RISIKO PRODUKSI DAN RISIKO HARGA AYAM BROILER SERTA PREFERENSI PETERNAK DI KABUPATEN BEKASI
GITA VINANDA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Risiko Produksi dan Risiko Harga Ayam Broiler serta Preferensi Peternak di Kabupaten Bekasi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain pada tesis ini telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada daftar pustaka di bagian akhir tesis. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2016 Gita Vinanda NIM H453130051
RINGKASAN GITA VINANDA. Risiko Produksi dan Harga Ayam Broiler Serta Preferensi Peternak di Kabupaten Bekasi. (HARIANTO sebagai ketua, LUKYTAWATI ANGGRAENI sebagai Anggota Komisi Pembimbing). Kegiatan budidaya ayam broiler dihadapkan pada risiko produksi yang relatif tinggi. Ayam broiler ini sangat rentan terhadap penyakit dan perubahan cuaca ekstrim sehingga menyebabkan mortalitas tinggi, yang selanjutnya menimbulkan kerugian bagi peternak. Usaha peternakan ayam broiler termasuk pada pasar oligopsoni, kondisi tersebut menyebabkan usaha peternakan rakyat sangat rentan terhadap risiko harga khususnya harga hasil produksi. Dalam halnya dengan pemasaran, mereka umumnya memiliki keterbatasan akses pasar sehingga cenderung berada dalam posisi price taker dengan posisi tawar yang lemah. Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) menentukan faktor produksi dan faktor risiko yang mempengaruhi produksi ayam broiler, (2) mengukur tingkat risiko harga yang dihadapi peternak ayam broiler dan (3) menentukan preferensi risiko terhadap keputusan penggunaan input peternak ayam broiler. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Penentuan daerah penelitian menggunakan metode purposive sampling dan pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive dan snowballing untuk mengumpulkan 74 peternak ayam broiler. Jumlah sampel terbagi menjadi 35 peternak mandiri dan 39 peternak mitra. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara langsung kepada peternak responden dengan menggunakan kuesioner. Data yang terkumpul kemudian dianalisis menggunakan model just and pope, koefisien variasi dan maksimisasi utilitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahaternak pola mandiri lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan usahaternak pola mitra. Hal ini terlihat dari nilai R/C rasio, dimana R/C rasio pola mandiri yaitu (1:30) sedangkan pola mitra yaitu (1:05). Usahaternak ayam broiler peternak mitra relatif lebih berisiko dibandingkan dengan usahaternak ayam broiler peternak mandiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler adalah pakan dan sekam pada peternak mandiri. Pakan, vaksin dan kepadatan merupakan variabel yang berpengaruh terhadap produksi pada peternak mitra. Variabel yang memperbesar risiko produksi pada peternak mandiri adalah vaksin, tenaga kerja, dan sekam. Sedangkan pada peternak mitra adalah tenaga kerja. Variabel yang dapat memperkecil risiko pada peternak mandiri adalah pakan, sedangkan pada peternak mitra adalah vaksin. Risiko harga yang dihadapi peternak mandiri jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan risiko harga yang di terima oleh peternak mitra. Preferensi risiko peternak pola mandiri terhadap keseluruhan penggunaan input adalah risk averse atau cenderung menghindari risiko. Berdasarkan hasil penelitian, disarankan bagi peternak baik pola mandiri dan pola mitra untuk memperhatikan penggunaan vaksin dan penyimpanan vaksin. Selain itu, perlu memperhatikan input sekam, dimana penggunaan sekam harus dikontrol karena sekam merupakan media yang baik untuk berkembangbiaknya mikroorganisme. Pelatihan bagi tenaga kerja juga diperlukan karena tenaga kerja sangat berpengaruh dalam seluruh produksi.
Kata Kunci : Just and Pope, Risiko Produksi, Risiko Harga, Preferensi Risiko, SUMMARY Risk Averse
SUMMARY GITA VINANDA. The Production and Price Risk of Broiler Chickens and Preferences Breeders in Bekasi Regency. (HARIANTO as leader, LUKYTAWATI ANGGRAENI as a member of the supervising commission). The cultivation of broiler chickens exposed to the risk of production is relatively high. Broiler chickens are very susceptible to disease and extreme weather changes, causing high mortality, which causing losses for breeders. Poultry businesses including the oligopsony market, these conditions led to breeding business are susceptible to price risk, particularly the price of output. In terms of marketing, breeders generally have limited access to markets, thus breeders as a price taker with a weak bargaining position. The purpose of this study was to: (1) determine the production function and the function of the risk of broiler chicken production, (2) measure the level of price risk broiler breeders and (3) determine the risk preference of the input allocation decisions by broiler breeders. This research was conducted in Bekasi, West Java Province. The purposive sampling method was used to determine the research area. The purposive and snowball sampling was used to determine the sample breeders. The respondents were 74 breeders consists of 35 non parthership breeders and 39 partnership farmers. Data collected through direct interviews to breeders using questionnaires. The data analysis used was just and pope model, the coefficient of variation and utility maximization. The results showed that the pattern of non partnertship farming more profitable than partnership farming. It can be seen from the value of R /C ratio of non partnership breeders (1:30) which is higher than the R/C ratio of partnership breeders (1:05). Partnership breeders are relatively more risky than non partnership breeders. The factors affecting broiler production of non-partnership breeders are the feed and husk. Feed, vaccine and cage density variable had statistically an insignificant effect on production function for partnership breeders. Vaccines, labor, and the husks are variables that increase the risk for non partnership breeders, while for partnership breeders is labor. Feed is input that has risk reducing affect for non partnership breeders and vaccine for partnership breeder. The price risk of independent breeders are smaller than partnership breeders. Non partnership breeders risk preferences to the overall of input use are risk averse or tend to avoid risk. Based on the research results, for both non partnership and partnership breeders to pay attention to the use of vaccines and vaccine storage. In addition, the need to consider the use of husk, which the husk must be controlled because it is a good medium for breeding of microorganisms. The need for training for labor because labor is influential in the whole production, where the production process is controlled by the workers. It is necessary for a study to analyze the time series of livestock enterprises.
Keywords : Just and Pope, Production Risks, Price Risks, Risk Preferences, Risk Averse
© Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
RISIKO PRODUKSI DAN RISIKO HARGA AYAM BROILER SERTA PREFERENSI PETERNAK DI KABUPATEN BEKASI
GITA VINANDA
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Tesis : Dr Ir Anna Fariyanti, MSi
PRAKATA Puja dan puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga Tesis ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih pada penelitian adalah tentang risiko dengan judul Risiko Produksi dan Risiko Harga Ayam Broiler serta Preferensi Peternak di Kabupaten Bekasi. Tesis ini disusun sebagai tugas akhir dari tugas belajar pada Program Magister Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada berbagai pihak atas bantuan dan dukungan sehingga tesis ini dapat terselesaikan yaitu kepada: 1. Dr Ir Harianto, MS sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Dr Lukytawati Anggraeni, SP, MSi sebagai Anggota Pembimbing yang selalu meluangkan waktunya untuk memberikan koreksi dan telah membimbing dengan baik serta memberikan banyak masukan demi kesempurnaan tesis ini. 2. Dr Ir Anna Fariyanti, MSi selaku penguji Luar Komisi dan Prof Dr Ir Sri Hartoyo, MS selaku penguji Wakil Komisi Program Studi atas semua pertanyaan, masukan dan saran untuk perbaikan yang diberikan kepada penulis. 3. Prof Dr Ir Sri Hartoyo, MS selaku ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian yang telah banyak memberikan bantuan selama penulis menempuh pendidikan. 4. Seluruh Dosen Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Institut Pertanian Bogor atas segala ilmu yang diberikan selama proses perkuliahan dan Insya Allah ilmu yang telah diberikan akan menjadi bekal dan diamalkan oleh penulis. Begitu juga kepada Kepala Tata Usaha Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian beserta staff atas pelayanan akademik dan kemahasiswaan. 5. Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia atas kesempatan dan dukungan beasiswa BPPDN pendidikan Program Magister di IPB. 6. Pengahargaan yang tinggi penulis sampaikan kepada keluarga yaitu orang tua penulis Bapak Drs Refirman Djamahar, M.Biomed dan Ibu Dra Asmanidar Roesdal, adik-adikku Bita Revira, S.Farm, dan Kevin Doikumi atas doa, semangat dan kasih sayang yang tak terhingga. Serta Dubi Mares Ortanki, SP atas kasih sayang dan support yang diberikan kepada penulis. 7. Sahabatku Nuni Anggraini, Rini Desfaryani, Ahmad Zainudin, Ahmad Fanani, Joko Adrianto, Moh. Ibrahim, Stevana Astra Jaya, Pebriani Komba yang sudah menjadi sahabat, memberikan dukungan serta semangat dan menjadi keluarga di Bogor. 8. Teman-teman Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN) khususnya S2 angkatan 2013 dan juga kepada teman-teman S3 EPN 2013 yang telah berbagi ilmu, berdiskusi dan belajar bersama selama mengikuti kuliah. Semoga tesis ini bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya dan yang memerlukannya untuk kepentingan yang lebih baik. Bogor, Januari 2016 Gita Vinanda
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Ruang Lingkup dan Keterbatasan penelitian
xiii xvi xvi 1 3 5 6
2 TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Teoritis Produksi dan Faktor Produksi Sumber-sumber Risiko Produksi Peternakan Konsep Risiko dan Preferensi Risiko Kemitraan Usahaternak Ayam Broiler Tinjauan Penelitian Terdahulu Kerangka Konseptual Hipotesis
7 7 7 9 15 16 19 19
3 METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengambilan Sampel Jenis dan Sumber Data Model dan Analisis Data Analisis pengaruh input terhadap risiko produksi Analisis risiko harga Preferensi Peternak Definisi Operasional
21 21 21 21 22 25 26 27
4
5
GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN KERAGAAN USAHATERNAK AYAM BROILER Gambaran Umum Wilayah Penelitian Karakteristik Usahaternak Ayam Broiler Deskripsi Peternak Responden Ayam Broiler Karakteristik Usahaternak Gambaran Kemitraan Di Kabupaten Bekasi Keragaan Usahaternak Ayam Broiler Persiapan Sebelum DOC Datang Proses Budidaya Pendapatan Usahaternak Ayam broiler
DAN
RISIKO PRODUKSI DAN RISIKO HARGA AYAM BROILER SERTA PREFERENSI PETERNAK Analisis Fungsi Produksi dan Fungsi Risiko Produksi Ayam
30 30 30 32 34 36 36 36 41
46
Broiler Analisis Risiko Harga Peternak Ayam Broiler Peluang Pengembalian Yang Diharapkan Varians Standar Deviasi Koefisien Variasi Preferensi Penggunaan Input Peternak Terhadap Risiko 6 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran
52 53 54 54 54 54 56 60 60
DAFTAR PUSTAKA
62
LAMPIRAN
67
RIWAYAT HIDUP
74
DAFTAR TABEL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Kontribusi Jawa Barat dalam produksi ayam broiler nasional dari tahun 2009-2013 Perkembangan populasi ayam broiler di Kabupaten Bekasi Tahun 2009-2012 Perkembangan harga ayam broiler Jawa Barat Suhu ideal pada usaha peternakan ayam ras pedaging berdasarkan umur ayam Karakteristik peternak ayam broiler di Kabupaten Bekasi Karakteristik usahaternak ayam broiler di Kabupaten Bekasi Harga rata-rata input dan output dari peternak mandiri dan peternak mitra ayam broiler di Kabupaten Bekasi tahun 2015 Analisis usahaternak ayam broiler Hasil estimasi fungsi produksi dan fungsi risiko peternak di Kabupaten Bekasi Rata-rata harga ayam broiler (Rp/ekor) dan peluang yang diperoleh peternak ayam broiler di Kabupaten Bekasi Hasil Perhitungan analisis risiko harga ayam broiler Preferensi risiko peternak ayam broiler pola mandiri di Kabupaten Bekasi tahun 2015 Rekapitulasi preferensi peternak mandiri di Kabupaten Bekasi Tahun 2015
2 3 4 8 31 33 41 42 48 53 55 57 58
DAFTAR GAMBAR
1 2 3 4
Hubungan risiko dengan return pandangan lama Kurva yang menghubungkan varians income dengan income yang diharapkan Hubungan fungsi kepuasaan dengan pendapatan Kerangka konseptual penelitian
9 12 13 20
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3
Hasil pendugaan parameter fungsi usahaternak ayam broiler peternak mandiri di Kabupaten Bekasi dengan metode OLS Hasil pendugaan parameter fungsi usahaternak ayam broiler peternak mitra di Kabupaten Bekasi dengan metode OLS Hasil pendugaan fungsi risiko produksi ayan broiler peternak mandiri
68 69 70
4 5
di Kabupaten Bekasi Hasil pendugaan fungsi risiko produksi ayan broiler peternak mitra di Kabupaten Bekasi Hasil Absolute Risk Averse (ARA) Preferensi Risiko
71 72
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanian merupakan sektor ekonomi yang penting kedudukannya di Indonesia sebagai sumber pendapatan masyarakat dan menyediakan lapangan pekerjaan. Data Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia atas harga berlaku menurut sektor usaha pada tahun 2013 menunjukkan bahwa sektor pertanian menjadi sektor utama kedua yang mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi. Sektor pertanian menyumbang 14.43 persen dari total PDB pada tahun 2013 setelah industri pengolahan (23.69 persen). Melihat pentingnya sektor pertanian, maka diperlukan upaya nyata untuk mengembangkan dan memajukan sektor pertanian secara berkelanjutan (BPS 2014). Sektor pertanian secara luas terdiri dari beberapa sub sektor yaitu sub sektor tanaman pangan, hortikultura, perikanan, kehutanan dan perternakan. Sub sektor peternakan sebagai bagian dari sektor pertanian memiliki peranan mewujudkan, pembangunan wilayah, pengentasan kemiskinan, penyerapan tenaga kerja, dan penerimaan devisa. Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Sub sektor peternakan perlu dikembangkan karena sub sektor ini dapat memberikan kontribusi besar untuk pertanian Indonesia. Kontribusi sub sektor peternakan untuk sektor pertanian Indonesia sebesar 13 persen (BPS 2014). Kontribusi sub sektor peternakan bagi sektor pertanian Indonesia ditentukan oleh seberapa besar kemampuan pelaku di sub sektor ini dalam mengembangkan usaha peternakan tersebut. Oleh karena itu, sub sektor peternakan yang dikembangkan nantinya diharapkan dapat menghasilkan produk-produk yang dapat bersaing di pasaran. Hasil utama dari sub sektor peternakan adalah daging. Daging merupakan sumber protein yang sangat perlu untuk dikonsumsi oleh manusia. Daging dapat diperoleh dari beberapa komoditas dari sub sektor peternakan seperti sapi, kerbau, kambing, ayam, dan komoditas peternakan lainnya. Industri peternakan unggas khususnya ayam broiler merupakan industri peternakan yang pertumbuhannya tinggi dibandingkan dengan jenis ternak unggas lainnya. Selama kurun waktu 2009-2013, laju pertumbuhan populasi ayam broiler mencapai 5.64 persen per tahun (DJPKH 2013). Dari segi produksi, ayam broiler merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan jenis ternak lainnya. Dari total produksi nasional, produksi daging ayam broiler ini mencapai 52.53 persen. Dari segi konsumsi, daging ayam broiler ini juga menempati urutan tertinggi dari konsumsi daging nasional, mencapai 86 persen. Konsumsi per kapita daging ayam broiler ini mencapai 3.5 kg/tahun, paling tinggi dibandingkan dengan jenis daging ternak lainnya (DJPKH 2013). Pesatnya pertumbuhan insdustri ayam broiler tersebut didukung oleh karakteristik proses produksi yang relatif cepat, tidak memerlukan lahan yang relatif luas, teknologi budidaya telah tersedia, pasar (permintaan) cukup terbuka, dan harga produk yang lebih murah dibandingkan produk ternak lainnya seperti daging sapi dan ayam buras. Disamping itu, jenis produk olahan yang dihasilkan dengan menggunakan bahan baku daging ayam broiler sangat bervariasi, sehingga sangat mendukung berkembangnya industri ayam broiler ini.
2
Pada kegiatan budidaya ayam broiler (on-farm), mayoritas pelakunya adalah peternak rakyat karena modal yang diperlukan relatif kecil, namun hanya menguasai 20-30 persen produksi ayam broiler nasional. Hampir semua sarana produksi peternakan (seperti: DOC, pakan, peralatan, obat-obatan dan vaksin) diperoleh dari luar (off-farm), kecuali kandang dan tenaga kerja sehingga peternak rakyat sangat tergantung kepada pihak luar. Demikian pula halnya ketika peternak menjual hasil produksinya, peternak sangat tergantung kepada pihak luar (pedagang). Kondisi ini menyebabkan posisi tawar peternak relatif rendah terutama dalam proses sarana produksi dan pemasaran hasil. Produksi ayam broiler terbesar terdapat di Provinsi Jawa Barat (49 persen), Jawa Timur (12.53 persen) dan Jawa Tengah (6.18 persen). Salah satu sentra pembudidayaan ayam broiler terbesar di Indonesia adalah Provinsi Jawa Barat. Pada Tabel 1 memperlihatkan kontribusi Provinsi Jawa Barat dalam produksi ayam broiler nasional. Tabel 1. Kontribusi Jawa Barat dalam produksi ayam broiler nasional dari tahun 2009-2013. No Tahun Produksi Nasional Produksi Jawa Barat Kontribusi (Ton) (Ton) (persen) 1 2009 1 101 765.50 365 572.89 33.18 2 2010 1 214 338.96 399 744.77 32.90 3 2011 1 270 438.03 423 126.09 33.30 4 2012 1 244 401.90 610 436.30 49.00 5 2013* 1 355 288.50 680 452.80 50.20 *) Data Sementara Sumber: Direktorat Jendral Peternakan 2014 (Diolah)
Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa dari tahun 2009 sampai tahun 2013, Provinsi Jawa Barat memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap produksi ayam broiler nasional. Bahkan pada tahun 2012-2013, Provinsi Jawa Barat mampu memberikan kontribusi sebesar setengah dari produksi ayam broiler nasional. Kontribusi Provinsi Jawa Barat terhadap produksi ayam broiler juga terus meningkat. Hal ini dibuktikan oleh kecenderungan dari kontribusi Provinsi Jawa Barat yang meningkat walaupun beberapa kali terjadi sedikit penurunan. Peternakan ayam broiler mempunyai prospek yang sangat baik untuk dikembangkan. Hal tersebut diperkuat dengan perkembangan populasi ayam broiler yang meningkat khususnya daerah yang menjadi salah satu sentra produksi. Fadilah (2013), meskipun populasinya terus bertambah tetapi ketersediaan stok daging ayam ini belum bisa memenuhi permintaan yang juga terus meningkat. Salah satu daerah yang memproduksi ayam broiler di Provinsi Jawa Barat adalah Kabupaten Bekasi. Pada Tahun 2011, kontribusi populasi ayam broiler di Kabupaten Bekasi sebesar 2.25 persen terhadap populasi provinsi Jawa Barat. Setiap tahun populasi di Kabupaten Bekasi mengalami peningkatan. Pemilihan Kabupaten Bekasi didasarkan pada tren pertumbuhan populasi ayam broiler di daerah ini yang semakin tinggi dari tahun ke tahun. Perkembangan populasi ayam broiler di Kabupaten Bekasi dapat dilihat pada Tabel 2. Di samping itu, Kabupaten Bekasi merupakan salah satu pemasok hasil produksi peternakan
3
khususnya produksi ayam broiler untuk wilayah Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi dan sebagian wilayah Jakarta Timur. Tabel 2. Perkembangan populasi ayam broiler di Kabupaten Bekasi tahun 20092012 Tahun Populasi (ekor) Pertumbuhan Jumlah (ekor) Presentase (%) 2009 2 083 114 2010 2 142 744 59 630 2.90 2011 2 196 317 53 573 2.50 2012 2 248 188 51 871 2.40 Sumber: Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat 2013 (Diolah)
Usaha peternakan ayam broiler biasanya menjumpai beberapa kendala yang merupakan hambatan. Kendala dapat berupa tingginya risiko yang dihadapi. Risiko yang sering ditemukan dalam usahaternak ayam broiler ini adalah risiko produksi dan risiko harga. Pengelolaan usahaternak khususnya ayam broiler selalu dihadapkan pada risiko, karena itu pelaku bisnis harus disertai dengan pengetahuan dan kemampuan dalam meminimalkan risiko. Kemampuan mengelola risiko yang baik sangat untuk meminimalkan risiko, sehingga usaha ini dapat memberikan keuntungan yang diharapkan peternak. Tingginya tingkat risiko yang dihadapi pada usahaternak di Kabupaten Bekasi sangat dirasakan oleh peternak. beberapa faktor yang menyebabkan usahaternak ayam broiler ini dalam menghadapi tingkat risiko antara lain sumberdaya manusia, input produksi dan faktor alam. Akumulasi dari beberapa faktor penyebab risiko tersebut terlihat dari berfliktuatifnya tingkat mortalitas ayam yang terjadi pada peternak. Usahaternak ayam broiler di Kabupaten Bekasi terdapat dua pola, yaitu pola mandiri dan pola kemitraan. Pola mandiri, peternak tidak tergantung pada perusahaan mitra dalam mendapatkan sarana produksi. Peternak mandiri pengelolaannya independen dan mempunyai keputusan terhadap usahaternaknya, sedangkan peternak mitra sebaliknya. Hal ini dikarenakan pola mandiri memiliki modal sendiri sehingga memiliki kebebasan untuk membeli sarana produksi dan menjual hasil produksi kepada pihak manapun sesuai dengan keinginnannya. Lain halnya dengan pola kemitraan, dimana peternak mitra mendapatkan seluruh sarana produksi (DOC, pakan, vaksin dan obat-obatan) dipasok dari perusahaan inti. Peternak mitra sudah ada kejelasan pasar, dimana harus menjual hasil produksinya kepada perusahaan inti dengan harga yang berlaku pada saat itu.
Perumusan Masalah Kegiatan budidaya ayam broiler dihadapkan pada risiko produksi yang relatif tinggi karena ayam broiler ini sangat rentan terhadap penyakit dan perubahan cuaca ekstrim sehingga menyebabkan mortalitas tinggi, yang selanjutnya menimbulkan kerugian bagi peternak. Fluktuasi produksi yang terjadi menunjukkan adanya risiko pada kegiatan usahaternak ayam broiler. Risiko
4
produksi dapat diakibatkan oleh berbagai macam kendala dari faktor internal dan faktor eksternal produksi. Faktor internal yang dapat mempengaruhi produksi antara lain day old chick (DOC), pakan, vaksin, obat, tenaga kerja dan berbagai input produksi lainnya. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi produksi ayam broiler di antaranya pengaruh cuaca. Selain kendala dalam produksi yang dihadapi peternak ayam broiler di Provinsi Jawa Barat dan salah satunya Kabupaten Bekasi, peternak juga menghadapi kendala lain yaitu harga jual ayam broiler yang tidak selalu stabil. Fluktuasi rata-rata harga ayam broiler di Provonsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 3. Harga jual ayam broiler salah satunya tercipta karena adanya kondisi permintaan dan penawaran di pasar, sehingga dalam kondisi tertentu saat jumlah ayam broiler meningkat, harga jual ayam bisa sangat rendah dan ketika jumlah ayam broiler menurun karena adanya kendala dalam proses produksi, harga jual ayam bisa meningkat. Harga jual ayam broiler bisa berfluktuatif bahkan hanya dalam hitungan hari. Tabel 3. Perkembangan harga jual produsen ayam broiler di Jawa Barat (Rp/Ekor) Bulan Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2012 Tahun 2013 Januari 23 308 31 479 33 488 34 366 Februari 27 769 31 984 33 055 34 616 Maret 28 256 32 865 33 450 34 753 April 28 953 32 195 33 437 34 675 Mei 28 898 32 507 33 437 35 024 Juni 29 324 32 767 33 627 35 121 Juli 29 821 33 581 33 758 35 505 Agustus 31 107 34 010 33 956 35 777 September 33 249 33 834 33 873 35 608 Oktober 31 684 33 145 34 108 35 266 November 31 780 33 384 34 402 34 917 Desember 31 570 33 357 34 312 35 309 Sumber: Badan Pusat Statistik 2013 (Diolah)
Menurut Patrick et al. (1985), risiko utama dari seorang pengambil keputusan diantaranya karena ketidakpastian cuaca, hama, dan penyakit. Indikasi adanya risiko produksi dan risiko harga ditunjukan oleh produksi dan harga yang diterima pengambil keputusan berfluktuatif. Risiko harga sangat ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan di pasar. Kegiatan budidaya ayam broiler dihadapkan pada risiko produksi yang relatif tinggi karena rentan terhadap penyakit dan perubahan cuaca ekstrim sehingga dapat menyebabkan mortalitas yang tinggi, yang selanjutnya menimbulkan kerugian. Pada Desember tahun 2014, mortalitas peternakan di Kabupaten Bekasi mencapai 10 persen. Hal ini dikarenakan ayam broiler di Kabupaten Bekasi diserang wabah penyakit seperti Newcastle Disease, Coli dan Chronic Respiratory Disease. Sedangkan untuk harga ayam broiler, sampai desember 2014 belum ada tanda-tanda perbaikan harga live bird (ayam hidup) broiler di tingkat peternak. Harga live bird di kandang masih dalam level Rp 13
5
000 – Rp 15 000 per kg. Meskipun harga ayam hidup sempat naik ke level harga Rp 16 000 tetapi tidak lama harga mengalami penurunan kembali (Seno 2014). Menurut Sehabudin (2014), risiko produksi tercermin dari masih rendahnya produktivitas usahaternak yang belum sesuai dengan anjuran, seperti persiapan kandang, penanganan DOC, pemberian pakan, penanganan penyakit, serta penanganan panen dan pasca panen. Permasalahan risiko produksi yang dihadapi peternak di Kabupaten Bekasi diduga akibat penggunaan faktor produksi seperti tenaga kerja, pakan, obat-obatan, dan vaksin yang belum optimal sehingga menjadi faktor yang dapat menimbulkan risiko. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Nugraha (2011) yang menunjukkan bahwa tenaga kerja dan vaksin dapat menimbulkan risiko karena penggunaan yang belum optimal dan tidak sesuai dengan anjuran. Pola usahaternak ayam broiler di Kabupaten Bekasi terdapat dua pola yaitu pola mandiri dan pola mitra. Adanya perbedaan pola dalam usahaternak ayam broiler akan berpengaruh pada perbedaan tingkat pendapatan usahaternak dalam hal jumlah faktor produksi (Bahari 2012). Selain itu adanya perbedaan pola usahaternak menyebabkan adanya perbedaan pola pemasaran hasil sehingga perlu diketahui mana yang lebih menguntungkan antara usahaternak ayam broiler antara pola mandiri dan pola mitra (Windarsari 2012). Perbedaan pola juga mengakibatkan risiko yang diterima oleh peternak berbeda. Risiko yang dihadapkan peternak mitra secara teori harusnya lebih kecil jika dibandingkan dengan peternak mandiri. Hal tersebut dikarenakan peternak mitra mendapatkan kepastian input (modal) dan kepastian harga, tetapi peternak mandiri tidak. Akan tetapi, sebagian besar peternak mandiri di Kabupaten Bekasi tidak ada kemauan untuk melakukan pola usahaternak mitra. Mortalitas pada produksi dan fluktuatif harga ayam broiler berpotensi mengakibatkan kerugian bagi peternakan, sehingga perlu diteliti lebih lanjut apakah ada faktor risiko produksi lain selain risiko yang pada umumnya dialami oleh peternakan. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa beberapa faktor risiko produksi adalah perubahan cuaca dan iklim yang semakin tidak menentu sebagai dampak dari pemanasan global. Selain itu, risiko produksi juga tergantung dari penggunaan input, seperti DOC, pakan, vaksin dan obat-obatan. Sedangkan risiko harga tergantung pada jumlah ayam broiler yang masuk ke pasar. Perubahan cuaca dan iklim yang tidak menentu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak ayam broiler. Saat musim hujan, suhu udara di dalam kandang menjadi dingin, dan udara dalam kandang menjadi lembab. Sebaliknya di musim kemarau, suhu udara di dalam kandang menjadi panas, kadar karbondioksida meningkat dan udara dalam kandang terasa lebih pengap. Setelah mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi dan mengukur tingkat risiko harga pada peternakan ayam broiler tersebut, maka perlu diidentifikasi bagaimana preferensi peternak terhadap risiko produksi mengenai penggunaan input masing-masing peternak.
