VI ANALISIS FAKTOR – FAKTOR SUMBER RISIKO PRODUKSI TERHADAP PRODUKSI KARET ALAM Hasil dari estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi karet alam PT Socfindo kebun Aek Pamienke, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Provinsi Sumatera Utara. Variabel yang diteliti adalah jumlah pohon yang hilang atau mati, penderes yang melakukan kesalahan, jumlah pohon yang dideres, jumlah blok yang terkena Secondary Leaf Fall (SLF), curah hujan, biaya perawatan Brown Bast/Bark Necrosis (BB/BN), dan produksi sebelumnya. Salah satu yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui faktorfaktor-faktor sumber risiko produksi yang dapat mempengaruhi produksi karet alam PT Socfindo adalah dengan menggunakan software Eviews 6 dan metode regresi linier berganda dengan pendekatan Ordinary Least Square (OLS). Uji asumsi klasik pada metode ini telah dilakukan untuk mengetahui apakah model tersebut telah memenuhi semua uji atau tidak (Lampiran 4, 5, dan 6). Sehingga selanjutnya untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor risiko produksi terhadap produksi karet alam PT Socfindo dapat dilakukan. Kesesuaian hasil regresi dapat dilihat dari kecocokan tanda dan nilai koefisien penduga. Hasil estimasi dari seluruh model yang ada telah cukup baik, sebagaimana terlihat dari nilai koefisien determinasinya (R2) adalah 0,58 atau 58 persen (Lampiran 1). Hal tersebut mengindikasikan bahwa sebesar 58 persen dapat dijelaskan oleh model, sedangkan 42 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar persamaan. Menggunakan taraf nyata 20 persen (α = 0,2), maka dapat dijelaskan bahwa apabila Prob (F-statistic) < α akan menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap variabel Y, yaitu produksi, tetapi apabila Prob (F-statistic) > α, maka menunjukkan bahwa tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produksi. Hasil pendugaan persamaan faktor-faktor sumber risiko produksi dapat dilihat pada Tabel 17.
57
Tabel 17. Hasil Pendugaan Persamaan Faktor-Faktor Sumber Risiko Produksi Karet Alam PT Socfindo Labuhan Batu Utara Sumatera Utara Tahun 2012 Variabel Koefisien Std. Error F-Statistic Probability Konstanta -39869,96 275527,5 -0,14470 0,886 Jumlah pohon yang mati (X1) -1,10214 1,10529 -0,99715 0,327 Jumlah penderes yang salah (X2) -2522,68 1819,66 -1,38635 0,177 Jumlah pohon yang dideres (X3) 0,26707 0,27286 0,97876 0,336 Jumlah blok terkena SLF (X4) -3126,44 1131,44 -2,76324 0,010 Biaya perawatan BB/BN (X5) -0,00011 0,00139 -0,08144 0,936 181,39 113,52 1,59793 0,122 Curah hujan (X6) Produksi sebelumnya (Y(t-1)) 0,61416 0,13877 4,42581 0,0001 Tabel 17 menunjukkan hasil yang signifikan ada empat variabel, sedangkan untuk hasil yang tidak signifikan ada tiga variabel. Variabel yang signifikan adalah Jumlah penderes yang melakukan kesalahan (X2), jumlah blok yang terkena SLF (X4), Curah Hujan (X6), dan produksi sebelumnya Y(t-1), sedangkan untuk variabel yang tidak signifikan adalah variabel Jumlah pohon yang mati (X1), jumlah pohon yang dideres (X3), dan Biaya perawatan BB/BN (X5). Hasil tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk model, yaitu : Y = - 39869,96 – 1,102137X1 – 2522,678X2 + 0,267069X3 – 3126,435 X4 – 0,000113X5 + 181,3940X6 + 0,614157Y(t-1) Model tersebut menyatakan bahwa terdapat enam variabel yang memenuhi hipotesis, sedangkan ada satu yang tidak memenuhi hipotesis, yaitu variabel curah hujan. Secara rinci, pengaruh masing-masing variabel atau faktor-faktor sumber risiko produksi terhadap produksi karet alam PT Socfindo adalah sebagai berikut : 1)
Jumlah pohon yang mati (X1) Hasil pendugaan parameter pada persamaan faktor-faktor sumber risiko
produksi menunjukkan untuk variabel Jumlah pohon yang mati (X1) memiliki 58
