VI.
PEMBAHASAN
Risiko produksi merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh besar pada keberhasilan produksi. Risiko ini berdampak pada kualitas dan kuantitas hasil produksi yang dihasilkan. risiko produksi ini dapat berupa penurunan hasil dari yang diharapkan atau penyimpangan hasil dari yang diharapkan sehingga dapat menimbulkan produksi yang menurun bahkan kegagalan panen. Setiap usaha memiliki risiko produksi dalam kadar
yang
berbeda tergantung dari manajemen risiko yang diterapkan perusahaan. 6.1.
Identifikasi Sumber-sumber Risiko Risiko produksi dapat diidentifikasi melalui adanya fluktuasi produksi dari
target produksi yang sudah ditentukan perusahaan. Risiko ini berpengaruh terhadap penerimaan atau pendapatan perusahaan. Risiko produksi yang dihadapi CV MGA merupakan risiko produksi yang muncul pada pengusahaan tiga varietas benih melon, yaitu LADIKA, MAI 119, dan SUMO. Ketiga varietas ini memiliki karakter yang berbeda-beda. Varietas melon LADIKA mempunyai sifat warna batang hijau, kuat, ruas panjang. Daun agak menjari, tangkai agak menjari, bentuk buah lonjong, kulit berubah kuning menjelang masak, net tebal, rasa manis atau enak, derajat kemanisan 14°-16° BRIX, dengan kemampuan produksi 1,8-2,2 kg/buah. Daging buah berwarna merah (orange). Melon LADIKA dapat dipanen pada umur 35-40 hari setelah pembungaan. Melon LADIKA
mempunyai resisten terhadap penyakit layu
Bacterium, busuk buah, busuk batang Phitoptori infestan dan tahan Downy mildew. Melon LADIKA cocok ditanam 200–600 m dari permukaan laut. Varietas melon MAI 119 mempunyai sifat warna batang hijau, kuat, ruas panjang. Daun agak menjari dan tangkai agak menjari, bentuk buah bulat, kulit hijau, net tebal, rasa manis atau enak, derajat kemanisan 14°BRIX, dengan kemampuan produksi 2,5 kg/buah. Daging buah berwarna merah (orange). MAI 119 dapat dipanen pada umur 35-40 hari setelah pembungaan. MAI 119 mempunyai resisten terhadap penyakit layu Bacterium, busuk buah, busuk batang Phitoptori infestan dan tahan Downy mildew. MAI 119 cocok ditanam 0–500 m dari permukaan laut.
53
Varietas melon SUMO mempunyai sifat warna batang hijau, kuat, ruas panjang. Daun agak menjari, tangkai agak menjari, bentuk buah bulat, kulit hijau kekuningan, rasa manis atau enak, daging buah kuning, derajat kemanisan 14°BRIX, dengan kemampuan produksi 2,5 kg/buah. Melon SUMO dapat dipanen pada umur 35-40 hari setelah pembungaan. Melon SUMO mempunyai resisten terhadap penyakit layu Bacterium, busuk buah, busuk batang Phitoptori infestan dan tahan Downy mildew. SUMO cocok ditanam 0–500 m dari permukaan laut. Indikasi adanya risiko produksi dalam proses produksi pada tiga varietas benih melon ini ditunjukkan oleh adanya fluktuasi produksi. Fluktuasi menunjukkan adanya nilai produksi tertinggi, sedang atau normal, dan terendah. Penentuan risiko produksi pada penelitian ini didasarkan pada penilaian varians, standar deviasi, dan koefisien variasi yang diperoleh dari hasil peluang terjadinya suatu kejadian. Peluang terjadinya suatu kejadian dapat dilihat dari kondisi tinggi, normal, dan rendah dari persentase keberhasilan yang dihasilkan oleh masingmasing varietas. Tingkat keberhasilan produksi dinilai dari perolehan keberhasilan panen pada periode yang sudah terjadi selama lima tahun yaitu tahun 2007 sampai 2011. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil usaha pembenihan melon varietas LADIKA, MAI 119, dan SUMO, fluktuasi produksi benih melon tersebut dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Produksi Rata-rata dan Penerimaan CV MGA Pada Benih Melon Tahun 2007-2011 Varietas Melon LADIKA
MAI 119
SUMO
Kondisi Tertinggi Normal Terendah Tertinggi Normal Terendah Tertinggi Normal Terendah
Peluang 0,3 0,2 0,5 0,3 0,3 0,4 0,2 0,5 0,3
Produksi Rata-rata (Kg) 40 29 14 78 32 10 25 17 9
Benih (bungkus) 2.000 1.450 700 3.900 1.600 500 1.250 850 450
Penerimaan (Rp) 230.000.000 166.750.000 80.500.000 448.500.000 184.000.000 57.500.000 137.500.000 93.500.000 49.500.000
54
Pada Tabel 9, dapat diketahui bahwa pembahasan risiko dengan penerimaan dan adanya peluang terjadinya suatu kejadian dan peluang tersebut dapat diukur. Peluang CV MGA mencapai produksi benih melon varietas LADIKA tertinggi yaitu 0,3. Artinya, jika CV MGA melakukan pembenihan melon varietas LADIKA sebanyak sepuluh kali maka frekuensi CV MGA dapat mencapai produksi yang tinggi hanya tiga kali, sedangkan peluang mencapai kondisi normal yaitu 0,2 yang artinya, jika CV MGA melakukan pembenihan melon varietas LADIKA sebanyak sepuluh kali maka frekuensi CV MGA dapat mencapai produksi yang normal hanya dua kali. Sementara peluang kondisi rendah yaitu 0,5 yang artinya, jika CV MGA melakukan pembenihan melon varietas LADIKA sebanyak sepuluh kali maka frekuensi CV MGA mencapai produksi yang rendah hanya lima kali. Interpretasi yang sama juga berlaku pada persentase keberhasilan pada melon varietas MAI 119 dan SUMO. Setiap 1 kg benih melon dapat menghasilkan 50 bungkus benih melon yang siap untuk dipasarkan. Maka, berdasarkan Tabel 9, 40 kg benih melon varietas LADIKA dikalikan 50 bungkus benih melon sehingga mampu menghasilkan 2000 bungkus benih melon yang siap untuk dipasarkan. Perhitungan ini berlaku untuk varietas lainnya pada kondisi tertentu. Penerimaan CV MGA diperoleh dari jumlah kemasan (bungkus) benih yang dihasilkan dikalikan dengan harga tiap benih. Harga benih melon Varietas LADIKA, MAI 119, dan SUMO masing-masing adalah Rp 115.000/bungkus, Rp 115.000/bungkus, Rp 110.000/bungkus. Dengan demikian, penerimaan pada setiap periode kejadian dapat diamati dengan mempertimbangkan periode waktu tertentu. Pada Tabel 9, dapat diketahui bahwa varietas MAI 119 memiliki penerimaan tertinggi dibandingkan dengan kedua varietas yang lain, yaitu Rp 448.500.000. Hal ini disebabkan CV MGA memang lebih memperioritaskan pada produksi benih melon varietas MAI 119 sehingga luas lahan yang dialokasikan untuk varietas MAI 119 lebih luas dibandingkan dengan varietas lain yang kemudian akan berdampak pada hasil produksi yang tinggi pula. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak perusahaan, terdapat banyak sumber risiko yang terjadi pada proses produksi pembenihan melon. Hampir pada setiap kegiatan mulai dari research hingga benih dipasarkan memiliki risiko
55
tersendiri. Dalam hal ini, terdapat faktor-faktor yang menjadi penyebab munculnya risiko produksi pada usaha pembenihan melon diantaranya sebagai berikut: a. Kondisi Cuaca dan Iklim Kondisi cuaca dan iklim menjadi salah satu faktor yang dapat menimbulkan risiko produksi pada usaha pembenihan benih melon. Perubahan kondisi cuaca yang drastis atau ekstrim dan sulit diprediksi akan mempengaruhi secara langsung terhadap keberhasilan pertumbuhan benih melon. Terjadinya hujan secara terus-menerus, perubahan suhu, dan sinar matahari yang berkepanjangan akan sangat berpengaruh terhadap kondisi benih yang akan dihasilkan sehingga akan dapat berdampak negatif terhadap produksi dan keberhasilan dalam proses pembenihan melon. Pada Tabel 10, dapat diketahui bahwa kondisi cuaca juga sangat mempengaruhi kualitas benih yang dihasilkan, hal ini terindikasi dari daya tumbuh benih yang dihasilkan pada tiap periode tanam benih. Selain itu, juga dapat diketahui bahwa CV MGA lebih sering melakukan kegiatan produksi benih melon pada saat musim hujan dalam kurun waktu lima tahun, yaitu dari tahun 2007 hingga 2011. Berdasarkan wawancara terhadap pihak produksi, melon sebaiknya diproduksi pada akhir musim hujan dan pada akhir musim kemarau. Namun, seringnya perkiraan kondisi cuaca yang tidak sesuai dengan kenyataan membuat produksi benih melon pun kerapkali mengalami fluktuasi. Produksi benih melon relatif lebih baik pada saat musim hujan dari pada musim kemarau karena pada saat musim kemarau melon mendapatkan penyinaran dari matahari yang lebih banyak. Hal ini dapat menyebabkan kurangnya air pada melon sehingga terjadi layu pada tanaman melon
yang selanjutnya akan
berdampak pada daya tumbuh benih yang dihasilkan. Pengaruh kondisi cuaca terhadap daya tumbuh benih melon dapat dilihat pada Tabel 10.
