STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI LAHAN SAWAH Handewi P.S. Rachman, Supriyati, Benny Rachman Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161
ABSTRACT This paper aims at assessing (1) households’ income structure in rural areas, especially that of rice farmers; (2) correlation of income distribution and land holding; and (3) policy implications for farmers’ income improvement. Data analyzed in the study were collected from seven rice-producing districts during the planting seasons in 2000/2001. Results of the study showed that (1) sources of households’ income varied among districts, households’ status (land-owners vs. landless), and regions (Java vs. outside Java); variation in income sources were related with types of rice fields, access to economic activities, and non-farm employment opportunity; (2) share of income from farm business was still relatively high in total households’ income, i.e., shares of income from rice farming varied from 18 – 34 percent in Java and 22 – 40 percent outside Java; (3) distribution of agricultural income was more balanced than that of total households’ income due to variation in non-farm income; and (4) there was positive correlation between total households’ income and land holding. Implications of the study are (1) enhancing non-farm employment in rural areas is essential to improve households’ income, (2) implementing land reform as one of instruments to make better distribution of land holding and income distribution in rural areas. Key words: Income structure, income distribution, rice farmer
PENDAHULUAN Pembangunan nasional yang telah dilaksanakan lebih dari setengah abad di Indonesia telah memberi hasil cukup signifikan. Salah satu ukuran keberhasilan pembangunan nasional adalah meningkatnya tingkat pendapatan nasional (gross domestic product, GDP) ataupun GDP/kapita. Namun demikian, pertumbuhan pendapatan saja tidak cukup, penelaahan bagaimana besaran pendapatan nasional tersebut terdistribusikan di antara berbagai golongan penduduk merupakan salah satu ukuran untuk melihat pemerataan hasil-hasil pembangunan. Berkaitan dengan hal tersebut, pemahaman struktur dan distribusi pendapatan merupakan salah satu topik bahasan yang relevan untuk dikaji. Meningkatnya pendapatan penduduk sebagai salah satu indikator kesejahteraan seringkali dijadikan sebagai sasaran akhir pembangunan nasional suatu negara. Oleh karena itu pemahaman mengenai struktur, besaran dan distribusi pendapatan masyarakat merupakan kajian yang akan bermanfaat bagi pengambil kebijakan di semua sektor pembangunan. Dalam kajian struktur pendapatan, pemilahan sumber pendapatan rumah tangga menurut sektor dan subsektor bermanfaat untuk memahami potensi dan arah kebijakan pengembangan bagi sektor dan subsektor yang perlu prioritas pena-
nganan kaitannya dengan peningkatan pendapatan dan perluasan kesempatan kerja di suatu wilayah. Selain itu, analisis tentang distribusi pendapatan penduduk berguna untuk memahami tingkat ketidakmerataan atau ketimpangan pendapatan yang ada di antara berbagai golongan pendapatan. Kecenderungan bahwa pendapatan rumah tangga di daerah-daerah non-rice based farming lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan rumah tangga pada daerah tradisional rice-based farming, memberi petunjuk bahwa masyarakat petani sebenarnya responsif dan berusaha memanfaatkan bekerjanya mekanisme harga sebagai indikator ekonomi yang mengatur mereka dalam mengalokasikan sumberdaya mereka seoptimum mungkin (Rasahan, 1988). Fenomena tersebut mempunyai implikasi penting bagi pemerintah dalam rangka mengevaluasi konsekuensi ekonomis dari upayaupaya mempertahankan swasembada beras dan penggalakan program diversifikasi pertanian guna meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Studi Rasahan (1988) menunjukkan bahwa terdapat dua pola utama yang mencirikan keadaan struktur dan distribusi pendapatan masyarakat pedesaan: (1) Ada hubungan searah antara distribusi pendapatan dengan penguasaan lahan pertanian. Pola ini umumnya dikenal pada masyarakat agraris di mana sumberdaya lahan (land base agriculture)
179
memegang peranan sangat dominan dalam menciptakan arus masuk pendapatan masyarakat pedesaan, hal ini tampak di pedesaan Jawa maupun Luar Jawa. Dengan kata lain, ketimpangan maupun pemerataan distribusi pendapatan dapat dijelaskan atau terefleksikan pada ketimpangan maupun pemerataan distribusi penguasaan lahan ataupun penggarapan lahan pertanian: (2) Ada hubungan terbalik antara konsentrasi pendapatan dengan konsentrasi penguasaan atau penggarapan lahan pertanian. Kegiatan atau usaha-usaha nonpertanian atau usaha non land base agriculture dilihat sebagai alternatif sumber pendapatan rumah tangga pedesaan. Usaha tersebut dapat memberikan bias negatif maupun positif terhadap distribusi masyarakat pedesaan. Bias negatif apabila kehadiran usaha non land base agriculture sebagai sumber kegiatan menghasilkan arus pendapatan yang justru memperburuk distribusi pendapatan (kasus desa-desa Patanas Sulawesi Selatan), dan sebaliknya untuk bias positif (kasus desa-desa Patanas Jawa Barat). Apakah fenomena di pedesaan Jawa-Luar Jawa yang terjadi 15 tahun yang lalu tersebut masih relevan dengan kondisi saat ini, kajian dengan menggunakan data dan informasi yang lebih aktual dapat menjawab pertanyaan tersebut. Berdasar hal tersebut tulisan berikut bertujuan untuk mengkaji: (1) struktur pendapatan rumah tangga di pedesaan (khususnya petani lahan sawah); (2) distribusi pendapatan dan kaitannya dengan distribusi pemilikan/penguasaan lahan; dan (3) merumuskan saran kebijakan untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga. METODOLOGI Lokasi Penelitian, Data dan Informasi Penelitian menggunakan data primer yang dikumpulkan melalui metode survei di tujuh kabupaten yang tersebar di lima provinsi yaitu Kabupaten Indramayu dan Majalengka (Jawa Barat), Klaten (Jawa Tengah), Ngawi dan Kediri (Jawa Timur), Agam (Sumatera Barat) dan Sidrap (Sulawesi Selatan). Di masing-masing kabupaten dipilih empat desa masing-masing merepresentasikan desa dengan luas lahan sawah dominan berdasar ketersediaan air irigasi yaitu desa lahan sawah irigasi teknis (ketersediaan air baik), setengah teknis (ketersediaan
180
air sedang), sederhana (ketersediaan air kurang) dan lahan sawah tadah hujan. Di setiap desa diwawancara 20 petani lahan sawah yang dipilih secara acak dan mewakili buruh tani dan petani dengan penguasaan lahan sempit, sedang dan luas relatif terhadap populasi petani lahan sawah di masing-masing desa. Data primer yang dikumpulkan mencakup penggunaan input-output usahatani semua komoditas yang diusahakan petani di desa contoh, curahan kerja dan semua sumber pendapatan seluruh anggota rumah tangga contoh, pemasaran dan kelembagaan yang terkait dengan penggunaan input maupun pemasaran output. Data dikumpulkan untuk MH 2000/01, MK I 2001 dan MK II 2001. Metode Analisis Untuk mengkaji struktur pendapatan rumah tangga, analisis dilakukan dengan metode deskriptif melalui metoda akunting. Dalam hal ini pendapatan total rumah tangga merupakan penjumlahan pendapatan dari pertanian dan pendapatan nonpertanian. Pendapatan dari pertanian dibedakan menurut sumbernya yaitu: (a) usahatani padi; (b) usahatani palawija; (c) usahatani hortikultura; (d) usahatani tebu dan tembakau; (e) usahatani di lahan tegalan, (f) usahatani di lahan kebun; (g) hasil usaha kolam; (h) hasil usaha ternak; (i) berburuh di lahan sawah; dan (j) berburuh di lahan nonsawah. Sementara itu pendapatan nonpertanian dibedakan menurut sumber jenis usaha yaitu: (a) industri; (b) perdagangan; (c) jasa, angkutan; (d) PNS/TNIPOLRI/pensiunan/karyawan; (e) berburuh non pertanian; (f) penyewaan aset, (g) transfer pendapatan; dan (h) sumber lain selain (a) sampai (g). Analisis ragam sumber pendapatan dilakukan dengan menelaah sebaran dan distribusi rumah tangga di masing-masing kabupaten menurut status rumah tangga dan jumlah sumber pendapatan. Dalam hal ini jumlah sumber pendapatan dibedakan menjadi satu, dua, tiga, empat dan lima atau lebih sumber pendapatan. Analisis dibedakan menurut status rumah tangga yaitu petani dan buruh tani. Sebagai catatan : buruh tani adalah rumah tangga yang mata pencaharian utama kepala keluarga adalah buruh tani, batasan ini digunakan untuk analisis selanjutnya.
kabupaten menurut luas penguasaan lahan sawah tertera pada Tabel 2.
Analisis struktur dan distribusi pendapatan dilakukan untuk masing-masing kabupaten contoh. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa analisis menurut tipe desa atau tingkat ketersediaan air kurang relevan dilakukan mengingat jumlah rumah tangga contoh di masingmasing desa hanya 20 responden. Namun demikian dalam analisis di masing-masing kabupaten, rumah tangga contoh dikelompokkan menurut status yaitu (a) total rumah tangga, (b) rumah tangga petani, dan (c) rumah tangga buruh tani. Adapun sebaran rumah tangga contoh di masing-masing kabupaten menurut status rumah tangga dapat disimak pada Tabel 1. Tabel 1.
Untuk menelaah keterkaitan antara penguasaan/pemilikan lahan dan tingkat pendapatan, dilakukan analisis korelasi sederhana antara total pendapatan dengan pemilikan dan penguasaan lahan sawah. Selain itu untuk menelaah peran pendapatan dari sektor nonpertanian dalam struktur pendapatan rumah tangga, dianalisis korelasi antara pendapatan nonpertanian (Rp/kap/th) dengan pendapatan dari sektor pertanian (Rp/kap/th) dan pendapatan total rumah tangga (Rp/kap/th). Untuk menelaah dampak kenaikan harga gabah terhadap struktur pendapatan rumah tangga petani lahan sawah di daerah penelitian, dilakukan simulasi kenaikan harga gabah sebesar 50 persen dari harga yang berlaku pada saat penelitian di masing-masing lokasi penelitian. Dampak terhadap kenaikan harga gabah dibedakan untuk pendapatan rumah tangga secara total, rumah tangga petani, dan rumah tangga buruh tani di masing-masing kabupaten penelitian.
Sebaran Rumah Tangga Contoh Menurut Status Rumah Tangga di Tujuh Kabupaten Contoh, Tahun 2001
Kabupaten Indramayu Majalengka Klaten Kediri Ngawi Agam Sidrap
Petani 60 67 67 60 60 74 71
Rumah tangga Buruhtani 20 13 13 18 20 5 9
Total 80 80 80 78 80 79 80
Untuk menelaah distribusi pendapatan rumah tangga digunakan alat analisis penghitungan indeks Gini (Gini Index Ratio) yang dikembangkan oleh Szal dan Robinson (1977). Secara umum penghitungan indeks Gini dirumuskan sebagai berikut:
Sumber: Data primer
Selain itu untuk menelaah hubungan antara penguasaan lahan dengan pendapatan rumah tangga, dilakukan pula analisis struktur pendapatan rumah tangga menurut luas penguasaan lahan. Dalam hal ini rumah tangga contoh di masing-masing kabupaten di kelompokkan menurut luas penguasaan lahan sawah pada MH 2000/01 yaitu: (a) 0,00 ha, (b) 0,01 – 0,10 ha, (c) 0,11 – 0,50 ha, (d) 0,51 – 0,75 ha, (e) 0,76 – 1,00 ha, dan (f) > 1,00 ha. Adapun sebaran rumah tangga contoh di masing-masing
G = 1 + 1/n.2/n2Y (1y1 + 2y2 + …+ nyn) atau G = (1/n2) i j (yi – yj) / Y dimana: n = total individu atau grup y = pendapatan individu Y = pendapatan rata-rata grup i = 1, ………,n j = 1,……….,n
Tabel 2. Sebaran Rumah Tangga Contoh Menurut Kelompok Luas Sawah Garapan di Tujuh Kabupaten Contoh, Tahun 2001 Luas Sawah Garapan
Kabupaten Indramayu Majalengka Klaten Kediri Ngawi Agam Sidrap
0
0,01 – 0,10
16 16 11 22 15 5 7
1 2 2 3 -
0,11 -0,50 0,51 – 0,75 26 32 46 25 29 33 16
14 10 12 8 10 9 11
0,76-1
>1
7 5 6 11 11 14 8
16 15 3 12 12 18 38
Sumber : Data primer
181
Tabel 3.
