MANAJEMEN RISIKO PEMBENIHAN LARVA IKAN BAWAL AIR TAWAR STUDI KASUS PADA BEN’S FISH FARM CIBUNGBULANG, KABUPATEN BOGOR
SKRIPSI
BUJANG SAHAR H34086018
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Manajemen Risiko
Pembenihan Larva Ikan Bawal Air Tawar, Studi Kasus Pada Ben’s Fish Farm, Cibungbulang, Kabupaten Bogor” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Desember 2010
Bujang sahar H34086018
RINGKASAN BUJANG SAHAR. Manajemen Risiko Pembenihan Larva Ikan Bawal Air Tawar, Studi Kasus Pada Ben’s Fish Farm Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Skripsi Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di Bawah Bimbingan ANITA RISTIANINGRUM). Sektor perikanan merupakan salah satu sektor penyumbang terbesar pada Produk Domestik Bruto (PDB) pertanian nasional. Perikanan budidaya merupakan bagian dari sektor perikanan yang sangat baik untuk dikembangkan karena menghasilkan produksi yang kontinyu dan berkesinambungan. Jenis perikanan budidaya yang saat ini banyak digemari masyarakat salah satunya adalah ikan bawal air tawar. Ikan bawal air tawar digemari karena mudah dikembangkan dan mempunyai permintaan yang cukup tinggi. Tingginya permintaan tersebut menjadikan ikan bawal sebagai peluang bisnis yang potensial, termasuk bisnis di bidang pembenihannya. Salah satu daerah sentra pembenihan ikan bawal air tawar adalah Kabupaten Bogor, daerah ini memiliki curah hujan tinggi sepanjang tahun yang sangat cocok untuk usaha pembenihan larva maupun pembenihan lanjutan ikan bawal air tawar. Ben’s Fish Farm adalah salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pembenihan larva ikan bawal air tawar di Kabupaten Bogor, namun dalam menjalankan usahanya Ben’s Fish Farm dihadapi pada risiko produksi dan risiko pasar yang cukup tinggi. Risiko produksi dan pasar sangat dipengaruhi oleh musim, produksi turun hingga 50 persen pada musim kemarau disebabkan oleh indukan berada pada fase istirahat untuk memijah. Risiko pasar muncul pada saat musim hujan yang mana larva yang dihasilkan perusahaan banyak, namun harga jual larva turun hingga Rp 7,- per ekor larva, dari harga normal Rp 9,- per ekor larva. Tingginya risiko dalam pembenihan larva ikan bawal air tawar maka perusahaan perlu menerapkan strategi penanganan risiko yang tepat agar setiap sumber risiko yang ada dapat di cegah dan diatasi dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mendeskripsikan sumber risiko yang terdapat pada usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar di Ben’s Fish Farm; 2) Menganalisis tingkat dan dampak risiko yang disebabkan oleh sumber-sumber risiko yang ada; dan 3) Merumuskan strategi penanganan risiko yang sebaiknya dilakukan oleh Ben’s Fish Farm untuk pengendalian risiko dalam usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juni hingga bulan Juli 2010, Pada waktu tersebut Kabupaten Bogor berada pada alih musim kemarau ke musim hujan, yang mana musim kemarau merupakan musim yang memiliki risiko paling tinggi bagi induk ikan bawal untuk memproduksi larva, sedangkan musim hujan merupakan musim yang cocok bagi induk ikan bawal memproduksi larva. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif untuk menentukan sumber-sumber risiko yang ada di Ben’s Fish Farm, coefficient variation untuk menentukan nilai risiko, z-score untuk menentukan probabilitas risiko, dan Value at Risk (VaR) untuk mengukur dampak risiko.
Sumber-sumber risiko yang ada pada pembenihan larva ikan bawal air tawar di Ben’s Fish Farm diklasifikasikan menjadi dua jenis risiko yaitu risiko produksi dan risiko pasar, sumber risiko tersebut dikelompokkan berdasarkan peta risiko. Sumber risiko yang ada pada kuadran 1 merupakan risiko yang kemungkinan terjadinya besar akan tetapi dampak yang ditimbulkan oleh risiko ini kecil, dalam hal ini tidak teridentifikasi sumber risiko. Sumber risiko yang berada di kuadran 2 atau risiko yang memiliki kemungkinan terjadinya besar dan dampak yang ditimbulkan jika risiko tersebut terjadi juga besar adalah risiko dari faktor cuaca dan fluktuasi harga jual larva. Sumber risiko yang berada di kuadran 3 merupakan risiko yang kemungkinan terjadinya kecil dan dampak yang ditimbulkan dari risiko ini juga kecil adalah penyakit yang menyerang indukan, penyakit white spot yang menyerang larva, kerusakan peralatan teknis, fluktuasi harga pakan, dan faktor manusia. Risiko yang berada di kuadran 4 merupakan risiko yang kemungkinan terjadinya kecil dan dampak yang ditimbulkan dari risiko ini besar, dalam identifikasi sumber risiko di Ben’s Fish Farm tidak ditemukan sumber risiko di kuadran 4. Hasil analisis probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko menunjukkan bahwa risiko produksi di Ben’s Fish Farm memiliki probabilitas sebesar 33,36 persen, probabilitas risiko penerimaan sebesar 19,22 persen dan probabilitas risiko harga sebesar 30,20 persen. Hasil analisis dampak atau kerugian yang diakibatkan oleh risiko produksi sebesar Rp 136.236.663,- dan risiko harga memiliki dampak sebesar Rp 72.000.000,- serta dampak risiko penerimaan sebesar 61.729.200,-. Hasil analisis menunjukkan bahwa risiko yang mempunyai probabilitas dan dampak paling besar adalah risiko produksi yang disebabkan oleh faktor cuaca. Strategi preventif yang bisa dilakukan untuk memperkecil probabilitas risiko meliputi membuat SOP (standar operatinal procedure), melengkapi sarana dan prasarana produksi, mengoptimalkan sumberdaya manusia dengan cara membuat job description, pemilihan induk yang berkualitas, dan sistem kontrak dengan pemasok, kontrak penjualan larva dengan pelanggan, dan pengendalian penyakit. Strategi mitigasi yang bisa dilakukan oleh Ben’s Fish Farm untuk memperkecil dampak risiko yaitu dengan cara membuat unit bisnis pendederan.
MANAJEMEN RISIKO PEMBENIHAN LARVA IKAN BAWAL AIR TAWAR STUDI KASUS PADA BEN’S FISH FARM CIBUNGBULANG, KABUPATEN BOGOR
BUJANG SAHAR H34086018
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat, karunia dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Manajemen Risiko Pembenihan Larva Ikan Bawal Air Tawar, Studi Kasus di Ben’s Fish Farm, Cibungbulang, Kabupaten Bogor” Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan sumber-sumber risiko di Ben’s Fish Farm dan menganalisis tingkat dan dampak risiko yang disebabkan oleh sumber-sumber risiko yang ada, serta menganalisis strategi penanganan risiko yang sebaiknya dilakukan oleh Ben’s Fish Farm untuk pengendalian risiko dalam usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Desember 2010 Bujang Sahar
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Desa Terbangiang Kecamatan Bandar Petalangan, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau pada tanggal 17 Februari 1986 yang merupakan anak ke dua dari Bapak Hasim dan Ibu Asmawati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 019 Desa Terbangiang pada tahun 1999, kemudian pada tahun 2002 penulis lulus dari SLTP Negeri 1 Pangkalan Kuras, dan pada tahun 2005 penulis lulus dari SMK Pertanian Negeri 1 Pasir Penyu. Tahun 2005 penulis diterima di Program Diploma IPB melalui jalur USMI, dan tahun 2008 diterima pada Program Sarjana Penyelenggaraan Khusus, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Selama kuliah, penulis aktif sebagai aktivis mahasiswa di dalam dan di luar kampus. Aktif sebagai anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Diploma IPB, dan di luar kampus penulis aktif di berbagai organisasi seperti Organisasi Mahasiswa daerah (IKPMR-Bogor) pada tahun 2005-2006 dan di organisasi Ikatan Mahasiswa Pelajar Kampar (IKAPEMAKA) pada tahun 2007 sampai sekarang. Selain itu penulis aktif di organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai ketua umum komisariat Diploma IPB pada tahun 2007-2008, selain aktif di organisasi penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial dan kepanitian yang berada di dalam maupun di luar kampus.
UCAPAN TERIMAKASIH Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada: 1.
Ir. Anita Ristianingrum, MSi selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
2.
Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS dan Dra. Yusalina, MSi selaku dosen penguji pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.
3. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS yang telah menjadi pembimbing akademik dan seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis.
4. Orang tua dan keluarga tercinta untuk setiap dukungan cinta kasih dan doa yang diberikan. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik.
5. Pihak Ben’s Fish Farm yang telah memberikan kesempatan, waktu dan informasi pada penulis selama penelitian.
6. Teman-teman seperjuangan dan teman-teman di Program Sarjana Penyelenggaraan Khusus Agribisnis atas semangat dan sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terimakasih atas bantuannya.
Bogor, Desember 2010
Bujang Sahar
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR .............................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................
xii
I
PENDAHULUAN .......................................................................... 1.1. Latar Belakang ........................................................................ 1.2. Perumusan Masalah ................................................................ 1.3. Tujuan Penelitian .................................................................... 1.4. Kegunaan Penelitian ............................................................... 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................
1 1 6 8 8 9
II
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 2.1. Agribisnis Ikan Bawal Air Tawar .............................................. 2.2. Diskripsi Pembenihan Larva Ikan Bawal Air Tawar................. 2.3. Penelitian Terdahulu ..................................................................
10 10 11 13
III KERANGKA PEMIKIRAN ......................................................... 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis .................................................. 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ...........................................
21 21 31
IV METODE PENELITIAN .............................................................. 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................. 4.2. Data dan Sumber Data ............................................................ 4.3. Metode Pengumpulan Data ...................................................... 4.4. Metode Pengolahan Data ..........................................................
34 34 34 35 35
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN .............................. 5.1. Sejarah Perusahaan ................................................................... 5.2. Struktur Organisasi ................................................................... 5.3. Fasilitas Pembenihan ................................................................ 5.4. Kegiatan Pembenihan Larva .....................................................
44 44 44 45 50
VI HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 6.1. Identifikasi Sumber-Sumber Risiko ........................................ 6.2 Pemetaan Risiko ....................................................................... 6.3. Analisis Probabilitas Risiko...................................................... 6.4. Analisis Dampak Risiko ........................................................... 6.5. Penetaan Risiko Produksi, Risiko Pasar dan Penerimaan ........ 6.6. Strategi Penanganan risiko .......................................................
54 54 59 62 66 68 69
VII KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 7.1. Kesimpulan ............................................................................... 7.2. Saran .........................................................................................
79 79 80
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
81
LAMPIRAN ...........................................................................................
83
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1
Hubungan Tingkat Kepuasan dengan Pendapatan ........................
25
2
Proses Pengelolaan Risiko Perusahaan .........................................
28
3
Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ................................
33
4
Peta Risiko ....................................................................................
41
5
Peta Strategi Penanganan Risiko Secara Preventif .......................
42
6
Peta Penanganan Risiko Secara Mitigasi ......................................
42
7
Struktur Organisasi Ben’s Fish Farm Tahun 2010 .......................
45
8
Kolam Pemeliharaan Induk Bawal di Ben’s Fish Farm Tahun 2010 ...................................................................................
46
9
Bak Pemijahan Induk Bawal di Ben’s Fish Farm Tahun 2010 .....
47
10
Akuarium Penetasan Telur di Ben’s Fish Farm Tahun 2010 ........
48
11
Akuarium Pemeliharaan Larva di Ben’s Fish Farm Tahun 2010
48
12
Wadah Penetasan Artemia di Ben’s Fish Farm Tahun 2010 ......
49
13
Sistem Aerasi (Blower) Kapasitas 1,3 PK di Ben’s Fish Farm Tahun 2010....................................................
50
14
Generator Set Daya 1.300 Watt di Ben’s Fish Farm Tahun 2010
50
15
Peta Hasil Identifikasi Sumber Risiko di Ben’s Fish Farm Tahun 2010 ....................................................................................
61
Peta Risiko Produksi, Pasar, dan Penerimaan di Ben’s Fish Farm Tahun 2010....................................................
69
17
Strategi Preventif yang Bisa Dilakukan oleh Ben’s Fish Farm ....
76
18
Strategi Mitigasi yang Bisa Dilakukan oleh Ben’s Fish Farm ...... 78
16
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1
Halaman Produksi Benih per Kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun 2009 (Ribu Ekor)s ............................................................. 84
ii
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara bahari yang mempunyai luas laut mencapai 5,8 juta km2 (75 persen dari luas wilayah) dengan 17.503 buah pulau dan garis pantai 81.000 km atau 14 persen dari garis pantai dunia yang di dalamnya terdapat berbagai macam potensi yang cukup besar, termasuk potensi di sektor perikanan. Berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) pertanian tahun 2007-2008, maka peningkatan tertinggi ada pada sektor perikanan (Tabel 1). Tabel 1. Produk Domestik Bruto (PDB) Pertanian Tahun 2006-2008 Tahun (Rp miliar) Sektor 2006
2007
Perikanan
40.552,30
67.285,60
Kenaikan rata-rata ( %) 92.220,30 37,06
Peternakan
34.778,67
42.113,10
57.631,60
36,85
Perkebunan
55.809,20
63.124,40
70.805,70
12,17
175.876,10
214.890,80
287.461,40
33,77
23.465,22
26.536,90
29.007,10
9,31
320.061,45
413.950,86
552.215
29,76
1.973.731,70
2.901.268,50
3.705.234,30
27,71
Tanaman Pangan Kehutanan Jumlah PDB Nasional
2008
Sumber : Dinas Kelautan Perikanan (2009) Produk Domestik Bruto sektor perikanan selama tahun 2006-2008 mengalami kenaikan rata-rata sebesar 37,06 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor perikanan setiap tahunnya terus mengalami kenaikan. Jika dibandingkan dengan sektor peternakan, perkebunan, tanaman pangan, dan kehutanan maka kenaikan PDB sektor perikanan paling tinggi, oleh karena itu sektor perikanan merupakan sektor yang mempunyai prospek dan potensi yang besar. Produksi perikanan Indonesia bersumber dari perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Pada tahun 1999 produksi perikanan tangkap mendominasi yakni mencapai 81,95 persen terhadap perikanan budidaya, akan tetapi pada tahun 2006 mengalami penurunan menjadi 65 persen. Penurunan produksi pada 1
perikanan tangkap ternyata diikuti dengan peningkatan produksi pada perikanan budidaya, yaitu tahun 2002 volume produksi sebesar 1,1 juta ton dan pada tahun 2007 volume produksi meningkat menjadi 3,2 juta ton. Hal ini menunjukkan pertumbuhan volume produksi perikanan budidaya rata-rata per tahun sebesar 23,6 persen. Pada tahun 2006 Indonesia menjadi negara ketiga terbesar dunia penghasil komoditas perikanan budidaya (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2007). Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah di Jawa Barat yang memiliki potensi yang cukup besar untuk mengembangkan usaha perikanan, khususnya usaha budidaya ikan air tawar. Hal ini dikarenakan Kabupaten Bogor memiliki curah hujan yang tinggi, sehingga terdapat banyak sumber air sebagai media budidaya ikan. Berdasarkan data Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, produksi perikanan khususnya yang berasal dari aktivitas budidaya ikan air tawar terus mengalami peningkatan selama priode tahun 2004 hingga tahun 2008, baik untuk kegiatan usaha pembenihan ikan, pembesaran ikan konsumsi maupun ikan hias (Tabel 2). Tabel 2. Perkembangan Produksi Ikan Air Tawar di Kabupaten Bogor Tahun 2004-2008 Jenis Produksi Ikan Konsumsi (Ton) Ikan Hias (ekor) Pembenihan (ribu ekor)
2004
2005
2006
2007
2008
7.356
22.906
23.141
23.703
25.087
66.152
72.524
75.383
78.288
84.517
669.580 703.098
708.594
716.660 744.600
Sumber : Dinas Perikanan Kabupaten Bogor (2009)
Berdasarkan Tabel 2, perkembangan produksi ikan konsumsi dari tahun 2004 hingga tahun 2008 terjadi peningkatan yang sangat signifikan, begitu juga dengan ikan hias dan pembenihan rata-rata selama lima tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa budidaya ikan air tawar di Kabupaten Bogor masih mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan. Salah satu komoditas ikan air tawar yang tergolong ikan konsumsi adalah ikan bawal air tawar. 2
Ikan bawal air tawar (Collossoma macropomum) adalah salah satu jenis ikan budidaya yang mulai digemari oleh konsumen, habitat asli ikan bawal air tawar berasal dari Brazil. Ikan bawal air tawar mulai digemari oleh masyarakat karena rasa dagingnya yang enak serta ukurannya yang besar. Pada habitat awalnya ikan bawal air tawar hidup di perairan sungai, semakin majunya teknologi budidaya saat ini membuat budidaya ikan bawal air tawar dapat dikembangbiakkan di dalam kolam pemeliharaan. Selain itu, pemijahan pun juga tidak lagi secara alami namun dapat dilakukan secara buatan dengan menyuntikkan hormon ke tubuh ikan bawal air tawar. Keuntungan pemijahan buatan ikan bawal air tawar yaitu persediaan ikan bawal air tawar dapat kontinyu dan rasa ikan bawal air tawar lebih gurih. Di dalam negeri sendiri ikan bawal air tawar mulai digemari oleh berbagai kalangan masyarakat, terutama di Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dari keempat provinsi tersebut, Jawa Barat dapat dikatakan sebagai pelopor karena di provinsi inilah ikan bawal air tawar dikembangkan (Arie, 2006). Di Kabupaten Bogor, ikan bawal air tawar merupakan salah satu jenis ikan konsumsi yang sangat digemari masyarakat. Hal ini terlihat dari data Dinas Perikanan Kabupaten Bogor yang menunjukkan bahwa produksi bawal air tawar terus mengalami peningkatan dari tahun 2006 hingga tahun 2009, bahkan peningkatan produksi ikan bawal air tawar mencapai level tertinggi pada tahun 2009 yaitu sebesar 2.026,14 ton. Produksi tersebut ternyata meningkat 121,91 persen dari tahun 2008 yaitu sebesar 904,91 ton. Peningkatan produksi dari tahun 2008 ke tahun 2009 tersebut menandakan bahwa ikan bawal air tawar sedang booming dan mempunyai prospek yang sangat baik untuk diusahakan. Secara rinci data produksi per jenis ikan konsumsi di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 3.
3
Tabel 3.
Produksi Perikanan Budidaya Per Jenis Ikan Konsumsi Kabupaten Bogor Tahun 2006-2009 (Ton)
NO Komoditas
Tahun 2006
2007
2008
Peningkatan 2009
2008-2009 (%)
1
Mas
9.882,50
8,619,00 8.124,35
3.859,62
-52,49
2
Nila
3.310,00
4.387,50 3.494,96
1.842,17
-47,29
3
Gurame
1.426,00
1.719,00 1.854,82
1.946,43
4,94
4
Patin
724,00
584,84
2,29
5
Lele
6.472,00
6.388,00 9.744,80 18.315,02
87,95
6
Bawal
630,00
1.020,00
891,40
571,76
904,91
2.026,14
121,91
Sumber : Dinas Perikanan Kabupaten Bogor (2009) Meningkatnya produksi ikan bawal air tawar dari tahun ke tahun juga meningkatkan permintaan akan benihnya. Usaha pembenihan mempunyai peran yang cukup besar dalam sistem budidaya ikan bawal air tawar, oleh karena itu salah-satu tantangan besar dalam kegiatan budidaya bawal air tawar adalah bagaimana menyediakan ketersediaan benih yang berkualitas secara kontinyu. Data Dinas Perikanan Kabupaten Bogor menunjukkan adanya peningkatan terhadap produksi benih ikan bawal air tawar dari tahun 2008 ke tahun 2009 yaitu sebesar 1.777,86 persen. Peningkatan sebesar 1.777,86 persen tersebut disebabkan oleh peningkatan produksi ikan bawal konsumsi pada tahun yang sama dan tingginya permintaan benih ikan dari luar Kabupaten Bogor (Tabel 4).
