PERANAN KEMITRAAN DALAM PENDAPATAN PETERNAK AYAM BROILER Kasus : Kemitraan Ternak Cibinong dengan CV Tunas Mekar Farm, Kecamatan Ciluar, Bogor, Jawa Barat.
Oleh : RIZKY FEBRIDINIA H 34076132
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
RINGKASAN RIZKY FEBRIDINIA. Peranan Kemitraan Dalam Pendapatan Peternak Ayam Broiler (Kasus : Kemitraan Ternak Cibinong dengan CV TMF, Kecamatan Ciluar, Bogor, Jawa Barat). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah Bimbingan NETTY TINAPRILLA). Pembangunan sektor perternakan sebagian dari pembangunan agribisnis yang memiliki peran strategis dalam pembangunan perekonomian. Produk Domestik Bruto yang dihasilkan dari agribisnis peternakan pada tahun 2008 sebesar Rp. 82,676.4 milyar. Sedangkan pada tahun 2009 sebesar Rp 104,040.0 milyar menunjukan bahwa PDB yang dihasilkan oleh usaha peternakan mengalami peningkatan. Sektor peternakan selain berperan dalam bidang ekonomi, juga beperan dalam penyediaan bahan pangan protein hewani. Hal ini akan mempengaruhi tingkat konsumsi daging yang berperan sebagai pemenuhan kebutuhan protein hewani. Untuk itu perlu diimbangi dengan peningkatan produksi dari produk–produk peternakan. Salah satu sumber protein hewani yang sangat mendukung ketersediaan protein adalah daging ayam broiler. Dengan adanya keterbatasan dalam hal permodalan, teknologi, dan sumber daya manusia. Peternak membutuhkan lembaga–lembaga kemitraan agribisnis dalam menunjang pengembangan produksi peternakan khususnya ayam broiler. Sebagai upaya unuk mewujudkan kemitraan usaha yang mampu memberdayakan ekonomi rakyat sangat dibutuhkan adanya kejelasan peran masing–masing pihak yang terlibat dalam kemitraan tersebut. Peternak mendapatkan jaminan harga dan kualitas yang tinggi, terjaminnya sarana dan prasarana produksi usaha ternak. Di sisi lain perusahaan inti sebagai mitra kerja menjadi efisien, produktif, output ayam broiler terjamin, harga kompetitif sehingga keuntungan yang diperoleh perusahaan lebih baik. Keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh manfaat yang diterima oleh kedua belah pihak yaitu perusahaan inti dan peternak plasma. Penelitian ini dilakukan di Kelompok Ternak Cibinong yang bermitra dengan CV Tunas Mekar Farm (TMF) di Kecamatan Ciluar, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pengumpulan data dilakukan pada bulan April–Mei 2010. Responden berasal dari peternak ayam mitra, non mitra dan juga perusahaan inti yaitu CV Tunas Mekar Farm. Jumlah peternak ayam yang menjadi responden dalam penelitian ini berjumlah 40 orang. Teknik sampling yang digunakan yaitu metode sensus dengan mendata seluruh peternak mitra dan peternak non mitra yang berada dalam suatu wilayah yang sama. Analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif untuk mendeskripsikan pelaksanaan kemitraan yang dijalankan oleh kelompok ternak Cibinong dengan CV TMF. Kemudian analisis usahatani bertujuan untuk menghitung pendapatan yang diperoleh peternak mitra dan non mitra. Selanjutnya uji statistik untuk melihat pengaruh kemitraan terhadap pendapatan peternak mitra yang diolah dengan menggunakan Minitab 15 dan Microsoft Exel 2007. Hasil penelitian yang menunjukan bahwa kemitraan yang dijalankan oleh CV Tunas Mekar Farm dengan peternak mitra dijalankan dengan pola inti plasama. Kemitraan memberikan dampak yang positif untuk kedua belah pihak. Manfaat bagi perusahaan adalah mendapatkan pasokan ayam broiler, menghemat
biaya produksi, dan bertambahnya mitra usaha yang loyal terhadap perusahaan. Manfaat yang diperoleh peternak mita adalah mendapatkan jaminan pasar, jaminan harga, bimbingan teknis dan bantuan operasional. Pelayanan yang diberikan oleh perusahaan terhadap peternak mitra adalah bimbingan teknis, pemberian sarana produksi ternak. Berdasarkan hasil usahtani pendapatan atas biaya total yang diterima oleh peternak mitra sebesar Rp. 2.644.773,5 per periode jauh lebih besar dari peternak non mitra yang hanya memperoleh Rp. 1.607.375 per periode. Sedangkan pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh peternak mitra sebesar Rp.7.019.773,5. Sedangkan biaya yang dikeluarkan peternak non mitra baik biaya tunai ataupun biaya yang diperhitungkan tidak berbeda jauh dengan biaya–biaya yang telah dikeluarkan oleh peternak mitra. Tingkat keuntungan antara peternak mitra dan non mitra juga dapat dilihat dari besarnya R/C rasio. Rasio pendapatan atas biaya tunai peternak mitra sebesar 1,11 dan peternak non mitra hanya memperoleh sebesar 1,09. Sedangkan R/C rasio pendapatan atas biaya total juga diperoleh lebih tinggi oleh peternak mitra yaitu sebesar 1,04 dan 1,02 untuk R/C ratio peternak non mitra. Hasil perhitungan uji statistik menunjukan bahwa kemitraan berperan dalam pendapatan peternak. Hasil perhitungan uji–t terhadap pendapatan atas biaya tunai yaitu p–value = 0,004 dan p–value pendapatan atas biaya total diperoleh sebesar 0,001. Nilai p–value yang diperoleh atas pendapatan tunai dan pendapatan total lebih kecil dari nilai α yang ditentukan, yaitu 0,05. Menunjukan bahwa dengan adanya kemitraan yang dijalankan oleh CV TMF pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total antara peternak mitra dan non mitra di daerah Cibinong berbeda nyata.
PERANAN KEMITRAAN DALAM PENDAPATAN PETERNAK AYAM BROILER Kasus : Kemitraan Ternak Cibinong dengan CV TMF, Kecamatan Ciluar, Bogor, Jawa Barat.
RIZKY FEBRIDINIA H 34076132
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Skripsi : Peranan Kemitraan Dalam Pendapatan Peternak Ayam Broiler (Kasus:Kemitraan Ternak Cibinong dengan CV TMF, Kecamatan Ciluar, Bogor, Jawa Barat). Nama
: Rizky Febridinia
NRP
: H 34076132
Disetujui, Pembimbing
Ir. Netty Tinaprilla, MM. NIP 196.90410.199512.2001
Diketahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 195.80908.1984031002
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul ”Peranan Kemitraan Dalam Pendapatan Peternak Ayam Broiler (Kasus:Kemitraan Ternak Cibinong dengan CV TMF, Kecamatan Ciluar, Bogor, Jawa Barat)” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juni 2010
Rizky Febridinia H34076132
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 24 Februari 1987 di Jakarta. Penulis adalah anak tunggal dari pasangan Bapak Welly Suhendra dan Ibu Sri Astuti. Penulis masuk taman kanak–kanak pada tahun 1991 di TK Nurul Mutaalimin Jakarta Selatan dan lulus pada tahun 1992. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri 06 pagi Cijantung Jakarta Timur dan lulus pada tahun 1998. Kemudian penulis sekolah di SLTP Negeri 251 Cijantung Jakarta Timur dan Lulus pada tahun 2001. Selanjutnya
penulis
menyelesaikan pendidikan SMU pada tahun 2004 di SMU Negeri 98 Kalisari Jakarta Timur. Pada tahun 2004 penulis diterima sebagai mahasiswa program diploma–III pada program studi Teknologi dan Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan teknologi pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tanggal 25 juli 2007. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan sarjana pada program sarjana ekstensi Agribisnis.
KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim, Puji syukur allhamdullilah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan ridonya penulis dapat menyelesaikan kegiatan dan penulisan skripsi ini, shalawat serta salam penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan suri tauladan kepada para umatnya hingga akhir zaman. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Peranan Kemitraan Dalam Pendapatan Peternak Ayam Broiler (Kasus : Kemitraan Ternak Cibinong dengan CV Tunas Mekar Farm, Kecamatan Ciluar, Bogor, Jawa Barat)”. Penelitian ini bertujuan menganalisis peran kemitraan dalam pendapatan peternak di CV Tunas Mekar Farm, Bogor. Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaaan pada skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Juni 2010 Rizky Febridinia H34076132
UCAPAN TERIMA KASIH Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan YME, penulis ingin menyaipaikan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Ir. Netty Tinaprilla, MM selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS yang telah bersedia menjadi dosen evaluator atas saran dan kritiknya demi perbaikan skripsi ini. 3. Dr. Ir. Heny K Daryanto, M.Ec sebagai dosen penguji utama atas saran dan kritiknya demi perbaikan skripsi ini. 4. Ir. Narni Farmayanti, M.Sc selaku komisi pendidik atas saran dan kritikannya demi perbaikan skripsi ini. 5. Saudara Budy Santoso, yang telah berkenan menjadi pembahas seminar atas saran dan kritikanya. 6. Ibu, papa dan keluarga tercinta akan doa, dukungan serta cinta mereka. 7. Pihak CV Tunas Mekar Farm atas waktu, kesempatan, informasi dan dukungan yang diberikan.
Bogor, Juni 2010
Rizky Febridinia H34076132
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ............................................................................................. ix DAFTAR TABEL ..................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xiii I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1.2 Perumusan Masalah ........................................................................ 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................ 1.4 Kegunaan Penelitian .......................................................................
1 5 7 7
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler .................................................... 9 2.2 Analisis Kemitraan ......................................................................... 10 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ........................................................ 3.1.1 Definisi Kemitraan .............................................................. 3.1.2 Unsur–unsur Kemitraan ...................................................... 3.1.3 Manfaat dan Tujuan Kemitraan .......................................... 3.1.4 Pola Kemitraan .................................................................... 3.1.5 Peranan Pelaku Kemitraan .................................................. 3.1.6 Analisis Usahatani ............................................................... 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ................................................
15 15 15 18 19 24 25 27
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 4.2 Jenis dan Sumber Data .................................................................. 4.3 Metode Pengumpulan Data ........................................................... 4.4 Metode Analisis Data .................................................................... 4.4.1 Analisis Deskriptif .............................................................. 4.4.2 Analisis Usahatani .............................................................. 4.4.3 Analisis R/C Rasio .............................................................. 4.4.4.Uji Statistik dengan Uji–t .................................................... 4.5 Konsep Definisi dan Operasional .................................................
30 30 30 32 33 33 36 37 37
V. GAMBARAN UMUM DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1 Sejarah dan Perkembangan Umum Perusahaan ............................ 5.2 Struktur Organisasi ....................................................................... 5.3 Dampak Lingkungan ..................................................................... 5.4 Karakteristik Responden ...............................................................
39 40 41 41
5.5 Keragaan Usahatani ...................................................................... 5.5.1 Persiapan Kandang .............................................................. 5.5.2 Chick In .............................................................................. 5.5.4 Budidaya ............................................................................. 5.5.4 Panen ...................................................................................
44 44 45 46 47
VI. PELAKSANAAN KEMITRAAN 6.1 Pola Kemitraan di CV TMF .......................................................... 6.2 Sistem dan Prosedur Penerimaan Mitra ........................................ 6.3 Syarat–syarat Calon Peternak Mitra ............................................. 6.4 Hak dan Kewajiban Peternak Mitra .............................................. 6.5 Hak dan Kewajiban Perusahaan Inti ............................................. 6.6 Kontrak Kemitraan CV TMF ........................................................ 6.7 Penetapan Harga Input, Output dan Bonus ................................... 6.8 Pembinaan dan Pelayanan Lapang oleh CV TMF ......................... 6.9 Kendala Kemitraan ....................................................................... 6.10 Manfaat Pelaksanaan Kemitraan ..................................................
49 49 51 52 53 53 54 56 58 58
VII. ANALISIS PENDAPATAN 7.1. Biaya Produksi ............................................................................. 60 7.2. Penerimaan Usaha Ayam Broiler ................................................. 63 7.3. Pendapatan Usaha Ayam Broiler ................................................. 64 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan .................................................................................. 68 8.2. Saran ............................................................................................. 69 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 70 LAMPIRAN .............................................................................................. 72
DAFTAR TABEL Nomor 1.
Halaman Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha .............................................................. 1
2. Populasi Ternak (ekor) di Bogor 2006–2008 ................................. 2 3.
Rata–rata Konsumsi Protein per Kapita Menurut Kelompok Makanan 2007–2009 ..................................... 2
4.
Jumlah Perusahaan Peternakan Ayam Broiler Menurut Badan Hukum di Indonesia .............................................. 3
5. Informasi yang Dibutuhkan Dalam Penelitian ............................... 32 6.
Perhitungan Nilai Usahatani dan Nilai R/C Ratio ........................... 37
7.
Karakteristik Umum Responden Peternak Mitra dan Non Mitra .... 44
8.
Penetapan Harga Sarana Produksi................................................... 54
9.
Perincian Harga Obat, Vaksin dan Bahan Kimia ........................... 54
10. Harga Garansi CV TMF .................................................................. 55 11. Bonus Insentif FCR ........................................................................ 56 12. Standar FCR CV TMF .................................................................... 56 13. Stuktur Biaya Peternak Mitra dan Non Mitra ................................. 62 14. Komposisi Penerimaan Peternak Mitra dan Non Mitra .................. 64 15. Perhitungan Pendapatan Peternak Mitra dan Non Mitra ................. 65
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Pola Kemitraan Inti–Plasma ……………………………………... 20 2. Pola Kemitraan Subkontrak ……………………………................ 21 3. Pola Kemitraan Dagang Umum ………………………………….. 21 4. Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Khusus ……………….... 22 5. Pola Kemitraan Waralaba ……………………………………....... 23 6. Pola Kemitraan Keagenan ……………………………………….. 24 7. Kerangka Pemikiran Operasional ………………………………... 29
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Struktur Organisasi CV TMF………………………………...
73
2. Karakteristik Responden Peternak Mitra ………………….....
74
3. Karakteristik Respoden Peternak Non Mitra ...........................
75
4. Kepemilikan Ayam Peternak Mitra ……………………….....
76
5. Kepemilikan Ayam Peternak Non Mitra …………………….
77
6. Pehitungan Biaya Penyusutan per Periode………………….....
78
7. Analisis Usahatani Peternak Mitra per Mei 2010 .....................
79
8. Analisis Usahatani Peternak Non Mitra per Mei 2010 ..............
81
9. Hasil Uji–t Terhadap Pendapatan Tunai Peternak Mitra dan peternak Non Mitra ...................................
83
10. Hasil Uji–t Terhadap Pendapatan Total Peternak Mitra dan peternak Non Mitra ...................................
84
11. Kuisioner Perusahaan Mitra……………………………….......
85
12. Kuisioner Peternak Mitra ...……………………………….......
88
13. Kuisioner Peternak Non Mitra…………………………….......
93
I. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Agribisnis peternakan memberikan banyak kontribusi bagi bangsa
Indonesia yaitu sebagai penyedia lapangan pekerjaaan dan berperan dalam pembangunan. Berdasarkan data statistik pada Tahun 2009 Produk Domestik Bruto (PDB) yang dihasilkan dari peternakan mengalami peningkatan. Pada Tabel 1 dapat dilihat mengenai produk domestik bruto atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha (miliar rupiah). Tabel 1. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Miliar Rupiah) Lapangan Usaha
2008
2009
Tanaman Bahan Makanan
349.795,0
418.963,9
Tanaman Perkebunan
105.969,3
112.522,1
Peternakan
82.676,4
104.040,0
Kehutanan
40.375,1
44.952,1
Perikanan
137.249,5
177.773,9
Sumber : Badan Pusat Statistik 2009
Salah satu komoditas unggulan agribisnis perternakan unggas yang dapat dikembangkan adalah ayam broiler. Ayam broiler merupakan jenis ayam ras yang memiliki produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam. Salah satunya adalah pemeliharaan yang hanya lima sampai enam minggu sudah dapat dipanen, sehingga modal yang ditanamkan akan cepat kembali (Rasyaf, 2009). Pengelolaan usaha ternak ayam broiler di masyarakat semakin berkembang dan meluas. Di Indonesia usaha ternak ayam broiler juga sudah dijumpai hampir disetiap provinsi. Usaha ini berkembang dengan pesat di berbagai provinsi di Indonesia, salah satunya adalah Provinsi Jawa Barat. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi dari sepuluh provinsi yang menghasilkan populasi ayam broiler terbesar di Indonesia (Dirjen Peternakan, 2007). Daerah asal pemasukan dan ternak komoditas unggas di Jawa Barat berasal dari Sukabumi, Bogor, Cianjur, Karawang, dan Depok. Pada Tabel 2 dapat dilihat mengenai informasi populasi ternak ayam di Kota Bogor. Berdasarkan data tersebut dapat
1
dinyatakan bahwa pertumbuhan populasi unggas di Kota Bogor terjadi pada komoditas ayam broiler yang mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tabel 2. Populasi Ternak (ekor) di Bogor 2006–2008 Ternak
2006
2007
2008
Ayam Buras
291.085.000
272.251.000
290.803.000
Ayam Layer
100.202.000
111.489.000
116.474.000
Ayam Broiler
797.527.000
891.659.000
1.075.885.000
Sumber : Badan Pusat Statistik 2009
Data perkembangan populasi ternak ayam broiler selama kurun waktu tiga tahun terakhir yaitu 2006 sampai 2008 mengalami peningkatan. Sektor peternakan selain berperan dalam bidang ekonomi, juga berperan dalam penyediaan bahan pangan protein hewani. Kesadaran masyarakat akan pentingnya makanan bergizi diikuti dengan meningkatnya pengetahuan, taraf hidup, dan pendapatan sehingga mendorong meningkatnya kebutuhan akan protein hewani. Seiring meningkatnya tingkat pendidikan di kalangaan masyarakat maka dapat menyebabkan seseorang selektif dalam memilih suatu produk untuk dikonsumsi. Hal ini akan mempengaruhi tingkat konsumsi daging yang berperan sebagai pemenuhan kebutuhan protein hewani. Untuk itu perlu diimbangi dengan peningkatan produksi dari produk–produk peternakan. Salah satu sumber protein hewani yang sangat mendukung ketersediaan protein adalah daging ayam broiler. Pada Tabel 3 dapat dilihat rata–rata konsumsi protein per kapita pada tahun 2007– 2009 menurut kelompok makanan. Tabel 3. No
Rata–rata Konsumsi Protein per Kapita Menurut Kelompok Makanan 2007–2009 Komoditas
1
Padi-padian
3
2007
2008
2009
23.33
22.43
22.75
Ikan
7.49
7.77
7.94
4
Daging Ayam
1.95
2.4
2.62
5
Telur dan susu
2.51
3.23
3.05
35.28
36.05
36.14
Jumlah Sumber : Badan Pusat Statistik 2009
2
Rata–rata konsumsi protein per kapita pada tiga tahun terakhir menunjukan bahwa permintaan terhadap daging ayam semakin bertambah di Indonesia. Salah satu langkah yang dapat ditempuh dalam memenuhi permintaan adalah dengan meningkatkan produksi. Peningkatan produksi yang optimal dapat diperoleh dengan melakukan tatalaksana pemeliharaan yang baik dan benar. Oleh sebab itu, peternakan ayam broiler memiliki peluang yang sangat baik untuk dikembangkan dimasa kini dan mendatang. Peluang ini didukung oleh semakin tingginya konsumsi protein hewani serta adanya kesempatan untuk meningkatkan pendapatan peternak. Hal inilah yang mendorong sehingga banyak peternak yang mengusahakan peternakan ayam broiler ini. Namun demikian kondisi peternakan Indonesia dihadapkan pada permasalahan pengusahaan permodalan yang terbatas, teknologi budidaya sederhana, serta manajemen sumberdaya yang kurang. Peternakan dengan skala ekonomi kecil masih dihadapkan pada permasalahan pasar yang tidak sempurna seperti biaya transaksi yang tinggi dan ketidakjelasan informasi pasar. Selain itu peternakan skala kecil menghadapi masalah lain seperti ketersediaan sarana produksi peternakan seperti DOC, pakan, obat–obatan, dan vitamin. Pada Tabel 4 dapat dilihat jumlah perusahaan peternakan ayam broiler menurut badan hukum. Tabel 4.
