ANALISIS RISIKO PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN BAWAL AIR TAWAR (Colossoma macropomum) (Studi Kasus Pada Usaha Perikanan H. Ijam Di Desa Cikupa, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor)
SKRIPSI
ASTRID BAGJARIANI H34096009
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
MAKALAH SEMINAR ANALISIS RISIKO PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN BAWAL AIR TAWAR (Colossoma macropomum) (Studi Kasus Pada Usaha Perikanan H. Ijam Di Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor) Astrid Bagjariani 1) dan Juniar Atmakusuma 2) 1) Mahasiswa, Departemen Agribisnis FEM IPB, H34096009 2) Dosen Pembimbing, Departemen Agribisnis FEM, IPB, Ir. MS ABSTRACT Enterprises Colossoma macropomum hatcheries (BAT) is a very risky business. One manufacturer BAT successful to date is Fishery H. Ijam (UPHI). The purpose of this study was to analyze the source of hatchery production risk BAT analyze how the probability and impact of risks seed production in BAT activity, and analyze alternative strategies that can be done to address the risks of production that occurs in UPHI. Six factors are the source of production risk is an error in the selection of the parent, the parent fault injection, cannibalism, the dry season, water temperature changes are extreme seed can lead to death, and disease. Based on the analysis of the probability of using the z-score is the source of production risk mistakes in the selection of the parent has a value of 12.1 percent probability risk, stem injection errors by 39.7 percent, 10.6 percent cannibalism, weather factors during the dry season by 29 , 8 percent, changes in water temperature of 37.8 percent, and 39.4 percent of the disease. Meanwhile, based on the analysis of the impact of risk using Value at Risk (VaR) shows that the errors stem injection of Rp 28,802,201, dry summer weather factors of Rp 25,448,054, parent selection error Rp 13,858,178, Rp 6,676,490 disease , changes in water temperature of Rp 6,366,539 and Rp 3,891,437 cannibalism. An alternative strategy that uses a strategy of preventive risk is a source of risk in quadrants 1 and 2 changes in temperature, disease, stem injection error and weather factors during the dry season. The use of mitigation strategies used for sources of risk in quadrants 2 and 4, namely injecting stem errors, weather factors, and errors in the selection of sires. As for the sources of risk that exist in quadrant 3 cannibalism using preventive strategies. Keywords : Production Risk, Colossoma macropomum , H. Ijam’s hatcheries
RINGKASAN ASTRID BAGJARIANI. Analisis Risiko Produksi Pembenihan Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) (Studi Kasus Pada Usaha Perikanan H. Ijam Di Desa Cikupa, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (di bawah bimbingan JUNIAR ATMAKUSUMA). Industri perikanan budidaya merupakan sektor yang paling cepat berkembang dibandingkan dengan sektor perikanan tangkap yang laju produktivitasnya dinilai semakin menurun disebabkan oleh kegiatan penangkapan yang dilakukan secara berlebihan atau over fishing. Ikan Bawal Air Tawar (BAT) merupakan salah satu komoditas subsektor perikanan budidaya yang memiliki potensi pada pasar ikan konsumsi. Permintaan ikan BAT dari Hongkong, baru bisa dipenuhi 10 persen saja. Penyediaan benih unggul merupakan faktor kunci dan strategis untuk dapat menggerakkan seluruh sumber daya dan potensi perikanan budidaya sehingga mampu berkontribusi terhadap pembangunan nasional. Benih memainkan peranan penting sebagai sarana produksi utama dalam mengoptimalkan sumber daya dan potensi perikanan budidaya. Tersedianya benih bermutu bagi pembudidaya merupakan faktor utama di dalam siklus keberlanjutan produksi perikanan budidaya. Penelitian dilakukan pada salah satu pembudidaya ikan BAT di Kabupaten Bogor yaitu Bapak H. Ijam yang merupakan pemilik Usaha Perikanan H. Ijam (UPHI), yang dilaksanakan dari bulan Oktober-Desember 2012. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis risiko produksi berupa analisis sumber-sumber risiko produksi yang dihadapi, dan menganalisis strategi yang akan diusulkan untuk mengatasi sumber-sumber risiko yang tersebut dalam pembenihan ikan BAT pada UPHI. Data yang digunakan berasal dari data primer dan sekunder dengan responden sebanyak 12 orang yang berasal dari pihak internal UPHI dengan metode purposive. Analisis yang dilakukan berupa analisis kualitatif yang meliputi gambaran umum perusahaan, proses pembenihan BAT pada UPHI, identifikasi sumber-sumber risiko, dan penanganan risiko serta analisis kuantitatif meliputi analisis probabilitas, dengan metode nilai standar atau z-score, dan analisis dampak dengan menggunakan metode VaR (Value at Risk). Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa ada empat faktor-faktor yang menjadi sumber risiko pada kegiatan produksi pembenihan BAT pada UPHI yaitu Sumber risiko produksi kesalahan SDM memiliki nilai probabilitas risiko terbesar yaitu sebesar 48,4 persen, faktor cuaca 45,6 persen, kanibalisme sebesar 42,5 persen, dan penyakit sebesar 8,5 persen. Pada perhitungan dampak risiko produksi ditentukan tingkat keyakinan yang digunakan sebesar 95 persen dan sisanya error sebesar 5 persen. Produktivitas benih BAT rata-rata sebesar 15.936 ekor per kg dengan harga jual rata-rata sebesar Rp 150,00 per ekor. Dampak yang dihasilkan memperlihatkan bahwa kesalahan sumber daya manusia merupakan sumber risiko produksi yang memberikan dampak kerugian terbesar, yaitu sebesar Rp 26.442.274, kemudian selanjutnya secara berurutan yaitu faktor cuaca sebesar Rp 13.555.700, penyakit sebesar Rp 4.396.337 dan yang paling kecil sumber risiko kanibalisme sebesar Rp 4.272.699.
Strategi penanganan risiko dirumuskan berdasarkan posisi dari masingmasing sumber risiko produksi pada peta risiko. Sumber risiko produksi yang berada pada kuadran 1 dan 2 akan ditangani dengan strategi preventif, sedangkan sumber risiko produksi yang terdapat pada kuadran 2 dan 4 ditangani dengan strategi mitigasi. Kuadran 1 diisi oleh sumber risiko produksi kanibalisme. Strategi preventif yang diusulkan untuk menangani kanibalisme adalah dengan penjadwalan pemberian pakan sehingga mampu mengurangi sifat kanibalisme dari benih BAT itu sendiri. Kuadran 2 diisi oleh kesalahan SDM dan faktor cuaca. Strategi preventif yang diusulkan adalah job description yang jelas dan tepat sesuai keahlian karyawan, pembuatan SOP (standard opereation process) pembenihan BAT, mengikuti pelatihan pembenihan BAT, pemeliharan BAT secara intensif baik dalam pemberian pakan maupun pemeliharan benih BAT, sedangkan strategi mitigasi yang diusulkan untuk sumber risiko pada kuadran 2 adalah menambahkan dosis obat ovaprim yang digunakan dengan segera apabila terjadi kekurangan dosis obat pada induk, recruitment jasa ahli untuk penyuntikan indukan BAT, diversifikasi usaha ikan hias koi dan ikan pemancingan, serta untuk usulan strategi mitigasi terakhir adalah dengan menambah fasilitas alat stel otomatis suhu. Kuadran 3 diisi oleh sumber risiko penyakit. Strategi yang diusulkan berupa strategi pencegahan atau preventif karena probabilitas dan dampak yang dihasilkan kecil. Strategi preventif untuk penyakit berupa penyeleksian pakan terlebih dahulu, penjadwalan pembersihan media budidaya, filterisasi sumber pengairan, dan isolasi ikan BAT yang terkena penyakit. Saran yang sebaiknya dilakukan UPHI yaitu penanganan risiko dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan tingkatan risiko, pembuatan skema alur produksi secara tertulis oleh UPHI, pelatihan penyuntikan hingga UPHI memiliki ahli penyuntikan sendiri, serta menerapkan SOP pada setiap tahapan.
ANALISIS RISIKO PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN BAWAL AIR TAWAR (Colossoma macropomum) (Studi Kasus Pada Usaha Perikanan H. ijam Di Desa Cikupa, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor)
SKRIPSI
ASTRID BAGJARIANI H34096009
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi
: Analisis Risiko Produksi Pembenihan Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) (Studi Kasus Usaha Perikanan H. IJam Di Desa Cikupa, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor)
Nama
: Astrid Bagjariani
NRP
: H34096009
Disetujui, Pembimbing
Ir. Juniar Atmakusuma, MS NIP. 19530104 197903 2 001
Diketahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 195809081984 031 002
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Risiko Produksi Pembenihan Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) (Studi Kasus Usaha Perikanan H. Ijam Di Desa Cikupa, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2013
Astrid Bagjariani H34096009
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 30 Maret 1988. Penulis adalah anak pertama dari pasangan Bapak Drs. Agus Bagja ES dan Ibu Ariani Yuhana S.Pd. Penulis memulai pendidikan formal di Sekolah Dasar Negeri Kotanyari pada tahun 1994 dan lulus pada tahun 2000, kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri Satu Banjarsari dan lulus pada tahun 2003 dan selanjutnya menyeleseikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri Dua Ciamis pada tahun 2006. Pada tahun 2006 penulis diterima dan terdaftar sebagai mahasiswa Direktorat Program Diploma Institut Pertanian Bogor pada Program Keahlian Manajemen Agribisnis melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), dan lulus pada tahun 2009. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Program Sarjana Penyelenggaraan Khusus, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur regular.
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum wr.wb Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, nikmat, dan karuniaNya. Alhamdulillah atas pertolonganNya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Analisis
Risiko Produksi
Pembenihan
Bawal
Air Tawar
(Colossoma
macropomum) Pada Usaha Perikanan H. Ijam, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor”. Penyusunan skripsi ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan pada nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, serta penerus seperjuangannya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis risiko produksi dan alternatif strategi penanganan risiko pada budidaya pembenihan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) Pada Usaha Perikanan H. Ijam, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Segala upaya dan kerja yang optimal telah dilakukan dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Wassalamu’alaikum wr.wb
Bogor, Maret 2013 Astrid Bagjariani
UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan nikmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis
Risiko Produksi
Pembenihan
Bawal
Air Tawar
(Colossoma
macropomum) Pada Usaha Perikanan H. Ijam, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor”. Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan baik moril maupun materiil, yaitu : 1. Ayahanda Drs. Agus Bagja E. S dan Ibunda Ariani Yuhana SPd sebagai orang tua tercinta yang telah membesarkan, mendidik dan telah banyak memberi doa, materi, motivasi, saran serta kepercayaan kepada penulis. Terima kasih untuk semua pengorbanan, cinta, serta kasih sayang yang tiada henti dan habisnya untuk penulis. 2. Ibu Ir. Juniar Atmaksuma MSi sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 3. Bapak Dr. Ir. Suharno, M. Adev dan Bapak Dr. Ir. Wahyu Budi Priatna, MS selaku dosen evaluator yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritikan dan saran demi perbaikan skripsi ini. 4. Bapak H. Ijam sebagai Ketua pemilik usaha sekaligus sebagai Pembimbing Lapang yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian dan membantu penulis selama di lapangan. 5. Pihak Usaha Perikanan H. Ijam (UPHI), Bapak Kokom, Bapak Andri, Ibu Denti, serta karyawan lainya yang telah menberikan waktu, informasi, kesempatan dan dukungannya. 6. Seluruh Staf dan dosen Departemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor atas bantuan dan informasi yang telah diberikan. 7. Sahabat-sahabat terbaik Lusi , Dian Rosyiana, Euis Mustika, Rezy Vemilina Asril, Mariati terima kasih dukunganya.
8. Teman-teman AGB yang telah memberikan semangat, doa, saran, dan motivasinya. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu , terima kasih atas bantuannya.
Bogor, Maret 2013 Astrid Bagjariani
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI...................................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xv
I.
II.
III.
IV.
PENDAHULUAN .............................................................................. 1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1.2 Perumusan Masalah .......................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian............................................................................. 1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian .................................
1 1 7 11 11 12
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 2.1 Deskripsi Ikan Bawal Air Tawar ..................................................... 2.2 Pembenihan Ikan Bawal Air Tawar ................................................ 2.2.1 Pemeliharaan Induk.............................................................. 2.2.2 Seleksi Induk ......................................................................... 2.2.3 Pemberokan ........................................................................... 2.2.4 Penyuntikan ........................................................................... 2.2.5 Pemijahan .............................................................................. 2.2.6 Pemanenan dan Penetasan................................................... 2.2.7 Pemeliharaan Larva dan Pemberian Pakan ....................... 2.3 Penelitian Terdahulu ......................................................................... 2.3.1 Pembenihan Ikan Bawal Air Tawar ................................... 2.3.2 Sumber-Sumber Risiko Agribisnis .................................... 2.3.3 Metode Analisis Risiko ....................................................... 2.4 Strategi Penanganan Risiko .............................................................
13
KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................................. 3.1.1 Konsep Risiko dan Ketidakpastian .................................... 3.1.2 Klasifikasi Risiko ................................................................. 3.1.3 Manajemen Risiko ............................................................... 3.1.4 Pengukuran Risiko ............................................................... 3.1.5 Penanganan Risiko ............................................................... 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional....................................................
25
METODE PENELITIAN .................................................................. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 4.2 Jenis dan Sumber Data...................................................................... 4.3 Metode Pengumpulan Data .............................................................. 4.4 Metode Analisis Data........................................................................ 4.4.1 Analisis Deskriptif ...............................................................
35
13 15 15 15 15 16 16 17 17 18 18 19 22 23 25 25 26 27 29 31 32 35 35 36 37 37
4.4.2 4.4.3 4.4.3 4.4.4 4.4.5
Identifikasi Sumber-Sumber Risiko................................... Pengukuran Kemungkinan Terjadinya Risiko.................. Pengukuran Dampak Risiko ............................................... Pemetaan Risiko ................................................................... Penanganan Risiko ...............................................................
37 38 40 40 41
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN .......................................... 5.1 Profil Perusahaan ............................................................................... 5.2 Aspek Organisasi dan Manajemen Perusahaan ............................. 5.3 Aspek Sumberdaya Perusahaan ....................................................... 5.3.1 Karyawan .................................................................................. 5.3.2 Kepemilikan Peralatan ............................................................ 5.3.3 Aspek Permodalan ................................................................... 5.4 Unit Bisnis ............................................................................................. 5.4.1 Proses Pembenihan Ikan Bawal Air Tawar ..........................
44
ANALISIS RISIKO PRODUKSI PEMBENIHAN ......................... IKAN BAWAL AIR TAWAR .......................................................... 6.1 Identifikasi Sumber-sumber Risiko Produksi ................................ 6.2 Analisis Probabilitas Sumber Risiko Produksi .............................. 6.3 Analisis Dampak Sumber Risiko Produksi .................................... 6.4 Pemetaan Risiko Produksi................................................................ 6.5 Strategi Penanganan Risiko Produksi .............................................
54 54
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 7.1 Kesimpulan ........................................................................................ 7.2 Saran....................................................................................................
88
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
92
LAMPIRAN ....................................................................................................
94
V.
VI.
VII.
44 45 45 45 46 47 48 48
54 61 65 68 70 88 89
DAFTAR TABEL Nomor 1.
Halaman
Perkembangan Produksi Benih Ikan Air Tawar di Kabupaten Bogor Tahun 2007-2010 ....................................................................................
5
2.
Data Beberapa Pembudidaya BAT di Kabupaten Bogor Tahun 2011....
7
3.
Produksi Benih Ikan Bawal Air Tawar pada Usaha H. Ijam Periode Januari-Desember 2012 ..........................................................................
10
4.
Perbedaan Ikan Bawal Air Tawar Jantan dan Betina ..............................
13
5.
Tanda Induk Betina dan Jantan Bawal Air Tawar yang Matang Gonad
15
6.
Produksi Benih Ikan Bawal Air Tawar pada Usaha Perikanan H. Ijam Periode Januari-Desember 2012 .............................................................
35
7.
Perbandingan Probabilitas Risiko dari Sumber Risiko Produksi ............
62
8.
Perbandingan Dampak Risiko dari Sumber Risiko Produksi .................
65
9.
Status Risiko dari Sumber Risiko Produksi ............................................
68
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Input-input Budidaya Pembesaran Ikan Bawal Air Tawar .....................
6
2.
Jenis Usaha Pembenihan H. Ijam ............................................................
8
3.
Persentase Usaha Bawal Ikan Air Tawar H. Ijam ...................................
8
4.
Produktivitas Benih BAT pada Usaha Perikanan H. Ijam Periode Januari-Desember 2012 ..........................................................................
10
5.
Proses Pengelolaan Risiko Perusahaan ...................................................
29
6.
Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ..........................................
34
7.
Peta Risiko ..............................................................................................
41
8.
Penghindaran Risiko (Strategi Preventif) ...............................................
42
9.
Mitigasi Risiko ........................................................................................
43
10. Stuktur Organisasi Usaha Perikanan H. Ijam Tahun 2012 .....................
45
11. Alur Pembenihan BAT pada Usaha Perikanan H. Ijam (UPHI) .............
49
12. Hasil Pemetaan Sumber Risiko Produksi pada UPHI.............................
70
13. Usulan Strategi Preventif Risiko Produksi .............................................
79
14. Usulan Strategi Mitigasi Risiko Produksi ...............................................
84
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor 1.
Halaman
Produksi Benih Bawal Air Tawar pada Usaha Perikanan H. Ijam Periode Januari - Desember 2012 ...........................................................
95
2.
Perhitungan Analisis Probabilitas Sumber Risiko Kesalahan SDM .......
96
3.
Perhitungan Analisis Probabilitas Sumber Risiko Faktor Cuaca ............
96
4.
Perhitungan Analisis Probabilitas Sumber Risiko Kanibalisme .............
97
5.
Perhitungan Analisis Probabilitas Sumber Risiko Penyakit ...................
97
6.
Perhitungan Analisis Dampak Sumber Risiko Kesalahan SDM ............
98
7.
Perhitungan Analisis Dampak Sumber Risiko Faktor Cuaca .................
98
8.
Perhitungan Analisis Dampak Sumber Risiko Kanibalisme ..................
99
9.
Perhitungan Analisis Dampak Sumber Risiko Penyakit .........................
99
I. PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Industri perikanan budidaya merupakan sektor yang paling cepat
berkembang dibandingkan dengan sektor perikanan tangkap yang laju produktivitasnya dinilai semakin menurun disebabkan oleh kegiatan penangkapan yang dilakukan secara berlebihan
atau over fishing.1 Berdasarkan data
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) nilai ekspor perikanan Indoneisa dari tahun ketahun cenderung meningkat. Ditahun 2009 nilai ekspor perikanan Indonesia mencapai US $ 2,5 millar dan ditahun 2010 meningkat menjadi US $ 2,8 millar. Selain itu angka konsumsi ikan perkapita Indonesia juga semakin meningkat. Ditahun 2009 konsumsi ikan masyarakat Indonesia mencapai 29,08 kg perkapita/thn dan meningkat ditahun 2010 menjadi 30,48 kg perkapita/thn. Hal ini menunjukkan bahwasanya masyarakat Indonesia sadar akan pentingnya kebutuhan protein khususnya hewani. Ikan bawal merupakan salah satu protein hewani juga sebagai komoditas perikanan yang bernilai ekonomis cukup tinggi. Ketenaran ikan Bawal Air Tawar (BAT) belum dapat disejajarkan
dengan
komoditas perikanan lainnya, namun produksi ikan ini setiap tahunnya terus meningkat. Oleh karena itu, tidak heran jika pada masa yang akan datang, ikan bawal menjadi komoditas unggulan seperti jenis ikan air tawar lainnya2. Ikan Bawal Air Tawar (BAT) merupakan jenis ikan yang cukup populer di pasar ikan konsumsi. Akan tetapi ikan bawal laut yang lebih dulu populer, BAT pun memiliki popularitas yang tidak kalah baiknya diantara ikan tawar lain. Pada awalnya BAT merupakan ikan yang diimport dari Brasil. Dalam industri perikanan di tanah air BAT ini tergolong baru. Namun peningkatannya sangat pesat sebab mendapat sambutan yang sangat baik dari para petani ikan di indonesia. Meskipun banyak durinya namun daging ikan bawal sangat gurih dan nikmat. Sebagai ikan konsumsi BAT sekarang menjadi alternatif baru. Beberapa
1
http://www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/7862/Indoaqua-Fita-2012-Pacu-Produksi-PerikananBudidaya-Untuk-Ketahanan-Pangan/?category_id=34 [23 Oktober 2012] 2 http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2012/06/16/sumber-daya-perikanan-sebagai-tulangpunggung-perekonomian-indonesia/ [23 Oktober 2012]
petani ikan yang sebelumnya memelihara ikan nila dan ikan mas beralih memelihara BAT, karena potensi ekonomi yang lebih menguntungkan.3 Pasar BAT masih membidik konsumen lokal (dalam negeri) khususnya di kota-kota besar. Pasar lokal yang mendominasi permintaan BAT terbanyak saat ini yaitu Depok, Bekasi, Tangerang, Bogor, DKI Jakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur yang diperkirakan angkanya mencapai jutaan ekor per musim. Contohnya pembudidaya atau pedagang perantara dari Waduk Cirata (Cianjur) atau Jatiluhur (Purwakarta) mendistribusikan ke TPI Muara Bari dan Muara Angke yang selain menampung ikan hasil tangkapan juga menerima BAT. Mereka mengirimkan ke Pasar Turi (Surabaya), Pasar Kobong (Semarang), Lahat (Sumsel), Bandung, Lampung, Bogor dan Cirebon, selain dikirim ke pasar di Jakarta. Permintaan BAT sudah merambah ke mancanegara. Permintaan terbesar selama ini berasal dari Hong Kong dan Amerika Serikat dengan jumlah mencapai puluhan juta ekor tetapi Indonesia baru bisa memasok 10 persennya. Contohnya ikan hasil budidaya di Cirata juga diekspor ke Johor Baru (Malaysia). Di kalangan penggemar ikan hias, BAT juga menjadi daya tarik tersendiri untuk dipajang di akuarium dan kolam taman terutama saat masih benih.4 Peternakan BAT, kini sudah bisa dibudidayakan di air tawar, baik di daerah dataran tinggi maupun dataran rendah. Pertumbuhan bawal dalam air tawar sangat pesat, bahkan bila dibandingkan pada habitatnya semula (di laut) jauh lebih cepat. Sebab pertumbuhan di laut, hidupnya liar dan bergerombol dengan sesama jenisnya, sehingga dalam memperoleh makanannya pun dilakukan sendiri. Sangat berbeda dengan pembudidayaan dalam air tawar, meski hidupnya terbatas tetapi kebutuhan pakan, konsentrat serta vitamin sangat terjamin. Sehingga pertumbuhannya jauh lebih cepat. Dilihat secara agrobisnis, budidaya ikan jenis ini cukup memiliki prospek yang baik. Jawa Barat adalah provinsi yang perkembangan budidaya air tawarnya sangat baik. Sentra perikanan budidaya air tawar di provinsi ini tersebar di Beberapa kabupaten. Komoditas unggulan yang dibudidayakan adalah ikan mas, bawal air tawar, nila, lele, gurame dan ikan air tawar lainya. Salah satu daerah tersebut adalah Kabupaten Bogor. Kabupaten Bogor telah ditetapkan sebagai 3 4
http://gemawirausaha.blogspot.com/2012/01/bisnis-ikan-bawal.html [23 Oktober 2012] http://hobiikan.blogspot.com/2010/03/risiko-usaha-pembenihan-ikan.html [23 Oktober 2012]
2
daerah kawasan minapolitan perikanan budidaya, perikanan budidaya Kabupaten Bogor tidak hanya pembesaran ikan untuk konsumsi. Terdapat banyak unit-unit pembenihan rakyat di Kabupaten Bogor. Dimulai dari usaha benih larva 1,5-2 cm, usaha benih sampai ukuran 5–8 cm, usaha benih sampai ukuran 10–12 cm dan ada pula yang mengusahakan benih sampai ukuran 20 ekor per kilogram. Keberhasilan perikanan budidaya di Kabupaten Bogor karena terdapat sarana budidaya ikan yang mendukung. Dimulai dari sumber air, pakan, benih, dan pasar. Mengenai pemasaran terdapat pasar benih ikan di wilayah Ciseeng sehingga para pembenih tidak perlu khawatir mengenai pemasaran benihnya. Di parung terdapat pasar ikan yang memudahkan para pembudidaya untuk menjual hasil budidayanya. Jadi, penetapan Kabupaten Bogor sebagai kawasan perikanan budidaya terpadu atau sering disebut minapolitan sangatlah tepat. 5 Bawal Air Tawar (BAT) disukai para konsumen dengan rasa dagingnya yang empuk dan gurih, ikan BAT pun dapat dijadikan sebagai ikan hias dengan ukuran benih umur 1 bulan yang dapat disuguhkan dalam akuarium, hal tersebut karena ikan BAT memiliki keindahan warna kulit yang menawan ditambah terkena sinar lampu, kulitnya yang silver mengkilat indah. Budidaya pembenihan ikan BAT sebagai ikan hias berpotensi keuntungan yang lebih besar dibandingkan pembenihan untuk ikan konsumsi. Nilai jualnya lebih mahal karena penjualan dihitung per ekor. Target pasar ikan hias BAT diorentasikan terhadap pasar hobbies, namun dalam setiap kali pembenihan untuk menghasilkan kriteria ikan BAT hias kualitas tinggi kurang dari 5-10 persen. Pasar sektor hobbies ini menuntut kualitas prima baik fisik (katurangga) maupun kesehatannya, karena yang dibutuhkan paling utama adalah penampilan, baik bentuk fisik maupun bentuk warnanya. Diversifikasi usaha baru ini dapat menambah keuntungan bahkan sisa bibit dari hobbies bisa dialokasikan untuk ikan konsumsi. Gambaran tersebut mengindikasikan bahwa membudidayakan BAT memiliki keuntungan ganda, sehingga potensial untuk dikembangkan menjadi sentra usaha baru. Dibandingkan dengan ikan baronang yang harganya mencapai puluhan ribu per kg 5
http://www.perikananbudidaya.kkp.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=295:bogor-sentrabudidaya-lele&catid=117:berita&Itemid=126 [23 Oktober 2012]
3
dan menjadi makanan favorit konsumen dunia, ikan BAT memiliki rasa yang sama bahkan cenderung lebih unggul dengan harga dan ketersediaanya yang mudah terjangkau. Umumnya penjualan benih dihitung per ekor atau per kulak (takaran). Harga benih kualitas baik dengan bobot antara 25-50 gram Rp 80,00 hingga Rp 100,00 per ekor. Sedangkan benih larva yang berbobot antara 75-100 gram Rp 125,00 hingga Rp 175,00. Benih dewasa yang banyak dibeli para pembudidaya berbobot 150-200 gram berada pada kisaran harga Rp 200,00 hingga Rp 300,00. Peningkatan konsumsi yang berbanding lurus dengan peningkatan jumlah produksi budidaya ikan BAT akan meyebabkan peningkatan permintaan benih sebagai salah satu input utama bagi kegiatan budidaya BAT. 6 Penyediaan benih unggul merupakan faktor kunci dan strategis untuk dapat menggerakkan seluruh sumber daya dan potensi perikanan budidaya sehingga
mampu
memainkan
berkontribusi
peranan
penting
terhadap sebagai
pembangunan sarana
produksi
nasional.