Sebaran Rumah Tangga Contoh Menurut Jumlah Sumber Pendapatan dan Status Rumah Tangga di Tujuh Kabupaten Contoh, Tahun 2001
Kabupaten Indramayu Majalengka Klaten Kediri Ngawi Agam Sidrap
Rumah tangga petani menurut jumlah sumber pendapatan 1 2 3 4 >5 Total 5 13 22 6 14 60 9 25 15 12 6 67 1 9 14 19 24 67 1 9 20 9 21 60 1 9 8 25 17 60 5 15 26 13 15 74 13 22 15 11 10 71
Rumah tangga buruh tani menurut jumlah sumber pendapatan 1 2 3 4 >5 Total 1 8 4 6 1 20 6 5 1 1 13 4 3 3 3 13 1 6 6 2 3 18 1 5 9 2 3 20 2 2 1 5 1 6 2 9
Sumber : Data primer
Tabel 4. Distribusi Rumah Tangga Contoh Menurut Jumlah Sumber Pendapatan dan Status Rumah Tangga di Tujuh Kabupaten Contoh, Tahun 2001 (persen)
Kabupaten Indramayu Majalengka Klaten Kediri Ngawi Agam Sidrap
Rumah tangga petani menurut jumlah sumber pendapatan 1 2 3 4 >=5 Total 8,33 21,67 36,67 10,00 23,33 100,00 13,43 37,31 22,39 17,91 8,96 100,00 1,49 13,43 20,90 28,36 35,82 100,00 1,67 15,00 33,33 15,00 35,00 100,00 1,67 15,00 13,33 41,67 28,33 100,00 6,76 20,27 35,14 17,57 20,27 100,00 18,31 30,99 21,13 15,49 14,08 100,00
Rumah tangga buruh tani menurut jumlah sumber pendapatan 1 2 3 4 >=5 Total 5,00 40,00 20,00 30,00 5,00 100,00 46,15 38,46 7,69 7,69 0,00 100,00 30,77 23,08 23,08 23,08 0,00 100,00 5,56 33,33 33,33 11,11 16,67 100,00 5,00 25,00 45,00 10,00 15,00 100,00 40,00 40,00 0,00 0,00 20,00 100,00 11,11 66,67 22,22 0,00 0,00 100,00
Sumber : Data primer
Penghitungan indeks Gini dilakukan untuk (a) pendapatan total rumah tangga contoh selama tahun 2001, (b) pendapatan yang bersumber dari sektor pertanian selama tahun 2001, dan (c) pendapatan dari nonpertanian selama tahun 2001. Besaran masing-masing pendapatan tersebut diukur dalam Rp/kapita/th dan dihitung untuk kelompok rumah-tangga secara total, petani dan buruh tani di setiap kabupaten penelitian. Mengacu pada batasan yang dirumuskan oleh Oshima (1976) dalam Syukur et al (1988), besaran indeks Gini tergolong (a) ringan jika G < 0.4, (b) sedang jika 0.4 < G < 0.5, dan (c) berat apabila nilai G > 0.5 RAGAM SUMBER PENDAPATAN RUMAH TANGGA Walaupun rumah tangga yang dijadikan contoh di masing-masing kabupaten penelitian adalah rumah tangga petani lahan sawah, namun sumber pendapatan rumah tangga cukup beragam baik yang yang berasal dari sektor pertanian maupun nonpertanian. Sebaran ru-
182
mah tangga contoh di masing-masing kabupaten penelitian menurut status dan jumlah sumber pendapatan dapat disimak pada Tabel 3 dan Tabel 4. Berdasarkan data yang tersaji pada Tabel 3 dan Tabel 4 terlihat bahwa terdapat variasi jumlah sumber pendapatan rumah tangga antar kabupaten maupun antar status rumah tangga. Pada kelompok rumah tangga petani di Kabupaten Indramayu, proporsi rumah tangga yang memiliki tiga sumber pendapatan menempati pangsa tertinggi (sekitar 37 persen), diikuti oleh proporsi rumah tangga dengan lima atau lebih sumber pendapatan (23 persen), dan rumah tangga dengan dua sumber pendapatan sebesar 22 persen. Sementara itu pada rumah tangga buruh tani porsi tertinggi (40 persen) pada rumah tangga dengan dua sumber pendapatan, diikuti oleh rumah tangga dengan empat dan tiga sumber pendapatan masingmasing dengan proporsi sebesar 30 persen dan 20 persen. Relatif beragamnya sumber pendapatan rumah tangga contoh di Kabupaten Indramayu diduga terkait dengan aksesibilitas daerah yang
terbuka dan relatif dekat dengan Jakarta. Dalam hal ini sumber pendapatan nonpertanian (tukang bangunan, tukang becak) menjadi pilihan rumah tangga di saat kegiatan pertanian sedang kosong. Selain itu dalam usahatani sawah di Kabupaten Indramayu juga terdapat ragam sumber pendapatan selain padi yaitu usahatani hortikultura (bawang merah, cabai, sayuran) dan usahatani palawija (kacang tanah, kacang hijau, dan jagung muda). Di Kabupaten Majalengka keragaannya berbeda, proporsi rumah tangga dengan sumber pendapatan tunggal relatif tinggi, yaitu sebesar 13 persen untuk rumah tangga petani dan 46 persen bagi buruh tani. Pada rumah tangga petani di Majalengka, proporsi tertinggi (37 persen) adalah rumah tangga dengan dua sumber pendapatan, diikuti oleh rumah tangga dengan tiga sumber pendapatan sebesar 22 persen. Sedangkan pada rumah tangga buruh tani porsi tertinggi (46%) pada rumah tangga dengan sumber pendapatan tunggal, diikuti oleh rumah tangga dengan dua sumber pendapatan sebesar 38 persen. Di Kabupaten Klaten, perbedaan distribusi rumah tangga antara petani dan buruh tani menurut jumlah sumber pendapatan cukup signifikan. Pada rumah tangga petani proporsi tertinggi (36%) pada rumah tangga dengan lima atau lebih sumber pendapatan, diikuti oleh rumah tangga dengan empat, tiga, dan dua sumber pendapatan masing-masing dengan porsi sebesar 28 persen, 21 persen dan 13 persen. Sementara itu rumah tangga buruh tani di Kabupaten Klaten umumnya memiliki sumber pendapatan tunggal (mencapai 31 persen), dikuti oleh rumah tangga dengan dua, tiga, dan empat sumber pendapatan masing-masing sebesar 23 persen. Terdiversifikasinya sumber pendapatan rumah tangga di Kabupaten Klaten terkait dengan relatif beragamnya pola tanam pada usahatani lahan sawah di daerah penelitian (padi, jagung, kedelai, kacang tanah, sayuran tebu, tembakau) serta adanya beragam industri rumah tangga yang berkembang di wilayah tersebut. Di Kabupaten Kediri, seperti halnya di Kabupaten Klaten, proporsi rumah tangga dengan lima atau lebih sumber pendapatan menempati porsi tertinggi (35%) pada rumah tangga petani. Diikuti dengan porsi rumah tangga dengan tiga sumber pendapatan sebesar 33 persen, serta rumah tangga dengan
dua dan empat sumber pendapatan masingmasing sebesar 15 persen. Pada rumah tangga buruh tani, proporsi rumah tangga dengan dua dan tiga sumber pendapatan paling dominan, masing-masing sebesar 33 persen. Diikuti oleh rumah tangga dengan lima atau lebih sumber pendapatan sebesar 17 persen, sedangkan rumah tangga dengan empat dan satu sumber pendapatan masing-masing hanya 11 persen dan 6 persen. Sekali lagi relatif beragamnya sumber pendapatan rumah tangga di Kabupaten Kediri antara lain terkait dengan beragamnya pola usahatani di lahan sawah di daerah penelitian. Selain padi, usahatani yang menjadi sumber pendapatan rumah tangga adalah usahatani palawija (jagung dan kacang tanah), usahatani hortikultura (cabai merah, cabai keriting, semangka, cabai rawit, tomat dan terung), serta usahatani tebu. Di Kabupaten Ngawi, diversifikasi sumber pendapatan rumah tangga petani terlihat lebih beragam dibanding buruh tani. Pada rumah tangga petani, proporsi tertinggi (70 persen) pada rumah tangga dengan 4 atau lebih sumber pendapatan. Sementara itu pada rumah tangga buruh tani porsi 70 persen tersebut berada pada rumah tangga dengan dua dan tiga sumber pendapatan. Sumber pendapatan rumah tangga contoh di Kabupaten Ngawi selain dari usahatani padi umumnya dari usahatani hortikultura (terutama melon), palawija (kedelai, kacang tanah) serta usahatani tebu dan tembakau. Sementara di luar sektor pertanian, usaha penyewaan aset pertanian seperti pompa air dan traktor merupakan alternatif sumber pendapatan rumah tangga di daerah penelitian. Di Kabupaten Agam seperti halnya di Kabupaten Ngawi, terlihat bahwa diversifikasi sumber pendapatan rumah tangga petani lebih beragam dibanding buruh tani. Pada rumahtangga buruh tani, proporsi rumah tangga dengan satu dan dua sumber pendapatan masingmasing sebesar 40 persen. Sementara itu pada rumah tangga petani proporsi tertinggi (35%) berada pada rumah tangga dengan tiga sumber pendapatan, diikuti oleh rumah tangga dengan lima atau lebih sumber pendapatan dan dua sumber pendapatan masing-masing sebesar 20 persen, serta rumah tangga dengan empat sumber pendapatan sebesar 18 persen. Relatif beragamnya sumber pendapatan petani di Kabupaten Agam terkait dengan adanya diversifikasi pola usahatani di lahan sawah di daerah penelitian. Selain padi, sumber pendapatan
183
rumah tangga petani adalah usahatani sayuran (cabai merah, cabai keriting dan tomat) dan usahatani palawija (jagung, kacang tanah dan ubi jalar). Di Kabupaten Sidrap, walaupun dengan besaran proporsi yang berbeda namun bagi rumah tangga petani maupun buruh tani memiliki pola yang serupa. Dalam hal ini porsi rumah tangga dengan dua sumber pendapatan menempati urutan tertinggi, masing-masing 31 persen untuk rumah tangga petani dan 67 persen pada rumah tangga buruh tani. Namun demikian pada rumah tangga buruh tani di Kabupaten Sidrap tidak ada rumah tangga yang memiliki empat atau lebih sumber pendapatan, sedangkan pada rumah tangga petani rumahtangga dengan empat dan lima atau lebih sumber pendapatan porsinya masing-masing sebesar 15 dan 14 persen. Dikaitkan dengan rataan luas penguasaan lahan dan pola usahatani di lahan sawah di daerah penelitian terlihat bahwa dengan luasan yang relatif besar (dibanding lokasi atau kabupaten penelitian yang lain) dan dominasi usahatani padi dalam pola usahatani menyebabkan diversifikasi sumber pendapatan rata-rata rumah tangga contoh di Kabupaten Sidrap relatif terbatas dibanding kabupaten yang lain. Dari uraian di atas dapat diungkapkan bahwa: (1) tingkat diversifikasi sumber pendapatan rumah tangga bervariasi menurut lokasi (kabupaten) maupun status rumah tangga (petani vs buruh tani); (2) secara umum diversifikasi sumber pendapatan rata-rata rumah tangga petani maupun buruh tani di Jawa lebih beragam dibanding di Luar Jawa; dan (3) ada kecenderungan diversifikasi sumber pendapatan rumah tangga terkait dengan tingkat diversifikasi usahatani di lahan sawah, aksesibilitas daerah terhadap pusat perekonomian, dan ketersediaan serta kesempatan kerja di luar pertanian di masing-masing lokasi penelitian. STRUKTUR PENDAPATAN RUMAH TANGGA Analisis Menurut Status Rumhatangga Keragaan struktur pendapatan rumahtangga contoh di masing-masing kabupaten menurut status rumah tangga disajikan pada Tabel 5 dan Tabel 6. (Catatan: Pendapatan usahatani padi, palawija, hortikultura, dan tebu & tembakau merupakan pendapatan return to
184