Jumlah Perusahaan Peternakan Ayam Broiler Menurut Badan Hukum di Indonesia
Badan Hukum
2006
2007
2008
2009
CV, PT, Firma
87
106
163
222
Koperasi
19
25
25
33
2.617
3.248
3.289
2.710
Perorangan
Sumber : Badan Pusat Statistik 2009
Berdasarkan pada Tabel 4 menunjukan bahwa peternakan ayam broiler di dominasi oleh peternakan rakyat mandiri. Akan tetapi, setahun terakhir perusahaan perorangan yang dikelola oleh rakyat mengalami penurunan. Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan di sektor peternakan khususnya peternakan ayam broiler yaitu dengan adanya lembaga–lembaga kemitraan. Hal tersebut adalah basis yang melatarbelakangi munculnya konsep kemitraan.
3
Landasan peraturan mengenai kemitraan di Indonesia diatur oleh Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 1997 yang menyebutkan bahwa kemitraan merupakan kerjasama antara usaha kecil dengan memperlihatkan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Artinya diperlukan suatu kerjasama yang sinergis antara peternak atau usaha kecil yang memiliki lahan dan tenaga kerja dengan perusahaan besar yang mempunyai modal dan tenaga ahli, dibawah pengawasan pemerintah dengan tujuan untuk menggali potensi peternakan. Kemitraan merupakan suatu strategi dalam meningkatkan kinerja pelaku agribisnis khususnya peternak kecil. Pada pola kemitraan pihak perusahaaan memfasilitasi pengusaha kecil dengan modal usaha, teknologi, manajemen yang modern dan kepastian pemasaran hasil, sedangkan pengusaha kecil melakukan proses produksi sesuai dengan petunjuk teknis dari pihak pengusaha besar. Sinergi antara pihak yang memiliki modal kuat, teknologi maju, manajemen modern dengan pihak yang memiliki lahan, dan tenaga kerja dapat menghasilkan tingkat efisiensi dan produktivitas yang optimal. Tujuan kemitraan usaha agribisnis adalah untuk membantu para pelaku agribisnis (peternak dan pengusaha serta pihak–pihak terkait) dalam mengadakan kerjasama kemitraan yang saling menguntungkan dan bertanggung jawab. Pandangan teoritis mengenai kemitraan menyatakan bahwa kemitraan usaha akan menghasilkan efisiensi sumberdaya yang dimiliki oleh pihak–pihak yang bermitra dan hal tersebut akan menguntungkan kedua belah pihak yang bermitra. Selain itu, kemitraan juga memperkuat mekanisme pasar dan persaingan usaha yang efisien dan produktif. Sebagai upaya untuk mewujudkan kemitraan usaha yang mampu memberdayakan ekonomi rakyat sangat dibutuhkan adanya kejelasan peran masing–masing pihak yang terlibat dalam kemitraan tersebut. Peranan perusahaan dan lembaga–lembaga kemitraan kepada peternak mitra adalah memberikan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia peternak mitra seperti pelatihan, pembinaan, dan keterampilan teknis produksi. Kemudian menyusun rencana usaha dengan peternak mitra untuk disepakati bersama.
4
Perusahaan mitra juga mempunyai peran sebagai penyandang dana atau penjamin kredit, memberikan pelayanan dan penyediaan sarana produksi untuk keperluan usaha bersama. Menjamin pembelian hasil produksi pengusaha mitra sesuai dengan kesepakatan. Promosi hasil produksi untuk mendapatkan pasar yang baik. Serta pengembangan teknologi yang mendukung pengembangan usaha dan keberhasilan kemitraan. Peran perusahaan dan lembaga–lembaga agribisnis ini sangat membantu petani–peternak yakni dalam menyiapkan sarana produksi berupa bibit (Day Old Chick), pakan, obat–obatan, vaksin, vitamin dan pemasaran hasil peternakan dengan pola kemitraan. Mengingat potensi–potensi, serta manfaat yang dapat ditimbulkan dalam kemitraan agribisnis. Kemitraan sangat penting bagi peternak ayam broiler. Diharapkan dengan keberadaan perusahan mitra, peternak mandiri sebagai pelaku agribisnis mendapatkan manfaat dalam kemitraan dengan tujuan tidak hanya meningkatkan pendapatan, tetapi juga untuk menjamin ketersediaan daging di pasar, mendapatkan pelatihan pemeliharaan dan kualitas ayam yang baik, serta mendapat jaminan pasokan sarana produksi peternakan. 1.2
Perumusan Masalah Kemitraan agribisnis dalam usaha ternak ayam broiler dapat diartikan
sebagai jalinan kerjasama dua atau lebih pelaku agribisnis yang dapat saling menguntungkan. Bagi pihak perusahaan tujuan yang ingin dicapai melalui kemitraan adalah meningkatkan perolehan bagi pelaku kemitraan, meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat, meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, serta memperluas kesempatan kerja. Kemitraan diharapkan menjadi solusi untuk merangsang tumbuhnya agribinis peternakan terutama mengatasi masalah peternak yang kurang dalam hal permodalan, teknologi, pemasaran dan manajemen. Hal ini membutuhkan kerjasama dan kepercayaan antara perusahaan mitra dengan peternak ayam. Salah satu lembaga kemitraan yang berkembang baik di Bogor adalah CV Tunas Mekar Farm. Lembaga kemitraan Tunas Mekar Farm telah berdiri selama enam tahun. Lembaga kemitraan ini berkantor pusat di Kecamatan Ciluar dan
5
telah mempunyai 70 peternak mitra yang tersebar di seluruh Kabupaten Bogor seperti Cibinong, Pamijahan, Cariu, Leuwiliang, Nanggung, dan Ciampea. Cibinong adalah salah satu daerah yang mempunyai populasi peternak terbanyak yang bermitra dengan CV TMF. Dalam kemitraan yang berjalan, CV TMF menyediakan sarana produksi peternakan yang diperlukan oleh peternak mitra, memberikan program kemitraan, bantuan panen, dan menampung hasil ayam broiler yang sesuai dengan kualitas standar yang ditetapkan. Setiap kegiatan yang berlangsung dalam kerjasama kemitraan telah disepakati di dalam kontrak kerjasama, begitupun dengan kontrak harga sarana produksi peternakan (sapronak), dan harga DOC (Day Old Chick). Pihak yang menentukan prosedur, harga, waktu panen dan pemberian bonus sepenuhnya ditetapkan oleh perusahaan inti, sedangkan peternak hanya menjalankan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan dan mengikuti segala peraturan dari pihak inti. Berdasarkan hal tersebut, ingin dikaji lebih dalam bagaimana pelaksanaan kemitraan CV TMF dengan peternak mitra. Keberadaan perusahaan kemitraan banyak memberikan keuntungan bagi peternak mitra. Salah satunya peternak dapat menjalankan usahanya secara berkesinambungan karena kendala modal yang dihadapi oleh peternak dapat teratasi dengan adanya pinjaman barang modal berupa DOC, pakan dan obat– obatan dari perusahaan inti. Modal tersebut akan dibayarkan jika peternak telah mendapatkan hasil panen. Perusahaan inti ikut membuka kesempatan kerja bagi peternak, menjamin pemasaran dan pasokan sapronak, dan turut berperan dalam mengembangkan usaha peternakan. Akan tetapi program kemitraan tidak selalu berjalan sesuai harapan karena banyak ditemui kendala–kendala di lapangan. Tunas Mekar Farm memberikan bantuan berupa pinjaman modal, DOC, pakan, vaksin, vitamin, dan obat–obatan sesuai dengan luas areal yang dimiliki oleh peternak. Kemudian setelah panen peternak harus menjual ayam broilernya pada CV TMF dengan harga kontrak yang telah disepakati diawal perjanjian. Fakta yang terjadi di lapangan, pernah ditemukan kejadian bahwa peternak menjual sapronak kepada pihak luar dengan harga yang lebih tinggi. Mereka berdalih melakukan hal tersebut untuk memperoleh pendapatan lebih.
6
Kemitraan antara pelaku dapat dipengaruhi oleh tujuan masing–masing pelaku sebagai pendorong internal dan faktor–faktor yang berasal dari eksternal yang dihadapi oleh pelaku kemitraan. Faktor–faktor kemitraan pasti akan mendapat penilaian berbeda, karena terkait dengan kemampuan kedua pelaku yang berbeda. Perbedaan kepentingan ini akan menimbulkan masalah diantara CV TMF dengan peternak mitra. Hal ini mengindikasikan kemitraan yang telah dijalankan belum memberi manfaat sepenuhnya kepada kedua belah pihak. Manfaat yang diinginkan sangat berkaitan sekali dengan harapan yang akan diperoleh kedua pihak. Keadaaan ini berhubungan dengan pendapatan peternak terhadap sistem kemitraan yang dijalankan. Permasalahan tersebut akan dapat mengakibatkan ketidakharmonisan antara peternak ayam dengan CV TMF. Terkait dengan hal tersebut, akan dikaji mengenai bagaimana kemitraan yang sedang dijalankan beperan dalam peningkatan pendapatan peternak. 1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah : 1. Mendeskripsikan pelaksanaan kemitraan yang sedang dijalankan antara peternak mitra Cibinong dengan perusahaan CV TMF. 2. Menganalisis pendapatan peternak mitra Cibinong dengan CV TMF 3. Menganalisis peran kemitraan dalam pendapatan peternak mitra Cibinong dengan CV TMF 1.4
Kegunaan Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pihak–pihak yang
berkepentingan, antara lain : 1. Perusahaan Sebagai masukan atau bahan pertimbangan yang berguna bagi pihak manajemen perusahaan dalam mengambil keputusan dan menetapkan kebijakan untuk memperbaiki kekurangan, dan meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan peternak.
7
2. Penulis Penelitian ini berguna untuk melatih kemampuan dalam menganalisa permasalahan berdasarkan data dan fakta yang diperoleh dan disesuaikan dengan pengetahuan yang didapat selama kuliah. 3. Pihak lain Penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan dalam melihat karakteristik dan tingkat pendapatan peternak pada skala tertentu serta dijadikan bahan perbandingan bagi penelitian sebelumnya.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Usaha Peternakan Ayam Broiler Pada tahun 1960, galur murni ayam broiler telah diketahui. Istilah ayam
ras atau ayam broiler muncul ketika pembangunan peternakan ayam ras bekembang pada tahun 1970–an. Ayam ras dikelola sebagai perusahaan yang bersifat industri. Namun, ayam broiler komersial seperti yang banyak beredar sekarang ini baru popular pada periode 1980–an. Semula, ayam yang dipotong adalah ayam petelur. Hal ini dikarenakan masyarakat luas masih banyak yang antipati terhadap ayam broiler karena telah terbiasa dengan ayam kampung. Sehingga pada akhir periode 1980–an, pemerintah menggalakan konsumsi daging ayam. Kelebihan dan kekurangan antara ayam broiler dan ayam kampung di kemudian hari ternyata saling melengkapi dan tidak saling bersaing karena beberapa masakan khas daerah yang memerlukan pemasakan lama tetap membutuhkan ayam kampung yang mempunyai tekstur daging yang lebih liat. Sedangkan untuk makanan sehari–hari ayam broiler sudah menjadi menu rutin. Diakui atau tidak, selera konsumen terhadap ayam sangat tinggi. Hal itu terlihat dari pertumbuhan populasi dan permintaan ayam pedaging yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Dengan mempertimbangkan potensi itu, peternak perlu
mengupayakan
jalan
keluar
untuk
meningkatkan
populasi
dan
produktivitasnya. Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa–bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam. Sebenarnya ayam broiler ini baru populer di Indonesia sejak tahun 1980–an dimana pemegang kekuasaan mencanangkan panggalakan konsumsi daging ruminansia yang pada saat itu semakin sulit keberadaannya. Hingga kini ayam broiler telah dikenal masyarakat Indonesia dengan berbagai kelebihannya. Hanya dengan waktu lima sampai enam minggu ayam broiler sudah dapat dipanen. Dengan jangka waktu pemeliharaan yang relatif singkat dan menguntungkan, maka banyak peternak baru serta peternak musiman yang bermunculan diberbagai wilayah Indonesia. Sebenarnya istilah ayam broiler merupakan istilah asing yang menunjukan cara memasak ayam di negara–negara barat (Rasyaf, 2009). Sehingga sampai saat
9
ini Belum ada istilah yang tepat untuk mengantikannya, seperti halnya dengan kesulitan untuk mengganti istilah ayam kampung untuk salah satu jenis ayam buras (bukan ras). Oleh karena itu, yang popular ke seluruh pelosok hingga kepedesaaan sampai saat ini tetap istilah ayam broiler. Selain itu, berdasarkan dua kriteria utama, yaitu hasil produksi daging dan pertumbuhan yang cepat, maka dari semua jajaran bangsa ayam yang diseleksi, ternyata hanya ayam broiler yang memenuhi dua kriteria tersebut. Berbagai ciri khas yang telah diuraikan sebelumnya, beternak usaha ayam broiler sangat diminati. Selain karena periode produksi dan panen yang relatif singkat serta kandungan gizi yang lengkap, usahanya pun dapat dilakukan dalam berbagai skala, baik skala besar maupun skala kecil. 2.2.
Analisis Kemitraan Kemitraan merupakan suatu konsep yang memadukan kelebihan yang
dimiliki oleh masing–masing pelaku ekonomi. Adanya kerjasama dalam bentuk kemitraan juga akan menutupi kekurangan–kekurangan yang dimiliki oleh pelaku ekonomi. Pemahaman etika bisnis sebagai landasan moral dalam melaksanakan kemitraan merupakan suatu solusi dalam mengatasi kurang berhasilnya kemitraan yang ada selama ini. Pemahaman dan penerapan etika bisnis yang kuat akan memperkuat pondasi kemitraan yang akan memudahkan pelaksanaan kemitraan itu sendri (Hafsah, 1999). Romdhoni (2003) meneliti mengenai pengaruh kemitraan terhadap pendapatan yang diperoleh antara peternak mitra perusahaan, peternak yang pernah bermitra dan peternak mandiri. Dari ketiga jenis peternak tersebut, diperoleh hasil bahwa peternak yang mendapatkan pendapatan paling tinggi adalah peternak yang pernah bermitra. Nilai rasio R/C yang didapatkan oleh peternak yang pernah bermitra, peternak mandiri dan peternak plasma berturut– turut 1,34 ; 1,27 dan 1,13. peternak yang pernah bermitra memiliki pengalaman yang cukup lama dan memiliki pangsa pasar yang cukup luas serta posisi tawar yang kuat. Hal ini dikarenakan sewaktu bermitra dengan perusahaan kemitraan, peternak memperoleh pengalaman yang cukup baik dalam budidaya ternak, manajemen, maupun kondisi pemasaran unggas. Setelah lepas dari perusahaan kemitraan, keuntungan usaha dinikmati penuh oleh peternak. 10
Romdhoni juga melakukan analisis mengenai kepuasan peternak plasma terhadap PT. XYZ yang menjadi mitra usahanya. Penelitian yang dilakukan adalah terhadap pelayanan sarana produksi, pelayanan teknis budaya, dan pelayanan pasca panen. Dari ketiga hasil tersebut pelayanan yang dinilai kurang puas sebanyak 60,75 persen oleh responden adalah pelayanan sarana produksi. Ketidakpuasan tersebut dikarenakan tidak ada bantuan realisasi biaya operasional yang secara eksplisit tercantum pada kontrak. Kemudian peternak juga merasa tidak puas dengan kualitas pakan yang diberikan. Penelitian yang dilakukan Surwanto (2004) menganalisis mengenai kemitraan, produksi dan pendapatan peternak ayam ras pedaging di Kabupaten Karang Anyar dan Sukoharjo. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa pola kemitraan yang dijalankan telah sesuai dengan kesepakatan. Perusahaan inti telah menjalankan kewajibannya dalam menyalurkan sarana produksi serta melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap peternak plasma. Berdasarkan hasil analisis Cob Douglas, kemitraan dan peningkatan jumlah pakan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap peningkatan produksi. Sedangkan DOC, tenaga kerja, obat– obatan dan vaksin, penambahan peralatan dan perluasan kandang tidak memberikan pengaruh terhadap produksi ayam. Berdasarkan analisis rasio B/C (benefit/cost) terbukti bahwa kemitraan tidak mampu meningkatkan pendapatan peternak plasma, karena tidak terdapat perbedaan pendapatan yang diperoleh antara peternak mitra dan peternak mandiri. Deshinta (2006) tentang dampak kemitraan terhadap peningkatan pendapatan. Penelitian ini dilakukan pada PT Sierad Produce di Kabupaten Sukabumi yang bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik peternak ayam broiler, menggambarkan pola–pola kemitraan, mengevaluasi penerapan pola kemitraan dan dampaknya dari kemitraan tersebut terhadap peningkatan pendapatan. Karakteristik peternak yang bermitra sebagian besar berumur antara 25–45 tahun dan memiliki pengalaman berternak selama 6–15 tahun. Hubungan kemitraan antara peternak dan PT Sierad Produce menunjukan adanya kesenjangan diantaranya tidak ada sanksi dalam kontrak, jadwal panen yang sering mundur dari perjanjian, dan keterlambatan dalam pembayaran keuntungan.
