VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Risiko Produksi Fluktuasi yang terjadi pada suatu usaha, baik fluktuasi hasil produksi, harga dan jumlah permintaan yang berada dibawah standar yang ditetapkan merupakan indikasi adanya risiko. Risiko produksi yang sering dihadapi oleh petani Pondok Menteng pada usaha cabai merah keriting meliputi kondisi alam yang sulit diprediksi, hama dan penyakit tanaman cabai merah keriting. Risiko produksi ini menyebabkan tingkat produktivitas cabai merah keriting menurun sehingga penerimaan petani semakin kecil. Produktivitas yang berfluktuasi menunjukkan adanya nilai produktivitas yang tinggi, normal dan rendah. Produktivitas yang tinggi adalah produktivitas tertinggi yang pernah dicapai kelompoktani Pondok Menteng sedangkan produktivitas rendah adalah produktivitas yang terendah yang pernah dicapai oleh kelompoktani Pondok Menteng dalam produksi tanaman cabai merah keriting. Produktivitas normal adalah produktivitas yang sering diperoleh oleh petani yang tergabung dalam kelompoktani Pondok menteng. Tingkat produktivitas dinilai dari hasil perolehan panen yang terjadi selama 6 tahun pada periode tahun 2005 dan 2010. Pada tabel 10 dapat dilihat fluktuasi produktivitas cabai merah keriting di gapoktan Rukun Tani, dengan asumsi produktivitas tertinggi adalah produktivitas paling tinggi yang pernah dicapai yaitu 10.658,33, produktivitas terendah adalah produktivitas paling rendah yaitu 4.697,5 dan produktivitas normal adalah rata-rata produktivitas yaitu 7.068,52. Tabel 10. Rata-rata Produktivitas Cabai Merah Keriting dan Peluang yang Dihadapi Kelompoktani Pondok Menteng, 2010 No Kondisi Produktivitas (Kg/Ha) Peluang 1
Tinggi
10.658,33
0,16
2
Normal
7.068,52
0,67
3
Rendah
4.697,5
0,16
Sumber: Gapoktan Rukun Tani, 2011 (diolah)
44
Selain dari mengidentifikasi sumber risiko, hal lain yang perlu diperhatikan adalah menghitung peluang guna mengetahui frekuensi kejadian beresiko. Dalam usahatani cabai merah keriting menghitung frekuensi kejadian baik kejadian produktivitas tertinggi, terendah dan normal penting karena sangat menentukan produktivitas yang diharapkan. Peluang petani Pondok Menteng mencapai produktivitas cabai merah keriting tertinggi adalah 0,16 yang artinya jika petani Pondok Menteng mengusahakan cabai merah keriting sebanyak 6 kali periode maka produktivitas tertinggi yang akan dicapai adalah sebanyak satu kali. Selanjutnya peluang produktivitas normal dan produktivitas terendah masingmasing 0,67 dan 0,16. Tabel 10 menunjukkan bahwa peluang produktivitas yang sering dicapai oleh petani Pondok Menteng adalah produktivitas normal dibandingkan dengan produktivitas tinggi dan produktivitas rendah. Secara langsung Tabel 10 menunjukkan adanya fluktuasi produktivitas yang diperoleh petani Pondok Menteng, hal ini mengindikasikan bahwa usahatani cabai merah keriting yang diusahakan oleh petani Pondok Menteng menghadapi risiko. Jenis risiko yang dihadapi oleh petani tersebut adalah risiko produksi. Sumber utama risiko produksi pada usahatani cabai merah keriting yang dihadapi oleh petani Pondok Menteng meliputi, hama dan penyakit, keadaan cuaca dan iklim, kondisi tanah dan tenaga kerja. Risiko produksi yang dihadapi oleh petani Pondok Menteng tersebut akan dibahas lebih terperinci dibawah ini. 1. Hama dan Penyakit Hama maupun penyakit merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil produksi tanaman cabai. Keberadaan hama dan penyakit yang menyerang tanaman cabai ini membuat produktivitas cabai berfluktuasi, bahkan sering sekali menyebabkan kerugian. Beberapa hama dan penyakit yang umum menyerang cabai meliputi kutu daun persik, Thrip, ulat buah, lalat buah, ulat grayak, antraknosa, bercak daun, busuk fitopthora, layu fusarium, bercak bakteri, layu bakteri dan gulma. Adapun hama dan penyakit yang sering menyerang tanaman cabai merah keriting milik petani Pondok Menteng yaitu layu bakteri, thrip, antraknosa, layu fusarium dan akar gada.
