Working Paper ANALISIS KELEMBAGAAN PERTANIAN DAN KAPASITAS PETANI DALAM RANGKA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PETANI PADI MELALUI PEMANFAATAN INOVASI DAN TEKNOLOGI
1
2
1
McKinsey Global Institute (2012): The Archipelago Economy – Unleashing Indonesia’s Potential, September.
3
Konsumsi Padi-Padian dan UmbiUmbian Per Kapita Lainnya Tepung Ketela Pohon(Tapioka) Tepung Gaplek (Tiwul) Gaplek Kentang Talas Sagu Ketela Rambat Ketela Pohon Lainnya Tepung Terigu Tepung Jagung (Maizena) Tepung Beras Beras Jagung Jagung Basah dengan Kulit Beras Ketan Beras
2,35 3,49
97,4 0
20
40
60
80
100
kg/kapita/tahun
2
Terkait perekonomian dualistik (dual economy) lihat Lewis, W.A. (1954) 'Economic development with unlimited supply of labour', The Manchester School, dan Ranis, G. (2004),”Labor Surplus Economies”, Economic Growth Center, Discussion Paper #900, Yale University.
4
5
6
7
Komoditas Beras/Rice Beras Olahan/Processed Gandum/Wheat GandumOlahan/Processed Jagung/Corn JagungOlahan/Processed Kacang Tanah Segar/Peanuts Kacang Tanah Olahan/Processed Peanuts Kedelai Segar/Soybean Kedelai Olahan/Processed Soybean Ubi Jalar Segar/Sweet Potatoes Ubi Kayu Segar/Cassava Ubi Kayu Olahan/Processed Cassava Lainnya/Others Total
2009
2010
2011
2012
2013
(247,62) (687,24) (2.743,63) (1.926,43) (470,08) 0,74 0,46 0,43 (0,04) 0,34 (4.651,07) (4.795,51) (5.648,06) (6.815,10) (6.758,49) (279,35) (286,77) (282,01) (554,85) (208,43) (263,52) (1.485,56) (3.195,19) (1.765,58) (3.183,00) (81,10) (256,74) (82,86) (82,66) (88,94) (189,08) (225,34) (246,79) (195,72) (280,06) 1,43 2,28 1,38 3,29 2,63 (1.318,73) (1.740,12) (2.088,07) (2.103,31) (1.784,35) (14,55) (23,89) (28,71) (3.631,08) (3.520,42) 7,29 7,05 7,15 9,63 9,78 195,79 145,20 105,33 27,26 126,92 (158,46) (271,02) (345,41) (830,97) (157,20) (3,35) 5,05 (9,32) (40,35) (84,15) (7.001.588,00) (9.612.150,00) (14.555.744,00) (17.905.909,00) (16.395.435,00)
8
Komoditas Beras/Rice Beras Olahan/Processed Gandum/Wheat GandumOlahan/Processed Jagung/Corn JagungOlahan/Processed Kacang Tanah Segar/Peanuts Kacang Tanah Olahan/Processed Peanuts Kedelai Segar/Soybean Kedelai Olahan/Processed Soybean Ubi Jalar Segar/Sweet Potatoes Ubi Kayu Segar/Cassava Ubi Kayu Olahan/Processed Cassava Lainnya/Others Total
2009
2010
(105,98) 0,06 (1.314,45) (86,38) (59,00) (29,16) (171,43) 3,37 (624,44) (15,23) 6,00 28,65 (46,19) (2,43) (2.416,60)
(360,33) 0,10 (1.421,21) (23,61) (357,76) (114,37) (217,54) 5,72 (839,69) (21,50) 5,27 32,64 (107,96) 4,12 (3.416,13)
2011 (1.508,31) 0,33 (2.211,36) 2,42 (1.019,06) (46,69) (251,43) 4,53 (1.245,53) (33,16) 6,30 29,51 (161,72) (4,89) (6.439,07)
2012 (1.005,68) 0,04 (2.444,60) (266,51) (516,42) (45,34) (228,90) 7,19 (1.310,10) (1.899,02) 8,53 7,59 (374,40) (40,33) (8.107,94)
2013 (244,81) 0,15 (2.450,61) (148,74) (909,99) (52,39) (328,72) 7,07 (1.101,10) (1.939,60) 8,38 32,07 (78,14) (86,20) (7.292,63)
9
10