4
Tabel 4. Produksi Benih Ikan di Kabupaten Bogor Tahun 2008-2009
1
Mas
Produksi (Ribu Ekor) Peningkatan (%) 2008 2009 166.502,00 56.663,190 -65,97
2
Nila
109.580,00
35.700,400
-67,42
3
Nilem
397,00
0,000
-100,00
4
Mujair
2.181,00
693,060
-68,22
5
Gurame
92.282,00
36.166,890
-60,81
6
Tawes
9.459,00
5.510,480
-41,74
7
Patin
79.893,00
26.358,490
-67,67
8
Lele
244.634,00
62.020,270
-74,65
9
Sepat Siam
488,00
0,000
-100,00
10
Tambakan
6.051,00
1.807,470
-70,86
11
Bawal
33.133,00
622.191,810
1.777,86
744.600
847.112,06
13,77
NO
Jenis Ikan
Jumlah
Sumber : Dinas Perikanan Kabupaten Bogor (2009) Tingginya produksi benih ikan bawal air tawar tentunya akan meningkatkan permintaan terhadap benih larvanya, hal ini dikarenakan benih larva bawal merupakan input dari usaha pembenihan bawal air tawar. Benih larva bawal air tawar adalah benih yang berumur kurang dari 15 hari yang didapat dari hasil pemijahan induk bawal jantan dan betina, baik secara alami maupun pemijahan buatan (Arie, 2006). Untuk menghasilkan benih larva yang berkualitas dibutuhkan teknik dan waktu pemijahan yang tepat, teknik pemijahan yang biasa dilakukan yaitu dengan cara menyuntikkan hormon perangsang pada induk jantan dan betina (Djarijah, 2001). Oleh sebab itu untuk memproduksi larva harus didukung dengan keahlian dan keterampilan di bidangnya. Saat ini teknologi produksi benih larva masih terbatas di kalangan masyarakat karena risiko pada pembenihan larva ini cukup besar. Menurut Prhasta (2009), risiko produksi yang terdapat pada kegiatan pembenihan larva ikan bawal air tawar adalah buruknya kualitas air yang disebabkan oleh faktor cuaca dan serangan penyakit Trichodina sp yang menyebabkan tingkat kelangsungan hidup larva (SR) hanya 32,7 persen, 5
padahal tingkat kelangsungan hidup normal larva yaitu 75-80 persen. Pada pembenihan lanjutan dan pembesaran, risiko produksi yang disebabkan oleh faktor cuaca dan penyakit pada ikan bawal air tawar akan terus berkurang seiring dengan pertumbuhannya karena ikan bawal air tawar dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Risiko pasar pada pembenihan larva ikan bawal air tawar yaitu berfluktuasinya harga pakan artemia sp yang cenderung meningkat sehingga membuat biaya produksi di tingkat petani membengkak1. Pembenihan larva ikan bawal air tawar merupakan tahap yang rentan dan mempunyai tingkat kegagalan yang tinggi disebabkan oleh tingginya risiko produksi dan risiko pasar, maka para petani yang mengusahakannya harus melakukan manajemen risiko yang tepat agar setiap sumber risiko yang muncul dapat dicegah dan diatasi. Salah satu usaha yang saat ini sudah melakukan produksi benih larva ikan bawal air tawar adalah Ben’s Fish Farm. Ben’s Fish Farm merupakan salah satu perusahaan pembenihan larva terbesar di Kabupaten Bogor dengan core bisnisnya pembenihan larva ikan bawal air tawar yang berlokasi di Desa Cigola, Kecamatan Cibungbulang. Adanya risiko dalam pembenihan larva ikan bawal air tawar maka Ben’s Fish Farm perlu melakukan manajemen risiko yang tepat untuk menangani setiap sumber risiko yang muncul di perusahaan. 1.2 Perumusan Masalah Ben’s Fish Farm berdiri sejak tahun 1996 merupakan usaha yang bergerak dalam menghasilkan larva ikan bawal air tawar hingga sekarang sudah mempunyai 30 cabang. Meningkatnya permintaan akan larva ikan bawal air tawar sebagai input untuk usaha pembenihan dan pembesaran ikan bawal air tawar, maka Ben’s Fish Farm juga berpeluang meningkatkan produksi larva ikan bawal air tawarnya untuk dijual di pasaran. Namun berdasarkan wawancara dengan Bapak Andrian selaku pemilik Ben’s Fish Farm bahwa perkembangan produksi larva bawal air tawar selama 10 tahun terakhir secara umum terus mengalami peningkatan, tetapi pada tahun 1998 sampai tahun 2000 produksi larva di Bens Fish Farm mengalami penurunan yang sangat signifikan yakni dari rata-rata 5 1
http://www.cjfeed.co.id/ Harga pakan ikan naik 100 persen (2 Juni 2010)
6
juta produksi larva tiap bulannya turun menjadi 3 juta larva tiap bulannya. Penurunan produksi ini disebabkan oleh harga input produksi yang tinggi serta daya beli konsumen yang menurun akibat dari krisis moneter. Saat ini produksi larva Bens Fish Farm rata-rata 28 juta larva tiap bulannya, namun menurut Bapak Andrian produksi larva selalu berfluktuatif karena dipengaruhi oleh faktor cuaca. Faktor cuaca ini mengakibatkan tingginya risiko yang dihadapi oleh Ben’s Fish Farm dalam memproduksi larva bawal air tawar. Pada saat musim hujan produksi larva di atas 35 juta tiap bulannya, namun sebaliknya yaitu pada musim kemarau produksi larva menurun secara drastis hingga 50 persen dari produksi normal. Rendahnya produksi larva pada musim kemarau dikarenakan tingkat SR (survival rate) yang mencapai 50 persen. Selain dari faktor cuaca, risiko produksi juga disebabkan oleh penyakit white spot yang menyerang larva sampai 5 persen tiap siklusnya serta human eror yang sering terjadi pada proses produksi larva. Selain menyebabkan tingginya risiko produksi, faktor cuaca juga menyebabkan tingginya risiko pasar, hal ini disebabkan oleh keterkaitan faktor cuaca pada supply dan demand larva di pasaran. Pada saat musim hujan supply larva yang membanjiri pasaran menyebabkan harga larva turun, menurut pemilik Ben’s Fish Farm harga terendah pada musim hujan mencapai Rp 7,- per ekor larva, dan harga tertinggi pada musim kemarau yakni Rp 13,- per ekor larva. Tingginya risiko pada pembenihan larva bawal air tawar di Ben’s Fish Farm juga diperkuat oleh penelitian Surahmat (2009), bahwa risiko kegagalan pada pembenihan larva ikan bawal air tawar di Ben’s Fish Farm cukup tinggi dengan tingkat mortalitas hampir mencapai 50 persen yakni 300.000 butir telur yang dipijahkan hanya bisa menghasilkan 151.200 benih larva. Adanya risiko produksi dan risiko pasar dalam pembenihan larva ikan bawal air tawar yang tinggi maka perusahaan perlu menerapkan strategi penanganan risiko yang tepat agar setiap sumber risiko yang ada dapat di cegah dan diatasi dengan baik, dengan demikian perusahaan dapat meminimalisir kerugian. Berdasarkan permasalahan di atas, secara khusus permasalahan yang perlu dijawab adalah:
7
1. Sumber risiko apa saja yang terdapat pada usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar, baik risiko produksi maupun risiko pasar yang dihadapi perusahaan Ben’s Fish Farm? 2. Bagaimana tingkat dan dampak risiko yang disebabkan oleh sumbersumber risiko pada usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar terhadap perusahaan Ben’s Fish Farm? 3. Bagaimana strategi penanganan risiko yang tepat seharusnya dilakukan perusahaan Ben’s Fish Farm untuk mengendalikan risiko dalam usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan sumber risiko yang terdapat pada usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar, baik risiko produksi maupun risiko pasar yang dihadapi perusahaan Ben’s Fish Farm 2. Menganalisis tingkat dan dampak risiko pada usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar di perusahaan Ben’s Fish Farm 3. Merumuskan strategi penanganan risiko yang seharusnya dilakukan perusahaan Ben’s Fish Farm untuk mengendalikan risiko dalam usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar 1.4 Kegunaan penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka kegunaan penelitian ini adalah: 1. Sebagai masukan bagi perusaahaan untuk menjadi bahan pertimbangan dalam menjalankan usahanya pada saat menghadapi berbagai risiko pada usaha pembenihan ikan bawal air tawar 2. Sebagai masukan bagi pemerintah, khususnya Dinas Perikanan untuk melakukan penyuluhan dan pembinaan terhadap petani tentang manajemen risiko pada pembenihan larva ikan bawal iar tawar. 3. Sebagai tambahan informasi dan referensi untuk penelitian selanjutnya
8
1.5 Ruang lingkup 1. Produk yang dikaji adalah ikan bawal air tawar yang diproduksi pada tahap pembenihan larva, hal ini dikarenakan tahap pembenihan larva ikan bawal air tawar merupakan tahap yang rentan dan mempunyai tingkat kegagalan yang tinggi 2. Penelitian ini menggunakan data periode selama siklus produksi pembenihan berlangsung dan didukung dengan data time series produksi dan pemasaran bulan sebelumnya 3. Penelitian ini difokuskan pada analisis manajemen dan risiko dalam usaha pembenihan ikan bawal air tawar yang meliputi risiko produksi dan risiko pasar, kemudian dikaitkan dengan risiko penerimaan dan dianalisis berdasarkan teori penanganan risiko.
9
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Agribisnis Ikan Bawal Air Tawar Usaha perikanan harus dikelola secara profesional dan bukan hanya
sebuah usaha sampingan yang sebatas memenuhi kebutuhan hidup, namun harus mengacu pada target keuntungan atau profit oriented (Prahasta, 2009). Untuk memulai bisnis ikan bawal air tawar secara profesional harus dilihat potensi dan pola pengembangan bisnis yang bisa dilakukan pada ikan bawal tersebut agar lebih menguntungkan. 2.1.1. Potensi Ikan Bawal Air Tawar Ikan bawal air tawar merupakan jenis ikan yang cukup populer di pasar ikan konsumsi. Budidaya ikan bawal menjadi pilihan banyak petani karena beberapa hal antara lain: pemeliharaan yang mudah, cepat besar dan mudah dipasarkan. Ikan bawal air tawar memiliki rasa daging yang gurih dan enak, meski cukup banyak duri pada dagingnya. Ikan ini sekarang menjadi alternatif baru bagi petani, bahkan beberapa petani ikan yang sebelumnya memelihara ikan nila dan ikan mas beralih memelihara ikan bawal air tawar, karena potensi ekonominya yang lebih menguntungkan. Ikan bawal air tawar dipilih karena jenis ikan ini tidak memerlukan pakan dengan kandungan protein tinggi, sehingga para pembudidaya dapat menghemat biaya pengeluaran untuk pakan. Ikan bawal air tawar tidak membutuhkan pakan yang berkualitas bagus dan mahal, cukup dengan pakan yang biasa saja hasilnya sudah bagus (Balai Informasi Penyuluh Pertanian Magelang, 2007). 2.1.2. Pola Pengembangan Agribisnis Ikan Bawal Air Tawar Untuk memenuhi kebutuhan benih ikan bawal sebagai ikan konsumsi, pola pengembangan ikan bawal air tawar dapat dibagi dalam beberapa subsistem. Setiap pelaku dapat bergerak dalam masing-masing subsistem tergantung dari modal yang dimiliki dan prasarana budidaya yang tersedia, dapat pula setiap pelaku bergerak mulai dari pembenihan sampai pembesaran. Subsistem ini meliputi pembenihan, pendederan, pembesaran, dan subsistem penunjang (Balai Informasi Penyuluh Pertanian Magelang, 2007). 10
1 Subsistem pembenihan Pada subsistem pembenihan, pelaku bisnis dapat mulai dari kegiatan memelihara induk sampai menghasilkan benih ukuran 2 inci atau seberat 3 gram seriap ekornya. Benih ukuran tersebut menjadi input untuk subsistem pendederan atau bisa langsung dijual. Kegiatan ini biasanya dilakukan selama 6 minggu. 2
Subsistem pendederan Pada subsistem pendederan, pelaku bisnis memulai dari kegiatan memelihara benih ukuran 2 inci sampai benih mencapai ukuran 4 inci atau seberat 25 gram per ekornya. Benih ukuran ini bisa dijual atau menjadi input subsistem pembesaran. Kegiatan ini biasanya dilakukan selama 6 minggu.
3
Subsistem pembesaran Pada subsistem pembesaran, pelaku bisnis bertugas membesarkan benih dari hasil pendederan ukuran 4 inci (25 g) sampai menjadi ikan konsumsi. Kegiatan ini biasanya dilakukan selama 3 bulan. Selain itu, subsistem ini bertugas mencari pasar dalam dan luar negeri.
4
Subsistem penunjang Pada subsistem penunjang, pelaku bisnis bertugas menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh masing-masing subsistem, seperti menyediakan pakan tambahan, peralatan, dan sarana produksi lainnya. Adanya subsistem tersebut diharapkan kegiatan budidaya dapat berjalan lancar, karena masing-masing subsistem mempunyai tugas yang berlainan dan akan terjalin kerjasama yang saling menguntungkan.
2.2.
Deskripsi Pembenihan Larva Ikan Bawal Air Tawar Ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) merupakan salah satu
komoditas perikanan yang bernilai ekonomis cukup tinggi. Ikan ini berasal dari Brazil. Pada mulanya ikan bawal diperdagangkan sebagai ikan hias, namun karena pertumbuhannya cepat, dagingnya enak dan dapat mencapai ukuran besar, maka masyarakat menjadikan ikan tersebut sebagai ikan konsumsi. Rasa daging dan kandungan gizinya tidak kalah dengan ikan bawal laut, tetapi harganya tidak 11
mahal dan bisa dijangkau oleh berbagai lapisan masyarakat sehingga wajar saja bila ikan ini pun banyak dicari orang (Arie, 2000). Kegiatan pembenihan larva merupakan salah satu tahapan kegiatan untuk menghasilkan ikan bawal siap konsumsi. Menurut Prahasta (2009), ada beberapa kegiatan dalam pembenihan larva ikan bawal air tawar yaitu : perawatan induk, pemijahan, penetasan telur dan perawatan larva, pemberian pakan, dan pemanenan larva. 2.2.1. Perawatan Induk Menurut Effendi (2004), pemeliharaan induk dapat dilakukan pada kolam beton ataupun kolam tanah dengan kepadatan 4 ekor per meter persegi dan dilakukaan pemberiaan pakan sebanyak 3 persen dari bobot tubuh per hari dengan frekuensi pemberian dua kali yaitu pagi dan sore. Pemeliharaan induk bertujuan untuk menumbuhkan dan mematangkan gonad. Perawatan induk dilakukan pada kolam penampungan yang cukup besar. Tujuan perawatan adalah untuk memulihkan stamina (kesehatan) melalui perbaikan gizi makanan dan kenyamanan lingkungan, sekaligus memberikan tenggang waktu perkembangan telur untuk pemujahan periode berikutnya (Djarijah, 2001). 2.2.2. Pemijahan Pemijahan adalah suatu proses pembuahan telur oleh sperma, dimana proses tersebut bisa berlangsung secara alami atau buatan yang dibantu oleh tangan manusia (Effendi, 2004). Menurut Arie (2000), ikan bawal air tawar dapat dirangsang supaya memijah dengan rangsangan hormon (kawin suntik). Kawin suntik memiliki kelebihan yaitu pemijahan lebih terkontrol saat pembuahan dibandingkan cara alami. Penyuntikan ikan bawal air tawar menggunakan ovaprin dengan dosis untuk betina 0,75 ml per kilogram, sedangkan untuk jantan 0,5 ml. Perkawinan antara induk yang telah matang gonad memiliki perbandingan 3:1, yaitu 3 jantan dan 1 betina.
12
2.2.3. Penetasan Telur dan Perawatan Larva Menurut Arie (2000), penetasan merupakan kegiatan merawat telur yang dikeluarkan induk betina hingga menetas menjadi larva. Kegiatan dalam penetasan meliputi persiapan wadah penetasan, pengisian air akuarium penetasan dengan suhu tidak lebih dari 28o C. Penebaran telur dengan padat tebar 150 sampai 200 butir per liter air, dan telur akan menetas dalam waktu 18 sampai 24 jam. Untuk menjaga kualitas air setelah telur menetas dilakukan pergantian air sebanyak 50 persen dan dilakukan pembuangan telur yang tidak menetas. Teknik pemisahan larva dari cangkang dan telur busuk dapat dilakukan secara mekanik dan kimiawi. Pembuangan cangkang dan telur busuk secara mekanik dilakukan dengan teknik swimming out atau siponisasi. Pemisahan cangkang dan telur busuk secara kimiawi dapat menggunakan larutan enzim Alkaline Protease, enzim ini aktif memecah dan melarutkan cangkang telur, juga dapat mempercepat proses penetasan telur (Djarijah, 2001). 2.2.4. Pemberian Pakan dan Pemanenan Larva Menurut Djarijah (2001), larva ikan bawal tidak sanggup makan makanan dari luar selama masih tersedia makanan cadangan berupa kuning telur yang melekat di bawah perutnya. Makanan yang dapat ditelan oleh larva ikan bawal berumur sekitar 4 sampai 5 hari adalah organisme renik berupa artemia. Pakan artemia diberikan sebanyak satu sendok makan per akuarium dan dilakukan tiga kali sehari sampai larva berumur 14 hari. Panen larva dilakukan pada akhir masa pemeliharaan. Panen larva dapat dilakukan secara total dengan cara menangkap semua larva dan mengeringkan akuarium. Pelaksanaan panen harus dilakukan pada pagi hari untuk mengurangi risiko stres pada benih. Benih yang telah ditangkap kemudian dipindahkan ke bak penampungan (Djarijah, 2001). 2.1.
Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan tema penelitian yang
akan dilakukan, diantaranya adalah mengenai pembenihan ikan bawal air tawar, manajemen risiko, risiko produksi maupun risiko pasar dan penelitian lain yang relevan. 13
2.1.3. Penelitian tentang Pembenihan Ikan Bawal Air Tawar Telah banyak dilakukan penelitian tentang pembenihan ikan bawal air tawar. Diantaranya Brajamusti (2008), meneliti tentang pendapatan usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar pada perusahaan Ben’s Fish Farm, Kabupaten Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menghitung tingkat pendapatan usaha serta menganalisis efisiensi usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar jika terjadi perubahan-perubahan dalam produksi. Hasil analisis menunjukkan bahwa perusahaan pada tahun 2007 memperoleh pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 509.288.400,00,- sedangkan pendapatan atas biaya totalnya adalah sebesar Rp 431.097.400,00,- Nilai R/C ratio tunai usahatani pembenihan larva ikan bawal air tawar menunjukkan sebesar 2,96 dan R/C ratio total menunjukkan 2,28. Dalam penelitian itu juga dijelaskan bahwa adanya fluktuasi harga jual larva, fluktuasi harga barang-barang input yang mempengaruhi pendapatan perusahaan. Surahmat (2009), meneliti tentang kelayakan usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar pada perusahaan Ben’s Fish Farm di Cibubulang, Kabupaten Bogor. Penelitian ini menggunakan alat analisis kelayakan usaha yaitu NPV, IRR dan Net B/C ratio, hasilnya menunjukkan bahwa usaha ikan bawal sangat layak untuk dilaksanakan karena mempunyai nilai NPV sebesar Rp 587.596.184,05,pada tingkat diskonto 7,25 persen dan nilai IRR sebesar 61 persen pada tingkat bunga deposito 7,25 persen serta nilai Net B/C ratio sebesar 4,15. Hasil penelitian ini juga menyimpulkan bahwa usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar mempunyai risiko operasional yang sangat tinggi yaitu mendekati 50 persen pada saat musim kemarau, juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kualitas indukan, kualitas air kolam, pakan yang digunakan, dan skill tenaga kerja yang digunakan, serta fluktuasi harga input dan output. Selain itu, hasil penelitian ini juga menyebutkan bahwa pembenihan ikan bawal air tawar juga mempunyai risiko pasar yang sangat tinggi yaitu dari analisis Switching value penurunan harga jual larva hanya bisa ditolerir sebesar 7,04 persen yaitu dari harga jual Rp 8,00,- per ekor menjadi Rp 7,43,- per ekor.
