VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Susut Bobot Susut bobot selama penyimpanan merupakan salah satu parameter mutu yang mencerminkan tingkat kesegaran buah, semakin tinggi susut bobot maka buah tersebut semakin berkurang kesegarannya. Selama penyimpanan terjadi peningkatan susut bobot pada buah belimbing yang mengindikasikan terjadinya kehilangan air selama penyimpanan. Gambar 7 menunjukkan perubahan susut bobot pada 3 kondisi suhu yang berbeda. Data penyimpanan memperlihatkan bahwa laju kehilangan bobot pada perlakuan suhu 10˚C lebih lambat dari pada perlakuan suhu 5˚C. Hal ini dikarenakan suhu 10oC merupakan suhu optimum penyimpanan buah belimbing. Pada suhu 5oC persentasi susut bobot lebih tinggi dikarenakan pada suhu yang lebih rendah, kelembaban relatif (RH) semakin rendah sehingga menyebabkan buah menjadi lebih keriput. Oleh karena itu air yang keluar dari dalam buah semakin banyak. Pada penyimpanan dingin proses metabolisme buah belimbing mengalami perlambatan, hal serupa diungkapkan oleh Muchtadi (1989) bahwa suhu rendah diatas suhu pembekuan dan dibawah 15oC efektif dalam mengurangi laju metabolisme dan menghambat pertumbuhan mikroba, selain itu juga mencegah terjadinya reaksi-reaksi kimia dan hilangnya kadar air dari bahan pangan. Diungkapkan pula oleh Winarno dan Fardiaz (1980), keaktifan respirasi menurun dan pertumbuhan mikroba penyebab pembusukan dan kerusakan dapat dihambat pada penyimpan suhu rendah. Suhu penyimpanan yang rendah buah belimbing ditemukan menjanjikan dalam memperpanjang umur simpan (O’Here 1997 dalam Ali et al 2003). Menurut Pantastico (1986), buah-buahan dan sayuran mengandung 85-90 persen air, setelah pemanenan akan mengalami kehilangan air. Kehilangan air dari hasil segar mengakibatkan hasil menjadi layu, liat dan tidak mempunyai rasa serta bau yang menarik. Kehilangan air 5-10 persen berat semula melalui transpirasi dianggap tidak laku untuk dijual. Pada penyimpanan suhu ruang peningkatan total susut bobot lebih tinggi dari penyimpanan dingin. Hal ini dikarenakan proses transpirasi dan respirasi dengan terurainya glukosa menjadi CO2 dan H2O yang berlangusng pada suhu ruang lebih cepat karena suhu penyimpanan yang lebih tinggi dari suhu optimum akan mempercepat metabolisme dan mempercepat proses pembusukan (Muchtadi 1989). Kader (1992) menyebutkan bahwa terjadinya susut bobot disebabkan oleh transpirasi atau hilangnya air dalam buah dan sebagian kecil oleh respirasi yang mengubah gula menjadi CO2 dan H2O. Hal serupa juga diungkapkan Purwanto (2005) yang menyebutkan terjadinya susut bobot untuk suhu ruang disebabkan karena mentimun mengalami respirasi, sedangkan untuk mentimun yang disimpan pada suhu 5oC, meskipun proses respirasi berkurang tetapi terjadinya kerusakan dingin telah menyebabkan timbulnya bintik-bintik lubang kecil dan pengerutan kulit permukaan yang mengakibatkan keluarnya air dari dalam mentimun.
17
1.40
Total Susut Bobot (%)
1.20 1.00 0.80 T5
0.60
T10 0.40
TR
0.20 0.00 0
2
4
6
8
10
12
14
16
Waktu (hari)
Gambar 7. Grafik perubahan susut buah belimbing selama penyimpanan pada tiga kondisi suhu Menurut Muchtadi (1992) bahwa kehilangan bobot pada buah dan sayuran selama penyimpanan disebabkan oleh kehilangan air sebagai akibat dari proses penguapan dan kehilangan karbon selama respirasi sehingga menimbulkan kerusakan dan menurunkan mutu produk tersebut. Kehilangan air selama penyimpanan tidak hanya menurunkan bobot tetapi juga menurunkan mutu dan menimbulkan kerusakan. Menurut Syarief dan Halid (1991) salah satu penyebab susut bobot adalah proses respirasi dan transpirasi. Transpirasi merupakan faktor dominan penyebab susut bobot. Proses transpirasi dipengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu suhu dan kelembaban. Dengan semakin tinggi suhu dan semakin rendah RH ruang penyimpanan maka akan terjadi penguapan air pada buah lebih besar sehingga susut bobot meningkat.
5.2 Total Padatan Terlarut (TPT) Total padatan terlarut (TPT) merupakan kandungan gula total yang terdapat dalam buah yang diukur dengan menggunakan alat refraktometer. Banyaknya kandungan gula total yang terukur pada buah belimbing merupakan gambaran TPT yang terukur. Banyaknya kandungan gula yang ada dalam buah-buahan, tetapi perubahan kandungan gula utama meliputi glukosa, fruktosa dan sukrosa. Oleh enzim invertase, sukrosa dapat dihidrolisa menjadi glukosa dan fruktosa. Glukosa dan fruktosa merupakan gula-gula pereduksi, sedangkan sukrosa karena tidak mempunyai gugusan-gugusan yang dapat mereduksi disebut gula non pereduksi (Winarno dan Aman 1979). Beberapa gula seperti glukosa, fruktosa, sukrosa mempunyai sifat fisik dan kimia yang berbeda-beda misalnya dalam hal rasa manisnya, kelarutannya dalam air, enersi yang dihasilkan, mudah tidaknya difermentasi oleh mikroba tertentu, daya pembentukan karamel jika dipanaskan dan pembentukan kristalnya (Winarno dan Fardiaz 1980). Pada Gambar 8, 9 dan 10 ditampilkan grafik perubahan TPT buah Belimbing selama penyimpanan pada suhu 5oC, 10oC dan suhu ruang (25-27oC). Pengamatan selama 14 hari pada suhu 5oC menunjukan nilai TPT buah meningkat dari 5.4˚Brix bagian pangkal, 6.2˚Brix bagian tengah dan 6.8˚Brix bagian ujung menjadi 6.4˚Brix pada bagian pangkal, 7.3˚Brix bagian tengah dan 7.5˚Brix pada bagian ujung. Pada suhu 10oC nilai TPT meningkat dari 5.6˚Brix bagian pangkal, 6.4˚Brix bagian tengah dan 6.7˚Brix bagian ujung menjadi 6.4˚Brix pada bagian pangkal, 6.6˚Brix bagian tengah dan 6.7˚Brix pada bagian ujung. Sedangkan pada penyimpanan pada suhu ruang nilai TPT
18
meningkat dari 5.3˚Brix bagian pangkal, 6.0˚Brix bagian tengah dan 6.2˚Brix bagian ujung menjadi 5.9˚Brix pada bagian pangkal, 6.4˚Brix bagian tengah dan 6.9˚Brix pada bagian ujung.