Kawasan Jawa Timur Jawa Barat Jawa Tengah Sulawesi Selatan Sumatera Utara Sumatera Selatan Lampung Sumatera Barat Nusa Tenggara Barat Kalimantan Selatan Nasional
LP 3,11% 4,48% 4,43% 2,82% -1,79% 3,08% 3,54% 4,77% 0,00% -3,86% 2,87%
2010 P 0,30% -0,79% 0,86% -1,44% 3,40% 1,58% 1,41% 0,23% -5,14% -2,08% 0,32%
Q 3,42% 3,66% 5,32% 1,35% 1,54% 4,71% 5,01% 5,01% -5,15% -5,87% 3,22%
LP -1,89% -3,59% -4,28% 0,32% 0,38% 1,99% 2,77% 0,26% 11,70% 3,81% -0,38%
2011 P -7,42% 2,81% -2,96% 2,63% 0,32% 1,41% 1,91% 2,81% 4,30% 6,57% -0,70%
Q -9,17% -0,88% -7,11% 2,95% 0,70% 3,43% 4,74% 3,09% 16,49% 10,65% -1,07%
LP 2,54% -2,32% 2,86% 10,36% 1,00% -1,92% 5,75% 3,19% 1,77% 1,42% 1,83%
2012 P 12,48% -0,81% 5,93% 0,47% 1,97% -0,74% -0,27% 0,69% 0,49% 0,91% 3,13%
Q 15,34% -3,11% 8,95% 10,89% 3,00% -2,64% 5,46% 3,89% 2,28% 2,35% 5,02%
LP 1,25% -0,48% 1,00% 4,50% -0,14% 1,05% 4,02% 2,74% 4,49% 0,46% 1,44%
Rata-rata 2010-2012 P Q 1,79% 3,20% 0,40% -0,11% 1,28% 2,39% 0,56% 5,06% 1,90% 1,75% 0,75% 1,83% 1,02% 5,07% 1,24% 4,00% -0,12% 4,54% 1,80% 2,38% 0,92% 2,39%
6
http://cwts.ugm.ac.id/2013/07/kebijakan-perdagangan-dan-industri-dalam-mencapai-kedaulatan-pangan-diindonesia-solusi-alternatif-darurat-menuju-daulat/
11
12
13
Rp. triliun 700 600
RAPBN 2015 K/L : 647,3 T Kementan: 15,83 T (2,64%) APBNP 2014 K/L : 602,3 T Kementan : 13,6 T (2,26%) Realisasi 2013 K/L : 553,8 T Kementan: 15,9 T (2,87%)
Rp. triliun 80 0.94
70 60
14.40
1.56
50
0.41
400
40
6.72
300
30
17.62
21.05
200
20
100
10
20.31
18.16
18.94
2013 (LKPP)
2014 (APBNP)
2015 (RAPBN)
500
0 2007 (LKPP)
0
K/L lainnya
Kementrian Pertanian
2008 (LKPP)
2009 (LKPP)
Subsidi Pangan
2010 (LKPP)
Subsidi Pupuk
2011 (LKPP)
2012 (LKPP)
Subsidi Nonenergi Lainnya
11.95 35.70
Subsidi Benih
14
Box 1. Komparasi Kebijakan Intensifikasi Pertanian
Kebijakan Subsidi Pupuk Di Indonesia: 2,25 kali lipat anggaran Kementrian Pertanian ada di sini Kebijakan pupuk yang diberlakukan di Indonesia merupakan subsidi yang sifatnya tidak langsung di mana subsidi diberikan kepada produsen pupuk yang memiliki beberapa kelemahan seperti: (1). Manfaat subsidi tidak dirasakan langsung oleh petani, rentan untuk disalahgunakan oleh perusahaan pengadaan pupuk yang ditunjuk, penyalahgunaan rentan hingga ke level distributor; dan (2). Terjadi disparitas harga antara pupuk yang bersubsidi dengan nonsubsidis sehingga rentan untuk disalahgunakan kepada petani yang bukan menjadi sasaran subsidi. Selama belum ada desain kebijakan yang secara matang dipersiapkan untuk mendukung ketersediaan variabel input pertanian, pemerintah dapat tetap melanjutkan pelaksanaan subsidi pupuk dengan menata ulang proses pemberian subsidi pupuk menjadi mekanisme subsidi langsung dengan tahapan yang hampir sama dengan mekanisme tidak langsung. Prosedur pengajuan subsidi pupuk berawal dari perencanaan jenis, jumlah, dan waktu penyaluran pupuk sesuai dengan kebutuhan petani yang terhimpun dalam Poktan/Gapoktan yang tertuang dalam Rencana Definit Kebutuhan Kelompok (RDKK). RDKK kemudian diusulkan secara bertahap hingga ke Kementan.