45
Layu
bakteri
merupakan
penyakit
yang
disebabkan
oleh
bakteri
Pseudomonas solanacearum. Serangannya ditandai dengan layunya daun dari atas kanopi tanaman muda, sementara pada tanaman tua layunya daun tanaman dari bawah ke atas secara berangsur-angsur. Bakteri ini dapat bertahan ditanah selama dua tahun, oleh karena itu lahan penanamannya jng bekas dari pertanaman yang sefamily dengan cabai. Pencegahan untuk penyakit ini adalah membuat drainase lahan yang baik untuk menghindari genangan, penyemprotan bakterisida seperti Agrimycin 15/1,5 WP. Thrip merupakan hama berwarna kuning kecoklatan, telur berbentuk oval diletakkan dalam jaringan daun. Gejala serangan ditandai dengan adanya noda keperakan yang tidak beraturan. Noda keperakan lebih lanjut berubah menjadi cokelat tembaga dan menyebabkan daun mengering keatas. Cara mengatasinya dapat dilakukan dengan dua cara yakni secara kimia dengan menyemprotkan insektisida jenis curacron 500 EC, secara biologi dengan menempatkan musuh alaminya sebagai contoh tungau predator. Tetapi cara kedua biasanya lebih rumit sehingga petani jarang sekali menggunakan cara itu. Penyakit antraknosa atau penyakit yang menyebabkan busuk buah ini disebabkan oleh cendawan colletotrichum capsici sydow dan colletotrichum gloeosporiodes pens. Penyakit ini memiliki gejala seperti biji gagal berkecambah, batang kecambah rapuh, pucuk mati dan infeksinya menjalar kebagian bawah, bercak dipermukaan kulit buah dan biasanya penyakit ini menyerang pada saat menjelang buah masak. Menurut petani Pondok Menteng penyakit ini muncul setelah kurang lebih 10 kali pemetikan buah yaitu pada saat umur cabai kira-kira 4 bulan. Penyakit ini memiliki daya merusak terhadap produksi sehingga perlu untuk diatasi yakni dengan memusnahkan tanaman yang sudah terinfeksi dan menyemprotkan fungisida jenis Bendas untuk mengurangi patek dalam bahasa sehari-hari. Layu fusarium, penyakit ini disebabkan oleh cendawan yang berada dalam pembuluh kayu tanaman cabai, infeksi awal terjadi dipangkal batang tanaman yang berdekatan dengan tanah. Bagian tersebut membusuk, berwarna cokelat, dan terus menjalar keperakaran dan akhirnya akar tanaman pun membusuk. Penyakit ini sangat berkembang didataran rendah, khususnya lahan dengan drainase yang
46
buruk. Pencegahan dapat dilakukan dengan menanam cabai dilahan bebas pathogen, dan sebaiknya gunakan lahan bekas penanaman padi atau palawija. Pengendalian secara kimia dapat dilakukan dengan penyemprotan fungisida yang berbahan aktif seperti benlete. Dan penyakit terakhir yang sering dihadapi oleh petani adalah akar gada, yaitu ketidakmampuan akar menyuplai zat-zat makanan yang dibutuhkan dalam pertumbuhan cabai sehingga pohon cabai tumbuh dengan kerdil dan berbuah sedikit. Biasanya disebabkan karena struktur tanah yang tidak sesuai dengan standar yang baik untuk penanaman cabai. Hama dan penyakit pada cabai merah keriting dapat dilihat dilampiran 8. 2. Keadaan Cuaca dan Iklim Kondisi alam seperti cuaca dan iklim menjadi suatu ketidakpastian (uncertainty), karena merupakan bagian risiko yang harus dihadapi oleh petani yang tidak dapat diukur. Perubahan cuaca semakin sulit diprediksi, karena siklus cuaca tidak sesuai lagi dengan siklus normalnya. Seperti halnya produk pertanian yang lain, produksi tanaman cabai khususnya cabai merah keriting juga dipengaruhi oleh cuaca dan iklim. Bahkan tanaman cabai merupakan salah satu tanaman yang sangat sensitif dengan perubahan cuaca. Oleh karena itu petani menghadapi kesulitan dalam menentukan musim tanam berikutnya. Dari hasil wawancara dengan petani, cabai paling baik ditanam dengan kondisi antara hujan dan panas dan biasanya terjadi pada bulan tiga. Keadaan ini akan memberi pengairan yang baik untuk cabai dan sinar matahari yang cukup bagi pertumbuhan cabai. Pada musim hujan cabai menghadapi berbagai macam risiko salah satunya terjadinya pembusukan baik diakar, batang dan daun sehingga secara perlahan tanaman cabai akan mati. Selanjutnya gulma tumbuh sangat subur pada saat musim hujan dan ini menjadikan gulma sebagai risiko pada tanaman cabai. Gulma dapat merugikan dan mengganggu pertumbuhan cabai melalui perebutan unsur hara di dalam tanah, menjadi inang bagi serangga vektor dan pathogen penyakit. Pada musim kemarau cabai juga menghadapi risiko seperti hama dan penyakit. Hama thrip populasinya sangat tinggi pada musim kemarau yang penyebarannya dibantu oleh tiupan angin oleh karena itu petani harus mampu membuat strategi penanganan risiko yang dihadapi tanaman cabai baik pada musim kemarau dan musim hujan.