management, family labor and land). Rincian proporsi masing-masing sumber pendapatan usahatani dari rumah angga contoh di kabupaten penelitian dapat disimak pada Tabel Lampiran 1. Di Kabupaten Indramayu secara rata-rata terlihat bahwa pendapatan rumah tangga contoh didominasi dari sektor pertanian dengan pangsa sekitar 76 persen. Di antara sektor pertanian, pangsa pendapatan dari usahatani padi memiliki pangsa terbesar (34%), diikuti usahatani hortikultura sekitar 28 persen dan berburuh tani di lahan sawah sekitar 9 persen (Tabel 5). Dikaitkan dengan curahan kerja seperti diungkap Supriyati et al. (2002) terlihat bahwa di sektor pertanian proporsi curahan kerja berburuh tani di lahan sawah menempati pangsa tertinggi (27%), diikuti curahan pada usahatan padi dan hortikultura masing-masing pangsanya 25 persen dan 14 persen. Dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa curahan kerja berburuh tani di lahan sawah tidak berbanding lurus dengan pendapatan, sementara untuk usahatani hortikultura dan usahatani padi masih menunjukkan pola hubungan yang searah antara curahan kerja dan pendapatan. Apabila dibedakan menurut status rumah tangga, terlihat bahwa pangsa pendapatan dari sektor pertanian bagi rumah tangga buruh tani lebih tinggi dari pada rumah tangga petani (81% vs 76%). Di dalam sektor pertanian, pangsa pendapatan dari usahatani padi sebesar 8 persen dan 37 persen masing-masing pada rumah tangga buruh tani dan petani (Tabel 6). Pada kelompok buruh tani, pangsa pendapatan dari berburuh tani di lahan sawah menempati pangsa tertinggi (57%). Sementara itu pada rumah tangga petani di Kabupaten Indramayu pangsa pendapatan dari usahatani hortikultura menempati urutan kedua setelah padi dengan pangsa sekitar 30 persen. Secara rataan, besaran tingkat pendapatan buruh tani di Kabupaten Indramayu hanya sekitar 32 persen dari rataan pendapatan petani (Rp 999 ribu vs Rp 3,2 juta/kapita/tahun). Di Kabupaten Majalengka, secara total pangsa pendapatan dari nonpertanian lebih dominan (hampir 57%) dari pada pendapatan dari pertanian (Tabel 5). Pangsa pendapatan dari usaha jasa dan angkutan, perdagangan, dan industri memiliki peran yang cukup signifikan pada rumah tangga contoh di Kabupaten Majalengka. Di Majalengka, pangsa pendapatan
dari usahatani padi sekitar 29 persen. Namun apabila dibedakan menurut status petani, pangsa pendapatan dari usahatani padi pada buruh tani hanya 9 persen sedang pada petani sekitar 30 persen (Tabel 6). Hal menarik yang dapat diungkap dari Tabel 4 dan Tabel 5 adalah adanya pendapatan yang negatif. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pendapatan tersebut dihitung atas biaya total artinya curahan tenaga kerja dalam keluarga dihitung sebagai biaya dengan menggunakan upah yang berlaku di masingmasing desa. Pada kondisi di mana petani mengusahakan komoditas atau usaha ternak walaupun secara ekonomi tidak menguntungkan petani tetap mengusahakan. Hal ini didasarkan pada pertimbangan atau perhitungan bahwa tenaga kerja sendiri (dalam keluarga) tidak diperhitungkan sebagai biaya. Seperti halnya di Indramayu, pangsa pendapatan yang berasal dari sektor pertanian pada rumah tangga buruh tani lebih tinggi dibanding rumah tangga petani di Kabupaten Majalengka (60 vs 43%). Tingginya pangsa pendapatan rumah tangga buruh tani tersebut bersumber dari berburuh tani di lahan sawah. Sementara bagi rumah tangga petani, sumber
pendapatan dari sektor pertanian dominan berasal dari usahatani padi. Secara nominal, besarnya pendapatan petani di Majalengka sekitar enam kali lipat dibanding pendapatan buruh tani di wilayah tersebut. Di Kabupaten Klaten, secara total pangsa pendapatan dari sektor pertanian masih lebih tinggi dari sektor nonpertanian (53 vs 47%). Di sektor pertanian, pangsa pendapatan dari usahatani padi sebesar 18 persen secara total, sedang pada rumah tangga buruh tani dan petani masing-masing sebesar 7 persen dan 18 persen (Tabel 5 dan 6). Pangsa pendapatan dari usahatani nonpadi dalam hal ini tebu dan tembakau cukup menonjol di Kabupaten Klaten (secara total dan pada rumah tangga petani) yaitu sekitar 12 persen terhadap total pendapatan rumah tangga. Sedangkan pada rumah tangga buruh tani peran pendapatan dari usahatani tebu dan tembakau hanya sekitar enam persen. Secara umum peranan pendapatan dari berburuh tani di lahan sawah maupun di lahan nonsawah cukup menonjol di Kabupaten Klaten, khususnya pada rumah tangga buruh tani pangsanya masing-masing sebesar 13 persen dan 54 persen terhadap total penda-
Tabel 5. Struktur Pendapatan Rumah Tangga Per Kapita di Tujuh Kabupaten Menurut Sumber Pendapatan, Tahun 2001 (%) Sumber pendapatan Usahatani padi Usahatani palawija Usahatani hortikultura Usahatani tebu dan tembakau Usahatani di lahan tegalan Usahatani di lahan kebun Hasil usaha kolam Hasil usahaternak Berburuh tani di sawah Berburuh tani di nonsawah Industri Perdagangan Jasa angkutan PNS dll Buruh nonpertanian Penyewaan aset Transfer Lainnya Total pertanian Total nonpertanian Total pendapatan (%) Total pendapatan (Rp/kap/th)
Kabupaten Indramayu Majalengka Klaten Kediri Ngawi Agam Sidrap 34,11 29,29 17,55 20,72 25,83 21,68 39,92 0,77 1,91 8,77 17,78 1,16 1,07 3,08 27,85 6,80 0,10 20,49 20,54 25,02 0,24 0,00 0,00 11,74 2,49 1,46 0,00 0,00 0,19 0,00 0,06 0,00 0,14 0,00 0,00 2,64 0,64 0,45 1,84 1,04 1,37 10,44 0,00 -0,22 0,17 0,00 0,03 0,05 0,00 0,99 -0,38 7,07 7,31 3,62 10,44 3,96 9,16 4,84 6,54 2,22 6,18 4,57 6,44 0,76 0,16 0,20 1,87 0,45 0,19 0,23 2,26 11,43 2,69 0,21 0,00 8,31 1,53 5,00 12,75 9,07 8,76 8,95 5,44 5,27 5,16 13,75 1,69 1,85 3,09 6,23 3,10 1,45 7,05 21,24 8,49 6,86 3,17 16,01 2,86 8,98 6,21 1,58 1,77 1,74 2,62 6,66 2,78 5,26 2,98 16,89 5,31 5,67 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,15 0,23 1,21 1,42 1,98 5,42 1,50 76,47 43,04 52,64 74,71 60,46 64,39 64,31 23,53 56,96 47,36 25,29 39,54 35,61 35,69 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 2.676.646 2.747.212 1.840.659 3.570.868 3.805.695 3.136.919 2.243.054
Sumber : Data primer (diolah)
185
186
patan rumah tangga. Relatif menonjolnya peranan pendapatan dari berburuh tani di Kabupaten Klaten terkait dengan relatif sempitnya ratarata pemilikan dan penguasaan lahan di wilayah ini. Adanya sistem pembatasan penguasaan/ pemilikan lahan berdasar patok diduga merupakan salah satu pendorong tingginya usaha berburuh tani di wilayah ini. Secara nominal pendapatan buruh tani di Kabupaten Klaten hanya sekitar 30 persen dari rata-rata pendapatan petani di wilayah tersebut. Secara umum pendapatan yang berasal dari sektor perdagangan, jasa dan angkutan, PNS serta berburuh nonpertanian cukup berperan dalam menyumbang pendapatan ratarata rumah tangga contoh di Kabupaten Klaten. Peranan pendapatan dari PNS sekitar 21 persen dari total pendapatan rumah tangga. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa penguasaan lahan sawah di wilayah ini sebagian besar dikuasai oleh para PNS (umumnya para guru) yang berdomisili di desa contoh penelitian. Hal ini didasarkan pada kerangka sampling rumah tangga contoh adalah rumah tangga yang menguasai atau menggarap lahan sawah sesuai tipe desa contoh di lokasi bersangkutan. Di Kabupaten Kediri, peranan sektor pertanian dalam menyumbang pendapatan rumah tangga secara rataan sekitar 75 persen. Sementara apabila dibedakan menurut status rumah tangga, pangsa pendapatan dari pertanian pada kelompok buruh tani lebih besar dari pada rumah tangga petani (Tabel 5 dan Tabel 6). Di sektor pertanian, pangsa pendapatan yang bersumber dari usahatani padi di Kabupaten Kediri berkisar secara rata-rata sebesar 21 persen terhadap total pendapatan rumah tangga. Sementara apabila dibedakan menurut status rumah tangga, peran usahatani padi tidak terlihat pada rumah tangga buruh tani (0,0%), sedang pada rumah tangga petani usahatani padi menyumbang 22 persen terhadap total pendapatan rumah tangga. Selain padi, usahatani cabai merah (hortikultura) berperan besar dalam menyumbang pendapatan rumah tangga. Sementara itu peranan pendapatan dari usahatani palawija (jagung) cukup menonjol di desa contoh dengan ketersediaan air baik dan desa tadah hujan dengan total pangsa pada kelompok rumah tangga petani sebesar 19 persen terhadap total pendapatan rumah tangga. Rataan secara nominal, besaran pendapatan buruh tani di Kabupaten Kediri mencapai sekitar
59 persen dari pendapatan petani di wilayah tersebut. Di sektor nonpertanian, secara umum pendapatan yang berasal dari sektor perdagangan dan PNS merupakan sumber pendapatan yang cukup menonjol bagi rumah tangga di desa-desa contoh Kabupaten Kediri. Hal ini dapat dikatakan bahwa sebagian petani lahan sawah di daerah penelitian juga merangkap atau berstatus sebagai PNS. Di Kabupaten Ngawi, pendapatan dari sektor pertanian menyumbang sekitar 60 persen terhadap total pendapatan rumah tangga contoh di Kabupaten Ngawi. Sementara apabila dibedakan menurut status rumah tangga, agak berbeda dengan pola di empat kabupaten terdahulu. Di Kabupaten Ngawi pangsa pendapatan dari sektor pertanian rumah tangga buruh tani tidak lebih besar dari rumah tangga petani masingmasing 56 persen dan 61 persen (Tabel 5 dan 6). Pendapatan dari usahatani padi rata-rata menyumbang sekitar 26 persen terhadap total pendapatan rumah tangga contoh di Kabupaten Ngawi, dan bagi buruh tani dan petani masingmasing menyumbang sebesar dua persen dan 28 persen. Selain padi, pendapatan dari usahatani hortikultura (melon) menonjol dalam menyumbang pendapatan rumah tangga petani di Kabupaten Ngawi. Besaran pendapatan ratarata buruh tani di Kabupaten Ngawi hanya sekitar 47 persen dari rata-rata pendapatan rumah tangga petani di wilayah tersebut. Usahatani palawija (kedelai dan kacang tanah) di Kabupaten Ngawi tidak menguntungkan yang ditunjukkan oleh tingkat pendapatan yang negatif. Seperti halnya di lokasi penelitian lainnya, pendapatan negatif ini disebabkan karena memasukkan tenaga kerja dalam keluarga menjadi biaya usahatani. Selain itu, usahatani palawija di desa-desa contoh tersebut pada kenyataannya juga belum diusahakan secara intensif, tidak dilakukan pemupukan dan pemeliharaan tanaman hanya sekedarnya sehingga produktivitas usahataninya juga relatif rendah. Dari sektor nonpertanian, peranan masing-masing sektor dalam menyumbang pendapatan rumah tangga contoh di Kabupaten Ngawi cukup bervariasi. Peranan pendapatan yang berasal dari penyewaan aset cukup menonjol. Usaha penyewaan pompa untuk suplesi kebutuhan air irigasi merupakan sumber pendapatan
187