15
Dirjen Tanaman Pangan, Kementan rekapitulasi
Lini-1 (Prod)
Permentan
Dinas Pertanian Provinsi rekapitulasi
SK Gubernur
Dinas Pertanian Kab/Kota rekapitulasi
Lini-2 (Prod) margin & cost distribusi ditentukan pemerintah
SK Bupati/Walikota
Lini-3 (Dist)
Lini-4 (Kios/Gapoktan)
RDKK Penyuluh Pertanian
Poktan/Gapoktan
Nantinya akan ditentukan Harga Eceran Pasar (HEP) yang sama secara nasional. HEP merupakan harga jual sebelum subsidi dan disesuaikan dengan rata-rata Harga Pokok Penjualan (HPP) dari produsen pupuk yang ditunjuk. Harga Neto Petani (HNP) merupakan HEP dikurangi besar subsidi. HNP akan berlaku sama secara nasional. HNP ditentukan terlebih dahulu dengan mempertimbangkan Harga Pembelian Pemerintah untuk Gabah (HPP Gabah). Petani diberikan pilihan untuk diberikan langsung HNP atau HEP dengan klaim subsidi. Mekanisme ini juga memperbolehkan Gapoktan untuk menjadi kios yang berarti mendorong kegiatan agribisnis secara luas (bisnis benih sebagai bisnis hulu). Dengan interaksi subsidi secara langsung dari pemerintah ke petani/Poktan/Gapoktan, mekanisme subsidi langsung dapat menjadi salah satu bentuk inklusi keuangan terhadap petani, seperti layaknya program bantuan subsidi lainnya. Selain dengan meningkatkan keterlibatan Poktan/Gapoktan dalam program pembangunan pertanian. Sumber: Rancangan Kebijakan Subsidi Pupuk Langsung Kepada Petani (PSEKP, 2010)
8Agricultural
Policy Monitoring and Evaluation 2013 – OECD Countries and Emerging Economies (2013)
16
17
Wilayah Suma tera Ja wa Ba l i & Nus tra Ka l i ma nta n Sul a wes i Ma l uku & Pa pua Indones i a Ra ta -ra ta l ua s ta na m/ta hun (Ha ) Juml a h ta na ma n (juta pohon)
Padi 2003 2.886,12 8.459,39 899,25 1.013,98 895,29 52,33 14.206,36 0,56
Kelapa Sawit
2013 Perubahan (%) 2.576,29 -10,74% 8.698,02 2,82% 960,60 6,82% 944,43 -6,86% 917,91 2,53% 50,70 -3,11% 14.147,95 -0,41% 0,67
2003 585,61 12,84 0,19 62,65 11,21 5,91 678,41
Suma tera Ja wa Ba l i & Nus tra Ka l i ma nta n Sul a wes i Ma l uku & Pa pua Indones i a Ra ta -ra ta l ua s ta na m/ta hun (Ha )
491,66
117,03%
Jagung 2003 539,92 4.191,33 732,73 224,23 510,28 155,17 6.353,66 0,34
2003 1.159,00 45,77 0,04 473,00 1,32 3,52 1.682,65
2013 Perubahan (%) 1.955,10 68,69% 124,00 170,92% 0,16 300,00% 787,99 66,59% 14,17 973,48% 7,12 102,27% 2.888,54 71,67%
1325,99
2519,73
19,64% 226,54
Wilayah
Karet
2013 Perubahan (%) 1.217,06 107,83% 9,27 -27,80% 0,29 52,63% 172,09 174,68% 56,17 401,07% 3,46 -41,46% 1.458,34 114,96%
Kedelai
2013 Perubahan (%) 350,80 -35,03% 3.406,18 -18,73% 648,83 -11,45% 77,68 -65,36% 453,46 -11,14% 120,60 -22,28% 5.057,55 -20,40% 0,43
90,03%
26,47%
2003 46,14 769,41 115,74 11,96 25,32 17,99 986,56 0,3
2013 Perubahan (%) 12,23 -73,49% 544,18 -29,27% 80,96 -30,05% 3,83 -67,98% 17,91 -29,27% 12,67 -29,57% 671,78 -31,91% 0,28
-6,67%
18
Ribu pekerja 23000 22000 21000 20000 19000 18000 17000 16000 15000 14000 13000 12000 11000 10000 9000 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0
Jawa Timur
Jawa Barat
Jawa Tengah
Sulawesi Selatan
Sumatera Utara
Total
21.040
17.493
17.489
17.261 14.227
Feb
Agt
2010
Feb
Agt
2011
13.433
Feb
Agt
2012
19
15-19 tahun
Perkotaan+Pedesaan
20-24 tahun
Pedesaan 45,96%
25-29 tahun
50,84%
30-34 tahun 35-39 tahun
54,04%
40-44 tahun
Perkotaan
45-49 tahun
49,16%
66,53%
50-54 tahun 33,47%
55-59 tahun 60+ tahun
Pedesaan & Perkotaan 1,89%
5,64%
Pedesaan Tidak/Belum 5,59% Pernah Sekolah Tidak Tamat SD 13,75%
13,60%
13,30% SD
13,43%
24,38%
0,31% 0,26%
SLTP 24,77%
SMA
40,51%
SMK 40,41%
D1-D3
5,91%
11,64%
11,73%
≥D4 26,88%
39,86%
Perkotaan
20
21
LKMA
GABUNGAN KELOMPOKTANI
KELOMPOKTANI
PETANI
PETANI
PETANI
BANK
BUMP : KOPERASI/ KOPTAN PT atau Badan usaha lainnya