11
Peternak mitra memperoleh kemitraan yang lebih besar, namun dari segi pendapatan bersih peternak mitra memperoleh pendapatan yang lebih kecil dibandingkan dengan peternak mandiri. Hal tersebut disebabkan oleh jumlah biaya yang ditanggung peternak mitra cukup besar. Uji t dilakukan terhadap total pendapatan bersih diperoleh kesimpulan terima Ho, ini menunjukan bahwa antara pendapatan peternak mitra dan peternak mandiri tidak memiliki perbedaan secara nyata, atau dapat disimpulkan bahwa kemitraan tidak berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan peternak. Ali yasin (2008) tentang evaluasi kemitraan dan pengaruhnya terhadap pendapatan usahatani. Penelitian ini dilakukan di Pemuda Tani Indonesia. Kecamatan Cimanggis Kota Depok. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi pelaksanaan kemitraan (PTI) serta menganalisis pengaruh pelaksanaan kemitraan terhadap petani mitra. Alat analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif, Importance Performance Analysis, analisis gap serta indeks kepuasan konsumen untuk mengetahui tingkat kepuasan petani, untuk pengaruh kemitraan terhadap pendapatan digunakan analisis usahatani dan R/C Ratio. Kemitraan yang berjalan antara petani sayuran dan PTI sudah berjalan baik realisasi kontrak yang tidak sesuai yaitu kewajiban petani dalam membayar cicilan pinjaman biaya garap dan pembayaran bagi hasil sebesar 18,2 persen. Kredit macet terjadi karena kurangnya pendapatan petani yang disebabkan gagal panen. Berdasarkan analisis tingkat kesesuaian sebagian besar atribut kemitraan telah memuaskan petani, secara keseluruhan berdasarkan analisis indeks kepuasan konsumen, pelaksanaan kemitraan telah memuaskan dengan nilai indeks sebesar 72,4 persen. Berdasarkan analisis usahatani, kemitraan telah berpengaruh positif terhadap peningkatan pendapatan usahatani petani mitra, setelah bermitra rata– rata pendapatan petani meningkat dibandingkan sebelum bermitra. Zaelani (2008) meneliti mengenai manfaat kemitraan bagi petani antara PT. Pupuk Kujang dengan kelompok tani sri mandiri di Karawang. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pola kemitraan yang dilakukan antara PT Pupuk Kujang dengan petani mitra, menganalisis manfaat kemitraan agribisnis bagi
petani
mitra, dan mengidentifikasi faktor–faktor yang mempengaruhi
manfaat kemitraan agribisnis bagi petani mitra baik berupa input internal
12
maupun input eksternal. Dengan menganalisis pola hubungan kerjasama yang telah dilakukan PT Pupuk Kujang dan petani padi sawah sebagai mitra dengan persyaratan–persyaratan yang diberlakukan oleh PT Pupuk Kujang, maka dapat diidentifikasi bahwa pola kemitraan yang yang terjalin merupakan pola kemitraan (penyertaan) saham. Hubungan kemitraan antara petani mitra dengan PT Pupuk Kujang dilaksanakan dengan disertai pembinaan dan pengembangan pada satu atau lebih bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumberdaya manusia, dan teknologi. PT Pupuk Kujang memberikan kebebasan kepada petani mitra untuk menentukan harga produk dan memasarkan produk ke pasar. Hasil analisis kuantitatif menggunakan Regresi Berganda dengan bantuan software SPSS 13, menunjukan bahwa variabel–variabel yang sangat kuat mempengaruhi manfaat kemitraan bagi petani mitra yaitu luas lahan, jarak tempuh rumah ke lahan, sumber informasi yang digunakan, ketersediaan modal kredit, dan proses manajemen kemitraan. Luas lahan petani mitra yang semakin besar akan menambah manfaat kemitraan bagi petani mitra. Jarak tempuh rumah petani mitra ke lahan sawah yang jauh akan mengurangi manfaat kemitraan terkait dengan biaya transport dan efisiensi waktu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemitraan yang dilakukan oleh PT Pupuk Kujang dengan petani mitra membawa beberapa manfaat. Manfaat ekonomi yang diperoleh petani mitra dari pola kemitraan yaitu produktivitas yang lebih tinggi, pendapatan yang lebih tinggi, harga produk yang lebih baik dan mudah diterima pasar. Manfaat teknis yang didapatkan oleh petani mitra melalui pola kemitraan diantaranya mutu produk lebih baik dan meningkatkan teknologi pertanian (pangan) melalui penggunaan pupuk yang merupakan produk dari perusahaan mitra. Berdasarkan hasil–hasil kajian kemitraan terdahulu dapat disimpulkan bahwa penelitian menurut Deshinta, mendapatkan hasil dengan mengikuti kemitraan tidak berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan peternak. Peternak yang berusaha mandiri lebih menguntungkan daripada peternak yang bermitra. Akan tetapi hasil penelitian Romdhoni, Zaelani dan Sarwanto menyatakan terdapat manfaat yang positif dari pelaksanaan kemitraan ini, antara lain peternak
13
yang bermitra mendapatkan pinjaman sapronak, menambah ilmu pengetahuan, resiko usaha lebih rendah, mendapatkan kepastian dalam memasarkan hasil penen, dan mendapatkan bimbingan serta penyuluhan dari pihak perusahaan. Menurut
Yasin
berdasarkan
analisis
usahatani,
kemitraan
telah
berpengaruh positif terhadap peningkatan pendapatan usahatani petani mitra, setelah bermitra rata–rata pendapatan petani meningkat dibandingkan sebelum bermitra. Sedangkan Zaelani menyatakan bahwa dengan kemitraan dapat membeikan manfaat ekonomi dan teknis bagi petani. Beberapa hal yang menjadi persamaan penelitian ini dengan sebelumnya adalah mendeskripsikan pelaksanaan kerjasama yang dilakukan antara pihak peternak dengan perusahaan inti dan menghitung tingkat pendapatan peternak. Sedangkan perbedaannya yaitu terletak pada lokasi penelitian. Penelitian ini akan dilakukan di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Perbedaan lokasi usaha diduga akan memberikan dampak yang berbeda terhadap pelaksanaan kemitraan karena berbeda topografi wilayah, berbeda sumberdaya manusia, budaya kerja dan berbeda pergerakan harga di pasar.
14
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.
Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Definisi Kemitraan Definisi kemitraan diungkapkan oleh Hafsah (1999) yang menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua belah pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama, dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Karena merupakan strategi bisnis maka keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis. Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia kemitraan berasal dua kata mitra yang berarti teman, kawan, pasangan kerja dan rekan. Kemitraan merupakan perihal hubungan atau jalinan kerjasama sebagai mitra. Menurut Undang–Undang No. 9 Tahun 1995, kemitraan adalah kerjasama usaha antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh Usaha Menengah dan Usaha Besar dengan memperlihatkan prinsip saling menguntungkan, saling memperkuat, saling memerlukan. Berdasarkan
definisi
diatas
dapat
disimpulkan
bahwa
kemitraan
merupakan jalinan kerjasama usaha yang merupakan strategi bisnis yang dilakukan antara dua pihak atau lebih dengan prinsip saling menguntungkan, saling membutuhkan, saling memperkuat yang disertai adanya satu pembinaan dan pengembangan. Hal ini dapat terjadi karena pada dasarnya masing–masing pihak pasti mempunyai kelemahan dan kelebihan, justru dengan kelemahan dan kelebihan masing–masing pihak akan saling melengkapi dalam arti pihak yang satu akan mengisi dengan cara melakukan pembinaan terhadap kelemahan yang lain dan sebaliknya. 3.1.2. Unsur–unsur Kemitraan Pada
dasarnya
kemitraan
itu
merupakan
suatu
kegiatan
saling
menguntungkan dengan berbagai macam bentuk kerjasama dalam menghadapi dan memperkuat satu sama lainnya. Kemitraan merupakan satu harapan yang
15
dapat meningkatkan produktivitas dan posisi tawar yang adil antar pelaku kemitraan. Berkaitan dengan kemitraan yang telah disebut diatas, maka kemitraan itu mengandung beberapa unsur pokok, yaitu : 1. Kerjasama Usaha Dalam konsep kerjasama usaha melalui kemitraan ini, jalinan kerjasama yang dilakukan antara usaha besar atau menengah dengan usaha kecil didasarkan pada kesejajaran kedudukan atau mempunyai derajat yang sama terhadap kedua belah pihak yang bermitra. Ini berarti bahwa hubungan kerjasama yang dilakukan antara pengusaha besar atau menengah dengan pengusaha kecil mempunyai kedudukan yang setara dengan hak dan kewajiban timbal balik sehingga tidak ada pihak yang dirugikan, tidak ada yang saling mengeksploitasi satu sama lain dan tumbuh berkembangnya rasa saling percaya di antara para pihak dalam mengembangkan usahanya. Dengan hubungan kerjasama melalui kemitraan ini diharapkan pengusaha besar atau menengah dapat menjalin hubungan kerjasama yang saling menguntungkan dengan pengusaha kecil atau pelaku ekonomi lainnya, sehingga pengusaha kecil akan lebih berdaya dan tangguh di dalam berusaha demi tercapainya kesejahteraan. 2. Pembinaan dan Pengembangan Pada dasarnya yang membedakan hubungan kemitraan dengan hubungan dagang biasa oleh pengusaha kecil dengan pengusaha besar adalah adanya bentuk pembinaan dari pengusaha besar terhadap pengusaha kecil atau koperasi yang tidak ditemukan pada hubungan dagang biasa. Bentuk pembinaan dalam kemitraan antara lain pembinaan dalam mengakses modal yang lebih besar, pembinaan manajemen usaha, pembinaan peningkatan sumber daya manusia, pembinaan peningkatan sumber daya manajemen produksi, pembinaan mutu produksi serta menyangkut pula pembinaan di dalam pengembangan aspek institusi kelembagaan, fasilitas alokasi serta investasi. 3. Prinsip Saling Memerlukan, Saling Memperkuat, dan Saling Menguntungkan a. Prinsip Saling Memerlukan Kemitraan merupakan suatu rangkaian proses yang diawali dengan mengenal dan mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan usahanya.
16
Pemahaman akan keunggulan yang ada akan menghasilkan sinergi yang berdampak pada efisiensi, turunnya biaya produksi dan sebagainya. Penerapannya dalam kemitraan, perusahaan besar dapat menghemat tenaga dalam pencapaian target tertentu dengan menggunakan tenaga kerja yang dimiliki oleh perusahaan kecil. Sebaliknya perusahaan yang lebih kecil, yang umumya relatif lemah dalam hal kemampuan teknologi, permodalan dan sarana produksi melalui teknologi dan sarana produksi yang dimiliki oleh perusahaan besar. Dengan demikian sebenarnya ada saling memerlukan atau ketergantungan diantara kedua belah pihak yang bermitra. b. Prinsip Saling Memperkuat Dalam kemitraan usaha, sebelum kedua belah pihak memulai untuk bekerjasama, maka pasti ada suatu nilai tambah yang ingin diraih oleh masing–masing pihak yang bermitra. Nilai tambah tersebut dapat berupa nilai ekonomi seperti peningkatan modal dan keuntungan, perluasan pangsa pasar, maupun non ekonomi seperti peningkatan kemampuan manajemen dan penguasaan teknologi. Keinginan ini merupakan konsekuensi logis dan alamiah dari adanya kemitraan sehingga dengan bermitra terjadi suatu sinergi antara para pelaku yang bermitra dengan harapan nilai tambah yang diterima akan lebih besar. Dengan demikian terjadi saling isi mengisi atau saling memperkuat dari kekurangan masing– masing pihak yang bermitra. c. Prinsip Saling Menguntungkan Salah satu maksud dan tujuan dari kemitraan usaha adalah saling menguntungkan. Pada kemitraan ini, tidak berarti para partisipan harus memiliki kemampuan dan kekuatan yang sama, akan tetapi adanya posisi tawar yang setara berdasarkan peran masing–masing. Berpedoman pada kesejajaran kedudukan atau memiliki derajat yang setara bagi masing– masing pihak yang bermitra, maka tidak ada pihak yang tereksploitasi dan dirugikan tetapi justru terciptanya rasa saling percaya diantara para pihak sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan keuntungan atau pendapatan melalui pengembangan usahanya.
17
3.1.3. Manfaat dan Tujuan Kemitraan Pada dasarnya maksud dan tujuan dari kemitraan adalah konsep win–win solution partnership yang berarti kerjasama yang dilakukan memberikan keuntungan bagi kedua pihak. Arti saling menguntungkan disini bukan berarti para partisipan dalam kemitraan tersebut harus memiliki kemampuan dan kekuatan yang sama, tetapi yang lebih dipentingkan adanya posisi tawar yang setara berdasarkan peran masing–masing. Ciri dari kemitraan usaha terhadap hubungan timbal balik bukan sebagai buruh dan majikan atau atasan dan bawahan melainkan sebagai adanya pembagian resiko dan kenuntungan yang proposional (Hafsah 1999). Dalam kondisi ideal tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan secara lebih konkrit adalah a). Meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat, b). Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan, c). Meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat usaha kecil, d). Meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, wilayah dan nasional, e). Memperluas kesempatan kerja, dan f). Meningkatkan ketahanan ekonomi nasional. Manfaat yang dapat dicapai dari usaha kemitraan antara lain (Hasfah 1999): 1. Produktivitas Bagi perusahaan yang lebih besar dengan model kemitraan akan dapat mengoperasionalkan kapasitas pabriknya secara full capacity tanpa perlu memiliki lahan dan pekerja lapang sendiri karena biaya untuk keperluan tersebut ditanggung oleh petani. Bagi petani sendiri dengan kemitraan ini, peningkatan produktivitas dicapai secara simultan yaitu dengan cara menambah unsur input baik kualitas maupun kuantitasnya dalam jumlah tertentu akan diperoleh hasil dalam jumlah dan kualitas yang berlipat. Melalui model kemitraan petani dapat memperoleh tambahan input, kredit, dan penyuluhan yang tersedia oleh perusahaan inti. 2. Efisiensi Perusahaan dapat menghemat efisiensi dengan menghemat tenaga dalam mencapai target tertentu dengan tenaga kerja yang dimiliki petani. Sebaliknya
18
bagi petani yang umumnya relatif lemah dalam hal kemampuan teknologi dan sarana produksi, dengan bermitra akan dapat menghemat waktu produksi melalui teknologi produksi yang disediakan oleh perusahaan. 3. Jaminan Kualitas, Kuantitas, dan Kontinuitas Kualitas, kuantitas dan kontinuitas sangat erat kaitannya dengan efisiensi dan produktifitas di pihak petani yang menentukan terjaminnya pasokan pasar dan pada gilirannya menjamin keuntungan perusahaan. 4. Resiko Kemitraan dilakukan untuk mengurangi resiko yang dihadapi oleh kedua belah pihak. Kontrak akan mengurangi resiko yang dihadapi oleh pihak inti jika harus mengandalkan pengadaan bahan baku sepenuhnya dari pasar terbuka. Perusahaan inti juga akan memperoleh keuntungan lain karena mereka tidak harus menanamkan investasi atas tanah dan mengelola pertanian yang sangat luas. 3.1.4. Pola kemitraan Direktorat
pengembangan
usaha,
Departemen
Pertanian
(2002)
memberikan panduan mengenai beberapa jenis pola kemitraan yang telah banyak dilaksanakan di Indonesia, yaitu : 1. Pola Inti Plasma Merupakan
hubungan
kemitraan
antara
kelompok
mitra
dengan
perusahaan mitra, dimana perusahaan mitra bertindak sebagai inti dan kelompok mitra bertindak sebagai plasma. Dalam pola kemitraan inti plasma, kewajiban bagi kelompok mitra adalah : a). Berperan sebagai plasma, b). Pengelola seluruh usaha bisnisnya sampai panen, c). Menjual hasil produksi kepada perusahaan mitra. d). Memenuhi kebutuhan perusahaan sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati. Sedangkan perusahaan mitra wajib : a). Berperan sebagai perusahaan inti, b). Menampung hasil produksi, c). Membeli hasil produksi, d). Memberikan bimbingan teknis dan pembinaan manajemen kepada kelompok mitra e). Memberikan pelayanan kepada kelompok mitra berupa permodalan atau kredit, sarana produksi dan teknologi, f). Mempunyai usaha budidaya pertanian atau memproduki kebutuhan perusahaan, dan g). Menyediakan lahan.
19
plasma
plasma Perusahaan inti plasma
plasma
Gambar 1. Pola Kemitraan Inti–Plasma Sumber : Sumardjo (2001)
Dalam pola ini perusahaan mitra bertindak sebagai inti yang menampung, membeli hasil produksi, memberikan pembinaan teknologi, bimbingan teknis dan manajemen, penyediaan sarana produksi dan prasarana pertanian, memberikan modal serta pemasaran hasil. Peternak bertindak sebagai plasma yang menjual seluruh hasil produksinya kepada inti dan memenuhi aturan dan petunjuk yang diberikan oleh inti. 2. Pola Subkontrak Merupakan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, dimana di dalamnya kelompok mitra memproduksi komponen yang diperlukan oleh perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. Pola kemitraan subkontrak mensyaratkan bahwa kelompok mitra harus a). Memproduksi kebutuhan yang dibutuhkan oleh perusahaan
mitra sebagai komponen
produksinya, b). Menyediakan tenaga kerja, dan c) membuat kontrak bersama yang mencantumkan volume, harga, dan waktu. Sedangkan tugas perusahaan mitra adalah : a). Menampung dan membeli komponen produksi yang dihasilkan oleh kelompok mitra, b). Menyediakan bahan baku atau modal kerja, dan c). Melakukan kontrol kualitas produksi. Pola kemitraan ini biasanya ditandai dengan kesepakatan mengenai kontrak bersama yang mencakup volume, harga, mutu, dan waktu. Pola ini menunjukan didalamnya bahwa kelompok mitra memproduksi komponen produksi yang diperlukan oleh perusahaan mitra. Hasil produksi sangat berguna bagi perusahaan mitra maka pembinaan perlu dilakukan dengan intensif. Pola kemitraan Subkontrak dapat dilihat pada Gambar 2.
20
Kelompok Mitra Memproduksi Komponen Produksi
Kelompok Mitra Perusahaan Mitra
Kelompok Mitra
Kelompok Mitra
Gambar 2. Pola Kemitraan Subkontrak Sumber : Direktorat Pengembangan Usaha (2002)
3. Dagang Umum Pola dagang umum merupakan hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar yang didalamnya usaha menengah atau usaha besar memasarkan hasil produksi usaha kecil atau usaha besar mitranya. Penjelasan yang sama juga diberikan oleh Sumardjo (2001) bahwa pola kemitraan dagang umum merupakan pola hubungan usaha dalam pemasaran hasil antara pihak perusahaan pemasar dengan pihak kelompok usaha pemasok kebutuhan yang diperlukan oleh perusahaan pemasar. Contohnya adalah pemasaran produk hortikultur dimana petani atau kelompok tani bergabung dalam bentuk koperasi, bermitra dengan swalayan untuk mensuplai kebutuhannya. Pola hubungan ini dapat digambarkan seperti pada Gambar 3 berikut ini. Kelompok Mitra
Memasok
Konsumen /Industri
Perusahaan Mitra Memasarkan Produksi Kelompok Mitra
Gambar 3. Pola Kemitraan Dagang Umum Sumber : Direktorat Pengambangan Usaha (2002)
21
4. Kerjasama Operasional Pola kerjasama operasional merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra yang didalamnya petani menyediakan lahan, sarana dan tenaga kerja sedangkan perusahaan mitra menyediakan biaya atau modal serta sarana untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditi perternakan (Direktorat Jendral Peternakan, 1996). Pola ini dapat dilihat pada Gambar 4. Kelompok mitra dan perusahaan menggabungkan sumberdaya yang dimiliknya untuk membudidayakan suatu komoditi. Perusahaan mitra sering kali berperan sebagai penjamin pasar, diantaranya juga mengolah produk tersebut dan dikemas lebih lanjut untuk dipasarkan (Sumardjo, 2001). Hasil yang diperoleh dari kerjasama tersebut akan dibagi sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Konsumen /Industri
Konsumen /Industri
Lahan Sarana Tenaga
Biaya Modal Telnologi
Pembagian Hasil Sesuai Kesepakatan Gambar 4. Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Khusus Sumber : Direktorat Pengembangan Usaha (2002)
5. Pola Kemitraan Penyertaan Saham (Waralaba) Berdasarkan PP No. 16 Tahun 1997 dan keputusan Menteri Perindustrian dan Perdaganggan No.259/MPP/Kep/7/1997 tentang ketentuan dan tatacara pelaksanaan pendaftaran usaha waralaba ditetapkan bahwa pengertian waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan
22
atau menggunakan hak atas kekayaaan intelaktual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki pihak lain, dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang atau jasa. Menurut Undang–Undang No. 9 tahun 1995 dijelaskan bahwa pola waralaba merupakan hubungan kemitraan yang didalamnya pemberi waralaba memberikan hak penggunaan lisensi, merk dagang, dan saluran distribusi perusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai bimbingan manajemen. Pola ini dapat dilihat pada Gambar 5. Dalam pola kemitraan ini, penyertaan modal (equity) antara usaha kecil dengan usaha menengah atau besar, penyertaan modal usaha sekurang–kurangnya 20 persen dari seluruh modal saham perusahaan yang baru dibentuk dan ditingkatkan secara bertahap sesuai kesepakatan kedua belah pihak.