sebagian rumah tangga petani di wilayah tersebut. Di Kabupaten Agam, secara umum peranan pendapatan dari sektor pertanian masih dominan dengan pangsa 64 persen terhadap total pendapatan, sedang bagi rumah tangga buruh tani dan petani pangsa sektor pertanian sebesar 97 persen dan 64 persen (Tabel 5 dan Tabel 6). Besaran pangsa pendapatan dari usahatani padi secara total sebesar 22 persen dari total pendapatan rumah tangga, dan untuk rumah tangga buruh tani dan petani pangsanya sebesar 16 persen dan 22 persen. Sebagai pembanding, hasil penelitian Nurmanaf (1988) menunjukkan bahwa kegiatan usahatani padi sawah berperan menyumbang pendapatan rumah tangga pedesaan Sumatera Barat sebesar 47 persen (daerah dataran rendah) dan 29 persen di daerah dataran tinggi. Usaha-usaha yang dilakukan di luar usahatani padi sawah lebih beragam di daerah dataran tinggi dari pada daerah dataran rendah. Kegiatan nonpertanian mempunyai kontribusi cukup besar namun pembinaan sektor ini perlu diarahkan kepada pengelolaan yang lebih intensif. Hal ini didasarkan pemikiran bahwa sektor non-pertanian sangat potensial sebagai sumber pendapatan rumah tangga dan sekaligus dapat menciptakan kesempatan kerja di pedesaan. Selain padi, pendapatan dari sektor pertanian yang menonjol di desa-desa contoh di Kabupaten Agam bersumber dari usahatani hortikultura, dalam hal ini cabai keriting dan tomat di desa dengan irigasi baik dan desa tadah hujan menyumbang sebesar 25 persen dari total pendapatan rumah tangga. Selain itu pendapatan dari usaha ternak berperan sekitar 10 persen terhadap total pendapatan rumahtangga. Secara umum rataan pendapatan buruh tani di Kabupaten Agam sekitar 25 persen dari pendapatan petani di wilayah tersebut. Untuk pendapatan dari nonpertanian, peranan masing-masing sektor bervariasi. Peran pendapatan yang berasal dari sektor perdagangan, industri dan sumber lain cukup menonjol di Kabupaten Agam. Khusus pada rumah tangga buruh tani, peran pendapatan dari non pertanian sangat kecil (kurang dari tiga persen). Di Kabupaten Sidrap secara total pendapatan dari sektor pertanian masih merupakan sumber pendapatan yang dominan bagi rumah tangga contoh di Sidrap, secara persentase, pendapatan dari sektor pertanian di Kabupaten
188
Sidrap menyumbang sekitar 63 persen terhadap total pendapatan rumah tangga. Sedangkan pada kelompok buruh tani dan petani, pangsa tersebut masing-masing sebesar 95 persen dan 63 persen (Tabel 5 dan 6). Pangsa pendapatan yang bersumber dari usahatani padi secara total hampir 40 persen terhadap total pendapatan rumah tangga, sedang bagi buruh tani dan petani pangsa tersebut sebesar 24 persen dan 41 persen. Hasil penelitian Marisa dan Hutabarat (1988) di pedesaan Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa pangsa pendapatan dari sektor pertanian untuk desa lahan sawah dengan irigasi baik dan tak beririgasi baik masingmasing sebesar 85 persen dan 81 persen, dan desa lahan kering sebesar 98 persen. Pendapatan terbesar sektor pertanian dari desa lahan sawah adalah pendapatan dari usahatani di lahan sawah masing-masing sebesar 65 persen untuk yang irigasi baik dan 60 persen untuk desa tak beririgasi baik. Sektor non-pertanian yang menyumbang pendapatan berturut-turut adalah perdagangan, industri rumah tangga, angkutan dan buruh bukan pertanian. Untuk sektor nonpertanian, sektor jasa dan angkutan menyumbang sebesar 16 persen terhadap total pendapatan rumah tangga. Sementara itu pada kelompok rumah tangga buruh tani di Kabupaten Sidrap peran pendapatan dari nonpertanian relatif kecil, hanya sekitar lima persen dari total pendapatan rumah tangga. Secara rata-rata besaran tingkat pendapatan rumah tangga buruh tani di wilayah ini hanya sekitar 48 persen dari rata-rata pendapatan petani di Kabupaten Sidrap. Secara umum beberapa temuan pokok yang dapat diungkap dari uraian di atas adalah (1) di daerah penelitian, sektor pertanian masih dominan dalam menyumbang pendapatan rumah tangga dengan pangsa antara 53 persen (di Kabupaten Klaten) sampai 76 persen di Kabupaten Indramayu, kecuali di Kabupaten Majalengka peran sektor nonpertanian lebih dominan dengan pangsa hampir mencapai 57 persen terhadap total pendapatan rumah tangga; (2) peran pendapatan yang berasal dari usahatani padi secara rata-rata berkisar antara 18 persen (di Kabupaten Klaten) sampai 40 persen (di Kabupaten Sidrap) dari total pendapatan rumah tangga; (3) secara nominal rata-rata pendapatan buruh tani di tujuh kabupaten penelitian berkisar antara Rp 520 ribu sampai Rp 2,3 juta/kapita/tahun, sementara pendapatan petani berkisar antara Rp 2,06 juta
sampai Rp 4,7 juta/kapita/tahun; (4) secara umum pangsa pendapatan yang berasal dari sektor pertanian untuk rumah tangga buruh tani secara signifikan lebih tinggi daripada rumah tangga petani (kecuali di Kabupaten Ngawi). Analisis Menurut Luas Penguasaan Lahan Keragaan struktur pendapatan rumah tangga menurut sumber pendapatan dan luas lahan sawah garapan di masing-masing kabupaten penelitian dapat disimak pada Tabel 7 sampai Tabel 13. Di Kabupaten Indramayu terlihat bahwa penguasaan lahan sawah garapan berbanding lurus dengan pendapatan total rumah tangga (Tabel 7). Dalam hal ini semakin luas penguasaan lahan sawah garapan semakin tinggi pula pendapatan total rumah tangga di wilayah tersebut. Tingkat pendapatan buruh tani atau landless di Kabupaten Indramayu pada tahun 2001 sebesar Rp 798 ribu/kapita/tahun, sementara petani dengan penguasaan lahan lebih dari Tabel 7.
1 ha tingkat pendapatannya sebesar Rp 5,1 juta/kapita/tahun. Selain itu, sumbangan pendapatan yang berasal dari usahatani padi juga makin besar dengan makin luasnya penguasaan lahan, berkisar antara 0,0 persen (landless) sampai 43 persen lebih bagi petani dengan penguasaan lahan sawah lebih dari 1 ha. Sumbangan pendapatan yang berasal dari sektor pertanian tidak memiliki pola hubungan yang konsisten dengan luas penguasaan lahan. Namun secara keseluruhan di semua kelas penguasaan lahan pangsa pendapatan yang berasal dari pertanian masih dominan dalam menyumbang pendapatan rumah tangga contoh di Kabupaten Indramayu. Hal menarik lain yang dapat diungkap dari Tabel 7 adalah bahwa pangsa pendapatan yang berasal dari usahatani hortikultura dominan dan berbanding lurus dengan penguasaan lahan hanya pada petani dengan luas penguasaan lahan antara 0,1 – 0,5 ha, 0,5 – 0,75 ha dan 0,75 – 1,0 ha dengan pangsa berkisar antara 23 – 41 persen terhadap total pendapatan rumah
Struktur Pendapatan Menurut Sumber Pendapatan dan Luas Lahan Sawah Garapan Di Kabupaten Indramayu, Tahun 2002 (%)
Sumber pendapatan Usahatani padi Usahatani palawija Usahatani hortikultura Usahatani tebu dan tembakau Usahatani di lahan tegalan Usahatani di lahan kebun Hasil usaha kolam Hasil usaha ternak Berburuh tani di sawah Berburuh tani di non sawah Industri Perdagangan Jasa angkutan PNS dll Buruh nonpertanian Penyewaan aset Transfer Lainnya Total pertanian Total non pertanian Total Pendapatan (%) Total pendapatan (Rp/kap/th)
0 0,00 1,99 0,00 0,00 1,55 0,08 0,00 (0,72) 70,41 7,06 5,27 7,08 1,70 0,98 3,45 0,00 0,00 1,17 80,35 19,65 100,00 798.106
0 - 0,1 20,44 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 4,31 55,66 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 15,67 0,00 0,00 3,92 80,41 19,59 100,00 1.020.999
Luas Lahan Sawah Garapan (ha) 0,1 - 0,5 0,5 - 0,75 0,75 - 1 26,72 31,69 39,85 2,65 0,00 0,00 22,82 35,87 41,12 0,00 0,00 0,00 0,44 0,00 0,00 6,23 0,18 0,49 0,00 0,00 0,00 1,67 1,50 0,07 12,90 4,32 0,00 1,52 0,05 0,00 0,83 0,00 2,64 6,47 10,79 6,73 10,16 6,09 1,35 0,00 5,03 0,00 5,39 1,45 3,28 2,20 3,04 4,46 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 74,95 73,60 81,54 25,05 26,40 18,46 100,00 100,00 100,00 1.749.213 3.410.015 3.607.174
>1 43,36 0,24 26,57 0,00 0,00 3,18 0,00 0,82 2,60 0,00 3,81 0,00 3,61 0,70 1,91 13,04 0,00 0,16 76,77 23,23 100,00 5.116.939
Sumber : Data Primer (diolah)
189
Tabel 8. Struktur Pendapatan Menurut Sumber Pendapatan dan Luas Lahan Sawah Garapan Di Kabupaten Majalengka, Tahun 2002 (%) Sumber Pendapatan Usahatani padi Usahatani palawija Usahatani hortikultura Usahatani tebu dan tembakau Usahatani di lahan tegalan Usahatani di lahan kebun Hasil usaha kolam Hasil usaha ternak Berburuh tani di sawah Berburuh tani di non sawah Industri Perdagangan Jasa angkutan PNS dll Buruh non pertanian Penyewaan aset Transfer Lainnya Total pertanian Total non pertanian Total pendapatan (%) Total pendapatan (Rp/kap/th)
0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 36,93 2,58 0,00 0,00 0,00 0,00 60,48 0,00 0,00 0,00 31,47 60,48 100 839.854
0 - 0,1 17,18 14,47 0,00 0,00 0,00 0,00 10,04 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 58,30 0,00 0,00 0,00 41,70 58,30 100 771.826
Luas Lahan Sawah Garapan (ha) 0,1 - 0,5 0,5 - 0,75 0,75 - 1 22,42 23,57 40,81 3,18 2,43 0,00 4,78 18,16 36,19 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,99 0,00 0,00 0,00 0,07 0,57 2,19 0,00 0,00 8,57 3,12 3,30 0,00 0,00 0,00 2,55 0,00 3,51 42,92 8,13 0,00 0,00 0,00 1,96 3,70 31,98 0,00 8,61 11,52 13,66 0,08 0,68 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,34 0,00 41,08 46,39 79,05 57,86 52,65 19,13 100 100 100 1.579.635 2.951.887 2.470.998
>1 35,21 1,42 2,34 0,00 0,01 0,90 0,00 0,53 0,00 0,00 20,20 3,39 25,88 3,61 1,09 5,06 0,00 0,35 40,24 59,59 100 7.721.038
Sumber : Data Primer (diolah)
tangga. Sementara itu bagi petani dengan luas penguasaan lahan lebih dari 1 ha, selain usahatani padi dan hortikultura, pangsa pendapatan yang berasal dari penyewaan aset (lahan dan atau alat pertanian) cukup menonjol. Di Kabupaten Majalengka pola hubungan antara luas penguasaan lahan sawah dengan besarnya tingkat pendapatan rumah tangga tidak terlalu konsisten namun ada kecenderungan pendapatan makin tinggi dengan makin luasnya penguasaan lahan sawah garapan (Tabel 8). Sumbangan pendapatan yang berasal dari usahatani padi di Kabupaten Majalengka juga menunjukkan pola yang tidak teratur. Pada kelas penguasaan lahan sawah garapan antara 0,1– 0,5 ha sampai 0,75–1,0 ha terlihat konsisten, makin tinggi penguasaan lahan makin tinggi pula sumbangan pendapatan yang berasal dari usahatani padi. Pada petani dengan penguasaan lahan lebih dari 1 ha, selain usahatani padi, sumbangan pendapatan dari sektor nonpertanian (industri, jasa dan angkutan) berperan cukup
190