Beberapa contoh penelitian terdahulu di atas memperlihatkan bahwa pembenihan ikan bawal air tawar layak untuk diusahakan, tetapi pembenihan 14
bawal air tawar juga rentan terhadap risiko pasar seperi fluktuasi harga jual larva dan harga pakan yang sangat mempengaruhi pendapatan perusahaan. 2.1.1. Penelitian Tentang Manajemen Risiko Manajemen risiko adalah cara-cara yang digunakan manajemen untuk menangani berbagai permasalahan yang disebabkan adanya risiko, juga suatu cara untuk menangani masalah-masalah yang mungkin timbul karena adanya ketidakpastian dengan cara mengukur dan memetakan, mengembangkan alternatif risiko dalam memonitoring serta mengendalikan implementasi penanganan risiko. Beberapa alat analisis yang digunakan dalam penelitian manajemen risiko seperti standar deviasi, koefisien variasi, z-score, dan VaR yang berfungsi untuk memetakan risiko dalam hal merumuskan strategi risiko. Robi’ah (2006), melakukan penelitian mengenai manajemen risiko usaha peternakan ayam broiler dengan studi kasus di Sunan Kudus Farm (SKF) di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan analisis kualitatif untuk mengetahui manajemen risiko usaha peternakan di SKF. Selain itu, desain penelitian yang dipakai adalah eksplorasi dengan menggunakan analisis risiko (nilai tengah, standar deviasi, koefisien variasi dan batas bawah pendapatan) dan analisis keputusan berisiko dengan bantuan diagram keputusan (decision tree) untuk mengetahui expectecd value yang akan didapatkan SKF dalam rangka pengambilan keputusan. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa manajemen risiko belum berjalan dengan baik terutama pada aspek produksi. Hasil analisis risiko menunjukkan bahwa SKF akan menghadapi risiko kerugian. Analisis keputusan risiko menunjukkan pada periode lebaran expected value menambah populasi lebih besar dari tidak menambah populasi. Sedangkan pada periode tahun ajaran baru expected value mengurangi populasi lebih kecil daripada expected value
tidak mengurangi populasi. Pada penelitian ini alat
analisis risiko yang digunakan hanya standar deviasi dan koefisien variasi untuk merumuskan diagram keputusan perusahaan. Berbeda dengan penelitian Lestari (2009), yang melakukan analisis manajemen risiko dalam usaha pembenihan udang Vanname dengan mengambil studi kasus di PT Suri Tani Pemuka Serang, Banten. Risiko operasional disebabkan oleh cuaca dan penyakit yang menyebabkan fluktuasi produksi benih 15
udang, sedangkan risiko pasar disebabkan oleh fluktuasi harga jual benih dimana peluang terjadinya disebabkan karena jenis udang yang diteliti merupakan komoditi baru yang sedang merintis pasar dan baru dikenal oleh konsumen. Analisis risiko dilakukan dengan nilai z-score yang merupakan analisis standar, sedangkan untuk dampak risiko dilakukan dengan menggunakan analisis Value at Risk (VaR). Sumber risiko diklasifikasikan ke dalam empat kuadran risiko. Pertama, sumber risiko dianggap memiliki kemungkinan terjadinya besar dan dampak yang ditimbulkan juga besar adalah risiko timbulnya penyakit serta risiko karena tingginya tingkat mortalitas benih udang vanname. Kedua, sumber risiko dengan kemungkinan terjadinya kecil tetapi berdampak besar adalah risiko pada pengadaan induk. Ketiga, sumber risiko dengan kemungkinan terjadinya besar tetapi berdampak kecil adalah fluktuasi harga induk, pakan dan benih. Keempat, sumber risiko dengan kemungkinan terjadinya kecil dan berdampak kecil yaitu risiko yang disebabkan oleh cuaca dan kerusakan peralatan. Strategi preventif dilakukan untuk mengurangi terjadinya risiko yang terdapat pada kuadran 1 dan 3 dengan persiapan pemeliharaan, pelatihan sumberdaya manusia, dan kontrak pembelian dengan pemasok. Strategi mitigasi untuk menangani risiko pada kuadran 2 melalui kegiatan pengendalian penyakit dan pengadan induk yang tepat. Gumayantika (2009), melakukan penelitian tentang analisis sistem manajemen risiko kredit dan pengaruhnya terhadap laba perusahaan, studi kasus pada Bank Jabar Cabang Ciamis. Metode pengolahan dan analisis data menggunakan analisis deskriptif, korelasi pearson product moment dan regresi linear sederhana. Pada analisis tersebut terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu: a) sumberdaya dan keuangan perusahaan; b) faktor debitur yaitu jangka waktu kredit dan suku bunga; c) faktor eksternal yaitu persaingan dengan bank lain. Manajemen risiko kredit pada Bank Jabar Cabang Ciamis meliputi: 1) identifikasi risiko kredit; 2) pengelompokan risiko kredit sesuai dengan kolektibilitas; 3) pengukuran risiko kredit dilihat dari rasio NPL; dan 4) pengendalian dan pengelolaan risiko kredit. Hasil
analisis
korelasi
pearson
product moment didapatkan r =-0,652 yang berarti bahwa terdapat hubungan negatif sebesar 0,652 antara risiko kredit dan laba. KD=r2=0,6522=0,43, artinya 16
sebesar 43 persen laba perusahaan dapat dijelaskan oleh variabel risiko kredit. Hasil analisis regresi linear sederhana menunjukkan bahwa tingkat risiko kredit mempunyai pengaruh negatif terhadap laba Bank, yang mana setiap kenaikan tingkat risiko kredit akan mengakibatkan penurunan laba pada Bank. Nandifa (2008), menganalisis manajemen risiko kredit umum pedesaan dengan menggunakan simulasi program komputer di Bank BRI Unit Ciampea. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan alat yang dipakai adalah program komputer Visual Basic 6.0. faktor yang mempengaruhi risiko kredit Kupedes BRI Unit Ciampea terdiri dari faktor internal bank (SDM dan kebijakan Bank) dan faktor
eksternal bank (debitur). Berdasarkan pengujian validitas
menggunakan metode backtesting dihasilkan penyimpangan sebesar 4,06 persen sehingga metode Creditrisk Portofolio sesuai untuk mengukur kerugian yang diperkirakan (expected loss). Pengelolaan dan pengendalian risiko kredit yang dilakukan oleh BRI Unit Ciampea adalah dengan penerapan prinsip 5C, penetapan kolektibilitas debitur, pembentukan PPAP, IPTW, pembinaan dan penagihan intensif, rescheduling, reconditing, peningkatan kualitas SDM dan kerjasama dengan perusahaan asuransi. Dari beberapa contoh penelitian yang berhubungan dengan manajemen risiko, maka penelitian yang merumuskan strategi risiko pada output penelitiannya adalah Lestari (2009), sementara penelitian Nandifa (2008) dan Gumayantika (2009), lebih banyak menggunakan analisis deskriptif dalam menentukan risiko yang terjadi. 2.1.2. Penelitian tentang Risiko Produksi dan Pasar Fariyanti (2008), meneliti perilaku ekonomi rumah tangga petani sayuran dalam menghadapi risiko produksi dan harga produk di Kecamatan Pengalengan, Kabupaten Bandung. Analisis risiko produksi dilakukan dengan menggunakan model Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (GARCH), sedangkan analisis perilaku ekonomi rumah tangga petani sayuran digunakan persamaan simultan. Adapun komoditas yang diteliti adalah kentang dan kubis. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa resiko produksi kentang maupun kubis
dipengaruhi secara nyata oleh risiko produksi pada musim sebelumnya. Risiko produksi pada kentang lebih tinggi dibanding dengan kubis, tetapi sebaliknya 17
risiko harga pada kentang lebih rendah dari kubis. Diversifikasi usaha kentang dan kubis mempunyai risiko produksi (portofolio) lebih rendah dibanding spesialisasi kentang dan kubis. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perilaku ekonomi rumah tangga petani sayuran dalam pengambilan keputusan produksi akibat risiko produksi dan harga produk adalah dengan menggunakan penggunaan lahan, benih, pupuk, obatobatan dan tenaga kerja. Strategi yang dilakukan untuk mengatasi risiko produksi yaitu dengan menggunakan benih yang tahan terhadap kekeringan dan hama penyakit, pengembangan teknologi irigasi dan diversifikasi kegiatan usahatani maupun luar usahatani. Adapun strategi untuk mengatasi harga produk diperlukan penyediaan sarana dan prasarana penyimpanan secara berkelompok pada tingkat petani, pengembangan kegiatan sistem contract farming kelembagaan pemasaran. Penelitian Siregar (2009), menggunakan alat analisis model ARCHGARCH pada analisis risiko day old chick (DOC) broiler dan layer di PT Sierad Produce, Parung Kabupaten Bogor. Hasil analisis ARCH-GARCH yaitu bahwa pola pergerakan harga DOC dipengaruhi oleh kondisi penawaran dan permintaan DOC. Hasil analisis GARCH (1,1) diperoleh bahwa harga DOC dipengaruhi oleh volatilitas dan varian harga DOC sebelumnya dengan tanda yang positif yang berarti jika terjadi peningkatan risiko harga DOC pada periode sebelumnya maka akan meningkatkan risiko harga DOC periode berikutnya dengan tingkat koefisien determinasi (R2) sebesar 9,99 persen. Harga jual DOC layer dengan ARCH (1) diperoleh hasil bahwa harga DOC layer dipengaruhi oleh volatilitas priode sebelumnya dengan tingkat koefisien determinasi (R2) sebesar 18,81 persen. Hal ini menunjukkan setiap rupiah yang diperoleh perusahaan ternyata risiko harga jual DOC broiler lebih tinggi dibanding risiko harga jual DOC layer. Strategi yang dapat disarankan adalah melakukan perencanaan produksi dan penjualan berdasarkan aktivitas perusahaan sebelumnya dan melakukan kemitraan dengan peternak lain. Aziz (2009) melakukan penelitian pada usaha peternakan X. Analisis risiko yang digunakan adalah dengan menghitung expected return, variance, standar deviation dan coefficient variation. Selain itu juga menggunakan analisis deskriptif yang digunakan untuk menganalisis manajemen risiko. Nilai expected 18
return yang diperoleh adalah sebesar Rp 5.768.199,-, nilai ini menggambarkan bahwa pendapatan bersih yang diharapkan dapat diperoleh usaha peternakan X setiap periode di masa yang akan datang adalah sebesar Rp5.768.199,- (ceteris paribus). Nilai standar deviasi yang diperoleh di usaha peternakan X adalah sebesar Rp 10.095.088,-, nilai ini menunjukkan bahwa risiko yang harus dihadapi usaha peternakan X setiap periode di masa yang akan datang adalah sebesar Rp 10.095.088,- (ceteris parubus). Nilai coefficient variation yang diperoleh oleh usaha peternakan X adalah sebesar 1,75. Nilai coefficient variation sebesar 1,75 menunjukkan bahwa risiko yang ditanggung oleh peternak sebesar 175 persen dari nilai return yang diperoleh. Nilai coefficient variation yang lebih besar dari 0,5 menunjukkan bahwa usaha peternakan X akan menghadapi peluang merugi pada setiap periode di masa yang akan datang (ceteris paribus). Nilai batas bawah pendapatan yang diperoleh usaha peternakan X adalah sebesar Rp 14.421.977,-, nilai ini menunjukkan bahwa kemungkinan risiko paling rendah atau kerugian paling rendah yang akan dihadapi usaha peternakan X setiap periode di masa yang akan datang adalah sebesar Rp 14.421.977,- (ceteris paribus). Berdasarkan analisis risiko , risiko yang dihadapi oleh usaha peternakan X yaitu risiko harga, risiko produksi, dan risiko sosial yang sangat berpengaruh terhadap pendapatan usaha peternakan X. Risiko-risiko tersebut menyebabkan pendapatan usaha peternakan X berfluktuasi tajam. Bahkan pada periode ke-6 dan ke-12 usaha peternakan X mengalami kerugian masing-masing sebesar Rp 3.326.570,- dan Rp21.213.029,-. Persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu terletak pada konsep dan produk yang diteliti. Persamaan dalam hal manajemen risiko yaitu pada penelitian Lestari (2009), Robi’ah (2006), Gumayantika (2009), dan Nandifa (2008). Namun, pada penelitian Lestari (2009), selain dalam hal manajemen, terdapat persamaan metode yang digunakan yakni sama-sama menggunakan metode Model z-score dan Value at Risk (VaR) namun objek atau komoditas yang diteliti berbeda. Persamaan dalam hal risiko produksi dan harga terdapat pada penelitian Fariyanti, Tarigan dan Siregar. Namun, pada penelitian Fariyanti (2008), dan Siregar (2009) menggunakan model GARCH dan ARCH-GARCH dalam 19
menganalisis tingkat risiko, dan perbedaan lain yaitu komoditas yang diteliti berbeda dengan komoditas pada penelitian ini. Pada penelitian tentang pembenihan ikan bawal seperti yang diteliti oleh Surahmat (2009), dan Brajamusti (2008) persamaan terdapat dalam hal komoditas yang diteliti, selain itu lokasi penelitian juga sama-sama di Ben’s Fish Farm. Perbedaan terdapat pada konsep yang digunakan dalam menganalisis benih larva ikan bawal air tawar.
20
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.
Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini terdiri dari definisi risiko,
sumber dan kategori risiko, sikap individu terhadap risiko, pengukuran risiko, manajemen risiko dan penanganan risiko. 3.1.1. Definisi Risiko Risiko adalah ketidakpastian yang dapat menimbulkan terjadinya peluang kerugian terhadap pengambilan suatu keputusan, karena risiko adalah konsekuensi dari apa yang kita lakukan (Harwood, et al 1999). Basyib (2007), mendefinisikan risiko sebagai peluang terjadinya hasil yang tidak diinginkan sehingga risiko hanya terkait dengan situasi yang memungkinkan hasil negatif serta berkaitan dengan kemampuan memperkirakan terjadinya hasil negatif tadi. Kountur (2008), mendefinisikan bahwa risiko berhubungan dengan ketidakpastian, ketidakpastiaan ini terjadi akibat kurangnya informasi yang menyangkut apa yang akan terjadi, dan ada tiga unsur penting dari suatu yang dianggap risiko yaitu: (1) merupakan suatu kejadian; (2) kejadian tersebut masih merupakan kemungkinan, jadi bisa saja terjadi atau tidak terjadi; (3) jika sampai terjadi akan menimbulkan kerugian. Darmawi (1990), juga menghubungkan risiko dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tidak diinginkan, dengan kata lain “kemungkinan” yang menunjukkan adanya ketidakpastian. Kountur (2008), menjelaskan ketidakpastian yang dihadapi perusahaan dapat berdampak merugikan atau menguntungkan. Apabila ketidakpastian yang dihadapi berdampak menguntungkan maka disebut dengan istilah kesempatan (opportunity), sedangkan ketidakpastian yang berdampak merugikan disebut sebagai risiko, maka dari itu risiko didefinisikan sebagai suatu keadaan yang tidak pasti yang dihadapi seseorang atau perusahaan yang dapat memberikan dampak yang merugikan. Kountur (2008), juga mendefinisikan risiko operasional sebagai suatu risiko kerugian yang disebabkan karena tidak berjalannya atau gagalnya proses internal, manusia dan sistem serta oleh peristiwa internal. Risiko operasional dapat disebabkan oleh kerugian langsung atau tidak langsung karena ketidakcukupan atau kegagalan proses internal dan umumnya merujuk pada 21
peristiwa yang diakibatkan oleh teknologi, kesalahan manusia, risiko hukum dan terjadinya penipuan. Harwood, et al (1999), mendifinisikan bahwa risiko produksi adalah proses produksi yang menimbulkan kejadian yang tidak ditangani, sehingga menyebabkan kerugian bagi petani atau perusahaan. Produksi harus senantiasa disesuaikan dengan output yang akan dicapai dengan pemakaian input-input yang tepat melalui teknologi tepat guna sehingga mengurangi dampak merugikan. 3.1.2. Sumber dan Kategori Risiko Harwood, et al (1999), menjelaskan beberapa risiko yang sering terjadi pada pertanian dan dapat menurunkan tingkat pendapatan petani yaitu: 1) Risiko hasil produksi Hasil produksi yang selalu berubah-ubah dalam pertanian disebabkan karena kejadian yang tidak terkontrol, biasanya disebabkan oleh kondisi alam yang ekstrim seperti curah hujan, iklim, cuaca, dan serangan hama dan penyakit. Produksi juga harus memperhatikan teknologi tepat guna untuk memaksimumkan keuntungan dari hasil produksi optimal. 2) Risiko harga atau pasar Risiko harga dapat dipengaruhi oleh perubahan harga produksi atau input yang digunakan. Risiko harga muncul ketika proses produksi sudah berjalan, hal ini lebih disebabkan kepada proses produksi dalam jangka waktu lama pada pertanian sehingga kebutuhan input setiap periode memiliki harga yang berbeda. 3) Risiko institusi Institusi mempengaruhi hasil pertanian melalui kebijakan dan peraturan, kebijakan pemerintah dalam menjaga kestabilan proses produksi, distribusi, dan harga input-input yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan produksi petani. Fluktuasi harga input maupun output pertanian dapat mempengaruhi biaya produksi 4) Risiko manusia atau orang Risiko ini disebabkan oleh tingkah laku manusia dalam melakukan proses produksi. Sumberdaya manusia perlu diperhatikan untuk menghasilkan output optimal. Moral manusia dapat menimbulkan kerugian seperti 22
adanya kelalaian sehingga menimbulkan kebakaran, pencurian, dan rusaknya fasilitas produksi. 5) Risiko keuangan Risiko keuangan merupakan dampak yang ditimbulkan oleh para petani dalam mengelolah keuangannya. Modal yang dimiliki dapat digunakan secara optimal untuk menghasilkan output. Peminjaman modal yang banyak memberikan manfaat seimbang berupa laba antara pengelola dan pemilik modal. Menurut Sofyan (2004), faktor-faktor penyebab munculnya risiko pada umumnya berasal dari dua sumber, yakni sumber internal dan sumber eksternal. Sumber internal terjadi karena masalah internal umumnya lebih mudah dikendalikan dan bersifat pasti. Sumber eksternal umumnya jauh di luar kendali pembuat keputusan, antara lain muncul dari pasar, ekonomi, politik suatu negara, perkembangan teknologi, perubahan sosial budaya suatu daerah atau negara, dan kondisi suplai atau pemasok. Menurut Kountur (2008), risiko bisa dikategorikan berdasarkan sudut pandang yaitu risiko dari sudut pandang penyebab, risiko dari sudut pandang akibat, risiko dari sudut pandang aktivitas dan risiko dari sudut pandang kejadian. a.
Risiko dari sudut pandang penyebab terdiri dari risiko keuangan dan risiko operasional (produksi). Risiko keuangan adalah risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor keuangan seperti harga, tingkat bunga dan nilai tukar mata uang asing. Risiko operasional adalah risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor non-keuangan seperti manusia, alam dan teknologi.
b.
Risiko dari sudut pandang akibat terdiri dari risiko murni dan risiko spekulatif. Risiko murni adalah suatu kejadian berakibat hanya merugikan dan tidak memungkinkan adanya keuntungan.
c.
Risiko dari sudut pandang aktivitas yaitu risiko yang timbul karena adanya berbagai macam aktivitas.
d.
Risiko dari sudut pandang kejadian yaitu risiko yang timbul dari beberapa kejadian, seperti kebakaran, kebanjiran dan pencurian.
23
Menurut Fahmi (2010), risiko dikategorikan menjadi dua yaitu risiko murni (pure risk) dan risiko spekulatif (speculative risk). Risiko murni dikelompokkan menjadi tiga tipe risiko yaitu: a.
Risiko aset fisik, merupakan risiko yang berakibat timbulnya kerugian pada aset fisik suatu perusahaan.
b.
Risiko karyawan, merupakan risiko apa yang dialami oleh karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut.
c.
Risiko legal, merupakan risiko dalam bidang kontrak yang mengecewakan atau kontrak yang tidak berjalan sesuai dengan rencana.
Adapun resiko spekulatif dapat dikelompokkan menjadi empat tipe risiko yaitu: a. Risiko pasar, merupakan risiko yang terjadi dari pergerakan harga di pasar b. Risiko kredit, merupakan risiko yang terjadi karena counter party gagal memenuhi kewajibannya. c. Risiko likuiditas, merupakan risiko karena ketidakmampuan memenuhi kebutuhan kas. d. Risiko operasional, merupakan risiko yang disebabkan pada kegiatan operasional yang tidak berjalan dengan lancar. 3.1.3. Sikap Individu terhadap Risiko Dalam menganalisis risiko didasarkan pada teori pengambilan keputusan dengan berdasar pada konsep expected utility. Expected utility sangat erat kaitannya dengan probability. Probability
dapat dipandang sebagai frekuensi
relatif dan digunakan dalam pengambilan keputusan. Utility sangat sulit diukur sehingga umumnya didekati dengan pengukuran return. Setiap keputusan investasi menyajikan risiko dan return tertentu, oleh karena itu semua keputusan harus ditinjau dari return yang diharapkan (expected return) dan risiko yang dihadapi. Semakin tinggi risiko dari suatu kegiatan usaha (investasi) maka makin tinggi tingkat pengembalian, namun demikian pelaku bisnis mengalami risiko kemungkinan akan kehilangan uang atas investasi bersangkutan, maka dilakukan analisis dengan menggunakan penilaian terhadap risiko. Menurut Debrin (1986), sikap
terhadap
pembuat
keputusan
dalam
menghadapi
risiko
dapat
diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu sebagai berikut: 24
1. Risk Aversion Risk Aversion merupakan pembuatan keputusan yang takut terhadap risiko. Sikap ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menaikkan keuntungan yang diharapkan yang merupakan tingkat kepuasan. 2. Risk Taker Risk Taker merupakan pembuat keputusan yang berani terhadap risiko. Sikap ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan maka pembuat keputusan akan mengimbangi dan menurunkan keuntungan yang diharapkan. 3. Risk Neutral Risk Neutral merupakan pembuat keputusan yang netral terhadap risiko, sikap ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menurunkan atau menaikkan keuntungan yang diharapkan. Hubungan antara varian return merupakan ukuran dari tingkat risiko yang dihadapi, return yang diharapkan (expected return) merupakan ukuran dari tingkat kepuasan pembuat keputusan yang ditunjukkan pada Gambar 1. utility
utility
Income Risk-Averse
utility
Income Risk-Neutral
Income Risk-Taker
Gambar 1. Hubungan Tingkat Kepuasan dengan Pendapatan Sumber: Debrin (1986)
25
Debrin (1986), menjelaskan mengenai hubungan tingkat kepuasan petani dengan keputusan strategi yang diambil pada tingkat risiko tertentu. Gambar 2 menunjukkan setiap petani yang ingin mendapatkan income (pendapatan) yang lebih tinggi maka akan menghadapi risiko yang besar, dimana tingkat risiko selalu berbanding lurus dengan tingkatan harapan pendapatan. Risiko dalam kegiatan bisnis juga dikaitkan dengan besarnya return yang akan diterima oleh pengambil risiko. Semakin besar risiko yang dihadapi, umumnya dapat diperhitungkan bahwa return yang diterima juga lebih besar. Pola pengambilan risiko menunjukkan sikap yang berbeda terhadap pengambilan risiko. 3.1.4. Pengukuran Risiko Pengukuran probabilitas risiko bertujuan untuk mengetahui risiko yang timbul atas pengambilan keputusan perusahaan, dengan hal ini pengelompokan setiap risiko yang ada akan dapat dipetakan sehingga terjadi penanganan yang efektif terhadap semua sumber risiko. Menurut Fahmi (2010), pengukuran risiko dibutuhkan sebagai dasar (tolak ukur) untuk memahami signifikansi dari akibat (kerugian) yang akan ditimbulkan oleh terealisasinya suatu risiko, baik risiko tunggal maupun portofolio, terhadap kesehatan dan kelangsungan usaha. Signifikansi suatu risiko maupun portofolio risiko dapat diketahui atau disimpulkan dengan melakukan pengukuran terhadap dimensi risiko yaitu: (1) kuantitas risiko yaitu jumlah kerugian yang mungkin muncul dari terjadinya risiko; (2) kualitas risiko yaitu probabilitas dari terjadinya risiko. Menurut Kountur (2008), pengukuran kemungkinan terjadinya risiko bertujuan untuk mengetahui risiko apa saja yang besar dan risiko apa saja yang kecil sehingga dalam penanganannya dapat diketahui risiko-risiko yang perlu diprioritaskan. Mengetahui besarnya kemungkinan terjadinya risiko juga dapat digunakan sebagai petunjuk strategi penanganan risiko yang sesuai. Risiko-risiko yang kemungkinan terjadinya sangat besar menggunakan strategi penanganan yang berbeda, karena setiap kali terjadi risiko akan memberikan dampak kerugian. Pada umumnya dampak kerugian dihitung dalam satuan mata uang tertentu, sehingga setiap terjadi risiko, perusahaan mengetahui berapa besar nominal kerugiannya. 26
3.1.5. Manajemen Risiko Manajemen risiko menurut Darmawi (1990), merupakan
suatu usaha
untuk mengetahui, menganalisis serta mengendalikan risiko dalam setiap kegiatan dengan tujuan memperoleh efektifitas dan efesiensi yang lebih tinggi. Menurut Fahmi (2010), manajemen risiko dapat didefinisikan sebagai suatu bidang ilmu yang membahas tentang bagaimana suatu organisasi atau perusahaan menerapkan ukuran
dalam
mematahkan
berbagai
permasalahan
yang
ada
dengan
menempatkan berbagai pendekatan manajemen secara komprehensif dan sistematis. Tahapan-tahapan dalam melaksanakan manajemen risiko menurut Fahmi (2010) yaitu: a. Identifikasi
risiko,
yaitu
perusahaan
melakukan
tindakan
berupa
mengidentifikasi setiap bentuk risiko yang dialami perusahaan termasuk bentuk-bentuk risiko yang mungkin dialami perusahaan ke depannya. b. Mengidentifikasi bentuk-bentuk risiko, yaitu pihak manajemen perusahaan telah mampu menemukan bentuk dan format risiko yang dimaksud. c. Menempatkan ukuran-ukuran risiko, yaitu pada tahap ini manajemen perusahaan sudah menempatkan ukuran atau skala yang dipakai, termasuk rancangan model metodologi yang digunakan. d. Menempatkan
alternatif-alternatif,
yaitu
manajemen
perusahaan
telah
melakukan pengolahan data, hasil pengolahan kemudian dijabarkan dalam bentuk kualitatif dan kuantitatif beserta akibat atau pengaruh yang ditimbulkan jika keputusan tersebut diambil e. Menganalisis setiap alternatif, yaitu setiap alternatif yang ada selanjutnya dianalisis dan dikemukakan berbagai sudut pandang serta efek-efek yang ditimbulkan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. f. Memutuskan suatu alternatif, yaitu setelah berbagai alternatif dipaparkan dan dijelaskan secara detail maka manajer perusahaan memilih salah satu allternatif yang terbaik. g. Melaksanakan alternatif yang dipilih. h. Mengontrol alternatif yang dipilih, yaitu manajer perusahaan melakukan kontrol yang maksimal guna menghindari timbulnya berbagai risiko yang tidak diinginkan. 27
i. Mengevaluasi jalannya alternatif yang dipilih, yaitu mengevaluasi setiap hasil yang dicapai. Kountur (2008), menjelaskan manajemen risiko adalah cara-cara yang digunakan manajemen untuk menangani berbagai permasalahan yang disebabkan adanya risiko, juga suatu cara untuk menangani masalah-masalah yang mungkin timbul karena adanya ketidakpastian dengan cara mengukur dan memetakan, mengembangkan alternatif risiko dalam memonitoring serta mengendalikan implementasi penanganan risiko. Sistematika pengelolaan risiko menurut Kountur dapat dilihat pada Gambar 2. Output
Proses Identifikasi Risiko
Evaluasi
Pengukuran Risiko
Daftar Risiko 1. Peta Risiko 2. Status Risiko
Penanganan Risiko
Usulan (penanganan risiko)
Gambar 2. Proses Pengelolaan Risiko Perusahaan Sumber : Kountur (2008) Pentingnya manajemen risiko diantaranya adalah untuk menerapkan tata kelola usaha yang baik, menghadapi lingkungan usaha yang cepat berubah, mengukur risiko usaha, pengelolaan risiko yang sistematis serta untuk memaksimumkan laba. Konsep manajemen risiko yang penting untuk penilaian suatu risiko diataranya adalah tingkat maksimum kerusakan yang akan dialami perusahaan jika terjadi suatu peristiwa yang menimbulkan risiko atau disebut dengan eksposur, besarnya kemungkinan suatu peristiwa yang berisiko. Hal yang sama dipaparkan oleh Fahmi (2010) yaitu berdasarkan konsep manajemen risiko, pandangan yang ditawarkan oleh manajemen risiko dalam mengelola risiko yaitu risiko dapat didekati dengan menggunakan suatu kerangka berpikir yang sangat rasional. Hal ini dimungkinkan dengan berkembanganya teori probabilitas dan
28
statistik yang memungkinkan kita memiliki alat untuk memilah, mengkuantifikasi dan mengukur risiko. Harwood, et al (1999), mengatakan bahwa manajemen risiko dapat memaksimalkan pendapatan petani, dalam hal ini dilakukan pemahaman risiko yang mencakup akan adanya kesadaran tentang risiko, melakukan pengukuran risiko dan dapat mengendalikannya. Manajemen risiko meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, serta koordinasi dalam pengelolaan setiap risiko yang ada. Manajemen risiko juga dapat dilakukan dengan adanya kesadaran akan risiko, yakni dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengukur, dan memikirkan
mengenai
kosekuensi
risiko-risiko
yang
ada
serta
mengkomunikasikan ke seluruh bagian risiko yang ada sehingga dapat dicari penanganannya. Menurut Darmawi (1990), ada empat manfaat yang diperoleh perusahaan dengan menerapkan manajemen risiko yaitu : a.
