ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUSAHAAN LAHAN SAWAH (Studi Kasus : Desa Gempol Kolot, Kecamatan Banyusari, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat)
SKRIPSI
GANGGA NANDA ADI SURYA H34063434
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
RINGKASAN GANGGA NANDA ADI SURYA. Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengusahaan Lahan Sawah (Studi Kasus : Desa Gempol Kolot, Kecamatan Banyusari, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan YUSALINA). Indonesia merupakan negara agraris yang mengutamakan pembangunan nasionalnya pada sektor pertanian. Pengembangan pembangunan pertanian tidak terlepas oleh ketersediaan sumberdaya alam, terutama sumberdaya lahan sawah. Sebagian besar penduduk Indonesia yang bekerja di sektor pertanian termasuk yang berada di Desa Gempol Kolot sangat bergantung pada pengusahaan lahan sawah sebagai sumber matapencaharian utama rumah tangga. Namun, perkembangan pengusahaan lahan sawah oleh petani di Desa Gempol Kolot menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan selama periode 2002-2010. Selain itu, rata-rata pendapatan usahatani lahan sawah yang diperoleh petani di Desa Gempol Kolot disinyalir belum mampu memenuhi pengeluaran konsumsi keluarganya, hal ini mengindikasikan bahwa belum tepatnya ukuran luasan sawah yang telah diusahakan oleh petani. Oleh karena itu, pengusahaan lahan sawah di Desa Gempol Kolot perlu ditingkatkan atau dipertahankan agar tidak semakin menurun. Permasalahan semakin menurunnya pengusahaan lahan sawah pada saat ini, diakibatkan oleh faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya. Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan, maka tujuan penelitian ini adalah menganalisis perbandingan tingkat pendapatan usahatani lahan sawah dengan tingkat pengeluaran rumah tangga petani padi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengusahaan lahan sawah petani padi di Desa Gempol Kolot. Pemilihan Desa Gempol Kolot sebagai lokasi penelitian dilakukan secara purposive yang dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa Desa Gempol Kolot merupakan lokasi desa dengan pengusahaan lahan sawah per petani terendah dibandingkan dengan desa lainnya di Kecamatan Banyusari pada tahun 2010. Pemilihan responden petani padi dilakukan menggunakan simple random sampling dengan cara mengundi. Data mengenai koefisien teknis yang diperoleh dari lapangan dan studi literatur dijadikan acuan dalam merancang pendapatan usahatani lahan sawah, pengeluaran rumah tangga petani dan faktor-faktor yang mempengaruhi pengusahaan lahan sawah di Desa Gempol Kolot. Analisis data dilakukan secara kuantitatif menggunakan microsoft Excel dan minitab 14, lalu hasilnya dianalisis secara kualitatif. Berdasarkan perbandingan antara pendapatan usahatani lahan sawah dengan pengeluaran rumah tangga, maka rata-rata luasan sawah minimal yang seharusnya diusahakan oleh petani di Desa Gempol Kolot adalah 1,70 hektar atau 0,575 hektar lebih tinggi daripada pengusahaan lahan sawah saat ini. Hal tersebut cukup beralasan karena pendapatan usahatani lahan sawah yang dihasilkan oleh petani tidak dapat memenuhi keseluruhan pengeluaran konsumsi keluarganya. Rata-rata pendapatan usahatani lahan sawah di Desa Gempol Kolot adalah sebesar Rp. 15.790.791,15 per hektar per tahun dengan nilai R/C sebesar 1,94, sedangkan rata-rata pengeluaran rumah tangga di Desa Gempol Kolot adalah sebesar Rp. 23.935.598,58 per tahun, dimana 53,29 persen merupakan pengeluaran untuk pangan dan sisanya untuk pengeluaran nonpangan. ii
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengusahaan lahan sawah petani padi secara signifikan adalah umur petani, lama pendidikan petani, lama pengalaman berusahatani petani, proporsi pendapatan usahatani lahan sawah terhadap penerimaan rumah tangga petani, jumlah tanggungan keluarga, jumlah modal kerja usahatani, jumlah tabungan petani, proporsi penggunaan lahan sawah milik pihak lain terhadap keseluruhan pengusahaan lahan sawah petani, jumlah kredit modal kerja usahatani, harga jual hasil panen, keikutsertaan petani dalam penyuluhan, perkembangan teknologi, dukungan pemerintah dan faktor alam. Faktor-faktor tersebut mampu menjelaskan perubahan yang terjadi pada pengusahaan lahan sawah sebesar 96,6 persen. Saran yang dapat diajukan kepada pemerintah Desa Gempol Kolot maupun pemerintah Kabupaten Karawang untuk mengatasi perkembangan pengusahaan lahan sawah yang semakin menurun adalah peningkatan pengusahaan lahan sawah di Desa Gempol Kolot dengan beberapa cara, antara lain : (a) dukungan kebijakan pemerintah pada sektor pertanian, utamanya bagi pengembangan petani skala kecil; (b) peningkatan penggunaan lahan sawah milik pihak lain bagi petani kecil; (c) peningkatan harga jual hasil panen; (d) sistem pewarisan lahan sawah yang tepat kepada penerus atau tanggungan keluarga yang berpengalaman dalam usahatani; (e) peningkatan aksesibilitas kredit modal kerja usahatani dan informasi bagi petani; (f) peningkatan kualitas sumberdaya manusia produktif melalui pendidikan dan penyuluhan; dan (g) peningkatan teknologi yang tepat dan berkesinambungan.
iii
ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUSAHAAN LAHAN SAWAH (Studi Kasus : Desa Gempol Kolot, Kecamatan Banyusari, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat)
GANGGA NANDA ADI SURYA H34063434
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 iv
Judul Skripsi
: Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengusahaan Lahan Sawah (Studi Kasus: Desa Gempol Kolot, Kecamatan Banyusari, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat)
Nama
: Gangga Nanda Adi Surya
NIM
: H34063434
Menyetujui, Pembimbing
Dra. Yusalina, MSi NIP. 19650115 199003 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus :
v
PERNYATAAN Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengusahaan Lahan Sawah (Studi Kasus : Desa Gempol Kolot, Kecamatan Banyusari, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor,
Januari 2011
Gangga Nanda Adi Surya H34063434
vi
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kairatu Ambon pada tanggal 27 Juli 1988. Penulis adalah anak sulung dari tiga bersaudara dari pasangan ayahanda Didik Suryanto dan ibunda Nur Kasiyah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 1 Masangan Gresik pada tahun 2000 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2003 di SLTPN 1 Bungah Gresik. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMUN 1 Manyar Gresik diselesaikan pada tahun 2006. Kemudian, penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen sebagai program Mayor (S1) dan diterima pada Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian sebagai program keahlian Minor, serta Supporting Course Ekonomi Syariah dan Manajemen Produksi Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2006. Selama menjalani pendidikan, penulis aktif dalam berbagai organisasi, antara lain : aktif pada Majelis Pemusyawaratan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (MPM-KM) sebagai Badan Pengawas Majelis Wali Amanah, Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (DPM-KM) sebagai Komisi Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa, Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen (DPM-FEM) sebagai Ketua Komisi Sosial, Lingkungan, Pendidikan dan Kewirausahaan, Himpunan Peminat Mahasiswa Agribisnis (HIPMA) sebagai Badan Pengawas CCD, CENTURY-IPB sebagai Vice President Marketing, Ikatan Mahasiswa Jawa Timur (IMAJATIM-IPB) sebagai Kepala Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia, Himpunan Mahasiswa Surabaya dan Sekitarnya (HIMASURYA++) dan berbagai kegiatan sosial lainnya. Penulis juga berprestasi dalam beberapa bidang kegiatan, antara lain : pelajar teladan III Kabupaten Gresik, pendanaan wirausaha muda oleh CDA-IPB, pendanaan Gladikarya oleh LPPM-IPB, PKM (Program Kreativitas Mahasiswa) pada tahun 2007-2010 sehingga dapat menghasilkan kurang lebih 16 PKM, dimana tujuh diantaranya didanai oleh DIKTI, serta peraih Mendali Perak dalam Poster PKM-M dan peraih Presentasi Ter-Favorit PKM-M pada Pekan Ilmiah Nasional (PIMNAS) ke-23 tahun 2010 di Universitas Mahasaraswati Denpasar, Provinsi Bali yang diselenggarakan oleh DIKTI.
vii
KATA PENGANTAR Puji serta syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengusahaan Lahan Sawah (Studi Kasus : Desa Gempol Kolot, Kecamatan Banyusari, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat)” ini dengan lancar. Ucapan shalawat serta salam juga ditujukan kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat. Secara garis besar penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan antara pendapatan usahatani lahan sawah dengan pengeluaran rumah tangga petani padi, serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengusahaan lahan sawah petani padi di Desa Gempol Kolot, Kecamatan Banyusari, Kabupaten Karawang. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan. Namun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor,
Januari 2011
Gangga Nanda Adi Surya
viii
UCAPAN TERIMA KASIH Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada : 1.
Dra. Yusalina, MSi selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
2.
Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS selaku dosen pembimbing akademik dan dosen penguji utama dalam sidang skripsi penulis yang berkenan memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.
3.
Ir. Narni Farmayanti, MS selaku dosen penguji wakil komisi pendidikan dalam sidang skripsi penulis yang berkenan memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.
4.
Yeka Hendra Fatika, SP dan Arif Karyadi, SP atas kesempatan, arahan, nasihat, waktu dan modal yang telah diberikan kepada penulis dalam penelitian ini.
5.
Pak Yedi, ibu Ida, pak Tani, ibu Yuyung, pak Sacam, pak Rohade, pak Aeb, pak Tamri, pak Zuhri, pak Dayat dan segenap penyuluh lapang serta petani padi atas keramahan dan dukungan kepada penulis selama melakukan penelitian di Desa Gempol Kolot.
6.
Pak Purwana, pak Marsun, ibu Tika, ibu Cila dan ibu Amel selaku enumerator yang telah membantu peneliti dalam pengambilan data.
7.
Seluruh dosen serta staf Departemen Agribisnis. Terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama proses perkuliahan maupun dalam penyusunan skripsi, seminar dan sidang.
8.
Teman-teman Agribisnis angkatan 43, angkatan 42, angkatan 41, angkatan 44, angkatan 45, teman-teman TPB, teman-teman organisasi, teman-teman Gladikarya, teman-teman PKM, teman-teman PIMNAS, teman-teman asrama TPB serta teman-teman kontrakan atas doa dan semangat selama penelitian hingga penulisan skripsi.
ix
9.
Ayah dan ibu tercinta, Didik Suryanto dan Nur Kasiyah, kedua adik Oging Adria Fitra Sakti dan Yogi Rantau Pamungkas, nenek Muslikah, mbah Isngatin, keluarga di Ponorogo, keluarga di Gresik, keluarga di Bekasi, keluarga di Papua, keluarga di Bojonegoro, keluarga di Semarang, keluarga di Bogor, keluarga di Pekan Baru dan Dhanis Rahmida Winistuti atas cinta, kasih sayang, semangat, dukungan, motivasi dan doa yang tiada henti-hentinya selama penulis menempuh pendidikan hingga saat ini.
10.
Pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun tidak menghilangkan rasa hormat dan terima kasih atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.
Bogor,
Januari 2011
Gangga Nanda Adi Surya
x
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ...................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
xvi
PENDAHULUAN ........................................................................
1
1.1. Latar Belakang ....................................................................... 1.2. Perumusan Masalah ............................................................... 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................... 1.4. Manfaat Penelitian ................................................................. 1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian .........................
1 5 7 7 8
TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................
9
2.1. Pengusahaan Lahan Sawah .................................................... 2.2. Perbandingan Pendapatan Usahatani Lahan Sawah dengan Pengeluaran Rumah Tangga .................................................. 2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengusahaan Lahan Sawah .....................................................................................
9 11
KERANGKA PEMIKIRAN ......................................................
17
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ................................................. 3.1.1. Usahatani ...................................................................... 3.1.2. Lahan Sebagai Faktor Produksi .................................... 3.1.3. Pendapatan Usahatani ................................................... 3.1.4. Pendapatan Rumah Tangga .......................................... 3.1.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengusahaan Lahan Sawah ............................................................................ 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional .......................................... 3.3. Hipotesis Penelitian ................................................................
17 17 18 32 34 35 36 38
METODE PENELITIAN ...........................................................
41
4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................. 4.2. Metode Penentuan Responden ............................................... 4.3. Jenis dan Sumber Data ........................................................... 4.4. Metode Pengolahan Data ....................................................... 4.5. Metode Analisis Data ............................................................. 4.5.1. Analisis Pendapatan Usahatani ..................................... 4.5.2. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya ................... 4.5.3. Analisis Pengeluaran Rumah Tangga ........................... 4.5.4. Analisis Lahan Minimal yang Seharusnya Diusahakan 4.5.5. Perumusan Model ......................................................... 4.5.6. Pengujian Model ........................................................... 4.6. Definisi Operasional ...............................................................
41 41 41 42 42 43 43 44 44 45 46 51
I.
II.
III.
IV.
15
xi
V.
VI.
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ......................
53
5.1. Keadaan Sumber Daya Alam ................................................. 5.2. Keadaan Sumber Daya Manusia ............................................ 5.3. Aktivitas Usahatani Desa Gempol Kolot ............................... 5.4. Karakteristik Responden ........................................................
53 54 55 56
PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHATANI TERHADAP PENGELUARAN RUMAH TANGGA .............
61
7.1. Keragaan Usahatani Padi ....................................................... 7.1.1. Pola Tanam ................................................................. 7.1.2. Penggunaan Input ........................................................ 7.1.3. Teknik Budidaya ......................................................... 7.1.4. Output Usahatani ......................................................... 7.2. Pendapatan Usahatani Lahan Sawah ...................................... 7.3. Pengeluaran Rumah Tangga .................................................. 7.4. Perbandingan Pendapatan Usahatani Lahan Sawah terhadap Pengeluaran Rumah Tangga .................................................. VII.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUSAHAAN LAHAN SAWAH ........................................
61 61 62 66 70 71 73 75 76
7.1. Pengujian Model Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengusahaan Lahan Sawah .................................................... 7.2. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengusahaan Lahan Sawah ..........................................................................
77
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................
89
8.1. Kesimpulan ............................................................................ 8.2. Saran .......................................................................................
89 90
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................
91
LAMPIRAN .............................................................................................
95
76
xii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Perkembangan Pengusahaan Lahan Sawah di Desa Gempol Kolot pada Tahun 2002-2010 .......................................................
5
2. Konversi Lahan Pertanian di Indonesia pada Tahun 1983-2003 .......................................................................................
25
3. Gini Rasio Distribusi Penguasaan Lahan Pertanian (Total Lahan Sawah dan Lahan Kering) di Indonesia pada Tahun 1973-2003 .....................................................................................
27
4. Gini Rasio Distribusi Penguasaan Lahan Pertanian Menurut Jenis Lahan di Indonesia pada Tahun 1993-2003 .........................
28
5. Jumlah RTP Menurut Golongan Luas Lahan yang Dikuasai di Provinsi Jawa Barat, Sumatera Selatan dan Kalimantan Selatan pada Sensus Pertanian 1983, 1993 dan 2003 ...................
29
6. Jumlah RTP Pengguna Lahan Menurut Luas Lahan yang Dikuasai di Indonesia pada Sensus Pertanian 1983, 1993 dan 2003 ............
30
7. Proporsi dan Perkembangan RTP Pengguna Lahan dan Petani Kecil (<0,50) terhadap Total RTP di Indonesia pada Tahun 1993-2003 .....................................................................................
31
8. Perbandingan Jumlah RTP Pengguna Lahan Menurut Jenis Kegiatan antara ST93 dan ST03 di Indonesia ...............................
32
9. Keragaan Penduduk Desa Gempol Kolot Menurut Mata Pencaharian pada Tahun 2009 ......................................................
55
10. Sebaran Petani Responden Desa Gempol Kolot Berdasarkan Umur pada Tahun 2010 .................................................................
56
11. Sebaran Petani Responden Desa Gempol Kolot Berdasarkan Lama Pendidikan Petani pada Tahun 2010 ...................................
57
12. Sebaran Petani Responden Desa Gempol Kolot Berdasarkan Lama Berusahatani pada Tahun 2010 ...........................................
58
13. Sebaran Petani Responden Desa Gempol Kolot Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga pada Tahun 2010 ..........................
58
14. Sebaran Petani Responden Desa Gempol Kolot Berdasarkan Status Pengusahaan Lahan Sawah pada Tahun 2010 ....................
59
15. Sebaran Petani Responden Desa Gempol Kolot Berdasarkan Luas Pengusahaan Lahan Sawah pada Tahun 2010 ......................
60
16. Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Padi di Desa Gempol Kolot per Hektar per Tahun pada Tahun 2010 ................
65
xiii
17. Struktur Rata-Rata Pendapatan Usahatani dan R/C Rasio Usahatani Padi di Desa Gempol Kolot per Hektar per Tahun pada Tahun 2010 ...........................................................................
72
18. Struktur Rata-Rata Pengeluaran Rumah Tangga di Desa Gempol Kolot pada Tahun 2010 .................................................................
74
19. Luasan Lahan Sawah Minimal yang Seharusnya Diusahakan RTP di Desa Gempol Kolot pada Tahun 2010 ......................................
75
20. Hasil Regresi Linier Berganda Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengusahaan Lahan Sawah di Desa Gempol Kolot pada Tahun 2010 .................................................................
78
xiv
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Keragaan Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Nasional pada Tahun 1993-2009 ...................................................
3
2. Perkembangan RTP, Petani Gurem dan Luas Pengusahaan Lahan Sawah Berdasarkan Sensus Pertanian 1993 dan 2003 .......
4
3. Pengaruh Luas dan Distribusi Penguasaan Lahan terhadap Sumber dan Distribusi Pendapatan ...............................................
20
4. Pengaruh Luas dan Distribusi Penguasaan Lahan terhadap Pendapatan dan Biaya Hidup ........................................................
20
5. Pengaruh Luas dan Distribusi Penguasaan Lahan terhadap Pendapatan dan Pemecahannya ....................................................
21
6. Skema Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengusahaan Lahan Sawah di Desa Gempol Kolot, Kecamatan Banyusari, Kabupaten Karawang ....................
37
7. Penentuan Autokorelasi ................................................................
49
xv
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Luas Pengusahaan Lahan Sawah per Petani antar Desa di Kecamatan Banyusari, Kabupaten Karawang Tahun 2010 ...........
96
2. Denah Desa Gempol Kolot, Kecamatan Banyusari, Kabupaten Karawang ......................................................................................
97
3. Karakteristik Pribadi Petani Responden di Desa Gempol Kolot pada Tahun 2010 .................................................................
98
4. Daftar Nama Dagang Pestisida yang Digunakan Petani Responden di Desa Gempol Kolot pada Tahun 2010 ...................
101
5. Perincian Kebutuhan Kerja Usahatani Padi Petani Responden di Desa Gempol Kolot pada Tahun 2010 ...................
102
6. Perincian Biaya Usahatani Padi Petani Responden di Desa Gempol Kolot pada Tahun 2010 ...................................................
107
7. Perincian Pengeluaran Rumah Tangga Responden di Desa Gempol Kolot pada Tahun 2010 ...................................................
110
8. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengusahaan Lahan Sawah di Desa Gempol Kolot ..............................................................................................
115
9. Hasil Uji Heteroskedastisitas Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengusahaan Lahan Sawah di Desa Gempol Kolot ..............................................................................................
116
10. Hasil Uji Normalitas Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengusahaan Lahan Sawah di Desa Gempol Kolot ......................
116
11. Input Data Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengusahaan Lahan Sawah di Desa Gempol Kolot ............................................
117
xvi
I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan luasan daratan sekitar
189.581.974 hektar atau 1.895.820 km2 (BPN, 2007), sehingga Indonesia mengutamakan pembangunan nasionalnya pada sektor pertanian1. Pentingnya sektor pertanian dalam pembangunan nasional dapat dilihat dari : (a) sektor pertanian merupakan tumpuan hidup bagi sebagian besar penduduk Indonesia, karena hampir 75 persen dari angkatan kerjanya tergantung pada sektor agribisnis (Satraatmaja, 2008); (b) sektor pertanian merupakan sumber utama penghasil bahan pangan, sandang dan papan bagi segenap penduduk Indonesia, sementara itu ketahanan pangan merupakan prasyarat utama bagi tercapainya ketahanan ekonomi maupun ketahanan nasional; (c) sektor pertanian memiliki nilai investasi yang relatif tinggi di Indonesia, tercermin dari pembangunan irigasi dan percetakan sawah yang bernilai triliunan rupiah; dan (d) sektor pertanian masih tetap menempati posisi penting sebagai penyumbang devisa yang relatif besar di Indonesia, serta ternyata cukup lentur dalam menghadapi gejolak moneter dan krisis ekonomi (Syerliyanti, 2005). Terlepas dari peran strategis sektor pertanian, tujuan utama pengembangan pembangunan pertanian adalah untuk mengatasi ancaman ketahanan pangan dan meningkatkan kesejahteraan petani. Pengembangan pembangunan pertanian tidak terlepas oleh ketersediaan sumberdaya alam, modal, manusia serta dukungan kebijakan mulai dari perencanaan hingga implementasinya. Ketersediaan sumberdaya alam terutama lahan yang dikelola secara tepat merupakan strategi yang sangat kuat didalam pembangunan pertanian yang berwawasan agribisnis. Hal ini cukup beralasan karena sebagian besar penduduk yang bekerja di sektor pertanian
sangat
bergantung
pada
ketersediaan
lahan
sebagai
sumber
matapencaharian rumah tangga. Oleh karena itu, sumberdaya lahan pertanian memiliki peranan yang sangat penting bukan hanya bagi petani, tetapi juga bagi pembangunan pertanian serta perekonomian nasional secara keseluruhan. 1
Termasuk didalamnya sub sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, kelautan dan kehutanan.
1
Sumberdaya lahan pertanian memberikan manfaat yang sangat luas secara ekonomi, sosial dan lingkungan. Irawan (2005) membagi manfaat yang dapat diperoleh petani dari keberadaan lahan pertanian menjadi use values dan non-use values. Use values atau nilai penggunaan merupakan manfaat dari kegiatan usahatani yang dilakukan pada sumberdaya lahan pertanian, misalnya : diperoleh hasil pertanian yang dapat dipasarkan, tersedianya bahan pangan, wahana bagi berkembangnya tradisi dan budaya pedesaan, serta tersedianya lapangan kerja di pedesaan yang selanjutnya dapat mencegah arus urbanisasi yang seringkali menimbulkan masalah sosial perkotaan. Non-use values atau manfaat bawaan merupakan manfaat yang dirasakan oleh petani secara berkelanjutan walaupun bukan merupakan tujuan dari kegiatan usahatani, misalnya : terpeliharanya keragaman biologis untuk kebutuhan petani di masa depan. BPN (2007) mengutarakan bahwa selama periode 1995-2005 lahan pertanian nasional mengalami peningkatan yang relatif lambat. Hal tersebut disebabkan oleh pembukaan lahan hutan 16,28 juta hektar atau rata-rata 4,07 juta hektar per tahun menjadi lahan perkebunan, lahan pertanian dan penggunaan lainnya di luar pulau Jawa, namun diiringi penurunan lahan pertanian (khususnya sawah) 3,81 juta hektar atau 954 ribu hektar per tahun menjadi budidaya non pertanian, terutama pada wilayah padat penduduk di sekitar perkotaan pulau Jawa. Salah satu produk pertanian strategis Indonesia yang memanfaatkan lahan sawah adalah padi. Terdapat beberapa alasan yang mengakibatkan padi sebagai komoditi strategis, antara lain : (a) sebanyak 95 persen penduduk Indonesia menjadikan hasil padi sebagai makanan pokok, terlebih lagi ketika kebijakan diversifikasi pangan mengalami kendala dan ditambah pula berubahnya pola konsumsi masyarakat dari sagu, jagung, ubi menjadi padi; (b) proses produksi padi melibatkan 21 rumah tangga petani (RTP) atau setara dengan 80 juta jiwa yang sebarannya merata di seluruh wilayah (Satraatmaja, 2008); (c) seringnya padi dijadikan alat pembayaran upah bagi kelompok buruh tani; (d) padi merupakan komoditas politik atau alat bantu menarik simpati masyarakat dikarenakan padi melibatkan banyak jiwa, yaitu petani bersama keluarga, buruh tani bersama keluarga, serta konsumen; dan (e) padi merupakan komoditas penentu dalam perhitungan inflasi.
2
Perkembangann keragaann produksi,, luas paneen dan prooduktivitas padi gkatan nasional selama perioode 1993-20009 (Gambaar 1) menunnjukkan bahhwa pening kan hanya disebabkann oleh pro ogram produksi padi nasionnal secara umum buk j dengaan program ekstensifikkasi3. Pada periode terrakhir intensifikaasi2, tetapi juga ini, upayaa program ekstensifika e asi dilakukaan sejak tahhun 2007 ddan direncan nakan pada tahunn 2014 pem merintah sudah bisa mencetak m lahhan sawah aabadi sebessar 15 juta
hekktar.
Semeentara
hasilnya
pad da
tahun
2008,
peemerintah
telah
mendeklarrasikan penncapaian sw wasembada beras sehingga terlihhat secara tidak langsung bagaimana pentingnyaa pengusahaaan lahan sawah s sebaagai solusi untuk u mengatasii ancaman ketahanan k p pangan nasiional dan meningkatka m an kesejahtteraan petani di Indonesia. I
Gambar 1. 1 Keragaaan Produksi, Luas Paanen dan Produktivitass Padi Nassional pada Taahun 1993-22009 Sumber : BPS (2009)
2
Inntensifikasi pertanian meruupakan usaha peningkatan p p produksi pangan dengan carra-cara yang inteensif pada laahan yang suudah ada, an ntara lain denngan pengguunaan bibit unggul, u pemberiann pupuk yang tepat, serta peemberian air irigasi i yang effektif dan efisiien. 3
E Ekstensifikasi i pertanian merupakan m usaha u peningkkatan produkksi pangan dengan d meluaskann areal atau luuasan tanam.
3
Dengan demikian, upaya untuk terus meningkatkan pengusahaan lahan sawah secara optimal perlu semakin ditingkatkan dengan pertimbangan : (a) swasembada beras saat ini masih belum stabil, kemungkinan impor beras masih mungkin terjadi, salah satu penyebab utamanya adalah peningkatan bencana alam di Indonesia; (b) pasar pangan padi di dunia semakin kecil, akibat negara produsen padi cenderung untuk mengamankan produksi dalam negerinya; (c) keterbatasan devisa Indonesia, sebagai gambaran selama periode 1996-2005 devisa negara berkurang sebanyak 14,7 triliun rupiah per tahun untuk mengimpor beras (Syerliyanti, 2005); (d) berkembangnya bioenergi yang berdampak terhadap menurunnya ketersediaan pangan yang berimplikasi terhadap peningkatan harga pangan secara umum; dan (e) mengimbangi pertumbuhan penduduk Indonesia yang selalu bernilai positif. Namun di sisi lain, perkembangan pengusahaan lahan sawah per RTP ternyata menunjukkan kondisi yang berbeda. Perkembangan pengusahaan lahan sawah per RTP di Indonesia mengalami penurunan dari 0,529 hektar pada tahun 1993 menjadi 0,452 hektar pada tahun 2003. Kondisi ini seiring dengan meningkatnya jumlah petani gurem dan RTP yang
sebanding
dengan
meningkatnya
jumlah
penduduk
Indonesia.
Perkembangan RTP, petani gurem serta luas pengusahaan (Gambar 2) menunjukkan bahwa luas pengusahaan lahan sawah per RTP hanya mengalami pertumbuhan 0,8 persen per tahun, serta tidak mampu mengimbangi pertumbuhan RTP dan petani gurem yang meningkat 2,2 persen dan 2,6 persen per tahun. Permasalahan tersebut disinyalir hampir tersebar di seluruh pedesaan Indonesia, termasuk Desa Gempol Kolot, Kecamatan Banyusari, Kabupaten Karawang. 0.6 0.5
Jumlah RTP (100 juta)
0.4 0.3 0.2
Jumlah Petani Gurem (100 juta jiwa)
0.1
Luas Panen/ RTP (ha)
0 SP 1993
SP 2003
Gambar 2. Perkembangan RTP, Petani Gurem dan Luas Pengusahaan Lahan Sawah Berdasarkan Sensus Pertanian 1993 dan 2003 Sumber : SPI (2008)
4
1.2.
Perumusan Masalah Desa Gempol Kolot merupakan lokasi desa dengan rata-rata pengusahaan
lahan sawah per petani terendah dibandingkan desa lainnya di Kecamatan Banyusari, Kabupaten Karawang pada tahun 2010 (Lampiran 1). Rata-rata pengusahaan lahan sawah per petani di Desa Gempol Kolot adalah seluas 0,74 hektar, dengan jumlah petani penggarap sebesar 259 orang dan luasan lahan sawah sebesar 192,4 hektar. Pengusahaan lahan sawah yang dilakukan oleh petani di Desa Gempol Kolot secara keseluruhan diusahakan untuk tanaman padi. Perkembangan pengusahaan lahan sawah di Desa Gempol Kolot selama periode 2002-2010 (Tabel 1) berdasarkan Potensi Desa Gempol Kolot (2009) dan BPP Kecamatan Banyusari (2010) menunjukkan rata-rata pengusahaan lahan sawah per petani yang semakin menurun dari 1,16 hektar pada tahun 2002 menjadi 0,74 hektar pada tahun 2010. Penyebabnya adalah pertumbuhan jumlah petani penggarap yang semakin tinggi tidak diimbangi pertumbuhan luasan lahan sawah. Pertumbuhan petani penggarap adalah sebesar 14,89 persen per tahun sedangkan pertumbuhan luasan lahan sawah hanya sebesar 5,27 persen per tahun, sehingga pertumbuhan rata-rata pengusahaan lahan sawah per petani menurun sebesar 0,05 persen per tahun. Apabila kondisi ini tidak segera diatasi, maka pengusahaan lahan sawah per petani akan semakin menurun yang secara tidak langsung akan mengancam ketahanan pangan dan menurunkan kesejahteraan petani padi di Desa Gempol Kolot. Tabel 1. Perkembangan Pengusahaan Lahan Sawah di Desa Gempol Kolot pada Tahun 2002-2010 Tahun Petani penggarap
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010*
125
127
126
122
129
131
132
190
259
145
145
145
145
145
145
145
145
192,4
1,16
1,14
1,15
1,19
1,12
1,11
1,10
0,76
0,74
(orang) Luas sawah (hektar) Rata-rata pengusahaan Sumber : Potensi Desa Gempol Kolot (2009); BPP Kecamatan Banyusari (2010)*
5
Sejalan dengan perkembangan pengusahaan lahan sawah per petani, pendapatan usahatani pengusahaan lahan sawah di Desa Gempol Kolot diduga menunjukkan rendahnya kesejahteraan petani padi dan terancamnya ketahanan pangan. Berdasarkan Perkembangan Desa Gempol Kolot (2009), pendapatan usahatani padi sawah adalah sebesar Rp. 13.000.000,00 per hektar per tahun. Namun, Sugiarto (2009) menyatakan bahwa sebanyak 75 persen petani dipedesaan Indonesia mengusahakan lahan sawah <0,5 hektar sehingga diperkirakan kebanyakan RTP di Desa Gempol Kolot memperoleh pendapatan dibawah Rp. 541.666,67 per bulan atau dibawah Rp. 149.631,68 per kapita per bulan, dengan asumsi rata-rata jumlah anggota keluarga 3,62 orang (Potensi Desa Gempol Kolot, 2009). Hal ini tentu saja jauh dari standar upah minimum regional (UMR) atau ukuran kesejahteraan wilayah manapun. Kecilnya pendapatan dari usahatani padi di Desa Gempol Kolot mengakibatkan RTP mencari pekerjaan lain di luar usahataninya. Menurut Handewi dkk (2002) peranan pendapatan yang berasal dari usahatani padi pada berbagai strata pengusahaan lahan sawah diperkirakan hanya dapat mengatasi 21 persen hingga 38 persen terhadap keseluruhan pengeluaran rumah tangga sehingga petani padi harus meningkatkan luasan pengusahaan lahan sawahnya apabila ingin mengatasi pengeluaran rumah tangganya yang tinggi dan tetap fokus dalam usahatani padi. Kondisi ini jika dibiarkan terus-menerus menyebabkan produksi padi menurun dan mengancam ketahanan pangan di Desa Gempol Kolot. Berdasarkan uraian tersebut, maka pengusahaan lahan sawah oleh petani padi di Desa Gempol Kolot perlu ditingkatkan atau dipertahankan. Permasalahan semakin menurunnya pengusahaan lahan sawah pada saat ini diakibatkan oleh faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut perlu diketahui dan dianalisis agar semakin menurunnya pengusahaan lahan sawah oleh petani padi dapat diminimalisir, sehingga permasalahan utama yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah : 1)
Bagaimana tingkat pendapatan usahatani pengusahaan lahan sawah jika dibandingkan dengan tingkat pengeluaran rumah tangga petani padi di Desa Gempol Kolot, Kecamatan Banyusari, Kabupaten Karawang?
6
2)
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pengusahaan lahan sawah dan sejauh mana pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap pengusahaan lahan sawah yang diusahakan petani padi di Desa Gempol Kolot, Kecamatan Banyusari, Kabupaten Karawang?
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan
sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini antara lain : 1)
Menganalisis perbandingan tingkat pendapatan usahatani pengusahaan lahan sawah dengan tingkat pengeluaran rumah tangga petani padi di Desa Gempol Kolot, Kecamatan Banyusari, Kabupaten Karawang.
2)
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengusahaan lahan sawah petani padi di Desa Gempol Kolot, Kecamatan Banyusari, Kabupaten Karawang.
1.4.
Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa,
pembuat dan perumus kebijakan, para petani serta peneliti selanjutnya. Secara rinci penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain : 1)
Untuk mahasiswa, penelitian ini merupakan sarana yang efektif untuk menerapkan dan mengaplikasikan teori-teori, seperti : ilmu usahatani, metode kuantitatif bisnis, agribisnis pangan, strategi dan kebijakan bisnis serta ilmu tanaman pangan yang diperoleh pada bangku pendidikan perguruan tinggi untuk menganalisis keadaan nyata di lapang.
2)
Untuk perumus kebijakan, hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan strategis yang berkaitan dengan pengusahaan lahan sawah petani padi yang semakin menurun dari tahun ke tahun.
3)
Untuk petani, hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan dalam meningkatkan usahatani dan mengatasi pengeluaran rumah tangganya dengan memperhatikan pengusahaan lahan sawah yang diusahakan.
4)
Untuk para peneliti, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan pada penelitian terkait berikutnya. 7
1.5.