Total Padatan Terlarut (oBrix)
9.0 8.0 7.0 6.0 5.0 Pangkal
4.0 3.0
Tengah
2.0
Ujung
1.0 0.0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
Waktu pengamatan (hari)
Gambar 8. Grafik Perubahan Total Padatan Terlarut buah Belimbing selama penyimpanan pada suhu 5oC
Total Padatan Terlarut (oBrix)
9.0 8.0 7.0 6.0 5.0 Pangkal
4.0 3.0
Tengah
2.0
Ujung
1.0 0.0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
Waktu pengamatan (hari)
Gambar 9. Grafik Perubahan Total Padatan Terlarut buah Belimbing selama penyimpanan pada suhu 10oC
19
Total Padatan Terlarut (oBrix)
9.0 8.0 7.0 6.0 5.0 Pangkal
4.0 3.0
Tengah
2.0
Ujung
1.0 0.0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
Waktu pengamatan (hari)
Gambar 10. Grafik Perubahan Total Padatan Terlarut buah Belimbing selama penyimpanan pada suhu ruang Dari Gambar 8, 9 dan 10 terlihat nilai TPT buah belimbing cenderung mengalami peningkatan. Kandungan nilai TPT buah belimbing cenderung mengalami kenaikan namun perubahannya fluktuatif. Nilai TPT semakin tinggi, menunjukan bahwa buah semakin manis dan kandungan asam buah semakin menurun. Buah mengalami pematangan dan terjadi perubahan oksidatif dari bahan-bahn komplek, seperti karbohidrat, protein dan lemak sehingga terbentuk gula-gula sederhana yaitu gluktosa, fruktosa dan sukrosa. Seperti yang diungkapkan Winarno (2002), peningkatan total gula terjadi karena akumulasi gula sebagai hasil degradasi pati, karena selama pematangan terjadi hidrolisa polisakarida menjadi gula-gula sederhana, sedangkan penurunan total gula terjadi karena sebagian gula digunakan untuk proses respirasi, karena gula tersebut digunakan untuk menghasilkan energi. Pantastico (1986) menyebutkan bahwa besarnya laju degradasi pati menjadi gula sederhana dipengaruhi oleh suhu dan enzim sehingga semakin tinggi suhu, maka degradasi pati akan semakin cepat sampai batas tertentu dimana aktifitas enzim hidrolase akan terhambat. Selain itu perubahan yang fluktuatif inipun disebabkan oleh buah yang diukur berbeda pada setiap pengamatan. Pada Gambar 10, penyimpanan pada suhu ruang menunjukan nilai TPT yang lebih tinggi dibanding penyimpanan pada suhu dingin. Hal ini dikarenakan penyimpanan pada suhu rendah akan menghambat proses pematangan. Peningkatan total gula terjadi karena akumulasi gula sebagai hasil degradasi pati yang dipengarugi oleh suhu, sehingga semakin tinggi suhu degradasi pati semakin cepat sampai batas tertentu. Seperti yang dilaporkan oleh Rohaeti (2010) penyimpanan buah belimbing dengan perlakuan VHT 20 menit memberikan nilai TPT yang lebih tinggi daripada perlakuan lainnya dan pada penyimpanan suhu ruang dibanding suhu rendah. Hal tersebut seperti diungkapkan oleh Muchtadi (1989) bahwa penanganan dengan cara penyimpanan dingin untuk buah-buahan yang mudah rusak dapat memperpanjang masa simpan dan mengurangi laju metabolisme. Tingkat kemanisan buah belimbing dipengaruhi oleh faktor waktu dan cara pemanenan. Buah belimbing merupakan jenis buah non kliamterik yang pemanenannya harus dilakukan saat buah masak pohon sehingga proses pematangan buah terjadi secara maksimal. Belimbing yang dipetik saat belum siap panen akan menurunkan mutu dan kualitas buah belimbing. Rasa buahnya menjadi asam, sepat dan warna buahnya tidak menarik (Tim Penebar Swadaya 1998).