tanda negatif pada taraf nyata 20 persen (0,2). Hal tersebut menjelaskan bahwa setiap jumlah pohon yang mati meningkat satu pohon, maka produksi akan menurun sebesar 1,102137 kilogram karet kering (Kg KK) dengan asumsi peubah lainnya tetap. Variabel ini tidak berpengaruh nyata terhadap produksi karet alam yang dikarenakan dalam kurun waktu 2009-2011, pohon yang mati akibat angin, fomes, atau Brown Bast/Bark Necrosis di dalam perkebunan karet Aek Pamienke tidak memiliki jumlah yang sangat besar dibandingkan dari jumlah pohon karet secara keseluruhan. Pada tahun 2011, luas pohon karet yang tumbang atau mati mencapai ± 38 Ha yang diakibatkan oleh bencana puting beliung. Walaupun demikian, jumlah pohon yang tumbang atau mati dari luas tersebut tidak dalam jumlah yang besar dibandingkan keseluruhan jumlah pohon karet yang ditanami di perkebunan Aek Pamienke PT Socfindo. Akibat serangan angin yang berat, luas areal ± 38 Ha akan diremajakan kembali karena mengalami kerusakan berat hingga > 60 persen, yaitu pohon pada areal tersebut tidak dapat dipertahankan untuk dirawat karena pohon sudah tumbang atau patah pada batang utama sehingga tidak mungkin untuk dieksploitasi/dideres kembali. Angin merupakan bencana iklim yang tidak dapat diduga kejadiannya, karena termasuk faktor alam. Salah satu cara untuk mengantisipasinya adalah bagian tanaman PT Socfindo melakukan analisis lanjut mengenai arah atau pola angin dari yang sering terjadi, sehingga dapat diketahui daerah-daerah yang sering terkena serangan angin, seperti angin putting beliung. Berdasarkan pola atau daerah tersebut, PT Socfindo akan menanam jenis klon karet yang tahan akan angin agar dapat diminimalisir dengan baik. Selain itu, untuk pohon karet yang sudah terlalu tinggi dan akan rentan terkena angin, maka perusahaan akan melakukan topping. Topping adalah suatu pekerjaan untuk mengurangi tinggi tanaman karet dengan cara memotong atau memangkas cabang tanaman karet pada ketinggian tertentu untuk mencegah dan mengurangi risiko patah ataupun tumbang akibat angin kencang. Cara topping juga dapat digunakan untuk memotong pohon karet yang hanya patah karena serangan angin. Tujuannya agar pohon karet dapat tumbuh kembali dan juga dengan diberi tambahan pupuk. Cara perusahaan dalam mengatasi penyakit fomes adalah dengan cara perusahaan berusaha melakukan upaya-upaya agar penyakit ini tidak dapat 59
menular kepada pohon karet lainnya. Strategi yang dilakukan perusahaan adalah dengan cara mencabut pohon karet hingga akar-akarnya, kemudian membersihkan lahan bekas fomes tersebut. Kebersihan lahan merupakan hal yang sangat penting untuk penyakit ini, karena jamur Rigidoporus Lignosus sifatnya adalah menular atau parasit fakultatif yang berarti bahwa jamur tersebut dapat hidup pada jaringan tanaman yang telah mati. Selain itu, jamur ini juga tidak dapat bertahan lama tanpa adanya sumber makanan. Hal ini menunjukkan bahwa timbulnya fomes sangat ditentukan oleh adanya sisa-sisa tunggul dan akar tanaman di lahan areal perkebunan karet. Daerah Sumatera dan Malaysia merupakan negara yang menduduki urutan teratas akibat kerugian dari penyakit fomes dibandingkan seluruh penyakit karet lainnya (Sujatno dan Pawirosoemardjo 2001). Berdasarkan penelitian divisi bagian tanaman PT Socfindo, rentannya daerah Sumatera akan fomes diduga karena faktor cuaca atau iklim dan sebagian besar lahan perkebunannya adalah bekas lahan hutan atau tanaman tua. Maka dari itu, pengelolaan tanah yang kurang sempurna akan menyebabkan dan dapat dipastikan penyakit jamur akar putih ini akan menjadi masalah sepanjang tahun. Penanggulangan untuk penyakit Brown Bast/Bark Necrosis (BB/BN) adalah perusahaan melakukan pengobatan dengan