MITRA USAHA • PASAR • KREDIT
PERUSAHAAN • Sarana produksi • Benih • Pupuk, dll
22
SOSIALISASI PENUMBUHAN GAPOKTAN KEPADA POKTAN
ADVOKASI PENUMBUHAN POKTAN KEPADA KADES DAN STAKEHOLDERS
MUSYAWARAH PENUMBUHAN GAPOKTAN
PEMILIHAN PENGURUS GAPOKTAN
PENYUSUNAN RENCANA KERJA GAPOKTAN
23
24
13
Definisi pertanian secara luas, tidak hanya penyuluh pertanian padi
25
26
Box 2. Penyuluhan Pertanian di Jepang dan Vietnam
27
Komoditas Padi Sawah/ Wetland Paddy Padi Rawa/Swamp Paddy Padi Gogo/Dryland Paddy Padi Hibrida/Hybrid Paddy Total
2008 2009 2010 2011 2012 8
8
3
9
10
3
6
1
0
1
0
4
3
4
1
0
5
3
6
0
11
23
10
19
12
28
29
Box 3. Peran Kelembagaan dalam Pengembangan Sektor Pertanian US
United States (US) – Lembaga penelitian yang tunggal dengan standar publikasi hasil penelitian yang tinggi mendorong efisiensi lembaga penelitian baik dari kualitas maupun kuantitas, dari segi riset maupun peneliti. Kolaborasi penelitian dengan leluasa terjadi dengan lembaga pendidikan maupun lembaga riset dengan orientasi komersialisasi produk, mendukung ke arah pengambangan produk yang market oriented.
30
Box 4. Peran Kelembagaan dalam Pengembangan Sektor Pertanian Thailand
Thailand– Penataan kelembagaan pertanian Thailand yang apik ditunjukkan dengan bergabungnya BUMN pertanian dalam nomenklatur lembaga publik pertanian, memperkuat fungsi riset. Riset dan pengembangan dibuat dengan tanggung jawab akhir yang jelas karena berhubungan langsung dengan BUMN pertanian sebagai realisasi dari lingkungan bisnis pertanian.
16
Kontribusi sektor pertanian secara sempit (tanaman bahan makanan/tabama, perkebunan, dan peternakan serta hasilnya) di Indonesia terhadap PDB tahun 2013 sebesar 9,41%. Data diambil dari Statistik Makro Sektor Pertanian 2014 (BPS). 17 Sebanyak 32,88% warga Indonesia bekerja di subsektor pertanian tabama, perkebunan, dan peternakan. Data diambil dari Statistik Ketenagakerjaan Sektor Pertanian Tahun 2013 (BPS)
31
32
INDIA –
Kontribusi sektor pertanian yang besar pada perekonomian India menjadikan
pemerintah sangat serius dalam menggiring pertumbuhan sektor tersebut termasuk dalam persiapan penyuluh pertanian. Sebesar 58% penduduk bergantung kepada sektor ini.
33
34
35
22
http://www.ifm.eng.cam.ac.uk/research/dstools/strategic-assumptions-surfacing-and-testing/ 36
Tingkat Kepentingan (Degree of importance ) (rendah) (tinggi)
6 Kuadran II (medium factors ): sangat penting dan namun belum Kuadran IV (most serious factors ): yakin sepenuhnya terhadap sangat penting dan diyakini sangat 5 kepastiannya secara empiris pasti dalam mempengaruhi adopsi dalam mempengaruhi adopsi inovasi/teknologi pertanian inovasi/teknologi pertanian
4
3
2
Kuadran I (least serious factors ): Kuadran II (medium factors ): kurang penting dan belum yakin kurang penting namun diyakini sepenuhnya terhadap sangat pasti dalam mempengaruhi kepastiannya secara empiris adopsi inovasi/teknologi dalam mempengaruhi adopsi pertanian inovasi/teknologi pertanian
1 1 (rendah)
2
3
4
5
6 (tinggi)
Tingkat Kepastian (Degree of certainty )
37
38
39
1 A= [ ⋮ 𝑤𝑛 ⁄𝑤1
1 Aw = [ ⋮ 𝑤𝑛 ⁄𝑤1
⋯ ⋱ ⋯
⋯ ⋱ ⋯
𝑤1 ⁄𝑤𝑛 ⋮ ] 1
𝑤1 ⁄𝑤𝑛 𝑤1 𝑤1 ⋮ ⋮ ] [ ] = n [ ⋮ ] = nw 𝑤𝑛 𝑤𝑛 1 ↔
n = 𝜆𝑚𝑎𝑥 Aw= 𝜆𝑚𝑎𝑥 w CR = CI/RI CI =
𝜆𝑚𝑎𝑥 − 𝑛 𝑛−1
Dengan RI diperoleh dari simulasi yang dilakukan Saaty:
40
No. 1
Tahapan Tahap 1 – 2 (Studi Literatur, Preliminary Survey, Analisis Deskriptif, FGD)
Jenis Data Data sekunderdan data primer (preliminary survey)
Sumber/Partisipan/Responden Perumusan masalah dari berbagai sumber dan FGD Responden preliminary survey: Tujuh peneliti ahli / akademisi di bidang pertanian , dua diantaranya guru besar di bidang pertanian (Universitas Lampung dan IPB).