1.
2.
Rumusan masalah penelitian ini adalah: Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi ayam broiler dan faktorfaktor apa saja yang mempengaruhi risiko produksi pada peternakan ayam broiler? Bagaimana tingkat risiko harga pada peternakan ayam broiler?
6
3.
Bagaimana preferensi peternak dalam menghadapi risiko?
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan dari penelitian ini adalah 1. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan risiko produksi ayam broiler. 2. Mengukur tingkat risiko harga yang dihadapi peternakan ayam broiler di Kabupaten Bekasi. 3. Menentukan preferensi risiko terhadap keputusan peternak ayam broiler.
Ruang Lingkup Penelitian dan Keterbatasan Penelitian Penelitian ini dibatasi menjadi empat wilayah kecamatan di Kabupaten Bekasi yaitu Setu, Cikarang Selatan, Pebayuran dan Cibitung. Hal ini didasari oleh pertimbangan bahwa di keempat kecamatan tersebut mudah dijangkau dan dapat dijumpai peternak dengan pola mandiri dan pola mitra. Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai lingkup penelitian ini terbatas pada peternak mandiri dan mitra yang mengusahakan ayam broiler pada satu periode tertentu yaitu pada bulan Januari sampai dengan April 2015 di daerah Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini menganalisis risiko produksi, tingkat risiko harga dan preferensi peternak ayam broiler. Data yang digunakan adalah data cross section. Pengukuran risiko produksi dalam penelitian ini hanya dilakukan dari sisi input, sedangkan pengukuran tingkat risiko harga dilakukan dari sisi output. Periode produksi usahaternak ayam broiler yang dianalisis hanya satu periode yaitu periode terakhir yang dilakukan. Hal ini dilakukan karena umumnya informasi penggunaan sarana produksi dan hasil produksi masih diingat oleh peternak. Karena hanya satu periode produksi, maka peluang terjadinya kondisi usahaternak mengalami kerugian atau sebaliknya dapat terjadi. Idealnya analisis usahaternak terutama analisis biaya dan pendapatan harus dalam satu tahun yang mencakup umumnya lima periode produksi. Input DOC tidak dimasukkan sebagai variabel eksplanatory dalam model produksi karena produksi ayam broiler merupakan proses pembesaran atau penggemukkan sehingga merupakan proses peningkatan bobot ayam sampai ayam siap panen. Kalau pun DOC dimasukkan dalam model, maka yang dapat dijadikan variabel adalah bobot DOC atau starin DOC Sehubungan dengan tujuan penelitian tersebut maka diharapkan hasil penelitian berguna sebagai bahan masukan bagi peternak dalam mengalokasikan faktor produksi secara efisien sehingga akan diperoleh pendapatan yang maksimal dan bisa meminimalkan risiko. Selain itu juga diharapkan dapat berguna bagi pemerintah atau lembaga dalam menentukan kebijakan untuk pengembangan usahaternak ayam broiler.
7
2 TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Teoritis
Produksi dan fungsi produksi Menurut Pindyck and Rubinfeld (1999), produksi adalah perubahan dari dua atau lebih input (sumber daya) menjadi satu atau lebih output. Dalam berproduksi diperlukan sejumlah input, dimana umumnya input yang diperlukan adalah kapital, tenaga kerja dan teknologi. Dengan demikian terdapat hubungan antara produksi dengan input, yaitu output maksimal yang dihasilkan dengan input tertentu atau disebut fungsi produksi. Fungsi produksi menjelaskan hubungan teknis yang mentransformasikan input atau sumberdaya menjadi output atau komoditas (Debertin 1986). Menurut Coelli et al. (1998) fungsi produksi menerangkan hubungan teknis antara input dan output pada suatu proses produksi. Secara matematis bentuk umum fungsi produksi dapat dirumuskan: Y = f (X1, X2, …, Xn )
(2.1)
Dimana Y merupakan jumlah produksi yang dihasilkan atau output dari penggunaan masukan input, sedangkan X1, X2, …, Xn merupakan faktor-faktor produksi atau input yang digunakan untuk menghasilkan output. Ada beberapa fungsi produksi yang selama ini dikenal dan digunakan dalam penelitian. Salah satunya adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Bentuk umum fungsinya adalah : Y = β0X1β1X2β2 ... Xnβneu Pendugaan akan lebih mudah jika fungsi produksi ditransformasikan kedalam bentuk logaritma natural menjadi : Ln Y = ln β0 + β1lnX1 + β2lnX2 + ... + βnlnXn + u ln e
(2.2) Cobb-Douglas
(2.3)
Sumber-Sumber Risiko Produksi Peternakan Kegiatan pada sub sektor peternakan merupakan bisnis dimana peternak tidak dapat menentukan secara pasti berapa hasil produksi yang akan dihasilkan dengan penggunaan input tertentu. Hasil produksi yang berbeda-beda pada setiap periode produksi merupakan risiko yang dihadapi oleh setiap peternak. Hal ini disebabkan karenasub sektor peternakan dipengaruhi oleh banyak faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh peternak. Risiko produksi pada produksi sub sektor peternakan lebih besar jika dibandingkan dengan kegiatan bisnis lainnya. Sebagai contoh adalah dalam kegiatan sub sektor peternakan, peternak tidak dapat menentukan secara pasti
8
jumlah hasil produksi yang dihasilkan dengan penggunaan input tertentu, hal ini sangat berbeda dengan kegiatan manufaktur dimana pengusaha sudah dapat memastikan berapa output yang mereka peroleh dengan penggunaan input tertentu. Dalam usaha di sub sektor peternakan, hasil yang diperoleh dapat lebih kecil dari hasil yang diperhitungkan sehingga dapat menyebabkan kerugian bagi peternak. Faktor-faktor teknis seperti perubahan suhu, hama, predator dan penyakit merupakan sumber risiko utama pada usaha produksi komoditas peternakan. Sumber-sumber risiko diatas dapat menyebabkan terhambatnya kegiatan produksi sehingga hasil yang diperoleh tidak sesuai perkiraan dan juga terjadinya fluktuasi produksi pada setiap periode produksi. Sama seperti sub sektor pertanian lainnya, terjadinya kegagalan dalam proses produksi atau budidaya pada sub sektor peternakan disebabkan oleh adanya serangan hama, predator, penyakit, perubahan cuaca dan penanganan yang kurang baik. Sebagai contoh adalah pada usaha peternakan ayam ras pedaging terdapat suhu ideal agar proses budidaya dapat berjalan dengan baik seperti pada Tabel 5. Tabel 5 menunjukkan suhu ideal pada usaha budidaya ayam ras pedaging berdasarkan umur ayam. Jika suhu tidak sesuai, maka akan berpengaruh pada produksi ayam ras pedaging tersebut. Tabel 5. Suhu Ideal pada Usaha Peternakan Ayan Ras Pedaging Berdasarkan Umur Ayam. No Umur (hari) Suhu (0C) 1 01 – 07 34 – 32 2 08 – 14 29 – 27 3 15 – 21 26 – 25 4 21 – 29 24 – 23 Sumber: Rasyaf (2007).
Faktor lain yang dapat menyebabkan terhambatnya perkembangan ayam ras pedaging adalah penyakit. Selain menghambat perkembangan ayam, penyakit juga dapat menyebabkan kematian pada ayam. Penyakit-penyakit pada ayam adalah kotoran berdarah (coccidiosis), tetelo (newcasstle diseae), gumboro (infectious bursal disease), dan penyakit ngorok (chronic respiratory disease). Selain itu risiko produksi pada peternakan juga dapat disebabkan oleh kualitas input yang kurang baik, seperti yang diungkapkan oleh Solihin (2009) bahwa kualitas sapronak mempengaruhi mortalitas dalam usaha budidaya ayam ras pedaging. Selain berpengaruh terhadap mortalitas ayam, kualitas sapronak juga berpengaruh terhadap indeks prestasi produksi ayam. Risiko produksi pada peternakan juga dapat dipengaruhi oleh penggunaan obat-obatan, vaksin dan tenaga kerja seperti yang diungkapkan oleh Nugraha (2011) yang melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi pada peternakan ayam ras pedaging. Obat-obatan dan vaksin menjadi faktor-faktor yang dapat mengurangi risiko. Sedangkan tenaga kerja yang kurang baik dapat menjadi sumber risiko pada produksi ayam ras pedaging.
9
Konsep Risiko dan Preferensi Risiko Risiko dan ketidakpastian sering digunakan secara bersama-sama baik dalam jurnal maupun beberapa tulisan lainnya. Debertin (1986) menyebutkan bahwa Frank Knight membedakan definisi antara risiko (risk) dan ketidakpastian (uncertainty). Risiko dapat didefinisikan sebagai situasi dimana pembuat keputusan mengetahui alternatif hasil dan kemungkinan dengan setiap hasilnya. Ellis (1988), risiko dibatasi oleh kemungkinan-kemungkinan yang dihubungkan dengan kejadian dari suatu peristiwa yang mempengaruhi suatu proses pengambilan keputusan. Menurut Debertin (1986) risiko adalah suatu kejadian yang kemungkinan muncul dan menyebabkan fluktuasi hasil dimana kemungkinan/probabilitas hasil yang diterima dapat diestimasi. Sedangkan apabila pelaku usaha tidak memiliki data yang bisa dikembangkan untuk menyusun distribusi probabilitas akan timbulnya suatu kejadian, disebut ketidakpastian (uncertainty). Menurut Hanafi (2007) mengatakan bahwa secara alamiah setiap orang atau organisasi dalam sebuah bisnis akan mengelola risiko yang bertujuan menciptakan sistem atau mekanisme pengelolaan risiko yang bertujuan untuk menghindari perusahaan dari kerugian dan untuk meningkatkan nilai perusahaan. Pentingnya pengelolaan risiko menurut Hanafi (2007) dapat dilihat melalui Gambar 1. yang menggambarkan pandangan lama bahwa dalam kaitannya antara risiko dan tingkat keuntungan, menganggap bahwa ada hubungan positif antara risiko dengan tingkat keuntungan, semakin tinggi risiko, akan semakin tinggi tingkat keuntungan yang diharapkan, jika suatu organisasi ingin menaikkan keuntungan, maka organisasi tersebut harus menaikkan risikonya.
Sumber : Hanafi (2007)
Gambar 1 . Hubungan Risiko dengan Return Pandangan Lama: Semakin tinggi risiko, semakin tinggi tingkat keuntungan. McConell dan Dillon (1997) mengidentifikasi sumber risiko yang dihadapi peternak dalam sistem usahaternak berasal dari dua hal, yaitu : 1. Eksternal sistem usahaternak, antara lain keadaan alam, ekonomi, keadaan sosial, kebijakan pemerintah dan kondisi politik. Usaha pertanian khususnya sub sektor peternakan sangat tergantung dengan keadaan cuaca dengan segala ketidakpastiannya seperti musim kering yang berkepanjangan, banjir, badai atau dalam jangka panjang berupa terjadinya perubahan iklim (climate change). Risiko bersumber dari kondisi ekonomi adalah risiko pasar yang berhubungan dengan besarnya permintaan dan penawaran (akan mempengaruhi
10
harga output dan input produksi), tingkat inflasi atau suku bunga dan risiko produktivitas yang disebabkan karena penerapan suatu teknologi baru. Kondisi sosial pada umumnya bukan merupakan sumber risiko utama dalam sistem usahaternak. Kontribusi kondisi sosial terhadap risiko usahaternak adalah perubahan tingkat pendidikan dan gaya hidup, yang akan mempengaruhi pasokan tenaga kerja di bidang pertanian. 2. Internal sistem usahaternak, terutama disebabkan karena faktor kesehatan, hubungan inter personal (dipengaruhi oleh personality, kebiasaan/attitudes dan aspirasi), serta faktor pendekatan yang dilakukan peternak sebagai manager terhadap (a) konservasi dan degradasi sumber daya pertanian (resource and ecological risk), (b) penggunaan kredit pertanian (financial risk), dan (c) transfer usahatani antar generasi (succession risk). Beberapa ukuran risiko didasarkan pada nilai variance, standart deviation dan coefficient of variation (Anderson et al. 1977, Elton dan Gruber 1995). Ketiga ukuran tersebut berkaitan satu sama lain dan nilai variance sebagai penentu ukuran lainnya. Seperti pada standart deviation merupakan akar kuadrat dari nilai variance sedangkan coefficient of variation merupakan rasio antara standart deviation dengan nilai ekspektasi. Pada umumnya peternak mengusahakan lebih dari satu kegiatan usahaternak. Oleh karena itu coefficient of variation sangat efektif dalam mengukur perbandingan variasi produksi atau harga atau pendapatan dari dua atau lebih kegiatan. Risiko yang dihadapi peternak bisa berupa risiko hasil atau risiko produksi, risiko penggunaan input dan risiko harga jual produksi. Risiko hasil ditimbulkan antara lain karena adanya serangan hama dan penyakit, kondisi cuaca/alam, dan variasi input yang digunakan. Salah satu model yang sering digunakan dalam mengestimasi adanya risiko produksi adalah model just dan pope. Just dan pope telah mempelajari banyak mengenai isu penting yang menyertakan input penurunan risiko. Model fungsi produksi dengan memasukkan unsur risiko didalamnya q = f(x) + g(x)ε
(2.4)
dimana x merupakan faktor produksi yang digunakan, ε mengikuti distribusi ε~(0,σ2e), q adalah besarnya produksi yang dicapai, f(x) adalah fungsi produksi rata-rata, sedangkan g(x) adalah fungsi varians atau fungsi risiko (Robison dan Barry 1987). Robison dan Barry (1987) menyatakan bahwa penggunaan input juga berpengaruh pada risiko produksi yang dihadapi oleh pengambil keputusan. Inputinput yang bersifat risk reducing atau yang bersifat mengurangi risiko, diantaranya adalah input obat, vitamin, vaksin dan penggunaan tenaga kerja. Penggunaan jenis dan jumlah input yang digunakan dalam usahaternak, berada di bawah keputusan peternak. Peternak akan menentukan jumlah penggunaan input sesuai dengan pengetahuan, pengalaman dan informasi yang dimiliki peternak. Dengan kata lain bahwa risiko yang dihadapi peternak akan berpengaruh pada pemilihan jenis input yang digunakan. Jika peternak bersifat risk averter, maka input yang menyebabkan variasi hasil akan dihindari oleh peternak dan peternak akan memilih input lain yang diperkirakan tidak menimbulkan variasi hasil yang
11
besar. Variasi hasil akan berakibat pada variasi pendapatan yang diterima oleh peternak. Menurut Villano et al. (2005) keberadaan risiko produksi akan mempengaruhi petani dalam mengambil keputusan dalam alokasi input usahatani. Ellis (1988) menjelaskan terdapat beberapa pendekatan yang berbeda dalam melihat mengenai peluang dengan risiko. Pada kegiatan produksi usahaternak, risiko merupakan peluang terjadinya suatu peristiwa yang menghasilkan pendapatan di atas atau di bawah rata-rata dari pendapatan yang diharapkan dalam serangkaian musim panen. Sedangkan pada perspektif asuransi terhadap kerugian atau kerusakan, risiko sebagai peluang adanya bencana yang menimbulkan kerugian. Risiko agribisnis peternakan meliputi risiko produksi, risiko pemasaran, risiko keuangan, risiko hukum dan risiko sumberdaya manusia. Dalam agribisnis peternakan ayam ras pedaging risiko terbesar berupa risiko produksi dan risiko harga, risiko produksi terkait cuaca, musim, wabah penyakit, dan kerusakan peralatan. Sutawi (1999) adapun risiko harga berupa fluktuasi harga pakan, DOC dan harga jual ayam. Risiko harga merupakan kontributor utama terhadap variabilitas pendapatan. Selain risiko produksi, peternak ayam broiler menghadapi risiko harga produk. Analisis risiko harga produk tidak dilakukan seperti analisis risiko produksi. Hal ini dikarenakan data yang tidak memadai sehingga tidak dimungkinkan dilakukan analisis seperti risiko produksi. Data yang tidak memadai disini mencakup variabel-variabel yang mempengaruhi harga produk, sementara peternak ayam broiler sebagai price taker. Dengan demikian, analisis risiko harga produk di analisis dengan menggunakan perhitungan variance secara manual yang merupakan penjumlahan selisih kuadrat harga produk dengan ekspektasi harga dikalikan dengan peluang dari setiap kejadian. Adapun formulasi umum untuk mengestimasi risiko harga sebagai berikut : σ2 = ∑𝑛𝑖=1 𝑃𝑖 (𝑅𝑖 − Ȓ𝑖)
(2.5)
dimana σ2 merupakan variasi harga yang menunjukan adanya risiko harga, Pi merupakan peluang kejadian, Ri merupakan harga komoditas, Ȓ𝑖 merupakan ekspektasi harga komoditas. Harga produksi hasil pertanian yang selalu berfluktuasi bergantung dari perubahan yang terjadi pada permintaan dan penawaran. Naik turunnya harga dapat terjadi dalam jangka pendek yaitu per bulan, per minggu, bahkan per hari, atau dapat terjadi dalam jangka panjang. Harga bahan pangan termasuk daging ayam broiler berfluktuatif. Harga bahan pangan seringkali bergejolak akibat berbagai faktor, baik fenomena alam (iklim), kegagalan pasar, juga masalah kelancaran distribusi. Fluktuasi harga daging ayam broiler dapat disebabkan oleh besarnya jumlah penawaran dan permintaan. Semakin tinggi jumlah penawaran maka harga akan rendah, sebaliknya jika jumlah penawaran semakin sedikit maka harga akan semakin meningkat (ceteris paribus). Menurut Burhani (2013), volatilitas harga daging ayam broiler di masa datang yang akan cenderung semakin kecil. Faktor yang mempengaruhi volatilitas harga daging ayam broiler di Indonesia yakni besarnya volatilitas pada satu periode sebelumnya.
12
Dalam usaha pertanian selalu dihadapkan pada situasi risiko dan ketidakpastian. Kesediaan peternak dalam menerima risiko yang besar berhubungan dengan sikap peternak tersebut. Ada peternak yang berani terhadap risiko, netral terhadap risiko dan takut terhadap risiko. Sebagian besar penelitian tentang produksi pertanian yang menggunakan fungsi produksi tidak memasukkan faktor risiko dalam fungsi tersebut. Padahal faktor risiko termasuk elemen yang penting dalam keputusan produksi pertanian, misalnya bagaimana pengaruh risiko terhadap penerapan teknologi usahaternak. Just dan Pope (1979) menjelaskan bahwa dalam menganalisis usaha pertanian sangat penting mempertimbangkan faktor risiko seperti risiko produksi yang terkait dengan kebijakan pemerintah untuk menerapkan inovasi baru dan risiko harga. Kesediaan peternak untuk menerima risiko dan ketidakpastian tersebut terkait dengan sikap peternak tersebut. Analisis risiko berhubungan dengan teori pengambilan keputusan (decision theory). Individu diasumsikan bertindak rasional dalam pengambilan keputusan. Alat analisis yang umum digunakan dalam menganalisis mengenai pengambilan keputusan yang berhubungan dengan risiko yaitu expected utility model (Anderson et al. 1977, Robison dan Barry 1987, Ellis 1988). Dalam menganalisis risiko didasarkan pada teori pengambilan keputusan dengan berdasarkan pada konsep expected utility (Robison dan Barry 1987). Dalam kaitannya dengan expected utility sangat erat hubungannya dengan probability. Probability dapat dipandang sebagai frekuensi relatif (relative frequencies) dan digunakan dalam pengambilan keputusan.
Sumber : Debertin, 1986
Gambar 2. Kurva yang Menghubungkan Varians Income dengan Income yang Diharapkan. Berdasarkan Gambar 2, perbedaan perilaku peternak terhadap risiko income yang dihadapi. Peternak risk averse mengharapkan income yang lebih tinggi dengan bertambahnya risiko income yang dihadapi, artinya apabila peternak
13
risk averse akan mengambil suatu peluang dengan risiko yang lebih besar akan mengharapkan income yang semakin besar pula. Sedangkan perilaku peternak risk taker akan mengambil suatu kesempatan walaupun hasil yang diperoleh rendah tetapi mempunyai peluang mendapatkan keuntungan lebih besar atau mengalami kerugian yang lebih besar pula. Peternak risk neutral menunjukkan perilaku akan mempunyai harapan income yang sama, tidak dipengaruhi oleh besarnya risiko yang dihadapi.