47
3. Keterampilan Tenaga Kerja Keterampilan tenaga kerja merupakan faktor penting dalam kegiatan budidaya cabai merah keriting. Ketersediaan tenaga kerja yang terampil sangat mempengaruhi keberhasilan produksi. Tenaga kerja dalam hal ini adalah petani sangat berperan dalam setiap kegiatan usahatani cabai merah keriting yang diusahakannya. Dalam kelompoktani Pondok Menteng produktivitas juga dipengaruhi oleh keahlian tenaga kerja yaitu petani sendiri. Sering sekali petani mengandalkan pengetahuannya sendiri dalam memproduksi cabai merah keriting, karena menganggap pengalamannya dalam bertani sudah cukup. Sehingga temuan atau informasi terbaru dari berbagai pihak seperti dari dinas pertanian terkait peningkatan produktivitas cabai kurang diperhatikan. Petani Pondok Menteng menerapkan Standart Operation Procedure (SOP) dalam produksi tanaman cabai, mulai dari cara penanaman, plot tanam dan pola penanaman. Tapi tidak semua petani yang mengikuti SOP tersebut, hanya sebagian dan sebagian lagi mengandalkan pengetahuan dan pengalaman sendiri. Hal ini mempengaruhi produktivitas tanaman cabai merah keriting Pondok Menteng. 4. Kondisi Tanah Lahan yang digunakan untuk penanaman cabai merah keriting harus dilakukan pembersihan terlebih dahulu yang meliputi pencabutan rumput-rumput liar atau gulma, dan pembersihan tanaman keras dan selanjutnya dilakukan penggemburan serta pemberian pupuk kandang. Hal ini karena cabai membutuhkan tanah dengan unsur hara yang cukup dan pH yang sesuai untuk tumbuh baik. Sebagian besar tingkat kesuburan lahan dipengaruhi oleh tingkat keasaman atau pH (potensial of Hidrogen) lahan, yang lebih bawah. Secara teoritis pH yang baik untuk menanam cabai merah keriting berkisar antara 6,5 – 7 yang berarti bahwa tanah tersebut dalam keadaan netral. Apabila kondisi tanah tidak sesuai dengan kualifikasi tanaman cabai maka cabai menghadapi risiko gagal produksi. Tanah bisa menjadi sumber penyakit bagi cabai hal ini dikarenakan tanah tersebut bekas tanaman sefamili cabai. Khusus pada musim hujan sinar matahari tidak optimal sehingga kebun menjadi lembap, oleh karena
48
itu perlu membuat bedengan. Bedengan dibuat lebar sehingga jarak tanam bisa diperlebar untuk mengurangi kelembapan yang tinggi. 6.2. Penilaian Risiko Produksi Cabai Merah Keriting Pengukuran risiko produksi yang akan dilakukan pada usahatani kelompoktani Pondok Menteng yaitu penilaian spesialisasi. Pengukuran risiko produksi hanya dilakukan pada satu jenis usahatani yaitu tanaman cabai merah keriting Pondok Menteng. Risiko produksi dapat dihitung menggunakan variance, standard deviation, coefficient variation untuk mengetahui pendapatan bersih terendah yang mungkin diterima oleh petani. Pengukuran dilakukan untuk mengetahui besar risiko pada usahatani cabai merah keriting. Dasar perhitungan dalam pengukuran risiko adalah menggunakan data tingkat produktivitas cabai merah keriting kelompoktani Pondok Menteng dari periode waktu 2005 dan 2010 serta peluang tertinggi, terendah dan normal cabai merah keriting. Peluang dihitung berdasarkan asumsi dari petani Pondok Menteng,
hal
ini
ditentukan
berdasarkan
pengalaman
petani
selama
membudidayakan tanaman cabai merah keriting. Dasar perhitungan menggunakan data frekuensi terjadinya peristiwa pada kondisi yang dianalisis dimana kejadian tersebut pernah dialami dan sudah berlangsung selama menjalankan kegiatan usaha pada setiap periode produksi. Setelah terlebih dahulu memperoleh nilai peluang usaha dalam mendapatkan produktivitas tertinggi, normal, dan terendah, selanjutnya dapat dilakukan penilaian terhadap tingkat risiko produksi yang dihadapi kelompoktani Pondok Menteng dengan mengukur penyimpangan yang terjadi. Menurut Elton dan Gruber (1995), terdapat beberapa ukuran risiko diantaranya