VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN Penilaian risiko produksi pada caisin dianalisis melalui penggunaan input atau faktor-faktor produksi terhadap produktivitas caisin. Analisis risiko produksi menggunakan model GARCH (1,1) untuk mengetahui nilai variance produksi yang menunjukkan risiko produksi. Model tersebut akan menghasilkan nilai variance produksi yang diperoleh dari hasil pendugaan persamaan produksi dan persamaan variance produksi. Untuk melihat permodelan yang telah diperoleh maka terlebih dahulu dilakukan evaluasi model dugaan berdasarkan hasil output program Eviews 6 yang telah diperoleh. Hasil pendugaan model GARCH terhadap persamaan fungsi produksi rata-rata dan variance produksi pada komoditas caisin secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 1. Berdasarkan Lampiran 1 menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 61,54 persen. Nilai koefisien determinasi (R2) tersebut memiliki arti bahwa sebear 61,54 persen dari keragaman atau variasi produksi dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh model, sedangkan sisanya sebesar 38,46 persen dapat dijelaskan oleh komponen error atau faktor-faktor lain yang ada diluar model. Faktor-faktor lain tersebut seperti, adanya hama dan penyakit serta ketidakpastian cuaca. Dengan nilai R2 sebesar 61,54 persen artinya model tersebut sudah mampu menjelaskan pengaruh penggunaan input terhadap produksi dan pengaruh risiko produksi musim sebelumnya terhadap risiko produksi musim tertentu. Risiko produksi musim sebelumnya ditunjukkan oleh error kuadrat musim sebelumnya (ε2t-1) dan variance error musim sebelumnya (σ2t-1). Sedangkan risiko produksi musim tertentu ditunjukkan oleh variance error musim tertentu (σ2t). Evaluasi model dugaan selain berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) juga dilakukan uji signifikansi model dugaan menggunakan uji F untuk mengetahui apakah faktor-faktor produksi yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produktivitas caisin. Berdasarkan uji F menghasilkan nilai F-hitung sebesar 4,21, maka nilai tersebut lebih besar dari nilai F-tabel yakni sebesar 2,04, dimana nilai F-tabel berasal dari F(9, 70-9-1 = 8, 60). Selain itu, nilai P(Fstatistic) sebesar 0.000023 lebih kecil dari α lima persen. Oleh karena nilai Fhitung lebih besar dari F-tabel dan nilai P(F-statistic) lebih kecil dari nilai α, maka kondisi ini menjelaskan bahwa semua faktor produksi yang digunakan dalam 80
usahatani caisin secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi dan variance produksi caisin pada taraf nyata lima persen. 6.1
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Caisin Analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas caisin
dapat dijelaskan berdasarkan hasil pendugaan persamaan fungsi produksi rata-rata (mean production function). Hasil pendugaan persamaan fungsi produksi dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Hasil Pendugaan Persamaan Fungsi Produksi pada Usahatani Caisin di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun 2011 Variabel
Koefisien
Std. Error
z-Statistic
Peluang
Konstanta
5,552390
0,805757
6,890902
0,0000
Benih (X1)
0,332313
0,106897
3,108718
0,0019
-0,047610
0,064749
-0,735304
0,4622
Kapur (X3)
0,149424
0,096905
1,541972
0,1231
Pupuk Urea (X4)
0,001976
0,093313
0,021175
0,9831
Pestisida Cair (X5)
-0,466096
0,116448
-4,002602
0,0001
Pestisida Padat (X6)
0,204067
0,096062
2,124338
0,0336
Pupuk Daun (X7)
-0,181706
0,114853
-1,582073
0,1136
Tenaga Kerja (X8)
0,625879
0,152155
4,113431
0,0000
Pupuk Kandang (X2)
Tabel 19 menunjukkan bahwa masing-masing variabel atau faktor produksi memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap produktivitas caisin. Pengaruh tersebut dapat dilihat berdasarkan peluang dan tanda parameter koefisien hasil pendugaan persamaan fungsi produksi. Secara rinci, pengaruh masing-masing variabel atau faktor produksi terhadap produktivitas caisin adalah sebagai berikut : 1.
Benih (X1) Hasil pendugaan parameter persamaan fungsi produksi menunjukkan
bahwa variabel benih memiliki tanda positif, artinya semakin banyak benih yang digunakan dalam proses produksi caisin maka produktivitas caisin semakin meningkat. Nilai koefisien parameter penggunaan benih bernilai positif sebesar 0,332313, artinya jika terjadi penambahan benih sebesar satu persen maka akan 81
meningkatkan produktivitas caisin sebesar 0,332313 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Berdasarkan nilai peluangnya, variabel benih mempunyai nilai peluang sebesar 0,0019. Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel benih berpengaruh nyata terhadap produktivitas caisin. Pada kondisi di lapangan, jumlah penggunaan benih tidak selalu disesuaikan dengan luasan lahan atau jarak tanam yang telah dibuat. Sebagian besar petani menanam dengan jarak tanam yang rapat dan penggunaan benih yang berlebih agar hasil produksi lebih tinggi. Sebagian petani respoden yang menggunakan benih caisin lebih banyak, yakni sebanyak dua kilogram namun dengan jarak tanam yang lebih rapat, yaitu sekitar 10 x 10 centimeter atau 10 x 20 centimeter antara lubang tanam sehingga hasil produksi yang akan diperoleh akan lebih banyak. Berbeda dengan petani yang menggunakan benih caisin dalam jumlah yang lebih sedikit, yakni sebanyak satu kilogram namun dengan jarak tanam yang lebih renggang, yaitu 20 x 20 centimeter, sehingga hasil produksi yang akan diperoleh akan lebih sedikit. Selain itu, beberapa responden melakukan penanaman dengan hanya dibuat larik ataupun ditebar, sehingga kebutuhan benih akan semakin banyak, yakni sekitar tiga kilogram. Menurut petani responden yang menggunakan jarak tanam rapat ataupun sistem tebar, hasil produksi akan semakin meningkat karena tanaman caisin dapat tetap tumbuh dalam jarak tanam yang rapat, meskipun pertumbuhannya tidak sebaik pada tanaman yang tumbuh pada jarak yang lebih renggang. Rata-rata penggunaan benih para petani respoden per hektar sebanyak 2,5 kilogram dengan jarak tanam rata-rata 10 x 10 centimeter atau 10 x 20 centimeter, dimana pada satu lubang tanam diisi dengan 3-5 biji benih. Dengan rata-rata penggunaan benih dan jarak tanam tersebut jumlah produksi yang dihasilkan ratarata sekitar 18 ton per hektar. Berbeda halnya dengan Widiyazid (2008) dimana kebutuhan benih caisin sebanyak 2,0 kilogram dengan jarak tanam 10 x 15 centimeter, sehingga jumlah produksi yang dihasilkan rata-rata sekitar 10 ton per hektar.