menonjol dalam struktur pendapatan rumah tangga. Di Kabupaten Klaten pola hubungan antara luas penguasaan lahan sawah garapan dengan besarnya tingkat pendapatan rumah tangga, dengan pangsa pendapatan yang berasal dari usahatani padi, maupun dengan sumbangan sektor pertanian terhadap total pendapatan rumah tangga tidak menunjukkan pola yang teratur (Tabel 9). Keteraturan pola hubungan antara luas penguasaan lahan dengan besar pendapatan rumah tangga terlihat konsisten hanya pada kelompok penguasaan antara 0 – 0,1 sampai 0,5 – 0,75 ha. Dalam hal ini semakin luas penguasaan lahan semakin tinggi tingkat pendapatan rumah tangga. Selain itu pola yang teratur terlihat antara pangsa pendapatan yang berasal dari berburuh tani di lahan sawah dengan luas penguasaan lahan. Semakin sempit penguasaan lahan semakin tinggi pangsa pendapatan dari berburuh tani. Pada rumah
Tabel 9. Struktur Pendapatan Menurut Sumber Pendapatan dan Luas Lahan Sawah Garapan di Kabupaten Klaten, Tahun 2002 (%) Sumber Pendapatan Usahatani padi Usahatani palawija Usahatani hortikultura Usahatani tebu dan tembakau Usahatani di lahan tegalan Usahatani di lahan kebun Hasil usaha kolam Hasil usaha ternak Berburuh tani di sawah Berburuh tani di non sawah Industri Perdagangan Jasa angkutan PNS dll Buruh non pertanian Penyewaan aset Transfer Lainnya Total pertanian Total non pertanian Total pendapatan (%) Total pendapatan (Rp/kap/th)
0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 8,62 70,84 0,19 0,03 3,84 0,00 0,92 15,55 0,00 0,00 0,00 79,65 20,35 100,00 467.261
Luas Lahan Sawah Garapan (ha) 0 - 0,1 0,1 - 0,5 0,5 - 0,75 0,75 - 1 47,94 14,90 19,63 29,28 14,86 8,41 11,00 8,56 0,00 0,15 0,00 0,00 0,00 10,63 11,66 26,18 0,00 0,10 0,00 0,00 0,00 0,69 0,13 0,00 0,00 0,26 0,00 0,00 (38,45) 9,78 1,91 (0,30) 41,56 4,68 4,37 0,00 0,00 0,29 0,00 0,00 0,00 4,08 0,00 0,00 0,00 8,94 12,59 4,25 0,00 2,18 1,33 0,00 34,09 19,35 30,12 26,03 0,00 7,10 5,15 0,00 0,00 6,91 2,12 3,74 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,56 0,00 2,27 65,91 49,88 48,69 63,72 34,09 100,00 256.667
50,12 100,00 2.108.954
51,31 100,00 2.356.349
36,28 100,00 1.961.768
>1 47,24 12,39 0,00 13,09 0,00 (1,14) 0,00 3,75 0,00 0,00 0,00 9,25 0,00 15,42 0,00 0,00 0,00 0,00 75,33 24,67 100,00 1.513.616
Sumber : Data primer (diolah)
tangga yang tidak menguasai lahan garapan pangsa pendapatan yang berasal dari berburuh tani sekitar 71 persen dari total pendapatan rumah tangga. Di Kabupaten Kediri terlihat hubungan yang konsisten antara luas penguasaan lahan sawah garapan dengan besarnya pendapatan rumah tangga. Semakin luas lahan garapan semakin tinggi tingkat pendapatan rumah tangga (Tabel 10). Walaupun sektor pertanian di semua kelas penguasaan lahan masih merupakan sumber pendapatan yang dominan, namun besaran pangsa pendapatan sektor pertanian tidak berbanding lurus dengan luas penguasaan lahan. Pada rumah tangga tak berlahan, pangsa pendapatan dari sektor pertanian mencapai 89 persen, pada kelompok penguasaan lahan antara 0,5 – 0,75 ha pangsa pendapatan dari sektor pertanian sebesar 50 persen, dan pada penguasaan lahan lebih dari 1 ha pangsa sektor pertanian meningkat lagi mencapai 84 persen. Hal menarik yang dapat diungkap dari Tabel 10 adalah diversifikasi usahatani di lahan sawah (padi, palawija,
hortikultura) cukup menonjol yang ditunjukkan oleh besarnya pangsa pendapatan dari usahatani di lahan sawah pada semua kelompok penguasaan lahan. Khusus usahatani tebu dan tembakau hanya pada rumah tangga yang tidak memiliki lahan. Di Kabupaten Ngawi hubungan antara luas penguasaan lahan sawah garapan dengan besaran tingkat pendapatan rumah tangga berbanding lurus. Semakin luas penguasaan lahan garapan semakin tinggi tingkat pendapatan rumah tangga (Tabel 11). Tingkat pendapatan rumah tangga yang tidak menguasai lahan garapan sebesar Rp 917 ribu/kapita/tahun sementara rumah tangga dengan penguasaan lahan sawah garapan lebih 1 ha pendapatannya sekitar Rp 6.7 juta/kapita/tahun. Sumbangan pendapatan yang berasal dari usahatani padi terlihat berbanding lurus dengan luas penguasaan lahan pada kelompok penguasaan antara 0–0,1 ha sampai 0,75–1,0 ha, semakin luas lahan garapan semakin tinggi pangsa pendapatan dari usahatani padi. Sementara itu terlihat hubungan terbalik antara luas penguasaan lahan dengan pangsa pendapatan yang berasal
191
Tabel 10. Struktur Pendapatan Menurut Sumber Pendapatan dan Luas Lahan Sawah Garapan di Kabupaten Kediri, Tahun 2002 (%) Sumber Pendapatan Usahatani padi Usahatani palawija Usahatani hortikultura Usahatani tebu dan tembakau Usahatani di lahan tegalan Usahatani di lahan kebun Hasil usaha kolam Hasil usaha ternak Berburuh tani di sawah Berburuh tani di non sawah Industri Perdagangan Jasa angkutan PNS dll Buruh non pertanian Penyewaan aset Transfer Lainnya Total pertanian Total non pertanian Total pendapatan (%) Total Pendapatan (Rp/kap/th)
0 5,09 4,21 6,26 18,34 0,00 0,00 0,00 29,55 12,38 13,60 1,53 2,03 0,18 1,30 2,60 2,93 0,00 0,00 89,42 10,58 100,00 1.513.242
0 - 0,1
Luas Lahan Sawah Garapan (ha) 0,1 - 0,5 0,5 - 0,75 0,75 - 1 17,99 9,31 22,14 12,11 15,69 22,47 23,09 17,71 25,32 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 4,09 0,28 3,95 0,00 0,00 0,00 4,00 5,65 4,23 1,88 1,50 0,00 0,39 0,04 0,00 0,04 0,01 0,00 11,52 6,36 3,92 1,42 1,22 6,48 15,80 40,96 0,00 4,81 0,92 0,00 2,85 0,35 5,18 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 6,31 63,55 50,18 78,11 36,45 49,82 21,89 100,00 100,00 100,00 2.423.425 3.584.668 4.875.290
>1 32,44 25,33 22,20 0,33 0,00 0,05 0,00 3,21 0,00 0,00 0,00 13,57 0,00 0,00 0,00 2,57 0,00 0,31 83,56 16,44 100,00 6.658.769
Sumber : Data primer (diolah)
Tabel 11. Struktur Pendapatan Menurut Sumber Pendapatan dan Luas Lahan Sawah Garapan di Kabupaten Ngawi, Tahun 2002 (%) Sumber Pendapatan Usahatani padi Usahatani palawija Usahatani hortikultura Usahatani tebu dan tembakau Usahatani di lahan tegalan Usahatani di lahan kebun Hasil usaha kolam Hasil usaha ternak Berburuh tani di sawah Berburuh tani di nonsawah Industri Perdagangan Jasa angkutan PNS dll Buruh nonpertanian Penyewaan aset Transfer Lainnya Total pertanian Total nonpertanian Total pendapatan (%) Total pendapatan (Rp/kap/th) Sumber : Data primer (diolah)
192
0 0,00 0,00 0,00 0,00 (0,97) 0,34 0,00 7,06 41,32 2,21 0,00 2,54 0,00 0,00 11,50 8,47 0,00 27,53 49,96 50,04 100,00 917.002
Luas Lahan Sawah Garapan (ha) 0 - 0,1 0,1 - 0,5 0,5 - 0,75 0,75 - 1 7,94 21,73 22,72 34,31 1,75 1,80 2,99 0,29 0,00 31,19 14,41 27,89 0,00 0,59 2,61 0,29 0,00 0,37 0,56 0,03 0,00 0,67 5,97 0,18 0,00 0,00 0,00 0,00 5,95 5,59 6,61 1,73 42,29 10,54 3,03 1,43 2,57 1,19 0,06 0,00 0,00 0,00 0,00 0,02 10,71 4,88 24,35 2,83 0,00 5,01 11,23 2,50 27,76 3,88 0,00 14,43 0,00 2,06 1,89 1,21 0,00 10,50 3,24 11,60 0,00 0,00 0,00 0,00 1,03 0,00 0,31 1,27 60,50 73,67 58,98 66,16 39,50 26,33 41,02 33,84 100,00 100,00 100,00 100,00 972.570 1.863.933 2.790.629 4.489.499
>1 29,51 0,82 15,31 2,66 0,10 0,25 0,08 1,75 0,00 0,00 0,00 11,11 0,00 6,99 0,29 31,13 0,00 0,00 50,47 49,53 100,00 6.750.628
Tabel 12. Struktur Pendapatan Menurut Sumber Pendapatan dan Luas Lahan Sawah Garapan di Kabupaten Agam, Tahun 2002 (%) Sumber Pendapatan Usahatani padi Usahatani palawija Usahatani hortikultura Usahatani tebu dan tembakau Usahatani di lahan tegalan Usahatani di lahan kebun Hasil usaha kolam Hasil usaha ternak Berburuh tani di sawah Berburuh tani di nonsawah Industri Perdagangan Jasa angkutan PNS dll Buruh nonpertanian Penyewaan aset Transfer Lainnya Total pertanian Total nonpertanian Total pendapatan (%) Total pendapatan (Rp/kap/th)
0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 20,34 79,66 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 100,00 0,00 100,00 737.550
Luas Lahan Sawah Garapan (ha) 0 - 0,1 0,1 - 0,5 0,5 - 0,75 0,75 - 1 17,94 35,16 13,36 1,12 0,00 1,16 28,78 51,44 28,16 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,37 0,04 3,82 0,23 0,00 0,00 10,53 6,01 7,39 8,56 4,65 0,72 0,43 0,13 0,22 0,00 0,00 24,22 17,71 0,00 1,36 7,56 1,36 12,21 4,84 0,00 5,84 1,92 0,65 1,33 0,00 0,56 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,20 67,96 97,44 54,84 32,04 2,56 45,16 100,00 100,00 100,00 1.801.927 1.705.645 6.069.793
>1 31,19 1,19 15,51 0,00 0,00 (0,11) (0,02) 13,83 2,32 0,00 0,00 2,13 0,43 0,02 2,29 15,50 0,00 15,71 63,91 36,09 100,00 4.695.408
Sumber : Data primer (diolah)
dari berburuh tani baik di lahan sawah maupun lahan nonsawah. Seperti halnya di lokasi lain, pada rumah tangga dengan luas lahan garapan lebih dari 1 ha, pangsa pendapatan yang berasal dari penyewaan aset (lahan dan atau alat pertanian) cukup menonjol di Kabupaten Ngawi mencapai sekitar 30 persen dari total pendapatan rumah tangga. Di Kabupaten Agam tidak terlihat pola yang teratur hubungan antara luas penguasaan lahan dengan tingkat pendapatan rumah tangga (Tabel 12). Walaupun demikian besaran tingkat pendapatan rumah tangga tidak berlahan hanya sebesar Rp 737 ribu/kapita/tahun sementara pendapatan rumah tangga dengan penguasaan lahan lebih dari 1 ha mencapai Rp 4,7 juta/ kapita/tahun. Sumbangan pendapatan dari usahatani padi walaupun tidak terlalu konsisten namun ada kecenderungan makin luas penguasaan lahan garapan makin tinggi pangsa pendapatan yang berasal dari usahatani padi dengan pangsa berkisar antara 18 – 35 persen terhadap total pendapatan rumah tangga contoh di Kabupaten Agam. Secara umum pada semua kelas penguasaan lahan, pangsa pendapatan yang berasal dari sektor pertanian masih men-
jadi andalan pendapatan rumah tangga dengan pangsa antara 55 – 100 persen. Pada kelompok rumah tangga dengan luas garapan lebih dari satu hektar, memiliki pangsa pendapatan dari penyewaan aset yang cukup menonjol, di Kabupaten Agam pangsa tersebut sekitar 15 persen dari total pendapatan rumah tangga. Di Kabupaten Sidrap walaupun tidak terlalu konsisten namun terdapat hubungan berbanding lurus antara luas penguasaan lahan dengan besaran tingkat pendapatan rumahtangga (Tabel 13). Dalam hal ini semakin luas penguasaan lahan semakin tinggi tingkat pendapatan rumah tangga. Pangsa pendapatan dari usahatani padi pada semua kelompok luas penguasaan lahan di Kabupaten Sidrap berkisar antara 20–68 persen terhadap total pendapatan rumah tangga. Sumbangan pendapatan dari usahatani padi dominan pada kelompok penguasaan lahan antara 0,75 – 1,0 ha dan lebih 1 ha dengan pangsa masing-masing sebesar 68 persen dan 45 persen dari total pendapatan rumah tangga. Terlihat bahwa pangsa pendapatan yang berasal dari usahatani padi pada dua kelompok penguasaan lahan in tidak berbanding lurus dengan besarnya tingkat pen-
193