56
Tabel 10. Pengaruh Cuaca Terhadap Daya Tumbuh Benih Melon Varietas LADIKA, MAI 119, dan SUMO Varietas Melon Periode Tanam Cuaca DayaTumbuh (%) 2007 Awal hujan 97 2007 Panas 96 2008 Hujan 95 2008 Hujan 95 2009 Hujan 97 LADIKA 2009 Akhir hujan 97 2010 Akhir hujan 94 2010 Panas 96 2011 Panas 94 2011 Panas 91 2007 Panas 91 2007 Hujan 85 2008 Hujan 90 2008 Hujan 97 2009 Panas 95 MAI 119 2009 Hujan 96 2010 Hujan 95 2010 Awal hujan 90 2011 Hujan 90 2011 Panas 94 2007 Panas 97 2007 Panas 100 2008 Hujan 100 2008 Hujan 97 2009 Akhir hujan 97 SUMO 2009 Akhir hujan 99 2010 Hujan 93 2010 Hujan 100 2011 Hujan 96 2011 Hujan 98 Sumber: CV MGA
Kondisi cuaca dan iklim juga menjadi penentu bagi perusahaan dalam melakukan produksi benih melon. Berdasarkan hasil wawancara dengan divisi produksi bahwa kondisi yang ideal adalah melakukan produksi benih satu kali dalam satu tahun. Namun CV MGA melakukan produksi benih melon dua hingga tiga kali dalam satu tahun. Keputusan jadwal produksi ini disesuaikan dengan
57
kondisi iklim dan cuaca yang terjadi. Siklus produksi benih melon dapat dilihat pada Gambar 7. Produksi Benih Melon Dua Kali dalam Setahun Produksi
Tidak Produksi
Produksi
Bulan 3
6
9
12
Produksi Benih Melon Tiga Kali dalam Setahun Produksi
Produksi
Produksi
Bulan 3
6
9
12
Gambar 7. Siklus Produksi Benih Melon di CV MGA Berdasarkan Gambar 7, dapat diketahui bahwa terdapat dua sistem siklus produksi, yaitu produksi benih melon yang dilakukan dua kali dalam satu tahun dan produksi benih melon yang dilakukan tiga kali dalam satu tahun. Produksi benih melon dilakukan dua kali dalam satu tahun yaitu terjadi pada bulan Maret (akhir musim hujan) hingga awal Juni (awal musim kemarau). Kemudian bulan Juni hingga bulan September awal terjadi musim kering yang biasanya sangat ekstrim sehingga perusahaan memutuskan untuk tidak berproduksi benih melon atau aktivitas produksi benih melon ditiadakan. Hal ini dilakukan atas pertimbangan risiko produksi yang lebih besar pada saat musim kemarau yang ekstrim karena dapat menyebabkan kekeringan pada tanaman melon. Lalu pada bulan September akhir (akhir musim kemarau), perusahaan mulai melakukan produksi benih melon kembali hingga bulan Desember ( awal musim hujan). Sementara pada produksi benih melon yang dilakukan tiga kali dalam satu tahun yaitu terjadi pada bulan Maret (akhir musim hujan) hingga awal Juni (awal musim kemarau), kemudian bulan Juni hingga bulan September, lalu bulan September akhir (akhir musim kemarau) hingga bulan Desember (awal musim
58
hujan). Pada siklus ini, perusahaan tetap melakukan produksi benih melon pada bulan Juni hingga bulan September meskipun perusahaan mengetahui bahwa pada musim tersebut terjadi musim kemarau yang sangat ekstrim sehingga hasil produksi mengalami penurunan. Oleh karena itu, sejak tahun 2007 perusahaan lebih memilih untuk melakukan produksi benih melon dua kali dalam satu tahun dari pada tiga kali dalam satu tahun mengingat risiko produksi yang lebih tinggi pada saat melakukan produksi tiga kali dalam satu tahun. Dalam menghadapi risiko iklim dan cuaca yang sering sekali sulit untuk diprediksi, CV MGA menggunakan green house dalam proses persemaian benih sebelum buah melon yang siap ditanam di lahan. Hal ini bertujuan untuk melindungi benih dan bibit melon dari perubahan curah hujan yang sulit diprediksi, angin yang kencang, serta perubahan suhu dan kelembaban agar produksi benih tidak menurun atau normal. Pada saat musim kemarau, suhu udara menjadi tinggi karena terpaan sinar matahari secara terus-menerus. Hal ini akan berpengaruh pada suhu di dalam green house.
