produk hasil pertaniannya. Hal ini disebabkan juga oleh ketidakmampuan petani dalam mengangkut hasil produk pertaniannnya karena biaya transportasi menuju lokasi STA yang cukup jauh, faktor kebiasaan petani yang menjual hasil pertaniannya ke pedagang pengumpul untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan modal untuk produksi selanjutnya, dan sistem ijon yang biasa diterapkan. Dari permasalahan tersebut diatas, maka alternatif strategi yang perlu diterapkan dalam mengatasinya adalah sebagai berikut: 1. Perlu adanya pemberdayaan sumber daya manusia oleh tenaga penyuluh yang tersedia untuk memberi pendidikan dan pelatihan dalam mengatur dan mengelola LKM sehingga dapat dikelola dengan baik. Pemberian penyuluhan kepada petani dalam upaya perbaikan sistem produksi untuk mengatasi permasalahan gagal panen yang menyebabkan kredit macet. 2. Dari program STA tersebut, perlu adanya pembentukan di setiap kota di setiap provinsi yang mudah diakses oleh petani sehingga program tersebut akan lebih maksimal dalam pemanfaatan dan peningkatan pendapatan petani dengan memperoleh harga yang seharusnya. Hal ini akan mengurangi ketergantungan petani untuk menjual hasil pertaniannya ke pedagang pengumpul karena harga yang diberikan relatif lebih rendah dan tidak menguntungkan petani. Dalam penerapan Supply Chain Management (SCM) di setiap sub sistem yang terintegrasi dengan baik melalui pengembangan sistem manajemen untuk perbaikan sistem penyaluran produk, informasi, pelayanan dan dana dari pemasok ke pengguna akhir (konsumen) dapat meningkatkan daya saing yang tidak semata dilakukan melalui perbaikan produktivitas dan kualitas produk, tetapi juga melalui pengemasan, pemberian merk, efisiensi, transportasi, informasi, penguatan kelembagaan dan penciptaan inovasi secara kontinyu dan sistematik. Untuk itu, perlu adanya dukungan dan kerjasama dengan pemerintah sebagai fasilitator dan regulator untuk menerapkan konsep SCM tersebut dalam upaya peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan petani. 3. Terkait dengan permasalahan yang dihadapi dalam penerapan asuransi pertanian, berdasarkan penelitian yang dilakukan Pasaribu et al. (2010) pada pengembangan asuransi usahatani padi, langkah yang perlu dilakukan adalah
81
dukungan pemerintah daerah setempat untuk koordinasi dengan dinas teknis terkait lainnya, pihak swasta (asuransi swasta) serta kelompok tani/petani dalam implementasi skim asuransi usahatani padi. Membentuk rancangan tim kerja kelompok beserta struktur organisasinya dan diperlukannya sosialisasi terhadap stakeholders atau pemangku kepentingan baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah. Dukungan pemerintah sangat diperlukan untuk mengalokasikan dana yang bersumber dari APBD untuk pelaksanaan skim pembiayaan asuransi pertanian. Menurut Sumaryanto dan Nurmanaf (2006) peran pemerintah dalam pengembangan asuransi pertanian sangat dibutuhkan, dengan adanya komitmen, kebijakan, program dan dukungan politik yang kuat dan konsisten. Hal ini disebabkan oleh pengembangan asuransi pertanian untuk usahatani padi di Indonesia dapat dikembangkan jika terdapat subsidi dari pemerintah. Viabilitas asuransi pertanian sangat dipengaruhi oleh keberhasilan menciptakan sistem kelembagaan yang kondusif untuk meminimalkan moral hazard.