Tabel 13. Struktur Pendapatan Menurut Sumber Pendapatan dan Luas Lahan Sawah Garapan di Kabupaten Sidrap, Tahun 2002 (%) Sumber Pendapatan Usahatani padi Usahatani palawija Usahatani hortikultura Usahatani tebu dan tembakau Usahatani di lahan tegalan Usahatani di lahan kebun Hasil usaha kolam Hasil usaha ternak Berburuh tani di sawah Berburuh tani di non sawah Industri Perdagangan Jasa angkutan PNS dll Buruh non pertanian Penyewaan aset Transfer Lainnya Total pertanian Total non pertanian Total Pendapatan (%) Total Pendapatan (Rp/kap/th)
0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 18,59 0,00 0,85 61,88 5,13 0,00 0,00 0,00 0,00 9,09 3,33 0,00 1,14 86,44 13,56 100,00 1.131.799
Luas Lahan Sawah Garapan (ha) 0 - 0,1 0,1 - 0,5 0,5 - 0,75 0,75 - 1 28,58 19,58 67,63 6,08 4,16 1,01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 7,15 6,65 8,12 0,00 0,00 0,00 1,32 2,24 (1,70) 18,71 6,45 4,17 0,00 0,00 0,00 0,00 1,15 0,00 0,81 4,86 8,64 9,96 3,64 0,00 17,91 41,25 12,11 7,78 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,70 10,03 0,00 61,84 39,07 79,24 38,16 60,93 20,76 100,00 100,00 100,00 1.339.945 1.900.631 1.787.812
>1 45,05 2,79 0,38 0,00 0,00 11,47 0,00 5,68 0,60 0,00 2,18 6,12 2,32 12,65 2,02 8,62 0,00 0,13 65,97 34,03 100,00 3.022.979
Sumber : Data Primer (diolah)
dapatan rumah tangga. Hal ini mengandung implikasi bahwa pendapatan yang berasal dari usahatani padi tidak menjadi penentu utama struktur pendapatan rumah tangga. Tabel 14. Koefisien Korelasi Pendapatan Perkapita dengan Pemilikan Lahan Sawah dan Penguasaan Lahan Sawah Rumah Tangga Contoh di Tujuh kabupaten Penelitian, Tahun 2001
Kabupaten Indramayu Majalengka Klaten Kediri Ngawi Agam Sidrap
Koefisien korelasipendapatan perkapita dengan Penguasaan Pemilikan lahan lahan 0,4591 (0,0001) 0,4173 (0,0001) 0,1339 (0,0001) 0,3640 (0,0001) 0,1685 (0,0001) 0,4609 (0,0001) 0,5797 (0,0001)
Sumber : Data Primer (diolah)
194
0,4811 (0,0001) 0,5207 (0,0001) 0,0392 (0,1081) 0,3289 (0,0001) 0,1474 (0,0001) 0,2559 (0,0001) 0,4168 (0,0001)
Apabila dibuat hubungan korelasi antara besarnya pendapatan per kapita dengan luas pemilikan dan penguasan lahan di lokasi penelitian, terlihat bahwa di semua lokasi terdapat hubungan yang positif (Tabel 14). Hal ini mengandung arti bahwa secara nyata uji statistika menunjukkan adanya hubungan searah antara luas pemilikan dan penguasaan lahan dengan besarnya tingkat pendapatan rumah tangga. Artinya semakin luas pemilikan dan penguasaan lahan sawah garapan semakin tinggi tingkat pendapatan rumah tangga di daerah penelitian. Dari uraian di atas beberapa temuan pokok yang dapat diungkap adalah (1) Secara umum terdapat hubungan positif atau berbanding lurus antara luas penguasaan lahan sawah garapan dengan besaran tingkat pendapatan rumah tangga. Dalam hal ini semakin luas lahan garapan semakin tinggi tingkat pendapatan rumah tangga. Fenomena tersebut didukung oleh besaran absolut tingkat pendapatan maupun adanya hubungan korelasi yang positif antara luas penguasaan (dan pemilikan) lahan dengan
pendapatan total rumah tangga; (2) Tidak terlihat pola hubungan yang konsisten antara luas penguasaan lahan dengan pangsa pendapatan yang berasal dari sektor pertanian, namun ada kecenderungan pangsa pendapatan yang berasal dari usahatani padi meningkat dengan maTabel 15.
saat penelitian dilakukan. Hasil simulasi tersebut terhadap perubahan pendapatan rumah tangga menurut status rumah tangga di masing-masing kabupaten dapat disimak pada Tabel 15. Sementara itu perubahan struktur pendapatan rumah tangga menurut status dan kabupaten
Peningkatan Pendapatan Rumah Tangga Akibat Kenaikan Harga Gabah 50 % di Tujuh Kabupaten Contoh, 2001
Kabupaten dan status petani Indramayu Rataan Petani Buruh tani Majalengka Rataan Petani Buruh tani Klaten Rataan Petani Buruh tani Kediri Rataan Petani Buruh tani Ngawi Rataan Petani Buruh tani Agam Rataan Petani Buruh tani Sidrap Rataan Petani Buruh tani Sumber : Data primer (diolah)
Pendapatan awal (Rp/kap/th)
Pendapatan setelah harga gabah meningkat 50% (Rp/kap/th)
Peningkatan pendapatan (%)
2.676.646 3.238.054 992.422
3.073.421 3755489.35 1027217.68
14,82 15,98 3,51
2.747.212 3.179.426 519.649
3.211.376 3726242.91 557832.99
16,90 17,20 7,35
1.840.659 2.063.165 693.896
2.060.422 2317831.21 733772.64
11,94 12,34 5,75
3.570.868 3.943.849 2.327.599
3.900.081 4371826.11 2327598.8
9,22 10,85 0,00
3.805.695 4.741.161 999.297
4.273.735 5361892.6 1009261.81
12,30 13,09 1,00
3.136.919 3.301.237 705.008
3.376.574 3550287.31 805609.18
7,64 7,54 14,27
2.243.054 2.390.393 1.080.712
2.737.093 2925402.1 1251541.82
22,03 22,38 15,81
kin luasnya penguasaan lahan sawah garapan; (3) Di beberapa lokasi penelitian menunjukkan adanya pangsa pendapatan yang berasal dari penyewaan aset yang cukup menonjol dalam struktur pendapatan rumah tangga dengan luas penguasaan lahan garapan lebih dari satu hektar. Dampak Kenaikan Harga Gabah terhadap Pendapatan Rumah tangga Dengan melihat besarnya pangsa pendapatan rumah tangga yang berasal dari usahatani padi, dicoba dilakukan simulasi apabila harga gabah naik sebesar 50 persen dari harga yang berlaku di masing-masing lokasi penelitian pada
disajikan pada Tabel Lampiran 2 sampai Tabel Lampiran 4. Dari Tabel 15 terlihat secara umum di semua kabupaten (kecuali Agam) peningkatan harga gabah sebesar 50 persen lebih banyak dinikmati petani dibanding buruh tani. Akibat kenaikan 50 persen harga gabah, besar peningkatan pendapatan petani berkisar antara 11–22 persen, sementara peningkatan pendapatan buruh tani berkisar antara 1,0–16 persen dari pendapatan awal (sebelum ada kenaikan harga gabah). Secara rataan di tujuh kabupaten penelitian, akibat kenaikan harga gabah tersebut menyebabkan pangsa pendapatan yang berasal dari usahatani menjadi berkisar antara 26–51
195
persen terhadap total pendapatan rumah tangga (Tabel Lampiran 2). Implikasi dari temuan ini adalah untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga petani lahan sawah secara lebih signifikan (minimal 25 persen dari pendapatan saat penelitian, tahun 2001) diperlukan kebijakan peningkatan harga gabah lebih dari 50 persen. DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA Gambaran tingkat ketimpangan pendapatan rumah tangga contoh di masing-masing kabupaten penelitian dapat disimak pada Tabel 16. Apabila distribusi pendapatan rumah tangga dipisahkan antara pendapatan dari sektor pertanian, pendapatan dari nonpertanian, dan pendapatan total rumah tangga, dari Tabel 16 terlihat bahwa di semua lokasi penelitian tingkat ketimpangan pendapatan dari nonpertanian jauh lebih timpang dibanding pendapatan total maupun pendapatan dari pertanian. Tingginya tingkat ketimpangan pendapatan dari sektor nonpertanian antara lain disebabkan oleh (a) partisipasi rumah tangga contoh yang terlibat dalam kegiatan nonpertanian tidak setinggi di sektor pertanian, dengan kata lain tidak semua rumah tangga contoh terlibat dalam kegiatan nonpertanian; dan (2) bagi rumah tangga yang terlibat di kegiatan nonpertanian, pendapatan yang diperoleh dari kegiatan tersebut cukup signifikan dalam menyumbang pendapatan rumah tangga. Dari fakta tersebut dapat diinterpretasikan bahwa kegiatan nonpertanian mempunyai bias negatif terhadap pendapatan rumah tangga. Artinya masuknya aktifitas nonpertanian sebagai sumber pendapatan rumah tangga justru memperburuk distribusi pendapatan di lokasi penelitian. Hasil penelitian Rasahan (1988) telah menemukan pula fenomena serupa untuk wilayah pedesaan Sulawesi Selatan. Tabel 16.Indek Gini Pendapatan Perkapita Rumah Tangga Contoh di Tujuh Kabupaten Penelitian, Tahun 2001
Kabupaten Indramayu Majalengka Klaten Kediri Ngawi Agam Sidrap
Pertanian 0,4445 0,5986 0,4919 0,5470 0,5468 0,4801 0,4933
Sumber: Data primer (diolah)
196
Pendapatan Nonpertanian 0,8042 0,8078 0,6900 0,7574 0,7408 0,8796 0,8060
Total 0,4489 0,6304 0,5026 0,4974 0,5671 0,5505 0,4926
Apabila data pada Tabel 16 dicermati, dengan menggunakan batasan yang diajukan oleh Oshima (1976) terlihat bahwa di Kabupaten Indramayu, Kediri dan Sidrap tingkat ketimpangan pendapatan total rumah tangga tergolong sedang. Sementara di lokasi penelitian lainnya tingkat ketimpangan pendapatan total rumah tangga tergolong berat, demikian pula halnya dengan ketimpangan pendapatan dari sektor nonpertanian. Khusus untuk pendapatan dari sektor pertanian, di Kabupaten Indramayu, Klaten, Agam dan Sidrap tingkat ketimpangan tergolong sedang. Sementara itu tingkat ketimpangan pendapatan dari pertanian untuk rumah tangga contoh di Kabupaten Majalengka, Kediri dan Ngawi tergolong berat. Secara umum hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan pendapatan dari pertanian, dari nonpertanian maupun pendapatan total rata-rata rumah tangga contoh di Jawa tidak selalu lebih besar dari pada di Luar Jawa. Hasil penelitian Adnyana et al. (2000) menunjukkan kecenderungan ketimpangan pendapatan di Jawa yang lebih berat dibanding di Luar Jawa. Dalam hal ini Indeks Gini pendapatan di Jawa sebesar 0,5214 pada tahun 1995 menjadi 0,5746 pada tahun 1999, di Luar Jawa dari 0,4762 menjadi 0,4803. Seperti diungkap pada awal tulisan apakah hadirnya sektor nonpertanian sebagai penyumbang pendapatan rumah tangga berpengaruh positif atau negatif terhadap pendapatan rumah tangga dicoba dibuat korelasi sederhana natara pendapatan nonpertanian (Rp/kapita/ tahun) dengan pendapatan dari pertanian (Rp/kapita/tahun) dan dengan pendapatan total rumah tangga (Rp/kapita/ tahun) seperti dapat disimak pada Tabel 17. Secara umum pendapatan di semua lokasi penelitian menunjukkan hubungan positif antara pendapatan nonpertanian dengan pendapatan total, artinya semakin tinggi pendapatan non pertanian semakin tinggi pula pendapatan total rumah tangga. Namun demikian seperti tersirat pada Tabel 16 masuknya sektor nonpertanian dalam struktur pendapatan rumah tangga justru memperburuk distribusi pendapatan rumah tangga. Antar lokasi penelitian terdapat variasi hubungan antara pendapatan non pertanian dengan pendapatan dari pertanian (Tabel 17). Di Kabupaten Indramayu, Kediri dan Sidrap terdapat hubungan negatif antara pendapatan dari nonpertanian dengan pendapatan dari pertanian. Hal ini mengandung arti bahwa pen-
dapatan dari pertanian dan nonpertanian dapat saling mensubstitusi. Sementara di kabupaten lainnya korelasinya positif yang dapat diarikan bahwa kedua sektor tersebut secara bersamaan (komplemen) berperan dalam menyumbang pendapatan rumah tangga. Tabel 17.Koefisien Korelasi Pendapatan Nonpertanian dengan Pendapatan Pertanian dan Pendapatan per Kapita Rumah Tangga Contoh di Tujuh Kabupaten Penelitian, Tahun 2001
Kabupaten
