ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK (Studi Kasus Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat)
SKRIPSI
FARISAH FIRAS H34080100
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAN FAKTOR–FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK (Studi Kasus Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat) Farisah Firas (H34080100) ABSTRACT Bell Pepper (Capsicum annum var. grossum) or sweet pepper is newly cultivated in Indonesia. Production of bell pepper in Indonesia grows positively from 2008 to 2011, with an average growth is 90,42 percent. Pasirlangu village is one of bell pepper producing areas in West Java province. “Dewa Family” is one of the pioneer farmers group in hydroponic bell pepper development in Pasirlangu village. Members of “Dewa Family” face production risk, indicated by during four periods (2008 – 2010) productivity has fluctuated and the mean of productivity still under the potential productivity bell peppers yield. This study aims to analyze the cause of production risk sources and the risk level of production of hydroponic bell pepper. In addition, this study also determine the factors affecting the production of hydroponic bell pepper by using a Cobb-Douglas Production Function and a Principal Component Regression Analysis. The result showed that the risk faced by farmers is 33,18 percent of production value and the main constraints in cultivating are pests and diseases problem, weather conditions and the uncertain climate, and use of inputs production. Meanwhile, based on production factors which influential to the productions hydroponic bell pepper are size of greenhouse, amount of seeds, nutrition, insecticides, and labor. The conclusion of this research are that farmers can use inputs of production efficiently and precisely in order to produce the optimal production. Farmers also plan ahead of strategies to reduce risk production. Keywords : Bell Pepper, Production Risk, Production Factors, and Principal Component Regression ABSTRAK Paprika (Capsicum annum var. grossum) merupakan tanaman sayuran yang baru dibudidayakan di Indonesia. Produksi paprika di Indonesia dari tahun 2008 hingga 2010 mengalami pertumbuhan yang positif, dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 90,42 persen. Pasirlangu merupakan salah satu sentra produksi paprika di Provinsi Jawa Barat. “Dewa Family” merupakan salah satu kelompok tani pionir yang mengembangkan paprika hidroponik di Desa Pasirlangu. Anggota “Dewa Family” menghadapi risiko produksi yang diindikasikan oleh produktivitas yang berfluktuasi selama empat periode (2008 – 2011) dan produktivitas aktual yang masih di bawah produktivitas potensialnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sumber penyebab risiko produksi dan seberapa besar risiko yang dihadapi. Selain itu, penelitian ini juga menentukan faktor produksi apa saja yang berpengaruh terhadap produksi paprika hidroponik menggunakan pendekatan Cobb-Douglas dan Analisis Komponen Utama. Dari hasil yang diperoleh, tingkat risiko produksi yang dihadapi petani adalah sebesar 33,2 persen dari nilai produksi pada saat terjadinya risiko. Sumber-sumber penyebab risiko adalah serangan hama dan penyakti, kondisi cuaca dan iklim, dan penggunaan input produksi. Sementara itu, faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi paprika hidroponik adalah luas greenhouse, jumlah benih, nutrisi, insektisida, dan tenaga kerja. Rekomendasi dari penelitian ini adalah petani sebaiknya memperhatikan penggunaan input secara efisien agar menghasilkan produksi yang optimal dan merencanakan strategi yang tepat untuk mengurangi risiko produksi. Kata Kunci: Paprika, Risiko Produksi, Faktor-faktor Produksi, dan Regresi Komponen Utama
RINGKASAN FARISAH FIRAS. Analisis Risiko Produksi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Paprika Hidroponik (Studi Kasus Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. (Di bawah bimbingan RATNA WINANDI). Kondisi sumberdaya alam Indonesia sebagai negara tropis mempunyai potensi yang baik untuk mengembangkan produksi pertanian, salah satunya komoditas sayuran. Tidak hanya sayuran asli Indonesia (sayuran lokal), berbagai jenis sayuran dari negara lain (non lokal) pun dapat tumbuh dengan baik. Paprika (Capsicum annuum var. grossum) merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan di Indonesia karena memiliki nilai ekonomis dan strategis. Terlihat dari perkembangan produksi paprika nasional yang mengalami peningkatan positif dari tahun 2008 hingga 2011, dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 90,42%. Salah satu daerah yang menjadi sentra penghasil paprika di Jawa Barat adalah Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat. Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” merupakan salah satu kelompok tani pionir dalam pengembangan paprika hidroponik di Desa Pasirlangu. Kelompok tani paprika “Dewa Family” memiliki 47 unit greenhouse budidaya, dengan total luasan sebesar 51.086 m2. Selama empat periode (2008 – 2011) terdapat 93 kegiatan produksi dari 38 unit greenhouse budidaya dengan sistem manual (tanpa irigasi tetes). Berdasarkan data produksi dari kelompok tani, terdapat fluktuasi pada nilai produktivitas yang diperoleh sehingga pendapatan yang diterima pun berfluktuatif. Kondisi ini mengindikasikan adanya risiko produksi pada usahatani paprika hidroponik yang dilakukan anggota kelompok tani. Permasalahan lainnya adalah kesenjangan antara produktivitas aktual dengan produktivitas potensial. Rata-rata produktivitas yang dicapai pada tahun 2011 sebesar 6,58 kg/m2, sedangkan produktivitas potensial tanaman paprika mencapai 8,00 – 9,00 kg/m2. Hal tersebut diduga disebabkan oleh penggunaan input dan pengaruh kondisi lingkungan. Perbedaan penggunaan input produksi antar petani akan menyebabkan perbedaan pula pada hasil yang diperoleh. Di sisi lain, faktor lingkungan ikut berpengaruh karena tidak dapat dikuasai dan tidak mudah untuk dikendalikan petani. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mengidentifikasi sumber-sumber yang menyebabkan risiko produksi paprika hidroponik di kelompok tani paprika “Dewa Family”, (2) Menganalisis tingkat risiko yang dihadapi anggota kelompok tani paprika “Dewa Family”, dan (3) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi paprika hidroponik di kelompok tani paprika “Dewa Family”. Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok tani paprika “Dewa Family” Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat pada bulan April hingga Mei 2012. Data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 12 orang, yang merupakan anggota aktif kelompok tani. Penelitian ini menggunakan Analisis Risiko Produksi dan Analisis Fungsi Produksi. Pengolahan data menggunakan Microsoft Excel 2007 dan MINITAB 14.
i
Perhitungan risiko produksi menggunakan pendekatan nilai variance, standard deviation, dan coefficient variation. Sebelum menilai risiko, terlebih dahulu menghitung peluang dan nilai pengembalian harapan (expected return). Return dalam penelitian ini adalah produktivitas dan pendapatan. Nilai produktivitas yang diharapkan adalah sebesar 6,87 yang berarti usahatani paprika hidroponik yang dilakukan petani memberi harapan perolehan hasil produksi sebesar 6,87 kg/m2, dengan memperhitungkan risiko yang ada. Sementara, harapan pendapatan yang dapat diperoleh adalah sebesar Rp 49.491.654,89 per luasan 1.093,32 m2, atau sebesar Rp 45.267,31 per m2-nya. Adapun sumber-sumber yang menjadi penyebab risiko produksi adalah: 1) Serangan hama dan penyakit, hama thrips merupakan hama yang dominan dibanding hama lainnya karena kemunculannya dipengaruhi oleh kondisi cuaca, dengan kemungkinan kehilangan hasil sebesar 25%. Sementara penyakit yang ditemui adalah layu fusarium atau busuk akar, dengan kemungkinan kehilangan hasil sebesar 25 – 30% pada saat musim hujan. 2) Kondisi cuaca dan iklim, dengan kemungkinan kehilangan hasil sebesar 5 – 10% saat musim hujan dan 20% saat musim kemarau. 3) Penggunaan input produksi meliputi penggunaan benih, pemberian nutrisi, kelalaian tenaga kerja, dan pemberian insektisida. Tingkat risiko yang dihadapi petani responden dalam melakukan usahatani paprika hidroponik berdasarkan nilai coefficient variation adalah sebesar 0,33. Artinya, setiap satu kilogram hasil yang diperoleh akan menghadapi risiko sebesar 0,33 kilogram atau 33 persen dari nilai produktivitas yang diperoleh, pada saat terjadi risiko produksi. Nilai risiko yang diperoleh tersebut tergolong risiko yang rendah, karena kurang dari 50 persen dari kerugian yang dihadapi. Berdasarkan model fungsi Cobb-Douglas diperoleh nilai R-sq sebesar 83% yang berarti 83% variasi produksi paprika hidroponik dapat dijelaskan oleh model, dan sisanya 17% dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Namun, dari pendugaan tersebut hanya terdapat dua variabel yang signifikan pada taraf nyata 10%, yaitu benih dan insektisida. Adanya gejala multikolinearitas, menyebabkan model fungsi Cobb-Douglas yang diperoleh belum mampu menggambarkan fungsi produksi yang baik. Sehingga dilakukan pendugaan lain dengan Analisis Regresi Komponen Utama (Principal Component Regression). Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor-faktor produksi yang berpengaruh signifikan terhadap produksi paprika hidroponik pada taraf nyata 5% adalah luas greenhouse, jumlah benih, jumlah nutrisi, insektisida, dan tenaga kerja. Sementara, pupuk pelengkap cair dan fungsida tidak berpengaruh nyata terhadap produksi paprika hidroponik. Berdasarkan hasil analisis risiko dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, disarankan (1) Sebaiknya petani lebih memperhatikan pencegahan dan penanganan untuk mengurangi risiko yang disebabkan oleh sumber-sumber risiko, yaitu pensterilan greenhouse sebelum tanam untuk memutus siklus hidup hama, tidak merokok di dalam greenhouse karena dapat menimbulkan penyakit bagi tanaman, sirkulasi udara dan suhu diatur dengan baik, dan memastikan tidak ada kotoran yang terbawa masuk dari luar greenhouse. (2) Faktor produksi yang tidak berpengaruh nyata terhadap produksi paprika hidroponik seperti pupuk pelengkap cair dan fungisida, dapat dikurangi penggunaannya. Mengingat hama thrips lebih dominan menyerang tanaman paprika hidroponik dan juga dapat menghemat biaya yang dikeluarkan.
ii
ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK (Studi Kasus Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat)
FARISAH FIRAS H34080100
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
iii
Judul Skripsi
: Analisis
Risiko
Produksi
dan
Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi Produksi Paprika Hidroponik (Studi Kasus Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat) Nama
: Farisah Firas
NIM
: H34080100
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Ratna Winandi, MS NIP. 19530718 197803 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus :
iv
PERNYATAAN Dengan ini menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Risiko Produksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Paprika Hidroponik (Studi Kasus Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka dibagian akhir skripsi.
Bogor, Maret 2013
Farisah Firas H34080100
v
RIWAYAT HIDUP Penulis yang bernama lengkap Farisah Firas dilahirkan di Jakarta pada tanggal 14 Oktober 1990 sebagai anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Ir. Elfan Rahman dan Ibu Ade Yeni. Penulis menyelesaikan pendidikan dasarnya di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SD IT) Nurul Fikri pada tahun 2002, dilanjutkan dengan pendidikan menengah pertama di Sekolah Menengah Islam Terpadu (SMP IT) Nurul Fikri yang lulus pada tahun 2005, dan melanjutkan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Depok yang lulus pada tahun 2008. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor tahun 2008 melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis terlibat dalam kepengurusan Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis (HIPMA) sebagai staf Departemen Public Relation and Information Media tahun 2010 – 2011. Selain itu, penulis juga aktif mengikuti kegiatan kepanitiaan, serta memperoleh beasiswa dari Yayasan Toyota Astra periode 2011 – 2012.
vi
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Risiko Produksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Paprika Hidroponik (Studi Kasus Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat)”. Shalawat serta salam tidak lupa penulis hanturkan kepada junjungan Nabi dan Rosul Allah, Nabi Muhammad beserta keluarga dan para sahabat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar tingkat risiko yang dihadapi oleh kelompok tani paprika “Dewa Family” dalam menjalani usahatani paprika hidroponik dan sumber risiko yang menyebabkan risiko tersebut. Selain itu, penelitian ini juga untuk mengetahui faktor-faktor produksi apa saja yang dapat mempengaruhi produksi paprika hidroponik. Sehingga dapat menjadi gambaran untuk produksi selanjutnya. Upaya dan kerja keras telah dilakukan dengan maksimal dalam pembuatan skripsi ini. Penulis menyadari segala sesuatu tidak ada yang sempurna. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan berbagai pihak terkait.
Bogor, Maret 2013 Farisah Firas
vii
UCAPAN TERIMA KASIH Syukur Alhamdulilllah penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah mencurahkan nikmat, kasih sayang, dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Penyelesaian skripsi ini pun tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, semangat, dan dorongan kepada penulis. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada: 1. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran, kesabaran, dan waktunya kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si selaku dosen penguji utama dan Ir. Harmini, M.Si selaku dosen penguji Komisi Pendidikan Departemen Agribisnis pada ujian sidang penulis, yang telah memberikan saran serta masukan dalam penyempurnaan skripsi ini. 3. Dr. Ir. Wahyu Budi Priatna, M.Si sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan saran selama perkuliahan. 4. Orang tua, Bapak Ir. Elfan Rachman dan Ibu Ade Yeni, serta adik-adik tercinta Fikri Ammar, Fasya Ajrina, dan Fadhlan Silmi yang selalu mencurahkan kasih sayang, mendoakan, dan pengorbanan tak terbatas kepada penulis. Semoga ini menjadi persembahan terbaik. 5. Keluarga besar Rachman dan Sofyan yang selalu memotivasi dalam penyelesaian skripsi ini. 6. Bapak Deden Wahyu selaku ketua, Mang Iding, Mang Nur, dan seluruh petani anggota Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” yang telah bersedia meluangkan waktu dan membantu penulis dalam pengumpulan data selama penelitian. 7. Ibu Ida, Mba Dian, Ibu Yoyoh, Bapak Yusuf, dan seluruh staf sekretariat Komisi Pendidikan Departemen Agribisnis yang telah membantu penulis. 8. Sahabat sekaligus saudara terbaik, Syifa Maulia, Haris Fatori Aldila, Syajaroh Duri, Herawati, Diki More Sari, Arini prihatin, Andi Facino, Akbar Zaenal Mutaqin, Tiara Rulita Anggraini, dan Vedie Anka Shiddieqy, yang telah memberi warna dan arti khusus dalam persahabatan.
viii
9. Dian Puspitasari dan Rizky Ilham teman satu penelitian, yang sekaligus juga menjadi teman sekelompok Gladikarya Desa Pasirlangu (Ni Putu Ayuning WPM, Yuki Masiliana, dan Nursahaldin Sam) atas sharingnya selama penelitian dan gladikarya. 10. Teman satu bimbingan Andina Gemah Pertiwi, Mizani Adlina Puteri, dan Muhammad Fikri. Serta teman-teman Agribisnis 45 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu atas dukungan, semangat, dan kerjasamanya selama ini. 11. Kak Gita Kusuma Rahayu, Mba Andhika Ika P, Kak Nurzakiah, Kak Maya Wulan Arini, Indri Permata Sevitha, dan teman-teman kosan Ar-Riyadh atas bantuan, keceriaan dan kekeluargaannya selama kurang lebih 4 tahun. 12. Ibu Lilis dan keluarga atas tumpangan rumahnya selama penelitian. 13. Dan, semua pihak terkait yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu kelancaran, dukungan, dan harapan positif bagi penulis selama menyelesaikan studi di IPB.
Bogor, Maret 2013 Farisah Firas
ix
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ...............................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................
xiv
I
PENDAHULUAN ....................................................................... 1.1. Latar Belakang ...................................................................... 1.2. Perumusan Masalah .............................................................. 1.3. Tujuan Penelitian .................................................................. 1.4. Manfaat Penelitian ................................................................ 1.5. Ruang Lingkup Penelitian .....................................................
1 1 6 9 9 9
II
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 2.1. Gambaran Umum Paprika Hidroponik ................................. 2.1.1. Hama dan Penyakit Tanaman Paprika ...................... 2.2. Penelitian Terdahulu ............................................................. 2.2.1. Kajian Mengenai Analisis Risiko Produksi .............. 2.2.2. Kajian Mengenai Pengaruh Faktor Produksi Terhadap Produksi Paprika Hidroponik .................... 2.3. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu ...............................
11 11 14 15 15 16 18
KERANGKA PEMIKIRAN ...................................................... 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ................................................ 3.1.1. Teori Produksi ........................................................... 3.1.2. Konsep Risiko ........................................................... 3.1.2.1. Penilaian Risiko ........................................... 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ........................
19 19 19 24 26 28
IV METODE PENELITIAN ........................................................... 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................ 4.2. Metode Pengumpulan Data ................................................... 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................. 4.3.1. Analisis Risiko Produksi pada Kegiatan Spesialisasi ................................................................ 4.3.2. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Paprika Hidroponik ................................... 4.3.3. Pengujian Hipotesis ................................................... 4.3.4. Analisis Regresi Komponen Utama (Principal Component Regression) ............................................ 4.4. Definisi Operasional ..............................................................
31 31 31 32
III
V
GAMBARAN UMUM ............................................................... 5.1. Keadaan Geografis dan Demografi Lokasi Penelitian .......... 5.2. Gambaran Umum Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” ................................................................................. 5.2.1. Sejarah dan Perkembangan Kelompok Tani .............
32 35 39 41 43 45 45 46 46
x
5.2.2. Struktur Organisasi Kelompok Tani ......................... 5.2.3. Sarana dan Prasarana yang Dimiliki Kelompok Tani ........................................................................... 5.3. Karakteristik Responden ....................................................... 5.3.1. Usia dan Tingkat Pendidikan .................................... 5.3.2. Pengalaman Bertani Paprika Hidroponik .................. 5.3.3. Lama Bergabung dengan Kelompok Tani ................ 5.3.4. Jumlah dan Luas Greenhoouse yang Dimiliki .......... 5.3.5. Komoditas Lain yang Dibudidayakan ....................... 5.4. Keragaan Usahatani Paprika Hidroponik .............................. 5.4.1. Proses Kegiatan Budidaya Paprika Hidroponik ......... 5.4.2. Kegiatan Pemasaran Paprika Hidroponik ................. 5.4.3. Penggunaan Sarana Produksi Paprika Hidroponik ................................................................ 5.4.4. Analisis Pendapatan Usahatani Paprika Hidroponik 5.4.4.1. Penerimaan Usahatani Paprika Hidroponik .................................................. 5.4.4.2. Biaya Usahatani Paprika Hidroponik .......... 5.4.4.3. Pendapatan Usahatani Paprika Hidroponik .................................................. VI
48 50 51 51 52 53 53 54 54 54 66 66 75 75 76 79
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 6.1. Sumber-sumber Risiko Produksi Paprika Hidroponik .......... 6.2. Penilaian Risiko Produksi Paparika Hidroponik ................... 6.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Paprika Hidroponik di Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” ...... 6.4. Rekomendasi Penanganan Risiko Produksi ..........................
81 81 86 90 101
VII KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 7.1. Kesimpulan ........................................................................... 7.2. Saran ......................................................................................
104 104 105
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................
106
LAMPIRAN .........................................................................................
110
xi
DAFTAR TABEL Halaman
Nomor 1.
Perkembangan Nilai PDB Hortikultura di Indonesia Berdasarkan Harga Berlaku Periode 2007 – 2010 ....................
2
Perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Paprika di Indonesia Tahun 2008 – 2010 ....................................
4
Perkembangan Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Paprika di Kabupaten Bandung Barat Pada Tahun 2008 – 2011 .................................................................................
5
Penggunaan TKLK Usahatani Paprika Hidroponik di Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” per 1.000 m2 Pada Tahun 2011 .................................................................................
73
Penggunaan TKDK Usahatani Paprika Hidroponik di Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” per 1.000 m2 Pada Tahun 2011 .................................................................................
74
Analisis Pendapatan Usahatani Paprika Hidroponik Petani Anggota Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” per 1.000 m2 Selama Satu Periode Tanam, Tahun 2011 ..................................
77
Rata-rata Jumlah Produksi dan Produktivitas Paprika Hidroponik di Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” Tahun 2008 – 2011 .................................................................................
81
Penilaian Risiko Produksi Paprika Hidroponik di Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” Berdasarkan Produktivitas ...........
87
Hasil Parameter Penduga Ketiga Fungsi Produksi Cobb-Douglas Usahatani Paprika Hidroponik di Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” Tahun 2011 .......................................................
91
10. Hasil Analisis Regresi Antara Variabel Terikat (Ln Y) dengan Skor Komponen Utama ...............................................................
93
11. Analisis Signifikansi Koefisien Regresi Parsial Komponen Utama ..........................................................................................
94
2. 3.
4.
5.
6.
7.
8. 9.
xii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman Perkembangan Produktivitas Paprika Hidroponik di Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” Selama Empat Periode (2008 – 2011) ..............................................................................
8
Hubungan antara Produk Total (PT), Produk Marjinal (PM), dan Produk Rata-rata (PR) ..........................................................
22
3.
Alur Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ......................
30
4.
Struktur Organisasi Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” ....
49
5.
(a) Pembibitan di dalam Greenhouse Semai, dan (b) Bibit Paprika yang Siap Tanam ...........................................................
56
6.
Proses Penanaman Bibit Paprika di dalam Greenhouse Tanam .
57
7.
Contoh Penanaman Dua Bibit Paprika dalam Satu Polibag .......
58
8.
Contoh Pemilihan Cabang pada Tanaman Paprika .....................
60
9.
(a) Hama Thrips di Bawah Bunga, (b) Daun yang Terkena Hama Thrips, dan (c) Buah yang Terkena Hama Thrips ............
62
10. (a) Daun yang Terkena Penyakit Tepung Daun, dan (b) Daun yang Terkena Penyakit Bercak daun Serkospora ........................
63
11. (a) Paprika yang akan di sortasi, dan (b) Perhitungan dan Pembukuan Hasil Panen di Gudang Kelompok Tani ..................
65
12. Bentuk Bangunan Greenhouse Tanam di Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” ..............................................................
67
1.
2.
xiii
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun 2007 – 2011 ....
111
2.
Jumlah dan Luas Greenhouse di Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” Tahun 2011 .......................................................
112
Komponen Biaya Persiapan Greenhouse Per 1.000 m2 Per Periode Tanam di Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” Tahun 2011 .................................................................................
113
Komponen Biaya Penyemaian per 1.000 m2 Per Periode Tanam di Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” Tahun 2011 ............
113
Daftar Harga yang Berlaku di Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” Pada Saat Penelitian (Per April-Mei 2012) ...................
114
Jumlah Permintaan Paprika Hidroponik dan Jumlah yang Dapat Dipenuhi Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” , Tahun 2011
115
Skema Saluran Pemasaran Paprika Hidroponik di Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” ......................................................
116
Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja (HOK) per 1.000 m2 dalam Usahatani Paprika Hidroponik Selama Satu Periode Tanam, Tahun 2011 .................................................................................
117
Biaya Penyusutan Peralatan Usahatani Paprika Hidroponik per 1.000 m2 Selama Satu Periode Tanam, Tahun 2011 ...................
117
10. Penilaian Risiko Produksi Paprika Berdasarkan Produktivitas di Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” Selama Empat Periode Tanam (2008 – 2011) ..................................................................
118
11. Penerimaan dan Pendapatan Masing-masing Greenhouse di Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” Selama Empat Periode Tanam (2008 – 2011) ..................................................................
120
12. Data Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Paprika Hidroponik di Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” dalam Satu Periode Tanam, Tahun 2011 ...............................................
122
13. Hasil Analisis Regresi Pendugaan Pertama Fungsi Produksi Cobb-Douglas dengan MINITAB 14 ..........................................
123
14. Hasil Analisis Regresi Pendugaan Kedua Fungsi Produksi Cobb-Douglas dengan MINITAB 14 Setelah Mengeluarkan Data Ke-24 ...........................................................................................
124
15. Hasil Analisis Regresi Pendugaan Ketiga Fungsi Produksi Cobb-Douglas dengan MINITAB 14 Setelah Mengeluarkan Data Ke-11 ...........................................................................................
125
3.
4. 5. 6. 7. 8.
9.
16. Hasil Output Grafik MINITAB 14 Fungsi Produksi Cobb-Douglas
xiv
Ketiga .......................................................................................... 17. Hasil Analisis Regresi Komponen Utama dengan MINITAB 14
126 126
18. Hasil Analisis Regresi antara Variabel Terika (Ln Y) dengan Skor Komponen Utama (W) dengan MINITAB 14 ............................ 127 19. Tranformasi Koefisien Z menjadi Variabel X ............................
127
20. Dokumentasi ...............................................................................
128
xv
I. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Perekonomian Indonesia tahun 2012 mengalami pertumbuhan sebesar 6,23
persen dibandingkan dengan tahun 2011. Menurut Badan Pusat Statistik (2013) pertumbuhan terjadi pada semua sektor ekonomi, salah satunya sektor pertanian yang mengalami pertumbuhan sebesar 3,97 persen1. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki kontribusi bagi perkenomian di Indonesia. Dalam struktur pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) menurut lapangan usaha, sektor pertanian menyumbang sebesar 14,44 persen pada tahun 2012, penyumbang kedua terbesar setelah industri pengolahan (BPS 2013)2. Di sisi lain, peranan sektor pertanian dapat dilihat melalui fungsinya, antara lain penyedia lapangan kerja, sebagai sumber devisa negara melalui ekspor hasil-hasil pertanian, sumber pendapatan bagi masyarakat, dan menyediakan keragaman menu pangan. Subsektor hortikultura merupakan salah satu bagian dari sektor pertanian yang perlu dikembangkan. Komoditas hortikultura yang meliputi buah-buahan, sayuran, biofarmaka, dan tanaman hias dapat menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat dan petani baik berskala kecil, menengah maupun besar, karena memiliki keunggulan berupa nilai jual yang tinggi, keragaman jenis, penyerapan tenaga kerja, ketersediaan sumberdaya lahan dan teknologi, serta potensi serapan pasar di dalam negeri dan internasional3. Perkembangan PDB Hortikultura di Indonesia berdasarkan harga berlaku cenderung meningkat dari tahun 2007 hingga 2010 (Tabel 1). Namun, pada tahun 2010 nilai PDB Hortikultura mengalami penurunan sebesar 2,69 persen dari tahun 2009. Hal tersebut terjadi karena nilai PDB buah-buahan dan tanaman biofarmaka mengalami penurunan sehingga mempengaruhi nilai PDB Hortikultura pada tahun 2010. Walaupun demikian, rata-rata pertumbuhan nilai PDB Hortikultura dari tahun 2007 hingga 2010 menunjukkan nilai positif yaitu sebesar 3,95 persen.
1
2 3
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Berita Resmi Statistik No. 14/02/Th. XVI 5 Februari 2013. http://bps.go.id/brs_file/pdb_05feb13.pdf [diakses pada 18 Februari 2013] Loc.cit Direktorat Jenderal Hortikultura. Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Hortikultura 2012. http://hortikultura.deptan.go.id [diakses pada 15 Februari 2012]
1
Tabel 1. Perkembangan Nilai PDB Hortikultura di Indonesia Berdasarkan Harga Berlaku Periode 2007 – 2010 Nilai PDB (Milyar Rp)
Komoditas Sayur-sayuran Buah-buahan Tanaman Hias Biofarmaka Total
2007 25.587 42.362 4.741 4.105 76.795
2008 28.205 47.060 5.085 3.853 84.202
2009 30.506 48.437 5.494 3.897 88.334
2010 31.244 45.482 6.174 3.665 85.958
Pertumbuhan 2009-2010 (%) 2,42 -6,10 12,37 -5,94 -2,69
Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura (2012), diolah.
Sayuran termasuk dalam kelompok komoditas hortikultura yang memberikan kontribusi terhadap PDB Hortikultura sebesar 36,35 persen pada tahun 2010. Berdasarkan Tabel 1, perkembangan PDB kelompok sayuran dari tahun 2007 hingga 2010 menunjukkan pertumbuhan yang positif, dengan rata-rata peningkatan sebesar 6,94 persen per tahun. Hal ini diikuti total produksi tanaman sayuran di Indonesia yang juga mengalami peningkatan dari tahun 2007 bahkan hingga 2011 (Lampiran 1). Komoditas sayuran berperan dalam meningkatkan gizi masyarakat karena merupakan sumber utama vitamin dan mineral dalam pangan, sehingga termasuk kebutuhan pangan yang tidak dapat dikesampingkan. Kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan pengetahuan gizi, berbanding lurus dengan konsumsi masyarakat akan produk sayur-sayuran. Pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia, pada tahun 2010 mencapai 237.641.326 jiwa4. Seiring peningkatan jumlah penduduk, kebutuhan sayuran akan terus bertambah. Pengeluaran rumah tangga per kapita untuk mengonsumsi sayur-sayuran meningkat dari tahun 2010 ke 2011 sebesar 12,24 persen5. Selain itu, adanya gerakan kembali ke alam juga menjadi alasan untuk mengonsumsi sayuran sebagai sarana menuju hidup sehat. Total konsumsi sayuran per kapita pada tahun 2010 sebanyak 39,45 kilogram (Ditjenhorti 2012). Kondisi ini menunjukkan bahwa komoditas sayuran memiliki peluang untuk diusahakan bagi para pelaku agribisnis sayuran. 4
5
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Kependudukan Indonesia Menurut Provinsi Tahun 1971, 1980, 1990, 1995, 2000, dan 2010. http://bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=12¬ab=1 [diaskes pada 8 Maret 2012] [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Persentase Pengeluaran Rata-rata per Kapitan Sebulan Menurut Kelompok Barang. http://bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=05¬ab=7 [diakses pada 24 Januari 2013]
2
Tidak hanya sayuran asli Indonesia (sayuran lokal), berbagai jenis sayuran dari negara lain (non lokal) pun dapat tumbuh dengan baik di Indonesia. Salah satu komoditas sayuran unggulan di Indonesia menurut Ditjenhorti (2012) adalah paprika (Capsicum annuum var. grossum), karena memiliki nilai ekonomis dan strategis6. Dapat dilihat pada Lampiran 1, perkembangan produksi paprika di Indonesia pada tahun 2010 hingga 2011 menempati urutan pertama dibandingkan dengan tanaman sayuran lainnya, yaitu sebesar 136,18 persen. Beberapa macam warna paprika yang dikenal antara lain paprika hijau, paprika merah, paprika kuning, dan paprika oranye. Paprika termasuk dalam keluarga cabai-cabaian, namun rasanya tidak sepedas cabai lain bahkan cenderung manis, sehingga disebut sebagai sweet pepper (Gunadi et al. 2006). Umumnya paprika digunakan sebagai penyedap atau resep masakan luar negeri. Namun, paprika segar juga dapat dikonsumsi tanpa perlu diolah terlebih dahulu. Menurut Morgan dan Lennard (2000) dalam Gunadi et al. (2006) kandungan vitamin C pada paprika lebih tinggi dibandingkan jeruk. Dimana setiap100 gram paprika hijau segar mengandung 340 mg vitamin C, sementara jeruk hanya mengandung 146 mg vitamin C per 100 gram. Seperti cabai lain, paprika juga mengandung protein, lemak, karbohidrat, dan mineral. Paprika bukan merupakan produk pertanian asli Indonesia, melainkan berasal dari Amerika Tengah dan Selatan yang beriklim subtropis. Sejak tahun 1990-an tanaman paprika masuk dan mulai dibudidayakan di daerah tropis seperti Indonesia (Gunadi et al. 2006). Pada awal pengembangan, paprika ditanam pada lahan terbuka (outdoor). Masalah utama yang dihadapi petani paprika di Indonesia atau di daerah tropis adalah faktor temperatur dan intensitas cahaya matahari yang tinggi. Sehingga menyebabkan transpirasi dan penguapan tanaman yang berlebihan. Pada kondisi seperti itu sering terjadi gugur tunas, bunga, dan buah, serta ukuran buah akan mengecil (Prihmantoro dan Indriani 2003). Seiring perkembangan teknologi pertanian, kini pembudidayaan paprika di Indonesia dilakukan dengan sistem hidroponik di dalam greenhouse. Budidaya secara hidroponik adalah budidaya tanaman tanpa menggunakan tanah sebagai media tanamnya, dimana seluruh kebutuhan tanaman seperti pupuk diberikan 6
[Ditjenhorti] Direktorat Jenderal Hortikultura. 2012. Data dan Statistik Komoditas Unggulan. http://hortikultura.deptan.go.id/?q=node/479 [diakses pada 4 Januari 2013]
3
dalam bentuk larutan (Moekasan et al. 2008). Beberapa keuntungan berbudidaya di dalam greenhouse dibandingkan dengan budidaya di lahan terbuka menurut Adiyoga et al. (2006) dan Gunadi et al. (2007) adalah hasil panen lebih tinggi, kegiatan produksi dapat dilakukan di luar musim, masa panen lebih lama, kualitas produk lebih baik, serta lebih terencana dan terkontrol. Walaupun termasuk hortikultura yang baru dibudidayakan di Indonesia, produksi paprika mengalami pertumbuhan yang positif dari tahun 2008 hingga 2011, dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 90,42 persen. Dapat dilihat pada Tabel 2, penurunan luas panen pada tahun 2010 tidak serta merta menurunkan produksi paprika. Tabel 2. Perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Paprika di Indonesia Tahun 2008 – 2011 Tahun 2008 2009 2010 2011
Produksi (Ton) 2.114 4.462 5.533 13.068
Luas Panen (Ha) 87 197 161 -
Produktivitas (Ton/ha) 24,30 22,65 34,37 -
Keterangan: (-) data tidak tersedia Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura 2011 dan Badan Pusat Statistik (2012) [diolah]
Jika dibandingkan dengan cabai besar dan cabai rawit pada Lampiran 1, perkembangan produksi paprika merupakan yang terbesar diantaranya. Dimana rata-rata pertumbuhan cabai besar dan cabai rawit dari tahun 2007 hingga 2011 masing-masing hanya sebesar 7,15 dan 8,15 persen. Hal tersebut disebabkan dalam kegiatan pembudidayaan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan pengelolaan petani terhadap input produksi. Dimana pembudidayaan paprika sudah menggunakan greenhouse, sementara cabai lainnya masih dilakukan pada lahan terbuka atau konvensional. Sehingga berpengaruh terhadap produksi yang dihasilkan. Walaupun demikian, produktivitas paprika pada Tabel 2 terlihat berfluktuasi. Proses budidaya paprika membutuhkan kondisi tertentu yang mirip dengan daerah asalnya, yaitu daerah yang beriklim hangat dan kering. Suhu rata-rata harian yang optimal bagi pertumbuhan paprika adalah 16 – 25o C dengan tingkat kelembapan 80 – 90 persen. Ketinggian yang baik untuk pertumbuhan paprika berkisar 500 – 1.500 meter di bawah permukaan laut (dpl) (Prihmantoro dan Indriani 2003). Berdasarkan kondisi iklim dan ketersediaan lahan yang cocok, 4
tanaman paprika menyebar di wilayah dataran tinggi Indonesia. Daerah-daerah yang menjadi sentra produksi paprika antara lain Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan. Beberapa kabupaten di Provinsi Jawa Barat seperti Bandung, Garut, Cianjur, dan Bandung Barat merupakan sentra produksi paprika yang besar7. Seperti yang disebutkan oleh Prabaningrum et al. (2002) dalam Gunadi et al. (2006), Provinsi Jawa Barat merupakan sentra produksi paprika terluas di Indonesia. Menurut BPS (2010), Provinsi Jawa Barat merupakan wilayah yang paling banyak memproduksi paprika di Indonesia dibanding provinsi lainnya. Dari total produksi paprika di Indonesia pada tahun 2010, Provinsi Jawa Barat menyumbang sebanyak 4.661 ton atau sebesar 84,24 persen. Luas panen, jumlah produksi, dan produktivitas paprika di Kabupaten Bandung Barat pada tahun 2011 menempati posisi tertinggi dibanding daerah lainnya. Perkembangan komoditas paprika di Kabupaten Bandung Barat, dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Perkembangan Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Paprika di Kabupaten Bandung Barat Pada Tahun 2008 – 2011 Tahun 2008 2009 2010 2011
Produksi (ton) 1.537 7.595 4.052 10.856
Luas Panen (Ha) 22 63 68 80
Produktivitas (ton/ha) 69,86 120,55 59,59 135,70
Sumber: Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat 20128 [diolah]
Berdasarkan Tabel 3 luas panen komoditas paprika dari tahun 2008 hingga 2011 di Kabupaten Bandung Barat cenderung meningkat, namun produktivitasnya mengalami fluktuasi. Dimana pada tahun 2010 produksi paprika menurun sebesar 46,65 persen dari tahun 2009. Penurunan produksi yang drastis terjadi dikarenakan perubahan kondisi cuaca yang ekstrim. Hal tersebut menyebabkan semakin maraknya virus dan hama yang menyerang tanaman sehingga banyak
7
8
[Ditjenhorti] Direktorat Jenderal Hortikultura. 2012. Data dan Statistik Daerah Sentra Paprika. http://hortikultura.deptan.go.id/?q=node/314 [diakses pada 28 Desember 2012] Produksi Sayuran Tahun 2007-2011 Menurut Kabupaten dan Kota di Jawa Barat. http://diperta.jabarprov.go.id [diakses pada 4 Januari 2013]
5
buah yang busuk9. Adanya fluktuasi produksi mengindikasikan bahwa dalam pembudidayaannya
petani
menghadapi
kendala
produksi.