Mencegah perusahaan dari kegagalan.
b.
Mengurangi pengeluaran perusahaan.
c.
Menunjang peningkatan perolehan laba.
d.
Memberi ketenangan pikiran bagi manager yang disebabkan adanya perlindungan terhadap risiko.
Sedangkan menurut Fahmi (2010), manfaat yang diperoleh perusahaan jika menerapkan manajemen risiko yaitu : a. Perusahaan memiliki ukuran yang kuat sebagai pijakan dalam mengambil setiap keputusan, sehingga para manajer menjadi lebih berhati-hati dan selalu menempatkan ukuran-ukuran dalam berbagai keputusan. b. Mampu memberikan arah bagi suatu perusahaan dalam melihat pengaruhpengaruh yang mungkin timbul, baik secara jangka pendek maupun jangka panjang. c. Mendorong para manajer dalam mengambil keputusan untuk selalu menghindari risiko dan menghindari dari pengaruh terjadinya kerugian khususnya dari segi finannsial. d. Memungkinkan perusahaan memperoleh risiko kerugian yang minimum.
29
e. Adanya konsep manajemen risiko (risk managemen consept) yang dirancang secara detail maka perusahaan telah membangun arah dan mekanisme secara sustainable. Risiko terjadi karena adanya pengaruh dari dalam dan dari luar perusahaan. Pengaruh yang terjadi dari dalam perusahaan diantaranya adalah karena strategi yang dipilih perusahaan dalam menjalankan perusahaannya. Pada saat perusahaan menentukan strategi maka sejauh mana strategi tersebut dapat meminimalkan risiko, hal semacam ini mengandung ketidakpastian sehingga dapat menimbulkan risiko bagi pemegang kepentingan perusahaan. Risiko dari luar perusahaan dapat berupa kondisi dunia internasional yang berimbas pada kondisi ekonomi di dalam negeri, peraturan pemerintah terhadap dunia usaha yang cenderung merugikan serta daya beli konsumen terhadap produk perusahaan. 3.1.6. Penanganan Risiko. Menurut Kountur (2008), ada empat cara menangani risiko yaitu dengan cara menghindari dengan tidak mengambil risiko, mencegah timbulnya risiko untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya risiko, mengurangi kerugian akibat risiko untuk meminimalkan akibatnya, mengalihkan risiko ke pihak lain, dan mendanai risiko sekiranya terjadi. Suatu risiko yang kemungkinan terjadinya besar dan konsekuensinya juga besar maka cara yang baik untuk menangani risiko tersebut adalah menghindar. Jika tidak dapat menghindar dan harus menghadpi risiko maka cara yang dilakukan adalah mencegah, yaitu membuat kemungkinan terjadinya risiko sekecil ungkin. Selain mencegah kerugian, akibat dari kerugian itu perlu dikurangi, hal ini dilakukan jika konsekuensi dari risiko tersebut besar. Menurut Darmawi (1990), pengendalian risiko dapat dijalankan dengan beberapa metode yaitu menghindari risiko, mengendalikan kerugian, pemisahan, kombinasi atau pooling, dan pemindahan risiko. Menurut Fahmi (2010), pada dasarnya risiko dapat dikelola dengan empat cara yaitu memperkecil risiko, mengalihkan risiko, mengontrol risiko dan pendanaan risiko. Debrin (1986), mengatakan bahwa strategi yang dapat dilakukan petani dalam menangani risiko dan ketidakpastian yaitu dengan cara asuransi, melakukan kontrak, fasilitas dan peralatan yang fleksibel, serta divesifikasi usaha. Harwood et al (1999), juga menjelaskan cara penanganan risiko yang dapat diterapkan untuk meminimalisir 30
kerugian usahatani adalah: (1) diversifikasi usaha (enterprise diversification); (2) integrasi vertikal (vertical integration); (3) kontrak produksi (production contract); (4) kontrak pemasaran (marketing contract); (5) perlindungan nilai (hedging); (6) asuransi (insurance); (8) manajemen keuangan; (9) likuiditas; dan (10) leasing. 3.1.
Kerangka Pemikiran Operasional Ikan bawal air tawar merupakan salah satu jenis komoditi perikanan yang
tergolong baru karena sebelumnya hanya dikenal sebagai ikan bawal air laut yang hidupnya di laut, namun tingginya permintaan terhadap ikan bawal dan berkembangnya teknologi di bidang perikanan membuat ikan bawal tidak lagi hidup di air laut, namun sudah bisa dibudidayakan secara massal di kolam air tawar. Tingginya permintaan dan produksi bawal air tawar di Kabupaten Bogor menyebabkan
tingginya
permintaan
terhadap
benihnya,
namun
untuk
menghasilkan benih siap tebar dibutuhkan input larva yang berkualitas. Ben’s Fish Farm adalah salah satu perusahan yang memproduksi benih larva ikan bawal air tawar di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Saat ini produksi larva Ben’s Fish Farm terus mengalami peningkatan, namun produksi larva selalu berfluktuatif karena dipengaruhi oleh faktor cuaca. Faktor cuaca ini mengakibatkan tingginya risiko yang dihadapi oleh Ben’s Fish Farm dalam memproduksi larva bawal air tawar, pada saat musim hujan produksi larva normal namun sebaliknya pada musim kemarau produksi larva menurun secara drastis hingga 50 persen. Berdasarkan penelitian
Surahmat (2009), risiko kegagalan pada
pembenihan larva ikan bawal air tawar di Ben’s Fish Farm cukup tinggi, yaitu tingkat SR (survival rate) hampir mencapai 50 persen pada musim kemarau. Tingginya tingkat kegagalan produksi larva tersebut membuat usaha pembenihan larva di Ben’s Fish Farm mempunyai risiko yang cukup besar, risiko kegagalan produksi larva tersebut antara lain dari segi risiko produksi dan risiko pasar. Risiko produksi meliputi larva ikan bawal termasuk makhluk hidup yang peka terhadap lingkungan, jenis pakan yang diberikan, tenaga kerja yang menangani pembenihan, serangan hama dan penyakit serta kualitas indukan. Sedangkan dari segi risiko pasar yakni fluktuasi harga input seperti pakan serta fluktuasi harga 31
output. Hal tersebut membuat perusahaan Ben’s Fish Farm sebagai perusahaan pembenihan larva ikan bawal air tawar terbesar di Kabupaten Bogor kurang efisien dalam produksinya, sehingga perusahaan perlu menerapkan strategi penanganan risiko yang tepat agar setiap sumber risiko yang ada dapat dicegah dan diatasi dengan baik, dengan demikian perusahaan dapat meminimalisir kerugian. Untuk mengetahui tingkat risiko dapat dianalisis dengan menggunakan metode analisis risiko. Penilaian risiko dapat diukur dengan menggunakan varian, standar deviasi dan koefisien variasi serta peluang. Analisis yang perlu dilakukan selanjutnya adalah analisis probabilitas dan dampak dari risiko dari produksi larva dan derajat kelangsungan hidup benih ikan bawal serta risiko penerimaan yang dialami perusahaan. Pengukuran probabilitas atau kemungkinan terjadinya kerugian dapat dilakukan dengan analisis nilai standar atau dikenal dengan analisis z-score. Pengukuran dampak risiko dilakukan dengan analisis Value at Risk (VaR). Hasil analisis ini akan menunjukkan status risiko dalam perusahaan, untuk mengetahui posisi risiko dalam perusahaan dilakukan pemetaan risiko. Setelah mengetahui posisi risiko maka selanjutnya dapat dibuat alternatif strategi yang mungkin diambil perusahaan dalam meminimalisir semua kemungkinan risiko yang akan terjadi. Setelah risiko yang dihadapi perusahaan Ben’s Fish Farm diketahui, maka output yang dihasilkan adalah strategi penanganan risiko yang sebaiknya diterapkan oleh perusahaan Fish Farm. Kerangka pemikiran secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 3.
32
Potensi Perikanan Budidaya 1.1. Permintaan Permintaansektor sektorperikanan perikanan tinggi tinggi 2.2. Potensi Potensi bawal ikan bawal air tawar air tawar di Kabupaten di Kabupaten BogorBogor ikan bawal air tawar 3.3. Kebutuhan benih bawal air tawar yang yang meningkat meningkat Ben’s Fish Farm 1. Produsen benih larva bawal air tawar terbesar di Kabupaten Bogor 2. Tingginya risiko produksi dan risiko pasar dalam usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar.
Identifikasi Sumber-Sumber Risiko Produksi dan Risiko Pasar
Risiko Produksi 1. Penyakit 2. Cuaca 3. Human eror
Risiko Produksi 1. Fluktuasi harga input pakan dan obat-obatan 2. Fluktuasi harga jual benih larva
Analisis Risiko dan Analisis Dampak 1. Standar deviasi, koefisien varian dan peluang 2. Z-score 3. Value at Risk
Strategi penanganan risiko
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian
33
IV METODE PENELITIAN 4.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Ben’s Fish Farm di Kampung Cimanggu Tiga,
Desa Ciaruteun Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi perusahaan pembenihan larva ikan bawal air tawar dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Cibungbulang merupakan pusat penghasil benih ikan bawal terbesar di Kabupaten Bogor, yang mana lebih dari 90 persen benih ikan bawal di Kabupaten Bogor diproduksi di Kecamatan Cibungbulang (Lampiran 1). Ben’s Fish Farm merupakan perusahaan penghasil larva ikan bawal air tawar terbesar di Kabupaten Bogor yang berlokasi di Kecamatan Cibungbulang, dimana produksinya rata-rata 28 juta ekor per bulan. Pengambilan data dilakukan pada bulan Juni hingga bulan Juli 2010, hal ini bertujuan pada waktu tersebut diperkirakan Bogor berada pada alih musim kemarau ke musim hujan, yang mana musim kemarau merupakan musim yang memiliki risiko paling tinggi bagi induk ikan bawal untuk memproduksi larva, sedangkan musim hujan merupakan musim yang cocok bagi induk ikan bawal memproduksi larva. 4.2.
Data dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan pemilik Ben’s Fish Farm, karyawan bagian produksi dan karyawan bagian pemasaran serta pengamatan langsung pada kegiatan pembenihan larva ikan bawal air tawar. Data sekunder diperoleh dari data produksi dan penjualan perusahaan, literatur pada instansi-instansi terkait seperti data yang terkait dengan pendapatan dan konsumsi perikanan dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, data tentang produksi dan permintaan perikanan dari Dinas Perikanan Kabupaten Bogor dan perpustakaan daerah Kabupaten Bogor, literatur penelitian terdahulu yang terkait dengan risiko dan pembenihan ikan bawal air tawar dari Perpustakaan LSI Institut Pertanian Bogor, sedangkan data pelengkap lainnya dari penelusuran melalui internet, buku dan literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian.
34
4.3.
Metode Pengumpulan Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
berupa data produksi dan penjualan yang berkaitan dengan pembenihan ikan bawal, data sekunder yang diambil adalah data produksi dan penjualan selama empat bulan terakhir. Data primer diperoleh dari observasi langsung pada perusahaan selama tiga kali siklus produksi pembenihan (dari pemilihan induk sampai menghasilkan benih larva berumur 7-10 hari), wawancara dan diskusi langsung dengan pemilik perusahaan, manajer pemasaran dan manajer produksi untuk menganalisis risiko dan menganalisis manajemen risiko perusahaan. Teknik wawancara dan diskusi dilakukan untuk mengidentifikasi sumber-sumber risiko yang ada dalam pembenihan ikan bawal air tawar pada perusahaan Ben’s Fish Farm. Untuk menganalisis risiko selain dari observasi dan analisa data sekunder juga dilakukan studi literatur (perpustakaan IPB, LIPI dan buku-buku terkait) untuk memperlengkap data yang kemudian dilakukan analisis besaran risikonya dengan menghitung probabilitas, varian dan koefisien varian untuk mengukur seberapa besar risikonya. 4.4.
Metode Pengolahan Data Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.
Adapun analisis kualitatif dilakukan dengan pendekatan deskriptif untuk mengetahui gambaran umum pembenihan ikan bawal dan manajemen risiko yang diterapkan. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan simpangan baku (Standard Deviation), koefisien varian (Coefficient Variation), dan metode Zscore. Untuk mengukur besarnya dampak risiko menggunakan analisis VaR (Value at Risk). Penilaian risiko didasarkan pada pengukuran penyimpangan terhadap return dari suatu aset. Return yang diperoleh dapat berupa pendapatan, produksi atau harga. Semua data yang telah diperoleh diolah dan dianalisis dengan Microsoft Office Excel untuk mengetahui besarnya risiko yang dihadapi dan manajemen risiko yang diterapkan Ben’s Fish Farm. 35
4.4.1. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran maupun suatu peristiwa pada masa sekarang. Tujuannya adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat serta hubungan antar fenomena. Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis manajemen risiko yang diterapkan perusahaan, baik risiko produksi maupun risiko pasar. Analisis deskriptif juga dilakukan untuk mengetahui sumber-sumber yang menjadi penyebab terjadinya risiko yang muncul pada aspek teknis maupun aspek ekonomis perusahaan. Analisis dilakukan berdasarkan penelitian di perusahaan secara sukjektif yang mana apakah manajemen risiko yang diterapkan perusahaan sudah efektif untuk meminimalkan risiko. Metode analisis deskriptif dilakukan dengan cara observasi, wawancara langsung dengan manajer produksi dan pemasaran. 4.4.2. Identifikasi Sumber-Sumber Risiko Menurut Kountur (2008), terdapat beberapa langkah yang harus dimiliki jika ingin mengidentifikasi sumber-sumber risiko yaitu: 1. Menentukan unit risiko Proses identifikasi manajemen risiko dimulai dengan menentukan unit di dalam suatu organisasi dimana risiko akan diidentifikasi. Proses produksi merupakan hal yang menjadi tujuan utama dalam identifikasi risiko produksi. Dalam hal ini unit bisnis yang dipilih di Ben’s Fish Farm adalah pembenihan larva ikan bawal air tawar. 2. Memahami proses bisnis atau kegiatan dari unit tersebut Setiap unit dalam organisasi bekerja untuk memberikan pelayanan kepada unit yang lain, kepada pelanggan, menghasilkan produk yang digunakan unit lain atau yang akan dijual kepada pelanggan. Setiap unit melakukan beberapa kegiatan untuk menghasilkan produk atau jasa. Proses bisnis ini 36
adalah gambaran alur dari kegiatan yang terjadi dalam suatu unit bisnis dalam menghasilkan produk atau jasa. 3. Menentukan aktivitas yang krusial Setelah memahami proses bisnis, langkah selanjutnya adalah mencari tahu manakah dari aktivitas tersebut yang termasuk aktifitas krusial. Dikatakan aktivitas krusial apabila unit risiko tidak dapat menghasilkan produk atau jasa oleh karena aktivitas yang bersangkutan terganggu. Aktivitas yang paling krusial di Ben’s Fish Farm adalah proses pendederan. 4. Menentukan barang atau orang pada kegiatan yang krusial Identifikasi risiko perlu dilakukan terhadap barang-barang atau apa saja yang ada pada kegiatan krusial dan orang-orang yang terlibat di dalamnya. Dalam hal ini adalah jenis hormon perangsang yang digunakan serta karyawan yang menyuntikkan hormon tersebut. 5. Menentukan bentuk kerugian Bentuk kerugian yang terjadi pada barang ataupun orang dalam kegiatan operasional perlu diketahui. Kerugian yang dapat terjadi pada orang diantaranya: cedera, sakit, hilang, meninggal, dan sebagainya. Bentuk kerugian yang dapat terjadi pada barang antara lain: rusak, hilang, kadaluarsa, dan sebagainya. 6. Menentukan penyebab risiko Setelah
kejadian-kejadian
merugikan
teridentifikasi,
selanjutnya
menentukan penyebabnya. Risiko dapat dikategorikan menjadi risiko operasional (produksi) dan risiko keuangan (pasar). 7. Membuat daftar risiko Tahap akhir yang dilakukan dalam identifikasi risiko adalah membuat daftar risiko. Daftar risiko ini yang kemudian diajukan kepada pihak Ben’s Fish Farm untuk menilai probabilitas dan dampak risiko berdasarkan skala yang telah ditetapkan.
37
4.4.3. Pengukuran Risiko Setelah identifikasi sumber-sumber risiko dilakukan, maka selanjutnya adalah mengukur risiko. Risiko dapat diketahui dengan menentukan probabilitas terjadinya risiko dan mengetahui dampak risiko tersebut terhadap Ben’s Fish Farm. Pada penelitian ini nilai pembatas probabilitas adalah sebesar 20 persen dan nilai pembatas dampak yang ditimbulkan sebesar Rp 50 juta yang ditentukan oleh pemilik Ben’s Fish Farm melalui wawancara. Menurut pemilik Ben’s Fish Farm probabilitas di atas 20 persen dampak Rp 50 juta merupakan ambang batas yang bisa diterima perusahaan, jika melebihi angka tersebut akan mempengaruhi kondisi keuangan perusahaan. Menurut pemilik Ben’s Fish Farm pembenihan larva ikan bawal air tawar mempunyai siklus produksi yang pendek sehingga tidak dapat mentoleransi kerugian yang besar karena akan mempengaruhi kebutuhan modal untuk produksi pada siklus berikutnya. 4.4.4. Pengukuran Probabilitas Risiko Menurut Kountur (2008), beberapa ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur penyimpangan diataranya adalah simpangan baku (standard deviation), koefisien varian (coefficient variation), dan nilai standar (z-score). 1.
Simpangan baku (Standard Deviation) Simpangan baku dapat diukur dengan akar kuadrat dari nilai Variance.
Dari nilai standar deviasi dapat meunjukkan bahwa semakin kecil nilai standar deviasinya maka semakin rendah risiko yang dihadapi, sehingga standar deviasi digunakan untuk melihat seberapa besar risiko yang dihadapi oleh Ben’s Fish Farm. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut: i=
2
dimana : i = Standar Deviasi 2 = Varian 2.