Pemilik Waralaba
Kemitraan
Penerima Waralaba
Hak lisensi Merk Dagang Bantuan Manajemen Saluran Distribusi Gambar 5. Pola Kemitraan Waralaba Sumber : Sumardjo, 2001
Gambar 5 menunjukan tentang pola kemitraan waralaba memperlihatkan bahwa pemilik waralaba menyerahkan lisensi, merk dagang, bantuan manajemen, dan saluran distribusi kepada pengelola waralaba. Pemilik waralaba tetap bertanggung jawab terhadap sistem operasi, pelatihan, program pemasaran dan lain–lain yang diserahkannya kepada penerima waralaba. Pemegang usaha waralaba, hanya mengikuti pola yang ditetapkan oleh pemilik serta memberikan sebagian dari pendapatannya berupa royalti dan biaya lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha tersebut (Sumardjo, 2001).
23
6. Pola Keagenan Pola keagenan merupakan hubungan kemitraan dimana kelompok mitra diberi hak khusus untuk memasarkan barang atau jasa usaha perusahaan mitra. Sumardjo (2001) menerangkan bahwa perusahaan besar atau menengah bertanggung jawab atas mutu dan volume produk (barang atau jasa tersebut), seperti dapat dilihat pada Gambar 6. Kelompok Mitra
Pemberian Hak Khusus
Perusahaan Mitra
Memasarkan
Konsumen /Industri Gambar 6. Pola Kemitraan Keagenan Sumber : Direktorat Pengembangan Usaha (2002)
3.1.5. Peranan Pelaku Kemitraan Usaha Tugas
dan
peranan
pelaku
kemitraan
pengusaha
besar
adalah
melaksanakan pembinaan dan pengembangan kepada usaha kecil berupa : 1. Memberikan pelayanan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia pengusaha kecil, seperti pelatihan, magang, keterampilan teknis produksi. 2. Menyusun rencana usaha dengan pengusaha mitra untuk disepakati bersama. 3. Bertindak sebagai penyandang dana dan penjamin kredit. 4. Menyediakan sarana produksi untuk keperluan usaha bersama. 5. Menjamin pembelian hasil produksi pengusaha mitra sesuai dengan kesepakan. 6. Promosi hasil produksi untuk mendapatkan pasar yang baik. 7. Pengembangan teknologi yang mendukung pengembangan usaha dan keberhasilan kemitraan. Kemudian dalam hal melaksanakan kemitraan usaha, pengusaha kecil didorong untuk melakukan : 1. Bersama–sama dengan pengusaha besar mitranya melakukan penyusunan rencana usaha untuk disepakati. 24
2. Menerapkan teknologi dan melaksanakan ketentuan sesuai kesepakatan dengan pengusaha mitranya. 3. Melaksanakan kerjasama antara sesama pengusaha kecil yang memiliki usaha sejenis dalam rangka usaha ekonomi untuk mendukung kebutuhan pasokan produksi kepada pengusaha besar mitranya. 4. Mengembangkan profesionalinisme untuk meningkatkan kemampuan atau keterampilan teknis produksi dan usaha. Peranan pembina bukan hanya peran dari pemerintah, tetapi dapat pula berasal dari unsur–unsur lembaga non pemerintah atau LSM maupun lembaga lain. Peranan pembinaan ini pada intinya adalah menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan kemitraan usaha serta terwujudnya kemitraan usaha yang dapat memberikan manfaat kepada pihak–pihak yang bermitra. 3.1.6. Analisis Usahatani Peternak maupun petani sebagai pelaku usahatani mengharapkan produksi yang lebih besar agar memperoleh pendapatan yang maksimum. Untuk itu, peternak menggunakan tenaga, modal, dan sarana produksinya sebagai alat untuk mendapatkan produksi yang diharapkan. Ada kalanya produksi yang diperoleh justru lebih kecil dan sebaliknya tidak dipungkiri produksi yang diperoleh justru lebih besar. Suatu usahatani dikatakan berhasil apabila usahatani tersebut dapat memenuhi kewajiban membayar bunga modal, alat–alat yang digunakan, upah tenaga kerja luar serta sarana produksi yang lain termasuk kewajiban terhadap pihak ketiga dan dapat menjaga kelangsungan usahanya. Ukuran dari keberhasilan suatu usahatani tidak lepas dari besar kecilnya penerimaan usahatani dalam per satu kali poduksi panen yang diperoleh seorang petani. Menurut Soekartawi dkk (1986), penerimaan usahatani adalah nilai produk tunai usahatani dalam jangka waktu tertentu. Penerimaan ini mencakup suatu produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan untuk bibit dalam usahatani, digunakan untuk pembayaran dan yang disimpan. Penerimaan ini dinilai berdasarkan perkalian antara total produksi dengan harga pasar yang berlaku.
25
Pengeluaran usahatani secara umum meliputi pengeluaran tunai dan tidak tunai atau biaya diperhitungkan. Terdapat pula pengeluaran usahatani total yang terdiri dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Perhitungan kedua biaya tersebut harus dipisahkan dalam perhitungannya, hal ini akan berkaitan dengan kegiatan produksi pada waktu saat dan produksi yang akan datang. Pengeluaran tunai atau biaya tunai usahatani merupakan sejumlah uang yang akan dibayarkan untuk membelikan barang dan jasa bagi usahatani baik secara tunai maupun kredit. Sedangkan pengeluaran tidak tunai atau biaya diperhitungkan ialah pengeluaran berupa nilai barang dan jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda, seperti halnya jika usahatani menggunakan mesin–mesin maka nilai penyusutan dari mesin tersebut harus dimasukan ke dalam biaya pengeluaran tidak tunai dan digunakan untuk menghitung pendapatan kerja peternak jika modal dan nilai tenaga kerja keluarga diperhitungkan. Adapun pengeluaran tidak tetap dapat didefinisikan sebagai biaya yang besar dan kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh sedangkan pengeluaran tetap didefinisikan sebagai pengeluaran atau biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan meskipun produksi yang diperoleh jumlahnya banyak atau sedikit, sehingga biaya ini tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Sedangkan pengeluaran total usahatani dapat didefinisikan sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam produksi kecuali biaya tenaga kerja keluarga peternak. Kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai dapat diukur oleh adanya pendapatan tunai usahatani. Pendapatan tunai usahatani merupakan selisih antara penerimaan tunai usahatani dengan pengeluaran usahatani atau pendapatan usahatani meliputi pendapatan kotor dan pendapatan bersih. Pendapatan kotor usahatani merupakan ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani. Sedangkan pendapatan bersih merupakan selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani (Soekartawi, 1986). Pendapatan kotor usahatani dibedakan menjadi dua yaitu pendapatan kotor tunai dan pendapatan kotor tidak tunai. Pendapatan kotor tunai didefinisikan
26
sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani yang tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani yang berbentuk benda dan yang dikonsumsi. Sedangkan pendapatan kotor tidak tunai merupakan pendapatan bukan dalam bentuk uang, seperti hasil panen yang dikonsumsi atau pembayaran yang dilakukan dalam bentuk benda. Selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan total pengeluaran usahatani disebut pendapatan bersih usahatani. Pendapatan bersih usahatani ini mengukur imbalan yang diperoleh keluarga peternak akibat dari penggunaan faktor–faktor produksi atau pendapatan bersih usahatani ini merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dapat digunakan untuk menilai dan membandingkan beberapa usahatani lainnya, maka ukuran yang digunakan untuk menilai usahatani ialah dengan penghasilan bersih usahatani yang merupakan pengurangan antara pendapatan bersih usahatani dengan bunga pinjaman, biaya yang diperhitungkan dan biaya penyusutan. 3.2.
Kerangka Pemikiran Operasional Perkembangan usaha peternakan ayam broiler di Jawa Barat mengalami
peningkatan. Di sejumlah daerah seperti Bogor, pertumbuhan industri peternakan ayam berkembang pesat seiring dengan bertambahnya permintaan kebutuhan daging setiap tahunnya. Namun industri peternakan rakyat mandiri menghadapi beberapa kendala. Ketidakmampuan peternak kecil untuk mengembangkan usaha berasal dari berbagai faktor. Faktor–faktor utama yang menjadi kendala adalah keterbatasan modal, teknologi, dan pemasaran. Keterbatasan inilah yang membuat peternakan rakyat mengalami kesulitan untuk menjalankan usahanya secara mandiri, dan pada akhirnya akan mengurangi pendapatan yang diperoleh peternak. Berawal dari berbagai kendala ini maka peternak mandiri perlu menjalin kerjasama yang saling menguntungkan dan menunjang dengan perusahaan inti dalam bentuk kemitraan. Kerjasama antara pelaku kemitraan yang memiliki modal kuat, teknologi maju, manajemen modern dengan pihak yang memiliki lahan, tenaga kerja dapat menghasilkan tingkat efisiensi yang optimal. Melalui kemitraan diharapkan produksi lebih meningkat, resiko relatif kecil dan pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan antara kedua belah pihak. Pelaksanaan kemitraan antara 27
peternak dan perusahaan perlu di analisis dan di evaluasi untuk mengetahui apakah kemitraan yang dilaksanakan telah memberikan manfaat yang maksimal bagi kedua belah pihak yang bermitra terutama peternak plasma sesuai dengan tujuan penelitian. Masalah–masalah yang menghambat jalannya kemitraan sering terjadi dalam pelaksanaan kemitraan. Hambatan dapat berasal dari pihak internal maupun eksternal. Faktor eksternal, misalnya kurang adanya dukungan pemerintah dan lembaga–lembaga keuangan sedangkan faktor internal berasal dari kedua pelaku yang terlibat. Faktor internal diduga berkaitan langsung dengan manfaat yang diperoleh peternak berkaitan dengan pelayanan yang diberikan oleh perusahaan. Alat analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif, analisis pendapatan usahatani serta analisis imbangan penerimaan dan biaya (Rasio R/C), serta uji statistik uji–t. analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan pelaksanaan kemitraan yang terjadi sebenarnya diantara CV Tunas Mekar Farm dengan peternak mitra di kelompok ternak mitra Cibinong dan juga menggambarkan karakteristik peternak mitra. Analisis pendapatan digunakan untuk menghitung tingkat pendapatan yang diperoleh peternak mitra pada saat bekerja sama dengan CV TMF dan peternak non mitra yang ada di daerah Cibinong. Uji–t digunakan untuk mengukur seberapa besar peranan kemitraan dalam perbedaan pendapatan antara peternak mitra dan peternak non mitra. Adanya kajian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan juga masukan bagi perbaikan kinerja perusahaan dan juga pelaksanaan kemitraan CV TMF dengan peternak mitra di Cibinong. Adapun bagan kerangka operasional dapat dilihat pada Gambar 7.
28
Peternak : 1. Modal Kurang 2. Teknologi Sederhana 3. Info Pasar Terbatas
Lembaga Kemitraan (CV TMF) : 1. Modal Besar 2. Teknologi Modern 3. Jaminan Pasar
Kemitraan
Pelaksanaan kemitraan oleh CV Tunas Mekar Farm membantu menanggulangi permasalahan permodalan, teknologi, sarana produksi ternak, dan memenuhi jaminan pasar bagi peternak
Konsep Kemitraan
Pendapatan Peternak
Analisis Deskriptif
1.Analisis Usahatani 2.R/C Ratio Tunai 3.R/C Ratio Total 4.Uji–t
Pengaruh kemitraan CV Tunas Mekar Farm terhadap pendapatan kelompok peternak mitra Cibinong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.
Gambar 7. Kerangka Pemikiran Operasional
29
IV. METODE PENELITIAN 4.1.
Lokasi dan Waktu Peneilitian Penelitian ini dilakukan di Kelompok Ternak Cibinong yang bermitra
dengan CV Tunas Mekar Farm (TMF) di Kecamatan Ciluar, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa CV TMF adalah salah satu lembaga kemitraan yang berkembang pesat di Bogor. Sedangkan Kecamatan Cibinong merupakan salah satu daerah yang potensial untuk mengembangkan peternakan ayam broiler. Pengumpulan data dilakukan pada bulan April–Mei 2010. 4.2.
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer meliputi data produksi, sedangkan data mengenai pemeliharaan, penanganan panen dan pasca panen yang diperlukan dalam analisa diperoleh dari wawancara langsung dengan peternak ayam broiler. Perolehan data dan informasi juga diperoleh melalui pengamatan langsung terhadap keadaaan usaha ternak ayam broiler. Peternak juga dipandu dengan kuisioner yang telah dipersiapkan sebelumnya agar dapat mempermudah peternak dalam pengisian kuisioner tersebut. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari instansi– instansi yang terkait dengan permasalahan penelitian antara lain badan pusat statistik serta instansi terkait lainya seperti kantor kecamatan dan kantor desa. Selain itu, data sekunder juga diperoleh dari literatur atau perpustakaan yang relevan seperti laporan penelitian sebelumnya, buku dan media elektronik yaitu internet. 4.3.
Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode sensus. Pengumpulan data dari responden dilakukan melalui teknik wawancara. Responden yang dipilih adalah responden dari peternak yang menjadi anggota kelompok ternak yang bermitra dengan CV TMF dan peternak non mitra sebagai pembanding Seluruh peternak mitra dan peternak non mitra yang menjadi responden berada dalam suatu wilayah yang sama, bertempat tinggal di Cibinong, Bogor dan 30
bersedia diwawancarai. Jumlah seluruh responden peternak dalam penelitian ini berjumlah 40 orang. Peternak mitra dan non mitra masing–masing berjumlah 20 orang. Kriteria responden yang dipilih adalah peternak yang bermitra dengan CV Tunas Mekar Farm, berlokasi pada satu kelurahan yang sama. Setelah responden dipilih dan ditentukan, maka selanjutnya dilakukan wawancara yang lebih mendalam. Wawancara yang dilakukan merupakan wawancara berstruktur, yaitu teknik pengumpulan data melalui pertanyaan–pertanyaan berdasarkan panduan kuisioner. Paket kuisioner yang digunakan untuk keperluan wawancara terdiri dari tiga
bagian.
Bagian
pertama
merupakan
pertanyaaan–pertanyaan
yang
berhubungan dengan identitas responden. Bagian kedua merupakan pertanyaan– pertanyaan yang berhubungan dengan pelaksanaan kemitraan. Kemudian bagian ketiga dari kuisioner berhubungan mengenai faktor–faktor produksi yang digunakan oleh peternak dalam menjalankan usaha ternak ayam broiler dalam satu kali periode usahatani. Pertanyaan–pertanyaan yang dimuat dalam kuisioner merupakan kombinasi antara pertanyaan terbuka dan tertutup, dimana pertanyaan dibuat selain memberikan alternatif jawaban kepada responden untuk memilih jawaban yang tersedia, juga memberikan kebebasan kepada responden untuk memberikan jawaban sesuai dengan pertanyaan yang diajukan. Informasi data primer yang dibutuhkan melalui kuisioner meliputi atribut–atribut seperti pada Tabel 5.
31
Tabel 5. Informasi yang Dibutuhkan dalam Penelitian No 1
Sumber Informasi CV TMF
Informasi yang ingin digali serta kegunaannya Informasi yang diperoleh : 1. Gambaran umum perusahaan 2. Kinerja CV TMF di dalam Kemitraan 3. Prosedur Kemitraan Kegunaan : Mengevaluasi pelaksanaan kemitraan melalui hak dan kewajiban pihak CV TMF
2
Peternak Responden
Informasi yang didapatkan : 1. Pelaksanaan kemitraaan 2. Prosedur / mekanisasi kemitraan 3. Tingkat
pendapatan
peternak
melalui
kuisioner
dan
wawancara Kegunaan : a. Mengevaluasi pelaksanaan kemitraan melalui hak dan kewajiban peternak mitra b. Menganalisis tingkat pendapatan peternak mitra terhadap kemitraan yang dijalankan 3
BPS,LSI,Internet
Informasi yang didapatkan : 1. Mengetahui perkembangan sektor peternakan terutama di daerah Jawa Barat 2. Mengetahui jumlah populasi lembaga kemitraan di Bogor Kegunaan : Melengkapi informasi yang dibutuhkan untuk melakukan penelitian ini.
4.4.
Metode Analisis Data Analisis dan pengolahan data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.
Analisis kualitatif dilakukan untuk mendeskripsikan hubungan kemitraan yang terjalin antara peternak plasma dan perusahaan inti. Selain itu, digunakan untuk menggambarkan kondisi umum daerah penelitian tersebut. Metode
analisis
data
merupakan
suatu
proses
lanjutan
setelah
dilakukannya pengumpulan data. Menganalisis data ditujukan agar data yang telah dikumpulkan dapat memberikan informasi. Adanya hasil analisis terhadap data ini dapat memberikan berbagai jawaban atas perumusan permasalahan yang terdapat
32
dalam peneilitian ini. Langkah awal sebelum melakukan analisis data adalah dengan mengelompokan data yang diperoleh dari sampling menjadi dua bagian yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Analisis
data
kualitatif
akan
digunakan
untuk
menggambarkan
pelaksanaan kemitraan yang terjalin antara CV Tunas Mekar Farm dengan peternak mitra. Data kualitatif akan diuraikan secara deskriptif. Analisis deskriptif juga digunakan untuk menguraikan pengaruh kemitraan terhadap pendapatan peternak mitra. Analisis data kuantitatif digunakan untuk menghitung tingkat pendapatan peternak mitra dan peternak non mitra dengan melakukan analisis usahatani. Sedangkan pengaruh kemitraan akan dihitung dengan uji statistik uji-t, yang akan melihat apakah ada perbedaan nyata antara peternak yang bermitra dan peternak non mitra. Data–data tersebut akan diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan Minitab 15. 4.4.1. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk melihat karakteristik peternak mitra dan mengevaluasi pelaksanaan kemitraan. Data primer yang telah diperoleh melalui wawancara dan kuisioner. Kemudian data tersebut dianalisis untuk melihat karakteristik peternak mitra yang meliputi umur, tingkat pendidikan, lama bermitra, pengalaman usahatani, luas lahan dan alasan bermitra dengan CV TMF. 4.4.2. Analisis Usahatani Pengolahan data secara kuantitatif dilakukan dalam analisis usahatani ini. Data yang diperlukan dalam analisis ini ialah data tentang penerimaan, biaya, dan pengeluaran usahatani. Analisis ini berguna untuk mengetahui tingkat pendapatan yang diperoleh peternak. Analisis ini digunakan untuk mengetahui besarnya penerimaan yang didapat dalam usahatani. Menurut Soekartawi (2002), penerimaan atau pendapatan kotor adalah seluruh pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu usahatani dan pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan pengeluaran. Maka dapat disimpulkan penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan tersebut secara sistematis dapat ditulis sebagai berikut:
33
π = Y x Py Dimana : π = Penerimaan total usahatani (Rp) Y = Hasil produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani (Kg) Py = Harga jual produk per unit (Rp/Kg) Selanjutnya analisis ini digunakan untuk mengetahui biaya–biaya yang dikeluarkan dalam usaha ternak ayam broiler. Dalam analisis ini dibedakan menjadi dua yaitu biaya tunai dan biaya non tunai (diperhitungkan). Biaya tunai pada usaha ternak ayam broiler meliputi biaya DOC, biaya pakan, tenaga kerja luar keluarga (TKLK), biaya obat, biaya sekam, biaya vaksin, dan sewa lahan. Sedangkan biaya tidak tunai pada usaha ternak ayam broiler meliputi biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK), dan biaya penyusutan alat. Biaya tunai maupun tidak tunai tersebut dalam perhitungan dibedakan juga ke dalam dua bagian yaitu biaya variabel dan biaya tetap. Biaya tetap umumnya tidak tergantung kepada besar kecilnya produksi yang diperoleh seperti pada biaya penyusutan alat sedangkan biaya variabel sangat tergantung kepada besar kecilnya produksi seperti pada upah buruh, obat–obatan, vaksin, biaya sekam dan sewa lahan. Maka, dalam perhitungannya jumlah nilai biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost) dapat ditetapkan sebagai biaya total (total cost). Adapun rumus matematisnya adalah sebagai berikut : TC = FC + VC Keterangan : TC = Biaya Total FC = Biaya Tetap VC = Biaya Variabel Perhitungan biaya penyusutan menggunakan metode garis lurus (straight line) yang dapat diperoleh dengan membagi selisih antara nilai pembelian dengan nilai yang ditafsirkan dibagi umur ekonomis dari alat tersebut. Adapun rumusan matematisnya adalah sebagai berikut : Biaya Penyusutan = Nb – Ns n
34
Keterangan : Nb = Nilai Pembelian Ns = Nilai Sisa n
= Umur Ekonomis Alat Analisis pendapatan usahatani digunakan untuk mengetahui seberapa besar
tingkat pendapatan pada usaha ternak ayam broiler. Pendapatan usahatani dapat diperoleh dari pengurangan antara biaya–biaya (cost) dari semua penerimaan (revenue), biaya–biaya tersebut yang telah dikeluarkan selama periode usahatani. Terdapat beberapa hal yang mungkin terjadi antara biaya dan penerimaan yaitu : a). jika biaya usahatani lebih besar dari penerimaan maka usahatani dikatakan rugi, b). jika biaya usahatani sama dengan penerimaan maka usahatani berada pada titik impas dan c). jika biaya usahatani lebih kecil dari penerimaan maka usahatani dikatakan untung. Selisih antara penerimaan usahatani dan biaya usahatani merupakan pendapatan total usahatani yang secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : P = TP – (Bt + Btt) Keterangan : P = Pendapatan total usahatani (Rp) TP = Total penerimaan usahatani (nilai Produksi) (Rp) Bt = Biaya tunai (Rp) Btt = Biaya tidak tunai (Rp) Sedangkan pendapatan tunai usahatani adalah selisih antara total penerimaan usahatani dan biaya tunai yang mencakup biaya tetap dan biaya variabel. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : Pt = TP – Bt (b.variabel + b.tetap) Dimana : Pt
= Pendapatan tunai Usahatani (Rp)
TP
= Total Penerimaan (Rp)
Bt
= Biaya tunai
35
4.4.3. Analisis Perbandingan Penerimaan dan Biaya (R/C–Ratio) Analisis imbangan penerimaan dan biaya ditunjukan untuk dapat melihat berapa besarnya penerimaaan yang diperoleh peternak dari setiap rupiah yang telah dikeluarkan untuk kegiatan usahataninya sebagai manfaat. Adapun rumus R/C Ratio adalah sebagai berikut : Rasio R/C = Total Penerimaan Total Biaya tunai Rasio R/C = Total Penerimaan Total Biaya total Rumus tersebut digunakan untuk mengetahui hasil dari kegiatan usaha selama periode tertentu. Jika R/C >1 berarti setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya atau dapat dikatakan kegiatan usahatani tersebut efisien untuk dilaksanakan. Sedangkan jika R/C < 1, maka penerimaan lebih kecil dari tiap unit biaya yang dikeluarkan hal ini berarti usaha tersebut mengalami kerugian dan tidak layak untuk dilaksanakan. Sebaliknya jika R/C rasio = 1, maka kegiatan usahatani tersebut berada pada titik impas. Pendapatan usahatani dan nilai R/C ratio dapat diperoleh dengan menentukan terlebih dahulu nilai penerimaan (revenue) dan biaya (cost). Perhitungan pendapatan dibedakan menjadi pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai diperoleh dari total penerimaan yang dikurangi dengan biaya yang diperhitungkan, untuk pendapatan atas biaya total dihasilkan dari pengurangan antara biaya tunai dengan total biaya. Total biaya yang dimaksud ialah penjumlahan dari biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Sedangkan perhitungan atas pendapatan tunai ialah penerimaan total setelah dikurangi oleh biaya tunai. Untuk memudahkan dalam nilai tersebut maka dapat dilihat pada perhitungan yang tertera pada Tabel 6 berikut.