20
5.3 Kekerasan Kekerasan merupakan salah satu bentuk perubahan fisik pada buah-buahan. Nilai kekerasan diukur sebagai jarak penembusan jarum penetrometer dengan beban maksimum 2 kg, kedalaman penekanan 10 mm, kecepatan penurunan beban 60 mm/menit dan diameter plugger jarum 5 mm. Penekanan dilakukan pada bahan ditempat yang berbeda yaitu pada bagian ujung, tengah dan pangkal. Tekstur atau kelembutan, adalah atribut fisik penting yang dikaitkan dengan kualitas dan penyimpanan buah. Pelunakan melibatkan struktural serta sebagai perubahan komposisi dalam berbagai komponen dari karbohidrat dinding sebagian sebagai akibat dari tindakan enzim (Fischer dan Bennett 1991 dalam Ali et al 2003). Biasanya, selama pematangan, pektin semakin didepolimerisasi sebagai tingkat mereka dalam penurunan dinding sel, dan buah-buahan, pektin adalah depolymerisation disertai dengan peningkatan tingkat air dachelator-diekstrak pektin, sementara tingkat pektin ekstrak dalam menurunkan Na2CO3 (Redgwell et al 1992; Chin et al 1999 dalam Ali et al 2003). Selain pektin, hemiselulosa dan selulosa juga dikenakan struktural yang signifikan modifikasi selama pematangan. Pada gambar 11, 12 dan 13 menunjukan perubahan nilai kekerasan pada kondisi suhu yang berbeda. Suhu penyimpanan yang berbeda dapat menghasilkan pengaruh yang berbeda pada nilai kekerasan (firmness) produk buah yang disimpan. Buah belimbing yang disimpan pada suhu dingin memberikan nilai kekerasan yang lebih baik dibanding buah yang disimpan pada suhu ruang. Pada suhu ruang nilai kekerasan lebih tinggi dibanding suhu dingin, hal ini dikarenakan pada suhu dingin proses metabolisme berjalan lebih lambat dan pada suhu ruang proses kehilangan air lebih tinggi. Pada tiga bagian yang diukur, tingkat kekerasannyapun berbeda. Dari pengamatan tingkat kekerasan buah belimbing yang paling tinggi terdapat pada bagian tengah dan nilai kekerasan buah semakin menurun seiring dengan lamanya penyimpanan. 1.200
Kekerasan (kgf)
1.000 0.800 0.600
Pangkal
0.400
Tengah Ujung
0.200 0.000 0
2
4
6
8
10
12
14
16
Waktu penyimpanan (hari)
Gambar 11. Grafik perubahan kekerasan buah Belimbing selama penyimpanan pada suhu 5˚C
21
1.200
Kekerasan (kgf)
1.000 0.800 0.600
Pangkal
0.400
Tengah Ujung
0.200 0.000 0
2
4
6
8
10
12
14
16
Waktu penyimpanan (hari)
Gambar 12. Grafik perubahan kekerasan buah Belimbing selama penyimpanan pada suhu 10˚C
1.200
Kekerasan (kgf)
1.000 0.800 0.600
Pangkal
0.400
Tengah Ujung
0.200 0.000 0
2
4
6
8
10
12
14
16
Waktu penyimpanan (hari)
Gambar 13. Grafik perubahan kekerasan buah Belimbing selama penyimpanan pada suhu ruang Nilai tingkat kekerasan yang semakin menurun, seperti yang diungkapkan Winarno dan Aman (1979), disebabkan oleh degradasi senyawa-senyawa penyusun dinding sel buah. Secara kimiawi, dinding sel tersusun oleh senyawa-senyawa komplek namun pada umumnya terdiri dari selulosa, hemi selulosa, lignin dan pektin. Terjadinya degradasi ini disebabkan adanya beberapa cendawan dan bakteri yang menghidrolisa selulosa menjadi senyawa yang lebih sederhana. Selama penyimpanan, buah belimbing semakin melunak hal ini dikarenakan buah mengalami perubahan kematangan sehingga tingkat kekerasan buah berubah dan semakin berkurang. Hal ini diungkapkan pula oleh Winarno dan Aman (1979), semakin lama buah disimpan akan membuat buah tersebut semakin lunak, karena protopektin yang tidak larut diubah menjadi pektin yang larut dan asam pektat. Protopektin adalah bentuk zat pekat yang tidak larut dalam air. Pecahnya protopektin menjadi zat dengan bobot molekul rendah larut dalam air mengakibatkan lemahnya dinding sel dan turunnya kohesi yang mengikat sel satu dengan yang lain. Selain itu melunaknya buah selama
22
pematangan juga disebabkan oleh aktivitas enzim poligalakturonase yang menguraikan protopektin dengan komponen utama poligalakturonat menjadi asam galakturonat (Pantastico 1986). Buah belimbing yang disimpan pada suhu 5oC mempunyai nilai kekerasan yang lebih tinggi dibanding peyimpanan suhu lainnya, Bourne (1976) mengemukakan bahwa penyimpanan suhu rendah merupakan salah satu cara paling efektif untuk memperlambat laju penurunan kekerasan, sebab di dalam pendinginan tersebut proses-proses fisiologis berjalan secara lambat. hal serupa diungkapkan oleh Winarno dan Fardiaz (1980) penyimpanan dingin dapat menghambat proses metabolisme, pemasakan, pelunakan dan penuaan. Sedangkan buah belimbing yang disimpan pada suhu ruang teksturnya cepat menjadi lunak. Hal ini disebabkan karena pada suhu ruang proses penguapan lebih tinggi sehingga mempercepat turunnya nilai kekerasan dan perubahan dinding sel yang disebabkan oleh degradasi senyawa-senyawa penyusun dinding sel.
5.4 Warna Pengamatan warna dilakukan dengan mengukur warna dari banyaknya cahaya yang dipantulkan (light reflectance) permukaan komoditas cromameter. Sistem notasi warna dinyatakan dengan sistem Hunter, yang dicirikan dengan tiga parameter yaitu L*, a* dan b*. Warna pada buah-buahan disebabkan oleh pigmen yang dikandungnya. Pigmen tersebut pada umumnya dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu khlorofil, antosianin, flavanoid dan karotenoid (Winarno dan Aman). Pada buah yang berwarna kuning jenis karetonoid yang ada adalah xantofil (pigment warna kuning) dan ß karoten (pigment warna jingga). Selama proses pematangan, jumlah xantofil akan menurun dan jumlah ß karoten akan meningkat, sehingga buah yang berwarna kuning pada akhir penyimpanan akan berwarna jingga (Pantastico 1986). Pada kebanyakan buah, tanda kematangan pertama adalah hilangnya warna hijau. kandungan klorofil buah yang sedang masak lambat laun berkurang, pada umumnya sejumlah zat warna hijau tetap terdapat dalam buah terutama dalam jaringan bagian dalam buah (Pantastico 1986). Setelah panen klorofil mengalami degradasi, hal ini mengakibatkan warna buah dan sayuran yang hijau berubah menjadi kuning. Seperti dilaporkan Muchtadi (1989), selama pemasakan buah akan terjadi degradasi klorofil sehingga kandungan klorofilnya menjadi rendah dan muncul warna lain sehingga buah buah berubah menjadi warna kuning, orange atau merah. Perubahan kimiawi dan fisiologis buah belimbing sangat erat hubungannya dengan warna buah belimbing. Proses perubahan warna belimbing merupakan proses yang berlangsung kearah masaknya buah belimbing. Perubahan warna kulit buah belimbing dari hijau ke kuning menandai proses pemasakan buah. Nilai L* menyatakan kecerahan (cahaya pantul menghasilkan warna akromatik, putih abu-abu dan hitam) yang mempunyai nilai dari 0 (hitam) dan 100 (putih). Gambar 14 memperlihatkan perubahan nilai L buah belimbing selama penyimpanan pada 3 kondisi suhu 5oC, 10oC dan suhu ruang. Pada penyimpanan sampai hari ke-14 tingkat kecerahan pada perlakuan suhu penyimpanan 5˚C dengan nilai L= 46.01 menjadi L= 47.33 suhu 10˚C nilai L= 45.80 menjadi L= 48.66 dan suhu ruang L= 47.91 dan L= 42.82. Kondisi penyimpanan suhu 5oC dan 10oC perubahan nilai L* cenderung meningkat. Sedangakan pada suhu ruang perubahan nilai L* cenderung menurun. Hal ini berarti kecerahan warna buah pada suhu 5oC dan 10oC semakin terang selama penyimpanan, sedangkan pada suhu ruang tingkat kecerahannya semakin menurun dan gelap selama penyimpanan.