cara melakukan deteksi terlebih dahulu kepada pohon yang sakit. Deteksi ini dilakukan dengan cara penusukan kulit (tes pembusukan) pada bagian kulit yang mongering setiap 10 centimeter sampai dijumpai tusukan yang mengeluarkan lateks (kulit sehat), selanjutnya dilakukan isolasi antara kulit sehat dan kulit sakit menggunakan pisau deres, dan kemudian dilakukan pengerokan kulit pada kulit yang sakit kemudian didiamkan selama satu hari. Setelah itu, pengobatan dengan mengoleskan formulasi NoBB atau TB 192. Formulasi NoBB adalah suatu formulasi yang dikembangkan oleh Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia dan diproduksi oleh Pusat Penelitian Karet Sungei Putih, sedangkan TB 192 adalah zat yang digunakan untuk menutup setiap luka pada tanaman karet. Selain itu, penyemprotan insektisida dilakukan setelah sehari kulit diolesi yang bertujuan untuk melindungi pohon dari serangan kumbang penggerek (rayap). Setelah semua tahapan selesai dilakukan, pohon tersebut dibiarkan istirahat dalam waktu 4-6 bulan. Pohon yang
60
tidak dapat berproduksi kembali setelah masa istirahat tersebut, maka pohon akan mati dan diremajakan kembali. 2)
Jumlah Penderes yang melakukan kesalahan (X2) Variabel kedua dalam penelitian ini adalah variabel jumlah penderes yang
melakukan kesalahan (X2). Hasil dari analisis ini bertanda negatif dan berpengaruh nyata terhadap produksi karet alam pada taraf nyata 20 persen. Hal tersebut menjelaskan bahwa setiap jumlah penderes yang melakukan kesalahan meningkat satu orang, maka produksi akan menurun sebesar 2522,678 kilogram karet kering (Kg KK) dengan asumsi peubah lainnya tetap. Hal ini menunjukkan hasil yang sama dengan hasil dari lapangan yang menyatakan bahwa penderes merupakan salah satu faktor penting dalam budidaya karet alam. Besar kecilnya produksi karet berdasarkan lateks yang diperoleh dari setiap pohon karet. Tenaga kerja harus dapat menggoreskan atau melukai kulit karet agar lateks dapat dikeluarkan dari pohonnya. Tenaga kerja tersebut disebut penderes atau nama lainnya adalah penyadap. Setiap penderes harus dapat melukai pohon karet dengan teknik-teknik tertentu atau keahlian khusus dalam menderes lateks agar umur produktif atau produksi karet tidak menurun dari yang diharapkan. Pekerjaan tersebut dilakukan dengan penuh kehatian-hatian. Konsistensi dari penderes yang sangat diharapkan oleh perusahaan untuk menghasilkan mutu terbaik. Proses penerimaan karyawan sebagai penderes terlebih dahulu melakukan tes jasmani. Tes ini bertujuan untuk melihat seberapa kuat jasmani dari calon penderes, karena seorang penderes harus memiliki badan yang kuat dan tidak mudah sakit. Di perkebunan karet, setiap harinya penderes harus memanen lateks dari satu ancak atau 500 pohon dalam sehari. Oleh karena itu, dengan menggunakan sistem panel empat kali sehari, maka setiap penderes dalam waktu empat hari harus memanen lateks dari 2000 pohon karet. Pekerjaan ini tidak mudah jika belum terbiasa dilakukan. Setelah tes jasmani, selanjutnya tes training untuk memberitahukan cara-cara menderes atau melukai pohon karet dengan baik dan sesuai prosedur yang telah ditetapkan. Konsistensi waktu juga dapat dilihat dari ketepatan mereka hadir untuk melakukan setiap tahapan tes yang dilakukan perusahaan. 61
PT Socfindo menyediakan “Tapping School” sebagai cara untuk mengurangi risiko apabila masih terdapat penderes yang melakukan kesalahan dalam pekerjaannya. Tujuannya agar setiap penderes memiliki keahlian khusus sesuai standar yang telah ditetapkan oleh Perusahaan. Sejauh ini, strategi tersebut sangat membantu untuk setiap penderes yang baru masuk atau penderes yang melakukan kesalahan. Pengontrolan setiap mandor kepada setiap penderes menjadi salah satu cara dilapangan dalam meminimalisir risiko tersebut. 3)
