RISIKO HARGA CABAI MERAH KERITING DAN CABAI MERAH BESAR DI INDONESIA
SKRIPSI
RATNA MEGA SARI H34050720
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 i
RINGKASAN RATNA MEGA SARI. Risiko Harga Cabai Merah Keriting dan Cabai Merah Besar di Indonesia. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan ANNA FARIYANTI) Pertanian merupakan sektor yang berperan penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dikarenakan sektor tersebut adalah salah satu sektor yang memiliki kontribusi besar terhadap total PDB nasional. Sektor pertanian menempati urutan ke tiga dari sembilan sektor perekonomian nasional dengan kontribusi sebesar 13,83 persen dari total PDB 2007. Kendati hanya berada pada urutan ke empat namun laju pertumbuhan PDB sektor ini mampu mengungguli sektor-sektor lainnya yaitu sebesar 26,32 persen. Salah satu komponen yang menjadi penyumbang PDB pertanian adalah subsektor hortikultura. Subsektor ini berkontribusi sebesar 21,17 persen terhadap total PDB pertanian dengan kecenderungan yang terus meningkat dari tahun-tahun. Cabai besar merupakan produk hortikultura yang memiliki harga yang sangat berfluktuasi. Adanya fluktuasi harga ini merupakan suatu risiko yang dihadapi oleh petani. Sewaktu–waktu harga sangat tinggi namun tidak berselang lama harga dapat turun dengan drastis. Kesenjangan harga tertinggi dan terendah pada komoditi cabai merah cukup besar. Sepanjang tahun 2006-2008 cabai merah keriting terendah berada pada harga Rp 2800 per kilogram sedangkan harga tertinggi adalah Rp 26000 per kilogram. Sementara itu untuk cabai merah besar harga terendah berada pada titik Rp 3000 dan harga tertinggi Rp 25000. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis risiko harga cabai merah besar dan cabai merah keriting di Indonesia dan alternatif strategi yang efektif terkait dengan adanya risiko harga komoditi cabai merah besar dan cabai merah keriting di Indonesia. Jumlah data yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 1147 data yang merupakan data harga harian cabai merah pada periode Januari 2006 hingga Februari 2009 di Pasar Induk Kramat Jati. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan untuk menganalisis risiko harga cabai merah dengan menggunakan model ARCH GARCH dan perhitungan VaR (Value at Risk). Analisis kualitatif dilakukan melalui wawancara, diskusi dan observasi. Hasil analisis risiko terhadap cabai merah keriting dan cabai merah besar menunjukkan bahwa fluktuasi harga tidak terlepas dari adanya pengaruh permintaan dan penawaran di pasar. Harga cabai merah biasanya naik pada akhir tahun dimana banyak perayaan hari-hari besar keagamaan seperti lebaran, natal dan tahun baru. Harga rendah terjadi pada bulan-bulan Mei hingga Agustus dimana pada saat tersebut biasanya terjadi oversupply karena panen serentak yang terjadi pada lahan pertanian cabai Indonesia. Berdasarkan Analisis ARCH GARCH diketahui bahwa model yang terbaik untuk meramalkan harga cabai merah keriting adalah ARCH (1) dan GARCH (2). Hal ini berarti pola pergerakan harga cabai merah keriting dipengaruhi oleh volatilitas pada satu hari sebelumnya dan varian pada dua hari sebelumnya. Model terbaik yang dapat digunakan untuk meramalkan risiko harga cabai merah besar adalah ARCH (1) GARCH (2). Hal ini berarti pola pergerakan ii
harga cabai merah besar dipengaruhi oleh volatilitas dan varian satu hari sebelumnya. Berdasarkan perhitungan VaR (Value at Risk) diperoleh bahwa tingkat risiko yang diperoleh oleh petani untuk komoditi cabai merah keriting adalah sebesar 14,68 persen sedangkan untuk cabai merah besar adalah sebesar 4,85 persen. Risiko harga cabai merah keriting yang lebih tinggi dibandingkan cabai merah besar menunjukkan bahwa untuk setiap rupiah yang diterima maka risiko harga yang cabai merah keriting lebih besar dibandingkan cabai merah besar. Jika penerimaan petani cabai merah pada lahan seluas satu hektar adalah sebesar Rp 91.800.000,00 maka dalam periode penjualan satu hari tingkat risiko yang diterima petani untuk komoditi cabai merah keriting adalah sebesar Rp 13.476.240,00 dan cabai merah besar adalah sebesar Rp 4.452.300,00. Tingkat risiko cabai merah keriting yang lebih besar dibandingkan cabai merah besar disebabkan oleh volume permintaan cabai merah keriting yang lebih besar dengan pasokan yang lebih berfluktuasi. Upaya mengatasi risiko harga dapat berjalan dengan efektif bila adanya kerjasama antara pihak-pihak yang terlibat di dalamnya seperti petani, pedagang dan pemerintah. Usaha mengatasi risiko harga dari sisi petani dilakukan melalui perhitungan yang cermat dalam penentuan masa tanam cabai, menghindari penanaman cabai besar pada satu hamparan (diversifikasi tanaman), rotasi tanaman, pembuatan produk olahan cabai dan sistem kontrak. Pedagang merupakan elemen penting dalam menjamin sampainya cabai dari produsen (petani) ke konsumen. Strategi pengurangan risiko yang dilakukan oleh pedagang yaitu penjualan cabai pada industri makanan dan pengeringan cabai. Upaya pengurangan risiko harga akan berjalan dengan lebih baik melalui dukungan dari pemerintah. Upaya pengurangan risiko harga oleh pemerintah dilakukan melalui pembentukan atau pengaktifan koperasi dan kelompok tani, pengaturan pola produksi serta penyuluhan dan pembinaan yang intensif terkait dengan budidaya dan pendekatan terhadap petani terkait pentingnya kebijakan pengaturan pola produksi untuk mengurangi risiko harga. Upaya meminimalisir adanya risiko harga cabai merah keriting dan cabai merah besar sebaiknya dilakukan secara terintegrasi antara petani, pedagang pemerintah dan pihak-pihak lainnya. Semua komponen yang terkait harus dapat bekerja sama untuk mengatasi risiko harga agar dapat lebih efektif. Kerjasama yang dilakukan antara berbagai pihak tersebut hendaknya diiringi dengan konsistensi dan komitmen yang kuat untuk agar dalam upaya mencapai hasil yang diharapkan dapat lebih efisien. Penelitian mengenai cabai terutama terkait dengan upaya budidaya agar dapat ditanam di berbagai musim serta meminimalkan risiko produksi perlu terus dikembangkan. Hal ini juga berhubungan dengan usaha untuk menyukseskan kebijakan pengaturan pola produksi cabai besar untuk mengurangi risiko harga. Selain itu peran Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia yang baru terbentuk pada tanggal 22 November 2008 diharapkan dapat lebih optimal dalam menghadapi risiko harga cabai merah yang cukup tinggi tersebut.
iii
RISIKO HARGA CABAI MERAH KERITING DAN CABAI MERAH BESAR DI INDONESIA
RATNA MEGA SARI H34050720
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 iv
Judul : Risiko Harga Cabai Merah Keriting dan Cabai Merah Besar di Indonesia Nama : Ratna Mega Sari NIM
: H34050720
Disetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi. NIP. 19640921 199003 2 001
Diketahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir Nunung Kusnadi, MS. NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus :
v
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul ” Risiko Harga Cabai Merah Keriting dan Cabai Merah Besar di Indonesia” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2009
Ratna Mega Sari H34050720
vi
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kota Madya Dumai Propinsi Riau
pada tanggal 16
Agustus 1987 sebagai anak pertama dari lima bersaudara pasangan Bapak Yarmi Tanjung dan Ibu Nofriyetti. Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN 011 Dumai Kota dan SD Negeri 002 Pangkalan Sesai tahun 1993. Kemudian melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 4 Dumai pada tahun 2002. Selanjutnya penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 2 Dumai dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis di terima sebagai mahasiswa Departemen Agribisnis IPB melalui jalur BUD (Beasiswa Unggul Daerah) Pemerintah Daerah Kota Madya Dumai. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi seperti IKPMR, UKM FORCES, DKM Alhurriyah, dan HIPMA IPB. Penulis juga pernah aktif sebagai asisten mata kuliah ekonomi umum dan Pendidikan Agama Islam serta menjadi tentor pada bimbingan belajar Nurul Fikri cabang Bogor. Penulis juga sempat berpartisipasi pada beberapa kompetisi karya tulis tingkat nasional serta pernah meraih Juara I dalam Kompetisi Karya Tulis Mahasiswa bidang IPS antar universitas wilayah B di Pontianak dan Juara III Kompetisi Karya Tulis Mahasiswa pada PIMNAS 2008 di Semarang. Selain itu penulis juga pernah mengikuti program IELSP Schoolarship di Ohio University USA selama dua bulan.
vii
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang berkat rahman dan rahimnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul
“Risiko Harga
Cabai Merah Keriting dan Cabai Merah Besar Di Indonesia”. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh adanya permasalahan fluktuasi harga yang dialami oleh petani cabai merah. Adanya ketidakpastian harga tentunya akan berdampak pada ketidakpastian penerimaan. Oleh karena itu diperlukan suatu penelitian yang dapat menganalisis risiko yang dihadapi oleh petani dan merumuskan strategi yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut. Upaya memberikan yang terbaik telah dilakukan secara optimal dalam penyusunan skripsi ini, namun penulis menyadari bahwa skripsi masih jauh dari sempurna sehinggan saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di kemudian hari. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi berbagai pihak yang terkait dan bagi pembaca pada umumnya.
Bogor, Agustus 2009
Ratna Mega Sari
viii
UCAPAN TERIMA KASIH
Proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan syukur yang tidak terhingga kepada Allah SWT dan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, motivasi, saran dan perhatian yang sangat berarti bagi penulis hingga penyusunan skripsi ini selesai. 2. Ir. Netti Tinaprilla, MM sebagai dosen penguji utama dalam sidang skripsi yang telah memberikan saran dan masukan dalam menyempurnakan skripsi ini. 3. Dra. Yusalina, M.Si sebagai dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan saran dan masukan untuk penyempurnaan dalam penyusunan skripsi ini. 4. Mama dan papa tercinta serta adik-adik (Aam, Ayu, Dian dan Uci) yang selalu mendoakan, memberikan motivasi dan kasih sayang pada penulis. 5. Ir. Lukman M Baga, Ma.Ec sebagai dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama mengikuti masa perkuliahan di departemen agribisnis. 6. Bapak Khaerul dan Bapak Suminto serta seluruh staf kantor Pasar Induk Kramat Jati yang telah membantu penulis selama pengumpulan data dan memberikan informasi yang sangat berguna dalam penelitian ini. 7. Bapak Drs. Raskim Dwi Putra, SMHk dan Bapak-Bapak Kelompok Tani Sumur Lonjong Desa Lelea Kabupaten Indramayu serta Cicin Yulianti yang sangat membantu penulis pada saat pengambilan data di Indramayu. 8. Seluruh staf sekretariat Departemen Agribisnis yang telah membantu penulis. 9. Novi Herviyani atas kesediaannya menjadi pembahas dalam seminar hasil skripsi yang telah memberikan masukan yang berarti dalam penyempurnaan penyusunan skripsi ini. 10. Mba dan saudara-saudaraku dalam lingkaran hikmah yang penuh dengan cinta dan canda tawa. Mba Yusni, Kak Fajar, Mba Rina dan Ojak yang senantiasa penulis repotkan untuk konsultasi pengolahan data skripsi. ix
11. Saudara-saudaraku se-FEM, I can’t find words to describe how special you are. I love you because of Allah deeply. 12. Afifah Crew, terima kasih atas semua suka dan duka yang kita bagi bersama. 13. Teman-teman AGB 42 dan adik-adik AGB 43 yang telah mengajari banyak hal tentang arti persahabatan. Kalian semua adalah orang-orang luar biasa yang memberi warna dan goresan dalam lukisan sejarah hidupku. 14. Bapak dan Ibu staf pengajar bimbingan belajar Nurul Fikri, terimakasih atas dorongan, motivasi dan pengertiannya selama penyusunan skripsi ini. 15. The Roller Coaster, sebuah selipan kisah tak terlupakan di negeri asing pada masa-masa penulisan tugas akhir. We are friends forever 16. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih untuk segalanya Semoga tali persahabatan dan persaudaraan kita tetap terjalin dan hanya Allah SWT yang dapat membalas segala amal kebaikan yang telah diberikan, Amin.
Bogor, Agustus 2009
Ratna Mega Sari
x
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ..........................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ..................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................
xv
I.
PENDAHULUAN .........................................................................
1
1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5.
Latar Belakang ....................................................................... Perumusan Masalah ............................................................... Tujuan Penelitian .................................................................. Kegunaan Penelitian ............................................................... Ruang Lingkup Penelitian .......................................................
1 6 7 8 8
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................
9
2.1. Deskripsi Tanaman Cabai........................................................ 2.2. Jenis-Jenis Cabai Komersial .................................................... 2.6. Penelitian Terdahulu ............................................................... 2.6.1. Studi Terdahulu Mengenai Risiko ................................. 2.6.2. Studi Terdahulu Mengenai Cabai Besar ........................
9 10 14 14 15
III. KERANGKA PEMIKIRAN .........................................................
18
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ................................................... 3.1.1. Konsep Risiko ............................................................... 3.1.2. Risiko Pertanian ............................................................ 3.1.3. Permintaan, Penawaran dan Penentuan Harga Barang .... 3.1.4. Pemodelan Volatilitas Time Series ............................... 3.1.5 ARCH Error .................................................................. 3.1.6 Model ARCH-GARCH ................................................. 3.1.7 Value at Risk (VaR) ...................................................... 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ...........................................
18 18 21 24 30 31 32 34 34
IV. METODE PENELITIAN ..............................................................
37
II.
4.1. 4.2. 4.3. 4.4. 4.5.
Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................... Data dan Sumber Data............................................................. Metode Pengumpulan Data ..................................................... Pengolahan dan Analisis Data ................................................. Peramalan Tingkat Risiko ....................................................... 4.5.1. Analisis ARCH-GARCH .............................................. 4.5.2. Perhitungan VaR (Value at Risk) .................................. 4.6. Definisi Operasional................................................................
37 37 37 38 38 38 41 41
xi
V.
GAMBARAN UMUM CABAI BESAR DI INDONESIA ............
43
5.1. 5.2. 5.3. 5.4.
Sejarah Penyebaran Cabai Besar di Indonesia.......................... Gambaran Daerah Sentra dan Petani Cabai Besar di Indonesia Pemasaran Cabai Besar di Indonesia ....................................... Pasar Induk Kramat Jati ..........................................................
43 44 45 46
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................
52
6.1. Risiko Harga Cabai Besar ....................................................... 6.2. Alternatif Strategi Mengurangi Risiko Harga Cabai Besar di Indonesia............................................................................. 6.2.1 Strategi Pengurangan Risiko Harga oleh Petani ............. 6.2.2 Strategi Pengurangan Risiko Harga oleh Pedagang ....... 6.2.3 Strategi Pengurangan Risiko Harga oleh Pemerintah .....
52
VII. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................
72
7.1. Kesimpulan .............................................................................. 7.2. Saran ........................................................................................
72 73
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
74
LAMPIRAN ............................................................................................
76
64 64 68 69
xii
DAFTAR TABEL Nomor 1.
Halaman Nilai Kontribusi Kelompok Komoditas Terhadap Total PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Konstan Periode 2003-2006 ..............................................................................
2
Penyerapan Tenaga Kerja Subsektor Hortikultura Tahun 2003-2006 ...............................................................................
2
Luas Panen Tanaman Sayuran di Indonesia Periode 2003-2007 (%) ...........................................................
4
Kebutuhan Perkapita (Kg) Beberapa Jenis Cabai di Indonesia Tahun 2003-2006 ...................................................................
5
Pengelompokan Kepedasan Cabai dalam Perdagangan Internasional ..........................................................................
11
6.
Analisis Ekonomi Agribisnis Cabai Secara Umum .................
12
7.
Studi Terdahulu yang Berkaitan dengan Penelitian .................
17
8.
Daerah Sentra Penanaman Cabai Besar di Indonesia .............
44
9.
Komoditi Sayuran yang Diperdagangkan di Pasar Induk Kramat Jati dan Daerah Asalnya Tahun 2008 .........................
48
Komoditi Buah-Buahan yang Diperdagangkan di Pasar Induk Kramat Jati dan Daerah Asalnya Tahun 2008 ................
49
11.
Model Regresi Harga dan Pasokan Cabai Besar ....................
54
12.
Ringkasan Hasil Uji ARCH LM Model Cabai Besar ...............
55
13.
Ringkasan Uji Coba Model ARCH GARCH Cabai Besar .....
58
14.
Model ARCH GARCH Terbaik Cabai Besar .........................
59
15.
Persamaan Model ARCH GARCH Terbaik Cabai Besar .......
59
16.
Besar Risiko Cabai Besar Berdasarkan Total Penerimaan Petani ....................................................................................
60
2. 3. 4. 5.
10.
xiii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Plot Harga Cabai Besar Bulan Januari 2006-Februari 2009 ....
6
2.
Hubungan Antara Variance dan Expected Return ..................
19
3.
Fungsi Utilitas dengan Marginal Utility Menurun, Meningkat dan Tetap ..............................................................................
20
4.
Pergeseran Kurva Permintaan ...............................................
27
5.
Pergeseran Kurva Penawaran ................................................
29
6.
Kerangka Pemikiran Operasional ..........................................
36
7.
Alur Keluar Masuk cabai Besar di Pasar Induk Kramat jati ...
51
8.
Plot Harga Cabai Merah Keriting di Pasar Induk Kramat Jati Januari 2006-Februari 2009 ...................................................
53
Plot Harga Cabai Merah Besar di Pasar Induk Kramat Jati Januari 2006-Februari 2009 ...................................................
54
Kurtosis Model Cabai Merah Keriting ...................................
56
11. Kurtosis Model Cabai Merah Besar .......................................
57
9. 10.
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1.
Halaman Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha ..............................
77
Laju Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (persen) .................
78
Deskripsi Komponen Biaya Produksi Cabai Besar Menurut Topan (2008) ........................................................................
79
4.
Jenis-Jenis ARCH GARCH ...................................................
81
5.
Model Regresi Cabai Merah Keriting ....................................
83
6.
Uji ARCH LM Terhadap Model Regresi Cabai Merah Keriting .................................................................................
83
7.
Model ARCH (1) GARCH (0) Cabai Merah Keriting ............
84
8.
Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH (1) GARCH (0) Cabai Merah Keriting..............................................................
84
Model ARCH (1) GARCH (1) Cabai Merah Keriting..............
85
10. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH (1) GARCH (1) Cabai Merah Keriting..............................................................
86
11. Model ARCH (1) GARCH (2) Cabai Merah Keriting..............
87
12. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH (1) GARCH (2) Cabai Merah Keriting..............................................................
88
13. Model ARCH (1) GARCH (3) Cabai Merah Keriting..............
89
14. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH (1) GARCH (3) Cabai Merah Keriting..............................................................
90
15. Model ARCH (2) GARCH (0) Cabai Merah Keriting..............
91
16. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH (2) GARCH (0) Cabai Merah Keriting..............................................................
91
17. Model ARCH (2) GARCH (1) Cabai Merah Keriting..............
92
18. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH (2) GARCH (1) Cabai Merah Keriting..............................................................
93
19. Model ARCH (2) GARCH (2) Cabai Merah Keriting..............
94
20. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH (2) GARCH (2) Cabai Merah Keriting..............................................................
95
21. Model Regresi Cabai Merah Besar ..........................................
96
22. Uji ARCH LM Terhadap Model Regresi Cabai Merah Besar ..
96
23. Model ARCH (1) GARCH (0) Cabai Merah Besar..................
97
2. 3.
9.
xv
24. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH (1) GARCH (0) Cabai Merah Besar..................................................................
98
25. Model ARCH (1) GARCH (1) ................................................
99
26. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH (1) GARCH (1) Cabai Merah Besar..................................................................
100
27. Model ARCH (1) GARCH (2) Cabai Merah Besar..................
101
28. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH (1) GARCH (2) Cabai Merah Besar..................................................................
102
29. Model ARCH (1) GARCH (3) Cabai Merah Besar..................
103
30. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH (1) GARCH (3) Cabai Merah Besar..................................................................
104
31. Model ARCH (2) GARCH (0) Cabai Merah Besar..................
105
32. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH (2) GARCH (0) Cabai Merah Besar..................................................................
106
33. Model ARCH (2) GARCH (1) Cabai Merah Besar..................
107
34. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH (2) GARCH (1) Cabai Merah Besar..................................................................
108
35. Model ARCH (2) GARCH (2) Cabai Merah Besar..................
109
36. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH (2) GARCH (2) Cabai Merah Besar..................................................................
110
xvi
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang berperan penting dalam perekonomian nasional. Lebih dari 40 persen masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya pada sektor ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pertanian adalah salah satu sektor yang memiliki kontribusi besar terhadap total PDB nasional. Sektor pertanian menempati urutan ke tiga dari sembilan sektor perekonomian nasional dengan kontribusi sebesar 13,83 persen dari total PDB 2007. Kendati hanya berada pada urutan ke tiga namun laju pertumbuhan PDB sektor ini mampu mengungguli sektor-sektor lainnya yaitu sebesar 26,32 persen (BPS 2008). Persentase distribusi dan laju pertumbuhan produk domestik bruto pertanian menurut lapangan usaha dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2007) pada tahun 2004 PDB nasional horikultura adalah sebesar Rp 56,84 triliun, tahun 2005 meningkat sebesar 61,79 triliun dan pada tahun 2006 diperkirakan meningkat sebesar 65,88 triliun dengan rata-rata peningkatan sebesar 7,50 persen. Peningkatan ini terjadi karena adanya peningkatan produksi dan luas panen disamping nilai ekonomi produk hortikultura yang cukup tinggi dibandingkan komoditas lainnya. Sejauh ini di dalam sektor pertanian, PDB hortikultura menempati urutan ke dua setelah subsektor tanaman pangan. Kontribusi hortikultura adalah sebesar 21,17 persen terhadap total PDB pertanian diatas peternakan dan perkebunan, sementara subsektor tanaman pangan memberikan kontribusi sebesar 40,75 persen. Subsektor hortikultura terdiri dari berbagai jenis kelompok komoditas yaitu buah-buahan, sayuran, biofarmaka dan tanaman hias. Secara umum jika ditinjau dari sisi kontribusi terhadap total PDB hortikultura, maka buah-buahan merupakan kelompok komoditas yang memiliki kontribusi terbesar diikuti dengan kelompok sayur-sayuran, biofarmaka dan tanaman hias. Persentase kontribusi PDB kelompok komoditas hortikultura dari tahun 2003-2006 dapat dilihat pada Tabel 1.
1
Tabel 1.
Nilai Kontribusi Kelompok Komoditas Terhadap Total PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Konstan Periode 2003 – 2006 (%) 2003
2004
2005
2006
1
Buah-buahan
52.40
54.12
50.82
52.45
2
Sayuran
38.18
36.50
37.10
37.26
3
Biofarmaka
10.48
12.71
4.54
2.29
4
Tanaman Hias
8.35
8.11
7.54
8.00
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2008) Jika ditinjau dari sisi penyerapan tenaga kerja, maka subsektor hortikultura ternyata juga menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang cukup besar dengan kecenderungan yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Sayuran memiliki kontribusi penyerapan tenaga kerja yang paling besar, jauh di atas kelompok komoditas lainnya. Kontribusi penyerapan tenaga kerja mampu menembus angka 50 persen diikuti dengan kelompok komoditas lainnya yaitu buah-buahan, tanaman hias dan biofarmaka. Persentase penyerapan tenaga kerja masing-masing kelompok komoditas hortikultura dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Penyerapan Tenaga Kerja Subsektor Hortikultura Tahun 2003-2006 (%) 2003
2004
2005
2006
1
Buah-buahan
19.99
19.95
20.92
19.57
2
Sayuran
79.46
79.43
78.30
79.58
3
Tanaman Hias
0.05
0.06
0.05
0.02
4
Biofarmaka
0.51
0.56
0.72
0.83
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2008)
Selain sebagai kontributor PDB pertanian yang penting, hortikultura juga merupakan salah satu produk pertanian yang berperan dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat. Hal ini terkait dengan fungsinya sebagai sumber gizi berupa vitamin dan mineral. Aneka ragam vitamin dan mineral tersebut diperoleh dari berbagai macam produk hortikultura yang terdiri dari buah-buahan dan sayur-sayuran.
2
Cabai adalah produk hortikultura sayuran yang digolongkan ke dalam tiga kelompok yaitu cabai besar, cabai kecil dan cabai hias. Diantara ketiga jenis cabai tersebut, cabai besar merupakan jenis yang paling banyak diperdagangkan dalam masyarakat. Cabai besar terdiri dari cabai merah besar dan cabai merah keriting. Cabai merah besar memiliki kulit permukaan yang lebih halus dibandingkan cabai merah keriting, sedangkan cabai merah keriting memiliki rasa yang lebih pedas dibandingkan dengan cabai merah besar. Cabai besar merupakan salah satu produk hortikultura yang menarik. Investor menilai cabai merah sebagai produk yang memiliki harga paling tinggi dan genjah sehingga modal dapat dengan cepat kembali, sedangkan bagi konsumen cabai merah memiliki
peran yang cukup penting sebagai bahan
rempah, penghias makanan, bahan pewarna, aroma dan pemberi rasa pedas. Selain itu, cabai juga mengandung beberapa zat gizi seperti vitamin A, B, C dan beta karoten. Cabai besar memiliki luas panen yang paling tinggi diantara jenis komoditi sayuran lainnya. Kendati luas panen cabai besar mengalami penurunan dari tahun ke tahun sejak tahun 2003 sampai 2007 namun luas panennya tetap berada di atas angka 100.000 ha setiap tahunnya. Komoditi ini merupakan satu-satunya jenis sayuran yang luas areal panennya mampu menembus angka 100.000 ha dari tahun ke tahun dengan persentase 10 sampai 13 persen diantara komoditi sayuran lainnya. Jumlah luas panen ini kemudian diikuti oleh komoditi sayuran seperti cabai rawit dan bawang merah pada tahun 2007. Luas panen cabai rawit berkisar antara 6 sampai 10 persen sedangkan luas panen bawang merah berada pada kisaran 9 sampai 10 persen. Secara lengkap persentase luas panen beberapa jenis tanaman sayuran di Indonesia ditunjukkan oleh Tabel 3.
