ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER (Kasus Kemitraan Peternak Plasma Rudi Jaya PS Sawangan, Depok)
Oleh : MAROJIE FIRWIYANTO A 14105683
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN MAROJIE FIRWIYANTO. Analisis Tingkat Pendapatan dan Tingkat Kepuasan Peternak Terhadap Pelaksanaan Kemitraan Ayam Broiler ( Kasus Kemitraaan Peternak Plasma Rudi Jaya PS, Sawangan, Kota Depok). Di Bawah Bimbingan YAYAH K. WAGIONO. Pertanian merupakan sektor yang memiliki peran strategis bagi perekonomian Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari fungsinya sebagai penyedia bahan pangan, penyedia lapangan pekerjaan, bahan baku industri, dan sumber devisa Negara. Pembangunan sektor peternakan sebagai bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki peran strategis dalam pembangunan. PDB yang dihasilkan dari sektor peternakan pada tahun 2005 sebesar Rp. 32.581,2 milyar sedangkan pada tahun 2004 sebesar Rp.31.672,5, milyar ini menunjukan bahwa PDB yang dihasilkan oleh sektor peternakan mengalami peningkatan. Sektor peternakan selain berperan dalam bidang ekonomi, juga berperan dalam penyediaan bahan pangan protein hewani. Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya makanan bergizi seiring dengan meningkatnya pengetahuan, taraf hidup, dan pendapatan sehingga mendorong meningkatnya kebutuhan akan protein hewani. Hal tersebut dapat dilihat dengan meningkatnya konsumsi terhadap protein hewani pada dua tahun terakhir. Usaha peternakan ayam broiler dimulai dengan usaha mandiri guna memenuhi kebutuhan keluarga, karena diusahakan untuk kebutuhan keluarga, pada umumnya diusahakan dalam skala kecil. Peternak memulai usahanya dengan modal sendiri dan menanggung resiko sendiri. Seiring tuntutan ekonomi dan perkembangan teknologi, usaha peternakan ini pun mulai dikembangkan dalam skala menengah dan besar. Usaha ini berkembang dengan pesat di berbagai propinsi di Indonesia, salah satunya ádalah propinsi Jawa Barat. Keterbatasan dalam hal permodalan, teknologi, dan sumberdaya manusia membuat terbentuknya kerjasama dalam agibisnis peternakan oleh berbagai pihak yang berkepentingan. Kerjasama tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk kemitraan antara perusahaan inti dengan peternakpeternak kecil, hal ini tidak saja bertujuan untuk meningkatkan pendapatan peternak tetapi juga bertujuan untuk mewujudkan ketersediaan daging ayam dalam dimensi jumlah, kualitas, waktu, dan keterjangkauan. Masalah yang terkadang dijumpai ádalah hubungan kemitraan yang tidak saling menguntungkan, hal ini terjadi karena perusahaan memiliki posisi yang lebih kuat dibandingkan dengan peternak dalam hal permodalan, teknologi, pasar, dan manajemen sehingga peternak seolah-olah dijadikan pekerja oleh perusahaan inti. Persoalan lainnya bagi peternak plasma ádalah pengalaman selama mengikuti kemitraan tidak selalu memperoleh pelayanan yang memuaskan. Peternak tidak mempunyai kekuatan tawar dalam hal penetapan harga kontrak, dalam penyediaan DOC, sering bermasalah dengan kualitas DOC yang kurang baik namun peternak hanya bisa menerima , meskipun begitu, perkembangan hubungan kemitraan terus meningkat. Tujuan penelitian ini adalah (1) Menggambarkan mekanisme pelaksanaan kemitraan yang sedang dijalankan antara peternak dengan perusahaan.(2) Menganalisis pendapatan peternak sebagai dampak dari pelaksanaan
kemitraan.(3) Menganalisis tingkat kepuasan peternak terhadap pelaksanaan kemitraan yang sedang dijalankan peternak plasma. Penelitian ini dilakukan pada Rudi Jaya PS yang berlokasi di Sawangan Depok, Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Rudi Jaya PS merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang agribisnis peternakan ayam broiler dan adanya kesediaan pihak perusahaan untuk menyediakan data yang dibutuhkan untuk penelitian ini. Pengumpulan data dilakukan selama dua bulan ( Maret-Mei 2008 ). Data yang diolah dan dianalisis dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif mengenai gambaran umum pelaksanaan kemitraan, profil para pelaku kemitraan akan dianalisis secara deskriptif, sedangkan data kuantitatif menggunakan analisis pendapatan, R/C ratio, IPA dan CSI. Karakteristik peternak pada penelitian ini dibedakan berdasarkan usia, tingkat pendidikan, lama berternak dan status usaha. Jumlah responden yang sebanyak 20 orang peternak mitra dan 20 orang peternak mandiri..Berdasarkan hasil wawancara dengan peternak responden mitra maupun mandiri, dapat dilihat untuk peternak mitra dari 20 orang sebagian besar (55 persen) berusia antara 20 sampai 35 tahun dan 45 persen antara 35 sampai 50 tahun. Sedangkan untuk peternak mandiri sebagian besar (45 persen) berusia antara 20 hingga 35 tahun dan 35 hingga 50 tahun, yang berusia diatas 50 tahun hanya 10 persen. Pendidikan pada umumnya akan mempengaruhi cara berfikir peternak. Tingkat pendidikan peternak diukur melalui tingkat pendidikan formal yang pernah dilaluinya. Pendidikan formal peternak mitra sebagian besar tamatan SMP dan perguruan tinggi sebesar masing-masing 30 persen, Persentase peternak mitra lainnya antara lain 25 persen lulusan SMA dan 15 persen lulusan SD. Peternak mandiri sebagian besar (45 persen) lulusan SMA, diikuti perguruan tinggi sebesar 25 persen, lulusan SMP 20 persen dan Lulusan SD sebesar 10 persen. Pengalaman berternak peternak mitra sebagian besar antara 5 sampai 10 tahun (60 persen), ini terlihat juga dari usia para peternak mitra yang masih muda. dibawah 5 tahun sebanyak 15 persen dan diatas 10 tahun sebanyak 25 persen. Untuk peternak mandiri sebagian besar (70 persen) di bawah 10 tahun, dan di atas 10 tahun sebesar 30 persen. Berdasarkan status usahanya baik peternak mitra maupun mandiri sebagian besar sebagai usaha utama untuk peternak mitra sebanyak 70 persen dan peternak mandiri sebanyak 60 persen, usaha sampingan untuk peternak mitra sebagian besar dilakukan oleh peternak sistem bagi hasil sebesar 30 persen dimana usaha utama mereka sebagian besar wiraswasta. Peternak mandiri yang merupakan usaha sampingan ada juga yang bekerja sebagai PNS. Rudi Jaya PS adalah sebuah perusahaan agribisnis peternakan, bergerak dalam usaha ayam broiler yang mengembangkan pola kemitraan dengan dua model kemitraan. Kemitraan sistem bagi hasil dan sistem kontrak, sistem bagi hasil dengan aturan 50 persen-50 persen, 50 persen peternak dan 50 persen perusahaan inti. Pada sistem kontrak 25 pesen-75 persen, dengan ketentuan 25 persen peternak mitra dan 75 persen perusahaan inti. Banyaknya peternak yang bermitra dengan Rudi Jaya ada 20 peternak, delapan peternak bagi hasil dan 12 peternak kontrak. Untuk bergabung dengan kemitraan ini tidak perlu syarat-syarat khusus, hanya berlandaskan pada kepercayaan. Berdasarkan hasil penelitian, tingkat pendapatan yang diperoleh peternak mitra lebih kecil dibandingkan dengan peternak mandiri, tetapi itu cukup sepadan
bagi peternak yang tidak memiliki modal. Kemitraan masih menjadi solusi untuk mengatasi masalah permodalan, peternak mitra masih dapat tetap berusaha dan memperoleh pendapatan walaupun tidak memiliki modal.Berdasarkan hasil Importance Performance Analysis (IPA) dan Customer Satsfaction Index (CSI) diketahui bahwa nilai (CSI adalah sebesar 0,74 atau 74 persen. Ini menandakan bahwa secara keseluruhan peternak mitra merasa puas terhadap kinerja atribut kemitraan yang dilaksanakan oleh perusahaan inti Pihak perusahaan inti sebaiknya memprioritaskan perbaikan kinerja atribut seperti, pelayanan materi bimbingan, kesesuaian waktu panen untuk semua peternak mitra baik bagi hasil maupun sistem kontrak karena atribut ini dirasakan kurang kinerjanya oleh peternak mitra. Untuk materi bimbingan sebaiknya pihak perusahaan menempatkan (Penyuluh lapang) PL yang lebih berpengalaman, sedangkan untuk kesesuaian waktu panen, pihak perusahaan harus mencari lagi pasar atau langganan agar ayam dapat lebih cepat terjual.Prioritas kebijakan pada sistem kontrak, pihak perusahaan inti juga harus meningkatkan kinerja terhadap atribut kecukupan saprodi dan jadwal pengiriman saprodi. Untuk itu dapat dilakukan perhitungan yang lebih akurat terhadap kebutuhan yang dibutuhkan peternak dan memperbaiki komunikasi dengan peternak mitra. Pihak perusahaan membuat standar produksi dengan menerapkan standar Feed Converted Rate (FCR) dan mortalitas kepada peternak mitra, agar produksi peternak mitra dapat di pantau, sehingga produksi meningkat dan biaya dapat diminimalisasi. Adanya pengawasan langsung dari pihak pemerintah terhadap peternak mitra, karena pengawasan yang dilakukan saat ini hanya tertuju kepada perusahaannya saja. Peternak mitra juga harus meningkatkan kinerjanya dalam pemeliharaan, sehingga hasil produksi meningkat dan berimplikasi pada peningkatan pendapatan peternak itu sendiri.
ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER (Kasus Kemitraan Peternak Plasma Rudi Jaya PS Sawangan, Kota Depok)
Oleh : MAROJIE FIRWIYANTO A 14105683
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA PERTANIAN
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul
: Analisis Pendapatan dan Tingkat Kepuasan Peternak Terhadap Pelaksanaan Kemitraan Ayam Broiler ( Kasus Peternak Plasma Rudi Jaya PS Sawangan, Kota Depok)
Nama
: Marojie Firwiyanto
NRP
: A14105683
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Yayah K.Wagiono, M.Ec NIP. 130 350 044
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus Ujian : 25 Agustus 2008
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI BERJUDUL ”ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER ( KASUS PETERNAK PLASMA RUDI JAYA PS, SAWANGAN DEPOK )” BELUM PERNAH
DIAJUKAN
SEBAGAI
KARYA
TULIS
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH
GELAR
AKADEMIK
TERTENTU.
SAYA
JUGA
MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Agustus 2008
Marojie Firwiyanto A14105683
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta tanggal 15 Juni 1984 sebagai anak dari pasangan Bapak Ahmad Dhofir dan Ibu Dwi Asmorowati. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara. Penulis mengikuti pendidikan dasar di SD Negeri Semplak 2 Bogor dan lulus pada tahun 1996. Pendidikan tingkat menengah dapat diselesaikan penulis pada tahun 1999 di SMP Negeri 4 Bogor. Pendidikan tingkat atas dapat diselesaikan penulis pada tahun 2002 di SMU Negeri 5 Bogor. Pada tahun yang sama diterima di Program Diploma III
Manajemen Agribisnis, Departemen
Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2006, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi di Program Sarjana Ekstensi manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor..
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allh SWT atas berkah dan Rahmat-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini berjudul ”Analisis Pendapatan dan Tingkat Kepuasan Peternak Terhadap Pelaksanaan Kemitraan Ayam Broiler ( Kasus Kemitraan Peternak Plasma Rudi Jaya PS Sawangan, Kota Depok). Skripsi ini disusun sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pendapatan dan tingkat kepuasan peternak mitra terhadap pelaksanaan kemitraan serta implikasi untuk perusahaan sebagai masukan agar kemitraan yang terjalin lebih sesuai dengan yang diharapkan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Bogor, Agutus 2008
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdullilah, puji syukur penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga memberikan kekuatan dan kemudahan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Kedua orang tua dan adik-adikku tercinta atas perhatian yang tulus dan kasih sayang yang telah dicurahkan serta dorongan moriil maupun materiil yang tak terhingga dalam penyelesaian skripsi ini. 2.
Ir. Yayah K. Wagiono, M.Ec selaku dosen pembimbing atas dorongan dan arahannya dalam membimbing penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
3. Ir Netti tinaprilla, MM selaku dosen evaluator yang telah memberikan koreksi, saran dan masukkan saat kolokium. 4. Febriantina Dewi SE. MM. M.Sc dan Dra. Yusalina, MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan koreksi, saran dan masukan bagi penulis saat sidang. 5. Seluruh dosen dan staf Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. 6. Bang Rudi, sebagai pemilik dan segenap karyawan Rudi Jaya PS yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian. 7. Sahabat setiaku Arfan, Edi, Encep, Indra dan Saut atas bantuan yang tak ternilai harganya dan atas kebersamaan yang indah.
8. Lia dan anak-anak kosan Paladium yang banyak membantu penulis 9. Seluruh pihak yang telah membantu kepada penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu
DAFTAR ISI
RINGKASAN ...................................................................................................... i LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ ii RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. iii KATA PENGANTAR ......................................................................................... iv UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................................. v I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ................................................................................. 5 1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 8 1.4 Kegunaan Penelitian................................................................................. 8 II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 9 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler.............................................................. 9 2.2 Penelitian Terdahulu tentang Analisis Pendapatan Peternak ................... 12 2.3 Penelitian Terdahulu Tentang Kemitraan ................................................ 14 2.4 Penelitian terdahulu tentang Tingkat Kepuasan Kemitraan..................... 17 III KERANGKA PEMIKIRAN ......................................................................... 21 3.1 Kerangka Teoritis .................................................................................... 21 3.1.1 Gambaran Umum Kemitraan ........................................................... 21 3.1.2 Latar belakang Timbulnya Kemitraan .............................................. 22 3.1.3 Maksud dan Tujuan Kemitraan ........................................................ 24 3.1.4 Azas Kemitraan ................................................................................ 25 3.1.5 Pola Kemitraan ................................................................................. 26 3.1.6 Kemitraan Imdustri Perunggasan ..................................................... 32 3.1.7 Konsep Usahatani ............................................................................. 36 3.1.8 Konsep Kepuasan ............................................................................. 42 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ........................................................... 42 IV METODE PENELITIAN.............................................................................. 44 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................... 44 4.2 Jenis dan Sumber Data ............................................................................. 44 4.3 Pengambilan Data .................................................................................... 44 4.4 Metode Analisis Data ............................................................................... 45 4.4.1 Analisis Pendapatan Usahatani.......................................................... 45 4.4.2 Analisis R/C Rasio ............................................................................ 46 4.4.3 Analisis Perbedaan Tingkat Pendapatan .......................................... 46 4.4.5 Analisis Tingkat Kepuasan Pelaksanaan Kemitraan ......................... 47 4.4.6 Metode Costumer Satisfaction Index................................................. 53 V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ........................................ 56 5.1 Keadaan Perekonomian ........................................................................... 56 5.2 Keadaan Geografis .................................................................................. 57 5.3 Kondisi Kependudukan ........................................................................... 58 5.4 Karakteristik Peternak Responden ........................................................... 58 VI GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ...................................................... 61 6.1 Gambaran Umum Perusahaan.................................................................. 61 6.2 Mekanisme Pelaksanaan Kemitraan ........................................................ 62 6.3 Penetapan Harga ...................................................................................... 63
6.4 Penjaringan Peternak Plasma ................................................................... 63 6.5 Pengawasan .............................................................................................. 64 VII HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 65 7.1 Analisis Pendapatan Usahaternak............................................................. 65 7.1.2 Biaya Produksi................................................................................... 65 7.1.3 Penerimaan Usahaternak ................................................................... 68 7.1.4 Pendapatan Usahaternak .................................................................... 70 7.1.5 Pendapatan Yang Diterima Peternak ................................................. 71 7.2 Perbedaan Tingkat Pendapatan ............................................................... 72 7.2.1 Uji Anova .......................................................................................... 73 7.2.2 Uji-t.................................................................................................... 73 VIII ANALISIS RESPON PETERNAK TERHADAP ATRIBUT KEMITRAAN ..................................................................................................... 75 8.1 Analisis Tingkat Kepentingan dan Kinerja .............................................. 75 8.1.1 Analisis Tingkat Kepentingan dan Kinerja Pelayanan Sarana Produksi ............................................................................................ 75 8.1.2 Analisis Tingkat Kepentingan dan Kinerja Dimensi Pelayanan Teknis Budidaya ........................................................................................... 78 8.1.3 Analisis Tingkat Kepentingan dan Kinerja Dimensi Pelayanan Pasca Panen ................................................................................................. 80 8.2 Perhitungan Importance Performance Analysis....................................... 82 8.1.1 Analisis IPA Sistem Bagi Hasil ......................................................... 83 8.2.2 Analisis IPA Sistem Kontrak............................................................. 88 8.3 Perhitungan Costumer Satisfaction Index ................................................ 92 8.3.1 Analisis CSI Peternak Mitra Sistem Bagi Hasil ................................ 93 8.3.2 Analisis CSI Peternak Mitra Sistem Kontrak .................................... 94 XI KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 97 9.1 Kesimpulan .............................................................................................. 97 9.2 Saran......................................................................................................... 98 DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 99
DAFTAR TABEL Halaman 1. Tingkat Konsumsi Daging, Telur, dan Susu Tahun 2005-2006 ................... 2 2. Volume ekspor dan Impor ayam di Indonesia Tahun 2001-2005 ................. 2 3. Produksi Ayam Broiler dan Telur di Indonesia Tahun 2002-2006 ............... 3 4. Populasi Ayam Broiler Menurut Propinsi tahun 2002-2006 ........................ 4 5. Populasi Ternak Unggas di Kota Depok Tahun 2005-2007 ......................... 4 6. Kemitraan Ayam Broiler di Kabupaten Bogor Tahun 2005-2007 ................ 6 7. Kemitraan Ayam Broiler Di Kota Depok Tahun 2005-2007 ........................ 6 8. Kandungan Gizi Daging Ayam ................................................................... 10 9. Persamaan dan Perbedaan Penelitian .......................................................... 20 10. Skala Likert Pengukuran Tingkat Kepentingan dan Kepuasan................... 48 11. Atribut dan Indikator Tingkat Kepuasan..................................................... 48 12. Kriteria Indeks Kepuasan Peternak ............................................................. 55 13. Penggunaan Lahan di Kecamatan Sawangan.............................................. 57 14. Komposisi Penduduk Berdasrkan Mata Pencaharian ................................. 58 15. Karakteristik Peternak Responden .............................................................. 60 16. Komposisi Biaya Variabel Usahaternak Sistem Bagi Hasil, Sistem Kontrak dan Peternak Mandiri Skala Usaha 5000 ekor .................. 66 17. Komposisi Biaya Tetap Usahaternak Sistem Bagi Hasil, Sistem Kontrak dan Peternak Mandiri Skala Usaha 5000 ekor .............................. 67 18. Penerimaan Usahaternak Sistem Bagi Hasil, Sistem Kontrak dan Peternak Mandiri Skala Usaha 5000 ekor ................................................... 68 19. Penerimaan Usahaternak Sistem Bagi Hasil, Sistem Kontrak dan Peternak Mandiri Skala Usaha 5000 ekor ................................................... 70 20. Pendapatan Yang diterima Peternak Mitra Sistem Bagi Hasil Skala Usaha 5000 ekor.......................................................................................... 72
21. Pendapatan Yang diterima Peternak Mitra Sistem Kontrak Skala Usaha 5000 ekor.......................................................................................... 72 22. Pendapatan Yang diterima Peternak Mandiri Skala Usaha 5000 ekor ....... 72 23. Penilaian Peternak Terhadap Tingkat Kepentingan Dimensi Pelayanan Sarana Produksi........................................................................................... 76 24. Penilaian Peternak Terhadap Tingkat Kinerja Dimensi Pelayanan Sarana Produksi........................................................................................... 77 25. Penilaian Peternak Terhadap Tingkat Kepentingan Dimensi Pelayanan Teknis Budidaya ......................................................................................... 79 26. Penilaian Peternak Terhadap Tingkat Kinerja Dimensi Pelayanan Teknis Budidaya ......................................................................................... 80 27. Penilaian Peternak Terhadap Tingkat Kepentingan Dimensi Pelayanan Pasca Panen ................................................................................................. 81 28. Penilaian Peternak Terhadap Tingkat Kinerja Dimensi Pelayanan Pasca Panen ................................................................................................. 82 29. Perhitungan Rata-rata Penilaian Kinerja dan Penilaian Kepentingan Pada Atribut Kemitraan Peternak Sistem Bagi Hasil.................................. 84 30. Perhitungan Rata-rata Penilaian Kinerja dan Penilaian Kepentingan Pada Atribut Kemitraan Peternak Sistem Kontrak...................................... 89 31. Perhitungan Costumer Satisfaction Index Peternak Mitra Sistem Bagi Hasil ............................................................................................................ 94 32. Perhitungan Costumer Satisfaction Index Peternak Mitra Sistem Kontrak........................................................................................................ 95 33. Perhitungan Costumer Satisfaction Index Seluruh Peternak Mitra Rudi Jaya PS ........................................................................................................ 96
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Pola Kemitraan Inti-Plasma ......................................................................... 27 2. Pola Subkontrak ........................................................................................... 28 3. Pola Dagang Umum ..................................................................................... 29 4. Pola Kemitraan Keagenan ............................................................................ 29 5. Pola Kemitraan Waralaba ............................................................................ 30 6. Kemitraan Operasional Agribisnis ............................................................... 31 7. Kurva Keuntungan Maksimum Pasar Monopsoni ....................................... 35 8. Kurva Pasar Monopoli ................................................................................. 36 9. Kerangka Pemikiran Operasional ................................................................ 44 10. Diagram Kartesius Metode Importance Perfoemance Analysis .................. 52 11. Diagram Kartesius Tingkat Kepentingan dan Kinerja Sistem Bagi Hasil ... 85 12. Diagram Kartesius Tingkat Kepentingan dan Kinerja Sistem Kontrak ....... 90
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.Analisis Pendapatan Usahaternak Ayam Broiler .......................................... 101 2 Perhitungan Anova dan Uji-t ........................................................................ 102
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peran strategis bagi perekonomian Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari fungsinya sebagai penyedia bahan pangan, penyedia lapangan pekerjaan, bahan baku industri, dan sumber devisa Negara. Data badan pusat statistik (BPS) tahun 2005 menyatakan bahwa kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menempati posisi ketiga (15,83 persen) setelah sektor industri (26,08 persen), dan sektor perdagangan hotel dan restoran (15,95 persen). Pembangunan sektor peternakan sebagai bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki peran strategis dalam pembangunan. PDB yang dihasilkan dari sektor peternakan pada tahun 2004 sebesar Rp.31.672,5 milyar sedangkan, pada tahun 2005 sebesar Rp. 32.581,2 milyar ini menunjukkan bahwa PDB yang dihasilkan oleh sektor peternakan mengalami peningkatan. Sektor peternakan selain berperan dalam bidang ekonomi, juga berperan dalam penyediaan bahan pangan protein hewani. Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya makanan bergizi seiring dengan meningkatnya pengetahuan, taraf hidup, dan pendapatan sehingga mendorong meningkatnya kebutuhan akan protein hewani. Hal tersebut dapat dilihat dengan meningkatnya konsumsi terhadap protein hewani pada dua tahun terakhir. Konsumsi daging pada tahun 2006 mengalami peningkatan sebesar 260.070 ton atau sebesar 16,47 persen. Konsumsi
telur meningkat sebesar 75.259 ton atau sebesar 7,22 persen dan
konsumsi susu pada tahun 2006 mengalami peningkatan sebesar 51.048 ton atau
6,03 persen dari tahun sebelumnya, ini menunjukkan bahwa kebutuhan akan protein hewani terus meningkat. Data konsumsi dari protein hewani dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Tingkat Konsumsi Daging, Telur, dan Susu Tahun 2005-2006 (dalam ton) Tahun 2005 2006
Daging 1.578.872 1.838.942
Telur 1.041.661 1.116.920
Susu 845.743 896.791
Sumber : Pusat Studi Sosial Ekonomi Pertanian, 2007.