Sumber: Ellis (1988)
Gambar 3 . Hubungan Fungsi Kepuasan Dengan Pendapatan Pada Gambar 3 dapat dijelaskan bahwa Garis DC merupakan garis linier yang mengambarkan hubungan antara utilitas dan income dan mempunyai kemiringan/slope positif, yang berarti semakin tinggi income, semakin besar kepuasan atau utilitas seseorang. I1 dan I2 merupakan income dengan tingkat risiko yang berbeda dengan kemungkinan kejadian p1 dan p2 dimana p1 + p2 = 1. Apabila seseorang mempunyai income sebesar IA dimana IA mempunyai utilitas yang sama dengan IE dan orang tersebut akan menolak untuk mendapatkan income yang lebih besar dari IA (yaitu IE) dengan tujuan untuk mencari kepastian income, maka orang tersebut dikatakan bersifat risk averse, seperti yang ditunjukkan dalam fungsi utilitas DAC yang bersifat decreasing marginal utility. Apabila seseorang yang utilitasnya sama antara income yang pasti diperoleh (IE) dan dengan income yang beresiko (IA dan IB) dan dia memilih untuk mendapatkan income sebesar IE, maka orang tersebut dikatakan bersifat risk neutral, seperti ditunjukkan dalam garis
14
fungsi utilitas DC. Sedangkan apabila seseorang lebih suka untuk memilih income yang lebih tinggi lagi untuk mencapai utilitasnya, dan orang tersebut tidak memilih untuk income sebesar IA ataupun IE, tetapi akan memilih untuk mencapai income sebesar IB, maka orang tersebut bersifat risk taker, dengan kurva utilitas DBC yang bersifat increasing marginal utility (Elis, 1988). Ada tiga macam tipe seorang pengambil keputusan sehubungan dengan preferensi terhadap risiko yang dihadapinya. Ketiga tipe tersebut adalah (1) risk taker, (2) risk neutral, dan (3) risk averse. Petani risk averse mengharapkan income yang lebih tinggi dengan bertambahnya risiko income yang dihadapi, artinya apabila peternak risk averse akan mengambil suatu peluang dengan risiko yang lebih besar akan mengharapkan income yang semakin besar pula. Sedangkan perilaku peternak risk taker akan mengambil suatu kesempatan walaupun hasil yang diperoleh rendah tetapi mempunyai peluang mendapatkan keuntungan lebih besar atau mengalami kerugian yang lebih besar pula. Peternak risk neutral menunjukkan perilaku akan mempunyai harapan pendapatan yang sama, tidak dipengaruhi oleh besarnya risiko yang dihadapi. Secara normal tidak ada seorang pun yang mau masuk dalam lingkungan yang penuh dengan risiko dan ketidakpastian tanpa mengharapkan imbalan yang lebih besar dibandingkan dengan lingkungan yang tidak ada risiko dan ketidakpastiannya. Perilaku peternak yang takut terhadap risiko (risk averse) didasarkan pada maksimisasi utiliti tetapi ekspektasi maksimisasi profit dengan ausmsi harga dan produksi bersifat stochastic (Just and Pope 1979). Dua hal yang dapat menentukan respon produsen yaitu hubungan teknis antara kombinasi input dengan tingkat output serta perilaku produsen dalam memilih input, yang ditentukan oleh harga output dan harga input yang dapat diperdagangkan dan tersedianya faktor produksi tetap. Integrasi kedua hal tersebut berperan dalam memaksimumkan profit sebagai tujuan produsen dan secara langsung dapat menentukan keputusan yang optimal mengenai penawaran output dan permintaan input. Analisis risiko berhubungan dengan teori pengambilan keputusan (decision theory). Individu diasumsikan bertindak rasional dalam pengambilan keputusan. Alat analisis yang umum digunakan dalam menganalisis mengenai pengambilan keputusan yang berhubungan dengan risiko yaitu expected utility model (Robison dan Barry 1987). Lebih lanjut dijelaskan lima komponen yang digunakan dalam pengambilan keputusan diantaranya adalah the states of nature, the possible outcomes, the probabilities of outcomes, the choices dan the decision rule for ordering choices. Dalam menganalisis mengenai pengambilan keputusan yang berhubungan dengan risiko dapat menggunakan expected utility model. Model ini digunakan karena adanya kelemahan yang terdapat pada expected return model, yaitu bahwa yang ingin dicapai oleh seseorang bukan nilai (return), tetapi kesejahteraan (utility). Variance merupakan salah satu ukuran yang dapat digunakan dalam menganalisis mengenai risiko. Menurut Ellis (1988), beberapa persoalan utama yang banyak menjadi topik perhatian penelitian dimana di dalamnya mencakup aspek perilaku risiko peternak dan menyangkut mata pencaharian atau sumber pendapatan yang diperoleh peternak kecil dan keluarganya antara lain :
15
1. Peternak kecil pada umumnya bersifat risk averse. Sifat ini diindikasikan mengakibatkan ketidakefisienan dalam penggunaan sumber daya pada tingkat peternak. 2. Peternak kecil dengan sifat risk averse akan menyebabkan pola pengelolaan usahaternaknya, akan lebih ditujukan pada kecukupan kebutuhan pangan keluarga, dibandingkan dengan usaha memaksimalkan hasil ataupun memaksimalkan keuntungan. 3. Peternak kecil yang bersifat risk averse akan lebih terhambat dalam proses adopsi terhadap inovasi yang mampu meningkatkan hasil dan juga income peternak. Hal ini sangat erat kaitannya dengan konsep risiko terhadap ketidakmampuan atau keterbatasan informasi. Peternak merasa tidak percaya dan ragu-ragu terhadap suatu inovasi, karena adanya keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang terkait dengan inovasi tersebut. Hal penting yang juga menghambat peternak kecil dalam proses adopsi teknologi adalah dibutuhkan biaya tinggi dalam mengaplikasikan teknologi yang ditawarkan, di sisi lain peternak kecil tidak mempunyai akses terhadap kredit perbankan. 4. Sifat risk averse petani akan menurun atau berkurang sejalan dengan peningkatan income atau kesejahteraan. Kesejahteraan yang lebih tinggi yang dicapai peternak akan akan berpengaruh pada kemampuan peternak dalam menutup kerugian yang mungkin disebabkan karena pengambilan keputusan yang berisiko. Sehingga dapat dikatakan bahwa semakin tinggi income peternak, diharapkan akan lebih efisien dalam pengelolaan usahaternaknya, sehingga lebih mempunyai keinginan untuk melakukan suatu inovasi baru dan lebih besar akses yang dimiliki peternak terhadap kredit perbankan.
Kemitraan Usahaternak Ayam Broiler Kemitraan pola PIR adalah kerjasama antara pihak inti dengan pihak mitra. Inti merupakan pihak yang menyediakan sarana produksi dan yang menjamin pemasaran hasil produksi mitra, sedangkan mitra merupakan pihak yang melakukan kegiatan budidaya atau produksi suatu komoditas. Kemitraan pola PIR unggas merupakan kemitraan antara pihak inti dengan pihak mitra (peternak rakyat). Pihak inti umumnya merupakan perusahaan sarana produksi peternakan seperti DOC, pakan, obat, vitamin dan vaksin. Bisa juga dikatakan sebagai penyedia/pedagang/distributor sarana produksi peternakan (poultry shopPS) yang bertanggung jawab dalam menyediakan sarana produksi peternakan dan menjamin pemasaran hasil produksi plasma. Sedangkan mitra bertanggung jawab sebagai pembudidaya usahaternak termasuk menyediakan kandang dan juga tenaga kerja serta biaya operasional selain sarana produksi yang disediakan inti. Pelaksanaan kemitraan ini secara legal dituangkan dalam bentuk perjanjian (kontrak) yang disepakati kedua belah pihak yaitu perusahaan inti dan mitra dan biasanya diketahui oleh Dinas Peternakan sebagai wakil pemerintah daerah. Dinas Peternakan berfungsi sebagai fasilitator untuk kelancaran pelaksanaan kemitraan atau jika ada perselisihan antara perusahaan inti dan mitra. Prinsip kemitraan adalah saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan kedua belah pihak yang bekerjasama.
16
Keunggulan pola kemitraan inti-mitra diantaranya : (i) terciptanya saling ketergantungan dan saling memperoleh keuntungan. Usaha kecil sebagai mitra mendapatkan pinjaman modal, pembinaan teknologi dan manajemen, sarana produksi dan pengelolaan serta pemasaran hasil dari perusahaan inti. Perusahaan inti memperoleh standar mutu bahan baku industri yang lebih terjamin dan berkesinambungan; (ii) terciptanya peningkatan skala usaha. Usaha kecil mitra menjadi lebih ekonomis dan efisien karena adanya pembinaan dari perusahaan inti. Kemampuan pengusaha inti dari kawasan pasar perusahaan meningkat karena dapat mengembangkan komoditas sehingga barang produksi yang dihasilkan mempunyai keunggulan dan lebih mampu bersaing pada pasar yang lebih luas, baik pasar nasional, pasar regional maupun pasar internasional; (iii) mampu mendorong perkembangan ekonomi. Berkembangnya kemitraan inti mitra mendorong tumbuhnya pusat-pusat ekonomi baru yang semakin berkembang. Kondisi tersebut menyebabkan kemitraan sebagai media pemerataan pembangunan dan mencegah kesenjangan sosial antar daerah. Kelemahan pola inti-mitra diantaranya;(i) pihak mitra masih kurang memahami hak dan kewajibannya sehingga seringkali kesepakatan yang telah ditetapkan berjalan kurang lancar yang akan mengakibatkan kerugian disalah satu pihak; (ii) komitmen perusahaan inti masih lemah dalam memenuhi fungsi dan kewajibannya sesuai dengan kesepakatan yang diharapkan oleh mitra; serta (iii) belum ada kontrak kemitraan yang menjamin hak dan kewajiban komoditas mitra. Kemitraan usahaternak harus dibuat tertulis dalam bentuk perjanjian tertulis. Perjanjian tertulis tersebut paling sedikit memuat : (i) harga dasar sarana produksi dan/atau harga jual ternak serta produk hewan atau pembagian dalam bentuk natura (ternak); (ii) jaminan pemasaran; (iii) pembagian keuntungan dan risiko usaha; (iv) penetapan standar mutu sarana produksi, ternak dan produk hewan; dan (v) mekanisme pembayaran. Perusahaan ternak dalam melakukan kemitraan harus melaksanakan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan alih teknologi kepada peternak. Begitupun sebaliknya peternak harus mengikuti pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan yang dilaksanakan perusahaan inti, serta menerapkan teknologi yang diberikan perusahaan inti. Menurut peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomer 6 Tahun 2013, tentang Pemberdayaan Peternak, ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka pemberdayaan peternak paling sedikit meliputi: benih/bibit; pakan; alat dan mesin; budidaya; panen; dan pascapanen; pengolahan dan pemasaran hasil; kesehatan hewan; dan kesehatan masyarakat verteriner.
Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai risiko produksi ayam broiler telah dilakukan oleh Solihin (2009) dan Nugraha (2011). Risiko produksi pada peternakan juga dapat disebabkan oleh kualitas input yang kurang baik, seperti yang diungkapkan oleh Solihin (2009) bahwa kualitas sapronak mempengaruhi mortalitas dalam usaha budidaya ayam ras pedaging. Selain berpengaruh terhadap mortalitas ayam, kualitas sapronak juga berpengaruh terhadap indeks prestasi produksi ayam. Risiko produksi pada peternakan juga dapat dipengaruhi oleh penggunaan obatobatan, vaksin dan tenaga kerja seperti yang diungkapkan oleh Nugraha (2011)
17
yang melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi pada peternakan ayam ras pedaging. Obat-obatan dan vaksin menjadi faktor-faktor yang dapat mengurangi risiko. Sedangkan tenaga kerja yang kurang baik dapat menjadi sumber risiko pada produksi ayam ras pedaging. Penelitian mengenai risiko produksi dan preferensi petani telah dilakukan oleh Edward dan Darren (2003), Villano et al. (2005), Fariyanti (2008), Fauziyah (2010) dan Rahayu (2011). Edward dan Darren (2003), meneliti mengenai apakah input yang digunakan mempunyai efek ganda antara risiko produksi dan teknikal inefisiensi. Penelitian ini menggunakan metode Just-Pope, selain itu juga menggunakan metode stokastik frontier untuk menjawab analisis dan MLE untuk melihat efek ganda. Hasilnya terlihat adanya risiko ketika tanaman kapassemanggi tersebut tumbuh yang dianalisis dengan menggunakan model Just-Pope tetapi model stokastik frontier gagal untuk melihat efek ini. Peneliti menyarankan bahwa inefisiensi, bagian dari risiko produksi adalah komponen yang substansial dari sistem tanaman. Fungsi Produksi rata-rata dan fungsi risiko yang dibangun Villano et al. (2005) dipengaruhi oleh faktor produksi luas lahan, pupuk, tenaga kerja, herbisida dan tahun dimana observasi dilakukan.Villano et al. (2005) menyatakan bahwa, risiko berpengaruh sebagai aturan yang penting dalam keputusan petani pada alokasi input dan penawaran. Penelitian ini memberikan bukti empirikal pada estimasi risiko produksi, preferensi risiko, dan teknikal inefisiensi. Heteroskedastisitas dan model stokastik frontier digunakan untuk mencocokan dan memberikan akomodasi mengenai preferensi risiko petani pada analisis risiko produksi. Hasilnya menunjukan bahwa teknikal inefisiensi berbahaya terlalu menekan lingkungan produksi dimana preferensi petani risk averse. Penggunaan setiap input mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap produksi. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam hubungannya antara pengambilan keputusan input dan risiko produksi ternyata penggunaan pestisida dalam produksi sebagai pengurang risiko (risk reducing effect) sedangkan input yang lain sebagai faktor yang menyebabkan risiko (risk inducing effect) dalam produksi (Just dan Pope 1979). Fariyanti (2008) meneliti mengenai perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran dalam menghadapi risiko produksi dan harga produk di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bogor. Dalam menganalisis risiko produksi pada usahatani kentang dan kubis, digunakan model Generalized Autoregressive Conditional Heteroskedasticity (GARCH). Dimodelkan bahwa risiko produksi pada usahatani kentang dan kubis dipengaruhi oleh risiko produksi pada musim sebelumnya dan penggunaan input. Penggunaan input lahan, benih dan obat pada komoditas kentang merupakan faktor yang menimbulkan risiko. Sedangkan lahan dan obat pada komoditas kubis merupakan faktor yang menimbulkan risiko. Risiko harga pada penelitian tersebut menyebabkan penurunan tingkat produksi dan pendapatan usahatani. Fauziyah (2010), dalam penelitiannya menunjukan bahwa preferensi petani tembakau di Pamekasan adalah risk averse, selebihnya merupakan risk neutral dan risk taker. Preferensi petani ditentukan oleh luas lahan yang dimiliki. Preferensi risk averse sebagian besar petani memiliki konsekuensi terhadap alokasi input yang digunakan dan produktivitasnya. Semakin besar risk averse, maka semakin sedikit alokasi input yang dialokasikan. Rahayu (2011), dalam
18
penelitiannya menggunakan model fungsi produksi just and pope dan maksimisasi utilitas untuk menganalisis preferensi risiko. Dalam penelitiannya mengemukakan bahwa input benih dan pupuk organik merupakan faktor yang dapat memperbesar risiko, sedangkan pestisida organik dan tenaga kerja merupakan faktor yang dapat memperkecil risiko. Preferensi petani dalam penelitian ini dalam menghadapi risiko mayoritas adalah risk averse. Guan dan Wu (2009) melakukan estimasi risiko produksi dan preferensi risiko petani dengan menggunakan model fungsi produksi Just Pope. Dimodelkan bahwa fungsi produksi dan fungsi risiko dibangun oleh faktor produksi lahan, tenaga kerja, modal, pupuk, pestisida dan benih. Nilai AR petani oleh Guan dan Wu (2009) diasumsikan mempunyai hubungan linier dengan tingkat kesejahteraan petani (didekati dengan nilai kekayaan petani), umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga yang terlibat dalam proses produksi dan jumlah subsidi yang diterima petani. Disimpulkan bahwa preferensi risiko petani dipengaruhi oleh status kesejahteraan, tingkat pendidikan, umur petani, subsidi yang diterima petani dan jumlah keluarga petani yang terlibat dalam usahatani. Serra et al. (2009) mengkaji mengenai perbedaan risiko dan preferensi risiko yang dihadapi oleh petani COP (Cereal, Oilsheed and Protein). Input yang digunakan dalam menganalisis fungsi produksi dan fungsi risiko adalah benih, pupuk, pestisida, air dan tenaga kerja. menyatakan bahwa secara statistik, tidak ada perbedaan antara preferensi risiko petani COP organik dan konvensional, karena kedua kelompok petani tersebut sama-sama bersifat risk averse. Dengan menggunakan nilai absolute risk aversion yang dikembangkan Arrow-Pratt, Kumbhakar dan Tsionas (2002) juga menyimpulkan bahwa semua petani salmon bersifat risk averse. Tingkat risk averse petani dapat disusun berdasarkan nilai AR yang dimiliki, sehingga semakin tinggi nilai AR petani berarti semakin tinggi sifat risk averse yang dimiliki petani tersebut dibandingkan dengan petani yang memiliki nilai AR yang rendah Penelitian mengenai risiko harga telah dilakukan oleh Mosnier et al. (2009), Fariyanti et al. (2007), dan Broll et al. (2012). Mosnier et al. (2009), menginvestigasi bahwa peranan dari risiko produksi dan harga pada keputusan petani sehubungan dengan pemberian pakan ternak, diakibatkan karena perubahan cuaca terutama sekali pada level input (tanaman makanan ternak). Di sisi lain, memberikan prediksi yang konsisten terhadap dampak dari perubahan cuaca dan pasar akan mempengaruhi keputusan petani tersebut. Fariyanti et al. (2007), risiko harga mempengaruhi dalam penggunaan luas lahan garapan, dan ekspektasi harga akan mempengaruhi penggunaan benih dan pupuk N. Sikap rumah tangga petani kentang dengan memperhatikan parameter variasi harga termasuk dalam golongan risk neutral. Broll et al. (2012), dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa ekonomi, petani, dan perusahaan agribisnis mempunyai tingkatan risiko yang tinggi karena faktor terbaru dari kepastian seperti volatilitas harga input dan ouput yang lebih besar, perubahan cuaca, pembatasan perdagangan internasional, dan standar keamanan pangan yang lebih ketat. Peneliti menguji mengenai pengelolaan risiko secara optimal terhadap keputusan dari petani yang termasuk dalam golongan risk averse terlihat adanya sumberdaya ganda dari harga komoditi yang tidak pasti.
19
Kerangka Konseptual Penelitian Budidaya ayam broiler tidak sepenuhnya memberikan keuntungan maksimum bagi peternak. Hal tersebut terjadi karena adanya risiko dalam pelaksanaan usahaternak ayam broiler yang dilakukan oleh peternak di Kabupaten Bekasi. Risiko utama yang terjadi di Kabupaten Bekasi adalah risiko produksi dan risiko harga. Risiko produksi yang terjadi diindikasikan dengan adanya fluktuasi produksi ayam broiler di antara peternak yang ada didaerah tersebut. Sumber internal yang menyebabkan risiko produksi adalah karena adanya perbedaan penggunaan jumlah input pada masing-masing peternak. Sedangkan sumber eksternal yang menyebabkan adanya risiko produksi adalah pengaruh cuaca dan hama penyakit. Berdasarkan faktor-faktor produksi yang ada, dilakukan analisis risiko produksi dengan menggunakan model just dan pope. Analisis tersebut dilakukan dengan melakukan pendekatan terhadap fungsi produksi dan fungsi varians produksi. Hasil analisis akan digunakan memberikan gambaran risiko produksi yang dihadapi oleh peternak ayam broiler. Selain risiko produksi, peternak ayam broiler juga mengalami risiko harga jual ayam broiler di Kabupaten Bekasi. Perubahan harga ayam broiler yang tidak stabil menyebabkan pendapatan yang diterima peternak ikut mengalami perubahan sehingga harga jual ayam broiler menjadi salah satu risiko yang harus diperhatikan peternak. Analisis risiko harga dilakukan untuk mengukur seberapa besar tingkat risiko harga yang dihadapi oleh peternak ayam broiler dalam proses penjualan hasil produksinya. Usahaternak ayam broiler di Kabupaten Bekasi menghasilkan tingkat produksi yang bersifat fluktuasi dari periode satu ke periode selanjutnya, sehingga dapat di ambil kesimpulan bahwa peternak ayam broiler yang ada berada pada daerah tersebut mengalami risiko produksi dan risiko harga. Adanya risiko harga dan risiko produksi menyebabkan preferensi peternak terhadap risiko berbeda-beda. Ada peternak yang cenderung menghindari risiko, ada juga peternak yang menyukai risiko bahkan ada peternak yang netral terhadap risiko. Preferensi peternak yang dihadapi risiko akan dinalisis menggunakan pendekatan maksimisasi utilitas. Tahapan pemikiran operasional penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.
Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran maka dapat disusun hipotesis penelitian: 1. Penggunaan input seperti pakan, tenaga kerja dan kepadatan pada peternak mandiri dan pakan, vaksin dan kepadatan pada peternak mitra yang digunakan bersifat memperbesar risiko produksi. Sedangkan vaksin, obat, tenaga kerja, arah kandang, pemanas dan sekam pada peternak mandiri dan obat dan tenaga kerja pada peternak mitra pada usahaternak ayam broiler bersifat memperkecil risiko produksi. 2. Risiko harga yang dihadapi oleh peternakan mandiri di Kabupaten Bekasi tinggi dibandingkan peternak mitra karena berfluktuatifnya harga sarana produksi peternak dan harga jual tiap periodenya.
20
3. Preferensi risiko peternak akan mempengaruhi keputusan alokasi penggunaan input. Diduga sebagian besar preferensi risiko peternak terhadap penggunaan input adalah risk averse.
Usahaternak ayam broiler
Peternak mandiri
Peternak mitra
Berfluktuasinya Harga Jual Ayam Broiler di Tingakt Produsen
Produksi Panen Berfluktuasi
Adanya Risiko
Analisis Risiko Produksi dan Risiko Harga
Analisis Model Just and Pope
Analisis Varians dan Koefisien Variasi
Preferensi Peternak Terhadap Risiko
Kesimpulan
Saran Kebijakan
Gambar 4. Kerangka Konseptual Penelitian
21
3 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Bekasi merupakan salah satu daerah yang memiliki tren positif (Tabel 2) dalam pertumbuhan produksi ayam broiler dan daerah potensial dengan perkembangan ternak ayam broiler yang relatif cukup besar di Kabupaten Bekasi serta mudah dijangkau. Selain itu akses untuk kepasar di daerah Kabupaten Bekasi ini relatif lebih mudah. Alasan lain pemilihan lokasi tersebut adalah karena selama ini belum ada penelitian mengenai analisis risiko produksi dan risiko harga pada peternakan di daerah tersebut tersebut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2014 sampai bulan Agustus 2015.
Metode Pengambilan Sampel Menurut Graziano dan Raulin (1989), konsep penting dalam metode pengambilan sampel (sampling) adalah bahwa sampel harus bersifat mampu mewakili populasi (representativeness), hal ini nantinya akan berhubungan dengan kemampuan sampel untuk dilakukan generalisasi (generalizability). Dalam penelitian sampel yang digunakan adalah peternak berjumlah sebanyak 74 sampel peternak. Sampel terbagi menjadi 2, yaitu 35 peternak mandiri dan 39 peternak mitra. Untuk peternak mitra menggunakan metode purposive sampling dengan menggunakan daftar peternak yang bermitra dengan perusahaan. Namun untuk peternak mandiri karena populasi tidak tersedia, maka penentuan peternak dilakukan melalui metode snowballing berdasarkan peternak yang diwawancarai sebelumnya.
Jenis dan Sumber Data Pada penelitian ini jenis data yang digunakan adalah data kerat lintang (cross section) baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Sumber data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, kedua data ini bersifat kuantitatif dan kualitatif. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan pihak peternakan, karyawan peternakan, pihak perusahaan (peternak besar) dan pihak yang terkait dengan usaha ternak ayam ras pedaging yang berada di daerah Kabupaten Bekasi. Data sekunder juga di dapat dari BPS, peternakan besar dan dinas-dinas terkait.
Model dan Analisis Data Data yang dikumpulkan kemudian ditabulasi dan dianalisis. Untuk mengidentifikasi kondisi dan permasalahan talas digunakan analisis deskriptif.
22
Alat analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model fungsi Just Pope. Model fungsi Just Pope digunakan untuk menganalisis pengaruh input terhadap risiko produksi yang dihadapi peternak. Dalam penelitian ini fungsi produksi dan fungsi risiko dalam model fungsi Just Pope dimodelkan berbentuk fungsi Cobb Douglas dan risiko harga di analisis dengan expected return, varian, standar deviasi dan koefisien variasi. Analisis Pengaruh Input Terhadap Risiko Produksi Untuk menganalisa risiko produksi yang dihadapi oleh peternak, menggunakan model fungsi Just dan Pope yang bisa menjelaskan bahwa produksi yang dihasilkan tidak hanya dipengaruhi oleh faktor produksi, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor risiko (Robison dan Barry 1987). y = f(x,β) + u = f(x,β) + g(x,α)ε
(3.1)
Dimana : y = hasil yang dicapai f(x) = fungsi produksi rata-rata g(x) = fungsi risiko atau fungsi varians x = input yang digunakan β = parameter fungsi produksi yang diestimasi α = parameter fungsi risiko yang diestimasi ε = error term dengan E(ε) = 0 dan var(ε) = σε2 Model fungsi Just Pope mensyaratkan bahwa tidak ada restriksi yang dilakukan pada efek risiko dengan menggunakan syarat bahwa ∂var(y)/∂xj = ∂g(x)2/∂xj yang mempunyai kemungkinan bernilai ≤ 0, atau ≥ 0 yang menunjukkan bahwa input tersebut bersifat risk increasing atau risk decreasing terhadap risiko produksi yang dihadapi oleh petani (Guan dan Wu 2009). Untuk menanalisis fungsi produksi dan fungsi risiko ayam broiler di asumsikan menggunakan model fungsi tipe Cobb-Douglas. Selanjutnya model Cobb-Douglas akan diregresikan dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Metode analisis sebagai berikut: Ln f (x) Mandiri= ln α 0 + α 1 ln PKN+ α 2 ln VKN+ α ln OBT + α4 ln TK + α5 DARH + α6 DPB + α 7 ln KPDT + α 8 ln SKM + ε
(3.2)
Ln g(x) Mandiri = ln β 0 + β 1 ln PKN+ β 2 ln VKN+ β 3 ln OBT + β 4 ln TK + β 5 DARH + β 6 DPB + β 7 ln KPDT + β 8 ln SKM + ε (3.3) α 1, α 2, α 3, α 4, α 5, α 6, α 7 , α 8> 0; sedangkan β1 , β4, β7 > 0 ; β2, β3 , β5, β 6, β 8 <0 sedangkan untuk peternak mitra: Ln f (x) Mitra= ln C0 + C1 ln PKN+ C2 ln VKN+ C3 ln OBT + C4 ln TK + C5 ln KPDT+ ε
(3.4)
23
Ln g(x) Mitra = ln D0 + D1 ln PKN+ D2 ln VKN+ D3 ln OBT + D4 ln TK + D5 ln KPDT+ ε
(3.5)
C1, C2, C3, C4, C5> 0; sedangkan D1 ,D2,D5 > 0 ; D 3, D4 <0
Dimana: f(x) = Fungsi Produksi ayam broiler (ekor/musim) g(x) = Fungsi Risiko (ekor/musim) β0; α0 = Intersep C0; D0 = Intersep βi; αi = koefisien regresi (parameter yang ditaksir) Ci; Di = koefisien regresi (parameter yang ditaksir) = error term/disturbance error/ penggangu ε PKN = Pakan (kg/musim) VKN = Vaksin (ml/musim) OBT = Obat-obatan (gr/musim) TK = Tenaga Kerja (HOK/musim). DARH = Dummy Arah Kandang (1=Barat Timur; 0=Utara Selatan) DPB = Dummy Pemanas (1=Batubara; 0=Lainnya) KPDT = Kepadatan (ekor/m2) SKM = Sekam (kg/musim) Pengujian model fungsi produksi dilakukan dengan metode kuadrat terkecil atau ordinary least square (OLS). Menurut Gujarati (2006a) terdapat kriteria dalam pengujian statistik berdasarkan metode OLS, yaitu: 1) Pengujian terhadap model penduga Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui variabel bebas atau faktor produksi yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi ayam broiler. Uji statistik yang digunakan adalah uji F, yaitu (3.6) Dimana: R2 = Koefisien determinasi k = Jumlah koefisien model n = Jumlah pengamatan atau sampel
Kriteria uji: a. F-hitung < F-tabel (k-1, n-k) pada taraf nyata α. Artinya, variabel bebas secara bersamaan tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. b. F-hitung > F-tabel (k-1, n-k) pada taraf nyata α. Artinya, variabel bebas secara bersamaan berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.
