VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1. IMPLEMENTASI SISTEM Implementasi merupakan tahap mempersiapkan sistem untuk dapat dioperasikan dan merupakan tahap pembuatan perangkat lunak. SCHATZIE 1.0 merupakan paket program yang mengintegrasikan beberapa model untuk meenganalisa semua aspek yang terkait dalam proses pemetikan dan pengolahan teh di PT. Perkebunan Nusantara VIII Kebun Cianten. Aspek tersebut meliputi penjadwalan pemetikan, estimasi produksi, jumlah kebutuhan pemetik teh, dan perencanaan kayu bakar dan papersack sebagi bahan penunjang produksi. Pengembangan SCHATZIE 1.0 diimplementasikan dalam sebuah perangkat lunak Borland Delphi 7 (Borland 2002) yang menghasilkan sebuah file proyek dengan ekstensi *.dpr. Dalam satu file ekstensi terdapat beberapa file form dengan ekstensi *.frm. File proyek dapat dijalankan dengan melakukan kompilasi sehingga terbentuk file berekstensi *.exe. File proyek yang telah dikompilasi bernama SCHATZIE.exe. Sistem ini memiliki beberapa fasilitas tambahan di luar sistem yang terintegrasi dengan program aplikasi Minitab 16.0 (Minitab Inc 2010), Microsof Office Access 2007 (Microsoft 2006) dan LINGO 12.0 (LINDO System Inc 2010). Sistem manajemen basis data dibuat dengan menggunakan Microsoft Office Access 2007 (Microsoft 2006) yang terintegrasi dengan Borland Delphi 7 (Borland 2002). Sistem yang dirancang bersifat stand alone yakni, hanya dapat dibuka pada komputer yang telah memiliki instalasi minimal Borland Delphi 7 (Borland 2002), Minitab 16.0 (Minitab Inc 2010), Microsoft Office Access 2007 (Microsoft 2006), dan LINGO 12.0 (LINDO System Inc 2010). SCHATZIE 1.0 dirancang sebagai program aplikasi untuk Windows versi 32 bit. SCHATZIE 1.0 diharapkan dapat dioperasikan pada sistem operasi (Operating System) Windows 98, Windows 2000, Windows XP, Windows Vista, ataupun Windows 7. Sistem operasi Windows dipilih karena sistem operasi ini pemakaiannya telah sangat familiar pada komputer PC atau Laptop di masyarakat umum, dibandingkan dengan sistem operasi LINUX. Selama tahap pengembangan, SCHATZIE 1.0 diimplementasikan pada Laptop dengan sistem operasi Windows 7 Ultimate Service Pack 1, Processor Intel® Core™ i3 CPU 2.27 GHz, dan Memory RAM 2 GB. Program ini dapat digunakan dengan terlebih dahulu melakukan instalasi dengan menggunakan fasilitas copy files.