Kemampuan benih dan bibit melon dalam menyesuaikan suhu
dalam green house sangat terbatas karena benih melon sangat rentan terhadap sinar matahari yang berlebihan. Hal ini dapat menyebabkan benih dan bibit melon menjadi layu dan kering. Oleh karena itu, tindakan pencegahan akan risiko tanaman menjadi layu, CV MGA melakukan penyiraman setiap hari secara rutin pada pagi hari. Penyiraman tidak dilakukan lagi pada sore hari karena dapat menyebabkan batang bibit melon menjadi tumbuh dengan tinggi dan tidak kokoh. Selain itu, dalam mengantisipasi risiko tanaman terhadap kekeringan, CV MGA memberi naungan berupa paranet di dalam green house. Paranet merupakan jaring berwarna hitam yang menyerap radiasi matahari sehingga berfungsi untuk menghindari atau menjaga bibit melon dari radiasi matahari yang berlebihan. Pada saat musim hujan, suhu lingkungan di dalam green house menjadi menurun dan relatif lebih lembab. Oleh karena itu, untuk menjaga agar pertumbuhan benih dan bibit tetap baik maka dilakukan pengurangan penyiraman. Intensitas penyiraman tetap dilakukan satu kali dalam sehari baik di musim hujan maupun panas, hanya saja pada musim hujan, jumlah atau kapasitas air yang diberikan berkurang. Hal ini dilakukan agar kelembaban tanaman tidak terlalu
59
tinggi karena kelembaban yang tinggi akan memicu timbulnya penyakit pada tanaman. Sementara pada lahan penanaman buah melon dilakukan di luar green house. Dalam menghadapi risiko iklim dan cuaca pada lahan melon, dilakukan pembuatan mulsa di tiap-tiap bedeng melon. Pemberian mulsa ini berfungsi untuk menjaga kestabilan kondisi tanaman baik dalam keadaan curah hujan yang berlebih atau pun panas yang berlebih. Pada saat terjadi musim hujan secara terusmenerus, mulsa berfungsi untuk mengurangi kelembapan tanah karena curah hujan tidak langsung jatuh pada tanah atau lahan melon. Sementara pada musim kemarau yang berlebihan, mulsa berufungsi untuk menjaga kelembaban tanah agar tanah tidak terlalu kering. b. Hama dan Penyakit Hama dan penyakit merupakan salah satu sumber risiko yang dapat merusak tanaman dan menyebabkan produksi benih melon menjadi tidak optimal. Hama dan penyakit yang menyerang buah ataupun benih melon pada umumnya berkaitan dengan kondisi cuaca. Pada saat curah hujan tinggi atau musim hujan, penyakit lebih sering menyerang tanaman. Hal ini disebabkan serangan jamur yang tumbuh dengan baik pada saat musim hujan. Serangan jamur dan bakteri ini menyebabkan tanaman mengalami kerusakan dan umumnya tanaman yang sudah terserang jamur akan lebih rentan untuk diserang bakteri, selanjutnya apabila terlambat ditangani maka serangan bakteri ini dapat menyebabkan pembusukan yang ada sehingga pada akhirnya tanaman menjadi mati. Sementara serangan hama pada umumnya lebih sering menyerang tanaman pada musim kemarau dengan curah hujan rendah, terpaan sinar matahari panjang dan suhu udara yang relatif tinggi. Berdasarkan hasil wawancara di lapangan dengan pihak perusahaan, khususnya bagian produksi, maka dapat diketahui bahwa terdapat beberapa jenis hama dan penyakit yang menyerang tanaman melon di perusahaan CV MGA. Hama dan penyakit yang menyerang tanaman melon cukup banyak. Adapun jenis hama dan penyakit yang menyerang tanaman melon antara lain ; ulat daun, ulat grayak, oteng-oteng, thrips, aphids, dan kutu daun. Sementara penyakit yang sering terjadi pada tanaman melon adalah karat daun, busuk batang, virus kuning, dan cacar buah. Hama dan
60
penyakit menyerang bagian-bagian yang berbeda pada tanaman melon sehingga menimbulkan gejala-gejala yang berbeda dan penanganan yang berbeda pula. secara lebih lengkap, hama dan penyakit yang menyerang tanaman melon dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Hama dan Penyakit yang Menyerang Tanaman Melon Hama dan Penyakit
Gejala
Bagian yang Diserang
Penanganan
Ulat Daun
Daun dan bunga menjadi rusak
Pucuk dan batang
Penyemprotan insektisida
Ulat Grayak
Menyebabkan defoliasi daun
Pangkal batang
Penaburan furadan
Kumbang Daun
Keratan pada daun
Daun
Thrips
Daun muda menjadi keriting
Batang dan daun
Aphids
Daun menggulung
Batang dan daun
Kutu Daun
Pucuk daun keriting
Daun
Karat Daun
Bintik-bintik coklat pada daun
Daun
Busuk Batang Virus Kuning
Busuk pada pangkal batang Pucuk daun menguning Buah dan batang mengeluarkan lender
Daun Pucuk daun
Cacar Buah
Buah dan batang
Penyemprotan insektisida Penyemprotan insektisida Penyemprotan insektisida Penyemprotan insektisida Penyemprotan fungisida Penyemprotan fungisida Pencabutan tanaman Pemberian cairan oksonia
Sumber : CV MGA
Berdasarkan Tabel 11, dapat diketahui bahwa secara umum penanganan hama dan penyakit yang terjadi pada tanaman melon dilakukan dengan pemberian pestisida berupa insektisida dan fungisida secara rutin dan selalu memantau tanaman setiap hari sehingga jika terdapat hama dan penyakit pada tanaman dapat dilakukan pencegahan sedini mungkin. CV MGA lebih sering melakukan produksi benih melon pada saat musim hujan sehingga CV MGA lebih sering mengalami penurunan produksi atau kegagalan panen yang disebabkan oleh penyakit yang menyerang tanaman karena penyakit lebih sering menyerang tanaman pada saat musim hujan. Penyakit yang memiliki dampak yang cukup besar yang menyerang tanaman melon adalah cacar buah dan virus kuning. Penyakit cacar buah terjadi pada saat musim hujan. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri sehingga buah dan batang mengeluarkan lendir sedikit demi sedikit yang kemudian akan menjadi banyak hingga akhirnya
61
buah tidak berkembang dan menjadi busuk dari dalam meskipun penampilan luar buah tampak bagus. Sementara, penyakit virus kuning ini disebarkan melalui vektor hama, yaitu hama thrips. Penyakit ini menyebabkan pucuk daun menguning, titik tumbuh menjadi mati sehingga tanaman menjadi tidak berkembang. Apabila tanaman melon terkena penyakit ini maka risiko kegagalan dapat mencapai 100%. Dengan demikian, solusi dan penanganan yang dilakukan CV MGA dalam menghadapi risiko hama dan penyakit adalah dengan meningkatkan dosis penggunaan fungisida, bakterisida, dan insektisida serta meningkatkan intensitas penyemprotan pestisida. c. Kegiatan Produksi Benih Berdasarkan hasil wawancara dengan staf dan tenaga kerja dibagian produksi benih melon bahwa hampir dari setiap kegiatan produksi benih melon terdapat sumber risiko yang dapat memicu penurunan produksi atau gagal panen. Proses produksi benih dapat dilihat pada Gambar 8.
Persemaian
Penyilangan
Pemeliharaan
Penyeleksian Buah
Pemanenan Buah Processing Benih Penyeleksian Benih Penyimpanan Benih
Gambar 8. Bagan Proses Produksi Benih Melon di CV MGA Kegiatan produksi yang dapat menjadi sumber risiko produksi adalah persemaian, penyilangan, pemeliharaan, dan pemanenan. Risiko yang terjadi pada tahap persemaian adalah ketika terjadi pencampuran galur betina dan jantan sehingga dapat mengakibatkan kekeliruan pada proses berikutnya yaitu penyilangan galur jantan dan betina.