82
VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Risiko harga sayuran khususnya komoditas kentang, kubis, dan tomat cenderung mengalami fluktuasi yang dipengaruhi oleh jumlah pasokan yang masuk ke pasar, harga satu hari sebelumnya, dan permintaan khusus untuk komoditas kentang. Semakin tinggi risiko harga pada periode sebelumnya maka semakin tinggi risiko harga pada periode berikutnya. Strategi yang dapat diterapkan oleh petani adalah dengan melakukan pola tanam yang sesuai, melakukan hubungan kemitraan dengan perusahaan, mengolah produk untuk meningkatkan nilai tambah, dan pengaktifan koperasi. Untuk pedagang, dapat dilakukan melalui kerjasama dengan perusahaan dan industri rumah tangga. Untuk pemerintah dapat melakukan pemberdayaan sumber daya manusia untuk mengelola LKM, pembentukan STA yang mudah di akses oleh petani dan menerapkan SCM dalam sistemnya serta perlunya sosialisasi dan koordinasi dengan pemerintah untuk menerapkan sistem asuransi pertanian.
7.2 Saran 1. Diperlukan koordinasi dengan berbagai pihak seperti petani, pedagang, dan pemerintah sehingga pembentukan harga sayuran yang cenderung berfluktuasi menjadi stabil. Hal ini dapat dilakukan oleh para stakeholders dengan upaya menginformasikan ketersediaan barang di daerah sentra dengan kondisi permintaan di pasar sehingga penumpukan barang dapat di tekan. Peran pemerintah adalah sebagai pembuat kebijakan dan fasilitator untuk stabilisasi harga dan peningkatan taraf hidup masyarakat. 2. Untuk mengoptimalkan potensi hortikultura diperlukan pengembangan terpadu mulai dari sektor hulu, penyediaan sarana/prasarana pendukung, benih, modal, dan SDM yang memadai, diikuti oleh pembenahan sistem produksi, distribusi, pemasaran, dan peningkatan konsumsi hortikultura dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders), yang terdiri atas petani, pedagang, dan pemerintah.
83
3. Untuk penelitian selanjutnya, karena keterbatasan dalam penelitian ini masih menggunakan data harga nominal sehingga untuk penelitian berikutnya diperlukan pengembangan data yang lebih riil.
84
DAFTAR PUSTAKA Adiyoga W, Suherman R, Soetiarso T A, Jaya B, Udiarto B K, Rosliani R, dan Mussadad D. 2004. Profil Komoditas Tomat. [Laporan Akhir]. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Adiyoga W, Fuglie K O dan Suherman R. 2006. Integrasi Pasar Kentang di Indonesia Analisis Korelasi dan Kointegrasi. Informatika Pertanian, 15: 835-852. Agustian A, Zulham A, Syahyuti, Supriatna A, Supriyatna Y, dan Nurasa T. 2005. Analisis Berbagai Bentuk Kelembagaan Pemasaran dan Dampaknya terhadap Kinerja Usaha Komoditas Sayuran dan Buah. [Laporan Akhir]. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Debertin D.L. 1986. Agricultural Production Economics. New York: Macmillan Publishing Company. [Ditjen Hortikultura] Direktorat Jendral Hortikultura. 2009a. Produk Domestik Bruto di Indonesia Tahun 2009. Jakarta: Ditjen Hortikultura, Kementrian Pertanian. [Ditjen Hortikultura] Direktorat Jendral Hortikultura. 2009b. Statistik Hortikultura di Indonesia Periode 2005- 2009. Jakarta: Ditjen Hortikultura, Kementrian Pertanian. [Ditjen Hortikultura] Direktorat Jendral Hortikultura. 2009c. Konsumsi Per Kapita Hortikultura. Jakarta: Ditjen Hortikultura, Kementrian Pertanian. Fariyanti A. 2008. Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran dalam Menghadapi Risiko Produksi dan Harga Produk di Kecamatan Pengalengan Kabupaten Bandung. [disertasi]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Firdaus M. 2006. Analisis Deret Waktu Satu Ragam. Bogor : IPB Press. Harwood J, R. Heifner and K.Coble J, Perry and A, Somwaru. 1999. Managing Risk in Farming: Concepts, Research and Analysis. USDA: Economic Research Service. Hastuti E L. 2001. Kelembagaan Pemasaran dan Kemitraan Komoditas Sayuran Kasus di Desa-Desa di Jawa Tengah dan Sumatera Utara. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Herviyani N. 2009. Risiko Harga Kubis dan Bawang Merah di Indonesia. [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