6.2. VERIFIKASI MODEL 6.2.1. Model Estimasi Faktor Iklim Verifikasi model estimasi faktor iklim yang meliputi curah hujan dan hari hujan bertujuan untuk memperoleh nilai faktor iklim untuk masa yang akan datang. Nilai dari hasil estimasi akan menjadi dasar perhitungan dalam beberapa model dalam SCHATZIE 1.0. Tahap identifikasi dengan metode ARIMA dilakukan pada deret data curah hujan dan hari hujan menggunakan software MINITAB 16 (Minitab Inc 2010). Identifikasi ini meliputi penentuan parameter-parameter ARIMA yaitu proses autoregresi (p), trend (d), proses moving average (q), musiman (S), serta parameter-parameter data musiman (P,D,Q). Data yang digunakan dalam estimasi faktor iklim adalah data historis curah hujan dan hari hujan bulanan selama enam tahun antara bulan Januari 2003 sampai dengan
56
Desember 2009. Estimasi faktor iklim dilakukan dengan cara metode ARIMA. Data faktor iklim terdiri dari data curah hujan dan data hari hujan yang didapat dari Kantor Induk Bagian Administrasi Tanaman PT Perkebunan Nusantara VIII Kebun Cianten. Data faktor iklim sebagai input pembuatan model ARIMA dapat dilihat pada Lampiran 3. A. Model Curah Hujan Identifikasi model deret data curah hujan memperlihatkan analisis awal dari data. Tahap awal dalam pembutan model ARIMA yaitu menguji data bersifat stasioner atau nonstanioner. Identifikasi trend (d) yang dilakukan dengan plot data dan nilai koefisien autokorelasi (ACF) dan autokorelasi parsial (PACF). Hasil pada ACF dan PACF menunjukan signifikan pada lag-1 serta bentuk kedua grafik ACF dan PACF adalah Tails Off. Hal tersebut menunjukan data tidak perlu diturunkan, nilai trend (d) sama dengan nol. Plot dan tren data plot nilai autokorelasi dan autokorelasi parsial dapat dilihat pada dapat dilihat pada Lampiran 5. Identifikasi proses autoregresi dan moving average dilakukan dengan menggunakan plot nilai autokorelasi (ACF) dan autokorelasi parsial (PACF) dari deret data yang stasioner atau yang telah distasionerkan. Identifikasi proses autoregresi (p) dan proses moving average (q) dilakukan dengan plot nilai koefisien autokorelasi dan autokorelasi parsial dari data turunan pertama (lag 1) dari hasil pembedaan pada data hasilnya menunjukkan nilai mendekati nol secara perlahan dan tidak melewati batas signifikan. Menunjukan kecenderungan data memiliki pola autoregresi (p) dan pola moving average (q). Untuk itu dilakukan uji pada model ARIMA (1,0,1); (1,0,2); (1,0,3); (2,0,1); (2,0,2); (3,0,1); dan (3,0,2). Maka model yang dipilih adalah ARIMA (2,0,2) karena memiliki nilai MS yang terkecil. Uji coba pemilihan model ARIMA dapat dilihat pada Lampiran 6. Selain itu, semua nilai koefisien pada ARIMA (2,0,2) bernilai signifikan. Sehingga persamaan model yang dihasilkan sesuai dengan persamaan 25. Hasil uji Box-Pierce (Ljung-Box) menunjukan bahwa model yang dihasilkan sudah fit. Yt = 449,67 + 0,8844 Yt-1 – 0,8918 Yt-2 + 0.6548 et-1 – 0,7736 et-2 Dimana: Yt = curah hujan pada saat t Yt-1 = curah hujan pada saat t-1 Yt-2 = curah hujan pada saat t-2 et-1 = galat ramalan pada periode t-1 et-2 = galat ramalan pada periode t-2
(25)
B. Model Hari Hujan Identifikasi model deret data curah hujan memperlihatkan analisis awal dari data. Tahap awal dalam pembuatan model ARIMA yaitu menguji data bersifat stasioner atau nonstanioner. Identifikasi trend (d) yang dilakukan dengan plot data dan nilai koefisien autokorelasi (ACF) dan autokorelasi parsial (PACF). Hasil pada ACF dan PACF menunjukan signifikan pada lag-1, serta bentuk kedua grafik ACF dan PACF adalah Tails Off. Hal tersebut menunjukan data tidak perlu diturunkan, nilai trend (d) sama dengan nol. Plot dan tren data, plot nilai autokorelasi dan autokorelasi parsial dapat dilihat pada Lampiran 7.
