ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI USAHATANI KUBIS (Brassica oleracea L) DI KECAMATAN PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT
SEPTIAN RIZKI SITOMPUL
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANEJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA1 Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pendapatan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Kubis (Brassica oleracea L) di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor,
Juli 2013
Septian Rizki Sitompul NIM H34070107
* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait
ABSTRAK SEPTIAN RIZKI SITOMPUL. Analisis Pendapatan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Usahatani Kubis di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung. Jawa Barat. Dibimbing oleh Juniar Atmakasuma. Kubis merupakan salah satu komoditas hortikultura yang telah memberikan kontribusi besar terhadap PDB nasional pada beberapa tahun terakhir. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat produksi kubis di Kecamatan Pangalengan. Hasil analisis pendapatan menggunakan R/C menunjukkan usahatani kubis di Kecamatan Pangalengan menguntungkan untuk diusahakan karena nilai R/C atas biaya tunai maupun atas biaya total lebih besar dari satu. Sedangkan Hasil analisis regresi fungsi produksi dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglass menunjukkan faktor-faktor produksi untuk bibit, unsur N, pupuk kandang, tenaga kerja luar keluarga dan tenaga kerja dalam keluarga signifikan atau nyata, sedangkan untuk luas lahan, unsur P, unsur K, pestisida cair dan pestisida padat tidak signifikan atau tidak nyata. Dari semua variabel yang diestimasi, penggunaan tenaga kerja luar keluarga, berpengaruh negatif terhadap produksi kubis. Berdasarkan penjumlahan koefisien variabel didapatkan nilai 1,655 yaitu lebih dari satu sehingga usahatani kubis berada pada keadaan irrasional (inefisien) sehingga masih dapat ditingkatkan. Kombinasi optimal untuk mencapai kondisi efisien dapat dihasilkan dengan menggunakan analisis NPM dan BKM. Kata Kunci: Kubis, R/C, Cobb Douglas, NPM dan BKM ABSTRACT SEPTIAN RIZKI SITOMPUL. Analyses of the Income of Cabbage Farming and the Factors Affecting It in Pangalengan Sub-District, Bandung Regency, West Java. Guided by Juniar Atmakasuma Cabbage is one of the horticultural commodities which have contributed greatly to the national GDP in recent years. The purpose of this research was to analyze the income of farming and the factors that affected the level of cabbage production in Pangalengan Sub-District. The income analysis results using R/C showed that the cabbage farming in Pangalengan Sub-District was profitable to carry out because the value of R/C over the cash cost as well as the total cost was greater than one. The results of the regression analysis of production function by using the function of the Cobb-Douglass production showed that production factors for N element, seed, fertilizer, labor outside the family and labor inside the family were insignificant (real), while for the land area, P element, K element, liquid pesticides and solid pesticides were insignificant (unreal). Of all the variables being estimated, the use of labor outside the family negatively affected the cabbage production. Based on the addition of variable coefficient, the value obtained was 1.655, which is more than one, so that cabbage farming was considered irrational (inefficient). Therefore, the use of production factors can still be improved. The optimal combination to achieve efficient conditions can be generated by using the analysis of NPM and BKM. Keywords: Cabbages, R/C, Cobb Douglas, NPM and BKM
ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI USAHATANI KUBIS (Brassica oleracea L) DI KECAMATAN PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG
SEPTIAN RIZKI SITOMPUL
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANEJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi
Nama NIM
: Analisis Pendapatan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Usatani Kubis (Brassica oleracea L) di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung Jawa Barat : Septian Rizki Sitompul : H34070107
Disetujui oleh
Ir Juniar Atmakusuma, MS Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2011 sampai Juli 2011 ini ialah analisis usahatani, dengan judul Analisis Pendapatan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Usahatani Kubis di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung Jawa Barat. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir. Juniar Atmakusuma, MS selaku dosen pembimbing. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Ibu Ir.Dwi Rachmina, Msi dan Bapak Maryono yang telah memberikan saran dan masukan. Di samping itu kepada Bapak Penyuluh pertanian kecamatan Pangalengan, dan petani kubis, serta pihak-pihak dari Kecamatan Pangalengan yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, keluarga Agribisnis 44 atas doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat
Bogor,
Juli 2013
Septian Rizki Sitompul
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Keragaan Usahatani Kubis Pengolahan Tanah Penanaman, Pemupukan dan Penyiangan Perawatan Panen Kajian Penelitian Terdahulu KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Usahatani Konsep Pendapatan Usahatani Konsep Produksi dan Produktivitas Fungsi Produksi Cobb-Douglass Konsep Efisiensi Alokasi Faktor Produksi Konsep Skala Ekonomi Usaha (Return to Scale) Kerangka Pemikiran Operasional METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis Fungsi Produksi Analisis Efisiensi Alokasi Faktor Produksi Analisis Pendapatan Usahatani Defenisi Operasional HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaan Usahatani Kubis Penggunaan Sarana Produksi Bibit Lahan Pupuk dan Pestisida Tenaga Kerja
ix x x 1 1 3 4 4 5 5 5 5 5 6 6 6 8 8 8 10 12 15 16 18 18 20 20 29 20 20 22 22 23 25 25 25 25 26 26 27
Alat-alat Pertanian Modal Teknik Budidaya Kubis Persiapan lahan Penanaman, Pemupukan dan Penyiangan Perawatan Pemanenan Pemasaran Kubis Analisis Pendapatan Usahatani Kubis Penerimaan Usahatani Kubis Biaya Usahatani Kubis Pendapatan Usahatani Kubis Analisis Produksi Usahatani Kubis Analisis Model Fungsi Produksi Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Analisis Efisiensi Alokasi Faktor Produksi Analisis Skala Usaha SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
29 29 29 29 30 30 30 30 32 32 32 34 36 36 37 38 40 40 40 41 41` 44 51
DAFTAR TABEL 1 PDB Beberapa Komoditas Hortikultura Sayuran Terhadap Total PDB Sayuran Nasional Tahun 2009-2010 2 Produksi Sayuran di Indonesia Tahun 2006-2010 3 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kubis di Jawa Barat Tahun Tahun 2009-2010 4 Produksi Sayuran di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung Tahun 2011 5 Luas dan Produksi Kubis Berdasar Komoditas Menurut Desa diKecamatan Pangalengan Tahun 2011 6 Penggunaan Tenaga Kerja per Luasan Lahan Rata-rata 0,47 ha perMusim Tanam 7 Penggunaan Peralatan Usahatani Kubis per Musim Tanam diKecamatan Pangalengan 8 Biaya Usahatani Kubis per Luas Lahan Rata-rata di Kecamatan Pangalengan pe Musim Tanam 9 Perhitungan Pendapatan dan Rasio Penerimaan Terhadap Biaya R/C Usahatani Kubis per 0,47 hektar di Kecamatan Pangalengan Per Musim Tanam
1 2 2 2 4 27 28 33
35
10 Hubungan Faktor-faktor Produksi dengan Produksi Kubis Menggunakan Model Fungsi Produksi Cobb-Douglass dengan Metode Stepwise 11 Analisis Efisiensi dari Alokasi Penggunaan Faktor-faktor Produksi Usahatani Kubis di Kecamatan Pangalengan
36 39
DAFTAR GAMBAR 1 Kurva Produksi 2 Kerangka Pemikiran Operasional 3 Lahan Kubis 4 Penyiangan 5 Proses Pemanenan Kubis di Kecamatan Pangalengan 6 Jalur Pemasaran Kubis di Kecamatan Pangalengan
13 19 29 30 31 47
DAFTAR LAMPIRAN 1Penggunaan Faktor-faktor Produksi yang Mempengaruhi Usahatani Kubis di Kecamatan Pangalengan 2 Harga Faktor-faktor Produksi 3 Output Analisis Regresi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Kubis di Kecamatan Pangalengan 4 Karakteristik Petani Reponden di Kecamatan Pangalengan
44 45 46 50
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat adalah sayuran. Tingginya kandungan vitamin dan mineral pada sayuran juga memiliki potensi terkait dengan nilai ekonomi dan kemampuan menyerap tenaga kerja yang baik. Kelebihan-kelebihan tersebut menyebabkan produksi sayuran terus dilakukan bahkan produksi sayuran di Indonesia mengalami peningkatan pada beberapa tahun terakhir. Sayuran terdiri dari berbagai macam jenis dan masing-masing jenis sayuran memberikan kontribusi yang berbeda-beda nilainya dalam Produk Domestik Bruto (PDB) sayuran nasional. Beberapa komoditas sayuran yang memberikan kontribusi terbesar dalam Produk Domestik Bruto (PDB) sayuran nasional yaitu cabai besar, bawang merah, cabai rawit, tomat, kentang, kubis dan bawang daun, sedangkan jenis sayuran yang memberikan sumbangan yang relatif kecil dalam Produk Domestik Bruto (PDB) sayuran nasional digolongkan ke dalam komoditas sayuran lainnya. Berikut disajikan data Produk Domestik Bruto(PDB) beberapa komoditas sayuran terhadap total Produk Domestik Bruto sayuran nasional tahun 2009-2010 pada Tabel 1. Tabel 1 PDB Beberapa Komoditas Hortikultura Sayuran Terhadap Total PDB Sayuran Nasional Tahun 2009-2010 No Komoditas 2009 2010 Nilai PDB Persentase Nilai PDB Persentase (Milyar Rp.) (%) (Milyar Rp.) (%) 1. Cabai besar 6.431,57 21,08 6.698,94 21,44 2. Bawang merah 4.144,85 13,59 4.588,39 14,69 3. Cabai rawit 3.718,45 12,19 3.662,94 11,72 4. Tomat 2.489,57 8,16 2.333,85 7,47 5. Kentang 2.282,38 7,48 2.247,39 7,19 6. Kubis 2.030,19 6,66 2.108,52 6,75 7. Bawang daun 1.335,61 4,38 1.274,96 4,08 8. Sayuran lainnya 6.822,67 26,47 8.329,17 26,66 Total sayuran 30.505,71 100,00 31.244,16 100,00 Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura, Kementerian Pertanian (2011)
Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) beberapa komoditas sayuran (cabai besar, bawang merah, dan kubis) meningkat pada tahun 2010. Kubis berada diposisi terbesar ketiga sebagai komoditas yang mengalami peningkatan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp 78,33 milyar (0,09 persen) setelah bawang merah (Rp 443,54; 1,1 persen) dan cabai besar (Rp 267,37; 0,36 persen). Peningkatan nilai tersebut salah satunya dipengaruhi oleh peningkatan produksi kubis pada tahun 2010. Pada tahun 2006 hingga tahun 2010 produksi kubis merupakan jumlah yang tertinggi dibandingkan jenis sayuran lainnya dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 2,22 persen. Pertumbuhan tersebut relatif stabil setiap tahun. Hal ini dilihat dari produksi per tahun yang selalu meningkat secara bertahap.
2
Tabel 2 Produksi Sayuran di Indonesia tahun 2006-2010 Komodit Tahun No as 2006 2007 2008 2009 1 1.267.745 1.288.738 1.323.702 1.358.113 Kubis 2 Cabai 1.185.057 1.128.792 1.153.060 1.378.727 3 1.011.911 1.003.732 1.071.543 1.176.304 Kentang Bawang 4 794.931 802.810 853.615 965.164 Merah 5 Tomat 629.774 635.475 725.973 853.061 6 Ketimun 598.401 581.205 540.122 583.139 Mustard 7 590.401 564.912 565.636 562.838 Green Daun 8 571.268 479.924 547.743 549.365 Bawang Kacang 9 461.239 488.500 455.524 483.793 Panjang 10 Terong 358.095 390.846 427.166 451.564
2010 1.138.656 1.332.356 1.060.579 1.048.228 890.169 546.927 583.004 541.359 488.174 509.093
Sumber: Badan Pusat Statistik (2011)
Tabel 2 menunjukkan produksi nasional berbagai sayuran unggulan di Indonesia yang berada pada peringkat 10 besar. Produksi sayuran tersebut setiap tahunnya mempunyai kecenderungan meningkat. Salah satu komoditas sayuran ungggulan Indonesia yaitu kubis. Kubis menempati urutan pertama dalam produksi nasional tanaman sayuran. Sentra produksi kubis terbesar di Indonesia terletak di provinsi Jawa Barat. Jawa Barat merupakan wilayah di indonesia yang memiliki berbagai jenis dataran, dari mulai dataran rendah hingga dataran tinggi. Kondisi lahan dan iklim yang mendukung menjadikan Jawa Barat sebagai provinsi yang banyak memproduksi sayuran termasuk kubis. Produksi dan produktivitas kubis di Jawa Barat dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kubis di Jawa Barat Tahun 20092012 Keterangan Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Luas Panen (ha) 13.604 12.811 12.063 13.780 Produksi(ton) 298.332 286.647 270.780 398.862 Produktivitas(ton/ha) 21,93 22,38 22,45 24,65 Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura (Kementerian Pertanian) 2011
Tabel 3 menunjukkan produktivitas kubis di Jawa Barat dari tahun 2009 sampai tahun 2012 terus mengalami peningkatan. Salah satu daerah sentra produksi kubis di Jawa Barat adalah Kecamatan Pangalengan. Kecamatan Pangalengan memiliki kondisi alam yang subur dan topografi yang sesuai dengan kondisi untuk budidaya kubis. Daerah penghasil kubis di Kecamatan Pangalengan tersebar di seluruh desa dengan produktivitas yang beragam. Tabel 4 Produksi Sayuran di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung Tahun 2011
3
Komoditas Kentang Kubis Sawi Tomat Wortel Bawang merah Cabe
Luas lahan (ha) 4.136,43 3.035,81 1.457,37 1.178,58 1.118,07 620 442
Produksi (ton) 82.770,60 77.291,11 33.054,60 27.483,70 29.800,66 4.898,36 5.050,20
Sumber: Kecamatan Pangalengan Dalam Angka 2011
Pada tabel 4 dapat dilihat bahwa produksi kubis di Kecamatan Pangalengan menempati urutan kedua setelah tanaman kentang yaitu sekitar 77.291,11 ha dengan luas lahan 3.035,81 ha. Kubis merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan di Kecamatan Pangalengan setelah komoditas kentang. Tabel 5 Luas dan Produksi Kubis Berdasar Komoditas Menurut Desa Di Kecamatan Pangalengan Tahun 2011 No Desa Luas areal (ha) Produksi (ton) 1 Wanasuka 182,00 4.550,00 2 Banjarsari 78,00 1.950,00 3 Margaluyu 251,00 6.275,00 4 Sukaluyu 421,20 10.951,20 5 Warnasari 70,41 1.830,66 6 Pulosari 142,00 3.550,00 7 Margamekar 431,00 11.206,00 8 Sukamanah 284,00 7.100,00 9 Margamukti 525,05 13.320,52 10 Pangalengan 144,00 3.528,00 11 Margamulya 503,00 12.932,13 12 Tribaktimulya 2,15 51,60 13 Lumajang 2,00 46,00 Jumlah 3.035,81 77.291,11 Sumber: Kecamatan Pangalengan Dalam Angka 2011
Tabel 5 menunjukkan bahwa total produksi kubis di Kecamatan Pangalengan pada tahun 2011 berkisar 77.291,11 ton dari total jumlah luas areal yaitu 3035,81 ha. Desa Margamukti menempati urutan pertama untuk produksi kubis yaitu sebesar 13.320,52 ton. Perumusan Masalah Kubis merupakan komoditas pertanian yang sangat fluktuatif dalam hal produksi dan harga di tingkat petani (lampiran 2). Produksi kubis dapat melimpah dalam satu waktu sehingga harga menjadi menurun. Sementara, kekhawatiran petani terhadap resiko usahataninya di lain waktu menyebabkan berkurangnya produksi sehingga menaikkan harga. Usahatani kubis merupakan usahatani yang memiliki resiko cukup tinggi untuk dilakukan karena kubis termasuk sayuran yang mudah busuk (perishable). Selain dikarenakan fluktuasi harga yang signifikan, pendapatan dari usahatani kubis tergolong rendah diantara komoditi
4
sayuran lainnya di Jawa Barat. Hal tersebut berdampak pada pengambilan keputusan dalam usahatani karena pendapatan merupakan insentif yang menjadi pertimbangan untuk mengambil keputusan dalam usahatani. Tanaman kubis di kecamatan Pangalengan umumnya di tanam satu hingga dua kali setahun. Setiap petani memiliki pola tanam kubis yang berbeda-beda. Namun sebagian besar petani akan menanam kubis pada musim hujan. Hal tersebut dikarenakan tanaman kubis membutuhkan air yang cukup untuk tumbuh sedangkan di musim kemarau petani sulit mendapatkan air. Fenomena yang terjadi ini membutuhkan pentingnya analisis pendapatan usahatani di Kecamatan Pangalengan. Permasalahan lain yang dihadapi usahatani kubis di kecamatan Pangalengan terkait dengan produktivitas. Menurut Soekartawi (1993), perbedaan produktivitas dari satu potensial usahatani dengan produktivitas yang dihasilkan petani disebabkan oleh dua faktor utama. Pertama, terdapat kendala biologis, misalnya perbedaan kesuburan tanah, serangan hama penyakit, dan sebagainya. Kedua, kendala sosial ekonomi, misalnya kurangnya pengetahuan, tingkat pendidikan petani, ketidakpastian, dan sebagainya. Peningkatan produktivitas sekaligus peningkatan pendapatan usahatani kubis dapat diatasi dengan alokasi faktor-faktor produksi secara tepat. Faktorfaktor produksi apakah yang mempengaruhi tingkat produksi di Kecamatan Pengalengan? Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan permasalahannya adalah: 1. Bagaimana gambaran usahatani kubis di kecamatan Pangalengan ditinjau dari pendapatan usahataninya? 2. Faktor-faktor produksi apakah yang mempengaruhi tingkat produksi kubis di Kecamatan Pangalengan?
Tujuan Penelitian 1. 2.
Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini diantaranya: Mengidentifikasi keragaan usahatani kubis di kecamatan Pangalengan Menganalisis pendapatan usahatani kubis dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kubis.
Manfaat Penelitian
1. 2.
Hasil penelitian ini diharapkan akan berguna: Memberikan informasi mengenai gambaran pertanian sayuran khususnya kubis yang dilakukan oleh para petani di kecamatan Pangalengan. Memberikan informasi kepada petani sebagai pertimbangan dalam upaya meningkatkan efisiensi yang kemudian dinilai mampu meningkatkan produktivitas dan pendapatan dari usahatani kubis.