3
Tabel 3. Luas Panen Tanaman Sayuran di Indonesia Periode 2003-2007 (%) 1 Bawang Merah 2 Bawang Putih 3 bawang Daun 4 Kentang 5 Lobak 6 Kol/Kubis 7 Petsai/Sawi 8 Wortel 9 kacang Merah 10 Kembang Kol 11 Cabai Besar 12 Cabai Rawit 13 Tomat 14 Terung 15 Buncis 16 Ketimun 17 Labu Siam 18 Kangkung 19 Bayam 20 Kacang Panjang 21 Jamur 22 Melinjo 23 Petai Total Sayuran
2003 9.64 0.69 4.21 7.22 0.18 7.06 4.78 2.35 3.51 0.57 12.62 6.68 5.24 4.86 3.57 5.71 0.97 3.42 3.61 9.14 0.03 1.91 2.03 100
2004 9.07 0.50 4.68 6.69 0.25 6.96 5.80 2.47 3.43 0.71 11.27 8.64 5.39 4.63 3.36 5.15 1.04 3.86 3.52 8.72 0.03 1.84 1.98 100
2005 8.85 0.35 4.81 6.52 0.35 6.11 5.48 2.61 3.66 0.93 10.96 8.86 5.42 4.80 3.41 5.62 1.01 3.83 3.91 8.98 0.03 1.72 1.78 100
2006 8.85 0.31 5.09 5.93 0.36 5.73 5.69 2.29 3.25 0.99 11.22 9.10 5.31 4.89 3.45 5.82 1.24 4.41 4.25 8.41 0.03 1.45 1.94 100
2007 9.35 0.27 4.74 6.23 0.32 6.06 5.49 2.37 2.49 0.93 10.72 9.65 5.14 4.75 3.13 5.65 1.10 4.69 4.37 8.53 0.04 1.42 2.55 100
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2008)
Kebutuhan cabai perkapita Indonesia sangat fluktuatif dari tahun ke tahun. Jumlah konsumsi cabai tersebut akan terus mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan jumlah penduduk Indonesia setiap tahunnya. Jika kebutuhan perkapita cabai merah Indonesia adalah 1,38 kg dengan jumlah penduduk tahun 2008 sekitar 220 juta orang maka kebutuhan cabai merah Indonesia adalah 303.600.000 Kg per tahun. Tabel 4 menunjukkan perubahan kebutuhan perkapita beberapa jenis cabai di Indonesia.
4
Tabel 4. Kebutuhan Perkapita (Kg) Beberapa Jenis Cabai di Indonesia Tahun 2003-2006 No
Komoditi
2003
2004
2005
2006
1
Cabai besar
1.35
1.36
1.51
1.38
2
Cabai rawit
1.20
1.14
1.16
1.16
3
Cabai hijau
0.23
0.24
0.24
0.23
Sumber : Departemen Pertanian (2008)
Berdasarkan data yang diperoleh dari Departemen Pertanian (2008) volume ekspor cabaipun terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2003 jumlah cabai yang diekspor adalah sebanyak 1,110,553 kg. Kuantitas ini terus mengalami peningkatan pada tahun 2004 dimana volume ekspor menjadi 1,879,374 kg. Peningkatan yang cukup drastis terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar 5,617,739 kg. Sedangkan pada tahun 2006 volume ekspor kembali meningkat menjadi 8,004,450 kg. Cabai merupakan komoditi yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan fenomenal sehingga dijuluki sebagai emas merah. Berdasarkan data yang diuraikan tersebut maka sebenarnya cabai merah merupakan komoditi yang sangat potensial untuk dibudidayakan. Kendati demikian petani cabai merah tidak selamanya mengalami keuntungan. Ada waktu dimana petani sering mengalami kerugian yang sangat besar. Hal ini terkait dengan risiko yang dihadapi oleh petani terutama dari sisi harga. Harga cabai merah sangat fluktuatif. Hal ini tidak terlepas dari adanya pengaruh permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar. Oleh karena itu, penelitian mengenai risiko harga dan perumusan strategi terkait dengan adanya risiko harga tersebut perlu dilakukan untuk membantu petani serta pihak lain yang menghadapi risiko harga seperti pedagang. Pasar Induk Kramat Jati adalah fasilitas pusat perdagangan besar sayurmayur dan buah-buahan di DKI Jakarta yang bersifat menyeluruh dengan fasilitas terlengkap. Umumnya petani di daerah Jawa dan Sumatera menjual hasil pertaniannya ke pasar ini yang kemudian didistribusikan kembali ke berbagai tempat. Oleh karena itu, Departemen Pertanian menjadikan harga komoditi
5
sayuran dan buah-buahan yang ada di tempat ini sebagai salah satu referensi untuk melihat harga komoditi secara nasional termasuk komoditi cabai besar. Dengan demikian, penentuan model risiko harga cabai merah keriting dan cabai merah besar dilakukan berdasarkan data fluktuasi harga yang diperoleh dari Pasar Induk Kramat Jati. 1.2 Perumusan Masalah Adanya fluktuasi harga ini merupakan suatu risiko yang dihadapi oleh petani. Sewaktu – waktu harga sangat tinggi namun tidak berselang lama harga dapat turun dengan drastis. Fluktuasi harga cabai merah keriting dan cabai merah besar dari bulan januari 2006 sampai dengan bulan Februari 2009 dapat dilihat pada Gambar 1
Variab le C ab ai Merah Keritin g C ab ai Merah Besar
Harga cabai besar per kilogram
25000
20000
15000
10000
5000
0 1
115
230
345
460
575
690
805
920 1035
Hari
Gambar 1. Plot Harga Cabai Besar Bulan Januari 2006 – Februari 2009 Sumber : Pasar Induk Kramat Jati (2008)
Kesenjangan harga tertinggi dan terendah pada komoditi cabai merah cukup besar. Sepanjang tahun 2006-2008 cabai merah keriting terendah berada pada harga Rp 2800 per kilogram, sedangkan harga tertinggi adalah Rp 26000 per
6
kilogram. Sementara itu untuk cabai merah besar harga terendah berada pada titik Rp 3000 dan harga tertinggi Rp 25000. Cabai besar merupakan produk hortikultura yang memiliki karakteristik perishable (mudah rusak). Oleh karena itu, komoditi ini tidak dapat disimpan dalam waktu yang relatif lama. Cabai besar yang sudah dipanen harus sesegera mungkin sampai ke tangan konsumen agar langsung diolah sesuai dengan kebutuhan. Cabai besar juga sangat rentan terhadap perubahan cuaca dan hama penyakit yang berakibat pada ketidakpastian hasil produksi. Selain itu disisi lain permintaan cabai juga bergantung pada waktu-waktu tertentu seperti hari-hari besar keagamaan seperti lebaran, natal dan tahun baru, pendapatan serta daya beli masyarakat. Hal inilah yang pada umumnya menjadi faktor-faktor penentu fluktuasi harga cabai besar di Indonesia. Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana
risiko harga cabai merah keriting dan cabai merah besar di
Indonesia? 2. Bagaimana alternatif strategi dalam mengurangi risiko harga cabai merah keriting dan cabai merah besar di Indonesia ? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian adalah: 1. Menganalisis risiko harga cabai merah keriting dan cabai merah besar di Indonesia 2. Menganalisis alternatif strategi terkait dengan adanya risiko harga komoditi cabai merah keriting dan cabai merah besar di Indonesia
7
1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi: 1. Petani dan pedagang, sebagai bahan masukan dalam memperoleh hasil atau profit yang optimal 2. Penulis, sebagai sarana untuk menambah ilmu pengetahuan dalam mengaplikasikan ilmu-ilmu yang telah diperoleh serta melatih kemampuan analisis dalam pemecahan masalah 3. Pembaca, agar dapat mengembangkan dan mengaplikasikan hasil penelitian 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menganalisis risiko harga cabai merah besar dan cabai merah keriting sebagai komoditi hortikultura nasional yang penting. Analisis risiko dilakukan melalui pengamatan terhadap fluktuasi harga masing-masing komoditi dengan menggunakan model ARCH dan GARCH dan perhitungan nilai VAR (Value at Risk). Analisis risiko yang dilakukan akan dilanjutkan pada analisis terhadap strategi pengurangan risiko yang dapat dilakukan melalui pendekatan deskriptif kualitatif. Analisis risiko dilakukan berdasarkan pada fluktuasi harga dan pasokan cabai merah keriting dan cabai merah besar di Pasar Induk Kramat Jati yang ditinjau dari data harga dan pasokan harian kedua komoditi tersebut selama bulan Januari 2006 sampai dengan Februari 2009. Data harga yang diperlukan tersebut diperoleh dari kantor Pasar Induk Kramat Jati .
8
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Cabai Menurut Topan (2008) cabai merupakan komoditi hortikultura yang termasuk dalam tanaman terna tahunan. Tanaman ini tumbuh tegak dengan batang berkayu, bercabang banyak, ukuran tinggi mencapai 120 cm dan lebar tajuk tanaman hingga 90 cm. Cabai memiliki akar tunggang yang terdiri atas akar utama dan akar lateral yang mengeluarkan serabut dan mampu menenbus ke dalam tanah hingga 50 cm dan melebar sampai 45 cm. Terdapat berbagai macam jenis cabai dengan ciri-ciri yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Diantara jenis cabai tersebut adalah cabai besar, cabai keriting, cabai hijau, cabai rawit, cabai paprika dan cabai hias. Masing-masing cabai memiliki tingkat kepedasan yang berbeda-beda.
Dalam perdagangan
internasional, cabai dibedakan menjadi tiga kelompok. Pengelompokan tersebut dilakukan berdasarkan tingkat kepedasan yang dimilikinya, yaitu : 1. Cabai yang sangat pedas 2. Cabai dengan kepedasan pertengahan 3. Cabai dengan tingkat kepedasan kurang 4. Cabai tidak pedas Kelompok cabai yang sangat pedas diklasifikasikan kembali dalam dua kelompok yaitu kelompok cabai yang sangat pedas yang digunakan sebagai ekstraksi oleoresin cabai dan cabai dengan tingkat kepedasan pertengahan. Secara botanis, cabai yang sangat pedas memiliki ukuran kecil. Beberapa spesies yang tergolong ke dalam kelompok cabai sangat pedas ini adalah Capsicum frutescens, Capsicum
baccatum,
Capsicum
chinense,
dan
Capsicum
annum
var.
Glabiriusculum. Kelompok kedua yang merupakan cabai dengan tingkat kepedasan pertengahan sampai kurang pedas merupakan jenis cabai yang memiliki tingkat kepedasan yang kurang dibandingkan dengan cabai jenis pertama. Cabai jenis ini biasanya berukuran lebih besar dan digunakan sebagai cabai bubuk yang memberi
9
rasa pedas dan warna pada makanan. Spesies cabai yang umumnya masuk ke dalam kelompok ini adalah Capsicum annum. Kelompok paprika adalah jenis cabai banyak digunakan sebagai bahan pewarna dan penambah cita rasa makanan. Paprika berukuran besar, berukuran besar, berbentuk lonjong atau bulat dan daging buahnya relatif tebal. Pada umumnya paprika termasuk ke dalam spesies Capsicum annum. 2.2 Jenis-Jenis Cabai Komersial Menurut Suyanti (2007) secara umum cabai digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu cabai besar, cabai kecil dan cabai hias. Cabai kecil dan cabai besar merupakan jenis cabai yang biasanya diperdagangkan di pasar tradisional. Umumnya cabai kecil dikenal dengan istilah cabai rawit sedangkan cabai besar dikenal dengan istilah cabai merah. 1. Cabai besar Cabai besar (Capsicum annum L) dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu cabai merah besar dan cabai merah keriting. Cabai merah besar memiliki permukaan yang halus dan rasa yang kurang pedas sedangkan cabai merah keriting, permukaan kulit buahnya tidak halus, lebih kecil dan rasanya lebih pedas. Cabai besar memiliki panjang antara 6-10 cm dengan diameter 0,7-1,2 cm 2. Cabai kecil atau cabai rawit Cabai kecil (Capsicum frustescens) atau yang lebih dikenal dengan cabai rawit memiliki rasa yang sangat pedas. Cabai rawit memiliki warna kulit buah yang bervariasi Berdasarkan tingkat kepedasannya cabai dikelompokkan ke dalam empat golongan berdasarkan aturan pasar internasional. Cabai berdasarkan tingkat kepedasannya dibagi menjadi cabai dengan tingkat kepedasan sangat pedas, kepedasan pertengahan, kepedasan pertengahan, kepedasan kurang dan tidak pedas. Masing-masing kelompok cabai memiliki bentuk fisik serta kegunaan yang berbeda-beda. Tabel 5 menunjukkan pengelompokan cabai berdasarkan tingkat kepedasan, kandungan kapsaisin, warna serta kegunaannya.
10
Tabel 5. Pengelompokan Kepedasan Cabai dalam Perdagangan Internasional No
Kelompok
1
Cabai dengan tingkat kepedasan sangat pedas Cabai dengan 30.000 – 70.000 tingkat kepedasan pertengahan
2
3
4
Kepedasan
Kandungan Warna Kapsaisin merah 70.000 – 175.000 40 - 100
Cabai dengan 0 – 30.000 tingkat kepedasan kurang Cabai tidak pedas -
20-40
merah
0 - 20
merah
-
Merah tua
Kegunaan Ekstrak oleoresin Bahan campuran rempahrempah Serbuk cabai Bahan pewarna dan bumbu
Sumber : Abdjad.A.N et al dalam Suyanti (2005)
Setiap petani memiliki perhitungan agribisnis cabai yang berbeda-beda tergantung pada seberapa besar intensitas perawatan. Budidaya cabai dengan intensitas perawatan yang tinggi tentunya akan mengakibatkan lebih besarnya biaya produksi dibandingkan dengan budidaya cabai secara sederhana. Hal ini tentunya juga akan sejalan dengan hasil yang akan diperoleh. Budidaya cabai dengan intensitas perawatan yang lebih tinggi akan menghasilkan produksi yang lebih besar dan berkualitas. Topan (2008) melakukan perhitungan agribisnis cabai secara umum dengan menggunakan beberapa asumsi tertentu. Asumsi tersebut terdiri dari aspek-aspek seperti periode produksi, status lahan, populasi tanaman, jenis cabai, jumlah produksi, produktivitas, harga jual dan perhitungan bunga bank. Berikut merupakan beberapa asumsi yang digunakan dalam melakukan perhitungan agribisnis cabai: 1. Analisis usaha dihitung selama enam bulan (satu kali periode produksi) 2. Lahan penanaman adalah lahan sewa selama enam bulan dengan luas satu hektar 3. Populasi tanaman 17.000 pohon/ha 4. Jenis cabai yang ditanam adalah cabai hibrida TM 999
11
5. Buah cabai hibrida dapat menghasilkan antara 0,8 sampai 1,2 kilogram. Jika diambil rata-rata, tiap pohon menghasilkan 1 kg cabai. Dari populasi seluas satu hektare dihasilkan 17.000 kg cabai 6. Produktivitas cabai 90 persen dengan tingkat kegagalan 10 persen sehingga diperoleh total hasil sebanyak 15.300 kg 7. Harga jual cabai Rp 6000/kg 8. Biaya produksi ditambah berupa bunga bank sebesar 15 persen Total keuntungan dihitung melalui pengurangan total pendapatan dengan total biaya yang terdiri dari total biaya produksi dan biaya tidak terduga. Komponen biaya produksi yang digunakan dikelompokkan menjadi biaya penyiapan lahan, biaya pembibitan dan penanaman, serta biaya pemeliharaan tanaman dan panen. Tabel 6 menunjukkan perhitungan keuntungan yang terdiri dari komponen-komponen tersebut. Deskripsi yang lebih jelas mengenai perhitungan pendapatan yang terdiri dari uraian terperinci biaya produksi dan pendapatan cabai besar dapat dilihat pada Lampiran 3 Tabel 6. Analisis Ekonomi Agribisnis Cabai Secara Umum Uraian
Nilai (Rp)
Biaya Produksi a. Total Penyiapan lahan b. Total biaya pembibitan dan penanaman c. Total biaya pemeliharaan dan panen
16.585.000 2.367.500 17.598.000
Total biaya produksi (a+b+c)
36.550.500
Biaya tak terduga 10 persen
3.655.050
Total biaya
40.205.550
A. Total biaya + bunga bank 15 persen
46. 236.400
B. Pendapatan (Total Produksi x harga jual)
91.800.000
= 15.300 kg x Rp 6.000 C. Keuntungan (B-A)
45.563.600
Sumber: Topan (2008)
12
Berdasarkan komponen-komponen berupa biaya produksi, pendapatan dan keuntungan maka dapat dianalisis bentuk perhitungan ekonomi lainnya seperti nilai benefit cost ratio (B/C ratio) dan Titik impas (BEP), baik BEP harga maupun BEP produksi. Berikut ini merupakan perhitungan nilai B/C ratio serta perhitungan BEP cabai besar. 1. Nilai benefit Cost Ratio (B/C Ratio) B/C Ratio = Pendapatan/Total Biaya = Rp 91.800.000/Rp 46.236.400 = 1,99 Artinya dengan modal Rp 46.236.400, usaha agribisnis cabai akan memperoleh hasil penjualan sebesar 1,99 kali atau 199 persen dari modal yang dikeluarkan. 2. Titik Impas (BEP) a. BEP harga BEP = Total Biaya/Total Produksi BEP = Rp 46.236.400/15.300 BEP = Rp 3.201,99 Artinya, jika modal usaha Rp 46.236.400 dan total produksi 15.300 kg, dengan harga jual cabai Rp 3.021,99/kg perhitungan usaha sudah mencapai titik impas. b. BEP Produksi BEP = Total Biaya/Harga jual BEP = Rp 46.236.400/6000 BEP = 7.706,07 kg Artinya, jika modal usaha Rp 46.236.400 dan harga jual cabai Rp 6.000/kg dengan jumlah produksi 7.706,07 kg perhitungan usaha cabai telah mencapai titik impas.
13
2.3
Penelitian Terdahulu
2.3.1 Studi Terdahulu Mengenai Risiko Penelitian mengenai risiko komoditi yang berfokus pada risiko produksi dilakukan oleh Safitri (2009) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Risiko Produksi Daun Potong di PT Pesona Daun Mas ASRI, Ciawi Kabupaten Bogor, Jawa Barat”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya risiko produksi pada usaha daun potong disebabkan oleh beberapa faktor yaitu iklim atau cuaca, tingkat kesuburan lahan serta serangan hama dan penyakit. Risiko produksi berdasarkan produktivitas yang paling tinggi terdapat pada daun potong Philodendron marble, sedangkan risiko produksi berdasarkan pendapatan bersih, daun potong Asparagus bintang mengalami risiko yang paling tinggi. Selain melakukan kegiatan spesialisasi, risiko produksi dapat dikurangi dengan diversifikasi. Selain analisis terhadap risiko produksi, penelitian mengenai risiko harga juga telah pernah dilakukan. Analisis risiko harga terhadap komoditi agribisnis dilakukan oleh Siregar (2009) dalam skripsinya yang berjudul ”Analisis Risiko Harga Day Old Chick (DOC) Broiler dan Layer Pada PT. Sierad Produce Tbk Parung, Bogor”. Penelitian ini menganalisis risiko harga DOC dengan menggunakan ARCH-GARCH. Penelitiannya mengambil kesimpulan bahwa risiko harga DOC broiler dipengaruhi oleh varian dan volatilitas harga DOC periode sebelumnya. Sedangkan risiko harga DOC Layer hanya dipengaruhi oleh volatilitas harga DOC layer periode sebelumnya. Penerapan model ARCH-GARCH terhadap penentuan besar risiko lebih banyak diaplikasikan terhadap harga saham. Hal ini seperti dilakukan oleh Ramadhona (2004). Penelitian ini menyimpulkan bahwa model dugaan terbaik untuk peramalan volatilitas saham AALI adalah GARCH (1,1), saham GGRM adalah ARCH (1), dan saham INDF adalah ARCH (1). Analisis risiko dengan model VaR menyimpulkan bahwa saham INDF memiliki tingkat risiko yang tertinggi dan terendah adalah saham AALI. Analisis risiko investasi kembali dilakukan oleh Iskandar (2006). Penelitian yang lebih dikhususkan pada saham agribisnis rokok ini menyimpulkan bahwa model terbaik untuk meramalkan tingkat risiko saham GGRM adalah
14
ARCH (1) dimana tingkat risiko hanya dipengaruhi oleh besarnya nilai sisaan pengembalian sehari sebelumnya. Sedangkan model terbaik untuk meramalkan tingkat risiko saham HMSP dan RMBA adalah GARCH (1,1) dimana tingkat risiko dipengaruhi oleh besarnya nilai sisaan pengembalian sehari sebelumnya dan besarnya simpangan baku pengembalian dari rataannya untuk satu hari sebelumnya. 2.3.2 Studi Terdahulu Mengenai Cabai Besar Penelitian mengenai cabai merah dilakukan oleh Muharlis (2007) terkait dengan peramalan dan faktor-faktor penentu fluktuasi harga cabai merah di enam kota besar di Jawa dan Bali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fluktusi harga cabai merah besar dan cabai merah keriting cukup besar akibat adanya ketidakstabilan harga. Fluktuasi harga cabai merah di enam kota besar Jawa dan Bali di pengaruhi oleh faktor harga jual cabai merah di PIKJ dan harga cabai merah di tingkat produsen. Darmawan (2007) menganalisis proses keputusan petani dalam pembelian benih cabai merah keriting varietas TM 999. Proses keputusan pembelian menunjukkan bahwa motivasi utama petani dalam membeli benih cabai merah keritng varietas TM 999 karena kualitas yang telah terjamin dan keuntungan usaha yang lebih tinggi. Hal ini sejalan dengan harga benih yang yang relatif mahal, tetapi walaupun demikian petani merasa puas dengan hasilnya dan akan melakukan pembelian ulang selama kenaikan harga benih TM 999 masih berada dalam taraf wajar. Penelitian efisiensi tataniaga cabai merah dilakukan oleh Rachma (2008). Hasil penelitian yang dilakukan di Desa Cibeureum, Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat ini menghasilkan kesimpulan bahwa pendistribusian cabai merah di Desa Cibeureum melibatkan pedagang pengumpul, pedagang grosir, pedagang pengecer I dan pedagang pengecer II. Terdapat lima saluran tataniaga cabai merah dengan daerah tujuan pemasaran Ciamis, Tasikmalaya dan Bandung.
15
Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitianpenelitian sebelumnya. Penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian Safitri (2009) dalam hal kajian terhadap risiko namun berbeda dalam hal jenis risiko dan komoditi yang dikaji. Penelitian ini menggunakan ARCH-GARCH sebagai alat yang digunakan dalam menganalisis risiko harga. Hal ini memiliki kesamaan dengan penelitian Ramadhona (2004), Iskandar (2006) dan Siregar (2009). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian tersebut terletak pada komoditi yang dikaji. Penelitian ini mengkaji objek yang sama dengan penelitian Muharlis (2007), Darmawan (2007) dan Rachma (2008). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian tersebut terletak pada aspek yang diteliti. Analisis risiko komoditi cabai merah besar dan cabai merah keriting pada skripsi ini menggunakan metode ARCH-GARCH. Analisis risiko ini diawali dengan pencarian model ARCH-GARCH terbaik pada masing-masing komoditi cabai merah keriting dan cabai merah besar melalui nilai AIC dan SC yang terkecil. Volatiliti yang dihasilkan oleh metode ARC-GARCH inilah yang kemudian akan digunakan untuk menghitung Value at Risk. Secara umum data mengenai penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 7 yang meliputi data nama penulis, tahun, judul dan metode analisis.