23
56 54 52
L
50 48
T5
46
T10
44
TR
42 40 0
2
4
6
8
10
12
14
16
Waktu penyimpanan (hari) Gambar 14. Grafik Perubahan nilai L buah Belimbing selama penyimpanan pada 3 kondisi suhu 5oC, 10oC dan suhu ruang Nilai a* menyatakan warna kromatik campuran merah hijau dengan nilai +a dari 0 sampai 100 untuk warna merah dan –a dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Nilai b* menyatakan warna kromatik campuran kuning biru dengan nilai +b dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai –b dari 0 sampai -70 untuk warna biru (Soekarto 1985). Gambar 15, 16 dan 17 memperlihatkan perubahan warna selama penyimpanan suhu 5˚C, 10˚C dan suhu ruang. Dari Gambar 17 terlihat bahwa buah yang disimpan pada suhu ruang mengalami penurunan warna hijau yang cepat dibandingkan dengan perlakuan yang lain, setelah penyimpanan 14 hari perubahan nilai a dari a= -1.39 menjadi a= 5.84, sedangkan perubahan nilai b dari 20.46 menjadi 31.16. Nilai a semakin meningkat karena suhu yang tinggi pigmen antosianin tidak stabil sehingga mempercepat perubahan warna ke arah merah, sedangkan nilai b semakin meningkat selama penyimpanan yang berarti menuju kearah kuning pada akhir penyimpanan. Gambar 15 dan Gambar 16 memperlihatkan bahwa perlakuan suhu penyimpanan 5˚C berbeda dengan perlakuan suhu penyimpanan 10˚C. Penampakan kulit buah belimbing antara perlakuan suhu penyimpanan 5˚C dan suhu 10˚C terlihat berbeda setelah penyimpanan hari ke- 14 dimana nilai warna a= -0.77 menjadi -1.39, sedangkan perubahan nilai b dari 17.18 menjadi 16.95 untuk perlakuan suhu 5˚C, sedangkan untuk perlakuan suhu 10˚C nilai a= -1.01 menjadi -1.62 dan nilai b= 18.20 menjadi 20.00. Dari data tersebut terlihat bahwa warna buah pada perlakuan suhu penyimpanan 5˚C masih berwarna hijau sementara perlakuan suhu 10˚C tampak sedikit warna kuning pada kulitnya. Penyimpanan pada suhu rendah terjadi penghambatan degradasi klorofil sehingga warna hijau masih dipertahankan. Hal ini menjadi indikasi bahwa proses pematangan pada perlakuan suhu penyimpanan 10˚C lebih cepat daripada perlakuan suhu penyimpanan 5˚C.
24
60 50 40 30 20 10 0 ‐60
‐50 ‐40 ‐30
‐20 ‐10 ‐10 0
10
20
30
40
50
60 T…
‐20 ‐30 ‐40 ‐50 ‐60
Gambar 15. Grafik Perubahan nilai a,b buah Belimbing selama penyimpanan pada suhu 5˚C
60 50 40 30 20 10 0 ‐60 ‐50 ‐40 ‐30 ‐20 ‐10 ‐10 0 ‐20
10
20
30
40
50
60 T…
‐30 ‐40 ‐50 ‐60
Gambar 16. Grafik Perubahan nilai a,b buah Belimbing selama penyimpanan pada suhu 10˚C
25
60 50 40 30 20 10 0 ‐60
‐50
‐40
‐30
‐20
‐10 ‐10 0 ‐20
10
20
30
40
50
60 T…
‐30 ‐40 ‐50 ‐60
Gambar 17. Grafik Perubahan nilai a,b buah Belimbing selama penyimpanan pada suhu ruang
5.5 Respirasi Selama penyimpanan buah belimbing terjadi peningkatan konsentrasi CO2 dan penurunan O2 yang dihasilkan. Perubahan konsentrasi CO2 dan O2 selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 18, 19 dan 20. Buah-buahan yang berbeda mempunyai kecepatan dan respirasi yang berbeda pula sesuai jenis dan tingkat kedewasaan buah (maturation) (Pantastico 1989). Produksi CO2 selama proses respirasi relatif cukup besar, dibandingakan dengan jumlah oksigen yang digunakan dalam proses respirasi relatif sangat sedikit seperti yang terlihat pada gambar 18, 19 dan 20. Penyimpanan pada suhu rendah menghambat tingginya produksi CO2 dan konsumsi O2. CO2 yang keluar merupakan molekul organik yang teroksidasi, menguraikan turunan piruvat sebagai hasil glikolisis. Menurut Oslund dan Davenport (1981) belimbing termasuk golongan buah nonklimaterik. Namun pada tiga kondisi suhu penyimpan, dilihat melalui konsentrasi prosuksi CO2 dan konsumsi O2 terjadi peningkatan respirasi setelah buah dipanen dalam umur 40 hari setelah pembungkusan dengan peak terlihat pada hari ke-7 penyimpanan. Menurut Pantastico (1986), banyak diantara buah-buahan yang dinamakan non-klimaterik memperlihatkan juga peningkatan respirasi yang disertai dengan kenaikan gas C2H4 pada satu titik dalam garis perkembangannya. Rhodes (1970) dalam Pantastico (1986) mengemukakan bahwa arah pergeseran respirasi yang khas untuk buahbuahan non-klimaterik mungkin akan ditunjukkan pada umur fisiologis atau dalam keadaan penyimpanan yang sesuai. Hulme et al (1969) dalam Pantastico (1986) juga menunjukan, bahwa perbedaan antara buah klimaterik dan non-kliamterik lebih pada kenampakannya daripada kenyataannya. Variasi dalam arah pergeseran respirasi diantara buah-buahan mungkin disebabkan oleh sifatsifat dan strukturnya (Pantastico 1986). Biele dan Barcus (1970) dalam Pantastico (1986) telah mengamati bahwa srikaya dan sirsak mempunyai jenis klimaterik yang tidak begitu jelas yang mempunyai lebih dari satu maksimum.