24
Untuk mengetahui seberapa jauh keragaman produksi dapat diterangkan oleh model dari variabel bebas yang telah dipilih, maka dihitung pula besarnya koefisien determinasi (R2). Dapat ditulikan sebagai berikut:
(3.7) 2) Pengujian pada masing-masing parameter regresi Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui variabel bebas yang berpengaruh terhadap variabel terikat. Uji statistik yang digunakan uji t, yaitu:
(3.8) Dimana: Ai = Koefisien regresi se (ai) = Standar error dari koefisien regresi ke-ai
Kriteria uji: a. thitung < ttabel (n-k) pada taraf nyata α. Artinya, variabel bebas yang digunakan secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. b. thitung > ttabel (n-k) pada taraf nyata α. Artinya, variabel bebas yang digunakan secara parsial berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. Apabila tidak menggunakan t-tabel, maka signifikansi variabel dapat dilihat dari nilai P, dengan kriteria sebagai berikut: a) P-value < α, maka variabel yang diuji (faktor produksi) berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (produksi). b) P-value > α, maka variabel yang diuji (faktor produksi) tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (produksi). Estimasi fungsi risiko produksi yang dihadapi peternak dilakukan melalui tahap-tahap : 1. Meregresikan nilai y terhadap x sehingga diperoleh nilai residual ε. 2. Melakukan tahapan MNLS (Multi Stage Non-Linear Least Square) untuk menghindari terjadinya hubungan heteroskedastik nilai eror term dengan variabel input sehingga diperoleh estimasi risiko yang BLUE (Best Linear Unsblased Estimation) (Fufa 2002) dengan cara : a) Meregresikan nilai mutlak residual, |ε| yang dihasilkan dari langkah (1) terhadap ln f(x) sehingga diperoleh parameter γ yang digunakan sebagai pembobot untuk fungsi mean f(x). ln 𝑦 ln 𝑓(𝑥) b) Nilai produktivitas y* = ln 𝑓 (𝑥,𝑦) dan f(x)* = ln 𝑓 (𝑥,𝑦) c) Meregresikan nilai y terhadap f(x)* dan diperoleh nilai residual ε* yang digunakan untuk mengestimasi fungsi risiko produksi.
25
3. Mengestimasi parameter fungsi risiko dengan meregresikan nilai ε* terhadap x menggunakan metode maximum likelihood menggunakan program SAS 9.1 dengan prosedur LIML.
Analisis Risiko Harga Beberapa ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur penyimpangan diantaranya adalah varians (variance), simpangan baku (standart deviation) dan koefisien variasi (coefficient variation) (Fariyanti et al. 2007). Untuk mengukur risiko harga tidak dilakukan pendugaan seperti pada risiko produksi. Risiko harga di ukur dengan mengukur nilai ekspektasi dan variance harga ayam broiler. Ekspektasi harga dan varian dihitung sebagai berikut (Robison dan Barry 1987) : EXPHRG = pt HRGT + pr HRGR + pn HRGN
(3.9)
Peluang adalah suatu kejadian pada kegiatan usaha yang dapat diukur berdasarkan pengalaman yang telah di alami pelaku bisnis dalam menjalankan usahanya. Pada kondisi aktual mengukur peluang kejadian dapat dilakukan dengan melihat frekuensi dari masing-masing kejadian untuk periode waktu tertentu. Peluang adalah kuantifikasi ketidakpastian seseorang yang dinyatakan dalam bilangan antara 0-1. Untuk menggambarkan tingkat kepercayaan seseorang terhadap kejadian yang mungkin terjadi dari suatu kejadian yang tidak pasti. VARHRG = pt [HRGT –EXPHRG] 2 + pr [HRGR – EXPHRG] 2 + pn [HRGN – EXPHRG] 2
(3.10)
Nilai varians berbanding lurus dengan nilai penyimpangan dan risiko. Semakin kecil nilai varians, maka semakin kecil penyimpangannya dan semakin kecil tingkat risiko yang dihadapinya dalam menjalankan usaha. σ = √σ2
(3.11)
Standar deviasi dapat di ukur dari akar kuadrat nilai variansnya. Secara matematis rumus menghitung standar deviasi dapat dilihat pada persamaan 3.11. Nilai yang ditunjukkan dari perhitungan standar deviasi memiliki arti yang sama dengan nilai variansn. Dimana semakin kecil nilai standar deviasi, maka semakin kecil risiko yang dihadapinya. σ
CV = EXPHRG
(3.12)
Nilai koefisien variasi dapat diukur dari rasio standar deviasi dengan expected return. Secara matematis nilai koefisien variasi dapat dilihat pada persamaan 3.12. Semakin kecil nilai koefisien variasi, maka akan semakin rendah tingkat risiko yang dihadapi. Koefisien variasi adalah angka yang menunjukkan perbandingan antara risiko yang harus ditanggung dengan pendapatan tunai yang akan diperoleh. Dengan kata lain koefisien variasi digunakan untuk membandingkan risiko yang dihadapi terhadap return atau pendapatan yang diterima.
26
Dimana : EXPHRG Pt Pr Pn HRGT HRGR HRGN
= ekspektasi harga produk = peluang peternak mendapat harga tertinggi (%) = peluang peternak mendapat harga terendah (%) = peluang peternak mendapat harga normal (%) = harga tertinggi yang pernah diperoleh peternak (Rp/Ekor) = harga terendah yang pernah diperoleh peternak (Rp/Ekor) = harga normal yang sering diterima peternak (Rp/Ekor)
Preferensi Peternak Diasumsikan bahwa peternak dalam melakukan usaha ternaknya berusaha untuk memaksimalkan utilitas dan maksimisasi utilitas didekati dengan maksimisasi pendapatan dalam berusahaternak, dan peternak mendapatkan hasil produksi y pada tingkat harga p, maka maksimisasi utilitas peternak adalah utilitas (U) dari keuntungan (π) (Robison dan Barry 1987), maka : Max U(π) π = p.y – r.x – C
(3.13)
dimana : π = keuntungan usaha ternak r = harga input x = jumlah input yang digunakan C = biaya tetap usaha ternak p = harga output y = output Output usahaternak adalah : Y = f(x) + g(x)
(3.14)
Dengan mensubtitusikan persamaan (3.13) ke dalam persamaan (3.14), maka diperoleh : U(π) = p.f(x) + p.g(x) – r.x – C
(3.15)
Fungsi utilitas untuk peternak ayam broiler [U(πo)] adalah : U(πo) = p.f(PKN, VKN, OBT,TK) + p.g(PKN, VKN, OBT,TK) – ri (PKN, VKN, OBT,TK) – C (KND) dimana : U(πo) = utilitas peternak ayam broiler f(x) = fungsi produksi
(3.16)
27
g(x) p ri xi C PKN VKN OBT KND TK
= fungsi risiko = harga output (Rp) = harga input ke-i (Rp) = jumlah input ke-i = biaya tetap usaha ternak = Pakan (kg/musim) = Vaksin (dosis/musim) = Obat (gr/musim) = Kandang (m2/Ha/Musim) = Tenaga Kerja (HOK/musim).
Dari persamaan di atas, dicari First Order Condition (FOC) dan Second Order Condition (SOC) terhadap masing-masing variabel sebagai berikut : First Order Condition (FOC) dari fungsi utilitas: U’ (πi) = p.f’(xi) + p.g’(xi) - ri
(3.17)
Second Order Condition (SOC) dari fungsi utilitas : U’’ (πi) = p.f’’(xi) + p.g’’(xi)
(3.18)
Untuk menganalisis nilai preferensi risiko peternak dengan mengadopsi ArrowPratt absolute risk aversion (AR) yang diperoleh dari rasio antara nilai SOC dan FOC dari fungsi utilitas, sebagai berikut: U’ (πi)
AR = − U’’(πi)
(3.19)
Dimana : AR = Absolute risk averse U’(πi) = First Order Condition dari fungsi utulitas U’’(πi) = Second Order Condition dari fungsi utilitas Menurut Robison and Barry (1987), peternak dapat dikatakan bersifat : (1) risk averse apabila AR > 0, (2) risk taker apabila AR < 0, dan (3) risk neutral apabila AR = 0.
Definisi Operasional Untuk mempermudah penelitian yang dilakukan maka variabel-variabel dalam penelitian didefinisikan sebagai berikut : 1. Risiko Produksi merupakan gap hasil produksi yang diharapkan dengan yang diestimasi. Risiko produksi diindikasikan dengan adanya fluktuasi produksi tiap panen. 2. Risiko Harga merupakan fluktuasi harga yang diterima oleh peternak disetiap panen. 3. Preferensi Risiko Peternak adalah risiko yang dihadapi masing-masing peternak yang diperoleh dari analisis nilai AR absolute risk averse.
28
4. Pakan adalah makanan yang diberikan untuk pertumbuhan DOC hingga ayam broiler yang siap panen. Pakan memegang peranan yang sangat penting dalam pembesaran atau penggemukkan ayam broiler. Satuan yang digunakan dalam penelitian ini untuk pakan adalah kg. Harga pakan dinyatakan dalam Rp/kg. 5. Vaksin merupakan salah satu cara yang paling sering digunakan untuk mencegah timbulnya penyakit. Vaksin dalam penelitian ini dinyatakan dalam dosis (vial). Harga vaksin dinyatakan dalam Rp/vial. 6. Obat-obatan dan vitamin adalah obat yang diberikan jika ayam broiler sudah terdeteksi secara dini terkena suatu penyakit. Biasanya peternak memberikan pengobatan secara terencana jika sebelumnya telah mengetahui sejarah penyakit yang sering terjadi dikawasan tersebut. Obat-obatan dalam penelitian ini dinyatakan dalam gr. Harga obat-obatan dinyatakan dalam Rp/gr. 7. Tenaga Kerja adalah jumlah total tenaga kerja yang digunakan dalam melakukan usaha ternak ayam broiler. Satuan yang digunakan adalah Hari Kerja Orang (HKO). Harga tenaga kerja dihitung sama dengan besarnya tingkat upah peternak yang berlaku secara umum di daerah penelitian dan dihitung dalam satuan rupiah per HKO (Rp/HKO). 8. Kandang adalah tempat pemeliharaan ayam broiler. Kandang ini bisa berbentuk kandang panggung dan kandang postal. Kandang yang paling banyak digunakan di daerah penelitian adalah kandang panggung yang dinilai lebih baik karena menghasilkan udara yang berkualitas. 9. Dummy Arah Kandang yang baik adalah panjang kandang sejajar dengan garis khatulistiwa atau mengarah ke barat timur. Kriteria dummy arah kandang barat timur = 1 dan utara selatan = 0. 10. Dummy Pemanas yang yang digunakan dalam usahaternak ayam broiler adalah yang bersumber dari batubara. Selain batubara, peternak juga menggunakan serbuk gergaji dan gas sebagai sumber pemanas. Kriteria dummy pemanas bersumber batubara = 1 dan lainnya = 0. 11. Sekam adalah salah satu input yang penting dalam usahaternak ayam broiler. Sekam disini berfungsi sebagai penghangat ketika DOC masih berumur 1-10 hari dan juga sebagai alas kandang agar tetap kering. Harga sekam dalam penelitian ini dinyatakan dalam Rp/kg. 12. Kepadatan ini erat hubungannya dengan perhitungan luas lantai dengan rencana akhir ukuran ayam yang akan dipanen berdasarkan ukuran bobot ayam per m2. Pada kandang terbuka, dalam 1 m2 bisa menampung ayam dewasa sebanyak 8-10 ekor sedangkan dikandang tertutup mampu menampung ayam dewasa sebanyak 10-14 ekor. Kepadatan dalam penelitian ini dinyatakan dalam ekor/m2. 13. Peluang adalah kemungkinan terjadinya peristiwa. Peluang hanya suatu kemungkinan, jadi nilai dari suatu peluang bukan merupakan harga mutlak dalam suatu kondisi. 14. Varians adalah selisih kuadrat dari harga dengan harga yang diharapkan dikalikan dengan peluang dari setiap kejadian. Nilai varian berbanding lurus dengan risiko. 15. Standar Deviasi adalah akar kuadrta dari nilai varian. Nilai perhitungan standar deviasi memiliki arti yang sama dengan nilai varian. 16. Koefisien Variasi adalah rasio standar deviasi dengan harga yang diharapkan. Semakin kecil nilai koefisien variasi, maka semakin rendah tingkat risiko yang dihadapi.
29
17. Harga tertinggi adalah harga tertinggi yang pernah diterima oleh peternak dalam satu tahun terakhir. Harga ini dinyatakan dalam Rp/ekor. 18. Harga terendah adalah harga terendah yang pernah diterima oleh peternak dalam satu tahun terakhir. Harga ini dinyatakan dalam Rp/ekor.
30
4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN
KERAGAAN USAHATERNAK AYAM BROILER
Gambaran Umum Wilayah Penelitian
Keadaan Geografis Kabupaten Bekasi secara geografis terletak pada posisi 106’-88’97 Bujur Timur dan 610’-630’ Lintang Selatan. Batas wilayah administrasi Kabupaten Bekasi adalah sebelah utara Laut Jawa; sebelah selatan adalah Kabupaten Bogor; sebelah barat adalah Kota Jakarta Utara dan Kota Bekasi, sebelah timur adalah Kabupaten Karawang. Topografinya terbagi atas dua bagian, yaitu dataran rendah meliputi sebagian wilayah utara dan dataran bergelombang diwilayah selatan. Ketinggian antara 6-115 meter dan kemiringan 0’-25’. Suhu udara yang terjadi di Kabupaten Bekasi bekisar antara 28’-32’C. Curah hujan tertinggi dan hari hujan terbanyak terjadi pada bulan Januari. Kabupaten Bekasi memiliki luas kurang lebih 127 388 Ha yang terbagibagi dalam 23 kecamatan yang terdiri dari Setu, Cikarang Pusat, Cikarang Selatan, Cibarusah, Bojongmangu, Cikarang Timur, Kedungwaringin, Cikarang Utara, Karangbahagia, Cibitung, Cikarang Barat, Tambun Selatan, Tambun utara, Babelan, Tarumajaya, Sukawangi, Sukatani, Sukakarya, Pebayuran, Cabangbungin, Muaragembong. Jumlah penduduk Kabupaten Bekasi tahun 2012 berjumlah 2 786 638 jiwa sehingga rata-rata kepadatan penduduk sekitar 2188 jiwa per km2. Wilayah paling padat penduduknya adalah Kecamatan Tambun Selatan dengan 10 239 jiwa per km2, sedangkan yang paling rendah kepadatannya adalah Kecamatan Muaragembong dengan 255 jiwa per km2.
Karakteristik Usahaternak Ayam Broiler Deskripsi Peternak Responden Karakteristik peternak ayam broiler di Kabupaten Bekasi disajikan pada Tabel 5. Peternak responden pada penelitian ini memiliki umur yang beragam. Nampak bahwa peternak tergolong dalam usia produktif, baik peternak mandiri maupun mitra. Umur seseorang sangat berpengaruh terhadap kondisi biologis dan psikologis seseorang. Umur peternak merupakan salah satu faktor yang berkaitan erat dengan kemampuan peternak dalam melakukan kegiatan usahaternak dan sebagai penentu keberhasilan dalam melakukan usahaternak. Menurut Soekartawi (1999), peternak yang berumur lebih tua biasanya akan cenderung sangat konservatif terhadap perubahan inovasi teknologi. Berdasarkan hasil analisis karakteristik peternak, umur peternak ayam broiler berada pada usia produktif. Peternak responden memiliki umur minumum 25 tahun untuk peternak mandir maupun peternak mitra dan maksimum tahun 43 tahun untuk peternak mandiri sedangkan 43 untuk peternak mitra. Hal ini menunjukkan bahwa peternak dapat
31
mengelola usahaternak ayam broiler dengan baik karena berada pada usia produktif. Peternak dengan usia yang lebih muda diharapkan memiliki tenaga yang lebih kuat dibandingkan dengan peternak yang memiliki umur yang lebih tua. Tabel 5. Karakteristik peternak ayam broiler di Kabupaten Bekasi Karakteristik Peternak Peternak Mandiri Peternak Plasma Usia (tahun) Rata-rata 43.00 40.00 Minimum 25.00 25.00 Maksimum 70.00 60.00 Standar Deviasi 11.28 9.02 Jenis Kelamin (%) a. Laki-laki 85.72 100.00 b. Perempuan 14.28 0.00 Pendidikan (%) a. SD 41.67 5.27 b. SMP 22.22 21.05 c. SMA 11.11 42.10 d. PT 25.00 31.58 Status Pernikahan (%) a. Menikah 100.00 89.47 b. Belum Menikah 0.00 10.53 Jumlah Tanggungan Keluarga (orang) 3.00 3.00 Rata-rata 1.00 0.00 Minimum 7.00 5.00 Maksimum 1.38 1.40 Standar Deviasi Pekerjaan Utama (%) a. Peternak 74.28 50.00 b. Lainnya 25.72 50.00 Penglaman Berternak (tahun) Rata-rata 10.00 8.00 Minimum 1.00 2.00 Maksimum 25.00 15.00 Standar Deviasi 6.71 3.34 Skala usaha (%) a. < 5000 ekor 88.57 23.07 b. ≥ 5000 ekor 11.43 76.93 Sumber : Data primer 2015 (diolah)
Salah satu penentu kualitas sumberdaya manusia adalah tingkat pendidikan. Kualitas individu seseorang pada dasarnya berbanding lurus dengan tingkat pendidikan orang tersebut. Pendidikan diperlukan pada semua sektor ekonomi termasuk usaha peternakan ayam broiler. Tingkat pendidikan peternak bervariasi mulai dari tingkat SD sampai tingkat Perguruan Tinggi (PT). Tingkat pendidikan peternak mitra relatif lebih baik dibandingkan dengan tingkat
32
pendidikan peternak mandiri. Tingkat pendidikan yang rendah cenderung mengakibatkan kurangnya pengetahuan dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang tersedia (Kartasapoetra 1994). Tetapi berbeda dengan penelitian ini, berdasarkan hasil wawancara dengan responden, ilmu tentang budidaya ayam broiler yang dimiliki oleh responden tidak diperoleh dari pendidikan formal. Pengetahuan tentang budidaya ayam broiler diperoleh para responden dari diskusi dengan peternak yang lebih berpengalaman. Tingkat pendidikan formal yang diikuti peternak akan berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan wawasan serta kemampuan menghasilkan pendapatan yang lebih besar dalam rumah tangga (Soekartawi 1999). Mayoritas peternak baik mandiri maupun mitra sudah menikah, kecuali peternak mitra ada beberapa yang belum menikah. Pekerjaan sebagai peternak merupakan pekerjaan utama mayoritas responden, kecuali peternak mandiri. Sebanyak 100 persen peternak mandiri sudah menikah. Sedangkan untuk peternak mitra sebanyak 89.47 persen sudah menikah. Jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi keputusan dalam usahaternaknya. Semakin banyak jumlah anggota keluarga maka akan semakin besar pula biaya hidup yang harus dipenuhi peternak. Akan tetapi disisi lain apabila jumlah tanggungan keluarga semakin banyak maka tenaga kerja dalam keluarga dapat membantu dalam kegiatan usahaternak. Jumlah anggota keluarga peternak responden yang masih menjadi tanggungan kepala keluarga di daerah penelitian rata-rata 3 orang baik peternak mandiri maupun peternak mitra. Rata-rata pekerjaan utama peternak mandiri adalah sebagai peternak dengan presentase 74.28 persen, sedangkan yang menjadikan usahaternak bukan sebagai pekerjaan utamanya adalah 25.72 persen. Sedangkan peternak mitra yang menjadikan usahaternak sebagai pekerjaan utamanya sebanyak 50 persen, dan 50 persen lainnya tidak menjadikan usahaternak sebagai pekerjaan utamanya. Pengalaman peternak dalam mengusahakan usahaternaknya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu usahaternak. Pengalaman yang dimiliki seseorang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam menghadapi permasalahan dan pengambilan keputusan. Pengalaman seseorang biasanya dihubungkan dengan waktu yang telah dihabiskan seseorang untuk melakukan sesuatu. Semakin banyak waktu yang telah dihabiskan orang tersebut untuk melakukan suatu bidang tertentu maka dapat dikatakan bahwa seseorang tersebut semakin berpengalaman. Pengalaman dalam beternak ayam broiler juga dipengaruhi seberapa lama orang tersebut menjalankan usaha peternakan ayam. Secara umum, pengalaman usahaternak ayam broiler peternak mandiri lebih lama dengan rata-rata 10 tahun daripada peternak plasma dengan rata-rata 8 tahun. Hal ini diduga ada kaitannya dengan usia peternak mandiri yang lebih tua dari pada peternak plasma. Pengetahuan seseorang tentang peternakan ayam broiler juga dipengaruhi oleh pengalaman.
Karakteristik Usahaternak Karakteristik usahaternak ayam broiler di Kabupaten Bekasi disajikan pada Tabel 6. Nampak bahwa rata-rata populasi ternak yang dipelihara peternak mitra lebih banyak daripada peternak mandiri. Hal ini terkait dengan kapasitas
33
kandang peternak mitra lebih besar daripada peternak mandiri, yang nampak dari luas kandang. Tabel 6. Karakteristik usahaternak ayam broiler Karakteristik Usahaternak Peternak Mandiri Peternak Plasma Populasi ternak (ekor) Rata-rata 2 646.00 7 239.00 Minimum 400.00 3 500.00 Maksimum 10 000.00 20 000.00 Standar Deviasi 2 149.06 4 171.90 Luas kandang (m2) Rata-rata 247.00 675.00 Minimum 32.00 296.00 Maksimum 800.00 1 800.00 Standar deviasi 206.46 319.18 Bentuk kandang (%) a. Litter 48.57 18.42 b. Panggung 51.43 81.58 Arah kandang (%) a. Utara-Selatan 42.46 13.16 b. Barat-Timur 57.14 86.84 Bobot Panen (Kg/Ekor) Rata-rata 1.40 1.56 Minimum 1.00 1.00 Maksimum 1.80 1.60 Standar deviasi 0.19 0.13 Umur Panen (Hari) Rata-rata 28.00 30.00 Minimum 23.00 26.00 Maksimum 33.00 36.00 Standar deviasi 2.00 1.64 FCR Rata-rata 1.45 1.51 Minimum 0.98 1.42 Maksimum 1.96 1.76 Standar deviasi 0.22 0.09 Kematian (Mortalitas) Rata-rata 5.20 6.60 Minimum 1.60 2.30 Maksimum 12.50 20.02 Standar deviasi 2.47 3.36 Produksi Rata-rata (Kg/Peternak) Rata-rata 2 515.00 6 686.00 Sumber : Data primer 2015 (diolah)
Bentuk kandang baik peternak mandiri maupun peternak mitra mayoritas menggunakan kandang panggung. Bentuk kandang panggung memiliki kelebihan dibandingkan dengan kandang litter, antara lain kandang relatif lebih bersih
34
karena kotoran ayam langsung jatuh ke bawah kolong kandang dan relatif tidak memerlukan sekam yang terlalu banyak. Namun adapula kelemahan dari kandang panggung ini, dimana kandang panggung membutuhkan biaya yang cukup mahal untuk membuatnya dibandingkan dengan kandang litter. Arah kandang mayoritas peternak mandiri maupun peternak plasma membujur Barat-Timur. Menurut posisi kandang, arah yang membujur Barat-Timur telah sesuai dengan pedoman budidaya ayam broiler yang menganjurkan agar posisi kandang membujur dari Barat-Timur. Posisi kandang yang demikian memberikan kesempatan bagi ayam untuk mendapatkan sinar matahari yang terbaik, yaitu pagi hari yang cukup hangat dan sore hari tidak terlalu panas. Peternak yang posisi kandangnya membujur Selatan-Utara, biasanya terpaksa membuat kandang dengan posisi tersebut karena alasan kontur tanah yang tidak memungkinkan untuk posisi kandang yang membujur Barat-Timur. Bobot panen rata-rata ayam broiler peternak mandiri 1.40 kg, lebih rendah jika dibandingkan dengan peternak mitra sebesar 1.56. Bobot panen ayam broiler dipengaruhi oleh umur panen, dimana umur panen peternak mandiri selama 28 hari dan peternak mitra selama 30 hari. Semakin lama ayam broiler di panen (umur panen) akan memepengaruhi jumlah bobot, dimana bobot ayam broiler akan semakin berat. Proses budidaya ayam broiler dilakukan didalam kandang. Luas kandang dalam proses budidaya ayam broiler harus sesuai dengan jumlah produksi. Idealnya untuk luas kandang dalam budidaya ayam broiler setiap 1 m2 maksimal ditempati sepuluh ekor ayam untuk kandang opened housed dan maksimal empat belas ekor ayam untuk kandang closed housed. Jika jumlah ayam yang dipelihara melebihi kapasitas kandang maka akan mempengaruhi pertumbuhan ayam yang dipelihara. Nilai FCR (Feed Convertion Ratio) pada peternak mandiri lebih kecil dibandingkan dengan peternak mitra. Nilai FCR mencerminkan efisiensi penggunaan pakan, semakin rendah FCR maka akan semakin tinggi efisiensi penggunaan pakan. Dalam hal ini peternak mandiri lebih efisien dalam penggunaan pakan jika dibandingkan dengan peternak mitra. Hal ini dikarenakan peternak mandiri lebih takut untuk rugi sehingga untuk penggunaan pakan disetting untuk habis. Rata-rata mortalitas ayam broiler peternak mandiri sebesar 5.20, lebih rendah jika dibandingkan dengan peternak mitra sebesar 6.60. Hal tersebut mengindikasikan bahwa peternak mitra lebih berisiko jika dibandingkan dengan peternak mandiri dari segi mortalitas. Produksi rata-rata peternak mandiri sebesar 2 515 kg/peternak sedangkan peternak mitra sebesar 6 686 kg/peternak.