5
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan dengan lingkup wilayah yaitu Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Kecamatan Pangalengan dengan komoditas yang diteliti adalah kubis. Petani yang dijadikan responden diambil secara acak dari 6 desa di Kecamatan Pangalengan, yang terdiri dari Desa Margamulya, Desa Pulosari, Desa Margamekar, Desa Margamukti, Desa Margaluyu dan Desa Sukaluyu. Petani yang menjadi responden merupakan petani yang masih melakukan budidaya kubis dalam kurun waktu satu tahun terakhir ketika penelitian dilakukan. Analisis meliputi untuk melihat keragaan usahatani kubis, faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani kubis dan tingkat pendapatan usahatani kubis di Kecamatan Pangalengan. Penelitian ini memiliki keterbatasan meliputi data yang digunakan merupakan data yang berlaku pada saat penelitian yaitu dari bulan Juni sampai Juli 2011. Penelitian di Kecamatan Pangalengan dilaksanakan sesudah panen kubis sehingga penggunaan input produksi hanya didasarkan pada keterangan petani dan tidak melalui pengamatan langsung.
TINJAUAN PUSTAKA Keragaan Usahatani Kubis Pengolahan Tanah Tanah yang paling sesuai untuk menanam kubis adalah tanah liat berpasir yang cukup bahan organik. Namun umumnya, kubis baik ditanam didataran tinggi pada ketinggian 1000-2000 m diatas permukaan laut yang bersuhu rendah dan kelembaban tinggi. Kubis tidak dapat tumbuh pada tanah yang sangat asam. Kubis membutuhkan sinar matahari yang cukup. Pengolahan Tanah dilakukan agar diperoleh kondisi tanah yang sesuai dengan kebutuhan hidup tanaman. Pengolahan tanah dapat dilakukan dengan dicangkul, dibajak, atau ditraktor. Petani yang memiliki luas lahan sempit umumnya melakukan pengolahan tanah melalui pencangkulan. Tanah dicangkul sedalam 30-40 cm. Setelah dicangkul, tanah dibiarkan terbuka 3-4 hari supaya mendapat sinar matahari. Proses penjemuran dapat mengurangi dan memetikan hama penyakit. Selanjutnya, pembuatan bedengan dilakukan. Bedengan dibuat dengan tinggi 15 cm agar tidak tergenang air, panjang 8-10 m, lebar 180-200 cm, dan jarak bedengan antara satu dengan yang lain sekitar 40 cm. Penanaman, Pemupukan dan Penyiangan Penanaman Kubis dapat ditanam dari biji atau stek. Biji atau stek dapat ditanam langsung di lahan. Pada umumnya, petani lebih senang jika biji atau stek disemai lebih dulu karena perawatannya lebih mudah dibandingkan langsung ditanam. Keuntungan melakukan penyemaian antara lain mudah melakukan proses penyiraman, mudah melakukan pengawasan tanaman, dan biji atau stek tidak mudah rusak jika hujan lebat atau panas terik. Untuk mengatasi gulma, penyiangan dapat dilakukan dengan mencabut rumput-rumput atau menggunakan herbisida. Kubis memerlukan pupuk cukup banyak karena tanaman ini banyak
6
menghisap zat hara, terutama Nitrogen dan Kalium. Pupuk yang digunakan meliputi pupuk organik dan anorganik. Gulma yang tumbuh disekitar kubis dapat merugikan karena menjadi pesaing dalam pertumbuhan tanaman kubis. Oleh karena itu, penyiangan dibutuhkan untuk menjada proses pertumbuhan kubis. Penyiangan dilakukan ketika jumlah gulma cukup banyak. Dalam proses ini, umumnya digunakan tenaga kerja wanita untuk menyiangi lahan. Perawatan Tanaman kubis banyak memerlukan perawatan khusus meliputi penyemprotan dan penyiraman. Penyiraman dilakukan pada saat musim kemarau karena tanaman kubis membutuhkan cukup air. Sedangkan penyemprotan dilakukan ketika terdapat adanya tanda-tanda serangan hama dan penyakit. Hama paling berbahaya yang menyerang kubis adalah ulat kubis. Hama ulat kubis (Plutella maculipennis) dapat dikendalikan dengan Diazinon atau Bayrusil 1-2 cc/l air dengan frekuensi penyemprotan 1 minggu. Sementara, ulat kubis (Crocidolonia binotalis) dikendalikan dengan Bayrusil 13 cc/l air. Penyakit yang juga sering menyerang kubis disebabkan bakteri atau cedawan. Penyakit busuk akar yang disebabkan Rhizoktonia sp dapat dikendalikan dengan bubur Bordeaux atau fungisida yang dianjurkan. Sedangkan penyakit lainnya adalah busuk hitam (Xanthomonas campestris) dan busuk lunak bakteri (Erwinia carotovora) dan penyakit pekung Phomalincran, penyakit kaki gajah (Plasmodiophora brassicae) belum dapat diatasi. Bila ada tanaman yang terserang segera dicabut lalu dibakar. Panen Tanaman Kubis dapat dipetik kropnya setelah besar, padat, dan umur berkisar antara 3-4 bulan setelah penyebaran benih. Hasil yang didapat rata-rata untuk kubis 20-60 ton/ha. Pemungutan hasil jangan sampai terlambat karena kropnya akan pecah atau (retak), bahkan kadang-kadang dapat menjadi busuk. Kajian Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang terkait dengan topik ini dilakukan oleh Hadi (2007) tentang analisis efisiensi produksi dan pendapatan usahatani brokoli yang berlokasi di Desa Cibodas, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Berdasarkan analisis pendapatan usahatani, produksi brokoli dari sejumlah petani responden di Desa Cibodas bisa dikatakan menguntungkan. Hal ini dapat dilihat dari R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total usahatani brokoli di Desa Cibodas masing-masing yaitu 1,78 dan 1,32. Artinya bahwa usatani brokoli ini menguntungkan untuk diusahakan karena memiliki nilai R/C rasio lebih besar dari satu. Produksi brokoli dipengaruhi oleh input-input atau faktor-faktor produksi. Berdasarkan fungsi produksi Cobb Douglas pada penelitian ini, faktor produksi yang memiliki pengaruh nyata dan positif pada selang 99 persen adalah benih, dan faktor produksi yang memiliki pengaruh nyata dan positif pada taraf 95 persen adalah pupuk kandang, pupuk kimia dan tenaga kerja. Penambahan jumlah benih dan pupuk kimia yang digunakan akan meningkatkan jumlah produksi brokoli secara signifikan. Pestisida padat dan pestisida cair merupakan faktor produksi yang berpengaruh positif namun tidak nyata terhadap produksi brokoli.
7
Rifkie, Ade Suryani (2008), melakukan penelitian tentang analisis faktorfaktor yang mempengaruhi produksi usahatani kubis di desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung. Analisis faktor-faktor produksi usahatani yang dilakukan meliputi dua periode yaitu periode awal musim hujan dan awal musim kemarau. Usahatani yang dilakukan di dua periode layak dan menguntungkan untuk dilaksanakan. Meskipun usahatani yang dilakukan di awal musim hujan lebih menguntungkan dibandingkan dipertengahan musim hujan. Berdasarkan analisis fungsi produksi Cobb Douglas, produksi usahatani kubis dalam keadaan normal berada pada kondisi constant return to scale. Faktor-faktor produksi yang berpengaruh secara siginifikan dengan elastisitas positif adalah pupuk kandang (selang kepercayaan 90 persen), benih, pupuk kimia dan pestisida padat (selang kepercayaan 85 persen). Faktor-faktor produksi yang berpengaruh secara signifikan dengan elastisitas negatif adalah tenaga kerja (selang kepercayaan 85 persen). Faktor-faktor produksi yang berpengaruh secara signifikan dengan elastisitas negatif adalah tenaga kerja. (selang kepercayaan 85 persen) dan pestisida cair (selang kepercayaan 80 persen). Usahatani kubis dipertengahan musim hujan yang mengalami serangan hama dan penyakit pun berada pada kondisi constant return to scale. Faktor-faktor produksi yang berpengaruh secara signifikan dengan elastisitas positif adalah pupuk kandang (selang kepercayaan 75 persen), pupuk kimia (selang kepercayaan 90 persen), dan pestisida padat (selang kepercayaan 95 persen). Faktor produksi yang berpengaruh secara signifikan dengan elastisitas dengan elastisitas negatif adalah tingkat serangan hama dan penyakit (selang kepercayaan 90 persen). Benih dan pestisida cair tidak berpengaruh secara signifikan (selang kepercayaan 75 persen). Defri (2011) melakukan penelitian tentang analisis pendapatan dan faktorfaktor yang mempengaruhi produksi usahatani ubi jalar yang berlokasi di Desa Purwasari Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Berdasarkan hasil pendapatan usahatani, produksi usahatani dari sejumlah responden di Desa Purwasari dapat bisa dikatakan menguntungkan karena hasil R/C terhadap biaya tunai maupun biaya total yang lebih besar dari satu menunjukkan bahwa usahatani ubi jalar ini masih menguntungkan untuk diusahakan. Sedangkan berdasarkan hasil analisis regresi Cobb-Douglas, untuk model penduga produksi petani diperoleh koefisien determinasi (R2) sebesar 94,4 persen dan koefisien determinasi terkoreksi (R2adj) sebesar 94 persen. Dari hasil uji T diketahui bahwa produksi ubi jalar di Desa Purwasari secara statistik nyata dipengaruhi oleh lahan, bibit per lahan, unsur K per lahan. Hasil uji F menunjukkan bahwa nilai F-hitung 191.699 lebih besar dari F-tabel pada tingkat kesalahan 1 persen. Hal ini berarti bahwa variabel indivenden: lahan, bibit, tenaga kerja, unsur N, dan unsur K berpengaruh nyata terhadap produksi pada tingkat kesalahan 10 persen. Hasil analisis alokasi efisiensi dari faktor produksi tanah dengan harga sewa tanah per musim tanam per hektar adalah lebih dari satu (15,33). Hal ini menunjukkan bahwa secara ekonomis alokasi dari faktor-faktor produksi pada tingkat 0,33 hektar pada musim tanam 2010 belum efisien. Sementara itu rasio NPM-BKM penggunaan tenaga kerja, unsur N, dan unsur K masing-masing 0,01, 0,99 dan 0,52. Hal ini menunjukkan tidak efisien pada pengalokasian faktor-faktor produksi tersebut. Berdasarkan penelitian terdahulu, menunjukkan pentingnya mengetahui pendapatan usahatani untuk mengetahui suatu usahatani menguntungkan/layak untuk diusahakan atau tidak. Penelitian yang dilakukan memiliki persamaan dan
8
perbedaan. Persamaannya adalah pada analisis usahataninya yaitu mengenai analisis pendapatan yang terdiri dari penerimaan, pengeluaran (biaya tunai dan biaya diperhitungkan) dan R/C rasio. Perbedaannya adalah pada lokasi penelitian yang dilakukan di kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, perbedaan jenis komoditi dan waktu dilakukannya kegiatan penelitian.
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur berfikir dalam menjalankan penelitian. Penelitian ini mencakup teori produksi, konsep efisiensi, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi. Konsep Usahatani Menurut Hernanto (1989) mendefinisikan bahwa usahatani sebagai organisasi dari alam, kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Organisasi ini ketatalaksanaanya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial, baik yang terikat genologis, politis, maupun teritorial sebagai pengelolanya. Menurut Soeharjo dan Patong (1973), usahatani adalah proses pengorganisasian faktorfaktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan oleh perorangan atau sekumpulan orang untuk menghasilkan output yang dapat memenuhi kebutuhan keluarga ataupun orang lain disamping bermotif mencari keuntungan. Ada empat unsur pokok dalam usahatani yang sering disebut sebagai faktor-faktor produksi (Hernanto, 1996) yaitu : 1. Tanah Tanah merupakan faktor produksi yang relatif langka dibanding dengan faktor produksi lain, distribusi penguasaannya tidak merata di masyarakat. Oleh karena itu, tanah memiliki beberapa sifat yaitu : (1) luasnya relatif tetap atau dianggap tetap, (2) tidak dapat dipindah-pindahkan dan (3) dapat dipindahtangankan atau diperjualbelikan. Tanah usahatani dapat berupa tanah pekarangan, tegalan dan sawah. Tanah tersebut dapat diperoleh dengan cara membuka lahan sendiri, membeli, menyewa, bagi hasil (menyakap), pemberian negara, warisan atau wakaf. Penggunaan tanah dapat diusahakan secara monokultur maupun polikultur atau tumpangsari. 2. Tenaga Kerja Tenaga kerja dalam usahatani digolongkan kedalam tiga jenis yaitu tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak dan tenaga kerja mekanik. Tenaga kerja manusia dibedakan menjadi tenaga kerja pria, wanita dan anak-anak. Tenaga kerja manusia dapat mengerjakan semua jenis pekerjaan usahatani berdasarkan tingkat kemampuannya. Kerja manusia dipengaruhi oleh umur, pendidikan, ketrampilan, pengalaman, tingkat kecukupan, tingkat kesehatan, dan faktor alam. Oleh karena itu dalam prakteknya, digunakan satuan ukuran yang umum untuk mengatur tenaga kerja yaitu jumlah jam dan hari kerja total. Ukuran ini menghitung seluruh pencurahan kerja mulai dari persiapan hingga pemanenan
9
dengan menggunakan inventarisasi jam kerja (1 hari = 7 jam kerja) lalu dijadikan hari kerja total (HK total). Dalam teknis perhitungan, dapat dipakai konversi tenaga kerja dengan cara membandingkan tenaga pria sebagai ukuran baku, yaitu : 1 pria = 1 hari kerja pria (HKP) ; 1 wanita = 0,7 HKP ; 1 ternak = 2 HKP dan 1 anak = 0,5 HKP. Tenaga kerja usahatani dapat diperoleh dari dalam dan luar keluarga. 3. Modal Modal merupakan barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serta manajemen menghasilkan barang-barang baru yaitu produksi pertanian. Dalam usahatani, yang dimaksud dengan modal adalah tanah, bangunan, alat-alat pertanian, tanaman, ternak, ikan di kolam, bahan-bahan pertanian, piutang di bank, serta uang tunai. Menurut sifatnya, modal dibedakan menjadi dua yakni modal tetap yang meliputi tanah bangunan dan modal tidak tetap yang meliputi alat-alat, bahan, uang tunai, piutang di bank, tanaman, ternak, ikan di kolam. Modal dalam usahatani digunakan untuk membeli sarana produksi serta pengeluaran selama kegiatan usahatani berlangsung. Sumber modal diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit (kredit bank, pelepas uang/keluarga/tetangga), hadiah, warisan, usaha lain ataupun kontrak sewa. 4. Manajemen Manajemen usahatani adalah kemampuan petani untuk menentukan, mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi dengan sebaikbaiknya sehingga mampu memberikan produksi pertanian sedemikian rupa sebagaimana yang diharapkan. Pengenalan pemahaman terhadap prinsip teknik dan ekonomis perlu dilakukan untuk dapat menjadi pengelola yang berhasil. Prinsip teknis tersebut meliputi : (a) perilaku cabang usaha yang diputuskan; (b) perkembangan teknologi; (c) tingkat teknologi yang dikuasai; (d) daya dukung faktor yang dikuasai; (e) cara budidaya dan alternatif cara lain berdasar pengalaman orang lain. Prinsip ekonomis antara lain : (a) penentuan perkembangan harga; (b) kombinasi cabang usaha; (c) pemasaran hasil; (d) pembiayaan usahatani; (e) penggolongan modal dan pendapatan; (e) ukuran-ukuran keberhasilan yang lazim. Keberhasilan dalam suatu usahatani dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor-faktor pada usahatani itu sendiri (faktor internal) dan faktor-faktor di luar usahatani (faktor eksternal). Faktor-faktor internal usahatani terdiri dari petani pengelola, tanah usahatani, tenaga kerja, modal, tingkat teknologi, jumlah keluarga, dan kemampuan petani dalam mengaplikasikan penerimaan keluarga. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari sarana transportasi dan komunikasi, harga output, harga faktor produksi, fasilitas kredit, dan penyuluhan bagi petani.(Hernanto,1996) Sementara itu Suratiyah (2006) mengklasifikasikan usahatani menurut corak dan sifat, organisasi, pola dan tipe usahataninya. 1. Corak dan Sifat Berdasarkan corak dan sifat, usahatani dibagi menjadi usahatani subsisten dan usahatani komersil. Usahatani subsisten adalah usahatani yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Sedangkan usahatani komersil adalah usahatani yang dilakukan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga, melainkan juga untuk memperoleh keuntungan.
10
2.
Organisasi Berdasarkan organisasinya, usahatani dibagi menjadi usahatani individual, kolektif dan kooperatif. Usahatani individual merupakan usahatani yang seluruh prosesnya dilakukan oleh petani sendiri beserta keluarganya mulai dari perencanaan, mengolah tanah, hingga pemasaran ditentukan sendiri. Usahatani kolektif merupakan usahatani yang seluruh proses produksinya dikerjakan bersama oleh suatu kelompok kemudian hasilnya dibagi dalam bentuk natura maupun keuntungan. Sedangkan usahatani kooperatif merupakan usahatani yang setiap prosesnya dikerjakan secara individual, namun kegiatan yang penting 3. Pola Berdasarkan polanya, usahatani dibagi menjadi usahatani khusus, tidak khusus dan campuran. Usahatani khusus merupakan usahatani yang hanya mengusahakan satu cabang usahatani saja, seperti : usahatani peternakan, perikanan, dan tanaman pangan. Usahatani tidak khusus merupakan usahatani yang mengusahakan beberapa cabang usaha bersama-sama namun terdapat batas yang tegas. Usahatani campuran merupakan usahatani yang mengusahakan beberapa cabang secara bersama-sama dalam sebidang lahan tanpa batas yang tegas, seperti tumpang sari dan mina padi. 4. Tipe dikerjakan oleh kelompok, seperti : pembelian saprodi, pemberantasan hama, pemasaran hasil, dan pembuatan saluran. Berdasarkan tipenya, usahatani dibagi menjadi usahatani berdasarkan komoditas yang diusahakan, seperti : usahatani ayam, usahatani kambing, dan usahatani jagung. Setiap komoditas dapat menjadi tipe usahatani. Konsep Pendapatan Usahatani Pendapatan usahatani merupakan hasil pengurangan antara penerimaan total dari kegiatan usahatani dengan biaya usahatani, dimana besar pendapatan sangat tergantung pada besarnya penerimaan dan biaya usahatani tersebut dalam jangka waktu tertentu. Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengetahui keberhasilan usahatani dilihat dari pendapatan yang diterima. Pendapatan yang semakin besar mencerminkan keberhasilan petani yang semakin baik. Dengan dilakukannya analisis tersebut, petani dapat melakukan perencanaan kegiatan usahatani yang lebih baik di masa yang akan datang. Soekartawi et al. (1986) menjelaskan bahwa terdapat beberapa istilah yang dipergunakan dalam menganalisis pendapatan usahatani, yaitu : 1. Penerimaan tunai usahatani merupakan nilai yang diterima dari penjualan produk usahatani. 2. Pengeluaran tunai usahatani adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. 3. Pendapatan tunai usahatani adalah produk usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. 4. Pengeluaran total usahatani merupakan nilai semua yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam kegiatan produksi termasuk biaya yang diperhitungkan. 5. Pendapatan total usahatani adalah selisih antara penerimaan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani.