Indramayu
Koefisien korelasi pendapatan nonpertanian dengan Pendapatan Pendapatan perkapita pertanian (-)0,44038(0,0724)
0,8047 (0,0001)
Majalengka
0,3179 (0,0001)
0,9779 (0,0001)
Klaten
0,1036 (0,0001)
0,9245 (0,0001)
Kediri
(-)0,0857(0,0005)
0,7995 (0,0001)
Ngawi
0,0286 (0,2416)
0,9863 (0,0001)
Agam
0,2773 (0,0001)
0,9428 (0,0001)
Sidrap
(-)0,0788 (0,0012)
0,7786 (0,0001)
Sumber: Data primer (diolah)
Tabel 18 dan Tabel 19 menunjukkan distribusi pendapatan rumah tangga menurut status yaitu rumah tangga petani dan buruh tani. Secara umum tingkat ketimpangan pendapatan rumah tangga petani lebih besar dibanding rumah tangga buruh tani (kecuali di Kabupaten Kediri). Seperti halnya pada analisis rumah tangga secara total terlihat bahwa ketimpangan pendapatan dari sektor nonpertanian lebih berat dibanding pendapatan dari pertanian baik untuk rumah tangga petani maupun buruh tani. Tabel 18.Indek Gini Pendapatan Perkapita Rumah Tangga Petani Sawah di Tujuh Kabupaten Penelitian, Tahun 2001
Kabupaten
Pertanian
Pendapatan Nonpertanian
Total
Indramayu
0,4283
0,7845
0,4199
Majalengka
0,5833
0,7943
0,6108
Klaten
0,5206
0,6509
0,4069
Kediri
0,5024
0,7180
0,4376
Ngawi
0,5587
0,7307
0,5649
Agam
0,4792
0,8724
0,5456
0,7876
0,5024
Sidrap 0,5176 Sumber: Data primer (diolah)
Tabel 19.Indek Gini Pendapatan Perkapita Rumah Tangga Buruhtani di Tujuh Kabupaten Penelitian, Tahun 2001
Kabupaten
Pertanian
Pendapatan Nonpertanian
Total
Indramayu
0,3903
0,7982
0,2890
Majalengka
0,5137
0,7790
0,4528
Klaten
0,3404
0,7795
0,3132
Kediri
0,6505
0,7669
0,6101
Ngawi
0,2574
0,7150
0,3853
Agam
0,2134
1,0000
0,2218
Sidrap
0,2237
0,8402
0,1891
Sumber: Data primer (diolah)
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 1. Tingkat diversifikasi sumber pendapatan rumah tangga bervariasi menurut lokasi (kabupaten) maupun status rumah tangga (petani vs buruh tani), dan umumnya diversifikasi sumber pendapatan rata-rata rumah tangga petani maupun buruh tani di Jawa lebih beragam dibanding di Luar Jawa. Selain itu ada kecenderungan diversifikasi sumber pendapatan rumah tangga terkait dengan tingkat diversifikasi usahatani di lahan sawah, aksesibilitas daerah terhadap pusat perekonomian, dan ketersediaan serta kesempatan kerja di luar pertanian di masing-masing lokasi penelitian. Implikasi dari temuan ini adalah pentingnya pengembangan sarana dan prasarana untuk menunjang perekonomian di wilayah pedesaan untuk mendukung diversifikasi usaha dan pendapatan rumah-tangga yang diharapkan dapat memacu peningkatan pendapatan rumah tangga. 2. Secara umum di tujuh kabupaten penelitian, pendapatan rumah tangga yang bersumber dari pertanian masih memiliki pangsa yang dominan dalam struktur pendapatan rumah tangga. Implikasi dari temuan ini adalah pentingnya keberpihakan dari pihak terkait untuk memperhatikan pengembangan sektor pertanian mengingat sektor tersebut masih menjadi tumpuan utama sumber pendapatan sebagian besar petani. Kebijakan harga input-output yang mendukung peningkatan pendapatan petani dalam berusahatani merupakan pilihan yang tetap diperlukan.
197
3. Peranan pendapatan yang berasal dari usahatani padi di kabupaten-kabupaten contoh di Jawa adalah 18 - 34 persen terhadap total pendapatan rumah tangga. Namun di Luar Jawa peranan usahatani padi dalam menyumbang pendapatan rumah tangga dapat mencapai 22 - 40 persen terhadap total pendapatan rumah tangga. Implikasi dari temuan ini adalah untuk di Jawa walaupun peranannya relatif kecil, karena usahatani padi tidak sepenuhnya dilandasi oleh motif ekonomi namun juga oleh kondisi fisik sumberdaya lahan, padi sebagai bahan pangan utama penduduk dan juga merupakan komoditas strategis di tingkat nasional maka upaya peningkatan pendapatan petani padi melalui penemuan varietas unggul baru, efisiensi penggunaan input dan keterjaminan harga dan pemasaran input-output merupakan strategi kebijakan yang patut diutamakan. 4. Peranan usahatani hortikultura yang diusahakan di lahan sawah di daerah penelitian yang potensial memberikan sumbangan yang signifikan terhadap pendapatan rumah tangga. Pada kondisi demikian hasil kajian terhadap komoditas hortikultura yang memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif di lokasi contoh penelitian patut dipertimbangkan pengembangannya. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa tujuan akhir pembangunan pertanian secara umum adalah peningkatan kesejahteraan dan pendapatan petani. 5. Peningkatan harga gabah sebesar 50 persen lebih banyak dinikmati oleh petani dibanding buruh tani. Akibat kenaikan 50 persen harga gabah, besar peningkatan pendapatan petani berkisar antara 11 – 22 persen, sementara peningkatan pendapatan buruh tani berkisar antara 1,0 – 16 persen dari pendapatan awal (sebelum ada kenaikan harga gabah). Secara rataan di tujuh kabupaten penelitian, akibat kenaikan harga gabah tersebut menyebabkan pangsa pendapatan yang berasal dari usahatani menjadi berkisar antara 26 – 51 persen terhadap total pendapatan rumah tangga. Implikasi dari temuan ini adalah bahwa untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga petani lahan sawah secara lebih signifikan (minimal 25 persen dari pendapatan saat penelitian dilakukan, tahun 2001) diperlukan kebijakan
198
peningkatan harga gabah lebih dari 50 persen. 6. Distribusi pendapatan dari pertanian di tujuh kabupaten penelitian secara umum lebih merata dibanding distribusi pendapatan total rumah tangga. Ketimpangan pendapatan total rumah tangga memiliki hubungan searah dengan ketimpangan pendapatan dari nonpertanian. Dengan kata lain masuknya aktivitas nonpertanian sebagai sumber pendapatan mempunyai bias negatif atau memperburuk distribusi pendapatan total rumah tangga, hal ini antara lain karena akses rumah tangga pada sektor nonpertanian relatif terbatas. Implikasi dari temuan ini adalah pengembangan kegiatan dan kesempatan kerja sektor nonpertanian di pedesaan perlu diperluas sehingga akses rumah tangga pedesaan terhadap sektor tersebut meningkat dan pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan rumahtangga. 7. Terdapat hubungan searah antara tingkat pendapatan total rumah tangga dengan luas pemilikan dan penguasaan lahan sawah garapan di tujuh kabupaten lokasi penelitian. Dalam hal ini semakin luas pemilikan dan penguasaan lahan sawah garapan semakin tinggi tingkat pendapatan rumah tangga. Implikasi dari fenomena tersebut adalah pentingnya pelaksanaan land reform yang merupakan salah satu instrumen terwujudnya pemerataan pemilikan dan penguasaan lahan garapan menjadi prasyarat tercapainya pemerataan pendapatan rumah tangga. DAFTAR PUSTAKA Adnyana, M.O. 2001. Struktur Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga pada Berbagai Agroekosistem di Wilayah Sumatera, JawaBali dan Kalimantan. Makalah disampaikan pada Seminar Rutin PSE Nopember 2001. Adnyana, M.O., Sumaryanto, M. Rachmat, R. Kustiari, S.H. Susilowati, Supriyati, E. Suryani dan Soeprapto. 2000. Assessing the Rural Development Impact of the Crisis in Indonesia. Center for Agro-Sosio Economic Research, Bogor and the World Bank, Washington, D.C. Marisa, Y. dan B. Hutabarat. 1988. Ragam Sumber Pendapatan Rumah Tangga di Pedesaan
Sulawesi Selatan dalam Kasryno, et al. (Penyunting) Prosiding Patanas : Perubahan Ekonomi Pedesaan Menuju Struktur Ekonomi Berimbang. Pusat Penelitian Agro Ekonomi, Badan Litbang Pertanian. Nurmanaf, A.R. 1988. Struktur Pendapatan Rumah Tangga Petani Padi Sawah di Pedesaan Sumatera Barat dalam Kasryno, et al. (Penyunting) Prosiding Patanas : Perubahan Ekonomi Pedesaan Menuju Struktur Ekonomi Berimbang. Pusat Penelitian Agro Ekonomi, Badan Litbang Pertanian. Rasahan, C.A. 1988. Perspektif Struktur Pendapatan Masyarakat Pedesaan Dalam Hubungannya dengan Kebijaksanaan Pembangunan Pertanian dalam Kasryno, et al. (Penyunting) Prosiding Patanas: Perubahan Ekonomi Pedesaan Menuju Struktur Ekonomi Berimbang. Pusat Penelitian Agro Ekonomi, Badan Litbang Pertanian.
Susilowati, S.H., C. Saleh, A.K. Zakaria, S. Wahyuni, Supriyati, Supadi, Waluyo dan T. Nurasa. 2001. Studi Dinamika Ekonomi Pedesaan (PATANAS): Usahatani, Ketenagakerjaan, Pendapatan dan Konsumsi. Laporan Hasil Penelitian. Puslitbang Sosek Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Syukur, M., H.P.S. Rachman dan S. Pasaribu. 1988. Pola dan Distribusi Pendapatan Rumah Tangga di Pedesaan Jawa Barat dalam Kasryno, et al. (Penyunting) Prosiding Patanas : Perubahan Ekonomi Pedesaan Menuju Struktur Ekonomi Berimbang. Pusat Penelitian Agro Ekonomi, Badan Litbang Pertanian. Szal, R and S. Robinson. 1977. Measuring Income Inequality dalam C.R. Frank and R.C. Webb (ed). Income Distribution and Growth in Less Developed Countries, pp 491 – 533. The Brookings Institution
199
Tabel Lampiran 1. Pendapatan dari Usahatani Sawah per Kapita di Tujuh Kabupaten Menurut Sumber, Tahun 2001 (%) Kabupaten dan usahatani
Manajer
Sumber pendapatan TKDK Nilai lahan
Total
Indramayu a. Usahatani padi b. Usahatani palawija c. Usahatani hortikultura d.Usahatani tebu & tembakau
58,86 49,41 44,30 70,84 0,00
15,54 16,03 28,09 14,59 0,00
25,60 34,57 27,60 14,56 0,00
100 100 100 100 0
Majalengka a. Usahatani padi b. Usahatani palawija c. Usahatani hortikultura d.Usahatani tebu & tembakau
61,20 57,17 52,75 80,91 0,00
20,67 20,77 36,91 15,71 0,00
18,13 22,06 10,34 3,38 0,00
100 100 100 100 0
Klaten a. Usahatani padi b. Usahatani palawija c. Usahatani hortikultura d.Usahatani tebu & tembakau
34,46 40,32 34,53 56,31 25,46
36,92 25,90 34,71 5,03 55,33
28,62 33,78 30,76 38,66 19,21
100 100 100 100 100
Kediri a. Usahatani padi b. Usahatani palawija c. Usahatani hortikultura d.Usahatani tebu & tembakau
63,48 52,64 64,62 80,35 6,57
7,81 8,74 6,87 6,92 14,16
28,71 38,61 28,51 12,74 79,27
100 100 100 100 100
Ngawi a. Usahatani padi b. Usahatani palawija c. Usahatani hortikultura d.Usahatani tebu & tembakau
55,58 38,26 -30,37 85,77 5,76
15,43 15,33 79,36 10,31 38,12
28,99 46,41 51,01 3,92 56,12
100 100 100 100 100
Agam a. Usahatani padi b. Usahatani palawija c. Usahatani hortikultura d.Usahatani tebu & tembakau
66,95 50,84 49,11 81,68 0,00
18,31 23,97 27,07 13,04 0,00
14,73 25,19 23,82 5,28 0,00
100 100 100 100 0
Sidrap a. Usahatani padi b. Usahatani palawija c. Usahatani hortikultura d.Usahatani tebu & tembakau
59,16 59,52 56,68 33,08 0,00
20,34 19,24 32,48 46,26 0,00
20,50 21,24 10,85 20,66 0,00
100 100 100 100 0
Sumber : Data primer (diolah)
200
Tabel Lampiran 2.