Berdasarkan data Direktorat Jendral Peternakan pada tahun 2005 volume ekspor ayam nasional sebesar 20,1 ton, sementara volume impor ayam jauh lebih besar yaitu mencapai 3.987,4 ton. Data lain menunjukan pada tahun 2001 sampai 2003 volume ekspor lebih besar dari volume impor, baru pada tahun 2004 ekspor ayam mengalami penurunan yang sangat drastis, ini disebabkan adanya wabah flu burung yang menyerang para peternak. Data volume impor dan ekspor ayam sejak tahun 2001 dapat dilihat dalam Tabel 2.
Tabel 2. Volume Ekspor dan Impor Ayam di Indonesia Tahun 2001 sampai 2005 (dalam ton) Tahun 2001 2002 2003 2004 2005
Volume Ekspor
Volume Impor 1.740,2 2.346,3 2.760,7 100,9 20,1
1.454,2 949,8 546,0 1.313,9 3.978,4
Sumber : Pusat Studi Sosial Ekonomi Pertanian, 2007.
Fenomena
ini
merupakan
peluang
yang
sangat
besar
untuk
pengembangan sektor peternakan, khususnya peternakan ayam ras pedaging (broiler). Saat ini ayam ras masih merupakan komoditi peternakan yang cukup cepat diproduksi untuk kebutuhan pasar dibandingkan dengan produk ternak lainnya, sejak tahun 2002 sampai tahun 2006 produksi ayam dan telur terus
mengalami peningkatan, untuk produksi telur mengalami penurunan produksi pada tahun 2006. ini dapat dilihat dari data produksi Broiler di Indonesia yang disajikan pada tabel 2.
Tabel 3. Produksi Ayam Broiler dan Telur di Indonesia Tahun 2002-2006 Tahun Ayam Broiler 2002 751.929 2003 771.112 2004 846.097 2005 779.108 2006 955.756 Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan 2007
Telur 614,4 611,5 762,0 681,1 751,0
Usaha peternakan ayam broiler dimulai dengan usaha mandiri guna memenuhi kebutuhan keluarga, karena diusahakan untuk kebutuhan keluarga, pada umumnya diusahakan dalam skala kecil. Peternak memulai usahanya dengan modal sendiri dan menanggung resiko sendiri. Seiring tuntutan ekonomi dan perkembangan teknologi, usaha peternakan ini pun mulai dikembangkan dalam skala menengah dan besar. Usaha ini berkembang dengan pesat di berbagai propinsi di Indonesia, salah satunya ádalah propinsi Jawa Barat. Jawa Barat merupakan salah satu propinsi dari sepuluh propinsi yang menghasilkan populasi ayam broiler terbesar di Indonesia. Selama tahun 2005-2006 pertumbuhan produksi ayam broiler meningkat hinggá 22,67 persen. Perkembangan populasi ayam broiler di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Populasi Ayam Broiler Menurut Propinsi Tahun 2002-2006 No 1
Propinsi
Tahun 2002
2003
2004
2005
2006
Jawa Barat
296,778,372
296,160,072
328,015,563
352,434,300
453,483,329
2
Jawa Timur
153,817,800
185,144,982
162,781,000
142,602,400
170,187,535
3
Jawa Tengah
97,485,267
66,646,915
50,356,302
62,043,412
64,650,704
4
Sumatra Utara
61,948,000
49,218,125
38,045,260
35,568,236
44,815,977
5
Riau
24,107,034
25,730,385
25,239,077
27,440,958
28,130,958
6
Kalimantan Timur
20,624,500
21,747,100
22,097,800
25,828,600
26,345,172
7
DI Yogyakarta
30,582,672
16,058,406
16,861,888
17,325,991
20,971,720
8
lampung
23,640,000
22,705,716
23,650,000
21,747,209
21,801,577
9
Sumatera Selatan
17,000,000
16,742,000
16,408,000
14,920,000
18,928,000
10
Kalimantan Barat
15,324,493
13,960,605
14,481,323
15,139,364
15,562,300
Jumlah
741,308,138
714,114,306
697,936,213
715,050,470
864,877,272
Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan 2007
Daerah asal pemasukan dan ternak komoditas unggas di Jawa Barat berasal dari Sukabumi, Bogor, Cianjur, Karawang, Cikampek, Depok. Daerah pemasarannya meliputi Bogor, Depok, Bekasi Sukabumi (dalam daerah Jawa Barat) sedangkan pemasaran keluar wilayah provinsi Jawa Barat, daerah tujuan meliputi, Banten, lampung, Palembang dan DKI Jakarta 1. Depok ádalah salah satu daerah penghasil ayam boiler dengan jumlah populasinya dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Populasi Ternak Unggas di Kota Depok Tahun 2005 -2007 No Ternak Tahun Rata- Rata Pertumbuhan (%) 2005 2006 2007 1 Ayam ras 250.100 327.255 405.000 27.3 Pedaging 2 Ayam ras Telur 326.601 320.800 275.359 -7.95 3 Ayam Buras 229.006 230.106 174.722 -11,79 4 Itik 28.977 27.980 21.506 -13,26 Sumber: SubDinas Peternakan Dinas, Pertanian Kota Depok (2007)
1
Survei Khusus Struktur Ekonomi Daerah tahun 2007 ( Badan Perncanaan Daerah Provinsi Jawa Barat)
Pertumbuhan populasi unggas di kota Depok terjadi pada komoditas ayam ras pedaging dengan indeks pertumbuhan 27,3 persen, sedangkan komoditas unggas lainnya mengalami penurunan populasi. Keterbatasan dalam hal permodalan, teknologi, dan sumberdaya manusia membuat terbentuknya kerjasama dalam agibisnis peternakan oleh berbagai pihak yang berkepentingan. Kerjasama tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk kemitraan antara perusahaan inti dengan peternak-peternak kecil, hal ini tidak saja bertujuan untuk meningkatkan pendapatan peternak tetapi juga bertujuan untuk mewujudkan ketersediaan daging ayam dalam dimensi jumlah, kualitas, waktu, dan keterjangkauan.
1.2. Perumusan Masalah Kemitraan agrisbisnis dapat diartikan sebagai jalinan kerjasama dua atau lebih pelaku agribisnis yang saling menguntungkan. Tujuan yang ingin dicapai melalui kemitraan ádalah meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan, meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat, meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, serta memperluas kesempatan kerja. Kemitraan diharapkan menjadi solusi untuk merangsang tumbuhnya agribisnsi peternakan terutama mengatasi masalah peternak yang kurang dalam hal, permodalan, teknologi, pasar dan manajemen. Kasus kemitraan yang terjadi dalam usaha ayam broiler ádalah kerjasama yang terjadi antara perusahaan inti dan peternak. Peranan perusahaan cukup besar terutama dalam menyediakan sarana produksi dan menampung hasil, melihat biaya yang dikeluarkan untuk usahaternak ayam sangat besar. Manfaat atau keuntungan diharapkan dirasakan oleh kedua belah pihak yang bermitra, Namun
tak jarang manfaat atau keuntungan tersebut hanya dirasakan oleh salah satu pihak saja, biasanya pihak perusahaan. Masalah yang terkadang dijumpai ádalah hubungan kemitraan yang tidak saling menguntungkan, hal ini terjadi karena perusahaan memiliki posisi yang lebih kuat dibandingkan dengan peternak dalam hal permodalan, teknologi, pasar, dan manajemen sehingga peternak seolah-olah dijadikan pekerja oleh perusahaan inti. Persoalan lainnya bagi peternak plasma ádalah pengalaman selama mengikuti kemitraan tidak selalu memperoleh pelayanan yang memuaskan. Peternak tidak mempunyai kekuatan tawar dalam hal penetapan harga kontrak, dalam penyediaan doc, sering bermasalah dengan kualitas DOC yang kurang baik namun peternak hanya bisa menerima (INFOVET 2005) meskipun begitu, perkembangan hubungan kemitraan terus meningkat Tabel 6. Kemitraan Ayam Broiler di Kabupaten Bogor Tahun 2005-2007 Tahun Perusahaan Inti Poultry Shop Jumlah kemitraan 2005 10 2 12 2006 11 2 13 2007 16 3 19 Indeks Pertumbuhan ( % ) 27.22 Sumber; Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor (2007)
Berdasarkan data Laporan Tahunan Dinas peternakan Kabupaten Bogor, hubungan kemitraan di daerah Kabupaten Bogor mengalami peningkatan dengan pertumbuhan sebesar 27,22 persen. Tabel 7. Kemitraan Ayam Broiler di Kota Depok Tahun 2005-2007 Tahun Perusahaan Inti Poultry Shop Jumlah kemitraan 2005 4 1 5 2006 5 1 6 2007 5 1 6 Indeks Pertumbuhan ( % ) 10 Sumber: SubDinas Peternakan Dinas, Pertanian Kota Depok (2007)
Berdasarkan data Laporan Tahunan Dinas pertanian sub dinas peternakan Kota Depok, hubungan kemitraan juga berkembang terlihat dari meningkatnya jumlah perusahaan kemitraan, dimana pertumbuhan kemitraan meningkat sebesar 10 persen. Hal ini yang mendorong untuk mengkaji lebih dalam tentang pelaksanaan kemitraan khususnya kemitraan antara peternak dengan poultry shop, dimana kemitraan yang terjadi ádalah pola bagi hasil. Berbeda dengan kemitraan yang dijalankan oleh perusahaan-perusahaan besar, yang lebih cenderung dengan pola Perusahaan inti rakyat (PIR). Rudi Jaya PS ádalah satu-satunya poultry shop yang bertahan di kota Depok, dari hasil survei dari awal berdirinya perusahaan, peternak mitra yang bekerjasama dengan Rudi Jaya PS terus mengalami peningkatan, namun selama kurun waktu tahun 2007 sampai 2008 ini jumlah peternak mitranya mengalami penurunan. Selain kemitraan ada juga peternak yang mengusahakan usaha ayam broiler tanpa melakukan kerjasama dengan preusan inti atau sering disebut peternak mandiri. Berdasarkan kondisi di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan yang dapat dikaji dalam penelitian ini, yaitu : 1. Bagaimana gambaran pelaksanaan kemitraan yang sedang dijalankan antara peternak plasma dengan Rudi Jaya PS ? 2. Bagaimana pengaruh pelaksanaan kemitraan terhadap tingkat pendapatan peternak? 3. Sejauhmana tingkat kepuasan peternak terhadap pelaksanaan kemitraan yang sedang dijalankan ?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah : 1. Menggambarkan mekanisme pelaksanaan kemitraan yang sedang dijalankan antara peternak dengan perusahaan. 2. Membandingkan pendapatan peternak mitra dengan peternak mandiri. 3. Menganalisis tingkat kepuasan peternak terhadap pelaksanaan kemitraan yang sedang dijalankan peternak plasma.
1.4. Kegunaan Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai : 1. Informasi ilmiah yang sangat berharga untuk pengembangan kemitraan di daerah lain 2. Bahan masukan dan bahan pertimbangan bagi para pelaku kemitraan dalam rangka menyempurnakan kinerja pelaksanaan yang telah berlangsung. 3. Bahan masukan bagi instansi terkait yang berhubungan dengan pengembangan kemitraan di masa yang akan datang.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Usaha Peternakan Ayam Broiler Ayam broiler atau sering juga disebut ayam ras pedaging adalah istilah
untuk menyebut strain ayam hasil budidaya teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging (Murtidjo, 1990). Rasyaf (1999) menyebutkan bahwa ayam broiler memiliki pertumbuhan yang sangat pesat pada umur 1-5 minggu dan sudah dapat dipasarkan pada umur 5-6 minggu dengan bobot hidup antara 1,3-1,4 kg. Rasyaf (1999) juga mengemukakan bahwa ciri khas ayam broiler adalah: a) rasanya enak dan khas, b) pengolahannya mudah tetapi mudah hancur dalam proses perebusan yang lama. Daging ayam merupakan sumber protein yang berkualitas bila dilihat dari kandungan gizi. Daging ayam dengan berat 100 gram mengandung di dalamnya 18,20 gram protein dan 404,00 kalori yang berguna untuk menambah energi. Kandungan gizi yang terkandung dalam ayam broiler dapat dilihat pada Tabel 8. Berbagai ciri khas yang telah diuraikan sebelumnya, membuat usaha ternak ayam broiler banyak diminati. Selain karena periode produksi dan panen yang cepat serta kandungan gizi yang lengkap, usahanya pun dapat dilakukan dalam berbagai skala, baik skala besar maupun skala kecil. Menurut Surat keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No.472/kpts/TN.330/6/1996, untuk individu atau kelompok usaha bersama atau koperasi dengan jumlah ternak ayam ras yang boleh dipelihara tidak melebihi 15.000 per periode. Jumlah ternak ayam ras pada perusahaan peternakan dengan jumlah ternak minimal 15.000 ekor dan maksimal 65.000 ekor per periode.
Namun demikian, ternyata peraturan tersebut tidak berjalan dengan semestinya. Banyak petani mandiri membudidayakan ternak ayam melebihi 15.000 ekor, contohnya petani di Sukabumi yang beternak ayam 20.000 ekor per periode.
Tabel 8. Kandungan Gizi Daging Ayam Nilai gizi per 100 gram Kalori(kkal) Protein (gram) Lemak (gram) Kolesterol (mg) Vitamin A (mg) Vitamin B1 (gram) Vitamin B6 (gram) Asam Linoleat (mg) Kalsium (gram) Posfor (mg)
Jumlah 404,00 18,20 25,00 60,00 243,00 0,80 0,16 6,20 14,00 200,00
Sumber : Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan, 1992
Berdasarkan Keppres No.22 tahun 1990 dinyatakan bahwa perusahaan berskala besar juga dapat melakukan budidaya ayam ras dengan skala dibebaskan dengan syarat melakukan pembinaan ke peternak rakyat. Hal tersebut didukung juga oleh pendapat Imadudin (2001) mengemukakan bahwa perusahaan perternakan haruslah suatu usaha yang dijalankan secara teratur dan terusmenerus. Usaha ternak dilakukan pada suatu tempat dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan komersial yang meliputi kegiatan perusahaan pemotongan ayam, pabrik pakan, dan perusahaan perdagangan sarana proodiksi ternak. Usaha peternakan ayam broiler dikembangkan dengan kecenderungan ke arah integritas vertikal dengan pertimbangan banyaknya usaha ternak skala kecil, keuntungan yang diperoleh dan mengurangi resiko usaha. Integritas vertikal merupakan bagian dari stuktur industri tipe industrial dimana seluruh bidang pada satu alur produk disatukan dalam satu kelompok usaha yang kemudian dengan
unit agribisnis Industrial (UAI). UAI mengintregasikan subsistem agribisnis hulu, usahaternak, hilir dan jasa penunjang. 1. Subsistem Hulu Industri hulu dalam peternakan ayam broiler merupakan kegiatan ekonomi yang menghasilkan
sarana
produksi
(sapronak)
yang
berkaitan
dengan
pembudidayaan ayam broiler (Pambudy, 1999). Subsistem ini merupakan bagian awal dari agribisnis dan merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi agar usaha dapat berjalan dengan lancar. Industri pakan, obat-obatan, mesin dan peralatan serta pembibitan merupakan bagian dari subsistem ini. 2. Subsistem Hilir Subsitem hilir inilah hasil dari industri hulu yang digunakan untuk menghasilkan komoditas ternak. Pelaksanaan pola kemitraan pelaku utama dari subsistem usahaternak adalah peternak plasma dan perusahaan inti berperan penting dalam mengajarkan dan mengontrol proses budidaya serta penerapan manajemen yang baik dalam proses tersebut. 3. Subsistem Hilir Subsitem hilir menurut Pambudy (1999) adalah kegiatan mengolah komoditas peternakan primer menjadi produk olahan baik dalam bentuk antara (intermediate product) maupun dalam bentuk akhir (finished product) beserta kegiatan perdagangan dan distribusinya. 4. Subsistem Jasa Penunjang Subsistem jasa penunjang merupakan bagian yang menyediakan jasa penunjang bagi ketiga subsistem agar kegiatan UAI berjalan lancar. Subsistem jasa penunjang
mencakup
bidang
keuangan,
infrastruktur,
penelitian
dan
pengembangan, pendidikan dan konsultasi agribisnis hingga kebijakan pemerintah
baik
mikro,
regional
dan
perdagangan
internasional
(Pambudy,1999).
2.2
Penelitian Terdahulu Tentang Analisis Pendapatan Peternak Penelitian
terhadap
peningkatan
pendapatan
banyak
dilakukan,
diantaranya dilakukan penelitian oleh Ericson (2005) tentang analisis pendapatan peternak ayam ras pedaging pada pola kemitraan inti plasma. Penelitian dilakukan pada kelompok usaha Bintang Resmi Kabupaten Bogor, bertujuan untuk melihat seberapa besar tingkat pendapatan yang diperoleh peternak plasma. Alat analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan analisis pendapatan. Kelompok usaha Bintang Resmi termasuk dalam kategori kelompok kecil yang beranggotakan 15 orang, responden masuk dalam kategori umur produktif dengan tingkat pendidikan telah menempuh pendidikan formal. Pendapatan peternak plasma yang berasal dari PT Sierad Produce Tbk sebagai perusahaan inti akan didapat peternak apabila jumlah penerimaan peternak lebih tinggi dari biaya kredit yang berasal dari perusahaan, apabila penerimaan lebih rendah maka akan menjadi hutang bagi peternak plasma. Hasil analisis pendapatan menunjukan bahwa secara keseluruhan peternak mengalami keuntungan. Nilai R/C rasio lebih dari satu. Peternak plasma anggota Bintang resmi sebagian besar memproduksi ayam panen dengan bobot badan, FCR dan mortalitas memenuhi standar dari inti, dan harga ayam saat penelitian lebih tinggi dari harga kontrak sehingga peternak mendapatkan bonus pasar dari perusahaan inti.
Deshinta (2006) tentang dampak kemitraan terhadap peningkatan pendapatan. Penelitian dilakukan pada PT Sierad Produce di Kabupaten Sukabumi yang bertujuan untuk mendeskripsikan kakateristik peternak ayam broiler, mendeskripsikan pola-pola kemitraan, mengevaluasi penerapan pola kemitraan dan dampaknya dari kemitraan tersebut terhadap peningkatan pendapatan. Karakteristik peternak yang bermitra sebagian besar berumur antara 25-45 tahun dan memiliki pengalaman beternak selama 6-15 tahun. Hubungan kemitraan antara peternak dan PT Sierad menunjukan adanya kesenjangan diantaranya tidak ada sanksi dalam kontrak, jadwal panen yang sering mundur dari perjanjian, dan keterlambatan dalam pembayaran keuntungan. Peternak mitra memperoleh penerimaan yang lebih besar, namun dari segi pendapatan bersih peternak mitra memperoleh pendapatan yang lebih kecil dibandingkan dengan peternak mandiri. Pendapatan yang diperoleh peternak mitra lebih kecil karena disebabkan jumlah biaya yang ditanggung peternak mitra lebih besar. Uji t dilakukan terhadap total pendapatan bersih diperoleh kesimpulan terima Ho, ini menunjukan bahwa antara pendapatan peternak mitra dan peternak mandiri tidak memiliki perbedaan secara nyata, atau dapat disimpulkan bahwa kemitraan tidak berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan peternak. Sulaiman (2007) tentang analisis pendapatan peternak plasma ayam broiler pada sistem bagi hasil dan sistem kontrak. Penelitian dilakukan pada Cipinang Farm Kabupaten Bandung, tujuan penelitian ini untuk menganalisis mekanisme kemitraan dan seberapa besar tingkat pendapatan yang diperoleh oleh peternak mitra antara peternak yang melakukan sistem kontrak, dan sistem bagi hasil dan melakukan perbedaan skala usaha berdasarkan jumlah populasi ternak. Alat
analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan analisis pendapatan usaha ternak skala I 2000-3000 ekor, skala II 5000-7000 ekor, skala III 7000-8000 ekor. Sistem bagi hasil keuntungan, peternak 50 persen dan perusahaan 50 persen, sistem kontrak peternak 25 persen, perusahaan 75 persen. Performa sistem bagi hasil lebih baik dilihat dari nilai IP, yang berimplikasi juga pada pendapatan dan nilai R/C ratio. Pada sistem bagi hasil pendapatan dan R/C ratio terbesar diperoleh oleh peternak skala III, pada sistem kontrak pendapatan dan R/C ratio terbesar diperoleh peternak skala II. Nilai tersebut secara keseluruhan menunjukan bahwa sistem bagi hasil lebih baik daripada sistem kontrak.
2.3
Penelitian Terdahulu Tentang Kemitraan Penelitian tentang kemitraan dilakukan oleh Kartika (2005). Penelitian ini
dilakukan pada PT Inter Agro Prospek, bertujuan untuk menjelaskan mekanisme kemitraan Pola Inti Rakyat (PIR) yang dilaksanakan oleh PT Inter Agro Prospek dengan peternak plasma. Pelaksanaan kemitraan mencakup persyaratan menjadi peternak plasma, penetapan harga sarana produksi, pengaturan pola produksi, pemberian bonus dan sanksi serta pengawasan dari inti. Alat analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan analisis usahatani. Peternak dibagi menjadi tiga skala. Hasil analisis pendapatan menunjukan bahwa pendapatan peternak skala I adalah Rp. 2.584.843 per periode. Pendapatan yang diterima peternak skla II adalah Rp 6.970.493,79 per periode, untuk peternak skala Iii sebesar Rp.11.544.761,90 per periode. Perolehan nilai positif pada pendapatan total ratarata menunjukan bahwa peternak mendapatkan keuntungan dari usahaternaknya. Insentif perusahaan inti diperoleh dari penjualan pakan, DOC, obat-obatan, vaksin dan vitamin serat selisih harga jual ayam di pasar dengan harga
kesepakatan. Mekanisme dalam hal pemasokan DOC inti memperoleh insentif dari selisih harga beli DOC dengan kesepakatan plasma sebesar Rp.400/ekor. Insentif pakan merupakan selish harga beli pakan dengan harga kesepakatan sebesar Rp.100/kg sedangkan insentif obat-obatan, vaksin dan vitamin inti memperoleh potongan harga antara 15-25 persen dari perusahaan obat. Iftaudin (2005) tentang kajian kemitraan serta pengaruhnya terhadap pendapatan usahatani dan efisiensi faktor produksi udang Windu. Penelitian dilakukan pada kemitraan udang windu di Desa Banjar Pari, Kecamatan tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo. Tujuan penelitian ini untuk mempelajari pelaksanaan kemitraan antara PT Atina dengan petani udang windu serta mengidentifikasi manfaat dan kendala kemitraan serta memberikan masukan alternatif pemecahan dari kendala-kendala tersebut. Menganalisis pengaruh kemitraan terhadap pendapatan usahatani udang windu dan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi. Sejak awal berdiri PT Atina melakukan kemitraan dengan petani udang untuk memenuhi ekspor ke Jepang, dengan bentuk kemitraan sub kontrak. Manfaat kemitraan bagi petani mitra antara lain peningkatan penerimaan, tambak bersertifikat organik, dan bimbingan teknis budidaya tambak organik. Manfaat bagi PT Atina antara lain pasokan bahan baku terpenuhi, kemudahan memasuki pasar udang internasional dan investasi untuk kemitraan tidak terlalu besar. Berdasarkan analisis imbangan penerimaan dan biaya diketahui bahwa rasio R/C atas biaya tunai dan atas biaya total petani mitra sebesar 1,88 dan 1,69. Nilai R/C pada petani non mitra sebesar 1,92 dan 1,73. berdasarkan nilai R/C tersebut kegiatan usahatani petani non mitra lebih efisien dibandingkan petani
mitra. Hasil uji-t menunjukan kemitraan berpengaruh nyata terhadap produksi udang, tetapi tidak berpengaruh terhadap pendapatan usahatani. Berdasarkan analisis efisiensi, penggunaan faktor-faktor produksi baik petani mitra maupun non mitra belum efisien. Ali Yasin (2008) tentang evaluasi kemitraan dan pengaruhnya terhadap pendapatan usahatani. Penelitian dilakukan di Pemuda tani Indonesia (PTI) Kecamatan Cimanggis, Kota Depok. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi pelaksanaan kemitraan (PTI) serta menganalisis pengaruh pelaksanaan kemitraan terhadap petani mitra. Alat analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif, Importance Performance Analysis, analisis gap serta indeks kepuasan konsumen untuk mengetahui tingkat kepuasan petani, untuk pengaruh kemitraan terhadap pendapatan digunakan analisis usahatani dan analisis R/C rasio. Kemitraan yang berjalan antara petani sayuran dan PTI sudah berjalan baik Realisasi kontrak yang tidak sesuai yaitu kewajiban petani dalam membayar cicilan pinjaman biaya garap dan pembayaran bagi hasil sebesar 18,2 persen. Kredit macet terjadi karena kurangnya pendapatan petani yang disebabkan gagal panen. Berdasarkan analisis tingkat kesesuaian sebagian besar atribut kemitraan telah memuaskan petani, secara keseluruhan berdasarkan analisis indeks kepuasan konsumen, pelaksanaan kemitraan telah memuaskan dengan nilai indeks sebesar 72,4 persen. Berdasarkan analisis usahatani, kemitraan telah berpengaruh positif terhadap peningkatan pendapatan usahatani petani mitra, setelah bermitra rata-rata pendapatan petani meningkat dibandingkan sebelum bermitra. Widianto (2008) penelitian ini tentang pemberdayaan komunitas petani melalui program kemitraan agribisnis paprika di desa Pasirlangu kecamatan
Cisarua Kabupaten Bandung. Penelitian ini bertujuan mengkaji lebih jauh mengenai bentuk kemitraan yang telah terjalin antara petani dengan perusahaan swasta dan juga ingin mengetahui kemitraan tersebut merupakan jalan keluar dalam usaha pemberdayaan masyarakat. Bina Tani Mandiri adalah perusahaan kemitraan, sistem kemitraan yang dijalankan memiliki interaksi negatif, dimana para petani saling berpencar dan menghindari berhubungan dengan perusahaan mitra. Hal tersebut disebabkan karena pola komunikasi yang dijalankan bersifat satu arah, keputusan semua berada di tangan perusahaan. Keadaan ini membuat petani mencari alternatif lain. Kegagalan Bina Tani Mandiri dalam memberdayakan petani dapat dilihat dari dua komponen yaitu partisipasi dan kemandirian. Dalam proses pengembangan kemitraan Bima Tani Mandiri gagal untuk terciptanya partisipasi, sehingga keberadaan perusahaan sudah tidak penting lagi bagi petani. Komponen lain yaitu kemandirian, dilihat dari tingkat kemandirian warga Pasirlangu memiliki ciri-ciri petani mandiri. Ciri-ciri tersebut yaitu mereka telah memiliki alternatif penghasilan yang dapat digunakan bila pertanian paprika mereka mengalami kegagalan, para petani juga telah berhasil menghimpun dana yang digunakan untuk perkembangan pertanian paprika. Tingkat kemandirian yang didapat petani tersebut bukanlah dari proses kemitraan tetapi proses masyarakat itu sendiri.