82
2.
Pupuk kandang (X2) Pupuk kandang sudah banyak dikenal sebagai pupuk yang aman untuk
digunakan dan baik untuk tanaman dibandingkan penggunaan pupuk kimia. Namun, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan pupuk kandang untuk komoditas pertanian khususnya sayuran. Umumnya petani responden di Desa Citapen menggunakan pupuk kandang yang masih mentah atau kotoran hewan basah tanpa dikeringkan terlebih dahulu sehingga masih mengandung urine yang tinggi, khususnya kotoran sapi. Pupuk kandang memang lebih memberikan dampak positif dibanding penggunaan pupuk kimia karena pupuk kandang mengandung unsur N yang cukup tinggi pada urine nya, yakni sekitar 75 – 90 persen11. Namun, penggunaan pupuk kandang yang masih basah tanpa proses pengeringan atau fermentasi akan mengganggu pertumbuhan tanaman karena pada kotoran kandang tersebut masih mengandung banyak urine, dimana dalam urine tersebut mengandung gas amoniak yang akan mengganggu pertumbuhan tanaman caisin. Proses pengolahan atau fermentasi pupuk kandang bertujuan untuk menangkap N dari udara dan menghilangkan gas amoniak12. Kondisi di atas sesuai dengan hasil pendugaan parameter pada persamaan fungsi produksi yang menunjukkan bahwa variabel pupuk kandang mempunyai tanda negatif. Hal ini berarti, semakin banyak pupuk kandang yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas caisin semakin menurun. Nilai koefisien parameter penggunaan pupuk kandang bernilai negatif sebesar 0,047610, artinya jika terjadi penambahan pupuk kandang sebesar satu persen maka akan menurunkan produktivitas caisin sebesar 0,047610 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Variabel pupuk kandang mempunyai nilai peluang sebesar 0,4622. Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel pupuk kandang tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas caisin. Rata-rata penggunaan pupuk kandang para petani respoden per hektar sebanyak 6.662,2 kilogram per hektar, yang diberikan saat pengolahan lahan dan saat penanaman benih untuk menutup lubang tanam. Volume penggunaan pupuk 11
Biourine atau Urin Sebagai Pupuk Organik Cair Memilih Alternatif yang Lebih Baik. http://roilbilad.wordpress.com/2011/02/22/biourine-atau-urin-sebagai-pupuk-organik-cairmemilih-alternatif-yang-lebih-baik/. [01 September 2011] 12 BPTP Sulawesi Selatan. 2011. Pemanfaatan Kencing Sapi Menjadi Pupuk Organik Cair. http://pustaka.litbang.deptan.go.id/inovasi/kl1106-ek69.pdf [01 September 2011]
83
kandang tersebut tergolong tinggi. Hal ini diduga karena penggunaan yang berlebih dan pupuk kandang yang memiliki bobot tinggi karena masih mengandung urine yang tinggi. Sedangkan menurut Wahyudi (2010), kebutuhan pupuk kandang per hektar cukup sebanyak 3.000 kilogram yang digunakan untuk pengolahan lahan. Penggunaan pupuk kandang cukup digunakan pada tanah saat pengolahan lahan, sehingga tidak terdapat penggunaan yang berlebihan yang nantinya akan menurunkan produksi caisin. 3.
Kapur (X3) Penggunaan kapur dalam usahatani caisin menunjukkan bahwa semakin
banyak kapur yang digunakan dalam proses produksi caisin maka produktivitas caisin semakin meningkat. Hal ini ditunjukkan oleh tanda parameter dari hasil pendugaan persamaan fungsi produki, dimana nilai koefisien parameter penggunaan kapur bernilai positif sebesar 0,149424. Artinya jika terjadi penambahan kapur sebesar satu persen maka akan meningkatkan produktivitas caisin sebesar 0,149424 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Sementara itu, berdasarkan hasil pendugaan persamaan fungsi produksi tersebut menunjukkan variabel kapur mempunyai nilai peluang sebesar 0,1231. Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel kapur mempunyai pengaruh yang nyata terhadap produktivitas caisin. Petani responden di Desa Citapen menggunakan kapur pertanian untuk meningkatkan meningkatan pH tanah menjadi netral. Rata-rata petani responden di Desa Citapen memiliki tanah dengan pH 4,5-7,0, sedangkan kondisi pH tanah yang optimum untuk tanaman caisin menurut Wahyudi (2010) adalah pH 6,0-6,8. Oleh karena itu, bagi petani yang memiliki tanah dengan pH rendah, maka penggunaan kapur akan lebih banyak. Rata-rata penggunaan kapur petani responden di Desa Citapen per hektar sebanyak 963,17 kilogram. Kebutuhan ini sesuai dengan kebutuhun budidaya caisin menurut Wahyudi (2010) dimana kebutuhan kapur per hektar sebanyak 1.000 kilogram. Pada kondisi di lapangan, penggunaan kapur dalam setiap periode tanam dilakukan oleh petani responden karena tingkat kesuburan tanah yang semakin menurun. Menurunnya tingkat kesuburan tanah ini disebabkan karena intensitas penggunaan lahan yang tinggi atau lahan yang tidak henti-hentinya digunakan 84
untuk bertani, sehingga membutuhkan kapur sebagai penetral pH tanah dan meningkatkan unsur hara tanah selain dari penggunaan pupuk kandang. Selain itu, kapur berfungsi juga dalam meningkatkan ketersedian unsur hara dalam tanah sehingga mudah diserap tanaman, menetralisir senyawa-senyawa beracun, baik organik maupun an-organik, dan meningkatkan populasi serta aktivitas mikro organisme tanah yang sangat menguntungkan terhadap ketersediaan hara tanah. Hal ini menjadi alasan bagi seluruh petani respoden yang selalu menggunakan kapur dalam kegiatan usahatani caisin. 4.