Seperti
yang
dikemukakan oleh Moekasan et al. (2008), beberapa faktor seperti serangan hama dan penyakit, kondisi cuaca dan iklim, serta human error merupakan kendala dari kegiatan budidaya paprika yang dapat menyebabkan penurunan hasil produksi paprika. Menurut BPS (2009), Kecamatan Cisarua merupakan daerah yang memiliki produktivitas paprika tertinggi di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Desa Pasirlangu yang terletak di Kecamatan Cisarua menjadi salah satu sentra penghasil paprika terbesar, dengan luas tanam seluas 26 hektar dan produktivitas sebesar 57 ton per hektar pada tahun 2011 (Desa Pasirlangu 2011). Berdasarkan topografi, Desa Pasirlangu berada pada ketinggian 900 – 2.050 meter dpl dengan suhu rata-rata harian 20 – 25o C, dan rata-rata curah hujan 1.500 mm per tahun sangat mendukung untuk budidaya tanaman paprika. Kini paprika merupakan komoditas unggulan dan menjadi salah satu sumber pendapatan utama bagi masyarakat di Desa Pasirlangu, khususnya yang tergabung dalam kelompok tani paprika “Dewa Family”. 1.2.
Perumusan Masalah Kelompok tani paprika “Dewa Family” menjadi salah satu pionir dalam
pengembangan komoditas paprika hidroponik di Desa Pasirlangu. Kelompok tani yang telah terbentuk sejak tahun 1997, diketuai oleh Bapak Deden Wahyu. Kelompok tani ini terbentuk atas inisiatif Bapak Deden Wahyu untuk mengembangkan paprika hidroponik mulai dari budidaya hingga pemasaran secara bersama-sama. Setiap anggota yang tergabung memiliki greenhouse masing-masing. Total greenhouse yang digunakan untuk budidaya paprika hidroponik sebanyak 47 unit dengan total areal seluas 51.086 m2, dimana empat unit diantaranya dilengkapi dengan irigasi tetes (drip irrigation) dan lima unit greenhouse baru.
9
Rachmat, Yanto. 2010. Ekspor Paprika Lembang ke Singapura Turun 66% http://bisnisjabar.com/index.php/berita/ekspor-paprika-lembang-ke-singapura-turun-66 [diakses pada 8 Desember 2012]
6
Pembudidayaan paprika seluruhnya dilakukan di bawah naungan (greenhouse) dengan sistem hidroponik, yaitu menggunakan arang sekam sebagai media tanam dan pemberian pupuk yang telah dilarutkan air terlebih dahulu. Penggunaan greenhouse baik saat penyemaian hingga penanaman bertujuan agar tanaman paprika terlindung dari terpaan cahaya matahari dan air hujan. Sistem penanaman yang dilakukan adalah tanam tunggal (monokultur). Hal ini bertujuan agar lebih terkontrol dan memperoleh hasil produksi yang maksimal, mengingat tanaman paprika hidroponik memerlukan perawatan yang intensif. Rata-rata periode pertumbuhan tanaman paprika hidroponik yang dilakukan petani anggota adalah delapan hingga sepuluh bulan, mulai dari tanam hingga tebang, yang disebut satu periode tanam. Pemasaran kelompok tani ditujukan ke pasar tradisional, pasar swalayan, dan restoran cepat saji di wilayah Bandung dan Jakarta. Tidak hanya itu, paprika yang dihasilkan kelompok tani juga dijual untuk pasar luar negeri melalui eksportir, yaitu tujuan negara Singapura. Permintaan paprika di kelompok tani dalam seminggu mencapai 8,97 ton (Lampiran 6), namun tidak semua permintaan dapat terpenuhi. Kelompok tani baru mampu memenuhi sekitar 65,38 persen dari total permintaan per minggu. Keterbatasan produksi yang dihasilkan, disebabkan oleh masih rendahnya kuantitas maupun produktivitas paprika yang dihasilkan. Dalam melakukan usahatani paprika
hidroponik,
petani
anggota
menghadapi risiko produksi. Dimana jumlah produksi paprika hidroponik yang dihasilkan dari masing-masing greenhouse bervariasi, dengan asumsi input produksi yang digunakan adalah sama (ceteris paribus). Salah satu indikator untuk mengetahui adanya risiko produksi adalah terdapat fluktuasi pada produktivitas yang dihasilkan selama empat periode tanam terakhir (2008 – 2011). Dapat dilihat pada Gambar 1, perkembangan paprika hidroponik yang dilakukan anggota kelompok tani memang tidak bernilai negatif, namun adanya risiko produksi menyebabkan hasil yang diperoleh berfluktuatif dan cenderung mengalami penurunan. Produksi paprika hidroponik tertinggi berada pada tahun 2009 dan terendah pada tahun 2010, yang menurun sebesar 19,96 persen dari tahun 2009.
7
Produktvitas (kg/m2)
9.000 9,000 8.000 8,000 7.000 7,000 6,000 6.000 5,000 5.000 4,000 4.000 3,000 3.000 2,000 2.000 1,000 1.000 0,000 0.000
7,588
6,253
6,584
Produktivitas Rata-rata Paprika Hidroponik per Tahun (kg/m²)
2008
Gambar 1.
7,813
2009 2010 Tahun
2011
Perkembangan Produktivitas Paprika Hidroponik di Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” Selama Empat Periode (2008 – 2011) Sumber: Kelompok Tani Paprika “Dewa Family”, diolah.
Rata-rata produktivitas paprika hidroponik yang mampu dicapai petani pada tahun 2011 adalah sebesar 6,58 kilogram per m2. Menurut Gunadi et al. (2006) berdasarkan penelitian dari Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang, tanaman paprika hidroponik yang dibudidayakan sesuai dengan kondisi di Indonesia dapat memiliki produktivitas yang optimal, yaitu 8,00 – 9,00 kilogram per m2. Kesenjangan antara nilai produktivitas aktual dengan produktivitas potensialnya sekitar 1,42 – 2,42 kilogram per m2 atau sebesar 17,75 – 26,89 persen, menunjukkan adanya masalah yang terjadi dalam kegiatan produksi. Adanya ketidakstabilan produksi dan kesenjangan produktivitas tersebut diduga disebabkan oleh penggunaan input produksi dan pengaruh kondisi lingkungan.
Perbedaan
penggunaan
input
produksi
antar
petani
akan
menyebabkan perbedaan pula pada hasil yang diperoleh. Di sisi lain, faktor lingkungan juga ikut berpengaruh terhadap produksi paprika hidroponik karena tidak dapat dikuasai dan tidak mudah untuk dikendalikan oleh petani, seperti kondisi cuaca dan serangan hama. Oleh karenanya hasil panen yang diperoleh tidak sesuai dengan harapan, baik kuantitas maupun kualitas. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian berkaitan dengan risiko produksi dan identifikasi faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi paprika hidroponik yang dilakukan anggota kelompok tani paprika “Dewa Family”. Rincian perumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: 8
1. Apa saja sumber-sumber yang menyebabkan risiko produksi paprika hidroponik di Kelompok Tani Paprika “Dewa Family”? 2. Bagaimana tingkat risiko produksi yang dihadapi anggota kelompok tani paprika “Dewa Family”? 3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi produksi paprika hidroponik di kelompok tani paprika “Dewa Family”? Tujuan Penelitian
1.3.
Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi sumber-sumber yang menyebabkan risiko produksi paprika hidroponik di kelompok tani paprika “Dewa Family”. 2. Menganalisis tingkat risiko yang dihadapi anggota kelompok tani paprika “Dewa Family”. 3. Menganalisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
produksi
paprika
hidroponik di kelompok tani paprika “Dewa Family”. Manfaat Penelitian
1.4.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, bagi: 1. Penulis, sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama menempuh studi di IPB. 2. Kelompok tani paprika “Dewa Family”, diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dan pertimbangan dalam menjalankan usahanya. 3. Pembaca,
penambah
wawasan
dan
dapat
dijadikan
acuan
atau
perbandingan untuk penelitian selanjutnya. 1.5.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan pada petani anggota Kelompok Tani Paprika
“Dewa Family” di Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat. Penilaian risiko produksi difokuskan pada kegiatan spesialisasi usahatani paprika hidroponik yang dilakukan selama kurun waktu empat periode tanam terakhir (2008 – 2011), dengan menggunakan metode variance, standard deviation, dan coefficient variation. Data produksi yang digunakan adalah data time series yang berasal dari pembukuan kelompok tani selama empat periode 9
produksi (2008 – 2011). Data dipecah menjadi per greenhouse manual, sehingga tersedia 38 data. Sementara analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi paprika hidroponik menggunakan fungsi produksi
Cobb-Douglas untuk
melihat
keterkaitan semua faktor produksi terhadap produksi yang dihasilkan. Data pemakaian input produksi berasal dari hasil wawancara dengan petani dalam satu periode tanam terakhir. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan data yang dimiliki oleh petani responden. Faktor produksi yang diduga berpengaruh terhadap produksi paprika hidroponik adalah luas greenhouse, jumlah benih, nutrisi, pupuk pelengkap cair, insektisida, fungisida, dan jumlah tenaga kerja.
10
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Gambaran Umum Paprika Hidroponik Paprika yang mempunyai nama ilmiah Capsicum annuum var. grossum
merupakan salah satu varietas cabai besar (C. annuum). Berdasarkan klasifikasi tumbuhan, tanaman paprika termasuk ke dalam famili Solanaceae dan genus Capsicum. Paprika termasuk keluarga terung-terungan karena memiliki bentuk bunga seperti terompet, daun berukuran lebar dan berwarna hijau tua, serta bentuk buah yang mirip lonceng (bell pepper). Rasa dan aroma paprika tidak seperti cabai pada umumnya. Walaupun beraroma pedas yang menusuk, paprika memiliki rasa yang cenderung manis, sehingga dikenal dengan sebutan sweet pepper (Prihmantoro dan Indriani 2003, Gunadi et al. 2006, dan Setiadi 2008). Paprika bukan merupakan tanaman asli Indonesia, melainkan hasil industri dari negara yang beriklim subtropis seperti Eropa, Jepang, Taiwan, serta Amerika. Komoditi paprika telah dibudidayakan sejak lama sebelum Columbus mendarat di benua Amerika. Melalui ekspedisi Columbus sekitar tahun 1500-an, penanaman paprika menyebar di Benua Eropa dan Asia. Sejak tahun 1990-an, paprika masuk dan mulai dibudidayakan di negara beriklim tropis, termasuk Indonesia (Prihmantoro dan Indriani 2003 dan Gunadi et al. 2006). Sehingga dalam pertumbuhannya membutuhkan kondisi tertentu yang mirip dengan daerah asalnya. Faktor lingkungan yang menjadi syarat tumbuh paprika meliputi suhu, kelembapan, curah hujan, dan ketinggian. Tanaman paprika dapat tumbuh dengan baik pada kisaran suhu antara 16 – 25 °C. Akan tetapi, tanaman paprika masih dapat tumbuh dengan baik pada suhu 30 °C. Suhu rata-rata harian yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan paprika adalah 21 – 25 °C, sementara untuk pembentukan tubuh antara 18,3 – 26,7 °C. Kelembapan yang sesuai agar bunga dan buah paprika tidak mudah gugur adalah berkisar 80 – 90 persen. Kelembapan ini dipengaruhi oleh curah hujan. Untuk itu, curah hujan rata-rata yang ideal bagi paprika adalah 600 – 1.250 mm per tahun. Curah hujan yang terlalu banyak menyebabkan buah rontok, karena tanaman paprika responsif terhadap air. Kesesuaian tempat hidup dengan daerah asalnya, tanaman paprika cocok ditanam di daerah dataran menengah-tinggi yang memiliki ketinggian 11
berkisar antara 500 – 1.600 meter di atas permukaan laut (dpl) (Prihmantoro dan Indriani 2003, Hartati 2006, dan Setiadi 2008). Pada awal penyebarannya, paprika dibudidayakan pada lahan terbuka (outdoor) dengan kultivar determinate, dimana tanaman tumbuh pada ukuran tertentu, kemudian menghasilkan buah, tumbuh dan akhirnya tanaman mati. Lain hal dengan pembudidayaan paprika di bawah naungan (greenhouse) yang menggunakan kultivar indeterminate, tanaman secara bertahap tumbuh dan berkembang membentuk batang, daun, bunga, dan buah yang baru. Sesuai dengan kondisi iklim Indonesia yang bertemperatur tinggi, budidaya tanaman paprika pada lahan terbuka menggunakan kultivar determinate tidak berkembang dengan baik dibandingkan dengan pembudidaya paprika di bawah naungan (greenhouse) dengan menggunakan kultivar indeterminate (Gunadi et al. 2006). Tanaman paprika menghendaki cahaya yang cukup sepanjang hari. Seperti penelitian yang dilakukan Demers et al. (1991) dan Hand et al. (1993) dalam Gunadi et al. (2007) menunjukkan bahwa pengurangan cahaya matahari sebesar satu persen akan mengakibatkan penurunan produksi paprika. Sebab menurut Nilwik (1981) dalam jurnal yang sama, tanaman paprika yang kekurangan cahaya akan mengakibatkan terjadinya klorosis dan banyak daun yang mati. Namun, sifat tanaman paprika yang peka terhadap temperatur dan intesitas cahaya matahari yang tinggi, akan menyebabkan gugur tunas dan bunga, serta ukuran buah mengecil (Prihmantoro dan Indriani 2003). Oleh karenannya, salah satu upaya perlindungan fisik pada tanaman untuk mengendalikan faktor suhu dan intesitas matahari, dikembangkan budidaya paprika di dalam rumah kasa beratap plastik yang disebut greenhouse dan dilakukan secara hidroponik. Hal tersebut dilakukan agar sesuai dengan kondisi daerah asalnya (Setiadi 2008). Dalam Alberta (2001), menurut Seginer (1996) rumah kaca atau greenhouse merupakan sistem dinamis yang dapat dikendalikan, dikelola untuk memproduksi produk yang berkualitas secara intensif. Sementara menurut Gauthier (1992), produksi di dalam rumah kaca memungkinkan untuk memproduksi tanaman di bawah kondisi yang beragam. Terdapat sejumlah variabel yang harus petani kelola untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Variabel tersebut meliputi suhu udara, suhu di daerah perakaran, defisit tekanan
12
uap, pemberian pupuk, pengadaan karbondioksida, pemilihan media tanam, dan pemeliharaan tanaman (Alberta 2001). Pada umumnya, produksi yang dilakukan di rumah plastik menggunakan sistem hidroponik. Hidroponik berasal dari kata Yunani yaitu Hydro yang berarti air dan Ponos yang berarti daya. Hidroponik merupakan cara budidaya tanaman yang memanfaatkan air dan tidak menggunakan tanah sebagai media tanam. Hal ini berarti seluruh kebutuhan nutrisi yang diserap melalui akar tanaman diberikan dalam bentuk larutan. Penyiraman yang dipadukan dengan pemberian nutrisi atau pupuk yang sudah dilarutkan, disebut dengan sistem fertigasi (Gunadi et al. 2006). Menurut
Alberta
(2001)
hidroponik
disebut
juga
sebagai
Controlled
Environmental Agriculture atau pertanian dengan lingkungan yang terkontrol, seperti penggunaan air, suhu, CO2, oksigen, pH, dan nutrisi pada tanaman dapat diatur dan terlindung dari cahaya matahari. Tanaman paprika umumnya dapat tumbuh pada segala jenis media tanam seperti arang sekam, sabut kelapa, perlite, dan pasir kasar. Namun tidak semua memberikan hasil yang baik. Media tanam yang umum digunakan oleh petani untuk budidaya paprika hidroponik adalah arang sekam. Seperti penelitian yang dilakukan Gunadi et al. (2007), menunjukkan hasil bahwa media tanam arang sekam memberikan hasil panen yang lebih tinggi terhadap tinggi tanaman, bobot buah, dan jumlah buah per tanaman selama periode pertumbuhan dibandingkan dengan media tanam perlite. Menurut Adiyoga et al. (2006) dan Gunadi et al. (2007) penanaman paprika
secara
hidroponik
lebih
menguntungkan
dibandingkan
secara
konvensional karena jumlah produksi dan harga jual yang lebih tinggi, serta produknya lebih berkualitas (Prihmantoro dan Indriani 2003). Terdapat beberapa jenis warna paprika antara lain paprika merah, paprika kuning, paprika oranye, paprika hitam, paprika putih, dan paprika ungu. Sedangkan, paprika hijau dihasilkan dari paprika muda sebelum berubah warna. Beberapa literatur tidak ada yang menyebutkan secara pasti berapa umur tanaman paprika yang dapat dicapai, namun rata-rata tanaman paprika mampu menghasilkan buah terus-menerus selama 6,5 – 12 bulan dalam satu periode tanam, tergantung dari varietas yang ditanam dan kondisi iklim (Prihmantoro dan Indriani 2003, Hartati 2006, dan
13
Gunadi et al. 2006). Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura, musim panen tanaman paprika di Indonesia dapat dilakukan sepanjang tahun10. 2.1.1. Hama dan Penyakit pada Tanaman Paprika Keberhasilan produksi paprika ditentukan oleh beberapa faktor, salah satunya serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Prabaningrum et al (2002) dalam Prabaningrum dan Moekasan (2007) menyatakan bahwa semua petani telah melakukan penyemprotan pestisida secara rutin sebagai upaya mencegah serangan OPT. Namun, hasil penyemprotannya tidak memuaskan, mengakibatkan kualitas dan kuantitas paprika menurun. Prabaningrum dan Moekasan (2007) mengidentifikasi terdapat beberapa jenis hama pada musim hujan maupun musim kemarau yang menyerang tanaman paprika, yaitu trips (Thrips sp.), kutu daun persik (M. persicae), tungau teh kuning (P. latus), dan ulat grayak (S. litura). Dari hasil penelitian tersebut, hama yang paling merusak tanaman paprika adalah thrips. Hama trips menduduki peringkat pertama sebagai kendala sistem produksi paprika dan ulat grayak S. litura menjadi kendala hama kedua. Sedangkan, tungau teh kuning P. latus, dan kutu daun persik M. persicae yang juga menyerang daun-daun muda kalah dengan trips dan ulat gyarak. Sebaliknya, menurut Setiadi (2008) penyakit busuk buah menyerang tanaman paprika pada musim hujan dan hama lalat buah menyerang pada musim kemarau. Menurut Hartati (2006) hama trips, tungau, dan ulat grayak menyerang daun, bunga, dan buah yang menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi terhambat, pada buah terdapat bercak berupa garis kering berwarna coklat, serta daun menjadi transparan dan belubang. Untuk penyakit yang sering menyerang tanaman paprika, antara lain layu fusarium, layu Rhizoctonia, dan virus. Penyakit ini menyebabkan tanaman tidak tumbuh secara sempurna atau kerdil dan setelah terserang penyakit tanaman tersebut mati. Cara pengendalian penyakit pada tanaman paprika dapat dilakukan dengan penyeprotan obat-obatan, pembuatan sanitasi yang baik, perbaikan drainase, mencabut dan membuang tanaman yang terkena penyakit, serta yang perlu diperhatikan penggunaan peralatan dan pengaturan jarak tanam. 10
[Ditjenhorti] Direktorat Jenderal Hortikultura. 2012. Musim http://hortikultura.deptan.go.id/?q=node/305 [diakses pada 28 Desember 2012]
Panen.
14
2.2.
Penelitian Terdahulu
2.2.1. Kajian Mengenai Analisis Risiko Produksi Usaha pertanian rentan terhadap risiko dan ketidakpastian baik risiko harga, risiko produksi, atau risiko pasar. Risiko yang dihadapi perlu diidentifikasi terlebih dahulu agar diketahui seberapa besar tingkat risikonya. Petani harus membuat keputusan untuk setiap periode tanam selanjutnya, dalam hal ini berhubungan dengan ketidakpastian mengenai iklim, serangan hama dan penyakit, perkembangan harga, teknologi baru, ataupun perkembangan usahatani, dimana setiap keputusan yang diambil mengandung risiko. Penelitian terdahulu mengenai risiko produksi telah dilakukan Setyarini (2011), Cher (2011), Mandasari (2012) dan Amelia (2012) menunjukkan produktivitas dari masing-masing komoditi yang diteliti mengalami fluktuasi. Hal ini mengindikasikan adanya risiko yang dihadapi petani dalam mengusahakan komoditi tersebut. Pengukuran yang digunakan dalam perhitungan risiko pada kegiatan spesialisasi maupun diversifikasi dengan metode variance, standard deviation, dan coefficient variation. Perhitungan tersebut digunakan untuk melihat seberapa besar dampak yang dihasilkan dari faktor-faktor risiko terhadap penerimaan yang diharapkan pelaku usaha. Cher (2011), Mandasari (2012), dan Amelia (2012) membandingkan tingkat risiko antara kegiatan spesialisasi dan diversifikasi dengan dua hingga empat komoditi di masing-masing lokasi penelitian. Berbeda dengan Setyarini (2011) yang hanya menghitung satu komoditi yaitu risiko dari paprika hidroponik. Dari hasil penelitian, masing-masing komoditi memiliki tingkat risiko yang berbeda-beda untuk berbagai komoditi yang diteliti. Cher (2011) mengidentifikasi empat komoditi yaitu bayam hijau, brokoli, caisin, dan wortel. Hasil yang diperoleh pada kegiatan spesialisasi, tingkat risiko paling besar berdasarkan nilai coefficient variation dari produktivitas adalah brokoli dan paling rendah wortel. Mandasari (2012) mengidentifikasi dua komoditi yaitu cabai merah dan tomat, hasil yang diperoleh tomat memiliki tingkat risiko paling tinggi dari segi produktivitas maupun pendapatan dibandingkan dengan tomat. Amelia (2012) menganalisis risiko untuk tiga komoditi yaitu selada keriting, green pakcoy, dan caisin. Hasil yang diperoleh selada keriting memiliki 15
tingkat risiko paling tinggi dibanding lainnya berdasarkan produktivitas dan pendapatan. Lain halnya dengan risiko produksi di lokasi penelitian Setyarini (2011) yang mengidentifikasi satu komoditi yaitu paprika. Tingkat risiko yang dihadapi lebih rendah dibanding ketiga penelitian lainnya. Hal ini dikarenakan cara pembudidayaan komoditi yang jelas berbeda dan penanaman sayuran dari ketiga penelitian tersebut dilakukan di areal terbuka. Berbeda dengan paprika yang ditanam didalam greenhouse sehingga terlindungi dari curah hujan dan panas yang tidak menentu. Selain risiko, keempat penelitian tersebut juga mengidentifikasi sumbersumber penyebab terjadinya risiko. Dapat disimpulkan sumber-sumber yang menyebabkan risiko adalah kondisi cuaca dan iklim, serangan hama dan penyakit, keterampilan tenaga kerja, serta tingkat kesuburan lahan. Dari penelitian Cher (2011), Mandasari (2012) dan Amelia (2012) dilakukan penilaian risiko pada kegiatan diversifikasi sebagai penanganan untuk meminimalkan risiko, namun tidak dilakukan oleh Setyarini (2011) yang hanya ada satu komoditi yang diteliti. 2.2.2. Kajian Mengenai Pengaruh Faktor Produksi Terhadap Produksi Paprika Hidroponik Dalam kegiatan produksi peranan hubungan input (masukan) dan output (hasil) tidak dapat dikesampingkan. Rahim dan Hastuti (2008) menyatakan produksi komoditas pertanian merupakan hasil proses dari lahan pertanian dalam arti luas berupa komoditas pertanian (pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan) dengan berbagai pengaruh faktor-faktor produksi dan faktor-faktor hasil tangkapan (perahu, alat tangkap, nelayan, jumlah thrips, operasional, dan musim). Faktor-faktor produksi yang digunakan pada proses produksi adalah lahan, tenaga kerja, modal, pupuk, pestisida, teknologi, dan manajemen. Faktor produksi berpengaruh terhadap besar-kecilnya produksi yang akan diperoleh. Hubungan antara faktor produksi (input) dan produksi (output) disebut dengan fungsi produksi atau factor relationship (Soekartawi 2002, Rahim dan Hastuti 2008, dan Putong 2010). Penelitian terdahulu mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi paprika hidroponik telah dilakukan oleh Kartikasari (2006), Nadhwatunnaja (2008), dan Setyarini (2011). Model fungsi yang digunakan dalam menganalisis
16
adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Beberapa kesamaan faktor produksi yang diduga berpengaruh terhadap produksi paprika adalah luas lahan greenhouse, benih, nutrisi, pestisida, dan tenaga kerja. Dalam menganalisis faktor-faktor produksi, Kartikasari (2006) tidak memasukkan variabel nutrisi tapi memasukkan variabel
pengalaman
dan
tingkat
pendidikan
sebagai
variabel
dummy.
Nadhwatunnaja (2008) memasukkan status petani yang bergabung dan yang tidak bergabung dengan kelompok tani sebagai variabel dummy. Sedangkan Setyarini (2011) memasukkan variabel media tanam yang dipakai, pupuk daun dan jumlah hama thrips. Berdasarkan hasil penelitian Kartikasari (2006) menyebutkan variabel luas lahan greenhouse, benih, tenaga kerja, dan pestisida berpengaruh positif terhadap produksi paprika. Sedangkan, variabel tingkat pendidikan dan pengalaman tidak berpengaruh siginifikan terhadap produksi paprika karena di lokasi penelitian sebagian petani mengaku mengadopsi teknik pembudidayaan paprika hidroponik dari petani lain yang dianggap berhasil, sehingga faktor pendidikan dan pengalaman tidak mempengaruhi kemampuan petani dalam berbudidaya paprika. Hasil
pendugaan
yang
dilakukan
oleh
Nadhwatunnaja
(2008)
mengidentifikasikan adanya multikolinearitas di dalam model yang disebabkan oleh variabel benih, maka variabel tersebut dikeluarkan dari model. Padahal variabel benih merupakan faktor utama dalam pembudidayaan paprika. Selain itu, variabel dummy status petani juga dikeluarkan dari model karena menurutnya produksi paprika tidak dipengaruhi oleh status keanggotaan petani, lebih dikarenakan penggunaan faktor-faktor produksi. Sehingga model yang didapat menunjukkan bahwa luas lahan greenhouse, nutrisi, dan pestisida berpengaruh positif terhadap produksi paprika, sedangkan tenaga kerja tidak berpengaruh positif karena produksi paprika lebih dipengaruhi oleh keterampilan tenaga kerja bukan jumlah tenaga kerja. Sama halnya dengan Setyarini (2011), yang mengalami masalah multikolinearitas dalam pendugaan model dengan fungsi Cobb-Douglas. Cara untuk menghilangkan multikolineritas dengan menggunakan analisis antara, yaitu analisis regresi komponen utama (principal component analysis). Model yang
17
diperoleh dari hasil regresi komponen utama selanjutnya di interpretasi untuk mengetahui faktor produksi yang mempengaruhi produksi paprika. Setyarini (2011) menyebutkan semua variabel yang dimasukkan ke dalam model berpengaruh positif dan siginifikan terhadap produksi paprika kecuali variabel jumlah hama thrips yang berpengaruh negatif dan signifikan. Hal ini dikarenakan hama thrips merupakan sumber risiko utama yang dapat mempengaruhi penurunan jumlah produksi paprika. 2.3.
Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu Dalam penelitian ini, penulis mencoba menganalisis mengenai risiko
produksi dan faktor yang mempengaruhi produksi paprika hidroponik serta pendapatan anggota kelompok tani paprika “Dewa Family” di Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat. Penelitian ini memiliki persamaan dengan beberapa penelitian terdahulu dalam hal komoditas yang diteliti dan metode analisis yang digunakan, yaitu analisis risiko produksi dan model fungsi produksi Cobb-Douglas. Sementara, perbedaannya terletak pada lokasi penelitian dan topik yang dibahas, dimana penelitian mengenai analisis risiko sekaligus mengenai faktor yang mempengaruhi produksi paprika hidroponik di tempat penelitian belum pernah dilakukan.
18
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.
Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Teori Produksi Menurut teori ekonomi, produksi atau memproduksi adalah suatu kegiatan untuk menambah kegunaan (nilai guna) suatu barang. Kegunaan suatu barang akan bertambah bila memberikan manfaat baru atau lebih dari bentuk semula (Putong 2010). Dalam proses produksi barang dan jasa dibutuhkan sumber daya berupa alat atau sarana yang disebut dengan faktor-faktor produksi. Faktor-faktor produksi yang dimaksud adalah manusia (tenaga kerja), modal (uang), sumber daya alam (tanah), dan skill (teknologi). Bila faktor-faktor produksi tersebut tidak ada, maka tidak ada juga produksi yang dihasilkan (Griffin dan Ebert 2003, dan Putong 2010). Dalam pertanian, produksi merupakan perangkat prosedur dan kegiatan yang terjadi dalam penciptaan suatu komoditas berupa kegiatan usahatani maupun usaha lainnya (Rahim dan Hastuti 2008). Soekartawi (1994) menyebut faktor produksi dengan sebutan “korbanan produksi”, karena faktor produksi tersebut “dikorbankan” untuk menghasilkan produksi. Faktor-faktor produksi yang digunakan adalah kekayaan sumber daya alam berupa lahan pertanian, sumber daya manusia berupa tenaga kerja, modal yang berbentuk barang (bibit, pupuk, dan obat-obatan) atau dalam bentuk uang, dan manajemen atau keterampilan (skill), serta faktor pendukung seperti iklim dan teknologi (Kadarsan 1992, Rahim dan Hastuti 2008, dan Soekartawi et al. 1986). Dapat disimpulkan bahwa produksi komoditas pertanian merupakan hasil proses dari lahan pertanian dengan berbagai pengaruh faktor-faktor produksi. Hubungan teknis antara faktor produksi (input) dengan hasil produksi (output) disebut dengan fungsi produksi atau factor relationship. Analisis fungsi produksi adalah analisis yang menjelaskan hubungan sebab-akibat (Soekartawi 2002, Rahim dan Hastuti 2008, dan Putong 2010). Dimana variabel Y menggambarkan hasil produksi dan variabel Xi adalah masukan i, maka besarnya Y dipengaruhi oleh besarnya X1, X2, …, Xi, Xn yang digunakan pada fungsi tersebut. Secara matematis, hubungan tersebut dapat dituliskan seperti: 19
Y = f (X1, X2, …, Xi, Xn) dimana: Y = produksi atau output X1, X2, ..., Xi, Xm = faktor produksi atau input Dengan fungsi produksi tersebut, maka hubungan Y dan X dapat diketahui dan sekaligus hubungan X1, …, Xn, dan X lainnya juga dapat diketahui. Menurut Soekartawi et al. (1986) dan Gujarati (2006a), pemilihan model fungsi produksi sebaiknya relevan dengan analisis ekonomi. Artinya berlaku asumsi tambahan hasil yang semakin berkurang (diminishing returns) untuk semua variabel X, dimana setiap tambahan unit masukan (input) akan mengakibatkan proporsi unit tambahan produksi yang semakin kecil dibanding unti tambahan masukan tersebut. Salah satu model fungsi yang biasa digunakan dalam menganalisis usahatani adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Dalam Soekartawi (1994; 1995; dan 2002) fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang dijelaskan disebut variabel terikat (Y) dan variabel yang menjelaskan disebut variabel bebas (X). Tiga alasan pokok memilih menggunakan analisis fungsi produksi Cobb-Douglas menurut Soekartawi (2002): 1) Penyelesaian fungis produksi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi lain. Fungsi Cobb-Douglas dapt dengan mudah diubah ke dalam bentuk linier. 2) Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus menunjukkan elastisitas. 3) Besaran elastisitas tersebut juga sekaligus menunjukkan pergerakan skala usaha (return to scale) atas perubahan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi. Untuk menetukan keadaan dari suatu usaha, apakah mengikuti kaidah increasing, constant, atau decresing to scale melalui penjumlahan seluruh koefisien regresi pada model. a) Increasing returns to scale, jika (a1 + a2) > 1. Artinya, fungsi produksi berada pada kenaikkan hasil yang semakin bertambah. Dimana proporsi penambahan input produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar.
20
b) Constant returns to scale, jika (a1 + a2) = 1. Artinya fungsi produksi berada pada kenaikan hasil yang tetap. Dimana penambahan input produksi akan proporsional dengan penambahan produksi yang diperoleh. c) Decreasing returns to scale, jika (a1 + a2) < 1. Artinya, fungsi produksi berada pada kenaikan hasil yang semakin berkurang. Dimana proporsi penambahan input produksi melebihi proporsi penambahan produksi. Hubungan antara X dan Y diselesaikan dengan cara regresi, yaitu variasi dari Y akan dipengaruhi oleh variasi dari X. Secara matematis, fungsi CobbDouglas dapat dituliskan seperti berikut: Y = a0 Dimana: Y X a0, ai u e
eu
= variabel yang dijelaskan (dependent variable) = variabel yang menjelaskan (independent variable) = besaran yang akan diduga = faktor kesalahan (disturbance term) = logaritma natural (e = 2,718)
Dalam persamaan fungsi tersebut terdapat bilangan berpangkat, maka untuk memudahkan pendugaan dilakukan transformasi ke dalam bentuk logaritma natural (Ln) sehingga menjadi fungsi linier berganda (multiple linier). Persamaan fungsi dapat dituliskan kembali menjadi: Ln Y = Ln a0 + a1 Ln X1 + a2 Ln X2 + … + ai Ln Xi + … + an Ln Xn + u Pada persamaan tersebut terlihat bahwa nilai a1 dan a2 tetap walaupun variabel yang terlibat telah dilogaritmakan. Hal ini tejadi karena a1 dan a2 pada fungsi Cobb-Douglas sekaligus menunjukkan elastisitas X terhadap Y (Soekartawi 2002). Elastisitas produksi (Ep) merupakan presentase perbandingan hasil produksi atau output sebagai akibat dari presentase perubahan input atau faktor produksi yang digunakan (Soekartawi 2002 dan Rahim dan Hastuti 2008). Elastisitas produksi digunakan untuk mengetahui tingkat produksi yang optimum dari pemakaian faktor-faktor produksi, dapat dirumuskan sebagai berikut: Ep =
⁄
Ep = Ep = PM 21
Ep = Dimana: ΔY = perubahan hasil produksi komoditas pertanian ΔX = perubahan penggunaan faktor produksi Y = hasil produksi komoditas pertanian X = jumlah penggunaan faktor produksi ΔY/ΔX merupakan produk marjinal (PM) yaitu tambahan produksi yang dihasilkan dari tambahan satu unit input, sementara Y/X merupakan produk ratarata (PR) yaitu produksi per satuan input (Soekartawi 2002 dan Rahim dan Hastuti 2008). Fungsi produksi dapat dinyatakan dengan kurva produksi, yaitu kurva yang menggambarkan hubungan fisik faktor produksi (input) dan hasil produksinya (output), dengan asumsi hanya satu faktor produksi yang berubah dan faktor produksi lainnya dianggap tetap (ceteris paribus). Selain itu, fungsi produksi juga menggambarkan produk marjinal (PM) dan produk rata-rata (PR). Hubungan input dan output dapat digambarkan seperti yang tercantum pada Gambar 2. Y Hasil Produksi
PT II
I
Ep>1
III
0<Ep<1
Ep<0
X PM/PR Faktor Produksi
PR X1
Gambar 2.