57
Identifikasi proses autoregresi dan moving average dilakukan dengan menggunakan plot nilai autokorelasi (ACF) dan autokorelasi parsial (PACF) dari deret data yang stasioner atau yang telah distasionerkan. Identifikasi proses autoregresi (p) dan proses moving average (q) dilakukan dengan plot nilai koefisien autokorelasi dan autokorelasi parsial dari data turunan pertama (lag 1) dari hasil pembedaan pada data hasilnya menunjukkan nilai mendekati nol secara perlahan dan tidak melewati batas signifikan. Menunjukan kecenderungan data memiliki pola autoregresi (p) dan pola moving average (q). Untuk itu dilakukan uji pada model ARIMA (1,0,1); (1,0,2); (1,0,3); (2,0,1); (2,0,2); (3,0,1); dan (3,0,2). Maka model yang dipilih adalah ARIMA (2,0,2) karena memliki nilai MS yang terkecil. Uji coba pemilihan model ARIMA curah hujan dapat dilihat pada Lampiran 8. Selain itu, semua nilai koefisien pada ARIMA (1,0,3) bernilai signifikan. Sehingga persamaan model yang dihasilkan sesuai dengan persamaan 26. Hasil uji Box-Pierce (Ljung-Box) menunjukan bahwa model yang dihasilkan sudah fit.
Yt = 2,3788 + 0,8765 Yt-1 + 0,4513 et-1 + 0,2122 et-2 – 0,3199 et-3
(26)
Dimana: Yt Yt-1 et-1 et-2 et-3
= curah hujan pada saat t = curah hujan pada saat t-1 = galat ramalan pada periode t-1 = galat ramalan pada periode t-2 = galat ramalan pada periode t-3
Prakiraan nilai-nilai parameter model ARIMA telah ditetapkan. Model ARIMA untuk curah hujan adalah (2,0,2) dan hari hujan (1,0,3). Keluaran model berupa estimasi iklim selama satu tahun. Identifikasi faktor musiman pada deret data faktor iklim mempunyai pola ramalan siklus yang mengikuti pola aktualnya. Hasil estimasi faktor iklim selama satu tahun dapat dilihat pada Tabel 5. Nilai MAPE untuk peramalan hari hujan sebesar 18,33% dan untuk peramalan curah hujan 37,44%. Sedangkan tampilan SCHATZIE 1.0 untuk input model estimasi faktor iklim dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Tampilan SCHATZIE 1.0 untuk Input Model Estimasi Faktor Iklim
58
Tabel 5. Hasil Estimasi Faktor Iklim 2010 Bulan
Hari Hujan Aktual
Prakiraan
Curah Hujan Aktual
Prakiraan
Jan
29
22
511,5
370,0
Feb
25
21
532,5
349,0
Mar
21
18
588,0
428,4
Apr
12
18
165,0
517,3
Mei
23
18
474,5
525,2
Jun
24
18
532,5
452,8
Jul
19
19
597,5
381,8
Agust
21
19
559,5
383,5
Sep
26
19
543,5
448,4
Okt
22
19
461,6
504,2
Nop
19
19
550,1
495,7
Des
16
19
526,6
438,5
6.2.2. Model Estimasi Produksi Pucuk Basah Estimasi produksi bertujuan untuk mengetahui jumlah produksi pucuk teh dari masing-masing blok kebun di dua afdeling yang ada di Kebun Cianten. Estimasi produksi bulanan dijadikan dasar dalam penentuan penjadwalan. Dalam model ini digunakan untuk mengestimasi produksi pucuk teh bulanan dengan menggunakan persamaan fungsi regresi. Model regresi digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan atau memprediksi pengaruh suatu variabel atau beberapa variabel prediktor terhadap variabel respon. Model regresi memiliki variabel respon (Y) dan variabel prediktor (X). Variabel respon adalah variabel yang dipengaruhi suatu variabel prediktor. Variabel respon sering dikenal variabel dependen karena peneliti tidak bebas mengendalikannya. Kemudian variabel prediktor digunakan untuk memprediksi nilai variabel respon dan sering disebut variabel independen karena peneliti bebas mengendalikannya. Kedua variabel dihubungkan dalam bentuk persamaan matematika. Dalam pembuatan persamaan