Struktur Pendapatan Rumah Tangga per Kapita (Harga Padi Meningkat 50%) di Tujuh Kabupaten menurut Sumber Pendapatan, Tahun 2001 (%)
Sumber pendapatan Usahatani padi Usahatani palawija Usahatani hortikultura
Indramayu Majalengka
Klaten
Kediri
Ngawi
Agam
Sidrap
46,16
40,43
26,35
27,08
29,68
30,27
50,86
0,67
1,63
7,83
14,97
0,78
1,00
2,52
20,72
4,91
0,08
16,05
12,34
20,22
0,11
Usahatani tebu dan tembakau
0,00
0,00
10,48
2,09
0,98
0,00
0,00
Usahatani di lahan tegalan
0,16
0,00
0,06
0,00
0,09
0,00
0,00
Usahatani di lahan kebun
2,30
0,55
0,40
1,55
0,69
1,27
8,56
Hasil usaha kolam
0,00
-0,19
0,15
0,00
0,02
0,04
0,00
Hasil usaha ternak
0,86
-0,33
6,31
6,15
2,42
9,70
3,24
Berburuh tani di sawah
7,98
4,14
5,84
1,87
4,14
4,24
5,28
Berburuh tani di non sawah
0,66
0,14
0,18
1,57
0,30
0,17
0,19
Industri
1,97
9,78
2,40
7,55
0,08
7,72
1,25
Perdagangan
4,35
10,91
8,10
7,37
5,99
5,06
4,32
Jasa angkutan
4,49
11,76
1,51
1,56
24,05
5,79
2,54
PNS dll
1,26
6,03
18,97
7,15
4,59
2,95
13,12
Buruh non pertanian
2,49
7,68
5,55
1,33
1,19
1,61
2,15
Penyewaan aset
5,80
2,37
4,70
2,51
11,32
4,93
4,64
Transfer
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Lainnya
0,13
0,19
1,08
1,19
1,32
5,03
1,23
79,51
51,27
57,69
71,33
51,45
66,91
70,75
Total pertanian Total non pertanian Total pendapatan (%) Total pendapatan (Rp/kap/th)
20,49
48,73
42,31
28,67
48,55
33,09
29,25
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
3.073.421
3.211.376 2.060.422 3.900.081 4.273.735 3.376.574 2.737.093
Sumber : Data Primer (diolah)
201
202
Tabel Lampiran 4. Pendapatan dari Usahatani Sawah per Kapita (Harga Padi Meningkat 50%) di Tujuh Kabupaten Menurut Sumber, Tahun 2001 (%) Sumber Pendapatan
Kabupaten dan Usahatani Manajer
TKDK
Nilai Lahan
Total
Indramayu a. Usahatani padi b. Usahatani palawija c. Usahatani hortikultura d.Usahatani tebu & tembakau
79,01 77,75 44,30 82,95 -
0,28 0,00 28,09 0,00 -
20,71 22,25 27,60 17,05 -
100,00 100,00 100,00 100,00 -
Majalengka a. Usahatani padi b. Usahatani palawija c. Usahatani hortikultura d.Usahatani tebu & tembakau
86,17 86,33 52,75 95,99 -
1,28 0,00 36,91 0,00 -
12,55 13,67 10,34 4,01 -
100,00 100,00 100,00 100,00 -
Klaten a. Usahatani padi b. Usahatani palawija c. Usahatani hortikultura d.Usahatani tebu & tembakau
59,17 79,90 34,53 59,29 25,46
19,04 0,00 34,71 0,00 55,33
21,80 20,10 30,76 40,71 19,21
100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Kediri a. Usahatani padi b. Usahatani palawija c. Usahatani hortikultura d.Usahatani tebu & tembakau
73,12 75,13 64,62 86,32 6,57
2,20 0,00 6,87 0,00 14,16
24,68 24,87 28,51 13,68 79,27
100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Ngawi a. Usahatani padi b. Usahatani palawija c. Usahatani hortikultura d.Usahatani tebu & tembakau
75,99 72,94 -30,37 95,63 5,76
2,27 0,00 79,36 0,00 38,12
21,74 27,06 51,01 4,37 56,12
100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Agam a. Usahatani padi b. Usahatani palawija c. Usahatani hortikultura d.Usahatani tebu & tembakau
86,77 83,24 49,11 93,93 -
0,52 0,00 27,07 0,00 -
12,70 16,76 23,82 6,07 -
100,00 100,00 100,00 100,00 -
Sidrap a. Usahatani padi b. Usahatani palawija c. Usahatani hortikultura d.Usahatani tebu & tembakau
84,89 86,34 56,68 61,56 -
1,53 0,00 32,48 0,00 -
13,58 13,66 10,85 38,44 -
100,00 100,00 100,00 100,00 -
Sumber : Data primer (diolah)
203
Tabel Lampiran 3. Struktur Pendapatan Rumah Tangga per Kapita (Harga Padi Meningkat 50%) di Tujuh Kabupaten Menurut Sumber Pendapatan dan Status Petani, Tahun 2001 (%) Indramayu Sumber pendapatan Usahatani (UT) padi
Buruh tani
Majalengka
Petani
Buruh tani
Klaten
Petani
Buruh tani
Kediri
Petani
Buruh tani
Ngawi
Petani
Buruh tani
Agam
Petani
Buruh tani
Sidrap
Petani
Buruh tani
Petani
11,97
49,28
14,85
41,17
11,74
27,25
0,00
31,40
3,02
31,35
26,52
30,32
34,78
51,73
UT palawija
1,23
0,62
2,25
1,61
1,94
8,19
0,00
17,36
0,36
0,81
0,00
1,01
0,00
2,66
UT hortikultura
5,78
22,08
0,00
5,05
0,00
0,09
0,00
18,62
0,00
13,12
0,00
20,53
0,00
0,11
UT tebu dan tembakau
0,00
0,00
0,00
0,00
5,75
10,77
0,00
2,43
1,58
0,94
0,00
0,00
0,00
0,00
UT di lahan tegalan UT di lahan kebun
0,96 0,05
0,09 2,50
0,00 0,00
0,00 0,56
0,00 0,00
0,06 0,42
0,00 0,00
0,00 1,80
0,78 0,23
0,05 0,72
0,00 0,14
0,00 1,29
0,00 0,00
0,00 9,02
Hasil usaha kolam
0,00
0,00
0,00
-0,20
0,00
0,16
0,00
0,00
0,00
0,02
0,00
0,05
0,00
0,00
Hasil usaha ternak
-0,24
0,96
-15,52
0,11
12,68
5,92
21,42
3,72
7,90
2,08
22,17
9,51
0,59
3,39
Berburuh tani (BT) di sawah
54,89
3,70
56,08
2,63
51,21
3,06
9,43
0,66
37,30
2,06
48,21
3,57
56,86
2,48
BT di non sawah Industri
7,31 3,28
0,05 1,85
4,79 0,00
0,00 10,06
0,10 0,00
0,18 2,55
9,09 54,78
0,37 0,01
4,85 1,29
0,02 0,00
0,50 0,00
0,17 7,84
3,61 0,00
0,00 1,32
Perdagangan
4,40
4,35
0,00
11,22
2,04
8,47
1,61
8,29
6,25
5,98
0,00
5,13
0,00
4,55
Jasa angkutan
5,90
4,36
0,00
12,10
0,00
1,60
0,14
1,79
0,00
25,56
0,00
5,88
2,40
2,55
PNS dll
0,61
1,32
0,00
6,21
0,50
20,11
1,04
8,13
4,01
4,63
0,00
2,99
0,00
13,83
Buruh nonpertanian Penyewaan aset
2,92 0,00
2,46 6,32
37,55 0,00
6,81 2,44
7,75 6,29
5,41 4,60
2,06 0,43
1,21 2,84
7,74 5,77
0,77 11,66
2,47 0,00
1,60 5,01
0,96 0,00
2,21 4,89
Transfer
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Lainnya
0,92
0,06
0,00
0,20
0,00
1,14
0,00
1,39
18,91
0,22
0,00
5,11
0,80
1,25
Total pertanian Total nonpertanian
81,97 18,03
79,28 20,72
62,45 37,55
50,95 49,05
83,42 16,58
56,11 43,89
39,93 60,07
76,35 23,65
56,03 43,97
51,17 48,83
97,53 2,47
66,45 33,55
95,85 4,15
69,39 30,61
Total pendapatan (%)
99,90
100
100
100
100
100
100
100
100
100
99,9
100
100
100
Total pendapatan (Rp/kap/th) 1.027,22 3.755,49 557,83 3.726,24 733,77 2.317,83 2.327,60 4.371,83 1.009,26 5.361,89 Catatan : Buruh tani adalah rumah tangga yang mata pencaharian KK-nya adalah buruh tani Sumber : Data primer (diolah)
805,61 3.550,29 1.251,54 2.925,42
Tabel 6. Struktur Pendapatan Rumah Tangga Per Kapita di Tujuh Kabupaten Menurut Sumber Pendapatan dan Status Petani, Tahun 2001 (%) Indramayu Sumber pendapatan
Buruh tani
Majalengka
Petani
Buruh tani
Klaten
Petani
Buruh tani
Kediri
Petani
Buruh tani
Ngawi
Petani
Buruh tani
Agam
Petani
Buruh tani
Sidrap
Petani
Buruh tani
Petani
Usahatani (UT) padi
8,31
36,75
8,59
29,95
6,67
18,26
0,00
22,42
2,08
28,07
16,04
21,76
24,48
40,81
UT palawija
1,28
0,72
2,42
1,89
2,05
9,21
0,00
19,24
0,37
1,24
0,00
1,09
0,00
3,25
UT hortikultura
6,56
30,03
0,00
7,02
0,00
0,10
0,00
22,17
0,00
22,48
0,00
25,39
0,00
0,26
UT tebu dan tembakau
0,00
0,00
0,00
0,00
6,08
12,10
0,00
2,69
1,62
1,45
0,00
0,00
0,00
0,00
UT di lahan tegalan
1,00
0,10
0,00
0,00
0,00
0,07
0,00
0,00
0,80
0,08
0,00
0,00
0,00
0,00
UT di lahan kebun
0,05
2,90
0,00
0,66
0,00
0,48
0,00
1,99
0,24
1,11
0,16
1,38
0,00
11,04
Hasil usaha kolam
0,00
0,00
0,00
-0,23
0,00
0,18
0,00
0,00
0,00
0,03
0,00
0,05
0,00
0,00
Hasil usaha ternak
-0,24
1,12
-16,66
0,13
13,41
6,65
46,13
4,12
8,08
3,20
25,33
10,23
0,69
4,14
Berburuh tani (BT) di sawah
56,82
4,29
60,20
3,08
54,15
3,43
20,30
0,74
38,17
3,17
55,08
3,84
65,84
3,03
BT di non sawah
7,56
0,06
5,14
0,00
0,11
0,21
19,57
0,41
4,96
0,03
0,57
0,18
4,18
0,00
Industri
3,39
2,15
0,00
11,79
0,00
2,86
2,62
0,01
0,00
0,00
0,00
8,43
0,00
1,62
Perdagangan
4,55
5,04
0,00
13,16
2,16
9,52
3,48
9,19
6,40
9,19
0,00
5,52
0,00
5,57
Jasa angkutan
6,11
5,06
0,00
14,18
0,00
1,80
0,31
1,98
0,00
3,38
0,00
6,32
2,78
3,11
PNS dll
0,63
1,53
0,00
7,27
0,53
22,59
2,23
9,01
4,11
7,12
0,00
3,22
0,00
16,93
Buruh nonpertanian
3,02
2,85
40,31
7,99
8,19
6,08
4,44
1,34
7,92
1,19
2,82
1,72
1,11
2,71
Penyewaan aset
0,00
7,34
0,00
2,86
6,65
5,17
0,93
3,15
5,91
17,93
0,00
5,39
0,00
5,99
Transfer
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Lainnya
0,96
0,07
0,00
0,23
0,00
1,29
0,00
1,54
19,35
0,34
0,00
5,49
0,93
1,54
Total pertanian
81,33
75,97
59,69
42,51
82,47
50,69
85,99
73,78
56,32
60,85
97,18
63,91
95,19
62,54
Total nonpertanian
18,67
24,03
40,31
57,49
17,53
49,31
14,01
26,22
43,68
39,15
2,82
36,09
4,81
37,46
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
Total pendapatan (%)
Total pendapatan (Rp/kap/th) 992422 3238054 519649 3179426 693896 2063165 2327599 3943849 Catatan : Buruh tani adalah rumah tangga yang mata pencaharian KK-nya adalah buruh tani Sumber : Data Primer (diolah)
999297 4741161
705008 3301237 1080712 2390393