62
Pada tahap penyilangan, risiko yang biasa terjadi adalah pernyerbukan sendiri (serumah) dan penyerbukan campuran (umum). Penyerbukan sendiri (serumah) terjadi ketika kurang bersihnya proses kastrasi yang dilakukan, sementara penyerbukan campuran dapat disebabkan oleh faktor alam seperti angin. Kedua risiko ini juga tidak terlepas dari keterampilan tenaga kerja (SDM). Keterampilan yang rendah dari tenaga kerja dalam melakukan kastrasi dan penyilangan dapat menjadi sumber risiko kegagalan dalam menghasilkan benih melon yang diinginkan. Hal ini tentu akan berdampak negatif terhadap benih yang dihasilkan. Benih yang dihasilkan akan memiliki bentuk yang kecil dan tidak seragam yang pada akhirnya akan merugikan perusahaan. Pada tahap pemeliharaan, risiko produksi yang terjadi adalah serangan hama dan penyakit yang menyerang tanaman. Sementra pada tahap pemanenan, risiko yang terjadi adalah pada saat pemanenan atau pemetikan melon sebelum waktunya. Hal ini berkaitan dengan ketelitian tenaga kerja yang melakukan pemanenan. Jika terjadi kesalahan dalam memetik atau memanen buah yang belum waktunya maka benih melon yang akan dihasilkan belum masak sempurna sehingga daya tumbuh benihnya juga menjadi rendah. d. Keterampilan Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan sumber daya yang penting bagi perusahaan karena Sumber Daya Manusia (SDM) dapat mempengaruhi efisiensi dan efektifitas dari kegiatan produksi. Sumber Daya Manusia (SDM) atau tenaga kerja yang terampil, berpendidikan, dan berpengalaman sangat penting bagi perusahaan guna mendukung efisiensi dan efektifitas dari kegiatan produksi benih melon. Bagi CV MGA, tenaga kerja, khususnya dibagian produksi, lebih diutamakan adalah pengalaman dan keterampilan dari pada tingkat pendidikan. Tenaga kerja yang kurang terampil dapat menjadi sumber risiko produksi bagi perusahaan sehingga dapat berpengaruh negatif terhadap hasil produksi dan pendapatan dari benih melon. Berdasarkan hasil wawancara di lapangan, tenaga kerja dibagian produksi pernah melakukan kesalahan dalam kegiatan produksi benih melon. Kesalahan tersebut terjadi pada saat tenaga kerja melakukan proses pengolahan lahan, ketidaktepatan jadwal antara pengolahan lahan dan persedian benih, proses
63
persilangan, dan human error (kecerobohan) tenaga kerja. Kesalahan pada saat pengolahan lahan terjadi karena pada saat pengolahan lahan dibutuhkan tenaga kerja yang banyak sehingga perusahaan tidak melakukan proses penyeleksian tenaga kerja untuk bekerja di lahan. Keterampilan dari tenaga kerja juga kurang diperhatikan selama proses pengolahan lahan karena banyaknya tenaga kerja, sementara mandor atau yang mengawasi hanya berjumlah satu hingga dua orang saja sehingga sulit untuk mengontrol tenaga kerja secara keseluruhan. Sumber risiko dari tenaga kerja juga terjadi pada saat mengatur penjadwalan tanam, yaitu pada saat pengolahan lahan sudah selesai, namun bibit melon belum siap untuk ditanam. Hal ini menyebabkan masa tunggu yang terjadi pada lahan sehingga lahan lebih dulu diserang gulma. Kemudian, risiko tenaga kerja yang paling fatal adalah tenaga kerja pernah melakukan kesalahan pada proses penyilangan karena terjadinya persilangan kohemis (serumah). Hal ini akan berdampak sangat buruk terhadap kondisi atau kualitas benih yang dihasilkan. sementara human error (kecerobohan) tenaga kerja yang pernah terjadi, khususnya pada bagian produksi yaitu pada saat perpindahan tenaga kerja dari lokasi yang belum terkena penyakit cacar buah menuju lokasi atau lahan melon yang belum terkena penyakit cacar buah. Tenaga kerja kurang memperhatikan kebersihan pada saat memasuki areal yang belum terkena penyakit cacar buah sehingga pada kondisi ini, tenaga kerja bisa berperan sebagai perantara yang menyebarkan penyakit cacar buah ke areal yang belum terkena penyakit cacar buah. 6.2.
Analisis Risiko Produksi Setelah mengidentifikasi sumber-sumber risiko yang terdapat pada
perusahaan, langkah selanjutnya adalah melakukan analisis risiko melalui pengukuran atau penilaian risiko. kegiatan penilaian risiko ini dimulai dengan perhitungan peluang, nilai expected return, hingga nilai besaran risiko dari perhitungan varian, standar deviasi, dan koefisien variasi. Nilai hasil perhitungan peluang dan penerimaan yang dilakukan sebelumnya dijadikan sebagai bahan perhitungan lanjutan, yaitu untuk mengukur expected return. Nilai expected return merupakan nilai harapan produksi berdasarkan masing-masing kejadian.
64
Setelah dilakukan pengukuran peluang dari kejadian yang terjadi maka dilakukan penyelesaian pengambilan keputusan yang mengandung risiko dengan menggunakan expected return. Expected return yang dihitung berdasarkan jumlah dari nilai yang diharapkan terjadinya peluang masing-masing kejadian pada benih melon varietas LADIKA, MAI 119, dan SUMO. Expected return merupakan total nilai penerimaan dikalikan dengan peluang kondisi yang ada. Penilaian expected return benih melon verietas LADIKA, MAI 119, dan SUMO dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Penilaian Expected Return Benih Melon Varietas LADIKA, MAI 119, dan SUMO Pada Perusahaan CV MGA Varietas Benih Melon Expected Return (Rp) LADIKA 142.600.000 MAI 119 212.750.000 SUMO 89.100.000 Berdasarkan Tabel 12, dapat diketahui bahwa expected return MAI 119 merupakan yang paling tinggi dibandingkan kedua varietas yang lain. Hal ini disebabkan CV MGA lebih berkonsentrasi pada benih melon varietas MAI 119 dibandingkan yang lainnya. Perusahaan lebih berkonsentrasi memproduksi benih varietas MAI 119 karena permintaan benih melon varietas ini cenderung lebih tinggi dan relatif lebih stabil dibandingkan LADIKA dan SUMO. Secara umum, ketiga varietas ini memiliki kualitas yang sama, hanya saja memiliki kriteria yang berbeda-beda. Hal inilah yang menyebabkan permintaan benih melon MAI 119 lebih besar dibandingkan yang lain karena preferensi konsumen yang ternyata lebih menyukai kriteria atau sifat yang dimiliki varietas MAI 119. Kriteria yang sering kali menjadi pertimbangan konsumen dalam memilih varietas ini adalah karena MAI 119 relatif lebih tahan terhadap hama dan penyakit dibandingkan varietas LADIKA dan SUMO. Oleh karena itu, sebagian besar lahan difokuskan pada varietas MAI 119 sehingga luas lahan yang paling luas adalah lahan untuk varietas MAI 119 dibandingkan lahan varietas LADIKA dan SUMO. Dengan demikian produksi varietas MAI 119 juga lebih tinggi. Produksi yang lebih tinggi ini akan berpengaruh pada penerimaan yang diharapkan (expected return) oleh perusahaan yang kemudian juga akan ikut meningkat.