X2
X3
X PM
Hubungan antara Produk Total (PT), Produk Marjinal (PM), dan Produk Rata-rata (PR) Sumber: Rahim dan Hastuti (2008) dan Soekartawi (2002)
22
Berdasarkan Gambar 2 kurva produksi dibagi menjadi tiga daerah, yaitu: 1) Daerah produksi I dengan nilai elastisitas produksi lebih besar dari satu (Ep > 1). Terjadi saat nilai PM lebih besar dari PR, artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi yang selalu lebih besar dari satu persen. Pada daerah ini belum tercapai keuntungan yang maksimum karena produksi masih dapat ditingkatkan. Sehingga, daerah ini disebut daerah irrasional atau inefisien. 2) Daerah produksi II dengan nilai elastisitas produksi antara nol dan satu (0 < Ep < 1). Terjadi penurunan PR saat PM mencapai titik nol dan PT sedang menaik mencapai titik maksimum. Hal ini menunjukkan setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah nol persen. Pada daerah ini terjadi penambahan hasil produksi yang semakin menurun (diminishing returns), hingga pada titik tertentu penggunaan sejumlah input dapat menghasilkan produksi yang optimum. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan input di daerah ini sudah optimal atau nilai produk marjinal sama dengan harga input (NPM = Px), sehingga disebut daerah rasional atau efisien. 3) Daerah produksi III dengan nilai elastisitas produksi kurang dari nol (Ep < 0). Terjadi penurunan PT dan PR saat nilai PM menjadi negatif, artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penurunan jumlah produksi. Daerah ini mencerminkan penggunaan faktor produksi sudah tidak lagi efisien dan akan merugikan petani, sehingga daerah ini disebut daerah irrasional. Soekartawi (2002) menyatakan ada beberapa hal yang menyebabkan petani sulit untuk mencapai tingkat produksi yang optimum, yaitu: 1) Petani tidak atau belum memahami prinsip hubungan input dan ouput. Dimana petani menggunakan input yang berlebihan, sehingga produksi optimum tercapai pada saat input sudah terlalu banyak diberikan. Akibatnya, jumlah keuntungan yang diterima menjadi lebih sedikit. 2) Petani sering dihadapi pada faktor risiko yang tinggi, sehingga produksi optimum tidak dapat dicapai. Misalnya, serangan hama dan penyakit atau
23
adanya iklim dan cuaca yang tidak menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. 3) Petani sering dihadapkan oleh pada faktor ketidakpastian dengan harga di masa yang akan datang, sehingga pada saat panen harga produk menjadi rendah dan akhirnya keuntungan menjadi kecil. 4) Keterbatasan petani dalam menyediakan input diikuti dengan kurangnya keterampilan petani dalam berusahatani. Hal ini menyebabkan rendahnya produksi yang diperoleh, sehingga keuntungan yang diperoleh juga semakin berkurang. 3.1.2. Konsep Risiko Menurut Soekartawi (2002), penggunaan input produksi dalam fungsi produksi masih dipengaruhi oleh faktor lain di luar kontrol manusia. Hal ini dikenal dengan istilah “faktor ketidaktentuan (uncertainty)” dan “risiko (risk)”. Besarnya tingkat faktor ketidaktentuan ini akan menentukan besarnya risiko yang dihadapi, sehingga menyebabkan kesenjangan produktivitas (yield gap) antara produktivitas potensial dan produktivitas yang dihasilkan. Para pelaku usaha berusaha untuk menghidari risiko dan ketidakpastian yang dianggap sama. Seperti yang dinyatakan oleh Kadarsan (1992), risiko dan ketidakpastian menjabarkan suatu keadaan yang memungkinkan adanya berbagai macam akibat dari usaha-usaha tertentu. Perbedaan keduanya, risiko merupakan keadaan yang hasil dan akibatnya mengikuti suatu penjabaran kemungkinan yang diketahui, sedangkan ketidakpastian menunjukkan keadaan yang hasil dan akibatnya tidak bisa diketahui. Secara teori definisi dari risiko dan ketidakpastian merupakan dua hal yang saling berhubungan. Beberapa sumber mengartikan risiko dan ketidakpastian bermacammacam. Hanggraeni (2010) memberikan definisi risiko sebagai kejadian yang berpotensi terjadinya sesuatu yang dapat menimbulkan kerugian pada suatu usaha. Timbulnya risiko karena adanya unsur ketidakpastian di masa mendatang, adanya penyimpangan, terjadinya sesuatu yang tidak diharapkan, atau tidak terjadinya sesuatu yang diharapkan. Risiko bersifat dinamis dan memiliki interdependensi satu sama lain, sehingga harus diantisipasi sejak awal agar tidak terjadi apa yang tidak diinginkan. 24
Kountur (2004; 2008) menjelaskan bahwa setiap kegiatan usaha yang dijalankan tidak terlepas dari risiko dan ketidakpastian. Risiko didefinisikan sebagai suatu kejadian yang berhubungan dengan keadaan yang tidak pasti, dimana kejadian tersebut memiliki kemungkinan untuk tidak terjadi atau terjadi. Dalam situasi ketidakpastian tersebut terdapat lebih dari satu kemungkinan dari suatu keputusan, merugikan atau menguntungkan. Apabila ketidakpastian yang dihadapi berdampak menguntungkan disebut dengan kesempatan (opportunity), sedangkan yang berdampak merugikan disebut dengan risiko (risk). Menurut Bodie dan Merton dalam Harwood et al. (1999), risiko merupakan ketidakpastian (uncertainty) yang berdampak pada kesejahteraan individual, dan seringkali dihubungkan dengan kehilangan atau kerugian. Harwood et al. (1999) menjelaskan risiko adalah ketidakpastian yang mempengaruhi suatu kesejahteraan indiviu, dan sering berkaitan dengan kerugian dan kehilangan. Dalam menghadapi situasi yang berisiko, manajemen risiko melibatkan pemilihan dari berbagai alternatif untuk mengurangi efek dari berbagai jenis risiko. Vaughan (1978) yang diacu dalam Darmawi (2006) mengemukakan beberapa definisi mengenai risiko: Pertama, Risk in the chance of loss (Risiko adalah kesempatan terjadinya kerugian). Definisi ini dipergunakan untuk menunjukkan suatu kejadian dimana terdapat suatu keterbukaan (exposure) terhadap kerugian atau suatu kemungkinan terjadinya kerugian. Kedua, Risk is the possibility of loss (Risiko adalah kemungkinan terjadinya kerugian). Istilah “possibility” dapat diartikan sebagai peluang menunjukkan bahwa probabilitas sesuatu kejadian atau peristiwa berada diantara nol dan satu. Ketiga, Risk is uncertainty (Risiko adalah ketidakpastian). Definisi ini menyatakan risiko berhubungan dengan ketidakpastian (uncertainty), adanya risiko karena adanya ketidakpastian. Dengan demikian, Darmawi (2006) menyimpulkan bahwa arti “kemungkinan”
menunjukkan
adanya
ketidakpastian
dan
ketidakpastian
merupakan kondisi yang menyebabkan timbulnya risiko. Dari definisi-definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan mengenai risiko dan ketidakpastian. Risiko merupakan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tidak diinginkan, atau tidak terduga. Sedangkan, ketidakpastian 25
merupakan suatu kondisi yang bisa saja terjadi atau tidak terjadi dan menimbulkan dampak pada kerugian atau keuntungan (Kountur 2004; 2008, Darmawi 2006, Hanggraeni 2010, Harwood et al. 1999, dan Darmawi 2006). Dampak dari risiko dan ketidakpastian menyebabkan hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan harapan. Dalam penelitian ini, konsep-konsep risiko tersebut dijadikan sebagai acuan untuk mendefinisikan risiko yang terjadi sesuai lapang. 3.1.2.1. Penilaian Risiko Indikasi adanya risiko dalam suatu kegiatan usaha dapat dilihat dengan adanya variasi, fluktuasi atau volatilitas dari hasil yang diperoleh, seperti fluktuasi produksi, harga output, atau pendapatan untuk setiap satuan yang sama. Penilaian risiko dilakukan dengan mengukur nilai penyimpangan yang terjadi. Namun, perlu diketahui terlebih dahulu mengenai nilai harapan atau expected return. Selanjutnya dilakukan dengan pendekatan ragam (variance), standar deviasi (standard deviation), dan koefisien variasi (coefficient variation) (Elton dan Gruber 1995). 1) Return, Probability, dan Expected Return (ER) Dalam pengambilan keputusan, return memiliki keterkaitan yang erat dengan peluang (probability) dan nilai harapan atau expected return (Elton dan Gruber 1995). Return merupakan hasil yang diperoleh, berupa pendapatan, produksi, atau harga. Peluang atau probability menunjukkan distribusi frekuensi terhadap suatu kejadian untuk periode waktu tertentu. Besar kecilnya peluang dari suatu kejadian dapat diukur berdasarkan pengalaman yang telah dialami pelaku usaha dalam menjalankan usahanya. Total peluang dari beberapa kejadian berjumlah satu. Expected return merupakan suatu nilai yang diharapkan dapat diperoleh dari kegiatan usaha yang dilakukan. Nilai harapan (expected return) diukur dengan menjumlahkan perkalian peluang (probability) dan hasil dari setiap kejadian (return). 2) Variance, Standard Deviation, dan Coefficient Variation Ketiga ukuran tersebut saling berkaitan satu sama lain. Nilai ragam (variance) sebagai penentu ukuran yang lainnya, diperoleh dari penjumlahan selisih kuadrat return dengan ekspetasi return yang dikalikan dengan peluang dari 26
setiap kejadian. Standar deviasi (standard deviation) merupakan akar kuadrat dari nilai varians. Sementara koefisien variasi (coefficient variation) merupakan rasio dari standar deviasi dengan nilai harapan (expected return) dari suatu usaha. Penilaian risiko digunakan untuk melihat seberapa besar dampak yang dihasilkan dari faktor penyebab risiko terhadap penerimaan atau produksi yang diharapkan pelaku usaha. Dalam kegiatan pertanian, seringkali terjadi kesenjangan produktivitas (yield gap) antara produktivitas potensial dan produktivitas yang dihasilkan oleh petani. Kesenjangan produktivitas terjadi karena adanya faktor yang sulit untuk diatasi petani, seperti adanya perbedaaan lingkungan, seperti iklim. Hal ini disebut dengan yield gap I. Disamping itu, dikenal pula yield gap II yang disebabkan oleh kendala biologi seperti serangan hama dan penyakit atau perbedaan varietas, dan kendala sosial-ekonomi seperti kebiasaan dan sikap petani, tingkat pendidikan dan pengetahuan petani, adanya faktor ketidakpastian, atau risiko dalam usahatani (Soekartawi 2002). Sumber risiko dalam kegiatan pertanian menurut Harwood et al. (1999) diantaranya: (1) Risiko produksi hasil pertanian terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa hal yang tidak dapat dikendalikan oleh manusia. Hal tersebut berkaitan dengan cuaca buruk, curah hujan, suhu yang ekstrim, salju, serta serangan hama dan penyakit. Di sisi lain, penggunaan teknologi yang tidak tepat juga dapat menimbulkan risiko produksi karena dapat menyebabkan gagal panen, rendahnya produktivitas, dan lain sebagainya. (2) Risiko harga atau pasar dipengaruhi oleh perubahan harga output dan input pertanian. Perubahan harga tersebut dapat mempengaruhi struktur biaya produksi. Dimana harga yang diterima pada musim tanam saat ini akan berbeda dengan harga yang diterima petunia pada musim tanam berikutnya. Sehingga megakibatkan fluktuasi pada penerimaan petani. (3) Risiko personal atau human error ditimbulkan karena adanya perubahan yang menganggu seperti kematian, cedera, atau kesehatan yang buruk dari tenaga kerja. Selain itu, perubahan tujuan dari individu yang terlibat di dalam perusahaan pertanian memiliki efek yang signifikan terhadap kinerja jangka panjang operasional perusahaan. Contohnya risiko aset yang diakibatkan oleh pencurian, kebakaran, atau kerusakana lainnya pada peralatan atau bangunan.
27
3.2.
Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian Desa Pasirlangu menjadi salah satu sentra produksi paprika yang cukup
besar di Provinsi Jawa Barat, dikarenakan kondisi topografi yang cocok untuk budidaya paprika. Kelompok tani paprika “Dewa Family” menjadi salah satu kelompok tani pionir dalam pengembangan paprika hidroponik di Desa Pasirlangu. Tingginya permintaan paprika kepada kelompok tani, menuntut petani anggota untuk dapat menghasilkan produksi yang maksimal. Keterbatasan produksi yang dihasilkan dikarenakan masih rendahnya produktivitas maupun kualitas paprika yang dihasilkan. Selama empat periode tanam (2008 – 2011), produktivitas paprika yang dihasilkan petani anggota mengalami fluktuasi. Rata-rata produktivitas paprika hidroponik yang mampu dicapai petani anggota pada tahun 2011 adalah sebesar 6,58 kilogram per m2, padahal produktivitas optimal yang dapat dicapai tanaman paprika sesuai dengan kondisi di Indonesia sebesar 8,00 – 9,00 kilogram per m2 (Gunadi
et
al.
2006).
Kesenjangan
produktivitas
dan
berfluktuatif
mengindikasikan adanya penyimpangan dalam kegiatan produksi paprika hidroponik. Penyimpangan ini terkait dengan risiko produksi pada usahatani paprika hidroponik yang dijalankan petani anggota. Risiko produksi yang terjadi diduga disebabkan oleh faktor internal atau input produksi seperti benih, tenaga kerja, dan lain-lain. Selain itu, faktor eksternal atau lingkungan yang tidak dapat dikuasai petani, seperti kondisi cuaca, serta serangan hama dan penyakit. Dalam penelitian ini, yang pertama dilakukan adalah mengetahui besarnya risiko produksi yang dihadapi oleh petani anggota dalam menjalankan usahatani paprika hidroponik. Namun, sebelum menganalisis tingkat risiko produksi, sumber-sumber risiko produksi yang mempengaruhi produksi paprika hidroponik diidentifikasi dan dianalisis terlebih dahulu. Selanjutnya, penilaian risiko menggunakan metode ragam (variance), simpangan baku (standart deviation), dan koefisien variasi (coefficient variation). Pendapatan merupakan hasil akhir yang diperoleh petani sebagai bentuk imbalan atas pengelolaan sumber daya yang dimilikinya. Besarnya pendapatan yang diharapkan dapat digunakan sebagai tolak ukur tingkat keberhasilan petani dalam melakukan usahanya.
28
Setelah itu, penelitian ini juga menganalisis faktor-faktor produksi apa saja yang mempengaruhi produksi paprika hidroponik dengan menggunakan model fungsi produksi Cobb-Douglas. Hal ini dilakukan untuk melihat pengaruh penggunaan faktor produksi (input) terhadap produksi yang dihasilkan (output). Berdasarkan penelitian sebelumnya dan informasi di lapang, input produksi yang diduga mempengaruhi hasil produksi paprika hidroponik adalah luas greenhouse, jumlah benih, nutrisi, pupuk pelengkap cair, insektisida, fungsida, dan tenaga kerja. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi gambaran mengenai usahatani paprika hidroponik bagi petani anggota kelompok tani paprika “Dewa Family” dan rekomendasi dalam membuat perencanaan produksi, terutama untuk mengatasi risiko produksi dan meningkatkan produksi selanjutnya. Alur kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 3.
29
Adanya kesenjangan antara produktivitas paprika hidroponik yang dihasilkan anggota Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” dengan produktivitas potensial
Apa saja sumber penyebab terjadinya risiko produksi paprika hidroponik di Kelompok Tani Paprika “Dewa Family”. Seberapa besar tingkat risiko yang dihadapi petani anggota Kelompok Tani Paprika “Dewa Family”. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap produksi paprika hidroponik di Kelompok Tani Paprika “Dewa Family”.
Analisis Risiko Produksi: Nilai harapan (Expected Return), Ragam (variance), Simpangan baku (standart deviation), Koefisien variasi (coefficient variation)
Sumber-sumber yang menyebabkan risiko Besarnya risiko produksi berdasarkan produktivitas, yang dihadapi petani responden Penanganan Risiko
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi paprika hidroponik dengan Fungsi Produksi Cobb-Douglas
Luas greenhouse Jumlah Benih Nutrisi Pupuk Pelengkap Cair Insektisida Fungisida Tenaga kerja
Input Produksi Paprika
Peningkatkan Produksi
Gambaran dan rekomendasi untuk meningkatkan produksi paprika hidroponik
Gambar 3.
Alur Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian
30
IV. METODE PENELITIAN 4.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelompok Tani Paprika “Dewa Family”, Desa
Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa kelompok tani paprika “Dewa Family” merupakan salah satu kelompok tani pionir dalam pengembangan paprika hidroponik di Desa Pasirlangu. Pada tahun 2011, kelompok tani paprika “Dewa Family” tercatat sebagai salah satu pelaku usaha yang berperan dalam membangun ketahanan pangan nasional dan mampu melakukan pemasaran paprika ke pasar domestik bahkan luar negeri. Dibuktikan dari penghargaan yang diberikan Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian dalam penganugerahan Adhikarya Pangan Nusantara 2011 dengan kategori Kelompok Tani Berorientasi Pasar Ekspor di Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. Namun, dalam perkembangannya kelompok tani ini belum pernah dilakukan analisis risiko produksi dan analisis fungsi produksi terhadap budidaya paprika hidroponik. Ketersediaan data dan kesediaan kelompok tani untuk diteliti juga menjadi pertimbangan lainnya. Pengambilan data dilakukan pada bulan April hingga Mei 2012. 4.2.
Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data
sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer merupakan data yang diperoleh dengan cara observasi langsung atau menggunakan kuesioner terhadap responden (Nazir 2009). Data primer diperoleh melalui observasi, pencatatan, dan wawancara langsung dengan petani responden, ketua kelompok tani, dan pihak kelompok tani menggunakan kuisioner. Responden dalam penelitian ini adalah petani paprika yang tergabung dalam kelompok tani paprika “Dewa Family”. Jumlah anggota aktif kelompok tani paprika “Dewa Family” adalah 12 orang, sehingga seluruh populasi dijadikan sebagai responden termasuk ketua kelompok tani. Wawancara dilakukan untuk mengetahui karakteristik responden, sistem penanaman dan proses produksi, perkiraan penggunaan input
31
produksi dalam satu periode tanam, dan kendala yang dihadapi selama pembudidayaan paprika hidroponik. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan data sekunder. Data sekunder merupakan data yang telah terdokumentasi sebelumnya (Nazir 2009). Data sekunder digunakan sebagai data penunjang pada penelitian ini diperoleh dari hasil publikasi Badan Pusat Statistik (BPS), Statistik Pertanian Kementerian Pertanian, Direktorat Jenderal Hortikultura, Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat, Dinas Pertanian Kabupaten Bandung Barat, Buku Profil Desa Pasirlangu, literatur internet, buku, serta penelitian terdahulu berupa jurnal, artikel, dan skripsi yang berkaitan dengan topik dan komoditi penelitian. Data historis juga digunakan berupa jumlah produksi dari tahun 2008 – 2011 dan data penunjang lainnya yang diperoleh dari pembukuan kelompok tani. 4.3.
Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.
Analisis kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan gambaran umum kelompok tani paprika “Dewa Family”, keragaan usahatani paprika hidroponik, risiko yang dihadapi petani, dan pengelolaan risiko tersebut. Sedangkan analisis kuantitatif terdiri dari analisis pendapatan, analisis risiko produksi spesialisasi, dan fungsi produksi Cobb-Douglas untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi paprika hidroponik. Untuk analisis pendapatan diperoleh dari pengurangan penerimaan dengan biaya total usahatani yang dikeluarkan selama satu periode tanam, dan untuk analisis risiko produksi didasarkan pada produktivitas per greenhouse per periode tanam. Jumlah data yang digunakan sebanyak 38 unit dari masing-masing greenhouse manual yang dimiliki petani anggota. Pengolahan data kuantitatif menggunakan software Microsoft Excel 2007 dan MINITAB 14. 4.3.1. Analisis Risiko Produksi pada Kegiatan Spesialisasi Menurut Vaughan (1978) yang diacu dalam Darmawi (2006), risiko berkaitan terhadap peluang atau kemungkinan terjadinya suatu peristiwa. Peluang hanya suatu kemungkinan, sehingga nilai dari suatu peluang bukan merupakan nilai mutlak dalam suatu kondisi. Nilai peluang ditentukan berdasarkan suatu
32
kejadian pada periode waktu tertentu. Frekuensi kejadian diukur berdasarkan data atau pengalaman yang dimiliki perusahaan selama menjalankan usahanya. Nilai peluang (P) dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut (Darmawi 2004): P= Dimana: f = Frekuensi terjadinya suatu kejadian T = Banyak kejadian yang dianalisis Total peluang dari beberapa kejadian adalah satu, secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : ∑
Menurut Darmawi (2004), probabilitas atau peluang merupakan suatu nilai yang terletak antara 0 dan 1 yang diberikan untuk masing-masing kejadian. Apabila nilai suatu peluang adalah 1, maka hal tersebut merupakan sebuah kepastian. Artinya, peristiwa yang akan diperkirakan pasti terjadi. Sebaliknya jika peluang bernilai nol, artinya peristiwa yang diperkirakan tidak akan terjadi. Berdasarkan data historis yang diperoleh dari kelompok tani paprika “Dewa Family” selama empat periode terahir (2008 – 2011), terdapat 93 kegiatan produksi dari 38 unit greenhouse yang dimiliki anggota untuk penanaman paprika. Setiap kali berproduksi menghasilkan nilai produktivitas paprika hidroponik yang bervariasi dan sulit untuk dinilai mana peluang yang lebih tinggi atau rendah. Oleh karena itu, peluang dari setiap kejadian diasumsikan sama yaitu sebesar 0,0108. Nilai peluang tersebut dihitung dengan cara satu dibagi dengan total kegiatan produksi. Pengambilan keputusan yang mengandung risiko dapat dilakukan dengan menggunakan expected return atau nilai harapan. Sofyan (2005) menyatakan bahwa nilai harapan merupakan nilai yang diharapkan dari hasil yang diperoleh (return). Nilai harapan dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk melanjutkan kegiatan usaha. Rumus expected return yang digunakan adalah sebagai berikut (Elton dan Gruber 1995):
33
∑
Dimana: Ři Pij Rij M
= Expected Return atau nilai harapan = Peluang dari suatu kejadian = Return (produktivitas atau pendapatan) = Banyak kejadian yang dianalisis
Namun, dikarenakan nilai peluang diasumsikan sama untuk setiap kejadian, maka nilai expected return-nya merupakan nilai rata-rata dari total nilai produktivitas atau pendapatan. Rumus yang digunakan sebagai berikut (Elton dan Gruber 1995): Ři = ∑ Salah satu kendala yang dihadapi petani anggota kelompok tani dalam menjalankan usahatani paprika hidroponik adalah risiko produksi. Indikasi terjadinya risiko dilihat dari fluktuasi pada hasil produksi yang diduga disebabkan oleh faktor internal terkait input produksi dan faktor lingkungan (hama dan kondisi cuaca). Untuk mengetahui seberapa besar risiko yang dihadapi petani anggota dilakukan analisis risiko dengan menggunakan metode variance, standard deviation, dan coefficient variation berdasarkan produktivitas. 1) Ragam (Variance) Menurut Sofyan (2005), variance merupakan satuan risiko dari suatu proyek investasi yang menggambarkan besarnya penyimpangan yang terjadi. Pengukuran variance dari return diukur dari penjumlahan selisih kuadrat dari return (penerimaan) dengan expected return dikalikan dengan peluang dari setiap kejadian. Rumus nilai variance dapat dituliskan sebagai berikut (Elton dan Gruber 1995): ∑
Dimana: σt2 Pij Rij Ři
= Variance atau ragam dari return = Peluang dari suatu kejadian = Return (produktivitas atau pendapatan) = Expected Return atau nilai harapan
Dalam hal ini nilai variance memberikan informasi tentang luasnya kemungkinan penyimpangan yang sebenarnya dari nilai yang diharapkan. Dimana 34
semakin kecil nilai variance maka semakin kecil penyimpangan sehingga semakin kecil pula risiko yang dihadapi dalam kegiatan usaha tersebut. 2) Simpangan Baku (Standard Deviation) Standar deviasi atau simpangan baku merupakan ukuran satuan risiko terkecil yang menggambarkan penyimpangan yang terjadi dari suatu proyek investasi (Sofyan 2005). Standar deviasi diukur dari akar kuadrat dari nilai variance. Rumus standar deviasi dapat dituliskan sebagai berikut (Elton dan Gruber 1995) : √
Dimana: σi2 = Ragam (variance) σi = Simpangan baku (standard deviation) Seperti halnya variance, semakin kecil nilai standar deviasi maka semakin rendah risiko yang dihadapi dalam kegiatan usaha. 3) Koefisien Variasi (Coefficient Variation) Siahaan (2009) menyatakan bahwa risiko perlu dibandingkan dengan tingkat return yang diharapkan. Koefisien variasi diperoleh dari rasio standar deviasi dengan nilai yang diharapkan atau expected return. Sama halnya dengan ukuran risiko lain, semakin kecil nilai koefisien variasi, maka semakin rendah risiko yang dihadapi dari suatu usaha. Rumus koefisien variasi adalah (Siahaan 2009) : CV =
σ Ř
Dimana: CV = Koefisien variasi (coefficient variation) σi = Simpangan baku (standard deviation) Ři = Expected Return atau nilai harapan 4.3.2. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Paprika Hidroponik Usaha budidaya pertanian merupakan salah satu jenis usaha yang selalu dipengaruhi oleh risiko dan ketidakpastian, begitu juga dengan usahatani paprika hidroponik. Dimana kuantitas dan kualitas paprika yang dihasilkan tidak dapat diketahui secara pasti karena adanya pengaruh iklim, hama, dan penyakit tanaman, serta penggunaan faktor produksi. Menurut Soekartawi et al. (1986) selain pengaruh iklim dan pengaruh lain yang tidak dapat dikuasai atau dikontrol 35
petani, alokasi sumber daya sangat menentukan berapa produksi yang akan dihasilkan. Dengan demikian, petani juga dapat mempengaruhi produksi melalui keputusan berapa jumlah sumberdaya yang akan digunakan, seperti berapa luas lahan yang dipakai, berapa banyak benih, pupuk, obat-obatan pertanian, tenaga kerja, dan lainya. Hubungan kuantitatif antara faktor produksi (input) dan produksi (output) disebut dengan factor relationship atau fungsi produksi. Besar kecilnya faktor produksi yang digunakan akan mempengaruhi jumlah produksi yang diperoleh. Bila variabel Y digambarkan sebagai jumlah produksi dan variabel Xi adalah faktor produksi i, maka besarnya Y dipengaruhi oleh besarnya X1, X2, X3, …, Xm yang dimasukkan dalam fungsi. Hubungan faktor produksi dan produksi tersebut mengikuti kaidah tambahan hasil yang semakin berkurang (law of diminishing returns) untuk semua variabel X, dimana tiap tambahan unit faktor produksi akan mengakibatkan proporsi unit tambahan produksi yang semakin kecil dibanding unit tambahan faktor produksi tersebut (Soekartawi et al. 1986). Dalam penelitian ini, model fungsi produksi yang digunakan adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam penggunaan fungsi CobbDouglas (Soekartawi 2002), yaitu: 1) Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol. Sebab logaritma dari bilangan nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite). 2) Perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan (nonneutral difference in the respective technology). Artinya, kalau fungsi Cobb-Douglas yang dipakai sebagai model dalam suatu pengamatan dan bila diperlukan analisa yang merupakan lebih dari satu model (misalnya dua model), maka perbedaan model tersebut terletak pada intercept dan bukan pada kemiringan garis (slope) model tersebut. 3) Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim adalah sudah tercakup pada faktor kesalahan (u). Dalam menganalisis fungsi produksi, langkah awal yang dilakukan adalah mengidentifikasi faktor produksi apa saja yang diduga berpengaruh terhadap usahatani paprika hidroponik. Variabel atau faktor produksi yang diduga berpengaruh adalah luas greenhouse, jumlah benih, nutrisi, pupuk pelengkap,
36
insektisida, fungisida, dan tenaga kerja. Pendugaan faktor produksi tersebut berdasarkan penggunaan input yang sering digunakan petani anggota dalam usahatani paprika hidroponik di lokasi penelitian. Di samping itu, penentuan variabel faktor produksi juga berdasarkan beberapa penelitian terdahulu oleh Kartikasari (2006), Nadhwatunnaja (2008), dan Setyarini (2011), antara lain luas lahan greenhouse, benih, nutrisi, pestisida, dan tenaga kerja. Namun faktor lain seperti tingkat pendidikan, pengalaman bertani, dan jumlah hama thrips seperti yang dilakukan oleh penelitian terdahulu tidak diikutsertakan dalam pendugaan model penelitian ini. Pada penelitian ini, pupuk pelengkap atau pupuk daun terdiri dari dua jenis, yaitu padatan dan cairan. Pengaplikasiannya berbeda antara petani yang satu dengan petani lainnya tergantung dari merk dagang dan jenis yang digunakan. Namun, fungsi dari kedua jenis pupuk daun adalah sama yaitu merangsang pertumbuhan, kesuburan, serta zat pengatur tubuh tanaman paprika hidroponik agar mampu melawan hama dan penyakit. Sebagian besar petani anggota mengaplikasikan pupuk daun yang berbentuk cairan, sehingga dalam model hanya dimasukkan variabel pupuk pelengkap cair. Sama halnya dengan fungsida, ada yang berbentuk padatan dan juga cairan. Pengaplikasian fungsida dari kedua jenis tersebut dilakukan berganti-gantian oleh petani. Tujuan pemakaian fungsida sama, yaitu untuk membunuh penyakit pada tanaman paprika yang disebabkan oleh jamur, seperti penyakit tepung daun (powdery mildew) atau yang dikenal petani dengan sebutan buluk daun dan penyakit bercak serkospora atau bercak daun. Sebagian besar petani anggota lebih sering menggunakan fungsida berbentuk cairan dibanding yang padatan, sehingga dalam perhitungan digunakan variabel fungsida yang berbentuk cairan. Dengan memasukkan tujuh variabel bebas ke dalam persamaan, maka model fungsi produksi Cobb-Douglas untuk usahatani paprika hidroponik, secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: Y = a0 Untuk mempermudah pendugaan dengan metode kuadrat terkecil atau ordinary least square (OLS), maka fungsi tersebut ditransformasikan ke dalam bentuk linier logaritma (Ln), sehingga persamaan menjadi: 37
Ln Y = Ln a0 + a1Ln X1 + a2Ln X2 + a3Ln X3 + a4Ln X4 + a5Ln X5 + a6Ln X6 + a7Ln X7 + u Dimana: Y = Jumlah produksi paprika (kg) ao = Intersep atau konstanta X1 = Luas greenhouse (m2) X2 = Jumlah benih (biji) X3 = Jumlah nutrisi (liter) X4 = Jumlah pupuk pelengkap cair (mililiter) X5 = Jumlah insektisida (mililiter) X6 = Jumlah fungisida (mililiter) X7 = Jumlah tenaga kerja (HOK) a1, a2, ...., a7 = Nilai dugaan besaran parameter u = faktor kesalahan (disturbance term) Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh faktor produksi berpengaruh positif terhadap tingkat produksi paprika hidroponik. Kondisi ini diperkirakan karena seluruh komponen faktor produksi tersebut merupakan kebutuhan dalam kegiatan budidaya paprika hidroponik. Adapun penjelasan hipotesis tersebut adalah sebagai berikut: a) Luas greenhouse (X1) a1 > 0 artinya semakin luas greenhouse yang digunakan dalam proses produksi, maka akan semakin tinggi produksi paprika hidroponik yang dihasilkan. b) Benih (X2) a2 > 0 artinya semakin banyak benih yang digunakan dalam proses produksi, maka akan semakin tinggi produksi paprika hidroponik yang dihasilkan. c) Nutrisi (X3) a3 > 0 artinya semakin banyak nutrisi yang digunakan dalam proses produksi, maka akan semakin tinggi produksi paprika hidroponik yang dihasilkan. d) Pupuk Pelengkap cair (X4) a4 > 0 artinya semakin banyak pupuk pelengkap cair yang digunakan dalam proses produksi, maka akan semakin tinggi produksi paprika hidroponik yang dihasilkan.
38
e) Insektisida (X5) a5 > 0 artinya semakin banyak insektisida yang digunakan dalam proses produksi, maka akan semakin tinggi produksi paprika hidroponik yang dihasilkan. f) Fungisida (X6) a6 > 0 artinya semakin banyak fungisida yang digunakan dalam proses produksi, maka akan semakin tinggi produksi paprika hidroponik yang dihasilkan. g) Tenaga kerja (X7) a7 > 0 (X7) artinya semakin banyak tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi, maka akan semakin tinggi produksi paprika hidroponik yang dihasilkan. 4.3.3. Pengujian Hipotesis Pengujian model fungsi produksi dilakukan dengan metode kuadrat terkecil atau ordinary least square (OLS). Menurut Gujarati (2006a) terdapat kriteria dalam pengujian statistik berdasarkan metode OLS, yaitu: 1) Pengujian terhadap model penduga Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui variabel bebas atau faktor produksi yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi paprika. Uji statistik yang digunakan adalah uji F, yaitu: F-hitung =
–
Dimana: R2 = Koefisien determinasi k = Jumlah koefisien model n = Jumlah pengamatan atau sampel Kriteria uji: a. F-hitung < F-tabel (k-1, n-k) pada taraf nyata α. Artinya, variabel bebas secara bersamaan tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. b. F-hitung > F-tabel (k-1, n-k) pada taraf nyata α. Artinya, variabel bebas secara bersamaan berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. Untuk mengetahui seberapa jauh keragaman produksi dapat diterangkan oleh model dari variabel bebas yang telah dipilih, maka dihitung pula besarnya koefisien determinasi (R2). Dapat ditulikan sebagai berikut: 39
R2 =
=
2) Pengujian pada masing-masing parameter regresi Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui variabel bebas
yang
berpengaruh terhadap variabel terikat. Uji statistik yang digunakan uji t, yaitu: t-hitung =
–
Dimana: ai = Koefisien regresi se (ai) = Standar error dari koefisien regresi ke-ai Kriteria uji: a. thitung < ttabel (n-k) pada taraf nyata α. Artinya, variabel bebas yang digunakan secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. b. thitung > ttabel (n-k) pada taraf nyata α. Artinya, variabel bebas yang digunakan secara parsial berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. Apabila tidak menggunakan t-tabel, maka signifikansi variabel dapat dilihat dari nilai P, dengan kriteria sebagai berikut: a) P-value < α, maka variabel yang diuji (faktor produksi) berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (produksi). b) P-value > α, maka variabel yang diuji (faktor produksi) tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (produksi). 3) Pengujian Autokorelasi, Heteroskedastisitas, dan Multikolinearitas Pengujian ini bertujuan agar model yang dihasilkan sesuai dengan asumsi OLS. Menurut Gujarati (2006b) autokorelasi terjadi karena terdapat korelasi di antara anggota observasi yang diurut menurut waktu (seperti data deret berkala) atau ruang (seperti lintas-sektoral). Hal ini dapat diketahui dengan pengujian Durbin-Watson (DW) pada output software, jika nilai DW yang dihasilkan berada diantara dU dan 4-dU maka dalam model tidak terdapat autokorelasi. Asumsi OLS lainnya adalah model bersifat homoskedastis, yaitu semua gangguan ui memiliki varians yang sama (var (ui) = σ2). Artinya, distribusi bersyarat dari tiap populasi Y yang sesuai untuk nilai X tertentu memounyai varians yang sama. Pengujian ini dapat menggunakan uji grafis residu yang melihat ada atau tidaknya pola sistematis antara residu kuadrat (ei2) dengan
40
variabel pejelas (X). Apabila tidak ada pola yang sistematis maka dapat dikatakan sifat homoskedastisitas terpenuhi (Gujarati 2006a; 2006b). Asumsi OLS lainnya adalah tidak terdapat masalah multikolinearitas. Multikolinearitas merupakan hubungan linear sempurna atau hampir sempurna di antara variabel-variabel penjelas dalam suatu model regresi, sehingga tidak dapat menarik kesimpulan apapun dari model yang diperoleh. Indikasinya adanya multikolinearitas adalah dengan melihat koefisien determinasi (R2) yang tinggi, namun dari uji-t banyak variabel bebas yang tidak siginifikan (Gujarati 2006b). Cara lain untuk mengidentifikasinya dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) setiap variabel bebas dari output software. Sebuah model dinyatakan terbebas dari masalah multikolinearitas apabila memiliki nilai VIF di bawah 10 (Lind et al. 2007). Terdapat kelemahan pada fungsi produksi Cobb-Douglas yang melibatkan metode OLS, yaitu gejala multikolinearitas (Soekartawi 2002). Menurut Gujarati (2006b) untuk mengatasai masalah multikolinieritas adalah mengeluarkan variabel dari model, menambah data pengamatan atau contoh baru, ataupun melakukan transformasi variabel yang mempunyai kolinearitas, lalu menggabungkan menjadi variabel yang lebih berarti. Namun, jika hal tersebut sulit dilakukan, cara lain yang dapat dilakukan adalah menggunakan metode pendugaan lain. Salah satunya dengan analisis regresi komponen utama (principal component regression analysis). 4.3.4. Analisis Regresi Komponen Utama (Principal Component Analysis Regression) Analisis regresi komponen utama (principal component analysis regression) merupakan kombinasi antara analisis regresi dengan analisis komponen utama. Pada prinsipnya, analisis komponen utama bertujuan untuk mengurangi dimensi dari kumpulan data yang saling berkorelasi, sementara kumpulan data tersebut masih tetap dipertahankan. Hal ini dicapai dengan mentransformasikan variabel-variabel bebas yang berkorelasi menjadi variabelvariabel baru yang ortogonal dan tidak saling berkorelasi (Jollife 1986). Analisis regresi komponen utama merupakan analisis regresi dari variabel terikat (Ln Y) terhadap komponen-komponen utama (W) yang tidak berkorelasi,
41
dimana setiap komponen utama merupakan kombinasi linear dari semua variabel bebas yang telah dibakukan (Z) (Gasper 1995 diacu dalam Rizal 2001). Dimana semua variabel dalam penelitian ini sudah ditransformasi ke dalam bentuk logaritma natural (Ln), yang selanjutnya akan digunakan juga pada regresi komponen utama. Model komponen utama dapat dituliskan sebagai berikut: Ln Y = bo + b1W1 + b2W2 + … + bmWm + εi Dimana: b0, b1, b2, …, bm = koefisien regresi εi = komponen sisaan W1, W2, …, Wm = kombinasi linear variabel-variabel asal X yang telah dibakukan menjadi variabel baku Z Menurut Morrison (1978) yang diacu dalam Rizal (2001) pembakuan ke dalam variabel baku Z dilakukan jika variabel asal memiliki satuan yang berbeda, dengan rumus: Z=
̅
, i = 1,2, …, p dan σij = Sij
Pembakuan yang dimaksud adalah dengan mengurangkan setiap variabel bebas asal ke-i (Xi) dengan rata-rata (̅̅̅) dan dibagi dengan simpangan baku (Si). Selanjutnya matriks baku Z ditransformasikan menjadi matriks skor komponen utama (SK) dengan SK = ZA, dimana A adalah matriks yang kolom-kolomnya merupakan vektor ciri darri matriks Z’Z. Sehingga, komponen utama ke-j (Wj) dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan (Draper dan Smith 1992): Wj = γij Z1 + γ2j Z2 + γ3j Z3 + …. + γnj Zn Prosedur ini menciptakan peubah-peubah baru Wj dari peubah-peubah asal Zj melalui tranformasi sehingga vektor-vektor W saling ortogonal sesamanya. Vektor ciri γj diperoleh dari setiap akar ciri yang memenuhi suatu sistem persamaan homogen (Z’Z – λjI)γj = 0, dimana: γj = (γ1j, γ2j, γ3j, …, γnj) yang dipilih dari sekian banyak solusi yang ada untuk setiap j sehingga γj’γj = 1. Peubah Wj dengan nilai akar ciri atau eigenvalue (λj) terbesar disebut komponen utama pertama. Komponen ini menjelaskan bagian terbesar dari keragaman yang dikandung oleh gugusan data yang telah dibakukan. Besarnya keragaman atau varians dari setiap faktor yang mewakili variabel yang dianalisis ditunjukan oleh akar ciri (eigenvalue). Komponen-komponen Wj yang lain menjelaskan proporsi keragaman yang semakin lam semakin kecil secara beurutan sampai semua data terjelaskan atau sama dengan: 42
∑ Tidak semua komponen utama (W) dapat digunakan. Komponen utama yang dapat digunakan adalah komponen yang memiliki nilai akar ciri (eigenvalue) lebih dari satu, karena jika akar ciri kurang dari satu, keragaman data yang dapat dijelaskan kecil sekali (Soemartini 2008). Selain itu, menurut Morrison (1976) yang diacu dalam Draper dan Smith (1992) komponen-komponen dapat dihitung melalui presentase keragaman kumulatif, dianggap cukup mewakili total keragaman data jika telah mencapai 75 persen atau lebih. Selanjutnya, nilai-nilai komponen utama Wj dapat dihitung dengan memasukkan nilai-nilai Zn untuk setiap pengamatan. Pendugaan koefisien regresi dapat dilakukan dengan rumus: Zi =
̅
, Mean ( ̅ =
, Standar Deviasi (Si) = √
̅
Setelah variabel baku Z ditransformasikan kembali ke dalam variabel asli (Ln X), maka dapat dibentuk persamaan regresi variabel terikat (Ln Y) dengan variabel asli (Ln X), dapat dituliskan: Ln Y = ßo + ß1 Ln X1 + ß2 Ln X2 + ß3 Ln X3 + ß4 Ln X4+ ß5 Ln X5+ ß6 Ln X6 + ß7 Ln X7 + ε Selanjutnya dilakukan uji signifikansi koefisien regresi parsial komponen utama dengan uji-t, untuk mengetahui variabel bebas (faktor produksi) apa saja yang signifikan dan berpengaruh terhadap variabel terikat (produksi). 4.4.