Benih
utama
dalam
mengoptimalkan sumber daya dan potensi perikanan budidaya. Tersedianya benih bermutu bagi pembudidaya merupakan faktor utama di dalam siklus keberlanjutan produksi perikanan budidaya.7 Potensi pembenihan BAT di Kabupaten Bogor cukup tinggi karena belum banyak pembudidaya yang melakukan pembenihan BAT. Hal ini disebabkan oleh kurangnya sumberdaya yang dimiliki oleh petani ikan di Kabupaten Bogor, seperti modal dan tenaga ahli untuk proses seleksi dan penyuntikan induk. Perkembangan produksi benih BAT di Kabupaten Bogor juga cenderung semakin meningkat setiap tahunnya. Hal ini dapat terlihat dari data Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor tahun 2007-2010 pada Tabel 1.
6
http://mitra-bisnis.tripod.com/bawal.htm [14 November 2012] http://www.antaranews.com/berita/338477/benih-ikan-berkualitas-kunci-sukses-industrialisasiperikanan-budidaya [14 November 2012]
7
4
Tabel 1. Perkembangan Produksi Benih Ikan Air Tawar di Kabupaten Bogor Tahun 2007-2010 Produksi (Ribu Ekor) Jenis ikan 2007 2008 2009 2010 187.847 166.502 56.663 60.715 Mas 98.438 109.580 35.700 36.995 Nila 1.097 2.181 693 746 Mujair 78.770 92.282 36.166 37.779 Gurame 18.940 9.459 5.510 5.765 Tawes 58.126 79.893 26.358 32.047 Patin 227.482 244.634 62.020 81.063 Lele 659 488 0 0 Sepat Siam 8.285 6.051 1.807 1.868 Tambakan 36.315 33.133 622.191 671.321 Bawal 716.660 744.600 847.112 928.304 Jumlah Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor (2011)
Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa perkembangan produksi benih ikan air tawar di Kabupaten Bogor dari tahun 2007-2010 cenderung mengalami peningkatan. Meningkatnya jumlah benih ikan air tawar tersebut tentunya berbanding lurus dengan usaha pembenihan ikan air tawar itu sendiri. Untuk menghasilkan benih yang berkualitas dibutuhkan teknik dan waktu pemijahan yang tepat, oleh sebab itu untuk memproduksi benih harus didukung dengan keahlian dan keterampilan di bidangnya. Saat ini teknologi produksi benih masih terbatas di kalangan masyarakat karena risiko pada pembenihan ini cukup besar. Menurut Prahasta (2009), risiko produksi yang terdapat pada kegiatan pembenihan BAT adalah buruknya kualitas air yang disebabkan oleh faktor cuaca dan menyebabkan serangan hama penyakit. Pada umur benih, ikan memiliki kondisi tubuh yang lemah gerakannya lambat dan belum memiliki kemampuan perlindungan diri dari serangan hama dan penyakit. Keadaan tersebut menunjukan meskipun usaha pembenihan menjanjikan perolehan keuntungan yang besar, tetapi di balik itu usaha pembenihan mempunyai resiko usaha yang tinggi. Tingkat mortalitas benih yang tinggi ini umumnya terjadi akibat keteledoran pembenih terutama lemahnya upaya pengendalian. Pada proses produksi lanjutan pembesaran, risiko produksi yang disebabkan oleh faktor cuaca dan penyakit pada BAT akan terus berkurang seiring dengan pertumbuhanya karena dapat 5
beradaptasi dengan lingkunganya. Pembenihan BAT merupakan tahapan yang rentan dan mempunyai tingkat kegagalan tinggi yang disebabkan oleh tingginya risiko operasional atau produksi, oleh karena itu para pembudidaya yang mengusahakanya harus melakukan manajemen risiko yang tepat agar setiap sumber risiko yang muncul dapat dicegah dan diatasi. Proporsi untuk masing-masing input dari budidaya BAT dapat diklasifikasikan dalam dua hal yaitu proses pembenihan : induk 43 persen, pakan 37 persen, pupuk, probiotik, dan lain-lain 20 persen. dan proses pembesaran : benih 43 persen, pakan 37 persen, pupuk, probiotik, dan lain-lain 20 persen. Dapat dilihat lebih jelas pada gambar 1 untuk masing-masing input dalam proses pembesaran.
Gambar 1. Input-input Produksi Budidaya Pembesaran Ikan Bawal Air Tawar
Usaha budidaya pembesaran BAT, input benih memiliki peranan yang sangat penting dimana benih memiliki peranan paling besar dengan persentase 43 persen, diikuti input-input produksi yang lain yaitu pakan 37 persen, pupuk, probiotik, dan lain-lain 20 persen.8 Proporsi benih memiliki persentase yang sangat besar menunjukan vital nya benih bagi proses lanjutan yakni pembesaran, dengan kualitas benih yang baik maka dapat mengurangi tingkat mortalitas sehingga hasil panen yang didapat mampu memenuhi bahkan melebihi target sehingga berpengaruh positif terhadap pendapatan. Di Kabupaten Bogor terdapat beberapa pembudidaya benih BAT. Salah Satu pembudidaya BAT yaitu Bapak H. Ijam yang merupakan pembudidaya ikan air tawar berpengalaman sejak tahun 1993 di Kabupaten Bogor dengan luas lahan 8
http://rizarahman.staff.umm.ac.id/files/2010/01/Perikanan-budidaya.pdf [14 November 2012]
6
sektar 13.500 m2. Ikan yang diproduksi oleh Bapak H. Ijam yaitu ikan air tawar seperi ikan mas, ikan gurame, dan ikan bawal. Selain ikan konsumsi air tawar, ada pula ikan hias seperti ikan koi. Jenis ikan yang lebih diutamakan produksinya yaitu ikan yang saat itu sedang mengalami peningkatan permintaan (update), hal ini dimaksudkan untuk memperoleh peningkatan keuntungan. Data pembudidaya ikan air tawar dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Data Beberapa Pembudidaya BAT di Kabupaten Bogor Tahun 2011 No
Nama Alamat Luas Lahan Pembudidaya (m2) Supardi Lemah Duhur, Caringin 1.500 1 Jujun Juhaeni Cijeruk 4.500 2 H. Ijam Situ Daun, Tenjolaya 13.500 3 Tirta Raharja Bojong Sempu, Parung 12.200 4 Boy Johan J Ciseeng 10.000 5 Sumber : Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Bogor (2012)
Komoditi Mas, Nila, Lele, Bawal Mas, Bawal Mas, Lele, Bawal, Koi Gurame, Bawal Mas, Nila, Bawal
1.2 Perumusan Masalah Kabupaten Bogor memiliki suhu rata-rata tiap bulan 260C dengan suhu terendah 21,80C dengan suhu tertinggi 30,40C. Kelembaban udara 70 persen, curah hujan rata-rata setiap tahun sekitar 3.500–4.000 mm dengan curah hujan maksimum pada bulan Oktober hingga Januari.9 Suhu dalam perawatan telur lebih tinggi dibandingkan dalam masa proses pembenihan yang lainya yaitu 270-290C.10 Oleh karena itu Kabupaten Bogor merupakan daerah yang mendukung untuk pembenihan BAT. Usaha Perikanan H. Ijam (UPHI) merupakan salah satu usaha budidaya perikanan BAT milik perseorangan sejak tahun 1993 yang sedang berkembang dalam produksi BAT. Usaha perikanan Bapak H. Ijam memiliki potensi untuk tumbuh dan berkembang lebih besar karena usaha perikanan Bapak H. Ijam merupakan pioneer dalam bidang perikanan air tawar di wilayahnya sehingga sudah memiliki banyak pelanggan tetap dikarenakan kualitas ikan yang diproduksi unggul khususnya benih BAT. Lokasi usaha terletak di Kampung Cikupa, Desa Situ Daun Rt/Rw 03/01 Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor dengan batasan di sebelah utara Desa Cihideung Udik, di sebelah selatan dengan 9
http://www.kotabogor.go.id/sekilas-bogor/letak-geografis [23 Oktober 2012] http://tricahyoachiriyantodotorg.wordpress.com/2011/12/30/proposal-penelitian/ [23 Oktober 2012]
10
7
Desa Gunung Malang, di sebelah barat dengan kali Cinangneng, dan di sebelah timur berbatasan dengan kali Cihideung. Budidaya benih yang dilakukan oleh UPHI tidak hanya benih BAT akan tetapi H. Ijam juga memproduksi benih ikan mas, benih ikan patin, dan ikan koi. Usaha pembenihan BAT merupakan usaha prioritas yang dijalankan oleh bapak H. Ijam karena besarnya permintaan terhadap benih BAT yang dihasilkan oleh UPHI dibandingkan benih ikan yang lainya dimana benih BAT yang dihasilkan memiliki kualitas unggul dibanding produsen petani pembenih sejenis diantaranya mampu beradaptasi dengan cepat, memiliki daya tahan tinggi, serta sudah teruji kualitasnya. Untuk persentase usaha budidaya ikan air tawar yang dilakukan bapak H. Ijam dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Usaha Pembenihan UPHI Dapat dilihat dalam gambar 2 produksi benih BAT berada pada urutan paling besar yaitu 34 persen. Proporsi produksi pembenihan dalam usaha budidaya BAT juga memiliki persentasi yang paling besar di bandingkan produksi yang lain yaitu sebesar 58 persen, hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Varian Usaha Bawal Ikan Air Tawar UPHI
8
Usaha benih lebih besar dibandingkan memproduksi ikan bawal konsumsi dan ikan bawal hias, hal tersebut disebabkan oleh selain banyaknya permintaan dari para konsumen tetap, UPHI juga menyuplai kebutuhan budidaya BAT internal perusahaan. Proses produksi atau budidaya merupakan rangkaian kegiatan yang mengkombinasikan dan mengelola input yang tersedia untuk menghasilkan output yang tidak akan pernah lepas dari risiko. Saat ini produksi larva atau budidaya pembenihan dilakukan satu bulan sekali. Hal ini disesuaikan dengan waktu pendederan benih BAT untuk mencapai ukuran 1,5-2 cm atau biasa disebut nyilet. Pemijahan satu ekor induk betina ukuran berkisar 2 kg dapat menghasilkan sekitar 200.000 telur. Setelah 7 hari perawatan, lalu larva siap ditebar di kolam pendederan dengan luas kolam 500 m2. Benih siap dipanen setelah umur kurang lebih 30 hari dengan ukuran 1,5-2 cm. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh data produksi selama kurang lebih 16 bulan yaitu dari bulan Januari hingga Desember 2012. Setiap hasil produksi pembenihan digunakan perbandingan 1:3 untuk induk betina dan jantan. Sehingga dipersiapkan 15:5 untuk induk jantan dan betina maka menghasilkan sekitar 1.000.000 telur sampai pada panen benih siap jual. Panen benih BAT yang dihasilkan berkisar 108 ribu ekor sampai 401 ribu ekor dalam siklus produksi per bulan Januari hingga Desember 2012. Produksi tersebut ditujukan untuk memenuhi permintaan para petani pembudidaya pembesaran ikan bawal air tawar yang lain serta permintaan internal perusahaan. Selama menjalankan kegiatan usaha pembenihan BAT oleh UPHI diperoleh produktivitas paling rendah pada bulan April karena adanya perubahan cuaca di penghujung musim kemarau beralih ke musim penghujan. Pada setiap peralihan musim penghujan maupun kemarau selalu disertai serangan hama dan penyakit. Usaha pada sektor perikanan memiliki tingkat risiko yang cukup bergantung pada kondisi alam yang tidak dapat dikendalikan atau diduga sebelumnya. Berfluktuatifnya produktivitas mengindikasikan adanya risiko produksi yang terjadi pada usaha pembenihan BAT yang dijalankan UPHI. Risiko produksi
yang dialami pembudidaya pembenihan berimplikasi terhadap
penerimaan. Fluktuasi produktivitas benih BAT pada UPHI dapat dilihat dalam Tabel 3. 9
Tabel 3. Produksi Benih Ikan Bawal Air Tawar pada Usaha H. Ijam Periode Januari-Desember 2012 No Bulan Induk betina yang Produksi Benih Produktivitas dipijahkan (kg) (ekor) Induk (ekor/kg) 400.900 22.272 Januari 18 1 400.000 22.222 Februari 18 2 398.900 22.161 Maret 18 3 108.000 6.000 April 18 4 167.700 9.316 Mei 18 5 153.200 8.511 Juni 18 6 126.500 7.906 Juli 16 7 207.450 11.525 Agustus 18 8 399.850 22.213 September 18 9 356.000 19.777 18 10 Oktober 377.000 20.944 18 11 November 331.000 18.388 18 12 Desember 191.235 Total 15.936 Rata-rata Sumber : Usaha H. Ijam, data diolah 2013
Dari Tabel 3 terlihat bahwa setiap bulannya produktivitas benih yang dihasilkan oleh UPHI bervariasi, produktivitas benih BAT berkisar antara 6.000 ekor hingga 22.213 ekor per kilogram indukan yang di pijahkan pada periode bulan Januari hingga Desember 2012, produktivitas benih BAT rata-rata 15.936 ekor per kilogram setiap indukan. Adapun grafik produktivitas benih BAT setelah diplotkan disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Produktivitas Benih BAT pada Usaha Perikanan H. Ijam Periode Januari-Desember 2012
Fluktuatifnya produktivitas disebabkan oleh berbagai risiko produksi. Risiko produksi dapat mengakibatkan kerugian bagi perusahaan. Kerugian akibat 10
risiko produksi yang dialami seperti tingkat mortalitas yang meningkat baik karena hama dan penyakit, kesalahan tenaga kerja, cuaca atau iklim, keadaan geografis, penggunaan indukan bahkan karakteristik dari BAT itu sendiri yang mengakibatkan jumlah produksi rendah dan kualitas hasil panen juga menurun. Adanya risiko yang dihadapi UPHI dalam pembenihan BAT memberikan gambaran bahwa proses produksi pembenihan banyak mengandung risiko, UPHI mampu bertahan dan mengembangkan usahanya merupakan salah satu hal yang menarik untuk dipelajari. Hal ini menjadi bahan kajian dalam penelitian mengenai analisis risiko produksi pembenihan BAT sehingga dapat diketahui strategi usaha yang dapat diusulkan dalam mengendalikan sumber-sumber yang menyebabkan risiko untuk dapat meminimalkan dampaknya. Berdasarkan keadaan lapang diperoleh beberapa permasalahan yang dijawab dalam penelitian ini : 1. Apa saja sumber-sumber risiko pembenihan BAT yang dihadapi UPHI? 2. Berapa probabilitas dan dampak risiko yang disebabkan oleh sumber-sumber risiko pada kegiatan pembenihan BAT terhadap UPHI? 3. Bagaimana alternatif strategi risiko yang akan dilakukan UPHI untuk mengelola risiko yang dihadapi?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini adalah: 1.
Menganalisis sumber-sumber risiko pada pembenihan BAT milik UPHI.
2.
Menganalisis berapa besar probabilitas dan dampak risiko yang disebabkan oleh sumber-sumber risiko pada kegiatan pembenihan BAT terhadap UPHI.
3.
Menganalisis alternatif strategi penanganan risiko pembenihan BAT yang dapat dilakukan untuk mengatasi risiko produksi yang terjadi pada UPHI dalam menjalankan usahanya.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan diharapkan mampu memberikan manfaat dan kontribusi bagi pihak-pihak, seperti : 11
1.
Pemerintah sebagai bahan pertimbangan kebijakan dalam budidaya air tawar khususnya pembenihan BAT.
2.
Peneliti sebagai aplikasi ilmu yang telah diperoleh selama masa perkuliahan, serta sebagai salah satu syarat kelulusan Program Alih Jenis Agribisnis Institut Pertanian Bogor
3.
Pengusaha dapat menjadi masukan untuk pengembangan usaha.
4.
Pembaca sebagai sumber pengetahuan atau informasi tentang risiko yang dihadapi oleh pengusaha pembenihan BAT.
1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Ruang lingkup penelitian Analisis Risiko Produksi Pembenihan Ikan Bawal Air Tawar atau BAT (Colossoma macropomum) dilakukan pada Usaha Perikanan H. Ijam (UPHI) yang terletak di Kampung Cikupa, Desa Situ Daun Rt/rw 03/01 Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Terbatasnya waktu serta kemampuan dalam melakukan penelitian, maka ruang lingkup penelitian ini terbatas pada : 1.
Produk yang dikaji, yaitu ikan air tawar yakni BAT. Hal ini didasarkan bahwa perikanan budidaya memiliki peluang besar setelah perikanan tangkap yang akan habis tereksploitasi. Pemilihan komoditas tersebut dikarenakan tingkat keberlangsungan permintaanya yang paling tinggi pada UPHI yakni benih ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum).
2.
Penelitian ini mengkaji analisis penanganan risiko pada pembenihan BAT (Colossoma macropomum) yang diterapkan UPHI sehingga mampu mengelola risiko yang disebabkan oleh sumber-sumber risikonya.
12
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Bawal Air Tawar Ikan bawal mempunyai bentuk badan yang sedikit bulat dan pipih dengan kepala hampir bulat, sisik kecil, punggung berwana abu-abu tua, perut berwarna putih abu-abu dan merah. Gigi ikan bawal tajam, namun tidak seganas seperti ikan piranha. Ikan ini berasal dari Brazil dan dapat ditemukan di sungai-sungai besar seperti Amazon (Brazil) dengan nama Tambaqui. Sedangkan untuk di beberapa negara lain, ikan ini mempunyai nama seperti diantaranya adalah Gamitama (Peru), Red Bally Pacu (Amerika Serikat dan Inggris) dan Cachama (Venezuela). Ikan bawal hidup secara bergerombol di daerah yang airnya tenang. Mulanya ikan bawal diperdagangkan sebagai ikan hias. Namun dagingnya yang enak dan ukuran ikan yang cukup besar, masyarakat menjadikan ikan bawal sebagai ikan konsumsi. Induk ikan bawal jantan dan betina pada saat masih kecil sangat sulit dibedakan, tetapi setelah dewasa, perbedaan tersebut akan tampak jelas. Perbedaan bawal jantan dan bawal betina dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Perbedaan Ikan Bawal Air Tawar Jantan dan Betina Ikan Bawal Betina Ikan Bawal Jantan No 1
Tubuh lebih gemuk
Tubuh lebih langsing
2
Warna lebih menyala
Warna kurang menyala
3
Setelah matang gonad, perut lebih Setelah matang gonad, akan keluar gendut, gerakan lambat cairan putih susu bila perut dipijat ke arah kelamin, gerakan agresif
Sumber : Aries, 2000.
Perikanan budidaya atau aquaculture merupakan kegiatan untuk memproduksi biota (organisme) akuatik di lingkungan terkontrol dalam rangka mendapatkan keuntungan atau profit. Sedangkan yang dimaksud budidaya adalah kegiatan pemeliharaan untuk memperbanyak atau reproduksi, menumbuhkan, serta meningkatkan biota akuatik sehingga memperoleh keuntungan (Effendi, 2004). Pemenuhan kebutuhan benih BAT sebagai salah satu input vital dalam budidaya pembesaran ikan bawal air tawar konsumsi, pola pengembangan ikan 13
bawal air tawar dapat dibagi dalam beberapa subsistem. Setiap pelaku dapat bergerak dalam masing-masing subsistem tergantung dari modal yang dimiliki dan prasarana budidaya yang tersedia, serta bisa juga setiap para pelaku tersebut bergerak dari mulai proses budidaya pembenihan hingga pembesaran. Subsistem ini meliputi pembenihan, pendederan, pebesaran dan subsistem penunjang (Effendi, 2004). 1.
Subsistem pembenihan Pada subsistem pembenihan, pelaku bisnis dapat mulai dari kegiatan memelihara induk sampai menghasilkan benih ukuran dua inchi atau seberat tiga gr setiap ekornya. Benih ukuran tersebut menjadi input untuk subsistem pendederan atau bisa langsung dijual. Kegiatan ini biasanya dilakukan selama enam minggu.
2.
Subsistem pendederan Pada subsistem pendederan, pelaku bisnis memulai dari kegiatan memelihara benih ukuran dua inchi sampai benih mencapai ukuran empat inchi seberat 25 gr per ekornya. Benih ukuran ini bisa dijual atau menjadi input subsistem pembesaran. Kegiatan ini biasanya dilakukan selama enam minggu.
3.
Subsistem pembesaran Pada subsistem pembesaran, pelaku bisnis bertugas membesarkan benih dari hasil pendederan ukuran empat inchi seberat 25 gr per ekor hingga menjadi ikan konsumsi. Kegiatan ini biasanya dilakukan selama tiga bulan. Selain itu, subsistem ini bertugas mencari pasar dalam dan luar negeri.
4.
Subsistem penunjang Pada subsistem penunjang, pelaku bisnis bertugas menyiapkan sarana dan prasarana
yang
diperlukan
oleh
masing-masing
subsistem,
seperti
menyediakan peminjaman modal bagi lembaga keuangan, pelatihan-pelatihan bagi lembaga-lembaga terkait, penyedia pakan tambahan, peralatan, dan sarana produksi lainya. Adanya subsistem tersebut diharapkan kegiatan budidaya dapat berjalan lancar, karena masing-masing subsistem mempunyai tugas
yang
berlaianan
dan
akan
terjalin
kerjasama
yang
saling
menguntungkan.
14
2.2 Pembenihan Ikan Bawal Air Tawar Pembenihan adalah kegiatan membiakkan (menghasilkan benih) ikan dalam umur, bentuk dan ukuran tertentu yang belum dewasa. Sedangkan yang dimaksud dengan benih ikan adalah ikan dalam umur, bentuk dan ukuran tertentu yang belum dewasa, termasuk telur, larva dan biakkan murni algae (Anonimous, 2005). Adapun tahapan pembenihan BAT Menurut Prahasta (2009) ialah pemeliharaan induk, seleksi indukan, pemberokan, penyuntikan, pemijahan, penetasan, pemeliharaan larva dan pemberian pakan. 2.2.1
Pemeliharaan Induk Pemeliharaan induk atau disebut pula pematangan gonad (telur)
merupakan kegiatan pemeliharaan induk sampai induk matang gonad atau siap untuk dipijahkan. Induk-induk dipelihara di kolam dengan kepadatan 2-4 kilogram per m2 atau 25 induk dengan berat 2-4 kg dalam kolam berukuran 400 m2. Dalam pemeliharaan, induk diberi pakan tambahan berupa pelet dengan kadar protein 35 persen dan dosis 3 persen per hari, menjelang musim hujan tiba dosisnya ditambah menjadi 4 persen dari berat tubuh ikan. 2.2.2
Seleksi Induk Satu bulan setelah musim hujan, dilakukan seleksi induk tahap awal. Pada
saat itu, induk bawal biasanya sudah ada yang matang gonad. Tanda induk yang matang Gonad yaitu dapat dilihat dalam Tabel 5 : Tabel 5. Tanda Induk Betina dan Jantan Bawal Air Tawar Matang Gonad Betina Jantan induk betina yang matang telur dicirikan dengan perut yang buncit dan lubang kelamin berwarna kemerahan. Berat induk betina sebaiknya 4 kilogram.
ciri induk jantan yang matang telur yaitu bila perut dipijat ke arah lubang kelamin akan keluar cairan berwarna putih susu atau sperma. Perut induk jantan tetap seperti biasa (tidak buncit). Berat induk jantan sebaiknya 3-4 kilogram.
Sumber : Aries, 2000
2.2.3
Pemberokan Pemberokan merupakan kegiatan menyimpan induk-induk yang berasal
dari kolam pemeliharaan induk hingga induk disuntik untuk dipijahkan. Pemberokan ini dilakukan karena gonad induk masih banyak mengandung lemak. 15
kandungan lemak yang tinggi dapat menghambat keluarnya telur saat dipijahkan atau di-streeping. Kegiatan ini juga bertujuan untuk memudahkan dalam membedakan induk yang gendut karena telur atau gendut karena makanan. Pemberokan ini dilakukan selama 2-3 hari. Induk yang gendut akibat pakan biasanya perutnya akan kempes setelah pemberokan. 2.2.4
Penyuntikan Penyuntikan merupakan kegiatan memasukkan hormon perangsang ke
dalam tubuh induk dengan menggunakan alat suntik agar telurnya keluar. Penyuntikan hormon LHRH-a Ovaprim dilakukan pada bagian sirip punggung, dosis yang dipakai adalah 0,7 mililiter per kilogram berat induk betina, sedangkan dosis untuk induk jantan 0,5 mililiter per kilogram berat induk jantan. Induk yang pertama disuntik yaitu induk BAT betina, hormone disuntikan 2 kali dengan selang waktu 8, 10, atau 12 jam. Penyuntikan pertama sebanyak 30 persen dari dosis total dan penyuntikan kedua lebih tinggi dari dosis penyuntikan pertama yaitu 70 persen dari dosis total. Induk jantan disuntik hanya satu kali ketika penyuntikan kedua induk betina. 2.2.5
Pemijahan Pemijahan ikan bawal air tawar dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
induced breeding dan induced spawning. 1) Pemijahan induced breeding, induk jantan dan induk betina yang sudah disuntik dimasukkan ke dalam bak yang berbeda. Tujuannya agar tidak terjadi pemijahan yang tidak diinginkan. Air dalam bak atau kolam tersebut harus tetap mengalir agar induk tidak stres dan proses ovulasi telur tidak terganggu. Sebelum streeping dimulai harus dilakukan pengecekan induk. Tujuannya agar induk yang di-streeping benar-benar induk yang telah siap. Streeping telur dan sperma dilakukan berulang kali sampai telur dalam tubuh betina keluar semua, demikian juga dengan sperma. Selama proses streeping dilakukan jangan ada air yang masuk ke dalam wadah telur. 2) Induced spawning merupakan sistem pemijahan ikan bawal dimana indukinduk yang sudah disuntik tidak di-streeping, tetapi dibiarkan memijah sendiri seperti pemijahan alami. Kelebihan sistem ini yaitu pekerjaan selama
16
pemijahan tidak banyak. Adapun kelemahannya yaitu ada kemungkinan tidak semua telur keluar dan pembuahannya kurang sempurna. 2.2.6
Pemanenan dan Penetasan Setelah pemijahan, telur-telur diambil menggunakan scope-net halus.