16
Tabel 7. Studi Terdahulu yang Berkaitan dengan Penelitian Nama Penulis
Ramadhona
Iskandar
Muharlis
Tahun
2004
2006
2007
Darmawan
2007
Rachma
2008
Safitri
Siregar
2009
2009
Judul Analisis Investasi dengan Pendekatan Model ARCHGARCH dan Pendugaan Harga Saham dengan Pendekatan Model Time Series pada Perusahaan Agribisnis Terpilih di PT. Bursa Efek Jakarta. Analisis Risiko Investasi Saham Agribisnis Rokok dengan Pendekatan ARCH-GARCH Peramalan dan Faktor-Faktor Penentu Fluktuasi Harga Cabai Merah di Enam Kota Besar Di Jawa dan Bali Analisis Proses Keputusan Petani dalam Pembelian Benih Cabai Merah Keriting Varietas TM 999 Efisiensi Tataniaga Cabai Merah (Studi Kasus Desa Cibeureum, Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa barat
Analisis Risiko Produksi Daun Potong di PT Pesona Daun Mas Asri, Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat
Analisis Risiko Harga Day Old Chick (DOC) Broiler dan Layer pada PT. Sierad Produce Tbk Parung, Bogor
Metode Analisis Model ARCHGARCH untuk menghitung Value at Risk (VAR) Model ARCHGARCH untuk menghitung Value at Risk (VAR) Metode Peramalan Time Series Analisis Deskriptif dan Model Multiatribut Fishbein Analisis Saluran Tataniaga, Lembaga dan Fungsi Tataniaga, Struktur Pasar, Perilaku Pasar dan Efisiensi Tataniaga Analisis Risiko pada Kegiatan Usaha Spesialisasi dan Analisis Risiko pada Kegiatan Usaha Diversifikasi Model ARCHGARCH untuk menghitung Value at Risk (VAR)
17
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Risiko Menurut Harwood (1999) risiko menunjukkan kemungkinan kejadian yang menimbulkan kerugian bagi pelaku bisnis yang mengalaminya. Menurut Kountur (2004), risiko berhubungan dengan ketidakpastian, ketidakpastian ini terjadi akibat kurangnya atau tidak tesedianya informasi yang menyangkut apa yang akan terjadi. Menurut Robison dan Barry (1987) risiko menunjukkan peluang terhadap suatu kejadian yang dapat diketahui oleh pembuat keputusan berdasarkan pengalaman. Risiko juga menunjukkan peluang terjadinya peristiwa yang menghasilkan pendapatan di atas atau dibawah rata-rata dari pendapatan yang diharapkan. Dari beberapa definisi risiko tersebut, dapat disimpulkan bahwa risiko banyak dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya sesuatu hal yang buruk atau suatu kerugian yang tidak diinginkan atau tidak diharapkan dan terjadi secara tidak terduga. Djohanputro (2004) mengklasifikasikan risiko atas: a. Risiko murni dan spekulatif Risiko murni adalah risiko yang dapat mengakibatkan suatu kerugian pada perusahaan, tapi tidak ada kemungkinan untuk menguntungkan. Sedangkan risiko spekulatif adalah risiko yang dapat menguntungkan atau merugikan. b. Risiko sistematik atau spesifik Risiko sistematik juga disebut sebagai risiko yang tidak dapat didiversifikasi yaitu risiko yang tidak dapat dihilangkan atau dikurangi dengan penggabungan berbagai risiko. Risiko spesifik adalah risiko yang dapat didiversifikasi melalui proses penggabungan (pooling) Setiap pelaku bisnis dalam menghadapi risiko mempunyai sikap dan perilaku yang berbeda. Terdapat tiga karakteristik pelaku bisnis dalam menanggapi adanya risiko yaitu Risk Taker, Risk Averter dan Risk Neutral yang mana perilakunya dalam menghadapi risiko dapat dilihat pada Gambar 2
18
Expected Return U1 Risk Averter
U2 Risk Neutral
U3 Risk Taker/Lover
Variance Return Gambar 2. Hubungan Antara Variance dan Expected Return Sumber: Debertin (1986)
Gambar 2 menunjukkan hubungan antara variance return, yang merupakan ukuran tingkat risiko, dengan return yang diharapkan, yang merupakan tingkat kepuasan pembuat keputusan. Sikap pembuat keputusan dalam menghadapi risiko dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori sebagai berikut : 1.
Pembuat keputusan yang takut terhadap risiko (Risk Averter) menunjukkan jika U1 diasumsikan kurva isoutiliti pembuat keputusan maka adanya kenaikan variance return yang merupakan ukuran tingkat risiko akan diimbangi dengan menaikkan return yang diharapkan.
2.
Pembuat
keputusan yang netral terhadap risiko (Risk Neutral)
menunjukkan jika U2 diasumsikan kurva isoutiliti pembuat keputusan maka adanya kenaikan variance return yang merupakan ukuran tingkat risiko tidak akan diimbangi dengan menaikkan return yang diharapkan.
19
3.
Pembuat keputusan yang berani terhadap risiko (Risk Taker/Lover) menunjukkan jika U3 diasumsikan kurva isoutiliti pembuat keputusan maka adanya kenaikan variance return yang merupakan ukuran tingkat risiko akan diimbangi oleh pembuat keputusan dengan kesediaanya menerima return yang diharapkan lebih rendah. Bentuk lain yang dapat menggambarkan perilaku individu dalam
menghadapi risiko dapat dilihat pada Gambar 3 yang menunjukkan kepuasan individu berkaitan dengan kemungkinan pendapatan.
U(y)3 U(y)2
U
U(y)1
Keterangan U = utilitas (tingkat kepuasan) Y = Pendapatan
Y
Gambar 3. Fungsi Utilitas dengan Marginal Utility Menurun, Meningkat dan Tetap Sumber: Debertin (1986)
Berdasarkan Gambar 3 individu yang digambarkan pada kurva U(y)1 termasuk dalam perilaku risk averter. Kurva tersebut menunjukkan kepuasan marginal utility yang semakin menurun (diminishing marginal utility) dari pendapatan. Meskipun tambahan pendapatan selalu meningkatkan kepuasan, namun demikian kenaikan kepuasan yang dihasilkan karena kenaikan pendapatan
20
yang mendekati titik original akan lebih besar dari kenaikan kepuasan karena kenaikan pendapatan berikutnya. Analog dengan risk averter, pada risk lover, kepuasan marginal utility yang semakin meningkat (increasing marginal utility) dari pendapatan. Sedangkan pada risk neutral, kepuasan marginal utility yang tetap (constan marginal utility). 3.1.2 Risiko Pertanian Sektor pertanian tidak terlepas dari kondisi risiko yang disebabkan oleh beberapa faktor atau sumber. Sumber-sumber risiko pertanian menurut Anderson et al. (1977) dibagi menjadi tiga, yaitu: 1. Ketidakpastian hasil produksi Ketidakpastian hasil produksi ini disebabkan oleh sektor pertanian yang sangat tergantung kepada alam seperti cuaca dan iklim, hama dan penyakit, temperatur udara, pergantian musim dan sebagainya. Adanya risiko produksi berpengaruh nyata terhadap aktivitas produksi dan penerimaan. 2. Ketidakpastian harga Fluktuasi harga pada produk pertanian disebabkan oleh faktor alam dan permintaan dan penawaran. Semakin tinggi tingkat permintaan, maka semakin tinggi pula harga produk-produk pertanian, begitu juga sebaliknya. Dengan demikian semakin berfluktuasi harga maka risiko harga semakin besar. 3. Ketidakpastian keuntungan Risiko produksi dan risiko harga dapat menimbulkan adanya risiko keuntungan. Semakin tinggi fluktuasi keuntungan maka risiko yang dihadapi akan semakin besar. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah fluktuasi keuntungan maka risiko yang dihadapi akan semakin rendah. Petani perlu menerapkan strategi-strategi yang dapat memperkecil peluang munculnya risiko yang menimbulkan kerugian. Menurut Debertin (1986) terdapat
21
beberapa strategi yang dapat mengurangi kerugian ketika alam dan pasar dalam kondisi yang tidak menguntungkan petani. Demikian pula sebaliknya, dengan menerapkan strategi ini maka keuntungan yang akan dimiliki petani akan berkurang ketika kondisi alam dan pasar sedang menguntungkan. Strategi-strategi tersebut adalah 1. Asuransi Pertanian Asuransi pertanian dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif strategi yang dapat mengurangi risiko dengan cara pembelian policy asuransi. Jika petani membeli policy asuransi kebakaran bukan berarti petani berharap terjadinya kebaran. Hal ini dilakukan karena biaya asuransi lebih kecil dibandingkan kemungkinan biaya risiko yang akan ditanggung jika kebakaran benar-benar terjadi. Asuransi yang baik adalah asuransi yang diberikan pada peristiwa yang memiliki kemungkinan kecil untuk terjadi. Asuransi digunakan pada peristiwa yang mengakibat kerugian besar namun memiliki probabilitas yang rendah Asuransi pertanian menyebabkan pendapatan petani berkurang akibat membayar premium asuransi. Premium asuransi mengurangi keuntungan potensial dalam satu tahun dimana tidak terjadi peristiwa yang merugikan pada tahun tersebut. 2. Kontrak Future market merupakan suatu sistem dimana petani melakukan kontrak penjualan pada komoditi dan harga tertentu. Oleh karena itu, sistem kontrak merupakan salah satu cara yang ditempuh dalam menghadapi risiko harga. Future market adalah suatu mekanisme mengurangi atau menghilangkan risiko dan ketidakpastian harga dengan penentuan harga yang harus dibayar setelah panen atau pada saat komoditi siap untuk dipasarkan. Walaupun harga dan pendapatan akan dikurangi, petani akan membatasi keuntungan potensial jika harga ditentukan di awal musim produksi. Future market bukan merupakan satu-satunya jenis kontrak untuk menghilangkan ketidakpastian harga. Beberapa kontrak dengan penentuan harga di awal musim produksi dan penerimaan di akhir produksi juga akan
22
menghilangkan ketidakpastian harga. Kontrak biasanya digunakan pada komoditi seperti broiler dan hortikultura. Kontrak harga dapat bekerja dengan baik dalam sebuah model analisis marjinal yang mempresentasikan kepastian harga. 3. Peralatan dan Fasilitas yang Fleksibel Jika petani dapat mengatur perubahan produk dan harga input maka petani juga dapat menyesuaikan bangunan dan peralatan yang dapat digunakan lebih dari satu kali musim produksi dan lebih dari satu jenis produk pertanian. Fasilitas khusus akan memungkinkan petani untuk memiliki perencanaan jangka panjang. Petani yang mencoba untuk mengatasi ketidakpastian harga dengan pembelian bangunan dan mesin yang adaptable dengan berbagai penggunaan tentunya akan lebih memiliki elastisitas yang besar. 4. Diversifikasi Diversifikasi merupakan strategi jangka panjang yang dapat diterapkan petani untuk mengatasi ketidakpastian harga dan output. Strategi diversifikasi pada intinya menjadikan keuntungan dari suatu tipe usaha peternakan atau pertanian untuk menutupi kerugian dari jenis usaha lainnya. Diversifikasi juga membuat penggunaan tenaga kerja dan input yang lebih efektif sepanjang tahun. Dengan demikian, pendapatan tetap baik walaupun berada pada kondisi yang menguntungkan dan merugikan. Oleh karena itu, untuk mencapai hasil yang lebih efektif maka diversifikasi hendaknya dilakukan komoditi yang memiliki karakter yang berlawanan. 5. Program Pemerintah Pemerintah juga dapat berperan dalam mengatasi ketidakpastian harga dan produksi yang dihadapi oleh petani. Peranan pemerintah dapat berupa dukungan dalam bentuk program-program yang dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani yang berpartisipasi. Partisipasi dalam program secara normal akan mengurangi variabilitas pendapatan namun pendapatan jangka panjang akan jauh lebih besar.
23
3.1.3 Permintaan, Penawaran dan Penentuan Harga Barang 1. Permintaan Menurut McConnel dan Brue (1990) permintaan didefinisikan sebagai suatu daftar yang menunjukkan jumlah barang yang diinginkan dan dapat dibeli oleh konsumen pada harga dan waktu tertentu. Hyman (1996) mendefinisikan permintaan sebagai hubungan antara harga suatu barang dengan jumlah yang diminta yang dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri, pendapatan konsumen, kesejahteraan konsumen, ekspektasi perubahan harga di masa depan, harga barang substitusi, selera konsumen dan jumlah penduduk yang dilayani oleh pasar Hukum permintaan menjelaskan hubungan antara permintaan
suatu
barang terhadap harga barang tersebut. Hukum permintaan merupakan suatu hipotesa yang menyatakan bahwa makin rendah harga suatu barang maka akan semakin banyak permintaan terhadap barang tersebut. Sebaliknya makin tinggi harga suatu barang maka akan semakin sedikit permintaan terhadap barang tersebut. Hukum permintaan hanya menekankan perhatian pada hubungan antara harga dengan jumlah barang yang diminta. Sedangkan pada kenyataannya jumlah barang yang diminta tidak hanya dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri. Menurut McConnel dan Brue (1990) faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan selain harga yaitu a. Selera dan Preferensi Konsumen Perubahan selera konsumen dapat disebabkan oleh adanya pengaruh iklan dan perubahan tren atau fashion. Ketika selera masyarakat terhadap suatu barang meningkat maka permintaan terhadap barang tersebut juga akan meningkat begitu pula sebaliknya. Faktor teknologi juga mempengaruhi perubahan selera masyarakat terhadap suatu barang. Sebagai contoh permintaan terhadap mesin tik berkurang ketika ditemukan teknologi komputer. b. Jumlah penduduk Peningkatan jumlah konsumen dalam suatu pasar jelas akan meningkatkan permintaan terhadap suatu barang pada pasar tersebut. Begitu pula sebaliknya, ketika jumlah konsumen menurun maka permintaan terhadap suatu barang juga
24
akan mengalami penurunan. Umumnya pertambahan jumlah penduduk juga akan diikuti dengan perkembangan kesempatan kerja yang kemudian diiringi dengan peningkatan pendapatan. Dengan demikian pertambahan penduduk dengan sendirinya akan menyebabkan pertambahan permintaan (Sukirno 1985). c. Pendapatan Pendapatan masyarakat merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap
permintaan suatu
barang.
Perubahan
pendapatan
akan
selalu
menimbulkan perubahan terhadap permintaan. Berdasarkan hubungannya dengan tingkat pendapatan masyarakat maka barang ekonomi dibedakan menjadi dua golongan yaitu barang normal dan barang inferior. Barang normal adalah suatu barang yang mengalami kenaikan permintaan ketika pendapatan masyarakat meningkat dan sebaliknya. Sedangkan barang inferior adalah barang yang banyak diminta oleh orang-orang yang berpendapatan rendah. Sehingga ketika pendapatan naik maka permintaan terhadap barang ini justru akan menurun. d. Harga barang-barang lain Permintaan konsumen terhadap suatu barang juga tergantug pada harga barang lain. Berdasarkan fungsinya terhadap barang lain maka barang ekonomi dapat digolongkan kedalam tiga bagian, yaitu barang substitusi, komplementer dan barang lain yang tidak mempunyai kaitan sama sekali dengan barang tersebut. Barang substitusi adalah barang yang fungsinya dapat saling menggantikan sedangkan barang komplementer adalah barang yang fungsinya saling melengkapi. Kenaikan harga barang substitusi akan mengakibatkan kenaikan permintaan terhadap suatu barang. Begitu pula sebaliknya penurunan harga barang substitusi akan menyebabkan penurunan permintaan terhadap barang yang digantikan. Contoh barang substitusi adalah margarin dan mentega, minyak tanah dan gas dan sebagainya. Sementara untuk barang komplementer, peningkatan harga akan menyebabkan penurunan permintaan
suatu barang. Begitu pula
sebaliknya ketika harga barang komplementer turun maka akan terjadi kenaikan
25
permintaan. Contoh barang dengan fungsi saling melengkapi ini adalah pulpen dengan tinta, teh dengan gula dan sebagainya. Banyak jenis barang yang tentu saja tidak memiliki hubungan satu sama lain sehingga kenaikan atau penurunan harga suatu barang tidak akan mempengaruhi harga barang lain, Misalnya saja hubungan antara komoditi kentang dengan suku cadang mobil. e. Harapan di masa yang akan datang Ramalan masyarakat terhadap harga suatu barang yang akan bertambah tinggi di masa depan akan menyebabkan kenaikan permintaan terhadap barang tersebut pada saat ini. Jika masyarakat memperkirakan harga suatu barang akan turun pada masa yang akan datang maka permintaan barang tersebut pada saat ini akan mengalami penurunan. Begitu pula jika terdapat ramalan bahwa lowongan kerja akan bertambah sulit pada masa yang akan datang maka masyarakat akan lebih berhemat sehingga permintaan terhadap barang akan menurun. Lipsey et al. (1995) mengemukakan bahwa untuk memahami pengaruh setiap faktor-faktor tersebut terhadap permintaan secara sekaligus dalam waktu yang bersamaan merupakan suatu hal yang sulit. Oleh karena itu, semua variabel dipertahankan konstan kecuali satu variabel yang akan dipelajari pengaruhnya. Dengan cara yang sama pengaruh semua variabel lainnya dapat dianalisis sehingga tingkat kepentingan masing-masing variabel dapat dipahami. Upaya mempertahankan konstan semua variabel yang ada pengaruhnya dikenal dengan istilah ceteris paribus. Jika dinyatakan bahwa pengaruh harga cabai merah terhadap jumlah cabai merah yang diminta ceteris paribus maka hal ini berarti perubahan harga cabai merah mempengaruhi jumlah cabai merah yang diminta jika semua faktor lain yang mempengaruhi permintaan cabai merah tetap.
26
Gambar 4. Pergeseran Kurva Permintaan Sumber : McConnel dan Brue (1990)
Hipotesis ekonomi dasar menyebutkan bahwa harga suatu komoditi dan kuantitas yang akan diminta berhubungan secara negatif, dengan faktor lain tetap sama. Semakin rendah harga suatu komoditi maka jumlah yang akan diminta untuk komoditi itu akan semakin besar, dan semakin tinggi harga, semakin rendah jumlah yang diminta. 2. Penawaran Permintaan saja belum merupakan syarat yang cukup untuk menciptakan terjadinya suatu transaksi di dalam pasar. Permintaan masyarakat akan dapat terpenuhi apabila penjual menyediakan barang-barang yang diminta oleh konsumen tersebut. Menurut McConnel dan Brue (1990) penawaran adalah sebuah daftar yang menunjukkan jumlah suatu produk yang ingin dan dapat diproduksi oleh produsen dan tersedia di pasar pada harga dan waktu tertentu. Hyman (1996) mendefinisikan penawaran sebagai hubungan antara harga suatu barang dengan jumlah yang ditawarkan. Hukum penawaran menjelaskan bahwa semakin rendah harga suatu barang maka semakin sedikit penawaran terhadap barang tersebut. Begitu pula sebaliknya, semakin tinggi harga suatu barang maka semakin tinggi pula penawaran terhadap barang tersebut.
27
Selain akibat perubahan harga barang itu sendiri, penawaran menurut McConnel dan Brue (1990) juga dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut: a. Harga sumber daya atau harga input Biaya produksi dan penawaran memiliki hubungan yang sangat erat. Peningkatan harga input akan meningkatkan biaya produksi dan mengurangi penawaran. Demikian pula sebaliknya, ketika harga input turun maka suatu perusahaan
dapat
menekan
biaya
produksi
sehingga
penawaran
dapat
ditingkatkan. b. Teknologi Perkembangan teknologi memiliki arti bahwa penemuan teknologi baru tersebut memungkinkan kita untuk memproduksi suatu unit barang secara lebih efisien dengan jumlah sumber daya yang semakin sedikit. Hal ini menyebabkan anggaran yang dikeluarkan untuk membiayai pembelian sumberdaya atau input menjadi berkurang sehingga perusahaan dapat meningkatkan penawaran. Biaya yang lebih rendah akan meningkatkan keuntungan potensial sehingga mendorong produsen untuk meningkatkan penawaran. Sukirno (1985) menyatakan bahwa Tingkat teknologi sangat berperan dalam menentukan tingkat penawaran. Kemajuan teknologi akan menimbulkan dua akibat yaitu meningkatkan kemampuan perusahaan dalam memproduksi lebih banyak barang dan meningkatkan keefisienan produksi. Dengan demikian, kemajuan teknologi cenderung meningkat penawaran yang dilakukan perusahaan. c. Pajak dan Subsidi Sebuah usaha seringkali terkena pajak sebagai suatu biaya. Oleh karena itu peningkatan pajak akan meningkatkan biaya produksi dan mengurangi penawaran. Sebaliknya subisidi yang merupakan kebalikan dari pajak
akan
mengakibatkan berkurangnya biaya dan meningkatkan penawaran
28
d. Harga barang-barang lain Barang dengan posisi yang saling menggantikan akan mengalami perubahan penawaran jika salah satu barang mengalami perubahan harga. Ketika harga barang substitusi mengalami kenaikan maka permintaan masyarakat terhadap barang yang digantikan akan meningkat. Kenaikan permintaan ini akan memberikan dorongan kepada produsen untuk menaikkan produksi. e. Ekspektasi Perkiraan harga suatu barang di masa depan oleh produsen akan mempengaruhi keinginan produsen untuk memproduksi barang tersebut pada saat ini. Sebagai contoh petani kemungkinan akan menahan hasil panen jagung untuk mengantisipasi tingginya harga jagung pada masa yang akan datang. Hal ini tentunya akan menyebabkan penurunan penawaran jagung pada saat ini. f. Jumlah produsen Peningkatan jumlah produsen akan meningkatkan jumlah barang yang ditawarkan. Selama beberapa waktu terakhir peningkatan jumlah produsen merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam peningkatan penawaran.
Gambar 5. Pergeseran Kurva Penawaran Sumber : McConnel dan Brue (1990)
29
Hipotesis ekonomi mendasar mengenai penawaran adalah bahwa untuk kebanyakan komoditi, harga komoditi dan kuantitas atau jumlah yang akan ditawarkan berhubungan secara positif dengan semua faktor yang lain tetap sama. Dengan kata lain, makin tinggi harga suatu komoditi, makin besar jumlah komoditi yang akan ditawarkan, semakin rendah harga, semakin kecil jumlah komoditi yang akan ditawarkan. 3. Mekanisme Pembentukan Harga Pasar Harga dan jumlah suatu barang yang diperjualbelikan ditentukan oleh permintaan dan penawaran dari barang tersebut. Keadaan pasar dikatakan ekuilibrium atau seimbang apabila jumlah yang ditawarkan sama dengan jumlah yang diminta pada harga tersebut. Kelebihan penawaran akan menyebabkan turunnya harga sedangkan kelebihan permintaan akan menyebabkan naiknya harga barang. Perubahan variabel selain harga akan menyebabkan pergeseran baik kurva permintaan maupun penawaran. Terdapat empat kemungkinan pergeseran yang terjadi: 1. Permintaan bertambah (kurva permintaan bergeser ke kanan) 2. Permintaan berkurang (kurva permintaan bergeser ke kiri) 3. Penawaran bertambah (kurva penawaran bergeser ke kanan) 4. Penawaran berkurang (kurva penawaran bergeser ke kiri) 3.1.4
Pemodelan Volatilitas Time Series Volatilitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar
harga berfluktuasi dalam suatu periode waktu. Biasanya volatilitas diestimasi dengan cara menghitung deviasi standar perubahan harga dalam jangka waktu tertentu yang menentukan seberapa cepat data berubah dengan keacakannya. Volatilitas mengukur rata-rata fluktuasi dari data deret waktu. Namun hal ini dikembangkan lebih jauh dengan menekankan pada nilai variansi (variable statistika yang menggambarkan seberapa jauh perubahan dan persebaran nilai fluktuasi terhadap nilai rata-rata) dari data keuangan. Oleh karena itu, dapat
30
dikatakan bahwa nilai volatilitas sebagai nilai variasi dari data fluktuasi (data return). Terdapat dua pendapat besar mengenai variansi yaitu homoskedastisitas dan heterokedastisitas. Menurut Pindyck dan Rubinfeld (1983) homoskedastisitas adalah model yang memiliki data deret waktu dengan variansi error yang konstan sedangkan heteroskedastisitas adalah model yang memiliki data deret waktu dengan variansi error yang selalu berubah berdasarkan waktu. Pendapat pertama dimodelkan melalui kombinasi antara autoregressive (AR) dan moving-average (MA) atau yang dikenal dengan ARMA. Sedangkan pendapat kedua diwakili oleh metode ARCH (autoregressive conditional heterokedastic) yang digeneralisasi menjadi GARCH (generalized autoregressive conditional heterokedastic). Untuk data harga komoditi cabai merah
dengan
tingkat fluktuasi yang tinggi, model otokorelasi dengan variansi berubah adalah model yang lebih relevan untuk diterapkan dibanding model otokorelasi dengan variansi konstan, sehingga model ARCH merupakan model yang lebih realistis untuk memodelkan nilai volatilitas data harga dibandingkan model AR, MA, dan ARMA. 3.1.5 ARCH Error Pada time series univariate, tidak terdapat faktor heteroskedastisitas sehingga tidak dapat dilakukan uji heteroskedastisitas secara umum, seperti uji goldfield-quandt, uji White, maupun uji Park. Perhatian persamaan time series univariate lebih ditujukan pada adanya ARCH error, yakni kuadrat residual yang berperilaku autoregresi. Ada tidaknya fenomena ARCH error ini terlihat fenomena adanya signifikansi autokorelasi dari kuadrat residual (Enders, 2004). Cara yang lebih terkuantifikasi dalam menguji ada tidaknya ARCH error ialah dengan menggunakan uji ARCH-LM. Uji ARCH LM didasarkan atas hipotesis nol tidak terdapatnya ARCH error dan tidak perlu dimodelkan berdasarkan ARCH.