Pupuk urea (X4) Hasil pendugaan parameter pada persamaan fungsi produksi menunjukkan
bahwa variabel pupuk urea mempunyai tanda parameter positif. Hal ini berarti, semakin banyak pupuk urea yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas caisin semakin meningkat. Nilai koefisien parameter penggunaan pupuk urea bernilai positif sebesar 0,001976, artinya jika terjadi penambahan pupuk urea sebesar satu persen maka akan meningkatkan produktivitas caisin sebesar 0,001976 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Berdasarkan nilai peluangnya, variabel pupuk urea mempunyai nilai peluang sebesar 0,9831. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan pupuk urea mempunyai pengaruh yang tidak nyata terhadap produktivitas caisin pada taraf nyata sebesar 20 persen. Pada kondisi di lapangan, petani responden hanya menggunakan pupuk urea saja untuk pertumbuhan tanaman caisin dan tidak menggunakan jenis pupuk kimia lainnya. Hal inilah yang menyebabkan petani responden menggunakan pupuk urea dalam jumlah yang banyak. Pupuk urea dianggap sebagai pupuk terbaik yang dibutuhkan untuk tanaman caisin, yaitu untuk pertumbuhan batang, jumlah daun, dan warna hijau daun. Rata-rata penggunaan pupuk urea para petani respoden per hektar sebanyak 533,95 kilogram pada musim hujan dan sebanyak 563,24 kilogram pada musim kemarau. Penggunaan pupuk urea dalam jumlah yang lebih banyak pada musim kemarau tersebut dikarenakan menurut beberapa petani bahwa saat musim kemarau, tanaman caisin lebih membutuhkan asupan pupuk urea yang lebih banyak agar ketahanan pertumbuhan tanaman terjaga karena pada musim kemarau 85
serangan hama dan penyakit cenderung meningkat. Menurut Wahyudi (2010), budidaya caisin membutuhkan pupuk urea hanya sebanyak 300 kilogram. Namun selain pupuk urea, ada penggunaan pupuk kimia lainnya, yaitu pupuk SP-36 sebanyak 150 kilogram dan pupuk KCL sebanyak 150 kilogram. Untuk menyeimbangkan penggunaan pupuk kimia tersebut, petani responden di Desa Citapen menggunakan pupuk urea dalam jumlah yang lebih banyak. 5.
Pestisida cair (X5) Nilai koefisien parameter penggunaan pestisida cair bernilai negatif
sebesar -0,466096, artinya jika terjadi penambahan pestisida cair sebesar satu persen maka akan menurunkan produktivitas caisin sebesar 0,466096 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Tanda paramater variabel pestisida cair menunjukkan tanda negatif, artinya semakin banyak pestisida cair yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas caisin semakin menurun. Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka penggunaan variabel pestisida cair berpengaruh nyata terhadap produktivitas caisin. Berdasarkan hasil pendugaan persamaan fungsi produksi menunjukkan bahwa variabel pestisida cair memiliki nilai peluang sebesar 0,0001. Pestisida cair yang digunakan petani responden terdiri dari dua jenis, yaitu curachron dan decis, dimana keduanya merupakan jenis insektisida. Semua petani responden menggunakan curachron sebagai pembasmi hama, tetapi sebagian kecil petani juga menggunakan decis untuk membasmi hama. Penggunaan pestisida cair yang terlalu banyak akan menurunkan produktivitas caisin karena penggunaan pestisida ini lebih dibutuhkan jika memang terdapat hama penyakit, karena fungsinya tersebut sebagai insektisida pembasmi hama, bukan pencegah hama. Kondisi yang terjadi di lapangan, petani tetap menggunakan pestisida cair disaat kondisi apapun, baik itu ketika tanaman dalam kondisi terserang hama ataupun tidak terserang hama. Kemudian pemberian pestisida ini juga diberikan pada seluruh tanaman. Akibatnya, akan terjadi overdosis insektisida pada tanaman. Rata-rata penggunaan pestisida cair para petani respoden per hektar sebanyak 3,66 liter saat musim hujan dan sebanyak 4,64 liter saat musim kemarau. Jumlah penggunaan ini jauh lebih tinggi dibandingkan penggunaan insektisida
86
menurut Wahyudi (2010) dimana kebutuhan akan insektisida pada tanaman caisin hanya sebanyak dua liter per hektar. 6.