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Penelitian ini menganalisis tentang pendapatan dan faktor-faktor yang
mempengaruhi pengusahaan lahan sawah di Desa Gempol Kolot, Kecamatan Banyusari, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat. Pembahasan lebih difokuskan pada perbandingan antara pendapatan usahatani lahan sawah dengan pengeluaran rumah tangga, serta faktor-faktor yang mempengaruhi pengusahaan lahan sawah petani padi. Pengusahaan lahan sawah merupakan skala lahan sawah yang diusahakan baik milik pribadi maupun diperoleh secara sewa, sakap atau gadai, sehingga unsur pokok usahatani yang dibahas secara lebih mendalam adalah unsur lahan dan responden yang digunakan adalah petani-petani yang melakukan pengusahaan terhadap lahan sawahnya. Dalam penelitian ini, akan digunakan analisis deskriptif dan analisis usahatani lahan sawah baik analisis pendapatan usahatani maupun analisis pengeluaran rumah tangga untuk mengetahui luas lahan minimal yang seharusnya diusahakan. Analisis pendapatan usahatani yang digunakan tidak memisahkan antara biaya tunai dengan biaya yang diperhitungkan tetapi pembahasan tersebut tergabung dalam biaya total. Selain itu, digunakan model alat analisis regresi linier
berganda
untuk
menganalisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pengusahaan lahan sawah. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi pengusahaan lahan sawah, yaitu : umur petani, lama pendidikan petani, lama pengalaman berusahatani, proporsi pendapatan usahatani lahan sawah terhadap total penerimaan RTP, jumlah hak waris atau tanggungan keluarga petani, jumlah modal kerja usahatani, jumlah tabungan petani, proporsi penggunaan lahan sawah milik pihak lain terhadap total pengusahaan lahan sawah petani, jumlah kredit modal kerja, harga jual hasil panen, jumlah keikutsertaan petani dalam penyuluhan, perkembangan teknologi, dukungan pemerintah serta faktor alam, seperti : tingkat kesuburan lahan maupun keadaan iklim lokasi penelitian. Model persamaan yang dihasilkan ditujukan untuk memberi informasi mengenai pengaruh masing-masing faktor, apakah berhubungan positif atau berhubungan negatif. Selain itu, model persamaan juga dapat memberikan informasi mengenai jumlah besaran perubahan pengusahaan lahan sawah apabila salah satu faktor berubah satu satuan.
8
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Pengusahaan Lahan Sawah Pengusahaan atau penggarapan lahan merupakan lahan yang secara
langsung diusahakan atau digarap oleh petani, baik milik pribadi maupun melalui sewa, bagi hasil, gadai atau kombinasinya (Rachmat, 1996). Pengertian pengusahaan berbeda dengan pengertian pemilikan maupun penguasaan lahan. Pemilikan lahan merupakan lahan yang dimiliki secara sah berdasarkan hukum yang berlaku, baik yang diusahakan maupun tidak diusahakan oleh petani, sedangkan penguasaan lahan merupakan lahan yang dikuasai, baik milik pribadi maupun melalui sewa, bagi hasil, gadai atau kombinasinya yang diusahakan maupun tidak diusahakan oleh petani. Susilowati dan Suryani (1996) serta Suhartini dan Mintoro (1996) mengutarakan hal yang serupa mengenai pemahaman pola pemilikan dan pengusahaan lahan. Pola pemilikan lahan pertanian menggambarkan keadaan pemilikan faktor produksi utama dalam produksi pertanian. Keadaan pemilikan lahan sering dijadikan suatu indikator bagi tingkat kesejahteraan masyarakat pedesaan walaupun belum mencerminkan keadaan yang sebenarnya bagi tingkat kesejahteraan itu sendiri. Namun demikian, pola pemilikan lahan dapat dijadikan gambaran tentang pemerataan penguasaan faktor produksi utama di sektor pertanian yang dapat dijadikan sumber pendapatan bagi pemiliknya. Pada pola pengusahaan lebih ditekankan pada pemanfaatan secara langsung sumberdaya lahan untuk usahatani yang dilakukan oleh rumah tangga petani (RTP). Perbandingan antara tingkat pemilikan lahan dengan tingkat pengusahaan lahan dapat menunjukkan gambaran mengenai kemampuan RTP dalam mengusahakannya. Di samping itu, dengan melihat pola pengusahaan lahan dapat dilihat suatu gambaran mengenai adanya transaksi pelepasan lahan dari pemilik lahan kepada penggarap, sehingga penggarap dapat aktif dalam kegiatan produksi sebagai bagian dari kegiatan ekonomi pedesaan. Adanya transaksi pelepasan lahan dari pemilik ke penggarap akan menciptakan suatu sistem pasar lahan di pedesaan dan terciptanya suatu kelembagaan yang berkaitan dengan hubungan kerja antara petani pemilik lahan dengan penggarap (Saleh dan Zakaria, 1996).
9
Sumaryanto (1996) memasukan hak pengusahaan atau penggarapan bersama hak kepemilikan dalam cakupan hak penguasaan. Hak pengusahaan merupakan salah satu produk kelembagaan sehingga dinamikanya berkaitan erat dengan perubahan nilai, norma atau hukum yang dianut dan berlaku dalam suatu komunitas. Dibandingkan dengan hak kepemilikan, derajat okupasi hak pengusahaan lebih rendah. Pemilik mempunyai hak dan kewenangan untuk menjual, menukarkan, menghibahkan atau mewariskan lahannya itu kepada orang lain, sedangkan penggarap pada hakekatnya hanyalah memiliki hak untuk mengelola atau menggarap lahan tersebut sebagaimana diatur dalam sistem kelembagaan yang lazim dianut dalam komunitas tersebut. Sugiarto (1996) dan Syukur dkk (1996) membagi sistem kelembagaan pengusahaan lahan menjadi empat bagian, yakni : sistem sewa-menyewa, sistem bagi hasil, sistem gadai dan sistem kombinasi. Sistem sewa merupakan pengalihan hak garap kepada orang lain dengan imbalan yang pada umumnya berupa uang tunai kepada pemilik lahan. Besarnya tingkat sewa biasanya ditentukan sesuai dengan harga pasar lahan setempat. Selanjutnya setelah transaksi sewa terjadi maka pengelolaan atas lahan dan risikonya sepenuhnya menjadi tanggungjawab penyewa. Sistem sakap atau bagi hasil merupakan pengalihan hak garap kepada orang lain, dimana antara pemilik dan penggarap terjadi ikatan pengusahaan usahatani dan pembagian produksi. Dalam sistem sakap, pemilik lahan menyediakan lahan sedangkan penggarap menyediakan tenaga kerja sepenuhnya. Siapa yang menanggung sarana produksi dan bagaimana pembagian hasil produksi tergantung dari tradisi setempat dan perjanjian sebelumnya. Sistem gadai merupakan pengalihan hak garap kepada orang lain yang sifatnya lebih sebagai jaminan atas pinjaman pemilik lahan terhadap penggarap. Dibandingkan dengan sewa, penetapan besarnya nilai lahan pada gadai tidaklah selugas sewa dan sangat tergantung kepada lamanya pemilik lahan mampu mengembalikan pinjamannya. Pada umumnya pemilik uang (dalam hal ini sebagai penggarap atau yang mengusahakan lahan tersebut) sebagai penentu harga. Sistem kombinasi merupakan sistem modifikasi bentuk pengusahaan lahan, seperti : pemilik-penyewa, pemilik-penyakap, pemilik-penggadai, penyewa-penyakap, penyewa-penggadai, penyakap-penggadai dan lain sebagainya.
10
Pemahaman serupa mengenai perbedaan konsep antara pengusahaan lahan sawah dengan pemilikan lahan sawah atau penguasaan lahan sawah juga digunakan di Desa Gempol Kolot, Kecamatan Banyusari, Kabupaten Karawang. Perbedaannya, penelitian ini lebih difokuskan kepada pemahaman mengenai pengusahaan lahan sawah petani padi. Selain itu, pemahaman mengenai sistem kelembagaan pengusahaan lahan sawah yang berlaku juga diperhatikan lebih mendalam oleh peneliti. Hal tersebut dilakukan agar diketahui sistem kelembagaan mana yang paling dominan digunakan di Desa Gempol Kolot. Secara keseluruhan, sistem kelembagaan yang berlaku di Desa Gempol Kolot terbagi menjadi empat bagian, yakni sistem sewa-menyewa, sistem bagi hasil (sakap), sistem gadai dan sistem kombinasi. 2.2.
Perbandingan Pendapatan Pengeluaran Rumah Tangga
Usahatani
Lahan
Sawah
dengan
Dinamika perubahan ekonomi yang terjadi di pedesaan tidak terlepas dari pengaruh sistem perekonomian di tingkat pusat. Karenanya perubahan-perubahan yang terjadi di tingkat pusat turut mewarnai perkembangan kesejahteraan masyarakat pedesaan, termasuk petani padi di Desa Gempol Kolot. Dalam struktur perekonomian, sektor pertanian masih menjadi sumber utama pendapatan petani padi meskipun diikuti oleh kecenderungan penurunan peranan pertanian secara sektoral. Seiring dengan itu, tingkat kesejahteraan petani padi pun cenderung menurun. Salah satu indikator yang mempengaruhi penurunan tersebut adalah kecilnya luasan lahan sawah yang diusahakan. Untuk memperoleh luasan lahan tersebut, diperlukan terlebih dahulu pemahaman mengenai pendapatan usahatani pengusahaan lahan sawah, kemudian dilanjutkan pemahaman mengenai struktur pendapatan usahatani pengusahaan lahan sawah terhadap pengeluaran rumah tangga dalam periode waktu yang sama. Pendapatan yang diterima petani dalam satu musim tanam atau satu tahun berbeda dengan pendapatan yang diterima oleh petani lainnya. Bahkan petani yang mengusahakan pada luasan lahan yang sama dari musim ke musim menerima pendapatan yang belum tentu sama dari tahun ke tahun. Berbagai penelitian mengenai pendapatan usahatani padi dapat dijadikan pemahaman, diantaranya adalah Handayani (2006), Hantari (2007) dan Damayanti (2007).
11
Handayani (2006) melakukan penelitian mengenai analisis profitabilitas dan pendapatan usahatani padi sawah menurut luas dan status kepemilikan lahan di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pendapatan usahatani milik jauh lebih menguntungkan dibandingkan pendapatan usahatani bukan milik (sakap). Kondisi tersebut dapat dilihat dari nilai R/C pada pendapatan usahatani milik lebih besar daripada pendapatan usahatani bukan milik. Penjelasan Handayani (2006) lebih jauh mengungkapkan bahwa pendapatan usahatani milik luas lebih menguntungkan daripada pendapatan usahatani milik sempit. Nilai R/C pada usahatani milik luas adalah sebesar 2,12 sedangkan pada usahatani milik sempit adalah sebesar 1,97. Lebih rendahnya keuntungan yang diterima pada usahatani milik sempit disebabkan proporsi biaya yang dikeluarkan lebih besar dibandingkan usahatani milik luas, khususnya biaya tenaga kerja dalam keluarga. Di sisi lain, pendapatan usahatani bukan milik luas memiliki keuntungan yang lebih kecil dibandingkan pendapatan usahatani bukan milik sempit. Nilai R/C pada usahatani bukan milik luas adalah sebesar 1,32 sedangkan nilai R/C pada usahatani bukan milik sempit adalah sebesar 1,36. Namun, secara umum keseluruhan usahatani padi sawah yang dilakukan di Desa Karacak cukup menguntungkan dan memberikan intensif untuk dilaksanakan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai R/C yang lebih besar dari nilai satu. Penelitian serupa dilakukan oleh Hantari (2007) mengenai analisis pendapatan dan produksi usahatani padi sawah lahan sempit yang dilakukan di Desa Sitimulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul. Petani responden di daerah penelitiannya terbagi menjadi petani pemilik lahan dan petani penggarap lahan dengan status bagi hasil. Simpulan penelitiannya memperlihatkan bahwa penerimaan total petani padi dengan status lahan milik dalam satu musim tanam adalah sebesar Rp. 10.924.794,00 dengan biaya total yang dikeluarkan adalah sebesar Rp. 6.468.045,00. Sementara itu, nilai R/C atas biaya tunai pada petani dengan lahan berstatus milik adalah sebesar 2,78 sedangkan nilai R/C atas biaya totalnya adalah sebesar 1,69. Nilai R/C yang lebih besar dari nilai satu menunjukkan bahwa usahatani padi sawah yang dilakukan tersebut sudah efisien dan menguntungkan.
12
Simpulan penelitian Hantari (2007) yang lain memperlihatkan bahwa penerimaan total petani padi dengan status lahan bagi hasil dalam satu musim tanam adalah sebesar Rp. 8.264.285,00 dengan biaya total yang dikeluarkan adalah sebesar Rp. 9.588.958,00. Sementara itu, nilai R/C atas biaya tunai pada petani padi dengan lahan berstatus bagi hasil adalah sebesar 1,05 sedangkan nilai R/C aktual atas biaya totalnya adalah sebesar 0,86. Dengan demikian, usahatani padi sawah di Desa Sitimulyo dengan status lahan bagi hasil ternyata belum efisien dan belum menguntungkan disebabkan nilai R/C atas biaya totalnya tidak lebih dari nilai satu. Kondisi ini jika dibandingkan dengan petani pemilik lahan, maka petani penggarap lahan dengan status bagi hasil memiliki keuntungan yang jauh lebih rendah. Terakhir adalah penelitian yang dilakukan oleh Damayanti (2007) mengenai analisis pendapatan dan efisiensi produksi usahatani padi sawah yang dilakukan di Desa Purwoadi, Kecamatan Trimurjo, Kabupaten Lampung Tengah. Dalam penelitiannya, metode yang digunakan adalah metode analisis pendapatan usahatani serta analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C rasio). Hasil penelitiannya menjelaskan bahwa analisis pendapatan usahatani padi sawah di daerah penelitian secara umum dapat dikatakan menguntungkan dan cukup layak untuk diusahakan. Rata-rata produksi padi sawah per hektar adalah sebesar 6.492 kilogram dalam bentuk gabah kering panen (GKP) dengan harga jual rata-rata sebesar Rp. 1.300,00 per kilogram, maka total penerimaan yang diperoleh petani per musim tanam adalah sebesar Rp. 8.439.756,00 per hektar. Di sisi lain, total biaya usahatani padi sawah yang dikeluarkan petani di Desa Purwoadi untuk satu musim tanam adalah sebesar Rp. 4.843.447,00 per hektar yang terdiri dari total biaya tunai sebesar Rp. 2.914.072,00 atau 60,17 persen dari total biaya usahatani dan total biaya diperhitungkan sebesar Rp. 1.929.375,00 atau 39,83 persen dari total biaya usahatani. Dengan demikian, pendapatan atas biaya tunai adalah sebesar Rp. 5.525.684,00 per hektar sedangkan pendapatan atas biaya totalnya adalah sebesar Rp. 3.596.309,00 per hektar. Sementara itu, nilai R/C atas biaya tunai adalah sebesar 2,89 sedangkan nilai R/C atas biaya total adalah sebesar 1,74. Hal ini berarti penerimaan yang diperoleh petani dapat menutupi seluruh biaya usahatani dikarenakan nilai R/C lebih dari nilai satu.
13
Pemahaman selanjutnya mengenai perbandingan pendapatan usahatani terhadap pengeluaran rumah tangga dapat dijelaskan oleh penelitian yang dilakukan Sadikin dan Subagyono (2008). Hal tersebut dikarenakan salah satu tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui bagaimana rata-rata struktur pendapatan usahatani terhadap pengeluaran rumah tangga di pedesaan Kabupaten Karawang. Hasil penelitiannya menjelaskan bahwa sampai saat ini sektor pertanian padi masih memegang peranan penting dalam perolehan penerimaan RTP, yaitu mencapai 32,68 persen dari seluruh sektor pendapatan keluarga petani, namun sektor pertanian padi belum dapat mencukupi kebutuhan rumah tangga sehingga petani padi masih memerlukan pendapatan dari sektor lainnya. Produksi padi pada musim hujan 2007-2008 mencapai 62,28-73,62 kuintal GKP per hektar dan pada musim kemarau mencapai 63,62-68,03 kuintal GKP per hektar. Adapun besaran total pendapatan petani yang diperoleh dari padi mencapai Rp. 13,593 juta per tahun sedangkan pengeluaran konsumsi rumah tangga di daerah penelitiannya adalah sebesar Rp. 27,412 juta per tahun, dimana proporsi penerimaan RTP yang berasal dari sektor pertanian padi hanya mampu mencukupi 49,59 persen dari nilai total pengeluaran rumah tangga. Hal ini apabila terus dibiarkan maka diduga petani padi akan beralih ke sektor lain yang memberikan keuntungan atau pilihan terbaik, yang secara tidak langsung akan mengancam ketahanan pangan nasional. Kondisi perekonomian yang terjadi di pusat yakni Kabupaten Karawang, diperkirakan pula terjadi di tingkat perdesaan termasuk Desa Gempol Kolot, Kecamatan Banyusari, Kabupaten Karawang. Penerimaan RTP dari sektor pertanian padi belum dapat memenuhi pengeluaran rumah tangga secara keseluruhan sehingga diperlukan analisis pendapatan usahatani lahan sawah untuk mengetahui apakah usahatani yang dilaksanakan menguntungkan atau tidak menguntungkan, analisis biaya imbangan R/C rasio untuk mengetahui apakah usahatani yang telah dilakukan efisien atau tidak efisien, dan analisis perbandingan struktur pendapatan usahatani lahan sawah terhadap pengeluaran rumah tangga untuk mengetahui luasan lahan sawah minimal yang seharusnya diusahakan oleh petani padi agar memenuhi pengeluaran rumah tangga yang semakin hari semakin meningkat mengikuti perkembangan zaman.
14
2.3.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengusahaan Lahan Sawah Studi-studi
untuk
menentukan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pengusahaan lahan sawah masih jarang dilakukan sehingga akan lebih dipaparkan mengenai kajian-kajian pada studi-studi yang memiliki kaitan kuat terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi penguasaan lahan, termasuk pengusahaan dan pemilikan lahan. Beberapa kajian tersebut menjadi landasan utama dalam penetapan variabel-variabel di dalam penelitian ini. Wiradi dan Manning (1984) mengungkapkan penyebab perubahan struktur agraria penguasaan lahan petani beberapa desa di DAS Cimanuk terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang dimaksud adalah umur petani, lama pendidikan petani, pendapatan RTP, akses memperoleh lahan dan jumlah tanggungan keluarga, sedangkan faktor eksternal yang dimaksud adalah pertumbuhan penduduk, intervensi pemerintah melalui rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW), intervensi swasta, faktor ekonomi (kesejahteraan), faktor sosial budaya (warisan), faktor alam dan kelembagaan hukum pertanian. Kondisi perubahan penguasaan lahan semakin dipertegas melalui penelitian Tim Patanas Indonesia (1996) yang dilakukan di tujuh provinsi Indonesia, yaitu : Daerah Istimewa Aceh, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa telah terjadi penurunan penguasaan lahan yang disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan pengalaman petani, rendahnya kesadaran dalam kehadiran dalam penyuluhan, rendahnya proporsi pendapatan usahatani terhadap total penerimaan RTP, rendahnya pemerataan pendapatan, tingginya jumlah tanggungan keluarga dan jumlah ahli waris, keterbatasan modal kerja dan tabungan, rendahnya akses terhadap penggunaan lahan sawah, rendahnya akses terhadap informasi, rendahnya akses untuk memperoleh kredit modal kerja, rendahnya harga hasil pertanian, tidak adanya dukungan kebijakan pemerintah (meliputi : harga, perpajakan dan agraria yang wajar), ketidakjelasan arah pengembangan teknologi (meliputi : peralatan mekanisasi dan tingkat penggunaan input modern), tidak adanya dukungan faktor alam (meliputi : kesuburan lahan atau produktivitas lahan dan serangan hama penyakit) serta tingginya faktor risiko lahan.
15
Sementara untuk provinsi Jawa Barat telah diwakili oleh penelitian Setiawan (2006), yang menemukan beberapa faktor yang mempengaruhi semakin merosotnya penguasaan lahan. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah faktor ekonomi (misalnya : lemahnya proporsi pendapatan usahatani terhadap total penerimaan RTP), faktor alam (misalnya : banjir, kekeringan, erosi, pencemaran, iklim, cuaca, serangan hama penyakit yang semakin intensif, luas dan bervariasi sehingga sulit untuk diprediksi dan dikendalikan), kebijakan pemerintah tidak mengutamakan pertanian (kebijaksanaan yang berkaitan dengan masalah pengendalian penguasaan sudah banyak dibuat, namun implementasinya tidak efektif karena tidak didukung oleh data dan sikap proaktif yang memadai dari pemangku kepentingan), akses petani terhadap penggunaan lahan pertanian yang tersedia, jumlah tanggungan keluarga (anak-anak pewaris tidak mendapatkan pekerjaan di luar sektor pertanian, akibatnya lahan warisan dibagi-bagi hingga jelas batas-batas kepemilikannya), faktor sosial-ekonomi (misalnya : tingginya biaya sekolah anak) dan terbatasnya kredit modal kerja di sektor pertanian. Pihak pemerintah Daerah Kabupaten Karawang (2009) pun telah menyadari permasalahan penurunan penguasaan lahan sehingga mengemukakan hal yang sama bahwa permasalahan utama yang mempengaruhi pengusahaan lahan sawah di Kabupaten Karawang adalah tingkat pendidikan petani, akses terhadap kredit modal kerja, perkembangan teknologi dan harga jual hasil panen. Faktor-faktor serupa juga diduga mempengaruhi penguasaan lahan pertanian yang terjadi di Desa Gempol Kolot, Kecamatan Banyusari, Kabupaten Karawang. Namun, perbedaanya terdapat pada fokus penelitian dan alat analisis yang digunakan. Fokus penelitian ditujukan hanya pada faktor-faktor yang diduga mempengaruhi pengusahaan lahan sawah, yakni : umur petani, lama pendidikan dan pengalaman petani, jumlah tanggungan keluarga, jumlah modal kerja usahatani, jumlah keikutsertaan petani dalam penyuluhan, proporsi penggunaan lahan sawah milik pihak lain terhadap total pengusahaan lahan sawah petani, jumlah kredit modal kerja, harga jual hasil panen, proporsi pendapatan usahatani lahan sawah terhadap total penerimaan RTP, jumlah tabungan, faktor alam, perkembangan teknologi dan kebijakan pemerintah. Alat analisis yang digunakan adalah dengan menggunakan metode regresi linier berganda.
16
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.
Kerangka Pemikiran Teoritis Teori yang digunakan pada penelitian ini pada dasarnya tidak terlepas dari
konsep-konsep ilmu usahatani, meliputi : konsep lahan sebagai faktor produksi, konsep pendapatan usahatani, konsep pendapatan rumah tangga, serta konsep faktor-faktor yang mempengaruhi pengusahaan lahan. Teori-teori ini diharapkan dapat menguraikan nalar dalam membangun suatu kerangka pemikiran yang utuh untuk menjawab sementara permasalahan dan tujuan dari penelitian. 3.1.1. Usahatani Usahatani atau farm merupakan bagian dari permukaan bumi dimana seorang petani, suatu keluarga tani atau badan tertentu lainnya bercocok tanam atau memelihara ternak (Mosher dalam Soeharjo dan Patong, 1973). Hal ini sejalan dengan definisi usahatani merupakan organisasi dari alam, kerja, modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian (Rifai dalam Hernanto, 1988). Ketatalaksanaan organisasi ini berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial, baik yang terikat genologis, politis maupun territorial sebagai pengelolanya. Berdasarkan batasan tersebut, dapat diketahui bahwa usahatani terdiri atas manusia petani (bersama keluarganya), lahan (bersama dengan fasilitas yang ada diatasnya seperti bangunan-bangunan dan saluran air) dan tanaman maupun hewan ternak. Tujuan setiap petani dalam menjalankan usahataninya berbeda-beda. Apabila dorongannya untuk memenuhi kebutuhan keluarga baik melalui atau tanpa melalui peredaran uang disebut subsistence farm sedangkan apabila dorongannya untuk mencari keuntungan disebut comercial farm (Hernanto, 1988). Soekartawi dkk (1986) mengemukakan bahwa tujuan berusahatani terbagi dua, yaitu memaksimumkan keuntungan dan meminimumkan biaya. Konsep memaksimumkan keuntungan adalah bagaimana mengalokasikan sumberdaya dengan jumlah tertentu seefisien mungkin untuk memperoleh keuntungan maksimum sedangkan konsep meminimumkan biaya berarti bagaimana menekan biaya produksi sekecil-kecilnya untuk mencapai tingkat produksi tertentu.
17
Definisi usahatani yang telah diuraikan memberikan pemahaman bahwa usahatani mempunyai unsur-unsur pokok yang saling terkait, yaitu : lahan, kerja, modal dan pengelolaan. Unsur penyusun usahatani ini harus diorganisasikan dengan baik agar kegiatan usahatani berjalan lancar. Jika salah satu unsur tidak tersedia atau tidak memberikan peranannya dengan baik maka pelaksanaan usahatani akan terganggu, akibatnya hasil yang diperoleh dari usahatani tidak seperti yang diharapkan. 3.1.2. Lahan Sebagai Faktor Produksi Lahan pada hakekatnya adalah permukaan bumi yang merupakan bagian dari alam, sehingga lahan tidak terlepas dari pengaruh alam sekitarnya, seperti : sinar matahari, curah hujan, angin, kelembaban udara dan lain sebagainya. Fungsi lahan dalam usahatani adalah tempat menyelenggarakan kegiatan produksi pertanian (usaha bercocok tanam dan pemeliharaan ternak) dan tempat pemukiman keluarga tani (Tjakrawiralaksana, 1985). Menurut Hernanto (1988) pada umumnya di Indonesia lahan merupakan faktor produksi yang relatif langka dibandingkan dengan faktor produksi lainnya dan distribusi penguasaannya tidak merata di masyarakat. Oleh karena itu lahan mempunyai beberapa sifat, antara lain : (a) bukan merupakan barang produksi; (b) luas relatif tetap atau dianggap tetap atau tidak dapat diperbanyak; (c) tidak dapat dipindah-pindahkan; (d) dapat dipindahtangankan dan atau diperjualbelikan; (e) tidak ada penyusutan (tahan lama); dan (f) bunga atas lahan dipengaruhi oleh produktivitas lahan. Karena sifatnya yang khusus tersebut, lahan kemudian dianggap sebagai salah satu faktor produksi usahatani. Lahan merupakan jenis modal yang sangat penting yang harus dibedakan dari jenis modal lainnya sehingga faktor lahan perlu digunakan atau dimanfaatkan secara efisien. Usaha-usaha untuk meningkatkan efisiensi pengusahaan lahan antara lain pemilihan komoditas cabang usahatani dan pengaturan pola tanam. Ukuran efisiensi penggunaan lahan adalah perbandingan antara output dan input. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam usahatani berkaitan dengan lahan yang digunakan adalah permasalahan lahan usahatani di Indonesia, sumber dan status lahan, nilai lahan, fragmentasi lahan, lahan sebagai ukuran usahatani, serta perkembangan penguasaan lahan di Indonesia. 18
(1)
Lahan Usahatani dan Permasalahannya di Indonesia Indonesia merupakan negara agraris dikarenakan sebagian besar rakyatnya
mendapat nafkah dari sumber-sumber pertanian. Masalah lahan di Indonesia boleh disebut gawat bahkan kritis, hal ini mulai dirasakan sekarang dan waktu yang akan datang. Kegawatan tersebut tidak akan terjadi apabila : (a) penduduknya tidak berjumlah lebih dari 155 juta jiwa; (b) pertambahan penduduknya tidak sebesar 2,3 persen; (c) bila lahan kering dan basah yang tergolong arable land di wilayah Indonesia tetap menyebar; dan (d) kepesatan pembangunan dapat teratasi (Hasan dalam Hernanto, 1988). Lahan selalu mempunyai konotasi erat dengan pertanian dan desa. Dalam perjalanan waktu, pembangunan pertanian bersaing ketat dengan sektor-sektor lainnya, seperti : industri, prasarana umum, perumahan, perkantoran serta usahausaha di luar atau non pertanian. Suasana demikian tidak otomatis berarti semakin sempitnya keseluruhan lahan pertanian, tetapi yang terjadi adalah : (a) semakin besarnya lokasi pertanian dan usahatani yang menjauhi pemusatan penduduk dan pusat pengembangan; (b) semakin banyaknya lahan pertanian lepas dari petani kecil, baik ke luar usahatani maupun ke usahatani petani besar; (c) adanya pergeseran dari petani menjadi buruh tani dan keprofesi lain; dan (d) semakin sempitnya kepemilikan dan pengusahaan lahan pertanian (Hernanto, 1988). Berdasarkan uraian tersebut, petani terbagi menjadi empat golongan, yakni : golongan petani luas, sedang, sempit dan tidak berlahan (buruh tani). Perbedaan golongan petani berdasarkan luasnya berpengaruh terhadap sumber dan distribusi pendapatan (Gambar 3). Semakin rendah golongan luasan lahan yang dikuasai, maka : (a) semakin banyak jumlahnya; (b) semakin rendah pendapatan usahatani yang berasal dari lahan dan dari luar lahan; dan (c) semakin tinggi pendapatan yang berasal dari luar usahatani (Hernanto, 1988). Pada dasarnya pendapatan yang bersumber dari lahan, faktor produksi dominannya adalah lahan sedangkan pendapatan yang bersumber dari luar lahan dan luar usahatani masing-masing faktor produksi dominannya adalah modal dan kerja, sehingga terlihat bahwa tidak meratanya pendapatan diakibatkan oleh faktor lahan dan modal. Kondisi ini menumbuhkan persoalan bagaimana mengangkat golongan petani sempit dan tidak berlahan ke tingkat yang lebih layak.
19
Golongan luas penguasaan lahan
Tingkat dan sumber pendapatan Lahan
Usahatani diluar lahan
Luar usahatani
Petani luas (>2 hektar) Petani
sedang
(0,5-2 hektar) Petani
sempit
(0,5 hektar) Buruh
tani
(tidak berlahan)
Gambar 3. Pengaruh Luas dan Distribusi Penguasaan Lahan terhadap Sumber dan Distribusi Pendapatan Sumber : Hernanto (1988)
Perbedaan golongan petani berdasarkan luas juga berpengaruh terhadap pendapatan dan biaya hidup (Gambar 4) yang dapat menjadi ukuran kesejahteraan dan investasi. Untuk golongan petani luas dan petani sedang, sumber pendapatan dari usahatani dengan lahan sudah mencukupi biaya hidup (pendapatan surplus), namun golongan petani sempit dan petani tanpa lahan, seluruh pendapatan (dari berbagai sumber) tidak dapat mencukupi biaya hidup (pendapatan defisit). Dengan demikian, untuk mengangkat harkat dan martabat petani lahan sempit dan tak berlahan diperlukan land reform dan capital reform. Hal ini agar distribusi pendapatan dapat diperbaiki dan memperkecil jurang antara kaya dan miskin. Golongan luas penguasaan lahan
Tingkat dan sumber pendapatan Lahan
Usahatani diluar lahan
Luar usahatani
Petani luas (>2 hektar) Petani
sedang
c
(0,5-2 hektar) Petani
sempit
(0,5 hektar) Buruh
tani
(tidak berlahan)
a
Gambar 4. Pengaruh Luas dan Distribusi Penguasaan Lahan terhadap Pendapatan dan Biaya Hidup Keterangan : a = garis pendapatan; c = garis kecukupan Sumber : Hernanto (1988)
20
Pemecahan persoalan tidak meratanya distribusi pendapatan (Gambar 5) dengan menentukan garis pendapatan yang diperlukan, kemudian membentuk garis pendapatan harapan. Gambar 5 menunjukkan bahwa dengan garis pendapatan harapan, keseluruhan golongan petani telah mencukupi kebutuhan hidupnya (pendapatan surplus). Golongan luas
Tingkat dan sumber pendapatan
penguasaan lahan
Lahan
Usahatani diluar lahan
Luar usahatani
Petani luas (>2 hektar) Petani
sedang
c
(0,5-2 hektar) Petani
sempit d
(0,5 hektar) Buruh
tani a
(tidak berlahan) a
b
Gambar 5. Pengaruh Luas dan Distribusi Penguasaan Lahan terhadap Pendapatan dan Pemecahannya Keterangan : a = garis pendapatan sekarang; b = garis pendapatan yang diperlukan; c = garis kecukupan; d = garis pendapatan harapan Sumber : Hernanto (1988)
(2)
Sumber Pengusahaan Lahan Hernanto (1988) mengutarakan bahwa lahan yang diusahakan petani
diperoleh dari berbagai sumber, yakni : (a) lahan milik, dibuktikan dengan surat bukti pemilikan (sertifikat) yang dikeluarkan oleh negara melalui Direktorat Jenderal Agraria, bukan girik atau leter C; (b) lahan sewa, sebaiknya bukti dibuat oleh pejabat yang berwenang agar apabila terjadi hal yang tidak diinginkan dapat diselesaikan secara hukum; (c) lahan sakap, telah diatur oleh undang-undang bagi hasil (UUBH) atau UU No. 2 tahun 1960; (d) lahan pemberian negara atau lahan milik negara yang diberikan kepada seseorang yang mengikuti program pemerintah dan berjasa kepada negara, dalam hal ini pemilikannya dapat melalui prosedur gratis, ganti rugi dan kredit; (e) lahan waris, lahan yang karena hukum tertentu (agama) dibagikan kepada ahli warisnya; (f) lahan wakaf, lahan yang diberikan atas seseorang atau badan kepada pihak lain untuk kegiatan sosial; dan (g) lahan yang dibuka sendiri. 21
(3)
Status Pengusahaan Lahan Lahan-lahan yang diusahakan oleh para petani biasanya mempunyai status,
yang menunjukkan hubungan hukum antara petani dengan lahan yang diusahakannya. Dengan demikian status lahan tersebut akan memberikan kontribusi bagi penggarapnya. Tjakrawiralaksana (1985) membagi status-status hukum lahan menjadi status hak milik, status hak sewa, status hak bagi hasil (sakap), status hak gadai dan status hak pakai atau hak guna usaha (HGU). Status lahan merupakan faktor penting dalam usaha pengembangan usahatani, karena faktor ini dapat mempengaruhi kesediaan para petani melakukan investasi pada lahan atau menggunakan teknologi baru yang menguntungkan. Dalam hubungannya dengan pengelolaan usahatani dikaitkan dengan lahan sebagai faktor produksi, status lahan mempunyai keunggulan-keunggulan maupun kelemahan-kelemahan. Keunggulan lahan dengan hak milik petani, diantaranya adalah : (a) petani bebas mengusahkan lahannya; (b) petani bebas merencanakan seseuatu kepada lahannya baik jangka pendek maupun jangka panjang; (c) petani bebas menentukan cabang usaha untuk lahan sesuai dengan faktor-faktor fisik dan faktor ekonomi yang dimiliki; (d) petani bebas menggunakan teknologi dan cara budidaya
tanpa
campur
tangan
orang
lain;
dan
(e)
petani
bebas
memperjualbelikan, menyewakan dan menggadaikan lahannya. Lahan dengan hak sewa mempunyai kewenangan seperti lahan dengan hak milik di luar batas jangka waktu sewa yang disepakati. Penyewa tidak mempunyai kewenangan untuk menjual dan menjaminkan lahan sebagai anggunan. Dalam hal perencanaan usaha, penyewa harus mempertimbangkan jangka waktu sewa. Lahan dengan hak sakap tidak mempunyai kewenangan untuk menjual lahan. Dalam setiap kegiatan pengusahaan usahatani, seperti penentuan cabang usaha dan pilihan teknologi harus dikonsultasikan dengan pemilknya. Status lahan yang terdapat di pedesaan Pulau Jawa menimbulkan semacam tangga pertanian (agricultural lader), yaitu status pemilikan lahan secara bertahap yang menunjukkan tingkatan atau status sosial di dalam masyarakat dari petani pemilik ke buruh tani, misalnya : petani dengan hak milik terhadap lahan pada tangga pertanian memiliki posisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan petani dengan hak sakap terhadap lahan (Tjakrawiralaksana, 1985).