31
3.1.6 Model ARCH-GARCH Pemodelan data deret waktu umumnya dilakukan dengan menggunakan asumsi ragam sisaan yang konstan (homoskedastisitas). Namun kenyataannya banyak data deret waktu yang mempunyai ragam sisaan yang tidak konstan (heteroskedastisitas), khususnya untuk data deret waktu di bidang ekonomi. Oleh karena itu pemodelan analisis deret waktu biasa dengan asumsi homoskedastisitas tidak dapat digunakan. Model ARCH (Autoregressive Conditional Heteroscedasticity) merupakan model yang memperhitungkan adanya heteroskedastisitas dalam analisis deret waktu. Model ini pertama kali dipopulerkan oleh Engle pada tahun 1982 yang dipakai untuk memodelkan ragam sisaan yang tergantung pada kuadrat sisaan pada periode sebelumnya secara autoregresi (regresi diri sendiri). Model ARCH ini kemudian disempurnakan oleh mahasiswa bimbingan Engle, Tim Bollerslev, menjadi GARCH (generalized autoregressive conditional heteroschedastic) yang lebih baik dibandingkan ARCH. Volatilitas berdasarkan model GARCH (p,q) mengasumsikan bahwa variansi data fluktuasi dipengaruhi oleh sejumlah p data fluktuasi sebelumnya dan q data volatilitas sebelumnya. Secara umum model ini seperti Autoregresi biasa (AR) dan pergerakan rata-rata (MA), yaitu melihat hubungan variabel acak dengan variabel acak sebelumnya. Variansi terdiri atas dua komponen yaitu varians yang konstan dan varians yang tergantung dari besarnya volatilitas diperiode sebelumnya. Jika volatilitas pada periode sebelumnya besar (baik positif maupun negatif), maka varians pada saat ini akan besar pula. Sehingga model ARCH dapat dirumuskan. Bentuk umum model ARCH (m) : ht = ξ + ε2t + 1ε2t-1 + 2ε t-2 +.......+ mε2t-m dimana ht
= variabel respon (terikat) pada waktu t / varians pada waktu ke t
ξ
= variabel yang konstan
ε2t-m
= Suku Arch / volatilitas pada periode sebelumnya
,1,... m = Koefisien orde m yang diestimasikan
32
Dalam metode OLS, error diasumsikan homoskedastis, yaitu variansi dari error konstan dan terdistribusi normal dengan rata-rata nol. Varians tergantung dari varians di masa lalu sehingga heteroskedastisitas dapat dimodelkan dan varians diperbolehkan untuk berubah antar waktu. Dengan demikian volatilitas yang besar di masa lalu dapat ditangkap dalam model ARCH. Kondisi yang sering terjadi adalah bahwa varians saat ini tergantung dari volatilitas beberapa periode di masa lalu. Hal ini akan menimbulkan banyaknya parameter dalam conditional variance yang harus diestimasi. Pengestimasian parameter-parameter tersebut sulit dilakukan dengan presisi yang tepat. Oleh karena itu, Bollersley (Surya, 2003) memperkenalkan metode GARCH (Generalized AutoRegressive Conditional Heteroscedasticity) guna menghasilkan model parsimony (menggunakan parameter yang lebih sedikit). Model GARCH dikembangkan dengan mengintegrasikan autoregresi dari kuadrat residual lag kedua hingga lag tak hingga ke dalam bentuk varian pada lag pertama. Model ini dikembangkan sebagai generalisasi dari model volatilitas. Secara sederhana volatilitas berdasarkan model GARCH (r,m) mengasumsikan bahwa variansi dari data fluktuasi dipengaruhi sejumlah m data fluktuasi sebelumnya dan sejumlah r data volatilitas sebelumnya. Ide dibalik model ini seperti dalam model autoregresi biasa (AR) dan pergerakan rata-rata (MA), yaitu untuk melihat hubungan variabel acak dengan variabel acak sebelumnya. Varians terdiri dari tiga komponen. Komponen pertama adalah varians yang konstan. Komponen kedua adalah volatilitas pada periode sebelumnya, ε2t-m (suku ARCH) dan komponen ketiga adalah varians pada pada periode sebelumnya, ht-r. Sehingga model GARCH dapat dirumuskan : Bentuk umum model GARCH (r,m) : ht = k + 1ht-1 + 2ht-2 + ...+ rht-r + 1ε2t-1 + 2ε2 t-2 +.......+ mε2t-m dimana : ht
= Varaiabel respon (terikat) pada waktu t / varians pada waktu ke t
К
= Varians yang konstan
2
ε
t-m
= Suku ARCH / Volatilitas pada periode sebelumnya
33
1, 2,... m
= Koefisien orde m yang diestimasikan
1, 2,... r
=
ht-r
= Suku Garch / varians pada periode sebelumnya
Koefisien order r yang diestimasikan
ARCH dan GARCH memiliki beberapa jenis. Masing- masing jenis ARCH dan GARCH memiliki karakteristik masing-masing dengan penggunaan yang berbeda-beda. Jenis-jenis ARCH GARCH dapat dilihat pada Lampiran 4. 3.1.7 Value at Risk (VaR) Value at Risk (VaR) merupakan ringkasan peluang kerugian maksimum selama horizon waktu tertentu dengan selang kepercayaan tertentu (Jorion, 2002). Secara matematis VaR dapat didefinisikan sebagai berikut : VAR = (σt+1 x √b ) x Z x W dengan : VAR = Besarnya risiko b
= Periode investasi
Z
= Titik kritik dalam table Z dengan alfa 5%
W
= Besarnya biaya investasi
σt+1
= Volatility yang akan datang dimana σt = √ht
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Cabai merah besar termasuk komoditi hortikultura penting di Indonesia. Cabai merah besar memiliki luas lahan yang paling besar dibandingkan dengan tanaman hortikultura lainnya. Selain itu komoditi ini memiliki berbagai macam khasiat dan zat gizi serta tidak bisa dilepaskan dari aneka masakan nusantara yang sangat beragam. Walaupun memiliki jumlah permintaan yang terus meningkat dari tahun ke tahun namun jika ditinjau dari sisi harga, komoditi ini sangat fluktuatif. Harga yang fluktuatif tersebut digambarkan oleh data harga di Pasar Induk Kramat Jati yang hampir selalu mengalami perubahan di setiap harinya. Harga yang fluktuatif ini sangat tergantung pada kondisi permintaan dan penawaran yang ada di pasar. Kondisi permintaan yang berubah-ubah umumnya dipengaruhi oleh adanya
34
momen-momen tertentu seperti hari besar keagamaan sedangkan penawaran dipengaruhi oleh keadaan cuaca dan hama penyakit yang mempengaruhi proses budidaya. Harga yang sangat fluktuatif ini tentu saja menyebabkan cabai merah besar merupakan komoditi yang berisiko terhadap harga di pasaran termasuk pada Pasar Induk Kramat Jati. Kondisi cabai merah besar sebagai komoditi yang berisiko dari segi harga merupakan hal yang tidak menguntungkan bagi petani. Oleh karena itu, diperlukan manajemen yang baik agar kerugian yang ditimbulkan tidak terlalu besar. Untuk itu diperlukan adanya pengukuran risiko harga cabai merah besar ini melalui penghitungan deviasi standar perubahan harga dalam jangka waktu tertentu, yang menentukan seberapa cepat data berubah dengan keacakannya yang kemudian lebih dikenal dengan istilah volatilitas. Pengukuran tingkat risiko ini dapat dilakukan dengan menggunakan metode peramalan time series ARCH-GARCH. Metode ARCH-GARCH ini sangat berhubungan dengan pengukuran tingkat risiko (Value at Risk/VaR). Berdasarkan hal tersebut maka kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat dari diagram berikut
35
Pasar Induk Kramat Jati
Fluktuasi Harga dan Pasokan Cabai Besar
Risiko Harga Cabai Besar
Penerimaan Petani
Alternatif Strategi yang Tepat Dalam Mengatasi Risiko Harga Cabai Besar
Gambar 6. Kerangka Pemikiran Operasional
36
IV METODE PENELITIAN 4.1
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai risiko harga komoditi cabai merah besar dan cabai
merah keriting dan cabai merah besar dilakukan melalui pengambilan data di Pasar Induk Kramat Jati yang beralamat di jalan raya Bogor KM 17 Jakarta Timur. Lokasi penelitian ini dipilih karena Pasar Induk Kramat Jati merupakan pasar komoditi hortikultura terbesar di Indonesia yang menjadi patokan penentuan harga komoditi di daerah-daerah di Indonesia. Selain itu, harga komoditi di Pasar Induk Kramat Jati merupakan salah satu sumber informasi yang digunakan oleh Departemen Pertanian RI dalam penentuan kebijakan. Penelitian dilakukan selama lima bulan yaitu dari bulan Februari 2009 – Juni 2009. 4.2
Data dan Sumber Data Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data primer dan sekunder.
Data primer diperoleh melalui wawancara dengan dua orang pedagang, dua orang pegawai kantor Pasar Induk Kramat Jati dan petani budidaya sebanyak enam orang. Data sekunder diperoleh berdasarkan data harga dan pasokan yang sudah ada di Pasar Induk Kramat Jati, Departemen Pertanian dan literatur-literatur yang terkait lainnya. 4.3.
Metode Pengumpulan Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data harga harian
komoditi cabai merah besar dan cabai merah keriting pada tahun 2006 – 2009 yang berjumlah 1147 data. Data tersebut diperoleh berdasarkan catatan harga yang sudah ada pada kantor Pasar Induk Kramat Jati. Selain itu, pengumpulan data juga dilakukan dengan metode wawancara, observasi dan diskusi. Wawancara dilakukan dengan beberapa pegawai dan pedagang Pasar Induk Kramat Jati serta petani budidaya mengenai kondisi pasar dan fluktuasi harga komoditi yang dikaji. Metode observasi dilakukan melalui pencatatan langsung kondisi pasar, sedangkan diskusi dilakukan dengan pegawai kantor Pasar Induk Kramat Jati mengenai kondisi pasar terkait dengan adanya fluktuasi harga.
37
4.4 Pengolahan dan Analisis Data Pengukuran risiko harga cabai besar dalam penelitian ini menggunakan metode ARCH GARCH yang digunakan untuk meramalkan volatilitas pada periode selanjutnya. Volatilitas hasil peramalan tersebut kemudian digunakan untuk mengukur risiko harga cabai besar dengan menggunakan perhitungan VaR (Value at Risk). 4.5 Peramalan Tingkat Risiko (Value at Risk-VaR) 4.5.1 Analisis ARCH-GARCH 1. Tahap Identifikasi Pemodelan ARCH-GARCH didahului dengan identifikasi apakah data mengandung heteroskedastisitas atau tidak. Ini dapat dilakukan antara lain dengan mengamati beberapa ringkasan statistik dari data. Pengujian keberadaan heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat nilai keruncingan (kurtosis) data. Jika data tersebut memiliki nilai kurtosis yang lebih dari tiga maka data tersebut memiliki sifat heteroskedastisitas (Davidson and MacKinnon, 2004 dalam
Firdaus,
2006).
Kemudian,
dilanjutkan
dengan
pengujian
pengidentifikasian efek ARCH melalui fungsi autokorelasi kuadrat return. Suatu data memiliki efek ARCH apabila nilai autokorelasi pada data kuadrat return signifikan. Cara lain yang dapat dilakukan dalam menguji ARCH error ini adalah melalui uji ARCH-LM. Uji ARCH-LM didasarkan pada hipotesisi nol yaitu tidak terdapatnya ARCH error. 2. Estimasi Model Estimasi model didahului oleh penentuan dugaan parameter ARCH GARCH. Penentuan parameter ARCH-GARCH dilakukan dengan menggunakan metode kemungkinan maksimum secara iteratif. Melalui penggunaan sofware Eviews 5.0, estimasi nilai-nilai parameter dapat dilakukan. model terbaik yang ditemukan adalah adalah model yang memiliki ukuran kebaikan yang besar dan koefisien yang nyata. Pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur
38
kebaikan model adalah AIC (Akaike Information Criterion) dan SC (Schwarz Criterion) a. AIC = Ln (MSE) + 2*K/N b. SC = Ln (MSE) + [K*log (N)]/N Keterangan : MSE = Mean Squared Error K
= jumlah parameter yang diestimasi
n
= jumlah observasi AIC dan SC adalah standar informasi yang menyediakan ukuran informasi
yang dapat menemukan keseimbangan antara ukuran kebaikan model dan spesifikasi model yang terlalu hemat. Model yang baik adalah model yang memiliki nilai AIC dan SC yang terkecil dengan juga melihat signifikansi model. 3. Tahap Pemeriksaan Model ARCH-GARCH Untuk memastikan bahwa apakah model yang diperoleh sudah memadai maka dilakukan pemeriksaan model. Jika ternyata model yang ditemukan tidak memadai maka kembali dilakukan identifikasi. Pemeriksaan model dapat dilakukan melalui analisis residual yang telah distandarisasi melalui sebaram residual, kebebasan residual yang dilihat dari fungsi autokorelasi dan kuadrat residual, serta pengujian efek ARCH-GARCH dari residual. Model
ARCH-GARCH
menunjukkan
kinerja
baik
jika
dapat
menghilangkan autokorelasi dari data, yaitu bila residual baku merupakan proses ingar putih. Langkah selanjutnya adalah memeriksa koefisien autokorelasi residual baku dengan uji statistic Ljung-Box. 4. Peramalan Tingkat Risiko Harga Model terbaik yang sudah ditemukan digunakan untuk melakukan peramalan ragam untuk periode mendatang. Hasil peramalan digunakan untuk peritungan VAR. Peramalan ragam untuk periode yang mendatang diramalkan dengan menggunakan rumus berikut
39
ht = ξ + ε2t + 1ε2t-1 + 2ε t-2 +.......+ mε2t-m dimana ht = E (ε2 / ε2t-1, ε2t-2,...............) yang sering disebut sebagai ragam. Proses εt ~ ARCH (m) dicirikan oleh : ε2t = ht. Vt. Dalam hal in Vt ~ N (0,1). Lebih umum lagi dapat diperlihatkan sebuah proses dimana ragam bersyaratnya tergantung pada jumlah lag terhingga dari ε2t-j : ht = ξ + (L) ε2t dengan ∞
(L) = ∑ j(L)2 j=1
Kemudian (L) diparameterisasi sebagai rasio dari dua orde polinomial terhingga : (L) = (L) = 1(L)1 + 2(L)2 + 3(L)3 + ..........+ m(L)m 1-(L) 1-1(L)1 - 2(L)2 - 3(L)3 - ............- r(L)r dimana diasumsikan bahwa akar dari 1-(Z) = 0. Jika persamaan diatas dikalikan dengan 1-(L), maka diperoleh persamaan sebagai berikut : [1-(L)ht = [1-(L)] ξ + (L) ε2t atau ht = k + 1ht-1 + 2ht-2 + ...+ rht-r + 1ε2t-1 + 2ε t-2 +.......+ mε2t-m dimana : K = [1-1 - 2- ........- 1r] ξ. Persamaan di atas dikenal sebagai model General Conditional Heteroschedastic dengan orde r dan orde m yang biasa dinotasikan sebagai εt ~ GARCH (r,m).
40
4.5.2. Perhitungan VaR (Value at Risk) Value At Risk merupakan ukuran besaran risiko yang pada saat ini dapat dianggap sebagai metode standar di dalam mengukur risiko pasar (market risk). Value At Risk adalah kerugian terbesar yang mungkin terjadi dalam rentang waktu/periode tertentu yang diprediksikan dengan tingkat kepercayaan tertentu. Adapun rumus yang digunakan dalam perhitungan VAR adalah sebagai berikut Jorion (2002) : VAR = (σt+1 x √b ) x Z x W Keterangan : VAR = Besarnya risiko b
= Periode investasi
Z
= Titik kritik dalam table Z dengan alfa 5%
W
= Besarnya biaya investasi
σt+1
= Volatiliti yang akan datang dimana σt = √ht Penghitungan risiko pada komoditi cabai merah keriting dan cabai merah
besar dilakukan dengan menggunakan pendekatan penerimaan usahatani yang diperoleh oleh petani dalam satu kali masa produksi serta dihitung berdasarkan periode penjualan komoditi. 4.6 Definisi Operasional Beberapa istilah yang digunakan dalam analisis risiko harga cabai merah keriting dan cabai merah besar antara lain : 1. Risiko adalah suatu keadaan yang tidak pasti yang dihadapi seseorang atau perusahaan yang dapat memberikan dampak yang merugikan. 2. Manajemen risiko adalah cara-cara yang digunakan manajemen untuk menangani berbagai permasalahan yang disebabkan oleh adanya risiko. 3. Heteroskedastisitas adalah varian dari setiap unsur disturbance yang tergantung pada nilai yang dipilih dari variabel yang menjelaskan kevarianan (volatilitas) yang tidak konstan disetiap titik waktu.
41
4. Homoskedastisitas adalah varian dari tiap unsure disturbance, tergantung (conditional) pada nilai yang dipilih dari variable yang menjelaskan suatu angka konstan yang sama dengan σ2 atau dengan kata lain variannya sama. 5. Trend (kecenderungan) yaitu pola data yang menunjukkan kecenderungan meningkat atau menurun 6. Kurtosis adalah ukuran keruncingan distribusi data, derajat atau ukuran tinggi rendahnya puncak suatu distribusi data terhadap distribusi normal data. 7. Volatilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar harga berfluktuasi dalam suatu periode waktu. 8. Varian merupakan jumlah kuadrat semua deviasi nilai-nilai individual terhadap rata-rata kelompok. Varian juga merupakan variasi harga yang terjadi pada kurun waktu tertentu. 9. Error adalah perubahan-perubahan pergerakan harga
pada kurun waktu
tertentu. Error menunjukkan adanya risiko. 10. Value at Risk (VAR) merupakan ukuran besarnya risiko. 11. ARCH-GARCH : Autoregressive Conditional Heteroscedasticity – General Autoregressive
Conditional Heteroscedasticity yaitu
untuk
menjawab
persoalan adanya volatilitas pada data dimana volatilitas tercermin dalam varian residual yang tidak memenuhi asumsi homoskedastisitas.
42
V GAMBARAN UMUM CABAI BESAR DI INDONESIA 5.1 Sejarah Penyebaran Cabai di Indonesia Menurut Topan (2008) cabai merupakan tanaman asli Amerika Tengah, tepatnya daerah Bolivia. Awalnya cabai merupakan tanaman liar yang penyebaran bijinya dibantu oleh bangsa burung (aves). Penyebaran biji cabai oleh burung ini kemudian secara tanpa sengaja mengakibatkan terjadinya persilangan antara beberapa varietas sehingga menjadi kultivar. Suku Inca (Amerika Selatan), Suku Maya (Amerika Tengah), dan suku Aztek
(Meksiko)
merupakan
masyarakat
yang
pertama
kali
mampu
memanfaatkan dan membudidayakan cabai pada tahun 2500 SM. Mereka menggunakan cabai sebagai bumbu penyedap masakan. Sebuah prasasti yang ada di Amerika memperlihatkan bahwa kaisar Aztek terakhir, Montezuma, selalu minum cokelat kekaisaran yang diberi bubuk cabai untuk sarapan. Selain untuk bumbu, cabai juga digunakan sebagai penggugah selera makan. Christophorus Columbus merupakan pelaut italia yang paling berjasa dalam menyebarkan tanaman cabai ke seluruh dunia (1451-1506). Columbus menemukan penduduk asli Kepulauan Karibia mengkonsumsi buah merah menyala yang pedas sebagai bumbu masakan. Selama tiga kali pelayarannya menuju benua Amerika, Columbus melihat tanaman cabai telah dibudidayakan hampir di seluruh tempat yang didaratinya. Columbus membawa biji cabai bersama dengan biji jagung dan tomat untuk dipersembahkan kepada Ratu dan Raja Spanyol. Biji-bijian yang dibawa oleh Columbus tersebut kemudian ditanam oleh petani Spanyol dan menyebar keseluruh Eropa. Menurut perkiraan cabai Indonesia pertama kali dibawa oleh pelaut Portugis yang bernama Ferdinand Magellan (1480-1521). Magellan melakukan pelayaran hingga ke Maluku pada tahun 1519 melalui jalur laut sebelah barat. Selain cabai, Magellan juga membawa tanaman lain seperti jagung (Zea Mays). Para pedagang India juga turut andil dalam penyebaran cabai ke tanah air melalui Pulau Sumatera.