11
Dalam melakukan analisis usahatani, diperlukan data-data yang terkait dengan penerimaan dan biaya usahatani selama jangka waktu tertentu. Penerimaan usahatani adalah hasil perkalian antara jumlah produksi yang diperoleh dengan harga jual dari hasil produksi tersebut selama jangka waktu tertentu. Sedangkan biaya usahatani adalah total pengeluaran petani yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani selama jangka waktu tertentu. Biaya usahatani diklasifikasikan menjadi dua, yaitu : biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang jumlahnya tetap dan dikeluarkan terus menerus tanpa terpengaruh oleh faktor-faktor produksi yang digunakan dan jumlah produk yang dihasilkan. Salah satu contoh dari biaya tetap adalah pajak. Sementara biaya variabel didefinisikan sebagai biaya yang jumlahnya dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi yang digunakan dan jumlah produk yang dihasilkan. Salah satu contoh dari biaya variabel adalah biaya untuk tenaga kerja, dimana penggunaan tenaga kerja yang lebih banyak akan menyebabkan biaya tenaga kerja yang lebih tinggi. Pendapatan usahatani terbagi menjadi pendapatan tunai usahatani dan pendapatan total usahatani. Pendapatan tunai usahatani merupakan selisih antara penerimaan usahatani dengan biaya tunai usahatani. Sedangkan pendapatan total usahatani mengukur pendapatan kerja petani dari seluruh biaya usahatani yang dikeluarkan. Pendapatan bersih usahatani diperoleh dari selisih penerimaan usahatani dengan biaya total usahatani. Analisis R/C rasio merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui pendapatan usahatani. Dengan dilakukannya analisis R/C rasio, maka akan diketahui besar penerimaan usahatani yang diperoleh petani untuk setiap satuan biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani. Nilai R/C rasio yang dihasilkan dapat bernilai lebih satu atau kurang dari satu. Jika nilai R/C rasio lebih besar dari satu, maka setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya tersebut. Sebaliknya jika nilai R/C rasio lebih kecil dari satu, maka setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil daripada tambahan biaya tersebut. Sedangkan jika nilai R/C rasio sama dengan satu, maka tambahan biaya yang dikeluarkan akan sama besar dengan tambahan penerimaan yang didapat, sehingga diperoleh keuntungan normal. Pada dasarnya semakin besar nilai R/C rasio yang didapat menggambarkan semakin besarnya penerimaan usahatani yang diperoleh untuk setiap satuan biaya yang dikeluarkan. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan usahatani tersebut layak dan menguntungkan untuk dilakukan. Rumus analisis imbangan penerimaan antara biaya usahatani sebagai berikut (Soekartawi, 1986) : R/C rasio atas biaya tunai= TR / biaya tunai R/C rasio atas biaya total= TR / TC Keterangan : TR = Total penerimaan usahatani (Rp) TC = Total biaya usahatani (Rp) Penyusutan alat-alat pertanian termasuk dalam biaya diperhitungkan yang dihitung dengan menggunakan metode garis lurus yaitu setiap tahun biaya penyusutan yang dikeluarkan relatif sama hingga habis umur ekonomis alat
12
tersebut. Rumus yang digunakan adalah : Keterangan : Dp c s n
= = = =
penyusutan/tahun nilai beli nilai sisa umur ekonomis barang
Konsep Produksi dan Produktivitas Didalam kegiatan usahatani, terdapat kegiatan produksi dan pengukuran produktivitas. Menurut Sipper dan Bulfin (1997), produksi adalah suatu proses pengubahan bahan baku menjadi barang jadi. Sistem produksi adalah sekumpulan aktivitas untuk pembuatan suatu produk, dimana dalam pembuatan ini melibatkan tenaga kerja, bahan baku, mesin, energi, informasi, modal dan tindakan manajemen. Produksi merupakan suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan. Produksi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia untuk mencapai kemakmuran. Kemakmuran dapat tercapai jika tersedia barang dan jasa dalam jumlah yang mencukupi. Menurut Mangkuprawira (2007), produktivitas adalah rasio output dan input suatu proses produksi dalam periode tertentu. Input terdiri dari manajemen, tenaga kerja, biaya produksi, peralatan, dan waktu. Output meliputi produksi, produk penjualan, pendapatan, pangsa pasar, dan kerusakan produk. Menurut Ravianto (1985), produktivitas adalah suatu konsep yang menunjang adanya keterkaitan hasil kerja dengan sesuatu yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk dari tenaga kerja. Sedangkan menurut Sinungan (2005), produktivitas adalah hubungan antara hasil nyata maupun fisik (barang atau jasa) dengan masuknya yang sebenarnya, misalnya produktivitas ukuran efisien produktif suatu hasil perbandingan antara hasil keluaran dan hasil masukan. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa produktivitas adalah suatu perbandingan antara hasil keluaran dengan hasil masukan. Keefektifan produktivitas dapat dilihat dari beberapa faktor masukan yang dipakai dibandingkan dengan hasil yang dicapai. Pada suatu proses produksi, terdapat istilah hubungan input dengan output yang merupakan hubungan antara tingkat penggunaan faktor-faktor produksi dengan produk yang diperoleh. Produk yang dihasilkan oleh suatu proses produksi tergantung pada kuantitas dan jenis faktor produksi yang digunakan pada proses produksi tersebut. Hubungan antara faktor produksi dan produksi yang dihasilkan ini dapat dilihat pada fungsi produksi. Soekaratawi et al (1986) menjelaskan bahwa fungsi produksi merupakan hubungan fisik antara masukan dan produksi. Masukan seperti tanah, pupuk, tenaga kerja, modal, iklim, dan sebagainya itu mempengaruhi besar-kecilnya produksi yang diperoleh. Misalkan Y adalah produksi dan Xi adalah masukan i, maka besarnya Y akan tergantung pada besarnya X1, X2, X3, ..., Xn yang digunakan pada fungsi tersebut. Secara aljabar, hubungan Y dan X dapat ditulis sebagai berikut :
13
Y = f(X1, X2, X3, ..., Xn) dimana : Y : hasil produksi/output X1, X2, X3, ..., Xn : faktor produksi/input Jika bentuk fungsi produksi tersebut diketahui, maka informasi harga dan biaya dapat dimanfaatkan untuk menentukan kombinasi masukan terbaik maupun mengetahui pengaruh kebijakan pemerintah terhadap penggunaan masukan dan terhadap produksi. Namun hal ini sulit dilakukan oleh petani. Hal ini disebabkan oleh : 1. Adanya faktor ketidaktentuan terkait cuaca, hama, dan penyakit tanaman. 2. Data yang digunakan untuk pendugaan fungsi produksi mungkin tidak benar. 3. Pendugaan fungsi produksi hanya dapat diartikan sebagai gambaran rata-rata suatu pengamatan. 4. Data harga dan biaya yang diluangkan (opportunity cost) mungkin tidak dapat diketahui secara pasti. 5. Setiap petani dan usahataninya mempunyai sifat yang khusus. Pada dasarnya fungsi produksi dapat dinyatakan secara sistematis maupun dengan kurva produksi. Kurva tersebut menggambarkan hubungan fisik faktor produksi dan hasil produksinya, dengan asumsi hanya satu produksi yang berubah dan faktor produksi lainnya dianggap tetap (cateris paribus). Selain hubungan input dan output suatu proses produksi, fungsi produksi juga menggambarkan Marginal Product (MP) dan Average Product (AP). Pengertian dari Marginal Product (MP) adalah tambahan produksi per kesatuan tambahan input. Sedangkan Average Product (AP) adalah produksi per kesatuan input. Adapun kurva produksi akan digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1 Kurva Produksi (Doll dan Orazem, 1984)
14
Pada kurva di atas dijelaskan bahwa berdasarkan elastisitas produksinya fungsi produksi terbagi menjadi tiga daerah, yaitu daerah I dimana terjadi peningkatan AP, daerah II dimana terjadi penurunan AP saat MP positif, dan daerah III dimana terjadi penurunan AP saat MP negatif. Daerah I berada di sebelah kiri titik AP maksimum dengan nilai elastisitas produksi lebih besar dari satu (ε > 1). Hal ini berarti bahwa penambahan faktor produksi sebesar satu satuan akan menyebabkan penambahan produksi lebih besar dari satu satuan. Kondisi tersebut dapat terjadi saat nilai MP lebih besar dari nilai AP. Pada kondisi elastisitas produksi yang lebih besar dari satu, keuntungan maksimum belum tercapai karena produksi masih dapat ditingkatkan. Oleh karena itu, daerah ini disebut daerah irrasional atau inefisien. Daerah II berada di antara AP maksimum dan MP=0 dengan nilai elastisitas produksi antara nol dan satu (0 < ε < 1). Hal ini berarti bahwa penambahan faktor produksi sebesar satu satuan akan menyebabkan penambahan produksi paling besar satu satuan dan paling kecil nol satuan. Pada daerah ini terjadi penambahan hasil produksi yang semakin menurun, namun penggunaan faktor-faktor produksi tertentu di daerah ini dapat memberikan keuntungan maksimum. Oleh karena itu, daerah ini disebut daerah rasional atau efisien. Daerah III berada di sebelah kanan MP=0 dengan nilai elastisitas produksi kurang dari nol (ε < 0). Hal ini berarti bahwa setiap penambahan satu satuan input akan menyebabkan penurunan produksi. Pada daerah ini, penggunaan faktor produksi sudah tidak efisien. Oleh karena itu, daerah III disebut daerah irrasional. Pemilihian model fungsi produksi yang baik dan benar hendaknya fungsi tersebut memenuhi syarat sebagai berikut (Soekartawi, 2003): 1. Sederhana, sehingga mudah ditafsirkan 2. Mempunyai hubungan dengan persoalan ekonomi 3. Dapat diterima secara teoritis dan logis 4. Dapat menjelaskan persoalan yang diamati Hasil analisis fungsi produksi menurut Soekartawi (1986) merupakan fungdi pendugaan. Analisis fungsi produksi adalah kelanjutan dari aplikasi analisis regresi. Berbagai macam model fungsi produksi menurut Soekartawi (2003), antara lain: Fungsi produksi linear, Fungsi Produksi Kuadratik, Fungsi produksi Transendental dan Fungsi produksi Cobb-Douglass. Soekartawi (2003) menyatakan bahwa fungsi produksi linier menunjukkan hubungan yang bersifat linier antara peubah bebas dengan peubah tak bebas. Fungsi produksi linear biasanya dibedakan menjadi dua, yaitu fungsi produksi linear sederhana dan linier berganda. Fungsi linier sederhana ialah bila hanya ada satu variabel X yang dipakai dalam model. Penggunaan garis regresi linier sederhana banyak dipakai untuk menjelaskan fenomena yang berkaitan untuk menjelaskan hubungan dua variabel. Model sederhana ini sering digunakan karena analisisnya dilakukan dengan hasil yang lebih mudah dimengerti secara cepat. Kelemahannya terletak pada jumlah variabel X yang hanya stu yang dipakai dalam model sehingga dengan tidak memasukkan variabel X yang lain, maka peneliti akan kehilangan informasi tentang variabel yang tidak dimasukkan dalam model tersebut. Untuk mengatasi hal ini, maka peneliti biasanya menggunakan garis linier berganda (multiple regressions). Jumlah variabel X yang dipakai dalam garis regresi berganda ini adalah lebih dari satu. Estimasi garis regresi linier berganda ini memerlukan bantuan asumsi dan model estimasi tertentu
15
sehingga diperoleh garis estimasi atau garis penduga yang baik. Keunggulan cara ini dibandingkan dengan analisis regresi sederhana ialah dalam prakteknya, faktor yang mempengaruhi suatu kejadian adalah lebih dari satu variabel serta garis penduga yang didapatkan akan lebh baik dan tidak begitu biasa bila dibandingkan dengan cara analisis sederhana. Fungsi Produksi Kuadratik Berbeda dengan garis linier (sederhana dan berganda) yang tidak mempunyai nilai maksimum, maka fungsi kuadratik justru mempunyai nilai maksimum. Nilai maksimum kan tercapai bila turunan pertama dari fungsi tersebut sama dengan nol. Fungsi produksi transendental mampu menggambarkan fungsi dimana produk marjinal dapat menaik, menurun dan menurun dalam negatif (Negative Marginal Product). Kelemahan yang dimiliki oleh fungsi transdental yaitu model tidak dapat digunakan apabila terdapat faktor produksi yang nilainya nol. Fungsi produksi Cobb-Douglass memiliki beberapa kelebihan, diantaranya: perhitungannya, b) perhitungannya sederhana karena dapat dibuat dalam bentuk linier, c) pada model ini koefisien pangkatnya menunjukkan besarnya elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi, d) dari penjumlahan koefisien elastisitas masing-masing faktor produksi, dalam fungsi produksi menunjukkan fungsi skala usaha. Kelemahan-kelemahan umum yang ditemukan dalam fungsi produksi Cobb-Douglass diantaranya adalah kesalahan pengukuran variabel akan menyebabkan besarnya elastisitas menjadi terlalu tinggi atau terlalu rendah, dan data tidak boleh ada yang nol atau negatif. Fungsi Produksi Cobb-Douglass Fungsi Produksi yang digunakan untuk menganalisis fungsi produksi usahatani kubis di Kecamatan Pangalengan adalah fungi produksi Cobb-Douglas. Menurut Soekartawi (2002), fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, variael yang satu disebut dengan variael (Y) atau yang dijelaskan dan variabel lain disebut dengan variabel (X) atau yang menjelaskan. Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input. Fungsi produksi Cobb-Douglas lebih banyak dipakai karena tiga alasan yaitu: a. Penyelesaian fungsi produksi Cobb-Douglas relatif mudah dibandingkan dengan fungsi lain, misalnya fungsi kuadratik. b. Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran elastisitas. c. Besaran elastisitas tersebut juga sekaligus menggambarkan tingkat besaran return to scale. Secara matematis, persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas dapat ditulis sebagai berikut: Y=aX1b1 X2b2X3b3... Xnbneu Dimana: Y = Variabel yang dijelaskan X = Variabel yang menjelaskan a, b = Besaran yang akan diduga 1,2,3...n = Variabel ke n u = Kesalahan e = Logaritma natural (e=2,718)
16
Fungsi Cobb-Douglas ditransformasikan kedalam bentuk regresi linier, maka model fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut: Ln Y = ln a + b1 ln X1 + b2 ln X2+...+ bn ln Xn + u Selain kemudahan, fungsi Cobb-Douglas juga memiliki kesulitan yang meliputi: a. Adanya spesifikasi variabel yang keliru, dan hal ini akan menghasilkan elastisitas produksi yang negatif, atau nilainya terlalu besar atau terlalu kecil. Spesifikasi yang keliru juga mengakibatkan terjadinya multikolinearitas pada variabel indpenden yang dipakai. b. Kesalahan pengukuran variabel terletak pada validitas data. Kesalahan pengukuran ini akan menyebabkan besaran elastisitas menjadi terlalu tinggi atau terlalu rendah. c. Bias terhadap variabel manajemen, namun variabel ini kadang sulit diukur dan sulit dipakai sebagai variabel independen. d. Multikolinearitas, yang pada umumnya telah diusahakan agar nilai besaran korelasi antara variabel independen tidak terlalu tinggi, namun dalam prakteknya hal ini sulit dihindarkan. Menurut Heady dan Dillon (1964) kelemahan fungsi Cobb-Douglas meliputi: (1) Model menganggap elastisitas produksi tetap sehingga tidak mencakup ketiga tahap yang biasa dikenal dalam proses produksi; (2) nilai pendugaan elastisitas produksi yang dihasilkan akan berbias apabila faktor-faktor produksi yang digunakan tidak lengkap; (3) model tidak dapat digunakan untuk menduga tingkat produksi apabila faktor produksi yang taraf penggunaannya adalah nol; dan (4) apabila digunakan untuk peramalan produksi pada taraf input diatas rata-rata akan menghasilkan nilai duga yang berbias ke atas. Untuk menganalisis hubungan faktor produksi (input) dengan produksi (output) digunakan analisis numeric menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Menurut Gujarati (1997), metode ini dapat dilakukan jika dipenuhi asumsi-asumsi bahwa: 1. Variasi unsur sisa menyebar normal 2. Harga rata-rata dan unsur sisa sama dengan nol, atau bisa dikatakan nilai yang diharapkan bersyarat (conditional expected value) 3. Homoskedastisitas atau ragam merupakan bilangan tetap 4. Tidak ada korelasi diri (multikolinearitas) 5. Tidak ada hubungan linear sempurna antara peubah bebas 6. Tidak terdapat korelasi berangkai pada nilai-nilai sisa setiap pengamatan Konsep Efisiensi Alokasi Faktor Produksi Tujuan dari produksi tidak hanya melihat seberapa besar output yang dihasilkan melainkan juga efisiensi dari sisi penggunaan input. Suatu metode dapat dikatakan lebih efisien apabila menggunakan sejumlah input yang sama namun memberikan hasil yang lebih banyak atau dengan menggunakan input yang lebih sedikit namun memberikan output yang sama banyaknya dengan asumsi harga input dan output sama dikedua metodenya, Tujuan petani dalam mengelola lahannya adalah untuk meningkatkan produksi dan memperoleh keuntungan. Seorang petani yang rasional dalam proses pengambilan keputusan usahatani akan bersedia menggunakan input selama nilai tambah yang dihasilkan oleh tambahan input tersebut sama atau lebih besar
17
dengan tambahan biaya yang diakibatkan oleh tambahan input tersebut. Dengan kondisi yang ada, beragam upaya untuk melihat tambahan produktivitas yang dapat dihasilkan dengan penggunaan input yang lebih efisien. Efisiensi merupakan perbandingan antara output dan input yang digunakan dalam proses produksi. Soekartawi (2002) menjelaskan bahwa terdapat berbagai konsep efisiensi yaitu efisiensi teknis (technical efficiency), efisiensi harga (price/allocative efficiency), dan efisiensi ekonomis (economic efficiency). Efisiensi alokatif dapat terjadi jika petani dapat memperoleh keuntungan yang besar dari usahataninya, misalnya karena pengaruh harga, maka petani tersebut dapat dikatakan mengalokasikan faktor produksinya secara efisiensi harga. Sedangkan efisiensi ekonomis tercapai pada saat penggunaan faktor produksi sudah dapat menghasilkan keuntungan maksimum. Kondisi efisiensi alokatif pada suatau kegiatan usahatani sangat terkait dengan tujuan yaitu untuk memaksimalkan keuntungan. Oleh karena itu, variabel yang harus dipertimbangkan dalam model analisis yang digunakan adalah variabel harga. Keuntungan maksimum dapat diperoleh dengan mengurangi penerimaan total dengan biaya total. Secara matematis dapat dirumuskan: π = Py.Y- (∑Pxi.xi + BTT) π = Laba I = 1,2,3,.....n Py = harga output Xi = faktor produksi ke-i Pxi = harga faktor produksi BTT = biaya tetap total Keuntungan maksimum akan dicapai ketika turunan pertama dari persamaan keuntungan terhadap masing-masing faktor produksi adalah sama dengan nol, sehingga persamaan py.dy-pxi=0 δπ/δxi=Py.δY/δxi-Pxi=0 Py.δY/δxi=Pxi Dimana δπ/δxi adalah produk marginal faktor produksi ke-i Sehingga: Py.PM=Pxi Dimana Py.PM adalah nilai produk marginal xi (NPMxi) Pxi adalah harga faktor produksi atau biaya korbanan marginal (BKM) Dengan membagi kedua rumus dengan Py maka persamaan menjadi: PMxi=Pxi/Py Apabila harga faktor produksi tidak mempengaruhi jumlah pembelian faktor produksi, persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut: NPM xi=BKMxi NPMxi/BKMxi=1 Secara ekonomis, efisiensi akan tercapai pada produksi dimana harga sama dengan nilai produk marginalnya. Jika NPM/BKM < 1, menunjukkan penggunaan faktor produksi telah melebihi batas optimal. Produsen yang rasional akan mengurangi penggunaan faktor produksi seingga dicapai kondisi dimana NPM sama dengan BKM. Pada saat nilai NPM/BKM > 1, ini menunjukkan
18
penggunaan faktor produksi masih kurang sehingga produsen rasional akan menambah penggunaan faktor produksi sehingga tercapai kondisi NPM=BKM.