22
(4)
Nilai Lahan Dengan semakin terbatasnya lahan yang tersedia dan semakin terjaminnya
kepastian akan pemilikan lahan, maka akan selalu terjadi jual beli lahan. Nilai lahan sangat bervariasi dari unsur waktu dan tempat. Di daerah perkotaan, lahan usahatani mempunyai nilai yang cukup tinggi, bahkan terkadang tidak sebanding dengan nilai ekonomis dari hasil lahan tersebut. Soeharjo dan Patong (1973) mengutarakan nilai lahan tergantung kepada : (a) tingkat kesuburan lahan, harga lahan yang lebih subur (baik fisik maupun kimiawi) lebih tinggi daripada lahan yang tidak subur; (b) fasilitas pengairan, nilai lahan yang berpengairan baik lebih tinggi daripada lahan yang tidak berpengairan; dan (c) posisi lokasi, nilai lahan yang dekat dengan jalan atau sarana penghubung lebih tinggi daripada lahan yang tidak dekat dengan jalan atau sarana penghubung. (5)
Fragmentasi Lahan Lahan yang diusahakan oleh para petani seringkali tidak merupakan satu
kesatuan bidang, melainkan terdiri dari beberapa pecahan yang letaknya tersebar. Keadaan lahan demikian sering diberi istilah fragmentasi lahan, sedangkan bagian-bagian pecahannya disebut fragmen atau persil. Tjakrawiralaksana (1985) mengutarakan bahwa terjadinya fragmentasi pada lahan usahatani dipengaruhi oleh : kepadatan penduduk, adat pewarisan harta benda yang berlaku dalam masyarakat, faktor alam (misalnya : tanah longsor serta pergeseran aliran sungai) dan aktivitas manusia (misalnya : pembuatan jalan, pembuatan terusan serta pembuatan saluran pengairan). Soeharjo dan Patong (1973) mengungkapkan kerugian yang ditimbulkan oleh fragmentasi lahan, diantaranya adalah : (a) semakin sempitnya lahan-lahan petani; (b) menimbulkan pemborosan waktu dan tenaga sehingga biaya produksi lebih tinggi; (c) menimbulkan kesulitan dalam pengawasan terutama serangan hama dan penyakit sehingga produksi tidak setinggi pencapaian yang diharapkan; (d) petani tidak leluasa memilih tanaman atau komoditas yang paling menguntungkan; (e) banyaknya lahan-lahan produktif yang hilang atau dikorbankan; (f) pembagian air pengairan sukar diatur; (g) alat-alat mekanisasi tidak dapat digunakan; dan (h) kemungkinan percecokan antar petani lebih tinggi karena banyaknya tetangga lahan.
23
(6)
Lahan Sebagai Ukuran Usahatani Lahan sebagai unsur produksi seringkali juga dipakai untuk pengukuran
besaran usahatani (size of business). Menurut Soeharjo dan Patong (1973) ukuranukuran tersebut antara lain : (a) luas total lahan usahatani, yakni mengukur semua lahan yang dimiliki sebagai satu kesatuan produksi; (b) luas tanam pertanaman, yakni mengukur luas tanaman yang diusahakan; (c) luas total tanaman, yakni memperhitungkan luas dari semua cabang usahatani yang diusahakan; dan (d) luas tanaman utama, yakni mengukur luas tanaman pokok yang diusahakan. Namun, menurut Tjakrawiralaksana (1985) ukuran tersebut bukanlah cara yang terbaik, keberatan-keberatan dalam pemakaiannya antara lain : (a) pengukurannya tidak menyertakan keterangan mengenai kualitas daripada lahannya; (b) pengukurannya tidak menggambarkan hubungan dengan pemakaian unsur-unsur produksi lainnya yang secara bersama-sama dapat mempengaruhi tingkat produksi; dan (c) pengukurannya tidak memperhatikan adanya perbedaan letak ekonomis daripada lahan itu sendiri. (7)
Perkembangan Penguasaan Lahan di Indonesia Selama kurun waktu tiga dekade ini, perkembangan penguasaan lahan
pertanian di Indonesia, termasuk didalamnya lahan sawah petani padi, terbagi dalam tiga macam perkembangan ekonomi lahan, yakni : perkembangan konversi lahan pertanian, perkembangan distribusi penguasaan lahan pertanian, serta perkembangan rumah tangga pertanian (RTP) dan luasan penguasaan lahan pertanian. Berdasarkan data hasil sensus pertanian pada periode 1983, periode 1993 dan periode 2003 oleh BPS dalam Lakollo dkk (2005), ketiga aspek tersebut dapat dibahas secara spesifik dengan kemungkinan mempertimbangkan keterkaitan satu aspek dengan aspek lainnya. Ketiga aspek ekonomi lahan tersebut pada dasarnya memiliki keterkaitan. Semakin besar proporsi RTP dengan status petani lahan sempit akan mendorong distribusi penguasaan lahan yang semakin pincang, dan selanjutnya eksistensi petani lahan sempit akan mendorong terjadinya alih fungsi lahan (konversi lahan) pertanian dan atau alih profesi ke sektor lain yang dapat memberikan pendapatan yang lebih tinggi untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
24
(a)
Perkembangan Konversi Lahan Pertanian Selama periode 1983-2003, dalam periode sepuluh tahun pertama (periode
1983-1993) konversi lahan pertanian nasional, terutama non-perkebunan besar mencapai sebesar 1,28 juta hektar. Sebagian besar konversi lahan terjadi di Pulau Jawa sekitar 79,3 persen dan dilihat dari jenis lahan sekitar 68,3 persen adalah lahan sawah (Nasution, 1996). Pada dasawarsa berikutnya (periode 1993-2003) besaran konversi lahan relatif tidak mengalami perubahan yang berarti, yakni sebesar 1,26 juta hektar dan sebagian besar terjadi di Pulau Sumatera sekitar 92,3 persen. Data konversi lahan pertanian di kawasan Indonesia selama periode 19832003 dapat dilihat pada Tabel 2. Sejalan dengan perkembangan pembangunan nampaknya proporsi dominan konversi lahan pertanian bergeser dari Pulau Jawa ke luar Pulau Jawa, dalam hal ini Pulau Sumatera. Di Pulau Jawa sendiri menurut Nasution (2004) dalam periode 1998-2004 konversi lahan sawah mencapai sebesar 142 ribu hektar atau sekitar 23,7 ribu hektar per tahun atau sekitar 61,2 persen rataan konversi lahan periode 1993-2003 yang besarnya adalah 38,7 hektar per tahun, sehingga tampak bahwa konversi lahan pertanian produktif khususnya lahan sawah di Pulau Jawa masih tetap sangat tinggi. Tabel 2. Konversi Lahan Pertanian di Indonesia pada Tahun 1983-2003 Wilayah Jawa
Total lahan pertanian SP 1983a)
SP 1993b)
Konversi Lahan SP 2003c)
1983-1993
1993-2003
5.422.449
4.407.029
4.019.887
-1.015.420
-387.142
1.208.164
1.060.218
1.095.551
-147.946
+35.293
Sumatera
5.668.811
5.416.601
4.249.706
-252.210
-1.166.895
Sulawesi
1.637.811
1.722.444
2.184.508
+134.693
+412.064
Kalimantan
2.222.153
2.191.596
2.096.230
-30.557
-95.357
Maluku
378.662
400.339
351.970
+21.717
-48.369
Irian Jaya
166.322
175.777
142.043
+9.455
-33.734
Indonesia
16.704.272
15.424.004
16.704.272
-1.280.268
-1.264.140
Bali dan Nusa Tenggara
Sumber : Badan Pusat Statistika (2004) Keterangan : a) Sensus Pertanian Seri J3, Tahun 1983 b) Sensus Pertanian Seri J3, Tahun 1993 c) Sensus Pertanian Seri A3, Tahun 2003
25
Tingginya konversi lahan pertanian, khususnya lahan sawah produktif, menambah beban pencapaian swasembada pangan (beras) nasional. Pada kondisi pilihan terbuka bagi investor maka konversi lahan pertanian di Pulau Jawa dengan infrastruktur fisik yang baik, sulit untuk dapat dihindari. Opsi kebijakan yang dapat dipertimbangkan adalah pengembangan komoditas bernilai ekonomi tinggi, padat teknologi dan manajemen, dengan sasaran efisiensi dan daya saing yang tinggi (Kasryno, 1996). Kelangkaan lahan pertanian di Pulau Jawa, perlu dikompensasi dengan pengembangan lahan pertanian baru di luar Pulau Jawa. Pengembangan lahan pertanian ini secara ekonomis, dalam jangka pendek, perlu mempertimbangkan peningkatan kemampuan lahan pertanian yang telah ada dalam pemanfaatan sarana dan infrastruktur irigasi yang telah dibangun namun belum dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat (Pasandaran, 1988). Pembahasan konversi lahan pertanian tidak bisa dilepaskan keterkaitannya dengan neraca pengusahaan lahan. Silalahi (2006) menunjukkan bahwa dari 191 juta hektar lahan yang tersedia di kawasan Indonesia, proporsi peruntukkan untuk zona konservasi adalah 35,4 persen atau 67 juta hektar dan 64,6 persen atau 123 juta hektar untuk zona kultivasi. Dalam kenyataannya sebesar 18,4 persen atau 12 juta hektar lahan di zona konservasi telah dimanfaatkan dan 57,7 persen atau 71 juta hektar lahan di zona kultivasi belum dimanfaatkan, sehingga pengembangan lahan pertanian baru di Indonesia masih terbuka luas, dengan luasan tidak kurang dari 71 juta hektar. (b)
Perkembangan Distribusi Penguasaan Lahan Pertanian Perkembangan distribusi penguasaan lahan pertanian selama periode 1973-
2003 di Indonesia memberikan beberapa informasi (Tabel 3), diantaranya adalah (a) gini rasio penguasaan lahan meningkat secara konsisten dari 0,5481 menjadi 0,7171; (b) gini rasio di Pulau Jawa secara konsisten lebih tinggi dibandingkan di luar Pulau Jawa, dimana masing-masing pada tahun 2003, yaitu 0,7227 dan 0,5816; (c) RTP dengan penguasaan lahan <0,10 hektar adalah sumber ketimpangan distribusi penguasaan lahan, khususnya di Pulau Jawa; (d) di Pulau Jawa ketimpangan tinggi penguasaan lahan terjadi sejak 1993, sedangkan di luar Pulau Jawa terjadi sejak 2003 (Gini rasio >0,50, menurut Oshima, 1976).
26
Tabel 3. Gini Rasio Distribusi Penguasaan Lahan Pertanian (Total Lahan Sawah dan Lahan Kering) di Indonesia pada Tahun 1973-2003 Deskripsi
Jawa
1. Tanpa luas lahan <0,10 hektar 1973a)
Luar Jawa
Indonesia
0,4371
-
0,5368
b)
0,4557
0,4684
0,4925
1993c)
0,2810
0,3123
0,4995
d)
0,3001
0,4036
0,4046
1973a)
0,4479
-
0,5481
b)
0,4901
0,4786
0,5047
c)
0,5588
0,4774
0,6432
d)
0,7227
0,5816
0,7171
1983 2003
2. Total rumah tangga 1983
1993 2003
Sumber : Badan Pusat Statistika (2004) Keterangan : a) Sensus Pertanian Tahun 1973 b) Sensus Pertanian Tahun 1983 c) Sensus Pertanian Tahun 1993 d) Sensus Pertanian Tahun 2003
Data
pada
Tabel
4
menunjukkan
selama
periode
1993-2003,
perkembangan distribusi penguasaan lahan pertanian di Indonesia menurut jenis lahan dan wilayahnya memberikan beberapa indikasi, diantaranya adalah : (a) di Pulau Jawa gini rasio distribusi penguasaan lahan sawah dengan distribusi penguasaan lahan kering relatif sama atau cenderung meningkat dan tidak ada perbaikan selama periode 1993-2003, yakni untuk total lahan dari besaran 0,5580 menjadi besaran 0,7227; (b) di luar Pulau Jawa gini rasio distribusi penguasaan lahan sawah mengalami penurunan secara konsisten dari besaran 0,7154 menjadi besaran 0,4784, sedangkan untuk distribusi penguasaan lahan kering relatif konstan pada tingkat besaran 0,5700; (c) walaupun distribusi penguasaan lahan sawah di luar Pulau Jawa mengalami perbaikan pada tahun 2003, tetapi gini rasionya mendekati garis batas (threshold level) besaran 0,50 (Oshima, 1976); (d) secara umum dapat dinyatakan bahwa ketimpangan distribusi penguasaan lahan sawah dan penguasaan lahan kering baik di Pulau Jawa maupun di luar Pulau Jawa adalah relatif atau tergolong tinggi, hal ini cukup beralasan karena nilai gini rasio indeks gini lebih dari besaran 0,50 (Oshima, 1976).
27
Tabel 4. Gini Rasio Distribusi Penguasaan Lahan Pertanian Menurut Jenis Lahan di Indonesia pada Tahun 1993-2003 Deskripsi 1993
2003
(a)
(b)
Jawa
Luar Jawa
Indonesia
1. Tanpa luas lahan < 0,10 hektar Lahan sawah
0,2793
0,2357
0,4470
Lahan kering
0,2891
0,3318
0,5167
Total lahan
0,2809
0,3123
0,4495
2. Total rumah tangga Lahan sawah
0,5928
0,7154
0,8002
Lahan kering
0,6079
0,5791
0,7089
Total lahan
0,5580
0,4774
0,6432
1. Tanpa luas lahan < 0,10 hektar Lahan sawah
0,2225
0,3464
0,2626
Lahan kering
0,2601
0,4197
0,4278
Total lahan
0,3001
0,4036
0,4046
2. Total rumah tangga Lahan sawah
0,6323
0,4784
0,5627
Lahan kering
0,5544
0,5725
0,8462
Total lahan
0,7227
0,5816
0,7171
Sumber : Badan Pusat Statistika (2004) Keterangan : (a) Sensus Pertanian Tahun 1993 (b) Sensus Pertanian Tahun 2003
(c)
Perkembangan RTP dan Luas Penguasaan Lahan Perkembangan RTP menurut luas penguasaan lahan selama periode 1983-
2003 (Tabel 5) menunjukkan beberapa indikasi, diantaranya adalah : (a) secara keseluruhan, pada sepuluh tahun terakhir (selama periode 1993-2003), terdapat indikasi polarisasi penguasaan lahan yang semakin serius; (b) fakta empirisnya adalah RTP dengan penguasaan lahan <0,50 hektar dan >2,0 hektar meningkat relatif tajam, masing-masing sekitar 31,95 persen dan 74,95 persen. (c) sementara itu, kategori dengan luas 0,50-0,99 hektar dan 1,00-1,99 hektar hanya meningkat sebesar 5,28 persen dan 10,48 persen; (d) hal yang serupa juga terjadi di luar Pulau Jawa yang diwakili oleh Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Kalimantan Selatan. 28
Tabel 5. Jumlah RTP Menurut Golongan Luas Lahan yang Dikuasai di Provinsi Jawa Barat, Sumatera Selatan dan Kalimantan Selatan pada Sensus Pertanian 1983, 1993 dan 2003 Propinsi
luas lahan <0,50
Jabar
Sumsel
Kalsel
Indonesia
Jumlah rumah tangga
Golongan 1983
1993
2003
1983-1993
1993-2003
1.630.281
2.305.065
2.557.823
41,39
10,97
0,50-0,99
674.801
544.761
465.297
(20,90)
(12,83)
1,00-1,99
393.820
242.540
194.910
(38,41)
(19,64)
>=2,00
173.595
90.853
76.317
(47,66)
(16,00)
<0,50
39.000
156.152
186.860
300,39
19,67
0,50-0,99
79.176
192.596
135.616
143,25
(29,59)
1,00-1,99
144.026
245.753
257.892
70,63
4,94
>=2,00
185.122
179.812
323.995
(2,87)
80,19
<0,50
85.787
143.009
180.449
66,70
26,18
0,50-0,99
67.735
92.150
98.953
36,04
7,38
1,00-1,99
72.108
69.259
87.031
(3,95)
25,66
>=2,00
53.464
35.061
77.062
(34,42)
119,79
<0,50
6.412.246
10.631.887
14.028.589
65,81
31,95
0,50-0,99
3.671.243
4.348.303
4.578.053
18,44
5,28
1,00-1,99
2.922.294
3.132.145
3.460.406
7,18
10,48
>=2,00
2.168.315
1.601.409
2.801.627
(26,15)
74,95
Sumber : Badan Pusat Statistika (2004)
Perkembangan jumlah RTP, luas lahan yang dikuasai dan rataan luas penguasaan lahan di Indonesia, selama dua dasawarsa (periode 1983-2003), memberikan sejumlah informasi (Tabel 6), diantaranya adalah : (a) jumlah RTP petani gurem meningkat secara konsisten, yaitu untuk RTP <0,10 hektar sebesar 9,87 persen dan RTP 0,10-0,49 hektar sebesar 2,03 persen; (b) jumlah RTP >2,0 hektar (petani luas) menurun sebesar 2,19 persen namun luasan yang dikuasai sangat besar (mendekati 50,0 persen); (c) rataan luas lahan yang dikuasai petani gurem menurun, yaitu RTP 0,01 hektar sebesar 0,03 hektar dan RTP 0,10-0,49 hektar sebesar 0,21 hektar; (d) rataan luas penguasaan lahan petani luas (periode 1993-2003) meningkat sebesar 0,46 hektar; dan (e) RTP 0,50-0,99 hektar, rataan luasan lahannya meningkat sebesar 0,34 hektar dan RTP 1,00-1,99 hektar sebesar 0,15 hektar, sehingga secara umum distribusi penguasaan lahan antar kelompok petani nampak semakin timpang.
29
Tabel 6. Jumlah RTP Pengguna Lahan Menurut Luas Lahan yang Dikuasai di Indonesia pada Sensus Pertanian 1983, 1993 dan 2003. 1983
Lahan yang
1993 1
2*)
4.269.0
96.25
44
5
0,49
17,17
0,49
7.986.5
747.4
9.795.5
876.5
10
06
45
87
10,12
37,75
4,46
39,24
4,46
4.000.2
2.655.
4.373.2
3.906.
4.578.0
4.581.
64
352
03
272
53
431
23,42
15,77
20,67
23,29
18,41
23,29
3.179.2
4.087.
4.422.4
4.253.
3.460.4
4.988.
70
770
93
652
06
852
18,61
24,27
20,90
25,36
13,91
25,36
2.298.8
8.331.
2.779.3
7.784.
2.801.6
9.130.
18
72
90
770
27
287
13,46
49,47
13,14
46,41
11,27
46,41
21.155.
16.77
24.868.
971
4.170
100,00
100,0
diusahakan
1
2
<0,10
1.245.9
63.72
60
2
7,30 0,10-0,49
0,50-0,99
1,00-1,99
>2,00
2003
1
2
1.594.3
82.97
75
9
0,38
7,54
6.355.0
1.703.
04
678
37,21
17.079. 316 100,00
3 0,05
0,27
0,66
1,29
3,62
16.84 2.248 100,0 0
0,99
3 0,05
0,09
0,89
0,96
2,80
0,79
675 100,00
3 0,02
0,09
1,00
1,44
3,26
19.67 3.412 100,0
0,79
0
Sumber : Badan Pusat Statistika (2004) Keterangan: 1=Jumlah RTP; 2=luas tanah yang dikuasai; 3=rata-rata luas tanah yang kuasai
Informasi tentang perkembangan RTP, RTP pengguna lahan dan RTP petani kecil selama periode 1993-2003 ditampilkan pada Tabel 7 dengan sejumlah narasi : (a) di Pulau Jawa proporsi RTP pengguna lahan terhadap RTP mengalami penurunan 3,29 persen; (b) proporsi RTP petani kecil terhadap RTP pengguna lahan meningkat 4,92 persen; (c) RTP petani gurem mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan RTP dan RTP pengguna lahan, yaitu 2,16 persen lawan 1,81 persen dan 1,47 persen; (d) di luar Pulau Jawa juga terjadi kecenderungan yang serupa, dimana proporsi petani kecil meningkat 3,11 persen dan bertumbuh dengan laju 3,05 persen; (e) proporsi petani kecil meningkat 3,54 persen dengan pertumbuhan 2,39 persen.
30
Tabel 7. Proporsi dan Perkembangan RTP Pengguna Lahan dan Petani Kecil (<0,50 ha) terhadap Total RTP di Indonesia pada Tahun 1993-2003 Deskripsi 1. 1993
a)
Luar Jawa
Indonesia
a. Rumah tangga pertanian
11.671
9.116
20.787
b. Rumah tangga pengguna lahan
11.564
8.954
20.518
8.067
2.737
10.804
99,08
98,22
98,71
69,76
30,57
52,66
a. Rumah tangga pertanian
13.965
11.614
25.579
b. Rumah tangga pengguna lahan
13.377
10.979
24.355
9.990
3.698
13.687
95,79
94,53
95,22
74,68
33,68
56,20
a. Rumah tangga pertanian
1,81
2,45
2,10
b. Rumah tangga pengguna lahan
1,47
2,06
1,73
c. Rumah tangga petani kecil
2,16
3,05
2,39
c. Rumah tangga petani kecil d. Proporsi RTP pengguna lahan terhadap RTP (%) e. Proporsi petani kecil terhadap RTP pengguna lahan 2. 2003b)
Jawa
c. Rumah tangga petani kecil d. Proporsi RTP pengguna lahan terhadap RTP (%) e. Proporsi petani kecil terhadap RTP pengguna lahan 3. Petani kecil terhadap pertumbuhan (%/ thn)
Sumber : Badan Pusat Statistika (2004) Keterangan : a) Sensus Pertanian Tahun 1993 b) Sensus Pertanian Tahun 2003
Perkembangan jumlah RTP pengguna lahan menurut jenis kegiatan selama periode 1993-2003, menunjukkan beberapa informasi penting (Tabel 8) antara lain : (a) secara keseluruhan, pada tahun 2003, RTP padi atau palawija merupakan RTP yang paling dominan dibandingkan dengan RTP lainnya dengan besaran 39,09 persen dari total RTP pengguna lahan dengan jumlah sebesar 46,34 juta; (b) pertumbuhan RTP sektor komoditi padi atau palawija selama sepuluh tahun (periode 1993-2003), merupakan pertumbuhan komoditi terkecil dibandingkan dengan komoditi lainnya dengan besaran sebesar 0,32 persen; (c) RTP pertumbuhan komoditi padi atau palawija di Pulau Jawa dari tahun 1993-2003 hanya sebesar 0,58 persen per tahun, bahkan di luar Pulau Jawa menurun sebesar 0,05 persen per tahun.
31
Tabel 8.
Perbandingan Jumlah RTP Pengguna Lahan Menurut Jenis Kegiatan antara ST93 dan ST03 di Indonesia Uraian
Jawa
Luar Jawa
Indonesia
10.157
7.391
17.548
1. Sensus Pertanian 1993 a.
Rumah tangga padi/ palawija
b.
Rumah tangga hortikultura
2.568
2.297
4.865
c.
Rumah tangga perkebunan
2.323
3.776
6.099
d.
Rumah tangga budidaya tanaman kehutanan
808
161
969
e.
Rumah tangga peternakan/ perunggasan
3.073
2.393
5.466
f.
Rumah tangga budidaya ikan di kolam air tawar
c541
245
786
g.
Rumah tangga budidaya ikan di tambak air payau
57
39
96
10.759
7.356
18.115
2. Sensus Pertanian 2003 a.
Rumah tangga padi/ palawija
b.
Rumah tangga hortikultura
5.078
4.251
9.329
c.
Rumah tangga perkebunan
2.070
5.629
7.699
d.
Rumah tangga budidaya tanaman kehutanan
2.755
978
3.733
e.
Rumah tangga peternakan/ perunggasan
3.266
3.241
6.507
f.
Rumah tangga budidaya ikan di kolam air tawar
574
240
815
g.
Rumah tangga budidaya ikan di tambak air payau
63
82
145
3. Rataan pertumbuhan (persen/ tahun) a.
Rumah tangga padi/ palawija
0,58
-0,05
0,32
b.
Rumah tangga hortikultura
7,06
6,35
6,73
c.
Rumah tangga perkebunan
-1,15
4,07
2,36
d.
Rumah tangga budidaya tanaman kehutanan
13,05
19,79
14,44
e.
Rumah tangga peternakan/ perunggasan
0,61
3,08
1,76
f.
Rumah tangga budidaya ikan di kolam air tawar
0,60
-0,20
0,36
g.
Rumah tangga budidaya ikan di tambak air payau
1,06
7,70
4,22
Sumber : Badan Pusat Statistika (2004)
3.1.3. Pendapatan Usahatani Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan (Soekartawi, 1986). Besarnya pendapatan yang diterima merupakan imbalan untuk jasa petani dan keluarganya serta modal yang dimilikinya. Tjakrawiralaksana (1983) menggambarkan pendapatan usahatani sebagai sisa pengurangan nilai-nilai penerimaan usahatani dengan biaya-biaya yang dikeluarkannya dan sisa pembagian yang proporsional antara unsur-unsur produksi yang telah digunakan.
32
Bentuk dan jumlah pendapatan memiliki fungsi yang sama, yaitu memenuhi keperluan sehari-hari dan memberikan kepuasan petani agar dapat melanjutkan kegiatannya. Pendapatan ini akan digunakan juga untuk mencapai keinginan-keinginan dan memenuhi kewajiban-kewajibannya. Dengan demikian, pendapatan yang diterima petani akan dialokasikan pada berbagai kebutuhan. Analisa pendapatan mempunyai kegunaan bagi petani maupun bagi pemilik faktor produksi. Soeharjo dan Patong (1973) mengutarakan tujuan utama dari analisa pendapatan, yaitu menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usahatani dan menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan. Bagi seorang petani, analisa pendapatan memberikan bantuan untuk mengukur apakah kegiatan usahanya pada saat ini berhasil atau tidak. Suatu usahatani dikatakan sukses, apabila pendapatan yang diperoleh memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : (a) cukup untuk membayar semua pembelian sarana produksi termasuk biaya angkutan dan biaya administrasi; (b) cukup untuk membayar bunga modal yang ditanamkan, termasuk pembayaran sewa tanah dan pembayaran dana depresiasi modal; dan (c) cukup untuk membayar upah tenaga kerja yang dibayar atau bentuk-bentuk upah lainnya untuk tenaga kerja yang tidak diupah. Analisis pendapatan usahatani memerlukan informasi mengenai seluruh penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu yang telah ditetapkan (Soeharjo dan Patong, 1973). Penerimaan merupakan total nilai produk yang dihasilkan dari perkalian antara jumlah produk yang dihasilkan dengan harga dari produk tersebut, sedangkan pengeluaran merupakan semua pengorbanan sumberdaya ekonomi yang diperlukan untuk menghasilkan suatu output dalam satu periode produksi. Penerimaan usahatani dapat berbentuk hasil penjualan tunai, produk yang dikonsumsi keluarga petani dan kenaikan hasil inventaris selisih nilai akhir tahun dengan nilai awal tahun. Sementara itu, bentuk pengeluaran dalam usahatani berupa pengeluaran tunai dan pengeluaran yang diperhitungkan. Pengeluaran tunai adalah pengeluaran yang dibayarkan menggunakan uang tunai, seperti biaya pengadaan sarana produksi usahatani dan pembayaran upah tenaga kerja luar keluarga, sedangkan pengeluaran diperhitungkan adalah pengeluaran yang digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja petani jika bunga modal dan nilai kerja keluarga diperhitungkan.
33
3.1.4. Pendapatan Rumah Tangga Petani dan keluarganya membutuhkan sejumlah biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sama halnya dengan setiap orang atau keluarga, petani pun senantiasa menginginkan suatu kehidupan yang lebih daripada yang telah dicapainya. Dalam setiap RTP pada hakekatnya terdapat dua kegiatan ekonomi, yaitu kegiatan usaha bisnis dan kegiatan rumah tangga. Kegiatan usaha bisnis merupakan kegiatan menghasilkan produk baik untuk dijual agar mendapatkan uang tunai, maupun untuk dikonsumsi keluarga atau dipergunakan untuk proses produksi selanjutnya, sedangkan kegiatan rumah tangga merupakan kegiatan yang bersifat konsumtif. Dengan demikian, RTP mencukupi kebutuhan hidupnya dari sektor usaha barang-barang hasil produksi dan uang tunai dari hasil penjualan sebagian produksi usahataninya (Tjakrawiralaksana, 1983). Selain dari kegiatan usahatani, anggota RTP juga memperoleh sejumlah biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup dari sumber usaha lain di bidang pertanian dan dari pendapatan luar usahatani (Hernanto, 1988). Penghasilan dari kegiatan ini merupakan tambahan pada kegiatan usahataninya (off farm income). Alokasi pendapatan tersebut digunakan untuk kegiatan produktif, kegiatan konsumtif, pemeliharaan investasi, serta investasi dan tabungan. Menurut Soeharjo dan Patong (1973) pendapatan RTP dapat didefinisikan sebagai total penerimaan dari satu RTP dikurangi total pengeluarannya, baik dari kegiatan usahatani maupun kegiatan luar usahatani dalam suatu periode tertentu. Pada umumnya penerimaan RTP di pedesaan berasal dari dua sektor, yaitu : (a) penerimaan dari sektor pertanian, meliputi : pendapatan dari usahatani padi sawah, usahatani tanaman semusim selain padi, usahatani pekarangan dan tanaman tahunan, usaha peternakan, usaha budidaya perikanan kolam, kegiatan berburuh tani dan jasa lahan; dan (b) penerimaan dari sektor non pertanian, meliputi : pendapatan dari semua kegiatan di luar pertanian, seperti : kegiatan perdagangan, usaha angkutan, industri rumah tangga dan kegiatan berburuh di luar pertanian. Untuk pengeluaran RTP di pedesaan terbagi menjadi pengeluaran untuk pangan dan pengeluaran untuk non pangan. Kondisi ini mengutarakan bahwa semakin tinggi pendapatan usahatani untuk memenuhi pengeluaran RTP, maka luasan lahan usahatani yang diusahakan semakin tepat
34
3.1.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengusahaan Lahan Pengusahaan lahan sawah oleh petani padi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang memiliki keterkaitan antara faktor yang satu dengan faktor yang lainnya. Barlowe (1978) dengan toeri lahannya mengutarakan faktor-faktor yang
mempengaruhi
peningkatan
penggunaan
atau
pengusahaan
lahan,
diantaranya adalah perkembangan teknologi, tingkat pendidikan, proporsi pendapatan usahatani terhadap penerimaan rumah tangga, jumlah tabungan, perkembangan usia, faktor alam dan dukungan kebijakan pemerintah. Rincian faktor-faktor pengusahaan lahan yang semakin menurun lebih mendalam lagi telah dipaparkan oleh Soekartawi (1986) mengenai faktor-faktor tingginya petani kecil (petani dengan pengusahaan lahan <0,25 hektar), baik di dunia maupun di Indonesia, diantaranya adalah : (1)
Umur petani yang sudah tua
(2)
Pendidikan petani yang sangat rendah
(3)
Pengalaman petani yang rendah (kurang dinamik)
(4)
Proporsi kecil antara pendapatan usahatani petani terhadap penerimaan rumah tangga
(5)
Jumlah ahli waris lahan tinggi sebanding dengan tekanan jumlah tanggungan keluarganya
(6)
Kekurangan modal kerja untuk usahatani
(7)
Jumlah tabungan kecil (tingginya tingkat hutang akibat pengeluaran rumah tangga yang tinggi)
(8)
Sulitnya memperoleh penggunaan lahan dari pihak lain
(9)
Sulitnya memperoleh pinjaman kredit modal kerja
(10) Harga jual hasil panen tidak stabil (11) Jarangnya keikutsertaan petani dalam penyuluhan yang banyak memberi sumber informasi (12) Perkembangan teknologi yang buruk (13) Tidak mendukungnya kebijakan pemerintah (kebijakan pemerintah berpihak pada orang yang berkuasa) (14) Tidak mendukungnya faktor alam (iklim yang jelek, kesuburan lahan rendah serta tingginya serangan hama dan penyakit)
35
3.2.
Kerangka Pemikiran Operasional Desa Gempol Kolot merupakan desa dengan rata-rata pengusahaan lahan
sawah per petani terendah di Kecamatan Banyusari, Kabupaten Karawang. Ratarata pengusahaan lahan sawahnya pada tahun 2010 adalah seluas 0,74 hektar. Selain itu, perkembangan pengusahaan lahan sawah di Desa Gempol Kolot selama periode 2002-2010 menunjukkan rata-rata pengusahaan per petani yang semakin menurun. Ditambah lagi, rata-rata pendapatan usahatani lahan sawah yang diterima petani di Desa Gempol Kolot ternyata jauh dari standar upah minimum regional (UMR) wilayah manapun sehingga disinyalir pendapatan usahatani lahan sawah tidak dapat mengimbangi pengeluaran rumah tangganya yang tinggi, maka petani padi harus meningkatkan luasan lahan sawahnya, minimal setara dengan pengeluaran rumah tangganya apabila ingin tetap fokus dalam usahatani padinya. Permasalahan-permasalahan yang terjadi di Desa Gempol Kolot diakibatkan oleh faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut perlu diketahui dan dianalisis agar semakin menurunnya pengusahaan lahan sawah oleh petani padi dapat diminimalisir. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi pengusahaan lahan sawah, diantaranya adalah umur petani, lama pendidikan, lama pengalaman, proporsi pendapatan usahatani lahan sawah terhadap penerimaan RTP, jumlah tanggungan keluarga, jumlah modal kerja usahatani, jumlah tabungan, proporsi penggunaan lahan milik pihak lain terhadap keseluruhan pengusahaan lahan sawah petani, jumlah kredit modal kerja, harga jual hasil panen, jumlah keikutsertaan petani dalam penyuluhan, perkembangan teknologi, dukungan pemerintah dan faktor alam. Harapannya dengan diketahui faktor-faktor pengusahaan lahan sawah yang berpengaruh nyata dan sejauh mana pengaruhnya terhadap pengusahaan lahan sawah di Desa Gempol Kolot, dapat memberikan bahan rekomendasi bagi pemerintah desa maupun pemerintah kabupaten untuk meningkatkan pengusahaan lahan sawah yang secara tidak langsung dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan meminimalisir ancaman ketahanan pangan. Kerangka pemikiran operasional analisis pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi pengusahaan lahan sawah di Desa Gempol Kolot dapat dilihat pada Gambar 6.