Definisi Operasional Variabel yang diamati merupakan data dan informasi usahatani paprika
yang dilakukan oleh petani responden di kelompok tani paprika “Dewa Family”. Variabel tersebut terlebih dahulu didefinisikan untuk mempermudah pengumpulan data yang mengacu pada pengertian di bawah ini: 1) Produksi paprika adalah jumlah produksi paprika (hijau, merah, dan kuning) dalam satu periode tanam yang diukur dalam satuan kilogram (kg). 2) Produktivitas paprika adalah total produksi paprika pada luasan lahan tertentu dalam satu periode tanam dan diukur dalam satuan kilogram per m2 (kg/m2).
43
3) Luas greenhouse adalah sebidang tanah atau lahan dengan luasan tertentu yang digunakan untuk budidaya paprika hidroponik dalam sebuah unit greenhouse dan diukur dalam satuan meter persegi (m2). 4) Benih adalah jumlah benih paprika hibrida F1 yang digunakan oleh petani di masing-masing greenhouse dalam satu periode tanam yang diukur dalam satuan butir. 5) Nutrisi adalah jumlah pemakaian larutan pupuk yang sudah dicairkan (pencampuran larutan pupuk pekat dengan air 1.000 liter) selama proses produksi dalam satu periode tanam dan diukur dalam satuan liter (L). 6) Pupuk Pelengkap Cair adalah jumlah pemakaian pupuk pelengkap cair yang digunakan dalam satu periode tanam yang diukur dalam satuan mililiter (ml). 7) Insektisida adalah jumlah pemakaian obat untuk membasmi ataupun mengurangi serangan hama pada tanaman paprika hidroponik dalam satu periode tanam dan diukur dalam satuan mililiter (ml). 8) Fungisida adalah jumlah pemakaian obat untuk membasmi atau mengurangi penyakit pada tanaman paprika hidroponik dalam satu periode tanam dan diukur dalam satuan mililiter (ml). 9) Tenaga kerja merupakan jumlah penggunaan tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi selama satu periode tanam, baik yang berasal dari dalam keluarga maupun luar keluarga. Tenaga kerja yang digunakan diukur dalam satuan Hari Orang Kerja (HOK). Biaya tenaga kerja dianalisis berdasarkan upah per HOK yang berlaku di lokasi penelitian. 10) Harga Produk adalah harga rata-rata paprika hidroponik berdasarkan warnanya yang diterima oleh petani dalam setiap kali panen dan diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg). Harga yang berlaku adalah harga pada saat penelitian dan diasumsikan tidak terjadi fluktuasi harga. 11) Harga Input adalah harga rata-rata dari setiap faktor produksi (input) yang diperoleh petani dalam satuan rupiah (Rp).
44
V. GAMBARAN UMUM 5.1.
Keadaan Geografi dan Demografi Lokasi Penelitian Kelompok tani paprika “Dewa Family” berada di Desa Pasirlangu. Desa
Pasirlangu merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat. Desa yang berada tidak jauh dari kaki Gunung Burangrang ini berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta di sebelah utara, Desa Tugumukti Kecamatan Cisarua di sebelah timur, Desa Cimanggu Kecamatan Ngamprah di sebelah selatan, dan Desa Cipada Kecamatan Cisarua di sebelah barat. Jarak desa dengan Kecamatan Cisarua relatif dekat yaitu 5 km, sementara jarak ke Kabupaten Bandung Barat 20 km, dan 30 km ke ibu kota Provinsi Jawa Barat. Data monografi Desa Pasirlangu (2011) menunjukkan bahwa luas wilayah secara keseluruhan mencapai 1.065 hektar. Berdasarkan penggunaan tanah, luas tanah kering adalah 613,57 hektar, tanah sawah seluas 10 hektar, tanah perkebunan seluas 7 hektar, dan tanah hutan seluas 367 hektar. Keadaan wilayah pada desa ini sebagian besar berbukit-bukit dan lereng gunung dengan ketinggian 1.186 meter dpl. Suhu rata-rata harian di Desa Pasirlangu adalah 20 – 250 C dan curah hujan rata-rata 1.500 mm per tahun, yang termasuk ke dalam zona iklim sedang dan iklim sejuk. Keadaan ini cocok dan berpotensi dalam pengembangan komoditas hortikultura, seperti tanaman hias dan sayur-sayuran. Terdapat beberapa komoditas tanaman pangan yang diusahakan di desa ini yaitu padi sawah, paprika, labu siam, bunga krisan, jagung, ubi kayu, ubi jalar, cabai, tomat, sawi, mentimun, buncis, dan bayam. Total jumlah penduduk Desa Pasirlangu pada tahun 2011 sebanyak 9.512 orang dengan jumlah laki-laki 4.809 orang dan 4.703 orang perempuan. Sebagian besar masyarakat Desa Pasirlangu bermata pencaharian sebagai petani sebanyak 1.534 orang dan buruh tani 933 orang. Sementara mata pencaharian lainnya seperti pedagang keliling sebanyak 29 orang, Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 23 orang, karyawan swasta 13 orang, pengusaha kecil dan menengah 7 orang, pengrajin industri rumah tangga 7 orang, TNI sebanyak 7 orang, dan lainlainnya sebanyak 23 orang. Berdasarkan tingkat pendidikan, sebagian besar masyarakat Desa Pasirlangu merupakan lulusan SD atau sederajat yaitu sebanyak
45
5.438 orang, untuk lulusan SMP dan SLTA masing-masing sebanyak 825 dan 438 orang, dan yang sedang sekolah 1.250 orang. Sementara yang tidak tamat SD, SMP, dan SLTA sebanyak 344 orang, yang tidak pernah sekolah sebanyak 25 orang, dan yang belum masuk sekolah dasar sebanyak 650 orang. Serta, terdapat 19 orang yang tamat akademi (DI – III) dan 53 orang lulusan sarjana (S1 dan S2). Hal ini perlu mendapat perhatian dari pemerintah karena rata-rata tingkat pendidikan penduduk Desa Pasirlangu masih sangat rendah. Walaupun letak wilayah agak terpencil dan jauh dari akses jalan utama, perekonomian desa sudah cukup maju. Paprika menjadi komoditi unggulan dan sumber perekonomian utama di desa ini. Luas tanah yang digunakan untuk lahan pertanian paprika hidroponik pada tahun 2011 adalah 26 hektar dengan produktivitas 57 ton per hektar. Kini Desa Pasirlangu telah menjadi salah satu sentra penghasil paprika hidroponik di Provinsi Jawa Barat. Pemasaran hasil panen di umumnya dijual ke pasar, dijual langsung ke konsumen, dijual melalui tengkulak dan pengecer, serta ada pula hasil panen untuk kebutuhan sendiri atau tidak dijual. 5.2.
Gambaran Umum Kelompok Tani Paprika “Dewa Family”
5.2.1. Sejarah dan Perkembangan Kelompok Tani Komoditas paprika mulai dibudidayakan di Desa Pasirlangu sejak tahun 1996 oleh tiga orang petani perintis, yaitu Bapak Sutardi, Bapak Deden Wahyu, dan Bapak Kusnadi. Mereka merupakan petani lapang yang menanam sayursayuran seperti tomat, labu, dan burkol. Namun, perekonomian pada saat itu sedang tidak stabil yang disebabkan oleh rendahnya harga sayur-sayuran. Dengan modal pengetahuan dari majalah Trubus, mereka mencoba membudidayakan paprika. Penanaman paprika pertama kalinya dilakukan sebanyak 100 tanaman secara otodidak, dengan membuat campuran pupuk sendiri. Pupuk racikan tersebut masih digunakan oleh petani-petani paprika di Desa Pasirlangu hingga saat ini, yang lebih dikenal dengan pupuk AB Mix lokal atau Tenso (Deden Wahyu, komunikasi pribadi). Di awal penanaman sempat mengalami kerugian, dimana hama yang menyerang tanaman paprika belum diketahui cara pengendaliannya dan hasil
46
panen tidak dapat terjual karena belum memiliki pasar. Akhirnya mereka melakukan kunjungan ke Saung Mirwan di Bogor untuk mengetahui cara pembudidayaan dan pemasaran hasil panen. Teknik pembudidayaan paprika yang telah diperoleh, ditularkan kepada masyarakat Desa Pasirlangu dengan harapan dapat mengembangkan paprika secara serius. Tiga orang petani perintis tersebut mendirikan sebuah kelompok tani, yaitu Kelompok Tani Mitra Sukamaju. Kelompok tani ini merupakan kelompok tani paprika pertama yang terdapat di Desa Pasirlangu (Deden Wahyu, komunikasi pribadi). Bapak Deden Wahyu yang termasuk dalam petani perintis paprika, pernah tergabung dalam Kelompok Tani Mitra Sukamaju. Setelah cukup menguasai ilmu budidaya paprika dan pemasarannya, Pak Deden Wahyu memilih keluar dari kelompok tani untuk menjadi petani mandiri. Dengan menggunakan modal sendiri dan berbekal ilmu yang telah didapat, beliau mengawali usahanya dengan membuat satu unit greenhouse seluas 450 m2 dan jumlah populasi 1.500 tanaman. Dalam memenuhi persediaan sarana produksi dilakukan kerjasama dengan PT Joro dan Buana Tani. Pertengahan tahun 1997, Saung Mirwan mengekspor paprika ke Taiwan, melihat peluang pasar yang bagus, Pak Deden Wahyu mencoba mengirim paprika ke Saung Miwan dan diterima. Setelah berhasil memasarkan paprika ke Saung Mirwan, Pak Deden Wahyu ditawari kerjasama oleh Saung Mirwan dan diberikan pinjaman modal sebesar sepuluh juta rupiah melalui Bank NSP. Modal tersebut dimanfaatkan untuk membuat satu unit greenhouse lagi. Kelompok tani paprika “Dewa Family” terbentuk karena adanya gagasan dan inisiatif Pak Deden Wahyu mengajak saudaranya membudidayakan paprika dengan sistem kerjasama. Pada tanggal 13 Desember 1997 terbentuklah kelompok tani paprika “Dewa Family” yang diketuai oleh Pak Deden Wahyu, hingga saat ini. Nama “Dewa Family” diambil dari singkatan nama Pak Deden Wahyu, dan karena kelompok tersebut awalnya beranggotakan keluarga. Tujuan dari pembentukan kelompok tani paprika “Dewa Family” adalah agar kelompok tani ini dapat menyejahterakan anggota kelompok dan membuat lapangan kerja bagi masyarakat sekitar. Hal tersebut dicapai melalui penanaman paprika yang sesuai Standard Operational Procedures (SOP), adanya pengendalian hama terpadu
47
(PHT) dan penerapan Good Agricultural Practices (GAP) seperti pembukuan yang baik. Keanggotan kelompok tani paprika “Dewa Family” bersifat bebas. Artinya tidak hanya dari dalam keluarga, petani non keluarga pun dapat bergabung asalkan berkomitmen untuk memajukan kelompok tani bersama-sama. Jumlah anggota kelompok tani dari awal pembentukkan tidak tetap, ada yang masuk dan keluar. Hingga tahun 2012, jumlah anggota kelompok tani paprika “Dewa Family” sebanyak 12 orang, terdiri dari 6 orang petani berasal dari keluarga termasuk ketua dan 6 orang petani dari luar keluarga. Setiap anggota yang tergabung memiliki greenhouse masing-masing. Total luas areal bangunan greenhouse yang dimiliki kelompok tani adalah seluas 5,12 hektar dengan jumlah 47 unit greenhouse, termasuk empat unit yang dilengkapi irigasi tetes. Saat ini kelompok tani paprika “Dewa
Family” telah mengantongi
berbagai penghargaan seperti Penghargaan Ketahanan Pangan Adhikarya Pangan Nusantara Tahun 2011 dari Presiden RI, Kelompok Tani Berorientasi Pasar Ekspor Hortikultura Tahun 2011 dari Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Kelompok tani sebagai Pelaku Usaha Agribisnis dalam Prestasi dan Prakarsanya Mengembangkan Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura di Jawa Barat Tahun 2011 dari Gubernur Jawa Barat, dan Kelompok tani atas prestasi dan prakarsanya di Bidang Hortikultura dalam mendukung Pemantapan Ketahanan Pangan Tahun 2011 tingkat Nasional dari Bupati Bandung Barat. Selain itu, kelompok tani sering menerima kunjungan dari luar kota atau luar negeri untuk dijadikan sebagai lahan percobaan. 5.2.2. Struktur Organisasi Kelompok Tani Pembentukan struktur organisasi dan pembagian kerja dilakukan secara sederhana dan selalu berkoordinasi dengan ketua kelompok. Uraian pekerjaan beserta tugasnya masing-masing sebagai berikut: 1) Bendahara dan Sekretaris. Bendahara dan sekretaris saling berhubungan untuk mengurus administrasi kelompok tani mulai dari pencatatan paprika yang masuk dan keluar setiap harinya, mencatat penghasilan yang diperoleh, melakukan pembayaran hasil panen kepada petani, mengawasi dan
48
menetapkan harga paprika di tingkat petani sesuai dengan harga pasar, dan membuat proposal jika dibutuhkan. 2) Bagian produksi bertanggung jawab untuk mengontrol dan mengawasi setiap greenhouse pada penanaman awal, ketika terjadi serangan hama, hingga panen, serta memprediksi jumlah produksi paprika yang akan dipanen setiap hari. 3) Divisi pascapanen bertanggung jawab untuk menyortir paprika yang masuk ke gudang dan mengelompokkan berdasarkan ukuran dan grade, hingga mengemasi ke dalam kontainer untuk pengiriman. Kegiatan ini dibantu oleh pekerja yang sudah selesai pekerjaannya. Sehingga, setiap pekerja diharuskan untuk bisa melakukan penyortiran dan grading. 4) Divisi Sarana Produksi, bertanggung jawab untuk mencatat pengeluaran input produksi setiap petani. Kelompok tani paprika “Dewa Family” memiliki sebuah kios yang menyediakan sarana produksi pertanian (saprotan), sehingga petani dapat membeli segala kebutuhan produksi dengan mudah. Penempatan pekerjaan tersebut dilakukan oleh ketua kelompok dengan pertimbangan kemampuan dan jenjang pendidikan, dapat dilihat pada Gambar 4. Ketua Kelompok Deden Wahyu A.
Sekretaris
Bendahara
Nia Herlina
Cumarni
Bag. Sarana Produksi
Bag. Produksi
Bag. Pascapanen
Iwan Setiawan
Kusnadi
Rohman, Arif, Tedi
Pengadaaan Paprika Edi danNur
Anggota Kelompok Tani Gambar 4.
Struktur Organisasi Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” Sumber: Kelompok Tani Paprika “Dewa Family”, 2012
Kurang lebih terdapat 10 orang pekerja yang bertugas mengurus kelompok tani. Pekerja berasal dari masyarakat sekitar. Baik pekerja lapang atau pengurus
49
kelompok tani diberikan pelatihan terlebih dahulu agar memiliki keterampilan dan keahlian dalam menangangi tanaman paprika hidroponik. Selain jenis pekerjaan yang telah disebutkan, terdapat supir dan juru masak untuk menunjang kegiatan. Pekerja berhak makan pagi dan siang yang telah disediakan. Hal ini dilakukan ketua kelompok untuk mengefisienkan waktu bekerja, sehingga pada waktu istirahat para pekerja tidak harus pulang kerumah masing-masing. Fasilitas juga diberikan bagi setiap pekerja, seperti bonus di akhir bulan jika penjualan paprika diatas rata-rata, tunjangan hari raya (THR), dan tempat tinggal (kost) bagi pekerja yang rumahnya jauh. Jadwal kerja yang berlaku dimulai pada hari Minggu sampai hari Jumat, dan hari Sabtu libur. Jam kerja dimulai pada pukul 07.00 WIB sampai 15.00 WIB dengan waktu istirahat pada pukul 12.00 WIB sampai 13.00 WIB, sehingga jam kerja yang berlaku adalah 7 jam kerja per hari (1 HKP = 7 jam kerja), namun untuk tenaga kerja wanita bekerja 5 jam per hari (1 HKW = 5 jam kerja). Pada hari Sabtu seluruh kegiatan bertani hampir tidak ada, kecuali kegiatan yang rutin dilakukan, dikarenakan tidak ada pemesanan paprika dan memberikan waktu istirahat bagi para pekerja. 5.2.3. Sarana dan Prasarana yang Dimiliki Kelompok Tani Sarana dan prasarana merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan atau penunjang dalam mencapai tujuan organisasi. Tersedianya sarana dan prasarana yang cukup dan berkualitas sangat dibutuhkan dalam penyelengaraan kegiatannya. Sarana dan prasarana penunjang yang dimiliki Kelompok tani paprika “Dewa Family”, antara lain: 1) Kios sarana produksi pertanian (Saprotan) berlokasi di Jalan Pasirlangu, Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua. Kios yang buka dari pukul 07.00 hingga 16.00 ini menjual segala kebutuhan produksi paprika mulai dari bahan-bahan pembuatan greenhouse (plastik UV, paku, kawat, paralon, dan lain sebagainya), benih, obat-obatan pertanian, pupuk, hingga alat pertanian seperti handsprayer, backsprayer, alat irigasi tetes. Para petani anggota atau non anggota dapat membeli kebutuhan input produksi di kios ini. Keuntungan bagi para petani anggota adalah dapat mengambil kebutuhan produksi tanpa
50
membayar di muka, namun ada suatu perjanjian pemotongan biaya sesuai pengambilan barang ketika pembayaran hasil panen. 2) Gudang penyimpanan paprika. Gudang terletak bersebelahan dengan kios saprotan. Pembuatan gudang dua lantai ini atas bantuan Kementerian Pertanian Indonesia melalui Dinas Pertanian Jawa Barat yang dilengkapi dengan cool storage atau lemari pendingin berukuran 36 m3. Selain dimanfaatkan sebagai tempat sortasi dan grading dan penyimpanan paprika, juga sebagai sekretariat kelompok tani paprika “Dewa Family” di lantai atas gedung ini. 5.3.
Karakteristik Responden Karakteristik dari 12 responden diklasifikasikan berdasarkan usia dan
tingkat pendidikan, pengalaman bertani paprika, lama bergabung dengan kelompok tani, jumlah dan luas greenhouse yang dimiliki, dan komoditas lain yang dibudidayakan. 5.3.1. Usia dan Tingkat Pendidikan Usia menurut Soekartawi et al. (1986) merupakan karakteristik individu yang dapat mempengaruhi fungsi biologis dan psikologis individu. Dalam batasbatas tertentu, semakin bertambahnya usia seseorang maka tenaga kerja yang dimiliki akan semakin produktif, dan setelah mencapai usia tertentu produktivitas tersebut akan menurun. Kisaran usia 31 – 45 tahun mendominasi (66,67%) struktur umur petani responden, artinya petani responden masih berada dalam usia produktif (< 66 tahun). Umur petani responden termuda adalah 30 tahun dan yang tertua adalah 58 tahun, dengan rata-rata usia petani adalah 42,92 tahun. Seluruh petani responden berjenis kelamin pria. Menurut penelitian Chairnani (2010) mayoritas kegiatan usahatani paprika hidroponik di Desa Pasirlangu dilakukan oleh pria. Hal ini dikarenakan tenaga wanita tergantikan oleh teknologi dan masih adanya anggapan bahwa wanita tidak mampu bekerja pada kegiatan pertanian. Namun di kelompok tani paprika “Dewa Family”, istri dari para petani responden biasanya juga ikut membantu dalam kegiatan usahatani. Tingkat pendidikan petani responden di kelompok tani paprika “Dewa Family” masih tergolong rendah. Hal ini dibuktikan dari pendidikan formal yang dominan ditempuh oleh petani responden adalah SD dan SMP masing-masing 51
33,33 persen atau sebanyak 4 orang. Petani responden yang mencapai jenjang SMA hanya 1 orang atau 8,33 persen. Sisanya berpendidikan cukup tinggi yaitu S1 dan S2, untuk S1 sebanyak 2 orang atau 16,67 persen dan S2 sebanyak 1 orang atau 8,33 persen. Dimana 3 orang petani responden berpendidikan tinggi tersebut menjadikan usahatani paprika sebagai pekerjaan sampingan, dengan pekerjaan utama sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Sementara petani responden lainnya bergantung pada pertanian. Tingkat pendidikan pada umumnya akan mempengaruhi cara berpikir petani. Dimana pendidikan yang relatif tinggi dan umur yang muda mempengaruhi cara berpikir petani. Namun dari hasil wawancara menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tidak terlalu berpengaruh terhadap pengetahuan petani mengenai usahatani paprika hidroponik. Hal ini disebabkan pengetahuan usahatani paprika hidroponik diperoleh melalui pengalaman dan pembelajaran secara turun temurun. Mengingat dari karakteristik masyarakat Desa Pasirlangu yang tingkat pendidikannya masih rendah, sehingga bersekolah tinggi pun dianggap tidak terlalu penting. 5.3.2. Pengalaman Bertani Paprika Hidroponik Sejak diperkenalkan paprika kepada masyarakat Desa Pasirlangu mulai bermunculan petani-petani paprika, baik yang bergabung dengan kelompok atau petani mandiri. Rata-rata petani responden mulai bertani sejak usia muda, namun tanaman yang ditanam masih sayur-sayuran biasa. Pengetahuan petani responden mengenai pembudidayakan paprika diperoleh dari ikut pelatihan dari Balitsa, dibimbing oleh ketua kelompok, belajar dari buku, dan ada juga yang belajar secara otodidak. Kisaran pengalaman petani responden bertani paprika selama 1020 tahun mendominasi sebanyak 7 orang atau 58,33 persen dan sisanya dibawah 10 tahun sebanyak 5 orang atau 41,67 persen. Rata-rata pengalaman bertani paprika adalah 10,42 tahun, mengingat komoditas paprika mulai dibudidayakan di Desa Pasirlangu sejak tahun 1997-an. Separuh dari petani responden (50%) mengatakan bahwa dengan mengusahakan komoditi paprika lebih menjanjikan dan memberikan keuntungan yang lebih besar dari pada sayuran biasa. Itulah mengapa kebanyakan petani responden beralih dari petani sayuran biasa (buncis, kol, atau bawang daun)
52
menjadi petani paprika. Alasan lainnya adalah budidaya paprika dapat dilakukan pada lahan yang kecil tapi tetap menguntungkan, tenaga kerja yang diperlukan tidak terlalu banyak, dan harga jual cukup tinggi. 5.3.3. Lama Bergabung dengan Kelompok Tani Jumlah anggota kelompok tani paprika “Dewa Family” dari awal hingga saat ini tidak tetap. Ada yang sudah lama jadi anggota, namun ada juga yang baru bergabung. Hingga tahun 2012, jumlah petani yang baru bergabung atau kurang dari 5 tahun sebanyak 6 orang atau 50 persen dari jumlah petani responden, yang sudah bergabung 5 – 10 tahun sebanyak 1 orang atau 8,3 persen, dan yang lebih dari 10 tahun sebanyak 5 orang atau 41,7 persen. Sebagian besar alasan petani responden bergabung dengan kelompok tani adalah dapat membantu pemasaran paprika, permodalan, dan persediaan input produksi. Peranan kelompok tani yang dirasakan oleh petani responden adalah terbantu dalam hal pemasaran paprika, ketersediaan modal dan input produksi, penyedia lapangan kerja bagi masyarakat sekitar, tempat pembelajaran atau sharing
mengenai
pembudidayaan
paprika
hidroponik
dan memberikan
penyuluhan-penyuluhan kepada anggota. 5.3.4. Jumlah dan Luas Greenhouse yang Dimiliki Total luas greenhouse yang dimiliki oleh petani responden seluruhnya mencapai 51.086 m2 dengan kapasitas 171.020 tanaman paprika hidroponik. Ratarata luas greenhouse adalah seluas 1.093,32 m2. Berdasarkan hasil wawancara, petani responden mengusahakan 1 (minimal) sampai 24 (maksimal) unit greenhouse, dengan ukuran terkecil (300 m2) dan terbesar (2.500 m2) per unit. Luasan total greenhouse yang dimiliki masing-masing petani anggota berkisar antara 378 – 23.428 m2 dengan kapasitas 1.000 – 79.470 tanaman (Lampiran 2). Dari hasil wawancara menunjukkan bahwa sebagian dari petani responden (50%) mengusahakan total area greenhouse antara 1.000 – 5.000 m2. Sedangkan, jumlah total tanaman paprika hidroponik yang diusahakan sebagian besar responden (58,33%) berkisar antara 3.500 – 20.000 tanaman. Sebagian besar greenhouse dimiliki oleh ketua kelompok, hal ini dilakukan untuk menopang kebutuhan dan kekontinyuan produksi paprika
53
hidroponik. Jika hanya mengandalkan hasil panen dari anggota kelompok, usaha paprika ini tidak akan bertahan lama (Deden Wahyu, komunikasi pribadi). Status kepemilikan greenhouse petani responden adalah milik sendiri. Sumber permodalan yang digunakan dalam usahatani berasal dari modal sendiri dan pinjaman, baik dari bank atau kelompok tani. 5.3.5. Komoditas Lain yang Dibudidayakan Sebagian dari petani responden (58,33%) tidak hanya menanam paprika tetapi juga menanam komoditas lain seperti labu siam, kiuri, bunga potong, buncis, burkol, dan tomat ceri. Namun, sebagian resonden lainnya (41,67%) fokus pada usahatani paprika hidroponik. Berdasarkan hasil wawancara, komoditas lain yang ditanam hanya untuk menambah biaya kebutuhan sehari-hari dan hasilnya tidak dijual ke kelompok tani paprika “Dewa Family”. Sehingga dalam perhitungan analisis pendapatan usahatani, hanya komoditas paprika yang dimasukkan sebagai sumber pendapatan utama. 5.4.
Keragaan Usahatani Paprika Hidroponik
5.4.1. Proses Kegiatan Budidaya Paprika Hidroponik Proses budidaya paprika hidroponik yang dilakukan petani responden seluruhnya sama yaitu berupa persiapan lahan, penyemaian benih, penanaman, perawatan tanaman (penyiraman dan pemupukan, pemangkasan, pemilihan cabang utama, pewiwilan, pengajiran, seleksi buah, dan pengendalian hama dan penyakit), dan pemanenan. Rata-rata total waktu yang digunakan petani responden dalam proses budidaya paprika hidroponik dari persiapan hingga pembongkaran tanaman sekitar 10 bulan hingga satu tahun, sementara proses penanaman hingga pemanenan mencapai 8 – 10 bulan. Asumsi yang dipakai dalam penelitian ini, satu periode tanam adalah 10 bulan dengan proses penanaman selama 8 bulan. 1) Persiapan Greenhouse dan Persiapan Tanam Pembudidayaan paprika dilakukan di dalam greenhouse. Konstruksi greenhouse yang digunakan petani responden umumnya terbuat dari bambu dan dibangun di atas lahan datar. Persiapan greenhouse sebelum kegiatan produksi paprika hidroponik meliputi pembuatan bedengan, sterilisasi dan sanitasi greenhouse, serta reparasi greenhouse.
54
a) Pembuatan Bedengan Lahan untuk penanaman paprika merupakan lahan datar yang dibuat bedengan-bedengan. Bedengan tersebut dibuat lebih tinggi dari permukaan tanah dan ditutupi oleh plastik mulsa. Hal ini dilakukan agar lahan bersih dari gulma dan tidak tertular bibit penyakit yang berasal dari tanah. Selain itu juga untuk memudahkan keluarnya kelebihan air penyiraman sehingga tidak menggenangi daerah sekitar perakaran. Ukuran yang digunakan petani responden untuk membuat bedengan bermacam-macam. Untuk lebar bedengan sekitar 70 – 100 centimeter, tinggi bedengan sekitar 10 – 20 centimeter, dan jarak antar bedengan 70 – 100 centimeter. Sementara panjang bedengan disesuaikan dengan luas greenhouse yang dimiliki. Di atas bedengan inilah akan diletakkan polibag untuk penanaman tanaman paprika. b) Sanitasi dan Strelisasi Greenhouse Tanaman paprika hidroponik membutuhkan tempat yang bersih dan steril, sehingga sebelum penanaman petani responden melakukan sanitasi dan sterilisasi greenhouse. Sanitasi dilakukan dengan membuang sisa tanaman dan gulma yang masih ada di dalam greenhouse untuk mencegah penularan penyakit dan hama dari tanaman sebelumnya. Sementara, sterilisasi greenhouse meliputi pencucian mulsa, dinding dan atap greenhouse, polibag, tanki air, dan saluran-saluran air dengan menggunakan bahan-bahan kimia seperti lysol, detergen, dan formalin. Pensterilan greenhouse bertujuan untuk memutus rantai hidup hama dan penyakit yang masih tertinggal. Selain itu, untuk mencegah pertumbuhan rumput-rumput liar dan binatangbinatang tanah, petani responden menaburkan kapur, herbisida, dan moluskisida di sekitar tempat penanaman. Serta, penyemprotan greenhouse dengan insektisida untuk menghilangkan sisa-sisa hama yang kemungkinan masih menempel di dalam greenhouse. Setelah itu greenhouse dibiarkan kosong selama tiga hari. Waktu yang dibutuhkan dalam persiapan greenhouse sekitar dua minggu hingga satu bulan. c) Reparasi Greenhouse Reparasi dilakukan petani hanya jika terjadi kerusakan pada greenhouse, penggantian mulsa, atau penggantian plastik UV. Pemakaian mulsa dan polibag
55
tanam bisa bertahan hingga dua periode tanam. Komponen biaya yang dikeluarkan dapat dilihat pada Lampiran 3. 2) Penyemaian Benih dan Pembibitan Menurut petani responden, benih paprika harus disemai terlebih dahulu agar dapat beradaptasi dengan lingkungan tanam. Penyemaian dilakukan pada greenhouse khusus yang lebih kecil atau biasa disebut greenhouse semai. Berdasarkan hasil wawancara, benih yang sering digunakan oleh petani responden adalah benih F1 dengan varietas Chang dan Edison untuk paprika merah, serta varietas Sunny untuk paprika kuning. Rincian komponen biaya penyemaian per luasan 1.000 m2 dapat dilihat pada Lampiran 4. Proses penyemaian diawali dengan merendam benih dengan Culiser atau Previcur N (fungisida) selama dua jam. Namun, sebagian besar petani responden merendam benih dengan air hangat selama satu jam, untuk mempercepat pertumbuhan kecambah dan menyeleksi benih sebelum pindah ke media semai. Media semai berupa arang sekam terlebih dahulu dibersihkan dengan air bersih, lalu disebar ke dalam tray. Benih yang telah direndam dimasukkan satu per satu ke dalam tray menggunakan pinset. Dalam satu lubang tray diisi oleh satu benih. Benih tidak boleh dimasukkan terlalu dalam karena dapat menghambat pertumbuhan.
Gambar 5.
(a) (b) (a) Pembibitan di dalam Greenhouse Semai, dan (b) Bibit Paprika yang Siap Tanam
Selama 10 – 12 hari tray yang sudah terisi benih ditutup dengan plastik terpal agar terjaga kelembapannya (Gambar 5a). Pemeliharaan benih selanjutnya berupa penyiraman, pemberian nutrisi, pemeriksaan keberadaan hama thrips secara rutin, dan penyemprotan insektisida untuk mencegah bibit terserang hama. Setelah berkecambah, bibit dapat dipindahkan ke dalam polibag semai yang telah
56
berisi arang sekam dan diletakkan di tempat yang terang. Dari hasil wawancara, waktu yang dibutuhkan pada proses pembenihan hingga menjadi bibit siap tanam sekitar 30 – 35 hari. Bibit yang siap tanam ditandai dengan memiliki daun sekitar 3 – 5 helai dan tinggi sekitar 8 – 10 centimeter, dapat dilihat pada Gambar 5b. 3) Penanaman Media penanaman yang digunakan seluruh petani responden adalah arang sekam. Sebelum dimasukkan ke dalam polibag tanam, arang sekam terlebih dahulu dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan kotoran sisa pembakaran. Kebutuhan arang sekam tergantung pada jumlah bibit yang akan ditanam. Ukuran arang sekam adalah karung, namun petani responden kurang mengetahui berapa berat per karungnya. Menurut mereka biasanya satu karung arang sekam dapat digunakan untuk 8 – 10 polibag berukuran 35 x 35 centimeter. Pada masingmasing polibag dibuat lubang-lubang kecil untuk keluarnya air. Polibag-polibag tersebut diletakkan di atas bedengan dan disusun berjajar, dalam setiap bedengan terdapat 2 baris polibag dengan jarak antarbarisan 30 – 50 centimeter. Proses penanaman dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6.
Proses Penanaman Bibit Paprika di dalam Greenhouse Tanam
Bibit yang siap tanam dapat dipindahkan ke lokasi tanam (greenhouse). Bibit diletakkan di atas polibag berisi arang sekam yang telah dijenuhkan sehari sebelumnya dengan nutrisi kurang lebih 0,5 liter per polibag. Lalu bibit dilepaskan
57
dari polibag semai bersamaan dengan medianya dengan hati-hati, agar tidak merusak daerah perakaran. Dalam satu polibag hanya berisi satu bibit. Jarak tanam antarpolibag dalam satu barisan yang digunakan petani responden bermacam-macam dengan kisaran antara 20 – 30 centimeter. Sehingga rata-rata populasi tanaman paprika adalah 3 – 4 tanaman per m2. Waktu tanam yang digunakan semua petani responden adalah sore hari sekitar pukul 14.00 hingga 17.00 WIB, karena suhu di dalam greenhouse tidak terlalu panas, sehingga tanaman tidak layu dan terjaga kelembapannya hingga esok hari. Kegiatan penanaman rata-rata dilakukan oleh pekerja wanita, dan pekerja kebun pria bertugas menyiram bibit yang telah dimasukkan ke dalam polibag. Pada Gambar 6 memperlihatkan penanaman satu bibit dalam satu polibag, namun Pak Deden Wahyu sedang mencoba penanaman dua bibit dalam satu polibag di salah satu greenhouse miliknya, dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7.
Contoh Penanaman Dua Bibit Paprika dalam Satu Polibag
4) Pemeliharaan Salah satu faktor yang turut menetukan keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan tanaman paprika adalah pemeliharaan. Pemeliharaan yang baik akan menghasilkan produksi yang maksimal dan kualitas buah yang baik. Pemeliharaan tanaman paprika hidroponik meliputi penyiraman dan pemupukan, pemangkasan, pemilihan cabang utama, pewiwilan, pengajiran, seleksi buah, dan pengendalian hama dan penyakit. a)
Penyiraman dan Pemupukan Penyiraman dan pemberian pupuk merupakan aspek penting dalam
menanam paprika secara hidroponik. Hal ini disebabkan tidak ada penunjang air dan makanan yang tersedia dalam media tanam (Prihmantoro dan Indriani 2003). Pemberian pupuk pada tanaman paprika dengan dilarutkan dalam air bersamaan
58
dengan pemberian air disebut juga fertigasi (Gunadi et al. 2006). Walaupun sudah berkembang pemberian larutan hara atau nutrisi dengan sistem irigasi tetes (drip irrigation) yang lebih mudah dan terkontrol, petani responden masih melakukan secara manual yaitu pemberian larutan nutrisi ke tanaman satu per satu menggunakan selang. Alasan petani responden tidak beralih adalah keterbatasan modal yang dimiliki dan rumit dalam pengoperasiannya. Selain itu, mengingat tingkat pendidikan petani responden yang masih tergolong rendah, berpengaruh terhadap pola pikir petani yang tidak mau mencoba hal baru. Nutrisi yang digunakan petani responden terdiri atas dua campuran yaitu pupuk A dan B (pupuk AB Mix). Pemberian nutrisi dilakukan setiap hari dan disesuaikan oleh cuaca. Berdasarkan hasil wawancara, pada kondisi normal fertigasi dilakukan dua kali dalam sehari, yaitu pagi dan sore hari. Jika cuaca panas, petani lebih sering melakukan penyiraman agar tanaman tidak layu, atau dengan menyemprotkan air ke arah atas greenhouse untuk menjaga kelembapan udara di dalam greenhouse. Sementara jika cuaca mendung, penyiraman hanya dilakukan satu kali dalam sehari agar tidak terjadi busuk akar. Menurut Standar Operasional Prosedur (SOP) paprika yang diterbitkan Direktorat Budidaya dan Pascapanen Sayuran dan Tanaman Obat (2010)11 pemberian larutan hara atau nutrisi pada tanaman paprika dengan sistem penyiraman secara manual diberikan berdasarkan umur tanaman atau fase pertumbuhan. Namun dari hasil wawancara, sebagian besar petani responden (75%) memberikan volume yang sama untuk setiap fasenya. Rata-rata petani responden memberikan 0,4 – 1 liter per tanaman per hari, dengan dosis yang digunakan rata-rata 5 – 7 liter larutan pupuk paket A dan B dicampur 1.000 liter air. Selain pemberian pupuk utama, petani juga memberikan pupuk daun sebagai pupuk tambahan untuk merangsang pertumbuhan atau jika tanaman mulai terserang penyakit. Namun, penggunaan pupuk daun tidak sesering pemberian nutrisi. Rata-rata petani responden memberikan dua minggu hingga sebulan sekali.