Gambaran Kemitraan di Kabupaten Bekasi Perusahaan-perusahaan kemitraan telah banyak berkembang dewasa ini, khususnya perusahaan kemitraan ayam broiler. Banyak dari perusahaan kemitraan menjalankan usahanya dengan pola inti-mitra, dimana perusahaan inti bergerak sebagai inti dan peternak ayam broiler sebagai mitra. Pembahasan mengenai pola kemitraan inti-mitra yang dilaksanakan oleh beberapa perusahaan mencakup beberapa hal yang menarik untuk dikaji, diantaranya sistem dan prosedur penerimaan mitra, penerapan kontrak kerjasama, hak dan kewajiban pihak inti
35
maupun peternak mitra, pembinaan dan pengawasan dari pihak inti terhadap peternak mitra, serta sanksi bagi peternak mitra. Perusahaan inti akan menyeleksi peternak mitra dengan mensurvei terlebih dahulu berupa survei kandang (lokasi kandang), kondisi kandang, kelengkapan fasilitas kandang. Perusahaan inti tidak menetapkan kapasitas kandang kepada calon peternak yang akan bermitra. Perusahaan inti merupakan satu-satunya pemasok tunggal sarana produksi kepada peternak mitra. Sarana produksi yang diberikan berupa day old chicken (DOC), pakan, vaksin, sekam, obat dan vitamin. Setelah beberapa syarat terpenuhi oleh peternak mitra, maka perusahaan inti dan peternak mitra menyepakati kontrak kerjasama tertulis. Kontrak kerjasama memuat hak dan kewajiban kedua belah pihak, salah satunya mengenai pemberian intensif atas prestasi peternak. Kerjasama disini merupakan kerjasama bagi hasil. Kerjasama ini mempunyai syarat-syarat tertentu, diantaranya peternak mitra harus menyediakan lahan, kandang dan tenaga kerja. Perusahaan inti tidak menentukan harga jual sapronak dan juga harga jual ayam. Mengenai sapronak, perusahaan inti tidak menetapkan harga (tidak menjual ke peternak mitra), tetapi akan memberikannya ke peternak sesuai dengan kebutuhan kandang. Begitu juga mengenai harga jual dan bobot, perusahaan inti tidak menetapkannya karena perusaahaan inti tidak mau mengambil risiko. Mengenai harga jual produk, perusahaan inti akan mengambil ayam dari peternak yang sudah siap untuk dipanen lalu mengenai harga, perusahaan inti akan mengikuti harga jual yang berlaku pada saat ayam broiler tersebut dijual. Peternak mitra akan memperoleh intensif dalam membudidayakan ayam broiler dengan perusahaan inti, jika peternak mitra dapat mencapai standar FCR (Feed Convertion Ratio) dan tingkat mortalitas serta indeks prestasi yang telah ditentukan sebelumnya. Salah satu pemberian intensif yang dilakukan adalah apabila peternak mitra mampu mencapai indeks prestasi sebesar lebih dari 325. Selain itu, peternak mitra juga mendapatkan pembinaan dan pengawasan lapangan (PPL) dari perusahaan inti setiap hari selama satu periode. PPL selalu mencatat perkembangan pemeliharaan ayam broiler, baik itu jumlah pakan yang dihabiskan maupun jumlah ayam broiler yang mati. Materi pembinaan mengenai pengetahuan keterampilan dalam berusaha ternak mulai dari persiapan kandang hingga pemanenan, pengetahuan dalam menerapkan teknologi pembuatan kandang dan pakan, serta pengelolaan limbah kotoran ternak. Pihak perusahaan inti juga akan memberikan sanksi bagi peternak mitra yang melanggar kontrak kerjasama. Selain itu perusahaan inti juga akan memberikan sanksi jika peternak mitra tidak mampu mencapai indeks prestasi yang diharapkan. Sanksi disini berupa peringatan, denda melalui pemotongan hasil panen, pengosongan kandang selama satu periode atau sampai pemutusan hubungan kerja jika peternak mitra tidak memelihara ayam dengan baik sehingga terjadi kerugian selama tiga periode berturut-turut. Salah satu alasan peternak mitra untuk melakukan kemitraan di Kabupaten Bekasi (1) peternak merasakan kelancaran dalam hal penyediaan faktor produksi ayam broiler karena merupakan tanggungan dan jaminan dari Perusahaan Inti. Dengan adanya jaminan penyediaan input dari perusahaan inti maka periode usahaternak dalam setahun dapat dilaksanakan secara maksimal, (2) selama berlangsungnya proses on-farm peternak mitra akan selalu dibimbing dengan Technical Service dari perusahaan inti, dengan begitu maka peternak akan
36
mendapatkan bimbingan teknis dan teknologi yang memadai untuk menjadikan usahaternak ayam broiler dalam performa yang baik. Perusahaan inti hanya menyediakan kepastian sarana produksi. Tetapi untuk harga beli, perusahaan mitra tidak memberikan menjamin harga yang lebih baik. Perusahaan inti tetap mengikuti harga pasaran yang berlaku pada saat hasil produksi tersebut dijual. Karena kerjasama disini merupakan kerjasama bagi hasil maka jika peternak mitra dan perusahaan inti untung maka tidak semua keuntungan tersebut dibagikan. Keuntungan tersebut akan di potong sebesar 30 persen sebagai jaminan jika nantinya mengalami kerugian. Setelah keuntungan tersebut sudah dipotong 30 persen, maka barulah sisa keuntungan tersebut dibagikan sesuai dengan proporsi yang tertera pada kontrak. Jaminan kerugian ini nantinya digunakan apabila peternak tersebut mengalami kerugian. Walaupun peternak tersebut tidak mengalami kerugian dalam waktu yang lama tetapi tetap keuntungan tersebut harus di potong 30 persen karena usahaternak ayam broiler ini sangat sulit untuk diramalkan apakah akan mengalami keuntungan secara terus menerus.
Keragaan Usahaternak Ayam Broiler Persiapan sebelum DOC datang Kegiatan yang dilakukan sebelum DOC datang antara lain pemasangan tirai yang ada disekeliling kandang, penempatan sekam pada alas kandang dengan ketebalan sekitar 5-8 cm untuk kandang litter, sedangkan sekitar 4-7 cm untuk kandang panggung. Pemberian sekam pada lantai berfungsi sebagai penghangat, penyerap cairan sehingga ayam terhindar dari suhu dingin dan kerusakan dibagian kaki dan dada akibat cairan yang menggenang dilantai. Sekam ini di beli peternak biasanya dari petani padi yang sudah panen. Sekam dibeli dengan harga Rp 5 000.00 per karung, dimana satu karungnya berisi 50 kg. Jika peternak membeli langsung ke peternak, harga sekam bisa dapat murah, tetapi jika peternak membeli tidak ke peternak secara langsung harganya bisa lebih tinggi. Hal-hal yang seperti membuat brooder, menempatkan tempat makan dan tempat minum, pemanas dan lampu penerang sudah harus disiapkan sebelum DOC datang. Proses Budidaya Proses budidaya ayam broiler merupakan tahapan mulai dari pengadaan DOC hingga tahap ayam siap untuk dijual. Pada proses budidaya dilakukan pemberian pakan dan minum, vaksinisasi, pemberian vitamin dan obat-obatan serta melakukan pemanasan atau pendinginan suhu. Pengadaan DOC (Day Old Chick) DOC merupakan anak ayam yang baru ditetaskan. Pada usaha ternak ayam broiler, tahap awal proses budidaya adalah pengadaan DOC. DOC masuk ke kandang biasanya dua hari setelah sekam di tabur dilantai kandang. Hal yang perlu diperhatikan adalah kualitas dan jumlah DOC yang di pasok oleh peternak.
37
Peternak ayam menggunakan DOC dari perusahaan yang berbeda-beda. Ada yang membeli langsung ke perusahaan penetasan DOC, ada juga peternak yang membeli DOC dari poultry shop. Pemilihan produsen DOC biasanya didasarkan pada kecocokan, tingkat loyalitas dan tingkat kualitas peternak dalam menggunakan DOC tersebut. Tetapi ada juga peternak yang memilih produsen DOC berdasarkan pada ketersediaan DOC dan kemudahan dalam mendapatkan DOC tersebut. Ketika DOC datang, umumnya peternak mengambil beberapa sampel DOC secara acak di setiap satu dus. Dalam satu dus DOC terdapat 102 DOC, dimana sebenarnya DOC dalam satu dus terdapat 100 ekor sedangkan 2 ekor itu merupakan bonus. Pengambilan DOC secara acak untuk ditimbang dan dilihat kondisinya. Jika terdapat DOC yang kurang memenuhi persyaratan, maka DOC tersebut akan dipisahkan. DOC yang telah memenuhi syarat, selanjutnya dimasukan ke kandang yang sudah hangat dan yang sudah dilengkapi dengan air minum dan makan pada tempat yang sudah disiapkan. Air minum dicampur dengan vitamin atau ada juga beberapa peternak yang mencampurkan dengan gula merah untuk memulihkan kondisi DOC. Peternak mendapatkan DOC dari dua sumber yaitu dari poultry shop (peternak mandiri) atau dari produsen DOC langsung (peternak mitra). Harga DOC sendiri beragam tergantung jenis dari DOC tersebut. Harga DOC yang dibayarkan peternak mandiri berkisar antara Rp 1 500.00 sampai Rp 5 000.00 per ekor. Sedangkan untuk peternak mitra harga yang dibayarkan untuk pengadaan DOC sebesar Rp 4 000.00 hingga Rp 7 000.00 per ekor. Harga yang dibayarkan peternak mitra lebih mahal dibandingkan dengan peternak mandiri karena peternak mitra menggunakan DOC dengan kualitas terbaik, sedangkan DOC yang digunakan peternak mandiri rata-rata merupakan DOC dengan kualitas biasa. Pemberian Pakan dan Minum Pakan dan minum adalah faktor yang sangat menentukan dalam pertumbuhan ayam broiler. Zat dan nutrisi yang dibutuhkan oleh ayam dalam masa pertumbuhan adalah karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Pemberian pakan dilakukan pada pagi, siang dan sore hari. Peternak harus memastikan bahwa tempat makan dan minum jangan sampai dalam keadaan kosong. Intinya adalah ayam broiler tidak boleh sampai puasa. Pemberian minum juga perlu diperhatikan dan dikontrol, agar air tidak sampai membasahi lantai sekam karena natinya dapat menjadi sumber penyakit pada ayam. Pakan yang digunakan pada peternak mitra ada dua jenis. Pada saat ayam berusia satu hingga 20 hari digunakan pakan jenis 511 yang memiliki tekstur lebih halus. Setelah ayam berumur di atas 20 hari maka pakan yang digunakan adalah TNT. Tetapi pakan yang diberikan peternak mandiri hanya satu jenis selama proses budidaya ayam broiler. Jumlah pakan yang dibutuhkan adalah sekitar 2 hingga 2.5 kg pakan untuk setiap ekor ayam mulai dari DOC hingga panen. Pada minggu pertama, pemberian pakan dilakukan pada tempat makan yang diletakkan dibawah (nampan). Hal tersebut dilakukan agar DOC mudah ketika makan. Pada minggu kedua, biasanya pemberian pakan dilakukan pada tempat makan yang diletakkan di atas sekam. Pada minggu ketiga dan minggu
38
terakhir, pemberian pakan selanjutnya diletakkan di tempat pakan yang digantung dengan tinggi yang disesuaikan dengan jangkauan ayam. Peternak mendapatkan pakan biasanya dari poultry shop untuk mandiri sedangkan peternak mitra langsung dari produsen pakan. Peternak mandiri cenderung menggunakan merek pakan yang berbeda-beda. Pakan yang digunakan peternak mandiri biasanya tergantung dari harga dan rekomendasi sesama peternak. Jika peternak mitra, cenderung hanya menggunakan 2 merek pakan. Hal tersebut karena peternak mitra lebih mengutamakan kandungan nutrisi yang ada pada jenis pakan tersebut. Harga pakan yang diterima peternak mandiri rata-rata sebesar Rp 310 000.00 sampai Rp 340 000.00 per karung. Sedangkan harga pakan yang diterima peternak mitra rata-rata sebesar Rp 350 000.00 hingga Rp 370 000.00. Pemberian Vaksin, Vitamin dan Obat-obatan Ayam broiler memerlukan vaksin yaitu berupa bibit penyakit yang sudah dilemahkan untuk menjaga kekebalan tubuh ayam terhadap beberapa penyakit. Proses pemberian pada peternakan yang menjadi objek penelitian dilakukan 2 tahap yaitu vaksin mata pada saat ayam berumur 4-6 hari dan vaksin yang digunakan adalah ND (Newcastle Diseases). Tahap kedua ketika ayam berumur 12-16 hari, vaksin yang digunakan berupa Gumboro. Selain vaksin, pemberian vitamin juga perlu dilakukan pada budidaya ayam broiler. Vitamin yang diberikan bertujuan untuk menghilangkan stres pada ayam dan juga meningkatkan pertumbuhan ayam. Stres pada ayam terjadi karena proses pengangkutan dari perusahaan DOC hingga sampai ke kandang dan juga setelah pemberian vaksin. Tetapi ada juga peternak mandiri yang tidak memberikan vitamin atau obat, peternak hanya memberikan air gula merah sebagai pengganti vitamin dan obat. Jenis vaksin, vitamin dan obat-obatan yang digunakan peternak mandiri cenderung beragam. Hampir semua peternak mandiri membeli vaksin, vitamin dan obat di poultry shop. Sedangkan peternak mitra, membeli vaksin, vitamin dan obat dari produsen langsung. Biasanya produsen mengantarkan langsung vaksin, vitamin dan obat ke perusahaan mitra dan nantinya baru di distribusikan ke peternak mitra lainnya. Pemanas Ruangan Ayam merupakan hewan yang sangat sensitif terhadap perubahan suhu. Pemanas ruangan dapat mempengaruhi tingkat kematian pada ayam selama proses produksi. Pada saat DOC baru datang, pemanas ruangan sangat penting karena DOC membutuhkan udara yang hangat khususnya pada malam hari. Pemanas ruangan juga dilakukan pada suhu dingin khususnya pada musim penghujan. Pemanas juga dilakukan secara intensif selama kurang lebih 1-2 minggu, dengan intensitas semakin besarnya ayam semakin berkurang intensitasnya. Intensitas pemanas ini juga tergantung dari kondisi cuaca, jika cuaca hujan maka pemanasan semakin lama tetapi jika cuaca panas intensitas pemanasan tidak terlalu lama. Pada peternakan yang menjadi objek penelitian ini, pemanas suhu dilakukan dengan tiga model, yaitu dengan gas, batubara atau serbuk gergaji.
39
Alasan penggunaan gas adalah karena dengan memakai pemanas gas, kualitas suhu lebih stabil dan tidak kotor. Sedangkan alasan peternak memakai batubara dan serbuk gergaji adalah karena lebih hemat biaya dan mudah didapatkan. Udara yang terlalu panas juga tidak baik pada budidaya ayam broiler. Biasanya pada umur 15 hari ke atas, peternak sudah tidak lagi menggunakan pemanas. Jika udara terlalu panas maka peternak mengantisipasinya dengan membuka layar/tirai, sedangkan jika udara terlalu dingin layar/tirai ditutup. Hal tersebut dilakukan ketika umur ayam 15 hari sampai panen. Bahan bakar untuk pemanas sangat beragam, seperti serbuk gergaji, batubara, dan gas. Peternak yang menggunakan pemanas berupa batubara biasanya membeli ke poultry shop atau bisa membeli langsung ke produsen batubara. Harga batubara yang dibayarkan peternak sebesar Rp 1 250.00 per kg. Jenis batubara disini juga terbagi menjadi dua, ada batubara yang masih utuh dan batubara yang sudah berbentuk briket. Biasanya peternak menggunakan batubara yang sudah berbentuk briket karena lebih mudah digunakan. Jika peternak menggunakan pemanas yang bersumber gas, peternak bisa membeli gas tersebut di agen-agen gas. Biaya yang dikeluarkan peternak untuk pemanas gas Rp 20 000 per tabung 3 kg. Pemanas serbuk gergaji, juga mudah didapatkan peternak. Peternak biasanya mendapatkan serbuk gergaji dari tukang kayu yang ada disekitar lingkungan mereka. Harga serbuk gergaji berkisar Rp 5 000.00 per karung. Peternak jarang sekali yang menggunakan serbuk gergaji karena serbuk gergaji lebih mudah terbakar dan membahayakan DOC yang ada di kandang. Dalam penelitian ini, sebagian besar peternak mandiri maupun peternak mitra menggunakan batubara sebagai bahan bakar untuk pemanas. Kontrol Kontrol sangat penting dilakukan pada peternakan ayam broiler. Kontrol terdiri dari kontrol terhadap peralatan seperti tempat makan dan minum dan kontrol terhadap tirai kandang. Tirai kandang perlu diperhatikan dan digunakan seperlunya saja karena dapat menghambat sirkulasi udara di kandang tersebut. Penyakit pada ayam perlu diperhatikan, dimana ayam yang sudah terkena penyakit perlu segera dipisahkan dari ayam lain agar menghindari penyebaran penyakit dan segera dilakukan penanganan. Pada minggu pertama, peternak biasanya menutup tirai. Hal ini bertujuan agar ayam broiler tetap dalam keadaan hangat. Pada minggu kedua, tirai kandang mulai dibuka sedikit pada bagian bawah dan penggunaan pemanas mulai dikurangi. Pada minggu kedua tersebut, penggunaan pemanas dilakukan hanya pada malam hari atau jika cuaca dingin. Pada minggu ketiga, tirai mulai dibuka dengan tinggi tiga perempat, atau di buka semua jika cuaca dalam keadaan panas. Pada minggu ketiga ini, biasanya pemanas sudah tidak digunakan lagi. Jika pun pemanas digunakan, apabila cuaca dalam keadaan sangat dingin. Pada minggu ketiga ini, pengontrolan dilakukan lebih intensif untuk memastikan agar pertumbuhan ayam dalam kondisi baik. Biasanya dalam minggu ketiga ini, peternak melakukan penjarangan dan juga melakukan penimbangan secara acak. Apabila terdapat ayam yang keadaan sakit, maka ayam tersebut harus segera dikeluarkan dan dipisahkan dari kandang untuk dilakukan pemulihan diruang isolasi. Ruang isolasi biasanya terdapat di dua sisi pinggir kandang. Pada minggu
40
terakhir, frekuensi pengontrolan lebih intensif terutama dalam penimbangan bobot ayam. Kandang juga diberi koran baik kandang panggung maupun kandang litter sebagai tambahan alas yang diletakkan di atas sekam, dan baru dibuka ketika umur ayam satu minggu. Hal ini bertujuan untuk menjaga kebersihan kandang dari kotoran, sehingga kondisi ayam lebih terjamin kesehatannya. Pada kandang panggung, sekam akan diturunkan biasanya ketika ayam berumur 20 hari. Sedangkan pada kandang litter, sekam tetap digunakan, bahkan akan terus ditambah agar keadaan lantai tidak lembab. Panen Panen pada peternakan yang menjadi tempat penelitian ini dilakukan mulai pada bobot ayam 1 kg hingga 1.8 kg. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai bobot tersebut adalah 23-33 hari. Penangkapan ayam dilakukan ketika pembeli yang berasal dari pedagang pengepul atau penjual pemotongan langsung datang ke peternakan. Harga jual ayam disesuaikan dengan harga yang berlaku di pasaran. Biasanya harga jual ayam didiskusikan via telepon. Harga jual ayam bisa di atas atau di bawah harga posko. Harga posko adalah harga pasar yang berlaku dan biasanya dipantau melalui komunikasi dengan pedagang pengumpul atau melalui internet yang dipublikasikan oleh arboge.com. Harga posko ini mengalami fluktuasi tergantung dari kondisi supply-demand dan kondisi eksternal sehingga terkadang sangat sulit untuk diprediksi. Pada saat panen ayam, harus diperhatikan bagaimana melakukan pemanenannya. Proses pemanenan ayam dapat meningkatkan kematian ayam, dikarenakan ayam menderita tingkat stres pada saat melakukan pemanenan. Biasanya yang melakukan penangkapan/pemanenan adalah pembelinya langsung. Hal tersebut dikarenakan pembeli sudah mematok ayam dengan ukuran tertentu untuk dibeli. Dalam proses pemanenan peternak bertindak menimbang dan mencatat ayam yang dipanen. Waktu panen biasanya dilakukan pagi atau sore hari ketika cuaca tidak panas sehingga ayam tidak stres. Pengangkutan hasil panen, pada umumnya menggunakan angkutan truk atau pick up yang dilengkapi dengan keranjang. Dalam satu keranjang tersebut biasanya diisi 15-20 ekor ayam. Dalam proses pemanenan, terdapat perbedaan yang sangat jelas antara peternak mandiri dengan peternak mitra. Peternak mandiri biasanya menahan ayam sampai harga jual ayam stabil atau tinggi. Peternak mandiri mampu menahan ayam sampai bobot 2 kg. Jika dalam keadaan bobot 2 kg harga ayam belum baik, maka peternak terpaksa menjual ayam tersebut. Tetapi ada juga peternak mandiri yang lebih senang menjual ayam ukuran kecil berkisar 0.8 sampai 1 kg. Hal tersebut dikarenakan peternak tidak mau dibebani dengan biaya pakan yang lebih tinggi. Peternak mitra sudah mempunyai standar tersendiri dalam ukuran panen. Tetapi itu tergantung juga dari kesepakatan antara peternak dengan pembeli. Tetapi pada umumnya, peternak mitra menjual ayam pada bobot 1.4 sampai 1.6 kg. Ada peternak mitra yang sudah mempunyai pasar sendiri. Jika peternak mitra sudah mempunyai pasar sendiri, biasanya bobot berapa pun ayam harus dipanen karena peternak harus memasok ayam ke pasar tersebut tiap hari.
41
Pembeli biasanya melakukan komunikasi dengan peternak menggunakan telepon seluler untuk menyepakati harga jual ayam. Jika pembeli dan peternak sepakat, maka pembeli akan langsung datang ke kandang untuk mengambil ayam sesuai dengan harga dan jumlah ayam yang akan di beli.