Konsep Skala Ekonomi Usaha (Return to Scale) Menurut Rahim dan Hastuti (2007), skala usahatani dapat diketahu dengan menjumlahkan koefisien regresi atau parameter elastisitasnya yaitu: β1 + β2 + β3 +......+ βn Dengan mengikuti kaida return to scale (RTS), yaitu: 1. Skala ekonomi usaha dengan kenaikan hasil yang meningkat (increasing return to scale), bila β1 + β2 + β3 +......+ βn >1. Berarti bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar. 2. Skala ekonomi usaha dengan kenaikan hasil yang tetap (constant return to scale), bila β1 + β2 + β3 +......+ βn=1. Berarti bahwa dalam keadaan demikian, penambahan faktor produksi akan proporsional dengan penambahan produksi yang diperoleh. 3. Skala ekonomi usaha dengan kenaikan hasil yang menurun (decreasing return to scale), bila β1 + β2 + β3 +......+ βn <1. Berarti bahwa proporsi penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan produksi Kerangka Pemikiran Operasional Tanaman kubis sudah cukup lama dibudidayakan oleh para petani di Kecamatan Pangalengan. Hal ini karena kondisi geografis di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung sangat cocok untuk tanaman kubis. Namun kondisi geografis tersebut tidak serta merta meningkatkan produktivitas kubis di Kecamatan Pangalengan, hal ini dikarenakan dalam peningkatan produktivitas harus didukung pula dengan penggunaan input-input produksi yang berimbang. Masalah bagi petani di kecamatan Pangalengan dalam usahatani kubis, lebih banyak dikarenakan permasalahan fluktuasi harga dan produktivitas. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan melihat fakta di lapangan untuk menganalisis pendapatan dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi usahatani kubis di Kecamatan Pangalengan. Dengan harapan agar bermanfaat bagi petani atau pihak lain dalam penyajian informasi tentang usahatani kubis dan sebagai rekomendasi bagi pemerintah dalam pembuat kebijakan. Pendapatan usahatani petani dapat mengukur tingkat keberhasilan petani. Pendapatan usahatani ini dapat diperoleh setelah analisis penerimaan dan analisis pengeluaran dilakukan. Pendapatan merupakan hail akhir yang diperoleh petani sebagai bentuk imbalan atas pengelolaan sumberdaya yang memiliki dalam usahataninya, sehingga petani harus melakukan tindakan yang efisien dalam menggunakan sumberdaya yang ada. Analisis faktor-faktor produksi usahatani ini akan menjadi rekomendasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Berdasarkan uraian diatas, maka kerangka operasional dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.
19
Kecamatan Pangalengan sebagai salah satu Sentra Produksi Sayuran Khususnya Kubis
Harga jual kubis di Kecamatan Pangalengan cukup berfluktuasi, dan tidak dapat diprediksi sehingga mempengaruhi pendapatan usahatani kubis
Penggunaan input-input produksi dirasakan kurang efisien, sehingga mempengaruhi biaya dan pendapatan petani dari usahatani kubis
Analisis Pendapatan Usahatani: 1. 2. 3. 4.
Penerimaan usahatani Biaya usahatani Pendapatan usahatani R/C
Analisis Faktor-Faktor Produksi : 1. Bibit 2. Luas Lahan 3. Unsur N 4. Unsur P 5. Unsur K 6. Pupuk Kandang 7. Pestisida Padat 8. Pestisida Cair 9. Tenaga Kerja Luar Keluarga 10. Tenaga Kerja Dalam Keluarga
Analisis Fungsi Produksi Cobb-Douglass Analisis efisiensi faktor-faktor produksi
Informasi Pendapatan Usahatani dan Penggunaan Faktor Produksi pada Usahatani Kubis di Kecamatan Pangalengan
Gambar 2 Kerangka Pemikiran Operasional
alokasi
20
METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai analisis pendapatan dan produksi kubis ini dilakukan di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung Jawa Barat. Penentuan Kabupaten Bandung dilakukan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Bandung merupakan salah satu sentra hortikultura sayuran untuk daerah Jawa Barat. Pengambilan data dilakukan pada bulan Juni sampai Juli 2011. Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan di lokasi penelitian dan wawancara secara langsung dengan petani menggunakan kuisioner. Data primer yang dilakukan meliputi data karakteristik petani dan data usahatani kubis. Karakteristik petani meliputi data nama, usia, alamat, pendidikan formal dan non formal, pengalaman usahatani, pendapatan rumah tangga dan lain-lain. Data tersebut berguna untuk mengetahui gambaran mengenai kondisi petani kubis di lokasi penelitian. Data usahatani kubis yang dikumpulkan meliputi luas lahan yang digunakan untuk usahatani kubis, faktor-faktor produksi yang digunakan untuk usahatani kubis, dan produksi kubis selama satu musim tanam serta pertanyaan lain yang dapat mendukung analisis pendapatan. Data sekunder diperoleh dari jurnal, data internet, dan berbagai instansi yang terkait dengan penelitian ini, seperti Biro Pusat Statistik (BPS), Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, Perpustakaan LSI IPB, Perpustakaan FEM IPB, PD. Hikmas Bandung dan lain-lain. Jumlah responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah 44 petani kubis. Responden dipilih secara simple random sampling dengan melihat skala usaha yaitu luas, sedang dan sempit. Metode Pengolahan dan Analisis Data Data primer dan sekunder yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis dengan metode kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui keragaan usahatani kubis di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan untuk mengidentifikasi faktorfaktor yang berpengaruh terhadap produksi Kubis. Pengolahan dan analisis data yang telah diperoleh dilakukan dengan menggunakan program Microsoft excel, dan SPSS. Analisis Fungsi Produksi Penelitian ini menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas yang digunakan untuk menganalisis efisiensi dari usahatani kubis. Menurut Soekartawi (2002) fungsi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut variabel dependen, yang dijelaskan (Y) dan yang lainnya disebut variabel independen, yang menjelaskan (X).
21
Penyelesaian hubungan antara X dan Y biasanya dengan cara regresi dimana variasi dari Y akan dipengaruhi oleh variasi dari X. Dengan demikian, kaidahkaidah pada garis regresi juga berlaku dalam penyelesaian fungsi Cobb-Douglass. Analisis fungsi produksi digunakan untuk melihat hubungan antara variabel terikat (dependent variabel) dan variabel bebas (Independen Variabel). Dalam analisis ini dilakukan analisis fungsi produksi dan analisis regresi untuk mengetahui pengaruh factor-faktor produksi terhadap kubis. Tahap-tahap dalam menganalisis fungs produksi adalah sebagai berikut : 1. Identifikasi Variabel Bebas dan Terkait Identifikasi Variabel dilakukan dengan mendaftar faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh dalam proses produksi kubis. Faktor-faktor tersebut antara lain luas lahan, benih, pupuk urea, pupuk TSP/SP-36, pupuk ZA, pupuk KCL, pupuk kandang dan tenaga kerja. Faktor-faktor produksi tersebut merupakan variabel bebas yang akan diuji pengaruhnya terhadap variabel terkait yaitu hasil produksi kubis. 2. Analisis Regresi Dalam analisis regresi, pendekatan fungsi produksi yang digunakan adalah produksi Cobb-Douglas, yaitu: Y=b0 X1b1 X2b2 X3b3 X4b4 X5b5 X6b6 X7b7eu …………………………...(4.1) Dengan mentransformasikan dari fungsi Cobb-Douglas kedalam bentuk linear logaritma, model fungsi produksi kubis dapat ditulis sebagai berikut : Ln y = β0+β1lnX1+β2lnX2+β3lnX3+β4lnX4+β5lnX5+β6lnX6+β7lnX7+e…(4.2) Dimana : y = output produksi kubis per musim tanam (kg) X1 = jumlah bibit kubis per musim tanam (bibit) X2 = luas lahan per musim tanam (ha) X3 = jumlah unsur N per musim tanam (kg) X4 = jumlah unsur P per musim tanam (kg) X5 = jumlah unsur K per musim tanam (kg) X6 = jumlah pupuk kandang per musim tanam (kg) X7 = jumlah pestisida padat per musim tanam (kg) X8 = jumlah pestisida cair per musim tanam (liter) X9 = jumlah tenaga kerja luar keluarga (HOK) X10 = jumlah tenaga kerja dalam keluarga (HOK) e = bilangan natural ( e = 2,7182) u = unsur sisa (galat) β0 = intersep βi = koefisien parameter penduga, dimana I=1,2,3…,7 3. Uji Hipotesis Uji hipotesis berfungsi sebagai jawaban awal dari analisis di atas. Adapun hipotesis yang dibentuk adalah sebagai berikut : H0 : δ1 = 0 H1 : δ1 ≠ 0 Hipotesis nol memiliki arti bahwa koefisien dari masing-masing variabel di dalam model efek inefisiensi sama dengan nol.Jika hipotesis ini diterima, maka masing-masing variabel penjelas dalam model efek inefisiensi tidak memiliki pengaruh terhadap tingkat inefisiensi di dalam proses produksi.
22
Uji statistik yang digunakan yaitu : t-hitung = t-tabel = t(α, n-k-1) Kriteria uji : │t- hitung│ > t-tabel t(α, n-k-1) : tolak H0 │t- hitung│< t-tabel t(α, n-k-1) : terima H0 dimana : k : Jumlah variabel bebas n : Jumlah pengamatan (responden) S (δi) : Simpangan baku koefisien efek inefisiensi. Analisis Efisiensi Alokasi Faktor Produksi Untuk melihat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi, dapat dilihat dari kombinasi optimal dari penggunaan faktor-faktor produksi yang ditunjukkan oleh perbandingan NPM dan BKM. Jika perbandingan NPM dan BKM lebih kecil dari satu, maka penggunaan faktor produksi kubis harus dikurangi. Sedangkan jika nilai perbandingan NPM dan BKM lebih besar dari satu, maka penggunaan faktor produksi kubis harus ditingkatkan, dan apabila perbandingan NPM dan BKM sama dengan satu, maka usahatani kubis sudah dalam kondisi optimal atau efisien. Analisis Pendapatan Usahatani Dalam melakukan analisis pendapatan usahatani, perlu dilakukan pencatatan seluruh penerimaan total dan biaya total usahatani dalam satu musim tanam. Penerimaan total adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu. Biaya total adalah nilai semua input yang dikeluarkan untuk proses produksi. Soekartawi (2002) menjelaskan bahwa pendapatan usahatani dibedakan menjadi pendapatan atas biaya tunai dan biaya total. Pendapatan atas biaya tunai adalah biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani. Sedangkan pendapatan atas biaya total adalah semua input milik keluarga juga diperhitungkan sebagai biaya. Secara matematis, perhitungan penerimaan total, biaya dan pendapatan dirumuskan sebagai berikut : TR = Py x Y TC = TFC + TVC π tunai = TRtotal - TCtunai πtunai = TRtotal – ( TCtunai + Bd) dimana : TRtotal TCtunai π Bd Py Y TVC TFC
: Total penerimaan tunai usahatani (Rupiah) : Total biaya tunai usahatani (Rupiah) : Pendapatan (Rupiah) : Biaya yang diperhitungkan (Rupiah) : Harga output (Rupiah) : Jumlah output (Kg) : Total biaya variabel (Rupiah) : Total biaya tetap (Rupiah)
23
Penerimaan usahatani terbagi atas penerimaan tunai dan penerimaan total. Penerimaan tunai merupakan nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani, yaitu jumlah produk yang dijual dikalikan dengan harga jual produk. Penerimaan total usahatani merupakan keseluruhan nilai produksi usahatani baik dijual, dikonsumsi keluarga dan dijadikan persediaan. Selain itu, biaya usahatani juga dibagi menjadi dua, yaitu biaya tunai dan biaya total. Biaya tunai adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi kebutuhan usahatani. Sedangkan biaya total adalah seluruh nilai yang dikeluarkan bagi usahatani, baik tunai maupun tidak tunai. Analisis R/C rasio merupakan alat analisis dalam usahatani yang berfungsi untuk mengetahui kelayakan dari kegiatan usahatani yang dilaksanakan dengan membandingkan nilai output terhadap nilai inputnya atau dengan kata lain membandingkan penerimaan usahatani dengan pengeluaran usahataninya. Analisis R/C rasio dilakukan untuk mengetahui besarnya penerimaan yang dihasilkan dari setiap rupiah yang dikeluarkan pada suatu kegiatan usahatani. Jika rasio R/C bernilai lebih dari satu (R/C > 1), maka usahatani layak untuk dilaksanakan. Sebaliknya jika rasioR/C bernilai kurang dari satu(R/C < 1), maka usahatani tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Analisis R/C rasio dilakukan berdasarkan jenis biaya yang dikeluarkan, yaitu biaya tunai dan biaya total. Adapun rumus R/C rasio atas biaya tunai adalah sebagai berikut : R/C atas Biaya Tunai = Sedangkan rumus R/C rasio atas biaya total adalah sebagai berikut: R/C atas Biaya Total = Suratiyah (2006) menjelaskan bahwa Break Even Point atau BEP terbagi menjadi dua, yaitu BEP unit dan BEP harga. BEP unit adalah analisis yang digunakan untuk menentukan dan mencari jumlah barang yang harus dijual pada harga tertentu untuk menutupi biaya-biaya yang timbul. Sedangkan BEP harga adalah analisis yang digunakan untuk menentukan harga yang harus didapatkan petani untuk menutupi biaya-biaya yang timbul. BEP hanya dapat terjadi pada saat nilai total penerimaan sama dengan nilai total biaya yang dikeluarkan (TR=TC). Perhitungan BEP unit dirumuskan sebagai berikut :
Sedangkan perhitungan BEP harga dirumuskan sebagai berikut :
Definisi Operasional Pada penelitian ini, variabel yang diamati adalah data dan informasi usahatani kubis yang diusahakan oleh petani. Variabel tersebut terlebih dahulu
24
didefinisikan untuk mempermudah pengumpulan data yang mengacu pada pengertian di bawah ini : 1. Produksi kubis (Y) adalah kubis yang dihasilkan dalam satu musim tanam. Satuan pengukuran yang digunakan adalah kilogram (kg). 2. Luas lahan (X1) adalah luas lahan yang digunakan untuk usahatani kubis dalam satu musim tanam. Satuan pengukuran yang digunakan adalah hektar (ha). 3. Bibit kubis (X2) adalah jumlah bibit kubis yang digunakan petani untuk satu kali musim tanam dengan satuan pengukuran yang digunakan adalah batang. 4. Unsur N (X3) adalah jumlah unsur nitrogen dalam pupuk anorganik per luas lahan yang digunakan petani untuk memupuk kubis selama satu kali musim tanam. Perhitungan Unsur N yang digunakan berdasarkan asumsi bahwa setiap 1 kg pupuk urea mengandung 0,46 unsur N, setiap 1 kg pupuk ZA mengandung 0,21 unsur N dan setiap 1 kg pupuk NPK mengandung 0,15 unsur N. Satuan ukuran yang digunakan adalah kilogram (kg) 5. Unsur P (X4) adalah jumlah unsur posfor dalam pupuk anorganik per luas lahan yang digunakan petani untuk memupuk kubis selama satu kali musim tanam. Perhitungan Unsur P yang digunakan berdasarkan asumsi bahwa setiap 1 kg pupuk TSP mengandung 0,36 unsur P dan setiap 1 kg pupuk NPK mengandung 0,15 unsur P. Satuan ukuran yang digunakan adalah kilogram (kg). 6. Unsur K (X5) adalah jumlah unsur kalium dalam pupuk organik per luas lahan yang digunakan petani untuk memupuk kubis selama satu kali musim tanam. Perhitungan unsur K yang digunakan berdasarkan asumsi bahwa setiap 1 kg pupuk KCL mengandung 0,6 unsur K dan setiap 1 kg pupuk NPK mengandung 0,15 unsur K. Satuan ukuran yang digunakan adalah kilogram (kg). 7. Pupuk kandang (X6) adalah jumlah pupuk Kandang yang digunakan petani untuk memupuk kubis selama satu kali musim tanam. Satuan ukuran yang digunakan adalah kilogram (kg). 8. Pestisida padat (X7) adalah jumlah pestisida padat yang digunakan petani untuk satu kali musim tanam. Satuan ukuran yang digunakan adalah kilogram (kg). 9. Pestisida cair (X8) adalah jumlah pestisida cair yang digunakan petani untuk satu kali musim tanam. Satuan ukuran yang digunakan adalah liter (ltr). 10. Tenaga kerja Luar Keluarga (X9) adalah jumlah tenaga kerja luar keluarga yang digunakan dalam proses produksi untuk berbagai kegiatan usahatani selama satu musim tanam. Tenaga kerja diukur dalam satuan Hari Orang Kerja (HOK). 11. Tenaga kerja Dalam Keluarga (X10) adalah jumlah tenaga kerja dari dalam keluarga yang digunakan dalam proses produksi untuk berbagai kegiatan usahatani selama satu musim tanam. Tenaga kerja diukur dalam satuan Hari Orang Kerja (HOK).