Lakukan penyeleksian antara telur yang siap dipanen dengan ciri-ciri telur-telur tersebut tidak menempel pada tangan jika dipegang. Penetasan merupakan kegiatan merawat telur-telur yang sudah dikeluarkan dari induk betina sampai menetas atau panen. Setelah pemijahan telur-telur diambil menggunakan scope net halus, kemudian telur tersebut ditetaskan di dalam akuarium yang telah dilengkapi dengan aerasi dan water heater dengan suhu 27-290C. Kepadatan telur yang dianjurkan 150-250 butir per liter air. Apabila kondisi lingkungan baik telur akan menetas dalam waktu 18-24 jam. Daya tetas telur bawal tergantung dari kualitas telur, kualitas air, dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya, seperti penggantian air dan aliran listrik untuk menghidupkan aerator dan heater. 2.2.7
Pemeliharaan Larva dan Pemberian Pakan Larva (larvae) secara definisi adalah bentuk muda (juvenile) hewan
dengan perkembangan tak langsung yang melalui metamorfosis. Bentuk larva dapat sangat berbeda dengan bentuk dewasanya, larva umumnya memiliki organ khusus yang tak terdapat pada bentuk dewasa.11 Pemeliharaan larva merupakan kegiatan merawat telur-telur yang baru menetas (larva) sampai siap ditebar ke tempat pemeliharaan. Kegiatan ini dapat dilakukan di akuarium dan di kolam. Kelebihan benih pemeliharaan di akuarium adalah lebih terkontrol dan kematian dapat ditekan sekecil mungkin, tetapi kelemahannya pekerjaan lebih banyak karena harus merawat setiap hari. Adapun kelebihan pemeliharaan di kolam yaitu pekerjaan tidak banyak dan biayanya dapat ditekan serendah mungkin, tetapi kelemahannya adalah kematian lebih tinggi. Setelah larva berumur empat hari pakan cadangan dalam tubuh larva akan habis, saat itulah larva mulai diberi pakan. Jenis pakan yang diberikan yaitu Naupli Artemia, Brachiounur atau Moina. Setelah berumur 14 hari larva siap ditebar ke kolam pendederan. Benih larva BAT memiliki Survival Rate (SR) 75 persen hingga berumur satu bulan. 11
http://id.wikipedia.org/wiki/. [08 Desember 2012]
17
2.3 Penelitian Terdahulu Penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan topik pada penelitian ini yaitu diantaranya adalah mengenai sumber-sumber risiko agribisnis, metode analisis risiko dan strategi pengelolaan risiko, dan penelitian-penelitian lainya yang relevan. Penelitian-penelitian terdahulu akan menjadi bahan acuan dalam kegiatan penelitian ini. 2.3.1
Pembenihan Ikan Bawal Air Tawar Telah banyak dilakukan penelitian mengenai pembenihan BAT. Tinjauan
pustaka mengenai hasil-hasil penelitian tersebut diperlukan untuk memberikan pengetahuan baru, masukan, dan hipotesa (dugaan) awal dalam melakukan kegiatan penelitian mengenai risiko produksi pembenihan ikan bawal air tawar dengan menyesuaikan dengan keadaan di lokasi penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh Brajamusti (2008) mengambil judul analisis pendapatan usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar studi kasus pada Ben’s Fish Farm, Desa Cigola, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis dan menghitung tingkat pendapatan usaha serta menganalisis efisiensi usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar jika terjadi perubahan-perubahan dalam produksi. Hasil analisis menunjukan bahwa perusahaan pada tahun 2007 memperoleh pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 509.288.400 sedangkan pendapatan atas biaya totalnya adalah sebesar Rp 431.097.400 Nilai R/C ratio tunai usahatani pembenihan larva ikan bawal air tawar menunjukan sebesar 2,96 dan R/C ratio total menunjukan 2,28. Dalam penelitian tersebut juga dijelaskan bahwa adanya fluktuasi harga jual larva, fluktuasi harga barang-barang input yang mempengaruhi pendapatan perusahaan. Mustikawati (2009) meneliti mengenai kelayakan usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar studi kasus pada usaha perikanan H. Ijam di Desa Cikupa, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Penelitian bertujuan untuk mengkaji kelayakan bisnis pembenihan ikan bawal air tawar pada usaha tersebut. Penelitian ini menggunakan alat analisis Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan analisis sensitifitas. Hasil menunjukan bahwa usaha ikan bawal air tawar sangat layak untuk dijalankan karena nilai Net B/C lebih dari satu, yaitu 4,87. IRR yang diperoleh sebesar 78 18
persen. Angka tersebut berada di atas tingkat suku bunga kredit yang berlaku yaitu 7 persen. Ini artinya kemampuan usaha dalam pengembalian modal lebih besar dari tingkat suku bunga kredit. Hasil penelitian ini juga menyimpulkan bahwa usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar mempunyai risiko operasional yang sangat tinggi yaitu dengan terlihatnya nilai switching value yaitu dimana ketika terjadi penurunan produksi larva dan benih ikan bawal air tawar lebih dari atau sama dengan 22,43 persen, maka usaha masih bisa ditolerir akan tetapi apabila penurunan melebihi nilai tersebut maka usaha sudah tidak layak dijalankan. Nilai tersebut merupakan titik aman dimana usaha pembenihan ikan bawal air tawar tetap dikatakan layak dan dapat dijalankan karena perusahaan masih dapat memperoleh keuntungan. Hal tersebut terjadi ketika musim kemarau, serta sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kualitas indukan, kualitas air kolam, pakan yang digunakan, dan skill para tenaga kerja yang digunakan, serta fluktuasi harga input dan output. Dalam kajian ini menyebutkan pula bahwa dengan penurunan harga yang terjadi pada larva ikan bawal air tawar juga mempunya risiko pasar yang sangat tinggi yaitu hasil switching value penurunan harga jual larva hanya bisa ditolerir hingga sebesar 7,04 persen yaitu dari harga jual Rp 8,00 per ekor menjadi Rp 7,43 per ekor. Beberapa contoh penelitian terdahulu di atas menunjukan bahwa pembenihan ikan bawal air tawar layak untuk diusahakan, tetapi pembenihan ikan bawal air tawar juga rentan terhadap risiko operasional atau proses produksi seperti pengaruh cuaca, kualitas indukan, kualitas air, dan pakan yang digunakan sangat berpengaruh pada pendapatan perusahaan. 2.3.2
Sumber-Sumber Risiko Agribisnis Indikasi risiko dalam suatu usaha berdasarkan penelitian terdahulu secara
umum dapat terlihat dari adanya variasi hasil produksi dalam usaha pembenihan BAT, khususnya dari adanya fluktuasi yang cukup signifikan atau bersifat negatif dalam bentuk penurunan nilai tertentu yang dialamai perusahaan dalam periode tertentu usahanya. Terjadinya variasi produktivitas benih BAT tawar pada UPHI juga dapat menggambarkan bahwa usaha-usaha benih ikan bawal air tawar yang ada di Indonesia juga mengalami variasi produktivitas sehingga dapat juga mengindikasikan bahwa usaha pembenihan ikan bawal air tawar di Indonesia 19
memiliki risiko dalam pengusahaanya. Sumber-sumber penyebab risiko pada usaha perikanan sebagian besar disebabkan oleh faktor-faktor seperti perubahan suhu, hama dan penyakit, penggunaan input serta kesalahan teknis (human error) dari tenaga kerja. Pada umumnya risiko tersebut dapat diminimalisasi dengan menggunakan berbagai cara seperti penggunaan teknologi terbaru, penanganan yang intensif, dan pengadaan input yang berkualitas. Penelitian mengenai risiko dengan komoditas pembenihan larva ikan bawal air tawar yang telah dilakukan oleh Sahar (2010) menemukan bahwa sumber-sumber risiko pada pembenihan larva ikan bawal air tawar di Ben’s Farm Bogor adalah risiko produksi dan risiko pasar. Risiko produksi dalam penelitian Sahar (2010) terdapat beberapa sumber risiko produksi, diantaranya adalah penyakit yang menyerang induk dan larva ikan bawal air tawar, faktor cuaca, dan faktor manusia serta kerusakan peralatan teknis di perusahaan. Untuk risiko pasar terdapat beberapa sumber risiko yang sangat mempengaruhi keberlangsungan perusahaan, diantaranya fluktuasi harga input dan fluktuasi harga benih. Pada penelitian tersebut, peneliti menggunakan peta risiko untuk mengklasifikasi sumber-sumber risiko yang ada, hal tersebut bertujuan untuk mempermudah dalam mencari alternatif penanganan risiko yang harus dilakukan oleh perusahaan. Hal tersebut tidak berbeda dengan penelitan Lestari (2009), sumbersumber risiko dalam usaha pembenihan udang vannamei dengan mengambil studi kasus di PT Suri Tani Pemuka Serang, Banten. Pada penelitiaan tersebut terdapat sumber risiko pasar yang dihadapi, yaitu fluktuasi harga input. Sumber Risiko operasional diantaranya adalah pengadaan induk udang vannamei yang didatangkan dari Hawwai, Amerika Serikat dengan tingkat risiko sekitar tiga persen. Hal ini disebabkan induk yang didatangkan oleh perusahaan harus melewati proses karantina terlebih dahulu sehingga meminimumkan risiko. Sering ditemukan kasus induk udang vannamei yang mengalami stress dikarenakan proses distribusi yang memakan waktu dan juga adanya perbedaan suhu yang relative besar. Adapun sumber operasional lainnya adalah faktor penyakit, cuaca, mortalitas dan kerusakan pada peralatan teknis. Analisis yang dilakukan setelah mengidentifikasi sumber-sumber risiko yang sering terjadi dalam perusahaan 20
kemudian risiko tersebut diklasifikasikan ke dalam peta risiko untuk mengetahui tingkat krusial sumber risiko tersebut. Penelitian Lestari (2009) mengungkapkan bahwa sumber-sumber risiko yang telah teridentifikasi yaitu risiko pasar yang dihadapi, dengan fluktuasi harga input. Untuk sumber Risiko operasional diantaranya adalah pengadaan induk udang vannamei yang didatangkan dari Hawwai, Amerika Serikat dengan tingkat risiko sekitar tiga persen. Hal ini disebabkan induk yang didatangkan oleh perusahaan
harus
melewati
proses
karantina
terlebih
dahulu
sehingga
meminimumkan risiko. Sering ditemukan kasus induk udang vannamei yang mengalami stress dikarenakan proses distribusi yang memakan waktu dan juga adanya perbedaan suhu yang relative besar. Sumber-sumber risiko tersebut dipetakan ke dalam peta risiko. Hasilnya yaitu pada kuadran 1 dengan tingkat kemungkinan terjadinya risiko besar dan dampak yang dihasilkan pun besar adalah penyakit dan tingkat mortalitas. Pada kuadran 2 dengan probabilitas yang kecil tetapi menimbulkan dampak yang besar yaitu pengadaan induk. Sementara itu pada kuadran 3 yaitu fluktuasi harga induk, fluktuasi harga pakan, dan fluktuasi harga benih. Pada kuadran 4 yaitu kerusakan peralatan dan cuaca. Hal tersebut tidak berbeda dengan penelitan Sahar (2010) dimana peta risiko sumber risiko yang berada pada kuadran satu dan kuadran empat tidak teridentifikasi sumber risikonya. Sumber risiko yang berada di kuadran dua adalah risiko produksi yaitu cuaca dan risiko harga yaitu fluktuasi harga jual larva. Sedangkan sumber risiko yang berada di kuadran tiga adalah risiko produksi, yaitu penyakit yang menyerang indukan, penyakit white spot yang menyerang larva, kerusakan peralatan teknis dan faktor manusia, sumber risiko pasar di kuadran tiga adalah fluktuasi harga input. Terdapat perbedaan sumber-sumber risiko yang dikemukakan dalam penelitian Siregar (2010) dan Silaban (2011) tentang analisis risiko produksi pembenihan lele dumbo pada Family Jaya 1 Kota Depok dan analisis risiko produksi ikan hias pada PT. Taufan Fish Farm di Kota Bogor, sumber-sumber risiko hanya terdapat dalam risiko produksi. Sumber risiko tersebut diantaranya adalah kesalahan dalam melakukan seleksi induk, cuaca, perubahan suhu air, kualitas pakan, hama dan penyakit. Sedangkan untuk sumber risiko pasar hampir 21
tidak ada pada perusahaan mereka, hal tersebut dilihat dari harga benih dan harga input yang cenderung setabil setiap tahunnya. Benang merah yang dapat diambil dari penelitian terdahulu diperoleh varian variabel yang menjadi sumber risiko pasar yaitu fluktuasi harga pakan, fluktuasi harga benih, dan fluktuasi harga induk. Sedangkan untuk sumber risiko produksi, yaitu cuaca, hama dan penyakit, kerusakan teknis, kesalahan dalam melakukan seleksi induk, cuaca, perubahan suhu air, dan kualitas pakan. Variabelvariabel tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk menelusuri dan memeriksa hal-hal yang berpotensi menjadi sumber risiko pada usaha pembenihan BAT pada UPHI. 2.3.3
Metode Analisis Risiko Penelitian mengenai risiko bisnis terus berkembang juga didorong dengan
penggunaan alat analisis yang semakin diversif. Hal tersebut berdampak sangat baik bertujuan untuk memberikan hasil penelitian yang lebih baik dengan hasil yang semakin beragam sebagai bahan referensi kepada perusahaan. Penelitian yang tidak hanya dilakukan dengan tiga alat analisis dasar yang umum digunakan yaitu variance, standard deviation, dan coefficient varience. Akan tetapi juga menggunakan alat analisis untuk mengetahui probabilitas dan dampak dari terjadinya suatu risiko seperti yang telah dilakukan dalam penelitian Lestari (2009). Pengukuran risiko dapat dilakukan dengan menggunakan metode analisis seperti standard deviation, variance, dan coefficient variation. Pada penelitian Sahar (2010) tentang manajemen risiko pembenihan larva ikan bawal menggunakan analisis deskriptif untuk menentukan sumber-sumber risiko yang ada dalam perusahaan. Untuk menentukan nilai risiko Sahar (2010) menggunakan alat analisis coefficient variation, analisis Z-score dan Value at Risk (VaR). Hal tersebut tidak berbeda dengan penelitian Lestari (2009) tentang manajemen risiko dalam usaha pembenihan udang vannamei dan Siregar (2010) tentang analisis risiko produksi pembenihan lele dumbo. Lestari (2009) dan Siregar (2010) menggunakan alat analisis deskriptif, coefficient variation, Z-score dan Value at Risk (VaR) juga dalam penelitiannya.
22
Berbeda dengan Siregar (2010) dalam penelitiannya tentang analisis risiko produksi pembenihan lele dumbo pada Family Jaya 1 Kota Depok dan analisis risiko produksi ikan hias pada PT Taufan Fish Farm di Kota Bogor, sumbersumber risiko hanya terdapat dalam risiko produksi. Silaban (2011) tentang analisis risiko produksi ikan hias pada PT Taufan Fish Farm yang hanya menggunakan variance, standard deviation, dan coefficient variation. Silaban (2011) juga mencoba melihat pengaruh diversifikasi (portofolio) untuk mengendalikan risiko dalam perusahaan yang dikajinya. Berdasarkan hasil tinjauan terhadap penelitian terdahulu mengenai metode analisis, terlihat bahwa metode analisis yang ada tidak lagi sekedar digunakan untuk mengukur besaran risiko, tetapi juga digunakan untuk mengukur peluang terjadinya
risiko
dan
dampak
yang ditimbulkannya
bagi
usaha
yang
dijalankannya. Terdapat persamaan dalam penelitian ini dengan penelitian terdahulu. Metode analisis risiko yang dipergunakan pada penelitian Lestari (2009), Siregar (2010), dan Sahar (2010) dengan menggunakan alat analisis deskriptif, coefficient variation, Z-score dan Value at Risk (VaR) juga digunakan dalam penelitian ini.
2.4 Strategi Penanganan Risiko Pemetaan risiko adalah proses yang harus dilakukan sebelum dapat menangani risiko. Peta risiko menggambarkan mengenai kemungkinan terjadinya dan dampak yang dapat ditimbulkan oleh suatu risiko. Berdasarkan hasil pemetaan risiko tersebut, maka selanjutnya perusahaan menetapkan strategi penanganan risiko yang tepat. Strategi penanganan risiko secara garis besar terbagi atas dua yaitu penghindaran risiko dan mitigasi risiko, Lestari (2009). Strategi penanganan risiko dalam pertanian ada dua (Kountur,2008), yaitu strategi preventif dan mitigasi12. Menurut Lestari (2009), Sahar (2010) dan Siregar (2010) pada penelitiaanya tentang manajemen risiko dalam usaha pembenihan udang vannamei dan analisis risiko produksi pembenihan lele dumbo strategi penanganan risiko yang tepat adalah strategi preventif dan strategi mitigasi. 12
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/53155/BAB%20III%20Kerangka%20Pe mikiran.pdf?sequence=3 [23 Oktober 2012]
23
Berbeda strategi dengan penelitian Siregar (2010), strategi preventif yang dilakukan oleh Siregar, yaitu pengendalian perubahan suhu yang ekstrim dan pengendalian serangan hama. Untuk strategi mitigasi yang dilakukan adalah mengatasi musim kemarau yang menyebabkan penurunan produksi telur yang dihasilkan. Berbeda dengan Silaban (2011) dalam penelitiannya, bahwa strategi preventif tidak efektif digunakan dalam mengelola risiko. Pada penelitian Silaban (2011) tentang analisis risiko produksi ikan hias yang hanya menggunakan strategi mistigasi saja. Strategi mistigasi yang dilakukan Silaban (2011) adalah dengan menggunakan diversifikasi (portofolio) pada usaha yang ada. Adanya diversifikasi akan dapat meminimisasi risiko tetapi tidak dapat dihilangkan seluruhnya menjadi nol. Alternatif strategi yang disarankan oleh Silaban adalah melakukan diversifikasi komoditas ikan hias yang dibudidayakan di perusahaan. Hal tersebut berfungsi apabila salah satu kegiatan pembenihan satu jenis ikan hias gagal, dapat ditutupi dengan kegiatan pembenihan ikan hias lainnya. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu terlihat adanya perbedaan strategi penanganan risiko antara penelitian Siregar (2010) dan Silaban (2011). Strategi preventif dan strategi mitigasi dijadikan alternatif strategi oleh Siregar. Tetapi menurut Silaban (2010) alternatif strategi preventif kurang efektif bila dilakukan sehingga alternatif yang paling tepat adalah strategi mitigasi saja. Perbedaan tersebut dikarenakan kondisi tempat yang berbeda sehingga alternatif strategi yang diberikan juga tentunya akan berbeda. Hasil tinjauan terhadap penelitianpenelitian sebelumnya mampu menjadi landasan dalam mengembangkan potensi yang terdpat di lokasi penelitian dibantu dengan alat-alat analisis yang tersedia.
24
III.
KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Risiko adalah peluang terhadap suatu kejadian yang dapat diketahui oleh pelaku bisnis dan tingkat peluangnya terukur secara kuantitatif. Sedangkan ketidakpastian adalah kondisi dimana peluang kejadian tidak dapat diketahui dan tingkat peluangnya tidak dapat diukur secara kuantitatif, Hardker (1999). Risiko merupakan hal yang tidak akan pernah dapat dihindari pada suatu kegiatan atau aktifitas usahatani dan apabila risiko terjadi maka akan menimbulkan kerugian, Harword et al. (1999). 3.1.1 Konsep Risiko dan Ketidakpastian Istilah risiko dan ketidakpastian sangat berperan penting dalam dasar pengambilan keputusan, hal tersebut dikarenakan kedua istilah tersebut berhubungan erat dengan suatu kejadian, dimana dalam kejadian yang akan dihadapi kurang tersedia informasi yang cukup untuk mendasari sebuah keputusan yang akan di ambil. Sesuatu yang tidak pasti (uncertain) dapat berakibat menguntungkan atau merugikan. Menurut Wideman, ketidakpastian yang menimbulkan kemungkinan menguntungkan dikenal dengan istilah peluang (oportunity), sedangkan ketidakpastian yang menibulkan akibat yang merugikan dikenal dengan istilah risiko (risk). Secara umum risiko dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang dihadapi seseorang atau perusahaan dimana terdapat kemungkinan yang merugikan.13 Risiko sangat erat kaitannya dengan ketidakpastian, tetapi kedua hal tersebut memiliki makna yang berbeda. Ketidakpastian (uncertainty) menurut Hardker (1999) adalah peluang suatu kejadian yang tidak dapat diukur oleh pengambilan keputusan. Adanya ketidakpastian dapat menimbulkan risiko. Menurut Kountur (2008), ada tiga unsur penting dari suatu kejadian yang dianggap sebagai risiko, yaitu : (1) Merupakan suatu kejadian. (2) kejadian tersebut masih merupakan kemungkinan, jadi bisa terjadi dan bisa tidak. (3) Jika sampai terjadi maka akan menimbulkan kerugian.
13
http://ilmu27.blogspot.com/2012/08/makalah-manajemen-resiko.html [23 Oktober 2012]
25
3.1.2 Klasifikasi Risiko Menurut Harword et al (1999) terdapat beberapa sumber risiko yang dapat dihadapi oleh petani,yaitu : 1. Risiko Produksi Sumber risiko yang berasal dari risiko produksi diantaranya adalah gagal panen,rendahnya produktivitas, kerusakan barang yang ditimbulkan oleh serangan hama dan penyakit, perbedaan iklim, kesalahan sumberdaya manusia dan lain-lain. 2. Risiko Pasar atau Harga Risiko yang ditimbulkan oleh pasar diantaranya adalah barang tidak dapat dijual
yang
diakibatkan
ketidakpastian
mutu,
permintaan
rendah,
ketidakpastian harga output, inflasi, daya beli masyarakat, persaingan dan lainlain. Sementara itu, risiko yang ditimbulkan oleh harga karena inflasi. 3. Risiko Kelembagaan Risiko yang ditimbulkan dari kelembagaan antara lain adanya aturan tertentu yang membuat anggota suatu organisasi menjadi kesulitan untuk memasarkan ataupun meingkatkan hasil produksinya. 4. Risiko Kebijakan Risiko yang ditimbulkan oleh kebijakan antara lain adanya suatu kebijakan tertentu yang dapat menghambat kemajuan suatu usaha, misalnya kebijakan tarif ekspor. 5. Risiko Finansial Risiko yang ditimbulkan oleh risiko finansial antara lain adalah adanya piutang tak tertagih, likuiditas yang rendah sehingga perputaran usaha terhambat, perputaran barang rendah, laba yang menurun karena krisis ekonomi dan lain-lain. Berdasarkan beberapa klasifikasi sumber risiko menurut Harword et al (1999), maka sumber risiko yang secara umum dihadapi oleh UPHI adalah risiko produksi. Risiko produksi yang dihadapi diantaranya bersumber dari faktor perubahan cuaca, SDM, hama dan penyakit serta yang lainya.
26
3.1.3
Manajemen Risiko Menurut Lam (2007), manajemen risiko dapat didefinisikan dalam
pengertian bisnis seluas-luasnya. Manajemen risiko adalah mengelola keseluruhan risiko yang dihadapi perusahaan, dimana dapat mengurangi potensi risiko yang bersifat merugikan dan terkait dengan upaya untuk meningkatkan peluang keberhasilan sehingga perusahaan dapat mengoptimalisasikan profil risiko atau hasilnya. Hal penting untuk mengoptimalisasikanprofil risiko atau hasil adalah dengan mengintegrasikan manajemen risiko ke dalam proses bisnis perusahaan. Selain itu, manajemen risiko dapat didefinisikan sebagai langkah-langkah yang berfungsi untuk membantu perusahaan dalam memahami dan mengatur ketidakpastian atau risiko yang mungkin timbul selama proses usaha (Pressman 2001 diacu dalam Lestari, 2009). Manajemen risiko berfungsi untuk mengenali risiko yang sering muncul, memperkirakan probabilitas terjadinya risiko, menilai dampak yang ditimbulkan risiko dan menyiapkan rencana penanggulangan dan respon terhadap risiko. Sementara itu, definisi manajemen risiko menurut Darmawi (2010) adalah suatu usaha untuk mengetahui, menganalisis, serta mengendalikan risiko pada setiap kegiatan perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh efektivitas dan efisiensi. Manajemen risiko perusahaan adalah cara bagaimana menangani semua risiko yang ada dalam perusahaan dalam usaha mencapai tujuan. Penanganan risiko dapat dianggap sebagai salah satu fungsi dari manajemen (Kountur, 2008). Sasaran utama dari manajemen risiko perusahaan adalah untuk menghindari risiko. Manajemen risiko merupakan suatu proses dan struktur yang diarahkan untuk merealisasikan peluang potensial sekaligus mengelola dampak yang merugikan. Pentingnya manajemen risiko diantaranya adalah untuk menerapkan tata kelola usaha yang baik, menghadapi kondisi lingkungan usaha yang cepat berubah, mengukur risiko usaha, pengelolaan risiko yang sistematis serta untuk memaksimumkan laba. Konsep manajemen risiko yang penting untuk penilaian suatu risiko diantaranya tingkat maksimum kerusakan yang akan dialami perusahaan jika terjadi suatu peristiwa yang menimbulkan risiko atau yang disebut dengan eksposur, besarnya kemungkinan suatu peristiwa yang berisiko, besarnya 27
kerusakan yang akan dialami oleh perusahaan, waktu yang dibutuhkan untuk terekspose dalam risiko (Lam, 2008). Proses manajemen risiko dimulai dengan mengidentifikasi sumber risiko krusial apa saja yang terjadi diperusahaan. Sumber risiko ini dapat terbagi menjadi tiga bagian, yaitu risiko lingkungan, risiko proses, dan risiko informasi. Tahap ini akan menghasilkan output berupa daftar risiko yang kemudian akan dilakukan pengukuran risiko. Pengukuran risiko ini terdiri dari tahap pengukuran dampak dan kemungkinan terjadinya risiko yang kemudian akan menunjukan status risiko dalam perusahaan. Pengukuran status risiko ini akan dibantu dengan pemetaan risiko yang akan menunjukan posisi risiko. Posisi risiko ini yang nantinya akan membantu membentuk perumusan manajemen risiko yang tepat untuk pengelolaan risiko yang terjadi (Kountur,2008). Menurut Kountur (2008), ada begitu banyak risiko dan tidak mungkin kita dapat mengidentifikasi seluruhnya. Jika kita ingin mengidentifikasi risiko sebanyak-banyaknya, maka kita akan kehabisan waktu, energi, dan biaya. Oleh karena itu, dapat digunakan aplikasi dari hukum pareto pada risiko, yaitu bahwa 80 persen kerugian perusahaan disebabkan oleh hanya 20 persen risiko yang krusial. Jika kita dapat menangani 20 persen risiko krusial tersebut, maka kita sudah dapat menghindari 80 persen kerugian dan itu merupakan jumlah yang sangat besar. Namun jika salah menangani risiko, dimana yang ditangani justru bukan risiko yang krusial, tetapi justru yang tidak penting bukan tidak mungkin kita menangani 80 persen risiko yang sebenarnya hanya memberikan kontribusi 20 persen saja, sehingga sangat penting untuk dapat mengetahui mana risikorisiko yang krusial. Jadi tidak semua risiko perlu untuk diidentifikasi, tetapi cukup pada risiko-risiko yang krusial. Tujuan manajemen risiko adalah untuk mengelola risiko dengan membuat pelaku usaha sadar akan risiko, sehingga laju organisasi bisa dikendalikan. Strategi pengelolaan risiko merupakan suatu proses yang berulang pada setiap periode produksi yang dapat dilihat pada Gambar 5.
28
PROSES
OUTPUT
IDENTIFIKASI RISIKO
EVALUASI
PENGUKURAN
Daftar Risiko
Expected Return
RISIKO
PENANGANAN RISIKO Keterangan gambar :
Usulan (strategi pengelolaan risiko)
garis proses garis hasil (output)
Gambar 5. Proses Pengelolaan Risiko Perusahaan Sumber : Kountur, 2008. 3.1.4
Pengukuran Risiko Pengukuran probabilitas risiko bertujuan untuk mengetahui risiko yang
timbul atas pengambilan keputusan perusahaan, dengan hal ini pengelompokan setiap risiko yang ada akan dapat dipetakan sehingga terjadi penanganan yang efektif terhadap semua sumber risiko. Lestari (2009), pengukuran risiko dibutuhkan sebagai dasar untuk memahami signifikansi dari akibat (kerugian) yang akan ditimbulkan oleh terealisasinya suatu risiko, baik secara individual maupun portofolio terhadap tingkat kesehatan dan kelangsungan usaha. Pemahaman signifikansi yang akurat lebih lanjut akan menjadi dasar bagi pengelolaan risiko yang terarah dan berhasil guna. Signifikansi suatu risiko maupun portofolio risiko dapat diketahui dengan melakukan pengukuran terhadap dimensi risiko, yaitu : (a) kuantitas risiko, yaitu jumlah kerugian yang mungkin muncul dari terjadinya risiko, (b) kualitas risiko, yaitu probabilitas dari terjadinya risiko. Semakin tinggi tingkat kemungkinan terjadinya risiko maka semakin besar pula tingkat risikonya dan semakin tinggi dampak yang ditimbulkan dari terjadinya risiko maka semakin besar pula tingkat risikonya.