2.4
Penelitian Tentang Tingkat Kepuasan Kemitraan Romdhoni (2003) melakukan penelitian tentang analisis pendapatan dan
tingkat kepuasan peternak terhadap pelaksanaan kemitraan ayam ras di kabupaten Bogor. Tujuan dari penelitian tersebut untuk menganalisis pendapatan peternak
mitra dan yang pernah bermitra juga mengetahui tingkat kepuasan peternak mitra. Alat analisis yang digunakan yaitu analisis usahaternak dan Importance Performance Analysis. Pendapatan yang diterima peternak mitra ternyata paling kecil dibandingkan peternak non mitra dan peternak yang pernah bermitra. Kelemahan penelitian ini tidak menggunakan alat analisis Indeks kepuasan sehingga sulit untuk melihat nilai kepuasan secara keseluruhan. Hasil analisis tingkat kepuasan peternak mitra terhadap pelayanan sarana produksi kurang puas terlihat dari kualitas pakan dan kualitas DOC yang kurang bagus, sedangkan untuk pelayanan teknis budidaya dan pasca panen peternak merasa puas. Analisis kepuasan terhadap peternak yang pernah bermitra menunjukan peternak tidak puas atas pengalaman mereka selama bermitra. Ali (2005) melakukan penelitian tentang tingkat pendapatan dan kepuasan Petani terhadap pelaksanaan kemitraan jagung manis. Penelitian dilakukan pada PT. Florette Gemala Sari Jampang, Kabupaten Sukabumi bertujuan untuk mengkaji pengaruh pelaksanaan kemitraan terhadap tingkat pendapatan dan sejauh mana tingkat kepuasan petani mitra terhadap pelaksanaan kemitraan. Perusahaan berhubungan langsung dengan petani jagung untuk memenuhi pasokan jagung manis secara kontinyu. Tingkat pendapatan dianalisis dengan analisis usahatani dan untuk mengukur tingkat perbedaan menggunakan uji Anova. Uji tingkat kepuasan dianalisis dengan menggunakan Importance Performance analysis. Pola kerjasama yang diterapkan adalah pola inti plasma. Pelaksanaan kemitraan dengan perusahaan inti dapat meningkatkan pendapatan usahatani, hasil analisis menunjukan nilai R/C rasio lebih besar daripada 1 berarti usahatani jagung manis petani mitra (plasma) menguntungkan
dari sisi pendapatan. Perbedaan pendapatan yang cukup signifikan terjadi antara petani mitra dan non mitra. Penilaian petani mitra terhadap atribut-atribut mutu pelayanan yang berkaitan dengan tingkat kepuasan selama bermitra menunjukan bahwa pelayanan pasca panen dan pelayanan sarana produksi mempunyai nilai yang rendah. Petani merasa tidak puas dengan pelayanan ini, sedangkan pelayanan teknis budidaya mempunyai nilai paling tinggi artinya petani cukup puas dengan pelayanan ini. Meskipun penilaian terhadap sistem kemitraan yang dijalankan belum memenuhi harapan petani secara keseluruhan tetapi banyak manfaat yang diperoleh. Menurut petani plasma selain memberikan kontribusi pendapatan yang lebih besar, kemitraan ini memperkecil tingkat resiko dan kontinuitas pendapatan yang lebih baik. Luthfi (2006) melakukan penelitian tentang kepuasan petani tebu rakyat terhadap pelaksanaan kemitraan pabrik gula XYZ. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan kemitraan PG XYZ dengan petani mitra, menganalisis tingkat kepuasan petani mitra terhadap kemitraan yang sedang dijalankan, dan merumuskan strategi yang tepat agar petani loyal. Kemitraan yang terjadi belum sepenuhnya sesuai dengan perjanjian kemitraan, hal ini terlihat, petani tidak sepenuhnya menggilingkan tebunya pada PG XYZ. Pihak PG XYZ pun tidak memberikan transparasi rendemen yang diberikan kepada petani. Hasil analisis indeks kepuasan petani mitra skala kecil menunjukan nilai indeks sebesar 63,21 persen yang berarti cukup puas. Petani mitra skala menengah menunjukan nilai indeks kepuasan sebesar 61,46 persen dan petani mitra skala besar dengan nilai indeks kepuasan sebesar 60,35 persen. Keseluruhan dari tingkat kepuasan berada pada kategori cukup puas. Rekomendasi yang digunakan agar
petani mitra loyal, untuk petani mitra skala kecil, perlunya penambahan bantuan pinjaman garap yang diikuti dengan tepat waktu, peningkatan kepercayaan PG terhadap petani dan perlunya transparansi rendemen. Petani mitra skala menengah, perlunya kemudahan dalam pengajuan pinjaman bantuan biaya garap. Petani mitra petani skala besar, rendemen yang diberikan kepda petani harus diperbaiki kembali.
Tabel 9 Persamaan dan Perbedaan Penelitian No 1.
Penulis Romdhoni (2003)
Persamaan -Menganalisis kemitraan ayam broiler tentang pendapatan dan kepuasan - Alat analisis usahatani, Importance Performance Analysis
Perbedaan Digunakan alat analisis tambahan Costumer Satisfaction Index
2.
Desinta (2006)
-Menganalisis tentang kemitraan ayam broiler dan dampak terhadap pendapatan -Alat analisis usahatani dan uji t
Pada penelitian ini menganalisis lebih jauh sampai tingkat kepuasan peternak mitra
3.
Sulaiman (2006)
-Menganalisis tentang kemitraan ayam broiler dan tingkat pendapatan peternak mitra sistem bagi hasil dan sistem kontrak -Alat analisis usahatani
Pada penelitian ini menganalisis lebih jauh sampai tingkat kepuasan kepuasan petani sehingga dihasilkan suatu strategi
4.
Ali (2005)
-Menganalis kemitraan tentang tingkat pendapatan dan tingkat kepuasan petani mitra jagung manis -Alat analisis usahatani, importance performance Analysis
Komoditas yang diteliti pada penelitian ini Ayam broiler. Digunakan alat analisis tambahan Costumer Satisfaction Index
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Gambaran Umum Kemitraan Menurut kamus besar bahasa Indonesia, arti kata mitra adalah teman, kawan kerja, pasangan kerja, rekan, sementara kemitraan mempunyai arti perihal hubungan atau jalinan kerjasama sebagai mitra. Arti kata mitra ini, menurut Hafsah (1999), dijelaskan pengertian kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih yang dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Prawirokusumo (1994) mendefinisikan kemitraan usaha sebagai kebersamaan atau keterkaitan sumberdaya dalam bentuk produk, penjualan, pemasaran, distribusi, penelitian, peralihan teknologi, keuangan, dan pelayanan. Kartasamita (1996), kemitraan usaha mengandung pengertian adanya hubungan kerjasam usaha antara badan usaha yang sinergis bersifat sukarela dan dilandasi oleh prinsip saling membutuhkan, saling menghidupi, saling memperkuat dan saling menguntungkan yang hasilnya bukanlah suatu zero sum game, tetapi positive sum game atau win-win situation. Konsep kemitraan usaha jangan sampai ada pihak yang diuntungkan di atas kerugian pihak lain yang merupakan mitra usahanya. Keuntungan dan manfaat yang diperoleh dari kemitraannya harus dirasakan semua pihak yang bermitra. Pengertian kemitraan selain diterangkan oleh para ahli, juga terdapat secara jelas dalam undang-undang No.9 tahun 1995 pasal 1 butir 8 tentang Usaha Kecil dijelaskan pengertian kemitraan. Pengertian kemitraan dalam undang-
undang tersebut adalah suatu bentuk kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha besar atau menengah disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Dasar pemikiran dari kemitraan adalah bahwa setiap pelaku usaha memiliki potensi, kemampuan, dan keistimewaan sendiri, walaupun berbeda ukuran, jenis, sifat, dan tempat usahanya. Kelebihan dan kekurangan dimiliki oleh setiap pelaku, sehingga timbulah kebutuhan untuk bekerjasama dan bermitra. Keuntungan pengusaha besar bermitra dengan pengusaha kecil seperti petani dapat meningkatkan efisiensi, sehingga hasil yang dicapai dapat optimal. Dunia ekonomi saat ini telah memasuki era perdagangan bebas, dimana pengusaha perlu melakukan efisiensi untuk meningkatkan hasil dan melengkapi sumberdaya yang tidak dimiliki.
3.1.2
Latar Belakang Timbulnya Kemitraan Keinginan untuk berinteraksi dapat tercipta dalam sebuah kerjasama bisnis
yang memiliki tujuan tertentu. Kerjasama tersebut mencakup kegiatan pembinaan dan pengembangan dengan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan, kerjasama ini berkembang dan sering disebut dengan istilah kemitraan. Menurut Tambunan (1996), penyebab timbulnya kemitraan di Indonesia ada dua, yaitu : 1) Kemitraan yang didorong oleh pemerintah. Kemitraan timbul menjadi isu penting karena telah disadari bahwa pembangunan ekonomi selama ini, selain meningkatkan pendapatan nasional per kapita juga telah
memperbesar kesenjangan ekonomi dan sosial di tengah masyarakat, antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil. 2) Kemitraan yang muncul dan berkembang secara alamiah. Kemitraan usaha antara
unit
terjadi
secara
alamiah
disebabkan
keinginan
untuk
meningkatkan efisiensi dan tingkat fleksibilitas untuk meningkatkan keuntungan. Kemitraan di Indonesia sebenarnya mulai dibina dan dikembangan pada tahun 1984 yaitu dengan undang-undang Nomor 5 yaitu Undang-undang Perindustrian (Hakim, 2004). Gerakan ini hanya merupakan himbauan karena belum ada peraturan yang khusus mengenai hak dan kewajiban serta sanksi bagi pengusaha kecil dan pengusaha besar. Usaha pembinaan dan pengembangan kemitraan oleh pemerintah dilanjutkan dengan mengeluarkan Kepmenkeu RI Nomor 316/KMK.016/1994 tentang Pedoman Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. BUMN dalam keputusan ini diwajibkan untuk menyisihkan dana pembinaan sebesar satu hingga tiga persen dari keuntungan bersih, penjualan saham perusahaan besar dan lain sebagainya menurut Hakim dalam Deshinta (2004). Pada Tahun 1995, untuk mempertegas landasan hukum pemberdayaan usaha kecil diciptakanlah Undang-undang Nomor 9 tahun 1995 tentang usaha kecil dan kemitraan. Langkah kongkrit dari undang-undang No.9 tahun 1995 adalah pencanangan gerakan program Kemitraan Usaha Nasional (KUN) oleh presiden pada tahun 1996. Gerakan ini pada intinya ingin menekankan bahwa
kemitraan usaha merupakan upaya yang tepat untuk memadukan kekuatankekuatan ekonomi nasional. Tahun 1997 pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 tahun 1997. Peraturan ini bertujuan untuk mempercepat terwujudnya
kemitraan,
karena
di
dalamnya
dipaparkan
tata
cara
penyelenggaraan, pembinaan, dan pengembangannya. Setahun setelah peraturan tersebut keluar maka pada tahun 1998 dicetuskanlah Keputusan Republik Indonesia Nomor 99 tentang bidang atau jenis usaha yang dicadangkan untuk usaha kecil dan bidang atau jenis usaha yang terbuka dengan syarat kemitraan. Bidang-bidang yang tercantum dalam keputusan tersebut adalah bidang pertanian, perkebunan, peternakan, periklanan, industri makanan atau minuman, industri tekstil dan industri percetakan.
3.1.3 Maksud dan Tujuan Kemitraan Menurut Hafsah (1999), pada dasarnya maksud dan tujuan kamitraan adalah ”Win-win solution partnership”. Kesadaran saling menguntungkan tidak berarti harus memiliki kemampuan dan kekuatan yang sama, tetapi yang dipentingkan adalah posisi tawar menawar yang serta berdasarkan peran masingmasing. Adapun tujuan yang ingin dicapai melalui kemitraan adalah : 1) Meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat. 2) Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan. 3) Meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil. 4) Meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan. 5) Memperluas kesempatan kerja.
Menurut Supeno dalam Silvi (2004), tujuan kemitraan dibedakan menurut pendekatan kultural dan struktural. Berdasarkan pendekatan kultural, tujuan kemitraan adalah agar mitra usaha dapat menerima dan mengadaptasi nilai-nilai baru dalam berusaha, seperti perluasan wawasan, prakarsa dan kreatifitas, berani mengambil resiko, etos kerja, kemampuan aspek-aspek manajerial, bekerja atas dasar perencanaan, dan berwawasan ke depan. Adapun tujuan kemitraan berdasarkan pendekatan struktural adalah : 1) Saling mendukung, saling, membutuhkan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan antara usaha kecil dan besar melalui ikatan kerjasama ke depan dan ke belakang. 2) Menciptakan nilai tambah efisiensi dan produktivitas usaha bagi kedua belah pihak yang akan memperkuat ekonomi dan industri nasional sehingga menjadi tulang punggung pembangunan dan tatanan dunia usaha. 3) Meciptakan
dan
meningkatkan
alih
pengetahuan,
keterampilan,
manajemen, dan teknologi sehingga menjadi bekal msyarakat untuk bisa turut berperan sebagai pemain yang dominan di pasar global. 4) Mengatasi kesenjangan sosial yang selama ini merupakan masalah yang sangat sulit untuk dipecahkan.
3.1.4
Azas kemitraan Kemitraan usaha pertanian berdasarkan azas persamaan kedudukan,
keselarasan, dan peningkatan keterampilan kelompok mitra oleh perusahaan mitra melalui perwujudan sinergi kemitraan, yaitu hubungan yang :
1) Saling memerlukan, dalam arti perusahaan mitra memerlukan pasokan bahan baku dan kelompok mitra memerlukan penampungan hasil dan bimbingan. 2) Saling memperkuat, dalam arti baik kelompok mitra maupun perusahaan mitra sama-sama memperhatikan tanggung jawab moral dan etika bisnis, sehingga
akan
memperkuat
kedudukan
masing-masing
dalam
meningkatkan daya saing usahanya. 3) Saling menuntungkan, dalam arti baik kelompok mitra ataupun perusahaan mitra memperoleh peningkatan pendapatan dan kesinambungan usaha.
3.1.5
Pola Kemitraan Pola kemitraan yang tercantum dalam Keptusan Menteri Pertanian No.
940/kpts/OT.210/10/97 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian yang merupakan penjabaran dari undang-undang No.9 tahun 1995 dan PP No. 44 tahun 1997, terbagi menjadi enam pola kemitraan yaitu : 1. Pola Inti Plasma Pola Inti plasama merupakan hubungan kemitraan anatara perusahaan mitra dengan kelompok mitra. Perusahaan mitra bertindak sebagai inti yang menampung, membeli hasil produksi, memberikan pembinaan teknologi, bimbingan teknis dan manajemen, penyediaan sarana produksi dan prasarana pertanian, memberikan modal, serta pemasaran hasil. Petani bertindak sebagai plasma yang menjual seluruh hasil produksinya kepada inti dan mematuhi aturan atau petunjuk yang diberikan oleh inti. Pola ini dapat dilihat pada Gambar 1.
PLASMA
PLASMA
PERUSAHAAN INTI
PLASMA
PLASMA
Gambar 1. Pola Kemitraan Inti-Plasma Sumber : Sumardjo,2001
2. Pola Subkontrak Pola subkontrak merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan prusahaan inti yang didalamnya kelompok mitra memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. Sumardjo (2001) menyatakan bahwa pola subkontrak adalah suatu sistem yang menggambarkan hubungan antara usaha besar dengan usaha kecil atau menengah, dimana usaha besar sebagai perusahaan induk (parent firm) meminta kepada usaha kecil atau menengah selaku subkontraktor untuk mengerjakan seluruh atau sebagian pekerjaan (komponen) dengan tanggung jawab penuh pada perusahaan induk. Pola kemitraan ini biasanya ditandai dengan kesepakatan mengenai kontrak bersama yang mencakup volume, harga, mutu, dan waktu. Pola ini menunjukan di dalamnya bahwa kelompok mitra memproduksi komponen produksi yang diperlukan oleh perusahaan mitra. Hasil produksi sangat berguna
bagi perusahaan mitra maka pembinaan perlu dilakukan dengan intensif. Pola Subkontrak dapat dilihat pada Gambar 2 KELOMPOK MITRA
KELOMPOK MITRA
PERUSAHAAN MITRA
KELOMPOK MITRA
KELOMPOK MITRA
Gambar.2 Pola Subkontrak Sumber : Sumardjo,2001
3. Pola Dagang Umum Pola dagang umum merupakan hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar yang didalamnya usaha menengah atau usaha besar memasarkan hasil produksi usaha kecil atau usaha kecil memasok kebutuhan yang diperlukan oleh usaha menengah atau usaha besar mitranya. Penjelasan yang sama juga di berikan oleh Sumardjo (2001) bahwa pola kemitraan dagang umum merupakan pola hubungan usaha dalam pemasaran hasil antara pihak perusahaan pemasar dengan pihak kelompok usaha pemasok kebutuhan yang diperlukan oleh perusahaan pemasar. Contohnya adalah pemasaran produk hortikultura dimana petani atau kelompok tani bergabung dalam bentuk koperasi, bermitra dengan swlayan untuk mensuplai kebutuhannya. Pola hubungan ini dapat digambarkan seperti pada Gambar 3 berikut ini.
Memasok KELOMPOK MITRA PERUSAHAAN MITRA
KONSUMEN/ MASYARAKAT
Memasarkan Produk Kelompok Mitra
Gambar 3. Pola dagang Umum Sumber : Sumardjo, 2001
4. Pola Keagenan Pola keagenan merupakan hubungan kemitraan yang didalamnya usaha kecil diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa usaha menengah atau usaha besar mitranya. Sumardjo (2001) menerangkan bahwa perusahaan besar atau menengah bertanggung jawab atas mutu dan volume produk (barang atau jasa tersebut), seperti dapat dilihat pada Gambar 4.
PERUSAHAAN MITRA
KELOMPOK MITRA
Memasarkan KONSUMEN/ MASYARAKAT Gambar 4.Pola Kemitraan Keagenan Sumber : Sumardjo, 2001
5. Pola Waralaba Berdasarkan PP No. 16 Tahun 1997 dan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.259/MPP/Kep/7/1997 tentang Ketentuan
dan tata Cara
Pelaksanaan Pendaftaran usaha Waralaba ditetapkan bahwa pengertian waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki pihak lain, dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang atau jasa. Menurut Undang-undang No. 9 Tahun 1995 dijelaskan bahwa pola waralaba merupakan hubungan kemitraan yang didalamnya pemberi waralaba memberikan hak penggunaan lisensi, merek dagang, dan saluran distribusi perusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai bimbingan manajemen. Pola kemitraan ini dapat dilihat pada Gambar 5.
PEMILIK WARALABA
Kemitraan
PENERIMA WARALABA
Hak lisensi Merek dagang Bantuan Manajemen Saluran Distribusi Gambar.5 Pola Kemitraan Waralaba Sumber : Sumardjo, 2001 Gambar 5 tentang pola kemitraan waralaba memperlihatkan bahwa pemilik waralaba menyerahkan lisensi, merek dagang, bantuan manajemen, dan saluran distribusi kepada pengelola waralaba. Pemilik waralaba tetap bertanggung jawab terhadap sistem operasi, pelatihan, program pemasaran dan lain-lain yang diserahkannya kepada penerima waralaba. Pemegang usaha waralaba, hanya mengikuti pola yang telah ditetapkan oleh pemilik serta memberikan sebagian dari
pendapatannya berupa royalti dan biaya lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha tersebut (Sumardjo,2001).
