PENGGUNAAN MIKORIZA PADA USAHATANI SAWAH DALAM RANGKA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS UNTUK KECUKUPAN PANGAN DAN PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI E. Y. Hosang dan Y. Ngongo Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTT ABSTRAK Potensi lahan sawah di NTT jika diusahakan secara optimal, mampu menyediakan pangan yang cukup, pada kenyataannya, masih terdapat senjang hasil dan senjang pengelolaan lahan sawah. Faktor pembatas utama peningkatan produktivitas lahan sawah adalah penerapan pupuk yang belum sesuai dengan kondisi tanah dan kebutuhan tanaman. Untuk mensubstitusi kekurangan pupuk bagi tanaman, penggunaan pupuk hayati Mikoriza menjadi salah satu pilihan yang sangat prospektif untuk dimanfaatkan petani dalam mengembangkan usaha pertaniannya. Oleh karena itu penelitian pola tanam padi sawah irigasi dengan penerapan mikoriza dilaksanakan di Desa Lambanapu, Kecamatan Pandawai, kabupaten Sumba Timur pada MT. 2005/2006. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penggunaan mikoriza pada produktivitas kacang hijau dan padi serta pendapatan petani padi sawah. Perlakuan yang diuji adalah : pemberian mikoriza, pemberian mikoriza + urea, pemberian urea saja dan tanpa pupuk pada pertanaman kacang hijau. Hasilnya adalah (1) aplikasi mikoriza mampu meningkatkan produksi kacang hijau sebesar 26,1 % dan meningkatan produksi padi sebesar78 % di lahan sawah irigasi, (2) penerapkan pola pertanaman padi – kacang hijau, mampu meningkatkan intensitas pertanaman dan diversifikasi komoditas dan (3) terjadi peningkatan pendapatan petani padi sawah dengan menerapkan pola padi – kacang hijau yang diberikan mikoriza, sebesar 41,4 % dari pola petani (padi sawah – bero). Kata-kata kunci : padi, sawah, pupuk hayati, mikoriza, produktivitas, kacang hijau, kecukupan pangan dan pendapatan. LATAR BELAKANG Potensi lahan sawah di NTT hanya 5,71 % (127.208 ha), namun jika diusahakan secara optimal, mampu menyediakan pangan yang cukup bagi penduduk NTT. Kenyataannya, masih terdapat senjang hasil dan senjang pengelolaan lahan sawah. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan produksi dari tahun 1996-2004 yang hanya berkisar antara 2,5-3,0 ton/ha (Pemerintah Propinsi NTT, 2005) sementara pada petak penelitian/pengkajian dapat mencapai 5,0-6,0, ini berarti ada peluang pertumbuhan sebesar 100 %. Pendekatan pengkajian dan intervensi yang perlu dilakukan dalam rangka pemecahan masalah pada lahan sawah harus dilakukan secara simultan; dimulai dari pengenalan teknologi produksi (varietas, pupuk, dan pengendalian OPT), pengaturan pola tanam/pergiliran tanaman, diversifikasi usaha (integrasi tanaman – ternak), efisiensi penggunaan air, pengaturan saat/masa tanam, penguatan kelompok, penguatan kelembagaan penunjang dan dukungan kebijakan untuk peningkatan sarana/prasarana irigasi. Dengan demikian potensi sumberdaya lahan sawah yang sangat strategis dapat memberikan nilai tambah yang sangat besar bagi pemerintah daerah dan petani, berupa: (1) nilai tambah yang besifat langsung: peningkatan produktivitas, peningkatan intensitas pertanaman, peningkatan keamanan/ketahanan pangan, peningkatan pendapatan petani dan peningkatan pendapatan asli daerah, dan (2) nilai tambah yang bersifat tidak langsung: optimalisasi pemanfaatan sumberdaya, meningkatnya kesempatan berusaha dan terciptanya lapangan kerja. Faktor pembatas utama pengembangan dan peningkatan produktivitas lahan sawah adalah penerapan pupuk yang belum sesuai dengan kondisi tanah dan kebutuhan tanaman. Hal