26
Konsentrasi gas (% volume udara)
Pada Gambar 18, 19 dan 20 terlihat peningkatan konsentrasi produksi CO2 dan konsumsi O2 terjadi pada hari ke-9 penyimpanan setelah sebelumnya terjadi penurunan. Hal ini terjadi akibat adanya cendawan sehingga kemungkinan respirasi buah belimbing berubah menjadi anaerob yang menyebabkan kerusakan pada belimbing. Yang dimaksud dengan respirasi secara anaerobik ialah proses respirasi dengan menggunakan senyawa penerima elektron bukan oksigen, tetapi menggunakan senyawa yang terdapat di dalam bahan itu sendiri yang dikenal sebagai proses fermentasi. Bila buah melakukan fermentasi, maka energi yang diperoleh relatif sedikit persatuan subtrat (glukosa) yang tersedia. Untuk memenuhi kebutuhan energi, maka diperlukan subtrat (glukosa) dalam jumlah banyak, sehingga dalam waktu yang singkat persediaan subtrat akan habis dan akhirnya buah-buahan itu akan mati dan busuk (Winarno 2002). 5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
O2 CO2
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15
Waktu (hari)
Konsentrasi gas (% volume udara)
Gambar 18. Perubahan konsentrasi CO2 dan O2 buah Belimbing selama penyimpanan suhu 5˚C 5 4.5
O2
4
CO2
3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15
Waktu (hari)
Gambar 19. Perubahan konsentrasi CO2 dan O2 buah Belimbing selama penyimpanan suhu 10˚C
27
Konsentrasi gas (% volume udara)
5 4.5
O2
4
CO2
3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15
Waktu (hari)
Gambar 20. Perubahan konsentrasi CO2 dan O2 buah Belimbing selama penyimpanan suhu ruang Will et al (1981) menyebutkan bahwa semua bahan hidup memerlukan energi yang terus menerus. Energi digunakan untuk mempertahankan organisasi seluler, mengangkut metabolit keseluruh jaringan dan mempertahankan permeabilitas membran. Sebagian besar energi yang diperlukan oleh buah yang telah dipanen disuplai dari respirasi aerob. Menurut Winarno dan Aman (1981), respirasi adalah suatu proses metabolisme dengan cara menggunakan oksigen dalam pembakaran senyawa yang lebih kompleks, yaitu pati, gula, protein, lemak dan asam organik menghasilkan senyawa yang lebih sederhana, yaitu CO2 dan air serta menghasilkan energi dan molekul lain yang dapat digunakan oleh sel untuk reaksi sintesa. Komponen terbesar buah belimbing terdiri dari karbohidrat, karena itu subtrat yang digunakan untuk proses respirasi sebagian besar berasal dari karbohidrat. 35 O2
30 Laju Respirasi (ml/ kg.jam)
CO2 25 20 15 10 5 0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
Lama Penyimpanan (hari)
Gambar 21. Grafik laju respirasi O2 dan CO2 buah Belimbing selama penyimpanan suhu 5˚C
28
35 O2
Laju Respirasi (ml/ kg.jam)
30
CO2
25 20 15 10 5 0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
Lama Penyimpanan (hari)
Gambar 22. Grafik laju respirasi O2 dan CO2 buah Belimbing selama penyimpanan suhu 10˚C 35 O2
Laju Respirasi (ml/ kg.jam)
30
CO2
25 20 15 10 5 0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
Lama Penyimpanan (hari)
Gambar 23. Grafik laju respirasi O2 dan CO2 buah Belimbing selama penyimpanan suhu ruang Pada Gambar 21, 22 dan 23 laju produksi CO2 d a n p e n y e r a p a n O 2 pada tiga kondisi suhu penyimpan yang berbeda. Pada awal penyimpanan laju respirasi memiliki nilai besar hal ini dikarenakan suhu buah pada awal penyimpanan masih tinggi karena belum menyesuaikan dengan kondisi ruang penyimpanan, suhu awal buah ditambah dengan dari panas lapang menyebabkan produk memiliki kecepatan respirasi yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Muchtadi (1992) yang menerangkan bahwa kecepatan respirasi merupakan hasil dari pengaruh suhu dimana kecepatan respirasi pada buah-buahan akan meningkat sampai dengan dua setengah kalinya untuk kenaikan suhu sebesar 10oC yang menunjukkan adanya pengaruh proses biologi maupun kimia. Pada umumnya proses respirasi akan terus berlangsung terus setelah bahan dipanen. Respirasi ini terus berlangsung sampai bahan menjadi mati dan kemudian membusuk. Laju respirasi