43
Cabai yang ditemukan oleh Columbus di Bolivia berbeda dengan cabai yang ada di indonesia saat ini. Kemunculan jenis-jenis cabai baru di daratan Amerika disebabkan oleh penyerbukan silang yang dilakukan tanpa sengaja oleh angin, serangga, atau burung. Kini banyak cabai yang mengalami perubahan baik dari bentuk, rasa, maupun warna seperti cabai merah besar, cabai merah keriting, cabai paprika, cabai rawit, cabai gondol, cabai dieng dan cabai hias. 5.2 Gambaran Daerah Sentra dan Petani Cabai Besar di Indonesia Daerah sentra penanaman cabai di Indonesia tersebar mulai dari daerah Sumatera hingga Sulawesi. Secara umum sistem budidaya cabai masih dilakukan secara tradisional. Penerapan teknologi yang intensif masih jarang dilakukan sehingga produksi cabai perhektar masih rendah. Daerah-daerah sentra penanaman cabai di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Daerah Sentra Penanaman Cabai Besar di Indonesia Propinsi Sumatera Utara Sumatera Barat Sumatera Selatan Jawa barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
Bali Nusa Tenggara Sulawesi Selatan
Sentra Penanaman Langkat, Deli Serdang, Tanah Karo, Simalungun, Tapanuli Utara dan Tapanuli Selatan Pasaman, Lima Puluh Kota, Agam, Tanah Datar, Padang Pariaman, Solok, Sawahlunto Sijunjung, dan Pesisir Selatan Lahat, Lematang Ilir, Ogan Tengah, Ogan Komering Ilir, dan Bangka Serang, Tangerang, Bogor, Sukabumi, Bekasi, Bandung, garut, Tasikmalaya, Ciamis, Indramayu, Majalengka, Kuningan dan Cirebon Brebes, Tegal, Cilacap,Banyumas, Purbalingga, Kebumen, Purwerojo, Temanggung, Magelang, Demak, Grobogan, Klaten, Sragen, Pati, Rembang, Blora dan Kudus Lamongan, Ponorogo, Trenggalek, Nganjuk, Malang, Lumajang, Probolinggo, Mojokerto, Jember, Banyuwangi, Bangkalan, dan Pamekasan Jembrana, Tabanan, badung, Gianjar, Klungkung, Bangli, Buleleng, dan Karang Asem Lombok Barat, Lombok Tengah, dan Lombok Timur, Barat Sumbawa, dan Bima Gowa, Bulukumba, Sinjai, Maros, Soppeng, Bone, Wajo, Luwu, Tana Toraja, dan Mamuju
Sumber : Prajnanta (1999)
44
Umumnya petani yang berada di daerah dataran rendah seperti sepanjang utara Jawa, masih menanam cabai secara tradisional secara tumpang sari dengan bawang merah. Petani daerah ini masih menggunakan bibit cabai OP (open polineted) produksi sendiri yang digunakan secara terus menerus. Teknik budidaya cabai dilakukan berdasarkan ilmu yang dipelajari secara turun temurun. Pemupukan yang dilakukanpun tidak terarah dan kontinu. Pemupukan dilakukan ketika tanaman menghasilkan produksi yang tinggi sedangkan ketika hasil panen rendah maka petani hanya memberikan sedikit pupuk Hal ini berbeda dengan petani pada daerah dataran tinggi. Umumnya petani cabai dataran tinggi telah menggunakan bibit hibrida dan melakukan budidaya yang intensif. Perawatan yang intensif tersebut telihat dari penggunaan mulsa dan pemakaian pupuk yang berimbang Perbedaan
penggunaan
bibit
dan
teknik
budidaya
inilah
yang
menyebabkan perbedaan kualitas dan kuantitas produksi cabai antara daerah dataran rendah dengan daerah dataran tinggi. Hal ini mengakibatkan harga cabai dataran tinggi cenderung lebih mahal dibandingkan harga cabai dataran rendah. 5.3 Pemasaran Cabai Besar di Indonesia DKI Jakarta, melalui pasar Induk Kramat Jati merupakan daerah tujuan pasar cabai tertinggi dibandingkan propinsi lainnya di Pulau Jawa. Selain ditujukan untuk memenuhi konsumsi rumah tangga, cabai besar juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri (sedang dan besar). Industri yang menggunakan cabai besar yaitu industri pengawetan daging, pelumatan buah dan sayuran, industri tepung dari padi-padian dan kacang-kacangan, mie, roti/kue, kecap, kerupuk dan sejenisnya, bumbu masak dan makanan lainnya. Terdapat empat pengendali harga (price leader) yang berperan dalam kegiatan pemasaran cabai besar di Pulau Jawa : 1. Pasar Induk Kramat jati sebagai pasokan pasar cabai untuk wilayah jabotabek dan sekitarnya. Harga cabai di Pasar Induk Kramat Jati dapat digunakan sebagai patokan harga cabai dari titik produksi yang memasarkan cabainya ke
45
Pasar Induk Kramat Jati. Demikian pula pasar induk di kota besar seperti Bandung, Semarang, Yogyakarta dan kota besar lainnya. 2. Pedagang pengumpul yang terdekat dengan produsen 3. Pedagang pengumpul yang mampu memasarkan lebih lanjut ke pasar yang terdekat dengan konsumen 4. Industri pengolah yang mendasarkan harga beli bahan baku pada komponen harga pokok penjualan produk olahannya 5.4 Pasar Induk Kramat jati Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) didirikan berdasarkan SK Gubernur KDKI Jakarta No. D- V a 18/1/17/1973 tanggal 28 Desember 1973 tentang Pendirian Pasar Induk (food station) sayur mayur dan buah – buahan Kramat Jati Jakarta Timur. Pasar yang memiliki luas 14,7 hektar ini beralamat di jalan raya Bogor KM 17 Jakarta Timur. Pendirian PIKJ sendiri dilatarbelakangi oleh keinginan untuk menjamin kelancaran distribusi dan juga sebagai bahan terminal pengadaan dan penyaluran bahan makanan sayur-mayur dan buah-buahan yang berpengaruh pada kegiatan perekonomian baik lokal maupun regional. PIKJ merupakan fasilitas pusat perdagangan besar sayur-mayur dan buah-buahan di DKI Jakarta yang bersifat menyeluruh dengan fasilitas pelengkap yang diperlukan. Secara organisasi dan administrasi PIKJ merupakan salah satu pasar dari 151 pasar yang dikelola oleh PD Pasar Jaya. Secara umum tugas pokok PIKJ diantaranya adalah mengatur dan menyelenggarakan pengurusan fasilitas untuk kelancaran arus bahan makanan sayur mayur dan buah-buahan, Menyediakan fasilitas perdagangan dan pemasaran yang diperlukan bagi penyelenggaraan perdagangan besar sayur mayur dan buahbuahan. Melaksanakan kegiatan-kegiatan lain yang bersifat menyeluruh dari pada fungsi Pasar Induk. Berikut adalah deskripsi fungsi PIKJ : 1. Menyediakan dan mengatur fasilitas-fasilitas perdagangan /pemasaran. 2. Menyediakan fasilitas umum. 3. Mengatur kegiatan angkutan dan bongkar muat. 4. Pencatatan harga dan tonase
46
5. Memperluas lahan parkir yang memadai. 6. Pedagang memperoleh Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU) dalam Jangka 20 tahun agar pedagang lebih mendapatkan kepastian hukum. 7. Menyediakan sarana ibadah (Masjid) yang lebih baik. 8. Tersedianya Agro Outlet untuk 29 propinsi dengan tujuan mempermudah tukar menukar informasi terhadap komoditi yang akan dijual ke Pasar Induk. 9. Meremajakan Armada sebanyak 1.200 unit (swasta) yang akan dikelola oleh Unit Usaha PD Pasar Jaya. 10. Memperbaiki pelayanan dan pembinaan pedagang Pasar Induk termasuk cara mendapatkan tempat usaha bagi pedagang baru. Pasar Induk Kramat Jati memiliki 4.648 tempat usaha dan 1.865 pedagang dengan sifat layanan grosir dan eceran.. Tempat usaha tersebut terdiri dari tempat usaha eksisting sebanyak 3.653 kios, tempat usaha bebas terdiri dari 890 kios, UNIKO dengan jumlah 76 tempat dan juga terdapat Agro Outlet sebanyak 29 kios. Ukuran kios – kios tersebut bervariasi dengan luasan 8,4 m2 dan 12,6 m2 untuk grosir sedangkan subgrosir dengan luasan sampai dengan 4 m2. Pasar ini terbagi dalam beberapa los atau blok-blok perdagangan. Ada delapan los di PIKJ yang menjual berbagai komoditi berbeda. PIKJ memiliki berbagai macam fasilitas layanan umum lengkap. Terdapat sebuah masjid dan tiga mushola yang menjamin kelancaran para pengguna pasar dalam beribadah. Fasilitas umum lainnya berupa toilet di 14 lokasi, Bank umum yang terdiri dari Bank Mandiri dan Mayapada, serta lahan parkir seluas 14.737 m2. Layanan keamanan dan kebersihan pasar ini masing-masing dikelola oleh PT. Kelola Jasa Amanusa dan PT. Garda Transmoes Mandiri. Sedangkan untuk layanan angkutan dikelola oleh KABAPIN dengan jumlah angkutan sebanyak 700 unit. PIKJ. PIKJ juga menyediakan jasa bongkar muat yang dikelola oleh suatu badan yang disebut BAPENGKAR. Selain itu BAPENGKAR juga menyediakan jasa penimbangan komoditi yang kemudian akan dilaporkan ke kantor PIKJ. Terdapat berbagai macam komoditi yang diperdagangkan di Pasar Induk Kramat jati. Tidak hanya komoditi hortikultura saja namun juga berbagai barang
47
lainnya seperti makanan olahan, barang pecah belah dan alat rumah tangga. Berbagai komoditi sayuran yang diperdagangkan di pasar Induk Kramat Jati beserta daerah asal komoditi tersebut ditunjukkan oleh Tabel 9. Tabel 9. Komoditi Sayuran yang Diperdagangkan di Pasar Induk Kramat Jati dan Daerah Asalnya Tahun 2008 Jenis Komoditi Daerah Asal Sayuran Kol Dieng, Pengalengan, Garut, Cipanas, Medan Kembang Kol
Pengalengan, Cipanas, Garut
Sawi
Cipanas, Sukabumi, Kuningan, Bogor
Buncis
Sukabumi, Cipanas. Lembang
Wortel
Pengalengan, Cipanas Garut Sukabumi
Tomat
Garut Pengalengan Cipanas Dieng
Labu Siem
Cipanas, Sukabumi, Bogor, Garut
Terong
Purwakarta, Bogor, Subang. Cirebon
Timun
Cikarang. Cipanas, Purwakarta, Subang
Cabe
Magelang, Rembang, Wates, Garut, Ampenan. Banyuwangi
Bawang Merah
Brebes, Tegal, Patrol Import
Bawang Putih
Wonosobo, Import
Daung Bawang
Sukabumi, Cipanas, Pengalengan, Garut
Daun Sledri
Sukabumi, Bogor, Cipanas
Nangka Muda
Padang, Lampung, Bogor, Serang
Ceisim
Cipanas, Bogor, Sukabumi
Jagung
Garut, Cirebon, Tegal, Brebes
Jengkol
Lampung, Tegal, Banyuwangi
Kentang
Garut, Medan, Dieng, Pengalengan
Kelapa
Lampung, Tasik, Serang, Padang
Sumber : Pasar Induk Kramat Jati (2008)
Pasar Induk Kramat Jati tidak hanya menjual sayur-sayuran, namun juga buah-buahan yang dipasok dari berbagai daerah di Indonesia. Jenis buah-buahan beserta daerah asalnya ditunjukkan oleh Tabel 10.
48
Tabel 10. Komoditi Buah-buahan yang Diperdagangkan Di Pasar Induk Kramat Jati dan Daerah Asalnya Tahun 2008 Jenis Komoditi Buah-buahan Apel
Malang, Import
Alpukat
Garut, Malang, Kediri, Sumatera Barat
Pepaya
Sukabumi, Bogor, Probolinggo, Lampung, Malang
Nanas
Palembang, Subang
Pisang
Sukabumi, Lampung, Bogor, Serang
Jeruk
Medan, Padang, Pontianak, Jember, Import
Semangka
Banyuwangi, Lampung, Cirebon, Kediri
Anggur
Bali, Malang, Import
Markisah
Medan, Padang
Melon
Malang, Banyuwangi. Kediri, Ngawi, Kulon Progo
Salak
Bali, Yogyakarta, Tasikmalaya, Wonosobo
Manggis
Sumatera Barat, Purwakarta
Mangga
Indramayu, Madura Probolinggo, Tuban, Sumbawa
Dukuh
Palembang, Jambi, Lampung
Durian
Lampung, Palembang, Jepara
Kedondong
Padang, Madura, Lampung
Daerah Asal
Sumber : Pasar Induk Kramat Jati (2008)
Setiap harinya Pasar Induk Kramat Jati menerima pasokan sayur-sayuran, buah-buahan, umbi-umbian dan bumbu dapur dari berbagai daerah di Indonesia. Sebanyak 99,05 persen pasokan diperoleh dari luar daerah. Tonase dari masingmasing komoditi yang diperjualbelikan tersebut yaitu sayuran dengan jumlah 1100-1400 ton, buah-buahan sebanyak 1200-1500 ton, umbi-umbian dengan jumlah 90-120 ton dan bumbu dapur dengan jumlah 10-30 ton. Komoditi – komoditi ini kemudian kembali didistribusikan ke daerah-daerah seperti DKI Jakarta (70 persen), Bogor, Tangerang dan Bekasi (25 persen). Selain wilayah di Jabotabek, komoditi yang diperdagangkan di PIKJ kadang-kadang juga disalurkan
49
ke daerah-daerah seperti Medan, Batam, Bangka Belitung, Padang, Lampung dan Banten (3 persen). Transaksi perdagangan yang dilakukan melalui pedagang perantara atau langsung pada petani. Harga dan jumlah barang yang sudah disepakati kemudian dibawa dengan menggunakan armada pengangkut. Setelah sampai di PIKJ maka dilakukan bongkar muat dan penimbangan yang dilakukan oleh BAPENGKAR. Kegiatan seleksi dan sortasi dilakukan hanya untuk buah-buahan saja, sedangkan untuk jenis sayuran termasuk cabai merah tidak dilakukan tahap ini. Pembeli yang datang ke Pasar Induk Kramat Jati umumnya adalah pedagang eceran yang akan menjual kembali barang tersebut di pasar-pasar lain. Cabai merah merupakan salah satu komoditi yang paling banyak diperdagangkan di PIKJ. Khusus untuk cabai merah dijual pada los H yang menampung lebih dari 240 pedagang grosir. Tingkat harga cabai merah yang diperdagangkan sangat fluktuatif. Hal ini disebabkan oleh kondisi permintaan dan penawaran yang tidak seimbang, daya beli masyarakat yang menurun, permintaan luar daerah yang tidak menentu dan adanya kasus dimana petani langsung menjual cabai merah tersebut ke pedagang pengecer. Gambar 7 menjelaskan mengenai alur keluar masuk cabai merah di PIKJ yang melalui beberapa pihak
50
Petani Produsen Pedagang Pengumpul Pedagang Besar Daerah
Pedagang Grosir PIKJ
Pedagang Pengecer
Gambar 7. Alur Keluar Masuk Cabai Besar di Pasar Induk Kramat Jati
51
VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Risiko Harga Cabai Besar Cabai merah keriting dan cabai merah besar tergolong dalam kelompok cabai besar yang merupakan salah satu jenis sayuran unggulan di Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari Cabai besar merupakan jenis cabai yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dan volume cabai
paling besar yang
dipasarkan di Pasar Induk Kramat Jati. Cabai merah keriting adalah cabai yang paling banyak diperjualbelikan di Pasar Induk Kramat Jati. Rata-rata 70 persen dari pasokan cabai yang masuk ke pasar Induk Kramat Jati adalah jenis cabai merah keriting. Sedangkan sisanya adalah cabai merah besar, cabai rawit merah, cabai rawit hijau dan lain-lain. Harga cabai merah keriting sangat berfluktuasi. Sepanjang bulan Januari 2006 sampai bulan Februari 2009 diperoleh harga terendah adalah Rp 2.800 sedangkan harga tertinggi mencapai Rp 26.000. Harga terendah tersebut dicabai pada hari ke 210. Hari ke 210 tersebut jatuh pada tanggal 29 Juli 2006. Harga cabai merah keriting pada periode Mei hingga Juli memang selalu tergolong rendah dibandingkan bulan-bulan lainnya. Hal ini disebabkan pada bulan-bulan tersebut produksi dan pasokan sangat melimpah sehingga harga menjadi jatuh. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan petani dapat diketahui bahwa pengurangan konsumsi cabai juga terjadi di bulan puasa. Harga tertinggi cabai merah yaitu sebesar Rp 26.000 dicapai pada periode 359 yaitu pada bulan Desember 2006, dimana periode tersebut berada pada akhir tahun dimana banyak hari-hari besar keagamaan seperti Hari Raya Idul Fitri, Natal dan Tahun Baru. Berdasarkan analisis ARCH-GARCH dengan menggunakan diperoleh plot data Fluktuasi harga cabai merah keriting di Pasar Induk Kramat Jati yang dapat dilihat pada Gambar 8.
52
25000
Harga (kg)
20000
15000
10000
5000
0 1
115
230
345
460
575 Hari
690
805
920
1035
Gambar 8. Plot Harga Cabai Merah Keriting di Pasar Induk Kramat Januari 2006-Februari 2009 Sumber : Pasar Induk Kramat Jati 2009 (diolah) Pasokan rata-rata cabai merah besar di Pasar Induk Kramat Jati adalah sekitar 5.75 persen dari seluruh jenis cabai yang ada. Harga cabai merah besar terendah dicapai pada harga Rp 3.000 sedangkan harga tertinggi berada pada harga Rp 25.000. Harga terendah terjadi pada titik 247 dan 248 yang berada pada bulan September 2006. Sedangkan harga tertinggi dicapai pada periode 359 yaitu bulan Desember 2006 atau akhir tahun dimana banyak perayaan hari-hari besar keagamaan. Pola data harga cabai merah besar dengan periode januari 2006 sampai Februari 2009 dapat dilihat pada Gambar 9.
53
25000
Harga (kg)
20000
15000
10000
5000
0 1
115
230
345
460
575 Hari
690
805
920
1035
Gambar 9. Plot Harga Cabai Merah Besar di Pasar Induk Kramat Jati Januari 2006-Februari 2009 Sumber : Pasar Induk Kramat Jati 2009 (diolah) Analisis ARCH-GARCH dilakukan dengan menggunakan tiga variabel yaitu harga sebagai variabel dependen (variabel terikat) dan harga sebelumnya serta
pasokan
sebagai
variabel
independen
(variabel
bebas).
Sebelum
menganalisis dengan metode ARCH-GARCH, terlebih dahulu dilakukan analisis regresi. Hasil output model regresi cabai merah keriting dan cabai merah besar dapat dilihat pada lampiran 5 dan 21. Tabel 11 menunjukkan hubungan regresi antara harga cabai besar dengan pasokan cabai besar. Tabel 11. Model Regresi Harga dan Pasokan Cabai Besar Jenis Cabai
Model Regresi
Cabai Merah Keriting
lnPt = 0.291972 +0.976838 lnPt-1 – 0.006853lnS + et
Cabai Merah Besar
lnPt = 0.339740 +0.964644 lnPt-1 – 0.001893lnS + et
54
Dimana : Pt
= Harga cabai besar pada periode ke t
Pt-1
= Harga cabai besar pada periode sebelumnya
S
= Pasokan cabai besar Pada taraf nyata lima persen untuk kedua model regresi di atas dapat
disimpulkan bahwa pasokan berpengaruh negatif terhadap harga cabai besar. Hal ini berarti ketika pasokan berkurang maka harga akan naik. Melalui persamaan regresi tersebut dapat diketahui bahwa koefisien pasokan cabai merah keriting lebih tinggi dibandingkan cabai merah besar. Hal ini berarti bahwa harga cabai merah keriting lebih tergantung pada jumlah pasokan dibandingkan cabai merah besar. Berdasarkan uji signifikansi dengan taraf nyata lima persen maka dapat diketahui bahwa harga sebelumnya berpengaruh nyata terhadap harga pada waktu tertentu. Sebaliknya, uji signifikansi model menunjukkan bahwa jumlah pasokan tidak berpengaruh signifikan terhadap harga pada waktu tertentu. Kondisi ini kemungkinan disebabkan oleh adanya jumlah pasokan cabai merah keriting dan cabai merah besar yang relatif stabil di Pasar Induk Kramat Jati. Pengujian ada atau tidaknya heteroskedastisitas pada residual dalam model persamaan harga cabai merah keriting dan cabai merah besar dilakukan dengan menggunakan uji ARCH LM. Uji ARCH LM didasarkan pada hipotesis nol yaitu tidak terdapatnya ARCH error. Hasil uji ARCH LM untuk model persamaan cabai merah keriting dan cabai merah besar dapat dilihat pada lampiran 6 dan 22. Tabel 12 menunjukkan ringkasan hasil uji ARCH LM untuk model persamaan cabai merah keriting dan cabai merah besar. Tabel 12. Ringkasan Hasil Uji ARCH LM Model Cabai Besar Probability F-Statistic
Probability
Cabai Merah Keriting
Obs*RSquared 63.51498
0.000000
67.12439
0.000000
Cabai Merah Besar
16.37071
0.000052
16.57897
0.000050
Komoditas
55
Berdasarkan uji ARCH LM pada kedua model tersebut maka dapat diketahui bahwa Obs*R-Squared memiliki probability yang kecil dibandingkan α yang biasanya dipakai, yaitu lima persen. Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa residual diatas mengandung heteroskedastisitas. Selain itu keberadaan efek ARCH sebagai bukti bahwa data mengandung heterokedastisitas juga dapat dilakukan dengan mengamati beberapa ringkasan data yaitu dengan melihat data apakah data tersebut memiliki nilai yang lebih dari tiga. Gambar 10 merupakan output yang menunjukkan kurtosis data cabai merah keriting dan cabai merah besar 300 Series: Residuals Sample 1 1147 Observations 1147
250 200 150 100 50 0 -0.50
-0.25
-0.00
0.25
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
-3.30e-16 -0.001643 0.606102 -0.671945 0.092751 -0.189120 10.32479
Jarque-Bera Probability
2570.985 0.000000
0.50
Gambar 10. Kurtosis Model Cabai Merah Keriting Gambar 10 memperlihatkan bahwa cabai merah keriting memiliki kurtosis 10.32479. Nilai kurtosis yang lebih dari tiga tersebut menunjukkan data mengandung heteroskedastisitas. Hasil uji kurtosis
menunjukkan bahwa nilai
koefisien kemenjuluran (skewness) adalah sebesar -0,189120 atau kurang dari nol. Nilai skewness model cabai merah keriting yang kurang dari nol tersebut mengindikasikan bahwa harga komoditas cabai merah keriting menumpuk pada tingkat fluktuasi yang tinggi.
56
300 Series: Residuals Sample 1 1147 Observations 1147
250 200 150 100 50 0 -0.4
-0.2
-0.0
0.2
0.4
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
-3.43e-15 0.000389 0.592160 -0.482655 0.095256 -0.060403 7.588916
Jarque-Bera Probability
1007.102 0.000000
0.6
Gambar 11. Kurtosis Model Cabai Merah Besar Sebagaimana halnya cabai merah keriting, uji kurtosis juga menunjukkan bahwa cabai merah besar memiliki heteroskedastisitas dengan nilai kurtosis sebesar 7.588916. Berdasarkan nilai skewness yang ditunjukkan oleh Gambar 11 dapat diketahui bahwa model persamaan harga cabai merah besar memiliki distribusi yang miring ke kiri. Hal ini berarti data cenderung menumpuk pada tingkat fluktusi tinggi seperti halnya cabai merah keriting. Kendati memiliki nilai skewness yang sama-sama negatif namun terdapat perbedaan besaran nilai antara cabai merah keriting dan cabai merah besar. cabai merah keriting memiliki nilai skewness negatif yang lebih besar dibandingkan cabai merah besar. Hal ini berarti bahwa kecenderungan model persamaan harga cabai merah keriting untuk menumpuk pada tingkat fluktuasi tinggi lebih besar dibandingkan cabai merah besar. Untuk mengatasi adanya heteroskedastisitas tersebut maka data harga dan pasokan dapat dimodelkan dengan menggunakan ARCH-GARCH. Penentuan model ARCH-GARCH yang tepat dilakukan dengan simulasi beberapa model ragam. Pendugaan parameter model menggunakan metode kemungkinan maksimum atau quasi maximum likelihood. Simulasi model mengkombinasikan nilai r = 0,1,2,3 dengan nilai m = 1,2,3 . Pemilihan model ragam terbaik dilakukan dengan melihat salah satu dari alternatif model yang mempunyai nilai AIC dan SC terendah dan sudah tidak adanya efek ARCH. Hasil uji coba untuk mendapatkan
57
model ARCH GARCH terbaik pada cabai merah keriting dapat dilihat pada lampiran 7 sampai lampiran 20 sedangkan uji coba model ARCH GARCH cabai merah besar ditunjukkan
oleh lampiran 23 sampai lampiran 36. Tabel 13
menunjukkan ringkasan hasil uji coba model ARCH GARCH cabai merah keriting dan cabai merah besar. Tabel 13. Ringkasan Uji Coba Model ARCH GARCH Cabai Besar Model
Nilai Error Keriting
Tidak Ada Efek ARCH Besar Keriting
Besar
AIC
SC
AIC
SC
ARCH (1) GARCH (0)
-1.960378
-1.938387
-1.162954
-1.140962
ü
ü
ARCH (1) GARCH (1)
-1.985917
-1.959527
-1.136162
-1.109772
-
ü
ARCH (1) GARCH (2)
-1.986370
-1.955581
-1.280340
-1.249552
ü
ü
ARCH (1) GARCH (3)
-1.993711
-1.958525
-1.070276
-1.035090
ü
ü
ARCH (2) GARCH (0)
-1.970268
-1.943877
-1.147375
-1.120985
ü
ü
ARCH (2) GARCH (1)
-1.989689
-1.958900
-0.938884
-0.908096
ü
-
ARCH (2) GARCH (2)
-1.989729
-1.954542
-0.957312
-0.922125
ü
-
ARCH (2) GARCH (3)
-1.999800
-1.960215
-0.993906
-0.954321
ü
-
ARCH (3) GARCH (0)
-1.971090
-1.940302
-1.127877
-1.097089
ü
ü
ARCH (3) GARCH (1)
-1.990521
-1.955334
-0.954897
-0.919711
ü
ü
ARCH (3) GARCH (2)
-1.988802
-1.949217
-0.993596
-0.954011
ü
ü
ARCH (3) GARCH (3)
-1.999216
-1.955233
-0.975383
-0.931400
ü
-
Model ARCH GARCH terbaik dipilih melalui kriteria error (AIC dan SC) terkecil serta sudah tidak adanya efek ARCH pada model yang menandakan bahwa model tidak lagi mengandung heteroskedastisitas. Selain itu model juga dipilih berdasarkan tidak adanya variabel yang bernilai negatif pada varian dan volatilitas. Berdasarkan kriteria tersebut model ARCH-GARCH terbaik untuk cabai merah keriting dan cabai merah besar adalah seperti yang ditunjukkan pada Tabel 14.
58
Tabel 14. Model ARCH-GARCH Terbaik Cabai Besar Jenis Cabai
Model ARCH-GARCH Terbaik
Cabai Merah Keriting
ARCH (1) GARCH (2)
Cabai Merah Besar
ARCH (1) GARCH (1)
Tabel 14 menunjukkan bahwa model ARCH-GARCH terbaik untuk cabai merah keriting adalah ARCH (1) GARCH (2). Hal ini berarti pola pergerakan harga cabai merah keriting dipengaruhi oleh volatilitas satu hari sebelumnya dan varian pada dua hari sebelumnya. Sedangkan model ARCH-GARCH yang terbaik pada cabai merah besar adalah ARCH (1) GARCH (1). Hal ini berarti pola pergerakan harga dipengaruhi oleh volatilitas pada satu hari sebelumnya dan varian pada satu hari sebelumnya. Persamaan ARCH-GARCH berdasarkan model ARCH-GARCH terbaik ditunjukkan oleh Tabel 15. Tabel 15. Persamaan Model ARCH GARCH Terbaik Cabai Besar Jenis Cabai
Persamaan Model ARCH-GARCH Terbaik
Cabai Merah Keriting
ht = 0.000788 + 0.413433ht-1 + 0.420100ht-2 +0.069386 ε2t-1
Cabai Merah Besar
ht = 0.000448 + 0.886204 ht-1 + 0.065325 ε2t-1
Berdasarkan model ARCH-GARCH terbaik tersebut maka dapat dilakukan perhitungan besarnya risiko yang dihadapi oleh petani dengan adanya fluktuasi harga cabai merah keriting dan cabai merah besar melalui perhitungan VAR. Tingkat penerimaan yang diambil untuk penghitungan VAR berasal dari total penerimaan yang diterima oleh petani dalam satu kali masa produksi. Berdasarkan perhitungan VAR dengan selang kepercayaan 95 persen dengan besar rata-rata penerimaan satu kali masa produksi dengan luas lahan sebesar satu hektar adalah Rp 91.800.000,00 maka risiko yang ditanggung dalam periode penjualan satu hari,tujuh hari dan tiga puluh hari dapat dilihat pada Tabel 16.
59
Tabel 16. Besar Risiko Cabai Besar Berdasarkan Total Penerimaan Petani Besar Risiko 1 Hari
Jenis Cabai
7 Hari
*
%
Cabai Merah Keriting
1,35
Cabai Merah Besar
0,45
30 hari
*
%
*
%
14,68
3,56
38,83
7,38
80.38
4,85
1,17
12,82
2,44
26,54
Keterangan : *dalam puluhan jutaan rupiah
Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa risiko harga cabai merah keriting lebih tinggi dibandingkan cabai merah besar. Hal ini menunjukkan untuk setiap rupiah penerimaan yang diperoleh oleh petani maka risiko harga cabai merah keriting lebih tinggi dibandingkan risiko harga cabai merah besar. Tingkat risiko yang dimiliki oleh cabai merah keriting adalah Rp 13.476.240 dari total penerimaan yang diterima sebesar Rp 91.800.000. Sehingga jika terjadi peningkatan penerimaan pada cabai merah keriting maka risiko harga cabai merah keriting juga mengalami peningkatan. Begitu pula dengan risiko harga cabai merah besar, tingkat risiko yang diterima adalah sebesar Rp 4.452.300 dari total penerimaan Rp 91.800.000. Apabila terjadi peningkatan penerimaan maka risiko yang ditanggung oleh petani juga akan mengalami peningkatan. Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa risiko harga cabai merah keriting adalah 14,68 persen dari total penerimaan yang diterima oleh petani dengan jangka waktu penjualan satu hari. Hal ini berarti kenaikan penerimaan sebesar satu rupiah akan meningkatkan risiko cabai merah keriting sebesar 14,68 persen. Begitu pula dengan cabai merah besar yang memiliki tingkat risiko sebesar 4.85 persen. Kenaikan penerimaan cabai merah besar sebesar satu rupiah akan meningkatkan risiko sebesar 4.85 persen. Semakin lama periode penjualan setelah panen maka semakin besar risiko yang ditanggung oleh petani. Hal tersebut dapat dilihat dari risiko harga yang semakin meningkat pada periode penjualan 7 dan 30 hari. Periode penjualan yang semakin lama akan menyebabkan cabai membusuk sehingga harga jual cabai menjadi jatuh.