Pendapatan Usahaternak Ayam Broiler Pendapatan suatu usahaternak biasanya dijadikan tolak ukur dalam menentukan keberhasilan usahaternak yang dilakukan. Semakin tinggi pendapatan peternak, maka kegiatan usahaternaknya akan semakin menguntungakan. Penerimaan usahaternak adalah hasil perkalian jumlah produksi ayam broiler dengan harga ayam persatuan ayam broiler. Dalam usahaternak ayam broiler, jumlah produksi dan harga ayam satuannya adalah ekor dan Rp/ekor. Berfluktuatifnya harga sarana produksi ternak seperti harga pakan yang banyak dipengrauhi oleh harga bahan baku yang masih impor, harga DOC yang berfluktuatif karena belum tersedianya mekanisme kebijakan produksi DOC yang terjadi hampir di setiap periode dan fluktuatifnya harga jual ayam broiler yang menyebabkan pendapatan peternak berfluktuatif. Harga rata-rata DOC pada usahaternak ayam broiler mitar lebih tinggi dibandingkan dengan peternak mandiri. Hal ini dikarenakan peternak mitra menggunakan DOC dengan kualitas paling baik. Harga rata-rata DOC sebesar Rp 3 607 per ekor untuk peternak mandiri sedangkan peternak mitra sebesar Rp 4 040 per ekor selama satu periode. Tabel 7. Harga rata-rata input dan output dari peternak mandiri dan peternak mitra ayam broiler di Kabupaten Bekasi tahun 2015 Harga Satuan Peternak Mandiri Peternak Mitra DOC (Rp/ekor) 3 607.00 4 040.00 Pakan (Rp/kg) 6 750.00 6 977.00 Vaksin (Rp/dosis) 47.00 44.00 Obat dan Vitamin (Rp/gr) 82.00 143.00 Tenaga Kerja (Rp/HOK) 13 144.00 13 345.00 Sekam (Rp/kg) 83.00 100.00 Produksi (Rp/kg) 16 463.00 14 188.00 Sumber : Data primer 2015 (diolah)
Harga rata-rata pakan pada usahaternak ayam broiler peternak mandiri sebesar Rp 6 750 per kg sedangkan peternak mitra sebesar Rp 6 977 per kg. Harga pakan yang digunakan peternak mitra lebih mahal jika dibandingkan dengan peternak mandiri. Hal tersebut karena peternak mitra menggunakan dua jenis pakan yaitu pakan jenis 511 dan TNT, dimana kedua pakan tersebut merupakan pakan dengan kualitas terbaik dan mahal. Harga vaksin dan obat-obatan yang digunakan peternak mitra juga relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan peternak mandiri. Harga vaksin untuk peternak mandiri sebesar Rp 47 per dosis sedangkan peternak mitra sebesar Rp 44 per dosis. Vaksin biasanya dibeli dalam bentuk vial, dimana dalam satu vial
42
terdapat 1 000 dosis. Harga yang dibayarkan peternak mandiri untuk obat-obatan sebesar Rp 82 per gram sedangkan untuk peternak mitra sebesar Rp 143 per gram. Upah tenaga kerja rata-rata pada usahaternak ayam broiler peternak mandiri sebesar Rp 13 144 per HOK sedangkan pada usahaternak ayam broiler peternak mitra sebesar Rp 13 345 per HOK. Hal ini dikarenakan tenaga kerja pada usahaternak mitra menggunakan tenaga kerja dari luar daerah. Harga sekam peternak mitra juga relatif lebih tinggi dibandingkan dengan peternak mandiri. Harga yang dibayarkan peternak mandiri sebesar Rp 83 per kg sedangkan peternak mitra sebesar Rp 100 per kg. Tabel 8. Analisis Usahaternak Ayam Broiler Uraian P (Rp) Q Mandiri (Rp/Ekor) 23 049.31 A. Penerimaan B. Biaya B1.Biaya Tunai 3 607.00 1.00 3 607.00 DOC (ekor) 6 753.83 1.87 12 629.66 Pakan (kg/ekor) 81.87 2.02 165.38 Obat&Vitamin (gr/ekor) 47.19 1.60 75.50 Vaksin 82.98 1.40 116.17 (dosis/ekor) 939.45 0.45 422.75 Sekam (kg/ekor) 15 645.50 0.02 312.91 Pemanas 11.48 (kg/ekor) TKLK (hok/ekor) Pajak B2. Biaya NonTunai TKDK 9 861.11 0.02 197.22 (hok/ekor) 17 340.85 Total Biaya Tunai (B1) 17 538.07 Total Biaya (B1+B2) 5 708.46 Pendapatan Biaya Tunai (AB1) 5 511.24 Pendapatan atas biaya total (A-B1+B2) 1.33 R/C Biaya 1.31 Tunai (A/B1) R/C Biaya Total (A/B1+B2) Sumber : Data primer 2015 (diolah)
%
20.57 72.01 0.94 0.43 0.67 2.42 1.78 0.06
P (Rp)
Q
Mitra % (Rp/Ekor) 22 134.04
4 040.00 1.00 4 040.00 20.13 6 977.12 2.15 15 000.80 74.72 143.90 1.14 164.05 0.82 44.25 100.00 896.98 13 345.41
2.13 2.01 0.48 0.01
94.25 0.47 201.00 1.00 430.44 2.14 133.45 0.67 10.23 0.05
1.12
20 074.22 20 074.22 2 059.82
2 059.82
1.10 1.10
-
43
Penerimaan usahaternak ayam broiler mandiri untuk satu periode sebesar Rp 23 049 per ekor. Rata-rata peternak mandiri panen ayam di umur 28 hari pada bobot 1.4 kg. Peternak mandiri dapat memproduksi ayam broiler rata-rata sekitar 2 515 ekor dengan harga Rp 16 463 per kg. Diperoleh pendapatan peternak mandiri sebesar Rp 5 511.24 per ekor. Penerimaan usahaternak ayam broiler mitra untuk satu periode sebesar Rp 22 134 per ekor. Rata-rata peternak mitra panen ayam di umur 30 hari pada bobot 1.56 per kg. Peternak mitra dapat memproduksi ayam broiler rata-rata sekitar 6 686 ekor dengan harga Rp 14 188 per kg. Diperoleh pendapatan peternak mandiri sebesar Rp 2 059.82 per ekor. Bobot ayam broiler peternak mitra memang lebih berat tetapi harga jual ayam broiler rendah sedangkan biaya produksi tinggi sehingga menyebabkan pendapatan yang diterima peternak mitra lebih rendah dibandingkan peternak mandiri. Berdasarkan analisis biaya komponen, total biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi satu ekor ayam pola mandiri lebih rendah dibandingkan pola mitra. Dari komposisi biaya tunai dan non-tunai yang dikeluarkan oleh peternak masing-masing pola tidak jauh berbeda. Artinya untuk usahaternak ayam broiler, biaya yang paling banyak dikeluarkan berturut-turut adalah biaya pakan, DOC, pemanas dan tenaga kerja. Jika dilihat dari nilainya, biaya tunai yang dibayarkan terlihat perbedaan yang relatif besar antara biaya yang dikeluarkan peternak mandiri dan mitra. Perbedaan biaya ini lebih disebabkan oleh adanya perbedaan harga yang diterima oleh peternak mandiri dan peternak mitra karena kualitas input peternak mitra lebih baik dengan harga yang relatif lebih mahal. Harga input yang diterima peternak mitra ditentukan oleh perusahaan mitra. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, menyebutkan bahwa biaya pakan merupakan biaya terbesar dalam usahaternak ayam broiler. Berdasarkan analisis biaya komponen biaya terbesar pada usahaternak ayam broiler adalah biaya pakan yang mencapai 72.01 persen untuk peternak mandiri dan 74.72 persen untuk peternak mitra. Nampak bahwa biaya pakan merupakan biaya terbesar pada usahaternak ayam broiler. Penelitian Fapet IPB (2004), Sehabudin (2014), Adepujo (2008), Adewunmi (2008), Abda dan Amin (2010,2011) mengungkapkan hal yang sama. Harga pakan ini termasuk biaya terbesar dalam usahaternak ayam broiler. Hal tersebut terjadi karena hampir semua bahan baku pakan berasal dari luar negeri (impor) seperti kedelai dan jagung. Dari hasil penelitian terlihat bahwa selisih biaya pembelian pakan yang diterima peternak mitra adalah 18.77 persen lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang dikeluarkan peternak mandiri. Biaya usahaternak DOC merupakan biaya usahaternak terbesar kedua yang mencapai Rp 3 607 untuk peternak mandiri dan Rp 4 040 untuk peternak mitra. Semakin berkualitas input dan semakin besar jumlah kapasitas kandang, maka akan semakin besar pula biaya yang harus dikeluarkan oleh peternak. Berdasarkan hasil penelitian, selisih biaya pembelian DOC yang diterima peternak mitra adalah 12.00 persen jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan peternak mandiri. Biaya pemanas juga cukup besar, pemanas yang digunakan oleh peternak mitra adalah batubara. Hal ini dikarenakan biaya pemanas dengan gas lebih
44
mahal. Sedangkan jika menggunakan pemanas berupa serbuk gergaji berisiko tinggi, kandang bisa terbakar. Lain halnya dengan biaya input obat, vitamin dan tenaga kerja luar keluarga. Dimana selisih biaya untuk pembelian obat dan vitamin peternak mandiri 0.80 persen jauh lebih rendah dibandingkan dengan peternak mandiri. Sedangkan untuk tenaga kerja luar keluarga, selisih biaya peternak mitra adalah 57.32 persen lebih rendah dibandingkan dengan peternak mandiri. Diindikasikan bahwa peternak mitra jauh lebih efisien dalam penggunaan input tenaga kerja luar keluarga karena dalam usahaternak ayam broiler tidak dibutuhkan banyak tenaga kerja. Biaya tunai adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan oleh peternak dalam usahaternaknya sedangkan biaya total adalah penjumlahan biaya tunai usahaternak dengan biaya-biaya yang tidak dikeluarkan secara tunai oleh peternak tetapi biaya-biaya tersebut diperhitungkan dalam usahaternak. Biaya tunai ratarata usahaternak ayam broiler peternak mandiri adalah Rp 17 340.84 per ekor, sedangkan untuk peternak mitra adalah Rp 20 074.22 per ekor. Biaya total ratarata usahaternak peternak mandiri ayam broiler adalah Rp 17 538..07 per ekor, sedangkan peternak mitra adalah Rp 20 074.22 per ekor. Selisih total biaya antara pola mitra dengan pola mandiri mencapai Rp 3 469.61 per ekor. Artinya, untuk memproduksi satu ekor ayam broiler pada pola mitra membutuhkan biaya 14.46 persen lebih tinggi dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan pada pola mandiri. Pendapatan atas biaya total peternak mandiri ayam broiler adalah Rp 5 511.24 per ekor, sedangkan untuk peternak mitra adalah Rp 2 059.22 per ekor atau 62.63 persen lebih rendah dibandingkan pendapatan yang diterima peternak mandiri. Pendapatan pola kemitraan dalam penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan pola mandiri. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Sarwanto (2004), yang menyebutkan bahwa pendapatan mitra jauh lebih rendah dibandingkan peternak mandiri karena harga output yang diterima mandiri lebih tinggi jika dibandingkan dengan pola mitra, selain itu harga pakan pola mitra lebih mahal. Berdasarkan hasil analisis R/C rasio, usahaternak ayam broiler di lokasi penelitian memiliki R/C rasio yang lebih besar untuk peternak mandiri dibandingkan dengan R/C rasio yang dimiliki peternak mitra. Hal ini mengindikasikan bahwa baik peternak mandiri maupun peternak mitra ayam broiler layak untuk dilaksanakan. Nilai R.C rasio atas biaya total sebesar 1.31 untuk peternak mandiri dan 1.05 untuk peternak mitra. Hal ini berarti setiap biaya total yang dikeluarkan peternak sebesar Rp 1 untuk peternak mandiri akan menghasilkan penerimaan 1.31, sedangkan untuk mitra akan menghasilkan penerimaan sebesar 1.10. Dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa pola kemitraan tidak memberikan pendapatan lebih baik kepada peternak. Berdasarkan hasil perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa peternak mandiri lebih menguntungkan jika dibandingkan peternak mitra. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian dari Sarwanto (2004), Windarsari (2007), Amenuri et al. (2006), dan Bahari (2012). Tetapi berbeda dengan penelitian yang dilakukan Murthy dan Madhuri (2013) yang mengatakan bahwa peternak mitra memperoleh pendapatan yang lebih baik jika dibandingkan dengan peternak mandiri. Tetapi walaupun demikian peternak mitra tetap menjalankan pola
45
usahaternak mitra. Hal tersebut dikarenakan peternak mitra rata-rata mempunyai skala cukup besar yaitu di atas 5000 ekor, sehingga peternak membutuhkan biaya (modal) yang cukup besar. Tetapi disisi lain, harga jual peternak mitra lebih rendah jika dibandingkan dengan peternak mandiri. Hal tersebut tidak membuat peternak mitra beralih ke pola mandiri karena biaya (modal) yang diperoleh peternak mitra sebagian besar berasal dari perusahaan mitra.
46
5 RISIKO PRODUKSI DAN RISIKO HARGA AYAM BROILER SERTA PREFERENSI PETERNAK
Ada tiga pokok bahasan yang akan dibahas dalam Bab ini, yaitu : (1) bahasan mengenai risiko produksi yang ada pada usahaternak ayam broiler, (2) bahasan mengenai risiko harga yang ada pada usahaternak ayam broiler, dan (3) bahasan mengenai preferensi risiko peternak ayam broiler. Pokok bahasan pertama dijelaskan dari hasil estimasi fungsi produksi dan fungsi risiko pada usahaternak broiler mitra dan mandiri. Risiko produksi yang dihadapi peternak disebabkan karena penggunaan input usahaternak dapat diketahui sifat-sifat input yang digunakan dalam usahaternak, termasuk input yang bersifat risk increasing atau risk reducing/risk decreasing. Pokok bahasan kedua bagaimana risiko harga yang dihadapi peternak mitra dan mandiri. Risiko harga yang dihadapi dilihat dari nilai koefisien variasi. Pokok pembahasan yang ketiga preferensi dijelaskan dari hasil perhitungan preferensi risiko masing-masing peternak terhadap penggunaan input.
Analisis Fungsi Produksi Dan Fungsi Risiko Produksi Ayam Broiler Analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler dapat dijelaskan berdasarkan hasil pendugaan fungsi produksi. Model pendugaan fungsi produksi diperoleh dari nilai produksi yang dijadikan variabel dependent dan faktor-faktor produksi yang mencakup pakan, vaksin, obat, tenaga kerja, arah, pemanas, kepadatan, sekam dan jenis kandang yang dijadikan variabel independent. Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan SAS versi 9.1, diperoleh hasil pendugaan fungsi produksi usahaternak ayam broiler yang dilakukan peternak di Kabupaten Bekasi yang dapat dilihat pada Tabel 9. Berdasarkan Tabel 9 diketahui nilai R2 untuk peternak mandiri ataupun mitra sama-sama mempunyai nilai yang tinggi. Hal ini tidak menjadi masalah karena hasil analisis data menunjukan nilai standart error yang tinggi. Menurut Koutsoyiannis (1977), menyebutkan bahwa nilai standar eror merupakan kriteria yang lebih diutamakan apabila suatu penelitian mempunyai tujuan untuk menjelaskan suatu fenomena ekonomi. Pendugaan fungsi produksi pada peternak mandiri memiliki koefisien determinasi (R2) sebesar 0.98. Nilai koefisien determinasi tersebut menunjukan bahwa sebesar 98 persen keragaman produksi ayam broiler yang dihasilkan peternak mandiri dapat dijelaskan secara bersamasama oleh penggunaan pakan, vaksin, obat, tenaga kerja, pengaruh arah, pengaruh pemanas batubara, kepadatan, sekam dan pengaruh jenis kandang, sedangkan 2 persen keragaman produksi ayam broiler dijelaskan oleh variabel lain yang terdapat diluar model. Pada peternak mitra memiliki koefisien determinasi (R2) sebesar 0.99 persen. Dimana artinya 99 persen keragaman produksi ayam broiler peternak mitra dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh variabel pakan, vaksin, obat, tenaga kerja dan kepadatan, sedangkan 1 persen keragaman dijelaskan variabel lain yang terdapat diluar model.
47
Berdasarkan hasil perhitungan , pendugaan fungsi risiko ayam broiler memiliki nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.62. Nilai koefisien determinasi tersebut menunjukan bahwa sebesar 62 persen keragaman risiko ayam broiler yang dihasilkan peternak mandiri dapat dijelaskan secara bersama-sama. Sedangkan 38 persen keragaman risiko produksi ayam broiler dijelaskan oleh berbagai variabel yang terdapat diluar model. Pada peternak mitra pendugaan fungsi risiko ayam broiler mempunyai nilai koefisien determinasi sebesar 0.33. Nilai koefisien ini menunjukkan bahwa 33 persen keragaman risiko ayam broiler yang dihasilkan oleh peternak mitra dapat dijelaskan secara bersama-sama. Sedangkan 67 persen keragaman risiko dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Faktor-faktor produksi yang menjadi variabel dalam model merupakan faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh terhadap fungsi produksi dan faktor fungsi risiko ayam broiler yang dihasilkan. Namun berdasarkan hasil pendugaan fungsi produksi yang diperoleh dari perhitungan software, diketahui bahwa terdapat faktor-faktor produksi dan faktor risiko yang tidak berpengaruh nyata pada taraf 20 persen. Faktor-faktor produksi yang berpengaruh nyata adalah pakan dan sekam pada peternak mandiri, sedangkan pakan, vaksin, dan kepadatan pada peternak mitra yang memiliki nilai signifikan atau p-value kurang dari 0.2. Faktor produksi yang berpengaruh nyata menunjukkan adanya pengaruh terhadap nilai produksi jika dilakukan penambahan atau pengurangan jumlah penggunaan faktor produksi tersebut. Berdasarkan jumlah nilai parameter yang menunjukkan elastisitas produksi, sebesar 1.09 untuk peternak mitra, menunjukkan bahwa nilai model produksi berada pada daerah I yaitu daerah increasing return to scale. Pada daerah ini, penambahan input masih terbuka untuk ditingkat karena marginal product masih lebih besar daripada average product. Kondisi optimal tidak akan dapat dicapai jika kondisi produksi pada daerah I. Pada peternak mitra nilai elastisitas produksinya adalah 0.97, menunjukkan bahwa nilai model berada pada daerah constant return to scale. Jika terjadi penggunaan input produksi mengalami satu persen secara proporsional akan mengalami peningkatan sebesar 0.97. Suatu faktor produksi bisa dikategorikan sebagai faktor yang dapat menimbulkan risiko dan faktor yang dapat mengurangi risiko. Menurut Fariyanti (2008), untuk memudahkan pengertian mengenai faktor yang dapat menimbulkan atau mengurai risiko dapat dilihat dari kegiatan produksi di lapang. Sebagai contoh penggunaan faktor produksi seperti pupuk baik itu pupuk organik maupun pupuk anorganik pada umumnya sudah ditentukan jumlah standar penggunaannya. Jika penggunaannya dikurangi atau melebihi batas standar penggunaannya maka dimungkinkan menurunkan nilai produksi. Berbeda dengan penggunaan obat-obatan yang tidak ada standarnya. Obat-obatan digunakan jika ada hama atau penyakit yang menyerang ayam broiler, tetapi jika tidak ada gejala serangan, maka pemberian obat tidak perlu digunakan. Hal tersebut menunjukkan bahwa obat-obatan membuat produksi stabil sehingga termasuk dalam faktor produksi yang dapat mengurangi risiko.
48
Tabel 9. Hasil estimasi fungsi produksi dan fungsi risiko peternak mandiri dan peternak mitra di Kabupaten Bekasi tahun 2015 Variabel Koef Sd. Error Prob> I Koef Sd. Error Prob >I t I tI Mandiri Mitra Fungsi Produksi Konstanta -1.096 0.404 0.0117 3.206 0.157 <.0001 Pakan 0.787 0.092 <.0001a 0.722 0.041 <.0001a Vaksin 0.003 0.015 0.8200 0.125 0.022 <.0001a Obat 0.035 0.025 0.1711 0.010 0.020 0.611 TK 0.111 0.090 0.2236 -0.031 0.04 0.455 Arah 0.031 0.050 0.5318 Pemanas -0.070 0.058 0.2347 Kepadatan -0.030 0.092 0.7488 0.148 0.076 0.061b b Sekam 0.184 0.073 0.0182 2 2 R = 0.9795 R = 0.9915 Mandiri Mitra Fungsi Risiko Konstanta 0.018 4.625 0.9970 -2.195 6.106 0.7215 c Pakan -2.005 1.053 0.0681 -0.450 1.041 0.6685 Vaksin 0.564 0.175 0.0034a -2.463 0.674 0.0009a Obat -0.397 0.282 0.1712 0.066 0.599 0.9122 TK 1.761 1.019 0.0961c 3.616 1.210 0.0053a Arah -0.150 0.570 0.7955 Pemanas 0.090 0.665 0.8945 Kepadatan -1.251 1.058 0.2478 2.584 2.351 0.2797 Sekam 1.299 0.835 0.1318d 2 R = 0.6198 R2= 0.3276 Sumber : Data primer 2015 (diolah)
Berdasarkan Tabel 9, pakan merupakan faktor yang paling responsif terhadap produksi ayam broiler, baik pada peternak mandiri ataupun peternak mitra. Nilai koefisien pakan berpengaruh positif dan nyata terhadap produksi ayam broiler pada taraf nyata satu persen dengan nilai sebesar 0.78 pada peternak mandiri, sedangkan pada peternak mitra sebesar 0.72. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan jumlah pemberian pakan (dimana input lainnya tetap) masih dapat meningkatkan produksi ayam broiler. Variabel pakan merupakan variabel yang paling responsif dibandingkan dengan variabel lainnya karena memiliki nilai koefisien paling tinggi. Hasil temuan ini sesuai dengan penelitian Udoh dan Etim (2009), Ohajianya et al. (2013), Ezeh et al. (2013), Ali dan Riaz. (2014) yang menyatakan bahwa pakan berpengaruh positif dan nyata terhadap produksi ayam broiler. Jumlah pakan rata-rata yang digunakan peternak mandiri adalah 1.87 kg per ekor untuk menjadi ayam dengan bobot 1.44 kg per ekor. Pada peternak mitra pakan yang digunakan rata-rata adalah 2.21 kg per ekor untuk menjadi ayam dengan bobot 1.56 kg per ekor. Pakan ini merupakan faktor utama ayam broiler karena menempati proporsi biaya terbesar dari biaya total produksi, sebagaimana sudah disampaikan
49
sebelumnya. Pakan memegang peranan penting dalam pembesaran atau penggemukan ayam broiler. Pasalnya, pakanlah yang menentukan pertambahan bobot ayam broiler (Fadillah 2013). Indikator penggunaan pakan terhadap bobot panen adalah Feed Convertion Ratio (FCR). FCR merupakan salah satu indikator kinerja usahaternak ayam broiler; semakin rendah FCR semakin baik kinerja usahaternak, sebaliknya semakin tinggi FCR semakin jelek kinerja usahaternak tersebut (Sehabudin, 2014). FCR merupakan ukuran terbaik untuk mengkonversi jumlah pakan yang digunakan menjadi daging. Vaksin yang digunakan dalam usahaternak ayam broiler berpengaruh positif terhadap produksi walaupun tidak signifikan dengan nilai koefisien sebesar 0.003. Lain halnya dengan yang terjadi pada peternak mitra, vaksin berpengaruh positif dan nyata pada taraf satu persen dengan nilai koefisien sebesar 0.12. Banyaknya jumlah vaksin yang digunakan tergantung dari banyak DOC yang diproduksi. Vaksin tersebut berbentuk botol (vial) dengan ukuran bermacammacam. Peternak paling sering menggunakan vaksin dengan ukuran 1000 dosis. Vaksin tersebut biasanya disimpan terlebih dahulu didalam ruangan dingin. Apabila vaksin tersebut sudah digunakan dan berlebih maka harus segera dibuang(dimusnahkan). Karena vaksin tersebut hanya bisa bertahan selama 2 jam. Vaksin tidak signifikan terhadap produktivitas diduga karena beberapa faktor, dalam pemberian vaksin perlu beberapa hal yang harus diperhatikan seperti jenis vaksin yang digunakan, takaran/dosis vaksin yang digunakan, jadwal vaksinasi, waktu pemberian vaksin, serta penyimpanan vaksin. Kesemua tersebut dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan fungsi dari vaksin. Selain itu juga variabel ini hanya digunakan sebagai antibodi/kekebalan tubuh agara ayam tidak mudah terserang penyakit sehingga tidak merangsang meningkatkan produktivitas (Nugraha 2011). Menurut Sehabudin (2014), vaksin merupakan faktor yang sangat mempengaruhi suatu usahaternak ayam broiler. Kepadatan pada usahaternak ayam broiler peternak mandiri berpengaruh negatif terhadap produksi sebesar -0.0299 tetapi tidak signifikan. Hal tersebut karena kepadatan kandang melebihi batas maksimum terhadap produksi, artinya setiap peningkatan ayam per m2 akan menurunkan produksi. Semakin padat kandang, akan cenderung meningkatkan konsumsi air sehingga konsumsi pakan berkurang, pertumbuhan terhambat, dan meningkatnya kanibalisme. Selain itu semakin berat bobot ayam maka suasana kandang akan semakin panas sehingga menyebabkan kekurangan oksigen dan juga mengakibatkan konsumsi pakan akan berkurang. Sedangkan pada peternak mitra, kepadatan berpengaruh positif terhadap produksi dan signifikan pada taraf nyata sepuluh persen. Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, peternak mitra rata-rata menggunakan kandang dengan sistem kandang terbuka, tetapi ada juga beberapa kandang yang merupakan kandang postal bertingkat. Sistem perkandangan peternak mitra sudah lebih baik jika dibandingkan dengan peternak mandiri, karena memiliki ventilasi yang baik, kandang menghadap Barat Timur sehingga panas matahari pagi masuk ke dalam kandang. Oleh karena itu dengan sistem manajemen yang lebih baik dimungkinkan kepadatan kandang dapat ditingkatkan. Menurut Fadilah (2013), kepadatan sangat erat hubungannya dengan sirkulasi udara. Kepadatan kandang pada peternakan mandiri rata-rata berkisar antara 10 ekor/m2 sampai 15 ekor/m2. Sedangkan kepadatan peternak mitra rata0rata berkisar antara 8 ekor/m2 sampai
50
13 ekor/m2. Menurut Rasyaf (2007), kepadatan ayam pada kandang terbuka antara 8-10 ekor/m2, sedangkan untuk kandang tertutup maksimal 14 ekor/m2. Sekam pada usahaternak ayam broiler peternak mandiri berpengaruh positif dan signifikan pada taraf lima persen. Setiap penambahan 1 persen sekam, akan meningkatkan produksi sebesar 0.183 persen. Menurut Fadilah (2013), umumnya sekam ditebar dengan ketebalan kurang lebih 5-8 cm. Menurut Mulyantyini (2011) dan Suharno (2012) umumnya sekam ditebar dengan ketebalan kurang lebih 8-10 cm. Sekam ini berfungsi sebagai penghangat saat DOC masuk dan membuat DOC nyaman berada di kandang. Sekam memberikan pengaruh yang sangat berarti terhadap kenyamana kandang yang pada akhirnya akan mempengaruhi konsumsi pakan. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat konsumsi pakan ayam broiler adalah kesehatan ayam dan kondisi lingkungan yang diwujudkan dengan kondisi kandang yang nyaman (Nugraha 2011). Menurut Reed dan McCartney (1970), sekam paling banyak digunakan untuk alas kandang karena mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: dapat menyerap air dengan baik, bebas debu, kering, mempunyai kepadatan yang baik, dan dapat memberi kehangatan kandang. Pada fungsi risiko, input pakan pada peternak mandiri merupakan risk reducing atau bersifat mengurangi risiko dan nyata pada taraf sepuluh persen, sedangkan pada peternak mitra input pakan tidak signifikan. Penggunaan pakan ini mampu menekan risiko produksi. Artinya penggunaan pakan mampu menurunkan risiko atau variasi hasil yang dicapai. Jika pemakaian input pakan ditambah akan berdampak pada penurunan risiko produksi. Variasi produksi yang dicapai bisa berkurang apabila dilakukan pemberian pakan dengan baik. Menurut Rahardi dan Hartono (2003), pemberian pakan harus dilakukan secara teratur dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan karena jika kelebihan atau kekurangan akan berdampak kurang baik pada pertumbuhan ternak. Dengan pakan ditambah maka bobot ayam broiler akan semakin meningkat, sehingga produksi ayam juga akan meningkat. Peternak mandiri akan lebih efektif dalam pemberian pakan. Hal tersebut karena peternak mandiri cenderung lebih mensetting habis dalam pemberian pakan. Hal tersebut diperkuat dengan hasil penelitian yang menyebutkan bahwa peternak mandiri cenderung bersikap risk averse terhadap penggunaan input pakan, dimana peternak madiri takut akan gagal panen pada usahaternak ayam broiler. Juga peternak lebih efisien karena pakan harganya cukup mahal, jadi peternak mandiri akan berhati-hati dalam menggunakan pakan. Selain itu juga tercermin dari nilai FCR peternak mandiri lebih rendah dibandingkan dengan peternak mitra. Berdasarkan penjelasan pada bab sebelumnya, rata-rata nilai FCR untuk peternak mandiri yaitu sebesar 1.45. Menurut Mulyantini (2011), pertumbuhan ternak ditentukan oleh kualitas dan kuantitas pakan. Beda halnya dengan peternak mitra, dimana peternak mitra sudah mempunyai standar pemberian pakan bahkan berlebih sehingga menyebabkan nilai FCR peternak mitra lebih besar dari peternak mandiri. Diduga karena peternak mitra dalam pemberian pakan sesuai dengan standar yang diberikan oleh perusahaan inti sehingga pakan tidak berpengaruh pada risiko produksi peternak mitra. Penggunaan vaksin bersifat risk increasing, artinya penggunaan vaksin dapat menimbulkan risiko pada peternak mandiri dan signifikan pada taraf nyata satu persen. Artinya jika input vaksin pada peternak mitra ditambahkan akan
51
berdampak pada peningkatan risiko produksi yang di alami. Berbeda dengan peternak mitra penggunaan vaksin bersifat risk decreasing, dan signifikan pada taraf nyata satu persen. Dimana jika terjadi penambahan input vaksin berdampak pada penurunan risiko produksi bagi peternak mitra. Risko gagal panen atau banyaknya ayam broiler yang mati umumnya disebabkan karena serangan penyakit dan cuaca yang cepat berubah. Penyakit yang menyerang ayam broiler merupakan salah satu faktor terbesar penyebab mortalitas. Vaksin berfungsi untuk pencegahan (preventif) kematian ternak melalui peningkatan antibodi ternak. Vaksin yang digunakan salah satunya adalah ND (Newcastle Diseases) dimana pada dasarnya hanya digunakan sebagai pencegah penyakit ND pada awal masa pertumbuhan ayam, namun bila vaksin ini tidak dilakukan tepat waktu dan ayam telah terjangkit serta menyebar maka akan menyebabkan kematian masal. Ada beberapa penyakit yang menyerang peternakam ayam broiler peternak mandiri yaitu cronic respiratory disease dll. Penyakit ayam kebanyakan disebabkan oleh virus atau bakteri. Selain itu ada beberapa faktor pendukung penyebaran penyakit diantaranya kelembapan dan temperatur lingkungan, perubahan musim, kebersihan kandang dan peralatan, kualitas ransum serta keadaan ayam. Oleh karena itu sebagai langkah mitigasi risiko, peternak memberikan vaksin untuk mengurangi penyakit tersebut. Hampir semua peternak mandiri memberikan vaksin, tetapi ada juga peternak yang tidak memberikannya. Peternak mandiri yang tidak memberikan vaksin, menggantikannya dengan memberikan ramuan jamu atau air gula merah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menyebutkan bahwa peternak mandiri cenderung bersifat risk taker terhadap penggunaan input vaksin. Peternak mandiri rata-rata tidak tepat waktu dalam memberikan vaksin pada ayam broiler. Hal itulah yang menyebabkan vaksin menjadi sumber yang menimbulkan risiko pada peternak mandiri. Lain halnya dengan peternak mitra, peternak mitra lebih tepat waktu dalam pemberian vaksin. Jika anak kandang telat dalam pemberian vaksin maka pekerja akan diberi sanksi. Penggunaan tenaga kerja pada peternak mandiri maupun peternak mitra bersifat risk increasing, artinya jika tenaga kerja ditambahkan akan berdampak meningkatkan risiko produksi yang di alami peternak. Hal tersebut juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fariyanti (2008), Hapsari (2013), dan Nugraha (2011) yang menyebutkan bahwa tenaga kerja merupakan variabel yang dapat menimbulkan risiko. Tenaga kerja pada usahaternak ayam broiler ini bekerja secara penuh dalam kurang lebih 35 hari. Tenaga kerja merupakan salah satu faktor utama dan sebagai faktor penentu keberhasilan dalam produksi ayam broiler karena seluruh proses produksi dikendalikan oleh tenaga kerja (Burhanuddin 2014). Menurut Sehabudin (2014), semakin banyak populasi ternak ayam broiler peternak mitra maka semakin tinggi tingkat risikonya. Tenaga kerja pada peternakan mandiri didaerah penelitian pada umumnya masih menggunakan tenaga kerja dalam keluarga. Tenaga kerja yang digunakan oleh peternak mandiri merupakan tenaga kerja dalam keluarga, dimana tenaga kerjanya lebih dari satu orang yaitu suami, istri dan anak. Hal itulah yang diindikasikan tenaga kerja pada peternak mandiri merupakan faktor yang menimbulkan risiko, karena peternak mandiri hanya mengusahakan dalam skala kurang dari 5000 ekor tetapi tenaga kerja yang dipakai lebih dari satu orang. Sedangkan pada peternak mitra tenaga
52
kerja yang digunakan adalah tenaga kerja luar keluarga. Pada peternak mitra tenaga kerja yang digunakan untuk berusahaternak sebesar 3 orang untuk skala 20 000 ayam broiler. Hal tersebut diduga yang tenaga kerja pada peternak mitra merupakan faktor yang menimbulkan risiko. Idealnya tenaga kerja yang digunakan untuk tiap 5 000 ekor ayam broiler adalah satu orang tenaga kerja. Peternak mandiri rata-rata berpendidikan SD sampai SMP dengan pengalaman beternak selama 10 tahun. Peternak yang sudah berpengalaman lama belum tentu dapat menghindari risiko yang ada pada usahaternak ayam broiler. Penggunaan input tenaga kerja memiliki variance yang tinggi karena tenaga kerja yang di pekerjakan rata-rata tidak memiliki keahlian dibidang peternakan sehingga dalam mengurus ayam tidak disiplin (Nugraha 2011). Oleh karena itu jika dilakukan penambahan tenaga kerja tidak mengurangi risiko produksi melainkan meningkatkan risiko. Sehingga variabel tenaga kerja adalah variabel yang termasuk kedalam variabel yang menimbulkan risiko produksi. Sekam pada peternakan ayam broiler mandiri bersifat risk increasing, artinya penggunaan sekam akan menimbulkan risiko. Sekam merupakan material yang digunakan untuk melapisi lantai sehingga telapak kaki ayam terlindungi. Selain itu sekam juga berfungsi sebagai penyerap cairan yang dikeluarkan dari kotoran ayam serta penyerap air minum yang tumpah. Pernyataan ini didukung dengan penelitian yang dilakukan Burhani (2014), menyebutkan bahwa penggunaan sekam oleh peternak mandiri belum memenuhi ketentuan ketebalan sekam yang ada sebagai alas kandang. Menurut Fadillah (2013), kondisi sekam harus benar-benar diperhatikan, karena sekam merupakan media yang sangat baik untuk berkembangbiaknya jamur atau mikroorganisme pengganggu. Sekam harus dikontrol setiap hari, dan di usahakan harus dalam keadaan kering. Kurangnya penggunaan sekam menyebabkan kandang menjadi lembab, apalagi jika sekam yang digunakan sebagian peternak mandiri adalah sekam basah menyebabkan kadar amonia di dalam kandang menjadi tinggi, sistem pernafasan pada ayam dapat terganggu dan menyebabkan pertambahan berat badan ayam menjadi lambat. Selain itu, kandang yang digunakan peternak mandiri sebagian besar adalah kandang litter (kandang postal). Kandang litter walaupun biaya pembuatannya murah tetapi memerlukan alas kandang yang setiap panen harus diganti serta kandang yang relatif lebih lembab karena pengaruh alas kandang yang berupa sekam (Sehabudin 2014).