adalah nilai varian (variance), standar deviasi (standart deviation) dan koefisien variasi (coefficient variation). Ketiga ukuran tersebut berkaitan satu sama lain dan nilai variance sebagai penentu ukuran yang lainnya. Seperti misalnya standart deviation merupakan akar kuadrat dari variance sedangkan coefficient variation merupakan rasio dari standart deviation dengan nilai ekspektasi return dari budidaya cabai merah keriting. Return yang diperoleh dapat berupa pendapatan, produksi atau harga. Dalam kajian ini return yang dihitung adalah pendapatan dari hasil perkalian produksi dengan harga cabai merah
49
keriting. Sehingga untuk melihat hasil pengukuran risiko produksi cabai merah keriting yang tepat adalah dengan menggunakan koefisien variasi. Dengan ukuran coefficient variation, analisis kegiatan usaha sudah dilakukan dengan ukuran yang sama yaitu risiko untuk setiap return. Hasil penilaian risiko produksi budidaya cabai merah keriting kelompoktani Pondok Menteng dapat dilihat pada Tabel 11 dan untuk perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 9. Tabel 11. Hasil Penilaian Risiko Produksi Berdasarkan Penerimaan Cabai Merah Keriting pada Kelompoktani Pondok Menteng, 2010 No Ukuran Nilai
1333673388,11
1
Expected Return
2
Variance
4.52832E+17
3
Standard Deviasi
672927850,1
4
Coefficient Variance
0,50
Dari hasil pengukuran risiko pada Tabel 11 dapat disimpulkan ekspektasi penerimaan sebesar 1.333.673.388,11 dengan varian 4,52. Artinya bahwa dengan risiko yang dihadapi cabai merah keriting sebesar 4,52 maka diharapkan ekspektasi penerimaan sebesar 1.333.673.388,11. Expected return dihitung berdasarkan penjumlahan dari hasil perkalian untuk setiap nilai penerimaan yang tertinggi, terendah dan normal dengan peluangnya masing-masing dalam memperoleh penerimaan tertinggi, terendah dan normal tersebut. Dengan mengetahui harapan penerimaan yang diperoleh dari usaha cabai merah keriting berdasarkan perhitungan risiko, maka petani mempunyai acuan dalam merencanakan dan melanjutkan usahatani cabai merah keriting. Pada dasarnya ukuran yang tepat untuk melihat besar risiko pada usahatani cabai merah keriting adalah menggunakan koefisien variasi. Dari hasil pengukuran risiko di dapat hasil koefisien variasi sebesar 0,5 yang artinya untuk setiap satu satuan hasil yang diperoleh dari usahatani cabai merah keriting, maka risiko yang dihadapi adalah sebesar 0,5. Dapat juga diartikan untuk setiap satu
50
kilogram cabai merah keriting yang dihasilkan, akan mengalami risiko sebesar 0,5 kg pada saat terjadi risiko produksi. Semua usaha khususnya dibidang pertanian selalu berusaha mencapai keuntungan yang diharapkan dalam hal ini berupa besar pendapatan yang diterima. Begitupula petani Pondok Menteng juga mengharapkan penerimaan yang besar dari hasil usahatani cabai merah keriting. Walaupun terkadang perhitungan keuntungannya tidak dihitung seakurat perhitungan keuntungan yang dilakukan perusahaan, karena terkadang petani tidak menghitung biaya tenaga kerja. Dari hasil perhitungan dapat diperoleh pendapatan tertinggi, normal dan terendah petani Pondok Menteng yang ada pada lampiran 10. Perhitungan risiko produksi yang dilakukan mengidentifikasi bahwa petani Pondok Menteng menghadapi risiko dalam usahataninya. Dimana risiko tersebut dapat menimbulkan kerugian yang akan berpengaruh terhadap pendapatan yang akan diterima oleh petani. Hal ini disebabkan oleh jumlah hasil produksi yang berkurang, atau gagal panen, sehingga sangat penting untuk melakukan penanganan sesuai risiko yang dihadapi. 6.3. Strategi Penanganan Risiko Setelah mengidentifikasi dan mengukur risiko yang dihadapi oleh petani yang tergabung dalam kelompoktani Pondok Menteng, maka sangat perlu memutuskan
bagaimana penanganan
risiko
tersebut.