2
Tahap 3–4 (FGD SAST)
Data primer
Partisipan FGD SAST: Lima peneliti ahli / akademisi di bidang pertanian, tiga diantaranya guru besar di bidang pertanian (Universitas Lampung dan IPB).
3
Tahap 6–7 (ANP)
Data primer
Partisipan ANP: Tiga guru besar di bidang pertanian (Universitas Lampung dan IPB), dua akademisi/ peneliti senior di bidang pertanian (IPB dan PSE-KP), satu ahli pertanian dari Kementerian Pertanian, dan satu wakil dari kelompok tani.
41
42
A. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Non-Litbang) (A1). Hak Kekayaan Intelektual (HKI) (A2). Regulasi dan insentif yang mendorong swasta berinvestasi (A3). Hukum dan kebijakan (A4). Ketepatan waktu anggaran (A5). Komitmen pemerintah (A6). Koordinasi Pemda & Pempus (A7). Koordinasi lembaga pemerintahan pertanian & nonpertanian C. Lembaga Penyuluhan (C1). Kualitas penyuluh (C2). Kurikulum sekolah petani (C3). Pengetahuan manajemen risiko (C4). Program pendampingan yang kontinu (C5). Koordinasi antarlembaga penyuluh (C6). Koordinasi program antar dinas terkait (C7). Cara kerja lembaga penyuluh
B. Litbang dan Perguruan Tinggi (B1) . Kuantitas riset (B2) . Kualitas riset (B3) . Pendanaan riset (B4) . Kualitas peneliti (B5) . Sistem pendidikan pertanian (B6) . Manajemen database pertanian (B7) . Akses informasi pertanian (B8) . Koordinasi antar Litbang dan PT (B9) . Identifikasi permasalahan riset (B10). Tingkat kemudahan aplikasi teknologi D. Poktan/Gapoktan (D1). Kematangan Poktan/Gapoktan (D2). Komitmen petani terhadap Poktan/Gapoktan (D3). Dukungan pemodalan & pemasaran (D4). Aturan dan norma organisasi (D5). Kepemimpinan Poktan/Gapoktan (D6). Dukungan biaya operasional kelompok (D7). Dukungan pemasaran
E. KAPASITAS INTERNAL PETANI (E1). Umur (E2). Tingkat Pendidikan (E3). Intensitas & inisiatif self learning (E4). Pertimbangan ekonomi (E5). Pengaruh/saran dari keluarga (E6). Budaya bertani subsisten vs rasional
25
Prinsip SAST mensyaratkan adanya pembagian atau pemisahan kelompok FGD untuk menggali sedetil dan sedalam mungkin asumsi-asumsi yang mendasari suatu faktor. Pertemuan dua atau lebih dari kubu melalui diskusi dialektika diharapkan mengantar forum pada satu kesepahaman dengan mengintegrasikan dua hasil pendalaman diskusi intrakelompok.