36
Desa Gempol Kolot, Kecamatan Banyusari, Kabupaten Karawang Permasalahan di Desa Gempol Kolot : - Pengusahaan lahan sawah terendah di Kecamatan Banyusari - Perkembangan pengusahaan lahan sawah semakin menurun - Pendapatan usahatani dibawah nilai UMR sehingga disinyalir tidak mampu mengimbangi pengeluaran rumah tangganya yang tinggi
Perbandingan pendapatan usahatani lahan sawah dengan pengeluaran rumah tangga petani padi di Desa Gempol Kolot Lahan minimal yang seharusnya diusahakan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengusahaan lahan sawah petani padi di Desa Gempol Kolot
Faktor dugaan : 1. Umur petani 2. Lama pendidikan 3. Lama pengalaman 4. Proporsi pendapatan usahatani terhadap penerimaan RTP 5. Jumlah tanggungan 6. Jumlah modal kerja usahatani 7. Jumlah tabungan 8. Proporsi penggunaan lahan pihak lain terhadap keseluruhan pengusahaan lahan petani 9. Jumlah kredit modal kerja 10. Harga jual hasil panen 11. Jumlah keikutsertaan petani dalam penyuluhan 12. Perkembangan teknologi 13. Dukungan pemerintah 14. Faktor alam
Berpengaruh nyata
Tidak berpengaruh nyata
Peningkatan pengusahaan lahan sawah REKOMENDASI
Gambar 6. Skema Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengusahaan Lahan Sawah di Desa Gempol Kolot, Kecamatan Banyusari, Kabupaten Karawang. 37
3.3.
Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran serta permasalahan yang ditelaah, maka
dirumuskan beberapa hipotesis penelitian sebagai berikut : (1)
Umur petani Umur petani diduga memiliki hubungan negatif dengan pengusahaan lahan
sawah, jika semakin tua umur petani, maka semakin menurun pengusahaan lahan sawah yang diusahakan atau sebaliknya. (2)
Lama pendidikan petani Lama pendidikan petani diduga memiliki hubungan positif terhadap
pengusahaan lahan sawah, jika semakin lama pendidikan petani, maka semakin tinggi pengusahaan lahan sawah yang diusahakan atau sebaliknya. (3)
Lama pengalaman petani Lama pengalaman petani diduga memiliki hubungan positif dengan
pengusahaan lahan sawah, jika semakin lama pengalaman petani dalam berusahatani, maka semakin tinggi pengusahaan lahan sawah yang diusahakan atau sebaliknya. (4)
Proporsi pendapatan usahatani lahan sawah terhadap total penerimaan RTP Proporsi pendapatan usahatani sawah terhadap total penerimaan RTP
diduga memiliki hubungan positif terhadap pengusahaan lahan sawah, jika semakin tinggi proporsinya, maka semakin tinggi pengusahaan lahan sawah yang diusahakan atau sebaliknya. (5)
Jumlah tanggungan keluarga petani Tanggungan keluarga petani diduga memiliki hubungan negatif dengan
pengusahaan lahan sawah, jika semakin banyak tanggungan keluarga, maka semakin rendah pengusahaan lahan sawah yang diusahakan atau sebaliknya. Hal ini disebabkan petani akan mewariskan lahan sawahnya untuk diusahakan sesuai dengan tanggungan keluarganya. (6)
Jumlah modal kerja usahatani petani Modal kerja usahatani petani diduga memiliki hubungan positif terhadap
pengusahaan lahan sawah, jika semakin tinggi modal kerja usahatani, maka semakin tinggi pengusahaan lahan sawah yang diusahakan atau sebaliknya.
38
(7)
Jumlah tabungan petani Jumlah tabungan petani diduga memiliki hubungan positif terhadap
pengusahaan lahan sawah, jika semakin tinggi jumlah tabungan yang dimiliki, maka semakin tinggi pengusahaan lahan sawah yang diusahakan atau sebaliknya. (8)
Proporsi penggunaan lahan sawah milik pihak lain terhadap keseluruhan pengusahaan lahan sawah petani Proporsi penggunaan lahan sawah milik pihak lain (seperti : sewa, sakap,
gadai, maupun kombinasinya) terhadap keseluruhan pengusahaan lahan sawah diduga memiliki hubungan positif dengan pengusahaan lahan sawah, jika semakin tinggi proporsinya, maka semakin tinggi pengusahaan lahan sawah yang diusahakan atau sebaliknya. (9)
Jumlah kredit modal kerja usahatani Jumlah kredit modal kerja usahatani baik berupa uang tunai maupun benda
(seperti : pinjaman pupuk atau pestisida) diduga memiliki hubungan positif dengan pengusahaan lahan sawah, jika semakin tinggi jumlah kredit modal kerja usahatani, maka semakin tinggi pengusahaan lahan sawah yang diusahakan atau sebaliknya. (10)
Harga jual hasil panen Rata-rata harga jual hasil panen diduga memiliki hubungan positif dengan
pengusahaan lahan sawah, jika semakin tinggi rata-rata harga jual hasil panen, maka semakin tinggi pengusahaan lahan sawah yang diusahakan atau sebaliknya. (11)
Jumlah keikutsertaan petani dalam penyuluhan Jumlah keikutsertaan petani dalam penyuluhan yang dilakukan oleh
lembaga penyuluhan diduga memiliki hubungan positif dengan pengusahaan lahan sawah, jika semakin tinggi jumlah keikutsertaan petani dalam penyuluhan, maka semakin tinggi pengusahaan lahan sawah yang diusahakan atau sebaliknya. (12)
Perkembangan teknologi petani Perkembangan teknologi petani diduga memiliki hubungan positif
terhadap pengusahaan lahan sawah, jika perkembangan teknologi petani menunjukkan kemajuan, maka semakin tinggi pengusahaan lahan sawah yang diusahakan atau sebaliknya.
39
(13)
Dukungan kebijakan pemerintah Dukungan kebijakan pemerintah diduga memiliki hubungan positif
terhadap pengusahaan lahan sawah, jika terdapat dukungan kebijakan pemerintah terhadap usahatani, maka semakin tinggi pengusahaan lahan sawah yang diusahakan atau sebaliknya. (14)
Dukungan faktor alam Faktor alam diduga memiliki hubungan positif terhadap pengusahaan
lahan sawah, jika terdapat dukungan dari faktor alam terhadap usahatani, maka semakin tinggi pengusahaan lahan sawah yang diusahakan atau sebaliknya.
40
IV METODE PENELITIAN 4.1.
Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian
mengenai
analisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pengusahaan lahan sawah petani padi dilakukan pada pertengahan bulan Maret hingga pertengahan bulan Oktober tahun 2010. Daerah penelitian dilaksanakan di Desa Gempol Kolot, Kecamatan Banyusari, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive), karena Desa Gempol Kolot merupakan lokasi desa dengan pengusahaan lahan sawah per petani terendah dibandingkan dengan desa lainnya yang berada di Kecamatan Banyusari dan perkembangan pengusahaan lahan sawahnya mengalami penurunan selama periode 2002-2010. 4.2.
Metode Penentuan Responden Responden yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah petani padi di
Desa Gempol Kolot yang melakukan pengusahaan baik terhadap lahan sawah miliknya maupun terhadap lahan sawah milik pihak lain (seperti : sistem sewa, sistem bagi hasil, sistem gadai dan sistem kombinasi). Petani tersebut tergabung dalam Gapoktan Barokah Tani dengan jumlah populasi sebanyak 192 jiwa. Penentuan responden berdasarkan simple random sampling diperoleh dengan cara mengundi sebanyak 70 jiwa. 4.3.
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian berupa data primer dan data
sekunder yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif, sedangkan instrumentasi yang diterapkan menggunakan daftar pertanyaan, alat perekam serta alat pencatat. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara kepada responden dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disusun sebelumnya. Data primer yang didapatkan meliputi karakteristik rumah tangga petani (RTP), luas pengusahaan lahan sawah, pola tanam dan gambaran usahatani lahan sawah, permodalan usahatani, biaya yang dikeluarkan dari usahatani lahan sawah, penerimaan yang diperoleh dari usahatani lahan sawah, serta penerimaan dan pengeluaran RTP.
41
Data sekunder diperoleh dari beberapa lembaga dan instansi terkait, seperti Badan Pusat Statistika (BPS), Badan Pertanahan Nasional (BPN), Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Karawang, Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Banyusari, Pemerintah Desa Gempol Kolot serta Gapoktan Barokah Tani Desa Gempol Kolot. Selain itu, data sekunder juga diperoleh melalui jurnal, hasil penelitian dan buku yang dapat dijadikan rujukan terkait penelitian. Selanjutnya data-data tersebut digunakan sebagai instrumentasi untuk menyusun persamaan faktor-faktor yang mempengaruhi pengusahaan lahan sawah petani padi di Desa Gempol Kolot. 4.4.
Metode Pengolahan Data Pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini, terbagi menjadi tiga
tahapan antara lain : (a) tahap tabulasi, yaitu kegiatan merumuskan data dan informasi yang diperoleh ke dalam bentuk tabel untuk memudahkan kegiatan interpretasi data; (b) tahap editing, yaitu penulisan data dan informasi yang diperoleh selama kegiatan penelitian untuk mengevaluasi data dan informasi yang ada; dan (c) tahap interpretasi data atau analisis data. Dalam memasukkan data yang diperoleh dari penelitian ini dibantu dengan program Microssoft Excell, sedangkan pengolahan data untuk menganalisis tujuan penelitian digunakan program Minitab 14 for Windows. 4.5.
Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kuantitatif dan metode kualitatif. Metode kuantitatif digunakan untuk mengolah data primer yang diperoleh, menganalisis pendapatan usahatani lahan sawah, menganalisis imbangan antara penerimaan dan biaya (R/C rasio), menganalisis pengeluaran rumah tangga, menganalisis lahan minimal yang seharusnya diusahakan oleh petani, serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengusahaan lahan sawah petani padi dan sejauh mana pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap pengusahaan lahan sawah dengan perumusan dan pengujian model.
Metode
kualitatif
digunakan
untuk
mengintrepretasikan
dan
mendeskripsikan hasil metode kuantitatif sehingga diperoleh informasi sesuai dengan tujuan penelitian.
42
4.5.1. Analisis Pendapatan Usahatani Semakin rendah total biaya usahatani lahan sawah, maka semakin tinggi pendapatan pengusahaan lahan sawah, sehingga petani akan memperoleh pendapatan yang maksimal jika dapat meminimalisir biaya total usahataninya. Perhitungan pendapatan usahatani lahan sawah dirumuskan secara matematis oleh Riyanto (2007), seperti pada persamaan berikut : GFI
= NP – BT
NFI
= NP – (BT + BD)
NFI
= NP – BTOT
Dimana :
GFI NFI NP BT BD BTOT
= gross farm income (pendapatan kotor) = net farm income (pendapatan bersih) = nilai produksi = biaya tunai usahatani = biaya yang diperhitungkan = biaya total usahatani
4.5.2. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya Soeharjo dan Patong (1973) menyatakan bahwa pendapatan yang besar bukanlah sebagai petunjuk bahwa usahatani efisien. Ukuran efisiensi pendapatan usahatani dapat diukur melalui persamaan berikut :
R/C =
TR TC
Analisis R/C menunjukkan berapa besarnya penerimaan usahatani (TR) yang akan diperoleh petani untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan (TC) dalam kegiatan usahatani. Apabila usahatani memiliki nilai R/C >1, berarti setiap satuan biaya yang dikeluarkan akan menambah penerimaan sebesar satu satuan, atau dapat dikatakan usahatani tersebut sudah menguntungkan. Sebaliknya, apabila nilai R/C <1 berarti setiap satuan biaya yang dikeluarkan akan mengurangi penerimaan sebesar satu satuan, atau dapat dikatakan usahatani tersebut belum menguntungkan. Apabila kegiatan usahatani memiliki nilai R/C =1, maka kegiatan usahatani tersebut berada pada keuntungan normal, berarti setiap satu satuan biaya yang dikeluarkan, maka kegiatan usaha mampu menghasilkan manfaat bersih sebesar satu satuan atau dapat dikatakan impas.
43
4.5.3. Analisis Pengeluaran Rumah Tangga Semakin besar pangsa pengeluaran untuk pangan menunjukkan bahwa pendapatan RTP terkonsentrasi untuk memenuhi kebutuhan dasar. Sebaliknya, semakin besar pangsa pengeluaran non pangan menunjukkan terjadi pergeseran posisi petani dari subsisten ke komersial, artinya jika kebutuhan primer telah terpenuhi maka kelebihan pendapatan dialokasikan untuk memenuhi keperluan lain. Persamaan pangsa pengeluaran untuk pangan oleh Sadikin (2008) adalah : PEP = (PPn/ TE) x 100% Dimana :
PEP PPn TE
= pangsa pengeluaran untuk pangan (%) = pengeluaran untuk pangan (Rp/ thn) = total pengeluaran rumah tangga petani (Rp/ thn)
Persamaan pangsa pengeluaran untuk non pangan oleh Sadikin (2008) adalah : PENP = (PPnp/ TE) x 100% Dimana :
PENP = pangsa pengeluaran untuk non pangan (%) PPnp = pengeluaran untuk non pangan (Rp/ thn) TE = total pengeluaran rumah tangga petani (Rp/ thn)
4.5.4. Analisis Lahan Minimal yang Seharusnya Diusahakan Petani padi dapat memenuhi keseluruhan pengeluaran rumah tangga dari usahatani, jika pendapatan yang diperoleh dari usahatani lahan sawah minimal sama dengan jumlah pengeluaran rumah tangganya (Sadikin, 2008). Apabila pendapatan usahatani lahan sawah tidak dapat mengimbangi pengeluaran rumah tangganya, maka luasan lahan sawah yang diusahakan masih dinilai kurang tepat. Sebaliknya jika pendapatan usahatani lahan sawah melebihi pengeluaran rumah tangganya, maka luasan lahan sawah yang diusahakan lebih dari cukup. Berikut persamaan untuk mengetahui luasan lahan minimal yang seharusnya diusahakan :
y ' = HE × Dimana :
y NFI
y’ y HE NFI
= luasan lahan minimal yang seharusnya diusahakan = luasan aktual (sebenarnya) = pengeluaran rumah tangga = pendapatan usahatani lahan sawah
44
4.5.5. Perumusan Model
Model
yang
digunakan
untuk
mengetahui
faktor-faktor
yang
mempengaruhi pengusahaan lahan sawah di Desa Gempol Kolot adalah model regresi linier berganda. Model regresi linier berganda merupakan suatu model yang menyatakan hubungan yang bersifat linier antara peubah bebas dengan peubah tak bebas (Juanda, 2008). Model ini merupakan model yang paling sederhana. Model ini memodelkan pengusahaan lahan sawah yang bertambah atau berkurang secara linier jika faktor pengusahaan lahan sawah diubah. Adapun metode pendugaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode OLS (ordinary least square). Metode statistik ini digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengusahaan lahan sawah petani padi di Desa Gempol Kolot. Model regresi linier berganda pada penelitian ini secara umum dapat dituliskan persamaanya sebagai berikut : Y = b0 +b1X1 +b2X2 +b3X3 +b4X4 +b5X5 +b6X6 +b7X7 +b8X8 +b9X9 +b10X10 +b11X11 +b12D1 +b13D2 +b14D3 Dugaan parameter model yang digunakan dalam penelitian ini adalah : H0 :
bi = 0, i = 1,2,3,….n
H1 :
b2, b3, b4, b6, b7, b8, b9, b10, b11, b12, b13, b14 > 0 b1, b5 < 0
Dimana :
Y b0 bi X1 X2 X3 X4
= = = = = = =
X5 X6 X7 X8
= = = =
X9 X10 X11 D1 D2 D3
= = = = = =
pengusahaan lahan sawah (hektar) intersep koefisien regresi umur petani (tahun) lama pendidikan (tahun) lama pengalaman (tahun) proporsi pendapatan usahatani lahan sawah terhadap total penerimaan RTP (%) jumlah tanggungan keluarga (orang) jumlah modal kerja usahatani (Rp.) jumlah tabungan petani (Rp.) proporsi penggunaan lahan sawah milik pihak lain terhadap keseluruhan pengusahaan lahan sawah (%) jumlah kredit modal kerja usahatani (Rp.) harga jual hasil panen (Rp./ ku) jumlah keikutsertaan petani dalam penyuluhan (kali) perkembangan teknologi (dummy) dukungan pemerintah (dummy) faktor alam (dummy) 45
4.5.6. Pengujian Model
Setelah mengestimasi parameter regresi dengan metode OLS (ordinary least square), langkah selanjutnya yang dilakukan adalah melakukan pengujian terhadap parameter tersebut. Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian statistik dan ekonometrik (Sandi, 2009). Jika parameter yang diestimasi sesuai dengan pengujian, maka metode OLS dapat memberikan penduga koefisien regresi yang bersifat BLUE (best linear unbiased estimator). (1)
Kriteria Statistik Kriteria statistik dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen
atau bebas berpengaruh secara nyata atau tidak terhadap variabel dependennya atau tak bebas. Kriteria statistik pada pengujian model ini meliputi uji koefisien determinasi (R-Squared/ R2), uji F serta uji t. (a)
Uji Koefisien Determinasi (R-Squared/ R2) Untuk melihat kebaikan model digunakan ukuran kebaikan sesuai
(goodness of fit = R2). Nilai R2 atau uji koefisien determinasi mencerminkan seberapa besar variasi atau keragaman atau presentase dari variabel dependen yang dapat diterangkan oleh variabel independen. Nilai R2 memiliki dua sifat yang memiliki besaran positif dan besarannya adalah 0 ≤ R2 ≤ 1. Jika R2 bernilai nol maka keragaman dari variabel dependen tidak dapat diterangkan oleh variabel independennya. Sebaliknya, jika R2 bernilai satu maka keragaman dari variabel dependen secara keseluruhan dapat diterangkan oleh variabel independennya secara sempurna, yakni 100 persen, sehingga semakin tinggi nilai R2, maka model yang digunakan cukup baik. Sebaliknya, jika semakin rendah nilai R2, maka model yang digunakan tidak baik. Koefisien determinasi dapat dirumuskan sebagai berikut :
R2 = 1− Dimana :
R2 SST SSE SSR
SSE SST
atau
R
2
=
SSR SST
= goodness of fit = jumlah kuadrat total = jumlah kuadrat galat = jumlah kuadrat regresi
46
(b)
Uji F Tujuan dilakukannya pengujian parameter secara keseluruhan adalah (a)
untuk melihat pengaruh bersama-sama antara variabel independent dengan variabel dependen secara keseluruhan; dan (b) untuk mengetahui apakah variabelvariabel bebas yang digunakan dalam model mempunyai pengaruh secara nyata terhadap variabel yang ingin dijelaskan atau tidak. Hipotesis yang digunakan dalam pengujian ini : H0
: b = 0, artinya tidak ada variabel independent yang berpengaruh terhadap pengusahaan lahan sawah
H1
: b ≠ 0, artinya minimal ada satu variabel independen yang berpengaruh terhadap pengusahaan lahan sawah
Uji statistik yang digunakan :
Fhit Dimana :
=
JKR /( k − 1 ) JKG /( n − k )
JKR JKG k n
= R2 = jumlah kuadrat regresi = (1-R2) = jumlah kuadrat galat = jumlah variabel terhadap intersep (jumlah variabel bebas) = jumlah pengamatan atau sampel
Kaidah pengujian : Jika F hit < F tabel (k-1; n-k) atau p-value > α (0,10), maka terima H0 Jika F hit > F tabel (k-1 ; n-k) atau p-value < α (0,10), maka tolak H0 Jika hasil pengujian menolak H0 maka paling tidak ada satu atau seluruh variabel independen yang berpengaruh terhadap variabel dependennya atau signifikan secara statistik. Dengan demikian, model dugaan tepat untuk meramalkan pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependen pada tingkat signifikan atau tingkat kepercayaan sepuluh persen. (c)
Uji t Pengujian ini digunakan untuk menghitung koefisien regresi masing-
masing variabel independen sehingga dapat diketahui pengaruh nyata variabel independen tersebut terhadap variabel dependennya.
47
Hipotesis yang digunakan dalam pengujian ini adalah : H0 : βt = 0 H1 : βt ≠ 0;
t = 1, 2, ......, n
Uji statistik yang digunakan :
t = Dimana :
b − βt Se β b
= parameter dugaan atau nilai koefisien regresi dugaan
βt
= parameter hipotesis (bernilai 0)
Seβ
= simpangan baku koefisien dugaan
Kaidah pengujian : Jika thit < ttabel (α/2 ; n-k) atau p-value/2 > α (0,10), maka terima H0 Jika thit > ttabel (α/2 ; n-k) atau p-value/2 < α (0,10), maka tolak H0 Jika hasil pengujian menolak H0 maka koefisien β duga tidak sama dengan nol dan variabel yang diuji mempunyai pengaruh yang nyata terhadap variabel dependennya atau dengan kata lain β duga signifikan secara statistik. Sebaliknya, jika hasil pengujian menerima H0 maka koefisien duga sama dengan nol dan variabel yang diuji tidak memiliki pengaruh nyata terhadap variabel dependennya. (2)
Kriteria Ekonometrik Kriteria ekonometrik untuk mengetahui apakah parameter yang diestimasi
melakukan pelanggaran atau tidak terhadap asumsi klasik OLS. Kriteria ekonometrik pada pengujian model ini meliputi uji normalitas, uji autokorelasi, uji heterokedastisitas dan uji multikolinearitas. (a)
Uji Normalitas Uji ini dilakukan untuk memeriksa apakah error term mendekati
diistribusi normal. Jika asumsi ini tidak terpenuhi, prosedur pengujian menggunakan statistik t menjadi tidak sah. Uji normalitas error term yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov. Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut :
48
H0 : error term terdistribusi normal H1 : error term tidak terdistribusi normal Dimana jika nilai p-value pada model lebih besar dari taraf nyata yang digunakan (sepuluh persen), maka disimpulkan bahwa model persamaan memiliki error term terdistribusi normal. (b)
Uji Autokorelasi Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota
serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu. Adanya autokorelasi dalam persamaan regresi dapat mengakibatkan bahwa penduga yang diperoleh dengan menggunakan OLS tidak lagi bersifat BLUE, walaupun masih bersifat tak bias dan konsisten. Untuk mendeteksi adanya autokorelasi (serrial correlation) dapat dilakukan dengan uji Durbin-Watson, sedangkan untuk melihat seberapa besar pengaruh autokorelasi, dapat ditunjukkan dari koefisien korelasinya atau ρ . Besarnya koefisien tersebut adalah -1< ρ <1.
⎛ DW = 2⎜ 1 − ⎜ ⎝
∑ uˆ − uˆ ∑ uˆ t
t 2
t
−1⎞ ⎟ = 2(1 − ρ ) ⎟ ⎠
Dari persamaan diatas maka diperoleh statistik DW yaitu 0 ≤ d ≤ 4, dimana d menggambarkan koefisien DW. Jika statistik DW bernilai 2, maka ρ akan bernilai 0 yang berarti tidak terdapat autokorelasi. Jika statistik DW bernilai 0, maka ρ akan bernilai satu yang berarti terdapat autokorelasi positif. Jika DW bernilai 4, maka ρ akan bernilai -1 yang berarti terdapat autokorelasi negatif. Untuk mengetahui terdapat tidaknya autokorelasi dapat dilihat pada Gambar 7. Autokorelasi
Tidak dapat Tidak
positif
diputuskan dI
0
Gambar 7.
1,10
ada Tidak dapat Autokorelasi
autokorelasi dII
1,54
diputuskan 4-dI
2
2,46
negatif 4-dII
2,90
4
Penentuan Autokorelasi Sumber : Sandi (2009)
49
(c)
Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas merupakan gangguan atau galat yang memiliki varian
yang tidak konstan. Akibat dari adanya heterokedastisitas ini adalah varian koefisien regresi cenderung akan besar. Untuk menguji adanya heteroskedastisitas perlu dilakukan uji Bartlet. Hipotesis yang digunakan dalam pengujian ini yaitu : H0 : tidak terdapat heteroskedastisitas H1 : terdapat heteroskedastisitas Dengan kriteria ujinya Probability Obs*R-Squared (p-value) < α (0,10), maka tolak H0 Probability Obs*R-Squared (p-value) > α (0,10), maka terima H0 Jika menolak H0 maka terdapat masalah heteroskedastisitas dalam model, sehingga terdapat galat atau gangguan dengan varian tidak konstan. Sebaliknya, jika menerima H0 maka dalam model persamaan tidak terjadi heteroskedastisitas. (d)
Uji Multikolinearitas Multikolinearitas didefinisikan sebagai adanya korelasi yang kuat antar
variabel independen pada model persamaan. Terdapatnya multikolinearitas dalam persamaan regresi akan berdampak pada varian koefisien regresi menjadi besar yang akan menyebabkan standar eror terlalu tinggi, sehingga kemungkinan penduga koefisien regresi menjadi tidak signifikan secara statistik. Dengan mengetahui dampak yang ditimbulkan akibat adanya multikolinearitas di dalam persamaan regresi yang dibuat, maka dibutuhkan uji untuk mendeteksi multikolinearitas tersebut. Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat koefisien korelasi antar variabel independen yang terdapat pada matriks koefisien korelasi. Jika terdapat koefisien yang lebih besar dari 0,8 maka dapat disimpulkan terjadi multikolinearitas pada persamaan yang digunakan, dan sebaliknya. Selain itu, pengujian masalah multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai VIF (variance inflation factors) pada setiap variabel independen, jika nilai VIF lebih besar dari sepuluh menunjukkan adanya masalah multikolinearitas.
50
4.6.
Definisi Operasional
Definisi operasional pada penelitian ini meliputi variabel bebas (independent/ Y) dan variabel tidak bebas (dependent/ X) dalam model regresi linier berganda pengusahaan lahan sawah, diantaranya adalah sebagai berikut : (1)
Pengusahaan lahan sawah (Y), merupakan rata-rata skala luasan lahan sawah yang diusahakan oleh petani dalam satu tahun (hektar). Pengusahaan lahan sawah berasal dari lahan milik pribadi yang diusahakan ditambah dengan lahan milik pihak lain yang diusahakan, baik berasal dari sistem sewa, sistem sakap maupun sistem gadai.
(2)
Umur petani (X1), merupakan massa waktu yang dihitung dari kelahiran petani padi hingga saat wawancara (tahun). Semakin tua umur petani maka semakin melemahnya kemampuan fisiknya.
(3)
Lama pendidikan petani (X2), merupakan massa waktu petani menimba ilmu dalam pendidikan formal hingga saat wawancara (tahun). Petani dengan latar belakang pendidikan tinggi akan mempengaruhi cara berpikir dan bertindak petani untuk memajukan pengusahaan lahan sawahnya.
(4)
Lama pengalaman petani berusahatani (X3), merupakan massa waktu petani dalam melakukan usahatani padi hingga saat wawancara (tahun). Petani dengan pengalaman berusahatani yang lama menunjukkan berusahatani lahan sawah penting bagi petani padi.
(5)
Proporsi pendapatan usahatani lahan sawah terhadap total penerimaan RTP (X4), merupakan proporsi pendapatan usahatani yang diperoleh oleh petani padi dalam satu tahun terhadap total penerimaan RTP pada periode yang sama (persen). Di sisi lain, dengan proporsi pendapatan usahatani yang tinggi terhadap total penerimaan RTP maka kemungkinan untuk petani beralih profesi semakin kecil.
(6)
Jumlah tanggungan keluarga petani padi (X5), merupakan jumlah anggota keluarga yang tidak bekerja pada umur produktif (oarang). Kondisi ini memunculkan budaya sistem waris yang sering terjadi di pedesaan.
(7)
Jumlah modal kerja usahatani (X6), merupakan total barang atau uang milik pribadi petani padi yang digunakan sebagai media atau investasi untuk menghasilkan barang-barang usahatani dalam satu tahun (rupiah).
51
(8)
Jumlah tabungan petani (X7), merupakan sisa uang atau benda hasil pengurangan dari penerimaan RTP terhadap pengeluaran rumah tangga yang disimpan untuk kebutuhan di masa depan (rupiah).
(9)
Proporsi penggunaan lahan sawah milik pihak lain terhadap keseluruhan pengusahaan lahan sawah petani (X8) bersatuan persen. Penggunaan lahan sawah milik pihak lain berasal dari sistem sewa, sakap dan gadai.
(10)
Jumlah kredit modal kerja (X9), merupakan jumlah modal kerja usahatani yang dipinjam petani dari pihak lain, seperti
pinjaman Bank, kredit
program, pedagang input, pedagang beras, rentenir, saudara, tetangga, hibah dari pemerintah, tengkulak dan lainnya (rupiah). (11)
Harga jual hasil panen (X10), merupakan rata-rata harga penjualan hasil panen padi per kwintal dalam satu tahun yang diterima oleh petani padi (rupiah/ kuintal).
(12)
Jumlah keikutsertaan petani dalam penyuluhan (X11) bersatuan kali. Penyuluhan tersebut berasal dari dinas-dinas terkait maupun dari Gapoktan dalam jangka waktu sebulan.
(13)
Perkembangan tingkat teknologi (D1), apabila mengalami kemajuan bernilai 1, apabila mengalami kemunduran bernilai 0. Penilaian maju atau mundurnya teknologi dilihat dari jenis benih yang digunakan (benih berlabel/ tidak), alat pembajakan yang digunakan (traktor/ kerbau), pupuk dan pestisida yang digunakan (tepat/ tidak), peralatan yang digunakan (modern/ tidak), sistem budidaya (efektif dan efisien/ tidak).
(14)
Kebijakan pemerintah (D2), merupakan aturan atau instruksi dari pemerintah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan lahan yang diusahakan, bisa mendukung atau tidak mendukung. Apabila mendukung bernilai 1,sedangkan apabila tidak mendukung bernilai 0.
(15)
Faktor alam (D3), merupakan pengaruh dari perlakuan alam yang berkaitan langsung dengan pengusahaan lahan sawah yang dilakukan petani padi, misalnya : kesuburan lahan, suhu dan cuaca, ketersediaan air, serangan hama dan lain sebagainya. Faktor alam dapat mendukung atau tidak mendukung pengusahaan lahan sawah. Apabila faktor alam mendukung bernilai 1 sedangkan apabila faktor alam tidak mendukung bernilai 0.
52
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1.
Keadaan Sumber Daya Alam
Desa Gempol Kolot merupakan wilayah pengembangan pembangunan pertanian Kabupaten Karawang. Wilayah Gempol Kolot terbagi menjadi dua dusun yakni Dusun Krajan dan Dusun Bojong Girang, serta terbagi menjadi empat kampung yakni Kampung Krajan, Gempol Bojong, Bojong Girang dan Bojong Hilir. Selain itu, Desa Gempol Kolot terdiri dari 18 rukun tetangga (RT) dan empat rukun warga (RW). Letak geografis Desa Gempol Kolot berada di Kecamatan Banyusari bagian timur dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : (1) Sebelah utara
: Desa Tegalwaru, Kecamatan Cilamaya Wetan, Kabupaten Karawang.
(2) Sebelah selatan : Desa
Jayamukti,
Kecamatan
Banyusari,
Kabupaten
Banyusari,
Kabupaten
Karawang. (3) Sebelah barat
: Desa
Gempol,
Kecamatan
Karawang. (4) Sebelah timur : Desa
Sukahaji
dan
Pinangsari,
Kecamatan
Ciasem,
Kabupaten Subang. Topografi Desa Gempol Kolot secara umum memiliki bentang wilayah yang datar dengan ketinggian 1-5 mdl dan suhu 30-32 0C (Profil Desa Gempol Kolot, 2009). Jenis lahan di Desa Gempol Kolot adalah lahan berwarna abu-abu dengan tekstur debuan. Sebagaimana Kabupaten Karawang, iklim di Desa Gempol Kolot tergolong tipe D. Daerah yang mempunyai tipe D berarti kawasan tersebut mempunyai 4-5 kali bulan basah secara berurutan dan sisanya ialah bulan kering. Bulan kering merupakan bulan-bulan yang memiliki curah hujan rata-rata <60 mm/ bulan, sedangkan bulan basah memiliki curah hujan rata-rata >100 mm/ bulan. Hal ini mempengaruhi pola tanam padi di Desa Gempol Kolot. Kegiatan pengembangan dan pembinaan pertanian di Desa Gempol Kolot berada dalam pengawasan BPP Banyusari. Luas wilayah Desa Gempol Kolot adalah 255,876 hektar dengan penggunaan sebagai persawahan irigasi 75 persen, 24 persen sebagai pemukiman, 0,5 persen sebagai kas desa, 0,3 persen sebagai jalan dan 0,2 persen sebagai pemakaman (Profil Desa Gempol Kolot, 2009).
53
Untuk sarana penghubung (terutama jalan) di Desa Gempol Kolot sebagian besar telah mengalami pengerasan dengan sirtu dan hanya sebagian kecil yang telah mengalami pengaspalan. Namun, kondisi jalan saat ini telah rusak sehingga terjadi becek saat musim hujan dan berdebu saat musim kemarau. Semetara itu, sarana irigasi berasal dari Sungai Cilamaya dengan panjang saluran primer 700 meter, panjang saluran sekunder 1.700 meter, jumlah pintu sadap dua unit dan jumlah pintu pembagi air dua unit. Sarana penghubung dan sarana irigasi ini memiliki peranan yang sangat penting dalam hal kelancaran penyediaan input produksi pertanian dan pemasaran hasil pertanian. Denah wilayah Desa Gempol Kolot dapat dilihat pada Lampiran 2. 5.2.
Keadaan Sumber Daya Manusia
Jumlah penduduk Desa Gempol Kolot adalah sebanyak 3.762 orang yang terdiri dari penduduk pria 48,78 persen dan penduduk wanita 51,22 persen, dengan jumlah rumah tangga sebanyak 1.038 rumah tangga. Ditinjau dari jumlah anggota keluarga, maka rata-rata rumah tangga beranggotakan 3,62 orang per rumah tangga. Sekitar 53,43 persen dari total penduduk Desa Gempol Kolot tergolong pada usia produktif sedangkan 46,57 persen sisanya berada pada kategori usia tidak produktif. Keberadaan penduduk dengan usia produktif menunjukkan potensi tenaga kerja yang terdapat di Desa Gempol Kolot. Data keragaan penduduk Desa Gempol Kolot menurut mata pencaharian (Tabel 9) menunjukkan bahwa mayoritas penduduk di Desa Gempol Kolot tidak memiliki pekerjaan. Angka pengangguran yang cukup tinggi yakni mencapai 31,34 persen salah satunya disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan di Desa Gempol Kolot. Sebanyak 37,27 persen penduduk tidak bersekolah, 42,80 persen lulusan sekolah dasar (SD), 12,49 persen mengenyam pendidikan setara sekolah menengah pertama (SMP), 7,18 persen adalah lulusan sekolah menengah atas (SMA), dan hanya sebanyak 0,26 persen yang lulus pendidikan perkuliahan (D3 atau S1). Selain itu, Tabel 9 juga memperlihatkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor utama penduduk di Desa Gempol Kolot. Penduduk yang memiliki mata pencaharian di bidang pertanian adalah sebanyak 725 jiwa, dimana 61 persen berada pada usahatani pertanian padi, 24 persen di bidang usahatani pertanian jamur merang dan sisanya 15 persen di bidang usahatani peternakan. 54
Tabel 9. Keragaan Penduduk Desa Gempol Kolot Menurut Mata Pencaharian pada Tahun 2009 No.