Pestisida padat (X6) Pestisida padat yang digunakan petani responden terdiri dari tiga jenis,
yaitu kardan, lanet, dan antrakol, dimana antrakol merupakan jenis fungisida sedangkan kardan dan lanet mengandung fungsisida dan insektisida. Masingmasing petani responden menggunakan jenis pestisida padat yang berbeda-beda, ada yang menggunakan ketiga jenis pestisida padat sekaligus ataupun hanya menggunakan satu jenis. Hasil pendugaan persamaan fungsi produksi menunjukkan bahwa variabel pestisida padat mempunyai tanda parameter positif, artinya semakin banyak pestisida padat yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas caisin semakin meningkat. Nilai koefisien parameter penggunaan pestisida padat bernilai positif sebesar 0,204067, artinya jika terjadi penambahan pestisida padat sebesar satu persen maka akan meningkatkan produktivitas caisin sebesar 0,204067 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Penggunaan ketiga jenis pestisida padat tersebut mempunyai pengaruh yang nyata terhadap produktivitas caisin pada taraf nyata sebesar 20 persen, dimana variabel pestisida padat mempunyai nilai peluang sebesar 0,0336. Kondisi yang terjadi di lapangan bahwa penggunaan ketiga jenis pestisida padat tidak menurunkan produktivitas caisin, karena ketiga pestisida padat ini mengandung zat-zat yang berfungsi untuk mencegah hama atau bersifat fungi. Sehingga
sebaliknya,
penggunaan
pestisida
padat
dapat
meningkatkan
produktivitas caisin. Hal ini dikarenakan pestisida jenis fungi mengandung vitamin yang berfungsi untuk memperkuat tanaman sebagai usaha pencegahan munculnya hama, sehingga penggunaan pestisida padat tidak mengganggu pertumbuhan tanaman. Rata-rata penggunaan pestisida padat para petani respoden per hektar sebanyak 6,95 kilogram saat musim hujan dan sebanyak 8,34 kilogram saat musim kemarau. Penggunaan saat musim kemarau akan lebih ditingkatkan karena petani segera mengantisipasi akan datangnya serangan hama dan penyakit yang meningkat dengan pemberian yang lebih banyak. 87
7.
Pupuk daun (X7) Variabel pupuk daun mempunyai tanda parameter negatif, artinya semakin
banyak pupuk daun yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas caisin semakin menurun. Nilai koefisien parameter penggunaan pupuk daun bernilai negatif sebesar -0,181706, artinya jika terjadi penambahan pupuk daun sebesar satu persen maka akan menurunkan produktivitas caisin sebesar 0,181706 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Berdasarkan hasil pendugaan persamaan fungsi produksi menunjukkan bahwa variabel pupuk daun mempunyai nilai peluang sebesar 0,1136. Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel pupuk daun berpengaruh nyata terhadap produktivitas caisin. Pupuk daun berfungsi utama untuk meningkatkan warna hijau daun sehingga lebih menarik dan juga mengandung zat-zat penambah subur tanaman caisin. Menurut salah satu petani responden yang juga merupakan ketua Gapoktan Rukun Tani, penggunaan pupuk daun sebaiknya hanya pada waktu-waktu tertentu, yaitu sekitar 10 hari sebelum tanaman dipanen, informasi ini sesuai dengan hasil penyuluhan dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Hal ini dilakukan untuk menyiapkan hasil panen dengan warna daun yang menarik dan zat-zat yang dibutuhkan caisin cukup sehingga tidak berlebih. Namun, kondisi yang terjadi di lapangan bahwa, penggunaan pupuk daun diberikan dalam intensitas yang sering sehingga jumlah pupuk daun yang diberikanpun akan lebih banyak, yakni sekitar 80 persen petani responden menggunakan pupuk daun yang dibarengi kegiatan penyemprotan pestisida. Akibatnya, warna hijau daun yang dihasilkan akan terlalu tua sehingga kurang menarik serta daun cenderung akan terlihat kering dan mengecil karena kelebihan zat tumbuh pada daun. Semakin banyak pupuk daun yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas caisin akan semakin menurun. Oleh karena itu, pengaturan waktu pemberian pupuk daun pada tanaman caisin harus tetap diatur sesuai kebutuhan tanaman tersebut. Rata-rata penggunaan pupuk daun para petani respoden per hektar sebanyak 2,51 kilogram, baik pada musim kemarau ataupun musim hujan. 8.
Tenaga kerja (X8) Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang cukup penting bagi
usahatani caisin. Variabel tenaga kerja mempunyai tanda parameter positif, 88
artinya semakin banyak tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas caisin semakin meningkat. Nilai koefisien parameter penggunaan tenaga kerja bernilai positif sebesar 0,625879, artinya jika terjadi penambahan tenaga kerja sebesar satu persen maka akan meningkatkan produktivitas caisin sebesar 0,625879 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Sementara itu, jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produktivitas caisin. Berdasarkan hasil pendugaan persamaan fungsi produksi menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja mempunyai nilai peluang sebesar 0,0000. Pada kondisi di lapangan, usahatani caisin membutuhkan tenaga kerja yang tidak sedikit, khususnya untuk kegiatan penyulaman, penyiangan, dan panen. Semakin sedikit penggunaan tenaga kerja maka akan mempengaruhi jumlah hasil produksi caisin. Contohnya, pada saat panen, jika tenaga kerja yang digunakan sedikit sedangkan lahan yang digunakan luas, maka hasil panen yang akan diperoleh tidak maksimal karena panen tidak dapat dilakukan dalam sehari, sehingga panen harus dilakukan beberapa hari. Akibatnya, kualitas caisin yang dihasilkan akan menurun dan kuantitas hasil produksi dapat berkurang terlebih pada intensitas hujan yang tinggi, dimana panen seharusnya dilakukan dengan cepat agar tanaman tidak terlalu lama tergenang air. Tanaman yang tergenang air akan mudah layu dan busuk. Rata-rata penggunaan tenaga kerja para kegiatan usahatani caisin per hektar sebanyak 324,75 HOK, baik itu tenaga kerja luar keluarga maupun tenaga kerja dalam keluarga, baik pada musim kemarau ataupun musim hujan. Sesuai kondisi di lapangan bahwa tenaga kerja sangat dibutuhkan untuk kelancaran dan kemudahan kegiatan produksi caisin. Sehingga penambahan tenaga kerja akan dibarengi dengan peningkatan produktivitas caisin tersebut. 6.2
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Variance Produktivitas Caisin Analisis
mengenai
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
variance
produktivitas caisin dapat dijelaskan berdasarkan hasil pendugaan persamaan fungsi variance produksi (variance production function). Hasil pendugaan persamaan fungsi variance produksi dapat dilihat pada Tabel 20. 89
Tabel 20. Hasil Pendugaan Persamaan Fungsi Variance Produksi pada Usahatani Caisin di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun 2011 Variabel
Koefisien
Std. Error
z-Statistic
Peluang
Konstanta
0,126633
0,249383
0,507786
0,6116
Error kuadrat musim sebelumnya (ε2t-1)
0,024194
0,117357
0,206157
0,8367
Variance error musim sebelumnya (σ2t-1)
0,661408
0,376663
1,755968
0,0791
Benih (X1)
0,052855
0,052575
1,005332
0,3147
Pupuk Kandang (X2)
0,000228
0,021248
0,010717
0,9914
Kapur (X3)
-0,004680
0,029584
-0,158203
0,8743
Pupuk Urea (X4)
-0,004024
0,028420
-0,141609
0,8874
Pestisida Cair (X5)
0,017458
0,043315
0,403058
0,6869
Pestisida Padat (X6)
-0,005802
0,022820
-0,254260
0,7993
Pupuk Daun (X7)
-0,052801
0,032238
-1,637883
0,1014
Tenaga Kerja (X8)
-0,006754
0,057128
-0,118221
0,9059
Tabel 20 menunjukkan bahwa masing-masing variabel atau faktor produksi memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap variance produktivitas caisin. Pengaruh tersebut dapat dilihat berdasarkan peluang dan tanda parameter koefisien hasil pendugaan persamaan variance produksi. Secara rinci, pengaruh masing-masing variabel atau faktor produksi terhadap variance produksi caisin adalah sebagai berikut : 1.
