ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI DAN ANALISIS RISIKO HARGA TOMAT DI DESA GEKBRONG KABUPATEN CIANJUR
TEDI ADITIA LESMANA
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Faktor-faktor Produksi yang Mempengaruhi Risiko Produksi dan Analisis Risiko Harga Tomat di Desa Gekbrong Kabupaten Cianjur adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2013 Tedi Aditia Lesmana NIM H34090050
ABSTRAK TEDI ADITIA LESMANA. Analisis Faktor-faktor Produksi yang Mempengaruhi Risiko Produksi dan Analisis Risiko Harga Tomat di Desa Gekbrong Kabupaten Cianjur. Dibimbing oleh TINTIN SARIANTI. Pada 2007 sampai 2011, produksi tomat di Kabupaten Cianjur mengalami fluktuasi yang mengindikasikan adanya risiko produksi. Harga jual tomat yang berfluktuasi antara Januari sampai Desember 2012 juga mengindikasikan adanya risiko harga. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi yang dihadapi oleh petani tomat di Desa Gekbrong, serta menganalisis tingkat risiko harga yang dihadapi oleh petani tomat di Desa Gekbrong. Penelitian dilakukan menggunakan model fungsi produksi Just and Pope untuk menganalisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi risiko produksi. Perhitungan nilai varians, standar deviasi, dan koefisien variasi dilakukan untuk menghitung tingkat risiko harga. Berdasarkan hasil perhitungan, pupuk kandang dan pupuk unsur K menjadi faktor yang menimbulkan risiko. Sedangkan pupuk unsur N, pupuk unsur P, insektisida cair, pupuk daun, fungisida, dan musim kemarau menjadi faktor yang mengurangi risiko. Dilihat dari nilai varians, standar deviasi, maupun koefisien variasi, penjualan tomat ke koperasi memiliki tingkat risiko yang lebih rendah dibandingkan menjual tomat ke pengumpul. Kata kunci: risiko harga, risiko produksi, tomat
ABSTRACT TEDI ADITIA LESMANA. Analysis of Production Factors Affecting Production Risk and Analysis of Price Risk of Tomato in Gekbrong, Cianjur. Supervised by TINTIN SARIANTI. At 2007 to 2011, the production of tomatoes in Cianjur fluctuated that indicated production risks. The selling price of tomatoes which fluctuates between January and December 2012 also indicates the price risk. The objectives of this research were to analyze the effect of production factors on production risks which were faced by tomato farmers in Gekbrong, and to analyze the level of price risk which were faced by tomato farmers in Gekbrong. This research used Just and Pope’s production function model to analyze the effect of production factors on production risks. Value of variance, standard deviation, and coefficient of variation were used to calculate the level of price risk. Based on calculations, the manure and potassium fertilizer were the risk inducing factors. While nitrogen fertilizer, phosphor fertilizer, liquid insecticides, leaf fertilizer, fungicide, and dry season were the risk reducing factors. Based on the value of variance, standard deviation, and coefficient of variation, the selling of tomatoes to cooperation has lower level risk than selling tomatoes to middleman. Keywords: price risk, production risk, tomato
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI DAN ANALISIS RISIKO HARGA TOMAT DI DESA GEKBRONG KABUPATEN CIANJUR
TEDI ADITIA LESMANA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Analisis Faktor-faktor Produksi yang Mempengaruhi Risiko Produksi dan Analisis Risiko Harga Tomat di Desa Gekbrong Kabupaten Cianjur Nama : Tedi Aditia Lesmana NIM : H34090050
Disetujui oleh
Tintin Sarianti, SP. MM Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Analisis Faktor-faktor Produksi yang Mempengaruhi Risiko Produksi dan Analisis Risiko Harga Tomat di Desa Gekbrong Kabupaten Cianjur. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapa, Mamah, serta seluruh keluarga atas segala doa dan dukungannya sehingga penulis bisa menyelesaikan seluruh proses penyusunan skripsi ini dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Tintin Sarianti, SP. MM selaku dosen pembimbing skripsi, Ibu Dr Ir Anna Fariyanti, M.Si selaku dosen penguji utama dan dosen pembimbing akademik, serta Ibu Anita Primaswari Widhiani, SP. M.Si selaku dosen penguji komisi pendidikan Departemen Agribisnis yang telah banyak memberikan saran untuk hasil karya ilmiah yang lebih baik. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada Bapak Sabar beserta keluarga dan Bapak Uden yang telah sangat membantu penulis dalam proses penelitian, kepada petani tomat di Desa Gekbrong, kepada Kepala dan seluruh Staf Balai Pengembangan Budidaya Tanaman Pangan dan Hortikultura Kecamatan Gekbrong, serta seluruh dinas dan instansi yang telah memberikan informasi serta masukan bagi penulis dalam pengumpulan data. Terima kasih penulis ucapkan juga kepada seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis FEM IPB yang telah memberikan bantuan dan masukan bagi penulis. Terima kasih untuk seluruh staf perpustakaan pusat maupun fakultas. Tidak lupa juga penulis sampaikan terima kasih kepada Tanoto Foundation yang telah membantu dalam proses pembiayaan penelitian dan penyusunan skripsi sehingga keseluruhan proses dapat terlaksana dengan lancar. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh teman-teman Agribisnis 46 atas seluruh semangat, doa, dukungan, dan kebersamaan yang telah terjalin selama ini. Terima kasih kepada teman-teman Ikatan Kekeluargaan Cirebon Institut Pertanian Bogor, teman-teman Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis periode 2010-2012, serta teman-teman Bina Desa BEM KM IPB periode 2009-2011 yang telah memberikan banyak pengalaman dan pelajaran. Terima kasih atas seluruh dukungan dan bantuan kepada seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2013 Tedi Aditia Lesmana
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Tomat Budidaya Tomat Analisis Risiko Produksi Komoditas Pertanian Analisis Risiko Harga Komoditas Pertanian KERANGKA PEMIKIRAN Teori Produksi dan Fungsi Produksi Teori Risiko Kerangka Pemikiran Operasional METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Data dan Sumber Data Metode Pengambilan Sampel Metode Pengumpulan Data Metode Pengolahan Data KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Karakteristik Petani Responden Keragaan Usahatani ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI TOMAT Uji Asumsi Klasik Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Tomat Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Tomat ANALISIS TINGKAT RISIKO HARGA TOMAT Tingkat Risiko Harga Tomat Alternatif Strategi Penanganan Risiko Harga SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA
viii viii ix 1 1 4 7 7 7 8 8 9 11 12 13 13 14 16 18 18 18 18 19 19 27 27 28 34 41 41 42 47 53 54 58 59 59 60 61
LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
63 70
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Nilai PDB atas harga berlaku sektor pertanian tahun 2007 sampai 2011 (dalam miliar rupiah) Nilai PDB hortikultura tahun 2006 sampai 2010 (dalam miliar rupiah) Nilai produksi sayuran di Indonesia tahun 2007 sampai 2011 (dalam ton) Nilai produksi lima jenis sayuran dengan produksi tertinggi di Indonesia (dalam ton) Nilai produksi tomat tahun 2007 sampai 2011 (dalam ton) Nilai produktivitas tomat dan pertumbuhannya tahun 2007 sampai 2011 menurut kabupaten di Jawa Barat (dalam ton per hektar) Kandungan gizi tomat Luas lahan Desa Gekbrong berdasarkan penggunaannya Data kelompok tani di Desa Gekbrong Umur petani responden Data tingkat pendidikan responden Pengalaman berusahatani tomat Status kepemilikan lahan petani Sumber modal usahatani Luas lahan usahatani Nilai produktivitas petani responden Pola tanam petani responden Musim tanam dalam proses budidaya tomat Sistem pemasaran tomat Hasil pendugaan fungsi produktivitas rata-rata usahatani tomat Hasil pendugaan fungsi varians produktivitas usahatani tomat Pengukuran tingkat risiko harga tomat
1 2 2 3 3 4 8 27 28 29 30 30 31 31 32 32 33 34 34 42 47 57
DAFTAR GAMBAR 1 Fluktuasi produktivitas sampel petani tomat di Desa Gekbrong (musim tanam tahun 2012) 2 Rata-rata harga produsen tomat di Kabupaten Cianjur selama Januari sampai Desember 2012 3 Kurva Produk Total, Produk Marjinal, dan Produk Rata-rata 4 Kerangka operasional analisis faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi tomat dan tingkat risiko harga tomat di Desa Gekbrong Kabupaten Cianjur 5 Persiapan lahan 6 Pupuk yang digunakan dalam usahatani tomat 7 Pemasangan mulsa 8 Penyemaian 9 Pembuatan lubang tanam 10 Pengikatan tomat ke ajir bambu 11 Penanaman 12 Alat siram
5 6 14
17 35 36 36 37 37 38 38 39
13 Panen dan hasil panen 14 Harga jual tomat di koperasi 15 Harga jual tomat di pengumpul
40 55 55
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5
Uji Normalitas Uji Multikolonieritas Uji Autokorelasi Uji Heteroskedastisitas Hasil estimasi fungsi produktivitas rata-rata usahatani tomat di Desa Gekbrong Kabupaten Cianjur periode tanam tahun 2012 6 Hasil estimasi fungsi varians produktivitas usahatani tomat di Desa Gekbrong Kabupaten Cianjur periode tanam tahun 2012 7 Harga jual tomat di koperasi dan pengumpul
63 64 65 66 67 68 69
PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertanian menjadi salah satu sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Indonesia. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai Produk Domestik Bruto (PDB) dari sektor pertanian yang cenderung meningkat selama periode tahun 2007 sampai 2011. Meskipun mengalami peningkatan, persentase nilai PDB sektor pertanian terhadap nilai PDB total Indonesia mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Nilai PDB sektor pertanian tahun 2007 sampai 2011 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Nilai PDB atas harga berlaku sektor pertanian tahun 2007 sampai 2011 (dalam miliar rupiah)a Tahun PDB sektor Pertanian PDB Persentase 2007 541 931.50 3 950 893.20 13.72% 2008 716 656.20 4 948 688.40 14.48% 2009 857 196.80 5 606 203.40 15.29% b 2010 985 448.80 6 436 270.80 15.31% c 2011 1 093 466.00 7 427 086.10 14.72% a
Diolah dari Badan Pusat Statistik, 2013; bAngka Sementara; cAngka Sangat Sementara.
Selain berperan dalam nilai PDB, sektor pertanian berpengaruh besar bagi penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Menurut Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2012), komposisi penduduk yang bekerja di sektor pertanian selama tahun 2008 sampai 2010 masih cukup mendominasi dalam penyerapan tenaga kerja dibandingkan dengan sektor yang lain, meskipun jumlahnya cenderung menurun. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menyebutkan bahwa tahun 2008 persentase penduduk yang bekerja di sektor pertanian sebesar 41.83 persen, menurun menjadi 41.18 persen pada tahun 2009, dan 39.87 persen pada tahun 2010. Hortikultura merupakan salah satu subsektor pada sektor pertanian yang juga memberikan nilai PDB yang cukup tinggi. Nilai PDB hortikultura memberikan gambaran kontribusi yang diberikan subsektor hortikultura bagi pendapatan nasional. Hortikultura terbagi kembali menjadi beberapa komoditas yang mencakup buah-buahan, sayuran, tanaman hias, dan juga tanaman obat atau biofarmaka. Nilai PDB hortikultura berdasarkan komoditas selama tahun 2006 sampai 2010 dapat dilihat pada Tabel 2.
2 Tabel 2 Nilai PDB hortikultura tahun 2006 sampai 2010 (dalam miliar rupiah)a Komoditas Tahun Buah-buahan Sayuran Tanaman Hias Biofarmaka 2006 35 447.59 24 694.25 4 734.27 3 762.41 2007 42 362.48 25 587.03 4 740.92 4 104.87 2008 47 059.78 28 205.27 5 084.78 3 852.67 2009 48 436.70 30 505.71 5 494.24 3 896.90 2010 45 481.89 31 244.16 6 173.97 3 665.44 a
Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian, 2011
Nilai PDB yang diberikan sayuran masih lebih kecil dibandingkan buahbuahan, namun sayuran memiliki nilai PDB yang terus meningkat, berbeda dengan buah-buahan yang mengalami penurunan yang terjadi pada tahun 2010. Nilai PDB hortikultura yang cenderung meningkat selama tahun 2006 sampai 2010 salah satunya disebabkan oleh peningkatan produksi sayuran di Indonesia. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (2013), produksi sayuran di Indonesia cenderung mengalami peningkatan sejak tahun 2007 sampai 2011 meskipun terdapat penurunan produksi pada tahun 2010. Nilai produksi sayuran di Indonesia selama tahun 2007 sampai 2011 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Nilai produksi sayuran di Indonesia tahun 2007 sampai 2011 (dalam ton)a Tahun Nilai Produksi Sayuran (ton) 2007 9 491 139 2008 9 950 107 2009 10 753 419 2010 10 699 420 2011 11 394 891 a
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013
Jenis sayuran dengan jumlah produksi yang besar di antaranya adalah kubis, cabai, kentang, bawang merah, dan tomat. Dari kelima jenis sayuran yang memiliki nilai produksi tertinggi di antara sayuran lainnya, tomat merupakan sayuran dengan nilai produksi yang terus meningkat selama periode tahun 2007 sampai 2011. Nilai produksi lima jenis sayuran dengan produksi tertinggi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.
3 Tabel 4 Nilai produksi lima jenis sayuran dengan produksi tertinggi di Indonesia (dalam ton)a Tahun Bawang Merah Kentang Kubis Cabai Tomat 2007 802 810 1 003 733 1 288 740 1 128 792 635 474 2008 853 615 1 071 543 1 323 702 1 153 060 725 973 2009 965 164 1 176 304 1 358 113 1 378 727 853 061 2010 1 048 934 1 060 805 1 385 044 1 328 864 891 616 2011 893 124 955 488 1 363 741 1 903 229 954 046 a
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013
Tomat dapat dibudidayakan hampir di seluruh provinsi di Indonesia. Namun tidak seluruh provinsi mampu memproduksi tomat dengan jumlah yang besar. Setidaknya ada empat provinsi yang mampu memproduksi tomat dengan nilai yang cukup besar dibandingkan dengan provinsi lainnya yaitu Provinsi Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Selama periode tahun 2007 sampai 2011, Jawa Barat selalu menjadi produsen tomat terbesar di Indonesia. Tabel 5 menunjukkan nilai produksi tomat di Provinsi Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur selama tahun 2007 sampai 2011. Tabel 5 Nilai produksi tomat tahun 2007 sampai 2011 (dalam ton)a Provinsi Tahun Sumatera Utara Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur 2007 76 699 267 220 40 794 33 237 2008 69 134 269 404 55 475 46 046 2009 90 147 309 653 61 303 56 626 2010 84 353 304 774 76 462 56 342 2011 93 386 354 832 73 009 67 646 a
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013
Jawa Barat sebagai provinsi penghasil tomat terbesar di Indonesia memiliki beberapa daerah sentra produksi tomat. Menurut Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat, tiga wilayah penghasil tomat terbesar di Jawa Barat adalah Kabupaten Bandung, Kabupaten Garut, dan Kabupaten Cianjur. Nilai produktivitas tomat ketiga kabupaten tersebut selama periode tahun 2007 sampai 2011 dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 6.
4 Tabel 6 Nilai produktivitas tomat dan pertumbuhannya tahun 2007 sampai 2011 menurut kabupaten di Jawa Barat (dalam ton per hektar)a Kabupaten Nilai produktivitas Pertumbuhan Tahun Bandung Garut Cianjur Bandung Garut Cianjur 28.04 26.81 33.89 2007 48.79 27.79 13.91 74.00% 3.67% -58.95% 2008 94.92 46.80 49.19 94.54% 68.43% 253.67% 2009 62.17 27.13 15.42 -34.50% -42.04% -68.66% 2010 118.44 21.73 27.40 90.51% -19.88% 77.78% 2011 a
Diolah dari Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat, 2013
Jika dilihat dari nilai produktivitasnya, ketiga kabupaten penghasil tomat tertinggi di Jawa Barat mengalami fluktuasi dalam nilai produktivitas tomat. Dilihat dari pertumbuhan produktivitas per tahunnya, Kabupaten Cianjur mengalami perubahan yang sangat besar dalam nilai produktivitas tomat yang mengindikasikan adanya risiko yang besar juga dalam proses produksinya. Adanya fluktuasi produksi menyebabkan jumlah tomat di pasar pada suatu waktu bisa mencapai jumlah yang sedikit dan pada waktu lainnya bisa melebihi permintaan konsumen. Dalam kehidupan sehari-hari, jumlah produk yang sedikit atau langka akan membuat harga produk tersebut menjadi lebih tinggi, dan sebaliknya. Fluktuasi yang terjadi pada produksi tomat akan mengakibatkan adanya fluktuasi pada harga tomat, baik itu harga jual produsen maupun harga beli konsumen. Ketersediaan tomat di pasar akan berpengaruh terhadap tingkat harga tomat yang terjadi di pasar. Kecamatan Gekbrong merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Cianjur yang memiliki produktivitas tomat yang tinggi dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lainnya di Kabupaten Cianjur. Menurut data Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Cianjur tahun 2011, Kecamatan Gekbrong memiliki produktivitas tomat rata-rata 49 ton per hektar, termasuk dalam 4 kecamatan yang memiliki nilai produktivitas tomat terbesar di Kabupaten Cianjur. Tahun 2012, menurut data Badan Pengembangan Budidaya Tanaman Pangan dan Hortikultura Kecamatan Gekbrong, produktivitas tomat di Kecamatan Gekbrong rata-rata sebesar 35 ton per hektar. Berdasarkan data tersebut, terjadi penurunan produktivitas tomat di Kecamatan Gekbrong yang dapat diakibatkan oleh berbagai macam kendala.
Perumusan Masalah Salah satu wilayah yang menjadi daerah penghasil tomat di Kecamatan Gekbrong adalah Desa Gekbrong. Luas lahan darat di Desa Gekbrong didominasi oleh lahan tegalan atau ladang yaitu sebesar 75 hektar, dimana lahan ini berpotensi untuk pengelolaan usahatani tanaman hortikultura terutama sayuran. Desa Gekbrong merupakan wilayah dengan ketinggian yang lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa desa lainnya di wilayah Kecamatan Gekbrong.
5 Kondisi alam di Desa Gekbrong juga mendukung dan berpotensi untuk melakukan budidaya tanaman sayuran seperti tomat, cabai, brokoli, sawi, bawang daun, wortel, dan lainnya. Petani di Desa Gekbrong umumnya membudidayakan komoditi tomat di antara tanaman hortikultura lainnya. Produksi tomat yang dilakukan oleh petani tidak selalu memberikan hasil panen yang stabil. Berdasarkan sampel dari 38 orang petani tomat yang ada di Desa Gekbrong, diketahui bahwa selama periode tanam tahun 2012, nilai produktivitas tomat yang dihasilkan oleh petani memiliki nilai terendah sebesar 0.97 ton per hektar dan nilai tertinggi sebesar 65 ton per hektar dengan nilai rata-rata 21.61 ton per hektar serta terlihat adanya fluktuasi produktivitas tomat di antara petani. Fluktuasi produktivitas mengindikasikan adanya fluktuasi produksi yang terjadi. Fluktuasi produksi yang terjadi menunjukkan adanya risiko pada kegiatan produksi tomat yang dilakukan petani tomat di Desa Gekbrong. Risiko produksi dapat diakibatkan oleh berbagai macam kendala dari faktor internal maupun faktor eksternal produksi. Faktor internal yang dapat mempengaruhi produksi tomat antara lain penggunaan pupuk, berbagai pestisida yang digunakan, dan berbagai input produksi lainnya. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi produksi tomat di antaranya pengaruh musim pada saat kegiatan usahatani tomat. Fluktuasi produktivitas sampel petani tomat di Desa Gekbrong dapat dilihat pada Gambar 1.
70
Produktivitas (ton/ha)
60 50 40 30 20 10 0 1
3
5
7
9
11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 Sampel Petani Tomat
Gambar 1 Fluktuasi produktivitas sampel petani tomat di Desa Gekbrong (musim tanam tahun 2012) Sumber: Data primer, 2013
Selain kendala dalam produksi yang dihadapi oleh petani tomat di Desa Gekbrong, petani juga menghadapi kendala lain yaitu harga jual tomat yang tidak selalu stabil. Harga jual tomat salah satunya tercipta karena adanya kondisi
6 permintaan dan penawaran di pasar, sehingga dalam kondisi tertentu saat jumlah tomat meningkat, harga jual tomat bisa sangat rendah, dan ketika jumlah tomat menurun karena adanya kendala dalam proses produksi, harga jual tomat bisa meningkat. Harga jual tomat bisa berfluktuasi bahkan hanya dalam hitungan hari. Menurut laporan harian harga produsen komoditas sayuran tingkat kabupaten/kota yang dikeluarkan Departemen Pertanian Republik Indonesia, selama periode Januari sampai Desember 2012 rata-rata harga jual tomat tertinggi di Kabupaten Cianjur terjadi pada Bulan Januari yang mencapai Rp4 023.81 per kilogram sedangkan rata-rata harga jual tomat terendah terjadi pada Bulan November yaitu sebesar Rp850.00 per kilogram. Fluktuasi rata-rata harga tomat di Kabupaten Cianjur selama periode Bulan Januari sampai Desember 2012 dapat dilihat pada Gambar 2.
4500 4000
Harga (Rp/kg)
3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 1
2
3
4
5
6 7 Bulan
8
9
10
11
12
Gambar 2 Rata-rata harga produsen tomat di Kabupaten Cianjur selama Januari sampai Desember 2012 Sumber: Departemen Pertanian Republik Indonesia, 2013
Menurut hasil wawancara kepada petani tomat di Desa Gekbrong, terdapat dua tujuan utama penjualan hasil panen tomat, yaitu koperasi dan pasar lokal. Penjualan ke koperasi ditujukan ke koperasi Mitra Tani Parahyangan yang terletak di Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, yang letaknya tidak terlalu jauh dari Desa Gekbrong. Penjualan ke pasar lokal ditujukan ke pasar Tanah Tinggi, Kramat Jati, serta pasar Cianjur. Menurut petani, penjualan tomat ke koperasi maupun ke pasar lokal melalui pengumpul tetap tidak menghindarkan mereka dari kemungkinan adanya risiko harga jual tomat. Fluktuasi harga jual tomat tetap terjadi, namun dengan nilai harga yang berbedabeda antara menjual ke koperasi dengan menjual ke pengumpul.