Jumlah pohon yang dideres (X3) Hasil pendugaan parameter pada persamaan faktor-faktor sumber risiko
produksi menunjukkan untuk variabel Jumlah pohon yang di deres (X3) bertanda positif dan berpengaruh nyata terhadap produksi pada taraf nyata 20 persen. Hal tersebut menjelaskan bahwa setiap jumlah pohon yang di deres meningkat satu pohon, maka produksi akan meningkat sebesar 0,267069 kilogram karet kering (Kg KK) dengan asumsi peubah lainnya tetap . Hal ini dapat disebabkan karena di dalam perkebunan karet, khususnya untuk kejadian dilapangan, salah satu faktor yang dapat menyebabkan produktivitas dari setiap pohon itu berbeda adalah jenis klon dan sistem panelnya. Persentase jenis klon karet yang ditanami di perkebunan Aek Pamienke PT Socfindo dapat dilihat pada Tabel 16. Jenis klon yang dapat memberikan produksi tinggi adalah PB 340, PB 217, dan PB 260, sedangkan sisa klon yang hanya dapat memberikan distribusi produksi standar atau tidak terlalu tinggi sesuai jenis nya masing-masing. Sistem panel yang dapat memberikan produksi tinggi adalah sistem panel A pada umur tanaman 11-20 tahun. Pengaruh yang tidak nyata ini menunjukkan bahwa adanya persentase jumlah pohon untuk klon yang produksi nya tidak optimum lebih besar dibandingkan persentase klon yang dapat memberikan produksi lebih tinggi. Persentase RRIC 100 adalah 30,05 persen dan klon tersebut termasuk klon yang produktivitasnya tidak terlalu tinggi, sehingga seberapa banyak jumlah pohon tidak menjelaskan terlalu nyata terhadap data produksi tahun 2009-2011. Penanaman klon RRIC 100 sebagai antisipasi adanya serangan angin yang dikarenakan lahan perkebunan Aek Pamienke merupakan salah satu jalur lintasan angin. 62
Tabel 18. Persentase Jumlah Pohon Berdasarkan Jenis Klon Karet Alam PT Socfindo Tahun 2011 Klon IRCA 111 IRCA 18 IRCA 230 PB 217 PB 235 PB 254 PB 260 PB 330 PB 340 RRIC 100 RRIM 901 RRIM 911 RRIM 921
Persentase Jumlah Pohon (%) 0,37% 0,94% 1,08% 3,06% 0,66% 0,58% 23,01% 15,66% 2,79% 30,05% 1,54% 1,54% 17,99%
Sumber : Kebun Aek Pamienke PT Socfindo (2011)
4)
Jumlah Blok yang terkena Secondary Leaf Fall (X4) Hasil pendugaan parameter pada persamaan faktor-faktor sumber risiko
produksi menunjukkan untuk variabel jumlah blok yang terkena Secondary Leaf Fall (X4) memiliki tanda negatif dan berpengaruh nyata terhadap produksi karet alam pada taraf nyata 20 persen. Hal tersebut menjelaskan bahwa setiap jumlah blok yang terkena SLF meningkat satu blok, maka produksi akan menurun sebesar 3126,435 kilogram karet kering (Kg KK) dengan asumsi peubah lainnya tetap. Setiap tanaman memerlukan fotosintesis untuk cadangan makanannya. Proses fotosintesis berlangsung dengan bantuan sinar matahari yang dimulai dari daun. Tanaman karet akan menggugurkan daunnya sebagai siklus hidupnya. Pengguguran daun tersebut akan menyebabkan proses fotosintesis terganggu, sehingga cadangan makanan berkurang dan produksi akan mengalami penurunan. Daun-daun karet yang telah tumbuh kembali (revoliasi) dan mengalami gugur daun kedua (Secondary Leaf Fall) kembali akan mengakibatkan produksi juga akan mengalami penurunan kembali. Hal ini bukan dikarenakan siklus tapi dikarenakan penyakit, yaitu Corynespora Cassiicola. Perusahaan berusaha dengan memberikan pupuk 45 hari setelah gugur daun kedua selesai untuk mengurangi risiko akibat SLF. Pupuk bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan daun kembali agar proses fotosintesis tanaman dapat berlangsung dengan baik kembali. 63