25
HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaan Usahatani Kubis Keragaan usahatani menunjukkan bagaimana usahatani dapat berhasil dijalankan. Keragaan usahatani dapat berbeda-beda di tiap daerah dalam mengusahakan satu produk yang sama. Dalam penelitian ini, analisis usahatani dilakukan dengan cara membandingkan keragaan usahatani untuk komoditas kubis menurut skala usahatani yang dijalankan responden petani. Usahatani kubis dianalisis berdasarkan dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal berkaitan dengan petani langsung yaitu dilihat berdasarkan karakteristik petani baik dari segi umur, pendidikan, pengalaman usahatani, luas lahan, modal, jumlah tanggungan keluarga, dan alasan memilih komoditas yang diusahakan sedangkan faktor eksternal merupakan indikator yang berasal dari luar petani yaitu, penggunaan sarana produksi, teknik budidaya, dan pemasaran. Faktor internal pada usahatani kubis telah dibahas pada bab sebelumnya yang dianalisis secara dekriptif kualitatif. Sedangkan pada faktor eksternal, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan mulai dari penggunaan sarana produksi, teknik budidaya, dan pemasaran. Penggunaan sarana produksi kubis meliputi penggunaan bibit, pupuk, lahan, tenaga kerja, modal, dan alat-alat pertanian. Teknik budidaya meliputi persiapan lahan, penanaman, pemupukan, penyiangan, perawatan, dan pemanenan. Penggunaan Sarana Produksi Penggunaan sarana produksi pada kegiatan usahatani kubis meliputi bibit, lahan, pupuk, pestisida, tenaga kerja, dan alat-alat pertanian yang digunakan pada saat melakukan kegiatan budidaya. Secara rinci sarana produksi yang digunakan dapat dilihat pada sub berikut. 1. Bibit Bibit kubis yang biasa digunakan petani adalah bibit yang telah siap tanam. Bibit biasanya dibeli pada penjual bibit. Harga rata-rata bibit kubis yang biasa dijual Rp 66,14 per bibit. Alasan petani tidak melakukan pembibitan sendiri karena banyaknya bibit kubis yang telah tersedia untuk dibeli dan selain itu, alasan lain adalah karena petani ingin lebih praktis sehingga memudahkan petani pada saat melakukan penanaman. Bibit kubis yang biasa digunakan petani yaitu jenis Greenopa. Alasan petani memilih Greenopa karena memiliki keunggulan umurnya pendek, lebih tahan terhadap penyakit, lebih tahan terhadap cuaca buruk, produktivitasnya tinggi dan mudah dijual. Penanaman benih kubis dilakukan petani diatas bedengaan dengan jarak tanam yang disesuaikan. Ukuran bedengan dan jarak tanam ini berbeda-beda pada setiap petani.
Gambar 3 Bibit kubis
26
2. Lahan Luas lahan yang dimiliki petani bervariasi kurang dari 0,5 ha sampai lebih dari 1 ha yang nantinya digunakan untuk menanam kubis secara bergiliran tiap musimnya. Luas lahan yang digunakan petani berupa lahan pribadi, sewa, dan garapan. Lahan pribadi yang dimiliki petani merupakan lahan hasil pembelian dari petani lain dan warisan. Lahan sewa merupakan lahan yang disewa petani untuk menanam kubis. Sedangkan lahan garapan merupakan lahan yang dipinjamkan pemilik kepada petani dengan alasan bahwa pemilik ingin tanah mereka dirawat dan digunakan untuk sesuatu yang menghasilkan sehingga dapat menguntungkan kedua belah pihak. Untuk mengelola lahan tersebut petani sama sekali tidak dibebani biaya sewa atau biaya lainnya, namun sekali waktu petani pemilik berkunjung ke lahan milik petani. Petani memberikan sebagian hasil panennya, jika pemilik lahan datang tepat pada saat panen. Tiap lahan yang digunakan untuk penanaman kubis dikenakan pajak dan sewa. Harga pajak rata-rata untuk luasan lahan rata-rata per musim tanam sebesar Rp 112.500,00. Luasan lahan yang ditanami kubis oleh petani responden berkisar rata-rata 0,47 ha. Sehingga dalam penghitungan analisis usahatani kubis menggunakan luasaan lahan tanaman kubis rata-rata 0,47 ha. 3. Pupuk dan Pestisida Pupuk merupakan kunci dari kesuburan tanah karena berisi satu atau lebih unsur untuk menggantikan unsur hara yang habis terisap tanaman. Secara umum pupuk dibagi dua kelompok berdasarkan asalnya yaitu pupuk anorganik (urea, TSP, KCL,Za dan NPK) dan pupuk organik (pupuk kandang, humus, kompos, dan pupuk hijau). Pupuk yang biasa digunakan petani di kecamatan Pangalengan adalah pupuk kandang, urea, ZA, TSP, KCL, dan NPK Ponska. Para petani membeli pupuk tersebut dari toko-toko di sekitar desa maupun dari toko dari Kecamatan. Rata-rata penggunaan pupuk organik yaitu pupuk kandang yang digunakan petani responden per luasan rata-rata 0,47 ha sebesar 5.126,93 kg. Sedangkan rata-rata penggunaan pupuk anorganik secara berturut-turut adalah Urea 108,07 kg, ZA 21,14 kg, TSP 211,93 kg, KCL 15,8 kg, dan NPK Ponska 151,25 kg. Selain pupuk, petani juga menggunakan pestisida dan pestisida yang digunakan bermacam-macam merek dagang. Pestisida yang digunakan terdiri dari pestisida padat dan pestisida cair. Akan tetapi, dalam proses penggunaannya pestisida padat dicairkan terlebih dahulu. Rata-rata penggunaan pestisida kimia yang digunakan oleh petani responden per 0,47 hektar per musim tanam adalah 2,7 kg pestisida berbentuk padat dan 2,3 liter pestisida dalam bentuk cair. Pestisida merupakan substansi kimia yang digunakan untuk membunuh dan mengendalikan berbagai hama. Jenis pestisida yang digunakan petani di Kecamatan Pangalengan adalah insektisida dan fungisida. Insektisida berfungsi untuk membunuh serangga dan merek dagang yang biasa digunakan petani adalah Demolish 18 EC, Pounce 20 EC, dan Prevathon 50 SC sedangkan fungisida berfungsi untuk membunuh jamur atau cendawan dan merek dagang yang biasa digunakan petani adalah Unizeb 80 WP dan Daconil 75 WP. Tujuan petani menggunakan pestisida adalah untuk menimalisir hama dan penyakit yang menyerang pada tanaman. Penyemprotan pestisida untuk luasan lahan 0,47 ha mengeluarkan biaya pestisida sebesar Rp 595.761,37.
27
4. Tenaga Kerja Tenaga kerja pada usahatani kubis ini terbagi atas dua jenis tenaga kerja yaitu tenaga kerja luar keluarga dan tenaga kerja dalam keluarga. Tenaga kerja dalam keluarga berasal dari anggota keluarga petani sedangkan tenaga kerja luar keluarga yaitu tenaga kerja yang merupakan tenaga upahan. Pada kasus petani responden di Kecamatan Pangalengan, petani sebagian besar menggunakan tenaga kerja luar keluarga. Petani responden hanya melakukan kontrol dan pengawasan para pekerja (buruh tani) saat mereka bekerja di lahan. Ketersediaan tenaga kerja di lokasi penelitian cukup banyak dan mudah didapatkan karena mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai buruh tani. Rata-rata penggunaan tenaga kerja mayoritas dikerjakan laki-laki terutama, pada saat persiapan lahan sedangkan tenaga kerja wanita digunakan pada saat penanaman dan penyiangan. Jadwal waktu kerja yang diberlakukan mulai pukul 07.00 sampai pukul 12.00 ( lima jam kerja). Tingkat upah rata-rata yang dibayarkan untuk tenaga kera pria adalah Rp 14.965,91 per hari. Jumlah tenaga kerja wanita yang digunakan dalam usahatani kubis telah dikonversikan ke dalam hari kerja pria dengan nilai konversi 0,7 HKP. Menurut (Hernanto, 1989), dalam teknis perhitungan, dapat dipakai konversi tenaga kerja dengan cara membandingkan tenaga kerja pria sebagai ukuran baku, yaitu: 1 pria = 1 hari kerja pria (HKP); 1 wanita = 0,7 HKP Untuk jumlah anggota keluarga yang terlibat dalam usahatani kubis yaitu petani, istri petani dan anak petani. Tabel 6 Penggunaan Tenaga Kerja per Luas Lahan Rata-rata 0,47 ha per Musim Tanam No Kegiatan TKDK TKLK(HOK) Jumlah TK Persentase (HOK) (HOK) 1 Pengolahan 3,37 14,56 17,93 32,73 tanah 2 Penanaman 1,81 7,28 9,09 16,59 3 Penyiangan 2,90 9,08 11,98 21,87 4 Pemupukan 1,79 6,19 7,98 14,57 5 Penyemprotan 3,65 4,15 7,80 14,24 Jumlah 13,59 41,25 54,78 100 Sumber: Data Primer (2011) Total tenaga kerja yang digunakan dalam seluruh proses budidaya kubis sejumlah 54,78 HOK dengan perincian jumlah tenaga kerja luar keluarga sebanyak 41,26 HOK (75,3 persen) dari total tenaga kerja yang digunakan dan dari dalam keluarga sebanyak 13,52 HOK (24,7 persen). Penggunaan tenaga kerja paling banyak digunakan adalah dalam kegiatan pengolahan lahan yaitu sekitar 32,73 persen dari total penggunaan tenaga kerja. 5. Alat-alat Pertanian Dalam usaha tani kubis, jenis alat-alat pertanian yang digunakan petani adalah Handsprayer, Sprayer, cangkul, sekop, mesin pompa air, drum air, kored dan terpal. Cangkul digunakan untuk menggemburkan tanah atau untuk mengolah lahan. Kored digunakan untuk membersihkan atau menyiangi gulma, rumput
28
ataupun semak-semak yang mengganggu tanaman, Handspayerd dan sprayer digunakan sebagai alat untuk menyemprotkan pestisida. Mesin pompa air dan drum digunakan buat penyiraman. Peralatan tersebut biasanya merupakan milik petani namun jumlahnya tidak banyak karena sebagian besar buruh tani atau tenaga kerja luar keluarga yang telah membawa alat pertanian masing-masing seperti cangkul dan kored sedangkan penggunaan sprayer dan mesin pompa air rata-rata berasal dari petani responden. Petani responden tidak selalu membeli alat-alat pertanian setiap musim tanam sebab setiap alat yang digunakan memiliki umur teknis lebih dari dua tahun sampai tidak dapat digunakan lagi. Nilai penyusutan alat-alat pertanian yang digunakan oleh petani responden di Kecamatan Pangalengan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 7 Penggunaan Peralatan Usahatani Kubis per Musim Tanam Pangalengan Jenis Jumlah Harga Umur Nilai (Rp) Biaya Peralatan alat beli/unit teknis penyusut (buah) (Rp) (Tahu an per n) tahun (Rp) Hand 1 500,000 5 500,000 100,000 sprayer Sprayer 1 1,200,00 5 1,200,000 240,000 0 Cangkul 2 50,000 3 100,000 33,333,3 Sekop 1 50,000 3 50,000 16,666,6 Mesin 1 800,000 5 800,000 160,000 Pompa air Drum air 1 100,000 3 100,000 33,333,3 Kored 2 50,000 3 100,000 33,333,3 Terpal 1 120,000 3 120,000 40,000 656,666, Jumlah 7
di Kecamatan Biaya penyusutan per musim tanam (Rp) 25,000 60,000 8,333,3 4,166,6 40,000
8,333,3 8,333,3 10,000 164,166,7
Sumber: Data Primer (2011)
Penggunaan alat-alat pertanian untuk setiap budidaya adalah sama, hanya jumlah yang dimiliki petani tergantung kepemilikan luas lahan petani. Tabel diatas menunjukkan nilai penyusutan peralatan pertanian yang digunakan dalam usahatani kubis pada luasan lahan rata-rata 0,47 ha yaitu sebesar Rp 656,666,67,per tahun, sedangkan nilai penyusutan per musim tanam per luas lahan rata-rata sebesar Rp 164,166,67.
29
6. Modal Usahatani kubis yang digunakan oleh petani responden seluruhnya menggunakan modal sendiri. Petani tidak berani untuk meminjam modal kepada pihak lain dikarenakan risiko dari usahatani kubis tinggi. Kalaupun terpaksa harus meminjam, maka petani hanya berani meminjam kepada kerabat. Petani responden tidak berani meminjam kepada pihak lain seperti bank atau tengkulak karena menurut mereka membuat hati merasa tidak tenang. Pada umumnya, ketika petani responden mengalami kekurangan modal maka mereka lebih memilih untuk mengurangi penggunaan input produksi untuk tanaman kubis dari penggunaan biasanya daripada harus meminjam modal kepada pihak lain. Teknik Budidaya Kubis Teknik budidaya menanam kubis yang dilakukan oleh petani kubis di Kecamatan Pangalengan diperoleh secara turun temurun. Kegiatan budidaya tanaman kubis terbagi dalam tahapan persiapan lahan, pemupukan, penanaman, pemeliharaan, dan panen. 1. Persiapaan Lahan Sebelum lahan ditanami, terlebih dahulu dibersihkan dari tanaman liar dan sisa-sisa akar dari tanaman sebelumnya. Hal ini menunjukkan untuk menekan terjadinya serangan penyakit. Lahan yang telah dibersihkan kemudian dicangkul untuk membuat garitan dan guludan. Untuk kubis tinggi guludan 15 cm dengan lebar 100 cm dan jarak tanaman antar bedengan 40 cm. Apabila pembuatan bedengan telah selesai kemudian pemberian pupuk kandang. Pemberian pupuk kandang pada kubis biasanya petani menaburkannnya secara merata pada bedengan kemudian dibiarkan selama beberapa hari. Pupuk kandang yang digunakan responden untuk kubis rata-rata 5.126,93 kg/0,47 ha. Penggunaan pupuk kandang yang digunakan petani di Kecamatan Pangalengan masih jauh dibawah ukuran standarisasi. Menurut Sunarjono (2004), idealnya pupuk kandang untuk kubis berkisar 15-30 ton/ha.
Gambar 3 Lahan kubis
2. Penanaman, Pemupukan dan Penyiangan Dalam penanaman kubis, jarak tanam yang digunakan petani sangat bervariasi, biasanya 50 x 80 cm kemudian tanah ditugal sesuai jarak tanam. Bibit yang telah tersedia kemudian ditanam langsung pada lubang tanam dan setelah
30
tanam bibit disiram dengan air sampai basah. Sebelum melakukan pemupukan, dilakukan kegiatan penyiangan yaitu membersihkan tanaman dari tumbuhan pengganggu. Kegiatan penyiangan dilakukan 14 hari setelah tanam dan dilanjutkan 28 hari setelah tanam. Pada penggunaan pupuk, tiap musim berubahubah meskipun tidak siginifikan. Pemberian pupuk kimia yang dilakukan petani di kecamatan Pangalengan berbeda-beda setiap petani. Sebagian petani memberikan pupuk susulan yang dilakukan dua minggu sekali setelah tanam. Pupuk susulan yang digunakan adalah urea, TSP, NPK Phonska, dan ZA.
Gambar 4 Penyiangan 3. Perawatan Kegiatan perawatan pada tanaman kubis terdiri dari kegiatan penyulaman penyemprotan dan penyiraman. Penyulaman dilakukan pada saat tanaman tidak tumbuh atau kubis tidak tumbuh dengan baik. Penyulaman dilakukan ketika tanaman berumur lebih kurang 15 hari setelah tanam. Sedangkan penyemprotan, petani melakukan penyemprotan dengan menggunakan pestisida yang terdiri dari pestisida padat dan pestisida cair. Penyemprotan dilakukan setiap dua minggu sekali sampai kubis panen. Kegiatan penyiraman dilakukan dua hari sekali ketika musim kemarau, dan ketika musim hujan penyiraman dihentikan, karena dapat menyebabkan kandungan air kubis tinggi dan menyebabkan mudah busuk. 4. Pemanenan Umur panen pada tanaman kubis berkisar pada umur 81-105 hari setelah tanam. Pemanenan dilakukan dengan memetik kropnya. Rata-rata produksi total usahatani kubis di lokasi penelitian adalah 9.754,16 per luas lahan rata-rata 0,47 ha. Sistem pemanenan yang dilakukan di daerah penelitian biasanya dilakukan oleh penjual. Petani melakukan penjualan hasil panen dengan sistem ditebas atau sistem bukti. Sistem bukti pada daerah penelitian dilakukan oleh pembeli kubis, petani menerima harga bersih dari hasil produksi yang diperoleh sedangkan tenaga kerja pemanenan dibawa oleh pembeli sehingga petani tidak mengeluarkan biaya panen. Hasil panen merupakan hasil keseluruhan produksi dan tidak dilakukan sortasi. Dengan cara panen ini petani biasanya mendapatkan harga yang lebih rendah namun tidak mengeluarkan biaya tenaga kerja. Pembeli biasanya membawa tenaga kerja langsung ke lokasi untuk pemanenan.
