DIVERSIFIKASI USAHATANI DAN TINGKAT PENDAPATAN PETANI DI LAHAN SAWAH Handewi P. Saliem dan Supriyati Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jalan A. Yani No. 70 Bogor 16161
PENDAHULUAN Diversifikasi usahatani merupakan salah satu program pokok pembangunan pertanian di samping program ekstensifikasi, intensifikasi dan rehabilitasi. Program pengembangan diversifikasi usahatani di lahan sawah dikaitkan dengan upaya peningkatan pendapatan, perluasan kesempatan kerja dan penanggulangan kemiskinan, merupakan salah satu pilihan strategi yang tepat. Sejak Pelita I (19741978), pemerintah telah mengembangkan program diversifikasi usahatani, namun dalam perkembangannya, program tersebut belum menunjukkan kinerja seperti yang diharapkan. Hasil studi empirik menunjukkan bahwa pendapatan rumah tangga pada daerah non-rice base farming cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan daerah berbasis padi dan perkembangan ekonomi pada wilayah ini mengalami kejenuhan. Petani di lahan sawah menghadapi beberapa permasalahan pokok usahatani antara lain: (a) Penguasaan lahan semakin sempit karena peningkatan jumlah penduduk dan pewarisan lahan, (b) Penciptaan terobosan teknologi usahatani padi untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani semakin sulit, dan (c) Petani menghadapi kendala teknis, sosial, dan ekonomi untuk mengembangkan komoditas nonpadi yang lebih menguntungkan (Supriyati et.al., 2005). Tulisan ini bertujuan melakukan analisis keragaan pola tanam di lahan sawah menurut lokasi dan ketersediaan air irigasi dan menghitung indeks diversifikasi serta menganalisis tingkat pendapatan usahatani menurut pola tanam. Pada akhirnya tulisan mencoba merumuskan saran kebijakan pengembangan diversifikasi usahatani di lahan sawah. METODA PENELITIAN Kerangka Pemikiran Siegler (1977) dalam Pakpahan (1989) menyebutkan bahwa diversifikasi berarti perluasan dari suatu produk yang diusahakan selama ini ke produk baru yang
58
sebelumnya tidak diusahakan. Adapun beberapa tujuan dalam melakukan diversifikasi menurut Siegler (1977) dalam Pakpahan (1989) antara lain adalah (1) meminimumkan risiko, (2) menghindari akibat buruk dari fluktuasi ekonomi, dan (3) sebagai sumber pertumbuhan baru. Perkembangan diversifikasi usahatani dan pilihan pola tanam bersifat dinamis, sangat dipengaruhi faktor-faktor teknis, sosial ekonomi dan kebijakan. Kinerja dan perilaku petani dalam melakukan diversifikasi usahatani dan pilihan pola tanam adalah sangat kompleks. Menurut Pakpahan (1989), hubungan antara diversifikasi dengan keuntungan atau pendapatan petani bersifat kondisional. Disadari bahwa persyaratan aspek teknis adalah sangat menentukan (necessary condition), tetapi dukungan lingkungan sosial ekonomi dan kebijakan memegang peranan penting dan merupakan syarat kecukupan (sufficient condition) yang menentukan. Diversifikasi pertanian di tingkat usahatani akan berkembang secara luas bila didukung oleh prakondisi aspek teknis, sosial ekonomi, dan kebijakan yang kondusif. Peningkatan curah hujan secara langsung akan mempengaruhi ketersediaan air, baik air irigasi maupun air tanah. Peningkatan jumlah curah hujan cenderung meningkatkan pangsa areal padi atau menurunkan indeks diversifikasi. Selain faktor teknis, diduga pula bahwa faktor harga padi dan kofisien variasi harga relatif padi terhadap harga komoditas pesaing utama yang semakin tinggi akan menyebabkan peningkatan areal padi atau penurunan indeks diversifikasi. Untuk wilayah yang mempunyai pangsa pendapatan padi masih relatif dominan maka kenaikan pendapatan pertanian akan menyebabkan peningkatan areal padi atau penurunan tingkat diversifikasi. Lokasi dan Responden Penelitian Penelitian dilakukan di empat kabupaten sentra produksi padi di Jawa yang merupakan lokasi kerjasama penelitian Puslitbang Sosek Pertanian dan DAI/USAID/ BAPPENAS, tahun 2002. Keempat kabupaten tersebut adalah Kabupaten Indramayu (Jawa Barat), Kabupaten Klaten (Jawa Tengah), dan dua kabupaten di Jawa Timur, yaitu Kabupaten Ngawi dan Kediri. Pada setiap kabupaten dipilih dua desa contoh yang dinilai memiliki prospek diversifikasi usahatani di lahan sawah. Komposisi responden menurut kabupaten dan desa (tipe irigasi) ditampilkan pada Tabel 1. Petani nondiversifikasi adalah petani yang mempunyai pola tanam padi (1-3 kali tanam) pada tahun 2002. Sedangkan petani diversifikasi adalah petani yang mempunyai pola tanam dominan yang mengikutsertakan tanaman alternatif seperti palawija, hortikultura, dan tembakau. Petani responden dipilih secara acak sebanyak 20 rumah tangga petani/desa.
59
Tabel 1. Distribusi Responden Penelitian Diversifikasi Usahatani di Lahan Sawah Menurut Tipe Irigasi dan Jenis Petani di Empat Kabupaten di Jawa, 2003 Kabupaten / Tipe Irigasi 1. 2. 3. 4.
Petani diversifikasi
Petani nondiversifikasi
Total
14 9
6 11
20 20
13 21
6 0
19 21
19 14
1 6
20 20
11 17 118
9 3 42
20 20 160
Kabupaten Indramayu : - Sawah irigasi teknis - Sawah irigasi ½ teknis Kabupaten Klaten : - Sawah irigasi ½ teknis - Sawah irigasi sederhana Kabupaten Kediri : - Sawah irigasi teknis - Sawah irigasi sederhana Kabupaten Ngawi : - Sawah irigasi teknis - Sawah irigasi ½ teknis Total
Jenis dan Sumber Data Data dan informasi yang digunakan adalah data primer yang dikumpulkan langsung melalui survei dan wawancara dengan petani responden. Pengumpulan data primer tingkat petani dilakukan dengan menggunakan kuesioner terstruktur pada bulan Juni – Juli 2003. Data dan informasi mencakup kegiatan usahatani dan pola tanam tahun 2002 mencakup 3 (tiga) musim tanam (MT). Metoda Analisis Metoda analisis yang digunakan untuk mengukur tingkat diversifikasi usahatani petani adalah dengan menghitung indeks diversifikasi. Terdapat dua jenis indeks diversifikasi yang dipertimbangkan yaitu (Strout, 1975) : Diversity Index (DI), Harvest Diversity Index (HDI). Formula untuk kedua jenis indeks diversifikasi tersebut adalah sebagai berikut :
DI
1 (Yc1 / Yc1 ) 2
HDI
60
1 1 (Yh / Yh ) 2 1
(1)
(2)