6. Pola Kerjasama Operasional Agribisnis Pola KOA merupakan hubungan kemitraan antara petani/kelompok mitra dengan perusahaan mitra, yang didalamnya petani/kelompok mitra menyediakan lahan, sarana, dan tenaga kerja, sedangkan perusahaan mitra menyediakan biaya atau modal serta sarana untuk mengusahakan dan membudidayakan suatu komoditi pertanian (Direktorat Jenderal Peternakan,1996). Pola KOA ini dapat dilihat pada Gambar 6. Kelompok mitra dan perusahaan menggabungkan sumberdaya yang dimilikinya untuk membudidayakan suatu komoditi. Perusahaan mitra sering kali berperan sebagai penjamin pasar, diantaranya juga mengolah produk tersebut dan dikemas lebih lanjut untuk dipasarkan (Sumardjo,2001). Hasil yang diperoleh dari kerjasama tersebut akan dibagi sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati kedua belah pihak. KELOMPOK MITRA
Lahan Sarana Tenaga
PERUSAHAAN MITRA
Biaya Modal Teknologi
Gambar 6. Kemitraan Operasional Agribisnis Sumber :Direktorat Jenderal Peternakan
3.1.6 Kemitraan Industri Perunggasan Kemitraan usaha muncul sebagai alternatif untuk menanggapi pasar yang makin terdeversifikasi dan lingkungan yang dinamis. Kemitraan mempunyai atribut (1) Economy of scope dimana kemitraan ditempuh untuk mendapatkan nilai tambah dan menciptakan maslahat yang sulit dicapai oleh perusahaan tunggal, (2) Economy of speed atau kemitraan ditempuh untuk memperpendek suatu proses pengembangan produk, dan (3) Network effect atau kemitraan dilaksanakan untuk membentuk suatu jaringan kerja yang menciptakan teknologi, kapasitas dan budaya bisnis yang memungkinkan aplikasi baru dengan berbagai tujuan. (Hermawan, et. Al.1999). Ada berbagai pola kemitraan dalam pengelompokannya yaitu keterpaduan vertikal dan horisontal. Simatupang et. Al. (1998) mengemukakan keterpaduan vertikal agribisnis dapat dibedakan sesuai bentuk pilihan alat koordinasinya, yaitu melalui pasar atau menurut organisasi. Selanjutnya dikatakan untuk mendukung strategi pemenuhan preperensi konsumen keterpaduan yang dikoordinir oleh sistem pasar tidak menjamin preperensi konsumen terpenuhi. Sementara itu menurut organisasi agribisnis, seluruh subsistem dalam satu alur vertikal agribisnis komoditas akan berkoordinasi membentuk suatu wadah organisasi agribisnis yang disebut unit agribisnis industrial. Dalam konteks integrasi vertikal dalam industri perunggasan dapat mencakup koordinasi melalui pasar dan menurut organisasinya. Integrasi vertikal didefinisikan sebagai penguasaan atas seluruh atau sebagian besar jaringan agribisnis dari industri dari hulu hingga hilir, dimana keseluruhan unit perusahaan berada dalam satu manajemen pengambilan keputusan (Saragih, 1998). Kemitraan
vertikal terjadi bila ada pihak pengusaha yang mempunyai lebih banyak keterbatasan, sedangkan pengusaha lain mempunyai kelebihan. Kemitraan horisontal terjadi apabila pengusaha yang bermitra adalah sejajar atau setingkat dan dapat diajak bersama-sama untuk mengatasi permasalahan (Hermawan, et. Al. 1998) Seitz. Et. Al. (1994) kemitraan dapat dilihat sebagai suatu integrasi vertikal dari dua atau lebih perusahaan yang beroperasi bersama-sama. Integrasi vertikal dilaksanakan pada kondisi dua perusahaan atau lebih yang beroperasi berbeda-beda mulai dari proses produksi, dan pemasarann yang dilaksanakan oleh satu manajemen atau pemilik, sedangkan koordinasi vertikal dilaksanakan melalui kontrak produksi dan pemasaran. Pada kontrak produk, perusahaan membuat produk dengan spesifikasi tertentu untuk mensuplai ke perusahaan penampumg. Perusahaan pengolahan biasanya memperoleh jasa finansial dan manajemen. Pada kontrak pasar, perusahaan produksi melakukan kontrak penyaluran jumlah dan kuantitas serta harga tertentu pada perusahaan pemasaran atau pengolahan. Kontrak ini sering terjadi pada perusahaan pertanian. Saragih (1998) mengungkapkan beberapa karakteristik dasar dari bisnis ayam ras yang beimplikasi pada pengelolaan bisnis perunggasan secara terintegrasi dari hulu hingga ke hilir, diantaranya adalah : (1) Bisnis pertumbuhan dan produksi ayam ras di dasarkan pada pemanfaatan pertumbuhan dan produksi ayam ras yang memiliki pertumbuhan yang tergolong cepat mengikuti kurva pertumbuhan sigmoid, (2) Produktivitas ayam ras sangat tergantung pada pakan baik secara teknis maupun secara ekonomi, (3) Produk akhir (final product) dari industri ayam ras merupakan produk yang dihasilkan melalui tahapan produksi
mulai dari hulu hingga hilir, dimana produk antara adalah mahluk biologis yang bernilai ekonomi tinggi. Dengan karakteristik dasar demikian menuntut pengelolaan bisnis ayam ras yang terintegrasi secara vertikal. Hal ini dilakukan perusahaan peternakan untuk menghindari dari resiko ekonomi dari proses produksi, pembibitan, industri pakan, budidaya, hingga pada industri hilirnya (pemotongan, pengolahan, dan pemasaran) harus berada pada satu komando keputusan manajemen. Sekali skala dan struktur populasi ayam bibit pada industri bibit yang paling hulu ditetapkan, maka harus diikuti oleh penyesuaian skala dan struktur pada industri-industri lainnya termasuk pada bidang budidaya. Struktur perusahaan peternakan yang melakukan integrasi vertikal adalah perusahaan yang oligopolistik, yang bagi perusahaan akan lebih menguntungkan melakukan kesepakatan bisnis daripada melakukan perang harga. Dalam hal ini peternak akan mengahadapi masalah, yaitu pada pasar input dan pasar output. Pada hubungan kemitraan, perusahaan inti bertindak sebagai pembeli produk dan penjual input tunggal. Perusahaan inti bertindak sebagai perusahaan monopsoni pada pasar output dan monopoli pada pasar input. Pada struktur pasar monopsoni perusahaan sebagai price maker, jika diasumsikan produk yang dijual peternak merupakan faktor produksi dari perusahaan monopsoni, Henderson and Quandt (1986) pada kondisi ini perusahaan monopsoni tidak dapat membeli diantara faktor input secara bebas pada harga umum, yaitu harga dimana perusahaan harus membayar jumlah pembelian input yang ditentukan melalui pasar penawaran input, karena kurva
penawaran slopenya positif, maka harga yang harus di bayar perusahaan monopsoni adalah kenaikan dari fungsi jumlah yang dibeli. Untuk mencapai kondisi keseimbangan, perusahaan monopsoni akan menerapkan harga faktor produksi lebih kecil dari biaya marjinal. Keuntungan maksimal pada perusahan dicapai apabila nilai produk marjinal sama dengan biaya marjinal. Pada Gambar 7. keuntungan maksimum pada X0 unit dengan harga input ro rupiah. Persamaan dari harga input dengan nilai produk marjinal yang merupakan titik equilibrium dari perusahaan yang membeli input tersebut pada pasar persaingan sempurna akan menghasilkan jumlah input sebesar X1 unit harga r1. Perusahaan monopsoni menggunakan jumlah input yang lebih kecil dengan harga yang lebih rendah. Berdasarkan teori tersebut perusahaan inti pada kondisi monopsoni menerapkan harga pruduk yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan pasar persaingan sempurna, sehingga peternak mitra penerima harga akan mendapatkan harga produk yang lebih rendah. r nas
dc d
g(x r1 r
p dq d
0
x0
x1
Σ
Gambar 7. Kurva Keuntungan Maksimum Pasar Monopsoni
Hal kedua, perusahaan inti menjual input kepada peternak mitra sama dengan satu penjual banyak pembeli, ini sama dengan monopoli. Output yang dihasilkan dan harga pada pasar persaingan sempurna dan monopoli, asumsi bahwa kurva MC berbentuk horisontal. Pada Pasar persaingan sempurna akan menghasilkan output Q2 saat harga sama dengan MC, sehingga pada kondisi keuntungan maksimum MC sama dengan MR, maka terjadi harga P1, sedangkan perusahaan monopoli akan memproduksi output sebesar Q1 dengan harga P2. Mengacu pada kondisi tersebut bahwa peternak sebagai penerima harga input dari perusahaan inti kondisi monopoli terjadi pada pasar input, sehingga peternak akan menerima harga input diatas harga pada pasar persaingan sempurna.
P2 a
P1
MC MR
Q1
Q2
Σ Input
Gambar 8. Kurva Pasar Monopoli
3.1.7
Konsep Usahatani Sebagian orang mengartikan pertanian sebagai kegiatan manusia dalam
membuka lahan dan menanaminya dengan berbagai jenis tanaman yang termasuk tanaman semusim maupun tanaman tahunan dan tanaman pangan maupun non
pangan, serta digunakan untuk memelihara ternak maupun ikan. Pengertian tersebut sangat sederhana karena tidak dilengkapi dengan berbagai tujuan dan alasan mengapa lahan dibuka dan diusahakan. Pertanian dianggap sebagai sumber kehidupan dan lapangan pekerjaan maka sebaiknya arti pertanian dapat mengandung arti yaitu (1) dalam arti sempit diartikan sebagai kegiatan bercocok tanam dan (2) dalam arti luas diartikan sebagai kegiatan yang menyangkut proses produksi yang menghasilkan bahanbahan kebutuhan manusia yang dapat berasal dari tumbuhan maupun hewan yang disertai dengan usaha untuk memperbaharui, memperbanyak (reproduksi), dan mempertimbangkan faktor ekonomis. Definisi usahatani adalah kombinasi yang tersusun(organisasi dari alam, tenaga kerja, modal dan manajemen yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian (Soeharjo dan Patong, 1973). Menurut Daniel (1984) ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani mengkombinasikan dan mengoperasikan berbagai faktor produksi seperti lahan, tenaga, dan modal sebagai dasar bagaimana petani memilih jenis dan besarnya cabang usahatani berupa tanaman atau ternak sehingga memberikan hasil maksimal dan kontinyu. Pada dasarnya usahatani berkembang terus dari awal hanya bertujuan menghasilkan bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehingga hanya merupakan usahatani subsistence. Seiring perkembangan sistem pengelolaan yang lebih baik maka dihasilkan produk berlebih dan dapat dipasarkan sehingga bercorak usahatani swasembada keuangan. Pada akhirnya karena berorientasi pada pasar maka menjadi usahatani niaga.
Usahatani pada mulanya hanya mengelola tanaman pangan kemudian berkembang meliputi berbagai komoditi sehingga bukan usahatani murni tetapi menjadi usahatani campuran. Usahatani campuran meliputi berbagai macam komoditas, antara lain tanaman pangan, hortikultura, tanaman perkebunan, perikanan, dan peternakan. Usahatani ternak dapat digolongkan dalam tiga jenis. 1) Usaha yang bersifat tradisional, yaitu petani/ peternak kecil yang mempunyai 1-2 ekor ternak ruminansia besar, kecil bahkan ayam kampung. Usaha ini hanya bersifat sambilan dan untuk saving saja 2) Usaha backyard, yaitu petani/peternak ayam ras, sapi perah, ikan. Tujuan usaha selain memenuhi kebutuhan keluarga juga untuk dijual oleh karena itu memakai input teknologi, manajemen, dan pakan yang rasional. 3) Usaha komersial, yaitu petani/peternak yang telah benar-benar menerapkan prinsip-prinsip ekonomi, berorientasi keuntungan (profit oriented), dan efisiensi. Usaha ini meliputi usaha pembibitan, usaha pakan ternak, usaha penggemukan dan lain-lain. Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka terdapat empat unsur pokok dalam usahatani yang saling terkait dalam pelaksanannya. Unsur pokok tersebut adalah lahan, tenaga kerja, modal dan pengelolaan atau manajemen. Unsur alam seringkali dinyatakan dengan lahan, tanpa menyebutkan unsur-unsur yang lainnya seperti iklim, topografi, jenis tanah, dan tata pengairannya, karena pada hakekatnya lahan sudah merupakan manifestasi dari kesemua unsur tersebut. Menurut (Hernanto, 1991) lahan memiliki sifat-sifat khusus seperti luas yang relatif tetap, tidak dapat dipindah-pindahkan dan dapat dipindahtangankan atau diperjualbelikan. Sifat khusus yang dimiliki lahan
tersebut membuat lahan dianggap sebagai salah satu fungsi produksi usahatani, meskipun di bagian yang lain lahan berfungsi sebagai unsur pokok modal usahatani. Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang kedua dalam proses produksi pertanian. Menurut sumbernya, tenaga kerja dalam usahatani dapat berasal dari dua sumber yaitu tenaga kerja yang berasal dari keluarga petani dan yang berasal dari luar keluarga usahatani yang diperoleh dengan sistem upah. Menurut jenisnya, tenaga kerja dalam usahatani ada tiga yaitu, tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak dan tenaga kerja mekanik. Dalam pengukuran potensi tenaga kerja biasanya dilakukan konversi tenaga kerja yaitu menyetarakan jenis-jenis penggunaan tenaga kerja ke dalam tenaga kerja pria. Penggunaan tenaga kerja dalam bidang pertanian sifatnya tidak tetap karena harus di sesuaikan dengan tahapan proses produksi. Dalam pengertian ekonomi, modal adalah barang atau uang yang bersamasama dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serta pengelolaan menghasilkan barang-barang baru yaitu proses produksi. Modal yang tinggi diantara faktor produksi lain yaitu modal operasional. Modal operasional dimaksudkan sebagai modal dalam bentuk tunai yang dapat ditukarkan dengan barang modal lain seperti sarana produksi dan tenaga kerja, bahkan untuk pembiayaan pengelolaan. (Hernanto, 1991). Menurut sifatnya modal dibedakan menjadi dua yaitu : (1) modal tetap yaitu modal yang tidak habis dalam satu proses produksi seperti tanah dan bangunan, (2) Modal lancar yaitu modal yang habis dalam satu proses produksi seperti bahan perlengkapan, uang tunai, piutang, tanaman, ternak, ikan di lapangan (Hernanto 1991).
Pengelolaan
usahatani
adalah
kemampuan
petani
menentukan,
mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasai sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Ukuran dari keberhasilan ini adalah produktivitas dari setiap faktor maupun produktivitas dari usahanya (Hernanto, 1991). Soekartawi dkk (1986) menyatakan bahwa petani kecil adalah 1 .Petani yang berpendapatan rendah. 2. Petani yang memiliki lahan sempit. 3 Petani yang kekurangan modal dan memiliki tabungan yang terbatas. 4. Petani yang memiliki pengetahuan terbatas dan kurang dinamik. Berdasarkan kriteria tersebut dapat diketahui bahwa petani kecil memiliki berbagai keterbatasan dari keempat unsur pokok usahatani. Segala keterbatasan yang dimilikinya maka petani tidak mau untuk menanggung resiko. Dengan demikian pengenalan secara utuh atas faktor-faktor produksi yang dimiliki dan dikuasai termasuk lahan, tenaga kerja dan modal akan sangat menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani. Keberhasilan mengelola usahatani dapat diukur dari pengeluaran dan pendapatan yang diperoleh. Penerimaan usahatani adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu. Penerimaan ini mencakup suatu produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk bibit, digunakan pembayaran dan yang disimpan. Penerimaan ini dinilai berdasarkan perkalian total produksi dengan harga yang berlaku (Soekartawi, 1986).
Biaya total usahatani diartikan sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam produksi. Berdasarkan jumlah output yang dihasilkan biaya terdiri atas : 1. Biaya tetap, adalah biaya yang besar kecilnya tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya produksi, misalnya : pajak, sewa tanah, penyusutan, dan bunga pinjaman. 2. Biaya variabel, adalah biaya yang berhubungan langsung dengan jumlah produksi, misalnya : pengeluaran-pengeluaran untuk bibit, pupuk, obat-obatan dan biaya tenaga kerja langsung. Selain itu biaya dalam usahatani dapat dibedakan atas biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai adalah semua biaya yang dibayarkan dengan uang seperti biaya pembelian sarana produksi dan biaya untuk tenaga kerja luar keluarga. Biaya yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja petani jika penyusutan alat, nilai tenaga kerja dalam keluarga diperhitungkan, sewa lahan yang diperhitungkan atas lahan milik sendiri, dan penggunaan benih dari hasil produksi. Selisih antara penerimaan usahatani dan biaya total usahatani merupakan pendapatan bersih usahatani. Pendapatan bersih ini mengukur imbalan yang diperoleh dari penggunaan faktor-faktor produksi. Nilai ini sering dijadikan indikator keuntungan usahatani yang dapat digunakan unutk membandingkan penampilan beberapa usahatani. Pendapatan selain diukur dari nilai mutlak dapat pula dianalisis efisiensinya. Ukuran efisiensi antara lain dapat dihitung melalui perbandingan
penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan (R/C Ratio) (Soehardjo dan Patong, 1973). 3.1.8
Konsep Kepuasan Kepuasan pada dasarnya merupakan hal yang bersifat individual, setiap
individu akan memiliki kepuasan yang berbeda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Ini disebabkan adanya perbedaan pada masing-masing individu, semakin banyak aspek-aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu tersebut. Kepuasan sebagai sekumpulan perasaan, kepuasan kerja bersifat dinamis, dapat menurun dan timbul pada waktu dan tempat berbeda. Sifat lingkungan seseorang mempengaruhi perasaan didalam pekerjaan. Maslow (1984) menyatakan bahwa kepuasan akan timbul bila kebutuhan terpenuhi. Menurut Davis dan Newstrom (1994) Kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan seseorang tentang menyenangkan atau tidak pekerjaan mereka. Kepuasan kerja umumnya mengacu pada sikap seseorang. Kepuasan kerja menunjukkan kesesuaian antara harapan seseorang yang timbul dan imbalan yang disediakan pekerjaan, jadi kepuasan kerja juga berkaitan dengan teori keadilan, perjanjian, psikologis dan motivasi.
3.2.
Kerangka pemikiran Operasional Ketidakmampuan peternak kecil untuk mengembangkan usaha berasal dari
berbagai faktor. Faktor-faktor utama yang menjadi kendala adalah keterbatasan modal, teknologi dan pasar. Keterbatasan inilah yang membuat peternak tidak dapat berusaha secara mandiri untuk menjalankan usahanya, dan pada akhirnya akan mengurangi keuntungan peternak. Kondisi ini menyebabkan mereka tidak mampu mengembangkan skala usaha.
Berawal dari berbagai kendala ini maka peternak perlu untuk menjalin kerjasama yang saling menunjang dan menguntungkan dengan perusahaan peternakan dalam bentuk kemitraan, bentuk kemitraan yang terjadi adalah sistem bagi hasil dan sistem kontrak. Melalui kemitraan diharapkan produksi lebih meningkat, resiko relatif kecil dan pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan antara kedua belah pihak. Pelaksanaan kemitraan antara peternak dan perusahaan perlu dianalisis dan dievaluasi untuk mengetahui apakah kemitraan yang dilaksanakan telah memberikan manfaat yang maksimal bagi kedua belah pihak yang bermitra terutama peternak plasma sesuai dengan tujuan penelitian. Masalah-masalah yang menghambat jalannya kemitraan sering terjadi dalam pelaksanaan kemitraan. Hambatan dapat berasal dari pihak internal maupun eksternal. Faktor eksternal, misalnya kurang adanya dukungan dari pemerintah dan lembaga-lembaga keuangan sedangkan faktor internal berasal dari kedua pelaku yang terlibat. Faktor internal diduga berkaitan langsung dengan manfaat yang diperoleh peternak berkaitan dengan pelayanan yang diberikan oleh perusahaan Gambaran pelaksanaan kemitraan ayam broiler dapat dianalisis dengan analisis deskriptif selain itu diukur dengan pendekatan tingkat pendapatan yaitu membandingkan tingkat pendapatan antara peternak mitra dan non mitra. Selain itu ingin mengukur tingkat kepuasan peternak mitra dalam pelaksanaan kemitraan. Alur kerangka operasional dapat dilihat pada Gambar 9.
-Usaha ayam broiler masih berpeluang untuk dikembangkan -Keterbatasan peternak dalam menjalankan usaha (Modal,Teknologi,Manajemen,Pasar)
Peternak
Perusahaan
Hubungan Kemitraan
Sistem Bagi Hasil
Sistem Kontrak
Peternak Mandiri
Pelaksanaan kemitraan
Tanggapan Peternak Mitra (Pelayanan dan Harapan)
Tingkat Pendapatan
Tingkat Kepuasan
Kemitraan yang sesuai dengan harapan pihak yang bermitra
: di Bandingkan Gambar 9. Kerangka Pemikiran Operasional
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Rudi Jaya PS yang berlokasi di Kabupaten
Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Rudi Jaya PS merupakan perusahaan yang bergerak di bidang agribisnis peternakan ayam broiler dan satu-satunya poultry shop yang berada di kota Depok serta adanya kesediaan
pihak perusahaan untuk
menyediakan data yang dibutuhkan untuk penelitian ini. Penelitian juga dilakukan terhadap peternak mitra dan peternak mandiri di Kecamatan Sawangan dan sekitarnya. Pengumpulan data dilakukan selama dua bulan ( Maret-Mei 2008 ).
4.2.
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diambil dari hasil wawancara dengan perusahaan, peternak dan pihak yang terkait dalam kerjasama kemitraan juga peternak mandiri. Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi seperti perusahaan, Badan Pusat Statistik dalam bentuk laporan atau tulisan yang relevan dengan topik penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara menggunakan instrument berupa kuesioner.
4.3.
Pengambilan Data Pengambilan data untuk peternak mitra dilakukan dengan teknik metode
sensus, dimana semua populasi peternak mitra diwawancarai, untuk peternak mandiri pengambilan data dilakukan dengan teknik metode snowball. Peternak
yang dijadikan responden sebanyak 40 orang terdiri dari 20 peternak mitra dan 20 orang peternak mandiri, peternak mitra terbagi menjadi delapan peternak sistem bagi hasil dan 12 peternak sistem kontrak. Metode penarikan dan penentuan sampel dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan, data dan alamat responden tersedia, keterbatasan waktu dan biaya.
4.4
Metode Analisis Data Data yang diolah dan dianalisis dalam penelitian ini adalah data kualitatif
dan data kuantitatif. Data kualitatif mengenai gambaran umum pelaksanaan kemitraan, profil para pelaku kemitraan akan dianalisis secara deskriptif, sedangkan data kuantitatif menggunakan analisis pendapatan, R/C ratio.
4.4.1 Analisis Pendapatan Usahatani Penerimaan (revenue) usahatani adalah semua nilai produk yang dihasilkan dari suatu usahatani dalam suatu periode tertentu, satu musim tanam atau dalam satuan tahun kegiatan usaha. Adapun rumusannya adalah sebagai berikut : TR = Q × P ................................................................................ (1) Dimana
TR = Penerimaan usahatani per periode, dalam rupiah (Rp) Q = Hasil Produksi per periode, dalam kilogram (Kg) P = Harga jual produk per unit, dalam Rp/Kg
Biaya adalah semua nilai faktor produksi yang dipergunakan untuk menghasilkan suatu produk dalam suatu periode produksi tertentu yang dinyatakan dalam nilai uang tertentu. Biaya usahatani dapat dibedakan menjadi dua yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai adalah semua biaya yang dibayarkan dengan uang. Biaya yang diperhitungkan digunakan untuk
menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja petani jika alat dan nilai tenaga kerja keluarga diperhitungkan dan penyusutan. Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan usahatani dengan biaya usahatani per periode atau per musim. dirumuskan :
π kotor = TR − BT ................................................................... (2)
π bersih = TR − (BT + BD ) ....................................................... (3) Dimana
4.4.2
π = Pendapatan usahatani per periode dalam rupiah (Rp) TP = Total Penerimaan per periode, dalam rupiah (Rp) BT = Biaya Tunai per periode, dalam rupiah (Rp) BD = Biaya yang diperhitungkan per periode dalam rupiah (Rp)
Analisis R/C Ratio (R/C) Analisis R/C ratio adalah rasio penerimaan atas biaya yang menunjukkan
besarnya tambahan penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam produksi. R/C ratio menujukkan berapa besar tambahan penerimaan yang diperoleh sebagai manfaat di setiap rupiah yang dikeluarkan. Makin besar R/C makin baik usahatani tersebut. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan petani, digunakan rumus sebagai berikut :
R / C ratio Total = Dimana
4.4.3
R ................................................................. (4) C
R = Total penerimaan C = Total biaya usahatani
Analisis Perbedaan Tingkat Pendapatan Untuk menganalisis tujuan yang kedua digunakan uji ANOVA ( Analysis
Of Varians) dan uji-t pada level signifikan (α=5%) dengan menggunakan bantuan perhitungan aplikasi Minitab.
1. Uji ANOVA Langkah-langkah pengujian dengan Anova adalah sebagai berikut : a. Merumuskan hipotesa, Ho : µ1 = µ2 = µ3 ; H1 : µ1 ≠ µ2 ≠ µ3 H0 = Pendapatan peternak sistem bagi hasil, peternak sistem kontrak, dan peternak mandiri tidak berbeda nyata. H1 = Pendapatan peternak sistem bagi hasil, peternak sistem kontrak, dan peternak mandiri berbeda nyata. b. Menghitung statistik F dengan bantuan aplikasi Minitab. c. Menentukan daerah penolakan jika F hitung > F tabel = tolak H0 d. Mengintepretasikan berdasarkan hasil pengujian Anova tersebut. 2. Uji-t Langkah-langkah uji-t adalah sebagai berikut : a. Merumuskan hipotesa, H0 : µ1 = µ2 H0 = Pendapatan peternak ( sistem bagi hasil vs sistem kontrak; sistem bagi hasil vs mandiri; sistem kontrak vs mandiri ) tidak berbeda nyata. H1 = Pendapatan peternak ( sistem bagi hasil vs sistem kontrak; sistem bagi hasil vs mandiri; sistem kontrak vs mandiri ) berbeda nyata. b. Menghitung statistik t dengan bantuan minitab. c. Menentukan daerah penolakan, jika t hitung > t tabel = tolak H0 d. Mengintepretasikan berdasarkan hasil uji-t tersebut.