Jenis Mata Pencaharian
Jumlah Penduduk Desa Gempol Kolot (Orang)
1.
Pertanian padi (petani dan buruh)
442
2.
Peternakan
105
3.
Jamur merang (petani dan buruh)
178
4.
Perdagangan
70
5.
Jasa
69
6.
Pengusaha/ swasta
73
7.
Pegawai negeri
29
8.
Buruh swasta
86
9.
Kerja tak tentu
328
10.
Tidak kerja
630
Jumlah
2010
Sumber : Profil Desa Gempol Kolot (2009)
5.3.
Aktivitas Usahatani Desa Gempol Kolot
Secara garis besar, kegiatan usahatani di Desa Gempol Kolot dapat dibedakan menjadi beberapa bagian, yakni usahatani padi sawah, usahatani jamur merang dan usahatani peternakan. Desa Gempol Kolot memiliki tujuh kelompok tani padi (Poktan), lima kelompok budidaya jamur merang, tiga kelompok pembuat aneka kue olahan, dua kelompok peternak, dua kelompok pemilik warung kecil, tiga kelompok olahan hasil peternakan dan satu kelompok wanita tani (KWT) yang tergabung dalam gabungan kelompok tani (Gapoktan) Barokah Tani. Poktan padi sawah yang tergabung dalam Gapoktan Barokah Tani, diantaranya adalah Poktan Gemar Tani I (24 anggota - 26,5 hektar), Poktan Gemar Tani II (27 anggota - 26,5 hektar), Poktan Mukti Sari (27 anggota - 26 hektar), Poktan Binangkit Tani (27 anggota - 26 hektar), Poktan Unggul Tani (26 anggota - 25 hektar), Poktan Mekar Tani (26 anggota - 25,5 hektar) dan Poktan Sri Jaya (34 anggota - 37 hektar). Pada umumnya pola tanam kegiatan usahatani padi sawah di Desa Gempol Kolot terjadi dalam dua kali musim panen dalam satu tahun. Sangat besarnya daya tarik secara ekonomi terhadap pengusahaan budidaya jamur merang menyebabkan cukup banyak petani yang mengusahakan jamur merang sebagai sumber penghidupannya.
55
Kondisi bercabangnya usahatani petani padi sawah ke jamur merang dikarenakan bahan dasar dari jamur merang adalah jerami (sisa padi) yang berasal dari lahan sawahnya sendiri. Penggunaan lahan jamur merang tergabung pada area pemukiman penduduk yaitu area pekarangan rumah. Penjualan hasil jamur merang dilakukan secara tidak langsung melalui penadah atau distributor yang pada akhirnya dikirim ke luar kota. Pada sektor peternakan, kegiatan usahatani ditujukan untuk peneluran dan pembesaran. Penggunaan kandang juga terdapat pada area pekarangan rumah. Komoditi peternakan yang diusahakan oleh peternak, antara lain : ayam kampung, ayam broiler, bebek, kambing, domba dan burung walet. Adapun produk yang dihasilkan yakni daging bebek/ ayam/ kambing/ domba dengan rata-rata 12.000 kg per tahun, air liur burung walet 2,64 kg per tahun dan pengolahan telur asin. Penjualan hasil peternakan dilakukan secara langsung kepada konsumen atau pengecer. 5.4.
Karakteristik Responden
Gambaran umum responden diperoleh berdasarkan data pribadi petani (Lampiran 3). Deskripsi karakteristik petani responden dapat dilihat dari beberapa kriteria, antara lain : umur, pendidikan, pengalaman, tanggungan keluarga, luas pengusahaan lahan sawah dan status pengusahaan lahan sawah. (1)
Umur Sebaran responden berdasarkan umur (Tabel 10) menunjukkan bahwa
petani yang melakukan pengusahaan lahan sawah di Desa Gempol Kolot sebagian besar terdapat pada usia produktif menjelang tua yaitu 41-50 tahun, dengan presentase 44,3 persen. Hal ini dikarenakan pada kelompok umur tersebut, sebagian besar petani baru memperoleh warisan lahan sawah dari orang tuanya. Tabel 10. Sebaran Petani Responden Desa Gempol Kolot Berdasarkan Umur pada Tahun 2010 Umur (tahun)
Jumlah
Frekuensi (orang)
Presentase (%)
≤ 40
14
20,0
41-50
31
44,3
51-60
20
28,6
>60
5
7,10
70
100,0
56
(2)
Lama pendidikan petani Tingkat pendidikan rendah merupakan salah satu hal yang masih melekat
pada karakteristik petani di Indonesia pada umumnya. Rata-rata lama pendidikan petani di Indonesia adalah ≤ 6 tahun. Sebaran petani responden Desa Gempol Kolot berdasarkan lama pendidikan petani padi (Tabel 11) menunjukkan bahwa lebih dari sebagian jumlah petani responden (57,2 persen) memiliki lama pendidikan pada rentang 4-6 tahun. Sementara 20 persen petani padi hanya menikmati pendidikan ≤ 3 tahun. Kondisi ini mengutarakan bahwa mayoritas petani di Desa Gempol Kolot adalah berpendidikan rendah. Namun, terdapat pula petani responden yang mengenyam pendidikan >6 tahun dengan presentase yang sangat kecil, yakni 7,1 persen untuk lama pendidikan 7-9 tahun, 10 persen untuk lama pendidikan pada rentang 10-12 tahun dan hanya 5,7 persen untuk lama pendidikan ≥ 13 tahun. Tabel 11. Sebaran Petani Responden Desa Gempol Kolot Berdasarkan Lama Pendidikan Petani pada Tahun 2010 Lama Pendidikan (tahun)
Jumlah
Frekuensi (orang)
Presentase (%)
≤3
14
20,0
4-6
40
57,2
7-9
5
7,10
10-12
7
10,0
≥ 13
4
5,70
70
100,0
Banyaknya petani di Desa Gempol Kolot yang memiliki lama pendidikan rendah, disebabkan oleh berbagai alasan yang menyertainya, diantaranya adalah sejak kecil petani responden diminta oleh orangtuanya untuk membantu bekerja di sawah, sulitnya bersekolah waktu itu dimana pemerintahan Indonesia belum stabil, serta ketidakmampuan dari aspek keuangan keluarga untuk membiayai anggota keluarganya bersekolah. Walaupun demikian, bukan berarti pengetahuan mereka dalam bercocok tanam juga rendah karena mereka mendapat ilmu dari pengalaman bercocok tanam selama bertahun-tahun dan turun temurun. Keterampilan atau pengetahuan berusahatani padi dan melakukan pengusahaan terhadap lahan sawahnya sebagian besar berasal dari orangtuanya.
57
(3)
Lama pengalaman berusahatani Pengalaman berusahatani yang dimiliki oleh petani responden dapat
mempengaruhi terhadap kemampuan petani dalam mengetahui dan mengusahakan teknik budidaya dalam kegiatan usahatani yang dijalankan. Sebaran petani responden Desa Gempol Kolot berdasarkan lama berusahatani (Tabel 12) menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki pengalaman berusahatani ≤ 30 tahun. Hal ini menunjukkan sebagian besar petani di Desa Gempol Kolot
memiliki pengalaman yang cukup tinggi. Tabel 12. Sebaran Petani Responden Desa Gempol Kolot Berdasarkan Lama Berusahatani pada Tahun 2010 Lama berusahatani (tahun)
Frekuensi (orang)
≤ 10
20
28,6
11-20
20
28,6
21-30
18
25,7
31-40
10
14,3
≥ 41
2
2,80
70
100,0
Jumlah
(4)
Presentase (%)
Jumlah tanggungan keluarga Berdasarkan kriteria jumlah tanggungan keluarga, sebagian besar petani
responden memiliki jumlah tanggungan keluarga 3-4 orang dengan presentasi 62,8 persen, sedangkan jumlah tanggungan keluarga ≤ 2 orang dan ≥ 5 orang memiliki presentasi yang sama, yakni 18,6 persen. Hal ini menunjukkan rata-rata jumlah tanggungan keluarga petani di Desa Gempol Kolot cukup tinggi. Sebaran petani responden Desa Gempol Kolot berdasarkan jumlah tanggungan keluarga dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Sebaran Petani Responden Desa Gempol Kolot Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga pada Tahun 2010 Jumlah tanggungan (orang)
Jumlah
Frekuensi (orang)
Presentase (%)
≤2
13
18,6
3-4
44
62,8
≥5
13
18,6
70
100,0
58
(5)
Status Pengusahaan Lahan Sawah Lahan sawah yang diusahakan oleh petani responden sebagian besar
merupakan lahan milik pribadi dengan presentase 44,3 persen sedangkan kelembagaan pengusahaan lahan sawah terbesar adalah sistem sakap dan sistem kombinasi pemilik-penyakap, dengan presentase masing-masing 17,1 persen dan 11,4 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sistem sakap di daerah penelitian menjadi solusi terbaik bagi petani yang tidak memiliki lahan (tunakisma) atau pemilik lahan sempit (petani gurem) untuk menambah sumber pendapatan. Penyebab berkembangnya sistem sakap daripada sistem yang lain dimungkinkan karena petani tidak ingin mengambil risiko dari usahataninya. Sistem sakap yang diterapkan di Desa Gempol Kolot adalah maro, yaitu nilai panen dibagi rata diantara petani pemilik dan penggarap setelah dikurangi biaya produksi. Sebaran petani responden berdasarkan status pengusahaan dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Sebaran Petani Responden Desa Gempol Kolot Berdasarkan Status Pengusahaan Lahan Sawah pada Tahun 2010 Status Lahan
Frekuensi
Presentase (%)
Pemilik
31
44,3
Penyewa
5
7,1
Penyakap
12
17,1
Penggadai
5
7,1
Pemilik dan Penyewa
2
2,8
Pemilik dan Penyakap
8
11,4
Pemilik dan Penggadai
3
4,3
Penyewa dan Penyakap
2
2,9
Penyewa dan Penggadai
2
2,9
Jumlah
70
100
(6)
Luas Pengusahaan Lahan Sawah Responden Luas lahan sawah yang diusahakan oleh petani responden sebagian besar
terpusat pada kisaran 0,5-0,99 hektar (28,6 persen) dan 1-1,49 hektar (24,3 persen). Hal ini menunjukkan pengusahaan lahan sawah cukup merata namun terdapat kecenderungan akan terancam oleh ketimpangan lahan, dikarenakan presentase dibawah 0,5 hektar yang cukup besar, yakni 20 persen. Data sebaran petani responden berdasarkan luas pengusahaan dapat dilihat pada Tabel 15.
59
Tabel 15. Sebaran Petani Responden Desa Gempol Kolot Berdasarkan Luas Pengusahaan Lahan Sawah pada Tahun 2010 Luas Usahatani (hektar)
Frekuensi
Presentase
≤ 0,49
14
20
0,5-0,99
20
28,6
1-1,49
17
24,3
1,5-1,99
12
17,1
≥2
7
10
Jumlah
70
100
60
VI PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHATANI TERHADAP PENGELUARAN RUMAH TANGGA 7.1.
Keragaan Usahatani Padi
Keragaan usahatani dikaji untuk menggambarkan kondisi aktual usahatani padi sawah di Desa Gempol Kolot sehingga pendapatan usahatani yang dianalisis sesuai dengan kenyataan. Analisis keragaan usahatani yang dilibatkan dilakukan secara deskriptif. Analisis tersebut meliputi : pola tanam, penggunaan input, teknik budidaya dan output yang dihasilkan pada usahatani padi sawah. 7.1.1. Pola Tanam
Padi sawah merupakan tanaman utama yang dibudidayakan di Desa Gempol Kolot. Pada lahan sawah, setelah padi sawah dipanen di suatu musim maka tanaman yang akan menggantikan pada musim berikutnya adalah padi sawah. Dengan demikian, pola tanam yang dipakai adalah padi-padi-padi. Kondisi ini tentunya akan mendatangkan pengaruh negatif pada lahan sawah jika tidak dilakukan upaya pemeliharaan, sehingga BPP Banyusari memberikan saran kepada petani untuk menanami lahan sawahnya dengan palawija setelah lahan sawah dua kali ditanami padi sawah. Pada kenyataannya, intensitas pemanfaatan lahan sawah di Desa Gempol Kolot hanya dua kali dalam setahun. Kedua masa tanam tersebut dimanfaatkan para petani untuk membudidayakan padi sawah. Waktu yang dibutuhkan untuk proses budidaya padi sawah berkisar antara empat bulan tergantung varietas yang ditanam. Berdasarkan keterangan tersebut, seharusnya dalam setahun petani bisa membudidayakan padi sawah sebanyak tiga kali, tetapi karena adanya faktor penghambat, intensitas tanam di wilayah tersebut hanya dua kali dalam setahun. Diantara hambatan tersebut terdapat dua faktor yang merupakan hambatan utama, yaitu faktor sosial budaya dan faktor alam. Faktor sosial budaya yang menjadi hambatan adalah kebiasaan masyarakat untuk melaksanakan hajatan setelah masa panen musim tertentu. Setelah panen, para petani mendapatkan pendapatan dalam bentuk uang dari usahatani yang dijalani. Hal itu merupakan faktor pendukung bagi petani untuk melaksanakan hajatan, seperti : pernikahan, khitanan, rekreasi dan lain-lain. Dengan adanya acara hajatan tersebut, masa tanam padi sawah menjadi mundur untuk menjaga keserempakan penanaman. 61
Faktor alam menjadi penghambat jika berkaitan dengan air, baik air pasang atau kekurangan air. Letak Desa Gempol Kolot yang dekat dengan Sungai Cilamaya menyebabkan tergenangnya sebagian lahan sawah pada bulan-bulan tertentu, akibatnya petani harus menunggu beberapa waktu hingga lahan terbebas dari genangan air, sedangkan pada musim kemarau sebagian lahan sawah tidak mendapatkan pasokan air dari saluran irigasi karena habis sebelum sampai pada lokasi akibatnya masa tanam tertunda sampai air irigasi tersedia. 7.1.2. Penggunaan Input
Sarana produksi merupakan input yang dibutuhkan dalam menjalankan suatu usahatani. Sarana produksi yang digunakan pada usahatani padi sawah di Desa Gempol Kolot umumnya terdiri dari lahan sawah, benih, pupuk, pestisida, peralatan usahatani dan tenaga kerja. (1)
Penggunaan Lahan Sawah Luas lahan sawah rata-rata yang diusahakan oleh petani responden di Desa
Gempol Kolot adalah 1,125 hektar dari keseluruhan pemilikan lahan sawah 78,7285 hektar. Petani pemilik lahan berkewajiban untuk membayar pajak sebesar Rp. 70.000,00-Rp. 80.000,00 per hektar per tahun dan iuran desa sebesar Rp. 320.000,00-Rp. 350.000,00 per hektar per tahun tergantung dari nilai lahan yang dimiliki. Selain dari kepemilikan, pengusahaan lahan sawah diperoleh melalui berbagai sistem kelembagaan yang berlaku, seperti : sewa, sakap dan gadai. Sistem sewa di Desa Gempol Kolot diperoleh penggarap dengan membayar kepada petani pemilik lahan sawah sebesar Rp. 7.000.000,00 per hektar per tahun, sedangkan sistem sakap diperoleh dengan membagi hasil panen kepada petani pemilik menjadi dua bagian yang sama setelah dikurangi biaya produksi, kecuali biaya tenaga kerja yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab dari penggarap. Sementara itu, sistem gadai diperoleh penggarap dengan memberi pinjaman kepada petani pemilik sebesar Rp. 7.000.000,00 per hektar, dimana waktu pengembalian lahan tergantung kemampuan petani pemilik mengembalikan pinjamannya. Ukuran pengusahaan lahan juga berpengaruh pada seberapa besar penggarap harus mengeluarkan biaya irigasi. Biaya irigasi yang dikeluarkan petani di Desa Gempol Kolot setara dengan 50 kg per hektar per tahun.
62
(2)
Penggunaan Benih Benih dalam usahatani padi terdiri atas benih bersertifikasi dan
nonsertifikasi. Benih bersertifikat adalah benih yang dibeli petani dari toko maupun dari penangkar benih yang sudah disertifikasi. Benih nonsertifikat adalah benih milik pribadi yang diperoleh dari penyisihan hasil panen maupun benih yang dibeli dari petani lain atau penangkar yang belum disertifikasi. Sebagian besar (60 persen) petani di Desa Gempol Kolot menggunakan benih nonsertifikasi dan sisanya menggunakan benih sertifikasi. Berdasarkan harganya, benih bersertifikasi adalah sebesar Rp. 3.500,00 per kilogram, sedangkan benih nonsertifikasi tergantung pada varietas yang digunakan tetapi biayanya berkisar antara Rp. 2.300,00-Rp. 2.900,00 per kilogram. Varietas benih yang digunakan di Desa Gempol Kolot adalah varietas Ciherang pada musim kemarau dan varietas Cilamaya Muncul pada musim hujan. Keunggulan dari varietas Ciherang adalah tingginya kualitas hasil panen sehingga memiliki harga jual yang mahal, namun varietas Ciherang tidak tahan akan cuaca dingin, sedangkan keunggulan varietas Cilamaya Muncul adalah produktivitas hasil panen yang tinggi dan cocok terhadap cuaca dingin, namun harga jual hasil panen lebih rendah daripada varietas Ciherang. Rata-rata penggunaan benih dari kedua varietas padi yang digunakan oleh petani responden per hektar per musim adalah sama yakni 26,205 kg. Jumlah penggunaan benih tersebut lebih besar dari jumlah benih yang dianjurkan oleh pemerintah yaitu 25 kg per hektar per musim. Hal tersebut terjadi karena petani khawatir apabila benih yang tumbuh sedikit atau mati, maka kelebihan benih dapat digunakan untuk penyulaman. (3)
Penggunaan Pupuk Mayoritas pupuk yang digunakan oleh petani di Desa Gempol Kolot
adalah pupuk urea, pupuk majemuk phonska (NPK) dan pupuk TSP. Pupuk organik dan gandhasil merupakan pupuk minoritas yang jarang digunakan oleh petani. Rata-rata penggunaan pupuk oleh petani responden di Desa Gempol Kolot per hektar per tahun adalah 3,90 ku pupuk urea, 3,22 ku pupuk NPK dan 1,20 ku pupuk TSP. Selain itu, penggunaan pupuk pada musim hujan di Desa Gempol Kolot lebih rendah 0,22 ku daripada penggunaan pupuk pada musim kemarau. Hal ini dikarenakan kekhawatiran petani apabila pupuk terbawa air pada musim hujan.
63
Komposisi standar dosis yang dianjurkan oleh penyuluh untuk satu hektar satu tahun adalah 2 ku pupuk urea, 6 ku pupuk NPK dan tidak perlu penggunaan pupuk TSP karena kandungan P pada TSP sudah terkandung pada pupuk NPK. Kenyataan di Desa Gempol Kolot, tidak semua petani mengikuti anjuran tersebut disebabkan oleh kurangnya keikutsertaan petani dalam penyuluhan. Pupuk kimia yang digunakan oleh petani diperoleh dari toko-toko atau kios pertanian yang terdapat di sekitar tempat tinggal petani. Harga pupuk tersebut masing-masing per kuintalnya ialah Rp. 125.000,00-Rp. 170.000,00 untuk pupuk urea, Rp. 170.000,00-Rp. 250.000,00 untuk pupuk NPK dan Rp.170.000,00-Rp.240.000,00 untuk pupuk TSP. (4)
Penggunaan Pestisida Pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan oleh petani di Desa
Gempol Kolot adalah dengan menggunakan pestisida kimia. Penggunaan pestisida kimia di Desa Gempol Kolot memiliki intensitas yang sangat tinggi. Hal ini terlihat dari kenyataan bahwa Desa Gempol Kolot sering menjadi sasaran formulator pestisida untuk mempromosikan produknya. Data yang diperoleh dari petani responden, pestisida yang diaplikasikan petani di Desa Gempol Kolot mencapai 67 nama dagang. Rata-rata penggunaan pestisida kimia yang dilakukan oleh petani responden per hektar per musim adalah sama yakni 1,2 ltr dari keseluruhan pestisida. Penggunaan pestisida yang berlebihan ini dan ditambah pula tidak terdapatnya anjuran dari penyuluh lapang menunjukkan tingginya serangan hama dan penyakit yang terjadi di Desa Gempol Kolot. Hama dan penyakit yang sering mengganggu tanaman padi sawah di Desa Gempol Kolot, diantaranya adalah tikus, wereng, walang sangit, ulat grayak, penggerek batang, keong mas, hawar pelepah, gulma, rumput teki, blast, tungro dan penyakit lainnya. Nama dan sasaran pestisida tercantum pada Lampiran 4. (5)
Penggunaan Peralatan Peralatan yang digunakan oleh petani responden di Desa Gempol Kolot
adalah cangkul, arit, parang, semprotan, terpal, tegel, garpu dan karung. Peralatan yang dimiliki petani sangat berpengaruh pada biaya tetap yang akan dikeluarkan, yaitu biaya penyusutan peralatan. Perhitungan nilai penyusutan dengan menggunakan metode garis lurus antara nilai beli dan umur teknis peralatan. 64
(6)
Penggunaan Tenaga Kerja Penggunaan tenaga kerja menjadi suatu hal yang sangat penting karena
tenaga kerja inilah yang melakukan keseluruhan kegiatan usahatani. Penggunaan tenaga kerja dalam analisis usahatani di Desa Gempol Kolot menggunakan satuan tenaga kerja hari orang kerja (HOK) yang tidak membedakan antara pria dan perempuan dalam hal upah. Upah yang diterima oleh tenaga kerja dalam satu hari (jam 07.00-16.00 dimana satu jam diasumsikan digunakan sebagai waktu istrirahat) adalah Rp. 40.000,00 yang disetarakan dengan nilai satu HOK. Dengan demikian, upah per jam tenaga kerja di Desa Gempol Kolot adalah Rp. 5.000,00. Sistem upah tenaga kerja di Desa Gempol Kolot terdapat tiga bagian, yaitu upah harian, upah borongan dan upah bawon. Sistem upah harian menggunakan prinsip perhitungan HOK. Sementara itu, sistem upah borongan digunakan hanya pada kegiatan membajak lahan dengan menyewa traktor. Biaya sewa traktor berkisar Rp. 600.000,00 per hektar. Selain traktor, pengolahan lahan juga dilakukan dengan borongan tenaga kerja orang dengan biaya Rp. 400.000,00 per hektar. Upah bawon diperuntukkan bagi tenaga kerja bawon. Tenaga kerja bawon adalah tenaga kerja bagi hasil berdasarkan jumlah hasil panen dengan perbandingan satu berbanding lima untuk upahan penanaman dan panen. Jumlah penggunaan tenaga kerja dalam proses budidaya padi per tahun di Desa Gempol Kolot terangkum dalam Tabel 16 dan rinciannya dapat dilihat pada Lampiran 5. Tabel 16. Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Padi di Desa Gempol Kolot per Hektar per Tahun pada Tahun 2010 No.
Proses Budidaya
1.
Persemaian
2.
Pengolahan lahan (traktor)
3.
HOK keluarga
%
HOK luar keluarga
%
1,41
8,81
1,33
0,61
-
-
30,00
13,61
Pengolahan lahan (orang)
5,11
31,94
18,28
8,29
4.
Penanaman
0,35
2,19
72,15
32,73
5.
Penyulaman
2,50
15,62
7,65
3,47
6.
Penyiangan
2,43
15,19
9,88
4,48
7.
Pemupukan
1,80
11,25
5,06
2,30
8.
Penyemprotan
2,40
15,00
7,65
3,47
9.
Panen
-
-
68,43
31,04
16,00
100,00
220,45
100,00
Total
65
Penggunaan tenaga kerja pada usahatani padi di Desa Gempol Kolot (Tabel 16) menunjukkan bahwa HOK luar keluarga lebih tinggi 204,45 daripada HOK dalam keluarga. Kondisi ini mengutarakan hampir keseluruhan kegiatan usahatani padi di Desa Gempol Kolot menggantungkan tenaga kerjanya pada buruh tani. Proporsi kebutuhan buruh tani terbesar dimanfaatkan untuk proses penanaman (32,73 persen), panen (31,04 persen) dan pengolahan lahan dengan traktor (13,61 persen). Tingginya proporsi pada ketiga proses tersebut dikarenakan tingginya nilai sistem upah borongan yang diterapkan pada proses pengolahan lahan dengan traktor dan sistem bawon yang diterapkan pada proses penanaman dan panen. Selain itu, dengan adanya sistem upah maupun sistem bawon di Desa Gempol Kolot menyebabkan penggunaan tenaga kerja di musim kemarau lebih tinggi 3,03 HOK daripada penggunaannya di musim hujan. 7.1.3. Teknik Budidaya
Teknik budidaya merupakan hal penting dalam usahatani karena dapat menentukan jumlah output yang dihasilkan. Perlakuan atau teknik budidaya padi di Desa Gempol Kolot terdiri dari persemaian, pengolahan lahan, penanaman, pemupukan, penyulaman, penyiangan, penyemprotan dan panen. (1)
Persemaian Proses persemaian dilakukan dengan terlebih dahulu menyiapkan media
semai. Pembuatan media semai dilakukan dengan mencangkul dan membersihkan lahan. Media semai yang digunakan oleh petani adalah lahan sawah dengan ukuran kira-kira 5 m2 untuk keperluan satu hektar atau disesuaikan dengan kebutuhan. Pembuatan media semai kadang disertai dengan pemberian sedikit pupuk. Proses ini bertujuan supaya benih mudah tumbuh. Proses selanjutnya adalah menebar benih pada lahan semai yang sudah disediakan. Sebelum benih disemai, benih terlebih dahulu direndam selama 48 jam. Benih yang mengapung dibuang karena merupakan benih yang tidak bagus dan benih yang bagus adalah benih yang tenggelam di dalam air. Perendaman tersebut juga dilakukan agar benih berkecambah. Kemudian dibiarkan selama dua malam agar benih mengering dan mudah untuk disebar. Lama persemaian benih di Desa Gempol Kolot adalah 20-30 hari.
66
(2)
Pengolahan Lahan
Pengolahan
lahan
dilakukan
untuk
menggemburkan
tanah
guna
menciptakan struktur lahan yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan padi. Dalam usahatani padi, pengolahan lahan juga berfungsi untuk menstabilkan kondisi lahan, memperbaiki sifat fisik tanah, mengendalikan gulma serta memperbaiki pengairan sehingga diharapkan hasil yang diperoleh maksimal. Tahapan kegiatan pengolahan lahan yang dilakukan di Desa Gempol Kolot, meliputi : pembabatan jerami, pemopokan pematang, pembajakan lahan dan perataan permukaan lahan. Proses pengolahan lahan di Desa Gempol Kolot mulai dari pembabatan jerami hingga perataan permukaan lahan dilakukan oleh tenaga kerja manusia, kecuali pembajakan lahan dilakukan oleh tenaga kerja mesin (traktor) yang diperoleh secara sewa. Babat jerami dilakukan dengan membersihkan sisa-sisa jerami dari musim panen sebelumnya yang terdapat di areal sawah dengan membenamkan jerami ke dalam tanah. Cara tersebut dilakukan agar jerami cepat membusuk dan berubah menjadi kompos. Memopok pematang dilakukan dengan menutup pematang sawah dengan lumpur sawah agar aliran air di lahan tidak bocor. Sebelum lahan dibajak, terlebih dahulu digenangi dengan air selama seminggu guna mempermudah proses pembajakan. Pembajakan lahan dilakukan dalam tiga tahapan, yakni pembajakan pertama dengan membalik tanah dan mencampurkan bahan organik yang sebelumnya terdapat di permukaan tanah, pembajakan kedua merupakan proses penggemburan lahan, sedangkan pembajakan ketiga merupakan proses perataan permukaan lahan. Lama pembajakan tergantung luas lahan yang akan dibajak, namun pembajakan pertama biasanya dilakukan pada awal musim, pembajakan kedua dilakukan 2-3 hari setelah pembajakan pertama dan pembajakan ketiga dilakukan 3-5 hari menjelang tanam. Kedalaman mata bajak untuk budidaya padi di Desa Gempol Kolot adalah 15-30 cm. Selanjutnya, perataan permukaan lahan, penghancuran gumpalan lahan dan pembersihan lahan dari sisa-sisa tanaman yang mengganggu dilakukan oleh tenaga kerja manusia sebagai tindak lanjut dari tenaga kerja mesin (traktor). Apabila lahan telah rata, gembur dan bersih maka lahan siap untuk ditanami.
67
(3)
Penanaman Penanaman di Desa Gempol Kolot dilakukan dengan terlebih dahulu
mencabut bibit di lahan semai kemudian ditanam di lahan sawah. Sebelum penanaman, lahan sawah digarisi agar jarak tanamnya sesuai yakni 25 x 25 cm. Mayoritas petani menggunakan 3-5 bibit per lubang tanam dengan kedalaman tanam sekitar 2-4 cm. Berdasarkan tenaga kerjanya, cara penanaman di Desa Gempol Kolot dilakukan dengan cara ceblokan, dimana penanaman dilakukan oleh keluarga yang menguasai petak lahan tertentu karena sistem bawon sehingga pembayaran upahnya setelah panen. Sebagian besar kegiatan penanaman di Desa Gempol Kolot dilakukan oleh tenaga kerja wanita dikarenakan tenaga kerja wanita pada umumnya lebih terampil dan cekatan daripada tenaga kerja laki-laki. (4)
Penyulaman, Penyiangan dan Pengairan Penyulaman dan penyiangan di Desa Gempol Kolot dilakukan secara
bersamaan. Hal ini bertujuan untuk efisiensi waktu dan tenaga. Sebelum penyulaman terlebih dahulu diamati apakah terdapat bibit padi yang tidak tumbuh akibat serangan hama dan penyakit atau terbawa aliran air irigasi atau dimakan oleh keong mas. Jika terdapat bibit yang mati atau hilang maka dilakukan penyulaman dengan mengganti bibit yang mati atau hilang tersebut dengan bibit yang baru dengan varietas yang sama. Proses penyiangan dilakukan untuk membersihkan lahan sawah dari gulma-gulma yang dapat menghambat pertumbuhan padi. Penyiangan di Desa Gempol Kolot dilakukan sebanyak dua kali oleh petani dengan cara manual atau hanya menggunakan tangan. Penyiangan pertama bersamaan dengan proses penyulaman dilakukan pada saat padi berumur 15-20 hari setelah tanam, sedangkan penyiangan kedua tanpa proses penyulaman dilakukan pada saat padi berumur 60 hari setelah tanam. Pengairan di Desa Gempol Kolot diatur untuk memperlancar aliran air yang mengairi lahan sawah sehingga tidak menghambat pertumbuhan padi. Aliran air dikontrol setiap tiga hari sekali terutama pada saat padi harus digenangi air terus menerus dan apabila telah mendekati waktu panen atau terdapat serangan dari hama tikus maka lahan sawah harus segera dikeringkan.
68
(5)
Pemupukan Proses pemupukan dilakukan sebanyak 1-2 kali untuk satu musim tanam.
Pemupukan pertama dilakukan setelah penyiangan dan penyulaman, yaitu 15-20 hari setelah tanam. Pemupukan kedua dilakukan pada saat 60 hari setelah tanam. Cara pemupukan dilakukan dengan mencampurkan setiap kombinasi berbagai jenis pupuk kemudian ditebar. Manfaat dari pemupukan ini ialah untuk menyediakan nutrisi untuk padi sehingga dapat tumbuh dengan baik. (6)
Pengendalian Hama dan Penyakit Pengendalian hama dan penyakit di Desa Gempol Kolot dilakukan untuk
mengurangi kerusakan padi akibat aktivitas organisme pengganggu. Sebelum melakukan pengendalian, petani terlebih dahulu melakukan pengamatan terhadap padi. Tindakan pengendalian baru dilakukan jika padi terserang organisme pengganggu. Masa kritis padi terserang hama dan penyakit ketika berumur 5-60 hari setelah tanam. Frekuensi penyemprotan disesuaikan dengan tingkat kerusakan yang dialami padi, biasanya frekuensi penyemprotan di Desa Gempol Kolot pada musim kemarau lebih tinggi ketimbang pada musim hujan. Frekuensi penyemprotan di musim hujan sebanyak 3-5 kali, sedangkan musim kemarau sebanyak 5-8 kali. Dalam penyemprotan pestisida ke padi, petani biasanya menggunakan alat seperti semprotan. Pestisida yang digunakan petani umumnya berbentuk cair yang dilarutkan dalam air (Lampiran 5), namun sebagian besar petani di Desa Gempol Kolot kurang memperhatikan prinsip ambang ekonomi dalam melakukan penyemprotan pestisida. (7)
Panen Tahapan pra panen adalah pembentukan kelopak daun, masa premodia
(berbunga/ terdapat bakal padi/ menjelang bunting) dan pemasakan biji (masak susuk). Padi memiliki kelopak daun saat berumur antara 50-60 hari setelah tanam, masa premodia saat berumur antara 70-75 hari setelah tanam dan pemasakan biji saat berumur antara 90-115 hari setelah tanam. Ciri-ciri yang menunjukkan padi siap dipanen ialah 95 persen butir padi sudah menguning (20-40 hari setelah premodia), bagian bawah malai masih terdapat sedikit gabah hijau dan kadar air gabah sekitar 21-26 persen.
69
Pemanenan padi harus dilakukan pada umur yang tepat. Panen yang terlalu cepat menyebabkan kualitas butir gabah menjadi rendah, yaitu banyak butir hijau atau berkapur. Hal ini menyebabkan beras yang diperoleh mudah hancur saat digiling. Sebaliknya, pemanenan yang terlambat dapat menurunkan produksi karena butir gabah yang dimakan burung atau tikus. Umur panen padi varietas Cilamaya Muncul di Desa Gempol Kolot berkisar antara 105-115 hari, sedangkan varietas Ciherang berkisar antara 90-105 hari. Selain itu, petani juga memanen pada pagi menjelang siang hari yang ditandai dengan sudah mengeringnya embun. Kondisi ini bertujuan agar gabah tidak mudah berkecambah dalam penyimpanan. Alat dan cara panen juga berpengaruh terhadap kehilangan produksi. Sebagian besar petani di Desa Gempol Kolot menggunakan arit dalam proses pemotongan batang padi. Penggunaan arit sangat efektif karena hanya dengan empat tenaga kerja luas areal yang dapat dipanen mencapai 0,25 hektar dalam waktu setengah hari. Padi yang sudah dipotong selanjutnya dirontokan dengan menggunakan gebotan (mesin perontok). Cara panen di Desa Gempol Kolot menggunakan cara ceblokan, panen dilakukan oleh keluarga buruh tani yang melakukan penanaman pada lahan yang akan dipanen, sehingga pembayaran upahnya mengikuti prinsip sistem bawon, dimana upah penanaman dan panen dijadikan satu dalam perbandingan seperlima hasil panen untuk buruh tani. Padi di Desa Gempol Kolot dipanen dalam bentuk gabah kering panen (GKP). 7.1.4. Output Usahatani
Sebagian besar output usahatani padi dijual oleh petani responden di Desa Gempol Kolot dalam bentuk GKP. GKP adalah gabah yang diterima petani di lahan sawah atau gabah yang belum mendapat perlakuan pengeringan. Hal ini dilakukan petani karena tingginya desakan kebutuhan ekonomi rumah tangga serta tidak adanya prasarana distribusi dan pemasaran beras di Desa Gempol Kolot. Rata-rata padi varietas Cilamaya Muncul menghasilkan 63,04 ku GKP per hektar dengan harga kisaran antara Rp. 230.000,00-Rp. 285.000,00 per kuintal, sedangkan padi Ciherang menghasilkan produktivitas yang lebih rendah, yakni 60,77 ku GKP per hektar dengan harga kisaran antara yang lebih tinggi, yakni Rp. 250.000,00-Rp. 290.000,00 per kuintal. Keseluruhan hasil panen (GKP) petani di Desa Gempol Kolot dijual pada tengkulak atau penadah. 70
7.2.