36
Tabel 6. Perhitungan Nilai Usahatani dan Nilai R/C Ratio A
Pendapatan tunai
Harga x hasil panen yang dijual (Kg)
B
Pendapatan diperhitungakan Harga x hasil panen yang dikonsumsi (kg)
C
Total penerimaan
A+B
D
Biaya tunai
DOC, obat, vaksin, sekam, TLKL
E
Biaya diperhitungkan
TKDK, penyusutan alat, sewa lahan
F
Total biaya
D+E
G
Pendapatan atas biaya tunai
C–D
H
Pendapatan atas biaya total
C–F
I
Pendapatan tunai
A–D
J
R/C tunai
C/D
K
R/C total
C/F
Sumber : Hermanto dalam Rachmiyanti 2009
4.4.4
Uji Statistik dengan Uji–t Uji–t digunakan untuk melihat perbedaan nyata antara peternak mitra dan
peternak non mitra. uji–t ini merupakan uji hipotesis dengan selang kepercayaan 95 persen, seperti yang tergambar dalam rumus berikut ini : Ho
: μ1 = μ2
H1
: μ 1 ≠ μ2
Hipotesis alternatif μ1 ≠ μ2 menyatakan bahwa μ1 < μ2 atau μ1 > μ2. pengujian secara statistik ini untuk melihat apakah ada perbedaan nyata antara pendapatan peternak mitra dan pendapatan peternak non mitra. 4.5. Konsep dan Definisi Operasional 1. Inti adalah CV TMF di Kabupaten Bogor yang memberikan pasokan sarana produksi ternak seperti pakan, obat, dan DOC, memberikan bimbingan kepada peternak plasma serta menampung hasil. 2. Peternak plasma adalah peternak ayam broiler yang bermitra dengan perusahaan CV TMF dalam usaha budidaya dengan kontrak perjanjian yang telah disepakati. 3. Peternak mandiri adalah peternak yang menjalin kemitraan dengan perusahaan.
37
4. DOC (Day Old Chick) adalah ayam yang berumur satu hari. 5. Skala produksi adalah jumlah ayam yang dibudidayakan dalam sekali periode atau siklus yang dihitung berdasarkan DOC masuk. Dalam satu tahun umumnya peternak mampu memproduksi enam siklus. 6. Penyusutan (depresiasi) adalah nilai barang yang dihitung dengan metode garis lurus yaitu membagi nilai investasi dengan jangka waktu produktif dari investasi dengan asumsi nilai sisa sama dengan nol. 7. Pengeluaran atau biaya total adalah total input yan dikeluaran baik oleh pihak inti maupun pihak plasma untuk suatu proses produksi. 8. FCR (Feed Convertion Ratio) adalah jumlah pakan yang dihabiskan untuk menghasilkan satu kilogram bobot hidup ayam. 9. Sapronak adalah sarana produksi peternakan (bibit ayam, pakan, dan obat) 10. Mortalitas adalah jumlah kematian ayam 11. Chick in adalah proses dimana bibit ayam (DOC) sampai kandang. 12. Cuci kandang adalah pembersihan seluruh kandang dan lingkungan sekitar kandang setelah proses panen dilakukan, pencucian kandang disertai dengan proses sanitasi kandang dan lingkungan untuk mencegah kontaminasi mikroorganisme dan kotoran yang masih tersisa. 13. Kosong kandang adalah masa setelah panen, dimana kandang tidak terpakai untuk budidaya melainkan dikosongkan untuk mencegah penyebaran penyakit. 14. Indeks Prestasi Peternak (performa) adalah hasil yang diperoleh setelah budidaya dilakukan, nilai tersebut mencakup berapa tingkat mortalitas, FCR dan bobot ayam yang dihasilkan. 15. PPL adalah petugas penyuluh lapangan yang mempunyai tugas mengontrol dan memberikan bimbingan langsung kepada peternak plasma.
38
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1.
Sejarah dan Perkembangan Umum Perusahaan Tunas Mekar Farm (TMF) merupakan salah satu unit usaha inti peternakan
ayam ras pedaging yang ada di Kabupaten Bogor. TMF merupakan perusahaan yang berbentuk CV, dimana investor atau pemodal menjadi pemegang saham tertinggi namun tidak ikut dalam menjalankan perusahaan. TMF berdiri pada tanggal 10 April 2004. Perusahaan tersebut dipimpin oleh Ir. Muslikin dengan kantor pusat terletak di Jalan Kenari blok A2, Perum Ciluar Kecamatan Ciluar, Bogor. Pada awal berdirinya TMF, hanya memiliki 2 karyawan yaitu pendirinya Bapak Ir. Muslikin dan Bapak Agus, perusahaan ini memulai usahanya sebagai perusahaan kemitraan (inti dan plasma) yang membantu para peternak dalam membuka usaha peternakannya sendiri. Usaha berternak ayam dijalankan dengan cara menjalin kerjasama, baik dengan pemodal pengusaha pakan, maupun perusahaan pembibitan. Tunas Mekar Farm menerapkan sistem harga bergaransi kepada peternaknya yaitu harga ayam tidak terpengaruh oleh harga pasar dan harga posko kepada penangkap atau pembeli yaitu harga jual dikandang atas dasar permintaan pasar pedagang pengumpul yang berlaku didaerah tersebut. Setiap minggu pada awal berdirinya TMF, mencari peternak atau plasma 3-4 kandang, dengan ternak ayam sebanyak 10.000–15.000, untuk bekerjasama, hal tersebut berlangsung selama 7 minggu. Saat itu perusahaan menerapkan pelayanan yang baik sehingga nama baik perusahaan terjaga, setelah berjalan selama 7 minggu banyak peternak atau pengusaha yang ingin bekerjasama dengan TMF. Pada tahun 2005 bulan Februari–April, Agustus–Oktober dan Desember perusahaan mengalami kendala akibat isu flu burung, sehingga supply lebih banyak daripada demand, harga ayam menjadi jatuh hingga Rp. 6.088 per ekor ayam. Agar tidak terjadi kerugian yang besar perusahaan bekerjasama dengan RPA untuk menaruh ayam di cold storage, lalu disalurkan kembali jika harga pasar lebih baik. Saat ini TMF memiliki karyawan sebanyak 15 orang dan plasma telah tersebar hampir diseluruh kabupaten yang ada di Bogor yang berjumlah sekitar
39
70, dengan jumlah ayam bervariasi mulai dari 5.000 ekor sampai 200.000 ekor per kandangnya. Dengan berprinsip untuk menghasilkan produk yang baik dan pelayanan memuaskan perusahaan berkembang menjadi inti yang dipercaya plasma dan suppliernya. Visi dan Misi yang diemban oleh CV TMF adalah membantu mencerdaskan bangsa dengan protein hewani dan bersama–sama menjaga kontinuitas pasokan ayam pedaging di pasar. 5.2.
Struktur Organisasi Organisasi perusahaan merupakan hal penting untuk melancarkan suatu
usaha yang pada hakekatnya merupakan cara pengaturan dan pengalokasian kerja karyawan agar tujuan kerja dapat tercapai dengan baik. Struktur organisasi diperlihatkan pada Lampiran 1. Manager bertugas sebagai pemegang kendali, pembuat kebijakan terhadap perusahaan dan bertanggung jawab atas kelangsungan usaha. Setiap keputusan yang diambil oleh perusahaan dimusyawarakan antara pimpinan dengan kepalakepala bagian. Perusahaan ini memiliki tiga orang kepala bagian pada bidangnya masing-masing. Kepala produksi bertanggungjawab dalam mengkoordinasikan dan mengendalikan kegiatan produksi perusahaan. Pengadaan DOC, pakan, dan obat-obatan pada perusahaan ini adalah supplier (pabrikan). Dalam pelaksanaan tugasnya kepala produksi dibantu oleh staf
yang
bertugas
memantau
perkembangan
peternakan
(mitra)
yang
dipegangnya. Sedangkan karyawan yang terdapat dalam kandang bertugas untuk mengatur segala kebijakan yang diinformasikan dari perusahaan. Kepala kandang adalah orang yang dipercaya oleh perusahaan untuk mengatur segala kegiatan yang dilakukan di peternakan. Petugas penyuluh lapang (PPL) bertanggung jawab terhadap pemeliharaan di kandang masing-masing tempatnya bekerja. Kepala administrasi dan keuangan bertanggungjawab untuk memasarkan hasil produksi. Produk ayam broiler dipasarkan ke pasar tradisional di Bogor dan Depok. Mekanisme pengambilan DOC dilakukan dengan cara pembeli memesan langsung ke kantor, membayar tagihan, lalu mendapat tanda terima (DO) untuk mengambil pesanan di peternakan.
40
5.3.
Dampak lingkungan Suatu perusahaan yang berdiri di lingkungan tertentu, akan membawa
dampak positif maupun negatif terhadap lingkungan daerah tersebut. Pada CV Tunas Mekar Farm juga mempunyai pengaruh terhadap lingkungan sekitar. CV Tunas Mekar Farm yang terletak di Kecamatan Ciluar akan menyerap banyak tenaga kerja baik sebagai karyawan maupun buruh. Hal tersebut berdampak baik bagi masyarakat karena sangat membantu masyarakat di sekitar perusahaan untuk meningkatkan penghasilan mereka. Adanya CV Tunas Mekar Farm tidak secara langsung memberikan dampak negatif bagi warga di sekitar perusahaan. Akan tetapi berdampak buruk terhadap masyarakat sekitar di daerah peternakan mitra CV TMF. Salah satu dampak negatif adalah polusi udara yang dihasilkan dari kotoran ayam. Namun hal tersebut dapat diatasi dengan cara pembersihan kandang secara rutin oleh peternak yang bersangkutan. 5.4.
Karakteristik Responden Peternak yang dijadikan responden dalam penelitian ini berjumlah 40
orang yang terdiri dari 20 orang peternak mitra dan 20 orang peternak non mitra. Responden penelitian ini letaknya tersebar diseluruh Kecamatan Cibinong. Karakteristik responden yang dianalisis meliputi usia, tingkat pendidikan, jenis kelamin, lama beternak ayam, lama bermitra dengan CV TMF, dan alasan dalam berternak ayam. Umur peternak dapat mempengaruhi kinerja peternak dalam melakukan budidaya ayam. Dilokasi penelitian, mayoritas peternak ayam merupakan peternak yang berusia, 40 tahun keatas, karena kebanyakan para pemuda di wilayah ini lebih banyak memilih untuk mencari pekerjaan lain di luar Kota Bogor. Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa antara peternak mitra dan peternak non mitra yang melakukan budidaya ternak ayam memiliki sebaran yang berbeda. Peternak mitra memiliki sebaran terbanyak pada usia 30–39 tahun, dan sebaran terkecil pada usia 40–59 tahun. Lain halnya dengan peternak non mitra yang sebaran usia terbanyak antara 40–59 tahun dan sebaran terkecil pada kisaran usia antara 30–40 tahun. Hal ini menunjukan bahwa peternak mitra lebih banyak yang 41
berusia produktif yaitu antara 30 sampai dengan 40 tahun dibandingkan dengan peternak non mitra. Tingkat
pendidikan
seseorang
biasanya
akan
berpengaruh
pada
kemampuan seseorang dalam menerima ilmu dan informasi. Tingkat pendidikan juga dapat mempengaruhi perilaku seseorang dalam menerima perubahan dan masukan yang berasal dari luar. Kaitan tingkat pendidikan dengan budidaya ternak ayam adalah semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin mudah dalam menerima berbagai ilmu dan informasi mengenai teknologi budidaya ayam yang semakin berkembang sehingga dapat membantu peternak meningkatkan hasil panennya. Tingkat pendidikan formal peternak responden termasuk baik, karena dari 40 orang peternak resoden tidak ada yang tidak bersekolah. Berdasarkan Tabel 7 menunjukan bahwa sebaran tingkat pendidikan anatar peternak mitra dan non mitra berbeda. Sebaran terbesar peternak mitra ada pada tingkat Sekolah Menengah Umum (SMU), dan sebaran terkecil ada pada tingkat Sekolah Dasar (SD). Berbeda dengan peternak non mitra mayoritas tingkat pendidikan tersebar pada tingkat SD. Hal ini tidak lepas karena kebanyakan kebanyakan peternak mitra di wilayah penelitian ini merupakan orang–orang tua yang hanya mendapatkan pendidikan ditingkat SMU dan SD. Sedangkan kebanyakan anak– anak peternak mitra dan non mitra sendiri yang telah mengenyam pendidikan tinggi bahkan sampai perguruan tinggi lebih memilih untuk mencari pekerjaan di kota–kota besar. Hampir seluruh peternak mitra CV TMF berjenis kelamin laki–laki. Hal ini dipengaruhi oleh kecenderungan pria sebagai pemimpin dalam keluarga. Berdasarkan data pada Tabel 7 dapat disimpulkan bahwa peternak ayam didaerah tersebut masih banyak dilakukan oleh peternak laki–laki. Peternak mitra dan non mitra memulai melakukan ternak ayam sejak tahun 1990. Selama 20 tahun berternak ayam, awalnya peternak mendapatkan pendampingan dari dinas terkait agar produksinya terjaga dan diharapkan meningkat. Sehingga berternak ayam sudah menjadi pekerjaan utama untuk para responden karena dirasa memberikan hasil yang cukup dan menjadi usaha turun
42
temurun. Namun kini bimbingan dari dinas terkait tidak berjalan lagi. Hal ini pula yang menyebabkan peternak menjalin kemitraan dengan CV TMF. Ada beberapa alasan yang melandasi peternak ayam menjadi mitra perusahaan. Beragam alasan dikemukakan, namun kebanyakan yang menjadi alasan peternak bermitra adalah adanya jaminan pasar dan adanya keinginan untuk mendapatkan bantuan modal dan bimbingan teknis budidaya, serta keuntungan yang lebih besar. Berdasarkan pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa alasan terbanyak peternak bermitra dengan perusahaan adalah karena ingin mendapatkan jaminan pasar. Hal ini terjadi karena dari pihak CV TMF telah menerima seratus persen hasil panen peternak, sehingga peternak tidak perlu khawatir lagi dalam mencari pasar dan juga takut apabila hasil panen ditolak oleh pasar. Alasan kedua terbanyak adalah ingin mendapatkan bimbingan teknis budidaya ayam broiler dari CV TMF. Hal ini dikarenakan CV TMF dinilai peternak telah memiliki teknologi dan cara yang baik dalam melakukan budidaya ayam. Responden peternak mitra dapat digolongkan masih baru dalam bermitra dengan CV TMF. Lama bermitra dengan kisaran kurang dari dua tahun mencapai 45 persen. Sedangkan 40 persen responden telah bermitra selama tiga sampai empat tahun. Dan sebesar 15 persen sisanya telah bermitra dengan CV TMF sejak perusahaan berdiri. Peternak responden yang bermitra dengan CV TMF, mempunyai pengalaman berternak ayam lebih dari sepuluh tahun. Peternak responden umumnya bukan merupakan peternak baru, yaitu sebanyak 75 persen. Sedangkan peternak yang baru merintis usaha ternak ayam broiler sebesar 15 persen. Dari beberapa peternak yang telah lama membudidayakan broiler, pada mulanya mengembangkan usaha secara mandiri sebelum bergabung dengan perusahaan. Hampir sebagian besar populasi peternak responden yang mitra dan non mitra tidak memiliki pekerjaaan di luar usaha ternak ayam broiler, yaitu sebanyak 75 persen. Sedangkan 10 persen lainnya menyatakan usaha yang digeluti selama ini adalah usaha turun temurun. Sebanyak 15 persen beralasan bahwa memilih usaha ternak ini karena usaha ternak ayam broiler cepat memperoleh keuntungan.
43
Dalam waktu 30 hari ayam broiler sudah dapat dipanen dan menghasilkan pendapatan. Tabel 7. Karakteristik Umum Responden Peternak Mitra dan Non Mitra Karakteristik Responden Usia 30–39 40–49 50–59 Tingkat Pendidikan SD SMP SMA Jenis Kelamin Laki – laki Perempuan Lama Berternak ayam < 5 tahun 6–10 tahun 11–15 tahun Lama Bermitra < 2 tahun 3–4 tahun 5–6 tahun Alasan Bermitra Mendapatkan Modal Mendapatkan Pasar Keuntungan Meningkat Mendapatkan Bimbingan
5.5.