ini disebabkan oleh antara lain semakin mahalnya harga pupuk dan semakin langkanya ketersediaan pupuk di pasaran. Untuk mensubstitusi kekurangan pupuk bagi tanaman, penggunaan pupuk hayati menjadi salah satu pilihan dan sangat prospektif untuk dimanfaatkan petani dalam mengembangkan usaha pertaniannya. Pupuk hayati merupakan mikroorganisme hidup yang diberikan ke dalam tanah sebagai inokulan untuk membantu tanaman memfasilitasi atau menyediakan unsur hara tertentu bagi tanaman. Oleh karena itu, pupuk hayati sering juga disebut sebagai pupuk mikroba. Setidaknya ada tiga faktor yang mendorong meningkatnya perhatian terhadap aplikasi pupuk hayati di Indonesia, yaitu krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997, pencabutan subsidi pupuk oleh pemerintah pada tahun 1998, dan tumbuhnya kesadaran terhadap potensi pencemaran lingkungan melalui penggunaan pupuk kimia yang berlebihan dan tidak efisien. Jamur mikoriza adalah sekelompok jamur tanah yang diketahui dapat berfungsi sebagai pupuk hayati. Sekalipun keberadaan jamur mikoriza sudah diketahui lebih dari 100 tahun yang lalu, namun penggunaannya sebagai pupuk hayati baru dimulai sejak Mosse (1957) mengetahui peran jamur mikoriza dalam penyerapan fosfor oleh tanaman. Oleh karena itu penelitian pola tanam padi sawah irigasi dan padi gora dengan penerapan mikoriza sangat menarik untuk dipelajari untuk mendapat rakitan model yang mampu meningkatkan pendapatan petani. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan mikoriza pada produktivitas kacang hijau dan padi serta pendapatan petani padi sawah. METODOLOGI Bahan dan peralatan Bahan yang digunakan terdiri atas: benih kacang hijau varietas Betet dan padi varietas memberamo, pupuk urea, SP36 dan KCl, mikoriza, insektisida dan ATK. Tempat dan waktu pengkajian Pengkajian ini dilaksanakan di lahan sawah milik petani di Desa Lambanapu, Kecamatan Pandawai, Kabupaten Sumba Timur, selama dua musim tanam yaitun bulan JuniSeptember 2005 dan bulan Februari - Mei 2006. Perlakuan Perlakuan pada pengkajian ini adalah : • Pola petani : Pola : padi - bero, varietas Memberamo. • Pola introduksi yang terdiri dari : - Penanaman kacang hijau Varietas Betet diberikan Mycoriza dan dilanjutkan dengan padi varietas Memberamo - Penanaman kacang hijau Varietas Betet diberikan Mycoriza dan pupuk urea dan dilanjutkan dengan padi varietas Memberamo - Penanaman kacang hijau Varietas Betet tanpa pemupukan dan dilanjutkan dengan padi varietas Memberamo Penanam dilaksanakan di 3 orang petani dan masing-masing peatni seluas 30 are Petani sebagai ulangan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi petani lahan sawah irigasi Para petani sawah di Desa Lambanapu selalu mengusahakan sawahnya dengan menanam padi 2 kali setahun (IP 200) dengan memanfaatkan air irigasi teknis dari Bendungan Kambaniru. Pola tanam yang umum diterapkan petani sawah di kawasan ini adalah padi – padi – bero (Seperti terlihat pada Gambar 2). Awal musim tanam padi sawah adalah Bulan Januari dan musim tanam kedua adalah Bulan Agustus.