Pendapatan Usahatani Lahan Sawah
Analisis pendapatan usahatani lahan sawah di Desa Gempol Kolot dilakukan dengan menghitung tingkat pendapatan dan efisiensi pendapatan (R/C rasio) usahatani padi. Pendapatan bersih usahatani didefinisikan sebagai sisa pengurangan dari nilai penerimaan yang diperoleh dengan biaya total yang dikeluarkan. Biaya total merupakan penjumlahan antara biaya tunai dengan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan dalam bentuk tunai, seperti : biaya pembelian sarana produksi, biaya tenaga kerja luar keluarga, biaya penggantian sawah, biaya iuran irigasi dan bunga modal pinjaman. Biaya diperhitungkan adalah biaya yang pengeluarannya tidak dalam bentuk tunai, seperti : biaya tenaga kerja dalam keluarga, biaya penyusutan peralatan dan bunga modal pribadi. Rincian biaya total usahatani padi petani responden di Desa Gempol Kolot terangkum pada Lampiran 6. Penerimaan yang diperoleh petani di Desa Gempol Kolot (Tabel 17) bersumber dari produksi GKP. Rata-rata jumlah GKP yang dihasilkan di Desa Gempol Kolot adalah sebesar 123,81 ku per hektar per tahun dengan rata-rata harga Rp. 262.738,57 per kuintal, namun produktivitas padi yang dihasilkan tersebut lebih kecil daripada rataan produktivitas di Kabupaten Karawang pada tahun 2008, yakni 128 ku per hektar per tahun (Dinas Pertanian Karawang, 2008). Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya produktivitas di Desa Gempol Kolot adalah faktor alam yang semakin tidak menentu dan semakin besarnya jumlah organisme pengganggu seperti wereng coklat. Komponen biaya total yang dikeluarkan pada usahatani padi di Desa Gempol Kolot (Tabel 17), antara lain : biaya benih, biaya pupuk, biaya pestisida, biaya tenaga kerja, biaya penggantian sawah, biaya penyusutan peralatan, biaya iuran irigasi dan biaya bunga modal. Biaya terbesar untuk usahatani padi di Desa Gempol Kolot adalah biaya tenaga kerja baik dari luar keluarga maupun dari dalam keluarga dengan proporsi keseluruhan sebesar 56,50 persen dari total biaya yang dikeluarkan untuk usahatani. Hal ini menunjukkan bahwa biaya upah harian, biaya upah borongan dan biaya upah bawon yang diterapkan di Desa Gempol Kolot sangat tinggi dan cukup merugikan sehingga diperlukan perhatian dalam penghematannya tanpa menurunkan produktivitas lahan sawah.
71
Tabel 17. Struktur Rata-Rata Pendapatan Usahatani dan R/C Rasio Usahatani Padi di Desa Gempol Kolot per Hektar per Tahun pada Tahun 2010 No. A.
Rincian
Satuan
Jumlah
Nilai (Rp)
Presentase (%)
Penerimaan Produksi GKP
Ku
123,81
Jumlah Penerimaan
32.528.875,82
100
32.528.875,82
100
B.
Pengeluaran
1.
Biaya benih
Kg
52,41
164.420,76
0,98
2.
Biaya pupuk
Ku
8,32
1.472.259,73
8,80
3.
Biaya pestisida
Ltr
2,4
955.924,47
5,71
4.
Biaya tenaga kerja
HOK
236,45
9.457.826,58
56,50
5.
Biaya sawah
penggantian
Ha
1
3.238.266,95
19,35
6.
Biaya penyusutan peralatan
Alat
7
273.628,99
1,63
7.
Biaya iuran irigasi
Kg
52,71
138.336,18
0,83
8.
Bunga modal
%
8/ 12
1.037.421,01
6,20
Jumlah pengeluaran
16.738.084,67
100
PENDAPATAN
15.790.791,15
R/C
1,94
Biaya penggantian lahan sawah juga merupakan biaya terbesar di Desa Gempol Kolot dengan proporsi sebesar 19,35 persen dari total biaya usahatani yang dikeluarkan. Hal ini menunjukkan bahwa biaya sistem kelembagaan di Desa Gempol Kolot, seperti : biaya sistem penyewaan, biaya sistem penyakapan (bagi hasil) dan biaya penggadaian cukup tinggi sehingga secara tidak langsung merugikan petani penggarap dalam mengusahakan lahan sawahnya. Selain itu, biaya lainnya yang perlu diberi perhatian di Desa Gempol Kolot adalah biaya pupuk (Urea, NPK phonska, TSP) dengan proporsi 8,80 persen dan biaya pestisida dengan proporsi 5,71 persen. Hal ini dikarenakan biaya pupuk diperkirakan akan semakin meningkat sejalan dengan akan dihapuskannya subsidi pupuk oleh pemerintah di tahun 2011, serta biaya pestisida diperkirakan akan semakin meningkat seiring meningkatnya frekuensi serangan hama dan penyakit di Desa Gempol Kolot. Secara keseluruhan, analisis usahatani dapat dikatakan menguntungkan dan efisien atau tidak dapat dilihat dari analisis nilai pendapatan dan analisis R/C rasionya.
72
Apabila nilai pendapatan yang diperoleh dari usahatani padi di Desa Gempol Kolot bernilai positif, maka pengusahaan lahan sawah dapat dikatakan menguntungkan secara finansial dan layak untuk diusahakan bagi petani padi. Pendapatan bersih usahatani padi petani responden (Tabel 17) diperoleh dari selisih antara penerimaan usahatani padi sebesar Rp. 32.528.875,82 per hektar per tahun dengan pengeluaran usahatani padi sebesar Rp. 16.738.084,67 per hektar per tahun, sehingga besaran pendapatan bersih yang diperoleh petani responden adalah sebesar Rp. 15.790.791,15 per hektar per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan nilai pendapatan usahatani padi, maka pengusahaan lahan sawah yang dilakukan petani di Desa Gempol Kolot menguntungkan secara finansial dan layak untuk diusahakan. Apabila nilai R/C>1, maka pengusahaan lahan sawah dapat dikatakan sudah menguntungkan dan efisien bagi petani padi di Desa Gempol Kolot dan sebaliknya apabila nilai R/C<1, maka pengusahaan lahan sawah dapat dikatakan belum menguntungkan dan belum efisien bagi petani padi di Desa Gempol Kolot. Nilai R/C diperoleh dari perbandingan antara penerimaan usahatani padi dengan biaya usahatani padi dalam periode waktu yang sama. Nilai R/C petani responden di Desa Gempol Kolot (Tabel 17) adalah sebesar 1,94, yang berarti setiap pengeluaran satu satuan biaya menghasilkan penerimaan sebesar 1,94 satuan penerimaan. Hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan nilai R/C, maka pengusahaan lahan sawah yang dilakukan petani di Desa Gempol Kolot menguntungkan, efisien dan layak untuk diusahakan. 7.3.
Pengeluaran Rumah Tangga
Pengeluaran rumah tangga dilakukan dengan analisis struktur pengeluaran atau konsumsi rumah tangga dan pangsa pengeluaran untuk barang pangan pokok keluarga. Semakin besar pangsa pengeluaran untuk pangan menunjukkan bahwa pendapatan RTP masih terkonsentrasi untuk memenuhi kebutuhan dasar. Sebaliknya, semakin besar pangsa pengeluaran nonpangan, mengindikasikan telah terjadi pergeseran posisi petani dari petani subsisten ke petani komersial. Artinya, jika kebutuhan primer telah terpenuhi, maka kelebihan pendapatan dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan sekunder, seperti : kebutuhan akan pakaian, pendidikan dan kesehatan. 73
Struktur pengeluaran rumah tangga di Desa Gempol Kolot (Tabel 18) mengutarakan bahwa presentase pengeluaran petani responden untuk pangan (53,29 persen) lebih tinggi daripada pengeluaran nonpangan (46,71 persen). Hal ini menunjukkan pendapatan RTP di Desa Gempol Kolot masih terkonsentrasi untuk memenuhi kebutuhan dasar (primer), seperti : kebutuhan akan beras, kebutuhan akan nonberas dan kebutuhan primer lainnya. Sementara itu, presentase pengeluaran nonpangan yang mendekati 50 persen menunjukkan bahwa kebutuhan yang sifatnya sekunder sudah diperhatikan dengan baik oleh RTP di Desa Gempol Kolot. Rincian pengeluaran rumah tangga responden di Desa Gempol Kolot terangkum pada Lampiran 7. Tabel 18. Struktur Rata-Rata Pengeluaran Rumah Tangga di Desa Gempol Kolot pada Tahun 2010 No.
Jenis Pengeluaran
A.
Pangan
1. 2. 3.
Nilai (Rp)
Presentase (%)
12.756.391,44
53,29
Beras
2.223.431,43
9,29
Non Beras
1.989.738,57
8,31
4.726.120,00
19,74
Lauk pauk, sayuran, buah, bumbu dapur
4.
Minuman
1.629.444,29
6,81
5.
Rokok
1.961.434,29
8,19
6.
Minyak goreng
226.222,86
0,95
B.
Non Pangan
11.179.207,14
46,71
1.
Pakaian
898.770,00
3,75
2.
Pendidikan
1.915.440,00
8,00
3.
Kesehatan
883.542,86
3,69
4.
Listrik, air
606.240,00
2,53
5.
Bahan bakar masak
570.651,43
2,38
6.
Perlengkapan alat mandi
745.494,29
3,11
7.
Kegiatan sosial
1.351.091,43
5,66
8.
Bantu keluarga
1.356.291,43
5,67
9.
Transportasi
1.301.857,14
5,44
10.
Pajak
226.300,00
0,95
11.
Rekreasi
402.142,86
1,68
12.
Komunikasi
921.385,71
3,85
23.935.598,58
100
Total Pengeluaran
74
Struktur pengeluaran rumah tangga di Desa Gempol Kolot (Tabel 18) juga mengutarakan bahwa proporsi tertinggi pada pengeluaran untuk pangan adalah konsumsi lauk pauk, sayur, buah dan bumbu dapur (19,74 persen) dan konsumsi beras (9,29 persen). Hal ini mengisyaratkan bahwa dalam pengeluaran konsumsi pangan petani di Desa Gempol Kolot sudah memperhatikan nutrisi gizi keluarganya secara lebih baik, meskipun relatif kurang konsisten dengan masih besarnya pengeluaran untuk rokok yakni sebesar 8,19 persen. Proporsi tertinggi pada pengeluaran untuk nonpangan adalah pengeluaran pendidikan, yakni sebesar 8,00 persen. Hal ini wajar bagi masyarakat yang berpenghasilan cukup tinggi, sebab tuntutan zaman mengharuskan pentingnya peningkatan sumber daya manusia, terutama melalui perbaikan kualitas pendidikan seluruh individu keluarga untuk mencapai tingkat kesejahteraan RTP yang lebih baik. Dari uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa proporsi pengeluaran konsumsi, khususnya pangan rumah tangga di Desa Gempol Kolot adalah cukup baik. 7.4.
Perbandingan Pendapatan Usahatani Pengeluaran Rumah Tangga
Lahan
Sawah
terhadap
Layaknya pendapatan usahatani padi dan baiknya struktur pengeluaran rumah tangga di Desa Gempol Kolot, belum tentu menunjukkan pengusahaan lahan sawah yang tepat terhadap pengeluaran rumah tangganya. Luasan lahan sawah minimal yang seharusnya diusahakan oleh petani di Desa Gempol Kolot (Tabel 19) mengindikasikan pendapatan usahatani yang dihasilkan petani di Desa Gempol Kolot tidak dapat memenuhi pengeluaran konsumsi keluarganya sehingga petani menambah sumber pendapatanya dari sektor lainnya. Selain itu, (Tabel 19) menunjukkan bahwa luasan sawah masih dinilai kurang dalam pengusahaannya. Luasan sawah minimal yang seharusnya diusahakan oleh petani padi di Desa Gempol Kolot untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya adalah 1,70 hektar. Tabel 19. Luasan Sawah Minimal yang Seharusnya Diusahakan RTP di Desa Gempol Kolot pada Tahun 2010 No.
Uraian
Saat ini (Rp)
Seharusnya (Rp)
1.
Pendapatan usahatani
15.790.791,51
23.935.598,58
2.
Pengeluaran rumah tangga
23.935.598,58
23.935.598,58
3.
Luasan sawah
1,125
1,70
75
VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUSAHAAN LAHAN SAWAH 8.1.
Pengujian Model Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengusahaan Lahan Sawah
Pengujian model persamaan regresi linier berganda untuk faktor-faktor yang mempengaruhi pengusahaan lahan sawah diharapkan memenuhi beberapa asumsi
yang
disyaratkan,
diantaranya
adalah
asumsi
multikolinearitas,
autokorelasi, heteroskedastisitas dan normalitas. Dengan terpenuhinya asumsiasumsi tersebut, maka akan menghasilkan variabel penduga terbaik yang tidak bias atau disebut BLUE (best linear unbiased estimator). Sebaliknya, jika terdapat paling tidak satu asumsi dalam model regresi yang tidak dapat dipenuhi oleh fungsi regresi yang diperoleh, maka kebenaran pendugaan model atau pengujian hipotesis untuk pengembalian keputusan menjadi diragukan. Secara umum, model persamaan regresi untuk faktor-faktor yang mempengaruhi pengusahaan lahan sawah petani padi di Desa Gempol Kolot telah memenuhi keseluruhan asumsi. Untuk mengetahui tidak adanya multikolinearitas yang sempurna antara variabel independen pada model persamaan regresi dapat dilihat dari nilai VIF (variance inflation factor) yang dihasilkan oleh masingmasing variabel independen pada model yang dibangun. Jika variabel independen pada model persamaan regresi memiliki nilai VIF lebih dari sepuluh, dapat disimpulkan bahwa model dugaan menunjukkan gejala multikolinearitas. Hasil analisis VIF dapat dilihat pada Lampiran 8. Dari hasil tersebut diperoleh nilai VIF untuk masing-masing variabel adalah dibawah nilai sepuluh (kisaran antara 1,4 hingga 9,6) yang berarti model persamaan regresi tidak menunjukkan gejala multikolinearitas dan asumsi multikolinearitas telah terpenuhi. Sementara itu, untuk mendeteksi apakah model persamaan regresi yang dibangun bebas dari masalah autokorelasi adalah dengan menggunakan uji Durbin-Watson. Hasil analisis uji statistik Durbin-Watson dapat dilihat pada Lampiran 8. Dari hasil tersebut diperoleh nilai Durbin-Watson sebesar 1,98877, yang berarti tidak terdapat masalah autokorelasi pada model persamaan regresi karena nilai yang didapat semakin mendekati nilai dua.
76
Untuk mendeteksi masalah heteroskedastisitas dapat dilihat melalui gambar plot residual pada Lampiran 9. Berdasarkan grafik plot residual diketahui bahwa data tersebar dibawah nilai nol dan diatas nilai nol. Selain itu, data tidak menggambarkan pola tertentu sehingga dapat diartikan bahwa model persamaan regresi tidak terjadi heteroskedastisitas. Lampiran 9 juga menunjukkan bahwa hasil uji Bartlett diperoleh nilai p-value yang lebih besar dari nilai α sebesar 10 persen, yaitu 0,616, yang berarti asumsi heteroskedastisitas telah terpenuhi. Sementara itu, untuk mengetahui masalah normalitas dapat ditunjukkan oleh hasil pengujian Kolmogorov Smirnov. Hasil uji Kolmogorov Smirnov dapat dilihat pada Lampiran 10. Pada taraf nyata 10 persen diperoleh nilai p-value sebesar 0,150, yang berarti nilai tersebut lebih besar dari 10 persen atau 0,10 dan menunjukkan asumsi normalitas telah terpenuhi. 8.2.
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengusahaan Lahan Sawah
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengusahaan lahan sawah menggunakan analisis linier berganda. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pengusahaan lahan sawah, diantaranya adalah umur petani (x1), lama pendidikan (x2), lama pengalaman (x3), proporsi pendapatan usahatani terhadap penerimaan RTP (x4), jumlah tanggungan (x5), jumlah modal kerja usahatani (x6), jumlah tabungan (x7), proporsi penggunaan lahan sawah terhadap keseluruhan pengusahaan lahan sawah petani (x8), jumlah kredit modal kerja (x9), harga jual hasil panen (x10), keikutsertaan petani dalam penyuluhan (x11), perkembangan teknologi (D1), dukungan pemerintah (D2) dan faktor alam (D3). Ketepatan model yang diuji dengan menggunakan uji statistik, yaitu uji t-hitung, uji f-hitung dan koefisien determinasi yang disesuaikan dengan R-sq(adj). Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pengusahaan lahan sawah di Desa Gempol Kolot diperoleh persamaan : Y
= -2,846 -0,006897x1 +0,014984x2 +0,004823x3 +0,003789x4
-0,05657x5 +0,00000008x6 +0,00000001x7 +0,0007388x8 +0,00000008x9 +0,00001232x10 +0,05134x11 +0,13021D1 +0,11522D2 + 0,13950D3
77
Hasil
regresi
linier
berganda
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pengusahaan lahan sawah terangkum dalam Tabel 20. Hasil regresi yang diperoleh menunjukkan nilai koefisien determinasi R2 (adj.) sebesar 96,6 persen yang menunjukkan bahwa variabel-variabel independen dalam model yang dibangun mampu menjelaskan sebanyak 96,6 persen perubahan yang terjadi pada pengusahaan lahan sawah petani padi di Desa Gempol Kolot, sedangkan sisanya sebesar 3,4 persen diterangkan oleh faktor lain di luar model. Nilai F-hitung yang dihasilkan dari hasil analisis persamaan model regresi tersebut adalah 141,73 dengan nilai p-valuenya sebesar 0,000. Hal tersebut menunjukkan bahwa seluruh variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen atau model dugaan tepat untuk meramalkan pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependen pada tingkat kepercayaan 10 persen. Tabel 20. Hasil Regresi Linier Berganda Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengusahaan Lahan Sawah di Desa Gempol Kolot pada Tahun 2010 No
Variabel
1.
Konstanta
2.
Umur petani
3.
Koefisien
T-hitung
P-value/2
VIF
-2,846
-1,68
0,0490
-
-0,006897
-1,76
0,0420
3,6
Lama pendidikan
0,014984
1,78
0,0405
3,7
4.
Lama pengalaman
0,004823
1,80
0,0390
2,8
5.
Proporsi
0,003789
1,65
0,0525
4,3
-0,05657
-1,62
0,0560
6,8
pendapatan
usahatani
terhadap penerimaan rumah tangga 6.
Jumlah tanggungan keluarga
7.
Jumlah modal kerja usahatani
0,00000008
6,82
0,0000
5,1
8.
Jumlah tabungan petani
0,00000001
1,78
0,0400
9,6
9.
Proporsi penggunaan lahan sawah
0,0007388
1,58
0,0600
1,4
milik pihak lain 10.
Jumlah kredit modal kerja usahatani
0,00000008
7,21
0,0000
3,3
11.
Harga jual hasil panen
0,00001232
1,78
0,0400
8,1
12.
Keikutsertaan dalam penyuluhan
0,05134
1,54
0,0645
3,0
13.
Dummy perkembangan teknologi
0,13021
1,94
0,0290
3,5
14.
Dummy dukungan pemerintah
0,11522
1,53
0,0655
3,6
15.
Dummy faktor alam
0,13950
2,33
0,0115
2,3
2
R = 97,3 %
R-sq (adj.) = 96,6 %
F-hitung = 141,73
p-value = 0,000
Durbin Watson statistic = 1,98877
78
Tabel 20 juga memaparkan pentingnya nilai p-value yang dihasilkan harus dibagi dua terlebih dahulu, dikarenakan pemanfaatan software minitab menggunakan uji dua arah. Berdasarkan uji statistik-t, variabel bebas yang berpengaruh signifikan pada taraf nyata 10 persen pengusahaan lahan sawah petani padi di Desa Gempol Kolot adalah keseluruhan variabel independen. (1)
Umur Petani (x1) Variabel umur petani merupakan lama waktu petani yang dihitung sejak
dilahirkan. Variabel umur petani diduga memiliki hubungan negatif dengan pengusahaan lahan sawah, jika semakin tua umur petani, maka semakin menurun pengusahaan lahan sawahnya atau sebaliknya. Berdasarkan analisis regresi linear berganda, didapatkan bahwa nilai p-value untuk umur petani (x1) sebesar 0,0420, lebih rendah daripada nilai α (0,10). Hal ini menunjukkan bahwa variabel dugaan, yakni umur petani terbukti secara signifikan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap pengusahaan lahan sawah di Desa Gempol Kolot. Tanda estimasi yang dmiliki oleh variabel umur petani bernilai negatif. Hal ini menjelaskan bahwa dengan bertambahnya umur petani akan berpengaruh pada pengurangan pengusahaan lahan sawah atau sebaliknya. Semakin bertambahnya umur petani akan berimplikasi pada menurunnya kekuatan fisik petani dalam mengusahakan lahan sawahnya. Kondisi tersebut membuat petani akan berfikir panjang untuk menambah pengusahaan lahan sawahnya. Elastisitas umur petani terhadap pengusahaan lahan sawah dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,006897. Artinya jika umur petani bertambah sebesar satu persen, maka pengusahaan lahan sawah akan menurun sebesar 0,006897 persen, cateris paribus. (2)
Lama Pendidikan Petani (x2) Variabel lama pendidikan merupakan lama waktu petani menempuh
pendidikan secara formal. Variabel lama pendidikan diduga memiliki hubungan positif terhadap pengusahaan lahan sawah yang diusahakan. Semakin lama pendidikan yang ditempuh petani, maka semakin meningkat pengusahaan lahan sawah atau sebaliknya. Berdasarkan analisis regresi linear berganda, didapatkan nilai p-value untuk variabel lama pendidikan (x2) sebesar 0,0405, lebih rendah daripada nilai α (0,10). Hal ini menunjukkan variabel lama pendidikan secara signifikan mempengaruhi pengusahaan lahan sawah di Desa Gempol Kolot. 79
Tanda estimasi yang dimiliki variabel lama pendidikan bernilai positif. Hal ini menjelaskan bahwa dengan bertambahnya lama pendidikan akan berpengaruh pada penambahan pengusahaan lahan sawah atau sebaliknya. Semakin bertambahnya lama pendidikan akan berimplikasi pada peningkatan pemikiran sumber daya manusia dalam mengusahakan lahan sawahnya. Kondisi tersebut membuat petani akan berfikir untuk menambah pendapatannya dengan meningkatkan pengusahaan lahan sawahnya. Elastisitas lama pendidikan terhadap pengusahaan lahan sawah dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,014984. Artinya jika lama pendidikan bertambah sebesar satu persen, maka pengusahaan lahan sawah akan meningkat sebesar 0,014984 persen, cateris paribus. (3)
Lama Pengalaman Berusahatani (x3) Variabel lama pengalaman berusahatani merupakan lama waktu petani
menjalani usahatani padi. Variabel lama pengalaman diduga memiliki hubungan positif terhadap pengusahaan lahan sawah yang diusahakan oleh petani. Semakin lama pengalaman berusahatani yang ditempuh petani, maka semakin meningkat pengusahaan lahan sawah atau sebaliknya. Berdasarkan analisis regresi linear berganda, didapatkan bahwa nilai p-value untuk variabel lama pengalaman (x3) sebesar 0,0390, lebih rendah daripada nilai α (0,10). Hal ini menunjukkan bahwa variabel dugaan, yakni lama pengalaman berusahatani terbukti secara signifikan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap pengusahaan lahan sawah petani di Desa Gempol Kolot. Sementara itu, tanda estimasi yang dimiliki oleh variabel lama pengalaman petani bernilai positif. Hal ini menjelaskan bahwa dengan bertambahnya lama pengalaman berusahatani padi oleh petani akan berpengaruh pada penambahan pengusahaan lahan sawah atau sebaliknya. Semakin bertambahnya lama pengalaman petani akan berimplikasi pada peningkatan pemahaman akan cara berusahatani yang tepat dalam mengusahakan lahan sawahnya. Kondisi tersebut membuat petani akan berfikir untuk meningkatkan pola usahataninya dengan meningkatkan pengusahaan lahan sawahnya. Elastisitas lama pengalaman petani terhadap pengusahaan lahan sawah dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,004823. Artinya jika lama pengalaman bertambah sebesar satu persen, maka pengusahaan lahan sawah akan meningkat sebesar 0,004823 persen, cateris paribus.
80
(4)
Proporsi Pendapatan Usahatani Lahan Sawah terhadap Penerimaan Rumah Tangga Pertanian/ RTP (x4) Variabel proporsi pendapatan usahatani terhadap penerimaan RTP
merupakan perbandingan pendapatan usahatani dalam struktur penerimaan RTP. Variabel proporsi pendapatan usahatani terhadap penerimaan RTP diduga memiliki hubungan positif terhadap pengusahaan lahan sawah. Semakin besar proporsinya, maka semakin meningkat pengusahaan lahan sawah atau sebaliknya. Berdasarkan analisis regresi linier berganda, nilai p-value untuk variabel proporsi pendapatan usahatani terhadap penerimaan RTP (x4) sebesar 0,0525, lebih rendah daripada nilai α (0,10). Hal ini menunjukkan bahwa variabel proporsi pendapatan usahatani terhadap penerimaan RTP secara signifikan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap pengusahaan lahan sawah. Tanda estimasi yang dimiliki oleh variabel proporsi pendapatan usahatani terhadap penerimaan RTP bernilai positif. Hal ini menjelaskan bahwa dengan bertambahnya proporsi pendapatan usahatani akan berpengaruh pada penambahan pengusahaan lahan sawah atau sebaliknya. Semakin bertambahnya proporsi pendapatan usahatani akan berimplikasi pada pola pemikiran petani untuk bertahan atau meningkatkan sektor dengan proporsi terbesar tersebut. Elastisitas proporsi antara pendapatan usahatani lahan sawah dengan penerimaan RTP terhadap pengusahaan lahan sawah dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,003789. Artinya jika proporsi pendapatan usahatani terhadap penerimaan RTP bertambah sebesar satu persen, maka pengusahaan lahan sawah akan meningkat sebesar 0,003789 persen, cateris paribus. (5)
Jumlah Tanggungan Keluarga (x5) Variabel jumlah tanggungan keluarga merupakan jumlah seberapa banyak
anggota keluarga yang tidak bekerja. Variabel jumlah tanggungan keluarga diduga memiliki hubungan negatif dengan pengusahaan lahan sawah, jika semakin banyak jumlah tanggungan keluarga, maka semakin menurun pengusahaan lahan sawahnya atau sebaliknya. Berdasarkan analisis regresi linear berganda, didapatkan bahwa nilai p-value untuk jumlah tanggungan keluarga (x5) sebesar 0,0560, lebih rendah daripada nilai α (0,10). Hal ini menunjukkan bahwa variabel dugaan, yakni jumlah tanggungan keluarga terbukti secara signifikan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap pengusahaan lahan sawah di Desa Gempol Kolot.
81
Tanda estimasi yang dimiliki oleh variabel jumlah tanggungan keluarga bernilai negatif. Hal ini menjelaskan bahwa dengan bertambahnya jumlah tanggungan akan berpengaruh pada pengurangan pengusahaan lahan sawah atau sebaliknya. Peningkatan jumlah tanggungan keluarga berbanding lurus dengan peningkatan jumlah penduduk. Selain itu, dengan banyaknya jumlah tanggungan keluarga akan berimplikasi pada adanya sistem waris yang dapat menyebabkan menurunnya pengusahaan lahan sawah. Elastisitas jumlah tanggungan terhadap pengusahaan lahan sawah dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,05657. Artinya jika jumlah tanggungan bertambah sebesar satu persen, maka pengusahaan lahan sawah akan menurun sebesar 0,05657 persen, cateris paribus. (6)
Jumlah Modal Kerja Usahatani (x6) Variabel jumlah modal kerja usahatani merupakan modal yang berasal dari
pribadi selama menjalankan usahatani. Variabel jumlah modal kerja usahatani diduga memiliki hubungan positif terhadap pengusahaan lahan sawah yang diusahakan oleh petani. Semakin tinggi jumlah modal kerja usahatani yang berasal dari pribadi petani, maka semakin meningkat pengusahaan lahan sawah atau sebaliknya. Berdasarkan analisis regresi linear berganda, didapatkan bahwa nilai p-value untuk variabel jumlah modal kerja usahatani (x6) sebesar 0,0000, lebih rendah daripada nilai α (0,10). Hal ini menunjukkan bahwa variabel dugaan, yakni jumlah modal kerja usahatani terbukti secara signifikan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap pengusahaan lahan sawah di Desa Gempol Kolot. Tanda estimasi yang dimiliki oleh variabel jumlah modal kerja usahatani bernilai positif. Hal ini menjelaskan bahwa dengan bertambahnya jumlah modal kerja usahatani akan berpengaruh pada penambahan pengusahaan lahan sawah atau sebaliknya. Semakin tingginya jumlah modal kerja usahatani akan berimplikasi pada peningkatan penggunaan input pertanian dalam mengusahakan lahan sawahnya. Kondisi tersebut membuat petani akan berfikir untuk meningkatkan pola usahataninya dengan meningkatkan penggunaan input lahan sawahnya. Elastisitas jumlah modal kerja usahatani terhadap pengusahaan lahan sawah dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,00000008. Artinya jika modal kerja berusahatani bertambah sebesar satu persen, maka pengusahaan lahan sawah akan meningkat sebesar 0,00000008 persen, cateris paribus.
82
(7)
Jumlah Tabungan Petani (x7) Variabel jumlah tabungan petani merupakan sisa selisih antara pendapatan
RTP dengan pengeluaran RTP yang disimpan untuk masa depan. Variabel tabungan petani diduga memiliki hubungan positif terhadap pengusahaan lahan sawah yang diusahakan oleh petani. Semakin tinggi jumlah tabungan petani, maka semakin meningkat pengusahaan lahan sawah atau sebaliknya. Berdasarkan analisis regresi linear berganda, didapatkan bahwa nilai p-value untuk variabel jumlah tabungan petani (x7) sebesar 0,0400, lebih rendah daripada nilai α (0,10). Hal ini menunjukkan bahwa variabel dugaan, yakni tabungan petani terbukti secara signifikan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap pengusahaan lahan sawah di Desa Gempol Kolot. Tanda estimasi yang dimiliki oleh variabel jumlah tabungan petani bernilai positif. Hal ini menjelaskan bahwa dengan bertambahnya jumlah tabungan petani akan berpengaruh pada penambahan pengusahaan lahan sawah atau sebaliknya. Semakin bertambahnya tabungan petani akan banyak memberi kesempatan petani untuk menambah pengusahaan lahannya, baik melalui pembelian lahan sawah atau melakukan sewa, sakap maupun gadai. Elastisitas tabungan petani terhadap pengusahaan lahan sawah dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,00000001. Artinya jika jumlah tabungan petani bertambah sebesar satu persen, maka pengusahaan lahan sawah akan meningkat sebesar 0,00000001 persen, cateris paribus. (8)
Proporsi Penggunaan Lahan Sawah Milik Pihak Lain terhadap Keseluruhan Pengusahaan Lahan Sawah Petani (x8) Variabel proporsi penggunaan lahan sawah milik pihak lain terhadap
keseluruhan pengusahaan lahan sawah petani merupakan tingkat keterjangkauan petani dalam meningkatkan pengusahaan lahan sawahnya melalui sistem kelembagaan yang ada. Variabel dugaan tersebut diduga memiliki hubungan positif terhadap pengusahaan lahan sawah yang diusahakan. Semakin besar proporsinya, maka semakin meningkat pengusahaan lahan sawah atau sebaliknya. Berdasarkan analisis regresi linier berganda, didapatkan bahwa nilai p-value untuk variabel dugaan (x8) sebesar 0,0600, lebih rendah daripada nilai α (0,10). Hal ini menunjukkan bahwa variabel dugaan terbukti secara signifikan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap pengusahaan lahan sawah di Desa Gempol Kolot.
83
Tanda estimasi yang dimiliki oleh variabel proporsi penggunaan lahan sawah milik pihak lain terhadap keseluruhan pengusahaan lahan sawah petani bernilai positif. Hal ini menjelaskan bahwa dengan bertambahnya variabel proporsi penggunaan lahan sawah milik pihak lain terhadap keseluruhan pengusahaan lahan sawah akan berpengaruh pada penambahan pengusahaan lahan sawah atau sebaliknya. Semakin tinggi proporsi penggunaan lahan sawah milik pihak lain dengan keseluruhan pengusahaan lahan sawah akan lebih memudahkan petani dalam meningkatkan pengusahaan lahan sawahnya. Elastisitas variabel tersebut terhadap pengusahaan lahan sawah dapat dikatakan kurang elastis, yaitu 0,0007388. Artinya jika proporsinya bertambah sebesar satu persen, maka pengusahaan lahan sawah akan meningkat 0,0007388 persen, cateris paribus. (9)
Jumlah Kredit Modal Kerja (x9) Variabel jumlah kredit modal kerja merupakan tingkat keterjangkauan
petani dalam meningkatkan sumber modalnya dari pihak lain. Variabel jumlah kredit modal kerja usahatani diduga memiliki hubungan positif terhadap pengusahaan lahan sawah yang diusahakan oleh petani. Semakin tinggi jumlah kredit modal kerja yang diperoleh, maka semakin meningkat pengusahaan lahan sawah atau sebaliknya. Berdasarkan analisis regresi linier berganda, didapatkan bahwa nilai p-value untuk variabel jumlah kredit modal kerja (x9) sebesar 0,000, lebih rendah daripada nilai α (0,10). Hal ini menunjukkan bahwa variabel dugaan, yakni jumlah kredit modal kerja terbukti secara signifikan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap pengusahaan lahan sawah. Tanda estimasi yang dimiliki oleh variabel jumlah kredit modal kerja bernilai positif. Hal ini menjelaskan bahwa dengan bertambahnya jumlah kredit modal kerja akan berpengaruh pada penambahan pengusahaan lahan sawah atau sebaliknya. Semakin tinggi jumlah kredit modal kerja usahatani akan berimplikasi pada peningkatan modal yang dimiliki oleh petani, sehingga kesempatan petani untuk menambah pengusahaan lahan sawahnya semakin terbuka. Elastisitas jumlah kredit modal kerja terhadap pengusahaan lahan sawah dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,00000008. Artinya jika jumlah kredit modal kerja bertambah satu persen, maka pengusahaan lahan sawah akan meningkat 0,00000008 persen, cateris paribus.