85
Irawan B. 2007. Fluktuasi Harga, Transmisi Harga dan Marjin Pemasaran Sayuran dan Buah. Analisis Kebijakan Pertanian, 5 (4):358-373. Jorion P. 2001. The Benchmark for Managing Financial Risk 2nd ed. USA: Mc. Graw-Hill. Karmina A A. Syarifah. 2008. Optimalisasi Lahan Usahatani Tomat dan Mentimun dengan Kendala Tenaga Kerja (Pendekatan Program Linier). EPP, 5 (2):44-50. [Kementan] Kementrian Pertanian. 2009. Asuransi Komoditas Pertanian. Jakarta: Pusat Pembiayaan Pertanian, Kementrian Pertanian. [Kementan] Kementrian Pertanian. 2011a. Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan. Jakarta: Departemen Pemasaran/Pasar dan Kelembagaan Pasar, Kementrian Pertanian. [Kementan] Kementrian Pertanian. 2011b. Pedoman Umum Sub Terminal Agribisnis. Jakarta: Departemen Pembiayaan, Kementrian Pertanian. Kountur R. 2006. Manajemen Risiko. Jakarta: Abdi Tandur. Lipsey R G, Courant P N, Purvis D D, Steiner P O. 1995. Pengantar Mikroekonomi Jilid Satu. Jaka W, Kirbrandoko, penerjemah; Jakarta: Binarupa Aksara. Terjemahan dari: Economics 10th ed. Makmun dan Yasin A. 2003. Pengaruh Investasi Dan Tenaga Kerja Terhadap PDB Sektor Pertanian. Kajian Ekonomi dan Keuangan, 7 (3):58. Nurmalinda dan Ameriana M. 1995. Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi dalam Usahatani Kubis di Tingkat Petani. Buletin Penelitian Hortikultura, 27 (4):34-39. Pasaribu S M, Setiajie A I, Agustin N K, Lokollo E M, Tarigan H, Hestina J, dan Supriyatna Y. 2010. Pengembangan Asuransi Usahatani Padi untuk Menanggulangi Risiko Kerugian 75% akibat Banjir, Kekeringan dan Hama Penyakit. [Laporan Akhir]. Bogor: Pusat Analisis Kebijakan Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian dan Kementrian Riset dan Teknologi. Pasar Induk Kramat Jati. 2011. Kondisi Pasar Induk Kramat Jati. Jakarta Timur: Unit Pasar Besar. Pasar Induk Kramat Jati. Robison, L. J. and Barry. 1987. The Competitive Firm’s Response to Risk. New York: Macmillan Publishing Company. Saptana, Sumaryanto dan Friyatno S. 2002. Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Komoditas Kentang dan Kubis di Wonosobo Jawa Tengah. Jurnal Sosial Ekonomi, 8 (2):1-30. Sari R M. 2009. Risiko Harga Cabai Merah Keriting dan Cabai Merah Besar di Indonesia. [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
86
Sihombing L. 2005. Analisis Tataniaga Kentang di Propinsi Sumatera Utara. Jurnal Ilmiah Pertanian KULTURA, 40 (2):94-99. Siregar Y R. 2009. Analisis Risiko Harga Day Old Chick (DOC) Broiler dan Layer pada PT. Sierad Produce Tbk Parung, Bogor. [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Soekartawi. 1995. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb – Douglas. Jakarta: PT. Raja Grafindo. Sumaryanto. 2009. Analisis Volatilitas Harga Eceran Beberapa Komoditas Pangan Utama dengan Model ARCH/GARCH. Jurnal Agro Ekonomi, 27 (2):135-163. Sumaryanto dan Nurmanaf A R. 2007. Simpul-simpul Strategis Pengembangan Asuransi Pertanian untuk Usahatani Padi di Indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonomi, 25 (2):89-103. [UNDP] United Nation Development Programme Indonesia. 2007. Sisi Lain Perubahan Iklim: Mengapa Indonesia harus Beradaptasi untuk Melindungi Rakyat Miskinnya. Jakarta. Verbeek M. 2000. A Guide to Modern Econometrics. London: John Wiley & Sons, Ltd. Widarjono A. 2005. Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya. Yogyakarta: Ekonisia.