Benih (X1) Hasil pendugaan persamaan fungsi variance produksi caisin menunjukkan
bahwa variabel benih mempunyai tanda parameter positif. Artinya, semakin banyak benih yang digunakan dalam proses produksi maka variasi produktivitas caisin semakin meningkat, sehingga variabel benih merupakan faktor yang menimbulkan risiko (risk inducing factors). Nilai koefisien parameter penggunaan benih bernilai positif sebesar 0,052855. Artinya, jika terjadi penambahan benih sebesar satu persen maka akan meningkatkan variasi produktivitas caisin sebesar 0,052855 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel benih tidak berpengaruh nyata
90
terhadap variasi produktivitas caisin, dimana variabel benih mempunyai nilai peluang sebesar 0,3147. Pada penelitian ini variabel benih sebagai faktor yang menimbulkan risiko (risk inducing factors). Hasil ini konsisten dengan temuan Just dan Pope dimana faktor produksi selain pestisida merupakan faktor yang menimbulkan risiko produksi. Selain itu, sesuai dengan hasil penelitian Hutabarat (1985), diacu dalam Fariyanti (2008), dimana benih menjadi faktor yang menimbulkan risiko produksi. Jika dikaitkan dengan hasil pendugaan persamaan fungsi produksi bahwa semakin banyak penggunaan benih akan semakin meningkatkan rata-rata produktivitas caisin, maka ketika rata-rata produktivitas caisin meningkat, variasi produktivitas caisin tersebut juga akan semakin meningkat. Dengan demikian, variabel benih menjadi faktor yang dapat menimbulkan risiko produksi. Kondisi yang terjadi dilapangan ketika penggunaan varietas benih berkualitas baik ditingkatkan maka akan dapat meningkatkan rata-rata produktivitas caisin. Namun, ketika varietas benih yang digunakan berkualitas buruk maka jika penggunaan ditingkatkan petani akan mengalami kegagalan karena hasil produksi tersebut menurun yang disebabkan varietas yang buruk. Kondisi yang terjadi di lapangan bahwa varietas benih lokal yang digunakan petani tidak memiliki standar kualitas, sehingga benih yang digunakan terkadang berkualitas baik, tak jarang pula berkualitas buruk. Penggunaan benih dalam jumlah yang berlebih dengan jarak tanam yang rapat, misalnya penggunaan 2 kilogram benih untuk jarak tanam 10 x 10 centimeter kelak akan menghasilkan jumlah produksi yang tinggi. Namun, ketika penggunaan benih yang banyak diikuti serangan hama dan penyakit yang tinggi maka hasil produksi akan semakin bervariasi dan petani cenderung mengalami kerugian karena jumlah produksi yang menurun. 2.
Pupuk kandang (X2) Pada usahatani caisin di Desa Citapen, semakin banyak penggunaan pupuk
kandang dalam proses produksi maka variasi produktivitas caisin semakin meningkat. Hal tersebut ditunjukkan dari tanda koefisien variabel pupuk kandang yang bertanda positif. Nilai koefisien parameter penggunaan pupuk kandang bernilai positif sebesar 0,000228, artinya jika terjadi penambahan pupuk kandang 91
sebesar satu persen maka akan meningkatkan variasi produktivitas caisin sebesar 0,000228 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Hasil pendugaan persamaan fungsi variance produksi menunjukkan bahwa variabel pupuk kandang mempunyai nilai peluang sebesar 0,9914. Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel pupuk kandang tidak berpengaruh nyata terhadap variasi produktivitas caisin. Pupuk kandang yang banyak digunakan oleh para petani responden di Desa Citapen merupakan pupuk kandang yang masih basah dan belum melalui proses pengolahan limbah terlebih dahulu. Sehingga kandungan urine pada kotoran hewan tersebut masih tinggi, dimana dalam urine tersebut terdapat gas amoniak yang akan mengganggu pertumbuhan tanaman. Sehingga semakin banyak pupuk kandang yang digunakan pada produksi caisin di Desa Citapen maka variasi produktivitas caisin akan semakin meningkat. Pupuk kandang yang baik merupakan pupuk kandang yang telah diolah atau melalui tahap fermentasi terlebih dahulu. Selain itu, penggunaan pupuk kandang tersebut sudah overdosis, yaitu sebanyak 6.662,2 kilogram per hektar. Volume penggunaan pupuk kandang tersebut tergolong tinggi. Hal ini diduga karena penggunaan yang berlebih dan pupuk kandang yang memiliki bobot tinggi karena masih mengandung urine yang tinggi. Sedangkan menurut Wahyudi (2010), kebutuhan pupuk kandang per hektar cukup sebanyak 3.000 kilogram. Dengan adanya kondisi di atas menunjukkan bahwa dalam usahatani caisin, variabel pupuk kandang merupakan faktor yang menimbulkan risiko (risk inducing factors). Hasil ini konsisten dengan temuan Just dan Pope dimana faktor produksi selain pestisida merupakan faktor yang menimbulkan risiko produksi. 3.