Para petani sudah mengadopsi teknologi legowo dan varietas padi yang dominan ditanami petani di kawasan ini adalah IR 64 dan Memberamo. Rata-rata produktivitas padi di kawasan ini adalah 4 - 4,5 t/ha. Pendapatan petani dari usahatani sawahnya dua musim tanam dengan pola tanam padi – padi (selama setahun) sekitar Rp. 20.000.000,- (Nilai rata-rata hasil wawancara langsung dengan petani. Penanaman Kacang hijau di lahan sawah Untuk meningkatkan indeks pertanaman (IP) menjadi IP 300, pengaturan pola tanam susulan kacang hijau diantara waktu penanaman padi, sehingga pola pertanaman menjadi padi – kacang hijau – padi. Dengan menanam tanaman kacang hijau di lahan sawah diharapkan terjadi perbaikan kondisi hara tanah terutama unsur hara nitrogen karena tanaman kacang hijau tergolong tanaman legum yang dengan bersimbiosis dengan mikro organisme tanah (rhisobium) mampu menambat N2 bebas dari udara. Kondisi pertanaman kacang hijau yang ditanam di Desa Lambanapu menunjukkan pertumbuhan yang normal seperti terlihat pada Gambar 3. Lahan yang sama setelah panen kacang hijau dilanjutkan dengan penanaman padi sawah. Hingga panen, pertanaman kacang hijau menunjukkan pertumbuhan normal dan tidak terdapat gangguan hama dan penyakit yang berarti Penampilan pertumbuhan kacang hijau Kondisi pertanaman kacang hijau yang ditanam pada lahan sawah di lambanapu, Kecamatan Pandawai, kabupaten Sumba Timur pada musim kemarau 2005 seperti terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Tinggi tanaman, jumlah cabang, lebar daun dan hasil kacang hijau yang ditanam di Desa Lambanapu dengan perlakuan pemupukan. Perlakuan Mikoriza Mikoriza + Urea Urea Tanpa pupuk P (0.05) KK
Tinggi tanaman (cm) 65.13 66.20 56.13 50.13 tn 10.38
Jumlah cabang Lebar daun (cabang) (cm) 2.60 8.97 2.67 9.23 2.60 8.93 2.00 7.33 tn tn 10.73 8.55
Hasil (g/plot) 583.37 584.47 458.53 442.07 tn 12.78
Hasil (t/ha) 0.97 0.97 0.76 0.74
Dari tabel 1, terlihat bahwa ternyata dengan perlakuan pupuk mikoriza tidak terlalu menunjukkan pengaruh yang nyata pada pertumbuhan dan produksi kacang hijau yang ditanam di Desa Lambanapu, Kecamatan Pandawai, kabupaten Kupang pada musim kemarau 2005. Tidak terdapat perbedaan yang nyata disebabkan karena umur tanaman kacang hijau sangat singkat sehingga perkembangan mikoriza pada awal aplikasi belum memberikan hasil yang maksimal, namun sebenarnya sudah ada indikasi peningkatan pertumbuhan dan produksi (0,97 t/ha) dari tanaman kacang hijau yang diberi mikoriza dibandingkan tidak diaplikasi mikoriza dan tanpa pupuk (0,74 t/ha). Hal ini diperkuat lagi dengan data tinggi tanaman dan lebar daun, yaitu tanaman yang mendapat mikoriza mempunyai penampilan tanaman yang lebih tinggi dan daun lebih lebar dibandingkan dengan tanpa mendapat mikoriza. Penampilan tanaman yang lebih tinggi dan lebih lebar daun ini diduga disebabkan oleh aktivitas mikoriza yang menyebabkan kondisi perakaran yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Brundrett et al., (1996), yang mengatakan bahwa mikoriza adalah cendawan atau jamur tanah yang mempunyai asosiasi mutualisme atau hubungan yang saling menguntungkan dengan akar tanaman. Mikoriza membantu tanaman dalam meningkatkan penyerapan unsur fosfor dan memperkuat toleransi tanaman terhadap kekeringan; mempertinggi kekebalan tanaman terhadap beberapa patogen tanaman; serta dapat memperbaiki struktur tanah.