regresi ini, yang menjadi variabel respon (Y) adalah produktivitas pucuk basah dan yang menjadi variabel prediktor adalah umur pangkas (X1), gilir petik (X2), curah hujan (X3), dan hari hujan (X4). Data untuk membuat analisis regresi ada pada Lampiran 9. Pembuatan persamaan regresi didahului dengan menguji analisis korelasi parsial terhadap variabel yang dipilih. Hasil analisis korelasi variabel tersebut dapat dilihat pada Lampiran 10. Pada hasil analisis regresi, setiap hubungan variabel menunjukan nilai-p kurang dari 5% (nilai alpha) maka korelasi antar dua variabel tersebut signifikan. Hasil persamaan regresi tersebut sesuai dengan persamaan 27. Hasil analisis regresi dapat dilihat pada Lampiran 10. Y = - 756 - 4,40 X1 - 2,67 X2 + 1,31 X3 + 34,0 X4
(27)
Dimana: Y X1 X2
: Produktivitas (kg/ha/bulan) : umur pangkas (bulan) : gilir petik (hari)
59
X3 X4
: curah hujan (mm) : hari hujan (hari)
Persamaan tersebut diuji dengan Uji-F. Pada output Anova diperoleh nilai F hitung sebesar 8,82 dan nilai-p (0,000). Karena nilai-p(0.000) < alpha 5% maka model regresi berganda mampu menjelaskan keragaman Y atau model signifikan. Uji-t untuk menguji pengaruh masing-masing peubah bebas (X) terhadap peubah bebas (Y) . Peubah X1,X3 dan X4 berpengaruh nyata terhadap Y karena memiliki nilai-p< alpha 5%. Sedangakan X2 tidak berpengaruh nyata terhadap Y karena nilai-p > alpha 5%. Hasil Uji-F dan Uji-t dapat dilihat di Lampiran 10. Tampilan SCHATZIE 1.0 untuk input model estimasi produksi pucuk basah dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Tampilan SCHATZIE 1.0 untuk Input Model Estimasi Produksi Pucuk Basah
6.2.3. Model Optimasi Penjadwalan Petikan Teh Model optimasi penjadwalan merupakan model optimasi pemilihan model petikan sehingga didapatkan hasil pucuk petikan yang optimal. Dalam menentukan optimasi penjadwalan bertujuan mendapatkan hasil pucuk basah yang terbesar dalam setiap bulannya. Tujuan tersebut dibatasi oleh kendala yang ada yaitu jumlah lahan yang terbatas. Masukan dari model ini berasal dari data produktivitas kebun serta luas kebun yang tersedia. Produktivitas ditentukan pada model prakiraan produktivitas, yang ditentukan dari umur pangkas, jenis petikan, curah hujan, dan hari hujan pada saat bulan petikan dilakukan. Notasi produktivitas yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 12. Notasi tersebut dibuat berdasarkan hasil persamaan produktivitas dengan data faktor iklim yang telah diprakirakan dan estimasi umur pangkas berdasarkan Lampiran 2 serta jenis gilir petik. Optimasi tersebut dibagi menjadi dua belas bulan karena keterbatasan software yang digunakan yaitu jumlah variabel melebihi kapasitas software. Optimasi dilakukan pada semua kebun, yang dibagi menjadi delapan sektor. Persamaan tujuan dan kendala dimasukkan dalam program LINGO 12.0 (LINDO Systems Inc 2010). Penyelesaiaan optimasi dilakukan dengan program tersebut. Persamaan tujuan dan kendala dapat dilihat pada Lampiran 13. Keluaran dari model optimasi penjadwalan merupakan jumlah estimasi pucuk basah yang didapatkan dalam bulan tersebut dari semua kebun. Serta jenis petikan dan luas lahan
60
yang dipilih untuk kebun. Hasil optimasi produksi pucuk basah dapat dilihat pada Tabel 6. Hasil optimasi luas lahan petikan terdapat pada Lampiran 14. Tampilan model optimasi dapat dilihat pada Gambar 17. Tabel 6. Hasil Produksi Pucuk Basah Berdasarkan Hasil Optimasi Penjadwalan No.