43
Tingkat Kepentingan (Degree of importance ) (tinggi) (rendah)
√
III
IV
A4
6
A5 A2
5
A3 A6
A8
4
3
2
1
I
A1
1 (rendah)
II 2
3
4
5
6 (tinggi)
Tingkat Kepastian (Degree of certainty )
44
Tingkat Kepentingan (Degree of importance ) (rendah) (tinggi)
√
III
B3
6
B6
5
IV
B2
B5
B1
B7
B9
B4
4
B8
B10
3
2
1
B11
I 1 (rendah)
II 2
3
4
5
6 (tinggi)
Tingkat Kepastian (Degree of certainty )
45
Kode
Importance
Certainty
Kuadran
Reduksi
Kualitas penyuluh
C1
6
2
III
X
Materi penyuluhan (programa)
C2
5
3
III
X
Pengetahuan manajemen risiko (bergabung dengan C2)
C3
4
2
III
X
Program pendampingan yang kontinu
C4
5
3
III
X
Koordinasi teknis antar lembaga yang ikut memberikan penyuluhan di bidang pertanian
C5
5
2
III
X
Koordinasi program antar dinas terkait
C6
5
3
III
X
Cara kerja lembaga penyuluhan
C7
5
3
III
X
Tingkat Kepentingan (Degree of importance ) (tinggi) (rendah)
C. Lembaga Penyuluhan
III
IV
6
C1
5
C5
4
C3
C7 C2 C6 C4
3
2
1
I 1 (rendah)
II 2
3
4
5
6 (tinggi)
Tingkat Kepastian (Degree of certainty )
46
Kode
Importanc e
Certainty
Kuadra n
Reduksi
D1
5
3
III
X
D2
6
3
III
X
D3
5
3
III
X
Aturan dan norma organisasi
D4
4
3
III
X
Kepemimpinan Poktan/Gapoktan
D5
5
3
III
X
Dukungan biaya operasional kelompok
D6
4
3
III
X
Dukungan pemasaran
D7
5
4
IV
X
D. Poktan/Gapoktan Kematangan Poktan/Gapoktan
Tingkat Kepentingan (Degree of importance ) (tinggi) (rendah)
Komitmen petani anggota terhadap Poktan/Gapoktan Motivasi pembentukkan Poktan/Gapoktan
III
IV
6
D2
5
D1 D5 D3
D7
D4
4
D6
3
2
1
I 1 (rendah)
II 2
3
4
5
6 (tinggi)
47
Kode
Importance
Certainty
Kuadran
Reduksi
Umur produktif
E1
4
4
IV
X
Tingkat pendidikan
E2
5
3
III
X
Intensitas/inisiatif self learning
E3
6
5
IV
X
Pertimbangan ekonomi
E4
6
6
IV
X
Pengaruh/saran dari keluarga
E5
3
3
I
√
Rasionalitas petani
E6
4
4
IV
X
Tingkat Kepentingan (Degree of importance ) (tinggi) (rendah)
E. Kapasitas Internal Petani
III
IV
6
E3
5
E4
E2 E1
4
E6
3
E5
2
1
I 1 (rendah)
II 2
3
4
5
6 (tinggi)
Tingkat Kepastian (Degree of certainty )
48
Lembaga Eksternal
Kode
Importance
Certainty
Kuadran
Reduksi
Peran Perguruan Tinggi
F1
5
5
IV
X
Peran LSM/LPSM
F2
4
3
III
X
Peran Swasta (formulator)
F3
4
4
IV
X
F4
5
5
IV
X
F5
5
3
IV
X
CSR dalam bentuk bantuan teknis/pendampingan
F6
3
3
I
√
Peran dari lembaga keuangan
F7
4
3
III
X
Koordinasi lembaga eksternal dengan penyuluh pemerintah Integrasi lebaga eksternal dengan Poktan/Gapokan
6
III
IV F4
5
F1
F3
4 F2
F6
3
F7
F5
2
1
I
II 1
2
(rendah)
3
4
5
6 (tinggi)
Tingkat Kepastian (Degree of Cerntainty
26
Terutama re-grouping klaster F (lembaga eksternal) menjadi klaster E sehingga menjadi1 grup dengan kelembagaan petani. Sementara itu, klaster E (kapasitas internal) diubah menjadi klaster F.
49
Kode A1
Faktor Regulasi dan insentif yang mendorong swasta berinvestasi
Penjelasan Kebijakan yang mendorong partisipasi swasta untuk berinvestasi pada pengembangan hasil penelitian akan memberi dukungan dan membentuk iklim yang kondusif bagi penyelenggaraan kegiatan penguasaan, pemanfaatan dan pemajuan IPTEK.
A2
Hukum dan Kebijakan
Kebijakan di luar investasi yang menciptakan enabling environment baik dalam hal dukungan terhadap penciptaan, diseminasi dan pemanfaatan secara luas akan mendorong invensi dan penerapannya.
A3
Ketepatan waktu turun anggaran
Turunnya anggaran dari pemerintah yang sejalan dengan timeline pelaksanaan kegiatan pertanian dan musim tanam akan memudahkan pemenuhan kebutuhan biaya dalam pengapdosian inovasi/teknologi.
A4
Komitmen Pemerintah
Ketika pemerintah menanamkan pentingnya keberhasilan sebuah program dan mengusahakan untuk mencapainya, maka tujuan dari program yang mendorong pertanian berwawasan teknologi akan terpenuhi.