29
Menurut Kountur (2008), pengukuran kemungkinan terjadinya risiko bertujuan untuk mengetahui risiko apa saja yang besar dan risiko apa saja yang kecil sehingga dalam penangananya dapat diketahui risiko-risiko yang perlu diprioritaskan. Mengetahui besarnya kemungkinan terjadi risiko juga dapat digunakan sebagai petunjuk strategi penanganan risiko yang sesuai. Risiko-risiko yang kemungkinan terjadinya sangat besar menggunakan strategi penanganan yang berbeda, karena setiap kali terjadi risiko akan memberikan dampak kerugian. Pada umumnya dampak kerugian dihitung dalam satuan mata uang tertentu, sehingga setiap terjadi risiko, perusahaan mengetahui berapa besar nominal kerugianya. Menurut Darmawi (2010), sesudah risiko diidentifikasi, maka selanjutnya risiko itu harus diukur untuk menentukan derajat kepentingannya dan untuk memperoleh informasi yang akan menolong untuk menetapkan kombinasi peralatan manajemen risiko yang cocok untuk menanganinya. Informasi yang diperlukan berkenaan dengan dua dimensi risiko yang perlu diukur, yaitu : (a) frekuensi atau jumlah kerugian yang akan terjadi; (b) keparahan dari kerugian. Sementara itu, paling sedikit untuk masing-masing dimensi itu yang ingin diketahui ialah : (a) Rata-rata nilainya dalam periode anggaran; (b) Variasi nilai dari suatu periode ke periode anggaran sebelumnya dan berikutnya; (c) Dampak keseluruhan dari kerugian-kerugian itu jika seandainya kerugian itu ditanggung sendiri. Kountur (2008) memaparkan mengenai maksud dari pengukuran risiko adalah untuk menghasilkan apa yang disebut dengan status risiko dan peta risiko. Status risiko adalah ukuran yang menunjukan tingkatan risiko, sehingga dapat diketahui mana risiko yang lebih krusial dari risiko lainnya, sedangkan peta risiko adalah gambaran sebaran risiko dalam suatu peta sehingga kita bisa mengetahui dimana posisi risiko terhadap peta. Berdasarkan peta risiko dan status risiko kemudian manajemen dapat melakukan penanganan risiko sesuai dengan posisi risiko yang telah terpetakan dalam peta risiko, sehingga proses penanganan risiko dapat dilakukan dengan lebih tepat sesuai dengan status risikonya.
30
3.1.5
Penanganan Risiko Menurut Hanafi (2006), matriks frekuensi dan signifikanis dapat
dikelompokan kedalam empat kuadran dengan alternative penanganan sebagai berikut : 1. Signifikansi kecil dan frekuensi kecil (kuadran III) = low control 2. Signifikansi besar dan frekuensi kecil (kuadran I) = detect and monitor 3. Signifikansi kecil dan frekuensi besar (kuadran IV) = monitor 4. Signifikansi besar dan frekuensi besar (kuadran II) = prevent at source Menurut Kountur (2008), berdasarkan peta risiko dapat diketahui cara penanganan risiko yang tepat untuk dilaksanakan. Ada dua strategi penanganan risiko, yaitu : 1. Preventif Preventif dilakukan untuk menghindari terjadinya risiko. Strategi ini dilakukan apabila probabilitas risiko besar. Strategi preventif dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya : (1) membuat atau memperbaiki system, (2) mengembangkan sumberdaya manusia, dan (3) memasang atau memperbaiki fasilitas fisik. 2. Mitigasi Mitigasi adalah strategi penanganan risiko yang dimaksudkan untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan oleh risiko. Strategi mitigasi dilakukan untuk menangani risiko yang memiliki dampak yang sangat besar. Adapun beberapa cara yang termasuk ke dalam strategi mitigasi adalah : a. Diversifikasi Diversifikasi merupakan cara menempatkan asset di beberapa tempat sehingga jika salah satu tempat terkena musibah tidak akan menghabiskan semua aset yang dimiliki. b. Penggabungan Penggabungan atau yang lebih dikenal dengan istilah merger menekankan pola penanganan risiko pada kegiatan penggabungan dengan pihak perusahaan lain. Contoh strategi ini adalah dengan melakukan merger atau dengan melakukan akuisisi.
31
c. Pengalihan Risiko Pengalihan risiko merupakan cara penanganan risiko dengan mengalihkan dampak dari risiko ke pihak lain. Cara ini bermaksud jika terjadi kerugian pada perusahaan maka yang menanggung kerugian tersebut adalah pihak lain. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengalihkan risiko ke pihak lain, diantaranya melalui asuransi, leasing,outsourching, dan hedging. Asuransi dilakukan dengan cara mengasuransikan harta perusahaan yang dampak risikonya besar, sehingga mengurangi dampak kerugian dari risiko tersebut karena sudah dialihkan kepada pihak asuransi. Leasing adalah cara dimana suatu aset digunakan, tetapi kepemilikannya ada pada pihak lain. Apabila terjadi sesuatu pada aset tersebut, maka pemiliknya yang akan menanggung kerugian atas aset tersebut. Outsourching adalah cara dimana pekerjaan diberikan kepada pihak lain, sehingga kita tidak menanggung kerugian seandainya pekerjaan yang dilakukan gagal. Sementara itu, Hedging adalah cara pengurangan dampak risiko dengan cara mengalihkan risiko melalui transaksi penjualan dan pembelian. Beberapa cara melakukan Hedging diantaranya adalah forward contract, future contract, option, dan swap.
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional BAT merupakan jenis ikan yang cukup populer di pasar ikan konsumsi. Selain ikan bawal laut yang lebih dulu populer, BAT pun memiliki popularitas yang tidak kalah baiknya diantara ikan tawar lain. Pada awalnya ikan bawal merupakan ikan yang diimport dari Brasil. Dalam industri perikanan di tanah air ikan bawal ini tergolong baru. Namun peningkatannya sangat pesat sebab mendapat sambutan yang sangat baik dari para petani ikan di indonesia. Walaupun banyak durinya namun daging ikan bawal sangat gurih dan diminati konsumennya. Ikan bawal konsumsi air tawar sekarang menjadi alternatif baru. Beberapa pembudidaya ikan yang sebelumnya memelihara ikan Nila dan Ikan Mas beralih memelihara ikan bawal, karena potensi ekonomi yang lebih menguntungkan.14 14
http://gemawirausaha.blogspot.com/2012/01/bisnis-ikan-bawal.html [23 Oktober 2012]
32
Usaha perikanan Bapak H. Ijam (UPHI) adalah salah satu usaha milik perseorangan yang bergerak dalam usaha pembenihan BAT. Sejak tahun 1993 mengawali usahanya hingga sekarang dengan memproduksi yang disesuaikan dengan permintaan pasar yang trendnya semakin meningkat sehingga volume produksi pun ditingkatkan namun dengan semakin meningkatnya permintaan meningkat pula pendapatan namun tidak terlepas dari risiko. Usaha pembenihan BAT pada UPHI menghadapi risiko dalam menjalankan usahanya, terutama dalam kegiatan produksi. Risiko produksi tersebut dapat disebabkan karena adanya kurang selektifnya pnyeleksian indukan yang tepat, perubahan suhu, cuaca, iklim dan kelembaban yang sulit untuk diprediksi, dan dikendalikan, terserang hama dan penyakit serta kurang terampilnya tenaga kerja dalam melakukan kegiatan pembenihan ikan bawal air tawar. Risiko produksi yang ditimbulkan menyebabkan hasil produksi serta kualitas benih BAT menjadi rendah. Indikasi adanya risiko produksi pada UPHI dilihat dari adanya fluktuasi produktivitas. Adanya fluktuasi produktivitas ini akan berpengaruh terhadap penerimaan yang diperoleh perusahaan. Maka dari itu, perlu dilakukan upaya untuk mengatasi risiko produksi. Upaya untuk mengatasi risiko tersebut adalah dengan melakukan strategi pengelolaan risiko untuk memperkecil terjadinya risiko produksi. Langkah awal yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi apa saja yang dihadapi. Analisis ini dilakukan dengan metode analisis deskriptif melalui observasi, wawancara dan diskusi dengan pengelola usaha pembenihan UPHI mengenai upaya penanganan risiko produksi yang telah diterapkan Analisis selanjutnya adalah analisis probabilitas dan dampak risiko produksi benih BAT akibat adanya sumber-sumber risiko. Pengukuran probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko dilakukandengan ilai standar atau z-score, sedangkan pengukuran dampak risiko dilakukan dengan menggunakan analisis Value at Risk (VaR). Hasil analisis probabilitas dan dampak risiko tersebut selanjutnya dipetakan pada peta risiko yang akan menunjukan sebaran sumber risiko produksi terhadap terhadap peta untuk kemudian ditentukan strategi penanganan risiko yang tepat untuk mengendalikan sumber-sumber risiko 33
tersebut.
Hasil
analisis
kemudian
selanjutnya
diajukan
sebagai
bahan
rekomendasi. Kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 6.
Fluktuasi produktivitas benih Ikan Bawal Air Tawar pada Usaha Perikanan H. Ijam
Identifikasi Sumber-Sumber Risiko Produksi Menggunakan Analisis Deskriptif pada Aspek Produksi :
Analisis Dampak dari Sumber-Sumber Risiko Produksi Menggunakan Metode Value at Risk (VaR)
Analisis Probabilitas dari Sumber-Sumber Risiko Produksi Menggunakan Metode Z- score
Pemetaan Risiko dari Hasil Perhitungan Probabilitas dan Dampak
Rekomendasi Alternatif Strategi Penanganan Risiko Produksi
Gambar 6. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian
34
IV.
METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada usaha perikanan air tawar milik perseorangan yakni Bapak H. Ijam yang terletak di di Kampung Cikupa, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor dengan Batasan di sebelah utara berbatasan dengan Desa Cihideung Udik, di sebelah selatan berbatasan dengan Desa Gunung Malang, di sebelah barat berbatasan dengan kali Cinangneng, dan di sebelah timur berbatasan dengan kali Cihideung. Pemilihan lokasi dilakukan dengan sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa provinsi Jawa Barat dikatakan sebagai jantung perikanan budidaya air tawar Indonesia serta salah satu sentra produksinya berada di Kabupaten Bogor, selain itu usaha perikanan H. Ijam (UPHI) merupakan salah satu pengusaha pembenihan ikan BAT yang cukup berhasil serta mampu bertahan bahkan berkembang dalam menjalankan usahanya di Bogor. Pengumpulan data yang dilakukan berlangsung pada bulan OktoberDesember 2012
Tabel 6. Produksi Benih Ikan Bawal Air Tawar pada Usaha Perikanan H. Ijam Periode Januari-Desember 2012 No Bulan Tahun Produksi Benih (ribuan ekor) Januari 2012 400.900 1 Februari 2012 400.000 2 Maret 2012 398.900 3 April 2012 108.000 4 Mei 2012 167.700 5 Juni 2012 153.200 6 Juli 2012 126.500 7 Agustus 2012 207.450 8 September 2012 399.850 9 2012 356.000 10 Oktober 2012 377.000 11 November 2012 331.000 12 Desember Sumber : Usaha Perikanan H. Ijam, data diolah 201
4.2 Jenis dan Sumber Data Berdasarkan sumber perolehan data, jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder baik berbentuk data kualitatif maupun kuantitatif. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari 35
sumber atau objek penelitian. Data primer di ambil melalui : 1) pengamatan langsung untuk mengetahui kondisi fisik usaha, proses penanganan pembenihan BAT, serta mengidentifikasi risiko yang terdapat di perusahaan dan 2) wawancara langsung dengan pihak pengelolala usaha untuk mengetahui permasalahan dan kendala yang dihadapi, penyebab terjadinya kegagalan dalam kegiatan budidaya, pengisian kuisioner yang dijawab oleh pihak pengelola usaha sebagai pengambil keputusan dalam UPHI. Data sekunder adalah jenis data yang sudah ada atau sudah diterbitkan, berupa konsep mengenai risiko dan pengelolaannya serta literatur tentang budidaya pembenihan ikan BAT. Data-data sekunder yang dapat digunakan untuk membantu dalam penulisan skripsi berupa data data produktivitas pembenihan ikan BAT, proses pembenihan ikan BAT, dan peranan sektor pertanian subsector perikanan khususnya pembenihan ikan BAT terhadap PDB Indonesia yang diperoleh dari studi literatur yang relevan dengan penelitian seperti berbagai buku, skripsi, internet, dan instansi terkait seperti Direktorat Jendral Perikanan Budidaya, Badan Pusat Statistik (BPS), Perpustakaan Pertanian, dan Pusat Studi Indonesia.
4.3 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara : 1. Melakukan pengamatan dan pencatatan langsung proses produksi pembenihan
BAT yang berlangsung pada UPHI 2. Memastikan data yang terdapat dalam pembukuan berupa data produksi
dengan observasi langsung ketika pemanenan. 3. Melakukan wawancara untuk mengidentifikasi sumber-sumber risiko pada
proses pembenihan BAT pada UPHI 4. Membaca literatur pembenihan BAT kemudian melakukan penggabungan
dengan hasil aplikasi lapang pembenihan BAT melalui pencatatan semua data proses pembenihan BATyang dibutuhkan dalam penelitian.
36
4.4 Metode Analisis Data 4.4.1
Analisis Deskriptif Analisis deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status
kelompok manusia, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran maupun suatu peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari analisis deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual, dan aktual mengenai fakta-fakta, sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Analisis deskriptif dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor yang menjadi sumber risiko produksi dalam pembenihan BAT pada UPHI. 4.4.2
Identifikasi Sumber-Sumber Risiko Menurut Kountur (2008), terdapat beberapa langkah ynag harus dilakukan
jika ingin mengidentifikasi sumber-sumber risiko yaitu : 1.
Menentukan unit risiko
Proses identifikasi risiko dimulai dengan menentukan unit di dalam suatu organisasi dimana risiko akan diidentifikasi. Proses produksi merupakan hal yang menjadi tujuan utama dalam identifikasi risiko produksi. Dalam hal ini unit bisnis yang dipilih oleh UPHI adalah pembenihan BAT. 2. Memahami proses bisnis atau kegiatan dari unit bisnis tersebut. Setiap unit dalam organisasi bekerja untuk memberikan pelayanan kepada unit yang lain, kepada pelanggan, menghasilkan produk yang digunakan unit lain yang akan dijual kepada pelanggan. Dalam hal ini proses bisnis atau kegiatan unit bisnis yang dipilih oleh UPHI adalah pembenihan yang bertujuan untuk menghasilkan produk berupa benih BAT. Proses bisnis ini adalah gambaran alur dari kegiatan yang terjadi dalam suatu unit bisnis dalam menghasilkan produk atau jasa. 3. Menentukan aktivitas yang krusial. Setelah memahami proses bisnis, langkah selanjutnya adalah mencari tahu manakah dari aktivitas tersebut yang termasuk aktifitas krusial. Dikatakan aktivitas krusial apabila unit risiko tidak dapat menghasilkan produk atau jasa oleh karena aktivitas yang bersangkutan terganggu.
37
4. Menentukan barang atau orang pada kegiatan yang krusial. Identifikasi risiko perlu dilakukan terhadap barang-barang apa saja yang ada pada kegiatan krusial dan orang-orang yang terlibat di dalamnya, dalam hal ini adalah jenis hormon perangsang yang digunakan serta karyawan yang menyuntikan hormon tersebut, selain itu penanganan yang tepat dalam proses penetasan melalui suhu ruangan yang sesuai kebutuhan telur untuk menghindari tingginya mortalitas. 5. Menentukan bentuk kerugian. Bentuk kerugian yang terjadi pada barang ataupun orang dalam kegiatan operasional perlu diketahui. Kegiatan yang dapat terjadi pada orang diantaranya : cedera, saki, hilang, meninggal, dan sebagainya. Bentuk kerugian yang dapat terjadi pada barang antara lain: rusak, hilang, kadaluarsa, dan sebagainya. 6. Menentukan penyebab risiko. Setelah kejadian-kejadian merugikan teridentifikasi, selanjutnya menentukan penyebabnya. Salah satu risiko kategori risiko ialah risiko operasional atau produksi. Dalam unit bisnis pembenihan BAT ini penyebab risiko operasional adalah : seleksi kualitas indukan, serangan penyakit, kondisi cuaca dan suhu, serta yang lainya. 7. Membuat daftar risiko. Tahap akhir yang dilakukan dalam identifikasi risiko adalah membuat daftar risiko. Daftar risiko ini yang kemudian diajukan kepada pihak UPHI untuk menilai probabilitas dan dampak risiko berdasarkan skala yang telah ditetapkan. 4.4.3
Pengukuran Kemungkinan Terjadinya Risiko (Probabilitas) Risiko dapat diukur jika diketahui kemungkinan terjadinya risiko
(probabilitas) dan besarnya dampak risiko terhadap perusahaan. Ukuran pertama dari risiko adalah besarnya kemungkinan terjadinya (probabilitas) yang mengacu pada seberapa besar probabilitas risiko yang akan terjadi. Metode yang digunakan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya risiko adalah dengan menggunakan metode nilai standar (z-score). Metode ini dapat digunakan apabila ada data historis dan data berbentuk kontinus (desimal). Pada penelitian ini, yang akan dihitung adalah kemungkinan terjadinya risiko pada kegiatan produksi benih BAT pada UPHI. Data yang akan digunakan untuk 38
menghitung kemungkinan terjadinya risiko pada kegiatan produksi adalah data produksi benih BAT dari bulan Januari 2011 sampai April 2012. Menurut Kountur (2008), langkah yang perlu dilakukan untuk melakukan perhitungan kemungkinan terjadinya risiko menggunakan metode ini dan aplikasinya pada usaha pembenihan BAT pada UPHI adalah : 1.
Menghitung rata-rata kejadian berisiko Rumus yang digunakan untuk menghitung rata-rata adalah :
Dimana : = Nilai rata-rata dari kejadian berisiko xi = Data per siklus dari kejadian berisiko n = Jumlah data 2.
Menghitung nilai standar deviasi dari kejadian berisiko
Ket : s = Standar deviasi dari kejadian berisiko xi = Nilai per bulan dari kejadian berisiko = Nilai rata-rata dari kejadian berisiko n = Jumlah data 3.
Menghitung nilai standar (z-score) risiko
Ket : z = Nilai z-score dari kejadian berisiko x = Batas risiko yang dianggap masih dalam taraf normal = Nilai rata-rata kejadian berisiko 39
S = Standar deviasi dari kejadian berisiko Hasil z-score yang diperoleh bernilai negatif, maka nilai tersebut berada di sbelah kiri nilai rata-rata pada kurva distribusi normal dan sebaliknya jika nilai z-sore positif, maka nilai tersebut berada di sebelah kanan kurva distribusi z (normal) 4.
Menghitung probabilitas terjadinya risiko. Probabilitas diperoleh dari tabel distribusi z. Cari nilai z pada sisi kiri di
bagian atas, pertemuan antara nilai z pada isi tabel merupakan probabilitas. 4.4.3
Pengukuran Dampak Risiko Metode yang paling efektif untuk digunakan dalam mengukur dampak
risiko adalah VaR (Value at Risk). VaR menunjukan besarnya potensi kerugian dari suatu kejadian yang bisa terjadi pada suatu periode tetrtentu ke depan dengan tingkat toleransi tertentu. Penggunaan VaR dalam mengukur dampak risiko hanya dapat dilakukan apabila ada data historis sebelumnya. Kejadian yang dianggap merugikan berupa penurunan produksi dan penurunan penerimaan sebagai akibat terjadinya sumber-sumber risiko produksi. VaR dihitung dengan rumus sebagai berikut (Kountur 2008) :
Ket : VaR = Value at Risk dari risiko di perusahaan selama periode tertentu = Rata-rata kejadian merugikan Z
= Nilai z yang diambil dari tabel distribusi normal dengan alfa 5%
S
= Standar deviasi
n
= Banyaknya kejadian merugikan
4.4.4
Pemetaan Risiko Sebelum dapat menangani risiko, hal yang perlu dilakukan adalah
membuat peta risiko. Menurut Kountur (2008), peta risiko adalah suatu grafik yang menggambarkan kedudukan risiko di antara dua sumbu dimana sumbu vertikal dari grafik tersebut menggambarkan kemungkinan atau probabilitas, dan
40
sumbu horizontal menggambarkan akibat atau dampak. Peta risiko dapat dilihat pada Gambar 7. Probabilitas (%) Besar Kecil
Kuadran 1
Kuadran 2
Kuadran 3
Kuadran 4
Kecil
Besar
Dampak (Rp) Gambar 7. Peta Risiko Sumber : Kountur (2008)
Kuadran 1 merupakan tempat risiko yang mempunyai probabilitas besar dan dampak kecil, dan pada kuadran 2 merupakan area yang dihuni oleh risiko yang mempunyai probabilitas dan dampak yang besar. Pada kuadran 3 adalah posisi risiko yang mempunyai probabilitas dan dampak kecil, dan pada kuadran 4 merupakan area bagi risiko yang mempunyai probabilitas yang kecil namun dampak yang ditimbulkan dari risiko ini besar. Probabilitas (kemungkinan) terjadinya risiko kemudian dibagi menjadi dua bagian yaitu besar dan kecil. Sedangkan dampak risiko juga dibagi menjadi dua bagian yaitu besar dan kecil. Batas antara kemungkinan besar dan kemungkinan kecil ditentukan oleh manajemen, namun pada umumnya risiko-risiko yang probabilitas terjadinya 20 persen atau lebih besar dianggap sebagai kemungkinan besar, sedangkan di bawah 20 persen dianggap sebagai kemungkinan kecil (Kountur, 2008) Penempatan risiko pada peta risiko didasarkan atas perkiraan posisinya berada di mana dari hasil perhitungan probabilitas dan dampak. Posisi suatu risiko dalam peta risiko disebut status risiko, dimana statuis risiko didapat dari perhitungan berikut : Status Risiko = Probabilitas x Dampak 4.4.5
Penanganan Risiko Setelah mengidentifikasi dan menentukan posisi dari masing-masing
sumber risiko, maka tahap selanjutnya adalah merumuskan strategi penanganan 41
risiko yang sebaiknya dilakukan. Menurut Kountur (2008), strategi penanganan risiko dapat digolongkan menjadi dua strategi yaitu menghindari risiko (preventif) dan strategi mengurangi dampak risiko (mitigasi). Strategi preventif dan mitigasi yang dihasilkan kemudian dipetakan lagi sehingga risiko yang ada dapat ditangani secara baik. 1.
Penghindaran Risiko (Preventif) Strategi preventif dilakukan untuk risiko yang tergolong dalam
probabilitas risiko yang besar. Strategi preventif akan menangani risiko yang berada pada kuadran 1 dan 2. Penanganan risiko dengan menggunakan strategi preverentif, maka risiko yang ada pada kuadran 1 akan bergeser ke kuadran 3 dan risiko yang berada pada kuadran 2 akan bergeser ke kuadran 4 (Kountur, 2008). Penanganan risiko menggunakan strategi preperentif dapat dilihat pada Gambar 8. Probabilitas (%) Besar Kecil
Kuadran 1
Kuadran 2
Kuadran 3
Kuadran 4
Kecil
Besar
Dampak (Rp)
Gambar 8. Penghindaran Risiko (Strategi Preventif) Sumber : Kountur (2008)
2.
Pengurangan dampak risiko (Mitigasi) Setelah melakukan penanganan risiko secara preventif, maka selanjutnya
melakukan pengurangan risiko secara mitigasi. Strategi mitigasi dilakukan apabila risiko mempunyai dampak besar. Semua risiko yang berada di kuadran 2 dan kuadran 4 dimana dampaknya besar ditangani dengan cara mitigasi. Hal ini dimaksud agar risiko yang berada di kuadran 2 dapat bergeser ke kuadran 1, dan risiko yang berada di kuadran 4 dapat bergeser ke kuadran 3. Strategi mitigasi dapat dilakuakan dengan metode diversifikasi, penggabungan dan pengalihan risiko (Kountur, 2008). Strategi mitigasi risiko dapat dilihat pada Gambar 9.
42
Probabilitas (%) Besar Kecil
Kuadran 1
Kuadran 2
Kuadran 3
Kuadran 4
Kecil
Besar Dampak (Rp)
Gambar 9. Mitigasi Risiko Sumber : Kountur (2008)
43
V.
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
5.1 Profil Perusahaan Usaha perikanan perseorangan milik Bapak H. Ijam (UPHI) bergerak di bidang budidaya pembenihan dan budidaya ikan konsumsi air tawar terutama ikan bawal air tawar mulai pemijahan, pendederan, sampai pada pembesaran. UPHI didirikan sekitar tahun 1993 dimana H. Ijam merupakan pemilik sekaligus kepala perusahaan dalam usahanya. UPHI selama 19 tahun sudah memiliki banyak pengalaman sehingga menghasilkan produk yang berkualitas tinggi terbukti dengan banyaknya konsumen baik dari dalam Bogor maupun luar Bogor yang menjadi pelanggan setia. Usaha perikanan H. Ijam (UPHI) terletak di Kampung Cikupa, Desa Situ Daun RT 03/01 Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, dengan batasan sebagai berikut : Sebelah Utara
: berbatasan dengan Desa Cihideung Udik
Sebelah Selatan
: berbatasan dengan Desa Gunung Malang
Sebelah Barat
: berbatasan dengan Kali Cinangneng
Sebelah Timur
: berbatasan dengan Kali Cihideung
Saat ini UPHI sudah memiliki lahan seluas 21 hektar yang diantaranya terdiri dari 37 kolam tanah dan 15 kolam air deras (running water), empat buah hatchery, satu buah rumah karyawan, satu buah rumah pemilik UPHI. Luasan lahan sekitar 21 ha terdiri dari 37 kolam tanah dan 15 kolam air deras (running water), 4 buah hatchery, satu buah rumah karyawan, serta satu buah rumah pemilik dengan keseluruhan status capital adalah sebagai milik sendiri. Ikan yang diproduksi pada UPHI yaitu hampir semua ikan konsumsi air tawar seperti ikan BAT, ikan mas, ikan gurame, dan ikan patin. Selain itu, ada juga ikan hias seperti ikan koi. Proporsi pembenihan dalam usaha budidaya ikan BAT pada UPHI memiliki persentasi yang paling besar di bandingkan produksi yang lain. Kegiatan usaha sudah berlangsung dari tahun 1993. Setiap hasil produksi pembenihan digunakan perbandingan 1:3 untuk induk betina dan jantan. Dipersiapkan 15:5 untuk induk jantan dan betina sehingga menghasilkan sekitar 1.000.000 telur sampai pada panen larva siap jual berkisar 44
antara 98.000 ekor sampai 400.900 ekor dalam siklus produksi per bulan Januari hingga Desember 2012 baik untuk memenuhi permintaan para petani pembudidaya pembesaran ikan bawal air tawar yang lain ataupun permintaan internal perusahaan. Harga jual benih larva siap jual adalah berkisar antara Rp 125,00–Rp 175,00 per ekor.