65
Sementara itu, expected return yang paling rendah terjadi pada benih melon varietas SUMO. Hal ini dikarenakan varietas SUMO yang kurang diminati oleh konsumen
karena kriteria yang dimiliki varietas SUMO. Kriteria dari
varietas SUMO yang kurang menarik bagi konsumen adalah warna daging buah kuning. Oleh karena itu, lahan yang digunakan untuk varietas SUMO memiliki luas yang paling rendah dibandingkan kedua varietas lainnya. Selain itu, harga benih melon varietas SUMO juga relatif lebih murah dibandingkan kedua varietas lainnya sehingga akan berpengaruh pada penerimaan yang diharapkan (expected return) oleh perusahaan. Penilaian expected return yang diperoleh selanjutnya akan digunakan sebagai bahan perhitungan selanjutnya. Proses tahapan selanjutnya adalah mengukur nilai dan besaran penyimpangan atau gap antara expected return dengan realisasi nilai produksi yang diperoleh perusahaan CV MGA. Pengukuran risiko akan dilakukan dengan dua cara yaitu, pengukuran risiko tunggal dan pengukuran risiko portofolio. Perhitungan ini ditujukan untuk membandingkan nilai risiko apabila hanya melakukan satu varietas benih melon dengan mengusahakan lebih dari satu varietas benih melon. 6.2.1. Analisis Risiko Tunggal Penilaian risiko pada komoditas tunggal dilihat berdasarkan tingkat penerimaan yang diperoleh dari benih melon varietas LADIKA, MAI 119, dan SUMO. Penilaian risiko dapat dihitung dengan menggunakan expected return, variance, standard deviation, dan coefficient variation. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Penilaian Risiko Tunggal varietas LADIKA, MAI 119, dan SUMO Varietas
Expected Return(Rp)
Variance
Standard Deviation
Coefficient Variation
LADIKA
142.600.000
4.336.477.500.000.000
65.851.936
0,462
MAI 119
212.750.000 26.562.412.500.000.000
162.979.791
0,766
30.800.000
0,346
SUMO
89.100.000
948.640.000.000.000
Pada Tabel 13, dapat terlihat bahwa nilai variance berbanding lurus dengan standard deviation, yaitu jika nilai variance yang diperoleh tinggi maka
66
nilai standard deviation yang diperoleh juga akan tinggi, begitu juga sebaliknya. Dari ketiga varietas benih melon yaitu LADIKA, MAI 119 dan SUMO, dapat diketahui bahwa varietas MAI 119 memiliki nilai variance dan standard deviation paling tinggi yaitu sebesar 26.562.412.500.000.000 dan 162.979.791. Sedangkan varietas SUMO memiliki nilai variance dan standard deviation paling rendah yaitu sebesar 948.640.000.000.000 dan 30.800.000. Penilaian risiko yang paling tepat adalah dengan menggunakan koefisien variasi yang dapat diukur dari rasio standar deviasi dengan expected return. Koefisien variasi merupakan ukuran yang sangat tepat bagi pengambil keputusan dalam memilih salah satu alternatif dari beberapa kegiatan usaha setiap return yang diperoleh. Semakin tinggi nilai koefisien variasi maka semakin tinggi pula tingkat risiko yang dihadapi. Berdasarkan perhitungan diperoleh bahwa nilai koefisien variasi untuk varietas MAI 119 lebih tinggi dibandingkan varietas lainnya, yaitu sebesar 0,766. Yang berarti bahwa setiap satu rupiah yang dihasilkan oleh benih melon varietas MAI 119 menghadapi risiko senilai 0,766. Hal ini disebabkan fluktuasi produksi varietas MAI 119 yang relatif tidak stabil selama sepuluh periode sehingga grafik pada Gambar 1 dapat menjelaskan bahwa jika persentase keberhasilan produksi mengalami fluktuasi yang signifikan terutama pada peningkatan yang sangat signifikan pada periode dua sebesar 10,2 kg menjadi 91,5 kg pada periode empat, lalu menurun lagi menjadi 9,1 kg pada periode lima. Fluktuasi produksi yang terjadi sangat signifikan, maka nilai koefisien variasi untuk varietas MAI 119 mengindikasikan bahwa risiko yang dihadapi perusahaan saat memproduksi varietas tersebut adalah tinggi. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara, dalam proses produksi selama sepuluh periode, varietas MAI 119 memiliki daya tumbuh rata-rata yang lebih rendah dibandingkan varietas lainnya yaitu 92,3 persen. Daya tumbuh yang menurun atau rendah dapat disebabkan teknik pengeringan yang kurang baik sehingga kadar air dalam benih masih tinggi. Proses pengeringan ini juga sangat tergantung pada kondisi cuaca yang selalu berbeda-beda setiap hari sehingga sangat mempengaruhi daya tumbuh benih yang kemudian akan berdampak pada kualitas benih melon. Jadi, risiko produksi yang tinggi pada varietas MAI 119
67
juga dapat berasal dari daya tumbuh rata-rata yang paling rendah selama sepuluh periode. Berdasarkan perhitungan juga dapat dilihat bahwa varietas MAI 119 juga memiliki return yang lebih tinggi dibandingkan varietas lainnya. Maka dapat disimpulkan bahwa varietas ini memiliki return dan risiko tertinggi. Pernyataan ini sesuai dengan konsep “high risk high return”. Semakin tinggi risiko yang akan dihadapi maka return yang diperoleh maka akan semakin tinggi pula. Berdasarkan hasil penilaian risiko pada kegiatan spesialisasi, diperoleh bahwa nilai koefisien variasi yang paling rendah terjadi pada benih melon varietas SUMO yaitu 0,342, yang artinya adalah bahwa setiap satu rupiah yang dihasilkan oleh benih melon varietas SUMO menghadapi risiko senilai 0,342. Hal ini menunjukkan bahwa varietas SUMO memiliki tingkat risiko yang lebih rendah dibandingkan varietas lainnya karena semakin kecil nilai koefisien variasi maka semakin rendah pula tingkat risiko yang dihadapi. Tingkat risiko yang rendah pada varietas SUMO disebabkan varietas SUMO memiliki net atau jaring yang relatif lebih sedikit pada kulit buahnya dibandingkan varietas lainnya sehingga pada proses produksi varietas melon relatif mudah dibandingkan dengan kedua varietas lainnya sehingga risiko kegagalan dalam penyilangan lebih kecil. Dalam proses produksi selama sepuluh periode, varietas SUMO memiliki daya tumbuh rata-rata yang paling tinggi dibandingkan varietas lainnya yaitu 97,7 persen. Daya tumbuh benih yang tinggi akan menghasilkan kualitas benih yang semakin baik pula. Jadi, hasil daya tumbuh benih yang tertinggi ini dapat menjadi indikator bahwa risiko produksi yang terjadi pada varietas SUMO lebih rendah dibandingkan varietas lainnya. Sementara, nilai koefisien variasi benih melon varietas LADIKA adalah 0,462 yang berarti setiap satu rupiah yang dihasilkan oleh benih melon varietas LADIKA menghadapi risiko senilai 0,462. Nilai koefisien variasi varietas LADIKA berada diantara varietas MAI 119 dan SUMO. Jadi, untuk menekan risiko yang terjadi, maka CV MGA melakukan diversifikasi ketiga varietas, yaitu LADIKA, MAI 119, dan SUMO. Apabila perusahan menghadapi risiko pada
68
salah satu varietas benih melon akan ditutupi oleh varietas lainnya sehingga perusahaan tidak mengalami kerugian yang terlalu tinggi. 6.2.2. Analisis Risiko Portofolio Salah satu bentuk strategi penanganan risiko yang sering dilakukan perusahaan adalah diversifikasi usaha. Diversifikasi merupakan strategi investasi dengan menempatkan dana dalam berbagai kegiatan usaha dengan tujuan untuk meminimalkan risiko. CV MGA dalam menjalankan usahanya juga turut menggunakan teknik strategi diversifikasi ini yaitu dengan mengusahakan berbagai varietas benih melon. Perhitungan risiko tunggal dari masing-masing varietas benih melon yang dilakukan sebelumnya merupakan gambaran besaran risiko produksi yang dihadapi oleh CV MGA. Gambaran ini merupakan nilai risiko yang dihadapi apabila CV MGA hanya mengusahakan satu varietas benih melon saja. Faktanya CV MGA mengusahakan tiga varietas benih melon, yaitu varietas LADIKA, MAI 119, dan SUMO. Berdasarkan hasil wawancara, bahwa upaya diversifikasi yang dilakukan oleh CV MGA karena permintaan pasar, artinya CV MGA melakukan upaya untuk merespon pasar atas varietas benih yang dihasilkan. jadi, upaya diversifikasi yang dilakukan CV MGA adalah untuk memenuhi permintaan pasar yang selalu berubah sesuai tren. Penilaian risiko pada kegiatan diversifikasi dilihat berdasarkan penerimaan yang diperoleh dari gabungan varietas benih melon yang diteliti. Perhitungan risiko pada kegiatan diversifikasi yang dilakukan meliputi gabungan dari dua komoditas dan tiga komoditas. Pengukuran risiko portofolio ini diawali dengan menghitung bobot portofolio atau fraction portfolio. Bobot portofolio diperoleh berdasarkan luas lahan yang digunakan pada masing-masing varietas. Pada benih melon varietas LADIKA diperlukan luas lahan sebesar 2.000 m2. Pada benih melon varietas MAI 119 diperlukan luas lahan sebesar 4.000 m2. Pada benih melon varietas SUMO diperlukan luas lahan sebesar 1.500 m2. Dengan diketahuinya luas lahan yang digunakan pada masing-masing varietas makan akan diperoleh nilai bobot portofolio pada masing-masing varietas benih melon. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 7.