4.4.4. Analisis Tingkat Kepuasan Pelaksanaan Kemitraan Tujuan yang kedua adalah mengukur tingkat kepuasan peternak mitra terhadap pelaksanaan kemitraan. Perhitungan dilakukan untuk menemukan indeks tingkat kepuasan peternak terhadap pelayanan sarana produksi, pelayanan teknis
budidaya dan pelayanan pasca panen dengan penentuan bobot berdasarkan metode Importance Performance Analysis dan Costumer Satisfaction Index. Metode Importance Performance Analysis (IPA), tingkat pelaksanaan atau pelayanan dari perusahaan dapat memberikan nilai kepuasan apabila pelayanan yang diberikan terpenuhinya harapan dari peternak mitra. Nilai kepuasan peternak dinyatakan dengan huruf X, sedangkan huruf Y menunjukkan tingkat kepentingan (harapan peternak). Tabel 10 menunjukkan tingkat kepentingan dan kepuasan peternak diukur menggunakan skala Likert dengan lima kategori.
Tabel 10. Skala Likert Pengukuran Tingkat Kepentingan dan Kepuasan Kategori Skor Tingkat Kepentingan Tingkat kepuasan Sangat Penting Sangat puas 5 Penting Puas 4 Cukup Cukup 3 Tidak Penting Tidak Puas 2 Sangat tidak Penting Sangat tidak Puas 1 Dalam penelitian ini variabel yang diukur adalah kepuasan peternak terhadap atribut kemitraan. Atribut yang diukur dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Atribut dan Indikator Kinerja Aktual Kepuasan Atribut Indikator Kepuasan Penerapan Harga 5 = Harga DOC pada perusahaan jauh lebih murah Rp 100 Kontrak DOC 4 = Harga DOC pada perusahaan sama dengan harga pasar 3 = Harga DOC lebih mahal Rp 100 dengan harga pasar 2 = Harga DOC sedikit lebih mahal Rp 200 1 = Harga DOC jauh lebih mahal > Rp 200 Kualitas DOC 5 = Tingkat mortalitas 0% 4 = Tingkat mortalitas 1%-2% 3 = Tingkat mortalitas 2%-3% 2 = Tingkat mortalitas 3%-4% 1 = Tingkat mortalitas < 4%
Tabel 11. Atribut dan Indikator Kinerja Aktual Kepuasan (Lanjutan) Atribut Indikator Kepuasan Harga Kontrak 5 = Harga beli pakan di perusahaan jauh lebih rendah Rp Pakan 100 4 = Harga beli pakan di perusahaan sama 3 = Harga beli pakan di perusahaan sedikit lebih mahal Rp 100 2 = Harga beli pakan di perusahaan sedikit lebih mahal Rp 200 1 = Harga beli pakan diperusahaan jauh lebih mahal dari Rp 200 Kualitas Pakan
Harga obat vaksin
dan
Kualitas obat dan vaksin
Kecukupan sarana produksi
Jadwal Pengiriman sarana produksi
Frekuensi bimbingan teknis
5 = FCR < 1,5 4 = FCR 1,6 – 1,7 3 = FCR 1,7 - 1,8 2 = FCR 2,3 – 2,8 1 = FCR > 2,8 5 = Harga beli obat di perusahaan jauh lebih rendah 25% 4 = Harga beli obat di perusahaan sedikit lebih rendah 10% 3 = Harga beli obat di perusahaan sama dengan harga pasar 2 = Harga beli obat di perusahaan sedikit lebih mahal 10% 1 = Harga beli obat di perusahaan jauh lebih tinggi 25% 5 = Khasiat sangat cepat terhadap penyakit 4 = Khasiat cepat terhadap penyakit 3 = Khasiat cukup cepat terhadap penyakit 2 = Khasiat lambat terhadap penyakit 1 = Tak berkhasiat 5 = Kecukupan 110 % 4 = Kecukupan 100 % 3 = Kecukupan 95 % 2 = Kecukupan 90 % 1 = Kecukupan < 90 % 5 = Pengiriman < H-1 4 = Pengiriman H 3 = Pengiriman hari H+1/2 – H+1 2 = Pengiriman H+1 1 = Pengiriman > H+1 5 = Frekuensi > 3 hari sekali 4 = Frekuensi 5 hari sekali 3 = Frekuensi 7 hari sekali 2 = Frekuensi 10 hari sekali 1 = Frekuensi > 10 hari sekali
Tabel 11. Atribut dan Indikator Kinerja Aktual Kepuasan (Lanjutan) Atribut Indikator Kepuasan Pelayanan dan 5 = Materi yang diberikan sangat sesuai bimbingan materi 4 = Materi yang diberikan sesuai 3 = Materi yang diberikan cukup sesuai 2 = Materi yang diberikan kurang sesuai 1 = Materi yang di berikan sangat tidak sesuai Kesesuaian waktu 5 = Panen habis 1 hari panen 4 = Panen habis 2-3 hari 3 = Panen habis 3-5 hari 2 = Panen sebelum waktunya 1 = Panen habis >5 hari Respon terhadap 5 = Semua keluhan direspon dengan sangat baik dan keluhan dengan waktu yang cepat 4 = Semua keluhan direspon dengan baik dengan waktu agak cepat 3 = Semua keluhan direspon dengan cukup baik 2 = Semua keluhan direspon dengan kurang baik dengan waktu agak lama 1 = Semua keluhan tidak direspon dengan baik Kesesuaian harga 5 = Lebih tinggi Rp 100 output 4 = Sama 3 = Lebih murah Rp 100 2 = Lebih murah Rp 200 1 = Lebih Murah dari Rp 200 Waktu 5 = Sebelum kontrak / yang dijanjikan Pembayaran 4 = Sesuai kontrak (hari H) 3 = Terlambat tidak kurang dari 1 hari 2 = Terlambat H+ 1 sesuai kontrak 1 = Terlambat > H+ 2 sesuai kontrak Penanganan sisa 5 = Penanganan sangat cepat dan sesuai sapronak 4 = Penanganan cukup cepat dan sesuai 3 = Penanganan biasa namun masih tepat waktu 2 = Penangananan lambat 1 = Penanganan sangat lambat
Total penilaian tingkat kepentingan masing – masing variabel diperoleh dengan cara menjumlahkan hasil perkalian skor masing – masing skala dengan cara menjumlahkan hasil perkalian skor masing – masing skala dengan jumlah responden yang memilih pada skala tersebut. Dalam menginterpretasikan
bagaimana suatu variabel dinilai oleh keseluruhan tingkat pelaksanaannya, dibutuhkan suatu rentang skala. Adapun rentang untuk setiap skala adalah :
Range =
Dimana : Xib Xik
(Xib − Xik) ..................................... (5) Banyaknya Skala Pengukuran
= Skor terbesar yang mungkin diperoleh dengan asumsi bahwa semua responden memberikan jawaban sangat penting/sangat baik (skor 5) terhadap setiap unsur i dari setiap atribut. = Skor terkecil yang mungkin diperoleh dengan asumsi bahwa semua responden memberikan jawaban tidak penting/tidak baik (skor 1) terhadap setiap unsur i dari setiap atribut..
Maka besarnya range untuk tiap kelas yang diteliti adalah :
Range =
[(5× 20) − (1× 20)] = 16 ................................................ (6) 5
Pembagian kelas berdasarkan tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan adalah : a) 20 – 35 b) 36 – 51 c) 52 – 67 d) 68 – 83 e) 84 – 100
: tidak penting/tidak puas : kurang penting/kurang puas : cukup penting/cukup puas : penting/puas : sangat penting/sangat puas
Hasil perhitungan di atas kemudian dinyatakan dalam diagram kartesius. Masing – masing atribut diposisikan dalam sebuah diagram, dimana skor rata – rata penilaian terhadap kinerja/pelaksanaan (X) menunjukan posisi suatu atribut pada sumbu X, sedangkan posisi atribut pada sumbu Y ditunjukan oleh skor rata – rata penilaian tingkat kepentingan terhadap suatu atribut (Y). Rumus yang digunakan adalah : Χi =
∑ Xi n
dan Y i =
∑ Yi ................................................... (7) n
Keterangan :
Xi Yi Xi Yi n
= Skor rata – rata tingkat kinerja/pelaksanaan per indikator i = Skor rata – rata tingkat kepentingan per indikator i = Total skor tingkat kinerja/pelaksanaan pada responden ke-i = Total skor tingkat kepentingan pada responden ke-i = Jumlah responden
Diagram kartesius merupakan suatu bangun yang dibagi menjadi empat bagian yang dibatasi oleh dua buah garis yang berpotongan tegak lurus (Rangkuti, 2003) pada titik (A,B) dimana A adalah rata – rata dari skor rata – rata tingkat kinerja, sedangkan B adalah rata – rata dari skor rata – rata tingkat kepentingan seluruh dimensi bauran pemasaran yang mempengaruhi konsumen. Dalam penelitian ini terdapat 15 atribut (K = 15) dari penjabaran atribut kemitraan yang diukur. Nilai A dan B diukur dengan menggunakan rumus : n
A=
∑ Xi i =1
k
n
dan B =
∑ Yi i =1
k
....................................................... (8)
Keterangan : A = Batas Sumbu x (tingkat kinerja) B = Batas Sumbu y (tingkat kepentingan) Xi = Skor rata – rata tingkat kinerja/pelaksanaan pada indikator ke – i Y i = Skor rata – rata tingkat kepentingan pada indikator ke – i k = Banyaknya atribut mutu pelayanan oleh perusahaan yang mempengaruhi kepuasan peternak
dapat
adapun diagram kartesius dapat ditunjukan pada Gambar 10 dibawah ini Y (Tingkat Kepentingan) Prioritas utama I Under Act
Pertahankan prestasi II Maintain
Prioritas rendah III Low Priority
Berlebihan IV Overact X (Tingkat Kinerja Pelaksanaan)
Gambar 10. Diagram Kartesius Metode Importance Performance Analysis
Diagram kartesius diatas terbagi kedalam empat kuadran. Masing – masing kuadran menggambarkan keadaan yang berbeda – beda. Kuadran A Prioritas Utama Menunjukkan indikator – indikator pelaksanaan aspek kemampuan kelompok yang dirasa sangat penting oleh anggota, namun pihak pihak pengurus kelompok belum melaksanakannya sesuai dengan harapan anggota kelompok. Kuadran B Pertahankan Prestasi Menunjukkan indikator – indikator pelaksanaan aspek kemampuan kelompok yang dirasa sangat penting oleh anggota, telah dilaksanakan oleh pengurus kelompok sesuai dengan yang diharapkan anggota kelompok. Kuadran C Prioritas Rendah Menunjukkan indikator – indikator pelaksanaan aspek kemampuan kelompok yang dirasa kurang penting oleh anggota dan pelaksanaannya masih kurang baik. Kuadran D Berlebihan Menunjukkan indikator – indikator pelaksanaan aspek kemapuan kelompok yang dirasakan kurang penting oleh anggota, namun pengurus kelompok telah melaksanakannya dengan baik sehingga dianggap berlebihan.
4.4.6
Metode Costumer Satisfaction Index (CSI)
Metode indeks kepuasan konsumen (Costumer Satisfaction Index) merupakan indeks yang mengukur tingkat kepuasan konsumen atau anggota berdasarkan atribut – atribut tertentu. Hal ini tergantung pada kebutuhan informasi yang ingin didapatkan perusahaan terhadap konsumen (Massnick, 1997). Atribut yang diukur dapat berbeda untuk masing – masing industri, bahkan untuk masing–
masing perusahaan. Adapun atribut yang digunakan dalam penelitian ini adalah limabelas atribut kemitraan. Menurut Dickson (1991) terdapat empat langkah dalam perhitungan Costumer Satisfaction Index (CSI), yaitu :
1. Menentukan Mean Importance Score (MIS) dan Mean Satisfaction Score (MSS). Nilai ini bersala dari rata – rata tingkat kepentingan dan kinerja tiap anggota : n
MIS =
∑ Yi i =1
n
Dimana :
n
dan MSS =
n Yi Xi
∑ Xi i =1
n
............................................................... (9)
= jumlah responden = Nilai kepentingan atribut ke – i = Nilai kinerja atribut ke – i
2. Membuat Weight Factors (WF) Bobot ini merupakan persentase nilai MIS per atribut terhadap total MIS seluruh atribut. WIFi =
MISi
∑ MIS i =1
Dimana
× 100% .......................................................................... (10)
p
p I
i
= jumlah atribut kepentingan = Atribut ke – i
3. Membuat Weight Score (WS) Bobot ini merupakan perkalian antara Weight Factor (WF) dengan rata – rata tingkat kepuasan (Mean Satisfaction Score = MSS) WSi = WFi × MSSi ................................................................................... (11)
Dimana :
i
= Atribut aspek kemampuan kelompok ke – i
4. Menentukan Costumer Satisfaction Index p
CSI =
∑WS i =1
5
i
× 100% .............................................................................. (12)
Skala kepuasan konsumen/anggota yang umum dipakai dalam interpretasi indeks adalah skala nol sampai satu. Seperti dijabarkan dalam Tabel 12. Tabel 12. Kriteria Indeks Kepuasan Anggota Nilai Indek Kriteria indek kepuasan anggota 0,81 – 1,00 Sangat Puas 0,66 – 0,80 Puas 0,51 – 0,65 Cukup Puas 0,35 – 0,50 Kurang Puas 0,00 – 0,34 Tidak Puas Sumber : PT. Sucofindo dalam Fahrul, 2007.
BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
5.1.
Keadaan Perekonomian
Selama tahun 2002-2005 perekonomian Kota Depok tumbuh enam persen lebih per tahun. Pertumbuhan terbesar terjadi pada tahun 2004 yaitu 6,45 persen. Duperkirakan sampai tahun 2011, pertumbuhan ekonomi akan berkisar pada enam persen. PDRB Kota Depok dihasilkan dari beberapa sektor. Sektor tersebut terbagi dari sektor Primer, sektor sekunder dan sektor tersier. Sektor primer terdiri dari lapangan usaha pertanian dalam arti luas, meliputi peternakan, perikanan dan perkebunan. PDRB sektor primer tahun 2005 hanya menyumbang sekitar 2,81 persen dari total PDRB dan akan semakin kecil di masa mendatang. Sektor yang kedua yaitu sektor sekunder terdiri dari lapangan usaha industri pengolahan, listrik, gas dan air minum, dan bangunan atau konstruksi dengan sumbangan PDRB sebesar 52,08 persen dari total PDRB. Diproyeksikan pada tahun 2011 akan mencapai 53,54 persen dari total PDRB Kota Depok. Sektor yang ketiga atau sektor tersier, terdiri dari lapangan usaha perdagangan, hotel dan restoran, lapangan usaha angkutan dan komunikasi, lapangan usaha bank dan lembaga keuangan lainnya, dan usaha jasa. Selama lima tahun terakhir PDRB menunjukkan penurunan meski tidak signifikan dan kecenderungan ini akan terbawa ke masa mendatang.
5.2
Keadaan Geografris
Kecamatan Sawangan sebagai tempat penelitian adalah salahsatu Kecamatan yang ada di Kota Depok yang berbatasan dengan : •
Sebelah Utara
: Kabupaten Tangerang dan Kecamatan Limo.
•
Sebelah Selatan
: Kabupaten Bogor.
•
Sebelah Barat
: Kabupaten Tangerang.
•
Sebelah Timur
: Kec Limo dan Kec Pancoran Mas.
Kecamatan Sawangan merupakan daerah yang strategis karena berada diantara tiga daerah, Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang dan Jakarta. Potensi ini dapat dimanfaatkan sebagai akses input maupun output. Luas Wilayah Kecamatan Sawangan sekitar 4.674 Ha dengan ketinggian wilayah berkisar 50-60 m dari permukaan laut. Keadaan permukaan tanah relatif datar dan tidak berbukit. Pola penggunaan tanah secara garis besar dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Penggunaan Lahan di Kecamatan Sawangan Kota Depok No
1 2 3 4 5 6 7
Penggunaan Lahan
Luas (Ha)
Perumahan Pekarangan Sawah Ladang Empang Kuburan Lain-lain Total
1.392 2.330 422 185 103 37 205 4.674
Persentase (persen) 27,00 49,20 9,00 3,00 2,00 0,80 9,00 100,00
Sumber : Laporan Tahunan Kecamatan Sawangan (2007).
Berdasarkan penggunaan lahan, sebagian besar lahan merupakan pekarangan dan perumahan. Hal ini sesuai dengan keadaan Sawangan dimana
pekarangan lebih banyak digunakan untuk usaha peternakan dan sebagian digunakan untuk budidaya belimbing. 5.3
Kondisi Kependudukan
Jumlah penduduk Kecamatan Sawangan pada laporan tahun 2007 senyak 153.288 jiwa atau 41.789 kepala keluarga, yang terdiri dari Laki-laki berjumlah 76.790 jiwa dan perempuan berjumlah 76.498 jiwa. Kecamatan Sawangan merupakan wilayah yang memiliki potensi sumber daya alam cukup potensial bila dikelola dengan baik. Potensi tersebut antara lain di bidang pertanian, perikanan dan perkebunan. Didasari hal tersebut, Berdasarkan mata pencaharian sebagian besar bergerak di sektor jasa dan wirausaha. Komposisi penduduk berdasarkan mata pencahariannya dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Kecamatan Sawangan Kota Depok Tahun 2007
Mata Pencaharian Petani Wiraswasta Pengrajin/Industri kecil Buruh Pedagang PNS TNI/POLRI Pensiunan Lain-lain Total
Jumlah (jiwa) 16.719 19.471 1.363 13.876 12.752 3.731 292 1.187 83.897 153.288
Sumber : Laporan Tahunan Kecamatan Sawangan (2007).
5.4
Karakteristik Peternak Responden
Karakteristik peternak pada penelitian ini dibedakan berdasarkan usia, tingkat pendidikan, lama berternak dan status usaha. Jumlah responden yang sebanyak 20 orang peternak mitra dan 20 orang peternak mandiri..
Berdasarkan hasil wawancara dengan peternak responden mitra maupun mandiri, dapat dilihat untuk peternak mitra dari 20 orang sebagian besar (55 persen) berusia antara 20 sampai 35 tahun dan 45 persen antara 35 sampai 50 tahun. Sedangkan untuk peternak mandiri sebagian besar (45 persen) berusia antara 20 hingga 35 tahun dan 35 hingga 50 tahun, yang berusia diatas 50 tahun hanya 10 persen. Pendidikan pada umumnya akan mempengaruhi cara berfikir peternak. Tingkat pendidikan peternak diukur melalui tingkat pendidikan formal yang pernah dilaluinya. Pendidikan formal peternak mitra sebagian besar tamatan SMP dan perguruan tinggi sebesar masing-masing 30 persen, Persentase peternak mitra lainnya antara lain 25 persen lulusan SMA dan 15 persen lulusan SD. Peternak mandiri sebagian besar (45 persen) lulusan SMA, diikuti perguruan tinggi sebesar 25 persen, lulusan SMP 20 persen dan Lulusan SD sebesar 10 persen. Pengalaman berternak peternak mitra sebagian besar antara 5 sampai 10 tahun (60 persen), ini terlihat juga dari usia para peternak mitra yang masih muda. dibawah lima tahun sebanyak 15 persen dan diatas 10 tahun sebanyak 25 persen. Untuk peternak mandiri sebagian besar (70 persen) di bawah 10 tahun, dan di atas 10 tahun sebesar 30 persen. Berdasarkan status usahanya baik peternak mitra maupun mandiri sebagian besar sebagai usaha utama untuk peternak mitra sebanyak 70 persen dan peternak mandiri sebanyak 60 persen, usaha sampingan untuk peternak mitra sebagian besar dilakukan oleh peternak sistem bagi hasil sebesar 30 persen dimana usaha utama mereka sebagian besar wiraswasta. Peternak mandiri yang merupakan usaha sampingan ada juga yang bekerja
sebagai PNS. Karakteristik umum dari peternak responden dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Karakteristik Peternak Responden Karakteristik Usia (tahun) 20-35 35-50 51> Tingkat Pendidikan SD SMP SMA PT Lama berternak (tahun) <5 5-10 10 > Status Usaha Utama Sampingan
Peternak Mitra Jumlah Persentase (orang) (persen)
Peternak Mandiri Jumlah Persentase (orang) (persen)
11 9
55 45
9 9 2
45 45 10
3 6 5 6
15 30 25 30
2 4 9 5
10 20 45 25
3 12 5
15 60 25
7 7 6
35 35 30
14 6
70 30
12 8
60 40
BAB VI GAMBARAN UMUM
6.1 Gambaran Umum Perusahaan
Rudi Jaya PS merupakan perusahaan peternakan yang menjual perlengkapan (input) budidaya ayam broiler yang berlokasi di jalan Raya Parung Sawangan Kota Depok. Awalnnya pemilik meneruskan usaha ayahnya Haji Isa sebagai peternak mandiri sejak tahun 1980, dengan lokasi kandang di belakang rumah, setelah mempunyai pengalaman dan modal yang cukup Rudi Jaya PS didirikan oleh Bapak Rudi pada tahun 2005 dengan tujuan awal hanya menjual perlengkapan usahaternak ayam, namun berkembang dengan melakukan kerjasama dengan teman-temannya dalam bentuk kemitraan ayam sistem bagi hasil. Awal usaha mitra yang tergabung hanya enam peternak, dengan jumlah populasi 27.000 ekor per periode, namun terus berkembang hingga saat ini peternak plasmanya mencapai 20 peternak dengan jumlah populasi 93.550 ekor per periode dan dengan dua sistem kemitraan, sistem bagi hasil dan sistem kontrak. Selain menjual perlengkapan ternak, Rudi jaya PS juga menjual kebutuhan usaha budidaya ikan, seperti pelet dan perlengkapan lainnya. Rudi Jaya PS sendiri merupakan perusahaan perseorangan dimana Bapak Rudi selain sebagai pendiri dan pemilik beliau juga bertanggung jawab terhadap semua kegiatan perusahaan, dari produksi hingga pemasaran. Dalam kegiatan operasional perusahaan, pemilik dibantu oleh enam orang tenaga kerja yang membantu dalam bidang administrasi, keuangan dan distribusi, semua pegawainya adalah saudara dari Bapak Rudi. Perusahaan selama ini belum mempunyai struktur organisasi yang jelas, dimana
semua dapat dikerjakan fleksibel, namun mulai tahun ini sudah mulai di buat tugas-tugas dan wewenang yang jelas antar pegawai.