7 Adanya fluktuasi produktivitas antar petani tomat di Desa Gekbrong serta fluktuasi yang terjadi pada harga jual tomat menjadi kendala dalam pelaksanaan usahatani tomat di Desa Gekbrong. Dilihat dari penjabaran tersebut, permasalahan yang dapat dirumuskan yang selanjutnya akan dijadikan bahan penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengaruh faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi yang dihadapi oleh petani tomat di Desa Gekbrong? 2. Bagaimana tingkat risiko harga yang dihadapi oleh petani tomat di Desa Gekbrong?
Tujuan Penelitian Menurut penjabaran latar belakang dan perumusan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan: Menganalisis pengaruh faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi yang 1. dihadapi oleh petani tomat di Desa Gekbrong. 2. Menganalisis tingkat risiko harga yang dihadapi oleh petani tomat di Desa Gekbrong.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian yang telah dilaksanakan diharapkan mampu memberikan informasi dan manfaat bagi berbagai pihak, di antaranya: 1. Bagi petani tomat, sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan produksi dan penjualan hasil panen tomat karena adanya risiko produksi dan risiko harga tomat. 2. Bagi masyarakat, sebagai informasi adanya risiko dalam pelaksanaan produksi dan penjualan hasil panen tomat yang mengakibatkan harga tomat di pasar mengalami fluktuasi 3. Bagi instansi terkait, memberikan informasi sebagai bahan kajian pengembangan pelatihan atau penyuluhan bagi petani dan penentuan berbagai kebijakan bagi petani tomat dalam hal produksi maupun penjualan hasil panen tomat.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian yang dilakukan di Desa Gekbrong mencakup petani hortikultura yang menanam tomat. Penelitian difokuskan mengenai faktor-faktor produksi yang mempengaruhi risiko produksi serta menganalisis mengenai tingkat risiko harga yang terjadi yang dilihat berdasarkan harga jual tomat dari petani kepada pihak koperasi yang dibandingkan dengan harga jual rata-rata di tingkat Kabupaten Cianjur. Petani yang menjadi responden merupakan petani tomat yang melakukan budidaya tomat pada periode tanam tahun 2012.
8
TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Tomat Menurut Andrew F. Smith dalam bukunya The Tomato in America, tomat berkemungkinan besar berasal dari dataran tinggi pantai barat Amerika Selatan. Iris E. Peralta dan David M. Spooner dalam American Journal of Botany (2001) juga menyebutkan bahwa delapan spesies tomat liar berasal dari sebelah barat Amerika Selatan. Trisnawati dan Setiawan (1994) menuliskan bahwa sejarah tomat dimulai dari daratan Amerika Latin, lebih tepatnya di sekitar Peru, Equador. Dari daerah inilah tanaman tomat mulai menyebar ke seluruh bagian daerah tropis Amerika. Tidak lama kemudian, orang Meksiko mulai membudidayakan tanaman ini. Tanaman tomat mulai masuk ke Eropa sekitar awal abad ke-16, sedangkan penyebarannya ke Benua Asia dimulai dari Filipina melalui jalur Amerika Selatan. Pada kehidupan sehari-hari, ada sedikit perdebatan klasifikasi tomat ke dalam buah-buahan atau sayuran. Secara botani, tomat adalah buah karena dalam klasifikasi tumbuhan ada bagian-bagian seperti biji, akar, batang, daun, dan buah. Dilihat dari sudut pandang kuliner, tomat digolongkan ke dalam jenis sayuran, karena biasanya disajikan sebagai bagian dari salad atau hidangan utama, bukan sebagai makanan penutup layaknya buah-buahan. Smith menulis dalam bukunya bahwa pada tahun 1893 Mahkamah Agung Amerika Serikat menetapkan tomat termasuk ke dalam golongan sayuran. Departemen Pertanian Republik Indonesia juga menggolongkan tomat ke dalam kelompok sayuran. Dilihat dari sisi kesehatan, tomat memiliki kandungan vitamin A dan C yang cukup tinggi. Menurut Daftar Komposisi Bahan Makanan yang dikeluarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2005, kandungan zat gizi tomat dapat dilihat pada Tabel 7.
Kandungan Kalori Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Vitamin A Vitamin C a
Tabel 7 Kandungan gizi tomata Jumlah Satuan 20 kkal 1 Gram 0.3 Gram 4.2 Gram 5 miligram 1 500 SI (Satuan Indonesia) 40 miligram
Departemen Kesehatan RI, 2005
Dilihat dari sisi ekonomi, tomat sebagai salah satu komoditas sayuran mempunyai prospek pasar yang dapat dikatakan cerah. Menurut Cahyono (2008), cerahnya prospek pasar tomat dapat dilihat dari banyaknya jumlah tomat yang dikonsumsi oleh masyarakat. Potensi pasar tomat juga dapat dilihat dari segi harga yang terjangkau oleh berbagai lapisan masyarakat, sehingga membuka peluang
9 yang lebih besar terhadap serapan pasar. Peningkatan jumlah penduduk, pendidikan, kesadaran gizi, dan peningkatan pendapatan masyarakat juga akan meningkatkan kebutuhan tomat. Selain itu, kemajuan di bidang industri pengolahan akan berperan terhadap besarnya serapan pasar tomat, sedangkan kemajuan di bidang tranportasi akan lebih menunjang pemasarannya. Proses budidaya tomat tidak terlepas dari adanya risiko. Salah satu penyebab adanya risiko dalam proses budidaya tomat adalah adanya hama dan penyakit yang menyerang tanaman tomat. Berdasarkan Standar Operasional Prosedur Tomat yang dikeluarkan Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka pada tahun 2010, beberapa jenis hama yang menyerang tomat adalah ulat tanah, lalat buah, ulat buah tomat, kutu kebul, ulat grayak, dan pengorok daun. Sedangkan penyakit yang sering menyerang tanaman tomat yaitu penyakit rebah kecambah, penyakit antraknosa, penyakit bercak daun septoria, penyakit bercak daun, penyakit busuk daun, penyakit bulukan, penyakit layu fusarium, dan layu bakteri.
Budidaya Tomat Standar Operasional Prosedur (SOP) Tomat yang dikeluarkan Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka pada tahun 2010 telah menentukan target untuk usaha budidaya tomat. Target yang akan dicapai dalam penerapan SOP tersebut adalah tercapainya produksi optimal dengan budidaya di lapang, mutu produksi sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan, dan meningkatnya ekspor tomat. Target produktivitas yang akan dicapai untuk tomat adalah 25 ton per hektar. Target mutu yang akan dicapai dengan penerapan SOP tomat antara lain: Ukuran tomat yang dihasilkan seragam tergantung permintaan pasar. 1. 2. Kesamaan sifat varietas seragam. Keseragaman tingkat kematangan buah. 3. 4. Utuh, bebas dari memar, tidak pecah, busuk, terbelah, atau terkelupas. 5. Berat tomat yang dihasilkan rata-rata 30 persen besar (lebih dari 150 gram per buah), 35 persen sedang (100 sampai 150 gram per buah), dan 35 persen kecil (kurang dari 100 gram per buah). 6. Buah aman untuk dikonsumsi. 7. Rasa tomat segar. Kegiatan budidaya tomat berdasarkan SOP tomat terbagi ke dalam 10 jenis kegiatan. Kegiatan budidaya dimulai dengan penyediaan benih, persiapan lahan, penanaman, pemasangan ajir, perempelan, pengairan, pemupukan, pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT), panen, dan pascapanen. Penyediaan benih merupakan rangkaian kegiatan menyediakan benih tomat bermutu dari varietas yang dianjurkan dalam jumlah yang cukup pada waktu yang tepat. Kegiatan persiapan lahan adalah kegiatan mempersiapkan lahan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman, meliputi kegiatan persiapan/pengolahan lahan, pemupukan dasar dan atau pemasangan mulsa plastik. Penanaman adalah rangkaian kegiatan memindahkan bibit dari tempat penyemaian ke lahan atau areal penanaman hingga tanaman berdiri tegak dan siap tumbuh di lapangan.
10 Pemasangan ajir merupakan kegiatan memasang penyanggah/penopang dekat dengan tanaman tomat. Perempelan merupakan kegiatan membuang tunas air atau tunas samping yang tidak produktif dalam rangka pembentukan tanaman. Perempelan juga dilakukan untuk membuang daun tua, daun terserang penyakit, dan buah yang terserang hama atau penyakit. Pengairan yaitu memberikan air sesuai kebutuhan tanaman pada daerah perakaran tanaman dengan air yang memenuhi standar pada waktu, cara, dan jumlah yang tepat. Pemupukan merupakan penambahan unsur hara ke dalam tanah apabila kandungan unsur hara dalam tanah tidak mencukupi untuk mendukung pertumbuhan tanaman secara optimal. Pengendalian OPT dilakukan dengan sistem terpadu untuk menurunkan populasi OPT atau intensitas serangan sehingga tidak merugikan secara ekonomis dan aman bagi lingkungan manusia. Panen merupakan kegiatan memetik buah yang telah siap panen atau mencapai kematangan fisiologis sesuai persyaratan yang telah ditentukan. Pascapanen mencakup kegiatan pengelolaan buah setelah panen hingga siap didistribusikan ke konsumen. Abidin et al. (1997) menjelaskan bahwa waktu tanam yang tepat sangat penting untuk budidaya tanaman tomat, karena tanaman ini sangat rentan terhadap keadaan lingkungan terutama temperatur, kelembaban, intensitas cahaya, air irigasi, dan drainase. Menurut Villareal (1980) dalam buku yang ditulis Abidin et al. (1997), curah hujan tinggi disertai temperatur yang tinggi dapat menyebabkan terhambatnya pembuahan (fruitset) dan meningkatnya serangan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Pseudomonas solanacearum, sehingga hasil buahnya akan rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa risiko produksi tomat pada musim hujan lebih tinggi dibandingkan pada musim kemarau. Menurut Jacob dan Uexkull (1960) dalam Abidin et al. (1997), Nitrogen, Fosfor, dan Kalium merupakan golongan unsur hara utama yang banyak diperlukan tanaman. Nitrogen diperlukan untuk pertumbuhan vegetatif. Fosfor juga sangat penting untuk permulaan tumbuh, sifatnya sukar larut dalam air. Selain itu, Fosfor berperan dalam pembentukan bunga, buah, dan biji. Kalium dapat diberikan sekaligus pada waktu tanam atau dua kali yaitu pada saat tanam dan beberapa minggu setelah tanam. Peranan utama kalium dalam tanaman adalah sebagai aktivator berbagai enzim. Kalium membuat tanaman lebih tahan terhadap penyakit dan dapat merangsang pertumbuhan akar. Secara umum, Kalium berperan sebagai pengimbang terhadap pengaruh Nitrogen dan Fosfor. Standar Operasional Prosedur (SOP) Tomat yang dikeluarkan Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka pada tahun 2010 telah menetapkan rekomendasi penggunaan pupuk tunggal untuk penanaman tomat. Penggunaan pupuk tunggal masing-masing per musim tanam adalah 100 kilogram per hektar untuk unsur N, 100 kilogram per hektar untuk unsur P, dan 50 kilogram per hektar untuk unsur K yang tentunya penggunaan pupuk ini akan semakin tinggi bila digunakan di musim hujan. Penggunaan pupuk kandang dosis 15 ton per hektar dengan pupuk buatan majemuk NPK 15-15-15 sebanyak 600 kilogram per hektar cukup memadai dalam budidaya tanaman tomat di musim kemarau, sedangkan di musim hujan dengan pupuk kandang 30 ton per hektar dan NPK 15-15-15 sejumlah 1000 sampai 1200 kilogram per hektar (Nurtika 1984 dan Sutapradja 1979 dalam Abidin et al. 1997).
11 Analisis Risiko Produksi Komoditas Pertanian Menurut Asche dan Tveteras (1999), risiko produksi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses produksi di sebagian besar industri primer. Dalam mengembangkan negara dimana pertanian subsisten masih mendominasi, risiko produksi adalah masalah yang membutuhkan perhatian besar. Pada kasus terburuk, adanya guncangan yang merugikan pada sisi produksi dapat menyebabkan kebangkrutan bagi produsen. Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mencari sumber risiko, tingkat risiko, dan pengaruh atau dampak dari risiko produksi terhadap jalannya suatu usaha. Sumber risiko, tingkat risiko, dan pengaruh atau dampak dari risiko produksi akan berbeda tergantung dari komoditas yang diusahakannya. Dalam penelitian yang dilakukan Aldila (2013), penelitian mengenai risiko produksi dilakukan untuk menganalisis pengaruh faktor-faktor produksi dan faktor lingkungan terhadap risiko produksi yang dihadapi oleh petani jagung manis, dan untuk menganalisis pengaruh risiko produksi terhadap pendapatan usahatani jagung manis. Mandasari (2012) melakukan penelitian untuk menganalisis kondisi risiko produksi, sumber risiko produksi, serta tingkat risiko produksi tomat dan cabai merah. Sedangkan Fariyanti (2008) melakukan penelitian untuk menganalisis risiko produksi dan risiko harga produk dalam kegiatan usahatani, menganalisis pengaruh risiko produksi dan risiko harga produk serta keterkaitan faktor-faktor terhadap perilaku ekonomi rumah tangga petani sayuran dalam pengambilan keputusan produksi, konsumsi, dan alokasi tenaga kerja, menganalisis pengaruh peningkatan risiko produksi dan harga produk serta upah pada kegiatan usahatani terhadap perilaku ekonomi rumah tangga petani sayuran, serta menyusun aktivitas produksi yang dapat mengurangi risiko produksi dan risiko harga produk. Aldila (2013) menggunakan metode Just and Pope dalam penelitiannya untuk mengidentifikasi risiko produksi dengan melakukan pendugaan terhadap fungsi produktivitas rata-rata dan fungsi varians produktivitas. Mandasari (2012) menggunakan nilai varians, standar deviasi, dan koefisien variasi untuk menilai tingkat risiko produksi tomat dan cabai merah. Fariyanti (2008) dalam penelitiannya menggunakan model GARCH untuk mengakomodasi nilai variance error produksi. Berdasarkan penelitian Aldila (2013) diketahui bahwa risiko produksi jagung manis secara nyata dipengaruhi oleh penggunaan faktor produksi pupuk phonska, furadan, pupuk TSP, dan tenaga kerja. Peningkatan penggunaan faktor produksi pupuk phonska dan furadan secara nyata dapat meningkatkan risiko produksi (Risk Inducing Factor). Di lain sisi, peningkatan penggunaan pupuk TSP dan tenaga kerja secara nyata dapat menurunkan risiko produksi (Risk Reducing Factor). Faktor produksi benih, pupuk kandang, dan pestisida cair dapat menurunkan risiko produksi tetapi tidak berpengaruh nyata. Pupuk urea dapat meningkatkan risiko produksi tetapi pengaruhnya tidak nyata. Sementara itu, penggunaan benih varietas hawai memiliki risiko produksi yang lebih kecil daripada penggunaan benih non hawai akan tetapi pengaruhnya tidak nyata. Musim tidak berpengaruh nyata terhadap risiko produksi hal ini dikarenakan pada musim hujan dan musim kemarau tingkat terjadinya risiko produksi sama besarnya. Mandasari (2012) menjelaskan dalam hasil penelitiannya bahwa hasil produksi yang diperoleh pada setiap panen tomat dan cabai merah berfluktuasi karena hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan iklim yang sulit diprediksi, adanya serangan hama dan penyakit, serta kondisi kesuburan lahannya. Risiko produksi yang terjadi menyebabkan kerugian bagi petani hingga tidak dapat menutupi biaya
12 produksi yang dikeluarkan pada musim tersebut. Penghitungan tingkat risiko produksi memberikan nilai koefisien variasi sebesar 0.687 untuk komoditas tomat dan 0.629 untuk komoditas cabai merah. Fariyanti (2008) dalam penelitiannya menjelaskan mengenai risiko produksi kentang yang diindikasikan oleh fluktuasi produksi kentang disebabkan oleh risiko produksi pada musim sebelumnya dan penggunaan input. Pupuk dan tenaga kerja menjadi faktor yang menimbulkan risiko produksi (risk inducing factors) sedangkan lahan, benih, dan obat-obatan menjadi faktor yang mengurangi risiko produksi (risk reducing factors). Pada komoditas kubis, lahan dan obat-obatan menjadi faktor yang menimbulkan risiko produksi, sementara benih, pupuk, dan tenaga kerja menjadi faktor yang mengurangi risiko produksi. Selain itu juga diketahui akibat adanya risiko produksi dan risiko harga produk kentang dan kubis pada proses produksi menyebabkan penurunan tingkat produktivitas dan pendapatan usahatani kentang dan kubis.
Analisis Risiko Harga Komoditas Pertanian Risiko harga merupakan salah satu jenis risiko yang juga harus diperhitungkan dalam pelaksanaan usaha atau bisnis. Salah satu penyebab adanya risiko harga adalah ketidakpastian harga yang diterima produsen. Banyak hal yang dapat membuat harga jual produk pertanian menjadi tidak stabil. Amri (2011) melakukan penelitian untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga sayuran serta alternatif strategi untuk mengurangi risiko harga sayuran. Sari (2009) melakukan penelitian untuk menganalisis risiko harga cabai merah keriting dan cabai merah besar di Indonesia. Sedangkan Siregar (2009) melakukan penelitian untuk menganalisis risiko harga DOC pada PT. Sierad Produce tbk. Analisis kuantitaif yang digunakan Amri (2011) untuk menganalisis tingkat risiko harga adalah perhitungan VaR dan model ARCH-GARCH yang digunakan untuk meramalkan volatilitas periode selanjutnya. Sama seperti Amri (2011), penelitian yang dilakukan Sari (2009) dan Siregar (2009) juga menggunakan perhitungan VaR dan model ARCH-GARCH. Berdasarkan penelitiannya, Amri (2011) menjelaskan bahwa risiko harga sayuran khususnya komoditas kentang, kubis, dan tomat cenderung mengalami fluktuasi yang dipengaruhi oleh jumlah pasokan yang masuk ke pasar, harga satu hari sebelumnya, dan permintaan khusus untuk komoditas kentang. Semakin tinggi risiko harga pada periode sebelumnya maka semakin tinggi risiko harga pada periode selanjutnya. Sari (2009) menyebutkan bahwa cabai merah keriting dan cabai merah besar merupakan komoditi yang sangat fluktuatif dari sisi harga. Harga yang sangat fluktuatif menyebabkan tingginya risiko harga cabai merah keriting dan cabai merah besar. Risiko harga cabai merah keriting yang lebih besar dibandingkan cabai merah besar disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya yaitu volume permintaan cabai merah keriting yang lebih besar sementara pasokan lebih berfluktuasi terkait dengan risiko produksi. Siregar (2009) berdasarkan penelitiannya menyimpulkan bahwa risiko harga DOC broiler dipengaruhi oleh varian dan volatilitas harga DOC periode sebelumnya, sedangkan risiko harga DOC layer hanya dipengaruhi oleh volatilitas harga DOC layer periode sebelumnya, serta risiko harga DOC broiler lebih besar dibandingkan dengan risiko harga DOC layer.
13
KERANGKA PEMIKIRAN Teori Produksi dan Fungsi Produksi Hubungan kuantitatif antara input dengan produksi dikenal dengan istilah fungsi produksi, sedangkan analisis dan pendugaan hubungan itu disebut analisis fungsi produksi (Dillon dan Hardaker 1984). Jika Y adalah produksi dan Xi adalah input i, maka nilai Y bergantung kepada nilai X1, X2, X3, …, Xm yang digunakan. Jika suatu persamaan fungsi produksi menggunakan m input, maka persamaan itu disebut fungsi produksi dengan m faktor. Hubungan Y dan X secara aljabar dapat ditulis sebagai berikut: Y = f (X1, X2, X3, …, Xm) Hubungan faktor-faktor produksi menjelaskan hubungan antara produksi dengan satu faktor variabel produksi, dan disebut sebagai fungsi produksi (Suratiyah 2006). Gambar 3 menjelaskan mengenai hubungan fungsi produksi antara satu output dengan satu input. Dari fungsi produksi juga dapat digambarkan Marginal Product (MP) yang menjelaskan tambahan produksi per satuan tambahan input serta Average Product (AP) yang menjelaskan produksi per satuan input. Gambar 3 juga menjelaskan elastisitas produksi (Ep) yang terjadi yang menunjukkan persentase perbandingan dari output yang dihasilkan sebagai akibat dari persentase input yang digunakan. Fungsi produksi biasanya dibagi menjadi tiga daerah yaitu Daerah I di sebelah kiri titik AP maksimum, Daerah II di antara AP maksimum dan MP = 0, dan Daerah III di sebelah kanan MP = 0. Daerah I termasuk ke dalam daerah yang tidak rasional karena daerah ini merupakan daerah yang belum mencapai keuntungan maksimum sehingga seharusnya input masih bisa terus ditingkatkan, dengan nilai Ep ≥ 1. Daerah II merupakan daerah rasional dalam produksi karena pada tingkat tertentu penggunaan faktor produksi pada daerah ini akan memberikan keuntungan maksimum. Daerah II memiliki nilai Ep antara 0 dan 1 (0 < Ep < 1), sehingga penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menimbulkan penambahan output sebesar nol sampai satu persen. Daerah III termasuk ke dalam daerah yang tidak rasional karena setiap penambahan faktor produksi akan menurunkan output yang dihasilkan.