SLF ini tidak terjadi setiap bulan pada waktu satu tahun, tetapi luas areal yang mengalami gugur daun kedua ini cukup luas dengan rata-rata dalam kurun waktu tiga tahun adalah ± 833 Ha dengan perbandingan luas perkebunan Aek Pamienke secara keseluruhan adalah ± 2500 Ha yang dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Perbandingan Luas Areal Pekebunan Aek Pamienke dengan Luas yang Terkena SLF Tahun 2009-2011 Tahun Luas (Ha) Luas yang terkena SLF (Ha) Persentase (%) 2009 2010 2011
2722,33 2533,19 2172,58
696,32 651,32 1153,08
25,58 25,71 53,07
Sumber : Kebun Aek Pamienke PT Socfindo (2011)
Selain itu, berdasarkan penelitian bagian tanaman PT Socfindo, gugur daun kedua ini dapat menurunkan produksi sebesar 30 persen. Maka dari itu, hal ini telah dapat menunjukkan bahwa hasil Secondary Leaf Fall ini akan berpengaruh nyata terhadap produksi. 5)
Biaya Perawatan Brown Bast/Bark Necrosis (X5) Variabel
biaya
perawatan
Brown
Bast/Bark
Necrosis
(BB/BN)
menunjukkan hasil yang bertanda negatif dan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi karet alam pada taraf nyata 20 persen. Hal tersebut menjelaskan bahwa setiap biaya perawatan BB/BN meningkat satu rupiah, maka dapat menurunkan produksi sebesar 0,000113 kilogram karet kering (KgKK) dengan asumsi peubah lainnya tetap. Biaya perawatan Brown Bast/Bark Necrosis ini menjelaskan bahwa semakin tinggi biaya yang dikeluarkan untuk penyakit Brown Bast/Bark Necrosis, maka pohon yang sakit akan semakin banyak sehingga mengakibatkan adanya penurunan produksi. Biaya perawatan Brown Bast/Bark Necrosis adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk merawat atau mengobati pohon yang terkena penyakit Brown Bast/Bark Necrosis. Penyakit Brown Bast/Bark Necrosis adalah penyakit yang berasal dari fisiologis tanaman akibat over stimulasi. Stimulasi adalah pemberian stimulant kepada tanaman karet untuk merangsang pembuluh lateks yang bertujuan mendapatkan kenaikan hasil lateks seperti yang diharapkan oleh perusahaan. Hal ini menyebabkan terjadinya kering alur sadap pada pembuluh aliran lateks. Klon yang rentan terkena BB/BN adalah PB 340. 64
Biaya yang dikeluarkan PT Socfindo untuk perawatan BB/BN adalah racun biothion yang bersifat insektisida kontan, biaya upah tenaga kerja, dan TB 192. Data sebelumnya menjelaskan bahwa jumlah pohon yang terkena Brown Bast/Bark Necrosis memiliki jumlah yang tidak terlalu besar dibandingkan dari jumlah keseluruhan pohon karet yang ditanam oleh perkebunan Aek Pamienke PT Socfindo, sehingga hasil dari biaya perawatan Brown Bast/Bark Necrosis yang tidak berpengaruh nyata terhadap produksi berkorelasi dengan hasil jumlah pohon yang mati (X1). Salah satu faktor yang termasuk jumlah pohon yang mati adalah jumlah pohon yang terkena Brown Bast/Bark Necrosis. 6)
Curah Hujan (X6) Variabel curah hujan (X6) menjadi variabel keenam dan menunjukkan
hasil dengan tanda positif dan berpengaruh nyata terhadap produksi karet alam pada taraf nyata 20 persen. Hal tersebut menjelaskan bahwa setiap curah hujan meningkat satu milimeter, maka produksi juga akan meningkat sebesar 181.3940 kilogram karet kering (Kg KK) dengan asumsi peubah lainnya tetap. Selain itu, variabel curah hujan ini dinyatakan tidak dapat memenuhi hipotesis awal. Hal ini ditunjukkan dari hasil yang diperoleh bahwa semakin tinggi curah hujan, maka semakin tinggi produksi karet PT Socfindo, sedangkan hipotesis awal menyatakan bahwa semakin tinggi curah hujan, maka produksi karet akan semakin menurun. Awalnya hipotesis ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Balai Penelitian Sungei putih (2012), semakin tinggi curah hujan maka akan semakin tinggi kerentanan pohon karet terhadap penyakit seperti gugur daun kedua yang berkepanjangan, sehingga dapat menurunkan produksi. Hal tersebut dapat dikarenakan oleh beberapa faktor yang sangat berpengaruh, salah satunya adalah datangnya hari hujan di pagi, siang, sore, atau malam hari dan kisaran curah hujan yang masih dalam batas normal atau optimal. Hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa hujan datang tidak pada pagi hari sehingga tidak dapat mengganggu penderes dalam menderes lateks dan data curah hujan yang digunakan dalam penelitian ini masih berkisar antara 2500-4000 mm sesuai batas normal atau optimal sehingga dapat meningkatkan produksi lateks. Dinas pertanian (2012) menjelaskan bahwa untuk budidaya karet dengan curah hujan masih berkisar antara 2500-4000 mm, maka masih dapat 65