5.2 Aspek Organisasi dan Manajemen Perusahaan Struktur organisasi pada UPHI sampai saat ini masih bersifat kekeluargaan yang dipimpin oleh Bapak H. Ijam sebagai pemilik. Stuktur organisasi masih terbilang sederhana dimana terdiri dari pemilik merangkap sebagai ketua dan pengelola yang membawahi bagian asisten pengelola, bagian administrasi, bagian distribusi pemasaran, serta bagian pekerja tetap dan musiman. Semua karyawan bertanggung jawab langsung kepada pimpinan. Berikut gambar stuktur organisasi pada UPHI. Pemimpin
Asisten Pemimpin
Pemasaran
Bendahara
Pekerja
Gambar 10. Stuktur Organisasi Usaha Perikanan H. Ijam Tahun 2012
5.3 Aspek Sumberdaya Perusahaan Sumberdaya yang dimiliki suatu perusahaan terdiri dari dua jenis yaitu sumberdaya manusia dan sumberdaya fisik. Sumberdaya yang dimiliki UPHI dibawah ini. 5.3.1 Karyawan Pada UPHI seluruh kegiatan operasionalnya masih mengandalkan tenaga kerja. UPHI memiliki karyawan sebanyak 12 orang dimana enam orang karyawan 45
tetap yang merupakan keluarga sendiri sekaligus warga sekitar yang dinilai mempunyai keterampilan di bidang perikanan dan enam orang lainya merupakan pekerja harian (borongan). Sistem upah yang diterapkan UPHI berupa upah bulanan bagi pekerja tetap dengan jumlah upah sebesar lima juta rupiah per bulan bagi pekerja tetap yang terdiri dari asisten pengelola, bendahara, distribusi pemasaran, dan tiga tenaga kerja kasar. Untuk para buruh yang merupakan tenaga kerja berkeahlian mensortasi merangkap tenaga kerja kasar untuk setiap kegiatan produksi yang memerlukan tenaga kerja lebih, dengan bayaran upah Rp 60.000 untuk setiap harinya. 5.3.2 Kepemilikan Peralatan Peralatan yang dimiliki UPHI cukup memadai dan sangat mendukung terlaksananya kegiatan perusahaan sehari-hari. Peralatan yang dimiliki UPHI tersebut dapat membantu karyawan bekerja sesuai dengan tugasnya sehingga dapat meningkatkan hasil produksi. Adapun peralatan dan perlengkapan yang perlu diperlukan untuk proses produksi pembenihan ikan BAT diantaranya : 1. Akuarium Akuarium berfungsi sebagai tempat untuk menetasan telur dan tempat pemeliharaan larva sebelum larva ditebar ke kolam. Akuarium yang digunakan UPHI sebanyak 50 buah ukuran 60x30x40 cm. 2. Pompa celup Pompa ini digunakan untuk mengalirkan air dari kolam air deras ke tandon lalu ke akuarium. Pompa air yang digunakan sebanyak dua buah dengan kapasitas 35 liter per menit dan berdaya 250 watt serta kapasitas 30 liter per menit dan berdaya 125 watt. 3. Mesin diesel atau generator Mesin diesel atau generator digunakan sebagai cadangan sumber listrik jika aliran listrik dari PLN mati karena dalam kegiatan pembenihan, listrik harus selalu hidup untuk menggerakan peralatan yang digunakan. UPHI memiliki 1 unit generator dengan menggunakan bahan bakar bensin. 4. Blower Mesin blower digunakan untuk mengalirkan oksigen (O2) ke dalam akuarium sehingga kuantitas dan kontinuitas oksigen terpenuhi. 46
5. Heater Heater berfungsi sebagai pemanas suhu di dalam akuarium. Heater yang dimiliki UPHI sebanyak 50 buah yang suhunya dapat diatur sesuai dengan kebutuhan masing-masing akuarium. 6. Wadah artemia Wadah ini digunakan untuk membuat pakan larva BAT yang sudah berumur 4 hari yaitu berupa artemia yang diproses dengan campuran garam balok. 7. Selang plastik Selang plastik yang digunakan yaitu selang kecil dengan diameter 1 cm. Selang ini digunakan untuk membersihkan kotoran yang terdapat di dasar akuarium larva dengan cara menyedot selang plastik yang sudah dicelupkan ke akuarium. Dengan begitu. kotoran terangkat tanpa harus memindahkan larva. Proses ini disebut penyiponan. 8. Saringan kain halus Saringan yang digunakan ada beberapa jenis yaitu saringan kain halus untuk memindahkan telur atau larva ke akuarium. saringan kain sedang untuk mengambil larva yang akan ditebar ke kolam. dan saringan kain kasar untuk mengangkat indukan dari kolam. 5.3.3
Aspek Permodalan Modal yang dimiliki UPHI terdiri dari modal lancar dan tidak lancar.
Modal lancar adalah modal uang tunai yang dimiliki UPHI sedangkan modal tidak lancar yaitu kepemilikan lahan, bangunan, peralatan dan perlengkapan usaha bisnis UPHI. Modal yang dimiliki UPHI sangat penting untuk digunakan dalam perencanaan kuantitas produksi sehingga rencana yang telah diusaha dapat berjalan dengan baik. Modal yang digunakan oleh Bapak H. Ijam selaku pemilik usaha untuk memulai dan mengembangkan usaha budidaya ikan konsumsi air tawar pada UPHI berasal dari modal sendiri. Pada mulanya modal berupa uang yang diinvestasikan pada lahan persawahan untuk usaha pertanian, seiring berjalannya usaha pertanian yang kurang menguntungkan maka Bapak H. Ijam mencoba untuk memulai usaha di sektor perikanan dengan menggunakan lahan persawahan tersebut untuk budidaya ikan mas dengan sistem mina padi. Pada akhirnya Bapak 47
H. Ijam beralih usaha menjadi pembudidaya ikan karena keuntungan pada budidaya ikan lebih besar. Pembelian peralatan dilakukan seiring berjalannya usaha yaitu dengan mengandalkan keuntungan yang didapat dari setiap penjualan. Perputaran modal digunakan Bapak H. Ijam untuk pembelian lahan guna perluasan usaha. Saat ini lahan yang dimiliki UPHI mencapai 21.000 m2. Hasil keuntungan yang didapat, UPHI dapat membangun satu unit rumah. Oleh karena itu usaha tersebut mendapatkan kemudahan dalam melakukan pinjaman seperti untuk permodalan guna mengembangkan usaha dari Bank Danamon cabang Bogor Barat sebesar 100 juta rupiah dengan bunga tujuh persen dalam jangka waktu pengembalian selama lima tahun.
5.4
Unit Bisnis Kegiatan bisnis yang ada pada UPHI yaitu memproduksi benih dan ikan
konsumsi air tawar seperti ikan BAT, ikan mas, ikan nila, ikan gurame, dan ikan koi. Perusahaan melihat peluang pasar yang cukup menjanjikan dalam budidaya pembenihan ikan BAT ini, karena itu perusahaan mencoba fokus didalam bisnis pembenihan ikan BAT. 5.4.1 Proses Pembenihan Ikan Bawal Air Tawar Proses produksi adalah suatu kegiatan yang mengkombinasikan dan mengelola input yang tersedia untuk menghasilkan output. Proses ini akan menentukan kualitas produk yang dihasilkan. Pembenihan ikan BAT melewati beberapa tahapan untuk mendukung kelancaran proses produksi. Tahapan alur proses produksi dapat dilihat pada Gambar 11.
48
Penyuntikan Indukan
Pemijahan
Perawatan Larva
Penetasan
Perawatan Telur
Pendederan
Panen
Seleksi Indukan
Gambar 11. Alur Pembenihan BAT pada Usaha Perikanan H. Ijam (UPHI) Berdasarkan Gambar 11, maka alur produksi pembenihan BAT pada usaha UPHI dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Seleksi indukan Seleksi indukan diawali dengan kegiatan pemeliharaan induk BAT dimana pada UPHI kegiatan tersebut dimulai dari persiapan wadah atau kolam pemeliharaan, penebaran induk, pemberian pakan hingga pengelolaan kualitas air. a. Persiapan wadah atau kolam pemeliharaan Kolam yang digunakan UPHI untuk pemeliharaan indukan yaitu berukuran 15m x 7m x 1,5m dengan ketinggian air 1 sampai dengan 1,3 m. Pengairan air ke setiap kolam dilakukan secara seri yaitu dari air mengalir dari kolam pertama diteruskan kedalam kolam kedua dan seterusnya. b. Penebaran induk Penebaran induk dilakukan setelah semua kolam terisi air 1 sampai dengan 1,3 meter. Kondisi air kolam harus terus mengalir agar induk yang baru dimasukan tidak mudah stress. Induk betina dan induk jantan harus dipisahkan supaya memudahkan dalam penyeleksian induk. Ukuran induk bawal yang digunakan di UPHI memiliki ukuran 2 sampai 4 kg per ekor.
49
c. Pemberian pakan Pakan yang digunakan untuk induk BAT berupa pellet, pakan diberikan sebanyak dua kali sehari, yaitu pada pagi hari jam 08.00 WIB dan sore hari pada pukul 15.00 WIB. d. Pengelolaan kualitas air Dalam hal menjaga kualitas air UPHI menggunakan air dari sungai kali cihideung. Penggunaan air ini bertujuan agar kebutuhan air kolam dapat mengalir 24 jam serta dilakukan penyaringan seadanya dengan menggunakan jarring kawat untuk menghindari sampah yang terbawa oleh aliran sungai cihideung. Induk BAT dipelihara di kolam dengan kepadatan 0,5 kg per meter persegi. Setiap hari induk diberi pakan berupa pelet sebanyak 3 persen dari bobot ikan dan diberikan 2 sampai 3 kali sehari. Menjelang musim hujan, pakan ditambah menjadi 4 persen. Indukan jantan dan betina yang digunakan untuk proses pemijahan pada UPHI yaitu indukan yang beratnya 2 sampai 4 kg sesuai dengan waktu produktif ikan BAT. Indukan yang digunakan untuk pemijahan yaitu indukan yang sudah matang gonad. Untuk mendapatkan tingkat kematangan dan kualitas gonad yang dihasilkan sangat ditentukan oleh kualitas dan cara pemberian pakan. Pakan yang diberikan harus berupa pellet tenggelam dan disebar di satu titik. Seleksi kematangan gonad di UPHI dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari. Induk yang akan diseleksi ditangkap menggunakan jarring happa, kemudian induk ditangkap satu persatu dan dilakukan pemeriksaan tingkat kematangan gonad. Kegiatan tersebut menggunakan metode kanulasi untuk induk betina dan pengurutan (stripping) untuk induk jantan. Tanda induk betina yang matang gonad adalah perut buncit, lembek, dan lubang genital berwarna kemerahan. Kemudian lubang genital diperiksa dengan menggunakan selang kanula yang biasa disebut metode kanulasi yaitu dengan memasukan selang kanula lalu dihisap dan dicabut perlahan dan diamati kondisi telurnya. Ciri induk betina yang matang gonad yaitu sel telur berwarna biru langit atau putih kebiruan dengan ukuran yang seragam. Sedangkan untuk induk jantan menggunakan metode pengurutan dari bagian perut kea rah lubang genital serta tanda induk jantan yang matang gonad yaitu warna merah pada tubuhnya lebih 50
jelas dan bila tubuhnya diurut dari perut ke arah lubang genital akan keluar cairan sperma berwarna putih susu kental. Seleksi indukan dilakukan pagi hari dengan cara stripping. Setelah diseleksi, indukan disimpan di hapa untuk menunggu proses selanjutnya. 2. Penyuntikan indukan Indukan yang telah dipilih akan disuntik dengan hormon LHRH-a atau ovaprim dengan dosis 0,8 mililiter per kilogram untuk induk betina, sedangkan untuk induk jantan diberikan dosis 0,5 mililiter per kilogram bobot ikan. Hormon LHRH-a berfungsi untuk merangsang saat pemijahan terjadi. Induk yang pertama kali disuntik yaitu betina. Pada induk betina, hormon disuntikan 2 kali dengan selang waktu 8 jam, 10 jam, atau 12 jam. Penyuntikan pertama sebanyak dengan 30 persen dari dosis total dan penyuntikan kedua sebanyak 70 persen. Induk jantan disuntik hanya satu kali ketika penyuntikan kedua induk betina. 3. Pemijahan Pemijahan induk dilakukan setiap hari, namun waktu yang paling ideal untuk melakukan pemijahan yaitu pada musim hujan. Untuk mengatasi masalah musim, UPHI menggunakan perangsang (Ovaprim) dan Chollduron meskipun hasilnya kurang maksimal. Pada musim hujan UPHI melakukan teknik pemijahan secara semi alami yaitu induk bawal dibiarkan memijah secara alami pada kolam yang terkontrol. Induk yang sudah disuntik dimasukan ke dalam bak atau fiber pemijahan dengan perbandingan 3:1 induk jantan dan betina. Selama pemijahan, air harus tetap mengalir atau dapat diganti dengan menggunakan aerasi. Pemijahan biasanya terjadi 3 sampai 6 jam setelah penyuntikan kedua. Jika penyuntikan pertama dilakukan pagi hari sekitar pukul 09.00 WIB dan penyuntikan kedua pukul 17.00 WIB, maka pukul 18.00 WIB sampai 24.00 WIB adalah waktu berlangsungnya pemijahan. Pukul 02.00 WIB dini hari, telur sudah dapat diambil untuk dipindahkan ke akuarium penetasan telur. 4. Perawatan telur Setelah pemijahan, telur-telur diambil menggunakan saringan halus. Lakukan penyeleksian antara telur yang siap dipanen dengan ciri-ciri telur-telur tersebut tidak menempel pada tangan jika dipegang. Telur-telur yang hendak 51
ditetaskan disimpan dalam akuarium yang telah di lengkapi dengan aerasi dan water heater dengan suhu 27-290C. Satu akuarium berisi sekitar 40 ribu butir telur atau sebanyak 2,5 cangkir termos. Akuarium telur dilengkapi aerator dengan tujuan agar telur ikan tidak berturnpuk. 5. Penetasan telur Telur yang telah dipindah ke akuarium, akan menetas dalam waktu 16 sampai 24 jam kemudian. Telur yang bagus biasanya berwana bening. Jika telur ikan berwarna putih, artinya telur tersebut kurang bagus dan tidak akan menetas. Telur yang telah menetas dipindahkan ke akuarium perawatan larva. 6. Perawatan larva Larva hasil penetasan disimpan di akuarium larva. Larva ini sangat tipis sepeti benang. Larva umur 0 sampai 4 hari tidak diberi makan karena stuktur organnya belum sempurna. Setelah berumur lebih dari 4 hari, larva baru dapat diberi pakan berupa artemia yang dilarutkan dengan campuran garam. Dosis pembuatan artemia untuk satu galon atau wadah artemia yaitu 5 sendok makan (sdm) dilarutkan dengan 3 balok garam dapur. Artemia diberikan 2 sampai 3 kali per hari selama 2 sampai 3 hari. Perawatan larva, suhu ruangan dan oksigen dalam akuarium harus sangat diperhatikan. Jika akuarium kurang oksigen dan suhu tidak pas, maka larva akan mati. Untuk itu, dapat digunakan juga aerator, water heater dan kompor. Aerator untuk menghasilkan oksigen melalui gelembung air yang dikeluarkan. Sedangkan water heater dan kompor untuk menjaga suhu. Selain itu, kebersihan juga harus dijaga. Jika akuarium kotor, maka harus dibersihkan dengan cara menyedot kotoran tersebut menggunakan selang kecil atau dikenal dengan istilah penyiponan. 7. Pendederan Larva ikan bawal yang berumur 8 hari, ditebar ke kolam tanah dengan luas 500 m2 pada pagi hari. Sebelumnya benih ditebar, kolam pendederan harus kaya akan unsur hara. Untuk itu, kolam terlebih dahulu dikeringkan agar hama atau hewan yang bersifat predator dapat dibasmi. Selain itu, pematang sawah juga harus diperbaiki atau diperkuat untuk menutupi kebocoran.
52
Setelah dasar kolam kering, dasar kolam ditaburi kapur dengan dosis 25 kg per 100 m2 atau sebanyak 3 karung kapur untuk kolam seluas 500 m2. Hal ini dilakukan untuk menigkatkan pH tanah serta untuk membunuh hama yang masih tersisa dari proses pengeringan. Selain kapur, dasar kolam juga ditaburi pupuk kandang dengan dosis 25 sampai 50 kg per 100 m2. Tujuannya untuk merangsang pertumbuhan pakan alami bagi larva ikan bawal. Setelah pengapuran dan pemupukan selesai, kolam diisi air secara bertahap sampai ketinggian 80 hingga 120 cm atau lebih. Proses dari pengeringan sampai pengisian air pada kolam, berlangsung selama 7 sampai 10 hari. Kemudian larva ikan dapat ditebar dan diberi pakan cacing sutra atau pelet halus seperti dedak. Setelah tiga minggu, pakan diganti menjadi pelet remah sampai berusia satu bulan atau sehari sebelum panen. 8. Panen Setelah benih berumur satu bulan, benih sudah dapat dijual. Benih tersebut sudah mencapai ukuran 1,5 hingga 2 cm. Benih didistribusikan ke konsumen dengan kepadatan 400 ekor setiap kantong dan diberi gas sebagai oksigen. Hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko kematian ikan selama diperjalanan. Pengangkutan yang dilakukan yaitu pengangkutan tertutup dimana ikan dikemas tertutup dalam kantong yang berisi air dan gas oksigen, lalu kantong-kantong tersebut diangkut dengan mobil pick up yang dialasi dengan terpal dan diberi air lalu atapnya ditutup terpal. Tujuannya agar suhu dalam mobil tetap stabil seperti suhu dalam kolam.
53
VI.
ANALISIS RISIKO PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN BAWAL AIR TAWAR
6.1 Identifikasi Sumber-sumber Risiko Produksi Kegiatan pembenihan BAT pada UPHI ditemukan beberapa risiko produksi yang menghambat jalanya usaha. Langkah pertama yang dilakukan ialah identifikasi sumber-sumber risiko produksinya. Identifikasi terhadap sumbersumber risiko produksi yang terdapat pada usaha pembenihan BAT yang dijalankan oleh UPHI dilakukan dengan mengikuti alur kegiatan yang dilaksanakan disana. Alur kegiatan tersebut dimulai dari Seleksi indukan, Penyuntikan indukan, Pemijahan, Pemanenan dan Perawatan telur, Penetasan telur, Perawatan larva, Pendederan, hingga Panen yang menghasilkan benih BAT berumur sampai satu bulan berukuran 1,5 sampai 2 centimeter. Risiko produksi yang terjadi secara umum di UPHI adalah berupa kematian benih BAT yang dipelihara serta penurunan produksi telur yang dihasilkan oleh induk betina. Risiko tersebut terjadi disebabkan oleh beberapa faktor. Berdasarkan hasil pengamatan secara langsung terhadap proses pembenihan BAT di UPHI serta wawancara yang dilakukan dengan pengelola perusahaan dan karyawan di UPHI, maka dapat diketahui beberapa hal yang teridentifikasi sebagai sumber timbulnya risiko produksi tersebut. Beberapa faktor yang menjadi sumber risiko pada usaha pembenihan BAT di usaha pembenihan H. Ijam diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Kesalahan Sumber Daya Manusia (SDM) Struktur organisasi pada UPHI masih bersifat kekeluargaan sehingga menimbulkan risiko yang disebabkan oleh tenaga kerja, risiko ini muncul ketika tenaga kerja tidak bekerja sesuai dengan bidangnya, padahal pembenihan BAT terdiri dari beberapa tahap dimana setiap tahapanya memerlukan ketelitian dan keahlian tinggi. Sumber risiko kesalahan SDM ini terdiri dari kesalahan ketika seleksi indukan yang memiliki peranan sebesar 38 persen, kesalahan dalam menyuntik indukan sebesar 44 persen, dan proses pembenihan lainya sebesar 18 persen.
54
Kegiatan awal dari pembenihan adalah seleksi indukan yang dimulai dengan kegiatan pemeliharaan induk BAT dimana pada UPHI kegiatan tersebut dimulai dari persiapan wadah atau kolam pemeliharaan, penebaran induk, pemberian pakan hingga pengelolaan kualitas air dan diakhiri dengan penyeleksian induk yang memiliki kualitas unggul dibandingkan dengan yang lain. Kemudian dilanjutkan dengan pemijahan yang diawali dengan penyuntikan indukan, lalu perawatan larva, pendederan hingga panen. Seleksi yang dilakukan terhadap induk yang akan dipijahkan merupakan salah satu kegiatan penting dan menentukan keberhasilan dari pembenihan yang dilaksanakan. Hal ini dikarenakan induk BAT yang akan dipijahkan harus memenuhi beberapa kriteria atau persyaratan tertentu sebelum dipijahkan agar proses pemijahan dapat memberikan hasil yang diharapkan. Oleh karena itu, seleksi induk merupakan proses yang harus dilakukan dan menjadi salah satu tahapan penting yang nantinya akan menentukan hasil produksi dalam kegiatan pembenihan BAT. Seleksi induk BAT yang umumnya dilakukan meliputi pemeriksaan terhadap tiga kondisi umum, yaitu kondisi visual, kecukupan umur, serta kematangan telur. Pemeriksaan kondisi visual meliputi pemeriksaan kondisi alat kelamin, bobot, kondisi tubuh, serta pemeriksaan pada bagian perut yang khusus dilakukan pada induk betina. Umur juga menjadi aspek yang perlu diperhatikan dimana induk BAT yang akan dipijahkan harus berumur minimal tiga tahun. Sedangkan pemeriksaan kematangan telur dilakukan untuk memastikan bahwa telur yang dikandung oleh induk betina sudah matang dan memiliki kondisi baik yang salah satu indikatornya dapat dilihat dari warna telur yang dihasilkan berwarna putih susu kental, bentuk telur bulat dan tidak benjol, serta cangkang telur cukup kuat, tidak mudah pecah bila disitir dengan jari serta memiliki ukuran yang seragam. Karyawan di UPHI telah memiliki cukup banyak pengalaman dalam melakukan pembenihan BAT, sehingga pada dasarnya sudah cukup memahami kriteria dan cara untuk melakukan seleksi induk yang benar. Akan tetapi terkadang karyawan perusahaan kurang teliti dalam memeriksa semua kriteria BAT yang layak untuk dipijahkan dalam melakukan proses seleksi induk karena 55
merasa sudah cukup yakin dengan hanya mengandalkan pengamatan secara sesaat. Penyeleksian induk betina dilakukan dengan melihat perutnya yang membuncit, lembek, dan lubang genital berwarna kemerahan. Kemudian lubang genital diperiksa dengan menggunakan selang kanula untuk memeriksa beberapa butir telur yang diambil dengan cara disedot dengan selang yang telah dimasukan kedalam lubang genital induk betina sebelumnya. Ciri induk betina yang matang gonad yaitu sel telur berwarna biru langit, kemudian telur yang telah disedot diletakan di pergelangan tangan untuk dilihat kematangannya. Sedangkan tanda induk jantan yang matang gonad yaitu warna merah pada perutnya lebih jelas dan bila perutnya diurut dari arah atas ke arah bawah menuju arah kelamin akan keluar cairan sperma berwarna putih kental. Karyawan UPHI terkadang hanya memeriksa warna dan bentuk telurnya secara sekilas saja. Bobot indukan idealnya diperhatikan dengan seksama melalui penimbangan ter lebih dahulu akan tetapi karyawan UPHI lebih mengandalkan perkiraan. Selain itu, Kesalahan dari SDM pun terlihat pada proses penyuntikan induk. Pemijahan BAT selama ini menggunakan metode tradisional dengan kawin alami akan tetapi di UPHI dilakukan secara buatan yaitu dengan menyuntikan hormon perangsang yang berasal dari kelenjar hipofisa atau hormon sintetis dengan merk dagang ovaprim. Penyuntikan dilakukan dengan tujuan untuk merangsang pemijahan yang matang kelamin. BAT tidak dapat dipijahkan maksimal secara alami karena keadaan lingkungan yang kurang sesuai. Sebelum melakukan proses penyuntikan, lakukan penimbangan satu per satu induk untuk mengetahui berat masing-masing induk dan memastikan dosis yang digunakan untuk setiap ekor induknya. Dosis yang diberikan untuk induk jantan dan betina itu berbeda, untuk induk jantan dosis yang diberikan adalah 0,5 mililiter ovaprim per kilogram bobot ikan sedangkan untuk induk betina adalah 0,8 mililiter ovaprim per kilogram bobot ikan. proses penyuntikan dilakukan dua tahap, yaitu dosis 1/3 bagian atau sekitar 30 persen dari dosis total pada penyuntikan pertama dan 2/3 bagian atau sekitar 70 persen pada penyuntikan kedua untuk induk betina, frekuensi penyuntikan dilakukan berkisar antara 8, 10, atau 12 jam. Sementara penyuntikan induk jantan dilakukan hanya satu kali diberikan bersamaan dengan suntikan kedua induk betina. Pada proses penyuntikan induk betina, lokasi 56
penyuntikan pertama dan kedua harus berbeda. Pada penyuntikan pertama dilakukan di sebelah kiri sirip punggung dan lokasi penyuntikan kedua dilakukan di sebelah kanan sirip punggung. Proses penyuntikan yang dilakukan di UPHI kurang hati-hati. Hal ini terlihat dari banyaknya induk yang mati setelah proses penyuntikan. Pengelola UPHI yang melakukan proses penyuntikan masih sering melakukan kesalahan dalam proses tersebut. Adapun kesalahan yang dilakukan diantaranya adalah sering terjadi kekurangan dosis yang diberikan kepada induk betina sehingga telur yang ada didalam perut tidak bisa keluar, isi dalam suntikan yang masih terdapat gelembung udara yang bisa menyebabkan induk mati, dan jarum suntikan yang mengenai tulang punggung yang menyebabkan kematian bagi induk BAT. Pihak UPHI tidak melakukan penyuntikan terhadap induk jantan, pengelola berpendapat bahwa ketersediaan sperma selalu tersedia setiap saat. Padahal proses penyuntikan itu sangat penting dilakukan terhadap induk jantan agar sperma yang dihasilkan lebih baik pada saat dikeluarkan. Kematian induk yang terjadi di UPHI, tentunya akan berdampak jika induk yang berada di UPHI semakin sedikit jumlahnya karena kematian, pihak UPHI tentunya harus mengeluarkan biaya besar untuk membeli indukan yang baru dan bisa mengancam keberlangsungan usahanya. 2. Faktor Cuaca Pembenihan BAT merupakan usaha yang sangat tergantung terhadap kondisi alam dan kondisi indukan. Produksi telur dan sperma induk BAT sangat dipengaruhi oleh cuaca. Pada saat musim hujan induk BAT dapat menghasilkan telur dan sperma serta dapat memijah secara maksimal. Pada saat musim kemarau kemampuan induk BAT untuk memijah hanya 50 persen dari produksi telur pada kondisi normal yang jumlahnya berkisar sekitar 1 juta butir telur dari 15 indukan betina, ini mengindikasikan pada saat musim kemarau benih BAT yang dihasilkan UPHI turun secara derastis. Menurut pemilik UPHI pada saat musim kemarau produksi benih turun hingga 50 persen. Penyebab turunya produksi pada musim kemarau bukan hanya dari sifat bilogis ikan yang sulit untuk memijah, juga disebabkan kualitas air di sungai cihideung dari kaki gunung salak menurun karena kemarau yang menyebabkan larva yang lebih mudah terserang penyakit. 57
karena di bogor hanya ada musim hujan dan musim kemarau. akibat faktor cuaca meskipun produksi benih turun, namun penerimaan UPHI tidak menurun secara tajam karena pada saat musim kemarau harga jual benih mengalami peningkatan. Keadaan berkurangnya jumlah telur yang dihasilkan induk BAT pada UPHI sering disebut dengan kempes telur. Kondisi kempes telur akibat musim kemarau sudah tentu akan menyebabkan kerugian bagi UPHI dari sisi produksi, karena hal tersebut mengakibatkan produksi benih BAT akan mengalami penurunan yang signifikan. akan tetapi, karena musim kemarau terjadi dengan siklus alam, maka terjadinya kondisi tersebut memang tidak bisa dihindari dan akan berulang setiap tahunnya. Sehingga pihak UPHI hanya berusaha agar penurunan produksi telur tidak melebihi batas normal dengan melakukan upaya-upaya tertentu. Kondisi kempes telur akibat musim kemarau pada beberapa tahun terakhir menurut pengelola secara umum terjadi antara bulan April hingga September. Selain itu akibat faktor cuaca pun berpengaruh pada perubahan suhu air yang terjadi ekstrim atau drastis menjadi salah satu sumber produksi dalam usaha pembenihan BAT pada UPHI. Perubahan suhu air yang bersifat ekstrim tersebut didahului oleh terjadinya peralihan antara dua kondisi cuaca yang berbeda, yaitu panas dan hujan yang kemudian mengakibatkan perubahan suhu air pada ruangan hatchery. Kondisi tersebut tentu akan mengganggu kestabilan suhu air pada akuarium pemeliharaan benih yang menjadi salah satu syarat penting yang menentukan keberlangsungan hidup benih BAT yang sedang di pelihara. Pada kondisi normal, suhu air pada akuarium berkisar antara 27-290C. Suhu air mempunyai pengaruh besar terhadap proses pertukaran zat atau metabolisme ikan. Selain mempengaruhi proses metabolism, suhu juga berpengaruh terhadap kadar oksigen yang terlarut di dalam air. Semakin tinggi suhu suatu perairan maka semakin cepat pula perairan tersebut mengalami kejenuhan akan oksigen. Disamping kedua pengaruh tersebut, suhu juga mempengaruhi pertumbuhan dan nafsu makan ikan. Proses pencernaan makanan yang dilakukan oleh benih BAT berjalan sangat lambat pada suhu yang rendah, sebaliknya lebih cepat pada perairan yang lebih hangat.