Risiko-risiko
yang
disebabkan oleh faktor manusia, teknologi dan alam jika ditangani dengan baik akan memperkecil kerugian yang di derita oleh pelaku usaha. Dengan kata lain setiap pelaku usaha yang menerapkan manajemen risiko yang baik akan lebih menguntungkan daripada pelaku usaha yang tidak memiliki manajemen risiko yang baik. Petani-petani Pondok menteng sadar betul bahwa dalam budidaya tanaman cabai merah keriting akan menghadapi berbagai macam risiko. Oleh karena itu petani harus mempunyai strategi dalam menghadapi risiko tersebut. Pada dasarnya petani Pondok Menteng belum menerapkan manajemen risiko dengan baik, sebab petani memiliki pengetahuan yang terbatas akan hal itu. Petani hanya mampu
51
mengantisipasi risiko kegagalan produksi dengan belajar berdasarkan pengalaman sebelumnya tanpa mampu memperhitungkan besarnya risiko yang dihadapi. Sebelum menentukan strategi penanganan risiko hal pertama yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi risiko, melakukan pengukuran besar risiko baru kemudian menentukan solusi yang tepat. Pada kasus usahatani kelompoktani Pondok Menteng risiko yang dihadapi meliputi hama dan penyakit, keadaan cuaca dan iklim, kondisi tenaga kerja dan keadaan tanah. Kemudian dilakukan pengukuran risiko, dimana berdasarkan perhitungan koefisien variasi besar risiko yang dihadapi petani cabai merah keriting adalah sebesar 0,5. Penanganan risiko yang akan diterapkan pada usahatani cabai merah keriting pada kajian ini adalah penanganan risiko secara preventif dan secara mitigasi. Penanganan risiko secara preventif adalah penanganan dengan cara menghindari terjadinya risiko. Berikut strategi preventif yang dapat dilakukan kelompoktani Pondok Menteng. 1. Untuk mengatasi serangan hama dan penyakit, petani harus lebih konsentrasi pada pola penanaman tanaman cabai yang baik. Risiko hama dan penyakit yang terjadi pada kelompoktani Pondok Menteng itu disebabkan karena petani tidak mengikuti prosedur budidaya cabai yang telah ditetapkan gapoktan Rukun Tani dengan adanya SOP. Sebagian petani lebih mengandalkan pengalamannya dalam usahatani cabai, akibatnya hasil produksi menjadi bervariasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan guna menghindari atau mengurangi risiko hama dan penyakit dalam budidaya tanaman cabai merah keriting yaitu, memperhatikan kondisi tanah, melakukan
penyemaian
dengan
baik,
perawatan
tanaman
seperti
pembersihan gulma, penggunaan bahan-bahan kimia dengan dosis yang ditentukan dan perlakuan yang rutin dalam pemeliharaan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bab teknis dan teknologi produksi. 2. Kondisi alam yang berubah-ubah memang menjadi risiko yang tidak dapat diprediksi tetapi dapat dikelola dengan melakukan penyesuaian pola tanam. Sebagai contoh pada saat musim hujan untuk mengurangi kelembapan yang tinggi dapat diatasi dengan membuat bedengan yang cukup tinggi dan lebih
52
lebar, sehingga jarak tanam bisa diperlebar untuk mengurangi kelembapan. Idealnya tinggi bedengan minimum 50 cm dan lebar 110-120 cm. begitupula dengan musim kemarau petani dapat membuat bendungan air dalam memenuhi kebutuhan air tanaman cabai selama musim kemarau. 