14
Total Produksi
Daerah I
Daerah II
Daerah III
TP
Output per Unit Input
x (input variabel)
AP
x (input variabel) Sumber: Suratiyah, 2006
MP
Gambar 3 Kurva Produk Total, Produk Marjinal, dan Produk Rata-rata
Teori Risiko Risiko tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari dan pada umumnya akan selalu hadir pada setiap kegiatan usaha atau bisnis yang dilakukan. Risiko identik dengan kerugian. Kountur (2006) menjelaskan bahwa terdapat tiga unsur penting yang terdapat pada risiko, yaitu merupakan suatu kejadian, kejadian tersebut masih berupa kemungkinan, dan jika terjadi, kejadian tersebut akan menimbulkan kerugian. Robison dan Barry (1987) menjelaskan bahwa risiko adalah peluang terjadinya suatu kejadian yang dapat diukur oleh pengambil keputusan dan pada umumnya memberikan kerugian. Konsep mengenai risiko sering muncul bersama dengan konsep ketidakpastian. Perbedaan mendasar dari kedua konsep ini adalah ketidakpastian tidak dapat diukur seperti risiko. Risiko juga sering diartikan sebagai perbedaan antara hasil aktual dengan hasil yang diharapkan. Salah satu indikasi adanya risiko dalam kegiatan bisnis dapat dilihat dengan adanya variasi, fluktuasi, atau volatilitas dari hasil yang diharapkan pelaku bisnis. Harwood, et al (1999) menjelaskan mengenai sumber-sumber risiko dalam pertanian. Terdapat lima jenis sumber risiko yang dijelaskan, yaitu: Risiko hasil atau produksi pertanian, terjadi karena dipengaruhi oleh 1. berbagai peristiwa yang tidak dapat dikendalikan yang sering berhubungan dengan cuaca, termasuk curah hujan yang terlalu sedikit atau bahkan
15 berlebihan, suhu ekstrim, serta serangan hama maupun penyakit. Teknologi memiliki peran yang penting dalam risiko produksi produk pertanian. Pengaplikasian yang cepat dari adanya varietas tanaman baru ataupun teknik produksi seringkali memberikan peningkatan efisiensi dan membantu mengurangi risiko produksi yang mungkin akan terjadi. 2. Risiko harga atau pasar, mencerminkan risiko yang terkait dengan perubahan dalam harga output maupun input yang mungkin terjadi setelah petani memutuskan untuk melakukan proses usahatani. Risiko pasar sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti kondisi permintaan dan penawaran di pasar. Kondisi permintaan atau penawaran tersebut akan mempengaruhi harga jual yang juga akan mempengaruhi tingkat pendapatan yang akan diperoleh petani. 3. Risiko kelembagaan, terjadi karena adanya perubahan kebijakan dan peraturan yang mempengaruhi bidang pertanian. Jenis risiko umumnya dinyatakan sebagai kendala produksi yang tidak terduga atau adanya perubahan harga input dan output. Misalnya, perubahan dalam peraturan pemerintah tentang penggunaan pestisida untuk tanaman atau obat-obatan untuk peternakan yang dapat mempengaruhi biaya produksi, atau adanya pembatasan kuota impor komoditi tertentu oleh negara importir sehingga mempengaruhi ketersediaan dan harga komoditi tersebut. Risiko kelembagaan juga bisa muncul dari adanya perubahan ketentuan pajak atau ketentuan kredit dalam bidang pertanian. 4. Risiko personal, petani juga merupakan salah satu penyebab terjadinya risiko atau dapat disebut juga risiko yang diakibatkan oleh manusia. Kejadian-kejadian yang tidak terduga seperti kematian, kecelakaan, kesehatan dapat mempengaruhi perusahaan. Kejadian tersebut dapat berpengaruh pada sistem kinerja pada perusahaan, seperti menurunnya produktivitas. Selain itu, adanya kelalaian manusia seperti kebakaran, kehilangan atau kerusakan, serta pencurian juga merupakan penyebab risiko yang dapat merugikan perusahaan. 5. Risiko keuangan, risiko ini dapat terjadi karena adanya peminjaman modal yang dilakukan oleh petani. Adanya pinjaman tersebut membuat petani harus menyisihkan pendapatannya untuk membayar hutang. Risiko ini terjadi ketika petani tidak memiliki pengetahuan tentang bagaimana perubahan suku bunga di masa yang akan datang, atau ketidaktahuan tentang sistem peminjaman yang ditawarkan, sehingga menjadi salah satu kendala dalam proses pembayaran. Terkait dengan analisis risiko, terdapat model Just and Pope yang menggambarkan fungsi produksi yang terdiri atas fungsi produksi rata-rata (mean production function) dan fungsi varians produksi (variance production function). Pemodelan risiko produksi Just and Pope menggunakan prosedur dua langkah, yaitu fungsi produksi rata-rata dan fungsi varians produksi yang dijelaskan oleh Asche dan Tveteras (1999). Dalam model risiko, beberapa input dapat menjadi faktor yang menimbulkan risiko produksi (risk inducing factor) dan faktor pengurang risiko (risk reducing factor). Dalam model ini, fungsi produksi ratarata maupun varians produksi dipengaruhi oleh variabel input seperti pupuk, pestisida, maupun musim tanam. Sedikit perubahan dilakukan dalam penelitian ini, yaitu mengganti fungsi produksi rata-rata menjadi fungsi produktivitas rata-
16 rata, serta mengganti fungsi varians produksi menjadi fungsi varians produktivitas. Nilai produktivitas mencakup hasil produksi yang sudah diperhitungkan dengan luas areal tanamnya, sehingga nilainya bisa dibandingkan antar petani karena sudah memiliki satuan luas lahan yang sama.
Kerangka Pemikiran Operasional Desa Gekbrong di Kecamatan Gekbrong Kabupaten Cianjur memiliki karakterisitik yang berbeda dibandingkan dengan desa lain yang ada di sekitarnya. Petani di desa lain di sekitar Desa Gekbrong menjadikan padi sebagai tanaman utama yang dibudidayakan dalam proses usahatani untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Hal berbeda dilakukan oleh petani di Desa Gekbrong yang sebagian besar menanam tanaman hortikultura terutama sayuran. Jenis sayuran utama yanng ditanam di desa ini adalah tomat. Budidaya tomat tidak sepenuhnya memberikan keuntungan maksimum bagi petani. Hal tersebut terjadi karena adanya risiko dalam pelaksanaan usahatani tomat yang dilakukan. Risiko utama yang terjadi di Desa Gekbrong adalah risiko produksi dan risiko harga. Risiko produksi yang terjadi diindikasikan dengan adanya fluktuasi produktivitas tomat di antara petani tomat yang ada di Desa Gekbrong. Produktivitas tomat rata-rata yang dihasilkan petani belum mencapai target produktivitas nasional. Sumber internal yang menyebabkan risiko produksi diantaranya karena adanya perbedaan penggunaan jumlah input pada masingmasing petani. Beberapa input yang biasa digunakan dalam proses budidaya tomat di antaranya adalah pupuk kandang, pupuk unsur N, pupuk unsur P, pupuk unsur K, insektisida cair, pupuk daun, dan fungisida. Sedangkan sumber eksternal yang menyebabkan adanya risiko produksi adalah adanya pengaruh musim. Berdasarkan faktor-faktor produksi yang ada, dilakukan analisis risiko produksi menggunakan model Just and Pope. Analisis tersebut dilakukan dengan melakukan pendekatan terhadap fungsi produktivitas rata-rata dan fungsi varians produktivitas. Hasil analisis akan memberikan gambaran mengenai pengaruh penggunaan input atau faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi. Data harga produsen yang dikeluarkan oleh Departemen Pertanian Republik Indonesia menunjukkan bahwa terjadi fluktuasi harga yang terjadi pada harga jual tomat dari petani di Kabupaten Cianjur. Perubahan harga tomat yang tidak stabil menyebabkan pendapatan petani ikut mengalami perubahan sehingga harga jual tomat menjadi salah satu risiko yang harus diperhatikan petani. Analisis risiko harga dilakukan untuk mengukur sejauh mana tingkat risiko harga yang dihadapi oleh petani dalam proses penjualan hasil produksinya. Tingkat risiko diukur berdasarkan nilai dari varians, standar deviasi, dan koefisien variasi. Pengaruh penggunaan faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi serta tingkat risiko harga yang telah diketahui diharapkan mampu memberikan gambaran bagi petani untuk dapat melakukan kebijakan atau tindakan dalam proses usahataninya. Secara lebih ringkas, kerangka pemikiran operasional penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.
17 Kegiatan usahatani tomat yang dilakukan petani tomat di Desa Gekbrong
Faktor produksi internal: 1. Pupuk kandang 2. Pupuk unsur N 3. Pupuk unsur P 4. Pupuk unsur K 5. Insektisida cair 6. Pupuk Daun 7. Fungisida
Faktor produksi eksternal: Pengaruh musim
Fluktuasi produktivitas yang terjadi di antara petani tomat di Desa Gekbrong
Fluktuasi harga jual tomat yang terjadi pada petani tomat di Desa Gekbrong
Adanya risiko harga
Adanya risiko produksi
Model Fungsi Produksi Just and Pope
Pengaruh faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi tomat
Mengukur tingkat risiko harga: Menggunakan nilai: 1. Varians 2. Standar deviasi 3. Koefisien Variasi
Rekomendasi alternatif strategi penanganan risiko untuk petani tomat di Desa Gekbrong
Gambar 4 Kerangka operasional analisis faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi tomat dan tingkat risiko harga tomat di Desa Gekbrong Kabupaten Cianjur a
18
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai analisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi risiko produksi dan analisis risiko harga tomat dilakukan di Provinsi Jawa Barat karena berdasarkan Badan Pusat Statistik (2013), Jawa Barat merupakan provinsi dengan nilai produksi tomat terbesar di Indonesia. Di Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Cianjur merupakan satu dari tiga daerah penghasil tomat terbesar di Jawa Barat. Selanjutnya pemilihan Desa Gekbrong di Kecamatan Gekbrong dilakukan dengan sengaja (purposive) karena Desa Gekbrong merupakan salah satu desa di Kecamatan Gekbrong yang petaninya melakukan budidaya sayuran. Banyak jenis komoditas sayuran yang ditanam di Desa Gekbrong, namun komoditas unggulan di Desa Gekbrong adalah tomat. Penelitian mengenai analisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi risiko produksi tomat dan analisis risiko harga tomat di Desa Gekbrong, Kecamatan Gekbrong, Kabupaten Cianjur dilakukan dalam periode waktu Februari sampai Maret 2013.
Data dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data yang berasal dari data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber atau objek penelitian. Sumber atau objek penelitian pada penelitian ini di antaranya petani sayuran yang menanam tomat, penyuluh pertanian, perangkat desa, dan berbagai instansi terkait yang berhubungan dengan penelitian. Data primer yang dikumpulkan meliputi karakteristik rumah tangga petani tomat, penguasaan lahan usahatani, input, dan output dari usahatani yang dilakukan. Data sekunder merupakan data yang diterbitkan yang dapat digunakan kembali untuk tujuan penelitian. Data sekunder yang digunakan diantaranya data monografi wilayah desa yang diperoleh dari Kantor Desa Gekbrong, serta literatur terkait data-data yang digunakan dalam penelitian yang diperoleh dari berbagai badan, dinas, dan instansi lainnya. Selain itu juga digunakan data ataupun pustaka yang diperoleh dari buku, jurnal, maupun berbagai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.
Metode Pengambilan Sampel Responden yang menjadi objek utama penelitian ini adalah petani sayuran yang menanam tomat di Desa Gekbrong. Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode non random sampling dengan metode pengambilan sampel secara aksidental (convinience sampling). Metode ini merupakan teknik pengambilan sampel berdasarkan kriteria atau pertimbangan tertentu. Kriteria responden yang dipilih adalah petani hortikultura di Desa Gekbrong yang dalam pelaksanaan usahataninya menanam tomat pada periode tahun 2012. Penentuan responden tidak dilakukan secara acak karena meskipun menanam sayuran, tidak semua petani di desa ini menanam tomat. Jumlah petani
19 yang menjadi responden ditentukan sebanyak 38 orang sehingga memenuhi syarat secara statistik agar data terdistribusi normal dan dapat digunakan untuk memprediksi populasi yang diteliti.
Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian diperoleh melalui observasi, wawancara, serta diskusi dengan pihak-pihak terkait. Observasi dilakukan untuk melihat atau mengamati secara langsung hal-hal yang berhubungan dengan objek penelitian. Sedangkan wawancara dan diskusi dilakukan dengan cara tanya jawab secara lisan dengan berbagai responden dan pihak-pihak yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan, seperti petani tomat, penyuluh pertanian, kepala desa, serta pengurus koperasi dan pengumpul tomat.
Metode Pengolahan Data Data yang telah diperoleh dalam penelitian diolah menggunakan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan pendekatan deskriptif untuk mendeskripsikan mengenai gambaran umum objek yang diteliti. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi risiko produksi serta mengukur tingkat risiko harga tomat yang dijual petani kepada pihak koperasi dan pengumpul. Pengolahan data secara kuantitatif menggunakan alat bantu kalkulator, Microsoft Excel 2013, dan SPSS versi 20. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan dalam penelitian untuk menmberikan penjelasan khusus mengenai karakteristik petani responden seperti umur, pengalaman berusahatani, tingkat pendidikan petani, dan hal-hal lainnya. Selain itu, analisis deskriptif juga digunakan untuk menganalisis keragaan usahatani yang dijalankan oleh petani responden, diantaranya teknik budidaya, penggunaan input, proses usahatani, dan harga jual produk. Analisis deskriptif dilakukan menggunakan metode analisis berupa observasi, wawancara, serta diskusi. Analisis Risiko Produksi Analisis risiko produksi pada penelitian ini dilakukan menggunakan model Just and Pope. Asche dan Tveteras (1999) menjelaskan bahwa sebagian besar penelitian untuk menangani risiko produksi didasarkan pada model yang dikemukakan Just and Pope pada tahun 1978. Uji Asumsi Klasik Menurut Widarjono (2005), persoalan penting dalam analisis regresi linier adalah cara untuk mendapatkan garis regresi yang baik. Garis regresi sampel yang
20 baik terjadi jika nilai prediksi berada dalam jarak yang sedekat mungkin dengan data aktualnya. Untuk memperoleh hasil yang baik tersebut, dapat digunakan metode kuadrat terkecil atau ordinary least squares (OLS). Metode OLS dibangun dengan menggunakan asumsi-asumsi tertentu, yaitu: 1. Hubungan antara variabel independent dengan dependent adalah linier dalam parameter. 2. Variable X adalah variabel tidak stokastik yang nilainya tetap. Nilai X adalah tetap untuk observasi yang berulang-ulang. 3. Nilai harapan atau rata-rata dari variabel gangguan adalah nol. 4. Varian dari variabel gangguan adalah sama. 5. Tidak ada serial korelasi antara variabel gangguan. 6. Variabel gangguan terdistribusi normal. Metode OLS yang baik adalah metode yang menghasilkan estimator yang linier tidak bias dengan varian yang minimum (best linier unbiased estimator/BLUE). Untuk mengetahui metode OLS yang digunakan BLUE atau tidak, dilakukan beberapa uji asumsi klasik, yaitu uji normalitas, uji multikolonieritas, uji autokorelasi, dan uji heteroskedastisitas. Menurut Suliyanto (2011), uji normalitas dilakukan untuk menguji normal atau tidaknya nilai residual yang telah distandardisasi pada model regresi. Nilai residual dikatakan normal jika sebagian besar nilai residual terstandardisasi tersebut mendekati nilai rata-ratanya. Menurut Widarjono (2005), multikolonieritas adalah hubungan antara variabel independent dalam satu regresi. Adanya multikolonieritas masih menghasilkan OLS yang BLUE namun menyebabkan suatu model mempunyai varians yang besar. Menurut Widarjono (2005), autokorelasi adalah korelasi antar variabel gangguan satu observasi dengan observasi lain, sedangkan heteroskedastisitas adalah varians variabel pada model regresi yang tidak konstan. Model Risiko Produksi Just and Pope Analisis risiko produksi yang dijelaskan oleh Just and Pope adalah mengembangkan model umum untuk penanganan risiko produksi dan digunakan untuk menganalisis faktor produksi namun tidak mengabaikan tingkat risiko yang kemungkinan akan terjadi pada produksi tersebut yang dapat menyebabkan kesalahan dalam perhitungan. Terdapat unsur error dalam model Just and Pope agar unsur risiko dapat diperhitungkan dalam analisis produksi sehingga tingkat kesalahan menjadi lebih rendah. Asche dan Tveteras (1999) menjelaskan bahwa fungsi produksi dalam model Just and Pope yang menggunakan prosedur dua langkah adalah fungsi produksi Cobb-Douglas dalam bentuk logaritma natural. Dalam fungsi produksi, fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan suatu fungsi produksi yang memperlihatkan pengaruh input yang digunakan dengan output yang diharapkan. Produksi tomat di Desa Gekbrong dipengaruhi oleh berbagai faktor produksi yang digunakan masing-masing petani. Perbedaan penggunaan faktor produksi oleh setiap petani dapat memberikan perbedaan juga terhadap produktivitas tomat yang dihasilkan. Menurut hasil wawancara dan diskusi kepada petani dan penyuluh pertanian di Desa Gekbrong, yang menjadi faktor produksi tomat di desa ini adalah penggunaan pupuk kandang, penggunaan pupuk unsur N, pupuk
21 unsur P, pupuk unsur K, penggunaan insektisida cair, pupuk daun, dan fungisida. Selain itu pengaruh musim juga berpengaruh terhadap hasil produksi yang dihasilkan. Berdasarkan faktor-faktor produksi tersebut, maka model fungsi produksi Just and Pope yang digambarkan oleh fungsi produktivitas rata-rata dan fungsi varians produktivitasnya dapat ditulis sebagai berikut: Fungsi Produktivitas Rata-rata: LnYi = β0 + β1LnX1i + β2LnX2i + β3LnX3i + β4LnX4i + β5LnX5i + β6LnX6i + β7LnX7i + β8D1i + ε Varians Produktivitas: σ2Yi = (Yi – Ŷi)2 Fungsi Varians Produktivitas: Lnσ2Yi = θ0 + θ1LnX1i + θ2LnX2i + θ3LnX3i + θ4LnX4i + θ5LnX5i + θ6LnX6i + θ7LnX7i + θ8D1i + ε Dimana: Y = Produktivitas tomat aktual (ton/ha) Ŷ = Produktivitas tomat dugaan berdasarkan model (ton/ha) X1 = Jumlah pupuk kandang yang digunakan per musim tanam (kg/ha) X2 = Jumlah pupuk unsur N yang digunakan per musim tanam (kg/ha) X3 = Jumlah pupuk unsur P yang digunakan per musim tanam (kg/ha) X4 = Jumlah pupuk unsur K yang digunakan per musim tanam (kg/ha) X5 = Jumlah insektisida cair yang digunakan per musim tanam (liter/ha) X6 = Jumlah pupuk daun yang digunakan per musim tanam (liter/ha) X7 = Jumlah fungisida yang digunakan per musim tanam (kg/ha) D1 = Dummy musim tanam (D1 = 1 jika musim kemarau dan D1 = 0 jika musim hujan) σ2 Y = Varians produktivitas tomat β0, θ0 = Konstanta β1, β2, …, β8 = Koefisien parameter dugaan X1, X2, …, X7, D1 θ1, θ2, …, θ8 = Koefisien parameter dugaan X1, X2, …, X7, D1 ε = error i = petani responden Hipotesis Hipotesis Untuk Fungsi Produktivitas Rata-rata Dasar pertimbangan dalam penentuan hipotesis adalah asumsi bahwa petani berada pada daerah II pada kurva produksi sehingga petani dikatakan bertindak secara rasional dalam melakukan proses produksi, sehingga setiap faktor produksi berpengaruh secara positif terhadap rata-rata hasil produksi tomat. Secara lebih rinci, hipotesis fungsi produktivitas rata-rata untuk masing-masing variabel adalah: a. Penggunaan pupuk kandang (X1) β1 > 0, menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan pupuk kandang akan meningkatkan produktivitas tomat
22 b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Penggunaan pupuk unsur N (X2) β2 > 0, menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan pupuk unsur N akan meningkatkan produktivitas tomat Penggunaan pupuk unsur P (X3) β3 > 0, menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan pupuk unsur P akan meningkatkan produktivitas tomat Penggunaan pupuk unsur K (X4) β4 > 0, menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan pupuk unsur K akan meningkatkan produktivitas tomat Penggunaan insektisida cair (X5) β5 > 0, menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan insektisida cair akan meningkatkan produktivitas tomat Penggunaan pupuk daun (X6) β6 > 0, menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan pupuk daun akan meningkatkan produktivitas tomat Penggunaan fungisida (X7) β7 > 0, menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan fungisida akan meningkatkan produktivitas tomat Musim (D1) β8 > 0, menunjukkan bahwa pada musim kemarau, produktivitas tomat lebih tinggi dibandingkan pada musim hujan Hipotesis Untuk Fungsi Varians Produktivitas
Dasar pertimbangan dalam penentuan hipotesis adalah asumsi bahwa tidak semua faktor produksi yang digunakan petani berpengaruh positif terhadap varians produktivitas tomat. Menurut Fariyanti (2008), penggunaan faktor produksi seperti pupuk, baik itu pupuk organik maupun anorganik pada umumnya sudah ditentukan jumlah standar penggunaannya. Jika penggunaannya dikurangi atau melebihi batas standar maka memungkinkan menurunkan nilai produksi. Hal tersebut menunjukkan pupuk menjadi faktor yang menimbulkan risiko produksi. Berbeda dengan penggunaan obat-obatan yang tidak ada standarnya. Obatobatan digunakan jika ada hama atau penyakit yang menyerang tanaman, tetapi jika tidak ada gejala serangan, maka pemberian obat-obatan tidak perlu digunakan. Hal tersebut menunjukkan obat-obatan membuat produksi stabil sehingga termasuk dalam faktor produksi yang dapat mengurangi risiko produksi. Secara lebih rinci, hipotesis fungsi varians produktivitas untuk masing-masing variabel adalah: a. Penggunaan pupuk kandang (X1) θ1 > 0, menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan pupuk kandang akan meningkatkan varians produktivitas tomat Penggunaan pupuk unsur N (X2) b. θ2 > 0, menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan pupuk unsur N akan meningkatkan varians produktivitas tomat c. Penggunaan pupuk unsur P (X3) θ3 > 0, menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan pupuk unsur P akan meningkatkan varians produktivitas tomat
23
d.
e.
f.
g.
h.
Penggunaan pupuk unsur K (X4) θ4 > 0, menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan pupuk unsur K meningkatkan varians produktivitas tomat Penggunaan insektisida cair (X5) θ5 < 0, menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan insektisida cair menurunkan varians produktivitas tomat Penggunaan pupuk daun (X6) θ6 < 0, menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan pupuk daun menurunkan varians produktivitas tomat Penggunaan fungisida (X7) θ7 < 0, menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan fungisida menurunkan varians produktivitas tomat Musim (D1) θ8 < 0, menunjukkan bahwa penanaman pada musim kemarau menurunkan varians produktivitas tomat
akan
akan
akan
akan
akan
Analisis Risiko Harga Penilaian risiko didasarkan pada pengukuran penyimpangan (deviation) terhadap return dari suatu aset. Beberapa ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur penyimpangan adalah varian (variance), standar deviasi (standard deviation), dan koefisien variasi (coefficient variation). Ukuran-ukuran tersebut merupakan ukuran statistik yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat risiko harga yang terjadi pada harga jual tomat yang dilakukan oleh petani. a. Varians Pengukuran varians dari return merupakan penjumlahan selisih kuadrat dari return dengan expected return dikalikan dengan peluang dari setiap kejadian. Menurut Elton dan Gruber (1995), nilai varians dapat ditentukan dengan rumus: 𝜎𝑖2 = ∑
𝑚
𝑗=1
𝑝𝑖𝑗 (𝑅𝑖𝑗 − Ř𝑖 )2
Nilai expected return dapat diperoleh dengan rumus: m
Ři = ∑ pij x Rij j=1
Dimana: σ2 = varians dari return pij = peluang dari suatu kejadian (i = aset, j = kejadian) Rij = return Ři = expected return Nilai varians berbanding lurus dengan nilai penyimpangan dan risiko. Semakin kecil nilai varians, maka semakin kecil penyimpangannya, dan semakin kecil tingkat risiko yang dihadapi dalam menjalankan usaha.