58
Sistem pemeliharaan benih BAT pada UPHI dilakukan didalam ruangan tertutup, hal itu dikarenakan agar suhu air tetap terjaga. Tetapi terkadang pada siang atau malam hari cuaca yang terlalu panas ataupun terlalu dingin karena hujan akan mengakibatkan suhu air dalam akuarium pemeliharaan BAT tidak terkontrol dengan baik oleh pihak UPHI, sehingga suhu yang ada didalam akuarium pemeliharaan meningkat sampai 30 derajat atau juga menurun secara signifikan pada saat musim hujan. Hal tersebut mengakibatkan benih BAT tidak dapat bertahan dan akhirnya mati. Berdasarkan literatur, benih BAT tidak bisa mentolerir perubahan suhu air jika perubahannya melebihi 30C. Sementara itu, jika suhu air terus mengalami penurunan, maka biasanya nafsu makan benih BAT akan berkurang dan akan ditemukan bintik-bintik putih pada tubuh benih yang diketahui sebagai gejala penyakit white spot. Pada kondisi tersebut ikan akan mengalami kesulitan dalam bernafas dan terlihat sering muncul dipermukaan air karena proses penyerapan oksigen terganggu. Sepanjang periode produksi dari bulan Januari hingga Desember 2012, telah terjadi banyak peristiwa kematian benih BAT karena perubahan suhu. Perubahan suhu berdasarkan hasil wawancara dengan karyawan maupun pemilik UPHI, merupakan sumber risiko produksi yang cukup sulit untuk diprediksi kapan terjadinya karena merupakan proses yang bersumber dari alam. 3. Kanibalisme Pada saat telur menetas menjadi benih BAT, fase pertama yang dialami adalah fase larva. Larva ikan BAT mulai membutuhkan makan dari luar setelah cadangan makanannya yang berupa yolk suck telah habis sekitar 4 hari. Pada fase ini larva ikan BAT bersifat kanibal atau bersifat karnivora. Larva diberi pakan berupa artemia yang dilarutkan dalam dengan campuran garam yaitu dengan perbandingan 5 sendok makan artemia dilarutkan dengan 3 balok garam dapur. Artemia diberikan 2-3 kali per hari selama 3 hari kemudian dilanjutkan dengan pemberian cacing sutera hingga berumur 7 hari. Tingkat kematian larva di UPHI sangat tinggi, hal ini disebabkan karena karyawan sering telat memberi makan sesuai waktu yang telah ditentukan. Hal ini menyebabkan larva ikan BAT saling memakan (kanibalisme). Pada UPHI pemberian artemia hanya di hari ke-2 sampai hari ke-3 saja. Pada hari ke-4 dan 59
hari ke-5 pakan artemia yang diberikan sudah diberikan bergantian dengan pakan cacing sutera yang telah dipotong-potong secara halus. Menurut panduan budidaya BAT yang baik, pemberian pakan artemia harus diberikan sampai hari ke 6. Hal ini agar menekan tingkat kanibalisme pada tahap larva. Kematian larva di UPHI sangat tinggi dapat dilihat dari bulan Januari hingga Desember 2012. Hal tersebut harus diantisipasi dengan baik oleh pihak UPHI, karena harus diperhatikan pada saat kanibalisme hari ke-3 sampai hari ke-7 yang mengalami kematian dua ekor setiap proses kanibalisme, yaitu yang dimakan dan memakan. 4. Penyakit Penyakit yang menyerang benih BAT juga menjadi salah satu sumber risiko produksi yang cukup mempengaruhi jumlah produksi benih BAT yang diproduksi oleh UPHI. Penyakit yang menyerang benih BAT biasanya adalah parasit Aeromonas dan virus White spot. Penyakit Aeromonas ini dapat menyebabkan ikan kehilangan nafsu makan, lemas, serta sering terlihat dipermukaan air. Peningkatan populasi Parasit Aeromonas disebabkan oleh kotoran sisa pakan, kurangnya oksigen, serta suhu yang tidak pas. Pakan yang diberikan atau sisa pakan serta kotoran yang menumpuk didasar akuarium serta menyerang ikan yang berada pada media pemeliharan dengan suhu dingin, cara mengatsinya ialah dengan kontinuitas pemeliharan kebersihan media pembenihan khususnya akuarium yaitu dengan membersihkannya menggunakan selang vacuum kecil untuk menyedot kotoran dimana sering dikenal dengan istilah penyiponan yang dilakukan 3 kali sehari atau ketika akuarium terlihat kotor serta menaikan suhu dengan menggunakan water heater sampai suhu mencapai kurang lebih 290C serta pemberian formalin 25 ppm pada media pemeliharaanya. Untuk penghasil oksigen agar menyuplai kebutuhan oksigen dapat menggunakan aerator untuk menghasilkan oksigen melalui gelembung air yang dihasilkan. Untuk penyakit White spot disebabkan oleh parasit. Biasanya penyakit White spot berasal dari air dalam tandon yang tercampur dengan air hujan. Hal ini dikarenakan, atap tandon di UPHI tidak tertutup secara keseluruhan, hanya ¾ bagian saja. Kematian benih yang disebabkan bakteri ini selama kurun waktu bulan Januari hingga Desember 2012 cukup banyak. Kasus kematian yang disebabkan 60
penyakit atau bakteri ini walaupun relatif tidak sering pada UPHI, tetapi efek terjadinya akan sangat merugikan karena bakteri dapat menyebar dengan cepat pada akuarium pemeliharaan benih BAT sehingga menyebabkan kematian benih BAT dalam jumlah yang cukup besar.
6.2 Analisis Probabilitas Sumber Risiko Produksi Sumber-sumber risiko produksi yang terdapat pada usaha pembenihan BAT pada UPHI telah diidentifikasi. Hasil identifikasi yang dilakukan memberikan informasi bahwa pada usaha tersebut terdapat 4 faktor yang menjadi sumber risiko produksi. Tahap selanjutnya yang dilakukan adalah melakukan analisis probabilitas terhadap masing-masing sumber risiko produksi tersebut untuk mengetahui seberapa besar probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko dari masing-masing sumber risiko produksi yang ada pada usaha pembenihan BAT pada UPHI. Probabilitas risiko dari masing-masing sumber risiko produksi perlu dilakukan untuk mengetahui mana saja sumber risiko produksi yang kemungkinan terjadinya besar dan mana saja sumber risiko produksi yang kemungkinan terjadinya kecil, sehingga kemudian dapat ditentukan prioritas dari masingmasing sumber risiko produksi serta strategi penanganan yang tepat terhadap sumber-sumber risiko produksi tersebut. Data-data yang digunakan untuk melakukan analisis probabilitas terhadap sumber-sumber risiko produksi ini adalah data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan pengelola dan karyawan pada UPHI serta data produksi benih BAT pada UPHI bulan Januari hingga Desember 2012. Sementara itu, untuk penentuan jumlah, kondisi, serta batas yang digunakan untuk perhitungan analisis probabilitas berdasarkan perkiraan perhitungan yang dilakukan oleh pengelola dengan mengacu pada pengalamanpengalaman pada periode-periode produksi terdahulu. Perhitungan analisis probabilitas terjadinya risiko untuk masing-masing sumber risiko produksi yang diolah dengan menggunakan analisis Z-Score dapat dilihat pada lampiran, sedangkan untuk hasil perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 7.
61
Tabel 7. Perbandingan Probabilitas Risiko dari Sumber Risiko Produksi No Sumber Risiko Produksi Probabilitas (%) 1
Kesalahan SDM
48,4
2
Faktor Cuaca
45,6
3
Kanibalisme
42,5
4
Penyakit
8,5
Pada Tabel 7 dapat dilihat nilai probabilitas masing-masing sumber risiko dari yang terbesar hingga yang terkecil yaitu sumber daya manusia (SDM) atau human error sebesar 48,4 persen, faktor cuaca 45,6 persen, kanibalisme sebesar 42,5 persen, dan yang terkecil penyakit sebesar 8,5 persen. Berdasarkan urutannya, probabilitas kematian benih BAT akibat kesalahan SDM memiliki tingkat probabilitas risiko tertinggi yaitu sebesar 48,4 persen. Besarnya probabilitas terjadinya risiko akibat kesalahan penyuntikan sehingga banyak induk BAT yang mati karena kesalahan penyuntikan. Induk yang mati tentunya akan berdampak signifikan terhadap benih yang dihasilkan untuk periode berikutnya. Kematian induk BAT akan mempengaruhi produksi benih karena jumlah telur yang akan dihasilkan juga akan berkurang Sebagian besar kematian benih yang disebabkan kesalahan SDM melebihi batas normal yang ditentukan oleh UPHI. Nilai z untuk sumber risiko kesalahan SDM yang diperoleh dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode nilai standar adalah sebesar -0,04. Nilai z yang bertanda negatif menunjukan bahwa nilai tersebut berada disebelah kiri dari nilai rata-rata di kurva distribusi normal. Nilai z untuk sumber risiko produksi kesalahan penyuntikan tersebut jika dipetakan pada tabel z akan menunjukan nilai sebesar 0,484. Nilai 0,484 tersebut menunjukan bahwa probabilitas kematian benih BAT akibat kesalahan penyuntikan induk melebihi 100.000 ekor adalah sebesar 0,484 atau 48,4 persen. Besarnya probabilitas risiko kesalahn SDM sehingga kematian benih melebihi batas normal yang ditentukan diantaranya kesalahan dalam melakukan seleksi induk serta dalam penyuntikan indukan bukan dilakukan oleh ahlinya untuk melakukan penyuntikan, sehingga banyak dosis yang kurang tepat untuk digunakan serta ketidaktepatan dalam melakukan penyuntikan pada induk BAT.
62
Faktor cuaca yang disebabkan oleh pergantian musim dan suhu yang berubah menyebabkan penurunan produksi telur yang dihasilkan oleh induk betina dan pada akhirnya akan menurunkan produksi benih BAT yang dihasilkan. Probabilitas penurunan produksi benih BATakibat pengaruh cuaca dengan musim kemarau memiliki probabilitas sebesar 45,6 persen. Hal ini menunjukan bahwa kemungkinan terjadinya penurunan produksi akibat pengaruh terjadinya cuaca dengan musim hujan dan kemarau serta suhu yang berubah melebihi batas yang ditentukan adalah sebesar 45,6 persen. Batas normal penurunan produksi benih BAT yang ditentukan oleh UPHI akibat pengaruh cuaca dengan musim kemarau adalah sebanyak 75.000 ekor. Nilai z yang diperoleh untuk sumber risiko produksi faktor cuaca dengan metode nilai standar adalah -0,11. nilai z yang negatif menunjukan bahwa nilai tersebut berada disebelah kiri dari rata-rata di kurva distribusi normal. Nilai z tersebut jika dipetakan pada tabel distribusi z akan menunjukan nilai 0,456. Nilai tersebut berarti probabilitas penurunan produksi benih BAT akibat pengaruh musim kemarau melebihi 75.000 ekor adalah sebesar 0,456 atau 45,6 persen. Faktor cuaca adalah sumber risiko produksi yang bersumber dari faktor alam, sehingga sumber risiko produksi tersebut tidak dapat dihindari. Musim kemarau dan musim hujan serta perubahan suhu berpengaruh terhadap produktivitas BAT dalam menghasilkan telur, sehingga secara otomatis benih yang dihasilkan akan mengalami penurunan. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya untuk dapat mencegah penurunan produksi telur ke tingkat yang lebih tinggi. Probabilitas risiko akibat sumber risiko produksi kanibalismu sifat bawaan dari merupakan karakteristik sifat bawaan dari benih larva BAT itu sendiri sehingga cukup sulit untuk dihindari. Probabilitas kematian benih BAT melebihi batas yang ditentukan akibat sumber risiko produksi kanibalisme yaitu sebesar 42,5 persen. Batas normal kematian benih yang disebabkan oleh kanibalisme pada tahap larva ditentukan sebanyak 40.000 ekor. Penentuan batas tersebut berdasarkan rata-rata jumlah kematian benih pada periode-periode sebelumnya serta hasil wawancara dari pihak internal UPHI. Nilai z yang diperoleh untuk sumber risiko produksi kanibalisme adalah sebesar 0,19. Nilai z yang positif menunjukan bahwa nilai tersebut berada di 63
sebelah kanan dari nilai rata-rata di kurva distribusi normal. Nilai z tersebut jika dipetakan pada tabel z akan menunjukan nilai 0,425. Nilai tersebut berarti probabilitas kematian benih BAT akibat kanibalisme melebihi 40.000 ekor adalah sebesar 0,425 atau 42,5 persen. Probabilitas risiko terkecil berasal dari sumber risiko produksi adalah penyakit. Kematian benih ikan BAT akibat penyakit yang menyerang benih yang sedang dipelihara memiliki tingkat probabilitas risiko sebesar 8,5 persen atau memiliki tingkat risiko terbesar kedua setelah sumber risiko produksi kegagalan penyuntikan pada induk. Batas normal kematian benih akibat serangan penyakit ditentukan sebanyak 25.000 ekor pada setiap kejadiannya. Penentuan batas tersebut berdasarkan perkiraan rata-rata jumlah kematian benih akibat terjadinya peristiwa sejenis pada periode-periode sebelumnya. Nilai z yang diperoleh untuk sumber risiko produksi penyakit adalah sebesar -1,37. Nilai z yang negatif menunjukan bahwa nilai tersebut berada di sebelah kiri dari nilai rata-rata pada kurva distribusi normal. Nilai z tersebut jika dipetakan pada tabel distribusi z akan menunjukan nilai 0,085. Nilai tersebut berarti probabilitas kematian benih BAT yang di akibatkan serangan penyakit melebihi 25.000 ekor adalah sebesar 0,085 atau 8,5 persen Penyakit yang menyerang benih BAT yang sedang dipelihara berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola dan karyawan UPHI adalah dari bakteri Aeromonas dan virus White spot. Penyakit Aeromonas ini diketahui berasal dari pakan cacing sutera yang tercemar, kurang segar, dan dalam keadaan mati akan memicu penyebaran bakteri tersebut dan mencemari akuarium. Penyebaran bakteri tersebut dapat terjadi dengan cepat. Sedangkan untuk penyakit White spot berasal dari air hujan yang masuk kedalam air, hal tersebut dikarenakan salah satunya adalah tandon air yang ada di UPHI tidak tertutup seluruhnya sehingga ketika hujan air bisa masuk kedalamnya. Pada kurun waktu Januari hingga Desember 2012 jumlah benih yang mati akibat penyakit yang disebabkan bakteri dan virus tersebut jumlahnya melebihi batas yang ditentukan dikarenakan terlambatnya penanganan yang dilakukan.
64
6.3
Analisis Dampak Sumber Risiko Produksi Analisis dampak risiko dari penurunan produksi benih BAT menunjukan
bahwa UPHI mengalami kerugian apabila berproduksi kurang dari produksi normal yang telah ditetapkan. Sumber-sumber risiko produksi yang teridentifikasi dalam kegiatan pembenihan BAT pada UPHI akan memberikan dampak kerugian tersebut yang terjadi ditengah pelaksanaan produksi. Dampak kerugian yang diakibatkan oleh terjadinya sumber-sumber risiko produksi tersebut dapat dihitung dengan satuan mata uang seperti rupiah, sehingga jika terjadi risiko produksi yang disebabkan oleh sumber-sumber risiko produksi tersebut kerugian yang diderita dapat diperkirakan. Besarnya kerugian yang diperkirakan tentu tidak tepat sama dengan kondisi yang sebenarnya. Jika risiko produksi tersebut terjadi, maka dilakukan penetapan besarnya kerugian dengan suatu tingkat keyakinan. Perhitungan dampak risiko produksi pada usaha pembenihan BAT pada UPHI dilakukan dengan menggunakan metode Value at risk (VaR). Pada perhitungan dampak risiko produksi di UPHI ditentukan tingkat keyakinan yang digunakan sebesar 95 persen dan sisanya error sebesar 5 persen. Proses perhitungan dampak risiko produksi dari masing-masing sumber risiko produksi dapat dilihat pada lampiran. Perhitungan terhadap dampak risiko dilakukan terhadap masing-masing sumber risiko produksi yang ada pada usaha pembenihan BAT untuk mengetahui perkiraan kerugian yang akan diderita dalam satuan rupiah. Data yang akan digunakan dalam perhitungan ini adalah data primer serta hasil wawancara berupa perkiraan kematian benih dan kehilangan potensi yang terjadi akibat sumber risiko produksi yang telah teridentifikasi. Dapat dilihat hasil perhitungan dampak dari masing-masing sumber risiko dalam Tabel 8. Tabel 8. Perbandingan Dampak Risiko dari Sumber Risiko Produksi No Sumber Risiko Produksi Dampak (Rp) 1
Kesalahan SDM
26.442.274
2
Faktor Cuaca
13.555.700
3
Kanibalisme
4.272.699
4
Penyakit
4.396.337
65
Kesalahan Sumber Daya Manusia (SDM) menimbulkan risiko kematian benih BAT yang sedang dipelihara. Pada periode Januari hingga Desember 2012 terjadi hampir setiap bulan kesalahan pihak pengelola dan karyawan beberapa kasus yaitu dalam melakukan seleksi induk dan penyuntikan indukan yang mengakibatkan kematian benih yang dihasilkan yang terjadi setiap bulanya. Jumlah benih mati akibat kesalahan SDM mengakibatkan penurunan benih cukup besar dan akan merugikan. Apabila kerugian yang ditimbulkan oleh dampak risiko tersebut dapat dikurangi , maka penerimaan yang diperoleh dapat meningkat. Hasil perhitungan dampak risiko yang dilakukan menghasilkan nilai Value at Risk (VaR) sebesar Rp 26.442.274 dengan tingkat keyakinan 95 persen. Nilai Value at Risk (VaR) berarti kerugian maksimal yang diderita akibat kesalahan dalam seleksi induk adalah sebesar Rp 26.442.274, tetapi ada kemungkinan 5 persen kerugian lebih besar dari angka tersebut. Faktor cuaca akibat alam beberapa diantaranya karena musim kemarau dan musim hujan serta perubahan suhu menimbulkan risiko produksi berupa penurunan produksi benih BAT yang dihasilkan oleh UPHI. Penurunan produksi yang terjadi akibat sumber risiko ini sangat drastis, sehingga berpengaruh signifikan terhadap pencapaian target produksi yaitu 750 ribu benih per bulan. Perhitungan terhadap dampak risiko dari sumber risiko produksi faktor cuaca yang dilakukan dengan metode Value at Risk menghasilkan nilai sebesar Rp 13.555.700 dengan tingkat keyakinan 95 persen. Nilai Value at Risk berarti kerugian maksimal yang diderita akibat pengaruh musim kemarau adalah sebesar Rp 13.555.700, tetapi ada 5 persen kemungkinan lebih besar dari angka tersebut. Risiko yang ditimbulkan oleh kanibalisme pada tahap larva yang mengakibatkan
kematian
benih
yang
dihasilkan.
Kanibalisme
yang
mengakibatkan kematian benih terjadi hampir setiap bulannya selama kurun waktu Januari hingga Desember 2012. Hal tersebut menunjukan bahwa frekuensi kanibalisme yang cukup tinggi. Perkiraan jumlah benih yang mati akibat kanibalisme adalah sekitar 900 ekor sampai 83.000 ekor per bulan dari kurun waktu Januari hingga Desember 2012. Harga jual yang berlaku pada kurun waktu tersebut adalah sekitar Rp 150,00 per ekor benih.
66
Perhitungan terhadap dampak risiko dari sumber risiko kanibalisme yang dilakukan dengan metode Value at Risk menghasilkan nilai sebesar Rp 4.272.699 dengan tingkat keyakinan 95 persen. Nilai Value at Risk berarti kerugian maksimal yang diderita akibat kanibalisme adalah sebesar Rp 4.272.699, tetapi ada 5 persen kemungkinan kerugian lebih besar dari angka tersebut. Perkiraan dampak kerugian yang diakibatkan oleh kanibalisme memang nilainya tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan sumber risiko produksi yang lainnya, tetapi bukan berarti dampak tersebut dapat diabaikan karena tujuan dari melakukan manajemen terhadap risiko adalah untuk memperkecil dampak kerugian yang mungkin diderita agar keuntungan yang diperoleh dapat ditingkatkan, sehingga risiko yang memiliki dampak kecil sekalipun harus tetap diperhatikan. Sumber risiko produksi yang terakhir, yaitu penyakit juga menyebabkan risiko kematian pada benih yang sedang dipelihara. Kasus penyakit yang menyerang benih BAT terjadi karena bakteri dan parasit, sehingga dapat menyebar dan menyebabkan dampak kematian benih dalam jumlah yang relatif banyak jika tidak segera dilakukan penanganan. Adapun jumlah benih BAT yang mati diperkirakan 21.100 hingga 43.150 ekor dengan harga jual berkisar antara Rp 125,00-Rp 175,00 per ekor benih. Masing-masing kerugian yang diderita akibat kematian benih tersebut berkisar antara Rp 3.165.000 hingga Rp 6.472.500. Perhitungan terhadap dampak risiko dari sumber risiko produksi penyakit yang dilakukan dengan metode Value at Risk menghasilkan nilai sebesar Rp 4.396.337 dengan tingkat keyakinan 95 persen. Nilai Value at Risk berarti kerugian maksimal yang diderita akibat serangan penyakit adalah sebesar Rp 4.396.337, tetapi ada 5 persen kemungkinan lebih besar dari angka tersebut. Kerugian dari dampak sumber risiko kesalahan SDM menggambarkan bahwa penurunan produksi tersebut adalah yang paling berpengaruh terhadap penerimaan UPHI. Akan tetapi, dampak yang diberikan oleh sumber risiko produksi lainnya harus tetap diperhatikan dengan serius walaupun nilai kerugian dari dampak terjadinya sumber risiko produksi tersebut lebih kecil. Hasil dari perhitungan dampak risiko produksi selanjutnya akan dikombinasikan dengan hasil perhitungan probabilitas risiko dari masing-masing sumber risiko produksi 67
untuk menggambarkan bagaimana status dan prioritas masing-masing sumber risiko produksi serta posisinya pada peta risiko.
6.4 Pemetaan Risiko Produksi Probabilitas dan dampak dari masing-masing sumber risiko produksi yang ada pada usaha pembenihan BAT pada UPHI telah dianalisis dan dihitung nilainya. Urutan proses selanjutnya yang dilakukan sebelum merumuskan strategi penanganan risiko adalah melakukan pengukuran risiko. Pengukuran risiko yang dilakukan akan menghasilkan apa yang disebut dengan status risiko dan peta risiko. Status risiko adalah ukuran yang menunjukan tingkatan risiko dari beberapa sumber risiko produksi yang telah diidentifikasi dan dianalisis sebelumnya. Status risiko diperoleh dari perkalian antara probabilitas dan dampak dari masing-masing sumber risiko produksi. Status risiko menggambarkan urutan risiko dari yang paling berisiko sampai dengan yang paling tidak berisiko. Status risiko dari masing-masing sumber risiko produksi dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Status Risiko dari Sumber Risiko Produksi No Sumber Risiko Probabilitas Dampak (Rp) Produksi (%) Kesalahan SDM 48,4 26.442.274 1
Status Risiko 12.798.060
2
Faktor Cuaca
45,6
13.555.700
6.181.399
3
Kanibalisme
42,5
4.272.699
1.815.897
4
Penyakit
8,5
4.396.337
373.688
Rata-rata
36,25
12.166.752
5.292.261
Pada Tabel 9 dapat dilihat bagaimana tingkatan risiko dari empat sumber risiko produksi pada usaha pembenihan BAT. Berdasarkan status risiko tersebut dapat diketahui urutan risiko dari yang paling besar hingga yang paling kecil. Status risiko terbesar hingga terkecil yaitu kesalahan SDM, faktor cuaca, kanibalisme dan penyakit. Status risiko hanya menggambarkan urutan risiko dari yang paling besar risikonya hingga yang memiliki risiko paling kecil, sebelum dapat melakukan penanganan risiko perlu dilakukan pembuatan peta risiko yang akan menunjukan posisi risiko pada peta risiko guna menentukan strategi penanganan risiko yang sesuai. 68
Peta risiko adalah gambaran tentang posisi risiko pada suatu peta yang terdiri dari dua sumbu, yaitu sumbu vertikal yang menggambarkan probabilitas serta sumbu horizontal yang menggambarkan dampak. Penempatan posisi risiko dilakukan berdasarkan hasil perhitungan probabilitas dan dampak risiko yang telah dilakukan sebelumnya. Probabilitas terjadinya risiko dapat dibagi ke dalam dua bagian besar, yaitu kemungkinan besar dan kemungkinan kecil. Sementara itu, dampak risiko juga dapat dibagi ke dalam dua bagian besar, yaitu dampak besar dan dampak kecil. Batas antara probabilitas besar dan probabilitas kecil serta dampak besar dan dampak kecil ditentukan pihak UPHI. Berdasarkan wawancara dengan pihak pengelola, data produksi dalam kurun waktu bulan Januari hingga Desember 2012 pengeluaran UPHI untuk setiap produksi pembenihan BAT yang berkisar 13 juta rupiah per bulanya. Ditetapkan batas dampak antara besar dan kecil berdasarkan pengeluaran tersebut dimana apabila kerugian melebihi batas tersebut akan dapat dipastikan UPHI mengalami kerugian karena tidak mampu menutupi pengeluaran bahkan keuntungan pun tidak di dapat sedikitpun. Batas antara dampak besar dan kecil adalah 13 juta rupiah. Apabila sumber risiko dengan dampak lebih besar dari 13 juta rupiah akan masuk dalam kategori dampak besar dan begitu pula sebaliknya. UPHI setiap bulannya memijahkan 18 kg induk BAT dengan total telur yang dihasilkan kurang lebih sebanyak 1 juta telur. Pada pemeliharaan larva sampai benih ukuran 1,5 hingga 2 cm dengan masa pemeliharaan sampai berumur 30 hari setiap ekor induk bisa menghasilkan telur sekitar 150-200 ribu butir dengan bobot induk sekitar 3 kg dengan tingkat survival rate hingga benih siap jual sebesar rata-rata 34,18 persen, sehingga larva yang dihasilkan rata-rata 285.544 ekor per bulan. Kemudian dari hasil wawancara ditetapkan bahwa batas antara probabilitas besar dan probabilitas kecil adalah 36,25 persen hasil dari rata-rata probabilitas yang tengah dihadapi. Batas antara probabilitas besar dan kecil adalah 36,25 persen. Sumber risiko dengan probabilitas lebih besar dari 36,25 persen akan masuk dalam kategori probabilitas besar dan begitu pula sebaliknya.