A5
Koordinasi Pemerintah Pusat-Daerah
A6
Koordinasi antarlembaga pemerintah pertanian dan nonpertanian
A7
Kualitas dan integritas SDM pmerintahan
Proses integrasi dan interaksi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam teknis pelaksanaan program akan mendorong pencapaian pembangunan pertanian berwawasan teknologi Adanya proses intergrasi dan interaksi antara lembaga pemerintah pertanian dan lebaga pemerintah nonpertanian akan memperlancar pelaksanaan program. SDM pemerintah yang berkualitas dan memiliki integritas tinggi akan mendorong pencapaian pembangunan pertanian berwawasan teknologi
Kode B1
B2
B3
B4
B5
B6
B7
Faktor Kuantitas dan kualitas riset
Penjelasan Kuantitas dan kualitas riset yang ditunjukkan oleh jumlah dan kapasitas invention research yang berkualitas dan applicabel akan mendorong pembangunan pertanian berwawasan teknologi. Pendanaan riset dan manajemen database Pendanaan riset yang mencukupi secara jumlah dan tidak terpusat pertanian pada tanggung jawab pemerintah, serta kehadiran manajemen databers pertanian yang baik akan mendukung proses riset untuk mendorong pembangunan pertanian berwawasan teknologi. Kualitas peneliti Kualitas peneliti yang ditunjukkan oleh kapasitas teknis peneliti untuk menciptakan temuan yang applicable dan bermanfaat secara luas akan mendorong pembangunan pertanian berwawasan tekonologi. Koordinasi antarlembaga Litbang Adanya proses intergrasi dan interaksi antara lembaga Litbang pemerintahan akan mendorong pembangunan pertanian berwawasan teknologi. Sistem pendidikan pertanian pegawai Sistem pendidikan yang sistematis dan terukur untuk pegawai Litbang Litbang akan mendorong peningkatan kapasitas teknis peneliti dan pada akhirnya mendorong pembangunan pertanian berwawasan teknologi. Indentifikasi permasalahan riset Adanya perencanaan riset yang baik terkait dengan manfaat dan urgensinya, akan lebih meningkatkan kualitas riset dan percepatan penemuan baru. Tingkat kemudahan aplikasi teknologi Kemudahan dan baiknya mekanisme akses aplikasi teknologi akan medorong pemanfaatan secara luas
50
Kode C1 C2
C3
C4
C5
C6
Faktor
Penjelasan Semakin baik kualitas penyuluh, semakin cepat akselerasi diseminasi inovasi/teknologi pertanian. Materi Penyuluhan (Programa) Materi penyuluhan (programa) yang sederhana, jelas dan memasukkan muatan lokal akan semakin meningkatkan kualitas penyuluhan dan diseminasi inovasi/teknologi di tiap-tiap daerah Pengetahuan manajemen risiko Adanya pemberian materi penyuluhan terkait mitigasi risiko dalam mengaplikasikan teknologi pertanian terbaru akan mendorong pembangunan pertanian berwawasan teknologi. Program pendampingan yang kontinu Pendampingan pada pokta/gapoktan ataupu langsung kepada individu petani akan memastikan keberlanjutan dan pengembangan dari aplikasi inovasi/teknologi. Koordinasi teknis antarlembaga yang ikut Adanya integrasi dan interaksi antarunit-unit penyuluh akan memberikan penyuluhan memperkuat pertanian nasional sebagai buah dari sinergi pemanfaatan teknologi yang masing-masing mengacu pada kekuatan pertanian lokal. Koordinasi program antardinas terkait Adanya integrasi program antar unit-unit penyuluh akan memperkuat pertanian nasional sebagai buah dari sinergi pemanfaatan teknologi yang masing-masing mengacu pada kekuatan pertanian lokal.
Kualitas penyuluh
C7
Cara kerja lembaga penyuluhan
Kode D1
Faktor Kematangan Poktan/Gapoktan
D2 D3
D4
D5 D6
D7
Bagaimana visi, misi, dan program kerja lembaga penyuluhan akan menentukan arah perkembangan pertanian
Penjelasan Semakin matang suatu Poktan/Gapoktan yang ditunjukkan oleh pencapaian ke level integrated farming system akan mendorong kebutuhan dan pengadopsian terhadap inovasi/tekonologi pertanian. Komitmen petani terhadap Komitmen pentani yang tinggi terhadap Poktan/Gapoktan akan Poktan/Gapoktan menentukan kelangsungan suatu organisasi petani. Motivasi pembentukan Poktan/Gapoktan Motivasi internal terhadap pembentukkan Poktan/Gapoktan akan mendasari kemajuan Poktan/Gapoktan dalam mengadopsi inovasi/teknologi pertanian. Aturan dan norma organisasi Semakin baik aturan dan norma organisasi yang dipegang oleh Poktan/Gapoktan akan mendorong keterbukaan Poktan/Gapoktan untuk mengadopsi inovasi/teknologi pertanian. Kepemimpinan Poktan/Gapoktan Faktor kepemimpinan Poktan/Gapoktan dapat mendorong adopsi inovasi/teknologi pertanian. Dukungan biaya operasional kelompok Dukungan biaya operasional kelompok yang memadai yang terpisah dari biaya program pembinaan teknis pertanian dapat mendukung proses adopsi inovsi/teknologi pertanian Dukungan pemasaran Dukungan pemasaran untuk Poktan/Gapoktan akan menjamin eksistensi Poktan/Gapoktan yang pada akhirnya mendukung proses adopsi inovasi/teknologi pertanian.