Keterangan : Yc = nilai penerimaan setiap komoditas Yh = nilai penerimaan hasil panen Sesuai dengan permasalahan yang dihadapi, pengukuran indeks diversifikasi ditingkat petani yang relevan adalah dengan menghitung HDI. Perhitungan HDI dan DI dilakukan menurut musim dan rataan dalam setahun. Penerapan rumus DI dan HDI tersebut berdasarkan nilai penerimaan usahatani dari setiap komoditas dan atau hasil panen, maka DI dan HDI dapat diinterpretasikan sebagai diversifikasi penerimaan usahatani. Untuk menganalisis kinerja diversifikasi atau keragaan sebaran pola tanam dan tingkat pendapatan usahatani menurut pola tanam dilakukan dengan metoda diskriptif analitik melalui tabel-tabel analisis. HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaan Diversifikasi Sebaran Petani dan Luas Tanam Menurut Komoditas Keragaan sebaran petani dan proporsi luas tanam menurut komoditas dan musim tanam di masing-masing lokasi penelitian dapat disimak pada Tabel 2 sampai Tabel 5. Di Kabupaten Indramayu, desa irigasi teknis, menunjukkan bahwa komoditas padi masih dominan antara 44 – 62 persen dengan proporsi luas tanam sekitar 54 – 72 persen. diusahakan pada ketiga musim. Selain padi, komoditas bawang merah juga cukup banyak diusahakan oleh petani di semua musim dengan proporsi petani dan luas tanam masing-masing sekitar 21 – 44 persen dan 19 – 38 persen. Komoditas kacang panjang merupakan komoditas ketiga setelah padi dan bawang merah yang banyak diusahakan petani, sementara terung dan ketimun umumnya hanya diusahakan pada musim kemarau (MK II). Pemilihan komoditas yang diusahakan petani pada masingmasing musim dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain ketersediaan air, teknologi yang dikuasai petani, modal, dan perilaku petani dalam menghadapi risiko. Dalam kaitan perilaku petani menghadapi risiko tersebut, yang jika didekati dari sisi harga output, dalam hal ini besaran Koefisien variasi (CV) harga bulanan selama 1996 – 2002 di Kabupaten Indramayu menunjukkan bahwa secara relatif CV harga gabah maupun beras jauh lebih rendah dibanding CV harga komoditas lainnya seperti cabai merah, bawang merah, kacang panjang, terung dan ketimun. Hal ini menunjukkan harga gabah relatif stabil dibandingkan harga komoditas lain. Di desa irigasi ½ teknis di Kabupaten Indramayu, proporsi petani yang mengusahakan padi juga masih dominan -dengan proporsi petani antara 79 – 98 persen dan proporsi luas tanam antara 81– 99 persen. Namun pengusahaan padi tersebut
61
hanya pada musim hujan (MH) dan MK I. Keterbatasan air irigasi pada MK II di desa ini mendorong petani untuk mengusahakan komoditas nonpadi. Pemilihan komoditas padi oleh petani selain ditunjukkan oleh rendahnya nilai CV harga padi dibanding komoditas nonpadi, di desa irigasi ½ teknis ini petani memilih mengusahakan padi karena beberapa alasan berikut (1) usahatani padi memberikan pendapatan berupa natura yang dapat memberi rasa aman karena dapat disimpan untuk konsumsi, mudah dijual sewaktu-waktu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan padi masih digunakan sebagai alat pembayaran transaksi lahan dan kegiatan sosial, dan (2) usahatani padi memberikan pendapatan yang relatif stabil, karena CV harga rendah dan tingkat produksi relatif stabil (Supriyati dan Rachman, 2003). Selain padi, komoditas cabai hijau banyak diusahakan petani di desa irigasi ½ teknis, terutama pada MK I. Sementara itu, pada MK II komoditas semangka dan kacang panjang merupakan dua komoditas yang banyak diusahakan petani di desa tersebut. Alasan petani mengusahakan komoditas nonpadi antara lain (1) komoditas cabai memberikan besaran (magnitude) dan kontinuitas pendapatan yang relatif tinggi dibanding padi, dan (2) kacang panjang dan paria memberikan pendapatan yang relatif kontinyu (Supriyati dan Rachman, 2003). Tabel 2. Frekuensi Petani dan Luas Tanam Menurut Musim dan Komoditas yang Diusahakan di Kabupaten Indramayu, 2000-2001 Tipe desa dan Jenis Komoditas Desa Irigasi Teknis Padi Bawang merah Kacang panjang Terung Mentimun Kc.panjang/Mentimun Total
MH
18 62,07 10,18 72,11 11 45,83 6,84 54,16 7 43,75 3,79 53,58 6 20,69 2,82 19,98 6 25 2,39 18,95 7 43,75 2,68 37,85 2 6,9 0,50 3,54 3 12,5 1,04 8,21 1 6,25 0,11 1,51 1 3,45 0,14 1,01 1 4,17 0,14 1,13 1 6,25 0,50 7,07 1 3,45 0,37 2,60 2 8,33 1,86 14,71 1 3,45 0,11 0,76 1 4,17 0,36 2,83 29 100 14,12 100 24 100 12,62 100 16 100 7,08 100
Desa Irigasi ½ Teknis Padi Cabai keriting Cabai hijau Kacang panjang Mentimun Semangka Total
40 97,56 9,51 99,40 34 79,07 8,33 81,03 1 2,33 0,21 2,08 7 16,28 1,68 16,33 1 2,44 0,06 0,60 1 2,33 0,06 0,55 3 27,27 0,49 17,82 1 9,09 0,07 2,61 6 54,55 2,09 76,96 41 100 9,57 100 43 100 10,28 100 11 100 2,72 100
N
%
Ha
%
N
MK I % Ha
%
N
MK II % Ha
%
Di Kabupaten Klaten, desa irigasi ½ teknis (Tabel 3), pengusahaan komoditas padi juga masih dominan dan bervariasi menurut musim. Pada MH proporsi petani dan
62
luas tanam padi mencapai 100 persen, di MK I proporsi petani yang mengusahakan padi mencapai 72 persen dengan proporsi luas tanam sekitar 65 persen. Sedangkan pada MK II komoditas jagung merupakan komoditas yang dominan diusahakan petani dengan proporsi petani dan luas tanam sebesar 96 persen. Komoditas jagung yang diusahakan petani di desa tersebut adalah jagung hibrida (Saptana dan Rusastra, 2003). Untuk desa irigasi sederhana di Kabupaten Klaten terdapat pola yang berbeda dengan lokasi penelitian lainnya. Dalam hal ini pada MH proporsi petani dan luas tanam padi lebih rendah dari pada MK I. Hal ini karena di desa irigasi sederhana, pada awal MH sambil menunggu curah hujan cukup, sebagian petani mengusahakan komoditas palawija (kacang tanah). Tabel 3. Frekuensi Petani dan Luas Tanam Menurut Musim dan Komoditas yang Diusahakan di Kabupaten Klaten, 2000 – 2001 Tipe irigasi dan Jenis Komoditas Desa Irigasi ½ Teknis Padi Jagung Tembakau Total
N
MH %
MH
38 38
100 7,35 100 100 7,35 100
29 8 3 40
72,5 20 7,5 100
Desa Irigasi Sederhana Padi Kc. Tanah Tembakau Total
7 24,14 1,56 24,0 22 75,86 4,94 76,0 29 100 6,50 100
31 1 32
96,8 6,86 97,72 3,1 0,16 2,28 31 100 7,02 100 31
Ha
%
N
MK I %
MK I Ha % 5,24 1,87 1,01 8,11
MK II N %
64,59 23,03 26 12,39 1 100 27
MK II Ha %
96,3 5,41 95,75 3,7 0,24 4,25 100 5,65 100 100 6,86 100 100 6,86 100
Secara umum alasan petani mengusahakan komoditas nonpadi (jagung, kacang tanah, kedelai) khususnya pada MK I dan MK II di kedua desa penelitian di Kabupaten Klaten adalah (1) adanya keterbatasan air irigasi, (2) memutus siklus hama, dan (3) mengoptimalkan penggunaan lahan. Sedangkan alasan petani mengusahakan komoditas hortikultura semusim dan tembakau di kedua desa tersebut adalah karena (1) petani memiliki modal sendiri atau akses ke lembaga permodalan, (2) termasuk petani maju dan memiliki jiwa kewirausahaan yang tinggi (Saptana dan Rusastra, 2003). Di Kabupaten Kediri, pengusahaan komoditas padi cukup dominan pada MH dan MK I baik di desa irigasi teknis maupun irigasi sederhana (Tabel 4). Selain padi, jagung merupakan komoditas yang cukup banyak diusahakan oleh petani di desa irigasi teknis maupun sederhana di Kabupaten Kediri terutama pada MK II. Di desa irigasi teknis, proporsi petani yang mengusahakan jagung pada MK II sebesar 63 persen dengan pangsa luas sebesar 62 persen. Sementara itu di desa dengan irigasi sederhana proporsi petani dan luas tanam yang pada MK II masing-masing sebesar 35 dan 41 persen. Alasan petani mengusahakan jagung di kedua desa tersebut adalah (1)
63
secara agroekologi MK II cocok untuk tanaman jagung, (2) tanaman jagung relatif tahan terhadap kekurangan air, dan (3) harga jagung pada MK II biasanya baik karena penanganan pascapanen bagus (Saptana dan Rusastra, 2003). Tabel 4. Frekuensi Petani dan Luas Tanam Menurut Musim dan Komoditas yang Diusahakan di Kabupaten Kediri, 2000 – 2001 Tipe irigasi dan Jenis Komoditas Desa irigasi Teknis Padi Jagung Kc.tanah Kc.hijau Cabai merah Tomat Kc. Panjang Mentimun Tebu Total Desa irigasi Sederhana Padi Jagung Kc.tanah Cabai merah Cabai kriting Cabai rawit Tomat Kc.panjang Terung Mentimun Total