11
Direktorat Budidaya dan Pascapanen Sayuran dan Tanaman Obat. 2010. Standar Opersional Prosedur (SOP) Paprika. http://ditsayur.hortikultura.deptan.go.id/index.php?option=com_docman&task=cat_view&gid=3 6&Itemid=66&limitstart=20 [diakses pada 5 Februari 2013]
59
b) Pembentukan Cabang Utama dan Pengajiran Tanaman paprika merupakan tipe tanaman indeterminate, yang dapat tumbuh terus bila cukup pemeliharaan. Namun, tanaman paprika termasuk tanaman yang tidak berkambium sehingga diperlukan penyangga batang tanaman paprika. Pengajiran atau pelilitan dilakukan dengan melilitkan tali pada batang untuk menyangga agar tanaman tetap tegak berdiri. Tinggi tanaman paprika dapat mencapai 3 – 4 meter. Pelilitan batang dilakukan secara rutin sejak tanaman paprika berumur 2 minggu setelah tanam (MST), namun ada petani responden yang melakukannya bersamaan dengan pemilihan cabang yaitu 30 hari setelah tanam (HST). Pada umur 21 – 30 HST, tanaman paprika akan membentuk tiga hingga lima cabang. Pada waktu ini dipilih dua atau tiga cabang utama yang akan dipelihara dalam satu tanaman (Gambar 8). Sebagian besar petani responden (91,67%) memelihara dua cabang utama dalam satu tanaman, namun ada juga petani yang mencoba dengan tiga cabang utama. Syarat pemilihan cabang utama yang dapat dipelihara berdasarkan hasil wawancara adalah dengan melihat batang yang berdayatahan tinggi, paling subur atau bagus, dan paling cepat tumbuh dibanding batang lainnya. Batang lain yang dianggap kurang baik dibuang. Dalam pemilihan cabang dibutuhkan keahlian khusus, karena kesalahan memilih akan berdampak buruk untuk pertumbuhan selanjutnya.
(a) Tanaman Cabang 2 (b) Tanaman Cabang 3 Gambar 8. Contoh Pemilihan Cabang pada Tanaman Paprika Berdasarkan penelitian Gunadi et al. (2011) jumlah cabang per tanaman paprika berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil paprika. Hal tersebut
60
berhubungan dengan kompetisi atau persaingan dalam mendapatkan hasil fotosintesis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman paprika dengan sistem penanaman tiga cabang pada satu tanaman memberikan hasil total dan hasil kelas buah lebih dari 200 gram lebih tinggi daripada tanaman bercabang dua setelah tanaman berumur 11 HST. c)
Pembuangan Buah atau Bunga Pertama, Pewiwilan, dan Seleksi Buah Pada saat pemilihan cabang, dilakukan pula pembuangan buah atau bunga
pertama yang tumbuh di pangkal percabangan batang. Hal ini bertujuan agar buah yang akan tumbuh selanjutnya mendapat nutrisi yang seimbang. Jika buah atau bunga pertama tidak dibuang, buah yang muncul selanjutnya akan kerdil atau tidak berkembang dengan baik karena nutrisi terserap oleh buah pertama. Selain itu juga untuk memperkuat batang terlebih dahulu sehingga pertumbuhan vegetatif selanjutnya optimal. Sementara itu, dilakukan pula pemeliharaan yang dilakukan secara rutin setiap minggu sejak tanaman berumur 30 HST, yaitu pewiwilan. Pewiwilan dilakukan dengan pemangkasan tunas-tunas air yang tumbuh di batang, pemangkasan daun per tangkai, dan pemangkasan mahkota bunga yang menutupi buah. Pemangkasan daun bertujuan untuk memperbaiki sirkulasi udara sekitar tanaman dan membantu mengurangi serangan penyakit. Pembuangan bunga yang menutupi buah, petani menyebutnya nyirung, hal ini bertujuan agar tidak menjadi sarang thrips. Rata-rata pada umur 70 – 75 HST, tanaman paprika sudah mulai menghasilkan buah yang siap petik. Perawatan selanjutnya adalah penyeleksian dan penjarangan buah agar buah tumbuh dengan sempurna. Serta pernyortiran buah yang akan disimpan menjadi paprika matang warna atau dipetik matang hijau. d) Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Salah satu permasalahan utama pada tanaman paprika hidroponik menurut petani responden adalah hama dan penyakit pada tanaman. Hama yang sering menyerang menurut petani adalah thrips dan tungau (Mites), kupu-kupu putih, ulat grayak, dan aphids. Sedangkan penyakit yang sering menyerang menurut petani responden adalah tepung daun (powdery mildew) atau buluk daun, bercak
61
daun serkospora, layu fusarium atau busuk akar, dan virus. Bahkan penanaman yang intensif pun masih dapat menyebabkan hama dan penyakit pada tanaman paprika.
(a) Gambar 9.
(b) (c) (a) Hama Thrips di Bawah Bunga, (b) Daun yang Terkena Hama Thrips, dan (c) Buah yang Terkena Hama Thrips
Dari hasil wawancara, thrips dan tungau merupakan hama yang paling sering menyerang tanaman paprika. Hal tersebut dikarenakan hama thrips menyerang selama pertumbuhan tanaman paprika mulai dari penyemaian hingga pemanenan. Biasanya thrips bersarang dibawah bunga yang menutupi buah (Gambar 9a), karena itu perlu dilakukan nyirung atau pembuangan bunga yang menutupi buah secara rutin. Dapat dilihat pada Gambar 9b dan 9c, dampak yang ditimbulkan akibat serangan thrips adalah tanaman tidak akan tumbuh atau mati, daun berkerut, dan buah rusak (terdapat bercak-bercak coklat di buah). Sementara mites atau sejenis tungau biasanya menyerang pucuk tanaman, daun, bunga, dan buah. Dampak yang ditimbulkan dari serangan tungau adalah pertumbuhan terhambat, daun berkerut atau menggulung ke bawah, dan bunga rontok. Penyemprotan merupakan cara dalam mengaplikasikan pestisida untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman paprika. Pestisida yang diberikan antara lain insektisida dan fungisida. Biasanya penyemprotan insektisida maupun fungisida dilakukan petani responden pada sore hari. Insektisida digunakan untuk mengendalikan serangan hama pada tanaman paprika. Frekuensi penyemprotan insektisida yang dilakukan petani responen bermacam-macam tergantung serangan hama pada tanaman paprika. Ada yang memberikan lima hari hingga seminggu sekali, atau jika sedang banyak hama ada yang memberikan seminggu dua kali. Waktu penyemprotan dimulai saat tanaman paprika berumur 5 HST. Rata-rata dalam satu periode tanam mengabiskan insektisida sebanyak 14.021,26 mililiter atau 412,39 mililiter setiap kali penyemprotan. 62
(b) (a) Gambar 10. (a) Daun yang Terkena Penyakit Tepung Daun, dan (b) Daun yang Terkena Penyakit Bercak daun Serkospora Penyakit tepung daun (powdery mildew) atau yang sering disebut buluk daun ini disebabkan oleh jamur (Gambar 10a). Dari hasil wawancara, dampak yang ditimbulkan adalah terdapat bercak putih seperti tepung di permukaan bawah daun, yang mengakibatkan daun bulukan, layu dan akhirnya mati. Penyakit lainnya yang juga disebabkan oleh jamur adalah bercak daun serkospora (Gambar 10b). Dari hasil wawancara, dampak yang ditimbulkan adalah daun berbercak coklat dengan bagian tengah berwarna kuning agak putih, daun berlubang, menguning, dan jika dibiarkan terlalu lama dapat menyebabkan tanaman paprika mati. Serta penyakit layu fusarium atau busuk akar ini disebabkan oleh jamur fusarium solani. Dari hasil wawancara, dampak yang ditimbulkan adalah busuknya akar dan batang pada tanaman paprika sehingga tidak dapat menyuplai air dari akar. Seperti halnya insektisida, penggunaan fungisida dilakukan dengan cara disemprot. Fungisida digunakan untuk mengendalikan penyakit pada tanaman paprika yang disebabkan oleh jamur. Frekuensi pemberian fungisida tidak sesering insektisida, karena sifatnya hanya sebagai pencegah atau diberikan ketika tanaman paprika terkena penyakit. Ada petani responden yang memberikan seminggu sekali, dua minggu sekali, sebulan sekali, bahkan dalam satu periode tanam hanya memberikan sebanyak empat kali. Rata-rata dalam satu periode tanam menghabiskan fungisida sebanyak 2.625,01 mililiter atau 154,41 mililiter setiap kali penyemprotan. 5) Pemanenan Cara pemananen yang dilakukan petani responden adalah dengan cara dipetik atau menggunakan pisau kecil (silet) yang tajam. Pemanenan dilakukan
63
pada pagi hari, bertujuan agar luka bekas pemetikan pada batang cepat mengering dan tidak menjadi sarang hama. Waktu pemanenan dibagi menjadi dua, yaitu panen buah matang hijau dan panen buah matang berwarna (merah, kuning, dan lainnya). Tahap atau step panen pertama pada saat umur tanaman 70 – 75 HST untuk pemanenan paprika matang hijau, sedangkan pemanenan paprika matang merah selang dua hingga tiga minggu dari matang hijau atau sekitar 90 – 120 HST sementara untuk paprika matang kuning lebih cepat dari matang merah yaitu sekitar 85 – 100 HST. Menurut petani responden, buah paprika warna yang siap dipanen ditandai dengan warna buah merata dan mengkilap, daging buah keras dan tebal, serta buah mudah dilepaskan dari tangkainya. Pada step panen pertama, buah yang dihasilkan mencapai 5 – 6 buah per tangkai dengan berat 100 gram per buah. Tahap panen berikutnya, menunggu sekitar 1 – 2 bulan untuk mendapatkan buah baru. Pada tahap panen kedua hingga kelima jumlah buah semakin berkurang, hanya 2 – 3 buah per tangkai. Dalam satu periode tanam, petani responden rata-rata menanam paprika sekitar 8 hingga 10 bulan. Pemanenan dapat dilakukan kontinyu selama pohon masih produktif sekitar empat hingga lima tahap. Ketika tanaman sudah tidak lagi berproduksi dengan maksimal sebaiknya ditebang, karena hanya akan menambah biaya produksi untuk perawatannya. Rata-rata pemetikan dilakukan setiap dua hingga tiga hari sekali secara bergantian untuk masing-masing greenhouse dan jumlahnya disesuaikan dengan jumlah permintaan. Cara ini selain untuk menjaga keseimbangan produksi, juga untuk meningkatkan nilai jual dengan memanen buah matang berwarna. Berdasarkan hasil wawancara, petani lebih sering memanen paprika dalam keadaan buah matang hijau, karena permintaan paprika hijau lebih banyak daripada paprika berwarna. Selanjutnya, hasil panen yang telah dipetik dimasukkan ke dalam plastik bening besar dan dibawa ke gudang paprika dengan motor atau mobil pick-up. Proses selanjutnya adalah sortasi dan grading untuk mengelompokkan paprika sesuai grade dan kualitas (Gambar 11a). Pengelompokkan buah paprika disesuaikan dengan kualitas dan ukuran yaitu grade A, B, dan C. Untuk Grade A dibagi menjadi dua berdasarkan pasar yang dituju, untuk tujuan Singapura dengan
64
kriteria yaitu ukuran buah tidak terlalu besar, blocky, mulus atau tidak terdapat bekas hama thrips, warna cerah dan mengkilat, dan berat buah berkisar 200 – 250 gram atau dalam 1 kilogram berisi 4 – 6 buah paprika. Sementara untuk tujuan Pasar Swalayan (Carefour), kriteria yang digunakan hampir sama dengan tujuan Singapura namun ukuran buah yang diinginkan lebih besar yaitu 250 gram atau dalam 1 kilogram hanya berisi empat buah paprika. Selanjutnya, Grade B diperuntukkan bagi pasar lokal dengan kontrak tertentu dan restoran cepat saji, dengan kriteria ukuran buah kecil (160 – 200 gram), blocky, namun terdapat bercak atau bekas hama thrips. Dan yang terakhir, Grade C yang diperuntukkan bagi pasar lokal lepas yaitu pasar-pasar tradisional di daerah Jakarta dan Bandung, dengan kriteria warna paprika tidak cerah, banyak terdapat bercak hama thrips, dan bentuk tidak seragam.
(a) (b) Gambar 11. (a) Paprika yang akan disortasi, dan (b) Perhitungan dan Pembukuan Hasil Panen di Gudang Kelompok Tani Selain warna, harga jual paprika ditentukan pula oleh ukuran buah. Harga paprika yang diterima petani per kilogramnya dapat berubah-ubah sesuai harga pasar yang berlaku setiap minggunya. Namun, dalam penelitian ini diasumsikan fluktuasi harga tidak terjadi. Untuk menjelaskan hal ini, data harga selama penelitian dapat dilihat pada Lampiran 5. Berdasarkan data pada Lampiran 5, ratarata harga yang berlaku ditingkat petani per kilogramnya adalah selisih dari harga yang diperoleh kelompok tani dari penjualannya. Khusus untuk paprika hijau terdiri dari tiga ukuran yaitu grade A, B, dan C. Keterbatasan data mengenai jumlah produksi untuk masing-masing ukuran paprika hijau, maka digunakan harga rata-rata yaitu sebesar Rp 9.166,67 per kilogram. Sementara paprika merah dan kuning hanya ada satu ukuran yaitu grade A, dengan harga rata-rata masingmasing adalah sebesar Rp 18.666,67 dan Rp 21.500,00 per kilogram.
65
Setelah dikelompokan berdasarkan ukuran dan kualitas, dilakukan penimbangan dan pencatatan hasil panen paprika dari masing-masing greenhouse ke dalam buku besar produksi (Gambar 11b). Pembukuan yang diterapkan oleh kelompok tani masih tergolong sederhana. Selanjutnya, pengemasan paprika sesuai dengan pesanan dan tujuan pasarnya. Dalam kegiatan pemasaran kelompok tani paprika ”Dewa Family” sudah bermitra dengan berbagai pihak. 5.4.2. Kegiatan Pemasaran Paprika Hidroponik Aktivitas pemasaran komoditi paprika hidroponik di kelompok tani paprika “Dewa Family” telah menjangkau pasar lokal dan pasar ekspor. Jumlah permintaan paprika hidroponik di kelompok tani paprika “Dewa Family” per minggunya pada tahun 2011 mencapai 8.970 kilogram. Kelompok tani mulai melakukan kerjasama pertama kali pada tahun 1998 dengan Kemfarm untuk pemasaran ke pasar lokal, kemudian Bimandiri dan restoran siap saji Hoka-hoka Bento pada tahun 1999, Yan’s Fruit dan Pizza Hut pada tahun 2000. Sementara pemasaran paprika ke pasar swalayan bekerjasama dengan PT Momenta Agrikultura (Amazing Farm) Lembang pada tahun 2001 dan pada tahun 2002 bekerjasama dengan PT Alamanda Sejati Utama untuk pemasaran ke luar negeri, yaitu Singapura (Deden Wahyu, komunikasi pribadi). Kemitraan tersebut dilakukan dengan suatu sistem kontrak atau perjanjian (Lampiran 6), seperti kontrak tahunan dengan PT Alamanda Sejati Utama, kontrak per enam bulan dengan Hoka-hoka Bento dan Pizza Hut, serta kontrak per minggu dengan Kemfarm, Yan’s Fruit, dan PT Momenta Agrikultura (Amazing Farm). Perjanjian tersebut berupa harga dan jumlah paprika yang harus dikirim setiap minggunya, tidak secara tertulis melainkan secara lisan dan kepercayaan antar kedua pihak (kelompok tani dan mitranya). Pengiriman paprika dilakukan tiga kali dalam seminggu. Di samping itu, penjualan dengan sistem harian juga dilakukan untuk penjualan ke pasar tradisional. Alur pemasaran paprika di kelompok tani dapat dilihat pada Lampiran 7. 5.4.3. Penggunaan Sarana Produksi Paprika Hidroponik Sarana produksi merupakan hal-hal yang dibutuhkan dalam menjalankan suatu kegiatan usahatani untuk menghasilkan suatu hasil (output) yang maksimal.
66
Sarana produksi yang digunakan petani responden dalam budidaya paprika hidroponik terdiri dari greenhouse, benih, nutrisi atau pupuk, obat-obatan pertanian, dan tenaga kerja. 1) Greenhouse Paprika merupakan tanaman yang peka terhadap temperatur dan air, serta tidak tahan terhadap intesitas cahaya matahari yang tinggi. Sehingga dalam pembudidayaannya menggunakan greenhouse sebagai naungan yang dibuat untuk melindungi tanaman dari cahaya matahari dan air hujan, terdiri dari greenhouse semai dan greenhouse tanam. Selain itu, penggunaan greenhouse juga berfungsi untuk mengurangi ketergantungan cuaca sehingga dapat memproduksi secara kontinyu. Kontruksi greenhouse seluruhnya terbuat dari bambu yang mempunyai umur ekonomis lima tahun (Gambar 12). Rata-rata luas greenhouse yang digunakan untuk penanaman paprika adalah 1.093,32 m2. Dalam pembuatan greenhouse tanam ukuran 1.000 m2, rata-rata biaya usahatani yang dikeluarkan petani responden adalah sebesar Rp 57.006.100,00. Biaya ini sudah mencakup biaya pembangunan berupa tenaga kerja, biaya saluran air, biaya peralatan dan bahan baku berupa bambu, paku, dan semen, serta biaya plastik UV dan kasa polinet. Sementara rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan greenhouse semai ukuran 18 m2 lebih rendah yaitu sebesar Rp 1.916.250,00. Hal ini dikarenakan pada greenhouse semai tidak dilengkapi saluran air dan dibuat lebih sederhana. Penggunaan greenhouse bergantung pada jumlah modal yang dimiliki, dikarenakan modal awal untuk budidaya paprika cukup besar. Sehingga semakin luas greenhouse yang digunakan maka biaya yang dikeluarkan pun akan semakin besar.
Gambar 12. Bentuk Bangunan Greenhouse Tanam di Kelompok Tani Paprika “Dewa Family”
67
Ketinggian greenhouse tanam mencapai tujuh meter. Dapat dilihat pada Gambar 12, bagian atap greenhouse ditutupi oleh plastik ultra violet (UV) yang berfungsi untuk mengatur cahaya yang masuk. Bagian dinding bangunan greenhouse ditutupi dengan plastik mulsa jenis poly ethylene (PE) setinggi empat meter dari dasar lantai (tanah) dan dinding bagian atas setinggi tiga meter ditutupi oleh kasa polinet. Kasa polinet berfungsi sebagai saringan udara dan tempat terjadinya pertukaran udara di dalam dengan udara luar greenhouse. Sementara bagian dalam greenhouse dibuat bedengan-bedengan yang ditutupi oleh plastik mulsa, agar lahan steril dari gulma dan penyakit yang berasal dari tanah. 2) Benih Benih merupakan faktor penting dalam budidaya karena menjadi salah satu penentu produksi yang dihasilkan. Pemilihan varietas, baik mengenai warna dan bobot per buahnya juga perlu diperhatikan karena erat kaitannya dengan permintaan pasar. Dari hasil wawancara, varietas benih paprika yang digunakan merupakan benih hibrida F1, yaitu terdiri dari: a) Paprika Merah Terdapat varietas benih paprika merah yang biasa digunakan petani antara lain Edison, Chang, Inspiration, Atena, Spider, Special, Spartacus, dan Zamboni. Dari hasil wawancara, seluruh petani responden (100%) memakai benih untuk paprika merah adalah Chang. Varietas Chang merupakan paprika standar untuk seluruh petani paprika di seluruh Indonesia. Alasannya karena Chang menghasilkan buah yang tidak terlalu besar dan agak lonjong, serta warnanya cerah dan mengkilat, sehingga 85 persen buah yang dihasilkan masuk ke pasar ekspor. Selain itu, tahan terhadap serangan hama dan buah yang dihasilkan cukup banyak. Rata-rata berat buah yang dihasilkan adalah 170 gram dan produktivitasnya mencapai 3 – 4 kilogram per tanaman. Petani responden membeli benih Chang di kios kelompok tani dengan harga Rp 2.100 per butir, dalam satu bungkus berisi 500 butir. Rata-rata penggunaan benih varietas Chang untuk luasan 1.000 m2 adalah sebanyak 1.860 butir. Disamping itu, sebagian petani responden (58,33%) juga menanam paprika merah dengan benih varietas Edison selain varietas Chang. Dari hasil wawancara, alasan memilih varietas Edison adalah bentuk buah blocky dan
68
besar tetapi kurang cocok untuk pasar ekspor, hanya 50 persen buah yang dapat diterima pasar ekspor dan 50 persen lagi dijual ke pasar lokal. Namun, warna buah hijau yang dihasilkan bagus dan menarik, sehingga sangat cocok untuk panen hijau. Harga benih Edison tergolong murah dibandingkan dengan varietas Chang, yaitu Rp 1.600 per butir, dalam satu bungkus berisi 500 butir. Rata-rata penggunaan benih varietas Edison untuk luasan 1.000 m2 adalah sebanyak 797 butir. b) Paprika Kuning Terdapat varietas benih paprika kuning yang digunakan antara lain Sunny, Capino, Catriona, dan Toranto. Sebagian dari petani responden (50%) memakai benih untuk paprika kuning adalah Sunny, dan sebagian lagi menanam varietas Catriona dan Capino. Varietas Sunny merupakan varietas standar untuk warna kuning. Menurut petani responden, Sunny menghasilkan buah yang seragam, keras, dan cocok untuk pasar ekspor dan lokal. Petani responden membeli benih Sunny di kios kelompok tani dengan harga Rp 1.600 per butir, dalam satu bungkus berisi 500 butir. Rata-rata penggunaan benih varietas Sunny untuk luasan 1.000 m2 adalah sebanyak 885 butir. Varietas Sunny dan Capino hampir sama, baik harga maupun kualitasnya. Sedangkan, untuk varietas Catriona menghasilkan buah lebih banyak dibanding lainnya, mencapai 2,8 kilogram per pohon dan hampir 85 persen hasil panen diterima oleh ekspor. Buah yang dihasilkan oleh varietas Catriona memang berorientasi untuk pasar ekspor. Benih paprika diperoleh langsung dari distributor benih yaitu PT EastWest yang bekerja sama langsung dengan Enza Zaden yaitu produsen benih paprika dari Belanda. Selain itu, ada juga benih yang diperoleh dari salah satu pemasok bahan baku pertanian di daerah Bandung, yaitu Buana Tani. Petani responden memperoleh benih paprika dengan mudah, karena sudah tersedia di kios kelompok tani. Jumlah penggunaan benih adalah 10 persen lebih banyak dari jumlah tanaman yang akan ditanam. Hal ini dikarenakan berdasarkan standar internasional, sekitar 10 persen dari benih yang disemai dapat mengalami kegagalan (Enza Zaden, hasil seminar).
69
3) Nutrisi atau Pupuk Nutrisi merupakan pupuk berbentuk padatan yang telah dilarutkan dengan sejumlah air. Pemberian nutrisi dalam budidaya paprika hidroponik sangat penting. Hal tersebut dikarenakan media tanam yang digunakan tidak dapat memberikan zat hara atau makanan bagi tanaman paprika sehingga perolehannya diberikan melalui nutrisi. Nutrisi yang digunakan para petani responden adalah pupuk racikan yang komposisinya diperoleh secara turun temurun, yaitu Pupuk AB Mix lokal (Tenso atau Fe). Namun, di kios kelompok tani sudah tersedia pupuk yang sudah diracik tersebut sehingga dapat langsung digunakan. Pupuk AB Mix terdiri dari dua jenis, yaitu Paket A dan Paket B. Paket A seberat 15 kg terdiri dari 12 kilogram hidrokarat dan 3 kilogram KNO, pupuk A ini berfungsi sebagai pupuk buah. Sementara Paket B seberat 21 kg terdiri dari 7 kilogram magnesium (Mg), 4 kilogram KNO, dan 4 kilogram KH, pupuk B ini berfungsi untuk pertumbuhan akar, batang, dan daun. Kelemahan dari pupuk lokal buatan tersebut adalah adanya endapan hidrokarat jika sudah dilarutkan dengan air, sehingga tidak dapat digunakan untuk penanaman dengan menggunakan sistem irigasi tetes (drip irrigation). Petani responden membeli pupuk paket di kios kelompok tani dengan harga Rp 442.435,90 per paket. Terdapat beberapa formulasi yang digunakan petani responden dalam pembuatan larutan nutrisi. Ada petani yang melarutkan masing-masing pupuk paket A dan B dengan 90 liter, 100 liter, atau 120 liter air. Namun, rata-rata petani responden melarutkan dengan 100 liter air. Pencampuran pupuk tersebut dilakukan pada dua drum yang berbeda, sehingga menjadi larutan pekat A dan larutan pekat B di drum lainnya. Selanjutnya, pencampuran kedua larutan pekat ke dalam drum besar (ukuran 1.000 liter). Macam-macam volume larutan pekat yang dipakai para petani responden yaitu 4 liter, 5 liter, atau 7 liter per larutan pekat A dan B. Namun, volume rata-rata yang digunakan adalah 5 liter per larutan pekat. Dari setiap larutan pekat A dan B tersebut dimasukkan bergantian ke dalam drum besar yang terlebih dahulu diisi 500 liter air dan diaduk sampai homogen. Kemudian, menambahkan air lagi hingga menjadi 1.000 liter larutan encer AB Mix. Diaduk kembali sampai larutan benar-benar homogen dan siap dipakai.
70
Rata-rata satu paket pupuk AB Mix dapat diencerkan menjadi 14.285,71 25.000 liter larutan siap pakai. Dari hasil wawancara, rata-rata sekali pembuatan 1.000 liter larutan encer AB Mix dapat digunakan untuk penyiraman sekitar 1.000 hingga 3.000 tanaman paprika hidroponik dalam sehari. Sehingga dalam satu periode tanam untuk luasan greenhouse 1.000 m2 atau 3.188 tanaman menghabiskan 37,46 paket pupuk AB Mix. Pupuk lainnya yang juga digunakan petani responden adalah pupuk daun yang berbentuk padatan seperti Growmore dan Kristalon, serta yang berbentuk cairan seperti Atonic dan Trubus. Pupuk daun berfungsi untuk merangsang pertumbuhan dan kesuburan tanaman. Penggunaan pupuk daun sifatnya kondisional, jika dibutuhkan sebagai perangsang tanaman atau diberikan secara rutin setiap dua minggu sekali. Dosis yang diajurkan dalam pemakaian pupuk pelengkap cair adalah 1 cc per 1 liter air untuk sekitar 4 – 5 tanaman. Rata-rata harga pupuk daun padatan yang digunakan petani adalah Rp 40.137,46 per kilogram, sedangkan harag pupuk pelengkap cair Rp 36.335,15 per liter. Rata-rata penggunaan pupuk daun padatan dan pupuk pelengkap cair dalam satu periode tanam untuk luasan 1.000 m2 adalah sebanyak 2,20 kilogram dan 3.778,89 mililiter. 4) Obat-obatan Pestisida banyak macamnya, yaitu insektisida (pembasmi hama), fungisida (pembasmi jamur), dan herbisida (pembasmi gulma). Pada tanaman paprika hidroponik yang sering digunakan adalah insektisida dan fungisida untuk membasmi hama dan penyakit. a) Insektisida Insektisida yang digunakan petani responden umumnya untuk mencegah, memberantas, atau mengurangi hama yang menyerang tanaman paprika, seperti Thrips sp. (thrips), Mites (tungau), leaf minor (hama tulis atau kupukupu putih), dan ulat grayak. Merek dagang insektisida yang digunakan petani bermacam-macam. Hal tersebut disesuaikan dengan kebutuhan, keinginan, dan kemampuan petani untuk membeli. Dari hasil wawancara, merek dagang yang sering digunakan adalah Buldok, Demolish, Delouse, Supemac, Agrimec, dan Treasure. Petani membeli berbagai macam insektisida tersebut
71
dari kios kelompok tani. Dari hasil wawancara, petani responden melakukan pencampuran dua jenis bahan aktif dengan alasan agar dapat bekerja lebih optimal. Jumlah dan waktu pemberian insektisida dalam satu periode tanam disesuaikan dengan jumlah hama dan penyakit yang menyerang. Rata-rata petani responden melakukan penyemprotan sebanyak satu minggu sekali dengan dosis 371,26 mililiter setiap kali pakai untuk luasan 1.000 m2. Dimana setiap 0,5 – 1 cc per jenis insektisida atau bahan aktif dicampur dengan 1 liter air. Rata-rata pemakaian 200 liter insektisida yang sudah dilarutkan dapat digunakan untuk 3.000 tanaman pada saat tanaman masih kecil (sekitar 1 – 1,5 bulan setelah tanam) dan untuk 2.000 tanaman pada saat tanaman dewasa. Harga rata-rata insektisida per liter adalah Rp 520.565,44. b) Fungisida Fungisida yang digunakan petani responden umumnya untuk mencegah, memberantas, atau mengurangi penyakit yang disebakan oleh jamur, seperti Perosnospora destructor penyebab tepung daun atau buluk daun, fusarium solani penyebab layu fusarium atau busuk akar, dan Cercospora capsisi penyebab bercak daun serkospora. Merek dagang fungsida yang digunakan petani responden bermacam-macam. Hal tersebut disesuaikan dengan kebutuhan, keinginan, dan kemampuan petani untuk membeli. Dari hasil wawancara, merek dagang yang sering digunakan adalah Amistartop, Score, Anvil, dan Dense. Petani membeli berbagai macam fungsisida tersebut dari kios kelompok tani. Pemberian fungisida tidak rutin dilakukan, hanya jika tanaman paprika terserang penyakit dan juga sebagai pencegahan. Pengunaan fungisida berdasarkan dosis yang tertera pada kemasan adalah 0,25 – 0,5 cc per 1 liter air per bahan aktif untuk sekali penyemprotan dan tidak dilakukan pencampuran dua jenis fungsida. Rata-rata petani responden melakukan penyemprotan sebanyak dua minggu hingga satu bulan sekali dengan dosis 154,00 mililiter setiap kali pemakain untuk luasan 1.000 m2. Harga rata-rata fungisida per liter adalah Rp 414.847,08. 5) Tenaga Kerja Proses produksi paprika hidroponik yang dilakukan petani responden meliputi persiapan greenhouse dan lahan, penyemaian, penanaman, pemeliharaan,
72
dan pemanenan. Penggunaan tenaga kerja pada setiap proses produksi berbedabeda, disesuaikan dengan jenis pekerjaannya. Tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani paprika hidroponik adalah tenaga kerja manusia yang terdiri dari tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita. Penggunaan tenaga kerja berasal dari dalam keluarga (TKDK) pemilik dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK) yang meliputi tenaga kerja tetap dan tenaga kerja harian lepas atau kontrak. Penggunaan tenaga kerja dalam usahatani ini menggunakan satuan hari orang kerja (HOK), dimana 1 hari kerja pria (HKP) = 1 hari orang kerja (HOK) dan 1 hari kerja wanita (HKW) = 0,7 hari kerja pria (HKP) (Hernanto 1989). Pembayaran upah tenaga kerja dibedakan berdasarkan jenis kelamin dan pekerjaan yang dikerjakan. Dari hasil wawancara, setiap petani responden memberikan upah yang berbeda-beda sesuai kapasitas yang dibebankan kepada tenaga kerja. Jam kerja yang digunakan petani dari pukul 07.00 – 15.00 WIB dengan waktu istirahat pada pukul 12.00 – 13.00 WIB. Dalam analisis usahatani dihitung untuk satu periode tanam atau 8 bulan kerja pada luasan 1.000 m2 dengan jumlah tanaman 3.188 pohon. Rata-rata penggunaan tenaga kerja dalam usahatani paprika hidroponik sebanyak 493,65 HOK, secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 8. Adapun penggunaan tenaga kerja baik dari luar maupun dalam keluarga selama satu periode tanam dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5. Tabel 4. Penggunaan TKLK Usahatani Paprika Hidroponik di Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” per 1.000 m2 Pada Tahun 2011 No
Kegiatan
Sterilisasi GH – Persiapan tanam 2 Penyemaian 3 Perawatan benih Pengisian media 4 tanam 5 Penanaman Perawatan dan 6 pemeliharaan tanaman paprika 7 Pemanenan Penebangan tanaman 8 paprika Total Biaya Tenaga Kerja (Rp) 1
Jumlah HKP HKW
Harga (Rp) HKP HKW
Nilai (Rp)
14,02
24,44
32.710,53
10.294,12
710.203,59
3,33
5,11 22,96
27.400,00
11.093,75 11.250,00
148.076,90 258.262,04
1,23
7,17
24.444,44
15.377,43
140.266,25
0,83
4,75
30.371,43
16.878,79
105.453,39
8,00
-
200
-
5.100.800,00
33,63
-
16.052,63
-
539.827,07
20,74
-
29.391,30
-
609.478,42
81,78
64,43
7.612.367,67
73
Baik penggunaan tenaga kerja luar maupun dalam keluarga pada Tabel 4 dan 5, diketahui bahwa penggunaan tenaga kerja paling banyak dialokasikan untuk kegiatan pemeliharaan yang meliputi penyiraman dan pemberian nutrisi, penyemprotan insektisida dan fungisida, pewiwilan, pengajiran, serta tugas lainnya yang dilakukan secara rutin. Dimana setiap greenhouse memiliki satu orang tenaga kerja tetap pria, selain memelihara tanaman paprika juga untuk menjaga greenhouse. Pembayaran upah untuk TKLK dihitung berdasarkan jumlah pohon yang dirawat dalam satu greenhouse, yaitu Rp 200,00 per pohon per bulan. Jika dikalkulasikan, upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja tetap adalah sebesar Rp 637.600,00 per bulannya. Sementara, untuk sistem pengupahan yang berlaku pada TKDK diasumsikan sama dengan upah TKDK, yang berbeda hanya pada kegiatan pemeliharaan tanaman paprika. Hal ini untuk memudahkan penyetaraan biaya pada biaya usahatani yang diperhitungkan. Tabel 5. Penggunaan TKDK Usahatani Paprika Hidroponik di Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” per 1.000 m2 Pada Tahun 2011 No
Kegiatan
Sterilisasi GH – Persiapan tanam 2 Penyemaian 3 Perawatan benih Pengisian media 4 tanam 5 Penanaman Perawatan dan 6 pemeliharaan tanaman paprika 7 Pemanenan Penebangan tanaman 8 paprika Total Biaya Tenaga Kerja (Rp) 1
Jumlah HKP HKW 5,69
-
Harga (Rp) HKP HKW
Nilai (Rp)
32.710,53
-
186.263,01
1,12 14,98
0,78 21,71
27.400,00 27.000,00
11.093,75 11.250,00
39.387,89 648.787,16
1,95
2,65
24.444,44
15.377,43
88.304,27
0.77
0.85
30.371,43
16.878,79
37.882,02
100,60
228,00
23.833,33
11.000,00
4.905.669,17
26,14
16.052,63
419.661,65
5,61
29.391,30
164.951,20
156,88
253,98
6.490.906,38
Tenaga kerja harian hanya bekerja pada waktu-waktu tertentu dan tidak rutin melakukan pekerjaan dalam satu periode tanam. Tenaga kerja harian ini bertugas untuk penyemaian benih, perawatan benih, pengisian media tanam, penanaman, pemanenan, dan pascapanen. Pada Tabel 4, dapat dilihat kegiatan persiapan lahan yang meliputi pembuatan bedengan, pembersihan greenhouse, dan reparasi greenhouse membutuhkan alokasi biaya yang cukup besar karena dalam melakukannya sebagian besar responden menggunakan tenaga kerja dari
74
luar keluarga, bisa borongan ataupun kontrak. Sementara pada Tabel 5, perawatan benih lebih banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga karena sebagian petani responden menyemai benih sendiri dan tidak membeli bibit jadi di kios kelompok tani. Disamping itu, tenaga kerja harian juga digunakan pada saat pemanenan. pembayarannya disesuaikan dengan jumlah hari kerja yaitu 2 – 3 kali dalam seminggu, dengan upah rata-rata sebesar Rp 26.948,72 per hari. 5.4.4. Analisis Pendapatan Usahatani Paprika Hidroponik Kelayakan suatu usahatani dapat dilihat dari keuntungan maksimal yang diperoleh petani dalam mengusahakan lahannya dengan mengombinasikan faktorfaktor produksi yang digunakan. Salah satu ukuran kelayakan pada kegiatan usahatani paprika hidroponik ini adalah menganalisis pendapatan yang diperoleh petani. Analisis pendapatan menggambarkan penerimaan yang diperoleh dan alokasi biaya yang dikeluarkan petani responden selama satu periode tanam, mulai dari persiapan tanam hingga pembongkaran tanaman paprika hidroponik. Dalam hal ini, perhitungan pendapatan usahatani paprika hidroponik dilakukan dari masing-masing greenhouse yang dimiliki oleh petani responden. Perhitungan usahatani paprika hidropnik dalam penelitian ini luasan greenhouse dikonversi menjadi 1.000 m2 dengan kapasitas rata-rata 3.188 tanaman paprika. Masing-masing polibag berisi satu pohon dengan rata-rata jarak tanam 25 – 30 centimeter. Alasan pengambilan luasan tersebut karena rata-rata dari luasan greenhouse yang dimiliki petani responden adalah 1.093,32 m2 sehingga dibulatkan menjadi 1.000 m2. Selain itu juga untuk memudahkan dalam perhitungan. Perhitungan analisis pendapatan dilakukan selama satu periode tanam yaitu 8 bulan. 5.4.4.1. Penerimaan Usahatani Paprika Hidroponik Penerimaan tunai merupakan penerimaan yang diterima langsung oleh petani dalam bentuk tunai. Asumsinya adalah semua hasil panen paprika di masing-masing greenhouse habis terjual. Sehingga penerimaan tunai diperoleh dari jumlah total produksi paprika hidroponik yang dihasilkan selama satu periode tanam dikalikan dengan harga jual rata-rata yang diterima petani untuk masingmasing warna paprika pada saat penelitian.