69
Probabilitas (%) Besar
- Kanibalisme
- Kesalahan SDM - Faktor Cuaca
Kuadran 1
36,25
Kuadran 2
- Penyakit
%
Kuadran 3
Kecil Kecil
Kuadran 4
Rp 13.000.000,-
Besar Dampak (Rp)
Gambar 12. Hasil Pemetaan Sumber Risiko Produksi pada UPHI
Pada Gambar 12 merupakan hasil pemetaan dimana risiko yang memiliki probabilitas di atas 36,25 persen dan dampak kurang dari 13 juta rupiah adalah sumber risiko kanibalisme sehingga masuk dalam kuadran 1 yang merupakan tempat untuk sumber risiko produksi dengan probabilitas besar, tetapi memiliki dampak kecil. Kesalahan SDM dan faktor cuaca masuk dalam kuadran 2 yang merupakan tempat untuk sumber risiko produksi dengan probabilitas besar dan juga memiliki dampak besar. Sementara itu, penyakit masuk dalam kuadran 3 yang merupakan tempat bagi sumber risiko produksi dengan probabilitas dan dampak kecil. Hasil pemetaan risiko yang dilakukan akan digunakan untuk menentukan strategi penanganan yang tepat untuk mengendalikan risiko produksi yang dihadapi.
6.5
Strategi Penanganan Risiko Produksi Besaran nilai probabilitas dan dampak risiko produksi menunjukan
besarnya risiko yang dialami dalam pembenihan BAT oleh UPHI. Kegiatan 70
selanjutnya yang juga menjadi bagian akhir dari proses pengelolaan risiko produksi pembenihan BAT di UPHI setelah dilakukannya identifikasi dan pengukuran risiko adalah merumuskan usulan strategi untuk menangani risiko produksi yang dihadapi. Usulan strategi penanganan risiko produksi akan dirumuskan berdasarkan posisi dari masing-masing sumber risiko produksi pada peta risiko yang telah dibuat agar diperoleh strategi penanganan yang tepat untuk masing-masing risiko. Secara garis besar terdapat dua jenis strategi penanganan risiko, yaitu strategi preventif dan strategi mitigasi. Strategi preventif dilakukan apabila probabilitas risiko besar, sehingga dilakukan upaya-upaya pencegahan sedemikian rupa agar risiko tidak terjadi, sedangkan strategi mitigasi dilakukan apabila dampak risiko besar, dimana strategi ini bertujuan untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan oleh risiko. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka sumber risiko produksi yang terletak pada kuadran 1 akan ditangani dengan strategi preventif, sumber risiko produksi yang terletak pada kuadran 2 akan ditangani dengan strategi preventif dan mitigasi karena pada kuadran ini probabilitas dan dampak dari sumber risiko pada kuadran tersebut besar. Strategi pada kuadran 3 akan ditangani dengan strategi mitigasi, sedangkan sumber risiko yang ada pada kuadran 4 akan ditangani strategi mitigasi. Uraian strategi penanganan risiko produksi, baik preventif maupun mitigasi yang diusulkan kepada UPHI adalah sebagai berikut: 1. Strategi preventif Strategi preventif dilakukan untuk menangani sumber risiko produksi yang terletak pada kuadran 1 dan 2, yaitu risiko kanibalisme pada kuadran 1 dan kesalahan SDM serta factor cuaca pada kuadran 2. Usulan strategi preventif untuk menangani ketiga sumber risiko produksi tersebut adalah sebagai berikut : a) Sumber risiko produksi kanibalisme (kuadran I) Sumber risiko produksi yang berada pada kuadran 1 yaitu sumber risiko produksi kanibalisme yang terjadi pada tahap larva. Pada tahap larva, BAT merupakan hewan yang bersifat karnivora, sedangkan setelah dewasa BAT bersifat omnivora. Saat larva berumur 1 hari, larva belum diberikan makan, hal tersebut dikarenakan larva masih mempunyai cadangan makanan berupa yolk sack 71
atau kuning telur. Setelah larva berumur 2 hari, larva sudah mulai diberikan makan berupa artemia sampai hari ke 3. Dalam rentang waktu tersebut, larva harus diberikan makan artemia setiap dua jam sekali. Apabila waktu pemberian pakan tersebut tidak tepat, maka tingkat kanibalisme larva akan tinggi. Berdasarkan wawancara dengan pemilik selaku kepala produksi, hal tersebut yang sering terjadi di UPHI yang menyebabkan banyak larva yang mati karena kanibalisme. Strategi preventif yang diusulkan untuk mencegah kanibalisme yang terjadi pada tahap larva adalah dengan memperbaiki system dan prosedur yaitu melalui pemberikan pakan secara teratur kepada larva. Hal tersebut dapat dilakukan dengan membuat jadwal pemberian pakan setiap harinya. Dengan adanya jadwal yang dibuat, tentunya setiap karyawan telah mengetahui kapan waktu untuk memberikan pakan kepada larva. Dengan demikian larva akan terus terkontrol kebutuhan makanannya. Kuantitas dari pakan yang diberikan kepada larva juga harus diperhatikan dengan baik. Pakan yang diberikan kurang kepada larva, tentunya sifat kanibalisme masih akan terjadi. Pakan yang diberikan kepada larva terlalu banyak, maka akan berdampak negatif juga bagi larva. Hal tersebut dikarenakan pakan yang tidak habis oleh larva, akan mengendap didasar akuarium yang selanjutnya akan menjadi racun bagi larva itu sendiri. Strategi tambahan lainnya yang cukup penting adalah ketelitian untuk memisahkan antara cangkang artemia dengan naupli artemia. Naupli artemia diperoleh dengan cara mengkultur cyste artemia dengan air yang dicampur dengan dua bungkus garam dapur serta diberikan diaerasi, cyste akan menetas dalam waktu 15 jam. Pada saat cyste sudah menetas, naupli artemia akan terpisah dengan cangkangnya. Naupli artemia akan berada didasar air sedangkan cangkangya akan berada diatas air. Pada saat pemisahan antara cangkang artemia dengan naupli artemia, pihak UPHI harus membuang terlebih dahulu cangkangnya dengan menggunakan selang sipon, sebelum melakukan proses penyaringan. Hal ini mencegah agar cangkang artemia tidak tercampur dengan naupli artemia ketika diberikan kepada larva. Apabila cangkang artemia ikut tercampur dengan naupli artemia, dan cangkang artemia tersebut ikut termakan oleh larva, maka akan menyebabkan kematian bagi larva.
72
Prosedur pemisahan tersebut harus diperhatikan dengan baik agar tingkat kematian larva bisa ditekan seminimal mungkin. b) Sumber risiko kesalahan SDM (kuadran II) Sumber risiko kesalahan akibat SDM sangat mendominasi risiko produksi pada proses pembenihan beberapa diantaranya yang sangat terasa ialah dalam melakukan penyeleksian indukan yang unggul dimana butuh tekhnis manual yang dilakukan oleh sumber daya manusia untuk menjalankanya serta dalam hal penyuntikan indukan yang sama krusialnya dilakukan oleh sumber daya manusia UPHI. Salah satu kesalahan yang berasal dari SDM pada UPHI adalah kesalahan dalam penyeleksian indukan BAT. Induk BAT yang berkualitas adalah induk yang memiliki kelebihan dari induk-induk yang lainya, salah satunya adalah mampu menghasilkan telur dan sperma dalam jumlah banyak serta berkualitas baik. Menurut bapak Ismail dari BBAT Subang mengatakan bahwa indikator telur dan sperma yang dihasilkan dari indukan yang berkualitas unggul adalah memiliki daya tetas di aatas 80 persen serta bobot indukan yang ideal adalah berkisar 5 kilogram per ekor induk BAT kemudian diseleksi dan dirawat secara intensif. Larva benih BAT yang dihasilkan UPHI belum mencapai persentase tersebut. Induk BAT yang diseleksi pun berkisar antara 2-4 kg per ekor indukan BAT. Selain hal tersebut juga dalam penyeleksian indukan UPHI tidak hanya mempekerjakan pekerja tetap untuk proses pnyeleksian indukan akan tetapi juga mempergunakan pekerja tidak tetap untuk proses persiapan wadah atau kolam pemeliharaan, penebaran induk, pemberian pakan hingga pengelolaan kualitas air sehingga kesalahan dalam melakukan seleksi induk lebih banyak disebabkan faktor kelalaian pembudidaya yang tidak mengikuti setiap urutan prosedur yang selayaknya harus dilalui dalam melakukan kegiatan penyeleksian induk yang akan dipijahkan. Strategi preventif yang dapat diusulkan untuk kesalahan dalam penyeleksian indukan adalah dengan memperbaiki system dan prosedur melalui perbaikan system organisasi dalam hal job description atau pembagian tugas jelas dan tepat yang disesuaikan dengan keahlian masing-masing pekerja, kemudian memperbaiki sumber daya manusia melalui mengikut sertakan karyawan beserta 73
pemilik UPHI pelatihan-pelatihan dalam hal pembenihan BAT untuk menambah bahkan meningkatkan keahlian dlam hal penyeleksian indukan. Pemilihan indukan berkualitas dapat dilakukan secara manual selain melihat daya tetas telur yang dihasilkan indukan-indukan tersebut juga bisa dengan memeriksa bentuk fisik (tidak ada cacat fisik), bobot serta kesehatan ikan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih induk yang berkualitas unggul adalah : a) induk betina yang matang gonad terlihat dari bagian perut yang membesar. b) bentuk tubuh harus normal, c) induk jantan dan induk betina bukan satu keturunan, d) induk tersebut harus sudah mencapai umur dewas, yaitu umur 4 tahun untuk induk betina dan umur 3 tahun untuk induk jantan. Dipilihnya induk yang berkualitas unggul diharapkan akan diperoleh benih-benih yang berkualitas unggul pula. Selain itu, induk yang berkualitas baik akan menghasilkan telur-telur yang jumlahnya banyak sehingga berpengaruh terhadap pendapatan. Hasil seleksi indukan yang telah tersebut dipisahkan dari berdasarkan kualitasnya, induk yang dianggap berkualitas langsung dipelihara di kolam pemeliharaan, sedangkan indukan yang tidak terpilih bisa langsung dijual untuk ikan pemancingan. Hal ini merupakan langkah awal dalam memperkecil kemungkinan risiko yang ditimbulkan dalam memproduksi telur dan sperma. Strategi preventif lain yang dapat diusulkan adalah dengan membuat SOP (Standar Operational Procedure) seleksi indukan. Untuk meminimalisir kerugian yang dihasilkan dari langkah awal yang cukup penting untuk keberlangsungan proses pembenihan selanjutnya adalah dengan membuat SOP yang baku seperti yang telah dipaparkan di atas. Penerapan SOP merupakan cara yang paling tepat untuk menghindari bahkan mengurangi kesalahan sehingga ada acuan tepat bagi para karyawan tidak tetap yang seringkali berganti setiap proses produksinya. Selain dalam tahap seleksi indukan, kesalahan SDM juga ditemukan dalam melakukan penyuntikan induk BAT, penyuntikan induk BAT bertujuan agar merangsang induk BAT bisa dipijahkan secara buatan. Penyuntikan yang dilakukan oleh UPHI belum baik, hal ini dilihat dari banyaknya induk yang mati setelah proses penyuntikan pada periode produksi yang lalu. Hal tersebut diakibatkan oleh kurangnya memperhatikan tekhnik dan dosis penyuntikan secara hati-hati, sehingga terjadi kematian induk karena terkenanya tulang punggung 74
oleh suntikan serta kekurangan dosis yang menyebabkan telur didalam induk tidak bisa keluar pada saat proses stripping serta kombinasi dari dosis yang digunakan juga. UPHI menggunakan dua obat penyuntikan, yaitu cholduron dan ovaprim. Seharusnya pihak UPHI menggunakan obat ovaprim saja. Berdasarkan wawancara dengan ahli BAT, yaitu Bapak Ismail dari BBAT Subang. Obat cholduron tidak bagus untuk digunakan karena cholduron mempunyai fungsi untuk mematangkan telur induk sehingga telur tersebut akan matang secara terpaksa. Padahal telur yang bagus adalah telur yang matang secara alami pada saat induk dipelihara di kolam. Memasukan dosis ke dalam suntikan juga merupakan hal yang penting. Apabila didalam suntikan masih terdapat gelembung udara, maka induk yang disuntik akan mati. Pihak UPHI memasukan obat ke dalam suntikan biasanya pada malam hari, sebelum melakukan penyuntikan yang dilakuakan pada pagi hari sekitar pukul 08.00-09.00 WIB. Hal tersebut seharusnya dilakukan pada sore hari dikarenakan pada sore hari lebih terlihat jelas kondisi suntikan terbebas dari gelembung atau tidak. Berbeda dengan malam hari yang hanya mengandalkan cahaya lampu, yang memungkinkan gelembung udara masih berada didalam suntikan. Strategi preventif yang diusulkan kepada perusahaan adalah sama halnya seperti seleksi indukan yakni dengan mengikuti pelatihan penyuntikan ke BBAT Subang. Hal ini dikarenakan BBAT Subang merupakan salah satu tempat terbaik untuk melakukan pelatihan penyuntikan, terbukti dengan banyaknya para ahli untuk menyuntik ikan BAT yang berasal dari sana. Hal tersebut merupakan langkah yang paling utama yang harus segera dilakukan oleh pihak UPHI untuk mencegah lebih banyak indukan BAT yang mati karena kesalahan dalam penyuntikan. c) Sumber risiko faktor cuaca (kuadran II) Sumber risko produksi yang terdapat pada kuadran yang kedua adalah faktor cuaca yang disebabkan oleh musim hujan dan musim kemarau juga menyebabkan perubahan suhu pada media budidaya pembenihan BAT. Baik pada musim kemarau maupun musim hujan, proses produksi pembenihan akan mengalami penurunan produksi telur yang dihasilkan oleh induk BAT. Pengaruh musim terhadap penurunan produktivitas telur yang dihasilkan oleh induk BAT 75
memang relatif tidak dapat dicegah karena berkaitan dengan faktor alam, tetapi dapat dilakukan upaya atau strategi tertentu untuk mengurangi dampak kerugian yang disebabkan oleh pengaruh musim tersebut. Usulan strategi preventif yang diajukan untuk menangani risiko penurunan produksi akibat pengaruh musim adalah dengan melakukan pemeliharaan induk BAT secara intensif, khususnya dalam hal pemberian pakan. Kualitas dan kecukupan pakan yang diberikan pada induk BAT akan mempengaruhi kemampuan indukan dalam menghasilkan telur. Berdasarkan hasil wawancara dengan penyuluh di BBAT Subang diketahui bahwa kandungan dari pakan yang paling penting untuk diperhatikan agar penurunan produksi telur tidak semakin drastis selama musim kemarau adalah protein. Oleh karena itu, pada masa pemeliharaan pemberian pakan yang mengandung protein tinggi penting untuk diperhatikan akan tetapi minim akan lemak karena akan membuat kualitas telur yang dihasilkan happa atau tidak bagus. Protein adalah senyawa organik kompleks yang tersusun atas banyak asam amino yang diperlukan untuk penyusunan tubuh dan pertumbuhan ikan. Kebutuhan BAT terhadap pakan serta membutuhkan protein sangat tinggi dibandingkan dengan jenis ikan yang lainya. Umumnya kebutuhan ikan terhadap protein berkisar antara 20-60 persen, sedangkan kadar optimal berkisar antara 3240 persen. Pakan BAT yang baik harus mengandung protein minimal 30 persen. Menurut Prahasta (2009), secara garis besar fungsi protein dalam tubuh ikan adalah untuk: (a) sebagai sumber energi bagi ikan; (b) berperan dalam pertumbuhan maupun pembentukan jaringan tubuh; (c) mengganti jaringan tubuh yang rusak; (d) berperan dalam pembentukan gonad; (e) komponen utama pembentuka enzim dan hormon; (f) berperan dalam proses metabolism dalam tubuh ikan. Pakan yang mengandung protein tinggi diusulkan untuk diberikan terdiri atas dua jenis, yaitu pakan buatan pabrik dan pakan tambahan. Pakan buatan atau pellet merupakan pakan utama bagi induk BAT. Pelet yang baik untuk diberikan adalah pellet apung yang umumnya memiliki kandungan protein minimal 30 persen, seperti pelet dengan kode PL 3 dan vitality. Sementara itu, terdapat beberapa pilihan pakan berprotein tinggi yang dapat diberikan sebagai pakan tambahan bagi induk BAT, seperti keong mas dan oncom. Keong mas yang akan 76
diberikan sebagai pakan terlebih dahulu direbus dalam air yang mendidih, kemudian dipisahkan dari cangkangnya, lalu dicacah dan selanjutnya diberikan kepada induk BAT. Pemberian pakan dilakukan dengan mengikuti ketentuan yang ditetapkan. Pada periode musim kemarau sebaiknya ukuran pakan pelet yang diberikan adalah sebanyak empat persen dari bobot induk BAT dengan frekuensi pemberian pakan minimal tiga kali dalam satu hari. Sementara itu, pakan tambahan yang dapat diberikan untuk melengkapi pemberian pelet dengan takaran untuk pakan keong mas adalah sebanyak tiga kilogram untuk sekitar 120 ekor induk, sedangkan untuk oncom adalah sebanyak dua kilogram juga untuk sekitar 120 ekor induk. pemberian pakan tambahan ini dapat dilakukan sebanyak 1-2 kali setiap dua minggu. Selain perhatian khusus terhadap pemberian pakan, aspek-aspek lainnya seperti kondisi dan kualitas serta kebersihan kolam harus tetap dijaga untuk menunjang aplikasi strategi mitigasi yang dilakukan. Sistem pemeliharaan benih BAT di UPHI dilakukan di dalam ruangan tertutup. Hal tersebut dilakukan karena suhu ideal benih BAT untuk hidup, yaitu antara 270-290C, namun tetap saja pengaruh cuaca cukup mendominasi suhu hatchery ataupun media lain untuk pembenihan BAT. Pada beberapa periode produksi yang terjadi di UPHI, pihak UPHI kurang mengontrol suhu didalam ruangan tersebut, sehingga pada saat hujan disiang hari atau pada malam hari yang menyebabkan suhu dalam ruangan turun secara signifikan, tidak diperhatikan, padahal di UPHI telah tersedia kompor untuk menaikan suhu yang ada didalam ruangan. Begitu pula pada kondisi siang hari yang sangat panas yang menyebabkan
suhu
ruangan
meningkat
signifikan.
Hal
tersebut
yang
menyebabkan kegagalan benih BAT yang ada di UPHI. Strategi preventif yang diusulkan terkait dengan upaya untuk mencegah fluktuasi suhu yang melebihi batas yang bisa ditolerir oleh benih BAT adalah memperbaiki system dan prosedur melalui pemeliharaan BAT dilakuakan secara intensif baik dalam pemberian pakan maupun system intensif pengaturan suhu hatchery dengan membuat jadwal kepada karyawan UPHI untuk mengontrol suhu air yang ada didalam ruangan. Hal tersebut untuk mengetahui suhu air yang ada didalam ruangan agar tetap stabil, terutama pada saat malam hari. Pada malam 77
hari, terkadang karyawan UPHI kurang memperhatikan suhu air yang ada didalam ruangan. Padahal pada malam hari suhu akan turun secara signifikan, apalagi jika hujan dimalam hari. Hal tersebut bisa membuat suhu berubah secara ekstrim. Kondisi pada siang hari juga perlu diperhatikan, karena pada siang hari suhu diluar akan tinggi dan menyebabkan suhu dalam ruangan juga akan meningkat secara signifikan. Pada saat malam hari, karyawan UPHI harus menyalakan kompor, hal ini bisa mencegah perubahan suhu air yang signifikan dalam ruangan. Apalagi pada saat turun hujan, kompor sangat berperan untuk menaikan suhu air dalam ruangan. Langkah tersebut juga harus dikontrol secara baik, agar kompor yang digunakan tepat untuk menaikan suhu menjadi ideal untuk benih BAT. Pada siang hari juga pegawai UPHI harus memperhatikan suhu air, apabila suhu air meningkat secara signifikan, pihak UPHI harus membuka pintu diruangan agar suhu yang ada didalam ruangan menjadi turun. Hal tesebut tentunya bisa mencegah perubahan suhu air yang ekstrim di dalam ruangan, tetapi apabila terjadi hujan pada siang hari, pihak UPHI harus menutup kembali pintu ruangan tersebut. Hal ini dilakukan agar suhu air dalam ruangan tetap stabil. Strategi preventif yang diusulkan bertujuan untuk mencegah terjadinya risiko produksi yang disebabkan oleh sumber-sumber risiko produksi yang ada pada usaha pembenihan BAT di UPHI. Upaya pencegahan terjadinya risiko produksi tersebut diharapkan dapat menurunkan probabilitas terjadinya risiko produksi dari besar menjadi kecil. Usulan strategi preventif risiko produksi pada peta risiko dapat dilihat pada Gambar 13.
78
Probabilitas (%) - Penjadwalan pemberian pakan.
Besar
- Job description yang jelas dan tepat. - Pembuatan SOP (Standard Operational Process) pembenihan BAT. - Mengikuti Pelatihan pembenihan BAT. - Pemeliharaan BAT secara intensif.
27%
Kecil Dampak (Rp)
Kecil
Rp. 13.000.000,-
Besar
Gambar 13. Usulan Strategi Preventif Risiko Produksi
Pada Gambar 13 dapat dilihat usulan strategi preventif untuk menangani sumber risiko produksi yang terdapat pada kuadran satu dan kuadran dua. Hasil dari aplikasi strategi preventif ini bertujuan untuk memperkecil probabilitas terjadinya risiko produksi yang disebabkan oleh sumber-sumber risiko, sehingga diharapkan sumber-sumber risiko produksi yang yang sebelumnya berada pada kuadran satu dan kuadran dua yang memiliki probabilitas besar dapat bergeser ke kuadran tiga dan empat yang merupakan tempat untuk sumber risiko produksi dengan probabilitas kecil. 2. Strategi Mitigasi Strategi mitigasi dilakukan untuk menangani sumber risiko produksi yang terdapat pada kuadran dua dan kuadran empat, yaitu risiko kesalahan SDM dan faktor cuaca yang terdapat pada kuadran dua dan pada kuadran empat tidak di temukan. Usulan strategi mitigasi untuk menangani kedua sumber risiko produksi adalah sebagai berikut: a) Sumber risiko produksi kesalahan SDM (kuadran II)
79
Struktur organisasi pada UPHI tidak ditentukan secara baku dan masih bersifat kekeluargaan. Hal ini membuat timbulnya risiko yang disebabkan oleh tenaga kerja. Risiko ini muncul ketika tenaga kerja tidak bekerja sesuai dengan keahlian atas bidangnya, padahal pembenihan BAT terdiri dari beberapa tahap yang setiap tahapanya membutuhkan ketelitian dan keahlian tinggi. Terlihat dalam berbagai tahapan seperti pemijahan yang diawali dengan penyuntikan yang setiap penyuntikanya terjadi kegagalan hingga matinya indukan BAT. Tahapan awal yang rentan akan risiko terlihat pada tahap penyuntikan indukan dengan adanya beberapa indukan yang mati akibat kesalahan penyuntikan. Pengaruh kesalahan penyuntikan induk tidak langsung berdampak kepada kematian benih BAT di UPHI, tetapi berdampak terhadap telur yang nantinya akan dihasilkan pada periode berikutnya. Ada berbagai kesalahan penyuntikan induk yang dilakukan oleh pihak UPHI, diantaranya adalah apabila terjadi
kesalahan
penyuntikan
induk
karena
kekurangan
dosis
akan
mengakibatkan telur tidak keluar didalam perut induk betina dan akan menyebabkan kematian pada induk tersebut. Kesalahan penyuntikan induk yang lainnya adalah jarum suntik yang digunakan dalam proses penyuntikan mengenai tulang punggung si induk, hal tersebut dapat menyebabkan kematian bagi induk. Kemudian obat didalam suntikan masih terdapat gelembung udara, hal tersebut juga dapat menyebabkan induk akan mati setelah proses penyuntikan. Kesalahan penyuntikan yang terakhir akibat SDM adalah tidak dilakukanya penyuntikan yang kedua pada indukan jantan karena dirasa menurut karyawan sudah tersedianya sperma sehingga tidak diperlukan penyuntikan kembali, padahal untuk memaksimalkan penyuntikan pertama yang diberikan adalah dengan melanjutkan tahap penyempurnaanya melalui penyuntikan yang kedua sehingga sperma yang diharpakan untuk membuahi telur induk betina optimum. Usulan strategi mitigasi untuk mengurangi dampak kerugian karena kesalahan penyuntikan induk yang pertama adalah menangani kekurangan dosis ovaprim yang digunakan dengan menambahkannya segera, apabila terjadi kekurangan dosis pada induk. Hal ini bisa terlihat dari 12 jam setelah penyuntikan kedua, setelah 12 jam penyuntikan kedua, induk betina akan melalui proses stripping yaitu proses pengurutan perut induk betina agar telur didalam perutnya 80
keluar. Apabila dalam proses stripping telur tidak bisa keluar dari dalam perut indukan, pihak UPHI harus menambahkan dosis kepada induk tersebut, dikarenakan apabila proses stripping tidak sesuai dengan waktu yang ditentukan, kemungkinan telur untuk keluar dari perut si induk sangat kecil. Dengan pemberian dosis tambahan, telur yang ada didalam telur akan keluar semuanya dari perut indukan dalam waktu 10-15 menit kemudian, sehingga induk tersebut tidak akan mati dikarenakan tidak ada telur yang tersisa di perut indukan. Meskipun ada kemungkinan telur tersebut keluar jika tidak ditambahkan dosis obat, akan tetapi kualitas telurnya akan menurun dan juga telur yang keluar tidak akan seluruhnya. Apabila telur tidak keluar seluruhnya dalam perut indukan, maka induk tersebut akan mati karena sisa telur tersebut akan membusuk diperut si induk. Kedua untuk kesalahan penyuntikan yang disebabkan oleh jarum suntik yang mengenai tulang punggung, obat didalam suntikan masih terdapat gelembung udara, serta tidak dilakukanya penyuntikan kedua untuk indukan jantan sulit untuk dikurangi dampaknya, karena apabila hal tersebut terjadi, maka induk tersebut tidak akan optimal hasilnya hingga indukan pasti akan mati. Kesalahan tersebut bisa diatasi dengan strategi mitigasi yaitu melalui pengadaan kerjasama atau rekrutment jasa ahli dalam proses penyuntikan, sehingga UPHI setiap produksinya bisa mengurangi dampak kerugian akibat kesalahan-kesalahan tenaga kerja yang bukan ahlinya. Hal ini, memang memerlukan biaya tambahan untuk membayarnya, tetapi uang yang dikeluarkan tentunya tidak akan sia-sia karena telur yang dihasilkan akan optimal serta persentase induk yang mati juga dapat diminimalisir. Apabila telur yang dihasilkan banyak, tentunya larva yang dihasilkan juga akan banyak dan berdampak kepada kenaikan keuntungan di UPHI. b) Sumber risiko produksi faktor cuaca Sumber risiko produksi faktor cuaca pada umumnya disebabkan baik oleh musim kemarau ataupun musim hujan sehingga menyebabkan perubahan suhu. Pembenihan larva BAT merupakan usaha yang sangat tergantung pada kondisi alam khususnya cuaca yang tentunya tidak dapat dikendalikan akan tetapi bisa diminimalkan dampaknya. Pembenihan larva membutuhkan telur yang sudah 81
dibuahi sebagai input untuk menghasilkan benih larva, namun untuk mendapatkan telur yang sudah dibuahi secara kontinyu sangat sulit karena induk bawal tidak bisa setiap saat menghasilkan telur atau sperma. Produksi telur dan sperma induk bawal sangat dipengaruhi dipengaruhi oleh UPHI menyiasatinya melalui penyuntikan indukan. Pada saat musim hujan induk BAT dapat menghasilkan telur dan sperma serta dapat memijah secara maksimal. Sedangkan pada saat musim kemarau kemampuan ikan untuk memijah hanya sekitar 50 persen dari keadaan normal, penyebab turunya produksi pada musim kemarau bukan hanya dari sifat biologis ikan BAT yang sulit untuk memijah, akan tetapi disebabkan juga oleh kualitas air dari sungai cihideung menurun seperti debit air yang kurang maka kualitas larva yang dihasilkan pun menurun sehingga larva yang dihasilkan lebih mudah terserang penyakit oleh karena itu tingkat mortalitas meningkat. Usulan mitigasi untuk sumber risiko faktor cuaca adalah bisa melalui diversifikasi usaha melalui pengusahaan ikan hias koi, atau ikan untuk pemancingan yang tidak terlalu bergantung pada perubahan cuaca. Hal tersebut mengingat bahwa sumber risiko produksi faktor cuaca sulit untuk dikendalikan karena disebabkan oleh faktor alam. Pada saat ini, ikan mas yang memiliki corak berkarakter cukup banyak sehingga bisa dijadikan potensi output ikan hias koi untuk dipasarkan. Pihak UPHI bisa mengusahakanya dengan menyortir ikan mas konsumsi yang sesuai kriteria ikan hias koi yang baik dimana memiliki corak yang unik. Indukan tersebut berasal dari usaha pembenihan ikan mas yang diusahakan juga oleh UPHI. Hal tersebut juga didukung dengan pelanggan tetap yang sudah mengakui kualitas produk yang dihasilkan oleh UPHI dari tahun 2000 hingga sekarang. Permintaan hasil produksi UPHI yang lain tersebut juga sangat prospektif untuk saat ini. Hal ini terlihat dari para pelanggan UPHI yang menjadi konsumen tetap semakin meningkat. Adanya diversifikasi produk ikan BAT dengan yang lainya pada UPHI tentunya akan meminimalkan kerugian yang dialami oleh UPHI. Hal tersebut dikarenakan apabila usaha BAT mengalami kerugian, maka kerugian tersebut bisa ditutupi dengan usaha diversifikasi tersebut, begitu pula sebaliknya. Apabila usaha yang lainya mengalami kerugian, maka kerugian tersebut bisa ditutupi dengan usaha BAT. Meskipun ada kemungkinan usaha tersebut mengalami kerugian 82
bersamaan, tetapi kemungkinan tersebut sangat kecil sekali dikarenakan permintaan untuk ikan hias dan ikan varian lainya seperti ikan untuk pemancingan dan lainya yang selalu meningkat setiap tahunnya. Perubahan cuaca juga menyebabkan keadaan suhu yang berubah-ubah, hal tersebut sangat berpengaruh juga pada tahapan perawatan larva dengan media hatchery yang seharusnya memiliki suhu yang stabil sehingga untuk mengatasi risiko tersebut diusulkan strategi mitigasi dengan menambah fasilitas fisik alat yang mampu menyetel dengan otomatis aerator, water heater, maupun kompor untuk menyesuaikan kadar suhu yang dihasilkan dengan settingan suhu yang dibutuhkan. Hal tersebut memerlukan riset dan pencarian alat yang tidak mudah oleh karena itu bisa mengajukan arahan dengan berkonsultasi dengan pihak terkait seperti instansi penyedia tekhnologi pertanian. Hasil tekhnologi tersebut meskipun cukup sulit untuk dihasilkan namun mampu berkontribusi penuh tidak hanya bagi pihak UPHI namun bermanfaat bagi para pembenih BAT lainya. Hasil dari aplikasi usulan strategi mitigasi tersebut, diharapkan dapat mengurangi atau meminimalisir terjadinya penurunan produksi telur maupun pendapatan yang diakibatkan sumber-sumber risiko yang ada pada kuadran dua dan kuadran empat yaitu kesalahan dalam penyuntikan induk, pengaruh faktor cuaca musim kemarau serta kesalahan dalam seleksi indukan sehingga dampak kerugian yang diderita akibat terjadinya penurunan produksi tersebut dapat dikurangi. Usulan strategi mitigasi risiko pada peta risiko dapat dilihat pada Gambar 14.