51
Kode E1
Faktor Peran Perguruan Tinggi
E2
Peran LSM/LPSM
E3
Peran Swasta (formulator)
E4
Koordinasi lembaga eksternal dengan penyuluh pemerintah
E5
Integrasi lembaga eksternal dengan Poktan/Gapoktan
E6
CSR dalam bentuk bantuan teknis/pendampingan
E7
Bantuan teknis dari lembaga multilateral
Kode F1
Faktor Usia produktif
Penjelasan Tingginya peran perguruan tinggi dalam pembangunan akan mendorong pencapaian pembangunan pertanian berwawasan teknologi. Semakin tinggi peran LSM/LPSM dalam pembangunan pertanian akan mendorong pencapaian pembangunan pertanian berwawasan tekonologi. Semakin mudah bagi swasta (formulator) untuk dapat berperan dalam pembanguan pertanian akan semakin mendorong adopsi inovasi/teknologi pertanian Semakin baik proses koordinasi antara lembaga eksternal dengan penyuluh pemerintah akan medorong adopsi inovasi/teknologi pertanian Semakin tinggi tingkat integrasi lembaga eksternal dengan poktan/Gapoktan akan mempercepat adopsi inovasi/teknologi pertanian oleh Poktan/Gapoktan Semakin sering intensitas CSR dalam bentuk bantuan teknis/pendampingan dengan Poktan/Gapoktan, akan mempercepat adopsi inovasi/tekonologi pertanian oleh Poktan/Gapoktan. Semakin sering bantuan teknis dari lembaga multilateral dengan Poktan/Gapoktan akan mempercepat adopsi inovasi/teknologi pertanian oleh Poktan/Gapoktan
Penjelasan Selama petani masih berada pada usis produktif, maka proses adopsi inovasi/teknologi akan lebih mudah. Di atas usia produktif akan mengurangi kemampuan petani untuk menerima inovasi/teknologi.
F2
Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan dasar yang dimaksud adalah tingkat pendidikan yang telah dilalui petani. Adopsi inovasi memiliki korelasi positif dengan level pendidikan. Semakin tinggi pendidikan akhir yang dimiliki oleh petani, semakin responsif terhadap inovasi/tekonologi.
F3
Intensitas dan inisiatif self learning
F4
Pertimbangan ekonomi
F5
Pengaruh/saran dari keluarga
F6
Budaya bertani subsisten vs rasional
F7
Jenis kelamin
Proses pembelajaran diperoleh dari beberapa kejadian, permasalahan, maupun fenomena yang ditemukan atau dialami secara berulang. Motivasi untuk melakukan pembelajaran yang berulang (melalui percobaan) yang ditemukan atau dialami mendorong petani untuk menghasilkan inovasi sendiri. Pertimbangan ekonomi dipengaruhi oleh kepemilikan lahan, kapasitas input, dan harga komoditas yang menjanjikan. Bila pengadopsian teknologi menimbulkan kenaikan cost akibat tuntutan untuk mengekspansi input dan lahan, serta tidak didukung oleh kapasitas harga beli gabah, akan menghambat pengadopsian inovasi/teknologi oleh petani. pada rumah tangga (RT) petani, 75% keputusan dalam bertani (farming matters) diambil dalam diskusi keluarga. Dukungan keluarga akan mendorong pengadopsian inovasi/teknologi. Petani yang rasional lebih selektif dalam mengadopsi inovasi/teknologi Karakter wanita dalam pertanian sesungguhan sangat dibutuhkan karena bertani itu tentang ketelatenan. Karakter telaten pada umumnya lebih banyak ada pada diri wanita.
52
27
Definisi dari tiap kriteria dapat dilihat pada Lampiran.
53
28
Narasumber
Afiliasi
Prof. Dr Bustanul Arifin
Guru Besar UNILA
Prof. Dr. Iswandi Anas
Guru Besar IPB
Prof. Dr. Dwi Andreas Santosa
Guru Besar IPB
Dr. Iskandar Lubis
Lektor Kepala IPB
Dr. Syahyuti
Balitbang Pertanian
Dr. Rani Mutiara
Kementan
Zulharman
Wakil Ketua KTNA
Dengan metode geometric mean.
54
55
56
57
58
59
60
-
-
-
-
-
-
61
-
-
-
-
-
62
-
-
-
-
-
-
-
-
63
-
-
64
• • • •
•
65
•
•
•
• • • • •
66
67
68
69
70
71
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
72