29
menunjukan kecendrungan menurun selama penyimpanan. Hal ini karena dalam aktivitas respirasi belimbing memerlukan oksigen dari udara sekitar. Respirasi dilakukan secara tertutup, oleh karena itu jika oksigen dalam chamber menipis dan proses respirasi masih berlangsung, kebutuhan oksigen untuk respirasi diambil dari jaringan bahan yang disimpan. Pada kondisi ini produk menjadi rusak dan mutunya turun. Pada Gambar 21, 22 dan 23 laju respirasi pada suhu 5oC dan suhu 10oC, lebih lambat dari suhu suhu ruang. Hal ini dikarenakan penyimpanan dingin yang dapat menghambat proses respirasi. Pendinginan (refrigerasi) dapat menurunkan kecepatan respirasi sehingga buah akan mencapai puncak respirasi lebih lama dan hal ini dapat memperpanjang umur simpan. Dikatakan Muchtadi dan Sugiono (1989) bahwa makin tinggi suhu penyimpanan maka respirasi akan semakin cepat, hal ini berlaku sampai suhu optimum, apabila telah melewati suhu optimum kecepatan respirasi menurun. Seperti yang diungkapkan Winarno dan Fardiaz (1980), pendinginan dapat memperlambat kecepatan reaksi-reaksi metabolisme, dimana pada umumnya setiap penurunan 8oC kecepatan reaksi akan berkurang menjadi kira-kira setengahnya. Dan hal ini akan mempengaruhi masa simpan buah, seperti yang diungkapkan Pantastico (1986), Semakin tinggi laju respirasi, biasanya disertai dengan semakin pendek umur simpannya. Hal ini juga merupakan petunjuk laju kemunduran mutu dan nilainya sebagai bahan makanan. Menurut Jones 1994 dalam Pantastico 1986, bahwa kerusakan karena pendinginan merupakan akibat adanya gangguan sinkronisasi berbagai tingkat dalam urut-urutan respirasi yang bersifat kompleks. Produksi CO2 buah belimbing yang disimpan pada ruang lebih tinggi dibandingkan dengan penyimpan pada suhu rendah, yaitu 7.99 ml/kg jam untuk produksi CO2 dan 5.16 ml/kg jam untuk konsumsi O2 . Rata-rata laju produksi CO2 pada suhu 5oC adalah 6.04 ml/kg jam dan konsumsi O2 sebesar 2.59 ml/kg jam, sedangkan pada suhu 10oC produksi CO2 sebesar 7.45 ml/kg jam dan konsumsi O2 sebesar 3.05 ml/kg jam. Hal ini karena pada penyimpanan dingin proses respirasi dihambat sehingga produksi CO2 dan konsumsi O2 rendah. Menurut Pantastico (1986), pada awalnya terjadi peningkatan laju respirasi yang menandakan naiknya kegiatan enzim-enzim. Kemudian disusul dengan penurunan sedikit demi sedikit sampai lajunya mendekati nol. Penurunan ini mungkin merupakan gambaran terjadinya perusakan (denaturasi) enzim. Namun penurunan laju respirasi pada suhu tinggi dapat juga merupakan pertanda bahwa O2 tidak berdifusi cukup cepat untuk dapat mempertahankan laju respirasi yang ada, CO2 tertimbun didalam sel sampai tingkat yang dapat menghambat metabolisme dan suplai bahan makanan yang dapat dioksidasi tidak cukup untuk mempertahankan laju respirasi yang tinggi.
5.6
Ion Leakage
Elektrolit merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul yang disebut ion, dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion. Pada makhluk hidup dalam tubuhnya mengandung larutan elektrolit seperti KCL, NaCL, MgSO4 yang terdisosiasi menjadi ion-ion bila larut dalam air (Saeni 1989). Penyebab fisiologis untuk pengkondisian chilling injury pada buah-buahan dapat dipelajari dengan memeriksa kinetika kebocoran ion (ion leakage). Ada dua sumber ion, yaitu yang cepat berupa kompartemen kecil yang bisa menjadi dinding sel dan yang lambat dapat berupa sebuah kompartemen jauh lebih besar yang bisa menjadi sitoplasma dan vakuola. Persamaan eksponensial diturunkan untuk menjelaskan difusi ion dari dingin jaringan sensitif (saltveit 1989). Membran sel permeabilitas mengatur pergerakan air dalam sel dan keadaan dinamis air dapat digunakan untuk mendeteksi peningkatan perubahan permeabilitas sel membran (Naruke et al 2003). Oleh karena itu, pengetahuan keadaan dinamis air dalam struktur sel adalah penting dalam rangka untuk mengetahui kapan perubahan kerusakan terjadi.