Risiko Harga Ayam Broiler Ayam broiler merupakan salah satu komoditas peternakan yang sangat cepat sekali mengalami perubahan harga. Harga jual ayam broiler bisa berfluktuasi bahkan hanya dalam hitungan hari. Penelitian ini mencoba menghitung dan membandingkan tingkat risiko harga ayam broiler yang diterima peternak mandiri dengan peternak mitra. Penilaian risiko didasarkan pada pengukuran penyimpangan terhadap return dari suatu aset. Beberapa ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur penyimpangan tersebut adalah varian (variance), standart deviasi (standard deviation), koefisien variasi (coefficient variation). Ukuran-ukuran tersebut
53
merupakan ukuran statistik yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat risiko harga yang terjadi pada harga jual yang dilakukan oleh peternak. Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa harga tertinggi selama dua periode terakhir penjualan yang dilakukan peternak mandiri adalah Rp 20 500.00 per kilogram, harga penjualan terendah sebesar Rp 14 000 per kilogram dengan rata-rata dari dua periode penjualan sebesar Rp 17 278.57 per kilogram. Harga tertinggi selama dua periode penjualan yang dilakukan peternak mitra adalah sebesar Rp 19 500.00 per kilogram, harga terendah sebesar Rp 13 800.00 per kilogram dengan rata-rata harga dari dua periode terakhir sebesar Rp 16 819.23 per kilogram. Berdasarkan Tabel 10 dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan harga antara peternak mandiri dengan peternak mitra. perbedaan harga tersebut berdampak terhadap pendapatan yang diterima oleh peternak ayam broiler. Secara teori, kemitraan mampu memberikan jaminan harga dan kepastian pasar kepada peternak. Tetapi pada penelitian ini kemitraan tidak mampu memberikan jaminan harga kepada peternak yang bermitra. Kemitraan dalam penelitian ini hanya mampu memberikan kepastian pasar kepada peternak yang bermitra dengan perusahaan inti. Kepastian pasar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dimana perusahaan inti mempunyai kewajiban untuk memasok ayam ke pasar tertentu setiap harinya dan ayam tersebut di pasok dari peternak yang bekerja sama dengan perusahaan inti. Tabel 10. Rata-rata harga ayam broiler (Rp/ekor) dan peluang yang diperoleh peternak ayam broiler di Kabupaten Bekasi. Uraian Mandiri Mitra Rata-rata Std. Deviasi Rata-rata Std. Deviasi Harga terendah 15 240 770.71 15 355 572.42 Harga normal 19 186 702.25 16 948 629.63 Harga tertinggi 17 342 545.84 18 944 404.45 Peluang rendah 0.21 0.35 Peluang normal 0.21 0.42 Peluang tinggi 0.58 0.23 Ekspektasi harga 17 278 2 955 16 819 1 176 Sumber : Data Primer 2015 (Diolah)
Peluang Peluang menunjukkan distribusi frekuensi terhadap suatu kejadian. Kondisi lingkungan internal maupun eksternal dapat mempengaruhi besar atau kecilnya nilai suatu peluang. Peluang yang didapatkan oleh peternak mandiri maupun mitra mempunyai peluang yang berbeda-beda untuk mendapatkan harga yang rendah, normal ataupun tinggi. Peluang untuk peternak mandiri dari dua periode sebesar 0.214 untuk harga rendah, 0.572 harga normal dan 0.214 harga tinggi. Sedangkan peluang peternak mitra dari dua periode sebesar 0.346 untuk harga rendah, 0.423 harga normal dan 0.231 harga tinggi.
54
Pengembalian yang Diharapkan Selain menghitung peluang, penting juga untuk menghitung nilai pengembalian yang diharapkan (expected return) dari suatu usaha yang dijalankan. Nilai expected return dapat dihitung dengan mengakumulasikan seluruh nilai penjualan ayam broiler pada suatu periode yang dikalikan dengan peluang kejadiannya. Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui bahwa nilai expected return penjualan ayam broiler peternak mandiri sebesar Rp 17 278.57 per kilogram. Sedangkan expected return penjualan yang dilakukan peternak mitra sebesar Rp 16 819.23 per kilogram. Varians Varians merupakan akumulasi selisih kuadrat dari return dengan expected return yang dikalikan dengan peluang dari setiap periode penjualan. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai varians harga penjualan yang dilakukan peternak mandiri sebesar 1 708 328.07. Sedangkan varians harga penjualan ayam broiler yang dilakukan peternak mitra sebesar 1 829 268.75. Berdasarkan nilai variansnya, dapat diketahui bahwa penjualan ayam broiler yang dilakukan peternak mandiri memiliki nilai varians yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai varians peternak mitra. Hal ini menunjukkan bahwa penyimpangannya lebih kecil dan tingkat risiko harga peternak mandiri lebih kecil dibandingkan dengan peternak mitra. Standar Deviasi Nilai standar deviasi dapat diperoleh dengan menghitung akar kuadrat dari nilai varians. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh nilai standar deviasi harga penjualan peternak mandiri sebesar 1 307.03. Sedangkan standar deviasi penjualan peternak mitra sebesar 1 352.50. Berdasarkan nilai standar deviasinya, dapat diketahui bahwa penjualan peternak mandiri memiliki standar deviasi yang lebih kecil yang menunjukkan tingkat risiko harga yang lebih kecil. Koefisien Variasi Nilai koefisien variasi dapat dihitng dengan mengukur rasio dari nilai standar deviasi dengan tingkat pengembalian yang diharapkan (expected return). Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh nilai koefisien variasi harga penjualan yang dilakukan peternak mandiri sebesar 0.076, sedangkan nilai koefisien variasi yang dilakukan peternak mitra sebesar 0.080. Berdasarkan nilai koefisien variasinya, dapat diketahui bahwa penjualan yang dilakukan peternak mandiri memiliki nilai koefisien variasi yang lebih kecil yang menunjukkan tingkat risiko harga yang lebih kecil jika dibandingkan dengan peternak mitra. Jika dilihat dari tingkat pengembalian yang diharapkan, penjualan yang dilakukan peternak mandiri lebih besar jika dibandingkan dengan penjualan yang dilakukan peternak mitra. Begitu juga jika dilihat dari tingkat risikonya. Jika dilihat dari nilai varians, standar deviasi maupun koefisin variasi, secara keseluruhan nilainya pada peternak mandiri lebih kecil jika dibandingkan dengan
55
peternak mitra. Berdasarkan nilai koefisien variasi, dari setiap Rp 1 yang diharapkan peternak mandiri, maka akan ada risiko sebesar Rp 0.076. Sedangkan jika peternak mitra, dari Rp 1 yang diharapkan akan ada risiko harga yang dihadapi sebesar Rp 0.080. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Effiong et al. (2014) dimana peternak skala kecil sangat riskan terhadap risiko. Dalam penelitian ini, peternak mandiri yang terdapat di lapangan merupakan peternak dengan skala dibawah 5 000 ekor per peternak. Pengukuran tingkat risiko harga ayam broiler secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Hasil perhitungan risiko harga peternak mandiri dan peternak mitra Ukuran Penjualan peternak Penjualan peternak mandiri mitra Varian 1 708 328.07 1 829 268.75 Standar deviasi 1 307.03 1 352.50 Koefisien variasi 0.076 0.080 Sumber : Data primer 2015 (diolah)
Berdasarkan Tabel 11, dapat dilihat dari risiko usahaternak, bahwa risko harga yang dihadapi peternak mandiri lebih kecil. Hal ini dikarenakan, peternak mandiri tidak mempunyai kewajiban untuk memasok ayam broiler, sedangkan peternak mitra mempunyai kewajiban untuk menyediakan atau memanen ayam kepada pedagang atau pasar setiap hari sesuai dengan kebutuhan pasar. Peternak mandiri akan menahan ayam jikan harga tidak baik. Biasanya peternak mandiri akan menahan ayam sampai ayam berbobot maksimum sebesar 2 kilogram. Jika pada saat ayam berbobot 2 kilogram, harga ayam tidak juga membaik, peternak mandiri terpaksa menjual ayamnya. Peternak mitra, biasanya akan menjual ayam dengan harga berapapun yang berlaku pada saat itu. Peternak mitra tidak ingin mengambil risiko untuk menahan ayam jika harga tidak bagus. Hal tersebut dikarenakan, jika peternak mitra menahan ayam maka pakan yang digunakan akan lebih banyak. Berdasarkan Tabel 7, pendapatan peternak mandiri lebih besar jika dibandingkan dengan peternak mitra. Hal itu juga diperkuat bahwa peternak mitra di Kabupaten Bekasi lebih berisiko dibandingkan peternak mandiri. Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa peternak mandiri di daerah penelitian enggan melakukan kemitraan. Harga ayam hidup (live bird) dapat berfluktuasi tiap hari bahkan harga yang diterima antar peternak bisa berbeda. Hal tersebut karena harga jual ayam tergantung dari berat bobot ayam, semakin kecil bobot ayam akan semakin tinggi harganya tetapi penerimaan yang diterima peternak tidak terlalu besar karena harga ayam didaerah penelitian adalah rupiah per kilogram. Sebaliknya jika bobot ayam broiler semakin besar maka harga jualnya akan semakin kecil. Tetapi sebagian besar peternak mandiri lebih senang menjual dengan bobot yang lebih besar (kurang dari 2 kilogram) karena penerimaan yang didapatkan akan besar jika dibandingkan dengan menjual ayam dengan bobot kecil. Biasanya peternak mandiri akan menjual ayam broielr berpatokan pada harga posko yang dapat dilihat pada internet. Tetapi harga posko tersebut tidak bisa jadi jaminan peternak mandiri akan mendapatkan harga yang sudah ditetapkan. Harga bisa saja di bawah atau di atas harga posko. Lain halnnya peternak mitra, peternak mitra biasanya
56
menjual live bird berdasarkan harga pokok produksi yang sudah dihitung. Tetapi peternak mitra juga berpatokan pada harga posko. Biasanya peternak mitra akan menjual ayam berapapun harganya pada pelanggan tetap.
Preferensi Penggunaan Input Peternak Terhadap Risiko Setelah diketahui tentang risiko produksi dan risiko harga yang dihadapi peternak ayam broiler, maka perlu juga untuk mengetahui bagaimana sikap peternak dalam menghadapi risiko tersebut. Preferensi peternak atau sikap peternak biasanya menjelaskan atau mencerminkan keputusan ekonomi (Akinola 2014). Oleh karena itu, pengetahuan sikap peternak terhadap risiko mempunyai implikasi yang penting dalam mengadopsi teknologi peternakan yang baru dan kesuksesan pengembangan suatu daerah ( Wiks et al. 2004, Wiks 1970, Akinola 2014). Tingkat preferensi analisis hanya terbatas pada peternak pola mandiri mengingat peternak mitra tidak mempunyai kekuasaan untuk memilih keputusan dalam berproduksi. Ayindi et al. (2008) menekankan bahwa keputusan untuk berproduksi secara umum sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, lahan, harga produk, harga input dan kuantitas. Hal ini sesuai dengan penelitian Qomariyah (2011) yang menyatakan preferensi risiko petani akan mempengaruhi keputusan petani dalam alokasi penggunaan input. Hal tersebut dikarenakan peternak pola mandiri lebih mempunyai kekuasaan terhadap input dan usahaternaknya, apakah peternak tersebut akan terus berlanjut menjalankan usahanya atau tidak. Peternak mitra cenderung terikat dengan perusahaan mitra. Jadi penggunaan input dan lainnya tergantung dari perusahaan mitra, sedangkan peternak mitra hanya tinggal terima. Dalam melakukan estimasi terhadap nilai preferensi risiko atau nilai AR (absolute risk averse), peternak dapat dikatakan risk averse, risk neutral atau risk taker apabila mempunyai nilai secara berturut-turut AR>0, AR=0 atau AR<0. Berdasarkan hasil analisis preferensi risiko (Tabel 12), diperoleh gambaran bahwa preferensi risiko peternak ayam broiler pola mandiri terhadap input pakan, obat dan vitamin, tenaga kerja dan sekam adalah risk averse. Hal ini menunjukkan bahwa peternak ayam broiler pola mandiri di Kabupaten Bekasi cenderung menahan pengalokasian input pakan, obat dan vitamin dan tenaga kerja untuk menghindari risiko produksi. Preferensi risiko peternak pada input vaksin adalah risk taker. Hal ini menunjukkan bahwa peternak cenderung akan mengalokasikan input vaksin dengan harapan dapat meningkatkan produksi. Preferensi peternak ayam broiler terhadap input pakan yaitu risk averse. artinya peternak ayam broiler cenderung menahan untuk penggunaan input pakan. Hal ini karena harga pakan yang cenderung mahal sehingga peternak akan menahan penggunaan pakan. Hal ini sesuai dengan penelitian Ojo (2005) yang menyatakan bahwa pakan pada usahaternak yang dilakukan oleh peternak bersifat risk averse dalam penggunaannya. Preferensi peternak ayam broiler terhadap vaksin adalah risk taker. Artinya, peternak ayam broiler cenderung mengalokasikan input vaksin. Peternak berani mengambil risiko dari penggunaan vaksin karena berfungsi sebagai pencegahan kematian melalui peningkatan antibodi. Hal ini juga didukung oleh penelitian Thang et al. (2010) dan Sehabudin (2014) yang menyebutkan bahwa
57
penggunaan vaksin merupakan variabel input yang sangat penting dalam budidaya ayam broiler sebagai pencegahan kematian atau penyakit. Hal ini terjadi karena peternak mandiri umumnya menggunakan vaksin melebihi dari kebutuhan yang seharusnya. Sebagai contoh, DOC peternak mandiri sebanyak 700 ekor karena vaksin tersebut dijual dalam bentuk vial (dosis) maka peternak akan membeli vaksin yang 1000 dosis. Satu ekor vaksin membutuhkan satu dosis, dan vaksin tersebut tidak bisa digunakan untuk budidaya selanjutnya karena kerja vaksin hanya tahan hingga 2 jam. Hal itu sejalan juga dengan hasil dalam sub bab sebelumnya yang menunjukkan bahwa input vaksin bersifat risk increasing. Tetapi dalam estimasi fungsi produksi dengan adanya penambahan input vaksin masih bisa meningkatkan produksi ayam broiler. Hal ini terjadi karena vaksin merupakan input yang sangat penting dalam usahaternak tetapi jika dalam pemberian dan penyimpanannya tidak sesuai maka fungsi dari vaksin tersebut akan berkurang. Preferensi peternak ayam broiler pola mandiri berperilaku risk averse terhadap obat dan vitamin. Hal ini berarti peternak akan cenderung untuk manahan penggunaan obat dan vitamin dalam usahaternaknya. Penggunaan obat dan vitamin oleh peternak yang dilakukan dalam penelitian ini tidak terlalu penting sehingga peternak akan cenderung untuk menahan penggunaannya. Obat dan vitamin akan digunakan apabila ayam broiler terserang wabah penyakit. Tetapi ada juga peternak mandiri yang tetap menggunakan obat dan vitamin dalam usahaternaknya, hanya saja jumlahnya sangat dikit sekali. Tabel 12. Preferensi risiko peternak ayam broiler pola mandiri di Kabupaten Bekasi tahun 2015 Usahaternak Ayam Broiler Input Preferensi Risiko Pakan Risk Averse Vaksin Risk Taker Obat dan Vitamin Risk Averse Tenaga Kerja Risk Averse Sekam Risk Averse Sumber : Data primer 2015 (diolah)
Preferensi peternak ayam broiler terhadap tenaga kerja adalah risk averse. artinya peternak pola mandiri cenderung akan menahan penggunaan input tenaga kerja. Hal tersebut karena penggunaan tenaga kerja dalam usahaternak ayam tidak membutuhkan tenaga kerja yang banyak. Berdasarkan hasil sebelumnya mengenai risiko produksi, dimana tenaga kerja merupakan faktor yang menimbulkan risiko maka sesuai jika peternak mandiri akan bersifat risk averse terhadap penggunaan input. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Qomariyah (2011) yang menunjukkan bahwa perilaku tenaga kerja adalah risk averse. Preferensi peternak pola mandiri terhadap input sekam dalam penelitian ini adalah risk averse. Artinya penggsunaan sekam dalam usahaternak ayam broiler pola mandiri akan cenderung menahan input sekam. Hal ini didukung dari penjelasan pada sub bab sebelumnya yang menyatakan bahwa input sekam merupakan input yang dapat memperbesar risiko sehingga peternak akan cenderung menahan penggunaan sekam. Hal tersebut terjadi karena kurangnya
58
pasokan sekam yang ada didaerah penelitian sehingga peternak cenderung menahan penggunaan sekam sehingga ketebalan sekam tidak sesuai dengan ketentuan. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Burhani (2014), menyebutkan bahwa penggunaan sekam oleh peternak mandiri belum memenuhi ketentuan ketebalan sekam yang ada sebagai alas kandang. Hasil analisis terhadap nilai AR (absolute risk aversion), peternak dapat dikatakan risk averse, risk neutral atau risk taker apabila secara berturut-turut mempunyai nilai AR>0, AR=0 atau AR<0 (Robison dan Barry 1987). Pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa semua petani responden adalah risk averse. Hal tersebut tercermin dari hasil estimasi yang dilakukan sebelumnya bahwa peternak mandiri cenderung takut gagal panen sehingga seluruh peternak mandiri yang diteliti mempunyai sikap risk averse Tabel 13. Rekapitulasi Preferensi Risiko Peternak Mandiri Di Kabupaten Bekasi Tahun 2015 Preferensi Risiko Peternak Mandiri Jumlah (Orang) Risk Averse Risk Taker
Persentase (%) 35.00 0.00
100.00 0.00
Sumber : Data primer 2015 (diolah)
Berdasarakan hasil tersebut, dapat dijelaskan bahwa usahaternak ayam broiler pola mandiri mempunyai risiko yang lebih tinggi. Terlihat dari banyaknya peternak mandiri ayam broiler yang bersikap risk averse terhadap usahaternak ayam broiler. Menurut Sedangkan menurut Villano et al. (2005), menyatakan bahwa semakin besar nilai AR seseorang, maka semakin kuat sifat risk averse yang dimiliki. Preferensi seluruh peternak mandiri adalah risk averse. Jika peternak mandiri mengalami kerugian atau harga input naik maka peternak mandiri akan cenderung menghentikan sementara usahaternaknya. Seperti yang terjadi di tempat penelitian, dalam kurun waktu tahun 2014 sampai bulan April 2015, harga jual ayam cenderung tidak stabil dan membuat peternak cenderung merugi. Oleh sebab itu ada beberapa peternak mandiri yang menghentikan sementara usahaternaknya. Ada juga peternak yang terus berusahaternak tetapi peternak tersebut cenderung mengurangi kapasitas kandangnya. Ayindi et al. (2008) menekankan bahwa keputusan untuk berproduksi secara umum sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, lahan, harga produk, harga input dan kuantitas. Peternak mitra ayam broiler tidak di analisis pada sub bab ini dikarenakan peternak mitra tidak mempunyai kekuasaan untuk mengalokasikan input. Pada usahaternak mitra, peternak mendapatkan alokasi input dari perusahaan mitra atau perusahaan inti. Berapapaun input yang masuk, peternak mitra tidak bisa mengaturnya. Oleh sebab itu, dalam hal ini peternak mitra tidak bisa diukur bagaimana sikap peternak terhadap risiko yang dihadapi. Berdasarkan hasil wawancara dengan perusahaan inti, perusahaan inti tidak akan berhenti atau bahkan mengurangi jumlah ayam jika harga input mengalami peningkatan. Hal tersebut karena, perusahaan inti memutuskan
59
menghentikan usahaternak atau tidak dari nilai indeks prestasi dari tiap peternak. Jika dalam satu tahun peternak yang bekerjasama dengan perusahaan ini mendapatkan indeks prestasi yang tidak memuaskan dalam dua periode berturutturut maka peternak tersebut akan di evaluasi dan usahaternak akan diberhentikan sementara.