Peternak Mitra Persentase (%) Jumlah
Peternak Non Mitra Presentase (%) Jumlah
35 35 30
7 7 6
10 45 45
2 9 9
15 10 75
3 2 15
50 35 15
10 7 3
100 0
20 0
100 0
20 0
15 10 75
3 2 15
0 0 100
0 0 20
45,00 40,00 15,00
9 8 3
-
-
5 85 5 5
1 17 1 1
-
-
Keragaan Usahatani Sebagian besar peternak responden baik peternak mitra dan peternak non
mitra menyatakan bahwa berternak ayam tidak membutuhkan penanganan yang terlampau rumit. Namun demikian, sebelum usaha beternak dimulai, seorang peternak wajib memahami 3 (tiga) unsur produksi yaitu: manajemen (pengelolaan usaha peternakan), breeding (pembibitan) dan feeding (makanan ternak atau pakan). 5.5.1. Persiapan Kandang Kegiatan budidaya yang dilakukan oleh peternak mitra dan peternak non mitra diawali dengan persiapan kandang, prinsip dari tahapan persiapan adalah
44
menjaga kandang beserta peralatan dalam keadaan bersih, nyaman dan minim dari kontaminasi mikroorganisme yang berbahaya. Area yang harus dipersiapkan adalah kandang beserta lingkungannya, tempat makan, minum dan tirai. Sumber air, tandon dan pipa air juga dijaga dalam keadaan bersih. Sistem perkandangan yang ideal untuk usaha ternak ayam broiler meliputi : persyaratan temperatur berkisar antara 32,2–35oC, kelembaban berkisar antara 60–70%, mendapat sinar matahari pagi dan tidak melawan arah mata angin kencang. Peternak mitra selalu menjaga sanitsasi lingkungan kandang pada areal peternakan. Hal ini dilakukan sebagai usaha pencegahan penyakit yang paling murah. Pembersihan kandang yang dilakukan peternak mitra dimulai dengan membersihkan seluruh bagian kandang dari kotoran yang masih tersisa baik di dalam maupun di luar kandang. Lain halnya pembersihan yang dilakukan oleh peternak non mitra. Peternak non mitra biasanya membersihkan kandang jika kandang kosong. Lingkungan di luar kandang juga dijaga kebersihannya oleh peternak mitra dan peternak non mitra. Biasanya bagian luar kandang disemprot dengan cairan insektisida yang dibeli oleh peternak di toko khusus bahan kimia. Pencucian kandang yang dilakukan oleh peternak mitra dengan menggunakan mesin sanchin yang berisi campuran deterjen. Pencucian dengan mesin tersebut harus menjangkau keseluruhan bagian kandang, mulai dari bagian bawah dinding, sampai bagian atas kandang. Sedangkan pencucian kandang yang dilakukan peternak non mitra hanya dibantu dengan ember plastik dan gayung. 5.5.2. Chick In Proses chick in adalah proses masuknya atau diterimanya DOC oleh peternak mitra dan non mitra yang selanjutnya melalui proses pemeliharaan hingga proses panen. Peralatan yang harus dipersiapkan peternak mitra dan non mitra daerah Cibinong adalah Chicken guard (pembatas DOC) dengan diameter enam meter untuk 1.000 ekor DOC, biasanya pembatas DOC yang digunakan peternak non mitra terbuat dari lapisan seng yang berbentuk persegi. Selanjutnya peternak mitra dan non mitra di Cibinong menabur sekam yang telah dicampur kapur secukupnya sebagai alas kandang. Kemudian pemanas atau heater dinyalakan dan dikontrol suhunya minimal empat jam sebelum DOC masuk kandang. Pada pemberian air minum untuk hari pertama bisanya peternak 45
mitra dan peternak non mitra memberi tambahan gula dan obat anti stress kedalam air minum DOC mereka. Banyaknya gula yang diberikan kurang lebih sebanyak 50 gram/liter air. Tempat pakan yang digunakan oleh peternak mitra dan peternak non mitra untuk pakan anak ayam adalah feeder tray yang terbentuk seperti nampan, 20 buah feeder tray dapat digunakan untuk 1.000 anak ayam. Peternak mitra Cibinong selalu melapisi bagian dinding kandang dengan karung atau terpal untuk menjaga masuknya udara dari luar kandang. Hal yang sama juga dilakukan oleh peternak non mitra agar DOC peliharaan mereka tidak mati kedinginan. Dalam ruangan kandang peternak mitra dan non mitra juga harus memperhatikan penerangan, untuk 1.000 ekor DOC peternak mitra dan peternak non mitra Cibinong memberikan satu lampu penerangan. Pada saat proses chick in peternak mitra dan non mitra harus mempersiapkan semua peralatan, untuk peternak mitra biasanya pihak inti sudah mengirim pakan beserta OVK sebelum DOC dikirim ke kandang. Sehingga peternak dapat mempersiapkan segala kebutuhan untuk DOC. Prosedur yang sama juga dilakukan oleh peternak non mitra. Prosedur yang dilakukan peternak mitra dan non mitra dalam penanganan DOC dilakukan dengan memindahkan atau menempatkan DOC yang mempunyai berat yang sama (menimbang box) ke dalam chicken guard. Day Old Chick yang dipindahkan oleh peternak mitra dan non mitra dihitung pada chicken guard dengan hati–hati dan didekatkan pada tempat pakan dan minum. Pengontrolan yang dilakukan peternak mitra dan non mitra bertujuan untuk mengkoreksi tempat pakan, minum dan penyiraman. 5.5.3. Budidaya Pemeliharaan masa brooding (budidaya) bertujuan memperoleh ayam yang sehat dan tumbuh sesuai dengan berat badan standar pihak perusahaan inti. Pada saat awal DOC masuk kandang peternak mitra dan peternak non mitra Cibinong dan daerah lainnya memberikan DOC minuman yang sudah dicampur dengan air gula, dengan tujuan untuk memulihkan energi yang habis selama diperjalanan. Pada periode ini peternak mitra dan peternak non mitra wajib memberikan pakan dan minum secepatnya dan sebanyak banyaknya, minggu pertama pakan diberikan dengan frekuensi sesering mungkin. Budidaya ayam yang dilakukan oleh peternak mitra dan non mitra Cibinong pada dasarnya adalah 46
sama. Peternak mitra dan non mitra harus sering membangunkan DOC untuk merangsang nafsu makan dan minum. Pembersihan yang sering dilakukan peternak mitra dan non mitra bertujuan menjaga lingkungan tempat tinggal kandang sehat sekaligus memperbaiki kualitas lingkungannya. Peternak mitra dan non mitra tidak boleh terlambat memberikan pakan dan minum untuk kelangsungan hidup DOC karena keterlambatan pemberian pakan akan berkorelasi negatif pada pertumbuhan fase– fase berikutnya. Salah satu peternak non mitra pernah suatu kali lupa dalam hal pemberian pakan dan minum untuk ternak ayamnya. Hal ini mengakibatkan kerugian besar. Walaupun tidak sampai gagal panen tetapi peternak non mitra mengalami kerugian karena banyak ayam yang mati. 5.5.4. Panen Dalam suatu usaha peternakan ayam broiler hasil utama merupakan daging ayam. Sedangkan hasil tambahan usaha ternak ayam broiler (pedaging) berupa tinja atau kotoran kandang dan bulu ayam. Ayam akan dipanen pada kisaran umur 30 hari, tergantung bagaimana kebutuhan pasar. Oleh karena itu peternak non mitra harus dapat menbaca informasi pasar agar ayam yang dipanen tidak rugi. Sedangkan waktu pemanenan peternak mitra dilakukan oleh pihak inti. Proses pemanenan yang dilakukan peternak mitra dan non mitra pada dasarnya adalah sama dilakukan pada malam hari untuk menghindari stress pada ayam. Prosedur yang dilakukan peternak mitra dan peternak non mitra adalah dengan cara ayam dipuasakan atau tidak diberi makan dua jam menjelang panen dan tempat minum digantung sehingga ayam tidak dapat lagi makan dan minum. Pemanenan yang dilakukan peternak mitra dengan menunggu mobil truk pengangkut ayam dari pihak inti yang akan didekatkan dengan pintu kandang untuk mempermudah pengangkutan ayam dari kandang ayam. Lain halnya yang dilakukan oleh peternak non mitra, dalam proses pemanenan peternak non mitra terlebih dahulu memastikan kisaran harga pasar untuk ayam broiler siap panen. Jika harga yang didapatkan di rasa rendah. Maka peternak non mitra akan menahan ayam broilernya di kandang. Dan menunggu hingga harga ayam di pasar bergerak naik. Hal ini dinilai kurang efektif karena pada ayam broiler yang terlalu
47
lama dibiarkan dalam pemeliharaan kandang akan menjadi tua yang menyebabkan daging ayam yang diperoleh menjadi alot. Proses penangkapan ayam yang dilakukan peternak mitra dan non mitra daerah Cibinong dan lainnya pada dasarnya adalah sama. Dengan cara hati–hati karena daging ayam mudah mengalami memar jika penanganannya telalu kasar. Cara yang dilakukan peternak mitra dan peternak non mitra Cibinong dan di berbagai daerah lainnya penangkapan dilakukan dengan cara mempersempit ruang gerak ayam. Teknik yang dilakukan peternak adalah dengan memegang sebelah bagian kaki ayam, sampai ayam berjumlah 10 ekor, kaki–kaki ayam diikat dengan tali dan dilakukan penimbangan dengan cara digantung untuk mengetahui bobot dalam kilogram. Penimbangan ayam peternak mitra dilakukan oleh pihak perusahaan inti yang menugaskan PPL. Sedangkan untuk peternak non mitra penimbangan ayam dilakukan oleh pihak ketiga yang telah mensepakati harga ayam yang ditawarkan.
48
VI. PELAKSANAAN KEMITRAAN 6.1.
Pola Kemitraan CV TMF Kemitraan antara peternak ayam di daerah Cibinong pada dasarnya adalah
sama dengan semua kemitraan yang dijalankan di semua daerah kemitraan CV TMF. Kemitraan ini bermula sejak pihak peternak membutuhkan bantuan modal, sarana produksi ternak, manajemen pengelolaan yang baik dan informasi jaminan pasar yang kurang. Kemudian perusahaan dapat menawarkan jasa pelayanan berupa pinjaman modal, pemenuhan sarana produksi ternak, serta jaminan pasar. Dengan demikian, terdapat hubungan saling membutuhkan antara peternak ayam dengan CV TMF. Bentuk kemitraan yang diterapkan CV TMF dengan peternak ayam pada seluruh daerah binaannya yaitu pola kemitraan inti plasma, dimana CV TMF bertindak sebagai inti dan peternak sebagai plasma. Syarat utama pola kemitraan inti plasma yaitu perusahaan inti mempunyai peternakan usaha budidaya pertanian atau memproduksi kebutuhan perusahaan. Tunas Mekar Farm sebagai perusahaan inti memenuhi persyaratan tersebut dan berperan dalam memberikan bantuan kepada pihak plasma. Bantuan yang diberikan berupa pengadaan bibit (DOC), bantuan pakan, vaksin, vitamin, obat–obatan, dan pelayanan pembinaan. Sedangkan peternak mitra berkewajiban untuk menjual hasil panennya kepada CV TMF. Kemitraan yang dijalankan oleh CV TMF merupakan kemitraan tertutup dimana pihak peternak mitra tidak diperbolehkan menjual hasil panen atau memasok sarana produksi ternak dari pihak selain CV TMF. 6.2.
Sistem dan Prosedur Penerimaan Mitra Peternak mitra bagi perusahaan inti merupakan mitra kerja yang harus
dipertahankan hubungannya agar usaha kemitraan dapat terus berlanjut dan berkesinambunagn. Peternak juga merupakan aset yang harus dikembangkan dan ditambah jumlahnya, karena salah satu indikator yang menjadi keberhasilan perusahaan inti diukur dari berapa jumlah peternak mitra yang dimiliki beserta total populasi ayamnya. Tentu saja peternak mitra yang dimiliki oleh perusahaan adalah peternak yang baik dan berkualitas dalam melakukan budidaya ayam
49
broiler. Maka dari itu perusahaan terus mencari dan menyeleksi calon peternak mitra dengan seksama. Sistem dan prosedur penerimaan untuk daerah Cibinong sama dengan daerah binaan CV TMF yang lainnnya. Sistem dan prosedur tersebut dibuat dengan tujuan agar dapat memberikan kepastian mitra dengan selektif dan sesuai dengan standar yang ditentukan oleh perusahaan. Peternak yang ingin bergabung mendatangi kantor kerja perusahaan untuk mendaftarkan diri sebagai calon mitra. Peternak sendiri mendapatkan informasi mengenai CV TMF dari berbagai sumber, beberapa diantaranya didapatkan dari teman, peternak yang sudah bergabung dengan CV TMF, atau langsung dari CV TMF sendiri. Tunas Mekar Farm juga terus melakukan promosi walaupun tidak melalui media cetak melainkan langsung melakukan pendekatan kepada peternak ayam broiler. Setelah peternak mendaftarkan diri menjadi calon mitra, pihak perusahaan yang diwakili oleh PPL akan mendatangi lokasi untuk melihat keadaan kandang beserta kelengkapan kandang calon peternak mitra. Kemudian data–data yang terkait dengan kandang akan dicatat dalam data farm. Data farm adalah segala informasi yang berkaitan dengan peternak mitra, kandang peternak mitra yang bersangkutan dan kelengkapan prasarana kandang untuk dijadikan acuan kelayakan chick in (diterimanya DOC oleh peternak mitra). Survei kandang telah selesai dilakukan, maka PPL akan menentukan layak atau tidaknya calon peternak mitra tersebut untuk bergabung dengan perusahaan. Apabila didapatkan hasil yang layak, maka PPL akan menentukan jumlah kapasitas populasi ayam yang akan dibudidayakan nanti sesuai dengan ukuran kandang peternak mitra. Kemudian data farm harus ditandatangani oleh kepala unit sebagai bentuk tanggung jawab kebenaran informasi yang tertuang pada data farm. Setelah proses survei dilakukan, calon peternak mitra kembali mendatangi kantor CV TMF dengan membawa dokumen yang terkait dengan data pribadi peternak mitra, seperti fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK) dan jaminan berupa surat tanah atau BPKB kendaraan bermotor. Identitas calon peternak mitra harus benar–benar dipertanggungjawabkan keabsahannya. Jaminan peternak mitra bersifat mutlak untuk mengantisipasi terjadinya hal–hal yang tidak diinginkan.
50
Tahapan selanjutnya peternak mitra diminta membaca dengan seksama dan menandatangani kontrak perjanjian kerjasama yang diberikan stempel materai Rp 6.000, surat perjanjian kerjasama tersebut bersifat mengikat dan berlaku semenjak ditandatangani oleh kedua belah pihak dan dapat berakhir apabila ada keinginan dari salah satu pihak, dengan ketentuan harus saling memberi tahu satu periode siklus sebelumnya dan kedua belah pihak tidak saling terikat tanggungan hutang piutang. 6.3.
Syarat–syarat Calon Peternak Mitra Kandang dan peralatan merupakan modal utama untuk berternak dan
keduanya harus dalam keadaan baik serta layak digunakan. Kandang sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan ayam broiler. Calon peternak mitra di seluruh Kabupaten Bogor, salah satunya daerah Cibinong harus memiliki kandang dengan daya tampung minimal 2.000 ekor dengan demikian ukuran kandang minimal adalah 200 m2, yang mana dalam satu meter persegi akan menampung 10 ekor ayam. Tujuan pembatasan jumlah populasi ayam adalah agar biaya pengiriman sapronak menjadi efisien karena biaya transportasi sudah termasuk dalam harga sapronak. Status kepemilikan lahan sewaan juga diizinkan untuk bergabung dengan syarat calon peternak tersebut dapat menjamin kelancaran usaha. Pihak perusahaan juga tidak membatasi pengalaman minimal beternak, sehingga siapapun yang belum berpengalaman sebagai peternak tetap dapat bergabung dengan kemitraan CV TMF. Peralatan yang dimiliki peternak mitra Cibinong dan daerah lainnya harus lengkap, peralatan utama yang digunakan adalah tempat makan, tempat minum dan pemanas. Disamping itu keamanan lokasi di sekitar kandang juga harus diperhatikan dan dijaga oleh peternak, serta harus mempertimbangkan bagaimana tanggapan dari masyarakat lain yang bertempat tinggal dekat dengan lokasi kandang. Pihak perusahaan sangat menghindari lokasi kandang yang berdekatan dengan pemukiman penduduk karena dapat membawa permasalahan sosial dan akan mengurangi kegagalan serta kerugian dalam usaha berternak. Peternak mitra di Cibinong dan yang berada di seluruh Kabupaten Bogor harus dapat bersifat kooperatif karena hal ini akan memudahkan bagi perusahaan 51
inti untuk melakukan pembinaan dan pengawasan atau pengontrolan. Sehingga kerjasama dapat berjalan dengan baik. Peternak mitra juga diwajibkan mengikuti segala peraturan dan saran yang diberikan oleh pihak inti. 6.4.
Hak dan Kewajiban Peternak Mitra Kewajiban seluruh peternak mitra di Cibinong ataupun daerah lain pada
dasarnya adalah sama yaitu bertanggung jawab atas program pemeliharaan ayam broiler dengan sebaik–baiknya, mulai dari DOC sampai batas waktu umur panen yang ditetapkan oleh pihak inti. Peternak mitra Cibinong juga wajib menyediakan tenaga kerja bagi pemeliharaan ayam serta bertanggung jawab atas seluruh biaya tersebut termasuk keamanan dan bongkar muat pakan serta proses panen ayam. Peternak mitra juga berkewajiban untuk memberikan laporan seluruh kegiatan pemeliharaan ayam, mencatat data–data harian kandang secara aktual dan benar. Pihak perusahaan sudah memberikan formulir pencatatan harian kandang untuk memudahkan peternak mitra. Peternak mitra Cibinong serta yang berada di seluruh Kabupaten Bogor tidak diperbolehkan menggunakan sarana produksi ternak selain dari pihak inti dan dilarang untuk menjual atau meminjamkan sapronak tersebut kepada pihak lain. Peternak mitra juga diwajibkan melapor apabila terjadi kematian ayam dalam jumlah yang tidak wajar, yaitu lebih dari dua persen total populasi agar pihak inti dapat segera mengambil tindakan yang diperlukan. Peternak mitra wajib melakukan pelunasan seluruh pembelian sapronak kepada pihak inti dengan menggunakan uang hasil penjualan ayam panen yang dilakukan oleh pihak inti. Dalam kasus kemitraan CV TMF, apabila didapatkan hasil dari beternak negatif atau gagal panen dalam satu periode. Maka hutang peternak
tersebut
dibebankan
pada
periode
berikutnya
dengan
cara
pembayarannya mencicil. Hak yang didapatkan oleh peternak mitra adalah mendapatkan bimbingan tata cara budidaya yang baik dan benar dari pihak inti agar mendapatkan hasil produksi yang optimal dalam membudidayakan ayam broiler. Bimbingan yang diberikan oleh pihak perusahaan inti berupa pelayanan dan bimbingan teknis budidaya ternak. Bimbingan yang diberikan merupakan wujud kontrol langsung yang dilakukan perusahan kepada peternak mitra mereka. 52
6.5.