60
Berdasarkan hasil perhitungan risiko dengan metode ARCH GARCH maka nilai risiko cabai merah keriting lebih besar dibandingkan cabai merah besar. Lebih tingginya risiko harga cabai merah keriting dibanding cabai merah besar disebabkan oleh faktor tingginya volume permintaan cabai merah keriting, sementara pasokan lebih berfluktuasi akibat risiko di tingkat produksi yang lebih besar. Penggunaan cabai merah keriting lebih besar dibandingkan cabai merah besar. Hal ini dikarenakan cabai merah keriting memiliki rasa yang lebih pedas dibandingkan cabai merah besar. Pembuatan sambal atau makanan dengan cita rasa pedas, biasanya menggunakan cabai merah keriting. Cabai merah besar biasanya hanya digunakan untuk hiasan atau pewarna makanan. Cabai ini dipakai di restaurant sebagai bahan untuk mempercantik makanan. Jika ditinjau dari daya tahan maka cabai merah keriting memiliki daya tahan yang lebih besar dibandingkan cabai merah besar. Hal ini disebabkan oleh faktor kadar air dimana kadar air cabai merah keriting lebih sedikit dibandingkan cabai merah besar. Fluktuasi pasokan tidak terlepas dari adanya pengaruh risiko di tingkat produksi. Risiko di tingkat produksi untuk komoditi cabai merah keriting lebih besar dibandingkan cabai merah besar karena perawatan yang lebih rumit serta masa tanam yang lebih lama. Cabai merah keriting memerlukan perawatan yang lebih intensif dengan tingkat risiko terkena serangan hama yang lebih besar dibandingkan cabai merah besar akibat masa tanam yang relatif lebih lama. Masa tanam cabai merah keriting yang lebih lama dibandingkan cabai merah besar membuat petani harus menunggu hingga mencapai masa panen. Hal ini menyebabkan beberapa petani lebih memilih untuk membudidayakan cabai merah besar. Selain itu cabai merah besar dapat dipetik dalam kondisi yang masih hijau. Cabai merah besar yang masih dalam kondisi hijau memiliki permintaan yang cukup besar sehingga petani dapat melakukan pemetikan jika dalam kondisi terdesak secara finansial. Selain itu, sebagian petani memilih untuk memetik cabai merah besar dalam kondisi hijau karena semakin lama waktu penungguan masa panen maka akan semakin besar peluang risiko produksi yang akan ditanggung. Hal ini dikarenakan ketika cabai semakin mendekati masa panen maka akan
61
semakin rentan terhadap hama dan penyakit yang berisiko pada kegagalan panen akibat hama penyakit. Serangan penyakit pada cabai terjadi pada saat musim hujan yang dapat terjadi dari fase perkecambahan hingga buah terbentuk. Penyakit cabai dapat mengakibatkan kegagalan panen hingga seratus persen. Beberapa penyakit penting yang umumnya menyerang tanaman cabai yaitu penyakit antraknosa, bercak daun, busuk fitopthora, layu fusarium, bercak bakteri, layu bakteri, penyakit mosaik penyakit mosaik dan penyakit krupuk. Penanggulangan jenis penyakit sangat tergantung pada jenisnya. Secara umum penanggulangan penyakit dapat dilakukan melalui pemilihan lahan yang bebas patogen, pemilihan varietas yang toleran, santasi lahan dan penggunaan bahan kimia.
Selain
hama
dan
penyakit, gulma juga dapat mengganggu pertumbuhan tanaman melalui perebutan unsur hara dari dalam tanah dan inang serangga vektor, termasuk patogen penyakit. Menurut Topan (2008) gulma yang menyerang tanaman cabai umumnya adalah pisang (Musa parasdisiaca), teki (Cyperus rotundus, C. compressus dan C. distans), rumput belulang (Eleusine indica), tuton (Echinochloa coona), rumput grintingan (Cynodon dactilon), rumput pahit (Paspalum distichum), rumput sendok gangsir (Digitaria ciliaris), gendong anak (Euphorbia hirta), krokot (Portulaca oleracea), bayam duri (Amaranthus lividus), tolod (Alternanthera philoxeriodes), babadaton (Ageratum conyzoides) dan sawi liar (Capsella bursapastoris). Pengendalian gulma dapat dilakukan melalui pengolahan tanah. Hama menyerang tanaman cabai pada saat musim kemarau. Serangan hama ini mengakibatkan buah dan daun cabai menjadi rusak. Sebenarnya efek serangan hama yang paling merusak disebabkan oleh bakteri atau virus yang disebarkan oleh hama tersebut (vektor). Beberapa serangan hama yang sering mengganggu tanaman cabai menurut Topan (2008) adalah kutu daun persik (Myzus persicae Suiz), thrip (Thrips parvipinus karny), ulat buah (Helicoverpa armigera hubner), Lalat buah (Bactrocera dorsalis Hendel), ulat grayak (spodoptera litura Fabricius) dan Nematoda Bintil Akar (Meloidogyne sp). Beberapa serangan hama dapat mengakibatkan kegagalan panen hingga 100 persen. Oleh karena itu diperlukan pengendalian
yang efektif untuk
62
menanggulangi serangan hama. Pengendalian hama dapat dilakukan melalui kultur teknik, penggunaan varietas toleran, pengendalian secara manual, mekanik dan fisik, pengendalian secara hayati dan penggunaan bahan kimia. Selain karena faktor hama dan penyakit, risiko produksi juga tidak terlepas dari adanya faktor cuaca yang mempengaruhi hasil produksi. Cuaca sangat mempengaruhi kualitas dan daya tahan cabai. Curah hujan yang tinggi akan mengakibatkan kadar air dalam cabai juga tinggi. Hal ini mengakibatkan cabai mudah busuk. Karakter mudah busuk memiliki sifat menular. Ketika satu buah cabai busuk, maka hal ini akan dengan cepat menyebar pada cabai lainnya. Selain dari sisi risiko produksi, fluktuasi pasokan juga disebabkan oleh beberapa faktor seperti pencurian dan penjarahan, transportasi dan pensortiran. 1. Pencurian dan Penjarahan Harga jual cabai yang terkadang sangat tinggi membuat sebagian orang berpikiran jahat untuk melakukan pencurian dan penjarahan. Pencurian dan penjarahan ini sering terjadi terutama saat harga cabai sangat tinggi pada tahun 1997-1998. Penjarahan yang dilakukan juga sering diikuti dengan perusakan. Hal ini tentu saja akan merugikan petani dan mengakibatkan berkurangnya pasokan. Pencurian dan penjarahan biasanya dilakukan oleh masyarakat sekitar yang diikuti dengan perusakan tanaman, sehingga menyebabkan kerugian dapat mencapai seratus persen. Pencurian dan penjarahan dapat diatasi dengan mempekerjakan masyarakat lokal pada lahan perkebunan dan membagikan hasil panen pada masyarakat sekitar jika memungkinkan. 2. Transportasi Selain akibat kondisi alam dan lahan pertanian, fluktuasi pasokan ternyata juga disebabkan oleh kondisi transportasi yang mengangkut cabai yang akan dipasarkan. Transportasi merupakan hal yang sangat penting dalam mengangkut hasil pertanian dari petani ke pedagang. Kendaraan yang biasa dipakai dalam lingkup pulau Jawa adalah truk atau mobil. Sedangkan untuk lingkup daerah di luar Pulau Jawa dan jauh dari daerah pusat pemasaran, alat transportasi yang digunakan adalah pesawat terbang. Pengaturan dan penyusunan cabai di didalam
63
alat transportasi sangat mempengaruhi kondisi komoditi tersebut ketika sampai di pasar. Cabai yang diletakkan secara sembarangan akan mengakibatkan turunnya kualitas. Hal ini tentunya berhubungan positif dengan harga cabai.
Ketika
kualitas cabai menurun maka harga cabai juga akan turun. 3. Pensortiran Pensortiran adalah kegiatan mengelompokkan komoditas cabai besar berdasarkan kualitas yang dimiliki. Hal ini dilakukan untuk mengurangi risiko harga. Selain itu kegiatan pensortiran juga dilakukan pada saat penyusunan barang sebelum dibawa ke daerah lain. Pensortiran dilakukan dengan sederhana yaitu memisahkan antara cabai yang terindikasi membusuk dengan cabai yang masih berkualitas bagus.
Pensortiran harus benar-benar dilakukan dengan hati-hati.
Walaupun hanya ada satu cabai busuk yang tertinggal dalam pengemasan menjelang transportasi maka hal itu akan berpengaruh pada cabai-cabai lainnya. Satu cabai yang membusuk akan dengan cepat menyebar pada cabai-cabai lain. 6.2 Alternatif Strategi dalam Mengatasi Risiko Harga Cabai Merah Keriting dan Cabai Merah Besar 6.2.1 Strategi Pengurangan Risiko Harga oleh Petani Petani cabai besar umumnya tidak langsung menjual hasil panen kepada konsumen ataupun pedagang besar. Cabai besar hasil panen terlebih dahulu dijual pada pengepul yang mengumpulkan hasil panen dari banyak petani. Pengepul biasanya juga merupakan orang yang satu desa dengan petani. Kerja sama antara petani dan pengepul biasanya sudah berlangsung selama bertahun-tahun. Seorang petani akan selalu mengumpulkan hasil panennya pada pengepul yang sama. Hasil panen yang sudah terkumpul pada pengepul dibawa pada pedagang besar yang kemudian mendistribusikannya pada industri makanan dan pasar induk di berbagai daerah. Awal mula penentuan harga ditingkat petani dilakukan oleh pedagang di Pasar Induk Kramat Jati. Pedagang pasar induk akan mematok harga tertentu pada pedagang besar di daerah. Demikian seterusnya, pedagang besar akan memberikan harga tertentu pada pengepul dan pengepul juga menentukan harga
64
pada petani. Margin harga yang diambil antara elemen tataniaga biasanya tidak terlalu besar. Masing-masing komponen biasanya berusaha bersikap seadil mungkin. Kerjasama yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun serta adanya pemikiran jangka panjang terhadap usaha yang dilakukan menyebabkan semua pihak bersikap sebaik mungkin dalam menjalin kerja sama. Sistem pembayaran yang dilakukan antara petani dan pengepul dilakukan dengan berbagai cara tergantung pada besarnya hasil panen. Sistem pembayaran yang dilakukan pada petani besar tidak dilakukan secara langsung ketika barang diterima. Namun terdapat selang waktu antara diterimanya barang dengan pembayaran. Hal ini berbeda pada petani dengan skala kecil. Petani skala kecil biasanya langsung menerima pembayaran pada saat penerimaan barang secara tunai. Petani merupakan pihak yang paling merasakan dampak adanya fluktuasi harga dalam sistem tataniaga suatu produk pertanian. Seringkali petani sebagai produsen tidak dapat berbuat apa-apa ketika harga di pasaran jatuh. Namun demikian terdapat beberapa strategi yang dilakukan oleh petani terkait dengan adanya risiko harga ini. 1. Perhitungan yang Cermat dalam Penentuan Masa Tanam Cabai Umur panen cabai sangat bervariasi tergantung pada jenis dan varietas. Namun secara umum, umur panen cabai adalah tiga bulan atau 90 hari. Dalam satu kali penanaman cabai dapat dipanen hingga sembilan kali dengan interval lima hari. Jumlah cabai yang dapat dipanen pada masing-masing periode sangat bervariasi. Riwayat panen cabai besar menyerupai kurva sebaran normal dimana hasil panen sangat sedikit di awal dan kemudian mencapai puncaknya pada periode panen ke lima dan ke enam. Hasil ini kemudian sedikit demi sedikit menurun pada periode selanjutnya. Petani berupaya mencegah jatuhnya harga melalui perhitungan cermat dalam penentuan masa tanam cabai untuk mencegah kerugian dan memperoleh keuntungan maksimal. Petani memanfaatkan waktu tertentu seperti hari raya keagamaan, tahun baru, dan hari besar lainnya untuk menghitung waktu panen.
65
Sebagian petani mampu menyelaraskan antara waktu puncak panen dengan waktu puncak harga cabai besar. 2. Melakukan Diversifikasi Tanaman Diversifikasi merupakan upaya yang dilakukan oleh petani dalam menanggulangi risiko dengan cara menamam berbagai jenis tanaman dalam satu hamparan. Misalnya ketika petani akan menanam cabai seluas satu hektar, maka sebaiknya dilakukan secara bertahap. Hal ini bertujuan agar rentang waktu panen panjang hingga kemungkinan memperoleh harga rendah dapat dihindari. 3. Rotasi Tanaman Penanaman tanaman tertentu secara terus menerus dalam satu hamparan akan mengakibatkan berkurangnya zat-zat hara tertentu di dalam tanah. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya hasil panen dalam jangka panjang. Oleh karena penggantian tanaman perlu dilakukan untuk menjaga kualitas tanah. Tanaman selingan dapat berasal dari kacang-kacangan yang terbukti mampu menyuburkan tanah dengan mengikat nitrogen dari udara. Strategi rotasi tanaman ini akan semakin efektif jika dilakukan beriringan dengan kebijakan pengaturan pola produksi cabai merah. 4. Pembuatan Produk Olahan Cabai Terdapat beberapa produk olahan cabai yang dapat dijadikan alternatif solusi ketika harga cabai sangat rendah. Berbagai macam produk olahan cabai seperti saos/sambal cabai, cabai kering, oleoresin cabai, manisan cabai dan cabai kalengan. Saos cabai merupakan produk olahan yang sangat memasyarakat. Bahan utama saos cabai adalah cabai segar, tomat, bawang putih, gula pasir, garam, cuka dan natrium benzoat. Pembuatan saos diawali dengan membersihkan cabai dan tomat dari bijinya dan direndam dengan air panas selama enam menit. Selanjutnya dicampur dengan bawang putih dan diblender. Hasil blender ditambahkan garam dapur dan natrium benzoat (0.05-0.1 persen). Campuran dipanaskan sampai kental seraya ditambahkan asam cuka dan diaduk merata. Campuran kemudian dimasukkan ke dalam botol dan dikukus selama 15 menit pada suhu 1000C.
66
Cabai kering dapat diperoleh melalui pengeringan alami (penjemuran) atau dengan menggunakan pengeringan mekanis. Sebelum dikeringkan cabai terlebih dahulu harus mengalami proses pembersihan, pembelahan, dan perendaman dalam air panas (blancing). Pembersihan dimaksudkan untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada cabai di saat proses pemanenan. Sedangkan pembelahan dilakukan untuk mempercepat proses pengeringan. Pengeringan cabai dapat dilanjutkan dengan pengolahan menjadi oleoresin atau cabai serbuk. Oleoresin dari cabai banyak dibutuhkan dalam industri farmasi dan makanan. Oleoresin digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan koyo cabai, krim obat gosok anti rematik, dan pegal-pegal sedangkan pada industri makanan oleoresin diperlukan untuk pembutan minuman. Sebagaimana halnya buah-buahan, cabai khususnya cabai merah besar juga dapat dijadikan manisan. Cabai yang dapat dijadikan manisan adalah cabai yang memiliki daging tebal serta tidak pedas. Pembuatan manisan cabai diawali dengan pembelahan dan perendaman di dalam air mendidih yang telah dicampur natrium metabisulfit 0.2 persen selama 5-10 menit. Tahapan selanjutnya adalah perendaman dengan larutan gula secara bertahap selama tiga malam. Malam pertama dilakukan perendaman dengan kadar gula 30-40 persen sedangkan malam berikutnya kadar gula dinaikkan hingga 40-50 persen. Malam ketiga, kadar gula larutan kembali dinaikkan menjadi 50-60 persen. Selanjutnya cabai yang telah direndam tersebut ditiriskan dan dioven selama 14 jam. Agar penampilan lebih menarik maka buah cabai dapat dilapisi dengan madu atau larutan gula. Produk olahan cabai lainnya adalah cabai kalengan yang dapat dibuat dengan sederhana. Cabai yang sudah dibersihkan dari tangkainya dicuci dan direndam selama 2-3 menit dalam air panas dan dilanjutkan dengan pencucian dengan air dingin. Selanjutnya cabai dimasukkan ke dalam kaleng dan ditambahkan 50 mg asam sitrat/100 g dan larutan garam dapur 2 persen. Cabai dikukus selama 6-7 menit dan kemudian ditutup rapat serta direbus dalam air mendidih selama tiga puluh menit. Tahap selanjutnya kaleng yang berisi cabai dimasukkan kedalam air agar dingin. Tahap akhir yang bisa dilakukan adalah
67
proses pelabelan berupa nama produk, tanggal kadaluarsa, nama produsen, dan sebagainya. 5. Sistem Kontrak Sistem kontrak merupakan mekanisme mengurangi atau menghilangkan risiko dan ketidakpastian harga dengan penentuan harga yang harus dibayar setelah panen atau pada saat komoditi siap untuk dipasarkan. Kontrak sebaiknya dilakukan antara petani yang tergabung dalam kelembagaan baik berupa kelompok tani atau koperasi dengan pihak lain berupa industri makanan seperti mi instan, saos dan jenis produk lainnya yang menggunakan cabai sebagai salah satu komposisinya. Sistem kontrak ini menjamin terserapnya hasil panen dengan harga yang sesuai dengan kesepakatan. 6.2.2 Strategi Pengurangan Risiko Harga oleh Pedagang Pedagang merupakan elemen penting dalam menjamin sampainya cabai dari produsen (petani) ke konsumen. Pedagang cabai Pasar Induk Kramat jati umumnya sudah memiliki petani pemasok cabai yang sudah menjadi langganan selama bertahun-tahun. Kegiatan berlangganan ini bahkan terjadi dari generasi ke generasi. Hal ini menyebabkan sistem perdagangan yang dilakukan tidak hanya memperhitungkan untung rugi atau murni bisnis namun juga terdapat unsur kekerabatan di dalamnya. Kegiatan bisnis umumnya dilakukan dengan sistem kepercayaan antara petani dan pedagang. Beberapa pedagang selalu menampung seluruh hasil panen dari petani yang menjadi mitranya. Berapapun hasil panen pasti akan diterima oleh pedagang namun dengan risiko harga yang belum pasti. Biasanya pedagang dengan sistem ini akan melakukan pembayaran kepada petani dalam dua hari setelah barang dikirimkan. Pembayaran dapat dilakukan dengan tunai atau melalui rekening. Sistem ini biasanya dilakukan atas dasar saling kepercayaan dan keterbukaan. Baik petani maupun pedagang tidak akan menghianati kerja sama yang sudah berlangsung selama berpuluh-puluh tahun yang bahkan dari zaman dua generasi sebelumnya. Berikut merupakan strategi yang dapat dilakukan pedagang dalam upaya mengurangi risiko harga cabai merah.
68
1. Menjual Cabai pada Industri Makanan Selain menjual cabai langsung pada pedagang pengecer atau konsumen akhir, pedagang juga menjual cabai pada pabrik pengolahan saos atau mie instan melalui kerjasama dengan perusahaan-perusahaan terkait. Hal ini dilakukan untuk mengurangi risiko banyaknya cabai yang membusuk karena tidak terjual. Selain itu cara ini dapat dilakukan untuk mencegah jatuhnya harga secara ekstrim. 2. Pengeringan Cabai Kegiatan pengeringan dapat dijadikan salah satu kegiatan alternatif yang dapat diterapkan untuk mencegah jatuhnya harga cabai akibat jumlah cabai di pasaran melebihi permintaan. Cabai kering dapat diolah lebih lanjut menjadi cabai serbuk dan oleoresin cabai. Cabai serbuk ditemukan pada produk makanan awetan seperti mie instant. Sedangkan oleorosin cabai dibutuhkan sebagai bahan baku dalam industri makanan dan farmasi. Industri makanan yang menggunakan oleorosin seperti minuman ginger beer sedangkan industri farmasi seperti koyo cabai, krim obat gosok anti rematik dan pegal-pegal. Cabai kering umumnya dibutuhkan di daerah Kalimantan. Selain itu cabai kering merupakan komoditi ekspor ke berbagai negara seperti Singapura, Jepang, Hongkong, Thailand dan Belanda. Pengeringan cabai dapat dilakukan secara alami dan mekanis. Pengeringan secara alami dilakukan dengan menggunakan sinar matahari dalam waktu 8-10 hari. Pengeringan cabai secara mekanis dilakukan dengan menggunakan alat tertentu seperti tray dryer. Pengeringan cabai dengan menggunakan alat ini hanya memerlukan waktu 14-20 jam. 6.2.3 Strategi Pengurangan Risiko oleh Pemerintah Pemerintah dapat memiliki peranan penting dalam mengurangi risiko harga komoditi pertanian sehubungan dengan peran pemerintah sebagai fasilitator dan regulator. Berikut merupakan strategi yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi risiko harga cabai merah
69
1. Pembentukan atau Pengaktifan Koperasi dan Kelompok Tani Petani cabai merah tidak memiliki kekuatan dalam menentukan harga. Harga pada umumnya sudah ditentukan oleh pedagang besar yang ada di pasarpasar induk seperti Jakarta, Cibitung, Bogor dan sebagainya berdasarkan kondisi pasar. Petani yang di beberapa daerah seringkali merasa tidak puas terhadap harga yang ditawarkan oleh pengepul. Hal ini dikarenakan harga yang ditawarkan oleh pengepul jauh lebih rendah dari harga pasar yang sesungguhnya. Pembentukan koperasi dan kelembagaan lainnya dijadikan sebagai salah satu alternatif solusi untuk mengatasi permasalahan ini. Koperasi ini berperan dalam mengumpulkan hasil panen cabai petani sebelum dikirim ke pasar-pasar di daerah yang membutuhkan. Melalui koperasi, harga yang diterima oleh petani akan lebih adil dan wajar. Selain itu kelembagaan tani juga dijadikan sebagai sarana bagi petani dalam menjalankan sistem kontrak dengan mitra, wadah dalam pengembangan produk olahan cabai serta penyuluhan dan pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah terkait dengan upaya mengurangi risiko harga cabai besar. 2. Pengaturan Pola Produksi Adanya risiko harga tidak terlepas dari pengaruh fluktuasi produksi di tingkat petani. Saat tertentu produksi melimpah yang menyebabkan harga turun, namun pada saat lainnya produksi sangat sedikit yang menyebabkan naiknya harga. Pengaturan pola produksi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Pengaturan pola produksi dapat dijalankan secara efektif dengan adanya koordinasi yang jelas antara Departemen Pertanian dan dinas-dinas pertanian di daerah. Pengaturan pola produksi ini diawali dengan kajian yang mendalam mengenai karakteristik tanaman cabai. Sehingga pengaturan pola produksi tidak merugikan petani. Pengaturan pola produksi disesuaikan dengan tingkat kebutuhan masyarakat terhadap cabai di setiap waktunya sehingga implikasinya akan terdapat perbedaan luas tanam dalam periode-periode waktu tertentu. Hal tersebut tidak hanya mempertimbangkan kebutuhan masyarakat namun juga aspek
70
musim dimana kemungkinan tingkat kegagalan panen
tinggi pada musim
tertentu. 3. Penyuluhan dan Pembinaan yang Intensif Penyuluhan dan pembinaan yang intensif tidak hanya terkait dengan teknik budidaya yang baik namun juga berkenaan dengan pengolahan pasca panen. Pengolahan pasca panen merupakan salah satu alternatif solusi yang dapat dilakukan oleh petani ketika harga cabai di pasaran sangat rendah. Pemerintah melalui Departemen Pertanian dan kelembagaan terkait dapat melakukan pelatihan-pelatihan terkait dengan pembuatan produk-produk olahan dari cabai. Sosialisasi mengenai pentingnya kebijakan pengaturan pola produksi juga dilakukan melalui penyuluhan. Hal ini dikarenakan petani akan sulit menerima kebijakan pengaturan pola produksi ini. Oleh karena itu, diperlukan upaya penyadaran yang terus menerus terkait dengan hal tersebut. Upaya untuk meyakinkan petani dapat diiringi dengan penyuluhan teknik budidaya yang tepat pada musim dimana tingkat kegagalan produksi sangat tinggi seperti musim hujan. Umumnya petani enggan untuk menanam cabai besar di musim hujan. Tingkat kelembapan udara yang sangat tinggi mendorong munculnya berbagai jenis cendawan yang mengakibatkan tingginya risiko produksi. Daerah-daerah dimana petani mendapat giliran untuk berproduksi di musim hujan tentunya akan mengalami ketakutan terhadap gagalnya produksi yang berakibat pada kerugian.