6.2 Mekanisme Pelaksanaan Kemitraan Rudi Jaya PS
Sistem kemitraan yang di terapkan Rudi Jaya PS berdasarkan rasa saling percaya, tidak ada perjanjian-perjanjian kontrak secara tertulis. Peternak hanya disyaratkan menyediakan kandang, baik kandang milik sendiri ataupun kandang sewa dan semua peralatan kandang yang diperlukan. Perusahaan mitra menyediakan seluruh input yang dibutuhkan oleh peternak dalam proses budidaya ayam broiler, seperti DOC, pakan dan obat-obatan. Bentuk kerjasama yang dilakukan antara perusahaan mitra dan peternak terbagi dua sistem, yaitu ssitem bagi hasil dan sistem kontrak. Sistem bagi hasil adalah sistem kerjasama yang dilakukan dengan kesepakatan pembagian penerimaan sebesar 50 persen-50 persen di mana dari hasil usaha ternak ayam broiler dihasilkan penerimaan, maka 50 persen menjadi penerimaan peternak dan 50 persen menjadi penerimaan perusahaan inti, apabila merugi resiko kerugian ditanggung peternak 50 persen dan perusahaan 50 persen. Sistem yang lainnya yaitu sistem kontrak di mana pada sistem ini pembagian penerimaan adalah 25 persen-75 persen, yang artinya dari hasil usaha ternak dihasilkan penerimaan, maka 25 persen menjadi penerimaan peternak dan 75 persen menjadi penerimaan perusahaan inti. Sistem kerjasama yang dilakukan pertama kali oleh perusahaan yaitu sistem bagi hasil, dan untuk mengembangkan usahanya perusahaan melakukan kerjasama dengan sistem kontrak. Mekanisme sistem bagi hasil, peternak menyediakan kandang, peralatan kandang serta tenaga kerja. Pihak inti hanya
menyediakan input seperti DOC, pakan, obat-obatan dan kebutuhan operasional kandang, sedangkan pada sistem kontrak peternak hanya menyediakan kandang, peralatan serta tenaga kerja, pihak inti menyediakan seluruh kebutuhan dalam usaha ternak ayam broiler. Pada sistem bagi hasil manajemen pemeliharaan diserahkan pada peternak namun masih dalam pengawasan pihak inti, baik dari segi manajemen maupun dari segi produksi, sedangkan pada sistem kontrak, seluruh manajemen pemeliharaan dilakukan oleh pihak inti, sehingga peternak terlihat seperti pegawai yang bekerja pada inti. Peternak yang menggunakan sistem kontrak adalah peternak yang tidak berani mengambil resiko, dan mereka adalah para peternak yang pernah mengalami kegagalan sebelumnya.
6.3
Penetapan Harga Sapronak dan Hasil Panen
Penetapan harga dilakukan dengan sistem kepercayaan, di mana harga yang di pakai adalah harga yang berlaku di pasar pada saat periode produksi, baik untuk harga sapronak maupun harga penjualan hasil panen. Perhitungan harga sapronak yang dibebankan pada peternak disesuaikan dengan harga sapronak yang di beli perusahaan dan kuantitas sapronak yang dipakai oleh peternak Harga jual ayam pun disesuaikan dengan harga posko yang terjadi saat panen dilakukan. Perusahaan kurang dalam keterbukaan harga walaupun pada akhir panen pihak inti memberikan rincian biaya yang dibebankan pada peternak.
6.4
Penjaringan Peternak Plasma
Peternak plasma bagi perusahaan merupakan mitra kerja yang harus dipertahankan hubungannya agar usaha tetap berjalan dengan baik, selain itu pihak perusahaan (inti ) terus mencari peternak plasma yang baru. Calon peternak
plasma dapat langsung mendatangi kantor sebagai calon mitra, selanjutnya pihak perusahaan akan turun survei untuk melihat kesiapan calon peternak plasma baik secara teknis maupun non teknis. Kemitraan yang berkembang selama ini identik untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya dengan menambah mitra. Cara penjaringan dengan datang ke kantor biasanya untuk calon mitra bagi hasil namun pihak perusahaan juga biasanya mencari calon
peternak plasma ke pelosok-pelosok dan cara ini
dilakukan untuk mencari calon peternak sistem kontrak.
6.5
Pengawasan
Manajemen pemeliharaan pada Sistem bagi hasil memang diserahkan pada peternak namun pihak inti tetap melakukan pengawasan, sedangkan untuk sistem kontrak manajemen pemeliharaan sepenuhnya dilakukan oleh pihak inti. Pengawasan dari perusahaan inti di lakukan untuk melihat perkembangan kegiatan budidaya di kandang. Pengawasan dilakukan untuk membantu peternak yang mengalami kesulitan di kandang, seperti pertumbuhan bobot badan, serta penyakit. Pengawas pihak inti sering disebut pembimbing lapang (PL). PL melakukan pengawasan sejak persiapan kandang, saat DOC masuk hinggga panen, dan memberikan laporan perkembangan budidaya kepada perusahaan inti. Pengawasan dilakukan seminggu sekali, tetapi untuk peternak yang bermasalah PL bisa datang tiap hari, selain PL dari pihak inti biasanya dibantu oleh penyuluh dari pihak perusahaan vaksin atau obat dalam pemberian vaksin atau obat-obatan.
BAB VII HASIL DAN PEMBAHASAN
7.1 Analisis Pendapatan Usahaternak 7.1.2 Biaya Produksi
Komponen biaya yang dikeluarkan peternak pada kegiatan budidaya usahaternak ayam broiler terbagi atas biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel untuk peternak mitra semua di tanggung oleh perusahaan inti sedangkan untuk peternak mandiri ditanggung sendiri, yang termasuk dalam biaya variabel antara lain DOC, pakan, obat-obatan dan vitamin, vaksin, bahan bakar pemanas, listrik, tenaga kerja tambahan dan operasional kandang, operasional kandang ini terdiri atas, sekam, pemanas, desinfektan, kapur, deterjen. Pada sistem bagi hasil tenaga kerja tambahan tidak masuk dalam biaya variabel yang ditanggung oleh perusahaan inti tetapi dibebankan pada peternak plasma, sedangkan pada sistem kontrak, biaya tenaga kerja tambahan dibebankan pada perusahaan inti. Komponen biaya variabel peternak mitra sistem bagi hasil, sistem kontrak dan Peternak Mandiri skala usaha 5000 ekor, dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 memperlihatkan bahwa dari total biaya variabel, total biaya variabel tertinggi dikeluarkan oleh peternak mandiri sebesar Rp.72.566876 dan total biaya variabel terendah dikeluarkan oleh peternak mitra sistem kontrak sebesar Rp. 63.435.865. Hal ini di sebabkan oleh, tingginya komponen biaya harga pakan pada peternak mandiri yaitu sebesar Rp. 52.265.900, peternak mitra sistem bagi hasil sebesar Rp. 45.438.384,2 dan biaya pakan terendah pada peternak mitra sistem kontrak sebesar Rp. 44.285.131. Pakan merupakan komponen biaya terbesar dalam usahaternak, namun tingginya biaya pakan pada
peternak mandiri disebabkan karena berat ayam saat dipanen lebih besar dibandingkan dengan peternak mitra, sehingga pakan yang yang dibutuhkan lebih banyak dibandingkan peternak mitra. Tabel 16 . Komposisi Biaya Variabel Usaha Ternak Pada Sistem Bagi Hasil, Sistem Kontrak dan Peternak Mandiri Skala Usaha 5000 Ekor Satu Periode Maret-April 2008 Keterangan I. Biaya Variabel Doc Pakan Obat-obatan Operasional Kandang TKLK Listrik Total Biaya Variabel
Sistem Bagi Hasil ( Rupiah) 15.625.000 45.438.348 1.619.355,95 2.106.002,38 0 245.163,69 65.033.870,2
Sistem Kontrak ( Rupiah)
Mandiri (Rupiah)
15.250.000 44.285.131 1.334.064 2.091.822 254.558,6 220.289,2 63.435.865
15.250.000 52.265.900 1.992.930 1.736.010 995.853,3 326.183,2 72.566.876
Biaya DOC tertinggi dikeluarkan oleh peternak mitra sistem bagi hasil sebesar Rp. 15.625.000, pada peternak mitra sistem kontrak dan peternak mandiri sebesar Rp. 15.250.000. Hal ini terkait dengan pemilihan jenis strain yang bervariatif pada peternak mitra bagi hasil sehingga berimplikasi pada harga DOC itu sendiri. Biaya operasional kandang pada peternak mitra lebih tinggi dibandingkan dengan biaya operasional kandang peternak mandiri. Peternak mitra bagi hasil sebesar Rp. 2.106.002,38, peternak mitra sistem kontrak sebesar Rp. 2.091.822, sedangkan peternak mandiri sebesar Rp.1.736.010. Peternak mandiri mengeluarkan lebih kecil karena untuk pemanas, peternak mandiri menggunakan gas sedangkan peternak mitra menggunakan minyak tanah, dimana menggunakan gas lebih efisien dibandingkan minyak tanah. Peternak mandiri, dan peternak mitra sistem kontrak memasukkan biaya tenaga kerja luar keluarga ke dalam komponen biaya variabel sebesar Rp. 995.853 dan Rp. 254.558, sedangkan peternak mitra sistem bagi hasil tidak dimasukkan dalam biaya variabel.
Biaya tetap pada peternak mandiri atau biaya yang ditanggung peternak mitra terdiri atas Penyusutan, tenaga kerja dalam keluarga dan biaya sewa. Komponen biaya tetap pada peternak mitra dan mandiri dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Komponen Biaya Tetap Usahaternak Pada Kemitraan Sistem Bagi Hasil, Sistem Kontrak dan Peternak Mandiri Skala Usaha 5000 Ekor satu Periode Maret-April 2008 Keterangan II. Biaya Tetap Peternak Penyusutan Kandang Penyusutan Peralatan TKLK TKDK Sewa Kandang Total Biaya Tetap
Sistem bagi Hasil (Rupiah)
Sistem Kontrak (Rupiah)
652.901,658 246.369,4 1.561.260,98 375.000 563.881,682 3.399.413,76
990.877,4 237.489,9 0 1.126.520 0 2.354.887
Mandiri (Rupiah) 889.653,3 870.388,4 0 678.595,4 140.273,9 2.578.911
Tabel 17 menunjukkan bahwa biaya tetap terbesar dikeluarkan oleh peternak mitra bagi hasil sebesar Rp.3.399.413,76, total biaya tetap peternak mandiri sebesar Rp.2.578.911, dan pada sistem kontrak sebesar Rp.2.354.887. Hal ini dikarenakan pada sistem bagi hasil, tenaga kerja luar keluarga (TKLK) dibebankan pada biaya tetap. Berbeda dengan peternak mitra sistem kontrak dan mandiri dimana TKLK dibebankan pada biaya variabel. Biaya sewa kandang yang dikeluarkan pada sistem bagi hasil juga tertinggi sebesar Rp.563.881,68, karena ada peternak yang menyewa kandang, sama dengan peternak mandiri dimana ada juga peternak mandiri yang menyewa kandang sebesar Rp.140.273,9, sedangkan pada peternak mitra sistem kontrak tidak ada yang menggunakan kandang sewa. Biaya penyusutan kandang kandang terbesar dikeluarkan oleh peternak mitra sistem kontrak sebesar Rp. 990.877,4. Sebesar Rp.889.653,3 dikeluarkan oleh peternak mandiri dan peternak mitra sistem bagi hasil sebesar Rp.652.901,66.
Peternak mitra sistem bagi hasil paling rendah karena ada biaya sewa kandang. Biaya penyusutan peralatan terbesar dikeluarkan oleh peternak mandiri sebesar Rp.870.388,4. Peternak bagi hasil sebesar Rp.246.369,4 dan peternak sistem kontrak sebesar Rp.237.489,9. Biaya penyusutan alat pada peternak mandiri paling besar karena peralatan yang di pakai lebih bagus dibandingkan peternak mitra seperti pemanas yang menggunakan kompor gas, sedangkan peternak mitra menggunakan semawar dan kompor batubara. Biaya tenaga kerja keluarga (TKDK) terbesar dikeluarkan oleh peternak sistem kontrak sebesar Rp.1.126.520. Peternak Mandiri sebesar Rp.678.595,4 dan peternak mitra sistem bagi hasil sebesar Rp.375.000. Biaya TKDK pada peternak sistem kontrak paling besar karena hampir sebagian besar pekerjaan dikerjakan oleh sendiri.
7.1.3
Penerimaan Usahaternak
Penerimaan yang diperoleh peternak di dapat dari hasil penjualan ayam panen ditambah dengan penerimaan lain seperti hasil penjualan kotoran dan karung. Komponen penerimaan dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Penerimaan Usahaternak Ayam Broiler Pada Kemitraan Sistem Bagi Hasil, Sistem Kontrak dan Peternak Mandiri. Skala Usaha 5000 ekor Satu Periode Maret-April 2008 IV. Penerimaan Hasil Panen Kotoran Karung V. Total Penerimaan
Sistem Bagi Hasil (Rupiah) 76.035.797,2 209.672,619 190.267,857 76.435.737,7
Sistem kontrak (Rupiah) 75.971.666 143.188,9 322.360,2 76.437.215
Mandiri (Rupiah) 88.699.854 147.056,1 201.663,4 89.048.573
Tabel 18. menunjukkan total penerimaan terbesar diperoleh oleh peternak mandiri yaitu sebesar Rp.89.048.573, yang diterima dari hasil panen sebesar Rp 88.699.854 dari penjualan kotoran sebesar Rp. !47.056,1 dan hasil penjualan
karung sebesar Rp.201.663,4. Total penerimaan terkecil diperoleh oleh peternak sistem bagi hasil sebesar Rp. 76.435.737,7 yang diterima dari hasil panen sebesar Rp.76.035.797,2 dari penjualan kotoran sebesar Rp.209.672,61 dan hasil penjualan karung sebesar Rp. 190.267,85. Total penerimaan Peternak mitra sistem kontrak berada diantara peternak mandiri dan peternak mitra sistem kontrak, yaitu sebesar Rp.76.437.215 yang diterima dari hasil panen sebesar Rp.75.971.666, dari penjualan kotoran sebesar Rp.143.188,9 dan hasil penjualan karung sebesar Rp.322.360. Perbedaan penerimaan ini khususnya yang dihasilkan dari hasil panen dikarenakan, penjualan berat ayam peternak mandiri yang lebih besar daripada peternak mitra. Total berat ayam yang dijual sebesar 7391,65 kg dengan rata-rata berat ayam 1,55 kg, dan harga jual Rp 12.000/kg Besarnya total berat ayam yang dijual juga dipengaruhi mortalitas ayam yang lebih kecil yaitu 4,2 persen. Penerimaan yang diperoleh peternak mitra, baik sistem bagi hasil dan sistem kontrak tidak berbeda jauh dengan berat total ayam yang dijual sebanyak 5987,07 kg, dengan rata-rata berat ayam 1.27 kg dan harga jual Rp. 12.700/kg. Penerimaan yang diperoleh peternak sistem kontrak untuk hasil total berat panen sebanyak 5982,02 kg dengan rata-rata berat ayam 1.26 kg dan harga jual Rp.12.700. Rendahnya total berat ayam yang dijual juga dipengaruhi mortalitas ayam, Sistem bagi hasil dengan mortalitas 6,03 persen dan sistem kontrak 5,45 persen. Peternak mitra tidak dapat menjual ayam sendiri, karena berat ayam yang dijual pada peternak mitra disesuaikan dengan permintaan perusahaan inti, di mana perusahaan inti menginginkan berat ayam yang fluktuatif. Berbeda dengan
peternak mandiri, yang dapat menjual ayam sesuai dengan keinginan peternak, sehingga dapat menjual ayam dengan berat yang lebih besar.
7.1.4. Pendapatan Usahaternak Ayam Broiler
Pendapatan usahaternak ayam broiler adalah selisih penerimaan total dengan pengeluaran total selama proses produksi. Perhitungan pendapatan usahaternak ayam broiler 5000 ekor pada kemitraan sistem bagi hasil, sistem kontrak dan peternak mandiri dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Pendapatan Usahaternak Ayam Broiler Pada Kemitraan Sistem Bagi Hasil, Sistem Kontrak dan Peternak Mandiri. Skala Usaha 5000 ekor Satu Periode Maret-April 2008 Penerimaan Total Penerimaan Total Biaya Pendapatan R/C Rasio
Sistem Bagi Hasil (Rupiah) 76.435.737,7
Sistem kontrak (Rupiah) 76.437.215
Mandiri (Rupiah) 89.048.573
68.433.284
65.790.752
76.595.027
8.002.453,66
10.646.463
12.453.546
1,118
1,163
1.162
Tabel 19 menunjukkan pendapatan terbesar diperoleh oleh peternak mandiri sebesar Rp.12.453.546 dan pendapatan terendah yang diperoleh peternak mitra sistem bagi hasil sebesar Rp.8.002.453,66 dan pendapatan peternak mitra sistem kontrak berada diantara peternak mandiri dan peternak sistem bagi hasil yaitu sebesar Rp.10.646.463. Perbedaan ini terjadi karena penerimaan yang diperoleh peternak mandiri sangat besar, walaupun total biaya yang yang dikeluarkan juga lebih besar daripada peternak mitra. Total biaya terendah dikeluarkan oleh peternak mitra sistem kontrak sebesar Rp.65.790.752 , sehingga pendapatan yang didapat lebih besar daripada peternak sistem bagi hasil, walaupun penerimaan yang diperoleh tidak berbeda jauh dengan peternak sistem
bagi hasil. Peternak sistem bagi hasil memperoleh pendapatan rendah karena biaya yang dikeluarkan cukup besar dibandingkan peternak sistem kontrak. Nilai R/C rasio terbesar diperoleh peternak mitra sistem kontrak sebesar 1,163, disusul R/C rasio peternak mandiri sebesar 1.162 dan peternak mitra sistem bagi hasil sebesar 1,118. Dilihat dari nilai pendapatan dan R/C rasio, usahaternak ayam broiler ini masih menguntungkan baik peternak mandiri maupun peternak mitra.
7.1.5 Pendapatan Yang Diterima Peternak
Pendapatan yang diterima peternak dalam kemitraan memang berbeda dengan peternak mandiri, khususnya kemitraan yang dijalankan pada Rudi Jaya PS pada sistem bagi hasil dan sistem kontrak. Kemitraan pada sistem bagi hasil, penerimaan hasil panen setelah dikurangi biaya variabel, di bagi dua 50 persen untuk perusahaan inti dan 50 persen untuk peternak, sedangkan pada sistem kontrak penerimaan hasil panen setelah dikurangi biaya variabel, di bagi 75 persen untuk perusahaan inti dan 25 persen untuk peternak. Keuntungan yang diterima peternak mitra sistem bagi hasil adalah sebesar Rp.2.501.490,23, nilai ini sudah dikurangi TKDK dan penyusutan. Keuntungan yang diperoleh peternak mitra sistem kontrak yaitu sebesar Rp.1.244.612,45. Perhitungan pendapatannya dapat dilihat pada Tabel 20 dan 21. Pendapatan yang diterima peternak mandiri sama dengan pendapatan usahaternaknya yaitu sebesar Rp.12.453.546. Peternak mandiri tidak mendapat potongan seperti peternak mitra, sehingga pendapatan yang diterima peternak mandiri lebih besar daripada pendapatan peternak mitra.
Tabel 20. Pendapatan Yang Diterima Peternak Mitra Sistem Bagi Hasil Skala Usaha 5000 Ekor Periode Maret-April 2008 .Komponen a.Hasil Panen b.Total Biaya Variabel c.Pendapatan (a-b) d.Hasil Panen Peternak Mitra 50% (c x 50%) e.Kotoran f.Karung g.Penerimaan Peternak mItra (c+d+e) h.Total Biaya Tetap i.Pendapatan Peternak Mitra (g-h)
Jumlah (Rupiah) 76.035.797,20 65.033.870,22 11.001.926,98 5.500.963,49 209.672,62 190.267,86 5.900.903,97 3.399.413,74 2.501.490,23
Tabel 21. Pendapatan Yang Diterima Peternak Mitra Sistem Kontrak Skala Usaha 5000 Ekor Periode Maret-April 2008 Komponen a.Hasil Panen b.Total Biaya Variabel c.Pendapatan (a-b) d.Hasil Panen Peternak Mitra 25% (c x 25%) e.Kotoran f.Karung g.Penerimaan Peternak mItra (d+e+f) h.Total Biaya Tetap i.Pendapatan Peternak Mitra (g-h)
Jumlah (Rupiah) 75.971.665,9 63.435.865,4 12.535.800,5 3.133.950,13 143.188,92 322.360,19 3.599.499,24 2.354.886,78 1.244.612,45
Tabel 22. Pendapatan Yang Diterima Peternak Mandiri Skala Usaha 5000 Ekor Periode Maret-April 2008 Komponen a Hasil Panen b Kotoran c Karung d Penerimaan Peternak Mitra (a+b+c) e Total Biaya Variabel f Total biaya Tetap g Total Biaya h Pendapatan Peternak Mitra (d-g)
Jumlah (Rupiah) 88.699.854 147.056,1 201.663,4 89.048.573 72.566.876 2.578.911 76.595.027 12.453.546
7.2. Perbedaan Tingkat Pendapatan
Hasil analisis pendapatan bersih usahaternak sebelumnya akan diuji secara statistik. Untuk melihat signifikansi perbedaan dari ketiga sampel peternak,
peternak mitra sistem bagi hasil, sistem kontak dan peternak mandiri digunakan uji Anova dan uji-t (Lampiran 2 ). 7.2.1 Uji ANOVA
Uji dilakukan untuk membandingkan pendapatan yang diterima dari ketiga golongan sampel peternak, peternak mitra sistem bagi hasil, sistem kontrak dan peternak mandiri. Berdasarkan hasil uji Anova terhadap perbedaan tingkat pendapatan antara peternak mitra sistem kontrak, sistem bagi hasil dan peternak mandiri, menunjukan hasil bahwa F hitung lebih besar dari F tabel (33,46 > 3,32) berarti tolak H0. Hal ini berarti pendapatan ketiganya berbeda nyata. Terlihat juga dari rata-rata pendapatan yang diterima peternak sistem bagi hasil sebesar Rp 2.456.578,26 peternak sistem kontrak sebesar Rp. 1.180.721 dan pendapatan rata-rata peternak mandiri sebesar Rp. 15.189.092. 7.2.2 Uji-t
Uji-t dilakukan untuk membandingkan pendapatan bersih dari ketiga sampel peternak secara berpasangan. ( Mandiri Vs bagi hasil ; mandiri vs kontrak ; bagi hasil vs kontrak ).Hasil uji-t terhadap pendapatan peternak mandiri dengan peternak system bagi hasil menunjukan bahwa t hitung > dari t table ( 7,72 > 1,725 ) artinya tolak H0, berarti rata-rata pendapatan peternak mandiri dan peternak sistem bagi hasil berbeda nyata. Hal ini juga berarti pendapatan peternak mandiri lebih besar dari pendapatan peternak bagi hasil. Hasil uji-t pendapatan peternak mandiri dengan peternak sistem kontrak menunjukan bahwa nilai t hitung > t table (6,63 > 1,697) artinya tolak H0 berarti rata-rata pendapatan peternak mandiri dengan peternak sistem kontrak berbeda nyata. Hal ini juga berarti pendapatan peternak mandiri lebih besar daripada pendapatan peternak mitra sistem kontrak.
Hasil uji-t pendapatan peternak mitra sistem bagi hasil dengan sistem kontrak menunjukan bahwa nilai t hitung > t table (2,28 > 1,734) artinya tolak H0, berarti pendapatan sistem bagi hasil dengan sistem kontrak berbeda nyata. Hal ini juga menunjukan pendapatan peternak sistem bagi hasil lebih besar dari pendapatan sistem kontrak. Berdasarkan uji-t dua sisi di atas menunjukan bahwa pendapatan peternak mitra lebih kecil, baik sistem bagi hasil maupun sistem kontrak, dibandingkan dengan peternak mandiri. Pendapatan rata-rata peternak mitra sistem kontrak memperoleh pendapatan paling kecil diantara sampel keduanya.
BAB VIII ANALISIS RESPON PETERNAK TERHADAP ATRIBUT KEMITRAAN
8.1 Analisis Tingkat kepentingan dan Kinerja
Salah satu hal penting yang perlu diketahui dalam memahami kepuasan peternak terhadap kinerja suatu perusahaan ialah dengan melakukan penilaian secara individu terhadap dimensi atau faktor-faktor yang membentuk kinerja perusahaan. Pengukuran respon peternak secara individu terhadap atribut kemitraan ini dibagi menjadi tiga dimensi, yaitu pelayanan sarana produksi, pelayanan teknis budidaya, dan pelayanan pasca panen, dimana ketiga dimensi tersebut dibagi menjadi 15 atribut.
