VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
Perubahan mutu yang diamati selama penyimpanan buah manggis meliputi penampakan sepal, susut bobot, tekstur atau kekerasan dan warna.
1. Penampakan Sepal Visual Sepal atau biasa disebut dengan cupat merupakan bagian mahkota manggis yang berwarna hijau. Selama penyimpanan, kesegaran sepal buah manggis menjadi bagian hal yang sangat menentukan dalam menilai mutu kesegaran buah manggis. Buah manggis segar memiliki warna sepal hijau segar kemudian berubah menjadi coklat setelah tidak segar. Perubahan penampakan sepal buah manggis selama penyimpanan diukur
dengan menggunakan penilaian secara skor
dengan
menggunakan angka 1 sampai dengan 4. Nilai skor semakin tinggi menunjukan bahwa penampakan sepal semakin bagus (segar). Pada awal pengamatan semua manggis memiliki nilai skor 100% , ini dikarenakan pada awal pemetikan dan penyimpanan penampakan sepal buah manggis masih hijau segar. Penurunan mutu penampakan sepal terjadi saat warna sepal mulai layu dan kering atau menjadi coklat. Ini menandakan sepal manggis tidak segar lagi dan menjadi salah satu parameter turunnya mutu buah manggis. Persentase perubahan penampakan sepal dari setiap perlakuan berbeda-beda. Hal ini menunjukan bahwa perlakuan berpengaruh terhadap perubahan penampakan sepal, dengan melihat laju perubahan yang ditunjukkan dengan nilai slope. Slopenegatif menunjukkan terjadinya penurunan, semakin kecil nilai tersebut maka laju perubahan yang terjadi semakin kecil. Semakin besar nilai slope artinya laju perubahan yang terjadi semakin tinggi. Persentase perubahan sepal buah manggis selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 4. Berdasarkan perlakuan suhu, buah manggis yang disimpan pada suhu dingin memiliki laju penurunan kesegaran sepal yang lebih kecil bila dibandingkan dengan manggis tanpa perlakuan maupun manggis yang disimpan pada suhu ruang. Hal ini diduga disebabkan karena suhu rendah dapat membuat laju respirasi yang terjadi pada buah sepal manggis terhambat. Pada suhu ruang, laju respirasi yang terjadi pada sepal manggis relatif tinggi sehingga proses kerusakan atau kelayuan sepal manggis 14
pun cenderung lebih cepat dibandingkan pada suhu dingin. Namun suhu yang terlalu rendah juga dapat menyebabkan terjadinya chilling injuries pada buah.
120,00
Perubahan Sepal (%)
100,00
80,00
Kontrol TAR
60,00
TAD AR
40,00
AD
20,00
0,00 0
5
10
15
20
25
30
35
40
Penyimpanan (hari)
Y
X
Kontrol
TAR
TAD
AR
AD
Slope
-0,04
-0,04
-0,03
-0,04
-0,03
Intercept
90,97
83,34
92,15
88,73
95,96
Correl
0,957
0,956
0,963
0,930
0,964
Keterangan : Kontrol = Tanpa pelapisan TAR = Tanpa Adaptasi suhu 15°C, disimpan pada suhu Ruang (29-31)°C TAD = Tanpa Adaptasi suhu 15°C, disimpan pada suhu Dingin (8-10)°C AR = Adaptasi suhu 15°C, disimpan pada suhu Ruang (29-31)°C AD = Adaptasi suhu 15°C, disimpan pada suhu Dingin (8-10) °C
Gambar 4. Grafik perubahan penampakan sepal buah manggis selama penyimpanan
Berdasarkan hasil penelitian Sunarti (1995), penyimpanan buah manggis pada suhu (8-10)°C dapat bertahan sampai enam minggu, tetapi bila terjadi chilling injuries suhu (4-7)°C, akan mengakibatkan buah manggis menjadi mengeras dan
15