Koefisien varian (coefficient variation) Koefisien varian diukur dari rasio standar deviasi dengan return yang 38
diharapkan atau ekspektasi return. Senakin kecil koefisien varian maka semakin kecil risiko yang dihadapi, begitu sebaliknya. Koefisien varian adalah angka yang menunjukkan perbandingan antara risiko yang harus ditanggung dengan pendapatan tunai yang akan diperoleh. Dengan kata lain, koefisien varian digunakan untuk membandingkan risiko yang dihadapi terhadap return atau pendapatan yang diterima. Secara matematis koefisien varian dapat dituliskan sebagai berikut: CV =
i
R
Dimana : CV = Coefficient Variation i = Standar Deviasi
R = Ekspected Return 3. Metode z-score Metode z-score adalah metode pengukuran risiko atau kejadian yang merugikan akibat hasil yang diperoleh menyimpang dari hasil standar. Z-score merupakan angka yang menunjukkan seberapa jauh nilai dari rata-ratanya atau standarnya pada distribusi normal. Hasil dari z-score (nilai z) dapat mengetahui besarnya kemungkinan suatu ukuran atau suatu nilai yang berada lebih besar atau lebih kecil dari rata-ratanya ataupun dari standarnya. -
]/s
Dimana: x : Nilai x yang telah ditentukan : Rata-rata x s : Standar deviasi Pada penelitian ini yang akan dihitung adalah kemungkinan terjadinya risiko pada kegiatan produksi dan pemasaran larva ikan bawal air tawar di Ben’s Fish Farm. Data yang digunakan untuk menghitung kemungkinan terjadinya risiko pada kegiatan produksi dan pemasaran adalah data produktivitas dan harga 39
larva selama kurun waktu empat bulan yaitu dari bulan April hingga Juli 2010. 4.4.5. Pengukuran Dampak Risiko Metode yang paling efektif digunakan untuk mengukur dampak risiko adalah VaR (Value at Risk). VaR pada saat ini dianggap sebagai metode standar yang digunakan untuk mengukur risiko pasar. VaR adalah kerugian terbesar yang mungkin terjadi dalam waktu/periode tertentu yang diprediksi dengan tingkat kepercayaan tertentu, secara matematis VaR dapat dituliskan sebagai berikut :
VaR=
+ z ( s/√n)
Dimana : VaR
= Besarnya kerugian yang ditimbulkan akibat terjadinya risiko. = Rata-rata kejadian merugikan
z
= Nilai z yang diambil dari tabel distribusi normal dengan alfa 5 persen
s
= Standar deviasi
n
= Banyaknya kejadian merugikan Pada penelitian VaR yang digunakan untuk mengukur besarnya kerugian
yang ditimbulkan jika risiko terjadi. Konsep analisis yang dilakukan dengan menggunakan observasi dan data-data historis objek penelitian. 4.4.6. Pemetaan Risiko Sebelum dapat menangani risiko, hal yang perlu dilakukan adalah membuat peta risiko. Peta risiko adalah gambaran tentang posisi risiko pada suatu peta dari dua sumbu yaitu sumbu vertikal menggambarkan probabilitas dan sumbu horizontal menggambarkan dampak. Teknik ini cukup sederhana karena tidak melibatkan kuantifikasi yang rumit. Nilai probabilitas risiko dibagi menjadi dua bagian yaitu probabilitas besar dan probabilitas kecil. Pada bagian dampak risiko juga dibagi dua yaitu dampak besar dan dampak kecil. Peta risiko dapat dilihat pada Gambar 4.
40
Peluang ( %) Besar
Kuadran 1
Kuadran 3
Kuadran 2
Kuadran 4
Kecil Kecil Dampak (Rp)
Besar
Gambar 4. Peta Risiko Sumber Kountur (2008) Kuadran 1 merupakan tempat rsiko yang mempunyai probabilitas besar dan dampak kecil, dan pada kuadran 2 merupakan area yang dihuni oleh risiko yang mempunyai probabilitas dan dampak yang besar. Pada kuadran 3 adalah posisi risiko yang mempunyai probabilitas dan dampak kecil, dan pada kuadran 4 merupakan area bagi risiko yang mempunyai probabilitas yang kecil namun dampak yang ditimbulkan dari risiko ini besar. 3.4.7. Strategi Penanganan Risiko Setelah mengidentifikasi dan menentukan posisi dari masing-masing sumber risiko, maka tahap selanjutnya adalah merumuskan strategi penanganan risiko yang sebaiknya dilakukan. Menurut Kountur (2008), strategi penanganan risiko dapat digolongkan menjadi dua yaitu strategi
menghindari risiko
(preventif) dan strategi mengurangi dampak risiko (mitigasi). Strategi preventif dan mitigasi yang dihasilkan kemudian dipetakan lagi sehingga risiko yang ada dapat ditangani secara baik. A. Penghindaran risiko (preventif) Strategi preventif dilakukan apabila probabilitas risiko besar, strategi preventif akan membuat sedemikian rupa sehingga risiko-risiko yang berada pada kuadran 1 bergeser ke kuadran 3 dan risiko yang berada pada kuadran 2 bergeser 41
ke kuadran 4. Strategi penanganan risiko secara preventif dapat dilihat pada Gambar 5. Probabilitas (%) Kuadran 1
Kuadran 2
Preventif Kuadran 3
Kuadran 4
Kecil
Dampak (Rp)
Besar
Gambar 5. Peta Strategi Penanganan Risiko Secara Preventif Sumber : Kountur (2008) B. Mengurangi dampak risiko (mitigasi) Setelah melakukan penanganan risiko secara preventif, maka selanjutnya melakukan penanganan risiko secara mitigasi. Peta penanganan risiko secara mitigasi dapat dilihat pada Gambar 6. Probabilitas (%) Kuadran 1
Kuadran 2
Kuadran 3
Kecil
Kuadran 4
Mitigasi
Besar
Dampak (Rp)
Gambar 6. Peta Strategi Penanganan Risiko Secara Mitigasi Sumber : Kountur (2008)
42
Strategi mitigasi dilakukan apabila risiko yang mempunyai dampak besar. Semua risiko yang berada di kuadran 2 dan kuadran 4 dimana dampaknya besar ditangani dengan cara mitigasi. Hal ini dimaksud agar risiko yang berada di kuadran 2 dapat bergeser ke kuadran 1, dan risiko yang berada di kuadran 4 dapat bergeser ke kuadran 3. Penanganan lain yang digunakan dalam menganalisis strategi untuk menghadapi strategi adalah beberapa alternatif strategi yang dinilai mampu memberikan solusi bagi masalah risiko. Menurut Hanafi (2004), dengan mengelompokkan risiko pada masing-masing kuadran yang tersedia, maka akan diperoleh kemungkinan risiko yang dihadapi dan dampaknya bagi perusahaan yaitu: 1) Probabilitas kecil dan dampak kecil (kuadran 3) Kelompok risiko ini berada pada kuadran 3 dengan alternatif strategi yang diusulkan adalah low control. Ben’s Fish Farm dapat menerapkan pengawasan yang rendah pada risiko ini. 2) Probabilitas kecil dan dampak besar (kuadran 4) Posisi risiko pada kuadran ini dinamakan dengan detect and monitor. Risiko ini apabila muncul akan menyebabkan kerugian yang sangat besar bagi perusahaan, dan jika tidak ditangani dengan cepat akan menyebabkan bangkrut bagi perusahaan. 3) Probabilitas besar dan dampak kecil (kuadran 1) Probabilitas besar dan dampak kecil terdapat pada kuadran 1 dengan deskripsi monitor. Risiko-risiko yang berada pada kuadran ini diharapkan tetap dalam kondisi normal. 4) Probabilitas besar dan dampak besar (kuadran 2) Kondisi risiko pada kuadran 2 ini menyebabkan perusahaan tidak dapat lagi mengendalikannya, alternatif strategi yang dapat dilakukan oleh perusahaan pada kuadran ini yaitu hanya penghindaran. Alternatif strategi yang dapat dilakukan perusahaan untuk menghadapi risiko dapat dilihat pada Gambar 7. 43
V. GAMBARAN UMUM 5.1.
Sejarah Perusahaan Ben’s Fish Farm mulai berdiri pada awal tahun 1996. Ben’s Fish Farm
merupakan suatu usaha pembenihan larva ikan yang bergerak dalam budidaya ikan konsumsi, terutama ikan bawal air tawar. Ben’s Fish Farm merupakan usaha perorangan yang dimiliki oleh Bapak Adrian sebagai pemilik sekaligus kepala perusahaan di Ben’s Fish Farm. Ben’s Fish Farm dalam waktu 14 tahun sudah melakukan perluasan usaha dengan membuka cabang dan hingga saat ini berjumlah lebih dari 30 cabang usaha. Ben’s Fish Farm pada awalnya bergerak dalam pembenihan ikan patin dan ikan hias, namun karena pembenihan ikan patin dan ikan hias kurang cocok dan banyaknya para pembenih yang memproduksi ikan tersebut, maka Ben’s Fish Farm beralih dari pembenihan ikan patin dan ikan hias menjadi pembenihan larva ikan bawal air tawar sampai sekarang. Kemudian Ben’s Fish Farm melakukan perluasan usaha dengan membuka cabang baru dan melakukan sistem plasma dengan petani sekitar. Usaha Ben’s Fish Farm terletak di Kampung Cimanggu tiga, Desa Ciaruteun Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Saat ini perusahaan mempunyai luas lahan 1,2 ha yang terdiri atas 26 buah kolam, dua buah hatchery, satu buah rumah karyawan, satu buah rumah pemilik Ben’s Fish Farm, satu buah dapur serta satu musholla karyawan. 5.2.
Struktur Organisasi Struktur organisasi di Ben’s Fish Farm sampai saat ini masih bersifat
kekeluargaan yang dipimpin oleh Bapak Andrian sebagai pemilik Ben’s Fish Farm. Secara garis besar terdapat tiga bagian pokok dalam struktur organisasi di Ben’s Fish Farm yaitu bagian produksi, bagian transportasi dan bagian keamanan. Bagian produksi bertugas merawat induk dan memproduksi larva, bagian ini mempunyai jumlah karyawan sebanyak enam orang. Bagian transportasi bertugas mengantarkan larva pesanan dari para pelanggan, karyawan pada bagian ini berjumlah tiga orang. Bagian keamanan bertugas menjaga lingkungan perusahaan dari pencurian dan gangguan hama, karyawan pada bagian ini berjumlah 3 orang.
44
Gambaran umum mengenai struktur organisasi Ben’s Fish Farm dapat dilihat pada Gambar 7.
Pemilik Perusahaan
Ka. Bagian Produksi
Ka. Bagian Transportasi
Karyawan
Ka. Bagian Keamanan
Karyawan
Karyawan
Gambar 7. Struktur Organisasi Ben’s Fish Farm Tahun 2010 Struktur organisasi yang bersifat kekeluargaan di Ben’s Fish Farm menyebabkan kurang berfungsinya job description yang telah di tetapkan. Job description tidak dilakukan secara tertulis oleh perusahaan sehingga karyawan pada bagian transportasi dan keamanan sering bekerja pada bagian produksi, begitu juga sebaliknya, hal ini menyebabkan adanya human eror pada bagian produksi. Perekrutan karyawan di Ben’s Fish Farm dilakukan apabila ada karyawan lama yang berhenti dan peningkatan kapasitas produksi perusahaan, karyawan yang direkrut tidak didasari pada tingkat pendidikan, namun pengalaman dan kemauan yang lebih diutamakan perusahaan. 5.3.
Fasilitas Pembenihan Fasilitas pembenihan merupakan sarana yang dibutuhkan dalam proses
pembenihan larva ikan bawal air tawar. Fasilitas pembenihan yang ada di Ben’s Fish Farm terdiri dari fasilitas utama dan fasilitas pendukung. 5.3.1. Fasilitas Utama Fasilitas utama merupakan fasilitas yang penting dan harus ada dalam kegiatan produksi larva ikan bawal air tawar. Fasilitas utama yang terdapat di Ben’s Fish Farm meliputi wadah budidaya, bangunan, energi listrik, sumber air dan instalasi aerasi.
45
5.3.1.1. Wadah Budidaya Wadah budidaya merupakan tempat yang digunakan selama proses pembenihan larva ikan bawal air tawar berlangsung. Wadah budidaya yang digunakan di Ben’s Fish Farm terdiri atas kolam perawatan induk, bak penampungan air, bak pemijahan, wadah penetasan telur, wadah pemeliharaan larva dan wadah penetasan Artemia sp. a. Kolam Pemeliharaan Induk Kolam pemeliharaan induk merupakan tempat yang digunakan untuk memelihara induk atau calon induk yang sudah matang kelamin sampai induk siap dipijahkan. Kolam pemeliharaan induk bisa pula disebut sebagai tempat pematangan gonad. Di Ben’s Fish Farm induk ikan bawal air tawar dipelihara di kolam berbentuk persegi empat, yang berukuran 6,5 m x 5,5 m x 1,6 m dengan dasar kolam berupa tanah dan pematang dari semen, kolam pemeliharaan induk ini berjumlah 26 buah. Kolam pemeliharaan induk ikan bawal jantan dan betina dipisah, hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam seleksi kematangan gonad. Air yang digunakan untuk pemeliharaan induk berasal dari sungai Cisaladak. Kolam pemeliharaan induk pada usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar di Ben’s Fish Farm dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Kolam pemeliharaan Induk Ikan Bawal Air tawar di Ben’s Fish Farm Tahun 2010 b. Bak Penampungan Air Bak penampungan air berfungsi untuk menampung dan mengendapkan air yang berasal dari kolam maupun sumur. Bak penampungan air berbentuk persegi panjang yang berukuran 4 m x 2 m x 1 m, yang terletak di dalam ruangan pembenihan yang berfungsi untuk menjaga suhu air tidak menurun dan menghindari masuknya kontaminan atau debu dari luar. Untuk mensuplai oksigen 46
ke dalam air sebelum digunakan maka dipasang selang aerasi selama 24 jam, dan untuk menyalurkan air ke ruang pembenihan maka dipasang pompa hisap. c. Bak Pemijahan Kegiatan pemijahan di Ben’s Fish Farm menggunakan wadah pemijahan berupa bak semen berbentuk persegi empat sebanyak dua buah dengan ukuran 2 m x 2 m x 1 m yang berjumlah lima buah. Pengisian air setinggi 60 cm dan bak pemijahan dilengkapi dengan terpal sebagai penutup serta selang aerasi sebagai penyuplai oksigen ke dalam air. Bak pemijahan induk di Ben’s Fish Farm dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Bak Pemijahan Induk Ikan Bawal Air Tawar di Ben’s Fish Farm Tahun 2010 d. Wadah Penetasan Telur Wadah penetasan atau inkubasi telur di Ben’s Fish Farm menggunakan wadah berupa akuarium kaca yang berbentuk persegi panjang dan berukuran 90 cm x 40 cm x 35 cm yang berjumlah 100 buah. Wadah inkubasi telur dilengkapi dengan selang aerasi yang diberi pelekat kaca pada ujung selang agar tidak mengapung tetapi tidak menggunakan batu aerasi sehingga oksigen yang dihasilkan nantinya besar dan mampu mengaduk telur ikan bawal pada saat diinkubasi. Wadah penetasan telur dapat dilihat pada Gambar 10.
47
Gambar 10. Akuarium Penetasan Telur Ikan Bawal Air Tawar di Ben’s Fish Farm Tahun 2010 e. Wadah Pemeliharaan Larva Wadah pemeliharaan larva di Ben’s Fish Farm menggunakan akuarium berbentuk persegi panjang yang berukuran 90 cm x 30 cm x 35 cm dan diisi air setinggi 30 cm berjumlah 200 buah. Ruang pemeliharaan larva dibuat tertutup dengan terpal dan diberi kompor gas sebanyak 2 buah yang bertujuan agar suhu ruangan tetap stabil, dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11.
Akuarium Pemeliharaan Larva Ikan Bawal Air Tawar di Ben’s Fish Farm Tahun 2010
f. Wadah Penetasan Artemia sp Wadah yang digunakan dalam penetasan Artemia sp berupa galon air mineral bervolume 20 liter yang berjumlah lima buah. Galon dipotong pada bagian bawahnya dan dipasang selang aerasi untuk mengaduk siste pada saat ditetaskan. Galon tersebut diletakkan di atas kayu berbentuk persegi empat yang berfungsi untuk menyangga galon tersebut dengan posisi galon bagian bawah dibalik menjadi di atas, dapat dilihat pada Gambar 12.
48
Gambar 12. Wadah Penetasan Artemia di Ben’s Fish Farm Tahun 2010 5.3.1.2. Sumber dan Distribusi Air Kegiatan pembenihan di Ben’s Fish Farm menggunakan sumber air yang berasal dari sungai Cisaladak yang mengalir melalui irigasi kecil dan air sumur. Air tawar yang berasal dari sungai tersebut dapat langsung digunakan untuk pemeliharaan induk, sedangkan untuk kebutuhan dalam hatchery air berasal dari sungai dan sumur yang terlebih dahulu diberi perlakuan dengan melalui penyaringan. Air sumur juga digunakan untuk keperluan karyawan sehari-hari dan sebagainya. 5.3.1.3. Sistem Aerasi Ben’ Fish Farm, dalam memenuhi kebutuhan oksigen dalam kegiatan pembenihan digunakan blower yang berkekuatan 1,3 PK (Gambar 13). Tujuan dari pemberian oksigen adalah sebagai salah satu sumber oksigen yang dapat mensuplai oksigen dalam kegiatan pembenihan, sehingga keberadaannya sangat diperlukan untuk respirasi, dan merombak sisa metabolisme. Oksigen disalurkan ke tempat penetasan telur, pemeliharaaan, menggunakan pipa PVC yang berukuran 1,5 inchi, yang disalurkan ke akuarium dengan menggunakan selang aerasi berukuran 0,5 cm yang dilengkapi dengan pengatur tekanan aerasi, sedangkan untuk pemijahan menggunakan selang berukuran 3/8 inchi.
49
Gambar 13. Sistem Aerasi (Blower) Kapasitas 1,3 PK di Ben’s Fish Farm Tahun 2010 5.3.1.4. Sumber Energi Sumber energi utama yang digunakan untuk aktivitas produksi adalah energi listrik dari PLN dengan daya 1.300 watt. Energi listrik tersebut digunakan untuk kebutuhan pembenihan, meliputi pengoperasian pompa, blower, dan sekaligus sebagai penerangan. Sementara sebagai cadangan energi ketika listrik dari PLN mati, menggunakan Generator set dengan merk Staike dengan spesifikasi voltase 220 volt dan output 5-6 KVA dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14. Generator Set Daya 1.300 Watt di Ben’s Fish Farm tahun 2010 5.3.2. Fasilitas Pendukung Fasilitas pendukung yang terdapat di Ben’s Fish Farm antara lain bangunan hatchery, kamar karyawan dua buah, kamar mandi satu buah, tempat parkir, musholla satu buah, dapur dan sumur. 5.4.
Kegiatan Pembenihan Larva Kegiatan pembenihan larva di Bens’ Fish Farm dimulai dari tahapan
pemeliharaan induk, pematangan gonad, pemijahan induk, penetasan telur, 50
pemeliharaan larva, pemanenan larva, dan pengepakan dan transportasi larva serta penyediaan pakan hidup. 5.4.1. Pemeliharaan Induk Kegiatan pemeliharaan induk bawal di Bens’ Fish Farm dimulai dari persiapan wadah pemeliharaan, penebaran induk, pemberian pakan hingga pengelolaan kualitas air. a. Persiapan Wadah Pemeliharaan Kolam yang digunakan Bens’ Fish Farm untuk pemeliharaan induk yaitu berukuran 15 m x 7 m x 1,5 m dengan ketinggian air 1 sampai dengan 1,3 meter. Pengairan air ke setiap kolam dilakukan secara seri yakni air mengalir pada kolam pertama kemudian dilanjutkan kolam kedua dan seterusnya. b. Penebaran Induk Penebaran induk dilakukan setelah semua kolam terisi air 1 sampai dengan 1,3 meter. Kondisi air kolam harus terus mengalir agar induk yang baru dimasukkan tidak mudah stres. Induk betina dan induk jantan harus dipisah supaya memudahkan dalam penyeleksian induk, ukuran induk bawal yang digunakan di Bens’ Fish Farm memiliki ukuran 3 sampai dengan 4 kilogram per ekor. c. Pemberian Pakan Pakan yang digunakan untuk induk bawal air tawar berupa pelet, pakan diberikan sebanyak dua kali sehari, yaitu pada pagi hari jam 08:00 WIB dan sore pada pukul 15:00 WIB. Selain pelet, induk bawal juga diberi pakan tambahan berupa oncom dan keong. Pemberian pakan tambahan bertujuan untuk mengurangi kadar lemak pada induk betina dan menambah kecukupan protein. d. Pengelolaan Kualitas Air Dalam hal menjaga kualitas air, Bens’ Fish Farm menggunakan sumber air dari sungai Cisaladak. Penggunaan air sungai ini bertujuan agar kebutuhan air di kolam dapat mengalir 24 jam. Selain menggunakan air sungai yang mengalir 24 jam, Bens’ Fish Farm juga membuat air pancuran yang dihisap dengan pompa air, dengan demikian tingkat stres pada induk dapat dikurangi.