24 b.
Standar deviasi Standar deviasi dapat diukur dari akar kuadrat nilai varians. Secara matematis rumus menghitung standar deviasi dapat ditulis: σI =√σ2i
c.
Nilai yang ditunjukkan dari perhitungan standar deviasi memiliki arti yang sama dengan nilai varians, semakin kecil nilai standar deviasi, maka semakin kecil risiko yang dihadapi. Koefisien variasi Nilai koefisien variasi dapat diukur dari rasio standar deviasi dengan expected return. Secara matematis, nilai koefisien variasi (CV) dapat ditulis: σi CV= Ři Semakin kecil nilai koefisien variasi, maka semakin rendah tingkat risiko yang dihadapi.
Pengujian Hipotesis Model yang diperoleh harus diuji untuk mengetahui tingkat ketepatan atau kesesuaian model dalam memprediksi suatu variabel. Pengujian hipotesis dilakukan dengan melihat nilai koefisien determinasi (R2), uji signifikansi model dugaan, dan uji signifikansi variabel. a. Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi dihitung untuk melihat sejauh mana kecocokan antara data dengan garis estimasi regresi. Nilai koefisien determinasi menunjukkan seberapa besar keragaan variabel dependent dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independent. Nilai koefisien determinasi berada di antara 0 dan 1. Semakin besar nilai koefisien determinasi maka semakin baik kualitas model karena semakin dapat menjelaskan hubungan antara variabel dependent dengan variabel independent. Rumus koefisien determinasi dapat dituliskan: ́ ̅̅̅ 2 2 ∑ (Yi - Y) R = 2 ∑ ( Yi - ̅̅̅ Y) Menurut Winarno (2007), nilai koefisien determinasi tidak selalu menunjukkan kualitas model sudah baik. Dalam analisis runtut waktu (time series) yang pada umumnya setiap variabel mengalami peningkatan seiring berjalannya waktu, nilai koefisien determinasi akan cenderung tinggi. Sedangkan pada analisis seksi silang (cross section) nilai koefisien determinasi cenderung rendah. b.
Uji Signifikansi Model Dugaan Uji signifikansi model dugaan dilakukan untuk melihat nyata atau tidak nyatanya pengaruh variabel independent yang digunakan terhadap variabel dependent. Menurut Gujarati dan Porter (2010) dalam Aldila (2013), pengujian model dugaan dilakukan dengan menggunakan uji F, dengan prosedur:
25 1) Hipotesis Pengujian fungsi produktivitas rata-rata: H0 : β 1 = β2 = … = β8 = 0 H1 : ada salah satu βi yang ≠ 0 Pengujian fungsi varians produktivitas: H0 : θ 1 = θ2 = … = θ8 = 0 H1 : ada salah satu θi yang ≠ 0 2) Statistik uji F Fhitung =
c.
R2 / (k-1) (1-R2 )/(n-k)
Dimana: R2 = koefisien determinasi k = jumlah variabel bebas n = jumlah sampel 3) Kriteria uji Kriteria uji dilakukan dengan membandingkan nilai Fhitung dengan nilai sebaran Ftabel, dengan kriteria: Fhitung > F(k-1, n-k) pada taraf nyata α, maka tolak H0 Fhitung < F(k-1, n-k) pada taraf nyata α, maka terima H0 Jika tidak menggunakan tabel, maka dapat dilihat nilai p dengan kriteria: p-value < α, maka tolak H0 p-value > α, maka terima H0 Jika Fhitung > F(k-1, n-k) atau p-value < α maka variabel independent mempunyai pengaruh nyata terhadap variabel dependent, dan sebaliknya. Uji Signifikansi Variabel Uji signifikansi variabel dilakukan untuk mengetahui variabel independent yang mempengaruhi variabel dependent. Berdasarkan Gujarati dan Porter (2010) dalam Aldila (2013), pengujian signifikansi variabel dilakukan dengan menggunakan uji t, dengan prosedur: 1) Hipotesis Pengujian fungsi produktivitas rata-rata H0 : βi = 0, i = 1,2,3,…,8 H1 : βi ≠ 0 Pengujian fungsi varians produktivitas H0 : θi = 0, i = 1,2,3,…,8 H1 : θi ≠ 0 2) Statistik uji t thitung = Dimana: bi St.Dev
bi -0 St.Dev (bi )
= koefisien determinasi untuk variabel Xi = standar deviasi dari bi
26 3) Kriteria uji Kriteria uji dilakukan dengan membandingkan nilai thitung dengan nilai sebaran ttabel, dengan kriteria: thitung > t(α, n-k) pada taraf nyata α, maka tolak H0 thitung < t(α, n-k) pada taraf nyata α, maka terima H0 dimana: n = jumlah sampel k = jumlah variabel bebas Jika tidak menggunakan tabel, maka dapat dilihat nilai p dengan kriteria: p-value < α, maka tolak H0 p-value > α, maka terima H0 Jika thitung > t(α, n-k) atau p-value < α maka variabel independent mempunyai pengaruh nyata terhadap variabel dependent, dan sebaliknya. Definisi Operasional a. Produktivitas (Y) adalah jumlah total panen tomat yang dihitung dalam satuan ton per hektar selama satu periode tanam. b. Pupuk kandang (X1) adalah jumlah pupuk kandang yang digunakan untuk melakukan proses usahatani tomat yang dihitung dalam satuan kilogram per hektar selama satu periode tanam. c. Pupuk unsur N (X2) adalah jumlah pupuk unsur N yang digunakan untuk melakukan proses usahatani tomat yang dihitung dalam satuan kilogram per hektar selama satu periode tanam. d. Pupuk unsur P (X3) adalah jumlah pupuk unsur P yang digunakan untuk melakukan proses usahatani tomat yang dihitung dalam satuan kilogram per hektar selama satu periode tanam. e. Pupuk unsur K (X4) adalah jumlah pupuk unsur K yang digunakan untuk melakukan proses usahatani tomat yang dihitung dalam satuan kilogram per hektar selama satu periode tanam. f. Insektisida cair (X5) adalah jumlah insektisida cair yang digunakan untuk melakukan proses usahatani tomat yang dihitung dalam satuan liter per hektar selama satu periode tanam. g. Pupuk daun (X6) adalah jumlah pupuk daun yang digunakan untuk melakukan proses usahatani tomat yang dihitung dalam satuan liter per hektar selama satu periode tanam. h. Fungisida (X7) adalah jumlah fungisida yang digunakan untuk melakukan proses usahatani tomat yang dihitung dalam satuan kilogram per hektar selama satu periode tanam. i. Musim (D1) adalah musim ketika petani melakukan budidaya tomat, yang terbagi ke dalam musim hujan dan musim kemarau.
27
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kondisi Geografis Desa Gekbrong merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Gekbrong Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Desa Gekbrong merupakan desa yang berada di ujung barat wilayah Cianjur dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Sukabumi. Desa Gekbrong memiliki ketinggian yang lebih tinggi dibandingkan dengan desa lainnya yang berada di Kecamatan Gekbrong yaitu sekitar 900 sampai 1500 meter di atas permukaan laut sehingga tanaman hortikultura banyak dibudidayakan di desa ini. Desa Gekbrong memiliki luas sebesar 195.3 hektar dan 75 hektar diantaranya digunakan sebagai lahan tegalan/ladang. Luas lahan Desa Gekbrong berdasarkan penggunaannya dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Luas lahan Desa Gekbrong berdasarkan penggunaannyaa No Penggunaan Luas (hektar) 1 Lahan sawah 49 2 Pemukiman dan pekarangan 39.5 3 Tegalan/ladang 75 4 Kolam 0.8 5 Hutan negara 2 6 Perkebunan besar 14 7 Perkebunan rakyat dan negara 15 Jumlah 195.3 a
Sumber: Badan Pengembangan Budidaya Tanaman Pangan dan Hortikultura Kecamatan Gekbrong, 2012
Menurut data Badan Pengembangan Budidaya Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPB-TPH) Kecamatan Gekbrong tahun 2012, jika dilihat berdasarkan data curah hujan rata-rata selama 10 tahun terakhir, maka wilayah di Kecamatan Gekbrong termasuk Desa Gekbrong memiliki iklim dengan bulan basah sebanyak 8 bulan, yaitu Bulan Oktober hingga Mei. Rata-rata bulan kering sebanyak 2 bulan, yaitu Juli dan Agustus, serta bulan lembab pada Bulan Juni dan September. Kondisi Demografi Menurut data BPB-TPH tahun 2012, Desa Gekbrong memiliki penduduk sebanyak 7699 orang dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 3936 orang dan penduduk perempuan sebanyak 3763 orang. Desa Gekbrong memiliki 1561 kepala keluarga yang bermata pencaharian utama sebagai petani dari total kepala keluarga di Desa Gekbrong sebanyak 1921 kepala keluarga. Dari total sebanyak 1561 kepala keluarga yang bermata pencaharian utama sebagai petani, sebanyak 288 kepala keluarga berstatus sebagai pemilik lahan, 289 kepala keluarga
28 berstatus sebagai pemilik penggarap, dan 984 kepala keluarga berstatus sebagai penggarap/buruh tani. Dilihat dari tingkat pendidikan, penduduk di Desa Gekbrong memiliki tingkat pendidikan yang bervariasi, mulai dari tidak tamat SD/sederajat, lulus SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat, dan perguruan tinggi (diploma dan S1). Mata pencaharian penduduknya pun beragam mulai dari pertanian, perkebunan, peternakan, industri kecil dan kerajinan rumah tangga, industri menengah dan besar, perdagangan, serta dalam sektor jasa. Pertanian Wilayah Desa Gekbrong memiliki perbedaan dengan desa lainnya di Kecamatan Gekbrong. Ketinggian Desa Gekbrong yang lebih tinggi dibandingkan desa lainnya di Kecamatan Gekbrong membuat petani di desa ini lebih banyak menanam tanaman hortikultura dibandingkan tanaman padi yang menjadi ciri khas wilayah Cianjur. Sebanyak 4 kelompok dari 6 kelompok tani di Desa Gekbrong merupakan kelompok tani komoditi hortikultura. Sebanyak 1 kelompok merupakan kelompok tani komoditi padi dan 1 kelompok merupakan kelompok wanita tani yang mengolah beberapa jenis sayuran menjadi manisan sayur. Kelompok tani yang ada di Desa Gekbrong tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani Gede Harepan. Data kelompok tani di Desa Gekbrong beserta lokasinya dapat dilihat pada Tabel 9.
No 1 2 3 4 5 6 7 a
Tabel 9 Data kelompok tani di Desa Gekbronga Nama Lokasi (kampung) Kelompok tani Gede Harepan Tabrik Kelompok tani Tani Kancana Loji Kelompok tani Tani Mukti Babakan Gekbrong Kelompok tani Mekar Tani Pasirbuntu Kelompok tani Ginanjar Mekar Pajagan Kelompok wanita tani Analika Cimadu Gabungan kelompok tani Gede Harepan Tabrik
Sumber: Kantor Desa Gekbrong, 2012
Komoditi utama yang dihasilkan di Desa Gekbrong adalah tomat. Rata-rata petani menanam tomat meskipun tidak selalu ditanam pada setiap musim tanam karena berbagai pertimbangan yang salah satunya adalah cuaca. Selain tomat, petani juga menanam jenis tanaman hortikultura lainnya, diantaranya cabai, sawi, brokoli, wortel, serta bawang daun.
Karakteristik Petani Responden Karakteristik petani dapat diartikan sebagai ciri atau sifat yang dimiliki petani yang ditampilkan melalui pola pikir, sikap, maupun tindakannya terhadap lingkungannya. Karakteristik yang dimiliki petani akan mempengaruhi pengambilan keputusan dalam kegiatan usahataninya. Analisis yang digunakan
29 untuk mengetahui karakteristik petani responden dalam penelitian adalah analisis deskriptif. Total petani yang menjadi responden pada penelitian ini adalah 38 orang yang dipilih secara aksidental (convinience sampling). Pemilihan secara aksidental dilakukan karena responden dipilih berdasarkan kriteria atau pertimbangan tertentu yaitu petani hortikultura di Desa Gekbrong yang dalam pelaksanaan usahataninya menanam tomat di tahun 2012. Karakteristik petani yang dianalisis dalam penelitian ini adalah umur petani responden, tingkat pendidikan, pengalaman berusahatani tomat, status kepemilikan lahan, sumber modal usahatani, luas lahan usahatani, produktivitas petani responden, pola tanam, musim tanam, dan sistem pemasaran produk setelah panen. Umur Responden Umur dapat mempengaruhi motivasi seseorang untuk bekerja. Menurut Mappiare (1983) dalam Subagio dan Manoppo (2011), ada kecenderungan bagi seseorang yang berusia 35 tahun ke atas untuk lebih memantapkan dirinya untuk bekerja berkenaan dengan semakin tingginya biaya hidup yang harus dikeluarkan. Petani yang menjadi responden dalam penelitian ini memiliki umur yang cukup beragam. Berdasarkan data responden, umur terendah adalah 26 tahun dan yang tertinggi adalah 60 tahun dengan rata-rata umur 40.8 tahun. Data umur responden dapat dilihat pada Tabel 10.
No 1 2 3 4 a
Tabel 10 Umur petani respondena Umur (tahun) Jumlah (orang) ≤ 30 6 31-40 14 41-50 11 > 50 7 Total 38
Persentase (%) 15.79 36.84 28.95 18.42 100
Sumber: Data primer, 2013
Tingkat Pendidikan Menurut Subagio dan Manoppo (2011), pada umumnya pendidikan berpengaruh terhadap pola pikir petani karena pendidikan merupakan suatu proses pengembangan pengetahuan, keterampilan, maupun sikap petani yang dilaksanakan secara terencana, sehingga memperoleh perubahan-perubahan dalam peningkatan kualitas hidup. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin berkembang pola berpikirnya sehingga akan mempermudah mengambil keputusan dalam melakukan sesuatu dengan baik termasuk keputusan dalam kegiatan usahatani. Tingkat pendidikan berpengaruh juga terhadap proses adaptasi teknologi. Petani yang berpendidikan tinggi akan lebih mudah berpikir untuk membudidayakan usahataninya ke arah agribisnis, bukan sekedar pemenuhan kebutuan rumah tangga. Pendidikan juga mampu mendorong tumbuhnya kreativitas sehingga membuat petani bisa membuka atau menangkap peluang yang ada.
30 Mayoritas tingkat pendidikan petani responden adalah lulusan sekolah dasar (SD) dan terdapat 1 orang responden yang menempuh pendidikan hingga jenjang diploma. Data tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 11.
No 1 2 3 4 a
Tabel 11 Data tingkat pendidikan respondena Tingkat pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) SD 33 86.84 SMP 3 7.89 SMA 1 2.63 Perguruan tinggi 1 2.63 Total 38 100
Sumber: Data primer, 2013
Pengalaman Berusahatani Tomat Pengalaman usahatani akan mempengaruhi petani dalam pelaksanaan usahatani. Menurut Subagio dan Manoppo (2011), secara teoritis petani yang lebih berpengalaman dalam menangani usahatani cenderung akan lebih selektif dalam memilih dan menggunakan jenis inovasi teknologi yang akan diterapkannya, baik itu teknologi sistem budidaya maupun teknologi alat-alat pertanian. Tidak jauh berbeda dengan data umur responden, pengalaman berusahatani tomat petani responden memiliki nilai yang cukup beragam, meskipun tidak selalu pengalaman berusahatani tomat berbanding lurus dengan umur petani. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa ada petani yang baru berusahatani tomat setelah berhenti atau pensiun dari pekerjaan lamanya. Selain itu ada juga petani yang sejak muda sudah mulai berusahatani tomat. Rata-rata pengalaman berusahatani tomat petani responden adalah selama 13.5 tahun. Data pengalaman berusahatani tomat petani responden dapat dilihat pada Tabel 12.
No 1 2 3 4 5 a
Tabel 12 Pengalaman berusahatani tomata Pengalaman (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%) ≤5 8 21.05 5-10 12 31.58 10-15 8 21.05 15-20 4 10.53 > 20 6 15.79 Total 38 100
Sumber: Data primer, 2013
Status Kepemilikan Lahan Tidak semua petani memiliki tanah sendiri yang dapat dijadikan sebagai lahan pertanian. Hal itulah yang menjadi salah satu alasan adanya sistem sewa yang dilakukan petani untuk melaksanakan kegiatan usahataninya. Lahan yang
31 dimiliki sendiri secara umum membuat petani merasa lebih bebas dalam melakukan kegiatan usahatani, berbeda dengan lahan sewa yang sewaktu-waktu dapat digunakan oleh pemilik lahan jika masa sewa lahan telah habis. Secara umum, status kepemilikan lahan yang digunakan oleh petani responden untuk kegiatan budidaya tomat terbagi menjadi 2, yaitu milik sendiri dan tanah sewa. Namun berdasarkan hasil wawancara, petani responden menyewa kepada 4 pemilik lahan yang berbeda, yaitu kepada pihak Desa Gekbrong, Desa Cikahuripan, pihak perkebunan, serta lahan kerabat atau saudara. Lahan yang digunakan petani responden sebagian besar adalah lahan sewa kepada pihak Desa Gekbrong yang mencapai 60 persen responden. Harga sewanya pun bervariasi bergantung kepada pihak yang menyewakan. Lahan yang disewakan biasanya dihitung berdasarkan patok, yang dalam satuan umum luas lahan seluas 1 patok setara dengan 400 m2. Data status kepemilikan lahan petani responden dapat dilihat pada Tabel 13.
No 1 2 3 4 5 a
Tabel 13 Status kepemilikan lahan petania Status kepemilikan lahan Jumlah (orang) Sendiri 8 Sewa ke pihak Desa Gekbrong 23 Sewa ke pihak Desa Cikahuripan 2 Sewa ke pihak Perkebunan 3 Sewa ke Kerabat/Saudara 2 Total 38
Persentase (%) 21.05 60.53 5.26 7.89 5.26 100
Sumber: Data primer, 2013
Sumber Modal Usahatani Modal menjadi salah satu faktor produksi utama dalam kegiatan usahatani. Modal dalam bentuk uang diperlukan untuk membeli berbagai kebutuhan input produksi yang digunakan sebelum kegiatan usahatani dilaksanakan ataupun saat kegiatan usahatani sedang berjalan. Tidak seluruh petani responden mampu berusahatani menggunakan modal sendiri. Masih banyak petani yang mengandalkan pinjaman dari pihak pengumpul maupun bank untuk membiayai proses usahatani yang dilakukannya. Sebagian petani juga menggabungkan modal yang dimiliki dengan modal pinjaman untuk menutupi seluruh kebutuhan usahatani. Data sumber modal usahatani petani responden dapat dilihat pada Tabel 14.
No 1 2 3 a
Tabel 14 Sumber modal usahatania Sumber modal Jumlah (orang) Sendiri 13 Pinjaman 15 Sendiri + pinjaman 10 Total 38
Sumber: Data primer, 2013
Persentase (%) 34.21 39.47 26.32 100
32 Luas Lahan Usahatani Ketersediaan lahan, baik dalam hal lokasi maupun luas lahan akan mempengaruhi keputusan petani dalam memilih jenis komoditi yang akan ditanam ataupun pola tanam usahataninya. Lahan yang luas membuat petani bisa leluasa menanam beberapa komoditi sekaligus dalam satu musim tanam. Sedangkan dalam lahan yang relatif sempit, petani harus bisa menentukan pilihan tanaman yang sesuai jika ingin menanam beberapa tanaman sekaligus. Begitu juga dengan sistem rotasi tanamnya. Petani yang menggunakan lahan yang relatif sempit lebih kecil kemungkinannya untuk mengistirahatkan lahan yang digunakannya. Rata-rata luas lahan yang diusahakan oleh petani responden adalah seluas 2100 m2. Hanya 6 orang dari keseluruhan responden yang mengelola lahan dengan luas yang melebihi 3000 m2. Data luas lahan usahatani petani responden dapat dilihat pada Tabel 15.
No 1 2 3 4 a
Tabel 15 Luas lahan usahatania Luas lahan usahatani (m2) Jumlah (orang) ≤ 1000 3 1001-2000 23 2001-3000 6 > 3000 6 Total 38
Persentase (%) 7.89 60.53 15.79 15.79 100
Sumber: Data primer, 2013
Produktivitas Petani Responden Penggunaan input pertanian yang bermacam-macam menjadi salah satu penyebab tidak meratanya nilai produktivitas antar petani. Jumlah penggunaannya pun belum sesuai dengan rekomendasi penggunaan input, sehingga hasil panen yang dicapai belum optimal. Menurut hasil wawancara dari 38 orang petani tomat yang ada di Desa Gekbrong, diketahui bahwa selama periode tanam tahun 2012, nilai produktivitas tomat yang dihasilkan oleh petani memiliki nilai terendah sebesar 0.97 ton per hektar dan nilai tertinggi sebesar 65 ton per hektar dengan nilai rata-rata 21.61 ton per hektar. Nilai produktivitas petani responden dapat dilihat pada Tabel 16.
No 1 2 3 4 a
Tabel 16 Nilai produktivitas petani respondena Produktivitas (ton/ha) Jumlah (orang) Persentase (%) ≤ 10 8 21.05 10.01-20 14 36.85 20.01-30 8 21.05 > 30 8 21.05 Total 38 100
Sumber: Data primer, 2013
33 Pola Tanam Pola tanam dapat diartikan sebagai pengaturan penggunaan lahan pertanian. Pola tanam dapat dibedakan menjadi pola tanam satu jenis komoditi yang disebut pola tanam monokultur, atau pola tanam polikultur, yaitu menanam lebih dari satu jenis komoditi dalam lahan yang sama. Pola tanam secara polikultur atau tumpangsari mengharuskan petani lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan dalam hal pemilihan komoditi, waktu tanam, maupun jarak tanam antar tanaman. Di Desa Gekbrong, selain menanam tomat secara monokultur sebagian petani responden melakukan pola tanam tumpangsari dengan beberapa jenis tanaman sayuran lainnya. Berdasarkan hasil wawancara, dari total 38 responden sebanyak 13 orang atau 34.21 persen menanam tomat secara monokultur. Sedangkan sisanya sebanyak 25 orang atau 65.79 persen melakukan pola tanam secara tumpangsari. Tanaman sayuran yang biasa ditumpangsarikan dengan tomat oleh petani responden adalah sawi, sawi hijau, cabai, dan kol. Selain untuk memanfaatkan sisa lahan yang ada, petani melakukan pola tanam secara tumpangsari untuk mengurangi kerugian yang mungkin terjadi apabila salah satu tanaman mengalami gagal panen atau terserang hama dan penyakit.