jaringan daging buah yang matang bergetah sehingga sulit untuk memisahkan daging dengan kulitnya, dan akan berpengaruh terhadap daya simpan buah. Perlakuan adaptasi suhu pada buah manggis relatif dapat mempengaruhi perubahan sepal buah manggis. Buah manggis dengan perlakuan adaptasi suhu memiliki laju perubahan relatif lebih besar dibandingkan manggis tanpa perlakuan adaptasi suhu dan manggis tanpa pelapisan. Hal ini diduga disebabkan karena perlakuan adaptasi suhu pada awal penyimpanan dapat mengurangi efek perubahan suhu yang terlalu drastis pada saat penyimpanan, dimana saat panen suhu lingkungan manggis masih tinggi yang kemudian dipindahkan atau disimpan pada suhu rendah atau dingin. Hal ini terlihat dari hasil pengamatan, dimana manggis dengan perlakuan adaptasi suhu yang disimpan pada suhu dingin memiliki tingkat ketahanan kesegaran yang relatif tinggi. Hal ini berbanding terbalik dengan manggis yang mendapatkan perlakuan adaptasi suhu yang disimpan pada suhu ruang, dimana laju penurunan kesegarannya relatif besar. Hal ini dapat disebabkan karena terjadi perubahan suhu lingkungan penyimpanan manggis yang drastis, dimana pada saat manggis dipetik suhu lebih tinggi dari 15°C, lalu dilakukan adaptasi pada suhu 15°C dan kemudian dikembalikan lagi atau disimpan pada suhu ruang (29-31)°C. Berdasarkan pengamatan sepal visual tersebut diketahui bahwa perlakuan suhu penyimpanan lebih berpengaruh dalam perubahan kesegaran sepal buah manggis dibandingkan perlakuan adaptasi suhu awal. Penampakan sepal visual yang paling baik terdapat pada perlakuan dengan kombinasi dari pelapisan, adaptasi suhu dan penyimpanan pada suhu dingin. Perubahan suhu dari lingkungan luar ke suhu rendah lalu ke suhu ruang lagi, ternyata dapat menurunkan tingkat ketahanan kesegaran sepal buah manggis. Faktor suhu lingkungan penyimpanan yang berubah-ubah dapat mempengaruhi tingkat kesegaran sepal buah manggis.Faktor adanya bahan pelapis tidak terlalu mempengaruhi kesegaran sepal buah manggis. Ini terjadi disebabkan karena bahan pelapis lebih banyak melapisi bagian kulit, sedangkan sepal hanya merupakan bagian kecil buah manggis atau kelopak buah manggis. Bahan pelapis berfungsi untuk menutupi kulit manggis yang dapat menghambat proses transpirasi pada buah manggis. Transpirasi merupakan penguapan air dari tanaman. Proses transpirasi pada buah yang 16
mengalami penyimpanan berlangsung melalui mulut daun dan kutikula. Selain dengan bahan pelapis, suhu rendah dan perlakuan adaptasi suhu juga dapat mempertahankan kesegaran sepal manggis. Pelapisan menggunakan kombinasi bahan pelapis yang diformulasikan Nurhayati (2009) yang terdiri dari lilin lebah 6%, giberelin 10 ppm dan benomil 1000 ppm dapat mempertahankan kesegaran buah manggis. Hal ini disebabkan oleh sifat-sifat yang terkandung pada masing-masing bahan pelapis. Lilin lebah selain dapat menghambat laju respirasi juga dapat melindungi manggis dari serangan mikroorganisme yang dapat merusak buah manggis. Lilin lebah juga dapat melindungi manggis dari kerusakan mekanis akibat benturan pada kulit buah manggis. Penggunaan giberelin sebagai campuran bahan pelapis kombinasi ini juga bertujuan untuk menghambat laju respirasi sehingga terjadi penundaan perubahan warna dan kesegaran sepal, sehingga sepal tidak cepat layu. Benomil berperan sebagai penghambat dan pelindung tumbuhnya mikroorganisme khususnya dari kelas fungi (jamur-jamuran).
2. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan terjadinya penurunan mutu buah. Penurunan susut bobot buah dipengaruhi oleh respirasi dan transpirasi. Respirasi adalah proses perombakan karbohidrat menjadi CO2, H2O, dan menghasilkan energi, sedangkan transpirasi merupakan proses hilangnya air dalam bentuk uap air melalui proses penguapan. Selama
proses
penyimpanan
bobot
manggis
cenderung
mengalami
penyusutan. Transpirasi merupakan faktor dominan penyebab susut bobot, yaitu terjadi perubahan fisikokimia berupa penyerapan dan pelepasan air ke lingkungan. Kehilangan air ini juga berpengaruh langsung terhadap kerusakan tekstur, kandungan gizi, kelayuan, dan pengerutan (Kader, 1992).
17
0,80 0,75
Bobot (kg)
0,70 0,65
kontrol
0,60
TAR
0,55
TAD AR
0,50
AD 0,45
0,40 0
5
10
15
20
25
30
35
40
Penyimpanan (hari)
X Slope
Kontrol
TAR
Y TAD
-0,00305
-0,00832
-0,00162
-0,00628
-0,00158
AR
AD
Intercept
0,6548
0,7003
0,7524
0,7080
0,7640
Correl
-0,9821
-0,9948
-0,9798
-0,9909
-0,9876
Keterangan : Kontrol = Tanpa pelapisan TAR = Tanpa Adaptasi suhu 15°C, disimpan pada suhu Ruang (29-31)°C TAD = Tanpa Adaptasi suhu 15°C, disimpan pada suhu Dingin (8-10)°C AR = Adaptasi suhu 15°C, disimpan pada suhu Ruang (29-31)°C AD = Adaptasi suhu 15°C, disimpan pada suhu Dingin (8-10) °C
Gambar 5. Grafik perubahan susut bobot pada buah manggis selama penyimpanan
Adaptasi suhu sebelum penyimpanan buah manggis mempengaruhi perubahan susut bobot buah manggis. Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa rata-rata penurunan susut bobot buah manggis yang mendapatkan perlakuan adaptasi suhu sebesar 0,00393 relatif lebih rendah dibandingkan dengan buah yang tidak mendapatkan perlakuan adaptasi suhu (0,00497). Hal ini disebabkan karena adaptasi suhu 15°C dapat menghambat laju transpirasi buah manggis. Menurut Setyadjit dan Syaifullah (1994), suhu tinggi menyebabkan proses transpirasi lebih cepat dari pada suhu rendah. Transpirasi yang tinggi dapat menurunkan kadar air buah sehingga susut bobot menjadi besar. Selain itu suhu tinggi menyebabkan respirasi meningkat. 18
Diduga gula yang dihasilkan pada proses fotosintesis akan dipecah untuk menghasilkan CO2 dan air pada proses respirasi, sehingga bobot buah berkurang. Penyimpanan buah manggis pada suhu dingin menunjukkan perubahan susut bobot yang relatif konstan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai slope yang relatif kecil (rata-rata 0,00016) dibandingkan dengan buah manggis yang disimpan pada suhu ruang (rata-rata 0,0073). Perlakuan pelapisan buah secara langsung tidak mempengaruhi perubahan susut bobot. Kombinasi perlakuan pelapisan, adanya adaptasi suhu dan penyimpanan pada suhu dingin menunjukkan perubahan susut bobot yang paling kecil dibandingkan perlakuan lainnya. Susut bobot merupakan bagian yang tidak kalah penting dalam menentukan mutu manggis. Kehilangan (susut) bobot pada buah-buahan yang disimpan terutama disebabkan oleh kehilangan air sebagai akibat dari proses penguapan dan kehilangan karbon selama respirasi. Air dibebaskan dalam bentuk uap air pada proses transpirasi dan respirasi melalui stomata, lentisel, dan bagian jaringan tumbuhan lain yang berhubungan dengan sel epidermis (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Terjadinya susut bobot yang besar menandakan adanya penurunan kualitas buah manggis.