Hak dan Kewajiban Perusahaan Inti Pihak inti mempunyai hak dalam menentukan pilihan sarana produksi
ternak meliputi DOC, pakan, obat–obatan, vaksin serta menentukan harga kesepakatan kontrak. Pilihan sarana produksi ternak dilakukan karena CV TMF masih mendapat pasokan dari beberapa produsen sapronak, sehingga ketersediaan sarana produksi masih tergantung pada produsen. Pihak perusahaan inti juga berhak menentukan jadwal pengiriman DOC, pakan, dan panen ayam sesuai dengan kebutuhan. Kewajiban dari pihak inti adalah menentukan dan menyusun program pemeliharan, pihak inti melalui kuasanya (PPL) berkewajiban mengkontrol kesehatan ayam dan memberikan bimbingan tata cara budidaya agar tercapai hasil beternak yang optimal. Dalam waktu setiap satu sampai dua minggu sekali, pihak perusahaan inti melakukan kunjungan langsung untuk mengontrol keadaan di kandang ke beberapa peternak mitra. 6.6.
Kontrak Kemitraan CV TMF Tunas Mekar Farm dengan peternak mitra di seluruh Kebupaten Bogor,
baik peternak mitra Cibinong dan yang berada di daerah lain melakukan kontrak perjanjian di awal periode. Peternak mengajukan secara lisan terlebih dahulu mengenai keinginannya untuk bermitra, sebelum pengajuan kontrak sebenarnya. Perjanjian kontrak ini berguna untuk penetapan harga input dan output serta agunan peternak terhadap kredit pengajuan biaya tersebut. Di dalam kontrak perjanjian terkandung aspek–aspek perjanjian berupa identitas kedua belah pihak yang bermitra, luas areal peternak mitra. Lokasi daerah peternakan, jenis ayam, kewajiban pihak plasma dalam melunasi pinjaman kredit, besar biaya–biaya produksi peternak mitra yang disetujui oleh pihak inti, dan barang jaminan dalam pengajuan kredit. Kerjasama pengajuan kredit ini diberikan tidak dalam bentuk uang tunai melainkan barang kebutuhan produksi beternak. Di dalam kontrak juga disepakati jalan yang akan diambil jika timbul perselisihan diantara kedua belah pihak. Jika terdapat permasalahan selama kemitraan maka akan diselesaikan secara musyawarah mufakat. Apabila dengan jalan tersebut tidak dapat diselesaikan, maka masalah tersebut akan diselesaikan menggunakan jalur hukum. 53
Selain dari perjanjian kemitraan pada awal periode berternak, terdapat pula kesepakatan bersama mengenai harga kualitas ayam yang akan di terima. Di akhir kesepakan terdapat pula klausul mengenai kesanggupan pihak peternak mitra untuk melunasi kewajiban yang dipotong dari hasil panen. 6.7.
Penetapan Harga Input, Output dan Bonus Harga sarana produksi yang ditetapkan oleh CV TMF untuk peternak
mitra Cibinong dan daerah lainnya seperti DOC, pakan, OVK (obat,vaksin, dan bahan kimia), serta pembelian ayam broiler siap panen, ditetapkan dalam kontrak kesepakatan kerjasama yang ditandatangani oleh pihak inti dan peternak mitra. Adapun harga sarana produksi yang ditetapkan perusahaan inti dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Penetapan Harga Sarana Produksi Jenis produk
Satuan
Harga (Rp)
ekor
4.000
Pakan standar
kg
5.350
Pakan super
kg
5.600
DOC
Obat / Vaksin
Harga distributor
Sumber : CV TMF
Bibit ayam yang digunakan oleh CV TMF dipasok oleh PT. Cheil Jedang Superfeed, PT. CJ Feed Jombang, PT. Super Unggas Jaya, PT. Japfa Comfeed dan PT. Charoen Phokpan. Begitu pula untuk kebutuhan pakan dipasok oleh ketiga perusahaan tersebut. Penggunaan OVK dipasok dari berbagai produsen, diantaranya Sanbe dan Agrinusa. Untuk harga OVK pihak inti mengikuti harga dari pemasok ditambah keuntungan yang diambil oleh pihak perusahaan inti. Pada Tabel 9 adalah beberapa perincian harga OVK. Tabel 9. Perincian Harga Obat, Vaksin, dan Bahan kimia OVK
Satuan
Harga (Rp)
Biovit
100 gr
54.400
Colamox
100 gr
53.000
Doxcilistin mk
100 gr
58.500
Sumber : CV TMF
54
Harga jual ayam broiler siap panen sama halnya dengan harga sapronak, kontrak harga ditetapkan bersamaan dengan harga sapronak. Pihak perisahaan inti akan menerima keuntungan apabila harga jual ayam broiler di pasaran melebihi harga kontrak yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Adapun perincian kontrak harga ayam hidup dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Harga Garansi CV TMF Berat badan (ekor)
Harga Garansi (Rp)
< 1,00 – 1,09
13.230
1,10 – 1,19
13.010
1,20 – 1,29
12.870
1,30 – 1,39
12.780
1,40 – 1,49
12.710
1,50 – 1,59
12.610
1,60 – 1,69
12.500
1,70 – 1,79
12.460
1,80 – 1,89
12.420
1,90 – 1,99
12.380
>2,00
12.350
Sumber : CV TMF
Pada Tabel 10 menerangkan bahwa bobot badan ayam hidup hasil panen yang semakin tinggi akan semakin rendah harga jualnya. Hal ini dikarenakan biaya pemeliharaan ayam broiler pada bobot badan yang lebih kecil, relatif lebih rendah dibanding dengan ayam yang memiliki bobot lebih besar. Bonus yang diberikan oleh pihak perusahaan inti adalah bonus kematian (mortalitas) dan bonus konversi pakan (FCR). Tunas Mekar Farm akan memberikan bonus kematian sesuai dengan kesepakatan. Bonus FCR akan didapatkan jika nilai FCR peternak mitra sama atau lebih rendah dari FCR standar perusahaan inti. Bonus mortalitas akan diberikan jika nilai mortalitas peternak mitra kurang atau sama dengan standar mortalitas perusahaan inti. Peternak mitra harus menghasilkan performa ayam broiler yang sehat dan baik disertai penggunaan pakan yang lebih hemat. Jika hal ini dapat tercapai maka
55
bonus konversi pakan dan mortalitas dapat diraih peternak. Kesepakatan bonus insentif FCR dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Bonus Insentif FCR Selisih FCR
Insentif (Rp / Kg)
0,100 – 0,051
80
0,050 – 0,001
120
0,000 – (0,049)
150
(0,050) – (0,09)
170
(0,100) – atau lebih baik
190
Sumber : CV TMF
Nilai FCR aktual adalah nilai FCR yang diraih oleh peternak mitra selama pemeliharaan, sedangkan FCR standar adalah nilai yang telah ditetapkan oleh perusahaan inti sesuai dengan umur ayam. Jika ingin mendapatkan insentif FCR, maka nilai FCR aktual harus lebih kecil atau sama dengan nilai FCR standar perusahaan inti. Semakin kecil nilai FCR peternak, maka selisih yang didapatkan antara FCR aktual dengan FCR standar semakin besar, dan akan semakin besar pula proporsi bonus yang diterima peternak. Adapun standar FCR yang ditetapkan oleh pihak inti dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Standar FCR CV TMF Umur (hari)
Bobot Badan
Pertambahan Bobot Badan Harian
33
1,843
89
34
1,932
35
Konsumsi Pakan Harian
Konsumsi Pakan Kumulatif
FCR
174
2,886
1,566
89
179
3,065
1,586
2,021
89
183
3,248
1,607
36
2,111
90
188
3,436
1,628
37
2,201
90
192
3,628
1,648
Gram
Sumber : CV TMF
6.8.
Pembinaan dan Pelayanan Lapang oleh CV TMF Peternak mitra Cibinong mendapatkan pengawasan dan pembinaan dari
pihak inti. Hal yang sama juga diperoleh peternak mitra yang berada di daerah
56
yang berbeda. Akan tetapi peternak non mitra tidak mendapatkan pembinaan dan bimbingan teknis dari CV TMF. Peternak mitra mempelajari cara beternak ayam dari para pendahulunya karena sebagian besar usaha ternak yang dilaksanakan peternak non mitra adalah usaha turun–temurun. Untuk menjalankan fungsi tersebut pihak perusahaan inti menugaskan kepada para Petugas Penyuluh Lapang (PPL). Dimana kegiatan sehari–hari PPL adalah berkeliling mengunjungi kandang peternak mitra untuk mengontrol pemeliharaan, melakukan penimbangan bobot ayam, memeriksa kesehatan ayam agar sesuai dengan standar perusahaan inti, dan membantu peternak mitra dalam menjaga kondisi ayam dari kematian maupun penyakit. Setiap PPL bertanggung jawab terhadap 10 ribu ekor ayam populasi. Para PPL perusahaan inti memiliki latar belakang pendidikan Diploma dan Sarjana. Pengawasan yang dilakukan oleh CV TMF dilakukan untuk membantu peternak mitra Cibinong dan daerah lain yang mengalami kesulitan pada masa pemeliharaan (budidaya), khusus bagi peternak yang baru bergabung dengan CV TMF pembinaan dilakukan lebih sering. Adapula program kunjungan malam ke kandang peternak yang dilakukan oleh manajeman perusahaan inti. Kunjungan malam ini dilakukan untuk mengontrol proses pemeliharaan kandang, dan mengaudit proses pemeliharaan. Kegiatan seminar dan pertemuan untuk seluruh daerah peternak mitra juga dilakukan oleh perusahaan inti, biasanya pihak perusahaan inti menyiapkan presentasi kepada peternak mitra. Kemudian peternak mitra Cibinong dan yang berada didaerah lainnya dikumpulkan di tempat yang telah disediakan untuk diberikan arahan mengenai manajemen broiler. Kegiatan pengarahan juga diberikan kepada PPL, seminar untuk para PPL diberikan dari pihak pemasok sarana produksi peternakan. Petugas Penyuluh Lapang sangat berperan penting dalam mentransfer ilmu kepada peternak mitra, karena PPL menangani dan bertemu langsung setiap harinya dengan peternak mitra. Apabila hasil peternak mitra Cibinong dan daerah lainnya baik dan menguntungkan, maka para PPL mendapatkan insentif dari perusahaan inti. Petugas penyuluh lapang juga akan mendapatkan penghargaan apabila peternak mitra bimbingannya berhasil melakukan budidaya ayam dengan efisien.
57
6.9.
Kendala Kemitraan Program kemitraan tidak selalu berjalan sesuai harapan karena banyak
ditemui kendala–kendala dilapang. Tunas Mekar Farm memberikan bantuan pinjaman modal, berupa DOC, pakan, dan obat yang sesuai dengan luas areal yang dimiliki oleh peternak. Sebaliknya seluruh peternak mitra Cibinong diharapkan menjual hasil panen mereka kepada CV TMF. Namun kadang kala ada beberapa peternak mitra di daerah Cibinong yang melakukan hal curang yaitu tidak melaksanakan perjanjian yang telah disepakati, fakta yang terjadi di lapang pernah ditemukan ada salah satu peternak mitra Cibinong yang tidak memberikan pakan yang telah disuplai perusahaan melainkan memberikan pakan yang kualitasnya lebih rendah dan harganya lebih murah, kemudian pakan dari perusahaan inti dijual oleh peternak mitra. Tidak hanya peternak mitra yang ada di daerah Cibinong beberapa peternak mitra yang berada di daerah lain seperti Pamijahan, Cariu, Ciampea, Nanggung, dan Leuwiliang pernah melakukan hal seperti itu. Hal ini dapat disebabkan kurang transparansinya harga kontrak yang dibuat oleh CV TMF. Di sisi lain kendala yang dihadapi CV TMF adalah kredit macet oleh beberapa peternak mitra. Hal tersebut dikarenakan gagal penen peternak mitra yang dapat disebabkan oleh penyakit atau kelalaian peternak mitra itu sendiri. Peternak mitra yang mengalami kredit macet akan memiliki catatan buruk dari pihak CV TMF. Peternak mitra tersebut akan mengalami kesulitan dalam pengajuan kredit periode berikutnya. 6.10. Manfaat Pelaksanaan Kemitraan Kemitraan yang dilakukan CV TMF dengan peternak mitra Cibinong dan daerah lainnya dimaksudkan untuk memenuhi dan menjaga kontinuitas ayam broiler di pasar. Kemitraan ini memberikan manfaat bagi peternak mitra Cibinong dalam pengadaan DOC unggul yang lebih mudah. Untuk menghasikan produktifitas yang tinggi, dibutuhkan pula bibit yang unggul. Dengan mengikuti kemitraan peternak mitra dapat dengan mudah mendapatkan DOC dengan kualitas unggulan. Peternak mitra Cibinong mengaku bahwa alasan utama bermitra dengan CV TMF selain juga mendapat bantuan modal adalah jaminan pasar. Hal ini 58
banyak diungkap peternak yang memiliki produksi kecil dan pengalaman berternak ayam yang sudah cukup lama. Dengan jaminan kepastian pasar dan bantuan modal berupa pinjaman untuk pemenuhan sarana produksi peternakan, peternak mitra terbantu dalam arus perputaran modal. Tidak sedikit dari peternak mitra Cibinong yang melakukan kemitraan untuk menambah pengetahuan mengenai budidaya beternak ayam. Hal ini dilakukan oleh petugas lapang yang selalu memberikan bimbingan teknis dalam kemitraan, sedangkan pengetahuan budidaya didapatkan dari sesama peternak ayam yang sudah memiliki pengalaman yang lama dalam beternak.
59
VII. ANALISIS PENDAPATAN 7.1.
Biaya Produksi Usahatani dianalisis dengan cara mengidentifikasikan penggunaan sarana
produksi (input). Sarana produksi yang digunakan antara peternak mitra dan peternak non mitra pada dasarnya adalah sama. Sarana produksi ini berupa DOC, pakan, obat, dan vitamin. Komponen biaya yang dikeluarkan peternak pada kegiatan budidaya usaha ternak ayam broiler terbagi atas biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai seperti DOC, pakan, dan obat–obatan untuk peternak mitra semuanya di tanggung oleh perusahaan inti. Namun peternak mitra wajib membayarnya jika telah mendapatkan pembayaran hasil panen. Sedangkan untuk peternak non mitra semua biaya ditanggung sendiri, yang termasuk dalam biaya tunai usaha beternak ayam broiler antara lain DOC, pakan, obat–obatan dan vitamin, vaksin, bahan bakar pemanas, listrik, tenaga kerja dan operasional kandang. Biaya operasional kandang terdiri atas sekam, kapur dan deterjen. Biaya yang diperhitungkan merupakan biaya–biaya yang tidak secara tunai dikeluarkan
oleh
peternak.
Namun
sebenarnya
biaya–biaya
ini
dapat
mempengaruhi besarnya pendapatan peternak. Pada usaha ternak ayam broiler biaya yang diperhitungkan meliputi biaya penyusutan kandang, biaya penyusutan peralatan, sewa lahan serta biaya tenaga kerja dalam keluarga. Biaya tunai yang dikeluarkan untuk DOC dan pakan merupakan biaya yang paling signifikan daripada biaya tunai lainnya. Jumlah biaya tunai tesebut akan semakin besar seiring dengan bertambahnya populasi ayam yang dibudidayakan. Biaya tunai terbesar yang dikeluarkan oleh peternak mitra maupun peternak non mitra adalah biaya untuk pembelian pakan. Harga DOC dan pakan yang digunakan oleh peternak mitra telah ditetapkan oleh perusahaan inti di awal kontrak perjanjian. Biaya tunai lain yang dikeluarkan oleh peternak adalah biaya operasional kandang untuk sekam. Peternak mitra dan peternak non mitra menggunakan kurang lebih 100 karung sekam sebagai alas kandang, satu karung sekam dibeli dengan harga Rp. 2.500. Biaya yang hampir sama besarnya dikeluarkan oleh peternak mitra dan peternak non mitra untuk biaya operasional
60
kandang. Hal ini berarti baik peternak mitra dan peternak non mitra memiliki proporsi biaya yang hampir sama untuk penggunaan sekam. Pada perhitungan biaya produksi untuk peternak mitra dan peternak non mitra memperlihatkan bahwa hanya sedikit perbedaan pada biaya yang diperhitungkan. Dikarenakan penggunaan alat produksi yang sama banyaknya dan luas kandang yang sama. Harga sewa lahan untuk peternak mitra sebesar Rp.350 per meter per periode usatani. Peternak mitra mengeluarkan biaya untuk sewa sebesar Rp. 1.750.000 per periode produksi. Sementara sewa lahan untuk peternak non mitra sebesar Rp.200 per meter per periode sehingga untuk luas lahan sebesar 500 meter persegi peternak non mitra harus mengeluarkan biaya sebesar Rp.1.000.000 per periode. Perbedaan harga sewa lahan antara wilayah peternak mitra dan peternak non mitra karena harga tersebut merupakan harga yang berlaku didaerah masing–masing. Peralatan produksi yang digunakan peternak antara lain tempat pakan, tempat minum dan alat pemanas. Feedtray adalah tempat pakan yang digunakan peternak. Untuk 1.000 ekor ayam peternak menggunakan 20 sampai 30 buah tempat pakan. Tempat minum yang digunakan peternak mitra dan peternak non mitra adalah alat minum otomatis, 20 buah alat minum otomatis dipakai untuk 1.000 ekor ayam. Sedangkan alat pemanas yang digunakan oleh peternak mitra dan non mitra adalah gasolek. Gasolek adalah salah satu alat pemanas yang menggunakan tabung gas sebagai bahan bakar. Peternak menggunakan satu tabung gas untuk menghangatkan 700–800 ekor ayam. Tenaga kerja yang digunakan peternak adalah tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja luar keluarga akan digunakan jika peternak mempunyai skala usaha diatas 5.000 ekor ayam. Upah tenaga kerja luar keluarga yang dikeluarkan oleh peternak mitra berbeda dengan biaya yang dikeluarkan oleh peternak non mitra. Peternak mitra mengupah tenaga kerja luar keluarga sebesar Rp.300 per ekor per periode. Semakin banyak ayam yang dapat dipelihara dengan baik maka upah yang diterima oleh tenaga kerja akan semakin besar. Sedangkan peternak non mitra mengeluarkan biaya tenaga kerja luar keluarga sebesar Rp. 200 per ekor per periode. Pada Tabel 13 dapat dilihat rata– rata struktur biaya produksi peternak mitra dan peternak non mitra per Mei 2010.
61
Tabel 13.
Struktur Biaya Produksi Peternak Mitra dan Peternak Non Mitra
No Satuan A
Uraian
Peternak Mitra
Peternak Non Mitra
20.000.000
17.500.000
42.372.500
34.234.500
165.900
100.000
247.500
250.000
125.000
125.000
247.500
250.000
1.500.000
999.000
64.158.400
53.458.500
1.195.000
1.195.000
1.250.000
1.250.000
1.750.000
1.000.000
4.175.000 68.333.400
3.445.000 56.903.500
Biaya Tunai Rp
DOC
Rp
Pakan
Rp
Obat–Obatan
Rp
Sekam
Rp
Listrik
Rp
Pemanas
Rp
TKLK
Rp
Total Biaya Tunai
B
Biaya Diperhitungkan Rp
Penyusutan
Rp
TKDK
Rp
Sewa Lahan
Rp
Total Biaya Diperhitungkan Total Biaya
Biaya DOC yang dikeluarkan peternak non mitra lebih rendah daripada peternak mitra. Hal ini disebabkan peternak non mitra bebas memilih sapronak yang akan digunakan untuk kelangsungan usaha ternak mereka. Akan tetapi tidak halnya dengan peternak mitra yang telah sepakat dengan harga kontrak yang diberikan oleh CV TMF. Hal tersebut juga terlihat dari biaya obat–obatan yang digunakan oleh peternak mitra. Sedangkan untuk biaya sekam dan bahan bakar pemanas peternak mitra mengeluarkan biaya yang lebih kecil dari peternak non mitra. Hal ini dikarenakan peternak mitra lebih efisien dalam hal penggunaan sarana produksi ternak. Peternak non mitra juga tidak mendapatkan pengarahan maupun bimbingan yang bersifat teknis dari tenaga ahli seperti halnya peternak mitra untuk mengefisiensikan sarana produksi yang akan digunakan untuk kelangsungan usaha berternak ayam. Perbedaan biaya juga terlihat pada biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja antara peternak mitra dan non mitra. Secara keseluruhan biaya produksi yang dikeluarkan oleh peternak non mitra memang lebih kecil dari pada peternak mitra. Ini merupakan salah satu
62
indikasi bahwa harga kontrak yang diberikan oleh CV TMF cukup besar. Hal tersebut ditujukan bahwa peternak non mitra hanya mengeluarkan Rp. 56.903.500 per periode. Sedangkan biaya produksi untuk peternak mitra lebih besar yaitu Rp. 68.333.400. Namun demikian untuk mengelola usaha ternak ayam dengan skala besar dibutuhkan modal yang besar pula. 7.2.