30
Chilling injury produk holtikultura dapat terjadi ketika produk disimpan dibawah suhu optimum. Buah belimbing menurut Wan dan Lam (1984) menyebutkan chilling injury terjadi pada buah belimbing muda yang mempunyai < 25% warna kuning pada kulit yang disimpan pada suhu 5oC setelah 5 minggu penyimpanan. Tanggapan buah untuk berbagai suhu telah dilaporkan, dan kerentanan dari belimbing untuk chilling injury tampaknya tergantung kultivar, dan sangat terkait dengan kematangan buah pada saat panen (Wan dan Lam, 1984; Campbell et al, 1987, 1989.; Sankat dan Balkissoon, 1992; Shaw dan Wilson, 1998; Perez-Tello et al, 2001 dalam Ali et al 2003). Dalam Belimbing, buah kurang matang dilaporkan rentan utuk terkena chilling injury, sedangkan dalam jenis buah lain seperti peach, itu adalah sedikit warna buah, lebih matang yang muncul rawan chilling injury (Fernandez-Trujillo dkk 1998 dalam Ali et al 2003). Pada Gambar 24, 25, 26 dan 27 menunjukkan kenaikan persentase ion leakage. Pada gambar 24, penyimpanan hari ke -0 persentasi kenaikan ion leakage buah belimbing meningkat tajam. Gambar 25 memperlihatkan penyimpanan buah belimbing di suhu 5oC, pada hari ke -1 menunjukan peningkatan ion leakage paling tinggi dibanding penyimpanan lainnya dengan nilai slope (laju perubahan ion leakage) sebesar 0.187. Pada Tabel 3 disajikan perubahan laju perubahan ion leakge selama 14 hari penyimpan dingin. Persentasi kenaikan ion leakage terjadi dari hari ke -0, begitu pula pada hari pertama penyimpanan persentasinya masih cukup tinggi. Pada hari kedua penyimpanan persentasi ion leakage yang terukur mulai menurun dan landai seperti yang terlihat pada gambar. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Hutabarat (2008), pada buah tomat yang diberi perlakuan heat shok selama 20 menit, gejala chilling injury sudah terjadi pada hari ke-1. Budi (2007) melaporkan pada buah rambutan peningkatan ion leakage tertinggi terjadi pada hari ke -5 penyimpanan, sedangkan pada buah mangga seperti yang dilaporkan oleh Oktivitasari (2011) gejala chilling injury yang dilihat melalui perubahan ion leakage terjadi pada hari keempat penyimpanan pada suhu dingin puncak terjadi chilling injury, hal ini ditandai dengan semakin meningkatnya persentase ion leakage. Hasil serupa dilaporkan oleh Salveit (2002), pada suhu rendah di bawah suhu optimum penyimpanan tomat, terjadi kerusakan membran sel sebagai akibat kerusakan dingin. Peningkatan permeabilitas membran dan meningkatkan tingkat kebocoran ion yang terkait dengan dingin jaringan sensitif (Saltveit 2000), namun peningkatan yang diamati dalam permeabilitas biasanya terjadi setelah dingin berkepanjangan. Kerusakan membran ini akibat dari lipid dan protein sebagai penyusun dinding sel mengalami ketegangan plastis akibat pendinginan. ketegangan disebabkan oleh tekanan isi sel pada dinding sel dan bergantung pada konsentrasi zat-zat osmotik aktif dalam vakuola, permeabilitas protoplasma dan elastisitas dinding sel (Nobel 1991). Dalam osmosis zat-zat bergerak dari daerah dengan energi kinetik lebih tinggi ke daerah yang lebih rendah. Cairan mempunyai jenjang energi lebih rendah karena zat-zat terlarut di dalamnya. Belimbing direndam di dalam larutan aquabidest, air berpindah ke dalam sel secara osmosis berakibat naiknya tekanan yang mendorong sitoplasma ke dinding sel dan menyebabkan sel menjadi tegang. Mitchell (2000) melaporkan bahwa sitoplasma sel bermuatan negatif disebabkan distribusi anion dan kation pada sisi membran yang berlawanan tidak sama. Potensial membran bertindak sebagai suatu sumber energi yang mempengaruhi lalu lintas semua substansi bermuatan yang melewati membran. Potensial membran mendukung transpor pasif kation kedalam sel dan anion keluar dari sel disebabkan muatan di dalam sel negatif dibandingkan dengan diluarnya. Hal ini disebabkan meningkatnya kerusakan membran permiabel sehingga pada saat dikeluarkan dari ruang penyimpanan dingin, dinding sel pecah sehingga cairan sel akan keluar menyebabkan kenaikan ion leakage yang tinggi.
31
Total persentase IL (%)
60 y = 0.150x + 18.26 R² = 0.779
50 40 30 20
HO
10
Linear (HO)
0 0
100
200
300
Waktu (menit) Gambar 24. Perubahan kenaikan persentasi ion leakage pada hari ke -0
Total persentase IL (%)
60 y = 0.187x + 13.99 R² = 0.852
50 40 30 20
H1
10
Linear (H1)
0 0
50
100
150
200
250
300
Waktu (menit) Gambar 25. Perubahan kenaikan persentasi ion leakage pada hari ke -1
Total persentase IL (%)
60 y = 0.164x + 12.05 R² = 0.848
50 40 30 20
H2
10
Linear (H2)
0 0
50
100
150
200
250
300
Waktu (menit) Gambar 26. Perubahan kenaiakan persentasi ion leakage pada hari ke -2
32
Total persentase IL (%)
60 y = 0.143x + 16.96 R² = 0.775
50 40 30 20
H3 Linear (H3)
10 0 0
50
100
150
200
250
300
Waktu (menit)
Gambar 27. Perubahan kenaikan persensentasi ion leakage pada hari ke -3
Tabel 3. Laju perubahan Ion Leakage selama 14 hari penyimpanan pada suhu 5oC Hari Ke-
Slope IL
0
0.150
1 2 3 4 5 6 8 10 12 14
0.187 0.164 0.143 0.138 0.127 0.127 0.138 0.116 0.137 0.130
33
Gambar 28. Visual gejala chilling injury buah belimbing pada suhu 5oC pada hari ke-14 Gambar 26. Merupakan contoh secara visual keadaan buah belimbing yang terkena chilling injury pada penyimpanan hari ke-14. Pada gambar tersebut terlihat bahwa buah belimbing yang terkena chilling injury mempunyai ciri bintik-bintik hitam pada permukaan kulit, cekungan pada permukaan kulit, sirip berwarna coklat dan terjadi penundaan kematangan. Seperti yang diungkapkan oleh Wan dan Lam (1984), ciri-ciri buah belimbing yang terkena gejala chilling injury terlihat seperti bercak-bercak berwarna hijau tua, bagian tepi sirip menjadi kecut dan berwarna hitam serta warna kulit buah tidak dapat berkembang setelah dipindahkan dari ruang pendingin. Paull dan Chen (1986) menyebutkan bahwa buah belimbing digolongkan kedalam jenis buahan yang tidak terlalu sensitif terhadap chilling injury. Namun, selama penyimpanan dingin yang berlangsung pada suhu 0oC atau 5oC selama 2 dan 6 minggu terdapat gejala-gejala kerusakan dingin seperti bintik-bintik kecil pada permukaan kulitnya dan warna coklat pada seluruh sisi pinggir rusuknya. Gejala-gejala kerusakan dingin ini akan semakin meningkat seiring dengan lamanya waktu penyimpanan. Buah yang dipanen pada saat masih hijau akan lebih mudah terkena kerusakan dingin. Rohaeti (2010) mengamati gejala chilling injury pada buah belimbing yang disimpan pada suhu 5oC secara visual, gejalanya timbul pada hari ke-15 penyimpanan dan semakin lama semakin banyak timbul bintik-bintik hitam atau coklat pada permukaan kulitnya. Selain itu menurut Winarno (2002) chilling injury selama penyimpanan dapat menyebabkan terjadinya surface pitting, diskoloriasi, internal breakdown dan turunnya daya tahan terhadap penyakit.