Penampilan pertumbuhan padi sawah Setelah panen kacang hijau, dilakukan penanaman padi sawah pada awal musim hujan 2005/2006 (pada Bulan Januari 2006. Data pertumbuhan dan produksi padi sawah yang ditanam pada lokasi bekas tanaman kacang hijau yang diberi perlakuan, tampak seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Tinggi tanaman, panjang akar, jumlah anakan, bobot batang, bobot akar dan produksi padi yang diatanam di Desa Lambanapu, Kecamatan Pandawai, kabupaten Sumba Timur pada musim hujan 2005/2006. Perlakuan Tinggi Panjang Jumlah Bobot Bobot Bobot gabah/ tanaman (cm) akar (cm) anakan batang (gr) akar (gr) plot (gr/6 m2) t / ha Mikoriza 87.00 b 19.00 b 41.33 b 36.00 c 8.47 c 3133.75 b 5.22 Mikoriza + Urea 85.00 b 18.33 b 41.33 b 37.53 c 8.10 c 3182.32 b 5.30 Urea 71.67 a 15.33 a 35.67 a 25.33 b 5.70 b 2341.86 a 3.90 Tanpa pupuk 66.33 a 14.00 a 30.67 a 19.23 a 4.10 a 1916.53 a 3.19 BNT 0,05 11.11 2.98 5.20 4.06 0.91 560.15 KK 8.36 10.44 8.14 8.02 8.04 12.35 Dari Tabel 2 terlihat bahwa pertumbuhan dan produksi padi pada lokasi bekas kacang hijau yang diberi perlakuan mikoriza berbeda nyata lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan dan produksi padi yang ditanam di lokasi bekas kacang hijau yang tidak mendapat perlakuan mikoriza. Hal ini tampak dari tinggi tanaman padi (87 cm), panjang akar (19 cm), jumlah anakan (41,33 anak), bobot batang (36) dan bobot akar (8,47 gr) bahkan produksi gabah kering panen (5,22 t/ha) dari padi yang ditanam pada lokasi yang diberi mikoriza lebih baik dari pada yang tidak mendapat pupuk (kontrol) yaitu masing-masing tinggi tanaman padi (66,33 cm), panjang akar (14 cm), jumlah anakan (30,67 anak), bobot batang (19,23), bobot akar (4,01 gr) dan gabah hasil panen (3,19 t/ha). Hal ini menunjukkan bahwa walaupun aplikasi mikoriza pada pertanaman kacang hijau belum menunjukkan perbedaan antar perlakuan karena umur tanaman kacang hijau yang relatof pendek, namun setelah dilanjutkan dengan penanaman padi sawah, dampak pemeberian mikoriza terlihat pada pertumbuhan dan produksi padi yang ditunjukkan oleh perbedaan nyata peningkatan pertumbuhan dan produksi padi yang ditanam di lokasi yang diaplikasi dengan mikoriza dibandingkan dengan padi yang ditanam pada lokasi yang tidak diaplikasi mikoriza. Peran mikoriza tersebur dapat berlangsung pada pertanaman padi disebabkan oleh pemberian air yang berselang yaitu tidak dilakukan penggenangan pada saat pemindahan hingga umur 5 hari setelah pindah, pada saat tanaman padi berumur 25-30 hari setelah pindah, pada umur 42-47 hari setelah pindah dan pada saat umur 105 hingga panen. Dengan berperannya mikoriza pada perakaran tanaman padi, menyebabkan meningkatnya peran akar dalam memanfaatkan nutrisi yang ada dalam tanah dan sekaligus mikoriza tersebut memungkinkan nutrisi pada tanah di sekitar perakaran menjadi lebih siap diserap oleh perakaran tanaman padi. Hal ini sama seperti yang dikemukan oleh Rao, 1982 yang mengatakan bahwa mikroorganisme pelarut fosfat merupakan kelompok mikroorga-nisme yang dapat mengubah fosfat tidak larut dalam tanah menjadi bentuk yang dapat larut dengan jalan mensekresikan asam organik seperti asam format, asetat, propionat, laktat, glikolat, fumarat, dan suksinat. Dengan pemberian air berselang seperti itu, selain berdampak positif pada peran mikoriza, juga dapat menghemat penggunaan air irigasi terutama pada musim kemarau sehingga dapat dicapai efisiensi tinggi dalam penggunaan air irigasi. Hal ini sama seperti yang dikemukan oleh Simanungkalit (2001) dan Iskandar (2003) yang mengemukakan bahwa beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa mikoriza dapat meningkatkan toleransi tanaman terhadap kekeringan. Perbaikan toleransi tanaman bermikoriza terhadap stres air dapat disebabkan oleh peningkatan konduktivitas hidraulik, laju transpirasi yang lebih kecil persatuan luas, adanya ekstraksi air dari tanah ke potensi yang lebih rendah, pemulihan tanaman yang lebih cepat dari stres air, dan adanya nutrisi P tanaman yang lebih baik.