87
Lampiran 1. Pasokan dan Permintaan Kentang Periode Januari 2006 sampai Februari 2011
88
Lampiran 2. Pasokan Kubis Periode Januari 2006 sampai Februari 2011
89
Lampiran 3. Pasokan Tomat Periode Januari 2006 sampai Februari 2011
90
Lampiran 4. Pendugaan Koefisien Model dengan Metode OLS pada Model Persamaan Harga Kentang Dependent Variable: LNP_KENTANG Method: Least Squares Date: 06/21/11 Time: 09:53 Sample (adjusted): 2 1872 Included observations: 1871 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNP_KENTANG(-1) LNQ_KENTANG LND_KENTANG C
0.985584 -0.120887 0.122082 0.142031
0.003945 0.107248 0.109357 0.038882
249.8109 -1.127174 1.116360 3.652890
0.0000 0.2598 0.2644 0.0003
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.971464 0.971418 0.045725 3.903437 3119.419 21186.50 0.000000
Mean dependent Var S.D. dependent Var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
8.333546 0.270463 -3.330218 -3.318387 -3.325859 2.181388
91
Lampiran 5. Ringkasan Pemilihan Model Terbaik untuk Komoditas Kentang
Koef
ARCH (1)
ARCH (2)
ARCH (3)
GARCH (1,1)
GARCH (2,1)
GARCH (3,1)
C α1 α2 α3 β1 β2 β3
0.001896 0.110143 -3.344485 -3.326738
0.001584 0.122145 0.158339 -3.391851 -3.371146
0.001389 0.123407 0.094453 0.182351 -3.414901 -3.391237
0.000185 0.060852 0.847975 -3.462211 -3.441506
0.000175 0.071606 -0.013607 0.855847 -3.461307 -3.437643
0.000313 0.071445 -0.032405 0.067279 0.741804 -3.464867 -3.438246
GARCH (1,2)
GARCH (2,2)
GARCH (3,2)
GARCH (1,3)
GARCH (2,3)
GARCH (3,3)
0.000329 0.108320 -
0.000395 0.100815 0.022761 -
0.000905 0.064074 -
0.000264 0.065448 -0.044648 -
0.146929 0.583616 -3.464353 -3.440689
0.010591 0.670724 -3.464297 -3.437676
0.000436 0.091969 0.020745 0.024255 0.038521 0.609709 -3.463522 -3.433943
0.297469 0.607390 -0.351364 -3.416060 -3.389439
0.867015 0.509116 -0.514351 -3.435834 -3.406255
0.001359 0.039740 0.002556 0.043303 0.159015 -0.394642 0.582339 -3.417935 -3.385399
AIC SC
Koef
C α1 α2 α3 β1 β2 β3 AIC SC
92
Lampiran 6. Model GARCH (1,1) untuk komoditas Kentang Dependent Variable: P Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 07/19/11 Time: 05:22 Sample (adjusted): 2 1872 Included observations: 1871 after adjustments Convergence achieved after 373 iterations Presample variance: backcast (parameter = 0.7) GARCH = C(5) + C(6)*RESID(-1)^2 + C(7)*GARCH(-1) Variable
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
P(-1) Q D C
0.988196 -0.099851 0.100778 0.115712
0.003600 0.095559 0.098471 0.034092
274.4761 -1.044913 1.023431 3.394113
0.0000 0.2961 0.3061 0.0007
7.047687 7.846037 42.59879
0.0000 0.0000 0.0000
Variance Equation C RESID(-1)^2 GARCH(-1) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.000185 0.060852 0.847975 0.971441 0.971349 0.045780 3.906606 3245.898 10567.39 0.000000
2.62E-05 0.007756 0.019906
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
8.333546 0.270463 -3.462211 -3.441506 -3.454583 2.185479
93
Lampiran 7. Hasil Pengujian Galat Terbakukan Jarque-Bera pada Komoditas Kentang 800
Series: Standardized Residuals Sample 2 1872 Observations 1871