MH N
MH %
Ha
MK I %
N
%
MK I Ha %
MK II N %
MK II Ha %
38 3 6 1 1 2 51
74,51 5,88 11,76 1,96 1,96 3,92 100
8,97 71,77 1,05 8,4 1,08 8,62 0,1 0,8 0,15 1,2 1,15 9,21 12,50 100
21 15 5 2 3 1 3 50
42,00 30,00 10,00 4,00 6,00 2,00 6,00 100
5,61 3,47 0,78 0,38 0,7 0,21 1,43 12,58
43,91 27,1 6,06 2,96 5,48 1,64 11,21 98,36
31 1 3 6 1 4 2 48
64,58 2,08 6,25 12,50 2,08 8,33 4,17 100
7,64 0,14 0,35 1,93 0,15 0,63 1,15 11,99
63,72 1,17 2,92 16,10 1,25 5,25 9,59 100
17 10 2 2 1 1 1 1 35
48,57 28,57 5,71 5,71 2,86 2,86 2,86 2,86 100
8,57 3,08 0,46 0,61 0,07 0,48 0,25 0,28 13,80
19 7 2 2 1 1 1 2 35
54,29 20 5,71 5,71 2,86 2,86 2,86 5,71 100
9,97 1,42 0,46 0,61 0,07 0,48 0,25 0,54 13,80
72,25 10,29 3,33 4,42 0,51 3,48 1,81 3,91 100
10 12 2 1 2 2 1 2 1 33
30,30 36,36 6,06 3,03 6,06 6,06 3,03 6,06 3,03 100
4,81 5,57 0,86 0,21 0,64 0,44 0,33 0,4 0,28 13,54
35,52 41,14 6,35 1,55 4,73 3,25 2,44 2,95 2,07 100
62,10 22,32 3,33 4,42 0,51 3,48 1,81 2,03 100
Selain jagung, komoditas palawija lain yang biasa diusahakan petani di desa irigasi sederhana Kabupaten Kediri pada MK II adalah kacang tanah dan di desa irigasi teknis adalah kacang hijau. Namun demikian proporsi petani dan luas tanam kedua komoditas tersebut masing-masing kurang dari 10 persen. Relatif rendahnya pangsa luas tanam dan pengusahaan komoditas palawija selain jagung di desa ini diduga terkait dengan potensi daya serap pasar. Permintaan industri pakan terhadap bahan baku jagung di wilayah Surabaya dan sekitarnya mendorong pengembangan komoditas jagung hibrida di Kabupaten Kediri. Komoditas hortikultura semusim cukup banyak diusahakan petani di dua desa penelitian Kabupaten Kediri khususnya cabai merah/rawit, kacang panjang, tomat, terung dan mentimun. Beberapa alasan yang dikemukakan petani memilih menanam
64
komoditas hortikultura tersebut adalah (1) adanya ekspektasi terhadap tingkat harga yang tinggi, (2) adanya harapan memperoleh keuntungan yang tinggi apabila kondisi tanaman dan harga normal, dan (3) umur panen relatif cepat. Di Kabupaten Ngawi, keragaan sebaran petani dan luas tanam menurut komoditas menunjukkan bahwa di kedua desa penelitian padi merupakan komoditas dominan di ketiga musim dengan proporsi 100 persen pada MH di desa irigasi teknis dan 99 persen di desa ½ teknis pada musim yang sama (Tabel 5). Beberapa alasan yang dikemukakan petani memilih mengusahakan padi antara lain (1) biaya usahatani relatif rendah, (2) pemasaran mudah, (3) air tersedia, dan kekurangan air irigasi dapat diatasi dengan irigasi pompa, dan (4) dengan menanam padi kebutuhan pangan pokok terpenuhi (Rachman dan Supriyati, 2003). Selain padi, di desa irigasi teknis pengusahaan komoditas melon cukup menonjol terutama pada MK II dan MK I. Saat MK II proporsi petani yang mengusahakan melon di desa ini mencapai 48 persen dengan proporsi luas tanam sekitar 37 persen. Berkembangnya pengusahaan melon di desa irigasi teknis Kabupaten Ngawi disebabkan oleh beberapa alasan antara lain (1) adanya keterbatasan air, (2) tingkat keuntungan usahatani melon yang tinggi, dan (3) adanya dukungan (pinjaman) biaya saprodi yang disediakan oleh Paguyuban Petani. Tabel 5. Frekuensi Petani dan Luas Tanam Menurut Musim dan Komoditas yang Diusahakan di Kabupaten Ngawi, 2000 – 2001 Tipe irigasi dan Jenis Komoditas Desa Irigasi Teknis Padi Kedelai Cabai merah Bawang merah Melon Tembakau Total Desa irigasi ½ Teknis Padi Kedelai Kc.tanah Total
MH
MH
N
%
Ha
29 29
100 13,48 100 13,48
MK I %
N
%
MK I Ha %
MK II N % 35,00 5,00 5,00 50,00 5,00 100
MK II Ha %
100 100
26 72,22 12,14 76,30 1 2,78 0,45 2,83 9 25 3,32 20,87 36 100 15,91 100
7 1 1 10 1 20
3,88 0,98 0,13 4,46 0,8 10,25
37,85 9,56 1,27 43,51 7,80 100
26 96,3 6,87 98,99 1 3,7 0,07 1,01 27 100 6,94 100
26 92,86 6,95 98,30 2 7,14 0,12 1,70 28 100 7,07 100
5 19,23 1,91 27,43 16 61,54 4,10 58,96 5 19,23 0,95 13,61 26 100 6,95 100
Di desa irigasi ½ teknis di Kabupaten Ngawi, tanaman alternatif padi yang diusahakan petani adalah kedelai dan kacang tanah terutama pada MK II. Untuk kedelai
65
proporsi petani dan luas tanamnya masing-masing sekitar 33 persen. Pengusahaan komoditas kedelai (dan kacang tanah) di desa ini umumnya lebih disebabkan untuk optimalisasi pemanfaatan lahan. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pengusahaan yang tidak intensif (umumnya tidak dipupuk dan perawatan tanaman hanya sekedarnya) dan tingkat produktivitas relatif rendah. Sebaran Petani dan Luas Tanam Menurut Pola Tanam Setelah teridentifikasi berbagai jenis komoditas penyusun pola tanam yang diusahakan petani di daerah penelitian pada setiap musim, dapat diidentifikasi kombinasi pilihan komoditas tersebut dalam satu tahun. Kombinasi pilihan komoditas yang diusahakan petani pada setiap musim dalam waktu satu tahun didefinisikan sebagai pola tanam. Keragaan sebaran petani dan luas tanam menurut pola tanam di empat kabupaten penelitian dapat disimak pada Tabel 6 sampai Tabel 9. Di desa irigasi teknis di Kabupaten Indramayu terdapat 14 jenis pola tanam yang diusahakan petani di lahan sawah. Dari ke 14 pola tanam tersebut, pola tanam padi-padi-bera merupakan pola tanam yang dominan diusahakan petani. Hal ini ditunjukkan oleh proporsi petani yang mengusahakan pola tanam tersebut sebesar 44 persen dengan pangsa luas areal sekitar 63 persen (Tabel 6). Berikutnya, pola tanam padi-bawang merah-bawang merah menempati urutan kedua dengan proporsi petani 8 persen dan pangsa luas tanam 6 persen. Dominannya pengusahaan petani dengan pola tanam padi-padi-bera di desa irigasi teknis kabupaten Indramayu ini terkait dengan adanya budaya petani yang cenderung menikmati waktu santai dan terdapat kecenderungan hidup berfoya-foya dalam bentuk penyelenggaraan pesta. Adanya penguasaan lahan yang memusat pada sekelompok orang di desa ini juga mendorong dominanasi pola tanam padi-padi-bera. Petani berlahan luas cenderung menerapkan pola tersebut dengan alasan (1) walaupun keuntungan usahatani padi per satuan luas relatif rendah dibanding usahatani nonpadi, namun karena skala pengusahaan yang luas dapat menyumbang pendapatan rumah tangga yang tinggi, (2) usahatani padi risiko kegagalan (dari sisi teknis serangan OPT maupun ekonomi dari sisi harga) relatif rendah dibanding non padi, dan (3) lahan perlu diistirahatkan pada MK II agar hasil padi pada MH berikutnya cukup tinggi (Supriyati dan Rachman, 2003). Pola tanam padi-bawang merah-bawang merah dan pola padi-padi-bawang merah menempati urutan dominan kedua dan ketiga di desa irigasi teknis Kabupaten Indramayu. Aksesibilitas wilayah yang relatif terbuka dan cukup dekat dengan Jakarta serta akses terhadap informasi harga (pasar induk sayur mayur Kramatjati) merupakan aspek pendorong berkembangnya pola tanam yang komoditas penyusunannya selain padi adalah sayuran atau bawang merah.