Analisis ekonomi Berdasarkan analisis usahatani biaya input dan output yang diterima, penerimaan petani dari usahatani kacang hijau - padi sawah seperti terlihat pada Tabel 3, 4 dan 5. Tabel 3. Analisis ekonomi usahatani kacang hijau per ha. Uraian Mikoriza Mikoriza + Urea Urea Tanpa pupuk Input Benih 120000 120000 120000 120000 Pupuk urea 0 120000 120000 0 Mikoriza 540000 540000 0 0 Biaya pemupukan 200000 200000 200000 0 Biaya penyiangan 1000000 1000000 1000000 1400000 Biaya panen+prosesing 800000 800000 800000 800000 Total input 2660000 2780000 2240000 2320000 Output Biji kacang hijau 6833640 6964680 5585280 5420640 Selisih 4173640 4184680 3345280 3100640 B/C ratio 1.6 1.5 1.5 1.3 Dari Tabel 3, terlihat bahwa nilai benefit and cost ratio (B/C ratio) usahatani kacang hijau lebih besar dari 1. Ini berarti usahatani kacang hijau selalu memberikan keuntungan namun jika diperhatikan nilai B/C antara perlakuan terlihat bahwa nilai B/C usahatani kacang hijau yang diaplikasikan dengan mikoriza lebih tinggi (1,6) dibandingkan nilai B/C dari usahatani kacang hijau yang tidak diaplikasikan dengan mikoriza (1,3). Ini menunjukkan bahwa keuntungan yang diperoleh dengan aplikasi mikoriza akan lebih tinggi.
Tabel 4. Analisis ekonomi usahatani padi sawah per ha. Uraian Mikoriza Mikoriza+Urea Urea Tanpa pupuk Input Benih 90000 90000 90000 90000 Urea 240000 240000 240000 240000 SP 36 120000 120000 120000 120000 Insektisida 200000 200000 200000 200000 Olah tanah 700000 700000 700000 700000 Biaya pematang & persemaian 300000 300000 300000 300000 Biaya tanam pindah 800000 800000 800000 800000 Biaya penyiangan 800000 800000 800000 800000 Biaya panen+prosesing 160000 160000 160000 160000 Total input 3410000 3410000 3410000 3410000 Output Padi kering panen 12432500 11200000 9397500 6985000 Selisih 9022500 7790000 5987500 3575000 B/C ratio 2.6 2.3 1.8 1.0 Dari Tabel 4. terlihat bahwa nilai B/C usahatani padi sawah pada lokasi yang mendapat aplikasi mikoriza jauh lebih tinggi (2,6) dibandingkan nilai B/C usahatani padi sawah pada lokasi yang tidak diaplikasi dengan mikoriza maupun pupuk urea (1,0) dan juga lebih tinggi dari yang diaplikasikan urea saja (1,8). Hal ini menunjukkan bahwa dengan aplikasi mikoriza sekali saja, mampu meningkatkan pendapatan petani dari usahatani padi sawah. Tabel 5. Analisis ekonomi usahatani gabungan kacang hijau dan padi sawah per ha. Mikoriza + Tanpa Uraian Mikoriza Urea Urea pupuk Input kc. Hijau Benih 120000 120000 120000 120000 Pupuk urea 0 120000 120000 0 Mikoriza 540000 540000 0 0 Biaya pemupukan 200000 200000 200000 0 Biaya penyiangan 1000000 1000000 1000000 1400000 Biaya panen+prosesing 800000 800000 800000 800000 Input padi sawah Benih 90000 90000 90000 90000 Urea 240000 240000 240000 240000 SP 36 120000 120000 120000 120000 Insektisida 200000 200000 200000 200000 Olah tanah 700000 700000 700000 700000 Biaya persiapan 300000 300000 300000 300000 