700 600
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
500 400 300 200
0.015314 0.000764 4.748043 -18.57291 0.999767 -3.508165 69.06851
Jarque-Bera 344129.7 Probability 0.000000
100 0 -18 -16 -14 -12 -10 -8
-6
-4
-2
0
2
4
94
Lampiran 8. Hasil Pengujian ARCH-LM untuk Model Terbaik ARCH-GARCH pada Komoditas Kentang Heteroskedasticity Test: ARCH F-statistic Obs*R-squared
0.001954 0.001956
Prob. F(1,1868) Prob. Chi-Square(1)
0.9647 0.9647
Test Equation: Dependent Variable: WGT_RESID^2 Method: Least Squares Date: 07/19/11 Time: 10:23 Sample (adjusted): 3 1872 Included observations: 1870 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C WGT_RESID^2(-1)
1.000784 -0.001023
0.191849 0.023137
5.216511 -0.044203
0.0000 0.9647
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.000001 -0.000534 8.235709 126700.7 -6595.271 0.001954 0.964748
Mean dependent Var S.D. dependent Var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.999761 8.233510 7.055905 7.061823 7.058086 1.999996
95
Lampiran 9. Perhitungan VaR untuk Komoditas Kentang
Indikator W σt+1 Z VaR
1
Komoditas Kentang Periode ke 7
Rp. 9.000.000,00 0,039 1,645 Rp. 577.395,00
Rp. 9.000.000,00 0,039 1,645 Rp. 4.041.765,00
14
Rp. 9.000.000,00 0,039 1,645 Rp. 8.083.530,00
96
Lampiran 10. Pendugaan Koefisien Model dengan Metode OLS pada Model Persamaan Harga Kubis Dependent Variable: LNP_KUBIS Method: Least Squares Date: 05/10/11 Time: 05:31 Sample (adjusted): 2 1872 Included observations: 1871 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNP_KUBIS(-1) LNQ_KUBIS C
0.977796 -0.010209 0.212464
0.004775 0.005326 0.046784
204.7834 -1.916841 4.541405
0.0000 0.0554 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.958855 0.958811 0.090395 15.26377 1843.748 21765.98 0.000000
Mean dependent Var S.D. dependent Var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
7.477845 0.445399 -1.967662 -1.958789 -1.964393 2.238859
97
Lampiran 11. Ringkasan Pemilihan Model Terbaik untuk Komoditas Kubis
0.006068 0.107287 0.073424 0.077389 -1.974412 -1.987489
GARCH (1,1) 0.000457 0.069782 0.874707 -2.006376 -2.017585
GARCH (2,1) 0.000396 0.081353 -0.019289 0.889726 -2.002592 -2.015669
GARCH (3,1) 0.000415 0.081129 -0.021696 0.004870 0.885248 -1.998574 -2.013520
GARCH (2,2)
GARCH (3,2)
GARCH (1,3)
GARCH (2,3)
GARCH (3,3)
0.000524 0.081856 -
0.000549 0.081529 0.004139 -
0.000519 0.080680 -
0.000434 0.074422 -0.000199 -
0.595952 0.258400 -2.023305 -2.002599
0.543224 0.304309 -2.022237 -1.998574
0.000545 0.081063 0.000462 0.003148 0.578287 0.270749 -2.021172 -1.994551
0.597651 0.294834 -0.036290 -2.022248 -1.998584
1.235591 -1.106846 0.744601 -2.024643 -1.998022
0.001436 0.072986 0.077420 0.075464 -0.504718 0.286838 0.817300 -2.025125 -1.995546
Koef
ARCH (1)
ARCH (2)
ARCH (3)
C α1 α2 α3 β1 β2 β3
0.007162 0.119227 -1.984900 -1.970110
0.006471 0.114726 0.093238 -1.974289 -1.985498
GARCH (1,2)
AIC SC
Koef
C α1 α2 α3 β1 β2 β3 AIC SC
98