69
Setelah diketahui bobot portofolio pada setiap gabungan komoditas, maka dilakukan perhitungan risiko portofolio yang mencakup dua varietas dan tiga varietas. Risiko portofolio dari kombinasi dua aset yang dihitung adalah sebanyak tiga portofolio, antara lain gabungan LADIKA dan MAI 119, LADIKA dan SUMO, serta MAI 119 dan SUMO. Risiko portofolio dari kombinasi tiga varietas yang dihitung adalah gabungan LADIKA, MAI 119, dan SUMO. Total perhitungan risiko portofolio yang dianalisis adalah sebanyak empat portofolio. Perhitungan risiko portofolio LADIKA, MAI 119, dan SUMO pada CV MGA dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Penilaian Risiko Portofolio pada Benih Melon Varietas LADIKA, MAI 119, dan SUMO Varietas
Expected Return(Rp)
LAD+MAI
189.366.667
LAD+SUM
119.671.429
MAI+SUMO
179.027.273 169.313.333
LAD+MAI+SUM
Variance 1,71E+16
Standard Deviation
Coefficient Variation
130927598,9
0,691
2.578.568.133.648.400,0
50779603,52
0,424
16.203.061.672.285.500
127291247,4
0,711
12.170.350.589.121.400
110.319.312
0,652
Keterangan: LAD = LADIKA MAI = MAI 119 SUM = SUMO
Hasil perhitungan risiko portofolio pada kegiatan diversifikasi yang ditampilkan pada Tabel 14 merupakan gambaran risiko yang dihadapi CV MGA sehingga dapat dibandingkan risiko portofolio jika mengusahakan dua varietas sekaligus dan tiga varietas sekaligus. Penjelasan mengenai hasil perhitungan risiko portofolio benih melon pada Tabel 14 tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. LADIKA dengan MAI 119 Pada Tabel 14, dapat dilihat perbandingan risiko yang dihadapi perusahaan jika mengusahakan varietas LADIKA dengan MAI 119 beserta portofolionya. Kombinasi antara varietas LADIKA dengan MAI 119 ini memiliki expected return yang tertinggi pada kegiatan diversifikasi. Nilai expected return pada
70
diversifikasi kedua varietas ini berada diantara nilai expected return pada varietas LADIKA dan expected return varietas MAI 119. Tujuan penggunaan strategi diversifikasi pada kondisi yang berisiko adalah untuk meminimalisasi besarnya risiko. Hal ini akan efektif apabila hasil penilaian risiko menunjukkan nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai risiko pada saat mengusahakan satu varietas. Hasil perhitungan risiko dari kombinasi antara varietas LADIKA dan MAI 119 ini menghasilkan nilai coefficient variation sebesar 0,691. Nilai ini lebih kecil dibandingkan dengan mengusahakan spesialisasi MAI 119
saja yang memiliki nilai coefficient
variation sebesar 0,766. Kegiatan diversifikasi dua komoditas ini ternyata dapat menurunkan risiko sebesar 0,075. Namun jika perbandingannya dilakukan kepada varietas LADIKA, maka manfaat untuk mengurangi risiko tidak akan berpengaruh karena nilai risiko tunggal lebih rendah dari pada nilai risiko diversifikasi. Kombinasi risiko diversifikasi antara LADIKA dan MAI 119 ini lebih efektif pada kondisi dimana CV MGA hanya mengusahakan varietas MAI 119 saja. Hal ini berarti kegiatan diversifikasi pada LADIKA dan MAI 119 dapat meminimalkan risiko yang dihadapi perusahaan. Risiko diversifikasi dua varietas, yaitu LADIKA dan MAI 119 merupakan risiko kedua paling tinggi diantara perhitungan risiko diversifikasi dua varietas benih melon lainnya, ini disebabkan oleh kombinasi dua varietas yang salah satunya memiliki nilai koefisien variasi yang paling tinggi yaitu MAI 119 sehingga menghasilkan nilai koefisen variasi yang tinggi juga. Hal ini tidak terlepas dari tingginya fluktuasi produksi yang terjadi pada kedua varietas tersebut. selain itu, varietas MAI 119 juga memiliki daya tumbuh yang relatif lebih kecil dibandingkan varietas lainnya sehingga mempengaruhi keberhasilan produksi benih melon. 2. LADIKA dengan SUMO Strategi diversifikasi yang kedua merupakan kombinasi varietas LADIKA dan SUMO. Hasil perhitungan risiko pada gabungan kedua varietas benih melon ini menunjukkan angka yang paling rendah dari keseluruhan perhitungan risiko diversifikasi,
yaitu
0,424.
Nilai
ini
lebih
kecil
dibandingkan
dengan
mengusahakan spesialisasi varietas LADIKA yang memiliki nilai coefficient
71
variation sebesar 0,462. Kegiatan diversifikasi dua komoditas ini ternyata dapat menurunkan risiko sebesar 0,038. Hal ini berarti kegiatan diversifikasi pada LADIKA dan SUMO dapat meminimalkan risiko yang dihadapi perusahaan. Kombinasi LADIKA dan SUMO juga memperoleh expected return yang rendah dibandingkan kombinasi lainnya. Dengan demikian, hal ini sesuai dengan konsep “low risk low return”. Dimana kombinasi ini memiliki risiko yang rendah dan memiliki expected return yang rendah dibandingkan kombinasi varietas lainnnya. Kombinasi kedua varietas ini menghasilkan nilai coefficient variation terendah karena varietas SUMO memiliki nilai risiko spesialisasi terendah sehingga dapat menguntungkan bagi perusahaan. Hal ini disebabkan hasil produksi dari varietas SUMO memiliki tingkat fluktuatif yang relatif rendah dibandingkan yang lain. Selain itu, dalam proses produksi terutama teknik penyilangan, varietas SUMO memiliki tingkat risiko kegagalan yang lebih rendah sehingga dapat mengurangi risiko produksi diversifikasi antara varietas LADIKA dan SUMO. 3. MAI 119 dengan SUMO Diversifikasi benih melon varietas MAI 119 dengan SUMO merupakan kombinasi varietas benih melon dengan nilai expected return tertinggi dan terendah. Kombinasi diversifikasi kedua varietas ini juga memiliki nilai expected return tertinggi kedua setelah kombinasi varietas LADIKA dan MAI 119. Tingginya nilai expected return memiliki hubungan yang positif dengan besarnya risiko yang dihadapi. Nilai risiko yang diperoleh melalui perhitungan koefisien variasi sebesar 0,711. Nilai ini memiliki pengertian bahwa CV MGA menghadapi risiko produksi kombinasi varietas MAI 119 dengan SUMO senilai 0,711 untuk setiap return yang diharapkan. Risiko diversifikasi antara varietas MAI 119 dan SUMO merupakan risiko yang paling tinggi diantara perhitungan risiko diversifikasi dua varietas lainnya, yaitu sebesar 0,711. Namun, nilai ini lebih kecil dibandingkan dengan mengusahakan spesialisasi varietas MAI 119 yang memiliki nilai coefficient variation sebesar 0,766. Kegiatan diversifikasi dua komoditas ini ternyata dapat
72
menurunkan risiko sebesar 0,055. Hal ini berarti kegiatan diversifikasi pada MAI 119 dan SUMO dapat meminimalkan risiko yang dihadapi perusahaan. Berdasarkan informasi di lapangan, benih melon varietas MAI 119 merupakan varietas yang relatif lebih tahan terhadap penyakit yang menyerang tanaman. Namun, varietas MAI 119 memiliki daya tumbuh rata-rata yang paling rendah dibandingkan varietas lainnya yaitu 92,3 persen. Daya tumbuh yang menurun atau rendah dapat disebabkan teknik pengeringan yang kurang baik sehingga kadar air dalam benih masih tinggi. Proses pengeringan ini juga sangat tergantung pada kondisi cuaca yang selalu berbeda-beda setiap hari sehingga sangat mempengaruhi daya tumbuh benih yang kemudian akan berdampak pada kualitas benih melon. Jadi, risiko produksi yang tinggi pada varietas MAI 119 juga dapat berasal dari daya tumbuh rata-rata yang paling rendah selama sepuluh periode. 4. LADIKA, MAI 119 dan SUMO Kombinasi antara varietas LADIKA, MAI 119 dan SUMO merupakan kombinasi portofolio dengan tiga varietas benih melon. Kombinasi ketiga varietas benih melon ini merupakan kombinasi yang menunjukkan nilai risiko secara keseluruhan. Perolehan nilai risiko diversifikasi melalui perhitungan koefisien variasi sebesar 0,652. Besarnya nilai risiko yang dihadapi pada saat melakukan kombinasi ketiga varietas benih melon menunjukkan nilai yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kombinasi diversifikasi varietas LADIKA dengan MAI 119 dan MAI 119 dengan SUMO. Namun nilai risiko kombinasi dari tiga varietas ini memiliki nilai yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kombinasi varietas LADIKA dengan SUMO, spesialisasi LADIKA, dan spesialisasi SUMO. Kombinasi ketiga varietas ini efektif dilakukan, karena dengan adanya usaha diversifikasi ketiga varietas ini mampu mengurangi tingginya nilai risiko tunggal pada varietas MEI 119. Padahal apabila dibandingkan dengan risiko tunggal varietas LADIKA dan varietas SUMO, maka nilai risiko yang dihadapi CV MGA pada saat mengusahakan ketiga kombinasi varietas tersebut lebih tinggi. Artinya kombinasi ketiga varietas ini tidak efektif pada usaha tunggal varietas LADIKA maupun varietas SUMO.