75
Total
produksi
rata-rata
paprika
hidroponik
dari
masing-masing
2
greenhouse mencapai 6.583,95 kilogram per 1000 m untuk ketiga warna paprika yang dihasilkan pada periode tanam terakhir (2011). Jumlah produksi paprika hijau adalah sebanyak 3.291,98 kilogram dengan harga jual rata-rata Rp 9.166,67 per kilogram. Sementara produksi paprika merah sebanyak 1.975,19 kilogram dengan harga jual rata-rata Rp 18.666,67 dan produksi paprika kuning sebanyak 1.316,79 dengan harga jual rata-rata Rp 21.500,00 per kilogram (Tabel 6). Dengan demikian, penerimaan tunai sekaligus penerimaan total usahatani paprika hidroponik yang diperoleh dalam satu periode tanam (8 bulan) adalah sebesar Rp 95.357.607,52. 5.4.4.2. Biaya Usahatani Paprika Hidroponik Biaya usahatani dibedakan menjadi biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai merupakan biaya yang dikeluarkan petani dalam bentuk tunai, meliputi biaya benih, arang sekam, polibag semai, polibag tanam, biaya pemupukan, obat-obatan, plastik panen, biaya listrik dan air, tenaga kerja luar keluarga (TKLK), dan pajak lahan. Biaya yang diperhitungkan adalah biaya yang dikeluarkan petani secara tidak tunai. Petani menganggap biaya yang diperhitungkan bukan sebagai suatu biaya, seperti biaya penyusutan greenhouse dan peralatan, tenaga kerja dalam keluarga (TKDK), dan biaya sewa lahan. Biaya total merupakan penjumlahan antara biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Berdasarkan komponen biaya usahatani pada Tabel 6, alokasi biaya terbesar untuk usahatani paprika hidroponik secara berurutan adalah biaya pemupukan, penyusutan greenhouse dan peralatannya, biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK), biaya benih paprika, dan biaya obat-obatan. Total biaya yang dibutuhkan untuk usahatani paprika hidroponik selama satu periode tanam adalah sebesar Rp 60.290.108,70, dengan proporsi 71,60 persen berasal dari biaya tunai dan 28,40 persen dari biaya yang diperhitungkan. Biaya terbesar yang dikeluarkan oleh petani responden adalah biaya pemupukan yaitu sebesar 27,86 persen dari biaya total, yang terdiri dari biaya nutrisi, pupuk daun, dan pupuk cair. Komponen terbesar berasal dari biaya nutrisi sebesar 27,49 persen. Biaya nutrisi menjadi biaya terbesar karena selain harga nutrisi yang cukup mahal yaitu Rp 442.435,90 per paket, nutrisi juga digunakan
76
dalam jumlah yang banyak karena merupakan sumber makanan utama bagi tanaman hidroponik sehingga harus diberikan secara rutin. Rata-rata penggunaan nutrisi selama periode tanam untuk luasan 1000 m2 atau 3.188 tanaman adalah sebanyak 37,46 paket. Tabel 6. Analisis Pendapatan Usahatani Paprika Hidroponik Petani Anggota Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” per 1.000 m2 Selama Satu Periode Tanam, Tahun 2011 N Keterangan Satuan o A. Penerimaan Paprika Hijau Kg Paprika Merah Kg Paprika Kuning Kg Total Penerimaan (Rp) B. Biaya Tunai Benih: Chang (merah) Biji 1 Edison (merah) Biji Sunny (kuning) Biji Total Benih 2 Arang Sekam Karung 3 Polibag Semai Bungkus 4 Polibag Tanam Bungkus 5 Nutrisi Paket 6 Pupuk Daun Padat Kg 7 Pupuk Pelengkap Cair Liter a. 8 Obat-obatan: b. Insektisida Liter Fungisida Liter 9 Plastik Panen Bungkus 10 Listrik dan air Rp/bulan Tenaga Kerja Luar 11 Keluarga (TKLK) 12 Pajak lahan Rp/tahun 13 Biaya lain-lain Total Biaya Tunai (Rp) C. Biaya yang Diperhitungkan Penyusutan Rp/perio 1 greenhouse dan de tanam peralatan Tenaga Kerja Dalam 2 Keluarga (TKDK) 3 Sewa lahan Rp/tahun Total Biaya yang Diperhitungkan (Rp)
Jumlah 3.291,98 1.975,19 1.316,79 6.583,95
9.166,67 18.666,67 21.500,00
Nilai Total (Rp)
%
30.176.463,49 36.870.144,94 28.310.999,09 95.357.607,52
1.860,00 797,00 885,00 3.542,00 390,42 2,00 45,71 37,46 2,20 3,78
8.000,00 30.000,00 22.000,00 442.435,90 40.137,46 36.335,16
3.905.055,00 1.275.120,00 1.416.800,00 6.596.975,00 3.123.326,50 60.000,00 1.005.714,29 16.573.206,28 88.103,15 137.306,72
12,62 2,62 3,64 8,00
520.565,44 414.847,08 12.000,00 17.039,47
6.571.089,57 1.086.055,14 43.662,64 136.315,79
10,90 1,80 0,07 0,23
7.612.367,67
12,63
66.666,67 65.788,46 43.166.577,88
0,11 0,11
8.632.624,44
14,32
6.490.906,38
10,77
2.000.000,00 17.123.530,83
3,32
8,00
8,00
D. Total Biaya Usahatani (Rp) (B + C) E. F. G. H.
Harga (Rp/satuan)
Pendapatan atas Biaya Tunai (Rp) (A – B) Pendapatan atas Biaya Total (Rp) (A – D) Nilai R/C atas Biaya Tunai (A/B) Nilai R/C atas Biaya Total (A/C)
2.100,00 1.600,00 1.600,00
8.333,33
250.000,00
60.290.108,70
10,94
5,18 0,10 1,67 27,49 0,15 0,23
100,0 0
52.191.029,65 35.067.498,82 2,21 1,58
77
Alokasi biaya usahatani terbesar kedua adalah biaya penyusutan greenhouse dan peralatan yang termasuk ke dalam biaya yang diperhitungkan yaitu sebesar Rp 8.632.624,44 atau 14,32 pesen dari biaya total. Nilai penyusutan yang cukup besar menunjukkan tingginya modal pembuatan greenhouse dan kebutuhan peralatan lainnya dalam usahatani paprika hidroponik (Lampiran 9). Nilai penyusutan dihitung berdasarkan metode garis lurus, yaitu nilai pembelian dikurangi taksiran nilai sisa dibagi umur teknis. Nilai sisa untuk beberapa alat diasumsikan bernilai nol karena sudah habis umur ekonomisnya dan tidak laku untuk dijual kembali setelah digunakan. Biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja luar keluarga (TKLK) menjadi komponen biaya terbesar selanjutnya. Alokasi biaya untuk TKLK adalah sebesar 12,63 persen dari biaya total, yang terdiri dari tenaga kerja tetap dan tenaga kerja harian. Biaya ini diperhitungkan untuk semua kegiatan pekerjaan mulai dari persiapan tanam hingga pembongkaran tanaman dalam satu periode tanam (Tabel 4). Komponen biaya TKLK terbesar berasal dari tenaga kerja tetap untuk kegiatan pemeliharaan dan perawatan tanaman. Upah yang diberikan untuk tenaga kerja tetap berdasarkan jumlah tanaman yang dirawat yaitu Rp 200,00 per tanaman per bulan. Sementara itu, upah untuk TKLK tidak tetap dihitung berdasarkan jumlah hari kerja dan kapasitas pekerjaan yang dibebankan, dengan asumsi tujuh jam kerja per harinya. Komponen terpenting dalam usahatani paprika hidroponik adalah benih. Biaya yang dikeluarkan untuk membeli benih menjadi biaya terbesar selanjutnya yaitu sebesar Rp 6.596.975,00 atau 10,94 persen dari biaya total. Benih paprika yang digunakan oleh petani adalah benih F1 dengan varietas Chang dan Edison untuk paprika merah dan Sunny untuk paprika kuning. Biaya pembelian benih tersebut diperoleh dari rata-rata jumlah benih yang digunakan petani pada lahan 1.000 m2 yaitu 3.542 butir dikalikan dengan harga dari masing-masing warna. Biaya terbesar selanjutnya yang dikeluarkan petani adalah untuk obatobatan sebesar 12,70 persen dari biaya total. Terdapat dua jenis obat-obatan yang digunakan oleh petani, yaitu insektisida dan fungisida. Pengeluaran terbesar dari komponen obat-obatan adalah penggunaan insektisida sebesar Rp 6.571.089,57
78
atau 10,90 persen dari biaya total, dengan rata-rata penggunaan sebanyak 12,62 liter dalam satu periode tanam untuk luasan 1.000 m2. 5.4.4.3. Pendapatan Usahatani Paprika Hidroponik Suatu usahatani dapat dikatakan menguntungkan jika pendapatan yang diperoleh bernilai positif dan rugi jika bernilai negatif. Pendapatan usahatani dibagi menjadi pendapatan atas biaya tunai (pendapatan tunai) dan pendapatan atas biaya total (pendapatan total). Pendapatan atas biaya tunai merupakan selisih antara penerimaan total dengan biaya tunai usahatani, sedangkan pendapatan atas biaya total diperoleh dari selisih antara penerimaan total dengan biaya total usahatani paprika yang dikeluarkan. Sistem budidaya paprika secara hidroponik memerlukan investasi awal yang relatif mahal. Sehingga, perencanaan tanam yang meliputi pemilihan lokasi, luas greenhouse, waktu tanam, jumlah benih, dan sebagainya harus dipersiapkan secara matang agar mendapatkan keuntungan yang maksimal. Berdasarkan perhitungan pada Tabel 6, terlihat bahwa usahatani paprika hidroponik yang dijalankan oleh petani responden memberikan keuntungan sebesar Rp 52.191.029,65 atas biaya tunai yang dikeluarkan, sementara pendapatan atas biaya total yang diperoleh sebesar Rp 35.067.498,82 selama satu periode tanam. Hasil yang diperoleh menunjukkan nilai yang lebih besar dari nol atau positif. Artinya, usahatani paprika yang dijalankan oleh petani responden di kelompok tani paprika “Dewa Family” menguntungkan untuk dilaksanakan. Nilai penerimaan dan biaya juga dapat menunjukkan nilai R/C dari usahatani yang dijalankan. Dari hasil perhitungan pada Tabel 6, nilai R/C rasio atas biaya tunai yang diperoleh sebesar 2,21. Nilai tersebut menunjukkan bahwa setiap Rp 1.000,00 dari biaya tunai yang dikeluarkan petani untuk usahatani paprika hidroponik, akan memberi manfaat atau tambahan penerimaan sebesar Rp 2.210,00. Sedangkan, nilai R/C rasio atas biaya total pada usahatani paprika hidroponik yang diperoleh sebesar 1,58. Nilai tersebut menunjukkan bahwa setiap Rp 1.000,00 dari biaya total yang dikeluarkan akan memberi manfaat atau tambahan penerimaan sebesar Rp 1.580,00. Dari hasil yang diperoleh, nilai R/C rasio atas biaya tunai lebih tinggi dari nilai R/C rasio atas biaya total. Hal ini disebabkan pada biaya total
79
memperhitungkan opportunity cost semua input yang dikeluarkan dalam usahatani paprika, termasuk juga biaya tenaga kerja dalam keluarga, penyusutan, dan sewa lahan yang seharusnya tidak dikeluarkan oleh petani. Walaupun demikian, kedua nilai R/C rasio yang diperoleh memberikan hasil positif atau R/C lebih dari satu. Artinya, penerimaan total yang diperoleh petani dapat menutupi seluruh biaya usahatani yang dikeluarkan untuk mengusahakan paprika hidroponik selama satu periode tanam. Dengan demikian, usahatani paprika hidroponik yang dijalankan petani responden layak dan menguntungkan.
80
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1.
Sumber-sumber Risiko Produksi Paprika Hidroponik Salah satu kendala yang dihadapi anggota kelompok tani paprika “Dewa
Family” dalam menjalankan usahatani paprika hidroponik adalah risiko produksi. Risiko produksi menyebabkan rata-rata produksi dan produktivitas paprika hidroponik yang dihasilkan selama empat periode tanam (2008 – 2011) mengalami fluktuasi, dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rata-rata Jumlah Produksi dan Produktivitas Paprika Hidroponik di Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” Tahun 2008 – 2011 Periode Produksi (Kg) Produktivitas (Kg/m2) 2008 10.253,86 7,588 2009 10.631,12 7,813 2010 7.757,54 6,253 2011 7.271,89 6,584 Tabel 7 menunjukkan bahwa perkembangan jumlah produksi dan produktivitas paprika hidroponik yang dilakukan petani responden selama empat periode (2008 – 2011) mengalami fluktuasi dan cenderung menurun. Produksi tertinggi diperoleh pada tahun 2009 sebesar 10.631,12 kilogram dan menurun sebesar 19,76 persen pada tahun 2010. Hal tersebut terjadi dikarenakan perubahan kondisi cuaca yang ekstrim pada tahun 2010, dimana cuaca yang buruk menyebabkan semakin maraknya serangan virus dan hama pada tanaman paprika sehingga berdampak pada penurunan hasil produksi11. Dari produktivitas aktual yang dihasilkan dari masing-masing greenhouse selama tahun 2008 hingga 2011 (Lampiran 10), terlihat adanya variasi hasil satu sama lain. Produktivitas terendah mencapai 0,54 kilogram per m2 sedangkan produktivitas tertingginya mencapai 11,99 kilogram per m2. Sementara produktivitas rata-rata paprika hidroponik yang mampu dicapai petani anggota pada 2011 adalah sebesar 6,58 kilogram per m2. Jika dibandingkan dengan penelitian di Balai Penelitian Sayuran Lembang dalam Gunadi et al. (2006) yang menyebutkan produktivitas optimal tanaman paprika dapat menghasilkan 8 – 9 kilogram per m2, produkivitas rata-rata yang dihasilkan tersebut masih dibawah produktivitas potensialnya. Perbedaan tingkat produktivitas tersebut salah satunya 11
Rachmat, Yanto. op.cit. Hlm 5
81
diakibatkan oleh sumber-sumber risiko produksi yang berada diluar kemampuan petani (faktor eksternal), dimana diasumsikan input produksi yang digunakan sama untuk setiap periode produksinya (ceteris paribus). Tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan iklim, melainkan banyak sumber yang dapat menyebabkan risiko produksi paprika hidroponik. Menurut Adiyoga et al. (2006) terdapat beberapa faktor yang menjadi kendala produksi paprika hidroponik antara lain hama dan penyakit, kualitas bangunan rumah plastik (greenhouse), kebutuhan modal yang besar, ketersediaan tenaga kerja yang terampil, ketersediaan nutrisi dan pestisida, ketersediaan air atau pengairan, ketersediaan media dan sarana, fluktuasi harga jual paprika, dan ketersediaan informasi teknis. Sedangkan berdasarkan hasil wawancara, faktor-faktor yang menyebabkan risiko produksi selama kegiatan usahatani paprika hidroponik berlangsung menurut petani responden yaitu: 1) Serangan Hama dan Penyakit Serangan hama dan penyakit sangat berpengaruh pada hasil produksi paprika. Seluruh petani responden (100%) menyebutkan bahwa serangan hama dan penyakit menjadi penyebab risiko dalam pembudidayaan paprika hidroponik. Kondisi tersebut disebabkan karakteristik tanaman paprika yang rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Sehingga mengakibatkan paprika yang dihasilkan tidak seperti yang diharapkan. Berdasarkan hasil wawancara, hama yang sering menyerang tanaman paprika adalah thrips, tungau, ulat grayak, dan aphids. Sementara penyakit yang sering menyerang disebabkan oleh jamur yaitu busuk akar atau layu fusarium, tepung daun atau buluk daun (powdery mildew), bercak daun serkospora, dan virus. Hama dan penyakit tersebut dapat menyerang mulai dari penyemaian hingga tanaman dewasa. Berdasarkan kondisi lapang, hama thrips merupakan hama yang paling merugikan. Penurunan produksi yang paling tinggi yaitu ketika tanaman paprika diserang hama thrips pada saat musim kemarau, dengan kemungkinan kehilangan hasil mencapai sekitar 25 persen. Hama thrips akan selalu muncul walaupun sudah disemprot dengan insektisida secara rutin yaitu seminggu sekali. Sementara kemungkinan kehilangan hasil yang disebabkan oleh
82
tungau, aphids, atau hama lainnya hanya sebesar 5 persen (Deden Wahyu, komuikasi pribadi). Walaupun tetap hidup, tanaman yang terserang hama tidak banyak memberikan hasil. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Adiyoga et al. (2006) dan Prabaningrum dan Moekasan (2007) bahwa hama thrips merupakan hama yang paling merugiikan, tidak hanya di Indonesia bahkan di beberapa negara seperti Thailand, Taiwan, Jepang, Amerika, dan Inggris. Kemunculan hama thrips ini dapat juga disebabkan oleh kondisi cuaca dan iklim yang terjadi, baik pada musim hujan maupun kemarau, kurang optimalnya proses strerilisasi, dan orang dari luar lingkungan greenhouse pun dapat menjadi mediator penyebaran hama. Menurut petani kehilangan hasil panen paprika akibat serangan hama thrips tidak hanya berdampak pada bobot dan kuantitas buah, tetapi juga pada kualitas buah. Gejala serangan hama thrips pada tanaman paprika yang ditemukan di lapang ditandai dengan daun berkerut dan mengecil, serta ukuran buah tidak berkembang atau kerdil. Selain itu, tanaman yang terkena hama thrips akan menghasilkan buah yang cacat yaitu terdapat bercak-bercak coklat di permukaan buah. Jika pemasaran dengan tujuan ekspor, paprika tersebut tidak akan diterima. Dengan demikian, kesempatan untuk memperoleh kualitas buah yang bagus semakin berkurang. Untuk penyakit yang sering menyerang tanaman paprika adalah layu fusarium atau busuk akar. Penyakit ini sering menyerang ketika musim hujan dikarenakan suhu di dalam greenhouse menjadi lembap sehingga banyak tanaman yang mati atau busuk. Kemungkinan kehilangan hasil yang terjadi sekitar 25 – 30 persen, sementara yang disebabkan oleh penyakit tepung daun dan bercak daun akan kehilangan hasil sebesar 1 persen. Hal tersebut dikarenakan penyakit tepung daun dan bercak daun tidak begitu sering terjadi dan mudah untuk dikendalikan (Deden Wahyu, komunikasi pribadi). 2) Kondisi Cuaca dan Iklim Cuaca merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas sayuran khususnya pada tanaman paprika. Sebanyak 58,33 persen petani responden mengatakan kondisi cuaca dan iklim menjadi penyebab risiko produksi selanjutnya. Walaupun pembudidayaan tanaman paprika dilakukan di bawah naungan (greenhouse), cuaca juga masih
83
dapat mempengaruhi pertumbuhan. Hal ini dikarenakan struktur bangunan greenhouse yang digunakan para petani masih sederhana yaitu terbuat dari bambu dan tidak menggunakan alat-alat yang dapat mengatur suhu di dalam greenhouse. Sehingga suhu dan temperatur di dalam greenhouse dipengaruhi oleh cuaca yang terjadi. Menurut Gunadi et al. (2006) struktur bangunan greenhouse yang banyak digunakan petani tidak dirancang secara spesifik untuk kondisi tropis di Indonesia, berbeda dengan yang terdapat di Belanda dimana faktor cuaca di dalam rumah kaca (greenhouse) seperti temperatur, kelembapan, cahaya, dan kadar CO2 dapat terkontrol dengan baik. Berdasarkan kondisi di lapang bahwa tanaman paprika akan menghasilkan paprika yang lebih bagus ketika musim kemarau atau cuaca panas daripada saat musim hujan. Hal ini dikarenakan tanaman paprika mendapat cahaya matahari yang cukup sehingga meningkatkan hasil produksi. Namun, hama thrips justru lebih banyak pada saat musim kemarau bahkan dapat mengakibatkan gagal panen. Pengaruh perbedaan cuaca dan iklim yang terjadi pada usahatani paprika dapat dilihat pada Tabel 8, dimana produktivitas tertinggi terjadi pada tahun 2009 sebesar 7,813 kilogram per m2 dan menurun sebesar 19,97 persen pada tahun 2010 menjadi 6,253 kilogram per m2. Sedangkan pada musim hujan, hasil panen yang diperoleh kurang bagus. Hal ini dikarenakan pada musim hujan, tanaman paprika kekurangan cahaya dan suhu di dalam greenhouse lembap sehingga menghambat proses penguapan yang menyebabkan tanaman cepat mati dan busuk. Namun, hama thrips menjadi lebih sedikit dibandingkan pada musim kemarau. Kemungkinan kehilangan hasil sebesar 5 – 10 persen ketika musim hujan dan 20 persen ketika musim kemarau (komunikasi pribadi, Deden Wahyu). Seperti yang dikemukakan oleh Sunjaya (1970) dalam Prabaningrum dan Moekasan (2007) bahwa pada musim hujan kehilangan hasil panen dapat mencapai 25 persen, sedangkan pada musim kemarau mencapai 25 – 55 persen. Hal ini dikarenakan terjadinya peningkatan populasi thrips, dimana kelembapan yang rendah dan suhu yang tinggi pada musim kemarau cocok bagi hama thrips sehingga perkembangbiakannya lebih cepat. Namun, kondisi hujan yang berlebihan dapat menyebabkan kelayuan pada tanaman dan
84
kerontokan buah dan bunga, mengingat tanaman paprika rentan terhadap curah hujan yang berlebihan. Curah hujan yang dibutuhkan tanaman paprika antara 600 – 1.250 milimeter per tahun (Hartati 2006). 3) Penggunaan input atau faktor produksi Sebagian petani responden (50%) mengatakan bahwa penggunaan input juga dapat mempengaruhi risiko produksi paprika, antara lain benih, pemberian nutrisi, kelalaian tenaga kerja, dan insektisida. Menurut petani, penggunaan benih yang murah dengan tujuan untuk mengurangi biaya produksi akan berdampak pada hasil yang diperoleh atau bahkan mengalami gagal semai ketika penyemaian. Tingkat kegagalan ketika penyemaian mencapai 5 hingga 10 persen dari jumlah benih yang disemai. Hal ini sudah diestimasi oleh petani sehingga dalam penyemaian biasanya benih dilebihkan dari jumlah tanaman yang akan ditanam. Input lainnya yang berpengaruh pada produksi paprika hidroponik adalah nutrisi, pemberian nutrisi harus sesuai dengan dosis yang dianjurkan, sebab jika tidak sesuai akan menyebabkan buah rusak, lembek atau pecah. Berdasarkan hasil wawancara, pemberian nutrisi masih dilakukan dengan sistem penyiraman manual, sehingga takaran yang diberikan per tanamannya tidak sama. Selanjutnya, penggunaan tenaga kerja juga perlu diperhatikan dalam budidaya
paprika
hidroponik
karena
pemeliharaan
tanaman
paprika
dibutuhkan keahlian khusus, seperti penyamaian yang harus teliti, penanaman bibit ke dalam polibag tanam tidak boleh terlalu dalam, dan pemeliharaan yang intensif. Kelalaian, ketidaktelitian, dan kecurangan tenaga kerja (human error) dapat menjadi salah satu penyebab timbulnya risiko pada usahatani paprika hidroponik. Kecurangan yang pernah terjadi menurut petani responden adalah ketidaktepatan waktu dalam penyiraman, pengurangan dosis nutrisi, dan penyemprotan obat-obatan yang tidak teratur. Selain itu, juga ada yang memetik buah secara asal-asalan dan pencurian obat-obatan. Serta, penggunaan insektisida. Petani seringkali melakukan pencampuran insektisida untuk mengurangi serangan hama karena penggunaan insektisida secara tunggal dirasa sudah tidak ampuh lagi. Penggunaan yang melebihi dosis
85
akan menyebabkan resitensi thrips terhadap insektisida yang selama ini digunakan dan kandungan residu yang berbahaya jika dikonsumsi. Serta, dapat meningkatkan biaya produksi namun harga paprika tetap sehingga penerimaan yang diterima oleh petani tidak sesuai dengan harapan. Penggunaan input yang berpengaruh terhadap jumlah produksi paprika akan dijelaskan dengan fungsi produksi. 6.2.
Penilaian Risiko Produksi Paprika Hidroponik Seperti yang telah dijelaskan, usahatani paprika hidroponik merupakan
jenis usaha yang berisiko. Petaniseringkali dihadapkan pada suatu kondisi yang tidak pasti, karena dapat merugikan dan juga menguntungkan. Kondisi tersebut dapat terjadi kapan saja. Tingkat risiko produksi yang dihadapi anggota kelompok tani paprika “Dewa Family” dapat diketahui dengan melakukan penilaian risiko produksi berdasarkan produktivitas. Produktivitas diperoleh dari rasio antara jumlah total produksi paprika hijau, merah, dan kuning dari masing-masing greenhouse selama satu periode tanam dengan luasan lahan yang digunakan. Penggunaan input produksi yang digunakan dari masing-masing greenhouse selama empat periode diasumsikan sama (ceteris paribus). Langkah awal yang dilakukan adalah mengukur peluang. Pengukuran peluang diperoleh dari frekuensi kejadian dibagi dengan total kegiatan produksi yang berlangsung. Data produktivitas yang digunakan untuk analisis risiko produksi adalah data produksi paprika hidroponik dari 38 unit greenhouse selama empat periode tanam (2008 – 2011), dimana terdapat 93 kali kejadian atau kegiatan produksi. Dari data historis yang diperoleh tersebut, digunakan untuk menetukan besarnya nilai peluang. Karena waktu tanam dan produktivitas paprika hidroponik yang dihasilkan bervariasi dan sulit untuk dinilai mana peluang yang lebih tinggi atau rendah, maka peluang dari setiap kejadian diasumsikan sama yaitu sebesar 0,0108. Nilai peluang tersebut dihitung dengan cara satu dibagi dengan total kegiatan produksi (93 kejadian). Nilai peluang yang telah diketahui kemudian digunakan untuk mencari nilai produktivitas yang diharapkan (expected return). Nilai harapan atau expected return merupakan perolehan produksi atau pengembalian yang diperkirakan akan didapatkan kembali dari kegiatan usaha setelah memperhitungkan risiko yang ada.
86
Expected return dapat dihitung dengan mengalikan jumlah total produktivitas dengan peluang, namun perhitungan expected return pada peluang yang sama adalah mengalikan peluang dengan total produktivitas selama kegiatan produksi berlangsung. Sehingga diperoleh nilai produktivitas yang diharapkan adalah sebesar 6,874 (Lampiran 10). Nilai tersebut menunjukkan bahwa kegiatan usahatani paprika hidroponik yang dilakukan petani responden memberi harapan perolehan
hasil
produksi
sebanyak
6,874
kilogram
per
m 2,
dengan
memperhitungkan risiko yang dihadapi selama kegiatan usahatani. Pengukuran seberapa besar risiko yang dihadapi petani dalam menjalankan budidaya
paprika
hidroponik
dapat
dilakukan
dengan
mengukur
nilai
penyimpangan yang terjadi menggunakan metode variance, standard deviation, dan coefficient variation berdasarkan tingkat produktivitas. Secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 9. Risiko dalam penelitian ini difokuskan pada kegiatan spesialisasi komoditas paprika, penilaian risiko dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. No 1 2 3
Penilaian Risiko Produksi Paprika Hidroponik di Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” Berdasarkan Produktivitas
Ukuran Variance Standard Deviation Coefficient Variation
Nilai 5,2034 2,2811 0,3318
Penilaian risiko berdasarkan produktivitas diperoleh dari nilai variance yang berbanding lurus dengan nilai standard deviation. Artinya, semakin tinggi nilai variance maka semakin tinggi pula nilai standard deviation yang diperoleh, sehingga semakin tinggi penyimpangan yang terjadi maka semakin tinggi pula risiko yang dihadapi petani. Berdasarkan Tabel 8 perolehan nilai variance dan standard deviation berdasarkan produktivitas adalah sebesar 5,203 dan 2,281. Hasil yang didapat dari nilai varians dan standar deviasi tersebut merupakan ukuran absolut dan tidak mempertimbangkan return (produktivitas atau pendapatan) yang diharapkan. Lebih efektif mengukur seberapa besar tingkat risiko yang dihadapi pelaku usaha dengan melihat nilai koefisien variasi (coefficient variation), karena dalam perhitungannya sudah mempertimbangkan risiko yang dihadapi untuk setiap return yang diperoleh. Nilai koefisien variasi yang diperoleh pada Tabel 8 adalah
87
sebesar 0,332. Artinya, setiap satu kilogram hasil yang diperoleh petani responden dari kegiatan budidaya paprika hidroponik akan menghadapi risiko sebesar 0,322 kilogram, pada saat terjadinya risiko produksi. Hal ini menunjukkan semakin besar nilai koefisien variasi maka risiko yang dihadapi petani juga semakin besar. Berdasarkan informasi di lapang, tanaman paprika hidroponik sangat rendah terhadap kondisi cuaca dan serangan hama penyakit. Kondisi cuaca yang tidak pasti mengakibatkan produktivitas tanaman paprika bervariasi. Ketika musim kemarau, kemungkinan tingkat kegagalan yang dihadapi petani mencapai 20 – 25 persen karena banyak tanaman yang jelek atau mati yang diakibatkan oleh serangan hama thrips. Dimana hama thrips lebih banyak ketika musim kemarau dibandingkan saat musim hujan. Pengendalian yang dilakukan oleh para petani adalah dengan menyemprotkan insektisida, namun hama thrips tetap saja muncul. Berbeda dengan hama lainnya seperti tungau, ulat grayak, dan aphids yang cukup dengan sekali penyemprotan insektisida. Menurut petani, hal ini dikarenakan hama thrips lebih dominan menyerang tanaman paprika dibanding hama lainnya. Sedangkan ketika musim hujan, kemungkinan tingkat kegagalan yang dihadapi petani sekitar 10 – 30 persen karena banyak tanaman yang busuk yang disebabkan oleh penyakit busuk akar atau layu fusarium. Menurut petani, pada saat musim hujan tidak ada sinar matahari yang cukup sehingga menyebabkan tanaman paprika di dalam greenhouse mati atau busuk. Pengendalian dengan menyemprotkan fungisida tidak terlalu berpengaruh dan dapat menular ke tanaman lainnya, yang akhirnya banyak tanaman yang mati. Berbeda dengan kemunculan penyakit lainnya seperti tepung daun dan bercak daun yang tidak dipengaruhi oleh cuaca. Sehingga cukup dengan sekali penyemprotan fungsida dapat sembuh atau hilang. Adanya risiko atau ketidakpastian yang dihadapi petani responden dalam melalukan usahatani paprika hidroponik dapat menimbulkan kerugian. Kerugian tersebut akan berpengaruh pada kualitas dan kuantitas yang tidak sesuai harapan. Produktivitas yang berfluktuasi mengakibatkan pendapatan yang diperoleh berfluktuasi, dapat dilihat pada Lampiran 11. Pendapatan merupakan pengurangan penerimaan dengan biaya total yang dikeluarkan, dengan asumsi biaya yang dikeluarkan setiap periode tanam adalah sama. Berdasarkan analisis pendapatan,
88
total biaya usahatani yang dikeluarkan petani untuk memproduksi paprika hidroponik adalah sebesar Rp 60.290.108,70 dalam satu periode tanam dengan luasan greenhouse 1.000 m2 (Tabel 6). Berdasarkan Lampiran 11, pendapatan tertinggi mencapai Rp 180.627.169,64 sementara pendapatan terendah mencapai Rp 102.053.730,67. Nilai negatif tersebut diperoleh karena salah satu greenhouse yang dimiliki kelompok tani mengalami gagal panen saat tanaman berumur dua bulan setelah tanam yang disebabkan oleh serangan hama dan virus, sehingga tanaman harus ditebang habis (Deden Wahyu, komunikasi pribadi). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa usahatani paprika hidroponik yang dilakukan petani responden mengandung risiko. Hal ini sebanding dengan perolehan pengembalian yang diharapkan (expected return) dari kegiatan usahatani paprika hidroponik secara aktual, yaitu sebesar Rp 49.491.654,89 dengan rata-rata luasan greenhouse 1.093,32 m2, atau sebesar Rp 45.267.309,56 untuk luasan 1.000 m2 (Lampiran 11). Sementara pendapatan atas biaya total yang diperoleh dari usahatani paprika selama satu periode tanam dengan luasan 1.000 m2 adalah sebesar 35.067.498,82 (Tabel 6). Tingkat risiko produksi yang dihadapi anggota kelompok tani paprika “Dewa Family” lebih tinggi dibandingkan dengan risiko produksi yang dihadapi oleh PT. Kusuma Satria Dinasari Wisatajaya Batu, Malang (Setyarini 2011) dalam mengusahakan paprika hidroponik. Berdasarkan analisis risiko produksi yang dilakukan Setyarini (2011), menunjukkan tingkat risiko paprika sebesar 0,15 atau 15 persen dari nilai produktivitas yang diperoleh. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan jumlah dan luas greenhouse yang diusahakan, dimana kelompok tani paprika “Dewa Family” memiliki 38 unit greenhouse untuk membudidayakan paprika dengan total luasan mencapai 51.386 m2. Sedangkan, pada PT. Kusuma Satria Dinasari Wisatajaya Batu, Malang hanya melakukan usaha paprika pada lima unit greenhouse dengan total luasan 3.107 m2. Sehingga kemungkinan terjadinya risiko di masing-masing greenhouse yang dimiliki kelompok tani paprika “Dewa Family” akan lebih besar dibandingkan dengan PT. Kusuma Satria Dinasari Wisatajaya Batu, Malang. Selain itu, PT. Kusuma Satria Dinasari Wisatajaya Batu, Malang sudah berbentuk perusahaan sehingga manajemen atau pengelolaannya lebih baik dan terkontrol.
89
Namun, jika dibandingkan dengan penelitian risiko cabai lainnya yang ditanam secara konvensional atau dilahan terbuka, tingkat risiko yag dihadapi anggota kelompok tani paprika “Dewa Family” jauh lebih rendah. Dari hasil penelitian Mandasari (2012) mengenai risiko cabai merah di Desa Perbawati Sukabumi, tingkat risiko yang dihadapi petani sebesar 0,629 atau 62,9 persen dari nilai produktivitas yang diperoleh. Perbedaan cara berbudidaya sangat mempengaruhi hasil produksi yang diperoleh. Dimana para petani di Desa Perbawati Sukabumi dalam melakukan budidaya cabai merah di lahan terbuka sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan iklim karena tidak ada naungan untuk melindungi
tanamannya.
Sehingga
tingkat
risikonya
jauh
lebih
besar
dibandingkan dengan budiaya paprika yang sudah dilakukan di dalam greenhouse yang lebih aman terhadap terpaan sinar matahari dan air hujan. 6.3.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Paprika Hidroponik di Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” Alokasi sumberdaya atau input produksi sangat menentukan besar-
kecilnya kuantitas dan kualitas produksi yang akan dihasilkan. Hubungan antara input produksi dengan produksi yang dihasilkan disebut factor relationship atau fungsi produksi. Dalam fungsi produksi dikenal istilah “faktor ketidaktentuan (uncertainty)” dan “risiko (risk)” (Soekartawi 2002). Artinya penggunaan faktor produksi masih dipengaruhi oleh faktor lain diluar kontrol manusia, seperti serangan hama dan penyakit, serta kondisi cuaca dan iklim yang tidak menentu (Soekartawi et al. 1986). Selain itu, jumlah produksi yang dihasikan juga dapat dipengaruhi oleh penggunaan input produksi. Faktor produksi yang diduga berpengaruh terhadap produksi paprika hidroponik adalah luas greenhouse, jumlah benih, jumlah nutrisi yang diberikan, pupuk pelengkap cair, jumlah obat-obatan (insektisida dan fungisida) yang digunakan, dan jumlah tenaga kerja dalam satu musim tanam paprika (Lampiran 12). Variabel-variabel yang masuk dalam model merupakan variabel log natural untuk jumlah produksi paprika (Ln Y), luas greenhouse (Ln X1), jumlah benih (Ln X2), jumlah nutrisi (Ln X3), jumlah pupuk pelengkap cair (Ln X4), jumlah insektisida (Ln X5), jumlah pestisida (Ln X6), dan jumlah tenaga kerja (Ln X7). Pengolahan data dengan MINITAB 14 menggunakan metode kuadrat terkecil
90
(ordinary least square atau OLS) untuk mengestimasi model fungsi produksi dengan pendekatan Cobb-Douglas. Pendugaan model ketiga (Lampiran 15) diperoleh setelah mengeluarkan dua data pencilan (24 dan 11) untuk mendapatkan data yang normal. Walaupun masih terdapat multikolinieritas pada variabel bebas yang sama dengan pendugaan model pertama, asumsi autokorelasi dan homoskedastisitas sudah terpenuhi. Dilihat dari nilai Durbin Watson (2,028) dari hasil output yang terletak diantara dU (0,877) dan 4-dU (2,251) pada tingkat signifikansi satu persen, serta hasil grafik residuals versus the fitted value pada Lampiran 16 tidak memperlihatkan pola yang sistematis. Pada pendugaan model ketiga diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 83 persen, artinya bahwa 83 persen variasi produksi paprika hidroponik dapat dijelaskan oleh variabel yang ada di dalam model dan sisanya 17 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Dari hasil uji signifikansi menggunakan uji-t terdapat dua variabel yang berpengaruh signifikan pada tingkat kepercayaan 10 persen yaitu benih (Ln X2) dan insektisida (Ln X5). Hasil parameter penduga model fungsi produksi ketiga dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9.