83
Probabilitas (%) Besar
- Penambahan dosis ovaprim dengan segera, apabila terjadi kekurangan dosis padapenyuntikan induk. - Recruitment jasa ahli sebagai karyawan tetap untuk penyuntikan induk BAT. + Diversifikasi usaha ikan hias koi dan ikan pemancingan. + Menambah fasilitas fisik alat setel otomatis suhu.
27 % Kecil Kecil Rp. 13.000.000,-
Besar
Dampak (Rp) Gambar 14. Usulan Strategi Mitigasi Risiko Produksi Pada Gambar 14 dapat dilihat usulan strategi mitigasi yang dapat dilakukan untuk menangani sumber risiko produksi kesalahan SDM adalah dengan menambahkan dosis ovaprim yang digunakan dengan segera, apabila terjadi kekurangan dosis pada indukan, recruitment jasa ahli sebagai karyawan untuk penyuntikan induk BAT. Sedangkan untuk menangani sumber risiko factor cuaca adalah dengan diversifikasi usaha ikan hias koi dan ikan untuk pemancingan, serta menambahkan fasilitas fisik berupa alat setel otomatis suhu. Hasil dari aplikasi strategi mitigasi ini bertujuan untuk memperkecil dampak dari terjadinya risiko produksi yang disebabkan oleh sumber risiko produksi, sehingga diharapkan sumber-sumber risiko produksi yang sebelumnya berada pada kuadran dua dan kuadran 4 yang memiliki dampak besar dapat bergeser ke kuadran satu dan kuadran 3 yang merupakan tempat untuk sumber risiko produksi dengan dampak kecil. Usulan strategi penanganan risiko produksi berdasarkan peta risiko memang lebih mengutamakan penanganan terhadap risiko yang berada pada kuadran 1, 2 dan 4 karena pada kuadran-kuadran tersebut terdapat risiko dengan probabilitas dan dampak yang besar. Akan tetapi, keadaan tersebut tentu tidak
84
lantas menjadikan sumber risiko produksi yang berada pada kuadran tiga yang memiliki probabilitas dan dampak yang kecil menjadi terabaikan, karena pada hakikatnya dengan melakukan penanganan terhadap sumber-sumber risiko tersebut, pihak UPHI dapat mencegah terjadinya kerugian yang diakibatkan terjadinya risiko produksi tersebut. Oleh karena itu, usulan strategi penanganan terhadap risiko produksi yang terdapat pada kuadran tiga juga akan dirumuskan. Strategi yang dirumuskan akan mengutamakan aspek preventif atau pencegahan terjadinya risiko tersebut. Sumber risiko yang terdapat pada kuadran 3 yaitu sumber risiko penyakit dapat kelola dengan alternatif penanganan low control dimana kuadran tersebut memiliki signifikansi atau kemungkinan serta frekuensi atau dampak yang kecil juga. Low control terhadap sumber risiko penyakit yang dihadapi UPHI dalam pembenihan BAT tidak boleh diabaikan meskipun kemungkinan dan dampak yang dihasilkan kecil. Sumber risiko penyakit terlihat dari pencegahan yang hampir tidak ada bahkan penanganan yang dilakukan oleh UPHI dalam menanggulangi penyakit yang menyerang masih sangat minim yaitu hanya dengan mempergunakan garam dan dedaunan dari sekitar kolam yang biasa para pengelola UPHI sebut dengan daun kiujan dan kipait untuk mencegah dan mengobati benih BAT. Penyakit yang biasa menyerang benih BAT di UPHI adalah penyakit Aeromonas dan penyakit White spot. Penyakit Aeromonas adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Bakteri tersebut biasanya berasal dari pakan cacing sutera yang diberikan pada benih sebagai pakan utama. Pakan cacing sutera yang tidak segar, tercemar, dan tidak dibersihkan dengan benar dapat memicu penyebab bakteri Aeromonas dengan cepat. Cacing sutera yang diperoleh dari pembudidaya di sekitar UPHI memang tidak dapat dipastikan selalu berada dalam kondisi yang baik dan tidak tercemar, sehingga sebaiknya dilakukan upaya pencegahan penyebaran penyakit yang berasal dari cacing tersebut. Strategi yang diusulkan untuk mencegah penyebaran bakteri yang berasal dari cacing sutera diantaranya adalah dengan penyeleksian pakan cacing sutera terlebih dahulu sebelum pembelian pakan tersebut dari para penjual sekitar serta tidak memberikan cacing sutera sebagai pakan apabila terdeteksi bahwa cacing sutera tersebut sudah dalam keadaan yang tidak segar, apalagi keadaan cacing 85
tersebut sudah dalam keadaan mati karena justru akan menjadi racun. Cacing sutera idealnya direndam dengan air bersih selama satu malam sebelum diberikan sebagai pakan kepada benih. Hal tersebut bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan polutan yang mungkin masih ada pada cacing. Jumlah pakan yang diberikan juga harus diperhatikan, karena sisa pakan yang tidak termakan akan membusuk dan mencemari air pada akuarium pemeliharaan. Penyakit lain yang sering menyerang benih BAT di UPHI adalah penyakit White spot. Penyakit ini disebabkan oleh parasit yang biasanya berasal dari air akuarium yang terkontaminasi. Air yang digunakan oleh UPHI untuk memelihara benih BAT adalah air sungai cihideung, air tersebut sebelumnya sudah disaring terlebih dahulu dari saluran sungai ke dalam kolam air deras lalu ke dalam tandon dan dialirkan ke dalam masing-masing media lahan budidaya dengan bantuan pompa air. Hal ini untuk menjaga kualitas air agar tetap baik. Akan tetapi penyaringan tersebut belum bisa dikatakan maksimal karena hanya menyaring dari sampah yang ikut dalam aliran air tersebut tanpa memperhatikan kandungan yang terdapat dalam air tersebut. Keteraturan dalam pengecekan kebersihan pada media budidaya pembenihan BAT lebih ditingkatkan bisa dengan menjadwalkan jam pasti untuk memberikan acuan yang pasti sehingga kebersihan media budidaya pembenihan BAT terjaga. Strategi yang diusulkan adalah dengan melakukan filterisasi kandungan sumber air yang dipergunakan untuk budidaya pembenihan BAT serta bisa mempergunakan sumber air sumur yang lebih bisa dijaga kandungan kualitas dan kebersihanya kemudian disaring serta mengendapkanya terlebih dahulu. Pembersihan tandon juga sangat penting, hal ini dikarenakan pada saat penyaringan tidak seluruh kotoran dapat tersaring dengan baik sehingga menyebabkan ada beberapa kotoran yang mengendap didasar tandon dan juga terdapat lumut dalam tandon. Tandon sebaiknya dibersihkan satu minggu sekali, hal ini dapat mencegah air yang tercemar masuk kedalam air akuarim pemeliharaan benih BAT. Keteraturan dalam pengecekan kebersihan pada media budidaya pembenihan BAT lebih ditingkatkan bisa dengan menjadwalkan jam pasti untuk memberikan acuan yang pasti sehingga kebersihan media budidaya pembenihan BAT terjaga. 86
Strategi tambahan yang diusulkan adalah apabila benih BAT sudah terkena penyakit, sebaiknya benih BAT tersebut dipisahkan dari benih yang sehat, lalu diobati secara intensif. Hal tersebut untuk mencegah agar penyakit tidak menyebar kepada benih yang lain. Pengggunaan selang sipon juga harus diperhatikan dengan baik, setelah membersihkan kotoran di dalam akuarim dengan selang sipon, pihak perusahaan harus merendam terlebih dahulu dengan air garam sebelum digunakan untuk menyipon akuarium yang lain. Hal tersebut mencegah apabila disatu akuarium terdapat bakteri atau virus yang menyebabkan penyakit, tidak menyebar kepada akuariun lainnya melalui selang sipon.
87
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1
Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada usaha perikanan H.
Ijam, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor mengenai risiko produksi pada kegiatan pembenihan BAT , maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1) Berdasarkan identifikasi yang dilakukan terhadap kegiatan pembenihan BAT yang dijalankan UPHI, diperoleh hasil bahwa terdapat empat faktor yang menjadi sumber risiko produksi, yaitu kesalahan Sumber Daya Manusia (SDM), faktor cuaca, kanibalisme dan penyakit yang dapat memicu kematian benih. 2) Berdasarkan analisis probabilitas yang dilakukan pada masing-masing sumber risiko produksi, maka diperoleh nilai probabilitas terjadinya risiko produksi yang paling besar adalah sumber risiko yang disebabkan oleh SDM memiliki nilai probabilitas yaitu sebesar 48,4 persen. Begitu pula dengan dampak yang dihasilkan, hasil dari analisis dampak risiko memperlihatkan bahwa kesalahan sumber daya manusia merupakan sumber risiko produksi yang memberikan dampak kerugian terbesar, yaitu sebesar Rp 26.442.274. 3) Strategi penanganan risiko dirumuskan berdasarkan posisi dari masing-masing sumber risiko produksi pada peta risiko. Sumber risiko produksi yang berada pada kuadran 1 dan 2 akan ditangani dengan strategi preventif, sedangkan sumber risiko produksi yang terdapat pada kuadran 2 dan 4 ditangani dengan strategi mitigasi. Kuadran 1 diisi oleh sumber risiko produksi kanibalisme. Strategi preventif yang diusulkan untuk menangani kanibalisme adalah dengan penjadwalan pemberian pakan sehingga mampu mengurangi sifat kanibalisme dari benih BAT itu sendiri. Kuadran 2 diisi oleh kesalahan sumber daya manusia (SDM) dan faktor cuaca. Strategi preventif yang diusulkan adalah job description yang jelas dan tepat sesuai keahlian karyawan, pembuatan SOP (standard opereation process) pembenihan BAT, mengikuti pelatihan pembenihan BAT, pemeliharan BAT secara intensif baik dalam pemberian pakan maupun pemeliharan benih BAT, sedangkan strategi mitigasi yang diusulkan untuk sumber risiko pada kuadran 2 adalah menambahkan dosis ovaprim yang digunakan dengan segera apabila terjadi kekurangan dosis pada induk, 88
recruitment jasa ahli untuk penyuntikan indukan BAT, diversifikasi usaha ikan hias koi dan ikan pemancingan, serta untuk usulan strategi mitigasi terakhir adalah dengan menambah fasilitas alat stel otomatis suhu. Kuadran 3 diisi oleh sumber risiko penyakit. Strategi yang diusulkan berupa strategi pencegahan atau preventif karena probabilitas dan dampak yang dihasilkan kecil. Strategi preventif untuk penyakit berupa penyeleksian pakan terlebih dahulu, penjadwalan pembersihan media budidaya, filterisasi sumber pengairan, dan isolasi ikan BAT yang terkena penyakit.
7.2. Saran Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka beberapa saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut: 1) Penanganan risiko produksi hendaknya dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan tingkatan risiko, sehingga sumber risiko produksi yang memiliki potensi risiko terbesar diutamakan untuk terlebih dahulu ditangani. Urutan tingkatan risiko berdasarkan perhitungan status risiko dari yang terbesar adalah kesalahan dalam penyuntikan indukan, faktor cuaca musim kemarau, kesalahan dalam melakukan seleksi induk ,penyakit, perubahan suhu air dan kanibalisme. 2) Usaha perikanan H. Ijam sebaiknya membuat skema yang menggambarkan standar urutan proses produksi benih yang dimulai dari proses penyeleksian induk hingga pemanenan benih untuk kemudian disosialisasikan dan ditempatkan pada lokasi usaha agar dapat diingat dan dipraktikan oleh para karyawan sehingga diharapkan proses produksi benih yang dilaksanakan memiliki standar tertentu dan sekaligus untuk menghindari adanya proses yang terlewatkan. 3) Mengadakan pelatihan penyuntikan indukan khusus kepada para ahli hingga perusahaan memiliki tenaga ahli tersendiri untuk melakukan penyuntikan indukan atau bisa juga melalui recruitment tenaga ahli penyuntikan sebagai karyawan. 4) Menerapkan SOP dalam berbagai tahapan seperti dalam penyeleksian indukan hingga pemanenan sehingga tingkat kehilangan benih dapat ditekan semaksimal mungkin. 5) Hasil penelitian yang dilakukan akan memberikan manfaat dengan menekan sumber risiko melalui nilai probabilitas sumber risiko yang menurun menjadi 20 89
persen. Hal tersebut mengacu pada pengajuan strategi pengelolaan risiko yang sesuai dengan hasil identifikasi yang dirumuskan dalam suatu perhitungan aktual lapangan pembenihan BAT pada UPHI.
90
DAFTAR PUSTAKA Brajamusti. 2008. Analisis Pendapatan Usaha Pembenihan Larva Ikan Bawal Air Tawar Pada Ben’s Fish Farm Cibungbulang Kabupaten Bogor. [Skripsi]. Bogor: Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Darmawi H. 2010. Manajemen Risiko. Jakarta : Bumi Aksara. Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Bogor, 2010. Effendi, I. 2004. Pengantar Akuakultur. Jakarta : Penebar Swadaya. Ferdian V. 2011. Manajemen Risiko Pembenihan Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp.) Di Cahaya Kita, Gadog, Bogor, Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor: Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Hanafi, MM. 2006. Manajemen Risiko. Jakarta : UPP STIM YKPN. Hardker J. R. Heifener. 1999. Managing Risk in Farming Concept, Research and Analysis, Agricultural Economics Report No.774. US Departement of Agricultural. Harword, K. Coble, T. Perry, dan A. Somwaru. 1999. Managing Risk and Farming : Concept, Research and Analysis, Agricultural Economics Report No.774. US Department of Agriculture. Kountur R. 2008. Mudah Memahami Manajemen Risiko Perusahaan. Jakarta: PPM. Lam J. 2007. Enterprise Risk Management. Jakarta Pusat: PT Ray Indonesia. Lestari A. 2009. Manajemen Risiko dalam Usaha Pembenihan Udang Vannamei Studi Kasus di PT Suri Tani Pemuka Kabupaten Serang Provinsi Banten. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Mustikawati E. 2009. Kajian Pengembangan Bisnis Pembenihan Ikan Bawal Air Tawar Pada Usaha Perikanan H. Ijam Kampung Cikupa Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor. [Tugas Akhir]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Nelson A. G., G.L. Casler, and O. L. Walker. 1978. Making Farm Decision in a Risky World: A guide book South Eastrn Agricultural Extension, USDA, Oregon State-Cornell-Oklahoma State Universities. 92
Prahasta A. 2009. Agribisnis Ikan Bawal. Bandung: CV. Pustaka Grafika. Sahar B. 2010. Manajemen Risiko Pembenihan Larva Ikan Bawal Air Tawar Studi Kasus Pada Ben’s Farm Cibungbulang Kabupaten Bogor. [Skripsi]. Bogor: Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Silaban F. 2011. Analisis Risiko Produksi Ikan Hias pada PT Taufan Fish Farm di Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor: Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Siregar MRK. 2010. Analisis Risiko Produksi Pembenihan Lele Dumbo pada Family Jaya 1 Kecamatan Sawangan Kota Depok. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
93
Lampiran
94
Lampiran 1. Produksi Benih Bawal Air Tawar pada Usaha Perikanan H. Ijam Periode Januari - Desember 2012 Benih Induk Telur yang Larva yang Larva umur Benih yang Bulan SR=75% SR (%) betina (kg) dihasilkan(butir) dihasilkan(ekor) 7 hari(ekor) dihasilkan (ekor) Januari 18 910.000 455.000 450.900 400.900 682.500 44,05
Potensi benih 1 bulan yang hilang(ekor) 281.600
Febuari
18
890.000
458.000
450.000
400.000
667.500
44,94
267.500
Maret
18
900.000
445.000
443.000
398.900
675.000
44,32
276.100
April
18
780.000
320.000
310.000
108.000
585.000
13,85
477.000
Mei
18
550.000
257.500
255.500
167.700
412.500
30,49
244.800
Juni
18
570.000
220.000
209.300
153.200
427.500
26,88
274.300
Juli
16
550.000
230.000
218.000
126.500
412.500
23,00
286.000
Agustus
18
790.000
358.000
351.300
207.450
592.500
26,26
385.050
September
18
880.000
459.500
457.600
399.850
660.000
45,44
260.150
Oktober
18
920.000
460.000
455.000
356.000
690.000
38,69
334.000
November
18
980.000
494.000
492.300
377.000
735.000
38,47
358.000
Desember
18
980.000
410.500
409.900
331.000
735.000
33,78
404.000
95
Lampiran 2. Perhitungan
Analisis Kesalahan SDM
Bulan Januari Febuari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total Rata-rata X Z Tabel Z Probabiltas
Probabilitas
Kegagalan benih (ekor)* 122.100 203.800 121.700 253.350 75.850 147.600 175.300 205.300 173.900 196.340 198.020 233.050 2.106.310 175.525 100.000 -0,04 0,484 48,4%
Sumber
Risiko
(*) Asumsi pemilik UPHI dengan melihat SR dan potensi benih yang hilang dengan sumber risiko yang terkait.
Lampiran 3. Perhitungan Analisis Probabilitas Sumber Risiko Faktor Cuaca Bulan Kegagalan benih (ekor)* Januari 42.500 (*) Asumsi pemilik UPHI dengan melihat SR dan Febuari 29.800 potensi benih yang hilang Maret 66.250 dengan sumber risiko yang April 106.950 terkait. Mei 107.000 Juni 81.000 Juli 87.900 Agustus 146.200 September 79.340 Oktober 107.300 November 101.250 Desember 123.100 Total 1.078.590 Rata-rata 89.882 X 75.000 Z -0,11 Tabel Z 0,456 Probabilitas 45,6% 96
Lampiran 4. Perhitungan Analisis Probabilitas Sumber Risiko Kanibalisme Kegagalan benih (ekor)* Bulan Januari 40.000 (*) Asumsi pemilik UPHI Febuari 17.700 dengan melihat SR dan potensi benih yang hilang Maret 80.000 dengan sumber risiko yang April 83.000 terkait. Mei 32.000 Juni 21.400 Juli 900 Agustus 12.450 September 6.910 Oktober 6.800 November 18.860 Desember 20.300 Total 348.42 Rata-rata 29.035 X 40.000 Z 0,19 Tabel Z 0,425 Probabilitas 42,5% Lampiran 5. Perhitungan Analisis Probabilitas Sumber Risiko Penyakit Bulan Kegagalan benih (ekor)* Januari 38.000 (*) Asumsi pemilik UPHI Febuari 23.700 dengan melihat SR dan potensi benih yang hilang Maret 43.150 dengan sumber risiko yang April 33.700 terkait. Mei 29.950 Juni 24.300 Juli 21.900 Agustus 21.100 September 23.560 Oktober 39.870 November 27.550 Desember 23.560 Total 350.340 Rata-rata 29.195 X 25.000 Z -1,37 Tabel Z 0,085 Probabilitas 8,5%
97
Lampiran 6. Perhitungan Analisis Dampak Sumber Risiko Kesalahan SDM Bulan Kegagalan benih (ekor)* Harga (Rp/ekor) Kerugian (Rp) Januari 122.100 150 18.315.000 Febuari 203.800 150 30.570.000 Maret 121.700 150 18.255.000 April 253.350 150 38.002.500 Mei 75.850 150 11.377.500 Juni 147.600 150 22.140.000 Juli 175.300 150 26.295.000 Agustus 205.300 150 30.795.000 September 173.900 150 26.085.000 Oktober 196.340 150 29.451.000 November 198.020 150 29.703.000 Desember 233.050 150 34.957.500 Total 315.946.500 Rata-rata 26.328.875 241.275 Sd 1,645 Z 26.442.274 VaR Lampiran 7. Perhitungan Analisis Dampak Sumber Risiko Faktor Cuaca Harga Kerugian (Rp) Bulan Kegagalan benih (ekor)* (Rp/ekor) Januari 42.500 150 6.375.000 Febuari 29.800 150 4.470.000 Maret 66.250 150 9.937.500 April 106.950 150 16.042.500 Mei 107.000 150 16.050.000 Juni 81.000 150 12.150.000 Juli 87.900 150 13.185.000 Agustus 146.200 150 21.930.000 September 79.340 150 11.901.000 Oktober 107.300 150 16.095.000 November 101.250 150 15.187.500 Desember 123.100 150 18.465.000 Total 161.788.500 Rata-rata 13.482.375 Sd 156.012 Z 1,645 VaR 13.555.700
98
Lampiran 8. Perhitungan Analisis Dampak Sumber Risiko Kanibalisme Kerugian (Rp) Bulan Kegagalan benih (ekor)* Harga (Rp/ekor) Januari 40.000 150 6.000.000 Febuari 17.700 150 2.655.000 Maret 80.000 150 12.000.000 April 83.000 150 12.450.000 Mei 32.000 150 4.800.000 Juni 21.400 150 3.210.000 Juli 900 150 135.000 Agustus 12.450 150 1.867.500 September 6.910 150 1.036.500 Oktober 6.800 150 1.020.000 November 18.860 150 2.829.000 Desember 20.300 150 3.045.000 Total 51.048.000 Rata-rata 4.254.083 39.610 Sd 1,645 Z 4.272.699 VaR Lampiran 9. Perhitungan Analisis Dampak Sumber Risiko Penyakit Kegagalan benih Kerugian (Rp) Bulan (ekor)* Harga (Rp/ekor) Januari 38.000 150 5.700.000 Febuari 23.700 150 3.555.000 Maret 43.150 150 6.472.500 April 33.700 150 5.055.000 Mei 29.950 150 4.492.500 Juni 24.300 150 3.645.000 Juli 21.900 150 3.285.000 Agustus 21.100 150 3.165.000 September 23.560 150 3.534.000 Oktober 39.870 150 5.980.500 November 27.550 150 4.132.500 Desember 23.560 150 3.534.000 Total 52.551.000 Rata-rata 4.379.250 36.356 Sd 1,645 Z 4.396.337 VaR
99
Lampiran 10.
Peta Wilayah UPHI Tahun 2010 data Kecamatan Dramaga
100
Lampiran 11. Proses Produksi Pembenihan Ikan BAT pada UPHI
Keterangan Gambar : A. Seleksi indukan B. Penyuntikan hormon ovaprim pada indukan C. Proses pemijahan D. Telur ikan BAT hasil pemijahan E. Proses penetasan telur menjadi larva F. Proses perawatan larva G. Panen larva umur 7 hari lalu H. Proses pembenihan ikan BAT hingga mencapai ukuran 1,5 hingga 2 cm I. Proses pemanenan benih ikan BAT ukuran 1,5 hingga 2 cm
101
102