Bulan
1
Januari
Optimasi Produksi (kg) 287.573,6
2
Februari
244.588,4
3
Maret
245.569,1
4
April
333.045,9
5
Mei
341.474,6
6
Juni
269.824,5
7
Juli
226.283,1
8
Agustus
269.824,5
9
September
288.816,6
10
Oktober
343.107,4
11
November
331.602,0
12
Desember
276.232,8
Gambar 17. Tampilan SCHATZIE 1.0 untuk Model Optimasi Penjadwalan Petikan Teh
6.2.4. Model Kebutuhan Tenaga Kerja Model tenaga kerja merupakan model untuk menentukan kebutuhan tenaga pemetik teh di kebun. Model ini berfungsi untuk menghitung jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dalam setiap pemetikan pucuk teh harian. Perhitungan model didasarkan pada optimasi luas lahan petikan pada Model Optimasi Penjadwalan masing-masing sektor. Model kebutuhan tenaga pemetik pucuk teh harian memegang peranan penting dalam mencapai hasil petikan secara optimal. Model ini dirancang agar dapat mengalokasikan jumlah pemetik yang dibutuhkan setiap bulannya, karena ada kesulitan dalam penyediaan tenaga pemetik harian akibat rata-rata umur pemetik sudah tua sehingga memutuskan untuk pensiun dari perkebunan. Dalam hubungannya dengan pemetikan menggunakan tenaga pemetik, perlu
61
diperhitungkan jumlah tenaga yang tersedia dan keterampilannya dalam melaksanakan pemetikan. Total jumlah tenaga kerja pemetik harian di Perkebunan Cianten adalah 562 orang. Terdapat dua afdeling yang terbagi menjadi dua blok, setiap blok terdapat dua sektor yang memiliki 61 kebun untuk semua afdeling. Kapasitas petik adalah kemampuan rata-rata pekerja melakukan pemetikan pucuk teh dalam satu hari. Kapasitas pemetikan yang digunakan dalam verifikasi model ini adalah: Satu orang rata-rata mengerjakan 400 m2 = 0,04 Ha. Berdasarkan ketentuan tadi yang menjadikan perhitungan kebutuhan pemetik. Hasil perhitungan kebutuhan tenaga pemetik dapat dilihat pada Lampiran 15. Tampilan model kebutuhan tenaga kerja dapat dilihat pada Gambar 18.
Gambar 18. Tampilan SCHATZIE 1.0 untuk Model Kebutuhan Tenaga Kerja
6.2.5. Model Persedian Bahan Penunjang Produksi Proses pembuatan teh hitam CTC membutuhkan bahan penunjang lain, yaitu kayu bakar dan papersack. Kebutuhan bahan penunjang tersebut didasarkan pada hasil produksi pucuk basah. Kedua bahan penunjang dibuat model persediaan dengan menggunakan economic order quatity. Bahan penunjang yang digunakan tergantung pada hasil yang berasal dari kebun, pucuk basah. Masukan dari model persediaan yaitu hasil optimasi dari model penjadwalan serta beberapa data biaya penyimpanan dan pemesanan. Bahan penunjang kayu bakar didapatkan dari jumlah kayu bakar yang dibutuhkan untuk mengolah teh basah. Sedangkan, papersack dibutuhkan berdasarkan jumlah teh kering yang akan dihasilkan, dengan mengguanakan faktor konversi B/K. Berikut merupakan data input model persediaan disajikan pada Tabel 7. Tampilan model persediaan dapat dilihat pada Gambar 18. Berdasarkan perhitungan untuk persediaan kayu bakar, pemesanan terhadap kayu bakar yakni 1019 m3, dengan frekuensi pembelian sebanyak 34 kali dalam setahun dalam daur pesan 10 hari. Untuk pemesanan papersack, pemesanan ekonomis yakni sebanyak 9498 buah kantong, dengan pemesanan dilakukan sebanyak 2 kali dan daur pemesanan 183 hari.