Penerimaan Usaha Ayam Broiler Penerimaan usahatani merupakan nilai dari total produksi usahatani
(output) yang dikelola oleh peternak. Penerimaan usahatani dapat dikatakan juga sebagai pendapatan kotor atau total produksi dikalikan dengan harga per satuan. Penerimaan dari hasil penjualan output usahatani adalah pendapatan kotor yang diperoleh peternak sebelum dikurangi oleh biaya–biaya yang dikeluarkan pada usahataninya. Hasil produksi dari kegiatan usahatani peternak mitra dan non mitra adalah ayam broiler. Ayam yang dihasilkan oleh peternak mitra dijual kepada CV TMF dengan harga yang telah ditetapkan di awal kontrak berdasarkan bobot ayam per kg. Sedangkan ayam yang dihasilkan oleh peternak non mitra langsung di jual ke pasar atau pihak ketiga yang akan membelinya. Penerimaan yang diperoleh peternak mitra berasal dari penjualan ayam siap panen, bonus dari konversi pakan (FCR), bonus mortalitas, penjualan kotoran ternak. Bonus FCR akan didapatkan oleh peternak mitra jika peternak menghasilkan nilai FCR lebih rendah atau sama dengan FCR standar perusahaan. Sedangkan untuk bonus mortalitas didapat jika tingkat kematian ayam peternak mitra dibawah standar perusahaan, yaitu empat persen. Sedangkan untuk peternak non mitra, penerimaan dari hasil usaha hanya didapat dari penjualan ayam dewasa dan kotoran ternak. Penerimaan yang diperoleh peternak non mitra berasal dari penjualan ayam broiler siap panen dan penjualan kotoran ternak. Penjualan kotoran ternak oleh peternak mitra dan non mitra dilakukan setiap periode panen. Kotoran ternak di jual dengan harga Rp.5.000 per karung besar. Dapat dilihat pada Tabel 14 komposisi penerimaan peternak mitra dan peternak non mitra.
63
Tabel 14. Komposisi Penerimaan Peternak Mitra dan Non Mitra. No Keterangan
Satuan
Peternak Mitra
Peternak Non Mitra
1
Penjualan Ayam Broiler
Rp
68.285.000
57.753.000
2
Bonus FCR
Rp
1.566.165,25
0
3
Bonus Mortalitas
Rp
577.008,25
0
4
Penjualan Kotoran Ternak
Rp
750.000
757.875
5
Total Penerimaan
Rp
71.178.173,5
58.510.875
Penerimaan dari usaha ternak yang utama adalah penerimaan dari hasil penjualan ayam broiler, hasil penjualan ayam sangat tergantung pada bobot badan ayam yang dihasilkan. Apabila dapat mencapai bobot yang tinggi, disertai penggunaan pakan yang lebih hemat maka peternak akan mendapatkan hasil penjualan yang baik. Jadwal panen yang berbeda menyebabkan harga yang berlaku di pasar pada saat pemanenan juga berbeda. Total penerimaan yang didapat peternak mitra jauh lebih besar dari peternak non mitra yaitu sebesar Rp.71.178.173,5. Hal ini disebabkan peternak non mitra tidak memperoleh bonus FCR dan bonus Mortalitas. Sehingga peternak mitra dapat menambah sumber penghasilan. 7.3.
Pendapatan Usaha Ayam Broiler. Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan usahatani yang
diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan. Besarnya pendapatan usahatani yang diterima merupakan balas jasa untuk tenaga kerja, modal keluarga yang dipakai dan pengelolaan yang dilakukan oleh seluruh keluarga. Besarnya peranan kemitraan dalam pendapatan dapat terlihat dari besarnya sumbangan pendapatan yang diperoleh dari hasil penjualan ayam broiler terhadap pendapatan peternak. Pendapatan yang diterima peternak akan dibedakan menjadi dua yakni pendapatan atas biaya tunai (pendapatan tunai) dan pendapatan atas biaya total (pendapatan total). Pendapatan atas biaya tunai adalah selisih antara penerimaan tunai usahatani dan biaya tunai usahatani. Sedangkan pendapatan atas biaya total adalah selisih penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan dalam satu periode usahatani.
64
Perhitungan pendapatan atas biaya total dan pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh peternak dalam satu periode usahatani termasuk salah satu tolak ukur keberhasilan usahatani. Sedangkan analisis imbangan penerimaan dan biaya produksi (R/C Ratio) menilai efisiensi usahatani yang dilaksanakan oleh peternak mitra dan peternak non mitra. Total biaya yang dikeluarkan oleh peternak mitra jauh lebih besar dari total biaya yang dikeluarkan oleh peternak non mitra. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah harga kontrak yang ditetapkan oleh CV TMF untuk biaya produksi jauh lebih besar dari harga pasar yang dapat diperoleh peternak non mitra. Sementara untuk total penerimaan yang diperoleh peternak mitra jauh lebih besar dari total penerimaan peternak non mitra. Hal ini dikarenakan peternak mitra mendapatkan beberapa bonus dari CV TMF. Perhitungan analisis usahatani ayam broiler dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Perhitungan Pendapatan Peternak Mitra dan Non Mitra No
Uraian
Satuan
Peternak Mitra
Peternak Non Mitra
1
Total Biaya Tunai (a)
Rp
64.158.400
53.458.500
2
Total Biaya Diperhitungkan (b)
Rp
4.175.000
3.445.000
3
Total Biaya (c)
Rp
68.333.400
56.903.500
4
Total Penerimaan (d)
Rp
71.178.173,5
58.510.875
5
Pendapatan Atas Biaya Tunai
Rp
7.019.773,5
5.052.375
6
Pendapatan Atas Biaya Total
Rp
2.644.773,5
1.607.375
7
Ratio Biaya Tunai
1,11
1,09
8
Ratio Biaya Total
1,04
1,02
Berdasarkan Tabel 17 dapat dilihat bahwa pendapatan peternak mitra lebih besar dibandingkan peternak non mitra baik pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya total yang diterima oleh peternak mitra sebesar Rp.2.644.773,5 per periode jauh lebih besar dari peternak non mitra yang hanya memperoleh Rp.1.607.375 per periode. Pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total yang diperoleh peternak mitra juga lebih besar dari peternak non mitra. Perbedaan total biaya dan pendapatan yang diperoleh peternak mitra dan non mitra tidak hanya dikarenakan peternak non
65
mitra yang masih kurang pembinaan dan pemahaman dalam mengefisienkan faktor–faktor input produksi seperti pakan, obat–obatan dan vaksin. Akan tetapi hal tersebut juga dipengaruhi oleh bonus–bonus yang diberikan oleh perusahaan, sehingga meningkatkan jumlah penerimaan peternak mitra. Adanya selisih biaya total dan penerimaan antara peternak mitra dan peternak non mitra menunjukan bahwa pengusahaan ternak ayam oleh peternak mitra jauh lebih menguntungkan karena memiliki jumlah panen yang lebih besar dengan harga yang lebih tinggi. Selain itu juga peternak mitra dapat menghemat biaya pemeliharaan budidaya ternak ayam dibandingkan peternak non mitra. Hal ini berarti dengan tingkat biaya yang hampir sama, ternyata peternak mitra lebih besar mendapatkan keuntungan. Tingkat keuntungan antara peternak mitra dan non mitra juga dapat dilihat dari besarnya R/C rasio. Rasio atas biaya tunai peternak mitra sebesar 1,11 dan peternak non mitra hanya memperoleh sebesar 1,09. Rasio atas biaya total juga diperoleh lebih tinggi oleh peternak mitra yaitu sebesar 1,03 dan 1,02 untuk R/C ratio peternak non mitra. Hal ini berarti penerimaan yang diperoleh peternak mitra dan non mitra lebih besar daripada tiap unit biaya yang telah dikeluarkan. Sama halnya dengan R/C rasio atas biaya total peternak mitra dan non mitra yang lebih besar juga dari satu. Sehingga dapat dikatakan bahwa usahatani yang dijalankan oleh peternak mitra dan non mitra menguntungkan. Akan tetapi peternak mitra memiliki R/C rasio lebih besar dibandingkan dengan peternak non mitra baik R/C rasio atas biaya tunai ataupun R/C rasio atas biaya total. Hal ini berarti usahatani ayam peternak mitra lebih efisien dibandingkan dengan usaha ternak yang dijalankan oleh peternak non mitra. Berdasarkan hasil penghitungan secara usahatani tersebut, maka dapat dilihat bahwa dengan adanya kemitraan dapat meningkatkan pendapatan peternak ayam. Meskipun usaha ternak dilakukan dengan skala 5.000 ekor. Akan tetapi jika dibudidayakan dengan baik dan sesuai prosedur, maka hasil yang didapatkan juga memuaskan. Pendapatan peternak mitra dan non mitra sangat dipengaruhi bagaimana peternak tersebut dapat mengelola ayam dengan sebaik–baiknya, memperhatikan kesehatan ayam agar dapat menekan angka kematian pada ayam, dan menjaga kondisi ayam agar nafsu makan semakin meningkat, sehingga
66
menghasilkan bobot ayam yang berat, tentu disertai dengan penggunaan pakan yang seefisien mungkin Secara keseluruhan pada kasus peternak mitra dan peternak non mitra, keuntungan yang lebih besar didapat oleh peternak mitra. Tidak hanya dalam keuntungan materi, akan tetapi pembinaan dan pengawasan dalam masa pemeliharaan yang dilakukan oleh pihak perusahaan inti sangat membantu peternak mitra mengefisienkan input–input produksi untuk memperoleh hasil yang maksimal. Berdasarkan perhitungan statistik uji–t didapatkan hasil bahwa ada perbedaan pendapatan tunai antara peternak yang bermitra dengan peternak yang tidak bermitra. Hal ini dapat dilihat dari p-value yang diperoleh sebesar 0,004 lebih kecil dari nilai α yang ditentukan, yaitu 0,05. Hasil serupa juga diperoleh bahwa ada perbedaan pendapatan total antara peternak yang bermitra dengan peternak yang tidak bermitra. Nilai p–value yang didapatkan sebesar 0,001 lebih kecil dari nilai α yaitu 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan nyata pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total yang diperoleh peternak mitra dan peternak non mitra. Pada lampiran 9 dapat dilihat hasil uji statistik uji–t.
67
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1.
Kesimpulan Kemitraan yang dijalankan oleh CV Tunas Mekar Farm dengan peternak
mitra Cibinong dijalankan dengan pola inti plasma. Kemitraan ini telah berjalan selama enam tahun. Kerjasama ini lebih menekankan pada kerjasama penjualan hasil dan bimbingan teknis. Kemitraan ini bermanfaat bagi kedua belah pihak yaitu bagi perusahaan adalah menambah mitra usaha yang loyal terhadap perusahaan. Sedangkan untuk peternak mitra adalah adanya bantuan modal, jaminan pasar, jaminan harga, dan bimbingan teknis. Kemitraan berperan dalam mempengaruhi struktur biaya usaha ternak ayam. Berdasarkan hasil analisis usahatani peternak mitra dan non mitra menunjukan bahwa ada perbedaan total biaya, penerimaan, dan juga pendapatan. Total biaya peternak mitra dan non mitra berbeda. Biaya tunai peternak mitra lebih besar dibandingkan dengan peternak non mitra, sehingga ada indikasi bahwa peternak non mitra lebih banyak mengakses input dari pasar. Adanya kemampuan terhadap akses input dari pasar akan memungkinkan usahatani tersebut untuk lebih baik dalam berproduksi. Biaya yang diperhitungkan antara peternak mitra dan peternak non mitra mengalami perbedaan. Hal ini berarti bahwa kemitraan juga mempengaruhi biaya yang diperhitungkan oleh peternak. Hasil analisis usahatani membuktikan bahwa kemitraan antara CV TMF dengan peternak mitra Cibinong dapat meningkatkan penerimaan peternak mitra, dimana total penerimaan peternak mitra lebih besar apabila dibandingkan dengan total penerimaan yang diperoleh peternak non mitra. Perbedaan tingkat penerimaan akan berpengaruh terhadap pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total peternak mitra maupun peternak non mitra, dimana pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total yang diterima peternak mitra lebih besar dibandingkan dengan pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total peternak non mitra. Kemitraan juga berperan penting dalam tingkat efisiensi usaha ternak ayam. Usahatani peternak mitra dinilai lebih efisien dibandingkan dengan peternak non mitra. Hal ini terlihat dari R/C rasio yang dihasilkan peternak mitra bernilai lebih besar dari R/C rasio peternak non mitra.
68
Dengan adanya kemitraan yang dijalankan antara CV TMF dan peternak mitra Cibinong memberikan dampak yang positif bagi kedua pihak. Manfaat yang diterima peternak mitra adalah pelayanan dan bimbingan secara teknis yang bertujuan untuk membantu peternak dalam mengefisiensikan sarana produksi ternak yang digunakan untuk kelangsungan usaha beternak ayam broiler. Berbeda halnya dengan peternak non mitra yang dirasa masih kurang dalam mengefisiensikan penggunaan sarana produksi ternak. Kemitraan juga berperan terhadap perbedaaan tingkat penerimaan yang diterima oleh peternak mitra yang nantinya juga akan berpengaruh terhadap pendapatan peternak mitra. Berdasarkan uji statistik kemitraan berperan dalam pendapatan peternak. Hal tersebut dapat dilihat bahwa hasil perhitungan uji–t terhadap pendapatan atas biaya tunai, p-value = 0,004 dan p–value pendapatan atas biaya total diperoleh sebesar 0,001. Nilai p–value yang diperoleh atas pendapatan tunai dan pendapatan total lebih kecil dari nilai α yang ditentukan, yaitu 0,05. Hasil ini menunjukan bahwa dengan adanya kemitraan yang dijalankan oleh CV TMF berbeda nyata dalam pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total peternak mitra dibanding peternak yang berusaha secara mandiri. 8.2.
Saran Kerjasama kemitraan yang dijalankan oleh CV TMF dan peternak mitra
Cibinong cukup baik. Kontrak perjanjian yang bersifat tidak memberatkan kedua belah pihak digunakan untuk memperjelas kewajiban dan juga hak masing– masing pelaku kemitraan. Adanya kontrak perjanjian membantu peternak sebagai pembelajaran dalam melakukan bisnis, sehingga akan ada perkembangan pemikiran peternak untuk berproduksi lebih tinggi. Dengan kerjasama yang berkesinambungan
diharapkan
CV
TMF
dapat
mempertahankan
dan
meningkatkan kinerja perusahaan dalam membimbing peternak mitra dan membantu peternak meningkatkan taraf hidup. Perusahaan inti harus memperbaiki komunikasi dua arah antara perusahaan dengan peternak mitra Cibinong agar terjawab semua apa yang menjadi kendala bagi peternak mitra dan perusahaan. Penambahan bantuan sarana produksi seperti alat–alat peternakan diperlukan untuk mempermudah peternak dalam menjalankan proses produksi.
69
DAFTAR PUSTAKA Daniel, Weyne W, Dayne M. Editor. 1990. Applied Non Parametric Statistics. Ed Ke–2. Boston : PWS–Kent Publishing Company. Deshinta, M. 2006. Peranan Kemitraan terhadap Peningkatan Pendapatan Peternak Ayam Broiler. (kasus kemitraan : PT Sierd Produce dengan Peternak di Kabupaten Sukabumi). [Skripsi]. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Firwiyanto, Moerojie. 2008. Analisis Pendapatan dan Tingkat Kepuasan Peternak terhadap Pelaksanaan Kemitraan Ayam Broiler (Kasus Kemitraan Peternak Plasma Rudi Jaya PS Sawangan Kota Depok) [Skripsi]. Bogor. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Hafsah, M. J. 1999. Kemitraan Usaha : Konsepsi dan Strategi. Jakarta. Pustaka Sinar Harapan. Hernanto, Fadholi. 1991. Ilmu Usahatani. Jakarta : Penebar Swadaya Jumin, Hasan Basri. 2008. Dasar–dasar Agronomi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Nazir, Moh. 1998. Metode Penelitian. Ghalia Jakarta. Puspitasari, A. 2008. Pengaruh Kemitraan Terhadap Produktivitas dan Pendapatan Petani Kakao (kasus : Petani di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Jogjakarta. [Skripsi]. Bogor. Departemem Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Rachmina, Dwi dan Burhanudin. 2008. Panduan Penelitian Proposal dan Skripsi. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Rachmiyanti. 2009. Analisis Perbandingan Usahatani Padi Organik Metode System Rice of Interfication (SRI) dengan Padi Konvensional (Kasus Desa Bobojong, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat) [Skripsi]. Bogor: Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Rasyaf, Muhammad. 2009. Panduan Beternak Ayam Pedaging. Jakarta: Penebar Swadaya.
70
Ridwan. 2008. Analisis Usahatani Padi Ramah Lingkungan dengan Padi Anorganik (Kasus Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) [Skripsi]. Bogor. Program Sarjana ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Rochman, Cecep Ali Aysin. 2008. Evaluasi Kemitraan Pemuda Tani Indonesia dan Pengaruhnya terhadap Pendapatan Usahatani. (Studi Kasus di Kelurahan Sukatani, Kecamatan Cimanggis Depok, Jawa Barat). [Skripsi]. Departemem Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Romdhoni, Edi. 2003. Analisis Pendapatan dan tingkat Kepuasan peternak terhadap Pelaksanaan Kemitraan Ayam Ras di Kabupaten Bogor. [Skripsi]. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Sarwanto, C. 2004. Kemitraan, Produksi dan Pendapatan Peternakan Rakyat Ayam Ras Pedaging (Studi Kasus di Kabupaten Karanganyar dan Sukoharjo). [Tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sarwo, B. 2008. Beternak Ayam Buras. Jakarta : Penebar Swadaya. Soeharja, A dan D. Patong. 1973. Sendi–Sendi Pokok Ilmu Usahatani. Bogor. Departemen Ilmu–Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Soekartawi. 2002. Analisis usahatani. Jakarta : Universitas Indonesia Press. Soekartawi, Soeharja A. L. Dillon John, Hardeker JB. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Perkembangan Petani Kecil. Jakarta : Universitas Indonesia. Soetrisno, Loekman. 1998. Pertanian pada Abad Ke–21. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sujonohadi, Kliwon dan Ade Iwan Setiawan. 2009. Ayam Kampung Petelur. Jakarta : Penebar Swadaya. Suratiyah, Ken. 2009. Ilmu Usahatani. Jakarta : Penebar Swadaya. Sutadisastra, Kedi, Yusmichad Yusdja ,Masdjidij Siregar, Ketut Kariyasa. 2006. Diversifikasi Usahatani dan Konsumsi : Suatu Alternatif Peningkatan dan Kesejahteraan Rumah Tangga Petani. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor.
71