Biaya tanam pindah 800000 800000 800000 800000 Biaya penyiangan 800000 800000 800000 800000 Biaya panen+prosesing 160000 160000 160000 160000 Total input 6070000 6190000 5650000 5730000 Output padi sawah Padi kering panen 12432500 11200000 9397500 6985000 Output kc. Hijau Biji kacang hijau 6833640 6964680 5585280 5420640 Total output 19266140 18164680 14982780 12405640 Selisih (outpu - input) 13196140 11974680 9332780 6675640 B/C ratio 2.2 1.9 1.7 1.2 Jika analisis usahatani dengan menghitung B/C digabungkan antara pertanaman kacang hijau dan padi sawah (seperti terlihat pada Tabel 5), terlihat bahwa nilai B/C usahatani yang diaplikasi dengan mikoriza (2,2) jauh lebih tinggi dari usahatani yang diaplikasi pupuk saja maupun dengan tanpa pupuk. Bahkan masih lebih tinggi dibandingkan dengan aplikasi mikoriza + urea.
Ternyata dengan perlakuan mikoriza pada pertanaman kacang hijau, terjadi peningkatan produktivitas kacang hijau dan padi sebesar masing-masing 26,1 % dan 78 % serta berakibat pada terjadi peningkatan pendapatan petani sebesar 41,4 % dari pola existing KESIMPULAN Dari pembahasan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan : a. Dengan aplikasi mikoriza pada kacang hijau di lahan sawah mampu meningkatkan produksi kacang hijau sebesar 26,1 % dan meningkatkan produksi padi sebesar78 %. b. Dengan menerapkan pola pertanaman padi – palawija, mampu meningkatkan intensitas pertanaman dan diversifikasi komoditas c. Terjadi peningkatan pendapatan petani sawah irigasi sebesar 41,4 % dengan mengintroduksi kacang hijau yang dipupuk dengan mikoriza pada lahan sawah. DAFTAR PUSTAKA Bappeda NTT, 2004. Konsep dan Strategi Optimalisasi Daerah Irigasi. Bahan arahan Kepala Bappeda dalam Rapat Koordinasi Instansi terkait di Kupang. Berkelaar Dawn, 2002. SEI, The System of Rice Intensification : Less can be more. ECHO, Inc. Internet www.ECHO. Hosang E., B.Murdolelono, N.H.Kario, Endrizal dan A.Bamualim. 1999. Sistem Usaha Pertanian (SUP) Padi Gogo di Kabupaten Belu. Laporan Penelitian Kerjasama antara BPTP Naibonat dengan Dinas Pertanian Kabupaten Belu. Iskandar Dudi, 2002. Pupuk Hayati Mikoriza untuk Pertumbuhan dan Adaptasi Tanaman di Lahan Marginal. Internet www.indibiogen.or.id/terbitan/agrobio.. Rohi, I.R; Y. Ngongo, Ch. Bora, Lukas Kiagega, Didiek A.B dan A. Ila, 2003. Gelar Teknologi Padi sawah (PTT) di Sumba Barat, tahun 2003. Sarath P., Nissanka and Thilak Bandara, Comparison of Productivity of System of Rice Intensification and Conventional Rice Farming Systems in the Dry-Zone Region of Sri Lanka. Department of Crop Science, Faculty of Agriculture, University of Peradeniya, Peradeniya, Sri Lanka, 4th International Crop Science Congress. Internet www.dfidpsp.org/highlights/2001/sri.html. Simanungkalit R. M., 2001. Aplikasi Pupuk Hayati dann Pupuk Kimia : Suatu Pendekatan Terpadu. Bulitin AgriBio 4(2) 56-61. Internet www.indibiogen.or.id/terbitan/agrobio.