No 1 2 a
Tabel 17 Pola tanam petani respondena Pola tanam Jumlah (orang) Monokultur 13 Polikultur 25 Total 38
Persentase (%) 34.21 65.79 100
Sumber: Data primer, 2013
Musim Tanam Tomat merupakan tanaman yang bisa ditanam sepanjang tahun, sehingga petani bisa menanam tomat di musim kemarau maupun musim hujan, namun pengaruh musim dapat mempengaruhi hasil produksi tomat. Abidin et al. (1997) menjelaskan bahwa waktu tanam yang tepat sangat penting untuk budidaya tanaman tomat, karena tanaman ini sangat rentan terhadap keadaan lingkungan terutama temperatur, kelembaban, intensitas cahaya, air irigasi, dan drainase. Menurut Villareal (1980) dalam buku yang ditulis Abidin et al. (1997), curah hujan tinggi disertai temperatur yang tinggi dapat menyebabkan terhambatnya pembuahan (fruitset) dan meningkatnya serangan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Pseudomonas solanacearum, sehingga hasil buahnya akan rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa risiko produksi tomat pada musim hujan lebih tinggi dibandingkan pada musim kemarau. Menurut Badan Pengembangan Budidaya Tanaman Pangan dan Hortikultura Kecamatan Gekbrong, Desa Gekbrong memiliki tipe iklim dengan 8 bulan basah dan 4 bulan kering. Menurut hasil wawancara, 31.58 persen petani responden melakukan budidaya tomat di musim kemarau dan 68.42 persen petani responden melakukan budidaya tomat di musim hujan. Data musim tanam dalam proses budidaya tomat oleh petani responden dapat dilihat pada Tabel 18.
34
No 1 2 a
Tabel 18 Musim tanam dalam proses budidaya tomata Musim tanam Jumlah (orang) Persentase (%) Kemarau 12 31.58 Hujan 26 68.42 Total 38 100
Sumber: Data primer, 2013
Sistem Pemasaran Petani memiliki saluran pemasaran yang berbeda untuk menjual hasil panennya. Petani bisa menjual sendiri hasil panennya langsung ke konsumen akhir maupun ke pasar. Petani juga bisa menjual melalui pihak lain, yaitu pengumpul maupun koperasi. Menjual hasil panen langsung ke pengumpul adalah sistem pemasaran yang paling banyak dilakukan oleh petani responden. Menjual hasil panen ke pengumpul dilakukan oleh 84 persen petani responden. Berdasarkan hasil wawancara, hanya 3 orang yang memasarkan sendiri hasil penennya langsung ke pasar dan 3 orang yang menjual hasil panen ke koperasi. Data sistem pemasaran tomat oleh petani responden dapat dilihat pada Tabel 19.
No 1 2 3 a
Tabel 19 Sistem pemasaran tomata Sistem pemasaran Jumlah (orang) Sendiri 3 Pengumpul 32 Koperasi 3 Total 38
Persentase (%) 7.895 84.21 7.895 100
Sumber: Data primer, 2013
Keragaan Usahatani Kegiatan budidaya tomat berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) Tomat yang dikeluarkan Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka pada tahun 2010 terbagi ke dalam sepuluh jenis kegiatan. Kegiatan budidaya dimulai dengan penyediaan benih, persiapan lahan, penanaman, pemasangan ajir, perempelan, pengairan, pemupukan, pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT), panen, dan pascapanen. Usahatani tomat yang dilakukan oleh petani responden di Desa Gekbrong tidak jauh berbeda dengan SOP yang telah ditentukan. Menurut hasil observasi, kegiatan yang biasa dilakukan adalah persiapan lahan, pemupukan awal, pemasangan mulsa jika menggunakan mulsa, penyemaian, pembuatan lubang tanam, pemasangan ajir bambu, penanaman, penyiraman, pengendalian hama dan penyakit, pemupukan susulan, perempelan, dan panen.
35 Persiapan Lahan Persiapan lahan merupakan kegiatan mempersiapkan lahan untuk tempat tumbuh tanaman. Persiapan lahan mencakup kegiatan mengolah lahan agar tanaman memiliki tempat tumbuh yang optimal. Pengolahan tanah dilakukan jika lahan yang digunakan merupakan lahan yang baru dibuka atau sebelumnya digunakan untuk menanam tanaman lain. Menurut wawancara dengan petani responden, jika menggunakan mulsa maka pada lahan yang sama dapat dilakukan penanaman sampai 3 musim tanam tanpa harus melakukan pengolahan tanah kembali. Pada proses pengolahan, dibuat bedengan agar perakaran tanaman tidak terendam air. Tinggi bedengan sekitar 30 sampai 50 cm. Biasanya lebar bedengan adalah 90 sampai 120 cm dan panjangnya dapat disesuaikan dengan lahan yang tersedia. Jarak antar bedengan sekitar 50 cm. Cara pengolahan tanah yang dilakukan petani responden berbeda-beda. Terdapat beberapa petani yang melakukan sendiri kegiatan pengolahan tanah tersebut sehingga menghabiskan waktu yang cukup lama. Petani lainnya biasanya membayar tenaga kerja untuk membantu mengolah tanah. Petani yang ingin cepat selesai mengolah tanah biasanya membayar pekerja secara borongan sehingga pengolahan tanah bisa diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat. Pada pengolahan tanah, biasanya dilakukan penambahan kapur tanah jika derajat keasaman tanah terlalu rendah.
Gambar 5 Persiapan lahan Pemupukan Awal Petani responden melakukan pemupukan awal dengan memberikan pupuk kandang. Jenis pupuk kandang yang digunakan adalah pupuk kandang yang berasal dari kotoran ayam dan kambing. Petani memperoleh kotoran ayam maupun kambing dengan cara membeli ke pengumpul maupun dari milik mereka sendiri. Selain pupuk kandang, petani juga menambahkan pupuk anorganik yang mengandung unsur N, unsur P2O5, dan unsur K2O.
36
Gambar 6 Pupuk yang digunakan dalam usahatani tomat
Pemasangan Mulsa Pemasangan mulsa tidak dilakukan oleh seluruh petani. Salah satu kendala sehingga tidak semua petani memasang mulsa adalah adanya tambahan biaya yang harus dikeluarkan petani. Mulsa dipasang setelah bedengan dibuat dan pupuk telah dicampur ke dalam tanah. Mulsa dipasang menutupi seluruh bagian bedengan dan dikaitkan dengan pasak penjepit di bagian ujung dan samping bedengan agar mulsa tidak mudah terlepas. Dalam kondisi normal, mulsa dapat dipakai sampai 3 kali musim tanam. Penggunaan mulsa dapat mencegah tumbuhnya gulma yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman tomat, sehingga dapat mengurangi jumlah tenaga kerja untuk proses pemeliharaan.
Gambar 7 Pemasangan mulsa
37 Penyemaian Penyemaian adalah kegiatan menumbuhkan benih yang kemudian akan dipindahkan ke tempat penanaman utama. Sebelum ditanam di bedengan, benih tomat disemai terlebih dahulu. Benih ditanam satu per satu di dalam polybag atau baki persemaian. Bibit dapat ditanam setelah berumur 2 sampai 3 minggu. Sebelum ditanam, dilakukan seleksi terhadap bibit agar dapat menghasilkan tanaman yang baik saat berada di bedengan.
Gambar 8 Penyemaian
Pembuatan Lubang Tanam Pada bedengan yang dipasang mulsa, pembuatan lubang tanam dilakukan menggunakan pelubang mulsa plastik yang berdiameter sekitar 10 cm. Alat pelubang sederhana dapat dibuat menggunakan kaleng berbentuk tabung yang dibuka bagian atasnya, diberi gagang sebagai tempat pegangan, kemudian dipanaskan menggunakan arang yang dibakar dan dimasukkan ke bagian dalam kaleng.
Gambar 9 Pembuatan lubang tanam
38 Pemasangan Ajir Bambu Ajir bambu digunakan untuk menopang tanaman tomat yang telah tumbuh tinggi. Fungsi lainnya adalah mengurangi kerusakan fisik tanaman akibat beban buah atau tiupan angin, memperbaiki pertumbuhan daun dan tunas, serta mempermudah pemeliharaan. Tomat diikat di ajir bambu menggunakan tali rafia setelah berumur sekitar 30 sampai 40 hari setelah tanam.
Gambar 10 Pengikatan tomat ke ajir bambu
Penanaman Penanaman merupakan proses pemindahan bibit dari persemaian ke lahan atau areal tanam. Bibit diperiksa dan diseleksi sebelum ditanam di lubang tanam. Bibit ditanam di tanah sebatas leher akar atau pangkal batang agar bibit tidak busuk. Jarak tanam antar barisan sekitar 60 sampai 80 cm sedangkan jarak tanam dalam barisan sekitar 40 sampai 50 cm.
Gambar 11 Penanaman
39 Penyiraman Penyiraman merupakan kegiatan memberikan air sesuai kebutuhan tanaman pada daerah perakaran tanaman dengan air yang memenuhi standar pada waktu, cara, dan jumlah yang tepat. Penyiraman dilakukan saat bulan kemarau agar kebutuhan air pada tanaman tetap terpenuhi. Saat musim kemarau, petani memanfaatkan air yang berasal dari sumber mata air untuk menyiram tanaman. Namun terkadang jumlah air yang tersedia tidak mencukupi sehingga ketersediaan air menjadi salah satu kendala bagi petani saat musim kemarau tiba.
Gambar 12 Alat siram
Pengendalian Hama dan Penyakit Petani tomat di Desa Gekbrong belum menanam tomat secara organik sehingga masih menggunakan obat-obatan kimia untuk mengurangi hama ataupun penyakit yang menyerang. Insektisida yang digunakan untuk mengurangi hama biasanya berupa insektisida cair yang diaplikasikan di lapang dengan cara penyemprotan menggunakan alat semprot. Penyemprotan dilakukan petani sekitar 1 minggu setelah bibit ditanam. Sedangkan untuk mengurangi penyakit, petani menggunakan fungisida yang diaplikasikan dengan cara diberikan di dekat lubang tanam tomat. Fungisida diberikan sekitar 2 minggu setelah tanam. Masing-masing petani memiliki cara yang berbeda dalam pemberian insektisida dan fungisida. Sebagian petani memiliki jadwal rutin dalam pemberian obat-obatan di lapang, namun sebagian petani lainnya memberikan obat-obatan jika terlihat indikasi adanya serangan hama maupun penyakit. Jenis insektisida dan fungisida yang digunakan petani cukup beragam, baik dari sisi merek maupun kandungan bahan aktifnya.
40 Pemupukan Susulan Tidak semua petani responden melakukan pemupukan susulan. Pemupukan susulan dilakukan untuk menambah jumlah unsur N dan K2O. Pemupukan susulan dilakukan sekitar 30 hari setelah tanam. Perempelan Perempelan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk membuang tunas air atau tunas samping yang tidak produktif dalam pertumbuhan tanaman. Perempelan juga dilakukan untuk membuang batang atau daun yang tua atau rusak karena diserang hama dan penyakit. Tidak ada waktu pasti untuk melakukan perempelan, karena pembuangan daun hanya dilakukan seperlunya. Panen Tomat dapat dipanen 3 bulan setelah bibit ditanam. Sebaiknya 1 minggu sebelum panen kegiatan penyemprotan sudah dihentikan, namun terkadang masih ada petani yang tetap menyemprot insektisida agar tidak ada hama yang merusak buah atau tanaman yang sudah siap panen. Panen pada tanaman tomat tidak dapat dilakukan sekaligus. Pada kondisi normal, tanaman tomat dapat dipanen hingga 10-12 kali panen per tanaman. Hasil panen tomat keseluruhan per tanaman dapat mencapai 2 kilogram. Tidak seluruh petani responden melakukan kegiatan pascapanen. Sebagian besar petani responden menjual kepada pengumpul sehingga tomat yang telah selesai dipanen langsung dimasukkan ke dalam peti tanpa ada sortasi maupun grading. Sortasi dan grading biasanya dilakukan jika tomat akan dijual ke koperasi. Jika dijual ke koperasi, maka pihak koperasi yang akan melakukan kegiatan pascapanen tersebut.
Gambar 13 Panen dan hasil panen
41
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI TOMAT Risiko dalam kegiatan usahatani yang dihadapi di antaranya adalah risiko produksi yang mencakup kegagalan panen maupun tidak tercapainya target hasil produksi. Risiko dalam proses budidaya tomat dapat diakibatkan oleh banyak hal yang berasal dari faktor internal maupun eksternal selama proses budidaya. Faktor internal yang diduga mempengaruhi hasil produksi serta risiko produksi tomat antara lain penggunaan pupuk kandang, penggunaan pupuk dengan unsur N, P, dan K, penggunaan insektisida cair, pupuk daun, serta fungisida yang digunakan. Sedangkan faktor eksternal yang diduga bisa mempengaruhi hasil produksi dan risiko produksi tomat di antaranya adalah pengaruh musim. Penelitian ini mencoba melihat adanya pengaruh dari faktor-faktor produksi tomat terhadap produktivitas dan risiko produksi. Model yang digunakan adalah model fungsi produksi Just and Pope yang digambarkan oleh fungsi produktivitas rata-rata dan fungsi varians produktivitas dari tomat yang dihasilkan oleh 38 orang petani responden. Fungsi produktivitas rata-rata menjelaskan pengaruh penggunaan input produksi terhadap produktivitas tomat yang dihasilkan petani. Fungsi varians produktivitas menjelaskan pengaruh penggunaan input produksi terhadap varians produktivitas yang menunjukkan adanya risiko produksi.
Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui metode OLS yang digunakan best linier unbiased estimator (BLUE) atau tidak. Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan software statistik SPSS versi 20, diketahui bahwa model yang dihasilkan memiliki nilai residual yang telah distandardisasi pada model regresi yang normal. Model juga tidak memiliki korelasi yang tinggi di antara variabel independent. Data yang terdapat dalam model belum memberikan hasil yang optimal untuk perhitungan uji autokorelasi dan heteroskedastisitas. Masih terdapat korelasi antar variabel gangguan di antara satu observasi dengan observasi lainnya dalam model. Varians variabel pada model regresi juga masih belum konstan. Menurut Suliyanto (2011), korelasi antar variabel gangguan di antara satu observasi dengan observasi lainnya dalam model dapat diakibatkan oleh beberapa hal, yaitu adanya kelembamam yang berarti data observasi pada periode sebelumnya dan periode sekarang kemungkinan besar akan mengandung saling ketergantungan. Penyebab lainnya adalah tidak dimasukkannya variabel yang menurut teori ekonomi penting peranannya dalam menjelaskan variabel dependet. Menurut Suliyanto (2011), terdapat beberapa contoh penyebab perubahan nilai varians yang berpengaruh pada kekonstanan residualnya, diantaranya adanya pengaruh dari kurva pengalaman, semakin meningkatnya pengalaman maka semakin menurun tingkat kesalahannya. Akibatnya, nilai varians semakin lama semakin menurun. Selain itu adanya peningkatan teknik pengambilan data. Jika teknik pengambilan data semakin membaik, maka nilai varians cenderung semakin mengecil.
42 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Tomat Analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tomat dapat dijelaskan berdasarkan hasil pendugaan fungsi produktivitas rata-rata. Model pendugaan fungsi produktivitas rata-rata diperoleh dari nilai produktivitas tomat yang dijadikan variabel dependent dan faktor-faktor produksi yang mencakup pupuk kandang, pupuk unsur N, pupuk unsur P, pupuk unsur K, insektisida cair, pupuk daun, fungisida, serta musim tanam yang dijadikan variabel independent. Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan software statistik SPSS versi 20, diperoleh hasil pendugaan fungsi produktivitas rata-rata usahatani tomat yang dilakukan petani responden di Desa Gekbrong yang dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20 Hasil pendugaan fungsi produktivitas rata-rata usahatani tomat Koefisien Standard Nilai Variabel t-hitung Regresi Error Signifikansi Konstanta -0.628 0729 -0.862 0.396 Ln Pupuk Kandang 0.200 0.149 1.348 0.188 Ln Pupuk Unsur N -0.083 0.205 -0.404 0.689 Ln Pupuk Unsur P 0.021 0.292 0.073 0.943 Ln Pupuk Unsur K -0.039 0.080 -0.482 0.633 Ln Insektisida Cair 0.121 0.159 0.760 0.453 Ln Pupuk Daun 0.164 0.245 0.670 0.508 Ln Fungisida 0.466 0.299 1.558 0.130 D1 (Musim) 0.187 0.121 1.542 0.134
Berdasarkan hasil pendugaan fungsi produktivitas rata-rata pada Tabel 20, nilai produktivitas tomat petani tomat di Desa Gekbrong dapat diduga dengan persamaan: Ln Produktivitas = -0.628 + 0.200 Ln Pupuk Kandang – 0.083 Ln Pupuk Unsur N + 0.021 Ln Pupuk Unsur P – 0.039 Ln Pupuk Unsur K + 0.121 Ln Insektisida Cair + 0.164 Ln pupuk daun + 0.466 Ln Fungisida + 0.187 D1 (Musim) Berdasarkan hasil perhitungan SPSS versi 20, pendugaan fungsi produktivitas rata-rata memiliki nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.317. Nilai koefisien determinasi tersebut menunjukkan bahwa sebesar 31.7 persen keragaman produktivitas tomat yang dihasilkan petani responden dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh penggunaan pupuk kandang, pupuk unsur N, pupuk unsur P, pupuk unsur K, insektisida cair, pupuk daun, fungisida, dan pengaruh musim. Sedangkan sebesar 68.3 persen keragaman produktivitas dijelaskan oleh berbagai variabel lain yang terdapat di luar model, di antaranya tingkat serangan hama dan penyakit. Hasil perhitungan juga menunjukkan nilai F-hitung sebesar 1.683 dengan nilai signifikansi sebesar 0.145 yang berpengaruh nyata pada taraf nyata 20 persen. Nilai F-hitung yang berpengaruh nyata menunjukkan bahwa penggunaan
43 faktor-faktor produksi secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap nilai produktivitas tomat yang dihasilkan. Faktor-faktor produksi yang menjadi variabel dalam model merupakan faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh terhadap nilai produktivitas tomat yang dihasilkan. Namun berdasarkan hasil pendugaan fungsi produktivitas ratarata yang diperoleh dari perhitungan software statistik, diketahui terdapat faktor produksi yang tidak berpengaruh secara nyata pada taraf nyata 20 persen. Faktorfaktor produksi yang berpengaruh nyata adalah penggunaan pupuk kandang, fungisida, dan musim yang memiliki nilai signifikansi atau p-value kurang dari 0.200. Faktor produksi yang berpengaruh nyata menujukkan adanya pengaruh terhadap nilai produktivitas jika dilakukan penambahan atau pengurangan jumlah penggunaan faktor produksi tersebut. Pupuk Kandang Pupuk kandang memiliki pengaruh yang nyata terhadap nilai produktivitas tomat pada taraf nyata 20 persen. P-value pupuk kandang sebesar 0.188, masih lebih rendah dibandingkan taraf nyata yang sebesar 0.200. Berdasarkan hasil perhitungan software statistik, nilai pendugaan parameter untuk variabel pupuk kandang bernilai positif, yaitu sebesar 0.200. Nilai tersebut menunjukkan bahwa penambahan penggunaan pupuk kandang akan meningkatkan nilai produktivitas tomat, cateris paribus. Peningkatan penggunaan pupuk kandang sebesar 1 persen akan meningkatkan nilai produktivitas tomat sebesar 0.200 persen. Hasil penelitian lainnya yang menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda adalah penelitian yang dilakukan Rasyda tahun 2008. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Rasyda tahun 2008, pemberian pupuk kandang meningkatkan tinggi tanaman, bobot brangkasan (akar, batang, daun), jumlah buah, dan produksi buah tomat. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa rata-rata penggunaan pupuk kandang oleh petani responden sebanyak 30 521.84 kilogram per hektar selama satu musim tanam. Rata-rata penggunaan pupuk kandang tersebut tidak jauh berbeda dengan dosis penggunaan pupuk kandang yang terdapat dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) tomat yang dikeluarkan Departemen Pertanian, yaitu sebanyak 30 000 kilogram per hektar per musim tanam. Menurut hasil perhitungan, peningkatan penggunaan pupuk kandang dapat meningkatkan nilai produktivitas tomat. Petani yang masih menggunakan pupuk kandang di bawah jumlah yang direkomendasikan Departemen Pertanian dapat meningkatkan jumlah penggunaannya sehingga tomat yang dihasilkan dapat meningkat. Pupuk Unsur N Berdasarkan hasil perhitungan software statistik, nilai pendugaan parameter untuk variabel pupuk unsur N bernilai negatif, yaitu sebesar -0.083. Nilai tersebut menunjukkan bahwa penambahan penggunaan pupuk unsur N akan menurunkan nilai produktivitas tomat, cateris paribus. Peningkatan penggunaan pupuk unsur N sebesar 1 persen akan menurunkan nilai produktivitas tomat sebesar 0.083 persen. Namun berdasarkan hasil perhitungan, penggunaan pupuk unsur N tidak berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas tomat yang dihasilkan petani responden. P-value pupuk unsur N sebesar 0.689, lebih besar dari taraf nyata yang sebesar 0.200.