31
Gambar 5 Proses Pemanenan Kubis di Kecamatan Pangalengan 5. Pemasaran Kubis Dari hasil produksi yang dipanen, petani kubis biasanya menjual hasil panennya segera mungkin agar mutu atau kualitasnya masih terjaga. Hal ini dikarenakan, sayuran kubis merupakan sayuran yang mudah busuk (perishable). Petani biasanya menjual hasil panen kubis ke tengkulak. Sayuran kubis dalam memasarkan produksinya menggunakan jalur pemasaran yang sama. Adapun jalur pemasaran sayuran kubis di Kecamatan Pangalengan yang biasa petani gunakan dalam menjual hasil panennya dan dapat di lihat pada Gambar 2. Petani Tengkulak Pengumpul Besar Pasar Konsumen Lokal dan Luar Petani Tengkulak Pasar Konsumen Lokal dan Luar Gambar 6 Jalur Pemasaran Kubis di Kecamatan Pangalengan Gambar 6 Menunjukkan bahwa jalur pemasaran untuk kubis mulai dari petani langsung menjual hasil panennnya ke tengkulak, tengkulak menjual ke pedagang pengumpul, pedangang pengumpul menjual ke pasar (pengecer), dan pasar/pengecer langsung menjual ke konsumen. Pada jalur pemasaran dua, petani langsung menjual ke tengkulak, tengkulak menjual ke pasar (pengecer), pasar menjual ke konsumen. Penjualan kubis di Kecamatan Pangalengan meliputi pasar Induk Kramat Jati, Tangerang, Cibitung Bekasi, dan pasar Caringin Bandung. Harga yang berlaku dipetani disesuaikan dengan harga dipasaran, jika harga di pasaran tinggi maka hasil yang didapat petani juga tinggi dan begItu sebaliknya. Harga sayuran kubis berfluktuatif. Harga yang berlaku ditingkat petani saat dijual ke tengkulak untuk kubis berkisar dari harga Rp 200,00/kg - Rp 2.000,00/kg (lampiran 2). Petani kubis hanya menjual hasil panennya ke tengkulak. Hal ini dikarenakan, adanya keterbatasan petani untuk memasarkan hasil panennya sehingga tengkulak dapat menentukan harga dengan mudah. Kondisi tersebut diakibatkan pula oleh peranan kelembagaan di Kecamatan Pangalengan yang tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan petani yakni sebagai fasilitator dalam memudahkan petani memperoleh akses sumberdaya dan pasar.
32
Analisis Pendapatan Usahatani Kubis Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan usahatani dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Suatu usahatani dapat menguntungkan apabila pendapatan usahatani tersebut bernilai positif dan merugikan apabila pendapatan usahatani bernilai negatif. Pendapatan usahatani dianalisis dengan menggunakan dua konsep yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai diperoleh dari hasil pengurangan dari penerimaan petani terhadap semua komponen biaya yang dikeluarkan petani dalam bentuk tunai seperti penggunaan bibit, pupuk, pestisida, mulsa, ajir, tenaga kerja luar keluarga, sewa lahan (lahan di sewa). Pendapatan atas biaya total merupakan penerimaan petani yang dikurangkan dengan seluruh biaya yang telah dikeluarkan dalam usahatani termasuk biaya diperhitungkan seperti biaya tenaga kerja keluarga, penyusutan alat, dan pajak lahan. Untuk menghitung pendapatan, dibutuhkan data total penerimaan dan total biaya yang harus dikeluarkan selama usahatani. Data penerimaan diperoleh dari hasil produksi (konsumsi ataupun dijual) dikalikan dengan harga yang berlaku pada saat panen sedangkan total biaya diperoleh dari perhitungan seluruh sarana produksi yang digunakan dikalikan dengan harga yang berlaku. Penerimaan Usahatani Kubis Produksi kubis merupakan keseluruhan hasil panen yang diperoleh petani pada setiap lahan yang diusahakan, karena pada daerah penelitian tidak ada sortasi terhadap hasil produksi menjadi kubis kualitas terbaik atau afkir. Penerimaan usahatani kubis dihitung berdasarkan perkalian total produksi dengan harga pasar yang berlaku. Jumlah rata-rata produksi kubis pada musim tanam 2011 pada lokasi penelitian adalah 9754,16/luas lahan rata-rata dengan harga jual rata-rata Rp 847,27/kg. Penerimaan tunai yang diperoleh petani dari hasil penjualan kubis per luas lahan rata-rata adalah Rp 8.264.407,143. Biaya Usahatani Kubis Biaya usahatani kubis digolongkan menjadi dua bagian, yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai dihitung berdasarkan biaya-biaya yang dikeluarkan secara tunai oleh petani. Biaya tunai meliputi pengeluaran untuk benih, pupuk kandang, pupuk kimia (pupuk NPK, pupuk ZaTSP, pupuk urea, dan pupuk KCL), pestisida padat, pestisida cair, dan tenaga kerja luar keluarga. Sedangkan biaya yang diperhitungkan merupakan biaya yang dikeluarkan petani untuk kegiatan produksi yang harus diperhitungkan sebagai pengeluaran petani untuk usahatani kubis. Biaya yang diperhitungkan dalam usahatani kubis meliputi bibit, biaya tenaga kerja dalam keluarga, sewa lahan, dan biaya penyusutan. Biaya total usahatani yang dikeluarkan per satuan rata-rata luasan lahan di Kecamatan Pangalengan sebesar Rp 5.217.756,14. Dari total biaya yang dikeluarkan, komponen biaya usahatani yang terbesar adalah pupuk kandang yaitu 35,29 persen dari seluruh total biaya usahatani. Persentase biaya terendah berasal dari penggunaan pupuk KCL yaitu 0,71 persen dari seluruh total biaya
33
usahatani. Biaya untuk bibit yang dikeluarkan pada setiap periode tanam sebesar Rp 407.461,42 Petani rata-rata menggunakan 6.160,59 batang benih kubis. Jenis varietas kubis yang ditanam mayoritas petani di Kecamatan Pangalengan adalah Greenopa. Harga rata-rata bibit yang digunakan petani adalah Rp 66,14 /batang. Gambaran biaya usahatani kubis dapat dilihat pada tabel 8 berikut. Tabel 8 Biaya Usahatani Kubis per Luas Lahan Pangalengan per Musim Tanam Keterangan Jumlah Satuan Harga satuan (Rp) Biaya tunai Bibit 6160,59 Batang 66,14 Pupuk 5.126,93 Kg 359,20 kandang Pupuk urea 108,07 Kg 1578,71 Pupuk KCL 15,8 Kg 2343,86 Pupuk NPK 151,25 Kg 2411,63 Pupuk ZA 21,14 Kg 1855,56 PupukTSP 41,93 Kg 1923,53 Pestisida 2,70 Kg padat Pestisida cair 2,30 Liter TKLK 41,25 HOK 14.965,91 Pajak lahan 55.494 Total biaya tunai Biaya diperhitung kan Sewa lahan 313.281,25 Penyusutan 164,166,67 TKDK 13,59 HOK 14.965,91 Total biaya diperhitungk an Total Biaya
Rata-rata di Kecamatan Nilai (Rp)
% atas biaya
407.461,42 1.841.593,25
7,81 35,29
170.611,19 37.017,19 364.759,04 39.226,54 80.653,61 387.272,73
3,27 0,71 0,99 0,75 7,81 7,42
208.488,64 617.343,79 55.494,00 4.209.921,40
4,00 11,83 1,06 89,95
313.281,25 164,166,67 203.386,72 680.834,64
6,00 3,15 3,90 13,05
4.890.756,04
100,00
Sumber: Data Primer (2011)
Penggunaan pupuk kandang bagi petani di Kecamatan Pangalengan menjadi salah satu cara untuk meningkatkan kesuburan tanah. Pupuk kandang diberikan pada setiap musim tanam. Hal ini disebabkan karena harga pupuk kandang jauh lebih rendah dibandingkan pupuk kimia dan kandungan kalium serta air yang dimilikinya lebih besar. Biaya yang dikeluarkan petani untuk membeli pupuk kandang rata-rata Rp 359,2/kg. Sedangkan pupuk anorganik(kimia) yang paling banyak digunakan oleh petani adalah pupuk NPK, pupuk Za, pupuk TSP, pupuk urea, dan pupuk KCL. Harga rata-rata masing-masing pupuk kimia secara berturut-turut adalah NPK Rp 2.411,63/kg, Za Rp 1.855,56/kg, TSP Rp
34
1.923,53/kg, urea Rp 1.578,71/kg dan KCL Rp 2.342,86/kg. Biaya pemupukan anorganik terbesar adalah biaya untuk pupuk TSP sebesar 7,81 % dari total biaya usahatani. Pestisida yang digunakan dalam usahatani kubis adalah pestisida cair dan pestisida padat. Rata-rata penggunaan pestisida padat untuk luasan lahan rata-rata sebesar 2,7 kg. Biaya yang dikeluarkan petani untuk pembelian pestisida padat sebesar Rp 387.272,73, dimana biaya tersebut 7,42 persen dari total keseluruhan biaya usahatani. Sedangkan rata-rata penggunaan pestisida cair untuk luasan lahan rata-rata sebesar 2,3 liter. Biaya yang dikeluarkan petani untuk pembelian pestisida cair sebesar Rp 208.488,64, dimana biaya tersebut 4,00 persen dari total biaya usahatani. Tenaga kerja di luar keluarga umumnya digunakan untuk pengolahan tanah yang melibatkan tenaga kerja laki-laki serta penyiangan dan pemupukan yang melibatkan tenaga kerja perempuan. Upah rata-rata yang diterima tenaga kerja laki-laki sebesar Rp 14.965,91/hari. Upah tenaga kerja laki-laki lebih besar dibandingkan perempuan dipengaruhi oleh tingkat kesulitan dalam pekerjaan yang dilakukan. Rata-rata penggunaan tenaga kerja luar keluarga sebesar 41,25 HOK dengan biaya sebesar Rp 617.343,79, dimana biaya tersebut 11,83 persen dari total biaya usahatani. Sebagian petani responden di Kecamatan Pangalengan menggunakan lahan sewa dalam menjalankan usahatani. Lahan yang disewa petani terdiri dari lahan milik pemerintah dan lahan petani lain. Harga sewa lahan pertanian di Kecamatan Pangalengan sebesar Rp 313.281,25/0,47 ha/masa tanam. Biaya penyusutan yang diperhitungkan dari alat-alat pertanian usahatani kubis meliputi handsprayer, cangkul, kored, sprayer, mesin pompa, drum, terpal dan sekop . Rata-rata biaya penyusutan per hektar dalam satu musim tanam adalah Rp 155.166,67. Penyusutan dihitung dengan menggunakan metode garis lurus dengan asumsi peralatan tersebut tidak dapat digunakan lagi setelah melewati umur teknis. Pendapatan Usahatani Analisis usahatani kubis di kecamatan Pangalengan menggambarkan besarnya penggunaan input input produksi dan biaya-biaya yang harus dikeluarkan selama proses usahatani berlangsung. Kegiatan usahatani ini bertujuan untuk memperoleh pendapatan optimal, sebagai imbalan atas usaha dan kerja yang telah dijalankan petani. Analisis yang dilakukan mengacu pada selisih antara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan, yang meliputi biaya tunai dan biaya total. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan dalm bentuk tunai seperti biaya bibit, pupuk, tenaga kerja luar keluarga dan peralatan yang digunakan selama kegiatan usahatani kubis. Biaya diperhitungkan adalah biaya yang tidak dikeluarkan petani dalam bentuk tunai tetapi dihitung sebagai biaya, seperti tenaga kerja dalam keluarga, sewa lahan, dan penyusutan peralatan. Pendapatan usahatani dipertimbangkan dari biaya tunai dan biaya total. Hasil perhitungan pendapatan usahatani kubis per luas lahan rata-rata seluas 0,47 hektar dapat dilihat pada tabel 19. Berdasarkan tabel 19, dapat dilihat bahwa penerimaan usahatani kubis petani responden adalah Rp 8.264.407,14 sedangkan biaya tunai adalah Rp 4.209.921,40 dan biaya total adalah 4.890.756,04. Pendapatan atas biaya tunai usahatani kubis sebesar 4.054.485,74 lebih besar dari nol. Hal ini berarti usahatani
35
kubis dilokasi penelitian memberikan keuntungan sebesar Rp 4.054.485,74 bagi petani atas biaya tunai yang dikeluarkannya. Sedangkan pendapatan atas biaya total yang diperoleh sebesar Rp 3.373.651,10. Hal ini berarti usahatani kubis memberikan keuntungan sebesar Rp 3.373.651,10 atas biaya total yang dikeluarkan. Tabel 9 Perhitungan Pendapatan dan Rasio Penerimaan Terhadap Biaya (R/C) Usahatani Kubis per 0,47 hektar di Kecamatan Pangalengan per Musim Tanam Keterangan Jumlah Satuan Harga Nilai (Rp) satuan (Rp) 9.754,16 kg 847,27 8.264.407,14 Penerimaan Biaya Tunai Bibit 6160,59 batang 66,14 407.461,42 Pupuk kandang 5.126,93 kg 359,20 1.841.593,25 Pupuk urea 108,07 kg 1578,71 170.611,19 Pupuk KCL 15,8 kg 2343,86 37.017,19 Pupuk NPK 151,25 kg 2411,63 364.759,04 Pupuk ZA 21,14 kg 1855,56 39.226,54 PupukTSP 41,93 kg 1923,53 80.653,61 Pestisida padat 2,70 kg 387.272,73 Pestisida cair 2,30 liter 208.488,64 TKLK 41,25 HOK 14.965,91 617.343,79 Pajak lahan 55.494 55.494,00 Total biaya tunai 4.209.921,40 Biaya diperhitungkan Sewa lahan 313.281,25 313.281,25 Penyusutan 164,166,67 164,166,67 TKDK 13,59 HOK 14.965,91 203.386,72 Total biaya 680.834,64 diperhitungkan Total Biaya 4.890.756,04 4.054.485,74 Pendapatan atas biaya tunai 3.373.651,10 Pendapatan atas biaya total R/C atas biaya Tunai 1,96 R/C atas biaya total 1,68 Sumber: Data Primer (2011)
Usahatani kubis ini dikatakan menguntungkan untuk diusahakan dapat dilihat dari nilai perbandingan antara jumlah penerimaan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan (R/C Rasio). Berdasarkan tabel diatas, R/C rasio atas biaya total yang diperoleh petani dengan luasan lahan rata-rata adalah sebesar 1,68 yang berarti setiap pengeluaran petani sebesar Rp 1,- akan mendapatkan imbalan penerimaan sebesar Rp 1,68,-. Nilai R/C yang lebih dari satu ini menunjukkan bahwa usahatani kubis menguntungkan untuk diusahakan karena penerimaan yang dihasilkan lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan.