62
Gambar 19. Tampilan SCHATZIE 1.0 untuk Model Persedian Bahan Penunjang Produksi Tabel 7. Data untuk Model Persedian Bahan Baku No.
Bulan
Optimasi Produksi
Kayu Bakar
Papersack
Koef*
Estimasi
B/K*
Berat Kering
Koef*
Estimasi
Januari
287.573,6
100
2.876
4,6
62.516
50
1.042
Februari
244.588,4
100
2.446
4,6
53.171
50
886
Maret
245.569,1
100
2.456
4,6
53.385
50
890
4
April
333.045,9
100
3.330
4,6
72.401
50
1.207
5
Mei
341.474,6
100
3.415
4,6
74.234
50
1.237
6
Juni
269.824,5
100
2.698
4,6
58.658
50
978
7
Juli
226.283,1
100
2.263
4,6
49.192
50
820
8
Agustus
269.824,5
100
2.698
4,6
58.6568
50
978
9
September
288.816,6
100
2.888
4,6
62.786
50
1.046
Oktober
343.107,4
100
3.431
4,6
74.589
50
1.243
November
331.602,0
100
3.316
4,6
72.087
50
1.201
Desember
276.232,8
100
2.762
4,6
60.051
50
1 2 3
10 11 12
Jumlah
3.457.942,5
34.579
751.726
1.001 12.529
6.3. VALIDASI MODEL Validasi berfungsi sebagai pembuktian bahwa aplikasi dari model terkomputerisasi, dalam penelitian ini adalah model paket program SCHATZIE 1.0, telah dapat merepresentasikan kondisi sebenarnya dari model perencanaan yang ada di PTP Nusantara VIII Kebun Cianten. Pada tahapan validasi ini diharapkan tahapan operasional dari model program SCHATZIE 1.0 dapat menghasilkan keluaran yang konsisten dan memuaskan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dari perancangan model tersebut. Teknik validasi yang digunakan terhadap model program SCHATZIE 1.0 adalah teknik face validity. Menurut Sargent (2007), face validity merupakan teknik validasi yang dilakukan dengan menanyakan kepada pakar (orang yang berkompeten) mengenai ketepatan model dan perilaku model yang dirancang. Pakar yang melakukan validasi akan mengecek ketepatan konsep
63
logika dari model yang dirancang serta hubungan yang tepat dan rasional antara input dan output yang digunakan pada model. Pakar menilai bahwa model yang dikembangkan cukup dapat merepresentasikan faktorfaktor serta tahapan-tahapan yang dipertimbangkan dalam proses estimasi faktor iklim meskipun akurasi dari peramalan perlu ditingkatkan. Selain itu, model penentuan produktivitas kebun perlu disesuaikan dengan faktor-faktor lainnya seperti pemberian pupuk, penyakit, intensitas matahari sehingga dapat merepresentasikan nilai produktivitas dari kebun tersebut. Penentuan optimasi penjadwalan petikan masih terlalu jauh dengan kondisi yang ada di lapangan, penyelesaian optimasi masih terlalu sederhana. Pembuatan model kebutuhan tenaga pemetik belum dapat menentukan kebutuhan tenaga kerja, hasil perhitungan dari model masi terlalu jauh dari ketersedianya tenaga pemetik yang ada di kebun. Model kebutuhan tenaga penunjang sudah dapat dijadikan sebagai acuan dalam ketersediaan bahan.