66
Tabel 6. Frekuensi Petani dan Proporsi Luas Tanam Menurut Pola Tanam dan Tipe Irigasi di Kabupaten Indramayu, 2000/ 2001 No
Tipe irigasi dan Jenis pola tanam
Desa Irigasi Teknis 1 Padi-Padi-Bera 2 Padi-Bawang merah-Bawang merah 3 Padi-Padi-Bawang merah 4 Padi-Bawang merah 5 Padi-Bawang merah-Padi 6 Padi-Kacang panjang-bera 7 Bawang merah-Bawang merah-Terung 8 Bawang merang-Kc.panjang-Bw.merah 9 Bw.merah-Kc.panjang/mentimun-Bw. merah 10 Bawang merah-Mentimun-Bw.merah 11 Bawang merah-Mentimun 12 Kacang panjang-Kacang panjang 13 Kacang panjang-Bawang meah 14 Kc.panjang/mentimun-Bw.merahKc.panjang Total Desa Irigasi ½ Teknis 1 Padi-Padi-Bera 2 Padi-Padi-Semangka 3 Padi-Cabai hijau 4 Padi-Cabai hijau-Kacang panjang 5 Padi-Padi-Cabai hijau 6 Padi-Cabai hijau-Mentimun 7 Padi-Cabai keriting 8 Padi-Semangka Total
Luas
Frekuensi Petani (%)
Ha
%
44,00 8,00 4,00 4,00 4,00 4,00 4,00 4,00 4,00
7,69 0,71 0,71 0,36 0,36 0,18 0,5 0,18 0,18
63,03 5,82 5,82 2,95 2,95 1,48 4,10 1,48 1,48
4,00 4,00 4,00 4,00 4,00
0,36 0,36 0,14 0,36 0,11
2,95 2,95 1,15 2,95 0,90
100
12,20
100
53,33 13,33 13,33 6,67 3,33 3,33 3,33 3,33 100
6,17 1,66 0,75 0,36 0,14 0,07 0,21 0,14 9,51
64,85 17,50 7,90 3,75 1,50 0,75 2,25 1,50 100
Di desa irigasi ½ teknis Kabupaten Indramayu terdapat 8 jenis pola tanam dan pola tanam yang dominan adalah padi-padi-bera. Proporsi petani yang mengusahakan pola tanam tersebut sebesar 53 persen dengan pangsa luas tanam 65 persen. Alasan petani memilih komoditas padi adalah (1) risiko gagal panen relatif kecil dibanding usahatani nonpadi, (2) biaya produksi relatif rendah dan sebagian besar bisa dilakukan oleh tenaga dalam keluarga, (3) menghasilkan benih untuk penanaman berikutnya, (4) memberikan rasa tentram karena sebagian hasil padi biasa disimpan di rumah, (5) kebutuhan pangan pokok terpenuhi, dan (6) transaksi lahan (sewa dan jual beli lahan sawah) masih menggunakan gabah sebagai alat transaksi.
67
Proporsi pengusahaan nonpadi yang relatif kecil di desa irigasi ½ teknis Kabupaten Indramayu disebabkan; (1) komoditas tersebut tidak menghasilkan natura yang dapat disimpan di rumah, tetapi manghasilkan uang, (2) dengan budaya suka berfoya, hasil usahatani berupa uang akan mendorong petani untuk membeli barangbarang yang bersifat konsumtif, dan (3) menyimpan uang hasil usahatani nonpadi di lembaga keuangan (formal maupun informal) belum membudaya di kalangan petani. Di desa irigasi ½ teknis Kabupaten Klaten terdapat 5 jenis pola tanam dengan pola tanam yang dominan adalah padi-padi-jagung dengan proporsi petani yang mengusahakan dan pangsa luas tanam masing-masing sebesar 42 persen (Tabel 7). Pola tanam berikutnya yang memiliki pangsa luas tanam dan proporsi petani yang mengusahakan cukup dominan (masing-masing 20 persen) adalah pola padi-jagungjagung dan padi-padi-bera. Tabel 7. Frekuensi Petani dan Proporsi Luas Tanam Menurut Pola Tanam dan Tipe Irigasi di Kabupaten Klaten, 2000/ 2001 Luas
Frekuensi Petani (%)
Ha
%
Desa Irigasi ½ Teknis 1 Padi-Padi-Jagung 2 Padi-Jagung-Jagung 3 Padi-Padi-Bera 4 Padi-Tembakau-Jagung 5 Padi-Padi-Tembakau Total
41,67 20,83 20,83 12,50 4,17 100
3,078 1,568 1,700 0,705 0,240 7,291
42,22 21,51 23,32 9,67 3,29 100
Desa Irigasi Sederhana 1 Kacang tanah-Padi-Tembakau 2 Padi-Padi-Tembakau 3 Bera-Padi-Tembakau 4 Padi-Kacang tanah Total
65,22 21,74 8,7 4,35 100
4,971 1,37 0,52 0,16 7,021
70,8 19,51 7,41 2,28 100
No
Tipe irigasi dan jenis pola tanam
Di desa irigasi sederhana Kabupaten Klaten terdapat 4 pola tanam dengan pola tanam dominan adalah kacang tanah-padi-tembakau. Pola tanam tersebut melibatkan 65 persen petani contoh dengan pangsa luas tanam sebesar 71 persen. Urutan berikutnya adalah pola tanam padi-padi-tembakau dengan proporsi petani dan luas tanam masing-masing sebesar 20 persen. Pengusahaan komoditas tembakau dalam pola tanam dominan di desa ini terkait dengan beberapa alasan berikut (1) adanya kebijakan buka-tutup gudang oleh pabrik rokok pada bulan-bulan tertentu yaitu akhir Agustus sampai 10 Oktober, oleh karena itu pengusahaan komoditas tembakau pada pola tanam tersebut adalah pada MK II, (2) struktur tanah menjadi gembur atau subur, karena setelah pelumpuran untuk padi kemudian dikeringkan untuk tembakau, (3)
68
residu penggunaan pupuk pada saat tanaman padi dapat dimanfaatkan untuk tanaman tembakau, dan (4) untuk memutus siklus hama, ada indikasi setelah tanam tembakau serangan OPT pada tanaman padi musim berikutnya berkurang (Saptana dan Rusastra, 2003). Tabel 8. Frekuensi Petani dan Proporsi Luas Tanam Menurut Pola Tanam dan Tipe Irigasi di Kabupaten Kediri, 2000/ 2001 Luas
Frekuensi Petani (%)
Ha
%
Desa Irigasi Teknis 1 Padi-Padi-Jagung 2 Padi-Jagung-Jagung 3 Padi-Kacang panjang-Jagung 4 Padi-Cabai merah-Kacang panjang 5 Jagung-jagung-Cabai merah 6 Padi-Kacang panjang-Cabai merah 7 Cabai merah-Jagung-Tomat 8 Cabai merah-Cabai merah 9 Padi-Padi-Cabai merah 10 Padi-Cabai merah-Jagung 11 Cabai merah-Mentimun-Kc.panjang 12 Padi-Padi-Bera 13 Padi-Jagung-Kacang panjang 14 Padi-Cabai merah-Kacang hijau 15 Cabai merah-Tomat-Cabai merah Total
43,24 10,81 5,41 5,41 2,70 2,70 2,70 2,70 2,70 2,70 2,70 2,70 2,70 2,70 2,70 100
4,44 0,62 0,35 0,28 0,42 0,35 0,28 0,28 0,28 0,26 0,21 0,14 0,14 0,14 0,1 8,29
53,56 7,48 4,22 3,38 5,07 4,22 3,38 3,38 3,38 3,14 2,53 1,69 1,69 1,69 1,21 100
Desa Irigasi Sederhana 1 Padi-Padi-Jagung 2 Padi-Padi-Padi 3 Jagung-Padi-Padi 4 Padi-Jagung-Cabai rawit 5 Cabai keriting-Cabai keriting-Cabai keriting 6 Cabai rawit-Cabai rawit-Kacang panjang 7 Cabai merah-cabai merah-padi 8 Mentimun-Mentimun 9 Terung-Terung-Jagung 10 Jagung-Jagung-Cabai rawit 11 Jagung-Jagung-Jagung 12 Jagung-Mentimun-Jagung 13 Padi-Padi-Kacang tanah Total
18,18 18,18 13,64 4,55 4,55 4,55 4,55 4,55 4,55 4,55 9,09 4,55 4,55 100
4,43 1,73 0,35 0,35 0,46 0,16 0,28 0,28 0,25 0,09 0,63 0,26 0,86 10,1190
43,78 17,08 3,46 3,46 4,52 1,58 2,77 2,77 2,47 0,90 6,23 2,54 8,46 100
No
Tipe irigasi dan Jenis pola tanam
69