meningkatkan produksi dengan baik, karena kandungan air di dalam tanah juga cukup baik. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa produksi meningkat akibat adanya curah hujan apabila mm curah hujan masih berkisar antara 2500-4000 mm. Air yang cukup akan membantu tanaman dalam proses fotosintesis yang akhirnya akan meningkatkan volume aliran lateks pada tanaman yang dapat menambah produksi. Cadangan air yang mengalami defisit akibat rendahnya curah hujan selama beberapa bulan akan berdampak pada penurunan produksi. Siklus ini biasanya terjadi pada bulan-bulan Maret dan April. Curah hujan yang terlalu tinggi sehingga melebihi daya dukung lingkungan akan dapat menimbulkan run off yang memungkinkan terjadinya banjir. Curah hujan merupakan faktor alam, sehingga perusahaan tidak dapat melakukan pengendalian atau pencegahan untuk mengurangi risiko tersebut. Terjadinya curah hujan yang tinggi melebihi kisaran semestinya akan menimbulkan kerentanan penyakit terhadap pohon karet, sehingga perusahaan dapat mengobati pohon tersebut dengan cara-cara atau obat yang telah ditetapkan sesuai prosedur perusahaan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Balai penelitian Sungei Putih (2012), penurunan produksi akibat curah hujan yang tinggi berkisar antara 20-30 persen, tetapi hal ini tidak terjadi pada perkebunan karet Aek Pamienke PT Socfindo dalam kurun waktu 2009-2011 karena curah hujan masih dalam kisaran mm yang ditetapkan. Curah hujan secara umum memiliki korelasi dengan hari hujan. Beberapa pengaruh dari curah hujan yang tinggi adalah hari hujan yang sering dan hal ini akan berpotensi mengganggu proses eksploitasi (produksi) karena kehilangan hari sadap (jika hujan pagi sampai siang). Hujan akan berpengaruh pada proses penyadapan dan pengumpulan hasil, mencairkan cup lump, dan meningkatkan potensi serangan penyakit pada tanaman. Bagi perusahaan, strategi yang dapat dilakukan adalah : 1) Manajemen hari deres dimana, pengurus/manajemen kebun akan memberlakukan ganti hari kerja menjadi hari libur, dengan pertimbangan penderes akan mendapatkan uang ekstra untuk bekerja pada hari libur tersebut. 2) Aplikasi asam cuka (formic acid) sebagai bahan pengumpal lateks dalam (mangkok). Hal ini dilakukan untuk mengamankan lateks yang 66
terkumpul di mangkok sehingga tidak “membubur” terkena air hujan. Larutan asam cuka akan mempercepat penggumpalan lateks sehingga menjadi cup lump yang tidak rusak terkena air hujan. 3) Manajemen drainase untuk areal rendahan, dan penggunaan rain guard untuk mengurangi limpasan air hujan. Beberapa strategi ini dapat dijadikan saran untuk perusahaan PT Socfindo ketika mengalami curah hujan yang cukup tinggi atau melebihi kisaran mm curah hujan. Selain itu, untuk penelitian selanjutnya apabila terjadi curah hujan yang rendah maka akan menimbulkan kekeringan. Hal ini akan berpengaruh terhadap laju fotosintesis dan adanya penurunan pertumbuhan dari tanaman karet. Dampaknya, penurunan produksi pun akan terjadi. Strategi yang dapat dijadikan saran untuk kedepannya adalah membangun irigasi, membangun rorak/embung penangkap air, dan pengurangan penggunaan stimulan saat terjadi defisit air.