3. Tekstur atau kekerasan Kekerasan kulit manggis merupakan salah satu indikator kerusakan mutu manggis. Semakin keras kulit buah manggis dapat dikatakan buah telah rusak dan tidak disukai oleh konsumen karena buah menjadi sulit dibuka. Peningkatan kekerasan kulit buah disebabkan oleh penguapan air pada ruang-ruang antar sel yang menyebabkan sel menjadi kecil sehingga ruang antar sel menyatu dan zat pektin menjadi saling berikatan. Terjadinya pengerasan kulit buah merupakan akibat dari tingginya laju proses desikasi. Tingginya laju proses desikasi dapat menyebabkan kulit buah menjadi kering dan keras sehingga sulit untuk dibelah atau dibuka. Proses desikasi merupakan kekeringan yang terjadi akibat dehidrasi secara berlebihan. Kekerasan buah manggis merupakan indikator kerusakan yang sering digunakan untuk menilai mutu buah manggis. Pengerasan cangkang buah secara fisiologis terjadi setelah mengalami proses pemasakan, yaitu setelah melalui proses klimakterik. Permukaan buah secara keseluruhan mengalami pengerasan sehingga sangat sulit untuk dibuka. 19
Pengukuran kekerasan kulit manggis ini menggunakan alat yang dinamakan penetrometer. Alat tersebut dilengkapi dengan jarum dan beban dengan berat tertentu yang bekerja menggunakan gaya berat. Semakin kecil nilai kekerasan artinya kedalaman yang dapat dilewati jarum penetrometer semakin rendah atau dapat diartikan manggis memiliki tingkat kekerasan yang tinggi.
0,0200 0,0180
Kekerasan (mm/gr det)
0,0160
0,0140
kontrol
0,0120
TAR
0,0100
TAD
0,0080
AR AD
0,0060
0,0040 0,0020 0,0000 0
5
10
15
20
25
30
35
40
Penyimpanan (hari)
X Slope
Kontrol
TAR
Y TAD
-0,0003498
-0,0006049
-0,0002076
-0,0008072
-0,0002053
AR
AD
Intercept
0,0113
0,0166
0,0076
0,0210
0,0092
Correl
-0,9076
-0,9949
-0,9254
-0,9101
-0,9615
Keterangan : Kontrol = Tanpa pelapisan TAR = Tanpa Adaptasi suhu 15°C, disimpan pada suhu Ruang (29-31)°C TAD = Tanpa Adaptasi suhu 15°C, disimpan pada suhu Dingin (8-10)°C AR = Adaptasi suhu 15°C, disimpan pada suhu Ruang (29-31)°C AD = Adaptasi suhu 15°C, disimpan pada suhu Dingin (8-10) °C
Gambar 6. Grafik perubahan kekerasan pada buah manggis selama penyimpanan
Nilai kekerasan pada buah manggis yang ditampilkan pada Gambar 6 berbanding terbalik dengan tingkat kekerasan manggis yang sesungguhnya. Artinya, 20
semakin rendah nilai kekerasan yang dihasilkan maka kekerasan kulit manggis semakin tinggi. Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa pada awal-awal penyimpanan, buah manggis memiliki tingkat kekerasan yang berbeda-beda pada tiap perlakuan. Buah manggis dengan perlakuan lebih mampu mempertahankan struktur kulit manggis daripada manggis tanpa perlakuan. Hal ini diduga disebabkan proses pelapisan yang dilakukan dapat melindungi kulit buah manggis dari kerusakan, baik faktor mekanis, kimiawi maupunbiologis. Pelapisan yang dilakukan dapat melindungi buah manggis dari efek benturan yang mungkin terjadi pada saat proses pengangkutan ataupun distribusi buah manggis saat dilakukan penyimpanan. Selain itu, pelapisan juga dapat menghambat laju penguapan pada buah manggis sehingga proses pengerasan kulit manggis terhambat. Pelapisan buah manggis juga dapat melindungi manggis dari serangan mikroorganisme yang dapat merusak kulit manggis sehingga kulit manggis menjadi keras. Kulit
buah manggis
selama penyimpanan umumnya
menunjukkan