6.4. HASIL MODEL PERENCANAAN BAHAN BAKU Perencanaan yang dibuat dengan menggunakan paket program SCHATZIE 1.0 menghasilkan penjadwalan petikan selama setahun, yakni tahun 2010. Perencanaan tersebut berdasarkan faktor iklim dan produktivitas tanaman. Selain itu, yang dihasilkan adalah perencanaan bahan penunjang produksi, kayu bakar dan papersack. Model optimasi program linier menghasilkan jadwal pemetikan optimum untuk semua kebun pada tahun 2010. Jadwal yang diperoleh berupa luas areal petik yang menghasilkan produksi pucuk basah maksimum. Hasil dari optimasi penjadwalan yang telah dilakukan adalah penjadwalan semua kebun menjadi pada gilir petik 10 hari, dengan menggunakan semua luas kebun yang tersedia. Misalnya pada kebun Cianten 1 blok A nomor 1, pada kebun tersebut menggunakan gilir petik 10 hari selama bulan Januari sampai Desember dengan luas lahan pemetikan 11,88 ha, luas tersebut merupakan luas areal yang tersedia di kebun Cianten 1 blok A nomor 1. Estimasi pemetikan basah dari pembuatan jadwal optimal sesuai dengan Tabel 6, dengan hasil estimasi pucuk teh selama setahun pada 2010 adalah 3.457.942,5 kg pucuk basah. Hasil perencanaan penjadwalan petikan dapat dilihat pada Tabel 8. Dengan melakukan pemetikan sesuai dengan optimasi pemetikan maka pucuk yang dihasilkan sesuai dengan yang terdapat pada Tabel 6. Hasil perencanaan untuk kayu bakar dan papersack, berdasarkan perhitungan untuk persediaan kayu bakar, pemesanan terhadap kayu bakar yakni 1019 m3, dengan frekuensi pembelian sebanyak 34 kali dalam setahun dalam daur pesan 10 hari. Untuk pemesanan papersack, pemesanan ekonomis yakni sebanyak 9498 buah kantong, dengan pemesanan dilakukan sebanyak 2 kali dan daur pemesanan 183 hari.
64
Tabel 8. Areal Petik Hasil Optimasi Penjadwalan Kebun
Luas
Pemetik
Bulan
Gilir Petik
Kebun
CIN1.A.01
11,88
297
Jan - Des
10
CIN2.C.01
CIN1.A.02
9,1
228
Jan - Des
10
CIN1.A.03
12,2
305
Jan - Des
10
CIN1.A.04
10
250
Jan – Des
10
CIN1.A.05
11,92
298
Jan – Des
CIN1.A.06
10,96
274
CIN1.A.07
13,22
CIN1.A.08
Luas
Pemetik
Bulan
Gilir Petik
13
325
Jan - Des
10
CIN2.C.02
18
450
Jan - Des
10
CIN2.C.03
13,52
338
Jan - Des
10
CIN2.C.04
13,98
350
Jan - Des
10
10
CIN2.C.05
12,48
312
Jan - Des
10
Jan – Des
10
CIN2.C.06
11,58
290
Jan - Des
10
331
Jan – Des
10
CIN2.C.07
13
325
Jan - Des
10
15,45
386
Jan – Des
10
CIN2.C.08
14,18
355
Jan - Des
10
CIN1.A.09
13,32
333
Jan – Des
10
CIN2.C.09
10
250
Jan - Des
10
CIN1.A.10
10,46
262
Jan – Des
10
CIN2.C.10
12,02
301
Jan - Des
10
CIN1.A.11
15,71
393
Jan – Des
10
CIN2.C.11
20,68
517
Jan - Des
10
CIN1.A.12
8,83
221
Jan – Des
10
CIN2.C.12
12
300
Jan - Des
10
CIN1.A.13
9,68
242
Jan – Des
10
CIN2.C.13
12,22
306
Jan - Des
10
CIN1.A.14
11,06
277
Jan – Des
10
CIN2.C.14
12,41
310
Jan - Des
10
CIN1.A.15
10,36
259
Jan – Des
10
CIN2.D.01
12,75
319
Jan - Des
10
CIN1.A.16
10
250
Jan – Des
10
CIN2.D.02
13,43
336
Jan - Des
10
CIN1.B.01
10,04
251
Jan – Des
10
CIN2.D.03
12,06
302