60
6 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Setelah melakukan analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dari hasil penelitian ini dapat disimpukan bahwa: 1. Hasil analisis fungsi risiko pada usahaternak ayam broiler mandiri dan mitra menunjukkan bahwa usahaternak ayam broiler peternak mandiri relatif lebih berisiko dibandingkan dengan usahaternak ayam broiler peternak mitra. Faktor penentu risiko produksi pada usahaternak ayam broiler peternak mandiri yang berpengaruh nyata adalah tenaga kerja dan jenis kandang. Input tenaga kerja bersifat risk increasing, sedangkan jenis kandang bersifat risk reducing. Faktor penentu risiko produksi usahaternak ayam broiler peternak mitra yang berpengaruh nyata adalah vaksin dan tenaga kerja. Input vaksin bersifat risk reducing, sedangkan input tenaga kerja merupakan risk increasing. 2. Risiko harga yang dihadapi peternak mandiri jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan risiko harga yang diterima oleh peternak mitra. 3. Preferensi risiko peternak pola mandiri terhadap keseluruhan penggunaan input adalah risk averse atau cenderung menghindari risiko.
Saran Dalam penelitian ini, risiko produksi yang dianalisis adalah risiko produksi yang ditimbulkan karena penggunaan input usahaternak. Untuk lebih memperluas cakupan penelitian, alangkah baiknya apabila : 1. Berdasakan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa vaksin pada peternak mandiri merupakan faktor yang dapat menimbulkan risiko maka perlu adanya ketepatan jadwal penggunaan vaksin pada peternak mandiri usahaternak ayam broiler untuk menekan tingkat kematian dan mengurangi risiko pada usahaternak ayam broiler. Waktu penggunaan dan penyimpanan vaksin harus diperhatikan agar kegunaan vaksin tidak berkurang. Sedangkan untuk peternak mitra merupakan faktor yang bisa mengurangi risiko, tetapi pemberian vaksin harus lebih diperhatikan dan diperbaiki lagi. 2. Sekam pada peternak mandiri merupakan faktor yang dapat menimbulkan risiko. Oleh sebab itu, peternak harus benar-benar memperhatikan kondisi sekam untuk mengurangi risiko, karena sekam media yang sangat baik untuk berkembangbiaknya jamur dan mikroorganisme pengganggu. 3. Tenaga kerja pada peternak mandiri dan peternak mitra usahaternak ayam broiler merupakan faktor yang dapat menimbulkan risiko. Oleh sebab itu, perlu adanya pelatihan untuk tenaga kerja ayam broiler. Hal ini sangat berpengaruh karena seluruh proses produksi dikendalikan oleh tenaga kerja.
61
4. Analisis pendapatan usahaternak baik pola mandiri maupun mitra sebaiknya di analisis dalam satu tahun yang mencakup umumnya lebih dari lima periode. Hal tersebut dikarenakan analisis pendapatan yang diteliti hanya satu periode panen tidak bisa dijadikan patokan apakah usaha tersebut rugi atau tidak karena peluang terjadinya kerugian atau sebaliknya bisa saja terjadi. 5. Adanya penelitian lanjut sebaiknya dikaji lebih jauh dengan menambah beberapa variabel yang tidak ada dalam penelitian ini seperti kualitas udara, sanitasi air dan bio-security. Melakukan penelitian ayam broiler dalam satu tahun terakhir atau lebih dari satu periode produksi.
62
DAFTAR PUSTAKA Abda AE, Amin MH. 2011. MeasuringProfitability and Viability of Poultry Meat Production in Khartoum State, Sudan. Australian Journal of Basic and Applied Sciences 5(7):937-941. Abda AE, Amin MH. 2011. Economics of Egg Poultry Production in Khartoum State with Emphasis on The Open System Sudan. African Journal of Agricultural Research 5(18):2491-2496. Adepujo AA. 2008. Technical efficiency Of Egg Production in Osun State. International Journal of agricultural Economics Rural Development 1(1):07-14. Adewunmi OI. 2008. Economics of Poultry Production in Egba Division of Ogun State. Agricultural Journal 3(1): 10-13. Ali S, Riaz B. 2014. Estimation Of Technical Efficiency Open Shed Broiler Farmers in Punjab Pakistan: A Stochastic Frontier Analysis. Journal of Economics and Suistanable Development 5(7):79-89. Akinola BD. 2014. Risk Preference and Coping Strategies Among Poultry Farmers in Abeokula Metropolis Nigeria. Global Journal Inc (USA). 14(5):22-29. Amenuri FI, Soewarno T, Soekarto, Suryahadi. 2006. Perbandingan Sistem Usaha Mandiri dan Plasma Pada Pembesaran Ayam Ras Pedaging Terhadap Tingkat Pendapatan (Studi Kasus di Parung). Jurnal MPI 1(2):44-57. Anderson JR, Dillon JL, Hardaker JB. 1997. Agricultural Decision Analysis. Ames, Iowa (US). The Iowa State University Press. Ayindi EO, MO Adewuni and OA Omotesho. 2008. Risk Attitude and Management Startegies of Small Scale Crop Producer in Kwara State Nigeria. A Ranking Approach. African Journal Of Business Management 2(12):217-221. Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Indonesia Tahun 2013. BPS. Jakarta. _________________. 2014. Statistik Indonesia Tahun 2014. BPS. Jakarta. Bahari, Mustadjab MM, Hanani N, Nugroho BA. 2012. Analisis Contract Farming Usaha Ayam Broiler. Jurnal Agro Ekonomi 30(2): 109-127. Bahari DI, Fanani Z, Nugroho BA. 2012. Analisis Struktur Biaya dan Perbedaan Pendapatan Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging Pada Pola dan Skala Usaha Ternak Yang Berbeda Di Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal Ternak Tropika 13(1) :35-46. Broll U, P Welzel, Wong KP. 2013. Price Risk and Risk Management in Agriculture. Issue 7(2) :17-20. Burhani, FJ. 2013. Analisis Volatilitas Harga Sapi Potong dan Daging Ayam Broiler di Indonesia. [Skripsi]. Bogor (ID). Fakultas Ekonomi dan Manajemen. IPB. Burhani, FJ. 2014. Komparasi Efisiensi Produksi Usahaternak Ayam Broiler Antara Pola Usaha Kemitraan dan Mandiri Di Kabupaten Bogor [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Burhanuddin. 2014. Pengaruh Aktivitas Peternakan Ayam Broiler Terhadap Pertumbuhan Bisnis Peternakan di Indonesia [Disertasi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
63
Coelli, T, DSP Rao and GE Battese. 1998. An Introduction to Efficiency and Productivity Analysis. Kluwer Academic Publishers, London. Debertin, DL. 1986. Agricultural Production Economics. Macmillan Publishing Company, New York. Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat. 2013. Perkembangan Populasi Ayam Ras Pedaging Di Kabupaten Bekasi. Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat. Direktorat Jendral Peternakan. 2014. Buku Statistik Peternakan. Direktorat Jendral Peternakan. Jakarta. [DJPKH] Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2013. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta (ID): DJPKH. Edward CJ, Darren L. 2003. Estimating Production Risk and Inefficiency Simultaneously: an application to cotton cropping system. Journal of agricultural and resource economics 28(3):540-557. Effiong EO, Enyenihi EA, George AA. 2014. Analysis of Farming Risk Among Small Scale Poultry Farmers in Etim Local Government Area of Akwa Ibom State Nigeria. Nigerian Journal of Agriculture, Food, and Environtment. 10(1):59-64. Ellis, F. 1988. Peasant Economics : Farm Households and Agrarian Development. Cambridge University Press, Cambridge. Elton EJ, Gruber MJ. 1995. Modern Portofolio Theory and Investment Analysis. Fifth Edition. New York (US): Johns Wiley and Sons Inc. Ezeh CI, Anyiro CO, Chukwu JA. 2012. Technical Efficiency in Poultry Broiler Production in Umuahia Capital Territory of Abia State, Nigeria. Greener Journal of Agricultural Science 2(1):1-7 Fadilah,R. 2013. Beternak Ayam Broiler. Agromedia Pustaka. Jakarta. [Fapet IPB] Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. 2004. Analisis Dampak Krisis Ekonomi Terhadap Pemulihan Usaha Peternakan Unggas Di Wilayah Kabupaten Bogor. Laporan Poultry Recovery Project : impact study, kerjasama ACDI/VOCA dengan Fakultas Peternakan IPB. Bogor (ID): Fapet IPB. Fariyanti A, Kuntjoro, S. Hartoyo dan A. Daryanto. 2007. Pengaruh Risiko Produksi dan Harga Kentang Terhadap Perilaku Produksi Rumahtangga Petani Di Kecamatan Pangalengan Kabuapten Bandung. Jurnal Agro Ekonomi, 25 (2) : 178-206. Fariyanti A. 2008. Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran Dalam Menghadapi Risiko Produksi dan Harga Produk Di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung [Disertasi]. Bogor (ID); Institut Pertanian Bogor. Fauziyah, E. 2010. Pengaruh Perilaku Petani dalam Menghadapi Risiko Produksi terhadap Alokasi Input Usahatani Tembakau: Pendekatan Fungsi Produksi Frontir Stokastik [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Gujarati, Damonar. 2006a. Dasar-Dasar Ekonometrika. Jakarta. Erlangga. _______________. 2006b. Dasar-Dasar Ekonometrika. Jakarta. Erlangga. Graziano, A.M. and M.L. Raulin. 1989. Research Methods : A Process of Inquiry. Harper Collins Publishers, New York. Guan, Z. and F. Wu. 2009. Specification and Estimation of Heterogeneous Risk Preference. Contributed Paper Prepared for Presentation at the 27th International Conference of Agricultural Economists (IAAE 2009). Beijing.
64
Hanafi. 2007. Risiko. Universitas Terbuka. Jakarta. Hapsari AW. 2013. Analisis Efisiensi Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ayam Ras Pedaging Pola Kemitraan dan Mandiri di kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Just RE, Pope RD. 1979. Production Function Estimation and Related Risk Consideration. American Journal of Agricultural Economics, 61(2):276284. Kartasapoetra AG. 1994. Teknologi Penanganan Pasca Panen. Jakarta [ID] : Rineka Cipta. Khumbakar SC dan Tsionas EG. 2002. Estimation of production Risk and Risk Preference Fuction-A Nonparametric Approach. Work Paper State University Of New York. Koutsiyanis A. 1977. Theory of Econometrics. Second Edition. New York (US):Harper and Row Publisher,inc. McConnell, D.J. and J.L. Dillon. 1997. Farm Management for Asia : A System Approach. Food and Agriculture Organization of United Nations, Rome. Mosnier C, Reynaud A, Thomas A, Agabriel MLJ. 2009. Estimating a Production Function under production risk and output price risk: an application to beef cattle in France. Working Paper Series: environmental economics and natural resource. Mulyantini. 2011. Ilmu Manajemen Ternak Unggas. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Murthy MRK, Madhuri SB. 2013. A Case Study of Sugana Poultry Production Through Contract Farming in Andhra Pradesh. Asia Pasific Journal of Marketing and Management Review. 2(5): 58-68. Nugraha IS. 2011. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Risiko Produksi Ayam Broiler [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Ohajianya DO, Mgbada JU, Onu PN, Enyia CO, Henri-Ukoha AH, Ben-Chendo NG, Gudson-Ibeji CC. 2013. Technical and Economic Efficiencies in Poultry Production in Imo state, Nigeria. American Journal Of Experimental Agricultural, 3(4):1-12 Ojo SO. 2005. Analysis of Productivity and Risk Factors in Commercial Poultry Production in Osun State, Nigeria. Journal of Food, Agriculture and Environment, 3(1): 130-133 Patrick, G.R., P.H. Wilson, P.J. Barry, W.G. Bogges and D.L. Young. 1985. Risk Perceptions and Management Response: Producer-Generated Hypotheses for Risk Modelling. Southern Journal Agricultural Economics, 17(1): 231238. Pindyck RS and Rubinfeld DL. 1999. Mikro Ekonomi. Terjemahan. Jakarta [ID] : Edisi Keempat Belas, Erlangga. Qomaria N. 2011. Analisis Preferensi Risiko dan Efisiensi Teknis Usahatani Talas di Kota Bogor [Tesis]. Bogor. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Rahayu, RB. 2011. Preferensi Risiko Petani Pada Usahatani Padi Organik Di Kabupaten Sragen. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rasyaf, M. 2007. Beternak Ayam Pedaging. Jakarta: Penebar Swadaya.
65
Rahayu, RB. 2011. Preferensi Risiko Petani Pada Usahatani Padi Organik Di Kabupaten Sragen. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rasyaf, M. 2007. Beternak Ayam Pedaging. Jakarta: Penebar Swadaya. Reed, M. J. and M. G. McCartney. 1970. Alternative Litter Materials For Poultry. www.agtie.nsw.gov.au Robison LJ, Barry PJ. 1987. The Competitive Firm’s Response to Risk. London: Macmillan Publisher. Sarwanto C. 2004. Kemitraan, Produksi dan Pendapatan Peternak Rakyat Ayam Ras Pedaging (Studi Kasus di Kabupaten Karanganyar dan Sukoharjo) [Tesis]. Bogor (ID). Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Sehabudin. U. 2014. Analisis Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging Pada Berbagai Pola Usaha Di Kabupaten Bogor [Tesis]. Bogor (ID). Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Seno.D.H. 2014. Harga Ayam Terus Jeblok, Telur Naik [Internet].[diunduh 24 Februari 2015]. Tersedia pada : www.trobos.com/2014/detail_berita. Serra T, Zilberman D, Gil JM. 2008. Differential Uncertaities and Risk Attitudes Between Conventional and Organic Producer. The Case of Spanish Arable Corp Farmers. Centre de Recerca en Economia Desenvolupament Agroalimentaris (CREDA). Barkeley (US). Soekartawi. 1999. Agribisnis Teori dana Aplikasi. Jakarta [ID] : Raja Grafindo Persada. Solihin, M. 2009. Risiko Produksi dan Harga Serta Pengaruhnya Terhadap Pendapatan Peternakan Ayam Broiler CV AB Farm Kecamatan Bojonggenteng Sukabumi [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Suharno B. 2012. Agribisnis Ayam Ras. Jakarta: Penebar Swadaya. Sutawi. 1999. Kemitraan Sebagai Strategi Manajemen Risiko. [online]. Tersedia http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=manajemen%20resiko%20agri bisnis&source=web&cd=1&ved=0CCcQFjAA&url=http%3A%2F%2Flam bertus-ahen.blogspot.com [10 Desember 2015]. Thang PD, Ton VD, Duquesne B, Lebailly P. 2010. Analysis of Risk and Impact The Incomes Poultry Producers in Ha Tay Province North Vietnam. 13th Association of Institutions For tropical Veterinary Medicine Conference 23-26 August 2010 Bangkok Thailand. Villano, AR., CJ. O’Donnell and GE. Battese. 2005.An Investigation of Production Risk Preferences and Technical Efficiency : Evidence from Rainfed Lowland Rice Farm in the Philippines. Working Paper Series in Agriculture and Resource Economics. University of New England Australia, 2005 (1): 1-24. Udoh EJ and Etim NA. 2009. Measurement of farm Level Efficiency of Broiler Production in Uyo, Akwa Ibom State, Nigeria. Journal Of Agricultural Science, 5(5):832-836. Wiks J. 1970. Uncertanty, Risk, and Wealth and Income Distribution in Peasant Agriculture. Journal of Development Studies 7(1):28-36. Wik J, TA Kebede, B Olvar, and KL Holden. 2004. On The Measurement of Risk Aversion From Experimental Data. Applied Economics, 36(21):24-51. Windasari LD. 2012. Kajian Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging Di Kabupaten Karang Anyar: Membandingkan Antara Pola Kemitraan dan Pola Mandiri. Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan, 1(1):65-72.
66
___________.2007. Kajian Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging di Kabupaten Karanganyar: Membandingkan Antara Pola Kemitraan dan Pola Mandiri [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
67
LAMPIRAN
68 Lampiran 1. Hasil pendugaan parameter fungsi usahaternak ayam broiler peternak mandiri di Kabupaten Bekasi dengan metode OLS menggunakan program SAS 9.13
The SAS System The REG Procedure Model: MODEL1 Dependent Variable: lnY log natural produksi Number of Observations Read Number of Observations Used
35 35
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
8 26 34
18.97926 0.39697 19.37623
2.37241 0.01527
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
0.12356 7.55788 1.63490
F Value
Pr > F
155.38
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.9795 0.9732
Parameter Estimates
Variable Intercept lnPKN lnVKN lnOBT lnTK DA DPB lnKPDT lnSKM
DF 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Parameter Estimate -1.09610 0.78673 0.00352 0.03468 0.11109 0.03151 -0.07068 -0.02991 0.18375
Standard Error t Value 0.40408 -2.71 0.09201 8.55 0.01531 0.23 0.02464 1.41 0.08910 1.25 0.04972 0.63 0.05809 -1.22 0.09244 -0.32 0.07294 2.52
Pr > |t| 0.0117 <.0001 0.8200 0.1711 0.2236 0.5318 0.2347 0.7488 0.0182
variance inflation 0 9.77477 2.25486 1.98622 1.71572 1.38784 1.80630 1.50662 9.00998
69 Lampiran 2. Hasil pendugaan parameter fungsi usahaternak ayam broiler peternak mitra di Kabupaten Bekasi dengan metode OLS menggunakan program SAS 9.13
The SAS System The REG Procedure Model: MODEL1 Dependent Variable: lnY log natural produksi Number of Observations Read Number of Observations Used
39 39
Analysis of Variance
Source
DF
Model 5 Error 33 Corrected Total 38 Root MSE Dependent Mean Coeff Var
Sum of Squares 6.78853 0.05841 6.84694 0.04207 8.70469 0.48331
Mean Square
F Value
1.35771 0.00177
767.09
R-Square Adj R-Sq
Pr > F <.0001
0.9915 0.9902
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter Estimate
Intercept lnPKN lnVKN lnOBT lnTK lnKPDT
1 1 1 1 1 1
3.20648 0.72234 0.12548 0.01034 -0.03126 0.14779
Standart Error
t Value
Pr > |t|
0.15668 0.04109 0.02229 0.02018 0.04142 0.07615
20.47 17.58 5.63 0.51 -0.75 1.94
<.0001 <.0001 <.0001 0.6118 0.4558 0.0609
Variance Inflation 0 8.18166 5.11601 2.69002 7.19528 1.93843
70 Lampiran 3. Hasil pendugaan fungsi risiko produksi ayan broiler peternak mandiri di Kabupaten Bekasi dengan menggunakan program SAS 9.1.3 The SAS System The SYSLIN Procedure Limited-Information Maximum Likelihood Estimation Model Dependent Variable Label
lnE lnE
Analysis of Variance Sum Source DF Model 8 26 Error Corrected Total 34
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
of Squares 84.77117 52.00113 136.7723
Mean Square 10.59640 2.000043
F Value 5.30
1.41423 R-Square 0.00039 Adj R-Sq 359531.294
Pr > F 0.0005
0.61980 0.50281
Parameter Estimates Parameter Standart Variable DF Estimate Error Intercept 1 0.017607 4.624887 lnPKN 1 -2.00482 1.053114 lnVKN 1 0.564284 0.175207 lnOBT 1 -0.39681 0.282003 lnTK 1 1.760732 1.019745 DA 1 -0.14903 0.569066 DPB 1 0.089020 0.664915 lnKPDT 1 -1.25086 1.058031 lnSKM 1 1.298766 0.834798 NOTE: K-Class Estimation with K=0
t Value 0.00 -1.90 3.22 -1.41 1.73 -0.26 0.13 -1.18 1.56
Pr > |t| 0.9970 0.0681 0.0034 0.1712 0.0961 0.7955 0.8945 0.2478 0.1318
71 Lampiran 4. Hasil pendugaan fungsi risiko produksi ayan broiler peternak mitra di Kabupaten Bekasi dengan menggunakan program SAS 9.1.3 The SAS System The SYSLIN Procedure Limited-Information Maximum Likelihood Estimation Model Dependent Variable label
lnE lnE
Analysis of Variance
Source
DF
Squares
Model Error Corrected Total
5 33 38
27.30598 56.04789 83.35387
Sum of Square
Mean F Value
Pr > F
5.461196 1.698421
3.22
0.0179
Root MSE 1.30323 Dependent Mean -4.92426 Coeff Var -26.46559
R-Square Adj R-Sq
0.32759 0.22571
Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Intercept 1 -2.19475 6.105512 -0.36 lnPKN 1 -0.44977 1.041069 -0.43 lnVKN 1 -2.46357 0.674098 -3.65 lnOBT 1 0.066523 0.598832 0.11 lnTK 1 3.615844 1.210032 2.99 lnKPDT 1 2.583959 2.350863 1.10 NOTE: K-Class Estimation with K=0
Pr > |t| 0.7215 0.6685 0.0009 0.9122 0.0053 0.2797
72
Lampiran 5. Hasil Perhitungan Preferensi Risiko
Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
AR X1 AR X2 AR X3 AR X4 AR X5 AR Total 0.952 -0.008 0.041 0.033 0.048 1.067 0.837 -0.003 0.043 0.028 0.047 0.953 1.130 -0.016 0.037 0.038 0.051 1.241 1.012 -0.007 0.041 0.038 0.048 1.134 0.952 -0.006 0.043 0.032 0.048 1.070 0.917 -0.013 0.044 0.038 0.054 1.042 0.670 -0.003 0.046 0.027 0.049 0.791 0.880 -0.007 0.044 0.032 0.049 1.001 0.863 -0.004 0.042 0.029 0.047 0.978 0.894 -0.012 0.040 0.038 0.050 1.010 0.974 -0.008 0.048 0.038 0.055 1.108 0.964 -0.009 0.046 0.037 0.054 1.093 0.878 -0.004 0.039 0.026 0.043 0.983 0.871 -0.005 0.037 0.026 0.042 0.972 0.908 -0.006 0.043 0.032 0.049 1.027 0.934 -0.004 0.046 0.031 0.049 1.057 0.864 -0.002 0.037 0.025 0.040 0.965 0.959 -0.012 0.038 0.042 0.048 1.076 0.915 -0.008 0.041 0.033 0.048 1.030 0.898 -0.005 0.041 0.027 0.045 1.007 0.839 -0.004 0.042 0.025 0.046 0.949 0.851 -0.006 0.041 0.027 0.047 0.960 0.880 -0.008 0.040 0.029 0.047 0.988 0.992 -0.009 0.047 0.036 0.055 1.121 0.882 -0.002 0.049 0.028 0.051 1.008 0.881 -0.003 0.047 0.028 0.050 1.004 0.913 -0.005 0.054 0.036 0.058 1.057 0.813 -0.001 0.041 0.026 0.045 0.926 0.714 -0.022 0.028 0.037 0.046 0.802 0.821 -0.015 0.032 0.040 0.043 0.922 0.879 -0.006 0.040 0.034 0.045 0.993 0.834 -0.002 0.055 0.027 0.057 0.971 0.777 -0.001 0.053 0.031 0.054 0.915 1.069 -0.007 -0.180 7.212 -0.093 7.999 1.088 -0.008 -0.213 7.000 -0.127 7.740
73 Keterangan : X1 = Pakan X2 = Vaksin X3 = Obat dan Vitamin X4 = Tenaga Kerja X5 = Sekam
74
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 21 Agustus 1990. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Drs Refirman Djamahar, M.Biomed dan Ibu Dra Asmanidar Roesdal. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 30 Jakarta pada tahun 2008. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Program Sarjana Universitas Andalas (UNAND) melalui Jalur SNMPTN Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian dan lulus pada tahun 2012. Selama perkuliahan (S1), penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan, di antaranya menjadi Ketua Divisi Kewirausahaan Himpunan Mahasiswa Agribisnis (HIMAGRI) periode 2011-2012, anggota bidang INFOKOM Komisariat Mahasiswa Ilmiah Pertanian (KMIP) periode 2010-2011 dan Sekertaris Umum KOPAJA (Komisariat Perhimpunan Mahasiswa Jabodetabek) Universitas Andalas periode 2010-2011. Selain itu, penulis pernah menjadi pembicara pada Lokakarya Nasional Agribisnis Kerakyaratan Universitas Andalas tahun 2012. Penulis pernah juga menjadi asisten dosen mata kuliah Sistem Usaha Tani pada tahun 2011-2012. Pada Tahun 2013, penulis diterima sebagai mahasiswa pascasarjana di program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN), Institut Pertanian Bogor dengan beasiswa program pascasarjana dalam negeri (BPPDN) Dikti.