71
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan Cabai merah keriting dan cabai merah besar merupakan komoditi yang sangat fluktuatif dari sisi harga. Harga yang sangat fluktuatif ini menyebabkan tingginya risiko harga cabai merah keriting dan cabai merah besar tersebut. Risiko harga cabai merah keriting yang lebih besar dibandingkan cabai merah besar disebabkan oleh beberapa faktor yaitu volume permintaan cabai merah keriting yang lebih besar sementara pasokan lebih berfluktuasi terkait dengan risiko produksi Model ARCH GARCH terbaik untuk cabai merah keriting adalah ARCH (1) GARCH (2). Hal ini berarti pola pergerakan harga cabai merah keriting dipengaruhi oleh volatilitas satu hari sebelumnya dan varian pada dua hari sebelumnya. Sedangkan model ARCH-GARCH yang terbaik pada cabai merah besar adalah ARCH (1) GARCH (1). Hal ini berarti pola pergerakan harga dipengaruhi oleh volatilitas pada satu hari sebelumnya dan varian pada satu hari sebelumnya Penanggulangan risiko oleh petani dilakukan melalui tindakan seperti Perhitungan yang cermat dalam penentuan masa tanam cabai, menghindari penanaman cabai dalam satu hamparan, rotasi tanaman dan pembuatan produk olahan cabai. Penanggulangan risiko oleh pedagang dapat dilakukan melalui tindakan seperti penjualan cabai pada industri makanan dan pengeringan cabai. Penanggulangan risiko harga cabai merah keriting dan cabai merah besar akan efektif melalui peran dan kontribusi pemerintah. Tindakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah terkait dengan hal tersebut adalah melalui pembentukan atau pengaktifan koperasi dan kelompok tani, pengaturan pola produksi serta pembinaan dan penyuluhan yang terkait dengan pengolahan pasca panen, budidaya dan pendekatan terhadap petani terkait pentingnya kebijakan pengaturan pola produksi untuk mengurangi risiko harga
72
7.2 Saran
1. Upaya meminimalisir adanya risiko harga cabai merah keriting dan cabai merah besar sebaiknya dilakukan secara terintegrasi antara petani, pedagang pemerintah dan pihak-pihak lainnya. Semua komponen yang terkait seperti petani, pedagang dan pemerintah harus dapat bekerja sama untuk mengatasi risiko harga agar dapat lebih efektif 2. Kerjasama yang dilakukan antara berbagai pihak tersebut hendaknya diiringi dengan konsistensi dan komitmen yang kuat seperti pembinaan yang berkelanjutan dan adanya pengawasan yang baik. Hal ini dilakukan agar dalam upaya mencapai hasil yang diharapkan dapat lebih efisien 3. Penelitian mengenai cabai terutama terkait dengan upaya budidaya agar dapat ditanam pada berbagai musim serta meminimalkan risiko produksi perlu terus dikembangkan. Hal ini juga berhubungan dengan usaha untuk menyukseskan kebijakan pengaturan pola produksi cabai besar untuk mengurangi risiko harga. 4. Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia yang baru terbentuk pada tanggal 22 November 2008 diharapkan dapat berperan optimal dalam menghadapi risiko harga cabai merah yang cukup tinggi tersebut.
73
DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Produk Domestik Bruto Nasional. Indonesia : BPS Indonesia Darmawan EY. 2007. Analisis Proses Keputusan Petani dalam Pembelian Benih Cabai Merah Keriting Varietas TM 999 (Kasus di Desa Cisarua, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Debertin DL. 1986. Agricultural Productions Economics. Macmillan Publishing Company : New York [Direktorat Jenderal Hortikultura]. 2008. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Konstan Periode 2003 – 2006. http:// www.deptan.go.id. [22 Desember 2008] [Direktorat Jenderal Hortikultura]. 2007. Luas Panen Tanaman Sayuran Di Indonesia Periode 2003-2007. http//www.hortikultura.deptan.go.id. [6 Februari 2009] [Direktorat Jenderal Hortikultura]. 2008.Volume Ekspor Komoditas Sayuran Di Indonesia.http// www.hortikultura.deptan.go.id. [ 6 Februari 2009] [Direktorat Jenderal Hortikultura]. Kebutuhan Perkapita (Kg) Beberapa Jenis Cabai di Indonesia. 2008. http//www.hortikultura.deptan.go.id. [6 Februari 2009] Firdaus M. 2006. Analisis Deret Waktu Satu Ragam. IPB Press : Bogor Gaynor PE, Kirckpatrick RC. 1994. Introduction to Time-series Modelling and Forecasting in Business and Economics. Mc Graw-Hill, Inc : Singapura. Hyman DN. 1996. Microeconomics. New York : McGraw-Hill,Inc Iskandar, E. 2006. Analisis Risiko Investasi Saham Agribisnis Rokok dengan Pendekatan ARCH-GARCH [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Jorion P.2002. Value at Risk : the new benchmark for managing financial risk, second edition. McGraw-Hill. California. North America. Kountur, R. 2004. Manajemen Risiko Operasional (Memahami Cara Mengelola Risiko Operasional Perusahaan. PPM. Jakarta.
74
Lipsey RG, Courant PN, Purvis DD, Steiner PO. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Jaka W dan Kirbrandoko, penerjemah; Jakarta: Binarupa Aksara. Terjemahan dari: Economis 10th ed McConnel CR, Brue SL. 1990. Microeconomics, Principles, Problems and Policies. New York : McGraw-Hill, Inc Muharlis A. 2007. Peramalan dan Faktor-Faktor Penentu Fluktuasi Harga Cabai Merah Di Enam Kota Besar Di Jawa-Bali (Kasus Pengendalian Harga Cabai Merah pada Bagian Analisis Harga, Badan Ketahanan Pangan Nasional, DEPTAN RI [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Prajnanta F. 1999. Agribisnis Cabai Hibrida. Penebar Swadaya : Jakarta Pyndyck RS, Rubinfeld, DL. 1983. Econometric Models And Economic Forecasts. Japan : McGraw-Hill, Inc Rachma M. 2008. Efisiensi Tataniaga Cabai Merah (Studi Kasus Desa Cibeureum, Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Ramadhona, B. S. 2004. Analisis Investasi dengan Pendekatan Model ARCHGARCH dan Pendugaan Harga Saham dengan Pendekatan Model Time Series pada Perusahaan Agribisnis Terpilih di PT. Bursa Efek Jakarta [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Robison, L.J. and P.J Barry. 1987. The Competitive Firm’s Response To Risk. Macmillan Publishing Company. New York. Safitri NA. 2009. Analisis Risiko Produksi Daun Potong di PT Pesona Daun Mas Asri, Ciawi Kabupaten Bogor, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Siregar YR. 2009. Analisis Risiko Harga Day Old Chick (DOC) Broiler dan Layer pada PT Sierad Produce Tbk Parung, Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Sukirno S. 1985. Pengantar Teori Mikroekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI Suyanti. 2007. Membuat Aneka Olahan Cabai. Jakarta : Penebar Swadaya Topan M. 2008. Panduan Lengkap Budidaya dan Bisnis Cabai. Jakarta : Agromedia Pustaka
75
LAMPIRAN
76
Lampiran 1. Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Lapangan Usaha 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan
2004 14.34 7.21 2.16 1.77 0.88 2.31
2005 13.13 6.54 2.03 1.59 0.81 2.15
2006 12.97 6.42 1.90 1.53 0.90 2.23
2007 13.83 6.78 2.13 1.57 0.90 2.45
2. Pertambangan & Penggalian a. Pertambangan Minyak & Gas Bumi b. Pertambangan Bukan Migas c. Penggalian
8.94 5.16 2.84 0.94
11.14 6.40 3.77 0.97
10.97 5.99 3.91 1.07
11.14 5.92 4.05 1.17
3. Industri Pengolahan
28.07 4.11 23.96
27.41 4.99 22.42
27.54 5.15 22.33
27.01 4.61 22.40
1.03 0.76 0.13 0.14
0.96 0.69 0.14 0.13
0.91 0.63 0.15 0.12
0.88 0.58 0.17 0.12
5. Konstruksi
6.59
7.03
7.52
7.71
6. Perdagangan, Hotel &Restoran
16.05 12.53 0.55 2.98
15.56 12.21 0.51 2.84
15.02 11.77 0.48 2.77
14.93 11.82 0.44 2.67
6.20 3.85 2.35
6.51 3.97 2.54
6.94 4.28 2.67
6.70 3.79 2.91
8.47 3.42 0.73 0.06 2.88 1.39
8.31 3.18 0.75 0.06 2.94 1.38
8.06 2.87 0.80 0.06 2.92 1.41
7.71 2.67 0.82 0.06 2.79 1.37
10.32 5.28 5.04
9.96 4.87 5.08
10.07 5.02 5.04
10.09 5.19 4.90
a. b. c. d. e.
Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan & Hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan
a. b.
Industri Migas Industri bukan Migas
4. Listrik, Gas & Air Bersih a. b. c.
a. b. c.
Listrik Gas Kota Air Bersih
Perdagangan besar & eceran Hotel Restoran
7. Pengangkutan & Komunikasi a. b.
Pengangkutan Komunikasi
8. Keuangan, Real Estat & Jasa Perusahaan a. b. c. d. e.
Bank Lembaga Keuangan Bukan Bank Jasa Penunjang Keuangan Real Estat Jasa Perusahaan
9. Jasa-Jasa a. b.
Pemerintahan umum Swasta
77
Lampiran 2. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Persen) Lapangan Usaha 2. Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan
7.63
2005 10.65
2006 18.96
2007 26.32
5.02 6.15 8.78 10.18 16.22
9.53 13.71 8.78 11.20 12.50
18.21 12.35 15.55 33.26 24.64
25.09 33.21 21.58 18.85 30.25
2. Pertambangan & Penggalian d. Pertambangan Minyak & Gas Bumi e. Pertambangan Bukan Migas f. Penggalian
22.49
59.55
18.60
24.52 22.15 13.28
49.90 60.62 23.86
12.65 24.95 33.25
20.28 17.03 22.77 29.35
3. Industri Pengolahan
13.26 21.37 11.97
18.01 46.87 13.06
20.93 24.31 20.18
16.23 5.93 18.61
23.96 25.15 34.56 9.59
12.49
13.71 10.58 29.21 13.65
14.40 8.81 36.90 15.69
5. Konstruksi
20.67
29.00
28.71
21.54
6. Perdagangan, Hotel &Restoran
9.98 10.35 11.97 8.11
17.11 17.78 11.52 15.35
16.20 16.06 13.62 17.28
17.80 19.02 8.45 14.26
19.66 11.03 37.08
26.91 24.74 18.57
28.37 29.63 16.74
14.43 29.57 13.41
11.68
18.57
16.74
13.41
5.42 17.24 17.22 16.85 14.92
12.42 25.00 22.95 23.25 20.52
8.41 28.69 27.18 19.54 23.08
10.27 21.68 23.82 13.19 15.12
9. Jasa-Jasa
19.13
16.61
21.74
18.75
c. Pemerintahan umum d. Swasta Produk Domestik Bruto
19.22 19.05 14.01
11.56 21.89 20.84
24.17 19.41 20.37
22.37 15.13 18.50
a. b. c. d. e.
c. d.
Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan & Hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan
Industri Migas Industri bukan Migas
4. Listrik, Gas & Air Bersih d. e. f.
d. e. f.
Listrik Gas Kota Air Bersih
Perdagangan besar & eceran Hotel Restoran
7. Pengangkutan & Komunikasi c. d.
Pengangkutan Komunikasi
8. Keuangan, Real Estat & Jasa Perusahaan f. g. h. i. j.
Bank Lembaga Keuangan Bukan Bank Jasa Penunjang Keuangan Real Estat Jasa Perusahaan
2004
9.55 26.05 15.51
78
Lampiran 3. Deskripsi Komponen Biaya Produksi Cabai Besar Menurut Topan (2008) A. Biaya Produksi a. Penyiapan Lahan 1. Sewa lahan 2. Pembersihan lahan 3. Pengolahan Lahan 4. Pembuatan bedengan kasar (50 HKP) 5. Pupuk Kandang 20 ton 6. Kapur pertanian 1 ton 7. Tenaga untuk pengapuran 8. Pupuk urea 5 sak @50 kg x Rp 77.000 9. Pupuk Za 650 kg @ Rp 2000 10. Pupuk TSP 500 kg @ Rp 4000 11. Pupuk KCL 400 kg @ Rp 2000 12. Pupuk Borat 18 kg @Rp 15.000 13. Insektisida/nematisida 40 kg @Rp 10.000 14. Tenaga pemupukan pupuk kandang (20 HK) 15. Tenaga pemupukan pupuk anorganik (10 HKP) 16. Tenaga pembuatan bedengan jadi (40 HKP) 17. Mulsa plastik hitam perak 12 rol x 300.000 18. Tenaga pemasangan mulsa plastik (30 HKP)
Rp. 3.000.000 Rp. 400.000 Rp. 700.000 Rp. 500.000 Rp. 2.000.000 Rp. 200.000 Rp. 30.000 Rp. 385.000 Rp. 1.300.000 Rp. 2.000.000 Rp. 800.000 Rp. 270.000 Rp. 400.000 Rp. 200.000 Rp 100.000 Rp 400.000 Rp 3.600.000 Rp 300.000
Total Penyiapan lahan b. Biaya Pembibitan dan Penanaman 1. Plastik semai 15 kg x Rp 10.000 2. Benih cabai hibrida TM 999 18 bungkus @ 60.000 3. Plastik transparan penutup persemaian 75 m x Rp 3.500 4. Tenaga penyemaian (50 HKW) 5. Tenaga pembuatan lubang penanaman (10 HKP) 6. Tenaga penanaman (10 HKP + 40 HKW)
Rp 16.585.000
Total biaya pembibitan dan penanaman
Rp 2.367.500
c. Biaya Pemeliharaan tanaman dan panen 1. Bambu 150 batang @ Rp 2.500 2. Tenaga Pemangkasan tunas (60 HKW) 3. Tenaga Pemasangan ajir (30 HKP) 4. Pupuk NPK susulan 276 kg @ Rp 3500 5. Pupuk KNO3 7 kg @ Rp 16.000 6. Tenaga pemupukan susulan (30 HKP) 7. Insektisida 301 @ Rp 150.000 8. Fungisida 30 kg @ Rp 50.000 9. Bakterisida 1 Kg 10. Surfaktan 101 @ Rp 50.000 11. Pupuk daun 10 Kg @ Rp 12.000 12. ZPT/atonik 31 @ Rp 100.000
Rp. 375.000 Rp. 450.000 Rp 300.000 Rp 966.000 Rp 112.000 Rp 300.000 Rp 4.500.000 Rp 1.500.000 Rp 400.000 Rp 500.000 Rp 120.000 Rp 300.000
Rp 150.000 Rp 1.080.000 Rp 262.500 Rp 375.000 Rp 100.000 Rp 400.000
79
13. Tali rafia 5 gulung @ Rp 5.000 14. Tenaga penyemprotan (90 HKP) 15. Tenaga penyiangan (60 HKW) 16. Tenaga panen (120 HKW + 30 HKP) 17. Tenaga keamanan selama 6 bulan x Rp 300.000 18. Gaji mandor selama enam bulan x Rp 400.000 19. Peralatan (sprayer 3 buah, ember, drum dan gembor)
Rp 25.000 Rp 900.000 Rp 450.000 Rp 1.200.000 Rp 1.800.000 Rp 2.400.000 Rp 1.000.000
Total biaya pemeliharaan dan panen
Rp 17.598.000
Total biaya produksi (a+b+c)
Rp 36.550.500
Biaya tak terduga 10 persen
Rp 3. 655.050
Total biaya produksi
Rp 40.205.550
80
Lampiran 4. Jenis-Jenis ARCH GARCH GARCH (1,1)
Persamaan standar ARCH/GARCH :
yt = xt γ + ε t α t2 = ω + αε t2−1 + βσ t2−1 Varian bersyarat
σ t2 (karena tergantung pada periode sebelumnya)
memiliki tiga bagian, yaitu:
ARCH in mean (ARCH-M)
Rata-rata
•
Volatilitas periode sebelumnya ε t −1 (disebut ARCH)
•
Varian periode sebelumnya σ t −1 (disebut GARCH)
2
2
Dikenalkan oleh Engle, Lilien dan Robins (1987), dengan persamaan : yt
TARCH (Treshold ARCH)
ω
•
= xt γ + σ t2 + ε t
Diperkenalkan oleh Zakoian (1994) dan Glosten, Jaganathan dan Rungkle (1993). Varian bersyarat dihitung dengan rumus :
α t2 = ω + αε t2−1 + γε t2−1d t −1 + βσ t2−1 dengan
d t = 1 bila ε t < 0 dan d t = 0 bila tidak. Model ini
biasanya digunakan pada analisis harga saham yang terpengaruh oleh berita buruk (bad news) berbeda dengan berita baik (good news).
Pengaruh berita baik ditunjukkan oleh
pengaruh berita buruk oleh
(α + γ ) .
Bila
sedangkan
γ > 0 berarti ada
leverage effect, pengaruh berita buruk lebih besar dan bersifat volatil. Jika γ
≠ 0 , pengaruh berita baik dan buruk bersifat
asimetris. Pada program Eviews, koefisien
γ ini ditunjukkan oleh
(RESID<0)*ARCH(1) EGARCH GARCH)
(Exponential
Diperkenalkan oleh Nelson (1991). Varian bersyarat dihitung dengan rumus :
log α t2 = ω + β log σ t2−1 + α Karena
berbentuk
log,
ε t −1 ε + γ t −1 σ t −1 σ t −1
maka
leverage
effect-nya
bersifat
eksponensial (bukan kuadratik), sehingga selalu bersifat nonnegatif. Keberadaan leverage effect diuji dengan hipotesis nul γ
>0
81
Component ARCH
Pada GARCH (1,1), persamaan berikut ini:
(
)
σ t2 = ϖ + α ε t2−1 − ϖ + β (σ t2−1 − ϖ ) Menunjukkan pembalikan rata-rata terhadap
ϖ yang bersifat
konstan sepanjang waktu. Sebaliknya model Component ARCH memungkinkan pembalikan rata-rata pada berbagai tingkat q, dengan persamaan berikut ini:
(
) ( = ω + p (q − ω ) + φ (ε
σ t2 − qt = ϖ + α ε t2−1 − ϖ + β σ t2−1 − ϖ qt
Asymetric Component
t −1
2 t −1
− σ t2−1
) )
Fungsi ini digunakan untuk menggabungkan antara component ARCH dengan model simetris TARCH
82
Lampiran 5. Model Regresi Cabai Merah Keriting Dependent Variable: PT Method: Least Squares Date: 03/27/09 Time: 02:41 Sample: 1 1147 Included observations: 1147 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
PT1 S C
0.976838 -0.006853 0.291972
0.006312 0.011639 0.151526
154.7580 -0.588802 1.926876
0.0000 0.5561 0.0542
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid
0.954527 0.954447 0.092832 9.858778
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion
Log likelihood Durbin-Watson stat
1100.355 2.222306
F-statistic Prob(F-statistic)
9.107590 0.434951 -1.913435 -1.900240 12006.78 0.000000
Lampiran 6. Uji ARCH LM Terhadap Model Regresi Cabai Merah Keriting ARCH Test: F-statistic Obs*R-squared
67.12439 63.51498
Prob. F(1,1144) Prob. Chi-Square(1)
0.000000 0.000000
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 03/27/09 Time: 02:45 Sample (adjusted): 2 1147 Included observations: 1146 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
0.006583
0.000794
8.294124
0.0000
RESID^2(-1)
0.235485
0.028742
8.192947
0.0000
R-squared Adjusted R-squared
0.055423 0.054598
Mean dependent var S.D. dependent var
0.008603 0.026269
S.E. of regression
0.025541
Akaike info criterion
-4.495281
Sum squared resid
0.746309
Schwarz criterion
-4.486478
Log likelihood
2577.796
F-statistic
67.12439
Durbin-Watson stat
1.991144
Prob(F-statistic)
0.000000
83
Lampiran 7. Model ARCH (1) GARCH (0) Cabai Merah Keriting Dependent Variable: PT Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 03/27/09 Time: 03:18 Sample: 1 1147 Included observations: 1147 Convergence achieved after 16 iterations Variance backcast: ON GARCH = C(4) + C(5)*RESID(-1)^2 Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
PT1
0.981260
S
-0.005596
0.006248
157.0539
0.0000
0.010019
-0.558552
C
0.236384
0.5765
0.137258
1.722191
0.0850
Variance Equation C
0.007271
0.000206
35.23776
0.0000
RESID(-1)^2
0.137292
0.023884
5.748185
0.0000
R-squared
0.954506
Mean dependent var
9.107590
Adjusted R-squared
0.954346
S.D. dependent var
0.434951
S.E. of regression
0.092935
Akaike info criterion
-1.960378
Sum squared resid
9.863312
Schwarz criterion
-1.938387
Log likelihood
1129.277
F-statistic
5990.010
Durbin-Watson stat
2.231078
Prob(F-statistic)
0.000000
Lampiran 8. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH(1) GARCH (0) Cabai Merah Keriting ARCH Test: F-statistic Obs*R-squared
0.741379 0.742194
Prob. F(1,1144) Prob. Chi-Square(1)
0.389400 0.388959
Test Equation: Dependent Variable: WGT_RESID^2 Method: Least Squares Date: 03/27/09 Time: 03:20 Sample (adjusted): 2 1147 Included observations: 1146 after adjustments Variable C WGT_RESID^2(-1) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
0.975490 0.025459
0.085118 0.029568
11.46048 0.861034
0.0000 0.3894
0.000648 -0.000226 2.702901 8357.692 -2764.600 2.000851
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
1.000888 2.702596 4.828272 4.837075 0.741379 0.389400
84
Lampiran 9. Model ARCH (1) GARCH (1) Cabai Merah Keriting Dependent Variable: PT Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 03/27/09 Time: 10:41 Sample: 1 1147 Included observations: 1147 Convergence achieved after 16 iterations Variance backcast: ON GARCH = C(4) + C(5)*RESID(-1)^2 + C(6)*GARCH(-1)
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
0.983203173469762
0.00597541804477545
164.541320139001
S
-0.00471291972811898
0.0100223774417341
-0.470239696670567 0.638183769571331
C
0.208367347540464
0.135035146817697
1.54306010287653 0.122816193808129
PT1
Prob.
0
Variance Equation
C
0.000546488425329932
0.000127474564608695
4.28703896347851.81070542869788e-05
RESID(-1)^2
0.0498554310660485
0.00800022042712986
6.231757177212494.61232025756839e-10
GARCH(-1)
0.882952470272267
0.0200084230025556
44.1290385633835
0
R-squared
0.954484763123448
Mean dependent var
Adjusted R-squared
0.954285309850544
S.D. dependent var
0.434951200129958
Akaike info criterion
-1.98591781178041 -1.95952772398374
S.E. of regression
0.0929968897043371
Sum squared resid
9.86784892543062
Schwarz criterion
Log likelihood
1144.92386505606
F-statistic
Durbin-Watson stat
2.23436541977137
Prob(F-statistic)
9.10758988666086
4785.50564364918 0
85
Lampiran 10. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH(1) GARCH (1) Cabai Merah Keriting ARCH Test:
F-statistic
4.6587265840417
Obs*R-squared
4.64794332881537
0.031103600990007 4 0.031090776780204 4
Prob. F(1,1144) Prob. Chi-Square(1)
Test Equation: Dependent Variable: WGT_RESID^2 Method: Least Squares Date: 03/27/09 Time: 10:46 Sample (adjusted): 2 1147 Included observations: 1146 after adjustments
Variable
C WGT_RESID^2(-1)
R-squared Adjusted R-squared
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
0.945981077057228 0.063683709034483 7
0.0856500926971549
11.0447174926251
0.004055796971043 08 0.003185216373989 72
0.0295049401472789
Prob.
5.10039127224294e27 0.031103600990047 2.15840834506342 8
Mean dependent var
1.01021484008415
S.D. dependent var
2.72317040901906
S.E. of regression
2.71883000649413
Akaike info criterion
4.84002402866631
Sum squared resid
8456.48987521954
Schwarz criterion
4.84882687839978
Log likelihood
-2771.3337684258
F-statistic
Durbin-Watson stat
1.99980489083734
Prob(F-statistic)
4.6587265840417 0.031103600990007 4
86
Lampiran 11 . Model ARCH (1) GARCH (2) Cabai Merah Keriting Dependent Variable: PT Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 03/27/09 Time: 10:48 Sample: 1 1147 Included observations: 1147 Convergence achieved after 23 iterations Variance backcast: ON GARCH = C(4) + C(5)*RESID(-1)^2 + C(6)*GARCH(-1) + C(7) *GARCH(-2)
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
0.00615165681152895
159.875622166937
S
0.98349996010067 0.005435666101251 65
0.00991574784141178
-0.548185188670322 0.583564732053585
C
0.214197940777215
0.133294161504059
1.6069566615691 0.108063875396692
PT1
Prob.