Kapur (X3) Penggunaan kapur umumnya dilakukan jika pH tanah dibawah standar
yang seharusnya, sehingga kapur wajib diberikan untuk menetralkan atau meningkatkan pH tanah agar layak digunakan untuk kegiatan usahatani. Berdasarkan hasil pendugaan persamaan fungsi variance produksi menunjukkan bahwa variabel kapur mempunyai tanda parameter positif. Artinya, semakin banyak kapur yang digunakan dalam proses produksi maka variasi produktivitas 92
caisin semakin menurun. Nilai koefisien parameter penggunaan kapur bernilai negatif sebesar -0,004680, artinya jika terjadi penambahan kapur sebesar satu persen maka akan menurunkan variasi produktivitas caisin sebesar 0,004680 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Dalam usahatani caisin di Desa Citapen, jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel kapur tidak berpengaruh nyata terhadap variasi produktivitas caisin, dimana nilai peluang variabel kapur sebesar 0,8743. Petani responden di Desa citapen menggunakan kapur dalam setiap periode tanam dikarenakan tingkat kesuburan tanah yang semakin menurun. Menurunnya tingkat kesuburan tanah ini disebabkan karena intensitas penggunaan lahan yang tinggi atau lahan yang tidak henti-hentinya digunakan untuk bertani, sehingga membutuhkan kapur sebagai penetral pH tanah, meningkatkan unsur hara tanah selain dari penggunaan pupuk kandang, dan meremajakan tanah sehingga siap untuk digunakan kembali. Dengan adanya kondisi diatas maka semakin banyak kapur yang digunakan dalam proses produksi maka variasi produktivitas caisin semakin menurun. Jika variasi produktivitas semakin menurun, artinya variabel kapur merupakan faktor pengurang risiko (risk reducing factors). Hasil ini tidak sesuai dengan temuan Just dan Pope dimana faktor pengurang risiko produksi hanya pestisida. Belum ada penelitian lain yang menggunakan faktor produksi kapur sehingga tidak ada tolak ukur atau perbandingan untuk mengetahui pengaruh kapur terhadap produktivitas suatu komoditas. 4.
Pupuk urea (X4) Hasil pendugaan parameter persamaan fungsi variance produksi
menunjukkan bahwa variabel pupuk urea memiliki tanda negatif. Artinya, semakin banyak pupuk urea yang digunakan dalam proses produksi maka variasi produktivitas caisin semakin menurun. Jika dilihat dari nilai koefisien parameter penggunaan pupuk urea bernilai negatif sebesar -0,004024, artinya jika terjadi penambahan pupuk urea sebesar satu persen maka akan menurunkan variasi produktivitas caisin sebesar 0,004024 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel pupuk urea tidak berpengaruh nyata terhadap variasi produktivitas caisin. Berdasarkan 93
hasil pendugaan persamaan variance produksi tersebut menunjukkan bahwa variabel pupuk urea mempunyai peluang sebesar 0,8874. Sesuai kondisi di lapangan bahwa pupuk urea sebagai satu-satunya jenis pupuk kimia paling digunakan dan dibutuhkan untuk pertumbuhan caisin di Desa Citapen. Dalam pertanian, penggunaan pupuk urea seperti halnya nasi yang merupakan makanan pokok manusia. Artinya, pupuk urea memiliki peran besar bagi pertumbuhan caisin, dimana kandungan Nitrogen yang paling tinggi terdapat pada pupuk urea yang berfungsi untuk memacu pertumbuhan daun, batang, dan membantu proses fotosintesis pada tanaman caisin. Jadi, unsur N yang sangat dibutuhkan tanaman caisin hanya diperoleh dari pupuk urea sehingga tidak menggunakan jenis pupuk kimia yang lain, seperti pupuk KCL dan pupuk TSP. Oleh karena itu, penggunaan pupuk urea dalam usahatani caisin di Desa Citapen berperan cukup besar dalam menurukan variasi produktivitas caisin. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel pupuk urea merupakan faktor pengurang risiko (risk reducing factors). Hasil ini tidak sesuai dengan yang diharapkan, dimana tanda parameter yang diharapkan adalah positif, sehingga hasil yang diperoleh ini tidak sesuai dengan temuan Just dan Pope dimana faktor pengurang risiko produksi hanya pestisida. Namun, hasil yang diperoleh ini sesuai dengan hasil penelitian Fariyanti et.al (2007) dimana pupuk urea sebagai faktor pengurang risiko produksi kubis. 5.