51
5.4.2. Pematangan Gonad Untuk mendapatkan tingkat kematangan dan kualitas gonad yang dihasilkan sangat ditentukan oleh kualitas dan cara pemberian pakan. Pakan yang diberikan harus berupa pelet tenggelam dan disebar di satu titik. Seleksi kematangan gonad di Bens’ Fish Farm dilakukan setiap hari pada pagi dan sore. Induk yang akan diseleksi ditangkap menggunakan jaring hapa, kemudian induk ditangkap satu persatu dan dilakukan pemeriksaan tingkat kematangan gonad. Kegiatan tersebut menggunakan metode kanulasi untuk induk betina dan pengurutan (stripping) untuk induk jantan. Metode kanulasi yaitu dengan memasukkan selang kanula lalu dihisap dan dicabut secara berlahan-lahan dan diamati kondisi telurnya. Telur yang siap dibuahi bewarna putih kebiruan dan ukuran yang seragam. Metode pengurutan pada induk jantan dilakukan dengan mengurut dari bagian perut ke arah lubang genital, induk jantan yang siap dipijahkan akan keluar cairan sperma berwarna putih susu dan kental. 5.4.3. Pemijahan Induk Pemijahan induk dilakukan setiap hari, namun waktu yang paling ideal untuk melakukan pemijahan yaitu pada musim hujan. Untuk mengatasi masalah musim, Bens’ Fish Farm menggunakan perangsang (Ovaprim) walau hasilnya kurang maksimal. Penyuntikan hormon Ovaprim dilakukan pada bagian sirip punggung, dosis Ovaprim yang dipakai adalah 0,7 mililiter per kilogram berat induk betina, sedangkan untuk dosis induk jantan 0,5 mililiter per kilogram berat induk. Khusus induk betina dilakukan dua kali penyuntikan dengan selang waktu 10 jam, dosis penyuntikan ke dua lebih tinggi dari penyuntikan pertama ( 70 persen dari total dosis). Pada musim hujan, Bens’ Fish Farm melakukan teknik pemijahan semi alami yaitu induk bawal dibiarkan memijah secara alami pada wadah yang terkontrol. 5.4.4. Pemanenan dan Penetasan Telur Pemanenan telur dilakukan pada pagi hari sekitar jam 08:00-09:00 WIB, telur yang siap dipanen mempunyai ciri-ciri telur-telur tersebut tidak menempel 52
pada tangan jika dipegang. Telur dipanen dari bak pemijahan dengan serokan, kemudian ditampung dalam baskom lalu dipindahkan ke dalam akuarium penetasan. Penebaran telur dilakukan secara merata di setiap akuariumnya, telur akan menetas selama 18-20 jam dengan daya tetas sampai 80 persen. 5.4.5. Pemeliharaan Larva Pemeliharaan larva ikan bawal air tawar di Bens’ Fish Farm menggunakan akuarium. Akuarium yang dipakai harus dibersihkan dan diseterilkan dengan cara dicuci, dikeringkan lalu dipanaskan. Pemeliharaan larva dilakukan sampai umur 7-9 hari dari penetasan. Pemberian pakan dilakukan pada hari ke-4 setelah penetasan, jenis pakan yang dipakai adalah artemia 5.4.6. Pemanenan Larva Pemanenan larva dilakukan setelah berumur tujuh hari. Pemanenan pada akuarium pemeliharaan dengan cara membuang sebagian air, kemudian larva diserok dengan menggunakan seser dan larva yang dipanen ditampung dalam baskom.
53
VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1.
Identifikasi Sumber-Sumber Risiko Identifikasi sumber-sumber risiko pada pembenihan larva ikan bawal air
tawar merupakan langkah pertama yang dilakukan dalam manajemen risiko. Hal ini dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai penyebab risiko dan kejadian-kejadian yang dapat menyebabkan kerugian bagi perusahaan. Identifikasi sumber-sumber risiko ini berdasarkan hasil pengamata dan wawancara dengan pihak Ben’s Fish Farm dari bulan April sampai Juli 2010. Pada kegiatan usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar di Ben’s Fish Farm terdapat beberapa sumber risiko yang secara signifikan mempengaruhi kegiatan usaha. Sumbersumber risiko tersebut diklasifikasikan ke dalam risiko produksi dan risiko pasar. Besarnya peluang risiko dihitung berdasarkan jumlah kejadian yang menyebabkan kerugian rata-rata tiap bulannya. Perhitungan dampak yang ditimbulkan berdasarkan besarnya kerugian yang ditimbulkan oleh sumber risiko rata-rata tiap bulannya, nilai kerugian ini berdasarkan pengalaman perusahaan yang biasa terjadi di lapangan dan nilainya ditentukan oleh pemilik Ben’s Fish Farm. 6.1.1. Risiko Produksi Risiko produksi yang teridentifikasi pada usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar di Ben’s Fish Farm terdapat pada beberapa kegiatan utama pembenihan. Faktor penyebab risiko produksi tersebut terdiri atas penyakit yang menyerang induk dan larva ikan bawal air tawar, faktor cuaca, dan faktor manusia serta kerusakan peralatan teknis. 1. Penyakit stres yang menyerang indukan Penyakit pada ikan bawal dapat menyerang induk maupun larva. Penyakit yang paling berisiko menyerang induk bawal air tawar adalah stres, penyakit stres disebabkan kurangnya pasokan oksigen, air kolam dan waktu pemijahan yang kurang tepat. Stres pada ikan bawal berkaitan dengan timbulnya penyakit pada ikan tersebut akibat naiknya batas keseimbangan psikologi dalam diri ikan terhadap lingkungannya. Penyakit ini biasanya muncul pada pertengahan musim kemarau dan pasokan air yang mengalir dari sungai Cisaladak ke kolam indukan
54
berkurang. Hal lain yang menjadi penyebab stres pada induk bawal di Ben’s Fish Farm adalah kepadatan ikan, indukan dipelihara dengan kepadatan yang tinggi yakni melebihi 7 ekor indukan per meter persegi, padahal kepadatan yang ideal yaitu 4 ekor per meter persegi. Dalam empat bulan terakhir yaitu dari bulan April sampai Juli 2010 telah 20 ekor induk betina yang mati akibat stres dengan total kerugian sekitar Rp 8.000.000,- atau rata-rata kerugian tiap bulannya Rp 2.000.000,- karena setiap indukan harganya sekitar Rp 400.000,-. Jika dihitung besarnya probabilitas penyakit stres yang timbul di Ben’s Fish Farm sekitar 5 persen karena tiap bulannya rata-rata Ben’s Fish Farm memijahkan 100 ekor induk betina. Walaupun tingkat kematian akibat stres tergolong kecil, namum sangat berpengaruh terhadap produksi larva karena satu ekor induk betina bisa menghasilkan 200.000 hingga 300.000 butir telur. 2. Penyakit white spot yang menyerang larva Penyakit yang sering menyerang larva adalah white spot (bintik putih). Penyakit bintik putih merupakan penyakit yang disebabkan oleh kondisi lingkungan hidup larva yang tidak baik, seperti air yang jarang diganti, akuarium yang jarang dicuci sehingga jamur penyebab penyakit dengan mudah berkembang biak. Penyakit ini juga disebabkan oleh faktor cuaca, karena cuaca yang dingin dan pasokan air dari sungai Cisaladak yang kotor menyebabkan larva dengan cepat terserang penyakit. Larva yang terserang penyakit bintik putih ditandai dengan berkurangnya nafsu makan sehingga pertumbuhan larva menjadi lamban, larva menjadi kurus dan kepala membesar. Penyakit ini juga timbul akibat suhu air yang tidak stabil, hal ini terjadi jika kompor gas di ruang akuarium pemeliharaan tidak berfungsi. Ben’s Fish Farm mempunyai dua unit kompor gas yang difungsikan sebagai pemanas ruangan agar suhu air tetap stabil. Menurut pemilik Ben’s Fish Farm risiko yang timbul akibat penyakit bintik putih ini paling sering muncul di musim hujan. Pada bulan April hingga Juli 2010, tercatat 10 kali penyakit bintik putih menyerang larva di Ben’s Fish Farm. Jika dihitung probabilitas timbulnya serangan penyakit ini sekitar 35 persen tiap bulannya, karena tiap bulan Ben’s Fish Farm menghasilkan 7-8 kali siklus produksi. Dampak yang ditimbulkan dari penyakit ini menurut kepala bagian produksi Ben’s Fish Farm tidak besar, karena tiap kali serangan penyakit bintik putih
55
jumlah larva yang mati sekitar 5 persen dari total larva, atau kerugian sekitar Rp 15 juta tiap bulannya jika diasumsikan harga jual larva dalam keadaan normal Rp 9,- per ekor. 3. Faktor cuaca Pembenihan larva ikan bawal air tawar merupakan usaha yang sangat tergantung pada kondisi alam dan kualitas indukan. Pembenihan larva membutuhkan telur yang sudah dibuahi sebagai input untuk menghasilkan benih larva, namun untuk mendapatkan telur yang sudah dibuahi secara kontinyu sangat sulit karena induk bawal tidak bisa setiap saat menghasilkan telur atau sperma. Produksi telur dan sperma induk bawal sangat dipengaruhi oleh cuaca. Pada saat musim hujan induk bawal dapat menghasilkan telur dan sperma serta dapat memijah secara maksimal. Pada saat musim kemarau kemampuan ikan untuk memijah hanya 50 persen dari keadaan normal, ini berarti pada saat musim kemarau benih larva yang dihasilkan oleh Ben’s Fish Farm turun secara drastis. Menurut pemilik Bens Fish Farm pada saat musim kemarau produksi benih larva perusahaan turun hingga 50 persen. Penyebab turunnya produksi pada musim kemarau bukan hanya dari sifat biologis ikan yang sulit untuk memijah, juga disebabkan kualitas air di sungai Cisaladak menurun karena kemarau yang menyebabkan larva lebih mudah terserang penyakit. Besarnya kemungkinan munculnya risiko yang disebabkan oleh faktor cuaca adalah 50 persen, karena di Bogor cuma ada musim hujan dan musim kemarau. Menurut pemilik perusahaan, kerugian yang ditimbulkan akibat faktor cuaca sekitar Rp 55 juta, walaupun produksi larva turun hingga 50 persen, namun penerimaan perusahaan tidak turun drastis karena pada saat musim kemarau harga jual larva mengalami peningkatan. 4. Faktor manusia Struktur organisasi di Ben’s Fish Farm tidak ditentukan secara baku dan masih bersifat kekeluargaan. Hal ini membuat timbulnya risiko yang disebabkan oleh tenaga kerja. Risiko ini muncul ketika tenaga kerja tidak bekerja sesuai dengan bidangnya, padahal pembenihan larva ikan bawal air tawar terdiri dari beberapa tahap yang setiap tahapnya membutuhkan ketelitian dan keahlian tinggi. Tenaga kerja bagian produksi larva di Ben’s Fish Farm merupakan tenaga kerja yang terlatih dan berpengalaman, namun terkadang ada juga pekerja melakukan 56
kesalahan di proses pemijahan dan perawatan larva. Faktor lain yang menyebabkan indukan stres adanya tenaga kerja bagian pengangkutan dan bagian pemeliharaan yang ikut membantu bagian pemijahan sehingga sering terjadi kesalahan, hal ini terjadi karena penerapan sistem kekeluargaan di Ben’s Fish Farm. Sistem kekeluargaan ini menyebabkan job description yang diberikan pemilik perusahaan secara tidak tertulis tidak dijalankan sepenuhnya oleh tenaga kerja, tenaga kerja cenderung saling bantu dalam menyelesaikan pekerjaannya. Jenis kesalahan lain yang biasa terjadi seperti waktu dan cara pemijahan yang kurang tepat, akuarium yang kurang bersih, kesalahan pada saat perhitungan dan pengemasan, dan lain-lain. Menurut pihak Ben’s Fish Farm kesalahan yang disebabkan oleh faktor manusia rata-rata tiga kali tiap bulannya, namun kesalahan tersebut tidak berdampak besar bagi perusahaan. Jika dihitung probabilitas risiko yang disebabkan oleh faktor manusia yaitu sekitar 40 persen tiap bulannya karena tiap bulan Ben’s Fish Farm menghasilkan 7-8 kali siklus produksi. Kerugian secara langsung yang disebabkan oleh risiko ini menurut pemilik Ben’s Fish Farm tidak lebih dari Rp 5 juta,- tiap bulannya. 5. Kerusakan pada peralatan teknis Peralatan teknis pada pembenihan larva ikan bawal air tawar di Ben’s Fish Farm seperti akuarium, pompa air dan peralatan lainnya terkadang mengalami kerusakan kecil maupun besar. Keusakan yang paling berisiko adalah kerusakan blower, jika tidak ditangani dengan cepat kerusakan ini bisa membunuh semua larva yang ada di aquariaum, namun risiko yang ditimbulkan dari kerusakan teknis ini tidak terlalu fatal karena selalu cepat diatasi dan peluang kerusakan pun jarang terjadi. Risiko kerusakan peratan teknis ini berpeluang terjadi sekitar 20 persen tiap tahun atau 1,667 persen tiap bulannya. Dampak dari kerusakan peralatan menurut pemilik Ben’s Fish Farm sekitar Rp 25 juta,- tiap tahun atau Rp 2.083.333,- tiap bulannya. 6.1.2. Risiko Pasar Risiko pasar merupakan risiko yang terjadi di luar kendali manajemen Ben’s Fish Farm dan merupakan risiko yang tidak bisa dihilangkan karena timbul dari mekanisme pasar. Risiko pasar yang timbul karena pergerakan harga jual
57
larva di pasaran, sehingga berdampak negatif bagi Ben’s Fish Farm. Risiko pasar yang teridentifikasi pada pembenihan larva ikan bawal air tawar di Ben’s Fish Farm disebabkan oleh fluktuasi harga pasar beberapa komponen produksi seperti pakan dan larva. 1. Fluktuasi harga pakan Fluktuasi harga pakan dalam usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar terjadi pada harga pakan pelet untuk indukan dan pakan Artemia sp untuk larva, dua komponen pakan tersebut rentan berfluktuasi karena tergantung mekanisme pasar (suplay dan demand). Menurut pemilik Ben’s Fish Farm peluang kenaikan harga pakan pelet dan Artemia sp bisa dua sampai tiga kali per tahun, harga pakan Artemia sp saat ini berkisar Rp 290.000,- per kaleng dan besarnya tingkat kenaikan harga sekitar 5-10 persen, namun dampak yang ditimbulkan dari kenaikan pakan tersebut tidak besar walau mengurangi keuntungan perusahaan. Harga pakan alami atau pakan tambahan untuk indukan cenderung stabil karena berupa keong mas dan oncom dan Ben’s Fish Farm bisa mendapatkannya dari petani sekitar. Jika dihitung besarnya kemungkinan terjadinya kenaikan harga pakan yang dialami Ben’s Fish Farm sekitar 0,5 persen tiap bulannya karena menurut Ben’s Fish Farm kemungkinan kenaikan harga pakan tiap tahunnya dua sampai tiga kali. Dampak yang ditimbulkan dari kenaikan harga pakan Artemia sp sekitar Rp 7.250,- per kaleng tiap bulannya. Untuk memenuhi kebutuhan pakan benih larva, Ben’s Fish Farm membutuhkan 25 kaleng Artemia sp tiap bulan. Dampak kerugian yang dialami Ben’s Fish Farm akibat kenaikan harga pakan sebesar Rp 181.250,- tiap bulannya. 2. Fluktuasi harga jual larva Konsumen benih larva ikan bawal air tawar di Ben’s Fish Farm sebagian besar berasal dari daerah Bogor. Walaupun Ben’s Fish Farm merupakan perusahaan penghasil benih larva ikan bawal air tawar terbesar di Kabupaten Bogor, tetap saja mempunyai risiko jika terjadi penurunan harga jual larva. Hal ini disebabkan harga jual larva di pasaran ditentukan berdasarkan mekanisme pasar dan faktor musimam, harga naik mencapai level tinggi jika permintaan banyak pada musim kemarau, karena pada saat musim kemarau larva ikan bawal air tawar sulit diproduksi. Harga jual larva ikan bawal air tawar di Ben’s Fish Farm relatif 58
berfluktuatif yang berkisar antara Rp 7,- sampai Rp 13,- per ekor. Harga larva dalam keadaan normal Rp 9 per ekor. Harga jual tertinggi berada pada saat bulan Mei sampai bulan Juli 2010 yaitu mencapai Rp 13,- per ekor, sedangkan harga jual larva terendah pada bulan April 2010 yaitu Rp 7,- per ekor. Ben’s Fish Farm mengalami kerugian saat musim hujan pada bulan April, yang mana pada musim tersebut perusahaan banyak menghasilkan larva. Jika dihitung kemungkinan terjadinya penurunan harga dari bulan April sampai bulan Juli 2010 sebesar 25 persen, hal ini dikarenakan penurunan harga yang melebihan dari harga normal Rp 9,- per larva hanya terjadi pada bulan April. Besarnya kerugian yang disebabkan oleh risiko ini secara tidak langsung sebesar Rp 72 juta,- karena pada bulan April tersebut produksi larva Ben’s Fish Farm sebesar 36 juta larva. 6.2.
Pemetaan Risiko Hasil identifikasi sumber-sumber risiko produksi dan risiko pasar dapat
dipetakan ke dalam peta risiko berdasarkan tingkat kemungkinan terjadinya dan besarnya dampak yang diakibatkan oleh risiko tersebut. Besar atau kecilnya penggolongan tingkat risiko ke dalam probabilitas dan dampak risiko dilakukan berdasarkan hasil wawancara dengan pihak perusahaan Ben’s Fish Farm. Penentuan besar kecilnya probabilitas berdasarkan pada tingkat persentase terjadinya sumber risiko pada perusahaan. Penempatan risiko pada peta risiko didasarkan atas perkiraan posisinya berada dimana dari hasil perhitungan probabilitas dan dampak risiko. Peta risiko dapat diklasifikasikan ke dalam dua sumbu yaitu horizontal berupa dampak risiko dan sumbu vertikal berupa probabilitas risiko. Kedua sumbu tersebut dibatasi oleh nilai yang menjadi batasan besar atau kecilnya dampak dan probabilitas risiko. Nilai probabilitas dibatasi oleh nilai 20 persen dan nilai dampak dibatasi oleh nilai Rp 50 juta,-. Nilai batasan ini ditentukan olah perusahaan dan diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik Ben’s Fish Farm. Alasan penetapan nilai probabilitas sebesar 20 persen dan dampak Rp 50 juta,- berdasarkan pengalaman perusahaan, jika melebihi angka tersebut perusahaan bisa merugi karena banyak biaya operasional yang harus ditutupi. Perusahaan Ben’s Fish Farm menganggap jika kemungkinan risiko melebihi nilai 20 persen maka risiko tersebut digolongkan ke dalam kuadran 59
dengan probabilitas besar, sedangkan jika kemungkinan terjadinya risiko kurang dari 20 persen maka risiko tersebut digolongkan ke dalam probabilitas kecil. Hal yang sama terjadi pada batasan dampak risiko. Apabila dampak yang ditimbulkan melebihi Rp 50 juta,- tiap bulannya maka dampak ini dianggap perusahaan sangat besar, akan tetapi jika dampak dari suatu risiko masih di bawah Rp 50 juta,- tiap bulannya maka dianggap kecil. Sebelum pemetaan risiko, terlebih dahulu menentukan status dari masing-masing risiko. Status risiko di Ben’s Fish Farm dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Status Risiko Produksi dan Pasar di Ben’s Fish Farm Tahun 2010 No
Sumber Risiko
Probabilitas %
Dampak
Status
kategori
Rp (juta)
kategori
Kecil
2
Kecil
0,1
Kecil
15
Kecil
0,75
3
Penyakit yang menyerang 5 indukan Penyakit white spot yang 5 menyerang larva Faktor cuaca 50
Besar
55
Besar
27,5
4
Faktor manusia
20
kecil
2,083
Kecil
0,4166
5
Kerusakan peralatan teknis
1,66
Kecil
2,083
Kecil
0,035
Risiko Produksi 1 2
Risiko Pasar 6
Kenaikan harga pakan
0,5
kecil
0,181
Kecil
0,0009
7
Fluktuasi harga jual larva
25
Besar
72
Besar
18
Dari status risiko di atas, akan diketahui mana risiko yang paling besar dan seterusnya sampai yang paling kecil. Status risiko hanya menggambarkan urutan risiko dari yang paling berisiko sampai dengan yang tidak paling berisiko. Sumber risiko produksi yang mempunyai status risiko paling besar di Ben’s Fish Farm adalah faktor cuaca yaitu mempunyai nilai 27,5 sedangkan sumber risiko pasar yang tergolong besar yaitu fluktuasi harga jual larva dengan nilai 18. Berdasarkan status risiko, sumber risiko yang mempunyai probabilitas lebih besar dari 20 persen adalah faktor cuaca dan fluktuasi harga jual larva. Sumber risiko yang mempunyai dampak lebih besar dari Rp 50 juta,- juga dari faktor cuaca dan fluktuasi harga jual larva. Hasil pemetaan sumber-sumber risiko yang ada di
60
Ben’s Fish Farm dalam kegiatan pembenihan larva ikan bawal air tawar dapat dilihat pada Gambar 15 Probabilitas Probabilitas
(%) (%) Besar
Kuadran 1
Kuadran Kuadran22 1. 1. Faktor Faktor Cuaca Cuaca
Besar
20 %
Kecil
2. 2. Fluktuasi Fluktuasi Harga Harga Jual Jual larva larva
Kuadran Kuadran44
Kuadran 3 1. Penyakit yang menyerang indukan 2. Penyakit white spot yang menyerang larva 3. Kerusakan peralatan teknis 4. Fluktuasi harga pakan 5. Faktor manusia
Kecil
1. Kenaikan Harga pakan
Rp 50 Juta,-
Besar Dampak (Rp)
Gambar 15. Peta Hasil Identifikasi Sumber Risiko di Ben’s Fish Farm Tahun 2010 Sumber risiko yang berada di kuadran 2 atau risiko yang dianggap oleh Ben’s Fish Farm memiliki kemungkinan terjadinya besar dan dampak yang ditimbulkan jika risiko tersebut terjadi juga besar adalah risiko dari faktor cuaca dan fluktuasi harga jual larva ikan bawal air tawar. Risiko dari faktor cuaca saat ini tidak bisa lagi diramalkan dan peluang terjadinya bisa lebih dari dua kali tiap tahunnya, begitu juga dengan fluktuasi harga jual larva yang cenderung mengikuti faktor cuaca. Sumber risiko yang ada pada kuadran 1 merupakan risiko yang kemungkinan terjadinya besar akan tetapi dampak yang ditimbulkan oleh risiko ini kecil, dalam hal ini tidak teridentifikasi sumber risiko tersebut di Ben’s Fish Farm. Sumber risiko yang berada di kuadran 3 merupakan risiko yang kemungkinan terjadinya kecil dan dampak yang ditimbulkan dari risiko ini juga
61
kecil. Menurut hasil identifikasi risiko di Ben’s Fish Farm, sumber risiko yang berada di kuadran 3 adalah penyakit yang menyerang indukan, penyakit white spot yang menyerang larva, kerusakan peralatan teknis, fluktuasi harga pakan, dan faktor manusia. Risiko yang berada di kuadran 4 merupakan risiko yang kemungkinan terjadinya kecil dan dampak yang ditimbulkan dari risiko ini besar, dalam identifikasi sumber risiko di Ben’s Fish Farm tidak ditemukan sumber risiko di kuadran 4. 6.3.