84
(10)
Harga Jual Hasil Panen (x10) Variabel harga jual hasil panen merupakan tingkat keterjangkauan petani
dalam meningkatkan harga jual hasil usahataninya. Variabel harga jual hasil panen diduga memiliki hubungan positif terhadap pengusahaan lahan sawah yang diusahakan oleh petani. Semakin tinggi harga jual hasil panen, maka semakin meningkat pengusahaan lahan sawah atau sebaliknya. Berdasarkan analisis regresi linier berganda, didapatkan bahwa nilai p-value untuk variabel harga jual hasil panen (x10) sebesar 0,0400, lebih rendah daripada nilai α (0,10). Hal ini menunjukkan bahwa variabel harga jual hasil panen terbukti secara signifikan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap pengusahaan lahan sawah petani padi. Tanda estimasi yang dimiliki oleh variabel harga jual hasil panen bernilai positif. Hal ini menjelaskan bahwa dengan bertambahnya harga jual hasil panen akan berpengaruh pada penambahan pengusahaan lahan sawah atau sebaliknya. Semakin tinggi harga jual hasil usahatani petani akan berimplikasi pada semangat yang tinggi dari petani untuk meningkatkan pengusahaan lahan sawahnya. Elastisitas harga jual hasil panen terhadap pengusahaan lahan sawah dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,00001232. Artinya jika harga jual hasil panen bertambah sebesar satu persen, maka pengusahaan lahan sawah akan meningkat sebesar 0,00001232 persen, cateris paribus. (11)
Keikutsertaan Petani dalam Penyuluhan (x11) Variabel keikutsertaan petani dalam penyuluhan merupakan tingkat
keterjangkauan petani dalam memperoleh informasi mengenai usahatani. Variabel keikutsertaan petani dalam penyuluhan diduga memiliki hubungan positif terhadap
pengusahaan
lahan
sawah
yang
diusahakan.
Semakin
tinggi
keikutsertaan petani dalam penyuluhan, maka semakin meningkat pengusahaan lahan sawah atau sebaliknya. Berdasarkan analisis regresi linear berganda, didapatkan bahwa nilai p-value untuk variabel keikutsertaan petani dalam penyuluhan (x11) sebesar 0,0645, lebih rendah daripada nilai α (0,10). Hal ini menunjukkan bahwa variabel dugaan, yakni keikutsertaan petani dalam penyuluhan terbukti secara signifikan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap pengusahaan lahan sawah petani di Desa Gempol Kolot.
85
Tanda estimasi yang dimiliki oleh variabel keikutsertaan petani dalam penyuluhan bernilai positif. Hal ini menjelaskan bahwa dengan tingginya keikutsertaan petani dalam penyuluhan akan berpengaruh pada penambahan pengusahaan lahan sawah atau sebaliknya. Semakin tinggi keikutsertaan petani dalam penyuluhan secara tidak langsung menambah pengetahuan usahatani padi dan menambah pemahaman mengenai pentingnya pengusahaan lahan sawah yang dimiliki oleh petani. Elastisitas keikutsertaan petani dalam penyuluhan terhadap pengusahaan lahan sawah dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,05134. Artinya jika keikutsertaan petani dalam penyuluhan bertambah sebesar satu persen, maka pengusahaan lahan sawah akan meningkat sebesar 0,05134 persen, cateris paribus. (12)
Perkembangan Teknologi (D1) Variabel perkembangan teknologi melihat maju tidaknya teknologi dari
tahun ke tahun. Variabel perkembangan teknologi diduga memiliki hubungan positif terhadap pengusahaan lahan sawah yang diusahakan oleh petani. Berkembangnya teknologi pada usahatani padi, maka semakin meningkatkan pengusahaan lahan sawah atau sebaliknya. Berdasarkan analisis regresi linier berganda, didapatkan bahwa nilai p-value untuk variabel perkembangan teknologi (D1) sebesar 0,0290, lebih rendah daripada nilai α (0,10). Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan teknologi terbukti secara signifikan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap pengusahaan lahan sawah. Tanda estimasi yang dimiliki oleh variabel perkembangan teknologi bernilai positif. Hal ini menjelaskan bahwa majunya perkembangan teknologi akan berpengaruh pada penambahan pengusahaan lahan sawah atau sebaliknya. Semakin majunya perkembangan teknologi akan berimplikasi pada kegiatan usahatani yang lebih menguntungkan daripada periode-periode sebelumnya. Elastisitas perkembangan teknologi terhadap pengusahaan lahan sawah dapat dikatakan kurang elastis, yaitu 0,13021. Artinya jika petani memiliki teknologi yang berkembang, maka pengusahaan lahan sawah akan meningkat 0,13021 persen, cateris paribus.
86
(13)
Dukungan Pemerintah (D2) Variabel dukungan pemerintah menunjukkan terdapat atau tidaknya
dukungan pemeritah pada pengusahaan lahan sawah dari tahun ke tahun. Variabel dukungan pemerintah diduga memiliki hubungan positif terhadap pengusahaan lahan sawah yang diusahakan oleh petani. Terdapatnya dukungan pemerintah, maka semakin meningkat pengusahaan lahan sawah atau sebaliknya. Berdasarkan analisis regresi linear berganda, didapatkan bahwa nilai p-value untuk variabel dukungan pemerintah (D2) sebesar 0,0655, lebih rendah daripada nilai α (0,10). Hal ini menunjukkan bahwa variabel dugaan, yakni dukungan pemerintah terbukti secara signifikan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap pengusahaan lahan sawah di Desa Gempol Kolot. Tanda estimasi yang dimiliki oleh variabel dukungan pemerintah bernilai positif. Hal ini menjelaskan bahwa dengan terdapatnya dukungan pemeritah kepada pengusahaan lahan sawah yang dilakukan oleh petani akan berpengaruh pada penambahan pengusahaan lahan sawah atau sebaliknya. Terdapatnya dukungan pemerintah terhadap pengusahaan lahan sawah sebagai sektor pertanian akan berimplikasi adanya halangan eksplorasi dan konversi lahan sawah ke sektor lain. Elastisitas variabel dukungan pemerintah terhadap pengusahaan lahan sawah dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,11522. Artinya jika terdapatnya dukungan pemerintah, maka pengusahaan lahan sawah akan meningkat sebesar 0,11522 persen, cateris paribus. (14)
Faktor Alam (D3) Variabel faktor alam memperlihatkan terdapat atau tidaknya dukungan
dari alam terhadap pengusahaan lahan sawah. Variabel faktor alam diduga memiliki hubungan positif terhadap pengusahaan lahan sawah yang diusahakan oleh petani di Desa Gempol Kolot. Apabila terdapat dukungan dari faktor alam, maka semakin meningkat pengusahaan lahan sawah atau sebaliknya. Berdasarkan analisis regresi linear berganda, didapatkan bahwa nilai p-value untuk variabel faktor alam (D3) sebesar 0,0115, lebih rendah daripada nilai α (0,10). Hal ini menunjukkan bahwa variabel dugaan, yakni faktor alam terbukti secara signifikan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap pengusahaan lahan sawah petani di Desa Gempol Kolot.
87
Tanda estimasi yang dimiliki oleh variabel faktor alam bernilai positif. Hal ini menjelaskan bahwa terdapatnya dukungan dari faktor alam kepada pengusahaan lahan sawah akan berpengaruh pada penambahan pengusahaan lahan sawah atau sebaliknya. Semakin membaiknya alam baik serangan hama dan penyakit serta ketersediaan air irigasi yang cukup akan berimplikasi pada cara budidaya yang tepat. Kondisi tersebut membuat petani padi akan berfikir untuk meningkatkan pola usahataninya dengan meningkatkan pengusahaan lahan sawahnya. Elastisitas variabel faktor alam terhadap pengusahaan lahan sawah dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,13950. Artinya jika terdapat dukungan dari faktor alam, maka pengusahaan lahan sawah akan meningkat sebesar 0,13950 persen, cateris paribus. Rincian analisis diatas menunjukkan kembali secara tegas bahwa keseluruhan variabel independen memiliki pengaruh yang nyata terhadap pengusahaan lahan sawah pada tingkat kepercayaan 10 persen. Variabel-variabel independen tersebut, diantaranya adalah umur petani padi (x1), lama pendidikan petani padi (x2), lama pengalaman petani padi (x3), proporsi pendapatan usahatani padi terhadap penerimaan RTP (x4), jumlah tanggungan petani padi (x5), modal kerja usahatani petani padi (x6), jumlah tabungan petani padi (x7), proporsi penggunaan lahan sawah pihak lain terhadap keseluruhan pengusahaan lahan sawah petani (x8), jumlah kredit modal kerja usahatani (x9), harga jual hasil panen (x10), keikutsertaan petani dalam penyuluhan (x11), perkembangan teknologi dari tahun ke tahun (D1), dukungan dari pemerintah (D2) dan dukungan dari faktor alam (D3) di Desa Gempol Kolot. Sementara itu, rincian analisis juga menunjukkan bahwa variabel-variabel yang digunakan terdapat hubungan yang positif dengan pengusahaan lahan sawah, tetapi terdapat pula hubungan yang negatif dengan pengusahaan lahan sawah. Hal ini menunjukkan terdapatnya keberagaman dalam variabel-variabel independen yang dipilih. Selain itu, rincian analisis memiliki elastisitas kurang dari nilai satu atau tidak elastis yang berarti variabel endogen memiliki tingkat kepekaan yang rendah atau tidak responsif terhadap perubahan dari variabel eksogen. Data keseluruhan faktor secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 11.
88
IX KESIMPULAN DAN SARAN 9.1.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan pada pangusahaan lahan sawah petani padi di Desa Gempol Kolot maka dapat diperoleh kesimpulan diantaranya adalah : 1)
Walaupun tingkat pendapatan usahatani lahan sawah petani padi di Desa Gempol Kolot dinyatakan menguntungkan secara finansial, efisien dan layak untuk diusahakan, serta struktur pengeluaran rumah tangganya baik pengeluaran untuk pangan maupun pengeluaran untuk non pangan dinilai relatif cukup baik. Namun, berdasarkan perbandingan pendapatan usahatani lahan sawah petani padi dengan pengeluaran rumah tangganya, maka rata-rata luasan lahan sawah minimal yang seharusnya diusahakan oleh petani padi di Desa Gempol Kolot adalah sebesar 1,70 hektar atau lebih tinggi 0,575 hektar daripada rata-rata pengusahaan lahan sawah saat ini. Hal tersebut menunjukkan bahwa pendapatan usahatani lahan sawah yang dihasilkan oleh petani padi di Desa Gempol Kolot tidak dapat memenuhi pengeluaran konsumsi keluarganya, sehingga pengusahaan lahan sawah perlu ditingkatkan agar petani padi dapat mangatasi pengeluaran rumah tangganya yang semakin tinggi dan tetap fokus pada usahatani padi yang diusahakan.
2)
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengusahaan lahan sawah petani padi di Desa Gempol Kolot secara signifikan, antara lain : umur petani, lama pendidikan petani, lama pengalaman berusahatani, proporsi pendapatan usahatani terhadap penerimaan rumah tangga, jumlah tanggungan keluarga, jumlah modal kerja usahatani, jumlah tabungan petani, proporsi penggunaan lahan sawah milik pihak lain terhadap keseluruhan pengusahaan lahan sawah petani, jumlah kredit modal kerja usahatani, harga jual hasil panen, keikutsertaan petani dalam penyuluhan, perkembangan teknologi, dukungan pemerintah dan faktor alam terhadap pengusahaan lahan sawah yang diusahakan oleh petani. Faktor-faktor tersebut mampu menjelaskan perubahan yang terjadi pada pengusahaan lahan sawah petani padi di Desa Gempol Kolot sebesar 96,6 persen. 89
9.2.
Saran/ Implikasi Kebijakan
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa saran kebijakan kepada pemerintah Desa Gempol Kolot maupun pemerintah Kabupaten Karawang untuk mengatasi perkembangan pengusahaan lahan sawah yang semakin menurun. Saran atau implikasi kebijakan tersebut, antara lain : 1)
Pengusahaan lahan sawah petani padi di Desa Gempol Kolot perlu ditingkatkan minimal sebesar 1,70 hektar atau lebih tinggi 0,575 dari ratarata pengusahaan lahan sawah petani padi saat ini, yakni 1,125 hektar. Kondisi ini dilakukan untuk meningkatkan pendapatan usahatani lahan sawah petani padi di Desa Gempol Kolot dan mengimbangi pengeluaran rumah tangganya yang tinggi.
2)
Peningkatan pengusahaan lahan sawah petani padi di Desa Gempol Kolot dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah :
-
Dukungan kebijakan pemerintah baik pusat maupun pedesaan pada sektor pertanian padi, utamanya untuk menggalang dukungan dari berbagai pihak untuk memberikan fasilitasi kebijakan bagi pengembangan petani skala kecil (pengusahaan dibawah satu hektar).
-
Peningkatan penggunaan lahan sawah milik pihak lain bagi petani kecil melalui pengembangan kelembagaan dan pasar informal lahan sawah.
-
Peningkatan harga jual hasil panen pertanian yang diterima petani padi dalam perputaran uang yang lebih cepat sebagai sarana peningkatan akses pasar, minimal sejalan dengan tingkat percepatan kenaikan harga-harga barang lain yang diperlukan petani padi.
-
Sistem pewarisan lahan sawah yang tepat kepada penerus atau tanggungan keluarga yang berpengalaman dalam usahatani padi.
-
Peningkatan aksesibilitas kredit modal kerja usahatani padi dari berbagai lembaga perkreditan dan peningkatan aksesibilitas informasi dari berbagai lembaga penyuluhan.
-
Peningkatan kualitas sumberdaya manusia produktif melalui pendidikan dan penyuluhan di sektor pertanian padi.
-
Peningkatan teknologi yang tepat dan berkesinambungan untuk mencapai produktivitas dan efisiensi yang tinggi pada pengusahaan lahan sawah.
90
DAFTAR PUSTAKA Barlowe R. 1978. Land Resource Economics, The Economics of Real Estate. [BPN] Badan Pertanahan Nasional. 2007. Penataan Ruang Lahan Pertanian. Jakarta : Badan Pertanahan Nasional. [BPP] Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Banyusari. 2010. Data Kelompok Tani dan Luas Areal Hasil Pendataan Sumbangan Langsung Tunai Pupuk Tahun 2010. Karawang : BPP Kecamatan Banyusari. [BPS] Pusdatin-BPS. 2004. Sensus Pertanian 1983, 1993, 2003. Di dalam : Lakollo EM, Rusastra LW, Saliem HP, Supriyati, Friyatno S, Budhi GS. Dinamika Sosial Ekonomi Pedesaan : Analisis Perbandingan Antar Sensus Pertanian. Jakarta : Badan Pusat Statistika. [BPS] Badan Pusat Statistika. 2009. Statistika Pertanian Padi Indonesia. Jakarta : Badan Pusat Statistika. Damayanti FS. 2007. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Produksi Usahatani Padi Sawah di Desa Purwoadi, Kecamatan Trimurjo, Kabupaten Lampung Tengah [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dinas Pertanian Tanaman Pangan. 2008. Rata-Rata Pendapatan Usahatani Padi Sawah per Musim tiap Kecamatan di Kabupaten Karawang. Karawang : Pemerintah Kabupaten Karawang. Handayani DM. 2006. Analisis Profitabilitas dan Pendapatan Usahatani Padi Sawah Menurut Luas dan Status Kepemilikan Lahan di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Handewi PS, Rachman, Supriyati. 2002. Struktur dan Distribusi Pendapatan Rumah Tangga Lahan Sawah di Jawa dan Luar Jawa. Jakarta : Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Hantari IA. 2007. Analisis Pendapatan dan Produksi Usahatani Padi Sawah Lahan Sempit di Desa Sitimulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hasan U. 1985. Distribusi Tanah dalam Rangka Mewujudkan Keadilan dan Pemerataan Penggunaan, Pengawasan dan Pemilikan Tanah Pertanian. Di dalam : Hernanto F. Ilmu Usahatani. Bogor : Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hernanto F. 1988. Ilmu Usahatani. Bogor : Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
91
Irawan B. 2005. Konversi Lahan Sawah : Potensi Dampak, Pola Pemanfaatannya dan Faktor Determinan. Jurnal Agro Ekonomi 23 : 1-18. Juanda B. 2008. Ekonometrika. Bogor : Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Kantor Desa Gempol Kolot. 2009a. Perkembangan Desa Gempol Kolot. Karawang : Kantor Desa Gempol Kolot, Kecamatan Banyusari. Kantor Desa Gempol Kolot. 2009b. Potensi Desa Gempol Kolot. Karawang : Kantor Desa Gempol Kolot, Kecamatan Banyusari. Kasryno F. 1996. Arah Perkembangan Agribisnis di Pulau Jawa Abad XXI. Konvensi Nasional Masa Depan Pulau Jawa Abad ke XXI. 29-30 Oktober 1996. Jakarta : CIDES, Bappenas, Inkido, dan PPM. Mosher AT. 1966. Getting Agriculture Moving. Di dalam : Soeharjo A, Patong D. Sendi-Sendi Pokok Ilmu Usahatani. Bogor : Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Nasution. 1996. Statistik dalam Rangka Lima Puluh Tahun Indonesia Merdeka. Jakarta : Badan Pusat Statistik. Nasution LI. 2004. Kebijakan Pembangunan dalam Pengendalian Konversi Penggunaan Pertanian Round Table II Konvensi dan Pengembangan Tanah. Jakarta : Ditjen Bina Produksi Tanaman Pangan, Departemen Pertanian. Pasandaran E. 1988. Strategi Pengembangan Sumberdaya Lahan dan Air. Prisma No.2, Tahun XVII, Februari 1988. Jakarta : LP3ES. Pemerintah Daerah Kabupaten Karawang. 2009. Isu Strategis Pembangunan Daerah. Rencana Kerja Pembangunan Daerah. Karawang : PEMDA Kab. Karawang. Rachmat M. 1996. Struktur Penguasaan Lahan Pertanian di Pedesaan Aceh. Jurnal Struktur dan Dinamika Penguasaan Lahan 2 : 1-16. Rifai B. 1960. Penyelidikan Usahatani dalam Rangka Pembangunan Indonesia. Di dalam : Hernanto F. Ilmu Usahatani. Bogor : Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Riyanto S. 2007. Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Padi Ladang di Kabupaten Purwakarta [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sadikin I, Subagyono K. 2008. Kinerja Beberapa Indikator Kesejahteraan Petani Padi di Pedesaan Kabupaten Karawang. Jurnal Sosial Ekonomi 4 : 74-98.
92
Saleh C, Zakaria A. 1996. Dinamika Distribusi Penguasaan Lahan Pertanian. Jurnal Struktur dan Dinamika Penguasaan Lahan 5 : 1-20. Sandi RN. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah di Kabupaten Karawang [skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Sastraatmadja E. 2008. Kebangkitan Petani. Bandung : Masyarakat Geografi Indonesia. Setiawan I. 2006. Dinamika Struktur dan Kultur Agraria Petani pada Berbagai Zona Agroekosistem di Kecamatan Solokanjeruk, Kecamatan Nagreg dan Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung [skripsi]. Bandung : Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran. Silalahi SB. 2006. Perkembangan Penggunaan dan Kebijakan Penyediaan Tanah Mendukung Ketahanan Pangan. Prosiding Seminar : Revitalisasi Katahanan Pangan : Membangun Kemandirian Pangan Berbasis Pedesaan. Jakarta : PSEKP dan BKP, Departemen Pertanian. Soeharjo A, Patong D. 1973. Sendi-Sendi Pokok Ilmu Usahatani. Bogor : Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Soekartawi, Dillon JL, Hardaker JB, Soeharjo A. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Perkembangan Petani Kecil. Jakarta : Penerbit Airlangga. [SPI] Serikat Petani Indonesia. 2010. Kebangkitan Neoliberal Gagal Membangun Pertanian dan Menyejahterakan Petani. Jakarta : Serikat Petani Indonesia. Sugiarto. 1996. Distribusi dan Kelembagaan Penguasaan Lahan di Pedesaan Provinsi NTB. Jurnal Struktur dan Dinamika Penguasaan Lahan 6 : 1-30. Sugiarto. 2009. Keragaan Ketenagakerjaan dan Distribusi Penguasaan Lahan di Daerah Agroekosistem Sawah Irigasi. Makalah Seminar Nasional Peningkatan Daya Saing Agribisnis Berorientasi Kesejahteraan Petani. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Suhartini SH, Mintoro A. 1996. Distribusi Pemilikan dan Penguasaan Lahan Pertanian di Pedesaan Provinsi Kalimantan Selatan. Jurnal Struktur dan Dinamika Penguasaan Lahan 4 : 1-13. Sumaryanto. 1996. Struktur Penguasaan Tanah di Pedesaan Lampung. Jurnal Struktur dan Dinamika Penguasaan Lahan 1 : 1-24. Susilowati SH, Suryani E. 1996. Struktur Penguasaan Lahan di Pedesaan Jawa Tengah. Jurnal Struktur dan Dinamika Penguasaan Lahan 3 : 1-18.
93
Syerliyanti D. 2005. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar Petani di Indonesia [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Syukur M, Saptana, Erwidodo. 1996. Struktur dan Kelembagaan Penguasaan Lahan pada Desa Lahan Sawah di Provinsi Jawa Timur. Jurnal Struktur dan Dinamika Penguasaan Lahan 7 : 1-20. Tjakrawiralaksana A. 1985. Usahatani. Bogor : Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Wiradi, Manning. 1984. Dampak Perubahan Struktur Ekonomi terhadap Struktur Penguasaan Lahan beberapa Desa di DAS Cimanuk. Jurnal Struktur dan Distribusi Penguasaan Lahan 1: 1-15.
94
LAMPIRAN
95
Lampiran 1. Luas Pengusahaan Lahan Sawah per Petani antar Desa di Kecamatan Banyusari, Kabupaten Karawang pada Tahun 2010 NO.
Desa
Petani (Orang)
Sawah (Ha)
Pengusahaan per Petani (Ha/Org)
1.
Banyuasih
407
527,34
1,30
2.
Mekarasih
393
554,00
1,41
3.
Jayamukti
268
380,00
1,42
4.
Cicinde Selatan
158
328,75
2,10
5.
Cicinde Utara
241
358,50
1,49
6.
Talunjaya
161
263,00
1,63
7.
Gembongan
225
350,00
1,56
8.
Gempol
299
267,00
0,89
9.
Gempol Kolot
259
192,40
0,74
10.
Pamekaran
349
550,00
1,58
11.
Tanjung
220
612,50
2,78
12.
Kutaraharja
299
456,35
1,53
3.279
4.839,84
1,48
JUMLAH Sumber : BPP Kecamatan Banyusari, 2010
96
Lampiran 2.
Denah Desa Gempol Kolot, Kecamatan Banyusari, Kabupaten Karawang
97
Lampiran 3. Karakteristik Pribadi Petani Responden di Desa Gempol Kolot pada Tahun 2010 No. Responden 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28.
Nama Responden Ariyah Cicih Kaya Irba Tamri Hadi Asan Sacam Cakim Solihin Asda Kadung Amin Jiji Udi Watim Aeb Nuryadin Imam Nasrulah Tarmin Rohade Tani Hasan Mirta Sarkasan Endang Wadil
Umur petani (tahun) 55 35 62 55 55 41 45 43 42 41 65 60 62 50 58 50 42 48 37 47 50 43 42 45 60 39 53 62
Lama Pendidikan (tahun) 3 9 1 4 9 9 6 6 6 12 2 1 6 2 2 6 6 9 19 6 6 6 6 9 0 6 6 4
Lama Pengalaman (tahun) 35 15 45 35 30 9 26 23 23 20 35 37 38 30 40 15 23 20 7 27 30 2 1 10 31 9 35 30
Jumlah Tanggungan Keluarga 4 3 5 3 1 4 3 3 3 3 4 6 4 4 4 4 2 4 1 2 3 6 6 1 5 3 3 4
Pengusahaan Sawah (hektar) 1 1,125 0,1875 1,405 2,25 0,62 1,375 1,236 1,005 1,125 0,75 0,1875 0,9375 0,8 0,75 0,655 1,6875 0,75 3,1875 1,6875 1,11 0,375 0,375 2,1 0,1875 1,5 1,31 0,75
Status Pengusahaan Pemilik murni Pemilik murni Penyakap murni Penyewa penyakap Pemilik penyakap Pemilik murni Pemilik penyakap Pemilik murni Pemilik murni Pemilik murni Pemilik penyakap Penyewa murni Pemilik penggadai Penyakap murni Penyakap murni Pemilik penyewa Penyewa murni Penyewa penyakap Pemilik murni Pemilik penggadai Pemilik murni Penyewa murni Penyakap murni Pemilik murni Pemilik murni Pemilik murni Pemilik murni Penyakap murni
98
29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61.
Yanto Sianan Wahyuri Amo Akib Yanto Caski Sarkun Byzuhri Odot Imron Kena Heri Walan Acim Karim Tarman Danu Awin Carta Sugeri Daskam Oming Karwan Enjen Karyam Komar Riban Darman Ata Hadi Nasan Sa’anan
45 45 57 50 54 57 51 50 48 60 31 48 30 50 40 50 35 59 55 50 50 45 42 46 55 63 44 52 55 60 55 48 36
6 6 6 6 1 6 6 6 6 2 6 6 12 5 5 6 12 6 0 12 6 6 12 6 6 3 6 3 4 2 6 6 19
10 20 15 19 25 14 10 25 5 16 4 28 5 30 20 10 10 15 20 14 15 10 24 27 25 45 12 33 15 17 15 15 5
4 4 6 6 6 4 4 4 4 4 2 3 4 3 4 4 1 4 5 3 4 5 1 3 4 5 4 4 4 5 3 3 1
0,75 0,75 0,375 0,375 0,25 0,375 1 0,75 0,75 0,5625 1,875 1,125 1 1,125 1 0,5625 2,325 0,5625 0,1875 1,5 0,75 0,375 3,125 1,25 0,5625 0,1875 0,75 0,75 1 0,375 1,5 1,5 4,5625
Pemilik penyakap Pemilik penyakap Penggadai murni Penggadai murni Pemilik murni Pemilik murni Penggadai murni Penyewa murni Penyakap murni Penyakap murni Penyewa penggadai Penyakap murni Pemilik murni Penyakap murni Pemilik murni Penggadai murni Pemilik murni Penyewa penggadai Pemilik murni Penggadai murni Pemilik murni Pemilik murni Pemilik murni Pemilik murni Pemilik penyakap Pemilik murni Pemilik murni Penyakap murni Penyakap murni Penyewa murni Pemilik murni Penyakap murni Pemilik penggadai
99
62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70.
Wira Hidayat Undang Umad Hendra Alip Rusna Astim Tarma
40 45 40 40 30 35 40 58 47
12 15 19 6 12 6 6 3 6
10 5 10 23 8 6 20 38 28
4 3 1 3 2 3 2 5 2
0,96 1,75 3 1,5 1,875 1,3125 1,875 0,4 1,74
Pemilik penyakap Pemilik penyakap Pemilik murni Pemilik murni Pemilik murni Pemilik murni Pemilik penyewa Pemilik murni Pemilik murni
100
Lampiran 4. Daftar Nama Dagang Pestisida yang Digunakan Petani Responden di Desa Gempol Kolot pada Tahun 2010 Nama Dagang 1. Prevathon 2. Folicure
No.
Sasaran
Racun insektisida Penyakit busuk upih 3. Baktosin Belalang 4. Antrakol Wereng coklat 5. Amistratof Hawar pelepah 6. Promin Keong mas 7. Bereng Penggulung daun 8. Trobos Walang sangit 9. Supergreen Bercak daun 10. Darmabas Hawar pelepah 11. Buyer Kutu daun 12. Solar Wereng punggung putih 13. Score Bercak daun 14. Porce Penggerek batang 15. Biocosan Ulat grayak 16. Durban Wereng punggung putih 17. Roundup Jamur 18. Tarban Bercak daun coklat 19. Jenus Perusak daun 20. Manuver Penggerek batang 21. Sumibas Penyakit kerdil 22. Rahwana Walang sangit 23. Regent Wereng punggung putih 24. Hopsin Kutu daun 25. Rizotin Ulat grayak 26. Dafat Penghisap daun 27. Pirtako Walang sangit 28. Belerang Tikus 29. Pontan Wereng coklat 30. Bestok Walang sangit 31. Ally Rumput teki 32. Delsen 33. Spontan 34. Indamin
Gulma Wereng coklat Gulma berdaun lebar dan sempit
Nama Dagang 35. Pista 36. Hijautin
Penggulung daun Bercak daun
37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46.
Prapon Furadan Tipugaya Trebon Kompedor Cromobos Sojibuto Cureton Berive Kejora
Wereng coklat Nematoda Busuk leher Belalang kembara Gulma dan rumput Bercak daun Gulma Wereng hijau Ulat grayak Perusak daun
47. 48. 49. 50.
Drusban Penche Contracol Walirang
Walang sangit Penggerek batang Tungro Wereng coklat
51. 52. 53. 54. 55. 56. 57.
Akodan Hermasid Sidamin Decis Kompidor Sorentok Aktaba
Tikus (racun) Walang sangit Ulat grayak Walang sangit Rumput teki Kutu daun Rumput teki
58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65.
Porija Starbun Pastak Fujiwan Pasti Tribon Applaud Oli
Ulat grayak Penghisap daun Keong mas Penyakit blas Busuk leher Wereng hijau Wereng coklat Wereng punggung putih Jamur Blast
No.
66. Aktara 67. Kampido
Sasaran
101
Lampiran 5. Perincian Kebutuhan Kerja Usahatani Padi Petani Responden di Desa Gempol Kolot pada Tahun 2010 No. Rsp
HOK persemaian keluarga
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28.
0 0 1,25 3,75 5 0 3,75 2 3,75 0 2,5 1,25 2,5 2,5 2,5 2,5 1,75 2,5 0 1,75 0 1,25 1,25 0 1,25 0 0 2,5
luar 2,5 3,75 0 0 0 3 0 2,5 0 4,5 0 0 0 0 0 0 2 0 5 2 4 0 0 5 0 3,75 3,75 0
HOK pengolahan lahan dengan traktor keluarga luar 0 30 0 33,75 0 5,625 0 42,15 0 67,5 0 18,6 0 41,25 0 37,08 0 30,15 0 33,75 0 22,5 0 5,625 0 28,125 0 24 0 22,5 0 19,65 0 50,625 0 22,5 0 95,625 0 50,625 0 33,3 0 11,25 0 11,25 0 63 0 5,625 0 45 0 39,3 0 22,5
HOK pengolahan lahan dengan orang keluarga luar 0 23,335 0 26,25 4,375 0 32,8 0 0 52,5 0 14,475 0 32,1 0 28,85 0 24,5 0 26,25 17,5 0 4,375 0 21,875 0 18,65 0 17,5 0 15,3 0 0 39,375 0 17,5 0 74,375 0 39,375 0 30 8,75 0 8,75 0 0 49 0 4,375 0 35 0 30,575 17,5 0
HOK penanaman keluarga 0 0 0,1875 1,4 0 0 1,375 0 0 0 0,75 0,1875 0,9375 0,8 0,75 0,65 0 0,75 0 0 0 0,375 0,375 0 0,1875 0 0 0,75
luar 69,75 78,479167 11,166667 99,375 170 40,375 96,858333 87,1625 69,8375 78,75 48,6875 11,6875 63,35 52,479167 49,125 42,994792 122,35417 49,010417 255,4375 122,1875 77,708333 23,85 23,895833 162,52125 11,166667 107,33333 93,4125 49
HOK penyulaman keluarga 0 0 1,875 14,05 7,5 0 0 0 0 0 7,5 1,875 12,5 4 6 6,55 0 0 0 0 0 4 4 0 0 0 0 10
Luar 13,3375 15 0 0 15 5 13,75 3 16,075 12 0 0 0 0 0 0 16,875 9 40 16,875 2 0 0 28 2,5 15 13,1 0
102
29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61.
3 2,5 1,25 1,25 1,25 1,25 3,75 2,5 3 2,5 0 3,75 0 3,75 0 2,5 1 2,5 1,25 1 2,5 1,25 0 3,75 2,5 1,25 0 2,5 3,75 1,25 0 1,75 2,5
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3,75 0 3,75 0 3,75 0 4 0 0 2,75 0 0 5 0 0 0 2,5 0 0 0 3,75 2 5
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
22,5 22,5 11,25 11,25 7,5 11,25 30 22,5 22,5 16,875 56,25 33,75 30 33,75 30 16,875 69,75 16,875 5,625 45 22,5 11,25 93,75 37,5 16,875 5,625 22,5 22,5 30 11,25 45 45 136,875
17,5 0 0 8,75 5,85 8,75 0 0 17,5 13,125 0 26,25 0 26,25 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 13,125 0 0 17,5 23,335 0 0 35 0
0 17,5 8,75 0 0 0 23,335 17,5 0 0 43,75 0 23,335 0 23,335 13,125 54,25 13,125 4,375 35 17,5 8,75 72,925 29,175 0 4,375 17,5 0 0 8,75 35 0 106,475
0,75 0,75 0,375 0,375 0,25 0,375 0 0,75 0,75 0,5625 0 1,125 0 1,125 0 0,5625 0 0,5625 0,1875 0 0,75 0,375 0 0 0,5625 0,1875 0,75 0,75 1 0,375 0 1,5 0
49,775 49,505 24,12 24,34375 15,583333 23,875 69,75 49,5 48,5 36,755 137,525 77,270833 69,75 78,395833 69,229167 36,65625 182,95 37,264583 11,475 107,325 49,817708 24,291667 246,5875 88,4375 36,0625 11,675 49 48,479167 68,75 24,333333 107,5 106,125 396,1
7,5 7,5 3,75 5,625 4 3,75 0 10 0 2,825 0 2,8125 5 2,8125 0 2,825 0 2,825 2,825 5,625 2,5 0 0 6,25 4,5 1,875 3,75 0 0 5 5,625 2 0
0 0 0 0 0 0 5 0 5,625 0 9,375 2,8125 0 2,8125 15 0 11,625 0 0 16,875 5 3,75 31,25 0 0 0 0 7,5 12 0 16,875 18 68,45
103
62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. Rata-rata
No. Rsp 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
2,5 1,75 0 0 0 0 0 0 0 1,4067333
0 2 5 3,75 3,75 3,75 3,75 1,25 3,75 1,3336975
HOK penyiangan keluarga luar 0 13,3375 0 15 3,125 0 11,725 0 6,25 12,5 0 10 0 22,925 0 30 0 16,075 0 12 12,5 0 1,575 0 12,5 0 13,35 0 10 0 5,45 0 0 28,125 0 7,5
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
28,8 52,5 90 45 56,25 39,375 56,25 12 52,2 30
HOK pemupukan keluarga luar 0 6,675 0 7,5 1,25 0 9,375 0 7,5 7,5 0 4,15 0 8 0 8,25 0 8,05 0 7,5 5 0 1,25 0 6,25 0 5,35 0 5 0 4,375 0 2 9,25 6 0
22,4 0 0 0 0 0 0 0 0 5,1151743
0 40,85 70 35 43,75 30,625 43,75 9,35 40,6 18,2855
HOK PHT keluarga Luar 0 8,35 0 15 1,575 0 32,8 0 9,375 9,375 0 10,35 0 8 0 16,5 0 20,1 0 11,25 3,75 0 1,575 0 12,5 0 8 0 5 0 6,55 0 2,075 12 0 6,25
0,9625 1,75 0 0 0 0 0 0,4 0 0,3472377
64,75 125,25 240,1875 106,9375 137,1875 93,177083 136,85 25,458333 126,4875 72,158738
HOK panen keluarga luar 0 65 0 73,104167 0 10,416667 0 94,125 0 159,25 0 37,5 0 91,608333 0 83,0125 0 65,0875 0 73,375 0 45,9375 0 10,9375 0 60,9375 0 49,479167 0 46,375 0 40,494792 0 118,75 0 46,260417
9,6 0 0 0 0 0 0 6 0 2,4975073
0 8,75 40 7,5 25 17,5 26,25 0 8,7 7,6485961
HOK total keluarga Luar 0 232,285 0 267,83333 13,6375 27,208333 105,9 235,65 35,625 493,625 0 143,45 5,125 314,49167 2 296,355 3,75 249,875 0 259,375 49,5 117,125 12,0875 28,25 69,0625 152,4125 52,65 125,95833 46,75 118 41,375 103,13958 5,825 399,35417 9,25 158,02083
104
19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51.