Di desa irigasi teknis Kabupaten Kediri terdapat 15 jenis pola tanam. Di antara 15 pola tanam tersebut pola yang dominan adalah padi-padi-jagung dengan pangsa pengusahaan oleh petani dan luas tanam masing-masing sebesar 43-54 persen. Urutan pola tanam dominan kedua dan ketiga di desa ini adalah pola padi-jagung-jagung dan pola padi-kacang panjang-jagung dengan pangsa petani yang mengusahakan sebesar 11 dan 5 persen dan pangsa luas tanam masing-masing sebesar 7 dan 4 persen, kemudian diikuti dengan pola tanam padi-cabai merah-kacang panjang dengan pangsa luas tanam sebesar 3 persen. Terlihat bahwa dalam struktur dua pola tanam dominan (dominan keempat) di desa ini komoditas jagung merupakan komponen penyusun pola tanam yang diusahakan petani baik pada MK I maupun MK II. Alasan pengusahaan jagung dalam pola tanam tersebut antara lain adalah : (1) dapat memperbaiki kualitas lahan, (2) pengusahaan jagung hibrida lebih menguntungkan, (3) daya serap pasar terhadap jagung hibrida cukup besar, dan (4) harga relatif baik dan cukup stabil bahkan pada tahun-tahun tertentu CV harga bulanan jagung lebih rendah dibanding CV harga gabah. Seperti halnya di desa irigasi teknis, keragaan pola tanam di desa irigasi sederhana Kabupaten Kediri terdapat 13 jenis pola tanam. Di antara pola tanam tersebut, pola padi-padi-padi dan padi-padi-jagung sama-sama melibatkan 18 persen petani. Namun dari sisi luas tanam proporsi pola tanam padi-padi-jagung mencapai 44 persen sedangkan pola tanam padi-padi-padi pangsa luas tanam hanya sekitar 17 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pengusahaan pola tanam padi-padi-jagung per petani relatif lebih luas dibanding pengusahaan pola tanam padi-padi-padi. Pola tanam dominan berikutnya adalah jagung-padi-padi yang melibatkan 14 persen petani dengan pangsa luas tanam sebesar 3 persen. Fakta tersebut menunjukkan bahwa walaupun terdapat variasi jenis pola tanam yang besar di dua desa penelitian di Kabupaten Kediri, namun pola tanam yang dominan diusahakan petani dan memiliki pangsa luas tanam yang juga dominan adalah pola tanam yang salah satu komponen penyusunnya adalah komoditas jagung. Komoditas jagung tersebut diusahakan petani di MH, MK I dan atau MK II. Di Kabupaten Ngawi, keragaan pola tanam yang ada di desa irigasi teknis sebanyak 8 jenis pola tanam. Di antara pola tanam yang ada, pola tanam padi-padi-bera merupakan pola yang paling dominan diusahakan petani dengan proporsi sebesar 44 persen dan pangsa luas tanam sebesar 47 persen (Tabel 9). Dominannya pola tanam padi-padi-bera di desa ini terkait dengan beberapa alasan mengapa petani tidak mengusahakan komoditas nonpadi yaitu biaya produksi usahatani padi relatif rendah dan untuk mengistirahatkan lahan serta memutus siklus hama. Pola tanam dominan berikutnya di desa irigasi teknis adalah padi-padi-padi dan padi-melon-melon yang masing-masing melibatkan 15 persen petani dan pangsa luas tanam masing-masing 28 dan 10 persen. Terlihat bahwa rataan pengusahaan lahan usahatani dengan pola padi-padi-padi jauh lebih luas dibanding rataan pengusahaan pola tanam padi-melon-melon. Hal ini terkait dengan biaya produksi pengusahaan
70
melon per satuan luas yang relatif sangat mahal dibanding biaya produksi usahatani padi pada luasan yang sama. Urutan pola tanam berikutnya di desa ini adalah pola padipadi-melon yang melibatkan 11 persen petani dengan pangsa luas tanam sebesar 9 persen. Pengusahaan komoditas melon sebagai salah satu komponen penyusun pola tanam dominan di desa ini didasarkan pada alasan cukup dikuasainya teknologi usahatani melon oleh petani, melon menjanjikan keuntungan yang tinggi serta didukung oleh adanya bantuan modal (pinjaman) saprodi yang disediakan oleh Paguyuban Petani Di antara ke 5 pola tanam di desa irigasi ½ teknis Kabupaten Ngawi, pola tanam padi-padi-kedelai merupakan pola yang dominan yang melibatkan 58 persen petani dengan pangsa luas tanam mencapai 71 persen. Keterbatasan air di MK II dan motivasi optimalisasi pemanfaatan lahan merupakan dua alasan utama petani memilih pola tanam padi-padi-kedelai di desa ini. Urutan pola tanam dominan kedua dan ketiga di desa irigasi ½ teknis Kabupaten Ngawi adalah pola padi-padi-padi dengan pangsa petani yang mengusahakan maupun luas tanam sebesar 17 persen dan pola padi-padikacang tanah yang melibatkan 17 persen petani dengan pangsa luas tanam sekitar 8 persen. Pengusahaan kacang tanah sebagai salah satu komponen penyusun pola tanam di desa ini baru berkembang sekitar 5 tahun terakhir. Apabila air irigasi cukup, pada MK II petani lebih memilih kacang tanah dari pada kedelai. Alasan yang dikemukakan petani adalah karena harga kacang tanah relatif lebih baik dibanding kedelai. Tabel 9. Frekuensi Petani dan Proporsi Luas Tanam Menurut Pola Tanam dan Tipe Irigasi di Kabupaten Ngawi, 2000/ 2001 Luas
Frekuensi Petani (%)
Ha
%
Desa Irigasi Teknis 1 Padi-Padi-bera 2 Padi-Padi-Padi 3 Padi-Melon-Melon 4 Padi-Padi-Melon 5 Padi-Padi-Kedelai 6 Padi-Bawang merah 7 Padi-Melon-Cabai merah 8 Padi-Melon-bera Total
44,44 14,81 14,81 11,11 3,70 3,70 3,70 3,70 100
5,125 3,1 1,075 1,005 0,12 0,03 0,125 0,35 10,93
46,89 28,36 9,84 9,19 1,10 0,27 1,14 3,20 100
Desa Irigasi ½ Teknis 1 Padi-Padi-Kedelai 2 Padi-Padi-Padi 3 Padi-Padi-Kacang tanah 4 Padi-Padi-Bera 5 Padi-kedelai-bera Total
58,33 16,67 16,67 4,17 4,17 100
4,845 1,155 0,52 0,175 0,125 6,82
71,04 16,94 7,62 2,57 1,83 100
No
Tipe Irigasi dan Jenis pola tanam
71
Keragaan Diversifikasi di Tingkat Petani Dengan menggunakan nilai produksi dari komoditas yang diusahakan petani sebagai komponen penentu besaran indeks diversifikasi, keragaan indeks diversifikasi menurut musim dan tipe irigasi di empat kabupaten penelitian dapat disimak pada Tabel 10 dan Tabel 11. Indeks diversifikasi berdasar periode pemanenan komoditas yang ditunjukkan oleh besaran HDI dapat dilihat pada Tabel 10. Sedangkan Tabel 11 menunjukkan tingkat diversifikasi menurut jenis tanaman yang diusahakan petani pada setiap musim. Makin besar nilai HDI dan DI makin tinggi tingkat diversifikasi. Secara umum apabila Tabel 10 dan 11 dicermati terlihat bahwa tingkat diversifikasi dengan menggunakan ukuran HDI selalu lebih besar dari DI. Hal ini terlihat di semua lokasi penelitian pada berbagai tipe irigasi menurut musim maupun rataan dalam satu tahun. Hal ini logis mengingat dalam perhitungan tingkat diversifikasi tersebut DI menunjukkan keragaman nilai produksi komoditas yang diusahakan petani menurut jenis tanaman, sedangkan HDI mengukur hal yang sama tetapi lebih memperhatikan frekuensi pemanenan dari komoditas yang diusahakan petani dalam periode tertentu (musim atau tahun). Tabel 10. Harvest Diversity Index (HDI) Menurut Tipe Irigasi dan Musim di 4 Kabupaten