kecenderungan peningkatan kekerasan, terlihat dari semakin kecilnya nilai penetrasi jarum penetrometer. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya serangan cendawan yang mengakibatkan kulit manggis menjadi keras. Salah satunya adalah jenis Zignoela garcinae yang bisa mengakibatkan kulit buah benjol-benjol dan mengeras (Ashari, 2006). Salah satu indikator penentu mutu buah manggis adalahpengerasan kulit atau dikenal dengan penyakit busuk buah yang disebabkan oleh Botrydiplodia theobromae. Ditandai dengan berubahnya kulit buah menjadi kehitam-hitaman dan mengkilat, selanjutnya warna kulit berubah menjadi hitam suram, kemudian dengan cepat meluas ke seluruh bagian buah. Penampakan buah menjadi tidak menarik dan buah menjadi keras. Setelah dibuka daging buah berair, busuk, dan lekat dengan kuit buah (Widiastuti, 2006). Perlakuan suhu dingin pada buah manggis relatif dapat menghambat laju kekerasan pada buah manggis. Manggis yang disimpan pada suhu dingin relatif memiliki nilai slope yang lebih kecil dibandingkan manggis yang disimpan pada suhu ruang.Ini terlihat pada buah manggis yang disimpan pada suhu dingin memiliki laju penurunan penetrasi jarum yang lebih kecil (rata-rata 0,0002065) bila 21
dibandingkan dengan manggis tanpa pelapisan(0,0003498) maupun manggis yang disimpan pada suhu ruang (rata-rata 0,0007061).Manggis dengan perlakuan penyimpanan pada suhu ruang pada awal penyimpanan cenderung memiliki tingkat kekerasan yang rendah atau kulit terasa lebih lunak dibandingkan manggis yang disimpan pada suhu dingin. Namun seiring lamanya penyimpanan, buah manggis yang disimpan pada suhu ruang mengalami peningkatan kekerasan lebih cepat dibandingkan pada suhu dingin karena pada suhu ruang laju metabolisme buah manggis lebih tinggi, serta terjadinya pengerasan kulit buahsehingga kulit buah manggis menjadi kering dan keras akibat dari tingginya laju proses penguapan dan transpirasi. Berdasarkan perlakuan adaptasi suhu, buah manggis dengan perlakuan adaptasi
suhu
memiliki
laju
perubahan
relatif
lebih
besar(rata-rata
0,0005063)dibandingkan dengan manggis tanpa perlakuan adaptasi suhu (rata-rata 0,0004063) dan manggis tanpa pelapisan (0,0003498). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan suhu penyimpanan lebih berpengaruh dalam laju penurunan penetrasi jarumpada kulit buah manggis dibandingkan perlakuan adaptasi suhu. Kombinasi perlakuan pelapisan, penyimpanan dingin yang sebelumnya dilakukan adaptasi suhu menunjukkan perubahan tekstur atau kekerasan yang paling kecil dibandingkan perlakuan lainnya. Namun hal ini tidak terjadi pada manggis yang mendapatkan perlakuan pelapisan serta adaptasi suhu yang disimpan pada suhu ruang, dimana manggis yang disimpan pada suhu ruang yang diberi perlakuan adaptasi suhu memiliki nilai slope yang lebih besar dibandingkan dengan manggis yang tidak diberikan perlakuan adaptasi suhu yang disimpan juga pada suhu ruang. Hal ini disebabkan terjadinya shock temperature pada buah manggis. Manggis yang diberi perlakuan adaptasi suhu 15°C mengalami penurunan mutu karena suhu yang berubah-ubah dalam kurun waktu tertentu. Pada suhu rendah tekstur masih bisa terjaga dengan baik karena pengaruh suhu. Suhu rendah mampu menekan kerusakan yang diakibatkan oleh degradasi dinding sel. Pada suhu rendah, respirasi bisa terhambat (Priyanto, 1988), sehingga perombakan (degradasi) senyawa penyusun dinding sel terhambat juga.