3. Tenaga kerja dalam hal ini adalah petani sendiri perlu mendapat pelatihan atau penyuluhan seputar pengetahuan tetang budidaya cabai merah keriting oleh penyuluh. Hal ini akan menjadikan petani lebih ahli dalam usahatani cabai, karena pengetahuan yang di dapat disesuaikan dengan pengalaman dilapangan. Strategi mitigasi adalah strategi untuk mengurangi besar kerugian yang akan dihadapi oleh petani. Strategi mitigasi terdiri dari dua jenis yaitu strategi diversifikasi dan tumpangsari. Salah satu penanganan risiko yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah diversifikasi antara tanaman cabai merah keriting dan tanaman sawi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah dengan diversifikasi akan lebih mengurangi risiko yang dihadapi atau sebaliknya. Menurut Barron (1993), diversifikasi adalah menyebar investasi dimana dapat meminimalkan risiko kehilangan semua aset bila satu investasi memburuk. Diversifikasi merupakan suatu kebijakan untuk menyalurkan modal kearah berbagai macam investasi dengan tujuan menekan risiko dan menjamin tingkat pendapatan seaman dan seuntung mungkin. Dalam melakukan perencanaan beberapa jenis investasi dalam suatu perusahaan penting untuk diperhitungkan hubungan dan pengaruh investasi tersebut terhadap tingkat risiko yang akan dihadapi manajemen. Pemilihan jenis investasi harus didasari pada pengurangan tingkat risiko yang terbaik dalam menghasilkan tingkat pendapatan yang diinginkan. Kegiatan usaha diversifikasi juga tidak terlepas dari risiko usaha seperti halnya kegiatan usaha spesialisasi. Risiko yang terdapat dalam kegiatan diversifikasi dinamakan risiko portofolio. Dalam satu tahun petani Pondok Menteng dapat melakukan tiga kali musim tanam sawi per tahun, tetapi petani responden dalam penelitian ini tidak melakukan tiga kali musim tanam tapi ada yang satu dan dua kali musim tanam pertahun seperti dilampiran 11. Berikut ini adalah perhitungan risiko portofolio pada komoditas cabai merah keriting dan sawi.
53
Tabel 12. Perbandingan Risiko Produksi Berdasarkan Penerimaan pada Cabai Merah Keriting, Sawi dan Portofolio Cabai Merah Keriting dan Sawi. Ukuran Cabai Merah Sawi Portofolio Keriting Variance Ekspected Return Standard Deviation Coefficient
4,52
2,23
2,26
1.333.673.388,11
62.619.426,27
952.357.199,56
672.927.850,10
14.960.184,34
475.537.606
0,50
0.23
0,50
Variation
Berdasarkan Tabel 12 dilihat dari perbandingan risiko produksi berdasarkan penerimaan bahwa hasil perhitungan koefisien variasi paling kecil adalah pada usaha sawi yaitu 0,23 yang artinya sawi mengalami risiko yang paling kecil. Hal ini dikarenakan sawi merupakan salah satu jenis sayuran yang mudah diusahakan sehingga produktivitasnya cenderung sesuai dengan yang diharapkan. Biasanya tanaman sawi adalah tanaman sampingan dengan luas tanam yang tidak menentu atau berubah-ubah setiap musim tanam. Bila dibandingkan ekspektasi penerimaan pada cabai merah keriting lebih besar dari ekspektasi penerimaan sawi, sedangkan risiko yang dihadapi cabai merah keriting juga lebih besar dari risiko yang dihadapi oleh sawi ini mendukung pernyataan tentang high risk high return dan low risk low return. Dari hasil perhitungan juga dapat dilihat bahwa koefisien variasi antara cabai merah keriting dengan kombinasi cabai merah keriting dan sawi adalah sama yaitu 0,5 sedangkan ekspektasi penerimaan cabai merah keriting lebih besar daripada ekspektasi penerimaan kombinasi cabai merah keriting dan sawi. Hasil penilaian ini menunjukkan apabila petani mengusahakan kombinasi cabai merah keriting dan sawi akan menghadapi nilai risiko yang sama jika hanya mengusahakan cabai merah keriting saja. Hal ini disebabkan beberapa faktor seperti fluktuasi harga, musim tanam, risiko hama dan penyakit dan luas tanam. Harga cabai merah keriting yang diterima oleh petani sangat berfluktuatif dimana harga tertinggi Rp 25.000 dan terendah Rp 6700 dengan range Rp 18.300
54
sehingga menyebabkan penerimaan berfluktuatif. Cabai merah keriting juga sangat rentan dengan hama dan penyakit risiko ini dapat mempengaruhi produktivitas yang diperoleh petani. Musim tanam cabai merah keriting yang hanya sekali dalam satu tahun sedangkan sawi dua atau tiga kali musim tanam dalam satu tahun.
55