73
Hasil penilaian seluruh risiko diversifikasi yang diterapkan oleh CV MGA hanya efektif ketika perusahaan ingin memproduksi varietas MAI 119, sedangkan untuk pengusahaan varietas LADIKA dan SUMO, strategi diversifikasi ini belum mampu mengurangi nilai risiko yang dihadapi. Dengan demikian, nilai risiko cenderung lebih tinggi pada usaha diversifikasi yang mengandung varietas MAI 119 dibandingkan dengan varietas yang tidak mengandung varietas MAI 119. Hal ini disebabkan varietas MAI 119 memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi dibandingkan kedua varietas lainnya sehingga jika dilakukan kombinasi akan menghasilkan nilai koefisien variasi yang tinggi juga dan berimplikasi terhadap risiko yang diperoleh akan tinggi juga. Begitu juga dengan perolehan expected return yang terjadi pada varietas MAI 119 merupakan nilai yang tertinggi. Hal ini berpengaruh pada proporsi luas lahan varietas MAI 119 yang paling luas diantara varietas lainnya. Perbedaan luas tanam ini berpengaruh pada perhitungan risiko portofolio terutama fraksi portofolio varietas MAI 119 yang paling tinggi dibandingkan varietas lainnya. Hal inilah yang menyebabkan nilai risiko portofolio usaha diversifikasi yang mengandung varietas MAI 119 relatif akan lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak mengandung varietas MAI 119. Berdasarkan hasil perbandingan risiko pada ketiga varietas benih melon yang dilakukan CV MGA
dapat disimpulkan bahwa diversifikasi dapat
mengurangi risiko yang ada. Akan tetapi, dengan melakukan diversifikasi tidak serta merta berarti menghilangkan risiko atau membuat risiko menjadi nol. Artinya meskipun perusahaan telah melakukan diversifikasi, perusahaan tetap menghadapi risiko. Hal ini dapat dilihat pada hasil perbandingan risiko produksi yang diperoleh yakni nilai variance, standard deviation, coefficient variation tidak sama dengan nol . Dengan adanya diversifikasi maka kegagalan pada salah satu usaha diharapkan bisa dikompensasi dari usaha lainnya. Oleh karena itu, diversifikasi merupakan alternatif yang tepat untuk meminimalkan risiko. Sementara, berdasarkan hasil simulasi apabila terjadi perubahan pada proporsi lahan yang mana proporsi untuk benih varietas MAI 119 ditingkatkan 25% menjadi 5000 m2, untuk varietas luas LADIKA menjadi 1500 m2, dan
74
SUMO menjadi 1000 m2 maka akan terjadi perubahan risiko yang terjadi. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Simulasi Penilaian Risiko Portofolio pada Benih Melon Varietas LADIKA, MAI 119, dan SUMO Varietas
Expected Return(Rp)
LAD+MAI
196.561.538
LAD+SUM
121.200.000
MAI+SUMO LAD+MAI+SUM
Variance 1,98E+16
Standard Deviation
Coefficient Variation
140640384,4
0,716
2.686.469.312.805.310,0
51831161,6
0,428
192.141.667
19.742.842.740.058.900
140509226,5
0,731
182.233.333
15.969.591.014.463.500
126.370.847
0,693
Berdasarkan simulasi pada Tabel 15, dapat diketahui bahwa perubahan
proporsi lahan dapat mengubah risiko produksi. Perhitungan risiko menunjukkan bahwa secara keseluruhan risiko yang terjadi semakin meningkat karena perubahan proporsi lahan yang dilakukan pada simulasi tersebut. oleh karena itu, perusahaan lebih baik berada pada kondisi proporsi lahan seperti semula atau pada kondisi yang nyata sebab risiko produksi yang terjadi lebih rendah dibandingkan risiko hasil simulasi pada Tabel 15. Berdasarkan hasil wawancara, permintaan akan benih varietas MAI 119 diprediksi akan terus meningkat, maka CV MGA akan tetap memproduksi benih melon varietas MAI 119 meskipun risiko produksi pada MAI 119 adalah yang paling tinggi. Hal ini sesuai dengan expected return yang diperoleh dari varietas MAI 119 yang memiliki nilai tertinggi pula. Jadi bagaimanapun, benih melon varietas MAI 119 tetap diproduksi meskipun risikonya juga tinggi karena menjanjikan expected return yang tinggi pula. Dengan demikian, berdasarkan perhitungan risiko yang dilakukan, jika perusahaan ingin melakukan kegiatan diversifikasi maka diversifikasi dari ketiga varietas tepat untuk digunakan karena risiko yang diperoleh lebih kecil dari pada kombinasi LADIKA dengan MAI 119 dan kombinasi MAI 119 dan SUMO. 6.3.