22
4. Warna Warna buah manggis merah keunguan disebabkan karena kandungan pigmen betalain yang mudah rusak (berubah warna) karena tidak stabil dan dapat larut dalam air serta peka terhadap cahaya matahari, oksigen dan air panas (Arisamita et al., 1997). Pigmen betalain merupakan suatu jenis pigmen warna tanaman yang disusun oleh dua jenis pigmen betasianin untuk warna merah-ungu dan betaxantin untuk warna kuning-oranye. Selain itu, perubahan warna dapat juga disebabkan oleh kerusakan mekanis seperti adanya luka, lecet karena tergores atau memar. Kerusakan mekanis pada kulit buah akan mempercepat terjadinya perubahan warna dan penurunan mutu buah. Kerusakan mekanis dapat mempercepat laju kehilangan air serta menurunkan kualitas buah. Luka mekanis selain menyebabkan penampakan yang kurang baik, juga mempercepat kehilangan air, mempermudah serangan kapang pada komoditi buah-buahan (Kader, 1992). Pada Gambar 7 ditampilkan nilai a dan b serta nilai chroma dan derajat hue untuk masing-masing perlakuan. Pada gambar juga dapat dilihat bahwa manggis yang disimpan pada suhu ruang cenderung mengalami perubahan warna dari biru menjadi keunguan. Ini berbeda dengan manggis yang disimpan pada suhu dingin. Manggis yang disimpan pada suhu dingin cenderung memiliki warna merah yang semakin lama penyimpanan, warna merah tersebut menjadi agak kebiruan. Manggis yang disimpan pada suhu ruang lebih cepat mengalami pematangan sehingga warna manggis menjadi lebih cepat berubah menjadi keunguan. Pada manggis yang disimpan pada suhu dingin proses pematangannya terhambat sehingga warna merah manggis bertahan lebih lama. Pada Tabel 4 terlihat bahwa nilai L atau kecerahan kulit buah manggis tanpa pelapisan sebesar 31,49 sedangkan buah manggis dengan perlakuan sebesar 27,91. Ini menandakan bahwa buah manggis tanpa pelapisan memiliki tingkat kecerahan yang lebih baik dibandingkan buah manggis dengan perlakuan. Hal ini diduga disebabkan karena proses pelapisan yang dilakukan terhadap buah manggis, sehingga kulit buah manggis tertutup oleh bahan pelapis.
23
(a) Tanpa pelapisan
(b) Tanpa Adaptasi (Ruang)
(d) Adaptasi (Ruang)
(c) Tanpa Adaptasi (Dingin)
(e) Adaptasi (Dingin)
Gambar 7. Diagram warna kulit manggis dengan berbagai perlakuan selama penyimpanan
24
Tabel 4. Nilai beberapa parameter warna kulit manggis dengan berbagai perlakuan Perlakuan
Parameter L
a
b
°Hue
Chroma
Tanpa pelapisan
31,49
16,72
16,09
45,82
23,53
Tanpa Adaptasi Ruang (TAR)
25,30
8,72
6,18
34,44
10,82
Tanpa Adaptasi Dingin (TAD)
30,69
17,32
14,80
40,18
22,90
Adaptasi Ruang (AR)
24,94
8,84
5,46
31,7
10,43
Adaptasi Dingin (AD)
30,72
17,86
16,11
42,24
24,15
Nilai a menandakan kecenderungan buah manggis berwarna merah, biru keunguan atau hijau. Pada Tabel 4 terlihat bahwa manggis dengan perlakuan suhu dingin mampu mempertahankan warna manggis (rata-rata 17,59) atau berwarna merah dibandingkan dengan manggis yang disimpan pada suhu ruang (rata-rata 8,78) atau berwarna biru keunguan. Hal ini disebabkan suhu dingin dapat menghambat laju metabolisme buah manggis sehingga proses perubahan warna manggis menjadi terhambat. Adanya bahan pelapis juga dapat menghambat terjadinya penguapan dan luka mekanis pada kulit buah, sehingga dapat mencegah serangan kapang pada buah manggis yang dapat merusak warna buah. Pada manggis dengan perlakuan adaptasi suhu memiliki nilai a relatif lebih besar (rata-rata 13,35) dibandingkan dengan buah manggis yang tidak mendapatkan perlakuan adaptasi suhu (rata-rata 13,02). Hal ini menunjukkan