44 Penggunaan pupuk unsur N yang tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas tomat diduga diakibatkan oleh penggunaan pupuk unsur N yang melebihi dosis yang ditetapkan dalam SOP tomat yang dikeluarkan Departemen Pertanian. Dosis yang disebutkan dalam SOP tomat sebesar 100 kilogram per hektar per musim tanam yang terbagi menjadi dua kali pemupukan, yaitu 50 kilogram pada pemupukan awal dan 50 kilogram pada pemupukan susulan yang dilakukan pada 30 hari setelah tanam. Sedangkan rata-rata petani responden menggunakan pupuk unsur N sebanyak 175.41 kilogram per hektar per musim tanam, dan sebagian besar petani responden hanya melakukan satu kali pemupukan tanpa melakukan pemupukan unsur N susulan. Menurut Birch dan Eagle (1969) dalam Adil et al. (2006), urea dengan dosis tinggi melepaskan N yang tinggi ke tanah sehingga mengakibatkan kandungan N di dalam tanah terlalu tinggi yang menyebabkan keracunan bagi tanaman. Pupuk unsur N yang digunakan petani berasal dari pupuk phonska, pupuk urea, pupuk ZA, pupuk mutiara, pupuk kujang, pupuk KNO, serta dari pupuk daun yang digunakan. Menurut data yang terdapat dalam pembungkus masingmasing pupuk, diketahui bahwa persentase unsur N dalam pupuk phonska sebesar 15 persen, di dalam pupuk urea sebesar 46 persen, di dalam pupuk ZA sebesar 24 persen, di dalam pupuk mutiara sebesar 16 persen, di dalam pupuk kujang sebesar 46 persen, di dalam pupuk KNO sebesar 13 persen, dan di dalam pupuk daun memiliki nilai yang beragam berdasarkan mereknya. Pupuk Unsur P Berdasarkan hasil perhitungan software statistik, nilai pendugaan parameter untuk variabel pupuk unsur P bernilai posittif, yaitu sebesar 0.021. Nilai tersebut menunjukkan bahwa penambahan penggunaan pupuk unsur P akan meningkatkan nilai produktivitas tomat, cateris paribus. Peningkatan penggunaan pupuk unsur P sebesar 1 persen akan meningkatkan nilai produktivitas tomat sebesar 0.021 persen. Namun berdasarkan hasil perhitungan, penggunaan pupuk unsur P tidak berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas tomat yang dihasilkan petani responden. P-value pupuk unsur P sebesar 0.943, lebih besar dari taraf nyata yang sebesar 0.200. Penggunaan pupuk unsur P yang tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas tomat diduga diakibatkan oleh penggunaan pupuk unsur P yang melebihi dosis yang ditetapkan dalam SOP tomat yang dikeluarkan Departemen Pertanian. Dosis yang disebutkan dalam SOP tomat sebesar 100 kilogram per hektar per musim tanam yang diberikan sekaligus pada pemupukan awal. Sedangkan rata-rata petani responden menggunakan pupuk unsur P sebanyak 140.98 kilogram per hektar per musim tanam. Penelitian tentang pengaruh unsur P terhadap tanaman tomat pernah dilakukan Izhar et al. (2012), yang menyebutkan bahwa pertumbuhan vegetatif tanaman tomat terbaik diperoleh pada perlakuan pemberian pupuk P dengan dosis 92.2 kilogram per hektar. Pupuk unsur P yang digunakan petani berasal dari pupuk phonska, pupuk mutiara, pupuk TSP, serta dari pupuk daun yang digunakan. Menurut data yang terdapat dalam pembungkus masing-masing pupuk, diketahui persentase unsur P dalam pupuk phonska sebesar 15 persen, di dalam pupuk mutiara sebesar 16 persen, di dalam pupuk TSP sebesar 36 persen, dan di dalam pupuk daun memiliki nilai yang beragam berdasarkan mereknya.
45 Pupuk Unsur K Berdasarkan hasil perhitungan software statistik, nilai pendugaan parameter untuk variabel pupuk unsur K bernilai negatif, yaitu sebesar -0.039. Nilai tersebut menunjukkan bahwa penambahan penggunaan pupuk unsur K akan menurunkan nilai produktivitas tomat, cateris paribus. Peningkatan penggunaan pupuk unsur K sebesar 1 persen akan menurunkan nilai produktivitas tomat sebesar 0.039 persen. Namun berdasarkan hasil perhitungan, penggunaan pupuk unsur K tidak berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas tomat yang dihasilkan petani responden. P-value pupuk unsur K sebesar 0.633, lebih besar dari taraf nyata yang sebesar 0.200. Penggunaan pupuk unsur K yang tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas tomat diduga diakibatkan oleh penggunaan pupuk unsur K yang melebihi dosis yang ditetapkan dalam SOP tomat yang dikeluarkan Departemen Pertanian. Dosis yang disebutkan dalam SOP tomat sebesar 50 kilogram per hektar per musim tanam yang terbagi menjadi dua kali pemupukan, yaitu 25 kilogram pada pemupukan awal dan 25 kilogram pada pemupukan susulan yang dilakukan pada 30 hari setelah tanam. Sedangkan rata-rata petani responden menggunakan pupuk unsur K sebanyak 113.95 kilogram per hektar per musim tanam, dan sebagian besar petani responden hanya melakukan satu kali pemupukan tanpa melakukan pemupukan unsur K susulan. Dalam penelitian yang dilakukan Nugroho (2011), diperoleh kesimpulan bahwa perlakuan pemberian pupuk kalium berpengaruh nyata terhadap jumlah buah per tanaman serta berat buah per tanaman. Setyamidjaya (1986) dalam Nugroho (2011) juga mengatakan bahwa unsur K yang terserap tanaman berfungsi untuk memperlancar fotosintesis, membantu pembentukan protein dan karbohidrat, sebagai katalisator dalam transformasi tepung gula, dan lemak dalam tanaman. Meningkatnya pembentukan protein, lemak, dan karbohidrat yang ditranslokasikan ke buah dapat menyebabkan berat buah tomat meningkat. Pupuk unsur K yang digunakan petani berasal dari berbagai macam sumber, yaitu dari pupuk phonska, pupuk mutiara, pupuk KCl, pupuk KNO, serta dari pupuk daun yang digunakan. Menurut data yang terdapat dalam pembungkus masing-masing pupuk, diketahui bahwa persentase unsur K dalam pupuk phonska sebesar 15 persen, di dalam pupuk mutiara sebesar 16 persen, di dalam pupuk KCl sebesar 60 persen, di dalam pupuk KNO sebesar 42 persen, dan di dalam pupuk daun memiliki nilai yang beragam berdasarkan mereknya. Insektisida Cair Berdasarkan hasil perhitungan software statistik, nilai pendugaan parameter untuk variabel insektisida cair bernilai positif, yaitu sebesar 0.121. Nilai tersebut menunjukkan bahwa penambahan penggunaan insektisida cair akan meningkatkan nilai produktivitas tomat, cateris paribus. Peningkatan penggunaan insektisida cair sebesar 1 persen akan meningkatkan nilai produktivitas tomat sebesar 0.121 persen. Namun berdasarkan hasil perhitungan, penggunaan insektisida cair tidak berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas tomat yang dihasilkan petani responden. P-value insektisida cair sebesar 0.453, lebih besar dari taraf nyata yang sebesar 0.200.
46 Rata-rata penggunaan insektisida cair oleh petani tomat di Desa Gekbrong sebesar 8.02 liter per hektar per musim tanam. Menurut Ameriana (2008), penggunaan pestisida dapat menekan serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) sehingga kehilangan hasil dapat diminimalkan. Insektisida cair termasuk salah satu bagian dari pestisida, sehingga penggunaannya juga dapat mengurangi serangan OPT. Pupuk Daun Berdasarkan hasil perhitungan software statistik, nilai pendugaan parameter untuk variabel pupuk daun bernilai positif, yaitu sebesar 0.164. Nilai tersebut menunjukkan bahwa penambahan penggunaan pupuk daun akan meningkatkan nilai produktivitas tomat, cateris paribus. Peningkatan penggunaan pupuk daun sebesar 1 persen akan meningkatkan nilai produktivitas tomat sebesar 0.164 persen. Namun berdasarkan hasil perhitungan, penggunaan pupuk daun tidak berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas tomat yang dihasilkan petani responden. P-value pupuk daun sebesar 0.508, lebih besar dari taraf nyata yang sebesar 0.200. Rata-rata penggunaan pupuk daun oleh petani tomat di Desa Gekbrong sebesar 17.95 liter per hektar per musim tanam. Penelitian yang dilakukan Nugroho (2011) menjelaskan bahwa penggunaan zat pengatur tumbuh berpengaruh nyata terhadap jumlah buah per tanaman serta berat buah per tanaman. Suyitno (2002) dalam Nugroho (2011) menyebutkan bahwa zat pengatur tumbuh mengandung unsur N, P, K, Fe, dan Mg yang sangat berguna untuk memacu pembentukan karbohidrat pada proses fotosintesis. Fungisida Fungisida memiliki pengaruh yang nyata terhadap nilai produktivitas tomat pada taraf nyata 20 persen. P-value fungisida sebesar 0.130, masih lebih rendah dibandingkan taraf nyata yang sebesar 0.200. Berdasarkan hasil perhitungan software statistik, nilai pendugaan parameter untuk variabel fungisida bernilai positif, yaitu sebesar 0.466. Nilai tersebut menunjukkan bahwa penambahan penggunaan fungisida akan meningkatkan nilai produktivitas tomat, cateris paribus. Peningkatan penggunaan fungisida sebesar 1 persen akan meningkatkan nilai produktivitas tomat sebesar 0.466 persen. Rata-rata penggunaan fungisida oleh petani tomat di Desa Gekbrong sebesar 75.88 kilogram per hektar per musim tanam. Fungisida merupakan salah satu jenis dari pestisida, sehingga penggunaannya dapat mengurangi serangan OPT dan menjaga agar tidak terjadi penurunan produktivitas. Petani masih dapat meningkatkan jumlah penggunaan fungisida namun dalam jumlah yang normal untuk mengurangi penyakit yang menyerang sehingga nilai produktivitas tomat yang dihasilkan dapat meningkat. Musim Musim memiliki pengaruh yang nyata terhadap nilai produktivitas tomat pada taraf nyata 20 persen. P-value musim sebesar 0.134, masih lebih rendah dibandingkan taraf nyata yang sebesar 0.200. Berdasarkan hasil perhitungan software statistik, nilai pendugaan parameter untuk variabel musim bernilai positif, yaitu sebesar 0.187. Nilai tersebut menunjukkan bahwa pada musim
47 kemarau, produktivitas tomat lebih tinggi dibandingkan pada musim hujan, cateris paribus. Penanaman tomat pada musim kemarau akan meningkatkan nilai produktivitas tomat sebesar 0.187 persen. Berdasarkan hasil wawancara, terdapat 31.58 persen responden yang menanam pada musim kemarau. Menurut SOP tomat yang dikeluarkan Departemen Pertanian, secara umum tipe iklim yang sesuai bagi tanaman tomat adalah tipe iklim B2/C2, dengan 7 sampai 9 bulan basah dan 2 sampai 4 bulan kering atau 5 sampai 7 bulan basah dan 2 sampai 4 bulan kering. Desa Gekbrong memiliki tipe iklim dengan 8 bulan basah dan 4 bulan kering sehingga sudah memiliki tipe iklim yang sesuai untuk penanaman tomat. Menurut hasil perhitungan, penanaman tomat pada musim kemarau dapat meningkatkan nilai produktivitas. Petani dapat meningkatkan areal tanam tomat pada musim kemarau sebagai salah satu alternatif peningkatan nilai produktivitas tomat yang dihasilkan.
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Tomat Analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi tomat dapat dijelaskan berdasarkan hasil pendugaan fungsi varians produktivitas. Model pendugaan fungsi varians produktivitas diperoleh dari nilai varians produktivitas tomat yang dijadikan variabel dependent dan faktor-faktor produksi yang mencakup pupuk kandang, pupuk unsur N, pupuk unsur P, pupuk unsur K, insektisida cair, pupuk daun, fungisida, serta musim tanam yang dijadikan variabel independent. Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan software statistik SPSS versi 20, diperoleh hasil pendugaan fungsi varians produktivitas usahatani tomat yang dilakukan petani responden di Desa Gekbrong yang dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21 Hasil pendugaan fungsi varians produktivitas usahatani tomat Koefisien Standard Nilai Variabel t-hitung Regresi Error Signifikansi Konstanta 0.773 0.239 3.234 0.003 Ln Pupuk Kandang 0.011 0.049 .227 0.822 Ln Pupuk Unsur N -0.043 0.067 -.644 0.525 Ln Pupuk Unsur P -0.032 0.096 -.330 0.744 Ln Pupuk Unsur K 0.039 0.026 1.479 0.150 Ln Insektisida Cair -0.001 0.052 -.011 0.991 Ln Pupuk Daun -0.145 0.080 -1.806 0.081 Ln Fungisida -0.250 0.098 -2.550 0.016 Musim -0.058 0.040 -1.456 0.156
Berdasarkan hasil pendugaan fungsi varians produktivitas pada Tabel 21, nilai varians produktivitas tomat petani tomat di Desa Gekbrong dapat diduga dengan persamaan:
48 Ln Varians Produktivitas = 0.773 + 0.011 Ln Pupuk Kandang – 0.043 Ln Pupuk Unsur N - 0.032 Ln Pupuk Unsur P + 0.039 Ln Pupuk Unsur K - 0.001 Ln Insektisida Cair - 0.145 Ln pupuk daun - 0.250 Ln Fungisida - 0.058 D1 (Musim) Berdasarkan hasil perhitungan SPSS versi 20, pendugaan fungsi varians produktivitas memiliki nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.420. Nilai koefisien determinasi tersebut menunjukkan bahwa sebesar 42 persen keragaman varians produktivitas tomat yang dihasilkan petani responden dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh penggunaan pupuk kandang, pupuk unsur N, pupuk unsur P, pupuk unsur K, insektisida cair, pupuk daun, fungisida, dan pengaruh musim. Sedangkan sebesar 58 persen keragaman varians produktivitas dijelaskan oleh berbagai variabel lain yang terdapat di luar model, di antaranya tingkat serangan hama dan penyakit. Hasil perhitungan juga menunjukkan nilai F-hitung sebesar 2.621 dengan nilai signifikansi sebesar 0.027 yang berpengaruh nyata pada taraf nyata 20 persen. Nilai F-hitung yang berpengaruh nyata menunjukkan bahwa penggunaan faktor-faktor produksi secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap nilai varians produktivitas tomat yang dihasilkan. Faktor-faktor produksi yang menjadi variabel dalam model merupakan faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh terhadap nilai varians produktivitas tomat yang dihasilkan. Namun berdasarkan hasil pendugaan fungsi varians produktivitas yang diperoleh dari perhitungan software statistik, diketahui terdapat faktor produksi yang tidak berpengaruh secara nyata pada taraf nyata 20 persen. Faktor-faktor produksi yang berpengaruh nyata adalah penggunaan pupuk unsur K, pupuk daun, fungisida, dan musim yang memiliki nilai signifikansi atau p-value kurang dari 0.200. Faktor produksi yang berpengaruh nyata menujukkan adanya pengaruh terhadap nilai varians produktivitas jika dilakukan penambahan atau pengurangan jumlah penggunaan faktor produksi tersebut. Suatu faktor produksi bisa dikategorikan sebagai faktor yang dapat menimbulkan risiko (risk inducing factors) dan faktor yang dapat mengurangi risiko (risk reducing factors). Menurut Fariyanti (2008), untuk memudahkan pengertian mengenai faktor yang dapat menimbulkan dan mengurangi risiko dapat dilihat dalam kegiatan produksi di lapang. Penggunaan faktor produksi seperti pupuk, baik itu pupuk organik maupun anorganik pada umumnya sudah ditentukan jumlah standar penggunaannya. Jika penggunaannya dikurangi atau melebihi batas standar maka memungkinkan menurunkan nilai produksi. Hal tersebut menunjukkan pupuk menjadi faktor yang menimbulkan risiko produksi. Berbeda dengan penggunaan obat-obatan yang tidak ada standarnya. Obatobatan digunakan jika ada hama atau penyakit yang menyerang tanaman, tetapi jika tidak ada gejala serangan, maka pemberian obat-obatan tidak perlu digunakan. Hal tersebut menunjukkan obat-obatan membuat produksi stabil sehingga termasuk dalam faktor produksi yang dapat mengurangi risiko produksi. Pupuk Kandang Berdasarkan hasil perhitungan software statistik, nilai pendugaan parameter untuk variabel pupuk kandang bernilai positif, yaitu sebesar 0.011. Nilai tersebut menunjukkan bahwa penambahan penggunaan pupuk kandang akan meningkatkan nilai varians produktivitas tomat, cateris paribus. Pupuk kandang
49 menjadi salah satu faktor produksi yang menimbulkan risiko produksi (risk inducing factors). Peningkatan penggunaan pupuk kandang sebesar 1 persen akan meningkatkan nilai varians produktivitas tomat sebesar 0.011 persen. Namun berdasarkan hasil perhitungan, penggunaan pupuk kandang tidak berpengaruh secara nyata terhadap varians produktivitas tomat yang dihasilkan petani responden. P-value pupuk kandang sebesar 0.822, lebih besar dari taraf nyata yang sebesar 0.200. Hasil penelitian yang sama diperoleh dari penelitian yang dilakukan Pratiwi (2011). Pratiwi (2011) menyebutkan bahwa pupuk kandang menjadi salah satu faktor yang menimbulkan risiko. Sedangkan Aldila (2013) menjelaskan bahwa pupuk kandang menjadi salah satu faktor yang mengurangi risiko. Penambahan pupuk kandang dapat menambah kandungan bahan organik tanah serta memperbaiki sifat fisik tanah. Namun jika penggunaannya tidak tepat, proses fermentasi pupuk kandang akan menghasilkan panas yang justru dapat merusak atau mengganggu pertumbuhan tanaman. Pupuk kandang yang digunakan petani berasal dari dua sumber, yaitu pupuk kandang yang berasal dari kotoran ayam dan pupuk kandang yang berasal dari kotoran kambing. Menurut Hartatik (2009), pupuk kandang ayam broiler mempunyai kadar hara P yang relatif lebih tinggi dari jenis pupuk kandang lainnya. Beberapa hasil penelitian aplikasi pupuk kandang ayam memberikan respon tanaman yang terbaik pada musim pertama. Hal tersebut terjadi karena pupuk kandang ayam relatif lebih cepat terdekomposisi serta mempunyai kadar hara yang cukup jika dibandingkan dengan jumlah unit yang sama dengan jenis pupuk kandang lainnya. Menurut Hartatik (2009), nilai rasio C/N pupuk kandang kambing umumnya masih di atas 30. Pupuk kandang yang baik harus mempunyai rasio C/N kurang dari 20, sehingga pupuk kandang kambing akan lebih baik penggunaannya bila dikomposkan terlebih dahulu. Jika digunakan secara langsung, pupuk kandang kambing akan memberikan manfaat yang lebih baik pada musim kedua pertanaman. Pupuk Unsur N Berdasarkan hasil perhitungan software statistik, nilai pendugaan parameter untuk variabel pupuk unsur N bernilai negatif, yaitu sebesar -0.043. Nilai tersebut menunjukkan bahwa penambahan penggunaan pupuk unsur N akan menurunkan nilai varians produktivitas tomat, cateris paribus. Pupuk unsur N menjadi salah satu faktor produksi yang menurunkan risiko produksi (risk reducing factors). Peningkatan penggunaan pupuk unsur N sebesar 1 persen akan menurunkan nilai varians produktivitas tomat sebesar 0.043 persen. Namun berdasarkan hasil perhitungan, penggunaan pupuk unsur N tidak berpengaruh secara nyata terhadap varians produktivitas tomat yang dihasilkan petani responden. P-value pupuk unsur N sebesar 0.525, lebih besar dari taraf nyata yang sebesar 0.200. Hasil penelitian berbeda dengan pendugaan sebelumnya. Pada awal penelitian, diduga pupuk unsur N menjadi salah satu faktor yang menimbulkan risiko. Namun setelah dilakukan pengolahan data, diperoleh hasil bahwa penggunaan pupuk unsur N menjadi faktor yang mengurangi risiko, tetapi memiliki pengaruh yang tidak nyata. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Fariyanti (2008), pupuk nitrogen menjadi salah satu faktor produksi yang menimbulkan risiko. Kondisi di lapang, sebanyak 68.42 persen
50 petani responden menanam tomat saat musim hujan. Kebutuhan pupuk meningkat saat musim hujan, sehingga jumlah penggunaan pupuk unsur N yang tinggi saat musim hujan menyebabkan unsur N menjadi salah satu faktor yang mengurangi risiko. Pupuk Unsur P Berdasarkan hasil perhitungan software statistik, nilai pendugaan parameter untuk variabel pupuk unsur P bernilai negatif, yaitu sebesar -0.032. Nilai tersebut menunjukkan bahwa penambahan penggunaan pupuk unsur P akan menurunkan nilai varians produktivitas tomat, cateris paribus. Pupuk unsur P menjadi salah satu faktor produksi yang menurunkan risiko produksi (risk reducing factors). Peningkatan penggunaan pupuk unsur P sebesar 1 persen akan menurunkan nilai varians produktivitas tomat sebesar 0.032 persen. Namun berdasarkan hasil perhitungan, penggunaan pupuk unsur P tidak berpengaruh secara nyata terhadap varians produktivitas tomat yang dihasilkan petani responden. P-value pupuk unsur P sebesar 0.744, lebih besar dari taraf nyata yang sebesar 0.200. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Fariyanti (2008), pupuk fosfor menjadi salah satu faktor produksi yang menimbulkan risiko. Berbeda dengan penelitian kali ini yang memberikan hasil bahwa pupuk unsur P menjadi faktor yang dapat mengurangi risiko. Tidak jauh berbeda dengan penggunaan pupuk unsur N, penggunaan pupuk unsur P menjadi faktor yang mengurangi risiko diduga karena rata-rata petani menanam tomat di musim hujan yang membutuhkan pupuk dengan jumlah yang cukup tinggi. Sehingga risiko kerugian akibat menurunnya produksi dapat ditangani dengan pemberian pupuk dengan jumlah yang cukup tinggi. Pupuk Unsur K Pupuk unsur K memiliki pengaruh yang nyata terhadap nilai produktivitas tomat pada taraf nyata 20 persen. P-value pupuk unsur K sebesar 0.150, masih lebih rendah dibandingkan taraf nyata yang sebesar 0.200. Berdasarkan hasil perhitungan software statistik, nilai pendugaan parameter untuk variabel pupuk unsur K bernilai positif, yaitu sebesar 0.039. Nilai tersebut menunjukkan bahwa penambahan penggunaan pupuk unsur K akan meningkatkan nilai varians produktivitas tomat, cateris paribus. Pupuk unsur K menjadi salah satu faktor produksi yang menimbulkan risiko produksi (risk inducing factors). Peningkatan penggunaan pupuk unsur K sebesar 1 persen akan meningkatkan nilai varians produktivitas tomat sebesar 0.039 persen. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Fariyanti (2008), pupuk kalium juga menjadi salah satu faktor produksi yang menimbulkan risiko. Penempatan pupuk yang terlalu dekat dengan tanaman atau dalam dosis yang terlalu tinggi dapat menimbulkan plasmolisis pada tanaman. Pupuk unsur K dapat cepat terurai dan masuk ke dalam tanah sehingga pupuk unsur K sebenarnya dapat ditempatkan di atas tanah, walaupun sebaiknya ditempatkan di bawah permukaan tanah. Dosis pupuk unsur K yang diberikan petani sudah melebihi dosis anjuran, sehingga jika penggunaannya terus ditambah, maka dapat menyebabkan kerugian bagi tanaman.