Pestisida cair (X5) Berdasarkan temuan Just dan Pope bahwa pestisida sebagai faktor
pengurang risiko produksi. Namun, temuan ini tidak sejalan dengan hasil penelitian penulis bahwa ternyata variabel pestisida cair merupakan faktor yang menimbulkan risiko (risk inducing factors). Hasil pendugaan persamaan fungsi variance produksi menunjukkan bahwa variabel pestisida cair mempunyai tanda parameter positif. Artinya, Semakin banyak pestisida cair yang digunakan dalam proses produksi maka variasi produktivitas caisin semakin meningkat. Nilai koefisien parameter penggunaan pestisida cair bernilai positif sebesar 0,017458, artinya jika terjadi penambahan pestisida cair sebesar satu persen maka akan meningkatkan variasi produktivitas caisin sebesar 0,017458 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Sementara itu, nilai peluang 94
variabel pestisida cair yakni sebesar 0,6869. Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel pestisida cair tidak berpengaruh nyata terhadap variasi produktivitas caisin. Kondisi yang terjadi di lapangan bahwa petani responden menggunakan pestisida cair dalam jumlah yang berlebih (overdosis), yakni sebanyak 3,66 liter saat musim hujan dan sebanyak 4,64 liter saat musim kemarau. Jumlah penggunaan ini jauh lebih tinggi dibandingkan penggunaan insektisida menurut Wahyudi (2010) dimana kebutuhan akan insektisida pada tanaman caisin hanya sebanyak dua liter per hektar. Penggunaan pestisida cair yang berlebihan juga akan berpengaruh terhadap pendapatan usahatani, dimana biaya yang dikeluarkan untuk pestisida cair akan lebih tinggi khususnya pada musim kemarau. Sementara itu, jumlah produksi yang diperoleh akan menurun karena penggunaan bahanbahan kimia yang berlebihan dan aplikasi pestisida tidak tepat pada waktunya. Selain itu, aplikasi penggunaan pestisida cair di Desa Citapen tidak tepat pada waktunya, dimana penyemprotan terhadap pestisida cair dilakukan setiap waktu atau dalam kondisi apapun, baik itu ketika tanaman dalam kondisi terserang hama ataupun tidak terserang hama. Penggunaan pestisida berjenis insektisida yang berlebihan dan pemberian dalam waktu yang tidak tepat justru akan menyebabkan risiko produksi. Oleh karena itu, dalam usahatani caisin penggunaan variabel pestisida caisin sebagai faktor yang menimbulkan risiko. Hasil yang diperoleh ini sesuai dengan hasil penelitian Hutabarat (1985), diacu dalam Fariyanti (2008) dimana pestisida cair yang berjenis insektisida sebagai faktor yang menimbulkan risiko produksi. Dengan demikian, variabel pestisida cair memiliki ilustrasi yang berbeda dari ilustrasi teori Just dan Pope. Pada penelitian ini, ketika tidak terdapat hama pada tanaman, petani respoden tetap memberikan pestisida cair secara kontinyu, dimulai saat tanaman baru berumur lima hari setelah tanam. Tanaman caisin yang berumur muda akan lebih rentan terhadap penggunaan bahan kimia yang berlebihan sehingga menyebabkan pertumbuhan tanaman terganggu. Saat tanaman caisin sudah tumbuh besar, daun tanaman akan berwarna kekuningan dan hasil penyemprotan pestisida akan melekat pada daun. Kondisi ini menyebabkan hasil produksi menjadi tidak normal. Sementara itu, ketika terdapat hama pada
95
waktu-waktu tertentu kemudian diberikan pestisida cair maka hasil produksi akan normal. Berdasarkan dua kondisi tersebut menunjukkan adanya gap atau penyimpangan untuk pembanding yang sama. Artinya, ada variasi hasil produksi, sehingga pestisida cair merupakan faktor yang dapat menimbulkan risiko. 6.
Pestisida padat (X6) Hasil pendugaan persamaan fungsi variance produksi menunjukkan bahwa
variabel pestisida padat mempunyai tanda parameter negatif. Artinya, semakin banyak pestisida padat yang digunakan dalam proses produksi maka variasi produktivitas caisin semakin menurun. Nilai koefisien parameter penggunaan pestisida padat bernilai negatif sebesar -0,005802, artinya jika terjadi penambahan pestisida padat sebesar satu persen maka akan menurunkan variasi produktivitas caisin sebesar 0,005802 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel pestisida padat tidak berpengaruh nyata terhadap variasi produktivitas caisin, dimana nilai peluang variabel pestisida padat yakni sebesar 0,7993. Pestisida padat yang digunakan petani responden terdiri dari jenis fungisida dan insektisida. Jenis fungisida selain sebagai pencegah hama penyakit, fungisida juga banyak mengandung vitamin dan zat-zat yang dibutuhkan untuk memacu pertumbuhan caisin. Pada usahatani caisin di Desa Citapen menunjukkan bahwa semakin banyak pestisida padat yang digunakan dalam proses produksi maka variasi produktivitas caisin akan semakin menurun. Hal ini dikarenakan jenis pestisida padat yang digunakan petani responden mengandung zat-zat yang berfungsi untuk mencegah hama atau bersifat fungi. Bagi pestisida yang mengandung fungi maka akan ada kandungan vitamin yang berfungsi untuk memperkuat tanaman sebagai usaha pencegahan munculnya hama, sehingga penggunaan pestisida padat tidak mengganggu pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu, penggunaan pestisida padat dapat dikatakan sebagai faktor pengurang risiko produksi (risk reducing factors). Hasil analisis ini konsisten dengan temuan Just dan Pope dimana pestisida merupakan faktor pengurang risiko. Selain itu, hasil tersebut juga sesuai dengan penelitian Fariyanti et.al (2007) dimana pestisida sebagai faktor pengurang risiko produksi kentang.
96
Berkaitan dengan analisis pendapatan usahatani, penggunaan pestisida padat pada musim kemarau lebih tinggi dibandingkan musim hujan, yakni sebesar 8,33 kilogram. Hal ini dikarenakan pada musim kemarau populasi hama dan penyakit meningkat sehingga penggunaan pestisida padat akan sangat membantu dalam mencegah dan menjaga ketahan tumbuh tanaman. Besarnya penggunaan pestisida padat pada musim kemarau ini menyebabkan biaya yang dikeluarkan menjadi lebih besar, namun petani akan mendapatkan imbalan berupa manfaat yang besar dari penggunaan pestisida padat untuk mengurangi risiko produksi yang terjadi. 7.