bahwa manggis dengan perlakuan adaptasi suhu mampu mempertahankan warna manggis, ini terlihat dari nilai a yang relatif besar atau cenderung lebih merah dibandingkan manggis tanpa perlakuan adaptasi suhu. Analisa warna ini juga dilakukan dengan menggunakan perhitungan nilai chroma dan derajat hue. Nilai crhoma pada buah manggis dengan perlakuan suhu dingin relatif lebih besar (rata-rata 23,53) dibandingkan dengan buah manggis yang disimpan pada suhu ruang (rata-rata 10,63). Hal ini menandakan bahwa perlakuan suhu dingin lebih mampu menghambat laju pemucatan warna yang terjadi pada kulit manggis. Berdasarkan adaptasi suhu, perlakuan adaptasi suhu juga dapat menghambat proses pemucatan warna yang terjadi, terlihat dari nilai relatif lebih besar (rata-rata 17,29) dibandingkan buah manggis yang tidak mendapatkan perlakuan adaptasi suhu (rata-rata 16,86). Ini menandakan bahwa manggis tanpa perlakuan adaptasi suhu 25
relatif lebih pucat dari pada manggis dengan perlakuan adaptasi suhu. Hal ini diduga disebabkan karena pengaruh perubahan suhu yang terlalu drastis pada saat akan dilakukan penyimpanan sehingga mempengaruhi warna manggis. Kombinasi bahan pelapis, perlakuan adaptasi suhu serta penyimpanan dingin lebih dapat mempertahankan kesegaran warna kulit buah manggis dibandingkan perlakuan lainnya.
5. Organoleptik Uji organoleptik penting dilakukan untuk mengetahui penilaian konsumen terhadap batasan mutu buah manggis yang masih diterima dari setiap perlakuan selama penyimpanan. Penilaian visual terhadap buah adalah faktor utama dalam pengambilan keputusan pembelian konsumen. Uji organoleptik (hedonik) meliputi warna, kesegaran kulit, kesegaran sepal, warna daging buah, rasa, dan tekstur (Soekarto, 1981). Dalam analisisnya, skala hedonik ditransformasikan menjadi skala numerik dengan skala naik menurut tingkat kesukaan yang dilakukan dengan menggunakan bantuan panca indera panelis (Azhar, 2004). Uji organoleptik yang dilakukan pada penelitian ini meliputi warna kulit buah, warna daging buah, penampakan sepal, rasa, dan aroma buah. Analisis statistik menggunakan uji friedman menunjukkan bahwa pada pengamatan hari ke-5 perlakuan pelapisan dan adaptasi suhu serta suhu penyimpanan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kesukaan warna kulit, warna daging dan rasa buah, sedangkan untuk parameter penampakan sepal dan aroma buah tidak berbeda nyata. Pada pengamatan hari ke-15 perlakuan berpengaruh nyata terhadap hampir semua parameter yaitu warna kulit, warna daging, rasa dan aroma, kecuali parameter penampakan sepal. Pada pengamatan hari ke-35, perlakuan berpengaruh nyata terhadap penampakan sepal, sedangkan untuk parameter lain tidak berbeda nyata. Pada uji organoleptik berdasarkan warna kulit buah dapat terlihat bahwa pada awal-awal penyimpanan buah manggis yang disimpan pada suhu ruang memiliki tingkat kesukaan yang cukup tinggi, namun seiring lamanya penyimpanan, tingkat kesukaan pada buah manggis pada suhu dingin meningkat (Lampiran 3). Hal ini mungkin disebabkan penampakan luar buah manggis terutama kulit manggis yang disimpan pada suhu dingin lebih segar dan lebih stabil selama penyimpanan. Begitu 26
juga pada parameter lain yang diujikanseperti warna daging buah, penampakan sepal, rasa dan aroma buah, pada awal-awal penyimpanan semua perlakuan menunjukkan tingkat kesukaan yang relatif tinggi, namun seiring lamanya penyimpanan dan kerusakan yang terjadi pada buah manggis, maka tingkat kesukaan menurun pada beberapa perlakuan.
27