8.1.1 Analisis Tingkat Kepentingan dan Kinerja Dimensi Pelayanan Sarana Produksi
Pengukuran respon peternak terhadap tingkat kepentingan serta kinerja dimensi pelayanan sarana produksi. Dimensi pelayan sarana produksi akan dibagi kedalam
delapan atribut, yaitu penerapan harga DOC, kualitas DOC, harga
pakan, kualitas pakan, harga obat dan vaksin, kualitas obat dan vaksin, kecukupan sarana produksi dan jadwal pengiriman sarana produksi. Keseluruhan penilaian responden terhadap tingkat kepentingan dan kinerja dari dimensi pelayanan sarana produksi akan dinyatakan dengan skor yang menunjukan tingkat kepentingan dan kinerjanya dimata responden. Berdasarkan hasil penilaian responden terhadap tingkat kepentingan dari dimensi pelayanan sarana produksi diperoleh total skor rata-rata sebesar 78,87 artinya bahwa keseluruhan atribut-atribut dari dimensi pelayanan sarana produksi
tersebut dianggap penting oleh peternak. Atribut-atribut apa saja yang menjadi prioritas bagi peternak dapat dilihat pada Tabel 23. Berdasarkan pengurutan prioritas terlihat bahwa atribut dengan tingkat kepentingan tertinggi yaitu kualitas pakan dengan skor 93 atau dinilai sangat penting, disusul dengan kualitas DOC dengan skor 91 dan kualitas obat dan vaksin dengan skor 86. Hal ini menunjukan bahwa kualitas sarana produksi menjadi prioritas utama atau sangat penting dalam budidaya ayam broiler. Kecukupan sarana produksi menjadi prioritas dengan tingkat kepentingan keempat dimata responden dengan skor 80, lalu jadwal pengiriman sarana produksi dengan skor 78, harga obat dan vaksin dengan skor 74 dan harga pakan dengan skor 69, atribut ini dapat dinilai penting oleh peternak. Prioritas berikutnya yang dianggap cukup penting oleh peternak yaitu harga DOC dengan skor 60. Tabel 23. Penilaian Peternak Terhadap Tingkat Kepentingan Dimensi Pelayanan Sarana Produksi TP Atribut F % Harga DOC Kualitas DOC Harga Pakan Kualitas Pakan Harga Obat dan Vaksin Kualitas Obat Kecukupan Saprodi Jadwal Pengiriman Saprodi Rata-rata F = Frekuensi jawaban responden
F 9
KP % 45
5
25
3
15
F 2 1 3
CP % 10 5 15
7 1 1 2
P
35 5 5
F 9 7 10 7 10 12 18
% 45 35 50 35 50 60 90
10
18
90
F
SP %
12 2 13
60 10 65
7 1
35 5
Total Skor 60 91 69 93 74 86 80 78 78.87
8 2 7 1 6 3 4 5
Penilaian peternak terhadap tingkat kinerja atau pelaksanaan dari atribut dimensi pelayanan sarana produksi diperoleh total skor rata-rata sebesar 72,5, artinya bahwa secara keseluruhan atribut-atribut dari dimensi pelayanan sarana produksi dari segi pelaksanaannya menurut responden dianggap baik atau telah
memuaskan. Atribut dengan tingkat kinerja tertinggi ditunjukan oleh atribut kualitas pakan dengan skor 79, dimana 95 persen responden merasa puas terhadap atribut tersebut. Penilaian kinerja terhadap dimensi sarana produksi dapat dilihat pada Tabel 24. Hal ini disebabkan pakan yang diberikan oleh perusahaan inti memang pakan yang berkualitas. Tabel 24. Penilaian Peternak Terhadap Tingkat Kinerja Dimensi Pelayanan Sarana Produksi TP Atribut F % Harga DOC Kualitas DOC Harga Pakan Kualitas Pakan Harga Obat dan Vaksin Kualitas Obat Kecukupan Saprodi Jadwal Pengiriman Saprodi Rata-rata F = frekuensi jawaban responden
F 1
KP % 5
F 5 3 8 1
CP % 25 15 40 5
F 13 17 11 19
35 20 45 30
1
5
2
10
2
10
7 4 9
1
5
6
P %
SP %
65 85 55 95
Total Skor 69 77 70 79
6 2 5 1
11 16 9
55 80 45
69 76 67
7 3 8
12
60
73 72.5
4
F
1
5
Atribut kecukupan sarana produksi merupakan atribut dengan kinerja terendah dengan skor 67. Ini mengindikasikan bahwa pelayanan yang diberikan oleh perusahaan inti terhadap kecukupan sarana produksi cukup puas, khususnya pada peternak mitra sistem kontrak, terlihat pada respon peternak sebesar 10 persen yang menilai kurang puas terhadap atribut ini. Hal ini terjadi dikarenakan lokasi peternak yang cukup jauh dari perusahaan inti, dan juga kurangnya alat komunikasi membuat peternak terlambat memberikan laporan kepada perusahaan inti apabila ada kekurangan sarana produksi, sehingga distribusi sarana produksi sedikit terhambat.
8.1.2. Analisis Tingkat Kepentingan dan Kinerja Dimensi Pelayanan Teknis Budidaya
Pengukuran respon peternak terhadap tingkat kepentingan serta kinerja dari perusahaan inti dalam kemitraan terhadap pelayanan teknis budidaya dilakukan dengan melihat empat atribut, yaitu frekuensi bimbingan teknis, pelayanan dan materi bimbingan, kesesuaian waktu panen dan respon terhadap keluhan. Keseluruhan penilaian responden terhadap tingkat kepentingan dan kinerja dari dimensi ini akan dinyatakan dengan skor yang menunjukan tingkat kepentingan dan kinerjanya dimata responden (peternak). Penilaian tingkat kepentingan terhadap keseluruhan atribut dari dimensi pelayanan teknis budidaya, menghasilkan total nilai rata-rata 81,25. Hal ini menunjukan bahwa peternak menganggap atribut-atribut tersebut penting. Total skor yang ditunjukan oleh dimensi ini hampir sama, dengan skor 82, atribut tersebut yaitu frekuensi bimbingan, materi bimbingan dan kesesuaian waktu panen. Peternak cenderung menginginkan pelayanan teknis budidaya yang ditawarkan perusahaan inti dapat memenuhi harapan mereka. Untuk atribut frekuensi bimbingan 80 persen responden menyatakan ini penting. Peternak menginginkan frekuensi kedatangan PL memberikan bimbingan sesering mungkin. Untuk atribut materi bimbingan, 80 persen responden menyatakan ini penting, responden menginginkan materi bimbingan teknis dalam budidaya sesuai dengan teknis. Atribut kesesuaian waktu panen juga sama, 80 persen responden menyatakan kesesuaian waktu panen itu penting, responden menginginkan waktu panen yang sesuai dengan harapan mereka. Nilai kepentingan terendah dalam dimensi pelayanan teknis produksi diperoleh atribut respon terhadap keluhan dengan skor 79, namun skor ini masih masuk dalam
kategori penting, dimana responden menginginkan perusahaan inti dapat mengatasi keluhan peternak sesuai dengan apa yang mereka sampaikan. Tabel 25. Penilaian Peternak Terhadap Tingkat Kepentingan Dimensi Pelayanan Teknis Budidaya. TP Atribut F % Frekuensi Bimbingan Pelayanan dan Materi Bimbingan Kesesuaian Waktu Panen Respon Terhadap Keluhan Rata-rata F = Frekuensi jawaban responden
F
KP %
CP F
P %
1
5
SP F % 2 10
F 18
% 80
18
90
2
18
90
2
19
95
Total Skor 82
1
10
82
2
10
82
2
79 81.25
Hasil penilaian responden (peternak) terhadap tingkat kinerja atribut dimensi pelayanan teknis budidaya, dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26 menunjukan atribut-atribut tersebut sudah baik dan memberikan kepuasan bagi responden, dengan total skor rata-rata 74,25. Atribut dengan tingkat kinerja tertinggi ditunjukan oleh atribut respon terhadap keluhan dengan skor 80, dimana 100 persen responden merasa puas terhadap atribut ini. Tingginya kinerja atribut ini dikarenakan perusahaan cepat dalam merespon keluhan yang disampaikan oleh peternak, misalnya peternak butuh sesuatu, pada hari itu juga perusahaan akan merespon permintaan responden (peternak). Atribut frekuensi bimbingan berada diurutan kedua dengan skor 77, dimana 85 persen responden merasa puas dengan frekuensi bimbingan yang dilakukan oleh perusahaan inti. Perusahaan melakukan pengawasan seminggu sekali. Urutan ketiga atribut pelayanan dan materi bimbingan dengan skor 71, dimana 60 persen menjawab puas dan 35 persen menjawab cukup puas, walaupun ada lima persen responden yang menjawab kurang puas. Responden yang kurang puas merasa bahwa materi yang diberikan kurang sesuai karena responden merasa
lebih berpengalaman dari pembimbing lapang yang dipercaya perusahaan inti. Atribut dengan skor terendah adalah kesesuaian waktu panen dengan skor 69, dimanan hanya 50 persen responden yang puas dan 45 persen merasa cukup bahkan lima persen responden merasa kurang puas. Ini terlihat dari panen yang dilakukan perusahaan terkadang diawal atau sebelum masa panen, selain itu untuk peternak yang memelihara cukup banyak ayam, panen yang dilakukan perusahaan cukup lama. Ini semua terjadi karena perusahaan menyesuaikan dengan kondisi pasar. Tabel
26.
Penilaian Peternak Terhadap Pelaksanaan Teknis Budidaya.
TP Atribut F % Frekuensi Bimbingan Pelayanan dan Materi Bimbingan Kesesuaian Waktu Panen Respon Terhadap Keluhan Rata-rata F= frekuensi jawaban responden
F
KP %
F
CP %
Tingkat P
F
%
F
Kinerja SP %
Dimensi
Total Skor
3
15
17
85
77
2
1
5
7
35
12
60
71
3
1
5
9
45
10
50
69
4
20
100
80 74.25
1
8.1.3. Analisis Tingkat Kepentingan dan Kinerja Dimensi Pelayanan Pasca Panen
Dimensi pelayanan pasca panen merupakan bagian penting dalam atribut kemitraan. Atribut-atribut yang termasuk kedalam dimensi ini meliputi kesesuaian harga output, waktu pembayaran hasil panen dan penanganan sisa sapronak. Tabel 27. menunjukan bahwa menurut responden (peternak) atribut-atribut pada dimensi ini dinilai penting bagi responden dengan nilai rata-rata 83. Berdasarkan urutan terlihat bahwa atribut pembayaran hasil panen merupakan atribut dengan tingkat kepentingan teratas dengan skor 97, ini berarti atribut ini sangat penting bagi
responden. Urutan kedua ialah kesesuaian harga output dengan skor 78, lalu diikuti atribut penanganan sisa sapronak dengan skor 74 dimana dua atribut ini masuk dalam kategori penting Tabel 27. Penilaian Peternak Terhadap Tingkat Kepentingan Dimensi Pelayanan Pasca Panen Atribut Kesesuaian Harga Output Pembayaran Hasil Panen Penanganan Sisa sapronak Rata-rata
TP F %
KP F % 1
5
CP F % 2
6
10
30
P F
%
SP F %
Total Skor
15
75
2
10
78
2
3
15
17
85
97
1
14
70
74 83
3
Penilaian responden (peternak) secara keseluruhan terhadap tingkat kinerja atribut dimensi pelayanan pasca panen diperoleh hasil bahwa atribut - atribut ini berkinerja baik dengan skor rata-rata 77, artinya responden telah merasa puas terhadap pelaksanaannya. Kinerja atribut dengan nilai kepuasan tertinggi adalah pembayaran hasil panen dengan skor 82, hal ini dikarenakan perusahaan inti memberikan hasil panen sesuai dengan yang dijanjikan atau yang dinginkan peternak. Atribut lain yang dinilai puas yaitu atribut kesesuaian harga output dengan skor 76, dimana harga output yang diberikan perusahaan inti sesuai dengan harga yang berlaku di pasar. Atribut penanganan sisa sapronak dengan skor terendah pada dimensi pelayanan pasca panen sebesar 73.
Tabel 28. Penilaian Peternak Terhadap Kinerja Dimensi Pelayanan Pasca Panen TP F %
Atribut Kesesuaian Harga Output Pembayaran Hasil Panen Penanganan Sisa Sapronak Rata-rata F = frekuensi jawaban responden
KP F %
CP F % 4
7
20
35
P F
%
16 18
80 90
13
90
SP F %
2
10
Total Skor 76 82
2 1
73 77
3
8.2. Perhitungan Importance Performance Analysis
Analisis tingkat kepentingan dan tingkat kinerja atribut kemitraan diolah dengan
metode
Importance
Performance
Analysis
(IPA).
Analisis
ini
dimaksudkan untuk mengetahui keadaan masing-masing atribut dari faktor-faktor kepuasan dilihat dari segi kepentingan dan kinerja atribut. Hasil analisis ini berupa dimensi atribut yang mempengaruhi kepuasan peternak mitra. Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan melakukan perhitungan penilaian dari masing-masing atribut terhadap tingkat kepentingan dan tingkat kinerjanya. Setelah itu dilakukan perhitungan nilai rata-rata tingkat kepentingan dan nilai rata-rata tingkat pelaksanaan yang diperoleh dengan membaginya dengan jumlah responden. Nilai rata-rata dari tingkat kepentingan dan pelaksanaan masing-masing atribut yang telah diperoleh kemudian dijumlahkan untuk didapatkan nilai rata-rata total tingkat pelaksanaan dengan cara membaginya dengan jumlah atribut. Atribut-atribut dibagi ke dalam empat kuadran yang mencerminkan kondisi kepentingan dan kinerja dari masing-masing atribut. Keempat kuadran tersebut, yaitu :
1. Kuadran I (Prioritas Utama), menunjukan atribut dengan kepentingan tinggi menurut responden dalam kenyataannya berkinerja rendah. 2. Kuadran
II
(Pertahankan
Prestasi),
menunjukan
atribut
dengan
kepentingan tinggi dan dalam pelaksanaannya pun telah sesuai. 3. Kuadran III (Prioritas rendah), menunjukan atribut tersebut dirasa kurang penting oleh responden, dan dalam kenyataan kinerjanya pun rendah. 4. Kuadran IV (berlebihan), menunjukan atribut tersebut bernilai kepentingan rendah tapi dalam pelaksanaannya dirasa terlalu berlebihan. Kuadran tersebut dipisahkan oleh garis pembagi yang merupakan nilai total rata-rata dari tingkat kepentingan (Y) dan nilai total rata-rata dari tingkat kinerja (X) dari atribut kemitraan pada Rudi Jaya PS. Analisis IPA ini dilakukan pada kemitraan sistem bagi hasil dan sistem kontrak, ini dimaksudkan agar hasil perhitungan lebih spesifik.
8.2.1. Analisis IPA Sistem Bagi Hasil.
Skor rata-rata tingkat kepentingan dan kinerja sistem bagi hasil secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 29. Berdasarkan tabel 29, langkah selanjutnya ialah memposisikan setiap nilai atau skor rata-rata tersebut ke masingmasing kuadran dalam diagram kartesius. Diagram kartesius sendiri dibagi menjadi empat kuadran dengan garis tengah pembagi berdasarkan nilai total ratarata tingkat kepentingan (Y) sistem bagi hasil yaitu 4,21 dan nilai rata-rata tingkat kinerja (X) sistem bagi hasil sebesar 3,70. Berdasarkan Gambar maka dapat dilihat bahwa masing-masing atribut menempati posisi sesuai dengan kuadrannya masing-masing.
Tabel 29. Perhitungan Rata-Rata Penilaian Kinerja dan Penilaian Kepentingan Pada Atribut Kemitraan Peternak Sistem Bagi Hasil Atribut Harga DOC Kualitas DOC Harga Pakan Kualitas Pakan Harga Obat dan Vaksin Kualitas Obat Kecukupan Saprodi Jadwal Pengiriman Saprodi Frekuensi Bimbingan Pelayanan dan Materi Bimbingan Kesesuaian Waktu panen Respon Terhadap Keluhan Kesesuaian Harga Output Pembayaran Hasil Panen Penanganan Sisa sapronak Total Rata-rata
X
Y
3.87 3.75 3.63 3.87 3.37 3.62 3.37 3.63 3.88 3.63 3.25 4.00 4.00 4.00 3.50 3.70
3.50 5.00 4.00 5.00 3.75 4.50 4.00 3.87 4.13 4.25 4.25 3.87 4.13 4.87 3.75 4.21
1. Kuadran I (Prioritas Utama) Kuadran I pada diagram kartesius peternak mitra sistem bagi hasil menunjukan bahwa atribut tersebut dianggap sangat penting menurut peternak, namun kinerja dari atribut ini dianggap masih rendah. Dengan demikian atribut atribut tersebut harus menjadi prioritas utama bagi perusahaan inti untuk meningkatkan kepuasan peternak. Atribut yang termasuk kedalam kuadran ini adalah : a. Kualitas obat. b. Kesesuaian waktu panen. c. Pelayanan dan materi bimbingan. Berdasarkan wawancara dengan peternak mitra sistem bagi hasil diketahui bahwa kualitas obat yang diberikan perusahaan inti baik, namun yang dikeluhkan peternak adalah diadakannya program dua perusahaan obat sehingga ada kesan
perusahaan inti mencoba obat yang ditawarkan perusahaan obat, padahal obat yang sebelumnya berkualitas baik. Program penggantian obat dilakukan bukan karena kualitas obat kurang baik tetapi karena promosi permintaan perusahaan. Perusahaan obat yang mensuplai perusahaan inti adalah PT. Sanbe dan PT Medion. Atribut kesesuaian waktu panen dinilai masih kurang kinerjanya karena perusahaan sering lama dalam proses panen, lama disini ialah panen tidak langsung habis satu atau dua hari tetapi bisa tiga hari, ini pun hanya dkeluhkan oleh peternak sistem bagi hasil yang mempunyai populasi ayam banyak. Selain itu keterlambatan panen disebabkan oleh permintaan pasar, dimana pasar yang dituju perusahaan inti hanya pasar becek, dan perusahaan inti menjual ayam kepada pemborong. ipa bagi hasil 5,5
2
4
5
14
10
Importance
4,5 11
6 7
4
9
13
3 15
8
5
12 1
3,5
3 3
3,2
3,4
3,6
3,8
4
4,2
4,4
performence
Gambar 11. Diagram Kartesisus Tingkat Kepentingan dan Kinerja Sistem Bagi Hasil.
Keterangan :
1. Harga DOC 2. Kualitas DOC 3. Harga Pakan 4. Kualitas Pakan 5. Harga Obat dan Vaksin 6. Kualitas Obat dan Vaksin 7. Kecukupan Sarana Produksi 8. Jadwal pengiriman sarana produksi 9. Frekuensi bimbingan teknis 10. Pelayanan dan Materi bimbingan 11. Kesesuaian waktu panen 12. Respon terhadap keluhan 13. Kesesuaian harga output 14. Waktu pembayaran hasil panen 15. Penanganan sisa sapronak Perusahaan juga mengutamakan pemborong yang membayar langsung (cash). Pelayanan dan materi bimbingan dirasa kurang , lebih disebabkan karena untuk peternak yang berpengalaman, materi yang diberikan oleh PL dirasa kurang. Para peternak ingin informasi-informasi baru dalam budidaya ayam. 2. Kuadran II (Pertahankan Prestasi) Kuadran II pada diagram kartesius menunjukan bahwa tingkat kepentingan dari atribut ini sangat penting atau tinggi menurut peternak, dan berdasarkan kinerja atau pelaksanaannya pun dirasa sudah baik. Atribut- atribut tersebut harus dapat dipertahankan oleh perusahaan sehingga kepuasan peternak terus terjaga. Atribut yang termasuk kedalam kuadran ini adalah : a. Kualitas DOC b. Kualitas Pakan c. Pembayaran hasil panen Pembayaran hasil panen merupakan atribut dengan tingkat kinerja terbaik, hampir semua peternak menyatakan hal tersebut, ini dikarenakan pembayaran
yang dilakukan pihak perusahaan sangat baik dimana saat peternak butuh uang perusahaan langsung memberikan kepada peternak. Atribut lainnya yang berkinerja baik ialah kualitas pakan dan kualitas DOC, dimana perusahaan inti selalu memberikan pakan dan DOC yang berkualitas sehingga proses budidaya dapat berjalan dengan baik. Kecuali ada permintaan dari peternak sendiri dimana pada sistem bagi hasil ini manajemen diserahkan pada peternak. 3. Kuadran III (Prioritas Rendah) Kuadran III pada diagram kartesius menunjukan bahwa tingkat kepentingan dan kinerja dari atribut-atribut ini dianggap rendah menurut peternak. Peningkatan kinerja dari atribut-atribut ini mutlak dilakukan oleh perusahaan inti karena hal ini dapat memunculkan rasa ketidakpuasan peternak. Atribut yang termasuk kedalam kuadran ini adalah : a. Jadwal pengiriman sarana produksi b. Harga pakan c. Penanganan sisa sapronak d. Harga obat e. Kecukupan sarana produksi Atribut-atribut dalam kuadran III ini tidaklah menjadi prioritas untuk diperbaiki kinerjanya, selain karena kepentingannya pun dianggap rendah perusahaan inti sebaiknya mendahulukan perbaikan atribut-atribut yang berada pada kuadran I (prioritas utama). Harga misalnya baik harga pakan ataupun harga obat walaupun atribut ini sebagian besar dianggap penting namun besarnya manfaat yang mereka rasakan membuat atribut ini berkinerja baik. Untuk sarana
produksi baik itu jadwal pengiriman maupun kecukupan sepertinya sudah cukup sesuai bagi peternak mitra sistem bagi hasil. 4. Kuadran IV (Berlebihan) Kuadran keempat pada diagram kartesius ini menunjukan bahwa tingkat kepentingan dari atribut ini rendah namun dalam pelaksanaannya dianggap berkinerja tinggi menurut peternak. Pihak perusahaan ini hanya perlu menjaga kinerja ini dari atribut-atribut ini. Atribut yang termasuk kedalam kuadran ini adalah : a. Respon terhadap keluhan b. Frekuensi bimbingan c. Harga DOC d. Kesesuaian harga output
8.2.2 Analisis IPA Sistem Kontrak.
Skor rata-rata tingkat kepentingan dan kinerja peternak mitra sistem kontrak secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 30. Berdasarkan tabel 30, kita dapat memposisikan setiap nilai atau skor rata-rata tersebut ke masing-masing kuadran dalam diagram kartesius. Nilai rata-rata tingkat kepentingan (Y) sistem kontrak sebesar 3,86 dan nilai tingkat kinerja (X) sistem kontrak sebesar 3,72. Berdasarkan Gambar 10, maka dapat dilihat atribut menempati posisi dengan kuadrannya masing-masing. 1. Kuadran I (Prioritas Utama) Kuadran I pada diagram kartesius peternak mitra sistem kontrak menunjukan bahwa atribut tersebut dianggap sangat penting dan kinerjanya dianggap masih cukup rendah bagi peternak sistem kontrak. Atribut-atribut yang
termasuk kuadran I ini harus menjadi prioritas utama bagi perusahaan inti untuk meningkatkan kepuasan peternak sistem kontrak. Atribut yang termasuk kedalam kuadran ini adalah : a. Jadwal pengiriman sarana produksi b. Kesesuaian waktu panen c. Pelayanan dan materi bimbingan d. Kecukupan sarana produksi Berdasarkan penelitian penulis perusahaan kurang kinerjanya dalam kecukupan sarana produksi. Hal ini dikarenakan lokasi dari peternak sistem kontrak cukup jauh, berbeda dengan peternak sistem bagi hasil dimana lokasi mereka lebih terjangkau. Selain itu kurangnya alat komunikasi yang dimiliki peternak sistem kontrak sehingga laporan ke pihak perusahaan agak terlambat. Tabel 30. Perhitungan Rata-rata Penilaian Kinerja dan Penilaian Kepentingan Pada Atribut Kemitraan Peternak Mitra Sistem Kontrak Atribut Harga DOC Kualitas DOC Harga Pakan Kualitas Pakan Harga Obat dan Vaksin Kualitas Obat Kecukupan Saprodi Jadwal Pengiriman saprodi Frekuensi Bimbingan Pelayanan dan Materi Bimbingan Kesesuaian Waktu panen Respon Terhadap Keluhan Kesesuaian Harga Output Pembayaran Hasil Panen Penanganan Sisa sapronak Rata-Rata
X
Y
3.5 3.92 3.42 4.00 3.5 3.92 3.33 3.67 3.83 3.50 3.58 4,00 3.67 4.17 3.75 3.72
2.67 4.25 3.08 4.42 3.08 4.17 4,00 3.92 4.08 4.00 4.00 4.00 3.75 4.83 3.67 3.86
ipa kontrak 5 4.8
14
4.6 4
4.4
2
4.2
9 7
4
10
11
6
8
12
Importance
3.8 13
3.6
15
3.4 3.2 3
5
3 2.8
1 2.6 2.4 2.2 2 3.2
3.3
3.4
3.5
3.6
3.7
3.8
3.9
4
4.1
4.2
4.3
Performance
Gambar 12. Diagram Kartesisus Tingkat Kepentingan dan Kinerja Sistem Kontrak Keterangan : 1 Harga Doc 2 Kualitas Doc 3 Harga Pakan 4 Kualitas Pakan 5 Harga Obat dan Vaksin 6 Kualitas Obat dan Vaksin 7 Kecukupan Sarana Produksi 8 Jadwal pengiriman sarana produksi 9 Frekuensi bimbingan teknis 10 Pelayanan dan Materi bimbingan 11 Kesesuaian waktu panen 12 Respon terhadap keluhan 13 Kesesuaian harga output 14 Waktu pembayaran hasil panen 15 Penanganan sisa sapronak
Untuk Atribut kesesuaian waktu panen dan materi bimbingan sama kendalanya dengan peternak sistem bagi hasil. Mereka mengeluhkan panen yang tidak cepat habis karena perusahaan juga menyesuaikan dengan permintaan pasar. Pelayanan dan materi bimbingan juga dirasa kurang oleh peternak sistem kontrak,
dikarenakan PL yang kurang berpengalaman dibandingkan peternak sehingga peternak merasa informasi yang mereka butuhkan kurang. 2. Kuadran II (Pertahankan Prestasi) Kuadran II pada diagram kartesius menunjukan bahwa tingkat kepentingan dari atribut ini sangat penting menurut peternak sistem kontrak, dan berdasarkan kinerjanya dirasa sudah baik. Kinerja yang dilakukan perusahaan terhadap atributatribut tersebut harus dipertahankan sehingga peternak mitra terutama peternak sistem kontrak terpuaskan. Atribut yang termasuk kedalam kuadran ini adalah : a. Waktu pembayaran hasil panen b. Kualitas pakan c. Kualitas DOC d. Kualitas obat dan vaksin e.