36
Analisis Produksi Usahatatani Kubis Analisis Model Fungsi Produksi Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi usahatani kubis adalah fungsi Cobb-Douglas. Adapun faktor-faktor produksi pada penelitian yang diduga berpengaruh terhadap produksi kubis (Y) adalah luas lahan (X1), bibit (X2), pupuk kandang (X3), unsur N (X4), unsur P (X5), unsur K (X6), pestisida padat (X7), pestisida cair (X8), tenaga kerja luar keluarga (X9), dan tenaga kerja dalam keluarga (X10). Semua faktor produksi tersebut (X) akan menduga produksi kubis (Y). Pada penelitian ini, Analisis model fungsi produksi yang dilakukan adalah menggunakan metode stepwise. Metode stepwise dapat menghasilkan model terbaik yang paling berpengaruh terhadap Y. Pada metode ini, variabelvariabel yang tidak memiliki pengaruh secara otomatis akan dihilangkan dari model sehingga diperoleh kombinasi variabel yang menghasilkan model terbaik. Penggunaan model yang tepat akan mampu memberikan informasi mengenai hubungan faktor-faktor produksi dengan produksi kubis. Tabel 10 Hubungan Faktor-faktor Produksi dengan Produksi Kubis Menggunakan Model Fungsi Produksi Cobb- Douglass dengan Metode Stepwise Penduga Koefisien Regresi thitung p-Value Intercept (ln X0) 0,593 1,492 0,144 Bibit (ln X2) 0,858 11,543 0,000 Unsur N (ln X3) 0,148 4,011 0,000 Pupuk Kandang (ln X6) 0,108 1,775 0,084 Tenaga Kerja Luar Keluarga (ln -0,124 -1,792 0,081 X9) Tenaga Kerja Dalam Keluarga (ln 0,072 1,990 0,054 X10) R-sq = 93,3% R-sq(adj) = 92,5% Fhitung = 61,10% Sumber: Data Primer (2011)
Pada tabel 10, dapat dilihat hasil analisis model fungsi produksi cobbdouglass dengan metode stepwise menghasilkan lima variabel yang paling berpengaruh terhadap Y. Kelima variabel tersebut terdiri dari bibit (X2), unsur N (X3), pupuk kandang (X6), tenaga kerja luar keluarga (X9), dan tenaga kerja dalam keluarga (X10). Sedangkan variabel lain seperti unsur P, unsur K, pestisida padat, dan pestisida cair diduga tidak berpengaruh nyata terhadap Y sehingga secara otomatis tereleminasi dari model. Model yang digunakan merupakan model terbaik yang telah melalui beberapa tahap pengujian. Terlihat bahwa koefisien determinasi (R2) sebesar 0,933 artinya 93,3 persen variasi produksi kubis dapat diterangkan oleh variabel yang ada di dalam model dan sisanya 6,7 persen diterangkan oleh variabel lain di luar model. Model yang dibentuk tidak memiliki masalah multikolineoritas dan juga autokorelasi. Nilai VIF pada analisis regresi menunjukkan tidak ada yang melebihi 10 menandakan model yang dibentuk telah terbebas dari multikoliearitas. Sedangkan autokorelasi dapat dilihat dari nilai
37
Durbin Watson, nilai Durbin Watson sebesar 1,995 berada diantara 1,55 dan 2,46, berarti model tersebut tidak memiliki masalah autokorelasi (Lampiran).Model yang dapat dibentuk dapat dilihat dari persamaan berikut. LnY = 0,593 + 0,858 LnX2 + 0,148 LnX3 + 0,108 LnX6 – 0,124 LnX9 + 0,072 LnX10 Berdasarkan dari hasil pendugaan model diatas, maka model yang digunakan sebagai model terbaik. Model ini memenuhi kriteria dari fungsi produksi Cobb Douglass. Selanjutnya model inilah yang akan dibahas untuk menggambarkan fungsi produksi dari usahatani kubis di kecamatan Pangalengan. Setelah pengolahan data menggunakan program komputer SPSS, hasil regresi tersebut memperlihatkan nilai R-sq sebesar 93,3 persen dan R-sq(adj) sebesar 92,50 persen. Nilai R-sq (adj) sebesar 92,50 persen menunjukkan bahwa model mampu menjelaskan variasi produksi kubis sebesar 92,50 persen sedangkan sisanya sebesar 7,50 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar model. Nilai F-hitung yang diperoleh sebesar 61,1 persen signifikan pada selang kepercayaan 90 persen. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor produksi bibit, pupuk kandang, Unsur N, tenaga kerja luar keluarga dan tenaga kerja dalam keluarga berpengaruh nyata terhadap produksi kubis. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Pada model fungsi produksi Cobb-Douglas, nilai koefisien regresi dari setiap variabel bebas menunjukkan nilai elastisitas masing-masing penggunaan faktor produksi. Hasil analisis signifikansi dan elastisitas faktor-faktor produksi usahatani kubis per rata-rata luas lahan adalah : 1. Bibit (X1) Bibit berpengaruh positif dan signifikan pada selang kepercayaan 90 persen terhadap produksi kubis. Nilai regresi bibit adalah 0,593. Hal ini menunjukkan bahwa setiap penambahan bibit sebesar satu persen akan menyebabkan peningkatan produksi kubis sebesar 0,593 persen dengan asumsi faktor-faktor produksi lainnya tetap. Sehingga penambahan penggunaan bibit sampai batas optimal akan meningkatkan usahatani kubis di kecamatan Pangalengan. Rata-rata pengunaan bibit oleh petani adalah 6.160,59 batang per luas lahan rata-rata. 2. Unsur N (X2) Unsur N berpengaruh positif dan siginifikan pada selang kepercayaan 90 persen terhadap produksi kubis. Nilai koefisien regresi unsur N adalah 0,148. Hal ini menunjukkan bahwa setiap penambahan penggunaan unsur N sebesar satu persen akan menyebabkan peningkatan produksi kubis sebesar 0,148 persen dengan asumsi faktor-faktor produksi lainnya tetap. Rata-rata penggunaan unsur N oleh petani adalah 73,54 kg per luas lahan rata-rata. 3. Pupuk Kandang (X5) Pupuk kandang berpengaruh positif dan signifikan pada selang kepercayaan 90 persen terhadap produksi kubis. Nilai koefisieen regresi pupuk kandang adalah 0, 108. Hal ini menunjukkan bahwa setiap penambahan pupuk kandang sebesar satu persen akan meningkatkan produksi kubis sebesar 0, 108 persen dengan asumsi faktor-faktor produksi
38
lainnya tetap. Penggunaan pupuk kandang oleh petani responden rata-rata 5.126,93 kg per luas lahan rata-rata. Jumlah tersebut masih berada dibawah standar penggunaan pupuk kandang untuk tanaman kubis yaitu 12 ton. Dalam hal ini, petani dapat meningkatkan penggunaan pupuk kandang untuk meningkatkan kesuburan lahan pertanian sehingga meningkatkan produksi. 4. Tenaga Kerja Luar Keluarga(X9) Tenaga kerja Luar Keluarga berpengaruh negatif dan signifikan pada selang kepercayaan 90 persen terhadap produksi kubis dan memiliki nilai koefisien -0,124. Hal ini menunjukkan bahwa setiap penambahan tenaga kerja sebesar satu persen akan menurunkan produksi kubis sebesar 0, 124 persen dengan asumsi faktor-faktor produksi lainnya tetap. 5. Tenaga Kerja Dalam Keluarga(X10) Tenaga kerja Dalam Keluarga berpengaruh positif dan signifikan pada selang kepercayaan 90 terhadap produksi kubis dan memiliki elastisitas 0,072. Hal ini menunjukkan bahwa setiap penambahan tenaga kerja sebesar satu persen akan meningkatkan produksi kubis sebesar 0,072 persen dengan asumsi faktor-faktor produksi lainnya tetap. Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga oleh petani rata-rata 13,59 HOK per luas lahan rata-rata. Analisis Efisiensi Alokasi Faktor Produksi Tujuan akhir dari suatu proses produksi yang diusahakan oleh petani tidak hanya ingin mencapai tingkat produksi yang setinggi-tingginya, namun yang lebih utama adalah memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Untuk mencapai tujuan menurut Doll dan Orazem (1984), petani harus mampu memenuhi syarat keharusan dan syarat kecukupan. Pemenuhan dua syarat tersebut ditandai oleh tercapainya suatu persamaan, dimana Nilai Produk Marginal akan sama dengan Biaya Korbanan Marginal atau rasio antara NPM dan BKM sama dengan satu. Untuk menghitung NPM diperlukan besaran Produk Marginal, karena NPM merupakan hasil kali Harga Produk (Py) dengan Produk Marginal (PM). Biaya Korbanan Marginal adalah tambahan biaya yang dikeluarkan untuk meningkatkan penggunaan faktor-faktor produksi satu satuan. Untuk melihat tingkat efisiensi harga dari penggunaan faktor-faktor produksi dapat dilihat dari rasio Nilai Produk Marginal (NPM) dengan Biaya Korbanan Marginal (BKM) per periode produksi (Tabel 11). Pada Tabel 11 dapat dilihat kondisi efisiensi produk usahatani kubis.
39
Tabel 11 Analisis Efisiensi dari Alokasi Penggunaan Faktor-faktor Produksi per Usahatani Kubis di Kecamatan Pangalengan Input RataKoefi NPM BKM NPM/ Kombinasi rata sien BKM Optimal Input Bibit 6.160,59 0,593 795,51 66,14 12,03 74.097,27 Unsur 73,54 0,858 96.421,83 2.411,63 39,98 2.940,28 N Pupuk 5.126,93 0,148 238,57 359,20 0,66 3.405,16 Kandan g TKDK 13,59 0,072 43.784,94 14.965,91 2,93 39,76 Produksi rata-rata (kg/luas lahan rata-rata) Harga Output(Rp/luas lahan rata-rata)
9.754,16 847,27
Sumber: Datar Primer (2011)
Berdasarkan tabel 11, menunjukkan faktor-faktor produksi aktual dan rasio Nilai Marjinal Produk (NPM) dengan Biaya Korbanan Marjinal (BKM) pada usahatani kubis. Rasio-rasio NPM dengan BKM dari setiap faktor produksi menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi dalam usahatani kubis di Kecamatan Pangalengan tidak efisien secara alokatif, karena nilai-nilai rasio NPM terhadap BKM tidak ada yang sama dengan satu. Rasio ini juga berarti bahwa penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani kubis belum optimal pada jumlah produksi yang sama. Hasil analisis efisiensi alokasi dari faktor produksi bibit dengan harga bibit per musim tanam per luas lahan rata-rata adalah lebih dari satu (795,51). Hal ini menunjukkan secara ekonomis alokasi faktor-faktor produksi bibit sebesar 6.160,59 per musim tanam belum efisien. Hal ini berarti jika dilakukan penambahan alokasi penggunaan bibit, maka petani di daerah penelitian masih akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar lagi. Nilai Produk Marginal dari bibit sebesar Rp 795,51 sedangkan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh input tersebut sebesar Rp 66,14, ini berarti setiap penambahan 1 bibit akan meningkatkan penerimaan petani sebesar Rp 795,51. Unsur N mempunya nilai produk marjinal Rp 96.421,83 dan biaya korbanan marjinalnya Rp 2.411,63. Nilai NPM ini memiliki arti bahwa setiap penambahan 1 kg unsur N, akan meningkatkan penerimaan petani sebesar Rp 96.421,83. Adapun rasio antara NPM dan BKM dari unsur N adalah sebesar 39,98. Hal ini menunjukkan bahwa benih belum efisien dalam penggunaannya. Dengan demikian, untuk mencapai kondisi yang efisien unsur N harus ditingkatkan penggunaannya. Pupuk kandang mempunyai nilai produk marjinal Rp 238,57 dan biaya korbanan marjinalnya Rp 359,20. Nilai NPM ini memiliki arti bahwa pengurangan 1 kg pupuk kandang, akan meningkatkan penerimaan petani sebesar Rp 238,57. Rasio NPM terhadap BKM diperoleh sebesar 0,66. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kandang belum efisien. Tenaga kerja dalam keluarga mempunyai nilai produk marjinal Rp 43.784,94 dan biaya korbanan marjinal Rp 14.965,91. Nilai NPM memiliki arti bahwa setiap penambahan 1 HOK tenaga kerja, akan meningkatkan penerimaan
40
petani sebesar Rp 43.784,94. Rasio NPM terhadap BKM diperoleh sebesar 2,93 artinya penggunaan tenaga kerja belum efisien sehingga penggunaannya perlu ditambah lagi. Untuk mencapai penggunaan faktor produksi pada level efisien sehingga diperoleh kombinasi optimal penggunaan faktor-faktor produksi, nilai NPM harus sama dengan BKM atau rasio antara NPM dan BKM harus sama dengan satu. Kondisi efisien dari alokasi penggunaan faktor-faktor produksi akan tercapai jika penggunaan bibit yang semula hanya 6.160,59 batang ditingkatkan menjadi 74.097,27 batang. Sedangkan pada penggunaan unsur N agar mencapai kondisi efisien maka perlu dilakukan penambahan sebesar 2940,28 kg dari yang semula sebesar 73,54 kg. Alokasi penggunaan pupuk kandang dapat mencapai keadaan efisien jika penggunaan pupuk kandang yang semula 5.126,93 seharusnya dikurangi menjadi 3.405,16 kg. Tetapi, pengurangan pupuk kandang ini tidak sesuai dengan anjuran budidaya, minimal pupuk kandang yang digunakan 5 ton per 0,5 hektar. Sedangkan alokasi penggunaan tenaga kerja dalam keluarga akan mencapai kondisi efisien jika tenaga kerja dalam keluarga yang semula 13,59 HOK ditingkatkan menjadi 39,76 HOK.
Analisis Skala Usaha Penjumlahan dari koefisien fungsi produksi Cobb-Douglass dapat menunjukkan skala ekonomi usaha (Return To Scale). Berdasarkan model fungsi produksi diperoleh nilai elastisitas produksi total responden petani kubis di Kecamatan Pangalengan adalah sebesar 1,655. Berarti besaran elastisitas lebih dari 1 persen dikatakan skala usaha menaik (increasing return to scale) ini berarti bahwa dengan menambah penggunaan semua faktor produksi kubis sebesar 1 persen, maka penambahan produksi sebesar 1,655 persen. Kegiatan usahatani kubis di kecamatan Pangalengan bersifat irrasional karena penambahan output yang diproduksi berada pada skala increasing return to scale. Namun kegiatan produksi ini masih dapat ditingkatkan sampai daerah II yaitu daerah rasional. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan, maka kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Keragaan usahatani kubis di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung belum menerapkan teknik budidaya yang sesuai dengan teori dan anjuran penyuluh. Keragaan usahatani kubis yang monokultur terdiri dari pengolahan lahan, penanaman, penyiangan, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, dan pemanenan. Sistem usahatani yang dilakukan berdasarkan pengalaman usahatani pada masing-masing petani dan belum secara intensif dilakukan. Bibit, pupuk dan pestisida belum sesuai anjuran pertanian, beberapa input produksi usahatani yang berlebihan dan beberapa yang lainnya kekurangan. Jumlah TKLK lebih banyak digunakan dibandingkan TKDK, dan modal yang digunakan seluruhnya berasal dari modal pribadi.
41
2.
3.
Hasil dari analisis pendapatan usahatani kubis di Kecamatan Pangalengan menunjukkan pendapatan usahatani atas biaya tunai maupun biaya total lebih besar dari nol. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani kubis yang ada di lokasi penelitian mampu memberikan keuntungan bagi petani. Hasil analisis menggunakan R/C juga menunjukkan usahatani kubis di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung menguntungkan untuk diusahakan karena nilai R/C atas biaya tunai maupun atas biaya total lebih besar dari satu. Hasil analisis regresi fungsi produksi Cobb-Douglass menunjukkan faktorfaktor produksi untuk bibit, unsur N, unsur P, pupuk kandang, tenaga kerja dalam keluarga, dan tenaga kerja luar keluarga signifikan atau nyata, sedangkan untuk luas lahan, unsur P, unsur K, pestisida padat, dan pestisida cair tidak signifikan atau tidak nyata. Dari semua variabel yang diestimasi, penggunaan tenaga kerja luar keluarga, berpengaruh negatif terhadap produksi kubis. Berdasarkan penjumlahan koefisien variabel didapatkan nilai 1,655 yaitu lebih dari satu sehingga usahatani kubis berada pada keadaan inefisien karena penambahan output yang diproduksi berada pada skala increasing return to scale. Hal ini berarti setiap penambahan satu persen faktor produksi secara bersama-sama akan diikuti oleh peningkatan produksi yang lebih kecil dari 1 persen. Kombinasi optimal dari alokasi faktor-faktor produksi pada usahatani kubis di kecamatan Pangalengan dapat dicapai jika penggunaan bibit ditingkatkan dari 6.160,59 batang menjadi 74.097,27 batang. Penggunaan unsur N ditingkatkan dari 73,54 kg menjadi 2.411,63 kg, penggunaan pupuk kandang dikurangi dari dari 5.126,93 kg menjadi 3.405,16 kg dan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga ditingkatkan dari 13,59 HOK menjadi 39,76 HOK. Saran 1. Sebaiknya petani melakukan penambahan jumlah penggunaan bibit, dan unsur N untuk mencapai produksi yang optimal dan keuntungan yang maksimal. 2. Sebaiknya petani meningkatkan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga dan mengurangi penggunaan tenaga kerja luar keluarga untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan pendapatan.
DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Provinsi Jawa Barat Dalam Angka. Bandung(ID): Badan Pusat Statistik. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Kabupaten Bandung Dalam Angka. Soreang(ID): Badan Pusat Statistik. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Kecamatan Pangalengan Dalam Angka. Soreang(ID): Badan Pusat Statistik. Defri Karmizon. 2011. Analisis Pendapatan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Ubi Jalar (Studi Kasus: Desa Purwasari Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. [Skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor
42
Dinas Pertanian Tanaman Pangan. 2007. Analisis Pemasaran Sayuran Unggulan Provinsi Jawa Barat. Bandung(ID): Dinas Pertanian Tanaman Pangan. Direktorat Jenderal Hortikultura Departemen Pertanian. 2010. Produksi, Luas Areal, dan Produktivitas sayuran Indonesia Periode 2004-2008. Jakarta(ID): Direktorat Jenderal Hortikultura. Doll PJ, Orazem F. 1984. Production Economics Theory with Applications Second Edition. Canada: John Wiley and Sons, Inc. Gujarati Damodar. 1997. Ekonometrika Dasar. Penerjemah Drs. Ak. Sumarno Zain, MBA.Jakarta(ID): Penerbit Erlangga. Heady, E.O& J.L. Dillon. 1964. Agricultural Production Function. Iowa State University Press. Amess.Iowa. Hernanto F. 1989. Ilmu Usahatani. Jakarta : Penebar Swadaya. Hotimah. 2000. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Kubis (Studi Kasus di Desa Margamekar, Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung.[Skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor Kecamatan Pangalengan. 2011. Profil Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung. Pangalengan. Mangkuprawira. 2007. Manajemen Mutu Sumberdaya Manusia. Bogor(ID): Ghalia Indonesia. Muchdarsyah, Sinungan. 2005. Produktivitas Apa dan Bagaimana. Jakarta(ID): Angkasa Persada. Mulyani Yanni. 2000. Analisis Pendapatan Usahatani dan Efisiensi Pemasaran Kubis (Brassica oleracea L.var capitata ). Studi kasus di Desa Argalingga Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka, Jawa Barat.[Skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. Nugraha Hadi. 2010. Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usahatani Brokoli di Desa Cibodas, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. [Skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. Osin Joden. 2010. Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol (Studi kasus Kelompok Tani” Suka Tani”, Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. [Skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. Pracaya. 2001. Kol alias Kubis. Depok(ID): Penebar swadaya Rahim Abd dan Diah Retno Dwi Hastuti. 2007. Ekonomi Pertanian. Jakarta(ID): Penebar Swadaya Ravianto J. 1985. Produktivitas dan Manajemen. Yogyakarta: UGM Press. Rifkie Ade Suryani. 2008. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Kubis(Studi kasus di Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung.[Skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor Sipper, Daniel and Buffin, Robert Jr.1997. Production : Planning, Control, and Integration. New York(US): The McGraw Hill. Soeharjo A dan Dahlan Patong. 1973. Sendi-sendi Pokok ilmu usahatani. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Soekartawi. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta(ID): UI Press _________. 1990. Teori Ekonomi Produksi: dengan Pokok Bahasan Khusus Fungsi Produksi Cobb-Douglas. Jakarta(ID): CV. Rajawali
43
_________. 1993. Prinsip-prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Teori dan Aplikasi. Jakarta(ID): Raja Grafindo Persada. _________.1994. Teori Ekonomi Produksi dengan Bahasan Analisis CobbDouglas. Jakarta(ID): Raja Grafindo Persada. __________. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian: Teori dan Aplikasi. Jakarta(ID): Raja Grafindo Persada. __________. 2003. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Jakarta(ID): Raja Grafindo Persada. Soekartawi, A.Soeharjo, J.L.Dilton, J.B Hardker. 1986. Ilmu Usahatani. Universitas Indonesia. Jakarta(ID): Raja Grafindo Persada. Sunarjono H. 2004. Bertanam 30 Jenis Sayur. Jakarta(ID): Penebar Swadaya Suratiyah K. 2006. Ilmu usahatani. Jakarta(ID): Penebar swadaya.