Analisis Probabilitas Risiko Usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar di Ben’s Fish Farm sering
kali dihadapkan pada kendala yang disebabkan oleh sumber-sumber risiko. Kemungkinan terjadinya risiko di Ben’s Fish Farm dapat dihitung melalui data aktivitas perusahaan selama empat bulan terakhir yaitu data dari bulan April sampai Juli 2010. Perhitungan kemungkinan terjadinya risiko di Ben’s Fish Farm merupakan akumulasi dari semua sumber risiko yang teridentifikasi, yang diambil berdasarkan data aktivitas perusahaan selama empat bulan terakhir. Data tersebut dianggap sudah mewakili karena Ben’s Fish Farm setiap hari melakukan produksi larva dan siklus produksi pada pembenihan larva ikan bawal air tawar sangat singkat yaitu 5 sampai 10 hari, dan rata-rata setiap bulannya menghasilkan empat siklus produksi. Hasil analisis probabilitas risiko produksi dalam pembenihan larva ikan bawal air tawar di Ben’s Fish Farm dapat dilihat pada Tabel 6.
62
Tabel 6. Hasil Analisis Probabilitas Risiko Produksi di Ben’s Fish Farm Bulan April-Juli Tahun 2010 Bulan
April
Prduktivas Telur/Ekor Indukan (butir) 400.000
Larva yang Dihasilkan per Ekor Indukan (ekor) 300.000
Jumlah Induk Betina yang Dipijah (ekor)
Total Produksi Larva (ekor)
120
36.000.000
Mei
350.000
250.000
112
28.000.000
Juni
300.000
170.000
98
16.660.000
Juli
300.000
170.000
104
17.680.000
Total
98.340.000
Rata-rata
24.485.000
Rata-rata/siklus
6.121.250
Standar Deviasi
7944323,445
Coefisien variasi
0,28372584
X
28.000.000
Z
0,429
Nilai pada Tabel Z
0,3336
Probabilitas Risiko
33,36 %
Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa rata-rata produksi larva setiap bulannya 24.485.000 ekor dan produksi tiap siklusnya 6.121.250 ekor, jumlah tersebut didapat dari hasil pemijahan 3-4 ekor induk betina tiap siklusnya. Tingkat probabilitas dipengaruhi produksi larva normal yang ditentukan oleh pemilik Ben’s Fish Farm yaitu sebesar 28.000.000 ekor larva tiap bulan, atau sekitar 250.000 ekor larva setiap induk betina yang dipijahkan. Berdasarkan nilai X yang telah ditentukan maka kemungkinan terjadi penyimpangan hasil pada tiap kali produksinya sebesar 33,36 persen. Hasil perhitungan nilai z menggunakan metode nilai standar adalah sebesar 0,429 dengan tanda positif menunjukkan bahwa penurunan produksi larva berada di sebelah kanan rata-rata distribusi normalnya. Nilai z sebesar 0,429 pada distribusi normal z menunjukkan angka 0,3336 yang berarti probabilitas produksi larva kurang dari 28.000.000 ekor larva per bulan sebesar 33,36 persen, sedangkan hasil analisis probabilitas risiko pasar dapat dilihat pada Tabel 7.
63
Tabel 7. Hasil Analisis Probabilitas Risiko Pasar dan Penerimaan di Ben’s Fish Farm Bulan April-Juli Tahun 2010 Bulan
Produksi Larva (ekor)
Harga Jual Larva/ekor (Rp)
Penerimaan (Rp)
April
36.000.000
7
252.000.000
Mei
28.000.000
9
252.000.000
Juni
16.660.000
12
199.920.000
Juli
17.680.000
13
229.840.000
Total
98.340.000
Rata-rata
24.485.000
Rata-rata/siklus
933.760.000 10,25
6.121.250
Standar Deviasi
233.440.000 58.360.000
2,384848
21362921,15
0,26497
0,8477
X
9
252.000.000
Z
-0,52414
0,868
Nilai pada Tabel Z
0,302
0,1922
Probabilitas Risiko
30,20%
19,22%
Coefisien Variasi
Harga jual larva dari bulan April hingga Juli terlihat sangat berfluktuatif, harga terendah terjadi pada bulan April yang mana pada bulan tersebut larva banyak diproduksi. Namun, memasuki bulan Mei hingga Juli harga larva meningkat dan mencapai harga tertinggi pada bulan Juli yakni Rp 13,- per larva karena indukan sudah memasuki masa istirahat untuk ikan menghasilkan telur dan sperma sehingga larva sedikit diproduksi. Harga larva dalam kondisi normal menurut pemilik perusahaan yaitu Rp 9,- per larva, maka besarnya nilai X yang dipakai yaitu harga pada saat kondisi normal. Hasil analisis probabilitas risiko pasar menunjukkan risiko harga sebesar 30,20 persen, dari perhitungan nilai z diperoleh -0,2414 yang berarti nilai risiko berada di sebelah kiri dari rata-rata distribusi normal, ada kemungkinan sebesar 30,20 persen harga jual larva kurang dari Rp 9,- per ekor. Namun, berdasarkan nilai coefisien variasi, nilai risiko produksi sebesar 28,37 persen, nilai risiko harga sebesar 26,50 persen dan nilai risiko penerimaan sebesar 8,45 persen. Besarnya probabilitas risiko dan nilai risiko pada proses produksi larva ikan bawal air tawar di Ben’s Fish Farm disebabkan data produksi yang diambil 64
sebagian besar sudah berada pada musim kemarau yang mana pada musim tersebut induk bawal berada pada fase istirahat berproduksi telur dan sperma. Penyebab lain tingginya nilai probabilitas risiko diakibatkan oleh sumber-sumber risiko yang telah teridentifikasi di Ben’s Fish Farm. Dari hasil analisis yang dilakukan, ternyata probabilitas risiko produksi lebih besar dari probabilitas risiko penurunan pendapatan yang dihadapi Ben’s Fish Farm. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, penerimaan rata-rata yang diperoleh Ben’s Fish Farm tiap bulannya sebesar Rp 233.440.000,- Penerimaan tersebut masih di bawah penerimaan normal yang ditetapkan. Besarnya nilai penerimaan normal dihitung berdasarkan harga dan produksi normal. Harga normal penjualan larva yakni sebesar Rp 9,- per ekor, hasil nilai z yang diperoleh sebesar 0,868 pada tabel distribusi normal menunjukkan angka 0,1922 yang berarti kemungkinan risiko penerimaan Ben’s Fish Farm di bawah target Rp 252.000.000,- sebesar 19,22 persen. Besarnya probabilitas risiko pada penerimaan dipengaruhi oleh total produksi larva yang dihasilkan serta fluktuasi harga yang terjadi di pasaran. 6.4.
Analisis Dampak Risiko Analisis dampak risiko dari penurunan produksi larva ikan bawal air tawar
menunjukkan bahwa Ben’s Fish Farm mengalami kerugian apabila berproduksi kurang dari produksi normal yang telah ditetapkan. Target atau produksi normal yang telah ditetapkan Ben’s Fish Farm adalah sebesar 28.000.000 ekor larva tiap bulannya. Data produksi bulan April sampai bulan Juli 2010 menunjukkan adanya dua bulan perusahaan berproduksi di bawah target.
Adanya data penurunan
produktivitas tersebut, maka dapat dihitung besarnya dampak kerugian yang dialami oleh Ben’s Fish Farm dengan menggunakan VaR (Value at Risk). Hasil analisis dampak risiko produksi dan penerimaan di Ben’s Fish Farm dapat dilihat pada Tabel 8.
65
Tabel 8. Hasil Analisis Dampak Risiko Produksi di Ben’s Fish Farm Bulan April-Juli Tahun 2010 Bulan
Total Kekurangan Produksi Produksi Larva (ekor) (ekor) 36.000.000 -
April Mei
28.000.000
Juni Juli
-
Harga Jual Larva (Rp/ekor) 7
Kerugian (Rp) -
9
-
16.660.000 11.340.000
12
136.080.000
17.680.000 10.320.000
13
134.160.000
Total
270.240.000
Rata-rata
135.120.000
St.deviasi
960000,00
Z
1,645
VaR
136.236.663
Kekurangan produksi pada bulan Juni dan Juli menyebabkan kerugian Ben’s Fish Farm sebesar Rp 270.120.000,-. Kerugian sebesar itu terjadi karena pada bulan Juni dan Juli harga larva ikan bawal air tawar naik di pasaran yaitu berada pada kisaran Rp 12,- dan Rp 13,- per ekor. Kekurangan produksi ini terjadi pada musim kemarau atau pada saat induk bawal berada pada fase istirahat berproduksi. Penggunaan selang kepercayaan 95 persen atau nilai distribusi tabel z pada tingkat 5 persen menunjukkan kerugian Value at Risk yang terjadi pada Ben’s Fish Farm sebesar Rp 136.236.663,- Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat kerugian yang ditimbulkan adalah 95 persen kemungkinan tidak akan melebihi Rp 136.236.663,- setiab bulannya. Apabila ada kerugian di atas nilai tersebut maka dinyatakan ada sumber risiko yang lebih besar yang belum teridentifikasi sehingga mempengaruhi terhadap penerimaan perusahaan. Selain menganalisis dampak risiko produksi dan penerimaan, dampak risiko harga juga perlu diperhatikan. Harga jual larva di bawah harga normal yaitu hanya terjadi pada bulan April. Dampak risiko harga dapat dilihat pada Tabel 9.
66
Tabel 9.
Analisis Dampak Risiko Pasar Pembenihan Larva Ikan Bawal Air Tawar di Ben’s Fish 2010
Bulan
Total Produksi
Harga Jual Larva
Kekurang
Kerugian
Larva (ekor)
(Rp/ekor)
Harga (Rp)
(Rp)
April
36.000.000
7
2
72000000
Mei
28.000.000
9
0
0
Juni
16.660.000
12
-
-
Juli
17.680.000
13
-
-
Total
72.000.000
Rata-rata
72.000.000
St.deviasi
0
Z
1,645
VaR
72.000.000
Harga jual larva pada bulan April merupakan harga terendah selama empat bulan terakhir yaitu Rp 7,- per ekor. Terdapat Rp 2,- per ekor selisih dari target harga
yang
telah
ditetapkan
sehingga
menyebabkan
kerugian
sebesar
Rp 72.000.000,-. Nilai VaR yang didapat juga Rp 72.000.000,- karena peluang harga kurang dari target hanya terdapat pada bulan April. Dampak risiko produksi dan pasar akan berpengaruh terhadap penerimaan total Ben’s Fish Farm. Berikut analisis dampak dari risiko penerimaan pada Tabel 10. Tabel 10. Hasil Analisis Dampak Risiko Penerimaan di Ben’s Fish Farm Bulan April-Juli Tahun 2010 Bulan
Penerimaan (Rp)
Kerugian (Rp)
Juni
199.920.000
52.080.000
Juli
229.840.000
22.160.000
Total
74.240.000
Rata-rata
37.120.000
Standar Deviasi
21156634,89
X
252.000.000
Z
1,645
VaR
61.729.200
67
Dari hasil analisis Value at Risk yang dilakukan, ternyata dampak dari risiko penerimaan sebesar Rp 61.729.200,-. Nilai tersebut menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95 persen dampak yang ditimbulkan akibat risiko penerimaan tidak melebihi Rp 61.729.200,- setiap bulannya, apabila ada kerugian di atas nilai tersebut maka masih ada sumber risiko lain yang belum teridentifikasi. 6.5.
Pemetaan Risiko Produksi, Risiko Pasar dan Risiko Penerimaan Hasil pengukuran probabilitas dan dampak risiko produksi, risiko pasar
dan penerimaan akan menunjukkan status risiko pada usaha pembenihan larva bawal air tawar di Ben’s Fish Farm. Penentuan nilai status risiko diperoleh dari perkalian antara probabilitas risiko dan dampak dari risiko yang terjadi pada usaha pembenihan larva bawal air tawar. Hasil perhitungan status risiko dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Status Risiko Produksi, Pasar, dan Penerimaan di Ben’s Fish Farm Bulan April-Juli 2010 Jenis Risiko
Probabilitas (%)
Dampak (Rp)
Status Risiko
Produksi
33,36
136.236.663
45.448.550,78
Pasar
30,20
72.000.000
21.744.000,00
Penerimaan
19,22
61.729.200
11.864.352,24
Penempatan risiko berdasarkan atas perhitungan dari probabilitas dan dampak dari risiko, nilai probabilitas dan dampak risiko akan menjadi faktor penentu posisi dari masing-masing risiko dalam pemetaan. Nilai probabilitas dibatasi oleh nilai 20 persen dan nilai dampak dibatasi oleh nilai Rp 50 juta,-. Nilai batasan ini ditentukan olah perusahaan dan diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik Ben’s Fish Farm. Alasan penetapan nilai probabilitas sebesar 20 persen dan dampak Rp 50 juta,- berdasarkan pengalaman perusahaan dalam melakukan usaha pembenihan larva bawal air tawar. Hasil pemetaan risiko dapat dilihat pada Gambar 16.
68
Probabilitas (%)
Kuadran 2
Kuadran 1
Risiko Produksi Risiko Pasar
Besar 20 %
Kuadran 4
Kuadran 3
Penerimaan kecil kecil
Rp 50 juta,-
Besar
Dampak (Rp)
Gambar 16. Peta Risiko Produksi, Pasar, dan Penerimaan di Ben’s Fish Farm Tahun 2010 Hasil pemetaan ini menunjukkan bahwa risiko yang mempunyai probabilitas di atas 20 persen dan dampak di atas 50 juta,- adalah risiko produksi dan risiko harga, posisi risiko ini berada pada kuadran 2. Risiko penerimaan berada pada kuadran 4 karena probabilitas risiko ini kurang dari 20 persen, namun dampak yang ditimbulkannya di atas 50 juta,-. 6.6.
Strategi Penanganan Risiko Besaran nilai probabilitas dan dampak risiko dari analisis yang telah
dilakukan pada risiko produksi dan risiko pasar menunjukkan besarnya risiko yang dialami oleh Ben’s Fish Farm dalam usaha pembenihan larva bawal air tawar. Dari hasil analisis risiko produksi dan risiko pasar yang telah dilakukan, ternyata besarnya nilai dari masing-masing risiko tersebut mempengaruhi penerimaan perusahaan yang cenderung mengalami kerugian. Menghadapi kerugian dari berbagai sumber risiko pada pembenihan larva ikan bawal air tawar, Ben’s Fish Farm dapat mengatasinya dengan berbagai cara, antara lain strategi penghindaran risiko (preventif) dan strategi mengurangi dampak risiko (mitigasi). 6.6.1. Penghindaran Risiko (Preventif) Penghindaran risiko dilakukan apabila untuk menghadapi kejadiankejadian merugikan, sehingga peluang yang disebabkan karena kesalahan selama proses produksi dan pemasaran larva bawal air tawar dapat terhindari. Penerapan
69
strategi penghindaran risiko yang bisa dilakukan oleh Ben’s Fish Farm dalam pembenihan larva ikan bawal air tawar diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Pemilihan Indukan yang Berkualitas Induk bawal yang berkualitas adalah induk yang memiliki kelebihan dari induk-induk yang lainnya, salah satunya adalah mampu menghasilkan telur dan sperma dalam jumlah yang banyak serta berkualitas baik. Menurut kepala bagian produksi Ben’s Fish Farm indikator telur dan sperma yang dihasilkan dari indukan yang berkualitas adalah memiliki daya tetas di atas 80 persen. Ben’s Fish Farm membeli indukan dari berbagai produsen yang ada di pulau Jawa. Induk-induk tersebut jika tidak diseleksi dan dirawat secara intensif akan berpotensi menghasilkan telur dan sperma yang kurang berkualitas. Pemilihan indukan yang berkualitas dapat dilakukan secara manual dengan memeriksa bentuk fisik (tidak ada cacat fisik), bobot serta kesehatan ikan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih induk yaitu : a. Induk betina yang matang gonad terlihat bagian perut yang membesar b. Bentuk tubuh harus normal, c. Induk jantan dan induk betina bukan satu keturunan, d. Induk tersebut harus sudah mencapai umur dewasa, yaitu 4 tahun untuk induk betina dan 3 tahun untuk induk jantan. Dipilihnya induk yang berkualitas baik, diharapkan akan diperoleh benihbenih yang berkualitas baik pula. Selain itu. induk yang berkualitas baik akan menghasilkan telur-telur yang banyak jumlahnya. Bobot indukan yang ideal menurut Ben’s Fish Farm adalah 5 kilogram per ekor induk. Hasil seleksi indukan tersebut dipisah berdasarkan kualitasnya, induk yang dianggap berkualitas langsung dipelihara di kolam, sedangkan indukan yang sakit serta tidak memenuhi kriteria langsung dijual atau dikonsumsi. Hal ini merupakan langkah awal dalam memperkecil kemungkinan risiko yang ditimbulkan dalam memproduksi telur dan sperma. 2. Membuat SOP (Standar Operational Procedure) Pemeliharaan larva merupakan kegiatan yang paling penting untuk menghindari risiko gagal produksi di perusahaan Ben’s Fish Farm. Kegiatan
70
pemeliharaan larva harus dimulai sejak penetasan telur, sampai larva siap jual. Termasuk di dalamnya kegiatan-kegiatan pengelolaan pakan, pengamatan pertumbuhan larva, pengelolaan kualitas air, pengendalian penyakit dan pemanenan. Semua kegiatan tersebut membutuhkan SOP secara tertulis
dari
perusahaan agar meminimalisir kesalahan. Setiap kegiatan dibuat SOP yang baku, misalnya SOP untuk pengelolaan pakan yaitu jenis pakan dan jadwal pemberian pakan pada indukan diberikan berdasarkan standar baku yang ditetapkan Ben’s Fish Farm, begitu juga untuk SOP produksi larva yaitu jadwal yang ditetapkan untuk penyuntikan yaitu harus pada jam 09:00 pagi, jenis hormon yang digunakan harus ovaprim dengan dosis 1 ml per kilogram berat induk, dan lain sebagainya. Selama ini pemeliharaan larva di Ben’s Fish Farm belum mengikuti standar yang baku, masih sering melakukan penyuntikan hormon di atas jam 09:00 dan pemberian pakan induk tidak pada waktu yang dianjurkan yakni tidak pada pagi dan sore hari, selama ini pemberian pakan sering dilakukan tiga kali sehari pada waktu pagi, siang dan sore hari. Membuat SOP (standard operational procedure) yang baku untuk menghindari risiko kematian larva. Adanya SOP yang baku maka risiko penyimpangan terhadap pemeliharaan larva dapat terhindarkan. Penerapan SOP merupakan cara yang paling tepat untuk menangani masalah yang sering timbul pada proses produksi larva, dengan adanya SOP maka setiap kegiatan dalam proses produksi dan pemasaran berdasarkan standar yang telah ditetapkan Ben’s Fish Farm. Penerapan SOP akan menghindari penyimpangan-penyimpangan dalam kegiatan produksi dan pemasaran larva ikan bawal air tawar di Ben’s Fish Farm. 3. Melengkapi Sarana dan Prasarana Produksi Untuk memproduksi larva ikan bawal air tawar diperlukan beberapa prasarana pokok yang memenuhi persyaratan sesuai dengan sifat-sifat biologis ikan tersebut. Prasarana ini meliputi hatchery, kolam pemeliharaan induk, kolam pendederan, dan kolam pembesaran. Hatchery merupakan suatu bangunan yang biasa digunakan untuk melakukan kegiatan pembenihan, terutama mulai dari pemijahan sampai menghasilkan larva. Fasilitas yang harus dibuat untuk hatchery ikan bawal yaitu: (1) bak penampungan air bersih; (2) bak pemberokan; (3) bak
71
pemijahan; (4) tempat penetasan telur; (5) akuarium pemeliharaan benih; (6) tempat blower (aerator); (7) gudang; (8) kantor; dan (9) listrik. Fasilitas Hatchery yang harus dilengkapi Ben’s Fish Farm adalah akuarium pemeliharaan benih larva. Saat ini akuarium yang tersedia di Ben’s Fish Farm hanya berjumlah 200 buah, padahal untuk seekor induk yang beratnya 4 kg membutuhkan akuarium sebanyak 30 buah ukuran 60 x 40 x 40 cm atau 20 buah ukuran 80 x 60 x 60 cm. Berdasarkan kapasitas produksi saat ini, maka Ben’s Fish Farm seharusnya menambah sebanyak 100 buah akuarium ukuran 80 x 60 x 60 cm untuk pemeliharaan larva. Dalam pembenihan ikan bawal, selain prasarana harus memadai, sarana produksinya pun harus tersedia agar kegiatan produksi dapat berjalan lancar dan target produksi pun dapat tercapai. Sarana produksi pembenihan larva ikan bawal yang harus disediakan meliputi induk jantan dan induk betina, pakan tambahan, pupuk, kapur, hormon perangsang, dan obatobatan. Sarana produksi seperti induk jantan dan betina harus berkualitas baik dan jumlah perbandingan yang sesuai yaitu 1:4, yaitu satu ekor induk betina membutuhkan empat ekor induk jantan. Sarana produksi yang harus dilengkapi oleh Ben’s Fish Farm adalah pemberian pakan tambahan. Pakan tambahan ini diberikan pada induk bawal. Pakan akan digunakan oleh ikan untuk sumber energi, memperbaiki sel-sel yang rusak, pertumbuhan, dan perkembangbiakan (reproduksi). Pada tahap pertama pakan akan digunakan untuk energi, terutama pergerakan tubuh. Bila energi sudah cukup, zat makanan akan digunakan untuk memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak. Bila hal ini sudah terpenuhi maka zat makanan akan digunakan untuk membangun tubuh atau pertumbuhan. Kemudian, zat makanan yang masih tersisa baru akan digunakan untuk reproduksi. Jadi, bila menginginkan produksi ikan yang tinggi maka Ben’s Fish Farm harus memberikan pakan tambahan yang tersedia setiap saat. Pakan tambahan yang bisa digunakan adalah oncom dan keong, oncom bisa didapat di pasaran dan di pabrik tempe, sedangkan pakan tambahan jenis keong bisa didapat di sawah-sawah sekitar Ben’s Fish Farm.