7)
Produksi Sebelumnya (Y(t-1)) Hasil pendugaan parameter persamaan faktor-faktor sumber risiko
produksi menunjukkan untuk variabel lag Y(-1) bertanda positif pada taraf nyata 20 persen. Hal tersebut menjelaskan bahwa setiap kenaikan produksi pada bulan sebelumnya (t-1) sebesar satu kilogram, maka akan menaikkan produksi pada bulan berjalan (tahun t) sebesar 0,614157 kilogram karet kering (Kg KK). Variabel produksi sebelumnya Y(t-1) ini adalah variabel tambahan yang digunakan dalam model produksi (Y) untuk menekan pengaruh autokorelasi yang muncul (Lampiran 1). Variabel ini memiliki pengaruh nyata terhadap produksi karet alam pada bulan berjalan (tahun t) yang membuktikan bahwa produksi per bulan di kebun Aek Pamienke memiliki trend atau dipengaruhi oleh waktu (t).
67
Gambar 14. Grafik Bulanan Produksi Karet Alam Kebun Aek Pamienke Tahun 2009-2011 Sumber : Kebun Aek Pamienke PT Socfindo (2011)
Grafik produksi pada Gambar 14 menunjukkan bahwa pola produksi karet setiap bulan di setiap tahunnya adalah sama sehingga setiap tahunnya, bagian tanaman PT Socfindo telah membuat distribusi produksi setiap bulannya yang hasilnya akan tetap 100 persen di akhir tahun. Distribusi produksi tersebut dilakukan berdasarkan hasil analisis rata-rata produksi karet alam dari 5 sampai 10 tahun sebelumnya. Maka dari itu, pola produksi setiap bulannya cenderung sama dalam kurun waktu 2009-2011. Walaupun demikian, hasil produksi setiap bulannya berbeda pada tahun yang berbeda. Hal ini dapat menjelaskan bahwa produksi bulan sebelumnya sangat berpengaruh terhadap produksi pada bulan saat ini. Produksi rata-rata setiap bulan dan setiap tahun di PT Socfindo yang dapat dianalisis dengan baik mengakibatkan PT Socfindo dapat mengetahui tehniktehnik budidaya yang baik dan benar dalam membudidaya karet. Walaupun demikian, faktor-faktor sumber risiko yang terjadi di dalam produksi karet alam masih sering terjadi yang menyebabkan produksi dan produktivitas karet alam dalam kurun waktu 2009-2011 mengalami fluktuasi. Beberapa penyebabnya dapat dikarenakan adanya faktor risiko dari alam, sumber daya manusianya, penyakit yang berdasarkan cuaca, dan lain sebagainya. Perusahaan hanya dapat mengantisipasi tetapi tidak dapat dicegah untuk faktor alam, misalnya untuk faktor risiko angin, bagian tanaman PT Socfindo 68
dapat menganalisis lebih lanjut untuk melihat bagaimana arah dari serangan angin tersebut, bagaimana arahnya pada tahun-tahun sebelumnya sehingga untuk tahuntahun berikutnya perusahaan telah mengetahui arah angin dan dapat mengantisipasinya dengan cara tidak menanam klon yang rentan akan angin pada arah-arah tersebut. Risiko untuk curah hujan yang terjadi pada bulan-bulan dimana curah hujan yang sedang tinggi, maka target produksi karet perusahaan akan disesuaikan sehingga untuk bulan-bulan dimana cuaca cukup baik dan produksi sedang tinggi-tingginya, maka target perusahaan dapat disesuaikan. Selain itu, cara lain untuk mengantisipasinya adalah curah hujan sangat berkorelasi dengan hari hujan. Salah satu dampaknya dapat kehilangan hari menderes yang meneybabkan penderes tidak dapat menderes karena aliran lateks akan memancar ke segala arah akibat air, sehingga tidak dapat dikumpulkan di mangkok lateks. Oleh karena itu, perusahaan akan memakai hari sabtu dan minggu menjadi hari ganti yang akan menggantikan hari dimana penderes tidak dapat menderes pada hari hujan tersebut sedangkan untuk faktor risiko sumber daya alam, perusahaan mengharapkan konsistensi penderes dalam melukai pohon karet dengan teknik-teknik yang telah ditetapkan dan melakukan pekerjaan sesuai prosedur perusahaan. Perusahaan juga akan memberikan bonus atau premi dari hasil lateks yang mereka dapatkan dan dari pekerjaan yang telah mreka kerjakan, sedangkan pada faktor risiko penyakit, perusahaan telah berusaha untuk dapat mencegah, mengobati, dan merawat pohon-pohon yang karet yang sakit agar tetap masih dapat menghasilkan lateks atau menghindari penyakit agar tidak tertular ke pohon karet lainnya. Pohon karet yang tidak dapat berproduksi kembali akan diremajakan.
69