Komar Cucu Kirman Sutarlan Tata Tasdiat Nana Ratnasih Deni Susanto Hidayat Agus Suryana Rahman Jajang Juhana Ade Tarsana Acang Sutaryat Uben Suherman Tatan Sarifin Ade Ahmad Solih Iwan Irawan Asep Yana Reman Kurnia Sumpena Musyanto Unis Enggung Rukman Danto Uman Endang Sukirman Sudin Adin Agus Ganjar Hidayat Asep Koswara H. Juju Mulyadi Dadi Undang Dini Asep Sopandi Hidayat Rohandi Engkos Kosasih Aus Sukiman Entar H. Daman Wikanta Endang Suhartini Susanti Beben Supriyatna Din S
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
Jumlah Rata-rata
Nama Petani
No
40
100 250 100
25000 25000
3000 4500
3000
7200 7500 3000 6000 10000
2500
1100 2500
3000
2000 271,066 6160.59
3.00 2.00
0.14 0.20 0.50 0.35 0.80 0.40 0.14 0.28
0.14
0.15 0.28
0.14
0.10 20.74 0.47
50 4,755 108.07
50
280
100
200 200
85 1000 200
100
7000
1,845 41.93
50
35
100
150
250 250 100
50
50
100 200 100
300 100
7500 26000 10666
100
50
35
50
25
50 600
0.70
2000 4500 6000 8500 4000 5000 7500 5000
0.21 0.14 0.14 2.00 0.14 0.35 0.80 0.48
0.48 2.50 0.28
3500
0.14
25 100 50 100 50
50 50
50
930 21.14
50
50
20
50 50
500
100
10
695 15.80
50
40
100
30 50
50 50
50
50
50
50
100 50 40 50 25
50 6,655 151.25
50
100
50
100 250 50 100 50
150
50 50
200 200
25 250 150
800
50 75 50 1200 75 450 100 50
50
215 100 300 200 100 50 50 100
800 225,585 5126.93
4000
1250 2160
2000
4000 9000 3000 1000 5000
6300
1050 3500
20000 15000
4000 22500 7000
10000
1800 1500 4500 30000 1800 500 7500 3500
5500
3750 1800 2000 9000 4000 3500 2100 2000
1500
4900
2450
1500
1750
625 1750 4800
1.50 2.00 2.00 2.00 0.60 2.00 6.00 0.50 3.50 0.75 1.10 7.50 5.00 4.00 2.00 2.00 0.50 0.50 0.50 0.60 3.50 0.12 2.00 10.00 2.00 2.50 5.50 5.00 4.50 14.00 12.00 0.70 0.50 0.15 0.01 2.50 2.50 1.00 1.50 1.50 0.75 0.20 1.50 0.50 118.98 2.70
1.13 0.50 1.50 1.00 0.20 2.00 3.00 0.40 2.40 0.25 0.20 1.50 2.80 6.00 1.70 1.00 0.01 0.50 1.50 0.25 3.00 0.50 1.50 4.15 2.00 7.50 7.50 15.00 3.00 9.00 4.00 0.30 1.00 6.00 1.50 0.60 0.01 2.00 0.50 2.50 0.30 0.10 0.25 1.10 101.145 2.30
NPK(kg) Pupuk Kandang(kg) Pestisida Padat (kg) Pestisida Cair(Liter)
50
4000
5000 1200 1400 4500 8000 1500 5000 3000
0.35 0.16 0.10 0.28 0.28 0.07 0.21 0.40
25
50 50
KCL(kg)
150
100
ZA(kg)
300
150
TSP(kg)
2500
100 50 150 150 25
Urea
5000
3000 6000 12000 5000 1500
Bibit
0.25 0.56 0.14
0.42 0.21 0.07
0.16
0.10
Lahan
Lampiran 1 Penggunaan Faktor-Faktor Produksi yang Mempengaruhi Usatani Kubis di Kecamatan Pangalengan per Periode Tanam Tahun 2011 Tenaga Kerja (HOK) TKLK Jumlah 48.60 5.40 54.00 18.00 31.20 49.20 19.10 107.80 126.90 10.40 40.40 50.80 22.40 8.10 30.50 12.60 36.10 48.70 24.80 56.00 80.80 5.00 21.40 26.40 7.00 44.10 51.10 7.00 44.10 51.10 2.40 28.50 30.90 2.00 34.10 36.10 2.10 58.10 60.20 8.00 11.80 19.80 7.40 22.60 30.00 15.00 38.80 53.80 40.80 15.70 56.50 20.10 25.30 45.40 2.00 33.90 35.90 3.00 50.60 53.60 5.00 103.50 108.50 13.60 8.40 22.00 1.00 22.80 23.80 19.80 60.80 80.60 19.00 45.20 64.20 18.00 98.00 116.00 13.40 20.50 33.90 6.10 75.80 81.90 2.10 37.80 39.90 22.10 86.00 108.10 5.10 80.90 86.00 20.10 25.30 45.40 2.40 34.90 37.30 2.00 41.40 43.40 25.00 57.00 82.00 2.40 77.00 79.40 43.80 28.00 71.80 12.00 22.60 34.60 1.70 40.40 42.10 10.00 40.10 50.10 33.00 12.00 45.00 3.10 62.20 65.30 11.00 12.60 23.60 28.60 8.00 36.60 598.00 1,815.20 2,413.20 13.59 41.25 54.85 TKDK
1700 10000 14000 4000 6000 3000 9750 5000 633 1200 3500 4500 10000 1500 6000 5000 3500 2000 5000 8000 21500 4000 8000 7500 5200 3000 24000 86000 25000 35000 42000 3000 10000 3000 7200 600 3000 6000 12000 2500 1100 2500 8000 4800 429,183 9754.16
Total Produksi
44
Bibit No 1 3000 2 6000 3 12000 4 5000 5 1500 6 2500 7 5000 8 4000 9 5000 10 1200 11 1400 12 4500 13 8000 14 1500 15 5000 16 3000 17 3500 18 2000 19 4500 20 6000 21 8500 22 4000 23 5000 24 7500 25 5000 26 7000 27 7500 28 26000 29 10666 30 25000 31 25000 32 3000 33 4500 34 3000 35 7200 36 7500 37 3000 38 6000 39 10000 40 2500 41 1100 42 2500 43 3000 44 2000 Jumla 271,066 Rata‐Rata
80 60 60 70 60 70 40 50 60 70 100 80 60 50 70 65 60 70 60 60 50 70 80 70 70 100 70 70 60 50 50 60 80 65 70 70 80 60 80 70 50 60 60 70 2,910 66.14
Harga(Rp)/Batang 1640 1600 1600 1700 1000
1400 1800 1300 1600 1400 1700 1700 1700
1500 1600 2200 1300 1700 1200 1500 1600 1800 1300
1500 1700 1500 1600
1700 1800 1600 1700 48,940 1578.71
50 50 50
25 100 50 100 50
50 600
300 100
100 85 1000 200 200 200
40 100 250 100
100
280 50 50 4,755
Harga(Rp)/kg
100 50 150 150 25
Urea(kg)
Lampiran 2 Harga Faktor-faktor Produksi
1500 1900 32,700 1923.53
1,845
1900 1500
150 100 35 50
1,500 1,500
2,200
50 250 250 100
1,500
2,500 2100 1900
50
100 200 100
2400
2500
50
100
2,400
1,500
50
35
1400
2,500
25
150
TSP(kg) Harga(Rp)/kg
930
50
20 50
50 50
500
100
10
100
16,700 1855.56
2200
1,600 1,800
1600 1800
2100
1800
2400
1,400
695
50
40
100
50 50 30 50
32800 2342.86
2300
2400
2100
2400 2200 2500 2700
2300 2200
2200
50 50
2100
50
2000
25
50
2400 3000
Harga
50 50
ZA(kg) Harga(Rp)/kg KCL(kg)
50 50 6655
100 50 40 50 25 150 300 50 215 100 300 200 100 50 50 100 50 50 75 50 1200 75 450 100 50 800 25 250 150 200 200 50 50 150 100 250 50 100 50 50 100
NPK(kg)
2500 2300 103700 2411.63
2500 2500 2700 2200 2500 2400 3000 2500 2400 2500 2200 3000 2300 2400 2300 2600 2500 2500 2500 2500 2300 2400 2600 2500 2000 2500 300 2300 2500 2500 2300 2600 2500 2400 2700 2300 2500 2400 2300 2300 2700
625 1750 4800 1750 1500 2450 4900 1500 3750 1800 2000 9000 4000 3500 2100 2000 5500 1800 1500 4500 30000 1800 500 7500 3500 10000 4000 22500 7000 20000 15000 1050 3500 6300 4000 9000 3000 1000 5000 2000 1250 2160 4000 800 225,585
Harga(Rp)/Kg Pupuk Kandang(kg) 300 230 440 330 400 400 400 300 300 300 480 400 500 250 500 300 360 250 400 400 450 350 350 285 330 350 280 400 400 400 350 400 320 300 450 280 320 400 350 350 400 300 450 300 15,805 359.20
1.50 2.00 2.00 2.00 0.60 2.00 6.00 0.50 3.50 0.75 1.10 7.50 5.00 4.00 2.00 2.00 0.50 0.50 0.50 0.60 3.50 0.12 2.00 10.00 2.00 2.50 5.50 5.00 4.50 14.00 12.00 0.70 0.50 0.15 0.01 2.50 2.50 1.00 1.50 1.50 0.75 0.20 1.50 0.50 118.98 2.70
Harga Pestisida Padat (kg) 25000.00 425000.00 540000.00 625000.00 250000.00 250000.00 1325000.00 200000.00 543000.00 275000.00 150000.00 650000.00 550000.00 456000.00 345000.00 450000.00 80000.00 12000.00 78000.00 90000.00 328000.00 58000.00 230000.00 1435000.00 180000.00 190000.00 670000.00 330000.00 765000.00 1850000.00 1650000.00 180000.00 125000.00 76000.00 45000.00 350000.00 456000.00 120000.00 125000.00 110000.00 85000.00 45000.00 220000.00 98000.00 17040000.00 387272.73
Harga 1.13 0.50 1.50 1.00 0.20 2.00 3.00 0.40 2.40 0.25 0.20 1.50 2.80 6.00 1.70 1.00 0.01 0.50 1.50 0.25 3.00 0.50 1.50 4.15 2.00 7.50 7.50 15.00 3.00 9.00 4.00 0.30 1.00 6.00 1.50 0.60 0.01 2.00 0.50 2.50 0.30 0.10 0.25 1.10 101.145 2.30
Pestisida Cair(Liter)
Harga 180000.00 95000.00 155000.00 120000.00 85000.00 34000.00 345000.00 100000.00 150000.00 85000.00 45000.00 80000.00 110000.00 380000.00 125000.00 130000.00 45000.00 80000.00 65000.00 45000.00 320000.00 95000.00 115000.00 280000.00 185000.00 425000.00 590000.00 1650000.00 430500.00 670000.00 280000.00 260000.00 120000.00 356000.00 210000.00 80000.00 45000.00 115000.00 75000.00 135000.00 75000.00 65000.00 48000.00 95000.00 9173500.00 208488.64
54.00 49.20 126.90 50.80 30.50 48.70 80.80 26.40 51.10 51.10 30.90 36.10 60.20 19.80 30.00 53.80 56.50 45.40 35.90 53.60 108.50 22.00 23.80 80.60 64.20 116.00 33.90 81.90 39.90 108.10 86.00 45.40 37.30 43.40 82.00 79.40 71.80 34.60 42.10 50.10 45.00 65.30 23.60 36.60 2,413.20 54.85
Tenaga Kerja
Harga 15,000.00 15,000.00 15,000.00 15,000.00 10,000.00 16,000.00 15,000.00 15,000.00 15,000.00 15,000.00 15,000.00 14,000.00 14,000.00 15,000.00 15,000.00 15,000.00 20,000.00 15,000.00 15,000.00 15,000.00 17,000.00 15,000.00 20,000.00 15,000.00 15,000.00 20,000.00 15,000.00 15,000.00 14,000.00 20,000.00 15,000.00 15,000.00 12,000.00 13,000.00 13,000.00 12,000.00 13,000.00 15,000.00 15,000.00 15,000.00 15,000.00 12,500.00 15,000.00 13,000.00 658,500.00 14965.91
1700 10000 14000 4000 6000 3000 9750 5000 633 1200 3500 4500 10000 1500 6000 5000 3500 2000 5000 8000 21500 4000 8000 7500 5200 3000 24000 86000 25000 35000 42000 3000 10000 3000 7200 600 3000 6000 12000 2500 1100 2500 8000 4800 429,183 9754.16
Total Produksi
37280 847.27
300 900 1350 1000 2000 700 750 500 600 600 900 600 1200 300 290 430 500 400 300 850 560 800 500 1100 1100 1250 800 600 700 2000 900 700 1250 2000 1000 800 1000 950 800 500 800 1000 1000 700
Harga
45
46
Lampiran 3 Output Analisis Regresi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Kubis di Kecamatan Pangalengan Descriptive Statistics LnY LnX2 LnX3 LnX6 LnX9 LnX10
Mean 8,7174 8,1633 3,6392 8,0648 3,4576 2,0292
Std. Dev iat ion ,81707 ,80145 1,13410 ,93433 ,76612 ,97332
N 44 44 44 44 44 44
Model Summaryb
Model 1
R ,966a
R Square ,933
Adjusted R Square ,925
St d. Error of the Estimate ,22443
DurbinWat son 1,995
a. Predictors: (Constant), LnX10, LnX6, LnX3, LnX9, LnX2 b. Dependent Variable: LnY
Nilai R-Sq sebesar 93,3% artinya keragaman Y yang mampu dijelaskan oleh peubah X adalah sebesar 93,3% sisanya sebesar 6.7% dijelaskan oleh faktor lain di luar model. ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 26,793 1,914 28,707
df 5 38 43
Mean Square 5,359 ,050
F 106,382
Sig. ,000a
a. Predictors: (Const ant), LnX10, LnX6, LnX3, LnX9, LnX2 b. Dependent Variable: LnY
Uji F-Statistic Hipotesis: H0 : β1 = β2 = ... = β10 = 0 H1 : minimal ada salah satu βi yang tidak sama dengan nol Tolak H0 jika nilai p-value < 0.10, karena nilai p-value 0.000 < alpha 0.10 maka tolak H0, artinya model regresi sudah mampu menjelaskan keragaman Y.
47
Coefficientsa
Model 1
(Constant) LnX2 LnX3 LnX6 LnX9 LnX10
Unstandardized Coeff icients B Std. Error ,593 ,397 ,858 ,074 ,148 ,037 ,108 ,061 -,124 ,069 ,072 ,036
Standardized Coeff icients Beta ,841 ,205 ,123 -,116 ,086
t 1,492 11,543 4,011 1,775 -1,792 1,990
Sig. ,144 ,000 ,000 ,084 ,081 ,054
Collinearity Statistics Tolerance VIF ,330 ,670 ,366 ,416 ,946
3,028 1,492 2,736 2,403 1,057
a. Dependent Variable: LnY
LnY = 0,593 + 0,858 LnX2 + 0,148 LnX3 + 0,108 LnX6 – 0,124 LnX9 + 0,072 LnX10 Uji T Hipotesis : H0 : βj = 0 ; j=2,3,6,9,10 H1 : βj≠ 0 ; j=j=2,3,6,9,10 Tolak H0 jika p-value < 0.10, pada output di atas terlihat bahwa peubah X berpengaruh linier terhadap Y pada taraf nyata 10%, Uji Asumsi Klasik 1. Kenormalan H0 : residual menyebar normal H1 : residual tidak menyebar normal Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: LnY
1.0
Expected Cum Prob
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0 0.0
0.2
0.4
0.6
Observed Cum Prob
0.8
1.0
48
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N Normal Parameters a,b Most Extreme Dif f erences
Unstandardiz ed Residual 44 ,0000000 ,21098248 ,071 ,066 -,071 ,470 ,980
Mean Std. Dev iat ion Absolute Positiv e Negativ e
Kolmogorov -Smirnov Z Asy mp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated f rom data.
Nilai-p(0,980) > alpha 10% maka terima H0 artinya asumsi residual menyebar normal. 2. Asumsi Homoskedastisitas H0 : Homoskedastisitas H1 : Heteroskedastisitas Scatterplot
Dependent Variable: LnY
3
Regression Standardized Predicted Value
2
1
0
-1
-2
-3
-2
-1
0
1
2
3
Regression Studentized Residual
Meregresikan absolut residual dengan peubah X Nilai-p(0,692)>alpha 10% maka terima H0 artinya asumsi Homoskedastisitas terpenuhi 3. Autokorelasi
49
del Summaryb
Adjusted R Square ,925
St d. Error of the Estimate ,22443
DurbinWat son 1,995
0, LnX6, LnX3, LnX9, LnX2
Nilai durbin watson mendekati 2 maka tidak ada autokorelasi 4.
entsa
ed ts
841 205 123 116 086
t 1,492 11,543 4,011 1,775 -1,792 1,990
Sig. ,144 ,000 ,000 ,084 ,081 ,054
Multikolineoritas Collinearity Statistics Tolerance VIF ,330 ,670 ,366 ,416 ,946
3,028 1,492 2,736 2,403 1,057
Nilai VIF < 10 maka tidak ada multikolinioritas
50
Lampiran 4 Karakteristik Petani Responden di Kecamatan Pangalengan Karakteristik responden 1. Status Usaha a. Utama b. Sampingan Total 2. Umur(Tahun) a. 30-39 b. 40-49 c. 50-59 d. 60-69 e. >70 Total 3. Pendidikan a. Tidak Lulus b. Lulusan SD c. Lulusan SMP d. Lulusan SMA e. Diploma f. Sarjana Total 4. Pengalaman Usahatani (Tahun) a. < 10 b. 10-20 c. 21-30 d. 31-40 e. 41-50 f. >50 Total 5.Luas Penguasaan Lahan(Hektar) a. < 0,5 b 0,5 - 1 c. > 1 Total Sumber : Data Primer (2011)
Jumlah Petani
Persentase (%) 42 2 44
95,5 5 100
11 9 9 10 5 44
25 20,5 20,5 22,7 11,3 100
6 17 9 11 1 0 44
13,6 38,6 20,5 25 2,3 0 100
3 13 14 5 7 2 44
6,8 29,5 31,8 11,3 15,9 4,5 100
19 16 9 44
43,8 36,3 20,5 100
51
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padangsidimpuan pada tanggal 27 September 1989. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Sonang Sitompul dan Ibu Rosmaida Ritonga. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Aek Nabara Tobotan pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di MTsN Padangsidimpuan. Pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2007 di SMAN 1 Padangsidimpuan. Penulis diterima di departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru pada tahun 2007. Selama mengikuti pendidikan di IPB penulis tercatat sebagai pengurus Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribsnis (HIPMA) Fakultas Ekonomi dan Manajemen pada divisi Olahraga dan seni periode 20092010.