Indramayu
- Irg.Teknis - Irg. ½ Teknis
2,00 1,23
1,69 1,58
1,22 1,48
HDI Tahunan 3,58 2,78
Klaten
- Irg. ½ Teknis - Irg. Sederhana
1,19 1,59
1,46 1,44
1,06 1,41
3,26 2,81
Kediri
- Irg. Teknis - Irg. Sederhana
1,50 1,53
2,17 1,57
1,90 1,92
4,26 3,66
1,13 1,16
1,24 1,26
1,19 1,47
2,47 2,97
Kabupaten/Tipe irigasi
Ngawi
- Irg. Teknis - Irg. ½ Teknis Sumber : Data Primer (diolah)
HDI MH
HDI MK I
HDI MK II
Apabila keragaan tingkat diversifikasi antarkabupaten dibandingkan, diukur dari besaran DI maupun HDI terlihat bahwa tingkat diversifikasi di Kabupaten Ngawi paling rendah dibanding kabupaten lain. Apabila dikaitkan dengan keragaan sebaran petani dan luas tanam menurut komoditas maupun pola tanam, terlihat adanya konsistensi. Dalam hal ini jenis komoditas yang diusahakan petani dan variasi pola tanam yang ada di Kabupaten Ngawi paling sedikit dibandingkan tiga kabupaten lainnya. Konsistensi terlihat pula di Kabupaten Kediri. Dalam hal ini jenis komoditas yang diusahakan petani dan luas tanam maupun variasi pola tanam yang ada di Kabupaten Kediri paling beragam dibanding kabupaten lain ditunjukkan pula tingkat diversifikasi diukur dengan DI dan HDI di Kabupaten Kediri paling tinggi.
72
Tabel 11. Diversity Index (DI) Menurut Tipe Irigasi dan Musim di Kabupaten
Indramayu
- Irg.Teknis - Irg. ½ Teknis
1,58 1,11
1,60 1,50
1,16 1,28
DI Tahunan 1,95 1,77
Klaten
- Irg. ½ Teknis - Irg. Sederhana
1,00 1,26
1,40 1,04
1,06 1,00
2,06 2,46
Kediri
- Irg. Teknis - Irg. Sederhana
1,40 1,43
2,17 1,32
1,71 1,82
2,78 1,81
1,00 1,03
1,22 1,08
1,21 1,36
1,44 1,42
Kabupaten/Tipe irigasi
Ngawi
- Irg. Teknis - Irg. ½ Teknis Sumber : Data Primer (diolah)
DI MH
DI MK I
DI MK II
Perbandingan tingkat diversifikasi usahatani antarmusim dengan menggunakan ukuran DI dan HDI menunjukkan adanya kecenderungan tingkat diversifikasi usahatani pada MK I relatif lebih tinggi dibanding MH dan MK II. Hal ini terjadi di Indramayu, Klaten di kedua tipe irigasi, sedangkan di Kabupaten Kediri dan Ngawi keduanya hanya terjadi di desa dengan irigasi teknis. Fenomena tersebut (dibanding dengan MH) setidaknya didukung oleh fakta masih dominannya perilaku masyarakat di sebagian lokasi penelitian yang tetap mengusahakan padi apabila air tersedia. Secara tidak langsung anggapan tersebut merupakan penyebab relatif rendahnya tingkat diversifikasi usahatani pada MH. Sementara itu di desa irigasi sederhana Kabupaten Kediri dan desa irigasi ½ teknis Kabupaten Ngawi tingkat diversifikasi yang paling tinggi terjadi pada MK II. Terdapat dua kemungkinan yang dapat mendorong tingginya diversifikasi usahatani pada MK II di lokasi penelitian ini yaitu pertama, pada MK II dimana ketersediaan air irigasi umumnya terbatas (khususnya untuk kasus desa ½ teknis Kabupaten Ngawi) mendorong petani untuk mengusahakan komoditas yang tidak membutuhkan air banyak seperti kedelai dan kacang tanah. Kedua, pada MK II umumnya curah hujan tidak tinggi namun ketersediaan air irigasi masih ada (kasus desa sederhana Kabupaten Kediri), iklim seperti ini kondusif untuk mengusahakan berbagai komoditas hortikultura maupun palawija. Kedua hal tersebut diduga merupakan pendorong kuat tingginya tingkat diversifikasi pada MK II di kedua lokasi penelitian. Pendapatan Menurut Pola Tanam Melalui perhitungan tingkat pendapatan usahatani menurut komoditas dan musim di masing-masing desa penelitian, dapat dianalisis tingkat pendapatan bagaimana petani menentukan pilihan pola tanam dalam satu tahun pengusahaan lahan
73
usaha di sawah. Data pada Tabel 12 sampai 15 menyajikan keragaan tingkat pendapatan usahatani menurut pola tanam di masing-masing lokasi penelitian. Di desa irigasi teknis Kabupaten Indramayu, pendapatan usahatani tertinggi diperoleh dari pola tanam bawang merah-kacang panjang-bawang merah, diikuti oleh pendapatan dari pola bawang merah-mentimun-bawang merah (Tabel 12). Namun demikian dari sisi pangsa areal, kedua pola tanam tersebut menempati urutan ke 10 dan ke 7. Sedangkan pola tanam dominan di tingkat usahatani di desa ini adalah padi-padibera dan padi-bawang merah- bawang merah, dimana dari besarnya tingkat keuntungan usahatani kedua pola tanam tersebut masing-masing menempati urutan ke 13 dan ke 3 dari berbagai jenis pola tanam yang diusahakan petani di desa ini. Dalam kaitan ini, besarnya tingkat pendapatan menurut pola tanam tidak terlepas dari besarnya pendapatan usahatani menurut komoditas dan musim sebagai penyusun pola tanam. Oleh karena itu berbagai faktor dan alasan yang menjadi pertimbangan petani dalam memilih komoditas masih relevan atau bahkan hampir serupa dengan pertimbangan petani dalam memilih pola tanam. Besarnya tingkat keuntungan usahatani bukan menjadi satu-satunya faktor pertimbangan utama petani dalam memilih komoditas dan pola tanam. Faktor teknis ketersediaan air, penguasaan teknologi usahatani, biaya produksi, faktor risiko (pasar dan gagal panen), serta rasa tentram karena memiliki pangan pokok merupakan berbagai pertimbangan lain yang cukup berperan bagi petani dalam menentukan komoditas maupun pola tanam yang diusahakan. Di desa irigasi ½ teknis Kabupaten Indramayu ditemui fenomena serupa. Dalam hal ini pola tanam padi-cabai keriting dan pola padi-cabai hijau-kacang panjang merupakan dua pola tanam yang memiliki keuntungan tertinggi. Sementara itu dilihat dari sisi pangsa luas tanam dan proporsi petani yang menerapkan, pola tanam yang dominan adalah berturut-turut padi-padi-bera, padi-padi-semangka, dan padi-cabai hijau. Ketiga pola tanam dominan tersebut apabila dilihat dari besarnya tingkat pendapatan usahatani, masing-masing menempati urutan ke 8, 6 dan 5 dari berbagai jenis pola tanam yang umumnya diusahakan