72
4. Mengoptimalkan Manajemen Sumberdaya Manusia dengan Cara Membuat Job Description Sumberdaya manusia merupakan masalah utama yang perlu ditangani secara serius oleh Ben’s Fish Farm, karena proses produksi pembenihan larva ikan bawal air tawar sangat rumit dan rentan risiko. Selama ini sering terjadi risiko yang disebabkan oleh kesalahan dalam penyuntikan maupun pemeliharaan larva, walaupun tingkat risiko yang disebabkan sumberdaya manusia tidak terlalu signifikan namun jika tidak ditangani dengan tepat akan dapat mengurangi penerimaan perusahaan. Menghadapi permasalahan yang disebabkan oleh sumberdaya manusia ini, Ben’s Fish Farm bisa menerapkan dengan cara membuat job description di setiap tahapan kegiatan untuk menghindari angka kerugian yaitu membuat rincian dan uraian di setiap tahapan kegiatan produksi dan pemasaran sehingga masingmasing tenaga kerja bekerja sesuai bidangnya. Selama ini belum ada job description yang baku pada setiap karyawan di Ben’s Fish Farm, karyawan bagian transportasi sering ikut membantu karyawan di bagian produksi, padahal jumlah karyawan bagian produksi tidak mengalami kekurangan. Hal ini terjadi karena setiap karyawan beranggapan lebih baik ikut membantu temannya bekerja daripada beristirahat jika pekerjaan pada bagiannya sudah selesai. Di sisi lain, ini merupakan kelemahan dari sistem kekeluargaan yang diterapkan perusahaan sehingga menyebabkan human eror. Adanya job description maka akan menghindari timbulnya risiko karena masing-masing tenaga kerja bekerja sesuai bidang keahliannya dan bertanggung jawab pada bagiannya yang telah ditetapkan oleh perusahaan. 5. Sistem Kontrak dengan Pemasok Salah satu sumber risiko yang harus ditangani oleh Ben’s Fish Farm adalah ketersediaan bahan input. Bahan input seperi pelet, oksigen dan artemia sewaktu-waktu dapat mengalami kelangkaan serta kenaikan harga yang signifikan di pasaran serta akan menghambat proses produksi larva. Melakukan sistem kontrak dengan pemasok bahan baku akan dapat mengurangi risiko ketersediaan bahan baku, dengan kata lain jika Ben’s Fish Farm melakukan kontrak setahun ke
73
depan dengan pemasok, maka ketersediaan bahan baku setahun ke depan sudah aman. 6. Kontrak Penjualan larva dengan Pelanggan Sebagai produsen pembenihan larva bawal air tawar di Jawa Barat, sangat memungkinkan bagi Ben’s Fish Farm melakukan kontrak penjualan larva dengan para pelanggan. Sistem kontrak dengan pelanggan berisikan perjanjian yang saling mengikat tentang harga, kualitas dan kuantitas, cara pembayaran, pendistribusian, ongkos kirim, dan jangka waktu perjanjian. Sistem kontrak ini akan menguntungkan bagi Ben’s Fish Farm maupun konsumennya, karena dengan sistem kontrak ketersediaan benih larva dan risiko kenaikan harga bagi konsumen akan tetap aman, dan bagi Ben’s Fish Farm menguragi dampak dari risiko harga maupun risiko produksi. Larva akan habis terjual sebelum umur 10 hari, begitu juga dengan harga jual larva akan tetap stabil selama jangka waktu kontrak. Bentuk-bentuk sistem kontrak yang bisa dilakukan adalah kontrak harga dan larva, konsumen bisa memesan larva untuk beberapa bulan ke depan berdasarkan harga sekarang. Strategi mitigasi dengan melakukan sistem kontrak dengan pelanggan akan mengurangi dampak risiko harga pada saat terjadi penurunan harga secara drastis di pasaran. 7. Pengendalian Penyakit Dalam usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar, adanya serangan penyakit merupakan salah satu kendala yang sering dihadapi oleh Bens’s Fish Farm. Kendala inilah yang paling ditakuti karena harapan untuk memperoleh keuntungan yang besar bisa pudar. Pengendalian penyakit yang dimulai sejak dini akan memperkecil dampak kerugian akibat serangan penyakit. Ada dua cara pengendalian penyakit yang bisa dilakukan oleh Ben’s Fish Farm, yaitu pencegahan dan pengobatan. Pencegahan merupakan upaya untuk menjaga agar tidak terjadi serangan, sedangkan pengobatan merupakan upaya untuk mengobati ikan-ikan yang sakit agar sembuh. Dari kedua cara tersebut, pencegahan merupakan cara yang paling efektif dibanding pengobatan karena biayanya lebih murah dan tidak ada efek sampingan terhadap ikan. Adapun cara mencegah serangan penyakit yaitu:
74
1. Mengeringkan kolam dan akuarium untuk memotong siklus hidup penyakit Kolam pemeliharaan induk perlu dilakukan pengeringan untuk memotong siklus hidup penyakit, sebaiknya pengeringan kolam dilakukan sebanyak tiga kali setahun. Kolam yang sudah dikeringkan harus dibiarkan kosong selama minimal dua minggu dan pada dasar kolam diberi kapur yang bertujuan untuk menetralkan pH di dasar kolam. Hal ini dilakukan karena selama ini Ben’s Fish Farm hanya melakukan pengeringan kolam sebanyak dua kali setahun (Prahasta, 2009). Akuarium sebagai media pemeliharaan larva setiap hari harus selalu dilakukan pencucian dan pengurasan, namun di Ben’s Fish Farm akuarium yang selesai di bersihkan langsung digunakan lagi. Hal ini tidak akan memutus secara maksimal sisa-sisa penyakit yang ada pada akuarium tersebut. Harusnya akurium dicuci dan dikeringkan di bawah sinar matahari agar semua bibit jamur dan penyakit mati. 2. Menjaga kondisi lingkungan Kondisi kolam pemeliharaan induk di Ben’s Fish Farm berada pada lokasi yang terbuka sehingga pada saat musim kemarau suhu air di dalam kolam berubah menjadi tidak normal, hal ini akan membuat indukan menjadi gampang stres dan lebih berpotensi terserang penyakit. Untuk menjaga lingkungan agar selalu pada kondisi normal, Ben’s Fish Farm bisa melakukan penanaman pohon di sekitar kolam supaya pada saat cuaca panas tidak mempengaruhi suhu air dalam kolam. 3. Mengurangi tingkat kepadatan induk di kolam pemeliharaan.
Kepadatan indukan dalam kolam harus benar-benar diperhatikan untuk mencegah kontak langsung antar ikan karena akan mempengaruhi tingkat kematangan gonad dan penurunan kadar oksigen dalam air. Saat ini Ben’s Fish Farm harus mengurangi tingkat kepadatan induk yang berada pada kolam pemeliharaan yang telah melebihi 200 induk per kolam, seharusnya kepadatan induk dalam kolam pemeliharaan yaitu 4 ekor induk per meter persegi. Kolam yang berukuran 6,5 x 5,5 x 1,5 yang dimiliki Ben’s Fish Farm seharusnya hanya menampung sekitar 200 indukan.
75
Berdasarkan hasil penjabaran strategi penanganan risiko dengan cara preventif (menghindari) di atas, maka dapat dipetakan strategi penanganan risiko yang dapat diterapkan oleh Ben’s Fish Farm dalam menghindari risiko yang ada. Strategi preventif yang bisa dilakukan oleh Ben’s Fish Farm dapat dilihat pada Gambar 17. Probabilitas (%)
Kuadran 1
Kuadran 2 1. Pemilihan induk yang berkualitas 2. Membuat SOP (Standar Operational Procedure) 3. Melengkapi Sarana dan prasarana produksi 4. Mengoptimalkan manajemen sumberdaya manusia dengan cara membuat job description 5. Sistem kontrak dengan Pemasok 6. Kontrak penjualan larva dengan pelanggan 7. Pengendalian penyakit
Kuadran 3
Kecil
Kuadran 4
Besar
Dampak (Rp)
Gambar 17 . Strategi Preventif yang Bisa Dilakukan oleh Ben’s Fish Farm Strategi preventif yang bisa dilakukan oleh Ben’s Fish Farm untuk menangani kemungkinan terjadinya risiko dirumuskan berdasarkan sumber dan peta risiko yang ada, kuadran yang dapat ditangani secara preventif adalah risiko yang ada di kuadran 1 dan 2, namun strategi preventif pada kuadran 1 tidak dilakukan karena pada kuadran ini tidak ditemukan sumber-sumber risiko. Penghindaran terhadap risiko yang ada pada kuadran 2 adalah penanganan pada 76
kejadian-kejadian dengan probabilitas besar. Penanganan preventif yang bisa dilakukan berupa membuat SOP (Standar Operational Procedure) dan melengkapi sarana dan prasarana produksi, mengoptimalkan sumberdaya manusia dengan cara membuat job description dan sistem kontrak dengan pemasok. Strategi preventif lain yang bisa dilakukan Ben’s Fish Farm pada kuadran 2 yaitu pemilihan indukan yang berkualitas, kontrak penjualan larva denga pelanggan, dan pengendalian penyakit yang mana pada kuadran ini merupakan sumber risiko yang mempunyai dampak besar dan probabilitas juga besar. Strategi yang dilakukan secara preventif diharapkan akan menggeser posisi kelompok risiko dari kuadran 1 menuju kuadran 3, dan kelompok risiko yang berada di kuadran 2 menuju kuadran 4 yang mana sumber risiko yang ada menjadi kecil kemungkinan terjadinya. 6.6.2. Mitigasi Risiko Mitigasi risiko adalah strategi penanganan risiko apabila dampak risiko sangat besar, dengan kata lain mitigasi risiko merupakan strategi penanganan risiko yang bisa dilakukan oleh Ben’s Fish Farm untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan dari terjadinya risiko. Satu-satunya cara yang sangat mungkin dilakukan Ben’s Fish Farm untuk memperkecil dampak dari risiko faktor cuaca dan fluktuasi harga jual larva yaitu membuat unit bisnis pendederan. Pendederan merupakan usaha lanjutan dari pembenihan larva, pendederan ini dilakukan untuk menghasilkan benih bawal siap tebar pada usaha pembesaran. Input utama dari kegiatan pendederan ini adalah benih larva umur 10-14 hari. Saat ini kapasitas produksi benih larva yang ditangani oleh Bens’s Fish Farm tergolong besar yakni rata-rata 28 juta larva tiap bulannya, jika usaha ini mengalami kerugian maka akan berdampak besar terhadap pendapatan perusahaan secara keseluruhan. Ben’s Fish Farm bisa mengurangi dampak kerugian dari usaha pembenihan larva jika terjadi penurunan harga jual larva di pasaran yaitu dengan cara membuat unit usaha pendederan bawal air tawar. Harga jual larva rendah yang mencapai Rp 7,- per larva akan membuat Ben’s Fish Farm mengalami dampak kerugian yang besar, namun dampak tersebut bisa dikurangi dengan cara sebagian benih larva yang diproduksi di Ben’s Fish Farm dijadikan benih siap tebar melalui unit usaha pendederan. Kegiatan 77
pendederan ini juga akan meningkatkan penerimaan perusahaan karena akan mendapatkan nilai tambah dari penjualan benih siap tebar. Untuk mendapatkan benih siap tebar dibutuhkan waktu enam minggu untuk mencapai benih berukuran 2 inci, harga jual benih siap tebar ini Rp 150,- per ekor. Strategi penanganan risiko menggunakan strategi mitigasi yang akan dilakukan oleh Ben’s Fish Farm bertujuan untuk mengendalikan risiko-risiko dengan dampak yang besar. Risiko yang mempunyai dampak yang besar dan probabilitas besar berdasarkan status dan pemetaan risiko adalah risiko dari faktor cuaca dan fluktuasi harga jual larva yang terdapat di kuadran 2. Strategi mitigasi yang bisa dilakukan Ben’s Fish Farm dapat dilihat pada Gambar 18.
Probabilitas (%)
Kuadran 1
Kuadran 2 Membuat unit bisnis pendederan
Kuadran 3
kecil
Kuadran 4
Besar
Dampak (Rp)
Gambar 18. Strategi Mitigasi Risiko yang Bisa Dilakukan oleh Ben’s Fish Farm Strategi mitigasi pada kuadran 2 yang mana sumber risiko berupa faktor cuaca dan fluktuasi harga jual larva yang memiliki dampak dan probabilitas yang besar. Ben’s Fish Farm dapat mengendalikan risiko ini dengan cara membuat unit usaha pendederan. Penanganan secara mitigasi ini akan menggeser posisi risiko yang ada di kuadran 2 ke kuadran 1 yang mana dampak yang ditimbulkan dari risiko ini menjadi kecil, Strategi mitigasi pada kuadran 4 tidak dilakukan karena tidak ada sumber risiko yang teridentifikasi yang posisinya berada pada kuadran tersebut.
78
VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1.
Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada perusahaan Ben’s Fish Farm
mengenai manajemen risiko pembenihan larva ikan bawal air tawar, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Sumber-sumber risiko yang ada pada pembenihan larva ikan bawal air tawar di Ben’s Fish Farm diklasifikasikan menjadi dua jenis risiko yaitu risiko produksi dan risiko pasar. Risiko produksi yang teridentifikasi adalah penyakit yang menyerang induk bawal yang berupa penyakit stres, penyakit yang menyerang larva berupa penyakit bintik putih (white spot), faktor cuaca berupa penurunan produksi sel telur dan sperma pada indukan, faktor manusia yang berupa kesalahan yang sering dilakukan dalam produksi, dan kerusakan pada peralatan teknis. Sumber-sumber risiko pasar yang teridentifikasi adalah fluktuasi harga pakan berupa kenaikan harga pakan pelet dan artemia sp, dan fluktuasi harga larva berupa penurunan harga jual larva. 2. Berdasarkan analisis probabilitas risiko, diperoleh nilai probabilitas risiko produksi sebesar 33,36 persen dan nilai probabilitas risiko harga sebesar 30,20 persen, sedangkan nilai probabilitas risiko penerimaan sebesar 19,22 persen.
Hasil
ketiga
probabilitas
risiko
tersebut
menunjukkan
kemungkinan terjadi risiko paling besar terdapat pada kegiatan produksi yakni 33,36 persen. Berdasarkan hasil analisis dampak risiko, maka diperoleh nilai dampak risiko produksi sebesar Rp 136.236.663,- dan dampak risiko harga sebesar Rp 72.000.000,- sedangkan dampak risiko penerimaan sebesar Rp 61.729.200,3. Strategi penanganan risiko yang sebaiknya dilakukan oleh Ben’s Fish Farm dalam mengendalikan sumber risiko yang ada diantaranya melalui strategi preventif dan strategi mitigasi risiko. Strategi preventif yang bisa dilakukan untuk memperkecil kemungkinan terjadinya risiko dengan cara: membuat SOP (standar operatinal procedure), melengkapi sarana dan 79
prasarana produksi, mengoptimalkan sumberdaya manusia dengan cara membuat job description, pemilihan induk yang berkualitas, sistem kontrak dengan pemasok, kontrak penjualan larva dengan pelanggan, dan pengendalian penyakit. Strategi mitigasi yang bisa dilakukan Ben’s Fish Farm untuk memperkecil dampak dari faktor cuaca dan fluktuasi harga jual larva dengan cara membuat unit bisnis pendederan, 7.2.
Saran Risiko yang mempunyai kemungkinan terjadinya besar dan berdampak
besar yaitu risiko yang disebabkan oleh faktor cuaca dan fluktuasi harga jual larva. Untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh risiko tersebut hendaknya Ben’s Fish Farm melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut : 1. Membeli indukan yang berkualitas dengan kriteria: 1) Bentuk tubuh harus normal; 2) Induk jantan dan induk betina bukan satu keturunan; dan 3) Induk tersebut harus sudah mencapai umur dewasa, yaitu 4 tahun untuk induk betina dan 3 tahun untuk induk jantan, hal ini dikarenakan indukan yang baik akan menghasilkan telur yang berkualitas dan dapat bertelur secara kontinu. 2. Membuat unit bisnis pendederan yang bertujuan untuk mengurangi dampak dari penurunan harga jual larva. 3. Melakukan kontrak penjualan larva dengan pelanggan yang isinya meliputi perjanjian yang saling mengikat tentang harga larva, kualitas dan kuantitas larva, cara pembayaran, pendistribusian, ongkos kirim, dan jangka waktu perjanjian. Hal ini akan memperkecil kemungkinan terjadinya risiko dari fluktuasi harga jual larva. 4. Melakukan pengendalian terhadap penyakit yang dimulai sejak dini dengan cara: 1) Mengeringkan kolam dan akuarium untuk memotong siklus hidup penyakit; 2) Menjaga kondisi lingkungan kolam dan akuarium; dan 3) Mengurangi tingkat kepadatan induk di kolam pemeliharaan hingga 4 ekor induk per meter persegi.
80
LAMPIRAN
L ampiran 1. Produksi Benih Per K ecamatan di K abupaten Bogor Tahun 2009 (Ribu E kor) NO
K E CAMATAN
TOTAL
PE RSE NTASE
K OMODITAS
PRODUK SI
MAS
NIL A
GURAME
LELE
TAWAS
TAMBAK AN
MUJAIR
NIL AM
PATIN
BAWAL
BAWAL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Nanggung L euwliang L euwsadeng Pamijahan Cibungbulang Ciampea Tenjolaya Dramaga Ciomas Tamansari Cijeruk
5936,00 7935,00 3485,30 13676,00 608816,35 34322,00 62582,00 20272,15 16980,00 4359,00 1842,00
2014,00 2862,00 813,00 3745,00 631,00 8872,00 22303,00 4903,00 3707,75 1335,00 505,00
1518,00 1217,00 571,00 2713,00 454,00 4971,00 6051,00 3957,00 3427,00 910,00 1337,00
114,00 2600,00 445,00 692,00 88,00 3104,00 12799,00 8682,00 2963,25 889,00 0,00
927,00 885,00 1442,00 3220,00 1463,00 6748,00 5245,00 23,65 1877,50 241,60 0,00
627,00 138,00 49,20 557,00 307,00 0,00 3135,00 0,00 0,00 192,00 0,00
500,00 101,00 25,10 423,00 526,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
236,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
0,00 7,00 82,00 704,00 886,00 8852,00 6958,00 105,00 3325,00 242,40 0,00
0,00 125,00 58,00 1622,00 604461,35 1775,00 6091,00 2601,50 1679,50 549,00 0,00
0,00 1,58 1,66 11,86 99,28 5,17 9,73 12,83 9,89 12,59 0,00
12 13 14 15 16 17
Cigombong Caringin Ciawi Cisarua Megamendung Sukaraja
2057,00 2951,00 2990,00 1662,00 3304,00 0,00
600,00 751,00 671,00 0,00 0,00 0,00
1457,00 2200,00 994,00 674,00 1328,00 0,00
0,00 0,00 360,00 0,00 0,00 0,00
0,00 0,00 965,00 988,00 1976,00 0,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Babakan Madang Sukamakmur Cariu Tanjungsari Jonggol Cileungsi K lapanunggal Gunung Putri Citeureup Cibinong Bojong Gede
0,00 0,00 0,00 0,00 21,20 10,00 49,00 38,00 0,00 1455,59 812,55
0,00 0,00 0,00 0,00 20,00 10,00 20,00 6,00 0,00 272,80 173,29
0,00 0,00 0,00 0,00 1,20 0,00 21,00 10,00 0,00 227,52 120,87
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 185,94 96,29
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 8,00 8,00 0,00 597,18 265,02
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2,00 0,00 38,26 20,34
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 14,84 7,87
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 12,00 0,00 0,00 0,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 69,59 128,87
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 49,46 0,00
29 Tajurhalang
1781,67
422,16
294,90
241,49
454,65
49,57
19,22
0,00
0,00
299,68
0,00
0,00
30 K emang 31 Rancabungur
117,08 6558,72
0,00 1398,69
15,49 165,82
12,40 781,14
26,00 2948,60
33,00 164,11
0,00 63,64
0,00 16,06
0,00 0,00
0,00 1020,66
30,19 0,00
25,79 0,00
0,00 0,00 0,00 0,00 3,40 0,00
32 Parung
11598,00
0,00
140,00
304,00
10600,00
34,00
0,00
0,00
0,00
360,00
160,00
1,38
33 Ciseeng
22013,85
0,00
224,60
394,38
15049,07
27,00
4,80
6,00
0,00
3288,00
3020,00
13,72
7390,00
0,00
0,00
1390,00
6000,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
423,00 1290,00 112,00
313,00 111,00 62,00
85,00 497,00 40,00
25,00 0,00 0,00
0,00 0,00 10,00
0,00 137,00 0,00
0,00 122,00 0,00
0,00 423,00 0,00
0,00 0,00 0,00
0,00 0,00 0,00
0,00 0,00 0,00
0,00 0,00 0,00 0,00
34 Gunung Sindur 35 Rumpin 36 Cigudeg 37 Sukajaya 38 Jasinga 39 Tenjo 40 Parung Panjang Jumlah
72,00
72,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
199,00
69,00
78,00
0,00
52,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
847111,46
56662,69
35700,40
36166,89
62020,27
5510,48
1807,47
693,06
0,00
26328,20
622222,00
73,45