34
5.7
Hubungan Ion Leakage dan Penurunan Mutu
Pengukuran presentase perubahan ion leakage dilakukan pada penyimpanan suhu 5oC. Seperti yang diungkapkan Wan dan Lam (1984) menyebutkan chilling injury terjadi pada buah belimbing manis muda yang disimpan pada suhu 5oC setelah 5 minggu penyimpanan. Perubahan kenaikan persentase ion leakage tertinggi dari hasil pengukuran terjadi pada hari pertama penyimpanan dingin pada suhu 5oC. Bila dihubungkan dengan parameter yang lain terlihat hubungan antara ion leakage saat pengukuran hari pertama dengan laju perubahan ion leakage yaitu 0.187 dengan semua parameter yang juga mengalami perubahan. Selama penyimpanan dari pengamatan pada semua parameter mutu terlihat semakin lamanya penyimpanan dan semakin tinggi suhu maka penurunan mutu terjadi. Dapat dilihat pengukuran total padatan terlarut pada hari pertama penyimpananmencapai 5.8 ˚Brix terjadi penurunan dari 6.1˚Brix pada pengukuran hari ke- 0, sedangkan nilai kekerasan pada hari pertama penyimpanan adalah 7.60 N terjadi penurunan dari 7.84 N pada hari ke-0 penyimpanan dan penurunan susut bobot 0.15 pada hari pertama penyimpanan. Terjadinya penurunan pengukuran pada hari pertama penyimpanan dimungkinkan karena dengan kenaikan ion leakage terdeteksi adanya chilling injury sehingga bisa menyebabkan gagal matang. Hal ini seperti yang diungkapkan Pantastico (1986) gejala kerusakan dingin terlihat dalam bentuk kegagalan pematangan, pematangan tidak normal, pelunakan prematur, kulit terkelupas dan peningkatan pembusukan yang disebabkan oleh luka, serta kehilangan flavor yang khas. Gejala-gejala kerusakan dingin berbeda tergantung pada jenis jaringan yang mengalami kerusakan. Pada hari pertama penyimpanan dengan terdeteksinya gejala chilling injury melalui peningkatan laju ion leakage, secara visual bentuk buah masih baik dan tidak terlihat tanda-tanda gejala chilling injury seperti yang diungkapkan oleh Wan dan Lam (1984) menyebutkan chilling injury terjadi pada buah belimbing muda yang mempunyai < 25% warna kuning pada kulit yang disimpan pada suhu 5oC setelah 5 minggu penyimpanan. Gejala chilling injury yang terlihat seperti bercak-bercak berwarna hijau tua, bagian tepi sirip menjadi kecut dan berwarna hitam serta warna kulit buah tidak dapat berkembang setelah dipindahkan dari ruang pendingin. Pada hari pertama penyimpanan dingin buah belimbing pada suhu 5oC puncak peningkatan ion leakage sudah terjadi dan pada hari pertama penyimpanan produksi CO2 buah belimbing dan konsumsi O2 mengalami penurunan dari hari ke-0 penyimpanan dan hari ke-2 penyimpanan dan dihari berikutnya terjadi peningkatan secara fluktuatif sampai keadaan stabil. Hal ini karena dengan terjadinya peningkatan persentase ion leakage yang keluar pada hari pertama penyimpanan dan rusaknya membran sel sehingga menyebabkan laju respirasi semakin menurun. Dan penaikan terjadi karena proses metabolisme buah belimbing berjalan lebih cepat. Dan keadaan ini akan bertamabh parah jika disimpan dalam waktu yang lebih lama. Seperti yang diungkapkan Kays (1991) menyebutkan bahwa pada beberapa buah-buahan yang mengalami chilling injury akan memberikan respon pertama yaitu perubahan fisik didalam membran lipid, respon kedua yaitu adanya stimulasi dari sintesa etilen, bertambahnya laju respirasi, aktivasi energi, pengurangan proses fotosintesis, gangguan di dalam produksi energi dan adanya perubahan struktur sel. Suhu pendingin dapat menghambat pertumbuhan atau aktifitas mikroorganisme, tetapi pendinginan yang tidak diawasi dengan teliti justru dapat menyebabkan kerusakan dan kebusukan bahan pangan. Misalnya pembekuan yang dilakukan terhadap sayuran dan buah-buahan, maka setelah bahan tersebut dikeluarkan dari tempat pembekuan akan mengalami thawing sehingga teksturnya menjadi lunak dan mudah busuk karena pertumbuhan mikroorganisme menjadi lebih cepat (Winarno dan Fardiaz 1974). Perubahan warna yang terjadi yaitu nilai L*, a* dan b*. Nila kecerahan L* pada pengukuran hari pertama mengalami peningkatan dari hari ke-0 dan pengukuran nilai a* mengalami penurunan yaitu -0.01 dari 0.76, hal ini berarti perubahan warna menuju ke arah hijau, sedangkan pengukuran nila b* mengalami kenaikan dari 17.18 pada hari ke-0 menjadi 18.83 pada penyimpanan hari ke-1.
35
Perubahan ini dapat mengindikasikan terjadinya penuruan mutu serta kaitannya kenaikan ion leakage pada hari pertama penyimpanan pada suhu 5oC. Penyimpanan pada suhu rendah terjadi penghambatan degradasi klorofil sehingga warna hijau masih dipertahankan. Seperti yang diungkapkan Salveit (2002) gejala-gejala chilling injury dapat berkembang yang ditandai dengan abnormal pematangan, surface pitting, perubahan warna, water-soaking jika periode paparan suhu dingin menjadi lebih panjang.
36