Lampiran 12. Model GARCH (1,1) untuk Komoditas Kubis Dependent Variable: P Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 06/13/11 Time: 17:05 Sample (adjusted): 2 1872 Included observations: 1871 after adjustments Convergence achieved after 15 iterations Presample variance: backcast (parameter = 0.7) GARCH = C(4) + C(5)*RESID(-1)^2 + C(6)*GARCH(-1) Variable
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
P(-1) S C
0.983330 -0.008738 0.165436
0.004487 0.005638 0.045410
219.1659 -1.549680 3.643123
0.0000 0.1212 0.0003
4.363856 6.181602 42.49825
0.0000 0.0000 0.0000
Variance Equation C RESID(-1)^2 GARCH(-1) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.000457 0.069782 0.874707 0.958819 0.958709 0.090506 15.27695 1899.567 8684.586 0.000000
0.000105 0.011289 0.020582
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
7.477845 0.445399 -2.024123 -2.006376 -2.017585 2.248233
99
Lampiran 13. Hasil Pengujian Galat Terbakukan Jarque-Bera pada Komoditas Kubis 320
Series: Standardized Residuals Sample 2 1872 Observations 1871
280 240
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
200 160 120 80
0.005654 0.000609 4.302848 -4.207267 1.000255 -0.137527 4.333054
Jarque-Bera 144.4324 Probability 0.000000
40 0 -3.75
-2.50
-1.25
0.00
1.25
2.50
3.75
100
Lampiran 14. Hasil Pengujian ARCH-LM untuk Model Terbaik ARCH-GARCH pada Komoditas Kubis
Heteroskedasticity Test: ARCH F-statistic Obs*R-squared
0.048953 0.049004
Prob. F(1,1868) Prob. Chi-Square(1)
0.8249 0.8248
Test Equation: Dependent Variable: WGT_RESID^2 Method: Least Squares Date: 06/15/11 Time: 17:35 Sample (adjusted): 3 1872 Included observations: 1870 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C WGT_RESID^2(-1)
0.995420 0.005119
0.048157 0.023137
20.67021 0.221254
0.0000 0.8249
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.000026 -0.000509 1.826097 6229.091 -3778.493 0.048953 0.824919
Mean dependent Var S.D. dependent Var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
1.000542 1.825633 4.043308 4.049227 4.045489 2.000497
101
Lampiran 15. Perhitungan VaR untuk Komoditas Kubis Indikator
W σt+1 Z VaR
1
Komoditas Kubis Periode ke 7
Rp. 2.400.000,00 0,098 1,645 Rp. 386.904,00
Rp. 2.400.000,00 0,098 1,645 Rp. 1.023.361,08
14
Rp. 2.400.000,00 0,098 1,645 Rp. 1.447.794,77
102
Lampiran 16. Pendugaan Koefisien Model dengan Metode OLS pada Model Persamaan Harga Tomat
Dependent Variable: LNP_TOMAT Method: Least Squares Date: 05/10/11 Time: 05:27 Sample (adjusted): 2 1872 Included observations: 1871 after adjustments
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNP_TOMAT(-1) LNQ_TOMAT C
0.970257 -0.010060 0.283935
0.005549 0.005751 0.056764
174.8505 -1.749120 5.002026
0.0000 0.0804 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.946206 0.946148 0.103287 19.92809 1594.299 16428.55 0.000000
Mean dependent Var S.D. dependent Var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
8.059073 0.445087 -1.701014 -1.692140 -1.697745 2.157215
103
Lampiran 17. Ringkasan Pemilihan Model Terbaik untuk Komoditas Tomat Koef
ARCH (1)
ARCH (2)
ARCH (3)
GARCH (1,1)
GARCH (2,1)
GARCH (3,1)
C α1 α2 α3 β1 β2 β3
0.009096 0.154696 -1.726955 -1.712166
0.008797 0.154566 0.029221 -1.728558 -1.710810