Hasil Parameter Penduga Ketiga Fungsi Produksi Cobb-Douglas Usahatani Paprika Hidroponik di Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” Tahun 2011
Variabel Konstanta Ln X1 (Luas GH) Ln X2 (Benih) Ln X3 (Nutrisi) Ln X4 (PPC) Ln X5 (Insektisida) Ln X6 (Fungisida) Ln X7 (TK)
Koefisien Regresi T-hitung P-value -1,570 -0,67 0,510 0,3203 0,82 0,418 0,6986 1,70* 0,100 0,4993 1,28 0,211 0,008692 1,05 0,301 -0,4091 -1,97* 0,059 0,00097 0,09 0,931 -0,1112 -0,83 0,415 R-Sq = 83,0% R-Sq(adj) = 78,7% F-hitung = 19,50 P = 0,000 DW = 2.02786
VIF 13,9 16,7 18,7 1,1 5,4 1,5 2,1
Keterangan: *) nyata pada α = 10%, ttabel = 1,684
Pada Tabel 9 terlihat bahwa terdapat hubungan linier diantara variabel bebas, atau disebut dengan multikolinier. Indikasi yang menunjukkan adanya multikolinearitas dilihat dari nilai VIF yang lebih besar dari 10 untuk variabel luas greenhouse (Ln X1), benih (Ln X2), dan nutrisi (Ln X3). Indikasi lainnya yang memperlihatkan gejala multikolinearitas menurut Gujarati (2006b) adalah nilai R-
91
sq dalam model yang tinggi yaitu 83 persen, tetapi hanya terdapat dua variabel bebas yang signifikan terhadap produksi paprika hidroponik. Implikasi adanya gejala multikolinearitas mengakibatkan koefisien yang diperoleh tidak valid, model yang diduga tidak sesuai harapan, dan uji signifikansi tidak dapat dibaca. Dengan demikian, dapat dikatakan model fungsi produksi Cobb-Douglas tersebut belum mampu menggambarkan model fungsi produksi yang baik. Salah satu cara untuk mengatasi multikolinieritas menurut Gujarati (2006b) adalah mengeluarkan variabel yang mempunyai nilai VIF paling tinggi dibanding variabel bebas lainnya, yaitu variabel Ln X2 (benih) dan variabel Ln X3 (nutrisi) secara bergantian. Namun, variabel benih dan nutrisi merupakan faktor penting dalam usahatani paprika hidroponik, sehingga tidak bisa dikeluarkan. Cara lain dengan mentranformasi variabel luas greenhouse menjadi model fungsi produktivitas, namun hanya beberapa variabel bebas yang signifikan pada taraf nyata 20 persen. Dengan demikian, diperlukan perbaikan model fungsi produksi untuk menghilangkan masalah multikolineritas. Pendekatan lain untuk mengatasi masalah multikolinieritas adalah dengan menggunakan metode Analisis Regresi Komponen Utama (Principal Component Regression). Metode ini bertujuan untuk mengurangi variabel-variabel bebas yang berkorelasi sangat besar menjadi variabel-variabel baru yang tidak saling berkorelasi (Jollife 1986). Sehingga dapat menduga hubungan setiap variabel bebas yang ada dalam model dengan variabel terikatnya tanpa harus menghilangkan variabel-variabel bebasnya. Analisis regresi komponen utama dipilih sebagai metode pendugaan lain untuk mendapat model terbaik yang dapat menggambarkan usahatani paparika hidroponik di kelompok tani paprika “Dewa Family”. Tahapan pertama yang dilakukan adalah membakukan variabel bebas
awal (Ln X) menjadi Z.
Selanjutnya, variabel Z (yang telah dibakukan) diolah dengan regresi komponen utama (principal component regression) untuk mencari nilai akar ciri, proporsi, kumulatif, dan vektor ciri dari matriks korelasi. Variabel bebas yang digunakan pada analisis regresi komponen utama merupakan kombinasi linier dari variabel Z, yang disebut dengan komponen utama (W). Dari hasil regresi dengan komponen utama diperoleh skor untuk komponen utama atau disebut dengan
92
variabel W. Tidak semua komponen utama (W) digunakan dalam regresi selanjutnya. Pemilihan komponen W berdasarkan nilai akar ciri (eigenvalue) yang lebih dari satu (>1). Dari hasil regresi komponen utama pada Lampiran 17 akan diambil dua skor komponen utama (W) karena memiliki nilai akar ciri (eigenvalue) yang lebih besar dari satu, yaitu komponen utama pertama (W1) sebesar 3,761 dan komponen utama kedua (W2) sebesar 1,286. Dilihat dari nilai proporsi, komponen utama pertama menjelaskan sebesar sebesar 53,7 persen dari keragaman total, komponen utama yang kedua menjelaskan sebesar 18,4 persen, berikutnya sebesar 13,7 persen. Sementara lainnya hanya menjelaskan 10,2 persen, 2,9 persen, 0,7 persen, dan 0,5 persen dari keragaman total. Hal tersebut menunjukkan dari ketujuh komponen utama yang diperoleh, terdapat dua komponen utama yang memegang peranan penting dalam keragama total data, yaitu komponen utama pertama (W1) dan kedua (W2) karena memiliki nilai akar ciri (eigenvalue) lebih dari satu. Dari kedua komponen utama yang dipilih dapat dilihat proporsi kumulatif yang dapat dijelaskan sebesar 72,1 persen. Dengan demikian, persamaan komponen utama W1 dan W2 yang diambil dari vektor ciri ke 1 dan 2, dapat dirumuskan sebagai berikut: W1 = 0,499 Z1 + 0,497 Z2 + 0,494 Z3 + 0,097 Z4 + 0,472 Z5 – 0,025 Z6 + 0,165 Z7 W2 = 0,036 Z1 + 0,092 Z2 + 0,080 Z3 – 0,390 Z4 + 0,091 Z5 + 0,724 Z6 – 0,548 Z7 Selanjutnya, meregresikan kembali variabel terikat (Ln Y) terhadap dua skor komponen utama yang sudah terpilih, yaitu W1 dan W2 (Lampiran 18). Hasil analisis regresi dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Hasil Analisis Regresi Antara Variabel Terikat (Ln Y) dengan Skor Komponen Utama Variabel Konstanta W1 W2
Koefisien Regresi 8,7444 0,2748 0,0537 R-sq = 69,3%
T-hitung P-value 142,56 0,000 8,57 0,000 0,98 0,335 F-hitung = 37,19
VIF 1,0 1,0
Berdasarkan Tabel 10, nilai VIF dari dua skor komponen utama (W) sudah terbebas dari multikolinearitas (nilai VIF kurang dari 10). Sehingga variabel W1 dan W2 dapat digunakan. Persamaan regresi komponen utama yang diperoleh dapat dituliskan sebagai berikut:
93
Ln Y = 8,74 + 0,275 W1 + 0,0537 W2 Persamaan regresi tersebut masih dalam fungsi W, sehingga perlu dilakukan trasnformasi balik untuk mendapatkan fungsi dengan variabel X. Dimana W1 dan W2 merupakan fungsi dari Zij, maka bila persamaan tersebut disubtitusikan dengan persamaan W1 dan W2, diperoleh persamaan: Ln Y = 8,74 + 0,139 Z1 + 0,142 Z2 + 0,140 Z3 + 0,006 Z4 + 0,135 Z5 + 0,032 Z6 + 0,016 Z7 Model yang sudah didapat selanjutnya ditransformasikan kembali ke bentuk persamaan yang mengandung variabel bebas (Ln X). Pentansformasian dari variabel Z menjadi variabel asal (Ln X) dapat dilihat pada Lampiran 19. Dari koefisien variabel yang telah diperoleh, dilakukan pengujian signifikansi secara parsial. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui bahwa seluruh koefisien regresi berpengaruh nyata atau tidak pada selang kepercayaan 95 persen, dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Analisis Signifikansi Koefisien Regresi Parsial Komponen Utama Variabel Ln X1 (Luas GH) Ln X2 (Benih) Ln X3 (Nutrisi) Ln X4 (PPC) Ln X5 (Insektisida) Ln X6 (Fungisida) Ln X7 (TK)
Koefisien 0,289 0,284 0,252 0,001 0,240 0,006 0,030
Simpangan Baku 0,002413647 0,002502582 0,002460749 0,003235525 0,002385856 0,005945143 0.004568194
T-hitung 119,774 113,319 102,239 0,275 100,566 0,970 6,519
Keterangan: α = 5%, ttabel = 2,021
Berdasarkan uji signifikansi pada Tabel 11, terdapat lima variabel yang berpengaruh signifikan secara statistik pada taraf nyata 5 persen yaitu luas greenhouse (Ln X1), benih (Ln X2), nutrisi (Ln X3), insektisida (Ln X5), dan tenaga kerja (Ln X7). Sehingga, model fungsi produksi yang diperoleh untuk menggambarkan usahatani paprika hidroponik sebagai berikut: Ln Y = -1,436 + 0,289 Ln X1 + 0,284 Ln X2 + 0,252 Ln X3 + 0,001 Ln X4 + 0,240 Ln X5 + 0,006 Ln X6 + 0.030 Ln X7 Nilai koefisien regresi dalam model tersebut menggambarkan nilai elastisitas produksi dari masing-masing faktor. Berdasarkan penjumlahan dari koefisien regresi pada model, diperoleh nilai elastisitas produksi sebesar 1,101. Nilai tersebut menunjukkan bahwa fungsi produksi paprika berada pada daerah I jika digambarkan pada kurva produksi atau pada kondisi increasing return to
94
scale. Artinya setiap penambahan faktor produksi secara bersamaan sebesar satu persen akan meningkatkan produksi paprika hiroponik sebesar 1,101 persen. Berdasarkan teori, pada kondisi ini titik produksi optimum belum tercapai. Salah satunya dikarenakan petani menghadapi risiko produksi seperti yang telah dianalisis sebelumnya, yaitu sebesar 0,332. Selain itu juga dikarenakan hubungan input dan output produksi, dimana penggunaan input produksi belum sesuai sehingga outputnya bervariasi. Untuk melihat pengaruh masing-masing faktor produksi terhadap produksi paprika hidroponik dapat dilihat dari besarnya koefisien regresi dalam model, uraiannya sebagai berikut: 1) Luas greenhouse (X1) Penggunaan greenhouse berpengaruh positif dan siginifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen terhadap produksi paprika hidroponik. Faktor produksi luas greenhouse memiliki nilai elastisitas sebesar 0,289 yang berarti bahwa setiap penambahan luas greenhouse sebesar satu persen akan meningkatkan produksi paprika hidroponik sebesar 0,289 persen (ceteris paribus). Nilai elastisitas variabel luas greenhouse sebesar 0,289 menunjukkan bahwa luas lahan yang digunakan berada pada daerah II, yaitu daerah rasional karena nilai elastisitas produksinya berada antara nol dan satu. Hal ini sesuai dengan hipotesis yaitu semakin luas greenhouse yang digunakan oleh petani maka jumlah produksi paprika akan semakin tinggi karena semakin banyak pula tanaman paprika yang dapat ditanam. Berdasarkan karakteristik responden, ukuran greenhouse terkecil yang dimiliki responden adalah 300 m2 dengan kapasitas kurang lebih 1.000 tanaman dan terbesar adalah 2.500 m2 dengan kapasitas kurang lebih 9.000 tanaman. Sampai saat ini belum ada hasil penelitian mengenai ukuran luas greenhouse yang optimum untuk berusahatani paprika. Namun menurut Moekasan et al. (2008), ukuran luas satu bangunan greenhouse minimal adalah 500 m2 dan maksimal 1.000 m2. Dengan luasan greenhouse 500 m2 budidaya paprika hidroponik secara ekonomis sudah menguntukan, sedangkan dengan luasan lebih dari 1.000 m2 maka jika ada serangan organisme penganggu tanaman (OPT) yang membahayakan (serangan thrips, virus, ataupun layu fusarium) dapat mengakibatkan kerugian yang cukup besar karena semakin banyak tanaman paprika yang terserang OPT.
95
2) Benih (X2) Penggunaan benih berpengaruh positif dan signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen terhadap produksi paprika hidroponik. Faktor produksi benih memiliki nilai elastisitas sebesar 0,284 yang berarti bahwa setiap penambahan benih sebesar satu persen akan meningkatkan jumlah produksi paprika hidroponik sebesar 0,284 persen (ceteris paribus). Nilai elastisitas variabel benih sebesar 0,284 menunjukkan bahwa benih yang digunakan berada pada daerah II, yaitu daerah yang rasional. Hal ini sesuai dengan hipotesis yaitu semakin banyak benih yang digunakan semakin banyak tanaman paprika sehingga hasil produksi paprika juga semakin tinggi. Seluruh petani responden menggunakan benih F1 untuk menanam paprika. Varietas benih yang sering digunakan oleh petani adalah Chang dan Edison untuk paprika merah, dan Sunny untuk paprika kuning. Seperti yang dikemukakan oleh Enza Zaden, salah satu produsen dan pemasok benih paprika di kelompok tani paprika “Dewa Family”, 90 persen dari jumlah benih paprika yang disemai akan berkecambah. Artinya ada kemungkinan 10 persen dari benih yang disemai mengalami gagal semai. Perbanyakan dengan sistem sayat batang untuk mendapatkan bibit F2 yang dilakukan oleh beberapa petani akan menurunkan produktivitas tanaman paprika selanjutnya. Menurut Prihmantoro dan Indriani (2003) benih yang baru mutunya lebih terjamin karena dilengkapi presentase daya kecambah dan tanggal kadaluwarsa, dimana ketika benih yang ditanam melewati tanggal yang ditetapkan akan menurun mutunya. Berdasarkan nilai elastisitas, jumlah benih yang digunakan petani rsponden selama ini masih memungkinkan untuk ditambah agar dapat menghasilkan produksi yang lebih banyak. Rata-rata jumlah penggunaan benih paprika sebanyak 3.542 butir per 1.000 m2 dengan rata-rata jarak tanam 26,67 x 50 centimeter, maka tanaman yang akan dihasilkan sebanyak 3.188 tanaman atau 3,19 tanaman per m2. Jumlah tersebut masih dibawah batas yang dianjurkan oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat (2012)12, yaitu dengan jarak tanam 45 x 60 centimeter dapat menghasilkan populasi sebanyak 37.000 12
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat. 2012. Konversi Jarak Tanam Terhadap Populasi Buah Buahan Dan Sayuran http://diperta.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/712 [diakses pada 28 Desember 2012]
96
tanaman per hektar atau 3.700 tanaman per 1.000 m2. Jika setiap polibag berisi satu tanaman dan setiap tanaman dipelihara dua cabang utama, maka rata-rata populasi batang adalah 6,38 batang per m2. Menurut hasil penelitian oleh Balai Penelitian Sayuran, populasi batang per m2 masih dapat ditingkatkan menjadi 8,3 batang per m2 dengan jarak tanam 1,2 x 0,4 m. Dimana setiap polibag berisi dua tanaman dan setiap tanaman dipelihara dua batang utama. Dengan sistem tersebut, total paprika dan buah berukuran lebih dari 200 gram yang dihasilkan menjadi lebih banyak (Gunadi et al. 2006). 3) Nutrisi (X3) Pupuk merupakan bahan yang diberikan pada media tanam untuk mencukupi kebutuhan hara yang dibutuhkan tanaman paprika agar dapat berproduksi dengan baik. Pupuk yang sudah dilarutkan dengan air disebut dengan nutrisi. Penyiraman (irigasi) pada tanaman paprika dilakukan bersamaan dengan pemberian nutrisi atau pupuk (fertigasi). Pemberian nutrisi secara rutin sesuai dengan fase pertumbuhan akan menghasilkan buah paprika yang maksimal karena tanaman paprika sangat responsif terhadap air (Gunadi et al. 2006 dan Prihmantoro dan Indriani 2003). Penggunaan nutrisi berpengaruh positif dan signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen terhadap jumlah produksi paprika hidroponik dengan nilai koefisien regresi sebesar 0,252. Artinya, penambahan jumlah nutrisi sebesar satu persen akan meningkatkan jumlah produksi paprika hidroponik sebesar 0,252 persen (ceteris paribus) dan berada pada daerah II atau daerah rasional. Petani responden memberikan nutrisi sekitar 0,4 hingga satu liter per polibag per hari. Rata-rata penggunaan nutrisi oleh petani responden sebanyak 0,91 liter nutrisi per polibag per hari, dalam sehari dilakukan dua kali penyiraman. Dalam satu periode tanam, petani responden menghabiskan rata-rata 944.134,74 liter nutrisi encer. Sebagian besar petani responden menyatakan bahwa jumlah nutrisi yang diberikan sudah sesuai dengan kebutuhan tanaman dan masih berada di antara dosis yang dianjurkan. Menurut Moekasan (2002) yag diacu dalam Moekasan et al. (2008), volume fertigasi pada tanaman paprika pada fase vegetatif sebanyak 600 mililiter per tanaman per hari, pada fase berbunga dan mulai berbuah sebanyak 900 mililiter per tanaman per hari, sedangkan pada fase
97
pematangan buah sebanyak 1.500 mililiter per tanaman per hari. Selama petani masih memberikan nutrisi dibawah dosis yang dianjurkan akan meningkatkan hasil produksi paprika namun penambahan nutrisi yang berlebihan akan mengakibatkan busuk akar sehingga tanaman paprika rusak dan buah yang dihasilkan akan lembeh dan pecah atau crack. Sebab paprika merupakan tanaman yang responsif terhadap air. Dimana rata-rata kebutuhan tanaman paprika dewasa terhadap air dalam satu harinya adalah 0,5 liter (Prihmantoro dan Indriani 2003). 4) Pupuk Pelengkap Cair (X4) Seperti tanaman sayuran lainnya, tanaman paprika juga membutuhkan pupuk lanjutan atau pupuk pelengkap seperti pupuk daun. Koefisien regresi pupuk pelengkap cair adalah sebesar 0,001 dan tidak siginifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen. Tidak nyatanya penggunaan pupuk pelengkap cair ini dikarenakan tidak semua petani responden (58,3%) menggunakan pupuk daun secara rutin. Menurut petani, pupuk daun diberikan jika kondisi tanaman paprika mengalami kelainan atau kekurangan unsur yang seharusnya dibutuhkan. Padahal kebutuhan unsur untuk tanaman paprika sudah terpenuhi dari nutrisi (pupuk AB Mix) yang diberikan secara rutin, namun karena adanya kecurangan yang dilakukan pekerja dengan memberikan dosis yang rendah maka timbul kelainan pada tanaman. Oleh karena itu, penggunaan pupuk pelengkap cair tersebut tidak tampak pengaruhnya. Manfaat dari pupuk daun atau pupuk pelengkap cair adalah merangsang pertumbuhan, menyuburkan pertumbuhan daun, membuat buah menjadi lebih sehat, zat pengatur tubuh tanaman yang dapat diserap oleh seluruh bagian tanaman paprika mulai dari daun hingga akar, dan mempercepat pertunasan (Kelpitna 2009). Walaupun demikian, besarnya koefisien regresi menunjukkan setiap penambahan jumlah pupuk pelengkap cair sebesar satu persen akan meningkatkan jumlah produksi paprika hidroponik sebesar 0,001 persen (ceteris paribus). Pernyataan ini tidak mengikat karena uji statistiknya tidak nyata. 5) Insektisida (X5) Insektisida yang digunakan mengandung bahan aktif untuk mengendalikan atau membasmi hama pada tanaman paprika. Hama yang paling banyak menyerang tanaman paprika menurut petani responden adalah hama thrips.
98
Penggunaan insektisida berpengaruh positif dan signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen terhadap produksi paprika hidroponik. Faktor produksi insektisida memiliki nilai elastisitas sebesar 0,240 yang berarti bahwa setiap penambahan insektisida sebesar satu persen akan meningkatkan jumlah produksi paprika hidroponik sebesar 0,240 persen (ceteris paribus) dan berada pada daerah II atau daerah rasional. Penyemprotan insektisida dilakukan secara rutin oleh semua petani responden dengan alasan untuk mencegah serangan hama thrips dan mengurangi risiko kehilangan hasil panen. Rata-rata petani melakukan penyemprotan 6 hari sekali dengan jumlah penggunaan 14.021,26 mililiter dalam satu periode tanam. Terdapat 4 jenis bahan aktif insektisida yang sering digunakan oleh petani responden untuk mengendalikan hama, yaitu betasiflutrin, abemektin, spinosad, dan imidakloprid. Pengunaan insektisida berdasarkan dosis yang tertera pada kemasan adalah 0,5 – 1 cc per 1 liter air per bahan aktif untuk sekali penyemprotan. Petani responden selalu mencampur bahan aktif betasiflutrin dengan bahan aktif lainnya menjadi 1 – 2 cc per 1 liter air untuk sekali penyemprotan, dan dilakukan secara ganti-gantian dengan bahan aktif lain untuk penyemprotan
selanjutnya.
Menurut
Robb
dan
Parrella
(1995)
dalam
Prabaningrum dan Moekasan (2007), penggiliran penggunaan insektisida yang tidak sejenis dapat menunda terjadinya resistensi thrips terhadap insektisida tersebut. Namun, lain halnya menurut Moekasan (2004) dalam jurnal yang sama, menyatakan bahwa percampuran suatu jenis insektisida dengan insektisida lain akan menimbulkan efek sinergistik, antagonistik, atau netral. Dengan kata lain, pencampuran yang dilakukan oleh petani suatu tindakan yang kurang tepat. Sebagian besar petani sudah menggunakan berdasarkan dosis yang dianjurkan, akan tetapi ketika hama thrips sedang banyak biasanya petani menambahkan dosis bahan aktif atau mempersering penyemprotan hingga seminggu dua kali. Peningkatan jumlah penggunaan insektisida dapat membantu mengurangi serangan hama, terutama hama thrips. Prabaningrum dan Moekasan (2007) menyatakan bahwa daya persistensi insektisida umumnya bertahan 7 hingga 14 hari. Sehingga penyemprotan secara rutin atau ditingkatkan memang dapat mengurangi hama yang ada pada tanaman paprika namun terdapat efek
99
samping yang ditimbulkan, yaitu hama menjadi resistan atau kebal terhadap obat, residu pada buah paprika sehingga tidak aman dikonsumsi, dan biaya produksi meningkat. 6) Fungisida (X6) Fungisida yang digunakan mengandung bahan aktif yang dapat membunuh penyakit pada tanaman paprika. Koefisien regresi fungsida pada model adalah sebesar 0,006 dan tidak nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen. Tidak nyatanya koefisien regresi fungisida tersebut disebabkan oleh penyemprotan fungisida yang juga jarang dilakukan oleh petani. Penyemprotan fungisida dilakukan jika tanaman terserang penyakit yang disebabkan oleh jamur atau sebagai pencegahan. Menurut petani, penyakit yang menyerang seperti tepung daun dan bercak daun biasanya dapat dikendalikan dengan sekali penyemprotan, sehingga tidak rutin dilakukan. Menurut Prabaningrum dan Moekasan (2007) hama thrips merupakan kendala utama pada sistem produksi paprika, adapun penyakit yang juga sering menyerang tanaman kemungkinan kalah dengan hama. Begitu juga dengan kondisi di lapang, sehingga penggunaan fungisida oleh petani responden tidak tampak pengaruhnya. Walaupun demikian koefisien regresi sebesar 0,006 dapat diartikan bahwa setiap penambahan fungisida sebesar satu persen akan diikuti dengan kenaikkan jumlah produksi paprika hidroponik sebesar 0,006 persen (ceteris paribus). Pernyataan ini tidak terlalu mengikat karena uji statistiknya tidak nyata. 7) Tenaga kerja (X7) Penggunaan tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen terhadap produksi paprika hidroponik. Faktor produksi tenaga kerja memiliki nilai elastisitas sebesar 0,030 yang berarti bahwa setiap penambahan tenaga kerja sebesar satu persen akan meningkatkan jumlah produksi paprika hidroponik sebesar 0,030 persen (ceteris paribus) dan berada pada daerah II atau daerah rasional. Tenaga kerja dibutuhkan dalam usahatani paprika pada setiap kegiatan produksi mulai dari persiapan hingga pemanenan. Ketersediaan tenaga kerja bukan saja dilihat dari banyakya jumlah tenaga kerja, namun lebih kepada kualitas dan kemampuan pekerja yang sangat menentukan hasil produksi.
100
Dalam pembudidayaan paprika terdapat pekerjaan yang detail, seperti penyemaian dan penanaman membutuhkan pekerja wanita, sedangkan untuk pemeliharaan membutuhkan satu orang pekerja tetap pria. Tenaga kerja harus disiplin dan mematuhi prosedur yang telah ditetapkan agar dapat memaksimalkan produksi paprika hiroponik. Rata-rata penggunaan tenaga kerja dalam usahatani paprika hidroponik mulai dari penyemaian hingga panen yaitu sebanyak 243,28 HOK, baik tenaga kerja dari dalam keluarga maupun luar keluarga. Berdasarkan pengamatan di lapang, penggunaan tenaga kerja telah mencapai jumlah yang optimal. Jika ada penambahan tenaga kerja yang banyak perlu dipertimbangkan baik-baik, karena belum tentu dengan penambahan tenaga kerja akan meningkatkan produksi paprika. Oleh karena itu, pengaruh dari tenaga kerja relatif kecil walaupun tetap berpengaruh secara signifikan. 6.4.
Rekomendasi Penanganan Risiko Produksi Produksi dalam pertanian merupakan perangkat prosedur dan kegiatan
yang terjadi dalam penciptaan suatu komoditas berupa kegiatan usahatani maupun usaha lainnya (Rahim dan Hastuti 2008). Pada saat produksi berlangsung hingga menghasilkan output, maka semua itu tidak terlepas dari risiko. Risiko merupakan kemungkinan kejadian yang merugi (Kountur 2008). Risiko produksi terjadi karena adanya sumber-sumber risiko dan harus diminimalkan agar kemungkinan terjadinya kerugian juga kecil. Berdasarkan pembahasan mengenai sumber risiko sebelumnya, maka dilakukan rekomendasi penanganan risiko. Rekomendasi penanganan risiko yang dilakukan dengan tindakan preventif atau pencegahan timbulnya risiko yang berasal dari hasil evaluasi risiko-risiko yang sudah ada sebelumnya. Pengendalian hama thrips pada tanaman paprika yang dapat dilakukan sesuai kondisi di lapang adalah membersihkan greenhouse sebelum tanam sampai benar-benar terputus siklus hidup thrips, melakukan penyirungan atau pembuangan mahkota bunga dan penjarangan buah yang berdempetan secara rutin karena dapat menjadi tempat persembunyian thrips, serta jika terdapat tanaman yang terkena hama atau penyakit sebaiknya disingkirkan atau dibakar agar tidak
101
menyebar ke tanaman lainnya. Dan, sebaiknya petani membiasakan penggunaan insektisida sebagai langkah terakhir untuk mengendalikan hama. Faktor iklim dan cuaca juga dapat mempengaruhi produksi paprika di dalam greenhouse. Pada musim hujan pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan mengurangi frekuensi penyiraman, yang awalnya dua kali dalam sehari menjadi sehari sekali. Kondisi air yang berlebihan akan menyebabkan daerah perakaran tanaman layu dan kerontokan bunga. Berbeda dengan penanganan pada saat musim kemarau, cara yang dilakukan adalah mempersering frekuensi penyiraman menjadi tiga kali dalam sehari dan menyemprotkan air ke arah atas greenhouse untuk menjaga kelembapan suhu di dalam greenhouse. Kondisi tanaman paprika yang kekurangan air akibat penguapan juga dapat mempengaruhi pada saat pembungaan. Pencegahan yang dapat direkomendasikan untuk sumber risiko yang disebabkan penggunaan input produksi meliputi penggunaan benih, pemberian nutrisi, insektisida, dan kelalaian tenaga kerja, antara lain: a. Penggunaan benih. Setiap kultivar atau jenis benih paprika memiliki kualitas masing-masing. Tidak sedikit petani yang menggunakan benih murah untuk meminimalisir biaya, namun berpengaruh terhadap hasil yang diperoleh. Oleh karena itu, sebaiknya petani lebih jeli dan loyal dalam memilih benih berkualitas sehingga dapat menimalisir kerugian. b. Nutrisi merupakan sumber hara utama bagi tanaman paprika. Dilihat dari nilai koefisiennya, jumlah nutrisi masih memungkinkan untuk ditambah hingga mencapai titik tertentu untuk menghasilkan produksi yang lebih banyak. Namun penggunaan nutrisi yang tidak tepat dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dan buah yang dihasilkan. Sehingga rekomendasi yang diberikan adalah dalam waktu pemberian nutrisi sebaiknya disesuaikan dengan fase pertumbuhan tanaman dan juga kondisi cuaca, sehingga pemakaian nutrisi berfungsi secara maksimal. c. Insektisida. Jika dilihat dari nilai koefisiennya penambahan insektisida masih dapat ditambah lagi untuk mendapatkan hasil yang lebih banyak. Namun, berdasarkan kondisi di lapang penggunaan insektisida yang berlebihan akan berdampak negatif. Rekomendasi yang diberikan adalah sebaiknya petani
102
melakukan penggiliran pemakaian jenis insektisida secara berkala, sehingga hama tidak kebal terhadap bahan aktif yang diberikan. Perlu diperhatikan juga dalam pencampuran bahan aktif insektisida, karena bisa jadi pencampuran tersebut menimbulkan efek sinergis (saling menguatkan), antagonistik (saling mengalahkan),
ataupun
netral
(tidak
mempunyai
efek),
sehingga
penyemprotan insektisida tidak berfungsi dengan baik. d. Tenaga Kerja. Menurut Himawan (2002) dalam usahatani paprika hidroponik diperlukan tenaga kerja yang secara teknis terlatih dengan baik serta berpengalaman. Sebab selain faktor produksi berupa sarana produksi dan bangunan greenhouse, faktor keahlian teknis tenaga kerja sangat berpengaruh pada peningkatan mutu hasil produksi. Berdasarkan sumber risiko yang disebabkan oleh kelalaian tenaga kerja, maka rekomendasi yang sesuai dengan keadaan di lapang adalah memberikan pelatihan mengenai budidaya paprika terlebih dahulu, menerapkan SOP, dan memberikan peringatan terhadap tenaga kerja yang melakukan kecurangan. Serta, tidak diperlukan tenaga kerja yang terlalu banyak dengan luas lahan penanaman rata-rata 1.000 m2.
103
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1.
Kesimpulan
1. Sumber-sumber penyebab risiko menurut petani responden dalam melakukan usahatani paprika hidroponik adalah a) Serangan hama dan penyakit, dimana hama thrips merupakan hama yang dominan menyerang tanaman paprika dibanding hama lainnya karena kemunculannya dipengaruhi oleh kondisi cuaca, dengan kemungkinan kehilangan hasil sebesar 25 persen. Sementara penyakit yang sering menyerang adalah layu fusarium atau busuk akar dengan kemungkinan kehilangan hasil sebesar 25 – 30 persen pada saat musim hujan. Selanjutnya, b) Kondisi cuaca dan iklim, dengan kemungkinan kehilangan hasil sebesar 5 – 10 persen ketika musim hujan dan 20 persen ketika musim kemarau. Serta, c) Penggunaan input produksi seperti penggunaan benih, pemberian nutrisi, kelalaian tenaga kerja, dan pemberian insektisida. 2. Tingkat risiko yang dihadapi petani responden dalam melakukan usahatani paprika hidroponik berdasarkan nilai coefficient variation adalah sebesar 0,33. Artinya, setiap satu kilogram hasil yang diperoleh akan menghadapi risiko sebesar 0,33 kilogram atau 33 persen dari nilai produktivitas yang diperoleh, pada saat terjadi risiko produksi. Nilai risiko yang diperoleh tersebut tergolong risiko yang rendah, karena kurang dari 50 persen dari kerugian yang dihadapi. Pada usahatani paprika hidroponik yang dilakukan petani, diperkirakan dapat memberi harapan perolehan hasil produksi (expected return) sebesar 6,87 kg/m2, dengan memperhitungkan risiko yang ada. Sementara, harapan pendapatan yang dapat diperoleh petani adalah sebesar Rp 49.491.654,89 dengan rata-rata luasan greenhouse 1.093,32 m2, atau sebesar Rp 45.267,31 per m2-nya. Hal tersebut sebanding, dimana semakin besar return yang diharapkan maka semakin besar pula risiko yang harus ditanggung. 3. Analisis faktor-faktor produksi paprika hidroponik di Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas dan Analisis Regresi Komponen Utama. Dari hasil analisis, dapat diketahui faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap produksi paprika hidroponik pada taraf nyata lima persen adalah luas greenhouse, jumlah benih, jumlah nutrisi, insektisida, dan tenaga kerja. Artinya, setiap penambahan faktor produksi
104
tersebut sebesar satu persen akan meningkatkan jumlah produksi paprika hidroponik. Sementara itu, pupuk pelengkap cair dan fungsida tidak berpengaruh
nyata
terhadap
produksi
paprika
hidroponik,
sehingga
penambahan ataupun pengurangan yang dilakukan tidak menyebabkan perubahan pada jumlah produksi. 7.2.
Saran Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan, maka disarankan:
1. Sebaiknya petani lebih memperhatikan pencegahan dan penanganan untuk mengurangi risiko yang disebabkan oleh sumber-sumber risiko, yaitu dengan pensterilan greenhouse sebelum tanam agar dapat memutus siklus hidup hama dari penanaman sebelumnya, tidak merokok di dalam greenhouse karena dapat menimbulkan penyakit bagi tanaman, sirkulasi udara dan suhu diatur dengan baik, dan memastikan tidak ada kotoran yang masuk dari luar greenhouse. 2. Faktor produksi yang tidak berpengaruh nyata terhadap produksi paprika hidroponik seperti pupuk pelengkap cair dan fungisida dalam usahataninya, dapat dikurangi penggunaannya. Mengingat hama thrips lebih dominan menyerang tanaman paprika hidroponik dan juga agar petani dapat menghemat biaya yang dikeluarkan untuk usahatani paprika hidroponik. 3. Penelitian selanjutnya diharapkan menganalisis fungsi produksi dengan menggunakan variabel dummy musim, untuk melihat seberapa besar pengaruh musim terhadap produksi paprika. Serta, menganalisis dampak dari setiap sumber risiko terhadap hasil yang diperoleh.