51 Menurut hasil perhitungan, peningkatan penggunaan pupuk unsur K dapat meningkatkan nilai varians produktivitas sehingga dapat meningkatkan risiko produksi yang mungkin akan terjadi. Petani yang menggunakan pupuk unsur K di atas jumlah yang direkomendasikan Departemen Pertanian sebaiknya mengurangi jumlah penggunaan pupuk unsur K sebagai salah satu alternatif untuk mengurangi risiko produksi. Insektisida Cair Berdasarkan hasil perhitungan software statistik, nilai pendugaan parameter untuk variabel insektisida cair bernilai negatif, yaitu sebesar -0.001. Nilai tersebut menunjukkan bahwa penambahan penggunaan insektisida cair akan menurunkan nilai varians produktivitas tomat, cateris paribus. Insektisida cair menjadi salah satu faktor produksi yang menurunkan risiko produksi (risk reducing factors). Peningkatan penggunaan insektisida cair sebesar 1 persen akan menurunkan nilai varians produktivitas tomat sebesar 0.001 persen. Namun berdasarkan hasil perhitungan, penggunaan insektisida cair tidak berpengaruh secara nyata terhadap varians produktivitas tomat yang dihasilkan petani responden. P-value insektisida cair sebesar 0.991, lebih besar dari taraf nyata yang sebesar 0.200. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, penggunaan insektisida cair bisa menjadi faktor yang menimbulkan risiko serta faktor yang mengurangi risiko. Penelitian Pratiwi (2011) memperoleh hasil bahwa pestisida cair menjadi faktor yang menimbulkan risiko. Hal tersebut terjadi karena penggunaan pestisida cair di lokasi penelitian sudah cukup tinggi dan tidak tepat pada waktunya. Sedangkan hasil penelitian Fariyanti (2008) menjelaskan bahwa obat-obatan menjadi salah satu faktor yang mengurangi risiko. Jika obat-obatan diberikan tepat pada waktunya, maka akan menjaga agar produksi tetap stabil. Produksi yang stabil menggambarkan varians produksi yang dialami petani kecil. Berdasarkan kondisi di lapangan, petani memiliki cara penggunaan insektisida cair yang berbeda-beda. Sebagian petani menggunakan insektisida cair dengan jadwal yang teratur dan sebagian lainnya menggunakan insektisida cair hanya saat ada gejala serangan OPT. Petani yang memiliki jadwal teratur pun memiliki rentang waktu yang berbeda-beda antar petani lainnya dalam penggunaan insektisida cair. Namun penggunaan insektisida cair merupakan salah satu faktor produksi yang selalu digunakan petani dalam proses usahatani tomat. Petani menyadari bahwa penggunaan insektisida cair mampu mengurangi serangan OPT sehingga dapat meminimalkan tingkat kerugian yang mungkin ditimbulkan. Insektisida cair yang digunakan petani memiliki jenis yang cukup beragam, yaitu Prevathon 50EC, Rizotin 100EC, Sidamethrin 50EC, Dursban 200EC, Decis 25EC, Regent 50EC, serta Curacron 500EC. Pupuk Daun Pupuk daun memiliki pengaruh yang nyata terhadap nilai produktivitas tomat pada taraf nyata 20 persen. P-value pupuk daun sebesar 0.081, masih lebih rendah dibandingkan taraf nyata yang sebesar 0.200. Berdasarkan hasil perhitungan software statistik, nilai pendugaan parameter untuk variabel pupuk daun bernilai negatif, yaitu sebesar -0.145. Nilai tersebut menunjukkan bahwa penambahan penggunaan pupuk daun akan menurunkan nilai varians produktivitas tomat, cateris paribus. Pupuk daun menjadi salah satu faktor
52 produksi yang menurunkan risiko produksi (risk reducing factors). Peningkatan penggunaan pupuk daun sebesar 1 persen akan menurunkan nilai varians produktivitas tomat sebesar 0.145 persen. Penggunaan pupuk daun berfungsi sebagai penambah warna hijau daun. Pupuk daun juga mengandung berbagai zat tambahan yang dibutuhkan tanaman tomat. Hasil penelitian Pratiwi (2011) juga menyebutkan bahwa penggunaan pupuk daun mampu menurunkan risiko. Penggunaannya dalam jumlah dan waktu yang tepat mampu menurunkan varians produktivitas sehingga termasuk dalam faktor yang mengurangi risiko. Pupuk daun yang biasa digunakan petani diantaranya adalah Supergro, Jagotani, Herbafarm, serta pupuk daun hijau. Menurut hasil perhitungan, peningkatan penggunaan pupuk daun dapat menurunkan nilai varians produktivitas sehingga dapat mengurangi risiko produksi yang mungkin akan terjadi. Petani yang menggunakan pupuk daun dalam jumlah yang masih di bawah rata-rata penggunaan dapat meningkatkan penggunaan pupuk daun sebagai salah satu alternatif untuk mengurangi risiko produksi yang mungkin akan terjadi. Fungisida Fungisida memiliki pengaruh yang nyata terhadap nilai produktivitas tomat pada taraf nyata 20 persen. P-value fungisida sebesar 0.016, masih lebih rendah dibandingkan taraf nyata yang sebesar 0.200. Berdasarkan hasil perhitungan software statistik, nilai pendugaan parameter untuk variabel fungisida bernilai negatif, yaitu sebesar -0.250. Nilai tersebut menunjukkan bahwa penambahan penggunaan fungisida akan menurunkan nilai varians produktivitas tomat, cateris paribus. Fungisida menjadi salah satu faktor produksi yang menurunkan risiko produksi (risk reducing factors). Peningkatan penggunaan fungisida sebesar 1 persen akan menurunkan nilai varians produktivitas tomat sebesar 0.250 persen. Tidak jauh berbeda dengan penggunaan insektisida cair, fungisida masih menjadi bagian dari pestisida yang dapat menjadi faktor pengurang risiko maupun faktor yang menimbulkan risiko. Namun penggunaan fungisida lebih fokus untuk mengurangi dampak serangan penyakit yang menyerang tanaman. Penggunaannya pun dilakukan dengan cara yang berbeda-beda di antara petani. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani responden, penggunaan fungisida cukup efektif untuk mengurangi penyakit yang menyerang, sehingga fungisida membantu untuk menjaga kestabilan produksi tomat yang dihasilkan. Jenis fungisida yang biasa digunakan petani adalah Pilaram 80WP, Bazoka 80WP, Polaram 80WP, Antila 80WP, Dithane 80WP, Manzeb 80WP, Metazeb 80WP, Ridomil Gold MZ 4/64WP, Vondozeb 80WP, Rampart 25WP, Equation Pro 52WG, Vega 64/8WP, Curzate 8/64WP, serta Antracol 70WP. Menurut hasil perhitungan, peningkatan penggunaan fungisida dapat menurunkan nilai varians produktivitas sehingga dapat mengurangi risiko produksi yang mungkin akan terjadi. Petani yang menggunakan fungisida dalam jumlah yang masih di bawah rata-rata penggunaan dapat meningkatkan penggunaan fungisida sebagai salah satu alternatif untuk mengurangi risiko produksi yang mungkin akan terjadi.
53 Musim Musim memiliki pengaruh yang nyata terhadap nilai produktivitas tomat pada taraf nyata 20 persen. P-value musim sebesar 0.156, masih lebih rendah dibandingkan taraf nyata yang sebesar 0.200. Berdasarkan hasil perhitungan software statistik, nilai pendugaan parameter untuk variabel musim bernilai negatif, yaitu sebesar -0.058. Nilai tersebut menunjukkan tomat yang ditanam di musim kemarau memiliki nilai varians produktivitas yang lebih kecil dibandingkan tomat yang ditanam pada musim hujan, cateris paribus. Musim kemarau menjadi salah satu faktor yang menurunkan risiko produksi (risk reducing factors). Penanaman tomat di musim kemarau akan menurunkan nilai varians produktivitas tomat sebesar 0.058 persen. Penanaman tomat di musim hujan membutuhkan jumlah pupuk dan obatobatan yang lebih tinggi dibandingkan penanaman saat musim kemarau. Menurut petani responden, saat musim hujan akan lebih banyak hama dan penyakit yang menyerang tanaman tomat sehingga banyak petani yang memperoleh hasil produksi yang minimum saat musim hujan. Petani responden juga menyebutkan bahwa hujan mengakibatkan banyaknya buah tomat yang rontok ketika buah tersebut baru muncul. Sehingga tidak jarang petani sudah memanen tomat meskipun buahnya belum matang. Sedangkan kendala penanaman tomat saat musim kemarau adalah ketersediaan air untuk penyiraman tomat. Namun hal tersebut masih bisa diantisipasi dengan membuat kolam penampungan air yang sudah mulai dilakukan oleh petani. Petani responden juga menjelaskan bisa menghemat pengeluaran untuk membeli obat-obatan saat musim kemarau karena tidak terlalu banyak hama dan penyakit yang menyerang saat musim kemarau. Menurut hasil perhitungan, penanaman tomat pada musim kemarau dapat menurunkan nilai varians produktivitas sehingga dapat mengurangi risiko produksi yang mungkin akan terjadi. Petani dapat meningkatkan areal tanam tomat pada musim kemarau sebagai salah satu alternatif untuk mengurangi risiko produksi yang mungkin akan terjadi.
ANALISIS TINGKAT RISIKO HARGA TOMAT Tomat merupakan salah satu komoditi hortikultura yang cukup mudah mengalami perubahan harga. Harga jual tomat bisa berfluktuasi bahkan hanya dalam hitungan hari. Berdasarkan laporan harian harga produsen komoditas sayuran tingkat kabupaten/kota yang dikeluarkan Departemen Pertanian RI, selama periode Januari sampai Desember 2012 rata-rata harga jual tomat tertinggi di Kabupaten Cianjur terjadi pada Bulan Januari yang mencapai Rp4 023.81 per kilogram sedangkan rata-rata harga tomat terendah terjadi pada Bulan November yaitu sebesar Rp850.00 per kilogram. Penelitian ini mencoba menghitung dan membandingkan tingkat risiko harga tomat yang diterima petani jika menjual ke koperasi dan jika menjual ke pengumpul. Perbandingan tingkat risiko harga antara penjualan tomat ke koperasi dan penjualan tomat ke pengumpul dilakukan karena koperasi dan pengumpul merupakan dua tujuan utama penjualan tomat yang dilakukan oleh petani. Data
54 harga koperasi yang digunakan diperoleh dari Koperasi Mitra Tani Parahyangan yang berlokasi di Desa Tegallega Kecamatan Warungkondang Kabupaten Cianjur. Koperasi tersebut dipilih karena ada beberapa petani responden yang menjual hasil panennya kepada koperasi Mitra Tani Parahyangan. Data harga jual petani ke pengumpul akan diwakili oleh data harian harga produsen di Kabupaten Cianjur. Hal tersebut dilakukan karena tidak lengkapnya data yang tersedia di lapangan mengenai harga jual petani kepada pengumpul. Data yang digunakan merupakan data time series sebanyak 50 data. Data yang dibandingkan merupakan data dengan kondisi waktu (tanggal) yang sama antara data harga jual petani di koperasi dengan harga produsen di Kabupaten Cianjur. Penilaian risiko didasarkan pada pengukuran penyimpangan (deviation) terhadap return dari suatu aset. Beberapa ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur penyimpangan adalah varian (variance), standar deviasi (standard deviation), dan koefisien variasi (coefficient variation). Ukuran-ukuran tersebut merupakan ukuran statistik yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat risiko harga yang terjadi pada harga jual tomat yang dilakukan oleh petani.
Tingkat Risiko Harga Tomat Terdapat perbedaan harga jual tomat di antara koperasi dan data harian harga produsen komoditas sayuran Kabupaten Cianjur. Perbedaan harga tersebut mengakibatkan perbedaan tingkat risiko yang dihadapi oleh petani. Data harga jual tomat yang diperoleh dari koperasi tidak berlanjut setiap bulannya, karena petani dari Desa Gekbrong tidak setiap bulan mengirimkan hasil panennya. Data harga jual tomat yang dihitung dan dibandingkan sebanyak 50 data dari 50 periode penjualan yang berbeda namun dibandingkan dalam periode tanggal yang sama. Sebanyak 17 data berasal dari tahun 2011 yang diperoleh dari hasil penjualan di Bulan September, Oktober, dan November. Sebanyak 28 data berasal dari tahun 2012 yang diperoleh dari hasil penjualan di Bulan Februari, April, Agustus, September, dan Desember. Sedangkan sisanya sebanyak 5 data berasal dari tahun 2013 yang diperoleh dari hasil penjualan di Bulan Januari. Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa harga tertinggi selama 50 periode penjualan di koperasi adalah sebesar Rp4 000.00 per kilogram, harga terendahnya sebesar Rp1 500.00 per kilogram dengan rata-rata harga dari 50 periode penjualan sebesar Rp2 733.00 per kilogram.
55 4,500
Harga per kg (Rp)
4,000 3,500 3,000 2,500 2,000 1,500 1,000 500 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49
Periode Penjualan
Gambar 14 Harga jual tomat di koperasi Sumber: Koperasi Mitra Tani Parahyangan Cianjur, 2013
Harga tertinggi selama 50 periode penjualan di pengumpul yang datanya diwakili oleh data harian harga produsen komoditas sayuran Kabupaten Cianjur adalah sebesar Rp4 200.00 per kilogram, harga terendahnya sebesar Rp400.00 per kilogram dengan rata-rata harga dari 50 periode penjualan sebesar Rp1 992.00 per kilogram.
4,500
Harga per kg (Rp)
4,000 3,500 3,000 2,500 2,000 1,500 1,000 500 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49
Periode Penjualan
Gambar 15 Harga jual tomat di pengumpul Sumber: Departemen Pertanian RI, 2013
56 Peluang Peluang menunjukkan distribusi frekuensi terhadap suatu kejadian. Kondisi lingkungan internal maupun eksternal dapat mempengaruhi besar atau kecilnya nilai suatu peluang. Setiap periode penjualan mempunyai peluang yang sama untuk memperoleh harga yang rendah, sedang, maupun tinggi. Oleh karena itu, dari 50 periode penjualan, setiap periode mempunyai peluang sebesar 0.02. Pengembalian yang Diharapkan Selain menghitung peluang, penting juga untuk menghitung nilai pengembalian yang diharapkan (expected return) dari suatu usaha atau bisnis yang dijalankan. Nilai expected return dapat dihitung dengan mengakumulasikan seluruh nilai penjualan tomat pada suatu periode yang dikalikan dengan peluang kejadiannya. Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui bahwa nilai expected return penjualan tomat ke koperasi adalah Rp2 773.00 per kilogram. Sedangkan expected return penjualan tomat ke pengumpul sebesar Rp1 992.00 per kilogram. Varians Varians merupakan akumulasi selisih kuadrat dari return dengan expected return yang dikalikan dengan peluang dari setiap periode penjualan. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai varians harga penjualan tomat ke koperasi sebesar 757 001.0204. Sedangkan varians harga penjualan tomat ke pengumpul sebesar 952 179.5918. Berdasarkan nilai variansnya, dapat diketahui bahwa penjualan tomat ke koperasi memiliki nilai varians yang lebih kecil yang menunjukkan nilai penyimpangan yang lebih kecil dan tingkat risiko harga yang lebih kecil pula. Standar Deviasi Nilai Standar deviasi dapat diperoleh dengan menghitung akar kuadrat dari nilai varians. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh nilai standar deviasi harga penjualan tomat ke koperasi sebesar 870.0581, sedangkan nilai standar deviasi harga penjualan tomat ke pengumpul sebesar 975.7969. Berdasarkan nilai standar deviasinya, dapat diketahui bahwa penjualan tomat ke koperasi memiliki nilai standar deviasi yang lebih kecil yang menunjukkan tingkat risiko harga yang lebih kecil. Koefisien Variasi Nilai koefisien variasi dapat dihitung dengan mengukur rasio nilai standar deviasi dengan tingkat pengembalian yang diharapkan. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh nilai koefisien variasi harga penjualan tomat ke koperasi sebesar 0.3184, sedangkan nilai koefisien variasi harga penjualan tomat ke pengumpul sebesar 0.4899. Berdasarkan nilai koefisien variasinya, dapat diketahui bahwa penjualan tomat ke koperasi memiliki nilai koefisien variasi yang lebih kecil yang menunjukkan tingkat risiko harga yang lebih kecil.
57 Pengukuran tingkat risiko harga tomat secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 Pengukuran tingkat risiko harga tomata Ukuran Penjualan ke koperasi Penjualan ke pengumpul Expected return Rp2 773.00 Rp1 992.00 Varian 757 001.0204 952 179.5918 Standar deviasi 870.0581 975.7969 Koefisien variasi 0.3184 0.4899 a
Sumber: Data primer, 2013
Bagi setiap orang, keputusan untuk memilih suatu alternatif dalam melaksanakan usaha dapat ditentukan dengan melihat tingkat pengembalian dari investasi yang dilakukannya ataupun dari tingkat risiko yang dimiliki oleh masing-masing alternatif. Pada kasus kali ini, petani tomat dapat memilih menjual hasil panennya melalui pengumpul ataupun bekerja sama dengan koperasi. Jika dilihat berdasarkan tingkat pengembalian yang diharapkan, penjualan tomat melalui koperasi memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan menjual tomat melalui pengumpul. Begitu juga jika dilihat dari tingkat risikonya. Jika dilihat dari nilai varians, standar deviasi, maupun koefisin variasi, secara keseluruhan nilainya lebih kecil jika petani melakukan penjualan hasil panen ke koperasi dibandingkan menjual ke pengumpul. Berdasarkan nilai koefisien variasi, dari setiap Rp10 000.00 yang diharapkan petani jika menjual tomat ke koperasi akan ada risiko sebesar Rp3 184.00. Sedangkan jika menjual ke pengumpul, dari Rp10 000.00 yang diharapkan akan ada risiko harga yang dihadapi sebesar Rp4 899.00. Jika dilihat dari risiko bisnisnya, menjual hasil panen tomat kepada pihak koperasi memiliki tingkat kerugian yang lebih rendah karena memiliki nilai risiko harga yang lebih kecil. Menjual hasil panen tomat kepada pihak koperasi akan menjadi pilihan utama bagi petani yang sudah berorientasi bisnis dalam proses usahataninya. Namun kenyataan di lapang, berdasarkan wawancara langsung kepada petani tomat di Desa Gekbrong, dari total 38 petani responden hanya 3 orang yang menjual hasil panenya kepada pihak koperasi. Sebanyak 32 orang petani masih menjual ke pengumpul, dan 3 orang lainnya menjual sendiri hasil panennya. Terdapat beberapa alasan yang menyebabkan petani tomat tidak menjual ke koperasi, di antaranya karena adanya ketergantungan modal kepada pihak pengumpul sehingga petani harus menjual hasil panennya ke pengumpul. Selain itu juga karena petani sudah memiliki kebiasaan menjual langsung kepada pengumpul. Keterbatasan informasi mengenai prosedur penjualan ke koperasi juga menjadi salah satu penyebab petani belum menjual hasil panennya ke koperasi. Menurut petani tomat yang menjual hasil panennya ke koperasi, proses penjualan tomat ke koperasi tidak berbeda jauh seperti menjual tomat kepada pengumpul. Pihak koperasi menjemput tomat yang sudah selesai dipanen, sehingga petani tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk mengantarkan hasil panennya ke lokasi koperasi. Proses grading langsung dilakukan oleh pihak
58 koperasi, kemudian jumlah tomat kualitas tinggi dan kualitas lokal akan diinformasikan kepada petani. Proses pembayarannya pun tidak jauh berbeda antara menjual langsung ke pengumpul maupun menjual ke koperasi. Pengumpul akan membayarkan tomat yang diperoleh dari petani setelah tomat yang diserahkan tersebut terjual di pasar. Harga jual yang ditetapkan bergantung pada harga jual tomat di pasar. Begitu juga dengan proses penjualan tomat ke koperasi, periode pembayaran tomat oleh koperasi dilakukan sesuai dengan kesepakatan awal antara petani dengan koperasi, tidak bisa langsung dibayarkan saat petani menyerahkan hasil panennya.
Alternatif Strategi Penanganan Risiko Harga Risiko harga merupakan salah satu risiko yang cukup sulit untuk dikendalikan oleh petani. Harga jual tomat biasanya ditentukan oleh pasar sehingga petani hanya bisa menerima harga yang diberikan. Harga jual juga bisa berbeda bergantung saluran pemasaran yang dipilih oleh petani. Namun petani bisa melakukan beberapa hal agar harga jual mereka bisa lebih stabil dan tidak terlalu berfluktuasi, diantaranya diversifikasi tanaman, kontrak penjualan, pencatatan usahatani, dan pengolahan produk. Diversifikasi Tanaman Diversifikasi tanaman dapat diartikan sebagai penganekaragaman jenis tanaman untuk mengurangi ketergantungan pada suatu jenis tanaman. Kerugian petani akibat menurunnya harga jual tomat dapat sedikit diminimalkan dengan hasil panen dari jenis tanaman lain yang ditanam. Diversifikasi tanaman sudah banyak dilakukan oleh petani tomat di Desa Gekbrong. Saat musim hujan, sebagian besar petani tomat mengurangi lahan yang mereka gunakan untuk menanam tomat dan digunakan untuk menanam jenis tanaman lain yang bisa lebih tahan terhadap pengaruh hujan. Selain diversifikasi tanaman, sebagian petani yang memiliki lahan relatif sempit memilih untuk melakukan sistem polikultur atau menumpangsarikan tomat dengan tanaman lain di lahan yang sama. Beberapa contoh tanaman yang biasa ditumpangsarikan dengan tomat oleh petani adalah cabai, sawi, sawi hijau, dan brokoli. Kontrak Penjualan Penjualan tomat dengan sistem kontrak akan mengurangi risiko harga yang mungkin terjadi karena ada kepastian harga yang telah disepakati. Salah satu alternatif yang bisa dilakukan yaitu menjual tomat ke koperasi. meskipun koperasi juga tetap mengikuti harga pasar, namun harga yang diberikan koperasi relatif lebih stabil. Beberapa ketentuan sistem kontrak mengharuskan petani untuk mengirimkan tomat sesuai kualitas produk yang telah ditentukan. Namun hal tersebut dapat mendorong petani untuk terus meningkatkan kualitas produk agar produknya dapat diterima. Kontrak penjualan antara petani dengan koperasi maupun lembaga lainnya belum banyak dilakukan oleh petani tomat di Desa Gekbrong. Kurangnya informasi dan adanya pengaruh kebiasaan petani menjadi kendala dalam pelaksanaan sistem kontrak penjualan.