petani di desa ini. Fakta tersebut menunjukkan pula bahwa besarnya tingkat pendapatan bukan satu-satunya faktor penentu bagi petani dalam memilih komoditas dan pola tanam. Di Kabupaten Klaten desa ½ teknis ditemukan fenomena serupa dengan kasus di desa-desa contoh penelitian di Kabupaten Indramayu (Tabel 13). Namun demikian karena variasi pola tanam yang ada di desa ini relatif lebih sedikit dibanding di Indramayu, maka urutan dominasi pola tanam berdasar luas tanam dan partisipasi petani dengan besarnya tingkat pendapatan tidak terlalu berbeda. Dari sisi luas dan besarnya partisipasi petani, pola tanam dominan di desa ini berturut-turut adalah padipadi-jagung, padi-jagung-jagung, dan padi-padi-bera. Dari sisi besarnya tingkat pendapatan, ketiga pola tanam tersebut masing-masing menempati urutan ke 2, 1 dan 5 dari 5 variasi pola tanam yang ada di desa tersebut. Faktor ketersediaan air irigasi pada MK I dan akses terhadap informasi dan daya serap pasar merupakan dua faktor yang
74
lebih menentukan dominannya petani dalam memilih pola tanam padi-padi-jagung dibanding padi-jagung- jagung. Tabel 12. Pendapatan Usahatani Menurut Pola Tanam dan Tipe Irigasi di Kabupaten Indramayu, Tahun 2001 No
Tipe Irigasi danPola Tanam
Tingkat Pendapatan (Rp/Ha)
Desa Irigasi Teknis 1. Bawang merah-kacang panjang-bawang merah 2. Bawang merah-mentimum-bawang merah 3. Padi-bawang merah-bawang merah 4. Padi-padi-bawang merah 5. Bawang merah-bawang merah-terung 6. Bawang merah-mentimun 7. Kacang panjang/mentimun-bw. merah-kc.panjang 8. Bw.merah-Kc.panjang/mentimun-Bw. merah 9. Kacang panjang-bawang merah 10. Padi-bawang merah 11. Kacang panjang-kacang panjang 12. Padi-kacang panjang-bera 13 Padi-padi-bera 14 Padi-bawang merah-padi
20.665.112 19.487.502 15.093.762 13.287.022 12.174.110 7.538.797 4.721.236 4.007.403 3.928.474 3.145.057 2.710.128 1.926.711 1.338.316 1.173.726
Desa Irigasi ½ Teknis 1. Padi-cabai keriting 2. Padi-cabai hijau-kacang panjang 3. Padi-cabai hijau-mentimun 4. Padi-padi-cabai hijau 5. Padi-cabai hijau 6. Padi-padi-semangka 7. Padi-semangka 8. Padi-padi-bera
39.937.892,90 22.294.284,50 14.974.930,40 13.987.547,60 13.900.396,20 5.469.258,40 4.704.232,90 1.778.521,30
Di desa irigasi sederhana Kabupaten Klaten ditemukan fenomena yang serupa di desa contoh yang lain, pangsa areal pola tanam yang dominan tidak diikuti oleh tingkat pendapatan yang tertinggi. Urutan dominasi pola tanam adalah kacang tanahpadi-tembakau, padi-padi-tembakau, dan bera-padi-tembakau, sementara urutan tiga pola tanam yang memberikan pendapatan dari yang tertinggi adalah padi-paditembakau, kacang tanah-padi-tembakau, dan bera-padi-tembakau. Adanya sistem buka tutup dari pabrik rokok dalam menerima tembakau petani, kesepakatan kelompok dalam menerapkan pola tanam, kondisi ketersediaan air dan perilaku petani yang mulai mengolah tanah sebelum musim hujan tiba diduga menjadi faktor penentu bagi petani dalam memilih pola tanam di desa ini.
75
Tabel 13. Pendapatan Usahatani Menurut Pola Tanam dan Tipe Irigasi di Kabupaten Klaten, Tahun 2001 No
Tipe Irigasi dan Pola Tanam
Desa Irigasi ½ Teknis 1. Padi-jagung-jagung 2. Padi-padi-jagung 3. Padi-tembakau-jagung 4. Padi-padi-tembakau 5. Padi-padi-bera Desa Irigasi Sederhana 1. Padi-padi-tembakau 2. Kacang tanah-padi-tembakau 3. Bera-padi-tembakau 4. Padi-kacang tanah Sumber : Data Primer (diolah).
Tingkat Pendapatan (Rp/Ha) 5.083.637,40 3.688.452,60 2.897.110,80 2.689.666,80 2.220.692,80 7.111.371,80 6.976.036,00 6.622.097,00 489.274,80
Di desa irigasi teknis Kabupaten Kediri (Tabel 14), tiga pola tanam dominan dari sisi luas tanam dan proporsi petani yang mengusahakan berturut-turut adalah padipadi-jagung, padi-jagung-jagung, dan padi-cabai merah-kacang panjang. Namun demikian dari sisi urutan besarnya tingkat keuntungan usahatani ketiga komoditas tersebut masing-masing menempati urutan ke 12, 11, dan 13 dari berbagai alternatif pola tanam yang ada di desa ini. Secara umum pendapatan usahatani menurut pola tanam yang memberikan pendapatan tinggi di kedua desa contoh Kabupaten Kediri adalah pola tanam yang komoditas penyusunnya adalah komoditas hortikultura semusim (seperti cabai merah/keriting/rawit, tomat, terung dan kacang panjang). Dalam hal ini, walaupun komoditas hortikultura tersebut menjanjikan tingkat keuntungan yang tinggi namun risiko yang dihadapi oleh petani karena kemungkinan gagal panen atau harga jatuh cukup tinggi (dibanding padi dan palawija). Selain itu, pengusahaan komoditas hortikultura umumnya intensif modal (terutama untuk benih, pupuk dan obat-obatan). Oleh karena itu adalah wajar apabila pola tanam dominan yang diterapkan petani adalah yang pola yang komponen penyusunnya adalah padi dan palawija. Sementara itu di desa irigasi sederhana Kabupaten Kediri pola tanam dominan berturut-turut adalah padi-padi-jagung, padi-padi-padi dan jagung-padi-padi. Dalam hal ini ketiga pola tanam tersebut dari sisi tingkat pendapatan masing-masing menempati urutan ke 10, 9 dan 11 dari berbagai variasi pola tanam yang ada di desa tersebut. Di desa ini faktor ketersediaan air yang cukup, biaya produksi dan faktor risiko yang rendah merupakan faktor penentu bagi petani untuk memilih padi sebagai komponen utama dalam menyusun pola tanam yang dominan di desa irigasi sederhana Kabupaten Kediri. Sementara itu pilihan pola tanam dominan dimana jagung dipilih sebagai komponen
76
penyusunnya didasarkan pada pertimbangan penguasaan teknologi usahatani, dukungan ketersediaan benih (jagung hibrida) dan daya serap pasar. Tabel 14. Pendapatan Usahatani Menurut Pola Tanam dan Tipe Irigasi di Kabupaten Kediri, Tahun 2001 No
Tipe Irigasi dan Pola Tanam
Desa Irigasi Teknis 1. Cabai merah-tomat-cabai merah 2. Cabai merah-cabai merah 3. Cabai merah-mentimun-kacang panjang 4. Cabai merah-jagung-tomat 5. Padi-cabai merah-jagung 6. Padi-cabai merah-kacang panjang 7. Padi-cabai merah-kacang hijau 8. Padi-padi-cabai merah. 9. Padi-kacang panjang-cabai merah 10. Jagung-jagung-cabai merah 11. Padi-jagung-jagung 12. Padi-padi-jagung 13. Padi-kacang panjang-jagung 14. Padi-jagung-kacang panjang 15. Padi-padi-bera Desa Irigasi Sederhana 1. Cabai merah-cabai merah-padi 2. Cabai rawit-Cabai rawit-Kacang panjang 3. Cabai keriting-Cabai keriting-Cabai keriting 4. Terung-Terung-Jagung 5. Padi-Jagung-Cabai rawit 6. Mentimun-Mentimun 7. Jagung-jagung-cabai rawit 8. Padi-padi-kacang tanah 9. Padi-Padi-Padi 10 Padi-Padi-Jagung 11. Jagung-padi-padi 12. Jagung-jagung-jagung 13. Jagung-mentimun-jagung