Pupuk daun (X7) Pada usahatani caisin di Desa Citapen, semakin banyak pupuk daun yang
digunakan dalam proses produksi maka variasi produktivitas caisin semakin menurun. Hal tersebut ditunjukkan dari parameter variabel pupuk daun yang bertanda negatif. Nilai koefisien parameter penggunaan pupuk daun bernilai negatif sebesar -0,052801, artinya jika terjadi penambahan pupuk daun sebesar satu persen maka akan menurunkan variasi produktivitas caisin sebesar 0,052801 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Hasil pendugaan persamaan fungsi variance produksi caisin menunjukkan bahwa variabel pupuk daun mempunyai peluang bernilai 0,1014. Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel pupuk daun berpengaruh nyata terhadap variasi produktivitas caisin. Penggunaan pupuk daun berfungsi sebagai penambah warna hijau daun dan mengandung zat-zat yang dibutuhkan bagi pertumbuhan caisin sehingga dapat disebut juga sebagai vitamin daun. Jika penggunaan pupuk daun digunakan dalam jumlah dan waktu yang tepat maka pupuk daun tersebut dapat menurunkan variasi produktivitas caisin sehingga pupuk daun sebagai faktor pengurang risiko produksi. Tanpa bantuan pupuk daun, warna daun yang dihasilkan akan kurang menarik dan perkembangan daun cenderung tidak mudah berkembang. Petani responden yang menggunakan pupuk daun hanya pada waktu-waktu tertentu, yakni pada akhir-akhir panen sekitar 20 persen dari total seluruh responden. Jika penggunaan pupuk daun dapat menurunkan variasi produktivitas caisin maka variabel pupuk daun merupakan faktor pengurang risiko (risk 97
reducing factors). Hasil ini tidak sesuai dengan yang diharapkan, dimana tanda parameter yang diharapkan adalah positif, sehingga hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan temuan Just dan Pope dimana hanya pestisida yang merupakan faktor pengurang risiko. Namun, hasil yang diperoleh ini sesuai dengan hasil penelitian Fariyanti et.al (2007) dimana pupuk daun yang termasuk jenis pupuk kimia sebagai faktor pengurang risiko produksi. 8.
Tenaga kerja (X8) Tenaga kerja pada usahatani caisin dibutuhkan dalam jumlah yang cukup
banyak khususnya pada saat kegiatan penyulaman, penyiangan, dan panen, karena pada kegiatan tersebut pekerjaan lebih banyak dan harus dilakukan dengan lebih teliti. Jika terjadi kekurangan tenaga kerja khususnya pada kegiatan-kegiatan tersebut akan mengganggu kegiatan usahatani caisin. Berdasarkan hasil pendugaan persamaan fungsi variance produksi menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja mempunyai tanda paramater negatif. Artinya, semakin banyak penggunaan tenaga kerja dalam proses produksi caisin maka variasi produktivitas caisin semakin menurun. Nilai koefisien parameter penggunaan tenaga kerja bernilai negatif sebesar -0,006754, artinya jika terjadi penambahan tenaga kerja sebesar satu persen maka akan menurunkan variasi produktivitas caisin sebesar 0,006754 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Sementara itu, jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap variasi produktivitas caisin. Hasil pendugaan persamaan fungsi variance produksi menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja mempunyai peluang sebesar 0,9059. Fakta yang terjadi di lapangan mengenai penggunaan tenaga kerja bahwa tenaga kerja yang dibutuhkan pada saat kegiatan penyulaman dan penyiangan di lahan seluas satu hektar, yakni beberapa petani responden menggunakan sebanyak 10 – 15 tenaga kerja wanita yang dikerjakan selama dua hari, sehingga kebutuhan tenaga kerja tersebut sebanyak 20 – 30 HKW (Hari Kerja Wanita) atau setara dengan 15 – 22,5 HKP (Hari Kerja Pria). Sama halnya menurut Wahyudi (2010) dimana jumlah kebutuhan tenaga kerja pada saat penyiangan adalah sebesar 20 HKW. Kebutuhan tenaga kerja tersebut juga harus disesuaikan dengan luasan
98
lahan garapan, jika lahan garapan usahatani luas sementara tenaga kerja yang digunakan terbatas maka akan mempengaruhi kegiatan usahatani caisin. Kondisi di atas mengambarkan bahwa semakin banyak penggunaan tenaga kerja dalam proses produksi caisin maka variasi produktivitas caisin semakin menurun. Artinya, variabel tenaga kerja sebagai faktor pengurang risiko produksi (risk reducing factors). Jika dilihat dari kondisi di lapangan yang telah digambarkan di atas maka tenaga kerja memang menjadi faktor yang dapat mengurangi risiko produksi. Hasil yang diperoleh ini sesuai dengan hasil penelitian Fariyanti (2008) dan Hutabarat (1985), diacu dalam Fariyanti et.al (2007) dimana tenaga kerja sebagai faktor pengurang risiko produksi. Namun, hasil tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan, dimana tanda parameter yang diharapkan adalah positif, sehingga hasil analisis ini tidak sesuai dengan temuan Just dan Pope dimana hanya pestisida yang merupakan faktor pengurang risiko. Hasil pendugaan parameter variance error produksi periode tertentu pada persamaan variance produksi caisin menunjukkan bahwa error kuadrat musim sebelumnya mempunyai nilai peluang sebesar 0,8367. Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka error kuadrat musim sebelumnya tidak berpengaruh nyata terhadap variance produksi caisin. Sedangkan variance error musim sebelumnya mempunyai nilai peluang sebesar 0,0791. Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variance error musim sebelumnya tidak berpengaruh nyata terhadap variance produksi caisin. Oleh karena kedua parameter error kuadrat musim sebelumnya dan variance error musim sebelumnya bertanda positif, maka hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi risiko produksi caisin pada musim sebelumnya, maka semakin tinggi risiko produksi pada musim berikutnya.
99