0.008395 0.121727 0.030408 0.066748 -1.731172 -1.710467
0.000506 0.079162 0.876343 -1.782461 -1.764714
0.000393 0.144668 -0.076373 0.897884 -1.784220 -1.763514
0.000428 0.139718 -0.093729 0.026337 0.890565 -1.783928 -1.760264
GARCH (1,2)
GARCH (2,2)
GARCH (3,2)
GARCH (1,3)
GARCH (2,3)
GARCH (3,3)
0.000752 0.120923 -
0.000475 0.144569 -0.062800 -
0.194664 0.618362 -1.784627 -1.763922
0.719025 0.158185 -1.783521 -1.759857
6.99E-05 0.147156 -0.236186 0.100083 1.815798 -0.832834 -1.787221 -1.760600
AIC SC
Koef
C α1 α2 α3 β1 β2 β3 AIC SC
0.001129 0.165317 -
0.001076 0.158064 0.001528 -
0.144177 -0.104722 0.693899 -1.803686 -1.780023
0.145966 -0.109894 0.705800 -1.802597 -1.775976
0.001067 0.156034 -0.006921 0.019582 0.178175 -0.180782 0.738961 -1.804069 -1.774490
104
Lampiran 18. Model GARCH (1,1) untuk Komoditas Tomat Dependent Variable: P Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 06/08/11 Time: 16:28 Sample (adjusted): 2 1872 Included observations: 1871 after adjustments Convergence achieved after 18 iterations Presample variance: backcast (parameter = 0.7) GARCH = C(4) + C(5)*RESID(-1)^2 + C(6)*GARCH(-1) Variable
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
P(-1) S C
0.975501 -0.003973 0.215384
0.004177 0.003559 0.039412
233.5145 -1.116362 5.464990
0.0000 0.2643 0.0000
6.256933 10.63639 76.87890
0.0000 0.0000 0.0000
Variance Equation C RESID(-1)^2 GARCH(-1) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.000506 0.079162 0.876343 0.946158 0.946014 0.103415 19.94571 1673.493 6554.741 0.000000
8.08E-05 0.007443 0.011399
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
8.059073 0.445087 -1.782461 -1.764714 -1.775923 2.163497
105
Lampiran 19. Hasil Pengujian Galat Terbakukan Jarque-Bera pada Komoditas Tomat 500
Series: Standardized Residuals Sample 2 1872 Observations 1871
400
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
300
200
100
-0.012048 -0.005224 7.342743 -5.891026 1.000202 0.479597 9.201339
Jarque-Bera 3069.739 Probability 0.000000
0 -6
-4
-2
0
2
4
6
106
Lampiran 20. Hasil Pengujian ARCH-LM untuk Model Terbaik ARCH-GARCH pada Komoditas Tomat Heteroskedasticity Test: ARCH F-statistic Obs*R-squared
0.128381 0.128510
Prob. F(1,1868) Prob. Chi-Square(1)
0.7202 0.7200
Test Equation: Dependent Variable: WGT_RESID^2 Method: Least Squares Date: 06/15/11 Time: 17:34 Sample (adjusted): 3 1872 Included observations: 1870 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C WGT_RESID^2(-1)
1.008493 -0.008290
0.070108 0.023137
14.38481 -0.358304
0.0000 0.7202
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.000069 -0.000467 2.861676 15297.40 -4618.546 0.128381 0.720157
Mean dependent Var S.D. dependent Var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
1.000199 2.861008 4.941761 4.947679 4.943941 1.999446
107
Lampiran 21. Perhitungan VaR untuk Komoditas Tomat
Indikator W σt+1 Z VaR
1
Komoditas Tomat Periode ke 7
Rp. 2.500.000,00 0,094 1,645 Rp. 386.575,00
Rp. 2.500.000,00 0,094 1,645 Rp. 1.022.490,88
14
Rp. 2.500.000,00 0,094 1,645 Rp. 1.446.563,65
108