Jan - Des
10
CIN1.B.02
11,86
297
Jan – Des
10
CIN2.D.04
11
275
Jan - Des
10
CIN1.B.03
10,08
252
Jan – Des
10
CIN2.D.05
12,33
308
Jan - Des
10
CIN1.B.04
13,11
328
Jan – Des
10
CIN2.D.06
11,63
291
Jan - Des
10
CIN1.B.05
13,39
335
Jan – Des
10
CIN2.D.07
10,92
273
Jan - Des
10
CIN1.B.06
11,37
284
Jan – Des
10
CIN2.D.08
9,45
236
Jan - Des
10
CIN1.B.07
14,1
353
Jan – Des
10
CIN2.D.09
10,4
260
Jan - Des
10
CIN1.B.08
14,92
373
Jan – Des
10
CIN2.D.10
8,83
221
Jan - Des
10
CIN1.B.09
13,03
326
Jan – Des
10
CIN2.D.11
10,2
255
Jan - Des
10
CIN1.B.10
13
325
Jan – Des
10
CIN2.D.12
13,55
339
Jan - Des
10
CIN1.B.11
13,09
327
Jan – Des
10
CIN2.D.13
10,51
263
Jan - Des
10
CIN1.B.12
12,3
308
Jan – Des
10
CIN2.D.14
11,49
287
Jan - Des
10
CIN1.B.13
13,5
338
Jan – Des
10
CIN2.D.15
9,63
241
Jan - Des
10
CIN1.B.14
10,35
259
Jan – Des
10
CIN2.D.16
10,92
273
Jan - Des
10
CIN2.D.17
14,39
360
Jan - Des
10
6.5. IMPLIKSASI MANAJERIAL Produksi pucuk basah per hari yang dihasilkan oleh Kebun Cianten ialah sekitar 12-32 ton. Nilai ini jauh dari kapasitas pabrik sebesar 25 ton pucuk perhari. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pengelola perkebunan, rendahnya produktivitas pucuk teh di Kebun Cianten terutama disebabkan oleh hama penyakit yang menyerang tanaman teh dan pemupukan yang tidak tepat. Upaya pengelola Kebun Cianten untuk menghadapi permasalahan di atas adalah meningkatkan kualitas pemberantasan hama penyakit dan menambah unsur N pada pupuk yang diberikan sesuai dengan kondisi tanah dan tanaman. Di samping upaya yang berkaitan dengan
65
teknik budi daya, dapat dilakukan pula upaya dari segi manajemen pemetikan pucuk teh yang dapat membantu meningkatkan produktivitas pucuk. Implikasi manajerial dari penerapan program SCHATZIE 1.0 bagi pihak Kebun Cianten yaitu dapat membantu proses pengambilan keputusan dalam upaya optimalisasi pemanfaatan sumber daya yang tersedia serta perencanaan bahan baku yang lebih ekonomis. Program SCHATZIE 1.0 menggunakan data-data yang dapat diperbarui sesuai dengan kondisi yang ada pada saat program tersebut dipergunakan atau sesuai dengan kebutuhan pengguna. Dari penggunaan program ini diharapkan dapat memperkirakan hasil pucuk basah yang optimal, memberikan perencanaan jumlah tenaga pemetik, dan perencanaan kayu bakar dan papersack yang lebih ekonomis. Pengguna (user) dari paket program SCHATZIE 1.0 terdiri dari pengguna biasa (guest) dan administrator. Pengguna biasa dapat mengakses keseluruhan informasi di dalam program, tetapi hanya dapat melakukan proses pemasukan data pada model optimalisasi penjadwalan pemetikan saja. Pengguna yang berstatus sebagai administrator adalah pihak manajemen industri pengolahan teh yang berperan dalam proses pelaksanaan perencanaan pemetikan pucuk basah dan persediaan bahan penunjang. Administrator sangat berperan dalam proses peremajaan data yang digunakan dalam program SCHATZIE 1.0, yaitu data kebun dan biaya-biaya yang ada.
66