Strategi Pengelolaan Risiko Strategi pengelolaan risiko merupakan kegiatan atau usaha yang dilakukan
untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan risiko. Strategi pengelolaan risiko
75
yang baik dan spesifik akan mampu menekan dampak risiko yang ditimbulkan sehingga perusahaan dapat memperoleh pendapatan sesuai dengan yang ditargetkan. Sebaliknya apabila perusahaan tidak mampu menyusun strategi pengelolaan risiko yang tepat maka akan menimbulkan kerugian pada perusahaan. Strategi pengelolaan risiko yang diterapkan di perusahaan diharapkan merupakan strategi yang tepat dan efektif dalam menekan risiko. Upaya yang dilakukan oleh CV MGA dalam mengelola risiko yang dihadapi adalah dengan mengidentifikasi sumber-sumber risiko yang ada terlebih dahulu selanjutnya diambil tindakan penanganan risiko (mitigasi) apabila risiko produksi sudah terjadi dan tindakan pencegahan risiko (preventif) ketika risiko belum terjadi sehingga langkah ini adalah langkah antispasi dari perusahaan. Strategi pengelolaan risiko yang disusun merupakan bentuk kajian yang diambil berdasarkan kondisi sebenarnya yang terjadi pada perusahaan. Usaha produksi benih melon yang difokuskan kepada ketiga varietas benih melon memiliki tingkat risiko yang cukup tinggi dan berbeda-beda sehingga membutuhkan strategi pengelolaan risiko yang tepat. CV MGA sebagai perusahaan agribisnis tentunya sudah menyadari adanya risiko pada usaha produksi benih melon yang diusahakan. Perusahaan juga telah melakukan beberapa langkah pengelolaan risiko yang disebabkan oleh sumbersumber risiko, antara lain: 1) Pengelolaan risiko yang disebabkan kondisi cuaca yang sulit diprediksi. Dalam menghadapi risiko ini perusahaan melakukan tindakan preventif dengan cara melakukan persemaian di dalam green house untuk mencegah risiko kelayuan pada bibit karena bibit melon sangat rentan dengan panasnya sinar matahari yang berlebihan. Selain itu, perusahaan memberikan paranet dan mulsa. Pemakaian paranet dilakukan di dalam green house apabila kondisi cuaca panas yang sangat ekstrim. Sementara pemakaian mulsa dilakukan di luar green house yaitu pada lahan penanaman buah melon. Pemakaian mulsa ini berfungsi untuk menjaga kestabilan kondisi tanaman baik dalam keadaan curah hujan yang berlebih atau pun panas yang berlebih. Pada saat terjadi musim hujan secara terus-menerus, mulsa berfungsi untuk mengurangi kelembapan tanah karena curah hujan tidak
76
langsung jatuh pada tanah atau lahan melon. Sementara pada musim kemarau yang berlebihan, mulsa berfungsi untuk menjaga kelembaban tanah agar tanah tidak terlalu kering. 2) Pengelolaan risiko yang disebabkan serangan hama dan penyakit. Dalam menghadapi risiko ini perusahaan melakukan tindakan mitigasi untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan dari risiko tersebut. Perusahaan melakukan penanganan hama dan penyakit dengan pencabutan tanaman yang sudah terserang hama dan penyakit dan penggunaan pestisida berupa fungisida, insektisida dan bakterisida. Jika serangan penyakit meningkat, perusahaan juga meningkatkan intensitas penyemprotan pestisida sebagai upaya dalam mengurangi risiko kegagalan produksi. 3) Pengelolaan risiko yang disebabkan kesalahan pada proses produksi benih melon. Dalam menghadapi risiko pada persemaian, CV MGA membuat jadwal selisih hari persemaian selama 7-10 hari. Jadi jika galur jantan disemai pada tanggal 1, maka galur betina disemai pada tanggal 10. Upaya ini dilakukan agar bunga jantan dapat menghindari terjadinya pencampuran galur betina dan jantan sehingga dapat mencegah risiko perkawinan campuran. Pada tahap penyilangan, risiko yang biasa terjadi adalah pernyerbukan sendiri (serumah) dan penyerbukan campuran (umum). Penyerbukan sendiri (serumah) terjadi ketika kurang bersihnya proses kastrasi yang dilakukan, sementara penyerbukan campuran dapat disebabkan oleh faktor alam seperti angin. Kedua risiko ini juga tidak terlepas dari keterampilan tenaga kerja (SDM). Keterampilan yang rendah dari tenaga kerja dalam melakukan kastrasi dan penyilangan dapat menjadi sumber risiko kegagalan dalam menghasilkan benih melon yang diinginkan. Jadi, upaya yang dilakukan perusahaan untuk mengantisipasi kegagalan dalam melakukan penyilangan adalah bunga jantan dan betina ditutup dengan menggunakan kertas sehingga kemungkinan risiko penyerbukan campuran dan sendiri sangat kecil untuk terjadi. Selain itu, staf pada bagian produksi juga memberikan pengawasan pada tenaga kerja yang melakukan penyilangan benih melon sebagai bentuk antisipasi human error yang menyebabkan risiko kegagalan dalam melakukan penyilangan.
77
Pada tahap pemeliharaan, risiko produksi yang terjadi adalah serangan hama dan penyakit yang menyerang tanaman. Maka, penanganan risiko yang dilakukan CV MGA adalah pencabutan tanaman yang terkena penyakit serta melakukan penyemprotan pestisida berupa insektisida, fungisida, dan bakterisida. Sementara pada tahap pemanenan, risiko yang terjadi adalah pemetikan melon sebelum waktunya atau tidak tepat pada waktunya sehingga menyebabkan benih melon yang akan dihasilkan belum masak sempurna sehingga daya tumbuh benihnya juga menjadi rendah. Karena risiko ini berkaitan dengan ketelitian tenaga kerja yang melakukan pemanenan, maka CV MGA membuat penjadwalan panen yang sangat baik. Oleh karena itu, upaya yang dilakukan perusahaan untuk mencegah terjadinya risiko pemanenan sebelum waktunya adalah membuat jadwal yang sangat baik dengan pemberian tanda (benang) pada melon agar tidak terjadi kesalahan pada pemetikan atau pemanenan buah melon. 4) pengelolaan risiko yang disebabkan kesalahan yang dilakukan tenaga kerja. Kesalahan tersebut terjadi pada saat tenaga kerja melakukan proses pengolahan lahan, ketidaktepatan jadwal antara pengolahan lahan dan persedian benih, proses persilangan, dan human error (kecerobohan) tenaga kerja. Oleh karena itu, perusahaan melakukan tindakan preventif. Risiko pada saat pengolahan lahan dapat dicegah dengan melakukan pengawasan yang ketat terhadap tenaga kerja agar tenaga kerja tidak bekerja sesuka hati dan memperhatikan SOP yang diberikan pengawas, selain itu, CV MGA juga harus melakukan penjadwalan tanam yang baik agar tidak terjadi masa tunggu pada lahan yang sudah diolah. Sementara, human error (kecerobohan) tenaga kerja yang kurang memperhatikan kebersihan pada saat memasuki areal yang belum terkena penyakit dapat dicegah dengan penerapan SOP yang diberlakukan ketika memasuki areal tertentu, misalnya dengan mencuci tangan dan kaki sebelum memasuki areal tertentu dan penggunaan sarung tangan. Hal ini dilakukan karena tenaga kerja juga dapat menjadi perantara dalam penyebaran penyakit. Selain itu, strategi mitigasi yang dilakukan CV MGA untuk mengurangi dampak risiko produksi adalah dengan melakukan diversifikasi pada lahan yang ada dengan memproduksi tiga varietas benih melon yaitu LADIKA, MAI 119,
78
dan SUMO sehingga kegagalan pada produksi salah satu varietas benih melon dapat ditutupi dari kegiatan produksi varietas benih melon lainnya. Dari ketiga varietas yang diusahakan, diketahui bahwa varietas MAI 119 merupakan varietas yang paling tinggi nilai risikonya. Namun permintaan akan varietas ini juga yang paling tinggi dibandingkan permintaan benih varietas lainnya sehingga produksi dan return yang dihasilkan varietas MAI 119 juga lebih tinggi dibandingkan varietas lainnya. Atas dasar pertimbangan inilah, CV MGA tetap memproduksi benih melon varietas MAI 119, bahkan menjadikan varietas MAI 119 sebagai prioritas untuk saat ini meskipun nilai risikonya adalah yang tertinggi. Oleh karena itu, CV MGA harus memperhatikan pemilihan varietas yang akan dikombinasikan dengan varietas MAI 119, CV MGA sebaiknya memilih kombinasi varietas benih melon yang memiliki risiko paling rendah dan lebih memfokuskan penanganan pada varietas yang memiliki risiko tinggi terutama dalam hal pemeliharaan atau perawatan dan pengendalian hama dan penyakit sehingga diversifikasi yang dilakukan mampu memberikan nilai risiko yang lebih rendah bagi keseluruhan kombinasi varietas benih melon.
79