59 Pencatatan Usahatani Salah satu hal yang menyebabkan adanya fluktuasi produksi tomat adalah pengaruh musim. Berdasarkan hasil wawancara, sebagian besar petani mengatakan bahwa salah satu kendala yang mereka hadapi adalah musim. Produksi tomat dirasakan menurun saat musim hujan. Selain itu, pergantian musim dari musim kemarau ke musim hujan juga dapat mengurangi produktivitas tomat yang ditanam petani. Namun petani tidak dapat menyebutkan secara pasti jumlah perbedaan produktivitas saat musim kemarau dan musim hujan. Harga tomat relatif menurun ketika musim kemarau, yaitu saat petani mencapai produktivitas optimal sehingga jumlah tomat yang ada di pasar meningkat. Sebaliknya, harga tomat relatif meningkat saat musim hujan, ketika banyak petani tomat yang mengalami gagal panen karena pengaruh musim hujan. Salah satu alternatif yang bisa dilakukan adalah dengan membuat pencatatan usahatani. Adanya data dari hasil pencatatan bisa membantu petani mengetahui periode waktu ketika tomat dapat panen secara maksimal dan saat tomat mengalami produktivitas yang minimal. Petani bisa membuat jadwal waktu yang tepat untuk menanam tomat dan waktu yang tidak tepat untuk menanam tomat. Dengan begitu, petani bisa meminimalkan tingkat kerugian yang kemungkinan akan diterima jika petani menanam di waktu yang tidak tepat, dan memperkirakan harga jual yang mungkin diterima. Pengolahan Produk Salah satu penyebab rendahnya harga tomat di pasar adalah banyaknya tomat yang tersedia di pasar ketika panen raya. Saat panen raya petani hanya bisa menerima harga yang diberikan tanpa berbuat apa-apa. Salah satu alternatif yang bisa dilakukan adalah membuat produk olahan berbahan dasar tomat. Pengolahan tomat menjadi produk lain akan meningkatkan nilai jualnya sehingga mengurangi risiko harga yang terjadi saat harga jual rendah. Di Desa Gekbrong, pengolahan tomat sudah dilakukan oleh Kelompok Wanita Tani (KWT). Namun tomat yang diolah adalah jenis tomat sayur yang berukuran lebih kecil dan berwarna kehijauan. Sedangkan sebagian besar tomat yang dihasilkan petani tomat di Desa Gekbrong adalah tomat buah yang berukuran besar. Pengolahan tomat oleh petani tidak akan bisa dilakukan tanpa adanya keahlian dan teknologi pengolahan. Dibutuhkan dukungan dari dinas dan instansi terkait agar petani memiliki keahlian dan teknologi yang dibutuhkan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi tomat yang dilakukan petani tomat di Desa Gekbrong, yaitu penggunaan pupuk kandang, pupuk unsur N, pupuk unsur P, pupuk unsur K, insektisida cair, pupuk daun, fungisida, dan pengaruh musim. Di antara faktor-faktor produksi tersebut, pupuk kandang dan pupuk unsur K menjadi faktor yang menimbulkan risiko (risk
60 inducing factors). Sedangkan pupuk unsur N, pupuk unsur P, insektisida cair, pupuk daun, fungisida, dan musim kemarau menjadi faktor yang mengurangi risiko (risk reducing factors). Risiko harga bisa tetap terjadi jika petani menjual hasil produksi tomat ke pihak koperasi maupun pengumpul. Namun jika dilihat dari nilai varians, standar deviasi, maupun koefisien variasi, penjualan tomat ke koperasi memiliki tingkat risiko yang lebih rendah dibandingkan menjual tomat ke pengumpul.
Saran Pembatasan penggunaan faktor-faktor produksi yang dapat menimbulkan risiko produksi sudah seharusnya dilakukan. Beberapa faktor produksi seperti pupuk sudah memiliki dosis yang telah direkomendasikan oleh instansi terkait. Kurangnya informasi ke petani menjadi salah satu kendala yang harus dapat segera ditangani. Dosis penggunaan yang belum diterapkan petani membuat adanya keberagaman dalam penggunaan beberapa faktor produksi tomat. Keberagaman penggunaan faktor produksi tersebut yang menjadi salah satu penyebab timbulnya risiko produksi. Penggunaan fungisida dan pengaruh musim berpengaruh nyata pada pendugaan fungsi produktivitas rata-rata maupun fungsi varians produktivitas. Peningkatan penggunaan fungisida serta penanaman tomat pada musim kemarau akan meningkatkan nilai produktivitas dan mengurangi risiko produksi. Oleh karena itu akan lebih baik jika petani menambahkan penggunaan fungisida namun dalam jumlah yang normal, serta meningkatkan area tanam tomat pada musim kemarau. Risiko harga tidak bisa dihilangkan begitu saja, namun tingkat kerugiannya bisa dikurangi dengan beberapa penanganan. Pemilihan saluran pemasaran yang tepat dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengurangi tingkat risiko harga. Pola tumpangsari yang diterapkan petani merupakan salah satu upaya untuk mengurangi risiko harga dan harus dipertahankan oleh petani. Namun petani bisa mencoba berbagai alternatif lain sehingga bisa semakin meminimalisir tingkat risiko harga yang mungkin terjadi. Selain mempertahankan cara yang sudah diterapkan, petani bisa mencoba berbagai alternatif lainnya. Sebelum mencoba melakukan pengolahan produk untuk meningkatkan nilai jual produk, alternatif sederhana seperti pencatatan usahatani bisa dicoba untuk dilakukan. Adanya pencatatan usahatani dapat membantu petani untuk mengetahui periode terbaik untuk melakukan penanaman tomat sehingga bisa menghasilkan tomat dengan kualitas yang baik dan harga jual yang baik juga. Penelitian ini belum memberikan hasil yang maksimal karena masih terdapat beberapa variabel independent yang secara statistik belum berpengaruh secara nyata terhadap variabel dependent. Terdapat berbagai kendala yang mengakibatkan hal tersebut, salah satunya adalah ketersediaan data produksi yang dimiliki petani responden. Diharapkan dapat dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan data yang lebih lengkap sehingga memberikan hasil penelitian yang lebih baik.
61
DAFTAR PUSTAKA Abidin Z, Ameriana M, Djaya B, Duriat AS, Gunawan OS, Hidayat A, Hilman Y, Marpaung L, Nurtika N, Purwati E, et al. 1997. Teknologi Produksi Tomat. Bandung (ID): Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Adil WH, Sunarlim N, Roostika I. 2006. Pengaruh Tiga Jenis Pupuk Nitrogen terhadap Tanaman Sayuran. Biodiversitas. 7(1):77-80. Aldila HF. 2013. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Jagung Manis (Zea mays saccharata) di Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Amri MK. 2011. Risiko Harga Sayuran di Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Asche F, Tveteras R. 1999. Modeling production risk with a two-step prosedure. Journal of Agricultural and Resource Economics 24(2):424-439. [BPB-TPH] Badan Pengembangan dan Budidaya Tanaman Pangan dan Hortikultura Kecamatan Gekbrong (ID). 2013. Programa Penyuluhan Pertanian Kecamatan Gekbrong Tahun Anggaran 2013. [BPS] Badan Pusat Statistik (ID). 2013. Produk Domestik Bruto Menurut Lapangan Usaha. [BPS] Badan Pusat Statistik (ID). 2013. Produksi Saturan di Indonesia. Cahyono B. 1998. Tomat: Usahatani dan Penanganan Pascapanen. Yogyakarta (ID): Kanisius. Departemen Kesehatan RI (ID). 2005. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Departemen Pertanian RI (ID). 2013. Laporan Harian Harga Produsen Komoditas Sayuran Tingkat Kabupaten/Kota. Dillon JL, Hardaker JB. 1984. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Usaha Kecil. Soekartawi, Soeharjo A, penerjemah. Jakarta (ID): UI-Press. Terjemahan dari: Farm Management Research for Small Development. Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat (ID). 2013. Sentra Produksi Sayuran Unggulan di Jawa Barat. Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat (ID). 2013. Produksi Sayuran Tahun 20072011 Menurut Kabupaten dan Kota di Jawa Barat. Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka (ID). 2010. Standar Operasional Prosedur (SOP) Tomat. Fahmi I. 2010. Manajemen Risiko. Bandung (ID): Alfabeta. Fariyanti A. 2008. Perilaku Ekonomi Rumah Tangga Petani Sayuran dalam Menghadapi Risiko Produksi dan Harga Produk di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hartatik W, Widowati LR. 2009. Pupuk Kandang. Balai Penelitian Tanah Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Harwood J, Heifner R, Coble K, Perry J, Somwaru A. Managing Risk in Farming: Concepts, Research, and Analysis. Washington (US): Market and Trade Economics Division and Resource Economics Division, Economic Research Service, U.S. Department of Agriculture.
62 Izhar L, Susila AD, Purwoko BS, Sutandi A, Mangku IW. 2012. Penentuan Metode Terbaik Uji Fosfor untuk Tanaman Tomat pada Tanah Inceptisols. J.Hort. 22(2):139-147. Kasidi. 2010. Manajemen Risiko. Bogor (ID): Ghalia Indonesia. Kementerian Dalam Negeri (ID). 2010. Tabel Potensi Pertanian Sayuran. [Internet]. [diunduh 2013 Feb 9]. Tersedia pada: http://navperencanaan.com/appe/potensipertaniansayuran/index?prov_code= jabar&PotensiPertanianSayuran_sort=luas.desc. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (ID). 2012 . Rencana Jangka Panjang Bidang Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian. Mandasari J. 2012. Analisis Risiko Produksi Tomat Dan Cabai Merah Di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nicholson W. 1985. Teori Ekonomi MIkro. Deliarnov, penerjemah. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo Perkasa. Terjemahan dari: Microeconomic Theory. Nugroho. 2011. Peran Konsentrasi Pupuk Daun dan Dosis Pupuk Kalium terhadap Hasil Tanaman Tomat. Fakultas Pertanian Universitas Boyolali. Peralta IE dan Spooner DM. 2001. Granule-bound starchsynthase (Gbssi) gene phylogeny of wild tomatoes (Solanum L. section Lycopersicon Mill. Wettst. Subsection Lycopersicon). American Journal of Botany 88 (10): 1888–1902. Pratiwi MY. 2011. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Caisin di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rasyda H. 2008. Pengaruh Bokashi Pupuk Kandang Sapi dan Mulsa Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.). Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Rianse U, Abdi. 2009. Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi. Bandung (ID): Alfabeta. Sari, RM. 2009. Risiko Harga Cabai Merah Keriting dan Cabai Merah Besar di Indonesia. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sarwoko. 2005. Dasar-dasar Ekonometrika. Yogyakarta (ID): ANDI. Siregar YR. 2009. Analisis Risiko Harga Day Old Chick (DOC) Broiler dan Layer pada PT. Sierad Produce tbk. Parung, Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Smith, AF. (1994). The Tomato in America . University of Illinois Press. Subagio H, Manoppo CN. 2011. Hubungan Karakteristik Petani dengan Usahatani Cabai sebagai Dampak dari Pembelajaran FMA (Studi Kasus di Desa Sunju Kecamatan Marawola Provinsi Sulawesi Tengah). Suliyanto. 2011. Ekonometrika Terapan: Teori dan Aplikasi dengan SPSS. Yogyakarta (ID): ANDI. Suratiyah K. 2006. Ilmu Usahatani. Depok (ID): Penebar Swadaya. Trisnawati Y, Setiawan AI. 1993. Tomat: Pembudidayaan Secara Komersial. Jakarta Pusat (ID): Penebar Swadaya. Widarjono A. 2005. Ekonometrika: Pengantar dan Aplikasinya. Yogyakarta (ID): EKONISIA. Winarno WW. 2007. Analisis Ekonometrika dan Statistik dengan EViews. Yogyakarta (ID): Unit Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.
63
LAMPIRAN Lampiran 1 Uji Normalitas Uji Normalitas Fungsi Produktivitas Rata-rata One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Standardized Residual N
38
Normal Parametersa,b
Most Extreme Differences
Mean
0E-7
Std. Deviation
.88531564
Absolute
.082
Positive
.057
Negative
-.082
Kolmogorov-Smirnov Z
.504
Asymp. Sig. (2-tailed)
.961
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Uji Normalitas Fungsi Varians Produktivitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Standardized Residual N Normal Parametersa,b
Most Extreme Differences
38 Mean Std. Deviation
0E-7 .88531564
Absolute
.096
Positive
.096
Negative
-.065
Kolmogorov-Smirnov Z
.592
Asymp. Sig. (2-tailed)
.875
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
64 Lampiran 2 Uji Multikolonieritas Metode Variance Infloating Factor Variabel
VIF
Ln Pupuk Kandang Ln Pupuk Unsur N Ln Pupuk Unsur P Ln Pupuk Unsur K Ln Insektisida Cair Ln Pupuk Daun Ln Fungisida Musim
1.436 1.356 1.566 1.146 1.277 1.200 1.414 1.115
65 Lampiran 3 Uji Autokorelasi Fungsi Produktivitas Rata-rata Runs Test a
Test Value Cases < Test Value Cases >= Test Value Total Cases Number of Runs Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Median
Unstandardized Residual -.01894 19 19 38 14 -1.809 .070
Fungsi Varians Produktivitas Runs Test a
Test Value Cases < Test Value Cases >= Test Value Total Cases Number of Runs Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Median
Unstandardized Residual -.00458 19 19 38 11 -2.796 .005
66 Lampiran 4 Uji Heteroskedastisitas Uji Glejser Fungsi Produktivitas Rata-rata Coefficientsa Model
Unstandardized Coefficients B
Standardized Coefficients
Std. Error
(Constant)
.942
.368
pupuk_kandang
.001
.075
unsur_N
-.058
unsur_P 1 unsur_K
t
Sig.
Beta 2.556
.016
.003
.016
.987
.104
-.100
-.558
.581
.025
.148
.032
.167
.869
.072
.041
.292
1.779
.086
.016
.080
.035
.202
.841
pupuk_daun
-.181
.124
-.246
-1.464
.154
fungisida
-.300
.151
-.362
-1.987
.056
musim
-.077
.061
-.204
-1.261
.217
insektisida_cair
a. Dependent Variable: ABRESID
Uji Glejser Fungsi Varians Produktivitas Coefficientsa Model
Unstandardized Coefficients B
Std. Error
(Constant)
.473
.103
pupuk_kandang
.015
.021
unsur_N
-.026
unsur_P 1 unsur_K
Standardized Coefficients
t
Sig.
Beta 4.576
.000
.113
.719
.478
.029
-.139
-.909
.371
-.049
.041
-.193
-1.178
.248
-.011
.011
-.133
-.945
.352
.002
.023
.012
.084
.934
pupuk_daun
-.074
.035
-.306
-2.131
.042
fungisida
-.104
.042
-.382
-2.451
.020
musim
-.026
.017
-.206
-1.486
.148
insektisida_cair
a. Dependent Variable: ABRESID2
67 Lampiran 5 Hasil estimasi fungsi produktivitas rata-rata usahatani tomat di Desa Gekbrong Kabupaten Cianjur periode tanam tahun 2012 Model Summaryb Model
R
R Square
1
.563a
.317
a.
Predictors:
(Constant),
Musim,
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.129
.32840
Ln_Pupuk_Unsur_P,
Durbin-Watson .755
Ln_Pupuk_Daun,
Ln_Pupuk_Unsur_K,
Ln_Insektisida_Cair, Ln_Pupuk_Unsur_N, Ln_Fungisida, Ln_Pupuk_Kandang b.
Dependent Variable: Produktivitas
ANOVAa Model
1
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Regression
1.452
8
.182
1.683
.145b
Residual
3.128
29
.108
Total
4.580
37
a.
Dependent Variable: Produktivitas
b.
Predictors:
(Constant),
Musim,
Ln_Pupuk_Unsur_P,
Ln_Pupuk_Daun,
Ln_Pupuk_Unsur_K,
Ln_Insektisida_Cair, Ln_Pupuk_Unsur_N, Ln_Fungisida, Ln_Pupuk_Kandang Coefficientsa Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
Model B (Constant)
Std. Error
-.628
.729
Ln_Pupuk_Kandang
.200
.149
Ln_Pupuk_Unsur_N
-.083
Ln_Pupuk_Unsur_P
Collinearity Statistics t
Sig. Tolerance
Beta
VIF
-.862
.396
.248
1.348
.188
.696
1.436
.205
-.072
-.404
.689
.737
1.356
.021
.292
.014
.073
.943
.638
1.566
1 Ln_Pupuk_Unsur_K
-.039
.080
-.079
-.482
.633
.873
1.146
Ln_Insektisida_Cair
.121
.159
.132
.760
.453
.783
1.277
Ln_Pupuk_Daun
.164
.245
.113
.670
.508
.833
1.200
Ln_Fungisida
.466
.299
.284
1.558
.130
.707
1.414
Musim
.187
.121
.250
1.542
.134
.897
1.115
68 Lampiran 6 Hasil estimasi fungsi varians produktivitas usahatani tomat di Desa Gekbrong Kabupaten Cianjur periode tanam tahun 2012 Model Summaryb Model
R
R Square
Adjusted R Square
1
.648a
.420
.259
a.
Predictors:
(Constant),
Musim,
Std. Error of the
Durbin-Watson
Estimate .10772
Ln_Pupuk_Unsur_P,
1.011
Ln_Pupuk_Daun,
Ln_Pupuk_Unsur_K,
Ln_Insektisida_Cair, Ln_Pupuk_Unsur_N, Ln_Fungisida, Ln_Pupuk_Kandang b.
Dependent Variable: Variance
ANOVAa Model
1
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Regression
.243
8
.030
2.621
.027b
Residual
.337
29
.012
Total
.580
37
a.
Dependent Variable: Variance
b.
Predictors: (Constant),
Musim,
Ln_Pupuk_Unsur_P,
Ln_Pupuk_Daun,
Ln_Pupuk_Unsur_K,
Ln_Insektisida_Cair, Ln_Pupuk_Unsur_N, Ln_Fungisida, Ln_Pupuk_Kandang
Coefficientsa Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
Model B
Std. Error
(Constant)
.773
.239
Ln_Pupuk_Kandang
.011
.049
Ln_Pupuk_Unsur_N
-.043
Ln_Pupuk_Unsur_P
Collinearity Statistics t
Sig. Tolerance
Beta
VIF
3.234
.003
.039
.227
.822
.696
1.436
.067
-.106
-.644
.525
.737
1.356
-.032
.096
-.058
-.330
.744
.638
1.566
1 Ln_Pupuk_Unsur_K
.039
.026
.224
1.479
.150
.873
1.146
Ln_Insektisida_Cair
-.001
.052
-.002
-.011
.991
.783
1.277
Ln_Pupuk_Daun
-.145
.080
-.280
-1.806
.081
.833
1.200
Ln_Fungisida
-.250
.098
-.429
-2.550
.016
.707
1.414
Musim
-.058
.040
-.218
-1.456
.156
.897
1.115
69 Lampiran 7 Harga jual tomat di koperasi dan pengumpul Tahun 2011
Bulan September
Oktober
November
2012
Agustus
September
2012
Februari
April
Desember
2013
Januari
Tanggal 13 15 17 20 22 24 27 29 1 4 6 13 16 19 22 24 26 11 15 22 1 5 8 10 12 15 17 19 22 26 13 16 18 21 25 29 1 10 14 17 21 18 23 26 29 1 3 5 7 9
Harga di koperasi (Rp) 1,600 1,600 1,600 1,600 1,600 1,600 1,600 1,600 1,600 1,600 1,600 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,500 2,250 2,500 2,700 2,200 3,000 4,000 4,000 4,000 4,000 4,000 4,000 4,000 3,500 3,000 2,750 2,750 2,000 2,000 2,500 2,500 2,500 3,500 3,500 3,000 1,500 1,700 2,500 3,000 3,000 3,000 3,700 4,000 4,000
Harga di pengumpul (Rp) 400 600 700 700 700 800 800 900 1,000 1,100 1,000 2,300 2,700 2,700 2,700 2,700 3,000 1,200 2,000 1,700 1,300 2,300 2,500 3,500 4,000 4,200 3,500 3,500 4,000 3,000 2,000 1,800 1,800 2,000 1,600 2,200 1,500 2,000 2,000 1,500 3,000 1,100 1,200 1,200 1,400 2,500 2,200 2,200 2,400 2,500
70
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Cirebon pada 30 Mei 1991, anak pertama dari tiga bersaudara yang lahir dari pasangan Agus Juharto dan Icih Sutarsih. Penulis menempuh pendidikan sekolah menengah pertama di SMP Negeri 5 Kota Cirebon tahun 2003 dan lulus tahun 2006. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 3 Kota Cirebon. Melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2009, penulis melanjutkan pendidikan di Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Selain mempelajari mata kuliah yang terdapat pada Program Mayor Agribisnis, penulis juga mengikuti Program Minor Agronomi dan Hortikultura yang terdapat pada Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB), penulis mengikuti berbagai kegiatan keorganisasian mahasiswa baik di dalam kampus maupun di luar kampus. Periode tahun 2009-2010 penulis mulai aktif di organisasi sebagai staf Departemen Pengembangan Sumber Daya Anggota (PSDA) di Lembaga Struktural Bina Desa Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Keluarga Mahasiswa (KM) IPB. Periode tahun 2010-2011 penulis aktif sebagai sekretaris Departemen PSDA di Lembaga Struktural Bina Desa BEM KM IPB, staf Departemen Informasi dan Relasi Publik di Ikatan Kekeluargaan Cirebon Institut Pertanian Bogor (IKC-IPB), dan staf Biro Hubungan Eksternal di Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis IPB (HIPMA IPB). Periode tahun 2011-2012, penulis menjadi Ketua umum di IKC-IPB dan staf Biro Hubungan Eksternal di HIPMA IPB. Periode tahun 2012-2013 penulis masih aktif di keorganisasian mahasiswa sebagai Ketua Badan Pengawas IKC-IPB. Selain kegiatan akademik dan keorganisasian, penulis juga aktif mengikuti kegiatan lainnya. Tahun 2011 penulis berhasil memperoleh pendanaan dalam Program Kreativitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan (PKM-K) dalam dua judul yang berbeda. Bersama tim sepak bola Agribisnis angkatan 46, penulis berhasil meraih juara II pada Sportakuler FEM IPB 2010 cabang olahraga sepak bola dan juara I pada Sportakuler FEM IPB 2011 dengan tim dan cabang olahraga yang sama. Tahun 2012 penulis menjadi delegasi HIPMA IPB dalam Seminar Nasional, Lomba Karya Tulis Ilmiah Pertanian, dan Lomba Film Dokumenter Pertanian Nasional di Universitas Sriwijaya Palembang dan berhasil meraih juara I Lomba Film Dokumenter Pertanian Nasional. Penulis juga berhasil meraih beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) tahun 2009-2010 dan beasiswa Tanoto Foundation tahun 2010-2013. Pada Maret sampai Juli 2012 penulis menjadi tim kreatif program talkshow Bincang-bincang Agribisnis di Pro IV Radio Republik Indonesia (RRI) Jakarta, serta menjadi asisten koordinator Mata Kuliah Pengantar Kewirausahaan pada Februari sampai Maret 2013.