Tingkat Pendapatan (Rp/Ha) 43.361.946 42.598.071 29.817.316 27.350.579 21.329.289 20.172.709 19.317.994 9.489.954 9.025.536 8.160.658 6.081.798 6.010.342 5.545.924 4.925.217 3.254.046 31.186.209 22.546.357 16.212.514 10.415.741 9.145.798 8.629.915 8.187.156 7.372.957 6.401.915 6.311.403 5.443.274 4.702.124 2.872.052
Di Kabupaten Ngawi, fenomena memilih pola tanam dengan komponen penyusunan komoditas padi ditemukan di dua desa penelitian, namun dari sisi besarnya tingkat pendapatan pola dominan tersebut tidak menempati urutan teratas (Tabel 15). Di desa irigasi teknis Kabupaten Ngawi, empat pola tanam yang dominan dari sisi luas tanam dan partisipasi petani berturut-turut adalah padi-padi-bera, padi-padi-padi, padi-
77
melon-melon, dan padi-padi-melon. Namun demikian keempat pola tanam tersebut dari sisi tingkat pendapatan masing-masing menempati urutan ke 8, 6, 1 dan 4. Pola tanam padi-melon-melon menempati urutan tertinggi dalam menghasilkan tingkat pendapatan di desa ini dan termasuk pola tanam pada urutan ketiga dari sisi luas tanam dan partisipasi petani yang mengusahakan. Dengan posisi tersebut pola tanam tersebut merupakan pola yang patut direkomendasikan untuk dikembangkan. Namun demikian beberapa catatan perlu diperhatikan dalam penerapan pola tanam tersebut yaitu (1) pengusahaan melon pada MK I memiliki risiko gagal panen yang lebih tinggi (karena curah hujan masih cukup tinggi) dibanding pada MK II, dan (2) pengusahaan melon secara berturutan di dua musim mempunyai kelebihan termanfaatkannya ajir dan mulsa dari tanaman sebelumnya, namun membutuhkan pemeliharaan yang lebih baik. Tabel 15. Pendapatan Usahatani Menurut Pola Tanam dan Tipe Irigasi di Kabupaten Ngawi, Tahun 2001 No
Tipe Irigasi dan Pola Tanam
Desa Irigasi Teknis 1. Padi-melon-melon 2. Padi-melon-cabai rawit 3. Padi-bawang merah 4. Padi-padi-melon 5. Padi-melon 6. Padi-padi-padi 7. Padi-padi-kedelai 8. Padi-padi-bera Desa Irigasi ½ Teknis 1. Padi-padi-kacang tanah 2. Padi-padi-padi 3. Padi-padi-kedelai 4. Padi-padi-bera 5. Padi-kedelai Sumber : Data Primer (diolah).
Tingkat Pendapatan (Rp/Ha) 53.678.558 41.578.842 41.309.412 13.748.691 13.688.764 947.693 619.073 397.023 1.606.555 728.349 591.467 514.921 356.800
Di desa irigasi ½ teknis Kabuupaten Ngawi hanya terdapat 5 variasi pola tanam, dimana pola padi-padi-kacang tanah memberikan pendapatan yang tertinggi. Namun demikian, dari sisi pangsa luas areal dan partisipasi petani yang mengusahakan pola tersebut menempati urutan ketiga setelah pola tanam padi-padi-kedelai dan padipadi-padi. Ketersediaan air yang cukup dan kebutuhan pangan pokok terpenuhi merupakan faktor penentu petani dalam memilih pola tanam dengan komoditas padi sebagai penyusun pola tanam. Sedangkan pilihan terhadap komoditas palawija (kedelai dan kacang tanah) sebagai komponen penyusun pola tanam lebih didasarkan pada pertimbangan keterbatasan air irigasi, optimalisasi pemanfaatan lahan dan kemudahan
78
dalam memasarkan. Pilihan komoditas kedelai sebagai komponen pola tanam lebih dominan dari pada kacang tanah (walaupun pola tanam padi-padi-kacang tanah memberikan keuntungan usahatani tertinggi), didasarkan pada pertimbangan bahwa biaya produksi kacang tanah relatif lebih tinggi dari pada kedelai. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Tingkat diversifikasi usahatani di lahan sawah yang terefleksikan oleh keragaan pola tanam dan ragam komoditas penyusunannya menunjukkan hal-hal berikut : (1) Tingkat diversifikasi usahatani di lahan sawah bervariasi menurut lokasi dan tipe irigasi; (2) Pemilihan jenis komoditas dan pola tanam oleh petani dipengaruhi oleh faktor teknis, ekonomi, sosial dan budaya setempat; dalam hal ini tingginya tingkat pendapatan bukan merupakan satu-satunya faktor penentu pengambilan keputusan; (3) Secara umum usahatani lahan sawah di desa-desa sentra produksi padi di Jawa pada MH masih dominan mengusahakan padi, diversifikasi uasahatani umumnya dilakukan pada MK I dan atau MK II; (4) Tingkat pendapatan usahatani petani yang melakukan diversifikasi lebih tinggi dari petani nondiversifikasi; dalam hal ini pengusahaan komoditas hortikultura memberikan tingkat pendapatan yang relatif lebih tinggi daripada palawija, namun pengusahaan hortikultura membutuhkan modal dan risiko usaha yang juga tinggi. Saran Pengembangan diversifikasi uasahatani di lahan sawah memiliki prospek yang baik bagi upaya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani. Namun demikian pemilihan jenis komoditas dan pola tanam yang akan dikembangkan di suatu wilayah tidak hanya mempertimbangkan aspek teknis dan tingkat pendapatan, tetapi juga perlu memperhatikan aspek sosial dan budaya masayarakat setempat. Fasilitas berupa dukungan permodalan dan informasi harga serta keterjaminan pemasaran hasil usahatani merupakan beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam upaya mengembangkan diversifikasi usahatani di lahan sawah. DAFTAR PUSTAKA Pakpahan, A. 1989. Refleksi Diversifikadi Dalam Teori Ekonomi. Makalah disampaikan pada Kongres dan Konpernas IX Perhepi, Jakarta 12-16 Januari 1989. Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI). Jakarta Rachman, H.P.S., dan Supriyati 2003. Catatan Lapangan Survei Prospek Diversifikasi Usaha di lahan Sawah di Kabupaten Ngawi. (Tidak dipublikasikan).
79
Saptana dan I.W. Rusastra. 2003. Catatan Lapang Survei Prospek Diversifikasi Usahatani di Lahan Sawah di Kabupaten Kediri. (Tidak dipublikasikan). Strout, A.M. 1975. Some Definitional Problem with Multiple Crop Diversification. The Philippine Economic Journal, Vol. XIV, No. 122. Manila. Supriyati, Saptana, dan H.P.S. Rachman. 2005. Perkembangan dan Determinan Diversifikasi Usahatani di Lahan Sawah. (Tidak dipublikasikan).
80