Respon terhadap keluhan
f. Frekuensi bimbingan teknis Atribut-atribut yang termasuk dalam kuadran ini hampir sama dengan peternak sistem bagi hasil. Ada tambahan atribut respon terhadap keluhan dan frekuensi bimbingan teknis, dimana peternak sistem kontrak merasa puas dalam atrbut ini. Atribut kualitas obat juga termasuk kedalam kuadran ini. Hal ini terjadi karena pada peternak sistem kontrak manajemen sepenuhnya dipegang perusahaan inti sehingga peternak hanya menerima keputusan saja, dalam hal ini seperti pemilihan jenis obat dan vaksin. 3. Kuadran III (Prioritas Rendah) Kuadran III pada diagram kartesius menunjukan bahwa tingkat kepentingan dan kinerja dari atribut-atribut ini dianggap rendah menurut peternak
sistem kontrak. Bukan berarti walaupun tingkat kepentingannya rendah perusahaan inti juga rendah dalam kinerjanya, untuk itu perlu ditingkatkan kinerjanya terhadap atribut-atribut yang termasuk kedalam kuadran ini. Atribut yang termasuk kedalam kuadran ini adalah : a. Harga DOC b. Harga pakan c. Harga obat dan vaksin d. Kesesuaian harga output Atribut-atribut dalam kuadran tiga ini tidaklah menjadi prioritas untuk diperbaiki kinerjanya. Pada peternak mitra sistem kontrak ini semua manajemen dipegang oleh perusahaan inti jadi bagi peternak atribut-atribut ini tidak terlalu penting. 4. Kuadran IV (Berlebihan) Kuadran terakhir pada diagram kartesius menunjukan bahwa tingkat kepentingan dari atribut ini rendah namun dalam pelaksanaannya dianggap berkinerja tinggi menurut peternak. Atribut yang termasuk kedalam kuadran ini adalah penanganan sisa sapronak.
8.3 Customer Satisfaction Index (CSI)
Customer Satisfaction Index (CSI) atau Indeks Kepuasan Konsumen
digunakan untuk menganalisis kepuasan responden (peternak) terhadap atribut kemitraan secara keseluruhan dengan melihat nilai rata-rata tingkat kepentingan dan pelaksanaan dari atribut-atribut tersebut. CSI memperhitungkan nilai rata-rata
kepentingan suatu atribut dalam menentukan tingkat kinerja atribut tersebut yang nantinya akan berpengaruh pada tingkat kepuasan total peternak. Perhitungan dalam analisis ini dimulai dengan menentukan weighted factor yang diperoleh dari pembagian antara nilai rata-rata kepentingan setiap
atribut dengan total keseluruhan tingkat kepentingan atribut. Nilai weighted factor digunakan untuk menghitung nilai weighted score. Nilai weighted score sendiri didapat dari perkalian antara weighted factor dengan nilai rata-rata kinerja setiap atribut. Nilai indeks kepuasan konsumen diperoleh dari total nilai weighted score dibagi lima (banyaknya skala yang digunakan) dan dikalikan 100 persen.
8.3.1 Customer Satifaction Index (CSI) Peternak Mitra Sistem Bagi Hasil
Berdasarkan hasil perhitungan kepuasan peternak mitra sistem bagi hasil dapat diketahui bahwa nilai Customer Satisfaction Index ialah 0,739 atau 74 persen. Jika nilai ini didasarkan pada indeks kepuasan pelanggan, maka nilai Customer Satifaction Index kemitraan peternak mitra sistem bagi hasil Rudi Jaya
PS yang mencapai 0,739 berada pada selang 0,66-0,80 sehingga dapat dikatakan bahwa secara umum indeks kepuasan peternak mitra sistem bagi hasil untuk atribut yang diuji berada pada kriteria puas. Perhitungan Customer Satisfaction Index dapat dilihat pada Tabel 31.
Tabel 31. Perhitungan Customer Satisfaction Index Peternak Mitra Sistem Bagi Hasil
Atribut
Harga DOC Kualitas DOC Harga Pakan Kualitas Pakan Harga Obat dan Vaksin Kualitas Obat Kecukupan Saprodi Jadwal Pengiriman saprodi Frekuensi Bimbingan Pelayanan dan Materi Bimbingan Kesesuaian Waktu panen Respon Terhadap Keluhan Kesesuaian Harga Output Pembayaran Hasil Panen Penanganan Sisa sapronak Total CSI
Nilai Rata-rata Kepentingan
Weigthed Factor
3.50 5.00 4.00 5.00 3.75 4.50 4.00 3.88 4.13
0.055666 0.079523 0.063618 0.079523 0.059642 0.071571 0.063618 0.06163 0.065606
3.88 3.75 3.63 3.88 3.38 3.63 3.38 3.63 3.88
0.2157 0.2982 0.2306 0.3082 0.2013 0.2594 0.2147 0.2234 0.2542
4.25 4.25 3.88 4.13 4.88 3.75 62.9
0.067594 0.067594 0.06163 0.065606 0.077535 0.059642 1 0.739662028
3.63 3.25 4.00 4.00 4.00 3.50 55.4
0.245 0.2197 0.2465 0.2624 0.3101 0.2087 3.6983
Nilai Rata-rata Pelaksanaan
Weigthed Scores
8.3.2 Customer Satisfaction Index (CSI) Peternak Mitra Sistem Kontrak
Berdasarkan perhitungan kepuasan peternak mitra sistem kontrak dapat diketahui bahwa nilai Customer Satisfaction Index ialah 0,748 atau 74 persen. Berdasarkan pada nilai indeks kepuasan pelanggan, maka nilai Customer Satisfaction Index peternak mitra sistem kontrak yang mencapai 0,748 berada pada selang 0,66-0,80 sehingga dapat dikatakan secara umum indeks kepuasan peternak mitra sistem kontrak berada pada kriteria puas. Perhitungan Customer Satisfaction Index dapat dilihat pada Tabel 32.
Tabel 32. Perhitungan Customer Satisfaction Index Peternak Mitra Sistem Kontrak Atibut Harga DOC Kualitas DOC Harga Pakan Kualitas Pakan Harga Obat dan Vaksin Kualitas Obat Kecukupan Saprodi Jadwal Pengiriman saprodi Frekuensi Bimbingan Pelayanan dan Materi Bimbingan Kesesuaian Waktu panen Respon Terhadap Keluhan Kesesuaian Harga Output Pembayaran Hasil Panen Penanganan Sisa sapronak Total CSI
Nilai Rata-rata Kepentingan
Weigthed Factor
Nilai Rata-rata Pelaksanaan
Weigthed Scores
2.66 4.25 3.08 4.42 3.08 4.16 4.00 3.92 4.08
0.046 0.0734 0.0532 0.0763 0.0532 0.0719 0.0691 0.0676 0.0705
3.50 3.92 3.42 4.00 3.50 3.92 3.33 3.67 3.83
0.1612 0.2874 0.1819 0.305 0.1863 0.2818 0.2302 0.248 0.2703
3.50 3.58 4.00 3.67 4.17 3.75 55.75
0.2417 0.2475 0.2763 0.2374 0.3477 0.2374 3.74
4.00 4.00 4.00 3.75 4.83 3.67 57.92
0.0691 0.0691 0.0691 0.0647 0.0835 0.0633 1 0.748009592
Penulis juga mencoba melakukan perhitungan nilai Customer Satisfaction Index (CSI) untuk gabungan kedua sistem kemitraan atau peternak mitra secara
keseluruhan. Nilai kepuasan yang didapat sebesar 0,744 atau 74 persen menandakan bahwa secara keseluruhan peternak puas terhadap kinerja perusahaan inti Rudi Jaya PS baik peternak bagi hasil maupun peternak sistem kontrak. Namun kriteria puas berada pada selang puas (0,66-0,80) sehingga perusahaan harus terus meningkatkan kinerjanya agar kepuasan peternak mitra mencapai 100 persen atau pada taraf sangat puas. Perhitungan Customer Satisfaction Index seluruh peternak mitra dapat dilihat pada Tabel 33.
Tabel 33. Perhitungan Customer Satisfaction Index Seluruh Peternak Mitra Rudi Jaya PS Atribut
Harga DOC Kualitas Doc Harga Pakan Kualitas Pakan Harga Obat dan Vaksin Kualitas Obat Kecukupan Saprodi Jadwal Pengiriman saprodi Frekuensi Bimbingan Pelayanan dan Materi Bimbingan Kesesuaian Waktu panen Respon Terhadap Keluhan Kesesuaian Harga Output Pembayaran Hasil Panen Penanganan Sisa sapronak Total CSI
Nilai Rata-rata Kepentingan
Weighted Factor
Nilai Rata-rata Pelaksanan
3.00 4.55 3.45 4.65 3.35 4.30 4.00 3.90 4.10
0.0501 0.076 0.0576 0.0776 0.0559 0.0718 0.0668 0.0651 0.0684
3.65 3.85 3.50 3.95 3.45 3.80 3.35 3.65 3.85
0.1828 0.2924 0.2016 0.3066 0.1929 0.2728 0.2237 0.2376 0.2635
4.10 4.10 3.95 3.90 4.85 3.70 59.9
0.0684 0.0684 0.0659 0.0651 0.081 0.0618 1 0.744365609
3.55 3.45 4.00 3.80 4.10 3.65 55.6
0.243 0.2361 0.2638 0.2474 0.332 0.2255 3.7218
Weight Scores
Melalui analisis IPA dapat diketahui hasil CSI peternak yang menyatakan puas disebabkan atribut dari kemitraan yang berada pada kuadran I, dimana atribut tersebut tingkat kinerjanya belum optimal dan harus menjadi prioritas untuk ditingkatkan. Disamping itu kinerja atribut pada kuadran II harus tetap dipertahankan, dan meningkatkan kinerja atribut kuadran III setelah perbaikan kinerja atribut kuadran I. Perbaikan kinerja atribut yang diperoleh melalui analisis IPA diharapkan dapat meningkatkan nilai CSI hingga 100 persen.
BAB IX KESIMPULAN DAN SARAN 9.1 Kesimpulan
1. Rudi Jaya PS adalah sebuah perusahaan agribisnis peternakan, bergerak dalam usaha ayam broiler yang mengembangkan pola kemitraan dengan dua model kemitraan. Kemitraan sistem bagi hasil dan sistem kontrak, sistem bagi hasil dengan aturan 50 persen-50 persen, 50 persen
peternak dan 50 persen
perusahaan inti. Pada sistem kontrak 25 pesen-75 persen, dengan ketentuan 25 persen peternak mitra dan 75 persen perusahaan inti. Banyaknya peternak yang bermitra dengan Rudi Jaya ada 20 peternak, delapan peternak bagi hasil dan 12 peternak kontrak. Untuk bergabung dengan kemitraan ini tidak perlu syaratsyarat khusus, hanya berlandaskan pada kepercayaan. 2. Berdasarkan hasil penelitian, tingkat pendapatan yang diperoleh peternak mitra lebih kecil dibandingkan dengan peternak mandiri, tetapi itu cukup sepadan bagi peternak yang tidak memiliki modal. Kemitraan masih menjadi solusi untuk mengatasi masalah permodalan, peternak mitra masih dapat tetap berusaha dan memperoleh pendapatan walaupun tidak memiliki modal. 3. Berdasarkan hasil Importance Performance Analysis (IPA) dan Customer Satsfaction Index (CSI) diketahui bahwa nilai (CSI adalah sebesar 0,74 atau 74
persen. Ini menandakan bahwa secara keseluruhan peternak mitra merasa puas terhadap kinerja atribut kemitraan yang dilaksanakan oleh perusahaan inti 9.2 Saran
1. Pihak perusahaan inti sebaiknya memprioritaskan perbaikan kinerja atribut seperti, pelayanan materi bimbingan, kesesuaian waktu panen untuk semua peternak mitra baik bagi hasil maupun sistem kontrak karena atribut ini
dirasakan kurang kinerjanya oleh peternak mitra. Untuk materi bimbingan sebaiknya pihak perusahaan menempatkan (Penyuluh lapang) PL yang lebih berpengalaman, sedangkan untuk kesesuaian waktu panen, pihak perusahaan harus mencari lagi pasar atau langganan agar ayam dapat lebih cepat terjual. 2. Prioritas kebijakan pada sistem kontrak, pihak perusahaan inti juga harus meningkatkan kinerja terhadap atribut kecukupan saprodi dan jadwal pengiriman saprodi. Untuk itu dapat dilakukan perhitungan yang lebih akurat terhadap kebutuhan yang dibutuhkan peternak dan memperbaiki komunikasi dengan peternak mitra. 3. Pihak perusahaan membuat standar produksi dengan menerapkan standar Feed Converted Rate (FCR) dan mortalitas kepada peternak mitra, agar produksi
peternak mitra dapat di pantau, sehingga produksi meningkat dan biaya dapat diminimalisasi. 4. Adanya pengawasan langsung dari pihak pemerintah terhadap peternak mitra, karena
pengawasan
yang
dilakukan
saat
ini
hanya
tertuju
kepada
perusahaannya saja. 5. Peternak mitra juga harus meningkatkan kinerjanya dalam pemeliharaan, sehingga hasil produksi meningkat dan berimplikasi pada peningkatan pendapatan peternak itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 2003. Meningkatkan Produktivitas Ayam Ras Pedaging. Agromedia Pustaka . Jakarta. Ali, F. 2005. Analisis Tingkat Pendapatan dan Kepuasan Petani Mitra Terhadap Pelaksanaan kemitraan jagung manis Di Kecamatan Jampang Tengah Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Skripsi. Departemen Ilmu sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Cahyono, B. 2004. Cara Meningkatkan Budidaya Ayam Ras Pedaging (Broiler). Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. Deshinta, Menallya. 2006. Peranan Kemitraan Terhadap Peningkatan Pendapatan Peternak Ayam Broiler (Kasus Kemitraan : PT Sierad Produce dengan Peternak di Sukabumi). Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian Ri. 2006. Buku Statistik Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian RI. Ericson, Jimmy.2005. Analisis Pendapatan Peternak Ayam Ras Pedaging Pada Pola Kemitraan Inti-Plasma (Studi kasus di Kelompok Usaha Bintang Resmi Kabupaten Bogor). Skripsi. Departemen Sosial Ekonomi Industri Peternakan. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Hafsah, M.J. 1999. Kemitraan Usaha, Konsepsi dan Strategi. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Henderson, JM. And R.E. Quandt. 1980. Microeconomic Theory : A. Mathemathical Approach. Edisi ke-3. McGrow. Hill Book Company, Auckland. Hermawan, A, Hermanto dan T. Prasetyo. 1999. Kemitraan Usaha Setor Pertanian : Upaya Mengatasi Krisis Ekonomi. Di Dalam Lokakarya Kemitraan Pertanian dan Ekspose Teknologi Mutakhir. Prosiding. 26 Agustus 1999. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Hernanto, Fadholi. 1991. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta. Iftauddin. 2005. Kajian Kemitraan dan Pengaruhnya Terhadap Pendapaatn Usahatani dan efisiensi penggunaan Input (Studi Kasus di desa Panji, Kabupaten Sidoarjo). Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Kartika, Dini. 2005. Analisis Kemitraan Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR) Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging PT Inti Agro Prospek Skripsi. Departemen Sosisl Ekonomi Industri Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Nazir, M. 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta Rasyaf, M. 1999. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta. Rochmatika, Lutfi. 2006. Kajian Kepuasan Petani Tebu Rakyat Terhadap Pelaksanaan Kemitraan Pabrik Gula XYZ. Skripsi. Program studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Rosmijati, S. Ilham,N.Yusdja,Y.2004.Tinjauan Penerapan Kebijakan Industri Ayam Ras: Antara Tujuan dan Hasil. FAE. Volume 22. No 1 22-36. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor., Rosmijati, S. Saptana. Khairina,M. 2004. Industri Perunggasan: Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan. FAE. Volume 20.No 1 50-64. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Saragih, B. 1998. Agribisnis Berbasis peternakan. Pusat Studi Pembangunan, Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Seitz. W.D, G. C. Nelson and H. G. Halcrow. 1994. Economics of Resources, Agriculture, and Food, McGrow Hill International Edition. New York. Simatupang, P. 1995. Industrialisasi Pertanian Sebagai Strategi Agribisnis dan Pembangunan Pertanian Dalam Era Globalisasi. Orasi Pengukuhan Ahli Peneliti Utama. Pusat Penelitian sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Soehardjo, A dan Phatong. 1973. Studi Pokok Ilmu Usahatani . Departemen Ilmuilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Sulaiman, M. 2007. Analisis Pedapatan Peternak Plasma ayam Broiler Pada Sistem Bagi Hasil dan Sistem Kontrak (Studi Kasus Peternak Plasma Cipinang Farm kabupaten Bandung). Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan , Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Sumardjo. 2001. Kemitraan Dalam Pengembangan Ekonomi Lokal (Bunga Rampai), Tinjauan Konsepsi Kemitraan di Masa Lalu. Yayasan Mitra Pembangunan Desa-Kota. Jakarta. Syukur, M. 1995. Kemitraan Usaha sebagai Strategi Pemasaran. Prosiding Agribisnis. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.
Widianto. 2008. Pemberdayaan Komunitas Petani Melalui Program Kemitraan Agribisnis Paprika ( Studi Kasus Kampung Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung). Skripsi. Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Yusdja, Y. Dan E. Pasandaran. 1996. Analisis Harga Pokok dan Bentuk Pasar Pakan dan Kaitannya dengan Pengembangan Agribisnis Ayam Ras Rakyat. Jurnal Agro Ekonomi, 15 (1) : 20-40. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Yasin, Ali. 2008. Evaluasi Kemitraan Pemuda Tani Indonesia dan Pengaruhnya Terhadap Pendapatan Usahatani.( Studi Kasus di Kelurahan Sukatani, Kecamatan Cimanggis, Depok). Skripsi.Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Lampiran 1. Pendapatan Usahaternak Ayam Broiler Pada Kemitraan Sistem Bagi Hasil, Sistem Kontrak dan Peternak Mandiri. Skala Usaha 5000 ekor Satu Periode Maret-April 2008
Keterangan I. Biaya Variabel Doc Pakan Obat-obatan Operasional Kandang TKLK Listrik Total Biaya Variabel II. Biaya Tetap Peternak Penyusutan Kandang Penyusutan Peralatan TKLK TKDK Sewa Kandang Total Biaya Tetap Biaya Modal Total Biaya IV. Penerimaan Hasil Panen Kotoran Karung V. Total Penerimaan Pendapatan R/C Rasio
Sistem Bagi Hasi (Rupiah)
Sistem Kontrak (Rupiah)
Mandiri (Rupiah0
15.625.000 45.438.348 1.619.355,95 2.106.002,38 0 245.163,69 65.033.870,2
15.250.000 44.285.131 1.334.064 2.091.822 254.558,6 220.289,2 63.435.865
15.250.000 52.265.900 1.992.930 1.736.010 995.853,3 326.183,2 72.566.876
652.901,658 246.369,4 1.561.260,98 375.000 .563.881,682 3.399.413,76 0 68.433.284
990.877,4 237.489,9 0 1.126.520 0 2.354.887 0 65.790.752
889.653,3 870.388,4 0 678.595,4 140.273,9 2.578.911 1.449.240. 76.595.027
76.035.797,2 209.672,619 190.267,857 76.435.737,7 8.002.453,66 1,118
75.971.666 143.188,9 322.360,2 76.437.215 10.646.463 1,163
88.699.854 147.056,1 201.663,4 89.048.573 12.453.546 1.162
Lampiran 2. Perhitungan ANOVA dan Uji-t
One-way ANOVA: pendapatan bagi hasil, pendapatan kontrak, pendapatan mandiri Source Factor Error Total
DF 2 37 39
S = 5109828
SS 1.74725E+15 9.66083E+14 2.71334E+15
MS 8.73627E+14 2.61103E+13
R-Sq = 64.40%
F 33.46
P 0.000
R-Sq(adj) = 62.47%
Level pendapatan bagi pendapatan kontr pendapatan mandi
N 8 12 20
Mean 2456578 1180721 14879845
StDev 981991 1358269 7030156
Level pendapatan bagi pendapatan kontr pendapatan mandi
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev ----+---------+---------+---------+----(------*------) (-----*-----) (----*---) ----+---------+---------+---------+----0 5000000 10000000 15000000
Pooled StDev = 5109828
Two-Sample T-Test and CI: pendapatan mandiri, pendapatan bagi hasil Two-sample T for pendapatan mandiri vs pendapatan bagi hasil
pendapatan mandi pendapatan bagi
N 20 8
Mean 14879845 2456578
StDev 7030156 981991
SE Mean 1571991 347186
Difference = mu (pendapatan mandiri) - mu (pendapatan bagi hasil) Estimate for difference: 12423267 95% lower bound for difference: 9646689 T-Test of difference = 0 (vs >): T-Value = 7.72 P-Value = 0.000 DF = 20
Two-Sample T-Test and CI: pendapatan mandiri, pendapatan kontrak Two-sample T for pendapatan mandiri vs pendapatan kontrak
pendapatan mandi pendapatan kontr
N 20 12
Mean 14879845 1180721
StDev 7030156 1358269
SE Mean 1571991 392098
Difference = mu (pendapatan mandiri) - mu (pendapatan kontrak) Estimate for difference: 13699125 95% lower bound for difference: 10194497 T-Test of difference = 0 (vs >): T-Value = 6.63 P-Value = 0.000 Both use Pooled StDev = 5654887.8344
DF = 30
Two-Sample T-Test and CI: pendapatan bagi hasil, pendapatan kontrak
Two-sample T for pendapatan bagi hasil vs pendapatan kontrak
pendapatan bagi pendapatan kontr
N 8 12
Mean 2456578 1180721
StDev 981991 1358269
SE Mean 347186 392098
Difference = mu (pendapatan bagi hasil) - mu (pendapatan kontrak) Estimate for difference: 1275858 95% lower bound for difference: 305698 T-Test of difference = 0 (vs >): T-Value = 2.28 P-Value = 0.017 DF = 18 Both use Pooled StDev = 1225741.8356