0
Variance Equation
RESID(-1)^2
0.000787645429019 118 0.000213511079661096 0.069386210407976 2 0.0145077130844662
GARCH(-1)
0.413433337225028
0.165391083928154
GARCH(-2)
0.420099940815582
0.145711239046545
C
R-squared
0.000225124554769 362 1.72946011912171e 4.7827117895149 -06 0.012428739103949 2 2.49973171107956 0.003937835466124 2.88309909080788 51 3.68901431377397
0.95448142967125
Mean dependent var
9.10758988666086
S.D. dependent var
0.434951200129958
S.E. of regression
0.954241858248467 0.093041075764475 9
Akaike info criterion
-1.98637030658856
Sum squared resid
9.86857162852848
Schwarz criterion
-1.95558187082578
Log likelihood
1146.18337082854
F-statistic
Durbin-Watson stat
2.23488518386952
Prob(F-statistic)
Adjusted R-squared
3984.12055404544 0
87
Lampiran 12. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH(1) GARCH (2) Cabai Merah Keriting ARCH Test: F-statistic
2.136927
Prob. F(1,1144)
0.144064
Obs*R-squared
2.136672
Prob. Chi-Square(1)
0.143814
Test Equation: Dependent Variable: WGT_RESID^2 Method: Least Squares Date: 03/27/09 Time: 10:52 Sample (adjusted): 2 1147 Included observations: 1146 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
0.965232
0.085450
11.29591
0.0000
WGT_RESID^2(-1)
0.043180
0.029539
1.461823
0.1441
R-squared
0.001864
Mean dependent var
1.008707
Adjusted R-squared
0.000992
S.D. dependent var
2.713183
S.E. of regression
2.711837
Akaike info criterion
4.834873
Sum squared resid
8413.046
Schwarz criterion
4.843676
Log likelihood
-2768.382
F-statistic
2.136927
Prob(F-statistic)
0.144064
Durbin-Watson stat
2.000765
88
Lampiran 13 . Model ARCH (1) GARCH (3) Cabai Merah Keriting Dependent Variable: PT Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 03/27/09 Time: 10:54 Sample: 1 1147 Included observations: 1147 Convergence achieved after 33 iterations Variance backcast: ON GARCH = C(4) + C(5)*RESID(-1)^2 + C(6)*GARCH(-1) + C(7) *GARCH(-2) + C(8)*GARCH(-3) Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
PT1
0.984203
S
-0.005649
0.005649
174.2313
0.0000
0.009932
-0.568790
C
0.210498
0.5695
0.133010
1.582569
0.1135
Variance Equation C
0.000795
0.000190
4.190726
0.0000
RESID(-1)^2
0.060823
0.008297
7.330302
0.0000
GARCH(-1)
0.423696
0.014165
29.91182
0.0000
GARCH(-2)
-0.453938
0.012525
-36.24304
0.0000
GARCH(-3)
0.870448
0.022276
39.07532
0.0000
R-squared
0.954472
Mean dependent var
9.107590
Adjusted R-squared
0.954192
S.D. dependent var
0.434951
S.E. of regression
0.093091
Akaike info criterion
-1.993711
Sum squared resid
9.870568
Schwarz criterion
-1.958525
Log likelihood
1151.393
F-statistic
3411.242
Durbin-Watson stat
2.236011
Prob(F-statistic)
0.000000
89
Lampiran 14. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH(1) GARCH (3) Cabai Merah Keriting ARCH Test: F-statistic
1.913509
Prob. F(1,1144)
0.166844
Obs*R-squared
1.913653
Prob. Chi-Square(1)
0.166558
Test Equation: Dependent Variable: WGT_RESID^2 Method: Least Squares Date: 03/27/09 Time: 10:55 Sample (adjusted): 2 1147 Included observations: 1146 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
0.967697
0.078962
12.25526
0.0000
WGT_RESID^2(-1)
0.040865
0.029542
1.383296
0.1668
R-squared
0.001670
Mean dependent var
1.008847
Adjusted R-squared
0.000797
S.D. dependent var
2.477110
S.E. of regression
2.476122
Akaike info criterion
4.653008
Sum squared resid
7014.071
Schwarz criterion
4.661811
Log likelihood
-2664.174
F-statistic
1.913509
Prob(F-statistic)
0.166844
Durbin-Watson stat
2.001173
90
Lampiran 15 . Model ARCH (2) GARCH (0) Cabai Merah Keriting Dependent Variable: PT Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 03/27/09 Time: 03:25 Sample: 1 1147 Included observations: 1147 Convergence achieved after 16 iterations Variance backcast: ON GARCH = C(4) + C(5)*RESID(-1)^2 + C(6)*RESID(-2)^2
PT1 S C
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
0.981989 -0.004789 0.219783
0.006216 0.011293 0.149402
157.9720 -0.424046 1.471090
0.0000 0.6715 0.1413
30.90160 5.712408 4.474201
0.0000 0.0000 0.0000
Variance Equation C RESID(-1)^2 RESID(-2)^2 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.006568 0.146714 0.082384 0.954495 0.954296 0.092986 9.865610 1135.948 2.232162
0.000213 0.025683 0.018413 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
9.107590 0.434951 -1.970268 -1.943877 4786.644 0.000000
Lampiran 16. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH(2) GARCH (0) Cabai Merah Keriting ARCH Test: F-statistic Obs*R-squared
0.774515 0.775344
Prob. F(1,1144) Prob. Chi-Square(1)
0.379009 0.378569
Test Equation: Dependent Variable: WGT_RESID^2 Method: Least Squares Date: 03/27/09 Time: 03:26 Sample (adjusted): 2 1147 Included observations: 1146 after adjustments Variable C WGT_RESID^2(-1) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
0.974878 0.026010
0.085852 0.029554
11.35531 0.880065
0.0000 0.3790
0.000677 -0.000197 2.728814 8518.709 -2775.534 1.999296
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
1.000879 2.728545 4.847355 4.856157 0.774515 0.379009
91
Lampiran 17 . Model ARCH (2) GARCH (1) Cabai Merah Keriting Dependent Variable: PT Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 03/27/09 Time: 11:00 Sample: 1 1147 Included observations: 1147 Convergence achieved after 18 iterations Variance backcast: ON GARCH = C(4) + C(5)*RESID(-1)^2 + C(6)*RESID(-2)^2 + C(7) *GARCH(-1) Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
PT1
0.983699
S
-0.005211
0.005990
164.2140
0.0000
0.009938
-0.524397
C
0.209647
0.6000
0.133764
1.567285
0.1170
Variance Equation C
0.000475
0.000140
3.392118
0.0007
RESID(-1)^2
0.107553
0.023865
4.506631
0.0000
RESID(-2)^2
-0.068790
0.022738
-3.025390
0.0025
GARCH(-1)
0.902395
0.023683
38.10375
0.0000
R-squared
0.954478
Mean dependent var
9.107590
Adjusted R-squared
0.954239
S.D. dependent var
0.434951
S.E. of regression
0.093044
Akaike info criterion
-1.989689
Sum squared resid
9.869266
Schwarz criterion
-1.958900
Log likelihood
1148.086
F-statistic
3983.827
Durbin-Watson stat
2.235165
Prob(F-statistic)
0.000000
92
Lampiran 18 . Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH(2) GARCH (1) Cabai Merah Keriting ARCH Test: F-statistic
0.364564
Prob. F(1,1144)
0.546102
Obs*R-squared
0.365085
Prob. Chi-Square(1)
0.545696
Test Equation: Dependent Variable: WGT_RESID^2 Method: Least Squares Date: 03/27/09 Time: 11:01 Sample (adjusted): 2 1147 Included observations: 1146 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
0.990000
0.085122
11.63043
0.0000
WGT_RESID^2(-1)
0.017849
0.029562
0.603791
0.5461
R-squared
0.000319
Mean dependent var
1.007958
Adjusted R-squared
-0.000555
S.D. dependent var
2.699233
S.E. of regression
2.699982
Akaike info criterion
4.826111
Sum squared resid
8339.651
Schwarz criterion
4.834914
Log likelihood
-2763.362
F-statistic
0.364564
Prob(F-statistic)
0.546102
Durbin-Watson stat
2.000382
93
Lampiran 19. Model ARCH (2) GARCH (2) Cabai Merah Keriting Dependent Variable: PT Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 03/27/09 Time: 11:03 Sample: 1 1147 Included observations: 1147 Convergence achieved after 28 iterations Variance backcast: ON GARCH = C(4) + C(5)*RESID(-1)^2 + C(6)*RESID(-2)^2 + C(7) *GARCH(-1) + C(8)*GARCH(-2) Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
PT1
0.983636
S
-0.004468
0.006035
163.0003
0.0000
0.010261
-0.435423
C
0.201395
0.6633
0.136957
1.470495
0.1414
Variance Equation C
0.000311
0.000176
1.767605
0.0771
RESID(-1)^2
0.115158
0.026223
4.391451
0.0000
RESID(-2)^2
-0.090457
0.023462
-3.855528
0.0001
GARCH(-1)
1.198365
0.196873
6.087003
0.0000
GARCH(-2)
-0.261578
0.168510
-1.552299
0.1206
R-squared
0.954478
Mean dependent var
9.107590
Adjusted R-squared
0.954198
S.D. dependent var
0.434951
S.E. of regression
0.093085
Akaike info criterion
-1.989729
Sum squared resid
9.869262
Schwarz criterion
-1.954542
Log likelihood
1149.110
F-statistic
3411.715
Durbin-Watson stat
2.235008
Prob(F-statistic)
0.000000
94
Lampiran 20. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH (2) GARCH (2) Cabai Merah Keriting ARCH Test: F-statistic
0.238719
Prob. F(1,1144)
0.625226
Obs*R-squared
0.239086
Prob. Chi-Square(1)
0.624867
Test Equation: Dependent Variable: WGT_RESID^2 Method: Least Squares Date: 03/27/09 Time: 11:04 Sample (adjusted): 2 1147 Included observations: 1146 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
0.993724
0.085277
11.65294
0.0000
WGT_RESID^2(-1)
0.014444
0.029562
0.488589
0.6252
R-squared
0.000209
Mean dependent var
1.008265
Adjusted R-squared
-0.000665
S.D. dependent var
2.704449
S.E. of regression
2.705349
Akaike info criterion
4.830082
Sum squared resid
8372.834
Schwarz criterion
4.838885
Log likelihood
-2765.637
F-statistic
0.238719
Prob(F-statistic)
0.625226
Durbin-Watson stat
2.000079
95
Lampiran 21. Model Regresi Cabai Merah Besar Dependent Variable: PT Method: Least Squares Date: 03/28/09 Time: 16:57 Sample: 1 1147 Included observations: 1147 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
PT1
0.964644
S
-0.001893
0.007807
123.5595
0.0000
0.008939
-0.211743
0.8323
C
0.339740
0.115085
2.952085
0.0032
R-squared
0.931072
Mean dependent var
9.118154
Adjusted R-squared
0.930952
S.D. dependent var
0.362821
S.E. of regression
0.095339
Akaike info criterion
-1.860149
Sum squared resid
10.39836
Schwarz criterion
-1.846954
Log likelihood
1069.795
F-statistic
7726.533
Durbin-Watson stat
2.056514
Prob(F-statistic)
0.000000
Lampiran 22.. Uji ARCH LM Terhadap Model Regresi Cabai Merah Besar ARCH Test: F-statistic Obs*R-squared
16.57897 16.37071
Prob. F(1,1144) Prob. Chi-Square(1)
0.000050 0.000052
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 03/28/09 Time: 16:58 Sample (adjusted): 2 1147 Included observations: 1146 after adjustments Variable C RESID^2(-1) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
0.007989 0.119516
0.000733 0.029353
10.89422 4.071729
0.0000 0.0000
0.014285 0.013423 0.023133 0.612174 2691.321 2.000991
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.009074 0.023289 -4.693405 -4.684602 16.57897 0.000050
96
Lampiran 23. Model ARCH (1) GARCH (0) Cabai Merah Besar
Dependent Variable: PT Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 03/28/09 Time: 17:01 Sample: 1 1147 Included observations: 1147 Convergence achieved after 16 iterations Variance backcast: ON GARCH = C(4) + C(5)*RESID(-1)^2 Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
PT1
0.968501
0.006814
142.1422
0.0000
S
0.007951
0.008566
0.928240
0.3533
C
0.212672
0.116886
1.819483
0.0688
Variance Equation C
0.007904
0.000253
31.27694
0.0000
RESID(-1)^2
0.129784
0.030085
4.313923
0.0000
R-squared
0.930989
Mean dependent var
9.118154
Adjusted R-squared
0.930747
S.D. dependent var
0.362821
S.E. of regression
0.095480
Akaike info criterion
-1.881665
Sum squared resid
10.41094
Schwarz criterion
-1.859673
Log likelihood
1084.135
F-statistic
3851.507
Durbin-Watson stat
2.067385
Prob(F-statistic)
0.000000
97
Lampiran 24. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH(1) GARCH (0) Cabai Merah Besar ARCH Test: F-statistic
0.009448
Prob. F(1,1144)
0.922583
Obs*R-squared
0.009465
Prob. Chi-Square(1)
0.922499
Test Equation: Dependent Variable: WGT_RESID^2 Method: Least Squares Date: 03/28/09 Time: 17:12 Sample (adjusted): 2 1147 Included observations: 1146 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
0.997993
0.080681
12.36964
0.0000
WGT_RESID^2(-1)
0.002874
0.029564
0.097202
0.9226
R-squared
0.000008
Mean dependent var
1.000868
Adjusted R-squared
-0.000866
S.D. dependent var
2.539966
S.E. of regression
2.541065
Akaike info criterion
4.704788
Sum squared resid
7386.823
Schwarz criterion
4.713590
Log likelihood
-2693.843
F-statistic
0.009448
Prob(F-statistic)
0.922583
Durbin-Watson stat
1.999998
98
Lampiran 25. Model ARCH (1) GARCH (1) Cabai Merah Besar
Dependent Variable: PT Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 03/28/09 Time: 17:19 Sample: 1 1147 Included observations: 1147 Convergence achieved after 18 iterations Variance backcast: ON GARCH = C(4) + C(5)*RESID(-1)^2 + C(6)*GARCH(-1) Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
PT1
0.960694
0.005949
161.4774
0.0000
S
0.008498
0.009176
0.926088
0.3544
C
0.278364
0.117492
2.369222
0.0178
Variance Equation C
0.000448
9.27E-05
4.833891
0.0000
RESID(-1)^2
0.065325
0.013204
4.947504
0.0000
GARCH(-1)
0.886204
0.019497
45.45377
0.0000
R-squared
0.930960
Mean dependent var
9.118154
Adjusted R-squared
0.930658
S.D. dependent var
0.362821
S.E. of regression
0.095541
Akaike info criterion
-1.916679
Sum squared resid
10.41524
Schwarz criterion
-1.890289
Log likelihood
1105.215
F-statistic
3077.144
Durbin-Watson stat
2.050803
Prob(F-statistic)
0.000000
99
Lampiran 26. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH(1) GARCH (1) Cabai Merah Besar ARCH Test: F-statistic
0.085506
Prob. F(1,1144)
0.770023
Obs*R-squared
0.085649
Prob. Chi-Square(1)
0.769783
Test Equation: Dependent Variable: WGT_RESID^2 Method: Least Squares Date: 03/28/09 Time: 17:15 Sample (adjusted): 2 1147 Included observations: 1146 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
0.997730
0.084173
11.85340
0.0000
WGT_RESID^2(-1)
0.008645
0.029564
0.292414
0.7700
R-squared
0.000075
Mean dependent var
1.006430
Adjusted R-squared
-0.000799
S.D. dependent var
2.664491
S.E. of regression
2.665556
Akaike info criterion
4.800446
Sum squared resid
8128.337
Schwarz criterion
4.809249
Log likelihood
-2748.656
F-statistic
0.085506
Prob(F-statistic)
0.770023
Durbin-Watson stat
1.999920
100
Lampiran 27. Model ARCH (1) GARCH (2) Cabai Merah Besar Dependent Variable: PT Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 03/28/09 Time: 17:21 Sample: 1 1147 Included observations: 1147 Convergence achieved after 22 iterations Variance backcast: ON GARCH = C(4) + C(5)*RESID(-1)^2 + C(6)*GARCH(-1) + C(7) *GARCH(-2) Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
PT1
0.962568
0.005954
161.6599
0.0000
S
0.009628
0.009182
1.048550
0.2944
C
0.250711
0.117499
2.133728
0.0329
Variance Equation C
0.000719
0.000203
3.545139
0.0004
RESID(-1)^2
0.098227
0.022383
4.388426
0.0000
GARCH(-1)
0.301125
0.168062
1.791752
0.0732
GARCH(-2)
0.522511
0.144873
3.606680
0.0003
R-squared
0.930955
Mean dependent var
9.118154
Adjusted R-squared
0.930591
S.D. dependent var
0.362821
S.E. of regression
0.095587
Akaike info criterion
-1.916529
Sum squared resid
10.41605
Schwarz criterion
-1.885740
Log likelihood
1106.129
F-statistic
2561.824
Durbin-Watson stat
2.055193
Prob(F-statistic)
0.000000
101
Lampiran 28. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH(1) GARCH (2) Cabai Merah Besar ARCH Test: F-statistic
0.013007
Prob. F(1,1144)
0.909218
Obs*R-squared
0.013030
Prob. Chi-Square(1)
0.909120
Test Equation: Dependent Variable: WGT_RESID^2 Method: Least Squares Date: 03/28/09 Time: 17:23 Sample (adjusted): 2 1147 Included observations: 1146 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
1.008949
0.083822
12.03676
0.0000
WGT_RESID^2(-1)
-0.003372
0.029565
-0.114050
0.9092
R-squared
0.000011
Mean dependent var
1.005559
Adjusted R-squared
-0.000863
S.D. dependent var
2.652059
S.E. of regression
2.653202
Akaike info criterion
4.791155
Sum squared resid
8053.169
Schwarz criterion
4.799958
Log likelihood
-2743.332
F-statistic
0.013007
Prob(F-statistic)
0.909218
Durbin-Watson stat
2.000002
102
Lampiran 29. Model ARCH (1) GARCH (3) Cabai Merah Besar Dependent Variable: PT Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 03/28/09 Time: 17:23 Sample: 1 1147 Included observations: 1147 Convergence achieved after 30 iterations Variance backcast: ON GARCH = C(4) + C(5)*RESID(-1)^2 + C(6)*GARCH(-1) + C(7) *GARCH(-2) + C(8)*GARCH(-3) Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
PT1
0.963078
0.006262
153.7952
0.0000
S
0.008909
0.008782
1.014473
0.3104
C
0.251714
0.114634
2.195802
0.0281
Variance Equation C
0.000586
0.000122
4.808098
0.0000
RESID(-1)^2
0.104057
0.015288
6.806432
0.0000
GARCH(-1)
0.940547
0.034819
27.01265
0.0000
GARCH(-2)
-0.849900
0.054669
-15.54628
0.0000
GARCH(-3)
0.744969
0.046616
15.98086
0.0000
R-squared
0.930947
Mean dependent var
9.118154
Adjusted R-squared
0.930523
S.D. dependent var
0.362821
S.E. of regression
0.095634
Akaike info criterion
-1.919319
Sum squared resid
10.41721
Schwarz criterion
-1.884133
Log likelihood
1108.730
F-statistic
2193.660
Durbin-Watson stat
2.055560
Prob(F-statistic)
0.000000
103
Lampiran 30. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH(1) GARCH (3) Cabai Merah Besar ARCH Test: F-statistic
0.013763
Prob. F(1,1144)
0.906631
Obs*R-squared
0.013787
Prob. Chi-Square(1)
0.906530
Test Equation: Dependent Variable: WGT_RESID^2 Method: Least Squares Date: 03/28/09 Time: 17:26 Sample (adjusted): 2 1147 Included observations: 1146 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
1.005926
0.083774
12.00760
0.0000
WGT_RESID^2(-1)
0.003468
0.029565
0.117315
0.9066
R-squared
0.000012
Mean dependent var
1.009426
Adjusted R-squared
-0.000862
S.D. dependent var
2.648829
S.E. of regression
2.649970
Akaike info criterion
4.788718
Sum squared resid
8033.560
Schwarz criterion
4.797520
Log likelihood
-2741.935
F-statistic
0.013763
Prob(F-statistic)
0.906631
Durbin-Watson stat
1.999873
104
Lampiran 31. Model ARCH (2) GARCH (0) Cabai Merah Besar Dependent Variable: PT Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 03/28/09 Time: 17:27 Sample: 1 1147 Included observations: 1147 Convergence achieved after 21 iterations Variance backcast: ON GARCH = C(4) + C(5)*RESID(-1)^2 + C(6)*RESID(-2)^2 Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
PT1
0.967517
0.006763
143.0534
0.0000
S
0.009288
0.008817
1.053403
0.2922
C
0.209105
0.117852
1.774296
0.0760
Variance Equation C
0.007634
0.000266
28.72766
0.0000
RESID(-1)^2
0.129995
0.029768
4.366861
0.0000
RESID(-2)^2
0.031346
0.019627
1.597066
0.1103
R-squared
0.930972
Mean dependent var
9.118154
Adjusted R-squared
0.930669
S.D. dependent var
0.362821
S.E. of regression
0.095533
Akaike info criterion
-1.881707
Sum squared resid
10.41350
Schwarz criterion
-1.855317
Log likelihood
1085.159
F-statistic
3077.694
Durbin-Watson stat
2.065674
Prob(F-statistic)
0.000000
105
Lampiran 32. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH(2) GARCH (0) Cabai Merah Besar ARCH Test: F-statistic
0.013659
Prob. F(1,1144)
0.906982
Obs*R-squared
0.013683
Prob. Chi-Square(1)
0.906881
Test Equation: Dependent Variable: WGT_RESID^2 Method: Least Squares Date: 03/28/09 Time: 17:30 Sample (adjusted): 2 1147 Included observations: 1146 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
0.997418
0.081341
12.26216
0.0000
WGT_RESID^2(-1)
0.003455
0.029564
0.116872
0.9070
R-squared
0.000012
Mean dependent var
1.000875
Adjusted R-squared
-0.000862
S.D. dependent var
2.563952
S.E. of regression
2.565057
Akaike info criterion
4.723582
Sum squared resid
7526.967
Schwarz criterion
4.732385
Log likelihood
-2704.613
F-statistic
0.013659
Prob(F-statistic)
0.906982
Durbin-Watson stat
1.999887
106
Lampiran 33. Model ARCH (2) GARCH (1) Cabai Merah Besar
Dependent Variable: PT Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 03/28/09 Time: 17:32 Sample: 1 1147 Included observations: 1147 Convergence achieved after 23 iterations Variance backcast: ON GARCH = C(4) + C(5)*RESID(-1)^2 + C(6)*RESID(-2)^2 + C(7) *GARCH(-1) Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
PT1
0.962240
0.005823
165.2370
0.0000
S
0.011762
0.008981
1.309582
0.1903
C
0.233730
0.116269
2.010248
0.0444
Variance Equation C
0.000360
9.02E-05
3.990295
0.0001
RESID(-1)^2
0.131793
0.034071
3.868225
0.0001
RESID(-2)^2
-0.076068
0.033803
-2.250348
0.0244
GARCH(-1)
0.905728
0.020236
44.75898
0.0000
R-squared
0.930908
Mean dependent var
9.118154
Adjusted R-squared
0.930545
S.D. dependent var
0.362821
S.E. of regression
0.095619
Akaike info criterion
-1.917763
Sum squared resid
10.42306
Schwarz criterion
-1.886975
Log likelihood
1106.837
F-statistic
2559.973
Durbin-Watson stat
2.054515
Prob(F-statistic)
0.000000
107
Lampiran 34. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH(2) GARCH (1) Cabai Merah Besar
ARCH Test: F-statistic
0.134772
Prob. F(1,1144)
0.713602
Obs*R-squared
0.134992
Prob. Chi-Square(1)
0.713311
Test Equation: Dependent Variable: WGT_RESID^2 Method: Least Squares Date: 03/28/09 Time: 17:34 Sample (adjusted): 2 1147 Included observations: 1146 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
1.017580
WGT_RESID^2(-1)
-0.010853
0.083522
12.18335
0.0000
0.029563
-0.367114
0.7136
R-squared
0.000118
Mean dependent var
1.006656
Adjusted R-squared
-0.000756
S.D. dependent var
2.640934
S.E. of regression
2.641933
Akaike info criterion
4.782642
Sum squared resid
7984.902
Schwarz criterion
4.791445
Log likelihood
-2738.454
F-statistic
0.134772
Prob(F-statistic)
0.713602
Durbin-Watson stat
2.000090
108
Lampiran 35. Model ARCH (2) GARCH (2) Cabai Merah Besar Dependent Variable: PT Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 03/28/09 Time: 17:35 Sample: 1 1147 Included observations: 1147 Convergence achieved after 22 iterations Variance backcast: ON GARCH = C(4) + C(5)*RESID(-1)^2 + C(6)*RESID(-2)^2 + C(7) *GARCH(-1) + C(8)*GARCH(-2) Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
PT1
0.961695
0.005794
165.9868
0.0000
S
0.012315
0.009119
1.350466
0.1769
C
0.233550
0.116711
2.001104
0.0454
Variance Equation C
0.000263
0.000145
1.818036
0.0691
RESID(-1)^2
0.133314
0.033875
3.935514
0.0001
RESID(-2)^2
-0.090983
0.035493
-2.563389
0.0104
GARCH(-1)
1.120753
0.287360
3.900168
0.0001
GARCH(-2)
-0.191140
0.253923
-0.752750
0.4516
R-squared
0.930892
Mean dependent var
9.118154
Adjusted R-squared
0.930467
S.D. dependent var
0.362821
S.E. of regression
0.095673
Akaike info criterion
-1.916293
Sum squared resid
10.42556
Schwarz criterion
-1.881106
Log likelihood
1106.994
F-statistic
2191.774
Durbin-Watson stat
2.053271
Prob(F-statistic)
0.000000
109
Lampiran 36. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH(2) GARCH (2) Cabai Merah Besar ARCH Test: F-statistic
0.131340
Prob. F(1,1144)
0.717114
Obs*R-squared
0.131554
Prob. Chi-Square(1)
0.716826
Test Equation: Dependent Variable: WGT_RESID^2 Method: Least Squares Date: 03/28/09 Time: 17:38 Sample (adjusted): 2 1147 Included observations: 1146 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
1.017676
0.083644
12.16676
0.0000
WGT_RESID^2(-1)
-0.010714
0.029563
-0.362408
0.7171
R-squared
0.000115
Mean dependent var
1.006890
Adjusted R-squared
-0.000759
S.D. dependent var
2.645251
S.E. of regression
2.646255
Akaike info criterion
4.785912
Sum squared resid
8011.049
Schwarz criterion
4.794714
Log likelihood
-2740.327
F-statistic
0.131340
Prob(F-statistic)
0.717114
Durbin-Watson stat
2.000212
110