105
DAFTAR PUSTAKA Adiyoga, W., N. Gunadi, T.K Moekasan, dan Subhan. 2006. Indentifikasi Potensi dan Kendala Produksi Paprika di Rumah Plastik. Jurnal Hortikultura 17(1): 88-98, 2007. Alberta. 2001. Guide to Commercial Greenhouse Sweet Bell Pepper Production in Alberta. http://www1.agric.gov.ab.ca [diakses tanggal 9 Desember 2012] Amelia. 2012. Risiko Produksi Sayuran Organik Pada PT Kebun Sayur Segar Kecamatan Parung Kabupaten Bogor Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Kabupaten Bandung Barat Indonesia dalam Angka. Jakarta: Badan Pusat Statistik. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Statistik Tanaman Sayuran dan Buah-buahan Semusim Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia, Agustus 2012. http://bps.go.id/booklet/Booklet_Agustus_2012.pdf [diakses pada 5 Februari 2013] Cahyono, Bambang. 2003. Cabai Paprika: Teknik Budidaya dan Analisis Usahatani. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Chairnani, Yanita Dwi. 2010. Analisis Gender Dalam Pengembangan Agribisnis Paprika (Kasus Komunitas Petani Kampung Pasirlangu, Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupatan Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Cher, Putri Annisa. 2011. Analisi Resiko Produksi Sayuran Organik Pada PT Masada Organik Indonesia Di Bogor Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Darmawi, Herman. 2004. Manajemen Risiko. Jakarta: Bumi Aksara. Darmawi, Herman. 2006. Manajemen Risiko. Jakarta: Bumi Aksara. Desa Pasirlangu. 2011. Laporan Profil Desa Pasirlangu. Bandung: Pemerintah Kabupaten Bandung Barat. [Ditjenhorti] Direktorat Jenderal Hortikultura. 2012. Pengelolaan Data dan Informasi Ditjen Hortikultura. Jakarta: Kementerian Pertanian. Draper, Norman dan Harry Smith. 1992. Analisis Regresi Terapan. Edisi Ke-2. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
106
Elton EJ, Gruber MJ. 1995. Modern Portfolio Theory and Investment Analysis. Ed ke-5. New York: John Wiley & Sons, Inc. Fariyanti, Anna. 2008. Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran dalam Menghadapi Risiko Produksi dan Harga Produk di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Griffin, R.W dan Ebert, RJ. 2003. Bisnis. Edisi Ke-6, Jilid 1. Tarmidzi EC, penerjemah; Jakarta: Prenhallindo. Terjemahan dari: Business, Sixth Edition. Gujarati DN. 2006a. Dasar-dasar Ekonometrika. Edisi Ke-3. Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Gujarati DN. 2006b. Dasar-dasar Ekonometrika. Edisi Ke-3. Jilid 2. Jakarta: Erlangga. Gunadi, N., T.K. Moekasan, L. Prabaningrum, H. de Putter, dan A. Everaarts. 2006. Budidaya Tanaman Paprika (Capsicum annuum var. grossum) di dalam Rumah Plastik. Bandung: Balai Penelitian Tanaman Sayuran bekerjasama dengan Applied Plant Research, Wageningen University and Research Center, The Netherlands. Gunadi, N., T.K. Moekasan, A. Everaarts, H. de Putter, Subhan, dan W. Adiyoga. 2007. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Paprika yang Ditanam pada Dua Tipe Kontruksi Rumah Palstik dan Dua Jenis Media Tanam. Jurnal Hortikultura 18(3): 295-306, 2008. Gunadi, N., R. Maaswinkel, T.K. Moekasan, L. Prabaningrum, Subhan, dan W. Adiyoga. 2011. Pengaruh Jumlah Cabang per Tanaman terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tiga Varietas Paprika. Jurnal Hortikultura 21(2):124-134, 2011. Hanggraeni, Dewi. 2010. Pengelolaan Risiko Usaha. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Hartati, Enung. 2006. Buku Tahunan Hortikultura: Tanaman Sayuran. Jakarta: Departemen Pertanian. Harwood J, Richard Heifner, Keith Coble, Janet Perry, dan Agapi Somwaru. 1999. Managing Risk in Farming: Concept, Research, and Analysis. Agricultural Economic Report No. 774. U.S. Department of Agriculture, Washington. Hernanto, Fadholi. 1989. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya. Herwindiati, Dyah Erny. 1997. Pengkajian Regresi Komponen Utama, Regresi Ridge, dan Regresi Kuadrat Terkecil Parsial Untuk Mengatasi Multikolineritas [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 107
Himawan, EN. 2002. Analisis Usahatani dan Analisis Kelayakan Usahatani pada Budidaya Paprika (Capsicum annuum var. grossum) Dengan Sistem Hidroponik (Studi Kasus di PT Cipta Citra Persada, Desa Naringgul Bawah, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Jollife, I.T. 1986. Principal Component Analysis, Second Edition. New York: Springer-Verlag. Kadarsan, Halimah W. 1992. Keuangan Pertanian Pembiayaan Perusahaan Agribisnis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Kartikasari, Dien. 2006. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Paprika Hidroponik di Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kelpitna E. Albertus. 2009. Cara Aplikasi Pupuk Daun Pada Tanaman Cabai Merah (Capsicum annum L.). Buletin Teknik Pertanian 14 (1): 37-39, 2009. Kountur, Ronny. 2004. Manajemen Risiko Operasional: Memahami Cara Mengelola Risiko Operasional Perusahaan. Jakarta: Penerbit PPM. Kountur, Ronny. 2008. Mudah Memahami Manajemen Risiko Perusahaan. Jakarta: Penerbit PPM. Lind DA, Marchal WG, Wathen SA. 2007. Teknik-teknik Statistika dalam Bisnis dan Ekonomi Menggunakan Kelompok Data Global. Ed ke-13, Ed Rev. Jakarta: Salemba Empat. Mandasari, Jayanti. 2012. Analisis Risiko Produksi Sayuran di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabui, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Eknomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Moekasan TK, L. Prabaningrum, dan N. Gunadi. 2008. Budidaya Paprika di Dalam Rumah Kasa Berdasarkan Konsepsi Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Monografi No. 32. Bandung: Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Nadhwatunnaja, Nusrat. 2008. Analisis Pendapatan Usahatani dann Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Paprika Hidroponik di Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Nazir, Moh. 2009. Metode Penelitian. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia Prabaningrum, L dan Moekasan T.K. 2007. Identifikasi Status Hama pada Budidaya Paprika (Capsicum annum var. grossum) di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Jurnal Hortikultura 17(2): 161-167, 2007. Prihmantoro H, Indriani YH. 2003. Paprika: Hidroponik dan Nonhidroponik. Jakarta: Penebar Swadaya. 108
Putong, Iskandar. 2010. Economics, Pengantar Mikro dan Makro. Edisi ke-4. Jakarta: Mitra Wacana Media. Rahim A. dan Hastuti DR. 2008. Ekonomika Pertanian (Pengantar, Teori, dan Kasus). Jakarta: Penebar Swadaya. Rizal, Yunus. 2001. Regresi Komponen Utama Pengaruh Sifat-sifat Kuantitatif Padi Sawah Terhadap Hasil [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Setiadi. 2008. Bertanam Cabai. Jakarta: Penebar Swadaya. Setyarini, Raditantri. 2011. Pengaruh Risiko Produksi terhadap Produksi Paprika Hidroponik di PT. Kusumu Satria Dinasari Wisatajaya Batu, Malang [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Siahaan H. 2009. Manajemen Risiko pada Perusahaan dan Birokrasi. Jakarta: Elex Media. Soekartawi et al. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Soekartawi. 1994. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb-Douglas. Edisi Revisi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian, Teori dan Aplikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Soemartini. 2008. Principal Component Analysis (PCA) Sebagai Salah Satu Metode Untuk Mengatasi Masalah Multikolineritas [Makalah]. Bandung: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjajaran. Sofyan, Iban. 2005. Manajemen Risiko. Yogyakarta: Graha Ilmu.
109
110
Lampiran 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun 2007 – 2011 Tahun (Ton) No
Komoditas 2007
2008
2009
2010
2011
Bawang 802.810 853.615 965.164 1.048.934 893.124 Merah Bawang 2 17.312 12.339 15.419 12.295 14.749 Putih Bawang 3 479.924 547.743 549.365 541.374 526.774 Daun 4 Kentang 1.003.732 1.071.543 1.176.304 1.060.805 955.488 6 Kol/Kubis 1.288.738 1.323.702 1.358.113 1.385.044 1.363.741 Kembang 7 124.252 109.497 96.038 101.205 113.491 Kol 8 Petsai/Sawi 564.912 565.636 562.838 583.770 580.969 9 Wortel 350.170 367.111 358.014 403.827 526.917 10 Lobak 42.076 48.376 29.759 32.381 27.279 Kacang 11 112.271 115.817 110.051 116.397 92.508 Merah Kacang 12 488.499 455.524 483.793 489.449 458.307 Panjang 13 Cabe Besar 676.828 695.707 787.433 807.160 888.852 14 Cabe Rawit 451.965 457.353 591.294 521.704 594.227 15 Paprika 2.114 4.462 5.533 13.068 16 Jamur 48.247 43.047 38.465 61.376 45.854 17 Tomat 635.474 725.973 853.061 891.616 954.046 18 Terung 390.846 427.166 451.564 482.305 519.481 19 Buncis 266.790 266.551 290.993 336.494 334.659 20 Ketimun 581.205 540.122 583.139 547.141 521.535 21 Labu Siam 254.056 394.386 321.023 369.846 428.197 22 Kangkung 335.086 323.757 360.992 350.879 355.466 23 Bayam 155.863 163.817 173.750 152.334 160.513 24 Melinjo 205.728 230.654 221.097 214.355 217.524 25 Petai 178.680 213.536 183.679 139.927 218.625 26 Jengkol 80.008 62.475 50.235 65.830 Total sayuran 9.455.464 10.035.094 10.628.285 10.706.386 10.871.224 Keterangan: (-) data tidak tersedia Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura (2012) dan Badan Pusat Statistik (2012) [diolah] 1
Perkemba ngan 20102011 (%) -14,85 19,96 -2,70 -9,93 -1,54 12,14 -0,48 30,48 -15,76 -20,52 -6,36 10,12 13,90 136,18 -25,29 7,00 7,71 -0,55 -4,68 15,78 1,31 5,37 1,48 56,24 31,04 1,54
111
Lampiran 2. Jumlah dan Luas Greenhouse di Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” Tahun 2011 No
Nama Petani
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Deden Wahyu Maman Sutarman Cecep Yana H. Rahmat Sukandi Amid Imat Eman Suparman Anwar Jajang Wahyudin Tahya Majid Cecep Dudi Total
Jumlah Greenhouse (unit) 24 2 5 1 1 1 2 1 1 3 5 1 47
Jumlah Tanaman (pohon) 79.470 15.500 24.500 2.500 4.500 1.000 3.500 6.500 3.000 8.000 18.300 4.250 171.020
Luas (m2) 23.428 4.700 7.000 750 1.050 378 1.050 2.100 900 2.800 5.730 1.200 51.086
Sumber: Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” (2012)
112
Lampiran 3. Komponen Biaya Persiapan Greenhouse per 1.000 m2 Per Periode Tanam di Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” Tahun 2011 No
Keterangan
Satuan
Jumlah
Harga Satuan ( Rp)
Peralatan Reparasi: a. Mulsa Gulung 1,3 b. Paku Kg 1 c. Plastik UV Meter 21 d. Kawat Meter 50 e. Tali Tambang (ajir) Gulung 6 Total Peralatan 2 Obat-obatan: a. Siputox (250 gram) Buah 1 b. Gromoxon Liter 1 c. Curacron (500 ml) Buah 1 d. Lysol Liter 2,5 e. Formalin Liter 1 Total Obat-obatan 3 Sabun Colek Buah 1 Total Biaya Persiapan GH dan Persiapan Tanam (Rp)
Nilai (Rp)
1
490.000,00 13.500,00 35.000,00 7.000,00 15.000,00
637.000,00 13.500,00 735.000,00 350.000,00 90.000,00 1.825.500,00
17.000,00 58.000,00 95.000,00 5.500,00 30.000,00
17.000,00 58.000,00 95.000,00 13.750,00 30.000,00 213.750,00 6.000,00 2.045.250,00
6.000,00
Lampiran 4. Komponen Biaya Penyemaian per 1.000 m2 Per Periode Tanam di Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” Tahun 2011 No
Keterangan
Benih: Chang (Merah) 1 Edison (Merah) Sunny (Kuning) Total benih 2 Arang Sekam 3 Polibag Semai 4 Obat 5 Pupuk Total Biaya Penyemaian (Rp)
Satuan
Biji
Karung Kg
Jumlah 1.860 797 885 3.542 1,77 2
Harga Satuan ( Rp) 2.100,00 1.600,00 1.600,00 8.000,00 30.000,00 65,000,00 65.000,00
Nilai (Rp) 3.906.000,00 1.275.200,00 1.416.000,00 6.597.200,00 14.168,00 60.000,00 65.000,00 65.000,00 6.801.368,00
113
Lampiran 5. Daftar Harga yang Berlaku di Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” Pada Saat Penelitian (Per April-Mei 2012) Jumlah Penjualan (kg) Periode 22 April – 26 April 2012 Hijau A 1.274 B 1.465 C 1.225 Merah A 783 Kuning A 498 Periode 28 April – 4 Mei 2012 Hijau A 1.165 B 1.280 C 1.100 Merah A 2.151 Kuning A 917 Periode 6 Mei – 11 Mei 2012 Hijau A 945 B 1.130 C 925 Merah A 3.119 Kuning A 1.147 Warna Paprika
Grade
Total Penerimaan Kelompok Tani (Rp)
Harga Rata-rata dari Penjualan (Rp)
Harga ditingkat Petani (Rp)
16.936.000,00 13.932.500,00 9.737.500,00 16.071.000,00 11.304.000,00
13.293,56 9.510,24 7.948,98 20.524,90 22.698,80
12.000,00 8.500,00 7.000,00 19.500,00 21.500,00
15.360.000,00 12.090.000,00 8.750.000,00 44.369.000,00 21.502.000,00
13.185,55 9.445,31 7.954,55 20.627,15 23.448,20
12.000,00 8.500,00 7.000,00 19.500,00 22.500,00
12.470.000,00 10.802.500,00 7.362.500,00 56.275.000,00 24.943.000,00
13.195,77 9.559,73 7.959,46 18.042,64 21.746,29
12.000,00 8.500,00 7.000,00 17.000,00 20.500,00
Sumber: Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” (2012) [diolah]
114
Lampiran 6. Jumlah Permintaan Paprika Hidroponik dan Jumlah yang Dapat Dipenuhi Kelompok Tani Paprika “Dewa Family”, Tahun 2011 No 1
Nama Perusahaan PT Alamanda Sejati Utama Kem Farm
2
Jumlah Permintaan (Kg/minggu)
Jumlah yang Dapat Dipenuhi (Kg/minggu)
Grade
5.000
2.000
Super
300
285
A
250
235
A
280
255
B
190
180
A
500
260
B
400
235
B
2.000
2.000
C
50
35
B
Bimandiri 3 Yan’s Fruit 4 5 6 7 8 9 10 Total
Amazing Farm Pizza Hut Jakarta Pizza Hut Bandung Hoka-hoka Bento Saung Mirwan Jamal (Perorangan)
380 8.970
Sistem Kontrak atau Kerjasama Kontrak mulai dari tahun 2011 Harga berubah sesuai negoisasi atau di pasaran Harga berubah sesuai negoisasi atau di pasaran Harga berubah sesuai negoisasi atau di pasaran Harga berubah setiap minggu Harga berubah sesuai pasaran Kontrak harga (per 6 bulan) Kontrak harga (per 6 bulan) Kirim per hari Diambil setiap hari, untuk dijual ke pasar tradisional
5.865
Sumber: Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” (2012) [diolah]
115
Lampiran 7. Skema Saluran Pemasaran Paprika Hidroponik di Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” Ekportir: PT Alamanda Sejati Utama
Ekspor
Konsumen Akhir Luar Negeri
Petani Anggota
Kelompok Tani Paprika “Dewa Family”
Packing House: Kemfarm, Bimandiri, Yan’s Fruit, Amazing, dan Saung Mirwan
Supermarket
Hotel
Konsume n Akhir
Restoran: Pizza Hut dan Hoka-hoka Bento
Pasar Tradisional
116
Lampiran 8. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja (HOK) per 1.000 m2 dalam Usahatani Paprika Hidroponik Selama Satu Periode Tanam, Tahun 2011 Dalam Keluarga L P
Kegiatan Usahatani Sterilisasi GH – Persiapan tanam Penyemaian Perawatan benih Pengisian media tanam Penanaman Pemeliharaan tanaman paprika Pemanenan Penebangan tanaman paprika Total Jumlah HOK
Luar Keluarga L P
Total HOK
5,69
-
14,02
17,45
37,16
1,12 14,98 1,95 0,77
0,56 15,50 1,89 0,61
3,33 1,23 0,83
3,65 16,39 5,12 3,39
8,66 46,87 10,18 5,61
100,60
162,79
35,65
-
299,04
26,14
-
33,63
-
59,77
5,61
-
20,74
-
26,35
156,88
181,34 338,22
109,43
46,00 155,43
493,65 493,65
Keterangan: (-) tidak ada penggunaan tenaga kerja
Lampiran 9. Biaya Penyusutan Peralatan Usahatani Paprika Hidroponik per 1000 m2 Selama Satu Periode Tanam, Tahun 2011 No 1
Jenis Peralatan
Jumlah (unit)
Greenhouse 1 tanam 2 Greenhouse 1 semai 3 Torn 1000 L 1 4 Torn 2000 L 1 5 Drum 100 L 2 (Nutrisi) 6 Drum 200 L 1 (obat) 7 Pompa air 1 8 Instalasi air 1 9 Instalasi 1 listrik 10 Tray (baki 50 semai) 11 Back 1 Sprayer 12 Tangga BI 2 Total Biaya Penyusutan (Rp)
Umur Ekonomi s (tahun) 5
57.006.100,00
Penyusutan (Rp/periode tanam) 7.600.813,33
5
1.916.250,00
255.500,00
10 10 5
1.200.000,00 2.200.000,00 260.000,00
620.000,00 1.150.000,00 180.000,00
38.666,67 70.000,00 10.666,67
5
210.000,00
110.000,00
13.333,33
10 15 15
450.000,00 8.000.000,00 2.000.000,00
30.000,00 355.555,56 88.888,89
5
750.000,00
100.000,00
5
485.000,00
64.666,67
5
34.000,00
4.533,33 8.632.624,44
Nilai Beli (Rp)
Nilai Sisa (Rp)
117
Lampiran 10. Penilaian Risiko Produksi Berdasarkan Produktivitas di Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” Selama Empat Periode Tanam (2008 – 2011) No
Nama GH
1
GH 1
2
GH 2
3
GH 3
4
GH 4
5
GH 5
6
GH 6
7 8
GH 7 GH 8
9 10
GH 9 GH 10
11 12 13
GH 11 GH 12 GH 13
14 15
GH 14 GH 15
16
GH 16
17
GH 17
Periode I II III IV I II III IV I II III IV II III IV I II III IV I II III IV IV III IV IV III IV IV IV I II III IV IV II III IV I II III IV I II III IV
Peluang (Pi) 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108
Return (Ri) Produktivitas (kg/m2) 8,7833 5,9517 6,9258 7,5000 9,4457 6,4539 6,3861 7,7378 6,5800 9,5358 7,8775 5,5575 9,5900 10,0200 9,3042 8,3789 7,5533 7,2267 7,9256 10,2433 10,3992 9,6808 8,1125 7,4668 5,6480 7,4760 8,5410 3,1746 3,1720 9,6667 4,0747 9,4533 8,7438 6,2748 3,8214 5,1167 6,0685 7,7995 7,3235 7,8289 10,3778 10,1389 4,1411 5,9628 6,3279 10,5884 3,6070
ER = Σ Pij x Rij 0,0944 0,0640 0,0745 0,0806 0,1016 0,0694 0,0687 0,0832 0,0708 0,1025 0,0847 0,0598 0,1031 0,1077 0,1000 0,0901 0,0812 0,0777 0,0852 0,1101 0,1118 0,1041 0,0872 0,0803 0,0607 0,0804 0,0918 0,0341 0,0341 0,1039 0,0438 0,1016 0,0940 0,0675 0,0411 0,0550 0,0653 0,0839 0,0787 0,0842 0,1116 0,1090 0,0445 0,0641 0,0680 0,1139 0,0388
118
18 19 20
GH 18 GH 19 GH 20
IV IV III IV 21 GH 21 IV 22 GH 22 III IV 23 GH 23 III IV 24 GH 24 II III IV 25 GH 25 IV 26 GH 26 III IV 27 GH 27 IV 28 GH 28 IV 29 GH 29 I II III IV 30 GH 30 I II III IV 31 GH 31 I II III IV 32 GH 32 I II III IV 33 GH 33 I II III IV 34 GH 34 I II III IV 35 GH 35 III IV 36 GH 36 IV 37 GH 37 IV 38 GH 38 IV Total Produktivitas (kg/m2) Expected Return (ER) Variance (σ2) Standard Deviation (σ) Coefficient Variation (CV)
0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108 0,0108
8,0608 8,3933 0,6041 4,7531 5,5314 6,0714 2,5866 4,0758 5,6900 8,8996 8,0563 0,5392 8,4922 6,0122 4,3338 11,9972 7,0030 5,1293 7,9520 6,0600 7,6200 7,9300 5,3415 4,8662 3,8362 7,0667 7,8567 7,7217 8,4933 7,1270 8,7810 4,4670 6,3360 4,8800 6,2270 3,7080 4,5090 7,4292 6,7583 0,8958 8,3817 5,7952 7,9738 6,4333 8,1587 10,5233 639,3214
0,0867 0,0903 0,0065 0,0511 0,0595 0,0653 0,0278 0,0438 0,0612 0,0957 0,0866 0,0058 0,0913 0,0646 0,0466 0,1290 0,0753 0,0552 0,0855 0,0652 0,0819 0,0853 0,0574 0,0523 0,0412 0,0760 0,0845 0,0830 0,0913 0,0766 0,0944 0,0480 0,0681 0,0525 0,0670 0,0399 0,0485 0,0799 0,0727 0,0096 0,0901 0,0623 0,0857 0,0692 0,0877 0,1132 6,8744 5,2034 2,2811 0,3318
119
Lampiran 11. Penerimaan dan Pendapatan Masing-masing Greenhouse di Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” Selama Empat Periode Tanam (2008 – 2011) No 1
Nama GH GH 1
2
GH 2
3
GH 3
4
GH 4
5
GH 5
6
GH 6
7 8
GH 7 GH 8
9 10
GH 9 GH 10
11 12 13
GH 11 GH 12 GH 13
14 15
GH 14 GH 15
16
GH 16
17
GH 17
18 19
GH 18 GH 19
Periode I II III IV I II III IV I II III IV II III IV I II III IV I II III IV IV III IV IV III IV IV IV I II III IV IV II III IV I II III IV I II III IV IV IV
Penerimaan (Rp) 264.181.333,33 173.122.000,00 196.962.166,67 210.460.000,00 270.203.166,67 177.588.833,33 166.908.666,67 208.811.833,33 100.893.333,33 146.216.111,11 124.809.000,00 85.215.000,00 147.046.666,67 153.640.000,00 142.663.888,89 96.357.222,22 86.997.833,33 83.106.666,67 91.143.888,89 152.242.333,33 164.760.333,33 157.042.500,00 120.460.833,33 262.893.583,33 44.343.333,33 68.610.500,00 104.627.333,33 12.980.000,00 13.388.833,33 36.239.333,33 39.048.888,89 253.664.444,44 213.673.333,33 168.977.666,67 99.028.000,00 52.297.500,00 122.986.500,00 179.525.666,67 167.522.000,00 90.032.222,22 87.941.833,33 116.597.222,22 44.028.500,00 23.544.666,67 28.198.000,00 50.841.833,33 16.402.333,33 107.825.000,00 118.406.666,67
Pendapatan (Rp) 168.165.603,17 79.206.269,84 101.696.436,51 111.894.269,84 180.627.169,64 86.412.836,31 77.132.669,64 121.485.836,31 50.838.354,92 96.111.132,70 74.804.021,59 35.585.021,59 92.664.180,25 104.332.513,59 94.131.402,48 60.304.291,01 49.319.902,12 45.328.735,46 53.890.957,68 99.953.358,92 112.071.358,92 104.678.525,59 70.121.858,92 158.835.560,76 14.269.717,62 35.536.884,29 48.197.342,19 2.442.578,29 2.851.411,62 19.822.983,62 7.164.513,27 156.030.316,05 115.239.204,94 68.843.538,27 1.318.871,61 20.258.990,86 44.866.552,38 101.805.719,05 88.227.052,38 48.235.834,88 45.595.446,00 74.925.834,88 1.857.112,66 5.072.524,68 9.725.858,02 32.844.691,35 (1.969.808,65) 52.256.501,59 63.368.750,06
120
20
GH 20
21 22
GH 21 GH 22
23
GH 23
24
GH 24
25 26
GH 25 GH 26
27 28 29
GH 27 GH 28 GH 29
30
GH 30
31
GH 31
32
GH 32
33
GH 33
34
GH 34
35
GH 35
III IV IV III IV III IV II III IV IV III IV IV IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV III IV IV IV IV
36 GH 36 37 GH 37 38 GH 38 Total (Rp) Expected Return aktual (per 1.093,32 m2) (Rp) Expected Return per 1.000 m2 (Rp)
7.564.444,44 56.782.833,33 49.475.555,56 90.948.666,67 31.839.666,67 54.910.666,67 79.158.333,33 272.581.523,81 246.751.428,57 13.773.666,67 94.900.583,33 45.231.166,67 25.113.166,67 53.960.555,56 98.625.583,33 49.156.111,11 73.059.000,00 54.794.666,67 68.756.333,33 132.944.833,33 71.154.666,67 69.640.833,33 57.022.000,00 119.426.666,67 120.468.888,89 118.398.888,89 143.537.333,33 93.046.944,44 92.141.166.67 47.475.666,67 69.985.833,33 62.355.555,56 61.662.833,33 40.911.333,33 57.615.000,00 93.922.833,33 90.745.833,33 13.736.111,11 128.518.888,89 28.295.250,00 42.792.777,78 61.652.777,78 61.101.000,00 196.032,833,33 9.586.429.507,94
(26.984.668,79) 22.133.720,10 11.824.113,49 48.674.359,52 (10.200.840,48) 13.226.319,60 37.398.986,27 158.214.126,47 139.654.031,23 (102.053.730,67) 58.064.876,19 16.847.730,96 1.754.730,96 34.748.583,77 54.657.076,19 12.125.381,65 35.528.270,53 16.743.937,20 30.375.603,87 69.641.716,27 6.751.549,60 7.362.716,27 (6.881.117,06) 61.676.919,17 62.094.141,39 59.649.141,39 84.437.585,84 42.724.409,44 41.423.631,67 (421.868,33) 19.663.298,33 13.817.375,92 12.374.653,69 (7.476.846,31) 8.176.820,36 38.357.227,48 35.632.227,48 (42.227.494,75) 72.555.283,03 (1.325.363,93) 12.572.163,85 27.478.793,85 25.042.90,53 118.510.739,66 4.602.723.904,56 49.491.654,89 45.267.309.56
121
Lampiran 12. Data Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Paprika Hidroponik di Kelompok Tani Paprika ”Dewa Family” dalam Satu Periode Tanam, Tahun 2011 GH 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 Rat arata
Luas GH (m2) (X1) 2.400 2.300 1.200 1.200 900 1.200 2.500 750 1.050 378 300 750 2.100 900 2.000 900 430 1.200 1.200 980 700 1.120 1.200 2.400 900 656 352 1.000 750 1.300 1.200 1.000 1.000 1.200 420 750 750 1.500 1.127,2 6
Benih (biji) (X2)
Nutrisi (Liter) (X3)
PPC* (mililiter) (X4)
Insektisida (mililiter) (X5)
9.500 8.000 4.250 4.000 3.000 4.000 10.500 2.500 5.000 1.000 1.000 2.500 7.000 3.000 6.500 3.500 1.500 4.250 4.000 2.500 2.500 3.050 4.500 8.000 3.000 1.850 1.500 3.000 3.000 4.500 4.500 3.500 3.500 4.500 2.500 2.750 2.500 5357
2.160.000 2.025.000 1.080.000 1.080.000 810.000 1.080.000 2.295.000 505.440 1.209.000 240.000 225.000 525.000 1.657.500 405.000 1.620.000 795.000 331.500 1.080.000 1.140.000 562.500 637.500 720.000 486.000 2.132.190 630.000 360.750 298.350 810.000 675.000 1.147.500 1.080.000 945.000 892.500 1.020.000 495.000 600.000 675.000 1.446.390
6.666,67 6.250,00 6.435,00 6.120,00 4.874,85 6.750,00 14.999,85 0 3.333,30 0 9.500,00 9.000,00 0 1.440,00 0 0 0 0 0 2.500,00 2.833,33 3.200,00 0 2.000,00 750,00 500,00 500,00 750,00 1.000,00 600,00 1.500,00 1.000,00 500,00 1.000,00 1.000,00 1.000,00 2.000,00 3.500,00
23.266,67 20.562,50 12.727,00 12.104,00 9.641,37 13.350,00 27.133,11 6.600,00 18.000,00 3.200,00 6.000,00 14.000,00 51.637,50 10.800,00 23.040,00 13.169,92 5.419,00 17.280,00 16.269,47 15.000,30 17.000,34 19.200,00 6.120,00 30.000,00 7.600,00 4.666,72 4.700,00 10.000,00 8.666,64 15.000,00 14.166,72 11.500,000 10.966,720 12.596,00 6.833,280 8.066,720 8.190,640 18.333,360
Fungisida * (mililiter) (X6) 2666,67 2500,00 0 0 0 0 0 5000,00 2700,00 0 1050,00 2500,00 1381,25 1200,00 3000,00 1860,32 700,00 2250,00 2133,35 1275,00 1416,61 1600,00 4000,00 8100,00 2100,00 1300,00 1350,00 2700,00 2340,00 4050,00 3825,00 3105,00 2975,00 3417,00 1875,00 2475,00 2205,00 4950,00
3.987,0 3
944.134,74
3.500,10
14.021,26
2.625,01
TK (HOK) (X7)
Produksi (Kg) (Y)
527,71 527,71 250,29 248,86 248,86 250,29 266,86 233,43 208,29 479,71 480,14 431,29 295,86 440,14 144,86 136,29 134,14 137,00 138,00 395,29 399,71 397,00 454,31 188,43 119,00 104,57 107,00 125,29 123,00 167,71 136,86 135,71 133,29 138,29 115,14 120,71 123,14 180,29
18.000 17.797 6.669 11.165 7.133 9.735 18.667 5.607 8.968 1.199 2.900 3.056 8.025 4.605 14.647 3.727 1.551 9.673 10.072 4.658 3.872 2.897 6.828 1.294 7.643 2.843 4.223 7.003 5.715 4.987 10.192 6.336 4.509 10.058 3.349 4.825 6.119 15.785
243,28
7.271,89
Keterangan: *) Angka 0 (nol) yang terdapat pada tabel artinya tidak semua petani menggunakan input tersebut, sehingga dalam pengolahan menggunakan angka yang mendekati 0 yaitu 0,001.
122
Lampiran 13. Hasil Analisis Regresi Pendugaan Pertama Fungsi Produksi Cobb-Douglas dengan MINITAB 14 Regression Analysis: Ln Y versus Ln X1, Ln X2, ... The regression equation is Ln Y = - 0.76 - 0.303 Ln X1 + 0.918 Ln X2 + 0.573 Ln X3 + 0.0043 Ln X4 - 0.435 Ln X5 - 0.0034 Ln X6 + 0.065 Ln X7 Predictor Constant Ln X1 Ln X2 Ln X3 Ln X4 Ln X5 Ln X6 Ln X7
Coef -0.760 -0.3031 0.9178 0.5730 0.00432 -0.4348 -0.00338 0.0645
S = 0.531628
SE Coef 4.181 0.6749 0.7275 0.6903 0.01459 0.3704 0.01940 0.2258
R-Sq = 51.5%
PRESS = 13.6608
T -0.18 -0.45 1.26 0.83 0.30 -1.17 -0.17 0.29
P 0.857 0.657 0.217 0.413 0.769 0.250 0.863 0.777
VIF 16.6 20.6 22.6 1.1 6.0 1.5 1.9
R-Sq(adj) = 40.2%
R-Sq(pred) = 21.88%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source Ln X1 Ln X2 Ln X3 Ln X4 Ln X5 Ln X6 Ln X7
DF 1 1 1 1 1 1 1
DF 7 30 37
SS 9.0076 8.4788 17.4865
MS 1.2868 0.2826
F 4.55
P 0.001
Seq SS 7.0674 1.2450 0.0898 0.0453 0.5045 0.0327 0.0231
Unusual Observations Obs 24
Ln X1 7.78
Ln Y 7.1655
Fit 9.3387
SE Fit 0.1967
Residual -2.1732
St Resid -4.40R
R denotes an observation with a large standardized residual. Durbin-Watson statistic = 2.21428
123
Lampiran 14. Hasil Analisis Regresi Pendugaan Kedua Fungsi Produksi CobbDouglas dengan MINITAB 14 Setelah Mengeluarkan Data ke-24 Regression Analysis: Ln Y versus Ln X1, Ln X2, ... The regression equation is Ln Y = - 2.11 + 0.119 Ln X1 + 0.599 Ln X2 + 0.638 Ln X3 + 0.0107 Ln X4 - 0.383 Ln X5 + 0.0054 Ln X6 + 0.001 Ln X7 Predictor Constant Ln X1 Ln X2 Ln X3 Ln X4 Ln X5 Ln X6 Ln X7
Coef -2.111 0.1193 0.5986 0.6378 0.010725 -0.3827 0.00541 0.0011
S = 0.322003
SE Coef 2.539 0.4129 0.4428 0.4182 0.008880 0.2245 0.01181 0.1371
R-Sq = 80.1%
PRESS = 5.15626
T -0.83 0.29 1.35 1.53 1.21 -1.70 0.46 0.01
P 0.412 0.775 0.187 0.138 0.237 0.099 0.650 0.994
VIF 15.6 19.4 21.0 1.1 5.6 1.5 1.9
R-Sq(adj) = 75.3%
R-Sq(pred) = 65.90%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source Ln X1 Ln X2 Ln X3 Ln X4 Ln X5 Ln X6 Ln X7
DF 1 1 1 1 1 1 1
DF 7 29 36
SS 12.1161 3.0069 15.1230
MS 1.7309 0.1037
F 16.69
P 0.000
Seq SS 10.3395 1.0165 0.2177 0.1430 0.3727 0.0266 0.0000
Unusual Observations Obs 11
Ln X1 5.70
Ln Y 7.9725
Fit 7.3788
SE Fit 0.1870
Residual 0.5937
St Resid 2.26R
R denotes an observation with a large standardized residual. Durbin-Watson statistic = 2.22883
124
Lampiran 15. Hasil Analisis Regresi Pendugaan Ketiga Fungsi Produksi CobbDouglas dengan MINITAB 14 Setelah Mengeluarkan Data ke-11 Regression Analysis: Ln Y versus Ln X1, Ln X2, ... The regression equation is Ln Y = - 1.57 + 0.320 Ln X1 + 0.699 Ln X2 + 0.499 Ln X3 + 0.00869 Ln X4 - 0.409 Ln X5 + 0.0010 Ln X6 - 0.111 Ln X7 Predictor Constant Ln X1 Ln X2 Ln X3 Ln X4 Ln X5 Ln X6 Ln X7
Coef -1.570 0.3203 0.6986 0.4993 0.008692 -0.4091 0.00097 -0.1112
S = 0.297312
SE Coef 2.355 0.3899 0.4109 0.3902 0.008241 0.2075 0.01105 0.1346
R-Sq = 83.0%
PRESS = 3.89270
T -0.67 0.82 1.70 1.28 1.05 -1.97 0.09 -0.83
P 0.510 0.418 0.100 0.211 0.301 0.059 0.931 0.415
VIF 13.9 16.7 18.7 1.1 5.4 1.5 2.1
R-Sq(adj) = 78.7%
R-Sq(pred) = 73.23%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source Ln X1 Ln X2 Ln X3 Ln X4 Ln X5 Ln X6 Ln X7
DF 1 1 1 1 1 1 1
DF 7 28 35
SS 12.0682 2.4750 14.5433
MS 1.7240 0.0884
F 19.50
P 0.000
Seq SS 10.0250 1.0931 0.1936 0.0844 0.5865 0.0252 0.0604
Unusual Observations Obs 25 28
Ln X1 5.86 7.17
Ln Y 8.3483 8.5146
Fit 7.7934 9.1299
SE Fit 0.1385 0.0760
Residual 0.5549 -0.6153
St Resid 2.11R -2.14R
R denotes an observation with a large standardized residual. Durbin-Watson statistic = 2.02786
125
Lampiran 16. Hasil Output Grafik MINITAB 14 Fungsi Produksi CobbDouglas Ketiga
Lampiran 17. Hasil Analisis Regresi Komponen Utama dengan MINITAB 14 Principal Component Analysis: Z1, Z2, Z3, Z4, Z5, Z6, Z7 Eigenanalysis of the Correlation Matrix Eigenvalue Proportion Cumulative Variable Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6 Z7
3.7612 0.537 0.537
PC1 0.499 0.497 0.494 0.097 0.472 -0.025 0.165
1.2860 0.184 0.721 PC2 0.036 0.092 0.080 -0.390 0.091 0.724 -0.548
0.9577 0.137 0.858 PC3 0.079 -0.021 -0.120 -0.843 0.054 -0.062 0.511
0.7143 0.102 0.960 PC4 -0.044 -0.080 -0.222 0.352 0.117 0.666 0.601
0.2000 0.029 0.988 PC5 -0.354 -0.406 0.005 -0.020 0.828 -0.119 -0.096
0.0473 0.007 0.995 PC6 0.769 -0.382 -0.464 0.057 0.119 -0.050 -0.167
0.0336 0.005 1.000 PC7 -0.158 0.653 -0.687 0.019 0.229 -0.106 -0.116
126
Lampiran 18. Hasil Analisis Regresi antara Variabel Terikat (Ln Y) dengan Skor Komponen Utama (W) dengan MINITAB 14 Regression Analysis: Ln Y versus W1, W2 The regression equation is Ln Y = 8.74 + 0.275 W1 + 0.0537 W2 Predictor Constant W1 W2
Coef 8.74438 0.27484 0.05370
S = 0.368031
SE Coef 0.06134 0.03208 0.05486
R-Sq = 69.3%
PRESS = 5.40022
T 142.56 8.57 0.98
P 0.000 0.000 0.335
VIF 1.0 1.0
R-Sq(adj) = 67.4%
R-Sq(pred) = 62.87%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source W1 W2
DF 1 1
DF 2 33 35
SS 10.0735 4.4698 14.5433
MS 5.0368 0.1354
F 37.19
P 0.000
Seq SS 9.9437 0.1298
Unusual Observations Obs 10 12 21
W1 -4.27 3.28 0.54
Ln Y 7.0892 8.9903 7.9714
Fit 7.4360 9.7025 8.8613
SE Fit 0.2029 0.1351 0.0717
Residual -0.3468 -0.7122 -0.8899
St Resid -1.13 X -2.08R -2.47R
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence. Durbin-Watson statistic = 1.45128
Lampiran 19. Tranformasi Koefisien Z menjadi Variabel X Variabel Ln X1 Ln X2 Ln X3 Ln X4 Ln X5 Ln X6 Ln X7 Jumlah Konstanta
Standar Deviasi (Si) Rata ( ̅ 6,9067 0,4814 8,1622 0,4994 13,5982 0,5571 4,0005 6,4465 9,3786 0,5613 5,2875 5,5469 5,3274 0,5355
Koefisien 0,2891 0,2836 0,2516 0,0009 0,2399 0,0058 0,0298
Konstanta -1,9967 -2,3147 -3,4211 -0,0036 -2,2503 -0,0305 -0,1587 -1,4355
127
Lampiran 20. Dokumentasi
Benih Paprika yang digunakan
Larutan Nutrisi Pekat dan Encer
Paprika yang dihasilkan Kelompok Tani Paprika “Dewa Family”
Penulis (kanan) beserta Bapak Deden dan Istrinya
Penghargaan-penghargaan yang pernah diterima kelompok tani
Tempat Penyimpanan Paprika dan lemari pendingin (cool storage)
Kondisi di dalam greenhouse tanam
128