0 0 0 4 4 0 0 0 0 10 6,25 6,25 3,125 6,25 4 6,25 0 10 0 4,7 0 3,125 4 4,6875 2,0875 2,35 0 4,7 1,575 0 3,125 0 0
40 28,125 30 0 0 28 2,5 25 10,925 0 0 0 0 0 0 0 16,675 0 11,25 0 15,625 6,25 12,675 4,6875 6,2625 2,35 19,375 0 0 12,5 3,125 3,125 26,05
0 0 0 2 2 0 1,25 0 0 5 5 5 2,5 2,5 1,675 2,5 0 5 0 4,5 0 2 0 9 0 2,25 3,5 6,75 1,5 0 0 0 0
15 11,25 7,4 0 0 14 0 10 8,75 0 0 0 0 0 0 0 6,675 0 5 0 12,5 6 8 0 4 2,25 12 0 0 10 5 3 20,85
0 0 0 1,875 1,875 0 0,95 0 0 6,25 6,25 6,25 2,5 2,5 1,675 3,75 3,35 5 0 1,875 0 2,5 2 4 0 11,25 2 2,25 3 4 3 3 0
32,5 11,25 5,55 0 0 29,75 0 12,5 10,925 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3,75 0 31,25 20 18 5 8 0 44,5 0 0 8 0 0 12,5
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
240,25 114,25 75,835417 24,03 22,395833 152,67125 10,416667 100,33333 87,1 46,25 48 47,685 23,09 23,291667 14,583333 22,375 65 46,75 45,75 35,5 133,65 73,020833 68,75 72,6875 64,479167 35,385417 171,875 36,589583 10,725 103,1 47,067708 22,791667 231,7125
0 1,75 0 22,25 22,25 0 3,6375 0 0 52 46,25 28,25 13,5 27,25 18,7 26,625 7,1 33,25 21,25 30,0875 0 41,5625 11 51,625 2,0875 21,7375 6,5 19,5875 10,3375 10,625 11,875 4,625 0
798,1875 395,9375 265,79375 59,13 57,541667 531,9425 36,583333 353,91667 297,8375 117,75 120,275 137,19 67,21 58,885417 37,666667 57,5 216,435 136,25 142,375 89,13 443,675 219,10417 234,26 197,33333 224,05583 106,64167 570,325 103,85417 32,2 340,55 150,01042 76,958333 740,625
105
52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. Rata-rata
0 7,5 1,575 2 0 0 5 3,125 2 0 0 0 0 0 0 0 0 3,35 0 2,4324101
10,425 0 0 4,25 6,25 20 0 9,375 18 38,05 8 29,175 40 25 25 17,5 26,25 0 29 9,8850797
0 4,5 1,5 3 0 0 2,5 1,6 2 0 6,4 0 0 0 0 0 0 2,675 0 1,796681
8,35 0 0 3 6 6,675 0 8 8 30,425 0 11,675 20 10 12,5 8,75 18,75 0 17,4 5,0563011
0 3,375 0,75 3 1,5 0 4,375 0 5 0 4,8 0 0 0 0 0 0 2 0 2,4019256
5 0 0 0 0 11,675 0 7,5 15 76,05 0 17,5125 25 17,5 15,625 10,95 15,625 0 14,5 7,6539944
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
81,625 34,0625 10,925 46,25 47,8125 66,25 22,833333 108,85 104,54167 374,5375 64,6875 121 225,9375 99,9375 128,3125 90,28125 127,975 23,958333 118,25 68,425919
10 36,0625 7,1375 12,5 22,25 28,085 18,5 10,35 49,25 2,5 46,6625 3,5 0 0 0 0 0 14,425 0 15,997669
260,5125 87 32,6 145 138,54167 215,35 67,166667 341,85 316,66667 1231,9625 166,2375 408,7125 756,125 350,625 447,375 311,90833 455,45 72,016667 410,8875 220,44783
106
Lampiran 6. Perincian Biaya Usahatani Padi Petani Responden di Desa Gempol Kolot pada Tahun 2010 No. Responden 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
Harga gabah (Rp/ ku) 260000 260000 250000 260000 265000 250000 260000 260000 260000 260000 250000 250000 255000 250000 250000 252500 260000 252500 275000 260000 260000 250000 250000 272500 250000 260000
Produksi (kwintal) 120 135 20 174 289,2 72 169,2 150,4 120,6 135,6 88,2 21 112,2 95 89,04 77 211 88 420 211,2 133,6 42,72 43 269,28 20 186
Biaya benih (Rp) 175000 210000 25000 182000 420000 140000 182000 245000 130000 210000 100000 25000 127500 100000 100000 85900 315000 101000 560000 315000 210000 50000 50000 385000 25000 280000
Biaya pupuk (Rp) 2060000 1415000 295000 1820000 3937500 1280000 2790000 2280000 1875000 2230000 1740000 450000 1920000 860000 1060000 1660000 2940000 960000 4453500 2370000 1985000 450000 450000 2280000 385000 1764000
Biaya pestisida (Rp) 2038000 2048000 228000 882000 5532000 290000 976000 1176000 1396000 920000 800000 1000000 1100000 720000 630000 620000 1930000 680000 2260000 1996000 512000 900000 900000 1310000 250000 740000
Biaya iuran irigasi (Rp) 130000 156000 25000 208000 318000 100000 182000 182000 130000 156000 100000 25000 127500 100000 100000 101000 234000 101000 467500 234000 156000 50000 50000 327000 25000 208000
Biaya pemeliharaan alat (Rp) 333600 358700 40400 356700 641000 120000 353500 444300 246000 304000 148500 220100 262000 196800 195200 230000 525000 160600 810000 544400 353700 116600 66900 728800 89000 502100
Biaya tenaga kerja (Rp) 9291400 10713300 1633900 13662000 21170000 5738000 12784700 11934200 10145000 10375000 6665000 1613600 8859000 7144300 6590000 5780600 16207200 6690800 31927500 15907500 10631800 3255200 3191700 21277700 1608900 14156700
Bunga pinjaman (Rp) 1344800 1373200 128400 764800 3397000 894600 1471800 1949800 1316600 1582000 584000 276800 706400 441600 448000 520200 1904000 697800 3217400 1831400 1193000 306200 305600 2099600 206400 1435800
Biaya pengganti sawah (Rp) 400000 450000 1554800 9838600 11835000 254200 2297900 482000 402000 483800 3268800 1250000 1572600 8027300 7442500 2619000 11250000 6080800 1275000 5375000 477400 2500000 3320400 903000 75000 600000
107
27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59.
260000 250000 255000 255000 255000 255000 250000 250000 260000 255000 250000 255000 260000 260000 260000 260000 260000 255000 275000 257500 255000 260000 257500 255000 272500 260000 250000 250000 250000 252500 260000 255000 260000
160,8 88,8 88,8 88,08 42,72 43 28 42,96 120 88 88,08 65,76 237,6 135 120 137 119 65,5 300 65,6 20,4 184,8 88 43 409,2 152,4 65,5 21 88,8 88 120 43 186,6
182000 100000 102000 102000 51000 51000 35000 50000 130000 102000 100000 76500 350000 156000 175000 210000 130000 76500 420000 77300 25500 208000 103000 51000 560000 245000 75000 25000 100000 101000 130000 51000 280000
1220000 1500000 1270000 1300000 590000 1110000 320000 1340000 2020000 1910000 1160000 1260000 3313800 2067500 827500 2455000 1225000 562500 1430000 630000 377000 2000000 1057500 510000 2325000 2297500 635000 510000 680000 1240000 3240000 590000 2395000
2315000 780000 598000 396000 210000 220000 190000 820000 1094000 860000 1483500 242000 666000 680000 450000 670000 392000 610000 748000 280000 320000 770000 130000 670000 220000 174000 610000 212000 540000 610000 2184000 524000 1460000
182000 100000 102000 102000 51000 51000 25000 50000 130000 102000 100000 76500 260000 156000 130100 156000 130000 76500 330000 77300 25500 208000 103000 51000 436000 156000 75000 25000 100000 101000 130000 51000 208000
428000 166000 266000 241400 102200 186800 108800 176600 365000 204400 163400 107800 421000 193600 200000 206300 281000 151900 603600 164000 134600 450000 283400 81700 856600 282800 150400 99000 210600 139000 296600 201700 498600
11913500 6790000 6661000 6617600 3228400 3445400 2254700 3365000 8941400 6780000 6545000 4768700 17747000 10426700 9810400 9958300 9045700 5135200 23073000 4937700 1701500 14047000 6475400 3263400 29625000 10820500 4922500 1589500 6300000 6431700 9737400 3426700 14088000
1882400 542400 477200 561600 274000 302800 141600 435200 1078600 733200 764600 523000 1865600 932000 882000 856800 894600 434400 2350800 363200 184400 1705800 564000 397800 2290800 1325000 332000 188400 547200 600800 1427400 324000 1519200
563400 7070000 3131600 2170800 2500000 2500000 107600 150000 6666600 5000000 6839600 5494100 12500000 11680000 400000 11843300 410000 3750000 930000 3750000 75000 10000000 300000 161200 1343800 487600 3592100 75000 300000 7238700 8786200 2500000 600000
108
60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. Rata-rata
260000 287500 255000 260000 277500 260000 260000 260000 260000 250000 260000 257821,43
186 625,2 115 219 390 185 237 160,5 236,4 46 218,4 123,80701
208000 805000 122400 315000 525000 280000 350000 245000 350000 50000 315000 164420,76
1980000 6450000 877500 2618000 3560000 2460000 1540000 1340000 2010000 630000 1365000 1472259,73
2400000 5120000 1316000 2160000 2640000 2140000 1120000 1060000 2302000 256000 782000 955924,47
208000 661300 127500 234000 416300 208000 260000 182000 260000 50000 234000 138336,18
428100 437300 155200 418600 972600 457400 489000 311600 487000 160300 454600 273628,99
14636700 49378500 8516000 16488500 30245000 14025000 17895000 12476300 18218000 3457700 16435500 9457826,58
1449000 6374600 629600 1896200 3650800 2018400 2143000 1553000 2034800 304000 1521200 1037421,01
15710200 11706600 4960500 8384700 1290000 600000 750000 525000 3145000 172000 748200 3238266,95
109
Lampiran 7. Perincian Pengeluaran Rumah Tangga Responden di Desa Gempol Kolot pada Tahun 2010 No. Rsp
Beras 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28.
1440000 1440000 1800000 2880000 2880000 1440000 4320000 1440000 1440000 1440000 2160000 1440000 2160000 2160000 2160000 2880000 2880000 1440000 2160000 2160000 2160000 1440000 1440000 3600000 1440000 2880000 1440000 2160000
Non beras 2270600 2880000 0 1800000 2464000 1200000 3022200 480000 1800000 3600000 600000 0 0 600000 200000 200000 0 1800000 6000000 0 0 900000 1800000 3600000 1440000 3118900 1800000 720000
Pengeluaran rumah tangga untuk pangan (Rp) Lauk, sayur, Minuman, Minyak Rokok buah, bumbu gula goreng 7200000 2160000 1800000 216000 7200000 2880000 0 216000 1800000 0 1080000 180000 1800000 2091300 1080000 180000 6060500 1800000 0 240000 7200000 1440000 0 180000 5400000 2984400 5040000 240000 6042600 240000 4320000 240000 4320000 216000 0 180000 7200000 252000 7920000 264000 7200000 265500 0 480000 1800000 540000 720000 180000 3600000 779000 720000 240000 1800000 600000 2880000 240000 1800000 1800000 3600000 180000 3600000 1200000 360000 288000 7200000 600000 784100 240000 980000 1532500 1440000 120000 10800000 2664000 5400000 240000 5411100 1464000 2160000 240000 5831900 4140000 0 240000 1800000 1080000 1440000 240000 7200000 2052500 7200000 240000 8572200 5400000 3600000 480000 2520000 485700 0 120000 3600000 4198900 1440000 240000 3600000 1080000 6480000 432000 5400000 600000 1440000 120000
Total 15086600 14616000 4860000 9831300 13444500 11460000 21006600 12762600 7956000 20676000 10705500 4680000 7499000 8280000 9740000 8528000 11704100 7312500 27264000 11435100 12371900 6900000 19932500 25252200 6005700 15477800 14832000 10440000
110
29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61.
2160000 2160000 1440000 1440000 2160000 2160000 1110000 2160000 2160000 1440000 1440000 1000000 2160000 2160000 2975000 2160000 2880000 1691300 1681300 2880000 3600000 1440000 3600000 3600000 4320000 2160000 2880000 2880000 1000000 2160000 2880000 1102600 2880000
1440000 3600000 506000 0 0 3600000 750000 1800000 1800000 1006400 1800000 0 2325700 244900 1800000 900000 7200000 0 0 900000 3600000 0 9900000 432000 900000 0 2700000 1800000 0 1798000 2098400 0 10800000
3923600 3600000 1800000 1800000 1800000 5459500 1500000 3600000 3600000 1800000 3600000 980000 7200000 1800000 3600000 2451300 10800000 1800000 1800000 7200000 7200000 1800000 10800000 9720000 1800000 1800000 7200000 5400000 935700 3600000 10800000 1400000 10800000
900000 1260000 1380000 0 1046300 2700000 1440000 1080000 720000 720000 2160000 359000 1620000 720000 720000 900000 2160000 1440000 400000 1440000 1344000 1800000 5400000 480000 3240000 450000 2160000 480000 0 1620000 3600000 300000 4056000
5760000 0 1080000 2400000 1980000 0 0 2160000 323000 0 0 580000 0 1440000 2160000 1440000 3600000 1728000 990000 0 811500 3600000 8640000 2880000 0 720000 3600000 0 720000 0 2520000 880000 3960000
120000 120000 120000 120000 120000 120000 240000 355600 120000 120000 120000 120000 240000 120000 120000 120000 480000 120000 120000 240000 240000 120000 480000 240000 240000 120000 240000 120000 120000 240000 480000 120000 1104000
14303600 10740000 6326000 5760000 7106300 14039500 5040000 11155600 8723000 5086400 9120000 3039000 13545700 6484900 11375000 7971300 27120000 6779300 4991300 12660000 16795500 8760000 38820000 17352000 10500000 5250000 18780000 10680000 2775700 9418000 22378400 3802600 33600000
111
62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. Rata-rata
No. Rsp 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
2880000 2160000 2880000 1440000 1440000 2880000 4320000 2880000 2160000 2223431,4
Pakaian
Pendidikan
Kesehatan
400000 800000 250000 500000 3000000 1800000 422200 500000 0 1000000 500000 500000 200000 300000 500000 500000 500000 1000000 3000000
3341400 6030000 0 0 200000 546700 2000000 0 0 7519500 0 1318600 5400000 257300 36800 2129800 600000 7132500 9000000
4000000 0 0 2000000 3000000 200000 1500000 0 0 150000 300000 0 800000 0 12000 120000 500000 1000000 960000
7200000 1800000 5400000 1800000 3600000 3404600 2880000 3600000 3600000 1989738,6
Listrik, air 360000 840000 636900 600000 2400000 360000 264000 600000 420000 804000 180000 180000 180000 240000 300000 720000 1800000 600000 180000
6120000 7200000 9000000 7200000 5400000 3800000 4000000 3600000 4200000 4726120
Bahan bakar 720000 720000 180000 720000 720000 720000 720000 720000 0 360000 0 540000 384000 360000 0 360000 360000 558000 360000
900000 720000 3240000 1260000 2880000 4140000 3240000 2160000 2880000 1629444,3
0 0 5400000 4783800 7200000 0 1440000 0 3600000 1961434,3
120000 240000 240000 240000 240000 180000 180000 240000 240000 226222,9
Pengeluaran rumah tangga untuk non pangan (Rp.) Perlengkapn Kegiatan Bantu Transportasi mandi sosial keluarga 1200000 600000 0 1670600 1200000 600000 0 900000 600000 600000 0 600000 600000 400000 0 150000 2400000 1300000 0 2464000 240000 1200000 0 1800000 600000 1600000 0 480000 600000 2842600 1242600 1242600 1200000 5424900 1800000 5400000 1200000 500000 0 1200000 360000 1000000 0 0 360000 200000 0 480000 360000 375000 0 900000 600000 1000000 0 600000 600000 1000000 0 300000 600000 1500000 0 240000 360000 375000 0 240000 262000 1000000 200000 198000 2724200 4000000 8000000 20400000
Pajak 20000 20000 20000 15000 20000 25000 10000 40000 49000 217000 20000 220000 18000 40000 20000 23000 275000 280000 1000000
17220000 12120000 26160000 16723800 20760000 14404600 16060000 12480000 16680000 12756391,43
Rekreasi
Komunikasi
150000 550000 0 200000 800000 300000 200000 200000 0 500000 50000 50000 500000 300000 300000 1000000 500000 400000 1500000
0 2158900 480000 771300 1264000 480000 480000 1200000 1200000 1200000 1200000 1000000 600000 0 0 240000 360000 460000 2400000
Total 12462000 13818900 3366900 5956300 17568000 7671700 8276200 9187800 15493900 14650500 3610000 4848600 9717000 3697300 3068800 7432800 5870000 13090500 53524200
112
20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55.
500000 400000 600000 500000 1000000 0 1000000 1000000 500000 1000000 500000 300000 500000 400000 500000 500000 500000 1000000 200000 200000 0 1200000 0 0 300000 2802400 400000 150000 450000 3000000 400000 5000000 1339300 500000 400000 1000000
0 0 1200000 1200000 800000 0 1200000 9327000 385700 300000 6852800 0 0 200000 300000 500000 0 1000000 0 300000 880000 0 0 5520000 360000 0 1000000 500000 841800 1080000 0 9000000 3600000 628000 0 2400000
2880000 2160000 0 0 600000 0 500000 0 0 1000000 600000 50000 0 0 0 1260400 360000 600000 360000 100000 120000 1200000 0 1800000 100000 5000000 1400000 120000 400000 0 0 7200000 0 1800000 120000 1005600
1080000 960000 840000 240000 1586100 840000 960000 300000 360000 576000 600000 480000 360000 180000 1200000 240000 384000 600000 180000 600000 180000 360000 180000 600000 360000 1200000 600000 130000 180000 600000 300000 2400000 1200000 1104000 360000 720000
720000 1560000 360000 720000 1728000 360000 540000 360000 0 323600 720000 360000 360000 360000 360000 576000 384000 720000 720000 720000 0 720000 180000 360000 360000 1440000 360000 180000 180000 720000 0 1768000 720000 576000 592000 1536000
1200000 360000 972000 600000 1500000 120000 600000 600000 240000 600000 600000 300000 423000 600000 480000 240000 600000 600000 480000 600000 360000 600000 120000 600000 600000 1200000 480000 200000 200000 480000 360000 2400000 720000 1200000 687400 1800000
3000000 2000000 1000000 1000000 1200000 300000 1000000 1200000 300000 1000000 1000000 500000 750000 500000 1200000 750000 1700000 1000000 566400 2244500 375000 2480000 300000 1000000 1000000 5000000 1500000 200000 375000 1200000 500000 2060000 1200000 1142000 1056000 2000000
500000 0 0 0 0 0 4037800 0 0 500000 600000 50000 0 0 1000000 0 240000 100000 700000 400000 0 0 0 0 0 6000000 0 0 0 250000 480000 6000000 1600000 0 0 0
600000 660000 1403900 3600000 4586100 0 3600000 240000 0 900000 426400 382000 0 0 600000 0 0 540000 0 720000 0 600000 240000 600000 340000 1000000 198000 100000 400000 1980000 400000 600000 990000 990000 600000 1296000
50000 429000 35000 300000 50000 40000 70000 300000 40000 50000 70000 35000 20000 17000 250000 300000 20000 30000 20000 335000 20000 350000 25000 20000 300000 585000 317000 13000 270000 480000 216000 1000000 210000 320000 15000 200000
500000 500000 300000 300000 500000 0 500000 500000 0 323600 426400 0 0 0 200000 0 100000 500000 0 1200000 0 500000 0 500000 400000 1200000 0 0 0 1000000 400000 1500000 500000 500000 400000 500000
600000 480000 480000 1800000 6000000 120000 600000 600000 0 323600 1200000 386000 200000 180000 600000 0 624000 600000 0 120000 0 1200000 0 600000 600000 1200000 0 0 300000 1300000 1565200 2681200 960000 600000 600000 720000
11630000 9509000 7190900 10260000 19550200 1780000 14607800 14427000 1825700 6896800 13595600 2843000 2613000 2437000 6690000 4366400 4912000 7290000 3226400 7539500 1935000 9210000 1045000 11600000 4720000 26627400 6255000 1593000 3596800 12090000 4621200 41609200 13039300 9360000 4830400 13177600
113
56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. Ratarata
200000 0 1000000 500000 400000 5000000 600000 1000000 3000000 500000 3000000 1000000 1000000 1000000 1000000
91900 0 0 0 800000 21987300 1650000 900000 7359700 500000 0 2904000 3000000 0 0
0 0 1200000 1560000 0 3600000 0 600000 1200000 250000 1200000 1440000 2400000 1440000 1680000
720000 180000 360000 180000 180000 180000 660000 411800 1200000 360000 600000 600000 1000000 600000 500000
636000 0 760000 768000 180000 720000 360000 720000 984000 768000 1000000 744000 720000 720000 720000
396000 300000 720000 720000 120000 1800000 360000 300000 4800000 600000 600000 600000 600000 120000 360000
1800000 250000 1000000 1800000 500000 4000000 1660000 1000000 2500000 2000000 2000000 1400000 1750000 1800000 2000000
0 0 0 0 0 24000000 840000 0 8000000 0 12000000 1200000 4800000 2400000 8000000
0 0 600000 1200000 0 5800000 -314300 600000 9000000 840000 1416200 1800000 716400 810000 804100
20000 25000 300000 350000 20000 3080000 77000 150000 600000 500000 500000 350000 350000 25000 360000
200000 0 500000 500000 0 1000000 300000 500000 1000000 600000 1000000 500000 500000 300000 500000
500000 0 600000 600000 300000 5760000 600000 600000 3600000 600000 1200000 1000000 2400000 2082800 1920000
4563900 755000 7040000 8178000 2500000 76927300 6792700 6781800 43243700 7518000 24516200 13538000 19236400 11297800 17844100
898770
1915440
883542,86
606240
570651,43
745494,29
1351091,43
1356291,43
1301857,14
226300,00
402142,86
921385,71
11179207,14
114
Lampiran 8. Hasil Regresi Linier Berganda Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengusahaan Lahan Sawah di Desa Gempol Kolot The regression equation is Pengusahaan Lahan Sawah (Ha) = + + + + + + + + + + + +
2,85 - 0,00690 Umur Petani (Tahun) 0,0150 Lama Pendidikan Petani (Tahun) 0,00482 Lama Pengalaman Berusahatani Pe 0,00379 Proporsi Pendapatan Usahatani L 0,0566 Jumlah Tanggungan Keluarga Peta 0,000000 Modal Kerja Usahatani Petani (R 0,000000 Jumlah Tabungan Petani (Rp) 0,000739 Proporsi Penggunaan Lahan Sawah 0,000000 Jumlah Kredit Modal Kerja Usaha 0,000012 Harga Jual Rata-Rata Hasil Pane 0,0513 Keikutsertaan Petani dalam Peny 0,130 Perkembangan Teknologi (dummy) 0,115 Dukungan Pemerintah (dummy) 0,139 Dukungan Faktor Alam (dummy)
Predictor Constant Umur Petani (Tahun) Lama Pendidikan Petani (Tahun) Lama Pengalaman Berusahatani Pe Proporsi Pendapatan Usahatani L Jumlah Tanggungan Keluarga Peta Modal Kerja Usahatani Petani (R Jumlah Tabungan Petani (Rp) Proporsi Penggunaan Lahan Sawah Jumlah Kredit Modal Kerja Usaha Harga Jual Rata-Rata Hasil Pane Keikutsertaan Petani dalam Peny Perkembangan Teknologi (dummy) Dukungan Pemerintah (dummy) Dukungan Faktor Alam (dummy)
Coef -2,846 -0,006897 0,014984 0,004823 0,003789 -0,05657 0,00000008 0,00000001 0,0007388 0,00000008 0,00001232 0,05134 0,13021 0,11522 0,13950
SE Coef 1,692 0,003918 0,008419 0,002683 0,002302 0,03501 0,00000001 0,00000001 0,0004673 0,00000001 0,00000692 0,03332 0,06716 0,07511 0,05979
T -1,68 -1,76 1,78 1,80 1,65 -1,62 6,82 1,78 1,58 7,21 1,78 1,54 1,94 1,53 2,33
P 0,098 0,084 0,081 0,078 0,105 0,112 0,000 0,080 0,120 0,000 0,080 0,129 0,058 0,131 0,023
VIF 3,6 3,7 2,8 4,3 6,8 5,1 9,6 1,4 3,3 8,1 3,0 3,5 3,6 2,3
S = 0,147632 R-Sq = 97,3% R-Sq(adj) = 96,6% PRESS = 2,54873 R-Sq(pred) = 94,27% Analysis of Variance Source DF SS Regression 14 43,2464 Residual Error 55 1,1987 Total 69 44,4452
MS 3,0890 0,0218
Source Umur Petani (Tahun) Lama Pendidikan Petani (Tahun) Lama Pengalaman Berusahatani Pe Proporsi Pendapatan Usahatani L Jumlah Tanggungan Keluarga Peta Modal Kerja Usahatani Petani (R Jumlah Tabungan Petani (Rp) Proporsi Penggunaan Lahan Sawah Jumlah Kredit Modal Kerja Usaha Harga Jual Rata-Rata Hasil Pane Keikutsertaan Petani dalam Peny Perkembangan Teknologi (dummy) Dukungan Pemerintah (dummy) Dukungan Faktor Alam (dummy)
DF 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
F 141,73
P 0,000
Seq SS 12,9309 12,9093 2,4901 6,8732 3,0431 1,5226 0,4998 0,2048 2,1900 0,1930 0,0066 0,2225 0,0419 0,1187
Unusual Observations Umur Pengusahaan Petani Lahan Sawah Obs (Tahun) (Ha) Fit SE Fit Residual St Resid 4 55,0 1,4050 1,1416 0,0715 0,2634 2,04R 5 55,0 2,2500 2,5424 0,0881 -0,2924 -2,47R 9 42,0 1,0050 1,3034 0,0629 -0,2984 -2,23R 24 45,0 2,1000 2,3670 0,0774 -0,2670 -2,12R 51 42,0 3,1250 2,6847 0,0826 0,4403 3,60R 61 36,0 4,5625 4,2713 0,1165 0,2912 3,21R R denotes an observation with a large standardized residual. Durbin-Watson statistic = 1,98877
115
Lampiran 9.
Hasil Uji Heteroskedastisitas Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengusahaan Lahan Sawah di Desa Gempol Kolot
Pengusahaan Lahan Sawah (Ha)
Test for Equal Variances for SRES1 0,1875 0,2500 0,3750 0,4000 0,5625 0,6200 0,6550 0,7500 0,8000 0,9375 0,9600 1,0000 1,0050 1,1100 1,1250 1,2360 1,2500 1,3100 1,3125 1,3750 1,4050 1,5000 1,6875 1,7400 1,7500 1,8750 2,1000 2,2500 2,3250 3,0000 3,1250 3,1875 4,5625
Bartlett's Test Test Statistic P-Value
6,28 0,616
Lev ene's Test Test Statistic P-Value
0,79 0,613
0 10 20 30 40 90% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs
Lampiran 10. Hasil Uji Normalitas Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengusahaan Lahan Sawah di Desa Gempol Kolot Probability Plot of SRES1 Normal 99,9
Mean StDev N KS P-Value
99
Percent
95 90
0,009735 1,061 70 0,080 >0,150
80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0,1
-4
-3
-2
-1
0 SRES1
1
2
3
4
116
Lampiran 11. Input Data Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengusahaan Lahan Sawah di Desa Gempol Kolot No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29.
Y 1 1,125 0,1875 1,405 2,25 0,62 1,375 1,236 1,005 1,125 0,75 0,1875 0,9375 0,8 0,75 0,655 1,6875 0,75 3,1875 1,6875 1,11 0,375 0,375 2,1 0,1875 1,5 1,31 0,75 0,75
X1 55 35 62 55 55 41 45 43 42 41 65 60 62 50 58 50 42 48 37 47 50 43 42 45 60 39 53 62 45
X2 3 9 1 4 9 9 6 6 6 12 2 1 6 2 2 6 6 9 19 6 6 6 6 9 0 6 6 4 6
X3 35 15 45 35 30 9 26 23 23 20 35 37 38 30 40 15 23 20 7 27 30 2 1 10 31 9 35 30 10
X4 56 45 13 61 66 48 55 58 48 46 45 4 56 51 44 49 64 33 71 64 58 22 8 71 30 62 56 42 47
X5 4 3 5 3 1 4 3 3 3 3 4 6 4 4 4 4 2 4 1 2 3 6 6 1 5 3 3 4 4
X6 8404400 8583000 803000 4541000 4246125 2236500 9199000 2708160 5760300 3164000 1460000 0 2649000 0 0 2600800 9520000 3924900 10054250 5723000 7456000 382800 1910000 9054870 696600 6820240 2614500 2508600 2982000
X7 0 12378000 0 12845000 13214000 0 12415600 13206000 9053000 5889200 4892700 208900 7878600 101100 132800 0 13074000 0 18295000 17976600 11234800 0 0 17128700 0 15839200 12029800 0 0
X8 0 0 100 100 50 0 14 0 0 0 50 100 20 100 100 57 100 100 0 44 0 100 100 0 0 0 0 100 50
X9 0 0 0 239000 12738375 2236500 0 6319040 2468700 4746000 2190000 1730000 1766000 2760000 2800000 650200 2380000 436100 10054250 5723000 0 1531200 0 4123000 590000 2000000 6100500 890000 0
X10 260000 260000 250000 260000 265000 250000 260000 260000 260000 260000 250000 250000 255000 250000 250000 252500 260000 252500 275000 260000 260000 250000 250000 272500 250000 260000 260000 250000 255000
X11 1 2 1 2 2 0 2 2 2 2 0 0 2 0 2 1 2 1 3 2 1 1 1 2 0 2 2 1 0
X12 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1
X13 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0
X14 0 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1
117
30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62.
0,75 0,375 0,375 0,25 0,375 1 0,75 0,75 0,5625 1,875 1,125 1 1,125 1 0,5625 2,325 0,5625 0,1875 1,5 0,75 0,375 3,125 1,25 0,5625 0,1875 0,75 0,75 1 0,375 1,5 1,5 4,5625 0,96
45 57 50 54 57 51 50 48 60 31 48 30 50 40 50 35 59 55 50 50 45 42 46 55 63 44 52 55 60 55 48 36 40
6 6 6 1 6 6 6 6 2 6 6 12 5 5 6 12 6 0 12 6 6 12 6 6 3 6 3 4 2 6 6 19 12
20 15 19 25 14 10 25 5 16 4 28 5 30 20 10 10 15 20 14 15 10 24 27 25 45 12 33 15 17 15 15 5 10
45 42 37 40 21 56 42 30 43 70 54 54 54 54 46 73 51 35 59 47 43 74 54 30 25 42 36 40 20 59 54 73 37
4 6 6 6 4 4 4 4 4 2 3 4 3 4 4 1 4 5 3 4 5 1 3 4 5 4 4 4 5 3 3 1 4
3510000 992960 1892000 885000 2720000 4044840 2978300 3010455 0 4663900 2913000 5512900 2249100 3969539 1547265 5877000 1634580 461000 4264500 3525500 2486000 11740760 3312250 2075000 459030 3420000 1915050 7136400 2025000 5697000 6339200 15936500 3148080
0 0 0 0 0 9833600 0 0 1300700 18524200 11244900 11179500 9570700 11176300 0 18327400 0 0 15552000 0 0 18982700 13648700 0 0 0 0 9640300 0 15530400 14586300 24876400 10298900
33 100 100 0 0 100 100 100 100 100 100 0 100 0 100 0 100 0 100 0 0 0 0 67 0 0 100 100 100 0 100 34 50
0 712000 0 0 0 2741400 1582000 1778500 2335000 6995850 2913000 0 3125000 1617000 1172500 5877000 630000 697000 4264500 0 0 2545000 3312250 0 722000 0 1850000 1784100 0 3798000 2716800 15936500 787020
255000 255000 255000 250000 250000 260000 255000 250000 255000 260000 260000 260000 260000 260000 255000 275000 257500 255000 260000 257500 255000 272500 260000 250000 250000 250000 252500 260000 255000 260000 260000 287500 255000
1 1 1 0 0 0 1 2 1 2 2 1 3 0 1 2 1 0 2 1 0 3 1 0 1 0 0 1 0 2 2 3 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1
0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1
118
63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70.
1,75 3 1,5 1,875 1,3125 1,875 0,4 1,74
45 40 40 30 35 40 58 47
15 19 6 12 6 6 3 6
5 10 23 8 6 20 38 28
69 74 65 58 60 61 27 67
3 1 3 2 3 2 5 2
9481200 11409000 7679000 5357500 3235200 10173600 1900000 8556300
16583700 18637200 15421600 18591000 12060900 18181000 0 17572200
42 0 0 0 0 20 0 0
2370300 7606000 3291000 5357500 4852800 2543400 0 950700
260000 277500 260000 260000 260000 260000 250000 260000
1 3 1 3 2 2 1 2
0 1 0 0 0 0 1 0
1 1 1 1 0 1 0 1
0 1 0 0 0 0 1 0
119